22
Laporan Analisis Kebijakan TELAAH SOSIAL EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN PANGAN DI KAWASAN TIMUR INDONESIA Herlina Tarigan Sri Hery Susilowati Ketut Kariyasa PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015

TELAAH SOSIAL EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_07.pdf · seperti rawa pasang surut maupun rawa lebak. Merauke adalah salah

  • Upload
    ngodien

  • View
    218

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TELAAH SOSIAL EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_07.pdf · seperti rawa pasang surut maupun rawa lebak. Merauke adalah salah

Laporan Analisis Kebijakan

TELAAH SOSIAL EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN

PANGAN DI KAWASAN TIMUR INDONESIA

Herlina Tarigan

Sri Hery Susilowati

Ketut Kariyasa

PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN

2015

Page 2: TELAAH SOSIAL EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_07.pdf · seperti rawa pasang surut maupun rawa lebak. Merauke adalah salah

DAFTAR ISI

1. Pendahuluan ........................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ........................................................................ 1 1.2. Rumusan Masalah ................................................................... 3

1.3. Tujuan .................................................................................... 4 1.4.

1.5.

Hasil Yang Diharapkan .............................................................

Manfaat dan Dampak Kajian .....................................................

4

4 2. Metodologi .............................................................................. 5

2.1. Kerangka Pemikiran ................................................................. 5 2.2. Lokasi Kajian, Data dan Responden .......................................... 6 2.3. Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data ............................. 6

3. Hasil dan Pembahasan ............................................................. 6 3.1. Evaluasi Program Pengembangan Pangan Merauke Sebelumnya.... 6

3.2. Kemampuan LKM-A Melaksanakan Kegiatan Agribisnis .............. 14 3.3. LKM-A sebagai Lembaga Keuangan Mandiri Perdesaan: Sintesis .. 16 4. Kesimpulan dan Implikasi Kebijakan .......................................... 19

4.1. Kesimpulan ............................................................................. 19 4.2. Implikasi Kebijakan .................................................................. 20

Referensi ................................................................................ 22

Page 3: TELAAH SOSIAL EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_07.pdf · seperti rawa pasang surut maupun rawa lebak. Merauke adalah salah

1

1. Pendahuluan

1.1. Latar belakang

Beras merupakan pangan pokok yang masih mendominasi konsumsi

masyarakat Indonesia. Program Diversifikasi Pangan belum mampu menggeser

posisi pentingnya beras dibanding pangan lainnya. Selain untuk konsumsi

masyarakat, beras juga digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri.

Kedudukan beras sebagai komoditi politis ditunjukkan oleh realita bahwa

kelangkaan penyediaan beras dan melonjaknya harga beras, baik secara langsung

ataupun tidak langsung, dapat mengakibatkan krisis ekonomi, sosial, dan politik.

Hingga saat tahun 2015 beras masih merupakan penyumbang terbesar

PDB pada kelompok tanaman pangan, sumber pendapatan sebagian besar petani,

penyedia lapangan kerja, dan merupakan sumber pangan pokok penting. Oleh

karena itu, upaya pencapaian swasembada pangan berkelanjutan merupakan

agenda penting yang terus diupayakan pemerintah mengingat persoalan pangan

tidak saja terkait dengan konsumsi penduduk tetapi menjadi persoalan kedaulatan

bangsa. Upaya meningkatkan produksi beras dalam rangka mempercepat

terwujudnya kemandirian dan kedaulatan pangan, pemerintah menilai penting

melakukan pengembangan kawasan pangan dengan memanfaatkan lahan sub

optimal dan kawasan didaerah-daerah yang memiliki sumberdaya lahan dan air

cukup potensial, khususnya di kawasan Timur Indonesia.

Salah satu pulau terbesar di kawasan Timur Indonesia adalah Pulau Papua.

Agroekosistem wilayah ini sangat bervariasi mulai dari daerah pantai, dataran

rendah, hingga dataran tinggi atau pegunungan yang dihuni oleh penduduk

dengan suku-suku yang berbeda. Adaptasi masyarakat terhadap kondisi alam dan

tantangan yang ada melahirkan sistem sosial-budaya-ekonomi yang berbeda pula.

Interaksi masyarakat setempat dengan masyarakat luar atau pendatang memberi

dampak tersendiri yang berpengaruh terhadap perkembangan dan dinamika

masyarakat.

Pada era Orde Baru, pemerintah memiliki wacana untuk mengembangkan

Merauke (wilayah yang terletak di bagian Selatan Pulau Papua) sebagai area

Page 4: TELAAH SOSIAL EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_07.pdf · seperti rawa pasang surut maupun rawa lebak. Merauke adalah salah

2

pertanian tanaman pangan, khususnya komoditas padi. Merauke ditetapkan

sebagai salah satu lumbung pangan nasional. Hasil studi menunjukkan bahwa

secara teknis Merauke sangat layak sebagai wilayah pengembangan pangan,

khususnya padi (BBSDL dan Litbang, 2006). Potensi lahan basah sangat luas

dengan faktor internal (fisik maupun kimia tanah) dan faktor eksternal (iklim dan

ketersediaan air) menjadikan daerah ini strategis dikembangkan dengan model

rice estate (Oka Adnyana, 2007). Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas dan

dukungan teknologi pertanian yang sudah dihasilkan Badan Litbang Pertanian,

pada tahun 2015 pemerintah memutuskan untuk memulai membangun kawasan

pangan (food estate) di Merauke dengan membagi luas lahan satu juta hektar

untuk dikelola BUMN (750 ha) dan swasta (250 ha).

Pengembangan kawasan pangan di Merauke merupakan perubahan

paradigma dari pertanian konvensional yang dicirikan oleh pengelolaan secara

manual, skala kecil, dan business as usual ke pertanian modern yang dicirikan

oleh pengelolaan secara full mekanisasi, skala ekonomi dan unbusiness as usual.

