Upload
lyque
View
214
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP
TAX AVOIDANCE
(Studi Empiris Pada Sektor Perbankan yang Terdaftar di BEI Periode
Tahun 2009-2013)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Muhammad Oktofian
NIM. 208082000058
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
ii
iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Data Pribadi
1. Nama : Muhammad Oktafian
2. Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 16 Oktober 1990
3. Alamat : Jl. Minangkabau No. 12 RT. 002/010
4. Agama : Islam
5. Nama Ayah : Rianto
6. Nama Ibu : Sukanah
7. No. Telpon (HP) : 08978665966
8. Email : [email protected]
B. Data Pendidikan Formal
1. 1996 – 2002 : SDN 05 Pasar Manggis
2. 2002 – 2005 : SMP Negeri 3 Jakarta
3. 2005 – 2008 : SMA Negeri 37 Jakarta
4. 2008 -2015 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vi
Abstract
Effect On Corporate Governance Tax Avoidance
(Empirical Study On Conventional Banks Listed on the Stock Exchange
Period 2009-2013)
Muhammad Oktofian
NIM. 208082000058
This study aims to influence corporate governance mengalisis against tax
avoidance. The data used in this research is secondary data obtained from the
financial statements of banking companies listed in Indonesia Stock Exchange
2009-2013 period. The sampling technique is done with judgment sampling. The
number of banking companies sampled as many as 20 companies, bringing the
total sample is 100. The method of analysis used is multiple linear regression
analysis.
Based on the results of tests performed in this study found that partial
institutional ownership has no significant effect on tax avoidance with a
significance of 0.221. Independent board does not have a significant effect on tax
avoidance with a significance of 0.201. Managerial ownership does not have a
significant effect on tax avoidance with a significance of 0.109. The audit
committee has a significant effect on tax avoidance with a significance of 0.023.
While simultaneously institutional ownership, independent board, managerial
ownership and audit committee significant effect on tax avoidance with a
significance of 0.000.
Keywords: Institutional Ownership, Board of Independent Commissioners,
Managerial Ownership, Audit Committee, and Tax Avoidance.
vii
Abstrak
PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP
TAX AVOIDANCE
(Studi Empiris Pada Bank Konvensional yang Terdaftar di BEI Periode
Tahun 2009-2013)
Muhammad Oktofian
NIM. 208082000058
Penelitian ini bertujuan untuk mengalisis pengaruh corporate governance
terhadap tax avoidance. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder yang diperoleh dari laporan keuangan perusahaan perbankan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2013. Teknik pengambilan sampel
yang dilakukan dengan judgment sampling. Jumlah perusahaan perbankan yang
dijadikan sampel sebanyak 20 perusahaan sehingga total sampel penelitian adalah
100. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda.
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan pada penelitian ini didapat
bahwa secara parsial kepemilikan institusional tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap tax avoidance dengan signifikansi sebesar 0,221. Dewan
komisaris independen tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tax
avoidance dengan signifikansi sebesar 0,201. Kepemilikan manajerial tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tax avoidance dengan signifikansi
sebesar 0,109. Komite audit memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tax
avoidance dengan signifikansi sebesar 0,023. Sedangkan secara simultan
kepemilikan institusional, dewan komisaris independen, kepemilikan manajerial
dan komite audit berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance dengan
signifikansi sebesar 0,000.
Kata Kunci:Kepemilikan Institusional, Dewan Komisaris Independen,
Kepemilikan Manajerial, Komite Audit, dan Tax Avoidance.
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah
SWT atas nikmat iman, islam dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga
peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Corporate
Governance terhadap Tax Avoidance (Studi Empiris Pada Sektor Perbankan
yang Terdaftar di BEI Periode Tahun 2009-2013)”. Shalawat beserta salam
semoga terus tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarga dan
para sahabat. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan
program Sarjana (S1) pada Program Sarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selama proses penyusunan skripsi in peneliti mendapatkan bimbingan,
arahan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan nikat, rahmat dan karunia-Nya serta tetap
menuntun peneliti dijalan yang benar sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
2. Kedua orang tua, ayahanda Rianto dan ibunda Sukanah tercinta yang selalu
memberikan limpahan kasih sayang, perhatian, dan do’a tak pernah putus-
putusnya untuk ananda, serta kakak-kakakku tersayang Sendy Meriyadi, Okni
Anggaraini, dan Jaka Yuliadi dan seluruh keluarga yang telah memberikan
keceriaan dan semangat untuk terus berusaha memberikan yang terbaik.
ix
3. Bapak Dr. Arif Mufraini, LC., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Rini, SE., Ak., M.Si., CA., selaku Dosen Pembimbing I yang telah
meluangkan waktunya untuk memberi bimbingan, arahan, dan ilmu
pengetahuannya kepada peneliti selama penyusunan skripsi hingga akhirnya
skripsi ini bisa terselesaikan.
5. Ibu Fitri Damayanti, SE., M.Si., selaku Dosen Pembimbing II yang telah
banyak meluangkan waktunya untuk memberi bimbingan, arahan, semangat,
dan ilmu pengetahuannya kepada peneliti selama penyusunan skripsi hingga
akhirnya skripsi ini bisa terselesaikan.
6. Bapak Hepi Prayudiawan, SE., Ak., MM., selaku Ketua Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
7. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan yang
sangat luas kepada peneliti selama perkuliahan, semoga menjadi ilmu yang
bermanfaat dan menjadi amal kebaikan bagi kita semua.
8. Seluruh Staff Tata Usaha Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu peneliti dalam
mengurus segala kebutuhan administrasi dan lain-lain.
9. Sahabat-shabatku Akbar, Yopi, Fandi, Jodi, Bang Fauzan, Bang Anang, Sahid,
Ryan, Bang Wiwid, Hari, Eris, Uus, Adit, Pras Edwin, Asma, Ayun, Ana,
x
Diyah, Tomi, Tri dan Uyang sahabat terbaik terima kasih atas bantuan,
semangat dan do’anya.
10. Teman-teman seperjuangan Angkatan 2008 Jurusan Dendi, Yoga, Rafi,
Derry, Wahyu, Aryo, Indra, Aziezul, Ritakim, Suhendri dan teman-teman
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
11. Terimakasih kepada segenap teman-teman KKN Pers 2013 Uin Syarif
Hidayatullah Jakarta.
12. Terima kasih kepada Rekan kerja PT. Resik Cemerlang Suhendera, SE.,
Hupang, S. Ak., Jhondy F.T.P., SE., dan teman-teman lainnya yang telah
memberikan dukungan selama penulis membuat penelitian ini.
13. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak
membantu dan memberi inspirasi bagi peneliti, suatu kebahagiaan telah
dipertemukan dan diperkenalkan dengan kalian semua, terima kasih banyak.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan dan keterbatasan, oleh karena itu kritik dan saran sangat peneliti
harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai tambahan
informasi dan pengetahuan bagi semua pihak yang membutuhkan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 20 Mei 2015
Muhammad Oktofian
xi
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan Skripsi ................................................................................. i
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif...... ..................................................... ii
Lembar Pengesahan Panitia Ujian Skripsi ......................................................... iii
Lembar Keaslian Skripsi...... .............................................................................. iv
Daftar Riwayat Hidup...... ................................................................................... v
Abstrack...... ....................................................................................................... vi
Abstrak...... ........................................................................................................ vii
Kata Pengantar ................................................................................................. viii
Daftar Isi............................................................................................................. vi
Daftar Tabel...... ............................................................................................... xiv
Daftar Gambar...... ............................................................................................. xv
Daftar Lampiran...... ......................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...... .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...... ................................................................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...... ................................................................ 7
1. Tujuan Penelitian...... .............................................................................. 7
2. Manfaat Penelitian...... ............................................................................ 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Corporate Governance...... .......................................................................... 10
1. Kepemilikan Institusional...... ............................................................... 15
xii
2. Dewan Komisaris Independen ............................................... .............. 16
3. Kepemilikan Manajerial..... ................................................................... 21
4. Komite Audit..... .................................................................................... 22
B. Tax Avoidance (TA)..... ............................................................................... 25
C. Penelitian terdahulu..... ................................................................................ 29
D. Keterkaitan Antar Variabel..... .................................................................... 33
F. Kerangka Pemikiran..................................................................................... 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian..... ...................................................................... 41
B. Metode Penentuan Sampel..... ..................................................................... 41
C. Metode Pengumpulan Data..... .................................................................... 42
D. Metode Analisis Data..... ............................................................................. 43
1. Uji Asumsi Klasik..... ............................................................................ 43
a. Uji Normalitas..... ............................................................................. 43
b. Uji Multikolinieritas..... .................................................................... 43
c. Uji Heteroskedastisitas..... ................................................................ 45
d. Uji Autokorelasi ............................................................................... 46
2. Analisis Regresi Linear Berganda..... .................................................... 47
a. Koefisien Determinasi (R2)..... ......................................................... 47
b. Uji t (Uji Parsial)..... ......................................................................... 48
c. Uji F (Uji Simultan)..... ..................................................................... 49
E. Operasionalisasi Variabel..... ....................................................................... 50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
xiii
A. Gambaran Umum Perusahaan..... ................................................................ 53
B. Hasil Dan Pembahasan.... ............................................................................. 55
1. Deskriptif Perhitungan Data Mentah.... ................................................... 55
a. Kepemilikan Institusional.... ............................................................... 55
b. Dewan Komisaris Independen.... ........................................................ 56
c. Kepemilikan Manajerial...................................................................... 58
d. Komite Audit.... .................................................................................. 59
e. Tax Avoidance.... ................................................................................. 60
2. Hasil Pengujian Asumsi Klasik.... ........................................................... 61
a. Hasil Pengujian Normalitas Data.... .................................................... 61
b. Hasil Pengujian Multikolinieritas.... ................................................... 63
c. Hasil Pengujian Heteroskedastisitas.... ............................................... 64
3. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda.... .............................................. 67
a. Hasil Persamaan Regresi Linier Berganda ......................................... 67
b. Koefisien Determinasi (Adjusted R2).... .............................................. 69
4. Hasil Pengujian Hipotesis.... .................................................................... 70
a. Hasil Uji Signifikansi Parsial (Uji t).... ............................................... 74
b. Hasil Pengujian Uji F.... ...................................................................... 77
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.... ............................................................................................. 80
B. Implikasi.... .................................................................................................. 81
C. Saran………………………………………………………………. ............ 82
DAFTAR PUSAKA.... ...................................................................................... 84
DAFTAR LAMPIRAN.... ................................................................................. 87
xiv
DAFTAR TABEL
No. Tabel Keterangan Halaman
2.1. Penelitian Terdahulu ................................................ ...... 30
4.1. Hasil Perhitungan Data Kepemilikan Institusional ......... 61
4.2. Hasil Perhitungan Data Dewan Komisaris Independen .. 62
4.3. Hasil Perhitungan Data Kepemilikan Manajerial ........... 64
4.4. Hasil Perhitungan Data Komite Audit ............................ 65
4.5. Hasil Perhitungan Data Tax Avoidance .......................... 66
4.6. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ......................... 69
4.7. Hasil Pengujian Multikolinearitas .................................. 70
4.8. Hasil Uji Persamaan Regresi Linier Berganda ............... 72
4.9. Hasil Pengujian Adjusted R Square ................................ 74
4.10. Hasil Pengujian Uji t ...................................................... 75
4.11. Hasil Pengujian Uji F ..................................................... 81
DAFTAR GAMBAR
xv
No. Gambar Keterangan Halaman
2.1. Kerangka Pemikiran ................................................... 38
4.1. Uji Normalitas Data ................................................... 68
4.2. Hasil Uji Heteroskedastisitas ...................................... 71
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
No. Lampiran Keterangan Halaman
1 Data Kepemilikan Institusional Periode Penelitian 2009-2013 ...... 87
2 Data Dewan Komisaris Independen Periode Penelitian
2009-2013 ............................................................................ ...... 88
3 Data Kepemilikan Manajerial Periode Penelitian 2009-2013 ... 89
4 Data Komite Audit Periode Penelitian 2009-2013 .................. 90
5 Data Tax Avoidance Periode Penelitian 2009-2013 ................. 91
6 Regresi Lienar Berganda ............................................................. 92
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang terbesar, yaitu
1.148,36 triliun rupiah (76,5 %) dari total pendapatan negara 1.502 triliun
rupiah dalam APBN-P 2013 (Depkeu, 2013). Penerimaan tersebut antara lain
digunakan untuk meningkatkan pendidikan dan kesejahteraan rakyat,
membangun infrastruktur pendorng pertumbuhan ekonomi, mendukung
ketahanan dan keamanan, serta untuk pembangunan di daerah. Begitu
besarnya peran pajak bagi negara, pemerintah senantiasa berupaya untuk
meningkatkan penerimaan dari sektor pajak, antara lain dengan pengenaan
pajak bagi UMKM yang dimulai pada tahun 2013.
Hal ini berbeda dengan yang dirasakan oleh para pemilik usaha, yang
senantiasa berupaya untuk mengurangi biaya-biaya usaha, termasuk beban
paak. Pengurangan beban pajak juga berkaitan dengan adanya kecenderungan
emosional Wajib Pajak tidak suka untuk membayar pajak. Bahkan pada
dasarnya tidak ada seorangpun yang senang membayar pajak (Mangunsong,
2002). Lebih lanjut, Hoque, et. al., (2011) dalam surveinya menemukan
alasan-alasan mengapa seseorang tidak melakukan kewajibannya membayar
pajak, yaitu: moral pajak yang rendah, kualitas rendah dari balas jasa pajak,
sistem pajak dan persepsi dari keadilan yang berbeda, transparansi dan
akuntabilitas yang rendah untuk institusi publik, korupsi tingkat tinggi, ada
2
kekosongan peraturan pajak dan peraturan keuangan yang lemah, biaya
kepatuhan yang tinggi, lemahnya penegakan atas hukum pajak, tidak tepatnya
pemungutan pajak, lemahnya kapasitas dalam mendeteksi dan tuntutan dalam
pelaksanaan pajak yang tidak tepat, tidak adanya kepercayaan terhadap
pemerintah, tarif pajak yang tinggi, dan administrasi pajak yang lemah.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengurangi beban pajak inilah yang
disebut sebagai penghindaran pajak (tax avoidance). Penghindaran pajak
dilakukan dengan menggunakan strategi, seperti memanfaatkan pengecualian
dan potongan yang diperkenankan dalam ketentuan, maupun memanfaatkan
hal-hal yang belum diatur (loopholes) dalam peraturan perpajakan yang
berlaku (Mangunsong, 2002).
Pandangan terhadap aktivitas penghindaran pajak perusahaan berbeda-
beda tergantung kepentingan pihak-pihak yang terkait. Karena sifat
penghindaran pajak yang tidak melanggar peraturan, pemerintah dalam hal ini
Direktorat Jenderal Pajak tidak dapat menjatuhkan sanksi hukum kepada
perusahaan, meski perilaku ini akan mengurangi penerimaan negara dari
sektor pajak. Meski penghindaran pajak perusahaan memiliki pengaruh tidak
langsung terhadap masyarakat, perusahaan yang melakukan penghindaran
pajak memberi kesan yang buruk karena masyarakat memandang bahwa
aktivitas ini akan membatasi transfer pendapatan kepada masyarakat luas
(Fuest dan Riedel, 2009). Padahal menurut masyarakat, semestinya
perusahaan berpartisipasi dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat
melalui pembayaran pajak.
3
Di sisi lain, perusahaan memandang bahwa penghindaran pajak
memberikan keuntungan ekonomi yang besar dan sumber pembiayaan yang
tidak mahal (Armstrong, et.al., 2012). Di dalam perusahaan terdapat
hubungan antara pemegang saham, sebagai prinsipal dan manajer, sebagai
agen. Pemegang saham yang merupakan pemilik perusahaan, mengharapkan
beban pajak berkurang sehingga memaksimalkan keuntungan. Pemegang
saham membutuhkan adanya penghindaran pajak dalam takaran yang tepat,
tidak terlalu sedikit mengurangi keuntungan, dan tidak terlalu banyak resiko
denda dan kehilangan reputasi (Amstrong, etl.al., 2013).
Sebuah perusahaan merupakan Wajib Pajak sehingga kenyataannya
bahwa suatu aturan struktur corporate governance mempengaruhi cara semua
perusahaan dalam memenuhi kewajiban pajaknya, tetapi di sisi lain
perencanaan pajak tergantung pada dinamika corporate governance dalam
suatu perusahaan (Friese, Link, dan Mayer, 2006).
Mengukur penghindaran pajak sulit dilakukan dan data untuk
pembayaran pajak dalam Surat Pemberitahuan Pajak sulit didapat untuk itu
perlu pendekatan untuk menaksir berapa pajak yang sebenarnya dibayar
perusahaan kepada pemerintah, oleh karena itu dalam penelitian ini
mengadopsi pendekatan tidak langsung untuk mengukur variabel dependen
penghindaran pajak yaitu dengan memulai menghitung perbedaan laba
akuntansi dengan penghasilan atau laba kena pajak. Perbedaan yang
dilaporkan ke pemegang saham atau investor menggunakan GAAP/SAK,
4
sedangkan ke Kantor Pelayanan Pajak dengan Peraturan Perpajakan,
perbedaan ini terkenal dengan sebutan book tax gap (Desai dan Dharmaphala,
2007).
Walaupun mungkin perusahaan memandang penghindaran pajak sebagai
bagian manajemen pajak yang merupakan hak perusahaan untuk
mengendalikan biayanya, mau tidka mau perusahaan tetap harus
memperhatikan pandangan negatif masyarakat, untuk menjaga reputasi dan
kelangsungan usaha jangka panjang. Di lain pihak, pemegang saham
membutuhkan masukan informasi untuk mengetahui cara-cara mempengaruhi
manajer perusahaan terkait penghindaran pajak sehingga memenuhi
kepentingannya.
