Upload
lynhan
View
228
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
1
TAREKAT NAQTHUJAMIN: PENGARUH
AJARANNYA TERHADAP MASYARAKAT DI SUKAPURA
Oleh:
SITI WARDAH 102033124738
JURUSAN AQIDAH FILSAFAT
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1428 H/2007 M
2
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat Iman, Islam, Ihsan dan
tentunya kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skrpisi ini. Shalawat serta
salam senantiasa tercurahkan untuk junjungan kita nabi besar Muhammad SAW dan
para sahabatnya. Amîn.
Alhamdulillah akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul”
Tarekat Naqthujamin: Pengaruh Ajarannya Terhadap Masyarakat Di
Sukapura.” Sesuai dengan target yang diinginkan. Penulis menyadari tanpa
dukungan dari berbagai pihak, maka penulisan ini skripsi ini tidak akan terselesaikan,
maka untuk itu perkenankanlah penulis menyampaikan terimakasih kepada mereka
yang telah berjasa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
1. Kepada Bapak Dr.Amin Nurdin, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat.
2. Kepada Ibu Dr. Hj. Sri Mulyati, MA, selaku Pembingbing Akademik yang
telah bersedia meluangkan waktunya dalam membantu proses pembuatan
skripsi ini.
3. Kepada Bapak Drs Agus Darmaji, M. Fils., selaku Ketua Jurusan Aqidah
Filsafat dan Drs Ramlan Abdul Gani, MA., selaku Sekretaris Jurusan Akidah
Filsafat yang telah melayani penulis dengan baik ketika masih aktif hingga
penyelesaian tulisan ini.
3
4. Kepada Pimpinan perpustakaan Utama UIN, Perpustakaan Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat, yang telah membantu menyediakan buku-buku yang
dibutuhkan penulis guna penyelesaian skripsi ini.
5. Kepada segenap dosen yang telah mendampingi dan menyumbangkan
ilmunya selama penulis melakukan studinya.
6. Kepada keluarga besar Syaikh Ma‘mur bin Hasan Suhartawidjaya, terimakasi
yang tak terhingga atas segala informasi serta data-data yang diberikan baik
berupa lisan maupun tulisan (buku-buku).
7. Kepada pengikut Naqthujamin di Sukapura, yang telah bersedia meluangkan
waktunya untuk membantu melancarkan skripsi ini,
8. Kepada penyemangat dan penyejuk serta guru dalam hidupku kakek dan
nenek tercinta H. Muhammad Zaini Maliki (Alm) dan Hj. Asyuroh (Alm),
terimakasi atas doa-doa yang kalian panjatkan semasa hidup kalian. Semoga
Allah SWT meridhai dan menerima semua amal baik serta menempatkan
kalian disisiNya . Amîn
9. Kepada kedua orang tuaku tersayang ( Ayahanda H. Zarkasi Zaini dan Ibunda
Hj. Nuriah ), terimakasi yang tak terhingga atas segala kasih sayang,
kesabaran dan ketelatenan dalam membesarkan serta mendidik penulis, juga
yang telah memberikan dukungan moril maupun materil selama ini dengan
hati yang tulus. Salam takzim ku untuk mu.
4
10. Kepada kakak serta adikku tercinta (Zahroni, Abdul Wadud, Hudiyah,
Rahmat Hudawan, Sirri Siqti, Khairun Nisa, Sri Hudawati ), yang turut serta
mendoakan dan memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini. Terimakasi atas dukungannya.
11. Kepada sahabatku, Vina dan Nofa, terimakasi atas kesabaran, dan keikhlasan
kalian yang mau mendengarkan dan membantu keluh kesah penulis. Tiada
kata-kata lagi yang dapat penulis ucapkan atas budi baik kalian semoga Allah
SWT meridhai dan memberikan sesuatu yang terbaik untuk kalian.
12. Kepada Hadi Kharisman dan Saudi Tayeh, terimakasi atas dukungan serta
nasehat-nasehat yang diberikan kepada penulis agar cepat menyelesaikan
skrpsi ini.
13. Kepada teman-teman AF yang intelek (Badru. Ucup, Asep, Arif, Awing,
Zainal, Robi, Opal, Felix, Iman, Helmi) dan teman-teman AF semuanya , ayo
melek ! jangan terlena dengan hitungan waktu. Penulis mengucapkan rasa
terimakasi yang tak terhingga atas dukungan kalian semoga kesuksesan selalu
menyertai disetiap langkah kalian.
Selanjutnya kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang
ikut andil dalam membantu penyelesaian skripsi ini. Maka penulis hanya dapat
mengucapkan terimakasi seraya berdoa semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah,
dengan balasan yang lebih baik di dunia dan akhirat.
5
Akhir kata semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada setiap
pembacanya dan dengan segala kerendahan hati berbagai kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan agar dapat menyusun sebuah tulisan yang lebih
baik di masa depan.
Jakarta, 21 Mei 2007
Penulis
6
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………….. i
DAFTAR ISI………………………………………………………………. v
PEDOMAN TRANSLITERASI…………………………………………. vii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………… 1
A. Latar Belakang Masalah………………………………… 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah……………………. 6
C. Tujuan Penelitian………………………………….…….. 6
D. Metode Penelitian……………………………………….. 6
E. Sistematika Penelitian…………………………………… 7
BAB II TAREKAT NAQTHUJAMIN…………………………… 9
A. Pengertian Tarekat Menurut Para Sufi …………………. 9
B. Lahir dan Berkembangnya Tarekat Naqthujamin………. 12
1. Riwayat Hidup Pendiri Tarekat Naqthujamin…… 12
2. Karya-karya-Syaikh-Ma‘mur-Bin Hasan Suhartawidjaya…………………………………… 16
3. Lahir dan Berkembangnya Tarekat Naqthujamin dari Masa ke Masa………………………………... 18
C. Ajaran-ajaran Tarekat Naqthujamin……………………… 33
1. Tauhid……………………………………………… 33
2. Dzikir……………………………………………… 37
7
3. Pengobatan………………………………………… 38
4. Sosial……………………………………………… 40
BAB III PENGARUH AJARAN TAREKAT NAQTHUJAMIN
TERHADAP MASYARAKAT DI SUKAPURA…………… 42
A. Demografi Masyarakat Sukapura………………………….. 42
B. Pengaruh Ajarannya Ditinjau Dari Segi Keagamaan……… 44
C. Pengaruh Ajarannya Ditinjau Dari Segi Ekonomi………… 45
D. Pengaruh Ajarannya Ditinjau Dari Segi Sosial…………… 46
BAB IV PENUTUP…………………………………………………… 47
a. Kesimpulan………………………………………………… 48
b. Saran-saran………………………………………………… 48
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….. 50
LAMPIRAN…………………………………………………………………. 53
8
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini kehidupan sufi mulai dilirik oleh para pecinta Tuhan, yang
menginginkan agar dirinya berada sedekat mungkin dengan Tuhan. Namun tidak
sedikit dari para penempuh perjalanan ruhani ini yang terperosok ke dalam jurang
pemahaman yang salah yaitu bahwa perjalanan ruhani identik membunuh kebutuhan
naluriah dan mematikan kebutuhan insaniah, maksudnya walaupun manusia
bertarekat namun tetap melaksanakan kewajiban manusia sebagai makhluk sosial
yang penuh tanggung jawab.
Ada beberapa tarekat yang berkembang belakangan ini, salah satunya adalah
Tarekat Naqthujamin. Adapun pusat kegiatan tarekat ini bertempat di majlis
Naqthujamin, Cipinang Muara, Jakarta Timur dan dipimpin oleh seorang mursyid
yang bernama Syaikh Ma‘mur bin Hasan Suhartawidjaya (Alm), pengikut Tarekat
Naqthujamin tersebar luas di daerah Jakarta seperti Sukapura Poncol yang
merupakan objek kajian penulis.
Daerah Sukapura, tempat tarekat ini terletak di Jakarta Utara dan masuk dalam
kawasan industri, oleh sebab itu kebanyakan dari mereka menggantungkan hidupnya
dari berdagang dan menyewakan rumah-rumah mereka kepada buruh pabrik yang
bekerja di kawasan industri KBN (Kawasan Berikat Nusantara) serta menjadi buruh
pabrik. Keberadaan Tarekat Naqthujamin saat ini mulai ditinggalkan oleh sebagian
pengikutnya dan pecah menjadi dua golongan, hal ini dipicu oleh perebutan
9
kepemimpinan dalam Tarekat Naqthujamin setelah meninggalnya Syaikh Ma‘mur
dan dari masing-masing golongan ini mengklaim bahwa golongan merekalah yang
murni. Walaupun keadaannya seperti itu, tidak membuyarkan semangat beribadah
pengikut tarekat ini untuk tetap menjalankan ritual-ritual yang telah diajarkan oleh
mursyid1 mereka, seperti ratib dan riyadhah yang telah ditentukan waktunya.
Selain mengajarkan pengikutnya untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah
tarekat ini pun membekali pengikutnya dengan pelatihan-pelatihan kewirausahaan
seperti peternakan, pertambakan, pertambangan, koperasi, perikanan dan perkebunan.
Pelatihan itu dimaksudkan untuk membekali pengikut Naqthujamin agar menjadi
manusia-manusia yang selalu ingat kepada Allah serta mandiri.
Latar belakang kehidupan masyarakat di Sukapura, pada umumnya didiami oleh
etnis Betawi jika dilihat dari segi pendidikan mereka hanya mengenyam pendidikan
Madrasah Ibtidaiyyah (MI) dan mengaji, tapi bagi keluarga yang ekonominya
menengah dan ke atas biasanya mereka memasukan anak-anak mereka ke pesantren-
pesantren yang berada di Jakarta atau di luar Jakarta bahkan sampai ke luar negeri.
Perkenalan mereka dengan Tarekat Naqthujamin di bawah pimpinan H.
Muhammad Zaini Maliki (Alm) yang ketika itu sebagai guru mengaji di Sukapura.
Pada awal perkenalan dengan ajaran ini, sebagian masyarakat Sukapura sangat
semangat sekali dengan kegiatan-kegiatan serta ajaran-ajaran tarekat. Ini disebabkan
karena selain dibimbing oleh seorang mursyid, mereka juga dibimbing oleh seorang
1 Mursyid adalah istilah yang dipakai dikalangan ahli tasawuf yang mempunyai arti guru
pembimbing kerohanian. Lihat Syaikh Ma‘mur bin Hasan Suhartawidjaya, hal. 191
10
guru yaitu H. Muhammad Zaini Maliki (Alm) – sebagai tempat bertanya
ketidakfahaman terhadap ajaran yang disampaikan – sehingga pemahaman mereka
terhadap ajaran yang bersifat asrar2 tidak terlalu jauh menyimpang dalam artian
dalam memahami suatu ajaran mereka seragam. Hal ini penting penting untuk
menghindari fenomena yang muncul belakangan ini ada yang mengatakan kalau
dirinya adalah wali, pemikiran ini didasarkan ungkapan bahwa orang yang
mengetahui wali adalah wali juga, perasaan inilah yang membuat mereka menjadi
takabur.
Adapun pengaruh ajaran tarekat ini terhadap pengikutnya yang berada di
Sukapura yaitu mampu menyatukan dan mempersaudarakan mereka, yang
sebelumnya bercerai-berai dan yang terpenting dari segi keagamaan, mereka
mendapatkan ibadah-ibadah pengiring ibadah wajib dalam artian mereka tidak
bergantung hanya kepada ibadah pokok saja tapi juga melaksanakan ibadah-ibadah
sunnah seperti dzikir, ratib, dan puasa yang dianjurkan dalam ajaran ini, sementara di
bidang pengobatan, pengikut ini mampu mengobati penyakit baik itu penyakit fisik
maupun non fisik.