Pertanian modern ini diharapkan mampu mengatasi beberapa persoalan yang

menjadi kendala pertanian di Indonesia maupun di kawasan Merauke yakni

keterbatasan tenaga kerja pertanian, kehilangan hasil pertanian akibat

penanganan pasca panen yang kurang baik, ketidakstabilan harga produksi dan

sebagainya.

Kementerian Pertanian telah membentuk tim advance yang telah

menyusun konsep pembangunan food estate termasuk menyusun anggaran

secara rinci. Pelaksanaannya bekerjasama dengan instansi pemerintah terkait

seperti Bappenas, Kementerian Keuangan, Kementerian Agraria/BPN,

Kementrian Kehutanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa,

Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, serta Pemerintah Daerah

Merauke. Kerjasama ini diharapkan menjadi kekuatan sinergitas yang

mempercepat pencapaian tujuan.

Pengembangan kawasan pangan akan mulai digarap tahun 2015 secara

bertahap dengan membagi 250.000 ha terlebih dahulu, 250.000 ha tahun 2016

dan 250.000 lainnya tahun 2017. Alokasi 75 persen dikelola oleh BUMN yakni

Page 5: TELAAH SOSIAL EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_07.pdf · seperti rawa pasang surut maupun rawa lebak. Merauke adalah salah

3

anak usaha dari Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC) yakni PT Pangan

sedang sisanya, 25 persen diserahkan kepada swasta nasional. Berdasarkan

tahapan ini telah ditetapkan lokasi lahan (masing-masing distrik) dan luas

lahannya masing-masing.

Langkah penting dalam kegiatan ini mengarah pada pengembangan

infrastruktur, land clearing dan percetakan sawah, pengadaan sarana produksi

dan alat mesin pertanian, peningkatan kapasitas SDM, dan pembangunan

agroindustri. Salah satu aspek yang masih menjadi persoalan bahkan

tantangan besar dalam pengembangan kawasan pangan ini adalah aspek sosial

ekonomi yang menyangkut budaya masyarakat setempat, baik terkait budaya

bertani, orientasi berusahatani, maupun persoalan-persoalan agraria (Makarim,

2006; Adnyana, 2007). Pengabaian pada aspek ini berdampak pada analisis

kelayakan usahatani dan risiko usaha karena berpotensi menjadi penghambat

besar dalam proses pengembangan kawasan pangan.

1.2. Rumusan Masalah

Merauke merupakan daerah pengembangan yang banyak didatangi suku

seperti Jawa, Sunda, Bugis, Manado bahkan suku Batak. Kehadiran pendatang

telah mempengaruhi sistem sosial dan ekonomi masyarakat setempat,

termasuk dalam sistem usahatani dan komoditas yang dikembangkan. Budaya

bertani padi dengan sistem persawahan, kosumsi beras, dan sistem transaksi

pasar merupakan sistem asing yang akhirnya diadopsi oleh masyarakat

setempat dengan perubahan pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang

berakulturasi secara lambat.

Rencana pemerintah melaksanakan pengembangan pertanian padi secara

modern di Merauke merupakan salah satu alternatif pengadaan beras nasional

di bagian Timur Indonesia yang potensial dilihat dari kondisi fisik dan luas lahan

potensial dan letaknya yang strategis dalam perdagangan pangan antar negara

bahkan benua. Namun demikian, letak dan kondisi lahan, status pemilikan,

sumberdaya manusia yang tersedia, kesiapan masyarakat setempat

menghadapi sistem usahatani dan teknologi pertanian modern yang akan

diterapkan masih merupakan pertanyaan yang membutuhkan penggalian

Page 6: TELAAH SOSIAL EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_07.pdf · seperti rawa pasang surut maupun rawa lebak. Merauke adalah salah

4

informasi dan data yang akurat. Aspek sosial ekonomi pengembangan

pertanian padi modern dan dampaknya terhadap resiko kegagalan program

maupun dampak terhadap sistem sosial ekonomi masyarakat merupakan aspek

yang penting ditelaah sebelum program diluncurkan.

1.3. Tujuan

Tujuan umum adalah mengkaji pengembangan kawasan pangan di Merauke

dalam rangka mendukung terwujudnya Lumbung Pangan Nasional.

Secara khusus tujuan kajian ini adalah :

1. Mengkaji aspek sosial ekonomi yang potensial mendukung dan

menghambat pengembangan kawasan pangan Merauke.

2. Merumuskan usulan kebijakan dalam program pengembangan kawasan

pangan Merauke.

1.4. Hasil Yang Diharapkan

Keluaran umum dari kajian ini adalah hasil analisis sosial ekonomi dalam

pengembangan kawasan pangan Merauke sebagai upaya mewujudkan Lumbung

Pangan Nasional.

1. Kajian potensi, peluang dan hambatan pengembangan kawasan pangan

Merauke dari sisi sosial ekonomi.

2. Usulan langkah-langkah kebijakan dalam program pengembangan kawasan

pangan Merauke.

1.5. Manfaat dan Dampak Kajian

Hasil kajian diharapkan bermanfaat bagi pemangku kepentingan, baik

pemerintah, BUMN maupun swasta nasional yang terlibat dalam program

pengembangan kawasan pangan Merauke. Informasi, hasil analisis, dan

pertimbangan dari aspek sosial ekonomi diharapkan menjadi masukan yang

penting agar program ini bisa mencapai sasaran dan dapat mengantisipasi faktor-

faktor yang potensial menjadi penghambat percapaian tujuan program.

Page 7: TELAAH SOSIAL EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_07.pdf · seperti rawa pasang surut maupun rawa lebak. Merauke adalah salah

5

2. METODOLOGI

2.1. Kerangka Pemikiran

Upaya pencapaian swasembada pangan berkelanjutan merupakan agenda

penting bagi Indonesia. Pertumbuhan jumlah penduduk menuntut pertambahan

pangan yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Konsumsi beras penduduk

Indonesia paling tinggi di dunia (Suswono, 2013), mencapai 139 kg/tahun

(Wirjawan, 2012). Sebaliknya, usaha untuk meningkatkan produksi pertanian

menghadapi berbagai permasalahan yang serius diantaranya lahan pertanian

produktif yang semakin menyempit akibat alih fungsi lahan pertanian ke non

pertanian yang berlangsung sangat pesat.

