152
UNIVERSITAS INDONESIA TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK ANAK SERIAL KASUS TUTIK ERNAWATI 1106026835 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1 PROGRAM STUDI ILMU GIZI KLINIK JAKARTA JUNI 2013 Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

1

UNIVERSITAS INDONESIA

TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA

NEFROTIK IDIOPATIK ANAK

SERIAL KASUS

TUTIK ERNAWATI

1106026835

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1

PROGRAM STUDI ILMU GIZI KLINIK

JAKARTA

JUNI 2013

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 2: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

i

i

UNIVERSITAS INDONESIA

TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK

IDIOPATIK ANAK

SERIAL KASUS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Spesialis Gizi Klinik

TUTIK ERNAWATI

1106026835

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1

PROGRAM STUDI ILMU GIZI KLINIK

JAKARTA

JUNI 2013

Universitas Indonesia Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 3: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

ii

Universitas Indonesia

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

ii Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 4: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

iii

Universitas Indonesia

HALAMAN PENGESAHAN

Ditetapkan di : Jakarta

Tanggal : 14 Juni 2013

iii Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 5: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

iv

Universitas Indonesia

KATA PENGANTAR

Puji sukur kepada Allah atas nikmat karunianya sehingga penyusunan

serial kasus ini dapat terselesaikan meskipun dengan banyak kekurangan. Serial

kasus ini disusun dalam rangka memenuhi sebagian persaratan untuk meraih gelar

Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia.

Serial kasus ini mengenai tata laksana nutrisi terhadap pasien anak dengan

Sindroma Nefrotik Idiopatik di Rumah Sakit Umum Daerah Kebupaten

Tangerang. Sindroma nefrotik merupakan kelainan pada glomerulus yang

menimbulkan kumpulan gejala berupa proteinuria, edema, dislipidemia, dan

hipoalbuminemia. Penatalaksanaan di bidang nutrisi memegang peranan penting

dalam meningkatkan kualitas hidup pasien dan menghambat progresifitas

penyakit ini.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya

kepada dr. Sri Sukmaniah, MS, SpGK selaku pembimbing sekaligus Ketua

Program Studi Ilmu Gizi Klinik PPDS-I, yang telah dengan penuh kesabaran,

ketelitian dan dedikasi membimbing penulis selama menjalani pendidikan, hingga

tersusunnya makalah serial kasus ini

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Victor Tambunan MS,

SpGK selaku Ketua Departemen Ilmu Gizi Klinik, DR. dr. Johana Titus, MS,

SpGK selaku sekretaris Program Studi Ilmu Gizi Klinik PPDS-I, serta seluruh

pengajar PPDS-1 PSIGK, atas bimbingan dan dukungan yang telah diberikan

sejak awal penulis menjalani pendidikan hingga saat ini. Penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada dr. Elvi Manurung, MS, SpGK dan dr. Trisno

Wijanto MS, SpGK atas kesempatan, bimbingan serta dukungannya dalam

melaksanakan kewajiban sebagai PPDS di RSUD Kebupaten Tangerang, sampai

tersusunnya makalah serial kasus ini.

Kepada direktur RSUD Dr. A. Dadi Tjokrodipo Bandar Lampung penulis

juga mengucapkan terima kasih atas izinnya sehingga penulis dapat melanjutkan

pendidikan di PPDS-1 PSIGK FKUI. Terima kasih kepada Direktur RSUD

Kabupaten Tangerang, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

dapat melaksanakan tugas PPDS-1 PSIGK di RSUD Kebupaten Tangerang, serta

iv Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 6: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

v

Universitas Indonesia

terimakasih kepada seluruh staf di RSUD Tangerang yang telah terlibat dalam

proses tata laksana pasien serial kasus ini. Penulis juga menyampaikan terima

kasih dan penghargaan setinggi–tingginya kepada seluruh pasien yang terlibat

dalam penyusunan serial kasus ini. Terima kasih kepada seluruh teman PPDS Gizi

Klinik FKUI angkatan II, para staf dan karyawan departemen Ilmu Gizi Klinik,

serta semua pihak yang telah memberikan motivasi, dukungan dan kerjasama

yang baik selama penulis menjalankan pendidikan.

Terimakasih kepada suami tercinta Kunjono SE, yang telah memberikan

ijin dan kesempatan penulis untuk melanjutkan pendidikan, yang telah

memberikan kekuatan saat dalam keputusasaan, serta tetap melindungi dan

mengasihi saat dalam ketidakberdayaan. Kepada anak–anak terkasih, Afif

Kunprasetyo Danu, Alvita Laksmi Primajati dan Alivia Hasna Ratridiani, terima

kasih atas pengertian dan kesabarannya, sehingga penulis tetap tegar dan bertahan

sampai berakhirnya pendidikan ini. Ucapan terima kasih pula kepada kedua orang

tua tercinta dan keluarga besar di Yogyakarta atas dukungan dan doanya.

Penulis berharap semoga Allah membalas kebaikan semua pihak yang

telah membantu dan melancarkan penyusunan serial kasus ini. Semoga serial

kasus inipun bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Jakarta, 14 Juni 2013

Penulis

v Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 7: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

vi

Universitas Indonesia

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

vi Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 8: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

vii

Universitas Indonesia

ABSTRAK

Nama : Tutik Ernawati

Program Studi : Ilmu Gizi Klinik, Program Pendidikan Dokter

Spesialis-1

Judul : Tata Laksana Nutrisi Pada Sindroma Nefrotik

Idiopatik Anak

Pembimbing : dr. Sri Sukmaniah, MSc, SpGK

Tata laksana nutrisi pada sindroma nefrotik idiopatik anak meliputi

penilaian status gizi, kebutuhan nutrisi baik makronutrien, mikronutrien, maupun

managemen cairan. Penyakit sindroma nefrotik anak dapat menyebabkan berbagai

komplikasi yang mengganggu pertumbuhan, memperberat kerja ginjal hingga

berakhir pada keadaan gagal ginjal. Untuk itu peran nutrisi menjadi sangat penting

dalam menekan progresifitas penyakit dan memperbaiki kualitas hidup pasien.

Keempat pasien serial kasus ini memiliki karakteristik penyakit sindroma nefrotik

idiopatik, dengan rentang usia 1–8 tahun, semua kasus merupakan serangan

pertama dan sedang menjalani perawatan di sebuah rumah sakit.

Penghitungan kebutuhan energi menggunakan rumus Schoefield (W–H)

dikalikan faktor stres, kebutuhan protein sesuai RDA dikalikan faktor stres, dan

lemak tidak lebih dari 28% total kalori, dengan komposisi SAFA 8 %, PUFA 8%

dan MUFA 12 %. Berdasarkan hasil analisis keempat kasus tersebut, pencapaian

asupan sesuai kebutuhan energi total sudah mencapai 100 % pada kisaran hari

perawatan ke–3 sampai ke–6, dengan rata–rata kepulangan pasien setelah

perawatan hari ke–7. Terjadinya peningkatan tekanan darah di atas persentil rata–

rata mengalami perbaikan seiring perbaikan klinis yang terjadi.

Pemberian nutrisi pada pasien sindroma nefrotik anak dilakukan secara

individual, menyangkut status gizi, analisis asupan, serta berbagai komplikasi

yang terjadi. Monitoring dan evaluasi meliputi keadaan klinis, tanda vital, analisis

asupan dan toleransi, keseimbangan cairan dan elektrolit, keadaan

hipoalbuminemia, proteinuria, hematuria dan gambaran darah lengkap. Tata

laksana nutrisi yang optimal harus disertai konseling dan motivasi kepada orang

tua pasien ataupun pengasuh, dengan harapan dapat menekan progresifitas

penyakit, meminimalisir kekambuhan, menekan komplikasi lebih lanjut,

tercukupinya kebutuhan nutrisi, perbaikan status nutrisi, dan tercapainya tumbuh

kembang yang optimal.

Kata Kunci: Sindroma nefrotik idiopatik, anak, tata laksana nutrisi

vii Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 9: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

viii

Universitas Indonesia

ABSTRACT

Name : Tutik Ernawati

Study Program : Study Program of Clinical Nutrition

Spescialist, Faculty of Medicine,

University of Indonesia

Title : Nutrition Management in Nephrotic Idiopathic

Syndrome of Children

Counselor : dr. Sri Sukmaniah, MSc, SpGK

Nutritional management therapy for idiopathic nephrotic syndrome in children

includes nutritional status assessment, nutritional requirement including

macronutrient, micronutrient, and fluid management. Nephrotic syndrome in

children could cause several complications which disrupt growth and worsening

kidney function which ends to kidney failure. According to that condition,

nutritional therapy has become more important to alleviate disease progression

and increase quality of life of the patient. On this case series, four patients had the

characteristics of idiopathic nephrotic syndrome. All of them was on the age

group of 1–8 years, on the first attack, and admitted in certain hospital.

Energy requirement calculation was done using Schoefield (W-H) formula

multiplied by stress factor, protein requirement based on RDA multiplied by stress

factor, and fat requirement was no more than 28% of total calories, with the

composition of SAFA 8%, PUFA 8%, and MUFA 12%. Based on the analysis of

those patients, energy intake of the patients which met 100% of total energy

requirement had accomplished on day 3 to day 6 of hospitalization, and they were

discharged from hospital after 7 days hospitalization. An increase in blood

pressure above the median percentile improved as clinical improvement occurs.

Nutritional management therapy for nephrotic syndrom in children was

done individually, includes nutritional status, dietary assesment, and the possible

complications. Monitoring and evaluations included clinical condition, vital signs,

dietary assesment and tolerance, fluid and electrolyte balance, hypoalbuminemia

condition, proteinuria, hematuria, and full blood count. Optimal nutritional

management therapy should be completed with counseling and encouragment to

parents or caregiver to alleviate the disease progression, prevent relaps, and avoid

further complications, nutritional requirement completion, nutritional status

improvement, and optimal growth and development.

Keywords: Idiopathic nephrotic syndrome, children, nutritional management

therapy

viii Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 10: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

ix

Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

UNIVERSITAS INDONESIA .............................................................................. i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................ vi

ABSTRAK ........................................................................................................ vii

ABSTRACT ..................................................................................................... viii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xi

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xi

DAFTAR SINGKATAN .................................................................................. xiii

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xv

1. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1

1.2. Tujuan ....................................................................................................... 2

1.2.1 Tujuan Umum ...................................................................................... 2

1.2.2 Tujuan Khusus ..................................................................................... 2

1.3 Manfaat Penulisan ................................................................................. 3

2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 4

2.1. Embriologi Ginjal ..................................................................................... 4

2.2. Anatomi Ginjal ......................................................................................... 4

2.3. Fisiologi Ginjal .......................................................................................... 7

2.4. Parameter Klinis Penyakit Ginjal ............................................................... 9

2.4.1 Protein Urin ...................................................................................... 10

2.4.2 Sel darah merah urin ......................................................................... 10

2.4.3 Pemeriksaan Mikroskopik Urin ......................................................... 11

2.5. Laju Filtrasi Glomerulus .......................................................................... 11

2.6. Patogenesis Penyakit Glomerulus ............................................................ 11

2.7. Sindroma Nefrotik ................................................................................... 12

2.7.1 Definisi .............................................................................................. 12

2.7.2 Epidemiologi...................................................................................... 13

2.7.3 Etiologi .............................................................................................. 13

2.7.4 Patofisiologi ....................................................................................... 13

2.7.5 Gambaran Klinis ................................................................................ 16

2.7.7 Komplikasi......................................................................................... 17

2.7.8 Pemeriksaan Penunjang ...................................................................... 21

2.7.9 Perubahan metabolisme nutrien pada sindroma nefrotik .................... 22

2.7.10 Terapi Farmakologi .......................................................................... 26

2.7.11 Terapi Nutrisi ................................................................................... 29

2.7.12 Prognosis ......................................................................................... 34

2.7.13 Monitoring, evaluasi dan konseling .................................................. 35

ix Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 11: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

x

Universitas Indonesia

3. KASUS.......................................................................................................... 39

3.1. Kasus 1 .................................................................................................... 39

3.2. Kasus 2. ................................................................................................... 45

4. PEMBAHASAN ........................................................................................... 62

5. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 88

5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 88

5.2.Saran ........................................................................................................ 90

DAFTAR REFERENSI ................................................................................... 91

x Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 12: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

xi

Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Analisis nilai proteinuria.................................................................... 10

Tabel 2. 2 Rumus Schofield (WH) anak ............................................................. 31

Tabel 2. 3 Batasan kadar kolesterol untuk anak usia 2–19 tahun pada................. 32

Tabel 3. 1 Karakteristik umum data pasien ......................................................... 39

Tabel 4. 1 Skrining gizi dan data subyektif ........................................................ 71

Tabel 4. 2 Tanda vital, kelainan fisik dan pemeriksaan penunjang ..................... 72

Tabel 4. 3 Terapi yang diperoleh ........................................................................ 76

Tabel 4. 4 Komplikasi yang terjadi ..................................................................... 78

Tabel 4. 5 Pemantauan dan evaluasi ................................................................... 85

Tabel 4. 6 Evaluasi proteinuria ........................................................................... 85

Tabel 4. 7 Evaluasi berat badan dan produksi urin .............................................. 86

xi Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 13: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

xii

Universitas Indonesia

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Anatomi Ginjal ................................................................................ 5

Gambar 2. 2 Anatomi glomerulus. ....................................................................... 6

Gambar 2. 3 Gangguan permeabilitas glomerulus. ............................................. 15

Gambar 2. 4 Gagal ginjal akut ........................................................................... 19

Gambar 2. 5 Patofisiologi hipertensi renal .......................................................... 21

Gambar 3. 1 Analisis asupan makronutrien kasus 1 sebelum sakit, satu minggu

SMRS,........................................................................................... 42

Gambar 3. 2 Grafik Tanda vital selama pemantauan kasus1 ............................... 43

Gambar 3. 3 Grafik asupan makronutrien selama pemantauan kasus 1 ............... 44

Gambar 3. 4 Grafik produksi urin dan penurunan berat badan kasus 1 ................ 44

Gambar 3. 5 Analisis asupan makronutrien kasus 2 sebelum sakit, satu minggu

SMRS, dan 24 jam terakhir ............................................................ 47

Gambar 3.6 Grafik Tanda vital selama pemantauan kasus 2 ............................... 49

Gambar 3.7 Grafik asupan makronutrien selama pemantauan kasus 2 ................ 49

Gambar 3.8 Grafik produksi urin dan penurunan berat badan kasus 2 ................. 50

Gambar 3.9 Analisis asupan kasus 3 sebelum sakit, selama sakit sejak ............... 54

Gambar 3.10 Tanda–tanda vital selama pemantauan kasus 3 ............................. 55

Gambar 3.11 Analisis asupan makronutrien selama pemantauan kasus 3 ............ 55

Gambar 3.12 Grafik produksi urin dan penurunan berat badan kasus 3 ............... 56

Gambar 3.13 Analisis asupan kasus 4 sebelum sakit, selama sakit tiga hari SMRS,

...................................................................................................... 59

Gambar 3.14 Tanda–tanda vital selama pemantauan kasus 4 .............................. 60

Gambar 3.15 Analisis asupan makronutrien kasus 4 ........................................... 60

Gambar 3.16 Grafik produksi urin dan penurunan berat badan kasus 4 .............. 61

xii Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 14: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

xiii

Universitas Indonesia

DAFTAR SINGKATAN

AA : arachidonic acid

ADH : anti deuretik hormon

ACE : angiotensin-converting enzyme

AHA : American Heart Association

ALA : Alpha-linolenic acid

ASPEN : American Society for Parenteral and Enteral Nutrition

ASI : air susu ibu

BB : berat badan

BMD : bone mineral density

CCT : creatinin clearance test

CDC : Centre for Disease Control

CPA : siklofosfamid

CVD : cardiovascular disease

DHA : docosahexaenoic acid

EPA : eicosapentaenoic acid

EPO : erythropoietin

ERDS : End State Renal Disease

FDA : Food and Drug Administration

FGF : Fibroblast Growth Factor

GFR : glomerular filtration rate

Hb : haemoglobin

HBV : high bioavaibylity value

HDL : High–density lipoprotein

iv : intra vena

IMT : indek masa tubuh

ISKDC : International Study on Kidney Disease in Children

KH : karbohidrat

LA : linoleic acid

LDL : low–density lipoprotein

LPB : lapang pandang besar

xiii

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 15: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

xiv

Universitas Indonesia

LPB : lapang pandang besar

NCEP : National Cholesterol Education Program guidelines

PTH : pharatyroid hormone

p.o : per oral

RDA : recommended dietary allowances

SGA : Subjective Global Assessment

SGNA : Subjective Global Nutritional Assessment

RSUT : Rumah Sakit Umum Tangerang

RS : rumah sakit

TTG : Tim Terapi Gizi

USG : ultrasonography

WHO : World Health Organization

xiv

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 16: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

xv

Universitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Analisis asupan An. G ................................................................................ 98

Lampiran 2 Analisis asupan An. R .............................................................................. 101

Lampiran 3 Analisis asupan An. F ............................................................................... 104

Lampiran 4 Analisis asupan An. E .............................................................................. 107

Lampiran 5 Form skrining RSUT ............................................................................... 108

Lampiran 6 Form SGNA Kasus 1 (An. G) .................................................................. 108

Lampiran 7 Form SGNA An. R ................................................................................... 108

Lampiran 8 Form SGNA An F .................................................................................. 108

Lampiran 9 Form SGNA Kasus 4. (An. E) ................................................................. 108

Lampiran 10 Grafik CDC anak laki–laki 0–36 bulan .................................................. 108

Lampiran 11 Grafik CDC anak laki laki 2–20 tahun ................................................... 108

Lampiran 12 Grafik CDC anak perempuan 2–20 tahun ............................................... 108

Lampiran 13 Tabel tekanan darah anak laki–laki ........................................................ 108

Lampiran 14 Tabel tekanan darah anak perempuan ..................................................... 108

Lampiran 15 Monitoring An. G .................................................................................. 108

Lampiran 16 Monitoring An. R .................................................................................. 108

Lampiran 17 Monitoring An. F ................................................................................... 108

Lampiran 18 Monitoring An. E .................................................................................. 108

xiv

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 17: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

1

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sindroma nefrotik merupakan kelainan pada glomerulus yang menimbulkan

kumpulan gejala berupa proteinuria, edema, hiperkolesterolemia, dan

hipoalbuminemia.1,2,3,4

Pada sindroma nefrotik terjadi keluaran protein melalui

urin lebih dari 40 mg/m2/jam, atau > 50 mg/kg BB/24 jam atau rasio

albumin/kreatinin urin sewaktu ≥ 2 mg/mg), kadar albumin darah < 2,5 g/dL,

kadar kolesterol darah > 200 mg/dL. Rasio kejadian sindroma nefrotik untuk

anak laki–laki dan perempuan usia kurang dari delapan tahun adalah 2:1 sampai

3:2. Insiden sindroma nefrotik di Amerika Serikat dan di Eropa sekitar 1–7 per

100.000 anak usia kurang dari 16 tahun. Di Jakarta terdapat enam kasus dari

100.000 anak dibawah usia 14 tahun.1,4

Kombinasi berbagai keadaan tersebut

dapat menyebabkan terjadinya hipovolemia, hiperkoagulasi, dan infeksi.2,3,4

Penyebab sindroma nefrotik dibagi menjadi penyebab primer dan

sekunder. Sindroma nefrotik primer dikenal sebagai sindroma nefrotik idiopatik,

yaitu penyakit yang terkait dengan faktor glomerular intrinsik pada ginjal dan

tidak disebabkan oleh faktor sistemik. Sindroma nefrotik idiopatik adalah

sindroma nefrotik yang paling sering terjadi, mencapai 90% kasus. Sindroma

nefrotik sekunder disebabkan oleh faktor dari luar ginjal/faktor ekstrinsik,

termasuk Henoch-Schönlein purpura (HSP), lupus eritematosus sistemik,

Amyloidosis, diabetes melitus, sifilis, hepatitis B dan C, human immunodeficiency

virus (HIV), keganasan, dan obat–obatan.1,2,3,4

Lebih dari 60% sindroma nefrotik idiopatik mengalami kekambuhan

berulang, sehingga pemantauan jangka panjang menjadi sangat penting, baik

dalam terapi medis maupun tata laksana nutrisinya. Kasus penyakit ini dikaitkan

dengan peningkatan risiko komplikasi komplek, seperti edema anasarka, berbagai

kejadian infeksi, penyakit kardiovaskular, trombosis, dislipidemia, gagal ginjal

akut, bahkan berkembang menjadi gagal ginjal kronis ataupun gagal ginjal

terminal dengan segala dampak psikologisnya.2,3

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 18: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

2

Universitas Indonesia

Sejak ditemukannya pilihan terapi dengan kortikosteroid, angka kematian

penderita sindroma nefrotik menurun lebih dari 50 %, sehingga prognosis menjadi

sangat penting sejak pasien terdiagnosis penyakit ini karena keluarga/lingkungan

sangat berperan dalam menjaga kepatuhan terapi medis dan edukasi yang telah

diberikan.2

Penatalaksanaan di bidang nutrisi memegang peranan penting dalam

menghambat progresifitas penyakit ini. Beberapa pendapat mengatakan

pemberian protein tinggi dianggap kontra indikasi karena akan memperberat kerja

glomerulus dan mempercepat terjadinya sklerosis sehingga mempercepat

progresifitas kerusakan ginjal. Diet rendah protein juga tidak diperbolehkan

karena dapat menghambat pertumbuhan dan menyebabkan malnutrisi. Berbagai

suplementasipun perlu hati–hati.3,4

Berdasarkan pemaparan tersebut di atas, dilakukan studi serial kasus ini

yang membahas tata laksana nutrisi pada sindroma nefrotik idiopatik anak,

mencakup berbagai dampak metabolisme dan managemen komplikasi yang

terjadi.

1.2. Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penyusunan serial kasus ini untuk memperbaiki atau

mempertahankan status nutrisi, meningkatkan kualitas hidup pasien dan mencapai

tumbuh kembang yang optimal.

1.2.2 Tujuan Khusus

1.2.2.1 Mengetahui perubahan fisiologi dan metabolisme zat gizi pada

kasus anak dengan sindroma nefrotik idiopatik

1.2.2.2 Menilai riwayat nutrisi, antropometri, keadaan klinis, pemeriksaan

penunjang, serta diagnosis kerja gizi pada kasus anak dengan

sindroma nefrotik idiopatik

1.2.2.3 Menilai interaksi obat dengan zat gizi dan komplikasi terapi jangka

panjang pada kasus anak dengan sindroma nefrotik idiopatik

1.2.2.4 Memberikan terapi gizi pada kasus anak sindroma nefrotik idiopatik

dengan berbagai komplikasi

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 19: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

3

Universitas Indonesia

1.2.2.5 Untuk mengetahui peranan monitoring dan evluasi dalam terapi

gizi

1.3 Manfaat Penulisan

1.3.1 Manfaat Bagi Pasien

Untuk meningkatkan status nutrisi, mempercepat kesembuhan dan

menurunkan risiko kekambuhan pasien

1.3.2 Manfaat Bagi Masyarakat

Tersusunnya makalah ini dapat memperbaiki status nutrisi dan

menurunkan risiko kekambuhan para pasien anak dengan sindroma

nefrotik idiopatik

1.3.3 Manfaat Bagi Institusi

Makalah ini dapat menjadi tambahan informasi dalam

penatalaksanaan nutrisi kasus anak sindroma nefrotik idiopatik

1.3.4 Manfaat Bagi Penulis

Sebagai media untuk menerapkan dan memanfaatkan ilmu yang

diperoleh selama menjalani pendidikan spesialis

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 20: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

4

Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Embriologi Ginjal

Selama kehidupan intra uterus, ginjal manusia terbentuk tiga sistem yaitu

pronefros, mesonefros, dan metanefros. Pronefros tidak berfungsi dan mengalami

rudimenter, mesonefros berfungsi sementara dalam kehidupan intra uterus, dan

metanefros membentuk ginjal permanen. Metanefros terbentuk pada minggu

kelima. Sistem ekskretoriknya terbentuk dari mesoderm metanefros. Duktus

koligentes ginjal permanen terbentuk dari tunas ureter, suatu pertumbuhan keluar

dari duktus mesonefrikus dekat dengan muaranya ke kloaka. Perkembangan

selanjutnya tubulus koligentes terus memanjang dan mengumpul ke kaliks minor,

membentuk piramis renalis. Tunas ureter membentuk ureter, pelvis renalis, kaliks

mayor dan minor, dan lebih kurang 1–3 juta tubulus koligentes. Setiap tubulus

koligentes yang terbentuk, di ujung distalnya tertutup oleh suatu jaringan

metanefros yang diinduksi oleh tubulus. Sel–sel jaringan penutup akan

membentuk vesikel kecil ginjal, kemudian menghasilkan tubulus kecil berbentuk

S. Pembuluh kapiler tumbuh ke dalam kantong di salah satu ujung S dan

berdiferensiasi menjadi glomerulus. Tubulus bersama dengan glomerulus

membentuk nefron, suatu unit ekskretorik yang setiap ujung proksimalnya

membentuk kapsula Bowman, sedangkan ujung distal berhubungan dengan salah

satu tubulus koligentes, membentuk suatu saluran dari kapsula Bowman ke unit

pengumpul. Tubulus ekskretorik terus memanjang membentuk tubulus kontortus

proksimalis, ansa Henle, dan tubulus kontortus distalis. Nefron terus terbentuk

sampai janin lahir, sedangkan produksi urin sudah dimulai sejak awal kehamilan,

yaitu setelah diferensiasi kapiler glomerulus mulai terbentuk di minggu ke

sepuluh. Pada saat bayi lahir keadaan ginjal masih berlobus–lobus, tetapi

kemudian menghilang sejalan pertumbuhan nefron pada masa bayi.5,6

2.2. Anatomi Ginjal

Ginjal terletak di rongga retroperitoneum bagian belakang, di depan dua iga

terakhir dan tiga otot besar, otot transversus abdominalis, kuadratus lumborum

dan psoas mayor. Ginjal dipertahankan posisinya oleh bantalan lemak tebal.

4 Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 21: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

5

Universitas Indonesia

Bagian depan terlindungi oleh usus yang tebal.7,8

Ginjal anak memiliki panjang

berkisar enam sampai dua belas sentimeter dengan berat kurang lebih 24 g. Ginjal

terdiri dari dua lapis, lapisan luar disebut kortek dan lapisan dalam disebut

medula. Kortek dikelilingi oleh kapsul fibrosa yang kuat. Kortek melebar diantara

piramida ginjal membentuk kolum ginjal (dari Bertini). Kortek berisi glomeruli,

tubulus kontortus proksimalis, tubulus kontortus distalis dan duktus kolektivus.

Kalik minor merupakan tabung berbentuk cangkir yang mengelilingi papila ginjal,

dan menyatu membentuk kalik mayor, kemudian membentuk pelvis ginjal.8,9

Medula terdiri dari serangkaian masa berbentuk kerucut disebut piramida

ginjal. Puncak piramida membentuk papila yang berproyeksi ke dalam kalik

minor. Di dalam medula terdapat tubulus yang lurus, lengkung (ansa) henle, vasa

rekta dan duktus koligens terminal. Ginjal dialiri oleh arteri renalis dari aorta.

Arteri renalis ini bercabang–cabang segmental dalam medula menjadi arteri

interlobularis, menembus medula ke batas antara kortek dan medula. Arteri

interlobaris ini bercabang membentuk arteri arkuata, berada didasar piramida

ginjal. Arteri interlobularis dari arteri arkuata membentuk arteriole aferen

glomerulus.8,9

Anatomi ginjal tampak pada Gambar 2.1.9

Gambar 2. 1 Anatomi Ginjal

Sumber : daftar referensi nomor 9

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 22: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

6

Universitas Indonesia

Sel–sel otot dinding arteriole aferen, sel lacis dan bagian distal tubulus

(makula densa) yang dekat dengan glomerulus membentuk aparatus

jukstaglomeruler. Aparatus ini berperan dalam pengaturan sekresi renin. Arteriol

aferen membentuk anyaman kapiler glomerulus dan bergabung menjadi arteriol

eferen. Kapsula Bowman, glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung

henle, dan tubulus kontortus distal membentuk unit kerja fungsional ginjal yang

disebut nefron. Dalam satu ginjal terdapat lebih kurang satu juta nefron, yang

telah terbentuk sempurna saat bayi lahir dan mengalami maturasi seiring

bertambahnya usia bayi.7,8

Kapiler glomerulus dilapisi sel endotelium dengan sitoplasma tipis,

berlubang dan berfungsi sebagai penyaring ginjal. Membran ini terdiri dari tiga

lapis, yaitu lamina densa, lamina rara interna dan lamina rara eksterna. Diantara

kapiler glomerulus pada sisi endotel glomerulus terdapat mesangium. Mesangium

berfungsi sebagai struktur pendukung kapiler glomerulus dan mengatur filtrasi

glomerulus, pembuangan makro molekul, termasuk komplek imun dari

glomerulus, dengan cara fagositosis intraseluler atau interseluler ke dalam

junkstaglomerulus. Glomerulus dikelilingi oleh kapsula Bowman yang terdiri

dari dua lapis, membrana basalis dan sel–sel parietalis.7,8

Anatomi glomerulus

tampak pada Gambar 2.2.10

Gambar 2. 2 Anatomi glomerulus.

Sumber : daftar referensi nomor 10

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 23: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

7

Universitas Indonesia

2.3. Fisiologi Ginjal

Ginjal memiliki fungsi utama dalam mempertahankan volume darah dan cairan

ekstra sel, yang dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsobsi dan sekresi tubulus.

Proses pembentukan urin diawali dari filtrasi glomerulus. Aliran darah ginjal

setara sekitar 25 % curah jantung atau 1200 mL/menit. Pada kadar hematokrit

darah 45 %, maka aliran plasma ginjal 1200 x 55 % (660 mL/menit). Lebih

kurang seperlima aliran plasma tersebut akan dialirkan oleh glomerulus ke

kapsula Bowman. Kecepatan alirannya disebut laju filtrasi glomerulus dan proses

filtrasinya disebut ultrafiltrasi glomerulus.7,8,11

Sel darah dan molekul protein berukuran besar atau bermuatan negatif

tidak akan difiltrasi oleh glomerulus. Molekul yang tersaring langsung oleh

glomerulus adalah molekul berukuran kecil dengan beban netral atau positif

seperti air dan kristaloid. Laju filtrasi glomerulus/ glomerular filtration rate

(GFR) adalah sebesar 173 L perhari, kemudian di tubulus akan mengalami

reabsobsi maupun sekresi berbagai zat dari dan ke dalam filtrat sehingga yang

keluar sebagai urin menjadi sekitar 1,5 L/hari. Proses filtrasi glomerulus bersifat

pasif, tidak membutuhkan energi, sedangkan tekanan filtrasi glomerulus sebesar

10 mmHg berasal dari perbedaan tekanan antara kapiler glomerulus dengan

kapsula Bowman. Pada keadaan normal tidak ada protein dalam filtrasi, maka

tekanan onkotik kapsula Bowman adalah nol. Keadaan yang mempengaruhi

tekanan filtrasi glomerulus selain tersebut di atas juga dipengaruhi oleh

permeabilitas membran filtrasi. Laju filtrasi kapiler glomerulus lebih tinggi

dibandingkan kapiler tubuh lainnya.7,8,11

Laju filtrasi glomerulus dalam keadaan stabil meskipun terjadi perubahan

tekanan darah sistemik ataupun tekanan perfusi ke ginjal, dengan tujuan untuk

menghindari fluktuasi yang tidak sesuai untuk natrium dan ekskresi air.

Kestabilan GFR tersebut adalah suatu autoregulasi intrinsik di ginjal, dan efektif

pada tekanan darah arteri 80–180 mmHg. Mekanisme yang berperan pada

autoregulasi GFR adalah reseptor regangan miogenik otot polos vaskular arteriol

aferen, timbal balik tubuloglomerular, serta suatu sistem hormonal, antara lain

peran norepinefrin dan angiotensin II. Apabila tekanan darah sistemik turun maka

terjadi pengaktifan sistem renin angiotensin dengan membentuk angiotensin II,

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 24: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

8

Universitas Indonesia

sehingga terjadi vasokonstriksi arteriol aferen dan eferen diikuti penurunan

tekanan perfusi ginjal.7,11

Jenis zat yang difiltrasi oleh glomerulus adalah air, elektrolit dan non

elektrolit. Elektrolit terpenting adalah natrium (Na+), kalium (K

+), kalsium (C

++),

magnesium (Mg++

), bikarbonat (HCO3-), klorida (Cl

-), dan fosfat (HPO4

--). Zat

non elektrolit terpenting adalah glukosa, asam amino, dan produk akhir

metabolisme protein (urea, asam urat, kreatinin). Setelah proses filtrasi

diglomerulus, selanjutnya terjadi proses reabsorbsi dan sekresi di tubulus. Glukosa

dan asam amino direabsorbsi seluruhnya di tubulus proksimal, kalium dan asam

urat hampir seluruhnya direabsorbsi untuk kemudian disekresi di tubulus distal.

Sekitar dua per tiga natrium yang difiltrasi akan direabsorbsi di tubulus proksimal,

selebihnya di rebasorbsi di lengkung henle, tubulus distal dan tubulus pengumpul

dan hanya kurang dari 1 % yang diekskresikan melalui urin. Proses sekresi dan

reabsorbsi di tubulus diatur oleh beberapa hormon, dan proses berakhir di tubulus

distal dan pengumpul. Tubulus distal memegang peranan penting dalam

pengaturan keseimbangan air dan asam basa, pH dipertahankan pada 7,35–

7,45.7,11

Pharatyroid hormone (PTH) mengatur reabsobsi kalsium dan fosfat,

sehingga peningkatan PTH akan meningkatkan reabsorbsi kalsium dan ekskresi

fosfat. Anti diuretik hormon (ADH) mengatur reabsorbsi air, membantu

mempertahankan volume plasma dan osmolalitasnya sebesar 285 mOsm.

Osmolalitas ditentukan oleh rasio zat terlarut (terutama garam natrium dan

kalium) terhadap air. Hormon aldosteron merangsang reabsorbsi natrium dan

sekresi kalium. Apabila aldosteron meningkat maka reabsorbsi natrium dan

sekresi kalium akan meningkat. Mekanisme renin–angiotensin–aldosteron

memegang peranan penting dalam pengaturan natrium.7,11

Peran renin adalah mempertahankan volume plasma dan perfusi jaringan,

dengan mengatur ekskresi natrium dan air serta tekanan pembuluh darah ginjal.

Keadaan hipotensi, penurunan volume plasma dan peningkatan aktivitas

simpatetik akan menyebabkan hipoperfusi ginjal diikuti rangsangan sekresi renin.

Baroreseptor tubuh terletak pada arkus aorta dan sinus karotis, yang direspon oleh

perubahan tekanan arteri darah. Meningkatnya volume intravaskular akan

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 25: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

9

Universitas Indonesia

menimbulkan beban atrium jantung, menurunnya aktivitas simpatis ginjal dan

pelepasan peptida natriuretik atrium jantung, sehingga meningkatkan ekskresi

natrium di ginjal. Sedangkan menurunnya tekanan darah akan meningkatkan

aktivitas simpatis ginjal, retensi natrium dan air.

Peptida natriuretik adalah

hormon yang disintesis oleh atrium jantung, sekresinya direspon oleh adanya

regangan atrium akibat peningkatan volumenya. Efek vasodilatasi pada hormon

ini akan meningkatkan perfusi ginjal, menekan sekresi ADH dan aldosteron,

sehingga ekskresi air dan natrium di ginjal akan meningkat.7,11

Dilepasnya renin oleh sel junktaglomerular akan merubah angiotensinogen

menjadi angiotensin I, kemudian angiotensin I diubah menjadi angiotensin II oleh

suatu enzim pengubah angiotensin (ACE/angiotensin converting enzyme).

