PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAKNOMOR PER - 49/PJ./2009
TENTANG
TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 12 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194/PMK.03/2007tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan, perlu menetapkan Peraturan Direktur JenderalPajak tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 3262) sebagaimana telah beberapakali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4999);2. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan KewajibanPerpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Tata Cara Ketentuan UmumPerpajakan dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir denganUndang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 169,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4797);3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengajuan dan PenyelesaianKeberatan;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN
BAB IPROSEDUR PENGAJUAN
Pasal 1
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu :a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, kecuali Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar berdasarkan Pasal13A Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakansebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 yangselanjutnya disebut Undang-Undang KUP;b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;c. Surat Ketetapan Pajak Nihil;d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;e. pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturanperundang-undangan perpajakan.
Pasal 2
(1) Pengajuan keberatan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :a. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;b. mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungutatau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yangmenjadi dasar penghitungan;c. 1 (satu) surat keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, untuk 1 (satu)pemotong pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak;d. melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui WajibPajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan;e. diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atausejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga, kecuali Wajib Pajak dapatmenunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luarkekuasaan Wajib Pajak (force majeur);danf. ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat keberatan ditandatangani oleh bukanWajib Pajak, surat keberatan tersebut harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus sebagaimanadimaksud dalam Pasal 32 Undang-Undang KUP.(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d hanya berlaku untuk pengajuan keberatanatas suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahanyang berkaitan dengan Surat Pemberitahuan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak2008 dan seterusnya.
Pasal 3
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan dengan menggunakan formulir surat keberatan sebagaimanaditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 4
(1) Dalam hal surat keberatan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,keberataan Wajib Pajak tidak dipertimbangkan sehingga Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkanSurat Keputusan Keberatan.(2) Direktur Jenderal Pajak harus memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak bahwa suratkeberatannya tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menggunakanformulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 5
(1) Sebelum mengajukan keberatan, Wajib Pajak dapat meminta keterangan secara tertulis hal - hal yangmenjadi dasar pengenaan pajak atau penghitungan rugi.(2) Direktur Jenderal Pajak harus memberi keterangan secara tertulis yang diminta oleh Wajib Pajaksebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejaksurat permintaan Wajib Pajak diterima.(3) Jangka waktu pemberian keterangan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2)tidak menunda jangka waktu pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf e.
Pasal 6
(1) Surat keberatan disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempatPengusaha Kena Pajak dikukuhkan atau ke Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakandalam wilayah Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan:a. secara langsung;b. melalui pos dengan bukti pengiriman surat;atauc. dengan cara lain.(2) Penyampaian surat keberatan dengan cara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:a. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat;ataub. e-Filing melalui Penyedia Jasa Aplikasi atau Application Service Provider (ASP).(3) Atas penyampaian surat keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan tanda buktipenerimaan surat dan Penyampaian surat keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf bdiberikan bukti penerimaan elektronik.(4) Bukti pengiriman surat keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2) huruf aatau tanda bukti penerimaan surat serta bukti penerimaan elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat(3) merupakan bukti penerimaan surat keberatan.
Pasal 7
Tanggal bukti penerimaan surat keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 yaitu :a. tanggal terima yang tercantum pada bukti penerimaan surat, dalam hal surat keberatan disampaikansecara langsung;b. tanggal stempel pos yang tercantum pada bukti pengiriman surat, dalam hal surat keberatandisampaikan melalui pos;c. tanggal pengiriman yang tercantum pada bukti pengiriman surat, dalam hal surat keberatandisampaikan melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir;ataud. tanggal yang tercantum pada bukti penerimaan elektronik, dalam hal surat keberatan disampaikandengan e-Filing melalui Penyedia Jasa Aplikasi atau Application Service Provider (ASP).