Pengembangan pertanian tanaman pangan beras harus diarahkan ke

lahan-lahan di luar Jawa, baik lahan potensial subur maupun lahan sub optimal

seperti rawa pasang surut maupun rawa lebak. Merauke adalah salah satu lokasi

yang dinilai memiliki potensi lahan dan air yang sesuai untuk tanaman padi.

Topografi yang datar dan terhampar luas dengan penduduk transmigran Jawa

yang berpengalaman sebagai petani padi sawah yang ditargetkan sebagai daerah

pengembangan komoditas padi untuk kawasan Timur Indonesia.

Keberhasilan pengembangan pangan di Merauke dipengaruhi juga oleh

faktor-faktor sosial ekonomi masyarakat setempat. Sumberdaya lahan dan air,

status penguasaan lahan, lembaga pendukung pengembangan pertanian, analisis

usahatani, tenaga kerja dan pemasaran hasil, serta infrastruktur pendukung

lainnya sangat menentukan keberhasilan dan keberlanjutan pengembangan

Merauke sebagai kawasan pangan. Selain itu, masyarakat lokal Merauke perlu

diajak, diarahkan dan dilibatkan menjadi pelaku utama program pengembangan

yang dilaksanakan didaerahnya sehingga memperoleh dampak yang positif bagi

kemajuan masyarakat setempat.

Penelitian ini semula akan dilakukan berulang sampai program terealisasi.

Terkait alasan teknis, penelitian ini akhirnya hanya dilakukan sekali kunjungan

lapang sehingga pembahasannya terbatas pada identifikasi dan analisis cepat

terhadap langkah-langkah lanjutan yang bisa dilaksanakan agar program

Page 8: TELAAH SOSIAL EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_07.pdf · seperti rawa pasang surut maupun rawa lebak. Merauke adalah salah

6

pengembangan kawasan pangan Merauke ini bisa terwujud dan berjalan secara

berkelanjutan. Temuan-temuan yang dicapai masih sebatas informasi awal yang

bisa dijadikan landasan langkah ke depan.

2.2. Lokasi Kajian, Data dan Responden

Kajian ini difokuskan pada Program Pengembangan Kawasan Pangan Merauke

di beberapa distrik, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua yang sudah ditetapkan

sebagai lahan kawasan pengembangan. Jenis data yang pakai meliputi data

sekunder dan primer. Data dan informasi sekunder dikumpulkan dari berbagai

Instansi Pemerintah di Pusat maupun di daerah (Papua dan Merauke). Data dan

informasi sekunder juga diperoleh melalui penelusuran dokumen baik yang

dipublikasi maupun tidak dipublikasi terkait potensi sumberdaya alam, potensi

sumberdaya manusia, sosial budaya masyarakat setempat, dan teknologi

usahatani yang sudah berkembang dilokasi. Pengumpulan data primer dilakukan

melalui wawancara dengan aparat maupun tokoh masyarakat, termasuk diskusi

dengan sesama peneliti dari latar belakang keilmuan yang berbeda. Pengumpulan

data juga meliputi analisis ekonomi, nilai dan norma yang berlaku di masyarakat

terkait dengan pertanian, pangan, inovasi teknologi dan lahan.

2.3. Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif dengan metode

analisis cepat (quick assessment), didiskusikan, dan dilaporkan secara deskriptif.

Page 9: TELAAH SOSIAL EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_07.pdf · seperti rawa pasang surut maupun rawa lebak. Merauke adalah salah

7

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tujuan utama survai ini adalah mengidentifikasi lahan 50.000 ha

pengembangan kawasan pangan Merauke yang akan menjadi starting point

program besar sejuta ha, dan mengkaji aspek sosial ekonomi yang potensial

mendukung dan menghambat perencanaan program tersebut. Selanjutnya

mencoba merumuskan usulan kebijakan sebagai pertimbangan dalam rangka

memperlancar program pengembangan kawasan pangan Merauke.

Beberapa kegiatan yang dilaksanakan selama survei adalah diskusi dengan

Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Merauke, Bappeda

Merauke, dan Asisten Dua Pemda Provinsi Papua, Dinas Pertanian dan Peternakan

Provinsi, serta kunjungan ke lapangan dengan mewawancara petani (transmigrasi

maupun lokal), kelompok tani, pengusaha RMU, petugas BBU dan BBI. Hasil dari

lapangan kemudian dianalisis dan didiskusikan dengan sesama peneliti yang

berlatar belakang keilmuan yang berbeda, dengan pemda setempat, maupun

dengan dinas terkait tingkat provinsi.

3.1. Evaluasi Program Pengembangan Pangan Merauke Sebelumnya

Secara agro ekosistem, Merauke sangat potensial sebagai wilayah

pengembangan kawasan pangan. Topografi yang relatif datar dengan sumber air

berupa sungai dan rawa yang luas. Dari 4.453.843 ha luas Merauke, hampir 90-

an persen berupa hutan dan seluas 1.240.606,04 ha saat ini dinyatakan sebagai

hutan produksi konversi. Namun sebagian besar lahan tersebut adalah tanah

ulayat milik suku Marind Arin.

Rencana menjadikan Merauke sebagai kawasan pangan energi secara

terintegrasi sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2000-an dengan program

MIREE (Merauke Integrated Rice and Energy Estate) dilanjutkan dengan MIFEE

(Merauke Integrated Food and Energy Estate). Belajar dari pengalaman

kegagalan kedua program ini setidaknya ada 2 (dua) masalah besar yang

menjadi penyebab utama yaitu pelibatan dominan investor swasta dan

pengabaian keberadaan masyarakat lokal dengan rencana mendatangkan tenaga

kerja dari luar Merauke. Pemusnahan hutan sebagai sumber kehidupan dan

kedatangan sejumlah besar tenaga kerja luar Merauke (lebih besar dari jumlah

Page 10: TELAAH SOSIAL EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_07.pdf · seperti rawa pasang surut maupun rawa lebak. Merauke adalah salah

8

jiwa masyarakat lokal) dinilai sebagai genosida atau pemusnahan sebuah

komunitas). Akibatnya, program menghadapi beragam hambatan baik dari

masyarakat lokal, LSM, dan generasi muda Papua. Di tingkat perencanaan

program sudah mendapat ganjalan dari tokoh setempat maupun tokoh luar yang

berpihak pada masyarakat lokal.