Angiotensin II memiliki dua efek penting dalam sirkulasi sistemik, efek pertama

yaitu vasokonstriksi arteriole, meningkatkan reabsorbsi natrium dan air di tubulus

distal dan pengumpul. Efek kedua adalah dengan merangsang sekresi aldosteron

dari kortek adrenal kemudian berkerjasama dalam memperbaiki perfusi jaringan,

dengan mengoreksi keadaan hipovolemia maupun hipotensi.7,11

Peran ginjal dalam fungsi non ekskresi antara lain mensintesis dan

mengaktifkan hormon eritropoietin, yang berfungsi merangsang tulang untuk

memproduksi sel darah merah, hidroksilasi vitamin D menjadi 1,25

dihidroksivitamin D, prostaglandin, sebagai vasodilator lokal dan melindungi

kerusakan ginjal akibat iskemia. Sifat non ekskresi ginjal lainnya adalah

mendegradasi hormon–hormon polipeptida, insulin, glukagon, parathormon,

prolaktin, hormon pertumbuhan, ADH, hormon–hormon gastrointestinal seperti

gastrin dan polipeptida vasoaktif.7,11

2.4. Parameter Klinis Penyakit Ginjal

Parameter klinis dalam menilai penyakit ataupun evaluasi ginjal meliputi

parameter biokimia dan morfologi. Parameter biokimia meliputi pemeriksaan

kimia urin, laju filtrasi glomerulus dan tes fungsi tubulus. Sedangkan metode

pemeriksaan morfologi meliputi pemeriksaan mikroskopik urin, bakteriologik

urin, pemeriksaan radiologik dan biopsi ginjal. Pemeriksaan laboratorium utama

sehubungan dengan penyakit ginjal adalah pemeriksaan proteinuria, hematuria,

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 26: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

10

Universitas Indonesia

dan mikroskopik urin. Laju filtrasi glomerulus merupakan parameter penting

untuk menilai fungsi ginjal.7

2.4.1 Protein Urin

Pada keadaan normal ekskresi protein melalui urin 40–80 mg/hari, secara kasat

mata hal ini tidak tampak. Protein tersebut merupakan protein plasma yang

melewati filtrasi dan protein non plasma yang berasal dari tubulus dan saluran

kemih bagian bawah. Komposisinya berupa 30–40 % albumin, 5–10 % IgG, 5 %

rantai ringan, 3% igA, dan selebihnya adalah protein Tamm–Horsfall, sedangkan

IgG dan IgM tidak terdeteksi. Proteinuria ringan tidak menimbulkan konsekuensi

klinis, sedangkan proteinuria berat (> 3 g/24 jam) memberikan konsekuensi klinis

berupa hemodinamik tidak stabil, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan

hiperkoagulabilitas. Keadaan proteinuria dapat dikategorikan dalam proteiunuria

patologis dan non patologis. Proteinuria non patologis dapat disebabkan oleh olah

raga, demam dan ortostatik. Pada keadaan non patologis biasanya kurang dari

1000 mg/24 jam dan tidak disertai edema. Proteinuria dianggap patologis apabila

diatas 150 mg/24 jam. Penyebab proteinuria patologis adalah terdapatnya

gangguan pada glomerulus atau tubulus.4,7,8

Analisis jumlah protein pada keadaan

proteinuria pada Tabel 2.1.7

Tabel 2. 1 Analisis nilai proteinuria

Nilai pemeriksaan mikroskopik

Jumlah protein (mg/dL)

0 0 – 5 Samar 5 – 20

1+ 30 2+s 100 3+ 300 4+ 1000

Sumber : daftar referensi no 7

2.4.2 Sel darah merah urin

Adanya sel darah merah diatas normal dalam urin disebut hematuria, terdapat

secara makroskopik (gross hematuria), dan mikroskopik. Penyebabnya dapat dari

ginjal maupun dari luar ginjal, kelainan sistemik, atau penyakit darah. Kelainan di

dalam ginjal menurut asalnya dibedakan menjadi hematuria glomerulus dan non

glomerulus.4,8

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 27: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

11

Universitas Indonesia

2.4.3 Pemeriksaan Mikroskopik Urin

Pemeriksaan mikroskopik urin dengan sentrifugasi, kemudian endapannya

disuspensi. Kandungan urin normal adalah terdapat beberapa epitel, 1–2

erotrosit/LPB, 3–4 leukosit/LPB. Nilai eritosit dan leukosit lebih dari itu disebut

abnormal, demikian juga apabila terdapat bakteri dan silinder. Silinder berasal

dari ginjal, sehingga keberadaanya dalam urin menyatakaan suatu gangguan

ginjal. Silinder merupakan matrik mukoprotein Tamm–Horsfall dengan sel–sel

atau debris dari berbagai serum dan potein ginjal yang diabsorbsi, dan saat

melewati tubulus akan kehilangan kandungan airnya kemudian menyesuaikan diri

membentuk tubulus.4,8

2.5. Laju Filtrasi Glomerulus

Laju filtrasi glomerulus menggambarkan jumlah jaringan ginjal yang berfungsi,

diukur dengan uji bersihan inulin atau uji bersihan kreatinin. Uji bersihan inulin

lebih teliti tetapi sulit untuk mampu laksana karena melibatkan proses intravena

dan pengumpulan urin dengan kateter pada saat–saat yang telah ditentukan. Uji

bersihan kreatinin dengan mengumpulkan urin 24 jam dan satu kali spesimen

darah pada hari yang sama. Indeks GFR merupakan perkalian kadar kreatinin urin

dengan volume urin 24 jam dibagi kadar kreatinin plasma. GFR normal diatas 125

mL/menit, secara fisiologis menurun 2 mL/menit sejak usia 30 tahun.,11

Alternatif

lain untuk penghitungan GFR adalah dengan rumus creatinin clearance test

(CCT), merupakan salah satu standar penghitungan yang mempertimbangkan

kadar serum kreatinin, jenis kelamin, berat badan dan usia. Rumus CCT tersebut

adalah (140–usia (tahun) x berat badan (kg) : 72 x kreatinin serum, untuk wanita

dikalikan faktor pengali 0,85.12,13

2.6. Patogenesis Penyakit Glomerulus

Gangguan pada glomerulus antara lain oleh karena faktor imunologi, koagulasi,

dan kongenital. Penyebab tersering adalah faktor imunologi. Pada keadaan ini

terdapat mekanisme lokal komplek imun antigen–antibodi dan interaksi antibodi

dengan antigen. Antigen ini dapat merupakan suatu komponen normal

glomerulus. Kelainan di glomerulus karena faktor imunologi ini diperantarai oleh

komplek imun, dimana antibodi yang dihasilkan akan melawan dan berkombinasi

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 28: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

12

Universitas Indonesia

dengan antigen. Komplek imun berakumulasi di glomerulus dan mengaktifkan

sistem komplemen. Proses akumulasi di glomerulus kemungkinan ada

hubungannya dengan konsentrasi, ukuran, serta muatan komplek yang

berakumulasi, karakteristik glomerulus, dan pengaruh mediator–mediator seperti

angiotensin II dan prostaglandin.8

Reaksi radang yang menyertai mungkin karena sistem komplemen

diaktifkan oleh komplek imun antigen–antibodi atau diaktifkan oleh polisakarida

dan endotoksin. Kemudian hasil aktivasi tersebut bertemu pada C3, dan dari titik

tersebut berlanjut rangkaian yang sama yang akan menyebabkan lisis membran

sel. Aktivasi C3 akan menghasilkan toksin yang menstimulasi protein kontraktil

dinding kapiler, menaikkan permeabilitas vaskular dan faktor–faktor kemotaksis

(C5a). Kemudian neutrofil dan makrofag menuju ke tempat aktivasi komplemen,

mengeluarkan substansi yang merusak dinding pembuluh darah dan membrana

basalis. Aktifasi koagulasi yang terjadi menghasilkan endapan fibrin, disertai

proliferasi sel–sel epitel parietalis membentuk bulan sabit dalam kapiler

glomerulus dan kapsula Bowman. Aktivasi ini dapat mengaktifkan sistem kinin,

yang juga menghasilkan faktor kemotaksis dan faktor mirip anafilatoksin.

Bertambahnya endapan fibrin, proliferasi sel–sel epitel dan adanya makrofag

merupakan penyebab terjadinya kerusakan glomerulus. Pada beberapa keadaan

dapat disertai eksudasi. Beberapa hari atau minggu kemudian bulan sabit diinvasi

jaringan ikat sehingga sel glomerulus mengalami nekrosis. Jaringan parut yang

terbentuk di glomerulus disebut sklerosis.8

2.7. Sindroma Nefrotik

2.7.1 Definisi

Sindroma nefrotik merupakan kelainan pada glomerulus yang menimbulkan

kumpulan gejala berupa proteinuria, edema, hiperkolesterolemia, dan

hipoalbuminemia. Sindroma nefrotik idiopatik adalah sindroma nefrotik yang

paling sering terjadi, mencapai 90 % kasus.1,2,3,4

Jenis ini pula yang dibahas pada

serial kasus ini.

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 29: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

13

Universitas Indonesia

2.7.2 Epidemiologi

Rasio kejadian sindroma nefrotik untuk anak laki–laki dan wanita usia kurang

dari delapan tahun adalah 2:1 sampai 3:2. Paling sering terjadi pada usia dua

sampai enam tahun, dilaporkan usia termuda serangan pada usia enam bulan dan

banyak pula terjadi pada usia dewasa. Insiden sindroma nefrotik di Amerika

Serikat dan di Eropa sekitar 1–7 per 100.000 anak usia kurang dari 16 tahun. Di

Jakarta terdapat enam kasus dari 100.000 anak dibawah usia 14 tahun.1,4,8

2.7.3 Etiologi

Penyebab sindroma nefrotik secara pasti belum diketahui, kemungkinan dimediasi

olef faktor imunologi, hal ini diperkuat adanya keberhasilan pengendalian dengan

terapi imunosupresif.7,8

Menurut asalnya dibagi menjadi penyebab primer dan

sekunder. Dikatakan sindroma nefrotik primer oleh karena sindroma nefrotik ini

secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri, terkait faktor

glomerular intrinsik pada ginjal dan tidak disebabkan oleh faktor sistemik.

Dikenal dua macam sindroma nefrotik primer, yaitu sindroma nefrotik idiopatik

dan kongenital/hereditary nephropathies. Sindroma nefrotik sekunder disebabkan

oleh faktor dari luar ginjal/faktor ekstrinsik, terbanyak oleh karena Henoch-

Schönlein purpura (HSP), lupus eritematosus sistemik, Amyloidosis, diabetes

melitus. Penyebab sekunder yang jarang adalah sickle cell disease, sifilis, hepatitis

B dan C, human immunodeficiency virus (HIV), keganasan, malaria, dan obat–

obatan.1,2,3,4

Pengelompokan bentuk sindroma nefrotik secara histopatologi yaitu

adanya lesi minimal glomerulus/minimal change glomerulopathy (85%), sklerosis

lokal/focal segmental glomerulosclerosis (10%) dan proliferasi

mesangium/membranous nephropathy (5%). Sebagian besar sindroma nefrotik

diawali serangan glomerulonefritis, yang tersering adalah jenis glomerulonefritis

membranosa dan membranoproliferatif. Terdapat kemungkinan adanya serangan

awal atau kekambuhan pasca infeksi saluran pernafasan atas.1,4,7,8,14

Hereditary

nephropathies timbul pada tahun pertama kehidupan, terutama pada di tiga bulan

pertama.1

2.7.4 Patofisiologi

Dalam keadaan normal, filter glomerulus bersifat permeabilitas selektif. Molekul

yang lebih besar dari diameter pori–pori tidak akan terfiltrasi sama sekali, dan

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 30: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

14

Universitas Indonesia

molekul dengan diameter lebih kecil yang akan melewati. Molekul yang

diameternya lebih kecil dari diameter pori–pori akan mengikuti air melalui pori-

pori, sehingga konsentrasi dalam filtrat lebih rendah dari pada dalam plasma.

Permeabilitas tidak hanya ditentukan oleh ukuran, tetapi juga oleh muatan

molekul. Molekul bermuatan negatif lebih mudah melewati filtrasi glomerulus

dari pada molekul netral atau bermuatan positif.15

Pada sindroma nefrotik, integritas filter glomerulus terganggu,

permeabilitas protein bermuatan negatif meningkat, sehingga protein plasma dan

eritrosit dapat melewati filter glomerulus. Keadaan ini mengakibatkan proteinuria

dan hematuria. Hal tersebut ditunjukkan oleh adanya polisakarida dalam urin.

Polisakarida hampir tidak diserap kembali oleh tubulus. Contohnya dekstran,

suatu polisakarida bermuatan negatif, biasanya kurang baik disaring oleh

glomerulus. Pada keadaan glomerulus yang luka, permeabilitas selektif akan

hilang dan filtrasi bermuatan negatif sangat meningkat. Salah satu penyebabnya

adalah suatu proteoglikan bermuatan negatif, misalnya, enzim lisosom dari sel–

sel inflamasi yang membelah glikosaminoglikan. Tampak dengan elektroforesis,

albumin (bermuatan negatif) melintasi membran, bahkan glomerulus yang

permeabel terhadap sejumlah protein, kemudian diserap oleh tubulus proksimal.

Kapasitas transportasi terbatas, tidak mampu mengatasi beban berlebihan protein

yang difiltrasi oleh glomerulus yang rusak. Apabila reabsorbsi protein tubular juga

rusak, protein terutama yang kecil, yaitu terbanyak albumin, akan keluar melalui

urin (proteinuria tubular).15

Kehilangan protein melalui urin akan menyebabkan hipoproteinemia,

terutama albumin, sementara konsentrasi protein dengan ukuran molekul yang

lebih besar justru cenderung meningkat. Hal ini karena tekanan onkotik berkurang

dalam sistem vaskular menyebabkan peningkatan filtrasi cairan plasma perifer dan

konstituen darah lainnya. Filtrasi kapiler perifer difasilitasi oleh berkurangnya

tekanan onkotik, juga kerusakan dinding kapiler sehingga terjadi proses

inflamasi. Peningkatan filtrasi protein perifer menyebabkan konsentrasi protein

dan tekanan onkotik ruang interstitial akan meningkat, sehingga terjadi

peningkatan cairan yang berpindah ke ruang interstitial. Apabila hal ini tidak

terkendali maka akan terjadi edema.15

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 31: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

15

Universitas Indonesia

Keadaan proteinuria, hipoproteinemia, dan edema perifer terjadi

bersamaan. Kerusakan filter glomerulus juga menyebabkan lipoprotein tidak

tersaring dan terjadi lipiduria. Keadaan hipoproteinemia akan merangsang sintesis

lipoprotein di hati, sehingga terjadi hiperkolesterolemia. Berpindahnya cairan

intravaskular ke ruang interstitial akan menyebabkan hipovolemia. Keadaan ini

akan memicu rasa haus, serta pelepasan ADH melalui sistem renin–angiotensin–

aldosteron. Peningkatan asupan cairan dan peningkatan reabsorpsi natrium klorida

dan air di tubulus akan memperberat terjadinya edema. Aldosteron akan

meningkatkan ekskresi K+ dan H

+di ginjal, sehingga terjadi hipokalemia dan

memungkinkan terjadinya keadaan alkalosis.15

Gambar 2.3. merupakan gambaran

adanya gangguan pada permeabilitas glomerulus.

Gambar 2. 3 Gangguan permeabilitas glomerulus.

Sumber : daftar referensi no.15

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 32: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

16

Universitas Indonesia

2.7.5 Gambaran Klinis

Terdapat empat gambaran klinik yang spesifik pada sindroma nefrotik, yaitu

proteinuria masif (keluaran protein melalui urin lebih dari 40 mg/m2/jam, atau >

50 mg/kg BB/24 jam atau rasio albumin/kreatinin urin sewaktu ≥ 2 mg/mg),

hipoalbuminemia (kadar albumin serum < 2,5 g/dL), hiperkolesterolemia

(kolesterol serum > 200 mg/dL), dan terdapatnya edema.1,2,3,4

Proteinuria masif

dimungkinkan adanya peningkatan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang

terjadi akibat hilangnya muatan negatif glikoprotein pada dinding kapiler

glomerulus.7,8

Protein yang terbawa urin terutama albumin, dapat lebih dari 2 g/24

jam, edema timbul apabila albumin serum kurang dari 2,5 g/dL.1,2,3,4

Penderita biasanya memeriksakaan diri karena keluhan bengkak yang

diawali di sekitar mata, bisa disertai keadaan asites, edema anasarka, sesak (dapat

akibat terjadinya efusi pleura ataupun adanya bronkhopneumonia), sakit perut

(kemungkinan peritonitis), infeksi saluran nafas atas, eksantema, dan atopi (30–

60 % kasus), hematuria (22 %), hipertensi (15–20 %), peningkatan ureum dan

kreatinin sementara (32 %).2,3,4,7,8

2.7.6 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang. Pada Anamnesis sering ditemukan keluhan bengkak kedua kelopak

mata, perut, tungkai, bahkan seluruh tubuh, dapat disertai berkurangnya jumlah

urin. Keluhan lainnya dapat disertai adanya warna urin yang kemerahan. Pada

pemeriksaan fisik dapat ditemukan edema di kedua kelopak mata, tungkai,

skrotum/labia atau asites, dan hipertensi. Pemeriksaan penunjang yang penting

yaitu pemeriksaan urinurinalisis, darah dan biopsi. Pada pemeriksaan urin

ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat disertai hematuria. Pada

pemeriksaan darah ditemukan hipoalbuminemia (albumin serum kurang dari 2,5

g/dL), hiperkolesterolemia, meningkatnya laju endap darah, rasio

albumin/globulin terbalik. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal kecuali

ada penurunan fungsi ginjal.16

Indikasi Biopsi ginjal apabila terdapat dua atau

lebih keadaan berikut ini, usia onset lebih dari sepuluh tahun, hematuria menetap

atau gross hematuria, hipertensi, terdapat insufisiensi ginjal, kadar C3 yang

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 33: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

17

Universitas Indonesia

rendah, dan keadaan proteiunuria menetap dalam terapi prednison selama empat

minggu.17

2.7.7 Komplikasi

Komplikasi yang terjadi dapat merupakan bagian dari penyakit itu sendiri ataupun

efek dari terapi. Komplikasi dari penyakitnya termasuk keadaan proteinuria

terutama albuminurianya, kejadian infeksi, tromboemboli, penyakit

kardiovaskular, krisis hipovolemik, anemia, gagal ginjal akut, gangguan

keseimbangan elektrolit, dan hormonal. Komplikasi jangka panjang dapat berupa

efek samping terapi dari kortikosteroid (obesitas, gangguan pertumbuhan,

hipertensi, osteoporosis, katarak, glaukoma, dan perubahan perilaku), suatu

Alkylating agents (depresi sumsum tulang, alopesia, mual, muntah, sistitis

hemoragik, infeksi, infertilitas, keganasan), siklosporin A (nefrotoksisitas,

neurotoksisitas, hiperplasia gingiva, hirsuitism, dan hipertensi), mycophenolate

mofetil (mual, muntah, depresi sumsum tulang), tacrolimus (diabetes, hipertensi,

tremor, tremor, sakit kepala, dan bersifat nefrotoksik), rituximab (bronkospasme,

infark miokard, progressive multifocal leukoencephalopathy, dan reaktivasi

virus).1,18

2.7.7.1 Proteinuria dan hipoalbuminemia

Proteinuria (albuminuria) masif merupakan gejala utama terjadinya sindroma

nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui dengan benar.

Salah satu teori yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang

biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal.

Hilangnya muatan negatif tersebut akan menyebabkan albumin tertarik keluar

menembus sawar kapiler glomerulus, seperti diketahui albumin memiliki muatan

negatif. Albuminuria masif menyebabkan hati tidak dapat mengkompensasi

keadaan hipoalbuminemia, keadaan ini dianggap sebagai kegagalan hati dalam

mensintesis albumin. Keadaan ini diperberat oleh adanya pelepasan sitokin,

dimana sitokin akan menekan sintesis albumin di hati.13,14,17

Beberapa mekanisme yang menginduksi cedera ginjal dan menyebabkan

proteinuria antara lain terhalangnya tubulus ginjal oleh protein yang tercetak di

glomerulus, terlepasnya enzim lisosom ke dalam sitoplasma protein dan

direabsorbsi tubulus, besi yang tersaring di tubulus yang terikat langsung oleh

transferin, sifat sitotoksik atau mungkin terdapat efek tidak langsung dari sintesis

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 34: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

18

Universitas Indonesia

besi yang mengkatalisasi metabolit oksigen reaktif, aktivasi komplemen kaskade

alternatif oleh tubulus proksimal, iskemia akibat cedera sehingga menyebabkan

vasokonstriksi molekul, faktor dari fibrosis ginjal sehingga dapat menyebabkan

fibrosis interstitial, filtrasi lipoprotein dan absorbsinya oleh tubulus proksimal

sehingga mengaktifkan jalur inflamasi yang akhirnya menyebabkan cedera sel,

filtrasi sitokin sehingga dapat menimbulkan proliferasi, infiltrasi sel inflamasi, dan

aktivasi infiltrasi sel, serta adanya filtrasi / generasi antigen baru yang dapat

berfungsi sebagai antigen–presenting sel dan menimbulkan respon imun seluler.19

2.7.7.2 Edema

Proteinuria/albuminuria akan menyebabkan turunnya kadar albumin serum.

Rendahnya kadar albumin serum menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma,

sehingga terjadi ekstravasasi cairan plasma menembus dinding kapiler dari ruang

intravaskuler ke ruang interstitial, dan terjadilah edema. Edema dapat terlihat pada

wajah, ektermitas atas, ektermitas bawah, organ genetalia, asites, bahkan edema

yang menyeluruh (edema anasarka). Penurunan volume plasma menstimulasi

retensi air dan natrium di ginjal. Retensi natrium dan air ini merupakan

kompensasi tubuh untuk mempertahankan volume dan tekanan intravaskular tetap

normal.14,17

Suatu teori menyatakan bahwa berkurangnya volume intravaskular

akan merangsang sekresi renin dan memicu aktifitas renin–angiotensin–

aldosteron sehingga terjadi retensi natrium dan air, kemudian produksi urin

menjadi berkurang dan lebih pekat. 17,18,19

Pendapat ini dikenal dengan teori

underfill. Dalam teori ini dijelaskan bahwa peningkatan kadar renin dan

aldosteron plasma merupakan akibat sekunder dari hipovolemianya. Pada

kenyataannya beberapa penderita sindroma nefrotik justru memperlihatkan

peningkatan volume plasma serta penurunan aktivitas renin dan kadar aldosteron

plasma. Teori ini disebut teori overfill, dimana menyatakan bahwa retensi natrium

dan air terjadi karena mekanisme intra renal primer dan tidak tergantung oleh

stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi

volume plasma dan cairan ekstra seluler. Pembentukan edema terjadi sebagai

akibat overfilling cairan ke dalam kompartemen interstitial. Teori overfill ini dapat

menerangkan volume plasma yang meningkat dengan kadar renin plasma dan

aldosteron rendah sebagai akibat hipervolemia.20

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 35: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

19

Universitas Indonesia

2.7.7.3 Hiperkolesterolemia

Terdapat berbagai pendapat mengenai terjadinya hiperkolesterolemia, antara lain

adanya penurunan tekanan onkotik plasma akan disertai penurunan aktivitas

degradasi lemak akibat hilangnya suatu glikoprotein perangsang lipase. Pada

kenyataannya pula apabila kadar albumin serum kembali normal, maka biasanya

kadar lipid plasma juga akan kembali normal.4,14,18,19

2.7.7.4 Gagal Ginjal Akut

Gagal ginjal pada sindroma nefrotik merupakan gagal ginjal yang disebabkan

intra renal, gambaran gagal ginjal terlihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2. 4 Gagal ginjal akut

Sumber : daftar referensi no.15

2.7.7.5 Hipovolemia dan Gangguam keseimbangan Elektrolit

Penderita sindroma nefrotik dikaitkan dengan edema dan retensi natrium, tetapi

ternyata pada beberapa kasus konsentrasi natrium serum cukup rendah. Kondisi

ini dikenal sebagai pseudohiponatremia.18,19

Terdapatnya edema pada pasien sindroma nefrotik biasanya diterapi

dengan diuretik. Dampak pemberian diuretik antara lain hipovolemia, penderita

dalam keadaan oliguria, hipotensi, takikardi, dan akral dingin. Pada pemeriksaan

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 36: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

20

Universitas Indonesia

laboratorium didapatkan kadar natrium urin dibawah 10 mmol/L, peningkatan

hematokrit, ureum, kreatinin dan asam urat. Tanda hipovolemia lainnya apabila

rasio kadar kalium urin terhadap jumlah kalium dan natrium urin lebih dari 60

%.4,18,19

2.7.7.6 Trombosis

Hiperkoagulasi, peningkatan kadar fibrinogen, faktor VIII, penurunan kadar

antitrombin III, serta penurunan aktifitas protein S dan C akan mempermudah

terjadinya trombosis. Trombosis diperberat oleh keadaan dehidrasi.4,19,20

2.7.7.7 Infeksi

Kehilangan imunoglobulin, komplemen faktor B dan D melalui urin dapat

mengakibatkan gangguan imunitas dan peningkatan risiko infeksi. Keadaan ini

diperberat oleh penggunaan obat–obatan imunosupresif.4 Komplikasi infeksi yang

terjadi terutama akibat streptococcus pneumoniae, meskipun bakteri gram negatif

juga sering ditemukan. Penderita dengan terapi sitotoksik lebih rentan mengalami

infeksi dibandingkan yang mendapatkan terapi steroid. Keadaan sepsis merupakan

penyebab utama kematian akibat infeksi.4,18,19

2.7.7.8 Hipokalsemia

Hilangnya globulin vitamin D–binding dapat mengakibatkan kekurangan vitamin

D, hipokalsemia, osteomalasia, dan hiperparatiroidisme sekunder. Osteoporosis

dan osteopenia dapat disebabkan pula oleh penggunaan steroid jangka

panjang.4,14,18,19

Meskipun total kalsium serum sering rendah, tetapi tingkat kalsium

terionisasi biasanya normal. Rendahnya kalsium serum disebabkan rendahnya

ikatan protein dengan kalsium. Meskipun demikian, suatu laporan menyebutkan

bahwa sebagian besar anak dengan sindroma nefrotik tidak menunjukkan

defisiensi kepadatan mineral tulang yang signifikan.19

2.7.7.9 Hipertensi

Hipertensi pada sindroma nefrotik dapat terjadi akibat adanya gangguan perfusi di

ginjal, sehingga disebut hipertensi renalis.15

Gambaran hipertensi renalis terlihat

pada Gambar 2.5.

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 37: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

21

Universitas Indonesia

.

Gambar 2. 5. Patofisiologi hipertensi renal Sumber : daftar referensi no.15

Tekanan darah normal untuk anak–anak adalah baik sistole maupun

diastole berada di bawah persentile 90 menurut jenis kelamin, umur dan TB,

disebut pra hipertensi apabila sistole atau diastole berada pada persentile 90-95,

sedangkan terjadi hipertensi apabila sistole atau diastole berada di atas persentile

95, dikatakan hipertensi grade I apabila sistole atau diastole berada di atas

persentile 95-99 persentile + 5 mmHg, dikatakan hipertensi grade II apabila

sistole atau diastole di atas persentile 99 + 5 mmHg, serta terjadi krisis hipertensi

apabila sistole atau diastole di atas 50% tekanan darah normal sesuai

persentile.21,22

2.7.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada sindroma nefrotik meliputi urin rutin, protein urin

kuantitatif, darah tepi, kadar albumin, kadar kolesterol, kadar ureum dan kreatinin,

titer ASTO, kadar komplemen C3, serta biopsi ginjal. Mengingat sebagian besar

kasus sindroma nefrotik memberikan gambaran lesi minimal maka biopsi tidak

selalu diperlukan. Lesi minimal glomerulus secara histologi masih dianggap

normal. Biopsi ginjal menjadi indikasi apabila onset kurang dari satu tahun atau

lebih dari 16 tahun, hematuria mikroskopik atau makroskopik persisten dengan

kadar C3 rendah, hipertensi atau gangguan fungsi ginjal menetap, resisten

terhadap steroid, serta apabila timbul gejala–gejala ekstra renal seperti

limfadenopati, arthritis, dan sebagainya).4

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 38: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

22

Universitas Indonesia

2.7.9 Perubahan metabolisme nutrien pada sindroma nefrotik

Perubahan metabolisme nutrien pada sindroma nefrotik dapat disebabkan oleh

penyakitnya sendiri ataupun akibat komplikasi terapi. Perubahan pada

metabolisme karbohidrat masih sulit ditemukan dan belum banyak diteliti.

Sebagian besar kasus sindroma nefrotik anak tanpa disertai uremia, sedangkan

uremia pada sindroma nefrotik biasanya terjadi akibat hipovolemia, dimana dapat

terjadi pada keadaan albuminemia yang sangat rendah disertai edema yang berat,

ataupun dalam terapi diuretik yang tidak terkontrol dengan baik.3,4,18

Suatu studi

untuk menyelidiki adanya resistensi insulin, diagnosis patologi dan efektifitas

terapi awal glukokortikoid dosis tinggi pada anak sindroma nefrotik idiopatik

dengan fungsi ginjal normal, diperoleh hasil bahwa tidak terdapat bukti adanya

resistensi insulin pada kasus ini. Tidak terdapat gangguan metabolisme

karbohidrat meskipun dalam terapi hormon dengan beda dosis dan beda kondisi

patologisnya. Meskipun demikian terdapat peningkatan yang bermakna pada

tekanan darah, kadar asam urat, kadar lemak darah dan koagulabilitas pada

kelompok ini. Kadar peptida C serum puasa juga terjadi peningkatan. Hal ini

menunjukkan bahwa peptida C serum puasa mungkin sebagai faktor protektif.23

Sebuah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara

kadar glukosa darah, insulin, perubahan bersihan kreatinin dan proteinuria pada

pasien glomerulonefritis primer dengan fungsi ginjal normal. Yaitu dengan

intervensi 75 g glukosa oral kemudian kurva insulin dan glukosa dievaluasi. Hasil

penelitian ini menyatakan tidak terdapat korelasi antara insulin dan glukosa darah

dengan perubahan bersihan kreatinin.24

Dislipidemia adalah gangguan metabolisme lipoprotein, termasuk

kelebihan atau kekurangan. Gangguan ini dapat dimanifestasikan oleh

peningkatan kolesterol total serum, low-density lipoprotein (LDL), trigliserida,

dan penurunan high-density lipoprotein (HDL). Sindroma nefrotik merupakan

satu diantara banyak penyebab sekunder terjadinya dislipidemia.25

Dislipidemia pada sindroma nefrotik ditandai oleh adanya peningkatan

kadar kolesterol plasma, LDL, trigliserida dan lipoprotein a, sedangkan kadar

HDL biasanya normal atau berkurang, mekanisme tersebut belum jelas.

Konsentrasi apolipoprotein plasma pada sindroma nefrotik umumnya

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 39: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

23

Universitas Indonesia

mencerminkan perubahan dalam metabolisme lipoprotein. Dengan demikian,

terdapat peningkatan kadar apo B, C–II, dan E, yang berhubungan dengan VLDL

dan LDL, di sisi lain, kadar apolipoprotein utama yang terkait dengan HDL, apo

AI dan A–II, biasanya normal.26

Sebagian besar pasien dengan sindroma nefrotik memiliki kadar LDL di

sirkulasi yang tinggi, sedangkan kadar VLDL juga dapat mengalami peningkatan.

Kadar HDL dapat tetap normal di sirkulasi, tetapi terdapat penurunan kadar

subfraksi HDL2 dan peningkatan kadar HDL3 akibat menurunnya aktivitas lecitin

cholesterol acyltransferase (LCAT). Perubahan subfraksi HDL disertai dengan

meningkatnya rasio LDL–HDL, dan peningkatan kadar lipopratein (a) dapat

meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis pada pasien sindroma nefrotik.

Abnormalitas apoprotein pada pasien sindroma nefrotik merefleksikan perubahan

yang terjadi pada kadar lipoprotein, dimana kadar ApoB yang merupakan

apopratein utama pada LDL mengalami peningkatan lebih tinggi dibandingkan

dengan apoprotein lainnya.27

Mekanisme terjadinya peningkatkan profil lipid pada pasien dengan

sindroma nefrotik adalah akibat meningkatnya sintesis ApoB dihati yang

dicetuskan oleh penurunan tekanan onkotik plasma dan bukan oleh keadaan

hipoalbuminemia. Hal ini dibuktikan pada studi in vitro yang memperlihatkan

hubungan antara tekanan onkotik rendah menstimulasi meningkatnya aktivitas

transkripsi gen yang mengkode sintesis Apo B.27

Gangguan metabolisme merupakan penyebab utama terjadinya

hipertrigliseridemia pada pasien dengan sindroma nefrotik. Pada kaskade

delipidasi dimana VLDL dirubah menjadi IDL dan kemudian LDL, mengalami

perlambatan disertai juga dengan reduksi reseptor LDL yang memediasi klirens

dari LDL dan IDL. Keadaan ini berhubungan dengan klirens albumin di ginjal.

Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya kehilangan melalui urin untuk regulator

metabolisme lipid tersebut.27

Dislipidemia disebabkan oleh adanya peningkatan sintesis lemak dan

apolipoprotein di hati, disertai bersihan kilomikron dan VLDL yang menurun.

Keadan ini berkontribusi terhadap peningkatan lipogenesis dan penurunan

katabolisme lemak. Kemungkinan akibat dari proteinuria, hipoalbuminemia dan

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 40: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

24

Universitas Indonesia

rendahnya tekanan onkotik serum masih menjadi kontroversi. Tingginya kadar

lemak plasma dapat meningkatkan risiko aterosklerosis dan sklerosis di

glomerulus, meskipun belum ada bukti terjadinya komplikasi tersebut.

Kemungkinan keadaan tersebut memiliki konsekuensi jangka panjang pada pasien

sindroma nefrotik.28

Tingginya kadar kolesterol biasanya menggambarkan adanya sensitivitas

terhadap terapi steroid. Kadar kolesterol pasien sindroma nefrotik responsif

steroid sering ditemukan sangat tinggi, dapat mencapai 500 mg / dL atau lebih,

tetapi biasanya akan membaik setelah mendapatkan terapi, sedangkan pada yang

resisten steroid, umumnya menetap, sehingga berisiko terjadinya aterosklerosis

pada usia yang relatif muda. 19

Keadaan proteinuria, hipoalbuminemia, dan edema perifer terjadi

bersamaan. Kerusakan filter glomerulus juga menyebabkan lipoprotein tidak

tersaring dan terjadi lipiduria. Keadaan hipoproteinemia akan merangsang sintesis

lipoprotein di hati, sehingga terjadi hiperkolesterolemia. Pendapat yang

menyatakan bahwa keadaan tersebut diperberat oleh hilangnya lipoprotein lipase

di glomerulus masih menjadi perdebatan.15

Regulasi protein di ginjal sangat komplek, melibatkan permeabilitas filter

glomerulus terhadap protein dan metabolisme tubular terhadap protein yang

difiltrasi. Filtrasi glomerulus normal akan menghasilkan sekitar 180 L cairan ultra

filtrasi per hari. Kandungan protein sebelum memasuki glomerulus berkisar

11.000–14.000 g/hari. Ekskresi protein urin normal sebesar 40–80 mg/hari.

Protein ini merupakan campuran protein yang terfiltrasi oleh glomerulus maupun

protein non plasma dari tubulus dan saluran kencing bagian bawah. Penyebab

meningkatnya ekskresi protein melalui urin/proteinuria hampir selalu oleh faktor

intrinsik di ginjal. Proteinuria melebihi 3 g/hari akan berdampak klinis berupa

hipoalbuminemia dengan berbagai komplikasi klinis lainnya, serta terjadi

penurunan tekanan onkotik plasma dengan segala dampak yang menyertai pula.

Keadaan hipoalbuminemia akan merangsang hati untuk meningkatkan sintesisnya.

Sintesis protein pada sindroma nefrotik meningkat 3–4 kali lipat dari normal,

meskipun demikian tidak dapat mengkompensasi keadaan hipoalbuminemia yang

terjadi.3,4,15,19

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 41: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

25

Universitas Indonesia

Seperti dijelaskan di atas, terdapatnya proteinuria dapat berasal dari

glomerulus maupun tubulus, hal ini dapat menyebabkan berbagai efek buruk pada

sel tubulus. Protein plasma yang tidak terfiltrasi di glomerulus kemungkinan

akibat cedera glomerulus dan akan menginduksi cedera di intra tubular. Sebuah

penelitian untuk melihat pengaruh asidosis metabolik pada intratubular

komplementer telah dilakukan dengan pengukuran complement activation

products (CAP) dan membrane attack complex plasma dan urin. Subyek

penelitian adalah pasien sindroma nefrotik lesi minimal, fokus glomerular

sklerosis, nefropati IgA, membranefropati dan nefropati diabetes. Air kemih

diukur sebelum dan sesudah pemberian natrium bikarbonat. Hasil penelitian ini

adalah tidak terdapatnya korelasi yang bermakna antara CAP urin dengan plasma.

Pada pasien sindroma nefrotik lesi minimal, ekskresi CAP urin meningkat

bermakna dan berkorelasi bermakna dengan kadar kreatinin serum. Derajat

ekskresi CAP secara signifikan menurun setelah dua minggu intervensi natrium

bikarbonat, tanpa mempengaruhi tingkat proteinuria ataupun CAP plasma. Hal ini

menunjukkan bahwa tingkat aktivasi komplemen intratubular berkorelasi dengan

tingkat proteinuria, jenis penyakit glomerulus, gangguan fungsi ginjal, dan

asidosis metabolik.29

Gangguan metabolisme mineral dapat merupakan komplikasi metabolik

pada sindroma nefrotik, antara lain hipokalsemia, yang dapat menyebabkan tetani,

gangguan pembentukkan tulang, dan penyakit tulang. Akibat proteinuria maka

terjadi hipoalbuminemia dan edema. Padahal setengah dari jumlah kalsium total

serum berikatan dengan protein terutama albumin. Peran kalsium dalam tubuh

untuk mineralisasi tulang, mempertahankan tonus normal, stimulasi sekresi

kelenjar eksokrin, menjaga integritas dan permeabilitas membran, serta berperan

dalam koagulasi darah, konduksi neuromuskular, kekuatan otot rangka dan

jantung. Penurunan kadar kalsium ekstrasel kurang dari normal akan

menimbulkan efek eksitasi sel saraf dan otot, berupa spasme ekstensif otot

rangka, terutama otot ekstremitas dan laring, sehingga terjadi kejang.

Bagaimanapun, penelitian tentang kadar kalsium pada anak sindroma nefrotik

masih jarang, dan hasilnya pun masih menimbulkan berbagai kontroversi.30,31

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 42: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

26

Universitas Indonesia

Penyebab gangguan metabolisme mineral yang lain adalah adanya efek

samping terapi kortikosteroid. Keadaan ini dapat menyebabkan turunnya

kepadatan mineral tulang/bone mineral density/BMD. Sebuah penelitian dengan

metode kohort retrospektif pada anak usia 5–18 tahun, yang bertujuan

membandingkan BMD anak sehat dan anak dengan sindroma nefrotik, dan juga

untuk menilai efek pengobatan kortikosteroid terhadap BMD, disimpulkan bahwa

pasien sindroma nefrotik memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya penurunan

BMD dibandingkan anak sehat. Terdapatnya respon terhadap pengobatan steroid

juga memperburuk BMD.32

2.7.10 Terapi Farmakologi

Terdapat beberapa istilah yang berhubungan dengan terapi steroid:

Remisi Proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4

mg/m2 LPB/jam) selama tiga hari berturut–turut

dalam satu minggu

Relaps Proteinuria ≥ 2 (+)/proteinuria > 40 mg/m2LPB/jam

selama tiga hari berturut–turut dalam

satu minggu, dimana sebelumnya pernah remisi

Relaps jarang Relaps terjadi kurang dari dua kali dalam enam

bulan pertama setelah respon awal atau kurang dari

empat kali pertahun pengamatan

Relaps sering / frequent relaps

Relap terjadi lebih dari dua kali dalam enam bulan

pertama setelah respon awal, atau lebih dari empat

kali dalam satu tahun

Sensitif steroid Remisi tercapai dalam empat minggu atau kurang

setelah pengobatan steroid dosis penuh (full dose)

Dependen steroid Relaps terjadi pada saat dosis steroid diturunkan,

atau dalam waktu 14 hari setelah pengobatan steroid

dihentikan, dan terjadi keadaan seperti ini dua kali

bertutur–turut

Resisten steroid Tidak terjadi remisi setelah empat minggu

pengobatan steroid dosis penuh/ (full dose)

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 43: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

27

Universitas Indonesia

Responder lambat Remisi terjadi setelah empat minggu terapi

prednison 60 mg/kgBB/hari tanpa tambahan terapi

lain

Non responder awal Resisten steroid sejak terapi awal

Non responder lambat Resisten steroid terjadi pada pasien yang

sebelumnya sensitif steroid.1,3,4,19

2.7.10.1 Pengobatan keadaan sembab

Pada keadaan sembab nyata tanpa deplesi volume intravaskular diberikan terapi

furosemid 1–3 mg/kgBB/hari, dua kali sehari. Apabila tidak ada respon maka

dosis dinaikkan 4–6 mg/kgBB/hari dengan ditambah spironolakton 2–3

mg/kgBB/hari. Apabila masih gagal maka ditambahkan thiazid. Apabila

pemberian diuretik tidak berhasil pada penderita dengan kadar albumin serum

dibawah 1,5 g/dL disertai deplesi volume intravaskular maka terapi infus albumin

20–25 % dengan dosis 1–2 g/kgBB diberikan dalam waktu empat jam, disertai

pemberian furosemid 1–2 mg/kgBB. Apabila pemberian albumin terkendala biaya

atau faktor lain maka dapat diberikan tranfusi plasma 20 mL/kgBB/hari dengan

tetesan 10 tetes/menit.4

2.7.10.2 Pengobatan Inisial

Sesuai anjuran International Study on Kidney Disease in Children (ISKDC),

pengobatan inisial prednison dosis penuh selama empat minggu, dengan dosis

penuh/full dose sebesar 2 mg/kgBB/hari atau 60 mg/m2 LPB/hari (maksimal 80

mg/hari) terbagi dalam tiga dosis. Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat

badan ideal (BB/PB). Terapi lanjutan dengan prednison 40 mg/m2/LPB/hari

diberikan secara intermitent (tiga hari berturut– turut dalam satu minggu atau

alternating (selang seling tiga kali seminggu dalam empat minggu). Apabila

remisi terjadi dalam empat minggu pertama maka prednison intermitent/

alternating 40 mg/m2 LPB/hari selama empat minggu. Apabila tidak terjadi remisi

dalam empat minggu pertama maka didiagnosis sindroma nefrotik resisten steroid.