Tiga tahun terakhir setelah meninggalnya Syaikh Ma‘mur, para pengikutnya
merasa sangat kehilangan sosok sang pemimpin hingga akhirnya para pengikutnya
masing-masing menunjuk orang yang disukai untuk dijadikan pemimpin atas dasar
mimpi dari syaikh tarekat ini. Hal ini menyebabkan para pengikut tarekat ini pecah
2 Asrar berarti rahasia. Lihat Syaikh Ma’mur bin Hasan Sufartawidjaya, Al Basyar wal
Bahâr: hal. 5
11
menjadi dua golongan yaitu satu golongan orang yang mempercayai mimpi dan
menjadikan mimpi sebagai rujukan ajaran, kedua golongan yang masih menjalankan
ajaran tarekat secara murni.3
Pengikut Naqthujamin saat ini sedang mengalami krisis pengetahuan, hal ini
terlihat dari ketidaktahuan dan ketidakmengertian mereka tentang ajaran-ajaran
Tarekat Naqthujamin sehingga tidak tahu dan mengerti langkah apa yang harus
mereka lakukan setelah syaikh dari tarekat ini wafat, dengan dalih taslim dan ilmu
Asrar menyebabkan tarekat ini berkurang aktivitasnya dan berhenti penyebarannya.
Kata taslim dan Asrar dijadikan alat untuk membungkus ketidaktahuan dan
ketidakmengertian mereka tentang ajaran-ajaran Tarekat Naqthujamin sehingga
penulis tertarik untuk membahas penelitian ini guna menacari tahu ajaran-ajaran
tarekat Naqthujamin yang sebenarnya dan sejauh mana pengaruh ajarannya terhadap
pengikutnya terutama di daerah Sukapura.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Untuk mendapat sebuah hasil yang sistematis dan agar masalah tidak melebar
dalam pembahasannya penulis merasa perlu memberikan batasan dan perumusan
masalah terhadap objek yang dikaji. Adapun batasannya adalah mengenai pengaruh
ajaran Tarekat Naqthujamin terhadap pengikutnya di Sukapura. Disamping itu
rumusan masalahnya yaitu tentang ajaran-ajaran Tarekat Naqthujamin.
3 Hasil wawancara dengan pengikut Naqthujamin. Minggu, 6 mei 2006
12
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini, penulis dapat mengetahui dan memahami
ajaran tarekat khususnya tarekat Naqthujamin tidak hanya pada tataran teoretis saja
namun pada tataran praktis. Selain itu penulis ingin mengetahui sejauh mana ajaran
tersebut mempengaruhi kehidupan pengikutnya khususnya masyarakat Sukapura.
Tujuan selanjutnya yaitu untuk melengkapi gelar akademik dalam meraih gelar
sarjana strata satu.
D. Metode Penelitian
Metode pengumpulan data dalam skripsi ini melalui wawancara4 dan observasi
lapangan serta buku-buku karya majlis taklim Naqthujamin yang dijadikan sebagai
sumber primer yaitu dari kitab al-Basyar wal Bahār, al-Insān bi Nafsi: Asrār Syarî’at
fî haqîqat al Islâmi, Tauhid as Sattariyyah dan Tashawwuf dan buku –buku
tasawwuf yang berkaitan dengan masalah yang diteliti sebagai sumber sekunder.
Adapun metode pembahasan dalam skripsi ini menggunakan metode deskripsi
analitis. Secara deskripsi skripsi ini menggambarkan tentang ajaran tarekat
Naqthujamin, kemudian secara analitis skripsi ini, menganalisa pengaruh ajaran
terhadap pengikutnya yang berada di Sukapura ditinjau dari keagamaan, sosial dan
ekonomi.
4 Sebagian orang yang diwawancarai tidak mau disebutkan namanya dengan alasan mereka
takut salah memberikan keterangan karena mereka beranggapan kalau tarekat ini tidak terbuka untuk umum dan masih rahasia selain itu alasan lainnya yaitu karena ketasliman mereka terhadap ajaran ini yang menuntut mereka untuk seperti itu.
13
Sedangkan teknis penulisannya berdasarkan pada Pedoman Penulisan Skripsi,
Tesis dan Disertasi, UIN Jakarta Press 2002
E. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran secara garis besar dari seluruh permasalahan
yang akan dibahas serta memudahkan dalam menelaahnya, maka penulis membagi
skripsi ini menjadi lima bab sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, yang berisi tentang Latar Belakang Masalah,
Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Metode
Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
Bab II Gambaran Tarekat Naqthujamin, yang membahas tentang Pengertian
Tarekat secara Umum dan Pengertian Tarekat Naqthujamin meliputi
Biografi Pendiri dan karya-karya beliau serta Ajaran-ajaran Tarekat
Naqthujamin yaitu tentang Tauhid, Dzikir, Pengobatan, dan Sosial.
Bab III Pengaruh Ajaran Tarekat Naqthujamin terhadap Masyarakat di
Sukapura ditinjau dari Segi Keagamaan, Segi Sosial dan Segi
Ekonomi.
Bab IV Penutup, yang berisi tentang Kesimpulan dan Saran-saran.
14
BAB II
TAREKAT NAQTHUJAMIN
A. Pengertian Tarekat Menurut Ulama Tasawwuf
Tasawwuf atau sufisme mempunyai tujuan memperoleh hubungan langsung dan
disadari dengan Tuhan, sehingga disadari benar bahwa seseorang berada dihadirat
Tuhan. Intisari dari mistisisme, termasuk didalamnya sufisme, ialah kesadaran akan
adanya komunikasi dan dialog antara roh manusia dan Tuhan dengan mengasingkan
diri dan berkontemplasi. Kesadaran berada dekat dengan Tuhan itu dapat megambil
bentuk ittihad (االحتاد)5, bersatu dengan Tuhan.Tasawwuf merupakan suatu ilmu
pengetahuan dan sebagai ilmu pengetahuan, tasawwuf atau sufisme mempelajari cara
dan jalan bagaimana seorang Islam dapat berada sedekat mungkin dengan Allah
SWT.6
Tasawwuf muncul pada abad kedua Hijriyah kemudian berkembang dan meluas
dan mulai terkena pengaruh luar. Salah satu pengaruh luar adalah filsafat, baik filsafat
Yunani, India, maupun Persia, untuk menjaga kemurniaan ajaran tasawwuf dari
pengaruh luar maka sesudah abad kedua Hijriyah muncullah golongan sufi yang
mengamalkan amalan-amalan dengan tujuan kesucian jiwa untuk taqarrub kepada
Allah.7 Para sufi kemudian membedakan pengertian-pengertian syarîah, tharîqat,
5 Ittihad yaitu satu tingkatan dalam tasawwuf ketika seorang sufi telah merasa dirinya bersatu
dengan Tuhan; suatu tingkatan ketika yang mencintai dan cintai telah menjadi satu sehingga salah satu dari mereka dapat memanggil yang satu lagi dengan kata-kata : hai aku. Lihat: Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1999), hal. 81.
6 Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, hal. 5. 7 H. A Fuad Said, Hakikat Tarekat Naqsabandiyah (Jakarta: Al Husna Zikra, 1992), hal. 10.
15
haqîqat, dan makrifat. Menurut mereka syariah itu untuk memperbaiki amalan-
amalan lahir, sementara tarekat lahir untuk memperbaiki amalan-amalan batin (hati),
hakikat untuk mengamalkan segala rahasia yang gaib sedangkan makrifat adalah
tujuan akhir yaitu mengenal hakikat Allah baik zat, sifat maupun perbuatan-Nya.8
Dalam tarekat dikenal dengan konsep عرفت بر بى yaitu mencari kenyataan yang
sebenarnya (alam Filsafat) bahwasanya memasuki alam filsafat yaitu berfikir dan
berhasrat kuat untuk memperoleh pengetahuan yang paling sempurna dapat dicapai
dengan pemikiran yang teliti dan dengan berfikir yang sedalam-dalamnya tentang
kenyataan yang sebenar-benarnya dan adapun kenyataan yang sebenarnya yaitu yang
dinamakan hakikat, bahwasanya hasrat kuat yang mendorong kita memasuki alam
filsafat itulah adalah kegiatan batin kita sendiri yakni berfikir dengan semangat
mencari hakikat atau dengan kata lain berfikir atas dasar yang benar.9
Kemudian untuk sampai kepada hakikat itu manakala dilandasi dengan
semangat mencari hakikat/kenyataan yang sebenarnya yang dibangkitkan dengan
kegiatan batin, selanjutnya kegiatan batin yaitu yang berpusat pada berfikir atas dasar
yang benar itulah memerlukan tata cara yakni tarekat.10
Pada abad kelima Hijriyah atau 13 Masehi barulah muncul tarekat sebagai
kegiatan kaum sufi sebelumnya dan sufi yang terkenal pada abad ini adalah Imam
Ghazali . Hal ini ditandai dengan setiap silsilah tarekat selalu dihubungkan dengan
8 Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat Muktabaroh di Indonesia (Jakarta: Kencana,
2006), hal. 6. 9 Syeikh Ma’mur bin Hasan Suhartawidjaya, ‘Araftu Raaitu Sam’itu Rabbi biRabbi (Jakarta:
Majlis Naqthujamin, 1984), hal. 2-3. 10 Syeikh Ma’mur bin Hasan Suhartawidjaya, ‘Araftu Ra aitu Sam’itu Rabbi biRabbi, hal. 3.
16
nama pendiri atau tokoh-tokoh sufi yang lahir pada abad itu yang setiap tarekat
mempunyai syaikhnya sendiri, kaifiyat zikir, dan upacara-upacara ritual masing-
masing. Biasanya Syaikh atau mursyid mengajar murid-muridnya di asrama latihan
rohani yang dinamakan rumah sulûk atau ribâth.11
“ Tarekat” طر يقة menurut bahasa artinya “jalan”, “cara”, “garis”, “kedudukan” ,
“keyakinan”, dan “agama”. Selain itu tarekat "طريق" jamaknya "طرق" atau “ا لطر يقة
”jamaknya “طرآ ئق” yang berarti jalan, keadaan, aliran dalam garis pada sesuatu, kata
tarekat ini telah dibakukan dalam bahasa Indonesia, terkadang disebut dengan
“tarekat”.12 Menurut al Hadad (Bâ ‘Alawi) tokoh dari Tarekat Alawiyah, tareakat
dipahami sebagai suatu bentuk sulûk (cara ibadah) yang dilakukan oleh seseorang
yang mempunyai kredibilitas sebagai seorang tokoh. Para ulama tasawuf dalam
mengartikan kata tarekat bahwa tarekat adalah jalan kepada Allah dengan
mengamalkan ilmu Tauhid, Fiqih, dan Tasawuf, kemudian dikatakannya pula bahwa
tarekat adalah cara atau kaifiyat mengerjakan sesuatu amalan untuk mencapai sesuatu
tujuan.
Berdasarkan beberapa definisi yang tersebut diatas, jelaslah bahwa tarekat
adalah suatu jalan atau cara untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan
mengamalkan ilmu Tauhid, Fiqih, dan Tasawuf.13
Sementara itu pengertian tarekat menurut Syaikh Ma‘mur (alm) tarekat yaitu
sebagaimana dimaksud di dalam sabda nabi Muhammad SAW “ Syari‘at itu
11 Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat Muktabaroh di Indonesia, hal. 6. 12 Abdul Khamid Zahwan, Kamus al Kamil (Semarang: PT Makmur Graha, 1989), hal. 320. 13 H. A Fuad Said, Hakikat Tharikat Naqsabandiyah, h. 12.
