Upload
angin-biru-satriyawan
View
317
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
sdassa
Citation preview
BENTUK ANALISA IMPLEMENTASI TEKNOLOGI ATAS
PENERBANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DALAM KAJIAN
GEOGRAFIS DAN KEDIRGANTARAAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peningkatan intensitas pemanasan global (global warming)
ditunjukkan dengan semakin meningkatnya akselerasi kenaikan suhu
permukaan, tinggi muka laut, dan mencairnya es baik di Antartika maupun
di Greenland. Disamping berdampak langsung terhadap kenaikan tinggi
muka laut, pemanasan global juga menyebabkan terjadinya perubahan
iklim, yang berdampak pada sektor kesehatan, pertanian, kehutanan dan
transportasi. Berkaitan dengan kenaikan suhu iklim global, intensitas
siklon tropis kuat menjadi meningkat. Rata-rata kekuatan siklon tropis di
Samudera Atlantik menguat, dengan kecepatan angin maksimum
meningkat sebesar 0,4m/det/tahun dan akan membuat suatu permasalahan
perubahan iklim yang berpotensi pada ancaman kedirgantaraan.1
Global warming membuat semua ilmuwan sepakat bahwa gas-gas
efek rumah kaca telah berkontribusi pada pemanasan global dan
peningkatan ketinggian air laut, dan mereka percaya bahwa kebanyakan
adalah hasil aktivitas manusia (80% dari bahan bakar minyak, 20% dari
penggundulan hutan). Banyak ilmuwan juga percaya bahwa terjadi
pemanasan yang lebih signifikan lagi—antara 2,5 hingga 10,4 derajat
Fahrenheit (1,4 hingga 5,8 derajat Celcius) pada akhir abad ini, dan
peningkatan ketinggian air laut dari delapan puluh sentimeter hingga satu
meter.2 Para ahli mengatakan akan terjadi lebih banyak dampak kemarau
dan banjir, angin siklon dan badai, dan iklim fundamental di Eropa
berubah secara drastis, karena Gulf Stream atau arus teluk—yang
1 Agus Supangat, dkk. Memahami dan Mengantisipasi Dampak perubahan Iklim Pada
Pesisir dan Laut di Indonesia bagian Timur, (Jakarta: Jurnal Meteorologi dan
Geofisika,Volume 12 Nomor 1 Mei, 2011) 2 Agus Supangat, dkk. Ibid, 2012
merupakan gelombang panas di pesisir timur Amerika Utara yang saat ini
memengaruhinya—berubah arah.
Sementara konsensus ilmiah tentang pemanasan global mulai
timbul, tetap ada beberapa ketidakpastian. Hal ini mungkin tidak akan
seburuk ramalan-ramalan yang mengerikan. Tapi di lain pihak, mungkin
saja yang terjadi justru jauh lebih buruk. Tidak berbeda dengan kehidupan,
kita selalu harus membuat keputusan berdasarkan informasi yang tidak
sempurna. Jika lima puluh atau tujuh puluh tahun dari sekarang, kutub es
mencair dan sebagian New York dan London berada di bawah air,
bersama dengan beberapa negara kepulauan, maka sudah terlambat untuk
mengubahnya. Bahkan jika kita dengan segera mengurangi emisi gas kita,
konsentrasi atmosfer atau gas-gas efek rumah kaca hanya akan berkurang
sangat perlahan. Hal ini adalah alasan mengapa kita perlu mulai
merencanakan dan bertindak segera: akan jauh lebih balk untuk
merencanakan skenario terburuk daripada menunggu dan akhirnya sadar
bahwa kita ternyata tidak cukup berjuang mencegahnya dan salah satunya
adalah permasalahan dalam kedirgantaraan.
Dalam kedirgantaraan, menghadapi perubahan iklim, perubahan
cuaca seketika adalah suatu hal yang menjadi permasalahan dan menuntut
segera diselesaikan. Dengan kemajuan teknologi dan terobosan atas
investasi, diharapkan nantinya permasalahan satu demi satu menjadi
terurai. Di dalam penerbangan sendiri kita akan mendapatkan 5 pilar
utama yang menjadi poin perhatian khusus, yaitu aerodinamika, struktur,
propulsi, mekanika terbang, dan Guidance, Navigation and Control atau
yang lebih dikenal dengan singkatan GNC, di mana GNC adalah bidang
kajian yang sangat luas. Insinyur dan peneliti dari berbagai bidang
melakukan berbagai macam riset dan pengembangan di area ini, misalnya
dari teknik penerbangan, teknik elektro, teknik komputer, teknik industri,
matematikawan, statistikawan.
Perubahan lingkungan strategis yang diantisipasi dalam kegiatan
tahun 2012 antara lain kebijakan nasional dan internasional tentang
perubahan iklim, kebijakan nasional di bidang riset dan teknologi,
pertahanan serta Reformasi Birokrasi3. Kemudian, jika ditinjau bagaimana
realisasi yang terjadi di Indonesia, maka penggunaan teknologi masih
sangat sederhana dan terbatas, padahal seperti yang diketahui saat suatu
instansi memiliki sumber dinamis yang mendorong teknologi organisasi
untuk terus berinovasi yang dihasilkan dari koeksistensi harmonis, maka
perusahaan tersebut akan berkembang dengan sangat baik dan dapat
menyelesaikan permasalahan satu demi satu.4
Oleh karena hal tersebut, maka penulis akan mencoba membuat
suatu analisa tepri berdasarkan beberapa kajian yang ada mengenai
dampak perubahan iklim dan bagaimana peran tekologi dengan inovasinya
mampu mengahdapi masalah kedirgantaraan di Indonesia dan
dikomparasikan dengan yang lain.
B. Rumusan Masalah
Adapun bentuk perumusan masalah yang tersaji dari uraian latar
belakang tersebut adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pemanfaatan teknologi untuk menghasilkan suatu inovasi
dalam menghadapi perubahan iklim?
2. Bagaimana komparasi penggunaan teknologi dalam menghasilkan
inovasi pada suatu negara?
3. Bagaimana rumusan intervensi kepada pemerintah dalam menciptakan
suatu peran berbasis teknologi guna kemajuan kedirgantaraan dan
dalam menghadapi perubahan iklim?