Apabila terjadi remisi dalam empat minggu pertama maka prednison dilanjutkan

sampai empat minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2/LPB/hari.4

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 44: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

28

Universitas Indonesia

2.7.10.3 Pengobatan Relaps

Pengobatan keadaan relaps dengan prednison dosis penuh sampai remisi

(maksimal empat minggu), kemudian dilanjutkan dengan prednison intermitent

(dalam dosis tunggal atau terbagi) atau alternating (dalam dosis tunggal saat pagi

hari) 40 mg/m2 LPB/hari selama empat minggu. Apabila masih tidak terjadi

remisi maka pasien didiagnosis sindroma nefrotik resisten steroid dan harus

mendapatkan terapi immunosupresif yang lain.4

2.7.10.4 Pengobatan sindroma nefrotik dependen steroid/relaps sering

Faktor risiko terjadinya relaps adalah onset penyakit pada umur kurang dari tiga

tahun, relaps terjadi pada enam bulan pertama, dan remisi lambat pada episode

awal. Pada penderita sindroma nefrotik relaps sering dan pada dependen steroid,

terdapat empat pilihan terapi yaitu dengan pemberian steroid jangka panjang,

pemberian levamisol, pengobatan dengan sitostatika, atau dengan siklosporin.

Pemberian steroid jangka panjang dapat menjadi pilihan sebelum pemberian

siklofosfamid (CPA), hal ini mengingat efek samping steroid yang lebih ringan.4

2.7.10.5 Pengobatan sindroma nefrotik resisten steroid

Sebelum penatalaksanaan sindroma nefrotik resisten steroid sebaiknya dilakukan

biopsi ginjal. Tujuan dilakukannya biopsi ginjal adalah untuk melihat gambaran

patologi anatomi ginjal. Hal ini dengan pertimbangan untuk pemilihan terapi,

dikarenakan terdapat obat tertentu yang memberikan hasil lebih baik pada suatu

patologi anatomi tertentu.4

2.7.10.6 Terapi non imunosupresif

Pengobatan non imunosupresif antara lain dengan pemberian diuretik untuk

mengatasi edemanya, dan pemberian inhibitor angiotensin converting enzyme

(ACE). Pemberian ACE bertujuan untuk memperbaiki tekanan darah yang

biasanya meningkat, di sisi lain juga dapat memperbaiki keadaan proteinuria yang

terjadi. Inhibitor ACE yang digunakan adalah dengan captopril 0,3 mg/kgBB/hari,

terbagi dalam tiga dosis, atau enalapril 0,5 mg/kgBB/hari terbagi dalam dua

dosis. Inhibitor ACE bersifat renoprotektif, dapat dikombinasikan dengan

angiotensin receptor blocker (ARB), seperti losartan dalam dosis tunggal 0,75

mg/kgBB/hari.4

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 45: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

29

Universitas Indonesia

2.7.11 Terapi Nutrisi

Anak pada keadaan sakit memiliki kondisi stres metabolik yang berbeda dengan

keadaan anak sehat, sehingga kebutuhan nutrisinyapun menjadi berbeda pula

tergantung berat ringannya stres metabolik yang ada. Pada keadaan stres

metabolik, pemberian nutrisi yang berlebihan akan menimbulkan berbagai

komplikasi, sehingga diperlukan asupan nutrisi yang optimal agar tercukupi

kebutuhan dan mempercepat proses penyembuhan. Kebutuhan nutrisi harus

diperhitungkan sesuai kebutuhan per individu. Oleh sebab itu perlu diketahui

status nutrisi pasien sebelum memberikan terapi nutrisi. Analisis asupan pun perlu

dilakukan, yaitu asupan sebelum sakit dan selama sakit, yang akan membantu

dalam menilai kecukupan asupan pasien dan perencanaan terapi nutrisi

selanjutnya.33

Nutritional assessment pada anak merupakan parameter untuk

mengevaluasi status kesehatan dan pertumbuhan anak, ada tidaknya faktor risiko

yang berkontribusi terhadap penyakit yang diderita, serta sebagai deteksi dini dan

penatalaksanaan adanya defisiensi maupun kelebihan nutrisi. Parameter tersebut

berupa pengukuran antropometri, parameter biokimia, penilaian klinik dan

analisis asupan. Tidak ada parameter terlengkap maupun terbaik dalam

mengevaluasi status nutrisi, jadi yang terbaik adalah kombinasi dari keempat

parameter tersebut.34

Adapun pemeriksaan antropometri yang dilakukan untuk

pasien anak meliputi pengukuran berat badan (BB), panjang badan (PB),

pengukuran tebal lipatan kulit triceps (triceps skinfold thicknes), lingkar lengan

atas (LLA) dan lingkar kepala, penilaian berat badan menurut tinggi badan

(BB/TB), dan indek masa tubuh (IMT). Lingkar lengan atas dapat

menggambarkan kadar lemak tubuh, penanda cadangan energi dan protein,

sedangkan tebal lipatan kulit triceps menggambarkan keadaan lemak subkutan

dan merupakan gambaran lemak tubuh. Pengukuran lingkar kepala dapat

menggambarkan status nutrisi pasien sampai usia tiga tahun dan tidak dapat

digunakan untuk keadaan makrosepali, mikrosefali dan hidrosefalus.33

Parameter status nutrisi dengan antropometri menggunakan alat bantu

grafik dan tabel dari World Health Organization (WHO) dan Centre for Disease

Control (CDC). Grafik WHO untuk BB menurut TB hanya tersedia sampai usia

lima tahun, sedangkan grafik CDC tersedia sampai usia 20 tahun. Penggunaan

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 46: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

30

Universitas Indonesia

kedua grafik tersebut sesuai usia dan jenis kelamin. Ukuran perkembangan anak

digambarkan ke dalam grafik pertumbuhan/growth chart. Persentil pasien

dibandingkan dengan populasi acuan, misalnya seorang pasien berada pada

persentil 10 untuk BB menurut umur, berarti pasien tersebut memiliki BB sama

dengan 10 % populasi acuan untuk umur dan jenis kelamin yang sama.33,34

Masalah nutrisi pada keadaan sakit berhubungan dengan adanya gangguan

pencernaan, metabolisme, dan ekskresi nutrisi pada berbagai penyakit. Kebutuhan

nutrisi setiap pasien bersifat individual, sehingga berbeda dengan kecukupan

nutrisi harian yang direkomendasikan/recomended dietary allowance/RDA.

Tujuan pemberian nutrisi pasien yaitu untuk memenuhi kebutuhan rumatan,

sebagai tambahan akibat adanya ekskresi nutrisi, sebagai tambahan untuk

penyembuhan dan untuk mengganti nutrisi akibat suatu defisiensi atau deplesi.33

Status nutrisi pada anak akan mempengaruhi tumbuh kembangnya,

sehingga diharapkan tidak terjadi gagal tumbuh. Gagal tumbuh/ Failure to Thrive

(FTT) merupakan keadaan pertumbuhan anak yang tidak sesuai kurva

pertumbuhan normal. Dinyatakan gagal tumbuh apabila berat badan menurut

umur berada di bawah persentil tiga dari nilai pertumbuhan standar rata–rata

sesuai umur dan jenis kelamin, atau BB telah memotong lebih dari dua garis

persentil kurva pertumbuhan. Failure to Thrive menggambarkan suatu keadaan,

bukan suatu diagnosis.35,36

Tatalaksana nutrisi ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi,

mempercepat penyembuhan dan menekan progresifitas penyakit, sehingga

diharapkan tumbuh kembang pasien tidak terganggu ataupun dapat tumbuh kejar

sesuai usianya, menekan komplikasi dan meminimalisir kekambuhan.3,4

2.7.11.1 Kebutuhan Energi dan Komposisi Makronutrien

Diagnosis status nutrisi diperlukan untuk menentukan kebutuhan zat gizi, terdapat

beberapa rumus dalam menghitung kebutuhan gizi anak. Kebutuhan energi pada

keadaan sakit dipengaruhi oleh status gizi, usia, jenis kelamin, penyakit yang

diderita atau yang mendasari, besarnya asupan dan keluaran energi. Beberapa

komponen yang diperhitungkan antara lain basal metabolic rate (BMR) atau

kebutuhan energi basal/KEB, faktor stres dan faktor aktifitas. Basal metabolic

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 47: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

31

Universitas Indonesia

rate akan mengalami peningkatan pada keadaan demam, infeksi, keganasan,

maupun penyakit kronik.

Penghitungan BMR pada pasien sindroma nefrotik dilakukan dengan

menggunakan kalorimetri indirek, dan apabila alat tersebut tidak tersedia maka

dapat dilkukan dengan berbagai rumus seperti Harris–Benedict, WHO, Schofield

(W), ataupun Schofield (WH). Rumus Schofield (WH) mempertimbangkan jenis

kelamin, TB dan BB aktual, rumus ini lebih sering digunakan karena dinyatakan

paling akurat dalam menentukan BMR.

Tabel 2. 2 Rumus Schofield (WH)

Usia Laki–laki Perempuan

0–3 tahun (0,167xBB)+(1517,4xTB)–617,6 (16,25xBB)+(1023,2xTB)–413,5

3–10 tahun (19,6xBB)+(130,3xTB)+414,9 (16,97xBB)+(161,8xTB)+371,2

Sumber : daftar referensi no 37

Kebutuhan energi total diperoleh dari BMR dikalikan faktor aktifitas dan

faktor stres. Faktor aktifitas untuk keadaan tirah baring adalah 1, sedangkan untuk

keadaan ambulatory sebesar 1,2–1,3. Faktor stres untuk kondisi infeksi berkisar

antara 1,2–1,6.33,37

Diet tinggi protein pada sindroma nefrotik merupakan suatu kontra

indikasi, karena meskipun diet tinggi protein dapat meningkatkan sintesis

albumin, tetapi juga meningkatkan albuminuria dan proteinuria, dimana hal ini

akan meningkatkan beban filtrasi glomerulus dan mempercepat terjadinya

sklerosis glomerulus tanpa menghasilkan kenaikan albumin serum ataupun

protein otot. Penatalaksanaan lanjutan dengan diet tinggi protein memiliki

konsekuensi dalam mempercepat progresifitas penyakit ginjal, sedangkan

pemberian diet rendah protein dapat berisiko terjadi keseimbangan nitrogen

negatif, penurunan berat badan, malnutrisi dan gangguan pertumbuhan. Maka,

penghitungan kebutuhan protein total diawali dengan menentukan kebutuhan

protein sesuai RDA dan menentukan BB ideal. Kebutuhan protein sesuai RDA

adalah RDA untuk umur TB, yaitu umur dimana TB saat pemeriksaan berada

pada persentil 50. Berat badan ideal adalah BB pada persentil 50 BB menurut TB

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 48: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

32

Universitas Indonesia

saat pemeriksaan. Berat badan ideal tersebut kemudian dikalikan dengan faktor

aktifitas dan faktor stress.3,4,33,38

Pemberian lemak yang disarankan tidak lebih dari 28%, dengan komposisi

SAFA 8 %, PUFA 8% dan MUFA 12 %.3,4

. Selain itu sehubungan keadaan

dislipidemia pada sindroma nefrotik, dianjurkan untuk menghindari asupan asam

lemak trans dan asupan kolesterol <300 mg/hari. Hal ini sesuai rekomendasi

National Cholesterol Education Program guidelines (NCEP) dan American

Heart Association (AHA). Berdasarkan data epidemiologi, klinis, dan studi

laboratorium, tampak bahwa proses penyakit aterosklerosis–kardiovaskular

dimulai pada masa anak–anak dan dipengaruhi dari waktu ke waktu oleh interaksi

genetik dan berbagai faktor risiko yang dimodifikasi oleh paparan lingkungan.

Selain rekomendasi diet di atas, NCEP dan AHA menekankan pendekatan

individual yang berisiko tinggi dan berbasis populasi sebagai sarana utama untuk

pencegahan primer, modifikasi gaya hidup yang meliputi pola asupan makan dan

aktivitas fisik dalam pencegahan dislipidemia, serta faktor risiko lain dalam

terjadinya penyakit cardiovascular disease (CVD). Pada anak usia 2 tahun atau

lebih ditekankan asupan kalori dan nutrisi tetap optimal untuk proses tumbuh

kembang.39

Tabel 2. 3 Batasan kadar kolesterol untuk anak usia 2–19 tahun pada

Kadar Total kolesterol

(mg/dL)

LDL-C (mg/dL

Normal <170 <110

Borderline 170–199 110–129

Tinggi ≥200 ≥130

Sumber : daftar referensi no 39

Terdapat beberapa studi klinis yang menilai dampak kuantitatif perubahan

pola makan dengan profil lipid, asupan kolesterol dalam diet akan meningkatkan

level LDL–C , dimana setiap asupan kolesterol 100 mg / hari akan meningkatkan

kolesterol total serum sebanyak 2–3 mg / dL, hal ini setara dengan 70% fraksi

LDL.39

2.7.11.2 Kebutuhan mikronutrien dan antioksidan

Anjuran pemberian mikronutrien adalah sesuai RDA, berupa niasin, vitamin B1,

vitamin B2, vitamin D, kalsium, zink, cuprum, vitamin K, dan zat besi,

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 49: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

33

Universitas Indonesia

suplementasi diberikan apabila terjadi defisiensi, dan hal ini tentu memerlukan

bukti klinis. Penelitian tentang defisiensi mikronutrien pada sindroma nefrotik

masih sulit ditemukan.40

Penderita sindroma nefrotik idiopatik rata–rata tidak

memiliki perubahan selera makan. Penurunan selera makan biasanya akibat

adanya beberapa komplikasi seperti asites permagna, efusi pleura ataupun

bronkhopneumonia.3,4,18

Pada terapi kortikosteroid jangka panjang (lebih dari satu tahun), dapat

terjadi hipokalsemia, sehingga menyebabkan terjadinya osteoporosis dan

osteopenia. Hipokalsemia pada sindroma nefrotik dapat disebabkan oleh adanya

efek samping terapi kortikosteroid maupun akibat hilangnya vitamin D terikat

protein melalui urin, sehingga turunnya status vitamin D akan memperburuk

absorbsi kalsium di usus dan turunnya konsentrasi ion kalsium. Hal ini dapat

menyebabkan gejala hiperparatiroidisme sekunder.3,4,30,31

Untuk itu disarankan

suplementasi cholecalciferol (vitamin D3) 400 IU dengan 800 mg kalsium

perhari.3

2.7.11.3 Nutrien Spesifik

Asam lemak omega tiga, yaitu asam α-linolenat (ALA), asam eicosapentaenoic

(EPA), dan asam docosahexaenoic (DHA) selain diperlukan untuk mencapai

kecukupan gizi juga sebagai anti inflamasi dan untuk pencegahan penyakit

jantung. Pada orang dewasa, rekomendasi asupan ALA dalam mencegah

defisiensi adalah 0,6–1,2%, dianjurkan dari bahan makanan sumber seperti biji

dan minyak biji rami, kenari dan minyak kenari, serta minyak canola.

Eicosapentaenoic dan DHA yang direkomendasikan dari diet untuk mengurangi

risiko penyakit kardiovaskular adalah 500 mg, sedangkan untuk pengobatan

penyakit jantung dianjurkan 1 g/hari. Sebuah strategi diet untuk mencapai 500

mg/hari adalah dengan mengkonsumsi ikan 2 kali per minggu (terutama ikan

berlemak). Alternatif lain untuk mencapai asupan yang disarankan adalah makan

makananan yang diperkaya dengan EPA dan DHA ataupun dengan suplementasi

minyak ikan.41

Rekomendasi dosis yang dianjurkan untuk anak–anak masih belum

jelas, pada kenyataannya fortifikasi asam lemak omega tiga sering didapatkan

dalam beberapa formula bayi dan anak–anak.3,42

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 50: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

34

Universitas Indonesia

2.7.11.4 Kebutuhan cairan dan elektrolit

Kebutuhan cairan rumatan per hari pada anak–anak diperhitungkan sesuai berat

badannya. Anak dengan BB ≤10 kg adalah 100 mL/24 jam, untuk BB 11–20 kg

adalah 1000 mL+50 mL/24 jam untuk setiap kilo gram BB antara 11–20 kg, dan

untuk BB > 20 kg adalah 1500 mL+20 mL/kgBB/24 jam untuk setiap kilogram

diatas 20 kg.43

Pada sindroma nefrotik diperlukan pertimbangan ada tidaknya

oliguria atupun ketidak stabilan volume intravaskular, termasuk adanya edema

berat yang tidak responsif terhadap steroid dan adanya hipertensi yang sulit

terkontrol. Pada keadaan ini cairan diretriksi menjadi 400 mL/m2 body surface

area (BSA) + urin out put, dilanjutkan untuk beberapa hari sampai diuresis

normal kembali.3

Diet rendah garam yang dianjurkan adalah 2 g natrium per hari, meskipun

demikian pada pasien dengan edema berat, relaps ataupun dalam terapi steroid,

tidak dianjurkan menambahkan garam dalam makanan. Pada pasien tidak sensitif

steroid asupan natrium yang dianjurkan adalah 23 sampai 46 mg/kgBB/hari

dengan maksimal 690 mg/hari. Pada prinsipnya tetap disesuaikan dengan keadaan

pasien, bagaimanapun makanan tanpa rasa enak akan sulit diterima anak–anak,

sehingga modifikasi pemilihan, pembuatan dan penyajian makanan menjadi

sangat penting untuk menarik perhatian dan selera makan anak.3,4

2.7.12 Prognosis

Lebih dari 60% sindroma nefrotik idiopatik mengalami kekambuhan berulang,

sehingga pemantauan jangka panjang menjadi sangat penting, baik dalam terapi

medis maupun tata laksana nutrisinya. Kasus penyakit ini dikaitkan dengan

peningkatan risiko komplikasi yang komplek, seperti edema anasarka, berbagai

kejadian infeksi, penyakit CVD, trombosis, dislipidemia, gagal ginjal akut,

bahkan perkembangan menuju gagal ginjal kronis ataupun gagal ginjal terminal

dengan segala dampak psikologisnya, hingga membutuhkan dialisis, ataupun

transplantasi ginjal.2,3,18,19

Keadaan yang memperburuk prognosis sebagai berikut,

menderita pertama kali pada usia kurang dari dua tahun atau lebih dari enam

tahun, disertai oleh hipertensi, disertai hematuria, berdasarkan etiologinya

termasuk sindroma nefrotik sekunder, serta pada gambaran histopatologi bukan

merupakan kelainan minimal.16

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 51: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

35

Universitas Indonesia

Sejak ditemukannya pilihan terapi dengan kortikosteroid, angka kematian

penderita sindroma nefrotik turun lebih dari 50 %. Sindroma nefrotik dengan lesi

minimal akan sembuh spontan dalam waktu tiga tahun (2/3 kasus), atau

mengalami penyembuhan tanpa komplikasi setelah mendapatkan terapi

kortikosteroid atau agen sitotoksik (95%).15

Edukasi kepada pasien dan orang tua

ataupun pengasuh menjadi sangat penting sejak pasien terdiagnosis penyakit ini,

karena keluarga atau lingkungan sangat berperan dalam menjaga kepatuhan terapi

dan edukasi yang telah diberikan.2

2.7.13 Monitoring, evaluasi dan konseling

Kurangnya bukti klinis yang mendukung pilihan dalam pengobatan, dan masih

banyak diperlukannya pengalaman dalam pengelolan pasien, maka

penatalaksanaan sindroma nefrotik idiopatik pada anak harus melibatkan spesialis

ataupun nefrolog. Seperti halnya penyakit kronis lainnya, terdapat masalah

psikososial yang perlu mendapatkan penanganan, yaitu dari segi perilaku, segi

kepatuhan terhadap pengobatan, dan ada tidaknya dukungan lingkungan.

Mengingat kejadian relaps sindroma nefrotik idiopatik sebesar 60 %,

maka pemantauan jangka panjang adanya proteinuria dan status cairan

merupakan bagian dari manajemen, meskipun pasien sudah selesai menjalani

perawatan maupun pengobatan dan dinyatakan telah sembuh. Orang tua atau

pengasuh harus dilatih untuk memonitor proteinurianya, yang dapat dilakukan

dengan pemeriksaan dipstick urin, dan melakukan pengukuran BB. Disarankan

untuk konsultasi setiap terjadi keadaan edema yang diiringi peningkatan BB atau

terjadi proteinuria lebih dari 2 hari. Deteksi dini kekambuhan dengan cara ini

dapat memungkinkan inisiasi dini pengobatan steroid sebelum berkembangnya

edema dan komplikasi lain.2 Di bidang nutrisipun, berbagai keadaan yang terjadi

akan mempengaruhi penatalaksanaan, baik jumlah, jenis dan komposisinya.

Mengingat sensitifitas terapi, lamanya remisi dan berulangnya kekambuhan masih

sulit diprediksi, maka sangat dianjurkan kepada orang tua ataupun pengasuh untuk

konsultasi mengenai nutrisi apabila tanda–tanda relaps tersebut mulai timbul.4

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 52: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

36

Universitas Indonesia

2.7.14 Interaksi Obat

Obat dan gizi, banyak menimbulkan interaksi, keduanya sama–sama melalui

proses penyerapan dan metabolisme serta dikeluarkan melalui organ yang sama.

Pada status gizi buruk dapat terjadi gangguan metabolisme obat. Kelompok

berisiko tinggi untuk terjadinya interaksi obat adalah terdapatnya penyakit kronis,

gangguan fungsi hati, ginjal dan gastrointestinal, keadaan dehidrasi, sedang

dalam terapi obat dengan jumlah lebih dari satu jenis dalam jangka lama, serta

pada usia yang ekstrem dengan perubahan massa tubuh, jumlah cairan tubuh dan

konsentrasi protein plasma. Terapi obat dapat memiliki efek yang merugikan pada

status gizi. Interaksi obat dapat menimbulkan xerostomia, gangguan rasa dan

penciuman, turunnya selera makan, penurunan motilitas gastrointestinal,

mengganggu metabolisme dan ekskresi nutrisi, mengganggu absorbsi nutrisi

maupun obat, sehingga berhubungan dengan efektifitas obat maupun risiko

terjadinya defisiensi nutrisi. Adanya korelasi langsung antara jumlah obat yang

dikonsumsi dan efek samping yang terjadi dapat diperberat oleh kondisi fisik

pasien, status gizi, umur dan penyakit yang mendasari, sehingga terapi obat dapat

berdampak pada status gizi, baik positif maupun negatif. Oleh karena itu penilaian

status gizi merupakan bagian yang tidak dapat diabaikan dalam pemberian terapi

farmakologi.43

2.7.14.1 Captopril

Captopril adalah suatu Angiotension Converting Enzyme (ACE) Inhibitors.

Captopril digunakan untuk pengobatan hipertensi, gagal jantung kongestif,

mencegah perkembangan disfungsi ginjal yang disebabkan oleh hipertensi dan

diabetes mellitus, sering dikombinasikan dengan diuretik dan atau digoxin

(Lanoxin). Cara kerja dengan dilatasi pembuluh darah, dan meningkatkan

efisiensi pemompaan jantung dan output pada pasien dengan gagal jantung.

Dilatasi pembuluh darah dengan mencegah pembentukan angiotension II, karena

angiotensin II menyebabkan penyempitan arteri dan meningkatnya tekanan darah

sehingga penghambatan akan menyebabkan vasodilatasi arteri dan menurunkan

tekanan darah. Bersama dengan besi, captopril akan menurunkan bioavailabilitas

obat dengan membentuk kompleks stabil besi–captopril. Bersama dengan

magnesium, captopril akan meningkatkan kadar magnesium limfosit. Bersama

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 53: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

37

Universitas Indonesia

dengan kalium, captopril akan meningkatkan kadar kalium limfosit, sehingga

secara umum akan meningkatkan kadar kalium dalam darah. Bersama sodium,

captopril akan menyebabkan hiponatremia dan kemungkinan meningkatkan efek

anti–aldosteron. Bersama dengan seng, captopril akan mengikat ion seng, sesuai

dengan ligan ion seng, memiliki gugus sulfhidril sebagai ACE ligan, dan rute

ekskresi akan diekskresikan terutama melalui ginjal.44,45

2.7.14.2 Furosemide

Furosemide adalah suatu diuretika yang bekerja dengan menghambat reabsorbsi

ion Na di jerat henle ginjal. Nama dagang yang sering dipakai adalah lasix.

Furosemid meningkatkan ekskresi elektrolit (kalium, magnesium dan kalsium),

sehingga perlu suplementasi akibat kehilangan tersebut. Nutrisi lain mungkin

hilang akibat ekskresi urin yang meningkat. Suplementasi seng, vitamin B1,

vitamin B6, riboflavin, dan vitamin C mungkin diperlukan.46,47

Kemungkinan juga

dapat kehilangan nafsu makan dan gangguan lambung serta mulut terasa kering

pada pemakaian diuretik ini.43

2.7.14.3 Prednison

Pada saluran pencernaan dapat menimbulkan esofagitis ulseratif, anoreksia,

muntah, konstipasi, diare, peningkatan kadar enzim hati (biasanya reversibel),

iritasi lambung, hepatomegali, peningkatan nafsu makan dan berat badan,

kandidiasis orofaringeal, pankreatitis, ulkus peptikum, perforasi usus (terutama

pada pasien dengan penyakit inflamasi usus), serta distensi abdomen. Pada

muskuloskeletal dapat menyebabkan arthralgia, meningkatnya risiko patah

tulang, kehilangan massa otot, kelemahan otot, mialgia, osteopenia, osteoporosis ,

fraktur patologis tulang panjang, serta miopati steroid. Komplikasi pada kelenjar

endokrin biasanya setelah pemakaian jangka panjang, dapat menyebabkan

insufisiensi adrenal, amenore, perdarahan pasca menopause atau ketidakteraturan

menstruasi lainnya, menurunnya toleransi glukosa, diabetes mellitus (onset baru

atau manifestasi laten), glukosuria, hiperglikemia, hipertiroidisme, hipotiroidisme,

meningkatnya kebutuhan insulin atau obat hipoglikemik oral pada penderita

diabetes, peningkatan kadar lipid, keseimbangan nitrogen negatif akibat

katabolisme protein, adrenocortical dan pituitary unresponsiveness sekunder

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 54: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

38

Universitas Indonesia

(terutama pada saat stres, seperti pada trauma, pembedahan atau penyakit),

gangguan pertumbuhan pada pasien anak.48

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 55: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

39

Universitas Indonesia

BAB 3

KASUS

Pasien pada serial kasus ini adalah anak dengan rentang usia 1–8 tahun yang

sedang menjalani perawatan di sebuah rumah sakit, dengan sindroma nefrotik

idiopatik anak. Dilakukan pemantauan dan intervensi nutrisi minimal 5 (lima)

hari.

Tabel 3. 1 Karakteristik umum data pasien

Karakteristik Kasus 1 Kasus 2 Kasus 3 Kasus 4 Usia 3 tahun 15 bulan 4 tahun 8 tahun Jenis kelamin Laki–laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Status gizi SGNA

Kurang B

Kurang B

Kurang B

Kurang B

Lama rawat 8 hari 10 hari 7 hari 9 hari Keterangan Pulang Pulang Pulang,atas

permintaan sendiri

Pulang

3.1. Kasus 1

An. G, seorang anak laki–laki berusia tiga tahun, beragama Islam, masuk rumah

sakit pada tanggal 24 Januari 2013 dan dilakukan skrining gizi pada tanggal 25

januari 2013. Berdasarkan skrining gizi tersebut, an. G memerlukan pemantauan

Tim Terapi Gizi (TTG), karena asupan yang tidak adekuat sejak lima hari SMRS,

kadar albumin < 3 g/dL (1,5 mg/dL), dan adanya penyakit dengan stres metabolik.

Hasil anamnesis yang dilakukan terhadap ibu kandung pasien, menyatakan

bahwa keluhan utama pasien dibawa ke RS karena bengkak seluruh tubuh.

Riwayat perjalanan penyakitnya adalah dua minggu SMRS pasien menderita

batuk, pilek dan demam, BAB dan BAK tidak ada keluhan. Satu minggu SMRS,

saat bangun tidur pagi hari, kedua mata pasien tampak sembab, yang berkurang

saat siang hari. Lima hari SMRS kedua mata semakin sembab dan sembab tidak

berkurang saat siang hari, disertai bengkak pada kedua kaki serta perut

bertambah besar, mual tetapi tidak muntah, masih mau makan nasi lauk ikan tiga

kali sehari sebanyak tiga sampai empat suap, dan susu tiga kali satu botol, air

putih empat kali setengah gelas, BAB tidak ada keluhan, BAK biasanya sekitar

39

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 56: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

40

Universitas Indonesia

enam kali sehari menjadi empat kali dengan jumlah yang lebih sedikit pula. Pasien

kemudian dibawa berobat ke klinik dekat rumah, diberi obat untuk tiga hari dan

disarankan untuk dibawa ke RS, tidak diketahui obat apa yang diberikan. Ternyata

setelah obat habis tidak ada perubahan, bengkak pada mata dan kaki semakin

bertambah, perut semakin membesar, BAK hanya tiga kali sehari dalam jumlah

yang sangat sedikit, sekitar seperempat gelas setiap kali BAK. Satu hari SMRS

keluhan semakin memberat, perut semakin kencang, tampak sesak, batuk

berdahak tetapi tidak panas, mata semakin sembab, kedua kaki semakin

membengkak, pasien tidak mau makan lagi, hanya minum susu sekitar empat kali

sepertiga botol, tidak muntah, BAK satu kali sebanyak kurang lebih seperempat

gelas, tidak BAB empat hari. Kemudian pasien di bawa ke RSUT.

Pasien merupakan anak tunggal, pertumbuhan dan perkembangannya tidak

mengalami gangguan. Riwayat imunisasi dasar lengkap di bidan. Pasien lahir

dengan BB 3000 gram, PB lahir tidak diketahui, lingkar kepala tidak diketahui,

lahir spontan di bidan, cukup bulan. Pasien tidak pernah sakit seperti ini

sebelumnya, tidak memiliki riwayat sering minum obat–obatan, riwayat penyakit

darah tinggi, asma, alergi, kencing manis, jantung ataupun sakit ginjal. Ibu pasien

juga tidak mengalami suatu penyakit berat maupun minum obat-obat tertentu pada

saat kehamilannya

Riwayat nutrisi pasien, memperoleh air susu ibu (ASI) sampai usia dua

tahun, susu tambahan sejak usia tiga bulan sampai sekarang. Riwayat penurunan

BB dalam enam bulan terakhir disangkal. Asupan sehari–hari pasien menyukai

sayur bening dan sop. Asupan makan sebelum sakit, pasien biasa makan nasi tiga

kali setengah centong sehari, dengan sayur bening, lauk ikan atau telur atau ayam,

minum susu formulasekitar enam botol (perbotol 250 mL) sehari, biskuit sesekali.

Lima hari SMRS pasien hanya makan nasi lauk ayam kurang lebih setengah porsi

dari biasanya, susu tiga kali satu botol, air putih sekitar empat kali setengah gelas.

Saat 24 jam terakhir, pasien tidak mau makan diet lunak RS, hanya minum susu

formula bawaan sendiri sebanyak empat botol, tidak mau susu yang diberikan

oleh RS, biskuit tiga kali dua keping, tidak muntah, belum BAB lima hari, BAK

masih sedikit. Data BB terakhir sebelum sakit, dua minggu SMRS yaitu 12 kg.

Pasien diskrining setelah hari kedua menjalani perawatan.

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 57: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

41

Universitas Indonesia

Data obyektif diperoleh tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 120 x/menit,

pernafasan 28 x/menit, suhu 36,6 0C. Pada pemeriksaan fisik tampak kepala

normosepal, rambut tipis kemerahan, edema kedua palpebra, konjungtiva tidak

anemis, tonsil tidak hipertropi dan tidak hiperemia, pada pemeriksaan fisik dada

tidak tampak iga gambang, terdapat ronkhi pada kedua lapangan paru, jantung

tidak terdapat murmur ataupun gallop, abdomen tampak cembung, tegang, hepar

lien sulit dinilai, shifting dullness (+), bising usus normal, pekak. Pada kemaluan

dan kedua kaki edema, kapasitas fungsional mampu berjalan perlahan dan

memegang botol minum sendiri.

Hasil laboratorium Hb 11,3 mg/dL, leukositosis (11.900/μL),

hipoalbuminemia (1,5 mg/dL), natrium 141 mmol/L, kalium 5,06 mmol/L, klorida

113 mmol/L, ureum 31 mg/dL, kreatinin 0,8 mg/dL, dislipidemia (trigliserida 331

mg/dL, kolesterol total 476 mg/dL, HDL 43 mg/dL, LDL 408 mg/dL), titer ASTO

(-). Pada pemeriksaan urin sewaktu tampak kuning keruh, pH 6, berat jenis 1025,

proteinuria (++), glukosa (-), darah samar (++), eritrosit 9–12/LPB, leukosit 2–

3/LPB, silinder 0–1/LPB. Pemeriksaan thorak foto tampak gambaran

bronkhopneumonia. Selama pemantauan, data laboratorium menunjukkan

perbaikan.

Pada pemeriksaan antropometri, TB 93 cm (P25-50) (sesuai TB anak usia

dua tahun tujuh bulan), LLA 14 cm (-1 SD > Z >-2 SD), lingkar kepala 47 cm

(P10), BB 15 kg, berat badan dua minggu sebelum sakit 12 kg, berat badan ideal

14 kg. Penentuan status gizi menggunakan BB sebelum sakit, maka berdasarkan

berat badan menurut tinggi badan adalah sebesar 85,7 %, kesan gizi kurang.

Obat yang diberikan oleh dokter penanggung jawab pasien secara intra

vena adalah lasix 2x20 mg dan cefotaxim 2x750 mg, secara oral aldakton 2x6,25

mg, captopril 3x0,25 mg, prednison 3x2 tab dan mucera sirup 3x1 sendok teh,

zamel sirup 3x1 sendok teh.

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 58: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

42

Universitas Indonesia

Gambar 3. 1 Analisis asupan makronutrien kasus 1, sebelum sakit,

satu minggu SMRS, dan 24 jam terakhir

Asupan sebelum sakit 1440,3 kkal (protein 62,8 g, lemak 55,4 g dan KH

172 g), asupan selama sakit lima hari SMRS 720 kkal (protein 31,4 g, lemak 27,7

g, dan KH 86 g), dan asupan 24 jam terakhir 833,5 kkal (protein 36,4 g, lemak

33,5 g dan KH 96,6 g). Keseimbangan cairan (-) 280 mL, diuresis 1,7

mL/kgBB/24 jam.

Diagnosis kerja gizi pasien ini adalah sindroma nefrotik idiopatik,

bronkhopneumonia, hipertensi, gizi kurang, hipermetabolisme sedang

(leukositosis, hipoalbuminemia, proteinuria, hematuria, dislipidemia)

Rencana pemberian nutrisi diawali dengan perhitungan kebutuhan energi

basal menggunakan rumus Schoefield (BB-TB). Kebutuhan energi basal diperoleh

795,586 kkal, dengan faktor stres 1,3 sehingga KET sebesar 1000 kkal, protein 22

g, sumber protein dengan bioavailabilitas tinggi. lemak 28 g (25%) dengan

komposisi MUFA 10 %, PUFA 8 %, dan SAFA 7 %, karbohidrat 166 g (66 %),

saran pemberian mikronutrien sesuai RDA berupa niacin (vitamin B3) 6 mg,

tiamin (vitamin B1) 0,5 mg, riboflavin (vitamin B2) 0,5 mg, vitamin B6 0,5 mg,

vitamin C 40 mg, vitamin D 5 μg, calsium 500 mg, zink 8,2 mg, copper 340 mcg,

vitamin K 15 μg, omega tiga sirup 3 x 1 cth. Kebutuhan cairan 1100 mL/24 jam.

Data analisis mikronutrien (pada lampiran data nutrisurvey) cukup baik.

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 59: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

43

Universitas Indonesia

Berdasarkan analisis asupan 24 jam terakhir telah mencapai 80 % KET maka

pemberian nutrisi sesuai KET. Rute pemberian nutrisi secara oral, frekuensi

pemberian terbagi dalam tiga kali makan utama dan dua kali selingan berupa diet

lunak bubur nasi rendah garam, sebanyak 2 g natrium per hari dan susu formula

RS. Monitoring dan evaluasi dilakukan setiap hari, meliputi keadaan klinis, tanda

vital, analisis dan toleransi asupan, pengukuran berat badan, penilaian

laboratorium analisis urin setiap hari, kadar Hb, leukosit, profil lipid dan albumin

setiap tiga hari.

Gambar 3. 2 Grafik Tanda vital selama pemantauan Kasus 1 (A. Grafik tekanan darah

dan frekuensi nadi, B. Grafik respirasi dan suhu)

Pemantauan pada pasien ini dilakukan dalam tujuh hari sejak hari pertama

pemeriksaan (H0) pada tanggal 25 Januari 2013 dilanjutkan hari pertama

pemantauan (H1) sampai hari kepulangannya pada tanggal 31 Januari 2013 (H6).

Selama pemantauan, keadaan klinis dan asupan makan pasien semakin membaik.

Kebutuhan energi total sudah terpenuhi pada pemantauan hari ke–3. Asupan

protein sudah di atas rekomendasi sejak sebelum sakit. Produksi urin dan

penurunan BB selama pemantauan berbanding terbalik, yaitu peningkatan diuresis

diikuti penurunan berat badan.

A B

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 60: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

44

Universitas Indonesia

Gambar 3. 3 Grafik asupan makronutrien selama pemantauan Kasus 1 (A. Asupan energi,

B. Asupan protein, C. Asupan lemak, D. Asupan karbohidrat)

Hal penting yang perlu dilakukan untuk melakukan monitoring dan

evaluasi terhadap pasien ini adalah keadaan klinis, analisis dan toleransi asupan,

keseimbangan cairan, tanda vital, pengukuran berat badan, penilaian laboratorium

analisis urin dan elektrolit setiap hari, kadar Hb, leukosit, profil lipid dan albumin

setiap tiga hari. Namun demikian tidak semua pemeriksaan laboratorium tersebut

dapat dilaksanakan, dikarenakan berbagai pertimbangan.

Gambar 3. 4 Grafik produksi urin dan penurunan berat badan selama

pemantauan Kasus 1 (A. Produksi urin,B. Penurunan berat badan)

Keadaan hipoalbuminemia pada pasien ini diatasi pada hari ke–3

pemantauan dengan melakukan intervensi menggunakan albumin 20% sebanyak

50 mL (selama satu kali dari 3 kali yang direncanakan karena pertimbangan

administrasi), dan tidak dilakukan pemeriksaan ulang albumin serum sampai

pasien dipulangkan. Namun demikian pada hari ke tiga pemantauan dilakukan

A B

C D

A B

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 61: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

45

Universitas Indonesia

pemeriksaan urin kuantitatif dan urin rutin. Hasil pemeriksaan urin kuantitatif

adalah 2436 mg/24 (normalnya 24–141 mg/24 jam). Pada pemantuan hari ke–4

dilakukan pemeriksaan urin rutin dan hasilnya menunjukkan perbaikan dibanding

pemeriksaan awal, yaitu gambaran mikroskopis eritrosit 3–8 /LPB, proteiunuria

(+), dan darah samar (+)

Pasien dipulangkan dalam kondisi klinis yang membaik, dan tidak

dilakukan pemeriksaan urin kembali saat hari kepulangan. Kedua orang tua pasien

telah diberikan edukasi nutrisi untuk di rumah. Tujuan pemberian nutrisi untuk

memenuhi kebutuhan, menekan progresifitas dan kekambuhan penyakit,

memperbaiki status nutrisi dan optimalisasi pertumbuhan.

