4
ANALISIS SPASIAL TINGKAT RAWAN EROSI DAERAH HULU DAS BIANGLOE KABUPATEN BANTAENG Penelit Ringkasan Eksekutf MAHMUDDIN Jurusan Teknik Sipil/Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar [email protected] AMRULLAH MANSIDAH Jurusan Teknik Sipil/Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar alamatemail penulis 2 [email protected] Proses erosi terjadi atas ga bagian yang berurutan yaitu pengelupasan, pengangkutan, dan pengendapan. Erosi menyebabkan hilangnya lapisan tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air. Sungai Biangloe merupakan drainase alam yang mengantar aliran air dari hulu ke hilir. Akibat adanya komplit kepenngan menyebabkan keadaan DAS sungai tersebut menjadi gundul sehingga hampir seap turun hujan debit aliran sungai meningkat tajam. Penelian ini bertujuan untuk menghitung ngkat rawan erosi di DAS Biangloe berdasarkan rumus Universal Soil Loss Equaon (USLE) modifikasi Snyder (1980) dan modifikasi USLE (MUSLE) Williams (1975) dan Simon serta Senturk (1992). menggunakan analisis GIS. Berdasarkan rumus yang digunakan, maka diperlukan empat jenis peta sebagai dasar perhitungan ngkat rawan erosi, yaitu peta curah hujan, peta jenis tanah, kemiringan, dan peta penutupan lahan. Pada seap peta dilakukan klasifikasi menjadi empat atau lima kelas berdasarkan standar tertentu. Proses overlay dilakukan untuk mendapatkan hasil akhir berupa ngkat bahaya erosi yang dikategorikan menjadi lima kelas yaitu sangat ringan, ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Hasil analisis rawan erosi dengan menggunakan USLE diharapkan dapat memberikan informasi mengenai sonasi ngkat rawan erosi DAS hulu Biangloe dengan melihat peta penyebaran erosi di sona hulu tersebut. Dan sebagai rujukan bagi dinas terkait untuk melaksanakan arahan konservasi, dan sebagai bahan refrensi untuk pengelolaan DAS Biangloe dengan menjaga ekosistem di hulu agar lingkungan dan aliran air sungai tetap dapat terpelihara. Kata kunci: erosi, tanah, hulu, gis

Template Profil Penelitian1 2014 Mahmuddin

Embed Size (px)

DESCRIPTION

1

Citation preview

  • ANALISIS SPASIAL TINGKAT RAWAN EROSI DAERAH HULU DASBIANGLOE KABUPATEN BANTAENG

    Penelit Ringkasan Eksekutf

    MAHMUDDIN

    Jurusan Teknik Sipil/Fakultas TeknikUniversitas Muhammadiyah [email protected]

    AMRULLAH MANSIDAH

    Jurusan Teknik Sipil/Fakultas TeknikUniversitas Muhammadiyah Makassaralamatemail penulis [email protected]

    Proses erosi terjadi atas tiga bagian yang berurutanyaitu pengelupasan, pengangkutan, danpengendapan. Erosi menyebabkan hilangnya lapisantanah yang subur dan baik untuk pertumbuhantanaman serta berkurangnya kemampuan tanahuntuk menyerap dan menahan air. Sungai Biangloemerupakan drainase alam yang mengantar aliran airdari hulu ke hilir. Akibat adanya komplit kepentinganmenyebabkan keadaan DAS sungai tersebut menjadigundul sehingga hampir setiap turun hujan debitaliran sungai meningkat tajam. Penelitian inibertujuan untuk menghitung tingkat rawan erosi diDAS Biangloe berdasarkan rumus Universal Soil LossEquation (USLE) modifikasi Snyder (1980) danmodifikasi USLE (MUSLE) Williams (1975) dan Simonserta Senturk (1992). menggunakan analisis GIS.Berdasarkan rumus yang digunakan, makadiperlukan empat jenis peta sebagai dasarperhitungan tingkat rawan erosi, yaitu peta curahhujan, peta jenis tanah, kemiringan, dan petapenutupan lahan. Pada setiap peta dilakukanklasifikasi menjadi empat atau lima kelasberdasarkan standar tertentu. Proses overlaydilakukan untuk mendapatkan hasil akhir berupatingkat bahaya erosi yang dikategorikan menjadilima kelas yaitu sangat ringan, ringan, sedang, berat,dan sangat berat. Hasil analisis rawan erosi denganmenggunakan USLE diharapkan dapat memberikaninformasi mengenai sonasi tingkat rawan erosi DAShulu Biangloe dengan melihat peta penyebaran erosidi sona hulu tersebut. Dan sebagai rujukan bagidinas terkait untuk melaksanakan arahan konservasi,dan sebagai bahan refrensi untuk pengelolaan DASBiangloe dengan menjaga ekosistem di hulu agarlingkungan dan aliran air sungai tetap dapatterpelihara.