17
perkataanku (peraturan), tarekat itu perbuatanku (cara pelaksanaannya), hakikat itu
akhlakku (kenyataannya).14 Dikatakan juga bahwa tarekat itu adalah pelaksanaan
ilmu tasawuf yang bersumber dari pokok pangkal tarekat nabi besar Muhammad
SAW yakni amal ibadah yang kita lakukan (tarekat yang kita lakukan) adalah
petunjuk yang kita terima dari guru kita dan guru kita menerima dari ulama
pendahulunya kemudian para ulama menerima dari para tabi‘ attabi‘iin dan beliau
menerima dari para sahabat yang menerima dari Rasulullah SAW dan junjungan kita
menerima dari sayyidina Jibril AS dari AllahSWT. Maka dari itu mempelajari ilmu
tarekat mestilah dengan adanya bimbingan guru yang jelas-jelas silsilah nasabnya dan
tidak boleh mengambil dari membaca buku-buku atau kitab-kitab karangan saja,
melainkan harus ada gurunya.15
B. Lahir dan Berkembangnya Tarekat Naqthujamin
1. Riwayat Hidup Tokoh Tarekat Naqthujamin
Keberadaan Tarekat Naqthujamin berdomisili di jalan Perintis, Cipinang
Muara, Jakarta Timur dan dipimpin oleh seorang mursyid yaitu Syaikh
Ma‘mur bin Hasan Suhartawidjaya (Amung Hasan Sufartawidjaja).16 Lahir
di Sumedang, 27 Juni 1925 dan beliau wafat di Jakarta, 2 Juli 2003,
didalam perjalanan lahiriyahnya, beliau sangat aktif di berbagai bidang
14 Pernyataan tersebut merupakan aplikasi dari sabda Rasulullah ketika sayyidina ‘Ali
bertanya kepada beliau untuk diberi petunjuk tentang jalan (thuruk) menuju Allah. 15 Syaikh Ma’mur bin Hasan Sufartawidjaya, Al Basyar wal Bahâr: Manusia dan
Keelokannya (Jakarta: Majlis Naqthujamin, 1984), hal. 17. 16 Dalam Silsilah tarekat disebut Syaikh Ma’mur bin Hasan Sufartawidjaya
18
khususnya di dunia pemeritahan. Adapun pendidikan yang beliau terima
selama hidupnya yaitu dimulai dari :
1. Madrasah Agama : Madrasah Assalafiyah : 3 tahun
2. Nahdathul Wathon : Habib Umar Pesantren : 3 tahun
Ijazah-ijazah yang beliau terima yaitu Gouv. Schakelschool,17
Sumedang, 1939 dan RPUBN : Aplikasi Tata Buku dan Administrasi
Perusahan (cumlaude) 1964.
Adapun pengalaman kerja beliau dimulai dari tahun :
1939-1942 : Ass.Beheerder18 Rumah Obat KARUHUN, Pekalongan.
1942-1943 : Kep. Kantor “Pemalang Ken Shoko Kumiai” dan penata
usaha “ Komite Perekonomian Indonesia” (KOPI),
Pemalang.
1943-1948 : Pada “MODASCO” Trading Co, Jakarta.
Tahun 1943 menjabat sebagai Ass. Boekhouder19
Tahun 1944 menjabat sebagai Kep. Tata Usaha
Tahun 1945-1947 menjabat sebagai Kuasa Usaha, Garut
Tahun 1945 menjabat sebagai wakil pemimpin umum
1948-1965 Pada N.V Ned Aanne Ming My sekarang menjadi P. N
NINDIYA KARYA dengan jabatan sebagai berikut:
17 Gouv. Schakelschool artinya sebuah sekolah tingkat dasar pada zaman dahulu dikenal
dengan Sekola Rakyat (SR). 18 Ass.Beheerder artinya Asisten pastur laki-laki. 19 Ass. Boekhouder artinya Asisten tata buku.
19
Tahun 1948 menjabat sebagai ass. Boekhouder
Tahun 1949 menjabat sebagai boekhouder/nacalculator
Tahun 1950-1957 menjabat sebagai houfboekhouder20
merangkap suvervisor administrasi proyek, dan urusan
personalia
Tahun 1958-1960 menjabat sebagai kepala bagian
keuangan/pembukuan/penelitian biaya.
Tahun 1961-1965 menjabat sebagai Kepala Bagian Keuangan
merangkap Wakil Kepala Staf Administrasi/keuangan,
merangkap sebagai Kepala Bagian Penelitian dan pengawasan
intern.
Pengalaman organisasi beliau dimulai dari tahun:
1940-1942 menjabat anggota pengurus “Voor Onze Jeugd”21 dan
Perhimpunan Sosial “ Mitra Sunda”, Pekalongan.
1945-1947 menjabat anggota Dewan Pimpinan Cabang “PEMUDA
SOSIALIS IDONESIA” (Pesindo),Garut.
1947-1948 menjabat anggota Pengurus GERAKAN REBLISIT
REPUBLIK INDONESIA, ranting Petojo, Jakarta.
20 Houfboekhouder artinya Sekolah Menengah. 21 Voor Onze Jeugd artinya Sekolah Hukum
20
1948-1949 turut mendirikan GERAKAN RAKYAT INDONESIA
MERDEKA (GERIM) dan mendapat kepercayaan sebagai
ketua III Presidium merangkap ketua Badan Pekerja.
1949-1953 menjabat Ketua Panitia Rakyat Kp Johar Baru, Kelurahan
Rawasari, memperjuangkan legalisai pendudukan rakyat atas
tanah-tanah ex milik tuan tanah Van Heusden.
1950-1953 pendiri “ Angkatan Buruh Bangunan Indonesia” yang
kemudian dirubah menjadi “ Serikat Buruh Bangunan di
Indonesia”(SERBUBADI).
1953-1960 menjadi pimpinan Serikat kerja NV Nedam.
1960-1965 menjadi ketua pada persatuan karyawan P.N Nindiya Karya.
1965-1967 beliau berperan aktif dalam pemberantasan komunis, sebagai
ketua DPP maupun di pemerintah/ABRI didudukan di Badan
Keamanan Strategi Negara yaitu KOTI (Komando Operasi
Tertorial Intelijen), beliau dengan kemampuan mukasyafah
telah membongkar seluruh barang simpanan dokumen maupun
senjata dan lokasi pembunuhan tujuh jenderal.
1967-1968 beliau diangkat sebagai anggota DPRGR/MPRS berdasarkan
Keputusan Presiden RI No. 58 tahun 1968 mewakili kesatuan-
kesatuan aksi kemudian berdasarkan surat Keputusan Presiden
RI No. 38/Pens tahun 1971
menimbang/mengingat/memutuskan bahwa telah selesai
21
Ma‘mur Suhartawidjaya sebagai anggota MPRS/DPRGR
dengan begitu Abah Syaikh (panggilan Syaikh Ma‘mur
Suhartawidjaya) tidak aktif lagi di dunia pemerintahan.22
Pada satu kesempatan Presiden mengutus Amir Mahmud supaya Abah
Syaikh aktif lagi dan mendapatkan formasi pada kabinet Soeharto sebagai
menteri Sosial dan ditolaknya kemudian ditawarkan kembali pada formasi
yang lebih di tinggi yaitu di DPA (Dewan Pertimbangan Agung) dan
ditolaknya pula dengan alasan beliau bahwa semenjak tahun 1970 mereka-
mereka bukan sebagai kawan lagi. Beliau konsekuen dan mengundurkan diri
dari fasilitas dan referensi di pemerintah dan swasta ditinggalkan dan
kehidupan selanjutnya beliau ingin melaksanakan kewajiban tarekat dan
pada saat itu kehidupan beliau sangat memprihatinkan walaupun demikian
beliau sangat istiqomah dengan keputusannya dan hal ini terbukti, beliau
menolak sumbangan dari Golkar dalam jumlah besar untuk membuat
Islamic Center.23
2. Karya-karya Syaikh Ma’mur bin Hasan Suhartawidjaya
Beberapa karya tulis beliau yang berisi tentang ajaran tarekat ditulis
dalam bentuk makalah dan buku meliputi bidang Tasawuf, Akhlak, Tauhid,
dan Fiqih. Adapun karya beliau yang membahas tasawuf yaitu Buku Ratib
22 N.N., Mengenang Perjalanan Syechuna Syech Ma’mu: Dalam Tarekat Naqthujamin di
Babad Jawa, hal. 4 23 N.N., Mengenang Perjalanan Syechuna Syech Ma’mu: Dalam Tarekat Naqthujamin di
Babad Jawa, hal. 5
22
yang berjumlah 10 ratib yaitu ratib al Hadad, ratib Thaha, ratib Assiyadah,
ratib Shalawat, ratib al Hurriyah, ratib Kasib, ratib Saman, ratib Istigfar,
ratib al Mubarok, ratib Tasbih, dan ratib Taqwa.24
Buku al Basyar wal Bahâr yang terdiri dari 21 bab dan membahas
tentang bab tarekat, bab pembinaan pribadi, bab membina akhlak kesopanan
zahir, bab takhalli, bab tahalli, bab tajalli, bab mandi taubat dan dzikir al
maut, bab berdzikir pada tingkat dasar, bab martabat yang tujuh, bab tujuh
lathaif, bab mengenal diri, bab ajal kesempurnaan manusia, bab keterangan
perihal nama-nama hati, bab ibtidaiyah dzikir lathaif, bab waratsatu al
anbiyâ’i, bab ma‘rifat dan masalah melihat Tuhan, bab ma‘rifat sebagai
tujuan kita, bab nûr ma‘rifat Allah dan nûr ilahi, bab muqarabah,
muraqabah, musyahadah, bab tarekat dzikir.25 Buku ‘Araftu, Ra’aitu,
Sami‘tu Rabbi bi Rabbi menjelaskan tentang mencari kenyataan sebenarnya,
teka-teki memenuhi segala alam, al Wujûd fî al‘Adami (tampak wujud
dalam ‘adam), rahasia cahaya-cahaya Ilahi, cahaya sebagai cahaya kepada
cahaya, hakekatnya segala hakekat, permisalan di dalam al Qur’an, hadirat
rabûbiyyah dan citra insan, mukaddimah, hijab Allah kepada makhluknya,
bukannya Allah terhijab, menembus kegelapan dan kebutaan hati, zat- sifat
– af‘âl- asmâ’, penglihatan (النظر), perhentian (الوفقه) sampai pada
24 N.N., Mengenang Perjalanan Syechuna Syech Ma’mu: Dalam Tarekat Naqthujamin di
Babad Jawa, hal. 16. 25 Syaikh Ma’mur bin Hasan Sufartawidjaya, Indek Kitab ( Jakarta : Majlis Naqthujamin,
1999 ) hal. 7.
23
“kun”, tiada penglihatan melainkan af’âl Allah, mukaddimah, pendengaran,
kalam Allah, sumber segala hakekat, kalam Allah itu maujud pada-di-
dengan beserta segala sesuatu, sabda-sabda yang diserukan Allah kepada
hambaNya, landasan tertibnya syahadat.26 Kitab al Insân bi Nafsih berisi
tentang pada menyatakan batin manusia, perihal akal, meneliti dan
mengenal diri, kekhususan hati insane, hati bagai ilmu, kasyaf artinya
terbuka pemahaman, masalah was-was hati, masuk syaitan ke dalam hati,
bisikan cit-cita hati, terputusnya goresan-goresan keji dari hati, berbolak-
baliknya hati dan terbaginya di dalam perubahan dan ketetapan, kebagusan
dan keburukan akhlak, latihan memperbagus akhlak, sebab-sebab yang
mengarah kepada kebagusan akhlak, penyakit hati dan kekurangan pada diri
manusia, anasir penyakit hati, nafsu keinginan, tanda-tanda kebagusan
akhlak, dengan mujahadah berangsur-angsur menempuh jalan riyadhah,
menjinakan nafsu sahwat perut, jalannya latihan menjinakkan nafsu sahwat
perut, menjinakkan nafsu sahwat kemaluan, pemeliharaan lidah, dua puluh
bahaya lidah, penyakit marah, sebab-sebab marah dan pengobatnya, dendam
dan dengki sebagai tembusan marah, حلم-هونا –pemaaf, dan belas kasih,
shalat gerhana.27 Buku Falsafah Tauhid, Buku Fiqih.
Selain buku yang membahas tentang ilmu tarekat, beliau juga
mempunyai tulisan di bidang sejarah yaitu, Kian Santang, Kisunda Cumarita
26 Syaikh Ma’mur bin Hasan Sufartawidjaya, Indek Kitab, hal. 9. 27 Syaikh Ma’mur bin Hasan Sufartawidjaya, Indek Kitab, hal. 5.
24
Tereuh Sumedang, Para cacandran, Sunda, sang Hyang Sapu Jagat, Uga
Siliwangi, Aturan Hidup Manusia dan Kemanusiaannya.28 Jika dilihat
karya-karya beliau dapat dikatakan kalau mursyid dari tarekat ini termasuk
kategori sufi amali, ini terlihat dari ajaran-ajaran beliau menganjurkan
manusia untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dengan cara
bedzikir dan mujahadah.
