BAB II
DASAR-DASAR RESERVOIR PANASBUMI
Secara umum lapangan panasbumi terdapat di daerah jalur gunung berapi,
karena sebagai sumber panas dari panasbumi adalah magma. Magma sebagai sumber
panas akan memanasi bahan-bahan pada kerak bumi termasuk juga cairan yang ada di
dalamnya. Reservoir panasbumi biasanya terdapat di daerah gunung api purba (post
volcanic). Karena proses post volcanic tersebut menyebabkan dinginnya cairan
magma yang kemudian akan menjadikannya sebagai salah satu komponen reservoir
panasbumi yang disebut sumber panas. Akibat dari proses gunung api terbentuklah
sistem panasbumi yang dipengaruhi oleh proses-proses geologi baik yang sedang
berlangsung atau yang telah berlangsung didaerah post-volcanic, sehingga
memungkinkan terbentuknya suatu lapangan panasbumi yang potensial untuk
diproduksikan.
Di dalam reservoir panasbumi, bahan penyusunnya mempunyai struktur dan
karakteristik yang sesuai dengan terbentuknya bumi dan perlu diketahui terbentuknya
reservoir panasbumi harus memiliki persyaratan tertentu, yaitu harus tersedia sumber
panas, batuan reservoir, fluida reservoir, dan batuan penudung. Selain syarat-syarat
terbentuknya reservoir panasbumi juga dapat diklasifikasikan berdasarkan sumber
panas, jenis fasa fluida, temperature, dan berdasarkan jenis fluida reservoir.
2.1. Genesa Pembentukan Reservoir Panasbumi
Penyebaran sumber energi panasbumi terdapat pada daerah jalur gunung
berapi, dimana aspek geologi yang mempengaruhi terbentuknya sumber panasbumi
adalah kegiatan magmatik dan proses pengangkatan. Kegiatan magmatik khususnya
kegunungapian terwujud dalam bentuk-bentuk terobosan dan letusan gunung api,
sedangkan proses pengangkatan akan mengakibatkan sesar disepanjang jalur gunung
api. Kedua proses tersebut mengakibatkan sumber panas pada jalur gunung api
relative dangkal terhadap daerah sekitarnya.
Proses pengangkatan akan menyebabkan daerah yang bersangkutan terangkat
lebih tinggi dari daerah sekitarnya dan akan membentuk sistem pegunungan yang
berfungsi sebagai penangkap hujan sehingga peresapan air ke dalam tanah relative
besar dari daerah sekitarnya. Maka daerah tersebut merupakan wadah air tanah
meteoric selama waktu geologi, yang merupakan sumber air bagi dataran rendah yang
berada di bawahnya.
2.1.1. Teori Pembentukan Reservoir Panasbumi
Pada dasarnya sistem panasbumi terbentuk dari hasil perpindahan panas dari
sumber panas sekelilingnya yang terjadi secara konduksi maupun secara konveksi.
Perpindahan panas secara konduksi terjadi melalui batuan, sedangkan perpindahan
panas secara konveksi terjadi karena adanya kontak antara air dengan sumber panas.
Perpindahan panas secara konveksi terjadi karena adanya gaya apung (Buoyancy).
Karena adanya kontak dengan sumber panas, air yang bertemperatur lebih tinggi
menjadi lebih ringan dan keadaan ini menyebabkan air yang lebih panas bergerak ke
atas dan yang bersuhu lebih rendah bergerak ke bawah, sehingga terjadi sirkulasi air
atau arus konveksi.
Pembentukan reservoir panasbumi tidak lepas dari dua proses magmatik dan
pengangkatan yang menyebabkan terbentuknya reservoir panasbumi. Salah satu teori
yang mendukung terbentuknya sistem panasbumi adalah teori tektonik lempeng.
Konsep tektonik lempeng menjelaskan bahwa kulit bumi terdiri dari dua bagian
lempeng tegar yaitu lempeng benua dan lempeng samudra, yang bergerak satu
terhadap lainnya.
Teori tektonik lempeng ini membagi kerak bumi menjadi dua jenis, yaitu
kerak benua dan kerak samudera. Dapat dikatakan bahwa bahan yang membentuk
kerak benua terdiri dari batuan yang mengandung unsur silika dan alumina,
sedangkan kerak samudera terdiri dari batuan yang padat, berwarna gelap dan banyak
mengandung silika dan magnesium.
Kedua jenis kerak ini membentuk lempeng-lempeng yang berukuran raksasa
yang kemudian disebut dengan lempeng benua dan lempeng samudra, yang dapat
bergeser dia atas mantel bumi. Batasan antara masing-masing lempeng, merupakan
tempat-tempat dimana terdapat daerah-daerah bergempa dan gejala pembentukan
pegunungan. Kerak benua disebut lapisan granites, karena batuan yang membentuk
kerak benua terutama bersifat granit, sedangkan kerak samudera disebut lapisan
basaltis. Bila dua lempeng tersebut saling bertumbukan, lempeng samudra akan
tertekuk kebawah dan masuk ke dalam astenosfera melalui jalur bergempa miring
(dengan sudut kemiringan beragam). Jalur inilah yang dikenal dengan jalur Benioff,
sedangkan gejala penyusupan lempeng samudra ke bawah lempang benua disebut
dengan tumbukan tipe Cordillera. Kadang-kadang lempeng samudra yang bergerak
mendekati lempeng benua tertekuk ke atas sehingga kerak samudra relative berada di
atas kerak benua dan seolah tersesar sungkupan. Gejala tumbukan ini dikenal dengan
tipe Tiatian atau Obduction.
Model sistem pergerakan lempeng yang dikenal ada tiga macam berdasarkan
pergerakannya, yaitu pergerakan saling menjauh (divergen), pergerakan saling
mendekat (konvergen) dan pergerakan yang saling berpasangan. Model pergerakan
yang berbeda akan menghasilkan peristiwa dan lingkungan/batas yang berbeda-beda
antara lempeng-lempeng lithosfer tersebut, tergantung pada pergerakan relatif serta
jenis lempeng yang bertumbukan tersebut. Disinilah biasanya terjadi pembentukan
daerah reservoir panasbumi. Disinilah biasanya terjadi pembentukan daerah reservoir
panasbumi seperti pada Gambar 2.1.
2.1.2. Syarat Terbentuknya Reservoir Panasbumi
Dalam pembentukannya, reservoir panasbumi mempunyai empat syarat yang
harus dipenuhi yaitu sumber panas, batuan reservoir, fluida reservoir, dan batuan
penudung. Seperti terlihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.1Skema Sistem Tumbukan Lempeng
Dalam Pembentukan Gunung Api, Plutons dan Daerah Tektonik Aktif 5)
Gambar 2.2Diagram Skematis Model Sistem Panasbumi
Pada Lapangan Wairaki, New Zealand 5)
2.1.2.1. Sumber Panas
Sumber panas adalah bagian yang terpenting untuk suatu reservoar panasbumi
(hidrohermal). Karena energi panas dari sumber tersebut akan diserap oleh fluida dan
kemudian diproduksikan sebagai uap.
Sumber panas utama pada lapangan hidrothermal adalah intrusi magma yang
terdapat pada zona seismik dimana terjadi benturan atau pemisahan antara beberapa
lempeng. Kemungkinan lain dari sumber panas tersebut antara lain :
1. Konsentrasi radioaktif lokal yang tinggi pada batuan kerak bumi.
2. Reaksi kimia eksothermik.
3. Panas gesekan karena perbedaan gerak massa batuan yang saling bergeser pada
patahan-patahan geologi.
4. Panas laten yang dilepaskan pada saat pengkristalan atau pemadatan batuan yang
cair.
5. Masuknya gas-gas magmatik yang panas ke dalam aquifer melalui rekahan-
rekahan pada bed rock.
Bed rock biasanya adalah bagian utama batuan basaltik kerak bumi dan sangat
tebal (2 – 5 km). Lapisan yang tebal ini menghasilkan tekanan litostatik yang
berakibat batuan menjadi impermeable, terutama pada arah horizontal. Meskipun
demikian patahan-patahan vertikal atau hampir vertikal sangat kecil kemungkinannya
bertahan dibawah pengaruh tekanan gas magmatik dan uap yang sangat besar dan
bergerak ke permukaan dari suatu kedalaman yang cukup besar.
Sumber panas yang lain adalah batuan yang kaya akan mineral radioaktif,
dimana panas yang terjadi berasal dari proses pembusukan mineral radioaktif
tersebut. Mineral tersebut sewaktu “bebas” mengeluarkan panas sehingga mampu
melelehkan batuan di sekitarnya, dimana dalam perkembangan selanjutnya akan
terbentuk massa magma yang baru. Secara teoritis zat radioaktif akan berkurang pada
kedalaman yang jauh ke dalam bumi. Ada istilah yang erat hubungannya dengan suhu
dan kedalaman, yaitu landaian panasbumi normal (geothermal gradient) merupakan
istilah yang digunakan untuk menerangkan bertambah besarnya suhu apabila kita
turun hingga kedalaman tertentu, yaitu 3o C/100 m.
Adapun variasi derajat suhu bumi ini disebabkan oleh kondisi batuan, proses
hidrokimia batuan (memberikan panas yang cukup tinggi), kondisi geologi
(terbentuknya batuan di daerah lipatan akan tinggi), kerja air tanah, karja air
permukaan, dan konsentrasi mineral radioaktif.
Di bawah kerak bumi pada tekanan normal batuan akan meleleh. Sedangkan
bila tekanan yang diterima lebih tinggi lagi (11000 – 14000 atm) batuan akan
mencapai kondisi padat kenyal.
Secara teoritis, kearah inti bumi derajat panas akan meningkat hingga
mencapai 193.060 0C yang menyebabkan semua unsur dalam inti bumi akan mencair.
Tetapi suhu di perut bumi tidak lebih dari 3500o – 4000oC, dengan tekanan 4,16 juta
atmosfir, sehingga substansi inti bumi dan selubung berada dalam kondisi laten
(padat kenyal).
Batuan pamanas akan berfungsi sebagai transfer pemanasan air yang dapat
berujut terobosan granit maupun bentuk-bentuk batolit (sebagai media panas).
2.1.2.2. Batuan Reservoir
Batuan reservoir adalah batuan yang mempunyai sifat porous dan permeable
yang sangat baik sehingga dapat menyimpan dan meloloskan air atau uap yang
merupakan fluida reservoir pada gradient tekanan tertentu. Selain itu sifat fisik batuan
reservoir yang dapat menjadi batuan reservoir lainnya adalah konduktivitas panas,
yaitu kemampuan untuk menghantarkan panas dari sumber panas. Pada sistem
panasbumi, sebagian besar batuan reservoir adalah batuan beku atau metamorf. Pada
kedua jenis batuan yang telah disebutkan di atas, porositas batuan reservoirnya adalah
rekahan-rekahan yang biasa disebut sebagai porositas sekunder. Selain batuan beku
dan metamorf, yang dapat berfungsi sebagai batuan reservoir adalah batuan sedimen
piroklastik, karena sifatnya yang mempunyai kemampuan untuk menyimpan fluida
panasbumi. Batuan ini dihasilkan oleh serangkaian proses yang berkaitan dengan
letusan gunung api.
Bahan lepas gunung api (pyroclastic-pyroclast : Schimdt, 1981) dihasilkan
oleh serangkaian proses yang berkaitan dengan letusan gunung api. Istilah lain yang
sering dijumpai adalah bahan hamburan (ejecta), yang merupakan keratin batuan
yang dikeluarkan pada saat terjadinya letusan gunung api. Dan berdasarkan asal
mulanya bahan hamburan dibedakan menjadi bahan juvenile (essential, connate,
juvenil), bahan tambahan (accessories) dan bahan asing (accidential).
Bahan juvenile adalah bahan yang dikeluarkan dari magma terdiri dari
padatan atau partikel tertekan dari suatu cairan yang mendingin dan kristal (pyrogenic
crystal), bahan tambahan adalah bahan yang berasal dari letupan sebelumnya pada
gunung api yang sama (gunung api tua) sedangkan bahan asing merupakan bahan
hamburan yang berasal dari batuan non-gunung api atau batuan dasar, sehingga
mempunyai komposisi beragam.
Seperti halnya lava pengendapan bahan lepas gunung api terdapat di darat
maupun di laut. Bahan lepas gunung api yang jatuh ke dalam cekungan pengendapan,
dimana saat itu sedang terjadi pengendapan normal, maka kemungkinan besar bahan
lepas tersebut akan bercampur dengan lempung, lanau, pasir, kerikil. Batuan yang
terbentuk akibat proses demikian disebut dengan sedimen abuan (ashy sediment)
apabila belum mengalami pengompakan atau batuan sedimen tufran, apabila telah
mengalami pembatuan/pengompakan sehingga dikenal dengan lempung tufran, pasir
tufran dan kerikil tufran.
Percampuran piroklastik dengan sedimen dapat pula terjadi karena proses
erosi dan pengendapan kembali. Onggokan bahan lepas gunung api ditempatnya
semula apabila terkena proses erosi, terangkat dan kemudian terendapkan kembali di
dalam suatu cekungan tentunya akan mengalami proses pengotoran selama
pengangkutannya. Endapan yang terjadi karena proses demikian disebut batu
lempung gunungapian (volcanic claystone), serpih gunungapian (volcanic shale), batu
pasir gunungapian (volcanic sandstone), konglomerat gunungapian (volcanic
conglomerate) dan sebagainya.
2.1.2.3. Fluida Reservoir
Fluida reservoir pada reservoir panasbumi adalah air, yang digunakan untuk
memindahkan panas kepermukaan. Fluida reservoir panasbumi tersebut dapat berupa
air hujan atau air tanah meteoric.
Jenis-jenis air yang berperan sebagai fluida reservoir panasbumi menurut
white (1957),dibedakan menjadi :
- Air Juvenil (Juvenile water) merupakan air baru yang berasal dari magma batuan
utama dan yang sebelumnya bukan merupakan bagian dari sistem biosfera.
- Air magmatik (magmatic water) merupakan air yang berasal dari magma saat
magma menggabungkan air meteorik dari sirkulasi yang dalam atau air dari
bahan-bahan/material-material pengendapan.
- Air meteorik (meteorik water) merupakan air yang terakhir terlihat dalam
sirkulasi atmosfer.
- Air purba (connate water) merupakan air fosil yang telah keluar dari hubungan
dengan atmosfer untuk periode geologi yang panjang. Air tertutup oleh formasi
batuan yang dalam.
- Air metamorfis (metamorfic water) merupakan perubahan khusus dari air purba
yang berasal dari mineral hydrous selama rekristalisasi untuk mengurangi mineral
hydrous selama proses perubahan bentuk.
2.1.2.4. Batuan Penudung (Cap Rock)
Batuan penudung dalam reservoir panasbumi adalah batuan impermeable
yang berfungsi sebagai penahan keluarnya panas fluida ke atmosfer dan
mempertahankan temperatur dan tekanan reservoir, sehingga fluida yang berada di
bawahnya mengalami sirkulasi secara konveksi karena air yang mendidih bergerak ke
atas dan melepaskan uap. Uap yang bergerak ke atas akan lebih jauh dari sumber
panas maka akan segera mengembun kembali dan bergerak lagi ke bawah dan begitu
seterusnya hingga terjadi arus konveksi.
Pada reservoir panasbumi, batuan penudung umumnya adalah hasil erupsi
gunung api berupa perselingan antara bahan lepas piroklastik dan aliran lava yang
kemudian membeku. Selain itu batuan penudung pada reservoir panasbumi dapat
berasal dari bahan lepasan gunung api yang jatuh pada lingkungan pengendapan dan
bercampur dengn bahan sediment lain. Kemudian terjadi pengompakan dan
pembatuan sehingga terbentuk lempung tufaan, lanau tufaan dan kerikil tufaan.
Batuan ini mempunyai permeabilitas yang kecil sehingga dapat berfungsi sebagai
batuan penudung pada sistem panasbumi. Selain itu lapisan batuan yang impermeabel
ini dapat terbentuk juga oleh proses kimia yang disebut self sealing sebagai berikut :
1. Pengendapan mineral-mineral dari larutannya, terutama silika.
2. Alterasi hidrothermal batuan-batuan permukaan yang menghasilkan kaolinisasi
Batuan penutup dapat dibedakan menjadi dua, yaitu batuan penutup terbuka
dan tertutup. Batuan penutup terbuka umumnya menutupi reservoir air hangat dengan
tekanan yang rendah dimana fluida di permukaan tidak mencapai boilling point
sehingga kurang ekonomis untuk dieksploitasikan. Sedangkan batuan penutup
tertutup, yaitu batuan yang bersistem aquifer confined dan bertekanan tinggi dimana
water table sejajar dengan water table recharge area. Sistem ini akan sangat baik bila
temperatur reservoirnya tinggi dan pada area ini sangat ekonomis untuk
dieksploitasikan.
2.2. Kondisi Geologi Reservoir Panasbumi
Proses geologi yang sedang atau telah berlangsung dapat mempengaruhi
kondisi geologi sumber panasbumi, dimana umumnya proses geologi tersebut
mencakup perubahan struktur perlapisan dan stratigrafinya.
Kegiatan yang menyebabkan perubahan itu seperti kegiatan magmatik dan
proses pengangkatan mengakibatkan terbentuknya struktur yang potensial untuk
sistem panasbumi seperti graben, sesar dan kaldera.
2.2.1. Stratigrafi
Stratigrafi adalah cabang ilmu geologi yang mempelajari tentang sifat-sifat
lapisan, distribusi kehidupan (fosil), yang akan selalu berbeda dengan lapisan yang di
atasnya. Di dalam penyelidikan stratigrafi ada tiga unsur penting pembentuk
stratigrafi yang perlu diketahui, yaitu unsur batuan, perlapisan dan struktur sedimen.