3 Agus Supangat, dkk. Ibid. 2012 4 Jing-Lin Huang, Fang-Chen Kao, Justine Chang and Shang-Ping Lin, Why Can
Technology Continue To Be Innovated?, (Amerika: The International Journal Of
Organizational Innovation: Volume 4 Number 3, 2012)
C. Tujuan dan Manfaat
Karena faktor keterbatasan waktu, tenaga, dan pikiran mendorong
penulis membatasi analisa dari uraian yang ada di latar belakang hanya
sebatas untuk membuat suatu inovatif. Adapun tujuan dari penulisan ini
adalah guna memberikan gambaran mengenai penggunaan teknologi
(basis ICT) dalam upaya menghadapi perubahan iklim.
Adapun manfaat dari penulisan ini secara praktis adalah guna
memberikan gambaran mengenai implementasi yang terjadi pada suatu
negara dalam penggunaan teknologi (basis ICT) dalam upayanya
menghadapi perubahan iklim dari segi aspek kedirgantaraan. Selain itu,
maka penulis mendapatkan pengetahuan lebih tentang konsep
kedirgantaraan dalam menghadapi cuaca yang terjadi dari segi sederhana
hinga kompleks, dan nantinya penulis juga mengetahui cara mengatasi
masalah tersebut dengan pemikiran sederhana.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Teknologi Dalam Menghadapi Perubahan Iklim
Teknologi tidak akan lepas dari proses mendasar, yaitu
komunikasi. Dewasa ini komunikasi menjadi lebih cepat, efektif, dan
efisien dengan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Teknologi telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan
manusia zaman sekarang. Bahkan dapat dikatakan, seluruh aspek
kehidupan seperti bidang sosial, politik, dan ekonomi, telah bersentuhan
dengan teknologi. Dalam bidang sosial, teknologi telah mempercepat
terjadinya komunikasi dan mampu mempererat hubungan manusia dari
berbagai belahan dunia.
Kata teknologi secara harfiah berasal dari bahasa Latin ”texere”
yang berarti menyusun atau membangun. Sehingga istilah teknologi
seharusnya tidak terbatas pada penggunaan mesin, meskipun dalam arti
sempit hal tersebut sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Roger (1983) teknologi adalah suatu rancangan (desain) untuk
alat bantu tindakan yang mengurangi ketidakpastian dalam hubungan
sebab akibat dalam mencapai suatu hasil yang diinginkan. Gary J.
Anglin (1991) mendefinisikan teknologi sebagai penerapan ilmu-ilmu
perilaku dan alam serta pengetahuan lain secara bersistem dan
menyistem, untuk memecahkan masalah.5
Menurut BNET Business Dictionary (2008), Teknologi
Komunikasi adalah sistem elektronik yang digunakan untuk
berkomunikasi antar individu atau kelompok orang. Teknologi
komunikasi menfasilitasi komunikasi antar individu atau kelompok
orang yang tidak bertemu secara fisik di lokasi yang sama.
5 Yusufhadi Miarso, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, (Jakarta: Penerbit Kencana,
2012)
Teknologi komunikasi dapat berupa telpon, telex, fax, radio,
televisi, audio video’ electronic data interchange dan e-mail. Teknologi
komunikasi adalah peralatan-peralatan perangkat keras, struktur
organisasi, dan nilai sosial dengan mana individu mengumpulkan,
memproses dan terjadi pertukaran informasi dengan individu lain (Rogers,
1986).6
Peran ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) untuk mitigasi dan
adaptasi perubahan iklim menjadi sangat dibutuhkan dalam upaya
mengurangi resiko bencana seperti gunung meletus, tsunami, banjir dan
gempa bumi. Berbagai penyebab yang mendasari terjadinya perubahan
iklim dan bencana alam akhir akhir ini telah dikaji secara lebih intensif.
Bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui Inter-governmental Panel on
Climate Change (IPCC) juga telah berupaya untuk menganalisis dampak-
dampak perubahan iklim global tersebut. Pemerintah Indonesia pun tidak
tinggal diam turut melakukan berbagai upaya mitigasi bencana dan
perubahan iklim guna meminimalisir korban materi maupun jiwa. berbagai
kerjasama dijalin dengan semua pihak yang memiliki pengalaman nyata
dalam penanggulangan dan mitigasi bencana.7
Karenanya perkembangan teknologi dalam suatu perubahan iklim
adalah suatu hal yang harus disikapi. Secara teoritis dapat disimpulkan
teknologi adalah hasil budaya yang terus berkembang. Di dalam tantangan
perubahan iklim, maka dalam kedirgantaraan teknologi dituntut
menciptakan inovasi dan terobosan guna menyelesaikan permasalahan
cuaca.
B. Pengertian Perubahan Iklim
Perubahan iklim global merupakan suatu proses yang akan
memiliki efek jangka panjang dan berbahaya atas kondisi selimut Bumi.
Diketahui, bahwa sebab-sebab yang membuat perubahan iklim global
6 Yusufhadi Miarso, Ibid. 2012 7 Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Iptek Menjadi Faktor Penting Dalam
Mitigasi Perubahan Iklim dan Bencana Ala,.(Jakarta: BPPT, 2012)
adalah akibat upaya manusia yaitu manusia yang terus menerus
menggunakan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti batu bara,
minyak bumi dan gas bumi.
Secara teoritis, maka pemanasan Global adalah indikasi naiknya
suhu muka bumi secara global (meluas dalam radius ribuan kilometer)
terhadap normal/rata-rata catatan pada kurun waktu standard (ukuran
Badan Meteorologi Dunia/WMO: minimal 30 tahun). Perubahan Iklim
Global adalah perubahan unsur-unsur iklim (suhu, tekanan, kelembaban,
hujan, angin, dan lainnya) secara global terhadap normalnya. Sementara,
penjelasan mengenai iklim adalah rata-rata kondisi fisis udara(cuaca) pada
kurun waktu tertentu (harian, mingguan, bulanan, musiman dan tahunan
yang diperlihatkan dari ukuran catatan unsur-unsurnya (suhu, tekanan,
kelembaban, hujan, angin, dan lainnya).8
Kita sudah mengetahui sebagian dari akibat pemanasan global ini -
yaitu mencairnya tudung es di kutub, meningkatnya suhu lautan,
kekeringan yang berkepanjangan, penyebaran wabah penyakit berbahaya,
banjir besar-besaran, coral bleaching dan gelombang badai besar. Kita juga
telah mengetahui siapa yang akan terkena dampak paling besar - Negara
pesisir pantai, Negara kepulauan, dan daerah Negara yang kurang
berkembang seperti Asia Tenggara.9
Selama bertahun-tahun kita telah terus menerus melepaskan
karbondioksida ke atmosfir dengan menggunakan bahan bakar yang
berasal dari fosil seperti batubara, gas bumi dan minyak bumi. Hal ini
telah menyebabkan meningkatnya selimut alami dunia, yang menuju
kearah meningkatnya suhu iklim dunia, dan perubahan iklim yang tidak
dapat diprediksi juga mematikan.