BAB IIPROSES PENYELESAIAN KEBERATAN
Pasal 8
(1) Untuk keperluan penyelesaian keberatan, Direktur Jenderal Pajak secara tertulis dapat :a. meminjam buku, catatan, data, dan informasi dalam bentuk hardcopy dan/atau softcopydengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan DirekturJenderal Pajak ini;dan/ataub. meminta Wajib Pajak untuk memberikan keterangan dengan menggunakan formulirsebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.(2) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas suatu pemotongan atau pemungutan pajak olehpihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan Perundang-undangan perpajakan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 1 huruf e, peminjaman dan/atau permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harusmeliputi asli bukti pemotongan atau pemungutan pajak dan surat pernyataan bahwa pemotongan ataupemungutan pajak tersebut belum atau tidak akan dikreditkan.(3) Wajib Pajak harus memenuhi peminjaman dan/atau permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak tanggal diterimanya surat Peminjaman dan/atau permintaan.(4) Apabila sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Wajib Pajak belummeminjamkan sebagian atau seluruh buku, catatan, data dan informasi dan/atau belum memberikanketerangan yang diminta, dilakukan peminjaman dan/atau permintaan kedua paling lama 5 (lima) harikerja sejak batas waktu tersebut berakhir.
(5) Wajib Pajak harus memenuhi peminjaman dan/atau permintaan kedua sebagaimana dimaksud padaayat (4) paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal diterimanya surat peminjaman dan/ataupermintaan kedua.(6) Dalam hal masih diperlukan, Wajib Pajak harus meminjamkan bukti tambahan dan/atau memberikanpenjelasan, dalam jangka waktu sebagaimana disebut dalam surat peminjaman dan/atau permintaan.(7) Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi sebagian atau seluruhnya peminjaman dan/atau permintaansebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (4), atau ayat (6), keberatan diproses berdasarkandata yang diperoleh dalam proses penyelesaian keberatan.
Pasal 9
(1) Pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang tidak diberikan pada saat pemeriksaantidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan, kecuali pembukuan, catatan, data, informasi,atau keterangan lain tersebut berada di pihak ketiga dan belum diperoleh Wajib Pajak pada saatpemeriksaan.(2) Dalam hal terdapat pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang belum diminta padasaat proses pemeriksaan tetapi diperlukan dan diminta oleh Direktur Jenderal Pajak serta diserahkanoleh Wajib Pajak dalam proses keberatan, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lainyang diserahkan oleh Wajib Pajak tersebut dapat dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan,sepanjang memiliki kaitan dengan koreksi yang disengketakan.(3) Dalam hal terdapat pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang belum diminta padasaat proses pemeriksaan dan keberatan tetapi diserahkan oleh Wajib Pajak dalam proses keberatan,pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang diserahkan oleh Wajib Pajak tersebutdapat dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan, sepanjang memiliki kaitan dengan koreksi yangdisengketakan.
Pasal 10
(1) Sebelum menerbitkan Surat Keputusan Keberatan, Direktur Jenderal Pajak harus meminta Wajib Pajakuntuk hadir guna memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatan WajibPajak dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Untuk Hadir sebagaimana ditetapkan dalamLampiran V Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.(2) Surat Pemberitahuan Untuk Hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan DaftarHasil Penelitian Keberatan dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIPeraturan Direktur Jenderal Pajak ini.(3) Pemberian keterangan dan penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam BeritaAcara dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII Peraturan DirekturJenderal Pajak ini.(4) Apabila Wajib Pajak tidak memanfaatkan kesempatan untuk hadir sebagaimana dimaksud pada ayat(1):a. dibuat Berita Acara ketidakhadiran Wajib Pajak dengan menggunakan formulir sebagaimanaditetapkan dalam Lampiran VIII Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;danb. proses keberatan tetap dapat diselesaikan.
Pasal 11
(1) wajib Pajak dapat mencabut pengajuan keberatan sepanjang Surat Pemberitahuan Untuk Hadir belumdisampaikan kepada Wajib Pajak.(2) Yang dimaksud dengan disampaikan kepada Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalahtanggal diterimanya Surat Pemberitahuan Untuk Hadir oleh Wajib Pajak.(3) Wajib Pajak yang mencabut pengajuan keberatan yang telah disampaikan sebagaimana dimaksud padaayat (1) tidak dapat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajakyang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang KUP.
Pasal 12
Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa dalam rangka proses penyelesaian keberatan, kuasa WajibPajak tersebut harus menyerahkan Surat Kuasa Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 Undang-UndangKUP.