Kondisi tata kelola perusahaan ternyata berpengaruh terhadap keputusan
yang diambil perusahaan. Dalam perusahaan dengan tata kelola yang buruk,
aktivitas penghindaran pajak ternyata tidak bernilai bagi pemegang saham,
dan bahkan mengurangi nilai perusahaan itu sendiri (Wahab dan Holland,
2012). Desai dan Dharmapala (2006) menunjukkan bahwa perusahaan dengan
tata kelola yang buruk, saat terjadi peningkatan keuntungan bagi manajer
berupa kompensasi, mengalami penurunan tingkat penghindaran pajak, yang
seharusnya dilakukan untuk pemegang saham. Sedangkan perusahaan dengan
tata kelola baik ternyata memiliki tingkat penghindaran pajak yang lebih
tinggi.
Karakteristik sistem pajak perusahaan mempengaruhi nilai pengambilan
keuntungan oleh manajer, dan peningkatan ketaatan pajak akan menaikkan
5
nilai perusahaan dan mengurangi keuntungan pemegang kontrol atas
perusahaan, yaitu pemegang saham pengendali. Sedangkan di sisi lain,
kualitas dari tata kelola perusahaan memainkan peran penting dalam
menentukan sensitivitas penerimaan pajak pada perubahan tarif pajak.
Penelitian terhadap hubungan langsung antara corporate governance
dengan tax avoidance masih jarang dijumpai di Indonesia karena keterbatasan
data mengenai pajak badan usaha yang dibayar perusahaan yang dilaporkan
pada laporan keuangan khususnya laporan arus kas belum mencerminkan
keadaan yang sebenarnya, karena laporan arus kas untuk pembayaran pajak
bercampur dengan pajak-pajak yang lain yang menjadi kewajiban perusahaan
seperti pajak pertambahan nilai, pajak bumi dan bangunan, denda dan sangsi
pajak (Pohan, 2008). Dalam penelitian ini berusaha menginvestigasi sejauh
mana aktivitas corporate governance mempengaruhi perilaku perusahaan
dalam menentukan strategi perpajakannya melalui kegiatan tax avoidance
dengan sampel perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Penelitian Desai dan Dharmapala (2006) menjelaskan bahwa dari segi
tradisional, mekanisme tax avoidance harus meningkatkan nilai pemegang
saham dan sebuah perspektif agency menyatakan bahwa tax avoidance
menyediakan prediksi yang berbeda. Secara spesifik corporate governance
menjadi determinan yang penting dari penilaian yang dimaksudkan untuk
penghematan pajak.
Pajak tidak hanya mempengaruhi corporate governance, ada juga
efeknya yang mengacu ke arah yang lain. Sistem corporate governance dan
6
budaya perusahaan memiliki efek pada cara perusahaan menangani urusan
pajaknya, terutama pengaruh pendekatan perusahaan terkait perencanaan
pajak dan kepatuhan terhadap pajak (Sartori, 2010).
Dalam beberapa tahun terakhir otoritas pajak tampaknya telah berusaha
dengan semaksimal mungkin tidak hanya menegakkan batas yang jelas antara
penghindaran pajak dan penggelapan pajak dalam upaya perencanaa pajak,
tetapi juga untuk mencegah Wajib Pajak masuk ke dalam celah ambiguitas
yang ditimbulkan oleh peraturan perpajakan (Bovi, 2005). Tujuannya untuk
mencegah Wajib Pajak menggunakan struktur penilaian terhadap status
hukum yang tampak ambigu tersebut sehingga dapat diterima sebagai upaya
perencanaan pajak tetapi ternyata malah melanggar peraturan itu sendiri.
Dalam upaya mencapai tujuan tersebut maka dilakukan berbagai macam
tindakan antara lain diadakannya audit intensif, dan lain-lain. Untuk
mencegah tax payer tidak memanfaatkan peluang perencanaan dari hukum
pajak, maka kekuasaan otoritas pajak yang menentukan sudut pandang
perilaku pajak yang dapat diterima.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
yang berjudul “Analisis Pengaruh Corporate Governance terhadap Tax
Avoidance (Studi Empiris Pada Sektor Perbankan yang Terdaftar di
BEI)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang akan
dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
7
1. Bagaimanakah corporate governance yang diproksikan dengan
kepemilikan institusional secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
tax avoidance?
2. Bagaimanakah corporate governance yang diproksikan dengan prosentase
dewan komisaris independen secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap tax avoidance?
3. Bagaimanakah corporate governance yang diproksikan dengan
kepemilikan manajerial secara parsial berpengaruh signifikan terhadap tax
avoidance?
4. Bagaimanakah corporate governance yang diproksikan dengan komite
audit secara parsial berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance?
5. Bagaimanakah corporate governance yang diproksikan dengan
kepemilikan institusional, prosentase dewan komisaris independen,
kepemilikan manajerial, dan komite audit secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap tax avoidance?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah, maka tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini antara lain:
a. Untuk menganalisis pengaruh corporate governance yang diproksikan
dengan kepemilikan institusional terhadap tax avoidance.
8
b. Untuk menganalisis pengaruh corporate governance yang diproksikan
dengan prosentase dewan komisatis independen terhadap tax avoidance.
c. Untuk menganalisis pengaruh corporate governance yang diproksikan
dengan kepemilikan manajerial terhadap tax avoidance.
d. Untuk menganalisis pengaruh corporate governance yang diproksikan
dengan komite audit terhadap tax avoidance.
e. Untuk menganalisis pengaruh corporate governance yang diproksikan
dengan kepemilikan institusional, prosentase dewan komisatis
independen, kepemilikan manajerial dan komite audit terhadap tax
avoidance.
2. Manfaat Penelitian
Adapun hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat
dan kontribusi sebagai berikut:
a. Bagi Akademisi
Dapat menjadi tambahan referensi dan bahan pengembangan penelitian
selajutnya terkait pengaruh corporate governance terhadap tax
avoidance di dunia Perbankan Indonesia.
b. Bagi Perusahaan
Bagi manajemen perusahaan dapat menjadi masukan dan dorongan
bahwa betapa pentinya pengaruh penerapan corporate governance
terhadap kegiatan tax avoidance dalam kegiatan operasional
perusahaan, sehingga dapat mencegah perusahaan terjerumus dalam
lingkar ambiguitas yang terdapat dalam peraturan perpajakan antara
9
kegiatan yang legal maupun ilegal dalam perencanaan pajaknya. Hal ini
dapat meminimalkan resiko yang diterima oleh perusahaan terkait hal
tersebut, jadi manajemen dapat merancang suatu mekanisme corporate
governance yang sesuai dengan perusahaannyadan dapat terhindar dari
penyimpangan hukum pajak dalam kegiatan menentukan besarnya
pajak yang harus dibayarkan pada negara.
c. Bagi Investor
Dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menilai bagaimana
kecenderungan tax avoidance dilihat dari sisi corporate governance
dari suatu perusahaan.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Corporate Governance
Corporate governance merupakan suatu sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan yang diharapkan dapat memberikan dan
meningkatkan nilai perusahaan kepada para pemegang saham (Herawati,
2008). Sedangkan Isgiyarta dan Triatiarini (2005) mendefinisikan corporate
governance sebagai seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara
pemegang saham, pengelola perusahaan, pihak kreditor, pemerintah,
karyawan, serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang
berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu
sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.
Kehadiran suatu corporate governance yang baik bagi suatu perusahaan
akan menunjang aktivitas operasional perusahaan (Haruman, 2008), selain itu
mekanisme pelaksanaan corporate governance suatu perusahaan harus
menjadi perhatian utama perusahaan demi kelancaran kegiatan dalam
perusahaan. Mekanisme corporate governance yang baik memiliki
keterkaitan dengan kemakmuran perusahaan dan para pemegang saham,
sehingga penerapannya diharapkan memberikan kontribusi positif bagi
perusahaan secara keseluruhan.
. Di Indonesia Corporate Governance Index dikembangkan oleh
Indonesian Institute for Corporate Governance (IIGC). Pemeringkatan
11
Corporate Governance tidak dilakukan untuk semua perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia, sehingga sampel penelitian hanya terbatas
(kurniasih dan siregar, 2007). Adanya keterbatasan Corporate Governance
Index, dalam berbagai penelitian seringkali terkait Corporate Governance
akan menggunakan proksi sebagai alat ukur (Arifin, 2003; Khomsiyah, 2003).
Variabel yang digunakan sebagai proksi Corporate Governance dalam
beberapa penelitian, adalah kepemilikan institusional,kepemilikan manajerial
(Machfoedz, 2003), dewan komisaris independen, komite audit ( Mayang
sari, 2003).
Corporate Governance merupakan sebuah studi yang mempelajari
hubungan direktur, manajer, karyawan, pemegang saham, pelanggan, kreditur
dan pemasok terhadap perusahaan dan hubungan antar sesamanya (Hendra:
2012). Cadbury Committee, seperti dikutip oleh Forum for Corporate
Governance in Indonesia (FCGI), mengartikan Corporate Governance atau
Tata Kelola Perusahaan sebagai seperangkat peraturan yang mengatur
hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak
kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan
ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau
dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.
Good Corporate Governance diartikan sebagai struktur, sistem, dan
proses yang digunakan oleh organ-organ perusahaan sebagai upaya untuk
memberikan nilai tambah perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka
panjang.
12
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Corporate
Governance adalah suatu mekanisme yang mengatur dan mengendalikan
perusahaan melalui hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola)
perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang
kepentingan intern dan ekstern lainnya sehingga dapat meningkatkan nilai
perusahaan. Penerapan Corporate Governance yang baik dan benar (GCG)
akan menjaga keseimbangan antara pencapaian tujuan ekonomi dan tujuan
masyarakat serta menjauhkan perusahaan dari pengelolaan yang buruk yang
mengakibatkan perusahaan terkena masalah (Dwitridinda dalam Hendra:
2012).
Prinsip-prinsip Good Corporate Governance Menurut Komite
Nasiaonal Kebijakan Governance (KNKG), yaitu:
1. Transparansi (Tranparency)
Transparansi berhubungan dengan kualitas informasi yang
disampaikan perusahaan. Kepercayaan investor akan sangat tergantung
dengan kualitas informasi yang disampaikan perusahaan. Oleh karena itu,
perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang jelas, akurat, tepat
waktu dan dapat dibandingkan dengan indikator-indikator yang sama.
Penyampaian informasi kepada publik secara terbuka, benar, kredibel dan
tepat waktu akan memudahkan untuk menilai kinerja dan resiko yang
dihadapi perusahaan.
Praktek yang dikembangkan dalam rangka transparansi diantaranya
perusahaan diwajibkan untuk mengungkapkan transaksi-transaksi penting
13
yang terkait dengan perusahaan, resiko-resiko yang dihadapi dan rencana
atau kebijakan perusahaan yang akan dijalankan. Selain itu, perusahaan
juga perlu untuk menyampaikan kepada seluruh pihak struktur
kepemilikan perusahaan serta perubahan-perubahan yang terjadi.
2. Kewajaran (Fairness)
Prinsip ini menekankan pada jaminan perlindungan hak-hak para
pemegang saham, termasuk hak-hak pemegang saham minoritas dan para
pemegang saham asing serta perlakuan yang setara terhadap semua
investor. Praktek kewajaran ini juga mencakup adanya sistem hukum dna
peraturan serta penegakannya yang jelas dan berlaku bagi semua pihak.
Hal ini penting untuk melindungi kepentingan pemegang saham khususnya
pemegang saham minoritas dari praktek kecurangan dan praktek-praktek
insider trading.
3. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas berhubungan dengan adanya sistem yang
mengendalikan hubungan antara organ-organ yang ada di perusahaan.
Akuntabilitas diperlukan sebagai salah satu solusi mengatasi masalah
keagenan yang timbul antara pemegang saham dan direksi serta
pengendaliannya oleh komisaris. Oleh karena itu, akuntabilitas dapat
diterapkan dengan mendorong seluruh organ perusahaan menyadari
tanggung jawab, wewenang dan hak kewajibannya.
Praktek-praktek yang diharapkan muncul dalam menerapkan
akuntabilitas diantaranya pemberdayaan dewan komisaris, memberikan
14
jaminan perlindungan kepada pemegang saham khususnya pemegang
saham minoritas dan pembatasan kekuasaan yang jelas di jajaran direksi.
Pengangkatan komisaris independen merupakan bentuk implementasi
prinsip akuntabilitas, dengan tujuan untuk meningkatkan pengendalian
oleh pemegang saham terhadap kinerja perusahaan.
4. Responsibilitas (Responsibility)
Responsibilitas menekankan pada adanya sistem yang jelas untuk
mengatur mekanisme pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang
saham dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Hal tersebut untuk
merealisasikan tujuan yang hendak dicapai dalam good corporate
governance yaitu mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang berkaitan
dengan perusahaan.
Responsibilitas juga berkaitan dengan kewajiban perusahaan untuk
mematuhi semua peraturan dan hukum yang berlaku. Kepatuhan terhadap
ketentuan yang ada akan menghindarkan dari sangsi, baik sangsi hukum
maupun sangsi moral masyarakat akibat dilanggarnya kepentingan mereka.
Implementasi prinsip-prinsip good corporate governance dalam
pengelolaan perusahaan (corporate governance) mencerminkan bahwa
perusahaan tersebut telah dikelola dengan baik dan transparan. Hal tersebut
dapat merupakan modal dasar bagi timbulnya kepercayaan publik sehingga
perusahaan yang telah go public saham perusahaannya akan lebih diminati
oleh para investor dan berdampak positif terhadap peningkatan nilai
perusahaan atau harga saham, Arif (2008 : 142).
15
Mekanisme Good Corporate Governance (GCG) adalah sebagai
berikut:
1. Kepemilikan Institusional
Institusi sebagai pemilik saham dianggap lebih mampu dalam
mendeteksi kesalahan yang terjadi. Hal ini dikarenakan investor institusi
lebih berpengalaman dibandingkan dengan investor individual. Institusi
sebagai investor yang sophisticated karena mempunyai kemampuan dalam
memproses informasi dibandingkan dengan investor individual. Dengan
demikian, akan semakin membatasi manajemen dalam memainkan angka-
angka dalam laporan keuangan (Saptantinah, 2005).
Menurut Bushee dalam Boediono (2005) menyatakan bahwa
kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengurangi insentif
para manajer yang mementingkan diri sendiri melalui tingkat pengawasan
yang intens. Kepemilikan institusional dapat menekan kecenderungan
manajemen untuk memanfaatkan discretionary dalam laporan keuangan
sehingga memberikan kualitas laba yang dilaporkan. Kepemilikan
institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen
melalui proses monitoring secara efektif sehingga mengurangi tindakan
manajemen melakukan manajemen laba. Persentase saham tertentu yang
dimiliki oleh institusi dapat mempengaruhi proses penyusunan laporan
keuangan yang tidak menutup kemungkinan terdapat akrualisasi sesuai
kepentingan pihak manajemen.
16
Kepemilikan institusional (INST) adalah kepemilikan saham
perusahaan oleh institusi. Kepemilikan institusional yang tinggi akan
menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak institusional
sehingga dapat menghalangi perilaku oportunistik dari para manajer
perusahaan. Kepemilikan institusional diukur dengan proporsi saham yang
dimiliki institusional pada akhir tahun dibandingkan dengan jumlah saham
yang beredar di perusahaan tersebut (Moh’d et al. 1998).
INST = Jumlah kepemilikan saham oleh Institusional
Seluruh modal saham perusahaan
2. Dewan Komisaris Independen
Dewan komisaris bertanggung jawab dan mempunyai kewenangan
untuk mengawasi kebijakan dan kegiatan yang dilakukan direksi dan
manajemen atas pengelolaan sumber daya perusahaan agar dapat berjalan
secara efektif, efisien, dan ekonomis dalam rangka mencapai tujuan
organisasi, serta memberikan nasihat bilamana diperlukan (Darmawati,
2004). Karena posisinya yang sangat penting dalam perusahaan,
kemampuan dan pemahaman komisaris terhadap bidang usaha dan emiten
akan sangat mempengaruhi persetujuan dan keputusan yang dibuat,
sehingga komisaris harus memiliki dan menguasai latar belakang
pendidikan di bidang ekonomi.
Dewan komisaris sebagai puncak dari sistem pengelolaan internal
perusahaan, memiliki peranan dalam aktivitas pengawasan (Siallagan dan
Machfoedz, 2006). Ujiyantho dan Pramuka (2007) menyatakan bahwa
17
non-executive director (komisaris independen) dapat bertindak sebagai
penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal
dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasehat kepada
manajemen. Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk
melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang good
corporate governance.
Dewan ada dua jenis sistem, yaitu sistem dewan unitary dan sistem
dewan two-tier. Dewan unitary terdiri dari baik itu direktur eksekutif (dari
dalam perusahaan atau insider) maupun direktur non-eksekutif (dari luar
perusahaan atau outsider), dan membuat keputusan sebagai kelompok
yang satu. Sedangkan di Indonesia mengikuti sistem dewan two-tier, yaitu
memiliki dua dewan yang terpisah, dewan manajemen dan dewan
pengawas. Dewan manajemen hanya mencakup eksekutif, dan berfokus
pada masalah operasional dan dikepalai oleh chief executive. Dewan
pengawas membuat keputusan strategis dan mengawasi dewan
manajemen. Komisaris perusahaan menjabat dalam dewan pengawas
sebagai non-eksekutif. Dewan pengawas terdiri hanya dari direktur non-
eksekutif (Solomon, 2007).
Di Indonesia, dewan manajemen disebut sebagai dewan direksi,
dikepalai oleh direktur utama, dan dewan pengawas disebut sebagai dewan
komisaris. Dewan komisaris sering dipakai untuk mewakili kepentingan
dari berbagai kelompok stakeholder. Sistem dewan two-tier dipandang
lebih baik untuk stakeholder daripada sistem unitary (Solomon, 2007).
