Upload
naluna6632
View
143
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
dok
Citation preview
PENGANTAR PENYUSUNAN SURAT KUASA
DAN DOKUMEN HUKUM
Oleh : Zahru Arqom, S.H.1
A. Praktisi hukum dan Masalah Hukum
Berikut pertanyaan mendasar bagi seorang ahli hukum :
1. Kalau sudah menguasai segala pengetahuan yang diberikan di Fakultas Hukum
apa yang kemudian harus dilakukan oleh Sarjana Hukum dengan pengetahuan
yang telah diperolehnya itu?
2. Bagaimanakah seorang Sarjana Hukum mengoperasionalkan atau
mempraktekkan pengetahuan yang telah diperolehnya itu?
Seorang Sarjana Hukum selalu dihadapkan pada peristiwa atau konflik konkrit
(masalah hukum), yang harus dipecahkannya. la harus menguasai peristiwa atau
konflik itu dalam arti memahami dan mengerti duduk perkaranya dan kemudian
menerapkan hukumnya. Maka oleh karena itu dengan pengetahuan yang telah
diperolehnya itu Sarjana Hukum harus menguasai kemampuan untuk memecahkan
masalah-masalah hukum (the power of solving legal problems). Pada hakekatnya
tujuan setiap ilmu adalah pemecahan masalah (problem solving).
Kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah hukum ini meliputi
kemampuan untuk:
a). Memutuskan masalah-masalah hukum (legal problem identification),
b). Memecahkan masalah-masalah hukum (legal problem solving) dan,
c). Mengambil keputusan (decision making).
Disamping harus rnenguasai kemampuan memecahkan masalah-masalah
hukum Sarjana Hukurn harus mampu pula mencari atau memberi pembenaran
yuridis terhadap perkembangan hukum di dalam masyarakat. lni menunjukkan
kepedulian akan perkembangan masyarakat atau perkembangan hukum.
Memecahkan masalah-masalah hukum bukanlah merupakan kegiatan yang
sederhana dan mudah. Di dalam masyarakat terdapat banyak masalah sosial
termasuk masalah hukum. Masalah hukm itu harus diseleksi dari masalah-masalah
sosial lainnya dan kemudian diidentifikasi atau dirumuskan. Kadang-kadang
1 Disampaikan dalam PKPA Fakultas Hukum UGM – PERADI tanggal 17 Juni 20091
masalah hukum itu tumpang tindih dengan masalah-masalah sosial lainnya dan
batasnya sering tidak dapat ditarik secara tajam (masalah agama dan masalah
hukum).
Kalaupun masalah hukumnya berhasil diseleksi dan dirumuskan, masih perlu
diketahui dan ditetapkan lagi termasuk bidang hukum apa (penggelapan –
pencurian, ingkar janji - perbuatan melawan hukum). Setelah masalah hukumnya
dirumuskan atau lebih tepatnya peristiwa konkretnya dikonstatasi maka (peristiwa)
hukumnya harus diketemukan dan ditetapkan serta kemudian hukumnya
diterapkan terhadap peristiwa hukumnya dan kemudian diambillah keputusan.2
Berikut beberapa hal pokok yang melandasi praktisi hukum dalam menjalankan
pratik hukum :
a. Pengetahuan Hukum;
b. Keahlian profesi hukum;
c. Riset hukum; dan
d. Kreatifitas.
Sebagai contoh tatkala seorang Advokat menangani suatu permasalahan hukum
maka harus disiapkan surat kuasa sebagai dokumen hukum yang melandasi
advokat tersebut dapat bertidak untuk dan atas nama serta mewakili kliennya
(perdata) dan/atau menjadi penasihat hukum seseorang (pidana). Tanpa kuasa
advokat tidak dapat menjalankan profesinya kecuali untuk dirinya sendiri.
Sedemikian advokat harus ada yang menyuruh dan oleh karenanya tak beda
dengan tukang becak, sopir taxi atau ojekers.