Sebenarnya secara teoritis sudah terdapat upaya guna
mengantisipasi dampak yang makin memburuk akibat perubahan iklim, di
8 Paulus Agus Winarso, Pemanasan/Perubahan Iklim Global dan Dampaknya Di
Indonesia, (Sains Dasar Badan Meteorologi dan Geofisika, 2012) 9 http://www.greenpeace.org/seasia/id/campaigns/perubahan-iklim-global/ diakses pada 20
September 2012 pukul 21.00 WIB
mana Sebagai contoh misalnya, sebuah organisasi global berskala
internasional, Greenpeace memusatkan perhatian kepada mempengaruhi
kedua pihak yaitu masyarakat dan para pemegang keputusan atas bahaya
dibalik penambangan dan penggunaan bahan bakar yang berasal dari fosil.
Sebagai organisasi regional, Greenpeace Asia Tenggara memusatkan
perhatian sebagai saksi langsung atas akibat dari perubahan iklim global,
dan meningkatkan kesadaran publik tentang masalah yang sedang
berlangsung. Greenpeace SEA juga berusaha mengupayakan perubahan
kebijakan penggunaan energi di Asia Tenggara di masa depan - yaitu
beranjak dari ketergantungan penggunaan bahan bakar fosil kearah
sumber-sumber energi yang terbarukan, bersih dan berkelanjutan.10
Fenomena pemanasan global yang mengakibatkan perubahan iklim
berdampak terjadinya perubahan sosial atau kependudukan dan budaya.
Berbagai kajian sosial menemukan bahwa pola hubungan sosial berkaitan
sangat erat dengan pola iklim. Hasil kajian IPCC (2007) menunjukkan
bahwa sejak tahun 1850 tercatat adanya 12 tahun terpanas berdasarkan
data temperatur permukaan global. Sebelas dari duabealas tahun terpanas
tersebut terjadi dalam waktu 12 tahun terakhir ini. Kenaikan temperatur
total dari tahun 1850-1899 sampai dengan tahun 2001-2005 adalah 0,76Ëš.
Permukaan air laut rata-rata global telah meningkat dengan laju rata-rata
1.8 mm per-tahun dalam rentang waktu antara lain antara tahun 1961-
2003. Kenaikan total permukaan air laut yang berhasil dicatat pada abad
ke-20 diperkirakan 0,17 m.11
Laporan IPCC juga menyatakan bahwa
kegiatan manusia ikut berperan dalam pemanasan global sejak
pertengahan abad ke-20. Pemanasan global akan terus meningkat dengan
percepatan yang lebih tinggi pada abad ke-21 apabila tidak ada upaya
menanggulanginya.
Karenanya berdasarkan uraian teoritis di atas, maka disadari bahwa
perubahan iklim yang cepat akibat. Pemanasan global mengakibatkan
10 Greenpeace, Ibid, 2012 11 Intergovermental Panelon ClimateChange, Living With Climate Change. (Journal IPCC
2012)
perubahan iklim dan kenaikan frekwensi maupun intensitas kejadian cuaca
ekstrim dan akan mengganggu jalanya proses transportasi terutama dalam
penulisan ini difokuskan pada penerbangan.
C. Kerangka Berpikir
Seiring dengan penggunaan teknologi yang dikhususkan atas hasil
suatu inovasi dalam penerbangan, maka suatu negara dituntut untuk melek
teknologi (basis ICT) serta menyelasaikan masalah-masalah dalam
perubahan iklim. Dengan perkembangan teknologi nantinya akan
menghasilka suatu inovasi yang tepat guna bagi penerbangan dan akan
menyelesaikan masalah dalam penerbangan, secara spesifik masalah
menghadapi perubahan iklim. Adapun bentuk kerangka berpikir tersebut
secara sederhana adalah sebagai berikut.
Skema Kerangka Berpikir
Penggunaan teknologi
(basis ICT)
Perumusan Suatu
Inovasi teknologi
Analisa masalah
penerbangan dan cuaca
Perbandingan dengan
kondisi negara lain
Upaya penyelesaian
permasalahan perubahan iklim
Intervensi untuk
pemerintah
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Pada dasarnya sebuah penelitian adalah pencarian jawaban dari
pertanyaan yang ingin diketahui jawabannya oleh peneliti. Dalam
melakukan penelitian, berbagai macam metode digunakan seiring dengan
rancangan penelitian yang ingin digunakan. Metode merupakan tata cara
bagaimana suatu penelitian dilaksanakan. Metode penelitian merupakan
penjelasan secara teknis mengenai metode-metode yang digunakan dalam
suatu penelitian. Dengan demikian, metode penelitian membahas
mengenai keseluruhan cara suatu penelitian dilakukan di dalam penelitian,
yang mencakup prosedur dan teknik-teknik yang dilakukan di dalam
penelitian, seperti tipe penelitian, pendekatan penelitian dan metode
pengumpulan data yang dilakukan.
Dalam penelitian yang dilakukan ini penulis menggunakan
penelitian menurut tingkat eksplanasi atau tingkat penjelasan, yaitu
bagaimana variabel yang diteliti akan menjelaskan obyek yang diteliti
melalui data yang terkumpul melalui telaah pustaka, sedangkan dalam
penulisan makalah ini penulis menggunakan metode deskriptif.
Pengertian metode deskriptif yang dikemukakan oleh Sugiyono12
“Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status
sekelompok manusia, atau suatu obyek dari kondisi dan suatu
sistem pemikiran atau peristiwa pada masa sekarang”
Dan Moh. Nazir13
“Metode deskriptif adalah metode penelitian untuk membuat
gambaran mengenai situasi atau keadaan, sehingga metode ini
berkehendak mengadakan akumulasi data dasar belaka”
12 Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, (Bandung: Alfabeta, 2012), hal. 6. 13 Nazir, Moh. Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009), hal. 64.
Tujuan dari metode deskriptif adalah membuat deskripsi, gambaran
atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta,
sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Selain itu penelitian
ini bertujuan untuk menguraikan secara terperinci mengenai objek yang
sedang diteliti, tanpa melakukan hipotesa.
