25
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 49/PJ./2009 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 12 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapakali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Tata Cara Ketentuan Umum Perpajakan dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4797); 3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan; MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN BAB I PROSEDUR PENGAJUAN Pasal 1 Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu : a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, kecuali Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar berdasarkan Pasal 13A Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP; b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan; c. Surat Ketetapan Pajak Nihil; d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; e. pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Tata Cara Pengajuan Banding

Embed Size (px)

DESCRIPTION

as

Citation preview

Page 1: Tata Cara Pengajuan Banding

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAKNOMOR PER - 49/PJ./2009

TENTANG

TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang :

bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 12 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194/PMK.03/2007tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan, perlu menetapkan Peraturan Direktur JenderalPajak tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan;

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 3262) sebagaimana telah beberapakali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4999);2. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan KewajibanPerpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Tata Cara Ketentuan UmumPerpajakan dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir denganUndang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 169,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4797);3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengajuan dan PenyelesaianKeberatan;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN

BAB IPROSEDUR PENGAJUAN

Pasal 1

Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu :a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, kecuali Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar berdasarkan Pasal13A Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakansebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 yangselanjutnya disebut Undang-Undang KUP;b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;c. Surat Ketetapan Pajak Nihil;d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;e. pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturanperundang-undangan perpajakan.

Pasal 2

(1) Pengajuan keberatan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :a. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;b. mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungutatau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yangmenjadi dasar penghitungan;c. 1 (satu) surat keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, untuk 1 (satu)pemotong pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak;d. melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui WajibPajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan;e. diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atausejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga, kecuali Wajib Pajak dapatmenunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luarkekuasaan Wajib Pajak (force majeur);danf. ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat keberatan ditandatangani oleh bukanWajib Pajak, surat keberatan tersebut harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus sebagaimanadimaksud dalam Pasal 32 Undang-Undang KUP.(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d hanya berlaku untuk pengajuan keberatanatas suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahanyang berkaitan dengan Surat Pemberitahuan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak2008 dan seterusnya.

Page 2: Tata Cara Pengajuan Banding

Pasal 3

Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan dengan menggunakan formulir surat keberatan sebagaimanaditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 4

(1) Dalam hal surat keberatan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,keberataan Wajib Pajak tidak dipertimbangkan sehingga Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkanSurat Keputusan Keberatan.(2) Direktur Jenderal Pajak harus memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak bahwa suratkeberatannya tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menggunakanformulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 5

(1) Sebelum mengajukan keberatan, Wajib Pajak dapat meminta keterangan secara tertulis hal - hal yangmenjadi dasar pengenaan pajak atau penghitungan rugi.(2) Direktur Jenderal Pajak harus memberi keterangan secara tertulis yang diminta oleh Wajib Pajaksebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejaksurat permintaan Wajib Pajak diterima.(3) Jangka waktu pemberian keterangan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2)tidak menunda jangka waktu pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf e.

Pasal 6

(1) Surat keberatan disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempatPengusaha Kena Pajak dikukuhkan atau ke Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakandalam wilayah Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan:a. secara langsung;b. melalui pos dengan bukti pengiriman surat;atauc. dengan cara lain.(2) Penyampaian surat keberatan dengan cara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:a. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat;ataub. e-Filing melalui Penyedia Jasa Aplikasi atau Application Service Provider (ASP).(3) Atas penyampaian surat keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan tanda buktipenerimaan surat dan Penyampaian surat keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf bdiberikan bukti penerimaan elektronik.(4) Bukti pengiriman surat keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2) huruf aatau tanda bukti penerimaan surat serta bukti penerimaan elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat(3) merupakan bukti penerimaan surat keberatan.

Pasal 7

Tanggal bukti penerimaan surat keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 yaitu :a. tanggal terima yang tercantum pada bukti penerimaan surat, dalam hal surat keberatan disampaikansecara langsung;b. tanggal stempel pos yang tercantum pada bukti pengiriman surat, dalam hal surat keberatandisampaikan melalui pos;c. tanggal pengiriman yang tercantum pada bukti pengiriman surat, dalam hal surat keberatandisampaikan melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir;ataud. tanggal yang tercantum pada bukti penerimaan elektronik, dalam hal surat keberatan disampaikandengan e-Filing melalui Penyedia Jasa Aplikasi atau Application Service Provider (ASP).

