31
KOMUNIKASI MASSA KELOMPOK 10 TEORI MEDIA DAN KEBUDAYAAN : PEMBENTUKAN MAKNA DALAM DUNA SOSIAL

Teori Media Dan Kebudayaan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Teori Media Dan Kebudayaan

KOMUNIKASI MASSA

KELOMPOK 10

TEORI MEDIA DAN KEBUDAYAAN :

PEMBENTUKAN MAKNA DALAM DUNA SOSIAL

Page 2: Teori Media Dan Kebudayaan

PEMBAHASAN

Teori Interaksionalisme simbolik (symbolic interactionism) adalah pendekatan teoritis

dalam memahami hubungan antara manusia dan masyarakat. Ide dasar teori interaksionisme

simbolik adalah bahwa tindakan dan interaksi manusia hanya dapat dipahami melalui pertukaran

symbol atau komunikasi yang sarat makna.

Teori interaksionisme simbolik mulai berkembang pada pertengahan abad ke-20.

interaksionisme simbolik berakar dari dua kata yang bermakna berbeda, yaitu interaksi dan

simbol. Simbolik mengandung pengertian pada makna yang terdapat pada situasi sosial tertentu

di mana pelaku berada di dalamnya, sedangkan interaksionis mengandung arti makna tersebut

dibentuk oleh interaksi di antara pelaku.

Gagasan mengenai teori tersebut muncul dari George Herbert Mead (1863-1931) seorang

filsuf Universitas Chicago dan tokoh psikologi sosial. Setelah Mead meninggal, Herbert Blumer,

yang juga merupakan salah satu sosiolog di Universitas Chicago, mengambil alih seluruh

karyanya serta membenahi teori sosialnya dan menamai gagasan Mead tersebut: interaksionisme

simbolik. Blumer sendiri juga terpengaruh oleh pemikiran Herbert Mead tentang interaksionisme

simbolik. Karya Blumer yang terkenal dalam perspektif teori ini adalah kumpulan esainya yang

berjudul Symbolic Interactionism: Perspective and Method.

Tiga prinsip utama interaksionisme simbolik menurut Blumer adalah:

1. Manusia bertindak melalui hal-hal pada makna yang ada di dalamnya.

2. Makna-makna tersebut muncul dari interaksi sosial.

3. Tindakan sosial merupakan hasil dari tindakan-tindakan individu.

Teori interaksionisme simbolik beranggapan bahwa masyarakat (manusia) adalah produk

sosial. Teori ini mempunyai metodologi yang khusus, karena interaksionisme simbolik melihat

makna sebagai bagian fundamental dalam interaksi masyarakat. Dalam penelitian mengenai

interaksi dalam masyarakat tersebut, teori interaksionisme simbolik cenderung menggunakan

metode kualitatif dibanding metode kuantitatif.

Kekuatan dan kelemahan dari Teori Interaksionisme Simbolik:

Kekuatan :

1.Menolak konsep stimulus-respons yang sederhana dari perilaku manusia

2.Membahas lingkungan sosial tempat pembelajaran terjadi

3.Menyadari keberadaan manusia yang kompleks

Page 3: Teori Media Dan Kebudayaan

4.Memfokuskan pada peranan individu dan komunitas dalam agen

5.Memberikan dasar bagi banyak metodologi dan pendekatan untuk meneliti

Kelemahan :

1.Tidak terlalu memperhatikan kekutan institusi social

2.Dalam beberapa pernyataannya,terlalu memberikan kekuatan terhadap konten media.

FRAMING DAN ANALISIS FRAME

Analisis framing adalah salah satu metode penelitian yang termasuk baru dalam dunia

ilmu komunikasi. Para ahli menyebutkan bahwa analisis framing ini merupakan perpanjangan

dari analisis wacana yang dielaborasi terus menerus ini, menghasilkan suatu metode yang up to

date untuk memahami fenomena-fenomena media mutakhir

Analisis framing merupakan suatu ranah studi komunikasi yang menonjolkan pendekatan

multidisipliner dalam menganalisis pesan-pesan tertulis maupun lisan. Konsep framing atau

frame sendiri bukan berasal dari ilmu komunikasi, melainkan dari ilmu kognitif (psikologis).