Berdasarkan permasalahan dan tujuan, maka penulisan ini
termasuk ke dalam jenis penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah
suatu penelitian yang berusaha menggambarkan atau menjelaskan
secermat mungkin mengenai suatu hal dari data yang ada. Dengan
menggunakan metode deskriptif, maka penulis dapat menggambarkan dan
menganalisa pelaksanaan penggunaan teknologi untuk menyikapi
perubahan iklim yang terjadi dalam konteks penerbangan.
B. Objek Penelitian
Adapun yang menjadi objek penelitian ini adalah dibatasi pada
penggunaan teknologi yang sudah terimplementasi baik di Indonesia
mapun luar dalam penerbangan guna antisipasi perubahan iklim dan cuaca
yang cepat.
C. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis melakukan kegiatan
pengumpulan data dan informasi yang berkaitan dengan perusahaan
maupun materi pembahasan. Metode pengumpulan data yang digunakan
oleh penulis dangan penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan tahap
awal dan merupakan alat pengumpulan data sekunder. Data sekunder
adalah data yang diperoleh dengan cara mengumpulka serta mempelajari
teori dan literatur serta fakta yang berhubungan dengan penulisan skripsi
ini sebagai bahan landasan yang ada sehingga dapat diambil kesimpulan
terhadap masalah yang diteliti.14
Penelitian dilakukan dengan memperlajari dan menelaah pendapat
yang bersifat teoritis melalui buku-buku literatur, majalah dan hasil
penelitian yang dilakukanj para ahli untuk dijadikan landasan teoritis dan
membahas kenyataan yang ditemui dalam penelitian lapangan, dokumen
perusahaan dalam bentuk laporan keuangan dan dokumen lainnya
perusahaan untuk memperoleh data yang mendukung dan dapat dipercaya.
D. Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis kualitatif yaitu merupakan analisis yang bersifat deskriptif yang
bertujuan menggambarkan dan menyajikan fakta secara sistematik
sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan (merupakan
penjelasan dari perhitungan angka-angka yang telah dilakukan).15
Tidak semua temuan yang diperoleh di lapangan dan literatur yang
secara makro berhubungan dengan tema penelitian digambarkan dalam
hasil penelitian ini. Hanya data yang memberikan gambaran maupun
analisis yang sesuai yang akan digunakan pada penelitian ini untuk
mengetahui sejauh mana peran teknologi dengan inovasinya dalam
menghadapi perubahan iklim di bidang penerbangan.
14 Sugiyono, op.cit, 2012 15 Moh. Nazir, Op.cit, 2012
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
A. Pemanfaatan Teknologi Untuk Menghasilkan Suatu Inovasi
Dalam Menghadapi Perubahan Iklim
Di negara-negara dengan lintang yang tinggi, cuaca amat penting
sebab berkaitan dengan nyawa. Kita sebagai manusia perlu memanage
dengan baik sistim cuaca, informasi yang berkaitan dengan cuaca
penting, karena manusia tergantung padanya. Dalam penerbangan
guna menghadapi perubahan cuaca yang begitu cepat, maka
penggunaan alat-alat penerbangan guna mengendalikan suatu pesawat
adalah hal mutlak yang harus diperhatikan. Mutasi-mutasi atas
perubahan teknologi secara cepat harus dikembangkan agar terjadi
suatu sistem deteksi yang cepat dan tepat.
Salah satu upaya guna membantu pengamatan cuaca adalah dengan
telah ditempatkan personil di sejumlah lokasi Pos Pengamatan
Meteorologi (Posmet), di beberapa titik yang dianggap memiliki
perubahan cuaca cukup cepat. Hasil pengamatan cuaca dan potensi
awan hujan setiap jam dalam satu harinya dilaporkan setiap saat oleh
petugas di Posmet ke Tim Pelaksana di Posko TMC, untuk dianalisis
dan dijadikan sebagai masukan guna menentukan strategi pelaksanaan
penyemaian awan setiap harinya.16
Secara teknis, penggunaan alat-alat pada penerbangan memiliki
dasar yang kuat untuk menghadapi perubahan iklim yang terjadi di
ruang udara. Kesemuanya berkaitan dengan kemajuan teknologi dan
kinerja dari sumber daya manusia yang akan menjadi control dalam
penerbangan tersebut. Pilot manusia dapat dilatih untuk dapat
16 Badan Pengkajian dan Peneapan Teknologi. Teknologi Modifikasi Cuaca Tanggulangi
Bencana. 2012
mengendalikan pesawat dalam berbagai macam kondisi, tetapi dengan
semakin bertambah rumit dan kompleksnya penerbangan dan sistem
kokpit, dibutuhkan autopilot untuk membantu kerja penerbang. Pilot
manusia belajar dan dilatih untuk mengendalikan pesawat dalam
kondisi-kondisi abnormal ini, namun untuk mengurangi human error
dan mengurangi beban kerja penerbang, para insinyur dan peneliti
terus mempelajari bagaimanakah merancang autopilot yang dapat
membantu pesawat tersebut untuk terbang sebaik mungkin pada
kondisi abnormal tersebut.
Setiap pesawat memiliki karakteristik yang berbeda-beda
tergantung dari geometri dan rancangan dari pesawat tersebut. Ada
pesawat yang mudah dikendalikan karena sangat stabil, namun ada
pula yang lebih "liar" namun gampang ber-manuever. Respon pesawat
yang berbeda-beda ini bervariasi tergantung dari kecepatan, berat,
ketinggian, kondisi atmosfir, dll. Hal ini menyebabkan bahkan untuk
satu pesawat yang sama, sangat sulit untuk merancang suatu controller
yang dapat memberikan respon yang identik untuk berbagai kondisi
penerbangan.
Untuk pemodelan atmosfer telah difahaminya dan teridentifikasi
pola pergeseran curah hujan dan iklim ekstrem, serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya seperti monsun, ITCZ, MJO, ENSO, dan DMI
sehingga mampu melakukan prakiraan pergeseran awal musim dan
iklim ekstrem. Dengan kemampuan itu peneliti LAPAN bisa menjadi
mitra kerja yang andal bagi BMKG dan menjadi nara rumber yang
kompeten bagi publik dan instansi terkait dengan informasi rinci
berbasis sains atmosfer yang didukung dengan model dan data memadai
dan terpercaya. Dengan dukungan hardware dan software yang
direalisasikan pada tahun 2012 ini, LAPAN dapat memetakan kondisi
curah hujan ekstrem Indonesia berdasarkan kriteria POT (Peak Over
Threshold), melakukan prediksi onset monsun Indo-Australia dengan
simulasi model pergerakan ITCZ, prediksi curah hujan Indonesia skala
~25 km dengan skala temporal bulanan, serta mampu memberikan
layanan informasi potensi longsor/banjir dengan proyek SADEWA
(Satellite based Disaster Early Warning) kepada instansi terkait17
.