BAB IIPROSES PENYELESAIAN KEBERATAN

Pasal 8

(1) Untuk keperluan penyelesaian keberatan, Direktur Jenderal Pajak secara tertulis dapat :a. meminjam buku, catatan, data, dan informasi dalam bentuk hardcopy dan/atau softcopydengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan DirekturJenderal Pajak ini;dan/ataub. meminta Wajib Pajak untuk memberikan keterangan dengan menggunakan formulirsebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.(2) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas suatu pemotongan atau pemungutan pajak olehpihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan Perundang-undangan perpajakan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 1 huruf e, peminjaman dan/atau permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harusmeliputi asli bukti pemotongan atau pemungutan pajak dan surat pernyataan bahwa pemotongan ataupemungutan pajak tersebut belum atau tidak akan dikreditkan.(3) Wajib Pajak harus memenuhi peminjaman dan/atau permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak tanggal diterimanya surat Peminjaman dan/atau permintaan.(4) Apabila sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Wajib Pajak belummeminjamkan sebagian atau seluruh buku, catatan, data dan informasi dan/atau belum memberikanketerangan yang diminta, dilakukan peminjaman dan/atau permintaan kedua paling lama 5 (lima) harikerja sejak batas waktu tersebut berakhir.

Page 3: Tata Cara Pengajuan Banding

(5) Wajib Pajak harus memenuhi peminjaman dan/atau permintaan kedua sebagaimana dimaksud padaayat (4) paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal diterimanya surat peminjaman dan/ataupermintaan kedua.(6) Dalam hal masih diperlukan, Wajib Pajak harus meminjamkan bukti tambahan dan/atau memberikanpenjelasan, dalam jangka waktu sebagaimana disebut dalam surat peminjaman dan/atau permintaan.(7) Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi sebagian atau seluruhnya peminjaman dan/atau permintaansebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (4), atau ayat (6), keberatan diproses berdasarkandata yang diperoleh dalam proses penyelesaian keberatan.

Pasal 9

(1) Pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang tidak diberikan pada saat pemeriksaantidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan, kecuali pembukuan, catatan, data, informasi,atau keterangan lain tersebut berada di pihak ketiga dan belum diperoleh Wajib Pajak pada saatpemeriksaan.(2) Dalam hal terdapat pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang belum diminta padasaat proses pemeriksaan tetapi diperlukan dan diminta oleh Direktur Jenderal Pajak serta diserahkanoleh Wajib Pajak dalam proses keberatan, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lainyang diserahkan oleh Wajib Pajak tersebut dapat dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan,sepanjang memiliki kaitan dengan koreksi yang disengketakan.(3) Dalam hal terdapat pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang belum diminta padasaat proses pemeriksaan dan keberatan tetapi diserahkan oleh Wajib Pajak dalam proses keberatan,pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang diserahkan oleh Wajib Pajak tersebutdapat dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan, sepanjang memiliki kaitan dengan koreksi yangdisengketakan.

Pasal 10

(1) Sebelum menerbitkan Surat Keputusan Keberatan, Direktur Jenderal Pajak harus meminta Wajib Pajakuntuk hadir guna memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatan WajibPajak dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Untuk Hadir sebagaimana ditetapkan dalamLampiran V Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.(2) Surat Pemberitahuan Untuk Hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan DaftarHasil Penelitian Keberatan dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIPeraturan Direktur Jenderal Pajak ini.(3) Pemberian keterangan dan penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam BeritaAcara dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII Peraturan DirekturJenderal Pajak ini.(4) Apabila Wajib Pajak tidak memanfaatkan kesempatan untuk hadir sebagaimana dimaksud pada ayat(1):a. dibuat Berita Acara ketidakhadiran Wajib Pajak dengan menggunakan formulir sebagaimanaditetapkan dalam Lampiran VIII Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;danb. proses keberatan tetap dapat diselesaikan.

Pasal 11

(1) wajib Pajak dapat mencabut pengajuan keberatan sepanjang Surat Pemberitahuan Untuk Hadir belumdisampaikan kepada Wajib Pajak.(2) Yang dimaksud dengan disampaikan kepada Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalahtanggal diterimanya Surat Pemberitahuan Untuk Hadir oleh Wajib Pajak.(3) Wajib Pajak yang mencabut pengajuan keberatan yang telah disampaikan sebagaimana dimaksud padaayat (1) tidak dapat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajakyang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang KUP.

Pasal 12

Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa dalam rangka proses penyelesaian keberatan, kuasa WajibPajak tersebut harus menyerahkan Surat Kuasa Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 Undang-UndangKUP.

Pasal 13

(1) Direktur Jenderal Pajak harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan Wajib Pajak palinglama dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal bukti penerimaan surat keberatan.(2) Keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa mengabulkan seluruhnyaatau sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar.(3) Apabila jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terlampauitetapi Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan suatu keputusan, Surat Keputusan Keberatan harusditerbitkan dengan mengabulkan seluruh keberatan yang diajukan Wajib Pajak.(4) Keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diberikan denganmenerbitkan Surat Keputusan Keberatan dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalamLampiran IX Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 14

Page 4: Tata Cara Pengajuan Banding

(1) Wajib Pajak yang mengajukan banding dapat meminta keterangan secara tertulis kepada DirekturJenderal Pajak mengenai alasan yang menjadi dasar untuk mengabulkan sebagian atau menolakpermohonan Wajib Pajak, atau menambah besarnya pajak yang terutang.(2) Atas permintaan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak harusmemberikan keterangan secara tertulis dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerjaterhitung sejak tanggal diterimanya surat permintaan Wajib Pajak.(3) Jangka waktu pemberian keterangan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2)tidak menunda jangka waktu pengajuan banding.