Persoalan pangan khususnya swasembada pangan merupakan persoalan

kebijakan politik negara sehingga tidak bisa diserahkan menjadi urusan privat

atau melalui mekanisme pasar secara konvensional (Rachmat et al, 2013). Oleh

karena itu, rencana pemerintah menjadikan Merauke sebagai kawasan pangan di

Timur Indonesia dengan pesan khusus menghindari dominasi kapitalisme dan

tidak menjadikan masyarakat lokal sebagai penonton adalah langkah mendasar

bagi keberhasilan upaya ini ke depan. Langkah pertama diperlukan identifikasi

lahan (ordinat fisik dan peta ulayat) disamping kesiapan lembaga penunjang

(benih, teknologi mekanisasi, pasca panen dan lain-lainl), dan SDM yang tersedia.

3.2. Potensi Lokasi dan Telaah Aspek Sosial Ekonomi

Sumberdaya Pendukung

Keseuaian lahan untuk pertanian tanaman pangan di Merauke seluas

1.311.473 ha, sebagian besar masih dalam bentuk lahan hutan (BBSDL dan

Litbang, 2007). Merauke terdiri dari 20 distrik dengan curah hujan 1070 mm, dan

curah hujan harapan 1700 mm. Sejauh ini di beberapa distrik belum ada irigasi

teknis, melainkan lebih merupakan irigasi penyelamat saat kemarau, karena

airnya dari hujan atau sungai yang digerakkan dengan pompa. Pemilihan

Merauke sebagai kawasan pangan di bagian Timur Indonesia didasarkan pada

potensi lahan dan air yang sangat memadai jika diolah dengan baik dan serius.

Meski demikian, pencetakan sawah maupun pembuatan pengairan memerlukan

biaya yang tidak sedikit.

Lokasi pengembangan kawasan pangan Merauke tahun 2015 difokuskan

dibeberapa wilayah utama pangan yang tersebar di 14 kecamatan dengan luasan

yang beragam (Tabel 3.1.). Prioritas pemerintah terhadap lahan tersebut semata-

mata mempertimbangkan aspek-aspek dasar dan teknis lahan, akses terhadap

lokasi lahan, maupun peluang pemanfaatannya.

Page 11: TELAAH SOSIAL EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_07.pdf · seperti rawa pasang surut maupun rawa lebak. Merauke adalah salah

9

Tabel 3.1. Potensi Lahan Pertanian di Kabupaten Merauke, 2015

Distrik Potensi (ha) Eksisting (ha) Total

Total (2015) 294,349.87 34,675.34 329,025.21

Animha 47,213.38 544.54 47,757.92

Jagebob 74,000.00 1,609.48 75,609.48

Kimaam 0.00 565.90 565.90

Kurik 46,700.39 15,959.53 62,659.92

Marind 17,731.83 5,491.96 23,223.79

Merauke 1,549.97 2,413.75 3,963.72

Muting 0.00 1,896.13 1,896.13

Naukenjerai 0.00 2,884.96 2,884.96

Ngguti 0.00 359.76 359.76

Semangga 20,833.62 1,497.04 22,330.66

Sota 14,105.48 71.52 14,177.00

Tabonji 0.00 289.82 289.82

Tanah Miring 72,215.20 1,024.08 73,239.28

Ulilin 0.00 66.87 66.87

Ketersediaan lahan juga didukung juga oleh sumberdaya air dari empat

sungai besar yang mengalir di wilayah Merauke yakni Sungai Bian, Sungai Digul,

Sungai Kumbai, dan Sungai Maro. Keempat sungai tersebut berukuran (panjang

dan lebar) cukup besar dengan arus yang relatif kecil. Sungai potensial dijadikan

sumber pengairan sawah-sawah yang terdapat disekitarnya, terutama pada

musim kemarau. Ketersediaan air dalam jarak yang dekat dengan volume air

yang besar berfungsi menekan biaya irigasi menjadi jauh lebih mudah dan murah.

Khusus Sungai Kumbai dan Sungai Maro memiliki arus yang memadai untuk

ditarik menjadi sumber pengairan lahan pertanian sampai jarak tertentu yang

cukup jauh.

Page 12: TELAAH SOSIAL EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_07.pdf · seperti rawa pasang surut maupun rawa lebak. Merauke adalah salah

10

Tabel 3.2. Karakteristik Sungai Utama Pendukung Pengairan di Merauke, 2015

Nama

Sungai

Panjang

(km)

Lebar

(m)

Kecepatan arus

(km/jam)

Luas DAS

(km2

)

Debit air waktu

surut

(m3

/dt)

Bian 210 117-1.450 1,62 9.000 -

Digul 800 215-1.209 3,50 8.000 -

Kumbai

260

97-700 1,25 5.000 119

Maro 700 48-90 1,26 8.000 827

Selain sumberdaya lahan dan air, optimisme pengembangan kawasan

pangan Merauke secara fisik didukung oleh kesiapan sarana BBI (Balai Benih

Induk) dan BBU (Balai Benih Utama) yang memiliki lahan dan petani penangkar

yang cukup, RMU (Rice Milling Unit) dibeberapa lokasi, ketersediaan saprodi

terdapat di kios-kios yang terdapat di setiap desa sehingga bisa diakses dengan

mudah karena dekat dengan pemukiman atau lahan petani.

