11
2.1 Sterilisasi Sterilisasi merupakan upaya untuk meminimalisasi gangguan mikroorganisme dengan cara menghilangkan “seluruhnya” (bakteri, jamur, parasit, virus, termasuk bakteri endospora). Sterilisasi menjadi hal yang sangat penting dalam berbagai proses bioteknologi, salah stunya dalam proses fermentasi. Meskipun proses fermentasi melibatkan mikroorganisme, namun seringkali kehadiran mikroorganisme lain (kontaminan) tetap mengganggu. Hal ini karena: 1. Medium akan menumbuhkan semua mikroba yang ada (mikroba target dan kontaminan) sehingga produk yang dihasilkan menjadi sangat beragam. Tentu saja hal ini sangat merugikan karena selain mengurangi produktivitas juga menyulitkan dalam proses isolasi. 2. Jika proses fermentasi dilanjutkan dalam keadaan banyak kontaminan, maka kemungkinan produk yang dihasilkan oleh kontaminan menjadi lebih dominan dan mendesak produk mikroba target hingga dapat menghilangkannya. 3. Kontaminasi pada produk akhir dapat menurunkan kualitas produk, bahkan mungkin dapat membahayakan manusia 4. Kontaminan dapat merusak produk yang diinginkan 5. Kontaminasi dari suatu fermentasi bakteri dengan “phage” dapat me-lisis kultur. Untuk menghindari hal–hal tersebut di atas, langkah antisipasi yang dapat dilakukan antara lain dengan: a. Penggunaan inokulum murni dalam fermentasi

Teori Dasar Kinetika Kematian Mikroba

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan praktikum bioproses

Citation preview

Page 1: Teori Dasar Kinetika Kematian Mikroba

2.1 Sterilisasi

Sterilisasi merupakan upaya untuk meminimalisasi gangguan mikroorganisme dengan

cara menghilangkan “seluruhnya” (bakteri, jamur, parasit, virus, termasuk bakteri

endospora). Sterilisasi menjadi hal yang sangat penting dalam berbagai proses bioteknologi,

salah stunya dalam proses fermentasi. Meskipun proses fermentasi melibatkan

mikroorganisme, namun seringkali kehadiran mikroorganisme lain (kontaminan) tetap

mengganggu. Hal ini karena:

1. Medium akan menumbuhkan semua mikroba yang ada (mikroba target dan

kontaminan) sehingga produk yang dihasilkan menjadi sangat beragam. Tentu saja hal

ini sangat merugikan karena selain mengurangi produktivitas juga menyulitkan dalam

proses isolasi.

2. Jika proses fermentasi dilanjutkan dalam keadaan banyak kontaminan, maka

kemungkinan produk yang dihasilkan oleh kontaminan menjadi lebih dominan dan

mendesak produk mikroba target hingga dapat menghilangkannya.

3. Kontaminasi pada produk akhir dapat menurunkan kualitas produk, bahkan mungkin

dapat membahayakan manusia

4. Kontaminan dapat merusak produk yang diinginkan

5. Kontaminasi dari suatu fermentasi bakteri dengan “phage” dapat me-lisis kultur.

Untuk menghindari hal–hal tersebut di atas, langkah antisipasi yang dapat dilakukan

antara lain dengan:

a. Penggunaan inokulum murni dalam fermentasi

b. Sterilisasi medium: merupakan proses yang bertujuan untuk menghilangkan semua

jenis makhluq hidup yang ada dalam media, dilakukan sebelum inokulasi kultur.

c. Sterilisasi ruang fermenter: Penghilangan semua bentuk makhluq hidup dari ruang

fermentor, termasuk udara secara kontinyu

d. Sterilisasi semua bahan yang digunakan dalam keseluruhan proses fermentasi

e. Penjagaan kondisi aseptis selama fermentasi

Page 2: Teori Dasar Kinetika Kematian Mikroba

Fermentasi dapat dilakukan baik secara fisika, kimia, maupun radiasi. Sterilisasi

secara fisika dapat dilakukan dengan membunuh mikroba atau sekadar mencegah mikroba

masuk kesistem kita. Sterilisasi fisik dengan membunuh mikroba dapat dilakukan dengan

penggunaan panas, freezing (pembekuan), penggunaan garam berkonsentrasi tinggi, dll.

