148
BAB II DASAR-DASAR RESERVOIR PANASBUMI Secara umum lapangan panasbumi terdapat di daerah jalur gunung berapi, karena sebagai sumber panas dari panasbumi adalah magma. Magma sebagai sumber panas akan memanasi bahan-bahan pada kerak bumi termasuk juga cairan yang ada di dalamnya. Reservoir panasbumi biasanya terdapat di daerah gunung api purba (post volcanic). Karena proses post volcanic tersebut menyebabkan dinginnya cairan magma yang kemudian akan menjadikannya sebagai salah satu komponen reservoir panasbumi yang disebut sumber panas. Akibat dari proses gunung api terbentuklah sistem panasbumi yang dipengaruhi oleh proses-proses geologi baik yang sedang berlangsung atau yang telah berlangsung didaerah post-volcanic, sehingga memungkinkan terbentuknya suatu lapangan panasbumi yang potensial untuk diproduksikan. Di dalam reservoir panasbumi, bahan penyusunnya mempunyai struktur dan karakteristik yang sesuai dengan terbentuknya bumi dan perlu diketahui terbentuknya reservoir panasbumi harus memiliki persyaratan tertentu, yaitu harus tersedia sumber panas, batuan reservoir,

teknik produksi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bahan tugas resume

Citation preview

BAB II

DASAR-DASAR RESERVOIR PANASBUMI

Secara umum lapangan panasbumi terdapat di daerah jalur gunung berapi,

karena sebagai sumber panas dari panasbumi adalah magma. Magma sebagai sumber

panas akan memanasi bahan-bahan pada kerak bumi termasuk juga cairan yang ada di

dalamnya. Reservoir panasbumi biasanya terdapat di daerah gunung api purba (post

volcanic). Karena proses post volcanic tersebut menyebabkan dinginnya cairan

magma yang kemudian akan menjadikannya sebagai salah satu komponen reservoir

panasbumi yang disebut sumber panas. Akibat dari proses gunung api terbentuklah

sistem panasbumi yang dipengaruhi oleh proses-proses geologi baik yang sedang

berlangsung atau yang telah berlangsung didaerah post-volcanic, sehingga

memungkinkan terbentuknya suatu lapangan panasbumi yang potensial untuk

diproduksikan.

Di dalam reservoir panasbumi, bahan penyusunnya mempunyai struktur dan

karakteristik yang sesuai dengan terbentuknya bumi dan perlu diketahui terbentuknya

reservoir panasbumi harus memiliki persyaratan tertentu, yaitu harus tersedia sumber

panas, batuan reservoir, fluida reservoir, dan batuan penudung. Selain syarat-syarat

terbentuknya reservoir panasbumi juga dapat diklasifikasikan berdasarkan sumber

panas, jenis fasa fluida, temperature, dan berdasarkan jenis fluida reservoir.

2.1. Genesa Pembentukan Reservoir Panasbumi

Penyebaran sumber energi panasbumi terdapat pada daerah jalur gunung

berapi, dimana aspek geologi yang mempengaruhi terbentuknya sumber panasbumi

adalah kegiatan magmatik dan proses pengangkatan. Kegiatan magmatik khususnya

kegunungapian terwujud dalam bentuk-bentuk terobosan dan letusan gunung api,

sedangkan proses pengangkatan akan mengakibatkan sesar disepanjang jalur gunung

api. Kedua proses tersebut mengakibatkan sumber panas pada jalur gunung api

relative dangkal terhadap daerah sekitarnya.

Proses pengangkatan akan menyebabkan daerah yang bersangkutan terangkat

lebih tinggi dari daerah sekitarnya dan akan membentuk sistem pegunungan yang

berfungsi sebagai penangkap hujan sehingga peresapan air ke dalam tanah relative

besar dari daerah sekitarnya. Maka daerah tersebut merupakan wadah air tanah

meteoric selama waktu geologi, yang merupakan sumber air bagi dataran rendah yang

berada di bawahnya.

2.1.1. Teori Pembentukan Reservoir Panasbumi

Pada dasarnya sistem panasbumi terbentuk dari hasil perpindahan panas dari

sumber panas sekelilingnya yang terjadi secara konduksi maupun secara konveksi.

Perpindahan panas secara konduksi terjadi melalui batuan, sedangkan perpindahan

panas secara konveksi terjadi karena adanya kontak antara air dengan sumber panas.

Perpindahan panas secara konveksi terjadi karena adanya gaya apung (Buoyancy).

Karena adanya kontak dengan sumber panas, air yang bertemperatur lebih tinggi

menjadi lebih ringan dan keadaan ini menyebabkan air yang lebih panas bergerak ke

atas dan yang bersuhu lebih rendah bergerak ke bawah, sehingga terjadi sirkulasi air

atau arus konveksi.

Pembentukan reservoir panasbumi tidak lepas dari dua proses magmatik dan

pengangkatan yang menyebabkan terbentuknya reservoir panasbumi. Salah satu teori

yang mendukung terbentuknya sistem panasbumi adalah teori tektonik lempeng.

Konsep tektonik lempeng menjelaskan bahwa kulit bumi terdiri dari dua bagian

lempeng tegar yaitu lempeng benua dan lempeng samudra, yang bergerak satu

terhadap lainnya.

Teori tektonik lempeng ini membagi kerak bumi menjadi dua jenis, yaitu

kerak benua dan kerak samudera. Dapat dikatakan bahwa bahan yang membentuk

kerak benua terdiri dari batuan yang mengandung unsur silika dan alumina,

sedangkan kerak samudera terdiri dari batuan yang padat, berwarna gelap dan banyak

mengandung silika dan magnesium.

Kedua jenis kerak ini membentuk lempeng-lempeng yang berukuran raksasa

yang kemudian disebut dengan lempeng benua dan lempeng samudra, yang dapat

bergeser dia atas mantel bumi. Batasan antara masing-masing lempeng, merupakan

tempat-tempat dimana terdapat daerah-daerah bergempa dan gejala pembentukan

pegunungan. Kerak benua disebut lapisan granites, karena batuan yang membentuk

kerak benua terutama bersifat granit, sedangkan kerak samudera disebut lapisan

basaltis. Bila dua lempeng tersebut saling bertumbukan, lempeng samudra akan

tertekuk kebawah dan masuk ke dalam astenosfera melalui jalur bergempa miring

(dengan sudut kemiringan beragam). Jalur inilah yang dikenal dengan jalur Benioff,

sedangkan gejala penyusupan lempeng samudra ke bawah lempang benua disebut

dengan tumbukan tipe Cordillera. Kadang-kadang lempeng samudra yang bergerak

mendekati lempeng benua tertekuk ke atas sehingga kerak samudra relative berada di

atas kerak benua dan seolah tersesar sungkupan. Gejala tumbukan ini dikenal dengan

tipe Tiatian atau Obduction.

Model sistem pergerakan lempeng yang dikenal ada tiga macam berdasarkan

pergerakannya, yaitu pergerakan saling menjauh (divergen), pergerakan saling

mendekat (konvergen) dan pergerakan yang saling berpasangan. Model pergerakan

yang berbeda akan menghasilkan peristiwa dan lingkungan/batas yang berbeda-beda

antara lempeng-lempeng lithosfer tersebut, tergantung pada pergerakan relatif serta

jenis lempeng yang bertumbukan tersebut. Disinilah biasanya terjadi pembentukan

daerah reservoir panasbumi. Disinilah biasanya terjadi pembentukan daerah reservoir

panasbumi seperti pada Gambar 2.1.

2.1.2. Syarat Terbentuknya Reservoir Panasbumi

Dalam pembentukannya, reservoir panasbumi mempunyai empat syarat yang

harus dipenuhi yaitu sumber panas, batuan reservoir, fluida reservoir, dan batuan

penudung. Seperti terlihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.1Skema Sistem Tumbukan Lempeng

Dalam Pembentukan Gunung Api, Plutons dan Daerah Tektonik Aktif 5)

Gambar 2.2Diagram Skematis Model Sistem Panasbumi

Pada Lapangan Wairaki, New Zealand 5)

2.1.2.1. Sumber Panas

Sumber panas adalah bagian yang terpenting untuk suatu reservoar panasbumi

(hidrohermal). Karena energi panas dari sumber tersebut akan diserap oleh fluida dan

kemudian diproduksikan sebagai uap.

Sumber panas utama pada lapangan hidrothermal adalah intrusi magma yang

terdapat pada zona seismik dimana terjadi benturan atau pemisahan antara beberapa

lempeng. Kemungkinan lain dari sumber panas tersebut antara lain :

1. Konsentrasi radioaktif lokal yang tinggi pada batuan kerak bumi.

2. Reaksi kimia eksothermik.

3. Panas gesekan karena perbedaan gerak massa batuan yang saling bergeser pada

patahan-patahan geologi.

4. Panas laten yang dilepaskan pada saat pengkristalan atau pemadatan batuan yang

cair.

5. Masuknya gas-gas magmatik yang panas ke dalam aquifer melalui rekahan-

rekahan pada bed rock.

Bed rock biasanya adalah bagian utama batuan basaltik kerak bumi dan sangat

tebal (2 – 5 km). Lapisan yang tebal ini menghasilkan tekanan litostatik yang

berakibat batuan menjadi impermeable, terutama pada arah horizontal. Meskipun

demikian patahan-patahan vertikal atau hampir vertikal sangat kecil kemungkinannya

bertahan dibawah pengaruh tekanan gas magmatik dan uap yang sangat besar dan

bergerak ke permukaan dari suatu kedalaman yang cukup besar.

Sumber panas yang lain adalah batuan yang kaya akan mineral radioaktif,

dimana panas yang terjadi berasal dari proses pembusukan mineral radioaktif

tersebut. Mineral tersebut sewaktu “bebas” mengeluarkan panas sehingga mampu

melelehkan batuan di sekitarnya, dimana dalam perkembangan selanjutnya akan

terbentuk massa magma yang baru. Secara teoritis zat radioaktif akan berkurang pada

kedalaman yang jauh ke dalam bumi. Ada istilah yang erat hubungannya dengan suhu

dan kedalaman, yaitu landaian panasbumi normal (geothermal gradient) merupakan

istilah yang digunakan untuk menerangkan bertambah besarnya suhu apabila kita

turun hingga kedalaman tertentu, yaitu 3o C/100 m.

Adapun variasi derajat suhu bumi ini disebabkan oleh kondisi batuan, proses

hidrokimia batuan (memberikan panas yang cukup tinggi), kondisi geologi

(terbentuknya batuan di daerah lipatan akan tinggi), kerja air tanah, karja air

permukaan, dan konsentrasi mineral radioaktif.

Di bawah kerak bumi pada tekanan normal batuan akan meleleh. Sedangkan

bila tekanan yang diterima lebih tinggi lagi (11000 – 14000 atm) batuan akan

mencapai kondisi padat kenyal.

Secara teoritis, kearah inti bumi derajat panas akan meningkat hingga

mencapai 193.060 0C yang menyebabkan semua unsur dalam inti bumi akan mencair.

Tetapi suhu di perut bumi tidak lebih dari 3500o – 4000oC, dengan tekanan 4,16 juta

atmosfir, sehingga substansi inti bumi dan selubung berada dalam kondisi laten

(padat kenyal).

Batuan pamanas akan berfungsi sebagai transfer pemanasan air yang dapat

berujut terobosan granit maupun bentuk-bentuk batolit (sebagai media panas).

2.1.2.2. Batuan Reservoir

Batuan reservoir adalah batuan yang mempunyai sifat porous dan permeable

yang sangat baik sehingga dapat menyimpan dan meloloskan air atau uap yang

merupakan fluida reservoir pada gradient tekanan tertentu. Selain itu sifat fisik batuan

reservoir yang dapat menjadi batuan reservoir lainnya adalah konduktivitas panas,

yaitu kemampuan untuk menghantarkan panas dari sumber panas. Pada sistem

panasbumi, sebagian besar batuan reservoir adalah batuan beku atau metamorf. Pada

kedua jenis batuan yang telah disebutkan di atas, porositas batuan reservoirnya adalah

rekahan-rekahan yang biasa disebut sebagai porositas sekunder. Selain batuan beku

dan metamorf, yang dapat berfungsi sebagai batuan reservoir adalah batuan sedimen

piroklastik, karena sifatnya yang mempunyai kemampuan untuk menyimpan fluida

panasbumi. Batuan ini dihasilkan oleh serangkaian proses yang berkaitan dengan

letusan gunung api.

Bahan lepas gunung api (pyroclastic-pyroclast : Schimdt, 1981) dihasilkan

oleh serangkaian proses yang berkaitan dengan letusan gunung api. Istilah lain yang

sering dijumpai adalah bahan hamburan (ejecta), yang merupakan keratin batuan

yang dikeluarkan pada saat terjadinya letusan gunung api. Dan berdasarkan asal

mulanya bahan hamburan dibedakan menjadi bahan juvenile (essential, connate,

juvenil), bahan tambahan (accessories) dan bahan asing (accidential).

Bahan juvenile adalah bahan yang dikeluarkan dari magma terdiri dari

padatan atau partikel tertekan dari suatu cairan yang mendingin dan kristal (pyrogenic

crystal), bahan tambahan adalah bahan yang berasal dari letupan sebelumnya pada

gunung api yang sama (gunung api tua) sedangkan bahan asing merupakan bahan

hamburan yang berasal dari batuan non-gunung api atau batuan dasar, sehingga

mempunyai komposisi beragam.

Seperti halnya lava pengendapan bahan lepas gunung api terdapat di darat

maupun di laut. Bahan lepas gunung api yang jatuh ke dalam cekungan pengendapan,

dimana saat itu sedang terjadi pengendapan normal, maka kemungkinan besar bahan

lepas tersebut akan bercampur dengan lempung, lanau, pasir, kerikil. Batuan yang

terbentuk akibat proses demikian disebut dengan sedimen abuan (ashy sediment)

apabila belum mengalami pengompakan atau batuan sedimen tufran, apabila telah

mengalami pembatuan/pengompakan sehingga dikenal dengan lempung tufran, pasir

tufran dan kerikil tufran.

Percampuran piroklastik dengan sedimen dapat pula terjadi karena proses

erosi dan pengendapan kembali. Onggokan bahan lepas gunung api ditempatnya

semula apabila terkena proses erosi, terangkat dan kemudian terendapkan kembali di

dalam suatu cekungan tentunya akan mengalami proses pengotoran selama

pengangkutannya. Endapan yang terjadi karena proses demikian disebut batu

lempung gunungapian (volcanic claystone), serpih gunungapian (volcanic shale), batu

pasir gunungapian (volcanic sandstone), konglomerat gunungapian (volcanic

conglomerate) dan sebagainya.

2.1.2.3. Fluida Reservoir

Fluida reservoir pada reservoir panasbumi adalah air, yang digunakan untuk

memindahkan panas kepermukaan. Fluida reservoir panasbumi tersebut dapat berupa

air hujan atau air tanah meteoric.

Jenis-jenis air yang berperan sebagai fluida reservoir panasbumi menurut

white (1957),dibedakan menjadi :

- Air Juvenil (Juvenile water) merupakan air baru yang berasal dari magma batuan

utama dan yang sebelumnya bukan merupakan bagian dari sistem biosfera.

- Air magmatik (magmatic water) merupakan air yang berasal dari magma saat

magma menggabungkan air meteorik dari sirkulasi yang dalam atau air dari

bahan-bahan/material-material pengendapan.

- Air meteorik (meteorik water) merupakan air yang terakhir terlihat dalam

sirkulasi atmosfer.

- Air purba (connate water) merupakan air fosil yang telah keluar dari hubungan

dengan atmosfer untuk periode geologi yang panjang. Air tertutup oleh formasi

batuan yang dalam.

- Air metamorfis (metamorfic water) merupakan perubahan khusus dari air purba

yang berasal dari mineral hydrous selama rekristalisasi untuk mengurangi mineral

hydrous selama proses perubahan bentuk.

2.1.2.4. Batuan Penudung (Cap Rock)

Batuan penudung dalam reservoir panasbumi adalah batuan impermeable

yang berfungsi sebagai penahan keluarnya panas fluida ke atmosfer dan

mempertahankan temperatur dan tekanan reservoir, sehingga fluida yang berada di

bawahnya mengalami sirkulasi secara konveksi karena air yang mendidih bergerak ke

atas dan melepaskan uap. Uap yang bergerak ke atas akan lebih jauh dari sumber

panas maka akan segera mengembun kembali dan bergerak lagi ke bawah dan begitu

seterusnya hingga terjadi arus konveksi.

Pada reservoir panasbumi, batuan penudung umumnya adalah hasil erupsi

gunung api berupa perselingan antara bahan lepas piroklastik dan aliran lava yang

kemudian membeku. Selain itu batuan penudung pada reservoir panasbumi dapat

berasal dari bahan lepasan gunung api yang jatuh pada lingkungan pengendapan dan

bercampur dengn bahan sediment lain. Kemudian terjadi pengompakan dan

pembatuan sehingga terbentuk lempung tufaan, lanau tufaan dan kerikil tufaan.

Batuan ini mempunyai permeabilitas yang kecil sehingga dapat berfungsi sebagai

batuan penudung pada sistem panasbumi. Selain itu lapisan batuan yang impermeabel

ini dapat terbentuk juga oleh proses kimia yang disebut self sealing sebagai berikut :

1. Pengendapan mineral-mineral dari larutannya, terutama silika.

2. Alterasi hidrothermal batuan-batuan permukaan yang menghasilkan kaolinisasi

Batuan penutup dapat dibedakan menjadi dua, yaitu batuan penutup terbuka

dan tertutup. Batuan penutup terbuka umumnya menutupi reservoir air hangat dengan

tekanan yang rendah dimana fluida di permukaan tidak mencapai boilling point

sehingga kurang ekonomis untuk dieksploitasikan. Sedangkan batuan penutup

tertutup, yaitu batuan yang bersistem aquifer confined dan bertekanan tinggi dimana

water table sejajar dengan water table recharge area. Sistem ini akan sangat baik bila

temperatur reservoirnya tinggi dan pada area ini sangat ekonomis untuk

dieksploitasikan.