Gambar 3.1. Lokasi Pengembangan Kawasan Pangan Merauke

Usahatani

Sistem usahatani secara umum sudah relatif modern, menggunakan alat

mesin pertanian pada beberapa kegiatan seperti traktor untuk mengolah tanah

Star Lokasi Pengembangan

RMU Yaba Maru

Petani Lokal

Lahan PT. Parama Pangan

Lokasi BBU dan BBI

Page 13: TELAAH SOSIAL EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_07.pdf · seperti rawa pasang surut maupun rawa lebak. Merauke adalah salah

11

dan mesin pemanen serta mesin perontok. Meski demikian, sebagian besar

petani belum menggunakan pupuk sesuai anjuran, baik jenis maupun jumlahnya.

Petani pada umumnya sudah menggunakan benih unggul. Varietas yang dominan

ditanam adalah Ciherang pada musim hujan dan Inpari 13 untuk musim kemarau.

Dasar pertimbangan utama dalam pilihan varietas adalah rasanya pulen, umurnya

genjah, dan saat ini dipandang paling tahan serangan tungro. Sistem pengelolaan

usahatani dinilai belum optimal terutama saat pemeliharaan sehingga masih

memiliki potensi untuk meningkatkan produktivitas.

Hasil analisis usahatani yang diambil dari kasus petani transmigran

menunjukkan kegiatan usahatani padi di Merauke sangat menguntungkan (Tabel

3.3). Sistem usahatani masyarakat transmigrasi Jawa yang memiliki induk budaya

petani sawah telah menjadi learning by doing process bagi masyarakat lokal yang

sebelumnya cenderung berburu dan meramu. Sekalipun terdapat perbedaan

dalam analisis usahatani, hal ini terletak pada tingkat produktivitas dan skala

luasan lahan garapan.

Masyarakat lokal suku Marind masih memiliki ketergantungan hidup yang

tinggi pada hasil hutan yang terdapat disekitarnya. Lahan hutan yang luas, secara

teritorial telah dibagi habis pemilikannya oleh penduduk lokal, sekalipun tidak

diperkuat oleh dokumen legal negara. Setiap marga dalam keluarga besar suku

Marind menguasai luasan hutan tertentu, pemilikannya disepakati oleh

masyarakat dan disahkan oleh pimpinan adat. Batas wilayah ditandai berupa

jurang, sungai kecil atau tanaman tertentu yang ditanam sebagai tapal batas

lahan. Batas pemilikan ini merupakan batas teritorial hak penguasaan terhadap

lahan termasuk semua tumbuhan/hewan yang ada di atasnya. Pengalihan lahan

antar internal komunitas maupun keluar komunitas dilakukan melalui seremonial

tersendiri yang merupakan hasil konstruksi masyarakat.

Sampai saat penelitian, sebagian masyarakat suku Marind masih

mengkonsumsi sagu sebagai makanan pokok, terutama yang tinggal di wilayah

pedalaman atau penduduk yang berusia tua. Adanya kelompok masyarakat yang

masih tergantung pada sagu, menyebabkan penanganan usahatani padi oleh

masyarakat lokal cenderung cenderung seadanya dan kurang efisien, dilakukan

Page 14: TELAAH SOSIAL EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_07.pdf · seperti rawa pasang surut maupun rawa lebak. Merauke adalah salah

12

pada luas lahan garapan yang lebih sempit dengan pengelolaan usaha tani yang

seadanya.

Pengenalan beras sebagai konsumsi bahan pokok terjadi pada masa Orde

Baru yang diperkuat ketika petani transmigran asal Jawa dihadirkan oleh negara

diwilayah tersebut. Terjadi proses akulturasi sosial budaya termasuk budaya

makan antara masyarakat lokal dan pendatang. Secara evolusi, bersamaan

dengan semakin terbatasnya sagu yang merupakan makanan pokok suku Marind

mengalami pergeseran. Ketersediaan beras yang bisa diakses setiap saat

mempercepat pergantian makan pokok masyarakat lokal.

Masyarakat lokal sudah mempunyai pengalaman dan pengetahuan

berusahatani padi yang diserap dari masyarakat pendatang. Kemampuan ini

meningkat dengan meningkatnya kebutuhan terhadap beras, namun masih sangat

potensial untuk ditingkatkan.

Tabel 3.1. Analisis Usahatani Petani Transmigrasi di Merauke, 2015

No Jenis kegiatan Nilai/Biaya 1 Olah Tanah (traktor) 1,200,000

2 Galengan/namping 600,000

3 Tanam 1,600,000

4 Cabut 600,000

5 Sisip 300,000

4 Herbisida/insektisida (termasuk tenaga) 600,000

5 Pupuk (dengan TKDK) 645,000

6 Angkut, air, pajak 200,000 (tergantung letak lahan)

7 Panen dengan Combain 2,000,000

8 Giling (10% produk) 2,176,000 (10% prod 3,2 ton beras)

9 TOTAL BIAYA 9,921,000

10 Penerimaan (provitas bersih 2,880 kg beras)

19.584,000

11 PENDAPATAN BERSIH 9,663,000

Kelembagaan Pertanian

Sekalipun kebudayaan berburu meramu masih melekat pada masyarakat

suku Marind, budaya bekerjasama dalam satu keluarga besar atau satu wilayah

pemukiman masih menjadi penciri komunitas ini. Ikatan kebersamaan dibentuk

oleh upaya mempertahankan hidup ditengah kawasan hutan yang luas dengan

kemampuan mengelola sumberdaya alam secara terbatas. Secara internal

Page 15: TELAAH SOSIAL EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_07.pdf · seperti rawa pasang surut maupun rawa lebak. Merauke adalah salah

13

terbentuk lembaga dengan norma dan aturan yang disepakati bersama sebagai

konstruksi sosial yang mengatur kehidupan masyarakat setempat. Seremonial

menyambut orang asing, membuat perjanjian (biasanya perjanjian antar

kelompok masyarakat, transaksi lahan, peperangan), potong gigi, perkawinan

dan sebagainya dilaksanakan secara kolektif yang melibatkan lembaga

kekerabatan dan lembaga teritorial. Kelembagaan memiliki aturan dan

kesepakatan yang mengikat dengan hak dan kewajiban serta reward dan

funishment yang tegas.

