40
Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation 1

Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation 1

Page 2: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation2

beranda

Guru BelajarSurat Kabar

Info Surat Kabar Guru Belajar

Terbit setiap dua bulan sekali, surat kabar ini merupakan edisi khusus yang didukung oleh Indika Foundation. Menampilkan praktik baik pengajaran dan pendidikan untuk menularkan kegemaran belajar pada komunitas guru. Isi tidak sepenuhnya mewakili pandangan redaksi.

Dewan Redaksi

Najelaa ShihabBukik SetiawanRizqy Rahmat HaniM. Abdurrahman B

Alamat Surat Elektronik dan Media Sosial

Kampus Guru Cikal

Kampusgurucikal

@Kampusgurucikal

[email protected]

Alamat Kantor

Jalan Tahi Bonar Simatupang,RT.1/RW.2, Cilandak Barat, Cilandak,Jakarta Selatan

Kontributor

Editor tulisan

Desainer Grafis

Ina LinaKGB Surabaya

Paud Hidayah SurabayaIG :@veenuz027

FB : Lina Ina

Rizqy Rahmat HaniKGB Pekalongan

Kampus Guru CikalIG :@rizqyrahmat

FB : Rizqy Rahmat Hani

Muhammad AbdurrahmanKGB Pekalongan

Kampus Guru CikalIG :@mamanbasyaiban

FB : Muhammad Abdurrahman

Rizqy Rahmat HaniKGB Pekalongan

Kampus Guru CikalIG :@rizqyrahmat

FB : Rizqy Rahmat Hani

M. Rizky SatriaKGB Tangerang Selatan

Sekolah CikalIG :@rizky_satriaFB : Rizky satria

Page 3: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation 3

beranda DARIREDAKSI

Buat apa membaca? Pertanyaan yang sederhana ini seringkali mendapat berbagai jawaban yang indah. Namun, kita seringkali kesulitan menyebutkan perilaku spesifik yang lahir akibat gemar membaca. Kalau pun bisa menyebutkan perilaku spesifik, justru perilaku spesifik yang tidak tepat.

Dalam kenyataannya, manfaat terpenting dari membaca hanyalah berlaku buat murid TK. Kita menyaksikan bagaimana sejumlah sekolah dasar melakukan seleksi kemampuan membaca para calon muridnya. Sehingga terbangun logika di benak orangtua, bila murid TK belum bisa membaca maka akan kesulitan masuk SD.

Membaca adalah kunci sukses masuk SD. Tidak heran di sejumlah daerah lahir dan tumbuh kursus membaca buat anak TK.

Setelah bisa membaca di TK atau SD, maka manfaat membaca tidak lagi dapat perhatian. Selepas SD kelas awal, pertanyaan buat apa membaca hanya akan menemui jawaban indah yang tidak konkret.

Padahal tanpa memahami manfaat membaca maka kita kesulitan untuk memotivasi diri dan orang lain buat membaca. Toh membaca atau tidak membaca, kita tetap bisa menyelesaikan pendidikan. Kita bahkan gagal mengaitkan kemampuan membaca dengan pencapaian paling dangkal dari pendidikan, mendapatkan nilai ujian yang bagus.

Pandangan tentang manfaat membaca memang pragmatis, tapi tidak terhindarkan karena begitulah cara kerja motivasi manusia. Manusia mengejar manfaat dari suatu kegiatan.

Pertanyaan tentang manfaat membaca adalah tantangan bagi program Membaca Menumbuhkan Empati. Dengan serangkaian kegiatan membaca yang seru, diharapkan akan lahir perilaku yang menggambarkan kemampuan

Bukik SetiawanKetua Kampus Guru Cikal

@bukik

Penulis

MencariManfaatMembaca

Page 4: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation4

empati murid. Ada perbedaan perilaku antara murid sasaran program dengan kebanyakan murid yang lain.

Sejumlah guru dari berbagai daerah menceritakan praktik baik pengajaran membaca yang melahirkan perilaku empati. Bukan sekedar menjalankan suatu teknik pengajaran yang baku, para guru berkreasi menggunakan pengajaran literasi untuk beragam konteks.

Harapannya, praktik baik pada Surat Kabar Guru Belajar ini dapat memperkaya strategi pengajaran literasi di negeri ini. Tulisan yang disajikan mudah dipahami, bahasanya sederhana dan memungkinkan untuk direplikasi oleh guru yang lain.

Terakhir, terima kasih buat Indika Foundation yang telah percaya dan bekerjasama untuk mengembangkan kompetensi guru yang berdampak pada murid.

Mari membaca, mari berempati :)

Page 5: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation 5

Halo. Perkenalkan, saya Dwiyana. Saat ini saya sedang menuju tahun kelima sebagai Guru Pendidikan Khusus (GPK). Sekolah saya adalah salah satu sekolah negeri yang mendukung pemerintah dalam penyelenggaraan Pendidikan Inklusi. Awalnya memang hanya sekadar menjalankan kebijakan, namun setelah merefleksikan pengalaman, ternyata kami menemukan banyak kesempatan belajar.

Kesempatan ini bukan hanya tentang belajar bagaimana menerima Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) saja, melainkan belajar membangun lebih banyak kesempatan agar semua anak bisa tumbuh bersama di lingkungannya. Di awal, keberadaan saya sebagai GPK memang sangat identik dengan ABK. Saya dianggap satu-satunya yang pegang kendali dan bertanggung jawab penuh terhadap keberadaan murid berkebutuhan khusus di sekolah. Setelah saya paham bahwa salah satu kunci keberhasilan Pendidikan Inklusi adalah kolaborasi, maka saya mulai perubahan dari sini.

Saya berusaha memperluas lingkaran kerja dan berkomitmen untuk mengajak guru serta orangtua berdaya. Merangkul mereka untuk mau belajar memahami kebutuhan anak-anak bangsa. Tujuannya, selain berbagi tanggung jawab, tentunya berharap Pendidikan Inklusi bukan hanya tentang keberpihakan kepada ABK saja melainkan bisa jadi cara untuk memastikan keberhasilan semua anak.

Kali ini, kesempatan belajar yang saya dapatkan adalah meningkatkan kepedulian dalam hubungan pertemanan. Sebenarnya ini bukan hal baru. Bahkan saya temui sejak tahun pertama di sekolah sampai sekarang. Tapi, ini bisa dibilang lanjutan perjalanan saya dalam pendidikan. Mencoba bersama-sama memenuhi hak semua anak, yaitu diterima sebagai bagian dari komunitasnya.

Suatu ketika saya mengamati Gerakan Literasi di sekolah. Program pemerintah ini telah digiatkan dengan mewajibkan murid untuk membaca buku dengan batasan waktu. Guru juga diminta untuk membuat pojok baca di ruang kelas, lalu meminta semua murid membawa berbagai buku kesukaannya. Selama 15 menit mereka membaca, lalu didokumentasikan, dan Gerakan Literasi selesai sampai situ.

PRAKTIK BAIKPENGAJARAN

Belajar Keberagaman dan Kepedulian dengan Cha-cha

Dwiyana SupriyatniSDN Kramat Jati 16 Pagi, Jakarta Timur

[email protected]

Muhammad AbdurrahmanKGB Pekalongan

Penulis

Desainer

Page 6: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation6

Saat itu, saya sebagai GPK bertugas mendampingi murid berkebutuhan khusus di semua kelas secara bergantian. Ketika pendampingan, saya mengamati dalam kegiatan ini tidak jarang murid-murid terlihat bosan. Bahkan perhatiannya pun mudah teralihkan dan lebih memilih berdiskusi dengan teman. Belum lagi murid berkebutuhan khusus yang terlihat berpura-pura membaca tanpa paham isi bukunya. Saya pernah mengajak teman sebayanya membacakan buku. Namun, jika saya tidak ada, kegiatan tersebut tidak dilanjutkan.

Tidak sampai di situ, ketika saya sedang melakukan pendampingan di kelas I, salah satu murid bertanya, “Loh, Bu... kok dia belajar seperti itu? Itu kan pelajaran TK. Aku saja sudah bisa. Hahaha.“ Tawa anak tersebut ternyata mengundang perhatian teman-temannya dan pertanyaan tadi berakhir menjadi bahan candaan semua murid. Bahkan, ini sering terjadi ketika pendampingan. Mereka memandang aneh adanya perbedaan tugas yang diberikan ke temannya. Saya hanya tersenyum tanpa berkata apa-apa. Selesai pendampingan, saya merenung dan tanya dalam hati, “Kok bisa ya anak bertanya seperti itu? Apakah ada yang salah dengan cara mengajar saya? Apakah ada langkah pembelajaran yang terlewatkan?“

Berawal dari hasil pengamatan dan pertanyaan tersebut saya mulai membuat daftar tentang apa yang harus saya cari tahu dan pelajari: 1. Konsep literasi 2. Strategi pengajaran literasi 3. Strategi pengajaran untuk meningkatkan

kepedulian

Saat proses pencarian referensi, pertama kali saya menemukan postingan infografis di akun instagram KGC tentang salah kaprah literasi. Ternyata selama ini konsep literasi yang belum sepenuhnya dipahami memunculkan banyak program yang kurang bermakna untuk murid. Berawal dari postingan tersebut, rasa ingin tahu saya berlanjut dan sampai kepada kesimpulan ini:

Aha! Jadi literasi itu bukan sekadar membuat pojok baca dan membaca ya.

Saya masih punya satu daftar pencarian selanjutnya yaitu menemukan strategi pengajaran tentang disabilitas dan inklusi. Beruntungnya, saya menemukan referensi yang membantu saya memulai praktik pengajaran. Lisa Friedman membagikan artikel tentang Using M&M’s to Teach Diversity and Disability Inclusion yang kemudian saya adaptasi caranya untuk mengajarkan tentang konsep keberagaman menggunakan permen Cha-Cha. Permen Cha-Cha menjadi representasi yang tepat untuk mengajarkan murid tentang keberagaman. Selain penampilannya yang menarik, ini mudah dipahami karena sangat familiar dengan anak.

Selain itu, saya merasa bangga dan bersyukur karena memilih kelas yang tepat di TPN 2019. Di Kelas kompetensi “Strategi Pengajaran Literasi Membaca untuk Mengembangkan Empati” saya diajarkan tentang konsep, segala persiapan, dan berbagai strategi pengajaran untuk membangun empati. Hebatnya, semua itu bisa dilakukan melalui pengajaran literasi.

Page 7: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation 7

Empati sebagai kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain dan memahami apa yang orang lain rasakan harus diawali dengan literasi emosi. Literasi emosi adalah kemampuan “membaca” atau mengenali emosi sehingga kita bisa memahami apa yang orang lain rasakan. Ini ada hubungannya dengan literasi bermakna di mana pengajaran literasi bukan hanya membaca rangkaian kata, melainkan memproses informasi yang kita dapatkan lalu digunakan untuk memecahkan masalah.