3. Lahir dan Berkembangnya Tarekat Naqthujamin dari Masa ke Masa
Pada zaman Rasulullah ilmu tarekat ini dinisbatkan kepada ilmu al
Asrâriyyah yaitu ilmu yang bersifat rahasia oleh karena itu disifatkan orang
yang mengamalkan ilmu ini sebagai Asrâr Rabbâniyyah atau rahasia
ketuhanan artinya ilmu ini hanya diberikan kepada orang-orang pilihan agar
tidak terjadi penyimpangan akidah. Adapun orang yang mendapatkan Asrâr
Rabbâniyyah dari zaman ke zaman yaitu:
1. Pada zaman pertama bahwa ilmu ini dipimpin serta di ajarkan oleh
yang mulia Sayyidinâ Rasulullah SAW kepada sahabat pilihannya yang
mampu dan bersungguh-sungguh menerima rahasia yang halus-halus
yaitulah Sayyidinâ Abdullah bin Abi Qahafah yang masyhurnya dengan
nama dan gelar Abu Bakar Shidik RA.
2. Pada zaman kedua, ilmu ini disebut dengan sebutan Tarekat ash
Shîddîqiyyah diambil dari nama Sayyidinâ Abu Bakar Shidik RA.
28 N.N., Mengenang Perjalanan Syechuna Syech Ma’mur : Dalam tarekat Naqthujamin di
Babad Jawa ( Jakarta : Majlis Naqthujamin, tt.), hal.16.
25
3. Pada zaman ketiga, ilmu ini disebut dengan Tarekat Thaifûriyyah
yakni diambil dari nama pemimpinya yaitu Sayyidinâ Syaikh Abu Yazid al
Busthami dan disebut juga nama beliau dengan sebutan Thaifur bin ‘Isâ.
4. Pada zaman keempat, dinamakan Tarekat Khaijakâniyyah yang
mengambil dari nama pemimpinnya yaitu Sayyidinâ Syaikh ‘Abdul al
Khâliq al Fajduwanî al Haujakanî.
5. Pada zaman kelima dinamakan Tarekat an Naqsabandiyyah yaitu
mengambil nama kepada pemimpinnya yaitu Sayyidinâ Syaikh Bahấ ad Dîn
an Naqsabandiyyah.
6. Pada zaman keenam dinamakan Tarekat an Naqsabandiyyah al
Ahrâriyyah yaitu mengambil kepada nama pemimpinnya yang bernama
Sayyidinâ Syaikh ‘Abdullah al Ahrâr as Samarqandî .
7. Pada zaman ketujuh, dinamakan Tarekat an Naqsabandiyyah al
Ahrâriyyah al Mujaddid diambil dari nama pemimpinnya Sayyidinâ Syaikh
al Imam ar Rabbânî al Mujaddid Alif ats Tsanî ( Beliau dilahirkan dalam
tahun 971 H dan Beliau inilah yang melakukan pembaharuan pengamalan
bersama para sahabatnya tahun1002 H, maka dari itu disebut dengan Alif ats
Tsanî )
8. Zaman kedelapan, dinamakan Tarekat an Naqsabadiyyah al
Mazhhuriyyah ketika itu mengambil nama dari pemimpinnya yaitu
Sayyidinâ Syaikh Syamsuddin Habibullah Jânû Janâ al Mazhhuriyyah.
26
9. Pada zaman kesembilan ini dinamakan Tarekat an Naqsabandiyyah
al Khâlidiyyah yang diambil dari pemimpin tarekat ini yaitu Maulanâ
Khâlid an Naqsabandî (Beliau dilahirkan pada tahun 1123 H dan wafat pada
tahun 1242 H = 119 tahun). Maka selanjutnya terekat ini tetap digelarkan
dengan nama Tarekat an Naqsabandiyyah al Khâlidiyyah hingga sampai
kemudian zaman al Imâm Mahdi .
10. Pada zaman kesepuluh, dengan tetap dinisbahkan sebagimana pada
zaman sebelumnya maka tarekat yang dipimpin oleh al Kâmil al Mukammil
Sayyidinâ Syaikh Al Habîb Hamzah As Suthuh bertempat di Surabaya,
Jawa Timur, Indonesia, hingga akhir masanya ( 1756 H / 1936 M).
11. Zaman Kesebelas tarekat ini dipimpin al ‘Alim al ‘Amil Sayyidinâ
Syaikh Muhammad Izi berkedudukan di Palembang dan Jakarta pada akhir
masanya beliau menetap dan dimakamkan di Jakarta. pada tanggal 11
Syawal 1389 H. Maka serah terima dilakukan pada tanggal 24 Ramadhan
1389 H kepada penerusnya yaitu al Faqîr al Haqir ilâ rabbihi al Qadîr
Syaikh Ma‘mur bin Hasan Suhartawidjaya.29
Telah berkata yang mempunyai tarekat,
”طريقتناعلى عدد حرف نقطجم”
”Artinya tarekat kami ini atas bilangan huruf ن ق ط ج م – maka
barangsiapa tidak mendatangi pada kami dan tidak pula mengambil pada
29 Syeikh Ma’mur bin Hasan Sufartawidjaya, Al Basyar wal Bahâr: Manusia dan
Keelokannya, hal. 5-7.
27
masa kami, tidak bisa tidak tentu menyesal. Adapun hikmah Tarekat
Naqthujamin itu banyak sekali bagi barang siapa yang memegang ta’rif
pada Tarekat Naqthujamin yaitu,
Artinya berkekalan ."د وام ا لعبو د ية ظا هرا و با طنا مع داوم حضو ر ا لقلب مع ا هللا "
senantiasa berkepanjangan tiada berkeputusan memperhambakan diri zahir
dan batin beserta berkekalan tiada berkeputusan hudhur hati serta Allah.
Hikmah dari ta’rif ini yaitu membuahkan tentram hati, bersih hati,terbuka
hati, untuk menerima limpahan karunia Allah SWT tiada terlepas dari
petunjuk Allah SWT maka mendapatkan mukasyafah dalam arti yang luas
dan barangsiapa yang mendapatkan hikmah tarekat Naqthujamin dia tentu
mendapat keberuntungan yang besar sekali.30
Naqthujamin adalah sebuah singkatan dari beberapa huruf yang
tersusun hingga menjadi kata tersebut dan huruf itu mempunyai arti yang
terkandung didalamya seperti:
ayat 1-3 القلم diambil dari surat ن .1
ما انت بنعمة ربك مبجنون. ن والقلم وما يسطرون
artinya, demi kalam dan apa yang mereka tulis berkat nikmat Tuhanmu lah
kamu bukan orang gila
ayat 1- 2 ق diambil dari surat ق .2
30 Syeikh Ma’mur bin Hasan Sufartawidjaya, Al Basyar wal Bahâr: Manusia dan
Keelokannya, hal. 13-14.
28
م فقل ق ولقران اجمليد بل عجيبوا ان جاهم منذ ر منه
الكفرون هذا شيئ عجيب
Artinya, ق demi al Qur’an yang sangat mulia mereka tidak menerimanya
bahkan mereka tercengang karena telah �datang kepada mereka seorang
pemberi peringatan dari lingkungan mereka sendiri. Maka berkatalah orang-
orang kafir,”ini adalah sesuatu yang amat ajaib
ayat 1-3 طه diambil dari surat ط 3
اال تذآرة ملن خيسي. وما انزلنا عليك القران لتسقى. طه
artinya, طه kami tidak menurunkan al Quran ini kepada mu agar kamu
mendapat kesusahan. Tetapi sebagai peringatan kepada orang-orang yang
takut kepada Allah.
ayat 1-4 النجم diambil dari ج .4
عن وما ينطق. ما ضل صحبكم وما غوا. والنجم اذا هو ى
ان هو اال وحي يوحى. اهلوى
artinya, demi bintang ketika terbenam, kawanmu tiada sekali-sekali sesat
dan tidak pula keliru dan dia tidak bicara menurut kemauan hawa nafsunya
sendiri. Perkataannya itu tidak lain hanyalah wahyu yang diwahyukan
kepadanya.
diambil dari surat al Baqarah ayat 1-2 م .5
ذلك ا لكتب ال ريب فيه هداللمتقني. امل
29
artinya, الم. Kitab al Qur’an tidak ada keraguan padanya. Itu adalah petunjuk
bagi orang yang bertaqwa kepada Allah.31
Berdasarkan ayat-ayat diatas dapat disimpulkan, ayat tersebut
menjelaskan tentang perintah agar kita selalu mengingat Allah dan bertaqwa
kepadaNya yaitu dengan cara berdzikir menyebut namaNya, dan untuk
melakukan hal tersebut harus dimulai dari dasar maksudnya berlatih secara
bertahap dan ilmu yang mengatur tentang hal tersebut yaitu tarekat dimana
setiap tarekat mempunyai cara masing-masing. Menurut syaikh Ma‘mur bin
Hasan Suhartawidjaya tarekat yang mengajarkan bermacam-macam dzikir
secara garis besarnya ada lima yang merupakan tarekat induk yaitu huruf
“Nun“ “(ن) kepanjangan dari tarekat an Naqsabandiyyah,32 huruf “Qaf”
”(ط)“ ”kepanjangan dari tarekat al Qadiriyah,33 huruf “Tha”(ق)“
kepanjangan dari tarekat al Anfasiyah,34 huruf “ Jim” “(ج)” kepanjangan dari
tarekat al Junaidi al Baghdadiyyah, huruf “ Mim “ “(م)” kepanjangan dari
tarekat al Mawafaqah awil Ma’iyyah disebut juga as Samaniyyah atau al
Muhammadiyyah.35 Dengan demikian maka tarekat ini dinamakan Tarekat
31 Syaikh Ma’mur bin Hasan Sufartawidjaya, Al Basyar wal Bahâr, hal. 145. 32 Pendiri Naqsabandiyyah adalah Muhammad Baha ‘al Din an Naqsabandiyyah dan amalan
dzikirnya yang terkenal yaitu tentang 7 lathaif. 33 Qadiriyyah didirikan oleh ‘Abdul Qậdir jîlânî yang terkenal dengan sebutan Syaikh ‘Abdul
Qậdir jîlânî al ghawts atau qutb al awliya. Tharikat ini sangat menekankan kepada tauhid sedangkan pelaksanaanya tetap memakai jalur syariat lahir dan batin. Lihat: Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat Muktabarah di Indonesia, hal. 36.
34 Amalan tarekat ini lebih didasarkan pada hitungan nafas yang banyak dalam 24 jam dalam sehari semalam ada 28000 dengan metode nafas turun naik dan keluar masuk adapun kalimat zikirnya yaitu lafaz هو.. Lihat: Syeikh Ma’mur bin Hasan Suhartawidjaya, Al Basyaru wal Bahâruk, hal. 149.
35 Tarekat Samaniyyah didirikan oleh ‘Abdul Karim al Madani as Syafi’i as Samman.
30
Naqthujamin. Berdasarkan keterangan diatas Naqthujamin adalah bukan
ajaran tarekat baru, Naqthujamin adalah penggabungan lima ajaran tarekat
sekaligus.
Keberadaan Naqthujamin di Jakarta dipimpin oleh seorang Syaikh
yang bernama Ma‘mur Suhartawidjaya pada tahun 1970,36 ia mendapatkan
amanat ini dari Syaikh Muhammad ‘Izi yang pada waktu itu sebagai mursid
dan perumus Tarekat Naqthujamin.37 Berdasarkan data dalam silsilah
tarekat menerangkan bahwa Syaikh Ma‘mur Suhartawidjaya merupakan
keturunan terakhir yang mengajarkan dan menyampaikan ajaran tarekat,
oleh karena itu pada masa beliau ini, ia mendapat tugas untuk mengajarkan
dan menyampaikan lima ajaran tarekat sekaligus yang merupakan tarekat
induk yang ada di dunia. Amalan ratib yang dimiliki tarekat inipun
berjumlah lebih dari satu yaitu, ratib al Hadad, ratib Thaha, ratib
Assiyadah, ratib Shalawat, ratib al Hurriyah, ratib Kasib, ratib Saman,
ratib Istigfar, ratib al Mubarok, ratib Tasbih, dan ratib Taqwa.