2.2. Kondisi Geologi Reservoir Panasbumi

Proses geologi yang sedang atau telah berlangsung dapat mempengaruhi

kondisi geologi sumber panasbumi, dimana umumnya proses geologi tersebut

mencakup perubahan struktur perlapisan dan stratigrafinya.

Kegiatan yang menyebabkan perubahan itu seperti kegiatan magmatik dan

proses pengangkatan mengakibatkan terbentuknya struktur yang potensial untuk

sistem panasbumi seperti graben, sesar dan kaldera.

2.2.1. Stratigrafi

Stratigrafi adalah cabang ilmu geologi yang mempelajari tentang sifat-sifat

lapisan, distribusi kehidupan (fosil), yang akan selalu berbeda dengan lapisan yang di

atasnya. Di dalam penyelidikan stratigrafi ada tiga unsur penting pembentuk

stratigrafi yang perlu diketahui, yaitu unsur batuan, perlapisan dan struktur sedimen.

1. Unsur Batuan

Suatu hal yang penting didalam unsur batuan adalah pengenalan dan pemerian

litologi. Seperti diketahui bahwa volume bumi diisi oleh batuan sedimen 5 % dan

batuan non-sedimen 95 %. Tetapi dalam penyebaran batuan, batuan sedimen

mencapai 75 % dan batuan non-sedimen 25 %. Unsur batuan terpenting

pembentuk stratigrafi yaitu sedimen dimana sifat batuan sedimen yang berlapis-

lapis memberi arti kronologis dari lapisan yang ada tentang urut-urutan perlapisan

ditinjau dari kejadian dan waktu pengendapannya maupun umur setiap lapisan.

Dengan adanya ciri batuan yang menyusun lapisan batuan sedimen, maka dapat

dipermudah pemeriannya, pengaturannya, hubungan lapisan batuan yang satu

dengan yang lainnya, yang dibatasi oleh penyebaran ciri satuan stratigrafi yang

saling berhimpit, bahkan dapat berpotongan dengan yang lainnya

2. Unsur Perlapisan

Unsur perlapisan merupakan sifat utama dari batuan sedimen yang

memperlihatkan bidang-bidang sejajar yang diakibatkan oleh proses-proses

sedimetasi. Mengingat bahwa perlapisan batuan sedimen dibentuk oleh suatu

proses pengendapan pada suatu lingkungan pengendapan tertentu, maka Weimer

berpendapat bahwa prinsip penyebaran batuan sedimen tergantung pada proses

pertumbuhaan lateral yang didasarkan pada kenyataan, yaitu bahwa :

1) Akumulasi batuan pada umumnya searah dengan aliran media transport,

sehingga kemiringan endapan mengakibatkan terjadinya perlapisan selang

tindih (overlap) yang dibentuk karena tidak seragamnya massa yang

diendapkannya.

2) Endapan di atas suatu sedimen pada umumnya cenderung membentuk sudut

terhadap lapisan sedimentasi di bawahnya.

3. Bidang Perlapisan

Merupakan bidang yang diwujudkan dari kenampakan suatu mineral tertentu,

besar butir dan bidang sentuhan yang tajam antara dua lithologi yang berbeda.

Suatu bidang yang bersedimentasikan sesuai bidang kesamaan waktu disebut

“isochron surface”. Lapisan merupakan stratigrafi yang terkecil dengan ketebalan

beberapa milimeter sampai dengan puluhan meter terdiri dari satu macam batuan

yang homogen, dibatasi bagian atas dan bawah oleh bidang perlapisan secara tajam

atau secara berangsur.

Pada daerah vulkanik, pembentukan strartigrafi juga dikontrol oleh proses

sedimentasi yang terjadi jutaan tahun yang lampau. Pada daerah vulkanik ini

reservoir panasbumi terbentuk akibat proses sedimentasi hasil letusan gunung api.

Perlapisan batuan pada lapangan panasbumi secara umum merupakan endapan

terulang yang terdiri dari porfiritik andesitan dengan hasil piroklastik, tuffa lapili dan

beberapa lapisan breksi. Stratigrafi daerah vulkanik disusun berdasarkan satuan

lithologi (lithostratigrafi) dengan mengadakan korelasi dari sumur-sumur yang ada.

2.2.2. Struktur Geologi

Dalam pengamatan struktur kulit bumi untuk mendapatkan data struktur

perlapisan sangat bergantung pada pengetahuan geologi struktur. Geologi struktur

didefinisikan sebagai studi yang membahas bangunan atau arsitektur kulit bumi dan

gejala yang menyebabkan terjadinya perubahan pada kulit bumi.

Dalam mempelajari struktur geologi, terdapat beberapa masalah antara lain

kondisi fisik yang mempengaruhi pembentukan serta bagaimana mekanismenya. Jadi

inti dari geologi struktur adalah deformasi dari bumi, apa yang menyebabkan, serta

apa akibatnya.

Pembentukan struktur kulit bumi dipengaruhi oleh tekanan dan temperature

pada saat pembentukan serta distribusi gaya yang menyebabkan terjadinya bentuk

akhir (akan mempengaruhi hasilnya). Pada umumnya gaya yang menyebabkan

bentuk struktur adalah gaya-gaya compression, tension, couple dan torsion, sehingga

dapat terjadi tiga fase atau perubahan.

Struktur batuan adalah bentuk dan kedudukan yang dilihat di lapangan

sekarang. Hal ini merupakan hasil dari proses, yaitu :

1. Proses pembentukan batuan, dimana saat itu akan dibentuk struktur-struktur

primer.

2. Proses yang bekerja kemudian, berupa deformasi mekanis maupun pengubahan

kimiawi batuan setelah batuan terbentuk.

Struktur primer yang terbentuk pada batuan beku berupa struktur aliran (flow

structure) yang sering dijumpai pada lava. Ada beberapa hal yang dapat digunakan

untuk menentukan bentuk struktur geologi pada kulit bumi :

a. Melihat langsung di lapangan

b. Melakukan pengeboran pada beberapa tempat kemudian dilakukan korelasi

dan interpretasi

c. Dengan metode geofisika.

Struktur sekunder sangat penting untuk di pelajari berhubungan dengan

struktur geologi lapangan panasbumi. Pada daerah vulkanik ada beberapa struktur

yang biasa terjadi selama dan sesudah erupsi gunung api, diantaranya adalah struktur

amblesan. Struktur ini sebagai akibat pengaruh kegiatan magmatik dan semi-

magmatik, dengan atau tanpa pengaruh sesar. Struktur amblesan meliputi kawah,

kaldera, graben serta struktur yang terjadi secara lateral yaitu lipatan dan sesar.

1. Kawah

Kawah merupakan bentuk negatif yang terjadi karena kegiatan gunung api.

Berdasarkan asal mulanya, kawah dapat dibedakan menjadi kawah letusan dan kawah

runtuhan. Sedangkan berdasarkan letaknya terhadap pusat kegiatan dikelompokkan

kawah kepundan dan kawah samping. Pengisian kawah oleh air hujan akan

menyebabkan terbentuknya danau kawah. Letusan gunung api yang mempunyai

danau kawah akan menyebabkan terjadinya lahar letusan yang bersuhu tinggi.

2. Kaldera

Ukuran kaldera lebih besar dari kawah meskipun tidak ada batasan ukuran

yang membedakan sehigga mempunyai ukuran berapa kawah dapat disebut sebagai

kaldera. Menurut H. William (1947) kaldera merupakan bentuk lekukan gunung

berapi yang sangat besar bergaris tengah beberapa kilometer dan berbentuk

membulat. Ia mengklasifikasikan kaldera menjadi beberapa jenis berdasarkan proses

yang membentuknya, yaitu :

a. Kaldera Letusan

Yaitu kaldera yang disebabkan oleh letusan gunung api yang sangat kuat,

menghancurkan bagian puncak kerucut dan menyemburkan massa batuan dalam

jumlah yang sangat besar. Termasuk dalam jenis ini adalah kaldera Badai-San di

Jepang dan Tarawera di New Zealand.

b. Kaldera Runtuhan

Kaldera yang disebabkan letusan yang berjalan cepat memuntahkan batuan apung

dalam jumlah banyak, sehingga menyebabkan runtuhnya bagian puncak gunung

api. Kebanyakan kaldera terbentuk melalui proses ini. Gambar 2.3.

memperlihatkan kejadian kaldera akibat runtuhan setelah letusan gunung api.

c. Kaldera Erosi

Terjadinya disebabkan oleh erosi pada bagian puncak kerucut, dimana erosi yang

berkepanjangan akan mampu mengikis bagian puncak gunung api. Van Bemmelen

(1929) membuat hipotesis pembentukan kaldera, ia mencirikan, untuk menentukan

suatu kaldera diperlukan peletusan tipe peret yang sangat keras. Dan letak dari

sumur magma tidak perlu dalam tetapi cenderung mempunyai dapur magma yang

sangat dangkal. Gas yang sangat berlimpah di dalam magma akan mengubah

magma menjadi magma yang sangat halus. Selama terjadi peletusan, permukaan

magma akan turun hingga dapur magma, dan terjadi perluasan garis tengah

diameter.

Diameter yang melebar ke arah bawah akan menyebabkan kekosongan dapur

magma, sebagai akibatnya akan terjadi penurunan atap dari dapur magma dan

akhirnya terbentuk kaldera.

Gambar 2.3Proses Dalam Pembentukan Suatu Kaldera 5)

3. Graben dan Horst

Graben adalah struktur runtuhan yang berdinding lurus yang terjadi di bagian

puncak atau kerucut lereng gunung api. Celah gunung api (volcanic fissure through)

adalah bentuk lekukan memanjang akibat pencelahan pada tubuh gunung api, terjadi

karena pelengseran salah satu sisi bongkah akibat terobosan tekanan magma atau

pembebanan bahan kerucut yang berlebihan di atas suatu lapisan yang lemah.

Lekukan tektonik gunung api (major volcano tectonic depression) adalah

suatu lekukan yang sangat besar berbentuk memanjang, dipengaruhi oleh proses serta

pembentukan gunung api. Pembentukannya ditafsirkan berkaitan dengan

pengembusan besar-besaran batu apung saat terjadi letusan, hingga mencapai dataran

tinggi yang mempunyai landasan fondasi lemah.

Pada suatu saat akan melengser dan berkumpul pada kaki gunung api dan

membentuk pola kipas alluvial, maka terbentuklah apa yang dinamakan “Sector

Graben”. Sedangkan horst merupakan struktur tonjolan yang dibatasi sesar normal

parallel. Terbentuk ketika bidang tonjolan bergerak relatif ke atas terhadap bidang

hanging wall. Seperti terlihat pada Gambar 2.4 dan gambar 2.5.

Gambar 2.4Struktur Grabben dan Horst 12)

Gambar 2.5Proses Pembentukan Graben 5)

4. Kekar

Kekar termasuk dalam struktur sekunder. Kekar merupakan suatu rekahan

dalam batuan yang terjadi karena rekahan atau tarikan yang disebabkan oleh gaya

yang bekerja dalam kerak bumi atau pengurangan dan hilangnya tekanan dengan

pergeseran dianggap tidak ada.

Kekar merupakan struktur batuan yang paling banyak dijumpai dan

pembentukannya tidak mengenal waktu. Kekar dapat diklasifikasikan berdasarkan

bentuk, ukuran, dan cara terjadinya.

1. Berdasarkan Bentuknya

● Kekar Sistematik : selalu dijumpai berpasangan yang merupakan satu set,

arahnya saling sejajar.

● Kekar tak Sistematik : dapat saling bertemu dan tidak saling memotong kekar

lainnya.

2. Berdasarkan Ukurannya

● Micro Joint, ukurannya 1 inchi (hanya dapat dilihat dengan mikroskop).

● Major Joint, ukurannya dapat dilihat pada contoh setangan (hand specimen).

● Master Joint, ukurannya kurang lebih 100 ft, hanya dapat dilihat melalui foto

udara.

3. Berdasarkan Cara Terjadinya

● Shear Joint, kekar yang terjadi akibat tekanan

● Tension Joint, kekar pada batuan yang terjadi akibat tarikan

● Release Joint, kekar pada batuan yang terjadi akibat pengurangan/hilangnya

tekanan.

Adanya kekar/joint dapat mencirikan lapangan panasbumi yang diakibatkan

oleh adanya tekanan dan proses lainnya selama terjadi gunung berapi. Ukuran kekar

pada umumnya sangat besar bisa mencapai ratusan meter, yang merupakan sumber

panasbumi.

5. Sesar

Sesar adalah rekahan–rekahan dalam kulit bumi, yang mengalami pergeseran

dan arahnya sejajar dengan bidang rekahannya satu terhadap yang lainnya.

Pergeserannya dapat berkisar dari antara beberapa meter hingga mencapai ratusan

kilometer. Sesar merupakan jalur lemah yang lebih banyak terjadi pada lapisan yang

keras (untuk lapangan panasbumi) dan rapuh. Bahan yang hancur pada jalur sesar

akibat pergeseran, dapat berkisar dari gauge (suatu bahan yang halus / lumat akibat

gesekan) sampai breksi sesar, yang mempunyai ketebalan antara beberapa sentimeter

hingga ratusan meter. Gambar 2.6 memperlihatkan skema struktur sesar dan tipe

sesar. Dalam sesar terdapat beberapa bagian, diantaranya :

1. Hangging Wall (atap), adalah bongkah yang terdapat di bagian atas bidang sesar.

2. Foot Wall (alas), adalah bongkah patahan yang berada di bagian bawah bidang

sesar.

3. Bidang Sesar, adalah bidang yang terbentuk akibat ada rekahan yang mengalami

pergeseran.

Gambar 2.6 Skema Struktur Sesar Dan Tipe Sesar 12)

Ditinjau dari kedudukan sesar terhadap struktur batuan disekitarnya sesar

dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :

1. Strike Fault, yaitu sesar yang arah jurusnya sejajar dengan jurus batuan

disekitarnya.

2. Dip Fault, yaitu jurus sesar yang sejajar dengan kemiringan lapisan batuan

disekitarnya.

3. Longitudinal Fault, yaitu arah sesar parallel/sejajar dengan arah utama dari struktur

regional.

4. Diagonal atau Oblique Fault, yaitu sesar yang memotong struktur batuan di

sekitarnya.

5. Transverse Fault, yaitu sesar yang memotong tegak lurus atau miring terhadap

struktur regional, dijumpai pada struktur/ daerah yang terlipat, memotong

sumbu/poros terhadap antiklin. Seperti terlihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7Klasifikasi Sesar berdasarkan kedudukan Struktur Batuan 19)

Longitudinal fault dan transverse fault hanya dapat diterapkan pada keadaan

yang lebih luas (regional sense), apabila ditinjau dari genesanya pergeseran dapat

digolongkan menjadi :

1. Sesar Normal/Sesar Biasa/Sesar Turun

Merupakan gejala pergeseran dimana hanging wall bergerak relative turun

terhadap foot wall. Berdasarkan susunan poros utama tegasannya menunjukan arah

tegasan terbesar adalah vertical. Gaya geologi yang mempunyai arah demikian

adalah gaya berat, oleh karena itu suatu sesar yang nyata-nyata mempunyai sifat

seperti ini dikenal dengan grafity fault. Sesar normal ini juga sering dijumpai pada

daerah vulkanik, dimana gaya yang sering dijumpai adalah gaya endogen dan gaya

gravitasi.

2. Sesar Naik (Reverse Fault/Thrust)

Suatu sesar dimana hanging wall relative naik terhadap foot wallnya. Berdasarkan

kemiringannya (dip), sesar naik dapat dibedakan menjadi tiga jenis :

a. Reverse Fault, adalah sesar naik dimana bidang sesarnya punya kemiringan

lebih dari 45º.

b. Thrust Fault, adalah sesar naik yang mempunyai bidang kemiringan kurang dari

45º dimana pergeseran lateralnya lebih menonjol dibandingkan pergeseran

vertikalnya.

c. Overthrust Fault, adalah sesar naik yang mempunyai kemiringan bidang sesar

(dip) kurang dari 10º.

3. Sesar Datar/Strike Slip Fault

Suatu jenis pergeseran dimana gerakan yang dominant adalah ferakan horizontal.

Hal ini bahwa yang disebut sebagai sesar mendatar, dalam jumlah yang terbatas

masih juga mempunyai komponen pergeseran meskipun sangat kecil.

Akibat dari gerakan-gerakan yang berasal dari dalam bumi (endogen) maka

struktur-struktur yang ada pada zone panasbumi sangat berpengaruh terhadap

keadaan reservoirnya. Seperti diketahui bahwa reservoir panasbumi memerlukan

kualitas struktur yang baik untuk dapat menyimpan air formasi yang selanjutnya akan

terpanasi oleh batuan pemanas di bawahnya. Struktur yang mempunyai kualitas

sebagai zone reservoir panasbumi antara lain kaldera, kawah, sesar dan graben.

2.2.3. Alterasi (ubahan) Hydrothermal

Fluida dan batuan reservoir dalam suatu sistem panasbumi saling berinteraksi,

sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan komposisi fasa padat atau komposisi

fasa cair. Perubahan komposisi ini merupakan hasil nyata dari proses reaksi kimiawi.

Ciri-ciri dan kelimpahan mineral hydrothermal yang terbentuk selama

interaksi fluida dan batuan tergantung pada beberapa factor, khususnya temperature,

komposisi fluida, ketersediaan fluida (permeabilitas) dan adanya pendidihan. Ada

beberapa definisi dari ahli mengenai alterasi, antara lain :

1. Perubahan komposisi mineralogi dari suatu batuan karena aktivitas hidrothermal

(Courty,1945).

2. Dipakai dalam klasifikasi pada fasa metamorfosa yang bersifat lokal (Jim, 1956).

3. Dimaksudkan sebagai gejala ubahan pada batuan dan mineral sekunder

(supergene) seperti : replacement, oksidasi dan hidrasi.