1. Unsur Batuan
Suatu hal yang penting didalam unsur batuan adalah pengenalan dan pemerian
litologi. Seperti diketahui bahwa volume bumi diisi oleh batuan sedimen 5 % dan
batuan non-sedimen 95 %. Tetapi dalam penyebaran batuan, batuan sedimen
mencapai 75 % dan batuan non-sedimen 25 %. Unsur batuan terpenting
pembentuk stratigrafi yaitu sedimen dimana sifat batuan sedimen yang berlapis-
lapis memberi arti kronologis dari lapisan yang ada tentang urut-urutan perlapisan
ditinjau dari kejadian dan waktu pengendapannya maupun umur setiap lapisan.
Dengan adanya ciri batuan yang menyusun lapisan batuan sedimen, maka dapat
dipermudah pemeriannya, pengaturannya, hubungan lapisan batuan yang satu
dengan yang lainnya, yang dibatasi oleh penyebaran ciri satuan stratigrafi yang
saling berhimpit, bahkan dapat berpotongan dengan yang lainnya
2. Unsur Perlapisan
Unsur perlapisan merupakan sifat utama dari batuan sedimen yang
memperlihatkan bidang-bidang sejajar yang diakibatkan oleh proses-proses
sedimetasi. Mengingat bahwa perlapisan batuan sedimen dibentuk oleh suatu
proses pengendapan pada suatu lingkungan pengendapan tertentu, maka Weimer
berpendapat bahwa prinsip penyebaran batuan sedimen tergantung pada proses
pertumbuhaan lateral yang didasarkan pada kenyataan, yaitu bahwa :
1) Akumulasi batuan pada umumnya searah dengan aliran media transport,
sehingga kemiringan endapan mengakibatkan terjadinya perlapisan selang
tindih (overlap) yang dibentuk karena tidak seragamnya massa yang
diendapkannya.
2) Endapan di atas suatu sedimen pada umumnya cenderung membentuk sudut
terhadap lapisan sedimentasi di bawahnya.
3. Bidang Perlapisan
Merupakan bidang yang diwujudkan dari kenampakan suatu mineral tertentu,
besar butir dan bidang sentuhan yang tajam antara dua lithologi yang berbeda.
Suatu bidang yang bersedimentasikan sesuai bidang kesamaan waktu disebut
“isochron surface”. Lapisan merupakan stratigrafi yang terkecil dengan ketebalan
beberapa milimeter sampai dengan puluhan meter terdiri dari satu macam batuan
yang homogen, dibatasi bagian atas dan bawah oleh bidang perlapisan secara tajam
atau secara berangsur.
Pada daerah vulkanik, pembentukan strartigrafi juga dikontrol oleh proses
sedimentasi yang terjadi jutaan tahun yang lampau. Pada daerah vulkanik ini
reservoir panasbumi terbentuk akibat proses sedimentasi hasil letusan gunung api.
Perlapisan batuan pada lapangan panasbumi secara umum merupakan endapan
terulang yang terdiri dari porfiritik andesitan dengan hasil piroklastik, tuffa lapili dan
beberapa lapisan breksi. Stratigrafi daerah vulkanik disusun berdasarkan satuan
lithologi (lithostratigrafi) dengan mengadakan korelasi dari sumur-sumur yang ada.
2.2.2. Struktur Geologi
Dalam pengamatan struktur kulit bumi untuk mendapatkan data struktur
perlapisan sangat bergantung pada pengetahuan geologi struktur. Geologi struktur
didefinisikan sebagai studi yang membahas bangunan atau arsitektur kulit bumi dan
gejala yang menyebabkan terjadinya perubahan pada kulit bumi.
Dalam mempelajari struktur geologi, terdapat beberapa masalah antara lain
kondisi fisik yang mempengaruhi pembentukan serta bagaimana mekanismenya. Jadi
inti dari geologi struktur adalah deformasi dari bumi, apa yang menyebabkan, serta
apa akibatnya.
Pembentukan struktur kulit bumi dipengaruhi oleh tekanan dan temperature
pada saat pembentukan serta distribusi gaya yang menyebabkan terjadinya bentuk
akhir (akan mempengaruhi hasilnya). Pada umumnya gaya yang menyebabkan
bentuk struktur adalah gaya-gaya compression, tension, couple dan torsion, sehingga
dapat terjadi tiga fase atau perubahan.
Struktur batuan adalah bentuk dan kedudukan yang dilihat di lapangan
sekarang. Hal ini merupakan hasil dari proses, yaitu :
1. Proses pembentukan batuan, dimana saat itu akan dibentuk struktur-struktur
primer.
2. Proses yang bekerja kemudian, berupa deformasi mekanis maupun pengubahan
kimiawi batuan setelah batuan terbentuk.
Struktur primer yang terbentuk pada batuan beku berupa struktur aliran (flow
structure) yang sering dijumpai pada lava. Ada beberapa hal yang dapat digunakan
untuk menentukan bentuk struktur geologi pada kulit bumi :
a. Melihat langsung di lapangan
b. Melakukan pengeboran pada beberapa tempat kemudian dilakukan korelasi
dan interpretasi
c. Dengan metode geofisika.
Struktur sekunder sangat penting untuk di pelajari berhubungan dengan
struktur geologi lapangan panasbumi. Pada daerah vulkanik ada beberapa struktur
yang biasa terjadi selama dan sesudah erupsi gunung api, diantaranya adalah struktur
amblesan. Struktur ini sebagai akibat pengaruh kegiatan magmatik dan semi-
magmatik, dengan atau tanpa pengaruh sesar. Struktur amblesan meliputi kawah,
kaldera, graben serta struktur yang terjadi secara lateral yaitu lipatan dan sesar.
1. Kawah
Kawah merupakan bentuk negatif yang terjadi karena kegiatan gunung api.
Berdasarkan asal mulanya, kawah dapat dibedakan menjadi kawah letusan dan kawah
runtuhan. Sedangkan berdasarkan letaknya terhadap pusat kegiatan dikelompokkan
kawah kepundan dan kawah samping. Pengisian kawah oleh air hujan akan
menyebabkan terbentuknya danau kawah. Letusan gunung api yang mempunyai
danau kawah akan menyebabkan terjadinya lahar letusan yang bersuhu tinggi.
2. Kaldera
Ukuran kaldera lebih besar dari kawah meskipun tidak ada batasan ukuran
yang membedakan sehigga mempunyai ukuran berapa kawah dapat disebut sebagai
kaldera. Menurut H. William (1947) kaldera merupakan bentuk lekukan gunung
berapi yang sangat besar bergaris tengah beberapa kilometer dan berbentuk
membulat. Ia mengklasifikasikan kaldera menjadi beberapa jenis berdasarkan proses
yang membentuknya, yaitu :
a. Kaldera Letusan
Yaitu kaldera yang disebabkan oleh letusan gunung api yang sangat kuat,
menghancurkan bagian puncak kerucut dan menyemburkan massa batuan dalam
jumlah yang sangat besar. Termasuk dalam jenis ini adalah kaldera Badai-San di
Jepang dan Tarawera di New Zealand.
b. Kaldera Runtuhan
Kaldera yang disebabkan letusan yang berjalan cepat memuntahkan batuan apung
dalam jumlah banyak, sehingga menyebabkan runtuhnya bagian puncak gunung
api. Kebanyakan kaldera terbentuk melalui proses ini. Gambar 2.3.
memperlihatkan kejadian kaldera akibat runtuhan setelah letusan gunung api.
c. Kaldera Erosi
Terjadinya disebabkan oleh erosi pada bagian puncak kerucut, dimana erosi yang
berkepanjangan akan mampu mengikis bagian puncak gunung api. Van Bemmelen
(1929) membuat hipotesis pembentukan kaldera, ia mencirikan, untuk menentukan
suatu kaldera diperlukan peletusan tipe peret yang sangat keras. Dan letak dari
sumur magma tidak perlu dalam tetapi cenderung mempunyai dapur magma yang
sangat dangkal. Gas yang sangat berlimpah di dalam magma akan mengubah
magma menjadi magma yang sangat halus. Selama terjadi peletusan, permukaan
magma akan turun hingga dapur magma, dan terjadi perluasan garis tengah
diameter.
Diameter yang melebar ke arah bawah akan menyebabkan kekosongan dapur
magma, sebagai akibatnya akan terjadi penurunan atap dari dapur magma dan
akhirnya terbentuk kaldera.
Gambar 2.3Proses Dalam Pembentukan Suatu Kaldera 5)
3. Graben dan Horst
Graben adalah struktur runtuhan yang berdinding lurus yang terjadi di bagian
puncak atau kerucut lereng gunung api. Celah gunung api (volcanic fissure through)
adalah bentuk lekukan memanjang akibat pencelahan pada tubuh gunung api, terjadi
karena pelengseran salah satu sisi bongkah akibat terobosan tekanan magma atau
pembebanan bahan kerucut yang berlebihan di atas suatu lapisan yang lemah.
Lekukan tektonik gunung api (major volcano tectonic depression) adalah
suatu lekukan yang sangat besar berbentuk memanjang, dipengaruhi oleh proses serta
pembentukan gunung api. Pembentukannya ditafsirkan berkaitan dengan
pengembusan besar-besaran batu apung saat terjadi letusan, hingga mencapai dataran
tinggi yang mempunyai landasan fondasi lemah.
Pada suatu saat akan melengser dan berkumpul pada kaki gunung api dan
membentuk pola kipas alluvial, maka terbentuklah apa yang dinamakan “Sector
Graben”. Sedangkan horst merupakan struktur tonjolan yang dibatasi sesar normal
parallel. Terbentuk ketika bidang tonjolan bergerak relatif ke atas terhadap bidang
hanging wall. Seperti terlihat pada Gambar 2.4 dan gambar 2.5.
Gambar 2.4Struktur Grabben dan Horst 12)
Gambar 2.5Proses Pembentukan Graben 5)
4. Kekar
Kekar termasuk dalam struktur sekunder. Kekar merupakan suatu rekahan
dalam batuan yang terjadi karena rekahan atau tarikan yang disebabkan oleh gaya
yang bekerja dalam kerak bumi atau pengurangan dan hilangnya tekanan dengan
pergeseran dianggap tidak ada.
Kekar merupakan struktur batuan yang paling banyak dijumpai dan
pembentukannya tidak mengenal waktu. Kekar dapat diklasifikasikan berdasarkan
bentuk, ukuran, dan cara terjadinya.
1. Berdasarkan Bentuknya
● Kekar Sistematik : selalu dijumpai berpasangan yang merupakan satu set,
arahnya saling sejajar.
● Kekar tak Sistematik : dapat saling bertemu dan tidak saling memotong kekar
lainnya.
2. Berdasarkan Ukurannya
● Micro Joint, ukurannya 1 inchi (hanya dapat dilihat dengan mikroskop).
● Major Joint, ukurannya dapat dilihat pada contoh setangan (hand specimen).
● Master Joint, ukurannya kurang lebih 100 ft, hanya dapat dilihat melalui foto
udara.
3. Berdasarkan Cara Terjadinya
● Shear Joint, kekar yang terjadi akibat tekanan
● Tension Joint, kekar pada batuan yang terjadi akibat tarikan
● Release Joint, kekar pada batuan yang terjadi akibat pengurangan/hilangnya
tekanan.
Adanya kekar/joint dapat mencirikan lapangan panasbumi yang diakibatkan
oleh adanya tekanan dan proses lainnya selama terjadi gunung berapi. Ukuran kekar
pada umumnya sangat besar bisa mencapai ratusan meter, yang merupakan sumber
panasbumi.
5. Sesar
Sesar adalah rekahan–rekahan dalam kulit bumi, yang mengalami pergeseran
dan arahnya sejajar dengan bidang rekahannya satu terhadap yang lainnya.
Pergeserannya dapat berkisar dari antara beberapa meter hingga mencapai ratusan
kilometer. Sesar merupakan jalur lemah yang lebih banyak terjadi pada lapisan yang
keras (untuk lapangan panasbumi) dan rapuh. Bahan yang hancur pada jalur sesar
akibat pergeseran, dapat berkisar dari gauge (suatu bahan yang halus / lumat akibat
gesekan) sampai breksi sesar, yang mempunyai ketebalan antara beberapa sentimeter
hingga ratusan meter. Gambar 2.6 memperlihatkan skema struktur sesar dan tipe
sesar. Dalam sesar terdapat beberapa bagian, diantaranya :
1. Hangging Wall (atap), adalah bongkah yang terdapat di bagian atas bidang sesar.
2. Foot Wall (alas), adalah bongkah patahan yang berada di bagian bawah bidang
sesar.
3. Bidang Sesar, adalah bidang yang terbentuk akibat ada rekahan yang mengalami
pergeseran.
Gambar 2.6 Skema Struktur Sesar Dan Tipe Sesar 12)
Ditinjau dari kedudukan sesar terhadap struktur batuan disekitarnya sesar
dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
1. Strike Fault, yaitu sesar yang arah jurusnya sejajar dengan jurus batuan
disekitarnya.
2. Dip Fault, yaitu jurus sesar yang sejajar dengan kemiringan lapisan batuan
disekitarnya.
3. Longitudinal Fault, yaitu arah sesar parallel/sejajar dengan arah utama dari struktur
regional.
4. Diagonal atau Oblique Fault, yaitu sesar yang memotong struktur batuan di
sekitarnya.
5. Transverse Fault, yaitu sesar yang memotong tegak lurus atau miring terhadap
struktur regional, dijumpai pada struktur/ daerah yang terlipat, memotong
sumbu/poros terhadap antiklin. Seperti terlihat pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7Klasifikasi Sesar berdasarkan kedudukan Struktur Batuan 19)
Longitudinal fault dan transverse fault hanya dapat diterapkan pada keadaan
yang lebih luas (regional sense), apabila ditinjau dari genesanya pergeseran dapat
digolongkan menjadi :
1. Sesar Normal/Sesar Biasa/Sesar Turun
Merupakan gejala pergeseran dimana hanging wall bergerak relative turun
terhadap foot wall. Berdasarkan susunan poros utama tegasannya menunjukan arah
tegasan terbesar adalah vertical. Gaya geologi yang mempunyai arah demikian
adalah gaya berat, oleh karena itu suatu sesar yang nyata-nyata mempunyai sifat
seperti ini dikenal dengan grafity fault. Sesar normal ini juga sering dijumpai pada
daerah vulkanik, dimana gaya yang sering dijumpai adalah gaya endogen dan gaya
gravitasi.
2. Sesar Naik (Reverse Fault/Thrust)
Suatu sesar dimana hanging wall relative naik terhadap foot wallnya. Berdasarkan
kemiringannya (dip), sesar naik dapat dibedakan menjadi tiga jenis :
a. Reverse Fault, adalah sesar naik dimana bidang sesarnya punya kemiringan
lebih dari 45º.
b. Thrust Fault, adalah sesar naik yang mempunyai bidang kemiringan kurang dari
45º dimana pergeseran lateralnya lebih menonjol dibandingkan pergeseran
vertikalnya.
c. Overthrust Fault, adalah sesar naik yang mempunyai kemiringan bidang sesar
(dip) kurang dari 10º.
3. Sesar Datar/Strike Slip Fault
Suatu jenis pergeseran dimana gerakan yang dominant adalah ferakan horizontal.
Hal ini bahwa yang disebut sebagai sesar mendatar, dalam jumlah yang terbatas
masih juga mempunyai komponen pergeseran meskipun sangat kecil.
Akibat dari gerakan-gerakan yang berasal dari dalam bumi (endogen) maka
struktur-struktur yang ada pada zone panasbumi sangat berpengaruh terhadap
keadaan reservoirnya. Seperti diketahui bahwa reservoir panasbumi memerlukan
kualitas struktur yang baik untuk dapat menyimpan air formasi yang selanjutnya akan
terpanasi oleh batuan pemanas di bawahnya. Struktur yang mempunyai kualitas
sebagai zone reservoir panasbumi antara lain kaldera, kawah, sesar dan graben.
2.2.3. Alterasi (ubahan) Hydrothermal
Fluida dan batuan reservoir dalam suatu sistem panasbumi saling berinteraksi,
sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan komposisi fasa padat atau komposisi
fasa cair. Perubahan komposisi ini merupakan hasil nyata dari proses reaksi kimiawi.
Ciri-ciri dan kelimpahan mineral hydrothermal yang terbentuk selama
interaksi fluida dan batuan tergantung pada beberapa factor, khususnya temperature,
komposisi fluida, ketersediaan fluida (permeabilitas) dan adanya pendidihan. Ada
beberapa definisi dari ahli mengenai alterasi, antara lain :
1. Perubahan komposisi mineralogi dari suatu batuan karena aktivitas hidrothermal
(Courty,1945).
2. Dipakai dalam klasifikasi pada fasa metamorfosa yang bersifat lokal (Jim, 1956).
3. Dimaksudkan sebagai gejala ubahan pada batuan dan mineral sekunder
(supergene) seperti : replacement, oksidasi dan hidrasi.
Jenis-jenis mineral yang terbentuk selama fluida dan batuan berinteraksi
sangat tergantung dari beberapa faktor, yaitu :
● Perubahan Temperatur
● Perubahan Tekanan
● Komponen Fluida
● Komposisi Batuan
● Laju Aliran Air dan Uap
● Permeabilitas Batuan
● Konsentrasi CO2 dan H2S dalam fluida mempunyai pangaruh yang terpenting
pada tiap mineralogi sekunder
● Asal usul terjadinya pemanasan
Alterasi hydrothermal dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok
berdasarkan :
1. Alterasi yang menghasilkan mineral tunggal antara lain :a. Albitisasi
a. Alterasi yang dihasilkan dari perubahan mineral lain terutama K feldspar oleh
larutan yang kaya Na.
b. Alunitisasi
Dijumpai pada batuan beku berbutir halus yang terdapat disekeliling vein
epithermal, dihasilkan oleh aktivitas air yang bersifat sulfat.
c. Argilitisasi
Biasa ditemukan pada batuan samping dari vein dimana cairan pembentuk akan
mengubah mineral feldspar menjadi lempung
d. Karbonitisasi
Dihasilkan oleh intrusi atau pembentukan mineral karbonat setempat.
e. Chloritisasi
Mineral sebelumnya, umumnya mineral Alluminous Ferromagnesian Silicate
f. Epidotisasi
Perubahan mineral Alluminous Ferromagnesian Silicate menjadi epidot
terdapat pada chlorite.
g. Silisifikasi
Dihasilkan oleh introduksi silica dari larutan magmatic akhir.
h. Piritisasi
Suatu perubahan mineral Ferromagnesian menjadi Pirit.