Adapun silsilah tarekat Naqthujamin melalui garis Sayyidinâ Abu
Bakar Siddik dan Sayyidinâ Ali RA.:
36 Wawancara dengan H. ‘Umar Kaswara (salah satu putra syaikh Ma’mur bin Hasan
Suhartawidjaya ) pada hari kamis, tanggal 4 Januari 2007. 37 Wawancara dengan pengikut Naqthujamin.
31
Silsilah melalui garis Sayyidinâ Abu Bakar Siddik
1. Allah swt.
2. Malaikat Jibril
3. Muhammad saw.
4. Sayyidi Abu Bakar Siddik
5. Sayyidi Salman al Farissi
6. Sayyidi Qosim bin Muhammad bin abi Bakir
7. Imam Ja’far Shadik
8. Sayyidi Abi Yazid al Bustami
9. Sayyidi ‘Ali al Harqoni
10. Sayyidi Abi ‘Ali al Fadli
11. Sayyidi Yusuf al Hamadani
12. Sayyidi ‘Abdul Khalik al Gujdawani
13. Sayyidi Arif Raiwakari
14. Sayyidi Mahmud
15. Sayyidi ‘Ali an Nasaji
16. Sayyidi Muhammad as Samasi
17. Sayyidi Amirul Kulal
18. Muhammad Bahauddin an Naqsabandiyyah
19. Sayyidi Muhammad Hatir
20. Sayyidi Ya’kub al Harji
21. Sayyidi Nasruddin
32
22. Sayyidi Muhammad az Zuhdi
23. Sayyidi Muhammad Darwin
24. Sayyidi Muhammad al Haujakani
25. Sayyidi Muhammad Baqibillah
26. Sayyidi Imam Ahmad
27. Sayyidi Muhammad Ma’sum
28. Sayyidi Muhammad Saifuddin
29. Sayyidi Syamsuddin Habibullah
30. Sayyidi ‘Abdullah ad Dahlawi
31. Sayyidi ‘Abi Sa’id Ahmadi
32. Sayyidi Musa
33. Sayyidi Maulana Khalid an Naqsabandi
34. Sayyidi Habib Hamzah as Suthu Surabaya
35. Sayyidi Muhammad ‘Izi Jakarta
36. Ma‘mur Hasan Suhartawidjaya Jakarta
Silsilah melalui garis Sayyidinâ Ali RA
1. Allah swt.
2. Malaikat Jibril
3. Muhammad Saw
4. Sayyidina ‘Ali RA
5. Imam Husain bin ‘Ali
33
6. Imam Zainal ‘Abidin
7. Imam Muhammad Bakir
8. Imam Ja’far Shadik
9. Imam Musa al Kazim
10. Imam ‘Ali bin Musa ar Ridho
11. Sayyidi Ma’ruf al Karhi
12. Sayyidi Sirri Siqti
13. Sayyidi Junaidil al Baghdadi
14. Sayyidi Abi Bakri as Sibli
15. Sayyidi ‘Abdul Wahid at Tamami
16. Sayyidi Abi al Faraj at Thusi
17. Sayyidi Husen al Haikari
18. Sayyidi Said al Mahzumi
19. Sayyidi ‘Abdul Qadir Jailani
20. Sayyidi ‘Abdul Aziz
21. Sayyidi Muhammad Al Hitak
22. Sayyidi Syamsuddin
23. Sayyidi Syarifuddin
24. Sayyidi Nuruddin
25. Sayyidi Waliyuddin
26. Sayyidi Hisamuddin
27. Sayyidi Yuhyi
34
28. Sayyidi Abi Bakar
29. Sayyidi ‘Abdu arRahim
30. Sayyidi Utsman
31. Sayyidi ‘Abdul Fatah
32. Sayyidi Muhammad Murad
33. Syamsuddin al Baghdadi
34. Sayyidi Ahmad Khatib as Sambasi
35. Sayyidi ‘Abdul Karim Banten
36. Muhammad Sanusi Sumedang
37. Hasan Sufartawidjaya
38.Ma‘mur bin Hasan Sufartawidjaya.38
Berdasarkan data silsilah tarekat tersebut dapat disimpulkan bahwa
Syaikh Ma‘mur bin Hasan Suhartawidjaya mempunyai keterkaitan satu
sama lain diantara pemimpin-pemimpin tarekat besar dan shahih,
Kemungkinan hal inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa beliau
mengajarkan lima ajaran tarekat sekaligus yaitu ajaran Tarekat
Naqsabandiyyah, Qadiriyah, Anfasiyah, Junaid al Baghdadiyyah, dan
Mawafaqah aw il Ma‘iyyah atau Samaniyyah atau Muhammadiyyah. yang
kemudian beliau singkat menjadi Naqthujamin. Jika kita ingin
mengembalikan sejarah Tarekat Naqthujamin kepada sejarah Islam, sejarah
keberadaan tarekat ini menyerupai dengan kedatangan Islam yang dibawa
38 Silsilah Tarekat Naqthujamin selengkapnya lihat pada lampiran yang berbentuk hati.
35
oleh Nabi Muhammad saw yang isinya merupakan perintah dan ajaran yang
pernah disampaikan oleh para nabi sebelumnya.. Sebagaimana telah kita
ketahui bahwa nabi Muhammad adalah nabi terakhir atau khatam al
Anbiyâi’ dan rahmatan lil ‘Alamîn oleh sebab itu nabi Muhammad ketika
hendak wafat tidak berwasiat tentang siapa pengganti beliau untuk
melanjutkan tugasnya, beliau hanya meninggalkan al Qur’an dan sunnahnya
dan barang siapa yang berpegang teguh kepada kedua hal itu niscaya akan
selamat. Namun yang terjadi diantara pengikutnya, adanya nabi palsu,
golongan yang murtad dan banyak macam versi tentang ajaran Islam atau
furu‘iyah.
Nampaknya ini terjadi pula pada perkembangan Tarekat Naqthujamin
belakangan ini, sama halnya nabi Muhammad yang merupakan Khatam al
Anbiyâ’i Syaikh Ma‘mur bin Hasan Suhartawidjaya ini pun merupakan
keturunan terakhir dalam garis silsilah tarekat, ini menjadi bukti ketika
beliau meninggal dunia, beliau pun tidak meninggalkan wasiat seorang
pengganti pemimpin dalam tarekat ini, tidak seperti Syaikh Muhammad ‘Izi
yang memberikan amanat ini kepada Syaikh Ma‘mur bin Hasan
Suhartawidjaya untuk menjalankan kewajiban tarekat.
Peristiwa meninggalnya beliau menjadi awal dilema dalam Tarekat
Naqthujamin, seperti adanya pengakuan diantara pengikutnya bahwa dialah
pengganti Beliau berdasarkan mimpi, adanya kelompok-kelompok yang
mengklaim bahwa kelompok merekalah yang mengamalkan ajaran murni.
36
Di samping dilema yang terjadi pada tarekat ini, tidak mempengaruhi
semangat pengikut Naqthujamin dalam melaksanakan kegiatan tarekat.
Beliau-beliau inilah yang mengikuti tarekat pada masa Syaikh Muhammad
‘Izi hingga Syaikh Ma‘mur dan dipimpin oleh ketua kelompok Sukapura
yaitu H. Muhammad Zaini Maliki (Alm) yang masih mengamalkan ajaran
tarekat sesuai dengan apa yang mereka baca, dengar, dan lihat, hal ini
dipengaruhi oleh ketasliman mereka di dalam menuntut ilmu dan adab
kesopanan yang mereka terapkan dalam berprilaku.
Adapun kegiatan tarekat yang biasa mereka laksanakan yaitu membaca
Shalawat sebanyak 500 kali yang dilaksanakan oleh kaum perempuan pada
malam Jum‘at dan bertempat di TK Islam Tarbiatun Nasyiin pada awalnya
pembacaan shalawat ini dibaca sebanyak 1000 kali namun keterbatsan fisik
dan jumlah jama‘ah yang mengikuti kegiatan tersebut sedikit menjadi suatu
alasan bagi mereka mengurangi jumlah pembacaan shalawat dari 1000 kali
menjadi 500 kali , sementara bagi laki-laki melaksanakan kegiatan tarekat
seperti ratib dan riyadhah dan bertempat di masjid al Mubarak. Pada
awalnya kegiatan ini rutin dilaksanakan di masjid al Mubarak namun sejak
bergabungnya antara kelompok yang diketuai oleh H. Muhammad Zaini
Maliki (Alm) dan kelompok yang diketuai oleh salah satu dari pengikut
Naqthujamin (H. Ahmad Hadi- Said- H. Wahid) kegiatan ini tidak tentu
tempatnya bahkan lambat laun ditinggalkan oleh pengikutnya di Sukapura.
37
Pemicu dari ketidakharmonisan kedua bela pihak ini dipicu oleh
kelompok yang diketuai oleh salah satu pengikut Naqthujamin ini yang
ingin memimpin seniormya dan bereksistensi dalam setiap kesempatan
dalam pengertian kelompok ini kurang menghormati dan berprilaku baik
terhadap pengikut sebelumnya.39
Setelah mursyid Tarekat Naqthujamin meninggal, kegiatan tarekat
Naqthujamin hanya berpusat di Majlis Naqthujamin Cipinang Muara,
Jakarta Timur. Belakangan ini ada salah satu dari pengikut Naqthujamin
yang mengadakan kegiatan tarekat di rumah beliau adapun kegiatannya
yaitu Ta’lim, Ratib, Riyadha dan Perayaan hari besar agama Islam bahkan
beliau menyediakan tempat yang dikhususkan bagi anggotanya yang ingin
khalwat.40
Perjalanan tarekat ini sampai ke wilayah Sukapura yaitu melalui H.
Muhammad Zaini Maliki (Alm) sekitar tahun 1960-an yang pada waktu itu
sebagai guru mengaji di wilayah tersebut. Tarekat Naqthujamin pada saat itu
sangat berkembang pesat dan mempunyai pengaruh yang besar dalam
kehidupan keberagamaan masyarakat Sukapura, kegiatan tarekat untuk
wilayah ini berpusat di Masjid al Mubarak, tempat kediaman H. Muhammad
Zaini Maliki (Alm).
39 Hasil wawancara dengan pengikut Naqthujamin. 40 Hasil wawancara dengan pengikut Naqthujamin.
38
Perkenalan H. Muhammad Zaini Maliki (Alm) dengan Syaikh Ma‘mur
Suhartawidjaya melalui Syaikh Muhammad ‘Izi yang pada waktu itu
sebagai guru tarekat beliau namun setelah Syaikh Muhammad ‘Izi
menemukan penggatinya yaitu Ma‘mur Suhartawidjaya maka kewajiban
tarekat diserahkan kepadanya. Pertemuan beliau yang singkat dengan
Syaikh Muhammad ‘Izi menimbulkan kecemburuan sosial diantara para
murid Syaikh Muhammad ‘Izi, karena tanpa disangka dan diduga beliaulah
yang ditunjuk untuk menggantikan Syaikh Muhammad ‘Izi sebagai guru
dalam ilmu tarekat. Setelah resmi mendapat tugas yang mulia ini beliau
bersumpah tepatnya pada tanggal 1 Rabu’ul Awwal 1407 H di Jakarta yang
intinya adalah bahwa beliau siap menjalankan dan menyampaikan
kewajiban tarekat atas wasiat Syaikh Muhammad ‘Izi.
Perkembangan tarekat pada masa ini sangat pesat, mulai dari remaja
hingga dewasa mereka bergabung dalam satu tarekat yaitu Naqthujamin,
pengikut tarekat ini tersebar luas di daerah pinggiran kota Jakarta seperti
Sukapura (Jakarta Utara), kampung Baru (Jakarta Timur) Tambun (Bekasi),
Rawa Bebek, Cipinang Muara, Rawa Mangun, Rawa Sari dan Pulogadung.