BAB IIIKETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 15

Pada saat berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, Peraturan Direktur Jenderal Pajak NomorPER-01/PJ.04/2007 tentang Prosedur Pengajuan dan Penyelesaian Permohonan Pembetulan Ketetapan Pajak,Keberatan, Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, dan Pengurangan atau Pembatalan KetetapanPajak yang tidak Benar Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewahdinyatakan tidak berlaku sepanjang mengenai prosedur pengajuan dan penyelesaian keberatan.

BAB IVKETENTUAN PENUTUP

Pasal 16

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini denganpenempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di JakartaPada tanggal 7 September 2009DIREKTUR JENDERAL

ttd.

MOCHAMAD TJIPTARDJONIP 0600044911

Gunakan Fasilitas Pencarian Peraturan Pajak Based Keywords Relevancy Untuk Hasil Pencarian Lebih Akurat.Peraturan Dirjen PajakPER - 49/PJ./2009

Tahun: 2009

Page 5: Tata Cara Pengajuan Banding

Tata Cara Pengajuan Keberatan Pajak

Yang Dimaksud Dengan "Keberatan" 

Dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan kemungkinan terjadi bahwa Wajib Pajak (WP) merasa kurang/tidak puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga. Dalam hal ini WP dapat mengajukan keberatan.

Hal-hal yang Dapat Diajukan Keberatan

Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas:

a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar  (SKPKB);

b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);

c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);

d. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);

e. Pemotongan atau Pemungutan  oleh  pihak ketiga.

Ketentuan Pengajuan Keberatan

Keberatan diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di tempat WP terdaftar, dengan syarat:

a.     Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.

b.    Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan WP dan disertai alasan-alasan yang jelas.

c.     Satu keberatan harus diajukan untuk satu jenis dan satu tahun/masa pajak.

 

Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak dan keberatan yang tidak memenuhi syarat, dianggap bukan Surat Keberatan, sehingga tidak diproses.

Jangka Waktu Pengajuan Keberatan 

Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak tanggal dilakukan pemotongan/ pemungutan  oleh pihak ketiga.

a.   Untuk surat keberatan yang disampaikan langsung ke KPP, maka jangka waktu 3 (tiga) bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat keberatan diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak.

b.   Untuk surat keberatan  yang disampaikan melalui pos ( harus dengan pos tercatat ),  jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga sampai dengan tanggal tanda bukti pengiriman melalui Kantor Pos dan Giro.

Permintaan Penjelasan/Pemberian Keterangan Tambahan

Page 6: Tata Cara Pengajuan Banding

a.   Untuk keperluan pengajuan keberatan WP dapat meminta penjelasan/ keterangan tambahan dan  Kepala KPP wajib memberikan penjelasan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan, pemotongan,  atau pemungutan.

b.    WP dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis sebelum surat keputusan keberatannya diterbitkan.

Tata Cara Pengajuan Permohonan Banding

Apabila WP tidak atau belum puas dengan keputusan yang diberikan atas keberatan, WP dapat mengajukan banding. kepada badan peradilan pajak, dengan syarat:

a. Tertulis dalam bahasa Indonesia.

b. Dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan atas keberatan diterima.

c.  Alasan yang jelas.

d.  Dilampiri  salinan  Surat Keputusan atas keberatan.

Pengajuan permohonan Banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.

Putusan badan peradilan pajak bukan  merupakan keputusan  Tata Usaha Negara.

Imbalan Bunga 

Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya, sepanjang utang pajak sebagaimana dimaksud dalam SKPKB dan SKPKBT telah dibayar yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan, paling lama  24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Keputusan Keberatan atau Putusan Banding.

Gugatan

Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dapat mengajukan gugatan kepada bpp terhadap :

1.   Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;

2.   Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 UU KUP;

3.   Keputusan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 UU KUP yang berkaitan dengan STP;

4.   Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 yang berkaitan dengan STP;  

Jangka Waktu Pengajuan Gugatan

1.   Gugatan terhadap angka 1 diajukan paling lambat 14 hari sejak pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan atau Pengumuman Lelang;

2.    Gugatan terhadap angka 2, 3, dan 4 diajukan paling lambat 30 hari sejak tanggal diterima Keputusan yang digugat.

Page 7: Tata Cara Pengajuan Banding

Peninjauan Kembali

Apabila pihak yang bersangkutan tidak/belum puas dengan putusan Pengadilan Pajak, maka pihak yang bersengketa dapat mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak dan hanya dapat diajukan satu kali.