Suatu permodelan akan pemanfaatan teknologi, adalah
permodelan dengan pemahaman komposisi atmosfer terus dimantapkan
terkait dengan pemantauan lapisan ozon yang menjadi perhatian
internasional, pemantauan aerosol yang terkait dengan transparansi
atmosfer dan dampak letusan gunung api, pemantauan GRK yang
terkait pemanasan global, dan komposisi kimia atmosfer lainnya baik
dengan data satelit maupun dengan pengukuran landas bumi. Masalah
hujan asam di kota-kota besar juga terus dikaji terkait masalah-masalah
dampak lingkungan yang cenderung semakin meningkat. Pemantauan
dan litbang kualitas udara di berbagai kota mengukur tingkat polusi
udara (ISPU = Indeks Standar Pencemar Udara) dilakukan dengan
sistem bergerak pemantau kualitas udara (Mobile AQMS - Air Quality
Monitoring System). Parameter polusi yang diukur adalah CO, NO-
NO2-NOx, SO-SO2, O3, dan PM (Particulate Matter) berukuran 10
mikron, adakalanya ditambahkan juga HC (hidrokarbon). Analisis
kandungan logam-logam berat berbahaya di atmosfer yang menjadi
perhatian publik, misalnya Zn, kobalt, dan timbal (Pb) sudah bisa
dilakukan dengan Atomic Absorption. Spectrophotometer Dengan
kepakarannya, para peneliti LAPAN memberikan bimbingan teknis
kepada instansi-instansi terkait di daerah dan pusat dalam pemantauan
kualitas udara dan hujan asam. LAPAN menjadi mitra strategis
Kementerian Lingkungan Hidup terkait dengan pemantauan ozon dan
kualitas udara18
.
Kemampuan teknologi pengamatan atmosfer terus diperkuat
dengan terbangunnya sistem transfer data atmosfer satelit Tera-Aqua
secara real time dan terintegrasi dari Pare-pare dan Rumpin ke sistem
17 Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional, Perubahan Iklim dan Peran LAPAN.
2012 18 Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional, Ibid, 2012
basis data Atmosfer di Bandung. Sistem ini akan melengkapi sistem
basis data berbasis yang sudah ada dengan MTSAT dan satelit NOAA.
Sistem basis data atmosfer juga terintegrasi dengan pengamatan radar-
radar atmosfer di Kototabang. Juga diperolehnya metoda pengolahan
data satelit untuk memperoleh beberapa parameter atmosfer-laut dan
untuk menghasilkan profil uap air atmosfer dari satelit okultasi.
Beberapa perangkat pendukung pemantau atmosfer berhasil
dikembangkan, antara lain pengukur profil atmosfer berbasis GPS
receiver dan teknologi lidar pemantau kekeruhan atmosfer. Perangkat
untuk mendukung layanan publik juga dikembangkan, antara lain untuk
informasi online parameter atmosfer di media center (selanjutnya ke
situs web) dan alternatif layanan informasi awan via handphone. Sistem
radar bergerak pemantau atmosfer juga dikembangkan untuk operasi-
operasi khusus, antara lain untuk mendukung peluncuran roket.
Kesemuanya ini akan menjadi suatu olahan data yang
dikembangkan oleh pemerintah dalam pusat pemantau atmosfer yang
mampu untuk membangun basis data (database) untuk mengelola data
dari berbaqai satelit pengamat atmosfer, membangun kompetensi dan
kapasitas untuk mengembangkan model atmosfer terkait gas rumah
kaca, polusi udara, dan aerosol di Indonesia, serta mengembangkan
model variabilitas iklim dan model iklim ekstrim dengan
memanfaatkan utamanya data satelit dan data radar atmosfer. Pusat ini
sudah menjadi pusat informasi tentang aspek ilmiah dari perubahan
iklim. Informasi dari pusat ini menjadi bahan kebijakan dalam
penanganan perubahan iklim. Dengan teknik asimilasi data yang tepat
LAPAN dapat memprediksi curah hujan dan iklim ekstrem dengan
resolusi spasial kurang dari 7 km dan dapat memberikan dukungan
kepada BMKG untuk melakukan perkiraan kondisi atmosfer jangka
pendek 1 sampai 3 hari ke depan (forceasting).19
19
Mujiasih Subekti, Pemanfaatan Data Mining Untuk Prakiraan Cuaca. (Jurnal
Meteorologi dan Geofisika. Volume 12 Nomor 2 September 2011)
Pencapaian suatu strategi teknologi atas perubahan cuaca yang
cepat dan telah dilaksanakan, adalah pembangunan sistem pengamatan
cuaca antariksa terpadu atau integrated space weather observation
system sudah dilaksanakan dan terus disempurnakan. Jaringan transfer
data berbasis VPN dari stasiun-stasiun pengamat diperkuat dan
diperluas untuk semua stasiun (7 stasiun), khususnya untuk data
ionosfer dan beberapa data lainnya yang telah siap. Sistem informasi
cuaca antariksa diwujudkan dengan akses data online. Jaringan lokal
(LAN) dan jaringan internet yang menjadi sarana sangat penting
pendukung litbang dan layanan informasi terjaga penuh 24 jam sehari
7 hari seminggu. Hal ini telah dilakukan oleh LAPAN dan BMKG
dengan dukungan kebijakan dari pemerintah.
Salah satu kontribusi instansi lain, adalah dengan instansi
BMKG yang saat ini memiliki sekitar 10 stasiun meteorologi maritim
dan 3 (tiga) stasiun yang diperbantukan untuk memberikan pelayanan
meteorologi maritim. Sebagian besar stasiun tersebut melakukan
pengamatan sinoptik dan sebagian diantaranya memberikan pelayanan
analisa dan prakiraan cuaca maritim. Data pengamatan ini sangat
penting untuk melihat karakteristik cuaca setempat dan pembuatan
informasi prakiraan beberapa hari ke depan.