    Kata kunci: erosi, tanah, hulu, gis

  • 1. Kajian Prediksi Laju Dan Potensi Rawan DaerahErosi Pada Das Sadang Provinsi Sulawesi Selatan

    2. Kajian Prediksi Tingkat Bahaya Erosi (TBE) padaPemanfaatan Lahan Berbagai Jenis Tanaman SubDAS Mataallo Kab. Enrekang Prov. SulawesiSelatan.

    3. Ibm Pompa Hidram Sebagai Pompa Air HarapanMasyarakat Di Desa Samoling KecamatanLilirilau Kabupaten Soppeng

    Latar Belakang Hasil dan Manfaat

    Erosi merupakan salah satu masalah utama diDAS Biangloe Hulu. Dimana erosi yang terjadi diDAS Biangloe Hulu sudah sedemikian parahsehingga telah menimbulkan lahan kritis danlahan tidak produktif. Luas lahan kritis di DASBiangloe adalah seluas 53.471 ha dancenderung terus meningkat (BP DAS BiangloeWalanae, 2003). Akibat dari adanya pengaruh manusia dalamproses peningkatan laju erosi sepertipemanfaatan lahan yang tidak sesuai denganperuntukan atau pengelolaan yang tidakdidasari tindakan konservasi tanah dan airmenyebabkan perlunya dilakukan suatupemetaan tingkat erosi tanah sehingga biasadilakukan suatu manajemen lahan. Manajemenlahan berfungsi untuk memaksimalkanproduktivitas lahan dengan tidak mengabaikankeberlanjutan dari sumber daya lahan.Metode yang umum digunakan untuk prediksierosi adalah USLE (Universal Soil Loss Equation)yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith(1978). Faktor-faktor erosi yang memenuhipersamaan USLE dapat diolah secara mudahdan cepat dengan menggunakan Sistem

    Hasil analisa laju erosi dengan menggunakan Universal Soiil Loss Equation (USLE) menunjukkan tingkat bahaya erosi yang terjadi pada Hulu DAS Biangloe tertinggi terjadi pada unit lahan 3 yaitu pemukiman dengan nilai erosi 14043,321 ton/ha/tn dengan kemiringan lereng > 40% dan nilai erosivitas yang tinggi. Sedangkan yang terendah terjadi pada unit lahan 6 yaitu hutan dengan nilai erosi 0,003 ton/ha/thn dengan kemiringan lereng 9 15 % dan nilai erosivitas yang rendah.

    Data laju erosi yang diperoleh dari metode pemetaan dapat digunakan dalam pengambilan keputusan untuk menentukan usaha yang dapat mengendalikan dan menekan laju erosi yang terjadi

  • Informasi Geografis (SIG), SIG dapat mengeloladata yang memiliki referensi geografis sehinggamudah jika data-data tersebut nantinya ingindianalisis ulang kembali. Ide yang mendasaridilakukannya penelitian ini adalah kemudahaninternet dan kemampuan SIG untuk membuatsistem informasi pemetaan tingkat erosiberbasis web. Sehingga diperoleh suatu petaerosi.Data laju erosi yang diperoleh dari metodepemetaan dapat digunakan dalam pengambilankeputusan untuk menentukan usaha yang dapatmengendalikan dan menekan laju erosi yangterjadi.

    Gambar 1. Peta Jenis Tanah

    Gambar 2. Peta kemiringan lereng

    Gambar 3. Peta penggunaan Lahan

    Metode

    Metode dan tahapan penelitian meliputi:Tahapan pembuatan Peta tematik : PetaPenutupan Lahan, Peta Curah Hujan, PetaLerengTahap Pemetaan Erosi: Pada tahap ini dilakukananalisis spasial yaitu overlay peta-peta dasar(Peta Curah Hujan, Peta Jenis Tanah, PetaLereng, dan Peta Penutupan Lahan dimanamasing-masing peta memiliki data atribut)dengan menggunakan software ArcGISmenghasilkan Peta Unit Lahan. Kemudian petaini dilakukan analisis dan penyusunan atributdengan memilih atribut dalam perhitunganmetode USLE. Dari peta unit lahan tersebutdilakukan kalkulasi dengan bantuan FieldCalculator untuk mendapatkan nilai laju erosi disetiap unit lahannya. Setelah mendapatkan nilaierosi di setiap unit lahan, maka perlu dilakukanperhitungan laju erosi yang dapat ditoleransikandengan metode TSL dengan menggunakanparameter faktor kedalaman tanah, umur gunatanah dan kedalaman tanah efektif dari petajenis tanah. Metode TSL digunakan untuk dapatmengetahui lahan yang mana nilai laju erosinyamelewati dari nilai erosi yang dapatditoleransikan (dalam hal ini dikatakan tidaksesuai) dan lahan yang mana nilai laju erosinyatidak melewati dari nilai yang dapat

  • ditoleransikan (dalam hal ini dikatakan sesuai),maka dibuatlah Peta Erosi-TSL. Peta Erosi-TSL iniselanjutnya dicocokkan (matching) dengankriteria kesesuaian lahan FAO (1976).