Permen Cha-cha digunakan sebagai sumber informasi yang merepresentasikan bentuk keragaman. Setelah itu, perwakilan murid diajak mengeksplorasi perbedaan dan persamaan yang ada di lingkungan lalu menemukan cara untuk meningkatkan kepedulian kepada teman. Terlebih dahulu, saya membuat GRASPS. GRASPS adalah semacam model authentic assessment yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan suatu kegiatan. Berikut langkah-langkah kegiatannya.

Langkah 1 Perkenalan dengan memilih warna kesukaanMurid memperkenalkan diri dengan cara menyebutkan nama dan berbagai hal yang menjadi kesukaannya, sesuai dengan pilihan warna.

Langkah 2Guru menunjukkan sekotak permen dan bertanya:Apa yang kalian lihat?Apa yang kalian pikirkan ketika melihat benda ini ?Pada langkah ini, respon murid-murid sangat beragam, tetapi hampir semua kata kunci mereka sampaikan. “Warna-warni, Bu.“

Langkah 3Guru memberikan pernyataan penguatan: Tahukah kalian, kita ini mirip loh seperti Cha-cha.

Langkah 4Persilahkan anak mengambil satu permen untuk dimakan. Guru bertanya, “Apa yang kamu rasakan setelah memakan permen ini?”“Manis… Enak, Bu.. Ada coklatnya.“

Langkah 5Guru memberikan penguatan lagi. Tadi, kalian mengambil permen dengan pilihan warna kesukaan masing-masing. Ada yang warnanya kebetulan sama, ada juga yang berbeda. Tapi, kalian tetap punya kesempatan yang sama. Memilih warna sesukanya dan boleh memakannya.

Semuanya pun bilang bahwa rasanya manis dan enak karena ada cokelatnya. Apapun warnanya, rasa dan kandungannya sama. Seperti kita, dari luar kelihatan berbeda tetapi ada juga persamaannya Setelah langkah ini selesai, saya coba membahas bentuk perbedaan dan persamaan yang ada di diri mereka. Saya bahas perbedaan dimulai dari warna

Page 8: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation8

kulit, model rambut, ukuran badan, dan salah satunya warna baju. Saat itu, kebetulan hari Jumat murid-murid menggunakan seragam muslim. Tetapi ada salah satu murid yang menggunakan seragam dengan warna yang berbeda. Momen ini saya langsung gunakan untuk simulasi.

Saya meminta murid tersebut untuk keluar ruangan. Lalu dia bertanya alasannya. Saya bilang alasannya karena warna bajunya berbeda. Ia sempat kaget namun saya langsung memberitahunya sekaligus bertanya.

“Jika kamu diperlakukan seperti itu, apa yang kamu rasakan?“Lalu ia menjawab : “Saya malu, Bu. Sedih juga.“

Seketika semuanya terdiam. Saya sampaikan tentang perasaan teman-teman special yang sering ditertawakan hanya karena yang mereka pelajari berbeda.

“Kan gak boleh ya, Bu. Kita aja tadi pilih warna permen beda-beda tapi boleh dimakan.“Saya langsung merespon pernyataan ini dengan memberikan apresiasi dalam bentuk penguatan. “Betul. Sama seperti kalian, meskipun punya perbedaan tetapi ketika masuk ke kelas, kalian punya kesempatan yang sama. Belajar, bermain, dan bersenang-senang.“

Langkah 6 AksiPada langkah ini, saya memberikan satu kertas lalu mengajak murid secara bergantian untuk menggambar emoji berbentuk lingkaran dengan crayon. Mereka dipersilakan untuk menggambar emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka kembali ke ruangan dan melakukan refleksi. Saya membahas sekaligus memberitahukan bahwa gambar tersebut

menunjukkan sikap mereka.

“Seperti permen Cha-cha, walaupun warnanya berbeda tetapi rasanya sama enaknya dan disukai banyak orang. Kalian juga seperti itu ya.“

Lalu saya berikan pernyataan pancingan agar mereka bisa lanjutkan.

“Walaupun berbeda-beda tetapi ketika di kelas harus selalu …“Dua murid langsung mengucapkan “Main bersama, belajar juga.“

Seketika saya bangga dan langsung saya beri apresiasi dengan mempersilakan mereka menulis kalimat yang kami sudah refleksikan bersama. Setelah itu, perwakilan murid kembali ke kelas dan menyampaikan hasil kegiatan. Dengan didampingi guru kelasnya, mereka menjadi inisiator untuk mengajak teman-temannya untuk saling menghargai dan saling membantu satu sama lain.Setelah kegiatan tersebut, perlahan saya mulai melihat perubahan. Mulai dari dukungan teman sebaya yang terjadi tanpa diminta sampai kepercayaan yang diberikan kepada teman berkebutuhan khusus di kelas untuk menunjukkan kelebihannya. Salah satunya adalah saat murid berkebutuhan khusus di kelas yang diberikan kesempatan memimpin doa, dibantu dengan temannya.

Dari kegiatan ini, saya mendapatkan pelajaran lagi tentang betapa pentingnya memahami konsep literasi dan mempraktikkan pengajaran literasi bermakna. Bukan hanya murid berkebutuhan saja, tetapi murid lain pun juga merasakan manfaatnya. Ketika manfaatnya sudah bisa dirasakan semua maka terbukti Pendidikan Inklusi bisa jadi cara untuk mencapai keberhasilan semua anak.

“Empati sebagai kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain dan memahami apa yang orang lain rasakan harus diawali dengan literasi emosi.”Dwiyana Supriatni

Page 9: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation 9

Sekolah kami terletak di Yogyakarta, karenanya muatan lokal wajib yang harus kami berikan adalah mata pelajaran Bahasa Jawa. Walaupun sebagai pelajaran muatan lokal, ternyata Bahasa Jawa bukan merupakan bahasa yang telah dipahami anak-anak. Bahasa Jawa justru menjadi “bahasa asing” bagi anak-anak. Sejauh yang saya temukan, kondisi ini terjadi bukan karena anak-anak tidak mau berkomunikasi menggunakan Bahasa Jawa, namun karena memang belum cukup banyak dikenalkan oleh lingkungannya. Kenapa demikian, karena ada beberapa anak juga yang mampu berkomunikasi menggunakan Bahasa Jawa dengan baik.

“Aku takut salah ucap, kemaren ngomong sama eyangku, malah dimarahi karena pakai basa ngoko (bahasa yang digunakan untuk teman sebaya). Ya udah, pakai Bahasa Indonesia aja,” kata salah seorang anak. “Aku di rumah gak pernah pakai Bahasa Jawa. Kalau lagi main sama teman-teman di rumah, mereka sering pakai Bahasa Jawa,” timpal yang lain. “Aku bisa sih, tapi maunya kalau ngomong sama dia dan dia (sambil menunjuk 2 temannya). Soalnya mereka juga bisa, jadi gak tanya-tanya, ‘artinya apa sih’?” jawab seorang murid. “Aku sih paham apa yang diomongin teman yang ngomong pakai Bahasa Jawa. Cuma aku mau jawab pakai Bahasa Jawa kok susah, sepertinya berhenti di mulut,” kata yang lain sambil tertawa terbahak. Demikian kurang lebih yang kami diskusikan tentang perasaan mereka terhadap Bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari.

Saya adalah salah satu guru mata pelajaran Bahasa Jawa. Sebagai guru Bahasa Jawa, saya merasa perlu mengakrabkan Bahasa Jawa kepada anak-anak. Mengakrabkan yang dimaksud bukan kemudian hanya mengajak anak-anak berkomunikasi menggunakan Bahasa Jawa dalam diskusi kami sehari-hari, namun anak-anak perlu dikenalkan dengan budaya Jawa itu sendiri. Menggunakan beberapa hal yang berkaitan dengan budaya Jawa merupakan strategi yang saya lakukan. Budaya Jawa yang biasanya saya gunakan adalah mengenalkan upacara adat yang sangat dekat dengan lingkungan anak-anak.

Memberikan pemahaman tentang lingkup mata pelajaran Bahasa Jawa ternyata membantu anak-anak dapat memahaminya secara konkrit. Mereka menjadi paham capaian yang akan menjadi pokok bahasannya. Anak-anak tampak menyadari bahwa ternyata materi yang mereka pelajari tidak jauh dari kehidupan mereka sehari-hari. Mereka kemudian menjadi lebih peka bahwa ternyata mereka mempunyai pengalaman atas beberapa hal yang menjadi

PRAKTIK BAIKPENGAJARAN

Mengenal dan Mencintai Budaya Jawa melalui Aksara Jawa

Christmas AstrianiSD Tumbuh 2 Yogyakarta

[email protected]

Ina LinaKGB Surabaya

Penulis

Desainer

Page 10: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation10

materi pembelajaran, seperti beberapa pelaksanaan upacara adat, baik itu pernikahan, doa bersama, atau kerja bakti “Bersih desa”.

Salah satu materi pelajaran ini adalah Aksara Jawa. Materi pembelajaran Aksara Jawa mulai dikenalkan di kelas 3 dan 4. Seperti proses pembelajaran pada materi sebelumnya, pada praktik pembelajaran Aksara Jawa saya memberikan pijakan lebih dulu untuk mendekatkan aksara itu sendiri. Beberapa anak tertarik dengan bentuk Aksara Jawa. Mereka memberikan komentar menulis Aksara Jawa seperti membatik. Beberapa anak langsung berkomentar bagaimana susahnya menuliskan Aksara Jawa yang penuh dengan belokan. Menarik mendengarkan komentar-komentar mereka.

Kemudian saya menjelaskan tentang manfaat Aksara Jawa tersebut pada masa yang lalu. Saya memberikan gambaran tentang beberapa surat yang dibuat oleh para pujangga pada masa lalu yang dituliskan di atas daun atau kain. Mereka mulai memahami bahwa pada masa lalu orang menulis menggunakan Aksara Jawa, sama seperti apa yang kita lakukan saat ini. Artinya hal tersebut sangat mungkin kita lakukan, tidak ada yang berbeda. Hanya waktu yang membedakan pemanfaatan penggunaan huruf tersebut.

Dari pendekatan ini anak mulai menunjukkan ketertarikannya. Kemudian saya menyiapkan potongan kertas yang berisikan Aksara Jawa lengkap untuk kami tempelkan bersama-sama di masing-masing meja. Anak-anak merasa senang dengan tahap ini, karena mereka merasa memiliki sebuah tangga untuk lebih memahami Aksara Jawa. “Asyiiikkkk… kita dibantu,” kata mereka serentak. “Kami boleh lihat saat menulis, kan?” tanya mereka. Kesempatan yang tepat untuk berdiskusi dengan mereka. Saya menanyakan perasaan mereka dengan metode yang saya terapkan. Saya juga menanyakan apa saja yang menjadi harapan mereka saat mempelajari Aksara Jawa. Ternyata banyak yang berpendapat, menyampaikan apa yang mereka pikirkan dan rasakan. Saya jadi paham apa yang menjadi kebutuhan mereka dalam mempelajari Aksara Jawa.