B. Tentang Kuasa
Surat Kuasa atau sering dikenal pula dengan volmacht, power of attorney,
adalah perjanjian antara pihak Pemberi Kuasa (lastgever, mandate) dengan
Penerima Kuasa (lasthebber, mandatory). Dasar Hukum tentang pemberian kuasa
diatur dalam KUHPerdata (Burgerlijk wetboek voor Indonesie) sebagaimana
terlampir.
2 Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum, Bahan Kuliah Program Pasca Sarjana Magister Litigasi FH UGM, 2009.
2
Sebagai salah satu bentuk perikatan karena perjanjian maka Kuasa harus
memenuhi ketentuan 1320 BW dan memiliki sifat garansi kontrak atau sebatas
mandat yang diberikan dan tidak boleh melebihi wewenang yang diberikan, karena
akan menjadi tanggung jawab penerima kuasanya. Kuasa adalah perjanjian tidak
sempurna, karena dalam 1813 BW baik pemberi maupun penerima dapat
menghentikan kuasa secara sepihak. Hal tersebut kemudian melahirkan “kuasa
mutlak” yang memuat klausul bahwa kuasa tidak dapat dicabut tanpa seizin pihak
selebihnya. Dalam KUHPerdata hal tersebut tidak limitatif, namun hukum perdata
mengenal freedom of contract (kebebasan berkontrak) sebagaimana pasal 1338
BW. Berdasarkan yurisprudensi Putusan MA No. 731 K/Sip/1975 dan No. 3604
K/SPdt/1985 yang antara lain memberikan dasar bahwa kuasa yang tidak dapat
dicabut kembali atau irrevocable, onherrooeplijk, adalah tidak bertentangan
dengan hukum dan merupakan kebiasaan sedangkan kebiasaan adalah
merupakan salah satu sumber hukum.
Kuasa dibagi atas Kuasa Umum, Kuasa Khusus, Kuasa Istimewa dan Kuasa
Perantara. Kuasa umum hanya dapat digunakan dalam hal perbuatan dan
pengurusan kepentingan, contoh untuk kepentingan pengurusan harta kekayaan.
Kuasa Khusus dalam hal mewakili kepentingan tertentu dan apabila dihubungkan
dengan Pasal 123 HIR, maka kuasa khusus dapat digunakan di hadapan
pengadilan. Kuasa Istimewa berkaitan dengan aturan tertentu tidak dapat
dijalankan dengan kuasa umum dan khusus, contoh terhadap Kuasa Menjual
dan/atau Kuasa Menjual dan Menjaminkan objek berupa tanah menurut ketentuan
Hukum Pertanahan harus berupa notarieel akte. Kuasa Perantara berdasarkan
pada 1792 BW dan Pasal 62 KUHD yakni berkaitan dengan perdagangan
(commercial agency) antara lain kuasa sebagai agen, cabang dan makelar sebagai
perwakilan dagang. Selebihnya terdapat satu jenis kuasa lagi yakni Kuasa Menurut
Hukum, antara lain Wali (Pasal 51 UU 1/1974), Kurator orang yang kurang waras
(Pasal 229 HIR), Kekuasaan orang tua terhadap anak (Pasal 45 UU 1/1974) dan
Balai harta Peninggalan dalam urusan Kepailitan.
C. Teknik Penyusunan Surat Kuasa Khusus
Dalam pasal 120 HIR kuasa untuk bertindak di muka pengadilan dan
mengajukan gugatan dapat dilakukan secara lisan di hadapan Ketua Pengadilan,
3
namun sesuai perkembangan masyarakat hal tersebut sudah tidak dijalankan lagi.
Selain itu kuasa dapat ditunjuk langsung dalam surat gugatan yang diajukan.
Syarat dalam surat Kuasa khusus sebagaimana pasal 123 HIR syarat surat
kuasa hanyalan pernyataan tentang pemberian kuasa dan kepentingan tertentu,
sehingga karena dirasa kurang lengkap maka MA menerbirkan SEMA No. 2/1959
jo. SEMA No. 5 /1962, jo. SEMA No. 1/1971, jo. SEMA No. 6/1994 yang intinya surat
kuasa khusus diharuskan :
a. menyebut dengan jelas dan spesifik surat kuasa untuk berperan di
pengadilan;
b. menyebut kompetensi relatif;
c. menyebut identitas dan kedudukan para pihak;
d. menyebut secara ringkas dan konkret pokok objek sengketa yang
diperkarakan.