Alasan-alasan Peninjauan Kembali

1.    Putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada kebohongan atau tipu muslihat;

2.    Terdapat bukti tertulis baru dan penting dan bersifat menentukan;

3.    Dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut.

4.    Ada suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;

5.    Putusan nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 

Jangka Waktu Peninjauan Kembali

1.   Permohonan Peninjauan Kembali dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2 diajukan paling lambat 3 bulan sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau ditemukan bukti tertulis baru;

2.    Permohonan Peninjauan Kembali dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 3,  4, dan  5 diajukan paling lambat 3 bulan sejak putusan dikirim oleh Pengadilan Pajak.

Syarat yang harus dipenuhi WP dalam mengajukan banding(UU Nomor 28 Tahun 2007 Ps 27)

Tata Cara pengajuan surat permohonan banding :

1. Banding diajukan dengan Surat Banding dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak.

2. Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima, dengan dilampiri salinan dari Surat Keputusan keberatan tersebut.Jangka waktu sebagaimana dimaksud tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan pemohon Banding (force majeur).Pemohon Banding dapat melengkapi Surat Bandingnya untuk memenuhi ketentuan yang berlaku sepanjang masih dalam jangka waktu 3 bulan tersebut.

3. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding.

4. Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas, dan dicantumkan tanggal diterima surat keputusan yang dibanding.

5. Selain dari persyaratan di atas, dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah Pajak yang terutang, Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50% (lima puluh persen).

 

Page 8: Tata Cara Pengajuan Banding

Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan permohonan banding, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar Surat Keputusan Keberatan yang diterbitkan.

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 194/PMK.03/2007

TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN        

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

Bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 25 ayat (5) dan Pasal 26A ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa 

kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan;

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983  tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara  Republik   Indonesia   Tahun  1983  Nomor   49,   Tambahan   Lembaran  Negara Republik   Indonesia Nomor   3262)   sebagaimana   telah   beberapa   kali   diubah   terakhir   dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007  (Lembaran  Negara  Republik   Indonesia   Tahun   2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);

2. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan   :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan :

1. Perusahaan  jasa  ekspedisi  atau   jasa  kurir  adalah  perusahaan yang  berbentuk  badan hukum yang memberikan jasa pengiriman surat jenis tertentu termasuk pengiriman surat keberatan ke Direktorat Jenderal Pajak.

2. Penyampaian surat keberatan secara elektronik yang selanjutnya disebut e-filing adalah suatu cara penyampaian   surat   keberatan   yang   dilakukan   secara   on-line   yang   real   time   melalui Penyedia Jasa Aplikasi atau Application Service Provider (ASP).

3. Penyedia   Jasa   aplikasi   atau  Application  Service  Provider   (ASP)   adalah  perusahaan  Penyedia Jasa Aplikasi   (ASP)   yang   telah   ditunjuk   dengan   Keputusan   Direktur   Jenderal   Pajak   sebagai perusahaan   yang dapat   menyalurkan   penyampaian   surat   keberatan   secara   elektronik   ke Direktorat Jenderal Pajak.

4. Bukti Penerimaan Elektronik adalah informasi yang meliputi nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, tanggal, jam,  Nomor  Tanda  Terima  Elektronik   (NTTE)  dan  Nomor  Transaksi   Pengiriman  ASP (NTPA) serta nama Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi   (ASP),  yang tertera pada hasil  cetakan surat keberatan.

Page 9: Tata Cara Pengajuan Banding

5. Surat  Pemberitahuan  Untuk  Hadir  adalah  surat  yang  disampaikan  kepada  Wajib  Pajak  yang berisi mengenai   pemberian   kesempatan   kepada  Wajib   Pajak   untuk  menghadiri   pertemuan dengan pegawai pajak dalam waktu yang telah ditetapkan guna memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai hasil penelitian keberatan.    

Pasal 2

(1)  Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu :

a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;

c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;

d. Surat Ketetapan Pajak Nihil; atau

e. Pemotongan   atau   pemungutan   oleh   pihak   ketiga   berdasarkan   ketentuan   peraturan perundang-undangan perpajakan.

(2)  Keberatan   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   diajukan   oleh   Wajib   Pajak   dengan menyampaikan surat keberatan.

Pasal 3

(1)  Surat   keberatan  disampaikan  oleh  Wajib  Pajak   ke  Kantor  Pelayanan  Pajak   tempat  Wajib  Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan melalui;

a. penyampaian secara langsung;b. pos dengan bukti pengiriman surat; atau

c. cara lain.(2)  Termasuk   dalam   pengertian   penyampaian   surat   keberatan   secara   langsung   sebagaimana 

dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah penyampaian surat keberatan melalui Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan dalam   wilayah   kerja Kantor   Pelayanan   Pajak   tempat   Wajib   Pajak   terdaftar   dan/atau   tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.