Jenis-jenis mineral yang terbentuk selama fluida dan batuan berinteraksi

sangat tergantung dari beberapa faktor, yaitu :

● Perubahan Temperatur

● Perubahan Tekanan

● Komponen Fluida

● Komposisi Batuan

● Laju Aliran Air dan Uap

● Permeabilitas Batuan

● Konsentrasi CO2 dan H2S dalam fluida mempunyai pangaruh yang terpenting

pada tiap mineralogi sekunder

● Asal usul terjadinya pemanasan

Alterasi hydrothermal dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok

berdasarkan :

1. Alterasi yang menghasilkan mineral tunggal antara lain :a. Albitisasi

a. Alterasi yang dihasilkan dari perubahan mineral lain terutama K feldspar oleh

larutan yang kaya Na.

b. Alunitisasi

Dijumpai pada batuan beku berbutir halus yang terdapat disekeliling vein

epithermal, dihasilkan oleh aktivitas air yang bersifat sulfat.

c. Argilitisasi

Biasa ditemukan pada batuan samping dari vein dimana cairan pembentuk akan

mengubah mineral feldspar menjadi lempung

d. Karbonitisasi

Dihasilkan oleh intrusi atau pembentukan mineral karbonat setempat.

e. Chloritisasi

Mineral sebelumnya, umumnya mineral Alluminous Ferromagnesian Silicate

f. Epidotisasi

Perubahan mineral Alluminous Ferromagnesian Silicate menjadi epidot

terdapat pada chlorite.

g. Silisifikasi

Dihasilkan oleh introduksi silica dari larutan magmatic akhir.

h. Piritisasi

Suatu perubahan mineral Ferromagnesian menjadi Pirit.

2. Alterasi yang menghasilkan mineral sekunder, antara lain :

a. Sausiritisasi

Perubahan dari Ca-Plagioklas menjadi mineral Albite atau Oligoklas, Epidot,

Kalsit, Serisit dan mineral Zeolit.

b. Propilitisasi

Alterasi dicirikan oleh introduksi dan pembentukan setempat mineral Karbon,

Silika, Chlorite, Sulfida dan Epidote.

Terdapat beberapa tipe alterasi secara hydrothermal, menurut Hochtein adalah

sebagai berikut :

1. Alterasi Langsung (Pengendapan)

Jenis alterasi ini merupakan jenis yang paling umum, dan banyak mineral

hydrothermal yang ditemukan di lapangan panasbumi dapat terendapkan secara

langsung dari larutan. Agar bisa terbentuk secara langsung diperlukan batuan

reservoir yang mengandung saluran yang menyebabkan fluida mengendap dapat

bergerak. Saluran itu dapat berupa kekar, sesar, retakan hidolik, ketidakselarasan, pori

dan bentuk permeable lainnya.

2. Alterasi Replacement (Penggantian)

Kebanyakan batuan mengandung mineral utama yang tidak stabil. Mineral ini

memiliki kecendrungan untuk digantikan dengan mineral yang stabil pada kondisi

yang baru. Kecepatan penggantian sangat bervariasi dan tergantung pada

permeabilitasnya. Tabel II-1. memperlihatkan penggantian relatif dari mineral primer

pada sistem hidrothermal, serta Tabel II-2. memperlihatkan produk penggantinya.

Tabel II-1Tipe Produk Pengganti Mineral Primer karena Alterasi Hidrothermal 4)

Tabel II-2 Pengganti Relatif Mineral Primer pada Sistem Hidrothermal 4)

3. Alterasi Leaching (Pelepasan)

Proses ini berlangsung di batas lapangan panasbumi, sehingga tidak umum

terlihat dalam core atau cutting yang diambil. Proses ini menyebabkan uap kondensat

terasamkan secara oksidasi dari gas H2S, menghancurkan batuan yang memiliki

mineral pengganti (attacks rock) yang melarutkan mineral primer tanpa mengganggu

lubang-lubang

Pada daerah yang dipengaruhi oleh aktivitas hidrothermal, hasil alterasi

batuan diharapkan memberikan informasi kondisi fisik dan kimia selama proses

alterasi berlangsung. Keadaan ini dicerminkan oleh asosiasi mineral sekunder yang

terbentuk. Hayashi (1968), mengelompokkan proses alterasi berdasarkan mineral

sekunder juga gambaran fisik dan kimiwi selama proses berlangsung, hal ini dapat

dilihat pada Tabel II- 3.

Table II-3Gambaran Sifat Fisik dan Kimiawi Pada Proses Alterasi 11)

Hasil studi resistivity melalui alterasi hidrothermal (Hochstein dan Sharms, 1982)

mengelompokkan alterasi hidrothermal berdasarkan perubahan fisik pada core dan

cutting untuk mengetahui tingkat alterasi, antara lain :

1. Very Low atau unalter : batuan belum teralterasi dan masih fresh

2. Low : 20 – 40 %

3. Medium : 40 - 60 %

4. High : 60 - 80 %

5. Very High : 80 – 100 %

Batuan reservoir yang mengalami alterasi akan mengalami perubahan fisik,

seperti :

1. Densitas

Pengendapan mineral secara langsung dan solution menjadikan batuan

reservoir akan meningkat densitasnya, sedangkan proses pelepasan akan mengurangi

densitas. Silicifikasi dari suatu breksi permukaan yang sangat porus misalnya dapat

menaikan densitas dari 1.3 sampai 2.65 (x 1000 kg/m3). Pertambahan densitas batuan

reservoir paling besar pada batuan porus dan sangat jarang pada batuan yang

mempunyai porositas primer kurang dari 5 %. Bila alterasi hydrothermal berlangsung

dengan pelepasan mineral dalam batuan yang mempunyai porositas rendah,

perubahan densitas batuan sangat sulit diestimasi, dimana densitas batuan baru, akan

bergantung pada densitas relative dan kelimpahan dari mineral yang berubah dan

mineral ubahan.

2. Porositas dan Permeabilitas

Proses pelepasan akan mengurangi porositas, sedang efek terhadap

permeabilitas hanya perubahan kecil, teratur dan kontinyu. Penurunan permeabilitas

lebih cepat karena banyak dan cepatnya proses pengendapan mineral pada proses

pelepasan.

3. Sifat Magnetis

Pada sebagian lapangan pansbumi kedua mineral (magnetite dan

titomagnetite) cepat berubah menjadi mineral non-magnetis seperti pyrite dan

hematite, ini menyebabkan batuan reservoir menjadi “de-magnetised” seperti

ditunjukkan Hochstein dan Hunt, 1970. Survei-survei magnetometer adalah metode

terbaik untuk menentukan lokasi dan batas areal geothermal, tetapi metode ini sangat

sulit diterapkan dilapangan.

4. Resistivitas

Konduktivitas batuan dalam reservoir geothermal sangat terpengaruh bukan

hanya dari konsentrasi elektrolit dari air panas yang terkandung, tetapi juga oleh

jumlah relative lempung konduktif dan adanya mineral zeolit dalam matrik batuan.

Mineral lempung yang umumnya terdiri dari kaolin, Chlorit, ilit, Ca-momtmorilonit.

Karena lempung merupakan mineral hidroksil, pembentukannya tergantung

temperature dan pengamatan serta percobaan memperlihatkan bahwa komposisi

fluida, pH, juga memainkan peranan penting pada genesanya.

2.3. Karakteristik Batuan Reservoir Panasbumi

Karakteristik batuan reservoir panasbumi sangat penting dipelajari karena

akan mendukung dalam suatu eksplorasi maupun pengembangan sumur-sumur

panasbumi. Dan umumnya batuan yang berada dalam reservoir tersebut dipengaruhi

oleh aspek-aspek kejadian alam dan geologi sebelumnya. Karakteristik batuan

reservoir meliputi jenis batuan, komposisi kimia batuan reservoir dan sifat fisik

batuan reservoir panasbumi.

2.3.1. Jenis Batuan Reservoir Panasbumi

Batuan merupakan bahan pembentuk kerak bumi, sehingga mengenal macam-

macam dan sifat batuan adalah sangat penting. Batuan didefinisikan sebagai semua

bahan yang menyusun kerak bumi secara genesa, dan merupakan suatu agregat

(kumpulan) mineral-mineral yang telah menghablur (mengeras).

Batuan di alam secara genesa dapat dikelompokkan dalam tiga jenis batuan :

batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf. Ketiga kelompok batuan tersebut

memungkinkan untuk menjadi batuan reservoir didalam sistem panasbumi.

Dalam sejarah pembentukannya ketiga kelompok batuan tersebut saling

berhubungan, dimana ketiganya terbentuk secara berurutan. Batuan beku terbentuk

akibat pembekuan magma atau lava. Batuan sedimen terbentuk akibat pengendapan

rombakan dari batuan beku yang telah mengalami proses pelapukan, pengikisan, dan

pengangkutan. Sedangkan batuan metamorf berasal dari batuan sedimen yang telah

mengalami proses metamorfose.

Pada umumnya batuan reservoir yang sering dijumpai di lapangan-lapangan

panasbumi berupa batuan beku kristalin, batuan metamorf, dan batuan debu vulkanik

cair, namun menelaah jenis batuan lain seperti batuan sedimen tetap diperlukan dan

berguna untuk studi geologi selanjutnya. Gambar 2.8 memperlihatkan siklus batuan

reservoir.

2.3.1.1. Batuan Beku

Batuan beku atau igneous rock adalah batuan yang terbentuk dari proses

pembekuan magma di bawah permukaan bumi atau hasil pembekuan lava di

permukaan bumi.

Menurut para ahli seperti Turner dan Verhoogen (1960), F. F Groun (1947),

Takeda (1970), magma didefinisikan sebagai cairan silikat kental yang pijar terbentuk

secara alamiah, bertemperatur tinggi antara 1.500 – 2.5000C dan bersifat mobile

(dapat bergerak) serta terdapat pada kerak bumi bagian bawah.

Gambar 2.8Siklus Batuan 12)

Dalam magma tersebut terdapat beberapa bahan yang larut, bersifat volatile

(air, CO2, chlorine, fluorine, iron, sulphur, dan lain-lain) yang merupakan penyebab

mobilitas magma, dan non-volatile (non-gas) yang merupakan pembentuk mineral

yang lazim dijumpai dalam batuan beku.

Pada saat magma mengalami penurunan suhu akibat perjalanan ke permukaan

bumi, maka mineral-mineral akan terbentuk. Peristiwa tersebut dikenal dengan

peristiwa penghabluran. Berdasarkan penghabluran mineral-mineral silikat (magma),

oleh NL. Bowen disusun suatu seri yang dikenal dengan nama Bowen’s Reaction

Series. Seperti terlihat pada Gambar 2.9

Gambar 2.9Skema Bowens Reaction Series 12)

Dari diagram di atas, sebelah kiri mewakili mineral-mineral mafik, dan yang

pertama kali terbentuk adalah olivin pada temperatur yang sangat tinggi (12000C)

dengan proporsi besi-magnesium dan silikon adalah 2:1 dan membentuk komposisi

(Fe2Mg).2SiO4. Tetapi jika magma jenuh oleh SiO2, maka piroksen yang terbentuk

pertama kali, dengan perbandingan antara besi-magnesium dengan silikon adalah 1:1

membentuk komposisi (MgFe)SiO3 pada temperatur yang lebih rendah. Olivin dan

piroksen merupakan pasangan Incongruent Melting, dimana setelah pembentukan,

olivin akan bereaksi dengan larutan sisa membentuk piroksen. Temperatur menurun

terus dan pembentukan mineral berjalan sesuai dengan temperaturnya. Mineral yang

terakhir terbentuk adalah biotit. Karena terjadi demikian maka reaksi ini disebut

dengan reaksi diskontinyu atau reaksi tidak menerus.

Seri berikutnya yang ada disebelah kanan mewakili kelompok plagioklas

karena didominasi atau hanya terdapat mineral plagioklas. Pada temperatur yang

sangat tinggi (12000C) yang mengkristal adalah plagioklas-Ca, dimana komposisinya

didominasi oleh kalsium dan sebagian kecil silikon dan aluminium. Pengkristalan

selanjutnya yang berlangsung secara menerus, komposisi Ca akan semakin berkurang

dan kandungan Na (sodium) akan semakin meningkat, sehingga pengkristalan

terakhir adalah plagioklas-Na. Reaksi pada seri ini disebut seri kontinyu karena

berlangsung secara terus menerus. Mineral mafik dan plagioklas bertemu pada

mineral potasium feldspar dan menerus ke mineral yang stabil, yang tidak mudah

terubah menjadi mineral lain pada temperatur sekitar 6000C.

Batuan beku diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : batuan Intrusif dan

Ekstrusif. Batuan Intrusif yang umum adalah granit yang berwarna cerah, serta

campuran mineral Orthoklas, Feldspar, dan Quartz. Sedangkan batuan Ekstrusif yang

umum adalah Basalt berwarna abu-abu gelap dan lava hitam.

Kandungan senyawa kimia batuan beku identik dengan batuan intrusinya,

apabila dalam satu kelompok. Hal ini hanya berbeda tempat terbentuknya saja,

sehingga menimbulkan perbedaan didalam besar butir dari setiap jenis mineral. Jenis

batuan intrusi dan ekstrusi adalah Granite, Ryolite, Syenite, Trakhite, Diorite,

Andesite, Tonalite, Dasite, Mansonite, Gabro dan basalt. Dari sini terlihat sebagai

contoh komposisi kimia dan prosentase oksida untuk batuan granit identik dengan

batuan ryolite demikian juga untuk hubungan kelompok yang lain. Batuan yang telah

mengalami pelapukan mempunyai komposisi kimia yang berbeda sehingga batuan

yang akan dianalisa haruslah batuan yang masih segar dan belum mengalami

perubahan.

Reservoir panasbumi seringkali terdiri dari batuan kristalin dan batuan

metamorf, kemudian debu vulkanik dan vulkanik cair. Batuan intrusi yang paling

umum adalah basalt. Umumnya batuan yang berwarna abu-abu gelap dan lava hitam

disebut basalt, yang dibagi menjadi oviline basalt dan felspatik basalt berdasarkan

kristal mineralnya. Batuan piroklastik adalah mineral yang berasal dari celah vulkanik

akibat letusan. Jika batuan tersebut tertransportasikan, terendapkan dan terkonsolidasi

sebagian atau seluruhnya kemudian tersedimentasikan akan membentuk batuan

sediment piroklastik.

2.3.1.2. Batuan Sedimen

Batuan sedimen merupakan batuan yang tersusun dari material hasil

pelapukan batuan induk. Komposisi batuan ini tergantung pada material asalnya.

Karena pengendapan yang berlangsung terus-menerus, menyebabkan terbentuknya

tekanan (Overburden Pressure) serta temperature akan bertambah sehingga terjadi

proses diagenesa (kompaksi dan sementasi).

Komposisi batuan sedimen dipengaruhi oleh beberapa aspek, antara lain :

1. Sumber material pembentuk sedimentasi

2. Proses erosi

3. Kondisi fisik dan kimiawi tempat pengendapan

4. Proses lanjutan setelah mineral terendapkan

Berbagai penggolongan dan penamaan batuan sedimen dikemukakan baik

secara genesanya maupun secara deskripsi. Secara genetik antara lain Pettijohn

(1975) dan W.T. Huang (1962). Kedua ahli ini menyimpulkan sebagai berikut :

1. Batuan Sedimen Klastik

Terbentuk dari pengendapan kembali detritur/pecahan batuan asal. Fragmentasi

batuan asal dimulai dari pelapukan secara mekanik maupun secara kimiawi,

kemudian tererosi dan tertransportasi menuju cekungan pengendapan. Setelah itu

mengalami diagenesa yaitu proses perubahan yang berlangsung pada temperature

rendah dalam suatu sedimen selama dan sesudah lithifikasi terjadi. Proses

diagenesa antara lain kompaksi, sedimentasi, sementasi, rekristalisasi, autogenesis

dan metasomatis. Kompaksi merupakan termampatnya batuan sedimen satu

terhadap lainnya akibat tekanan dari beban diatasnya. Sementasi merupakan

turunnya material di ruang antar butir sedimen dan secara kimiawi mengikat butir

sedimen. Sementasi ini akan semakin efektif bila derajat kelurusan larutan

(permeabilitas relatif) pada ruang antar butir makin besar. Rekristalisasi

merupakan pengkristalan kembali mineral dari suatu larutan kimia selama genesa.

Biasanya banyak terjadi pada batuan karbonat. Autigenesis adalah terbentuknya

mineral baru di lingkungan diagenetik sehingga mineral tersebut merupakan

partikel baru dalam suatu sedimen. Umumnya diketahui sebagai karbonat, silikat,

klorit, illit dan gypsum. Metasomatik adalah pergantian mineral sedimen oleh

berbagai mineral autinetik tanpa pengurangan volume asal.

2. Batuan Sedimen Non-Klastik

Terbentuk dari hasil reaksi kimia atau kegiatan organisme. Reaksi kimia yang

dimaksud adalah kristalisasi langsung atau penggaraman unsur laut, pertumbuhan

kristal dari agregat suatu kristal yang terpresipitasi dan replacement (W.T. Huang,

1962).

Pemilahan batuan sedimen didasarkan oleh : struktur, tekstur, komposisi

mineral, grain size, sorting, roundness, matriks, sementasi serta bidang

perlapisannya.Secara genetik batuan sedimen dibagi menjadi batuan piroklastik,

sedimen tufaan dan epiklastik.

1. Batuan Piroklastik

Batuan vulkanik yang bertekstur klastik hasil erupsi gunung api eksplosif dengan

material penyusun yang berbeda (T. Fisher dan Williams, 1982).

2. Batuan Sedimen Tufaan

Debu vulkanik jatuh pada cekungan sedimen dimana sedimentasi berlangsung,

sehingga terjadi percampuran dan membentuk batuan sedimen tufaan. Bila

terkonsolidasi akan membentuk batuan sedimen tufaan.

3. Batuan Epiklastik

Terbentuk dari sedimentasi campuran bahan rombakan batuan piroklastik dengan

batuan sedimen lain (batuan epiklastik) baik yang bersifat vulkanik maupun non

vulkanik, oleh William (1954) diberi nama sesuai dengan ukurannya dan masing-

masing diberi kata-kata vulkanik. Batuan epiklastik dapat juga terjadi karena

percampuran batuan sedimen vulkanik dan batuan vulkanik dengan proses aliran

langsung dari pusat erupsi gunung api dan hasil percampuran masih segar

teronggokan pada suatu tempat di permukaan bumi.