2. Alterasi yang menghasilkan mineral sekunder, antara lain :
a. Sausiritisasi
Perubahan dari Ca-Plagioklas menjadi mineral Albite atau Oligoklas, Epidot,
Kalsit, Serisit dan mineral Zeolit.
b. Propilitisasi
Alterasi dicirikan oleh introduksi dan pembentukan setempat mineral Karbon,
Silika, Chlorite, Sulfida dan Epidote.
Terdapat beberapa tipe alterasi secara hydrothermal, menurut Hochtein adalah
sebagai berikut :
1. Alterasi Langsung (Pengendapan)
Jenis alterasi ini merupakan jenis yang paling umum, dan banyak mineral
hydrothermal yang ditemukan di lapangan panasbumi dapat terendapkan secara
langsung dari larutan. Agar bisa terbentuk secara langsung diperlukan batuan
reservoir yang mengandung saluran yang menyebabkan fluida mengendap dapat
bergerak. Saluran itu dapat berupa kekar, sesar, retakan hidolik, ketidakselarasan, pori
dan bentuk permeable lainnya.
2. Alterasi Replacement (Penggantian)
Kebanyakan batuan mengandung mineral utama yang tidak stabil. Mineral ini
memiliki kecendrungan untuk digantikan dengan mineral yang stabil pada kondisi
yang baru. Kecepatan penggantian sangat bervariasi dan tergantung pada
permeabilitasnya. Tabel II-1. memperlihatkan penggantian relatif dari mineral primer
pada sistem hidrothermal, serta Tabel II-2. memperlihatkan produk penggantinya.
Tabel II-1Tipe Produk Pengganti Mineral Primer karena Alterasi Hidrothermal 4)
Tabel II-2 Pengganti Relatif Mineral Primer pada Sistem Hidrothermal 4)
3. Alterasi Leaching (Pelepasan)
Proses ini berlangsung di batas lapangan panasbumi, sehingga tidak umum
terlihat dalam core atau cutting yang diambil. Proses ini menyebabkan uap kondensat
terasamkan secara oksidasi dari gas H2S, menghancurkan batuan yang memiliki
mineral pengganti (attacks rock) yang melarutkan mineral primer tanpa mengganggu
lubang-lubang
Pada daerah yang dipengaruhi oleh aktivitas hidrothermal, hasil alterasi
batuan diharapkan memberikan informasi kondisi fisik dan kimia selama proses
alterasi berlangsung. Keadaan ini dicerminkan oleh asosiasi mineral sekunder yang
terbentuk. Hayashi (1968), mengelompokkan proses alterasi berdasarkan mineral
sekunder juga gambaran fisik dan kimiwi selama proses berlangsung, hal ini dapat
dilihat pada Tabel II- 3.
Table II-3Gambaran Sifat Fisik dan Kimiawi Pada Proses Alterasi 11)
Hasil studi resistivity melalui alterasi hidrothermal (Hochstein dan Sharms, 1982)
mengelompokkan alterasi hidrothermal berdasarkan perubahan fisik pada core dan
cutting untuk mengetahui tingkat alterasi, antara lain :
1. Very Low atau unalter : batuan belum teralterasi dan masih fresh
2. Low : 20 – 40 %
3. Medium : 40 - 60 %
4. High : 60 - 80 %
5. Very High : 80 – 100 %
Batuan reservoir yang mengalami alterasi akan mengalami perubahan fisik,
seperti :
1. Densitas
Pengendapan mineral secara langsung dan solution menjadikan batuan
reservoir akan meningkat densitasnya, sedangkan proses pelepasan akan mengurangi
densitas. Silicifikasi dari suatu breksi permukaan yang sangat porus misalnya dapat
menaikan densitas dari 1.3 sampai 2.65 (x 1000 kg/m3). Pertambahan densitas batuan
reservoir paling besar pada batuan porus dan sangat jarang pada batuan yang
mempunyai porositas primer kurang dari 5 %. Bila alterasi hydrothermal berlangsung
dengan pelepasan mineral dalam batuan yang mempunyai porositas rendah,
perubahan densitas batuan sangat sulit diestimasi, dimana densitas batuan baru, akan
bergantung pada densitas relative dan kelimpahan dari mineral yang berubah dan
mineral ubahan.
2. Porositas dan Permeabilitas
Proses pelepasan akan mengurangi porositas, sedang efek terhadap
permeabilitas hanya perubahan kecil, teratur dan kontinyu. Penurunan permeabilitas
lebih cepat karena banyak dan cepatnya proses pengendapan mineral pada proses
pelepasan.
3. Sifat Magnetis
Pada sebagian lapangan pansbumi kedua mineral (magnetite dan
titomagnetite) cepat berubah menjadi mineral non-magnetis seperti pyrite dan
hematite, ini menyebabkan batuan reservoir menjadi “de-magnetised” seperti
ditunjukkan Hochstein dan Hunt, 1970. Survei-survei magnetometer adalah metode
terbaik untuk menentukan lokasi dan batas areal geothermal, tetapi metode ini sangat
sulit diterapkan dilapangan.
4. Resistivitas
Konduktivitas batuan dalam reservoir geothermal sangat terpengaruh bukan
hanya dari konsentrasi elektrolit dari air panas yang terkandung, tetapi juga oleh
jumlah relative lempung konduktif dan adanya mineral zeolit dalam matrik batuan.
Mineral lempung yang umumnya terdiri dari kaolin, Chlorit, ilit, Ca-momtmorilonit.
Karena lempung merupakan mineral hidroksil, pembentukannya tergantung
temperature dan pengamatan serta percobaan memperlihatkan bahwa komposisi
fluida, pH, juga memainkan peranan penting pada genesanya.
2.3. Karakteristik Batuan Reservoir Panasbumi
Karakteristik batuan reservoir panasbumi sangat penting dipelajari karena
akan mendukung dalam suatu eksplorasi maupun pengembangan sumur-sumur
panasbumi. Dan umumnya batuan yang berada dalam reservoir tersebut dipengaruhi
oleh aspek-aspek kejadian alam dan geologi sebelumnya. Karakteristik batuan
reservoir meliputi jenis batuan, komposisi kimia batuan reservoir dan sifat fisik
batuan reservoir panasbumi.
2.3.1. Jenis Batuan Reservoir Panasbumi
Batuan merupakan bahan pembentuk kerak bumi, sehingga mengenal macam-
macam dan sifat batuan adalah sangat penting. Batuan didefinisikan sebagai semua
bahan yang menyusun kerak bumi secara genesa, dan merupakan suatu agregat
(kumpulan) mineral-mineral yang telah menghablur (mengeras).
Batuan di alam secara genesa dapat dikelompokkan dalam tiga jenis batuan :
batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf. Ketiga kelompok batuan tersebut
memungkinkan untuk menjadi batuan reservoir didalam sistem panasbumi.
Dalam sejarah pembentukannya ketiga kelompok batuan tersebut saling
berhubungan, dimana ketiganya terbentuk secara berurutan. Batuan beku terbentuk
akibat pembekuan magma atau lava. Batuan sedimen terbentuk akibat pengendapan
rombakan dari batuan beku yang telah mengalami proses pelapukan, pengikisan, dan
pengangkutan. Sedangkan batuan metamorf berasal dari batuan sedimen yang telah
mengalami proses metamorfose.
Pada umumnya batuan reservoir yang sering dijumpai di lapangan-lapangan
panasbumi berupa batuan beku kristalin, batuan metamorf, dan batuan debu vulkanik
cair, namun menelaah jenis batuan lain seperti batuan sedimen tetap diperlukan dan
berguna untuk studi geologi selanjutnya. Gambar 2.8 memperlihatkan siklus batuan
reservoir.
2.3.1.1. Batuan Beku
Batuan beku atau igneous rock adalah batuan yang terbentuk dari proses
pembekuan magma di bawah permukaan bumi atau hasil pembekuan lava di
permukaan bumi.
Menurut para ahli seperti Turner dan Verhoogen (1960), F. F Groun (1947),
Takeda (1970), magma didefinisikan sebagai cairan silikat kental yang pijar terbentuk
secara alamiah, bertemperatur tinggi antara 1.500 – 2.5000C dan bersifat mobile
(dapat bergerak) serta terdapat pada kerak bumi bagian bawah.
Gambar 2.8Siklus Batuan 12)
Dalam magma tersebut terdapat beberapa bahan yang larut, bersifat volatile
(air, CO2, chlorine, fluorine, iron, sulphur, dan lain-lain) yang merupakan penyebab
mobilitas magma, dan non-volatile (non-gas) yang merupakan pembentuk mineral
yang lazim dijumpai dalam batuan beku.
Pada saat magma mengalami penurunan suhu akibat perjalanan ke permukaan
bumi, maka mineral-mineral akan terbentuk. Peristiwa tersebut dikenal dengan
peristiwa penghabluran. Berdasarkan penghabluran mineral-mineral silikat (magma),
oleh NL. Bowen disusun suatu seri yang dikenal dengan nama Bowen’s Reaction
Series. Seperti terlihat pada Gambar 2.9
Dari diagram di atas, sebelah kiri mewakili mineral-mineral mafik, dan yang
pertama kali terbentuk adalah olivin pada temperatur yang sangat tinggi (12000C)
dengan proporsi besi-magnesium dan silikon adalah 2:1 dan membentuk komposisi
(Fe2Mg).2SiO4. Tetapi jika magma jenuh oleh SiO2, maka piroksen yang terbentuk
pertama kali, dengan perbandingan antara besi-magnesium dengan silikon adalah 1:1
membentuk komposisi (MgFe)SiO3 pada temperatur yang lebih rendah. Olivin dan
piroksen merupakan pasangan Incongruent Melting, dimana setelah pembentukan,
olivin akan bereaksi dengan larutan sisa membentuk piroksen. Temperatur menurun
terus dan pembentukan mineral berjalan sesuai dengan temperaturnya. Mineral yang
terakhir terbentuk adalah biotit. Karena terjadi demikian maka reaksi ini disebut
dengan reaksi diskontinyu atau reaksi tidak menerus.
Seri berikutnya yang ada disebelah kanan mewakili kelompok plagioklas
karena didominasi atau hanya terdapat mineral plagioklas. Pada temperatur yang
sangat tinggi (12000C) yang mengkristal adalah plagioklas-Ca, dimana komposisinya
didominasi oleh kalsium dan sebagian kecil silikon dan aluminium. Pengkristalan
selanjutnya yang berlangsung secara menerus, komposisi Ca akan semakin berkurang
dan kandungan Na (sodium) akan semakin meningkat, sehingga pengkristalan
terakhir adalah plagioklas-Na. Reaksi pada seri ini disebut seri kontinyu karena
berlangsung secara terus menerus. Mineral mafik dan plagioklas bertemu pada
mineral potasium feldspar dan menerus ke mineral yang stabil, yang tidak mudah
terubah menjadi mineral lain pada temperatur sekitar 6000C.
Batuan beku diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : batuan Intrusif dan
Ekstrusif. Batuan Intrusif yang umum adalah granit yang berwarna cerah, serta
campuran mineral Orthoklas, Feldspar, dan Quartz. Sedangkan batuan Ekstrusif yang
umum adalah Basalt berwarna abu-abu gelap dan lava hitam.
Kandungan senyawa kimia batuan beku identik dengan batuan intrusinya,
apabila dalam satu kelompok. Hal ini hanya berbeda tempat terbentuknya saja,
sehingga menimbulkan perbedaan didalam besar butir dari setiap jenis mineral. Jenis
batuan intrusi dan ekstrusi adalah Granite, Ryolite, Syenite, Trakhite, Diorite,
Andesite, Tonalite, Dasite, Mansonite, Gabro dan basalt. Dari sini terlihat sebagai
contoh komposisi kimia dan prosentase oksida untuk batuan granit identik dengan
batuan ryolite demikian juga untuk hubungan kelompok yang lain. Batuan yang telah
mengalami pelapukan mempunyai komposisi kimia yang berbeda sehingga batuan
yang akan dianalisa haruslah batuan yang masih segar dan belum mengalami
perubahan.
Reservoir panasbumi seringkali terdiri dari batuan kristalin dan batuan
metamorf, kemudian debu vulkanik dan vulkanik cair. Batuan intrusi yang paling
umum adalah basalt. Umumnya batuan yang berwarna abu-abu gelap dan lava hitam
disebut basalt, yang dibagi menjadi oviline basalt dan felspatik basalt berdasarkan
kristal mineralnya. Batuan piroklastik adalah mineral yang berasal dari celah vulkanik
akibat letusan. Jika batuan tersebut tertransportasikan, terendapkan dan terkonsolidasi
sebagian atau seluruhnya kemudian tersedimentasikan akan membentuk batuan
sediment piroklastik.
2.3.1.2. Batuan Sedimen
Batuan sedimen merupakan batuan yang tersusun dari material hasil
pelapukan batuan induk. Komposisi batuan ini tergantung pada material asalnya.
Karena pengendapan yang berlangsung terus-menerus, menyebabkan terbentuknya
tekanan (Overburden Pressure) serta temperature akan bertambah sehingga terjadi
proses diagenesa (kompaksi dan sementasi).
Komposisi batuan sedimen dipengaruhi oleh beberapa aspek, antara lain :
1. Sumber material pembentuk sedimentasi
2. Proses erosi
3. Kondisi fisik dan kimiawi tempat pengendapan
4. Proses lanjutan setelah mineral terendapkan
Berbagai penggolongan dan penamaan batuan sedimen dikemukakan baik
secara genesanya maupun secara deskripsi. Secara genetik antara lain Pettijohn
(1975) dan W.T. Huang (1962). Kedua ahli ini menyimpulkan sebagai berikut :
1. Batuan Sedimen Klastik
Terbentuk dari pengendapan kembali detritur/pecahan batuan asal. Fragmentasi
batuan asal dimulai dari pelapukan secara mekanik maupun secara kimiawi,
kemudian tererosi dan tertransportasi menuju cekungan pengendapan. Setelah itu
mengalami diagenesa yaitu proses perubahan yang berlangsung pada temperature
rendah dalam suatu sedimen selama dan sesudah lithifikasi terjadi. Proses
diagenesa antara lain kompaksi, sedimentasi, sementasi, rekristalisasi, autogenesis
dan metasomatis. Kompaksi merupakan termampatnya batuan sedimen satu
terhadap lainnya akibat tekanan dari beban diatasnya. Sementasi merupakan
turunnya material di ruang antar butir sedimen dan secara kimiawi mengikat butir
sedimen. Sementasi ini akan semakin efektif bila derajat kelurusan larutan
(permeabilitas relatif) pada ruang antar butir makin besar. Rekristalisasi
merupakan pengkristalan kembali mineral dari suatu larutan kimia selama genesa.
Biasanya banyak terjadi pada batuan karbonat. Autigenesis adalah terbentuknya
mineral baru di lingkungan diagenetik sehingga mineral tersebut merupakan
partikel baru dalam suatu sedimen. Umumnya diketahui sebagai karbonat, silikat,
klorit, illit dan gypsum. Metasomatik adalah pergantian mineral sedimen oleh
berbagai mineral autinetik tanpa pengurangan volume asal.
2. Batuan Sedimen Non-Klastik
Terbentuk dari hasil reaksi kimia atau kegiatan organisme. Reaksi kimia yang
dimaksud adalah kristalisasi langsung atau penggaraman unsur laut, pertumbuhan
kristal dari agregat suatu kristal yang terpresipitasi dan replacement (W.T. Huang,
1962).
Pemilahan batuan sedimen didasarkan oleh : struktur, tekstur, komposisi
mineral, grain size, sorting, roundness, matriks, sementasi serta bidang
perlapisannya.Secara genetik batuan sedimen dibagi menjadi batuan piroklastik,
sedimen tufaan dan epiklastik.
1. Batuan Piroklastik
Batuan vulkanik yang bertekstur klastik hasil erupsi gunung api eksplosif dengan
material penyusun yang berbeda (T. Fisher dan Williams, 1982).
2. Batuan Sedimen Tufaan
Debu vulkanik jatuh pada cekungan sedimen dimana sedimentasi berlangsung,
sehingga terjadi percampuran dan membentuk batuan sedimen tufaan. Bila
terkonsolidasi akan membentuk batuan sedimen tufaan.
3. Batuan Epiklastik
Terbentuk dari sedimentasi campuran bahan rombakan batuan piroklastik dengan
batuan sedimen lain (batuan epiklastik) baik yang bersifat vulkanik maupun non
vulkanik, oleh William (1954) diberi nama sesuai dengan ukurannya dan masing-
masing diberi kata-kata vulkanik. Batuan epiklastik dapat juga terjadi karena
percampuran batuan sedimen vulkanik dan batuan vulkanik dengan proses aliran
langsung dari pusat erupsi gunung api dan hasil percampuran masih segar
teronggokan pada suatu tempat di permukaan bumi.
2.3.1.3. Batuan Metamorf
Batuan yang berasal dari batuan induk, dapat berupa batuan beku, sedimen
maupun metamorf sendiri. Batuan ini telah mengalami perubahan mineralogi, tekstur
maupun struktur akibat pengaruh tekanan dan temperatur sangat tinggi, berkisar 200 oC – 600 oC.
Menurut H.G.F. Winkler (1967), metamorfosa adalah proses yang merubah
mineral batuan pada fasa padat karena pengaruh kondisi fisika dan kimia kerak bumi
yang berbeda pada kondisi sebelumnya.