(3)  Penyampaian   surat   keberatan  melalui   cara   lain   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   huruf   c meliputi :

a. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat; atau

b. e-filing melalui ASP.(4) Penyampaian   surat   keberatan   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   huruf   a   diberikan 

tanda penerimaan surat dan penyampaian surat keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b diberikan Bukti Penerimaan Elektronik.

(5) Bukti pengiriman surat  sebagaimana dimaksud pada ayat   (1)  huruf  b dan ayat   (3)  huruf  a  atau tanda penerimaan surat serta Bukti Penerimaan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menjadi bukti penerimaan surat keberatan.

Pasal 4

Page 10: Tata Cara Pengajuan Banding

(1)  Pengajuan   keberatan   yang   dituangkan   dalam   bentuk   surat   keberatan   sebagaimana   dimaksud dalam Pasal 2 harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;b. mengemukakan   jumlah   pajak   yang   terutang   atau   jumlah   pajak   yang   dipotong   atau 

dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan;

c. 1   (satu)   surat   keberatan  diajukan  hanya  untuk  1   (satu)   surat   ketetapan  pajak,  untuk  1 (satu) pemotongan Pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak.

d. Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit  sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan;

e. diajukan  dalam  jangka  waktu  3   (tiga)  bulan  sejak   tanggal  dikirim surat  ketetapan  pajak atau sejak   tanggal  pemotongan  atau  pemungutan  pajak  oleh  pihak  ketiga  kecuali  Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan wajib Pajak (force majeur);dan

f. surat   keberatan   ditandatangani   oleh   Wajib   Pajak,   dan   dalam   hal   surat keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, surat keberatan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus.

(2)  Dalam   hal   surat   keberatan   yang   disampaikan   oleh   Wajib   Pajak   belum   memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf f, Wajib Pajak dapat menyampaikan perbaikan surat keberatan dengan melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi sebelum jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terlampaui.

(3)  Dalam hal wajib Pajak menyampaikan perbaikan surat keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tanggal penyampaian perbaikan surat keberatan merupakan tanggal surat keberatan diterima.

        Pasal 5

(1)  Untuk   keperluan   pengajuan   keberatan,  Wajib   Pajak   dapat  meminta   kepada   Direktur   Jenderal Pajak untuk  memberi   keterangan   secara   tertulis   hal-hal   yang  menjadi   dasar   pengenaan   pajak atau penghitungan rugi.

(2)  Direktur   Jenderal  Pajak  wajib  memberi  keterangan yang diminta  oleh Wajib  Pajak  sebagaimana dimaksud   pada   ayat   (1)   dalam   jangka   waktu   paling   lama   20   (dua   puluh)   hari   kerja   sejak surat permintaan Wajib Pajak di terima.

(3)  Jangka   waktu   pemberian   keterangan   oleh   Direktur   Jenderal   Pajak   atas   permintaan   Wajib Pajak sebagaimana  dimaksud  pada   ayat   (2)   tidak  menunda   jangka  waktu  pengajuan   keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e.

  

Pasal 6

(1)  Surat keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) bukan   merupakan   surat   keberatan   sehingga   tidak   dipertimbangkan   dan   tidak   diterbitkan Surat Keputusan Keberatan.

Page 11: Tata Cara Pengajuan Banding

(2)  Pengajuan   keberatan   yang   tidak   memenuhi   persyaratan   dan   tidak   diterbitkan   Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat   (1)  diberitahukan secara  tertulis  kepada wajib Pajak.

Pasal 7

(1)  Wajib   Pajak   dapat   mencabut   pengajuan   keberatan   yang   telah   disampaikan   kepada   Direktur Jenderal Pajak sepanjang Surat Pemberitahuan Untuk Hadir belum disampaikan kepada Wajib Pajak.

(2)  Dalam   hal  Wajib   Pajak  mencabut   pengajuan   keberatan   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1), Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1)  huruf b  Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983  tentang  Ketentuan  Umum dan  Tata  Cara   Perpajakan   sebagaimana   telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.

Pasal 8

Sebelum Direktur Jenderal Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Untuk Hadir, hal-hal yang dapat dilakukan dalam proses penyelesaian keberatan adalah sebagai berikut :

a. Direktur  Jenderal  Pajak meminta keterangan,  data,  dan/atau  informasi  tambahan dari  Wajib Pajak;

b. Wajib   Pajak   menyampaikan   alasan   tambahan   atau   penjelasan   tertulis   untuk   melengkapi dan/atau memperjelas surat keberatan yang telah disampaikan baik atas kehendak Wajib Pajak yang bersangkutan   maupun   dalam   rangka   memenuhi   permintaan   Direktur   Jenderal   Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a;

c. Direktur   Jenderal   Pajak  melakukan  pemeriksaan  untuk   tujuan   lain  dalam   rangka   keberatan untuk mendapatkan   data   dan/atau   informasi   yang   objektif   yang   dapat   dijadikan   dasar dalam mempertimbangkan keputusan keberatan.