Sementara itu dalam proses pembuatan informasi prakiraan
cuaca, terdapat beberapa kendala. Pertama, sulitnya membuat
informasi prakiraan karena melibatkan banyak sumber data seperti data
pengamatan, data model aplikasi cuaca, data gambar kondisi awan dari
satelit, data kondisi awan dari radar. Kedua, prakiraan cuaca maritim
umumnya mengandalkan kemampuan dari prakirawan, sehingga
intepretasi yang dihasilkan bisa berbeda antar prakirawan satu dengan
yang lain karena bergantung dari pengalaman masing-masing.
Perbedaan interpretasi dapat membingungkan pengguna yang pada
akhirnya berpeluang menurunkan kualitas informasi yang
disampaikan.
B. Komparasi Penggunaan Teknologi Dalam Menghasilkan Inovasi
Pada Navigasi Penerbangan Suatu Negara
Negara dengan kondisi geografis yang berbeda akan memiliki
posisi keadaan iklim yang berbeda pula, karenanya dibutuhkan suatu
sikap akan pentingnya info cuaca, sehingga hal ini juga berkaitan erat
dengan penerbangan, pembangunan. Suatu bentuk pendeteksian cuaca,
akan diharapkan melalui upaya akan berkesinambungan gna
perkembangan teknologi serta pentingnya ilmu metereologi itu
Suatu bentuk perbandingan dalam penerbangan guna menghadapi
perubahan cuaca yang memanfaatkan cuaca adalah dengan
memperhatikan secara khusus pada bidang pernavigasian. Dalam
bidang navigasi, ada dua bagian besar metode navigasi: dead
reckoning dan position fixing. Dead reckoning adalah cara yang paling
sederhana untuk bernavigasi. Dengan mengetahui arah gerak kita
(misalnya dengan kompas), kecepatan kita (misalnya dengan
speedometer) dan waktu tempuh (misalnya dengan stopwatch), kita
bisa mengetahui seberapa jauh kita telah berpindah. Tentunya dengan
mengetahui di mana kita berada waktu kita mulai perjalanan tersebut
(misalnya kita tahu bahwa kita mulai dari rumah), kita bisa melihat di
peta di manakah kita setelah sekian lama bergerak. Ini adalah prinsip
utama dari dead reckoning navigation.20
Dalam penerbangan, model dead reckoning yang dilakukan di
Indonesia cenderung pada penggunaan yang dapat dilakukan dengan
manual dengan mengetahui airspeed dan wind information serta arah
pergerakan kita. Namun, di beberapa negara berkembang, seperti
China, Singapura telah mengebangkan piranti yang dapat dilakukan
dengan bantuan sensor yang dikenal dengan nama Inertial sensor:
20
http://ilmuterbang.com/artikel-mainmenu-29/teknologi-penerbangan-mainmenu-50/46-
teknik-penerbangan/482-guidance-navigation-and-control diakses pada 20 September
2012 pukul 21.45 WIB
accelerometer dan gyroscope. Accelerometer adalah sensor akselerasi
dan gyroscope adalah sensor rotasi pesawat. Dengan menggabungkan
kedua jenis sensor ini, pesawat memiliki yang dikenal sebagai Inertial
Measurement Unit (IMU) untuk melakukan dead reckoning.
Dilengkapi dengan sebuah komputer, pesawat dengan Inertial
Navigation System (INS) ini dapat menghitung posisi mereka setelah
bernavigasi selama sekian lama.
Metode lain untuk melakukan navigasi adalah dengan
menggunakan metode yang dikenal dengan istilah position fixing.
Dengan menggunakan peta dengan mengetahui bearing ataupun jarak
dari beberapa landmark yang dapat diidentifikasi di peta, kita bisa
menentukan lokasi kita. Perbedaan utama dari metode ini adalah jika
bernavigasi menggunakan metode ini, perlu ada alat bantu yang ada di
luar sensor yang ada di dalam pesawat. Contoh alat-alat bantu ini
adalah Very-high Frequency Omnidirectional Range (VOR), Distance
Measuring Equipment (DME), Non-Directional Beacon (NDB), LOng
RANge Navigation (LORAN), dan Global Positioning System (GPS).
21Kalau empat sensor yang pertama disebutkan di atas adalah
terrestrial (ada di muka bumi), yang terakhir dikenal dengan sebutan
Global Navigation Satellite System (GNSS). GPS adalah GNSS milik
Amerika. Beberapa GNSS milik negara lain adalah GLONAS(Rusia)
dan Galileo (Uni Eropa). Ini mengidentifikasikan bahwa Indonesia
sudah saatnya memanfaatkan dan menghasilkan terobosan serupa demi
kemajuan dan tidak menggantungkan penggunaan GPS dan GNSS
milik negara lain. Hal ini, juga memicu negara-negara lain untuk
segera berlomba melakukan inovasi.
Navigasi sebenarnya adalah bidang yang cukup "straight-forward",
jelas, karena metode di dalam bidang ini sudah lumayan
"mature"/dewasa. Permasalahan utama yang terus menjadi bahan
pemikiran dan penelitan banyak orang adalah dikarenakan tidak ada
sensor yang sempurna. Setiap sensor memiliki karakteristik
error/kesalahan masing-masing. Contohnya pada dead-reckoning
system adalah error terakumulasi seiring dengan berjalannya waktu.
Namun dead-reckoning system sendiri memiliki keunggulan bahwa
system ini tidak tergantung dengan sensor di luar system ini (misalnya
sinyal satelit GPS). Metode position fixing tidak memiliki karakteristik
21 Situs Ilmuterbang, Ibid, 2012
error yang tergantung dengan waktu, namun sinyalnya tidak selalu ada
karena system ini membutuhkan anda dalam jangkauan line-of-sight
sinyal radio mereka. Bagaimana menggabungkan berbagai macam
keunggulan dan kelemahan masing-masing system inilah yang terus
mengisi perkembangan di komunitas navigasi. Nantinya suatu konsep
navigasi yang baik akan berperan aktif dalam pendeteksian keadaan
suatu benda atas cuaca yang terjadi di sekitar lokasi tersebut.
Dalam menghadapi perubahan iklim, beberaa upaya yang
memanfaatkan teknologi adalah dengan merubah secara morfologis
dari bentuk badan dan sistem pada pesawat. Teknologi
penerbangan/pesawat udara telah berkembang dengan sangat cepat
mengarah kepada Radar cross section/ RCS reductions (memperkecil
penampang pantul pada badan pesawat) dengan fokus tiga hal
yaitu airfoil, material dan avionics dalam rangka mengurangi
kemungkinan dideteksi oleh Radar pertahanan udara.
