Upload
dhevhy-christh
View
18
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Kelompok 2:Wahyu Puspasari (121510501006)Tatik Winarsih (121510501009)Devi Anggun C (121510501010)Jeni Widya R (121510501018)Devy Cristiana (121510501020)Aulya Arta E (121510501021)
KAJIAN POLA TANAM TUMPANGSARI PADI GOGO (Oryza sativa L.) DENGAN
JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt L.)
PENDAHULUAN
Padi merupakan tanaman yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Penduduk Indonesia lebih
dari 90 % adalah mengkonsumsi beras. Konsumsi beras perkapita penduduk Indonesia adalah
sebesar 139.15 kg/kapita/tahun-, besarnya konsumsi beras dalam negeri menyebabkan pemerintah
mengimpor beras sebesar 2.7 juta ton. Produksi padi nasional tahun 2014 sebanyak 70,83 juta ton
gabah kering giling (GKG). Padi dibedakan dalam dua tipe yaitu padi kering (gogo) yang ditanam
pada lahan tanpa penggenangan dan padi sawah di dataran rendah yang memerlukan penggenangan.
Budidaya padi gogo memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan di lahan yang potensial yang
ada di Indonesia, mengingat kemampuannya dapat hidup pada lahan yang kurang penggenangan.
Penerapan beberapa teknologi dapat meningkatkan produksi dari padi gogo, salah satunya yakni
tumpang sari. Tumpang sari sudah banyak dikenal dan diterapkan dalam sistem budidaya tanaman
di Indonesia. Sehingga diharapkan dengan budidaya padi gogo menggunakan sistem tumpang sari
dapat meningkatkan kesejahteraan bagi petani baik dari pendapatan maupun produksi, apabila
diterapkan dengan baik dan benar.
DATA
Tabel 1. Rerata tinggi tanaman padi (cm) pada berbagai umur pengamatan untuk setiap perlakuan
tumpangsari
Data pada tabel 1 menunjukkan bahwa tinggi tanaman padi terus meningkat mulai umur 30
hst - 90 hst. Perlakuan tumpangsari tanaman padi gogo dengan tanaman jagung manis memberi
pengaruh pada tinggi tanaman padi pada umur 60 dan 75 hst. Penyesuaian morfologi tanaman padi
gogo terhadap naungan dari tanaman jagung manis adalah semakin bertambahnya tinggi tanaman.
Hal ini menyebabkan tinggi tanaman padi pada tanaman tumpangsari pada umur 60 hst dan 75 hst
lebih tinggi dibandingkan pada tanaman monokultur.
Tabel 2. Rerata jumlah anakan (per rumput) tanaman padi pada berbagai umur pengamatan untuk
setiap perlakuan tumpangsari
Data rerata jumlah anakan per rumpun tanaman padi gogo pada Tabel 2 menunjukkan jumlah
anakan pada umur 30 hst dan 45 hst menunjukkan pengaruh nyata. Jumlah anakan pada tanaman
padi mulai berkurang pada saat tanaman berumur 60 hst. Pengurangan anakan ini disebabkan
karena pada umur 60 hst tanaman mulai menghasilkan bulir sehingga fotosintat yang dihasilkan
lebih di fokuskan untuk bagian generatif sedangkan anakan yang tidak mendapatkan hasil fotosintat
akan layu dan mati. Jumlah anakan produktif ini berkaitan dengan hasil, jumlah anakan yang sedikit
dapat menurunkan hasil.
Tabel 3. Rerata jumlah malai (buah), jumlah gabah permalai (buah), persentase gabah hampa (%),
persentase gabah isi (%), bobot gabah per rumpun (g), dan bobot 1000 butir (g) Tanaman
Padi untuk Setiap Perlakuan Tumpangsari
Data rerata jumlah malai, jumlah gabah per malai, persentase gabah hampa, persentase gabah
isi, bobot gabah per rumpun, dan bobot gabah per m2 (Tabel 3) menunjukkan perlakuan
tumpangsari tanaman padi gogo dengan tanaman jagung manis tidak menunjukkan adanya beda
nyata. Komponen hasil yang tidak beda nyata menunjukkan bahwa taraf naungan jagung masih
dapat ditoleransi, serta kondisi lingkungan antara lain ketersediaan air, hara dan iklim mikro masih
optimum baik untuk pertumbuhan tanaman padi maupun tanaman jagung, sedangkan komponen
hasil yang berbeda nyata hanya memberikan pengaruh pada bobot 1000 butir. Bobot 1000 but ir padi
gogo monokultur (25 cm x 25 cm) memiliki bobot yang lebih berat dibandingkan dengan perlakuan
yang lain (Dewi dkk, 2014).
Tabel 4. Hasil padi-jagung per plot dan nisbah kesetaraan lahan (NKL) dalam sistem tumpang sari
Hasil padi tumpang sari menurun dibanding hasil monokultur. Penurunan tersebut selain
disebabkan oleh populasi tanaman yang lebih sedikit juga oleh kondisi lingkungan yang berbeda.