Permainan menyanyi di pagi hari sebelum pelajaran dimulai membuat anak-anak lebih cepat mengenali bunyi bacanya. Hal ini jadi satu langkah yang lebih baik bagi anak-anak dalam mengenal Aksara Jawa. Lambat laun anak-anak mulai tertarik untuk mengamati Aksara Jawa yang ditempel di sisi kanan atas meja mereka. Dari ketertarikan ini pembelajaran Aksara Jawa makin mengasyikkan.

Untuk lebih memahami tentang Aksara Jawa, saya

Murid mewawancarai Harno, pemulung yang semangat

Proses make up untuk memerankan Harno dalam sebuah film pendek.

Page 11: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation 11

mulai mengenalkan cerita yang melatarbelakangi Aksara Jawa ini, yaitu Ajisaka. Awalnya saya mengenalkan cerita “Ajisaka” menggunakan video yang saya cari di Youtube. Cerita Ajisaka yang saya cari sengaja menggunakan Bahasa Jawa. Ada dua keuntungan yang saya dapat yaitu pembiasaan mendengarkan Bahasa Jawa dan memahami cerita tersebut dengan bantuan visual. Setelah melihat video Ajisaka, saya menggali cerita tersebut melalui tanya jawab untuk merefleksikan apa yang terjadi atas cerita Ajisaka. Anak-anak menyebutkan beberapa perilaku yang baik dan buruk dengan menceritakan kembali cuplikan beberapa kejadian yang dimaksud. Pastinya momen ini juga saya gunakan untuk merefleksikan nilai-nilai moral yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Biasanya mereka juga akan turut merefleksikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Pada pertemuan selanjutnya, saya kembali mengingatkan tentang Aksara Jawa. Awalnya saya mengingatkan melalui Aksara Jawa yang telah kami tempel bersama-sama di pojok kanan atas meja masing-masing anak. Kemudian saya membuat kotak sebanyak 20 kotak di papan tulis. Saya hanya memberikan satu Aksara Jawa sebagai pancingan mereka. Saya berikan waktu beberapa menit agar mereka mengamati kembali Aksara Jawa satu per satu. Saya mulai berhitung, memberikan waktu berpikir dan mengamati tiap aksara, kemudian mereka akan segera mengacungkan tangannya. Siapa yang lebih dulu dan tetap tenang akan mengisi aksara pada kotak yang masih kosong. Kenapa mereka berusaha berlomba? “Biar aku bisa menuliskan aksara yang kuhapal dulu, keburu ditulis teman-teman,” teriaknya dengan girang. Bagaimana dengan anak-anak yang secara kemampuan belum mampu menuliskan Aksara Jawa? “Boleh aku menuliskan bunyinya saja?” tanya seorang anak. “Boleh sekali, silahkan”, jawab saya menghargai usaha yang diberikan. Anak yang lain pun memberikan motivasi untuknya agar bisa menulis di depan kelas dengan memberikan seruan, “Pakai nyanyiannya Ajisaka, kamu pasti ingat.”

Kegiatan selanjutnya adalah bermain permainan “Menemukan Aksara Jawa”. Kelas saya bagi menjadi 5 kelompok, setiap kelompok beranggotakan 4 anak. Tempat bermain adalah di aula sekolah yang telah saya siapkan garis start dan garis finish. Garis start digunakan sebagai persiapan menemukan kartu, sementara garis finish digunakan untuk menata kartu. Setiap kelompok saya berikan 1 set Aksara Jawa. Mereka saya berikan waktu untuk berdiskusi, membuat strategi, dan berbagi tugas. Mereka memahami kemampuan teman-temannya, dengan demikian pembagian tugas disesuaikan dengan kemampuan

masing-masing. Salah seorang anak berbisik pada temannya, ”Aku belum hafal semua aksara, tapi aku bisa lari dengan cepat. Aku yang lari saja ya.” Mereka berdiskusi, menghargai kemampuan teman-temannya. Sungguh diskusi yang penuh dengan makna. Mereka mampu menunjukkan empatinya satu dengan yang lain, sungguh luar biasa.

Setelah kegiatan permainan “Menemukan Aksara Jawa”, saya merefleksikan permainan tersebut bersama dengan anak-anak. Mulai dari apa yang mereka rasakan, apa saja yang mereka dapatkan, bagaimana pendapat anak-anak tentang permaian ini. Sebagian besar dari mereka merasa senang bermain dan belajar Aksara Jawa. Mereka juga senang karena bisa membantu teman yang lain. Mereka merasa bangga bahwa ternyata mereka bisa mengenal Aksara Jawa dengan bantuan temannya.

Ternyata dengan permainan yang telah kami lakukan, anak-anak merasa senang. Mereka mampu membangun motivasi untuk mampu mengenal Aksara Jawa. Tanpa mereka sadari mereka mampu memahami Aksara Jawa dan menumbuhkan ketertarikannya menggunakan Aksara Jawa dengan mencoba menulis menggunakan Aksara Jawa. Beberapa anak menuliskan nama di Lembar Kerja menggunakan Aksara Jawa dengan memberikan emoticon tersenyum di belakangnya, tanda mereka puas dengan apa yang mereka capai. Beberapa menuliskan perasaannya menggunakan Aksara Jawa. Ada juga yang menuliskan kalimat pembuka surat, seperti: Halo, apa kabar, ayo ke sini, dll.

Anak-anak hidup dan tumbuh sesuai kodratnya sendiri. Pendidik hanya dapat merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat itu, begitu kurang lebih yang disampaikan oleh Ki Hadjar Dewantara. Kita sebagai guru hanya perlu memberikan kepercayaan dan jalan, agar apa yang telah dimiliki anak sejak lahir dapat berkembang sesuai dengan kodratnya. Oleh karenanya, memberikan kesempatan dan pengalaman akan memberikan stimulus kepada anak untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya, baik kemampuan kognitif, afektif, maupun psikomotornya.

Page 12: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation12

Page 13: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation 13

PRAKTIK BAIKPENGAJARAN

Tahun pertama saya mengajar kelas 3 SD, saya melaksanakan program literasi di kelas. Program literasi sudah terjadwal setiap hari sebelum memulai pelajaran. Anak-anak diminta untuk membaca buku cerita di pojok baca. Setelah itu saya minta anak-anak untuk menuliskan apa yang mereka baca ke dalam post it yang saya bagikan. Kemudian anak-anak menempelkan post it itu pada “Pohon Literasi” kelas. Belakangan ini saya perhatikan, semakin lama anak-anak merasa bosan dan jenuh dengan program literasi seperti itu dan itu lagi, bahkan ada murid saya yang mogok membaca buku karena dia menganggap membaca itu membosankan dan membuat dirinya mengantuk. Tidak sedikit anak-anak saya yang mengeluhkan itu.

“Aaahhh, aku bosan Ustazah. Baca lagi baca lagi.”“Membaca membuat aku ingin tidur. Hehe.”“Aku sudah membaca semua bukunya ustazah.”“Ustazah pohonnya sudah tertutup daun semua. Mau tempel di mana lagi?”

“Waktunya terlalu sedikit, aku belum selesai baca ustazah.”Sekali-kali saya bertanya ke beberapa anak tentang apa yang mereka baca, kebanyakan dari mereka kebingungan saat ditanya “Siapa tokohnya? Apa yang terjadi? Di mana kejadiannya?” Ternyata mereka hanya baca sekilas tanpa memahami apa yang mereka baca. Mereka membaca hanya untuk menunaikan kewajiban melaksanakan program literasi. Akhirnya saya merasa gagal dengan program literasi yang saya jalankan di kelas. Nah, dari situlah saya mencoba mengevaluasi program literasi yang saya laksanakan di kelas yang ternyata tidak sesuai dengan tujuan literasi itu sendiri. Bukannya membuat anak-anak suka membaca, malah sebaliknya. Tantangannya adalah bagaimana saya harus merancang program literasi yang tidak membosankan dan bermakna untuk kehidupan sehari-hari mereka. Bagaimana mereka senang membaca jika belum mampu memahami bacaan. Bagaimana saya bisa membuat mereka mampu memahami apa yang dibaca. Bulan Oktober lalu, saya mengikuti Temu Pendidik Nusantara 2019. Saya bergabung di kelas Kompetensi

Literasi Bermakna,Bukan Sekedar Membaca

Siti YuliantiSD IT Al Quds, kota [email protected]

Penulis

Muhammad AbdurrahmanKGB Pekalongan

Desainer

Page 14: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation14

Membaca Membangun Empati yang dibimbing oleh Ibu Susan. Di kelas kompetensi ini, saya mendapatkan banyak sekali pencerahan tentang bagaimana membaca dapat membangun empati di lingkungannya. Ibu Susan memberikan banyak sekali contoh penerapan Literasi Bermakna. Dari sanalah saya termotivasi membuat perubahan dengan menerapkan praktik baik di kelas.

Pre LiterasiAwalnya saya membuat Goal (tujuan), Role (peran), Audience (audiens), Situation (situasi), Product (produk), dan Standard (standar) yang disingkat GRASPS. Tujuannya adalah aksi untuk meningkatkan kepedulian pada lingkungan sekitarnya. Peran para aktivis pecinta lingkungan di sekolah SDIT AL QUDS. Situasi di kelas saya, banyak sekali anak-anak yang belum paham akan pentingnya menjaga lingkungan yang baik. Mereka menganggap bahwa dengan membuang sampah pada tempatnya sudah menjaga lingkungan. Padahal banyak sekali yang bisa kita lakukan untuk menjaga lingkungan, salah satunya dengan mendaur ulang sampah yang sulit untuk diurai. Anak-anak akan diarahkan untuk membuat poster berupa ajakan untuk mengurangi sampah.

Kegiatan Awal LiterasiPada awalnya saya membuka pembicaraan tentang keadaan lingkungan sekolah. Saya bertanya kepada mereka, “Anak-anak, apakah lingkungan sekolah kita sudah bersih?” Seperti biasa ketika dipancing pertanyaan, mereka akan mengangkat tangan dan

langsung menjawab pertanyaan. Saya persilahkan mereka menjawab secara bergantian.Ada yang menjawab, “Sudah bersih.” Ada juga yang menjawab, “Masih ada sampah berserakan.”