Pertama adalah melaksanakan pengembangan airfoil (bentuk
pesawat). Pesawat dibentuk lengkung dan prisma sedemikian rupa,
untuk mengurangi pantulan gelombang elektromagnit yang
dipantulkan oleh badan pesawat. Perkembangan kedua adalah material
pesawat, material pesawat dibuat agar gelombang elektromagnit yang
dipancarkan Radar tidak secara sempurna dipantulkan oleh badan
pesawat, dengan mengembangkan cat dan material badan pesawat
yang dapat mengurangi pantulan gelombang elektromagnit. Ketiga
adalah dengan mengembangkan peralatan avionics (instrument/
peralatan elektronik) pesawat dalam bentuk peralatan pengganggu
Radar (jammer).
Negara-negara maju telah melakukan riset untuk mengembangkan
teknologi penerbangan/pesawat terbang dengan melakukan Radar
cross section (RCS) reductions yang disebut Stealth Technology.
Karena hasil deteksi Radar menjadi kurang memuaskan, dengan
berkembangnya teknologi stealth dan bahkan sangat-sangat sulit
mendeteksi UAV, maka dikembangkan peralatan sensor pasif (passive
sensor) atau sebagian orang menyebut Radar Pasif yaitu suatu
peralatan penerima (receiver) dari semua frekuensi yang dipancarkan
oleh pesawat/UAV, antara lain komunikasi HF/VHF/UHF,
Radaraltimeter (ketinggian), Radar cuaca dan Radar deteksi, peralatan
navigasi (TACAN, DME), IFF (identification friend or foe), berbagai
komunikasi data dan kontrol, semua gelombang elektromagnit yang
dipantulkan oleh badan pesawat dan peralatan lain di pesawat/UAV
yang memancarkan gelombang elektromagnit, bahkan beberapa
literatur menyatakan bahwa sensor pasif mampu mendeteksi hasil
interferensi engine dan exhaust pesawat yang telah tersimpan polanya
dalam data base. Sensor pasif tersebut merupakan suatu solusi untuk
membangun sistem deteksi yang handal dalam pertahanan udara, guna
mendeteksi pesawat berteknologi Stealth dan UAV. Namun, hal ini
adalah hasil pengembangan negara lain, dan belum teraplikasi untuk
penerbangan yang terdapat di Indonesia.
Salah satu pencapaian atas perkembangan teknolgi yang telah
dilakukan di Indonesia serta negara-negara lain yang bisa
dikomparasikan adalah dengan penggunaan data mining. Kajian
mengenai data mining untuk prakiraan cuaca telah banyak di lakukan.
Pemilihan teknik Data mining atau sering disebut sebagai knowledge
discovery in database (KDD) adalah kegiatan yang meliputi
pengumpulan, pemakaian data historis untuk menemukan keteraturan,
pola atau hubungan dalam data berukuran besar. Keluaran data mining
ini bisa dipakai untuk membantu pengambilan keputusan di masa
depan. Data mining menggunakan Association Rule dengan algoritma
Apriori menunjukkan hasil yang lebih baik dalam hal kebenaran,
proses komputasi, dan terminasi. Metode data mining lainnya yakni
Random Forest memiliki kemampuan memprediksi turbulensi dan
formasi tornado di wilayah benua Amerika dan kejadian badai dalam
satu jam pertama di setiap piksel data.
Saat ini banyak sekali data mining tool dikembangkan oleh
lembaga riset, universitas atau perusahaan yang bergerak di bidang
teknologi informasi. Pada penelitian ini penulis menggunakan
perangkat lunak Orange Ailab sebagai tool data mining13). Orange
Ailab adalah perangkat lunak open source yang memungkinkan
pengguna yang tidak memahami sedikitpun tentang pemrograman
dapat melakukan visualisasi dan analisis data. Fitur-fitur yang dimiliki
diantaranya scatterplots, bar charts, trees, dendrograms, networks dan
heatmaps.
C. Rumusan Intervensi Kepada Pemerintah Dalam Menciptakan
Suatu Peran Berbasis Teknologi Guna Kemajuan Kedirgantaraan
Dan Dalam Menghadapi Perubahan Iklim.
Di Indonesia sendiri upaya perubahan cuaca juga dikembangkan.
Penulis mengambil contoh terhadap salah satu lembaga yang akan
bertugas menangani kedirgantaraan dan akan memberikan suatu
terobosan upaya pengembangan atas inovasi deteksi perubahan cuaca,
adalah LAPAN adalah Lembaga Pemerintah non-Kementerian yang
diberi tugas di bidang kedirgantaraan. LAPAN harus mampu
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kedirgantaraan dan
membina berbagai instansi baik instansi pemerintah maupun instansi
swasta sehingga negara Indonesia mampu mengambil manfaat sebesar-
besarnya dari pengelolaan berbagai sumberdaya dirgantara dan dapat
melakukan deteksi secara dini, melakukan langkah-langkah mitigasi,
dan beradaptasi terhadap berbagai fenomena dirgantara yang
mempunyai potensi bencana dan merugikan negara. Dalam
pelaksanaan tugasnya ini, LAPAN harus mampu menggalang
kerjasama international sehingga negara RI dapat berpartisipasi aktif
dalam setiap pengelolaan dirgantara.22
22 Mujiasih. Op.cit, 2011
Dalam menghadapi perubahan cuaca yang begitu cepat, maka
terdapat titik yang akan dikembangkan sebagai empat kegiatan utama
yaitu pengembangan teknologi kedirgantaraan yang difokuskan pada
empat pilar berikut:
1. Pengembangan satelit beserta berbagai komponennya di ruas bumi
dan antariksa, pengembangan roket peluncur satelit, spin off ilmu
dan teknologi peroketan untuk kegiatan pertahanan dan keamanan,
serta pengembangan teknologi pesawat terbang yang mampu
berperan mengisi konektivitas antar daerah di Nusantara serta
berbagai pesawat untuk kepentingan trasportasi, pertahanan, olah
raga, pengembangan ilmu pengetahuan, serta survey dan pemetaan.
2. Pengembangan kemampuan nasional dalam pemanfaatan teknologi
penginderaan jauh untuk pemantauan bumi dan pemantauan
atmosfer.
