2
SUARA MERDEKA lUMAT, 11 DESEMBER 1992-HALAMANVI Hak Asasi Manusia: Hukum dan Budaya ian apakah pikiran dan perkataan itu dapat dibuktikan benar/salah, tetapi apakah "menguntungkan bekas PKI atau G-30-SIPKI" atau tidak. Oleh Ariel Heryanto "USAHA peningkatan pelak- propaganda resmi. Lopa tidak se- sanaan hak - hak asasi manusia per- diki tpun men y atakan ke beratan lu dibarengi dengan peningkatan HAM yang dirumuskan The Uni- memasyarakatkan hak - hak asasi versal Declaration of Human manusia itu sendiri. Apabila ma- Rights (UDHR) dari PBB (1948) syarakat sudah mengerti makna diberlakukan di Indonesia. Ke- hak- hak asasi manusia (sudah me- banyakan pejabat kita menolak ngerti hak dan kewajibannya), ma- HAM yang diltang dari "Barat" ka anggota - anggota masyarakat itu. Alasannya, HAM itu tidak se- itu sendiri tidak mudah lagi diper- suai dengan jati - diri dan kepriba- dayakan oleh oknum - oknum yang dian bangsa Indonesia. tidak bertanggung jawab, sedan- Catatan singkat oerikut ini men- gkan di lain pihak para penguasa eoba mengkaji lebih dalam dua bu- pun akan semakin berhati - hati tir pokok tersebut. ' dalarn mengemban tugasnya." HAM dan Hukum Kita Pernyataan di atas diungkapkan Dalam uraiannya Lopa menun- orang Timur, Ia bukan aktivis pe- jukkan beberapa pasal KUHP dan negakan hak - hak asasi manusia KUHAP di Indonesia sudah (selanjutnya disingkat HAM) yang menghormati UDHR. Uraian Lopa merepotkan pemerintah di Timur tidak keliru. Tapi sengaja atau ti- yang terkenal alergi terhadap dak,adaduahalyangtidakdisebut- HAM. Pernyataan itu datang dari kan Lopa. Pertama, ia tidak menye- seorang Dirjen dalam pemerinta- but sejumlah pasal dan peraturan hanOrdeBaru,NamanyaBaharud- legal lain yang tampaknya belum din, Lopa. Pandangannya di- . coeok dengan UDHR. Kedua, ia ungkapkan dalam sebuah artikel tidak membuat klaim sejauhmana Kompas(lO September 1991). KUHP dan KUHAP resmi itu di- laksanakan "seeara murni dan konsekuen" di Indonesia. Pernyataan Lopa menarik perha- tian saya, sedikitnya dalam dua hal. , Pertarna, ia mengungkapkan kepri- hatinan, jika bukan pengakuan, tentang kesenjangan kehidupan ki- . tadarieita-citaHAM. Yangmeng- ganjal dari pernyataan terkutip di atas ialah: benarkah HAM bisa le- i bih ditingkatkan apabila I masyarakat" sudah mengerti mak- na hak - hak asasi manusia"? Apakah pelanggaran terhadap HAM sekadar karena kurangnya . pengertian? Penambahan penger- ! tian dengan sendirinya meningkatkan peng]lOrrnatan dan pelaksanaan HAM? Kedaa, pernyataan Lopa juga menarik karena berbeda dari ke- banyakan pejabat pemerintahan dan orang swasta yang terpengaruh Para pengamat dan praktisi hu- kum mengakui bahwa KUHAP se- jak 1981 sudah memberikan lebih banyak perlindungan kepada ter- sangka. Tetapi merekajuga me- nyadari bahwa KUHAP itu tidak memerinci seeara jelas bagaimana perlindungan itu dilaksanakan se- bagai kewajiban petugas keama- nan dan hukum. Juga tidak dijelas- kan apa sanksinya bila petugas ne- gara itu tidak mengindahkan hak - hak tersangka yang dilindungi KUHAP. Akibatnya, hukum yang lebih baik dan pengertian yang lebih baik tentang hukum itu tidak otomatis menjamin dilaksanakannya hukum tersebut. Tapi apakah perbaikan hukum yang resmi itu sendiri sudah - sungguh menjunjung tlllggi UDHR? Beberapa kasus meragukan hal itu. Pasa1134, 137, 154 dan 155dari KUHP menganeam tuntutan pida- na politik terhadap warga negara yang dianggap menghina, meny- atakan perrnusuhan atau kebeneian terhadap pemerintah dan pimpinan pemerintah. Adakah satu peraturan atau hukum yang menganeam pe- merintah atau oknum pemerintah yang menyatakan permusuhan, penghinaan atau kebeneian ter- hadap rakyat? Konon di negeri ini kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat. Rakyatlah yang paling pantas di- horrnati. Pueuk pimpinan pemerin- tah merupakan orang yang diang- kat dan diberi mandat oleh rakyat. Maka wajar ia dapat pula sewaktu- waktu diturunkan rakyat. Tapi bagaimana rakyat dapat menikmati kedaulatan tertinggi dan menga- wasi pemerintah yang diangkatnya apabila ueapan rakyat yang me- nganeam kepentingan penguasa dapat dituduh melanggar hukum? Bahkan lebih eel aka lagi, ia dapat dituntut UU Antisubversi yang dis- usun OrdeLama tahun 1963 dan di- jadikan senjata pamungkas oleh OrdeBaru. Jangankan rakyat biasa. Bahkan anggota badan tertinggi negara, yakni MPR, harus disaring lewat Litsus. Sehingga, seperti dikatakan Romo YB Mangunwijaya dalam sebuah eeramah, tentunya ada badan misterius yang kedudukan- nya lebih tinggi daripada MPR. Keppres 1611990 yang dikenal dengan nama Litsus dapat menu- duh atau menghukum orang karena apa yang dipikirkan atau dikata- kannya. Bukan berdasarkan penila- Pasal 19 dari UDHR mene- gaskan setiap orang berhak meny- atakan pikirannya dan menerima pikiran orang lain seeara bebas. Bagaimana pasal ini dapat disand- ingkan dengan pasa! - pasal KUHP tadi? Bagaimana kenyataannya dalam kehidupan sehari - hari di kampung kita, di sekolah, kantor, panggung pentas seni dan media massa? Pengertian maeam apakah yang dapat menjadi mukjizat se- hingga memungkinkan pelak- sanaan HAM lebih baik? Bersambung HIm VII Kol 1·4) Diunduh dari <arielheryanto.wordpress.com>