Sementara sterilisasi fisik tanpa membunuh mikroba dapat dilakukan dengan filtrasi. Filtrasi

merupakan upaya untuk meminimalisasi kontaminasi mikroorganisme dengan cara

menyaring sesuatu dengan filter berukuran tertentu sehingga sebagian mikroba tidak dapat

melewatinya. Cara ini tidak membunuh mikroba yang ada, hanya meminimalisasi agar

mikroba tidak terbawa.

Namun, dalam proses fermentasi, cara sterilisasi fisik yang paling mungkin dilakukan

adalah dengan filtrasi dan penggunaan panas, baik panas basah maupun panas kering.

Sterilisasi panas basah seringkali digunakan untuk sterilisasi media dan bahan–bahan lainnya

sementara panas kering untuk sterilisasi alat–alat. Faktor–faktor yang mempengaruhi

sterilisasi panas antara lain:

Jenis dan jumlah kontaminan yang hendak dihilangkan

Morfologi mikroorganisme

Komposisi media fermentasi

pH

Ukuran partikel tersuspensi

Temperatur yang digunakan

Durasi proses sterilisasi

Keberadaan air

Sterilisasi panas dapat dilakukan secara batch maupun continue.

a. Sterilisasi Batch

Sterilisasi sistem batch dapat dilakukan dengan cara menginjeksikan uap panas ke dalam

mantel fermentor ayau coil yang terdapat pada bagian dalam fermentor. Cara ini disebut

metode tidak langsung. Atau dengan cara menghilangkan uap panas langsung ke dalam

larutan medium (metode langsung). Metode langsung membutuhkan uap panas murni,

yaitu bebas dari bahan kimia tambahan seperti senyawa antikarat yang panyak digunakan

dalam proses produksi uap. Di samping itu, metode langsung akan mengakibatkan

Page 3: Teori Dasar Kinetika Kematian Mikroba

bertambahnya volume cairan media dalam fermentor karena adanya kondensasi uap yang

digunakan.

b. Sterilisasi Continue

Site mini memberikan keuntungan berupa minimalnya kemungkinan kerusakan medium

tetapi mengkinsumsi banyak energi. Temperature yang dibutuhkan untuk sterilisasi

sistem ini adalah 140oC dengan waktu hanya 30 hingga 120 detik. Alat yang digunakan

dapat berupa Continues plate heat exchange dan Continues injection flash cooler.

Kelebihan Continues injection flash cooler antara lain:

Dapat digunakan untuk media yang mengandung bahan padat tersuspensi

Biaya lebih murah

Mudah dibersihkan

Pemanasan dan pendinginan lebih cepat

Penggunaan uap lebih efisien

Adapun Kekurangannya antara lain:

Dapat terbentuk buih saat pemanasan dan pendinginan

Adanya kontak langsung antara media dan uap panas yang murni, yaitu bebas dari

bahan anti karat.

2.2 Kinetika Kematian Mikroba

Proses panas secara komersial umumnya didesain untuk menginaktifkan mikroorganisme

yang ada pada makanan yang dapat mengancam kesehatan manusia dan mengurangi jumlah

mikroorganisme pembusuk ke tingkat yang rendah, sehingga peluang terjadinya kebusukan

sangat rendah. Dalam desain proses termal, ada dua hal yang harus diketahui, yaitu karakteristirk

ketahanan panas mikroba dan profil pindah panas dari medium pemanas ke dalam bahan pada

titik terdinginnya. Karakteristik ketahanan panas dinyatakan dengan nilai D dan nilai Z. Untuk

mencapai level pengurangan jumlah mikroba yang diinginkan, amaka ditentukan siklus

logaritma pengurangan mikroba. Kemudian dihitung nilai sterilitasnya pada suhu tertentu (Fo).

Nilai Fo ini ditentukan sebelum proses termal berlangsung. Nilai Fo dapat dihitung pada suhu

Page 4: Teori Dasar Kinetika Kematian Mikroba

standar atau pada suhu tertentu, dimana untuk menghitungnya perlu diketahui nilai D dan nilai Z

(Kusnandar, 2008).

Nilai D menyatakan ketahahanan panas mikroba atau sensitifitas mikroba oleh suhu

pemanasan. Nilai D didefinisikan sebagai waktu dalam menit pada suhu tertentu yang diperlukan

untuk menurunkan jumlah spora atau sel vegetatif tertentu sebesar 90% atau satu logaritmik.