18
Peran individu cukup signifikan sebagai pengambil keputusan dalam
perusahaan. Peran dewan non-eksekutif yaitu: memberi saran dan arah
kepada manajemen perusahaan dalam mengembangkan dan mengevaluasi
strateginya; mengawasi manajemen perusahaan dalam menjalankan
strategi dan kinerjanya; mengawasi kinerja legal dan etis perusahaan;
mengawasi kejujuran dan kecukupan informasi keuangan perusahaan dan
informasi lainnya yang disediakan untuk investor dan stakeholder lainnya;
bertanggung jawab untuk menetapkan, mengevaluasi, dan jika dibutuhkan
memindahkan manajer senior; merencanakan pergantian posisi manajemen
puncak. Solomon (2007) mengungkapkan bahwa dewan non-eksekutif
harus independen dalam manajemen dan bebas dari hubungan apapun
yang dapat mempengaruhi independensi mereka (kecuali gaji dan
kepemilikan saham perusahaan).
Muntoro (2007) menyatakan bahwa dewan komisaris memiliki peran
yang penting dalam tata kelola perusahaa yang baik, dan bahwa tugas
utama dewan komisaris adalah mengawasi kebijakan dan pelaksanaan
kebijakan tersebut oleh direksi dalam menjalankan perusahaan dan
memberi nasehat pada direksi. Tugas komisaris dilakukan melalui komite-
komite seperti komite audit, komite remunerasi, dan komite lain. Semakin
banyak komite yang ada dalam struktur tata kelola perusahaan, maka
semakin banyak anggota komisaris yang dibutuhkan untuk mengisi
keanggotaan komite-komite tersebut.
19
Komisaris independen didefinisikan sebagai anggota komisaris yang
berasal dari luar perusahaan, tidak mempunyai saham baik langsung
maupun tidak langsung pada perusahaan, tidak mempunyai hubungan
afiliasi dengan perusahaan, komisaris, direksi, atau pemegang saham
utama perusahaan, dan tidak memiliki hubungan usaha baik langsung
maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha perusahaan
(BAPEPAM, 2004). Undang-Undang No. 40/2007 tentang “Perseroan
Terbatas” menyebutkan bahwa komisaris independen diangkat
berdasarkan keputusan RUPS dari pihak yang tidak terafiliasi dengan
pemegang saham utama, anggota direksi dan/atau anggota dewan
komisaris lainnya. Dalam proporsinya, jumlah komisaris independen harus
sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang
saham pengendali.
Proporsi dewan komisaris harus sedemikian rupa sehingga
memungkinkan pengambilan keputusan yang efektif, tepat, dan cepat,
serta dapat bertindak secara independen. Menurut pencatatan Peraturan
Nomor tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek bersifat Ekuitas di
Bursa yaitu jumlah komisaris minimum 30%.
Dalam pola pengelenggaraan perusahaan yang baik. Perusahaan
tercatat wajib memiliki komisaris independen yang jumlah
proporsionalnya sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan
pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris
20
independen sekurang-kurangnya 30% dari jumlah seluruh anggota
komisaris (Darmawati, 2004).
Komite Nasional Kebijakan Governance (2006) menetapkan
beberapa kriteria untuk menjadi komisaris independen pada perusahaan,
yaitu sebagai berikut:
a. Tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang saham pengendali
perusahaan yang bersangkutan.
b. Tidak memiliki hubungan afiliasi dengan direktur dan/atau komisaris
lainnya pada perusahaan yang bersangkutan.
c. Tidak bekerja rangkap sebagai direktur di perusahaan lainnya yang
terafiliasi dengan perusahaan yang bersangkutan.
d. Tidak menduduki jabatan eksekutif atau mempunyai hubungan bisnis
dengan perusahaan yang bersangkutan dan perusahaan-perusahaan
lainnya yang terafiliasi dalam jangka waktu 3 tahun terakhir.
e. Tidak menjadi partner atau principal di perusahaan konsultan yang
memberikan jasa pelayanan profesional pada perusahaan dan
perusahaan-perusahaan lainnya yang terafiliasi.
f. Bebas dari segala kepentingan dan kegiatan bisnis atau hubungan yang
lain yang dapat diinterprestasikan akan menghalangi atau mengurangi
kemampuan komisaris independen untuk bertindak dan berpikir
independen demi kepentingan perusahaan.
g. Memahami peraturan perudang-undangan PT, UU Pasar Modal, dan
UU serta peraturan lain yang terkait.
21
Komposisi dewan komisaris independen (KDKI) yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah proporsi Komisaris Independen dalam suatu
Dewan Komisaris perusahaan. Independensi Dewan Komisaris diukur
dengan (Bakhri, 2008):
KDKI = Jumlah anggota komisaris independen
Total anggota dewan komisaris
3. Kepemilikan Manajerial
Herawaty (2008) mengemukakan bahwa kepemilikan manajerial
berhasil menjadi mekanisme untuk mengurangi masalah keagenan dari
manajer dengan menyelaraskan kepentingan-kepentingan manajer dengan
pemegang saham. Sehingga permasalahan keagenan dapat diasumsikan
akan hilang apabila seorang manajer dianggap sebagai seorang pemilik.
Semakin meningkat proporsi kepemilikan saham manajerial maka
semakin baik kinerja perusahaan. Pemusatan kepentingan dapat dicapai
dengan memberikan kepemilikan saham kepada manajer. Jika manajer
memiliki saham perusahaan, mereka akan memiliki kepentingan yang
sama dengan pemilik. Jika kepentingan manajer dan pemilik sejajar
(aligned) dapat mengurangi konflik keagenan. Jika konflik keagenan dapat
dikurangi, manajer termotivasi untuk meningkatkan kinerja perusahaan.
Tetapi tingkat kepemilikan manajerial yang tinggi dapat menimbulkan
masalah pertahanan. Artinya jika kepemilikan manajerial tinggi, mereka
22
mempunyai posisi yang kuat untuk mengendalikan perusahaan dan pihak
eksternal akan mengalami kesulitan untuk mengendalikan tindakan
manajer. Hal ini disebabkan karena manajer mempunyai hak voting yang
besar atas kepemilikan manajerial (Siswantaya, 2007).
Kepemilikan manajerial (Manajerial ownership) adalah kepemilikan
saham perusahaan oleh pihak manajemen (Budiono, 2005). Kepemilikan
manajerial diukur dari jumlah persentase saham yang dimiliki oleh
manajer dan dewan komisaris perusahaan (Erni, 2005).
KPMJ = Jumlah kepemilikan saham oleh Manajemen
Modal saham perusahaan
4. Komite Audit
Komite audit sesuai dengan Kep. 29/PM/2004 adalah komite yang
dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan
pengelolaan perusahaan. Keberadaan komite audit sangat penting bagi
pengelolaan perusahaan. Komite audit merupakan komponen baru dalam
sistem pengendalian perusahaan. Selain itu komite audit dianggap sebagai
penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak
manajemen dalam menangani masalah pengendalian.
Komite audit adalah organ tambahan yang diperlukan dalam
pelaksanaan prinsip good corporate governance. Komite audit merupakan
suatu komite yang beranggotakan satu atau lebih anggota komisaris dan
keberadaannya terbebas dari pengaruh direksi, eksternal auditor dan hanya
bertanggung jawab kepada dewan komisaris (Surya, 2008).
23
Seperti diatur dalam Kp-29/PM/2004 yang merupakan peraturan
yang mewajibkan perusahaan membentuk komite audit, tugas komite audit
antara lain:
a. Melakukan penelahaan atas informasi keuangan yag akan dikeluarkan
perusahaan, seperti laporan keuangan, proyeksi dan informasi keuangan
lainnya.
b. Melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal dan peraturan perundangan
lainnya yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan.
c. Melakukan penelahaan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor
internal.
d. Melaporkan kepada komisaris berbagai resiko yang dihadapi
perusahaan dan pelaksanaan manajemen resiko oleh direksi.
e. Melakukan penelahaan dan melaporkan kepada dewan komisaris atas
pengaduan yang berkaitan dengan emiten.
f. Menjaga kerahasiaan dokumen, data, dan rahasia perusahaan.
Menurut Surya (2008), pada umumnya komite audit mempunyai
tanggung jawab pada tiga bidang, yaitu:
a. Laporan keuangan (financial reporting)
Tanggung jawab komite audit di bidang laporan keuangan adalah untuk
memastikan bahwa laporan yang dibuat manajemen telah memberikan
gambaran yang sebenarnya tentang kondisi keuangan, hasil usaha,
rencana dan komitmen perusahaan.
24
b. Tata kelola perusahaan (corporate governance)
Tanggung jawab komite audit dalam bidang tata kelola perusahaan
adalah untuk memastikan bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai
dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku dan etika,
melaksanakan pengawasan secara efektif terhadap benturan
kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh manajemen
perusahaan.
c. Pengawasan perusahaan (corporate control)
Komite audit bertanggung jawab untuk pengawasan perusahaan
termasuk di dalamnya hal-hal yang berpotensi mengandung resiko dan
sistem pengendalian intern serta memonitor proses pengawasan yang
dilakukan oleh auditor internal.
Jumlah anggota komite audit harus disesuaikan dengan kompleksitas
perusahaan dengan tetap memperhatikan efektivitas dalam mengambil
keputusan (Martina, 2009). Bank Indonesia melalui Peraturan Bank
Indonesia No. 8/4/PBI/2006 menetapkan pelaksanaan prinsip-prinsip good
corporate governance bagi komite audit bank umum meliputi:
a. Anggota komite audit paling kurang terdiri dari:
1) Seorang komisaris independen.
2) Seorang dari pihak independen yang memiliki keahlian di bidang
keuangan atau akuntansi.
3) Seorang dari pihak independen yang memiliki keahlian di bidang
hukum atau perbankan.
25
b. Komite audit di ketuai oleh komisaris independen.
c. Anggota direksi dilarang menjadi anggota komite audit.
d. Komisaris independen dan pihak independen yang menjadi anggota
komite audit paling kurang 51% dari jumlah anggota komite audit.
e. Anggota komite audit wajib memiliki integritas, akhlak dan moral yang
baik.
B. Tax Avoidance (TA)
Menurut Mardiasmo (2011) pajak adalah iuran rakyat kepada kas
negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan dengan tiada
mendapat jasa timbale (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan
yang digunakan untuk membaayar pengeluaran umum.
Sedangkan menurut Waluyo (2009) pajak adalah iuran masyarakat
kepada negara (yang dipaksakan) yang tentang oleh yang wajibmembayarnya
menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat
prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara
untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Berdasarkan pengertian pajak di atas, maka Ilyas dan Burton (2008)
menyimpulkan bahwa ada lima unsur yang melekat dalam pengertian pajak,
yaitu:
1. Pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang.
2. Sifatnya dapat dilaksanakan.
26
3. Tidak ada kontra-prestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh
pembayar pajak.
4. Pemungutan pajak dilakukanoleh negara baik oleh pemerintah pusat
maupun daerah (tidak boleh dipungut oleh swasta), dan
5. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah
(rutin dan pembangunan) bagi kepentingan masyarakat umum.
Meminimalisasi beban pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara,
mulai dari yang masih berada dalam bingkai peraturan perpajakan sampai
dengan yang melanggar peraturan perpajakan. Uaya meminimalkan pajak
secara eufimisme sering disebut denga n perencanaan pajak (tax planning).
Umumnya perencanaan pajak merujuk pada proses merekayasa usaha dan
transaksi Wajib pajak (WP) supaya utang pajak berada dalam jumlah minimal
tetapi masih dalam bingkai peraturan perpajakan (Suandy, 2008).
Menurut Suandy (2008), ada beberapa faktor yang memotivasi Wajib
Pajak untuk melakukan penghematan pajak dengan ilegal, antara lain:
1. Jumlah pajak yang harus dibayar. Besarnya jumlah pajak yang harus
dibayar oleh Wajib Pajak, semakin besar pajak yang harus dibayar,
semakin besar pula kecenderungan Wajib Pajak untuk melakukan
pelanggaran.
2. Biaya untuk menyuap fiskus. Semakin kecil biaya untuk menyuap fiskus,
semakin besar kecenderungan Wajib Pajak untuk melakukan pelanggaran.
27
3. Kemungkinan untuk terdeteksi, semakin kecil kemungkinan suatu
pelanggaran terdeteksi maka semakin besar kecenderungan Wajib Pajak
untuk melakukan pelanggaran, dan
4. Besar sanksi, semakin ringan sanksi yang dikenakan terhadap pelanggaran,
maka semakin besar kecenderungan Wajib Pajak untuk melakukan
pelanggaran.
Adanya keinginan dari wajib pajak untuk tidak mematuhi peraturan
perpajakan membuat adanya perlawanan pajak yang mereka berikan.
Perlawanan terhadap pajak dapat dibedakan menjadi dua yaitu: perlawanan
pasif dan perlawanan aktif. Perlawanan pasif berupa hambatan yang
mempersulit pemungutan pajak dan mempunyai hubungan erat dengan
struktur ekonomi. Sedangkan perlawanan aktif adalah semua usaha dan
perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada pemerintah (fiskus) dengan
tujuan untuk menghindari pajak (Sumarsan, 2010).
Berdasarkan pernyataan yang dikemukakan oleh Zain (2003), terdapat 2
potensi untuk bertahan terhadap pembayaran pajak, yaitu:
1. Wajib pajak selalu berusaha untuk membayar pajak yang terutang sekecil
mungkin, sepanjang hal itu dimungkinkan oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
2. Wajib pajak cenderung untuk menyelundupkan pajak yaitu berusaha
mengindarkan pajak terutang secara ilegal. Upaya penghindaran ini
dilakukan sepanjang wajib pajak tersebut mempunyai alasan yang
menyakinkan bahwa akibat dari perbuatannya kemungkinan besar mereka
28
tidak akan dihukum serta yakin bahwa rekan-rekannya melakukan hal
yang sama.
Dari definisi Zain (2003), dapat disimpulkan poin pertama merupakan
pengertian dari penghindaran pajak (tax avoidance). Penghindaran pajak
sering dianalogikan dengan upaya perencanaan pajak (tax planning) yang
merupakan proses mengorganisasi usaha wajib pajak penghasilan maupun
pajak-pajak lainnya berada dalam posisi yang paling minimal, sepanjang hal
ini dimungkinkan baik oleh ketentuan perundang-undangan perpajakan
maupun secara komersial (Setyani, 2008).
Menurut Bernard P. Heber (1976) dalam Setyani (2008), pengertian tax
avoidance adalah upaya wajib pajak dalam memanfaatkan peluang-peluang
yang ada dalam undang-undang perpajakan, sehingga dapat membayar pajak
lebih rendah. Perbuatan ini secara harfiah tidak melanggar undang-undang
perpajakan, namun dari sudut pandang jiwa undang-undang perpajakan,
perbuatan tersebut dikategorikan sebagai perbuatan yang melanggar jiwa
undang-undang. Sedangkan tax evasion merupakan perbuatan yang
melanggar undang-undang, baik secara harfiah maupun secara jiwa dan moral
undang-undang perpajakan.
Penghindaran pajak merupakan usaha untuk mengurangi, atau bahkan
meniadakan hutang pajak yang harus dibayar perusahaan dengan tidak
melanggar undang-undang yang ada. Menurut Dyreng et. al. (2010) variabel
ini dihitung melalui CASH ETR (cash effective tax rate) perusahaan yaitu kas
29
yang dikeluarkan untuk biaya pajak dibagi dengan laba sebelum pajak.
Adapun rumus untuk menghitung CASH ETR adalah sebagai berikut:
CASH ETR = Pembayaran Pajak
Laba Sebelum Pajak
C. Penelitian Terdahulu
Untuk memberikan gambaran dan kerangka pemikiran dalam penelitian
maka perlu kiranya untuk membahas hasil-hasil penelitian terdahulu sebagai
acuan dalam membandingkan penelitian saat ini dengan penelitian terdahulu
sehingga akan menghasilkan suatu analisa yang sesuai dengan teori:
30
Tabel 2.1.
Penelitian Terdahulu
No. Peneliti/Judul/Sumber Perbedaan Persamaan Hasil Penelitian
1. Nuralifmia Ayu Annisa
dan Lulus Kurniasih,
Pengaruh Corporate
Governance terhadap
Tax Avoidance, Jurnal
Akuntansi & Auditing
Volume 8/No. 2/Mei
2012: 95-189.
a. Sampel: Seluruh
perusahaan yang
terdaftar di BEI.
b. Tahun data: 2008
c. Variabel lain:
Jumlah dewan
komisaris dan
kualitas audit
(independen).
a. Metode analisis:
Regresi linear
berganda.
b. Jenis penelitian:
Kuantitatif.
c. Sumber data: Data
sekunder.
Berdasarkan hasil analisis dan
pengujian yang dilakukan dalam
penelitian ini, terdapat beberapa
kesimpulan yaitu: hasil uji
regresi menunjukkan bahwa
secara statistik terbukti tidak
terdapat pengaruh signifikan
kepemilikan institusional
terhadap tax avoidance, tidak
terdapat pengaruh signifikan
komposisi dewan komisaris
independen terhadap tax
avoidance, tidak terbukti
terdapat pengaruh signifikan
dewan komisaris terhadap tax
avoidance, terbukti terdapat
pengaruh signifikan komite audit
terhadap tax avoidance, dan
terbukti terdapat pengaruh
signifikan kualitas audit
terhadap tax avoidance.
2. Tresno Eka Jaya, M.
Yasser Arafat, dan
Dinda Kartika,
Corporate Governance,
Konservatisme
Akuntansi dan Tax
Avoidance, Prosiding
Simposium Nasional
Perpajakan 4.
a. Sampel: Sebanyak
178 perusahaan
manufaktur yang
terdaftar di BEI.
b. Metode analisis:
Regresi logistik.
c. Variabel lain:
Ukuran dewan
direksi, kualitas
audit, dan
konservatisme
akuntansi
(independen).
a. Jenis penelitian:
Kuantitatif.
b. Sumber data: Data
sekunder.
Berdasarkan hasil penelitian
maka diperoleh kesimpulan
sebagai berikut: 1) komposisi
kepemilikan saham institusional
tidak berpengaruh terhadap
praktek penghindaran pajak, 2)
ukuran dewan direksi tidak
berpengaruh terhadap praktik
penghindaran pajak, 3) kualitas
audit tidak berpengaruh terhadap
praktik penghindaran pajak. Dan
konservatisme akuntansi tidak
berpengaruh terhadap
penghindaran pajak.