Pasal 13
(1) Direktur Jenderal Pajak harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan Wajib Pajak palinglama dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal bukti penerimaan surat keberatan.(2) Keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa mengabulkan seluruhnyaatau sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar.(3) Apabila jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terlampauitetapi Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan suatu keputusan, Surat Keputusan Keberatan harusditerbitkan dengan mengabulkan seluruh keberatan yang diajukan Wajib Pajak.(4) Keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diberikan denganmenerbitkan Surat Keputusan Keberatan dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalamLampiran IX Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 14
(1) Wajib Pajak yang mengajukan banding dapat meminta keterangan secara tertulis kepada DirekturJenderal Pajak mengenai alasan yang menjadi dasar untuk mengabulkan sebagian atau menolakpermohonan Wajib Pajak, atau menambah besarnya pajak yang terutang.(2) Atas permintaan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak harusmemberikan keterangan secara tertulis dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerjaterhitung sejak tanggal diterimanya surat permintaan Wajib Pajak.(3) Jangka waktu pemberian keterangan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2)tidak menunda jangka waktu pengajuan banding.
BAB IIIKETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 15
Pada saat berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, Peraturan Direktur Jenderal Pajak NomorPER-01/PJ.04/2007 tentang Prosedur Pengajuan dan Penyelesaian Permohonan Pembetulan Ketetapan Pajak,Keberatan, Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, dan Pengurangan atau Pembatalan KetetapanPajak yang tidak Benar Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewahdinyatakan tidak berlaku sepanjang mengenai prosedur pengajuan dan penyelesaian keberatan.
BAB IVKETENTUAN PENUTUP
Pasal 16
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini denganpenempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di JakartaPada tanggal 7 September 2009DIREKTUR JENDERAL
ttd.
MOCHAMAD TJIPTARDJONIP 0600044911
Gunakan Fasilitas Pencarian Peraturan Pajak Based Keywords Relevancy Untuk Hasil Pencarian Lebih Akurat.Peraturan Dirjen PajakPER - 49/PJ./2009
Tahun: 2009
Tata Cara Pengajuan Keberatan Pajak
Yang Dimaksud Dengan "Keberatan"
Dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan kemungkinan terjadi bahwa Wajib Pajak (WP) merasa kurang/tidak puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga. Dalam hal ini WP dapat mengajukan keberatan.
Hal-hal yang Dapat Diajukan Keberatan
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas:
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);
d. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);
e. Pemotongan atau Pemungutan oleh pihak ketiga.
Ketentuan Pengajuan Keberatan
Keberatan diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di tempat WP terdaftar, dengan syarat:
a. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
b. Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan WP dan disertai alasan-alasan yang jelas.
c. Satu keberatan harus diajukan untuk satu jenis dan satu tahun/masa pajak.
Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak dan keberatan yang tidak memenuhi syarat, dianggap bukan Surat Keberatan, sehingga tidak diproses.
Jangka Waktu Pengajuan Keberatan
Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak tanggal dilakukan pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga.
a. Untuk surat keberatan yang disampaikan langsung ke KPP, maka jangka waktu 3 (tiga) bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat keberatan diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak.
b. Untuk surat keberatan yang disampaikan melalui pos ( harus dengan pos tercatat ), jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga sampai dengan tanggal tanda bukti pengiriman melalui Kantor Pos dan Giro.
Permintaan Penjelasan/Pemberian Keterangan Tambahan
a. Untuk keperluan pengajuan keberatan WP dapat meminta penjelasan/ keterangan tambahan dan Kepala KPP wajib memberikan penjelasan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan, pemotongan, atau pemungutan.
b. WP dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis sebelum surat keputusan keberatannya diterbitkan.
Tata Cara Pengajuan Permohonan Banding
Apabila WP tidak atau belum puas dengan keputusan yang diberikan atas keberatan, WP dapat mengajukan banding. kepada badan peradilan pajak, dengan syarat:
a. Tertulis dalam bahasa Indonesia.
b. Dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan atas keberatan diterima.
c. Alasan yang jelas.
d. Dilampiri salinan Surat Keputusan atas keberatan.
