4
EUIS SUNARTI | TEORI KELUARGA Copyright Euis Sunarti [email protected] http://euissunarti.staff.ipb.ac.id/teori-keluarga/ TEORI KELUARGA Teori-Teori Keluarga [1] Kajian keluarga telah dimulai sejak tahun 1800-an, seiring dengan kebutuhan untuk memperbaiki atau menyelesaikan masalah-masalah sosial. Hal tersebut menunjukkan pandangan bahwa keluarga berkaitan dengan banyak masalah sosial. Contohnya adalah masalah sosial yang berkaitan dengan dampak peningkatan tingkat perceraian, dampak kekerasan, gerakan atau tuntutan hak memilih wanita, dan dampak industrialisasi. Bahkan para pembaharu sosial memandang bahwa keluarga sebagai dasar kesehatan masyarakat. Oleh karena itu perhatian beralih kepada kehidupan keluarga itu sendiri. Keluarga dipandang sebagai institusi yang mudah pecah, sehingga perlu dilindungi. Perubahan sosial yang berlangsung cepat, industrialisasi, dan urbanisasi dipandang sebagai faktor yang dapat menyebabkan disorganisasi keluarga (Thomas & Wilcox dalam Sussman & Steinmetz, 1987). Teori keluarga berkembang sejak awal abad 1900-an, merupakan aplikasi teori sosiologi dalam institusi keluarga. Urutan teori keluarga yang berkembang dimulai dengan teori interaksi simbolik (simbolic interactionism) sejak tahun 1918, teori struktural-fungsional (structural functionalism) sejak tahun 1930, teori perkembangan keluarga sejak tahun 1946, teori sistem, teori konflik sosial (social conflict), teori pertukaran sosial (social exchange), dan teori ekologi manusia ( human ecology) sejak tahun 1960, serta teori konstruksi sosial (social construction of gender) sejak tahun 1980 (Boss, Doherty, LaRossa, Schumm, & Steinmetz, 1993). Secara umum teori-teori keluarga yang berkembang dapat dibagi dua yaitu teori kontrol eksternal (external control) dan teori kekuatan maanusia (the power of people). Teori kontrol eksternal memiliki pandangan bahwa manusia lebih banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar dirinya, dan yang termasuk teori ini adalah teori perkembangan keluarga, teori structural fungsionalism, dan teori social conflict. Teori kekuatan manusia lebih menekankan kepada kekuatan manusia untuk menciptakan perilakunya dalam berpikir, berinterpretasi, dan memberikan arti kepada dunia. Teori social exchange dan teori symbolic interaction termasuk ke dalam teori ini (Winton, 1995). page 1 / 4

TEORI KELUARGA - achamad.staff.ipb.ac.idachamad.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/EUIS SUNARTI...& Steinmetz, 1987). ... sosiologi dalam institusi keluarga. ... Menurut pandangan

  • Upload
    vonhan

  • View
    248

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

EUIS SUNARTI | TEORI KELUARGA Copyright Euis Sunarti [email protected]://euissunarti.staff.ipb.ac.id/teori-keluarga/

TEORI KELUARGA

Teori-Teori Keluarga  [1]

Kajian keluarga telah dimulai sejak tahun 1800-an, seiring dengan kebutuhan untukmemperbaiki atau menyelesaikan masalah-masalah sosial.  Hal tersebutmenunjukkan pandangan bahwa keluarga berkaitan dengan banyak masalahsosial.  Contohnya adalah masalah sosial yang berkaitan dengan dampakpeningkatan tingkat perceraian, dampak kekerasan, gerakan atau tuntutan hakmemilih wanita, dan dampak industrialisasi.  Bahkan para pembaharu sosialmemandang bahwa keluarga sebagai dasar kesehatan masyarakat.  Oleh karena ituperhatian beralih kepada kehidupan keluarga itu sendiri.  Keluarga dipandangsebagai institusi yang mudah pecah, sehingga perlu dilindungi.  Perubahan sosialyang berlangsung cepat, industrialisasi, dan urbanisasi dipandang sebagai faktoryang dapat menyebabkan disorganisasi keluarga (Thomas & Wilcox dalam Sussman& Steinmetz, 1987).

Teori keluarga berkembang sejak awal abad 1900-an, merupakan aplikasi teorisosiologi dalam institusi keluarga.  Urutan teori keluarga yang berkembang dimulaidengan teori interaksi simbolik (simbolic interactionism) sejak tahun 1918, teoristruktural-fungsional (structural functionalism) sejak tahun 1930, teoriperkembangan keluarga sejak tahun 1946, teori sistem, teori konflik sosial (socialconflict), teori pertukaran sosial (social exchange), dan teori ekologi manusia (human ecology) sejak tahun 1960, serta teori konstruksi sosial (social constructionof gender) sejak tahun 1980 (Boss, Doherty, LaRossa, Schumm, & Steinmetz, 1993).