Perkembangan tarekat Naqthujamin diawali dengan bergabungnya murid-
murid Syaikh Muhammad Izi kedalam Naqthujamin atas perintah mursyid
mereka.
Perkenalan masyarakat dengan tarekat Naqthujamin melalui berbagai
macam cara, biasanya melalui cara pengobatan, kosultasi tentang
39
kehidupan, dan ajaran-ajaran Naqthujamin yang menarik perhatian seperti
riyadhah dan ratib-ratib yang dilaksanakan dan telah ditentukan waktunya.
Namun pesatnya perkembangan ini tidak diikuti oleh kualitas pengetahuan
mereka tentang ilmu tarekat dan tidak disertai oleh perubahan akhlak ke
arah yang lebih baik, keterbelakangan pengetahuan mereka ini disebabkan
oleh minimnya ilmu yang mereka miliki sebagai pengantar ilmu tarekat
seperti ilmu Fiqih, Tauhid, tasawwuf yang ketiganya itu bersifat fardu
‘ain.41
Ada perbedaan syarat untuk memasuki ilmu tarekat antara masa
Syaikh Muhammad ‘Izi dengan Syaikh Ma‘mur Suhartawidjaya. pada masa
Syaikh Muhammad ‘Izi syarat untuk memasuki ilmu tarekat selain syarat
umum yang harus di penuhi yaitu (mengetahui ilmu Fiqih, Tauhid,
tasawwuf yang ketiganya itu bersifat fardu‘ain. Kemudian beritikad benar
(niat dan tujuan yang baik), taqwa (rela menerima dan menjalankan tugas
agama ), taslim dan rabithah terhadap guru), kemudian beliau
menambahkan bahwa jika seorang ingin memasuki tarekat maka orang yang
bersangkutan harus paham dengan benar tentang syariat, berusia empat
puluh tahun. Hal ini merujuk kepada umur nabi Muhammad SAW yang
diangkat menjadi rasul pada saat beliau berusia empat puluh tahun,
41 Hasil wawancara dengan pengikut Naqthujamin Minggu.
40
mengikuti ratib thâhâ yaitu setiap tanggal 14 selama satu tahun tidak boleh
putus, bai’at kemudian ijazah.42
Sementara pada masa Syaikh Ma‘mur Suhartawidjaya ini, syaratnya
dipermudah dengan kata lain diberikan rukhshah untuk memasuki tarekat
ini selain syarat utama, bagi beliau umur tidak lagi diperhitungkan,
bersyariat tidak perlu mahir dan yang terpenting adalah taslim.
C. Ajaran-ajaran Tarekat Naqthujamin
1. Tauhid
Bagi seorang awam, tauhid barangkali hanya merupakan penegasan
yang membedakan dirinya sebagai seorang mukmin dengan seorang kafir
atau musyrik (orang yang menduakan Tuhan). Akan tetapi, lebih dari itu
bagi seorang sufi, tauhid merupakan pintu yang terbuka untuk memahami
dan masuk dalam realitas yang hakiki, yaitu al Haq Allah Swt. Para sufi
tampak hati-hati dalam menafsirkan kata tauhid, yang secara etimologis
berasal dari bahasa Arab, wahhada yuwahhidu tauhîd yang berarti
“mengesakan”. Mereka menegaskan bahwa arti mengesakan dalam konteks
Tuhan adalah mengaitkan sifat Esa dengan Tuhan, bukan menjadikan Tuhan
Esa.43
42 Wawancara dengan H. ‘Umar Kaswara (salah satu putra Syeikh Ma’mur bin Hasan
Suhartawidjaya ) pada hari Kamis, tanggal 4 Januari 2007. 43 Oman Fathurahman, Tanbih al Masyi: Menyoal Wahdatul Wujud Kasus Abdurra’uf Singkel
Di Aceh Abad 17 (Bandung: Mizan,1999), h. 27.
41
Menurut Abdurra’uf Singkel44 bahwa tauhid adalah tindakan
mengaitkan,--- seperti mengaitkan sesuatu dengan kebenaran atau
mengaitkan sesuatu dengan kebohongan --- bukan menjadikan…” masih
menurut beliau jika kita mengatakan wahhadtu Allâha ( aku mengesakan
Allah) maka yang dimaksud adalah nasabtuhu ilâ al wahdâniyyah ( aku
mengaitkan Allah dengan sifat Esa) kemudian beliau memandang bahwa hal
tersebut perlu ditegaskan, karena sifat Esa bagi Allah adalah sesuatu yang
telah melekat pada zat-Nya sendiri, bukan karena diberikan oleh pihak lain.
Dalam dunia tasawwuf tauhid selalu menjadi bekal pertama yang
ditanamkan oleh seorang mursyid kepada para murîdnya sebelum para
murîd tersebut menjalankan amalan-amalan tarekat.
Bagi Abdurra’uf Singkel ada empat tingkatan tauhid yaitu tauhid
ulūhiyyah (mengesakan ketuhanan Allah), tauhid af‘al (mengesakan
perbuatan Allah), dan tauhid zât (Mengesakan zat Allah).45
Adapun ajaran tauhid Tarekat Naqthujamin ini merujuk kepada tauhid
Satariyyah46 yaitu dengan konsep عرفت ربى بر بى Firman Allah Swt,” Hidup
44 Abdurra’uf Singkel adalah seorang tokoh utama dalam tarekat Syattâriyyah di Aceh dan
menganut konsep wahdatul wujud. Lihat: Oman Fathurahman, Tanbih al Masyi: Menyoal Wahdatul Wujud Kasus Abdurra’uf Singkel Di Aceh Abad 17, h. 30.
45 Oman Fathurahman ,Tanbih al Masyi: Menyoal Wahdatul Wujud Kasus Abdurra’uf Singkel Di Aceh Abad 17, h. 34.
46 Sebagaimana tarekat pada umumnya, tarekat Syatariyyah inipun dinisbatkan kepada pendirinya yaitu Syaikh ‘Abdullah al Syaththari, adapun karya tulis beliau berjudul Latai’if al ghaibiyyah tentang prinsip-prinsip ajaran tarekat Syatariyyah, yang disebutnya sebagai cara tercepat untuk mencapai tingkat makrifat. Lihat: Sri Mulyati, Mengenal dan memahami tharikat Muktabaroh Di Indonesia, hal. 155.
42
kita (Insan) ini adalah mempunyai rasa, zat yang besar meliputi sifat ini.
Rupa Manusia mempunyai warana zat yang baik sesungguhnya manusia
disebut zat yang kuasa terlihat dari af‘al manusia, tingkah laku manusia,
terbukti zat yang sempurna karena keadaannya zat itu mengadakan sifat,
sifat itu mengadakan af‘al, maksudnya af‘al itu kejadian adanya zat, zat
dapat mengadakan sifat seperti madu dengan rasanya tentu tidak dapat
berpisah. Sifat dengan asmanya diumpamakan seperti matahari dengan
sinarnya sudah tentu tidak dapat terpisah.47
Ada tiga pokok ajaran tauhid yang akan dibahas dibawah ini yaitu
tentang zat, sifat, af‘al.
Asmâ’ yaitu menjadi tandanya af‘al diumpamakan seperti orang
berkaca (bercermin) jadi yang mengaca dengan bayangannya tentu dapat
berpisah, tingkah laku orang mengaca itu bayangannya ada menurut saja.48
Af‘al yaitu keadaan zat diumpamakan lautan dengan gelombang, jadi
gelombang menurut adanya laut.49
Zat yang sejati yaitu berada pada tajallinya Muhammad, sementara
Muhammad yaitu cahaya yang meliputi jasad.
47 Syaikh Ma’mur bin Hasan Suhartawidjaya,Tauhid as Sattariyyah: ‘Araftu Rabbi bi Rabbi
(Jakarta: Majlis Naqthujamin, 1969), hal. 2. 48 Syaikh Ma’mur bin Hasan Suhartawidjaya,Tauhid as Sattariyyah: ‘Araftu Rabbi bi Rabbi,
hal. 3.
49 Syaikh Ma’mur bin Hasan Suhartawidjaya,Tauhid as Sattariyyah: ‘Araftu Rabbi bi Rabbi, hal. 3.
43
Hidup manusia yaitu hidup sendiri tidak ada yang menghidupkan ,
maka manusia mempunayi kuasa melihat, mendengar, berkata, berbau,
merasakan semua rasa. Itu semuanya adalah zat manusia, Maksudnya zat
Tuhan itu apabila memeriksa pakai mata kami (melihat), mendengar pakai
telinga kami, membau pakai hidung kami, berkataTuhan pakai ucapan kami,
Tuhan merasakan semuaanya rasa itu pakai rasa kami jadi jangan syak
bahwa dzarrah Tuhan itu zahir dan batin Tuhan bertempat ada didalam
hidup kami, diumpamakan manusia ada lebih tua dari sifatnya Tuhan karena
jadinya zat itu qadim azali, abadi, artinya lebih dahulu ketika alam ini masih
kosong selama keadaan kami.50 Sifat itu qudus alam maksudnya baru,
huduts alam maksudnya baru adanya di dunia tetapi sama kuatnya tetap dan
menetapkan maka kesimpulannya yaitu bahwa zat itu bertempat didalam
sifat begitupun sebaliknya.
Adapun Tuhan yang sering diucapkan oleh pengikut Syattâriyyah
antara lain: sifat ‘alimu, qadirun, sami‘un, dan sifat bashirun. Masih
menurut tarekat ini bahwa manusia dapat melihat Tuhan di dunia dan untuk
,melihat Tuhan manusia dapat mempergunakan alat yang dimilikinya yaitu
dengan rasa. Rasa merupakan bagian manusia yang paling dalam sedangkan
50 Syaikh Ma’mur bin Hasan Suhartawidjaya,Tauhid as Sattariyyah: ‘Araftu Rabbi bi Rabbi,
hal. 3.
44
lapisan rasa atau yang membungkus rasa tersebut adalah ruh, hati, dan
jasmani (raga).51
Nur Muhammad dalam tasawuf merupakan makhluk yang pertama
sekali diciptakan oleh Allah swt dan setelah itu baru diciptakan alam yang
lainnya. Nur Muhammad sering juga disebut dengan Hakekat Muhammad
atau Ruh Muhammad dan untk pertama kalinya konsep Nur Muhammad
dibawa oleh sufi al Hallaj.52 Bagi al Hallaj, nabi Muhammad saw memiliki
dua hakikat yaitu qadimah dan haditsah. Hakikat qadimah merupakan Nur
al azali yang telah ada sebelum terjadinya alam semesta, hakikat inilah yang
menjadi sumber ilmu dan ‘irfan serta sebagai titik tolak munculnya semua
para nabi dan para ‘auliya’ Allah sedangkan hakikat haditsah adalah
eksistensinya sebagai ibnu Abdullah yang menjadi Nabi dan Rasul, hakekat
ini terbatas dengan ruang dan waktu meskipun munculnya berasal dari al
Nur al Azali al qadim.53
Nur Muhammad menurut Syaikh Yusuf an Nabhani yaitu, makhluk
pertama yang diciptakan Allah dan beredar sedemikian rupa sesuai dengan
kehendak Allah.54
51 Drs. Darno, Studi Kasus Tarekat Syathariyah Di Kecamatan Karangrejo Kabupaten
Tulungagung Propinsi Jawa Timur .(Semarang: Balai Penelitian Aliran Kerohanian / Keagamaan Semarang, 1995), hal. 22.
52 Prof. Dr. H. Sahabuddin, Nur Muhammad: Pintu menuju Allah, Telaah Sufistik atas Pemikiran Syekh Yusuf al-Nabhani ( Jakarta:,Logos Wacana Ilmu, 2002), hal. 36.
53 Prof. Dr. H. Sahabuddin, Nur Muhammad: Pintu menuju Allah, Telaah Sufistik atas Pemikiran Syekh Yusuf al-Nabhani, hal. 38.
54 Prof. Dr. H. Sahabuddin, Nur Muhammad: Pintu menuju Allah, Telaah Sufistik atas Pemikiran Syekh Yusuf al-Nabhani, hal. 53.