Pengajuan permohonan Banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.
Putusan badan peradilan pajak bukan merupakan keputusan Tata Usaha Negara.
Imbalan Bunga
Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya, sepanjang utang pajak sebagaimana dimaksud dalam SKPKB dan SKPKBT telah dibayar yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan, paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Keputusan Keberatan atau Putusan Banding.
Gugatan
Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dapat mengajukan gugatan kepada bpp terhadap :
1. Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
2. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 UU KUP;
3. Keputusan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 UU KUP yang berkaitan dengan STP;
4. Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 yang berkaitan dengan STP;
Jangka Waktu Pengajuan Gugatan
1. Gugatan terhadap angka 1 diajukan paling lambat 14 hari sejak pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan atau Pengumuman Lelang;
2. Gugatan terhadap angka 2, 3, dan 4 diajukan paling lambat 30 hari sejak tanggal diterima Keputusan yang digugat.
Peninjauan Kembali
Apabila pihak yang bersangkutan tidak/belum puas dengan putusan Pengadilan Pajak, maka pihak yang bersengketa dapat mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak dan hanya dapat diajukan satu kali.
Alasan-alasan Peninjauan Kembali
1. Putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada kebohongan atau tipu muslihat;
2. Terdapat bukti tertulis baru dan penting dan bersifat menentukan;
3. Dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut.
4. Ada suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
5. Putusan nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Jangka Waktu Peninjauan Kembali
1. Permohonan Peninjauan Kembali dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2 diajukan paling lambat 3 bulan sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau ditemukan bukti tertulis baru;
2. Permohonan Peninjauan Kembali dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 3, 4, dan 5 diajukan paling lambat 3 bulan sejak putusan dikirim oleh Pengadilan Pajak.
Syarat yang harus dipenuhi WP dalam mengajukan banding(UU Nomor 28 Tahun 2007 Ps 27)
Tata Cara pengajuan surat permohonan banding :
1. Banding diajukan dengan Surat Banding dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak.
2. Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima, dengan dilampiri salinan dari Surat Keputusan keberatan tersebut.Jangka waktu sebagaimana dimaksud tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan pemohon Banding (force majeur).Pemohon Banding dapat melengkapi Surat Bandingnya untuk memenuhi ketentuan yang berlaku sepanjang masih dalam jangka waktu 3 bulan tersebut.
3. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding.
4. Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas, dan dicantumkan tanggal diterima surat keputusan yang dibanding.
5. Selain dari persyaratan di atas, dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah Pajak yang terutang, Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50% (lima puluh persen).
Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan permohonan banding, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar Surat Keputusan Keberatan yang diterbitkan.
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 194/PMK.03/2007
TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
Bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 25 ayat (5) dan Pasal 26A ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
2. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan :
1. Perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir adalah perusahaan yang berbentuk badan hukum yang memberikan jasa pengiriman surat jenis tertentu termasuk pengiriman surat keberatan ke Direktorat Jenderal Pajak.
2. Penyampaian surat keberatan secara elektronik yang selanjutnya disebut e-filing adalah suatu cara penyampaian surat keberatan yang dilakukan secara on-line yang real time melalui Penyedia Jasa Aplikasi atau Application Service Provider (ASP).
3. Penyedia Jasa aplikasi atau Application Service Provider (ASP) adalah perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) yang telah ditunjuk dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagai perusahaan yang dapat menyalurkan penyampaian surat keberatan secara elektronik ke Direktorat Jenderal Pajak.
4. Bukti Penerimaan Elektronik adalah informasi yang meliputi nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, tanggal, jam, Nomor Tanda Terima Elektronik (NTTE) dan Nomor Transaksi Pengiriman ASP (NTPA) serta nama Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP), yang tertera pada hasil cetakan surat keberatan.
5. Surat Pemberitahuan Untuk Hadir adalah surat yang disampaikan kepada Wajib Pajak yang berisi mengenai pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak untuk menghadiri pertemuan dengan pegawai pajak dalam waktu yang telah ditetapkan guna memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai hasil penelitian keberatan.
Pasal 2
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu :
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;
d. Surat Ketetapan Pajak Nihil; atau
e. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Wajib Pajak dengan menyampaikan surat keberatan.