2.3.1.3. Batuan Metamorf

Batuan yang berasal dari batuan induk, dapat berupa batuan beku, sedimen

maupun metamorf sendiri. Batuan ini telah mengalami perubahan mineralogi, tekstur

maupun struktur akibat pengaruh tekanan dan temperatur sangat tinggi, berkisar 200 oC – 600 oC.

Menurut H.G.F. Winkler (1967), metamorfosa adalah proses yang merubah

mineral batuan pada fasa padat karena pengaruh kondisi fisika dan kimia kerak bumi

yang berbeda pada kondisi sebelumnya.

Tipe metamorfosa digolongkan menjadi :

1. Metamorfosa Lokal

Penyebarannya hanya beberapa kilometer. Tipe ini meliputi :

a. Metamorfosa Kontak (Thermal)

Terjadi kontak atau sentuhan langsung dengan tubuh magma, dengan lebar 2-3

km. Faktor yang mempengaruhi adalah temperatur tinggi.

b. Metamorfosa dislokasi (dinamo/kinematik)

Dijumpai pada daerah yang mengalami dislokasi, daerah sesar besar dan lokasi

yang massa batuannya mengalami penggerusan.

2. Metamorfosa Regional

Dapat mencapai ribuan kilometer bahkan di dalam bumi. Tipe metamorfosa ini

meliputi :

a. Metamorfosa regional (dinamothermal)

Terjadi pada kulit bagian dalam, faktor yang berpengaruh adalah temperatur

dan tekanan tinggi serta akan lebih intensif jika diikuti orogenesa.

b. Metamorfosa beban (burial)

Tidak ada hubungannya dengan orogenesa dan intrusi. Terjadi di daerah

geosinklin akibat pembebanan sedimen tebal di bagian atas, maka lapisan

sedimen yang berada di bagian bawah cekungan akan mengalami proses

metamorfosa.

Batuan metamorf yang terdapat pada lapangan panasbumi adalah Serpentinite

dan Talc. Batuan ini terbentuk akibat alterasi hidrothermal pada mineral

Ferromagnesian oleh magma dan biasa disebut sebagai “Autometamorphism”.

Batuan ini terbentuk di daerah dimana terjadi pencairan kembali dan membentuk

batuan beku metamorf.

Proses metamorfosa di lapangan panasbumi dikenal sebagai alterasi. Mineral

batuan mengalami perubahan akibat temperature dan tekanan sangat tinggi sehingga

terbentuk mineral baru yang dapat dijadikan indikasi daerah temperatur tinggi,

misalnya epidot, piroksin dan lain sebagainya.

2.3.2. Komposisi Kimia Batuan Reservoir Panasbumi

Batuan reservoir panasbumi umumnya adalah batuan beku vulkanik yang

berasal dari pembekuan magma, sehingga komposisi kimia dari batuan reservoir

tersebut tidak dapat dipisahkan komposisi magma sebagai sumbernya.

Batuan beku ini tersusun dari : Si, Al, Mg, Fe, Ca, Na dan K serta Mn, P dan

Ti dalam jumlah yang sedikit. Elemen tersebut didampingi oleh oksigen dan sejumlah

batuan dan biasanya dilaporkan dalam bentuk komponen oksida (SiO2 dan Al2O3).

Dari hasil analisa kimia batuan reservoir menunjukkan SiO2 merupakan

komponen terbanyak berkisar antara 35% - 75%, Al2O3 sekitar 12% - 18% pada

batuan beku dan mencapai 20% pada batuan intermediet, FeO dan Fe2O3, juga MgO

serta CaO berkisar antara 20%-30% pada batuan beku yang rendah kadar SiO2-nya,

sedangkan pada batuan beku yang tinggi kadar SiO2-nya adalah sekitar 5%.

Kandungan Na2O yang lebih dari 8% dan K2O 6% jarang mencapai 10% (Intermediet

Content). Tabel II-4 menerangkan klasifikasi silika sebagai mineral penyusun

batuan.

Tabel II-4Klasifikasi Silika 12)

2.3.2.1. Berdasarkan Kandungan Mineral

Chamichael (1974) membagi batuan reservoir vulkanik menjadi beberapa

keluarga berdasarkan kandungan mineralnya, yaitu basalt, basalt trakit-andesite trkit,

Andesite-Reolite, Trakit-Fenolite, Lamprofite, Nefelitite.

1. Keluarga Basalt

Merupakan batuan reservoir beku luar yang bersifat basa dengan kandungan

mineral utama berupa Ca-Plagioklas dan Piroksin. Keluaga Basalt terdiri dari

beberapa jenis batuan, antara lain : Taleitic Basalt, High Alumina Basalt,

Shasonite, Alkali Olivin Basalt.

2. Keluarga Basalt Trakit-Andesite Trakit

Batuan Vulkanik yang bersifat agak basa sampai intermediet, dengan mineral

utama Augit. Olivin jarang dijumpai. Dan batuan ini bersifat lebih felspatik (K2O

+ NaO tinggi dari pada basalt), macam batuan ini : Basalt Traki, Andesite traki,

Hawaiit.

3. Keluarga Andesite-Reolite

Merupakan batuan reservoir beku luar yang bersifat menengah hingga asam.

Keluarga Andesite-Reoloit ini terdiri dari : Porpirit-Andesite, Dasite-

Riodasite,Riolit, Porpirit Kuarsa, Latite.

4. Keluarga Trakit-Fenolite

Merupakan batuan beku luar menengah dengan total Na2O dan K2O tinggi, tetapi

CaO rendah, terdiri dari : Trakit dan Fenolite.

5. Keluarga Lamprofit

Merupakan batuan reservoir beku luar yang bersifat basa hingga ultra basa, kaya

alkali, Fe, Mg, bertekstur perfiritik dengan mineral ferromagnesian seperti Biotit

sebagai kristal sulung, Augit, Olivin dan feldspar.

6. Keluarga Nefelitit

Merupakan batuan reservoir beku luar yang berkomposisi dari basa hingga

ultabasa, mengandung Augit, pliin dan plagopit. Adanya Felspartoid mencirikan

keluarga ini. Antara lain : Nefelinit dan Leusit.

2.3.2.2. Berdasarkan Kandungan Silika (SiO2)

Berdasarkan kandungan silika (SiO2), menurut O.Hirakawa dapat

diklasifikasikan menjadi :

1. Batuan Asam (acidic/silicic rock)

Merupakan batauan dasar reservoir yang mempunyai kandungan silica cukup

tinggi (lebih dari 60%). Contohnya granit dan riolit.

2. Batuan Basa (basic rock)

Merupakan batuan reservoir yang mempunyai kandungan silika antara 45% - 52%

kaya Mg, Fe dan Ca. Contoh gabro dan basalt.

3. Batuan Menengah (intermediate rock)

Merupakan batuan beku peralihan antara batuan beku asam dan basa dengan

kandungan silica antara 52% - 66%. Contohnya andesit dan diorite.

4. Batuan Ultrabasa

Merupakan batuan reservoir dengan kandungan silika rendah berkisar antara 40% -

45%.

2.3.2.3. Berdasarkan Indeks Warna

Komposisi kimia batuan reservoir panasbumi berdasarkan indeks warna

dibagi dalam beberapa subklas, antara lain :

1. Felsic Rock, atau batuan terang yang merupakan batuan vulkanik yang

terutama terdiri dari mineral berwarna terang atau mempunyai indeks warna

kurang dari 20%. Contohnya Dasit-Riolit dan sebagainya, batuan ini

umumnya kaya akan Ca, Fe, dan Mg.

2. Mafik Rock atau batuan gelap, adalah batuan yang terutama terdiri dari

ferromagnesian atau mineral bewarna gelap dan mempunyai indeks warna

antara 40% - 70%. Contoh batuan ini adalah ini adalah Gabro, Basalt. Istilah

gelap digunakan untuk mineral Ferromagnesian atau bewarna gelap seperti

Olivin, Piroksin, Horblende, Biotit dan Ryolit. Umumnya batuan ini kaya

akan kandungan kimia seperti Fe dan Mg.

3. Intermediet Rock, merupakan batuan reservoar peralihan antara batuan terang

dan gelap, indeks warna sekitar 50% dan kaya akan SiO2, Ca Fe dan Ti.

4. Ultramafic Rock atau batuan Ultra gelap, adalah batuan reservoir yang

terutama disusun oleh mineral gelap seperti Olivin, Orthoklas, Klinopiroksin,

Amfibol dan mempunyai indeks warna lebih dari 70% dan kaya akan unsur

Ca dan K.

Klasifikasi batuan reservoir vulkanik berdasarkan indeks warna yang dimiliki

oleh tiap-tiap batuan dan indeks warna juga digunakan untuk menentukan kandungan

dan sifat-sifat kimia batuan. Hal ini disebabkan dari kejadian batuan tersebut yang

berasosiasi dengan mineral yang ada di permukaan bumi sewaktu terjadi letusan

gunung berapi.

2.3.3. Sifat Fisik Batuan Reservoir Panasbumi

Sifat fisik batuan reservoir terdiri dari densitas, porositas, wettabilitas,

saturasi, tekanan kapiler, permeabilitas dan kompresibilitas batuan.

2.3.3.1. Densitas Batuan

Densitas batuan dari batuan berpori adalah perbandingan antara berat

terhadap volume (rata-rata dari material tersebut). Densitas spesifik adalah

perbandingan antara densitas material tersebut terhadap densitas air pada tekanan dan

temperatur yang normal, yaitu kurang lebih 103 kg/m3. Sebagai contoh densitas

spesifik di Wairakei antara 1 – 3 gr/cm3. Densitas spesifik batuan (bagian yang solid)

antara 2,2 sampai 3 gr/cm3.

Densitas batuan pada lapangan panasbumi pada umumnya sangat berpengaruh

terhadap kandungan panas (heat content) yang dikandung, dimana terdapat hubungan

yang berbanding lurus antara panas yang dikandung dan densitas batuan. Semakin

besar densitas batuan maka semakin besar pula panas yang dikandung dalam batuan.

Densitas batuan pada lapangan panasbumi pada umumnya sangat besar jika

dibandingkan dengan daerah non-vulkanik, karena reservoir panasbumi sering kali

terdiri dari batuan beku kristalin dan batuan metamorf, kemudian debu vulkanik dan

batuan vulkanik cair.

2.3.3.2. Porositas

Porositas didefinisikan sebagai perbandingan volume pori-pori (yaitu volume

yang ditempati oleh fluida) terhadap volume total batuan. Ada dua jenis porositas

yaitu porositas antar butir dan porositas rekahan. Pada umumnya reservoir panasbumi

mempunyai sistem porositas rekahan. Secara matematis porositas dapat dituliskan

sebagai berikut :

……………………………………………………..(2.1)

Sebagai contoh, apabila batuan mempunyai media berpori dengan volume 0,001 m3,

dan media berpori tersebut dapat terisi air sebanyak 0,00023 m3, maka porositasnya

adalah :

Pada kenyataannya, porositas didalam suatu sistem panasbumi sangat

bervariasi. Contohnya didalam sistem reservoir rekah alami, porositas berkisar sedikit

lebih besar dari nol, akan tetapi dapat berharga sama dengan satu (1) pada

rekahannya. Pada umumnya porositas rata-rata dari suatu sistem media berpori

2.3.3.3. Wettabilitas

Wettabilitas atau derajat kebasahan batuan didefinisikan sebagai sifat dari

batuan yang menyatakan mudah tidaknya permukaan batuan dibasahi fluida.

Kecenderungan fluida untuk menyebar atau menempel pada permukaan batuan

dikarenakan adanya adhesi yang merupakan faktor tegangan permukaan antara

batuan dengan fluida. Faktor ini pula yang menentukan fluida mana yang akan

membasahi suatu padatan.

Tegangan antar permukaan akan timbul pada batas permukaan antara fluida

yang tidak saling larut, misalnya pada reservoir panasbumi yaitu uap dan air, dimana

air akan cenderung melekat pada permukaan batuan, sedangkan uap berada di atas

fasa cair, jadi uap tidak mempunyai gaya tarik-menarik dengan batuan dan akan

mudah mengalir.

Sama halnya dengan sistem minyak-air benda padat,seperti terlihat pada

Gambar 2.10 gaya adhesi AT yang menimbulkan sifat air membasahi benda padat

adalah :

AT = σso - σsw = σwo. cos θwo ...…………………………………..(2.2)

keterangan :

σso = tegangan permukaan minyak-benda padat, dyne/cm

σsw = tegangan permukaan air-benda padat, dyne/cm

σwo = tegangan permukaan minyak-air, dyne/cm

θwo = sudut kontak minyak-air.

Suatu cairan dikatakan membasahi zat padat jika tegangan adhesinya positip

(θ < 90o), yang berarti batuan bersifat water wet. Sedangkan bila air tidak membasahi

zat padat maka tegangan adhesinya negatip (θ > 90o), berarti batuan bersifat oil wet.

Gambar 2.10Kesetimbangan Gaya-Gaya Pada Batas Air-Minyak-Padatan

2.3.3.4. Tekanan Kapiler

Tekanan kapiler (Pc) didefinisikan sebagai perbedaan tekanan yang ada antara

permukaan dua fluida yang tidak tercampur (cairan-cairan atau cairan-gas) sebagai

akibat dari terjadinya pertemuan permukaan yang memisahkan kedua fluida tersebut.

Besarnya tekanan kapiler dipengaruhi oleh tegangan permukaan, sudut kontak antara

uap–air–zat padat dan jari-jari kelengkungan pori.

Pengaruh tekanan kapiler dalam sistem reservoir antara lain adalah :

1. Mengontrol distribusi saturasi di dalam reservoir.

2. Merupakan mekanisme pendorong air dan uap untuk bergerak atau mengalir

melalui pori-pori secara vertikal.

Sebuah pipa kapiler (Gambar 2.11) dalam suatu bejana terlihat bahwa air naik

ke atas di dalam pipa akibat gaya adhesi antara air dan dinding pipa yang arah

resultannya ke atas.

Gaya-gaya yang bekerja pada sistem tersebut adalah :

1. Besar gaya tarik keatas adalah 2π rAT, dengan r adalah jari-jari pipa kapiler.

2. Sedangkan besarnya gaya dorong ke bawah adalah πr2hg(ρw-ρs).

Gambar 2.11Tekanan dalam Pipa Kapiler 9)

Pada kesetimbangan yang tercapai kemudian, gaya ke atas akan sama dengan

gaya ke bawah yang menahannya yaitu gaya berat cairan. Secara matematis dapat

dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :

…………………….………….... (2.3)

atau :

…………………….……………………….... (2.4)

Keterangan :

h = ketinggian cairan di dalam pipa kapiler, cm

r = jari-jari pipa kapiler, cm.

ρw = massa jenis air, gr/cc

ρs = massa jenis steam (uap), gr/cc

g = percepatan gravitasi, cm/dt2

Dengan memperlihatkan permukaan fasa uap dan air dalam pipa kapiler maka

akan terdapat perbedaan tekanan yang dikenal dengan tekanan kapiler (Pc). Besarnya

Pc sama dengan selisih antara tekanan fasa air dengan tekanan fasa uap, sehingga

diperoleh persamaan sebagai berikut :

Pc = Ps – Pw = (ρs - ρw) g h ….…………………………………. (2.5)

Tekanan kapiler dinyatakan berdasarkan sudut kontak dalam hubungan sebagai

berikut :

.................................................................................. (2.6)

Keterangan :

Pc = tekanan kapiler

σ = tegangan permukaan uap-air

θ = sudut kontak permukaan uap-air

r = jari-jari pipa kapiler

Menurut Plateau, tekanan kapiler merupakan fungsi tegangan antar muka dan

jari-jari lengkungan bidang antar muka, dan dapat dinyatakan dengan persamaan :

.......................................................................... (2.7)

Keterangan :

R1 dan R2 = jari-jari kelengkungan konvek dan konkaf, inch

σ = tegangan permukaan, lb/inch

Penentuan harga R1 dan R2, dilakukan dengan perhitungan jari-jari

kelengkungan rata-rata (Rm), yang didapatkan dari perbandingan Persamaan 2.6

dengan Persamaan 2.7. Dari perbandingan tersebut didapatkan persamaan

perhitungan jari-jari kelengkungan rata-rata sebagai berikut :

........................................... (2.8)

Gambar 2.12. menunjukkan distribusi dan pengukuran R1 dan R2. Kedua jari-

jari kelengkungan tersebut diukur pada bidang yang saling tegak lurus. Didapatkan

bahwa tekanan kapiler berbanding terbalik dengan ukuran butir batuan (grain size),

jadi semakin besar ukuran butir batuan maka semakin kecil tekanan kapiler dan

begitu sebaliknya.

Gambar 2.12Distribusi dan Pengukuran Radius KontakAntara Fluida Pembasah dengan Padatan 9)

2.3.3.5. Saturasi

Saturasi merupakan fraksi fluida yang menempati pori-pori batuan reservoir.

Pada waktu sistem mengandung fasa cair dan uap dalam keadaan setimbang, maka

kedua fasa tersebut akan terjenuhi. Dalam keadaan demikian sifat tekanan dan

temperatur tidak dapat berdiri sendiri. Hubungan tekanan dan temperature pada

kondisi saturasi, masing-masing fasa tunggal. Ketika tekanan dan temperature ini

diplotkan maka akan diperoleh suatu kurva saturasi, kurva itu akan berakhir pada

titik-titik kritis karena densitas dari fasa uap dan fasa cair adalah sama dengan

keadaan fluida dua fasa tidak terdapat

Secara matematis untuk saturasi masing-masing fasa dapat dihitung sebagai

berikut :

………..…………………………….. (2.9)

Sv = 1 – SI ……………………………………..…………………… ……. (2.10)

keterangan :

…………………………………….…………………... (2.11)

………………………………………….……………… (2.12)

ρs = densitas uap, kg/m3

ρw = densitas air, kg/m3

h = enthalpy campuran, kJ/kg

hs = enthalpy uap, kJ/kg

hw = enthalpy air, kJ/kg

2.3.3.6. Permeabilitas

Permeabilitas didefinisikan sebagai bilangan yang menunjukkan kemampuan

batuan untuk mengalirkan fluida pada media berpori. Definisi kuantitatif pertama kali

dikembangkan oleh Henry Darcy (1956) dalam bentuk sebagai berikut :

..……………….………………………………..……………. (2.13)

keterangan :

v = kecepatan aliran, cm/sec.