SUARA MERDEKA Diunduh dari · PDF filesanaan hak -hak asasi manusia per - diki tpun men y atakan ke beratan ... bagai kewajiban petugas keama­ nan dan hukum. Juga tidak dijelas

  • Upload
    haquynh

  • View
    217

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SUARA MERDEKA Diunduh dari  · PDF filesanaan hak -hak asasi manusia per - diki tpun men y atakan ke beratan ... bagai kewajiban petugas keama­ nan dan hukum. Juga tidak dijelas

SUARA MERDEKA lUMAT, 11 DESEMBER 1992-HALAMANVI

Hak Asasi Manusia: Hukum dan Budaya ian apakah pikiran dan perkataan itu dapat dibuktikan benar/salah, tetapi apakah "menguntungkan bekas PKI atau G-30-SIPKI" atau tidak.

Oleh Ariel Heryanto

"USAHA peningkatan pelak- propaganda resmi. Lopa tidak se­sanaan hak - hak asasi manusia per - diki tpun men y atakan ke beratan lu dibarengi dengan peningkatan HAM yang dirumuskan The Uni­memasyarakatkan hak - hak asasi versal Declaration of Human manusia itu sendiri. Apabila ma- Rights (UDHR) dari PBB (1948) syarakat sudah mengerti makna diberlakukan di Indonesia. Ke­hak- hak asasi manusia (sudah me- banyakan pejabat kita menolak ngerti hak dan kewajibannya), ma- HAM yang diltang dari "Barat" ka anggota - anggota masyarakat itu. Alasannya, HAM itu tidak se­itu sendiri tidak mudah lagi diper- suai dengan jati - diri dan kepriba­dayakan oleh oknum - oknum yang dian bangsa Indonesia. tidak bertanggung jawab, sedan- Catatan singkat oerikut ini men­gkan di lain pihak para penguasa eoba mengkaji lebih dalam dua bu-pun akan semakin berhati - hati tir pokok tersebut. ' dalarn mengemban tugasnya." HAM dan Hukum Kita

Pernyataan di atas diungkapkan Dalam uraiannya Lopa menun-orang Timur, Ia bukan aktivis pe- jukkan beberapa pasal KUHP dan negakan hak - hak asasi manusia KUHAP di Indonesia sudah (selanjutnya disingkat HAM) yang menghormati UDHR. Uraian Lopa merepotkan pemerintah di Timur tidak keliru. Tapi sengaja atau ti­yang terkenal alergi terhadap dak,adaduahalyangtidakdisebut­HAM. Pernyataan itu datang dari kan Lopa. Pertama, ia tidak menye­seorang Dirjen dalam pemerinta- but sejumlah pasal dan peraturan hanOrdeBaru,NamanyaBaharud- legal lain yang tampaknya belum din, Lopa. Pandangannya di- . coeok dengan UDHR. Kedua, ia ungkapkan dalam sebuah artikel tidak membuat klaim sejauhmana Kompas(lO September 1991). KUHP dan KUHAP resmi itu di­

laksanakan "seeara murni dan konsekuen" di Indonesia. Pernyataan Lopa menarik perha­

tian saya, sedikitnya dalam dua hal. , Pertarna, ia mengungkapkan kepri­hatinan, jika bukan pengakuan, tentang kesenjangan kehidupan ki­