Tipe metamorfosa digolongkan menjadi :
1. Metamorfosa Lokal
Penyebarannya hanya beberapa kilometer. Tipe ini meliputi :
a. Metamorfosa Kontak (Thermal)
Terjadi kontak atau sentuhan langsung dengan tubuh magma, dengan lebar 2-3
km. Faktor yang mempengaruhi adalah temperatur tinggi.
b. Metamorfosa dislokasi (dinamo/kinematik)
Dijumpai pada daerah yang mengalami dislokasi, daerah sesar besar dan lokasi
yang massa batuannya mengalami penggerusan.
2. Metamorfosa Regional
Dapat mencapai ribuan kilometer bahkan di dalam bumi. Tipe metamorfosa ini
meliputi :
a. Metamorfosa regional (dinamothermal)
Terjadi pada kulit bagian dalam, faktor yang berpengaruh adalah temperatur
dan tekanan tinggi serta akan lebih intensif jika diikuti orogenesa.
b. Metamorfosa beban (burial)
Tidak ada hubungannya dengan orogenesa dan intrusi. Terjadi di daerah
geosinklin akibat pembebanan sedimen tebal di bagian atas, maka lapisan
sedimen yang berada di bagian bawah cekungan akan mengalami proses
metamorfosa.
Batuan metamorf yang terdapat pada lapangan panasbumi adalah Serpentinite
dan Talc. Batuan ini terbentuk akibat alterasi hidrothermal pada mineral
Ferromagnesian oleh magma dan biasa disebut sebagai “Autometamorphism”.
Batuan ini terbentuk di daerah dimana terjadi pencairan kembali dan membentuk
batuan beku metamorf.
Proses metamorfosa di lapangan panasbumi dikenal sebagai alterasi. Mineral
batuan mengalami perubahan akibat temperature dan tekanan sangat tinggi sehingga
terbentuk mineral baru yang dapat dijadikan indikasi daerah temperatur tinggi,
misalnya epidot, piroksin dan lain sebagainya.
2.3.2. Komposisi Kimia Batuan Reservoir Panasbumi
Batuan reservoir panasbumi umumnya adalah batuan beku vulkanik yang
berasal dari pembekuan magma, sehingga komposisi kimia dari batuan reservoir
tersebut tidak dapat dipisahkan komposisi magma sebagai sumbernya.
Batuan beku ini tersusun dari : Si, Al, Mg, Fe, Ca, Na dan K serta Mn, P dan
Ti dalam jumlah yang sedikit. Elemen tersebut didampingi oleh oksigen dan sejumlah
batuan dan biasanya dilaporkan dalam bentuk komponen oksida (SiO2 dan Al2O3).
Dari hasil analisa kimia batuan reservoir menunjukkan SiO2 merupakan
komponen terbanyak berkisar antara 35% - 75%, Al2O3 sekitar 12% - 18% pada
batuan beku dan mencapai 20% pada batuan intermediet, FeO dan Fe2O3, juga MgO
serta CaO berkisar antara 20%-30% pada batuan beku yang rendah kadar SiO2-nya,
sedangkan pada batuan beku yang tinggi kadar SiO2-nya adalah sekitar 5%.
Kandungan Na2O yang lebih dari 8% dan K2O 6% jarang mencapai 10% (Intermediet
Content). Tabel II-4 menerangkan klasifikasi silika sebagai mineral penyusun
batuan.
Tabel II-4Klasifikasi Silika 12)
2.3.2.1. Berdasarkan Kandungan Mineral
Chamichael (1974) membagi batuan reservoir vulkanik menjadi beberapa
keluarga berdasarkan kandungan mineralnya, yaitu basalt, basalt trakit-andesite trkit,
Andesite-Reolite, Trakit-Fenolite, Lamprofite, Nefelitite.
1. Keluarga Basalt
Merupakan batuan reservoir beku luar yang bersifat basa dengan kandungan
mineral utama berupa Ca-Plagioklas dan Piroksin. Keluaga Basalt terdiri dari
beberapa jenis batuan, antara lain : Taleitic Basalt, High Alumina Basalt,
Shasonite, Alkali Olivin Basalt.
2. Keluarga Basalt Trakit-Andesite Trakit
Batuan Vulkanik yang bersifat agak basa sampai intermediet, dengan mineral
utama Augit. Olivin jarang dijumpai. Dan batuan ini bersifat lebih felspatik (K2O
+ NaO tinggi dari pada basalt), macam batuan ini : Basalt Traki, Andesite traki,
Hawaiit.
3. Keluarga Andesite-Reolite
Merupakan batuan reservoir beku luar yang bersifat menengah hingga asam.
Keluarga Andesite-Reoloit ini terdiri dari : Porpirit-Andesite, Dasite-
Riodasite,Riolit, Porpirit Kuarsa, Latite.
4. Keluarga Trakit-Fenolite
Merupakan batuan beku luar menengah dengan total Na2O dan K2O tinggi, tetapi
CaO rendah, terdiri dari : Trakit dan Fenolite.
5. Keluarga Lamprofit
Merupakan batuan reservoir beku luar yang bersifat basa hingga ultra basa, kaya
alkali, Fe, Mg, bertekstur perfiritik dengan mineral ferromagnesian seperti Biotit
sebagai kristal sulung, Augit, Olivin dan feldspar.
6. Keluarga Nefelitit
Merupakan batuan reservoir beku luar yang berkomposisi dari basa hingga
ultabasa, mengandung Augit, pliin dan plagopit. Adanya Felspartoid mencirikan
keluarga ini. Antara lain : Nefelinit dan Leusit.
2.3.2.2. Berdasarkan Kandungan Silika (SiO2)
Berdasarkan kandungan silika (SiO2), menurut O.Hirakawa dapat
diklasifikasikan menjadi :
1. Batuan Asam (acidic/silicic rock)
Merupakan batauan dasar reservoir yang mempunyai kandungan silica cukup
tinggi (lebih dari 60%). Contohnya granit dan riolit.
2. Batuan Basa (basic rock)
Merupakan batuan reservoir yang mempunyai kandungan silika antara 45% - 52%
kaya Mg, Fe dan Ca. Contoh gabro dan basalt.
3. Batuan Menengah (intermediate rock)
Merupakan batuan beku peralihan antara batuan beku asam dan basa dengan
kandungan silica antara 52% - 66%. Contohnya andesit dan diorite.
4. Batuan Ultrabasa
Merupakan batuan reservoir dengan kandungan silika rendah berkisar antara 40% -
45%.
2.3.2.3. Berdasarkan Indeks Warna
Komposisi kimia batuan reservoir panasbumi berdasarkan indeks warna
dibagi dalam beberapa subklas, antara lain :
1. Felsic Rock, atau batuan terang yang merupakan batuan vulkanik yang
terutama terdiri dari mineral berwarna terang atau mempunyai indeks warna
kurang dari 20%. Contohnya Dasit-Riolit dan sebagainya, batuan ini
umumnya kaya akan Ca, Fe, dan Mg.
2. Mafik Rock atau batuan gelap, adalah batuan yang terutama terdiri dari
ferromagnesian atau mineral bewarna gelap dan mempunyai indeks warna
antara 40% - 70%. Contoh batuan ini adalah ini adalah Gabro, Basalt. Istilah
gelap digunakan untuk mineral Ferromagnesian atau bewarna gelap seperti
Olivin, Piroksin, Horblende, Biotit dan Ryolit. Umumnya batuan ini kaya
akan kandungan kimia seperti Fe dan Mg.
3. Intermediet Rock, merupakan batuan reservoar peralihan antara batuan terang
dan gelap, indeks warna sekitar 50% dan kaya akan SiO2, Ca Fe dan Ti.
4. Ultramafic Rock atau batuan Ultra gelap, adalah batuan reservoir yang
terutama disusun oleh mineral gelap seperti Olivin, Orthoklas, Klinopiroksin,
Amfibol dan mempunyai indeks warna lebih dari 70% dan kaya akan unsur
Ca dan K.
Klasifikasi batuan reservoir vulkanik berdasarkan indeks warna yang dimiliki
oleh tiap-tiap batuan dan indeks warna juga digunakan untuk menentukan kandungan
dan sifat-sifat kimia batuan. Hal ini disebabkan dari kejadian batuan tersebut yang
berasosiasi dengan mineral yang ada di permukaan bumi sewaktu terjadi letusan
gunung berapi.
2.3.3. Sifat Fisik Batuan Reservoir Panasbumi
Sifat fisik batuan reservoir terdiri dari densitas, porositas, wettabilitas,
saturasi, tekanan kapiler, permeabilitas dan kompresibilitas batuan.
2.3.3.1. Densitas Batuan
Densitas batuan dari batuan berpori adalah perbandingan antara berat
terhadap volume (rata-rata dari material tersebut). Densitas spesifik adalah
perbandingan antara densitas material tersebut terhadap densitas air pada tekanan dan
temperatur yang normal, yaitu kurang lebih 103 kg/m3. Sebagai contoh densitas
spesifik di Wairakei antara 1 – 3 gr/cm3. Densitas spesifik batuan (bagian yang solid)
antara 2,2 sampai 3 gr/cm3.
Densitas batuan pada lapangan panasbumi pada umumnya sangat berpengaruh
terhadap kandungan panas (heat content) yang dikandung, dimana terdapat hubungan
yang berbanding lurus antara panas yang dikandung dan densitas batuan. Semakin
besar densitas batuan maka semakin besar pula panas yang dikandung dalam batuan.
Densitas batuan pada lapangan panasbumi pada umumnya sangat besar jika
dibandingkan dengan daerah non-vulkanik, karena reservoir panasbumi sering kali
terdiri dari batuan beku kristalin dan batuan metamorf, kemudian debu vulkanik dan
batuan vulkanik cair.
2.3.3.2. Porositas
Porositas didefinisikan sebagai perbandingan volume pori-pori (yaitu volume
yang ditempati oleh fluida) terhadap volume total batuan. Ada dua jenis porositas
yaitu porositas antar butir dan porositas rekahan. Pada umumnya reservoir panasbumi
mempunyai sistem porositas rekahan. Secara matematis porositas dapat dituliskan
sebagai berikut :
……………………………………………………..(2.1)
Sebagai contoh, apabila batuan mempunyai media berpori dengan volume 0,001 m3,
dan media berpori tersebut dapat terisi air sebanyak 0,00023 m3, maka porositasnya
adalah :
Pada kenyataannya, porositas didalam suatu sistem panasbumi sangat
bervariasi. Contohnya didalam sistem reservoir rekah alami, porositas berkisar sedikit
lebih besar dari nol, akan tetapi dapat berharga sama dengan satu (1) pada
rekahannya. Pada umumnya porositas rata-rata dari suatu sistem media berpori
2.3.3.3. Wettabilitas
Wettabilitas atau derajat kebasahan batuan didefinisikan sebagai sifat dari
batuan yang menyatakan mudah tidaknya permukaan batuan dibasahi fluida.
Kecenderungan fluida untuk menyebar atau menempel pada permukaan batuan
dikarenakan adanya adhesi yang merupakan faktor tegangan permukaan antara
batuan dengan fluida. Faktor ini pula yang menentukan fluida mana yang akan
membasahi suatu padatan.
Tegangan antar permukaan akan timbul pada batas permukaan antara fluida
yang tidak saling larut, misalnya pada reservoir panasbumi yaitu uap dan air, dimana
air akan cenderung melekat pada permukaan batuan, sedangkan uap berada di atas
fasa cair, jadi uap tidak mempunyai gaya tarik-menarik dengan batuan dan akan
mudah mengalir.
Sama halnya dengan sistem minyak-air benda padat,seperti terlihat pada
Gambar 2.10 gaya adhesi AT yang menimbulkan sifat air membasahi benda padat
adalah :
AT = σso - σsw = σwo. cos θwo ...…………………………………..(2.2)
keterangan :
σso = tegangan permukaan minyak-benda padat, dyne/cm
σsw = tegangan permukaan air-benda padat, dyne/cm
σwo = tegangan permukaan minyak-air, dyne/cm
θwo = sudut kontak minyak-air.
Suatu cairan dikatakan membasahi zat padat jika tegangan adhesinya positip
(θ < 90o), yang berarti batuan bersifat water wet. Sedangkan bila air tidak membasahi
zat padat maka tegangan adhesinya negatip (θ > 90o), berarti batuan bersifat oil wet.
Gambar 2.10Kesetimbangan Gaya-Gaya Pada Batas Air-Minyak-Padatan
2.3.3.4. Tekanan Kapiler
Tekanan kapiler (Pc) didefinisikan sebagai perbedaan tekanan yang ada antara
permukaan dua fluida yang tidak tercampur (cairan-cairan atau cairan-gas) sebagai
akibat dari terjadinya pertemuan permukaan yang memisahkan kedua fluida tersebut.
Besarnya tekanan kapiler dipengaruhi oleh tegangan permukaan, sudut kontak antara
uap–air–zat padat dan jari-jari kelengkungan pori.
Pengaruh tekanan kapiler dalam sistem reservoir antara lain adalah :
1. Mengontrol distribusi saturasi di dalam reservoir.
2. Merupakan mekanisme pendorong air dan uap untuk bergerak atau mengalir
melalui pori-pori secara vertikal.
Sebuah pipa kapiler (Gambar 2.11) dalam suatu bejana terlihat bahwa air naik
ke atas di dalam pipa akibat gaya adhesi antara air dan dinding pipa yang arah
resultannya ke atas.
Gaya-gaya yang bekerja pada sistem tersebut adalah :
1. Besar gaya tarik keatas adalah 2π rAT, dengan r adalah jari-jari pipa kapiler.
2. Sedangkan besarnya gaya dorong ke bawah adalah πr2hg(ρw-ρs).
Gambar 2.11Tekanan dalam Pipa Kapiler 9)
Pada kesetimbangan yang tercapai kemudian, gaya ke atas akan sama dengan
gaya ke bawah yang menahannya yaitu gaya berat cairan. Secara matematis dapat
dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :
…………………….………….... (2.3)
atau :
…………………….……………………….... (2.4)
Keterangan :
h = ketinggian cairan di dalam pipa kapiler, cm
r = jari-jari pipa kapiler, cm.
ρw = massa jenis air, gr/cc
ρs = massa jenis steam (uap), gr/cc
g = percepatan gravitasi, cm/dt2
Dengan memperlihatkan permukaan fasa uap dan air dalam pipa kapiler maka
akan terdapat perbedaan tekanan yang dikenal dengan tekanan kapiler (Pc). Besarnya
Pc sama dengan selisih antara tekanan fasa air dengan tekanan fasa uap, sehingga
diperoleh persamaan sebagai berikut :
Pc = Ps – Pw = (ρs - ρw) g h ….…………………………………. (2.5)
Tekanan kapiler dinyatakan berdasarkan sudut kontak dalam hubungan sebagai
berikut :
.................................................................................. (2.6)
Keterangan :
Pc = tekanan kapiler
σ = tegangan permukaan uap-air
θ = sudut kontak permukaan uap-air
r = jari-jari pipa kapiler
Menurut Plateau, tekanan kapiler merupakan fungsi tegangan antar muka dan
jari-jari lengkungan bidang antar muka, dan dapat dinyatakan dengan persamaan :
.......................................................................... (2.7)
Keterangan :
R1 dan R2 = jari-jari kelengkungan konvek dan konkaf, inch
σ = tegangan permukaan, lb/inch
Penentuan harga R1 dan R2, dilakukan dengan perhitungan jari-jari
kelengkungan rata-rata (Rm), yang didapatkan dari perbandingan Persamaan 2.6
dengan Persamaan 2.7. Dari perbandingan tersebut didapatkan persamaan
perhitungan jari-jari kelengkungan rata-rata sebagai berikut :
........................................... (2.8)
Gambar 2.12. menunjukkan distribusi dan pengukuran R1 dan R2. Kedua jari-
jari kelengkungan tersebut diukur pada bidang yang saling tegak lurus. Didapatkan
bahwa tekanan kapiler berbanding terbalik dengan ukuran butir batuan (grain size),
jadi semakin besar ukuran butir batuan maka semakin kecil tekanan kapiler dan
begitu sebaliknya.
Gambar 2.12Distribusi dan Pengukuran Radius KontakAntara Fluida Pembasah dengan Padatan 9)
2.3.3.5. Saturasi
Saturasi merupakan fraksi fluida yang menempati pori-pori batuan reservoir.
Pada waktu sistem mengandung fasa cair dan uap dalam keadaan setimbang, maka
kedua fasa tersebut akan terjenuhi. Dalam keadaan demikian sifat tekanan dan
temperatur tidak dapat berdiri sendiri. Hubungan tekanan dan temperature pada
kondisi saturasi, masing-masing fasa tunggal. Ketika tekanan dan temperature ini
diplotkan maka akan diperoleh suatu kurva saturasi, kurva itu akan berakhir pada
titik-titik kritis karena densitas dari fasa uap dan fasa cair adalah sama dengan
keadaan fluida dua fasa tidak terdapat
Secara matematis untuk saturasi masing-masing fasa dapat dihitung sebagai
berikut :
………..…………………………….. (2.9)
Sv = 1 – SI ……………………………………..…………………… ……. (2.10)
keterangan :
…………………………………….…………………... (2.11)
………………………………………….……………… (2.12)
ρs = densitas uap, kg/m3
ρw = densitas air, kg/m3
h = enthalpy campuran, kJ/kg
hs = enthalpy uap, kJ/kg
hw = enthalpy air, kJ/kg
2.3.3.6. Permeabilitas
Permeabilitas didefinisikan sebagai bilangan yang menunjukkan kemampuan
batuan untuk mengalirkan fluida pada media berpori. Definisi kuantitatif pertama kali
dikembangkan oleh Henry Darcy (1956) dalam bentuk sebagai berikut :
..……………….………………………………..……………. (2.13)
keterangan :
v = kecepatan aliran, cm/sec.