Setiap mikroba memiliki nilai D pada suhu tertentu. Semakin besar nilai D suatu mikroba pada

suatu suhu tertentu, maka semakin tinggi ketahahan panas mikroba tersebut pada suhu yang

tertentu. Nilai D umumnya dinyatakan pada suhu standar. Untuk bakteri mesofilik atau

termofilik umumnya menggunakan suhu standar 121oC, sedangkan untuk sel vegetatif, khamir,

atau kapang umumnya menggunakan suhu yang lebih rendah (80-100°C). Nilai D pada suhu

standar ini sering dituliskan dengan nilai Do (Anonim, 2009).

Faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas proses thermal pencapaian kecukupan

proses panas sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Oleh karena itu, faktor-faktor yang

mempengaruhi proses termal harus  dikontrol dengan baik dan dikendalikan. Berdasarkan

persyaratan pendaftaran ke FDA, terdapat faktor-faktor kritis yang dapat mempengaruhi proses

pemanasan dan sterilisasi, yang dapat berbeda antara satu produk dengan produk lainnya. Di

antara faktor-faktor kritis yang perlu diidentifikasi pengaruhnya adalah: (a) karakteristik bahan

yang dikalengkan (pH keseimbangan, metode pengasaman, konsistensi/viskositas dari bahan,

bentu/ukuran bahan, aktivitas air, persen padatan, rasio padatan/ cairan, perubahan formula,

ukuran partikel, jenis pengental, jenis pengawet yang ditambahkan, dan sebagainya), kemasan

(jenis dan dimensi, metode pengisian bahan ke dalam kemasan), (b) proses dalam retort (jenis

retort, jenis media pemanas, posisi wadah dalam retort, tumpukan wadah, pengaturan kaleng,

kemungkinan terjadinya nesting (Anonim c, 2008).

Bacillus cereus merupakan bakteri gram-positif, aerobik, batang pembentuk spora,

kadang-kadang memperlihatkan reaksi gram-negatif. Bacillus cereus merupakan bakteri

fakultatif anaerob dengan ukuran sel-sel vegetatif dalam bentuk rantai. Beberapa galur bersifat

psikotropik, dan galur lainnya bersifat mesofilik dan termofilik. Beberapa tidak dapat tumbuh

pada makanan dingin yang disimpan panas pada suhu di atas 60ºC (Anonim, 2009).

Page 5: Teori Dasar Kinetika Kematian Mikroba

Escherichia coli atau biasa disingkat E. coli adalah salah satu jenis spesies utama

bakterigram negatif. Bakteri ini umumnya hidup pada rentang 20-40°C, optimum pada 37°C.

Pada umumnya, bakteri ini hidup pada tinja, dan dapat menyebabkan masalah kesehatan pada

manusia, seperti diare, muntaber dan masalah pencernaan lainnya. E. coli banyak digunakan

dalam teknologi rekayasa genetika. Biasa digunakan sebagai vektor untuk menyisipkan gen-gen

tertentu yang diinginkan untuk dikembangkan. E. coli dipilih karena pertumbuhannya sangat

cepat dan mudah dalam penanganannya (Anonim, 2009).

Pseudomonas aeruginosa merupakan patogen utama bagi manusia. Bakteri ini terogolong

baketri mesofilik. Bakteri ini kadang-kadang mengkoloni pada manusia dan menimbulkan

infeksi apabila fungsi pertahanan inang abnormal. Oleh karena itu, Pseudomonas aeruginosa

disebut patogen oportunistik, yaitu memanfaatkan kerusakan pada mekanisme pertahanan inang

untuk memulai suatu infeksi. Bakteri ini dapat juga tinggal pada manusia yang normal dan

berlaku sebagai saprofit pada usus normal dan pada pasien rumah sakit yang menderita kanker,

fibrosis kistik dan luka bakar. Bakteri ini adalah jenis bakteri gram negatif aerob obligat,

berkapsul, mempunya flagella polar sehingga bakteri ini bersifat motil, berukuran sekitar 0,5-1,0

µm. Bakteri ini tidak menghasilkan spora dan tidak dapat memfermentasikan karbohidrat

(Anonim, 2010).

Jenis dan spesies mikroba berpengaruh terhadap perlakuan panas pada proses sterilisasi.