Angkatan kerja muda Suku Marind Anim memiliki ketertarikan pada

kegiatan yang bersifat bergerak dan dinamis, menggunakan teknologi atau

mesin, namun bukan pada kegiatan yang membutuhkan ketelatenan, rutinitas,

atau penanganan usahatani yang intensif. Karakter ini merupakan karakter

bekerja masyarakat transisi dari berburu-meramu yang bergantung pada alam

dengan masyarakat bertani intensif-menetap yang membutuhkan strategi usaha

dan kerja keras. Proses transisi mengalami percepatan dengan kehadiran petani

transmigasi Jawa yang memiliki ketrampilan bertani serta mengelola

pertaniannnya lebih modern.

Pemasaran hasil pertanian padi di Merauke dimonopoli Bulog yang membeli

padi produksi petani melalui perusahaan penggilingan padi sebagai mitra yang

tersebar hampir disetiap desa. Pengusaha penggilingan menerima gabah petani

dengan upah giling 10 persen dari produksi beras, bersedia membeli beras

dengan harga Rp 6.700-Rp 6.800 per kg, sekitar Rp 500 dibawah harga ketetapan

Bulog. Pasar setempat hanya mampu menampung kurang dari 10 persen

produksi beras petani. Sisa produksi beras Merauke dijual keluar Merauke dan

Papua seperti Provinsi Maluku Utara dan Jawa Timur. Sejak tahun 2015 sudah

dibuat perjanjian antara Pemda Merauke dan Pemda Provinsi Papua untuk tidak

akan menjual beras keluar Papua selama kebutuhan pangan internal Papua

khususnya Jayapura tercukupi (prioritas internal).

Petani transmigrasi maupun petani lokal umumnya sudah membentuk

kelompok tani. Ada kelompok tani yang sangat dinamis, namun sebagian hanya

aktif ketika menerima bantuan. Bagi petani lokal, pembentukan kelompok tani

Page 16: TELAAH SOSIAL EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_07.pdf · seperti rawa pasang surut maupun rawa lebak. Merauke adalah salah

14

sepenuhnya hasil intervensi pemerintah, bukan merupakan kesadaran terhadap

kebutuhan dalam rangka mengembangkan usaha pertanian. Pengalaman

berkelompok dan percontohan kelompok maju menunjukkan fungsi kelembagaan

kelompok masih potensial untuk ditingkatkan. Belajar bersama dinilai lebih efektif

meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petani (terutama petani lokal) dan

merubah sistem usahatani menjadi lebih efektif dan efisien.

Sistem Penguasaan lahan dan

Kondisi lahan di Merauke sebagian besar berupa savana yang luas dan

sebagian merupakan hutan ringan yang belum pernah dimanfaatkan secara

intensif. Sebagian besar lahan merupakan lahan ulayat masyarakat Marind yang

terdiri dari 7 marga. Sistem pemilikan lahan per marga bermakna bahwa segala

yang terdapat didalamnya menjadi kekuasaan satu keluarga besar. Tiap keluarga

inti atau perorangan pemilik berhak menjual lahannya dengan langkah harus

mendapat keterangan dari 7 marga dan diresmikan dalam seremonial adat yang

disebut adat pelepasan. Tiap pemilik berhak menyewakan lahannya dengan

harga yang disepakati bersama hasil rembukan internal dengan penyewa melalui

atau disaksikan oleh tokoh setempat.

Bagi masyarakat suku Marind, lahan memiliki keterkaitan dengan sumber

air, karena keduanya menjadi pendukung utama kehidupan masyarakat Marind.

Setiap marga memiliki hubungan dengan alam dan mempunyai tanggungjawab

untuk memeliharanya agar alam tetap bersahabat dengan manusia. Selain

menghindari konflik antar marga atau antar keluarga, hubungan dengan alam

tersebut menjadi salah satu alasan mendasar mengapa setiap transaksi soal lahan

dan air perlu melibatkan ke-7 marga. Langkah-langkah yang tidak menjunjung

pemahaman inilah yang membuat warga lokal tidak ragu-ragu memasang palang

pada proyek atau program pembangunan yang persoalan ijin lahannya belum

diselesaikan dengan “baik”.

Telaah aspek sosial ekonomi hasil survei cepat ini dapat disajikan dalam

bentuk tabel berikut.

Page 17: TELAAH SOSIAL EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_07.pdf · seperti rawa pasang surut maupun rawa lebak. Merauke adalah salah

15

ASPEK SOSEK

POTENSI KENDALA TINDAK LANJUT

Lahan Tersedia lahan cukup luas

yang belum digarap

Kepemilikan lahan sebagian besar

merupakan hak ulayat masyarakat lokal Sebagian besar lahan masih bentuk

hutan belukar dan savana

Sosialisasi program, verifikasi dan menyepakati penggunaan

lahan program (langkah operasional pada keterangan*)) Melakukan pencetakan sawah

Air Tersedia sumberdaya air dengan 4 buah sungai (Bian,

Digul, Kumbei, Maro) Rawa yang luas (Mayo dan

Burung, Biru, Senegi).

Sebagian sumber air belum dimanfaatkan secara optimal

Beberapa saluran, pintu air, dan pompa yang digunakan mengalami

kerusakan

Menyiapkan akses air ke lahan pertanian dengan tata kelola yang adil dengan masyarakat

SDM Sudah biasa berusahatani

Terbuka dengan inovasi baru (VUB, pupuk, dan alsintan) Masih ada tenaga kerja yang

sudah terlibat pertanian namun belum optimal.