μ = viskositas fluida yang mengalir,cp.

dP/dx = gradient tekanan dalam arah aliran, atm/cm.

k = permeabilitas media berpori, Darcy.

Dari Persamaan (2.13), dapat dinyatakan kecepatan alir fluida (kecepatan

flux) berbanding lurus dengan k/μ (permeabilitas dibagi viskositas dinamis), atau k/μ

biasa dikenal dengan mobility ratio.

Permeabilitas merupakan ukuran lubang yang berhubungan dengan pori,

sedangkan porositas merupakan ukuran ruang pori. Permeabilitas ini dapat dibedakan

menjadi :

● Permeabilitas Absolute, yaitu permeabilitas batuan dimana fluida yang mengalir

satu fasa (air atau uap saja).

● Permeabilitas Efektif, yaitu permeabilitas dimana fluida yang mengalir lebih dari

satu fasa (air dan uap yang mengalir bersamaan).

Apabila fluida terdiri dari air dan uap air, maka :

Qm = Qml + Qmv ......................................................................................(2.14)

Setiap fasa dianggap memenuhi hukum Darcy, sehingga :

Qml = ……………………………………………..(2.15)

Qmv = …………………………………………….(2.16)

Pada Persamaan 2.15 dan 2.16 diperkenalkan permeabilitas relative, yaitu

krl dan krv. Besaran ini menggambarkan suatu fakta bahwa kedua fasa tersebut saling

berpengaruh terhadap satu dan lainnya, selama kedua fasa fluida tersebut mengalir

melalui media berpori. Bentuk yang pasti dari kurva krl dan krv pada reservoir

geothermal tidak diketahui. Akan tetapi dianggap bahwa kedua parameter tersebut

merupakan fungsi dari saturasi liquid. Interaksi fasa ini merupakan hal yang sangat

penting didalam aliran fluida dua fasa di media berpori. Pada kondisi saturasi liquid

tinggi, air akan mengalir, sementara itu uap tidak bergerak (immobile). Pada kondisi

saturasi rendah, air tidak bergerak dan uap yang mengalir. Persamaan yang sangat

umum digunakan adalah persamaan Corey :

Krl = (Sl*)4 …………………………………………………………….(2.17)

Krv = (1 – Sl*)2 . (1 – (Sl

*)2) …………………………………………...(2.18)

Keterangan :

………………………………………………….. (2.19)

Slr dan Svr adalah saturasi air dan uap tersisa pada media berpori, dimana pada kondisi

ini kedua fasa tersebut (air dan uap air) tidak bergerak. Gambar 2.13

memperlihatkan hubungan krl dan krv terhadap saturasi liquid dengan mengambil

harga Slr = 0.3 dan Svr = 0.05.

Gambar 2.13

Hubungan krl dan krv dengan Saturasi Liquid 1)

Permeabilitas mempunyai nilai yang berbeda terhadap arah x dan y, pada arah

x dan y lebih besar dibanding kearah z, maka sistem ini disebut anisotropic. Apabila

permeabilitas seragam ke arah horizontal maupun vertikal disebut sistem isotropic.

Satuan permeabilitas adalah m2. Umumnya pada reservoir panasbumi permeabilitas

vertikal berkisar antara 10-14 m2, sedangkan permeabilitas horizontal mencapai 10 kali

lebih besar dibanding permeabilitas vertikalnya.

2.3.3.7. Spesifik Panas Batuan

Spesifik panas batuan adalah banyaknya energi panas yang diperlukan untuk

menaikkan temperatur dari satu satuan massa batuan tersebut dengan 1ºK. Jadi

satuannya adalah satuan energi per massa per derajat Kelvin (energi/massa/oK). Pada

umumnya harga spesifik panas (Cr) pada reservoir panasbumi secara rata-rata

berharga 1000 J/kgK.

2.3.3.8. Konduktivitas Panas Batuan

Konduktivitas panas batuan adalah kemampuan batuan untuk

menghantarkan energi hanya dengan konduksi pada gradient thermal tertentu.

Konduktivitas diberi simbol K dan satuannya adalah (energi/waktu/luas)/

(temperature/jarak) atau W/(m.0K). Harga yang umum berkisar antara 2 – 2.5

W/(m.0K). Tabel II-5 memprlihatkan harga konduktivitas panas batuan asal yang

belum teralterasi pada temperatur kamar. Konduktifitas panas pada medium yang

tersaturasi, jika suatu konduktifitas panas batuan terjenuhi oleh air bergantung pada

konduktifitas panas batuan serta fluida. Adanya fluida yang menjenuhi (mensaturasi)

batuan berpori menyebabkan konduktifitas panas menjadi :

…………………………………………………….(2.20)

keterangan :

K = Konduktifitas panas medium yang tersaturasi, W/moK

Kr = konduktivitas panas batuan, W/moK

= porositas, fraksi

Kf = konduktivitas panas fluida, W/moK

Karena porositas relatif kecil, maka harga K sangat tergantung pada konduktifitas

batuan (Kr).

Tabel II-5

Konduktivitas Panas Batuan asal pada Temperatur Kamar 16)

2.4. Karakteristik Fluida Reservoir Panasbumi

Pada reservoir yang dianggap ideal pada umumnya terdiri dari air dan

impuritis, dimana fluida tersebut memiliki komposisi kimia serta sifat fisik tertentu.

Dimana komposisi kimia dan sifat fisik tersebut akan berpengaruh terhadap reservoir

panasbumi.

2.4.1. Komposisi Kimia Fluida Reservoir Panasbumi

Fluida pada reservoir panasbumi terdiri dari mineral-mineral seperti

kombinasi alkali, alkali tanah, sulfur, oksida besi dan alluminium. Bahan-bahan

tersebut tersusun dari ion-ion yang sejenis dengan kandungan tertentu disamping itu

juga terdapat impurities.

Fluida yang keluar dari sumur panasbumi umumnya disertai beberapa gas

yang terlarut dalam air. Gas CO2 jumlahnya berkisar 63% - 97%, berat H2S berkisar

1% - 21% sedangkan komponen yang terkecil adalah CH4, H2 dan N2, kadang-kadang

terdapat pula NH3, H3BO3.

2.4.1.1. Berdasarkan Anion dan Kation

Di dalam fluida reservoir, elemen dalam fluida merupakan keseimbangan ion-

ion positif dan ion-ion negatif. Ion-ion ini bersenyawa dengan satu atau lebih elemen

ion lainnya untuk membentuk garam. Misalnya sodium sulfat, yang merupakan

ekuivalen Na+ dengan berat ekuivalen SO4- yang merupakan kesetimbangan antara

ion positif dan ion negatif.

Ion-ion dalam fluida reservoir dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu :

1. Kation (ion-ion positif) terdiri dari :

● Alkali, antara lain K+, Na+, Li+ yang membentuk basa kuat.

● Metal alkali tanah, antar lain Br2+, Mg2+, Ca2+, Sr2+ membentuk basa lemah.

● Ion hidrogen

● Metal berat antara lain, Fe, Mn2+ membentuk basa yang terdisosiasi.

a. Sodium dan potasium (Na/K)

Sodium biasanya merupakan kation yang dominan dan dijumpai dalam fluida

panasbumi temperatur tinggi. Variasi sistematikdalam perbandingan sodium

dan potasium dengan temperatur tinggi umum terjadi, tapi dalam sistem

panasbumi yang bersifat asam dan di daerah yang mempunyai variasi batuan

yang luas ini memungkinkan untuk hubungan yang tepat atau teliti antara Na/K

dengan temperatur air ( White, 1965; Ellis dan Mahon, 1967 ). Rekristalisasi

hidrothermal pada batuan vulkanik atau batuan kuarsa felspartik cenderung

menghasilkan potasium felspart, potasium mika dan albite. Hal ini ditinjau dari

alterasi batuan hidrothermal sumur yang dalam dan percobaan laboraturium

pada temperatur di atas 200ºC.

b. Kalsium (Ca)

Ion Ca adalah unsur darifluida reservoir yang berkombinasi dengan ion

karbonat atau sulfat dengan cepat membentuk kerak (scale) pengikat padatan.

c. Magnesium (Mg)

Ion Mg biasanya berada dalam konsentrasi yang jauh lebih mendekati dari pada

Ca. Magnesium juga seperti ion kalsium yaitu dapat berkombinasi dengan ion

karbonat sehingga dapat menimbulkan masalah scale.

d. Ferrum (Fe)

Kandungan Fe (besi) dari fluida reservoir biasanya cukup rendah dan adanya

unsur ini biasanya ditunjukan dengan adanya korosi pada besi, terdapat pada

larutan sebagai ion ferri (Fe3+) dan Ferro (Fe2+) atau dalam suspensi sebagai

endapan senyawa besi. Kandungan besi sering digunakan untuk

mengidentifikasi dan memonitor korosi dalam sistem air. Endapan senyawa

besi dapat mengakibatkan formasi plugging.

e. Barium adalah unsur yang mempunyai kemampuan untuk berkombinasi

dengan ion sulfat untuk membentuk ion insoluble yaitu Barium sulfat (BaSO4).

f. Strontium (Sr)

Seperti barium dan calsium, strontium dapat berkombinasi dengan ion sulfat

untuk membentuk insoluble strontium sulfat walaupun lebih soluble daripada

barium sulfat, storntium sering membentuk scale bercampur dengan barium

sulfat.

2. Anion (ion-ion negatif), yang terdiri dari :

● Asam kuat, antara lain : Cl-, SO4-, NO3

-

● Basa lemah antara lain : CO3-, HCO3

-, S-

a. Clorite (Cl)

Ion clorite hampir selalu merupakan ion utama dalam air formasi dan muncul

sebagai unsur pokok dalam air tawar. Sumber utama ion clorite adalah natrium

clorida (NaCl), selanjutnya konsentrasi ion clhorida digunakan sebagai ukuran

salinitas air.

b. Karbonat dan Bikarbonat

Ion-ion ini merupakan ion yang dapat membentuk scale yang insoluble (tidak

dapat larut dalam air). Konsentrasi ion karbonat kadang-kadang disebut

“Methyl Orange Alkalinity”.

c. Sulfat (SO4-)

Ion sulfat sering menimbulkan masalah, sebab ion ini mempunyai kemampuan

untuk bereaksi dengan calsium, barium, atau strontium untuk membentuk scale

insoluble dan juga membantu sebagai “Food Substance” yaitu pengurangan

bakteri.

Ion-ion tersebut di atas akan bergabung diantara mereka berdasarkan empat sifat,

yaitu :

1. Salinitas primer, yaitu jika alkali bereaksi dengan asam kuat akan membentuk

garam seperti NaCl dan Na2SO4.

2. Salinitas sekunder, jika alkali tanah bereaksi dengan asam kuat akan

membentuk CaCl2, MgSO4, MgCl2 dan CaSO4.

3. Alkalinitas primer, jika alkali bereaksi dengan asam lemah membentuk NaCO3,

NaHCO3.

4. Alkalinitas sekunder, jika alkali tanah bereaksi dengan asam lemah membentuk

garam antara lain CaCO3, MgCO3, Ca(HCO3)2, dan Mg(HCO3)2.

Pada daerah mata air panas yang mendidih dengan keluaran utama adalah air,

umumnya sifat dasar dari air dari mata air dan sumur yang cukup dalam, air yang

didapat adalah sama. Kecuali unsur-unsur yang dikontrololeh temperatur reversible

tergantung kesetimbangan. Daerah dengan perbandingan unsur Clhorid, Lithium,

Calsium, Flouride, Iodide, Bromide, Arsenic atau Boron dalam air dengan unsur-

unsur dalam, mempunyai suatu perbedaan dengan mata air di permukaan. Perbedaan

ini kebanyakan disebabkan karena konsentrasi unsur-unsur utama pembentuk batuan

mengalami perubahan, unsur utama ini antara lain adalah Magnesium, Alumunium,

Besi, Mangaan yang semua mempunyai konsentrasi rendah.

Dibawah tingkat pendidihan dan pengoksidasian,air dalam suatu sistem

panasbumi yang mempunyai temperatur tinggi, seringkali mempunyai pH yang tidak

lebih dari 1-2 unit dari pH netral pada temperatur tersebut. Konsentrasi silika sangat

tinggi dan larutan yang lain seperti Boron, Flourite, Arsenic dan Hydrogen sulfide

akan hadir dalam konsentrasi yang lebih tinggi dari konsentrasi air dingin. Pada

beberapa mata air ditandai dengan sifat dasar seperti konsentrasi keasaman yang

tinggi, konsentrasi sulfide yang tinggi, konsentrasi clhoride rendah dan merupakan air

permukaan atau aquifer yang tetap, dipanasi oleh aliran-aliran uap. Uap akan

memanasi air meteoric yang menggenang di bawah permukaan dan juga akan

menghasilkan air dengan konsentrasi karbonat yang tinggi.

2.4.1.2. Berdasarkan Kandungan Air dan Impuritis

Fluida reservoir panasbumi mempunyai komposisi yang sangat komplek, hal

ini selain disebabkan oleh unsur-unsur yang sudah ada dalam reservoir juga karena

adanya pengaruh tekanan dan temperature yang tinggi yang akan menyebabkan

terjadinya perubahan komposisi baik pada solid maupun fluidanya. Secara umum

fluida reservoir meliputi air, uap, dan NCG (Non Condensable Gas).

a. Air Sebagai Fluida Reservoir

Air sebagai fluida reservoir mempunyai komposisi yang berbeda-beda dan

secara kimia dibagi menjadi empat macam dengan komposisi yang paling umum

terdapat di dalamnya. Sedangkan uap adalah cairan yang karena adanya pengaruh

temperature yang tinggi berubah wujudnya menjadi partikel-partikel yang lebih kecil

dan ringan tetapi masih memiliki komposisi kimia yang sama dengan air.

Berdasarkan komposisi kimianya air dapat dibagi menjadi empat macam yaitu Alkali

Chloride Water, Acid Sulfate Water, Acid Sulfate-Chloride Water, Bicarbonat Water.

Tabel II-6Contoh Komposisi Fluida Panasbumi Sistem Air Panas 16)

1. Alkali Chloride Water

Garam terlarut dalam air ini umumnya berupa sodium dan potassium chloride

walaupun kadang-kadang ditemukan calsium dalam konsentrasi yang kecil. Air ini

juga mengandung silica dalam konsentrasi yang tinggi, selain itu terdapat dalam

konsentrasi yang cukup seperti sulfate, bicarbonate, fluoride, ammonia, arsenic,

lithium, rubium, caecium, dan asam borate.

Perbandingan chloride dan sulfat biasanya cukup tinggi dan pH berkisar dari

daerah yang asam sampai ke daerah yang cukup basa (pH 5 – 9 ). Gas yang terlarut

dalam air ini terutama karbondioksida dan hydrogen sulfide. Air ini seringkali

didapatkan di daerah-daerah yang terdapat spring (mata air) atau daerah yang ada

aktivitas geyser dan daerah yang banyak terdiri dari batuan volkanik dan sedimen.

2. Acid Sulfate Water

Acid sulfate water mengandung chloride dengan kadar yang rendah dan dapat

terbentuk pada daerah vulkanik, dimana uap dibawah 400oC mengembun ke

permukaan air. Hidrogen sulfide dari uap kemudian teroksidasi menjadi sulphate.

Acid sulphate water didapat di daerah-daerah dimana uap akan naik dari air bawah

tanah dengan temperature tinggi dan di daerah vulkanik, pada fasa pendinginan

hanya karbondioksida dan gas sulfur tetap akan naik bersama uap melalui batuan.

Unsur-unsur yang terdapat dalam air ini biasanya lepas dari dinding-dinding batuan

disekelilingnya.

3. Acid Sulfate-Chloride Water

Air dari mata air panas (hot spring water) mengandung chloride dan sulphate

dengan konsentrasi yang sebanding. Air ini umumnya bersifat asam (pH 2 – 5) dan

dapat terjadi dalam beberapa cara :

a. Campuran alkali chloride water dan acid sulphate water.

b. Sulfida dalam air alkali chloride dapat teroksidasi di kedalaman menjadi ion

bisulfat dan mungkin berasosiasi dengan lava. Air tersebut dapat mempunyai pH

mendekati normal di kedalaman disebabkan oleh netralisasi batuan di sekitarnya.

c. Air jenis ini dapat juga terbentuk ketika chloride water dengan temperature tinggi

mengalami kontak di kedalaman dengan sulfur yang dikandung oleh batuan.

Hidrolisis sulfur menjadi sulfide dan sulphuric acid ini akan mengahasilkan

larutan yang asam.

d. Di daerah vulkanik aktif, uap temperature tinggi dapat naik dari batuan cair pada

kedalaman yang dangkal, kemudian mengembun dipermukaan, akibatnya air

panas ini akan mengandung chloride dan sulphate dengan konsentrasi yang

tinggi berasal dari uap vulkanik.

4. Bicarbonat Water

Air panas yang mengandung chloride dengan kadar yang rendah dapat terjadi

dekat permukaan di daerah vulkanik dimana uap yang mengandung

karbondioksida dan hydrogen sulfide mengembun ke dalam aquifer. Pada kondisi

yang diam air bereaksi dengan batuan mengahasilkan larutan bicarbonate atau

bicarbonate sulphate dengan pH netral.

b. Impuritis

Selain air dan uap air fluida reservoir panasbumi juga mengandung zat

pengotor (impuritis). Kehadiran zat pengotor dalam fluida reservoir kehadirannya

sangat tidak diharapkan karena dapat mengakibatkan problem dalam pengoperasian

lapangan. Akan tetapi zat ini tidak pasti ada dalam reservoir terutama untuk reservoir

air hangat. Zat impuritis ini dapat berupa Condensable gas dan Non Condensable gas.