Pada tumpang sari diduga terjadi interaksi antar genotipe dengan sistem tanam serta kompetisi
dalam satu jenis dan antar jenis tanaman yang lebih komplek dibanding dengan sistem monokultur,
namun demikian ditinjau dari efisiensi penggunaan lahan, tumpang sari lebih efisien dibandingkan
dengan monokultur. Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL) tumpang sari padi-jagung adalah sebesar
1.26-1.56. Ini berarti produktivitas lahan meningkat 26% hingga 56% dari pertanaman monokultur,
sehingga secara agronomis juga lebih menguntungkan (Sasmita dkk., 2006).
PEMBAHASAN
Tumpangsari merupakan suatu usaha menanam beberapa jenis tanaman pada lahan dalam
waktu yang sama, yang diatur sedemikian rupa dalam barisan-barisan tanaman. Untuk dapat
melaksanakan pola tanam tumpangsari secara baik perlu diperhatikan beberapa faktor lingkungan
yang mempunyai pengaruh diantaranya ketersediaan air, kesuburan tanah, sinar matahari dan hama
penyakit. Penentuan jenis tanaman yang akan ditumpangsarikan dan saat penanaman sebaiknya
disesuaikan dengan ketersediaan air yang ada selama pertumbuhan. Hal ini dimaksudkan untuk
menghindari persaingan (penyerapan hara dan air) pada suatu petak lahan antar tanaman. Pada pola
tanam tumpangsari sebaiknya dipilih dan dikombinasikan antara tanaman yang mempunyai
perakaran yang relatif dalam dan tanaman yang mempunyai perakaran relatif dangkal. Penanaman
dengan cara tumpang sari bisa dilakukan pada dua atau lebih jenis tanaman yang relatif seumur,
misalnya padi gogo dengan jagung. Penggunaan model pola tanam tumpangsari padi gogo dengan
jagung diharapkan dapat meningkatkan produksi padi dan dapat memaksimalkan penggunaan lahan.
Pola tanam tumpangsari antara padi gogo dengan jagung memiliki keuntungan berupa hasil
dari tanaman selain padi yang secara keseluruhan akan lebih menguntungkan dan lebih menjamin
stabilitas hasil usahatani yang diperoleh. Bila setelah panen padi gogo diikuti oleh tanaman palawija
yang lebih tahan kering, maka produktivitas lahan lebih meningkat dan pendapatan petani juga
meningkat.
Keuntungan lain dari tanaman tumpangsari adalah:
1. Tenaga kerja untuk persiapan tanam dan pemeliharaan tanaman pokok menjadi berkurang
2. Residu pupuk yang diberikan pada tanaman pangan yang diusahakan dapat dimanfaatkan oleh
tanaman pokok
3. Terjadi penambahan bahan organik dari sisa atau limbah tanaman pangan
4. Tegakan tanaman pokok lebih baik
5. Mengurangi penjarahan
6. Pengembalaan ternak bebas dapat dikurangi (ternak perlu dikandangkan agar tidak merusak
tanaman pangan yang diusahakan dan pemeliharaan ternak menjadi lebih intensif)
7. Pupuk organik atau pupuk kandang dapat digunakan sebagai substitusi pupuk anorganik atau
sebagai sumber pendapat lain bilamana dijual (Balitbangtan, 2015).
KESIMPULAN
Penerapan teknologi untuk meningkatkan produksi dari padi gogo, salah satunya yakni
dengan sistem tumpang sari. Tumpangsari merupakan suatu usaha menanam beberapa jenis
tanaman pada lahan dalam waktu yang sama, yang diatur sedemikian rupa dalam barisan-barisan
tanaman. Pola tanam tumpangsari antara padi gogo dengan jagung memiliki keuntungan berupa
hasil dari tanaman selain padi yang secara keseluruhan akan lebih menguntungkan dan lebih
menjamin stabilitas hasil usahatani yang diperoleh. Penggunaan model pola tanam tumpangsari padi
gogo dengan jagung diharapkan dapat meningkatkan produksi padi dan dapat memaksimalkan
penggunaan lahan.
DAFTAR PUSTAKA
Balitbangtan. 2015. Keuntungan Tanam Tumpangsari Padi Gogo. http:// bbpadi. litbang. pertanian. go.id/index. phpn /berita /infoteknologi /content /114- keuntungan- tanam- tumpangsari- padi-gogo. Diakses 2 Oktober 2015.
Dewi, S.S., R. Soelistyono, dan A. Suryanto. 2014. Kajian Pola Tanam Tumpangsari Padi Gogo (Oryza sativa L.) dengan Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt L.). Produksi Tanaman, 2(2): 137-144.
Sasmita, P., Bambang S. Purwoko, S. Sujiprihati. 2006. Evaluasi Pertumbuhan dan Produksi Padi Gogo Haploid Ganda Toleran Naungan dalam Sistem Tumpang sari. Agron. (34) (2) 79 – 86.