Pasal 3
(1) Surat keberatan disampaikan oleh Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan melalui;
a. penyampaian secara langsung;b. pos dengan bukti pengiriman surat; atau
c. cara lain.(2) Termasuk dalam pengertian penyampaian surat keberatan secara langsung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah penyampaian surat keberatan melalui Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan dalam wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.
(3) Penyampaian surat keberatan melalui cara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi :
a. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat; atau
b. e-filing melalui ASP.(4) Penyampaian surat keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan
tanda penerimaan surat dan penyampaian surat keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b diberikan Bukti Penerimaan Elektronik.
(5) Bukti pengiriman surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (3) huruf a atau tanda penerimaan surat serta Bukti Penerimaan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menjadi bukti penerimaan surat keberatan.
Pasal 4
(1) Pengajuan keberatan yang dituangkan dalam bentuk surat keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;b. mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau
dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan;
c. 1 (satu) surat keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, untuk 1 (satu) pemotongan Pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak.
d. Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan;
e. diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga kecuali Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan wajib Pajak (force majeur);dan
f. surat keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, surat keberatan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus.
(2) Dalam hal surat keberatan yang disampaikan oleh Wajib Pajak belum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf f, Wajib Pajak dapat menyampaikan perbaikan surat keberatan dengan melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi sebelum jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terlampaui.
(3) Dalam hal wajib Pajak menyampaikan perbaikan surat keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tanggal penyampaian perbaikan surat keberatan merupakan tanggal surat keberatan diterima.
Pasal 5
(1) Untuk keperluan pengajuan keberatan, Wajib Pajak dapat meminta kepada Direktur Jenderal Pajak untuk memberi keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak atau penghitungan rugi.
(2) Direktur Jenderal Pajak wajib memberi keterangan yang diminta oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak surat permintaan Wajib Pajak di terima.
(3) Jangka waktu pemberian keterangan oleh Direktur Jenderal Pajak atas permintaan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menunda jangka waktu pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e.
Pasal 6
(1) Surat keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) bukan merupakan surat keberatan sehingga tidak dipertimbangkan dan tidak diterbitkan Surat Keputusan Keberatan.
(2) Pengajuan keberatan yang tidak memenuhi persyaratan dan tidak diterbitkan Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada wajib Pajak.
Pasal 7
(1) Wajib Pajak dapat mencabut pengajuan keberatan yang telah disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak sepanjang Surat Pemberitahuan Untuk Hadir belum disampaikan kepada Wajib Pajak.
(2) Dalam hal Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.
Pasal 8
Sebelum Direktur Jenderal Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Untuk Hadir, hal-hal yang dapat dilakukan dalam proses penyelesaian keberatan adalah sebagai berikut :
a. Direktur Jenderal Pajak meminta keterangan, data, dan/atau informasi tambahan dari Wajib Pajak;
b. Wajib Pajak menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis untuk melengkapi dan/atau memperjelas surat keberatan yang telah disampaikan baik atas kehendak Wajib Pajak yang bersangkutan maupun dalam rangka memenuhi permintaan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c. Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka keberatan untuk mendapatkan data dan/atau informasi yang objektif yang dapat dijadikan dasar dalam mempertimbangkan keputusan keberatan.
Pasal 9
(1) Sebelum menerbitkan Surat Keputusan Keberatan, Direktur Jenderal Pajak harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Untuk Hadir kepada Wajib Pajak guna memberi keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatannya.
(2) Dalam hal Wajib Pajak tidak hadir pada waktu yang ditentukan dalam Surat Pemberitahuan Untuk Hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (1), proses keberatan tetap diselesaikan tanpa menunggu kehadiran Wajib Pajak.
Pasal 10
Pembukuan, catatan, data, informasi atau keterangan lain yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan, kecuali pembukuan, catatan, data, informasi,
atau keterangan lain tersebut berada di pihak ketiga dan belum diperoleh Wajib Pajak pada saat pemeriksaan.
Pasal 11
(1) Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.
