60
Edisi 1, Th. 6, Juni 2010 2 Salam Redaksi 3 Taushiyah Kerja Keras Lahir dan Batin 4-5 Suara Anda 6 Syaikhuna 7-13 Laporan Utama Meniti Jejak al-Maghfurlah KH Mufid Mas’ud Romo KH Mufid Membina Kedekatan Dengan Santri Cinta Membawa Mereka Ziarah Makam Sanad Ilmu KH Mufid Mas’ud 14-21 Laporan Khusus PPSPA Mendidik Umat Sejak Dini Masyarakat Percaya Kualitas MISPA Menyibak Kisah Para Penghafal al-Quran MTs Sunan Pandanaran Mendulang Prestasi MASPA Seimbangkan Pendidikan dan Pengajaran 22-23 Perjalanan Syi’ar Islam di Inggris 24-27 Lughah 28-31 Opini Memaknai Kembali Pesan-pesan Romo KH Mufid Mas’ud Etos Kemandirin Mbah Mufid 32-35 Sastra Cerpen : Senyum Yang Terendap Puisi : Di Suatu Pagi Buta 36-39 Sirah Mutakharij 40-41 Bahtsul Masail FIQH Masa Tunggu Setelah Haid, Haruskah Mengganti Shalat ? TAJWID Hukum Membaca al-Quran Bagi Wanita Haid 42-46 Aktivita Santri dan Alumni PPSPA Belajar Metode Yanbu’a Sistem Baru Untuk Menjaring Khatimin Berkualitas 46 Ketawa Itu Halal 47 Lensa Santri 48-52 Tamu Kita Musryid Naqsyabandiyah Suria Sirami Hati Santri Pandanaran Perjalanan Religi Iwan Fals Bersama Ki Ageng Ganjur Ke Pandanaran 53-55 Wawancara Iwan Fals : “Ziarah Membuat Hati Menjadi Adem” 56 KBIH 57 Sampaikan Salamku 58-60 Klik! TAMU KITA PERJALANAN RELIGI IWAN FALS 50 TAMU KITA KUNJUNGAN SYAIKH RAJAB (SYRIA) 48 LAPORAN UTAMA 7 PERJUANGAN & SANAD ILMU KH MUFID MAS’UD MENU

Suapan 5

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Suapan 5

Edisi 1, Th. 6, Juni 2010

2 Salam Redaksi

3 TaushiyahKerja Keras Lahir dan Batin

4-5 Suara Anda

6 Syaikhuna

7-13 Laporan UtamaMeniti Jejak al-Maghfurlah KH Mufid Mas’ud

Romo KH Mufid Membina Kedekatan Dengan Santri

Cinta Membawa Mereka Ziarah Makam

Sanad Ilmu KH Mufid Mas’ud

14-21 Laporan KhususPPSPA Mendidik Umat Sejak Dini

Masyarakat Percaya Kualitas MISPA

Menyibak Kisah Para Penghafal al-Quran

MTs Sunan Pandanaran Mendulang Prestasi

MASPA Seimbangkan Pendidikan dan Pengajaran

22-23 PerjalananSyi’ar Islam di Inggris

24-27 Lughah

28-31 OpiniMemaknai Kembali Pesan-pesan Romo KH Mufid Mas’ud

Etos Kemandirin Mbah Mufid

32-35 SastraCerpen : Senyum Yang Terendap

Puisi : Di Suatu Pagi Buta

36-39Sirah Mutakharij

40-41Bahtsul MasailFIQH

Masa Tunggu Setelah Haid, Haruskah Mengganti Shalat ?

TAJWID

Hukum Membaca al-Quran Bagi Wanita Haid

42-46AktivitaSantri dan Alumni PPSPA Belajar Metode Yanbu’a

Sistem Baru Untuk Menjaring Khatimin Berkualitas

46Ketawa Itu Halal

47Lensa Santri

48-52Tamu KitaMusryid Naqsyabandiyah Suria Sirami Hati Santri Pandanaran

Perjalanan Religi Iwan Fals

Bersama Ki Ageng Ganjur Ke Pandanaran

53-55WawancaraIwan Fals : “Ziarah Membuat Hati Menjadi Adem”

56KBIH

57Sampaikan Salamku

58-60Klik!

TAMU KITA

PERJALANAN RELIGIIWAN FALS

50

TAMU KITA

KUNJUNGAN SYAIKH RAJAB (SYRIA)

48

LAPORAN UTAMA

7PERJUANGAN & SANAD ILMU

KH MUFID MAS’UD

MENU

Page 2: Suapan 5

Salam Redaksi

Para pembaca setia Suara Pandanaran yang dirahmati Allah, sungguh nikmat yang luar biasa kami dapat hadir kembali menyajikan informasi tentang nilai luhur, aktivitas dan perkembangan Pondok Pesantren Sunan Pandanaran di

tahun 2010 ini. Tiga aspek tersebut kami ulas secara mendalam dalam hidangan berita yang benar-benar menyegarkan dan penuh hikmah.

Ya, menyegarkan bagi keluarga besar dan alumni Ponpes Sunan Pandanaran. Pasalnya, dinamika hidup yang begitu cepat dan sarat rivalitas, sering kali mengikis ingatan seseorang akan nilai luhur yang pernah ia cerap di Pesantren Pandanaran. Nah, kehadiran Suara Pandanaran ini, lagi-lagi, mengingatkan nilai-nilai luhur yang mungkin luntur, keteladan yang tengah rentan, atau memberi suluh bagi hati yang nyaris luluh.

Tak lupa, Suara Pandanaran menyalakan kembali lentera hikmah yang mungkin saja telah redup dari relung hati para santri. Hikmah yang dimaksud, tentu saja, berasal dari almukarram KH Mufid Mas’ud, yang selama hidupnya beliau dihabiskan untuk mendidik para santri dengan ruh ketulusan dan keikhlasan. Lentera hikmah itulah yang menjadi penerang bagi semua santri saat menjalani segala aktivitas hidup

Karena itu, penting kiranya redaksi menyuguhkan kembali tema yang masih berkaitan dengan riwayat hidup, model pendidikan, semangat keikhlasan, dan kekhusyukan KH Mufid Mas’ud. Di dalam semua unsur perjuangan itu, terdapat ribuan hikmah yang dapat dipetik. Tentu, kami berharap, semua santri sadar akan masa depannya, sehingga bersedia merajut hikmah itu di dalam kehidupannya. Semua aspek yang berkaitan dengan KH Mufid Mas’ud telah kami rangkai dalam sajian Laporan Utama.

Sedangkan, di dalam Laporan Khusus, redaksi menyajikan bermacam perkembangan dan aktivitas Pesantren Sunan Pandanaran. Perkembangan dan aktivitas ini merupakan kelanjutan dari perjuangan KH Mufid Mas’ud. Secara tersirat tersingkap, bahwa pekerjaan yang dilakukan dengan tulus dan ikhlas akan membawa berkah bagi seluruh umat manusia. Tidak hanya pada masa lalu dan sekarang, tetapi juga di masa-masa yang akan datang.

Momen spesial yang kami abadikan dalam edisi kali ini adalah kunjungan Mursyid 'Am Thariqah Naqsyabandiyyah Syria Syaikh Rajab dan perjalanan spiritual musisi legendaris Iwan Fals ke Pandanaran bersama Ki Ageng Ganjur. Silakan menikmati sajian khas kami mulai halaman 48. Tak ketinggalan pula wawancara kami dengan Iwan Fals di halaman 53.

Akhir kalam, kami ucapkan selamat membaca kepada seluruh pembaca setia Suara Pandanaran. Semoga kita mendapatkan manfaat dari apa yang telah kita lakukan. Amin.

Assalamu’alaikum wr. wb.

Redaksi

Wassalamu’alaikum wr. wb.

2 Juni 2010

REDAKSI AHLI : KH. Masykur Muhammad L.ML, KH. Ibnu Jauzi, DR. KH. Imaduddin Sukamto, M.A., KH. Drs. Attabik Yusuf Z., KH. Hasan Karyono, KH. Abdul Wahid, KH. Muslim Sofwan PIMPINAN UMUM : KH. Mu’tashim Billah SQ, M.Pd.I PIMPINAN REDAKSI : Ali Ridlo WAKIL PIMPINAN REDAKSI : Ali Hifni REDAKSI PELAKSANA : H. Arif Hakiem SEKRETARIS REDAKSI : Munirtadlo STAF REDAKSI : Hj. Fany Rifqah, Hj. Ainun Hakiemah, H. Jazilus Sakhok, H. Haris Ahmad Qornain, H. Muhammad Nahdi, Azka Sya’bana LAYOUT/COVER : Ali Hifni DESAIN GRAFIS : Munirtadlo FOTOGRAFER : Mishbahul Munir ILUSTRASI : Wawan, Khoirul Ahmad Tabiin IT : H. Achmad Fajar Hudan KONTRIBUTOR : DR. H. Ali Nurdin (Jakarta), Mohammad Ali Hisyam (Kuala Lumpur) SIRKULASI/DISTRIBUSI : M. Maqshudi Usman KEUANGAN : M. Maqshudi Usman IKLAN : Oedik, Nasruddin DITERBITKAN OLEH : Lembaga Riset dan Pengembangan Pesantren (LRPP) PPSPA ALAMAT REDAKSI : Kantor PP Sunan Pandanaran, Jl Kaliurang Km. 12,5 Pos Pakem Jogjakarta 55582 TELP : Komplek I (0274)7496394, Komplek II (0274)884438, Komplek III Pa (0274)7496395, Komplek III Pi (0274) 7493464, HP : 081328334845 FAX : (0274) 885913 WEB SITE : http://www.pandanaran.org EMAIL : [email protected], [email protected] BANK : an Majalah Pandanaran BPD DIY kantor Cabang Pembantu Pakem di Ngaglik.

Redaksi menerima kiriman naskah berupa ar tikel, berita tentang pesantren, puisi, cerpen, ka rikatur, resensi, saran, dan kritikan. Redak si berhak untuk mengedit naskah sejauh ti dak mengubah substansi dan maksud tulisan. Naskah yang dimuat akan diberikan imbalan yang pantas. UNTUK KALANGAN SENDIRI, ISI DI LUAR TANGGUNG JAWAB PERCETAKAN

FOTO

: D

OK S

UARA

PA

NDA

NARA

N

Page 3: Suapan 5

Kemajuan saat ini merupakan hasil dari perjuangan KH Mufid Mas’ud. Masih segar dalam ingatan kita bagaimana KH Mufid dengan ibu nyai Jauharoh bekerja keras lahir dan batin demi kelangsungan hidup pesantren ini.

Taushiyah

3Juni 2010

Jangan membayangkan keadaan Pondok Pesantren Sunan Pandanaran pada awal berdirinya sudah seperti sekarang ini. Pada waktu KH Mufid Mas’ud bersama Ibu Ny Hj Jauharoh pindah dari Krapyak-Bantul ke Dusun Candi ini, perubahannya sungguh sudah

jauh berbeda. Dulu di sini hanya ada masjid dan rumah kecil tanpa listrik. Jumlah santrinya pun bisa dihitung dengan jari. Rumah yang kecil kala itu dibagi menjadi empat ruang. Ruang belakang untuk dapur, seperempatnya untuk santri putri, seperempatnya untuk Ibu Nyai dan keluarga, dan sisanya untuk ruang tamu.

Sedangkan santri putra menempati serambi masjid dengan dibatasi gedeg (anyaman bambu). Kalau santri mau mandi harus menimba. Toilet cuma satu. Pendek kata, kondisi awal pesantren ini sangat sederhana dan fasilitasnya sangat minim.

Berbeda dengan sekarang. Gedung dan bangunan pondok sudah memadai. Fasilitas pendukungnya pun lengkap. Kamar-kamar dilengkapi dengan ranjang dan kasur. Ada laboratorium, lapangan olah raga, serta ratusan kamar mandi tersedia untuk memenuhi kebutuhan ribuan santri yang menetap. Ini dari segi kelengkapan fisik. Sedangkan dari segi jenjang pendidikan, juga sudah tergolong lengkap. Ada rutinitas pengajian untuk masyarakat, tahfid Al-Qur’an, PAUD, RA, MI, MTs hingga MA.

Melihat kemajuan yang demikian itu, dapat dikatakan bahwa Pesantren Sunan Pandanaran saat ini mengalami lompatan kemajuan yang sangat jauh dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Itulah proses. Kemajuan saat ini merupakan hasil dari perjuangan KH Mufid Mas’ud sejak berdirinya Pondok Sunan Pandanaran. Masih segar dalam ingatan kita bagaimana KH Mufid dengan ibu nyai Jauharoh bekerja keras lahir dan batin demi kelangsungan hidup pesantren ini.

Kita juga melihat bagaimana KH Mufid menerapkan disiplin yang ketat dalam pendidikan dan pengajaran para santri. Kedisiplinan juga beliau terapkan saat menemui tamu, melayani masyarakat, memantau secara langsung perkembangan alumni, mendatangi pengajian-pegajian baik tingkat lokal maupun nasional, dan membangun jaringan sosial kemasyarakatan. Tidak mengherankan jika kemudian pesantren Sunan Pandanaran ini bisa dikenal, diterima dan mendapatkan tempat di hati masyarakat.

Hal lain yang perlu kita catat adalah kedisiplinan KH Mufid dalam ibadah. Di tengah kesibukannya, beliau masih meluangkan waktu untuk membaca Al-Qur’an, membaca shalawat, dan melakukan puasa sunat. Itu semua beliau jalani sebagai media bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada-Nya. Bahkan selama puluhan tahun setiap bulan puasa Ramadhan, beliau melakukan riyadhoh di Masjid Jami’ Singosari Malang.

Adapun salah satu ibadah sosialnya beliau wujudkan dalam bentuk menjaga tali silaturahim dengan guru-guru beliau. Di antaranya adalah KH Ali Maksum, KH Muntaha (Kalibeber, Wonosobo), KH Abdul Hamid (Pasuruan), Sayyid Muhammad Baabud (Lawang), Sayyid Muhammad Alwy Almaliky, Syaikh Yasin Al Fadani, dan lain-lain. Kepada mereka KH Mufid memohon doa untuk Pesantren Sunan Pandanaran ini.

Berkat rahmat Allah Swt melalui usaha kerja keras lahir batin KH Mufid inilah sekarang kita semua bisa memetik dan menikmati buahnya. Allahummaghfir lahu warhamhu wa’aafihi wa’fu ‘anhu.

KH Mufid sudah memberikan suri tauladan kepada kita. Kerja keras lahir batin menjamin keberlangsungan pesantren Sunan Pandanaran. Semoga dalam memperingati 1000 hari wafatnya beliau, Allah Swt membukakan pintu hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga kita dapat melanjutkan kerja keras lahir batin untuk melanjutkan perjuangan beliau. Amin.

“Kerja Keras Lahir dan Batin” FOTO : DOK SUARA

PANDA

NARA

N

Page 4: Suapan 5

Suara Anda

4 Juni 2010

BOSAN DENGAN SPAssalamu’alaikum wr. wb.Kepada dewan redaksi

Yth, maaf sebelumnya, saya hanya ingin tanya saja kok isi majalahnya semakin kesini beritanya cuma itu-itu aja, mbok ditambahin yang baru. Misalnya kolom artikel santri, opini, atau apa, biar agak intelek sedikit supaya pembaca tidak bosan.

Yiyin Nahdlah, Santri Komplek 4

Wa’alaikum salam wr. wb.Terima kasih atas sarannya,

Anda sama sekali tak perlu minta maaf untuk itu. Isi dari majalah Suara Pandanaran pada dasarnya adalah perkembangan yang terjadi di pesantren sehingga para alumni yang tersebar di

berbagai daerah dapat mengikuti perkembangan PPSPA.

Jika Anda merasa bosan, ke depannya sebisa mungkin redaksi akan menyajikan konten yang lebih variatif, seperti pada edisi kali ini yang secara spesial mengupas kunjungan pemimpin thariqah Naqsyabandi Syria ke Pandanaran. juga tentang ‘Perjalanan Religi Iwan Fals ke Pandanaran’ lengkap dengan wawancara eksklusifnya. Jika Anda mempunyai karya yang dirasa lebih variatif, kirimkan saja ke meja redaksi.

Mengenai kolom artikel dan opini, kami masih memprioritaskan para alumni. Ambil contoh Bapak DR. H. Ali Nurdin, M.A, bukankah beliau adalah tokoh intelektual yang dapat memperkaya khazanah keilmuan kita ?

LEMBAR SANTRI

Assalamu’alaikum wr. wb.Bagaimana kalau di

majalahnya dikasih lembaran khusus untuk ajang kreasi santri, misalnya isinya tentang artikel, resensi buku, atau opini santri dan lain sebagainya.

Abdul Fatah, Santri Komplek 1

Wa’alaikum salam. wr. wbWadah untuk santri sudah

ditampung pada rubrik Sastra (Cerpen dan Puisi). Untuk artikel dan opini, kami masih memprioritaskan para alumni.

UKURAN MAJALAHAssalamu’alaikum wr, wb,

saya ingin memberi saran kepada SP, bagaimana kalau kemasan majalahnya agak kecil saja tapi jumlah halamannya diperbanyak biar enak dibaca dan dibawa.

Santri Komplek 3

Wa’alaikum salam wr. wb.Terima kasih atas masukannya.

Untuk kemasan majalah, Suara

Kirimkan ide, saran dan kritik Anda yang bersifat konstruktif kepada redaksi melalui email [email protected] dengan topik “Suara Anda”. Cantumkan nama, alamat lengkap, foto, nomor telepon dan periode belajar di Pandanaran (misal Alumni MTs 1997, Alumni MASPA 1996, Huffadz 1990 dst).

FOTO

: D

OK. SU

ARA

PA

NDA

NARA

N

Suara Pandanaran edisi ini lebih variatif dengan menampilkan Iwan Fals

Mursyid ‘Am thariqah Naqsyabandiy Syria berkunjung ke PPSPA

FOTO

: M

ISH

BAH

UL

MU

NIR

Page 5: Suapan 5

Suara Anda

5Juni 2010

Pandanaran sejak awal memang tampil seperti ini dan sudah menjadi ciri khas kami.

MANFAATKAN INTERNET

Assalamu’alaikum wr. wb.B aga imana

kalau Suara P a n d a n a r a n dimuat secara online, selain itu juga untuk meng fung s i k an

forum-forum di media internet seperti milis, website atau Facebook agar bisa dikelola lebih serius apalagi jika dimanfaatkan sebagai forum komunikasi antar alumni. Tapi secara umum Suara Pandanaran keren dan menarik, terutama rubrik cerpen dan puisi.

Bp. Teguh Triwiyanto, Dosen UM Malang, eks guru MA Sunan Pandanaran

Wa’alaikum salam, wr, wbBapak Teguh yang terhormat,

ide yang Anda usulkan sangat menarik. Insya Allah dalam waktu dekat Anda bisa menikmati majalah Suara Pandanaran via website. Untuk

media internet lainnya, kami telah mempunyai halaman di jejaring sosial Facebook. Silakan kunjungi laman tersebut dan berpartisipasi.

Terima kasih atas pujian untuk rubrik Cerpen dan Puisi. Kami selalu menunggu masukan berharga dari Anda.

MASA TERBIT SPAssalamu’alaikum wr, wbSaya mau tanya kepada

redaksi, kalau saya perhatikan kok majalah majalah Suara Pandanaran sepertinya terbit tidak begitu konsisten. Kadang setahun sekali, kadang dua kali. Sebenarnya yang bener itu edisi tahunan apa semesteran?

Terima kasih.

Alumni dan Pelanggan

Wa’alaikum salam wr. wb. Majalah Suara Pandanaran terbit setahun dua kali. Namun berhubung ada beberapa kendala ideologis, kami sempat hanya terbit sekali saja dalam waktu satu tahun.

Mulai edisi ini, insya Allah majalah Suara Pandanaran akan istiqamah menyapa Anda setahun dua kali, bahkan lebih dari itu.

CETAK ULANG MAJALAH

Asssalamu’alaikum wr. wb.

Saya ucapkan selamat kepada majalah Suara Pandanaran yang sampai kini masih eksis, semoga tetap istiqomah dan barokah. Amin.

Dari beberapa edisi Suara Pandanaran, Edisi 2, Th. 2, Mei 2007 (wafatnya almaghfurlah KH Mufid Mas’ud), menurut saya adalah edisi yang paling istimewa daripada edisi lainnya. Berhubung banyak rekan yang berminat,

dapatkah redaksi mencetak ulang ? Sekedar usul, kapan

Suara Pandanaran memuat profil tokoh sosialis ?

Salut dan sukses buat Suara Pandanaran, Terimakasih. Wassalamu’alaikum wr. wb.

Dedy Saputra, Alumni MASPA 2002

Wa’alaikumsalam wr. wb.Terima kasih atas doa dan

harapannya. Untuk cetak ulang, kami mesti mengkomunikasikan terlebih dahulu dengan pengasuh.

Mengenai profil tokoh sosialis bukannya tak menarik, namun sepertinya jauh dari trek kami sebagai majalah internal pondok pesantren Sunan Pandanaran.

KIRIM ARTIKELAssalamu’alaikum wr. wb.Saya mau tanya, bisakah

santri mengirimkan karyanya ke Suara Pandanaran ? Karya seperti apa dan bagaimana caranya ?

Santri Komplek III

Wassalamu’alaikum wr. wb.Silakan serahkan karya Anda,

langsung ke redaksi atau bisa diserahkan lewat Bp Arif Hakiem.

Menyesuaikan dengan perkembangan IT dan penetrasi internet, majalah Suara Pandanaran kini mempunyai laman di jejaring sosial Facebook.

FOTO

: D

OK.

SUA

RA P

AND

ANA

RAN

Page 6: Suapan 5

6 Juni 2010

SyaikhunaFO

TO :

DOK

. SU

ARA

PA

NDA

NARA

N

Page 7: Suapan 5

Meniti Jejak Al-Maghfurlah KH. Mufid Mas’ud

Buah jatuh tak pernah jauh dari pohonnya. Demikian pepatah Melayu yang menggambarkan

adanya kedekatan kepribadian dan kualitas seseorang dengan nenek moyangnya. Nah, kalau kita melihat garis silsilah KH. Mufid Mas’ud, pepatah Melayu itu tampaknya tidak salah.

KH. Mufid merupakan keturunan ke-12 dari Sunan Pandanaran. Beliau

adalah wali Allah yang menyebarkan Islam di daerah T e m b a y a t , Klaten, Jawa Tengah, atas perintah Sunan Kalijaga. Karena besarnya jasa beliau dalam p e n y e b a r a n Islam, banyak orang yang be ranggapan bahwa ziarah ke makam Wali Songo belum lah sempurna jika tidak m e n z i a r a h i makam Sunan P a n d a n a r a n (Sunan Bayat).

KH. Mufid berazam untuk me l an ju tkan syiar Islam pendahulunya d e n g a n m e n d i r i k a n sebuah pondok yang kemudian beliau namakan

Pesantren Sunan P a n d a n a r a n .

Sejak berdirinya hingga sekarang, pondok ini sudah mencetak banyak alumni yang berkecimpung dalam dakwah islamiyah di berbagai daerah.

Di antara mereka ada yang menjadi da’i, pimpinan pondok, guru, pejabat pemerintah, dan lain sebagainya. Dengan demikian, syiar Islam di bawah keturunan Sunan Pandanaran tetap berlanjut hingga sekarang dan masa-masa yang akan

datang.Al-Mukarram KH. Mufid sendiri

lahir di Solo, Jawa Tengah, pada tahun 1928, bertepatan dengan hari Ahad Legi 25 Ramadhan. Beliau merupakan putra kedua dari tujuh bersaudara. Ayahanda beliau bernama Kiai Ali Mas’ud dan ibundanya bernama Nyai Hj. Syahidah.

Melihat garis keturunan KH. Mufid tersebut dapat dipastikan bahwa beliau tumbuh dalam lingkungan keluarga yang agamis. Di samping mendapatkan bimbingan keagamaan langsung dari orang tua, pendidikan dasar KH Mufid ditempuh di Madrasah Ibtidaiyah Manbaul ‘Ulum, cabang Solo. Lembaga pendidikan Islam ini didirikan oleh Paku Buwono X. Dan ketika KH Mufid menempah pendidikan di sana, madrasah tersebut diasuh oleh KH. Sofwan.

KH. Mufid mengenyam pendidikan dasar di Manbaul ‘Ulum selama lima tahun, yaitu mulai tahun 1937 hingga 1942. Kemudian, pada tahun 1942 pula, beliau nyantri di Pesantren Krapyak, Yogyakarta. Tahun itu bertepatan dengan tujuh bulan setelah kedatangan tentara kolonial Jepang di Indonesia.

Tiga tahun kemudian, yaitu tahun 1945, beliau melanjutkan hafalan Al-Qur’an kepada KH. Muntaha, waktu itu masih di Temanggung. Langkah ini beliau tempuh atas anjuran gurunya di Klaten, KH Sofwan. Kemudian berguru kepada KH Dimyati al-Hafidz (Comal). Namun di tahun 1950, KH Mufid kembali ke Krapyak dan menikah dengan putri KH. Munawir (pengasuh Pesantren Krapyak), Hj. Jauharoh.

Sejak saat itu, KH Mufid termasuk salah satu pengasuh Pesantren Al-Munawwir, Krapyak, Yogyakarta. Meski demikian, beliau masih tetap

7Juni 2010

Laporan UtamaRiwayat KH. Mufid Mas’ud

al-Mukarram KH Mufid Mas’ud, menuntut ilmu di Krapyak 7 bulan setelah tentara Jepang menduduki Indonesia.

FOTO

: D

OK.

SUA

RA P

AND

ANA

RAN

Page 8: Suapan 5

mengaji Al-Qur’an kepada KH Abdul Qadir dan KH Abdullah Affandi. Sedangkan untuk memperdalam ilmu-ilmu keislamannya, beliau mengaji kitab kepada KH Ali Maksum. Keuletan KH Mufid saat mendalami ilmu agama tidak pernah disangsikan oleh orang-orang terdekatnya. Adik beliau, Hj. Qomariyah Abdul Chanan misalnya, menyatakan bahwa kakak kandungnya itu sangat rajin menuntut ilmu. Menurutnya, sampai-sampai beliau pernah dikabarkan hilang saat terjadi pertempuran antara rakyat Indonesia melawan penjajah Belanda. Tetapi akhirnya dapat kembali bertemu dengan keluarga.

Agaknya, rajin belajar saja bagi KH Mufid tidaklah cukup. Ada hal lain yang menurutnya harus dijalankan oleh seorang pencari ilmu agar mendapatkan ilmu yang berkah, yaitu shuhbatu ustazin atau taat dan bersahabat karib dengan guru. Hal itu pula yang pernah disampaikan oleh Imam Syafi’i, bahwa ilmu tidak akan bermanfaat kecuali bila seorang murid melakukan enam perkara. Salah satunya shuhbatu ustazin.

KH Mufid, dalam banyak kesempatan menekankan pentingnya

shuhbatu ustazin itu. Beliau mengaku sering bersilaturahmi dengan tokoh-tokoh Islam. Bahkan, mengakui pula telah terpengaruh oleh mereka. Di antaranya adalah KH. Abdul Hamid (Pasuruan), Sayyid Muhammad Ba’abud (Malang), KH Muntaha (Wanosobo), KH Ali Maksum (Yogyakarta), Syeikh Muhammad Yasin bin Muhammad Isa (Makkah), dan Sayyid Muhammad bin Sayyid Alwy Al-Hasani Al Maliky Al-Makky (Makkah).

Mendirikan Pesantren PandanaranDengan modal Al-Qur’an,

pengetahuan keislaman, dan jalinan silaturahmi yang erat dengan tokoh-tokoh Islam itu, KH Mufid berketetapan hati mendirikan pesantren yang hingga kini dikenal dengan Pondok Pesantren Sunan Pandananaran (PPSPA).

Mula-mula, pesantren ini berdiri di atas tanah wakaf seluas 2000 meter

persegi, dengan satu rumah dan mushalla di atasnya. Secara resmi PPSPA berdiri pada 17 Dzulhijjah 1395 H, bertepatan dengan tanggal 20 Desember 1975 M. Peresmiannya dilakukan oleh Sri Paduka Paku Alam VIII, dengan disaksikan Bupati Sleman, Drs. Projosuyoto, serta tokoh-tokoh agama dan masyarakat.

Terdapat harapan besar dari masyarakat yang dipikulkan di pundak KH Mufid. Pasalnya, PPSPA dinilai

akan mampu menjadi agen perubahan bagi masyarakat sekitar, baik itu perubahan moral ataupun pemantapan akidah. Masyarakat di kawasan candi ketika itu masih belum banyak yang taat beragama, meskipun secara formal mereka memeluk Islam. Nah, salah satu tugas berat KH Mufid adalah mendidik masyarakat

agar semakin taat beragama. Itu di satu sisi.

Di sisi yang lain, keberadaan PPSPA diharapkan mengubah tatanan masyarakat. Dari masyarakat yang kurang memegang nilai-nilai moral, menuju masyarakat yang menjunjung tinggi moralitas kemanusiaan.

Bu Sri, seorang penduduk asli Candi mengatakan, “Dulu di sini sepi, tidak hanya maling yang banyak, makhluk halus juga banyak”. Suasana di malam hari terasa mencekam, karena sangat sepi dan minim penerangan. Keadaan semacam ini yang mendorong para pencuri untuk segera beraksi.

Berdirinya PPSPA, perlahan tapi pasti dapat mengubah keadaan itu menjadi lebih baik. Masyarakat sekitar tidak hanya menjadi baik agama dan moralitasnya, tetapi juga meningkat kualitas ekonominya.

Karena dengan semakin banyaknya santri di PPSPA, masyarakat sekitar ikut menikmati kegiatan ekonomi dengan mendirikan warung makan, toko kelontong, mengisi kantin, menyiapkan air panas, laundry dan lain sebagainya.

(Rido)

8 Juni 2010

RAJIN BELAJAR SAJA BAGI KH MUFID TIDAKLAH CUKUP. ADA HAL LAIN YANG MENURUTNYA HARUS DIJALANKAN OLEH SEORANG PENCARI ILMU AGAR MENDAPATKAN ILMU YANG BERKAH, YAITU SHUHBATU USTAZIN ATAU TAAT KEPADA GURU

Masjid Nurul Quran di Komplek I, berawal dari sebuah mushala kecil. PPSPA pada awalnya berdiri di atas tanah wakaf seluas 2000 meter persegi.

FOTO

: D

OK.

SUA

RA P

AND

ANA

RAN

Laporan UtamaRiwayat KH. Mufid Mas’ud

Page 9: Suapan 5

Romo KH Mufid Membina Kedekatan dengan Santri

Hadlaratussyaikh KH. Mufid Mas’ud telah mengabdikan hidup beliau sebagai pendidik

dan guru di Pondok Pesantren Pandanaran. Beliau adalah suluh atau penerang jalan bagi para pencari ilmu dan kebenaran agama di pesantren ini.

Sebagai seorang pendidik, guru, bahkan bapak bagi para anak-anak didik, KH Mufid telah mengambil beberapa langkah pendidikan dalam membangun kepribadian santri. Secara umum, pendidikan yang beliau terapkan mengarah kepada beberapa hal penting sebagai berikut:

Pertama, mempererat hubungan antara santri dan kyai. Kedua, membangun jiwa dan sikap santri agar gemar tolong-menolong, setia kawan, dan punya semangat persaudaraan dengan sesama Muslim. Ketiga, disiplin waktu dalam pendidikan dan ibadah. Keempat, hidup hemat dan sederhana. Kelima, berani menderita untuk mencapai tujuan, seperti

tirakat, shalat tahajud, i’tikaf untuk merenungkan kebesaran dan kesucian Allah. Dan keenam, jujur dalam setiap ucapan dan perbuatan.