Gas condensable adalah gas yang timbul pada saat flashing terjadi bersatu

dengan uap air. Akan tetapi ketika temperatur semakin turun gas tersebut

terkondensasi dan kembali bercampur dengan air, contoh gas condensable adalah gas

oksigen. Sedangkan gas non condensable merupakan zat impuritis yang terjadi

setelah geothermal brine mengalami flashing. Gas-gas tersebut karena flashing akan

meninggalkan air dan tergabung bersama uap menuju ke permukaan. Namun gas

tersebut pad saat penurunan temperatur akan tetap dan tidak terkondensasi. Gas non

condensable yang umum terdapat dalam geothermal brine adalah CO2, H2S, CH4, H2,

N2 dan NH3.

2.4.2. Sifat Fisik Fluida Reservoir Panasbumi

Dalam teknik reservoir panasbumi, fluida yang terlibat adalah air dan uap air

yang mempunyai sifat-sifat fisik seperti : densitas, tegangan permukaan, viskositas,

spesifik volume.

2.4.2.1 Densitas Fluida

Densitas atau kerapatan massa adalah perbandingan antara berat dengan

satuan volume. Satuan dari densitas adalah massa / volume, dan biasanya dinyatakan

dalam satuan kg/m3. Pada temperatur dan tekanan saturasi, harga densitas setiap fasa

berbeda, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.14. yang menunjukkan hubungan antara

densitas terhadap tekanan. Sebagai contoh dapat dilihat pada Tabel II-7.

Tabel II-7

Harga Densitas Setiap Fasa pada Tekanan dan Temperatur Tertentu 1)

P (bar) T (oC) ρℓ = ρw (kg/m3) ρv = ρs (kg/m3)1 99,6 958 0,590

20 212,4 850 10,0

100 311,0 688 55,5

200 365,7 491 171,0

221,2 374,15 315 315,0

Gambar 2.14Densitas Larutan Garam Dalam Air Pada Berbagai Suhu Untuk

Unsur-unsur Utama Air Formasi Panasbumi (Perry, 1973) 7)

Berdasarkan fasanya, densitas pada fluida reservoir panasbumi dapat dibedakan

menjadi dua, yaitu :

1. Densitas Fasa Cair

Densitas fasa cair adalah densitas dari air formasi panasbumi yang dapat

diperoleh dari densitas air murni yang dikoreksi terhadap kandungan garam

terlarut. Harga densitas air formasi panasbumi dipengaruhi oleh konsentrasi

komponen garam utama dan temperatur seperti yang ditunjukkan pada Gambar

2.14. Interaksi antara unsur-unsur ionik dalam larutan encer mempunyai pengaruh

yang relatif kecil baik pada konsentrasi tinggi maupun pada konsentrasi rendah.

Sedangkan hubungan antara konsentrasi terhadap densitas merupakan hubungan

yang linier. Kemiringan dari garis lurus tersebut menunjukkan perubahan densitas

persatuan perubahan konsentrasi. Pada temperatur 100oC, harga kemiringan untuk

garam NaCl adalah 0,0072, garam KCl adalah 0,007, dan garam CaCl2 adalah

0,0089.

Apabila air formasi panasbumi mengandung garam yang mempunyai komposisi

NaCl lebih dari 70% dan pengaruh potasium klorida (KCl) kecil, maka densitas

fasa cair dapat dihitung dengan persamaan berikut :

ρℓ = ρa + 0,0073 wt………………………………………………….......(2.21)

Keterangan :

ρℓ = densitas fasa cair, gr/cc

ρa = densitas air, gr/cc

wt = persen berat garam

Harga 0,0073 adalah bilangan yang mewakili kemiringan rata-rata untuk air

formasi panasbumi.

Densitas air dapat ditentukan dengan persamaan Keenan (1951), yaitu :

………………………………………....(2.22)

Keterangan :

t = 647,11 – T (oK) atau 374,11 – T (oC)

a = - 0,3151548

b = - 1,203374 x 10-3

c = 7,48908 x 10-13

d = 0,1342489

e = - 3,946263 x 10-3

Korelasi Densitas Dan Panas Spesifik Air Sebagai Fungsi Dari Temperatur

(Keenan dan Keyes, 1951) dapat dilihat pada Gambar 2.15.

Gambar 2.15Korelasi Densitas Dan Panas Spesifik Air Sebagai Fungsi Dari

Temperatur (Keenan dan Keyes, 1951) 7)

Persamaan lain untuk menghitung densitas air murni adalah dari Ejiogu dan M.

Fiori yang selanjutnya disebut dengan istilah New Set, yaitu :

a. Untuk 500 ≤ P ≤1500 psia, persamaan yang digunakan

adalah :

………………………………………...(2.23)

b. Untuk 1500 ≤ P ≤ 2500 psia, persamaan yang digunakan

adalah :

……………………………..….(2.24)

Keterangan :

ρa = densitas air, lb/cuft

P = tekanan, psia

c. Untuk 3,4 ≤ P ≤ 10,2 MPa, persamaan yang digunakan

adalah :

………………………………..……(2.25)

d. Untuk 10,2 ≤ P ≤ 17,2 MPa, persamaan yang digunakan

adalah :

……………………………..…...(2.26)

dimana untuk sistem internasional, ρa dalam satuan kg/m3 dan P dalam satuan

1000 Pascal.

Untuk temperatur diatas 200oC, kemiringan garis pada Gambar 2.14 tidak

memberikan harga yang sama sebesar 0,0073 pada persamaan 2.21. Harga

kemiringan garis NaCl pada temperatur 200 oC sebesar 0,0079 dan pada

temperatur 300oC sebesar 0,0107. Dengan demikian persamaan untuk mencari

densitas pada temperatur diatas 200oC pada persamaan 2.21. perlu dikoreksi

terhadap temperatur, yaitu :

ρℓ = ρa + 0,0073 ( 1 + 1,6 . 10-6 ( T – 273)2 )wt………………….…..(2.27)

Pada persamaan di atas, temperatur (T) dinyatakan dalam satuan oK. Persamaan

terakhir ini berlaku untuk persen berat garam, wt, lebih kecil atau sama dengan 20

%. Jika persen berat garam lebih dari 20 %, yaitu dengan konsentrasi 200.000

ppm dan temperatur diatas 200oC maka persamaan tersebut tidak dapat digunakan

(Haas, 1970).

Keberadaan karbondioksida sebagai unsur terlarut pada fluida panasbumi, tidak

memberikan pengaruh terhadap densitas fluida kecuali mendekati titik kritisnya

(critical point)

2. Densitas Fasa Uap

Densitas fasa uap dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

1) Densitas saturated steam

Untuk densitas saturated steam dapat dihitung dengan persamaan berikut :

ρss = (X/100) ρv + ( 1 – X/100) ρa …………………..……………(2.28)

ρa bisa ditentukan dengan menggunakan persamaan-persamaan sebelumnya

sesuai dengan tekanannya. Sedangkan ρv adalah densitas uap yang dihitung

dengan persamaan-persamaan berikut sesuai dengan tekanannya, yaitu :

a. untuk 500 ≤ P ≤ 1500 psia,

…………………………………….(2.29)

b. untuk 1500≤ P ≤ 2500 psia,

…………………………………….…(2.30)

Untuk Persamaan 2.29 dan 2.30, ρv dinyatakan dalam satuan lb/cuft, dan

P dinyatakan dalam satuan psia.

c. untuk 3,4 ≤ P ≤ 10,2 MPa,

…………………………………….(2.31)

d. untuk 10,2 ≤ P ≤ 17,2 MPa,

…………………………………...(2.32)

Untuk persamaan 2.31 dan 2.32, ρv dinyatakan dalam satuan kg/m3, dan P

dalam satuan 1000 Pascal.

2) Densitas superheated steam

Densitas superheated steam dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan

Keyes, Smith dan Gerry, yaitu :

ρv = 1 / υ ...........................................................................................(2.33)

Keterangan :

ρv = densitas superheated steam, gr/cm3

υ = volume spesifik, cm3/gr

Volume spesifik, υ, dapat dihitung dengan persamaan berikut :

……………………………………………....…(2.34)

Keterangan :

P = tekanan, atm

T = temperature, oK

B = Bo + Bo2 g1 (t). t. p + Bo4 g2 (t). t3. p3 – Bo13 g3 (t) t12. p12

t = T-1

Bo = 1,89 – 2641,62 . t. 10(80870. t 2)

g1 (t) = 82,546. t – 1,6246 . 105 . t2

g2 (t) = 0,21828 – 1,2697 . 105 . t2

g3 (t) = 3,635 . 10-4 – 6,768 . 1064 . t24

Secara praktis, besarnya densitas fasa cair dan fasa uap dapat langsung dibaca

pada tabel uap (steam table). Akan tetapi untuk menghitung densitas campuran, ρ,

dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut ini :

ρ = ρv Sv + ρℓ Sℓ………………………………………………...………...(2.35)

Keterangan :

ρv = densitas uap, kg/m3

Sv = saturasi uap

ρl = densitas air, kg/m3

Sℓ = saturasi air

2.4.2.2. Tegangan Permukaan

Tegangan permukaan air formasi panasbumi sangat dipengaruhi oleh keadaan

reservoir seperti tekanan dan temperatur, dimana pengaruh dari tekanan sangatlah

kecil.

Tegangan permukaan pada berbagai larutan akan mendekati nilai nol pada

temperatur kritisnya karena tegangan permukaan gas juga bernilai nol. Grafik

tegangan permukaan terhadap temperatur di bawah titik kritisnya pada air murni

merupakan garis lurus, seperti di tunjukkan pada Gambar 2.16. Sesuai gambar

tersebut, maka persamaan tegangan permukaan pada garis lurus adalah sebagai

berikut :

…………………………………………….....…(2.36)

Gambar 2.16Tegangan Antar Permukaan Air-Uap sebagai Fungsi Temperatur Tc 7)

Pengaruh unsur-unsur terlarut dalam air formasi panasbumi akan

mempengaruhi tegangan permukaan, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.17.

yaitu grafik hubungan antara tegangan permukaan terhadap konsentrasi zat terlarut.

Semakin besar konsentrasi unsur-unsur terlarut maka semakin besar tegangan

permukaan larutan encer pada temperatur 30oC. Ketiga kurva pertambahan tegangan

permukaan pada temperatur 30oC dapat diketahui dengan menggunakan persamaan :

……...……………………………...(2.37)

Gambar 2.17Peningkatan Tegangan Permukaan Terhadap Udara Yang Terjadi Pada Garam Terlarut Sebagai Fungsi

Konsentrasi Garam Terlarut 7)

Pada Gambar 2.17 pertambahan tegangan permukaan larutan garam pada

temperatur tinggi (diatas 30oC) dapat ditentukan berdasarkan penjumlahan tegangan

permukaan air murni dengan perbandingan antara pertambahan tegangan permukaan

pada temperatur 30oC dengan tegangan permukaan air pada temperatur 30oC, yang

secara matematis dapat dituliskan dalam persamaan :

......................................................................................(2.38)

Dari persamaan 2.36 dan persamaan 2.37 yang kemudian disubtitusikan kedalam

persamaan 2.38 maka diperoleh :

.....................(2.39)

Keterangan : σ dalam satuan dyne/cm.

2.2.4.3. Viskositas

Viskositas merupakan ukuran keengganan fluida untuk mengalir yang

berhubungan langsung dengan tipe, ukuran dan struktur molekul yang menyusun

fluida. Bila suatu fluida mengalir dengan mudah berarti mempunyai viskositas yang

kecil demikian pula sebaliknya. Fluida panasbumi merupakan fluida Newtonian yang

mempunyai harga viskositas konstan yang tidak terpengaruh oleh besarnya geseran

( Shear Rate) yang terjadi dan tidak mempunyai harga yield stress tertentu dari

tahanan dalam yang harus diberikan agar fluida dapat mengalir seluruhnya.

fluida Newtonian tidak memiliki yield point sedangkan fluida Non-Newtonian

memiliki yield point, ini dapat dilihat pada Gambar 2.18. Besarnya harga viskositas

dari fluida merupakan besarnya harga tangen α. Harga tangen α akan bernilai konstan

jika fluidanya merupakan fluida Newtonian, sedangkan fluida Non-Newtonian,

memiliki fase dimana harga tangen α yang tidak konstan sampai harga shear rate

tertentu. Tabel II-8 memperlihatkan harga viskositas dinamik dan kinemetik pada

tiap temperature.

Tabel II-8Viscositas Dinamis pada Temperatur Saturasi 1)

T(oC)

W106 (Pa.s)

S106 (m2/s)

w106 (m2/s)

s106 (Pa.s)

100 283 12.0 0.295 20.20150 160 13.9 0.196 5.47200 134 15.7 0.155 2.00300 90 19.8 0.127 0.427

Gambar 2.18

Shear Rate vs Shear Stress fluida

Viskositas dapat dibagi menjadi viskositas dinamik dan kinematik.

1. Viskositas Dinamik

Newton dalam hukumnya menyatakan tegangan geser dihasilkan gerakan

relatif yang berbanding langsung terhadap gradien kecepatan.

Konstanta perbandingan yang dikenal sebagai coefficient of dynamic viscosity yang

dirumuskan :

…………………..…………………………………………..(2.40)

Keterangan :

= Shear stress, dyne/cm2

= viskositas dinamik, cp

= Shear Rate, Seconds -1

2. Viskositas Kinematik

Viskositas kinematik didefinisikan sebagai perbandingan dari viskositas

dinamik terhadap densitas fluida. Viskositas kinematik dinotasikan dan dirumuskan

sebagai :

….……………………..……………………………………(2.41)

Viskositas fasa cair selain dipengaruhi oleh temperatur dan tekanan, juga

dipengaruhi oleh unsur-unsur kimia yang terlarut, seperti NaCl, KCl, dan CaCl2.

Persamaan-persamaan penentuan viskositas fasa cair dengan pendekatan yang

berdasarkan pada viskositas air murni yang dikoreksi terhadap air formasi panasbumi.

Viskositas air akan berubah sejalan dengan berubahnya temperatur. Perubahan

tersebut ditunjukkan dengan persamaan :

log μw = - 2,03 + 560/T …………………………....……………..…...(2.42)

Hubungan antara temperatur terhadap viskositas air ditunjukkan pada

Gambar 2.19. Pada gambar tersebut terlihat adanya dua garis dimana garis putus-

putus dibuat berdasarkan persamaan 2.42. sedangkan garis yang lain dibuat

berdasarkan percobaan.

Gambar 2.19

Viskositas Air Sebagai Fungsi Temperatur (Dorsey, 1968) 7)

Pengaruh komponen utama yang terlarut dalam air formasi panasbumi terhadap

viskositas ditunjukkan pada Gambar 2.20. Persamaan garis untuk tiap-tiap unsur

utama (sesuai dengan Gambar 2.20.) dinyatakan sebagai berikut :

NaCl : …………..………………….(2.43)

KCl : ……………..….…………..... (2.44)

CaCl2 : ……………...…….…………...(2.45)

Gambar 2.20

Perbandingan viskositas Larutan Garam Dalam Air dengan Air Murni Sebagai Fungsi Temperatur 7)

Perata-rataan dari ketiga kurva pada Gambar 2.20. untuk satu jenis air formasi

panasbumi adalah :

μℓ = μw ( 1 + 0,021 wt + 0,00027 wt 2) ……………………………….(2.46)

Keterangan :

μℓ = viskositas air formasi, cp

μw = viskositas air murni, cp

= 10( -2,03 + 560 / T)

2.4.2.4. Spesifik Volume

Volume spesifik didefinisikan sebagai perbandingan antara volume dengan

massa pada temperatur tertentu. Volume spesifik mempunyai dimensi satuan m3/kg,

dimana dimensi tersebut merupakan fungsi kebalikan dari densitas dengan dimensi

satuan kg/m3. Secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

………………………………………………………………...(2.47)

Seperti pada densitas, maka volume spesifik mempunyai nilai yang berubah

pada temperatur saturasi. Volume spesifik pada air dinyatakan dengan υℓ, sedangkan

untuk uap dinyatakan dengan υg.

2.5. Thermodinamika Reservoir Panasbumi

2.5.1. Energi Dalam (Internal Energy)

Internal energy atau energi dalam (U) adalah ukuran jumlah total panas yang

disimpan dalam material per unit massa (Uv, Ul). Sedangkan enthalpi adalah

penjumlahan dari internal energi dengan kerja yang tersimpan dalam material akibat

adanya tekanan (hv, hl).

hv = Uv + (P/ρv) ………………………………………..……………(2.48)

hl = Ul + (P/ρl) ……………………………………………………....(2.49)

Keduanya mempunyai satuan yang sama, yaitu energi per massa (J/kg, kJ/kg). Harga

enthalpi untuk uap adalah enthalpi air dijumlahkan dengan panas latent penguapan

(hlv).

Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.21 dan Tabel II-9 yang menerangkan

harga enthalpi pada kondisi saturasi. Dalam bentuk diagram fasa terlihat pada

Gambar 2.22.

Gambar 2.21Enthalpi pada Kondisi Saturasi 1)

Tabel II-9Harga Enthalpi pada Tekanan Saturasi 1)

Gambar 2.22

Tekanan vs Enthalpi Dari Air ( Keenan dan Keyes, 1963) 5)

2.5.2. Enthalpy

Apabila ditinjau lebih lanjut mengenai entalpi, untuk kondisi reservoir

panasbumi sebenarnya sangat dipengaruhi oleh komposisi kimia fluidanya. Sebagai

contoh dalam fasa cair akan dipengaruhi oleh kandungan garam yang terlarut di

dalamnya.

Entalpi air formasi dapat dihitung dengan mengintegrasi kapasitas panas air

formasi panasbumi untuk selang temperatur 0oC yaitu To sampai temperatur yang

dimaksud T.