. tadarieita-citaHAM. Yangmeng­ganjal dari pernyataan terkutip di atas ialah: benarkah HAM bisa le­

i bih ditingkatkan apabila I masyarakat" sudah mengerti mak­na hak - hak asasi manusia"? Apakah pelanggaran terhadap HAM sekadar karena kurangnya

. pengertian? Penambahan penger­! tian dengan sendirinya meningkatkan peng]lOrrnatan dan pelaksanaan HAM?

Kedaa, pernyataan Lopa juga menarik karena berbeda dari ke­banyakan pejabat pemerintahan dan orang swasta yang terpengaruh

Para pengamat dan praktisi hu­kum mengakui bahwa KUHAP se­jak 1981 sudah memberikan lebih banyak perlindungan kepada ter­sangka. Tetapi merekajuga me­nyadari bahwa KUHAP itu tidak memerinci seeara jelas bagaimana perlindungan itu dilaksanakan se­bagai kewajiban petugas keama­nan dan hukum. Juga tidak dijelas­kan apa sanksinya bila petugas ne­gara itu tidak mengindahkan hak -hak tersangka yang dilindungi KUHAP.

Akibatnya, hukum yang lebih baik dan pengertian yang lebih baik tentang hukum itu tidak otomatis menjamin dilaksanakannya hukum tersebut. Tapi apakah perbaikan

hukum yang resmi itu sendiri sudah s.~ngguh - sungguh menjunjung tlllggi UDHR? Beberapa kasus meragukan hal itu.

Pasa1134, 137, 154 dan 155dari KUHP menganeam tuntutan pida­na politik terhadap warga negara yang dianggap menghina, meny­atakan perrnusuhan atau kebeneian terhadap pemerintah dan pimpinan pemerintah. Adakah satu peraturan atau hukum yang menganeam pe­merintah atau oknum pemerintah yang menyatakan permusuhan, penghinaan atau kebeneian ter­hadap rakyat?

Konon di negeri ini kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat. Rakyatlah yang paling pantas di­horrnati. Pueuk pimpinan pemerin­tah merupakan orang yang diang­kat dan diberi mandat oleh rakyat. Maka wajar ia dapat pula sewaktu­waktu diturunkan rakyat. Tapi bagaimana rakyat dapat menikmati kedaulatan tertinggi dan menga­wasi pemerintah yang diangkatnya apabila ueapan rakyat yang me­nganeam kepentingan penguasa dapat dituduh melanggar hukum? Bahkan lebih eel aka lagi, ia dapat dituntut UU Antisubversi yang dis-

usun OrdeLama tahun 1963 dan di­jadikan senjata pamungkas oleh OrdeBaru.

Jangankan rakyat biasa. Bahkan anggota badan tertinggi negara, yakni MPR, harus disaring lewat Litsus. Sehingga, seperti dikatakan Romo YB Mangunwijaya dalam sebuah eeramah, tentunya ada badan misterius yang kedudukan­nya lebih tinggi daripada MPR.

Keppres 1611990 yang dikenal dengan nama Litsus dapat menu­duh atau menghukum orang karena apa yang dipikirkan atau dikata­kannya. Bukan berdasarkan penila-

Pasal 19 dari UDHR mene­gaskan setiap orang berhak meny­atakan pikirannya dan menerima pikiran orang lain seeara bebas. Bagaimana pasal ini dapat disand­ingkan dengan pasa! - pasal KUHP tadi? Bagaimana kenyataannya dalam kehidupan sehari - hari di kampung kita, di sekolah, kantor, panggung pentas seni dan media massa? Pengertian maeam apakah yang dapat menjadi mukjizat se­hingga memungkinkan pelak­sanaan HAM lebih baik?