Pasal 9

(1)  Sebelum menerbitkan Surat Keputusan Keberatan,  Direktur   Jenderal  Pajak harus menyampaikan Surat Pemberitahuan   Untuk   Hadir   kepada   Wajib   Pajak   guna   memberi   keterangan   atau memperoleh penjelasan mengenai keberatannya.

(2)  Dalam hal Wajib Pajak tidak hadir pada waktu yang ditentukan dalam Surat Pemberitahuan Untuk Hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (1), proses keberatan tetap diselesaikan tanpa menunggu kehadiran Wajib Pajak.

Pasal 10

Pembukuan, catatan, data, informasi atau keterangan lain yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan tidak  dipertimbangkan  dalam penyelesaian  keberatan,  kecuali  pembukuan,   catatan,  data,   informasi, 

Page 12: Tata Cara Pengajuan Banding

atau   keterangan   lain   tersebut   berada  di   pihak   ketiga  dan  belum diperoleh  Wajib   Pajak  pada   saat pemeriksaan.

Pasal 11

(1)  Direktur   Jenderal   Pajak   dalam   jangka   waktu   paling   lama   12   (dua   belas)   bulan   sejak   tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.

(2)  Keputusan   Direktur   Jenderal   Pajak   atas   keberatan   dapat   berupa   mengabulkan   seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar.

(3)  Apabila   jangka   waktu   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   telah   terlampaui   dan   Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat Keputusan Keberatan, keberatan yang diajukan Wajib Pajak dianggap dikabulkan  dan Direktur   Jenderal  Pajak  wajib  menerbitkan  Surat  Keputusan  Keberatan sesuai dengan keberatan Wajib Pajak.

Pasal 12

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan keberatan dan tata cara penyelesaian keberatan diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 13

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di JakartaPada tanggal 28 Desember 2007MENTERI KEUANGAN,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI

Page 13: Tata Cara Pengajuan Banding

Peraturan No. PER-53/PJ./2010 tentang TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN PERMOHONAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG BERKAITAN

DENGAN SPTNP ATAU SPKTNP, KEPUTUSAN KEBERATAN, PUTUSAN BANDING, ATAU PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAKNOMOR PER – 53/PJ/2010

TENTANG

TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN PERMOHONAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG BERKAITAN DENGAN SPTNP ATAU SPKTNP, KEPUTUSAN 

KEBERATAN, PUTUSAN BANDING, ATAU PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);

2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);

3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4189);

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4797);

5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak;

6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang;

Page 14: Tata Cara Pengajuan Banding

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN PERMOHONAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG BERKAITAN DENGAN SPTNP ATAU SPKTNP, KEPUTUSAN KEBERATAN, PUTUSAN BANDING, ATAU PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI.

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan :

1. Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.

2. Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.

3. Pejabat bea dan cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.

4. Surat Pemberitahuan Kekurangan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi, Bunga, dan Pajak dalam rangka impor, yang selanjutnya disebut SPKPBM adalah formulir penagihan untuk menagih Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi, Bunga, dan Pajak dalam rangka impor yang tidak atau kurang dibayar oleh importir, pengangkut, pengusaha Tempat Penimbunan Sementara, pengusaha Tempat Penimbunan Berikat, atau pengusaha pengurusan jasa kepabeanan, yang diterbitkan oleh pejabat bea dan cukai sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 234/KMK.05/1996 tentang Tata Cara Penagihan Piutang Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi, Bunga, dan Pajak Dalam Rangka Impor beserta perubahannya.

5. Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean, yang selanjutnya disebut SPTNP adalah surat penetapan pejabat bea dan cukai sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Penetapan Tarif, Nilai Pabean, dan Sanksi Administrasi, serta Penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai beserta perubahannya.

6. Surat Penetapan Pabean, yang selanjutnya disebut SPP adalah surat penetapan pejabat bea dan cukai sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Penetapan Tarif, Nilai Pabean, dan Sanksi Administrasi, serta Penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai beserta perubahannya.

7. Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean, yang selanjutnya disebut SPKTNP adalah surat penetapan pejabat bea dan cukai sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Penetapan Tarif, Nilai Pabean, dan Sanksi Administrasi, serta Penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai beserta perubahannya.

8. Keputusan Keberatan adalah keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.04/2007 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Kepabeanan beserta perubahannya, yang diajukan terkait dengan SPKPBM, SPTNP, atau SPP.

9. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas permohonan banding terhadap Keputusan Keberatan atau SPKTNP.

10. Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas permohonan peninjauan kembali yang diajukan terhadap Putusan Banding.