Ketrampilan berusahatani belum

optimal Ketrampilan menggunakan alat mesin pertanian masih rendah

Melibatkan petani setempat dalam program sesuai

kemampuan dan pengalaman (transmigran/pendatang dan lokal) Melatih ketrampilan TK menggunakan alsintan

Melakukan pendampingan dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan bertani

Kelembagaan POKTAN (Petani rata-rata sudah membentuk kelompok)

RMU 190 buah yang terdapat langsung di desa sekitar lahan PEMASARAN HASIL langsung

oleh mitra Bulog

Fungsi dan dinamika kelompok belum optimal Hasil penggilingan banyak patahan

(menurunkan kualitas produksi) Tidak terdapat peluang pemasaran hasil selain mitra bulog

Belum ada upaya pengolahan beras patahan/bermutu rendah

Melatih dinamika kelompok tani Meningkatkan peran dan fungsi kelompok dalam peningkatan agribisnis padi

Meningkatkan mutu gabah dan hasil penggilingan dengan peningkatan jumlah lantai jemur dan mutu RMU Mengembangkan pengolahan beras yang bernilai tambah

Matriks 3.1. Telaah Aspek Sosial Ekonomi Pengembangan Kawasan Pangan Merauke, 2015

Page 18: TELAAH SOSIAL EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_07.pdf · seperti rawa pasang surut maupun rawa lebak. Merauke adalah salah

0

Pada penelitian tahap I, tim telah menetapkan ordinat lahan 50.000 ha,

dan 40.000 ha diantaranya kondisi eksisting yang secara kepemilikan tidak

bermasalah atau sudah mempunyai kepemilikan yang jelas. Lahan eksisiting

menunjukkan lahan tersebut sudah memiliki kelayakan dari segi fisik lahan,

maupun ketersediaan sumberdaya dan fasilitas pendukung. Namun demikian

secara sosial-ekonomi-budaya, untuk melakukan sebuah program atau kegiatan

yang bersentuhan langsung dengan masyarakat diperlukan sosialisasi program

tentang “Pengembangan Kawasan Pangan Merauke” kepada masyarakat yang

berada didalam atau sekitar kawasan. Pemerintah perlu melibatkan masyarakat

setempat dalam program, khususnya pada kegiatan-kegiatan yang memerlukan

tenaga kerja. Langkah ini berfungsi untuk meningkatkan pendapatan masyarakat

setempat dan rasa memiliki terhadap program. Program sekaligus berfungsi

sebagai proses pembelajaran usahatani modern versi KPM. Bersamaan dengan

terlaksananya program, perlu memperhitungkan ketersediaan air dan teknologi

bagi usahatani masyarakat sekitar. Kehadiran program tidak menyebabkan

terganggunya sistem sosial-ekonomi masyarakat serta menjaga agar tidak terjadi

kesenjangan yang tinggi dalam proses maupun hasil usahatani.

Khusus untuk lahan perluasan (10.000 ha) memerlukan langkah-langkah

yang lebih kompleks dan perlu segera dilakukan. Secara sederhana langkah

berikut akan sangat membantu.

1. Pelepasan Lahan

Langkah awal dan mendasar dalam rangka pengembangan kawasan

pangan di Merauke adalah mempersiapkan lahan yang akan lokasi program

penanaman padi. Selain lahan dalam kondisi eksisting yang sudah biasa dikelola

petani, target lahan pengembangan adalah lahan yang dimiliki suku Marind, baik

hutan yang sudah dibuka masyarakat setempat atau masih dalam kondisi hutan

produksi konversi. Langkah ini tidak bisa dilakukan secara terburu-buru. Tata

etika pengusahaan lahan yang secara fisik dikuasai masyarakat lokal perlu diakses

menggunakan tata etika yang berlaku pada sistem sosial masyarakat tersebut.

Peta pemilikan tanah ulayat melalui dialog dengan semua tokoh marga

sekaligus sosialisasi program. Tim perlu membawa peta lahan versi

Page 19: TELAAH SOSIAL EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_07.pdf · seperti rawa pasang surut maupun rawa lebak. Merauke adalah salah

1

peneliti/litbang. Berdasarkan dialog dan peta peneliti, tim membuat peta bersama

melalui diskusi atau kunjungan lahan. Peta yang dihasilkan perlu dilengkapi luas

dan batas-batas yang jelas menurut internal masyarakat

2. Sosialisasi Program

Sebelum pelaksanaan program perlu dilakukan sosialisasi untuk menghindari

social shock masyarakat. Kesepakatan mengenai lahan, program, sinergisitas

dilakukan dengan rapport. Secara teknis perlu dilakukan kejelasan pemakaian

lahan program, perjanjian yang berlaku (terkait hak dan tanggungjawab) dengan

masyarakat pemilik lahan yang diperkuat dengan legalitas adat yang berlaku.

Masyarakat setempat perlu diberi keterangan yang jelas tentang gambaran

program dan tujuan pemerintah melaksanakan program tersebut. Bahwa

pengembangan kawasan pangan dengan sistem pertanian modern

mmmemerlukan keterlibatan masyarakat agar berjalan dengan baik dan

berdampak kepada kepentingan nasional dan perbaikan perekonomian

masyarakat setempat.

3. Penyiapan lahan dan dukungan lembaga lain

Pasca pelepasan lahan dan sosialisasi program adalah penyiapan lahan

dengan memperhatikan pentingnya mengidentifikasi lahan pertanian masyarakat

sekitar kawasan program agar tidak terganggu/dirugikan dengan kehadiran

program. Mengidentifikasi pemanfaatan pengairan pertanian masyarakat sekitar

dan membangun sistem pengairan yang bersifat sinergis. Artinya, pengembangan

kawasan pangan Merauke hadir di lokasi memberi dampak positif terhadap petani

dan sistem pertanian yang selama ini digeluti.

Tujuan pemerintah membangun kawasan pangan Merauke

Membantu mengembangkan kegiatan pertanian (sumber

pendapatan masyarakat setempat, khususnya pemilik lahan

program)

Melibatkan petani setempat dalam kegiatan di lahan program.

Membangun masyarakat partisipatif terhadap program pengembangan kawasan

pangan perlu dilakukan sejak awal.