45
Menurut Syaikh Ma’mur, Nur Muhammad yaitu cahaya yang dipuji
dan didalam haditsnya diriwayatkan warnanya seperti burung merak yang
ada didalam benda yang putih dan betempat di syajarah al yakin, itulah
hakekatnya cahaya yang mengaku. Tajalli yang ada didalam Nuqath Ghaib
guna sifatnya nama yang terjadi dalam alam wahdah.55
2. Dzikir
Adapun Dzikir yang diajarkan dalam tarekat ini diambil dari lima
ajaran tarekat dzikir yang merupakan dzikir tingkat dasar yaitu:
a. Dzikir Ismâ’ lidzâti tujuh lathaif adalah ciri khas dari tarekat
Naqsabandiyyah yaitu: (Lathifa al- Qalbi, Ruh, Sirr, Khafi,56
Khafi,57 Nafsi an-Nathiqah, Kull al- Jasad). Bacaan dzikirnya yaitu
lafaz اهللا sebanyak 1000 kali sampai 5000 kali atau lebih.
b. Nafi Isbat-dzikir malam, dzikir sebanyak 1000 kali dengan kalimat هللا
. ال ا له اال
c. Dzikir nafas adalah ciri khas dari Tarekat Anfasiyyah, adapun
kalimat zikirnya yaitu Huwa dan Allah maksudnya kata Huwa (baca
: Hu) diucapkan ketika nafas dimasukkan, kemudian kata Allah
diucapkan ketika nafas dikeluarkan. jumlah dzikir tidak terbatas.
55 Syaikh Ma’mur bin Hasan Suhartawidjaya,Tauhid as Sattariyyah: ‘Araftu Rabbi bi Rabbi, hal. 5.
56 Ditempatkan diatas dada kanan, kira-kira dua jari ke arah dada. 57 Ditempatkan di tengah-tengah dada.
46
d. Dzikir harian atau Wirid al-Ayyam dzikir diambil dari Tarekat
Junaid al- Baghdadiyyah. Dimulai dari hari Minggu sampai dengan
hari Sabtu:
Hari minggu membaca (سبحان اهللا ) sebanyak 4000 kali
Hari Senin membaca (الحمد هللا ) sebanyak 4000 kali
Hari Selasa membaca (ال ا له اال هللا) sebanyak 4000 kali
Hari Rabu membaca اهللا اآبر sebanyak 4000 kali
Hari Kamis membaca (ال حول وال قوة اال بااهللا) sebanyak 4000 kali
Hari Jum’at membaca (صلوات) sebanyak 4000 kali
Hari Sabtu membaca (استغفر ) sebanyak 4000 kali
e. Zikir Asmá al- Husnah merupakan zikir yang diajarkan oleh tarekat
Samaniyyah, adapun jumlah zikir yang dianjurkan yaitu sesuai
dengan hitungan nama bagi orang yang berdzikir (Mudzakir) dan
kalimat dzikirnya yaitu Asmâ’ al-Husnah yang jumlahnya 99.
3. Pengobatan
Selain mengajarkan tentang taqrrub ila Allah, tarekat inipun
mengajarkan pengikutnya tentang pengobatan. Dalam bidang medis,
biasanya beliau menggunakan racikan nabati/tumbuh-tumbuhan dan herbal
sebagai obat untuk mengobati penyakit yang bersifat zahir atau fisik selain
pengobatan melalui fisik beliau juga mengobati melalui batiniah yaitu
dengan memberikan kifarat/tebusan kepada pasien, kemungkinan penyakit
yang diderita pasien ini datang dari diri sendiri seperti penyakit hati dan lalai
47
terhadap perintah Allah yang sudah ditetapkan dan sudah jelas hukumnya
yaitu berupa amalan-amalan syariat seperti sholat, puasa, Thaharah, wirid
dan banyak kifarat disesuaikan kepada jenis penyakit dan kelalaian orang
tersebut.58
Selain menggunakan tumbuhan-tumbuhann sebagai obat, metode yang
digunakan untuk mengobati pasien juga dilakukan dengan metode
dzikir,yaitu dengan melakukan dzikir lathifah al Qalbi, hikmah dari zikir ini
yaitu dapat mengobati penyakit jantung, paru-paru, hati kasar, limpah,
empedu, bawah pinggang, punggung, otak, saraf, darah tiggi/rendah,sakit
pada daging, tulang. Caranya hubungkanlah antara sakit yang diderita
seseorang dengan beberapa lathifah-lathifah yang ada hubungannya.59
Penyakit demam panas dingin, darah panas, demam berdarah, berludah
darah, pecah otak (pendarahan kepala), tekanan darah,jantung, sakit leher,
bisul nanah, dan penyakit bernanah dan berulat yang disebarkan oleh burung
Elang berasal dari bangkai-bangkai dan jenis hama tanaman-tanaman yang
berasal dari ulat. Penyakit gila, hilang ingatan, dan mabuk diantaranya dari
gangguan jin yaitu yang suka berguru membual di jalan-jalan raya dan
jalan-jalan persinggahan. Ciri-ciri mereka yaitu berbau seperti bunga
menyerupai bau kurma busuk dan obat untuk melawan penyakit tersebut
58 Wawancara dengan H. ‘Umar Kaswara (salah satu putra syaikh Ma’mur bin Hasan
Suhartawidjaya ) pada hari Kamis, tanggal 4 Januari 2007. 59 Syaikh Ma’mur bin Hasan Suhartawidjaya, Al Basyar wal Bahâr: Manusia dan
Keelokannya, hal. 188.
48
adalah dengan banyak puji pada Allah , dam/kifarat, dan ‘azimat dengan
tulisan tinta umum sementara itu ramuan yang digunakan yaitu jaddâm
(ramuan pahit), rumput laut (agar-agar), rumput kejutan (putri malu), jenis
bunga-bunga merah putih dan sari daging burung merpati. Adapun
kifaratnya yaitu berkurban kibas/kambing muda berumur kurang dari satu
tahun atau sekurang-kurangnya burung Merpati.60
4. Sosial
Sebagaimana manusia pada umumnya, selain menghambakan diri
sepenuhnya kepada Allah, manusia juga dituntut untuk selalu hidup
bermasyarakat dan tidak meninggalkan kewajiban-kewajiban yang telah
ditentukan, seperti seorang suami berkewajiban memberikan nafkah kepada
keluarganya dan seorang pemimpin berkewajiban melindungi rakyatnya.
Kewajiban berusaha bagi seorang hamba untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya tentunya mempunyai batasan yaitu tidak boleh bergantung pada
usaha itu karena dikhawatirkan akan berkurangnya pengharapan terhadap
rahmat Allah ketika terjadi padanya suatu kesalahan atau dosa.61 Secara
zahir syariat menyuruh manusia berusaha, maka dari itu selain mengajarkan
manusia untuk selalu dekat kepada Allah. Tarekat ini mengajarkan kepada
para pengikutnya agar dapat hidup mandiri dan tidak terperangkap dalam
60 Syaikh Ma’mur bin Hasan Suhartawidjaya, Asrār Syarî’at fî Haqîqat al Islâmi: al Insânu
biNafsihî., hal. 3. 61 Syaikh Ma’mur bin Hasan Suhartawidjaya , Tasawwuf, (Jakarta: Majlis Naqthujamin,
1981), hal. 6.
49
mengartikan kata “zuhud” dalam artian bahwa hidup bertarekat bukan berati
manusia harus meninggalkan kehidupan dunia seutuhnya dan bukan harus
bermalas-malasan dalam berusaha dengan dalih setiap manusia mempunyai
rizki masing-masing dan sudah ditetapkan tanpa harus bekerja keras dan
berusaha dengan maksimal. Oleh karena itu sebagai wujud dari
pembentukan generasi yang selalu mendekatkan diri kepada Allah dan
membentuk manusia yang senantiasa bekerja keras bagi dunia dan
ukhrawinya maka tarekat ini membekali pengikutnya dengan pelatihan-
pelatihan kewirausahaan agar menjadi masyarakat yang tangguh serta
mandiri, seperti koperasi, pertambangan, peternakan, perkebunan dan
pengobatan.62
62 Wawancara dengan H. ‘Umar Kaswara (salah satu putra syaikh Ma’mur bin Hasan
Suhartawidjaya ) pada hari Kamis, tanggal 4 Januari 2007.
50
BAB III
PENGARUH AJARANNYA TERHADAP MASYARAKAT DI SUKAPURA
A. Demografi Masyarakat Sukapura
Kelurahan Sukapura adalah kelurahan dari hasil penggabungan wilayah Bekasi
Propinsi Jawa Barat ke dalam wilayah Jakarta, dalam rangka pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 151 Tahun 1975 tentang penggabungan, daerah otonom
penghapusan dan perubahan-perubahan wilayah. Kemudian kelurahan Sukapura
sesuai keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 1521 tahun 1986 tentang
pemecahan, penyatuan dan penetapan luas DKI Jakarta maka kelurahan Sukapura
dipecah menjadi dua kelurahan yaitu kelurahan Sukapura Cilincing dan kelurahan
Rorotan kecamatan Cilincing Kotamadya Jakarta Utara Propinsi DKI Jakarta.63
Luas kelurahan Sukapura kecamatan Cilincing kota madya Jakarta Utara setelah
pemecahan adalah 561,4ha yang terdiri dari perumahan, perusahaan, perindustrian
dan sarana umum.
Batas-batas wilayah Sukapura sebagai berikut :
Utara : batas dengan kelurahan Semper Barat Jakarta Utara
Timur : batas dengan kelurahan Rorotan Jakarta Utara
Selatan : batas dengan kelurahan CakungBarat Jakarta Utara
Barat : batas dengan kelurahan Pegangsaan Jakarta Utara
63 Laporan Bulanan hasil kegiatan Pembinaan Kelurahan di DKI Jakarta,Oktober 2006.
51
Jumlah penduduk kelurahan sukapura pada akhir bulan Oktober 2006
sebanyak 26.623 jiwa, terdiri dari jumlah penduduk laki-laki sebanyak 13.594 jiwa
dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 13.076 jiwa. Kemudian jumlah Kepala
Keluarga (KK) pada bulan oktober sebanyak 6.961 KK terdiri dari jumlah kepala
keluarga laki-laki 6.366 KK dan jumlah keluarga perempuan sebanyak 595 KK.64
a. Jumlah penduduk berdasarkan jenis pendidikan.
No Jenis Pendidikan Jenis Kelamin Jumlah - - Laki-laki Perempuan - 1 Tidak Sekolah 2.250 2.282 4.532 2 Tidak Tamat SD 2.186 2.904 5.090 3 Tamat SD 2.990 2.668 5.658 4 Tamat SLTP 2.868 1.946 4.814 5 Tamat SLTA 2.524 2.069 4.539 6 Tamat Akademi/PT 359 645 1.004 Jumlah 13.177 12.514 25.691
b. Jenis Pekerjaan Masyarakat
Jenis kelamin No Jenis Pekerjaan
Laki-laki Perempuan
Jumlah
1 2 3 4 5
Tani
Karyawan
Swasta/Pemerintah/TNI
Pedagang
Nelayan
362
4.116 2.854 0 292
237
5.016 1.254 0 210
599
9.132 4.108 0 502
64 Laporan Bulanan hasil kegiatan Pembinaan Kelurahan di DKI Jakarta,Oktober 2006.
52
Buruh Tani
6 7 8
Pensiunan
Pertukangan
Pengangguran
1.053
901 1.051
414
0 2.732
1.467
901 3.783
B. Pengaruh Ajaran Tarekat Naqthujamin Ditinjau dari segi Keagamaan
Dalam bidang keagamaan pengaruh ajaran tarekat ini sangat berarti bagi
masyarakat Sukapura, mereka tidak hanya melakukan ibadah lahir yang telah
ditetapkan oleh syariat namun mereka juga dapat melakukan ibadah batin yaitu
dengan megamalkan ajaran-ajaran tarekat.