3.2. Kasus 2

Pasien an R, seorang anak laki–laki lima belas bulan, beragama Islam. Pasien

masuk rumah sakit pada tanggal 13 Pebruari 2013 dan dilakukan skrining gizi

pada tanggal 14 Pebruari 2013. Berdasarkan skrining gizi tersebut, an. R

memerlukan pemantauan TTG, karena asupan yang tidak adekuat sejak satu

minggu SMRS, kadar albumin < 3 g/dL (1,4 mg/dL), dan adanya penyakit dengan

stres metabolik.

Hasil anamnesis yang dilakukan terhadap ibu kandung pasien, menyatakan

bahwa keluhan utama pasien dibawa ke RS akibat bengkak seluruh tubuh.

Riwayat perjalanan penyakitnya adalah tiga minggu SMRS pasien menderita

batuk, pilek dan demam, BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien berobat ke

puskesmas sebanyak dua kali baru sembuh. Satu minggu SMRS, saat bangun tidur

pagi hari, kedua mata pasien tampak sembab, dan sembab tidak berkurang saat

siang hari. disertai bengkak pada kedua kaki serta perut bertambah besar, mual

tetapi tidak muntah, masih mau makan setengah porsi biasanya, BAB tidak ada

keluhan, BAK biasanya berkurang dari biasanya. Semakin hari bengkak

bertambah dan disertai bengkak pada perut dan kaki, tidak demam maupun batuk,

kemudian pasien di bawa ke RSUT.

Pasien merupakan anak ke dua dari dua bersaudara, lahir dengan BB lahir

3000 gram, PB 49 cm, lingkar kepala tidak diketahui, lahir cukup bulan di rumah

sakit melalui sectio sesaria, dengan riwayat persalinan yang sama sebelumnya.

Riwayat imunisasi lengkap di bidan. Pertumbuhan dan perkembangan tidak

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 62: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

46

Universitas Indonesia

mengalami gangguan. Pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya, tidak

memiliki riwayat sering minum obat–obatan, riwayat penyakit darah tinggi, asma,

alergi, kencing manis, jantung ataupun sakit ginjal. Ibu pasien juga tidak

mengalami suatu penyakit berat maupun minum obat-obat tertentu pada saat

kehamilannya.

Riwayat nutrisi pasien, asupan ASI dari bayi sampai usia 12 bulan, susu

formula sejak usia dua minggu sampai sekarang. Enam bulan terakhir tidak terjadi

penurunan BB. Asupan sebelum sakit, sarapan nasi ½ centong, sayur bening

bayam, 1/2 potong tempe goreng, 1/2 potong ikan, makan siang nasi ½ centong,

sayur bening campur, tempe/tahu 1/2 potong, telur dadar ½ butir, makan malam

nasi ½ centong, sayur sop ayam. Selingan berupa susu formula dua gelas perhari,

buah pisang/jeruk 1 buah. Asupan selama sakit satu minggu sebelum masuk RS

berupa bubur nasi ½ mangkok bayi dengan kuah sayur bening, teh manis satu

gelas, susu formula dua gelas. Asupan 24 jam terakhir berupa bubur nasi dengan

kuah sayur 3x 3 sampai empat suap, lauk dan sayur tidak dimakan, snack tidak

dimakan, susu formula 3x1/2 gelas. Data BB terakhir sebelum sakit, tiga minggu

SMRS yaitu 9 kg. Pasien di skrining setelah hari kedua menjalani perawatan.

Data obyektif diperoleh tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 130 x/menit,

pernafasan 28 x/menit, suhu 36,80C. Pada pemeriksaan fisik tampak kepala

normosepal, rambut tipis kemerahan, edema kedua palpebra, konjungtiva anemis,

tonsil tidak hipertropi dan tidak hiperemia, pada pemeriksaan fisik dada tidak

tampak iga gambang, tidak terdapat ronkhi pada kedua lapangan paru, jantung

tidak terdapat murmur ataupun gallop, abdomen tampak cembung, tegang, hepar

lien sulit dinilai, shifting dullness (+), bising usus normal, pekak. Pada kemaluan

dan kedua kaki edema, kapasitas fungsional mampu duduk, belum mampu

berjalan, mampu memegang botol minum sendiri.

Hasil laboratorium menggambarkan keadaan anemia (Hb 10,6 mg/dL),

leukositosis (14.900/μL), hematokrit 30 %, trombosit 606.000, hipoalbuminemia

(1,4 mg/dL), kadar natrium 135 mmol/L, kalium 3,02 mmol/L, klorida 111

mmol/L, ureum 40 mg/dL, kreatinin 0,5 mg/dL, dislipidemia (kolesterol total 573

mg/dL, trigliserida 1296 mg/dL, HDL 32 mg/dL, LDL 277 mg/dL), titer ASTO (-

). Pada pemeriksaan urin sewaktu tampak kuning keruh, pH 6, berat jenis 1030,

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 63: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

47

Universitas Indonesia

proteinuria (++), glukosa (-), darah samar (+++), eritrosit perlapangan pandang

besar tampak penuh, leukosit 1–2/LPB, silinder (-), epitel (+). Selama

pemantauan hematuria menunjukkan perbaikan, begitu juga hipoalbuminemianya.

Pada pemeriksaan antropometri, TB 76 cm (P10-25), hal ini sesuai TB anak

usia dua belas setengah bulan, LLA 13 cm (-1 SD > Z >-2 SD), BB 12 kg, berat

badan tiga minggu sebelum sakit 9 kg, berat badan ideal 10,4 kg. Penentuan status

gizi menggunakan BB sebelum sakit, maka berdasarkan berat badan menurut

panjang badan adalah 87 %, kesan gizi kurang.

Obat yang diberikan oleh dokter penanggung jawab pasien secara intra

vena adalah lasix, 3x10 mg, cefotaxim 3x250 mg, albumin 20% sebanyak 50 mL

selama tiga hari berturut–turut. Secara oral spironolakton 2x6,25 mg, prednison 2

tablet pagi, 2 tablet siang dan 1 tablet sore, captopril 3x2 mg.

Analisis asupan sebelum sakit, selama satu minggu SMRS, dan 24 jam

terakhir terlihat pada gambar 3.5., dengan keseimbangan cairan (-) 170 mL,

diuresis 2,3 mL/kgBB/24 jam.

Protein (g) Lemak (g) KH (g)

34,3

30,7

98,1

16,9

11,7

85

11,7 8,7

47,2

ANALISIS MAKRONUTRIEN

Sebelum sakit

Selama sakit

24 jam terakhir

Gambar 3. 5 Analisis asupan makronutrien Kasus 2, sebelum sakit,

satu minggu SMRS, dan 24 jam terakhir

Asupan sebelum sakit 798,5 kkal (protein 34,3, g, lemak 30,7 g dan KH

98,1 g), asupan selama sakit lima hari SMRS 522,8 kkal (protein 16,9 g, lemak

11,7 g, dan KH 85 g), dan asupan 24 jam terakhir 318,1 kkal (protein 11,7 g,

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 64: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

48

Universitas Indonesia

lemak 8,7 g dan KH 47,2 g). Keseimbangan cairan (-) 170 mL, diuresis 2,3

mL/kgBB/jam.

Diagnosis kerja gizi pasien ini adalah sindroma nefrotik idiopatik,

hipertensi, anemia, gizi kurang, hipermetabolisme sedang (leukositosis,

hipoalbuminemia, hipokalemia, proteinuria, hematuria, dislipidemia)

Rencana pemberian nutrisi diawali dengan perhitungan kebutuhan energi

basal menggunakan rumus Schoefield (BB-TB). Kebutuhan energi basal 537,127

kkal, dengan faktor stres 1,3 sehingga KET sebesar 700 kkal, protein 17 g,

disarankan protein bioavailabilitas tinggi. Lemak 19 g (25%) dengan komposisi

MUFA10 %, PUFA 8 %, dan SAFA 7 %, karbohidrat 114 g (65%), pemberian

mikronutrien disarankan sesuai RDA berupa zat besi 8 mg, Niacin 6 mg, vitamin

B1 0,5 mg, vitamin B2 0,5 mg, vitamin B6 0,5 mg, vitamin C 40 mg, vitamin D 5

μg, calsium 500 mg, zink 8,2 mg, copper 340 mcg, vitamin K 15 μg, omega tiga

sirup 3 x 1 cth. Kebutuhan cairan 900 mL/24 jam. Data analisis mikronutrien

(pada lampiran data nutrisurvey) kurang baik. Berdasarkan pertimbangan analisis

asupan 24 jam terakhir maka pemberian nutrisi dimulai dari 80% KET, yaitu 560

kkal, protein 17 g, lemak 16 g, karbohidrat 88 g. Rute pemberian nutrisi secara

oral, frekuensi pemberian terbagi dalam tiga kali makan utama dan dua kali

selingan, berupa diet lunak bubur nasi rendah garam, sebanyak 2 g natrium per

hari dan susu formula RS.

Pemantauan pada pasien ini dilakukan dalam sembilan hari sejak tanggal

14 Pebruari 2013 yang merupakan hari pertama pemeriksaan (H0) dilanjutkan hari

pertama pemantauan (H1) sampai dengan hari kepulangan pada tanggal 22

Pebruari 2013 (H8). Selama pemantauan, keadaan klinis pasien semakin

membaik, demikian juga asupan nutrisinya.

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 65: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

49

Universitas Indonesia

Gambar 3. 6 Grafik Tanda vital selama pemantauan Kasus 2 (A. Grafik tekanan darah dan frekuensi nadi, B. Grafik respirasi dan suhu)

Asupan energi pasien semakin membaik meskipun kebutuhan energi total

baru tercapai pada hari ke–6 pemantauan, demikian juga dengan asupan

proteinnya.

Gambar 3. 7 Grafik asupan makronutrien selama pemantauan Kasus 2 (A. Asupan energi,

B. Asupan protein, C. Asupan lemak, D. Asupan karbohidrat)

Produksi urin selama pemantauan meningkat diikuti oleh menurunnya BB,

sehingga bengkak semakin berkurang dan kondisi klinis pasien semakin membaik.

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 66: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

50

Universitas Indonesia

Gambar 3. 8 Grafik produksi urin dan penurunan berat badan Kasus 2

(A. Produksi urin, B. Penurunan berat badan)

Monitoring dan evaluasi terhadap pasien ini adalah keadaan klinis, analisis

dan toleransi asupan, yang akan ditingkatkan pada planning sebesar 10%–20%

dalam satu sampai dua hari sampai target kebutuhan terpenuhi, keseimbangan

cairan, tanda vital, pengukuran berat badan, penilaian laboratorium analisis urin

dan elektrolit setiap hari, kadar Hb, leukosit, profil lipid dan albumin setiap tiga

hari.

Hipoalbuminemia pada pasien ini mengalami perbaikan dari saat datang

1,4 mg/dL menjadi 3,2 mg/dL pada pemeriksaan laboratorium terakhir selama

perawatan, yaitu pada sehari menjelang dipulangkan. Perbaikan ini didukung oleh

koreksi albumin pada pasien tersebut selama tiga hari berturut–turut sejak hari

pertama pemeriksaan. Tetapi keadaan tersebut tidak diikuti oleh perbaikan

keadaan proteinurianya, yang menetap positif dua.

Hipoalbuminemia pada pasien ini diatasi dengan melakukan intervensi

albumin 20% sebanyak 50 mL (selama tiga hari berturut–turut, kemudian

dilakukan pemeriksaan ulang kadar albumin pada hari ke dua pemantauan dan

juga hri kedua intervensi, yaitu sebesar 2,8 mg/dL dan hari empat pemantauan

sebesar 3,2 mg/dL). Meskipun keadaan klinis pasien ini menunjukkan perbaikan,

tetapi hasil pemeriksaan laboratorium di akhir perawatan pada pasien ini belum

semuanya mencapai normal. Hasil pemeriksaan urin sewaktu menunjukkan masih

terdapat proteinuria (++), darah samar (+), pemeriksaan kolesterol 631 mg/dL,

trigliserida 483 mg/dL, ureum 15 mg/dL, kreatinin 0,5 mg/dL, natrium 130

mmol/L, kalium 3,3 mmol/L dan klorida 99 mmol/L.

Pasien dipulangkan dalam kondisi perbaikan klinis, dengan asupan makan

sudah mencapai total. Edukasi nutrisi untuk di rumah telah disampaikan ke ayah

dan ibu pasien. Nutrisi diberikan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan,

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 67: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

51

Universitas Indonesia

mempercepat penyembuhan, menekan progresifitas dan kekambuhan penyakit,

memperbaiki status nutrisi dan tercapainya pertumbuhan yang optimal.

3.3. Kasus 3

Pasien an. F. seorang anak laki–laki berusia empat tahun sepuluh bulan,

beragama Islam, masuk rumah sakit pada tanggal 27 Januari 2013 dan dilakukan

skrining gizi pada tanggal 28 Januari 2013. Berdasarkan skrining gizi tersebut, an.

F memerlukan pemantauan TTG karena kadar albumin < 3 g/dL (1 mg/dL), dan

adanya penyakit dengan stres metabolik.

Hasil anamnesis yang dilakukan terhadap ibu kandung pasien, keluhan

utama pada pasien ini adalah adanya bengkak seluruh tubuh yang belum

membaik. Riwayat perjalanan penyakit pasien ini pada satu bulan SMRS saat

bangun tidur tampak sembab di kedua kelopak mata, disertai bengkak di kedua

kaki, tidak demam, tidak batuk, nafsu makan tidak menurun, BAB tidak ada

keluhan, BAK lebih jarang dari biasanya. Kemudian pasien dibawa oleh orang

tuanya berobat ke klinik 24 jam tetapi kemudian dirujuk ke dokter spesialis

praktek swasta, dan dilakukan pemeriksaan laboratorium urin dan darah. Pasien

tidak teratur minum obat, obat yang diresepkan oleh dokter hampir tidak pernah

diminum. Dua minggu SMRS tampak bengkak semakin memberat sampai ke

perut, pasien dibawa berobat jalan kembali di dokter sebelumnya, telah dianjurkan

menjalani rawat inap tetapi orang tua pasien menolak, pasien masih tidak mau

minum obat. Satu minggu SMRS bengkak bertambah berat disertai bengkak pada

kemaluan, pasien kembali dibawa kontrol ke dokter yang sama, dilakukan

pemeriksaan USG pada bagian perut, pasien masih menolak minum obat, makan

masih seperti biasanya, BAB tidak ada keluhan sedangkan BAK semakin jarang

dan sedikit, kemudian pasien dibawa ke RSUT.

Pasien merupakan anak ke tiga dari tiga bersaudara, lahir dengan BB lahir

3500 gram, panjang badan tidak diketahui, lingkar kepala tidak diketahui, lahir

cukup bulan di bidan. Riwayat imunisasi lengkap juga di bidan. Pertumbuhan dan

perkembangan tidak mengalami gangguan. Pasien tidak pernah sakit seperti ini

sebelumnya, tidak memiliki riwayat sering minum obat–obatan, riwayat penyakit

darah tinggi, asma, alergi, kencing manis, jantung ataupun sakit ginjal. Ibu pasien

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 68: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

52

Universitas Indonesia

juga tidak mengalami suatu penyakit berat maupun minum obat-obat tertentu pada

saat kehamilannya

Riwayat asupan ASI sampai usia dua tahun, susu tambahan sejak umur

tiga bulan. Penurunan BB dalam enam bulan terakhir disangkal. Asupan sebelum

sakit, sarapan susu kental manis satu gelas, roti manis satu potong sedang, makan

siang nasi satu centong, sayur sop , telur satu buah, makanan selingan berupa buah

pepaya satu potong sedang. Makan malam nasi satu centong, ikan kembung

satu ekor, tempe atau tahu goreng satu potong sedang, sayur bening, kerupuk satu

genggam. Asupan selama sakit sejak satu bulan SMRS tidak ada perubahan.

Asupan 24 jam terakhir berupa bubur nasi diet RS dua kali setengah porsi, susu

ultra satu kotak 250 mL, roti manis satu potong sedang, pisang satu buah. Data

BB terakhir sebelum sakit, enam minggu SMRS yaitu 16 kg. Skrining dilakukan

pada hari kedua perawatan.

Data obyektif diperoleh tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 118 x/menit,

pernafasan 28 x/menit, suhu 36,80C. Pada pemeriksaan fisik tampak kepala

normosepal, rambut hitam, edema kedua palpebra, konjungtiva tidak anemis,

tonsil tidak hipertropi dan tidak hiperemia, pada pemeriksaan fisik dada tidak

tampak iga gambang, tidak terdapat ronkhi pada kedua lapangan paru, jantung

tidak terdapat murmur ataupun gallop, abdomen tampak cembung, tegang, hepar

lien sulit dinilai, shifting dullness (+), bising usus normal, pekak. Pada kemaluan

dan kedua kaki edema, kapasitas fungsional mampu duduk dan belum berjalan.

Hasil laboratorium Hb 11,5 mg/dL, gambaran lain tampak leukositosis

(18.100/μL), hematokrit 32 %, trombosit 419.000 mg/dL, hipoalbuminemia (1

mg/dL), protein total 3,3 mg/dL. Pada pemeriksaan urin tampak kuning keruh,

berat jenis 1025, pH 6,5, proteinuria (+), glukosa (-), darah samar (+), hematuria

(eritrosit 3–7/LPB), leukosit 5–10/LPB, epitel (+), silinder hyalin 1–2/LPB.

Kadar elektrolit normal, yaitu natrium 137 mmol/L, kalium 4,3 mmol/L, klorida

107 mmol/L , fungsi ginjal normal, ditandai kadar ureum 26 mg/dL dan kreatinin

0,5 mg/dL. Enzim transaminase meningkat, yaitu SGOT 57 mg/dL, SGPT 53

mg/dL, hiperkolesterolemia, kolesterol total 547 mg/dL, titer ASTO (-). Data

laboratorium saat menjalani rawat jalan yaitu saat kontrol pertama satu bulan

SMRS, hasil laboratorium urin kuning keruh, berat jenis 1020, pH 6, protein (+),

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 69: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

53

Universitas Indonesia

urobilinogen (+), leukosit 5–7/LPB, eritrosit 0–1/LPB, epitel (+), silinder granula

0–1, krital oksalat (+++), bakteri (+). Pada pemeriksaan darah, Hb 15,2 mg/dL,

leukosit 12.100/ μL, hematokrit 46%, trombosit 395.000 mg/dL, MCV 85 fL,

MCH 30,2 pq, MCHC 37,6 %, LED 105, ureum 38,5, kreatinin 0,6. Protein total

4,4 mg/dL, albumin 3,4 mg/dL. Gambaran darah tepi, basofil 0, eosinofil 2%, sel

batang 2%, netrofil segmen 50%, limfosit 40 %, monosit 60%. Data kontrol

kedua, dua minggu SMRS hasil laboratorium urin kuning keruh, berat jenis 1030,

pH 5, protein (++), darah samar (+), urobilinogen (+), leukosit 3–5/LPB, eritrosit

1–3/LPB, epitel (+), silinder granula 0–1, krital oksalat (+++), bakteri (+). Data

kontrol ketiga, satu minggu SMRS, hasil laboratorium urin sewaktu tampak

kuning keruh, berat jenis 1030, pH 5, protein (++), darah samar (+), urobilinogen

(+), leukosit 6–9/LPB, eritrosit 4–5/LPB, epitel (+), silinder granula 1–2, krital

amorf (++), bakteri (+). Pemeriksaan USG, hepar ukuran normal, reguler,

parenkim homogen, tidak tampak nodul, vena hepatika dan vena porta normal,

ginjal kanan dan kiri normal, parenkim normal, kortek tidak menipis, tidak

tampak batu.

Pada pemeriksaan antropometri, TB 114 cm (P90), sesuai TB anak usia

lima tahun delapan bulan, LLA 15 cm, P5-10, atau -1 SD > Z > -2 SD, BB 20 kg,

berat badan enam minggu SMRS sakit 16 kg, berat badan ideal 20 kg. Penentuan

status gizi menggunakan BB sebelum sakit, maka berdasarkan berat badan

menurut panjang badan adalah 80 %, kesan gizi kurang.

Obat yang diberikan oleh dokter penanggung jawab pasien secara intra

vena adalah furosemid 3x20 mg, dan cefotaxim 2x800 mg, serta direncanakan

koreksi albumin 25% 100 mL. Obat secara oral berupa tablet captopril 2x6,25 mg

dan prednison 3 x 3 tablet.

Analisis asupan sebelum sakit, selama sakit sejak satu bulan SMRS, dan

24 jam terakhir terlihat pada gambar 3.9., dengan keseimbangan cairan (-) 35 mL,

diuresis 0,65 mL/kgBB/24 jam.

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 70: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

54

Universitas Indonesia

Gambar 3.9 Analisis asupan kasus 3 sebelum sakit, selama sakit sejak

satu bulan SMRS, dan 24 jam terakhir

Diagnosis kerja gizi pada pasien ini adalah sindroma nefrotik idopatik,

hipertensi, gizi kurang, hipermetabolisme sedang (leukositosis, hipoalbuminemia,

proteinuria, hematuria, dislipidemia, peningkatan enzim tranaminase)

Rencana pemberian nutrisi diawali dengan perhitungan kebutuhan energi

basal menggunakan rumus Schoefield (BB-TB), KEB 877,042 kkal, stres 1,3

sehingga KET 1100 kkal, protein 31 g, sumber protein yang bioavailabilitasnya

tinggi. Pemberian lemak 30,5 g (25%) dengan komposisi MUFA 10 %, PUFA 8

%, dan SAFA 7 %, dan kebutuhan karbohidrat 175 g (64 %), saran pemberian

multivitamin sesuai RDA, berupa Niacin 8 mg, vitamin B1 0,6 mg, vitamin B2

0,6 mg, vitamin B6 0,6 mg, vitamin C 45 mg, vitamin D 5 μg, calsium 500 mg,

zink 9,7 mg, copper 440 mcg, vitamin K 20 μg, omega tiga sirup 4 x 1 cth.

Kebutuhan cairan 1300 mL/24 jam. Data analisis mikronutrien (pada lampiran

data nutrisurvey) masih kurang baik. Berdasarkan pertimbangan analisis asupan

24 jam terakhir, maka pemberian nutrisi sesuai KET. Rute pemberian nutrisi

secara oral, bentuk padat, frekuensi pemberian terbagi dalam tiga kali makan

utama dan dua kali selingan berupa diet nasi rendah garam, sebanyak 2 g natrium

per hari.

Pemantauan pada pasien ini dilakukan selama enam hari sejak hari

pertama pemeriksaan (H0) pada tanggal 28 Januari 2013, dilanjutkan pemantauan

hari pertama (H1) sampai dengan 2 Pebruari 2013 saat pasien pulang (H5).

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 71: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

55

Universitas Indonesia

Selama pemantauan, keadaan klinis pasien semakin membaik meskipun pasien

pulang atas permintaan sendiri di hari ke enam perawatan. Tanda–tanda vital

selama pemantauan terlihat pada gambar 3.10.

Gambar 3. 10 Tanda–tanda vital selama pemantauan Kasus 3(A. Tekanan darah dan

frekuensi nadi, B. Respirasi dan suhu)

Pada dasarnya asupan makan pasien ini cukup baik, tetapi pasien sulit

minum obat. Hampir semua obat per oral selama menjalani perawatan tidak bisa

di minum.

Gambar 3. 11 Analisis asupan makronutrien selama pemantauan Kasus 3(A. Asupan energi,

B. Asupan protein, C. Asupan lemak, D. Asupan karbohidrat)

Produksi urin dan hasil penimbangan berat badan setiap hari pada pasien

ini seperti halnya pasien sebelumnya, yaitu berbanding terbalik, dimana

peningkatan diuresisi diikuti penurunan BB.

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 72: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

56

Universitas Indonesia

Gambar 3. 12 Grafik produksi urin dan berat badan Kasus 3(A. Produksi urin,

B. Penurunan berat badan)

Hal penting yang perlu dilakukan untuk melakukan monitor dan evaluasi

terhadap pasien ini adalah keadaan klinis, analisis dan toleransi asupan,

keseimbangan cairan, tanda vital, pengukuran berat badan, penilaian laboratorium

analisis urin dan elektrolit setiap hari, kadar Hb, leukosit, SGOT, SGPT, profil

lipid dan albumin setiap tiga hari.

Keadaan hipoalbuminemia pada pasien ini tidak dapat teratasi sesuai yang

direncanakan berupa intervensi menggunakan albumin 20 % 100 mL (selama tiga

hari berturut–turut) dikarenakan faktor administrasi. Meskipun keadaan klinis

pasien ini menunjukkan perbaikan, tetapi evaluasi laboratorium tidak dapat

dilakukan seperti halnya alasan tersebut di atas.

Pasien dipulangkan atas permintaan kedua orang tua pasien dalam kondisi

masih edema kedua kaki dan asites, tetapi telah diberikan edukasi nutrisi untuk di

rumah. Tujuan pemberian nutrisi untuk memenuhi kebutuhan dan mempercepat

penyembuhan pada pasien ini, sehingga diharapkan dapat memperbaiki status

nutrisi dan tercapainya pertumbuhan yang optimal, serta menekan progresifitas

penyakit dan kekambuhan.

3.3. Kasus 4

Pasien an. E, seorang anak perempuan berusia delapan tahun dua bulan,

beragama Islam, masuk rumah sakit pada tanggal 28 Pebruari 2013 dan dilakukan

skrining gizi pada tanggal 28 Pebruari 2013. Berdasarkan skrining gizi tersebut,

an. F memerlukan pemantauan TTG karena asupan tidak adekuat sejak satu

minggu SMRS, kadar albumin < 3 g/dL (1,8 mg/dL), dan adanya penyakit dengan

stres metabolik.

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 73: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

57

Universitas Indonesia

Hasil anamnesis yang dilakukan terhadap ibu kandung pasien, keluhan

utama pada pasien ini adalah adanya bengkak seluruh tubuh disertai sesak nafas.

Riwayat perjalanan penyakit pasien ini pada satu minggu SMRS saat bangun tidur

pasien sembab di kedua kelopak mata, bengkak berkurang saat siang hari, tidak

demam, tidak batuk, nafsu makan tidak menurun, BAB tidak ada keluhan, BAK

berkurang, warna tidak diperhatikan. Lima hari SMRS pasien mengeluh sesak,

tidak disertai demam maupun batuk, bengkak diwajah kian bertambah, disertai

bengkak di kedua kaki, kemaluan, serta perut. Perut kanan atas sakit menjalar

kepinggang dan punggung. Keluhan lain adalah nafsu makan yang menurun,

pasien mampu menghabiskan setengah porsi dari makan biasanya, BAB tidak ada

keluhan, BAB warna abu–abu disangkal, BAK semakin jarang, warna urin coklat

tua, tidak sakit saat BAK. Kemudian oleh orang tuanya pasien dibawa berobat ke

puskesmas, tetapi kemudian dirujuk ke RSUT.

Pasien merupakan anak pertama dari dua bersaudara, lahir dengan BB

lahir 300 gram, panjang badan 50 cm, lingkar kepala tidak diketahui, lahir spontan

cukup bulan di bidan. Riwayat imunisasi tidak lengkap, tidak imunisasi DPT 3

dan campak. Pertumbuhan dan perkembangan tidak mengalami gangguan. Pasien

tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya, tidak memiliki riwayat sering minum

obat–obatan, riwayat penyakit darah tinggi, asma, alergi, kencing manis, jantung,

sakit kuning ataupun sakit ginjal. Ibu pasien juga tidak mengalami suatu penyakit

berat maupun minum obat-obat tertentu pada saat kehamilannya

Riwayat asupan, ASI sampai usia enam bulan, susu tambahan sejak lahir,

pasien tidak menyukai susu seduh, tetapi masih mengkonsumsi susu cair kotak,

tidak suka bubur. Ibu pasien menyangkal telah terjadi penurunan BB dalam enam

bulan terakhir. Asupan sebelum sakit, sarapan nasi setengah centong, tumis sawi,

tahu satu potong sedang, telur dadar ½ butir, makan siang nasi satu centong, sayur

sop, ayam satu potong sedang, tempe satu potong sedang. Makanan selingan

berupa buah jeruk satu potong, pepaya satu potong sedang, snack chiki satu

bungkus sedang, makan malam nasi satu centong, ikan lele satu ekor, tempe atau

tahu goreng satu potong sedang, sayur bening. Asupan selama sakit, lima hari

SMRS setengah porsi biasanya. Asupan 24 jam terakhir pasien masih dirumah,

makan masih sama seperti lima hari SMRS. Data BB terakhir sebelum sakit, satu

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 74: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

58

Universitas Indonesia

bulan yang lalu yaitu 17 kg. Pasien di skrining sejak hari pertama menjalani

perawatan.

Data obyektif diperoleh tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 130 x/menit,

pernafasan 36 x/menit, suhu 36,60C. Pada pemeriksaan fisik tampak kepala

normosepal, rambut hitam, edema kedua palpebra, sklera ikhterik, konjungtiva

anemis, tonsil tidak hipertropi dan tidak hiperemia, pada pemeriksaan fisik dada

tampak iga gambang, terdapat retrakasi di kedua dinding dada, terdapat ronkhi di

kedua lapangan paru, jantung tidak terdapat murmur ataupun gallop, abdomen

tampak cembung, tegang, hepar lien sulit dinilai, shifting dullness (+), bising usus

normal, pekak. Pada kemaluan dan kedua kaki edema, kapasitas fungsional hanya

mampu duduk dengan bersandar.

Hasil laboratorium Hb 10,6 mg/dL, leukosit (8.500/μL), hematokrit 33%,

trombosit 114.000 mg/dL, hipoalbuminemia (1,8 mg/dL), protein total 4,7 mg/dL,

globulin 2,9 mg/dL. Hasilpemeriksaan urin sewaktu tampak kuning keruh, pH 6,5,

berat jenis 1025, proteinuria (++), hematuria (eritrosit 5–10/LPB), leukosit 1–

3/LPB, darah samar (+), epitel (+), silinder hyalin 0–1, GDS 83 mg/dL, kadar

elektrolit normal, natrium 142 mmol/L, kalium 4,3 mmol/L , klorida 115 mmol/L.

Fungsi ginjal normal, ureum 31 mg/dL, kreatinin 0,5 mg/dL, Peningkatan enzim

tranaminase, SGOT 518 mg/dL, SGPT 385 mg/dL, trigliserida 194 mg/dL,

kolesterol total 266 mg/dL, titer ASTO (-). Pemeriksaan thorak foto menunjukkan

gambaran bronkhopneumonia. Hasil pemeriksaan USG abdomen, kesan

splenomegali ringan, cholecystitis, dan asites

Pada pemeriksaan antropometri, TB 120 cm (P3-10), sesuai TB anak usia

enam tahun delapan bulan, LLA 17 cm, pada P5–10, BB 23 kg, BB ideal 22 kg,

berat badan 1 bulan sebelum sakit sakit 17 kg. Penentuan status gizi menggunakan

BB sebelum sakit, maka berdasarkan berat badan menurut panjang badan adalah

adalah 77, %, kesan gizi kurang.

Obat yang diberikan oleh dokter penanggung jawab pasien secara intra

vena adalah furosemid 2x20 mg, dan cefotaxim 2x1g, albumin 20 % 100 mL.

Secara oral berupa ambroksol 3x1 cth, prednison 3x3 tablet, curvit 2x1 cth,

captopril 2x6,25 mg, sedangkan melalui inhalasi berupa kombinasi ventolin 1

ampul, normal salin, serta bisolvon 10 tetes. Analisis asupan sebelum sakit,

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 75: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

59

Universitas Indonesia

selama sakit sejak satu bulan SMRS, dan 24 jam terakhir terlihat pada gambar

3.13., dengan keseimbangan cairan (-) 300 mL/24 jam, diuresis 0,6 mL/kgBB/24

jam.

Gambar 3. 13 Analisis asupan Kasus 4, sebelum sakit, selama sakit tiga hari SMRS, dan 24 jam terakhir (A. Asupan energi, B. Komposisi makronutrien)

Diagnosis kerja gizi pada pasien ini adalah sindroma nefrotik idiopatik,

bronkhopneumonia, cholecystitis, gizi kurang, hipermetabolisme sedang

(trombositopenia, hipoalbuminemia, proteinuria, hematuria, dislipidemia,

peningkatan enzim tranaminase)

Rencana pemberian nutrisi diawali dengan perhitungan kebutuhan energi

basal menggunakan rumus Schoefield (BB–TB), adapun KEB yang diperoleh

sebesar 853,85 kkal, dengan faktor stres 1,3 sehingga KET 1100 kkal, protein 34 g

dari protein dengan bioavailabilitas tinggi. Lemak diberikan sebanyak 24 g (20%),

MUFA 8 %, PUFA 6 %, dan SAFA 6 %, dengan kebutuhan karbohidrat 186 g

(68%). Pemberian multivitamin sesuai RDA, saran pemberian besi 10 mg, niacin

10 mg, vitamin B1 0,9 mg, vitamin B2 0,9 mg, vitamin B6 1 mg, vitamin C 45

mg, vitamin D 5 μg, calsium 600 mg, zink 11,2 mg, copper 440 mcg, vitamin K

25 μg, omega tiga sirup 4 x 1 cth, . Kebutuhan cairan 1350 mL/24 jam. Data

analisis mikronutrien (pada lampiran data nutrisurvey) masih kurang baik.

Berdasarkan pertimbangan analisis asupan 24 jam terakhir, maka pemberian

nutrisi dimulai dari 80 % KET, sebesar 880 kkal, protein 34 g, lemak 24 g,

karbohidrat 131 g. Rute pemberian nutrisi secara oral, bentuk lunak (bubur nasi),

frekuensi pemberian porsi kecil tapi sering, berupa diet nasi rendah garam,

sebanyak 2 g natrium per hari.

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 76: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

60

Universitas Indonesia

Pemantauan pada pasien ini dilakukan selama sembilan hari sejak tanggal

8 Pebruari 2013 yang merupakan hari pertama pemeriksaan (H0), diikuti hari

pertama pemantauan (H1) sampai dengan kepulangan pada tanggal 16 Pebruari

2013 (H8).

Gambar 3. 14 Tanda–tanda vital selama pemantauan Kasus 4 (A. Tekanan darah dan frekuensi nadi, B. Respirasi dan suhu)

Perbaikan klinis dan asupan semakin membaik selama pemantauan,

meskipun KET baru terpenuhi pada hari ke delapan pemantauan. Asupan protein

terpenuhi sesuai kebutuhan pada hari ke dua pemantauan, dimana asupan ini tidak

sesuai kebutuhan sejak pasien sakit SMRS.

Gambar 3. 15 Analisis asupan makronutrien Kasus 4 (A. Asupan energi,

B. Asupan protein, C. Asupan lemak, D. Asupan karbohidrat)

Produksi urin dan hasil penimbangan berat badan setiap hari

menggambarkan kenaikan diuresis yang diikuti penurunan berat badan. Keadaan

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 77: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

61

Universitas Indonesia

tersebut sama halnya tiga kasus sebelumnya dan menggambarkan keadaan sensitif

terhadap pengobatan steroid.

Gambar 3. 16 Grafik produksi urin dan penurunan berat badan Kasus 4 (A. Produksi urin, B. Penurunan berat badan)

Keadaan yang perlu dilakukan untuk melakukan monitor dan evaluasi

terhadap pasien ini adalah keadaan klinis, analisis dan toleransi asupan, yang akan

ditingkatkan pada planning sebesar 10%–20% dalam satu sampai dua hari sampai

target kebutuhan terpenuhi, keseimbangan cairan, tanda vital, pengukuran berat

badan, penilaian laboratorium analisis urin dan elektrolit setiap hari, kadar Hb,

leukosit, profil lipid, dan albumin setiap tiga hari serta diusulkan untuk dilakukan

pemeriksaan fungsi hati.

Keadaan hipoalbuminemia pada pasien ini diatasi dengan melakukan

intervensi albumin 20% sebanyak 100 mL (selama tiga hari berturut–turut), yang

dimulai sejak hari pemantauan ke tiga, kemudian pada hari ke–4 pemantauan

dilakukan pemeriksaan urin kuantitatif dengan hasil 440 mg/24 jam (normal 24 –

141 mg/24 jam), dan tidak dilakukan pemeriksaan ulang kadar albumin. Pada hari

ke enam pemantauan, gambaran klinis urin masih menunjukkan proteinuri (++),

kemudian terapi prednison diberhentikan dan diganti triamsinolon 3x4 tablet.

Keadaan klinis menunjukkan perbaikan, meskipun evaluasi laboratorium tidak

semua dilakukan. Pasien dipulangkan masih dalam keadaan asites tetapi sudah

perbaikan, hasil pemeriksaan urin menunjukkan masih terdapat proteinuria (+),

darah samar (+). Asupan makan pasien semakin baik, dan telah diberikan edukasi

nutrisi untuk di rumah. Pemberian edukasi nutrisi agar terpenuhi kebutuhan nutrisi

pasien, menekan progresifitas dan kekambuhan penyakit, memperbaiki status

nutrisi dan mengoptimalkan pertumbuhan.

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 78: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

62

Universitas Indonesia

BAB 4

PEMBAHASAN

Empat kasus dalam pembahasan serial kasus ini adalah penderita sindroma

nefrotik idiopatik, yaitu terdapatnya kumpulan gejala berupa proteinuria, edema,

dislipidemia, dan hipoalbuminemia.1,2,3,4

Proteinuria yang terjadi bersifat masif,

lebih dari 40 mg/m2/jam, atau > 50 mg/kg BB/24 jam atau rasio albumin/kreatinin

urin sewaktu ≥ 2 mg/mg, kemudian diikuti turunnya kadar albumin darah sampai

dibawah 2,5 g/dL, dan kadar kolesterol darah meningkat diatas 200 mg/dL.

Kombinasi berbagai keadaan tersebut dapat menyebabkan terjadinya berbagai

komplikasi.2,3,4

Sindroma nefrotik idiopatik merupakan penyakit terkait kelainan

pada glomerular intrinsik ginjal dan tidak disebabkan oleh faktor sistemik,

penyebabnya belum diketahui dengan pasti.1,2,3,4

Penentuan diagnosis gizi menggunakan parameter pengukuran

antropometri, parameter biokimia, penilaian klinik dan analisis asupan. Pada

pemeriksaan antropometri ditentukan status gizi dengan menggunakan kurva

CDC, dengan penilaian berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Hasil

penilaian di atas 120 % merupakan status gizi obes, 110–120% overweight, 90–

110% termasuk gizi normal, 70–80% gizi kurang, dan < 70% gizi buruk.

Pengukuran LLA dilakukan untuk memberikan gambaran kecukupan cadangan

energi dan protein tubuh, sehingga dalam hal ini bertujuan untuk mengoreksi

status nutrisi jangka panjang.33,34

Skrining gizi pada keempat pasien ini

menggunakan acuan skrining gizi dari rumah sakit tempat pasien dirawat, dan

Subjective Global Nutritional Assessment (SGNA). Subjective Global Nutritional

Assessment adalah modifikasi dari Subjective Global Assessment (SGA), dan

merupakan alat yang valid untuk menilai risiko status gizi pada anak. Terkait

masalah gizi, SGNA digunakan untuk mengidentifikasi pasien anak yang berisiko

masalah gizi dengan berbagai komplikasi, ataupun pasien yang menjalani rawat

inap cukup lama.49,50

Berdasarkan status gizi, keempat pasien memiliki status gizi kurang.