…………………………………………………………(2.50)

keterangan :

h = entalpi air formasi.

cB = kapasitas panas air formasi panasbumi

Dengan menggunakan persamaan kapasitas panas :

………………………………………(2.51)

Apabila persamaan 2.51. disubtitusikan ke dalam persamaan 2.50. akan diperoleh :

……………………………….(2.52)

Suku pertama integral pada persamaan di atas merupakan entalpi air murni yang

terkoreksi oleh jumlah kandungan garam, sehingga entalpi air formasi menjadi :

………………………………(2.53)

2.5.3. Entropy

Entropi adalah perbandingan panas yang ditransfer selama proses reversible

dengan temperature absolute. Sedangkan secara matematis entropi didefinisikan

sebagai :

……………………………………..……………........(2.54)

Untuk proses adiabatic reversible Q = (0,m)

………………………………………………..…(2.55)

Entropi dapat dihubungkan dengan hukum kedua thermodinamika yaitu:

1. Tidak ada satupun alat yang dapat dioperasikan untuk mengubah panas yang

diserap oleh suatu sistem menjadi kerja seluruhnya.

2. Tidak mungkin ada sembarang proses yang dapat memindahkan panas dari suatu

temperature ke temperatur lain yang lebih tinggi.

Maka dapat dikatakan bahwa setiap proses pada suatu sistem yang terisolir

(kontrol volume) entropinya akan selalu bertambah atau tetap. Dari kenyataan bahwa

panas yang diserap oleh suatu sistem tidak dapat dirubah seluruhnya menjadi kerja

mekanik pada suatu proses melingkar. Dan ini berarti ada panas yang terbuang ke

selilingnya secara percuma.

2.6. Kondisi Reservoir Panasbumi

Kondisi reservoir panasbumi adalah meliputi tekanan dan temperatur.

Parameter-parameter ini menciptakan suatu kondisi fluida di dalam reservoir yang

akan menentukan apakah fasa fluida reservoir tersebut liquid (cair), uap (steam) atau

mungkin dalam kondisi saturasi yaitu dua fasa (uap dan air). Kedua parameter

tersebut juga mempengaruhi semua kegiatan eksploitasi, seperti teknik pemboran dan

teknik produksi.

2.6.1. Tekanan Reservoir Panasbumi

Tekanan reservoir adalah tekanan yang diberikan oleh fluida yang mengisi

rongga reservoir, baik uap, air ataupun gas. Tekanan Reservoir pada lapangan

panasbumi pada umumnya abnormal sampai subnormal, yaitu berkisar antara 0.433

Psi/ft (Ksc/10 m), atau mengikuti gradient kolom air. Tekanan reservoir dapat

diakibatkan oleh beberapa hal seperti tekanan overburden, tekanan hidrostatik, dan

tekanan formasi.

Menurut Dench (1980), tekanan reservoir harus diukur pada kedalaman yang

mempunyai permeabilitas tinggi. Dengan pengukuran tekanan setelah pemboran

eksplorasi, akan didapatkan data yang sangat akurat. Alat yang digunakan untuk

mengukur tekanan di reservoir panasbumi adalah KPG (Kuster Pressure Gauge),

yang dimasukkan ke dalam lubang bor setelah pemboran selesai. Alat ini dapat juga

mengukur tekanan pada tiap interval kedalaman.

2.6.1.1. Tekanan Overburden

Tekanan overburden merupakan tekanan yang diakibatkan oleh berbagai jenis

batuan dan fluida yang berada didalam ruang pori-pori batuan tersebut. Beban

tersebut mengakibatkan tekanan pada batuan yang berada di bawahnya. Tekanan

overburden akan bertanbah besar dengan bertambahnya kedalaman dimana gradien

pertambahan tekanan yang terbesar atau maksimum adalah 1.35 psi/ft atau 0.312 kg

cm-2 m-1.

2.6.1.2. Tekanan Hidrostatik

Gradien tekanan hidostatik diakibatkan oleh fluida yang berada dalam pori-

pori dan berat kolom fluida secara vertikal, besar dan bentuk kolom fluida tersebut

tidak mempengaruhi besarnya tekanan. Tekanan ini dapat dihitung dengan rumus :

Ph = 0,0052 ρ h ………………………………….……………….(2.56)

keterangan :

Ph : tekanan hidrostatik,psi

ρ : densitas fluida yang mengisi pori, ppg

h : tinggi kolom fluida,ft

Untuk satuan cgs, dimana Ph dalam ksc, densitas dalam gr/cc dan kedalaman

dalam meter digunakan rumus

Ph = ρ.h/10…………………………………………………………….(2.57)

Gradien tekanan hidrostatik ini juga dipengaruhi oleh padatan-padatan terlarut (misal

garam) dan gas yang ada dalam kolom fluida serta oleh gradien temperatur.

Peningkatan padatan terlarut cenderung menaikkan gradien tekanan, sementara

kenaikan jumlah gas larutan dan kenaikan temperatur akan menurunkan gradien

tekanan hidrostatik.

2.6.1.3. Tekanan Formasi

Tekanan formasi juga disebabkan oleh tekanan fluida pada formasi tertentu.

Tekanan formasi normal adalah sama dengan tekanan hidrostatik, sedangkan formasi

dengan tekanan formasi dengan tekanan abnormal adalah tekanan formasi yang

menyimpang dari kecenderungan garis tekanan normal. Yang dimaksud dengan

tekanan formasi yang abnormal adalah tekanan formasi yang lebih tinggi dari yang

diperhitungkan dari gradien tekanan hidrostatik. Selain tekanan tinggi, seringkali

ditemukan pula tekanan formasi yang sangat rendah di bawah tekanan hidrostatik.

Tekanan ini disebut sebagai tekanan sub-normal. Pada lapangan panasbumi,

fenomena ini terjadi pada daerah yang mengalami subsidence, dimana jumlah air

isian (recharge) yang masuk lebih kecil dibanding fluida yang terproduksi di sumur-

sumur produksi lainnya.

2.6.2. Temperatur Reservoir Panasbumi

Temperatur reservoir akan naik dengan bertambahnya kedalaman, hal ini

dikenal sebagai fenomena gradien geothermal. Besar gradien geothermal ini

bervariasi antara satu tempat dengan tempat yang lain, tergantung pada keadaan

topografi daerah dan didukung pula oleh konduktivitas panas batuan yang ada.

Gradien geothermal yang normal biasanya adalah 3 ºC/100 meter kedalaman.

Lapangan panasbumi memiliki gradien geothermal yang abnormal yang disebabkan

oleh peristiwa-peristiwa geologi yang mendangkalkan daerah tersebut, misalnya

aktivitas tektonik.

Hubungan temperatur terhadap kedalaman dapat dinyatakan sebagai berikut :

Td = Ta + Gtf * D …………………..……………….………..…. (2.58)

keterangan :

Td : temperatur reservoir pada kedalaman d ft, ºF

Ta : temperatur permukaan, ºF

@ : gradient temperatur, ºF/100 ft

D : kedalaman, ft.

Pengukuran temperatur reservoir dilakukan setelah komplesi dan temperatur

formasi ini dapat dianggap konstan selama diproduksikannya reservoir, kecuali bila

dilakukan proses injeksi.Gambar 2.23

Gambar 2.23

Beberapa profil Gradien Temperatur (BPD) 5) Pada lapangan panasbumi, temperatur bawah permukaan didapat dari open

hole well log, namun hasil yang diperoleh lebih kecil dari temperatur yang

sebenarnya karena pada saat itu temperatur lubang bor turun akibat fluida pemboran.

Rekaman Bottom Hole Temperatur (BHT) dapat lebih kecil dari temperatur

sebanarnya berkisar 20 ºF sampai 80 ºF.

Karena temperatur statik formasi merupakan parameter yang penting bagi

eksplorasi, pemboran, logging , well completion dan teknik reservoir maka dicari

sebuah metoda yang memungkinkan penentuan temperatur statik formasi dari data

rekaman thermometer maksimum (BHT) yang diperoleh selama operasi logging.

Konsep dasar yang digunakan adalah hubungan garis lurus pada kertas semi

log, BHT dalam ºF versus (ΔT/(T+ΔT)), dimana T adalah waktu yang dibutuhkan

untuk sirkulasi dalam sumur. ΔT adalah waktu dalam jam setelah sirkulasi berhenti.

Kemudian hasil ekstrapolasi dari garis lurus pada saat harga (ΔT/(T+ΔT)) sama

dengan 1 (satu) menunjukkan True Formation Temperature, Gambar 2.24

memperlihatkan cara ekstrapolasi untuk memperoleh temperatur statis formasi yang

sebenarnya.

Gambar 2.24 Teknik Ekstrapolasi Penentuan True Static Formation Temperatur

(ferti,1976) 5)

Temperatur sebagai salah satu parameter kunci pada sumur panasbumi :

1. Mencerminkan variasi lithologi, overpressure, kualitas uap dan air

2. Mendefinisikan zone-zone produktif

3. Mendefinisikan batasan-batasan bagi peralatan logging.

2.6.2.1. Temperatur Rendah

Secara luas reservoir bertemperatur rendah pada cekungan sedimentasi memiliki

potensial geothermal dapat digunakan secara langsung (ruang panas, pemanfaatan

agriculture, dll; baca Armstead, 1978). Suatu contoh klasik pada pemanfaatan energi

geothermal dengan enthalpy yang rendah diketahui berasal dari aquifer cekungan

Paris, Perancis (La geothermie en France, 1978) dan di cekungan Pannonian,

Hungaria. Demikian juga aquifer terjadi pada daerah normal hingga mencapai aliran

panas yang semakin meningkat. Temperatur aquifer merupakan faktor kritis dalam

hubungannya dengan tingkat ekonomi (La gethermie: Chauffage de logements,

1977). Pemetaan regional geothermal mampu memberikan informasi yang

dibutuhkan terhadap distribusi temperatur didalam aquifer (Rybach dkk, 1980).

Akhir-akhir ini geothemometer kimia (SiO2, Na/K), digunakan pada contoh

sumur air dan telah dilaksanakan. Hasil yang ada digambarkan dalam bentuk-bentuk

distribusi aliran panas (Swanberg dan Morgan, 1978; Wohlenberg dan Haenel, 1978).

Sebagai contoh, kadungan SiO2 pada air tanah dihubungkan dengan aliran panas q

(dalam mW/m2) mengacu pada

Q = a[T(SiO2) – b] (2.59)

Dimana a = 1.49 ,W/m2, 0C, b = 13.20 C dan T(SiO2) temperatur dihitung dengan

geothermometer silika.

(2.60)

(SiO2 adalah larutan silika, menggambarkan bagian tiap juta). Aquifer dalam jenis ini

(juga jenis dari geopressured), mengandung waktu yang lama, air konat (= air

terdeposit pada saat sedimentasi). Pada teknik geokimia (sedikit sekali analisa gas)

memberikan informasi pada umur air formasi dimana coalification studies

(pengukuran pada relaktifitas optik Rm dari partikel mikroskopik batubara)

memberikan kejelasan terhadap sejarah thermal (berkaitan dengan panas) formasi

sedimentasi dimana laju sedimentasi merupakan aliran panas paleo yang menentukan

parameter-parameter (gradien vertikal relaktifitas, Δ Rm/Δz dihubungkan dengan

paleogradient; Buntebarth, 1987).

Salinitas air formasi merupakan faktor kritis yang lain dalam pemanfaatan

aquifer geothermal langsung (nilai sebesar 100.000 mg/L dapat diperhtungkan; air

laut memiliki 35.000 mg/L). Pada pengukuran resistivitas listrik pada keadaan yang

baik (pengukuran dengan sounding (gema suara) secara vertikal) akan memberikan

informasi pada distribusi kedalaman salinitas. Kuantitas yang diukur, resistivitas

listrik dalam memberikan lapisan sedimentasi ρs, tergantung pada jumlah parameter-

parameter:

ρs = n ρwφ-m (2.61)

dimana φ = porositas, ρw = resistivitas air formasi dan n dan m adalah konstanta. ρw

pada nantinya tergantung pada temperatur dan salinitas. Kehati-hatian analisis data

resistivitas terhadap respek parameter-parameter sangat diperlukan untuk

memisahkan pengaruh salinitas.

Dalam beberapa permasalahan dimana tingginya salinitas aquifer bergerak dari

bawah dengan air thermal dengan salinitas yang rendah naik sepanjang zona patahan

(contoh tertentu adalah area Landau, Upper Rhine graben, W. Germany; Werner dkk.,

1979) resistivitas yang tinggi mungkin mengindikasikan zona kenaikan air thermal.

2.6.2.2. Temperatur Tinggi

Sistem ini terjadi pada berbagai situasi. Sistem ini lebih sering dihubungkan

dengan lingkungan batuan andesitic, dacitic, dan rhyolitic daripada jika dibandingkan

dengan erupsi (letusan) basaltic (McNitt, 1970). Banyak lapangan geothermal

mempunyai struktur yang diproduksikan oleh aktivitas tektonik, seperti halnya

rekahan, formasi graben, atau lembah-lembah, tetapi tidak mempunyai hubungan

yang nyata terhadap pusat vulkanik yang khusus. Lokasi-lokasi yang pada khususnya

menguntungkan adalah pada persimpangan rekahan yang membatasi bagian struktur

utama. Mayoritas lapangan geothermal New Zealand bersituasi pada struktur

utamanya berupa graben, seperti halnya lapangan laut Salton, California, dan Cerro

Prieto, Mexico. Beberapa lapangan dihubungkan dengan struktur vulkanik caldera

(misal: Matsukawa, Pauzhetsk, lembah Caldera, dan Ahuachapan), dan lapangan

lainnya dihubungkan terhadap proses vulkanik yang lebih spesifik (misal,

Momotombo, Nicaragua; Kawah Kamojang, Indonesia).

Pada umumnya operasi sistem hydrothermal terhadap tipe ini dijelaskan pada

gambar 2.25. Air berasal dari air meteoric lokal yang bersirkulasi terhadap

kedalaman (ber kilometer) melalui sistem rekahan, menjadi panas, dan muncul lagi

melalui gaya konveksi. Siklus upflow utama biasanya melalui zona rekahan dan

retakan yang disebabkan oleh intrusi magma. Pada horizontal porous air panas akan

menyebar pada jarak tertentu. Pada level dangkal sistem ini mungkin terdapat

resirkulasi konveksi air dimana telah terdinginkan dengan pendidihan dibawah

kondisi tekanan yang rendah, selama percampuran dengan air disekitarnya sistem

Gambar 2.25Skema Diagram Siklus Sistem Hidrothermal Pada Lapangan

Wairakei, New Zealand 8)

thermal terjadi pada semua level. Seringkali cap rock membatasi output dari

fluida dan panas, tetapi kebocoran air mengakibatkan hot spring (air panas) pada

level yang rendah, dan kebocoran uap panas menciptakan fumarol pada tingkat yang

tinggi atau uap panas dangkal memanasi air tanah. Dibawah kondisi alam mungkin

terdapat uap panas-air pada bawah permukaan dimana tertekan secara lokal ketika

sumur memeiliki permeabilitas yang tinggi terhadap permukaan. Perbandingan antara

uap panas dan pergantian air dengan berbagai sumur didasarkan pada level lokal yang

saling berhubungan.

Pemanasan air pada kedalaman tertentu biasanya dihubungkan terhadap intrusi

magma, atau intrusi-intrusi, dengan panas yang akan diperlakukan melalui zona

batuan yang mengeras dimana ketebalannya magma tidak diketahui. Perpindahan

panas dapat dibantu dengan merekahkan kerak yang mengeras dengan tekanan

thermal. Elder (1965) mempertimbangkan observasi bahwa untuk memungkinkan

memberikan aliran panas pada daerah temperatur geothermal yang tinggi akan

membutuhkan konveksi hingga ke tubuh magmatik. Dapat disimpulkan bahwa

rangkaian intrusi dapat mempertahankan aliran panas.

Fluida dengan temperatur yang tinggi juga dipaksakan keluar dari tubuh magma.

Mahon dan McDowell (1997) mempertimbangkan bahwa ekspansi temperatur tinggi

dan tekanan tinggi fluida magmatik akan menciptakan suatu larutan yang sangat tebal

pada titik temperatur subkritis, ditambah dengan fase uap panas dimana dalam

kebanyakan sistem akan muncul untuk bergabung/berdifusi kedalam sirkulasi air

meteorik. A. McNabb mengusulkan bahwa tingginya densitas air laut pada jenis ini

akan membentuk suatu panas yang baik antara magma dan air.

Beberapa kesulitan dari model aliran panas yang berkelanjutan, diperlukan untuk

menjahui aliran panas yang konstan dari konduktivitas thermal rendah terhadap suatu

batuan jika dengan pertimbangan bahwa waktu kembalinya air pada sistem

geothermal sangat panjang (setidaknya 104 – 108 tahun), dan outflow yang tidak

selalu mengalir. Sistem-sistem selanjutnya memiliki periode yang lama terhadap

konduktivitas panas suatu air dengan outflow yang sedikit, diikuti dengan

perbandingan waktu yang singkat (setidaknya 103 - 104 tahun) dari suatu aliran yang

besar ketika aliran-aliran baru ke permukaan terbentuk. Hal ini digerakkan oleh

aktivitas tektonik, atau oleh eksplosi hydrothermal yang mengharuskan temperatur

sebagai penyebab tekanan panas untuk melalui tekanan lithostatik. Setelah periode

aliran, arah aliran akan menjadi tertutup dengan adanya deposit silika dan kalsit.

Terdapat beberapa keterangan terhadap pembagian lapangan ini. Silika yang

bertingkat-tingkat dalam beberapa daerah akan memberikan keterangan terhadap

aliran air yang besar pada masa lalu. Pengalaman yang terjadi di New Zealand dan

diseberang laut telah ditunjukkan bahwa terdapat sedikit sekali hubungan antara laju

secara alami terhadap outflow air dari air panas atau fumarol dan ukuran sistem

geothermal sebagaimana yang telah diperlihatkan pada pemboran.