Dalam acara temu alumni PPSPA bertajuk “In Memorian bersama Hadlaratussaikh KH. Mufid Mas’ud”, beberapa waktu silam, terungkap banyak pendapat para alumni tentang cara KH Mufid membangun kedekatan dengan para santri. Seorang alumnus berdiri dan mengisahkan, bahwa KH Mufid sangat memahami kepribadian dan karakter setiap santri. Beliau memaklumi bahwa setiap santri terbentuk oleh lingkungan dan latar belakang sosial, ekonomi, budaya, dan pendidikan yang berbeda-beda. Sehingga, sikap dan perilaku mereka pun bermacam-macam.

Meski KH Mufid secara formal tidak mempelajari teori-teori ilmu sosial, akan tetapi kearifan beliau dalam menyikapi perbedaan sifat dan sikap santri melebihi para teoritis ilmu sosial itu sendiri.

P a s a l n y a , dengan cara dan kearifan beliau sendiri, para santri dapat hidup rukun dalam satu tempat yang sederhana. KH Mufid berhasil m e n c i p t a k a n k e h a r m o n i s a n hubungan antara satu santri dengan santri lainnya.

KH Humaidi dari Jejeran, Bantul, Yogyakarta, yang hadir dalam acara itu mengisahkan, “Apapun latar belakang seorang santri, ia harus tinggal dalam satu

kamar dengan santri-santri yang lain. Makan pun dari rangsum pesantren. Untuk santri yang lebih tua usianya dipanggil dengan sebutan kang”.

Lebih lanjut KH Humaidi mengatakan, panggilan gus tidak dikenal di Pandanaran. Hadlaratussyaikh pernah berpesan, “Gus itu artinya ‘bagus’. Santri yang bagus adalah santri yang rajin ngaji dan rajin shalat jama’ah dengan berdiri di shaf pertama, sukur-sukur persis di belakang imam”.

Cerita KH Hamidi itu diamini pula oleh KH Nur Rafiq asal Garut. Menurutnya, Hadlaratussyaikh KH Mufid pernah berpesan kepada santri-santri beliau, ”Saya kurang suka kalau santri saya dipanggil gus, sebab salah-salah malah jadi gemagus (tinggi hati dan sombong-Red)”.

Bahkan, tambah KH Nur Rafiq, Hadlaratussyaikh menyarankan kepada para santri agar memanggil putra-putri beliau yang waktu itu masih duduk di bangku SLTP dan SD,

9Juni 2010

FOTO

: D

OK.

SUA

RA P

AND

ANA

RAN

Laporan UtamaRiwayat KH. Mufid Mas’ud

KH Mufid Mas’ud saat menghadiri suatu acara bersama putra beliau, KH Ibnu Jauzi.

Page 10: Suapan 5

cukup dengan namanya saja. Tidak ditambahi embel-embel ‘mas’, ‘gus’ (untuk yang laki-laki), dan ‘ning’ atau ‘mbak’ (untuk yang perempuan).

Beliau sendiri lebih senang dipanggil ‘bapak’ oleh para santri ketimbang panggilan-panggilan kehormatan yang lain. Hal itu bertujuan untuk lebih mengakrabkan hubungan antara santri dengan kiai. Diceritakan oleh salah seorang alumni, suatu ketika ada santri yang kebetulan secara garis nasab dari ibu, ia bisa memanggil KH Mufid dengan sebutan “kang”. Sedangkan dari garis ayah, si santri bisa memanggil beliau “kakek”.

Ketika pertama kali datang di

Pandanaran, santri tersebut diberikan penjelasan oleh Hadlaratussyaikh tentang kedudukannya secara nasab. Dan ia pun dianjurkan agar memanggil KH Mufid dengan “Bapak”, agar sama dengan santri-santri lainnya.

Kedekatan hubungan tidak hanya tercipta antara KH Mufid dengan santri-santri beliau, tetapi juga antara beliau dengan guru-guru beliau. Setidaknya, kedekatan itu beliau jaga dengan menziarahi makam guru-guru beliau.

Kang Ridlwan asal Blora, Jawa Tengah, menceritakan bahwa KH Mufid tiap bulannya mempunyai jadwal untuk sowan ke makam Mbah KH. Munawir (Krapyak Yogyakarta),

Mbah KH. Hamid (Pasuruan), Mbah KH. Muntaha (Wonosobo), dan Sunan Pandanaran (Bayat, Klaten). Jika beliau berhalangan, biasanya mewakilkan kepada santri untuk sowan ke makam-makam tersebut.

Karena silaturahmi itulah, menurut K. Munawir (Krombangan Magelang), PPSPA banyak berkahnya. “Pondok Pesantren Sunan Pandanaran sering diberkahi oleh ulama-ulama baik dari dalam maupun luar negeri. Pada kesempatan seperti itu, biasanya Bapak meminta agar tamu-tamu tersebut shalat jama’ah di masjid. Setelah itu beliau memintakan doa dan wasiatnya untuk para santri”.

(Udik)

Laporan UtamaRiwayat KH. Mufid Mas’ud

10 Juni 2010

SUNAN PANDANARAN(Sunan Tembayat)

PANEMBAHAN JIWA I PANGERAN MINANG KABO PANGERAN MASJID WETAN I PANGERAN MASJID WETAN II

PANGERAN MINDEL II PANGERAN BANGGOLO PANGERAN KUBA PANGERAN MINDEL I

BRM ABD MUTHOLIB MUHAMMAD IDHHAR R.M. ALI MAS’UD

KH. MUFID MAS’UD Hj. JAUHAROH MUNAWWIRHJ. ANNI AZIZAH ++

HJ.SUKAINAH + KH. MASYKUR M

Hj Ainun Hakiemah + H. J.Sakhok

Muhibbatul A’malush Sholihah

Masyfu’ah Mutammimatush Shulhiyah

Rikhwan Mufidi

H. Arif Hakiem

H. Ali Hifni

H. Muhammad Rif’at

KH IBNU JAUZI + HJ. AZIZAH

Hj Lindina Wulandari + M. Tholib

Hj. Farah Faida + H. Ali Rido

Qutb Adeli

H. Hafidz Ahmad

Hj. Hamidah Hamama

Muhammad Hanif

Mulya Adam

HJ. NINIK A. + KH IMADUDDIN S.

H. Haris Ahmad Qornain

HJ. WIWIK F. + KH FASHIHIN F. (alm)

H. Muhammad Nahdhy

Azka Sya’bana

HJ.SHOHIFAH + KH ATABIK YUSUF

H. Muhammad Anis Afiqi

Hj. Nidaul Hana

Hj. Rifadatut Diana

Alina Mustaufiatin Ni’mah

KH MU’TASHIM BILLAH + HJ. FAIQOH

Jannati

Jauhari

Jauda

HJ. FANY RIFQAH

HJ SHOHIHAH + KH ABDUL WAHID

Hj. Noora

H. Ahmad

H. Ayman

HJ. NURUL H + KH MUSLIM

Amanda A.M.

Farah F. Zahro

HJ. MUFLIHAH + KH HASAN KARYONO

Hj. Quonita

H. Quowwam

H. Quois

H. ASNAWI MUHAMMADIYAH

Hj. Saidah Difla Iklila

+

1 2

5

4 7

6

3

8

10

9

Keterangan :- Untuk yang sudah menikah, nama yang disebut

pertama adalah putra kandung- Nomor dalam bagan adalah urutan putra dari KH Mufid Mas’ud dari simbah Ny. Hj. Jauharoh

SILSILAH KH MUFID MAS’UD

Page 11: Suapan 5

Sejuk dan menyejukkan. Begitu suasana yang segera terasa ketika menginjakkan kaki

di area makam KH. Mufid Mas’ud. Rerimbunan pohon dan bunga di sekitar areal makam dipadu dengan lantunan ayat-ayat Al-Qur’an dan shalawat menciptakann kesejukan di hati.

Ketika hendak memasuki area makam KH. Mufid, peziarah terlebih dahulu melewati sebuah jembatan kayu yang klasik dan eksotis. Dari jembatan itu, tampak air mengalir deras di sela-sela bebatuan. Gemericik air sungai terdengar jelas.

Air yang menimbulkan kesegaran berpadu dengan rimbunnya pohon menciptakan suasana yang menentramkan. Betapa tidak, Al-Qur’an sendiri menegaskan bahwa air lah yang dijadikan Allah untuk menghidupkan segala sesuatu. Air pula yang digunakan untuk menggambarkan indahnya surga, yaitu air yang mengalir di sungai-sungai di bawah surga firdaus.

Area makam semakin tampak apik tatkala peziarah memasuki pelataran makam. Aneka bunga tumbuh di sana. “Kok suasananya seperti di taman bunga ya?” gumam seorang peziarah. Bunga-bunga itu tampak selalu basah dan segar.

Diletakkan berjajar rapi di dalam pot-pot kecil di sepanjang pelataran yang bersih. Suasana makam jauh dari kesan kumuh dan angker.

Bangunan makam pun didesain secara modern. Atap berarsitektur joglo yang disangga dengan beberapa tiang. Lantainya dari keramik mengkilat. Sebagiannya ditutup karpet merah dan hijau. Penerangan makam pun sudah sangat memadai. Plus area parkir yang cukup luas.

Tak Pernah Sepi Peziarah Dalam prosesi membaca surat

Yasin, doa, atau tahlil, para peziarah biasanya duduk melingkar di makam KH Mufid. Area makam dapat menampung ratusan orang, tanpa pagar besi pembatas. Sehingga para peziarah bisa berada sedekat mungkin dengan makam. Seolah ada pesan bahwa kedekatan antara almarhum dengan orang-orang di sekelilingnya senantiasa terjaga.

Bagian dalam makam dibagi menjadi dua. Bagian selatan untuk laki-laki dan utara untuk wanita. Menurut pengurus makam, makam KH. Mufid tidak pernah sepi dari peziarah. Terutama para santri huffadz. Bahkan para santri senior kerap menginap untuk tirakat khataman Al-Qur’an di hadapan sang Guru.

“Karena banyaknya orang yang baca Al-Qur’an di sini, maka di sana-sini banyak ditemui mushaf Al-Qur’an”, kata salah seorang pengurus makam.

Ia melanjutkan, pada hari Kamis dan Jumat jumlah santri yang berziarah jauh lebih banyak. Pun demikian dengan alumni dan masyarakat sekitar.

Ramainya peziarah disebabkan oleh banyak hal. Sebagian alumni mengakui bahwa pengaruh pendidikan KH Mufid kepada para santrinya membekas begitu dalam. Itulah sebabnya, mengapa mereka harus menziarahi makam beliau. Ikatan antara KH Mufid dengan santri bukan didasari atas hutang budi, tetapi dilandasi cinta antara murid dan guru. Pesan-pesan yang beliau sampaikan kepada para santri terus hidup dalam jiwa mereka.

Para santri KH Mufid tidak meragukan keikhlasan beliau dalam mendidik. Islam sendiri mengajarkan, bahwa jika amal perbuatan dilandasi atas keikhlasan, maka pelakunya seolah hidup sepanjang masa.

Meski KH Mufid telah menghadap Sang Pencipta, namun beliau tetap hidup di hati keluarga dan santri beliau.

(Haris)

Cinta Membawa Mereka Ziarahi Makam

Laporan UtamaZiarah

11Juni 2010

FOTO

: M

ISH

BAH

UL

MU

NIR

Page 12: Suapan 5

12 Juni 2010

Dalam tradisi belajar-mengajar di kalangan umat Islam, sanad ilmu menjadi salah satu

unsur utama. Imam Syafii pernah berkata, “Tiada ilmu tanpa sanad”. Pada kesempatan lain, Imam Mazhab yang sangat populer di Indonesia ini menyatakan, “Penuntut ilmu tanpa sanad, bagaikan pencari kayu bakar yang mencari kayu bakar di tengah malam, yang ia pakai sebagai tali pengikatnya adalah ular berbisa, tetapi ia tak mengetahuinya”.

Penyataan serupa pernah juga dilontarkan Al-Hafidh Imam Attsauri, “Sanad adalah senjata orang Mukmin, maka bila engkau tak memiliki senjata, dengan apa engkau membela diri?”. Berkata pula Imam Ibnu al-Mubarak, “Penuntut ilmu tanpa sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga”.

Masih banyak lagi pernyataan ulama-ulama terdahulu yang menegaskan pentingnya sanad dalam ilmu. Bahkan dalam tradisi ahli-ahli hadis, sanad ilmu merupakan hal yang wajib dimiliki oleh penekun ilmu hadis. Mereka tidak mengakui suatu hadis dari seseorang kecuali bila orang itu mempunyai sanadnya yang jelas.

Demikianlah pentingnya sanad ilmu bagi para penekun ilmu-ilmu Islam. Disiplin ilmu keislaman apapun, sanadnya akan bermuara kepada baginda Nabi Muhammad Saw. Ilmu hadis bermuara kepada beliau, pun demikian dengan ilmu tafsir dan tasawuf.

Karena begitu kuatnya tradisi sanad tersebut, maka sudah sewajarnya apabila para penuntut ilmu di Pandanaran mengetahui sanad ilmu yang dimiliki oleh Hadlaratussyaikh al-Maghfurllah KH Mufid Mas’ud.

Ponpes Sunan Pandanaran dikenal sebagai pondok takhasus li tahfizdil Qur’an. Sementara itu, Hadlaratussyiakh KH. Mufid Mas’ud

belajar Al-Qur’an pada tiga guru Al-Qur’an, yaitu: pertama, Hadlaratussyaikh KH. Abdul Qodir Munawir al-Hafidz (Krapyak); kedua, Hadlaratussyaikh KH. Muntaha al-Hafidz (Wonosobo); dan ketiga Hadlaratussyaikh KH. Dimyathi al-Hafidz (Comal). Sanad dari ketiga guru tersebut menyambung kepada Hadlaratussyaikh KH. Munawir al-Hafidz (Krapyak).

Selain mengajar Al-Qur’an, KH. Mufid Mas’ud juga melaksanakan dawuh Mbah KH. Mukhlash (Panggung, Tegal Jawa, Tengah), bahwa seorang santri penghafal Al-Qur’an harus memperbanyak bacaan shalawat Nabi Muhammad Saw. Beliau menyarankan pula agar KH Mufid mendapatkan ijazah dari guru kitab Dalail al-Khairat, karya Syeikh Abi Abdillah Muhammad bin Sulaiman Al Jazuli.

Saran KH. Mukhlash, beliau laksanakan dengan sebaik-baiknya hingga dapat memenuhi apa yang beliau dawuhkan. Hadlaratussyaikh KH. Mufid memperoleh ijazah Dalail al-Khairat dari almarhum Romo KH. Ma’ruf dari Pondok Pesantren Jenengan Surakarta, Jawa Tengah. KH. Ma’ruf juga seorang guru Qismul ‘Ulya di Mambaul Ulum Surakarta, serta seorang mursyid (pemimpin) Tarekat Sadzaliyah di daerah itu.

“Di samping mendapatkan ijazah dari beliau, saya juga diperintahkan untuk menulis sanad, mulai dari pengarang Dalail al-Khairat sampai dengan almarhum Romo KH. Ma’ruf,” ungkap KH Mufid dalam suatu kesempatan.

Di lain pihak, Hadlaratussyaikh KH. Mufid Mas’ud juga mendapatkan ijazah Dalail al-Khairat dari almarhum Romo KH. Profesor Muhammad Adnan asal Surakarta, yang kala itu bermukim di Kotabaru Yogyakarta, setelah pensiun dari PTAIN Yogyakarta.

Di samping itu, KH Mufid, tanpa beliau meminta, juga diijazahi Dalail al-Khairat oleh almarhum mbah KH. Hamid asal Pasuruan yang mashur sebagai min auliaillah wa ulamaillah (termasuk wali dan ulama Allah). “Pernah juga saya mohon ijazah Dalail al-Khairat kepada guru saya almarhum Dr. Assayyid Muhammad Al Maliki di Makkah” cerita KH. Mufid kepada santri-santrinya.

Sanad lengkap Dalail al-Khairat almarhum Romo KH. Ma’ruf dari Pondok Pesantren Jenengan Surakarta adalah sebagai berikut: KH. Ma’ruf Surakarta -> KH. Abdul Mu’id (Klaten) -> KH. Muhammad Idris -> Sayyid Muhammad Amin Madani -> Sayyid Ali bin Yusuf al Hariri al Madani -> Sayyid

Sanad Ilmu KH Mufid Mas’ud

FOTO

: D

OK.

SUA

RA P

AND

ANA

RAN

KH. Mufid Mas’ud belajar Al-Qur’an pada tiga guru Al-Qur’an

Laporan UtamaSanad

Page 13: Suapan 5

13 Juni 2010

Muhammad bin Ahmad al Murghibiy -> Sayyid Muhammad bin Ahmad bin Ahmad al Mutsana -> Sayyid Ahmad bin al Hajj -> Sayyid Abdul Qodir al Fasiy -> Sayyid Ahmad al Muqri -> Sayyid Ahmad bin Abbas Ash Shum’i -> Sayyid Ahmad Musa as Simlaliy -> Sayyid Abdul Aziz At Tiba’i -> Sayyid

Abu Abdillah Muhammad bin Sulaiman (penulis kitab Dalail al-Khairat).

Dengan ijazah dari para masyayikh yang termasuk ulama besar tersebut, hadlaratussyaikh KH. Mufid Mas’ud merasakan manfaatnya yang tidak dapat beliau paparkan dengan lisan. Hanya saja, beliau tak

henti-hentinya menganjurkan agar para santrinya membiasakan wiridan Al-Qur’an dan Dalail al-Khairat agar mendapat syafa’at Al-Qur’an dan syafa’at Sayyidul Anam, Rasulullah Saw.

(Udik)

Laporan UtamaSanad

Page 14: Suapan 5

14 Juni 2010

PPSPA Mendidik Umat Sejak Usia Dini

PPSPA punya komitmen pada pendidikan umat Islam. Tak mengherankan jika pesantren

ini mendirikan lembaga pendidikan formal di segala tingkat, sejak tingkat pendidikan anak usia dini hingga tingkat aliyah.

Pendidikan anak usia dini mencakup Playgroup dan taman kanak-kanak (TK). Menurut Ibu Marwiyah, guru pada Taman Kanak-kanak Sunan Pandanaran, jumlah siswa di Playgroup dan TK saat ini mencapai 130 anak yang dibagi ke dalam Playgroup, TK A, dan TK B. Dan untuk TK B masih dibagi lagi menjadi B1, B2, B3, dan B4. Pembagian ini disamping untuk membedakan tingkatan kelas, juga bertujuan memudahkan proses pendidikan.

“Mendidik anak-anak di sini harus dengan cara belajar sambil bermain dan bermain sambil belajar,” kata Ibu Marwiyah. Kalau menjelaskan penjumlahan misalnya, seorang guru mengambil tiga bola kemudian menghitungnya di depan anak-anak.

Tak jarang, justru bola itu diambil anak-anak dan dilempar kesana-kemari.

Sistem pembelajaran dengan alat peraga ini, menurut ibu Marwiyah, sangat ditekankan oleh TK Sunan Pandanaran. Tak hanya itu, anak-anak juga sering diajak bermain di luar kelas. Mereka dikenalkan dengan permainan-permainan tradisional Jawa.

“Pola pendidikan bermain dapat merangsang daya kreativitas anak. Terbukti, siswa TK Sunan Pandanaran ini meraih juara I dalam lomba melukis dan mewarnai yang diadakan di PPPG Kesenian pada 30 Mei 2010 silam,” jelas ibu Marwiyah.

TK Al-Jauharoh Sementara itu, pada 2009 silam,

PPSPA mendirikan TK Al-Jauharoh di Tlepok Semin Gunung Kidul, Yogyakarta. Menurut KH. Mu’tashim Billah, awalnya muncul keraguan di masyarakat, apakah pesantren bisa mengelola lembaga pendidikan

TK secara baik dan profesional. Akan tetapi keraguan itu hilang seiring dengan perkembangan TK Al-Jauharoh yang menyeimbangkan antara pendidikan agama dengan pengetahuan umum.. Masyarakat pun menaruh harapan besar pada lembaga ini.

Terwujudnya TK Al-Jauharoh tidak lepas dari kontribusi masyarakat sekitar yang peduli akan kemajuan pendidikan Islam. Salah seorang penduduk setempat bernama Budi Suparjo mewakafkan tanah seluas 824 meter persegi di sekitar pemukiman penduduk. Lalu, disepakati untuk didirikan TK di tanah wakaf tersebut.

Saat ini TK Al-Jauharoh memiliki satu unit bangunan yang terdiri atas dua ruang kelas, ruang guru, dapur, taman bermain, dan kamar kecil. Tenaga pengajarnya berasal dari desa setempat dan desa-desa sekitar. Dengan demikian, potensi para guru di daerah tersebut dapat tersalurkan dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas. (Huda)

Laporan KhususPAUD

FOTO

: D

OK.

SUA

RA P

AND

ANA

RAN

PPSPA kini memiliki PAUD di Komplek II dan TK al-Jauharoh di Gunung Kidul

Page 15: Suapan 5

15 Juni 2010

Kepercayaan masyarakat pada Madrasah Ibtidaiyah Sunan Pandanaran (MISPA) cukup

tinggi. Faktor utamanya adalah bahwa MISPA, meskipun masih tergolong muda, namun mampu mencetak murid dengan kualitas baik.

Menurut Wakil Kepala Sekolah MISPA, Rohili SP., murid-murid MISPA rata-rata mampu melewati ujian kenaikan kelas dengan nilai memuaskan. Mereka tidak kesulitan menjawab soal-soal ujian dari Dinas Pendidikan Yogyakarta.

“Oleh karena itu, meskipun lembaga-lembaga pendidikan formal setingkat Sekolah Dasar (SD) tumbuh subur bak jamur di musim hujan, toh antusiasme masyarakat menyekolahkan putra-putrinya ke MISPA tidak surut. Justru sebaliknya, semakin naik.” tutur Rohili

Saat ini jumlah siswa MISPA sebanyak 93 anak. Jumlah ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun kemarin yang berjumlah 72 siswa. Kelas satu sebanyak 22 siswa. Kelas dua sebanyak 36 siswa. Kelas tiga sebanyak 24 siswa. Dan kelas

empat sebanyak sebelas siswa. Rohili SP menjelaskan, di antara

program unggulan bagi peserta didik adalah menghafal juz 30 saat siswa duduk di kelas IV. Program tersebut berjalan lancar. Dan, semua siswa kelas IV telah mampu menghafal Al-Qur’an juz 30.

Acara seremonial untuk syukuran hafalan mereka diselenggarakan pada peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw, 26 Februari 2010 silam. Seluruh siswa kelas IV yang berjumlah 11 siswa mengikuti kegiatan tersebut.

Dari program hafalan juz 30 itu, berbagai prestasi pun diukir oleh siswa-siswi MISPA. Siswa kelas IV bernama Diaz Saufa Yardha berhasil menggondol gelar juara II pada Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) cabang tartil Al-Qur’an tingkat kabupaten, tahun 2010.

MI Sunan Pandanaran tidak sekedar membekali siswa-siswinya dengan ketrampilan otak. Tetapi juga ketrampilan berorganisasi dan berkesenian. Pembekalan ketrampilan ini tampak pada kegiatan siswa-siswi saat menyambut hari ulang tahun

MISPA, Maulid Nabi Muhammad Saw, dan Hari Kartini.

Pada momen-momen tersebut, mereka bahu membahu menyukseskan hajatan sekolah hingga ujung acara. Mereka mengeluarkan segenap kemampuannya di atas pentas. Mulai dari tari-tarian, pentas seni, hingga berbagai macam perlombaan.

Lebih jauh Rohili SP memaparkan, pola pendidikan di MISPA tidak hanya ditunjang oleh sistem pendidikan yang mendorong anak didik menjadi pintar dan kreatif. Tetapi juga didukung oleh tenaga-tenaga pengajar yang kompeten. Saat ini guru di MISPA berjumlah 13 orang. Bagi guru yang belum mendapatkan gelar S1, mereka difasilitasi oleh MISPA untuk melanjutkan pendidikan di tingkat universitas.

“Nah, pada tahun 2010 ini, sebanyak tiga orang guru mendapatkan beasiswa dari Kementerian Agama untuk menempuh pendidikan S1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta,” jelas Rohili kepada Suara Pandanaran.

(Munirtado)

Masyarakat Percaya Kualitas MISPA

FOTO

: D

OK.

SUA

RA P

AND

ANA

RAN

Laporan KhususMISPA

Page 16: Suapan 5

16 Juni 2010

Banyak kisah di seputar santri Huffazd (penghafal Al-Qur’an). Kewajiban berat yang

dipikulnya, yakni menghafalkan 30 juz Al-Qur’an, mengharuskan mereka melakukan segudang kegiatan untuk relaksasi. Kegiatan di luar menghafal Al-Quran bertujuan untuk melepaskan kepenatan di kepala. Atau sekedar untuk meregangkan otot-otot tubuh yang tegang akibat duduk di sudut-sudut ruangan selama berjam-jam.

Betapa tidak, seorang santri yang sedang menghafal Al-Quran tidak pernah pengenal waktu istirahat dari menghafal ayat-ayat Allah. Pagi, siang, sore, dan malam mereka gunakan untuk tadarus atau nderes. Pun, mereka tidak mengenal tempat. Di manapun, asal ada tempat nyaman dan sepi, mereka duduk manis

di sana sembari berkomat-kamit mengucapkan bait-bait ayat Al-Quran.

Karenanya, menciptakan suasana kondusif dan lingkungan yang nyaman merupakan suatu keharusan. Suasana kondusif untuk menghafal Al-Qur’an tercipta di antaranya dengan terjalinnya hubungan baik antara santri senior dan santri junior. Sementara kondisi nyaman dan tenteram harus mereka ciptakan dengan memelihara ketertiban dan kebersihan.

Suasana kondusif antar santri sejauh ini telah tercipta dengan membudayanya penularan ilmu dari santri senior kepada santri-santri junior. Siapapun yang nyantri (menjadi santri) di pondok tahfidz Al-Qur’an Sunan Pandanaran diperlakukan sama. Mereka sama-

sama dididik dengan berbagai macam disiplin ilmu hafalan Al-Quran. Di antaranya ilmu tajwid dan tahsin.

Para santri diajari bagaimana membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku. Materi ini ditujukan agar santri mampu membaca Al-Qur’an secara tartil dan makhraj yang benar. Metode pengajaran ini terus berlanjut hingga banyak santri yang kualitas bacaan Al-Qurannya sudah jauh lebih baik dari sebelumnya.

Optimalisasi pembelajaran Al-Qur’an saat ini ditunjang dengan pelatihan-pelatihan di Madrasah Hufadz. Di antaranya pelatihan metode Yanbu'a yang diasuh langsung oleh KH Ulil Albab Arwani, Kudus, Jawa Tengah. Inilah metode cepat pembelajaran Al-Qur’an dan disertai

Menyibak Kisah Para Penghafal Al-Qur’an

FOTO

: D

OK.

SUA

RA P

AND

ANA

RAN

Santri Huffadz menyetorkan hafalannya kepada badal

Laporan KhususHuffadz

Page 17: Suapan 5

17 Juni 2010

penguasaan ilmu tajwid dan tahsin alqiraah.

Sejumlah santri yang sedang menghafal Al-Qur’an diikutsertakan dalam program Yanbu'a ini. Menurut Abdullah Muslim, lurah kompleks Huffadz putra, setelah para santri mengikuti program Yanbu'a, bacaan Al-Qur’an mereka menjadi lebih baik.

Sementara untuk menambah wawasan santri, diberlakukan pengajian tafsir yang diasuh langsung oleh bapak Pengasuh pondok. Pengajian ini secara rutin diselenggaraka pada malam selasa.

Sistem Pendidikan TahfidzMenurut Abdullah Muslim, para

santri huffadz dengan sadar mematuhi sistem yang telah ditetapkan. Pada hari biasa, para santri diwajibkan menyetorkan hafalannya dua kali sehari, yaitu setelah Subuh dan setelah Maghrib. Setelah Subuh untuk menambah hafalan. Sedangkan setelah Maghrib untuk mengulang hafalan. Kewajiban tersebut, jelas dia, tidaklah berat bagi yang sudah mempersiapkan hafalan secara matang.

Abdullah Muslim menambahkan, pihak madrasah Huffadz memberlakukan nderes wajib (mengulang hafalan Al-Qur’an bersama) selama dua jam. Mulai dari jam 08.00 sampai 10.00 WIB. “Madrasah Huffadz juga memberlakukan absensi santri pada setiap setoran. Nah, bagi santri yang absen tanpa pemberitahuan akan ditegur pengurus. Dan bagi yang tidak mengindahkan teguran ini akan diberikan sangsi,” jelas Muslim.

Sementara itu, evaluasi tiap semester juga diberlakukan. Hal ini bertujuan untuk menjaga hafalan semua santri. Di dalam evaluasi ini semua santri dilibatkan untuk saling menyimak dan hasilnya dilaporkan kepada pengurus, untuk selanjutkan diberitahukan kepada pengasuh dan wali santri. Dengan demikian, pihak wali santri mengetahui perkembangan putra dan putri mereka setiap semesternya.

“Sistem laporan semester tersebut dimaksudkan untuk menjalin tali silaturahmi antara pengasuh, pengurus, wali santri dan santri,” ungkap Muslim.

Ada pula penerapan metode hafalan bergilir. Secara teknis, aturan ini mewajibkan semua santri menyetorkan hafalan Al-Qur’an kepada pengasuh, KH. Mu’tashim Billah, sekali atau dua kali dalam seminggu.

Itulah momen bagi santri untuk berinteraksi langsung dengan pengasuh pondok. KH. Mu’tashim Billah pun tak jarang berpesan kepada para santri setiap selesai mengaji, “Deresannya dijaga ya”.

Untaian nasihat pengasuh bagi para santri bak air hujan yang merangsang tumbuhnya pohon dan tanaman di lahan gersang. Pasalnya, nasehat tersebut tersemat dalam benak santri dan memotivasinya untuk menyuburkan semangat menghafal dan menjaga Al-Qur’an.

Nah, apakah pola pendidikan santri huffadz cukup sampai di situ saja? Ternyata tidak. Mereka sejak dini diberikan kesadaran bakal menjadi pemimpin-pemimpin di masyarakat. Misalnya menjadi pengurus harian, mendapatkan giliran menjadi imam shalat rawatib di masjid, menjadi khatib jumat dan bilal, memimpin tahlil di makam al-Maghfurullah KH. Mufid Mas’ud, dan menjalankan piket membangunkan santri lain di pagi hari.

Menurut KH. Mu’tashim Billah, dengan pola pendidikan yang demikian itu diharapkan semua santri kelak mampu berperan aktif di tengah masyarakatnya. Keberadaan mereka menjadi penting ketika tuntutan-tuntutan masyarakat, baik itu di

bidang sosial maupun keagamaan, bisa mereka perankan sebaik-baiknya.

Menjadi JuaraSistem pendidikan semacam itu

sejak dahulu telah mencetak santri-santri huffadz yang jempolan. Banyak alumni huffadz yang telah berkiprah di tengah masyarakat, baik di bidang sosial keagamaan maupun pendidikan.

Sementara itu, bagi mereka yang masih berstatus santri, tampaknya tak pernah kering dari prestasi. Tak jarang mereka menjuarai berbagai lomba, baik di tingkat kabupaten maupun provinsi. Bak pepatah Arab, “Barang siapa menanam pasti akan memetik”. Pun demikian para santri huffadz yang telah menikmati hasil jerih payahnya menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Sunan Pandanaran.

Pada bulan April 2010 ini, santri huffadz Sunan Pandanaran mengikuti Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) tingkat kabupaten. Hasilnya, sangat menggembirakan. Dari 45 santri huffadz Sunan Pandanaran yang mengikuti lomba, 30 santri meraih juara. Sementara di tingkat provinsi yang diadakan pada awal Mei 2010, dari 17 santri Sunan Pandanaran, 12 di antaranya meraih juara.

Kejuaraan ini dilanjutkan pada tingkat nasional. Ulil Absor, sekretaris komplek Huffadz, mengatakan, pada 5-13 Juni 2010, tiga santri diutus untuk mewakili Pesantren Sunan Pandanaran di tingkat nasional.