Seperti diketahui, masalah gizi di Indonesia selain masalah gizi buruk juga masih

tingginya anak dengan status gizi kurang. Masalah gizi pada balita memiliki

61 62 Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 79: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

63

Universitas Indonesia

tingkat morbiditas sebanyak 34,3 %. Pada periode masa balita ini sangat rentan

terjadi infeksi bahkan sampai berakibat terjadinya kematian, maupun rentan

terjadinya gangguan dalam optimalisasi pertumbuhan dan perkembangan otak,

sehingga usia tersebut disebut dalam kelompok berisiko tinggi. Keadaan gizi

kurang dapat diawali dengan keterlambatan dalam kenaikan BB, dan apabila

dalam waktu enam bulan BB tidak naik sebanyak dua kali, maka berisiko

mengalami kekurangan gizi menjadi 12,6 kali di bandingkan dengan anak yang

berat badannya naik terus. Masalah kurang gizi menyangkut beberapa faktor,

yaitu faktor biologi (meliputi umur, jenis kelamin, fisiologi, adanya penyakit

infeksi, ataupun status kesehatan), keadaan lingkungan serta keadaan sosial,

ekonomi dan budaya.51

Berdasarkan atas keluhannya, keempat pasien memiliki

persamaan keluhan yang mendorong orang tuanya untuk membawanya ke RS,

yaitu dalam hal terjadinya sembab di wajah, bengkak di kedua kaki, dan perut

yang semakin membuncit, serta BAK yang semakin berkurang.1,2,3,4

Kasus 1, adalah an. G usia 3 tahun, dibawa ke RSUT akibat bengkak yang

semakin memberat, diikuti sesak dan BAK yang semakin berkurang. Riwayat dua

minggu SMRS pasien menderita demam, batuk dan pilek. Pasien membutuhkan

TTG berdasarkan skrining gizi di RSUT, dimana pasien mengalami asupan makan

yang tidak adekuat sejak lima hari SMRS dan kadar albumin serum 1,5 mg/dL

serta penyakit dengan stres metabolik. Riwayat persalinan normal cukup bulan,

riwayat penyakit dahulu, riwayat sakit seperti ini sebelumnya, riwayat penurunan

BB dan riwayat mengkonsumsi obat–obatan disangkal, demikian juga riwayat

demikian tersebut pada si ibu di saat kehamilannya. Riwayat tersebut dikonfirmasi

untuk menggali kemungkinan faktor penyebab sindroma nefrotik dan prognosis

pada pasien ini. Riwayat terdapatnya suatu infeksi seperti malaria, hepatitis, HIV,

dan toksoplasma maupun riwayat mengkonsumsi obat–obatan seperti

penicillamine, interferon, anti inflamasi non steroid, pamidronate, serta paparan

emas dapat menjadi penyebab sekunder sindroma nefrotik.2,4

Data tanda vital tekanan darah pasien saat pemeriksaan adalah 110/70

mmHg. Sesuai kriteria hipertensi pada anak, yaitu menurut jenis kelamin, umur

dan TB, tekanan darah pasien saat ini berada pada persentile 90 untuk sistole dan

persentile 95 untuk diastole, sedangkan tekanan darah normal apabila dibawah

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 80: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

64

Universitas Indonesia

persentile 90. Persentile 90 untuk pasien ini apabila tekanan darah 110/60

mmHg.21,22

Terapi captopril 3 x 0,25 mg pada pasien ini memberikan gambaran

bahwa keadaan sebelum pemeriksaan pasien ini mengalami hipertensi dan saat

pemeriksaan sudah mengalami perbaikan. Kemungkinan penyebab kenaikan

tekanan darah ini akibat penyakitnya, sehingga bersifat sekunder. Hipertensi yang

terjadi kemungkinan disebabkan adanya penurunan perfusi ginjal, sehingga

merangsang pelepasan renin, kemudian melalui mekanisme angiotensin dan

aldosteron akan meningkatkan tekanan darah.15

Kejadian komplikasi hipertensi

pada anak sindroma nefrotik sekitar 15–20 %.4

Edema dan asites pada pasien ini kemungkinan akibat tekanan onkotik

plasma yang menurun, sehingga terjadi ekstravasasi cairan plasma menembus

dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial.14,17

Kedua lapangan

paru pasien ini terdapat ronkhi, didukung pemeriksaan rontgen dada yang

menunjukkan gambaran bronkhopneumonia, hal ini dapat merupakan komplikasi

sindroma nefrotik itu sendiri. Telah diketahui, infeksi saluran pernafasan

merupakan komplikasi infeksi paling sering pada anak dengan sindroma nefrotik,

diikuti urutan terbanyak berikutnya adalah infeksi saluran kencing. Angka

kejadian infeksi pada sindroma nefrotik telah menurun di negara-negara maju,

tetapi masih menjadi masalah utama di negara berkembang.18,52

Hasil

pemeriksaan laboratorium pada pasien ini menunjukkan leukositosis,

hipoalbuminemia, proteiuria, hematuria, dan dislipidemia. Gambaran

hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia, dan tingginya kadar LDL yang terjadi

merupakan akibat dari meningkatnya sintesis lemak dan apolipoprotein dihati,

yang kemungkinan dapat dipicu oleh adanya penurunan tekanan onkotik

plasma.27,28

Pasien ini berusia tiga tahun, dengan status gizi kurang, memiliki TB

93 cm, sesuai TB anak usia dua tahun tujuh bulan. Pada saat pemeriksaan masih

terdapat retensi cairan, dengan BB 15 kg dan BB dua minggu sebelum sakit 12 kg,

sehingga perkiraan retensi cairan sebanyak kurang lebih 3 kg.

Terapi yang diperoleh adalah diuretik (lasix dan aldakton), antibiotik

(cefotaxim), albumin 20% (satu kali), penurun tekanan darah (captopril), steroid

(prednison), mukolitik (mucera), dan multivitamin (zamel sirup). Asupan nutrisi

pasien sebelum sakit cukup baik, dari data analisis juga menunjukkan asupan

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 81: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

65

Universitas Indonesia

mikronutriennyapun baik. Meskipun selama sakit asupan kalorinya menurun,

tetapi asupan protein masih baik. Pasien ini didiagnosis kerja gizi dengan

sindroma nefrotik idiopatik, bronkhopneumonia, hipertensi, gizi kurang,

hipermetabolisme sedang (leukositosis, hipoalbuminemia, proteinuria, hematuria,

dislipidemia)

Kebutuhan energi basal pasien ini ditentukan menggunakan rumus

Schoefield (BB–TB), diperoleh hasil 795,586 kkal, dengan KET sebesar 1000

kkal. Penghitungan energi menggunakan rumus Schoefield (BB–TB)

mempertimbangkan usia, jenis kelamin, TB dan BB. Rumus ini juga dinyatakan

paling akurat dalam menentukan BMR.37

Sesuai panduan yang ada, tujuan

pemberian nutrisi untuk anak sakit diperhitungkan sesuai kebutuhan nutrisi per

individu, karena dalam kondisi stres metabolik, tubuh anak sakit dapat

mengalami respon metabolik yang berbeda. Apabila berlebihan dalam pemberian

nutrisi dapat meningkatkan beban metabolisme, dan berdampak terjadinya

overfeeding.33

Hasil penghitungan kebutuhan protein an. G adalah sesuai RDA dikalikan

faktor stres, yaitu sebesar 22 g. Sumber protein dianjurkan protein dengan

bioavailabilitas tinggi. Sebuah penelitian pada orang dewasa dikatakan pemberian

protein soya dapat menurunkan proteinuria, sehingga dapat memperbaiki

progresifitas glomerulus, tetapi pada anak–anak belum terdapat laporan.

Pemberian diet protein soya pada anak–anak harus hati–hati, karena dapat

menyebabkan defisiensi vitamin B12, vitamin D dan mikronutrien lainnya.3

Pemberian lemak sebesar 25 % yaitu 28 g dengan komposisi MUFA 10 %, PUFA

8 %, dan SAFA 7 % dengan pertimbangan pemberian lemak yang di

rekomendasikan tidak lebih dari 28 %, dengan komposisi SAFA 8 %, PUFA 8%

dan MUFA 12 %.3 Disarankan untuk menghindari asupan lemak trans, serta

asupan kolesterol tidak lebih dari 300 mg/hari. Suatu studi intervensi pada anak

dan bayi di Turki menunjukkan safety dan efficacy dengan dilakukannya

pembatasan asupan lemak jenuh dan kolesterol.39

Pemberian mikronutrien sesuai RDA, juga diberikan nutrien spesifik asam

lemak omega tiga. Adapun pertimbangan yang mendukung suplementasi

mikronutrien pada pasien ini yaitu terdapatnya terapi diuretik, sehingga

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 82: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

66

Universitas Indonesia

dikhawatirkan beberapa mikronutrien ikut hilang terbawa urin.53,54

Diet rendah

garam diharapkan dapat memperbaiki efektifitas diuretik dan membantu

memperbaiki tekanan darah, menurunkan proteinuria, dan mempercepat hilangnya

edema, meskipun demikian pemberian cairan pada pasien ini tidak diretriksi,

dengan pertimbangan tidak terdapat oliguria, sensitif terhadap pemberian steroid,

dan terdapat perbaikan keadaan edemanya.3,4,55

Komplikasi sindroma nefrotik pada

pasien ini berupa edema, hipertensi, proteinuria, hematuria, dislipidemia,

hipoalbuminemia, dan infeksi.

Pada hari ke tiga pemantauan dilakukan pemeriksaan urin kuantitatif,

terdapat protein sebesar 2436 mg/24 jam (nilai normal 24–141 mg/24 jam), hal ini

dapat memberikan gambaran akan tingginya kehilangan protein yang terjadi

melalui urin.7 Meskipun demikian, selama pemantauan pasien menunjukkan

perbaikan, baik klinis, laboratoris maupun asupan. Kebutuhan energi total tercapai

pada hari ke tiga pemantauan sedangkan kebutuhan protein sudah tercukupi sejak

sebelum sakit.

Kasus 2 adalah an. R, dengan riwayat tiga minggu SMRS menderita

demam, batuk, dan pilek, kemudian satu minggu SMRS terdapat bengkak yang

semakin memberat dimulai dari mata, kedua kaki, perut dan kemaluan. Pasien ini

memerlukan pemantauan TTG akibat asupan yang tidak adekuat sejak satu

minggu SMRS, kadar albumin 1,4 mg/dL, serta penyakit dengan stres metabolik.

Riwayat persalinan cukup bulan melalui sectio sesaria, imunisasi lengkap,

pertumbuhan dan perkembangan baik. Riwayat penyakit dahulu, riwayat sakit

seperti ini, riwayat penurunan BB dan riwayat minum obat–obatan jangka

panjang tidak ada, sehingga sesuai kasus 1, yaitu kemungkinan terjadinya

penyakit ini bukan akibat sekunder. Tekanan darah pasien saat pemeriksaan

adalah 100/60 mmHg, dimana sesuai kriteria hipertensi pada kasus 1, maka sistole

berada pada persentile 95, dan diastole pada persentile 99. Tekanan darah

persentil 90 pasien ini adalah 95–97/50–51 mmHg.21,22

Pada pemeriksaan fisik tampak anemis, edema dan asites, dengan hasil

laboratorium menggambarkan keadaan anemia, leukositosis, hipoalbuminemia,

hipokalemia, dislipidemia, proteinuria, dan hematuria. Hemoglobin pada pasien

ini sebesar 10,6 mg/dL, tetapi gambaran anemia yang terjadi tidak diketahui

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 83: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

67

Universitas Indonesia

jenisnya karena tidak tidak dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui jenis

anemianya.56

Kemungkinan lain jenis anemia yang sering terjadi pada sindroma

nefrotik adalah anemia mikrositik hipokrom, yaitu anemia akibat kekurangan zat

besi. Seperti diketahui, kehilangan erythropoietin (EPO) melalui urin akan

menyebabkan anemia defisiensi EPO, keadaan ini didukung oleh transferinuria

yang terjadi, sehingga akan menyebabkan peningkatan katabolisme transferin,

hipotransferinemia, dan anemia defisiensi besi. Pemberian rekombinan EPO

secara subkutan dan suplementasi zat besi dapat dilakukan untuk mengatasi

keadaan ini, meskipun koreksi proteinuria yang terjadi akan lebih ideal untuk

memperbaiki keadaan ini.18

Usia pasien ini 15 bulan, status gizi kurang dengan TB 76 cm, yaitu sesuai

TB anak usia dua belas setengah bulan. Saat pemeriksaan masih terdapat retensi

cairan, BB 12 kg, dengan BB tiga minggu sebelum sakit 9 kg, sehingga perkiraan

retensi cairan sebanyak kurang lebih 3 kg. Terapi yang diperoleh diuretik (lasix

dan spironolakton), antibiotika (cefotaxim), tranfusi albumin 20% (tiga hari

berturut–turut), kortikosteroid (prednison), dan obat anti hipertensi (captopril).

Diagnosis kerja gizi pasien ini adalah sindroma nefrotik idiopatik, hipertensi,

anemia, gizi kurang, hipermetabolisme sedang (leukositosis, hipoalbuminemia,

hipokalemia, proteinuria, hematuria, dislipidemia). Rencana pemberian nutrisi

sesuai kasus 1, diperoleh KEB sebesar 537,127 kkal, dan KET sebesar 700 kkal,

protein 17 g, lemak 19 g, dan karbohidrat 114 g , demikian juga dalam pemberian

mikronutrien dan nutrien spesifik sesuai kasus 1, yang membedakan adalah pada

pasien ini terdapat anemia meskipun belum diketahui jenis anemianya,

bagaimanapun pasien tersebut berisiko tinggi kehilangan zat besi, EPO dan

transferin melalui urin, maka disarankan suplementasi zat besi sesuai RDA.

Komplikasi sindroma nefrotik pada pasien ini berupa edema, hipertensi, anemia,

proteinuria, hematuria, hipoalbuminemia, dislipidemia dan kemungkinan juga

terdapat infeksi. Kebutuhan cairan pasien ini juga dipertimbangkan sesuai kasus 1,

sehingga tidak diretriksi, demikian juga dalam pemberian garam juga sesuai kasus

1, yaitu dibatasi sebanyak 2 gram natrium. Selama pemantauan, pasien

menunjukkan perbaikan klinis dan asupan, tetapi perbaikan laboratoris belum

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 84: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

68

Universitas Indonesia

seluruhnya tercapai. Kebutuhan energi total dan protein tercapai pada hari ke–6

pemantauan.

Kasus ke tiga adalah an F, anak laki–laki berusia empat tahun sepuluh

bulan yang memerlukan pemantauan TTG karena kadar albumin1 mg/dL, dan

adanya penyakit dengan stres metabolik. Hasil anamnesis terhadap ibu kandung

pasien terdapat bengkak di seluruh tubuh yang semakin memberat sejak satu bulan

SMRS. Tidak ada riwayat sakit seperti ini sebelumnya, ataupun riwayat sering

minum obat–obatan, demikian juga pada ibu pasien di saat kehamilannya

sehingga hal ini sesuai kasus 1 dan kasus 2 bahwa kemungkinan terjadinya

sindroma nefrotik bukan merupakan akibat sekunder.

Tekanan darah pasien ini 110/70 mmHg, definisi hipertensi pada pasien ini

sesuai kriteria pada kasus 1 dan kasus 2, sistole berada pada persentile 90 dan

diastole pada persentile 95. Tekanan darah pada persentile 90 untuk pasien ini

adalah 110/66 mmHg.21,22

Pada pemeriksaan fisik pasien ini terdapat edema

palpebra, kemaluan, dan kedua kaki serta terdapat asites. Data laboratorium

menunjukkan tidak terjadi anemia, dengan Hb 11,5 mg/dL dan leukositosis

(18.100/μL). Kadar Hb saat kontrol rawat jalan yang pertama 15,2 mg/dL, dan

leukosit 12.100/ μL. Jadi walaupun kadar Hb masih normal tetapi telah terjadi

penurunan, dengan disertai peningkatan leukosit. Penurunan kadar Hb

kemungkinan seperti hal nya kasus 2, yaitu akibat hilangnya erythropoietin (EPO)

dan zat besi melalui urin, sehingga menyebabkan defisiensi EPO, keadaan ini

diperberat adanya transferinuria, sehingga terjadi peningkatan katabolisme

transferin, hipotransferinemia, dan terjadi anemia defisiensi besi.18

Pasien ini juga

terjadi hipoalbuminemia, proteinuria, hematuria, peningkatan enzim tranaminase,

dan dislipidemia. Terapi yang diperoleh berupa diuretika (furosemida), antibiotika

(cefotaxim), anti hipertensi (captopril), dan kortikosteroid (prednison).

Pasien berusia empat tahun sepuluh bulan dengan TB 114 cm. Hal ini sesuai

TB anak usia lima tahun delapan bulan, status gizi kurang. Retensi cairan masih

ditemukan, pada saat pemeriksaan BB 20 kg, serta BB enam minggu sebelum

sakit adalah 16 kg, sehingga perkiraan retensi cairan sebanyak kurang lebih 4 kg.

Diagnosis kerja gizi pada pasien ini adalah sindroma nefrotik idopatik, hipertensi,

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 85: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

69

Universitas Indonesia

gizi kurang, hipermetabolisme sedang (leukositosis, hipoalbuminemia,

proteinuria, hematuria, dislipidemia, peningkatan enzim transaminase)

Rencana pemberian nutrisi baik makronutrien, mikronutrien dan nutrien

spesifik dengan pertimbangan sesuai kasus 1 dan kasus 2. Kebutuhan energi basal

877,042 kkal dan KET 1100 kkal, protein 31 g, lemak 30,5 g dan kebutuhan

karbohidrat 175 g, mikronutrien sesuai RDA, seperti halnya kasus 1, dan 2, juga

diberikan nutrien spesifik tetapi tidak diberikan zat besi karena pasien tidak

anemia. Dilakukan diet rendah garam serta cairan tidak diretriksi. Nutrisi

diberikan sesuai analisis asupan terakhir, yaitu sesuai KET. Komplikasi sindroma

nefrotik pada pasien ini berupa edema, hipertensi, proteinuria, hematuria,

hipoalbuminemia, dislipidemia dan kemungkinan adanya infeksi. Monitoring dan

evaluasi pada pasien ini meliputi keadaan klinis, analisis dan toleransi asupan,

keseimbangan cairan, tanda vital, pengukuran berat badan, penilaian laboratorium

analisis urin dan elektrolit setiap hari, sedangkan kadar Hb, leukosit, SGOT,

SGPT, profil lipid dan albumin setiap tiga hari. Selama pemantauan, asupan

makan pasien tetap baik, perbaikan klinis masih terjadi meskipun tidak sebaik

kasus 1 dan kasus 2. Selama pemantauan tidak dilakukan pemeriksaan

laboratorium sehingga tidak bisa dievaluasi perbaikan laboratoriumnya.

Kebutuhan energi total dan protein pada pasien ini sudah tercapai sejak SMRS.

Pasien dipulangkan atas permintaan kedua orang tua pasien dalam kondisi masih

edema kedua kaki dan asites.

Kasus ke–4 adalah an. E, pasien anak perempuan dengan usia delapan

tahun dua bulan, yang memerlukan pemantauan TTG karena asupan tidak adekuat

sejak satu minggu SMRS, kadar albumin 1,8 mg/dL, dan adanya penyakit dengan

stres metabolik. Keluhan utama adalah adanya bengkak seluruh tubuh yang

semakin memberat disertai sesak nafas. Keluhan lain adalah nafsu makan yang

menurun, BAK semakin jarang, sedikit dan berwarna coklat tua, kemudian pasien

dibawa berobat ke RSUT. Riwayat sakit seperti ini sebelumnya tidak ada, riwayat

penyakit dahulu juga tidak ada, serta tidak memiliki riwayat sering minum obat–

obatan, begitu juga ibunya saat kehamilan, maka hal ini dapat memberikan

gambaran sesuai kasus 1, kasus 2 dan kasus 3, bahwa penyebab penyakit ini

bukan akibat sekunder.

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 86: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

70

Universitas Indonesia

Tekanan darah pasien pada saat pemeriksaan adalah 120/80 mmHg, dimana

sesuai definisi hipertensi pada kasus 1, kasus 2 dan kasus 3, sistole dan diastole

pasien ini berada pada persentile 99. Persentile 90 pasien ini apabila sistole 108–

109 dan diastole 71 mmHg.21,22

Denyut nadi pasien ini sebanyak 130 x/menit

sedangkan denyut nadi normal seusianya berkisar 80–120 x/menit, demikian juga

pernafasan pasien ini 36 x/menit, dimana pernafasan normal seusianya adalah 20–

25 x/menit.57

Pada pemeriksaan fisik tampak edema kedua palpebra, konjungtiva

anemis, sklera ikhterik, terdapat retraksi dinding dada, ronkhi di kedua lapangan

paru, asites, edema di kemaluan dan kedua kaki, didukung data laboratorium

berupa anemia, trombositopenia, hipoalbuminemia, proteinuria, hematuria,

peningkatan enzim transaminase, dan dislipidiemia. Gambaran thorak foto

menunjukkan bronkhopneumonia, dan USG abdomen kesan splenomegali ringan,

cholecystitis, dan asites.

Pasien ini memiliki status gizi kurang dengan panjang badan 120 cm di

usia delapan tahun dua bulan, sehingga PB sesuai PB anak usia enam tahun

delapan bulan. Berat badan saat pemeriksaan 23 kg, BB 1 bulan SMRS 17 kg,

sehingga retensi cairan yang terjadi sekitar 6 kg. Terapi yang diperoleh berupa

diuretika (furosemida), antibiotika (cefotaxim), albumin 20% (tiga hari berturut–

turut), mukolitik (ambroksol), kortikosteroid (prednison, triamsinolon),

multivitamin sirup (curvit), anti hipertensi (captopril), dan terapi inhalasi.

Analisis asupan sebelum sakit cukup baik, tetapi asupan mikronutrien rata–rata

masih kurang baik. Diagnosis kerja gizinya adalah sindroma nefrotik idiopatik,

bronkhopneumonia, cholecystitis, gizi kurang, hipermetabolisme sedang

(trombositopenia, hipoalbuminemia, proteinuria, hematuria, dislipidemia,

peningkatan enzim tranaminase). Rencana pemberian nutrisi diawali dengan

penghitungan kebutuhan energi basal menggunakan rumus Schoefield (BB–TB),

adapun KEB yang diperoleh sebesar 853,85 kkal, dengan faktor stres 1,3 sehingga

KET 1100 kkal, protein 34 g dari protein dengan bioavailabilitas tinggi, dengan

pertimbangan sesuai kasus 1, kasus 2 dan kasus 3. Diberikan diet rendah lemak

(20%), yaitu sebanyak 24 g, serta kebutuhan karbohidrat 186 g (68%). Disarankan

pemberian mikronutrien sesuai RDA, juga diberikan nutrien spesifik asam lemak

omega tiga sesuai kasus 1, kasus 2 dan kasus 3. Pasien tersebut anemia, maka

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 87: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

71

Universitas Indonesia

anjuran pemberian zat besi dengan pertimbangan sesuai kasus 2. Komplikasi

sindroma nefrotik pada pasien ini berupa edema, hipertensi, anemia,

bronkhopneumonia, cholecystitis, hipoalbuminemia, proteinuria, hematuria, dan

dislipidemia. Pada hari ke–4 pemantauan, dilakukan pemeriksaan protein

kuantitatif, dengan hasil 440 mg/24 jam, pasien juga masih terdapat edema,

sehingga proteinuria pada pasien ini masih menunjukkan gambaran proteinuria

patologis (diatas 150 mg/24 jam).4,7,8

Selama pemantauan, asupan makan semakin

membaik. Kebutuhan energi total tercapai pada hari ke–8 pemantauan, sedangkan

kebutuhan protein sudah tercapai sejak hari pertama pemantauan.

Tabel 4. 1 Skrining gizi dan data subyektif

An. G (Kasus 1)

An. R (Kasus 2) An. F (Kasus 3) An. E (Kasus 4)

Usia 3 th 15 bln 4 th 8 th Jenis kelamin Laki –laki Laki –laki Laki –laki Perempuan Skrining Gizi Asupan tidak

adekuat 5 hari SMRS, Albumin 1,5 mg/dL, Stres metabolik

Asupan tidak adekuat 1 minggu SMRS, Albumin 1,4 mg/dL, Stres metabolik

Albumin 1 mg/dL, Stres metabolik

Asupan tidak adekuat 1 minggu SMRS, Albumin 1,8 mg/dL, Stres metabolik

Status Gizi Gizi kurang Gizi kurang Gizi kurang Gizi kurang Keluhan utama Bengkak

seluruh tubuh Bengkak seluruh tubuh

Bengkak seluruh tubuh

Bengkak seluruh tubuh

Riwayat penyakit yang mendahului

2 minggu SMRS batuk, pilek, demam

3 minggu SMRS batuk, pilek, demam

- -

RPD Tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya, tidak memiliki riwayat minum obat–obatan jangka panjang, penyakit darah tinggi, asma, alergi, kencing manis, jantung ataupun sakit ginjal.

Tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya, tidak memiliki riwayat minum obat–obatan jangka panjang, penyakit darah tinggi, asma, alergi, kencing manis, jantung ataupun sakit ginjal.

Tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya, tidak memiliki riwayat minum obat–obatan jangka panjang, penyakit darah tinggi, asma, alergi, kencing manis, jantung ataupun sakit ginjal.

Tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya, tidak memiliki riwayat minum obat–obatan jangka panjang, penyakit darah tinggi, asma, alergi, kencing manis, jantung ataupun sakit ginjal.

Berdasarkan Tabel 4.1, pengelompokan kasus berdasarkan jenis kelamin

dan usia, memperlihatkan terdapat tiga anak laki–laki dan seorang anak

perempuan, dengan rentang usia 15 bulan sampai dengan delapan tahun. Data

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 88: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

72

Universitas Indonesia

epidemiologi menunjukkan rasio kejadian sindroma nefrotik untuk anak laki–laki

dan perempuan dengan usia kurang dari delapan tahun berkisar antara 2:1 sampai

3:2.1,4

Riwayat penyakit pada keempat kasus ini digali untuk mengetahui

kemungkinan faktor risiko ataupun penyebabnya. Keempat pasien dalam serial

kasus ini usia diatas satu tahun, dan tidak pernah menderita sakit seperti ini

sebelumnya, sehingga keadaan ini merupakan serangan pertama. Jadi keempat

kasus tersebut kemungkinan bukan suatu keadaan kongenital. Dikatakan sindroma

nefrotik kongenital (Hereditary nephropathies) apabila timbulnya serangan awal di

tahun pertama kehidupan, terutama pada tiga bulan pertama.1

Riwayat minum obat–obatan, penyakit darah tinggi, asma, alergi, kencing

manis, jantung ataupun sakit ginjal pada keempat pasien tersebut juga disangkal,

hal tersebut dapat memberikan gambaran bahwa faktor penyebabnya merupakan

faktor primer (dari dalam ginjal) dan bukan sekunder (dari luar ginjal). Sindroma

nefrotik sekunder dapat terjadi akibat penggunaan obat–obatan jangka panjang,

suatu penyakit yang bersifat sistemik seperti Henoch-Schönlein purpura (HSP),

lupus eritematosus sistemik, Amyloidosis, diabetes melitus, sifilis, hepatitis B dan

C, human immunodeficiency virus (HIV), ataupun keganasan. 1,2,3,4

Tabel 4. 2 Tanda vital, kelainan fisik dan pemeriksaan penunjang

An. G (Kasus 1) An. R (Kasus 2) An. F (Kasus 3) An. E (Kasus 4) Sistole Persentile 90 Persentile 95 Persentile 90 Persentile 99 Diastole Persentile 95 Persentile 99 Persentile 95 Persentile 99 Pemeriksaan fisik

Edema, ronkhi paru, asites

Konjuntiva anemis, edema, asites

Edema, asites Konjungtiva anemis, sklera ikhterik, edema, retraksi dinding dada, ronkhi paru, asites,

Kapasitas fungsional

Ambulatory Ambulatory Ambulatory Bedridden

Laboratorium USG abdomen

Leukositosis, hipoalbuminemia, proteinuria, hematuria, dan dislipidemia, titer ASTO (-)

Anemia, leukositosis, hipoalbuminemia, hipokalemia, dislipidemia, proteinuria, dan hematuria, titer ASTO (-)

Leukositosis, hipoalbuminemia, proteinuria, hematuria, peningkatan enzim tranaminase, dan dislipidemia, titer ASTO (-)

Anemia, trombositopenia, hipoalbuminemia, proteinuria, hematuria, peningkatan enzim transaminase, dan dislipidiemia titer ASTO (-) splenomegali ringan, cholecystitis, dan asites

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 89: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

73

Universitas Indonesia

Berdasarkan Tabel 4.2. dan Tabel 4.3. terlihat bahwa keempat pasien

memiliki tekanan darah sistole berkisar antara persentile 90 sampai dengan

persentile 99 dan diastole pada persentile 95 sampai dengan persentile 99. Apabila

dihubungkan dengan pemberian obat penurun tekanan darah yang diterima oleh

semua pasien ini, semua pasien mendapatkan obat penurun tekanan darah. Hal

tersebut dapat memberikan gambaran bahwa saat pasien datang ke RS, semua

kemungkinan dalam keadaan tekanan darah yang tinggi, seperti dijelaskan

sebelumnya, tekanan darah normal untuk anak–anak adalah baik sistole maupun

diastole berada di bawah persentile 90 menurut jenis kelamin, umur dan TB.21,22

Hipertensi pada sindroma nefrotik bersifat sekunder, disebabkan penurunan

perfusi ginjal, sehingga merangsang pelepasan renin, kemudian melalui

mekanisme angiotensin dan aldosteron akan meningkatkan tekanan darah. Oleh

karena penyebabnya dari dalam ginjal maka disebut hipertensi renalis.15

Dari

penelitian menunjukkan hipertensi pada anak kebanyakan (80%) berasal dari

penyakit ginjal.44,58

Pada pemeriksaan fisik semua pasien dalam keadaan edema dan asites, hal

ini seiring pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan proteinuria dan

hipoalbuminemia. Proteinuria akan menyebabkan kadar albumin serum menurun.

Rendahnya kadar albumin serum menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma,

sehingga terjadi ekstravasasi cairan plasma menembus dinding kapiler dari ruang

intravaskuler ke ruang interstitial, dan terjadilah edema.14,17

Suatu teori

menyatakan bahwa berkurangnya volume intravaskuler akan merangsang sekresi

renin dan memicu aktivitas renin–angiotensin–aldosteron sehingga terjadi retensi

natrium dan air, kemudian produksi urin menjadi berkurang, dan lebih pekat.

(teori underfill).17,18,19

Disisi lain, terdapat beberapa penderita sindroma nefrotik

dengan peningkatan volume plasma serta penurunan aktivitas renin dan kadar

aldosteron plasma (teori overfill), yang menyatakan bahwa retensi natrium dan air

terjadi akibat mekanisme intrarenal primer. Jadi, kemungkinan keterlibatan proses

underfill dan overfill menunjukkan bahwa terjadinya edema akibat beberapa

proses, yang mungkin berlangsung secara bersamaan ataupun tidak bersamaan.

Hal ini didukung oleh patogenesis penyakit glomerulus yang terjadi akibat

kombinasi lebih dari satu rangsangan.20

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 90: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

74

Universitas Indonesia

Data pemeriksaan mikroskopik urin pada keempat kasus menunjukkan

gambaran proteinuria, yang berkisar dari proteinuria (+) hingga (++). Gambaran

proteinuria (+) setara dengan sekitar 30 mg/dL protein yang terbawa urin, dan

gambaran proteinuria (++) setara dengan sekitar 100 mg/dL protein yang terbawa

urin, dan pemeriksaan mikroskopis keempat pasien tersebut dari urin sewaktu,

sehingga bukan merupakan gambaran dalam 24 jam.7 Pada keadaan normal, anak

laki-laki dan perempuan memiliki kecepatan eksresi protein di urin sebesar 4

mg/m2/jam atau 100 mg/m

2/hari. Lima puluh persennya merupakan protein

Tamm-Horsfall, yaitu suatu glikoprotein yang disekresikan oleh tubulus asenden

ansa henle. Sisanya adalah sejumlah kecil protein plasma yang difiltrasi oleh

glomerulus seperti albumin, imunoglobulin, transferin, dan β2–mikroglobulin

dengan albumin mencapai 30% dari protein urin normal tersebut.19

Besarnya

proteinuria pada sindroma nefrotik menggambarkan banyaknya berbagai jenis

protein tersebut yang terbawa urin.4

Terdapat dua pasien dengan anemia, seperti telah dijelaskan sebelumnya,

kejadian anemia dapat terjadi oleh karena beberapa faktor, pada sindroma nefrotik

dapat terjadi akibat adanya hematuria mataupun komplikasi infeksi pada saluran

kencing. Infeksi saluran kencing merupakan kasus infeksi terbanyak kedua setelah

bronkhopneumonia.18,59

Walaupun terdapat dua pasien tanpa data laboratorium enzim

transaminase, kedua pasien tersebut tidak menunjukkan kelainan klinis yang

mendukung untuk dilakukan pemeriksaan tersebut, dan satu pasien dengan

peningkatan ringan enzim transaminase juga tidak didukung oleh kelainan klinis,

asupan makan pasien tersebut pun cukup baik dan KET sudah tercapai sejak hari

pertama pemantauan. Sedangkan kasus 4, KET tercapai pada hari ke–8

pemantauan, hal tersebut kemungkinan akibat kondisi sesak dan mual yang

menyertai. Tanda–tanda klinis tersebut antara lain diperkuat oleh peningkatan

enzim transaminase yang cukup tinggi, pemeriksaan fisik terdapat ikhterik serta

hasil USG abdomen yang menunjukkan cholecystitis. Peningkatan enzim

transaminase terjai pada 62% kasus cholecystitis anak. Cholecystitis anak

merupakan gangguan yang langka, di klinik Mayo dilaporkan terdapat 1,3 kasus

cholecystitis anak untuk setiap 1000 kasus cholecystitis.60

Meskipun penyebab

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 91: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

75

Universitas Indonesia

tersering cholecystitis adalah batu empedu, tetapi batu empedu pada anak juga

jarang terjadi. Suatu penelitian menunjukkan bahwa batu empedu pada anak-anak

dan bayi belum tentu menimbulkan gejala klinis, berhubungan dengan rendahnya

tingkat komplikasi serta apabila tanpa komplikasi dapat dikelola secara

konservatif.61

Ditemukan satu pasien (kasus 2) dengan hipokalemia, tetapi selama

pemantuan tidak dilakukan pemeriksaan ulang kadar kalium, sehingga tidak

diketahui perbaikan ataupun perburukannya, tetapi dari tanda–tanda klinis yang

ada tidak menunjukkan kondisi hipokalemia. Hipokalemia adalah apabila kadar

kalium serum lebih rendah dari 3,5 mmol/L. Kadar kalium pada pasien ini adalah

3,02 mmol/L. Pasien dengan hipokalemia sering tanpa gejala, terutama dengan

hipokalemia ringan. Keadaan muntah ataupun dalam terapi loop diuretik dapat

menyebabkan terjadinya hipokalemia. Gejala yang spesifik terutama berkaitan

dengan fungsi otot atau jantung. Keluhan yang terjadi antara lain lemah,

kelelahan, kram otot dan nyeri, palpitasi, gejala psikologis (misalnya psikosis,

delirium, halusinasi, depresi). Hipokalemia berat dapat bermanifestasi sebagai

bradikardia dengan kolap kardiovaskular. Aritmia jantung dan gagal pernafasan

akut akibat kelumpuhan otot adalah komplikasi yang mengancam jiwa dan perlu

penatalaksanaan segera. Penyebab terjadinya hipokalemia antara lain akibat

asupannya yang kurang, pengeluaran melalui urin yang meningkat akibat terapi

diuretik, diuresis osmotik dan hiperaldosteronisme, serta terdapatnya gangguan

saluran cerna seperti muntah dan diare.62,63

Terdapat dua pasien dengan serangan awal demam, batuk dan pilek pada

2–3 minggu SMRS, kemungkinan hal tersebut akibat suatu infeksi bakteri

streptokokus beta hemolitikus grup A di saluran penafasan bagian atas. Bakteri

streptokokus beta hemolitikus grup A tersebut dapat menyebabkan terjadinya

glomerulonefritis.45

Kejadian sindroma nefrotik terbanyak diawali oleh serangan

glomerulonefritis.1,4,7,8,14

Titer ASTO (-) terdapat pada semua kasus, meskipun

demikian tidak menutup kemungkinan keempat pasien tersebut pernah terpapar

bakteri streptokokus beta hemolitikus grup A. Titer ASTO positif hanya terjadi

pada 75–80% penderita glomerulonefritis pasca faringitis dan 50% penderita

pasca impetigo.45,64

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 92: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

76

Universitas Indonesia

Tabel 4. 3 Terapi yang diperoleh

Terapi An. G (Kasus 1)

An. R (Kasus 2)

An. F (Kasus 3) An.E (Kasus 4)

Diuretik + (lasix dan aldakton)

+ (lasix dan aldakton)

+ (furosemida) + (furosemida)

Antihipertensi + (captopril) + (captopril) + (captopril) Antibiotika + (cefotaxim) + (cefotaxim) + (cefotaxim) + (cefotaxim) Kortikosteroid + (prednison) + (prednison) + (prednison) + (prednison,

triamsinolon) Mukolitik + (mucera) - - + (ambroksol) Inhalasi - - - + Albumin + (1x) + (3x) - + (3x) Multivitamin + - - +

Seluruh pasien mendapatkan terapi kortikosteroid, baru pertama kali

menderita sindroma nefrotik, serta tidak memiliki riwayat minum obat–obatan

jangka panjang sebelumnya. Pasien dikatakan remisi apabila proteinuria negatif

atau trace selama tiga hari berturut–turut dalam satu minggu, dikatakan sensitif

steroid apabila remisi tercapai dalam empat minggu atau kurang setelah

pengobatan steroid dosis penuh (full dose), dan disebut resisten steroid apabila

tidak terjadi remisi setelah empat minggu.1,3,4,19

Apabila dikonfirmasi dengan

proteinuria di akhir pemantauan dan lamanya rawat, lama rawat seluruh pasien

berkisar enam sampai sembilan hari, tiga pasien menunjukkan proteinuria (+), dan

satu pasien tidak dilakukan pemeriksaan ulang. Jadi pada keempat pasien ini

kemungkinan belum terjadi remisi. Penanganan pasien sensitif steroid ataupun

resisten steroid pada kasus sindroma nefrotik idiopatik masih memerlukan

evaluasi lebih lanjut. Pasien yang tidak merespon pengobatan dengan steroid

sebaiknya dilakukan uji genetik dan biopsi ginjal untuk mengetahui kemungkinan

adanya fokal segmental glomerulosklerosis. Beberapa pilihan pengobatan belum

tentu memberikan respon yang optimal. Secara keseluruhan, sindroma nefrotik

idiopatik baik yang sensitif maupun resisten dengan steroid sama–sama cenderung

memiliki komplikasi, sehingga masih diperlukan penelitian lebih lanjut.65

Sensitifitas steroid pada terapi sindroma nefrotik anak biasanya menandakan

rendahnya risiko gagal ginjal menetap. Tetapi terdapat beberapa pasien yang

awalnya sensitif steroid kemudian berkembang menjadi resistens steroid.

Tatalaksana pada yang resistensi steroid sering diobati dengan obat

imunosupresan, tetapi efek pada prognosis jangka panjang masih belum diketahui.