3. Rahmi Fadhilah,
Pengaruh Good
Corporate Governance
terhadap Tax Avoidance
(studi Empiris Pada
Perusahaan Manufaktur
yang Terdaftar di BEI
a. Sampel: Sebanyak
55 perusahaan
manufaktur yang
terdaftar di BEI.
b. Variabel lain:
kualitas audit
(independen).
a. Metode analisis:
Regresi linear
berganda.
b. Jenis penelitian:
Kuantitatif.
c. Sumber data: Data
sekunder.
Berdasarkan hasil temuan
penelitian dan pengujian
hipotesis yang telah dilakukan
dapat disimpulkan bahwa
proporsi kepemilikan
institusional tidak berpengaruh
terhadap tax avoidance, proporsi
31
Tabel 2.1. (Lanjutan)
No. Peneliti/Judul/Sumber Perbedaan Persamaan Hasil Penelitian
2009-2011) Dewan komisaris independen
tidak berpengaruh terhadap tax
avoidance, komite audit
berpengaruh signifikan terhadap
tax avoidance, dan kualitas audit
berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap tax
avoidance pada perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia
pada tahun 2009-2011.
4. I Gede Hendy
Darmawan dan I Made
Sukartha, Pengaruh
Penerapan Corporate
Governance, Leverage,
Return On Assets, dan
Ukuran Perusahaan
Pada Penghindaran
Pajak, E-Jurnal
Akuntansi Universitas
Udayana, 9.1. (2014):
143-161.
a. Sampel: Sebanyak
460 perusahaan yang
terdaftar di BEI.
b. Variabel lain:
Leverage, Return On
Assets, dan Ukuran
Perusahaan
(independen).
a. Metode analisis:
Regresi Linear
Berganda.
b. Jenis penelitian:
Kuantitatif.
c. Sumber data:
Data sekunder.
Berdasarkan hasil temuan
penelitian dan pengujian
hipotesis yang telah dilakukan
dapat disimpulkan bahwa
corporate governance
berpengaruh pada penghindaran
pajak. Leverage tidak
berpengaruh pada penghindaran
pajak. ROA berpengaruh pada
penghindaran pajak. Dan ukuran
perusahaan berpengaruh pada
penghindaran pajak.
5. Tommy Kurniasih dan
Maria M. Ratna Sari,
Pengaruh Return On
Asset, Leverage,
Corporate Governance,
Ukuran Perusahaan,
dan Kompensasi Rugi
Fiskal Pada Tax
Avoidance, Buletin
Studi Ekonomi,
Volume 18, No.1,
Februari 2013
a. Sampel: Sebanyak
288 perusahaan
manufaktur yang
terdaftar di BEI
periode 2007-2010.
b. Variabel lain: Return
On Asset, Leverage,
Ukuran Perusahaan,
Kompensasi Rugi
Fiskal.
a. Metode analisis:
Regresi Linear
Berganda.
b. Jenis penelitian:
Kuantitatif.
c. Sumber data: Data
sekunder.
Berdasarkan hasil temuan
penelitian dan pengujian
hipotesis yang telah dilakukan
dapat disimpulkan bahwa
corporate governance dan
Leverage tidak berpengaruh
signifikan secara parsial
terhadap Tax Avoidance. ROA,
ukuran perusahaan, dan
Kompensasi Rugi Fiskal
berpengaruh signifikan secara
parsial terhadap Tax Avoidance.
6 Robert Jao, Corporate
governance, Ukuran
Perusahaan, dan
Leverage Terhadap
Manajemen Laba
Perusahaan manufaktur
Indonesia, Jurnal
Akuntansi & Auditing
Volume 8/No.
a. Sampel: Sebanyak
112. perusahaan
manufaktur yang
terdaftar di BEI
periode 2006-2009.
b. Variabel lain:
Ukuran Perusahaan,
Leverage,
Manajemen Laba.
a. Metode analisis:
Regresi Linear
Berganda.
b. Jenis penelitian:
Kuantitatif.
c. Sumber data: Data
sekunder.
Berdasarkan hasil penelitian
maka diperoleh kesimpulan
sebagai berikut: 1) Pelaksanaan
Corporate Governace melalui
kepemilikan manajerial,
komposisi dewan komisaris
independen, dan jumlah
pertemuan komite audit
mempunyai pengaruh positif
32
Tabel 2.1. (Lanjutan)
No. Peneliti/Judul/Sumber Perbedaan Persamaan Hasil Penelitian
1/November 2011: 1-
94
Signifikan terhadap manajemen
laba, disisi lain kepimilikan
institutional dan ukuran dewan
komisaris mempunyai pengaruh
positif terhadap manajemen laba,
2) ukuran perusahaan
mempunyai hubungan negative
signifikan terhadap manajemen
laba, 3) leverage tidak
mempunyai pengaruh signifikan
terhadap manajemen laba.
7 Okta S. Hartadinata,
Analisis pengaruh
kepemlikian manajerial,
kebijakan hutang, dan
ukuran perusahaan
terhadap Tax
Aggressive pada
perusahaan manufaktur
di BEI tahun 2008-2010
a. Sampel: 222
perusahaan
manufaktur yang
terdaftar di BEI,
periode tahun 2008-
2010
b. Variabel lain:
kebijakan hutang,
ukuran perusahaan
a. Metode Analisis:
Regresi Linear
Berganda
b. Jenis penelitian
kuantitatif.
c. Sumber data: data
sekunder
Berdasarkan hasil temuan
penelitian dan pengujian
hipotesis yang telah dilakukan
dapat disimpulkan bahwa
pengaruh yang signifikan dari
kepemilikan manajerial,
kebijakan hutang tidak
berpengaruh secara signifikan,
sedanglan ukuran perusahaan
berpengaruh secara signifikan.
8 Utkir Kholbadalov,
Hubungan
penghindaran pajak
perusahaan,
biaya hutang dan
kepemilikan
institusional: bukti
dari Malaysia, Atlantic
Review of Economics,
2st Volume 2012.
a. Sampel: Perusahaan
yang terdaftar di
Bursa Malaysia.
b. Variabel lain: biaya
hutang (independen).
a. Metode analisis:
Regresi Linear
Berganda.
b. Jenis penelitian:
Kuantitatif.
c. Sumber data: Data
sekunder.
Berdasarkan hasil temuan
penelitian dan pengujian
hipotesis yang telah dilakukan
dapat disimpulkan bahwa
pengaruh yang signifikan dari
kepemilikan institusional pada
hubungan ini, yang berarti
bahwa tingkat kelembagaan
kepemilikan tidak berdampak
pada hubungan antara
penghindaran pajak dan biaya
utang, tanpa
kepemilikan institusional tingkat
tinggi atau rendah.
33
D. Keterkaitan Antar Variabel
1. Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Tax Avoidance
Menurut Fadhillah (2014) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
terdapat beberapa hal yang diduga menjadi alasan mengapa besarnya
kepemilikan insititusional tidak berpengaruh terhadap tax avoidance.
Pertama, kepemilikan insititusional merupakan proporsi kepemilikan
saham oleh institusi diluar kepemilikan saham dewan komisaris
perusahaan, dimana pemilik institusional ikut serta dalam pengawasan dan
pengelolaan perusahaan namun demikian bisa saja pemilik institusional
mempercayakan pengawasan dan pengelolaan perusahaan kepada dewan
komisaris karena itu merupakan tugas mereka sehingga ada atau tidaknya
kepemilikan institusional tetap saja tax avoidance terjadi.
Kedua, kepemilikan institusional berpikir untuk memaksimalkan
kesejahteraan mereka terutama pada keuntungan atau laba yang akan mereka
peroleh pada perusahaan sehingga semua kegiatan yang akan merugikan
perusahaan termasuk adanya pajak agresif yang akan dilakukan perusahaan,
jika kegiatan itu menguntungkan bagi kesejahteraan pemilik instituional maka
mereka akan tetap mendukung setiap kegiatan atau kebijakan yang akan
dilakukan perusahaan sehingga besar atau kecilnya kepemilikan institusional
tidak akan mempengaruhi tindakan tax avoidance.
Ketiga, pemilik institusional kurang peduli dengan citra perusahaan
asalkan itu bisa memaksimalkan kesejahteraan mereka walaupun adanya
perilaku manajer dalam hal mengambil suatu keputusan terutama dalam hal
pajak yaitu tindakan tax avoidance.
34
Hal ini sesuai juga dengan penelitian yang telah dilakukan oleh
Annisa dan Kurniasih (2012), menyatakan bahwa kepemilikan
institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak.
Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai
berikut:
H1: Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap
penghindaran pajak.
2. Pengaruh Dewan Komisaris Independen terhadap Tax Avoidance
Menurut Annisa dan Kurniasih (2012) dalam penelitiannya
menemukan bahwa semakin besar prosentase dewan komisaris independen
yang berasal dari luar perusahaan menuntut manajemen bekerja lebih
efektif dalam pengawasan dan pengendalian pengelolaan perusahaan oleh
direksi dan manajer, sehingga keberadaan mereka tidak hanya menjadi
simbol semata. Hasilnya kenaikan prosentase dewan komisaris independen
terhadap jumlah dewan komisaris secara keseluruhan tidak signifikan
mempengaruhi kebijakan tax avoidance yang dilakukan oleh suatu
perusahaan. Penelitian Antonia (2008) menunjukkan bahwa dewan
komisaris independen yang merupakan bagian dari komisaris perseroan
tidak melakukan fungsi pengawasan secara baik terhadap manajemen.
Hasil penelitian Widyaningdyah (2002) dalam Antonia (2008) juga yang
menyatakan bahwa proporsi dewan komisaris independen tidak signifikan
mempengaruhi manajemen laba, sehingga adanya manipulasi dalam
35
menyajikan laporan keuangan yang mungkin dilakukan manajemen tidak
dapat dikendalikan oleh jumlah anggota dewan komisaris independen yang
semakin besar. Hal ini memberikan kesempatan bagi manajer untuk
melakukan aktivitas manipulasi laba dan nantinya akan menguntungkan
perusahaan dalam hal perpajakan.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa komisaris
independen akan memaksimalkan kinerja dewan komisaris dalam tugasnya
melakukan pengawasan terhadap usaha memaksimalkan laba perusahaan,
maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:
H2: Dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap
penghindaran pajak.
3. Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Tax Avoidance
Pemegang saham terbesar merepresentasikan kelompok yang
memegang kekuatan dalam voting di dalam Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS), dan memiliki perusahaan, namun tidak mengelola
perusahaan. Semakin tinggi persentase pemegang saham terbesar
menunjukkan bahwa pemegang saham memiliki pengaruh yang lebih besar
untuk menentukan kebijakan perusahaan dan dapat memastikan kebijakan
tersebut dapat menguntungkan mereka (Timothy : 2010).
Hal ini dapat dijelaskan bahwa dengan meningkatkan kepemilikan
manajerial akan menyelaraskan atau menyatukan kepentingan manajer
dengan pemegang saham sehingga mengurangi perilaku oportunistik.
Manajer akan ikut merasakan manfaat dari keputusan yang diambil dan
36
ikut menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan
keputusan yang salah (Jao : 2011).
Semakin besar proporsi kepemilikan oleh manajerial, dikatakan
bahwa konsentrasi kepemilikan perusahaan tersebut kuat. Konsentrasi
kepemilikan yang kuat menandakan semakin baiknya tata kelola
perusahaan, sebab semakin besarnya kekuatan pemilik untuk mengontrol
manajer dalam pembuatan keputusan. Pemegang saham terbesar dapat
digunakan secara optimal sebagai salah satu mekanisme pengonrol
masalah agensi, dan meningkatkan kinerja perusahaan (Timothy, 2010).
Semakin besar proporsi kepemilikan oleh manajerial, dikatakan
bahwa konsentrasi kepemilikan perusahaan tersebut lemah, dan tata kelola
lebih baik. Karena dengan banyak insentif, mereka menjadi
memperhatikan kebijakan strategis perusahaan dan termotivasi mengontrol
pekerjaannya. Perusahaan dengan struktur kepemilikan yang tidak terlalu
tersebar tidak memiliki masalah dalam profitabilitasnya. Motivasi para
manajerial dalam mendapatkan laba yang sebesar-besarnya, menjadikan
strategi pajak yang diambil agresif. Maka dengan semakin besar
kepemilikan manajerial dalam perusahaan, penghindaran pajak perusahaan
akan semakin rendah (Timothy, 2010). Peningkatan kepemilikan
manajerial digunakan sebagai cara untuk mengurangi konflik keagenan
(Jensen et al., 1992). Perusahaan meningkatkan kepemilikan manajerial
untuk mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang saham
sehingga bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham.
37
Peningkatan persentase kepemilikan tersebut membuat manajer
termotivasi untuk meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab
meningkatkan kemakmuran pemegang saham. Sebaliknya, apabila
persentase kepemilikan manajerial kecil maka manajer hanya terfokus
pada pengembangan kapasitas atau ukuran perusahaan. Hal ini tidak lain
karena manajer yang juga memiliki kepemilikan saham cenderung
mempertimbangkan kelangsungan usahanya sehingga tidak akan
menghendaki usahanya diperiksa terkait permasalahan perpajakan
sehingga tidak akan agresif dalam kebijakan perpajakannya (Hartadinata,
2013).
Berdasarkan uraian di atas, hipotesis yang dapat dikembangkan
adalah:
H3: Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap
penghindaran pajak.
4. Pengaruh Komite Audit terhadap Tax Avoidance
Menurut Fadhilah (2014) dalam penelitiannya menemukan bahwa
komite audit berpengaruh positif terhadap tax avoidance perusahaan. Hal
ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Sriwedari (2009)
yang menyatakan bahwa keberadaan komite audit yang fungsinya untuk
meningkatkan integritas yang kredibilitas pelaporan keuangan agar dapat
berjalan dengan baik.
Beberapa alasan komite audit perusahaan berpengaruh positif
terhadap tax avoidance yaitu: pertama, jika semakin sedikit komite audit
38
yang dimiliki oleh perusahaan maka pengendalian kebijakan keuangan
yang dilakukan oleh komite audit sangat minim sehingga akan
meningkatkan tindakan manajemen dalam melakukan pajak agresif, begitu
juga apabila semakin banyak jumlah komite audit dalam perusahaan maka
pengendalian kebijakan keuanganpun akan sangat ketat sehingga akan
mengurangi tindakan manajemen dalam tax avoidance. Kedua, kredibilitas
perusahaan yang memiliki komite audit yang sedikit atau kurang dari yang
ditetapkan BEI akan mempengaruhi integritas dan kredibilitas keuangan
perusahaan bisa saja pajak agresif atau tax avoidance dapat dilakukan
dengan mudah oleh perusahaan.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa komite audit
memiliki pengaruh terhadap penghindaran pajak, maka hipotesis yang
diajukan adalah sebagai berikut:
H4: Komite audit berpengaruh positif terhadap penghindaran pajak.
5. Pengaruh Kepemilikan Institusional, Dewan Komisaris Independen,
Kepemilikan Manajerial, dan Komite Audit terhadap Tax Avoidance
Menurut Fadhillah (2014), Annisa dan Kurniasih (2012), dan
Antonia (2008), menyatakan bahwa secara keseluruhan corporate
governance berpengaruh pada penghindaran pajak. Pemilik institusional
yang peduli dengan citra perusahaan itu bisa memaksimalkan kesejahteraan
mereka walaupun adanya perilaku manajer dalam hal mengambil suatu
keputusan terutama dalam hal pajak yaitu tindakan tax avoidance. Proporsi
dewan komisaris independen tidak signifikan mempengaruhi manajemen
39
laba, sehingga adanya manipulasi dalam menyajikan laporan keuangan
yang mungkin dilakukan manajemen tidak dapat dikendalikan oleh jumlah
anggota dewan komisaris independen yang semakin besar.
Perusahaan dengan struktur kepemilikan yang tidak terlalu tersebar
tidak memiliki masalah dalam profitabilitasnya. Motivasi para manajerial
dalam mendapatkan laba yang sebesar-besarnya, menjadikan strategi pajak
yang diambil agresif. Maka dengan semakin besar kepemilikan manajerial
dalam perusahaan, penghindaran pajak perusahaan akan semakin rendah.
Dan perusahaan yang memiliki komite audit yang sedikit atau kurang dari
yang ditetapkan BEI akan mempengaruhi integritas dan kredibilitas
keuangan perusahaan bisa saja pajak agresif atau tax avoidance dapat
dilakukan dengan mudah oleh perusahaan.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kepemilikan
institusional, dewan komisaris independen, kepemilikan manajerial, dan
komite audit memiliki pengaruh terhadap penghindaran pajak, maka
hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:
H5: Kepemilikan institusional, dewan komisaris independen,
kepemilikan manajerial, dan komite audit berpengaruh positif
terhadap penghindaran pajak.
E. Kerangka Pemikiran
40
Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diindentifikasi sebagai
masalah (Sugiyono, 2012). Berdasarkan telaah pustaka dan hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini, dikembangkan model sebagai kerangka pikir
teoritis dari penelitian ini seperti pada gambar di bawah ini:
PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP
TAX AVOIDANCE
(Studi Empiris Pada Sektor Perbankan yang Terdaftar di BEI Periode Tahun
2009-2013)
Kepemilikan Institusional (X1)
Tax Avoidance (Y)
Dewan Komisaris Independen (X2)
Kepemilikan Manajerial (X3)
Komite Audit (X4)
Variabel Independen Variabel Dependen
Uji Asumsi Klasik:
1. Uji Normalitas
2. Uji Multikolinearitas
3. Uji Heteroskedastisitas
4. Uji Autokorelasi
Uji Hipotesis:
1. Uji t
2. Uji F
3. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Interpretasi & analisis
pembahasan
Kesimpulan, implikasi dan
saran
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
41
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis memilih BEI sebagai tempat melakukan
observasi. Jadi penelitian yang dilakukan adalah observasi tidak langsung
berupa data sekunder dengan menggunakan data yang ada pada situs
www.idx.co.id. Untuk menganalisis permasalahan yang ada, penulis mendata
laporan keuangan dari perusahaan perbankan.