Pada lapangan geothermal dengan temperatur yang tinggi dengan porositas yang

tinggi pada suatu batuan (misal: Wairakei), sebagaimanana pernyataan bahwa air

panas akan muncul dari kedalaman yang telah dipertimbangkan (beberapa kilometer)

sebagaimana kecilnya plume yang dikelilingi oleh perbandingan air dingin, sehingga

air panas akan menyebar secara lateral pada strata permeabel yang dangkal (Elder,

1965).

Bentuk tubuh mushroom (seperti jamur) air bertempatur tinggi (gambar 2.26)

akan menjelaskan bahwa sumur produksi geothermal yang dalam akan dibatasi oleh

perbandingan daerah yang sempit, dimana penempatan sumur dangkal kurang dari

titik kritis. Horisontal, mendekati aliran permukaan air panas terjadi diatas jarak yang

dipertimbangkan pada beberapa lapangan geothermal (misal: El tatio, Chile). Donald-

son (1970) memberikan analisa matematis terhadap model konveksi geothermal yang

sederhana dengan memvariasikan permeabilitas pada titik yang berbeda di dalam

cycle.

Gambar 2.26Skema Sistem Panasbumi Berbentuk Seperti Jamur

Dengan Temperatur Tinggi Pada Lapangan Wairakei, New Zealand 8)

2.7. Jenis Reservoir Panasbumi

Klasifikasi reservoir panasbumi dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :

1. Berdasarkan sumber panas.

2. Berdasarkan fasa fluida.

3. Berdasarkan temperatur.

4. Berdasarkan jenis fluida reservoir

5. Berdasarkan entalphi

2.7.1. Berdasarkan Sumber Panas

Berdasarkan sumber panasnya, reservoir panasbumi dibagi menjadi :

geopressured system, hydrothermal system, magmatic system dan hot dry rock

system.

2.7.1.1. Sistem Hidrothermal

Sistem ini terdiri dari air dan atau uap bertemperatur tinggi yang tersimpan

dalam batuan permeabel dan porous. Akibat sirkulasi secara konveksi, air dan atau

uap akan mengalir melalui patahan-patahan atau rekahan dan tertrans-portasikan ke

dekat permukaan, dimana gaya yang menyebabkan aliran ini adalah gaya apungan

(buoyancy) gravitasi karena perbedaan densitas.

Hot water system biasanya ditemukan pada daerah-daerah yang berbatuan

sedimen permeabel dan batuan vulkanik, dan umumnya batuannya adalah granit.

Indikasi sistim ini diketahui dengan melihat aktivitas vulkanik yang masih muda,

kemudian aliran panas secara konduksi. Skema hydrothermal system dapat dilihat

pada Gambar 2.27.

Gambar 2.27Skema Sistem Hidrothermal Pada Lapangan Wairakei, New Zealand 5)

A.J. Ellis dan W.A.J. Mahon (1977) mengklasifikasikan hydrothermal system

menjadi :

1. Cyclic system

Aquifer ini berasal dari air meteorik selama periode yang panjang pada kedalaman

formasi mengalami pemanasan dan keluar kepermukaan. Cyclic system harus

memenuhi syarat sebagai berikut :

● Adanya formasi batuan yang menjamin sirkulasi air pada kedalaman

tertentu.

● Adanya sumber panas.

● Tersedianya air dalam jumlah yang cukup

● Waktu yang cukup serta adanya daerah sirkulasi panas yang memungkinkan

air terpanasi.

● Adanya struktur rekahan pada batuan sampai permukaan

2. Mempunyai ciri khas tersendiri dan dapat diperkirakan mendekati Geopressure

system. Sistem ini dibagi menjadi dua yaitu :

a. Sistem cekungan sedimen.

Ciri khasnya adalah komposisi air formasinya sangat komplek karena

adanya reaksi antar lapisan. Reservoir ini umumnya sangat dalam.

b. Sistem metamorfik pada proses metamorfosa

Diperkirakan ditemukan di beberapa lokasi seperti California yang

ditemukan endapan air raksa sebagai petunjuk adanya daerah metamorfosa.

2.7.1.2. Sistem Hot Dry Rock

Sistem ini tidak mengandung air namun dapat diusahakan untuk produksi

dengan kualitas yang baik. Pada sistem ini panas diambil dari batuan kristalin yang

permeabilitasnya rendah yang disebut dengan hot dry rock. Gambar 2.28

menerangkan skema dari sistem Hot Dry Rock. Panas ini menyebabkan terjadinya

gradien geothermal sebesar 2 oC/100 m. Temperatur bumi atau gradien geothermal

ini akan naik terhadap kedalaman. Namun teknologi yang ada sekarang belum

mampu untuk mengeksploitasi sistem ini.

Gambar 2.28Skema Sistem Hot Dry Rock 5)

2.7.1.3. Sistem Magmatik

Sistem ini didapatkan pada kedalaman minimal 3 kilometer di daerah

vulkanik. Jika pemboran di daerah vulkanik dengan kedalaman 3 - 6 kilometer, akan

diperoleh sumber panas dengan temperatur antara 650 - 1200 oC. Teknologi untuk

menentukan lokasi, pengeboran dan memproduksikan cadangan belum

dikembangkan.

2.7.1.4. Sistem Geopressure

Geopressure reservoir biasanya ditemukan pada sedimentary basin yang

cukup dalam, dimana sedimennya sangat kompak terjadi dalam waktu geologi yang

panjang dan terdapat cap rock yang efektif seperti shale. Kompaksi yang melebihi

keadaan normal akan menyebabkan keluarnya air dari pori-pori lempung.

Pada beberapa sistem geopressured, tekanan fluida mendekati berat

keseluruhan batuan penutup (lithostatic pressured). Sistem air dengan tekanan tinggi

dapat disetarakan dengan gradien temperatur di atas batas normal karena

bertambahnya kapasitas panas jenis batuan yang menekan air. Fluida geopressure

biasanya mempunyai konsentrasi gas terlarut yang tinggi. Hampir seluruh sinclinal

basin yang besar di dunia merupakan zona geopressure.

2.7.2. Berdasarkan Fasa Fluida

Berdasarkan jumlah fasanya, reservoir panasbumi dapat dikelompokkan

menjadi reservoir satu fasa dan dua fasa. Klasifikasi reservoir panasbumi berdasarkan

fasa fluida yang dihasilkan dapat dibagi menjadi : liquid dominated system, vapor

dominated system dan superheated system.

2.7.2.1. Reservoir Satu Fasa

Reservoir ini mempunyai temperatur di bawah 250 oC dengan tekanan tidak

terlalu tinggi karena reservoir ini sebagian tidak mempunyai cap rock yang dapat

menahan temperatur dan tekanan serta air dari luar, sebagian lagi mempunyai cap

rock namun air panas menjadi turun temperaturnya. Sehingga reservoir satu fasa

(liquid system) dapat dibagi menjadi dua yaitu : sistem air hangat (warm water

system) dan sistem air panas (hot water system).

1. Sistem air hangat (warm water system).

Temperatur berkisar antara 90 - 180 oC, pendidihan tidak akan terjadi sampai

dieksploitasi. Penggunaannya untuk keperluan non-elektrik. Contoh sistem ini

adalah di Tianjin (RRC) dan Waiwera (Selandia Baru).

2. Sistem air panas (hot water system).

Fluida reservoir ini berupa air panas secara keseluruhan akan tetapi pendidihan

terjadi setelah eksploitasi secara ekstensif. Temperaturnya berkisar antara 200 -

250 oC. Temperatur tersebut kadang-kadang terjadi pendidihan yang disebabkan

kandungan gas di reservoir yang bersangkutan. Contoh sistem ini adalah di

Achuachapan, Salton Sea dan Krafla.

Diagram tekanan dan temperatur untuk reservoir berdasar fasa ini, dapat dilihat

pada Gambar 2.29 berada pada titik C dengan turunnya tekanan fluida ini bisa

menjadi uap berkadar air tinggi, sehingga densitasnya menjadi turun

Gambar 2.29Kondisi Air pada Tekanan dan Temperatur Reservoir (Whiting dan Ramey) 5)

2.7.2.2. Reservoir Dua Fasa

Reservoir sistem dua fasa berisi campuran air dan uap. Apabila produksi air

lebih banyak daripada uap disebut liquid dominated system, apabila sebaliknya

disebut vapour dominated system. Reservoir sistem ini mempunyai temperatur

berkisar antara 200-300ºC.

1. Liquid Dominated System

Pada sistem ini uap yang keluar adalah uap basah. Uap ini dihasilkan oleh proses

flashing pada saat tekanan turun dalam sumur ataupun dalam reservoir. Dalam

reservoir dua fasa bagian terdalam terdapat lapisan cairan panas pada keadaan

netral.

Temperatur bervariasi antara 220 –300 oC. Pada kondisi ini gradien temperatur

akan relatif tetap setelah mencapai titik didihnya, sehingga fluida yang terdapat

pada reservoir sudah berwujud uap. Seperti pada Gambar 2.30.

Gambar 2.30Kondisi Tekanan dan Temperatur Reservoir Liquid Dominated 10)

2. Vapour Dominated System

Pada sistem ini tekanan tidak terlalu tinggi namun masih di atas tekanan atmosfer

jadi memungkinkan fluida ini seluruhnya menjadi uap. Terdapat pada bagian atas

lapisan dua fasa.ada bagian ini fasa cair sangat jarang, menyebar luas dan immobile

(Gambar 2.32). Contoh sistem ini adalah Larderello dan Amiata (Italia),

Kamojang. Temperatur fluida berkisar antara 250-320 oC. Oleh karena itu untuk

sistem ini fluida reservoir masih berwujud air panas. Seperti pada Gambar 2.31.

Gambar 2.31Kondisi Tekanan dan Temperatur Vapour Dominat 10)

Hal ini ditandai dengan, jika dilakukan plot sejarah produksi (tekanan dan

temperatur terhadap tahun) maka setelah sekian lama akan terdapat kenaikan

temperatur yang drastis sedangkan tekanannya mengalami penurunan.

Keadaan pada saat tekanan turun dan temperatur naik secara drastis inilah

yang disebut sebagai dry-out. Setelah keadaan ini terjadi, fluida telah sepenuhnya

berada dalam keadaan uap kering superheated.

2.7.3. Berdasarkan Temperatur

2.7.3.1. Semi-Thermal Field

Reservoir semi thermal mempunyai temperatur sampai 100 oC dengan

kedalaman antara 1 - 2 km. Panas reservoir ini tidak cukup tinggi karena sebagian

besar tidak mempunyai cap rock sehingga fluida mudah menerobos ke permukaan.

Thermal gradient dan kedalaman aquifer yang permeabel pada semithermal

field seharusnya cukup untuk menimbulkan arus sirkulasi konvektif, tetapi suhu

bagian atas reservoir tidak mungkin lebih dari 100 oC karena tidak adanya cap rock

untuk menekan hingga terjadi pressure build-up di atas tekanan atmosfer dan

mungkin karena tercampur dengan air tanah yang dingin dari aquifer yang dangkal.

2.7.3.2. Hyper-Thermal Field

Hyperthermal field membutuhkan lima unsur dasar yaitu : sumber panas, bed

rock, aquifer atau zona permeabel, sumber air dan cap rock. Hyper thermal reservoir

dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu : Dry Hyperthermal dan Wet

Hyperthermal Field berdasarkan fasa fluidanya, model hyperthermal field dapat

dilihat dalam Gambar 2.33.

Gambar 2.33Model Hyerthermal Field 3)

1. Wet Hyper-Thermal Field

Wet hyperthermal field menghasilkan campuran air panas dan uap, maka variabel

WHP dan WHT serta enthalpi dan kwalitas fluida saling bergantung. Fluida yang

terproduksi (uap dan air) pada suatu sumur dipengaruhi oleh tekanan kepala

sumurnya (WHP) dan juga tergantung pada suhu dan tekanan reservoir serta

permeabilitasnya, maka setiap sumur memiliki suatu sifat aliran tersendiri, seperti

pada Gambar 2.34.

Gambar 2.34Hubungan Antara Enthalpi, Temperatur dan Kualitas

Campuran Uap/Air Yang Jenuh 3)

Fluida yang terproduksi (uap dan air) pada suatu sumur dipengaruhi oleh tekanan

kepala sumurnya (WHP) dan juga tergantung pada suhu dan tekanan reservoir serta

permeabilitasnya, maka setiap sumur akan memiliki suatu sifat aliran tersendiri.

Kharakteristik dari setiap sumur tidak tetap dan produksinya selalu cenderung

menurun sebagai fungsi dari waktu. Kurva-kurva pada Gambar 2.35. tersebut,

semuanya menggambarkan keadaan awal pengembangan lapangan.

Gambar 2.35

Hubungan antara Tekanan dan Suhu untuk Uap Jenuh 3)

2. Dry Hyper-thermal Field

Reservoir ini mempunyai temperatur sangat tinggi, namun tekanannya tidak

setinggi tekanan pada wet hyperthermal yang memungkinkan air dalam reservoir

jenis ini berubah menjadi uap seluruhnya. Jika terjadi hubungan antara permukaan

dengan reservoir melalui lubang bor, maka sebagian uap jenuh akan berubah

menjadi uap superheated.

Uap dari lapangan ini agak superheated maka tidak ada hubungan antara WHP dan

WHT, serta enthalpi merupakan fungsi dari WHP dan WHT ini.

2.7.4. Berdasarkan Jenis Fluida Reservoir

Berdasarkan jenis fluidanya, reservoir panasbumi terdiri dari Air Klorida, Air

Asam Sulfat, Air Asam Sulfat-Klorida, Air Bikarbonat. Pembagian jenis fluida lebih

jelas terlihat seperti pada Gambar 2.36.

Gambar 2.36

Diagram Cl, SO4, dan HCO3 Yang Terdapat Pada

Fluida Geothermal 4)

2.7.4.1. Air Klorida

Garam terlarut dalam air ini umumnya berupa sodium dan potassium chloride

walaupun kadang-kadang ditemukan calcium dalam konsentrasi yang kecil. Air ini

juga mengandung silika dalam konsentrasi yang tinggi, dan terdapat pula dalam

konsentrasi yang cukup berarti seperti sulfat, bicarbonate, fluoride, ammonia,

arsenic, lithium, rubidium, calcium dan asam borate.

Perbandingan chloride dan sulfat biasanya cukup tinggi dan pH berkisar dari

daerah yang asam sampai ke daerah yang cukup basa (pH 5 – 9 ). Gas yang terlarut

dalam air ini terutama karbondioksida dan hydrogen sulfide. Air ini seringkali

didapatkan di daerah-daerah yang terdapat spring (mata air) atau daerah yang ada

aktivitas geyser dan daerah yang banyak terdiri dari batuan volkanik dan sedimen

2.7.4.2. Air Asam Sulfat

Air Asam Sulfat mengandung chloride dengan kadar yang rendah dan dapat

terbentuk pada daerah vulkanik, dimana uap dibawah 400oC mengembun ke

permukaan air. Hidrogen sulfide dari uap kemudian teroksidasi menjadi sulphate. Air

Asam Sulfat didapat di daerah-daerah dimana uap akan naik dari air bawah tanah

dengan temperature tinggi dan di daerah vulkanik, pada fasa pendinginan hanya

karbondioksida dan gas sulfur tetap akan naik bersama uap melalui batuan. Unsur-

unsur yang terdapat dalam air ini biasanya lepas dari dinding-dinding batuan

disekelilingnya.

2.7.4.3. Air Bikarbonat

Air panas yang mengandung chloride dengan kadar yang rendah dapat terjadi

dekat permukaan di daerah vulkanik dimana uap yang mengandung karbondioksida

dan hydrogen sulfide mengembun ke dalam aquifer. Pada kondisi yang diam air

bereaksi dengan batuan mengahasilkan larutan bicarbonate atau bicarbonate sulphate

dengan pH netral.

2.7.5. Berdasarkan Entalphi

Jenis reservoir berdasarkan entalphi dapat dikelompokan menjadi entalphi

rendah, entalphi menengah, dan entalphi tinggi. Pengelompokan ini sesuai dengan

temperature fluida produksi dan fasa fluidanya.

2.7.5.1. Entalphi Rendah

Apabila suhu reservoir tidak mencapai titik didih fluida pada tekanan tertentu,

umunya pada sumur reservoir panasbumi adakalanya dapat terjadi fluida yang

terproduksi hanya satu fasa, yaitu air panas. Biasanya sumur jenis ini tidak

dimanfaatkan sebagai pembangkit karena hanya menghasilkan air panas, sedangkan

untuk menggerakkan turbin membutuhkan fluida satu fasa yaitu uap (steam), jadi

biasanya dimanfaatkan sebagai sarana pengeringan hasil pertanian, kolam mandi air

panas, pemanas ruangan, dan lain sebagainya.

2.7.5.2. Entalphi Menengah

Reservoir panasbumi jenis ini memiliki suhu melebihi titik didih fluida pada

kondisi reservoir tetapi mengalami penurunan tekanan dan temperature dalam

perjalanannya menuju permukaan. Karena itu fluida yang keluar dari sumur produksi

menghasilkan fluida dua fasa (uap dan air), akan tetapi fasa uapnya lebih kecil

prosentasenya dibandingkan dengan fasa cairnya, hal ini dapat juga disebut sebagai

Liquid Dominated. Contoh dari lapangan panasbumi enthalpi menengah seperti

Dieng (Liquid Diminated System).

2.7.5.3. Entalphi Tinggi

Yang disebut sebagai fluida reservoir panasbumi yang memiliki entalphi

tinggi adalah Lapangan panasbumi yang menghasilkan uap panas kering (superheated

steam) dan reservoir sistem vapour dominated. Pada reserevoir jenis ini memiliki

temperature reservoir yang melebihi titik didih dari air pada tekanan tertentu sehingga

air yang ada di reservoir berubah fasa menjadi uap. Fluida tersebut diproduksikan

lewat sumur produksi dalam kondisi satu fasa uap, tetapi apabila fluida mengalami

penurunan tekanan yang cukup besar maka fluida tersebut dapat berubah menjadi

fluida dua fasa. Dengan prosentase fasa cair lebih kecil dibandingkan dengan fasa

uapnya.