“Di sini ada sisa makanan yang kemarin ustazah.” “Di bawah meja aku ada sampah juga, ustazah.” Sambil mengeluarkan sampah darI bawah meja. Saya pun bertanya lagi kepada mereka, “Apa yang harus kamu lakukan saat menemukan sampah?”Dengan serempak anak-anak menjawab, “Dibuang ke tempat sampah, ustazah”. Tanpa instruksi dari saya, mereka mengecek sekitar tempat duduknya kemudian membuang sampah yang mereka temukan ke tempat sampah. “Waaaaah… ternyata di sekeliling kita banyak sekali sampah yah. Ada yang ingin tahu lebih lanjut tentang sampah?”

Saya sangat terkejut dengan respon anak-anak menjawab dengan serempak, “Aku mau ustazah”. Saya pun membagikan bahan bacaan yang membahas tentang “Sampah dengan Lingkungan”. Dengan antusias mereka membaca bahan bacaan yang saya bagikan. Setelah anak-anak membaca, mereka diminta menuliskan informasi yang mereka dapat dari teks yang mereka baca pada post it yang saya bagikan. Kemudian mereka menempelkan post it pada pohon literasi.

Page 15: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation 15

Menghasilkan ProdukMurid saya terdiri dari 15 orang. Saya arahkan anak-anak membentuk 3 kelompok yang terdiri dari 5 orang. Setiap kelompok ditugaskan membuat poster komunitas pecinta lingkungan di sekolah. Komunitasnya terdiri dari komunitas mengurasi sampah botol plastik, kardus, dan styrofoam. Kebanyakan dari mereka memiliki program yang sama yaitu membuat prakarya dari sampah-sampah tersebut sehingga dapat digunakan kembali. Mereka sangat antusias sekali membentuk komunitas pecinta lingkungan dalam rangka mengurangi sampah yang ada di lingkungannya.

Tahap akhirSetelah membuat poster, setiap kelompok dengan percaya diri menceritakan poster yang mereka buat di depan kelas secara bergiliran. Kelompok yang lain dipersilahkan bertanya maupun memberikan saran kepada kelompok yang bercerita. Setiap kelompok saling memberikan apresiasi kepada kelompok lain dengan memberikan tepuk tangan.

Ternyata, setelah saya menerapkan literasi bermakna dengan membuat komunitas pecinta lingkungan ini anak-anak semakin peduli dengan lingkungan sekitarnya, lebih tertarik dengan membaca dan ingin melakukannya lagi dan lagi. Di akhir pertemuan saya selalu bertanya, “Bagaimana perasaan kalian hari ini?” Dan serempak mereka menjawab, “Senang ustazah, besok lagi yah!” “Ustazah, besok kita akan membuat komunitas apa lagi?” Tidak hanya anak-anak yang senang, saya pun merasa senang dengan ketertarikan mereka dalam program literasi bermakna membangun empati terhadap lingkungan ini.

Membahas permasalahan yang terjadi sehari-hari dan melibatkan aktivitas anak-anak membuat mereka lebih tertarik dalam membaca dan tertantang melakukan sesuatu yang positif di lingkungannya. Kegiatan literasi bermakna membangun empati sangatlah mengasyikkan untuk anak-anak. Tidak hanya itu, mereka dapat meningkatkan kemampuan membaca serta dapat memberikan pengaruh yang positif untuk dirinya, orang lain, maupun lingkungannya.

Page 16: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation16

PRAKTIK BAIKPENGAJARAN

MENYULAP LIMBAH MENJADI PRODUK

BERDAYA GUNA

Wanti Sila SaktiSDN 34 Borang, [email protected]

PenulisSDN 34 Borang merupakan salah satu sekolah yang terletak di pelosok Kalimantan Barat, tepatnya di Kabupaten Sanggau. Daerah dengan kondisi yang serba terbatas, secara geografis terletak di daerah tepian sungai, tanpa akses sinyal dan listrik, serta dikelilingi oleh hutan, mempengaruhi perekonomian warga yang mayoritas merupakan petani tepatnya peladang (bercocok tanam dengan ladang berpindah). Kondisi ekonomi tersebut turut mempengaruhi kondisi para murid di sekolah, yang hampir 90% tidak menggunakan seragam lengkap, baik itu baju ataupun alas kaki. Namun semangat untuk bersekolah pada umumnya sangat tinggi.

Dusun Borang sendiri memiliki kearifan lokal yang sangat dikenal pada beberapa tahun silam, yaitu kerajinan tangan berupa anyaman dari bambu ataupun rotan. Namun sayang, seiring perkembangan zaman tradisi atau budaya menganyak hampir tidak diteruskan, padahal hal tersebut dapat menjadi peluang usaha yang cukup menjanjikan.Limbah dari bambu-bambu mati, akibat pembukaan ladang, hanya dibiarkan begitu saja. Hal tersebut sangat disayangkan. Sebagai seorang pendidik di lingkungan dusun Borang, sudah seharusnya juga turut peduli akan hal-hal yang berkaitan dengan sekitarnya, dan saya termasuk orang yang berkewajiban untuk melakukan hal tersebut.

Salah satu upaya yang saya lakukan adalah mengajak murid untuk menjadi seseorang yang literat, mampu membaca situasi dan keadaan, menganalisis dan mengelola segala bentuk informasi dan peluang yang ada di sekitar, mensinergikan dengan berbagai bentuk kearifan lokal yang mungkin dapat menjadi peluang usaha meski sangat sederhana, yang mungkin bisa saja membantu mereka kembali untuk memenuhi kebutuhan sekolah.

Langkah awal yang saya lakukan adalah mengajak murid untuk mencari bahan bacaan di perpustakaan terkait pemanfaatan

Ina LinaKGB Surabaya

Desainer

Page 17: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation 17

barang bekas atau limbah. Mengajak mereka membaca dan memahami isinya. Setelah itu di pertemuan selanjutnya saya mengajak mereka mengamati lingkungan sekitar. Murid-murid tersebut kemudian mencoba mencatat kondisi yang ada dengan kata kunci “Limbah” ataupun “Sampah”, serta “Pelestarian lingkungan.”

Dari hasil observasi yang dilakukan murid tersebut, 80% murid memperoleh data bahwa limbah menjadi permasalahan yang mesti mendapat perhatian. Kemudian para murid diminta mengemukakan solusi bagaimana cara pengelolaan limbah tersebut jika dikaitkan dengan bahan bacaan yang telah mereka pelajari dipertemuan sebelumnya. Akhirnya ditemukan kesimpulan bahwa pengelolaan limbah yang efektif adalah mendaurnya menjadi suatu produk atau karya yang tepat guna dan mungkin memiliki nilai ekonomis.

Selanjutnya proyek pengerjaan limbah dimulai. Diawali dengan pembuatan “Rencana Rancangan Karya” di mana murid membuat deskripsi sederhana terkait karya yang akan dibuat, bahan yang diperlukan dan tahapannya, serta desain sederhana model karya yang akan dibuat.

Selanjutnya pemilihan bahan dari alam dilakukan. Dalam pemilihan bahan ini, murid menyesuaikan dengan karya atau produk apa yang mereka buat, penggunaan bahan tersebut apakah dapat membantu mengurangi limbah yang ada di lingkungan. Serta apakah ada bahan lain yang diperlukan yang tidak ada di daerah tempat tinggal,

misalnya lem, jarum bros dan besi untuk gantungan kunci. Untuk ketersediaan bahan tersebut maka guru akan memfasilitasinya.

Sampai pada proses pembuatan. Proses pembuatan ini masih dalam pendampingan guru. Contoh perakitan karya atau produk diberikan dulu oleh guru. Meskipun hasil karya masih sangat sederhana, namun sebagai seorang guru kita harus memberikan apresiasi dan motivasi kepada murid. Apalagi jika kegiatan ini merupakan kegiatan pertama yang mereka lakukan. Pemberian motivasi dan apresiasi positif akan membuat mereka semangat dan berusaha meningkatkan daya kreativitas mereka. Dengan harapan karya yang dihasilkan kelak akan bisa lebih rapi lagi.

Di tahap awal proyek ini, kegiatan lebih kepada bagaimana pengelolaan limbah tersebut sehingga menghasilkan produk. Bagaimana murid mengaitkan hasil bacaan mereka dengan kondisi lingkungan setempat sehingga menumbuhkan kesadaraan akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Menjaga kelestarian lingkungan tersebut dapat dilakukan dengan mengurangi limbah yang ada dengan mendaur ulang menjadi suatu karya atau produk yang memiliki nilai ekonomis. Di awal, hasil yang ada mungkin terkesan akan sangat sederhana namun bagaimanapun karya murid tersebut harus tetap diberikan motivasi.

Setelah itu lanjut pada tahap penyempurnaan, membuat produk menjadi lebih rapi. Hingga terciptalah karya yang memanfaatkan limbah,

Page 18: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation18

menjadi suatu produk yang memiliki nilai ekonomis.Setelah itu, murid-murid diminta untuk menuliskan ulang laporan hasil pekerjaan mereka, termasuk pada proses pembuatan dan awal observasi terhadap lingkungan yang menjadikan alasan mereka untuk memilih bahan tersebut.

Dengan dihasilkan karya yang memiliki nilai ekonomis, mereka bisa menerapkan kewirausahaan untuk memenuhi kebutuhan akan keperluan sekolah, dengan cara menabung atau menyimpan tiap hasil penjualan produk. Adapun langkah selanjutnya yaitu mengadakan pameran hasil karya pekan seni sekolah, kemudian mengajak guru dan masyarakat untuk mengapresiasi hasil karya murid dengan membeli produk tersebut. Rencana selanjutnya adalah membuka penjualan produk via online (dilakukan oleh guru) dengan dasar donasi untuk keperluan sekolah murid.

Beberapa tahapan dari kegiatan ini memang belum berjalan maksimal karena terkendalanya waktu saya dan kurangnya fokus dalam penyelesaian atau pembimbingan dari saya sendiri. Namun kegiatan ini akan terus saya adakan perbaikan berdasarkan hasil refleksi yang dilakukan bersama.

Inilah penerapan membaca untuk empati yang telah saya lakukan, dengan menyulap limbah menjadi produk berdaya guna, dari proses penumbuhan empati terhadap lingkungan.

Dengan dihasilkan karya yang memiliki nilai ekonomis, mereka bisa menerapkan kewirausahaan untuk memenuhi kebutuhan akan keperluan sekolah, dengan cara menabung atau menyimpan tiap hasil penjualan produk.

Wanti Sila Sakti

Page 19: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation 19

Page 20: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation20

PRAKTIK BAIKPENGAJARAN

KAMI ANAK PENYELAMAT AIR,

TANAH DAN UDARA

Ela Nurlaela Paud Nurul Ilmi, Depok Kota Bandung

[email protected]

Penulis

Saya adalah guru dari Kelas Bumi yang di dalamnya terdapat 17 anak dan salah satunya adalah anak ABK. Kelas Bumi adalah kelas anak kisaran usia 5-6 tahun. Karakter anak Kelas Bumi itu super heboh, seperti gurunya yang memang lebih senang bergerak dari pada duduk diam. Hanya saja ada satu hal yang kadang membuat saya harus berteriak kepada anak-anak. Setiap kali kami melakukan aktivitas makan bersama dan bermain dengan kertas, kondisi kelas pasti berantakan penuh dengan sampah yang berceceran di mana mana, di bawah meja, di atas kursi atau di pojok balok.