Dalam prakteknya, analisis framing juga memungkinkan disertakannya konsep-konsep

sosiologis, politik dan kultural untuk menganalisis fenomena-fenomena komunikasi, sehingga

suatu fenomena dapat benar-benar dipahami dan diapresiasi berdasarkan konteks sosiologis,

politis atau kultural yang melingkupinya.

Konsep framing sering digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan penonjolan

aspek tertentu dari realitas oleh media. Framing dapat dipandang sebagai penempatan informasi–

informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapatkan alokasi lebih besar

daripada isu yang lain. Robert M. Entman lebih lanjut mendefinisikan framing sebagai ‘’seleksi

dari berbagai aspek realitas yang diterima dan membuat peristiwa itu lebih menonjol dalam suatu

teks komunikasi. Dalam banyak hal itu berarti menyajikan secara khusus definisi terhadap

masalah, interpretasi sebab akibat, evaluasi moral, dan tawaran penyelesaian sebagaimana

masalah itu digambarkan.

Dari definisi Entman tersebut framing pada dasarnya merujuk pada pemberian definisi,

penjelasan, evaluasi dan rekomendasi dalam suatu wacana untuk menekankan kerangka berpikir

tertentu terhadap peristiwa yang diwacanakan.

Dengan kata lain, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif

atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara

Page 4: Teori Media Dan Kebudayaan

pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana

yang ditonjolkan dan dihilangkan dan hendak dibawa kemana berita tersebut.

Selanjutnya analisis framing mempunyai asumsi bahwa wacana media massa memiliki

peran yang sangat strategis dalam menentukan apa yang penting atau signifikan bagi publik dari

bermacam-macam isu dan persoalan yang hadir dalam wacana publik.

DEFINISI FRAMING

Ide tentang framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955. Frame pada

awalnya dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir

pandangan politik, kebijakan dan wacana, dan yang menyediakan kategori-kategori standar

untuk mengapresiasi realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman

(1974) yang mengandaikan frame sebagai kepingan-kepingan perilaku (strips of behaviour) yang

membimbing individu dalam membaca realitas.

Peneliti yang paling konsisten mendiskusikan dan mengimplementasikan konsep framing

adalah Willian A. Gamson. Gamson terkenal dengan pendekatan konstruksionisnya untuk

menganalisis wacana komunikasi. Menurut Gamson dan Modigliani, frame adalah cara bercerita

atau gugusan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna

peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana.

Selain Gamson dan Modigliani, berkaitan dengan dilihatnya framing sebagai proses

seleksi dan penonjolan aspek tertentu dari realitas oleh media, Robert M. Entman lebih lanjut

mendefinisikan framing sebagai seleksi dari berbagai aspek realitas yang diterima dan membuat

peristiwa itu lebih menonjol dalam suatu teks komunikasi. Dalam banyak hal itu berarti

menyajikan secara khusus definisi terhadap masalah, interpretasi sebab akibat, evaluasi moral,

dan tawaran penyelesaian sebagaimana masalah itu digambarkan.

Ada beberapa tokoh yang memberikan definisi framing. Beberapa definisi para ahli

tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

TOKOH DEFINISI

Robert N. Entman Proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga bagian tertentu

dari peristiwa itu lebih menonjol dibandingkan aspek lain. Ia juga menyertakan penempatan

Page 5: Teori Media Dan Kebudayaan

informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga sisi tertentu mendapatkan alokasi lebih

besar daripada sisi yang lain.