Page 15: Tata Cara Pengajuan Banding

11. Kantor Pelayanan Pajak adalah Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.

Pasal 2

Kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang meliputi pajak yang telah dibayar, berupa PPh Pasal 22 Impor, PPN Impor, dan/atau PPnBM Impor yang tercantum dalam :

1. SPTNP atau SPKTNP;2. SPKPBM, SPTNP, atau SPP yang telah diterbitkan Keputusan Keberatan;

3. SPKPBM, SPTNP, atau SPP yang telah diterbitkan Keputusan Keberatan dan Putusan Banding;

4. SPKPBM, SPTNP, atau SPP yang telah diterbitkan Keputusan Keberatan, Putusan Banding, dan Putusan Peninjauan Kembali;

5. SPKTNP yang telah diterbitkan Putusan Banding; atau

6. SPKTNP yang telah diterbitkan Putusan Banding dan Putusan Peninjauan Kembali,

dan menyebabkan terjadinya kelebihan pembayaran pajak.

Pasal 3

(1)Atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.

(2)Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak.

(3)

Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;2. mengemukakan alasan, jenis, jumlah, dan perhitungan pajak yang diajukan permohonan 

pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang;

3. 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) SPTNP, 1 (satu) SPKTNP, 1 (satu) Keputusan Keberatan, 1 (satu) Putusan Banding, atau 1 (satu) Putusan Peninjauan Kembali; dan

4. ditandatangani oleh Wajib Pajak, atau dalam hal permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 Undang-Undang KUP.

(4)

Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 4

(1)

Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) harus dilampir : 1. fotokopi dokumen yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak;2. asli bukti pembayaran pajak; dan

3. surat pernyataan bahwa pajak yang diminta kembali belum dan tidak akan dikreditkan dan/atau dibiayakan.

(2)Fotokopi dokumen yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu : 

1. SPTNP atau SPKTNP dalam hal permohonan diajukan oleh Wajib Pajak berkaitan dengan Pasal 2 huruf a;

2. Keputusan Keberatan dalam hal permohonan diajukan oleh Wajib Pajak berkaitan dengan Pasal 2 huruf b;

3. Salinan Putusan Banding dalam hal permohonan diajukan oleh Wajib Pajak berkaitan dengan Pasal 2 huruf c atau huruf e; dan

Page 16: Tata Cara Pengajuan Banding

4. salinan Putusan Peninjauan Kembali dalam hal permohonan diajukan oleh Wajib Pajak berkaitan dengan Pasal 2 huruf d atau huruf f.

Pasal 5

(1)Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3), serta telah dilampiri dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak.

(2)

Penyampaian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan : 1. secara langsung;2. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau

3. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.

(3)Atas penyampaian permohonan secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diberikan bukti penerimaan surat.

(4)

Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dinyatakan diterima secara lengkap dalam hal telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3), telah dilampiri dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dan disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak.

(5)

Tanggal permohonan dinyatakan diterima secara lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yaitu tanggal yang tercantum pada : 

1. bukti penerimaan surat dalam hal permohonan disampaikan secara langsung;2. bukti pengiriman surat dalam hal permohonan disampaikan melalui pos; atau

3. bukti pengiriman surat dalam hal permohonan disampaikan melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.

Pasal 6

(1)

Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) yang disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan/atau ayat (3), dan/atau tidak dilampiri dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat permintaan pemenuhan persyaratan dan/atau lampiran permohonan.

(2)

Surat permintaan pemenuhan persyaratan dan/atau lampiran permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

(3)Surat permintaan pemenuhan persyaratan dan/atau lampiran permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dipenuhi oleh Wajib Pajak paling lama 2 (dua) minggu sejak surat permintaan dikirimkan.

(4)

Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi permintaan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan pemberitahuan penolakan secara tertulis disertai alasan penolakan kepada Wajib Pajak dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

(5)Dalam hal Wajib Pajak memenuhi permintaan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tanggal permohonan dinyatakan diterima secara lengkap yaitu tanggal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5).

Pasal 7

Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) harus memenuhi ketentuan bahwa pajak yang seharusnya tidak terutang :

1. telah disetor ke kas negara;2. dalam hal berkaitan dengan PPh Pasal 22 Impor, belum dikreditkan dalam SPT Tahunan PPh;

3. dalam hal berkaitan dengan PPN Impor, belum dikreditkan dalam SPT Masa PPN dan/atau belum dibiayakan dalam SPT Tahunan PPh; dan

4. dalam hal berkaitan dengan PPnBM Impor, belum dibiayakan dalam SPT Tahunan PPH.

Page 17: Tata Cara Pengajuan Banding

Pasal 8

(1)

Terhadap permohonan yang dinyatakan diterima secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4), Direktur Jenderal Pajak melakukan : 

1. penelitian dan/atau konfirmasi kebenaran bukti pembayaran pajak; dan

2. penelitian pengkreditan dan/atau pembiayaan pajak yang diminta kembali.