Kegiatan makan bersama dilakukan setiap hari, maka saya pun akan berteriak setiap hari kepada anak-anak untuk meminta anak membersihkan bekas makan mereka, baik nasi yang berceceran, kue atau air yang tumpah. Begitupun saat kami beraktivitas dengan kertas, lem, dan gunting, sudah otomatis juga saya berteriak seolah mengingatkan mereka untuk membereskan atau membuang sisa sisa sampah kertas ke dalam tong sampah.

Anak yang cukup banyak ditambah dengan adanya 1 anak ABK yang memang seharusnya butuh seorang helper adalah tantangan saya yang pertama untuk menangani kekacauan di dalam kelas ketika aktivitas makan bersama dan saat bermain kertas. Kedua adalah ketika saya tidak dapat membangun relasi yang baik dengan anak-anak, yang sebenarnya mereka butuh saya untuk menggiring atau mengajak mereka berdiskusi hangat yang sederhana tentang masalah di kelas. Tetapi sayangnya, saya selalu memilih berteriak kepada mereka untuk membersihkan kelas seperti yang saya mau. Ketiga adalah tidak adanya rencana bermakna yang saya buat untuk membantu mereka mengembangkan rasa peka dan peduli terhadap situasi lingkungan mereka. Lalu yang keempat saya baru sadar bahwa ternyata standar pemahaman saya terhadap sebuah rencana pembelajaran “Lingkungan” hanyalah sebatas anak anak cukup mengetahui bagian-bagian rumah. Ketika gurunya memiliki standar pemahaman yang terbatas mengenai pembelajaran lingkungan, apalagi anak-anak ya? Dan sungguh saya merasa lelah dengan harus berteriak setiap kali dua aktivitas itu dilakukan, yang memang hasilnya tetap tidak sesuai dengan harapan. Kadang saya menyalahkan anak-anak, kadang saya juga menyalahkan diri saya sendiri. Apa yang harus saya lakukan?

Akhirnya saya memutuskan untuk yakin semua akan berubah ketika dimulai dari diri saya sendiri sebagai pendidik yaitu dengan melakukan sebuah perubahan, baik secara sikap ataupun membuat rencana pembelajaran yang lebih bermakna. Lalu saya bergegas

Ina LinaKGB Surabaya

Desainer

Page 21: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation 21

untuk merombak total rencana pembelajaran yang sudah saya buat sebelumnya di awal tahun. Judul rencana awal yang sudah saya buat sebelumnya adalah “LINGKUNGAN“ yang akhirnya saya ubah dengan judul “ANAK PENYELAMAT AIR, TANAH DAN UDARA“ dengan harapan dari judul rencana tersebut anak-anak dapat menjadi sosok pahlawan kebersihan yang memberikan dampak baik untuk kehidupan dan lingkungannya.

Oleh karena itu pada suatu hari setelah aktivitas makan bersama dan main kertas, saya memutuskan untuk tidak berteriak saat mengingatkan mereka mengenai sampah kertas dan lainnya pada hari itu. Saya membiarkan kondisi kelas kotor, bau, dan tidak rapi. Keesokan harinya ketika anak-anak memasuki kelas, terlihat ekspresi-ekspresi yang berbeda pada wajah mereka. Ada yang tutup hidung, ada yang jalan berjinjit, ada yang kebingungan dengan kondisi kelas pada hari itu, pokoknya berbagai macam ekspresi ada pada wajah mereka.

Lalu saya sendiri melakukan sebuah drama kecil di hadapan mereka. Saya memancing mereka dengan berbagai pertanyaan-pertanyaan mengenai dampak yang saya rasakan pada hari itu dengan kondisi kelas yang memang kotor. TERBUKTI bahwa dengan tidak berteriak saya bisa mengkondisikan kelas dengan 17 anak. Yeeeayyyyyyyyyy. Di hari-hari berikutnya saya mencoba mengajak mereka untuk menonton sebuah video yang berisi tentang lingkungan yang bersih dan kotor baik itu rumah, sekolah, taman, kantor, sungai, laut, dan lingkungan kota yang sudah penuh dengan polusi. Mereka melihat ikan ikan mati karena air laut atau sungai yang kotor, mereka melihat banyak orang batuk-batuk karena polusi yang kotor dan masih banyak

lagi. Melalui diskusi hangat (memanusiakan hubungan) yang kami lakukan setelah menonton video tersebut, anak-anak memberikan pengalaman mereka tentang kasus kasus lingkungan yang mereka temui selama ini.

Saya juga sempat mengajak mereka untuk berjalan-jalan ke sungai yang saya buat sendiri di sekolah. Hihi. Saya menjadikan sebuah saluran air tempat wudhu menjadi sungai dengan cara menyumbat saluran pembuangannya untuk sementara. Saya biarkan ikan berenang kecipak kecipuk di sungai buatan tersebut. Waaaahh, anak-anak pokoknya happy banget deh liat ikan dan air sungai yang bersih. Drama kecil terjadi lagi, datanglah saya sebagai orang yang tidak bertanggung jawab dengan membuang sampah sembarangan ke sungai. Pada kegiatan ini, anak-anak melihat langsung dampak dari perbuatan membuang sampah sembarangan dan dampak dari menjadi orang yang tidak peduli terhadap lingkungan serta membiarkan sungai kotor dan ikan kesulitan tanpa pergerakan baik apapun.

Lagi-lagi saya mengajak mereka untuk berdiskusi hangat. Kali ini saya mengajak mereka untuk merasakan menjadi ikan yang memang terkepung oleh sampah di sungai. Di luar kegiatan-kegiatan aksi yang kami lakukan, kami juga membuat sebuah kesepakatan di kelas. Kesepakatan kami adalah adalah, “Tidak membawa tempat makanan berbahan plastik, membawa botol minuman sendiri, dan ingat buanglah sampah pada tempatnya. Jangan lupa saling mengingatkan ya.” Lalu siapa mereka sekarang? Ya, sekarang mereka adalah para penyelamat air, tanah, dan udara yang sepakat untuk menggunakan topeng sebagai

Page 22: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation22

identitas mereka. Mereka juga membuat sebuah inovasi dengan membuat alat yang bisa mereka gunakan dalam pergerakan baik menjaga sungai. Anak-anak juga diajak untuk merefleksikan diri tentang bagaimana perasaan mereka saat menjadi seorang penyelamat yang melakukan pergerakan baik untuk lingkungannya.

Perubahan terbesar yang terjadi saat saya merombak total rencana pembelajaran mengenai lingkungan ini adalah tong sampah tidak dibiarkan lagi sepi, sekecil apapun sampah yang ada di kelas, meski itu hanya sebutir nasi, mereka akan membuangnya ke tong sampah tanpa saya berteriak. Menggunakan tong sampah sesuai dengan fungsinya adalah salah satu proses atau jalan untuk menimbulkan sikap empati kepada sesama. Seluruh sampah yang kita temui di manapun tentunya harus dibuang ke tempatnya. Sikap sadar adanya tempat pembuangan sampah (Tong sampah) adalah salah satu cara kita untuk menjaga diri kita dan orang-orang di sekitar kita untuk tetap menikmati air, tanah, dan udara yang bersih. Mereka juga memberikan kehidupan yang baik bagi makhluk Tuhan lainnya seperti tumbuhan dan hewan. Mereka juga melakukan sebuah ajakan kepada semua orang untuk melakukan sebuah pergerakan baik dalam menjaga lingkungan melalui sebuah video dan sikap nyata baik mereka terhadap lingkungan.

Jumlah anak yang banyak ternyata tidaklah jadi alasan lagi bagi saya untuk tidak bisa mengondisikan kelas dan berteriak di dalam kelas untuk mengingatkan tujuan saya kepada mereka. Memulai dari diri sendiri, pendekatan secara hangat, mengajak mereka melihat langsung masalah, mengajak mereka berdiskusi bersama dengan asik adalah cara bagaimana kami akhirnya bisa saling memahami dan mencapai tujuan bersama (Cieeeee).

Bahkan pada akhirnya bukan hanya kepada makhluk hidup saja mereka memberikan rasa peka dan pedulinya, terhadap benda mati seperti tong sampah sekalipun mereka memberikan dua hal tersebut (kepekaan dan kepedulian). Dan memang benar jika seorang pendidik memiliki suatu tujuan baik yang harus dicapai dalam proses pembelajaran dan dimulai dari perubahan pendidik itu sendiri maka tidak akan pernah ada kegagalan belajar yang berlangsung selamanya.

Page 23: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation 23

PRAKTIK BAIKPENGAJARAN

Membaca untuk Membangun Empati

terhadap Hutan

Dista NovistanandaLazuardi Global Compassionate School

[email protected]

Penulis

“Anak-anak, di akhir proyek, kita kunjungan yaaaa... Ke hutan.” “Ah serius, Bu? Lihat apa deh di hutan? Bosen banget pasti.”

Begitulah sepotong percakapan kami di kelas saat memulai proyek. Saya menyampaikan bahwa kita akan melakukan sebuah aksi yaitu berdonasi untuk hutan. Sesuai dengan judul proyeknya yaitu Environment Shapes Your Happiness, lingkungan akan membentuk kebahagiaan kita. Proyek kelas 4 ini dirancang sedemikian rupa agar setiap pelajaran memiliki tujuan yang sama, yaitu bakti untuk lingkungan. Memang hanya beberapa anak yang menunjukkan ketidaksukaannya. Sebagian anak menunjukkan ekspresi datar dan sisanya bahagia karena bisa keluar sekolah. Tetapi apakah pembelajaran yang dilakukan akan benar-benar menyentuh hati mereka?

Tak kenal maka kenalan. Proyek ini benar-benar harus bermakna agar anak-anak memiliki kesempatan berempati yang timbul dari dirinya sendiri. Dengan bersemangat, proyek saya mulai dengan menampilkan video animasi tentang eksploitasi Sumber Daya Alam, termasuk di dalamnya penebangan hutan secara besar-besaran dan pemanfaatan hewan yang berujung sampah.

Di penghujung video, digambarkan bahwa kita semua akan hidup di atas tumpukan sampah karena keserakahan manusia. Anak-anak mulai tertarik dan menghubungkan bahwa hutan adalah tempat hidup banyak hewan dan tumbuhan yang akan saling mempengaruhi secara langsung atau tidak langsung untuk kehidupan manusia.Selanjutnya saya pilih bermain Komunimuka tentang hewan dan habitatnya. Seperti kuis Komunikata di salah satu televisi nasional namun versi tanpa suara, hanya ekspresi saja. Sungguh untuk membuat murid paham, kita benar-benar harus memanusiakan hubungan.