William A. Gamson Cara bercerita atau gugusan ide-ide yang terorganisir sedemikian

rupa dan menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu

wacana. Cara bercerita itu terbentuk dalam sebuah kemasan (package). Kemasan itu semacam

skema atau struktur pemahaman yang digunakan individu untuk mengkonstruksi makna pesan-

pesan yang ia sampaikan, serta untuk menafsirkan makna pesan-pesan yang ia terima.

Todd Gitlin Strategi bagaimana realitas/dunia dibentuk dan disederhanakan sedemikian

rupa untuk ditampilkan kepada khalayak pembaca. Peristiwa-peristiwa ditampilkan dalam

pemberitaan agar tampak menonjol dan menarik perhatian khalayak pembaca.itu dilakukan

dengan seleksi, pengulangan, penekanan, dan presentasi aspek tertentu dari realitas.

David E. Snow and Robert Benfort Pemberian makna untuk menafsirkan peristiwa dan

kondisi yang relevan. Frame mengorganisasikan sistem kepercayaan dan diwujudkan dalam kata

kunci tertentu, anak kalimat, citra tertentu, sumber informasi, dan kalimat tertentu.

Amy Binder Skema interpretasi yang digunakan oleh individu untuk menempatkan,

menafsirkan, mengidentifikasi, dan melabeli peristiwa secara langsung atau tidak langsung.

Frame mengorganisir peristiwa yang kompleks ke dalam bentuk dan pola yang mudah dipahami

dan membantu individu untuk mengerti makna peristiwa.

Zhongdang Pan and Gerald M. Kosicki Strategi konstruksi dan memproses berita.

Perangkat kognisi yang digunakan dalam mengkode informasi, menafsirkan peristiwa, dan

dihubungkan dengan rutinitas dan konvensi pembentukan berita.

Meskipun berbeda dalam penekanan dan pengertian, ada titik singgung utama dari

definisi framing tersebut. Framing adalah pendekatan untuk melihat bagaimana realitas itu

dibentuk dan dikonstruksi oleh media. Proses pembentukan dan konstruksi realitas itu, hasil

akhirnya adalah adanya bagian tertentu dari realitas yang lebih menonjol dan lebih mudah

dikenal. Akibatnya, khalayak lebih mudah mengingat aspek-aspek tertentu yang disajikan secara

menonjol oleh media. Aspek-aspek yang tidak disajikan secara menonjol, bahkan tidak

diberitakan, menjadi terlupakan dan sama sekali tidak diperhatikan oleh khalayak. Framing

adalah sebuah cara bagaimana peristiwa disajikan oleh media. Akibat penonjolan aspek-aspek

tertentu ini, karenanya, seperti dikatakan Frank D. Durham, framing membuat dunia lebih

Page 6: Teori Media Dan Kebudayaan

diketahui dan lebih dimengerti. Realitas yang kompleks dipahami dan disederhanakan dalam

kategori tertentu.

Ada dua aspek dalam framing. Pertama, memilih fakta/ realitas. Proses memilih fakta ini

didasarkan pada asumsi, wartawan tidak melihat peristiwa tanpa perspektif. Dalam memilih fakta

ini selalu terkandung dua kemungkinan: apa yang dipilih (included) dan apa yang dibuang

(exluded). Penekanan aspek tertentu itu dilakukan dengan memilih angle tertentu, memilih fakta

tertentu, dan melupakan fakta yang lain, Kedua, menuliskan fakta. Proses ini berhubungan

dengan bagaimana fakta yang dipilih itu disajikan kepada khalayak. Gagasan ini diungkapkan

dengan, kalimat dan proposisi apa, dengan bantuan aksentuasi foto dan gambar apa, dan

sebagainya. Bagaimana fakta yang sudah dipilih tersebut ditekankan dengan pemakaian

perangkat tertentu: penempatan yang mencolok (menempatkan di headline depan, atau bagian

belakang), pengulangan, pemaikaian grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan,

pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orang/ peristiwa yang diberitakan, asosiasi

terhadap symbol budaya, generalisasi, simplikasi, dan pemakaian kata yang mencolok, gambar,

dsb. Realitas yang disajikan secara menonjol atau mencolok, mempunyai kemungkinan lebih

besar untuk diperhatikan dan mempengaruhi khalayak dalam memahami suatu realitas.