Surat Kuasa khusus dapat dibuat dalam Akta Otentik (akta Notaris maupun
dihadapan Panitera dan dilegalisir Ketua Pengadilan) ataupun secara di bawah
tangan tanpa perantara seorang pejabat. Oleh karenanya cara yang kedua lebih
kita kenal karena lebih ,urah, efektif dan efisien. Yurisprudensi melalui Putusan MA
No. 779/K/Pdt/1992, untuk keabsahan kuasa onderhandse akte tidak perlu
dilegalisir oleh Panitera Pengadilan, namun yang biasa dilakukan dalam praktik
adalah pendaftaran/pencatatan surat kuasa di Kepaniteraan.3
Perhatikan formatnya, sehingga dapat diketahui bagian-bagian atau
anatominya:
a. kepala surat (judul),
b. Identidas para pihak (komparisi/resital),
c. Objek pemberian kuasa,
d. Wewenang, dan
e. penutup.
D. Teknik Menyusun Dokumen Hukum
Pada dasarnya penyusunan dokumen hukum harus didasarkan kepada
ketentuan hukum dan strategi penanganan permasalahan hukum. Macamnya bisa
sangat banyak tergantung dalam tahapan bagaimana. Pembagian paling mudah
adalah untuk urusan Non Litigasi dan Litigasi. Dokumen hukum terkait dengan
3 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2005.4
syarat sah suatau dokumen atau surat, misalnya muatan, tanggal dan tanda
tangan. Seringkali orang awam bingung dalam membaca dokumen hukum satu
dan lain karena tidak memahami hukumnya dan tidak mahfum atau terbiasa
dengan bahasa hukum. Dalam rangka menyelesaikan masalah secara non litigasi,
kita mengenal somasi (somatie) atau peringatan, selain itu dalam lapangan legal
corporate, dapat menyusun perjanjian, nota kerjasama, perjanjian kerja, kontrak-
kontrak dagang (waralaba, join venture, lisensi, dll) kwitansi, tanda terima, berita
acara, legal audit, legal oppinion, laporan hukum, dll.
Yang penting sebelum membuat dokumen hukum adalah perhatikan
formulasinya, aturan hukumnya, dan muatannya. Apabila kurang yakin dengan
format berdasarkan kebiasaan dalam praktik hukum maka cari dan pelajari
contoh-contoh surat dan rekes dalam praktik hukum.
Berikut ini sebagai gambaran ilustrasi mari kita simak konsep dalam merumuskan
surat gugatan sbb :
1. FORUM PENGADILAN
Pelajari baik-baik ketentuan Hukum Acaranya, karena ini adalah pintu untuk
dapat diperiksa dan diadilinya gugatan. Hindari Eksepsi tidak berwenang secara
absolut dan/atau relatif.
Rambu No. 1
Actor sequitur forum rei !
Pasal 118 HIR / 142 ayat 1 Rbg.
Pasal 14, 20 – 23 PP No. 9 Tahun 1975
Pasal 54 UU No. 5 Tahun 1986
Pasal 5 UU No. 1 Tahun 1995
{ Pasal 104 UU No. 39 Tahun 1999 (…2003) }
Surat Gugat diserahkan langsung ke Pengadilan yang berwenang. Tak dapat via pos, tak dapat via jasa kurir (DHL, FedEx, TNT dll.),
tak dapat pula via e-mail.
2. INTRODUKSI
5
Ini meliputi kelengkapan identitas para pihak, antara lain tentang nama lengkap,
pekerjaan, serta tempat kediaman ataupun tempat kedudukan hukum para pihak.
Karena para pihak boleh diwakili oleh kuasa hukumnya, maka subyek hukum yang menjadi pihak di
dalam gugatan itu dapat diwakili oleh kuasanya. Jika demikian, maka nama lengkap, pekerjaan serta
alamat kuasa hukum itu harus pula dicantumkan.