μ = viskositas fluida yang mengalir,cp.
dP/dx = gradient tekanan dalam arah aliran, atm/cm.
k = permeabilitas media berpori, Darcy.
Dari Persamaan (2.13), dapat dinyatakan kecepatan alir fluida (kecepatan
flux) berbanding lurus dengan k/μ (permeabilitas dibagi viskositas dinamis), atau k/μ
biasa dikenal dengan mobility ratio.
Permeabilitas merupakan ukuran lubang yang berhubungan dengan pori,
sedangkan porositas merupakan ukuran ruang pori. Permeabilitas ini dapat dibedakan
menjadi :
● Permeabilitas Absolute, yaitu permeabilitas batuan dimana fluida yang mengalir
satu fasa (air atau uap saja).
● Permeabilitas Efektif, yaitu permeabilitas dimana fluida yang mengalir lebih dari
satu fasa (air dan uap yang mengalir bersamaan).
Apabila fluida terdiri dari air dan uap air, maka :
Qm = Qml + Qmv ......................................................................................(2.14)
Setiap fasa dianggap memenuhi hukum Darcy, sehingga :
Qml = ……………………………………………..(2.15)
Qmv = …………………………………………….(2.16)
Pada Persamaan 2.15 dan 2.16 diperkenalkan permeabilitas relative, yaitu
krl dan krv. Besaran ini menggambarkan suatu fakta bahwa kedua fasa tersebut saling
berpengaruh terhadap satu dan lainnya, selama kedua fasa fluida tersebut mengalir
melalui media berpori. Bentuk yang pasti dari kurva krl dan krv pada reservoir
geothermal tidak diketahui. Akan tetapi dianggap bahwa kedua parameter tersebut
merupakan fungsi dari saturasi liquid. Interaksi fasa ini merupakan hal yang sangat
penting didalam aliran fluida dua fasa di media berpori. Pada kondisi saturasi liquid
tinggi, air akan mengalir, sementara itu uap tidak bergerak (immobile). Pada kondisi
saturasi rendah, air tidak bergerak dan uap yang mengalir. Persamaan yang sangat
umum digunakan adalah persamaan Corey :
Krl = (Sl*)4 …………………………………………………………….(2.17)
Krv = (1 – Sl*)2 . (1 – (Sl
*)2) …………………………………………...(2.18)
Keterangan :
………………………………………………….. (2.19)
Slr dan Svr adalah saturasi air dan uap tersisa pada media berpori, dimana pada kondisi
ini kedua fasa tersebut (air dan uap air) tidak bergerak. Gambar 2.13
memperlihatkan hubungan krl dan krv terhadap saturasi liquid dengan mengambil
harga Slr = 0.3 dan Svr = 0.05.
Gambar 2.13
Hubungan krl dan krv dengan Saturasi Liquid 1)
Permeabilitas mempunyai nilai yang berbeda terhadap arah x dan y, pada arah
x dan y lebih besar dibanding kearah z, maka sistem ini disebut anisotropic. Apabila
permeabilitas seragam ke arah horizontal maupun vertikal disebut sistem isotropic.
Satuan permeabilitas adalah m2. Umumnya pada reservoir panasbumi permeabilitas
vertikal berkisar antara 10-14 m2, sedangkan permeabilitas horizontal mencapai 10 kali
lebih besar dibanding permeabilitas vertikalnya.
2.3.3.7. Spesifik Panas Batuan
Spesifik panas batuan adalah banyaknya energi panas yang diperlukan untuk
menaikkan temperatur dari satu satuan massa batuan tersebut dengan 1ºK. Jadi
satuannya adalah satuan energi per massa per derajat Kelvin (energi/massa/oK). Pada
umumnya harga spesifik panas (Cr) pada reservoir panasbumi secara rata-rata
berharga 1000 J/kgK.
2.3.3.8. Konduktivitas Panas Batuan
Konduktivitas panas batuan adalah kemampuan batuan untuk
menghantarkan energi hanya dengan konduksi pada gradient thermal tertentu.
Konduktivitas diberi simbol K dan satuannya adalah (energi/waktu/luas)/
(temperature/jarak) atau W/(m.0K). Harga yang umum berkisar antara 2 – 2.5
W/(m.0K). Tabel II-5 memprlihatkan harga konduktivitas panas batuan asal yang
belum teralterasi pada temperatur kamar. Konduktifitas panas pada medium yang
tersaturasi, jika suatu konduktifitas panas batuan terjenuhi oleh air bergantung pada
konduktifitas panas batuan serta fluida. Adanya fluida yang menjenuhi (mensaturasi)
batuan berpori menyebabkan konduktifitas panas menjadi :
…………………………………………………….(2.20)
keterangan :
K = Konduktifitas panas medium yang tersaturasi, W/moK
Kr = konduktivitas panas batuan, W/moK
= porositas, fraksi
Kf = konduktivitas panas fluida, W/moK
Karena porositas relatif kecil, maka harga K sangat tergantung pada konduktifitas
batuan (Kr).
Tabel II-5
Konduktivitas Panas Batuan asal pada Temperatur Kamar 16)
2.4. Karakteristik Fluida Reservoir Panasbumi
Pada reservoir yang dianggap ideal pada umumnya terdiri dari air dan
impuritis, dimana fluida tersebut memiliki komposisi kimia serta sifat fisik tertentu.
Dimana komposisi kimia dan sifat fisik tersebut akan berpengaruh terhadap reservoir
panasbumi.
2.4.1. Komposisi Kimia Fluida Reservoir Panasbumi
Fluida pada reservoir panasbumi terdiri dari mineral-mineral seperti
kombinasi alkali, alkali tanah, sulfur, oksida besi dan alluminium. Bahan-bahan
tersebut tersusun dari ion-ion yang sejenis dengan kandungan tertentu disamping itu
juga terdapat impurities.
Fluida yang keluar dari sumur panasbumi umumnya disertai beberapa gas
yang terlarut dalam air. Gas CO2 jumlahnya berkisar 63% - 97%, berat H2S berkisar
1% - 21% sedangkan komponen yang terkecil adalah CH4, H2 dan N2, kadang-kadang
terdapat pula NH3, H3BO3.
2.4.1.1. Berdasarkan Anion dan Kation
Di dalam fluida reservoir, elemen dalam fluida merupakan keseimbangan ion-
ion positif dan ion-ion negatif. Ion-ion ini bersenyawa dengan satu atau lebih elemen
ion lainnya untuk membentuk garam. Misalnya sodium sulfat, yang merupakan
ekuivalen Na+ dengan berat ekuivalen SO4- yang merupakan kesetimbangan antara
ion positif dan ion negatif.
Ion-ion dalam fluida reservoir dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu :
1. Kation (ion-ion positif) terdiri dari :
● Alkali, antara lain K+, Na+, Li+ yang membentuk basa kuat.
● Metal alkali tanah, antar lain Br2+, Mg2+, Ca2+, Sr2+ membentuk basa lemah.
● Ion hidrogen
● Metal berat antara lain, Fe, Mn2+ membentuk basa yang terdisosiasi.
a. Sodium dan potasium (Na/K)
Sodium biasanya merupakan kation yang dominan dan dijumpai dalam fluida
panasbumi temperatur tinggi. Variasi sistematikdalam perbandingan sodium
dan potasium dengan temperatur tinggi umum terjadi, tapi dalam sistem
panasbumi yang bersifat asam dan di daerah yang mempunyai variasi batuan
yang luas ini memungkinkan untuk hubungan yang tepat atau teliti antara Na/K
dengan temperatur air ( White, 1965; Ellis dan Mahon, 1967 ). Rekristalisasi
hidrothermal pada batuan vulkanik atau batuan kuarsa felspartik cenderung
menghasilkan potasium felspart, potasium mika dan albite. Hal ini ditinjau dari
alterasi batuan hidrothermal sumur yang dalam dan percobaan laboraturium
pada temperatur di atas 200ºC.
b. Kalsium (Ca)
Ion Ca adalah unsur darifluida reservoir yang berkombinasi dengan ion
karbonat atau sulfat dengan cepat membentuk kerak (scale) pengikat padatan.
c. Magnesium (Mg)
Ion Mg biasanya berada dalam konsentrasi yang jauh lebih mendekati dari pada
Ca. Magnesium juga seperti ion kalsium yaitu dapat berkombinasi dengan ion
karbonat sehingga dapat menimbulkan masalah scale.
d. Ferrum (Fe)
Kandungan Fe (besi) dari fluida reservoir biasanya cukup rendah dan adanya
unsur ini biasanya ditunjukan dengan adanya korosi pada besi, terdapat pada
larutan sebagai ion ferri (Fe3+) dan Ferro (Fe2+) atau dalam suspensi sebagai
endapan senyawa besi. Kandungan besi sering digunakan untuk
mengidentifikasi dan memonitor korosi dalam sistem air. Endapan senyawa
besi dapat mengakibatkan formasi plugging.
e. Barium adalah unsur yang mempunyai kemampuan untuk berkombinasi
dengan ion sulfat untuk membentuk ion insoluble yaitu Barium sulfat (BaSO4).
f. Strontium (Sr)
Seperti barium dan calsium, strontium dapat berkombinasi dengan ion sulfat
untuk membentuk insoluble strontium sulfat walaupun lebih soluble daripada
barium sulfat, storntium sering membentuk scale bercampur dengan barium
sulfat.
2. Anion (ion-ion negatif), yang terdiri dari :
● Asam kuat, antara lain : Cl-, SO4-, NO3
-
● Basa lemah antara lain : CO3-, HCO3
-, S-
a. Clorite (Cl)
Ion clorite hampir selalu merupakan ion utama dalam air formasi dan muncul
sebagai unsur pokok dalam air tawar. Sumber utama ion clorite adalah natrium
clorida (NaCl), selanjutnya konsentrasi ion clhorida digunakan sebagai ukuran
salinitas air.
b. Karbonat dan Bikarbonat
Ion-ion ini merupakan ion yang dapat membentuk scale yang insoluble (tidak
dapat larut dalam air). Konsentrasi ion karbonat kadang-kadang disebut
“Methyl Orange Alkalinity”.
c. Sulfat (SO4-)
Ion sulfat sering menimbulkan masalah, sebab ion ini mempunyai kemampuan
untuk bereaksi dengan calsium, barium, atau strontium untuk membentuk scale
insoluble dan juga membantu sebagai “Food Substance” yaitu pengurangan
bakteri.
Ion-ion tersebut di atas akan bergabung diantara mereka berdasarkan empat sifat,
yaitu :
1. Salinitas primer, yaitu jika alkali bereaksi dengan asam kuat akan membentuk
garam seperti NaCl dan Na2SO4.
2. Salinitas sekunder, jika alkali tanah bereaksi dengan asam kuat akan
membentuk CaCl2, MgSO4, MgCl2 dan CaSO4.
3. Alkalinitas primer, jika alkali bereaksi dengan asam lemah membentuk NaCO3,
NaHCO3.
4. Alkalinitas sekunder, jika alkali tanah bereaksi dengan asam lemah membentuk
garam antara lain CaCO3, MgCO3, Ca(HCO3)2, dan Mg(HCO3)2.
Pada daerah mata air panas yang mendidih dengan keluaran utama adalah air,
umumnya sifat dasar dari air dari mata air dan sumur yang cukup dalam, air yang
didapat adalah sama. Kecuali unsur-unsur yang dikontrololeh temperatur reversible
tergantung kesetimbangan. Daerah dengan perbandingan unsur Clhorid, Lithium,
Calsium, Flouride, Iodide, Bromide, Arsenic atau Boron dalam air dengan unsur-
unsur dalam, mempunyai suatu perbedaan dengan mata air di permukaan. Perbedaan
ini kebanyakan disebabkan karena konsentrasi unsur-unsur utama pembentuk batuan
mengalami perubahan, unsur utama ini antara lain adalah Magnesium, Alumunium,
Besi, Mangaan yang semua mempunyai konsentrasi rendah.
Dibawah tingkat pendidihan dan pengoksidasian,air dalam suatu sistem
panasbumi yang mempunyai temperatur tinggi, seringkali mempunyai pH yang tidak
lebih dari 1-2 unit dari pH netral pada temperatur tersebut. Konsentrasi silika sangat
tinggi dan larutan yang lain seperti Boron, Flourite, Arsenic dan Hydrogen sulfide
akan hadir dalam konsentrasi yang lebih tinggi dari konsentrasi air dingin. Pada
beberapa mata air ditandai dengan sifat dasar seperti konsentrasi keasaman yang
tinggi, konsentrasi sulfide yang tinggi, konsentrasi clhoride rendah dan merupakan air
permukaan atau aquifer yang tetap, dipanasi oleh aliran-aliran uap. Uap akan
memanasi air meteoric yang menggenang di bawah permukaan dan juga akan
menghasilkan air dengan konsentrasi karbonat yang tinggi.
2.4.1.2. Berdasarkan Kandungan Air dan Impuritis
Fluida reservoir panasbumi mempunyai komposisi yang sangat komplek, hal
ini selain disebabkan oleh unsur-unsur yang sudah ada dalam reservoir juga karena
adanya pengaruh tekanan dan temperature yang tinggi yang akan menyebabkan
terjadinya perubahan komposisi baik pada solid maupun fluidanya. Secara umum
fluida reservoir meliputi air, uap, dan NCG (Non Condensable Gas).
a. Air Sebagai Fluida Reservoir
Air sebagai fluida reservoir mempunyai komposisi yang berbeda-beda dan
secara kimia dibagi menjadi empat macam dengan komposisi yang paling umum
terdapat di dalamnya. Sedangkan uap adalah cairan yang karena adanya pengaruh
temperature yang tinggi berubah wujudnya menjadi partikel-partikel yang lebih kecil
dan ringan tetapi masih memiliki komposisi kimia yang sama dengan air.
Berdasarkan komposisi kimianya air dapat dibagi menjadi empat macam yaitu Alkali
Chloride Water, Acid Sulfate Water, Acid Sulfate-Chloride Water, Bicarbonat Water.
Tabel II-6Contoh Komposisi Fluida Panasbumi Sistem Air Panas 16)
1. Alkali Chloride Water
Garam terlarut dalam air ini umumnya berupa sodium dan potassium chloride
walaupun kadang-kadang ditemukan calsium dalam konsentrasi yang kecil. Air ini
juga mengandung silica dalam konsentrasi yang tinggi, selain itu terdapat dalam
konsentrasi yang cukup seperti sulfate, bicarbonate, fluoride, ammonia, arsenic,
lithium, rubium, caecium, dan asam borate.
Perbandingan chloride dan sulfat biasanya cukup tinggi dan pH berkisar dari
daerah yang asam sampai ke daerah yang cukup basa (pH 5 – 9 ). Gas yang terlarut
dalam air ini terutama karbondioksida dan hydrogen sulfide. Air ini seringkali
didapatkan di daerah-daerah yang terdapat spring (mata air) atau daerah yang ada
aktivitas geyser dan daerah yang banyak terdiri dari batuan volkanik dan sedimen.
2. Acid Sulfate Water
Acid sulfate water mengandung chloride dengan kadar yang rendah dan dapat
terbentuk pada daerah vulkanik, dimana uap dibawah 400oC mengembun ke
permukaan air. Hidrogen sulfide dari uap kemudian teroksidasi menjadi sulphate.
Acid sulphate water didapat di daerah-daerah dimana uap akan naik dari air bawah
tanah dengan temperature tinggi dan di daerah vulkanik, pada fasa pendinginan
hanya karbondioksida dan gas sulfur tetap akan naik bersama uap melalui batuan.
Unsur-unsur yang terdapat dalam air ini biasanya lepas dari dinding-dinding batuan
disekelilingnya.
3. Acid Sulfate-Chloride Water
Air dari mata air panas (hot spring water) mengandung chloride dan sulphate
dengan konsentrasi yang sebanding. Air ini umumnya bersifat asam (pH 2 – 5) dan
dapat terjadi dalam beberapa cara :
a. Campuran alkali chloride water dan acid sulphate water.
b. Sulfida dalam air alkali chloride dapat teroksidasi di kedalaman menjadi ion
bisulfat dan mungkin berasosiasi dengan lava. Air tersebut dapat mempunyai pH
mendekati normal di kedalaman disebabkan oleh netralisasi batuan di sekitarnya.
c. Air jenis ini dapat juga terbentuk ketika chloride water dengan temperature tinggi
mengalami kontak di kedalaman dengan sulfur yang dikandung oleh batuan.
Hidrolisis sulfur menjadi sulfide dan sulphuric acid ini akan mengahasilkan
larutan yang asam.
d. Di daerah vulkanik aktif, uap temperature tinggi dapat naik dari batuan cair pada
kedalaman yang dangkal, kemudian mengembun dipermukaan, akibatnya air
panas ini akan mengandung chloride dan sulphate dengan konsentrasi yang
tinggi berasal dari uap vulkanik.
4. Bicarbonat Water
Air panas yang mengandung chloride dengan kadar yang rendah dapat terjadi
dekat permukaan di daerah vulkanik dimana uap yang mengandung
karbondioksida dan hydrogen sulfide mengembun ke dalam aquifer. Pada kondisi
yang diam air bereaksi dengan batuan mengahasilkan larutan bicarbonate atau
bicarbonate sulphate dengan pH netral.
b. Impuritis
Selain air dan uap air fluida reservoir panasbumi juga mengandung zat
pengotor (impuritis). Kehadiran zat pengotor dalam fluida reservoir kehadirannya
sangat tidak diharapkan karena dapat mengakibatkan problem dalam pengoperasian
lapangan. Akan tetapi zat ini tidak pasti ada dalam reservoir terutama untuk reservoir
air hangat. Zat impuritis ini dapat berupa Condensable gas dan Non Condensable gas.