DIMENSI SOSIOLOGIS – PSIKOLOGI

Konsep framing dalam studi media banyak mendapat pengaruh dari lapangan psikologi

dan sosiologi. Secara umum, teori framing dapat dilihat dalam dua tradisi, yaitu psikologi dan

sosiologi. Pendekatan psikologi terutama melihat bagaimana pengaruh kognisi seseorang dalam

membentuk skema tentang diri, sesuatu, atau gagasan tertentu. Teori framing misalnya banyak

berhubungan dengan teori mengenai skema tau kognitif: bagaimana seseorang memahami dan

melihat realitas dengan skema tertentu. Misalnya teori atribusi Heider yang melihat manusia

pada dasarnya tidak dapat mengerti dunia yang sangat kompleks. Karenanya individu berusaha

menarik kesimpulan dari sejumlah besar informasi yang dapat ditangkap oleh panca indera

sebagai daar hubungan sebab-akibat. Atribusi tersebut dipengaruhi, baik oleh factor personal

maupun pengaruh lingkungan eksternal. Sementara dari sosiologi, konsep framing dipengaruhi

oleh pemikiran Erving Goffman. Menurut Goffman, manusia pada dasarnya secara aktif

mengklasifikasikan dan mengkatagorisasikan pengalaman hidup ini agar mempunyai arti atau

makna. Setiap tindakan manusia pada dasarnya mempunyai arti, dan manusia berusaha member

Page 7: Teori Media Dan Kebudayaan

penafsiran atas perilaku tersebut agar bermakna dan berarti. Sebagai akibatnya tindakan manusia

sangat bergantung pada frame atau skema interpretasi dari seseorang.

Framing sangat berhubungan dimensi psikologi. Framing adalah upaya atau strategi yang

dilakukan wartawan untuk menekankan dan membuat pesan menjadi bermakna, lebih mencolok,

dan diperhatikan oleh public. Secara psikologis orang cenderung menyederhanakan realitas dan

dunia yang kompleks itu bukan hanya gar lebih sederhana dan dapat dipahami, tetapi juga agar

lebih mempunyai perspektif/ dimensi tertentu. Orang cenderung melihat dunia ini dalam

perspektif tertentu, pesan atau realitas juga cenderung dilihat dalam kerangka berpikir tertentu.

Karenanya realitas yang sama bisa jadi digambarkan secara berbeda oleh orang yang berbeda,

karena orang mempunyai pandangan atau perspektif yang berbeda juga.

Framing juga banyak mendapat pengaruh dari lapangan sosiologi, terutama dari Alfred

Schutz, Erving Goffman hingga Peter L. Berger. Pada level sosiologi frame dilihat terutama

untuk menjelaskan bagaimana organisasi dari ruang berita dan pembuat berita membentuk berita

secara bersama-sama. Ini menempatkan media sebagai organisasi yang kompleks yang

menyertakan di dalamnya praktik profesional. Pendekatan semacam ini untuk membedakan

pekerja media sebagai individu sebagaimana dalam pendekatan psikologis. Melihat berita dan

media seperti ini, berarti menempatkan berita sebagai institusi social. Berita ditempatkan, dicari,

dan disebarkan lewat praktik profesional dalam organisasi. Karenanya, hasil dari suatu proses

berita adalah produk dari proses institusional. Praktek ini menyertakan hubungan dengan institusi

di mana berita itu dilaporkan.

Konsep framing mengacu pada perspektif dramaturgi yang dipelapori Erving Goffman.