B. Metode Penentuan Sampel
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan oleh penulis adalah
pemilihan sampel berdasarkan pertimbangan (judgment sampling). Metode
judgment sampling atau purposive pengumpulan data atas dasar strategi
kecakapan atau pertimbangan pribadi semata (Hamid, 2012).
Judgment sampling yaitu teknik sampling yang satuan samplingnya
dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu dengan tujuan untuk memperoleh
satuan sampling yang memiliki karakteristik atau kriteria yang dikehendaki
dalam pengambilan sampel. Perusahaan perbankan dipilih dengan
pertimbangan agar data yang didapatkan homogen sehingga menggambarkan
kekhususan hasil pada satu jenis perusahaan
Bisa disimpulkan bahwa peneliti menentukan sendiri sampel yang
diambil karena ada pertimbangan tertentu, jadi sampel tidak diambil secara
acak, tapi ditentukan sendiri oleh peneliti.
42
Adapun alasan atau kriteria pertimbangan dalam pemilihan sampel
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama
periode tahun 2009-2013.
2. Perusahaan yang mempublikasikan laporan keuangan selama tahun 2009-
2013.
3. Perusahaan sampel mempunyai data yang lebih lengkap sesuai dengan
yang dibutuhkan untuk penelitan ini.
4. Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan yang dinyatakan dalam
rupiah dan berakhir pada tanggal 31 Desember selama periode pengamatan
tahun 2009-2013.
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
studi kepustakaan, yaitu data diperoleh dari beberapa literatur yang berkaitan
dengan masalah yang sedang diteliti, penelusuran data ini dilakukan dengan
cara:
1. Penelusuran secara manual untuk data dalam format kertas hasil cetakan.
Data yang disajikan dalam format kertas hasil cetakan antara lain berupa
jurnal, buku, dan tesis.
2. Penelusuran dengan menggunakan komputer untuk data dalam format
elektronik. Data yang disajikan dalam format elektronik ini antara lain
berupa catalog perpustakaan, laporan-laporan BEI, dan situs internet.
43
D. Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan riset kausal. Riset kausal merupakan riset yang memiliki tujuan
utama membuktikan hubungan sebab akibat atau hubungan mempengaruhi
dan dipengaruhi dari variabel-variabel yang diteliti (Istijanto, 2009).
1. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal
(Ghozali, 2011). Data yang baik dan layak digunakan dalam penelitian
adalah yang memiliki distribusi normal. Normalitas data dapat dilihat
dengan beberapa cara, diantaranya yaitu dengan melihat kurva normal
P-Plot. Suatu variabel dikatakan normal jika gambar distribusi dengan
titik-titik data yang menyebar di sekitar garis diagonal, dan penyebaran
titik-titik data searah mengikuti garis diagonal.
b. Uji Multikolinieritas
Menurut Ghozali (2011) Uji Multikolinieritas bertujuan untuk
menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antara
variabel bebas (independent). Model regresi yang baik seharusnya tidak
terjadi korelasi di antara variabel independent. Jika variabel
independent saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak
ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independent yang nilai
korelasi antar sesama variabel independent sama dengan nol. Untuk
44
mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas di dalam model regresi
adalah sebagai berikut:
1) Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris
sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel independent
banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependent.
2) Menganalisis matriks korelasi variabel-variabel independent. Jika
antar variabel ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas
0,90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinieritas.
Tidak adanya korelasi yang tinggi antar variabel independent tidak
berarti bebas dari multikolinieritas. Multikolinieritas dapat
disebabkan karena adanya efek kombinasi dua atau lebih variabel
independent.
3) Multikolinieritas dapat juga dilihat dari (1) nilai tolerance dan
lawannya (2) variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini
menunjukkan setiap variabel independent manakah yang dijelaskan
oleh variabel independent lainnya. Dalam pengertian sederhana
setiap variabel independent menjadi variabel dependent (terikat) dan
diregres terhadap variabel independent lainnya. Tolerance mengukur
variabilitas variabel independent yang terpilih jika dijelaskan oleh
variabel independent lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama
dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/Tolerance). Nilai cut off
yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinieritas
adalah nilai tolerance < 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10.
45
Setiap peneliti harus menentukan tingkat kolinieritas yang masih
dapat ditolerir. Sebagai misal nilai tolerance = 0.10 sama dengan
tingkat kolonieritas 0.95. Walaupun multikolinieritas dapat dideteksi
dengan nilai tolerance dan VIF, tetapi kita masih tetap tidak
mengetahui variabel-variabel independent mana sajakah yang saling
berkolerasi.
c. Uji Heteroskedastisitas
Menurut Ghozali (2011) Uji Heteroskedastisitas bertujuan
menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance
dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance
dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut
Homokedastisitas dan jika berbeda disebut Heterokedastisitas. Model
regresi yang baik adalah yang Homokedastisitas atau tidak terjadi
Heterokedastisitas. Kebanyakan data crossection mengandung situasi
heterokedastisitas karena data ini menghimpun data yang mewakili
berbagai ukuran (kecil, sedang, besar).
Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya
heterokedastisitas adalah dengan cara melihat grafik Plot antara nilai
prediksi variabel terikat (dependent) yaitu ZPRED dengan residualnya
SRESID. Deteksi ada tidaknya heterokedastisitas dapat dilakukan
dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara
SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi,
dan sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya) yang telah
46
di-studentized. Dengan analisis jika ada pola tertentu, seperti titik-titik
yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar
kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi
heterokedastisitas dan jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik
menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak
terjadi heterokedastisitas.
d. Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi dimaksudkan untuk mengetahui apakah
terjadi korelasi antara residual (anggota) pada serangkaian observasi
tertentu dalam suatu periode tertentu. Dalam model regresi linear
berganda juga harus bebas dari autokorelasi. Ada berbagai metode yang
digunakan untuk menguji ada tidaknya gejala autokorelasi. Dalam
penelitian ini digunakan metode uji Durbin Watson. Menurut Durbin
Watson, besarnya koefisien Durbin Witson adalah antara 0-4. Kalau
koefisien Durbin Witson sekitar 2, maka dapat dikatakan tidak ada
korelasi, kalau besarnya mendekati 0, maka terdapat autokorelasi positif
dan jika besarnya mendekati 4, maka terdapat autokorelasi negatif.
Pengujian autokorelasi dilakukan dengan metode Durbin Witson. (DW-
test). Hipotesis yang akan diuji adalah:
H0 : Tidak ada autokorelasi (r = 0)
Ha : Ada autokorelasi (r ≠ 0)
47
Tabel 3.1.
Pengambilan keputusan ada dan tidaknya autokorelasi
Hipotesis Nol Keputusan Jika
Tidak ada autokorelasi positif Tolak 0 < d < dl
Tidak ada autokorelasi positif No decision dl ≤ d ≤ du
Tidak ada korelasi negatif Tolak 4 – dl < d < 4
Tidak ada korelasi negatif No decision 4 – du ≤ d ≤ 4 - dl
Tidak ada autokorelasi positif atau
negatif
Tidak ditolak Du < d ≤ 4 - du
Sumber: Ghozali (2011)
2. Analisis Regresi Linear Berganda
Analisis regresi berganda adalah alat untuk meramalkan nilai
pengaruh dua variabel bebas atau lebih terhadap satu variabel terikat, yang
bertujuan untuk membuktikan ada tidaknya hubungan fungsional atau
hubungan kausal antara dua atau lebih variabel bebas (Nugroho, 2005).
Rumus regresi linier berganda:
Dimana:
Y = Tax Avoidance
a = Harga Y bila X = 0 (harga konstan)
b 1 = Koefisien regresi kepemilikan institusional
X1 = Kepemilikan institusional
b2 = Koefisien regresi dewan komisaris independen
X2 = Dewan komisaris independen
b3 = Koefisien regresi kepemilikan manajerial
X3 = Kepemilikan manajerial
b4 = Koefisien regresi komite audit
X4 = Komite audit
e = Standar eror
a. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengetahui seberapa
besar kemampuan variabel independent menjelaskan variabel
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e
48
dependent. Kelemahan mendasar dalam penggunaan koefisien
determinasi adalah bisa terhadap jumlah variabel independent yang
dimasukkan ke dalam model (Ghozali, 2011). Setiap tambahan satu
variabel independent, maka R2
pasti meningkat tidak peduli apakah
variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependent. Oleh karena itu, banyak peneliti yang menganjurkan untuk
menggunakan nilai Adjusted R2 pada saat mengevaluasi mana model
regresi yang terbaik. Tidak seperti nilai R2, nilai Adjusted R
2 dapat naik
atau turun apabila satu variabel independent ditambahkan ke dalam
model. Dalam kenyataan nilai adjusted R2
dapat bernilai negatif,
walaupun yang dikehendaki harus bernilai positif. Menurut Gujarati
dalam (Ghozali, 2011), jika dalam uji empiris didapat nilai adjusted R2
negatif, maka nilainya dianggap nol.
b. Uji t (Uji Parsial)
Uji statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
penjelas atau independen secara individual dalam menerangkan variasi
variabel dependen dan digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
pengaruh masing-masing variabel independen secara individual
terhadap variabel dependen yang diuji pada tingkat signifikansi 0,05.
Menurut Santoso (2009), dasar pengambilan keputusan adalah
sebagai berikut:
1) Jika nilai probabilitas lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima atau
Ha ditolak, ini berarti menyatakan bahwa variabel independen atau
49
bebas tidak mempunyai pengaruh secara individual terhadap variabel
dependen atau terikat.
2) Jika nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak atau Ha
diterima, ini berarti menyatakan bahwa variabel independen atau
bebas mempunyai pengaruh secara individual terhadap variabel
dependen atau terikat.
c. Uji F (Uji Simultan)
Uji statistik F menunjukkan apakah semua variabel independen
atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara
bersama-sama terhadap variabel dependen atau terikat. Uji statistik F
digunakan untuk mengetahui pengaruh semua variabel independen yang
dimasukkan dalam model regresi secara bersama-sama terhadap
variabel dependen yang diuji pada tingkat signifikan 0,05.
Menurut Santoso (2009), dasar pengambilan keputusan adalah
sebagai berikut:
1) Jika nilai probabilitas lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima atau
Ha ditolak, ini berarti menyatakan bahwa semua variabel independen
atau bebas tidak mempunyai pengaruh secara bersama-sama
terhadap variabel dependen atau terikat.
2) Jika nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak atau Ha
diterima, ini berarti menyatakan bahwa semua variabel independen
atau bebas mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap
variabel dependen atau terikat.
50
E. Operasionalisasi Variabel
Variabel operasional adalah sebuah konsep yang mempunyai variasi
nilai yang diterapkan dalam suatu penelitian. Adapun cara pengukuran dari
variabel ini adalah dengan menggunakan skala pengukuran Rasio. Berikut ini
adalah variabel-variabel yang akan diteliti, yaitu:
1. Tax Avoidance (Y)
Penghindaran pajak merupakan usaha untuk mengurangi, atau
bahkan meniadakan hutang pajak yang harus dibayar perusahaan dengan
tidak melanggar undang-undang yang ada. Menurut Dyreng et. al. (2010)
variabel ini dihitung melalui CASH ETR (cash effective tax rate)
perusahaan yaitu kas yang dikeluarkan untuk biaya pajak dibagi dengan
laba sebelum pajak. Adapun rumus untuk menghitung CASH ETR adalah
sebagai berikut:
CASH ETR = Pembayaran Pajak
Laba Sebelum Pajak
2. Kepemilikan Institusional (X1)
Kepemilikan institusional (INST) adalah kepemilikan saham
perusahaan oleh institusi. Kepemilikan institusional yang tinggi akan
menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak institusional
sehingga dapat menghalangi perilaku oportunistik dari para manajer
perusahaan. Kepemilikan institusional diukur dengan proporsi saham yang
dimiliki institusional pada akhir tahun dibandingkan dengan jumlah saham
yang beredar di perusahaan tersebut (Moh’d et al. 1998).
51
INST = Jumlah kepemilikan saham oleh Institusional
Seluruh modal saham perusahaan
3. Dewan Komisaris Independen (X2)
Komposisi dewan komisaris independen (KDKI) yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah proporsi Komisaris Independen dalam suatu
Dewan Komisaris perusahaan. Independensi Dewan Komisaris diukur
dengan (Bakhri, 2008).
KDKI = Jumlah anggota komisaris independen
Total anggota dewan komisaris
4. Kepemilikan Manajerial (X3)
Kepemilikan manajerial (Manajerial ownership) adalah kepemilikan
saham perusahaan oleh pihak manajemen (Budiono, 2005). Kepemilikan
manajerial diukur dari jumlah persentase saham yang dimiliki oleh
manajer dan dewan komisaris perusahaan (Erni, 2005).
KPMJ = Jumlah kepemilikan saham oleh Manajemen
Modal saham perusahaan
5. Komite Audit (X4)
Penelitian ini mengukur latar belakang keahlian akuntansi atau
keuangan komite audit sebagai proporsi anggota komite audit yang
memiliki pengalaman sebagai akuntan, auditor, direktur keuangan atau
chief financial officer, atau kepala akuntansi atau chief accounting officer
(Krishnan dan Visvanathan, 2007; Robinson et. al., 2012; dan Abernathy
et. al., 2013) atau memiliki latar belakang pendidikan akuntansi (Putri,
52
2011). Penelitian ini menyesuaikan dengan peraturan dari otoritas di
Indonesia, yaitu BAPEPAM-LK yang mengatur bahwa minimal 1 orang
dalam komite audit memiliki latar belakang akuntansi atau keuangan. Data
diperoleh dari profil komite audit dalam laporan keuangan. Kehadiran
komite audit diharapkan dapat memberikan pandangan mengenai masalah-
masalah yang berhubungan dengan kebijakan keuangan, akuntansi dan
pengendalian intern.
Dalam penelitian ini digunakan jumlah komite audit dalam suatu
perusahaan sebagai alat ukur (Mayangsari, 2003).
Koma= ∑ Komite Audit
53
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
Populasi yang digunakan dalam penlitian ini adalah perusahaan
perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2009-
2013. Sampel dalam penelitian ini menggunakan metode Purposive Sampling.
Berdasarkan kriteria sampel yang digunakan diperoleh sampel penelitian
sebanyak 20 perusahaan dengan total data 100 laporan keuangan perusahaan.
Data dipeoleh melaui website www.idx.co.id dan website perusahaan. Analisis
dan pembahasan yang tersaji dalam bab ini untuk menguji pengaruh Corporate
Governance terhadap Tax Avoidance.
Berikut ini adalah perincian perolehan sampel kriteria-kriteria yang
telah ditetapkan dan ditampilkan dalam tabel.
Tabel 4.1.
Karakteristik Sampel
No. Kriteria Jumlah
1. Perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI
pada tahun 2009-2013
20
2. Perusahaan yang mengalami delisting selama
periode 2009-2013
(0)
3. Perusahaan yang tidak mempublikasikan
laporan keuangan selama tahun 2009-2013
(0)
4. Perusahaan yang tidak menerbitkan laporan
keuangan yang dinyatakan dalam rupiah dan
berakhir pada tanggal 31 desember selama
periode pengamatan tahun 2009-2013
(0)
5. Perusahaan yang tidak memiliki kelengkapan
data variabel-variabel yang digunakan.
(0)
Jumlah perusahaan yang digunakan 20
Total keseluruhan sampel selama 5 tahun
(20x5)
100
Sumber: data sekunder yang diperoleh
54
Jumlah perusahaan perbankan yang terdaftar dalam Bursa Efek
Indonesia (BEI) selama periode 2009-2013 berjumlah 20 perusahaan
perbankan tersebut tidak ada perusahaan yang menglami delisting, tidak ada
perusahaan yang tidak mempublikasikan laporan keunagan selama 2009-2013,
dan tidak ada perusahaan yang tidak menerbitkan laporan keuangan selain mata
uang rupiah dan tidak terdaftar perusahaan yang tidak memiliki kelengkapan
data terkait variabel yang digunakan. Sehingga perusahaan perbankan yang
dijadikan sampel perusahaan yang digunakan sebanyak 20 perusahaan.