Mereka adalah Abdul Rasyid, Desti, dan Fina Raudhatul Jannah. Abdul Rasyid mengikuti lomba 10 juz bilghaib, Desti mengikuti 20 juz bilghaib, sementara Fina mengikuti Musabaqah Syarhil Qur’an (MSQ) untuk tilawah.

“Prestasi apapun yang diraih santri merupakan bentuk dari usaha keras mereka dalam bidang yang ditekuninya. Kita semua berharap supaya prestasi yang sudah sangat baik itu bisa dipertahankan. Bahkan harus ditularkan kepada santri-santri lainnya,” ujar KH. Mu’tashim Billah.

(Zahron/Fifi)

KH. MU’TASHIM BILLAH PUN TAK JARANG BERPESAN KEPADA PARA SANTRI SETIAP SELESAI MENGAJI, “DERESANNYA DIJAGA YA”

Laporan KhususHuffadz

Page 18: Suapan 5

Tingkat kelulusan siswa MTs Sunan

Pandanaran masuk dalam sepuluh besar

tingkat MTs/SLTP negeri dan swasta se-

kabupaten Sleman

18 Juni 2010

Menjadi madrasah terbaik se-Kabupaten Sleman periode 2008-2009 pernah disandang

Madrasah Tsanawiyah (MTs) Sunan Pandanaran. Di bawah pimpinan Hj. Fanny Rifqoh S.Pd, MTs Sunan Pandanaran terus berbenah. Nah, apa saja terobosan teranyar dari MTs dalam rangka meraih prestasi yang lebih cemerlang di masa yang akan datang?

Menurut Rustiadi, bagian kesiswaan Madrasah Tsanawiyah Sunan Pandanaran, prestasi siswa dan siswi MTs tahun 2010 ini lebih baik dibandingkan dengan tahun kemarin. Ini dikarenakan MTs menerapkan sistem pengawasan pendidikan yang lebih ketat terhadap para siswa.

“Bagi siswa dan siswi kelas III, misalnya, diberlakukan tryout setiap minggu untuk menghadapi UN. Kemudian, dilakukan evalusi

pada setiap bulannya. Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui siswa dan siswi yang perlu mendapatkan intensitas bimbingan yang lebih banyak”, jelas Rustiadi kepada Suara Pandanaran.

Rustiadi melanjutkan, dari tryout tersebut dapat diketahui kelebihan dan kekurangan para siswa. Sebagian siswa ada yang sudah menguasai materi-materi yang akan diujikan dalam UN. Namun, sebagian yang lain masih lemah. Nah, pihak MTs kemudian memberikan bimbingan belajar yang lebih intensif lagi kepada siswa dan siswi yang lemah itu.

Sedangkan bagi siswa dan siswi yang telah menguasai materi-materi UN diberikan pengarahan agar berusaha keras untuk mencapai nilai maksimal, terutama melatih diri dalam ketelitian menjawab soal-soal ujian. Dengan cara demikian,

MTs Sunan Pandanaran “MTs Sunan Pandanaran Mendulang Prestasi ”

FOTO

: D

OK.

SUA

RA P

AND

ANA

RAN

Aktivitas siswa MTs Sunan Pandanaran

Laporan KhususMTs SPA

Page 19: Suapan 5

Tujuan pendidikan di MTs ini tidak hanya untuk meraih nilai yang tinggi. Ada hal yang lebih penting dari itu, yaitu pembangunan akhlak mulia para siswa

19 Juni 2010

kekurangan-kekurangan siswa dan siswi dapat dikontrol oleh MTs dan dibenahi secara cepat dan efektif.

Hasilnya, tahun ini tingkat kelulusan siswa MTs Sunan Pandanaran menempati urutan ke-9 dari 123 MTs dan SLTP negeri dan swasta se-kabupaten Sleman. Untuk kategori sekolah MTs sendiri, MTs Sunan Pandanaran menempati peringkat pertama. Nilai tertinggi yang dicapai siswa MTs Sunan Pandanaran adalah 37, 90 dengan rata-rata 9,5.

Menyikapi prestasi gemilang tahun ini, kepala sekolah MTs Sunan Pandanaran, Hj Fanny Rifqoh S.Pd, mengatakan bahwa meskipun prestasi MTs ini tergolong baik, namun belum mencapai yang terbaik seperti yang diharapkan. Masih banyak hal yang perlu benahi.

“Pencapaian prestasi tidak untuk dibanggakan, tetapi kami jadikan bahan evaluasi bagi pengembangan MTs Sunan Pandanaran pada tahun-tahun yang akan datang. Evaluasi yang kami maksud tidak terbatas pada evaluasi hasil ujian, tetapi juga evaluasi akhlak siswa dan siswi sebelum mereka melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi. Karena, tujuan pendidikan di MTs ini tidak hanya untuk meraih nilai yang tinggi. Ada hal yang lebih penting dari itu, yaitu pembangunan akhlak mulia para siswa,” ungkap Hj. Fanny.

“Untuk apa nilainya tinggi tetapi akhlaknya tidak baik,” lanjutnya. Para siswa harus dibentuk akhlaknya sejak dini. Agar mereka punya akhlak al-karimah terhadap Allah, orang-tua, guru, teman-temannya, dan kepada masyarakat umum. Jadi, mencetak santri yang mampu meraih nilai bagus dan berakhlak karimah itulah tujuan pendidikan di Pesantren Sunan Pandaranan ini.

Optimalkan Peran GuruDalam upaya meningkatan

kualitas ilmu dan akhlak santri, MTs Sunan Pandanaran tidak hanya menerapkan sistem yang mendorong santri belajar lebih keras. Tetapi juga

meningkatkan peran guru, terutama dalam hal pengawasan proses pendidikan dan pengajaran. Secara bergiliran, para guru mengunjungi asrama santri untuk memberikan bimbingan langsung kepada mereka.

“Guru-guru itu tidak hanya mengawasi santri agar mau belajar. Lebih dari itu, memberikan bimbingan langsung bagaimana seharusnya menata sikap dan perilaku. Di antaranya mengajari mereka hal-hal yang berhubungan dengan akhlak Muslim. Misalnya, memotong kuku, merapikan rambut, cara berbusana yang baik dan sopan, cara makan dan minum sesuai dengan tuntunan Islam, hingga membantu menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi santri,” jelas Hj Fanny.

Oleh karena itu, lanjutnya, pihak MTs pun membekali guru dengan pengetahuan yang mencukupi. Mereka diberi kesempatan untuk mengikuti berbagai macam training yang memperkaya wawasan dan memperkuat teknik mendidik siswa. Bagi guru yang berprestasi diberikan penghargaan sesuai dengan prestasi yang diraih.

Model pendidikan tersebut ditujukan untuk membina akhlak santri. Dan ternyata juga meningkatkan prestasi mereka di bidang akademis dan non-akademis. Rustiadi menjelaskan, beberapa siswa MTs Sunan Pandanaran meraih juara dalam berbagai macam lomba. Baru-baru ini menjuarai lomba Qiroatul Kutub di tingkat kabupaten. Bahkan dua dari siswa MTs menjuarai lomba tingkat propinsi dan akan maju ke tingkat nasional.

Sementara itu di bidang olah raga, beberapa siswa dan siswi MTs akan mengikuti Pekan Olahraga dan Seni Pesantren Nasional di Surabaya pada bulan Juli mendatang.

Keikutsertaan ini merupakan kelanjutan dari tahun sebelumnya yang mana MTs Sunan Pandanaran berhasil menjadi juara di tingkat kabupaten dan propinsi.

(Rido)

Laporan KhususMTs SPA

Page 20: Suapan 5

Lomba puisi di MASPA dihadiri

oleh tiga sastrawan kondang, yaitu Evi

Idawati, Bustam Maras dan Abidah

el-Khaliqi

20 Juni 2010

Hari ini harus lebih baik daripada hari kemarin. Demikian prinsip Madrasah Aliyah Sunan Pandanaran

(MASPA) dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikannya. Kepala MASPA, Hj. Ainun Hakiemah, M.S.I., mengakui bahwa pihaknya terdorong untuk meningkatkan kualitas pendidikan MASPA karena beberapa faktor.

Di antaranya, adanya harapan masyarakat yang sangat tinggi terhadap MASPA. “Harapan masyarakat tidak terbatas pada keberhasilan putra-putri mereka di bidang akademik dengan meraih nilai bagus. Lebih dari itu, mereka berharap putra-putrinya menguasai ilmu agama dan berakhlakul karimah. Inilah yang memacu kami untuk berbuat lebih dibandingkan sekolah-sekolah lain,” tutur Hj Ainun Hakiemah.

Ia menambahkan, jika prestasi

akademik merupakan hasil dari proses pengajaran, maka penguasaan ilmu-ilmu agama dan akhlaqul karimah adalah hasil dari proses pendidikan Pesantren Sunan Pandanaran.

Oleh karena itu, jelasnya, kurikulum MASPA memadukan antara tradisi pesantren salaf dan kurikulum madrasah modern. MASPA mengajarkan kitab kuning semacam Mau’idzatul Mukminin dan Tajridus Shorih dalam sistem pendidikan formalnya. Alokasi waktu pengajaran kitab kuning tersebut sebanyak enam jam per minggu. Dan ini berlangsung selama tiga tahun.

“Kitab–kitab ini dikaji dengan maksud, pertama, untuk memperluas wawasan keislaman para siswa. Kedua, membangun kesadaran beragama yang lebih arif dan toleran. Dan ketiga memperkuat karakteristik santri dengan menanamkan nilai–nilai luhur kepesantrenan dalam jiwa

MASPA SeimbangkanPendidikan dan Pengajaran

FOTO

: D

OK.

SUA

RA P

AND

ANA

RAN

Siswa MASPA melakukan doa pagi sebelum memulai kegiatan belajar mengajar

Laporan KhususMASPA

Page 21: Suapan 5

21 Juni 2010

mereka. Ketiga hal itu akan menjadi bekal mereka ketika hidup di tengah masyarakat yang lebih plural dan modern,” ungkap Hj Ainun Hakiemah.

Disamping itu, siswa dan siswi MASPA juga dididik untuk melaksanakan ritual–ritual pesantren. Utamanya ketika akan menghadapi Ujian Nasional (UN). Ritual yang telah ditetapkan pihak MASPA sebagai program tetap di antaranya adalah Mujahadah selama 41 hari, pembacaan Manaqib, dan lain sebagainya.

Pihak MASPA mengakui bahwa dengan berbagai upaya peningkatan tersebut, kepercayaan masyarakat semakin besar. Hal itu dapat dilihat dari peningkatan jumlah siswa di MASPA dari tahun ke tahun. Periode 2009-2010 ini, jumlah siswa MASPA mencapai 563 siswa.

Seiring dengan semakin bertambahnya jumlah siswa, pihak MASPA pun terus membenahi sarana dan prasarana pendidikannya. Kini fasilitas yang dimiliki MASPA boleh dibilang memadai. Jumlah ruang kelasnya semakin banyak. Dan laboratorium komputer nya pun telah dilengkapi dengan sarana internet.

Gebyar EkstrakulikulerUpaya peningkatan kualitas

pendidikan siswa dan siswi MASPA

ditunjang pula dengan kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler berskala nasional. Pada 4 April 2010, misalnya, MASPA menggelar hajatan nasional di bidang sastra. Hajatan tersebut berupa lomba baca puisi yang diikuti oleh 110 peserta dari seluruh Indonesia.

“Perlombaan ini dimaksudkan untuk mencetak generasi muda yang handal di bidang sastra. Sebagaimana kita tahu, bangsa ini memiliki banyak sastrawan hebat. Mereka telah memberikan kontribusi penting dalam pengembangan sastra Indonesia. Oleh karenanya, kita perlu mempersiapkan generasi muda yang melanjutkan perjuangan mereka,” kata Faizun, pengajar di MASPA.

Lomba yang mengambil tema “Gema Sastra Pelajar Indonesia, dari Kita untuk Indonesia” itu dihadiri oleh tiga sastrawan kondang, yaitu, Evi Idawati, Bustam Maras, Abidah el-Khaliqi. Mereka bertindak sebagai dewan juri. Dalam kejuaraan tersebut, siswi MASPA, yakni Shofa Aulia, berhasil menyabet juara tiga.

Perlombaan tersebut diramaikan dengan bazar buku dan pameran pendidikan. Beberapa perguruan tinggi di Yogyakarta turut ambil bagian dalam pameran pendidikan tersebut. Tak ketinggalan pula penampilan seni dari kelompok Teater

Mirah UNY yang memeriahkan suasana di sela-sela lomba.

Di samping kegiatan lomba berskala nasional, MASPA juga mengadakan kegiatan internal yang ditujukan untuk pembekalan santri sebelum terjun di tengah masyarakat. Acara pembekalan santri tersebut digelar pada 19-21 April 2010, dengan mengusung tema “Menguatkan Jati Diri Santri dalam Dunia Global”.

Peserta pembekalan ini adalah siswa MASPA kelas XII dari tiga program studi, yaitu program IPA, IPS, dan IPK. “Pembekalan ini akan memperkenalkan kepada santri tentang dinamika dunia di luar pesantren. Ada kesan bahwa santri adalah komunitas yang tertutup dan gagap menghadapi modernitas. Nah, dengan pembekalan ini, kita berharap mereka akan lebih siap menghadapi tantangan dunia luar,” jelas H. Jazilus Sakhok saat memberikan sambutan pembekalan tersebut.

Dengan berbagai bentuk kegiatan dan pelatihan tersebut, MASPA hendak membentuk pribadi santri yang siap bersaing di berbagai bidang. Walhasil, banyak siswa berprestasi lahir dari rahim MASPA ini. Tidak hanya di dunia akademis, tetapi juga di bidang non-akademis.

(Purwoto)

NO JENIS BEASISWA JUMLAH PENERIMA BENTUK BEASISWA1 Beasiswa Alumni Prestasi 10 anak Bebas SPP sekolah selama 3 tahun 2 Beasiswa APBD Prop DIY 121 Anak Rp. 65.000 x 12 bulan3 Beasiswa Paralel 11 Anak Bebas SPP 4/6 bulan4 Beasiswa Santri mandiri 31 Anak Bebas syahriah pesantren, uang makan, dan SPP madrasah Jumlah Total 173 Anak

DAFTAR BEASISWA MADRASAH ALIYAH SUNAN PANDANARAN TAHUN 2009 - 2010

NO KEJUARAAN TINGKAT PRESTASI1 Lomba Hadrah Putra Kabupaten Juara III2 Lomba Mading Propinsi Juara I3 Lomba Teater Propinsi Juara I4 Lomba Baca Puisi Propinsi Juara I5 Lomba Baca Puisi Propinsi Juara II6 Lomba Karya Tulis Ilmiah Propinsi Juara III7 Lomba Mading Propinsi Juara I8 Lomba Puitisasi Al-quran Propinsi Juara I

NO KEJUARAAN TINGKAT PRESTASI 9 Lomba MTQ Putra Propinsi Juara III10 Lomba MTQ Putri Propinsi Juara II11 Lomba MHQ Putra Propinsi Juara I12 Lomba MHQ Putri Propinsi Juara I13 Lomba MHQ Putri Propinsi Juara II14 Lomba MHQ Putri Propinsi Juara III 15 Lomba Mading Fak. Biologi UGM Propinsi Juara I

DATA PRESTASI KEJUARAAN SELAMA BULAN MEI 2010

Laporan KhususMASPA

Page 22: Suapan 5

22 Juni 2010

Syi’ar Islam di Inggris

PPSPA mendapat kehormatan mengirimkan perwakilannya ke Inggris dalam program

“Indonesia-United Kingdom (UK) Imam Exchange” pada 14-21 Desember 2008 silam. Program ini merupakan salah satu program yang telah direkomendasikan oleh Indonesia-UK Islamic Advisory Group (IUIAG, Grup Penasihat Islam Indonesia-UK) untuk menjalin kerjasama keagamaan antara Pemerintah Inggris dan Indonesia.

PPSPA diwakili oleh H. Jazilus Sakhok. Pesantren lain yang mengirimkan utusannya adalah PP. Ali Maksum Krapyak, PP. Nurul Ummah, Madrasah Muallimin Muhammadiyah, PP. al-Muayyad, dan PP. Assalam. Rombongan juga disertai perwakilan dari Departemen Luar Negeri RI dan Kedutaan Besar Inggris di Jakarta.

Selama di Inggris, rombongan bermalam di London dan berkunjung ke beberapa kota di Inggris lainnya, yaitu Leicester, Nottingham, dan Birmingham.

Cuaca musim dingin antara 1-5 derajat celcius tidak menghalangi rombongan untuk bertemu dengan para ulama dan pimpinan institusi pendidikan Islam, serta berkunjung ke beberapa masjid.

Kunjungan yang dipandu oleh Dr. Musharraf Hussain (Ketua IUIAG) ini bertujuan untuk mempererat hubungan antarulama di kedua negara mengenai pengembangan kehidupan Islam.

Di Leicester, para perwakilan pesantren mengunjungi Radio Hajj dan didaulat secara on air untuk mengutarakan pengalaman keberagamaan umat Islam di Indonesia.

Rombongan selanjutnya bertolak ke Jami’ Mosque dan Jami’ah Ulumul Qur’an yang dikelola oleh komunitas Islam keturunan Deoband, India. Sistem pendidikannya seperti pesantren salaf di Indonesia (klasik), dengan satu ulama kharismatik yang secara mutlak memegang kendali. Asrama putra dan putri dipisah serta cara berpakaian ala Timur Tengah. Terdapat pula Darul Ifta, sebuah lembaga keagamaan yang dipimpin oleh seorang mufti yang berhak mengeluarkan fatwa.

Rombongan kemudian menuju Masjid Umar, yang mempunyai lembaga pendidikan Islam bagi anak-anak dengan kurikulum di Afrika Selatan. Masjid ini dikelola oleh masyarakat keturunan Afrika Selatan.

Di Inggris, kebanyakan masjid menjadi pusat kegiatan keagamaan. Di dalamnya mengelola kegiatan ibadah sampai sosial yang semua pengelolannya dipimpin oleh seorang pemuka agama (Imam) yang telah “dilegalisasi” oleh pemerintah. Seperti di Masjid Umar yang member bantuan ketika bencana tsunami melanda Aceh.

Dari Masjid Umar, rombongan berkunjung ke St. Philip’s Centre, sebuah pusat kajian yang memperjuangkan saling pengertian antara sesama pemeluk agama dan menjadi tempat dialog tokoh-tokoh agama di Eropa. Pusat kajian ini juga mengadakan aktivitas sosial di antara jamaah rumah ibadah masing-masing agama. Kunjungan di Leicester berakhir di Masjid al-Falah, pimpinan Imam Abdul Karim Ghewala.

Masjid al-Falah mempunyai institusi pendidikan dasar Islam, yaitu Madrasah al-Falah Darain. Setelah melihat-lihat sistem pembelajaran di madrasah, rombongan dijamu makan malam dalam suasana meriah dengan menu makanan ala Pakistan.

Keesokan harinya rombongan menuju Nottingham dan disambut oleh Dr. Musharraf Hussain. Rombongan diajak berkeliling ke institusi pendidikan yang dia kelola, Islamia School. Sekolah ini menyediakan pendidikan taman kanak-kanak, sekolah dasar, dan sekolah menengah dengan kurikulum pemerintah plus pelajaran agama Islam. Islamia School merupakan institusi pendidikan di bawah naungan Karimia Institute.

Setelah mengikuti pelajaran formal di siang hari, murid-murid Islamia School diberi tambahan pelajaran keislaman di Karimia Institute pada malam hari. Karimia institute juga mempunyai masjid dan radio untuk menyebarkan ajaran Islam di kalangan kaum minoritas Islam di Nottingham. Rombongan juga

PerjalananInggris

H. Jazilus Sakhok (ketiga dari kiri), berpose bersama rombongan di depan Al-Hijra School, Birmingham.

FOTO

: D

OK.

SUA

RA P

AND

ANA

RAN

Page 23: Suapan 5

23 Juni 2010

mengunjungi Muslim Hands, lembaga nirlaba yang mengumpulkan dana bagi umat Islam yang membutuhkan di seluruh dunia.

Birmingham, adalah kota yang selanjutnya dikunjungi oleh rombongan setelah Nottingham. Tempat pertama yang disinggahi di kota terbesar kedua di Inggris setelah London ini adalah al-Hijra School, sekolah swasta yang kini berstatus negeri.

Al-Hijra merupakan gambaran sekolah muslim yang berusaha menjadikan anak didiknya lebih sebagai seorang “Muslim Inggris” dibanding “Muslim di Inggris.” Dari Sekolah al-Hijra, r o m b o n g a n menuju Ghamkol Sharif Mosque. Bangunan masjid ini membuat r o m b o n g a n t e r k e s i m a . Di dalam kondisi pemerintahan Inggris yang sepenuhnya sekuler, kaum Muslim yang minoritas ternyata mampu mendirikan sebuah masjid yang relatif megah. Sama seperti kebanyakan masjid di Inggris, di dalam Masjid Ghamkol juga terdapat institusi pendidikan Islam dan berbagai usaha bagi melayani hajat hidup kaum Muslim di Birmingham.

Rombongan kemudian singgah ke kantor Islamic Relief, sebuah lembaga nirlaba yang mengumpulkan dana bagi umat muslim yang membutuhkan di seluruh dunia. Islamic Relief merupakan lembaga donor Muslim terbesar di Inggris dan mempunyai kantor perwakilan yang tersebar di seluruh belahan dunia, bahkan di Indonesia.

Selanjutnya rombongan berkunjung ke Green Lane Mosque, pusat bagi komunitas Markazi Jamiat Ahl-E-Hadith. Sama seperti masjid-masjid lain, Masjid Green Lane dikelola oleh komunitas Muslim yang mempunyai orientasi

keagamaan salafi, kebanyakan dari mereka adalah lulusan Arab Saudi, karena itu pendidikan Islam yang ada di dalamnya dikelola secara salafi juga.

London adalah destinasi berikutnya, kota tempat tinggal bagi sekitar 1 juta umat Islam yang ada di Inggris. Di kota ini rombongan berkunjung ke Kedutaan Besar Indonesia dan bertemu dengan Yuri Oktavian Thamrin, Duta Besar RI untuk Inggris.

Rombongan juga bertemu dengan Fuad Nahdi, Direktur Eksekutif Radical Middle Way, sebuah LSM yang menyuarakan pendekatan moderat

dalam beragama. Fuad Nahdi m e r u p a k a n salah satu orang yang memberi masukan kepada P e m e r i n t a h Inggris untuk m e n c o n t o h

Indonesia dalam kehidupan keislaman. Menurut Fuad, Indonesia

adalah negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia tapi kehidupan keagamaannya amat moderat. Karena itu negara-negara Barat sudah

sepatutnya tidak lagi menjadikan Timur Tengah sebagai kiblat kehidupan keislaman, tetapi ke Indonesia yang corak Islamnya lebih damai dan lembut.

Inggris misalnya, tutur Fuad, dihadapkan pada masalah banyaknya Imigran Muslim dari Asia Selatan yang belum ‘teringgriskan,’ tetapi masih kental ‘bungkus’ Asia Selatan-nya. Meski sudah lama di Inggris mereka masih memakai pakaian ala Pakistan dan Afghanistan. Lain dengan Muslim Indonesia yang mampu mengkolaborasikan Islam dengan budaya lokal, terutama atas peran ulama dan pesantren.

Di akhir kunjungan, Dr. Musharraf mengatakan, “Gereja semakin banyak ditinggalkan dan berubah menjadi bar atau restoran. Doakan kami bisa membeli gereja-gereja itu untuk diubah menjadi masjid.”

Untuk itulah, Dr. Musharraf mengirimkan salam secara khusus kepada KH. Mu’tashim Billah dan keluarga besar PPSPA untuk memberikan doa dan dukungan moral bagi Syiar Islam yang lebih luas di Inggris.

(Sakhok)

Perjalananinggris

Gereja semakin banyak ditinggalkan dan berubah menjadi bar atau restoran. Doakan kami bisa membeli gereja-gereja itu untuk diubah menjadi masjid

H. Jazilus Sakhok (tiga dari kanan) dan rombongan berfoto bersama Bapak Yuri Oktavian Thamrin, Dubes RI untuk Inggris (kelima dari kanan) di Kedutaan Besar RI di London.

FOTO

: D

OK.

SUA

RA P

AND

ANA

RAN

Page 24: Suapan 5

24 Juni 2010

As PPSPA’s volunteer teacher this year, I have had the opportunity to meet visitors from Indonesia, East Timor, Australia, even as far as America. All

of these people come to learn about pesantren education in Indonesia; about its curriculum, facilities, educational culture, local culture, and more. Many visitors have access to information about these subjects at home – in books, on websites, or from other people – but nothing can replace first-hand experience. PPSPA’s practice of telling visitors about its programs, taking them on tours of its grounds, and introducing them to its students is very helpful in this regard. Of course, some visitors have not done research about pesantrens before coming to PPSPA (I know I had not), so a more general introduction to the subject may also be useful for these visitors. And the comparison be-tween other schools and this one will help visitors see what’s special and important about what is done here. This may also be the case with other subjects, depending on who the visitor is: for example, when I first visited PPSPA with my organization, VIA, we were all curious about the pesantren’s interpretation of Islam and implementation of its precepts, but we did not come up with many questions when asked. This was because most of us did not know enough about the subject to know what questions to ask. So for a successful visit, show visitors an authentic view of the pesantren, but adjust the presentation to their

knowledge level and tastes so they can feel comfortable and gain understanding. An easy way for me to illustrate this point is with food. When my group came, we wanted to try Indonesian food, but it was also true that our tastes are different because of our culture, and we were new to Indonesian food. So tempe and tahu bacem were too sweet for some people, and when I was with another group of American visitors, some were worried about whether the raw lettuce in the gado-gado was safe to eat, because American government health agencies warn against eat-ing raw vegetables in tropical countries for health reasons. So I would say to provide authentic Indonesian foods, but provide a variety of tastes (i.e., not all sweet) and reassure visitors by telling them exactly what they’re eating (no “mystery meat” kebabs) and why it’s safe. The bottom line is that visitors want to understand your reality, so for example, though Americans, who have a rather relaxed culture, might not enjoy standing in the hot sun for the sake of a ceremony, they will definitely enjoy seeing the way your culture greets guests, and the way your culture puts on a ceremony. Thus, if you’re not sure if what you’re doing to entertain your guests is satisfactory for them, just ask yourself if what you’re showing them is authentic to the cultures of Indonesia, Java, Yogyakarta, and the pesantren. If the answer is yes, you’re sure to please.

A Visitor’s Advice on VisitorsBy Erica Petrofsky

Volunteer In Asia (ViA) 2009 - 2010 di PPSPA

HELPFUL VOCABULARY

First-hand Dari tangan pertama The bottom line PokoknyaAuthentic Asli Practice KebiasaanPresentation Pergelaran In this regard Dalam hal iniTaste Kesukaan Satisfactory Memuaskan“Mystery meat” Daging jenisnya misteri Interpretation TafsiranReality Kenyataan For the sake of Demi

LughahEnglish

FOTO

: D

OK.

SUA

RA P

AND

ANA

RAN

Page 25: Suapan 5

25 Juni 2010

Building the Path to a Multicultural CommunityBy Rebecca Wick Gluckstein

Volunteer In Asia (ViA) 2008 - 2009 di PPSPA

We are living in a world that is becoming ever more polarized by people adhering unbendingly to strin-gent beliefs cultural, religious, political and eco-

nomic in scope. The less flexible we become as a global society, the more difficult it becomes to build communities founded on courtesy, kindness, respect and trust at local, national, and international levels. It is sad because these are traits that allow for the existence of an engaged multi-cultural society. However, PPSPA strives to teach students’ the value of a multicultural community through inter-cul-tural and –religious dialogue. From the moment I arrived at PPSPA, I was touched by the way all VIA volunteers, not only the school’s volun-teer, are considered family. The willingness to help volun-teers and even friends of VIA volunteers, accepting us as we are, not telling us to dress or express ourselves a certain way, is a demonstration of the utmost kindness and respect. Welcoming all VIA volunteers to practice teaching in class-rooms at PPSPA shows that PPSPA teachers and staff trust that the students can be exposed to people from different cultural and religious backgrounds without losing sight of their own beliefs. I remember one of the new volunteers wearing a knee-length dress to PPSPA, but nobody told her she was not welcome. The reaction was courteous; people understood that she was dressed in a manner appropriate for a similar event in her own culture. The community at PPSPA lives the values of courtesy, kindness, respect, and trust, thereby opening doors to the world beyond Indonesia for the students and promoting curiosity about other cul-tures and religions. As a volunteer in 2008-2009, never was there a moment when I felt judged for holding different religious beliefs. In fact, students’ and teachers’ curiosity about religious beliefs (Buddhism, Judaism, Catholicism) and race relations in the United States was impressive. Even more inspiring is the openness to re-evaluating commonly

held stereotypes of Westerners. I distinctly remember two groups of visitors who were invited to see the school and meet with students. Interfaith dialogues spoke about the possibility of a religious minority to act as a mediator in a conflict between religious majorities, promoting the idea of respecting other religions and focusing on common goals rather than divisive elements. When the Australians came to visit, students were able to learn about Muslim life in a non-Muslim, Western nation at the same time as learning about Australian culture. However, intercultural dialogue is not only about learning other cultures and religions, it’s also about sharing one’s own culture and religion. Some of the events I value most from my time at PPSPA are being invited to watch the slaughter and helping cook at Idul Adha as well as watch-ing the students parade through the streets in costume at night bearing torches and blowing fire (takbiran keliling). I feel blessed that the PPSPA community shared these events, both cultural and religious, with me. At an even more basic level, living in a multicultural community and engaging in intercultural dialogue is about sharing dinners, taking trips together, dancing in ruins, and baking pies together. The enthusiasm with which the teachers and staff interact with other cultures encourages students to follow suit. PPSPA has set the foundation blocks for students to become great inter-cultural communicators, but it can go even farther in the coming years by creating a cross-cultural understanding club, online inter-group dialogues using Skype, and working towards study exchanges for se-lected students. I hope PPSPA continues to produce well-rounded, analytical thinkers who strive to build bridges and close gaps between different cultures, religions, politi-cal ideas, and economic standings to create a global com-munity as peaceful, warm, and welcoming to live in as the PPSPA community.

LughahEnglish

FOTO

: D

OK.