Dramaturgi adalah sebuah kerangka analisis dan presentasi simbol yang mempunyai efek

persuasif. Dramaturgi melihat realitas seperti layaknya sebuah drama, masing-masing aktor

menampilkan dan berperan menurut karakter masing-masing. Manusia berperilaku laksana

dalam suatu panggung untuk menciptakan kesan yang meyakinkan kepada khalayak Dalam

panggung itu, seorang dokter akan menciptakan kesan yang meyakinkan dan mengikuti rutinitas

agar ia dianggap sebagai dokter. Dalam perspektif media, seperti dikatakan P.K Manning,

pendekatan dramaturgi tersebut mempunyai dua pengaruh. Pertama, ia melihat realitas dan aktor

menampilkan dirinya dengan simbol, dan penampilan masing-masing. Media karenanya, dilihat

sebagai transaksi, melalui mana aktor menampilkan dirinya lengkap dengan simbol dan citra

yang ingin dihadirkannya. Kedua, pendekatan dramaturgi melihat hubungan interaksionis antara

Page 8: Teori Media Dan Kebudayaan

khalayak dengan aktor (penampil). Realitas yang terbentuk karenanya, dilihat sebagai hasil

transaksi antara keduanya.

Dalam pandangan Goffman, ketika seseorang menafsirkan realitas tidak dengan konsepsi

yang hampa. Seseorang selalu mengorganisasi peristiwa tiap hari. Pengalaman dan realitas yang

diorganisasikan tersebut menjadi realitas yang dialami oleh seseorang. Karenanya, apa yang

nyata bagi seseorang pada dasarnya adalah proses pendefinisian situasi. Dalam perspektif

Goffman, frame mengklasifikasi, mengorganisasi, dan menginterpretasi secara aktif pengalaman

hidup kita supaya kita bisa memahaminya. Menurut Goffman, sebuah frame adalah sebuah

skema interpretasi, di mana gambaran dunia yang dimasuki seseorang diorganisasikan sehingga

pengalaman tersebut menjadi punya arti dan bermakna. Frame menawarkan penafsiran atas

berbagai realitas sosial yang berlangsung tiap hari. Ia seakan jawaban atas pertanyaan “Apa

sesunggubnya yang sedang terjadi?”. Jawaban atas pertanyaan tersebut membentuk suatu definisi

atas situasi. Peristiwa dan realitas didefinisikan secara kreatif sehingga mempunyai arti. Definisi

seseorang atas situasi mi dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian: strips (kepingan-kepingan)

dan frame (bingkai). Strips merupakan urutan aktivitas, sedangkan frame adalah pola dasar

organisasional untuk mendefinisikan strips. Misalnya aktivitas pergi ke warung, mengambil

botol, membuka tutup, meminumnya, dan mengembalikan botol, adalah strip. Berbagai aktivitas

tersebut dapat diorganisasikan ke dalam frame sebagai minum teh botol .

Frame adalah sebuah pririsip di mana pengalaman dan realitas yang kompleks tersebut

diorganisasi secara subjektif. Lewat frame itu, orang melihat realitas dengan pandangan tertentu

dan melihat sebagai sesuatu yang bermakna dan beraturan. Frame media mengorganisasikan

realitas kehidupan sehari-hari dan akan ditransformasikan ke dalam sebuah cerita. Analisis

framing, karenanya, meneliti cara-cara individu mengorganisasikan pengalamannya sehingga

memungkinkan seseorang mengidentifikasi dan memahami peristiwa-peristiwa, memaknai

aktivitas-aktivitas kehidupan yang tengah berjalan.

Frame Dan Realitas

Framing itu pada akhimya menentukan bagaimana realitas itu hadir di hadapan pembaca.

Apa yang kita tahu tentang realitas sosial pada dasarnya tergantung pada bagaimana kita

melakukan frame atas peristiwa itu yang memberikan pemahaman dan pemaknaan tertentu atas

suatu peristiwa. Framing dapat mengakibatkan suatu peristiwa yang sama dapat menghasilkan

Page 9: Teori Media Dan Kebudayaan

berita yang secara radikal berbeda apabila wartawan mempunyai frame yang berbeda ketika

melihat peristiwa tersebut dan menuliskan pandangannya dalam berita.