(2) Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat Keputusan Keberatan, keberatan yang diajukan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak wajib menerbitkan Surat Keputusan Keberatan sesuai dengan keberatan Wajib Pajak.
Pasal 12
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan keberatan dan tata cara penyelesaian keberatan diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 13
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di JakartaPada tanggal 28 Desember 2007MENTERI KEUANGAN,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Peraturan No. PER-53/PJ./2010 tentang TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN PERMOHONAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG BERKAITAN
DENGAN SPTNP ATAU SPKTNP, KEPUTUSAN KEBERATAN, PUTUSAN BANDING, ATAU PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAKNOMOR PER – 53/PJ/2010
TENTANG
TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN PERMOHONAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG BERKAITAN DENGAN SPTNP ATAU SPKTNP, KEPUTUSAN
KEBERATAN, PUTUSAN BANDING, ATAU PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4189);
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4797);
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak;
6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN PERMOHONAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG BERKAITAN DENGAN SPTNP ATAU SPKTNP, KEPUTUSAN KEBERATAN, PUTUSAN BANDING, ATAU PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI.
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan :
1. Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
2. Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.
3. Pejabat bea dan cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
4. Surat Pemberitahuan Kekurangan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi, Bunga, dan Pajak dalam rangka impor, yang selanjutnya disebut SPKPBM adalah formulir penagihan untuk menagih Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi, Bunga, dan Pajak dalam rangka impor yang tidak atau kurang dibayar oleh importir, pengangkut, pengusaha Tempat Penimbunan Sementara, pengusaha Tempat Penimbunan Berikat, atau pengusaha pengurusan jasa kepabeanan, yang diterbitkan oleh pejabat bea dan cukai sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 234/KMK.05/1996 tentang Tata Cara Penagihan Piutang Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi, Bunga, dan Pajak Dalam Rangka Impor beserta perubahannya.
5. Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean, yang selanjutnya disebut SPTNP adalah surat penetapan pejabat bea dan cukai sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Penetapan Tarif, Nilai Pabean, dan Sanksi Administrasi, serta Penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai beserta perubahannya.
6. Surat Penetapan Pabean, yang selanjutnya disebut SPP adalah surat penetapan pejabat bea dan cukai sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Penetapan Tarif, Nilai Pabean, dan Sanksi Administrasi, serta Penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai beserta perubahannya.
7. Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean, yang selanjutnya disebut SPKTNP adalah surat penetapan pejabat bea dan cukai sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Penetapan Tarif, Nilai Pabean, dan Sanksi Administrasi, serta Penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai beserta perubahannya.
8. Keputusan Keberatan adalah keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.04/2007 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Kepabeanan beserta perubahannya, yang diajukan terkait dengan SPKPBM, SPTNP, atau SPP.
9. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas permohonan banding terhadap Keputusan Keberatan atau SPKTNP.
10. Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas permohonan peninjauan kembali yang diajukan terhadap Putusan Banding.
11. Kantor Pelayanan Pajak adalah Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.
Pasal 2
Kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang meliputi pajak yang telah dibayar, berupa PPh Pasal 22 Impor, PPN Impor, dan/atau PPnBM Impor yang tercantum dalam :
1. SPTNP atau SPKTNP;2. SPKPBM, SPTNP, atau SPP yang telah diterbitkan Keputusan Keberatan;
3. SPKPBM, SPTNP, atau SPP yang telah diterbitkan Keputusan Keberatan dan Putusan Banding;
4. SPKPBM, SPTNP, atau SPP yang telah diterbitkan Keputusan Keberatan, Putusan Banding, dan Putusan Peninjauan Kembali;
5. SPKTNP yang telah diterbitkan Putusan Banding; atau
6. SPKTNP yang telah diterbitkan Putusan Banding dan Putusan Peninjauan Kembali,
dan menyebabkan terjadinya kelebihan pembayaran pajak.
Pasal 3
(1)Atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
(2)Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak.
(3)
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;2. mengemukakan alasan, jenis, jumlah, dan perhitungan pajak yang diajukan permohonan
pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang;
3. 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) SPTNP, 1 (satu) SPKTNP, 1 (satu) Keputusan Keberatan, 1 (satu) Putusan Banding, atau 1 (satu) Putusan Peninjauan Kembali; dan
4. ditandatangani oleh Wajib Pajak, atau dalam hal permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 Undang-Undang KUP.