SUA

RA P

AND

ANA

RAN

Page 26: Suapan 5

26 Juni 2010

LughahArab

صبغة اإلخالص للمعاىد اإلسالمية يف تربية الشعب اإلندونيسي

عماد الدين سوكامتو: إعداد

فهو نظام قدمي . ال خيفي علينا أن املعاىد اإلسالمية تنتشر مع انتشار اإلسالم يف إندونيسياواملعهد اإلسالمي نظام تربوي فريد يف نوعو يكاد ال جنده خارج ,.قدم الدعوة اإلسالمية بإندونيسيا

وىو عبارة عن مكان تربوي وتعليمي يبقى فيو الطالب واملدرسون لسنوات عديدة حتت . إندونيسيايدرسون كتب الًتاث اإلسالمية يف نظام خاص، إال - ويف نفس الوقت مرشد روحي–رعاية معلم

وكان قد . أنو مع مرور الزمن يتطور تطورا متياسرا مع مقتضيات حاجات اجملتمع اإلسالمي احمليط بوإهنم ال يعتمدون على تكاليف احلكومة والراتب الشهري يف . أنشأه العلماء اجملاىدون املخلصون

وىذا ال يعين ترك املساعي الظاىرة من كسب األرزاق وحث الناس . إنشاءىا وإمنا يعتمدون على اهلل . لقد فعلوا ذلك، إال أن اعتمادىم احلقيقي على اهلل. على اإلنفاق يف سبيل اهلل

والعلماء الذين ىم ورثة األنبياء يتحّلون باإلخالص يف أعماهلم فهم ال يبتغون بإنشاء من ىنا ميكننا أن نقول بأن . املعاىد اإلسالمية عرضا من الدنيا إمنا فعلوا ذلك ابتغاء مرضاة اهلل

اإلخالص ىو امليزة األوىل اليت تتميز هبا املعاىد اإلسالمية وبدونو فقدت املعاىد اإلسالمية ميزهتا . األوىل اليت تنبين عليها، كما أن اإلخالص كذلك يعترب صبغة يتخلق هبا طالب املعاىد اإلسالميةومن الالفت لالنتباه أن شعار وزارة الشؤون الدينية اإلندونيسية اليت يعمل فيها الكثري من خرجيي

من ىنا ميكننا ان نقول أن صبغة . (Ikhlas Beramal)اإلخالص يف العمل : املعاىد اإلسالمية ىو .املعاىد اإلسالمية قد لّونت شعار وزارة الشؤون الدينية اإلندونيسية

فهو ال يعمل لرياه . وليس لغريهابتغاء مرضاتو،- سبحانو-اإلخالص ىو أن جيعل املسلم كل أعمالو هلل على املسلم أن خيلص النية يف كل عمل يقوم بو حىت يتقبلو ف. الناس، ويتحدثوا عن أعمالو، وميدحوه، ويثْ ُنوا عليو

وما }: قال تعاىل يف كتابو. ال يقبل من األعمال إال ما كان خالًصا لوجهو تعاىل- سبحانو-اهلل ألن،اهلل منوإن اهلل ال يقبل من العمل : )وقال صلى اهلل عليو وسلم [5: البينة] {أمروا إال يعبدوا اهلل خملصني لو الدين حنفاء

.النسائي (إال ما كان لو خالًصا، وابْ ُتِغي بو وجُهو

FOTO

: D

OK. SU

ARA

PA

NDA

NARA

N

Page 27: Suapan 5

27 Juni 2010

LughahArab

يتقن املخلص فالعامل . تاجرًا أو طالًبا أو غًن ذلكأو كان عامال سواء واإلخالص صفة الزمة للمسلم يتقي اهلل يف جتارتو، فال يغايل على الناس، إمنا يطلب املخلص عملو ألن اهلل أمر بإتقان العمل وإحسانو، والتاجر

جيتهد يف مذاكرتو وحتصيل دروسو، وىو يبتغي مرضاة اهلل ونَ ْفع املسلمٌن املخلص الربح احلالل دائًما، والطالبمن طاعة اإلنسان وعبادتو إال يقبلفاهلل تعاىل ال . اإلخالص يف العبادة فاملسلم ال بد أن يتحلى ب.هبذا العلم

أنا أغىن الشركاء عن الشرك، ): ما كان خالًصا لو، وقال صلى اهلل عليو وسلم يف احلديث القدسي عن رب العزة [. مسلمرواه ](من عمل عمال أشرك فيو معي غًني، تركُتو وشرَكو

إن ىناك قوًما يعبدون شجرة، :حيكى أنو كان يف بين إسرائيل رجل عابد، فجاءه قومو، وقالوا لوويشركون باهلل؛ فغضب العابد غضًبا شديًدا، وأخذ فأًسا؛ ليقطع الشجرة، ويف الطريق، قابلو إبليس يف صورة شيخ

إىل أين أنت ذاىب؟ :كبًن، وقال لو

لن أتركك : فقال إبليس. أريد أن أذىب ألقطع الشجرة اليت يعبدىا الناس من دون اهلل: فقال العابدإين أعرض عليك أمرًا ىو : فقال إبليس .وتشاجر إبليس مع العابد؛ فغلبو العابد، وأوقعو على األرض.تقطعها

.خًن لك، فأنت فقًن ال مال لك، فارجع عن قطع الشجرة وسوف أعطيك عن كل يوم دينارين، فوافق العابدويف اليوم األول، أخذ العابد دينارين، ويف اليوم الثاين أخذ دينارين، ولكن يف اليوم الثالث مل جيد الدينارين؛

إىل : فقابلو إبليس يف صورة الشيخ الكبًن، وقال لو. البد أن أقطع الشجرة: فغضب العابد، وأخذ فأسو، وقال .سوف أقطع الشجرة: أين أنت ذاىب؟ فقال العابد

لن تستطيع، وسأمنعك من ذلك، فتقاتال، فغلب إبليُس العابَد، وألقى بو على األرض، : فقال إبليسألنك غضبَت يف املرة األوىل هلل : فقال إبليس! وقد غلبُتك يف املرة السابقة! كيف غلبَتين ىذه املرة؟: فقال العابد

ا يف ىذه املرة؛ فقد غضبت لنفسك لضياع الدينارين، -تعاىل- ، وكان عملك خالًصا لو؛ فأمَّنك اهلل مين، أمَّ .فهزمُتك وغلبُتك

وىذا ىو السر يف استمرار كيان املعاىد اإلسالمية يف إندونيسيا يف تارخيها الطويل، ذلك ألن العلماء الذين يتولون شؤون املعاىد اإلسالمية يتحلون باإلخالص، فهم خملصون يف تربيتهم

فإذا أردنا أن يكون معهدنا قويا فاإلخالص ال بد أن يكون صبغة للمعهد . ونعليمهم وعملهم (ع س). تتمثل يف مجيع نواحي احلياة فيو، وليس جمرد صبغة فارغة

Page 28: Suapan 5

Ada kesan bahwa setelah khataman

bil ghoib sepertinya menjadi akhir tugas

menuntut ilmu. Kesan yang keliru

seperti inilah yang selalu ditekankan

oleh Romo Kiai agar dihindari

28 Juni 2010

Pada bulan September tahun 1991, saya diantar oleh ayah saya berpamitan kepada Romo

Kiai Mufid Mas’ud, sekaligus mohon doa restu untuk dapat melanjutkan kuliah di Jakarta. Saat itu, hati saya berdebar-debar menunggu respon beliau. “Kowe tak izinke, ning adimu ora usah melu kowe” (kamu saya izinkan tapi adikmu tidak usah ikut kamu). Akhirnya saya mantap melangkah untuk meneruskan studi di Jakarta. Sementara adik saya, Dalhari, mengikuti pesan Romo Kiai ke Jawa Timur

Saya percaya setiap santri, apalagi yang huffadz, pasti memperoleh isyarah, amanah, pesan -atau apalah namanya- baik langsung maupun tidak langsung, dari Romo Kiai. Hal-hal tersebut begitu penting untuk kita renungkan kembali sebagai bekal untuk melanjutkan estafet perjuangan beliau dalam berhidmat kepada Al-Qur’an khususnya, dan Islam pada umumnya. Di sisi lain yang juga menarik adalah, bahwa pesan yang ditujukan kepada masing-masing santri tidak sama. Beliau memberi arahan yang belakangan disadari oleh masing-masing santri sebagai hal yang tepat untuk dijadikan lahan pengabdian. Dalam berspektif ilmu pendidikan modern, inilah yang oleh para ahli disebut sebagai “guru visioner”. Yang bukan hanya memberi pengetahuan dan wawasan, melainkan juga mampu menginspirasi agar setiap

murid atau santri nantinya dapat memberikan pengabdian terbaik pada bidang masing-masing. Ada beberapa pesan beliau -sepanjang yang saya dapat tangkap- yang selalu relevan untuk menjadi bekal kehidupan.

Menuntut Ilmu Tiada HentiAda kesan, khususnya di

kalangan santri huffadz, bahwa setelah khataman bil ghoib dilaksanakan sepertinya menjadi akhir tugas menuntut ilmu. Kesan yang keliru seperti inilah yang seingat saya selalu ditekankan oleh Romo Kiai agar dihindari. Mengahafal Al-Qur’an secara lancar adalah sebuah kewajiban khususnya bagi santri huffadz, tetapi hanya berhenti di menghafal saja belum cukup untuk dapat menjadi bekal berhidmat secara ideal terhadap Al-Qur’an. Maka setiap usaha untuk lebih dapat memahami, menghayati dan pada akhirnya mengamalkan isi kandungan Al-Qur’an adalah cita-cita Romo Kiai yang harus terus digelorakan oleh setiap santri. Harapan beliau jelas merupakan manifestasi dari ajaran Al-Qur’an.

Di sini saya berikan ilustrasi bagaimana Al-Qur’an mendorong orang agar terus menuntut ilmu. Apresiasi atau perhatian Al-Qur’an terhadap ilmu pengetahuan dapat kita mulai dari melihat betapa seringnya kitab suci ini menyebut kata ‘ilm (pengetahuan) dengan

Memaknai Kembali Pesan-pesan Romo KH Mufid Mas’udOleh : DR. H. Ali Nurdin

OpiniKH. Mufid Mas’ud

FOTO

: D

OK. SU

ARA

PA

NDA

NARA

N

Page 29: Suapan 5

segala derivasinya (pecahannya) yang mencapai lebih dari 800-an kali. Belum lagi ungkapan lain yang dapat memiliki kesamaan makna menunjuk arti pengetahuan, seperti: kata al-fikr, al-nazhr, al-bashar, al-tadabbur, al-dzikr, dan lain sebagainya. Kata ‘ilm menurut para ahli bahasa Al-Qur’an mengandung arti “pengetahuan akan hakekat sesuatu”.

Dari kata kunci inilah, kita dapat mulai melacak bagaimana Al-Qur’an memberikan perhatian terhadap ilmu pengetahuan di antaranya: Pertama, wahyu Al-Qur’an yang turun pada masa awal mendorong manusia untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Dalam ayat-ayat yang pertama kali turun, al-’Alaq [96]: 1-5, tergambar dengan jelas betapa kitab suci Al-Qur’an memberi perhatian yang sangat serius kepada perkembangan ilmu pengetahuan. Sehingga Allah Swt menurunkan petunjuk pertama kali terkait dengan salah satu cara untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang dalam redaksi ayat tersebut menggunakan kata ”Iqra”. Makna perintah tersebut bukanlah hanya sebatas membaca dalam arti membaca teks, tetapi makna iqra’ adalah membaca dengan melibatkan pemikiran dan pemahaman. Itulah kunci perkembangan ilmu pengetahuan dalam sepanjang sejarah kemanusiaan. Dalam konteks modern sekarang, makna iqra’ dekat dengan makna reading with understanding (membaca disertai dengan pemahaman).

Kedua, tugas manusia sebagai khalifah Allah di Bumi akan sukses kalau memiliki ilmu pengetahuan. Hal ini ditegaskan dalam surat al-Baqarah [2]: 30-31. Ketiga, Muslim yang baik tidak pernah berhenti untuk menambah ilmu. Ajaran ini tertuang dalam surat Thaha [20]: 114. Dalam ayat tersebut diajarkan salah satu doa yang harus dipanjatkan oleh setiap Muslim untuk memohon kepada Allah agar ditambahkan ilmu pengetahuan. Dari ayat ini juga dapat dipetik pelajaran bahwa Al-Qur’an mengajarkan, menuntut ilmu adalah

salah satu bentuk ibadah yang bernilai tinggi dan harus dilakukan oleh setiap Muslim sepanjang hidupnya. Maka kalau pada masa modern dikenal istilah pendidikan seumur hidup (long live education), maka Islam sejak awal menekankan kepada umatnya untuk terus menambah ilmu pengetahuan.

Etos untuk terus menambah ilmu pengetahuan dapat diterjemahkan bahwa yang disebut belajar atau menuntut ilmu bukan hanya pada usia tertentu atau dalam formalitas satuan pendidikan tertentu.

Sepanjang hayat masih dikandung badan, maka kewajiban untuk terus menuntut ilmu tetap melekat dalam diri setiap Muslim. Salah satu hikmahnya adalah bahwa kehidupan terus mengalami perubahan dan perkembangan menuju kemajuan. Maka, kalau seorang Muslim tidak terus menambah pengetahuannya jelas akan tertinggal oleh perkembangan zaman. Al-Qur’an jelas membedakan antara orang yang berpengetahuan dengan orang yang tidak berpengethuan. Hal ini dijelaskan dalam surat al-Zumar [39]: 9 Artinya: … Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.

Keempat, orang yang berilmu akan dimuliakan oleh Allah. Hal ini diisyaratkan dalam surat al-Mujadalah [58]: 11. Dari ayat tersebut jelas bahwa kemuliaan dan kesuksesan hidup hanya milik orang yang berilmu dan beriman.

Orang yang beriman tetapi tidak memiliki ilmu pengetahuan maka tidak akan memperoleh kemuliaan di sisi Alla.

Sebaliknya, bagi orang yang hanya berilmu saja tanpa disertai iman maka juga tidak akan membawa manfaat bagi kehidupannya, termasuk di akhirat kelak.

Pesan lain Romo Kiai yang tidak kalah pentingnya adalah agar setiap santri istiqomah dalam bermujahadah.

Memaknai MujahadahSetiap santri Pesantren Sunan

Pandanaran pasti mengetahui apa itu mujahadah, yang minimal mereka laksanakan setiap seminggu sekali, yaitu pada Kamis malam dan Jum’at pagi. Dengan bermujahadah, pesan moral seperti apa yang hendak Romo Kiai ajarkan kepada para santrinya?

Dari yang selalu beliau sampaikan kepada para santri, paling tidak ada tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu: Pertama, berusaha sungguh-sungguh. Pesan moral yang ingin beliau ajarkan kepada para santri adalah, cita-cita mulia tidak mungkin tercapai tanpa kesungguhan. Ini sesuai dengan makna kebahasaan mujahadah yang mengandung arti ”sungguh-sungguh”. Saya masih selalu ingat bagaimana beliau menekankan agar bersungguh-sungguh dalam menjalani hidup dan akan mengecam santri yang malas dan banyak tidur.

Kedua, mengajarkan kemandirian. Dengan bekal mujahadah, setiap santri dididik untuk dapat berkhidmad kepada Al-Qur’an secara mandiri. Maksudnya tidak menggantungkan uluran tangan orang lain, tetapi berserah diri kepada Allah Swt. Tekad yang kuat, usaha sungguh-sungguh dan bertawakkal kepada Allah Swt itulah resep yang selalui beliau ulang untuk dapat diresapi para santri.

Ketiga, kekuatan doa. Dengan bermujahadah, Romo Kiai Mufid ingin mengajarkan kepada para santri bahwa pintu pertolongan Allah tidak pernah terkunci, hanya perlu didatangi secara istiqomah. Terkadang pintu pertolongan dari-Nya harus diketuk, dan itulah fungsi berdoa. Dengan berdoa secara sungguh-sungguh setiap niat baik insya Allah akan mendapat ridho Allah swt. Firman Allah, “Tuhanmu tidak akan mempedulikan hidupmu kalau bukan karena doa-doamu...” (al-Furqan [25]: 77). Wallahu a’lam.

* Alumnus Huffadz PPSPA 1991,

Pembantu Rektor III PTIQ Jakarta

29 Juni 2010

OpiniKH. Mufid Mas’ud

Page 30: Suapan 5

Imbauan untuk memanggil beliau dengan panggilan

“Bapak” serta “Mas” dan “Mbak” untuk

keluarga ndalem bisa dimaknai sebagai

keinginan yang amat tulus untuk meniadakan jarak

emosional dan tabir sosial antara seorang Kiai dan para santri

tanpa sekali-kali menafikan aspek

akhlaq

30 Juni 2010

Etos Kemandirian Mbah MufidOleh : Mohammad Ali Hisyam

Banyak ihwal yang dapat kita teladani dari profil almarhum almaghfuuru lahu KH. Mufid

Mas’ud. Para santri dan alumni, langsung maupun tidak, telah diwarisi oleh pelbagai wejangan, etos perjuangan, karakter, hingga tauladan hidup yang sarat nilai luhur dari pengalaman hidup bersama ulama kharismatik kelahiran Klaten ini. Pembacaan dan penafsiran kita akan pengalaman tersebut seyogiyanya mampu menjadi ransum spirit untuk bekal hidup nyata di lingkungan sosial masyarakat. Beberapa warisan moral yang bisa dipelajari dari biografi beliau antara lain adalah sikap kekeluargaan yang beliau patrikan kepada keluarga dan para santrinya. Sikap simpatik dan familiar yang bukan hanya sebatas anjuran, melainkan lebih pada penerapan secara langsung. Contoh kecil, imbauan untuk memanggil beliau dengan panggilan “Bapak” serta “Mas” dan “Mbak” untuk keluarga ndalem. Betapapun, hal ini bisa dimaknai sebagai keinginan yang amat tulus untuk meniadakan jarak emosional dan tabir sosial antara seorang Kiai dan para santri, tanpa sekali-kali menafikan aspek akhlaq dan relasi guru-murid yang wajar di dalamnya. Lazimnya di pondok pesantren, hubungan antara kiai-santri yang bersifat hierarkis (atas-bawah), pada titik ini, coba untuk diminimalisir, sehingga relasi berjalan harmonis dan cair. Perasaan dan ketulusan yang hadir layaknya seorang ayah dan anak dalam sebuah simpul ikatan keluarga. Bagaimanapun, ada nuansa keteduhan yang hangat dan penuh ayom ketika seorang

santri merasa dianggap sebagai anak yang didekap dalam asuhan. Bapak menjadikan Ponpes Sunan Pandanaran yang dirintisnya semenjak tahun 1975, miniatur dari keluarga besar yang memadukan mozaik aneka warna dalam satu harmoni. Kesan lain yang bisa kita baca dari sejarah kehidupan Bapak adalah kentalnya kegigihan dalam mengarungi hidup. Keuletan berikhtiar kerap tidak hanya terdengar dari pesan-pesan beliau. Lebih dari itu, Bapak mengajari para santri untuk benar-benar mempraktikkan konsep beribadah (amal) senafas dengan upaya bekerja keras dalam bentuk riyadhah yang kontinu. “Menungso iku kudu gelem urip rekoso…”, Kurang lebih begitulah sejuknya ungkapan nasihat yang acapkali kita dengar dari Bapak. Perpaduan antara iman, ilmu, dan amal mesti diwujudkan secara praktis. Himbauan “riyadhoh sing mempeng” khas Mbah Mufid tidak lagi menari sebatas slogan belaka, namun para santri benar-benar diajak guna melihat dan terlibat langsung. Langkah da’wah bil haal yang ditempuh Bapak, dirasa lebih mampu memberikan atsar (pengaruh) yang pekat dan membekas kuat pada kesadaran orang-orang di sekelilingnya, terutama para santri. Upaya keras untuk senantiasa belajar sekaligus memanfaatkan ilmu, pada aras ini, sealur dengan pesan Imam Syafi’i, “wa nshab fainna ladzidz al-‘aisyi fi annashab”. Bekerja dan belajar yang optimal adalah wujud dari kenikmatan hidup yang hakiki. Membaca Al-Qur’an, sholawat dan beragam aurad adalah rangkaian amalan harian pokok yang diterapkan sekaligus diwanti-wanti Bapak supaya

OpiniKH. Mufid Mas’ud

FOTO

: D

OK. SU

ARA

PA

NDA

NARA

N

Page 31: Suapan 5

31 Juni 2010

dilakukan oleh para santri dengan penuh keikhlasan. Nyaris tak boleh ada celah waktu yang kosong dari kegiatan bernuansa amal dan ibadah. Pola pemanfaatan waktu ala Bapak semacam ini dapat disaksikan secara nyata. Betapa beliau, misalnya, demikian istiqamah mengamalkan amalan, kapanpun dan dimanapun kesempatan untuk melakukan hal itu tersedia. Bagaimana Bapak selalu membaca Al-Qur’an di setiap kesempatan. Mulai dari dalam kamar kediaman beliau, di masjid bersama santri, di atas kendaraan saat bepergian, hingga di tempat darurat seperti rumah sakit, ketika beliau menjalani pelayanan medis. Sejumlah saksi melukiskan bagaimana Bapak selalu tak lepas dari membaca Al-Qur’an bahkan hingga detik menjelang kewafatan beliau. Makna sejati dari tauladan yang disodorkan Bapak adalah “tak bakal pernah ada kesulitan dan akan selalu tersedia kemudahan, apabila seseorang memang berniat untuk mengerjakan kebajikan.” Menjauhi amalan, dengan berbagai alasan, hanyalah belaka bualan dan buah dari kemalasan. Faqra’uw ma tayassara min al-qur’an… Kemauan untuk bekerja keras yang diwariskan oleh Bapak, pada dimensi tertentu, juga berarti ajakan kuat untuk memantapkan kemandirian. Usaha seseorang merupakan ukuran sejauh mana ia berniat untuk mandiri tanpa (harus selalu) bergantung kepada fasilitas pemberian orang lain. Mental baja berupa sikap pantang mengemis iba dan merangsang simpati dari pihak lain, ditunjukkan oleh Bapak dalam banyak hal. Antara lain dalam aspek penggalangan modal finansial bagi pembangunan dan pengembangan pesantren. Bapak mengajarkan agar kita merasa segan meminta serta mencegah para santri untuk mendamba belas kasihan orang. Ikhtiar dan doa dibingkai menjadi satu paket penangkal bagi mentalitas malas yang selalu mengandalkan uluran bantuan orang lain. Kita dituntut untuk selalu berupaya dengan jerih payah

sendiri. Berdiri di atas kaki sendiri senyampang masih memiliki kekuatan untuk bertahan dan melangkah. Walaupun bukan berarti kita harus selalu menolak bantuan dan derma orang yang hendak memberi sokongan dalam pelbagai bentuk pertolongan. Bapak mendidik kita bagaimana menghargai usaha dan kemandirian tanpa menafikan dan memadamkan minat orang lain untuk juga turut berbagi menanam dan memanen kebajikan. Man jadda wajada. Ringkasnya, keringat sendiri niscaya akan tercium lebih wangi, dan semangat mandiri bakal terasa nyaman dinikmati. Pusaka kebajikan lain yang ditaburkan oleh Bapak guna ditauladani adalah keinginan dan sikap untuk selalu menghargai siapapun. Kemauan luhur idkhal assuruur, menyenangkan orang, tercermin

antara lain dari kebiasaan Bapak yang senantiasa berusaha menghadiri undangan tepat pada waktu yang ditentukan. Pun juga usaha untuk menghindari kekecewaan tuan rumah saat ia berniat menghormati kita. Seorang alumni pernah menuturkan pengalaman saat mendampingi Bapak pada sebuah acara dalam kondisi ada santri yang sedang berpuasa sunnah. Bapak tak urung menyuruh si santri untuk membatalkan puasanya dan menikmati hidangan yang disuguhkan, semata demi menyenangkan perasaan sang tuan rumah. Beliau juga selalu membawa para santri menghadiri undangan dengan penampilan yang rapi dan simpatik. Satu hal lagi, Bapak selalu berpenampilan (khususnya busana yang dikenakan) bersih, rapih, dan pantas. Ini bagian dari pengamalan bahwa indah tak selalu

harus mewah. Kesan bahwa Bapak adalah pribadi yang cinta kebersihan dan keteraturan, antara lain bisa dilihat dari anjuran beliau agar para santri saat menyetor hafalan Al-Qur’an senantiasa berbusana polos, menghindari pakaian beraneka motif dan berwarna mencolok. Bahkan, lebih kurang sejak awal tahun 2000-an, seluruh santri mutahafidzien diwajibkan mengenakan gamis putih. Dan ini berlaku hingga sekarang. Demikianlah. Sejumlah kesan di atas hanyalah sekelumit gambaran dari sehimpunan tauladan yang akan amat panjang bila diurai. Seorang bekas santri yang nakal seperti saya, sungguh jauh dari pantas, jelas hanya berkemampuan selintas, dan tak akan pernah tuntas menggambarkan kelas dan figuritas KH. Mufid Mas’ud, salah seorang sosok ulama kharismatik yang telah mampu melahirkan banyak ulama dan tokoh masyarakat di seantero nusantara dalam binaan dan didikannya. Ibarat biografi tebal, kisah kehidupan beliau adalah karya pustaka historis yang fenomenal, yang mungkin saya sendiri (sebagai santri biasa), hanya mampu meraba dan mengeja di sekisar lembar pengantar saja. Belum menyentuh kandungan isi (apalagi sampai pada halaman kesimpulan) yang sesungguhnya. Akhirnya kita bisa berharap semoga jasa-jasa besar beliau mampu memayungi jiwa, memancarkan motivasi dakwah, dan memantik spirit kebaikan kepada para santri, alumni, dan masyarakat muslim pada umumnya. ‘Alaa kulli haal, membaca profil Bapak, saya teringat pepatah klasik: “Nyalakanlah sinar walau hanya secercah cahaya lilin. Itu lebih baik dari sekedar diam sembari terus mengutuk kegelapan”. Kafaa Billahi ‘Alymaa...

* Alumnus PP Sunan Pandanaran. Karya-karyanya berulang kali dimuat di media cetak nasional seperti KOMPAS, Jawapos,

Seputar Indonesia, Republika, Tabloid BOLA dan sebagainya. Sempat menjadi dosen di

Universitas Trunojoyo, Madura dan kini sedang melanjutkan studinya di Malaya University,

Kuala Lumpur, Malaysia.

“Ikhtiar dan doa dibingkai menjadi satu paket penangkal bagi mentali-tas malas yang selalu mengandal-kan uluran bantuan orang lain.”

OpiniKH. Mufid Mas’ud

Page 32: Suapan 5

32 Juni 2010

Hidup adalah perjuangan. Setidaknya itu yang pernah didendangkan DEWA 19

dalam salah satu hitsnya. Bagiku, kalimat itu memang benar. Hidupku adalah untuk berjuang, untuk apa saja. Gelapnya langit malam Singapura membuat hatiku ikut kelam. Tak ada satupun bintang mau muncul. Ah, ada-ada saja langit ini. Ingin ikut-ikutan suasana hatiku. Sedari tadi bolpoin yang kupegang masih tak bergeming. Kertas di hadapku pun masih kosong. Entah kenapa buntu sekali. Sampai-sampai tak tahu apa yang mau kutulis. Seharusnya suasana sepi begini aku bisa menjadi lebih mudah menyampaikan isi hatiku lewat kertas dan pena ini.

Mungkin aku membutuhkan sedikit hiburan. Kuputuskan menyetel lagu kesukaanku. Terdengar lagu Arab dari penyanyi terkenal favoritku. Ya, lumayan. Meskipun lagunya sedih dan menyayat hati, namun sedikit menjadikanku lega. Lega luar biasa…aku tahu apa yang harus aku tulis

sekarang.*****

21 tahun yang lalu…Hujan luar biasa deras. Namun

tak menghentikan pria itu untuk mengemasi seluruh barang-barangnya. Sangat terlihat ia begitu terburu-buru. Sang istri tak bisa mencegah. Ia tak kuasa berbuat apa-apa. Hanya air mata yang ia rasakan mengalir luruh di pipinya. Sambil mengelus perut buncitnya yang semakin besar, ia melihat suaminya pergi, tanpa menoleh sedikitpun padanya ataupun pada kedua anaknya yang terbangun mendengar sedikit keributan di tengah malam itu. Sang istri menyerah. Ia tahu, mencegah dan merengek tak akan membuat hati suaminya luluh.

“Bu, pa’e mau ke mana?”Tanya si kecil Ningsih.

“Bapakmu cuma mau pergi kerja. Nanti kalau pulang pasti kalian dibawakan oleh-oleh,”dengan senyum pahit terpaksa ia menjawab pertanyaan Ningsih.

“Nanti, pa’e bawakan aku mainan to, bu? Arif mau mobil-mobilan, bu.” Si bungsu ikut merengek.

“Iya, nanti pasti pa’e bawakan hadiah dan mainan buat kalian.” Masih dengan senyum pahit ia menjawabnya.

Begitulah, entah sejak kapan suaminya berubah sikap dan ia tak berani menanyakan sebabnya. Yang ia tahu hanyalah bagaimana menjadi istri yang baik bagi suaminya. Dan kini, suaminya pergi begitu saja. Ia harus sendirian membesarkan dan merawat kedua anaknya, calon anak yang ada dalam kandungannya, dan juga ibunya. Dengan peluh bercucuran, tiap hari ia merasakan kepayahan menggarap sawah yang juga ditinggalkan suaminya begitu saja. Ia harus bekerja membanting tulang dalam keadaan hamil tua. Dalam tiap kepayahannya, ia menyesali dan meratapi nasibnya. Mengapa dalam keadaan seperti ini haruslah ditinggalkan suami entah ke mana. Belum lagi pertanyaan anak-anaknya kenapa si bapak tak kunjung pulang. Tak kunjung membawakan mainan. Ia hanya mampu menjawab dengan (lagi-lagi) senyum pahit. *****

Dua koper besar telah ia siapkan. Ia merasa yakin tak ada lagi barang yang harus dibawa atau ketinggalan. Ibunya hanya mengamati dengan khawatir.

“Ratna, ibu tahu kamu butuh biaya untuk melanjutkan hidup, untuk membesarkan anak-anakmu, tapi apa harus dengan pergi ke Malaysia begini? Mereka masih kecil-kecil. Bagaimana dengan anak yang baru kau lahirkan itu? Dia masih membutuhkan ibunya.”

“Saya titip sama ibu saja. Saya yakin ibu bisa merawat mereka. Ningsih dan Arif sudah besar. Ibu masih bisa makan dari sawah garapan atau sayuran di kebun belakang. Ibu kan masih berjualan singkong to? Ratna pikir itu cukup bu.”

SENYUM YANG TERENDAPOleh: Khaleedah (Komplek IV)

SastraCerpen

Page 33: Suapan 5

33 Juni 2010

“Lalu dengan bayimu?”“Terserah ibu , mau diasuh

tetangga juga tidak apa-apa. Kan ibu bisa menitipkannya. Ya to?”

Begitulah, penderitaannya telah menjadikan Ratna keras sekeras batu, hatinya tak lagi luluh meskipun bayinya menangis meronta. Ia tak peduli lagi. Yang ia tahu, ia membutuhkan uang sesegera mungkin. Ia ingin memulai hidup sebagai Ratna yang baru. Perusahaan yang menyalurkan TKW itu juga tak bisa menunggunya terlalu lama untuk memutuskan apakah ia akan ikut atau tidak. Rani kecil menangis meraung-raung. Tapi ibunya tak sedikitpun meliriknya. Neneknya kewalahan menenangkan.

****

Aku tak pernah tahu seperti apa wajah ibu. Tak ada satupun foto ibu di rumah. Aku yakin simbah menyembunyikannya di suatu tempat. Pernah kucoba mencari di gudang, namun tak kutemukan . Yang ada malah simbah marah-marah. Hari itu, ketika ibu pulang dari Malaysia, aku masih kelas dua SD. Aku begitu rindu dan berharap mendapatkan pelukan hangat yang tak pernah kurasakan. Namun ia hanya acuh, tanpa senyum. Tapi mengapa kedua kakakku mendapatkan peluk dan senyum? Sedangkan aku tidak? Yang kudapat hanyalah oleh-oleh mainan, boneka dan uang. Aku tak butuh itu untuk meredakan rinduku. Yah, mungkin saja nanti ibu akan memberikannya. Ya, pasti ibu akan memberikannya nanti. Samar-samar aku mendengar suara simbah.

“Ratna, itu kan anakmu. Masa kamu ini tidak tahu?”

“Oh, iya to bu? Ratna ndak tahu, bu. Biar sajalah. Memangnya kalau dia anakku lalu kenapa, bu?”

“Ratna! Terserah kalau kamu mau marah karena Darno meninggalkanmu! Tapi jangan kau lampiaskan pada

Rani. Dia masih terlalu kecil saat kau tinggalkan. Seharusnya sekarang kau melepas rindu padanya.”

“Melepas rindu? Saya tidak rindu sama sekali. saya Cuma ingat Ningsih dan Arif. Rani itu bagian dari hidup pahit saya bu, kalau saya dekat-dekat dia nanti akan ada kejadian pahit lagi.”

“Astaghfirullah..kamu ini kenapa, Ratna? Racun apa yang membuatmu begini?”. Kulihat ibu pergi begitu saja. Sekarang aku tahu sebabnya, mengapa ibu tidak peduli padaku.