Gas condensable adalah gas yang timbul pada saat flashing terjadi bersatu
dengan uap air. Akan tetapi ketika temperatur semakin turun gas tersebut
terkondensasi dan kembali bercampur dengan air, contoh gas condensable adalah gas
oksigen. Sedangkan gas non condensable merupakan zat impuritis yang terjadi
setelah geothermal brine mengalami flashing. Gas-gas tersebut karena flashing akan
meninggalkan air dan tergabung bersama uap menuju ke permukaan. Namun gas
tersebut pad saat penurunan temperatur akan tetap dan tidak terkondensasi. Gas non
condensable yang umum terdapat dalam geothermal brine adalah CO2, H2S, CH4, H2,
N2 dan NH3.
2.4.2. Sifat Fisik Fluida Reservoir Panasbumi
Dalam teknik reservoir panasbumi, fluida yang terlibat adalah air dan uap air
yang mempunyai sifat-sifat fisik seperti : densitas, tegangan permukaan, viskositas,
spesifik volume.
2.4.2.1 Densitas Fluida
Densitas atau kerapatan massa adalah perbandingan antara berat dengan
satuan volume. Satuan dari densitas adalah massa / volume, dan biasanya dinyatakan
dalam satuan kg/m3. Pada temperatur dan tekanan saturasi, harga densitas setiap fasa
berbeda, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.14. yang menunjukkan hubungan antara
densitas terhadap tekanan. Sebagai contoh dapat dilihat pada Tabel II-7.
Tabel II-7
Harga Densitas Setiap Fasa pada Tekanan dan Temperatur Tertentu 1)
P (bar) T (oC) ρℓ = ρw (kg/m3) ρv = ρs (kg/m3)1 99,6 958 0,590
20 212,4 850 10,0
100 311,0 688 55,5
200 365,7 491 171,0
221,2 374,15 315 315,0
Gambar 2.14Densitas Larutan Garam Dalam Air Pada Berbagai Suhu Untuk
Unsur-unsur Utama Air Formasi Panasbumi (Perry, 1973) 7)
Berdasarkan fasanya, densitas pada fluida reservoir panasbumi dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu :
1. Densitas Fasa Cair
Densitas fasa cair adalah densitas dari air formasi panasbumi yang dapat
diperoleh dari densitas air murni yang dikoreksi terhadap kandungan garam
terlarut. Harga densitas air formasi panasbumi dipengaruhi oleh konsentrasi
komponen garam utama dan temperatur seperti yang ditunjukkan pada Gambar
2.14. Interaksi antara unsur-unsur ionik dalam larutan encer mempunyai pengaruh
yang relatif kecil baik pada konsentrasi tinggi maupun pada konsentrasi rendah.
Sedangkan hubungan antara konsentrasi terhadap densitas merupakan hubungan
yang linier. Kemiringan dari garis lurus tersebut menunjukkan perubahan densitas
persatuan perubahan konsentrasi. Pada temperatur 100oC, harga kemiringan untuk
garam NaCl adalah 0,0072, garam KCl adalah 0,007, dan garam CaCl2 adalah
0,0089.
Apabila air formasi panasbumi mengandung garam yang mempunyai komposisi
NaCl lebih dari 70% dan pengaruh potasium klorida (KCl) kecil, maka densitas
fasa cair dapat dihitung dengan persamaan berikut :
ρℓ = ρa + 0,0073 wt………………………………………………….......(2.21)
Keterangan :
ρℓ = densitas fasa cair, gr/cc
ρa = densitas air, gr/cc
wt = persen berat garam
Harga 0,0073 adalah bilangan yang mewakili kemiringan rata-rata untuk air
formasi panasbumi.
Densitas air dapat ditentukan dengan persamaan Keenan (1951), yaitu :
………………………………………....(2.22)
Keterangan :
t = 647,11 – T (oK) atau 374,11 – T (oC)
a = - 0,3151548
b = - 1,203374 x 10-3
c = 7,48908 x 10-13
d = 0,1342489
e = - 3,946263 x 10-3
Korelasi Densitas Dan Panas Spesifik Air Sebagai Fungsi Dari Temperatur
(Keenan dan Keyes, 1951) dapat dilihat pada Gambar 2.15.
Gambar 2.15Korelasi Densitas Dan Panas Spesifik Air Sebagai Fungsi Dari
Temperatur (Keenan dan Keyes, 1951) 7)
Persamaan lain untuk menghitung densitas air murni adalah dari Ejiogu dan M.
Fiori yang selanjutnya disebut dengan istilah New Set, yaitu :
a. Untuk 500 ≤ P ≤1500 psia, persamaan yang digunakan
adalah :
………………………………………...(2.23)
b. Untuk 1500 ≤ P ≤ 2500 psia, persamaan yang digunakan
adalah :
……………………………..….(2.24)
Keterangan :
ρa = densitas air, lb/cuft
P = tekanan, psia
c. Untuk 3,4 ≤ P ≤ 10,2 MPa, persamaan yang digunakan
adalah :
………………………………..……(2.25)
d. Untuk 10,2 ≤ P ≤ 17,2 MPa, persamaan yang digunakan
adalah :
……………………………..…...(2.26)
dimana untuk sistem internasional, ρa dalam satuan kg/m3 dan P dalam satuan
1000 Pascal.
Untuk temperatur diatas 200oC, kemiringan garis pada Gambar 2.14 tidak
memberikan harga yang sama sebesar 0,0073 pada persamaan 2.21. Harga
kemiringan garis NaCl pada temperatur 200 oC sebesar 0,0079 dan pada
temperatur 300oC sebesar 0,0107. Dengan demikian persamaan untuk mencari
densitas pada temperatur diatas 200oC pada persamaan 2.21. perlu dikoreksi
terhadap temperatur, yaitu :
ρℓ = ρa + 0,0073 ( 1 + 1,6 . 10-6 ( T – 273)2 )wt………………….…..(2.27)
Pada persamaan di atas, temperatur (T) dinyatakan dalam satuan oK. Persamaan
terakhir ini berlaku untuk persen berat garam, wt, lebih kecil atau sama dengan 20
%. Jika persen berat garam lebih dari 20 %, yaitu dengan konsentrasi 200.000
ppm dan temperatur diatas 200oC maka persamaan tersebut tidak dapat digunakan
(Haas, 1970).
Keberadaan karbondioksida sebagai unsur terlarut pada fluida panasbumi, tidak
memberikan pengaruh terhadap densitas fluida kecuali mendekati titik kritisnya
(critical point)
2. Densitas Fasa Uap
Densitas fasa uap dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Densitas saturated steam
Untuk densitas saturated steam dapat dihitung dengan persamaan berikut :
ρss = (X/100) ρv + ( 1 – X/100) ρa …………………..……………(2.28)
ρa bisa ditentukan dengan menggunakan persamaan-persamaan sebelumnya
sesuai dengan tekanannya. Sedangkan ρv adalah densitas uap yang dihitung
dengan persamaan-persamaan berikut sesuai dengan tekanannya, yaitu :
a. untuk 500 ≤ P ≤ 1500 psia,
…………………………………….(2.29)
b. untuk 1500≤ P ≤ 2500 psia,
…………………………………….…(2.30)
Untuk Persamaan 2.29 dan 2.30, ρv dinyatakan dalam satuan lb/cuft, dan
P dinyatakan dalam satuan psia.
c. untuk 3,4 ≤ P ≤ 10,2 MPa,
…………………………………….(2.31)
d. untuk 10,2 ≤ P ≤ 17,2 MPa,
…………………………………...(2.32)
Untuk persamaan 2.31 dan 2.32, ρv dinyatakan dalam satuan kg/m3, dan P
dalam satuan 1000 Pascal.
2) Densitas superheated steam
Densitas superheated steam dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan
Keyes, Smith dan Gerry, yaitu :
ρv = 1 / υ ...........................................................................................(2.33)
Keterangan :
ρv = densitas superheated steam, gr/cm3
υ = volume spesifik, cm3/gr
Volume spesifik, υ, dapat dihitung dengan persamaan berikut :
……………………………………………....…(2.34)
Keterangan :
P = tekanan, atm
T = temperature, oK
B = Bo + Bo2 g1 (t). t. p + Bo4 g2 (t). t3. p3 – Bo13 g3 (t) t12. p12
t = T-1
Bo = 1,89 – 2641,62 . t. 10(80870. t 2)
g1 (t) = 82,546. t – 1,6246 . 105 . t2
g2 (t) = 0,21828 – 1,2697 . 105 . t2
g3 (t) = 3,635 . 10-4 – 6,768 . 1064 . t24
Secara praktis, besarnya densitas fasa cair dan fasa uap dapat langsung dibaca
pada tabel uap (steam table). Akan tetapi untuk menghitung densitas campuran, ρ,
dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut ini :
ρ = ρv Sv + ρℓ Sℓ………………………………………………...………...(2.35)
Keterangan :
ρv = densitas uap, kg/m3
Sv = saturasi uap
ρl = densitas air, kg/m3
Sℓ = saturasi air
2.4.2.2. Tegangan Permukaan
Tegangan permukaan air formasi panasbumi sangat dipengaruhi oleh keadaan
reservoir seperti tekanan dan temperatur, dimana pengaruh dari tekanan sangatlah
kecil.
Tegangan permukaan pada berbagai larutan akan mendekati nilai nol pada
temperatur kritisnya karena tegangan permukaan gas juga bernilai nol. Grafik
tegangan permukaan terhadap temperatur di bawah titik kritisnya pada air murni
merupakan garis lurus, seperti di tunjukkan pada Gambar 2.16. Sesuai gambar
tersebut, maka persamaan tegangan permukaan pada garis lurus adalah sebagai
berikut :
…………………………………………….....…(2.36)
Gambar 2.16Tegangan Antar Permukaan Air-Uap sebagai Fungsi Temperatur Tc 7)
Pengaruh unsur-unsur terlarut dalam air formasi panasbumi akan
mempengaruhi tegangan permukaan, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.17.
yaitu grafik hubungan antara tegangan permukaan terhadap konsentrasi zat terlarut.
Semakin besar konsentrasi unsur-unsur terlarut maka semakin besar tegangan
permukaan larutan encer pada temperatur 30oC. Ketiga kurva pertambahan tegangan
permukaan pada temperatur 30oC dapat diketahui dengan menggunakan persamaan :
……...……………………………...(2.37)
Gambar 2.17Peningkatan Tegangan Permukaan Terhadap Udara Yang Terjadi Pada Garam Terlarut Sebagai Fungsi
Konsentrasi Garam Terlarut 7)
Pada Gambar 2.17 pertambahan tegangan permukaan larutan garam pada
temperatur tinggi (diatas 30oC) dapat ditentukan berdasarkan penjumlahan tegangan
permukaan air murni dengan perbandingan antara pertambahan tegangan permukaan
pada temperatur 30oC dengan tegangan permukaan air pada temperatur 30oC, yang
secara matematis dapat dituliskan dalam persamaan :
......................................................................................(2.38)
Dari persamaan 2.36 dan persamaan 2.37 yang kemudian disubtitusikan kedalam
persamaan 2.38 maka diperoleh :
.....................(2.39)
Keterangan : σ dalam satuan dyne/cm.
2.2.4.3. Viskositas
Viskositas merupakan ukuran keengganan fluida untuk mengalir yang
berhubungan langsung dengan tipe, ukuran dan struktur molekul yang menyusun
fluida. Bila suatu fluida mengalir dengan mudah berarti mempunyai viskositas yang
kecil demikian pula sebaliknya. Fluida panasbumi merupakan fluida Newtonian yang
mempunyai harga viskositas konstan yang tidak terpengaruh oleh besarnya geseran
( Shear Rate) yang terjadi dan tidak mempunyai harga yield stress tertentu dari
tahanan dalam yang harus diberikan agar fluida dapat mengalir seluruhnya.
fluida Newtonian tidak memiliki yield point sedangkan fluida Non-Newtonian
memiliki yield point, ini dapat dilihat pada Gambar 2.18. Besarnya harga viskositas
dari fluida merupakan besarnya harga tangen α. Harga tangen α akan bernilai konstan
jika fluidanya merupakan fluida Newtonian, sedangkan fluida Non-Newtonian,
memiliki fase dimana harga tangen α yang tidak konstan sampai harga shear rate
tertentu. Tabel II-8 memperlihatkan harga viskositas dinamik dan kinemetik pada
tiap temperature.
Tabel II-8Viscositas Dinamis pada Temperatur Saturasi 1)
T(oC)
W106 (Pa.s)
S106 (m2/s)
w106 (m2/s)
s106 (Pa.s)
100 283 12.0 0.295 20.20150 160 13.9 0.196 5.47200 134 15.7 0.155 2.00300 90 19.8 0.127 0.427
Gambar 2.18
Shear Rate vs Shear Stress fluida
Viskositas dapat dibagi menjadi viskositas dinamik dan kinematik.
1. Viskositas Dinamik
Newton dalam hukumnya menyatakan tegangan geser dihasilkan gerakan
relatif yang berbanding langsung terhadap gradien kecepatan.
Konstanta perbandingan yang dikenal sebagai coefficient of dynamic viscosity yang
dirumuskan :
…………………..…………………………………………..(2.40)
Keterangan :
= Shear stress, dyne/cm2
= viskositas dinamik, cp
= Shear Rate, Seconds -1
2. Viskositas Kinematik
Viskositas kinematik didefinisikan sebagai perbandingan dari viskositas
dinamik terhadap densitas fluida. Viskositas kinematik dinotasikan dan dirumuskan
sebagai :
….……………………..……………………………………(2.41)
Viskositas fasa cair selain dipengaruhi oleh temperatur dan tekanan, juga
dipengaruhi oleh unsur-unsur kimia yang terlarut, seperti NaCl, KCl, dan CaCl2.
Persamaan-persamaan penentuan viskositas fasa cair dengan pendekatan yang
berdasarkan pada viskositas air murni yang dikoreksi terhadap air formasi panasbumi.
Viskositas air akan berubah sejalan dengan berubahnya temperatur. Perubahan
tersebut ditunjukkan dengan persamaan :
log μw = - 2,03 + 560/T …………………………....……………..…...(2.42)
Hubungan antara temperatur terhadap viskositas air ditunjukkan pada
Gambar 2.19. Pada gambar tersebut terlihat adanya dua garis dimana garis putus-
putus dibuat berdasarkan persamaan 2.42. sedangkan garis yang lain dibuat
berdasarkan percobaan.
Gambar 2.19
Viskositas Air Sebagai Fungsi Temperatur (Dorsey, 1968) 7)
Pengaruh komponen utama yang terlarut dalam air formasi panasbumi terhadap
viskositas ditunjukkan pada Gambar 2.20. Persamaan garis untuk tiap-tiap unsur
utama (sesuai dengan Gambar 2.20.) dinyatakan sebagai berikut :
NaCl : …………..………………….(2.43)
KCl : ……………..….…………..... (2.44)
CaCl2 : ……………...…….…………...(2.45)
Gambar 2.20
Perbandingan viskositas Larutan Garam Dalam Air dengan Air Murni Sebagai Fungsi Temperatur 7)
Perata-rataan dari ketiga kurva pada Gambar 2.20. untuk satu jenis air formasi
panasbumi adalah :
μℓ = μw ( 1 + 0,021 wt + 0,00027 wt 2) ……………………………….(2.46)
Keterangan :
μℓ = viskositas air formasi, cp
μw = viskositas air murni, cp
= 10( -2,03 + 560 / T)
2.4.2.4. Spesifik Volume
Volume spesifik didefinisikan sebagai perbandingan antara volume dengan
massa pada temperatur tertentu. Volume spesifik mempunyai dimensi satuan m3/kg,
dimana dimensi tersebut merupakan fungsi kebalikan dari densitas dengan dimensi
satuan kg/m3. Secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :
………………………………………………………………...(2.47)
Seperti pada densitas, maka volume spesifik mempunyai nilai yang berubah
pada temperatur saturasi. Volume spesifik pada air dinyatakan dengan υℓ, sedangkan
untuk uap dinyatakan dengan υg.
2.5. Thermodinamika Reservoir Panasbumi
2.5.1. Energi Dalam (Internal Energy)
Internal energy atau energi dalam (U) adalah ukuran jumlah total panas yang
disimpan dalam material per unit massa (Uv, Ul). Sedangkan enthalpi adalah
penjumlahan dari internal energi dengan kerja yang tersimpan dalam material akibat
adanya tekanan (hv, hl).
hv = Uv + (P/ρv) ………………………………………..……………(2.48)
hl = Ul + (P/ρl) ……………………………………………………....(2.49)
Keduanya mempunyai satuan yang sama, yaitu energi per massa (J/kg, kJ/kg). Harga
enthalpi untuk uap adalah enthalpi air dijumlahkan dengan panas latent penguapan
(hlv).
Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.21 dan Tabel II-9 yang menerangkan
harga enthalpi pada kondisi saturasi. Dalam bentuk diagram fasa terlihat pada
Gambar 2.22.
Gambar 2.21Enthalpi pada Kondisi Saturasi 1)
Tabel II-9Harga Enthalpi pada Tekanan Saturasi 1)
Gambar 2.22
Tekanan vs Enthalpi Dari Air ( Keenan dan Keyes, 1963) 5)
2.5.2. Enthalpy
Apabila ditinjau lebih lanjut mengenai entalpi, untuk kondisi reservoir
panasbumi sebenarnya sangat dipengaruhi oleh komposisi kimia fluidanya. Sebagai
contoh dalam fasa cair akan dipengaruhi oleh kandungan garam yang terlarut di
dalamnya.
Entalpi air formasi dapat dihitung dengan mengintegrasi kapasitas panas air
formasi panasbumi untuk selang temperatur 0oC yaitu To sampai temperatur yang
dimaksud T.