(4)
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 4
(1)
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) harus dilampir : 1. fotokopi dokumen yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak;2. asli bukti pembayaran pajak; dan
3. surat pernyataan bahwa pajak yang diminta kembali belum dan tidak akan dikreditkan dan/atau dibiayakan.
(2)Fotokopi dokumen yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu :
1. SPTNP atau SPKTNP dalam hal permohonan diajukan oleh Wajib Pajak berkaitan dengan Pasal 2 huruf a;
2. Keputusan Keberatan dalam hal permohonan diajukan oleh Wajib Pajak berkaitan dengan Pasal 2 huruf b;
3. Salinan Putusan Banding dalam hal permohonan diajukan oleh Wajib Pajak berkaitan dengan Pasal 2 huruf c atau huruf e; dan
4. salinan Putusan Peninjauan Kembali dalam hal permohonan diajukan oleh Wajib Pajak berkaitan dengan Pasal 2 huruf d atau huruf f.
Pasal 5
(1)Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3), serta telah dilampiri dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak.
(2)
Penyampaian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan : 1. secara langsung;2. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
3. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
(3)Atas penyampaian permohonan secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diberikan bukti penerimaan surat.
(4)
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dinyatakan diterima secara lengkap dalam hal telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3), telah dilampiri dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dan disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak.
(5)
Tanggal permohonan dinyatakan diterima secara lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yaitu tanggal yang tercantum pada :
1. bukti penerimaan surat dalam hal permohonan disampaikan secara langsung;2. bukti pengiriman surat dalam hal permohonan disampaikan melalui pos; atau
3. bukti pengiriman surat dalam hal permohonan disampaikan melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.
Pasal 6
(1)
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) yang disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan/atau ayat (3), dan/atau tidak dilampiri dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat permintaan pemenuhan persyaratan dan/atau lampiran permohonan.
(2)
Surat permintaan pemenuhan persyaratan dan/atau lampiran permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(3)Surat permintaan pemenuhan persyaratan dan/atau lampiran permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dipenuhi oleh Wajib Pajak paling lama 2 (dua) minggu sejak surat permintaan dikirimkan.
(4)
Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi permintaan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan pemberitahuan penolakan secara tertulis disertai alasan penolakan kepada Wajib Pajak dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(5)Dalam hal Wajib Pajak memenuhi permintaan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tanggal permohonan dinyatakan diterima secara lengkap yaitu tanggal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5).
Pasal 7
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) harus memenuhi ketentuan bahwa pajak yang seharusnya tidak terutang :
1. telah disetor ke kas negara;2. dalam hal berkaitan dengan PPh Pasal 22 Impor, belum dikreditkan dalam SPT Tahunan PPh;
3. dalam hal berkaitan dengan PPN Impor, belum dikreditkan dalam SPT Masa PPN dan/atau belum dibiayakan dalam SPT Tahunan PPh; dan
4. dalam hal berkaitan dengan PPnBM Impor, belum dibiayakan dalam SPT Tahunan PPH.
Pasal 8
(1)
Terhadap permohonan yang dinyatakan diterima secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4), Direktur Jenderal Pajak melakukan :
1. penelitian dan/atau konfirmasi kebenaran bukti pembayaran pajak; dan
2. penelitian pengkreditan dan/atau pembiayaan pajak yang diminta kembali.