Lulus SD, aku minta mondok. Entah kenapa aku semakin tidak betah di rumah. Mbak Ningsih sekarang bekerja di Arab. Hanya mas Aziz yang tahu seperti apa perasaanku saat ini.

Dari sejak ibu pulang dari Malaysia, ibu tak pernah sekalipun memberikan senyumnya untukku. Sulitkah itu? Aku selalu berusaha menjadi anak yang baik, agar mendapatkan senyuman ibu. Tapi semuanya sia-sia. Aku pun memutuskan ingin tinggal di pesantren. Dengan begitu, akan banyak orang yang memberikanku senyum. Aku akan punya banyak kawan yang akan menghiburku jika aku sedih dan akan selalu bersamaku ketika aku senang. Bukankah begitu seharusnya seorang sahabat?

Benar saja, menyenangkan sekali memiliki banyak kawan. Menjadi santri adalah salah satu hal yang patut dibanggakan dalam hidupku. Bisa melantunkan bait-bait Alfiyah ibnu Malik bersama kawan-kawan

sehabis subuh, melantunkan sholawat menjelang maghrib, mengkaji kitab beramai-ramai. Bahkan kalau boleh, aku mau hidup di sini sampai kapanpun. Tapi itu kan tidak mungkin.

Kembali ke rumah hanya akan membuatku semakin tidak bahagia. Tak ada senyum dan keramahan ibu. Pernah suatu kali, saat libur panjang tiba. Aku pulang dengan berat hati, berbeda dengan teman-temanku yang bersuka cita karena tentu saja akan bertemu dengan keluarga. Aku tidak rindu ibu. Rinduku mengendap dan akhirnya hilang entah kemana. Aku hanya rindu simbah. Juga mas Arif.

****

Menjelang ujian nasional, aku menelpon bapak diam-diam. Kudapatkan nomor itu dari dompet ibu. Kabar terakhir yang kutahu, bapak menikah dengan putri juragan minyak. Namun mereka mengalami kebangkrutan. Ada rasa berdebar saat kudengar nada sambung. apakah bapak mengenaliku? Terdengar suara pria di seberang. Ia bertanya siapa aku dan untuk keperluan apa. Tapi…

“Maaf, saya ndak kenal. Ratna itu siapa? Sampean salah sambung!”

Begitulah, padahal aku hanya ingin minta doa pada bapak agar lancar mengerjakan. Setidaknya, saat wisuda perpisahan madrasah nanti bapak berkenan hadir. Tapi kalau begini? Entahlah, aku sudah tak yakin lagi. Ibu sendiri semakin tidak ramah. Jika aku di rumah, ibu lebih sering melampiaskan kekesalannya padaku. Hanya gara-gara aku menggoreng bakwan hingga gosong, ibu marah dan memaksaku menghabiskan bakwan gosong itu hingga habis di depannya dengan menjejalkannya pada mulutku. Jadi begini rasanya adegan-adegan sinetron anak tiri di televisi itu. Aku sudah merasakannya. Barangkali, lain waktu aku bisa ikut audisi film berjudul

“Astaghfirullah..kamu ini ke-napa, Ratna? Racun apa yang membuatmu begini?”. Kulihat

ibu pergi begitu saja. Seka-rang aku tahu sebabnya, men-gapa ibu tidak peduli padaku.

SastraCerpen

Page 34: Suapan 5

34 Juni 2010

“Ratapan Anak Tiri”. Betul kan? Kuputuskan untuk melepas

jilbab karena perusahaan penyalur TKW di mana aku mendaftar menjadi TKW memintaku melepasnya. Aku tak keberatan, karena kupikir yang penting aku tetap menjalankan sholat. Hanya saja, bait-bait Alfiyah itu telah pupus dari ingatanku. Aku terlalu sibuk mengejar hidupku yang tak pernah berarah, hampa, dan tanpa perhatian. Mbak Ningsih menikah sepulang dari Arab. Ibu menikah lagi dengan pria yang ia kenal di Malaysia. Dan sumpah, adik dari bapak baruku ini sangat menyebalkan. Mas Arif bekerja di Korea. Simbah meninggal. Dan aku? Aku bebas menentukan hidupku. Toh tak akan ada yang peduli. Aku akan ke Singapura. Biarlah, biar orang mengatai keluarga kami ini keluarga TKI. Tapi aku akan tetap berjuang untuk hidup ini. ****

Ratna menerima sebuah amplop coklat berukuran sedang. Hampir tak pernah ada orang yang mengiriminya surat. Dengan terheran-heran, ia buka juga amplop itu. Ada dua lembar kertas berukuran sedang.

Assalamu’alaikum wr. Wb.Ibu…Rani memang lancang

mengirim surat pada ibu. Rani hanya ingin ibu tahu, saat ini Rani ada di Jakarta. Rani tidak tahu mau ke mana lagi. Majikan Rani tak bisa lagi membayar gaji Rani. Rani dikembalikan ke agen perusahaan. Rani minta maaf bu…kalau Rani tidak bisa membanggakan hati ibu. Rani tidak bisa seperti mbak Ningsih atau Mas Arif yang sukses di negeri orang. Padahal Rani baru saja bekerja 3 bulan.

I b u … R a n i rindu ibu. Rani ingin

sekali melihat senyum ibu. Apakah ibu pernah tahu? Rani sering mengintip ibu ketika sedang tersenyum atau tertawa-tawa dengan Mbak Ningsih atau Mas Arif. Itupun sudah cukup bu…Rani cukup bahagia ketika ibu pulang dari Malaysia membawakan rani boneka, mainan dan uang. Meskipun ibu tak ingat sedikitpun kalau Rani juga putri ibu.

Ibu…Rani betul-betul minta maaf. Belum bisa berbakti. Tapi Rani akan kembali secepat mungkin. Meskipun ibu nggak peduli apakah Rani akan pulang atau tidak. Yang penting, Rani ingin ketemu ibu. Boleh kan, Rani memeluk ibu kalau pulang nanti? Rani ingat waktu Rani sakit, ibu datang ke pondok untuk menengok. Itu adalah pertama kalinya Rani merasa ibu sangat sayang karena wajah ibu telihat khawatir melihat Rani. Meskipun akhirnya, ibu memukul Rani yang tidak mandi 3 hari karena demam. Ibu betul, meskipun sakit tapi Rani harus tetap wangi. Iya kan bu?

Ibu tahu tidak? Rani pernah memenangkan lomba nasyid dengan teman-teman di pesantren? Rani senang sekali bu waktu itu. Saat itu sedang haul kyai Asrori, pengasuh pesantren tempat Rani mondok bu…

Ibu, Rani boleh kasih ibu sebuah lagu? Di dalam amplop ada kaset. Di situ Rani rekam suara Rani. Ada lagu khusus untuk ibu. Tapi, kalau ibu tidak mau

dengar…tidak apa-apa. Sekali lagi, Rani minta maaf…

Wassalamu’alaikum wr. Wb. Ratna cepat-cepat memutar kaset

itu. Berkumandang musik perlahan, kemudian disusul suara merdu Rani.

Sebening tetesan embun pagi…secerah sinarnya mentariBila kutatap wajahmu ibu…Ada kehangatan di dalam hatiku

Air wudhu selalu membasahimu… ayat suci slalu dikumandangkan

Suara lembut penuh keluh dan kesah berdoa untuk putra putrinya

Oh ibuku… engkaulah wanita yang kucinta selama hidupku

maafkan anakmu bila ada salah…pengorbananmu tanpa balas jasa…

ya Allah ampuni dosanya ….sayangilah seperti menyayangiku

berilah ia kebahagiaan di dunia juga di akhirat…(a song by New Shaka)

Untuk pertama kalinya Ratna tersenyum untuk Rani. Sayang, Rani tak melihatnya...

Pandanaran, di penghujung sore nan mendung 2009

SastraCerpen

Page 35: Suapan 5

35 Juni 2010

(1)Di pagi yang buta ini, semuanya terasa begitu membabi buta.Hingga suara adzan mengetuk jendela,masih kujaga gelombang pasang yang memburudari balik tatapan mata itu.Siapapun akan tenggelam oleh tatapan matamu, jagoan.Ringkih jasadku yang dibesarkan oleh suaramu yang lantangjadi gemetaran seperti tiang listrik di perempatan.Maka bersetubuhlah aku dengan rasa rindu.Bergulungan dengan harapan dan pakaian kotor, menjadi satu.Sesampai di pagi yang begitu buta,aku masih tak percaya dengan pertemuan kita.“Anda pahlawan saya!”“wuih...”, jawabmu.“boleh saya memeluk Anda?”– aku jadi gadis puber yang dewana.

(2)Di pagi yang buta ini, semuanya terasa begitu membabi buta.Gerimis yang tengah malam tadi mengirim kabutjadilah ia angin subuh, menggrayangiku lewat celah selimut.Aku berdiri menghindari rasa gamangjuga mimpi buruk yang mungkin datang.Di luar sana, pagar tembok terlihat menggigil.Hawa fajar mulai turun memanggil.Pohon-pohon dan rumputan yang meninggitersiksa oleh musim penghujan yang terlambat pergi.

Di pagi yang buta ini, semuanya begitu terasa membabi buta.Tatapan matamu – di waktu kunikmati “Dendam Damai” **dan sedikit pelukan yang kau berikanadalah gelombang pasang yang selalu memburu di jantungku.Kulepaskan wajah-wajah yang menghampiriku dengan tiba-tibabersama bayang-bayang wajahku di cermin kaca.Saat tak sengaja kulihat potret diriku bersamamu di pagi yang buta ini,ah, aku jadi tersenyum sendiri.

Yogyakarta, di pagi buta 15 Mei 2010.

DI SUATU PAGI BUTAOleh: Diasz Kundi*

*Diasz Kundi, lahir di Rembang, 8 April 1985 dengan nama Mohammad Dzul Fahmi bin Asrori Zein. Nama “Diasz” merupakan singkatan dari nama itu. Sedangkan “Kundi” adalah nama daerah dimana dia dibesarkan. Buku antologi puisinya yang segera terbit adalah “Teras”.

**Dendam Damai adalah judul lagu ke-empat dari lima lagu yang dinyanyikan Iwan Fals saat konser religi di Pondok Pesantren Sunan Pandanaran.

DambakuOleh : Quiet, Huffadz Putri

Waktu pertama kupijakkan kakidi penjara nan suci ini

Maujud... secercah cahayaMengusung asa mengangkasa

Kutertatih... Tersengal...Dalam desah nafasku

dan denyut nadikuSegalanya kupertaruhkan

Demi keyakinan sebuahkebenaranKau hadir saat jiwaku gersang

Ketikahatiku penuh karatdan di kala fikiranku bagai selokan tersumbat

Dengan kasih sayangmuKesabaran dan keuletanmu

Kau benahi moralkuKau sinari jiwaku dengan ilmu-ilmumu

Doamu sobat...Ikhlasmu Bunda...

Ridlomu Masyayikh...Slalu kudamba

Yogyakarta, Mei 2010

Do’aAku bukan khadijah,Bukan juga Aisyah,,,

Tapi, aku selalu berbisik padaMuDan selalu ku tuliskan pesan

untukMuKirimkan aku MuhammadMu,,,,,,,Sebagaimana Engkau kirimkan

Muhammad pada mereka

HAMBA ALLAHNgayogyokarto,,,,

SastraPuisi

GURU

Guru …Adalah siapa yang membawa kuas

Yang menginspirasikan sketsa masa depanmu,Perlahan …

Ia menyapu catDan menorehkannya pada kanvasmu,

Ia mengubah putih menjadi pagiMerah menjadi senja dan hitam menjadi

malamMaka …

Seindah apapun lukisan,Sesungguhnya hanyalah kosong

Tanpa sentuhan tangan-tangan sang guru

Sharma

Page 36: Suapan 5

Semua perubahan hidup yang dialami Kiai Munawir berawal dari kisah tragis ayahandanya.

Sebuah peluru panas menembus tubuh sang ayah ketika berjuang mempertahankan aqidahnya. Singkat cerita, sang ayahpun meninggal dunia.

Peristiwa itu memicu semangat Munawir kecil, atau yang akrab disapa Mbah Wing, untuk belajar ilmu-ilmu kanuragan. Tak mau bernasib seperti ayahnya, ia pun bertekad menjadi orang sakti mandraguna, agar kebal dari peluru dan benda-benda tajam lainnya. Otot kawat balung wesi, ora tedas tapak paluning gurindo (otot kawat tulang besi, tidak mempan segala macam senjata). Demikian prinsip utama Mbah Wing kala itu

Maka, setelah menamatkan belajar dari Sekolah Dasar Kanisius pada tahun 1965, ia pun meminta kepada ibunya untuk memasukkannya ke pesantren.

Ia mengira, pesantren lah tempat yang tepat untuk mengasah kemampuan ilmu-ilmu kanuragan. Sang ibu tidak dapat menolak permintaannya. Ia disantrikan di Pesantren Tegalrejo, Magelang, selama dua tahun. Kemudian Mbah Wing melanjutkan ke sebuah pesantren di Jember, Jawa Timur.

Akan tetapi, semakin lama hidup di pesantren, bukan semakin kuat tekadnya untuk menjadi manusia sakti mandraguna. Justru sebaliknya, ia semakin mantap untuk mempertebal keimananya kepada Yang Mahakuasa. Sampai suatu ketika ia dinasehati oleh salah satu kiainya, bahwa seorang Muslim harus mencari

guru ngaji Al-Qur’an yang jelas sanadnya. Sebab, kata kiai itu, bacaan Al-Qur’an merupakan salah satu syarat sahnya shalat.

Tidak lama setelah itu, Mbah Wing berketetapan hati untuk mengaji Al-Qur’an di bawah asuhan KH. Mufid Mas’ud. “Waktu itu sekitar tahun 1975 ketika saya sowan ke Romo Kiai Haji Mufid di Krapyak. Kebetulan pas saya datang, beliau sedang berada di Malang, Jawa Timur. Saya pun menunggu kedatangan beliau selama tiga hari,” kenang Mbah Wing.

Ia melanjutkan, ketika Romo Kiai Mufid kembali, ia pun menghadap kepada beliau, dan beliau berkata kepadanya, “Kang, aku arep pindah nang Candi Sardonoharjo, jalan Kaliurang. Sampeyan arep nderek opo tetep neng kene?. Aku ngaji isaku mulang Al-Qur’an, ora ono kitabe. Kono dipenggalih! Yen arep nderek nang Candi telung dina maneh bareng bocah-bocah,” (Kang, saya akan pindah ke Candi Sardonoharjo. Kamu akan ikut saya atau tetap di sini? Saya hanya mengajar ngaji Al-Qur’an, tidak ada ngaji kitabnya. Coba itu dipertimbangkan!. Kalau mau ikut bersama saya nanti berangkat tiga hari lagi bersama santri-santri lainnya).

“Saya pun ikut Kiai Mufid pindah ke Candi dengan menumpang mobil truk. Setelah sampai di lokasi, saya benar-benar terkejut. Ternyata beliau tinggal bersama santri di dalam rumah yang sangat sederhana. Satu kamar mandi dipakai untuk bersama-sama. Padahal ketika di Krayak, beliau tinggal di rumah yang cukup bagus untuk ukuran saat itu,” kenang Mbah Wing.

“Kiai Mufid, Bu Nyai dan putera-puteri beliau tinggal bersama santri-santri putri. Sedangkan saya dan teman-teman santri putra lainnya tinggal di masjid,” tambahnya. Itu merupakan pelajaran pertama tentang hakekat perjuangan hidup yang dicerap oleh Mbah Wing dari Romo KH Mufid.

Semakin lama hidup bersama beliau, semakin banyak pula ilmu hikmah yang didapat Mbah Wing. Salah satunya adalah bahwa jadi orang tidak perlu malu untuk mendapatkan ilmu, meskipun ilmu itu berasal dari orang yang statusnya berada di bawah kita.

Status di bawah kita bisa berarti ia adalah anak didik, adik kelas, atau usianya lebih muda dari kita. “Hal itu dicontohkan langsung oleh Kiai Mufid kepada saya. Beliau tidak segan-segan memanggil saya untuk mengajak musyawarah membahas isi kitab Fathul Wahab, Ihya Ulumuddin, dan kitab-kitab lainnya,” ungkap Mbah Wing.

Keteladanan ini, menurut Mbah Wing, menunjukkan kerendahan hati dan kelapangan dada beliau. Kiai Mufid membuka diri pada ilmu yang datang dari siapa saja, meskipun itu santrinya sendiri. Sikap tersebut merupakan perwujudan amalan dari ajaran Al-Qur’an, bahwa tidak ada satu orang yang lebih unggul dari orang lain di hadapan Allah, kecuali ketakwaannya saja. (Udik)

* Kiai Munawir tinggal di Krombangan Donorojo Mertoyudan

Magelang, Jawa Tengah.

Belajar Hidup Untuk Lebih Hidup

Kiai Munawir

36 Juni 2010

Sirah Mutakharij

FOTO

: D

OK. SU

ARA

PA

NDA

NARA

N

Page 37: Suapan 5

37 Juni 2010

Menikmati Buah KedisiplinanNyai Hj. Najibah Mahfouz Jazouly

Ada pepatah Arab yang mengatakan, “Untuk mengetahui kepribadian

seseorang, lihatlah siapa sahabat-sahabatnya, karena mereka itu saling mempengaruhi”. Di negeri ini pun, kita sering mendengar ungkapan “Kalau berteman dengan penjual minyak, maka akan kecipratan wanginya. Dan kalau bergaul dengan pande besi akan kecipratan apinya”.

Ungkapan-ungkapan itu tampaknya sangat cocok dinisbatkan kepada Nyai Najibah. Pasalnya, hasrat beliau yang begitu kuat untuk menjadi santri sejak usia kanak-kanak terbentuk oleh lingkungan sekitar yang kental dengan budaya dan nuansa santri. Artinya, Nyai Najibah kecipratan wewangian aroma santri, sehingga dirinya pun bertekad untuk menjadi santri.

Pada tahun 1972, Nyai Najibah mewujudkan cita-citanya menjadi santri. Ia memutuskan untuk mendulang ilmu agama di Pondok Pesantren Al-Munawwir, Krapyak, Yogyakarta. Pertimbangannya cukup sederhana, karena pesantren Krapyak merupakan salah satu pesantren besar dan terkenal. Di samping itu, beberapa saudara Nyai Najibah terlebih dahulu nyantri di sana. Sebut saja Nyai Izzah dan Nyai Azzah.

Di Pesantren Krapyak, Nyai Najibah tinggal di komplek M. Kala itu, komplek M merupakan komplek santri putri yang diasuh oleh al-Mukarram KH. Mufid Mas’ud, sebelum akhirnya beliau hijrah ke dusun Candi Sardonoharjo.

“Saya merasa sangat beruntung karena mendapatkan guru yang begitu perhatian kepada santri-santrinya. Kiai Mufid selalu memberi perhatian lebih kepada murid-muridnya. Beliau tidak hanya hafal nama-nama santri, tetapi juga memperhatikan perilaku dan kepribadian mereka. Sehingga kami semua merasa sebagai anak kandung beliau,” ungkap Nyai Najibah.

Ia menambahkan, KH. Mufid tidak membeda-bedakan antara santri yang satu dengan santri lainnya. Perbedaan perlakuan memang terjadi, tetapi itu beliau lakukan karena beliau tahu watak dan karakter setiap santri. Setiap santri diperlakukan sesuai dengan watak dan perilakunya masing-masing. Dan ternyata, cara seperti itu sangat efektif dalam mendidik mereka.

“Ada santri yang diajar dengan cara disuruh langsung, ada pula santri yang diajari hanya dengan memberikan contoh-contoh bagaimana seharusnya bersikap dalam kehidupan sehari-hari,” tutur Nyai Najibah.

Sementara itu, dalam urusan menghafal Al-Quran, menurut NyaiNajibah, KH. Mufid, juga memiliki cara-cara yang unik dan sangat mendidik. Cara-cara ini yang terus dikenang oleh murid-murid beliau.

Nyai Najibah menuturkan, ketika seorang santri diberi batas untuk menghafal sampai halaman 120 misalnya, maka ia harus berhenti di halaman itu. Jangan coba-coba melebihi batas yang sudah ditetapkan. Misalnya, dia setor sampai halaman

121. Karena Kiai Mufid pasti tahu dan menegurnya dengan berbagai cara sesuai karakter santrinya.

Kalau santri yang bersangkutan punya rasa humor yang tinggi, maka Kiai Mufid akan menengur dengan kalimat berikut, “Ora selak rabi wae ngaji mlumpat-mlumpat” (tidak diburu segera menikah saja kok ngajinya meloncat-loncat).

Lain halnya jika yang bersangkutan tidak punya rasa humor, maka Kiai Mufid akan menegurnya dengan kata-kata yang sangat sopan, “Ngaji ki yo apike ora diloncati” (ngaji itu sebaiknya ya secara urut, tidak meloncat-loncat).

Masih banyak lagi cara beliau menegur santrinya agar mematuhi aturan-aturan yang telah ditetapkan.

Demikian pula dalam hal kedisiplinan. Kiai Mufid, menurut Nyai Najibah, tidak mengenal istirahat ketika berurusan dengan ngaji Al-Qur’an. Beliau sangat disiplin. Dan para santri pun tidak bisa bersantai-santai ketika menghafal Al-Qur’an.

“Karena itulah saya sangat bersyukur dapat merasakan pendidikan langsung dari Kiai Mufid. Atas bimbingan beliau, saya dapat menyelesaikan hafalan Al-Qur’an pada tahun 1974. Dan saat ini, saya dipercaya oleh masyarakat untuk mengajarkan kepada mereka Al-Qur’an,” kata Nyai Najibah mengakiri perbincangannya. (Udik)

*Nyai Hj. Najibah Mahfouz Jazouly tinggal di Desa Tulung Agung RT. 02 RW

01 No. 333 Kertasemaya, Indramayu, Jawa Barat.

SEGENAP REDAKSI MAJALAH SUARA PANDANARAN MENGUCAPKAN :SELAMAT ATAS BERDIRINYA

TK dan MI al-JAUHAROH di Tlepok, Semin, Gunung KidulMudah-mudahan dapat mendidik anak-anak kita dengan baik demi masa depan bangsa, amin.

Sirah Mutakharij

Page 38: Suapan 5

38 Juni 2010

Mengabdikan Hidup pada Al-Qur’an

Lilik Ummi Kulsum

Sejuk dan tenang. Demikian suasana hati Nyai Lilik saat pertama kali menginjakkan kaki di Pesantren

Sunan Pandanaran. Menurutnya, kala itu kesejukan dan ketenangan yang ia rasakan bukan ditimbulkan oleh suasana fisik pesantren, melainkan karena spirit keihlasan Al-Mukarram KH. Mufid Mas’ud dalam mendidik santri-santrinya.

Nyai Lilik nyantri di Pesantren Sunan Pandanaran pada tahun 1991 hingga 1996. Ada satu hal yang masih ia kenang, bahkan tidak mungkin dilupakan. Yaitu, saat pertama kali sowan kepada Romo KH. Mufid, dirinya tidak ditanya mengapa memilih Sunan Pandanaran sebagai tempat tujuan pendidikannya. Tetapi justru ditanya seberapa sering ia bersilaturahmi kepada para alim ulama dan berziarah ke makam para wali Allah.

“Ulama dan para wali Allah mana saja yang sudah ananda kunjungi?” demikian pertanyaan KH. Mufid seperti dikenang Nyai Lilik. Ia mengaku telah bersilaturahmi kepada banyak alim ulama. Telah pula mengunjungi banyak makam wali Allah. Akan tetapi, saat itu yang diingat hanya

Sirah Mutakharij

FOTO

: D

OK.

SUA

RA P

AND

ANA

RAN

Page 39: Suapan 5

39 Juni 2010

satu nama, yaitu Sunan Ampel. Karena jelasnya, makam Sunan Ampel terletak di daerah asalnya, Surabaya.

Menurut Nyai Lilik, pertanyaan Romo KH. Mufid itu mengandung pelajaran yang sangat berharga. Bahwa, seorang Muslim harus menyambung tali silaturahmi dengan orang-orang yang dicintai Allah. “Kita tidak boleh memutuskan hubungan silaturahmi dengan para alim ulama dan para wali, meskipun kita secara pribadi tidak mengenalnya. Itulah pelajaran pertama yang saya dapatkan dari Kiai Mufid,” tutur Nyai Lilik.

Ada pelajaran lain yang tak kalah pentingnya. Menurut Nyai Lilik, KH. Mufid tak henti-hentinya menanamkan nilai-nilai tauhid kepada santri-santrinya. Seperti ia akui, nilai tauhid yang disampaikan KH. Mufid hingga saat ini dipegangnya erat-erat. Di antaranya nasihat beliau supaya memasrahkan segala urusan hanya kepada Allah, dan tidak bergantung kepada orang lain.

“Sopo wae anak didikku sing arep nggedekake pesantren ora usah njaluk-njaluk sumbangan rono-rene. Njaluk nang Pengeran wae”, kata KH Mufid di banyak kesempatan. Maksud dari nasihat itu adalah, siapa saja santri-santri KH. Mufid yang akan mendirikan dan mengembangkan pesantren, tidak pantas meminta-minta sumbangan kepada orang lain, cukuplah meminta pertolongan kepada Allah.

Nasihat itu laksana pagar beton dalam hati Nyai Lilik. Ia senantiasa mengingatnya, bahkan menjadikannya senjata tatkala menghadapi berbagai cobaan hidup yang cukup berat. Dalam urusan penguatan aqidah, tambahnya, KH.

Mufid tidak berhenti pada penanaman nilai-nilai tauhid saja, tetapi juga memberikan pelajaran bagaimana mencintai baginda Nabi Muhammad Saw. Di antaranya memperbanyak bacaan shalawat serta mencontoh perilaku dan kepribadian beliau.

Mendengar tuntunan KH. Mufid ini, Nyai Lilik merasa malu karena ternyata cintanya kepada baginda Nabi saat itu masih akon-akon (sebatas di bibir) saja. “Jika

cinta kepada Nabi hanya di bibir saja, bagaimana mungkin kita akan mampu meneladani kepribadian dan sifat-sifat Nabi Muhammad,” katanya.

Hasrat KuliahKisah penuh hikmah yang

dialami Nyai Lilik tidak hanya berkisar tentang peningkatan kualitas ibadah, tetapi juga peningkatan pendidikan formal.

Suatu ketika, orang tua Nyai Lilik berharap dirinya bisa melanjutkan kuliah di sebuah universitas di Yogyakarta. Tentu, dengan pendidikan formal itu orang tua berharap anaknya akan bisa membangun masa depan dengan lebih baik. Namun bagaimana nasihat KH. Mufid kala itu?

Nyai Lilik dipanggil menghadap dan diberikan nasihat, “Mbak Lilik, ora usah gupuh daftar kuliah disik, tahun sesuk wae” (Mbak Lilik, tidak usah

tergesa masuk kuliah dulu, sebaiknya tahun depan saja). Mendengar nasihat ini, Nyai Lilik serasa mendapatkan siraman hati yang teramat sejuk. Ia pun berketetapan hati mematuhi nasihat Romo Kiai Mufid. Dan ia segera menyampaikan berita itu kepada orang tuanya.

Memasuki tahun berikutnya, ketika tiba masa kuliah, Romo Kiai Mufid memberikan nasihat yang membakar semangat Nyai Lilik

untuk terus maju di dunia kampus. Kata beliau, “Yen wis mlebu dunia akademis terusno sampe entek bangku kuliahe” (Kalau sudah masuk dunia akademis, teruskan hingga habis bangku kuliahnya).

Rentetan nasihat tersebut, bagi Nyai Lilik menekankan konsistensi atau istiqamah ketika sudah menentukan pilihan hidup. Meski demikian, lanjut Nyai Lilik,

nasihat itu jauh sekali dari unsur keserakahan mengejar jabatan, pangkat, atau gelar. Karena, Kiai Mufid, dalam nasihat-nasihatnya, selalu menegaskan penataan hati agar tidak terjebak dalam niat yang tidak baik.

“Ditoto niate yo,” (Ditata niatnya ya) demikian nasihat beliau, sebagaimana dikenang Nyai Lilik. Di samping itu, Kiai Mufid juga menekankan pentingnya menjaga Al-Qur’an, baik itu di lidah, pikiran, maupun perbuatan. Artinya, Alquran tidak hanya dibaca secara lisan saja, tetapi harus dimasukkan ke dalam akal dan hati, kemudian diwujudkan ke dalam tindakan-tindakan. Nasihat terindah Romo Kiai Mufid bagi santrinya yang hendak boyong adalah, “Uripmu gawe ngabdi nang Qur’an, ora usah wedi mlarat” (Gunakan hidupmu untuk mengabdi kepada Alquran, tidak usah takut miskin).

“Gunakan hidupmu untuk mengabdi kepada Alquran, tidak usah takut miskin”

SEGENAP REDAKSI MAJALAH SUARA PANDANARAN MENGUCAPKAN :

SELAMAT ATAS DIWISUDANYA SISWA-SISWI MTs dan MA SUNAN PANDANARAN

Semoga Mendapatkan Ilmu Yang Manfaat di Dunia Maupun Akhirat, Amin.

Sirah Mutakharij

Page 40: Suapan 5

40 Juni 2010

Bersama : KH. MUHAMMAD MA’MUN MURA’I, Ketua MUI Kab. Sleman, Pengajar di Ma’had Ali PonPes Krapyak Yogyakarta ,

dan pernah mengajar di MA Sunan PandanaranBagi santri, alumni, atau pembaca, yang memiliki permasalahan seputar fiqih sehari-hari bisa mengirimkan pertanyaan melalui

surat, email ([email protected]), atau disampaikan langsung kepada staf redaksi disertai identitas yang lengkap.

Pertanyaan:

Apakah orang yang sedang dalam masa tunggu

setelah masa haid, tetap harus mengganti shalatnya yang

hilang ketika masa tunggu?

Rizki Maryanti, Magelang

Jawab:

Pada dasarnya, orang yang suci setelah haid dan

pada saat suci ia mempunyai sisa waktu yang cukup digu-

nakan untuk shalat 1 raka’at dan semua persiapan shalat

(bersuci dsb) sampai waktu shalat berikutnya, maka ia wa-

jib shalat pada waktu tsb (semisal orang yang suci pada

saat waktu shalat ashar tinggal menyisakan setengah jam

sampai waktu maghrib dan waktu setengah jam tsb diang-

gap cukup untuk mandi, wudlu, mempersiapkan segala ses-

uatunya untuk shalat dan shalat sebanyak 1 raka’at, maka

ia wajib shalat ashar). Jika ia ternyata masih mengalami

masa tunggu, maka ia harus mengganti shalatnya. Misalnya

orang yang haid 5 hari dan suci masih 2 hari lagi, maka ia

wajib mengganti shalatnya yang 2 hari tsb (masa 2 hari

tsb ia tidak mengalami pendarahan lagi namun belum suci

karena menunggu sampai 7 hari dihitung sejak haid).

Pertanyaan :

Bagaimana pelaksanaan akad nikah antara 2 orang

yang sama-sama buta, tuli dan buta huruf ?

Siti ‘Aisyah, Klaten

Jawab :

Menggunakan isyarah bahwa perbuatan itu meru-

pakan suatu akad nikah. Isyarah ini bisa menggunakan apa

saja. Sehingga kedua mempelai paham bahwa mereka se-

dang melakukan suatu akad nikah.

Pertanyaan:

Apakah boleh menggosok gigi ketika berpuasa di

bulan Ramadlan ? Bagaimana hukumnya?

Abdullah, Yogyakarta

Jawab:

Dikiaskan dengan berkumur, maka orang yang se-

dang berpuasa tetap diperbolehkan menggosok gigi. Menu-

rut Imam Nawawi, jika hal ini dilakukan setelah zawwal

maka hukumnya adalah makruh.

Pertanyaan:

Dalam shalat jama’ah, shof yang depan kakinya

kelihatan. Wajibkah bagi orang yang di belakangnya untuk

menutupnya?