…………………………………………………………(2.50)
keterangan :
h = entalpi air formasi.
cB = kapasitas panas air formasi panasbumi
Dengan menggunakan persamaan kapasitas panas :
………………………………………(2.51)
Apabila persamaan 2.51. disubtitusikan ke dalam persamaan 2.50. akan diperoleh :
……………………………….(2.52)
Suku pertama integral pada persamaan di atas merupakan entalpi air murni yang
terkoreksi oleh jumlah kandungan garam, sehingga entalpi air formasi menjadi :
………………………………(2.53)
2.5.3. Entropy
Entropi adalah perbandingan panas yang ditransfer selama proses reversible
dengan temperature absolute. Sedangkan secara matematis entropi didefinisikan
sebagai :
……………………………………..……………........(2.54)
Untuk proses adiabatic reversible Q = (0,m)
………………………………………………..…(2.55)
Entropi dapat dihubungkan dengan hukum kedua thermodinamika yaitu:
1. Tidak ada satupun alat yang dapat dioperasikan untuk mengubah panas yang
diserap oleh suatu sistem menjadi kerja seluruhnya.
2. Tidak mungkin ada sembarang proses yang dapat memindahkan panas dari suatu
temperature ke temperatur lain yang lebih tinggi.
Maka dapat dikatakan bahwa setiap proses pada suatu sistem yang terisolir
(kontrol volume) entropinya akan selalu bertambah atau tetap. Dari kenyataan bahwa
panas yang diserap oleh suatu sistem tidak dapat dirubah seluruhnya menjadi kerja
mekanik pada suatu proses melingkar. Dan ini berarti ada panas yang terbuang ke
selilingnya secara percuma.
2.6. Kondisi Reservoir Panasbumi
Kondisi reservoir panasbumi adalah meliputi tekanan dan temperatur.
Parameter-parameter ini menciptakan suatu kondisi fluida di dalam reservoir yang
akan menentukan apakah fasa fluida reservoir tersebut liquid (cair), uap (steam) atau
mungkin dalam kondisi saturasi yaitu dua fasa (uap dan air). Kedua parameter
tersebut juga mempengaruhi semua kegiatan eksploitasi, seperti teknik pemboran dan
teknik produksi.
2.6.1. Tekanan Reservoir Panasbumi
Tekanan reservoir adalah tekanan yang diberikan oleh fluida yang mengisi
rongga reservoir, baik uap, air ataupun gas. Tekanan Reservoir pada lapangan
panasbumi pada umumnya abnormal sampai subnormal, yaitu berkisar antara 0.433
Psi/ft (Ksc/10 m), atau mengikuti gradient kolom air. Tekanan reservoir dapat
diakibatkan oleh beberapa hal seperti tekanan overburden, tekanan hidrostatik, dan
tekanan formasi.
Menurut Dench (1980), tekanan reservoir harus diukur pada kedalaman yang
mempunyai permeabilitas tinggi. Dengan pengukuran tekanan setelah pemboran
eksplorasi, akan didapatkan data yang sangat akurat. Alat yang digunakan untuk
mengukur tekanan di reservoir panasbumi adalah KPG (Kuster Pressure Gauge),
yang dimasukkan ke dalam lubang bor setelah pemboran selesai. Alat ini dapat juga
mengukur tekanan pada tiap interval kedalaman.
2.6.1.1. Tekanan Overburden
Tekanan overburden merupakan tekanan yang diakibatkan oleh berbagai jenis
batuan dan fluida yang berada didalam ruang pori-pori batuan tersebut. Beban
tersebut mengakibatkan tekanan pada batuan yang berada di bawahnya. Tekanan
overburden akan bertanbah besar dengan bertambahnya kedalaman dimana gradien
pertambahan tekanan yang terbesar atau maksimum adalah 1.35 psi/ft atau 0.312 kg
cm-2 m-1.
2.6.1.2. Tekanan Hidrostatik
Gradien tekanan hidostatik diakibatkan oleh fluida yang berada dalam pori-
pori dan berat kolom fluida secara vertikal, besar dan bentuk kolom fluida tersebut
tidak mempengaruhi besarnya tekanan. Tekanan ini dapat dihitung dengan rumus :
Ph = 0,0052 ρ h ………………………………….……………….(2.56)
keterangan :
Ph : tekanan hidrostatik,psi
ρ : densitas fluida yang mengisi pori, ppg
h : tinggi kolom fluida,ft
Untuk satuan cgs, dimana Ph dalam ksc, densitas dalam gr/cc dan kedalaman
dalam meter digunakan rumus
Ph = ρ.h/10…………………………………………………………….(2.57)
Gradien tekanan hidrostatik ini juga dipengaruhi oleh padatan-padatan terlarut (misal
garam) dan gas yang ada dalam kolom fluida serta oleh gradien temperatur.
Peningkatan padatan terlarut cenderung menaikkan gradien tekanan, sementara
kenaikan jumlah gas larutan dan kenaikan temperatur akan menurunkan gradien
tekanan hidrostatik.
2.6.1.3. Tekanan Formasi
Tekanan formasi juga disebabkan oleh tekanan fluida pada formasi tertentu.
Tekanan formasi normal adalah sama dengan tekanan hidrostatik, sedangkan formasi
dengan tekanan formasi dengan tekanan abnormal adalah tekanan formasi yang
menyimpang dari kecenderungan garis tekanan normal. Yang dimaksud dengan
tekanan formasi yang abnormal adalah tekanan formasi yang lebih tinggi dari yang
diperhitungkan dari gradien tekanan hidrostatik. Selain tekanan tinggi, seringkali
ditemukan pula tekanan formasi yang sangat rendah di bawah tekanan hidrostatik.
Tekanan ini disebut sebagai tekanan sub-normal. Pada lapangan panasbumi,
fenomena ini terjadi pada daerah yang mengalami subsidence, dimana jumlah air
isian (recharge) yang masuk lebih kecil dibanding fluida yang terproduksi di sumur-
sumur produksi lainnya.
2.6.2. Temperatur Reservoir Panasbumi
Temperatur reservoir akan naik dengan bertambahnya kedalaman, hal ini
dikenal sebagai fenomena gradien geothermal. Besar gradien geothermal ini
bervariasi antara satu tempat dengan tempat yang lain, tergantung pada keadaan
topografi daerah dan didukung pula oleh konduktivitas panas batuan yang ada.
Gradien geothermal yang normal biasanya adalah 3 ºC/100 meter kedalaman.
Lapangan panasbumi memiliki gradien geothermal yang abnormal yang disebabkan
oleh peristiwa-peristiwa geologi yang mendangkalkan daerah tersebut, misalnya
aktivitas tektonik.
Hubungan temperatur terhadap kedalaman dapat dinyatakan sebagai berikut :
Td = Ta + Gtf * D …………………..……………….………..…. (2.58)
keterangan :
Td : temperatur reservoir pada kedalaman d ft, ºF
Ta : temperatur permukaan, ºF
@ : gradient temperatur, ºF/100 ft
D : kedalaman, ft.
Pengukuran temperatur reservoir dilakukan setelah komplesi dan temperatur
formasi ini dapat dianggap konstan selama diproduksikannya reservoir, kecuali bila
dilakukan proses injeksi.Gambar 2.23
Gambar 2.23
Beberapa profil Gradien Temperatur (BPD) 5) Pada lapangan panasbumi, temperatur bawah permukaan didapat dari open
hole well log, namun hasil yang diperoleh lebih kecil dari temperatur yang
sebenarnya karena pada saat itu temperatur lubang bor turun akibat fluida pemboran.
Rekaman Bottom Hole Temperatur (BHT) dapat lebih kecil dari temperatur
sebanarnya berkisar 20 ºF sampai 80 ºF.
Karena temperatur statik formasi merupakan parameter yang penting bagi
eksplorasi, pemboran, logging , well completion dan teknik reservoir maka dicari
sebuah metoda yang memungkinkan penentuan temperatur statik formasi dari data
rekaman thermometer maksimum (BHT) yang diperoleh selama operasi logging.
Konsep dasar yang digunakan adalah hubungan garis lurus pada kertas semi
log, BHT dalam ºF versus (ΔT/(T+ΔT)), dimana T adalah waktu yang dibutuhkan
untuk sirkulasi dalam sumur. ΔT adalah waktu dalam jam setelah sirkulasi berhenti.
Kemudian hasil ekstrapolasi dari garis lurus pada saat harga (ΔT/(T+ΔT)) sama
dengan 1 (satu) menunjukkan True Formation Temperature, Gambar 2.24
memperlihatkan cara ekstrapolasi untuk memperoleh temperatur statis formasi yang
sebenarnya.
Gambar 2.24 Teknik Ekstrapolasi Penentuan True Static Formation Temperatur
(ferti,1976) 5)
Temperatur sebagai salah satu parameter kunci pada sumur panasbumi :
1. Mencerminkan variasi lithologi, overpressure, kualitas uap dan air
2. Mendefinisikan zone-zone produktif
3. Mendefinisikan batasan-batasan bagi peralatan logging.
2.6.2.1. Temperatur Rendah
Secara luas reservoir bertemperatur rendah pada cekungan sedimentasi memiliki
potensial geothermal dapat digunakan secara langsung (ruang panas, pemanfaatan
agriculture, dll; baca Armstead, 1978). Suatu contoh klasik pada pemanfaatan energi
geothermal dengan enthalpy yang rendah diketahui berasal dari aquifer cekungan
Paris, Perancis (La geothermie en France, 1978) dan di cekungan Pannonian,
Hungaria. Demikian juga aquifer terjadi pada daerah normal hingga mencapai aliran
panas yang semakin meningkat. Temperatur aquifer merupakan faktor kritis dalam
hubungannya dengan tingkat ekonomi (La gethermie: Chauffage de logements,
1977). Pemetaan regional geothermal mampu memberikan informasi yang
dibutuhkan terhadap distribusi temperatur didalam aquifer (Rybach dkk, 1980).
Akhir-akhir ini geothemometer kimia (SiO2, Na/K), digunakan pada contoh
sumur air dan telah dilaksanakan. Hasil yang ada digambarkan dalam bentuk-bentuk
distribusi aliran panas (Swanberg dan Morgan, 1978; Wohlenberg dan Haenel, 1978).
Sebagai contoh, kadungan SiO2 pada air tanah dihubungkan dengan aliran panas q
(dalam mW/m2) mengacu pada
Q = a[T(SiO2) – b] (2.59)
Dimana a = 1.49 ,W/m2, 0C, b = 13.20 C dan T(SiO2) temperatur dihitung dengan
geothermometer silika.
(2.60)
(SiO2 adalah larutan silika, menggambarkan bagian tiap juta). Aquifer dalam jenis ini
(juga jenis dari geopressured), mengandung waktu yang lama, air konat (= air
terdeposit pada saat sedimentasi). Pada teknik geokimia (sedikit sekali analisa gas)
memberikan informasi pada umur air formasi dimana coalification studies
(pengukuran pada relaktifitas optik Rm dari partikel mikroskopik batubara)
memberikan kejelasan terhadap sejarah thermal (berkaitan dengan panas) formasi
sedimentasi dimana laju sedimentasi merupakan aliran panas paleo yang menentukan
parameter-parameter (gradien vertikal relaktifitas, Δ Rm/Δz dihubungkan dengan
paleogradient; Buntebarth, 1987).
Salinitas air formasi merupakan faktor kritis yang lain dalam pemanfaatan
aquifer geothermal langsung (nilai sebesar 100.000 mg/L dapat diperhtungkan; air
laut memiliki 35.000 mg/L). Pada pengukuran resistivitas listrik pada keadaan yang
baik (pengukuran dengan sounding (gema suara) secara vertikal) akan memberikan
informasi pada distribusi kedalaman salinitas. Kuantitas yang diukur, resistivitas
listrik dalam memberikan lapisan sedimentasi ρs, tergantung pada jumlah parameter-
parameter:
ρs = n ρwφ-m (2.61)
dimana φ = porositas, ρw = resistivitas air formasi dan n dan m adalah konstanta. ρw
pada nantinya tergantung pada temperatur dan salinitas. Kehati-hatian analisis data
resistivitas terhadap respek parameter-parameter sangat diperlukan untuk
memisahkan pengaruh salinitas.
Dalam beberapa permasalahan dimana tingginya salinitas aquifer bergerak dari
bawah dengan air thermal dengan salinitas yang rendah naik sepanjang zona patahan
(contoh tertentu adalah area Landau, Upper Rhine graben, W. Germany; Werner dkk.,
1979) resistivitas yang tinggi mungkin mengindikasikan zona kenaikan air thermal.
2.6.2.2. Temperatur Tinggi
Sistem ini terjadi pada berbagai situasi. Sistem ini lebih sering dihubungkan
dengan lingkungan batuan andesitic, dacitic, dan rhyolitic daripada jika dibandingkan
dengan erupsi (letusan) basaltic (McNitt, 1970). Banyak lapangan geothermal
mempunyai struktur yang diproduksikan oleh aktivitas tektonik, seperti halnya
rekahan, formasi graben, atau lembah-lembah, tetapi tidak mempunyai hubungan
yang nyata terhadap pusat vulkanik yang khusus. Lokasi-lokasi yang pada khususnya
menguntungkan adalah pada persimpangan rekahan yang membatasi bagian struktur
utama. Mayoritas lapangan geothermal New Zealand bersituasi pada struktur
utamanya berupa graben, seperti halnya lapangan laut Salton, California, dan Cerro
Prieto, Mexico. Beberapa lapangan dihubungkan dengan struktur vulkanik caldera
(misal: Matsukawa, Pauzhetsk, lembah Caldera, dan Ahuachapan), dan lapangan
lainnya dihubungkan terhadap proses vulkanik yang lebih spesifik (misal,
Momotombo, Nicaragua; Kawah Kamojang, Indonesia).
Pada umumnya operasi sistem hydrothermal terhadap tipe ini dijelaskan pada
gambar 2.25. Air berasal dari air meteoric lokal yang bersirkulasi terhadap
kedalaman (ber kilometer) melalui sistem rekahan, menjadi panas, dan muncul lagi
melalui gaya konveksi. Siklus upflow utama biasanya melalui zona rekahan dan
retakan yang disebabkan oleh intrusi magma. Pada horizontal porous air panas akan
menyebar pada jarak tertentu. Pada level dangkal sistem ini mungkin terdapat
resirkulasi konveksi air dimana telah terdinginkan dengan pendidihan dibawah
kondisi tekanan yang rendah, selama percampuran dengan air disekitarnya sistem
Gambar 2.25Skema Diagram Siklus Sistem Hidrothermal Pada Lapangan
Wairakei, New Zealand 8)
thermal terjadi pada semua level. Seringkali cap rock membatasi output dari
fluida dan panas, tetapi kebocoran air mengakibatkan hot spring (air panas) pada
level yang rendah, dan kebocoran uap panas menciptakan fumarol pada tingkat yang
tinggi atau uap panas dangkal memanasi air tanah. Dibawah kondisi alam mungkin
terdapat uap panas-air pada bawah permukaan dimana tertekan secara lokal ketika
sumur memeiliki permeabilitas yang tinggi terhadap permukaan. Perbandingan antara
uap panas dan pergantian air dengan berbagai sumur didasarkan pada level lokal yang
saling berhubungan.
Pemanasan air pada kedalaman tertentu biasanya dihubungkan terhadap intrusi
magma, atau intrusi-intrusi, dengan panas yang akan diperlakukan melalui zona
batuan yang mengeras dimana ketebalannya magma tidak diketahui. Perpindahan
panas dapat dibantu dengan merekahkan kerak yang mengeras dengan tekanan
thermal. Elder (1965) mempertimbangkan observasi bahwa untuk memungkinkan
memberikan aliran panas pada daerah temperatur geothermal yang tinggi akan
membutuhkan konveksi hingga ke tubuh magmatik. Dapat disimpulkan bahwa
rangkaian intrusi dapat mempertahankan aliran panas.
Fluida dengan temperatur yang tinggi juga dipaksakan keluar dari tubuh magma.
Mahon dan McDowell (1997) mempertimbangkan bahwa ekspansi temperatur tinggi
dan tekanan tinggi fluida magmatik akan menciptakan suatu larutan yang sangat tebal
pada titik temperatur subkritis, ditambah dengan fase uap panas dimana dalam
kebanyakan sistem akan muncul untuk bergabung/berdifusi kedalam sirkulasi air
meteorik. A. McNabb mengusulkan bahwa tingginya densitas air laut pada jenis ini
akan membentuk suatu panas yang baik antara magma dan air.
Beberapa kesulitan dari model aliran panas yang berkelanjutan, diperlukan untuk
menjahui aliran panas yang konstan dari konduktivitas thermal rendah terhadap suatu
batuan jika dengan pertimbangan bahwa waktu kembalinya air pada sistem
geothermal sangat panjang (setidaknya 104 – 108 tahun), dan outflow yang tidak
selalu mengalir. Sistem-sistem selanjutnya memiliki periode yang lama terhadap
konduktivitas panas suatu air dengan outflow yang sedikit, diikuti dengan
perbandingan waktu yang singkat (setidaknya 103 - 104 tahun) dari suatu aliran yang
besar ketika aliran-aliran baru ke permukaan terbentuk. Hal ini digerakkan oleh
aktivitas tektonik, atau oleh eksplosi hydrothermal yang mengharuskan temperatur
sebagai penyebab tekanan panas untuk melalui tekanan lithostatik. Setelah periode
aliran, arah aliran akan menjadi tertutup dengan adanya deposit silika dan kalsit.
Terdapat beberapa keterangan terhadap pembagian lapangan ini. Silika yang
bertingkat-tingkat dalam beberapa daerah akan memberikan keterangan terhadap
aliran air yang besar pada masa lalu. Pengalaman yang terjadi di New Zealand dan
diseberang laut telah ditunjukkan bahwa terdapat sedikit sekali hubungan antara laju
secara alami terhadap outflow air dari air panas atau fumarol dan ukuran sistem
geothermal sebagaimana yang telah diperlihatkan pada pemboran.
Pada lapangan geothermal dengan temperatur yang tinggi dengan porositas yang
tinggi pada suatu batuan (misal: Wairakei), sebagaimanana pernyataan bahwa air
panas akan muncul dari kedalaman yang telah dipertimbangkan (beberapa kilometer)
sebagaimana kecilnya plume yang dikelilingi oleh perbandingan air dingin, sehingga
air panas akan menyebar secara lateral pada strata permeabel yang dangkal (Elder,
1965).