(2)
Terhadap permohonan yang dinyatakan diterima secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) berkaitan dengan SPTNP atau SPKTNP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, Direktur Jenderal Pajak juga melakukan permintaan :
1. konfirmasi kebenaran SPTNP atau SPKTNP; dan2. legalisasi fotokopi SPTNP atau SPKTNP;
kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
(3)
Terhadap permohonan yang dinyatakan diterima secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) berkaitan dengan Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, Direktur Jenderal Pajak juga melakukan permintaan :
1. konfirmasi kebenaran Keputusan Keberatan; dan2. legalisasi fotokopi Keputusan Keberatan,
kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
(4)
Terhadap permohonan yang dinyatakan diterima secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) berkaitan dengan Putusan Banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c atau huruf e, Direktur Jenderal Pajak juga melakukan permintaan :
1. konfirmasi kebenaran Putusan Banding;2. konfirmasi pelaksanaan Putusan Banding terkait dengan bea masuk dan/atau cukai; dan
3. legalisasi fotokopi salinan Putusan Banding,
kepada Direktur Jenderal Bea da Cukai
(5)
Terhadap permohonan yang dinyatakan diterima secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) berkaitan dengan Putusan Peninjauan Kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d atau huruf f, Direktur Jenderal Pajak juga melakukan permintaan:
1. konfirmasi kebenaran Putusan Peninjauan Kembali;2. konfirmasi pelaksanaan Putusan Peninjauan Kembali terkaitan dengan bea masuk dan/atau
cukai; dan
3. legalisasi fotokopi salinan Putusan Peninjauan Kembali,
kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
(6)
Permintaan konfirmasi kebenaran dan legalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(7)
Dalam rangka menyelesaikan permohonan yang dinyatakan diterima secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4), Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala Kantor Pelayanan Pajak dapat meminta keterangan dari Wajib Pajak.
Pasal 9
(1)
Direktur Jenderal Pajak, setelah melakukan penelitian atas permohonan yang dinyatakan diterima secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4), menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan dinyatakan diterima secara lengkap dan terdapat kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
(2)Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam laporan penelitian sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(3)Berdasarkan laporan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Pajak membuat nota penghitungan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal laporan penelitian.
(4)Dalam hal berdasarkan hasil penelitian :
1. tidak terdapat kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang;2. jawaban konfirmasi belum diterima; dan/atau
3. jawaban konfirmasi adalah “tidak ada” dan/atau “tidak benar”,
Direktur Jenderal Pajak, paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan dinyatakan diterima secara lengkap, menerbitkan pemberitahuan penolakan secara tertulis disertai alasan penolakan kepada Wajib Pajak dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 10
(1)
Dalam hal kepada Wajib Pajak diberikan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang, asli bukti pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b harus diberi tanda dan diparaf untuk menunjukkan bahwa terhadap bukti pembayaran telah diberikan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
(2)Asli bukti pembayaran yang telah diberi tanda dan diparaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembalikan kepada Wajib Pajak.
Pasal 11
(1)
Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak berupa PPh Pasal 22 Impor, PPN Impor, dan/atau PPnBM Impor yang tercantum dalam :
1. SPTNP atau SPKTNP;2. SPKPBM, SPTNP, atau SPP yang telah diterbitkan Keputusan Keberatan;
3. SPKPBM, SPTNP, atau SPP yang telah diterbitkan Keputusan Keberatan dan Putusan Banding;
4. SPKPBM, SPTNP, atau SPP yang telah diterbitkan Keputusan Keberatan, Putusan Banding, dan Putusan Peninjauan Kembali;
5. SPKTNP yang telah diterbitkan Putusan Banding; atau
6. SPKTNP yang telah diterbitkan Putusan Banding dan Putusan Peninjauan Kembali,
dan menyebabkan terjadinya kelebihan pembayaran pajak, yang disampaikan sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini namun belum diselesaikan, permohonan tersebut diselesaikan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini paling lama 3 (tiga) bulan sejak Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku.
(2)
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dilengkapi dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan/atau ayat (3), dan/atau lampiran persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Kepala Kantor Pelayanan Pajak memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak untuk memenuhi persyaratan tersebut.
(3)
Surat pemberitahuan untuk memenuhi persyaratan dan/atau lampiran permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VI Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(4)Surat Pemberitahuan untuk memenuhi persyaratan dan/atau lampiran permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dipenuhi oleh Wajib Pajak paling lama 2 (dua) minggu sejak surat pemberitahuan dikirimkan.
(5)
Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi permintaan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan pemberitahuan penolakan secara tertulis disertai alasan penolakan kepada Wajib Pajak dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 12
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakartapada tanggal 29 November 2010DIREKTUR JENDERAL,
ttd.
MOCHAMAD TJIPTARDJONIP 195104281975121002