Secara umum teori-teori keluarga yang berkembang dapat dibagi dua yaitu teorikontrol eksternal (external control) dan teori kekuatan maanusia (the power ofpeople).  Teori kontrol eksternal memiliki pandangan bahwa manusia lebih banyakdipengaruhi oleh faktor-faktor di luar dirinya, dan yang termasuk teori ini adalahteori perkembangan keluarga, teori structural fungsionalism, dan teori socialconflict.  Teori kekuatan manusia lebih menekankan kepada kekuatan manusiauntuk menciptakan perilakunya dalam berpikir, berinterpretasi, dan memberikanarti kepada dunia.  Teori social exchange dan teori symbolic interaction termasukke dalam teori ini (Winton, 1995).

page 1 / 4

EUIS SUNARTI | TEORI KELUARGA Copyright Euis Sunarti [email protected]://euissunarti.staff.ipb.ac.id/teori-keluarga/

 

Teori Pertukaran Sosial

Teori pertukaran sosial pada intinya memandang individu sebagai makhluk yangrasional. Setiap aktivitas individu dikaitkan dengan tujuan untuk memaksimumkanpenghargaan dan meminimalkan biaya.  Penghargaan bisa bersifat fisik sepertimateri dan ekonomi, dan bersifat non fisik seperti emosi atau perasaan.  Teori inipercaya bahwa setiap interaksi sosial mendatangkan biaya.  Biaya paling minimaladalah waktu dan tenaga, yang lainnya adalah uang, dan emosi negatif sepertimarah, frustasi, dan depresi.  Interaksi sosial juga mendatangkan penghargaanseperti rasa tenang, pandangan yang positif mengenai hidup, perasaan bergunadan dibutuhkan.  Teori ini memandang bahwa perceraian terjadi karenamasing-masing pihak merasakan lebih besarnya biaya perkawinan dibandingkanmanfaat yang diperoleh.

 

Teori Interaksi Simbolik

Perilaku manusia dipandang sebagai fungsi dari kemampuan manusia untukberpikir kritis dan analitis.  Teori ini memfokuskan pada otonomi seseorang individuuntuk membangun pola aksi melalui suatu proses pendefinisian dan interpretasisasaran dan kejadian.  Otonomi individu tersebut bahkan menjadi alasan perilakuyang dapat melanggar aturan dan norma-norma sosial.

 

Teori Konflik Sosial

page 2 / 4

EUIS SUNARTI | TEORI KELUARGA Copyright Euis Sunarti [email protected]://euissunarti.staff.ipb.ac.id/teori-keluarga/

Teori konflik sosial memandang konflik sebagai suatu hal yang alamiah, normal,dan tidak dapat dielakkan dalam seluruh sistem sosial, bahkan konflik dianggapsebagai sumber motivasi yang dibutuhkan untuk perubahan.  Konflik ada dimana-mana, dalam semua jenis interaksi sosial, dan pada seluruh tingkatorganisasi sosial.  Bahkan konflik dipandang sebagai elemen dasar kehidupan sosialmanusia dan keberlangsungan sistem.  Besarnya (prevalensi) konflik individudimotivasi oleh minat individu, dan berhubungan dengan kebutuhan, nilai, tujuan,dan sumberdaya.  Terhadap sumberdaya yang terbatas, terdapat dua kemungkinankonflik yaitu : 1) perbedaan minat, kebutuhan, nilai, dan tujuan, serta 2) individuberbeda dalam waktu bersamaan menginginkan hal yang sama pada sumberdayaterbatas (Winton, 1995; Klein &White, 1996; Farrington & Cheertook dalam Boss etal. 1993).

Menurut pandangan penganut teori konflik sosial, keluarga sebagai sistem jugatidak terlepas dari konflik antar anggota di dalamnya.  Terjadinya perceraiandipandang karena ketiadaan konflik antar anggota di dalamnya.  Terjadinyaperceraian dipandang karena ketiadaan konflik dalam hubungan perkawinan(Farrington & Cheertook dalam Boss et al. 1993).  Dalam bentuk yang palingekstrim, teori konflik sosial yang berlandaskan pada persaingan kekuasaan yangbersumber dari sumberdaya terbatas, mengarahkan pada isu ketidakadilan genderdalam memperoleh sumber kekuasaan.  Gerakan untuk kesetaraan gender dikenaldengan gerakan feminisme.  Kaum feminis memandang keluarga dengan sistempatriarkat (struktur vertikal dengan menempatkan laki-laki sebagai pemimpin)merupakan lembaga yang melestarikan pola relasi hierarkis yang dianggapmenindas, memasung hak-hak wanita untuk berkiprah setara dengan pria di bidangpublik.  Oleh karenanya penghapusan sistem patriarkat dan vertikal merupakantujuan utama dari semua gerakan feminisme, melalui penghapusan institusikeluarga atau paling tidak defungsionalisasi keluarga (Megawangi, 1999).

 

Teori Struktural Fungsional

Teori struktural fungsional berlandaskan empat konsep yaitu : sistem, struktursosial, fungsi, dan keseimbangan.  Teori ini membahas bagaimana perilakuseseoraang dipengaruhi orang lain dan oleh institusi sosial, dan bagaimana perilakutersebut pada gilirannya mempengaruhi orang lain dalam proses aksi-reaksiberkelanjutan.  Teori ini memandang tidak ada individu dan sistem yang berfungsi

page 3 / 4

EUIS SUNARTI | TEORI KELUARGA Copyright Euis Sunarti [email protected]://euissunarti.staff.ipb.ac.id/teori-keluarga/

secara independen, melainkan dipengaruhi dan pada gilirannya mempengaruhiorang lain atau sistem lain (Winton, 1995), serta mengakui adanya keragamandalam kehidupan sosial, yang merupakan sumber utama struktur masyarakat(Megawangi, 1999).

[1] Bagian dari tinjauan Pustaka  Disertasi Euis Sunarti. 2001. “Ketahanan Keluarga:Perumusan Ukuran dan Pengaruhnya terhadap Kualitas Kehamilan”

page 4 / 4