Fuad Latief, Jakarta

Jawab:

Jika ia melihatnya pada kondisi tidak sedang

shalat, sebaiknya ia menutup bagian yang auratnya ter-

buka bila memungkinkan, bila tidak memungkinkan maka

hendaklah ia memperingatkan orang tersebut untuk men-

gulang shalatnya. Andaikata ia mengetahui hal itu dan se-

dang dalam keadaan shalat, ia tetap harus memperingatkan

setelah selesai shalat.

Masa Tunggu Setelah Haid, Haruskah Mengganti Shalat?

Bahtsul MasailFiqh

FOTO

: D

OK.

SUA

RA P

AND

ANA

RAN

Page 41: Suapan 5

41 Juni 2010

Bersama : KHR ABD HAMID ABD QODIR MUNAWWIR (Alumnus PPSPA), PENGASUH PESANTREN TAHFIDZUL QURAN MA’UNAH SARI, Bandar Kidul Kediri Jawa Timur Bagi santri, alumni, atau pembaca, yang memiliki permasalahan seputar al-Quran atau pun tajwid bisa mengirimkan pertanyaan

melalui surat, email ([email protected]), atau disampaikan langsung kepada staf redaksi disertai identitas yang lengkap.

Pertanyaan :

1. Bagaimana hukumnya membaca al-Qur’an bersama-sama (muqaddaman) dengan tidak sesuai urutan mushaf dan dari mana istilah “muqaddaman” muncul ?

2. Bagaimana hukumnya membaca al-qur’an bagi wanita yang sedang haid/mens ?

Jawab :

Membaca ayat-ayat suci al-qur’an tidak sesuai urutan mushaf yang dilakukan seseorang hukumnya khilaful aula (meninggalkan keutamaan). Sedangkan membaca al-qur’an secara berjama’ah sebagaimana pertanyaan di atas belum bisa digolongkan membaca alqur’an tidak sesuai urutan mushaf, sehingga tidak ada masalah Referensi : al—itqon juz awal sohifah 111.

Sedangkan istilah muqoddaman bagi kami tidak menemukan referensinya dalam kitab-kitab islam baik klasik atau kontemporer, hanya mungkin saja sesuai dengan artinya muqoddaman yaitu pendahuluan atau didahulukan, bacaan al-qur’an sebagai pendahuluan atau muqoddimah sebuah acara.

Persoalan membaca al-qur’an bagi wanita yang haid/mens dapat dirinci sebagai berikut : Bila dengan niat membaca al-qur’an (qoshdul qiro’ah)

menurut jumhur ulama hukumnya haram, tetapi menurut qoul qodim Imam Syafi’i dan madzhab maliki memperbolehkannya.

Bila tidak dengan niat membaca al-qur’an hukumnya makruh dan demikian maka sebaiknya mengikuti qoul qodim atau madzhab maliki yang mengikutinya, sebab melalaikan hafalan al-qur’an hukumnya juga dosa besar.Referensi : 57 masalah qur’aniyah terbitan Ponpes Yanbu’ul qur’an Kudus hal 96.

Hukum Membaca Al-Qur’an bagi Wanita Haid

Bahtsul MasailTajwid

FOTO

: D

OK.

SUA

RA P

AND

ANA

RAN

Page 42: Suapan 5

42 Juni 2010

Kualitas bacaan Al-Qur’an santri, pengurus, guru, dan alumni Pondok Pesantren Sunan

Pandanaran terus ditingkatkan. Hal itu merupakan komitmen dari pihak pengasuh agar semua elemen pondok Pandanaran menguasai bacaan Al-Qur’an sebaik-baiknya. Sehingga mereka dapat menyempurnakaan ibadah-ibadah wajib, dan mengajarkan Al-Qur’an kepada masyarakat secara benar.

Untuk menunjang program pengembangan tersebut, Pesantren Sunan Pandanaran mengadakan pelatihan membaca Al-Qur’an berdasarkan metode Yanbu’a, Rabu (2/6/2010) di Komplek II. Pelatihan ini diasuh oleh KH Ulil Albab Arwani, pengasuh Pondok Pesantren Yanbu’ul Qur'an Kudus, Jawa Tengah.

KH Mu’tashim Billah, pengasuh Pesantren Sunan Pandanaran, dalam sambutannya yang diwakili oleh H. Jazilus Sakhok mengatakan bahwa pelatihan membaca Al-Qur’an dengan metode Yanbu’a telah diadakan beberapa kali oleh Pesantren Pandanaran. Salah satu tujuannya

adalah untuk menyamakan bacaan Al-Qur’an para santri, pengurus, guru, dan alumni. Syukur-syukur para alumni sudah mempunyai santri, sehingga metode bacaan Yanbu’a dapat diajarkan secara lebih luas.

“Adapun alasan kita memilih metode Yanbu’a, yang sekarang dipegang oleh KH. Ulil Albab, karena santri KH Munawwir yang paling diakui kapasitas dan kualitas bacaan al-Qur'annya adalah KH. Arwani. Dan, Pesantren Pandanaran memiliki sanad Al-Qur’an yang sama dengan KH. Arwani, yaitu berasal dari KH. Munawwir,” jelas KH Mu’tashim Billah.

Beliau menambahkan, sekiranya metode Yanbu’a ini dinilai sebagai metode pengajaran Al-Qur’an yang efektif, maka Pesantren Pandanaran akan mengadakan pelatihan serupa dalam skala yang lebih besar dan luas. Selain itu, PPSPA juga akan mengupayakan pengadaan sekretariat khusus sebagai pusat informasi metode pelatihan Yanbu’a di Pondok Pandanaran.

Pada akhir sambutannya, KH Mu’tashim mengingatkan kepada

semua hadirin bahwa pelatihan metode Yanbu’a diselenggarakan sepenuhnya oleh Pesantren Sunan Pandanaran. Tidak ada institusi atau pihak luar manapun yang campur tangan. Kegiatan ini murni dari pondok dan untuk pondok.

Sementara itu, pengembangan metode bacaan Yanbu’a saat ini di bawah pengasuhan KH. Ulil Albab Arwani, putra KH. Arwani. Di hadapan para santri, pengurus, pengurus, dan alumni Pesantren Pandanaran, KH Ulil Albab mengatakan bahwa landasan pengembangan Yanbu’a adalah hadis Nabi Muhammad Saw, “Sampaikan lah dariku kepada umat manusia, meskipun hanya satu ayat”.

“Itu dari landasan agamanya. Lahirnya Yanbu’a juga karena didorong oleh para alumni Pondok

Tahfidhul Qur’an Yanbu’ yang menginginkan agar pihak pengasuh membuat buku panduan membaca Al-Qur’an yang efektif,” kata KH Ulil Albab.

Awalnya, keluarga pesantren kurang merespon permintaan tersebut. Akan tetapi karena dorongan tersebut semakin besar, maka Pesantren Yanbu’a akhirnya menyusun metode membaca Al-Qur’an yang dinamakan Yanbu’a.

Menurut KH Ulil Albab, metode Yanbu’a belumlah sempurna. Masih banyak kekurangan di dalamnya. Kekurangan-kekurangan yang ada akan disempurnakan seiring dengan perkembangan proses pengajaran Yanbu’a ini. Meski demikian, katanya, Yanbu’a juga memiliki banyak kelebihan.

“Di antara kelebihannya adalah lafal-lafal yang digunakan contoh diambil dari Al-Qur’an. Kedua, metode ini ditulis dengan rasm Utsmani, yang juga dipakai pada masa khalifah Utsman bin Affan,” jelas KH Ulil Albab saat mengenalkan metode penulisan buku Yanbu’a. (Rido)

Santri dan Alumni PPSPA Belajar Metode Yanbu’a

KH Ulil Albab Arwani mengajarkan baca al-Qur’an metode Yanbu’a di PPSPA.

FOTO

: D

OK.

SUA

RA P

AND

ANA

RAN

AktivitaYanbu’a

Page 43: Suapan 5

43 Juni 2010

Santri Pandanaran tampak lebih sibuk dari hari-hari biasanya. Mereka sedang mempersiapkan

acara Khotmil Qur’an yang sedianya akan dilaksanakan pada 28 Juli 2010 mendatang.

KH. Mu’tashim Billah mengingatkan panitia pelaksana bahwa hajatan Khotmil Qur’an ini merupakan bagian dari ibadah. Maka hendaknya tidak diniatkan untuk mencari keuntungan materi. Seluruh biaya operasional akan ditanggung oleh Pesantren.

KH. Mu’tashim Billah juga mengharapkan adanya peningkatan kualitas peserta khataman. Beliau memberikan pengarahan kepada panitia supaya proses seleksi diperbaiki untuk menjaring peserta khataman yang berkualitas baik. Pengarahan ini, seperti diakui oleh pihak panitia, telah dilaksanakan

sebaik-baiknya. Dan k o n s e k u e n s i n y a , menurut mereka, jumlah peserta khataman menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Pengurus Putri Komplek III, Wasithah, menjelaskan bahwa proses seleksi peserta Khotmil Qur’an Juz ‘Amma dan binnadzri

sudah dimulai sejak bulan

Maret 2010. “Calon peserta hafalan juz 30 (Juz ‘Amma) sudah mulai disimak. Sementara peserta binnadzri sudah dites bacaan surat Yasin dan surat al-Kahfi”, jelas Wasithah.

Lebih lanjut ia mengatakan, tahun ini jumlah peserta khataman Juz ‘Amma dan binnadzri mengalami penurunan dibandingkan tahun kemarin. Bukan karena jumlah pendaftar yang berkurang, tapi disebabkan karena proses seleksi yang diperketat. Bacaan mereka harus lancar dan berdasarkan kaidah tajwid yang benar.

Seleksi calon peserta Khotmil Qur’an meliputi kualitas hafalan dan bacaan Al-Qur’an serta penguasaan praktek ibadah. Untuk kategori Juz ‘Amma meliputi praktek wudlu, shalat, hafalan wirid dan doa-doa setelah shalat. Sedangkan untuk

kategori binnadzri ditambah hafalan surat Yasin dan al-Kahfi, tahlil dan doanya.

Menurut ketua panitia Khotmil Qur’an 2010, Azka Sya’bana, melalui rentetan ujian tersebut diharapkan akan terjaring peserta khataman yang selain terbukti mampu membaca dan menghafal Al-Qur’an dengan baik dan benar, juga mampu menjalankan ibadah secara sempurna.

Sementara itu, di kompleks Huffadz, proses seleksi peserta khataman juga sudah dimulai sejak bulan Maret lalu. Untuk santri putra calon peserta Khotmil Qur’an 30 juz bil ghoib, diwajibkan menghafal 30 juz sekaligus (glondongan) di depan H. Muslim Shofwan.

Sedangkan santri huffadz putri disimak langsung oleh Ibu Nyai Hj. Sukaenah. Selain itu, santri huffadz putra maupun putri harus menyetorkan hafalannya sebanyak 30 juz kepada KH. Mu’tasim Billah.

Sejauh ini, pihak panitia telah bekerja maksimal untuk menyukseskan Khotmil Qur’an 2010. menurut Azka Sya’bana, khataman tahun ini harus lebih baik ketimbang tahun kemarin. “Karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu menyukseskan acara ini. Dan kami memohon doa restu agar khataman tahun ini berjalan lancar,” kata Azka kepada Suara Pandanaran.(Didik)

Persiapan Khataman Al-Qur’an

Sistem Baru untuk Menjaring Khatimin Berkualitas

FOTO

: D

OK.

SUA

RA P

AND

ANA

RAN

PPSPA sudah mulai bersiap untuk acara Khotmil Quran

AktivitaKhatmil Qur’an

DAFTAR PESERTA KHATAMAN BIL GHOIB 30 JUZNO NAMA ORANG TUA ASAL

PESERTA PUTRI1 Ade Muhayah Sodiq Kendal2 Anis Maqolah H. Munjid Masduqi Indramayu3 Auliana Zulfa KH. Noer Fu’ad Kendal4 Desty Setya Cahyani P. Edi Sugihartono Cilacap5 Imro’atus Sholihah H. Hayatuddin Malik Cirebon

6 Litho’atillah H. Imam Suyuthi Ridwan Cirebon7 Shofwatillah KH. Hibatullah, Lc. M.A. Cirebon8 Siti Alfiah Muhammad Busyro (alm.) Jepara

PESERTA PUTRA 1 Imam Romli Ali Mufthi Indramayu2 Lutfi Maulana Watir Tegal3 Mudhofir Mansyur Boyolali

NO NAMA ORANG TUA ASAL

TAHUKAH ANDA ?Dalam wasiatnya, al-Maghfurlah KH Mufid Mas’ud begitu rinci menjelaskan tanah maqbarah di Komplek III, padahal semasa hidupnya beliau belum pernah melihat lahan maqbarah secara langsung.

Sumber : KH. Mu’tashim Billah

Page 44: Suapan 5

44 Juni 2010

1 A. Hilmy Haidar Romzy bin Hasyim Saefudin (Magelang)2 A. Maskur Khoirul Fatah bin Imam Syafi’i (Magelang)3 Abdul Ghofur bin Nawawi (Bantul)4 Abdulloh Ibnu Fajar bin AKP. H. Joko Priyono (Sleman)5 Abdur Rohim bin Dullahman (Klaten)6 Abulkhair Pratama Putra bin Drs. Suharto (Kalbar)7 Achmad Syaifudin bin (alm) Achmad Mudzakir (Magelang)8 Adam bin Dahlan (Bandung)9 Adam Adrian bin Oop Sopandi (Garut)10 Adam Bayu Hidayat bin Mustaqim Ma’ruf (Semarang)11 Adi Frmansyah bin Iskandar (Malang)12 Adi Kusuma Bakti bin Suhadi (Semarang)13 Adnan Kiat Zulfikar bin H. Muhainan (Magelang)14 Afif Ahmad S bin Muslih (Magelang)15 Afthan Syauqi Kannaby bin KH. Fuad Falahudin, MA (Depok)16 Agung Raharjo bin Tohid (Riau)17 Agung Saefudin Aziz bin Abdul Aziz (Wonosobo)18 Agung Sukma Rizqiyadi bin Dody Wiyoso (Tangerang)19 Agus Abd Qodir Al Jaelani bin H. Djaelani (Cianjur)20 Ahmad Abdhil Adhim bin H. Zaenudin As’ad (Pekalongan)21 Ahmad Asadbaz bin H. Ahmad Sa’dun Santoso (Kulon Progo)22 Ahmad Aufal Marom bin KH. M Yahya Badruz, SH (Kediri)23 Ahmad Daniyulloh bin Rifa’i (Magelang)24 Ahmad Fatkhurrohman bin Suwanto (Magelang)25 Ahmad Lutfi bin Ahmad Sumaeri (Wonosobo)26 Ahmad Munadzir bin H. Suyono (Jambi)27 Ahmad Nafi’ bin H. Mashadi (Kendal)28 Ahmad Niamullah bin Drs. KH Abdul Tarom, M.Si (Bantul)29 Aji Rifai Nasution Rahman bin Hasan Nasution (Yogyakarta)30 Alarumba Agamsena Asidha bin Drs. MD Ahmadyani (Magelang)31 Alfian Annas Fadzoli bin Joelianto Wibowo (Bantul)32 Alfian Nurrohman bin Budiyono (Gunung Kidul)33 Alfian Nurul Humaida bin Puji Wuryana (Kulon Progo)34 Ali Mustofa bin Edi Wijaya (Tegal)35 Alib Lestanto bin Muhammad Toha (Sleman)36 Alif Nurrohman bin Margiyo (Gunung Kidul)37 Althof Dinantama bin Drs. Musifin, MH (Tangerang) 38 Alwi Arief bin Drs. H. Ruba’i (Pemalang) 39 Amirul Amin bin H. Samijan Al Adib (Bantul)40 Ammar Asyqorul Azam bin Muhammad Soleh (Kendal)41 Anang Mustofa bin Romadhon (Magelang)42 Andrew Irawan bin Lamino (Klaten)43 Andrian Febriandi bin Bambang Haryanto (Pontianak)44 Angga Pratama Aka Jakfar bin Muh. Tobroni (Kulon Progo)45 Arfin Yahya bin Abd Khalim (Magelang)46 Arie Astari bin Thaha (Subang)47 Arif Mukhlisin bin Darto Sumitro (Palembang)48 Arif Mustofa bin Sumardi (Sleman)49 Asy’ari Ma’ruf bin Suklasno (Bantul)50 Bagus Ahmad Arief bin Drs. Hidayaturrohman, SQ (Pasuruan)51 Bagus Ismail Al Kausar bin Wajdhudin (Brebes)52 Bangkit Daraguthni Sanalika Putra bin S.Untung (Purworejo)53 Bayu Aji Abdur Rozak bin Abdul Halim (Pemalang)54 Choliqi Syaeful Bahar bin Kastolani (Magelang)55 David Ardiansyah bin Irfanudin (Temanggung)56 Deni Fahrizal bin Walyono (Wonosobo)57 Denni Saputra bin Samin (Tangerang)58 Deny Rahman Arief bin Zaenal Arifin (Magelang)59 Diar Nada Saputra bin Wasna Iar Saputra (Karawang)60 Dikna Mahendra bin Waluyo AN (Wonosobo)

DAFTAR PESERTA KHATAMAN BIL GHOIB JUZ AMMA PUTRA TAHUN 1431 H/2010 M

1 A. Dana Musin Kamil bin Mustofa (Temanggung)2 Abd Aziz Machfuudillah bin Gatot Suharyanto (Cirebon)3 Adip Muamar Khabibi bin Roziqin (Sleman)4 Agung Nugroho bin Maryanto (Lampung)5 Agus Rohmad bin (alm) Warno Wibowo (Gunung Kidul)6 Ahmad Prakosa bin Saridal (Sleman)7 Ahmad Ro’is Baihaqi bin Mukhammad Irfan (Kebumen)8 Arsyad Ghozali MBA bin Taufiq H (Solo)9 Asep Miftah Misbahul Munir bin Ujang Suherman (Garut)10 Aslimna bin Qomaruddin (Riau)11 Bagas Rahmad Hidayat bin Romadlon (Magelang)

DAFTAR PESERTA KHATAMAN BINNADZRI 30 JUZ PUTRA TAHUN 1431 H/2010 M

12 Dicky Nur Hamzah bin Drs. Tauhid (Wonosobo)13 Didi Abdilah bin Kasdi Wahab (Bantul)14 Dzikron Aulawy bin Muhyadin Syam (Magelang)15 Eko Adi Wibowo bin Choirun (Salatiga)16 Eko Baning Setyo Aji bin Subagiyo (Purworejo)17 Eko Febriantino bin (alm) Supriyono (Lampung)18 Fachrul Nurcholis bin Nursyamsi (Batam)19 Imadul Bilad bin Drs. H. A. Suud Chair, M.Si (Kendal)20 Imam Sholihin bin M. Sholeh (NTB)21 Irfan Abd Mu’thi bin Asep Abdurrohman (Sukabumi)22 Latifulloh bin Slamet Bashori (Lampung)

61 Dino Hasan bin Sibyan Sumilyan (Wonosobo)62 Dodik Faris Tafsirun bin Mudiyanto (Gunung Kidul)63 Eko Yudianto bin Slamet Udiraharjo (Sleman)64 Elang Manglarmonga Assidiq bin Y.Marzuki S,Pd (Sleman)65 Fadly Al Lutfi Jaslin Dano bin Jaslin Dano (Sleman)66 Fahmi Rizqi Nashrullah bin Drs. H. Abu Nasar (Cirebon)67 Faisal Anjun Huasan bin Sholikhin (Temanggung)68 Faiz Akrom Sauqi bin (alm) Dahroji (Magelang)69 Fajar Andrian bin Ismail (Magelang)70 Fajar Chusnadi bin Suparman (Bantul)71 Fatih Hidayat Assyafi’ bin Ahmad Syafik (Wonosobo)72 Fawwaz Arif Al Jabar bin Drs. Arif Rachman H, SH (Semarang)73 Firman Adhi Kurniawan bin Sambudi (Sleman)74 Hamam Adi Muhana bin Suwita (Tangerang)75 Hanif Maulana Muhamad A bin Drs. Kahfi Puji Atmaja (Depok)76 Hasyim Abd Bari bin Drs. Mansur (Sleman)77 Hernadi Nur bin Kadiman (Indramayu)78 Hizrian Hatif bin H. Slamet Wicaksono (Kendal)79 Ibnu Haris bin Yandi (Indramayu)80 Imron Rosyadi bin H. Royani (Jakarta Selatan)81 Iqbal Hadi Ihwanto bin Muji Ihwanto (Bantul)82 Jihan Najah Jauhar bin Johar Tauhid (Bantul)83 Jingga Yoga Pribadi bin Triyono (Pemalang)84 Khamidun Arifin bin Triyanto Raharjo (Klaten)85 Khoirul Rohman bin Barsi (Magelang)86 Kholil Arkham Hakim bin Drs. B. Musthofa, SH (Banjarnegara)87 Khusaini Albab bin Suryani (Jambi)88 Labib Aulia bin H. Manaf Yasin (Batang)89 M. Abidzar Rais bin Eko Mulyanto (Sleman)90 M. Affan Dahlan bin Muzammil, Pd (Kendal)91 M. Afif Rizky bin Sugiarto (Sleman)92 M. Ainur Rofiq bin Munir (Magelang)93 M. Alpharad A Daud bin Amser Yusuf Daud, MM (Depok)94 M. Ardani Naja bin (alm) H. Ali Ikhsan (Jepara)95 M. Ben Maharibuan bin Sudiarto (Magelang)96 M. Chilmy Akil bin (alm) M. Nakum (Brebes)97 M. Dwi Prasetyo bin Drs. Sardi (Kendal)98 M. Dzikrulloh bin Badrun Attamimy (Cilacap)99 M. Fahmi Djazuli bin M. Mustofa (Sleman)100 M. Fatoni bin Masrikan (Kalsel)101 M. Fauzi bin Moh Yusuf (Magelang)102 M. Ihsanudin Ali Waffa bin Supama (Klaten)103 M. Ikhsan bin Sugito (Temanggung)104 M. Izzat Abidi bin Sholikhin (Magelang)105 M. Khoirul Fatikhin bin Muhammad Maisaroh (Sleman)106 M. Kholilurrohman Asrori bin Asrori (Magelang)107 M. Latief Febrian bin (alm) Maryoto, S. Pd (Magelang)108 M. Lutfi Nuruz Zaman bin Drs. M. Abd Kholiq (Wonosobo)109 M. Luthfi El Firdaus bin Fatkhurrohman (Wonosobo)110 M. Nafiuddin bin Abu Yahya (Magelang)111 M. Nur Faizin bin Hardiyanto (Banjarnegara)112 M. Nur Kholis Al Kahfi bin Asmad Arifin (Sleman)113 M. Rizal Syafi’i bin Ngatima (Boyolali)114 M. Surya Aditya R bin Ponidi, S. IP (Wonosobo)115 M. Surya Fahreza bin Nandang Suryana (Garut)116 M. Syamsul Rizal bin Saroni (Kendal)117 M. Taufiq Nur Halim bin Abdullah, SH (Klaten)118 M. Yazid Kamal bin H. Iswanto Muh Ma’ruf (Klaten)119 M. Yusuf bin Agus Hendro (Serang, Banten)120 M. Zaenuri bin Tugiyono (Semarang)

121 M. Zaki Mubarok bin M. Khotib, S.Ag (Tangerang)122 Madad Muhammad Arsyad bin M. Tajuddin (Cirebon)123 Masduki Achmad bin H.A. Masfuad Sudarman (Sleman)124 Maulana Wahyu Saefudin bin H. Waryo (Bandung)125 Mikdam Avisena bin H. Muhasan (Wonosobo)126 Miladi Tohir Muhamad bin Pono Achmad (Magelang)127 Mirsalurriza Muhajalin bin H. Zaenal A. (Samarinda)128 Much Musoffa bin Ghufron Charis (Bantul)129 Muchammad Muaziz bin Marjuki (Magelang)130 Muhammaadun bin Suparto (Demak)131 Muhammad Farkhan Amin bin H.Asmuni (Sleman)132 Muhammad Faza Roziqin bin Basori (Pacitan)133 M. Hakim Zuhri bin H. M.Hanif A. (Palembang)134 M. Khaedar Assagaf bin M.Hisom (Temanggung)135 Muhammad Khamami bin M. Siddiq (Magelang)136 Muhammad Khanifudin bin Muh. Kuwato (Magelang)137 M. Khoirul Umam bin M.Y. Syamsuddin (Indramayu)138 Muhammad Tohari bin Lasono Badarudin (Klaten)139 Musoheh bin Tolha Marabis (Brebes)140 Mustika Kamaludin bin (alm) Nur Zen (Pekalongan)141 Naf’an Ahmad Sobakh bin Syuhada’ F. (Magelang)142 Nasif Tamamil Huda bin T. Fahrudin (Purworejo)143 Naufal Faras Syihab bin Drs. Iswanto (Semarang)144 Naufal Zuka Ahlian bin H. M., SH (Kendal)145 Ngaliman bin Sardan (Cilacap)146 Nur Khanan bin H. Muthoyib (Wonosobo)147 Nur Qomaruddin bin Rozikin (Sleman)148 Nur Rohman bin Agustiyono (Riau)149 Panji Maulana bin Muhammad Fauzi (Cirebon)150 Peri Harpenda bin Legiman (Jambi)151 Ragil Muhammad Ridar Akbar bin Sriyadi (Sleman)152 Rahmad Setyawan bin Suroto (Tangerang)153 Rahmat Bondan Prasetyo bin Yusron (Yogyakarta)154 Ridwan Dwi Utomo bin Margo Utomo (Sleman)155 Riqo Hidayat bin H. Mutholib (Wonosobo)156 Riyanto bin Wasikan (Gunung Kidul)157 Rohmad Supriyadi bin Suwardi (Sleman)158 Rohmat Syafi’i bin Nurdi (Sleman)159 Rony Kurniawan bin Surana (Bantul)160 Roska Aftadityas bin Rosulan (Wonosobo)161 Rosyid Ulinuha bin Yuliono (Riau)162 Rukyan Retno Pramoko bin Solichun (Temanggung)163 Saefur Rohman bin H. Radisa (Indramayu)164 Sahid Wahyu W bin Tukarjo (Klaten)165 Salman ‘Abd ‘Aziz bin Moh. Kawinto (Cirebon)166 Satyo Pambudi bin Parmo Rejo (Gunung Kidul)167 Setyawan Ariyoga bin Drs. Khusnan (Magelang)168 Sigit Susanto bin Nuryanto (Gunung Kidul)169 Slamet Romadhoni bin Suratno (Gunung Kidul)170 Sofyan Krisdianto bin Joko S (Klaten)171 Sokhib Sarifudin bin (alm) Son Haji (Temanggung)172 Sulkifli bin Darwis S (Sulawesi)173 Suparjo bin Tohid (Riau)174 Surya Maeda Rofi bin Drs. Sudjadno (Bantul)175 Syarif Hidayatullah bin Hasyim Asmuni (Sleman176 Uji Bagus Panuntun bin Muh. Irfan (Kebumen)177 Umam Hanafi bin Ahmad Suyudi (Wonosobo)178 Yoga Indriyanto bin Parjino (Bantul) 179 Zainul Muhibbin bin Harun (Bantul)180 Ziar Zia Urrochman J bin A.Achmad Maslih (Cirebon)

23 Lutfi Fauzi Rohman bin Suranto (Banjarnegara)24 M Badruzaman bin M Ikhsan (Pekalongan)25 M Dzani Hidayat bin H Abdul Khamid (Wonosobo)26 M Sulkhan Fauzi bin Iswanto (Bantul)27 M. Althof Taftoyani Usman bin S.Usman (Wonosobo)28 M. Aqil Sampurna bin A. Zawawi (Magelang)29 M. Fajar Shidiq bin Tukiyo (Tangerang)30 M.F. Alvin Rozak bin Drs. KH Wakhid B. (Banjarnegara)31 M. Fikki Maulana bin M. Tsabit, S.PdI (Kendal)32 M. Hadziq Aufa bin Drs Arif Irfan S.H M, Hum (Bantul)33 M. Ilham Masykur bin H. Abidin Abbas (Magelang)

NO NAMA PESERTA (ASAL)

NO NAMA PESERTA (ASAL) NO NAMA PESERTA (ASAL) NO NAMA PESERTA (ASAL)

NO NAMA PESERTA (ASAL) NO NAMA PESERTA (ASAL)

AktivitaKhatmil Qur’an

Page 45: Suapan 5

45 Juni 2010

34 M. Iqbal Al Ghifari bin Drs. Slamet Riyadi (Semarang)35 M. Krisna Aziz bin (alm) Mubasyir S. (Magelang)36 M. Marzuki bin Kirmadi, BA (Klaten)37 M. Mustangin bin Amir A.Ma (Boyolali)38 M. Ridwan Dwi Astanto bin H. Tugimin (Riau)39 M. Syauqi Hanif Ardani bin T. Syarif (Purwokerto)40 M. Syukron Imamuddin bin Ahmad N Yasin (Sleman)41 Mahfudin bin Abd Jamal (Bantul)42 Misbakhul Munir Abadi bin Mukhsan Afandi (Kebumen)43 Moh Ghozali bin Agus Hendro (Serang)44 Moh Rizal Prayogi bin Mugiyo (Kendal)

45 Muchlas Andi Yulianto bin Pinggir Suripto (Temanggung)46 Muh ‘Ashim Fadlili bin M Johan (Pekalongan)47 Muh Ghufron bin Syuhada’ Fahrudin (Magelang)48 Muh Zainal Abidin bin KH Muhamad Amin (Purworejo)49 Muhammad Fachry bin M. Khamilin (Karawang)50 Muhammad Khasan Fauzi bin Muhainuddin (Temanggung)51 Muhammad Wahib bin Sardi (Kalimantan Barat)52 Muhammad. Hafid bin Yayat (Ciamis)53 Muhid Wahyudi bin M. Lukman Hakim (Magelang)54 Rakhmat Rizki Yanto bin Sahuri (Magelang)55 Rifqi Aziz Ma’shum bin H. Marwiyanto (Sleman)

56 Rifqi Maulana bin Marsidi (Kulon Progo)57 Rochmat Amrulloh bin Tukirno (Gunung Kidul)58 Sani Fahmi A bin Agus Atok (Sleman)59 Slamet Romadlon bin Basari (Magelang)60 Syamsul Fauzi bin Rusdi (Magelang)61 Toufan Maulana bin Misran (Kendal)62 Wildan Azkal Fikri bin Najahan Musyafak (Semarang)

NO NAMA PESERTA (ASAL)