Bersambung HIm VII Kol 1·4)

Diunduh dari <arielheryanto.wordpress.com>

Page 2: SUARA MERDEKA Diunduh dari  · PDF filesanaan hak -hak asasi manusia per - diki tpun men y atakan ke beratan ... bagai kewajiban petugas keama­ nan dan hukum. Juga tidak dijelas

Hak ...... . ( Sambungan Him VI )

Pasal13 UDHR menjamin hak dan kebebasan warga negara untuk berpindah tempat dan bepergian antar negara. Bagaimana ini dapat dipadukan dengan peraturan dan pelaksanaan Cekal yang belum lama malahan mendapat pen­gukuhan status hukum? Benarkah hanya lebih mengerti HAM akan lebih meningkatkan perwujudan­nya?

Pasal 11 UDHR menuntut per­lindungan status tersangka menu­rut asas praduga tak bersalah. Asas serupa secara teori dijamin (atau di­tuntut) dalam hukum dan peradilan di Indonesia. Tapi sejauh mana hal itu telah berusaha dihormati, misal­nya dalam kasus tertangkapnya Xanana Gusmao? Apakah perny­ataan para pejabat negeri kita dan berbagai liputan media massa ten­tang pribadi Xanana telah mencer­minkan tekad kita menghormati HAM? Apakah para ahli hukum ki­ta diam saja karena "kurang mengerti' , ?

HAM dan Budaya Beberapa orang asing, khusus­

nya Barat, memprotes, mengecam dan menuntut perbaikan. Hal yang sarna mereka lakukan terhadap berbagai bangs a lain. Khususnya negeri - negeri bekas terjajah di Asia, Afrika dan Amerika Latin.

Hampir dalam semua kasus itu, pemerintah di negeri - negeri bekas terjajah ini bersikap sangat defen­sif. Bagaikan tikus yang tak berku­tik dikili - kili kumis kucing garang. Hampir dalam semua kasus seperti itu, para penguasa di negeri -negeri bekas terjajah tidak menyangkal tuduhan terjadinya pelanggaran HAM terhadap rakyatnya sendiri. Mereka tidak membeberkan bukti yang menyanggah tuduhan dari lu­ar negeri. Yang dibantah hanyalah (a) hak bangsa lain untuk membela para korban pelanggaran HAM itu dan/atau (b) penerapan HAM ala UDHR yang datang dari Barat di negeri Timur.

Kedua bantahan itu disusun berdasarkan alasan bahwa HAM

yang dari Barat itu tidak sesuai de­ngan jati diri dan kepribadian bangsa Timur. Atau, bangsa Timur mempunyai rumusan HAM sendiri.

Saya term as uk orang yang menghormati HAM versi UDHR. Tapi saya bisa menyetujui keeng­ganan negara - negara bekas terja­jah menelan mentah - mentah HAM versi UDHR itu. Alasan saya mungkin berbeda dari alasan berbagai penguasa di negeri -negeri non-Barat ini. Saya akanje­laskan alas an penolakan saya ter­lebih dahulu, sebelum mengkaji alasan para penguasa negara Timur ini.

Menurut pandangan saya HAM versi UDHR itu sudah baik, tetapi belum cukup memadai untuk men­jamin perlindungan bagi para kor­ban kekejaman dan ketidakadilan di zaman ini. "Manusia" yang dibicarakan hak - hak asasinya dalam rumusan HAM-UDHR itu tidaklah mungkin mewakili berba­gai macam kelompok manusia de­ngan berbagai nasib dan penderi­taan sosial yang beraneka ragam di dunia. Kita membutuhkan bebera­pa, bukan satu, rumusan HAM. Ki­ta tak perlu menolak HAM yang su­dah dirumuskan PBB. Tapi perlu menambahnya.

Pengalaman hidup kaum minori­tas (etnik, bahasa, agama, dan lain -lain), kaum wanita, anak - anak, para gelandangan tentunya berbe­da dari elit bangsa - bangsa berkulit putih dan berkelamin pria. Kebu­tuhan berbagai kelompok ini akan HAM juga berbeda.

Pernerintah dari negeri - negeri Timur berhak tidak menelan men­tah - mentah rumusan HAM dari bangs a - bangsa bekas penjajahnya. Pengalaman, kesulitan, dan hara­pan bangs a - bangsa ini memang tidak harus dan tidak perlu sarna. Tetapi persoalannya menjadi lain jika penolakan ini didasarkan pada asumsi bahwa bangsa kita mem­punyai esensi, hakikat,jati diri atau kepribadian nasional yang unik dan khas. Apalagi jika alas an ini sekedar digunakan untuk menolak penghormatan pada HAM atau membenarkan pelanggaran HAM.

Dengan mengasumsikan ada

yang dinamakan esensi, hakikat, jati diri atau pribadi nasional, ba­nyak penguasa di negeri bekas ter­jajah menyangkal kemajemukan atau kebhinekaan dalam bangsa sendiri. Mereka menyeragamkan kepribadian bangsa. Secara mo­nopolistik mereka merumuskan apa jati diri atau kepribadian na­sional itu menu rut selera dan ke­pentingan elit yang berkuasa.