Sedangkan total data yang dijadikan sampel penelitian ini adalah sebanyak 100
sampel. Adapun perusahaan yang dijadikan sampel dalam penilitian ini adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.2
Daftar Nama Perusahaan
No. PERUSAHAAN KODE
1 Bank Artha Graha International Tbk. INPC
2 Bank Cina Asia Tbk. BBCA
3 Bank Negara Indonesia Tbk. BBNI
4 Bank Rakyat Indonesia Tbk. BBRI
5 Bank Cimb Niaga Tbk. BNGA
6 Bank Danamon Indonesia Tbk. BDMN
7 Bank International Indonesia Tbk. BNII
8 Bank Mandiri Tbk. BMRI
9 Bank Permata Tbk. BNLI
10 Bank Mega Tbk. MEGA
11 Bank Nusantara Parahyangan Tbk. BBNP
12 Bank Mayapada International Tbk. MAYA
13 Bank Pan Indonesia Tbk. PNBN
14 Bank Bukopin Tbk. BBKP
15 Bank Tabungan Negara Tbk. BBTN
16 Bank Tabungan Pensiunan National Tbk. BTPN
17 Bank Windu Kentjana International Tbk. MCOR
18 Bank Himpuna Saudara Tbk. SDRA
19 Bank Sinarmas Tbk. BSIM
20 Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk. AGRO
Sumber: data diolah
55
B. Hasil Dan Pembahasan
1. Deskriptif Perhitungan Data Mentah
Tabel deskriptif menunjukkan semua variabel yang digunakan dalam
model analisis Regresi Berganda, yaitu variabel Y(penghindaran pajak) dan
(kepemilikan institusional, dewan komisaris independen, kepemilikan
manajerial, dan komite audit) sebagai variabel bebas. Perhitungan dilakukan
dengan menggunakan software excel sesuai perhitungan berdasarkan rumus,
adapun penjelasan lengkap masing-masing variabel adalah sebagai berikut:
a. Kepemilikan Institusional
Berikut hasil perhitungan kepemilikan institusional periode
penelitian 2009-2013:
Tabel 4.3
Hasil Perhitungan Data Kepemilikan Institusional
No. Kode Emiten 2009 2010 2011 2012 2013
1 BBNI 77% 77% 77% 72% 72%
2 MAYA 58% 85% 82% 82% 80%
3 BMRI 80% 90% 90% 88% 88%
4 MEGA 85% 94% 94% 89% 90%
5 BBRI 76% 76% 76% 77% 78%
6 PNBN 98% 98% 98% 89% 87%
7 BBTN 46% 46% 46% 54% 55%
8 BNII 80% 80% 80% 78% 78%
9 AGRO 61% 54% 53% 55% 56%
10 BBNP 51% 51% 51% 55% 56%
11 INPC 58% 58% 58% 65% 62%
12 BNLI 86% 86% 86% 77% 75%
13 BBCA 76% 76% 76% 74% 74%
14 BSIM 85% 85% 85% 77% 75%
Bersambung pada halaman selanjutnya
56
Tabel 4.3 (Lanjutan)
No. Kode Emiten 2009 2010 2011 2012 2013
15 BNGA 82% 76% 76% 81% 81%
16 BTPN 77% 65% 70% 71% 71%
17 BDMN 64% 80% 80% 78% 78%
18 MCOR 87% 90% 90% 88% 88%
19 SDRA 89% 70% 75% 75% 75%
20 BBKP 73% 67% 67% 72% 77%
Sumber: Data Diolah
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa pada tahun 2009 sampai
2013 kepemilikan institusional terendah dimiliki oleh Bank Tabungan
Negara yaitu sebesar 46%, 46%, 46%, 54%, 55%, dan kepemilikan
institusional tertinggi dimiliki oleh Bank PAN Indonesia yaitu sebesar
98%, 98%, 98%, 89% pada tahun 2009 sampai 2012, sedangkan pada
tahun 212 sampai 2013 Bank Mega juga memiliki kepemilikan
institusional tertinggi pula yaitu sebesar 89%, dan 90%.
b. Dewan Komisaris Independen
Berikut hasil perhitungan dewan komisaris independen periode
penelitian 2009-2013:
Tabel 4.4
Hasil Perhitungan Data Dewan Komisaris Independen
No. Kode Emiten 2009 2010 2011 2012 2013
1 BBNI 33% 33% 33% 34% 34%
2 MAYA 20% 67% 40% 43% 45%
3 BMRI 33% 33% 33% 40% 44%
4 MEGA 33% 33% 33% 33% 43%
5 BBRI 75% 75% 25% 40% 30%
6 PNBN 67% 60% 20% 47% 40%
7 BBTN 33% 33% 33% 53% 33%
57
Tabel 4.4 (Lanjutan)
No. Kode Emiten 2009 2010 2011 2012 2013
8 BNII 33% 33% 33% 55% 40%
9 AGRO 67% 33% 33% 56% 47%
10 BBNP 40% 33% 33% 53% 53%
11 INPC 33% 33% 33% 43% 75%
12 BNLI 40% 40% 40% 54% 67%
13 BBCA 43% 33% 33% 44% 33%
14 BSIM 25% 20% 20% 44% 33%
15 BNGA 20% 33% 33% 42% 67%
16 BTPN 33% 33% 33% 43% 33%
17 BDMN 33% 43% 44% 45% 75%
18 MCOR 54% 43% 60% 65% 60%
19 SDRA 66% 32% 45% 55% 33%
20 BBKP 70% 65% 55% 53% 33%
Sumber: Data Diolah
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa pada tahun 2009 dewan
komisaris independen terendah dimiliki oleh Bank Mayapada dan juga
Bank CIMB Niaga yaitu masing-masing sebesar 20%, dan yang paling
tinggi dimiliki oleh Bank Rakyat Indonesia. Tahun 2010 kepemilikan
dewan komisaris independen terendah dimiliki oleh Bank Sinarmas
sebesar 20%, dan paling tinggi dimiliki oleh Bank Rakyat Indonesia
sebesar 75%. Tahun 2011 Bank PAN Indonesia dan Bank Sinarmas
memiliki jumlah persentase dewan komisaris independen terendah yaitu
masing-masing sebesar 20%, dan yang memiliki jumlah persentase
dewan komisaris independen tertinggi yaitu Bank Windu Kentjana
sebesar 60%. Tahun 2012 Bank Mega memiliki jumlah persentase dewan
komisaris independen terendah yaitu sebesar 33%, dan Bank Windu
Kentjana memiliki persentase tertinggi yaitu sebesar 65%. Tahun 2013
58
Bank Rakyat Indonesia memiliki persentase terendah sebesar 30%,
sedangkan persentase tertinggi dimiliki oleh Bank Artha Graha
Internasional dan Bank Danamon masing-masing sebesar 75%.
c. Kepemilikan Manajerial
Berikut hasil perhitungan kepemilikan manajerial periode
penelitian 2009-2013:
Tabel 4.5
Hasil Perhitungan Data Kepemilikan Manajerial
No. Kode Emiten 2009 2010 2011 2012 2013
1 BBNI 23% 23% 23% 20% 20%
2 MAYA 42% 15% 18% 24% 24%
3 BMRI 20% 10% 10% 19% 19%
4 MEGA 15% 6% 6% 10% 10%
5 BBRI 24% 24% 24% 20% 20%
6 PNBN 2% 2% 2% 5% 10%
7 BBTN 54% 54% 54% 40% 40%
8 BNII 20% 20% 20% 15% 15%
9 AGRO 39% 46% 47% 40% 40%
10 BBNP 49% 49% 49% 35% 35%
11 INPC 42% 42% 42% 37% 37%
12 BNLI 14% 14% 14% 20% 20%
13 BBCA 24% 24% 24% 20% 20%
14 BSIM 15% 15% 15% 17% 17%
15 BNGA 12% 12% 12% 15% 15%
16 BTPN 30% 30% 30% 32% 33%
17 BDMN 22% 30% 30% 33% 35%
18 MCOR 14% 15% 15% 16% 20%
19 SDRA 35% 35% 35% 34% 30%
20 BBKP 25% 25% 25% 30% 30%
Sumber: Data Diolah
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa pada tahun 2009 sampai
tahun 2013 kepemilikan manajerial terendah dimiliki oleh Bank PAN
Indonesia yaitu sebesar 2%, 2%, 2%, 5% dan 10%, kemudian ditahun
59
2013 Bank Mega juga memiliki kepemilikan manajerial terendah yaitu
sebesar 10%. Dan kepemilikan manajerial tertinggi pada tahun 2009
sampai 2013 dimiliki oleh Bank Tabungan Negara yaitu sebesar 54%,
54%, 54%, 40%, dan 40%.
d. Komite Audit
Berikut hasil perhitungan komite audit periode penelitian 2009-
2013:
Tabel 4.6
Hasil Perhitungan Data Komite Audit
No. Kode Emiten 2009 2010 2011 2012 2013
1 BBNI 0,5 0,67 0,67 0,5 0,67
2 MAYA 0,67 0,67 0,67 0,67 0,67
3 BMRI 0,5 0,67 0,67 0,5 0,67
4 MEGA 0,67 0,67 0,67 0,67 0,67
5 BBRI 0,67 0,67 0,67 0,67 0,67
6 PNBN 0,67 0,67 0,67 0,67 0,67
7 BBTN 0,67 0,67 0,67 0,33 0,67
8 BNII 0,67 0,67 0,67 0,67 0,4
9 AGRO 0,33 0,67 0,67 0,67 0,67
10 BBNP 0,67 0,4 0,4 0,67 0,67
11 INPC 0,67 0,67 0,67 0,67 0,67
12 BNLI 0,67 0,67 0,67 0,5 0,5
13 BBCA 0,33 0,33 0,33 0,67 0,67
14 BSIM 0,67 0,67 0,67 0,67 0,67
15 BNGA 0,67 0,67 0,67 0,67 0,67
16 BTPN 0,67 0,67 0,5 0,67 0,67
17 BDMN 0,67 0,67 0,67 0,5 0,67
18 MCOR 0,67 0,67 0,67 0,67 0,67
19 SDRA 0,67 0,67 0,67 0,67 0,67
20 BBKP 0,67 0,67 0,67 0,67 0,67 Sumber: Data Diolah
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa pada tahun 2009 sampai
tahun 2011 komite audit terendah dimiliki oleh Bank Central Asia yaitu
60
sebesar 0,33, dan ditahun 2009 Bank Rakyat Indonesia Agroniaga juga
memiliki komite audit terendah yaitu sebesar 0,33. Pada tahun 2012
Bank Tabungan Negara juga memiliki komite audit terendah yaitu
sebesar 0,33. Sedangkan ditahun 2013 Bank Interasional Indonesia juga
memiliki komite audit terendah yaitu sebesar 0,4. Dan hampir semua
Bank memiliki komite audit tertinggi dari mulai tahun 2009 sampai 2013
yaitu sebesar 0,67.
e. Tax Avoidance
Berikut hasil perhitungan tax avoidance periode penelitian 2009-
2013:
Tabel 4.7
Hasil Perhitungan Data Tax Avoidance
No. Kode 2009 2010 2011 2012 2013
1 BBNI 4,30% 3,19% 3,20% 3,45% 2,57%
2 MAYA 4,53% 3,26% 3,28% 3,31% 2,67%
3 BMRI 4,97% 3,07% 3,14% 3,21% 2,63%
4 MEGA 5,03% 3,14% 3,21% 3,08% 2,71%
5 BBRI 5,13% 3,36% 3,52% 3,46% 3,02%
6 PNBN 4,66% 3,01% 3,30% 3,21% 3,06%
7 BBTN 4,81% 3,01% 3,37% 3,33% 3,13%
8 BNII 4,80% 3,09% 3,39% 3,34% 3,08%
9 AGRO 4,36% 2,97% 3,18% 3,20% 3,72%
10 BBNP 4,49% 3,16% 3,21% 3,18% 3,67%
11 INPC 4,28% 3,71% 2,99% 3,01% 3,60%
12 BNLI 3,46% 2,80% 2,55% 2,81% 3,60%
13 BBCA 2,89% 2,90% 3,32% 3,76% 3,71%
14 BSIM 2,92% 2,77% 3,67% 4,23% 3,74%
15 BNGA 2,74% 3,05% 3,82% 3,67% 3,82%
16 BTPN 2,63% 2,95% 3,76% 3,59% 3,80%
17 BDMN 2,60% 2,87% 3,59% 3,58% 4,49%
61
Tabel 4.7 (Lanjutan)
No. Kode 2009 2010 2011 2012 2013
18 MCOR 2,68% 2,96% 3,80% 3,67% 4,28%
19 SDRA 2,64% 3,03% 3,56% 3,64% 3,46%
20 BBKP 2,64% 3,65% 3,56% 3,64% 4,23%
Sumber: Data Diolah
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa pada tahun 2009 tax
avoidance terendah dimiliki oleh Bank Danamon yaitu sebesar 2,60%,
dan tax avoidance tertinggi pada tahun 2009 dimiliki oleh Bank Rakyat
Indonesia yaitu sebesar 5,13%. Tahun 2010 tax avoidance terendah
dimiliki oleh Bank Sinarmas yaitu sebesar 2,77%, dan tax avoidance
tertinggi pada tahun 2010 dimiliki oleh Bank Bukopin yaitu sebesar
3,65%. Tahun 2011 tax avoidance terendah dimiliki oleh Bank Permata
yaitu sebesar 2,55%, dan tax avoidance tertinggi pada tahun 2011
dimiliki oleh Bank CIMB Niaga yaitu sebesar 3,82%. Tahun 2012 tax
avoidance terendah dimiliki oleh Bank Permata yaitu sebesar 2,81%, dan
tax avoidance tertinggi pada tahun 2012 dimiliki oleh Bank Sinarmas.
Tahun 2013 tax avoidance terendah dimiliki oleh Bank Negara Indonesia
yaitu sebesar 2,57%, dan tax avoidance tertinggi pada tahun 2013
dimiliki oleh Bank Danamon yaitu sebesar 4,49%.
2. Hasil Pengujian Asumsi Klasik
a. Hasil Pengujian Normalitas Data
Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal.
Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
62
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti
diketahui bahwa uji t dan uji f mengasumsikan bahwa nilai residual
mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik
menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil.
1) Hasil Uji Normanlitas Secara Grafik
Untuk mengetahui normal atau tidaknya suatu data dapat
dilihat berdasarkan gambar p-p plot, jika titik mendekati garis
diagonal maka dinyatakan normal (Ghozali, 2011:110), berikut ini
adalah hasil uji normalitas secara grafik.
Gambar 4.1
Uji Normalitas Data
Sumber: data diolah
Dari gambar grafik di atas dapat dilihat bahwa titik-titik
menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal
(mengikuti pada wilayah garis linear). Hal ini menunjukkan bahwa
data pada penelitian ini terdistribusi secara normal dan model regresi
tersebut layak dipakai untuk memprediksi variabel dependen yaitu tax
63
avoidance berdasarkan masukan variabel independen yaitu
kepemilikan institusional, dewan komisaris independen, kepemilikan
manajerial dan komite audit.
2) Hasil Uji Normalitas Secara Statistik
Uji normalitas secara grafik dapat menyesatkan kalau tidak
hati-hati secara visual kelihatan normal, padahal secara statistik bisa
sebaliknya. Oleh sebab itu dianjurkan disamping uji grafik dilengkapi
dengan uji statistik (Ghozali, 2011:149). Adapun hasil perhitungan uji
normalitas secara statistic yang dilihat berdasarkan uji kolmogorof-
smirnov adalah sebagai berikut:
Tabel 4.8.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Tax Avoidance
N 100
Normal Parametersa Mean 2.9800
Std. Deviation .71038
Most Extreme Differences Absolute .329
Positive .329
Negative -.291
Kolmogorov-Smirnov Z 3.288
Asymp. Sig. (2-tailed) .236
a. Test distribution is Normal.
Sumber: data diolah
Berdasarkan uji kolmogorov-smirnov dapat diketahui bahwa
seluruh variabel memiliki nilai Asymp. sig. > 0,05, ini mengartikan
bahwa semua data terdistribusi dengan normal.
b. Hasil Pengujian Multikolinieritas
Penelitian dilakukan pengujian terhadap data bahwa data harus
terbebas dari gejala multikolinearitas, gejala ini ditunjukan dengan
64
korelasi antar variabel independen. Pengujian dalam uji multikolinearitas
dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor) harus berada di
bawah 10 dan nilai tolerance di atas 0,1 hal ini akan dijelaskan sebagai
berikut:
Tabel 4.9
Hasil Pengujian Multikolinearitas Coefficients
a
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant)
Kepemilikan Institusional .188 5.331
Dewan Komisaris Independen .979 1.022
Kepemilikan Manajerial .190 5.268
Komite Audit .971 1.029
a. Dependent Variable: Tax Avoidance
Sumber: data diolah
Tabel di atas menjelaskan bahwa data yang ada tidak terjadi
gejala multikolinearitas antara masing-masing variabel independen yaitu
dengan melihat nilai VIF. Nilai VIF yang diperbolehkan hanya mencapai
10 maka data di atas dapat dipastikan tidak terjadi gejala
multikolinearitas. Karena data di atas menunjukan bahwa nilai VIF lebih
besar dari 10 dan nilai tolerance di atas 0,1 keadaan seperti itu
membuktikan tidak terjadinya multikolinearitas.
c. Hasil Pengujian Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas varian variabel dependen (Tax Avoidance)
dalam model tidak layak terhadap variabel independen. Konsekuensi
adanya heteroskedastisitas dalam model regresi adalah estimator yang
diperoleh tidak efisien, baik pada sampel kecil maupun besar. Diagnosis
65
adanya heteroskedastisitas dalam uji regresi dapat diidentifikasi dari pola
scatter plot diagram.
Gambar 4.2
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Sumber: data diolah
Pada gambar di atas terlihat bahwa titik-titik menyebar di atas dan
di bawah angka nol pada sumbu Y dan tidak terlihat pola tertentu.
Dengan demikian pada persamaan regresi linier berganda dalam model
ini tidak ada gejala atau tidak terjadi heteroskedastisitas.
d. Hasil Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dilakukan untuk menguji apakah dalam model
regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t
dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (Sebelumnya). Untuk
mengetahui apakah model regresi terdeteksi ada atau tidaknya
autokorelasi maka salah satu caranya dengan melakukan uji Durbin-
66
Witson (DW test). Berikut adalah tabel untuk pengambilan keputusan
ada atau tidaknya autokorelasi.
Tabel 4.9.
Pengambilan keputusan ada dan tidaknya autokorelasi
Hipotesis Nol Keputusan Jika
Tidak ada autokorelasi positif Tolak 0 < d < dl
Tidak ada autokorelasi positif No decision dl ≤ d ≤ du
Tidak ada korelasi negatif Tolak 4 – dl < d < 4
Tidak ada korelasi negatif No decision 4 – du ≤ d ≤ 4 - dl
Tidak ada autokorelasi positif atau
negatif
Tidak ditolak Du < d ≤ 4 - du
Sumber: Ghozali (2011)
Adapun hasil pengujian autokorelasi dengan menggunakan uji
Durbin-Witson (DW test) yaitu sebagai berikut:
Tabel 4.10
Hasil Uji Autokorelasi menggunakan uji Durbin-Witson (DW test)
Model Summary
b
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate
Durbin-Watson
1 .609a .535 .371 6.06994 1.402
a. Predictors: (Constant), Komite Audit, Dewan Komisaris Independen, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional
b. Dependent Variable: Tax Avoidance
Sumber: data diolah
Nilai DW sebesar 1,402 akan dibandingkan dengan nilai tabel
pada signifikansi 5%, jumlah sampel (N) 100 dan jumlah variabel
independen 4 (k=4). Tabel 4.10 menunjukkan uji autokorelasi dengan
menggunakan uji Durbin-Witson (DW test) yaitu nilai DW sebesar 1,402
lebih besar pada batas atas (du) 1,171526 dan kurang dari 4 – 1,171526 =
2,828475 (4 – du), sesuai dengan tabel 4.9 mengenai keputusan uji
Durbin Witson (DW test) du < d < 4 – du. Oleh karena nilai DW 1,402
67
lebih kecil dari batas atas (du) 1,171526 dan kurang dari 4 – 1,171526 (4
– du), (1,171526 < 1,402 < 2,828475) sehingga dengan nilai DW yang
diperoleh dan setelah dibandingkan dengan nilai du maka dalam model
regresi ini bahwa tidak ada autokorelasi positif atau negatif atau dapat
disimpulkan bahwa dalam model regresi ini tidak terdapat autokorelasi.
3. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
a. Hasil Persamaan Regresi Linier Berganda
Adapun hasil regresi linier berganda berdasarkan pengolahan data
menggunakan SPSS untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
corporate governance (kepemilikan institusional, dewan komisaris
independen, kepemilikan manajerial, dan komite audit terhadaptax
avoidanceadalah sebagai berikut:
Tabel 4.11
Hasil Uji Persamaan Regresi Linier Berganda Coefficients
a
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 3.809 1.318 .614 .541
Kepemilikan Institusional .590 1.291 .284 1.231 .221
Dewan Komisaris Independen .669 .519 .130 1.288 .201
Kepemilikan Manajerial .117 1.307 .371 1.619 .109
Komite Audit .272 .765 .036 5.356 .023
a. Dependent Variable: Tax Avoidance
Sumber: data diolah
Dari tabel di atas dapat dirumuskan suatu persamaan regresi untuk
mengetahui pengaruh kepemilikan institusional, dewan komisaris
independen, kepemilikan manajerial, dan komite auditterhadaptax
avoidancesebagai berikut:
68
Koefisien-koefisien persamaan regresi linier berganda di atas dapat
diartikan koefisien regresi untuk konstan sebesar 3,809 menunjukkan
bahwa jika variabel kepemilikan institusional, dewan komisaris
independen, kepemilikan manajerial, dan komite audit bernilai nol atau
tidak naik ataupun turun atau bernilai konstan (tetap) maka nilai tax
avoidance adalah 3,809satuan.
Variabelkepemilikan institusional sebesar 0,590 menunjukkan
bahwa jika variabel kepemilikan institusionalmeningkat 1 satuan maka
akan meningkatkan tax avoidancesebesar 0,590satuan, dengan catatan
variabel lain dianggap konstan.
Variabel dewan komisaris independen sebesar 0,669 menunjukkan
bahwa jika variabel dewan komisaris independen meningkat 1 satuan
maka akan meningkatkan tax avoidance sebesar 0,669 satuan, dengan
catatan variabel lain dianggap konstan.
Variabel kepemilikan manajerial sebesar 0,117 menunjukkan bahwa
jika variabel kepemilikan manajerial meningkat 1 satuan maka akan
meningkatkan tax avoidance sebesar 0,117 satuan, dengan catatan
variabel lain dianggap konstan.
Variabel komite audit sebesar 0,272 menunjukkan bahwa jika
variabel komite audit meningkat 1 satuan maka akan meningkatkan tax
Y = 3,809 + 0,590 X1 + 0,669 X2 + 0,117 X3 + 0,272 X4
69
avoidance sebesar 0,272 satuan, dengan catatan variabel lain dianggap
konstan.
b. Koefisien Determinasi (Adjusted R2)
Penggunaan koefisien determinasi yang telah disesuaikan
(AdjusredR²) lebih baik dalam melihat seberapa baik model
dibandingkan koefisien determinasi. Koefisien determinasi disesuaikan
merupakan hasil penyesuaian koefisien determinasi terhadap tingkat
kebebasan dari persamaan prediksi. Berikut ini merupakan hasil uji
determinasi:
Tabel 4.12
Hasil Pengujian Adjusted R Square Model Summary
b
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate
1 .609a .535 .371 .70643
a. Predictors: (Constant), Komite Audit, Dewan Komisaris Independen, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional
b. Dependent Variable: Tax Avoidance
Sumber: data diolah
Berdasarkan pengujian serentak (Adjusted R2) dapat diketahui
besarnya koefisien determinasi (Adjusted R2
). Dari koefisien determinasi
(Adjusted R2
) dapat diketahui derajat ketepatan dari analisis regresi linier
berganda menunjukkan besarnya variasi sumbangan empat variabel
bebas terhadap variabel terikatnya. Besarnya nilai pengaruh variabel
bebas ditunjukkan oleh nilai (Adjusted R2
) = 0,371 yaitu persentase
pengaruh variabel kepemilikan institusional, dewan komisaris
independen, kepemilikan manajerial, dan komite audit mempengaruhi tax
70
avoidance sebesar 37,1%, sisanya sebesar 62,9% dipengaruhi variabel
lain di luar penelitian ini, seperti ukuran perusahaan, leverage, kualitas
audit, return on asset, kompensasi rugi fiskal, jumlah dewan komisaris,
dan lain-lain.
4. Hasil Pengujian Hipotesis
a. Hasil Uji Signifikansi Parsial (Uji t)
Uji t bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen
yang terdiri dari kepemilikan institusional, dewan komisaris independen,
kepemilikan manajerial, dan komite audit berpengaruh secara parsial
terhadap tax avoidance.
Tabel 4.13
Hasil Pengujian Uji t Coefficients
a
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 3.809 1.318 .614 .541
Kepemilikan Institusional .590 1.291 .284 1.231 .221
Dewan Komisaris Independen .669 .519 .130 1.288 .201
Kepemilikan Manajerial .117 1.307 .371 1.619 .109
Komite Audit .272 .765 .036 5.356 .023
a. Dependent Variable: Tax Avoidance
Sumber: data diolah
Berdasarkan pada tabel coefficients diatas untuk mengetahui
besarnya pengaruh masing-masing variabel independen secara
parsial (individual) terhadap variabel dependen adalah sebagai
berikut:
71
1) Menguji Signifikansi Variabel Kepemilikan Institusional (X1)
Terlihat bahwa thitung koefisien kepemilikan institusional
adalah 1,231, Sedang ttabel bisa dihitung pada tabel t-test, dengan
α=0,05, karena digunakan hipotesis dua arah, ketika mencari
ttabel, nilai α dibagi 2 menjadi 0,025 dan df=98 (didapat dari
rumus n-2, dimana n adalah jumlah data, 100-2=98). Didapat
ttabel adalah 1,98.
Variabel kepemilikan institusional memiliki nilai p-value
0,221 > 0,05 artinya tidak signifikan, sedangkan thitung < ttabel,
(1,231 < 1,98), maka Ha ditolak dan Ho diterima, sehingga dapat
disimpulkan bahwa koefisien kepemilikan institusional secara
parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah
dilakukan oleh Annisa dan Kurniasih (2012), menyatakan
bahwa Tax avoidance dapat mengurangi transparansi
perusahaan dan menyebabkan information asymmetry dan
menciptakan moral hazard. Untuk itulah perlunya diterapkan
coorporate governance di perusahaan. Salah satu bentuk
coorporate governance adalah kepemilikan institusional.
Dengan adnaya kepemilikan institusional maka terdapat kontrol
yang lebih baik. Kepemilikan institusional berperan penting
dalam mengawasi kinerja manajemen yang lebih optimal.
72
Dengan tingginya tingkat kepemilikan institusional, maka
semakin besar tingkat pengawasan kepada manajerial, sehingga
dapat mengurangi konflik kepentingan antara manajemen dan
debt holders. Investor institusional dapat mengurangi biaya
hutang dengan mengurangi masalah keagenan, sehingga
mengurangi peluang terjadi penghindaran pajak.
Tujuan dari tax avoidance adalah untuk meningkatkan
laba perusahaan, sehingga meningkatkan kinerja perusahaan.
Salah satu indikator dari meningkatnya kinerja perusahaan
adalah dengan meningkatnya laba. Kepemilikan institusional
menginginkan terjadi peningkatan kinerja perusahaan, sehingga
kepemilikan institusional dapat memperkuat hubungan negatif
antara tax avoidance.
2) Menguji Signifikansi Dewan Komisaris Independen(X2)
Terlihat bahwa thitung koefisien dewan komisaris
independen adalah 1,288, Sedang ttabel bisa dihitung pada tabel t-
test, dengan α=0,05, karena digunakan hipotesis dua arah, ketika
mencari ttabel, nilai α dibagi 2 menjadi 0,025 dan df=98 (didapat
dari rumus n-2, dimana n adalah jumlah data, 100-2=98).
Didapat ttabel adalah1,98.
Variabel dewan komisaris independen memiliki nilai p-
value 0,201 > 0,05 artinya tidak signifikan, sedangkan thitung<
ttabel, (1,288 < 1,98), maka Ha ditolak dan Ho diterima, sehingga
73
dapat disimpulkan bahwa koefisien dewan komisaris
independen secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap
tax avoidance.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah
dilakukan oleh Fadhilah (2014), menyatakan bahwa terdapat
beberapa hal yang diduga menjadi alasan mengapa besarnya
proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh
signifikan terhadap tax avoidance. Pertama, tidak semua
anggota dewan komisaris independen dapat menunjukkan
independensinya sehingga fungsi pengawasan tidak berjalan
dengan baik dan berdampak pada kurangnya pengawasan
terhadap manajemen dalam melakukan tax avoidance.
Kedua, kemampuan komisaris independen dalam rangka
memantau proses keterbukaan dan penyediaan informasi akan
terbatas apabila pihak-pihak terafiliasi yang ada di perusahaan
lebih mendominasi dan dapat mengendalikan dewan komisaris
independen kurang tanggap dalam memperhatikan ada atau
tidaknya tindakan tax avoidance atau pajak agresif dalam
perusahaan sehingga melalaikan kewajibannya kepada negara
terutama pajak.
3) Menguji Signifikansi Variabel Kepemilikan Manajerial (X3)
Terlihat bahwa thitung koefisien kepemilikan manajerial
adalah 1,619, Sedang ttabel bisa dihitung pada tabel t-test, dengan
74
α=0,05, karena digunakan hipotesis dua arah, ketika mencari
ttabel, nilai α dibagi 2 menjadi 0,025 dan df=98 (didapat dari
rumus n-2, dimana n adalah jumlah data, 100-2=98). Didapat
ttabel adalah1,98.
Variabel kepemilikan manajerial memiliki nilai p-value
0,109 > 0,05 artinya tidak signifikan, sedangkan thitung < ttabel,
(1,619 < 1,98), maka Ha ditolak dan Ho diterima, sehingga dapat
disimpulkan bahwa koefisien kepemilikan manajerial secara
parsial berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah
dilakukan oleh Timothy (2010), Pemegang saham terbesar
merepresentasikan kelompok yang memegang kekuatan dalam
voting di dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dan
memiliki perusahaan, namun tidak mengelola perusahaan.
Semakin tinggi persentase pemegang saham terbesar
menunjukkan bahwa pemegang saham memiliki pengaruh yang
lebih besar untuk menentukan kebijakan perusahaan dan dapat
memastikan kebijakan tersebut dapat menguntungkan mereka.
Semakin besar proporsi kepemilikan oleh manajerial,
dikatakan bahwa konsentrasi kepemilikan perusahaan tersebut
kuat. Konsentrasi kepemilikan yang kuat menandakan semakin
baiknya tata kelola perusahaan, sebab semakin besarnya
kekuatan pemilik untuk mengontrol manajer dalam pembuatan
75
keputusan. Pemegang saham terbesar dapat digunakan secara
optimal sebagai salah satu mekanisme pengonrol masalah
agensi, dan meningkatkan kinerja perusahaan (Timothy, 2010).
Semakin besar proporsi kepemilikan oleh manajerial,
dikatakan bahwa konsentrasi kepemilikan perusahaan tersebut
lemah, dan tata kelola lebih baik. Karena dengan banyak
insentif, mereka menjadi memperhatikan kebijakan strategis
perusahaan dan termotivasi mengontrol pekerjaannya.
Perusahaan dengan struktur kepemilikan yang tidak terlalu
tersebar tidak memiliki masalah dalam profitabilitasnya.
Motivasi para manajerial dalam mendapatkan laba yang sebesar-
besarnya, menjadikan strategi pajak yang diambil agresif. Maka
dengan semakin besar kepemilikan manajerial dalam
perusahaan, penghindaran pajak perusahaan akan semakin
rendah (Timothy, 2010). Hal ini tidak lain karena manajer yang
juga memiliki kepemilikan saham cenderung
mempertimbangkan kelangsungan usahanya sehingga tidak akan
menghendaki usahanya diperiksa terkait permasalahan
perpajakan sehingga tidak akan agresif dalam kebijakan
perpajakannya (Hartadinata, 2013).
4) Menguji Signifikansi Variabel Komite Audit (X4)
Terlihat bahwa thitung koefisien komite audit adalah 5,356,
Sedang ttabel bisa dihitung pada tabel t-test, dengan α=0,05,
76
karena digunakan hipotesis dua arah, ketika mencari ttabel, nilai α
dibagi 2 menjadi 0,025 dan df=98 (didapat dari rumus n-2,
dimana n adalah jumlah data, 100-2=98). Didapat ttabel
adalah1,98.
Variabel komite audit memiliki nilai p-value 0,023<0,05
artinya signifikan, sedangkan thitung > ttabel, (5,356 > 1,98), maka
Ha diterima dan Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa
koefisien komite auditsecara parsial berpengaruh signifikan
terhadap tax avoidance.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah
dilakukan oleh Fadhilah (2014), hasil olah data statistik
menunjukkan bahwa komite audit berpengaruh positif terhadap
tax avoidance perusahaan. Beberapa alasan komite audit
perusahaan berpengaruh positif terhadap tax avoidance yaitu:
pertama, jika semakin sedikit komite audit yang dimiliki oleh
perusahaan maka pengendalian kebijakan keuangan yang
dilakukan oleh komite audit sangat minim sehingga akan
meningkatkan tindakan manajemen dalam melakukan pajak
agresif, begitu juga apabila semakin banyak jumlah komite audit
dalam perusahaan maka pengendalian kebijakan keuanganpun
akan sangat ketat sehingga akan mengurangi tindakan
manajemen dalam tax avoidance. Kedua, kredibilitas
perusahaan yang memiliki komite audit yang sedikit atau kurang
77
dari yang ditetapkan BEI akan mempengaruhi integritas dan
kredibilitas keuangan perusahaan bisa saja pajak agresif atau tax
avoidance dapat dilakukan dengan mudah oleh perusahaan.
b. Hasil Pengujian Uji F
Uji F digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen
yang terdiri dari kepemilikan institusional, dewan komisaris independen,
kepemilikan manajerial, dan komite audit secara simultan atau serentak.
Tabel 4.14
Hasil Pengujian Uji F ANOVA
b
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 2.551 4 15.638 6.258 .000a
Residual 47.409 95 2.499
Total 49.960 99
a. Predictors: (Constant), Komite Audit, Dewan Komisaris Independen, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional
b. Dependent Variable: Tax Avoidance
Sumber: data diolah
Hasil pengujian ANOVA dengan menggunakan uji F dapat dilihat
nilai Fhitung sebesar 6,258 dengan signifikan 0,000. Dengan mencari pada
tabel F, diperoleh nilai Ftabel 2,76. Dengan kondisi dimana Fhitung lebih
besar daripada Ftabel dan nilai signifikan lebih kecil dari alpha (0,05),
maka dapat diambil kesimpulan adalah Ho ditolak dan Ha diterima yang
berarti variabel-variabel independen (kepemilikan institusional, dewan
komisaris independen, kepemilikan manajerial, dan komite audit)
berpengaruh signifikan secara simultan terhadap tax avoidance.
78
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang telah dilakukan
oleh Fadhillah (2014), Annisa dan Kurniasih (2012), yang menyatakan
bahwa kepemilikan insititusional merupakan proporsi kepemilikan saham
oleh institusi diluar kepemilikan saham dewan komisaris perusahaan,
dimana pemilik institusional ikut serta dalam pengawasan dan
pengelolaan perusahaan namun demikian bisa saja pemilik institusional
mempercayakan pengawasan dan pengelolaan perusahaan kepada dewan
komisaris karena itu merupakan tugas mereka sehingga ada atautidaknya
kepemilikan institusional tetap saja tax avoidance terjadi. Kemudian
dengan adanya manipulasi dalam menyajikan laporan keuangan yang
mungkin dilakukan manajemen tidak dapat dikendalikan oleh jumlah
anggota dewan komisaris independen yang semakin besar. Hal ini
memberikan kesempatan bagi manajer untuk melakukan aktivitas
manipulasi laba dan nantinya akan menguntungkan perusahaan dalam hal
perpajakan.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin sedikit komite audit yang
dimiliki oleh perusahaan maka pengendalian kebijakan keuangan yang
dilakukan oleh komite audit sangat minim sehingga akan meningkatkan
tindakan manajemen dalam melakukan pajak agresif, begitu juga apabila
semakin banyak jumlah komite audit dalam perusahaan maka
pengendalian kebijakan keuanganpun akan sangat ketat sehingga akan
mengurangi tindakan manajemen dalam tax avoidance. Kedua,
kredibilitas perusahaan yang memiliki komite audit yang sedikit atau
79
kurang dari yang ditetapkan BEI akan mempengaruhi integritas dan
kredibilitas keuangan perusahaan bisa saja pajak agresif atau tax
avoidance dapat dilakukan dengan mudah oleh perusahaan.
80
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar pengaruh corporate
governance berdasarkan proporsi kepemilikan institusional, dewan komisaris
independen, kepemilikan manajerial, dan komite audit terhadap tax avoidance
dalam perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada
tahun 2009 sampai dengan tahun 2013. Berdasarkan hasil temuan penelitian
dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Proporsi kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap tax
avoidance. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Nuralifmia Ayu Annisa (2012).
2. Proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap tax
avoidance. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Rahmi Fadhilah (2014).
3. Proporsi kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap tax
avoidance. Hasil ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Robert Jao (2011).
4. Proporsi komite audit berpengaruh terhadap tax avoidance. Hasil ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Nuralifmia Ayu Annisa (2012), dan
Rahmi Fadhilah (2014).