Rambu No. 2
Error in persona !
Misal Pasal 1 angka 4 UU No. 5 Tahun 1986
Pasal 54 UU No. 5 Tahun 1986
Pasal 82 UU No. 1 Tahun 1995
Eksepsi diskualifikatoir
3. POSITA/FUNDAMENTUM PETENDI/DUDUK PERKARA
Ini pada pokoknya meliputi fakta-fakta hukum tentang awal mula terjadinya
hubungan hukum antara penggugat dengan tergugat sampai saat terjadinya
sengketa berikut segala akibat yang menyertainya. Tapi segara harus diingat
bahwa hubungan hukum dapat terjadi karena perjanjian (yang memerlukan
adanya kesepakatan keperdataan pihak-pihak di dalam perjanjian itu), namun
dapat pula terjadi karena hukum itu sendiri (yang tidak memerlukan adanya
kesepakatan keperdataan apapun).
Paparan di posita jangan bertele-tele, jangan muter-muter, jangan memakai
kata/istilah/kalimat yang berwayuh-arti. Jangan gagah-gagahan memakai istilah
asing yang kita sendiri tak cukup menguasai konsep yang termuat di dalamnya,
yang bahkan kadang-kadang kita tidak tahu persis cara penulisannya. Jangan
gagah menulis “onrechtsmatigedaad” padahal itu tak dikenal di dalam kosakata
hukum Belanda lantaran ejaannya yang benar adalah “onrechtmatige daad”;
6
bahkan tak perlu memakai istilah Belanda itu karena konsep legalnya sudah
dipotret oleh hukum Indonesia dengan istilah “perbuatan melawan hukum”.
Paparkan hanya yang relevan; kalau menggugat pengosongan rumah yang telah
habis masa sewanya, maka tak relevan bila positanya menyatakan bahwa Inul
Daratista pernah dengan amat dahsyat numpang goyang ngebor di gang depan
rumah itu tatkala wabah inul-isme, inulogi, berikut para inulog belum
maharajalela di Republik Indonesia.
Fakta-fakta hukum selayaknya disajikan secara singkat, padat, jelas, dan
sistematik; sedemikian dengan membaca posita itu orang dapat melihat kaitan
logis yang ada di sana dan dapat menemukan pula sebab-sebab terjadinya
sengketa maupun akibat-akibatnya. Secara begitu, posita secara straight akan
pula memaparkan :
Sebab terjadinya sengketa, berikut akibat-akibatnya, serta adanya kepentingan
Penggugat yang mengkait dengan sengketa itu;
a. Hal yang dipersengketakan. Ini dapat berupa benda, berupa prestasi yang tidak
ditunaikan, kontraprestasi yang tak diserahkan, berupa perbuatan yang
melawan hukum, dan segala hal yang terletak pada maupun menimbulkan
akibat di dalam urusan/hak -hak keperdataan;
b. Hak-hak yang secara hukum semestinya diserahkan kepada Penggugat
sehubungan dengan hal yang dipersengketakan;
c. Kerugian-kerugian, apabila ada, yang dialami oleh Penggugat sehubungan
dengan hal yang dipersengketakan;
d. Alasan-alasan logis, apabila memang ada, tentang perlunya tindakan untuk
menjamin hak Penggugat; sedemikian menjadi beralasan apabila Pengadilan
meletakkan sita.
e. Alasan-alasan logis, apabila memang ada, tentang perlunya kesegeraan untuk
memulihkan hak-hak Penggugat; sedemikian menjadi beralasan apabila
Pengadilan mengambil putusan serta merta (uitvoerbaar bij voorraad).
7
Rambu No. 3
Eksepsi nebis in idem
Exceptio pluroim litis consortium
Eksepsi peremtoir
Eksepsi Obscuur Libel
4. PERMOHONAN/PETITUM
Boleh dikata ini adalah “buah” yang oleh Penggugat diharapkan dapat ia terima
sehubungan dengan posita yang ia ajukan. Ibarat main bola, petitium adalah gol
yang diharapkan. Kalau Penggugat di positanya mendalilkan bahwa sepedanya
dipinjam Tergugat yang tak kunjung mengembalikan barang itu padahal jatuh
tempo pengembalian sudah lewat; maka Penggugat boleh menggelar petitum agar
Pengadilan menghukum Tergugat untuk menyerahkan sepeda kumbang itu
kepada Penggugat.