Model Robert Entman

Framing didefinisikan Entman sebagai proses seleksi dari berbagai aspek realitas

sehingga bagian tertentu dari peristiwa itu lebih menonjol dibandingkan aspek lain. Ia juga

menyertakan penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga sisi tertentu

mendapatkan alokasi lebih besar daripada sisi yang lain. Dalam praktiknya, framing dijalankan

oleh media dengan menseleksi isu dan mengabaikan isu yang lain; dan menonjolkan aspek dari

isu tersebut dengan menggunakan berbagai strategi wacana –penempatan yang mencolok

(menempatkan di headline depan/bagian belakang), pengulangan, pemakaian grafis untuk

mendukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu ketika menggambarkan

orang/peristiwa yang diberitakan, asosiasi terhadap simbol budaya, generalisasi, simplifikasi, dan

lain-lain.

Proses pemilihan fakta, bukan semata-mata sebagai bagian dari teknis jurnalistik, tetapi

juga politik pemberitaan. Yakni, bagaimana dengan cara dan strategi tertentu media secara tidak

langsung telah mendefinisikan realitas.

Seperti telah diungkapkan pada penjelasan di atas, model ini digunakan untuk

menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari realitas oleh media.

Framing dapat dipandang sebagai penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas

sehingga isu tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada isu lain. Framing memberi

tekanan lebih pada bagaimana teks komunikasi ditampilkan dan bagian mana yang

ditonjolkan/dianggap penting oleh pembuat teks. Kata penonjolan dapat didefinisikan: membuat

informasi lebih terlihat jelas, lebih bermakna, dan lebih mudah diingat oleh khalayak. Bentuk

penonjolan tersebut bisa beragam: menempatkan satu aspek informasi lebih menonjol dibanding

yang lain, lebih mencolok, melakukan pengulangan informasi yang dipandang penting atau

dihubungakan dengan aspek budaya yang akrab di benak khalayak.

Entman melihat framing dalam dua dimensi besar: seleksi isu dan penekanan atau

penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas/isu. Seleksi isu berkaitan dengan aspek pemilihan

fakta. Penonjolan adalah proses membuat informasi menjadi lebih menarik, berarti, atau lebih

diingat oleh khalayak. Pola penonjolan tersebut pada dasarnya tidak dimaknai sebagai bias,

Page 10: Teori Media Dan Kebudayaan

tetapi secara ideologis sebagai strategi wacana: upaya menyuguhkan pada publik tentang

pandangan tertentu agar pandangannya lebih diterima.

Kata penonjolan (salience) didefinisikan sebagai membuat informasi lebih diperhatikan,

bermakna, dan berkesan. Suatu peningkatan dalam penonjolan mempertinggi probabilitas

penerima akan lebih memahami informasi, melihat makna lebih tajam, lalu memprosesnya dan

menyimpannya dalam ingatan. Bagian informasi dari teks dapat dibuat lebih menonjol dengan

cara penempatannya atau pengulangan atau mengasosiasikan dengan simbol-simbol budaya yang

sudah dikenal.

Bagaimanapun, tingkat penonjolan teks dapat sangat tinggi bila teks itu sejalan dengan

skemata system keyakinan penerima. Skemata serta konsep-konsep tersebut erat hubungannya

dengan kategori, scripts, dan stereotype, yang merupakan kumpulan ide di dalam mental yang

memberi pedoman seseorang untuk memproses informasi. Karena penonjolan merupakan sebuah

produk interaksi antara teks dan penerima, maka kehadiran frame dalam teks tidak akan

menjamin pengaruhnya terhadap pemikiran khalayak.