Tabel 2.1 menunjukan ketahanan relative beberapa jenis mikroba terhadap panas yang tinggi.

Mikroba yang membentuk spora lebih tahan terhadap pemanasan basah yang paling tinggi jika

dibandingkan dengan beberapa jenis mikroba yang lain. Siklus sterilisasi dapat dirancang

berdasarkan pemusnahan spora bakteri, sehingga mikroba jenis lain aka mati secar bersamaan.

Suhu yang semakin tinggi pada proses sterilisasi maka waktu yang dibutuhkan untuk mematikan

spora akan semakin berkurang.

Table 2.1 Ketahanan Relative Berbagai Mikroba Terhadap Panas Batch

Jenis MikrobaKetahanan Relatif Terhadap

Panas

Bakteri vegetative dan khamir 1

Virus dan bakteriofage 1-5

Spora kapang 2-10

Page 6: Teori Dasar Kinetika Kematian Mikroba

Spora bakteri 3 x 106

Sumber : J.H (ed), 1988, Chemical Engineers’ Hand Book

Table 2.2 Pengaruh Suhu Dan Waktu Sterilisasi Terhadap Kematian Spora

Suhu Sterilisasi

(oC)

Waktu yang Diperlukan untuk Mematikan

Spora (menit)

116 30

118 18

121 12

125 8

132 2

138 0,8

Sumber : J.H (ed), 1988, Chemical Engineers’ Hand Book

Pengaruh waktu sterilisasi terhadap jumlah spora yang bertahan menunjukan karakteristik

yang berbeda-beda. Karakteristik mikroba atau termofilik pada awal proses sterilisasi mengalami

peningkatan populasi spora kemudian dengan bertambahnya waktu sterilisasi spora yang hidup

semakin berkurang. Panas yang diberikan pada awal proses justru akan meningkatkan populasi

mikroba termofil dan setelah temperature pemanasan mencapai temperature yang

mengakibbatkan kematian mikroba (lethal temperature), maka secara perlahan jumlah mikroba

yang hidup berkurang.

Bailey & Ollis, (1986) menyatakan bahwa kematian jumlah mikroba oleh pemanasan

dapat mengikuti persamaan linear orde -1.

Persamaannya :−dN

dt=kd N …….(2.1)

N = jumlah mikroba

T = waktu pemanasan

Kd = konstanta laju kematian mikroba

Integrasi persamaan 2.1 menjadi :NtN 0

=e−kt…….(2.2)

N0 = jumlah mikroba sebelum pemanasan pada t = 0

Page 7: Teori Dasar Kinetika Kematian Mikroba

Nt = jumlah mikroba setelah pemanasan periode t

Logaritma normal persamaan 2.2 memberikan korelasi linear terhadap waktu,

ln NtN0

=−k dt …….(2.3)

N0 sering disebut level kontaminasi (jumlah mikroba sebelum pemanasan kontaminasi

mikroba sebelum disterilisasi ) dan Nt adalah level sterilisasi.

Dalam proses sterilisasi dikenal istilah decimal reduction time atau destruction value (D)

yang didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan dalam meit pada suhu tertentu untuk

mengurangi jumlah sel vegetative atau spora sehingga mikroba yang bertahan berkurang menjadi

1/10, sehingga persamaan 2.2 dapat dituliskan :

NtN 0

=e−kD…….(2.4)

D= ln10k …….(2.5)

Nilai konstanta laju kematian mikroba (kd) bergantung pada temperatur, mengikuti

persamaan Arhenius:

kd=kd 0e−Ed

RT …….(2.6)

ln k d= ln kd 0−EdRT

1T …….(2.7)

Apabila nilai ln kd dialurkan terhadap 1/T maka akan diperoleh sebuah garis lurus

gradient – Ed/R.

Page 8: Teori Dasar Kinetika Kematian Mikroba

DAFTAR PUSTAKA

Kurniasih, Hafizah.2011. “Praktikum Mikrobiologi”. Yogyakarta : Tanpa keterangan

Materi kuliah Teknologi Fermentasi Dr. Pudjono., S.U., Apt, Prof. Retno S. Sudibyo., M.Sc.,

Apt., dan Prof. Dr. Wahyono., S.U., Apt.

Materi Kuliah Mikrobiologi Farmasi Dr. rer. nat. Yossy Bayu Murti., Apt.