Membangun pikiran bahwa tidak hanya guru yang bisa mengajar. Pesan akan diberikan berantai dalam kelompok beranggotakan 6 anak. Permainan ini saya dapat dari

Ina LinaKGB Surabaya

Desainer

Page 24: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation24

Bu Susan saat Temu Pendidik Nusantara 2019. Kelompok kata pertama adalah tentang hewan hampir punah. Harimau, Badak, Hiu, dan Beruang. Namun saya sengaja tidak memberitahu agar mereka kemudian mengelompokkan sendiri. Seru, lucu dan memberikan ruang mengenal ekspresi teman. Semua anak terlibat untuk berpikir. Kelompok kata kedua adalah tentang habitat hewan-hewan tersebut. Nantinya mereka akan mengaitkan hubungannya.

Saat sesi diskusi, anak-anak membuat pengelompokan hewannya sendiri. Mulai dari hewan buas, hewan berbahaya, hewan yang tinggal sedikit, hewan pemakan daging sampai hewan yang tidak bisa berenang. Padahal ada hiu di dalamnya ya, saya pun tertawa. Saya menerima semua jawaban dan mencoba mengarahkan tentang kemungkinan-kemungkinannya. Sampai terarah pada karakteristik yang sama yaitu hewan hampir punah. Selanjutnya, anak-anak mengaitkan habitat masing-masing.

Saya berikan kesempatan kepada setiap anak untuk menjawab pertanyaan, “Kira-Kira kalau hewan ini tinggal di tempat yang bukan habitatnya, apakah akan tetap bertahan hidup ya?” Pertanyaan ini merupakan pancingan karena jadi muncul pertanyaan-pertanyaan baru.

“Bu, bukannya kalau di kebun binatang, semua hewan hidup-hidup aja ya?”“Bu, kalau kita rawat hewan langkanya juga bisa, kalau kita punya uang kan?”Saya tersenyum. “Gini, gini, kalau misalnya nih misalnyaa…. ada bayi manusia baru lahir belum bisa bicara, belum tahu dunianya seperti apa, cuma bisanya menangis aja. Kira-kira bisa hidup ngga ya kalau dipisahkan dengan ibunya?”

Seperti biasa, ada yang menjawab bisa, ada yang menjawab tidak bisa. Saya menerima semua kemungkinan dengan terbuka.

“Kalau bayinya dapat dipenuhi kebutuhan dasar hidupnya, tentu bisa hidup, dong. Dia pun ga akan mengenali Ibunya, di mana rumahnya, makanan kesukaannya apa kan. Tapi apakah memisahkan paksa itu tindakan yang benar?” Semua terdiam, entah sedih atau tidak paham.

Selanjutnya mereka serentak menjawab pertanyaan saya dengan tidak setuju. Sama halnya jika hutan dirusak, banyak hewan-hewan yang “terpaksa” pergi dan terpisah dengan keluarganya. Belakangan saya menjelaskan bahwa

kebun binatang dibuat untuk kita belajar, jadi kita tidak perlu datang ke savana atau menyelam ke laut aslinya.

Untuk lebih membantu murid memahami konsep, anak-anak dibekali tugas membaca buku “Hutanku Tinggal Kenangan” dari Kemendikbud di rumah masing-masing. Buku ini dapat diunduh secara daring. Saya berikan waktu satu minggu untuk membaca di rumah. Buku ini bercerita tentang seorang anak bernama Ardi yang tinggal di sebuah desa kecil di Kalimantan yang merantau ke Samarinda hanya untuk meneruskan sekolah ke jenjang Sekolah Menengah Pertama. Ia tumbuh besar dengan lingkungan yang dikelilingi hutan yang kaya dengan pohon langsat, durian serta hewan-hewan yang hampir punah. Namun hutan itu tinggal kenangan karena berganti dengan perkebunan kelapa sawit.

Saya bacakan kembali beberapa bagian buku itu dengan nyaring di depan kelas, sambil berinteraksi dengan mereka dalam posisi duduk melingkar. Mereka tampak antusias dan bertanya-tanya tentang hal yang masih menjadi pikirannya. Mereka heran bahwa dalam setahun saja Ardi meninggalkan desa, mengapa perubahannya bisa sangat ekstrim dan membuat hewan-hewan kehilangan rumahnya. Sebagai ganti hewan-hewan yang hilang, ramai orang datang ke desa untuk mencari kerja. Muncullah masalah baru yaitu sampah.

Terlihat wajah anak-anak miris. Sesuatu yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan manusia ternyata tidak selalu mudah jalannya. Banyak yang harus dikorbankan dan dirusak keseimbangannya. Alih-alih bahagia malah membuat masalah baru yang harus dibayar mahal.

Beruntung dekat sekolah kami, ada hutan kota milik pribadi yang dirawat dan dipertahankan oleh Babeh Idin. Beliau adalah seorang aktivis lingkungan yang juga mantan pemain bola Timnas tahun 1970an. Hutan yang bernama Sangga Buana ini dikelilingi oleh Kali Pesanggrahan. Kami berencana untuk memberikan sumbangan pohon dan ikan di akhir proyek kami. Pohon akan kami langsung tanam dan ikan akan langsung kami lepaskan untuk menjaga ekosistem Kali Pesanggrahan tetap seimbang.

Untuk berdonasi, tentunya kami harus menggalang dana. Semua persiapan kami lakukan. Saya memilih tantangan untuk berjualan. Siswa bekerja sama dengan kelompok, akan memikirkan barang-barang yang akan dijual. Makanan, minuman

Page 25: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation 25

atau karya buatan sendiri. Tentunya minim kemasan. Ada yang berjualan minuman tapi syaratnya harus menyerahkan botol minum sendiri. Mereka menakar 6000 rupiah untuk 3 sendok dan 8000 untuk 5 sendok. Ada yang berjualan kelomang dengan rumahnya yang dari barang bekas. Proyek ini juga terintegrasi dengan Art untuk menyulap impraboard bekas proyek sebelumnya yang tertumpuk di sudut kelas, menjadi sebuah barang berguna. Box file yang akan dijual kepada guru-guru di sekolah bersamaan dengan presentasi menggunakan google slides. Demi membangun keberlanjutan, saya memberikan umpan balik kepada setiap anak. Sambil menyelam minum air, mereka belajar juga cara membuat grafik hasil penjualan.

Setelah proyek selesai, sebagian besar murid kelas 4 terbiasa untuk membawa kotak makan ke sekolah untuk sekadar mengisinya dengan makanan di kantin. Ketika karyawisata menggunakan bus, tanpa diminta oleh guru, tidak ada sampah yang berceceran. Sebagian besar murid juga sudah tidak membawa makanan berkemasan lagi. Terlihat jelas di kantong sampah yang disediakan guru, sangat sedikit sampah yang dihasilkan. Kini mereka juga mulai berusaha membuang sampah dengan memilahnya terlebih dahulu di tempat-tempat sampah yang disediakan sekolah.

Umat manusia menyebar, menggunakan hutan untuk memberdayakan ciptaan Tuhan. Pergi lalu kembali, dinikmati namun dikhianati. Burung-burung bernyanyi dengan syahdu, menanyakan pengharapan esok hari, “Apakah tempat ini masih layak kami tempati?” Saya selalu berkata kepada anak-anak, sekecil apapun kontribusi kita untuk menjaga hutan, lakukanlah. Karena hutan akan menopang dan menjaga keseimbangan alam kita. Semua ciptaan Tuhan membutuhkannya, termasuk kita, umat manusia.

Page 26: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation26

Page 27: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation 27

LIPUTAN

Perjalanan ProgramMembaca untuk

Membangun empatiMahayu Ismaniar

Literasi seringkali disederhanakan menjadi kemampuan membaca dalam artian mengeja kata dan kalimat. Literasi mempunyai arti lebih kompleks yang mencakup juga kemampuan mendapatkan, mengolah dan menggunakan informasi. Bukan sekedar membaca, tapi menggunakan hasil bacaan untuk mencapai suatu tujuan. Lebih dari itu, ada miskonsepsi dalam pengajaran literasi seperti pengajaran yang cenderung satu arah, pelaksanaan kebijakan tanpa paham tujuan, dan pemisahan antara pengajaran literasi dengan pengajaran secara umum.

Kampus Guru Cikal percaya bahwa literasi mencakup kemampuan menggunakan keterampilan membaca, menulis dan numerasi agar individu dan masyarakat dapat berfungsi secara efektif dan terus mengalami perkembangan.

Meski banyak inisiatif lahir untuk meningkatkan literasi seperti gerakan taman baca hingga membaca 15 menit sebelum pelajaran namun, Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia yang diadakan oleh Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2018) menunjukkan 46,8% murid termasuk kategori kurang pada literasi membaca.

Membaca seringkali disalah pahami hanya untuk kelas rendah, sebatas kemampuan mengeja kata, dan fokus pada kecepatan membaca. Padahal ketika tidak bisa membuat koneksi antara bacaan dengan kehidupan sehari-hari, murid kehilangan motivasi belajar dan tidak mampu mengoptimalkan penggunaan kemampuan membaca di konteks yang berbeda.

Membaca Bermakna adalah strategi

Page 28: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation28

pengajaran membaca yang memandu murid membangun koneksi antara bacaan dengan kehidupan sehari-hari. Pemahaman terhadap teks dalam konteks sosial murid. Dengan strategi ini, bukan hanya literasi murid yang berkembang, tapi juga kemampuan empati dan kepedulian sosial murid.

Kampus Guru Cikal adalah salah satu organisasi yang mendapatkan grant dari Indika Foundation untuk mendukung program kompetensi guru dengan tema Membaca Membangun Empati. Diawali dengan mengikuti kegiatan monitoring Indika Foundation yang bernama Share and Reapply session, yang dilaksanakan dua kali, yaitu pada tanggal 18 Oktober 2019 dan 31 Januari 2020 yang bertempat di Graha Mitra, dihadiri oleh berbagai organisasi penerima grant untuk melakukan presentasi rencana dan juga progres dari masing-masing kegiatan.

Kampus Guru Cikal mengadakan Kelas Membaca untuk Membangun Empati pada 26 Oktober 2019 di Temu Pendidik Nusantara 2019, terdapat 22 peserta dari guru jenjang PAUD dan SD berbagai daerah. Program ini melibatkan Desainer Modul, Pelatih, Desainer dan Penyunting yang berasal dari Kampus Guru Cikal dan Komunitas Guru Belajar.