81
5. Proporsi kepemilikan Institusional, dewan komisaris independen,
kepemilikan manajerial, dan komite audit secara simultan berpengaruh
terhadap tax avoidance pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia pada tahun 2009-2013.
B. Implikasi
1. Bagi Perusahaan
Komite audit terbukti memiliki pengaruh signifikan terhadap Tax
Avoidance tetapi tidak untuk kepemilikan institusional, dewan komisaris
independen, dan kepemilikan manajerial. Perusahaan yang memiliki
kelebihan jumlah komite audit akan cendrung mengurangi penghindaran
pajak karena manajemen untuk melakukan tata kelola perusahaan tidak
hanya meningkatkan penghindaran pajak untuk meningkatkan laba
perusahaan, karena untuk menjaga reputasi dan kelangsungan usaha
jangka panjang.
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
informasi mengenai praktik penghindaran pajak, teutama informasi
mengenai perusahan-perusahaan perbankan yang memiliki tata kelola
perusahaan yang tinggi. Dengan demikian, penelitian ini dapat berguna
dalam membantu penentuan kebijakan-kebijakan pasar modal dalam me-
listing perusahaan-perusahaan pada pasar modal agar dapat meningkatkan
dan mendorong tumbuhnya pasar yang teratur, terbuka, efisien, transparan,
82
dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan kepada para
pemegang saham.
2. Bagi Investor
Penelitian ini membuktikan bahwa perusahaan yang sedang
meningkatkan tata kelola perusahaan akan cendrung meningkatkan
investasi yang berlebih yang akan diikuti oleh penurunan kinerja operasi
manajemen pada periode berikutnya sehingga memotivasi manajemen
untuk melakukan penghindaran pajak. Hal ini perlu menjadi perhatian
investor untuk mempertimbangkan peningkatan Corporate governance
dalam suatu perusahaan perbankan. Dengan adanya penelitian ini, para
investor diharapkan dapat lebih cermat dan memahami tentang praktik
penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan perbankan yang terdaftar
di BEI. Sehingga para investor dapat membuat keputusan yang tepat untuk
berinvestasi dalam suatu perusahaan perbankan agar para investor tidak
merasa dibohongi dan dirugikan oleh para manajemen perusahaan yang
tidak bertanggung jawab.
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan maka dapat
diberikan beberapa saran sebagai berikut:
1. Pemerintah hendaknya memberikan aturan yang jelas dan tegas antara
penghindaran pajak yang diperbolehkan dengan penghindaran pajak yang
83
tidak diperbolehkan, agar wajib pajak dapat melakukan perencanaan pajak
sesuai dengan peraturan perpajakan.
2. Penelitian selanjutnya sebaiknya mempertimbangkan menggunakan
variabel lain yang mempengaruhi tax avoidance di luar variabel yang
digunakan dalam penelitian ini.
3. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk menambah rentang waktu
penelitian minimal 7 tahun untuk dapat benar-benar melihat perilaku
perusahaan terkait tingkat penghindaran pajak. Selain itu, mungkin sampel
bisa diperluas mencakup industri-industri lainnya selain industri
perbankan. Rentang waktu yang lebih panjang dan perluasan industri
sampel mungkin dapat memperlihatkan perubahan yang cukup signifikan
terkait reformasi perpajakan terhadap tingkat penghindaran pajak.
84
DAFTAR PUSTAKA
Annisa, Nuralifmida Ayu. “Pengaruh Corporate Governance terhadap Tax
Avoidance (Studi Pada Perusahaan Terdaftar di BEI Tahun 2008)”. Skripsi
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2011
Boediono, Gideon, SB. “Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate
Governance dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis
Jalur”. Solo: Simposium Nasional Akuntansi VIII. 2005.
Darmawati. “Hubungan Corporate Governance dan Kinerja Perusahaan”.
Simposium Nasional Akuntansi VII, Denpasar. 2004
Dyreng, Scott. et. al. The Effects of Executives on Corporate Tax Avoidance”.
Social Science Research Network. 2010
Erni, Masdupi. “Analisis Dampak Struktur Kepemilikan Pada Kebijakan Hutang
dalam Mengontrol Konflik”. Keagenan Journal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia, Vol. 20, No. 1: 57-69. 2005
Fadhilah, Rahmi. “Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Tax
Avoidance (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di
BEI 2009-2011)”. Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang.
2014
Ghozali, Imam. “Aplikasi Analisis Multivariat dengan Pogram SPSS”. Semarang:
Badan Penerbitan Universitas Diponegoro. 2011
Haruman, Tendi. “Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap Keputusan Keuangan
Dana Nilai Perusahaan”. Pontianak: Simposium Nasional Akuntansi XI.
2008
Hamid, Abdul. “Buku Panduan Penulisan Skripsi. Jakarta: Fakultas Ekonomi dan
Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. 2012
Hartadinata, Okta. S. “Analisis Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kebijakan
Hutang, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Tax Aggressiveness pada
Perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia Periode tahun 2008-
2010” Jurnal Ekonomi dan Bisnis No.3 Desember tahun 2013
Hasibuan, M.S.P. “Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta: PT. Bumi Aksara”. 2008
Herawati, Vinola. “Peran Praktek Corporate Governance Sebagai Moderating
Variabel dari Pengukuran Earnings Management terhadap Nilai
Perusahaan”. Pontianak: SNA XI. 2008
Ilyas, B Wirawan dan Richard Burton. “Hukum Pajak”. Jakarta: Salemba Empat.
2006
85
Isgiarta, Midiastuty dan Triatiarini. ”Analisa Hubungan Mekanisme Corporate
Governance dan Indikasi Manajemen Laba”. Simposium Nasional
Akuntansi VI. IAI. 2005
Istijanto. “Aplikasi Praktis Riset Pemasaran”. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama. 2009
Jao, Robert, Corporate governance, Ukuran Perusahaan, dan Leverage Terhadap
Manajemen Laba Perusahaan manufaktur Indonesia, Jurnal Akuntansi &
Auditing, Volume 8/No. 1/November 2011.
Kurniasih, Tommy dan Sari, Maria M. Ratna. Pengaruh Return On Asset,
Leverage, Corporate Governance, Ukuran Perusahaan, dan Kompensasi
Rugi Fiskal Pada Tax Avoidance, Buletin Studi Ekonomi, Volume 18, No.1,
Februari 2013.
Manurung, Mandala, Prathama Rahardja. “Uang, Perbankan, dan Ekonomi
Moneter (Kajian Kontekstual Indonesia)”. Jakarta: Penerbit FE UI. 2004
Martono. “Bank dan Lembaga Keuangan Lain”. Yogyakarta: Ekonosia Kampus
FE UII. 2010
Martina, Venti Yustianti. “Peran Corporate Governance dalam Meminimalkan
Praktik Manajemen Laba”. Jurnal Manajemen Indonesia, Vol. 9, No. 3.
2009
Midiastuty, P.P. dan Machfoedz, M. “Analis hubungan mekanisme Corporate
Governance dan indikasi Manajemen Laba”. Simposium Nasional
Akuntansi VI, Surabaya. 2003
Moh’d M.A., et. al. “The Impact of Ownership Structure on Corporation Debt
Policy: A Time-Series Cross-Sectional Analysis”. The Financial Riview, 33,
pp. 85-98. 1998
Nugroho, Agung. ”Strategi Jitu Memilih Metode Statistic Penelitian dengan
SPSS”. Yogyakarta: Andi. 2005
Putri, Destika Maharani. “Pengaruh Karakteristik Komite Audit terhadap
Manajemen Laba”. Skripsi S1, Tidak Dipublikasikan. Universitas
Diponegoro Semarang. 2011
Santoso, Singgih. “Mastering SPSS Versi 17”. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo. 2009
Saptatinah, Dewi, Puji Astuti. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Motivasi Manajemen Laba di Seputar Right Issue”. Skripsi Universitas
Muhammadiyah, Malang. 2005
86
Setyani, Rina. “Detterent Effect Penyidikan Pajak Asian Agri Group terhadap
Peningkatan Kepatuan Wajib Pajak Sektor Industry dan Perkebunan
Kelapa Sawit”. Tesis Program Master Ilmu Administrasi Universitas
Indonesia. 2008
Siamat, Dahla. “Manajemen Lembaga Keuangan”. Jakarta: Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia. 2004
Siallagan, Hamongan dan Machfoeds, Mas’ud. “Mekanisme Corporate
Governance, Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan”. Simposium Nasional
Akuntansi IX, Padang. 2006
Siswantaya, I Gede. “Mekanisme Corporate Governance dan Manajemen Laba
Studi Pada Perusahaan-Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek
Jakarta”. Tesis Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro Semarang. 2007
Susilo, Y. Sri, Sigit Triandaru, dan A. Totok Budi Santoso. “Bank & Lembaga
Keuangan Lain”. Jakarta: Salemba Empat. 2006
Suandy, Erly. “Perencanaan Pajak”. Jakarta: Salemba Empat. 2008
Sumarsan, Thomas. “Perpajakan Indonesia”. Jakarta: Indeks. 2010
Surya, Indra dan Yustiavandana, Ivan. “Penerapan Good Corporate Governance:
Mengesampingkan Hak-Hak Istimewa Demi Kelangsungan Usaha”.
LKPMK Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 2008
Ujiyantho, Arif Muh. Dan B.A. Pramuka. “Mekanisme Corporate Governance,
Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan”. Simposium Nasional Akuntansi
X, Makasar. 2007
Waluyo, “Perpajakan Indonesia”. Edisi 9. Jakarta: Sa;emba empat. 2010
Zain, Mohammad. “Manajemen Perpajakan”. Jakarta: Salemba Empat. 2003
Internet:
www.fiskal.depkeu.go.id
www.idx.co.id
87
Lampiran 1: Data Kepemilikan Institusional Periode Penelitian 2009-2013
No. Kode Emiten 2009 2010 2011 2012 2013
1 BBNI 77% 77% 77% 72% 72%
2 MAYA 58% 85% 82% 82% 80%
3 BMRI 80% 90% 90% 88% 88%
4 MEGA 85% 94% 94% 89% 90%
5 BBRI 76% 76% 76% 77% 78%
6 PNBN 98% 98% 98% 89% 87%
7 BBTN 46% 46% 46% 54% 55%
8 BNII 80% 80% 80% 78% 78%
9 AGRO 61% 54% 53% 55% 56%
10 BBNP 51% 51% 51% 55% 56%
11 INPC 58% 58% 58% 65% 62%
12 BNLI 86% 86% 86% 77% 75%
13 BBCA 76% 76% 76% 74% 74%
14 BSIM 85% 85% 85% 77% 75%
15 BNGA 82% 76% 76% 81% 81%
16 BTPN 77% 65% 70% 71% 71%
17 BDMN 64% 80% 80% 78% 78%
18 MCOR 87% 90% 90% 88% 88%
19 SDRA 89% 70% 75% 75% 75%
20 BBKP 73% 67% 67% 72% 77%
88
Lampiran 2: Data Dewan Komisaris Independen Periode Penelitian 2009-2013
No. Kode Emiten 2009 2010 2011 2012 2013
1 BBNI 33% 33% 33% 34% 34%
2 MAYA 20% 67% 40% 43% 45%
3 BMRI 33% 33% 33% 40% 44%
4 MEGA 33% 33% 33% 33% 43%
5 BBRI 75% 75% 25% 40% 30%
6 PNBN 67% 60% 20% 47% 40%
7 BBTN 33% 33% 33% 53% 33%
8 BNII 33% 33% 33% 55% 40%
9 AGRO 67% 33% 33% 56% 47%
10 BBNP 40% 33% 33% 53% 53%
11 INPC 33% 33% 33% 43% 75%
12 BNLI 40% 40% 40% 54% 67%
13 BBCA 43% 33% 33% 44% 33%
14 BSIM 25% 20% 20% 44% 33%
15 BNGA 20% 33% 33% 42% 67%
16 BTPN 33% 33% 33% 43% 33%
17 BDMN 33% 43% 44% 45% 75%
18 MCOR 54% 43% 60% 65% 60%
19 SDRA 66% 32% 45% 55% 33%
20 BBKP 70% 65% 55% 53% 33%
89
Lampiran 3: Data Kepemilikan Manajerial Periode Penelitian 2009-2013
No. Kode Emiten 2009 2010 2011 2012 2013
1 BBNI 23% 23% 23% 20% 20%
2 MAYA 42% 15% 18% 24% 24%
3 BMRI 20% 10% 10% 19% 19%
4 MEGA 15% 6% 6% 10% 10%
5 BBRI 24% 24% 24% 20% 20%
6 PNBN 2% 2% 2% 5% 10%
7 BBTN 54% 54% 54% 40% 40%
8 BNII 20% 20% 20% 15% 15%
9 AGRO 39% 46% 47% 40% 40%
10 BBNP 49% 49% 49% 35% 35%
11 INPC 42% 42% 42% 37% 37%
12 BNLI 14% 14% 14% 20% 20%
13 BBCA 24% 24% 24% 20% 20%
14 BSIM 15% 15% 15% 17% 17%
15 BNGA 12% 12% 12% 15% 15%
16 BTPN 30% 30% 30% 32% 33%
17 BDMN 22% 30% 30% 33% 35%
18 MCOR 14% 15% 15% 16% 20%
19 SDRA 35% 35% 35% 34% 30%
20 BBKP 25% 25% 25% 30% 30%
90
Lampiran 4: Data Komite Audit Periode Penelitian 2009-2013
No. Kode Emiten 2009 2010 2011 2012 2013
1 BBNI 0,5 0,67 0,67 0,5 0,67
2 MAYA 0,67 0,67 0,67 0,67 0,67
3 BMRI 0,5 0,67 0,67 0,5 0,67
4 MEGA 0,67 0,67 0,67 0,67 0,67
5 BBRI 0,67 0,67 0,67 0,67 0,67
6 PNBN 0,67 0,67 0,67 0,67 0,67
7 BBTN 0,67 0,67 0,67 0,33 0,67
8 BNII 0,67 0,67 0,67 0,67 0,4
9 AGRO 0,33 0,67 0,67 0,67 0,67
10 BBNP 0,67 0,4 0,4 0,67 0,67
11 INPC 0,67 0,67 0,67 0,67 0,67
12 BNLI 0,67 0,67 0,67 0,5 0,5
13 BBCA 0,33 0,33 0,33 0,67 0,67
14 BSIM 0,67 0,67 0,67 0,67 0,67
15 BNGA 0,67 0,67 0,67 0,67 0,67
16 BTPN 0,67 0,67 0,5 0,67 0,67
17 BDMN 0,67 0,67 0,67 0,5 0,67
18 MCOR 0,67 0,67 0,67 0,67 0,67
19 SDRA 0,67 0,67 0,67 0,67 0,67
20 BBKP 0,67 0,67 0,67 0,67 0,67
91
Lampiran 5: Data Tax Avoidance Periode Penelitian 2009-2013
No. Kode 2009 2010 2011 2012 2013
1 BBNI 4,30% 3,19% 3,20% 3,45% 2,57%
2 MAYA 4,53% 3,26% 3,28% 3,31% 2,67%
3 BMRI 4,97% 3,07% 3,14% 3,21% 2,63%
4 MEGA 5,03% 3,14% 3,21% 3,08% 2,71%
5 BBRI 5,13% 3,36% 3,52% 3,46% 3,02%
6 PNBN 4,66% 3,01% 3,30% 3,21% 3,06%
7 BBTN 4,81% 3,01% 3,37% 3,33% 3,13%
8 BNII 4,80% 3,09% 3,39% 3,34% 3,08%
9 AGRO 4,36% 2,97% 3,18% 3,20% 3,72%
10 BBNP 4,49% 3,16% 3,21% 3,18% 3,67%
11 INPC 4,28% 3,71% 2,99% 3,01% 3,60%
12 BNLI 3,46% 2,80% 2,55% 2,81% 3,60%
13 BBCA 2,89% 2,90% 3,32% 3,76% 3,71%
14 BSIM 2,92% 2,77% 3,67% 4,23% 3,74%
15 BNGA 2,74% 3,05% 3,82% 3,67% 3,82%
16 BTPN 2,63% 2,95% 3,76% 3,59% 3,80%
17 BDMN 2,60% 2,87% 3,59% 3,58% 4,49%
18 MCOR 2,68% 2,96% 3,80% 3,67% 4,28%
19 SDRA 2,64% 3,03% 3,56% 3,64% 3,46%
20 BBKP 2,64% 3,65% 3,56% 3,64% 4,23%
92
Lampiran 6: Regresi Lienar Berganda
Variables Entered/Removed
b
Model Variables Entered
Variables Removed Method
1 Komite Audit, Dewan Komisaris Independen, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional
a
. Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: Tax Avoidance
Model Summary
b
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate
Durbin-Watson
1 .609a .535 .371 6.06994 1.402
a. Predictors: (Constant), Komite Audit, Dewan Komisaris Independen, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional
b. Dependent Variable: Tax Avoidance
ANOVA
b
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 2.551 4 15.638 6.258 .000a
Residual 47.409 95 2.499
Total 49.960 99
a. Predictors: (Constant), Komite Audit, Dewan Komisaris Independen, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional
b. Dependent Variable: Tax Avoidance
Coefficients
a
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
Correlations Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Zero-order Partial Part Tolerance VIF
1 (Constant) 3.809 1.318 .614 .541
Kepemilikan Institusional .590 1.291 .284 1.231 .221 .034 .125 .123 .188 5.331
Dewan Komisaris Independen .669 .519 .130 1.288 .201 .147 .131 .129 .979 1.022
Kepemilikan Manajerial .117 1.307 .371 1.619 .109 .109 .164 .162 .190 5.268
Komite Audit .272 .765 .036 5.356 .023 .029 .036 .036 .971 1.029
a. Dependent Variable: Tax Avoidance
93
94
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Tax Avoidance
N 100
Normal Parametersa Mean 2.9800
Std. Deviation .71038
Most Extreme Differences Absolute .329
Positive .329
Negative -.291
Kolmogorov-Smirnov Z 3.288
Asymp. Sig. (2-tailed) .236
a. Test distribution is Normal.