1 Ika Septiarini binti Hirni (Jambi)2 Selina Cindra Dewi binti Gunarso (Bandung)3 Anifatun Khasanah binti H.Arif Usman (Wonosobo)4 Heny Tri Rahayu binti Slamet Imron (Lampung)5 Ummu Badriah binti Syuhudi (Jakarta)6 Desi Tegar Nurani binti H. Ahmad Syafiq Nasuha (Jepara)7 Wulida Khoirunnisa binti Muchammad Chamdan (Lumajang)8 Ummu Khusna Syifa binti Drs. Sutoyo (Yogyakarta)9 Ita Nur Aini binti Basuki, S.Sos (Magelang)10 Elza Noerjannah binti Undang Karyana (Yogyakarta)11 Annisa Uly Amrina binti Masrur Yusuf (Magelang)12 Mila Novi Anggriani binti Suharsono (Magelang)13 Fina Roudlotul Jannah binti Khambali (Magelang)14 Ratih Nurmalasari binti Yudik Susanto (Yogyakarta)15 Fadhla Rizkia binti Encep Wahid Shaleh (Cianjur)16 Sulkhah Fauriyah binti R. Mukhibin (Yogyakarta)17 Riza Fitriastuti binti Sucipto (Magelang)18 Etik Endarwati binti Katiran (Ponorogo)19 Nihayatul Mahmudah binti Ahmad Zuhdi Faruqi (Temanggung)20 Rima Hanifah Rowiana binti Anharowi (Yogyakarta)21 Fadlillah Ridlo Aji binti H. Adib Muhammad (Magelang)22 Siti Muawanah binti Tasmudi (Purworejo)23 Sri Maryanti binti Sanin (Yogyakarta)24 Fara Masyitoh binti Surokhman (Temanggung)25 Lilik Nur Hidayati binti Mintarso (Demak)26 Siti Masruroh Nurul Fitroh binti Mohammad Sjahid (Magelang)27 Miftahul Jannah binti Karno (Grobogan)28 Nurul Chomariah Agustin binti Priyagus, A.Pi (Maluku Utara)29 Afina Rizki Zakiyah binti A.Sofan Ansor (Banten)30 Winda Kurniasari binti Suryono (Bogor)31 Anissa Fitriyah binti H.Rabiya (Klaten)32 Istiqomah binti Abdul Aziz (Kendal)33 Nurul Falihani binti Ahmad Afandi (Banjarnegara)34 Faunizah Thurfi’in binti Harianto Wibowo (Klaten)35 Hilmy Rabi’ah Nur binti Drs. H. Awan Sanusi, M.Pd (Garut)36 Kaifia Mahsa Savira binti H.Kholil Habiballoh, S.Ag (Semarang)37 Nuraini Siwi Setyantari binti Wiwik Eko Pranomo (Yogyakarta)38 Maulida Rachmatul Chusna binti Muhajir, BA (Yogyakarta)39 Farida Syifa Alfuadah binti Suyatno (Yogyakarta)40 Yesica Dyah Oktavia binti M.Erwin Darwinto (Jakarta) 41 Khoirunnisa’ binti H.Aziz Sulaiman (Yogyakarta)42 Aunil Iffah binti H. Mustaghfirin (Semarang)43 Desy Ayu Pratiwi binti Haryadi (Temanggung)44 Kholida Nur Sidqiah binti Nur Wakit (Yogyakarta)45 Nurfadhillah Sarah Rosyidah binti Khairul Arifin (Magelang)46 Arofatillah binti H.Hibatullah (Cirebon)47 Sito Chafidzotul Ummah binti H. Cudri Haris (Banten)48 Ade Tafrihah binti H.Tabridji Jaelani (Banten)49 Vivi Amalia Sherli binti Artono Supit (Magelang)50 Ziya Daturrohmah binti Kasan Zuhri (Kulon Progo)51 Siti Halimah Nurul Khasanah binti Muhammad Muhyidin (Klaten)52 Zahro Karimatul Aini binti Karmaji (Probolinggo)53 Wardatun Nafisah binti Suyadi Koesnen (Lampung)54 Wahyu Eka Putri binti Jumakir (Yogyakarta)55 Monika Rahayu binti H.Son Haji (Wonosobo)56 Pramita Sari Dian Saputri binti Rochani (Temanggung)57 Avida Zulfiana D binti Khamdani (Klaten)58 Dhia Nabila binti Murtadlo Purnomo (Klaten)59 Halimatu Nadia binti H. Mustaghfirin (Semarang)60 Zahrah Husna binti Budiman (Bogor)61 Meida Kryzpa Emaer binti Muhammad Ali Rahman (Lampung)62 Rezki Putri Iman Sari binti Mulyono (Magelang)63 Siti Nur Hidayah binti Mawardi (Yogyakarta)

DAFTAR PESERTA KHATAMAN BIL GHOIB JUZ AMMA PUTRI TAHUN 1431 H/2010 MNO NAMA PESERTA (ASAL) NO NAMA PESERTA (ASAL) NO NAMA PESERTA (ASAL)

64 Fina Lailatul Barokah binti Romdhan Hidayat,S.Pd (Magelang)65 Mar’atus Sholihah binti Nuruddin (Indramayu)66 Nuraisyah Istiqomah binti Munafi Syaifudin (Tangerang)67 Rofa’u Zakiyyah binti Misrochudin (Bengkulu)68 Anisa Fatul Jannah binti Ichwan (Yogyakarta)69 Aena Safrida binti Dodo Priyono (Temanggung)70 Yoana Vita Sari binti Praptiyanto (Temanggung)71 Ivana Fajriy binti Zaenal Mustofa (Purworejo)72 Eva Indriyani binti Budi Setiawan (Magelang)73 Nita Purdiana Sari binti Katiran (Ponorogo)74 Nusrindar binti Alinur (Sulawesi Tenggara)75 Anisa Wahyuningtyas R. binti Rokhan Santosa (Yogyakarta)76 Fatimatuzzahro’ binti Misbachul Munir (Magelang)77 Siti Cholisoh binti Muhammad Ilham (Magelang)78 Septian Ayu Rifayanti binti Moch. Anwari (Salatiga)79 Nahla Diani Pramono binti H. Sidiq Pramono (Banjarnegara)80 Azwida Rosana Maulida binti Drs. Ikhrom, M.Ag (Semarang)81 Ingga Ris Bintari binti Kasiman Hadi (Klaten)82 Futikhaturrohamah binti Sukatmo (Tegal)83 Ginanjar Zakiah binti Santoso (Kalimantan) 84 Dany Bilkis Saida Aminah binti Muslimin (Jombang)85 Lia Fajrina Binuril Hidayati binti Abdul Aziz Hakim (Yogyakarta)86 Nugraheni Rafika Silmi binti Drs. H. Zuhri (Demak)87 Milla Nisfayani binti Asfar Susanto (Lampung)88 Imaylina Rofida binti Sarman (Magelang)89 Latifah binti Suwadi (Cirebon)90 Umi Salamah binti Maskuri (Brebes)91 Alfi Wahyu binti Benny Agung (Magelang)92 Mutafariqoh binti Ahmad Sajari Diwirya (Kebumen)93 Yuyun Nur Faizah binti Abdur Rahman Wahid (Banjarnegara)94 Firda Nailurohmah binti Suriyan (Tulungagung)95 Laelatul Mujetahidah binti Arifin (Grobogan)96 Fatimah Ika Puspitasari binti Slamet Budiarjo (Yogyakarta)97 Desi Puspitasari binti Sriyanto (Klaten)98 St. Ni’matul Fitriyatin N. binti A.Mochith Thohir, S.Ag (Tuban)99 Fifi Andiyani binti Maksum (Magelang)100 Aliyatur Rizki binti H.Syaifuri (Tegal)101 Dewi Sari Samsuci binti H. Sriyoto (Riau)102 Diah Kusuma Ratna binti Istadi (Magelang)103 Meylani Dinna Alauwiyah binti Drs. Sumardi (Sumatera)104 Pristy Ardne binti Suhendra (Banten)105 Rana Arum Aqilla binti Abdul Ghofur (Banten)106 Nur Azizah Abrida Basuni binti Basuni (Yogyakarta)107 Fathatul Faizah binti Rohmadi (Temanggung)108 Heni Rahmawati Nurul Hidayati binti Supanto (Demak)109 Hamidatun Sholihah binti Abdul Rohman (Yogyakarta)110 Heni Retno Marwati binti Angger Suyitno (Sulawesi Tenggara)111 Meyda Hani Syafitri binti Suharna (Indramayu)112 Ria Andina binti Basuki (Temanggung)113 Selvia Wulandari binti Ayadi (Bengkulu Utara)114 Rizma Mirawanti binti Purwanto (Yogyakarta)115 Rodiatun binti Bunadi (Kudus)116 Nur Hidayah binti Zaenurodin (Magelang)117 Nila Sa’adah binti Marsidi.SAg (Magelang118 Anita Laelatul Khomsatun binti Mohammad Basuki (Rembang)119 A’isatul Arifah binti Imam Syafi’i (Magelang)120 Nur Rochmah binti Edy Supoyo (Magelang)121 Luluk Nurfaizah binti Kumpul Sutrisno (Wonosobo)122 Ula Rahmatika binti K.H. Bustanul Arifin (Yogyakarta)123 Fitriyani Ruli Ramadhani binti Massadakah (Temanggung)124 Ulfa Roaisi binti Sabarudin (Wonosobo)125 Umi Laily Hidayati binti Sunardi (Demak)126 Ayu Permata Putra Marta binti Mulyono (Yogyakarta)

127 F. Nurussofa binti Fatkhurrohman (Magelang)128 Harti binti Samsudin (Magelang)129 Deni Satria Ningsih binti Lasino (Sulawesi Tenggara)130 Nur Siamti binti Muji Winardi (Yogyakarta)131 Ana Zahrotul M.binti A. Rofi’iudin (Wonosobo)132 Lu’Lu’ iI Maknun binti H.Muslich (Pekalongan)133 Nurul Khasanah binti Mahfud (Magelang)134 Eka Fanni Izza binti H. A H Haris Arifin (Banyuwangi)135 Inayatul Maula binti Kaswadi (Purwodadi)136 H.A.Mawaddatunnisa binti H.Abdul Basit Mahfuf(Bogor)137 Tri Sulistyowati binti Duljamil (Banjarnegara)138 Desia Lu’luatus Sholihah binti Nur Hidayat (Wonosobo)139 Rr.Dizka Humayra binti Rusulan (Wonosobo)140 Yushi Itsnayanti M. binti H.Aguslani M., M.Ag (Cianjur)141 Rosida Chasna binti M.Haryo Subodro (Yogyakarta)142 Putri Surya Islam binti Kholil As’adi (Semarang)143 Umi Nur Khasanah binti Wagimo (Klaten)144 Kurnia Kusuma Astuti binti Wuriono (Magelang)145 Dita Indi Nur Otapiyani binti Ngateno (Semarang)146 Milatul Khanifah binti M.Solikhin Noor (Kendal)147 Zulfatun Ni’mah binti (alm) Mas’udi (Magelang)148 Halimatun Kholisoh binti Ahmad Toha (Magelang)149 Wiwin Nafi’ah binti Sunaryo (Magelang)150 Kholifatun binti Paidi (Yogyakarta)151 Desy Restiani binti Rofiden (Magelang)152 Nur Hikmah binti H. Ucup Daman Huri (Jawa Barat)153 Sulhatun Nafisah binti Hanifudin (Magelang)154 Idamatul Khusna binti Zarnuji, S.P (Yogyakarta)155 Silvi Atifah Hilmida binti Abdul Rokhman (Yogyakarta)156 Anjani Maulaya binti Nur Mas’udi (Demak)157 Safina Rahmah binti Idham Michwani (Yogyakarta)158 Nurul Fitri Hidayati binti Nur Budi D. (Yogyakarta)159 Tengku N. Rohmah binti Tengku S.Muhammad (Yogya)160 Nur Rofi’ah binti Sugeng Nur Kholis (Surakarta)161 Nurfi Aufa Nabila binti Abu Yazid (Yogyakarta)162 N. Husna Zakia binti Drs. H. Nuridin, S.Ag (Semarang)163 Putri Widiastuti binti H.Yazid Widodo. S.Pdi (Wonosobo)164 Iis Yulianti binti Basiran (Majalengka)165 Nur Aisiyah binti Achmad Khoirudin (Yogyakarta)166 Laili Ummu Kultsum Asshoum binti M.Jamil (Magelang)167 F.Nangim Rokhimah binti M. Zanudi (Yogyakarta)168 Istu Putri R. binti Abd.Rokhim (Magelang)169 Salafiatul Hasanah binti Sakatno (Yogyakarta)170 K.Tahta Alfiana binti M.Lahmudin Mubarok (Magelang)171 Siti Mutakhimah binti Dawam (Yogyakarta)172 Marwanti binti Wiknyo Utomo (Magelang)173 Aulia Rahmah Oktafiani binti Muntokha (Pemalang)174 Malihatul Husna binti Ahmad Dainuri Noor (Wates)175 Erika Aulia Fajar Wati binti Khamdani (Klaten)176 Uswatun Chasanah binti Abu Chasan Husain A.(Klaten)177 Siti Halimah Sa’diyah binti Rosadi (Yogyakarta)178 Bita Zuhri Mustahibbah binti Muhadi (Yogyakarta)179 Fatin Muniroh Syauki binti Istakhori (Temanggung)180 Sarmada Rahmah binti A. Jazuli Agus M. (Yogyakarta)181 Siti Fatonah binti Purwanto (Magelang)182 Heni Nur Afiati binti H. Agus Salim (Magelang)183 Silva Zahrotun Nafisah binti Sinwan (Kendal)184 Reni Wulandari binti Sudarji (Magelang)185 Umi Aminatus Sholihah binti S. Abd.Malik (Lampung)186 Munawaroh binti H. Maman Suparman (Garut)187 Ambar Novitasari binti Sodik Sutarmin (Klaten)188 Rizqi Amaliah binti Munasir (Temanggung)189 Shofi Afdila binti Munawir (Magelang)

NO NAMA PESERTA (ASAL) NO NAMA PESERTA (ASAL) NO NAMA PESERTA (ASAL)

AktivitaKhatmil Qur’an

Page 46: Suapan 5

46 Juni 2010

THAAHA

Seorang santri bernama Siti Rahmah (sebut saja begitu, red), mempunyai pengalaman unik di Pandanaran. Mbak Siti yang

nyantri pada akhir 80-an sampai awal 90-an ini adalah santri huffadz. Waktu itu hafalan yang sedang disetorkan kepada almaghfurlah KH Mufid Mas’ud sudah sampai surat Maryam dan mulai beranjak ke surat Thaaha. Hafalan pun ia persiapkan dengan baik. Tiba saatnya menyetorkan kepada al-Mukarram. Namun, sampai disini ia menemui kesulitan. Entah kenapa, setiap kali setoran surat Thaaha kepada al-Mukarram, hafalannya mendadak hilang, lenyap dari pikiran. Sehingga ketika setoran pun hanya melafalkan lafadz “Thaaha” berulang-ulang. “Bismillahirrahmaanirrahiim... Thaaha...,Thaaha...”. Mbak Siti hanya mampu menyetor satu lafadz “Thaaha”. Tak bisa dibayangkan betapa malunya ia kepada al-Mukarram.

***Beberapa tahun kemudian, Mbak Siti boyong, ia menikah. Tahukah Anda, dengan siapa Mbak Siti menikah ? Tak disangka tak dinyana, ternyata Mbak Siti menikah dengan seorang laki-laki bernama sama dengan nama surat yang dulu sempat kesulitan disetorkan kepada al-Mukarram, ‘Thoha’ ! (Ema)

MAKAN BERSAMA

K isah ini terjadi pada M. Suhaily pada dekade 90-an. Cerita bermula dari kegiatan rutin PPPSPA saat mau-

lud tiba. Waktu itu seluruh santri berkumpul di komplek II untuk mujahadah dalam rangka maulid Nabi. Selepas mujahadah, para santri mendapat jamuan spesial, satu

nampan porsi 4-6 santri berisi nasi lengkap dengan segala lauk pauknya.

Suhaily pun ikut menikmati hidangan dengan penuh semangat. Maklum, kondisi badan teramat lelah setelah selesai mujahadah dan perut kosong nyaring bunyinya. Ia pun makan dengan lahap bersama teman-temannya.

Namun tanpa diduga, secara tiba-tiba al-Mukarram KH Mufid Mas’ud menghampiri Suhaily dan serta merta ikut

dahar (makan, red) disitu. Sontak Suhaily pun kaget bukan kepalang, malu dan salah tingkah. Namun dalam hatinya, Suhaily bergumam, “Ah, mudah-mudahan men-

jadi barokah...”, amien...(Hisyam)

1 Afina Putri binti Sucipto (Magelang)2 Alfiannisa’ Nurkholisotin Ni’mah binti Fifin Nurkholis (Sleman)3 Alifah Nur Safitri Mugiono binti Sukendar (Klaten)4 Aniq Khafidhoh Khannan binti Muh. Fathoni (Temanggung)5 Anis Nur Laili binti Sadiman, S,Pd.I (Banjarnegara)6 Anis Prita Mahwati binti Ginu (Sleman)7 Anisul Anamah binti Syaifudin Ali (Pemalang)8 Anna Yuli Kurnia Yanti binti Tugino (Gunung Kidul)9 Annisa Latifah binti Anwari (Magelang)10 Annisa Nur Oktaviana binti (alm) Sutarojo (Banjarnegara)11 Arga Mahatva Yodha binti Fauzun Amirul Arosat (Temanggung)12 Arina Hikmah binti Muhammad Suhadi (Wonosobo)13 Arina Hilma Shabrina binti Drs. H.M.W.Nuruddin (Jaksel)14 Atin Puji Suprapti binti (alm) Suprapto (Gunung Kidul)15 Aulia Noor Azizah binti Sunarto (Klaten)16 Ayu Putri Rahmawati binti H. Sukidjo, B.A (Klaten)17 Badriyah binti Abdul Jamil (Pemalang)18 Binti Khoiriyah binti M. Burhanuddin (Sleman)19 Binti Nafi’ah binti karmiyono (Kulon Progo)20 Binti Sholikhah Nur Rohmah binti Muhammad Hamidi (Klaten)21 Cahyaningrum Firdausy binti H. Wahban Hilal (Bantul)22 Dea Fizah Fahrana binti Ir. H. Asy’ari Shodiq (Solo)23 Diana Pertiwi binti Sunyoto (Kubu Raya, Kalbar)24 Dyan Anggraini binti M. Kolib (Magelang)25 Dzakirotillah binti (alm) KH. Mustahdi Hasbullah (Cirebon)26 Enita Zahara binti Harun (Bantul)27 Fahmia Purna Lestari binti Drs. Mawardi (Pontianak)28 Farah Nabilah binti Syakuri S.H (Depok)29 Fatma Hidayati binti H. Sumakmun (Magelang)30 Geby Ayu Fadhilah binti H. Ubaidillah Kabier (Serang)31 Hayulia binti Sariyo (Sumatra Selatan)32 Hilyana Ma’rufah binti Achmad Sujadi Saddad (Lampung)

33 Himmaty Alimatun Nafi’ah binti Ma’sum Umar (Kupang)34 Iit Wakhidah binti Kabul Asrofi (Temanggung)35 Ika Nurul Qomariah binti Andria Fahrudin (Purworejo)36 Indana Zulfa binti Muchtarom (Demak)37 Isma Farikha Latifatun Nuzulia binti Drs. Samsul M. (Wonosobo)38 Isnah Ashariah binti Ating (Bandung)39 Ita Novita binti (alm) Untung Ruyana (Indramayu)40 Khoirunnisa Eka Kurnia Miyosita M. binti H. M. Miyono (Kalsel)41 Kuni Uli Shofa binti Tohari (Ngawi)42 Layyinatus Syafi’a binti Abdul Ghoni (Demak)43 Maha Anugrahani binti Muh. Daroni (Yogyakarta)44 Marisatul Chalwa Zamroni binti Hamid (Pekalongan)45 Mas’adah binti H. Ta’ibin (Pekalongan)46 Masyitoh Farah Laila binti H. Nasikhin (Temanggung)47 Mifrochatun Laely Yuliana binti Abdul Chalim (Pemalang)48 Mifrohatul Laela Khasanah binti Zaenal Abidin (Pekalongan)49 Miftakhur Rohmah binti M. Wahyudin (Sleman)50 Musfiatul Nur Laela binti Mustangin (Magelang)51 Mutammimatul Ulya binti Sudarmadji (Magelang)52 Mutiara Nur Said binti Said (Cirebon)53 Nashrila Akrom binti Cucu Suhendar (Bantul)54 Nasyatul Haditsah binti Khoirul Anas (Jepara)55 Nelly Fadlliyani binti Muttaqin, S.Ag (Yogyakarta)56 Nilam Saraswati binti Syafrizal (Magelang)57 Nilatul Anikhoh binti H. Ahmad Athoillah (Kendal)58 Nur Afrilia Tri Ningsih binti Much Muzni (Magelang)59 Nur Alifah binti Sabari (Bantul)60 Nur Faizah binti Santoso (Magelang)61 Nur Nika Asri Dewi binti Handoko Teguh W (Solo)62 Nur’aini Azizah binti Sunarso (Solo)63 Nurlaili Fauziah binti M. Dalhari (Kalbar)64 Nurul Afifah binti Ahmad (Bantul)

65 N. Latiefah Habibah Arrohima binti Abdullah (Klaten)66 Nurwiyati Rahayu binti Santoso (Kalimantan Barat)67 Puji Pramudya Wardani binti Sujongko (Magelang)68 Putri Anisatul Mabruroh binti Murtija (Purbalingga)69 Qonitatu Zahara binti Muhasyim Abdul Majid (Jaksel)70 Qorri ‘Aina binti Ashim (Bantul)71 Rahmi Hanifah binti Saejana B (Sulawesi Tenggara)72 Rima Rahmawati binti H. Muhammad Sahudi (Kendal)73 Risha Astiani binti Sihono (Sleman)74 Rizky Istikomah binti Tukiran (Jakarta Selatan)75 Rizqi Makrifatun Ni’mah binti Budi Santoso (Wonosobo)76 Sarah Ulya Sufah binti Miftahul Huda (Wonosobo)77 Siti Ainal Mardhiyah binti Achmad (Kendal)78 Siti Jazilah binti Jumakir (Bantul)79 Siti Khotimah Aisyiyah binti Habib Sholeh (Magelang)80 Siti Magfiroh binti Muchjidin (Cirebon)81 Siti Masruroh binti Misbachul Munir (Purworejo)82 St. Miftahul Lukluil Karimah binti Musthofa (Purworejo)83 Siti Muthohharoh binti Masyhudi (Jakarta Selatan)84 Siti Nur Janah binti Agus Waluyo (Cilandak, Jaksel)85 Siti Rachmatun Nisa binti Cucu Suhendar (Garut)86 Siti Vaoziah binti Nurhadi (Ciamis)87 Siti Za’iimah binti H. Asrori (Magelang)88 Sri Wahyuningsih binti Sumidi (Yogyakarta)89 Sri Wahyuningsih binti Boiman (Riau)90 Susanti binti Haryanto (Wonosobo)91 Syifa Uwwa Rochmah binti M. Syofi’i (Cirebon)92 Thava Yuniantari binti Rakhmat (Purworejo)93 Vina Rahmatul Nur binti M. Fadlun (Pekalongan)94 Yuliyani Khabibah binti Kabul Asrofi (Temanggung)95 Zain Nisau Royani binti Zaki Achmad (Magelang)

DAFTAR PESERTA KHATAMAN BINNADZRI 30 JUZ PUTRI

Ketawa Itu Halal

NO NAMA PESERTA (ASAL) NO NAMA PESERTA (ASAL) NO NAMA PESERTA (ASAL)

AktivitaKhatmil Qur’an

AGENDA KHOTMIL QUR’AN 1431 H (27-28 JULI 2010)

TANGGAL 27 JULI 2010- Semaan al-Qur’an- Festival Kesenian

dan Budaya (masih dalam konfirmasi

dengan masyarakat)

TANGGAL 28 JULI 2010- Temu Alumni - Khitanan Massal- Parade Drum Band MTs dan MA Sunan Pandanaran - Ziarah ke makam KH Mufid Mas’ud- Dibaan- Prosesi Khotmil Qur’an

Page 47: Suapan 5

47 Juni 2010

Ilmi, demikian panggilan akrab santriwati ini. Saat ini ia duduk di kelas X A Madrasah Aliyah Sunan

Pandanaran. Putri dari pasangan bapak Asrofin dan ibu Ngaterum ini lahir di Kendal 18 Mei 1994, dengan nama lengkap Ilmi Mukarromah.

Dari Kendal ke Pesantren Sunan Pandanaran ia membawa sejuta asa. Menjadi ilmuwan Muslim berkelas nasional bahkan internasional adalah cita-cita utamanya.

Cita-cita besar ini dilandasi dengan kesadaran yang cukup sederhana, yaitu ingin menjadikan dirinya bermanfaat bagi keluarga, masyarakat, agama, bangsa dan negara.

Apa yang dicita-citakan Ilmi bukanlah angan-angan kosong. Baginya, menjadi besar berawal dari sesuatu yang kecil. “Bukankah untuk menapak seribu langkah harus diawali dengan satu langkah”, katanya kepada Suara Pandanaran. Dan langkah itu ia wujudkan melalui banyak prestasi sejak saat ini.

Ya, Ilmi memang telah mengantongi segudang prestasi. Di antaranya adalah Juara I Puitisasi Al-Quran Tingkat SMA / MA /SMK se-DIY tahun 2010, (Penyelenggara MA Muallimin Yogyakarta), Juara III Pembacaan Puisi “ Chairil Anwar” tingkat SMA/MA/SMK se-DIY tahun 2010, (Penyelenggara Fak.Imu Budaya UGM Yogyakarta), Juara III Pidato Bahasa Arab tingkat SMA/MA/SMK se DIY tahun 2010, (Penyelenggara MA Ali Maksum Bantul) dan Juara II Pidato Bahasa Arab POSPEDA tingkat Propinsi DIY tahun 2009, (penyelengara Pemprop DIY).

Dengan prestasinya, ia pun diganjar gelar “Putri Al-Khondaq tahun 2010”. Gelar ini disematkan pada dirinya dalam acara tahunan memperingati Hari Kartini.

Dalam urusan prinsip hidup, Ilmi seolah tak mau kalah dengan para filosof Yunani. Ia pun berfilsafat, “Impian tidak mutlak menjadikan orang menjadi sukses , tetapi orang sukses selalu mempunyai impian”.

(Faizun)

Menjadi santri itu harus menguasai ilmu-ilmu keislaman. Demikian ujar Luthfi Al-Firdaus ketika

ditemui Suara Pandanaran. Seorang santri, lanjutnya, tidak pantas kalau kerjanya hanya makan-tidur, makan-tidur, dan makan-tidur. Ya, Luthfi tidak sedang bercanda. Tetapi sedang mengungkapkan kemirisan hatinya setelah melihat begitu banyak santri yang tidak tahu mengapa dan bagaimana ia seharusnya menjadi santri.

Supaya tidak terjebak dalam kesenangan masa remaja yang identik dengan bermain dan hura-hura, Luthfi mengisi waktu luangnya dengan membaca. Hasilnya luar biasa. Bak pepatah Arab “Barang siapa menanam pasti memetik”, saat ini Luthfi sudah menikmati buah dari apa yang pernah ia tanam melalui aktivitas membaca.

Apa saja buah yang dinikmatinya. Simak prestasi Luthfi berikut ini. Ia pernah menjadi juara I Musabaqah Qira’atul Kutub (MQK), cabang Hadis tingkat

Kabupaten Sleman tahun 2009, (Penyelengara Depag Kabupaten Sleman). Dan juara III Musabaqah Qira’atul Kutub (MQK) cabang Hadis tingkat Propinsi DIY tahun 2010, (Penyelenggara Kanwil Depag DIY).

Putra dari pasangan bapak Fathurahman dan ibu Siti Sukainah ini, lahir di Wonosobo enam belas tahun silam, tepatnya pada 18 Oktober 1994. Sekarang ia duduk di kelas X G MASPA.

Tatkala diminta berbagi pesan dengan sahabat-sahabatnya, ia mengatakan, “Gantungkan harapan dan mimpi setinggi langit, lalu raih dengan ridlo kedua orang-tua dan guru”. Tak lupa ia menambahkan kata-kata bijak, “Dengan cinta hidup menjadi indah, dengan ilmu hidup menjadi mudah dan dengan iman hidup menjadi terarah”. (Faizun)

Menikmati Buah Kerja Keras

Mengejar Mimpi Mendulang PrestasiILMI MUKARROMAH

MUHAMMAD LUTHFI AL-FIRDAUS

Lensa SantriFO

TO :

DOK

. SU

ARA

PA

NDA

NARA

N

FOTO

: D

OK.

SUA

RA P

AND

ANA

RAN

Page 48: Suapan 5

48 Juni 2010

" iapa saja santri putra maupun putri di Pesantren Sunan

Pandanaran ini yang bisa menghafal Al-Qur’an dengan lancar dalam waktu enam bulan, akan saya beri hadiah kalung permata dari Suria. Tahun depan Insya Allah saya datang ke sini lagi untuk menepati janji saya ini."

Demikian salah satu tawaran Syeikh Rajab Al-Daib, Mursyid ‘Am Thariqoh Naqsyabandiyah di Republik Arab Suria, kepada para santri saat mengunjungi Pesantren Sunan Pandanaran pada Jumat (28/5/2010). Apa yang disampaikan oleh Syeikh Rajab merupakan ungkapan rasa cintanya kepada para santri yang dengan ikhlas menghafal Al-Qur’an.

“Sebaik-baiknya orang Muslim adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya,” kata Syeikh Rajab lebih lanjut. Beliau juga mengatakan

bahwa apabila seorang penuntut ilmu agama sedang berjalan, maka malaikat Jibril menaruh sayapnya di dekatnya sebagai rasa hormat terhadapnya. Dan Jibril tidak pernah melakukan hal itu kecuali terhadap para penuntut ilmu.

Malaikat Jibril bertindak demikian, jelasnya, karena derajat para penuntut ilmu berada satu tingkat di bawah derajat para nabi. Maka, para santri di pesantren ini tengah berada di derajat yang sangat mulia. Teruskan lah belajar Al-Qur’an karena kalian mendapatkan kemuliaan dari Allah Swt.

“Tetapi jangan lupa memperhatikan hal-hal yang menunjang kemuliaan ini. Mempelajari Al-Qur’an harus dibarengi pula dengan membersihkan hati dan raga. Wudhu akan memberihkan raga, dan melakukan hal-hal yang baik akan

membersihkan jiwa. Maka hendaklah kalian senantiasa melakukan semua itu,” kata Syeikh Rajab memberikan saran.

Beliau mencontohkan dengan sebuah riwayat, suatu ketika wahyu tidak kunjung turun kepada Nabi Muhammad Saw dalam waktu yang cukup lama. Para sahabat pun bertanya kepada baginda Nabi Saw, “Wahai Rasulullah, apa yang menyebabkan wahyu begitu lama tidak turun kepadamu?”

Rasulullah pun menjawab, “Bagaimana mungkin wahyu Allah akan turun kepadaku, sedangkan kalian tidak menjaga kebersihan diri kalian. Kalian tidak memotong kuku, tidak merapikan rambut, dan tidak membersihkan gigi”.

Menurut Syeikh Rajab, ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an adalah

Mursyid Naqsyabandiyah Syria Sirami Hati Santri Pandanaran

s

Tamu KitaSyaikh Rajab al-Dayb

FOTO

: M

ISH

BAH

UL

MU

NIR

Page 49: Suapan 5

49Juni 2010

Tamu KitaSyaikh Rajab al-Dayb

kitab suci yang hanya diturunkan kepada orang-orang yang menjaga kesucian diri. Baik itu suci jiwa ataupun raganya.

Kunjungan pertama Syeikh Rajab ini mendapat sambutan cukup meriah dari pihak Pesantren Pandanaran. Tidak hanya pengasuh dan santri yang hadir menyambutnya, tetapi juga sejumah alim-ulama di Yogyakarta.

KH. Mu’tashim Billah, pengasuh Pesantren Sunan Pandanaran, mengatakan bahwa kehadiran Syeikh Rajab ke sini ingin melihat langsung proses pengajaran Al-Qur’an. Di

samping itu, juga ingin bersilaturahmi dengan ulama-ulama di Yogyakarta. “Maka, saya mengundang beberapa ulama untuk turut hadir menyambut beliau,” tutur KH Mu’tashim.

Syeikh Rajab sendiri disertai tiga ulama dari Suria. Mereka keliling ke pesantren-pesantren di pulau Jawa. “Setelah berkunjung ke banyak pesantren di Jawa ini, saya melihat adanya potensi umat Islam Indonesia untuk maju. Saya berdoa semoga Allah memberikan berkah-Nya kepada umat Islam Indonesia,” tuturnya kepada Suara Pandanaran. (Rido)

FOTO

: M

ISH

BAH

UL

MU

NIR

عو تطهري الهفس و تقوية حفظ القرأى فى املعهد سوناى فانداى اراى االسالمى (املرشد العام للطريقة الهقشبهدية جبمهورية سوريا العربية)حماضرة الشيخ رجب الديب ˇ

Page 50: Suapan 5

Tamu KitaIwan Fals

50 Juni 2010

Senin, 26 April 2010, pesantren kita kedatangan tamu istimewa. Musisi Iwan Fals bersilaturahmi ke

Pandanaran dalam rangka melakukan perjalanan religi bersama grup musik Ki Ageng Ganjur ke beberapa pesantren di Jawa. Selain bersilaturahmi, Iwan Fals menggelar konser dan mengadakan kegiatan menanam pohon di beberapa pesantren.