Secara umum, guru peserta Pelatihan Membaca untuk Membangun Empati mempunyai kemampuan awal yang terentang dari level rendah hingga level menguasai. Pemahaman umum mengenai konsep literasi termasuk level menguasai, sementara kegiatan HOTS dan empati sudah termasuk level memadai. Pemahaman spesifik terhadap literasi bermakna sudah termasuk level menguasai namun untuk mengawali empati masih tergolong sangat rendah. Ini dapat diartikan bahwa proses pengajaran literasi di ruang kelas masih belum fokus pada kebutuhan dan kemampuan murid. Diduga strategi pengajaran lebih pada menjalankan kebijakan atau kebiasaan pengajaran yang telah ada.

Grafik di atas menampilkan perbandingan nilai antara asesmen pra dan asesmen pasca pelatihan. Pada komponen yang sudah menonjol mengalami peningkatan yang cukup besar antara 13 - 18 poin, pada melek literasi dan kegiatan HOTS. Namun penurunan dialami pada komponen empati, yang turun 20 poin. Untuk komponen literasi bermakna tetap pada hasil maksimal, pada level menguasai. Mengawali empati naik 6 poin, meski sedikit. Dua hal yang perlu menjadi fokus pasca pelatihan adalah tentang komponen empati dan juga mengalami empati.

Sepulang pelatihan, guru mendapat pendampingan melalui grup Whatsapp dengan mengulas materi, belajar menulis dan mendorong mereka untuk mempraktikkan di kelas sampai akhirnya mereka menuliskan praktik baik untuk bisa menginspirasi Guru lainnya. Karena hanya guru yang mau belajar adalah guru yang layak mengajar. Kami ucapkan terima kasih ya Bapak Ibu sudah mau menjalankan program sampai akhir dan juga terima kasih dukungan kepada Indika Foundation terhadap program kolaborasi ini.

Salam Merdeka Belajar.

Page 29: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation 29

Kelas Membaca untuk Membangun Empatidi TPN 2019

temupendidiknusantara

Page 30: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation30

PRAKTIK BAIKPENGAJARAN

Laskar Persahabatan MenumbuhkanEmpati Murid

Yulia RahmawatiSDN Krejengan Kabupaten Probolinggo

[email protected]

Penulis

Saya adalah seorang guru di Sekolah Dasar di Kabupaten Probolinggo. Berprofesi sebagai seorang pendidik tentulah tidak mudah, banyak hal yang harus saya lakukan agar murid nyaman ketika belajar di kelas.

Saya diberi amanah untuk mengajar mapel Bahasa Madura dan Bahasa Inggris mulai dari kelas 1 sampai dengan kelas 6. Bisa dibayangkan mengajar dari kelas awal sampai kelas tinggi dengan berbagai macam karakter. Selama saya mengajar, banyak tantangan yang harus saya hadapi salah satunya tentang murid yang belum paham akan pentingnya menjaga perasaan orang lain atau teman di sekolah. Akhirnya sering sekali murid mengadu kepada guru bahwa mereka dirundung oleh teman-temannya. Mereka menganggap bahwa memrundung itu adalah hal yang diangkap guyon/bercanda dan sekadar senang-senang tanpa memahami perasaan teman yang dirundung.

Berawal dari ada salah satu murid di kelas 5 yang selalu sendiri dan tidak pernah bergabung denga teman-teman yang lainnya saya sempat bertanya kepada anak tersebut “Mbak, kenapa sendiri kok tidak bergabung dengan teman yang lainnya?” Dia hanya menjawab, “Tidak apa-apa Bu.” Di pikran saya, “O mungkin dia ingin sendiri.” Tetapi lama berselang dia tetap saja sendiri tidak bergabung dengan teman yang lainnya dan anak-anak lain saya lihat memang tidak peduli kepada dia. Sempat beberapa kali saya bertanya kepada anak yang lain. Jawaban mereka, “Dia pemarah Bu kalau pas bercanda gitu ngambek anaknya gak asyik jelek lagi lihat saja kulit dia warnanya hitam dan jelek lo Bu.” Ada rasa berkecamuk di hati saya sebagai guru. Saya menasehati mereka, “Huuss jangan begitu. Jangan memilih-milih teman mau yang berkulit hitam atau putih kalian adalah teman.”

Saya sebagai guru berpikir hal ini tidak bisa saya

Ina LinaKGB Surabaya

Desainer

Page 31: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation 31

biarkan. Kebetulan bulan Oktober 2019 kemarin saya mengikuti TPN (Temu Pendidik Nusantara) yang diadakan di Jakarta dan bertempat di Sekolah Cikal. Waktu itu saya memilih kelas kompetensi “Membaca Membangun Empati.” Kami di sana diberi berbagai macam strategi pengajaran, di antaranya tentang Franklin Si kura-kura yang ingin menang sendiri dan hal ini coba saya lakukan di kelas tetapi tidak dengan membaca melainkan dengan menonton film. Saya mencari film yang benar-benar pas untuk mereka. Tujuan saya ingin mereka paham tentang cara menghargai teman. Judul film itu “Jembatan Pensil.“ Film itu menceritakan seorang anak yang mempunyai keterbatasan mental tetapi dia peduli terhadap teman-temanya di sekolah meskipun dia sering sekali dirundung dan dijahili oleh teman-temanya.

Tibalah pagi itu kebetulan saya bertugas untuk mengajar di kelas 5. “Anak-anak, hari ini Bu Yuli ingin memberikan pelajaran yang berbeda kepada kalian.” Ada salah satu anak yang bertanya, “Wah apanya bu yang beda?” “Siapa yang suka nonton film?” Mereka menjawab dengan serentak dan penuh semangat, “Sayaaa Buuuu.” “Bu Yuli hari ini sudah menyiapkan film untuk kalian tonton, tetapi sebelum kalian menontonnya bagaimana kalau kita membuat kesepakatan dulu?” Mereka menjawab, “Iya Bu.” Kesepakatan yang mereka buat sendiri di antara:

Benar-benar memperhatikan film yang ditonton. Tujuannya agar kita bisa memahami isi film. Ketika menonton film tidak ada yang guyonan. Saling mengingatkan ketika ada teman yang usil ketika menonton.

Setelah layar dan proyektor saya pasang laptop pun sudah siap waktunya mereka menonton film “Jembatan Pensil.” Ketika menonton anak-anak sangat antusias sekali bahkan ada beberapa anak yang berkomentar, “Kasihan Ondeng ya, (salah satu nama tokoh yang ada di film) Ondeng ditinggal bapaknya.” Ada juga yang sampai menangis. Setelah sekitar 60 menit film sudah mereka tonton. Untuk mengetahui seberapa paham anak-anak tentang film yang ditonton dan akan berdampak kepada sikap mereka untuk saling menghargai, saya membuat peta konsep yang akan mereka isi.

Page 32: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation32

Contohnya seperti di bawah ini.

Setelah membuat peta konsep tersebut saya mempersilakan beberapa anak untuk membacakan hasilnya di depan kelas. Mereka sangat antusias sekali bahkan murid yang tadinya sering merundung temannya tanpa disuruh pun mereka saling meminta maaf. Tidak terkecuali dengan anak yang tidak pernah ingin bergabung untuk bermain bersama. Saya merasa terharu ada dua anak laki-laki bernama Andika dan Vito, mereka ingin membuat kelompok yang bernama “Laskar Persahabatan.” Lalu saya bertanya, “Apa alasan kalian membentuk laskar persahabatan tersebut?” Mereka menjelaskan, “Salah satunya Bu kita saling mengingatkan ketika ada teman yang melakukan kesalahan lalu ada teman yang marah kita ingatkan Bu.” Senang, terharu yang saya rasakan.

Ternyata dengan kita mencari cara yang asyik untuk mereka, mereka akan lebih menghargai teman dan satu hal yang sangat penting ada kesadaran dari dalam diri anak sendiri untuk menghargai sesama.

Banyak pesan yang bisa diambil dalam film tersebut bukan hanya untuk anak-anak tetapi untuk saya sebagai guru. Alangkah nyamannya jika kita lebih memahami karakter unik yang mereka miliki dan pastinya akan berdampak kepada pelajaran yang akan kita sampaikan kepada mereka di kelas. Pelajaran akan lebih bermakna.

Page 33: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation 33

PRAKTIK BAIKPENGAJARAN

LITERASI MEMBACA UNTUK MEMBANGUN EMPATI LEWAT

I-MESSAGE DAN SURAT SAHABAT

Juhaini’ahTK Islam Umar Harun, Rembang

[email protected]

Penulis

Di tahun baru pembelajaran 2019, saya mendapat kesempatan untuk mendampingi belajar di kelas TK B. Di sini saya benar-benar belum tahu perkembangan anak umur TK B itu seperti apa dan apakah saya bisa mendampingi mereka. Akhirnya, saya mengobservasi dulu perkembangan anak umur TK B dan mencari cara efektif mendampingi anak umur 5-6 tahun kurang lebih selama 2 bulan.

Alhamdulillah, selama 2 bulan saya sudah mulai dekat dengan anak-anak. Anak-anak juga sudah mulai terbiasa dengan saya dan sudah mulai nyaman bercerita dengan saya. Di saat saya sudah mulai dekat dengan mereka, saya menemukan karakter anak yang sangat berbeda-beda. Ada beberapa anak yang setiap harinya selalu mengganggu temannya entah dengan memukul, mengancam, atau menggoda sehingga temannya merasa tidak nyaman. Bahkan sampai teman-temannya yang lain memberi label pada anak-anak yang sukanya mengganggu ini “Anak nakal”. Mereka, bahkan juga sampai cerita kepada orangtuanya, katanya tidak mau sekolah, karena takut sama temannya yang sukanya mengganggu.

Selain menghadapi anak-anak yang seperti ini, kami juga mendapat keluhan dari orangtua bahwa anaknya belum bisa menulis dan membaca, tidak seperti sekolah TK lain yang anak-anaknya sudah mulai bisa menulis dan membaca.

Kemudian, kami mulai merefleksikan dengan tim guru kelas TK B bagaimana tindak lanjut untuk kelas TK B. Akhirnya, kami mencoba mengganti tema kita yaitu “Berteman baik dengan semuanya”. Sesuai dengan kebutuhan kelas, dengan Tujuan menumbuhkan rasa Peduli yaitu Pembelajar mampu menghormati kepentingan orang lain, serta memiliki rasa simpati dan empati terhadap orang lain. Kemudian, kami merencanakan strategi dalam topik tersebut, salah satunya mengajak anak membuat kegiatan I-message. Di sini, sebelum saya mengenal I-message, saya

Ina LinaKGB Surabaya

Desainer

Page 34: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation34

merasakan kesulitan untuk mengendalikan emosi, terutama ketika melihat anak yang sering menggoda temannya. Akhirnya, kami mencoba menerapkan stategi I-message kepada anak.