Petitum selayaknya disusun secara jelas, jernih, tegas, sistematik, straight,
komprehensif, dan memiliki kaitan logis dengan posita.
Dikenal adanya petitum primair/primer dan petitum subsidiair/subsider. Bahkan
boleh diajukan petitum Lebih Subsider; dan kalau kurang boleh pula diajukan
petitium Lebih-Lebih Subsidiair walaupun yang terakhir ini tak lazim.
Selayaknya segala hal, segala permintaan, yang oleh Penggugat diharapkan agar
dikabulkan oleh pengadilan sehubungan dengan gugatannya, termuat di dalam
petitum primair. Adapun petitum subsider dapat memuat permohonan yang
bersifat “alternatif skala kedua” dari Penggugat. Kalau di petitum primair
Penggugat bermohon agar Tergugat dihukum membayar ganti rugi sebesar 35.000
US Dollar lantaran Tergugat membikin rugi bisnis Penggugat; maka dalam petitum
subsider untuk alasan yang sama Penggugat boleh bermohon agar Tergugat
dihukum 34.000 US Dollar. Barang tentu itu semua harus didasarkan pada alasan-
alasan yang termuat di posita.
8
Tapi petitum subsider juga dapat dipergunakan untuk memberi keleluasaan
kepada pengadilan untuk memutus “di dalam skala apapun” sehubungan dengan
petitum primair yang telah diajukan. Keleluasaan di dalam petitum subsider itu,
atau dapat pula diletakkan di dalam petitum Lebih Subsider, biasanya dirumuskan
dengan kalimat “Mohon Putusan Seadil-adilnya.”
5. PENUTUP
Langsung saja lihat contoh surat gugat.
B. Format dan Anatomi Surat Gugat ?
Beruntung, hukum acara tak memberi resep baku tentang format surat gugat. Suka-
suka Penggugatnya saja. Pendeknya, format dan anatomi surat gugat yang aman
adalah surat gugat yang secara memadai, namun tidak berkelebihan, mencakup hal-
hal yang termaktub pada butir B di atas.
D. Strategi Gugatan
Tolong bayangkan proses dahsyat yang dilakukan chef / koki profesional restoran
bintang 4 Maxim’s di Paris dalam mengolah cuisine (masakan bercitarasa dan bernilai
seni tinggi). Untuk memasak cuisine itu, Pak Chef tadi membutuhkan sayur, ikan,
daging, buah-buahan, hasil laut, hasil peternakan, hasil kebun, dan pelbagai macam
bahan dasar segar berkualitas tinggi. Ia juga memerlukan pelbagai macam bumbu
bermutu tinggi yang alami, karena chef tulen tak pernah suka bumbu artificial bikinan
pabrik. Ia juga membutuhkan peralatan masak kelas satu dengan kelengkapan yang
memadai, tapi tak harus mewah.
Pendeknya, untuk membikin cuisine yang hebat, dibutuhkan : (1) Koki yang kompeten;
(2) Bahan dasar segar berkualitas tinggi; (3) Bumbu lengkap, alami, bermutu tinggi;
(4) Peralatan masak prima dan kelengkapannya memadai.4
4 Garda Utama Siswadi, Makalah In house course pada Garda Utama & Associates, Yogyakarta 1997. 9
Juga untuk meluncurkan gugatan. Peluncuran gugatan yang aman adalah hasil dari
strategi yang dirancang berdasarkan interaksi intens antara 4 komponen di bawah ini:
Empat Komponen Interdependen
1. Pelaksana gugatan yang kompeten;
2. Dasar hukum yang layak;
3. Dokumen hukum maupun alat pembuktian lainnya yang
layak;
4. Peralatan penunjang yang layak.
10