Perkembangan Tarekat Naqthujamin untuk masyarakat Sukapura sangat pesat dan
mereka antusias sekali dalam menerima ajaran ini. Hal ini terlihat dari padatnya
jadwal kegiatan Tarekat Naqthujamin seperti riyadhah,65 ratib-ratib,66 yang telah
ditentukan waktunya, rabitha kubur,67 tajdid an nikah,68 dan amalan lainnya. Adapun
kegiatan ini bertempat di Majlis Naqthujamin Cipinang Muara, namun untuk kegiatan
65 Riyadhah adalah (latihan spritual). Dalam tasawuf: latihan kerohanian dengan menjalankan ibadah dan menundukan keinginan nafsu syahwat. (Abdul aziz Dahlan, dkk, ed., Ensikloprdi Islam), hal .254.
66 Ratib adalah suatu bentuk dzikir yang disusun seorang guru tarekat atau seorang ulama untuk dibaca pada waktu-waktu tertentu oleh seorang atau beberapa orang dalam suatu jamaah sesuai dengan aturan yang telah ditentukan oleh penyusunnya.
67 Rabithah Kubur disebut juga dzikir al maut (mengingati maut) yakni menjalankan perintah: )حديث(موتوا قبل ان متوتوا artinya rasailah mati sebelum kalian mati. (Syaikh Ma‘mur bin
Hasan Suhartawidjaya, Al Basyar wal Bahâr: Manusia dan Keelokannya,hal 136). 68 Tajdid an Nikah (memperbaharui ikatan pernikahan) dilaksanakan pada tanggal 20 bulan
Sya’ban tujuan ritual ini yaitu untuk memperbahurui ikatan pernikahan karena dikhawatirkan didalam kehidupan sehari-hari terucap kata cerai. (Wawancara dengan H. ‘Umar Kaswara (salah satu putra syaikh Ma‘mur bin Hasan Suhartawidjaya, pada hari Kamis, tanggal, 4 Januari 2007)
53
riyadhah dan ratib terkadang dilaksanakan secara berjama‘ah dan bertempat di
masjid al Mubarak Sukapura. Selain itu kegiatan tersebut, biasanya setiap taklim-
taklim yang diajarkan berisi tentang ajaran tarekat (cara beramal), ini terlihat pada
pengajian kaum ibu yang membaca shalawat serta syair-syair sufi sebelum pengajian
dimulai serta mempunyai wirid yang sudah diijazah oleh guru mereka. Pengaruh yang
masih terlihat dari ajaran tarekat ini yaitu masih aktifnya kegiatan membaca shalawat
hingga saat ini yang dilakukan oleh kelompok ibu-ibu yang mendapat bimbingan
tarekat dari H. Muhammad Zaini Maliki (Alm).
C. Pengaruh Ajaran Tarekat Naqthujamin Ditinjau dari Segi Ekonomi
Bagi masyarakat sukapura yang rata-rata perekonomian mereka tergolong
menengah dan kebawah ajaran tarekat ini tidak begitu berpengaruh bagi mereka,
hanya saja mereka meyakini tentang manfaat ratib kasib69 yang menurut mereka
mampu melancarkan usaha mereka yang sedang maupun yang baru merintis.
Pelatihan-pelatihan kewirausahaan yang diajarkan tidak diterapkan secara terus
menerus pada pengikut tarekat ini mereka menerapkan hanya pada tahap mencoba
hingga akhirnya perekonomian pengikut ini untuk wilayah Sukapura hanya jalan di
tempat karena bagi mereka berusaha dalam pengertian mencari rizki lebih
mengharapkan keberkahan dari usaha tersebut tidak memperhitungkan untung dan
rugi.
69 Kasib artinya berkah, jadi Ratib Kasib yaitu suatu bentuk dzikir yang tujuannya untuk
mengharap keberkahan dari Allah SWT.
54
Jika ditinjau dari segi perekonomian pengaruh tarekat tidak terlalu signifikan hal ini
karena dilatar belakangi oleh tingkat pendidikan pengikut ini yang hanya mengenyam
sekolah agama, maka dari itu umumnya para pengikut tarekat ini berwiraswasta dan
buruh pabrik, padahal tarekat ini sering sekali membekali jamaahnya dengan
kegiatan-kegiatan kewirausahaan dan biasanya seperti:
1. Bidang perikanan kegiatan ini bertempat di majlis Taklim Naqthujamin ,
mereka membuat kolam ikan dengan ukuran besar sebanyak dua buah dan ada
salah satu dari pengikut Naqthujamin (H. Wahid) yang mempunyai tambak
ikan di daerah laut Marunda
2. Bidang peternakan, kegiatan ini berpusat di daerah Sukapura Poncol,
3. Bidang pertambangan, tempat kegiatan ini selalu berpindah-pindah sesuai
petunjuk dari Syaikh ini.
4. Bidang koperasi berpusat di majlis Naqthujamin dengan metode simpan
pinjam.
Kegiatan ini di maksudkan untuk membekali jama‘ah agar menjadi insan yang
taqwah seta mandiri.70
D. Pengaruh Ajaran Tarekat Naqthujamin Ditinjau Dari Segi Sosial
Sebagaimana telah di gambarkan pada bab sebelumnya tentang ajaran ini di
bidang sosial tarekat ini membekali pengikutnya dengan pelatihan-pelatihan
kewirausahaan agar menjadi insan yang taat dan mandiri, dampak yang ditimbulkan
70 Wawancara dengan H. ‘Umar Kaswara (salah satu putra syaikh Ma‘mur bin Hasan
Suhartawidjaya, pada hari Kamis, tanggal, 4 Januari 2007)
55
dari kegiatan tersebut mampu mempersatukan dan mempersaudarakan sesama
pengikutnya hingga menjadi satu keluarga yaitu keluarga besar Tarekat Naqthujamin.
Pengetahuan tentang pengobatan yang mereka miliki menjadi satu hal yang
dapat diperhitungkan dalam bersosialisai dengan masyarakat yang berada disekitar
mereka, dan salah satu cara memperkenalkan Tarekat Naqthujamin. Diantara
pengikut ini ada yang menjadi thabib dan mampu mengobati penyakit lahir maupun
batin dan ini merupakan suatu bentuk pengabdian mereka tehadap masyarakat atau
dikenal dengan hubungan horizontal. Adapun pengikut Naqhtujamin yang yang dapat
mengobati penyakit atau thabib untuk daerah Sukapura berjumlah tiga orang yaitu
Ust. H. Hasbullah Zaini, Ust. Sa‘ada dan ibu Maryani, biasanya cara yang mereka
pakai untuk mengobati pasien yaitu dengan cara memberikan air putih yang sudah
dibacakan doa.71
71 Wawancara dengan pengikut Naqthujamin, Minggu, 6 Mei 2007.
56
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan dari skripsi ini yaitu bahwa ajaran Tarekat Naqthujamin
bukanlah sebuah ajaran tarekat baru atau cabang dari dari tarekat lain. Tarekat
Naqthujamin adalah sebuah nama tarekat yang diambil dari huruf nama surat yang
terdapat dalam al Qur’an sementara ajaran dan pengamalan tarekat ini merujuk
kepada lima tarekat induk yang ada di dunia yaitu Tarekat Naqsabandiyyah,
Qadiriyah, Anfasiyah, Junaid al Baghdadiyyah, dan Mawafaqah aw il Ma‘iyyah
atau Samaniyyah atau Muhammadiyyah . Pengaruh ajaran Tarekat Naqthujamin
terhadap pengikutnya di Sukapura sangat signifikan, jika di tinjau dari segi
keagamaan, tarekat ini menjadi penuntun masyarakat Sukapura untuk mendekatkan
diri kepada Allah artinya selain menjalankan ibadah-ibadah mahdhah, pengikut
Naqthujamin ini juga melaksanakan ibadah-ibadah sunnah seperti ratib, riyadhah,
dan wirid yang inti dari semuanya itu adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah
baik secara lahir maupun batin.. Di samping itu penulis menyimpulkan, kebanyakan
pengikut Tarekat Naqthujamin memasuki tarekat ini lebih menitik beratkan kepada
hikmah dan pengkultusan tokoh dari ajaran tarekat ini, hal ini terlihat dari
pengetahuan mereka yang minim tentang ajaran tarekat terbukti ketika mursyid dari
tarekat ini meninggal maka meniggal pula ajarannya.
57
B. Saran-Saran
1. Saran penulis terhadap tarekat ini yaitu perlu adanya dokumentasi yang sistematis,
sebelum ada tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab yang mendahului
mendokumentasikan sejarah keberadaan tarekat Naqthujamin di Jakarta.
2. Sebaiknya diadakan taklim yang membahas tentang ajaran tarekat khususnya
Tarekat Naqthujamin agar pengikut ini tidak menjadi taqlid buta dan terjerumus
kedalam pemahaman yang salah.
3. Perlu diadakan Pembenahan struktur kepemimpinan Majlis Taklim Naqthujamin
agar kegiatan tarekat berjalan dengan sistematis.
4. Perlu diadakan komunikasi dan pembahasan tentang bagaimana menyikapi
kelompok yang dinyatakan keluar dari jalur Naqthujamin.
58
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Zainal A., Ilmu Tasawwuf, Medan: FA. Madju,1996.
Anwar Hamdani., Sufi al-Junayd, Jakarta: Fikahati Aneska1995.
Buchori,Ibrahim, Sejarah Masuknya Islam dan Proses Islamisasi di Indonesia, Jakarta: Publicia, 1971. Darno., Studi Kasus Tarekat Syathariyah Di Kecamatan Karangrejo Kabupaten Tulungagung Propinsi Jawa Timur, Semarang: Balai Penelitian Aliran Kerohanian / Keagamaan Semarang. 1995. Fathurahman Oman,Tanbih al Masyi: Menyoal Wahdatul Wujud Kasus Abdurra’uf Singkel Di Aceh Abad 17, Bandung: Mizan, 1999. Hadiwijono, Harun, Kebatinan Islam Abad XVI, Jakarta: BPK Gunung Mulia,tt.
Hamka, Tasawwuf Perkembangan dan Pemurniannya, Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1978.
Hawwa, Said, Jalan Ruhani : Bimbingan Tasawuf Untuk Aktifis Islam, Bandung,
2001. Iskandar,T., Bustanus Salathin, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka
Kementerian Pelajaran Malaysia, 1996. Laporan Bulanan hasil kegiatan Pembinaan Kelurahan di DKI Jakarta,Oktober 2006.
Majlis Naqthujamin, Mengenang Perjalanan Syechuna Syech Ma’mur : Dalam tarekat Naqthujamin di Babad Jawa, Jakarta, tt.
Ma’mur, Syeikh, Al Basyaru wal Bahāru: Manusia dan keelokannya, Jakarta: Majlis Naqthujamin,1984.
---------. Buku Ratib, Jakarta, tt
---------Al Insānu bi Nafsihī: Manusia Dengan Dirinya, Jakarta: Majlis Naqthujamin,1981.
-------- Aroftu, Roaitu, Sam’itu Rabbi bi Rabbi, Jakarta: Majlis Naqthujamin, 1985.
59
--------Sisikah Tarekat Naqthujamin, Jakarta. tt.
---------Tashawwuf, Jakarta: Majlis Naqthujamin,1981.
---------Tauhid as Satariyyahi, Jakarta: Majlis Nqthujamin,1969.
Mulyati, Sri, et.al, Mengenang dan Memahami:Tarekat-Tarekat Muktabarah Di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2001. Nasution, Harun, Falsafah dan Mistisime dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1999.
Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Institut Islam Negeri Sumatra Utara, Pengantar Ilmu Tasawwuf, Medan: Naspar Djaja, 1981.
Said, H. A. Fuad, Hakikat Tharikat Naqsabandiyah, Jakarta: Al Husna Zikra, 1992.
Sahabuddin, H, Prof, Dr., Nur Muhammad: Pintu menuju Allah, Telaah Sufistik atas Pemikiran Syekh Yusuf al-Nabhani, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002. Wawancara Dengan H. Atsar Kaswaro (salah satu putra Syaikh Ma’mur bin Hasan Suhartawidjaya ) pada hari Kamis, tanggal 4 Januari 2007. Zahri, Mustafa, Kunci Memahami Tasawwuf, Surabaya: Bina Ilmu,1979.
60