Tapi ada kritik lebih mendasar terhadap asumsi seperti itu. Yang perlu dipertanyakan bukan: apa atau bagaimanakah sebenarnyajati diri dan kepribadian otentik bangsa kita? Yang patut dipertanyakan: adakah jati diri at au kepribadian nasional yang otentik itu? Hampir seluruh gelombang pengetahuan mutakhir dalam i1mu - ilmu sosial dan kemanusiaan mas a ini akan menjawab pertanyaan itu secara tegas: "tidak ada" !

Produk Kolonial Banyak penguasa di negeri

bekas terjajah yang memang merasa minder dan terancam oleh tuntutan HAM dari negeri - negeri Barat. Para penguasa itu merasa bisa berlindung dalam tempurung persembunyian yang disebut kebu­dayaan, jati diri atau kepribadian Timur. Seakan - akan bila sudah be­rada di dalam persembunyian itu mereka akan aman dari serangan Barat.

Ironinya, temp at perl in dung an itu sendiri sebenarnya merupakan produk Barat! J ati diri, budaya atau kepribadian Timur yang unik dan otentik itu merupakan hasil penge­tahuan, ideologi dan penjajahan Barat.

Apa yang dinamakan wilayah kesatuim negara Indoensia jelas merupakan hasil kerja keras pe­merintah kolonial Hindia Belanda di awal abad ini. Inilah yang kern\!­dian diikrarkan dalam Sumpah Pe­muda sebagai tanah air Indonesia. Negara Republik Indonesia adalah turunan dari negara kolonial Hin­dia Belanda. Bahkan hukum na­sional yang kini berlaku di negeri ini sebagian besar merupakan ter­jemahan langsung dari hukum kolonial. TermasuK KUHP, KUHAP dan pasal - pasal penghi-

naan pejabat pemerintah yang tersebut di atas.

Apa yang disebut bangsa Indo­nesia sebenarnya juga merupakan produk yang tak disengaja dari pen­galaman penjajahan yang sama. Maka keliru bila dikatakan bangsa Indonesia dijajah Belanda selama 350 tahun. Waktu Belanda men­dirikan negara kolonial dan mulai menjajah, Indonesia belum ada. Paling - paling baru/sedang men­jelma. Yang dijajah adalah Malu­ku, jawa, Bali, Sumatera dan seba­gainya.

Apa yang kini disebut sebaga Bahasa Indoensia merupakan ba­hasa yang disusun pada tahun 1901 oleh sebuah kelompok ilmuwan yang ditugaskan pemerintah kolo­nial dan diketuai oleh Charles Adri­aanvan Ophuijsen. Ada sarjana yang secara serius berpendapat bahwa khasanah resmi sastra In­donesia (seperti yang diajarkan di sekolah) adalah hasil kerja keras A Teew, yang kemudian dilanjutkan HB Jassin.

Di seluruh wilayah, bangsa Ero­pa membentuk jati diri dan kepri­badian bangsa - bangsa terjajah le­wat pengetahuan, khususnya an­tripologi dan filologi. Kepribadian danjati diri bangs a - bangsa terjajah ini senantiasa dirumuskan sebagai sesuatu yang serba "aneh", "ek­sotik", "lain" dan "unik". Tentu saja menurut ukuran budaya dan kepentingan politik bangsa penja­jah. Proses inilah yang dinamakan "orientalisme": sebuah proses pembentukan identitas pihak lain oleh pihak yang berkuasa menurut kebutuhan poltik dan selera yang sewenang - wenang. Lewat orien­talisme si penjajah membentukjati dirinya sendiri (" Barat") sebagai bangsa yang moderen, rasional, maju, danserba benar.

Sebelum penjajahan Eropa run­tuh dan bangsa - bangsa terjajah merdeka, banyakelitpribumi terja­jah yang dididik oleh pengetahuan yang orientalis dan Eropa-sentrik ini. Sesudah penjajahan itu secara resmi digantikan kemerdekaan na­sional, berbagai penguasa pribumi menggunakan ilusi "kelainan" dan' 'keunikan" budaya Timur itu untuk menangkal tuduhan pelang­garan HAM dari Barat. Ilusi yang sarna digunakan untuk mencip­takan kepatuhan rakyat sendiri yang dikuasainya. (28)

-Ariel Heryanto, staJpengajar Program Pasca Sarjana UKSW Sa/atiga

Diunduh dari <arielheryanto.wordpress.com>