Iwan Fals bersama rombongan tiba di PPSPA menjelang ashar dan segera beramah tamah dengan pengasuh. Tampak dalam rombongan tersebut Endi Aras (pendiri Oi) dan pemilik Ki Ageng Ganjur, Zastrouw al-Ngatawi. Istri Iwan Fals sendiri, Mbak Yos, menyusul kemudian bersama si bungsu Rayya Rambu Rabbani.

bersama Ki Ageng Ganjur kePANDANARANIWAN FALS

FOTO

: M

ISH

BAH

UL

MU

NIR

FOTO

: D

OK S

UARA

PA

NDA

NARA

N

Iwan Fals bersama KH Mu’tashim Billah saat ziarah ke makam almaghfurlah KH

Mufid Mas’ud

Perjalanan Religi

Page 51: Suapan 5

Menurut

Zastrouw, nilai-

nilai yang

terkandung dalam

lagu-lagu Iwan

Fals sesungguhnya

selaras dengan

ajaran islam

51Juni 2010

Suasana kekeluargaan terlihat di kediaman KH Mu’tashim Billah. Beliau berujar bahwa suatu kehormatan bagi Pandanaran kedatangan seorang Iwan Fals. Bersama Zastrouw, Iwan Fals bercerita mengenai perjalanannya, termasuk ziarah ke leluhur KH Mufid Mas’ud di Bayat. Iwan mengaku perjalanannya sangat menenteramkan hati karena semua berisi doa. Setelah ramah tamah, Iwan Fals beristirahat di kediaman KH Mufid Mas’ud yang berada di sebelah utara masjid Komplek I dan menempati kamar yang dulu ditempati KH Mufid.

Agenda “Perjalanan Spiritual” Iwan Fals dilanjutkan konser pada malam harinya yang bertempat di Komplek III. Tim shalawat Pandanaran mengawali acara dengan pembacaan shalawat dan asmaul husna serta doa yang dipimpin oleh KH. Masykur Muhammad. Acara dilanjutkan dengan penampilan grup musik Ki

Ageng Ganjur dan pengajian budaya oleh Zastrouw. Ia menegaskan bahwa pesantren adalah pusat seni dan budaya yang esensinya adalah mengajarkan islam yang toleran, bukan sarang teroris.

Sekitar pukul 21.00 WIB, Iwan Fals yang malam itu terserang flu tampil di hadapan ribuan santri yang duduk bersila ala mujahadah dan terpisah antara lelaki dan perempuan. Tak ketinggalan pula penggemar fanatik Iwan Fals (Oi) ikut meramaikan konser religi kali ini.

“Ribuan kilo jalan yang kau tempuh, lewati rintang untuk aku anakmu…”. Iwan Fals yang mengenakan kaos putih sederhana dan celana bercorak batik plus syal biru mengawali penampilannya malam itu dengan lagu berjudul Ibu. Kesederhanaan penampilannya malam itu tampak lebih berkilauan dari cahaya lampu panggung.

Menurut Zastrouw, nilai-nilai yang terkandung dalam lagu-lagu Iwan Fals sesungguhnya selaras dengan ajaran islam. Lagu Ibu mengingatkan kita untuk selalu menghormati ibu, seperti dalam hadist Nabi, juga bahwasannya surga berada di bawah telapak kaki ibu serta mengingatkan kisah Alqamah. Iwan Fals sendiri menyinggung tentang cerita rakyat “Malin Kundang”.

Iwan Fals melanjutkan penampilannya dengan membawakan lagu Siang Seberang Istana, Tanam Siram Tanam, Dendam Damai dan Bento. Dalam sela-sela lagu yang dibawakan Iwan Fals, Zastrouw menjelaskan tentang pesan moral dari setiap lagu. Dalam kesempatan ini pula, Iwan Fals menerima suvenir

FOTO

: M

ISBA

HU

L M

UNI

RFO

TO :

MIS

HBA

HU

L M

UNI

R

Iwan Fals berjabat tangan dan berpelukan dengan KH Mu’tashim Billah di nDalem Komplek II

Beginilah aksi Iwan Fals saat konser religi di Komplek III PPSPA

Tamu KitaIwan Fals

Page 52: Suapan 5

"Saya diberi amanah

untuk memberantas hama

kehidupan, memberantas

hama RI”

Tamu KitaIwan Fals

52 Juni 2010

FOTO

: M

ISH

BAH

UL

MU

NIR

Almarhum Gus Dur mempunyai kenangan tersendiri bagi Iwan Fals. Adalah lagunya yang berjudul Dendam Damai yang mengingatkannya kepada Gus Dur. Lagu yang menjadi menu latihannya di Komplek I PPSPA sesaat sebelum

konser religi tersebut pernah diminta Gus Dur untuk dinyanyikan oleh Iwan Fals dalam suatu kesempatan. Kala itu Gus Dur mengatakan bahwa hanya budaya yang dapat menyatukan bangsa. Lirik pada lagu Dendam Damai memang mengajak kita untuk hidup damai dan saling mencintai terhadap sesama. Iwan sendiri mengaku bahwa Gus Dur adalah sosok yang sangat bersahaja dan ia merasa kehilangan saat Gus Dur dipanggil oleh Sang Khaliq. (Ali Hifni)

Iwan Fals, Gus Dur dan “Dendam Damai”

Iwan Fals, ingat Gus Dur

DENDAM-DENDAM CELAKA

MENGHASUT KITA TAK JEMU MENGGODA

DAMAI-DAMAI DIMANA

BERSEMBUNYI TAK ADA WUJUDNYA

KAPAN BERAKHIRNYA SITUASI SEPERTI INI

TIDAK BISAKAH KITA SALING BERPELUKAN ?

dari PPSPA yang secara simbolis diserahkan oleh KH Imaduddin Soekamto di atas panggung.

Pada lagu Siang Seberang Istana, Zastrouw berujar bahwa semestinya kita peduli terhadap sesama sehingga tidak terjadi kesenjangan sosial, kebijakan pemerintah pun harus berpijak pada kemaslahatan umat. Sedangkan dalam lagu Tanam Siram Tanam yang merupakan lagu baru dalam album “Keseimbangan”, Iwan Fals mengajak kita semua untuk peduli terhadap lingkungan demi kehidupan yang lebih baik di masa depan, biarkan anak cucu kita belajar di bawah pohon, biarkan anak cucu kita menghirup udara segar, biarkan

mereka tumbuh bersama hijaunya daun, jangan biarkan mereka mati dimakan hama kehidupan.

Iwan Fals sendiri bercerita singkat, “Ketika sowan Mbah Liem di Klaten, saya diberi amanah untuk memberantas hama kehidupan, memberantas hama RI”.

Lagu Bento yang diawali dengan intro musik ala jathilan khas

Ki Ageng Ganjur menjadi lagu penutup. Menurut Zastrouw, kisah dalam lagu Bento ini mirip dengan kisah Qarun pada zaman Nabi Musa.

Ziarah ke Makam KH MufidSehari setelah konser,

Iwan Fals bersama KH Mu’tashim Billah berziarah ke makam KH Mufid Mas’ud. Ziarah, menurut Iwan Fals dapat membuat hati menjadi damai. Ketika melantunkan tahlil, membaca al-Fatihah, alif laam Mim dan seterusnya, ia merasakan hatinya menjadi sejuk. Hal yang sama ia rasakan ketika berziarah ke makam Rasulullah saw saat menunaikan ibadah haji. Dalam perjalanannya ke

Komplek III, KH Mu’tashim Billah dan Iwan Fals berbincang mengenai PPSPA. Mulai tentang Tahfidzul Quran, santri MTs dan Aliyah, UKM sampai peran pesantren terhadap masyarakat. Dan setelah melihat dari dekat, Iwan Fals merasa takjub akan kekayaan yang dimiliki pesantren di bidang seni.

Setelah berziarah, Iwan Fals berpamitan kepada KH Mu’tashim Billah dan segera melanjutkan perjalanan religinya.

Terima kasih bang, kehadiran Anda benar-benar spesial buat kami. Terasa hangat sampai ke jiwa, memancar ke penjuru dunia.

(Ali Hifni)

FOTO

: DO

K. S

UARA

PA

NDA

NARA

N

Ekspresi Iwan Fals saat konser di Pandanaran

Page 53: Suapan 5

WawancaraIwan Fals

53Juni 2010

Dalam kunjungannya ke PPSPA, majalah SUARA PANDANARAN men-dapat kesempatan untuk mewawan-carai Iwan Fals yang sedang melaku-kan “Perjalanan Religi” ke beberapa pesantren di Jogja dan Jawa Tengah bersama Ki Ageng Ganjur. Berikut hasil wawancara kami dengan Iwan Fals (IF) dan pimpinan Ki Ageng Ganjur, Zastrouw al-Ngatawi (Z).

Assalamu’alaikum, apa ak-tivitas sehari-hari Bang Iwan?

IF : Wa’alaikumsalam, aktivitas saya pengajian tiap malam jumat, karate dan musik.

Bang Iwan, di Leuwinangun …IF : Leu-wi-nang-gung, tapi orang-orang bilang “Wali-nanggung”. Ce-ritanya ada makam wali disitu. Suka diziarahin orang-orang kalau bulan Maulud, kemudian jadi “Leuwi” (lu-bang) dan “nanggung”. Tapi orang bilang “Walinanggung”, karena wali cuma sembilan kan? Haha …

“Walinanggung” ya, lebih enak be-gini, haha... Rutinitas bermusik di Walinanggung seperti apa ? IF : Dulu sebulan sekali konser, te-manya tergantung pada bulan apa dan diputuskan oleh rapat “Tiga Rambu” (manajemen Iwan Fals, red).

Ide awal “Perjalanan Spiritual” ini dari Bang Iwan sendiri atau dari Mas Zastrouw ?Z : Atas inspirasi Mas Iwan. Nilai-nilai di pesantren kan luar biasa. Mela-lui momentum seperti ini, kami ingin nilai-nilai pesantren yang selama ini hanya berlaku di dalam dapat ke-tarik keluar sehingga berlaku juga untuk komunitas yang lebih besar, yaitu bangsa. Spiritualitas Mas Iwan sama seperti Sunan Kalijaga waktu muda yang meledak-ledak. Tidak bisa menerima melihat ketidakadilan, ke-mungkaran, penindasan dan sebagain-ya. Ledakan-ledakan itu diekspresikan dengan merampok harta orang lantas dibagikan kepada rakyat miskin.

Lalu, apa yang dirampok dari Bang Iwan ?Z : Dia tidak merampok, tapi mela-lui lagu. Syair-syair Mas Iwan adalah gedoran hati, tamparan jiwa. Gejolak spiritualitas muda ini mulai mengen-dap. Jika Sunan Kalijaga mengendap-nya ketika bertemu dengan Sunan Bonang, Mas Iwan bertemu dengan dirinya sendiri. Ketika Mas Iwan dialog sendiri kok “kedengeran” kuping saya. Ya udah kita jalan, jadi “Mencari kebe-naran lewat kebetulan”, haha …

Menarik sekali, apakah event ini adalah yang pertama kali diadakan oleh Bang Iwan? IF : Ya, dulu pernah berkunjung ke be-berapa pesantren tapi hanya sekedar berkunjung saja.

Ada rencana “Tour 100 Pesantren”?IF : Wah jauh itu…Haha…

Bagaimana rasanya mengunjungi pesantren di tanah Jawa? IF : Di Pekalongan ada yang Kyai-nya

WAWANCARA SUARA PANDANARAN DENGAN IWAN FALS

Iwan Fals : “Ziarah membuat hati menjadi adem”

Suara Pandanaran sedang mewawancarai Iwan Fals

FOTO

: DO

K. S

UARA

PA

NDA

NARA

N

Page 54: Suapan 5

WawancaraIwan Fals

54 Juni 2010

hafal lagu saya. Kemudian saya ber-temu dengan Habib Luthfi. Surprise, beliau ternyata pandai bermusik. Suaranya buagus bener!

Kapan-kapan mungkin bisa duet, Habib Luthfi dengan Bang Iwan ? Kalau ada jodoh, siapa tahu ? Itu di Pekalongan. Kemudian ke Rembang, di tempat Gus Mus, tapi beliau sedang umrah. Saya melihat ada aula buat ngaji disitu, suasananya tenang.

Anda percaya bahwa di ruangan yang setiap hari dipakai untuk mengaji tasawuf bisa membuat tenang penghuninya?IF : Saya sebenarnya kurang percaya hal-hal seperti itu. Tapi ada cerita bahwa gamelan jawa, musik klasik dan adzan ada di bulan. Rupanya suara itu nggak hilang. Mungkin karena ada au-ranya ya? Entahlah, tapi memang itu yang saya rasakan waktu ke tempatnya Gus Mus.

Setelah itu Anda mengunjungi kota mana Bang?IF : Pati. Ketika waktu mau pulang berat rasanya. Pesantren menimbul-kan rasa kekeluargaan yang teramat sangat. Lalu di Jepara saya ziarah ke petilasannya Syeikh Siti Jenar, kemu-dian jalan lagi dan ketemu kyai yang menolak senar. Waduh, bagaimana ini ? Kayak diaduk-aduk kepala saya, di satu sisi saya melakukan perjalanan spiritual bahkan dengan gitar elektrik, di sisi lain ketemu kyai sepuh yang mengharamkan senar. Tapi sudah dija-wab sama Mas Zastrouw waktu acara

diskusi budaya. Ketika dialog ada seni-man patung. Karyanya bagus, ada li-dah berduri segala. Idenya berangkat dari Aborigin. Wah, gila ini ! Ternyata pesantren mengakomodir kesenian seperti ini juga. Oh iya, waktu di tempatnya Gus Mu’adz saya masuk ke se-buah ruangan, Joglo seder-hana. Rupanya (alm) Gus Dur tinggal disitu. Apa yang saya bayangkan ? Gus Dur, seorang Presiden tinggal disitu.

Informasinya, Gus Dur sedang apa di tempat seperti itu?IF : Nggak tahu. Gus Mu’adz cerita Gus Dur, saya berimajinasi. Betapa seder-hana dan bersahajanya Gus Dur ya?

Seberapa jauh Gus Dur sampai mem-pengaruhi pemikiran-pemikiran Bang Iwan ? Nggak terlalu juga. Gus Dur adalah orang hebat yang perlu diapresiasi. Saya bangga juga menjadi orang Indo-nesia yang punya Gus Dur.

Berbicara mengenai Gus Dur tentu tidak bisa lepas dari NU. Sementara Anda pernah berujar bahwa “Oi” sebaiknya seperti NU. Apa mak-sudnya ? IF : Kan banyak yang bilang, Oi menja-di partai saja. Ya saya ngomong kalau NU menginspirasi Oi. Oi tetep Oi. Tapi kalau Oi “MEMBUAT” partai, silakan. Seperti NU bikin PKB. tapi kalau Oi “MENJADI” (partai politik, red), wah, jangan deh...

Berarti “Oi” bisa menelurkan partai politik? IF : Lha iya kalau ikut jalan pikiran seperti itu.

Kalau “Oi” membuat partai, Anda siap menjadi presiden dong ?Bukan begitu. Biar aku jadi Presiden Kaos aja, haha…

Bang Iwan baru saja berhaji dan ziarah ke makam Rasulullah, adakah perbedaan dengan zia-rah wali ?

IF : Wah, ini dia nih... Allah Maha Adil. Ketika berziarah, hati menjadi adem. Disinilah adilnya Allah. Di tanah suci maupun disini, ademnya itu alham-dulillah sama. Dari ziarah kita dapat lebih menghormati leluhur dan menge-

nal sejarah.

Ada perbedaan radikal antara lagu lama Iwan Fals seperti “To-long Dengar Tu-han” dengan

lagu masa kini yang lebih religius seperti “Doa”, “Ya Allah Kami” dan “Hadapi Saja”. Apa sih yang sebe-narnya terjadi dengan Bang Iwan ?IF : Hmm, perjalanan waktu. Di dalam nya banyak terjadi peristiwa yang se-cara nalar saya dan sampeyan nggak bisa menjawab, makanya aku mengadu kepada Allah. Soal ‘saling asah saling asih saling asuh’ (lagu “Doa”, red), disitu inspirasi banyak sekali. Satu orang baik, luar biasa. Tapi kalau seri-bu orang baik, lebih luar biasa lagi ya? Nah perubahan-perubahan tadi adalah sebuah proses. Saya tak berdaya meng-hadapinya. Menururt Mas Zastrouw, saya mengalami fase seperti Sunan Ka-lijaga dalam bentuk lain. Tetapi dasar saya teriak s e p e r t i d u l u

“Hmm... ini dia nih majalah Suara Pandanaran ... ”

Iwan Fals, Mutiara terpendam ada di Pesantren

Di dalam perjalanan waktu banyak terjadi peristiwa yang secara nalar saya dan sampeyan nggak bisa menjawab, makanya aku mengadu kepada Allah

FOTO

: DO

K. S

UARA

PA

NDA

NARA

N

FOTO : MISHBAHUL MUNIR

Page 55: Suapan 5

WawancaraIwan Fals

55Juni 2010

tidak beru-bah. Karena memang kita nggak boleh mendiamkan ada yang t e rdza l im i di sekitar kita. Misal-nya tentang “Al-Ma’un” atau ten-tang “Sore Tugu Panc-

oran”. Bagaimana bisa hidup tenang kalau kita nggak peduli terhadap “Si Budi” ?

Kenapa Bang Iwan memilih jalan hidup bermusik? IF : Saya bisa bermusik dan Allah mem-berikan rejeki saya disitu. Jadi saya menjadi seniman tanpa menghilang-kan kewajiban saya sebagai muslim. Untuk mendalami Islam seperti yang Mas Zastrouw katakan tadi (toleran, red).

Apa tujuan hidup dari Bang Iwan ?IF : Menjalani kewajiban saya dan bagaimana menjawab takdir dengan gembira.Z : Seperti kata Imam Syafi’i, “Ketika engkau dilahirkan di dunia, kau me-nangis sendirian tetapi orang yang ada disekitarmu tertawa menyam-but kedatanganmu. Kini berusahalah agar ketika meninggal, engkau tertawa sendiri sedangkan semua orang me-nangis karena kepergianmu.”

Luar Biasa. Banyak orang bilang lagu Anda adalah lagu “dakwah sosial”, adakah niat u n t u k m e n j a d i p e n d a k -wah lewat lagu? IF : Eng-gak...apa-pun orang bilang, biarlah seperti gelas pecah. Kita nggak pernah tahu kema-na pecahannya.

Saya sih percaya sama lingkungan saya yang dapat menerima peca-han-pecahan itu. Aku cuma menu-angkan pikiran lewat lagu. Orang mau bilang apa, terserah saja.

Dalam event i n i Bang Iwan juga mengedepankan penanaman po-hon, apa kaitan antara spirituali-tas dengan ling-kungan hidup? IF : Pohon adalah kehidupan dan menjadi jawaban dari persoalan global warm-ing. Bahkan kalau besok kiamat pun kita tetap harus me-nanam. Dalam hadist disebutkan bahwa dalam keadaan perang kita dilarang menebang pohon. Banyak krisis pangan di berbagai belahan dunia. Se-mua ber-harap ter-hadap kita. Kalau nega-

ra dengan p o p u l a s i 200 juta orang leb-ih ini menanam pohon, maka apa yang kita lakukan adalah menye-

lamatkan dunia. Secara poli-tik dunia harus bayar kita

dong, karena kita produksi oksigen, kan begitu? Saya ng-

gak peduli. Dunia mau bayar apa enggak, masa bodoh ! Yang pent-ing kita menanam, menyelamatkan kehidupan. Bumi sudah enggak bulat lagi, sudah seperti ban kem-pes, iklimnya kacau. Disinilah peran pesantren, santri harus ikut

menanam pohon. Ini bukan cuma memberantas hama RI tapi hama kehidupan. Bayangkan bumi diam-bil minyaknya. Alam itu miniatur tubuh kita, kalau cairan kita diam-bil bagaimana? Tulang kita diam-

bil? Waduh …Apa harapan Bang Iwan dari pesantren?

IF : Mutiara terpen-dam ada di pesantren. Santri banyak mengha-fal dengan lagu. Mereka menguasai tempo dasar dan melodi dalam bela-

jar bermusik yang dipadu dengan syair kehidupan dan nilai-nilai ke-baikan. Kalau bisa mengeksplorasi lebih jauh bakat santri, pesantren akan melahirkan banyak seniman

tangguh.

Apa Kesan tentang Ponpes Su-nan Pandanaran?IF : Wah, bersih sekali dan mana-jemennya tertib. Anak saya yang berusia 7 tahun (Rayya Rambu Rabbani, red) secara polos bi-lang, “Wah, Pa, kita tinggal disini saja!”. Padahal dia biasa ke hotel ya? Di Pandanaran airnya besih, lagipula handuk dan sabun sega-la macem disediain, jadi sabunku enggak kepakai, haha …

(Ali Hifni dan Diasz Kundi)

“Biarlah saya menjadi Presiden Kaos saja, haha ...”

“Dunia mau bayar apa enggak, masa bodoh ! Yang penting kita menanam”

“Saya bangga juga menjadi orang Indonesia yang punya Gus Dur. ”

Menjadi seniman tanpa menghilangkan kewajiban sebagai muslim

IWAN FALS

Nama LengkapVirgiawan Listanto

Lahir3 September 1961

Album TerbaruKESEIMBANGAN

FOTO

: DO

K. S

UARA

PA

NDA

NARA

N

FOTO : DOK. SUARA PANDANARAN

FOTO : DOK. SUARA PANDANARAN

FOTO : MISHBAHUL MUNIR

Page 56: Suapan 5

KBIH

56 Juni 2010

Alhamdulillah, di KBIH Sunan Pandanaran saya merasa berkesan saat melaksanakan manasik haji. Selain mudah di pahami materinya, juga mudah dilaksanakan dan diresapi dalam qolbu. Buku manasik yang diedarkan KBIH Pandanaran sangat simpel, namun kedalaman materinya sangat luas... Ketika berada di tanah suci, saya sebagai jama’ah merasa bahwa tujuan semula dari tanah air bisa tercapai, yaitu jama’ah bisa mandiri. Dalam beribadah pun terasa ringan dan mantap walaupun ketika tidak didampingi pembimbing....Dan berkat do’a santri Pandanaran, ada rasa di hati yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Apalagi hubungan antara pihak KBIH dengan peserta sudah terasa seperti keluarga sendiri. Sekali lagi, kami ucapkan terima kasih banyak kepada Pandanaran dan KBIH-nya. Jazakumullah khairal jaza’ ... (H. SUGENG RAHMADI)

Saya merasa bimbingan haji dan manasik oleh KBIH Pandanaran berjalan dengan baik... Yang perlu ditingkatkan adalah komunikasi saat pelaksanaan haji antara pembimbing dengan para jama’ah... Kedepannya saya harap KBIH Pandanaran bisa mengirim 2 pembimbing, 1 pembimbing untuk bagian ibadah dan 1 lagi untuk manajemen waktu. Mudah-mudahan KBIH Pandanaran bisa dapat lebih baik ... (H. IRFAN RESTU)

Disamping bimbingan dari Ketua Rombongan, yang membuat saya lebih puas dan senang adalah, betapa ketika saya merasa bingung di Negara orang (tanah suci), yang mana saya dan teman-teman tidak paham bahasanya, ada “Om Wahid beserta keluarga” yang selalu membimbing, sehingga kami serasa di rumah sendiri. (H. SUROTO)

Secara umum KBIH SPA sudah cukup baik, tinggal pembenahan sedikit pada manajemen waktunya di tanah suci, meskipun saya maklum, mengingat situasi dan kondisinya sangat sulit ditebak. (H. HABUDIN)

Saya gembira bisa bergabung dengan KBIH SPA meskipun oleh DEPAG dipisah dalam hal rombongan, bis, hotel, dan akomodasi lainnya. Tapi itu adalah tantangan bagi saya dan regu 3. Syukurlah, di tanah suci kami tetap bisa bergabung dengan rombongan KBIH SPA dalam hal ibadah maupun ziarahnya... ( H. AMIRUDDIN)

Saya sudah katakan berkali-kali bahwa saya sangat senang ikut KBIH SPA karena dibimbing dari segi bacaan do’a-do’a hingga praktek ibadah haji di tanah suci, sementara orang lain yang tidak ikut KBIH, di sana tidak lancar berdo’a bahkan ada yang tidak berdo’a karena kurangnya bimbingan dan perhatian. (HJ. SUPARNI)

KBIH SUNAN PANDANARAN

DAFTAR NAMA JAMA’AH HAJI ‘09 / ’10

NO NAMA ALAMAT13 Lasminah Umbulmartani14 Maryono Depok15 Ngadijo Moyudan16 Ny. Suhartiningsih Candi17 Putut Wibowo Ngemplak18 Rejosuwito Turi19 Rojikin Turi20 Rubilah Depok 21 Siti Khotijah Ngemplak22 Sri Hartati Condong Catur23 Sugeng Rohmadi Ngemplak24 Suharmi Candiwinangun

NO NAMA ALAMAT1 Amirullah Condong Catur2 Djastono bin Subqi Ngemplak3 Djuwahir Candiwinangun4 Emy Kristina Ngemplak5 Habib Muhammad Tempel 6 Habudin Ngemplak7 Hadi Suwarno Ngemplak8 Hasan Ramelan Perum Pamugkas9 Irsan restu Nugroho Perum Pamugkas10 Iswantoro Depok11 Karsinah Sumberharjo12 KH. Syarifuddin Candi

NO NAMA ALAMAT25 Suharsono Umbulmartani26 Sumirah Ngemplak27 Suparni Moyudan28 Suroto Candikarang29 Surtilah Candimendiro30 Suwandi Ngemplak31 Tri Ahmadadi Candimendiro32 Triyantini Candikarang33 Waqingah Ngemplak34 Zaenal Arifin Sumberharjo 35 Zuriyah Nglanjaran

KESAN DAN PESAN

Sudah baik tetapi sepertinya “kurang

adil” jika semua urusan anggota

jamaah haji hanya mengandalkan

ketua rombongan, terlalu berat.

Mestinya jamaah haji bisa mandiri.

H. HABIB MUHAMMAD

KH. Abdul Wahid mendampingi jama’ah haji Pandanaran yang dipimpin oleh KH. Syarifudin

FOTO

: D

OK. SU

ARA

PA

NDA

NARA

N

FOTO

: D

OK. SU

ARA

PA

NDA

NARA

N

Page 57: Suapan 5

Sampaikan Salamku

57Juni 2010

Nama : Layyinatul Mudzkiyyah TTL : Pati, 3 Mei 1988Alamat : Ds. Pasucen Rt/Rw 07/03 Trangkil Pati Jawa TengahKampus : Psikologi UII 2007Hobby : Foto diri sendiri

Nama : Henny WidyawatiTTL : Batang, 23 Agustus 1992Alamat : Jl Kramat No 22 BatangHobby : MembacaPrestasi : Atlet Silat pandanaranMotto : Dengan tersenyum selangkah lebih majuPesan : Bersabarlah untuk menempuh jalan panjang hidupmu

Nama : Mintahul Cholidah TTL : Bantul, 21 Juli 1989Alamat : Jl Parangtritis No 280 Krapyak Wetan Sewon Bantul YogyakartaKampus : Psikologi UII 2008

Nama : Muhammad ZahronTTL : Tanggamus,6 November 1980Alamat : Tanggamus Lampung SelatanHobby : Melamun yang syar’iyPrestasi : Betah Mondok Motto : Mondoklah selama mungkinPesan : Wujudkanlah lamunanmu

Nama : Siti AisahTTL : Tangerang, 10 Maret 1987Alamat : Duren Sawit Rt/Rw 06/05 Duren Sawit Jakarta TimurKampus : FIAI UII 2005

Nama : SumantoTTL : Gunung Kidul, 4 Mei 1982 Alamat : Semin Gunung kidulHobby : Bulu tangkisPrestasi : Juara I Lomba Balap Sepeda Gunung tingkat Gunung KidulMotto : Menggapai hidup lebih baikPesan : Teruslah menanjak sampai ke langit

Nama : Miftakhurrokhmah Alamat : Sleman YogyakartaTTL : Sleman, 3 November 1995 Pesan : Jangan sia-siakan waktu luangmu hanya untuk hal yang tidak berguna Hobi : Membaca majalah dan ngobrolMotto : Hidup itu dijalanin aja! Nggak usah dipikirin..

Nama : Khafidzoh Alamat : Indramayu Jawa BaratTTL : Indramayu, 1 November 1993 Prestasi : Penthung Kendi (Juara 1) & Renang (Juara 2) Pesan : Jadilah dirimu apa adanya dan jalani hidup hanya mengharap ridlo Allah… Hobi : BerenangMotto : Apapun yang terjadi inilah aku, dan kerudung adalah mahkotaku

Nama : A. Abdil AdhimAlamat : Pekalongan Jawa TengahTTL : Pekalongan, 12 Oktober 1993Pesan : Jadikanlah objekmu untuk ma’rifat AllahHobi : Membaca dan BerceritaMotto : Fikir dan Dzikir

Nama : Althof DinantamaTTL : Aceh, 16 Mei 1997 Alamat : Perum Puri Permai B. 10 No. 1 Rt 02/05 desa Pete Tigaraksa TangerangHobby : Badminton, Sepak Bola dan Membaca Cerita NabiMotto : Siapa yang bersungguh- sungguh pasti akan berhasilPesan : Berbakti kepada orang tua, jangan cepat putus asa dan berusaha menjadi yang terbaik

Page 58: Suapan 5

58 Juni 2010

Para santri

bermujahadah membaca

Ratibul Hadad bersama

Syaikh Rajab

Syaikh Rajab bersama dewan pengasuh PPSPA di majlis mujahadah Komplek II

Klik!

Syaikh Rajab memberi

kenang-kenangan berupa buku

kepada KH Masykur Muhammad

Ziarah ke makam KH Mufid Mas’ud

Jama’ah Haji KBIH Pandanaran bersama KH Abdul Wahid

Grup Shalawat Pandanaran

menyambut kedatangan

Syaikh Rajab al-Daib dari Syria

Wartawan asal Inggris

berbincang dengan murid-murid

MTs SPA ketika mengunjungi

PPSPA

Page 59: Suapan 5

59Juni 2010

Klik!

PPSPA turut berbelasungkawa atas wafatnya KH Abdurrahman Wahid

Islam Rahmatan Lil ‘Alamin, Islam itu toleran. Zastrouw al-Ngatawi memberikan Pengajian Budaya di PPSPA.

Mantan anggota JI, Nasir Abbas

mengunjungi PPSPA dalam

acara dialog seputar Terorisme

Iwan Fals membawakan lima lagu saat konser

religi di PPSPA

Rombongan dari PPSPA dan pesantren lainnya mengunjungi Ghamkol Sharif di Inggris

KH Imaduddin memberikan kenang-kenangan kepada Iwan Fals di atas

panggung Konser Religi

Page 60: Suapan 5

60 Juni 2010

Lomba Puisi Nasional Tingkat SLTA di PP Sunan Pandanaran

Klik!

Semarak takbir Idul Adha siswa MA Sunan Pandanaran

Penampilan anak-anak PAUD dalam acara Pengajian Maulid Nabi Muhammad Saw

Pawai Ta’aruf Wisuda TPA al-Baidlowi Godegan, Srandakan, Bantul

Pemotongan daging kurban di Komplek III PPSPA oleh para santri dan pengurus

Aksi tim Drum Band MTs Sunan Pandanaran

Siswa MA Sunan Pandanaran saat penanaman seribu pohon bersama ibu ibu

Pelepasan Siswa MA Sunan Pandanaran tahun ajaran 2009/10