3. Pengembangan kemampuan nasional dalam memantau dinamika
yang terjadi di antariksa dengan fokus pada pemantauan aktivitas
matahari dan dampaknya terhadap kegiatan telekomunikasi,
navigasi, dan berbagai kegiatan lainnya di bumi serta pemantauan
benda jatuh antariksa.
4. Penyusunan kebijakan untuk pengelolaan sumberdaya dirgantara
dan memperkuat kegiatan nasional dan kerjasama internasional
dalam bidang kedirgantaraan.
Dalam rangka mengatasi dampak perubahan iklim, Pemerintah
akan lebih menekankan dan mengintegrasikan kebijakan program
untuk perubahan iklim ke dalam sistem perencanaan pembangunan
perencanaan pembangunan nasional dan kebijakan keuangan Negara,
serta memobilisasi sumber pendanaan terutama dari hibah luar negeri.
Untuk menyatukan dan meningkatkan efektifitas dukungan yang akan
disampaikan oleh mitra kerjasama pembangunan pemerintah, perlu
dikembangkan mekanisme pendanaan untuk perubahan iklim yang
secara efektif dapat memberikan dukungan terhadap program yang
dilaksanakan oleh Pemerintah. Struktur mekanisme pendanaan dari
dukungan mitra kerjasama pembangunan dari luar negeri tersebut akan
sepenuhnya dipimpin oleh Pemerintah Indonesia dan mengikuti
program-program perubahan iklim yang disusun oleh Indonesia.
Dalam kaitan itu, Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan
beberapa mitra (bilateral dan multilateral) akan membentuk
mekanisme pendanaan yang dikelola secara terpadu sebagai salah satu
alternatif mekanisme pendanaan dalam mendukung program
perubahan iklim di Indonesia. Mekanisme ini telah dibicarakan dengan
beberapa mitra kerjasama pembangunan Indonesia, diantaranya
Belanda, Norwegia, EU, dan Bank Dunia untuk mendukung program
kebijakan perubahan iklim di Indonesia. Pemerintah akan mengundang
mitra kerjasama pembangunan lainnya juga untuk berpartisipasi dalam
mendukung program perubahan iklim di Indonesia.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Dalam penerapan langkah mitigasi dan adaptasi sangat mutlak
diperlukan landasan pengetahuan tentang iklim bumi secara menyeluruh
dan mendasar, disarankan pembelajaran (state of the art) iklim dan
lingkungan dalam pengelolaan dampak pemanasan dan perubahan iklim
global pada kegiatan transportasi di Indonesia.
Perkembangan teknologi penerbangan/ pesawat memaksa untuk
mendesain ulang (gelar dan komposisi serta jenis) sistem deteksi pesawat
dalam pertahanan udara sesuai dengan arah perkembangan teknologi
penerbangan. Suatu bentuk implementasi guna menghadapi perubahan
iklim bagi penerbangan Indonesia harus mengalami benturan dengan
keterbatasan anggaran dan memaksa untuk berinovasi dengan standar yang
belum dapat berasaing dengan negara-negara lain. Karenanya, agar dalam
membangun sistem deteksi pertahanan udara dalam hal deteksi atas
perubahan iklim, maka suatu regulasi kebijakan dari pemerintah harus
dapat turut berperan aktif, dan dapat tetap handal, namun dengan anggaran
yang tidak terlalu besar. Penggunaan sistem deteksi Radar dan sensor
pasif secara sinergi dapat menekan anggaran, namun sistem deteksi tetap
handal dan memiliki kemampuan untuk mendeteksi perubahan iklim
adalah sangat dibutuhkan.
B. Saran
Kajian terhadap apa yang ada, mengungkapkan harus dilakukan
terus menerus seiring dengan perkembangan teknologi. Diperlukan suatu
komitmen yang tinggi bagi semua pihak untuk dapat melaksanakan alih
teknologi, guna membangun sistem pertahanan atas perubahan iklim bagi
penerbangan suatu negara secara lebih mandiri.
Salah satu bentuk upaya yang bisa menjadi rekomendasi adalah
peran serta Forum Ilmiah Perubahan Iklim yang dibentuk pemerintah pada
Juni 2012 yang juga dipastikan akan melibatkan seluruh pemangku
kepentingan dan peran Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan
peneliti-peneliti lain di perguruan tinggi sangat luar biasa guna membahas
permasalahan perubahan iklim. Hal ini diharapkan menghasilkan
rekomendasi dan dasar ilmiah kuat bagi Indonesia untuk bernegosiasi di
kancah internasional.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. 2012. Iptek Menjadi Faktor Penting
Dalam Mitigasi Perubahan Iklim dan Bencana Alam,. Jakarta: BPPT.
Badan Pengkajian dan Peneapan Teknologi. 2012 Teknologi Modifikasi Cuaca
Tanggulangi Bencana. Jakarta: BPPT.
Huang, Jing-Lin, Fang-Chen Kao, Justine Chang and Shang-Ping Lin. 2012 Why
Can Technology Continue To Be Innovated?, (Amerika: The
International Journal Of Organizational Innovation: Volume 4 Number 3.
Intergovermental Panelon Climate Change. 2012. Living With Climate Change.
Journal of IPCC.
Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional. 2012. Perubahan Iklim dan
Peran LAPAN.
Miarso, Yusufhadi. 2012. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta:
Penerbit Kencana.
Nazir, Moh. Metode Penelitian. 2012. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Subekti, Mujiasih. 2011 Pemanfaatan Data Mining Untuk Prakiraan Cuaca.
Jurnal Meteorologi dan Geofisika. Volume 12 Nomor 2 September 2011.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kombinasi. Bandung: Alfabeta.
Supangat, Agus dkk. 2011. Memahami dan Mengantisipasi Dampak perubahan
Iklim Pada Pesisir dan Laut di Indonesia bagian Timur. (Jakarta: Jurnal
Meteorologi dan Geofisika,Volume 12 Nomor 1 Mei.
Winarso, Paulus Agus. 2012. Pemanasan/Perubahan Iklim Global dan
Dampaknya Di Indonesia. Sains Dasar Badan Meteorologi dan
Geofisika.
http://www.greenpeace.org/seasia/id/campaigns/perubahan-iklim-global/ diakses
pada 20 September 2012 pukul 21.00 WIB
http://www.ilmuterbang.com/artikel-mainmenu-29/teknologi-penerbangan-
mainmenu-50/46-teknik-penerbangan/482-guidance-navigation-and-
control diakses pada 20 September 2012 pukul 21.45 WIB