Seleksi isu

Aspek ini berhubungan dengan pemilihan fakta. Dari realitas yang kompleks dan

beragam, aspek mana yang diseleksi untuk ditampilkan? Dari proses ini selalu terkandung di

dalamnya ada bagian berita yang dimasukkan (included), tetapi ada juga berita yang dikeluarkan

(excluded). Tidak semua aspek atau bagian isu ditampilkan, wartawan memilih aspek tertentu

dari suatu isu.

Penonjolan aspek

Tertentu dari isu Aspek ini berhubungan dengan penulisan fakta. Ketika aspek tertentu

dari suatu peristiwa/isu tersebut telah dipilih, bagaimana aspek tersebut ditulis? Hal ini sangat

berkaitan dengan pemakaian kata, kalimat, gambar, dan citra tertentu untuk ditampilkan kepada

khalayak.

Dalam konsepsi Entman, framing pada dasarnya merujuk pada pemberian definisi,

penjelasan, evaluasi dan rekomendasi dalam suatu wacana dan menekankan kerangka berpikir

tertentu terhadap peristiwa yang diwacanakan. Framing, kata Entman, memiliki implikasi

penting bagi komunikasi politik. Frames, menurutnya menuntut perhatian terhadap beberapa

Page 11: Teori Media Dan Kebudayaan

aspek dari realitas dengan mengabaikan elemen-elemen lainnya yang memungkinkan khalayak

memiliki reaksi berbeda. Politisi mencari dukungan dengan memaksakan kompetisi satu sama

lain. Mereka bersama jurnalis membangun frame berita. Dalam konteks ini, lanjut Entman,

framing memainkan peran utama dalam medesakkan kekuasaan politik, dan frame dalam teks

berita sungguh merupakan kekuasaan yang tercetak – ia menunjukkan identitas para aktor atau

interest yang berkompetisi untuk mendominasi teks.

Konsep framing, dalam pandangan Entman, secara konsisten menawarkan sebuah cara

untuk mengungkapkan the power of a communication text.

Tabel Konsepsi Entman :

1. Define problems (Pendefinisian masalah) Bagaimana suatu peristiwa/isu dilihat?

Sebagai apa? Atau masalah apa?

2. Diagnose causes (Memperkirakan masalah atau sumber masalah) Peristiwa itu

dilihat disebabkan oleh apa? Apa yang dianggap sebagai penyebab dari suatu

masalah? Siapa (aktor) yang dianggap sebagai penyebab masalah?

3. Make moral judgement (Membuat keputusan moral) Nilai moral apa yang disajikan

untuk menjelaskan masalah? Nilai moral apa yang dipakai untuk melegitimasi atau

mendelegitimasi suatu tindakan?

4. Treatment recommendation (Menekankan penyelesaian) Penyelesaian apa yang

ditawarkan untuk mengatasi masalah/isu? Jalan apa yang ditawarkan dan harus

ditempuh untuk mengatasi masalah?

Analisis framing dapat menjelaskan dengan cara yang tepat pengaruh atas kesadaran

manusia yang didesak oleh transfer (atau komunikasi) informasi dari sebuah lokasi, seperti

pidato, ucapan/ungkapan, news report, atau novel. Framing secara esensial meliputi penseleksian

dan penonjolan. Membuat frame adalah menseleksi beberapa aspek dari suatu pemahaman atas

realitas, dan membuatnya lebih menonjol di dalam suatu teks yang dikomunikasikan sedemikian

rupa sehingga mempromosikan sebuah definisi permasalahan yang khusus, interpretasi kausal,

evaluasi moral, dan atau merekomendasikan penanganannya

Framing Model Gamson dan Modigliani

Rumusan tentang perangkat framing juga diberikan oleh McCauley dan frederick

(dinyatakan pula oleh William A. Gamson dan Andre Modigliani). Rumusan ini didasarkan pada

pendekatan konstruksionis yang melihat representasi media; berita dan artikel, terdiri atas