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 93: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

77

Universitas Indonesia

Sebuah review retrospektif pada pasien yang didiagnosis sindroma nefrotik

idiopatik dan kelompok late steroid resistance, outcome yang diukur adalah

proteinuria dan fungsi ginjal. Terapi non steroid berdampak terjadinya remisi pada

69% pasien. Ternyata pada pasien late steroid resistance, terapi imunosupresif

dapat memperbaiki proteinuria dan mempertahankan fungsi ginjal. Kesimpulan

penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengobatan imunosupresif merupakan

pilihan yang baik pada pasien sindroma nefrotik termasuk kelompok yang resisten

steroid.66

Terapi albumin yang didapat pasien ini (Kasus 2) sebanyak tiga kali

berturut–turut, yang kemungkinan bertujuan untuk mengatasi keadaan edemanya.

Jadi terapi albumin yang didapat kemungkinan untuk memperbaiki tekanan

onkotik dan bukan untuk terapi nutrisi. Pemberian albumin dengan furosemid

dikatakan dapat mengefektifkan proses diuresis pada pasien sindroma nefrotik

dengan edema berat yang diakibatkan oleh hipoalbuminemia.4

Seluruh kasus diatas mendapatkan terapi diuretik furosemid, seiring

pemberian diuretik tersebut maka produksi urin semakin meningkat, sehingga

risiko gangguan keseimbangan elektrolit dan defisiensi zinc, vitamin B1, vitamin

B6, vitamin B2, dan vitamin C pun semakin meningkat. Penambahan diuretik

berupa spironolakton adalah jenis diuretik yang bekerja berlawanan dengan efek

aldosteron di tubulus renalis, yaitu jenis diuretik yang dapat mencegah keluarnya

kalium, sehingga suplementasi mikronitrien yang tersebut di atas tetap

dianjurkan.67

Seluruh kasus juga mendapatkan obat anti hipertensi berupa captopril.

Captopril merupakan golongan ACE inhibitor yang selain sebagai obat

antihipertensi juga dapat menghambat progresifitas glomerulus, sehingga

dikatakan dapat memperbaiki proteinuria dan bersifat renoprotektif. Terapi

captopril jangka panjang dapat menyebabkan mulut kering, hubungannya dengan

elektrolit dapat meningkatkan kalium darah melalui interaksinya di ginjal.43,44,45

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 94: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

78

Universitas Indonesia

Tabel 4. 4 Komplikasi yang terjadi

Komplikasi An. G (Kasus 1)

An. R (Kasus 2)

An. F (Kasus 3)

An. E (Kasus 4)

Edema + + + + Hipertensi + + + + Proteinuria + + + + Hematuria + + + + Hipoalbuminemia + + + + Peningkatan enzim transaminase

Tidak ada data

Tidak ada data

+ (ringan) +

Dislipidemia + + + + Anemia - + - + Hipokalemia - + - - Infeksi Leukositosis,

Bronkho- Pneumonia

Leukositosis Leukositosis Bronkhopneumonia, cholecystitis

Tabel 4.4. menunjukkan terdapat satu pasien dengan diagnosis

penyerta berupa bronkhopneumonia (kasus 1) dan satu pasien dengan

bronkhopneumonia dan cholecystitis (kasus 4), sedangkan dua pasien lainnya

kemungkinan juga terdapat infeksi yang terlihat dari gambaran leukositosisnya.

Bronkhopneumonia, cholecystitis dan leukositosis memberikan gambaran

terdapatnya suatu infeksi. Infeksi merupakan salah satu komplikasi serius dari

sindroma nefrotik. Faktor risiko terjadinya infeksi antara lain akibat rendahnya

tingkat IgG serum yang hilang terbawa urin, T limfosit yang abnormal dan

penurunan faktor B (C3 proaktivator) dan D, yang masing-masing merupakan

komponen jalur alternatif komplemen, sehingga terjadi penurunan kemampuan

opsonisasi terhadap bakteri, termasuk bakteri streptococcus pneumoniae.

Penggunaan steroid dan terapi imunosupresif lainnya juga dapat meningkatkan

risiko terjadinya infeksi. Terdapat 100 lebih jenis infeksi ini, seperti selulitis,

sepsis, meningitis, dan pneumonia. Kebanyakan infeksi disebabkan oleh S.

Pneumoniae atau Staphylococcus, meskipun infeksi karena organisme gram

negatif seperti Escherichia coly dan Haemophilus influenzae juga dapat terjadi.

Untuk itu bagi penderita sindroma nefrotik dianjurkan imunisasi vaksin

Pneumococcus. American Academy of Pediatrics menghimbau penggunaan

vaksin Pneumococcus konjugasi heptavalent untuk vaksinasi universal semua

anak sampai usia 23 bulan, termasuk anak dengan sindroma nefrotik, dan pada

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 95: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

79

Universitas Indonesia

usia 24–59 bulan untuk kelompok anak yang berisiko menderita sindroma

nefrotik.46,68

Sehubungan dengan komplikasi cholecystitis pada kasus 4, sebuah studi di

Jepang melaporkan kejadian acute acalculous cholecystitis (ACC) pada anak

dengan sindroma nefrotik, mendadak sakit perut kurang dari satu bulan dan

terdapat muntah, serta diagnosis AAC diperoleh dari USG. Jenis cholecystitis

pasien ini tidak disebabkan oleh operasi, terdapat nyeri di perut kanan atas,

distensi abdomen, kuning dan demam, keadaan tersebut membaik dengan

pengobatan non operatif. Acute acalculous cholecystitis relatif umum terjadi pada

anak-anak, prevalensi 30–50% dari total cholecystitis anak. Klasifikasi AAC

berdasarkan durasi dibagi menjadi dua kategori, yaitu akut (kurang dari satu

bulan) dan kronis (lebih dari tiga bulan). Kedua kategori AAC dapat memiliki

aspek yang berbeda dalam manifestasi klinis dan laboratorium. AAC sering terjadi

pada keadaan infeksi, sepsis, pemberian nutrisi parenteral, dehidrasi, operasi

abdomen, dan luka bakar yang luas. Terapi pilihan untuk AAC pada orang dewasa

adalah kolesistektomi, tetapi belum ada bukti untuk anak–anak. Pada anak–anak

sebagian besar menunjukkan perbaikan dengan pengobatan non operatif, termasuk

dengan pemberian antibiotik spektrum luas.60

Pada urin penderita sindroma nefrotik, selain terdapat proteinuria juga

dapat ditemukan sel darah merah dan casts. Casts tersebut dapat berupa hialin,

granular, lemak, lilin, RBC, atau sel epitel. Lipiduria mungkin terjadi pada seluruh

kasus, tetapi pemeriksaan tersebut tidak dilakukan di tempat keempat pasien

dirawat. Lipiduria adalah terdapatnya lemak dalam urin. Lipiduria pada sindroma

nefrotik berupa lipoprotein bersama protein lain dengan jenis lemak endogen.

Lipiduria tersebut menunjukkan terdapatnya gangguan glomerulus. Kolesterol

urin dapat dideteksi dengan mikroskop biasa dan menunjukkan Maltese cross

pattern di bawah cahaya terpolarisasi silang, sedangkan pemeriksaan untuk

trigliserida dengan pewarnaan Sudan.69,70

.

Sebuah studi yang menilai besarnya lipiduria pada glomerulonefritis

kronik dan amiloidosis ginjal dengan sindroma nefrotik, dilakukan pemeriksaan

kadar lemak dalam darah dan urin, berupa lipid dan fosfolipid, kolesterol bebas,

monogliserida, digliserida, trigliserida, dan kolesterol ester. Ditemukan kenaikan

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 96: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

80

Universitas Indonesia

konsentrasi lipid, kolesterol bebas, dan triglserida serta terdapat penurunan

kolesterol ester. Lipiduria sebagian besar ditandai dengan peningkatan

konsentrasi lipid dan fosfolipid, dengan sebagian besar perubahan parameter

pada karakteristik pasien glomerulonefritis kronik. Tingginya lipid yang terbawa

urin menggambarkan tingginya lipid yang terfiltrasi.71

Dalam hubungannya dengan terapi nutrisi, meskipun diperoleh beberapa

keuntungan dalam retriksi protein dalam diet pada sejumlah kasus anak dengan

insufisiensi ginjal, suatu penelitian terakhir memperlihatkan tidak ada pengaruh

dari restriksi protein dalam diet terhadap progresifitas penyakit ginjal, tetapi tetap

merupakan tindakan yang benar untuk tidak memberikan protein yang berlebihan

pada anak dengan proteinuria. Hal ini disebabkan diet tinggi protein dapat

memperburuk proteinuria, khususnya pada pasien anak dengan sindroma nefrotik,

dan tindakan ini tidak bermanfaat untuk menaikkan kadar albumin plasma,

sehingga direkomendasikan asupan protein untuk anak dengan proteinuria adalah

sesuai RDA. 19

Semua pasien ini direncanakan pemberian protein dengan bioavaibilitas

tinggi. Pemberian protein yang dianjurkan untuk sindroma nefrotik adalah 80%

high bioavaibylity value (HBV), sedangkan asupan tinggi protein berkontribusi

terhadap tingginya asupan fosfat.72

Di sisi lain, sebuah studi menunjukkan

pembatasan diet fosfat pada penyakit ginjal dapat menurunkan proteinuria,

kalsifikasi ginjal, perubahan histologis, dan kerusakan fungsional ginjal. Hal ini

didukung oleh sebuah penelitian dengan pemberian diet rendah fosfor pada

pasien gagal ginjal, terdapat perbaikan proteinuria dan perlambatan progresifitas

penyakit ginjal. Diketahui, dalam setiap 1 mg/dL fosfat serum, terlepas dari

faktor risiko lain, dikaitkan dengan peningkatan sebesar 85% risiko

perkembangan End State Renal Disease (ESRD).73,74

Namun demikian, tidak

semua protein hewani dan sayuran memiliki proporsi fosfor yang sama, dan

konsentrasi fosfat dalam darah juga dipengaruhi oleh besarnya asupan protein,

tinggi rendahnya kadar pengikat fosfor dan juga tingkat Fibroblast Growth

Factor 23 (FGF 23) yang dilepaskan oleh tulang, serta toleransi tubuh terhadap

pengikat fosfor, dimana semua itu dapat mempengaruhi efisiensi fosfor.

Konsumsi fosfor harian orang dewasa sehat sekitar 1200 mg, di mana sebanyak

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 97: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

81

Universitas Indonesia

950 mg akan diserap oleh tubuh. Sekitar 29% fosfor tubuh terletak di dalam

tulang, dan kurang dari 1% ada di dalam darah, sebagai fosfor yang diukur dalam

praktek klinis. Sebagian besar fosfor (70%) terletak intra seluler. Fosfor di

ekskresi melalui saluran cerna sekitar 150 mg/hari dan melalui urin sekitar 800

mg/hari. Satu gram protein mengandung 13–15 mg fosfor, dimana 30–70% akan

diserap melalui usus. Konsumsi fosfor harian dimediasi oleh phosphatonin dari

usus. Keseimbangan fosfor positif melibatkan phosphatonin, pharatyroid hormone

(PTH) dan FGF 23. Asupan protein yang tinggi berkaitan dengan tingginya

asupan fosfor, rekomendasi diet yang dianjurkan adalah 700 mg/hari untuk

orang dewasa sehat, dan 1250 mg hari untuk anak–anak dan ibu hamil, dan asupan

lebih rendah lagi dianjurkan umtuk pasien dengan penyakit ginjal. Fosfor dari

protein nabati memiliki daya serap lebih rendah dibandingkan fosfor dari protein

hewani, mulai dari 40 % sampai 50 %. Hal tersebut karena fosfor dari tanaman

berada dalam bentuk phytates dan fosfor dalam protein hewani dalam bentuk

fosfat organik, yang mudah dihidrolisis dan diserap. Asupan protein hewani

dapat meningkatkan serum fosfor dan FGF 23 yang lebih banyak dari pada asupan

protein nabati, meskipun demikian tidak semua protein hewani memiliki proporsi

fosfor yang sama. Oleh karena itu diet protein dengan bioavaibilitas tinggi

diperlukan pula pemilihan protein hewani dengan kadar fosfor yang serendah

mungkin. Rasio fosfor (dalam mg) untuk protein (dalam gram) berkisar dari <10

mg/g sampai > 65 mg/g.74

Pada semua pasien tersebut juga terdapat hiperkolesterolemia. Kadar

kolesterol plasma yang meningkat merupakan hal paling sering terjadi pada

sindroma nefrotik, sedangkan peningkatan kadar trigliserida dapat ditemukan pada

pasien dengan proteinuria berat. Abnormalitas dari profil lipid tersebut berkolerasi

dengan beratnya sindroma nefrotik yang terjadi, dan perbaikan dapat terjadi

setelah penyakit tersebut mengalami remisi.27

Perencanaan diet pasien sindroma

nefrotik dengan komplikasi dislipidemia adalah sesuai rekomendasi NCEP dan

AHA, meskipun keadaan dislipidemia dapat membaik sejalan dengan perbaikan

terapi, penyakit aterosklerosis–kardiovaskular saat usia anak–anak dapat berisiko

masalah CVD di usia dewasa.39

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 98: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

82

Universitas Indonesia

Pemberian komposisi lemak baik PUFA, MUFA dan SAFA pada keempat

kasus adalah sesuai yang telah direkomendasikan. Ketidakseimbangan komposisi

PUFA, MUFA dan SAFA dalam diet dapat memicu stres oksidatif dan

peroksidasi lipid. Perkembangan ilmiah menyatakan hubungan kolesterol plasma

dengan konsumsi lemak (SAFA, PUFA, dan MUFA), ukuran partikel lipoprotein

serta serangkaian ikatan protein yang mengubah transkripsi gen yang terlibat

dalam metabolisme lipid atau oksidasi asam lemak, yang merupakan fungsi

fisiologisnya, serta responsif tidaknya terhadap lemak dalam makanan yang

dikonsumsi. Asupan asam lemak dalam makanan yang dikonsumsi, asam linoleat

tak jenuh ganda dan asam linoleinic paling rentan terhadap peroksidasi lipid.

Gugus asam lemak teroksidasi adalah komponen yang pada akhirnya menjadi sel

busa dan memblokir arteri melalui pembentukan plak arteri. Stres oksidatif dan

produk peroksidasi lipid diketahui terlibat dalam penyakit jantung, kanker dan

penyakit kronis maupun infeksi lainnya.75

Studi diet pada manusia sering mendapatkan hasil yang bertentangan

mengenai efek dari asam lemak tak jenuh tunggal dan tak jenuh ganda pada profil

lipid plasma. Asam lemak tak jenuh tunggal dan tak jenuh ganda keduanya

berperan untuk mengurangi total kolesterol dan LDL–kolesterol dibandingkan

dengan asam lemak jenuh, tetapi efek pada HDL belum jelas. Beberapa bukti

menunjukkan bahwa asam lemak tak jenuh ganda dapat melindungi dari

terjadinya aterosklerosis, untuk asam lemak tak jenuh tunggal masih berdasarkan

pada data epidemiologi dan analisis faktor risiko.76

Managemen cairan pada keempat pasien tersebut tidak di retriksi,

dikatakan bahwa retriksi cairan dilakukan pada keadaan edema berat dengan

oligiria sampai anuria, tetapi disebutkan juga bahwa pada pasien yang sensitif

steroid meskipun terjadi edema tidak dilakukan retriksi. Seluruh kasus juga

mendapatkan diuretik, tanpa mendapatkan cairan rumatan secara intra vena,

sehingga apabila dilakukan retriksi cairan dapat menurunkan perfusi ginjal dan

memperburuk keadaan ginjal tersebut, oleh karena itu maka retriksi cairan tidak

dilakukan berdasarkan judgment penulis.77

`Pemberian mikronutrien pada sindroma nefrotik anak disarankan sesuai

RDA, dan suplementasi apabila terjadi defisiensi.3 Bagaimanapun, vitamin D

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 99: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

83

Universitas Indonesia

terikat protein dapat loss bersama urin, tetapi apakah sintesis meningkat karena

respon teresbut belum diketahui. Besi dan transferin akan meningkat ekskresinya

bersama urin, tetapi terdapat pendapat anemia yg terjadi mungkin lebih

disebabkan turunnya erythropoietin dari pada defisiensi besi. Zinc terikat protein

akan loss bersama urin, tetapi defisiensi yang terjadi selain terbawa urin mungkin

juga akibat turunnya absorbsi, sedangkan efek proteinuria terhadap metabolisme

zinc belum diketahui, demikian juga untuk copper dan kalsium. Selenium, vitamin

E,vitamin C dan L carnitin dapat normal atau menurun, tetapi sejauh mana

kadarnya belum diketahui.40

Bagaimanapun juga pasien dengan diuresis akibat terapi diuretik

cenderung akan lebih banyak kehilangan vitamin terutama vitamin larut air, hal

ini didukung oleh adanya kebutuhan metabolisme yang meningkat pada keadaan

sakit serta sesuai data nutrisurvey sebagian besar dari keempat kasus memiliki

asupan mikronutrien yang kurang. Maka beberapa alasan tersebut yang

menimbulkan pendapat sebagai dasar direkomendasikannya pemberian

mikronutrien pada keempat kasus ini, yang sesuai dengan rekomendasi American

Society for Parenteral and Enteral Nutrition (ASPEN) dalam hal tidak melarang

dilakukannya judgment dalam pemberian terapi nutrisi.77

Sebuah studi yang meneliti suplementasi zinc oral (10 mg sehari) pada

pasien anak dengan sindroma nefrotik, diperoleh hasil terjadinya remisi yang

lebih cepat dan penurunan frekuensi kekambuhan. Meskipun demikian masih

diperlukan penelitian lebih lanjut untuk dapat merekomendasikan suplementasi

zinc.2

Pemberian antioksidan belum ada rekomendasi, meskipun demikian suatu

studi pada pasien sindroma nefrotik anak yang relaps, dengan suplementasi single

dan kombinasi dari asam lemak omega tiga, vitamin E dan bawang putih,

diperoleh hasil bahwa suplementasi kombinasi ketiga hal tersebut lebih baik

dalam menurunkan profil lipid dan dapat ditoleransi untuk suplementasi jangka

pendek, sedangkan untuk jangka panjang masih perlu penelitian lebih lanjut.41,78

Studi lain pada pasien anak sindroma nefrotik sensitif steroid, berupa

suplementasi vitamin E, vitamin C, karoten dan riboflavin, diperoleh hasil bahwa

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 100: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

84

Universitas Indonesia

suplementasi kombinasi tersebut bermakna dalam menurunkan proteinuria dan

meningkatkan level malonylaldehide (MDA) serum.42,79

Seluruh kasus dalam serial kasus ini diberikan sirup omega tiga, meskipun

dosis yang tepat untuk anak belum ada rekomendasi.2

Pertimbangan suplementasi

tersebut mengingat terdapatnya dampak positif pemberian omega tiga terhadap

sindroma nefrotik, baik dalam hal menekan inflamasi maupun memperbaiki

dislipidemia dengan menurunkan sintesis VLDL di hati, serta perannya dalam

memperbaiki proteinuria. Hal tersebut sejalan dengan pemberian mikrinutrien

pada seluruh kasus ini, dimana sesuai rekomendasi ASPEN seperti tersebut di

atas, yaitu disetujuinya melakukan judgment dalam terapi nutrisi.77

Asam lemak

omega tiga terdiri dari Alpha-linolenic acid (ALA), Eicosapentaenoic acid (EPA)

dan docosahexaenoic acid (DHA). Alpha-linolenic acid merupakan asam lemak

esensial karena tidak dapat disintesis oleh tubuh manusia, demikian juga linoleic

acid (LA) yang merupakan suatu asam lemak omega enam, dimana arachidonic

acid (AA), dapat disintesis dari LA tersebut. Eicosapentaenoic acid dan DHA,

dapat disintesis dari ALA tetapi tubuh anak belum dapat merubah ALA menjadi

EPA dan DHA, sehingga suplementasi dianjurkan dalam bentuk EPA dan DHA.

Adapun rekomendasi asupan sumber ALA untuk anak usia 1–3 tahun adalah 700

mg/hari dan untuk anak usia 4–8 tahun adalah 900 mg/hari. Peningkatan asupan

EPA dan DHA dinyatakan dapat menurunkan risiko penyakit jantung, mencegah

aritmia, mengurangi risiko trombosis, penurunan kadar trigliserida serum,

memperlambat terjadinya aterosklerosis, meningkatkan fungsi endotel vaskular,

menurunkan tekanan darah, menekan inflamasi serta mempertahankan fungsi

ginjal. Pada tahun 2001, Food and Drug Administration (FDA) mengizinkan

penambahan DHA dan AA pada formula bayi di Amerika Serikat. Produsen tidak

diwajibkan mencantumkan jumlah DHA dan AA pada lebel susu formula, namun

demikian penambahan DHA dan AA tersebut berkisar 8–17 mg DHA/100 kalori

(5 ml) dan 16–34 mg AA/100 kalori. World Health Organization

merekomendasikan asupan asam lemak omega enam sebanyak 5–8% dari energi

dan asupan asam lemak omega tiga 1-2% dari energi. American Heart Association

merekomendasikan untuk makan ikan, terutama ikan berminyak, setidaknya dua

kali seminggu untuk menurunkan risiko penyakit cardiovaskular.80

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 101: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

85

Universitas Indonesia

Tabel 4. 5 Pemantauan dan evaluasi

An. G (Kasus 1) An. R (Kasus 2) An. F (Kasus 3) An. E (Kasus 4) Lama pemantauan

7 9 6 9

KET tercapai hari ke-

3 6 1 8

Kebutuhan protein tercapai hari ke-

Sejak sebelum sakit

6 Sejak sebelum sakit

1

Asupan mikronutrien sebelum sakit

Baik Kurang baik Kurang baik Kurang baik

Berdasarkan tabel 4.5. asupan makan keempat pasien mencapai total berkisar dari

hari ke dua hingga ke enam perawatan, meskipun demikian terdapat satu pasien

(kasus 2) dengan asupan protein kurang dari yang direncanakan hingga

pemantauan hari ke lima. Pada hari ke 6 pemantauan, kebutuhan protein baru

tercukupi, demikian juga kebutuhan energi totalnya, sedangkan berdasarkan data

analisis asupan sebelum sakit, pasien tersebut memiliki riwayat asupan protein

dan kalori yang cukup baik dengan riwayat asupan mikronutrien sebelum sakit

yang kurang baik. Asupan protein kurang dari yang direkomendasikan diimbangi

proteinuria yang belum menunjukkan perbaikan pada pasien ini, semakin

memperkuat untuk tidak meretriksi protein pada kasus sindroma nefrotik

idiopatik anak.

Tabel 4. 6 Evaluasi proteinuria

Proteinuria An. G (Kasus 1) An. R (Kasus 2) An. F (Kasus 3) An. E (Kasus 4)

Awal (saat pemeriksaan)

++ ++ + ++

Akhir (saat pulang)

+ ++ Tidak ada data +

Sesuai Tabel 4.6. pada akhir pemantauan, proteinuria pasien tersebut

(Kasus 2), masih menunjukkan keadaan seperti awal pemantauan, yaitu

proteinuria (++). Apabila dalam empat minggu masih menunjukkan keadaan

demikian, hal tersebut menggambarkan tidak adanya remisi.1,3,4,19

Proteinuria yang

menetap menggambarkan progresifitas penyakit ginjal, dan perbaikan proteiunuria

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 102: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

86

Universitas Indonesia

dapat memberikan gambaran ke arah perbaikan.18

Asupan protein yang tidak

adekuat dapat memperburuk keadaan meskipun terjadinya remisi mungkin

disebabkan oleh berbagai faktor.4

Tabel 4. 7 Evaluasi berat badan dan produksi urin

An. G (Kasus 1) An. R (Kasus 2) An. F (Kasus 3) An. E (Kasus 4) BB sebelum sakit 12 kg 9 16 17 BB saat pemeriksaan

15 kg 12 20 23

BB akhir pemantauan

13 kg 10 19 19

Diuresis saat pemeriksaan (mL/kgBB/24jam)

1,7 2,3 0,65 0,6

Diuresis akhir pemantauan

6,9 6,9 2,6 2,8

Keempat pasien memiliki kemampuan diuresis yang berbeda, meskipun

tidak terdapat pasien dengan kriteria oliguria (diuresis kurang dari 0,5

mL/kgBB/24 jam), tetapi pasien yang tidak taat mengkonsumsi steroid

menggambarkan tingkat diuresis yang lebih rendah.7 Terdapat satu pasien (Kasus

3) yang sulit mengkonsumsi obat termasuk steroid yang diberikan, sementara

sebelum perawatan pasien telah sekitar satu bulan menjalani rawat jalan dengan

dugaan diagnosis yang sama. Pasien pulang atas permintaan orang tua pasien,

setelah menjalani tujuh hari perawatan, meskipun demikian asupan protein pasien

sudah mencapai yang direkomendasikan. Pada pasien ini data laboratorium hanya

dilakukan saat kedatangan pertama kali ke RS, sehingga tidak bisa dievaluasi

keadaan proteinurianya selama pemantauan. Bagaimanapun terapi nutrisi pada

sindroma nefrotik idiopatik adalah untuk mencapai asupan nutrisi sesuai yang

direkomendasikan, agar nutrisi pasien tercukupi, mempertahankan atau

memperbaiki status nutrisi, menekan progresifitas penyakit dan mempertahankan

tumbuh kembang yang optimal.3,4

Kerjasama dengan sejawat yang merawat

pasien akan sangat membantu dalam menunjang pengobatan. Pada keempat kasus

dalam serial kasus ini terdapat satu pasien dengan proteinuria menetap sampai

akhir pemantauan, yaitu Kasus 2, asupan protein sesuai yang

direkomendasikanpun baru tercapai pada hari ke–6. Berdasarkan data tersebut,

terdapat kecenderungan akan pentingnya asupan protein sesuai yang

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 103: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

87

Universitas Indonesia

direkomendasikan dalam mendukung pengobatan dan tercapainya kesembuhan

pasien anak dengan sindroma nefrotik. Hal tersebut juga mendukung tidak

dilakukannya retriksi protein pada seluruh kasus tersebut.

Dari keempat kasus diatas, berdasarkan data dan pematauan yang ada,

risiko tinggi untk terjadi relaps adalah kasus 2, dimana onset penyakit pada usia

kurang dari tiga tahun (pasien ini usia 15 bulan) dan terdapat remisi lambat,

dimana pasien ini terdapat proteinuria menetap sejak awal sampai akhir

pemantauan. Hal tersebut sesuai yang telah dijelaskan diatas, bahwa pada pasien

tersebut terdapat dua dari tiga risiko tinggi terjadinya relaps. Risiko tinggi terjadi

relaps apabila (1) Onset terjadi pada enam bulan pertama, (2) Remisi lambat pada

episode awal, dan (3) relaps terjadi pada enam bulan pertama. Tingginya risiko

relaps berhubungan dengan pilihan terapi, termasuk kemungkinan diberikannya

steroid jangka panjang dengan segala efek samping terapi pada pasien tersebut.4

Prognosis yang memperburuk pasien ini adalah usia yang kurang dari dua tahun,

terdapat hipertensi dan hematuria.16

Berdasarkan keempat kasus di atas, kendala utama dalam terapi nutrisi

pasien anak adalah anak masih belum bisa mengerti tujuan terapi nutrisi, sehingga

cenderung untuk mengkonsumsi makanan yang disukai, bukan yang dianjurkan,

demikian juga mengenai diet rendah garam, untuk edema berat dianjurkan dengan

tidak menambahkan garam dalam makanan akan lebih baik mengatasi keadaan

edemanya, tetapi hal ini akan sulit diterima oleh anak–anak, sehingga apabila

dipaksakan justru anak tidak mau makan, dan dampaknya justru asupan nutrisi

yang direncanakan tidak dapat tercapai. Oleh karena itu monitoring disertai

pemberian konseling kepada pasien dan orang tua ataupun pengasuh, pemberian

modifikasi penyajian makanan yang menarik perhatian anak, serta suasana yang

kondusif untuk anak akan sangat membantu dalam keberhasilan terapi nutrisi.3

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 104: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

88

88

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Sindroma nefrotik idiopatik merupakan kumpulan gejala berupa proteinuria,

edema, hiperkolesterolemia, dan hipoalbuminemia, penyebabnya belum diketahui

dengan pasti, keadaan tersebut terkait kelainan glomerular intrinsik ginjal dan

tidak disebabkan oleh faktor sistemik. Seluruh pasien memiliki status gizi kurang,

memiliki persamaan hasil skrining dan subyektif yang hampir sama untuk

membuat pasien dibawa ke rumah sakit. Riwayat penyakit dahulu dan

kemungkinan riwayat mengkonsumsi obat–obatan dikonfirmasi untuk menggali

kemungkinan faktor penyebab primer atau sekunder, dimana seluruh pasien dalam

serial kasus ini merupakan sindroma nefrotik primer, serta bukan kongenital.

Seluruh pasien didiagnosis hipertensi, dimana komplikasi hipertensi dapat terjadi

sekitar 15–20% kasus.

Kebutuhan energi basal seluruh pasien ditentukan dengan rumus

Schoefield (BB–TB), rumus ini mempertimbangkan faktor usia, jenis kelamin, TB

dan BB, serta paling akurat dalam menentukan BMR. Tujuan pemberian nutrisi

anak sakit dengan mempertimbangkan kondisi stres metabolik, karena setiap anak

dapat mengalami respon metabolik yang berbeda, sehingga perlu diwaspadai

dampak yang mungkin terjadi. Pola diet yang disarankan untuk anak sindroma

nefrotik adalah sesuai rekomendasi NCEP dan AHA, lemak yang

direkomendasikan tidak lebih dari 28% dengan komposisi MUFA 12%, PUFA

8%, dan SAFA 8%, menghindari asupan lemak trans dengan asupan kolesterol

tidak melebihi dari 300 mg/hari. Kebutuhan protein diberikan sesuai RDA

dikalikan faktor stres, dengan sumber protein yang memiliki bioavailabilitas

tinggi. Pemberian mikronutrien dianjurkan sesuai RDA, meskipun belum ada

rekomendasi, pemberian mikronutrien dan nutrien spesifik berdasarkan judgment

yang telah disetujui oleh ASPEN. Diet rendah garam (natrium tidak lebih dari 2

g/hari) dapat memperbaiki efektifitas diuretik sehingga membantu mempercepat

hilangnya edema, membantu menurunkan tekanan darah, dan memperbaiki

proteinuria yang terjadi.

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 105: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

89

Universitas Indonesia

Asupan cairan pada seluruh pasien tidak diretriksi berdasarkan antara lain

tidak terdapatnya oliguria, masih cukup sensitif dengan pemberian steroid, dan

edema yang terjadi masih mengalami respon yang baik dengan terapi. Dua pasien

dalam serial kasus ini memiliki komplikasi bronkhopneumonia. Infeksi saluran

pernafasan merupakan komplikasi infeksi paling sering pada anak dengan

sindroma nefrotik. American Academy of Pediatrics menghimbau untuk dilakukan

vaksinasi pada semua anak sampai usia 23 bulan, dan untuk kelompok berisiko

dianjurkan vaksinasi di usia 24–59 bulan. Terdapat dua pasien dengan komplikasi

anemia, kemungkinan terbanyak pada kasus sindroma nefrotik anak adalah akibat

kekurangan zat besi, kehilangan EPO dan transferin melalui urin. sehingga akan

meningkatkan katabolisme transferin, kemudian terjadi hipotransferinemia, dan

anemia defisiensi besi.

Terdapat satu pasien dengan komplikasi cholecystitis, komplikasi ini

merupakan kasus yang jarang pada sindroma nefrotik anak. Terdapat dua pasien

yang kemungkinan didahului terjadinya infeksi saluran nafas atas pada 2–3

minggu SMRS, yaitu kemungkinan terinfeksi bakteri streptokokus beta

hemolitikus grup A, dimana hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya

glomerulonefritis, sedangkan serangan glomerulonefritis merupakan penyebab

tersering terjadinya sindroma nefrotik.

Seluruh pasien mendapatkan terapi prednison, yaitu suatu kortikosteroid,

yang apabila dikonsumsi dalam jangka panjang terutama pada sindroma nefrotik

yang relaps berulang, maka perlu diwaspadai risiko efek samping terapi, baik

jangka panjang maupun jangka pendek. Modifikasi diet diperlukan untuk

mengatasi masalah ini.

Proteinuria menetap menggambarkan progresifitas penyakit ginjal, dan

kemungkinan tidak adekuatnya asupan protein dapat memberikan dampak lebih

buruk meskipun terjadinya remisi dapat diakibatkan oleh berbagai faktor.

Keempat kasus telah mencapai asupan energi maupun protein sesuai yang

direncanakan dengan waktu yang berbeda, hal tersebut seiring perbedaan kondisi

klinis yang mendasari.

Kendala utama dalam terapi nutrisi pasien anak adalah pasien anak masih

belum bisa menyadari pentingnya tujuan terapi nutrisi, sehingga cenderung untuk

89

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 106: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

90

Universitas Indonesia

mengkonsumsi makanan yang disukai, bukan yang dianjurkan. Demikian juga

untuk masalah rasa makanan, diet rendah garam lebih sulit diterima oleh anak–

anak, sehingga dapat berdampak tidak tercapainya asupan nutrisi sesuai yang

direncanakan. Peran orang tua dalam mengatur jumlah dan jenis asupan saat

kepulanganpun sangat diharapkan agar kemungkinan progresifitas penyakit dapat

diminimalkan.

Berhubung sindroma nefrotik memiliki risiko tinggi untuk kambuh, maka

monitoring dan evaluasi dengan disertai pemberian konseling kepada pasien dan

orang tua ataupun pengasuh, pemberian modifikasi penyajian makanan yang

menarik perhatian anak, serta suasana yang kondusif untuk anak akan sangat

membantu dalam keberhasilan terapi nutrisi, dimana akan berkontribusi positif

terhadap pemberian terapi farmakologi, sehingga tujuan untuk mempercepat

kesembuhan ataupun meminimalisir komplikasi dapat ditekan, hal tersebut

tentumya akan lebih baik bila terdapat kerjasama berbagai multi disiplin ilmu.

5.2. Saran

Tatalaksana nutrisi pada sindroma nefrotik idiopatik anak memerlukan

managemen farmakologi maupun non farmakologi, serta observasi dan

pemantauan jangka panjang. Apabila penyakit ini sering berulang maka tata

lakasana nutrisinyapun akan mempertimbangkan keadaan tersebut. Berbagai

komplikasi klinik yang mendasari dapat memberikan perbedaan dalam tata

laksana nutrisi, meskipun tetap tidak mengesampingkan penyakit yang mendasari.

Managemen nutrisi memegang peranan penting dalam memperbaiki status nutrisi,

mempengaruhi progresifitas penyakit, mempengaruhi kesembuhan dan kualitas

hidup jangka pendek maupun jangka panjang pasien, sehingga managemen nutrisi

ini sebaiknya menjadi bagian dari multi disiplin ilmu dalam managemen nutrisi

pasien sejak menjalani perawatan sampai saat perawatan di rumah. Kegiatan multi

disiplin ilmu ini dapat dilakukan berkelanjutan maupun berkala, bagaimanapun

deteksi dini dan penatalaksanaan lebih dini akan menekan terjadinya komplikasi.

Hal tersebut tentunya akan dapat menekan kegawat daruratan, frekuensi

kunjungan dan lama perawatan di rumah sakit. Kegiatan tersebut akan lebih baik

apabila dibuat suatu wadah dalam bentuk organisasi penderita sindroma nefrotik,

sehingga koordinasi terapi maupun pemantauan akan menjadi lebih mudah.

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 107: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

91

Universitas Indonesia

DAFTAR REFERENSI

1. Davin C, Rutjes NW. Nephrotic Syndrome in Children: From Bench to

Treatment. International Journal of Nephrology 2011;1–6.

2. Lane JC, Langman, CB. Paediatric Nephrotic Syndrome.

http://emedicine.medscape.com/article/982920l. Diunduh 13 Mei 13.

3. Swinford RD, Elenberg E, Ingelfinger JR. Nutrition in paediatric. ed 3,

London. BC Decker Inc. 2003

4. Noer, MS. Sindroma Nefrotik Idiopatik. Kompendium Nefrologi Anak.Badan

Penerbit IDAI. Jakarta. 2011.

5. Kidney development. From Wikipedia, the free encyclopedia.

http://en.wikipedia.org/wiki/Kidney_development. diunduh 18 Mei 2013.

6. Sadler TW. Embriologi Kedokteran Langman. ed 7. Jakarta. EGC. 2000.

hal.272-310

7. Wilson LM. Prosedur Diagnostik pada Penyakit Ginjal. Dalam: Wilson LM.

Price SA. Patofisiologi Konsep Klinis Proses–Proses Penyakit

(Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Processes). ed 6.

Jakarta.2006.hal.895–911.

8. Bergstein, JM. Nefrologi. Dalam; Nelson, WE (editor). Nelson Ilmu

Kesehatan Anak (Nelson Texbook of Pediatrics). ed 15.

Jakarta.EGC.2012.hal.1804–1061.

9. Anonymous. Kidney Anatomy Internal. http://www.medicalartlibrary.com/.

Diunduh 5 Mei 2013.

10. Anonymous. Urinary System : Anatomy and Histology.

http://legacy.owensboro.kctcs.edu/gcaplan/anat2/notes/apiinotes3%20urinary

%20anatomy.htm. Diunduh 5 Mei 2013.

11. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem (Human Physiology: from

Cells to Systems). ed 2.Jakarta. EGC:2001.hal.461–505.

12. Sacher RA, McPherson RA. Dalam: Hartanto H (editor). Tinjuan Klinis Hasil

Pemeriksaan Laboratorium. ed 11. Jakarta.EGC: 2004.

13. Levey AS, MD, Coresh J, MD, Balk E, Kausz AT, Levin A, Steffes MW,

dkk. National Kidney Foundation Practice Guidelines for Chronic Kidney

Disease: Evaluation, Classification, and Stratification. Clinical Guidelines.

Ann Intern Med 2003;139:137–147

91

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 108: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

92

Universitas Indonesia

14. Anonymous. Nephrotic Syndrome. Clinical key elsevier.

https://www.clinicalkey.com/topics/nephrology/nephrotic-syndrome.html

Diunduh 5 Mei 2013.

15. Silbernagl S, Lang F. Dalam: Resmisari T, Liena (editor).Teks dan Atlas

Berwarna Patofisiologi (Color Atlas Of Pathophyisiology). Jakarta EGC.

2007.

16. Noer MS, Soemyarso N. Sindroma Nefrotik. http://old.pediatrik.com

Diunduh 5 Mei 2013.

17. Gordillo R, Spitzer A. The Nephrotic Syndrome. American Academy of

Paediatrics 2009;30;94-105.

18. Park SJ, Shin, J. Complications of nephrotic syndrome. Korean J Pediatr

2011;54:322-328.

19. Hogg RJ, Portman RJ, Milliner D, Lemley KV, Eddy A, Ingelfinger J.

Evaluation and Management of Proteinuria and Nephrotic Syndrome in

Children: Recommendations From a Pediatric Nephrology Panel Established

at the National Kidney Foundation Conference on Proteinuria, Albuminuria,

Risk, Assessment, Detection, and Elimination (PARADE). American Journal

of pediatrics 2000;105;1242.

20. Wila Wirya IG, 2002. Sindroma nefrotik. Dalam : Alatas H, Tambunan T,

Trihono PP, Pardede SO (editor). Buku Ajar Nefrologi Anak. 2 Ed. Jakarta :

Balai Penerbit FKUI.

http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/hypertension/child_tbl.htm. Diunduh 5

Mei 2013.