Bentuk tubuh mushroom (seperti jamur) air bertempatur tinggi (gambar 2.26)
akan menjelaskan bahwa sumur produksi geothermal yang dalam akan dibatasi oleh
perbandingan daerah yang sempit, dimana penempatan sumur dangkal kurang dari
titik kritis. Horisontal, mendekati aliran permukaan air panas terjadi diatas jarak yang
dipertimbangkan pada beberapa lapangan geothermal (misal: El tatio, Chile). Donald-
son (1970) memberikan analisa matematis terhadap model konveksi geothermal yang
sederhana dengan memvariasikan permeabilitas pada titik yang berbeda di dalam
cycle.
Gambar 2.26Skema Sistem Panasbumi Berbentuk Seperti Jamur
Dengan Temperatur Tinggi Pada Lapangan Wairakei, New Zealand 8)
2.7. Jenis Reservoir Panasbumi
Klasifikasi reservoir panasbumi dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Berdasarkan sumber panas.
2. Berdasarkan fasa fluida.
3. Berdasarkan temperatur.
4. Berdasarkan jenis fluida reservoir
5. Berdasarkan entalphi
2.7.1. Berdasarkan Sumber Panas
Berdasarkan sumber panasnya, reservoir panasbumi dibagi menjadi :
geopressured system, hydrothermal system, magmatic system dan hot dry rock
system.
2.7.1.1. Sistem Hidrothermal
Sistem ini terdiri dari air dan atau uap bertemperatur tinggi yang tersimpan
dalam batuan permeabel dan porous. Akibat sirkulasi secara konveksi, air dan atau
uap akan mengalir melalui patahan-patahan atau rekahan dan tertrans-portasikan ke
dekat permukaan, dimana gaya yang menyebabkan aliran ini adalah gaya apungan
(buoyancy) gravitasi karena perbedaan densitas.
Hot water system biasanya ditemukan pada daerah-daerah yang berbatuan
sedimen permeabel dan batuan vulkanik, dan umumnya batuannya adalah granit.
Indikasi sistim ini diketahui dengan melihat aktivitas vulkanik yang masih muda,
kemudian aliran panas secara konduksi. Skema hydrothermal system dapat dilihat
pada Gambar 2.27.
Gambar 2.27Skema Sistem Hidrothermal Pada Lapangan Wairakei, New Zealand 5)
A.J. Ellis dan W.A.J. Mahon (1977) mengklasifikasikan hydrothermal system
menjadi :
1. Cyclic system
Aquifer ini berasal dari air meteorik selama periode yang panjang pada kedalaman
formasi mengalami pemanasan dan keluar kepermukaan. Cyclic system harus
memenuhi syarat sebagai berikut :
● Adanya formasi batuan yang menjamin sirkulasi air pada kedalaman
tertentu.
● Adanya sumber panas.
● Tersedianya air dalam jumlah yang cukup
● Waktu yang cukup serta adanya daerah sirkulasi panas yang memungkinkan
air terpanasi.
● Adanya struktur rekahan pada batuan sampai permukaan
2. Mempunyai ciri khas tersendiri dan dapat diperkirakan mendekati Geopressure
system. Sistem ini dibagi menjadi dua yaitu :
a. Sistem cekungan sedimen.
Ciri khasnya adalah komposisi air formasinya sangat komplek karena
adanya reaksi antar lapisan. Reservoir ini umumnya sangat dalam.
b. Sistem metamorfik pada proses metamorfosa
Diperkirakan ditemukan di beberapa lokasi seperti California yang
ditemukan endapan air raksa sebagai petunjuk adanya daerah metamorfosa.
2.7.1.2. Sistem Hot Dry Rock
Sistem ini tidak mengandung air namun dapat diusahakan untuk produksi
dengan kualitas yang baik. Pada sistem ini panas diambil dari batuan kristalin yang
permeabilitasnya rendah yang disebut dengan hot dry rock. Gambar 2.28
menerangkan skema dari sistem Hot Dry Rock. Panas ini menyebabkan terjadinya
gradien geothermal sebesar 2 oC/100 m. Temperatur bumi atau gradien geothermal
ini akan naik terhadap kedalaman. Namun teknologi yang ada sekarang belum
mampu untuk mengeksploitasi sistem ini.
Gambar 2.28Skema Sistem Hot Dry Rock 5)
2.7.1.3. Sistem Magmatik
Sistem ini didapatkan pada kedalaman minimal 3 kilometer di daerah
vulkanik. Jika pemboran di daerah vulkanik dengan kedalaman 3 - 6 kilometer, akan
diperoleh sumber panas dengan temperatur antara 650 - 1200 oC. Teknologi untuk
menentukan lokasi, pengeboran dan memproduksikan cadangan belum
dikembangkan.
2.7.1.4. Sistem Geopressure
Geopressure reservoir biasanya ditemukan pada sedimentary basin yang
cukup dalam, dimana sedimennya sangat kompak terjadi dalam waktu geologi yang
panjang dan terdapat cap rock yang efektif seperti shale. Kompaksi yang melebihi
keadaan normal akan menyebabkan keluarnya air dari pori-pori lempung.
Pada beberapa sistem geopressured, tekanan fluida mendekati berat
keseluruhan batuan penutup (lithostatic pressured). Sistem air dengan tekanan tinggi
dapat disetarakan dengan gradien temperatur di atas batas normal karena
bertambahnya kapasitas panas jenis batuan yang menekan air. Fluida geopressure
biasanya mempunyai konsentrasi gas terlarut yang tinggi. Hampir seluruh sinclinal
basin yang besar di dunia merupakan zona geopressure.
2.7.2. Berdasarkan Fasa Fluida
Berdasarkan jumlah fasanya, reservoir panasbumi dapat dikelompokkan
menjadi reservoir satu fasa dan dua fasa. Klasifikasi reservoir panasbumi berdasarkan
fasa fluida yang dihasilkan dapat dibagi menjadi : liquid dominated system, vapor
dominated system dan superheated system.
2.7.2.1. Reservoir Satu Fasa
Reservoir ini mempunyai temperatur di bawah 250 oC dengan tekanan tidak
terlalu tinggi karena reservoir ini sebagian tidak mempunyai cap rock yang dapat
menahan temperatur dan tekanan serta air dari luar, sebagian lagi mempunyai cap
rock namun air panas menjadi turun temperaturnya. Sehingga reservoir satu fasa
(liquid system) dapat dibagi menjadi dua yaitu : sistem air hangat (warm water
system) dan sistem air panas (hot water system).
1. Sistem air hangat (warm water system).
Temperatur berkisar antara 90 - 180 oC, pendidihan tidak akan terjadi sampai
dieksploitasi. Penggunaannya untuk keperluan non-elektrik. Contoh sistem ini
adalah di Tianjin (RRC) dan Waiwera (Selandia Baru).
2. Sistem air panas (hot water system).
Fluida reservoir ini berupa air panas secara keseluruhan akan tetapi pendidihan
terjadi setelah eksploitasi secara ekstensif. Temperaturnya berkisar antara 200 -
250 oC. Temperatur tersebut kadang-kadang terjadi pendidihan yang disebabkan
kandungan gas di reservoir yang bersangkutan. Contoh sistem ini adalah di
Achuachapan, Salton Sea dan Krafla.
Diagram tekanan dan temperatur untuk reservoir berdasar fasa ini, dapat dilihat
pada Gambar 2.29 berada pada titik C dengan turunnya tekanan fluida ini bisa
menjadi uap berkadar air tinggi, sehingga densitasnya menjadi turun
Gambar 2.29Kondisi Air pada Tekanan dan Temperatur Reservoir (Whiting dan Ramey) 5)
2.7.2.2. Reservoir Dua Fasa
Reservoir sistem dua fasa berisi campuran air dan uap. Apabila produksi air
lebih banyak daripada uap disebut liquid dominated system, apabila sebaliknya
disebut vapour dominated system. Reservoir sistem ini mempunyai temperatur
berkisar antara 200-300ºC.
1. Liquid Dominated System
Pada sistem ini uap yang keluar adalah uap basah. Uap ini dihasilkan oleh proses
flashing pada saat tekanan turun dalam sumur ataupun dalam reservoir. Dalam
reservoir dua fasa bagian terdalam terdapat lapisan cairan panas pada keadaan
netral.
Temperatur bervariasi antara 220 –300 oC. Pada kondisi ini gradien temperatur
akan relatif tetap setelah mencapai titik didihnya, sehingga fluida yang terdapat
pada reservoir sudah berwujud uap. Seperti pada Gambar 2.30.
Gambar 2.30Kondisi Tekanan dan Temperatur Reservoir Liquid Dominated 10)
2. Vapour Dominated System
Pada sistem ini tekanan tidak terlalu tinggi namun masih di atas tekanan atmosfer
jadi memungkinkan fluida ini seluruhnya menjadi uap. Terdapat pada bagian atas
lapisan dua fasa.ada bagian ini fasa cair sangat jarang, menyebar luas dan immobile
(Gambar 2.32). Contoh sistem ini adalah Larderello dan Amiata (Italia),
Kamojang. Temperatur fluida berkisar antara 250-320 oC. Oleh karena itu untuk
sistem ini fluida reservoir masih berwujud air panas. Seperti pada Gambar 2.31.
Gambar 2.31Kondisi Tekanan dan Temperatur Vapour Dominat 10)
Hal ini ditandai dengan, jika dilakukan plot sejarah produksi (tekanan dan
temperatur terhadap tahun) maka setelah sekian lama akan terdapat kenaikan
temperatur yang drastis sedangkan tekanannya mengalami penurunan.
Keadaan pada saat tekanan turun dan temperatur naik secara drastis inilah
yang disebut sebagai dry-out. Setelah keadaan ini terjadi, fluida telah sepenuhnya
berada dalam keadaan uap kering superheated.
2.7.3. Berdasarkan Temperatur
2.7.3.1. Semi-Thermal Field
Reservoir semi thermal mempunyai temperatur sampai 100 oC dengan
kedalaman antara 1 - 2 km. Panas reservoir ini tidak cukup tinggi karena sebagian
besar tidak mempunyai cap rock sehingga fluida mudah menerobos ke permukaan.
Thermal gradient dan kedalaman aquifer yang permeabel pada semithermal
field seharusnya cukup untuk menimbulkan arus sirkulasi konvektif, tetapi suhu
bagian atas reservoir tidak mungkin lebih dari 100 oC karena tidak adanya cap rock
untuk menekan hingga terjadi pressure build-up di atas tekanan atmosfer dan
mungkin karena tercampur dengan air tanah yang dingin dari aquifer yang dangkal.
2.7.3.2. Hyper-Thermal Field
Hyperthermal field membutuhkan lima unsur dasar yaitu : sumber panas, bed
rock, aquifer atau zona permeabel, sumber air dan cap rock. Hyper thermal reservoir
dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu : Dry Hyperthermal dan Wet
Hyperthermal Field berdasarkan fasa fluidanya, model hyperthermal field dapat
dilihat dalam Gambar 2.33.
Gambar 2.33Model Hyerthermal Field 3)
1. Wet Hyper-Thermal Field
Wet hyperthermal field menghasilkan campuran air panas dan uap, maka variabel
WHP dan WHT serta enthalpi dan kwalitas fluida saling bergantung. Fluida yang
terproduksi (uap dan air) pada suatu sumur dipengaruhi oleh tekanan kepala
sumurnya (WHP) dan juga tergantung pada suhu dan tekanan reservoir serta
permeabilitasnya, maka setiap sumur memiliki suatu sifat aliran tersendiri, seperti
pada Gambar 2.34.
Gambar 2.34Hubungan Antara Enthalpi, Temperatur dan Kualitas
Campuran Uap/Air Yang Jenuh 3)
Fluida yang terproduksi (uap dan air) pada suatu sumur dipengaruhi oleh tekanan
kepala sumurnya (WHP) dan juga tergantung pada suhu dan tekanan reservoir serta
permeabilitasnya, maka setiap sumur akan memiliki suatu sifat aliran tersendiri.
Kharakteristik dari setiap sumur tidak tetap dan produksinya selalu cenderung
menurun sebagai fungsi dari waktu. Kurva-kurva pada Gambar 2.35. tersebut,
semuanya menggambarkan keadaan awal pengembangan lapangan.
Gambar 2.35
Hubungan antara Tekanan dan Suhu untuk Uap Jenuh 3)
2. Dry Hyper-thermal Field
Reservoir ini mempunyai temperatur sangat tinggi, namun tekanannya tidak
setinggi tekanan pada wet hyperthermal yang memungkinkan air dalam reservoir
jenis ini berubah menjadi uap seluruhnya. Jika terjadi hubungan antara permukaan
dengan reservoir melalui lubang bor, maka sebagian uap jenuh akan berubah
menjadi uap superheated.
Uap dari lapangan ini agak superheated maka tidak ada hubungan antara WHP dan
WHT, serta enthalpi merupakan fungsi dari WHP dan WHT ini.
2.7.4. Berdasarkan Jenis Fluida Reservoir
Berdasarkan jenis fluidanya, reservoir panasbumi terdiri dari Air Klorida, Air
Asam Sulfat, Air Asam Sulfat-Klorida, Air Bikarbonat. Pembagian jenis fluida lebih
jelas terlihat seperti pada Gambar 2.36.
Gambar 2.36
Diagram Cl, SO4, dan HCO3 Yang Terdapat Pada
Fluida Geothermal 4)
2.7.4.1. Air Klorida
Garam terlarut dalam air ini umumnya berupa sodium dan potassium chloride
walaupun kadang-kadang ditemukan calcium dalam konsentrasi yang kecil. Air ini
juga mengandung silika dalam konsentrasi yang tinggi, dan terdapat pula dalam
konsentrasi yang cukup berarti seperti sulfat, bicarbonate, fluoride, ammonia,
arsenic, lithium, rubidium, calcium dan asam borate.
Perbandingan chloride dan sulfat biasanya cukup tinggi dan pH berkisar dari
daerah yang asam sampai ke daerah yang cukup basa (pH 5 – 9 ). Gas yang terlarut
dalam air ini terutama karbondioksida dan hydrogen sulfide. Air ini seringkali
didapatkan di daerah-daerah yang terdapat spring (mata air) atau daerah yang ada
aktivitas geyser dan daerah yang banyak terdiri dari batuan volkanik dan sedimen
2.7.4.2. Air Asam Sulfat
Air Asam Sulfat mengandung chloride dengan kadar yang rendah dan dapat
terbentuk pada daerah vulkanik, dimana uap dibawah 400oC mengembun ke
permukaan air. Hidrogen sulfide dari uap kemudian teroksidasi menjadi sulphate. Air
Asam Sulfat didapat di daerah-daerah dimana uap akan naik dari air bawah tanah
dengan temperature tinggi dan di daerah vulkanik, pada fasa pendinginan hanya
karbondioksida dan gas sulfur tetap akan naik bersama uap melalui batuan. Unsur-
unsur yang terdapat dalam air ini biasanya lepas dari dinding-dinding batuan
disekelilingnya.
2.7.4.3. Air Bikarbonat
Air panas yang mengandung chloride dengan kadar yang rendah dapat terjadi
dekat permukaan di daerah vulkanik dimana uap yang mengandung karbondioksida
dan hydrogen sulfide mengembun ke dalam aquifer. Pada kondisi yang diam air
bereaksi dengan batuan mengahasilkan larutan bicarbonate atau bicarbonate sulphate
dengan pH netral.
2.7.5. Berdasarkan Entalphi
Jenis reservoir berdasarkan entalphi dapat dikelompokan menjadi entalphi
rendah, entalphi menengah, dan entalphi tinggi. Pengelompokan ini sesuai dengan
temperature fluida produksi dan fasa fluidanya.
2.7.5.1. Entalphi Rendah
Apabila suhu reservoir tidak mencapai titik didih fluida pada tekanan tertentu,
umunya pada sumur reservoir panasbumi adakalanya dapat terjadi fluida yang
terproduksi hanya satu fasa, yaitu air panas. Biasanya sumur jenis ini tidak
dimanfaatkan sebagai pembangkit karena hanya menghasilkan air panas, sedangkan
untuk menggerakkan turbin membutuhkan fluida satu fasa yaitu uap (steam), jadi
biasanya dimanfaatkan sebagai sarana pengeringan hasil pertanian, kolam mandi air
panas, pemanas ruangan, dan lain sebagainya.
2.7.5.2. Entalphi Menengah
Reservoir panasbumi jenis ini memiliki suhu melebihi titik didih fluida pada
kondisi reservoir tetapi mengalami penurunan tekanan dan temperature dalam
perjalanannya menuju permukaan. Karena itu fluida yang keluar dari sumur produksi
menghasilkan fluida dua fasa (uap dan air), akan tetapi fasa uapnya lebih kecil
prosentasenya dibandingkan dengan fasa cairnya, hal ini dapat juga disebut sebagai
Liquid Dominated. Contoh dari lapangan panasbumi enthalpi menengah seperti
Dieng (Liquid Diminated System).
2.7.5.3. Entalphi Tinggi
Yang disebut sebagai fluida reservoir panasbumi yang memiliki entalphi
tinggi adalah Lapangan panasbumi yang menghasilkan uap panas kering (superheated
steam) dan reservoir sistem vapour dominated. Pada reserevoir jenis ini memiliki
temperature reservoir yang melebihi titik didih dari air pada tekanan tertentu sehingga
air yang ada di reservoir berubah fasa menjadi uap. Fluida tersebut diproduksikan
lewat sumur produksi dalam kondisi satu fasa uap, tetapi apabila fluida mengalami
penurunan tekanan yang cukup besar maka fluida tersebut dapat berubah menjadi
fluida dua fasa. Dengan prosentase fasa cair lebih kecil dibandingkan dengan fasa
uapnya.