(2)

Terhadap permohonan yang dinyatakan diterima secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) berkaitan dengan SPTNP atau SPKTNP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, Direktur Jenderal Pajak juga melakukan permintaan : 

1. konfirmasi kebenaran SPTNP atau SPKTNP; dan2. legalisasi fotokopi SPTNP atau SPKTNP;

kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

(3)

Terhadap permohonan yang dinyatakan diterima secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) berkaitan dengan Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, Direktur Jenderal Pajak juga melakukan permintaan : 

1. konfirmasi kebenaran Keputusan Keberatan; dan2. legalisasi fotokopi Keputusan Keberatan,

kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

(4)

Terhadap permohonan yang dinyatakan diterima secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) berkaitan dengan Putusan Banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c atau huruf e, Direktur Jenderal Pajak juga melakukan permintaan : 

1. konfirmasi kebenaran Putusan Banding;2. konfirmasi pelaksanaan Putusan Banding terkait dengan bea masuk dan/atau cukai; dan

3. legalisasi fotokopi salinan Putusan Banding,

kepada Direktur Jenderal Bea da Cukai

(5)

Terhadap permohonan yang dinyatakan diterima secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) berkaitan dengan Putusan Peninjauan Kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d atau huruf f, Direktur Jenderal Pajak juga melakukan permintaan: 

1. konfirmasi kebenaran Putusan Peninjauan Kembali;2. konfirmasi pelaksanaan Putusan Peninjauan Kembali terkaitan dengan bea masuk dan/atau 

cukai; dan

3. legalisasi fotokopi salinan Putusan Peninjauan Kembali,

kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

(6)

Permintaan konfirmasi kebenaran dan legalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

(7)

Dalam rangka menyelesaikan permohonan yang dinyatakan diterima secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4), Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala Kantor Pelayanan Pajak dapat meminta keterangan dari Wajib Pajak.

Pasal 9

(1)

Direktur Jenderal Pajak, setelah melakukan penelitian atas permohonan yang dinyatakan diterima secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4), menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan dinyatakan diterima secara lengkap dan terdapat kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.

(2)Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam laporan penelitian sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

(3)Berdasarkan laporan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Pajak membuat nota penghitungan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal laporan penelitian.

(4)Dalam hal berdasarkan hasil penelitian : 

Page 18: Tata Cara Pengajuan Banding

1. tidak terdapat kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang;2. jawaban konfirmasi belum diterima; dan/atau

3. jawaban konfirmasi adalah “tidak ada” dan/atau “tidak benar”,

Direktur Jenderal Pajak, paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan dinyatakan diterima secara lengkap, menerbitkan pemberitahuan penolakan secara tertulis disertai alasan penolakan kepada Wajib Pajak dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 10

(1)

Dalam hal kepada Wajib Pajak diberikan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang, asli bukti pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b harus diberi tanda dan diparaf untuk menunjukkan bahwa terhadap bukti pembayaran telah diberikan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.

(2)Asli bukti pembayaran yang telah diberi tanda dan diparaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembalikan kepada Wajib Pajak.

Pasal 11

(1)

Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak berupa PPh Pasal 22 Impor, PPN Impor, dan/atau PPnBM Impor yang tercantum dalam : 

1. SPTNP atau SPKTNP;2. SPKPBM, SPTNP, atau SPP yang telah diterbitkan Keputusan Keberatan;

3. SPKPBM, SPTNP, atau SPP yang telah diterbitkan Keputusan Keberatan dan Putusan Banding;

4. SPKPBM, SPTNP, atau SPP yang telah diterbitkan Keputusan Keberatan, Putusan Banding, dan Putusan Peninjauan Kembali;

5. SPKTNP yang telah diterbitkan Putusan Banding; atau

6. SPKTNP yang telah diterbitkan Putusan Banding dan Putusan Peninjauan Kembali,

dan menyebabkan terjadinya kelebihan pembayaran pajak, yang disampaikan sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini namun belum diselesaikan, permohonan tersebut diselesaikan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini paling lama 3 (tiga) bulan sejak Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku.

(2)

Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dilengkapi dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan/atau ayat (3), dan/atau lampiran persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Kepala Kantor Pelayanan Pajak memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak untuk memenuhi persyaratan tersebut.

(3)

Surat pemberitahuan untuk memenuhi persyaratan dan/atau lampiran permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VI Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

(4)Surat Pemberitahuan untuk memenuhi persyaratan dan/atau lampiran permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dipenuhi oleh Wajib Pajak paling lama 2 (dua) minggu sejak surat pemberitahuan dikirimkan.

(5)

Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi permintaan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan pemberitahuan penolakan secara tertulis disertai alasan penolakan kepada Wajib Pajak dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 12

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Page 19: Tata Cara Pengajuan Banding

Ditetapkan di Jakartapada tanggal 29 November 2010DIREKTUR JENDERAL,

ttd.

MOCHAMAD TJIPTARDJONIP 195104281975121002