21. National Institutes Of Health Staff. The Fourth Report On The Diagnosis,

Evaluation, And Treatment Of High Blood Pressure In Children And

Adolescents. http://www.nhlbi.nih.gov/health/prof/heart/hbp/hbp_ped.pdf

Diunduh 5 Mei 2013.

22. Lipszyc D, Parekh RS.Hypertension in Children and Adolescents–Diagnostic

Challenges and Management. European Nephrology 2011;5(2):126-131.

23. Jin J, Jin B, Huang S, Yuan Y, Ding G, dkk. Insulin resistance in children

with primary nephrotic syndrome and normal renal function. Pediatric

Nephrology 2012;1901-1909.

24. Biedunkiewicz B, Manitius J, Kustosz J, Wojszwiłło P, Rutkowski B.

[Relationship between some parameters of carbohydrate metabolism,

proteinuria and glomerular filtration rate in patients with primary

glomerulonephritis]. 1996 96(3):208-14.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9122011. Diunduh 2 Juni 2013.

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 109: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

93

Universitas Indonesia

25. Ahmed SM, Clasen ME, Donnelly JF. Management of Dyslipidemia in

Adults. Am Fam Physician 1998; 1;57(9):2192-2204.

26. Anonymous. Lipid abnormalities in nephrotic syndrome.

http://www.uptodate.com/contents/lipid-abnormalities-in-nephrotic-

syndrome. Diunduh 15 Mei 2013.

27. Majumdar A, Wheelar DC. Lipid abnormalities in renal disease. J R Soc Med

2000:93;178–82.

28. Thabet MAEH, Salcedo JR, Chan JCM. Hyperlipidemia in childhood

nephrotic syndrome. International pediatric nephrology association.

link.springer.com/article/10.1007%2FBF00852550. Diunduh 3 Juni 2013.

29. Morita Y, Ikeguchi H, Nakamura J, Hotta N, Yuzawa Y, Matsuo S.

Complement Activation Products in the Urin from Proteinuric Patients. J Am

Soc Nephrol 2000;11:700–707.

30. Garniasih D, Djais JTB, Garna H. Hubungan antara Kadar Albumin dan

Kalsium Serum pada Sindroma Nefrotik Anak. Sari Pediatri 2008:10(2);100.

31. Brothers J. Texboox of pediatric . http://books.google.co.idotein . Diunduh 6

Juni 2013

32. Lisa C, Julia M, Kusuma PA, Sadjimin T. Risk Factors For Low Bone

Density In Pediatric Nephrotic Syndrome. Paediatrica Indonesiana

2011;51:(2).

33. Sjarif DR, Lestari ED, Mexitalia M, Nasar SS. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik

dan Metabolik. Jakarta. IDAI.2011.

34. Hendricks KM, Walker WA. Manual of Pediatric Nutrition. ed 3. London.

BC Decker.2000.

35. Sastroasmoro S. Panduan pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan

Anak. Jakarta.RSUP Nasional dr. Cipto Mangunkusumo.2007.

36. Nutzenadel W. Failure to thrive in childhood. Dtsch Arztebl In. 2011: 108

(36) 642-9.

37. Koletzko B, Goulet O, Hunt J, Krohn K, Shamir R. Guidelines on Paediatric

Parenteral Nutrition of the European Society of Paediatric Gastroenterology,

Hepatology and Nutrition (Espghan) and the European Society for Clinical

Nutrition and Metabolism (ESPEN), Supported by the European Society of

38. Paediatric Research (Espr). Journal of Pediatric Gastroenterology and

Nutrition 2005: 41:s1–s4.

39. Nutrition in Nephrotic Syndrome.http://

www.rch.org.au/nephrology/protocols/ 537_ Diunduh 2 Juni 2013.

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 110: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

94

Universitas Indonesia

40. Fletcher B, Berra K, Ades P, Braun LT, Burke LE. Managing Abnormal

Blood Lipids. Circulation. 2005;112:3184–3209.

41. Yeun JY, Zakari M, Kaysen GA. Nephrotic Syndrome: Nutritional

consequence and dietary Management. Dalam : Mitch WE, Ikizler TA.

Handbook of Nutrition and the Kidney.ed 6.Lippicott

Williams&Wilkins.2009.hal.132–147.

42. Gebauer SK, Psota TL, Harris WS, Etherton PMK. n−3 Fatty acid dietary

recommendations and food sources to achieve essentiality and cardiovascular

benefits1,2,3. Am J Clin Nutr June 2006 vol. 83 no. 6 S1526-1535S.

43. Anonymous. Omega-3 fatty acids, fish oil, alpha-linolenic acid. http://

www.mayoclinic.com/health/fish-oil/NS_patient fishoil/ DSECTION=

evidence). Diunduh 20 Mei 2013.

44. Zyl MV. The effects of drugs on nutrition. S Afr J Clin Nutr 2011;24(3):

S38-S41

45. Anderson J, Roach J. Nutrient-Drug Interactions and Food.

http://www.ext.colostate.edu/pubs/foodnut/09361.html. Diunduh 3 Mei 2012.

46. Anonymous.

http://home.caregroup.org/clinical/altmed/interactions/Drugs/Captopril.html.

Diunduh 20 Juli 2013

47. Anonymous. Drug-Nutrient Interactions with Commonly Used

CardiacMedications.http://www.cranberryinstitute.org/RCToolkit/media/3_I

NTERACTIONS.pdf.Diunduh 3 Mei 2012.

48. Anonymous.

http://www.naturalnews.com/DrugWatch_Furosemide.html.Diunduh 3 Mei

2012.

49. Anonymous. http://www.drugs.com/pro/prednisone.html.Diunduh 21 Juli

2013.

50. Donna J Secker DJ, Jeejeebhoy KN. Subjective Global Nutritional

Assessment for childrenAm J Clin Nutr. 2007;85:1083–9. Printed in USA. ©

2007 American Society for Nutrition,

51. Moeeni V, Day AS. Nutritional Risk Screening Tools in Hospitalised

Children International Journal of Child Health and Nutrition, 2012, 1, 39-43

52. Faktor Penyebab Gizi Kurang dan Gizi Buruk. http://www.indonesian-

publichealth.com/2012/12/masalah-gizi-kurang-dan-gizi-buruk.html. 10 juni

2013

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 111: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

95

Universitas Indonesia

53. Alwadhi RK, Mathew JL, Rath B. Clinical profile of children with nephrotic

syndrome not on glucorticoid therapy, but presenting with infection. J

Paediatr Child Health. 2004;40(1-2):28-32.

54. Anonymous. Micronutrint Information Center.

http://lpi.oregonstate.edu/infocenter/. 23-7-13

55. Setiawan B, Rahayuningsih S. Angka kecukupan vitamin larut air. Dalam:

Angka Kecukupan Gizi dan Pelabelan Gizi. Widyakarya Nasional Pangan

dan Gizi 2004. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), 2004.

h. 97-110

56. Yeun JY, Zakari M, Kaysen GA. Nephrotic Syndrome: Nutritional

consequence and dietary Management. 132–147. dalam : Mitch WE, Ikizler

TA. Handbook of Nutrition and the Kidney. 6 ed.Lippicott

Williams&Wilkins.2009.

57. Supandiman, I. Hematologi Klinik.Penerbit PT Alumni.Bandung.1997.

58. Bailey D, Bredell B. Paediatric. Hospital Life Support Resource. Department

of Health Goverment of Wester Australia. 2012.

59. Ricardo G. Hahn RG, Knox LM, Forman TA. Evaluation of

Poststreptococcal Illness. Am Fam Physician 2005; 15;71(10):1949-1954.

60. Meyers KEM. Evaluation of hematuria in children. Urol Clin N Am 2004;31:

559–573.

61. Shin YH, Shin JI, Park JM, kim JH, Lee JS,Kim MJ. A Five-Year-Old Boy

With Nephrotic Syndrome Complicated With Acute Acalculous

Cholecystitis. Pediatrics International 2007; 49:674–676.

62. Bogue, Conor O, Murphy, Amanda J, Gersle, et al. Risk Factors,

Complications, and Outcomes of Gallstones in Children: A Single-center

Review. Journal of Pediatric Gastroenterology & Nutrition 2010;50(3):303–

308.

63. LedererE.Hypokalemia. http://emedicine.medscape.com/article/242008-

overview. Diunduh 20 Juli 2013.

64. Sacher RA, McPherson RA. Dalam; Hartanto H (editor).Tinjauan Klinis

Hasil Pemeriksaan Laboratorium.Jakarta.EGC.2004.

65. Pardede SO. Struktur Sel streptokokus dan Patogenesis Glomerulonefritis

Akut Pasca Stretokokus. Sari Pediatri 2009;11(1).

66. Husen V, Kemper MJ. New therapies in steroid-sensitive and steroid-resistant

idiopathic nephrotic syndrome. Pediatr Nephrol. 2011.26(6):881–92.

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 112: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

96

Universitas Indonesia

67. Straatmann C, Ayoob R, Gbadegesin R, Gibson K, Rheault MN, et al.

Treatment outcome of late steroid-resistant nephrotic syndrome: a study by

the Midwest Pediatric Nephrology Consortium. Pediatric

Nephrology2013;28:1235–1241.

68. Anonymous. http://akfarsam.ac.id/downlot.php?file=DIURETIK.pdf.

Diunduh 22 Juli 2013.

69. Gbadegesin R, Smoyer WE. Nephrotic Syndrome. http:// www.podonet.org/

opencms/export/sites/default/podonet/podonet_en/pdf/9780323048835_12.pd

f. Diunduh 2 Juni 2013.

70. Anonymous. From Wikipedia, the free encyclopedia. http:// en.wikipedia.org/

wiki/ Lipiduria. Diunduh 23 Juli 2013.

71. Anonymous. Nephrotic Syndrome.

http://www.merckmanuals.com/professional/genitourinary_disorders/glomer

ular_disorders/nephrotic_syndrome.html.Diunduh. 20 Juni 2013.

72. Neverov NI, Nikitina EA. Lipiduria in the nephrotic syndrome. Ter

Arkh1992;64(6):16-8.

73. Byham-Gray L, Wiesen K. A clinical guide to nutrition care in kidney

disease.ADA, 2004

74. Cozzolino M, Gentile G, Mazzaferro S, Brancaccio D, Ruggenenti P,

Remuzzi G. Blood Pressure, Proteinuria, and Phosphate as Risk Factors for

Progressive Kidney Disease: A Hypothesis. Am J Kidney Dis. 2013.

75. Parra EG, Iguacel CG, Egido J, Ortiz A. Phosphorus and Nutrition in

Chronic Kidney Disease. International Journal of Nephrology2012.

76. Anonymous. Current Opinions in Saturated Fatty Acids and

Healthhttp://www.mpoc.org.my/Current_Opinions_in_Saturated_Fatty_Acid

s_and_Health_.aspx. 22-7-13.Diunduh 30 Juni 2013.

77. Lada AT, Rudel LL. Dietary monounsaturated versus polyunsaturated fatty

acids: which is really better for protection from coronary heart disease? Curr

Opin Lipidol.2003;14(1):41-6.

78. Mueller C, Compher C, Ellen DM, and the American Society for Parenteral

and Enteral Nutrition (ASPEN) Board of Directors. Nutrition Screening,

Assessment, and Intervention in Adult. ASPEN Clinical Guidelines. Journal

of Parenteral and Enteral Nutrition2011;35(1):16–24.

79. Hashem EA, Zakhary MM, Sotohi SM, Elkabs MY. Serum lipid and Lipid

Mediators in Childhood Nephrotic syndrome;Part II; Effect of fish oil and

lipoprotein abnormalities in non minimal change disease. Alex J.Pediatr

1998;12(2)

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 113: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

97

Universitas Indonesia

80. Mathew JL, Kabi BC, Rath B. Anti oxidant vitamin and steroid responsive

nephrotic syndrome in indian children. Journal of Paediatrics and Child

health. 2002; 38(5):450–454.

81. Anonymous. Essential Fatty Acids, Micronutrient Information Center. Linus

pauling institute. http:// lpi.oregonstate.edu/ infocenter/othernuts/omega3fa/

.Diunduh 23 Juli 2013.

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 114: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

98

Universitas Indonesia

Lampiran 1 Analisis asupan An. G

An. G (sebelum sakit)

Analysis of the food record

==========================================================

Food Amount energy carbohydr.

nasi putih 150 g 195,0 kcal 42,9 g

ikan goreng 50 g 79,9 kcal 0,0 g

susu dancow balita 240 g 1113,4 kcal 123,8 g

sayur sop 50 g 52,0 kcal 5,3 g

Meal analysis: energy 1440,3 kcal (100 %), carbohydrate 172,0 g (100 %)

Result

Nutrient analysed recommended percentage

content value value/day fulfillment

energy 1440,3 kcal 2036,3 kcal 71 %

water 0,0 g 1300,0 g 0 %

protein 62,8 g(18%) 60,1 g(12 %) 104 %

fat 55,4 g(34%) 69,1 g(< 30 %) 80 %

carbohydr. 172,0 g(48%) 290,7 g(> 55 %) 59 %

dietary fiber 2,1 g - -

alcohol 0,0 g - -

PUFA 1,5 g 9,0 g 17 %

cholesterol 85,0 mg - -

Vit. A 1250,0 µg 600,0 µg 208 %

carotene 0,0 mg - -

Vit. E (eq.) 11,1 mg 5,5 mg 202 %

Vit. B1 0,9 mg 0,6 mg 144 %

Vit. B2 1,5 mg 0,7 mg 217 %

Vit. B6 0,9 mg 0,4 mg 221 %

tot. fol.acid 123,3 µg 200,0 µg 62 %

Vit. C 90,8 mg 60,0 mg 151 %

sodium 799,5 mg - -

potassium 2624,5 mg 1500,0 mg 175 %

calcium 1868,0 mg 600,0 mg 311 %

magnesium 209,5 mg 80,0 mg 262 %

phosphorus 1629,5 mg 500,0 mg 326 %

iron 20,2 mg 8,0 mg 252 %

zinc 9,4 mg 3,0 mg 315 %

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 115: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

99

Universitas Indonesia

An. G (lima hari SMRS)

Analysis of the food record

Food Amount energy carbohydr.

nasi putih 75 g 97,5 kcal 21,5 g

ikan goreng 25 g 40,0 kcal 0,0 g

susu dancow balita 120 g 556,7 kcal 61,9 g

sayur sop 25 g 26,0 kcal 2,6 g

Meal analysis: energy 720,2 kcal (100 %), carbohydrate 86,0 g (100 %)

Result

Nutrient analysed recommended percentage

content value value/day fulfillment

energy 720,2 kcal 2036,3 kcal 35 %

water 0,0 g 1300,0 g 0 %

protein 31,4 g(18%) 60,1 g(12 %) 52 %

fat 27,7 g(34%) 69,1 g(< 30 %) 40 %

carbohydr. 86,0 g(48%) 290,7 g(> 55 %) 30 %

dietary fiber 1,0 g - -

alcohol 0,0 g - -

PUFA 0,8 g 9,0 g 8 %

cholesterol 42,5 mg - -

Vit. A 625,0 µg 600,0 µg 104 %

carotene 0,0 mg - -

Vit. E (eq.) 5,6 mg 5,5 mg 101 %

Vit. B1 0,4 mg 0,6 mg 72 %

Vit. B2 0,8 mg 0,7 mg 109 %

Vit. B6 0,4 mg 0,4 mg 111 %

tot. fol.acid 61,7 µg 200,0 µg 31 %

Vit. C 45,4 mg 60,0 mg 76 %

sodium 399,8 mg - -

potassium 1312,3 mg 1500,0 mg 87 %

calcium 934,0 mg 600,0 mg 156 %

magnesium 104,8 mg 80,0 mg 131 %

phosphorus 814,8 mg 500,0 mg 163 %

iron 10,1 mg 8,0 mg 126 %

zinc 4,7 mg 3,0 mg 158 %

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 116: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

100

Universitas Indonesia

An. G (24 jam terakhir)

Analysis of the food record

Food Amount energy carbohydr.

biscuit 18 g 91,2 kcal 14,0 g

susu dancow balita 160 g 742,3 kcal 82,6 g

Meal analysis: energy 833,5 kcal (100 %), carbohydrate 96,6 g (100 %)

Result

Nutrient analysed recommended percentage

content value value/day fulfillment

energy 833,5 kcal 2036,3 kcal 41 %

water 0,0 g 1300,0 g 0 %

protein 36,4 g(18%) 60,1 g(12 %) 61 %

fat 33,5 g(35%) 69,1 g(< 30 %) 49 %

carbohydr. 96,6 g(47%) 290,7 g(> 55 %) 33 %

dietary fiber 0,2 g - -

alcohol 0,0 g - -

PUFA 1,8 g 9,0 g 20 %

cholesterol 44,5 mg - -

Vit. A 689,8 µg 600,0 µg 115 %

carotene 0,0 mg - -

Vit. E (eq.) 6,6 mg 5,5 mg 120 %

Vit. B1 0,5 mg 0,6 mg 84 %

Vit. B2 1,0 mg 0,7 mg 146 %

Vit. B6 0,5 mg 0,4 mg 126 %

tot. fol.acid 70,6 µg 200,0 µg 35 %

Vit. C 59,6 mg 60,0 mg 99 %

sodium 530,2 mg - -

potassium 1606,4 mg 1500,0 mg 107 %

calcium 1270,7 mg 600,0 mg 212 %

magnesium 117,4 mg 80,0 mg 147 %

phosphorus 998,9 mg 500,0 mg 200 %

iron 12,9 mg 8,0 mg 162 %

zinc 5,8 mg 3,0 mg 193 %

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 117: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

101

Universitas Indonesia

Lampiran 2 Analisis asupan An. R

An. R (sebelum sakit)

Analysis of the food record

Food Amount energy carbohydr.

nasi putih 150 g 195,0 kcal 42,9 g

sayur bening campur 50 g 16,5 kcal 3,8 g

tempe goreng 50 g 177,0 kcal 7,7 g

ikan lele 25 g 21,0 kcal 0,0 g

sayur sop ayam 25 g 18,0 kcal 0,9 g

susu dancow balita 60 g 278,3 kcal 31,0 g

telur dadar 25 g 46,7 kcal 0,3 g

pisang ambon 50 g 46,0 kcal 11,7 g

Meal analysis: energy 798,5 kcal (100 %), carbohydrate 98,1 g (100 %)

Result

Nutrient analysed recommended percentage

content value value/day fulfillment

energy 798,5 kcal 2036,3 kcal 39 %

water 0,0 g 1300,0 g 0 %

protein 34,3 g(17%) 60,1 g(12 %) 57 %

fat 30,7 g(34%) 69,1 g(< 30 %) 45 %

carbohydr. 98,1 g(49%) 290,7 g(> 55 %) 34 %

dietary fiber 3,2 g - -

alcohol 0,0 g - -

PUFA 6,8 g 9,0 g 76 %

cholesterol 129,0 mg - -

Vit. A 597,5 µg 600,0 µg 100 %

carotene 0,0 mg - -

Vit. E (eq.) 4,4 mg 5,5 mg 80 %

Vit. B1 0,4 mg 0,6 mg 66 %

Vit. B2 0,7 mg 0,7 mg 95 %

Vit. B6 0,8 mg 0,4 mg 201 %

tot. fol.acid 89,4 µg 200,0 µg 45 %

Vit. C 29,5 mg 60,0 mg 49 %

sodium 251,3 mg - -

potassium 1202,8 mg 1500,0 mg 80 %

calcium 540,0 mg 600,0 mg 90 %

magnesium 126,8 mg 80,0 mg 158 %

phosphorus 646,5 mg 500,0 mg 129 %

iron 7,1 mg 8,0 mg 88 %

zinc 4,2 mg 3,0 mg 139 %

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 118: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

102

Universitas Indonesia

An. R (selama sakit satu minggu SMRS)

Analysis of the food record

Food Amount energy carbohydr.

bubur nasi 300 g 218,7 kcal 48,0 g

susu dancow balita 60 g 278,3 kcal 31,0 g

teh manis 200 g 25,8 kcal 6,4 g

Meal analysis: energy 522,8 kcal (100 %), carbohydrate 85,4 g (100 %)

Result

Nutrient analysed recommended percentage

content value value/day fulfillment

energy 522,8 kcal 2036,3 kcal 26 %

water 0,0 g 1300,0 g 0 %

protein 16,9 g(13%) 60,1 g(12 %) 28 %

fat 11,7 g(20%) 69,1 g(< 30 %) 17 %

carbohydr. 85,4 g(67%) 290,7 g(> 55 %) 29 %

dietary fiber 0,6 g - -

alcohol 0,0 g - -

PUFA 0,5 g 9,0 g 6 %

cholesterol 15,0 mg - -

Vit. A 252,0 µg 600,0 µg 42 %

carotene 0,0 mg - -

Vit. E (eq.) 2,4 mg 5,5 mg 44 %

Vit. B1 0,2 mg 0,6 mg 35 %

Vit. B2 0,4 mg 0,7 mg 56 %

Vit. B6 0,3 mg 0,4 mg 68 %

tot. fol.acid 28,2 µg 200,0 µg 14 %

Vit. C 22,2 mg 60,0 mg 37 %

sodium 198,0 mg - -

potassium 670,0 mg 1500,0 mg 45 %

calcium 472,0 mg 600,0 mg 79 %

magnesium 67,0 mg 80,0 mg 84 %

phosphorus 425,0 mg 500,0 mg 85 %

iron 5,1 mg 8,0 mg 64 %

zinc 2,7 mg 3,0 mg 90 %

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 119: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

103

Universitas Indonesia

An. R (24 jam terakhir)

Analysis of the food record

Food Amount energy carbohydr.

bubur nasi 150 g 109,3 kcal 24,0 g

susu dancow balita 45 g 208,8 kcal 23,2 g

Meal analysis: energy 318,1 kcal (100 %), carbohydrate 47,2 g (100 %)

Result

Nutrient analysed recommended percentage

content value value/day fulfillment

energy 318,1 kcal 2036,3 kcal 16 %

water 0,0 g 1300,0 g 0 %

protein 11,7 g(15%) 60,1 g(12 %) 19 %

fat 8,7 g(24%) 69,1 g(< 30 %) 13 %

carbohydr. 47,2 g(61%) 290,7 g(> 55 %) 16 %

dietary fiber 0,3 g - -

alcohol 0,0 g - -

PUFA 0,3 g 9,0 g 4 %

cholesterol 11,3 mg - -

Vit. A 189,0 µg 600,0 µg 32 %

carotene 0,0 mg - -

Vit. E (eq.) 1,8 mg 5,5 mg 33 %

Vit. B1 0,2 mg 0,6 mg 25 %

Vit. B2 0,3 mg 0,7 mg 41 %

Vit. B6 0,2 mg 0,4 mg 45 %

tot. fol.acid 20,4 µg 200,0 µg 10 %

Vit. C 16,6 mg 60,0 mg 28 %

sodium 144,0 mg - -

potassium 460,5 mg 1500,0 mg 31 %

calcium 349,5 mg 600,0 mg 58 %

magnesium 42,0 mg 80,0 mg 53 %

phosphorus 301,5 mg 500,0 mg 60 %

iron 3,8 mg 8,0 mg 47 %

zinc 1,9 mg 3,0 mg 63 %

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 120: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

104

Universitas Indonesia

Lampiran 3 Analisis asupan An. F

An. F (sebelum sakit)

Analysis of the food record

Food Amount energy carbohydr.

nasi putih 200 g 260,0 kcal 57,2 g

sayur bening campur 25 g 8,2 kcal 1,9 g

tempe goreng 25 g 88,5 kcal 3,8 g

ikan kembung goreng 50 g 101,0 kcal 0,0 g

supermie 80 g 112,8 kcal 22,6 g

susu kental manis 200 g 640,1 kcal 109,0 g

telur rebus 50 g 93,5 kcal 0,6 g

pepaya 50 g 19,5 kcal 4,9 g

krupuk rambak 25 g 131,8 kcal 14,9 g

Meal analysis: energy 1455,3 kcal (100 %), carbohydrate 215,0 g (100 %)

Result

Nutrient analysed recommended percentage

content value value/day fulfillment

energy 1455,3 kcal 2036,3 kcal 71 %

water 0,0 g 1600,0 g 0 %

protein 43,6 g(12%) 60,1 g(12 %) 73 %

fat 47,6 g(29%) 69,1 g(< 30 %) 69 %

carbohydr. 215,0 g(59%) 290,7 g(> 55 %) 74 %

dietary fiber 3,8 g 22,5 g 17 %

alcohol 0,0 g - -

PUFA 13,4 g 10,0 g 134 %

cholesterol 286,5 mg - -

Vit. A 400,0 µg 700,0 µg 57 %

carotene 0,0 mg - -

Vit. E (eq.) 3,5 mg 8,0 mg 44 %

Vit. B1 0,4 mg 0,8 mg 53 %

Vit. B2 1,1 mg 0,9 mg 126 %

Vit. B6 0,5 mg 0,5 mg 97 %

tot. fol.acid 88,8 µg 300,0 µg 30 %

Vit. C 36,3 mg 70,0 mg 52 %

sodium 333,5 mg 2000,0 mg 17 %

potassium 1244,6 mg 1500,0 mg 83 %

calcium 694,3 mg 700,0 mg 99 %

magnesium 141,9 mg 120,0 mg 118 %

phosphorus 916,5 mg 600,0 mg 153 %

iron 3,2 mg 8,0 mg 39 %

zinc 4,7 mg 5,0 mg 94 %

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 121: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

105

Universitas Indonesia

An. F (selama sakit enam minggu SMRS)

Analysis of the food record

Food Amount energy carbohydr.

nasi putih 200 g 260,0 kcal 57,2 g

sayur bening campur 25 g 8,2 kcal 1,9 g

tempe goreng 25 g 88,5 kcal 3,8 g

ikan kembung goreng 50 g 101,0 kcal 0,0 g

supermie 80 g 112,8 kcal 22,6 g

susu kental manis 200 g 640,1 kcal 109,0 g

telur rebus 50 g 93,5 kcal 0,6 g

pepaya 50 g 19,5 kcal 4,9 g

krupuk rambak 25 g 131,8 kcal 14,9 g

Meal analysis: energy 1455,3 kcal (100 %), carbohydrate 215,0 g (100 %)

Result

Nutrient analysed recommended percentage

content value value/day fulfillment

energy 1455,3 kcal 2036,3 kcal 71 %

water 0,0 g 1600,0 g 0 %

protein 43,6 g(12%) 60,1 g(12 %) 73 %

fat 47,6 g(29%) 69,1 g(< 30 %) 69 %

carbohydr. 215,0 g(59%) 290,7 g(> 55 %) 74 %

dietary fiber 3,8 g 22,5 g 17 %

alcohol 0,0 g - -

PUFA 13,4 g 10,0 g 134 %

cholesterol 286,5 mg - -

Vit. A 400,0 µg 700,0 µg 57 %

carotene 0,0 mg - -

Vit. E (eq.) 3,5 mg 8,0 mg 44 %

Vit. B1 0,4 mg 0,8 mg 53 %

Vit. B2 1,1 mg 0,9 mg 126 %

Vit. B6 0,5 mg 0,5 mg 97 %

tot. fol.acid 88,8 µg 300,0 µg 30 %

Vit. C 36,3 mg 70,0 mg 52 %

sodium 333,5 mg 2000,0 mg 17 %

potassium 1244,6 mg 1500,0 mg 83 %

calcium 694,3 mg 700,0 mg 99 %

magnesium 141,9 mg 120,0 mg 118 %

phosphorus 916,5 mg 600,0 mg 153 %

iron 3,2 mg 8,0 mg 39 %

zinc 4,7 mg 5,0 mg 94 %

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 122: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

106

Universitas Indonesia

An. F. (24 jam terakhir)

Analysis of the food record

Food Amount energy carbohydr.

bubur nasi 200 g 145,8 kcal 32,0 g

sayur sop 50 g 52,0 kcal 5,3 g

minuman susu ultra / ultra milk 250 g 164,9 kcal 12,0 g

ikan kembung goreng 50 g 101,0 kcal 0,0 g

telur orak arik 50 g 85,0 kcal 1,2 g

roti manis 100 g 284,9 kcal 56,7 g

tempe goreng 25 g 88,5 kcal 3,8 g

Meal analysis: energy 922,0 kcal (100 %), carbohydrate 111,0 g (100 %)

Result

Nutrient analysed recommended percentage

content value value/day fulfillment

energy 922,0 kcal 2036,3 kcal 45 %

water 0,0 g 1600,0 g 0 %

protein 36,9 g(16%) 60,1 g(12 %) 61 %

fat 37,0 g(35%) 69,1 g(< 30 %) 54 %

carbohydr. 111,0 g(49%) 290,7 g(> 55 %) 38 %

dietary fiber 5,1 g 22,5 g 23 %

alcohol 0,0 g - -

PUFA 9,3 g 10,0 g 93 %

cholesterol 213,5 mg - -

Vit. A 445,8 µg 700,0 µg 64 %

carotene 0,0 mg - -

Vit. E (eq.) 3,0 mg 8,0 mg 38 %

Vit. B1 0,5 mg 0,8 mg 59 %

Vit. B2 0,8 mg 0,9 mg 87 %

Vit. B6 0,5 mg 0,5 mg 101 %

tot. fol.acid 100,3 µg 300,0 µg 33 %

Vit. C 6,5 mg 70,0 mg 9 %

sodium 768,8 mg 2000,0 mg 38 %

potassium 899,0 mg 1500,0 mg 60 %

calcium 376,5 mg 700,0 mg 54 %

magnesium 114,8 mg 120,0 mg 96 %

phosphorus 698,3 mg 600,0 mg 116 %

iron 3,1 mg 8,0 mg 39 %

zinc 4,0 mg 5,0 mg 79 %

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 123: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

107

Universitas Indonesia

Lampiran 4 Analisis asupan An. E

An. E (sebelum sakit)

Analysis of the food record

Food Amount energy carbohydr.

nasi putih 250 g 325,0 kcal 71,5 g

sayur sop 25 g 26,0 kcal 2,6 g

telur dadar 25 g 46,7 kcal 0,3 g

ikan lele 50 g 41,9 kcal 0,0 g

daging ayam goreng 50 g 166,0 kcal 1,9 g

roti manis 100 g 284,9 kcal 56,7 g

tempe goreng 75 g 265,5 kcal 11,5 g

sayur bening campur 25 g 8,2 kcal 1,9 g

tumis sawi 25 g 7,0 kcal 0,4 g

jeruk manis 50 g 23,5 kcal 5,9 g

pepaya 50 g 19,5 kcal 4,9 g

chiki 50 g 255,0 kcal 31,5 g

Meal analysis: energy 1469,3 kcal (100 %), carbohydrate 189,0 g (100 %)

Result Nutrient analysed recommended percentage

content value value/day fulfillment

energy 1469,3 kcal 2036,3 kcal 72 %

water 0,0 g 1800,0 g 0 %

protein 55,0 g(15%) 60,1 g(12 %) 91 %

fat 55,0 g(33%) 69,1 g(< 30 %) 80 %

carbohydr. 189,0 g(52%) 290,7 g(> 55 %) 65 %

dietary fiber 8,8 g 25,0 g 35 %

alcohol 0,0 g - -

PUFA 19,0 g 10,0 g 190 %

cholesterol 162,0 mg - -

Vit. A 432,8 µg 800,0 µg 54 %

carotene 0,0 mg - -

Vit. E (eq.) 5,3 mg 9,5 mg 55 %

Vit. B1 0,5 mg 1,0 mg 53 %

Vit. B2 0,6 mg 1,1 mg 50 %

Vit. B6 0,7 mg 0,7 mg 103 %

tot. fol.acid 150,0 µg 300,0 µg 50 %

Vit. C 64,3 mg 80,0 mg 80 %

sodium 652,8 mg 2000,0 mg 33 %

potassium 1096,5 mg 1500,0 mg 73 %

calcium 164,3 mg 900,0 mg 18 %

magnesium 167,0 mg 170,0 mg 98 %

phosphorus 659,8 mg 800,0 mg 82 %

iron 4,7 mg 10,0 mg 47 %

zinc 5,2 mg 7,0 mg 74 %

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 124: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

108

Universitas Indonesia

An. E. (satu minggu SMRS)

Analysis of the food record

Food Amount energy carbohydr.

nasi putih 125 g 162,5 kcal 35,8 g

sayur sop 12,5 g 13,0 kcal 1,3 g

telur dadar 12,5 g 23,4 kcal 0,2 g

ikan lele 25 g 21,0 kcal 0,0 g

daging ayam goreng 25 g 83,0 kcal 0,9 g

roti manis 50 g 142,4 kcal 28,4 g

tempe goreng 37,5 g 132,7 kcal 5,7 g

sayur bening campur 12,5 g 4,1 kcal 0,9 g

tumis sawi 12,5 g 3,5 kcal 0,2 g

jeruk manis 25 g 11,8 kcal 3,0 g

pepaya 25 g 9,7 kcal 2,5 g

Butter biscuits 50 g 240,0 kcal 30,9 g

Meal analysis: energy 847,1 kcal (100 %), carbohydrate 109,7 g (100 %)

Result

Nutrient analysed recommended percentage

content value value/day fulfillment

energy 847,1 kcal 2036,3 kcal 42 %

water 1,0 g 1800,0 g 0 %

protein 31,0 g(15%) 60,1 g(12 %) 52 %

fat 31,7 g(33%) 69,1 g(< 30 %) 46 %

carbohydr. 109,7 g(52%) 290,7 g(> 55 %) 38 %

dietary fiber 5,5 g 25,0 g 22 %

alcohol 0,0 g - -

PUFA 6,4 g 10,0 g 64 %

cholesterol 112,0 mg - -

Vit. A 302,9 µg 800,0 µg 38 %

carotene 0,0 mg - -

Vit. E (eq.) 2,5 mg 9,5 mg 27 %

Vit. B1 0,3 mg 1,0 mg 32 %

Vit. B2 0,4 mg 1,1 mg 33 %

Vit. B6 0,4 mg 0,7 mg 61 %

tot. fol.acid 78,0 µg 300,0 µg 26 %

Vit. C 32,7 mg 80,0 mg 41 %

sodium 459,4 mg 2000,0 mg 23 %

potassium 659,8 mg 1500,0 mg 44 %

calcium 148,1 mg 900,0 mg 16 %

magnesium 98,3 mg 170,0 mg 58 %

phosphorus 431,6 mg 800,0 mg 54 %

iron 3,0 mg 10,0 mg 30 %

zinc 3,1 mg 7,0 mg 44 %

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 125: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

109

Universitas Indonesia

An. E (24 jam terakhir)

Analysis of the food record

Food Amount energy carbohydr.

nasi putih 125 g 162,5 kcal 35,8 g

sayur sop 12,5 g 13,0 kcal 1,3 g

telur dadar 12,5 g 23,4 kcal 0,2 g

ikan lele 25 g 21,0 kcal 0,0 g

daging ayam goreng 25 g 83,0 kcal 0,9 g

roti manis 50 g 142,4 kcal 28,4 g

tempe goreng 37,5 g 132,7 kcal 5,7 g

sayur bening campur 12,5 g 4,1 kcal 0,9 g

tumis sawi 12,5 g 3,5 kcal 0,2 g

jeruk manis 25 g 11,8 kcal 3,0 g

pepaya 25 g 9,7 kcal 2,5 g

roti tawar manis 50 g 142,4 kcal 28,4 g

Meal analysis: energy 749,6 kcal (100 %), carbohydrate 107,1 g (100 %)

Result

Nutrient analysed recommended percentage

content value value/day fulfillment

energy 749,6 kcal 2036,3 kcal 37 %

water 0,0 g 1800,0 g 0 %

protein 30,0 g(16%) 60,1 g(12 %) 50 %

fat 22,5 g(26%) 69,1 g(< 30 %) 32 %

carbohydr. 107,1 g(58%) 290,7 g(> 55 %) 37 %

dietary fiber 5,4 g 25,0 g 22 %

alcohol 0,0 g - -

PUFA 6,1 g 10,0 g 61 %

cholesterol 81,0 mg - -

Vit. A 216,4 µg 800,0 µg 27 %

carotene 0,0 mg - -

Vit. E (eq.) 2,1 mg 9,5 mg 22 %

Vit. B1 0,3 mg 1,0 mg 30 %

Vit. B2 0,3 mg 1,1 mg 27 %

Vit. B6 0,4 mg 0,7 mg 51 %

tot. fol.acid 87,5 µg 300,0 µg 29 %

Vit. C 32,1 mg 80,0 mg 40 %

sodium 600,4 mg 2000,0 mg 30 %

potassium 582,3 mg 1500,0 mg 39 %

calcium 84,6 mg 900,0 mg 9 %

magnesium 88,8 mg 170,0 mg 52 %

phosphorus 356,6 mg 800,0 mg 45 %

iron 2,5 mg 10,0 mg 25 %

zinc 2,8 mg 7,0 mg 40 %

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 126: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

110

Universitas Indonesia

Lampiran 5 Form skrining RSUT

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 127: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

111

Universitas Indonesia

Lampiran 6 Form SGNA Kasus 1 (An. G)

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 128: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

112

Universitas Indonesia

Lampiran 7 Form SGNA An. R

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 129: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

113

Universitas Indonesia

Lampiran 8 Form SGNA An F

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 130: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

114

Universitas Indonesia

Lampiran 9 Form SGNA Kasus 4. (An. E)

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 131: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

115

Universitas Indonesia

Lampiran 10 Grafik CDC anak laki–laki 0–36 bulan

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 132: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

116

Universitas Indonesia

Lampiran 11 Grafik CDC anak laki laki 2–20 tahun

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 133: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

117

Universitas Indonesia

Lampiran 12 Grafik CDC anak perempuan 2–20 tahun

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 134: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

118

Universitas Indonesia

Lampiran 13 Tabel tekanan darah anak laki–laki

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 135: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

119

Universitas Indonesia

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 136: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

120

Universitas Indonesia

Lampiran 14 Tabel tekanan darah anak perempuan

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 137: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

121

Universitas Indonesia

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 138: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

122

Universitas Indonesia

An G 26 Januari 2013 27 Januari 2013 28 Januari 2013

S Tidak muntah, makan sekitar setengah prosi, mata masih

bengkak, perut masih kencang, sesak dan batuk

Tidak muntah, mata masih bengkak , perut masih kencang,

masih sesak dan batuk

Mau makan setengah porsi, tidak muntah, BAB satu kali lembek,

kuning, BAK senakin banyak, mata dan kaki masih bengkak,

perut masih agak kenceng, sesak berkurang, dan batuk kadang -

kadang

O Kesadaran : CM

TV :

TD =105 /70

mmHg

RR = 28 x/menit

N = 116 x/menit S = 36,5

Antropometri: BB = 14,8 kg

Laboratorium :

Terapi sejawat :

Lasix 3x20 mg

Aldakton 2x6,25 mg

Cefotaxim mg 2x75

Prednison 3x2 tab

Mucera sirup 3x1 cth

Diusulakn pemberian multivitamin sirup 3x1 cth

Balans Cairan :

Intake 1250 mL

Output

IWL

220 mL

Urin 750 mL

BC (-) 280 mL

Diuresis : 2,6 mL/jam

Analisis Asupan :

E

(kka

l)

KH

(g)

L(g) P

(g)

ML

+SF

890 113,

5

35 29,5

Kesadaran : CM

TV :

TD = 105/60 RR = 26 x/menit

N = 116 x/menit S = 36,6

Antropometri : BB = 14,5 kg

Laboratorium :

Terapi sejawat : sama

Balans Cairan :

Intake 1000 mL

Output

IWL

220 mL

Urin 1000 mL

BC (-) 220 mL

Diuresis : 3,47 mL/jam

Analisis asupan :