Kami (tim guru TK B) membuat provokasi dan mengenalkan apa itu I-message. Dalam kegiatan ini, guru memberikan contoh kepada anak-anak terlebih dahulu tentang I-message, yaitu mengungkapkan perasaan. Jadi, guru mengungkapkan perasannya dengan kunci I-message. Kunci I-message yaitu: Saya merasa (...) saat (...) Saya ingin (...) karena (...). Misalnya, “Bu guru merasa sedih, saat melihat anak yang menggoda temannya, Bu guru ingin teman-teman membuat nyaman, karena kalau teman-teman membuat nyaman, pasti nanti bermainnya bisa enak, bisa bareng-bareng dan banyak teman.

Strategi I-message ini saya dapatkan dari mengikuti diskusi online KGB dan juga dari bukunya Bu Najelaa Shihab yaitu buku Keluarga kita. Setelah, anak-anak mendapatkan gambaran dari guru, kemudian anak-anak mencoba mengungkapkan perasannya dengan strategi I-message, tentunya dengan bantuan pertanyaan dari guru. Dengan strategi ini, anak-anak jadi terbuka, semua mengungkapan perasaannya, dan rasa ketidak nyamannya. Setelah selesai curhat dan mengungkapkan perasaanya kepada guru, kami menawarkan kepada mereka bagaimana kalau di video dan nanti dilihatkan kepada temannya yang lain, supaya teman-teman yang lain tahu perasaannya teman-teman.

Mereka sepakat untuk divideo dan kemudian dilihat bersama-sama dengan teman-teman sekelas mereka. Jadi, akhirnya mereka semua tahu, apa yang membuat temannya merasa sedih dan tidak nyaman. So, perubahan yang saya rasakan dengan strategi I-message ini, saya jadi lebih bisa mengelola emosi, dan ternyata buat anak-anak sangat berpengaruh besar, terutama mereka cepat sekali meniru.

Kemudian, dilain waktu, kami guru-guru diberi kesempatan kepada yayasan sekolah untuk mengikuti TPN 2019 di Jakarta dengan memilih kelas sesuai kebutahan kelasnya. Saya mulai baca-baca judul kelasnya, dan saat saya baca-baca saya langsung tertarik dengan kelas kompetensi yaitu strategi pengajaran literasi membaca untuk mengembangkan empati, karena sepertinya ini sesuai dengan kebutuhan kelas saya, dan juga keresahan orang tua terkait permintaan calistung terhadap anak-anak. Setelah saya mengikuti kelas kompetensi, di sini saya mendapatkan ilmu

Page 35: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation 35

banyak sekali terkait literasi, bahwa untuk menumbuhkan literasi itu tidak hanya dengan membaca buku, membaca yang tidak paham dengan apa yang dibaca. Kita bisa membuat literasi yang bisa menumbuhkan rasa empati kepada anak. Yang paling mengena sekali adalah, “Strategi pengajaran literasi bermakna dengan 5 M, yaitu Memanusiakan hubungan, Memahami konsep, Membangun keberlanjutan, Memilih tantangan, dan Memberdayakan konteks.”

Kemudian, saya bicarakan lagi dengan tim kelas, bagaimana setelah anak-anak mengungkapkan perasannya, kita lanjutkan dengan mengajak anak-anak untuk membuat Surat Sahabat, isinya keinginan mereka terhadap teman-teman kelasnya, mereka ingin teman-temanya bagaimana, tentunya dengan bahasa mereka, dengan bahasa yang sederhana. Akhirnya, kami sepakat mencoba menawarkan kepada anak-anak membuat surat. Dengan pengenalan dulu apa itu surat, kemudian membuat perencanaan membuat suratnya dan isinya mau seperti apa. Setelah anak-anak sudah mendapatkan kata-kata isi suratnya, kami mencoba menawarkan bagaimana kalau teman-teman isi suratnya ditulis pakai tulisan teman-teman sendiri? Lalu anak-anak siap dan semangat diajak menulis isi suratnya. Di sini menulisnya sesuai dengan tahapan anak TK B, yaitu dengan menyalin tulisan, jadi guru menuliskan kata-kata mereka, kemudian mereka menyalin tulisannya, misalnya isi suratnya, “Teman-teman jangan saling mukul ya..” Di sini guru menuliskan, kemudian anak-anak menyalin tulisannya. Setelah selesai membuat suratnya, kami mengajak mereka membacakan isi suratnya satu persatu kepada teman-temannya. Saat membacakan isi surat kami mencari suasana baru, kami mengajak anak-anak ke pantai sambil membawa sound dan mic. Jadi, kami membaca suratnya dipinggir pantai dengan menggunakan mic, supaya suasananya semakin mengena dan biar lebih so sweet.

Alhamdulillah, setelah membuat surat dan dibacakan kepada teman-temanya, teman-teman jadi lebih empati kepada temannya yang lain. Misalnya masih ada yang mengganggu, teman-teman yang lain mengingatkan pesan isi surat temannya yang mereka ingat. Dan yang banyak mereka ingat adalah seperti saling menyayangi, menjadi sahabat yang baik, tidak saling mukul temannya.

Bahkan, anak-anak juga ingin membuatkan surat untuk keluarganya. Ada yang ingin diberikan pada ayahnya, ibu, kakak, adik, bahkan juga buat mbahnya. Isi suratnya juga unik-unik, ada yang isinya, “Ayah saling sayang anaknya ya.. Bapak Ibu gak marah terus yaaa.. Kakak minta tolong gak goda terus ya, biar aku gak harus marah-marah dan teriak-teriak” dan pesan-pesan yang unik-unik lainnya. Sungguh itu benar-benar ungkapan dan keinginan dari hati kecil mereka, dan sungguh natural sekali. Sampai ada orang tua yang bercerita, katanya terharu sekali mendapat surat dari anaknya, dan melihat tulisan mereka dalam surat tersebut. Bahkan, sampai orangtuanya merasa tidak percaya, kalau anaknya bisa membuat surat seperti itu.

Dulu pemahaman saya literasi itu hanya dengan membaca buku, literasi tidak bisa dilakukan selain dengan buku. Dan belajar literasi itu hanya untuk belajar membaca saja, tanpa memahami apa yang dibaca. Ternyata, setelah saya mengikuti TPN ini, literasi itu tidak hanya dari buku, literasi bisa dari apapun, bahkan dengan literasi kita juga bisa menumbuhkan rasa empati kepada anak. Jadi, anak membaca, tidak sekadar membaca, tapi juga bisa mengolah dan menarik nilai apa yang bisa diambil.

Perubahan yang saya rasakan dalam literasi ini adalah rasa kepedulian dan kepekaan anak terhadap orang lain. Dan pelajaran buat saya, kita sebagai guru harus bisa memanusiakan hubungan seperti yang pernah dijelaskan dalam kelas Kompetensi TPN 2019 dengan narasumber Ibu Elisabet Indah Susanti yaitu melakukan upaya memahami murid sebelum merancang dan melakukan pengejaran, membangun relasi positif dengan murid sebelum pengajaran. Dan bahwa literasi itu tidak hanya dengan membaca buku, literasi bisa dari kegiatan apa saja, yang juga bisa menumbuhkan rasa empati anak. Literasi membaca buku, tidak sekadar membaca, tapi bisa diolah bacaannya dan ditarik nilai apa yang bisa diambil. Begitu juga empati, kalau kata Bu Elisabet, Memanusiakan Hubungan membutuhkan empati. Di mana saat kita berusaha memahami orang lain, kita harus berlatih perspektif dari posisi orang tersebut. Semangat perubahan dan mencintai dengan lebih baik.

Page 36: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation36

Page 37: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation 37

Judul Buku

Literasi Menggerakkan Negeri

Penulis

Najelaa Shihab dan Komunitas Guru Belajar

Jumlah halaman

308 Halaman

Penerbit

Literati

“Gimana, Pak… kegiatan literasi di kelas berjalan lancar?”

“Saya sudah menjalankan program membaca setiap pagi, Bu. Tapi kok kurang efektif ya, Bu…”

“Lho, bukannya dari laporan anak-anak sudah bisa baca ya? Berarti berhasil kan?”

“Iya, Bu. Anak-anak sudah bisa baca. Tapi waktu saya tanya tentang bacaan mereka enggak bisa jawab Bu”

Dalam 10 tahun terakhir, literasi hadir dari sepo-tong istilah menjadi sebuah gerakan yang menye-bar ke berbagai penjuru. Sayangnya, di tengah keriuhan literasi masih jarang upaya refleksi terha-dap kerja keras mengembangkan literasi, apalagi upaya mempromosikan praktik baik pengajaran literasi. Apakah upaya pengembangan literasi su-dah efektif dan terlihat dampaknya pada murid? Mana praktik pengajaran literasi yang baik, bisa direplikasi dan disebarkan?

Di tengah situasi tersebut, buku Literasi Meng-gerakkan Negeri hadir sebagai niatan memper-kaya khazanah pengajaran literasi. Anda diajak pengalaman memahami literasi mulai dari mis-konsepsi hingga menemukan esensi. Anda diajak memahami kompleksitas konsep literasi. Anda

diajak menelusuri perjalanan literasi yang berawal dan berakhir pada murid. Anda diajak menge-nal praktik pengajaran literasi yang mendukung kemampuan belajar pada lintas pelajaran. Anda diajak memahami praktik literasi yang mendaya-gunakan potensi yang ada di sekitar sekolah. Dan pada akhirnya, Anda diajak menyaksikan praktik pengajaran literasi yang membantu murid untuk berdaya dan produktif sebagai warga negara.

Penulis buku ini adalah guru yang bergabung di Komunitas Guru Belajar. Penulis yang memang mendalami dan melakukan praktik pengajaran literasi tentu menjanjikan tulisan yang renyah, mudah dipahami namun tetap esensial. Praktik pengajaran literasi yang dipaparkan dapat dipela-jari, diadaptasi dan dimodifikasi sesuai kebutuhan murid dan potensi di sekitar sekolah. Karena kami percaya bahwa menyebarkan praktik baik literasi adalah cara menggerakkan negeri.

Buku bisa didapatkan di :

Bit.ly/KontakGuruPromotor

resensi buku

Page 38: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation38

Guru Belajar EsensialBUKU

DIFERENSIASIMemahami Pelajar untuk Belajar

Bermakna & Menyenangkan

MERDEKA BELAJARDI RUANG KELAS

MEMANUSIAKANHUBUNGAN

LITERASIMENGGERAKKAN

NEGERI

KAUS

produk

Dapatkan produk Guru Belajar di

Bit.ly/KontakGuruPromotor

Page 39: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation 39

tumbler

KAUS

Dapatkan produk Guru Belajar di

Bit.ly/KontakGuruPromotor

totebag

Page 40: Sura aba ur elaja di husu rogra ersam ndi oundation€¦ · emoji apa saja dan mengajak teman-teman lainnya. Saya dan perwakilan guru kelas pun juga ikutan. Setelah selesai, mereka

Surat Kabar Guru Belajar Edisi Khusus Program Bersama Indika Foundation40