Page 20: TELAAH SOSIAL EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_07.pdf · seperti rawa pasang surut maupun rawa lebak. Merauke adalah salah

2

Kesimpulan

Telaah aspek sosial ekonomi terhadap rencana pengembangan kawasan

pangan Merauke tidak dapat dilepaskan dari telaah terhadap potensi fisik

sumberdaya lahan dan air. Secara fisik, sumberdaya lahan dan air yang tersedia

dalam kondisi yang cukup memadai. Langkah pemanfaatan dan pengusahaan

menjadi sistem usaha tani modern yang mendukung ketersediaan pangan lokal,

nasional bahkan perdagangan regional, bisa dilaksanakan namun memerlukan

dukungan dana yang cukup besar. Potensi ini didukung oleh faktor geografis

yang sangat strategis.

Aspek sosial ekonomi yang bersifat mendukung rencana pengembangan

kawasan pangan adalah: (1) Kemampuan dalam berusahatani yang masih bisa

ditingkatkan; (2) Ketersediaan tenaga kerja siap latih untuk mengoperasionalkan

alat pertanian modern; (3) Petani sekitar (transmigran) yang sudah menerapkan

sistem usaha tani menggunakan benih varietas unggul, pemupukan, dan mesin

pertanian atau alsintan; (4) Kelembagaan petani dalam berusahatani, panen

maupun pemasaran hasil; (5) Penanganan panen yang efisien agar menghasilkan

beras yang berkualitas dan mampu menekan kehilangan hasil; dan (6) Pemasaran

hasil yang terbuka luas (dalam dan luar negeri) dengan akses pasar yang

terjangkau.

Upaya pengembangan kawasan pangan Merauke menghadapi beberapa

persoalan yang terdapat di tahap awal maupun dalam keberlanjutannya,

diantaranya: (1) Persoalan pelepasan lahan yang sebagian besar masih

merupakan hak ulayat suku asli Marind Arin yang menilai, memahami, dan

memandang fungsi lahan/hutan yang berbeda; (2) Sebagian besar lahan yang

akan dikonversi untuk pengembangan kawasan masih dalam bentuk hutan

produksi, sehingga dibutuhkan waktu dan biaya yang lama dan besar sampai bisa

ditanami padi; (3) Penduduk lokal yang diharapkan menjadi pelaku dalam

program ini memiliki karakter peralihan (budaya berburu-meramu menjadi

pertanian menetap) yakni kurang terbuka dan kurang terampil dalam penerapan

teknologi pertanian modern; (4) Kehadiran petani transmigran asal Jawa menjadi

Page 21: TELAAH SOSIAL EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_07.pdf · seperti rawa pasang surut maupun rawa lebak. Merauke adalah salah

3

media percepatan proses peningkatan ketrampilan petani, adopsi inovasi

tingkatserta keterbukaan terhadap perkembangan iptek.

Implikasi Kebijakan

Persoalan pangan sebagai persoalan kebijakan politik negara merupakan

komitmen negara dan masyarakat. Diperlukan pengertian dan persepsi yang

sama terhadap upaya pengembangan yang akan dilakukan di Merauke antara

pemerintah dan masyarakat setempat, termasuk swasta yang direncanakan akan

terlibat di dalamnya. Pengembangan kawasan pangan Merauke adalah inisiasi

pemerintah dan perlu dilaksanakan dengan strategi yang sinergi dengan sistem

sosial budaya yang spesifik.

Langkah operasional program pengembangan tahap awal, diperlukan tim

pendekatan dan sosialisasi program kepada masyarakat lokal terkait pelepasan

lahan sesuai ordinat yang telah ditetapkan, yang akan digunakan dan dicetak

menjadi lahan pertanian sawah. Langkah ini berfungsi sebagai bentuk

penghargaan dan pelibatan masyarakat dalam program.

Transaksi lahan sebaiknya dilakukan mengikuti aturan dan norma yang

berlaku di wilayah setempat dengan kesepakatan dan perjanjian yang ketat dan

tertulis. Kerja tim ini akan menentukan keamanan dan keberlanjutan program

yang ada. Tim harus meliputi personal yang berlatar belakang antropologi,

komunikasi, sosiologi, ekonomi, pemetaan, hidrologi dan pemerintahan. Guna

mendukung pencapaian target pengembangan, diperlukan kebijakan yang

menciptakan iklim yang kondusif bagi “dialog” dengan masyarakat tentang

program maupun lahan dan sumberdaya lain.

Pengembangan kawasan hanya akan bermanfaat bagi masyarakat

setempat jika sumberdaya yang selama ini bisa dikelola dan dinikmati, tetap

berperan memberi kehidupan, melalui penghargaan terhadap sistem sosial budaya

dan norma aturan yang berlaku, memberi kehidupan material dan kenyamanan,

serta meningkatkan ketrampilan dan kualitas hidup yang baik bagi masyarakat

setempat. Pra kondisi ini berfungsi menjaga keberlangsungan program ke depan.

Page 22: TELAAH SOSIAL EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_07.pdf · seperti rawa pasang surut maupun rawa lebak. Merauke adalah salah

4

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, M.O; Abdul Karim Makarim; IGM Subiksa. 2007. Model Pengembangan

Lumbung Pangan di Kawasan Timur Indonesia: Merauke, Seram, Buru. Studi Kelayakan Pengembangan Rice Estate di Kabupaten Merauke,

BSDL dan Litbang Pertanian. 2007. Arahan Percepatan Pembangunan Pertanian Berbasis Sumberdaya Provinsi Papua. Balai Besar Sumberdaya Lahan

Pertanian. Bogor.

Makarim, A.K; M,O,Adnyana; Adiwidjono; IGM Subiksa; Andi Hasanudin dan Djuber Pasaribu. 2006. Studi Kelayakan Pengembangan Sistem Usahatani

Berbasis Tanaman Pangan di Kabupaten Merauke, Papua. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian.

Rachmat, M; Pranadji, T; Ariani, M; Muslim, C; Adawiyah, C.R. 2013. Kajian Legislasi Lahan dan Air di Sektor Pertanian Mendukung Swasembada Pangan. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.