E

(kkal

)

KH (g) L (g) P

(g)

ML

+SF

772 102,7 29,2 24,1

KEB = kkal

KET = kkal

KH = gr(%), Protein gr, Lipid gr(25 %)

Kesadaran : CM

TV :

TD = 100/60 mmHg RR = 26 x menit

N = 110 x/menit S = 36,6

Antropometri : BB = 14 kg

Laboratorium : urin kuantitatif 2436 mg/24 jam (Nilai normal

24–141 mg/24 jam)

Terapi sejawat :sama

Penambahan : zamel sirup 3x1 cth, albumin 20 % sebanyak 50

mL

Balans Cairan :

Intake 1250 mL

Output

IWL

220 mL

Urin 1500 mL

BC (-) 470 mL

Diuresis : 5,2 mL/jam

Analisis Asupan:

E (kkal) KH (g) L (g) P (g)

ML

+SF

1015

237,2 38,5 31,9

KEB = kkal

KET = kkal

KH = gr, Protein = gr, Lipid gr (25%)

A Sindroma nefrotik idiopatik,

bronkhopneumonia, hipertensi, gizi kurang,

hipermetabolisme sedang (leukositosis,

hipoalbuminemia, proteinuria, hematuria,

dislipidemia)

Sindroma nefrotik idiopatik, bronkhopneumonia,

hipertensi, gizi kurang, hipermetabolisme sedang

(leukositosis, hipoalbuminemia, proteinuria,

hematuria, dislipidemia)

Sindroma nefrotik idiopatik, bronkhopneumonia,

hipertensi, gizi kurang, hipermetabolisme sedang

(leukositosis, hipoalbuminemia, proteinuria,

hematuria, dislipidemia)

Monitoring An. G Lampiran 15 Monitoring An. G

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 139: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

123

Universitas Indonesia

P 1000 kkal, protein 22 g, lemak 28 g (25 %), KH 166 g (66

%)

{KEB = 795,586 kkal, KET = 1000 kkal, KH = 166 gr(66

%), Protein 22 gr, Lipid 28 gr(25 %)}

Bentuk : 3xmakan pokok diet bubur nasi+2xselingan

Cairan = 1100 mL/24 jam

Monitoring :

Klinis dan toleransi asupan per hari

Analisis asupan/hari

Elektrolit/hari

Antropometri/hari

Darah rutin/minggu

Balans cairan perhari

1000 kkal, protein 22 g, lemak 28 g (25 %), KH 166 g (66 %)

Bentuk : 3xmakan pokok diet bubur nasi+2xselingan

Cairan = 1100 mL/24 jam

Klinis dan toleransi asupan per hari

Analisis asupan/hari

Elektrolit/hari

Antropometri/hari

Darah rutin/minggu

Balans cairan perhari

1000 kkal, protein 22 g, lemak 28 g (25 %), KH 166 g (66 %)

3xmakan pokok diet nasi tim+2xselingan

Cairan = 1100 mL/24 j

Monitoring :

Klinis dan toleransi asupan per hari

Analisis asupan/hari

Elektrolit/hari

Antropometri/hari

Darah rutin/minggu

Balans cairan perhari

An G 29 Januari 2013 30 Januari 2013 31 januari 2013

S Masih batuk, sesak berkurang, mata sudah tidak bengkak,

bengkak diperut sudah berkurang,BAK banyak, makan

habis

Kaki sudah tidak bengkak, bengkak diperut semakin berkurang,

BAK banyak, makan habis

Kemaluan sudah tidak bengkak, perut semakin kempes,BAK

banyak, makan habis

O Kesadaran : CM

TV :

TD = 100/70

mmHg

RR = 26 x/menit

N = 100 x/menit S = 36,5

Antropometri : BB = 13,5 kg

Laboratorium : Urin : pH 6,5, berat jenis 1010, leukosit 5–

10/LPB, eritrosit 3–8/LPB, epitel (+), silinder butir 0–

1/LPB, protein (+), darah samar (+)

Terapi sejawat :sama

Balans Cairan :

Intake 1750 mL

Output

IWL

220 mL

Urin 2000 mL

BC (-) 470 mL

Diuresis : 6,9 mL/jam

Kesadaran : CM

TV :

TD = 100/60

mmHg

RR = 24 x/menit

N = 100 x/menit S = 36,6

Antropometri : BB = 13,5 kg

Laboratorium : -

Terapi sejawat : sama

Balans Cairan :

Intake 1750 mL

Output

IWL

220 mL

Urin 2000 mL

BC (-) 250 mL

Diuresis : 6,9 mL/jam

Kesadaran : CM

TV :

TD = 100/60 mmHg RR = 24 x menit

N = 100 x/menit S = 36,5

Antropometri : BB = 13 kg

Laboratorium : -

USG abdomen : Abdomen dalam batas normal

Terapi sejawat : sama

Balans Cairan :

Intake 1750 mL

Output

IWL

220 mL

Urin 2000 mL

BC (-) 470 mL

Diuresis : 6,9 mL/jam

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 140: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

124

Universitas Indonesia

Analisis Asupan :

Vol E

(kka

l)

KH

(g)

L

(g)

P

(g)

ML

+SF

146

0

191 56 47

KEB = kkal

KET = kkal

KH = gr(%), Protein gr, Lipid gr(25 %)

Analisis asupan :

Vol E

(kkal

)

KH (g) L (g) P

(g)

Nas

i+S

F

1460 191 56 47

KEB = kkal

KET = kkal

KH = gr(%), Protein gr, Lipid gr(25 %)

Analisis Asupan:

E (kkal) KH (g) L (g) P (g)

Nasi+S

F 1460

191 56 47

KEB = kkal

KET = kkal

KH = gr, Protein = gr, Lipid gr (25%)

A Sindroma nefrotik idiopatik, bronkhopneumonia, hipertensi, gizi kurang,

hipermetabolisme sedang (leukositosis,

hipoalbuminemia, proteinuria, hematuria,

dislipidemia)

Sindroma nefrotik idiopatik, bronkhopneumonia, hipertensi, gizi kurang, hipermetabolisme sedang

(leukositosis, hipoalbuminemia, proteinuria,

hematuria, dislipidemia)

Sindroma nefrotik idiopatik, bronkhopneumonia, hipertensi, gizi kurang, hipermetabolisme sedang

(leukositosis, hipoalbuminemia, proteinuria,

hematuria, dislipidemia)

P 1000 kkal, protein 22 g, lemak 28 g (25 %), KH 166 g (66

%)

Bentuk : 3xmakan pokok diet nasi biasa+2x selingan

Cairan = 1100 mL/24 jam

Saran Mikronutrien :

Monitoring :

Klinis dan toleransi asupan per hari

Analisis asupan/hari

Elektrolit/hari

Antropometri/hari

Darah rutin/minggu

Balans cairan perhari

1000 kkal, protein 22 g, lemak 28 g (25 %), KH 166 g (66 %)

Bentuk : 3xmakan pokok diet nasi biasa+2x selingan

Cairan = 1100 mL/24 jam

Saran Mikronutrien :

Klinis dan toleransi asupan per hari

Analisis asupan/hari

Elektrolit/hari

Antropometri/hari

Darah rutin/minggu

Balans cairan perhari

1000 kkal, protein 22 g, lemak 28 g (25 %), KH 166 g (66 %)

Bentuk : 3xmakan pokok diet nasi biasa+2x selingan

Cairan = 1100 mL/24 jam

Saran Mikronutrien :

Monitoring :

Klinis dan toleransi asupan per hari

Analisis asupan/hari

Elektrolit/hari

Antropometri/hari

Darah rutin/minggu

Balans cairan perhari

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 141: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

125

Universitas Indonesia

An. R 15 Pebruari 2013 16 Pebruari 2013 17 Pebruari 2013

S Mata masih sembab, makan masih sedikit, tidak muntah,

perut masih kencang, BAK mulai banyak, tidak sesak

Mata tidak sembab lagi makan masih sedikit, tidak muntah,

perutmulai mengendor, BAK semakin banyak

Kemaluan tidak bengkak lagi, perut mulai berkurang

bengkaknya, masih habis setengah,tidak muntah,tidak sesak

O Kesadaran : CM

TV :

TD = 90/ 60 mmHg RR = 28 x/menit

N = 128 x/menit S = 36,6 0C

BB = 12 kg

Laboratorium :

Terapi :

Lasix 3x10 mg iv

Prednison 1,5–1,5–1,5 po

Cefotaxim 2x500 mg iv

Captopril 3x2 mg po

Spironolakton 2x6,25 mg

Albumin 20 % sebanyak 50 mL iv

Balans Cairan :

Intake 550 mL

Output

IWL

170 mL

Urin 500 mL

BC (-)120 mL

Diuresis : 2,3 mL/jam

Analisis Asupan :

E

(kka

l)

KH

(g)

L

(g)

P

(g)

435 79,4 9,6 8,6

KEB = 537,127 kkal

KET = 700 kkal

KH = 114 gr(65%), Protein 17 gr, Lipid 19 gr(25 %)

Kesadaran : CM

TV :

TD = 100/65mmHg RR = 28 x/menit

N = 126 x/menit S = 36,60C

BB = 11,7 kg

Laboratorium : Albumin 2,8 mg/dL, globulin 3,6 mg/dL, protein

total 6,4mg/dL

Terapi tetap

Balans Cairan :

Intake 700 mL

Output

IWL

170 mL

Urin 750 mL

BC (-) 220 mL

Diuresis : 3,4 mL/jam

Analisis asupan :

E

(kkal

)

KH (g) L (g) P

(g)

537,

5

91,1 14,4 10,8

5

Kesadaran : CM

TV :

TD = 100/60 mmHg

N = 126 x/menit

BB = 11,5 kg

Laboratorium-

Terapi : tetap

Balans Cairan :

Intake 700 mL

Output

IWL

170 mL

Urin 750 mL

BC (-) 220 mL

Diuresis : 3,4 mL/jam

Analisis Asupan:

E (kkal) KH (g) L (g) P (g)

537,5 91,1 14,4 10,8

A Sindroma nefrotik idiopatik, hipertensi, anemia,

gizi kurang, hipermetabolisme sedang

(leukositosis, hipoalbuminemia, hipokalemia,

proteinuria, hematuria, dislipidemia)

Sindroma nefrotik idiopatik, hipertensi, anemia,

gizi kurang, hipermetabolisme sedang (leukositosis,

hipoalbuminemia, hipokalemia, proteinuria,

hematuria, dislipidemia)

Sindroma nefrotik idiopatik, hipertensi, anemia,

gizi kurang, hipermetabolisme sedang (leukositosis,

hipoalbuminemia, hipokalemia, proteinuria,

hematuria, dislipidemia)

Lembar monitoring An. R Lampiran 16 Monitoring An. R

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 142: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

126

Universitas Indonesia

P 560 kkal, protein 17 g, lemak 16 g, KH 88 g

Bentuk bubur nasi lauk cincang, extra susu formula

Cairan = 900 mL/24 jam

Saran Mikronutrien

Monitoring :

Klinis dan toleransi asupan per hari

Analisis asupan/hari

Elektrolit/hari

Antropometri/hari

Darah rutin/minggu

Balans cairan perhari

560 kkal, protein 17 g, lemak 16 g, KH 88 g

Bentuk bubur nasi lauk cincang, extra susu formula

Bentuk bubur nasi lauk cincang, extra susu formula

Cairan = 900 mL/24 jam

Saran Mikronutrien

Klinis dan toleransi asupan per hari

Analisis asupan/hari

Elektrolit/hari

Antropometri/hari

Darah rutin/minggu

Balans cairan perhari

560 kkal, protein 17 g, lemak 16 g, KH 88 g

Bentuk nasi tim lauk cincang, extra susu formula

Cairan = 900 mL/24 jam

Saran Mikronutrien

Monitoring

Klinis dan toleransi asupan per hari

Analisis asupan/hari

Elektrolit/hari

Antropometri/hari

Darah rutin/minggu

Balans cairan perhari

An R 18 Pebruari 2013 19 Pebruari 2013 20 Pebruari 2013

S Kaki masih bengkak, batuk (+), demam (-), makan sudah

mulai banyak, tidak muntah, tidak diare

Bengkak kaki berkurang, perut buncit semakin mengecil, tidak

muntah, tidak diare,BAK bertambah banyak

Perut buncit dan kencang semakin berkurang, sudah tidak

bengkak mata, BAK seperti kemarin

O Kesadaran : CM

TV :

TD =100/60 mmHg RR = 26 x/menit

N = 126 x/menit S = 36,50C

BB = 11 kg

Laboratorium : Albumin 3,2 mg/dL, ureum 15 mg/dL,

kreatinin 0,5 mg/dL, urin: kuning keruh, pH 7, berat jenis

1015, silinder hialin 0–1/LPB, Protein (++), eritrosit penuh

Terapi tambahan :

Amoksisillin 3x250 mg , po

Albumin stop

Balans Cairan :

Intake 850 mL

Output

IWL

170 mL

Urin 1000 mL

BC (-) 320 mL

Diuresis : 4,6 mL/jam

Kesadaran : CM

TV :

TD = 95/60 mmHg RR = 26 x/menit

N = 120 x/menit S = 36,60C

BB = 11 kg

Laboratorium

Terapi

Balans Cairan :

Intake 1100 mL

Output

IWL

170 mL

Urin 1250 mL

BC (-) 320 mL

Diuresis : 5,8 mL/jam

Kesadaran : CM

TV :

TD =95/55 mmHg RR = 26 x menit

N = 120 x/menit S = 36,60C

BB = 10,5 kg

Terapi

Balans Cairan :

Intake 1100 mL

Output

IWL

170 mL

Urin 1250 15mL

BC (-) 320 mL

Diuresis : 5,8 mL/jam

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 143: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

127

Universitas Indonesia

Analisis Asupan :

E

(kka

l)

KH

(g)

L

(g)

P

(g)

640 87,8 26,1 13,5

Analisis asupan :

E

(kkal

)

KH (g) L (g) P

(g)

640 87,8 26,1 13,5

Analisis Asupan:

E (kkal) KH (g) L (g) P (g)

890 108,8 33 19,8

A Sindroma nefrotik idiopatik, hipertensi, anemia,

gizi kurang, hipermetabolisme sedang

(leukositosis, hipoalbuminemia, hipokalemia,

proteinuria, hematuria, dislipidemia)

Sindroma nefrotik idiopatik, hipertensi, anemia,

gizi kurang, hipermetabolisme sedang (leukositosis,

hipoalbuminemia, hipokalemia, proteinuria,

hematuria, dislipidemia)

Sindroma nefrotik idiopatik, hipertensi, anemia,

gizi kurang, hipermetabolisme sedang (leukositosis,

hipoalbuminemia, hipokalemia, proteinuria,

hematuria, dislipidemia) P 700 kkal, protein 17 g, lemak 19 g

(25%),karbohidrat 114 g (65%)

Bentuk nasi tim lauk cincang, extra susu formula

Cairan = 900 mL/24 jam

Saran Mikronutrien

Monitoring :

Klinis dan toleransi asupan per hari

Analisis asupan/hari

Elektrolit/hari

Antropometri/hari

Darah rutin/minggu

Balans cairan perhari

700 kkal, protein 17 g, lemak 19 g

(25%),karbohidrat 114 g (65%)

Bentuk nasi tim lauk cincang, extra susu formula

Cairan = 900 mL/24 jam

Saran Mikronutrien

Klinis dan toleransi asupan per hari

Analisis asupan/hari

Elektrolit/hari

Antropometri/hari

Darah rutin/minggu

Balans cairan perhari

700 kkal, protein 17 g, lemak 19 g

(25%),karbohidrat 114 g (65%)

Bentuk nasi tim lauk cincang, extra susu formula

Nasi biasa RS, ekstra suusu formula

Cairan = 900 mL/24 jam

Saran Mikronutrien

Monitoring :

Klinis dan toleransi asupan per hari

Analisis asupan/hari

Elektrolit/hari

Antropometri/hari

Darah rutin/minggu

Balans cairan perhari

An R 21 Pebruari 2013 22 pebruari 2013

S Bengkak kemaluan berkurang banyak BAK bertambah

banyak, makan dari RS setenga, makan bawaan sendiri kue

kue, tidak diare,tidak muntah

Kemaluan tidak banyak BAK seperti kemarin, makan dari RS

setengah, makan bawaan sendiri kue kue, tidak diare,tidak

muntah

O Kesadaran : CM

TV :

TD = 95/55 mmHg RR = 26 x/menit

N = 110 x/menit S = 36,50C

Antropometri : BB = 10,5 kg

Kesadaran : CM

TV :

TD = 95/50 mmHg RR = 26 x/menit

N = 110x/menit S = 36,50C

Antropometri : BB = 10 kg

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 144: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

128

Universitas Indonesia

Laboratorium : Albumin 3,2 mg/dL, trigliserida 483 mg/dL,

kolesterol total 631 mg/dL, ureum 15 mg/dL, kreatinin 0,5

mg/dL, natrium 130 mmol/L, kalium 3,3 mmol/L, klorida 99

mmol/L, Urin : kuning keruh, pH 6, berat jenis 1030, protein

(++), darah samar (+), silinder 0–1/LPB

Terapi sejawat :

Furosemide

Spironolakton

Captopril

Balans Cairan :

Intake 1350 mL

Output

IWL

170 mL

Urin 1500 mL

BC (-) 320 mL

Diuresis : 6,9 mL/jam

Analisis Asupan :

Vol E

(kka

l)

KH

(g)

L

(g)

P

(g)

890 120,

8

27,5 19,8

Laboratorium

Terapi sejawat :

Sama

Penambahan :

Balans Cairan :

Intake 1350 mL

Output

IWL

170 mL

Urin 1500 mL

BC (-) 320 mL

Diuresis : 6,9 mL/jam

Analisis asupan :

Vol E

(kkal

)

KH (g) L (g) P

(g)

890 120,8 27,5 19,8

A Sindroma nefrotik idiopatik, hipertensi, anemia, gizi kurang, hipermetabolisme sedang

(leukositosis, hipoalbuminemia, hipokalemia,

proteinuria, hematuria, dislipidemia)

Sindroma nefrotik idiopatik, hipertensi, anemia, gizi kurang, hipermetabolisme sedang (leukositosis,

hipoalbuminemia, hipokalemia, proteinuria,

hematuria, dislipidemia) P 700 kkal, protein 17 g, lemak 19 g

Nasi biasa RS, ekstra suusu formula

(25%),karbohidrat 114 g (65%) Cairan = 900 mL/24 jam

Saran Mikronutrien

Monitoring :

Klinis dan toleransi asupan per hari

Analisis asupan/hari

Elektrolit/hari

Antropometri/hari

Darah rutin/minggu

700 kkal, protein 17 g, lemak 19 g

(25%),karbohidrat 114 g (65%) Nasi biasa RS, ekstra suusu formula

Cairan = 900 mL/24 jam

Saran Mikronutrien

Klinis dan toleransi asupan per hari

Analisis asupan/hari

Elektrolit/hari

Antropometri/hari

Darah rutin/minggu

Balans cairan perhari

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 145: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

129

Universitas Indonesia

Balans cairan perhari

An. F 29 Januari 2013 30 Januari 2013 31 januari 2013

S Sulit minum obat, lauk maunya telur, tidak mual,tidak

muntah, tidak sukabubur, mata sembab, perut kencang

membesar, kaki dan kemaluanb engkak, tidak sesak, BAK

sedikit

Kemaluan, kaki, dan mata masih bengkak, perut masih kencang,

BAK masih sedikit

Masih lapar, BAK sudah lebih banyak, bengkak mata berkurang

O Kesadaran : CM

TV :

TD = 110/70

mmHg

RR = 28 x/menit

N = 116 x/menit S = 36,50C

BB = 20 kg

Laboratorium : Tidak ada tambahan

Terapi :

Furosemide 3x20 mg iv

Cefotaxim 2x800 mg iv

Captopril 2x6,25 mg po

Prednison 3-3-3 po

Balans Cairan :

Intake 500 mL

Output

IWL

285 mL

Urin 250 mL

BC (-) 35 mL

Diuresis : 0,65 mL/24 jam

Analisis Asupan :

E

(kkal

)

K

H

(g)

L

(g)

P (g)

Diet nasi RS,

susu ultra

1290 20

3

35,

5

39

KEB = 877,042 kkal

KET = 1100 kkal

KH = 175 gr(64 %), Protein 31 gr, Lipid 30,5 gr(25 %)

Kesadaran : CM

TV :

TD = 110/65

mmHg

RR = 26 x/menit

N = 118 x/menit S = 36,60C

BB = 20,5 kg

Laboratorium:-

Terapi : Tidak ada tambahan

Balans Cairan :

Intake 500 mL

Output

IWL

285 mL

Urin 250 mL

BC (-) 35 mL

Diuresis : 0,65 mL/24 jam

Analisis asupan :

E

(kkal

)

KH (g) L (g) P

(g)

Diet

nasi

RS,

susu

ultra

1290 203 35,5 39

Kesadaran : CM

TV :

TD = 100/ 65mmHg RR = 24 x menit

N = 116 x/menit S = 36,70C

BB = 20 kg

Laboratorium :

Terapi : Tidak ada tambahan

Balans Cairan :

Intake 865 mL

Output

IWL

285 mL

Urin 500 mL

BC (-) 180 mL

Diuresis : 1,3 mL/24 jam

Analisis Asupan:

E

(kkal)

KH (g) L (g) P (g)

Diet

nasi

RS,

milo

cair

1290 203 35,5 39

A Sindroma nefrotik idopatik, hipertensi, gizi

kurang, hipermetabolisme sedang (leukositosis,

hipoalbuminemia, proteinuria, hematuria, dislipidemia, peningkatan enzim tranaminase)

Sindroma nefrotik idopatik, hipertensi, gizi kurang,

hipermetabolisme sedang (leukositosis,

hipoalbuminemia, proteinuria, hematuria, dislipidemia, peningkatan enzim tranaminase)

Sindroma nefrotik idopatik, hipertensi, gizi kurang,

hipermetabolisme sedang (leukositosis,

hipoalbuminemia, proteinuria, hematuria, dislipidemia, peningkatan enzim tranaminase)

Lembar monitoring An. F Lampiran 17 Monitoring An. F

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 146: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

130

Universitas Indonesia

P 1100 kkal, KH = 175 gr(64 %), Protein 31 gr, Lipid 30,5

gr(25 %)

Berupa 3x makan pokok, 2x selingan

Cairan = 1300 mL/24 jam

Saran Mikronutrien :

Monitoring :

Klinis dan toleransi asupan per hari

Analisis asupan/hari

Elektrolit/hari

Antropometri/hari

Darah rutin/minggu

Balans cairan perhari

1100 kkal, KH = 175 gr(64 %), Protein 31 gr, Lipid 30,5 gr(25

%)

Berupa 3x makan pokok, 2x selingan

Cairan = 1300 mL/24 jam

Saran Mikronutrien :

Klinis dan toleransi asupan per hari

Analisis asupan/hari

Elektrolit/hari

Antropometri/hari

Darah rutin/minggu

Balans cairan perhari

1100 kkal, KH = 175 gr(64 %), Protein 31 gr, Lipid 30,5 gr(25

%)

Berupa 3x makan pokok, 2x selingan, ektra puding

Cairan = 1300 mL/24 jam

Saran Mikronutrien :

Monitoring :

Klinis dan toleransi asupan per hari

Analisis asupan/hari

Elektrolit/hari

Antropometri/hari

Darah rutin/minggu

Balans cairan perhari

An F 1 pebruari 2013 2 pebruari 2013

S BAK bertambah banyak, bengkak mata sudah berkurang,

kaki,kemaluan masih bengkak,perut sudah berkurang

kencangnya, rasa lapar berkurang

BAK masih sama kemarin,, bengkak mata sudah semakin

berkurang, kaki,kemaluan berkurang bengkaknya,perut masih

sama kemarin

O Kesadaran : CM

TV :

TD = 100/60

mmHg

RR = 24 x/menit

N = 100 x/menit S = 36,60C

Antropometri : BB = 19,5 kg

Laboratorium :-

Terapi :tetap

Balans Cairan :

Intake 865 mL

Output

IWL

285 mL

Urin 1000 mL

BC (-) 420 mL

Diuresis : 2,6 mL/24 jam

Kesadaran : CM

TV :

TD = 100/60

mmHg

RR = 24 x/menit

N = 100 x/menit S = 36,60C

Antropometri : BB = 19 kg

Laboratorium -

Terapi tetap

Balans Cairan :

Intake 865 mL

Output

IWL

285 mL

Urin 1000 mL

BC (-) 420 mL

Diuresis : 2,6 mL/24 jam

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 147: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

131

Universitas Indonesia

Analisis Asupan :

E

(kka

l)

KH

(g)

L

(g)

P (g)

Diet

nasi

RS,

Mil

o

cair

138

0

218 37,5 42

Analisis asupan :

E

(kkal

)

KH (g) L (g) P (g)

Diet

nasi

RS,

Mil

o

cair

1380 218 37,5 42

A Sindroma nefrotik idopatik, hipertensi, gizi

kurang, hipermetabolisme sedang (leukositosis,

hipoalbuminemia, proteinuria, hematuria,

dislipidemia, peningkatan enzim tranaminase)

Sindroma nefrotik idopatik, hipertensi, gizi kurang,

hipermetabolisme sedang (leukositosis,

hipoalbuminemia, proteinuria, hematuria,

dislipidemia, peningkatan enzim tranaminase)

P 1100 kkal, KH = 175 gr(64 %), Protein 31 gr, Lipid 30,5

gr(25 %)

Berupa 3x makan pokok, 2x selingan, ektra puding

Cairan = 1300 mL/24 jam

Saran Mikronutrien :

Monitoring :

Klinis dan toleransi asupan per hari

Analisis asupan/hari

Elektrolit/hari

Antropometri/hari

Darah rutin/minggu

Balans cairan perhari

1100 kkal, KH = 175 gr(64 %), Protein 31 gr, Lipid 30,5 gr(25

%)

Berupa 3x makan pokok, 2x selingan, ektra puding

Cairan = m1300 L/24 jam

Saran Mikronutrien :

Klinis dan toleransi asupan per hari

Analisis asupan/hari

Elektrolit/hari

Antropometri/hari

Darah rutin/minggu

Balans cairan perhari

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 148: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

132

Universitas Indonesia

An. E 9 Pebruari 2013 10 Pebruari 2013 11 Pebruari 2013

S Sesak, batuk, mual, tidakmuntah, batuk, sesak,BAK seperti

teh dan masih sedikit, bengkak mata, perut,kaki dan

kemaluan,tidak diare,sakit perut kanan atas menembus

punggung dan pinggang

Masis sesak dan batuk, mual, batuk, sesak, BAK tetap masih

sedikit dan seperti teh,bengkak tetap, tidak diare, masih sakit

perut kanan atas

Masih sesak dan batuk, mata, kaki, kemaluan masih bengkak,

perut masih besar, mual,tidakmuntah,tidak dare,masih sakit perut

kanan atas,tidak mau nefrisol

O Kesadaran : CM

TV :

TD = 110/80

mmHg

RR = 30 x/menit

N = 130 x/menit S = 36,80C

BB = 23kg

Laboratorium :-

Terapi :

Furosemide 2x20 mg iv

Cefotaxim 2x1 gr iv

Ambroksol 3x1 cth

Prednison 3–3–3

Inhalasi ventolin 3x/hari

Captopril 2x6,25 mg

Curvit 2x1 cth

Balans Cairan :

Intake 415 mL

Output

IWL

300 mL

Urin 400 mL

BC (-) 285 mL

Diuresis : 0,8 mL/24 jam

Analisis Asupan :

E

(kkal

)

K

H

(g)

L (g) P (g)

bub

ur

nasi

840 97,4 22,9 34

KEB = 853,85 kkal

KET = 1100 kkal

Kesadaran : CM

TV :

TD = 110/70

mmHg

RR = 28 x/menit

N = 126 x/menit S = 36,7 0C

BB = 22,5 kg

Laboratorium -

Terapi : tetap

Balans Cairan :

Intake 500 mL

Output

IWL

300 mL

Urin 400 mL

BC (-) 200 mL

Diuresis : 0,8 mL/24 jam

Analisis asupan :

E

(kkal

)

KH (g) L (g) P

(g)

Bub

ur

nasi

mil

o,T

PS

750 82,4 20,9 36

Kesadaran : CM

TV :

TD = 110/80 mmHg RR = 28 x menit

N = 126 x/menit S = 370C

BB = 22,5 kg

Laboratorium -

Terapi tambahan: Albumin 20 % sebanyak 100 mL

Balans Cairan :

Intake 515 mL

Output

IWL

300 mL

Urin 600 mL

BC (-) 385 mL

Diuresis : 1,1 mL/24 jam

Analisis Asupan:

E (kkal) KH (g) L (g) P (g)

Bubur

nasi,ext

ra putel

960 143,4 24,4 34

Lembar monitoring An. E Lampiran 18 Monitoring An. E

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 149: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

133

Universitas Indonesia

KH = 186 gr(%), Protein 34 gr, Lipid 24 gr (20 %)

A Sindroma nefrotik idiopatik, bronkhopneumonia,

cholecystitis, gizi kurang, hipermetabolisme sedang

(trombositopenia, hipoalbuminemia, proteinuria, hematuria,

dislipidemia, peningkatan enzim tranaminase)

Sindroma nefrotik idiopatik, bronkhopneumonia, cholecystitis,

gizi kurang, hipermetabolisme sedang (trombositopenia,

hipoalbuminemia, proteinuria, hematuria, dislipidemia,

peningkatan enzim tranaminase)

Sindroma nefrotik idiopatik, bronkhopneumonia, cholecystitis,

gizi kurang, hipermetabolisme sedang (trombositopenia,

hipoalbuminemia, proteinuria, hematuria, dislipidemia,

peningkatan enzim tranaminase)

P 880 kkal, protein 34 g,lemak 19,5 g, KH 142 g

Bentuk diet bubur nasi RS,extra TPS

Cairan = 1350 mL/24 jam

Saran mikronutrien :

Monitoring :

Klinis dan toleransi asupan per hari

Analisis asupan/hari

Elektrolit/hari

Antropometri/hari

Darah rutin/minggu

Balans cairan perhari

Usul pemeriksaan test fungsi hati

880 kkal, protein 34 g,lemak 19,5 g, KH 142 g

Bentuk diet bubur nasi RS,extra TPS

Bentuk diet bubur nasi RS,extra nefrisol

Cairan = 1350 mL/24 jam

Saran mikronutrien :

Klinis dan toleransi asupan per hari

Analisis asupan/hari

Elektrolit/hari

Antropometri/hari

Darah rutin/minggu

Balans cairan perhari

880 kkal, protein 34 g,lemak 19,5 g, KH 142 g

Bentuk diet bubur nasi RS,extra TPS

Bentuk nasi tim diet RS,3xmakan pokok,2xselingan

Cairan = 1350 mL/24 jam

Saran mikronutrien :

Monitoring :

Klinis dan toleransi asupan per hari

Analisis asupan/hari

Elektrolit/hari

Antropometri/hari

Darah rutin/minggu

Balans cairan perhari

An E 12 Pebruari 2013 13 Pebruari 2013 14 Pebruari 2013

S Masih batuk, sesak berkurang,mual berkurang,tidak

muntah,tidak diare,sakit perut kanan atas berkurang,bengkak

mata,kemaluan,kaki dan perut berkurang sedikit,tidak suka

putih telur

Batuk berkurang, sesak berkurang,mual berkurang,tidak

muntah,tidak diare,sakit perut kanan atas berkurang,bengkak

mata,kemaluan,kaki dan perut berkurang tetap

Batuk kadang–kadang,, sesak berkurang,mual berkurang,tidak

muntah,tidak diare,sakit perut kanan atas berkurang,bengkak

mata,kemaluan,kaki dan perut berkurang berkurang

O Kesadaran : CM

TV :

TD = 110/60

mmHg

RR = 28 x/menit

N = 124 x/menit S = 37,30C

BB = 22 kg

Laboratorium : Protein kuantitatif 440 mg/24 jam

Terapi : tetap

Kesadaran : CM

TV :

TD =110/70 mmHg RR = 26x/menit

N = 124 x/menit S = 37,20C

BB = 21,5 kg

Laboratorium

Terapi : tetap

Kesadaran : CM

TV :

TD = 120/70 mmHg RR = 26 x menit

N = 126 x/menit S = 370C

BB = 21 kg

Laboratorium : Urin : kuning keruh, pH 7, berat jenis 1015,

protein (++), glukosa (-), eritrosit 10–15/LPB, leukosit 2–3/LPB,

silinder hialin 0–1/LPB, bilirubin (-), urobilinogen (-), keton (-

), darah samar (++), bakteri (-), leukosit (-)

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 150: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

134

Universitas Indonesia

Balans Cairan :

Intake 750 mL

Output

IWL

300 mL

Urin 900 mL

BC (-) 450 mL

Diuresis :1,7 mL/24 jam

Analisis Asupan :

E

(kka

l)

KH

(g)

L

(g)

P

(g)

ML,

kue

kue

100

0

169 23 29,5

Balans Cairan :

Intake 1000 mL

Output

IWL

300 mL

Urin 1000 mL

BC (-) 300 mL

Diuresis : 1,9 mL/24 jam

Analisis asupan :

E

(kkal

)

KH (g) L (g) P (g)

Nasi

diet

RS,susu

ultra

1015 157 28 33,5

Terapi :

Tambahan triamsinolon 3x4 tablet (prednison stop)

Albumin 20 % 100 mL stop

Balans Cairan :

Intake 865 mL

Output

IWL

300 mL

Urin 1200 mL

BC (-) 635 mL

Diuresis : 2,3 mL/24 jam

Analisis Asupan:

E (kkal) KH(g) L (g) P (g)

Nasi

diet

RS,susu

ultra

1015 157 28 33,5

A Sindroma nefrotik idiopatik, bronkhopneumonia,

cholecystitis, gizi kurang, hipermetabolisme sedang

(trombositopenia, hipoalbuminemia, proteinuria, hematuria,

dislipidemia, peningkatan enzim tranaminase)

Sindroma nefrotik idiopatik, bronkhopneumonia, cholecystitis,

gizi kurang, hipermetabolisme sedang (trombositopenia,

hipoalbuminemia, proteinuria, hematuria, dislipidemia,

peningkatan enzim tranaminase)

Sindroma nefrotik idiopatik, bronkhopneumonia, cholecystitis,

gizi kurang, hipermetabolisme sedang (trombositopenia,

hipoalbuminemia, proteinuria, hematuria, dislipidemia,

peningkatan enzim tranaminase)

P 880 kkal, protein 34 g,lemak 19,5 g, KH 142 g

Bentuk diet bubur nasi RS,extra TPS

Diet nasi biasa,3x makan pokok,2xselingan

Cairan = 1350 mL/24 jam

Saran Mikronutrien :

Monitoring :

Klinis dan toleransi asupan per hari

Analisis asupan/hari

Elektrolit/hari

Antropometri/hari

Darah rutin/minggu

Balans cairan perhari

1100 kkal, protein 34 g, lemak 24 g (20%), MUFA 8 %,

karbohidrat 186

Diet nasi biasa,3x makan pokok,2xselingan

Diet nasi tim,extra TPS

Cairan = 1350 mL/24 jam

Saran Mikronutrien :

Klinis dan toleransi asupan per hari

Analisis asupan/hari

Elektrolit/hari

Antropometri/hari

Darah rutin/minggu

Balans cairan perhari

1100 kkal, protein 34 g, lemak 24 g (20%), MUFA 8 %,

karbohidrat 186 g

Diet nasi biasa,3x makan pokok,2xselingan

Diet nasi biasa

Cairan = 1350 mL/24 jam

Saran Mikronutrien :

Monitoring :

Klinis dan toleransi asupan per hari

Analisis asupan/hari

Elektrolit/hari

Antropometri/hari

Darah rutin/minggu

Balans cairan perhari

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 151: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

135

Universitas Indonesia

An E 15 Pebruari 2013 16 Pebruari 2013

S Batuk kadang–kadang,, sesak jauh berkurang,mual kadang–

kadang, ,tidak muntah,tidak diare,sakit perut kanan atas

kadang–kadang ,bengkak mata hilang, bengkak

kemaluan,kaki dan perut bengkak semakin berkurang,tidak

kencang lagi

Batuk kadang–kadang,, sesak jauh berkurang,mual kadang–

kadang, ,tidak muntah,tidak diare,sakit perut kanan atas kadang

kadang , bengkak kemaluan sedikit, bengkak kaki sedikit, perut

buncit semakin mengecil

O Kesadaran : CM

TV :

TD = 110/70

mmHg

RR = 24 x/menit

N = 118 x/menit S = 36,80C

BB = 20 kg

Laboratorium :

Terapi sejawat :

Furosemide

Spironolakton

Captopril

Balans Cairan :

Intake 1250 mL

Output

IWL

300 mL

Urin 1500 mL

BC (-) 550 mL

Diuresis : 2,8 mL/24 jam

Analisis Asupan :

E

(kka

l)

KH

(g)

L

(g)

P (g)

Nasi diet

RS,susu

ultra

1015 157 28 33,5

Kesadaran : CM

TV :

TD = 110/65

mmHg

RR = 24 x/menit

N = 116 x/menit S = 36,80C

BB = 19 kg

Laboratorium : Urin : kuning keruh, pH 6,5, berat jenis 1020,

protein (+), glukosa (-), eritrosit 7–10/LPB, leukosit 1–3/LPB,

silinder hialin 0–1/LPB, bilirubin (-), urobilinogen (-), keton (-

), darah samar (+), bakteri (-), leukosit (-)

Terapi : tetap

Balans Cairan :

Intake 1250 mL

Output

IWL

300 mL

Urin 1500 mL

BC (-) 550 mL

Diuresis : 2,8 mL/24 jam

Analisis asupan :

E

(kkal)

KH

(g)

L (g) P (g)

Nasi diet

RS,susu

ultra

1290 200 35,5 42

A Sindroma nefrotik idiopatik, bronkhopneumonia,

cholecystitis, gizi kurang, hipermetabolisme sedang

(trombositopenia, hipoalbuminemia, proteinuria, hematuria,

dislipidemia, peningkatan enzim tranaminase)

Sindroma nefrotik idiopatik, bronkhopneumonia, cholecystitis,

gizi kurang, hipermetabolisme sedang (trombositopenia,

hipoalbuminemia, proteinuria, hematuria, dislipidemia,

peningkatan enzim tranaminase)

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013

Page 152: TATA LAKSANA NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK IDIOPATIK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-11/20352146-SP-Tutik Ernawati.pdf · Spesialis Gizi Klinik Universitas Indonesia. Serial

136

Universitas Indonesia

P

1100 kkal, protein 34 g, lemak 24 g (20%), MUFA 8 %,

karbohidrat 186 g

Bentuk diet nasi biasa, 3xmakan pokok,2xselingan

Cairan = 1350 mL/24 jam

Saran Mikronutrien :

Monitoring :

Klinis dan toleransi asupan per hari

Analisis asupan/hari

Elektrolit/hari

Antropometri/hari

Darah rutin/minggu

Balans cairan perhari

1100 kkal, protein 34 g, lemak 24 g (20%), MUFA 8 %,

karbohidrat 186 g

Bentuk diet nasi biasa, 3xmakan pokok,2xselingan

Cairan = 1350 mL/24 jam

Saran Mikronutrien :

Klinis dan toleransi asupan per hari

Analisis asupan/hari

Elektrolit/hari

Antropometri/hari

Darah rutin/minggu

Balans cairan perhari

Tata laksana ..., Tutik Ernawati, FK UI, 2013