Page 12: Teori Media Dan Kebudayaan

package interpretatif yang mengandung konstruksi makna tertentu. Di dalam package ini terdapat

dua struktur, yaitu core frame dan condensing symbols. Struktur pertama merupakan pusat

organisasi elemen-elemen ide yang membantu komunikator untuk menunjukkan substansi isu

yang sedang dibicarakan. Sedangkan struktur yang kedua mengandung dua sub-struktur, yaitu

framing devices dan reasoning devices. Seperti dijelaskan Gamson, framing devices terdiri atas:

methapor, exemplars, catchphrase, depiction, dan visual image. Sedangkan reasoning devices

terdiri atas: root (analisis kausal), consequencies (efek-efek spesifik), dan appeals to principle

(klaim-klaim moral).

FRAMING ANALYSIS

MODEL GAMSON DAN MODIGLIANI

Struktur framing devices (perangkat pembingkai) yang mencakup metaphors (metafora),

exemplars (contoh terkait), catchphrases (frase yang menarik), depictions (penggambaran suatu

isu yang bersifat konotatif), dan visual images (gambar, grafik, citra yang mendukung bingkai)

menekankan aspek bagaimana ‘’melihat’’ suatu isu. Struktur reasoning devices (perangkat

penalaran) menekankan aspek pembenaran terhadap cara ‘’melihat’’ isu, yakni roots (analisis

kausal), appeals to principle (klaim moral), dan consequences (konsekuensi yang didapat dari

bingkai).

Secara literal, metaphors dipahami sebagai cara memindah makna dengan merelasikan

dua fakta melalui analogi, atau memakai kiasan dengan menggunakan kata-kata seperti, ibarat,

bak, sebagai, umpama, laksana. Henry Guntur Tarigan menilai metafora sebagai sejenis gaya

bahasa perbandingan yang paling singkat, padat, tersusun rapi. Di dalamnya terlihat dua gagasan:

yang satu adalah suatu kenyataan, sesuatu yang dipikirkan, yang menjadi objek; dan satu lagi

merupakan pembanding terhadap kenyataan tadi; dan kita menggantikan yang belakangan itu

menjadi terdahulu tadi (Tarigan, 1990:15).

John Fiske (Imawan, 2000:66) menilai metafora sebagai common sense, pengalaman

hidup keseharian yang di-taken for granted masyarakat. Common sense terlihat

alamiah(kenyataannya diproduksi secara arbitrer) dan perlahan-lahan menjadi kekuatan ideologis

kelas dominan dalam memperluas dan mempertahankan ide untuk seluruh kelas. Metafora

berperan ganda; pertama sebagai perangkat diskursif, dan ekspresi piranti mental; kedua,

berasosiasi dengan asumsi atau penilaian, serta memaksa teks membuat sense tertentu.

Page 13: Teori Media Dan Kebudayaan

Exemplars mengemas fakta tertentu secara mendalam agar satu sisi memiliki bobot makna lebih

untuk dijadikan rujukan/pelajaran. Posisinya menjadi pelengkap bingkai inti dalam kesatuan

berita untuk membenarkan perspektif. Catchphrases, istilah, bentukan kata, atau frase khas

cerminan fakta yang merujuk pemikiran atau semangat tertentu. Dalam teks berita, catchphrases

mewujud dalam bentuk jargon, slogan, atau semboyan. Depictions, penggambaran fakta dengan

memakai kata, istilah, kalimat konotatif agar khalayak terarah ke citra tertentu. Asumsinya,

pemakaian kata khusus diniatkan untuk membangkitkan prasangka, menyesatkan pikiran dan

tindakan, serta efektif sebagai bentuk aksi politik. Depictions dapat berbentuk stigmatisasi,

eufemisme, serta akronimisasi.

Visual images, pemakaian foto, diagram, grafis, tabel, kartun, dan sejenisnya untuk

mengekspresikan kesan, misalnya perhatian atau penolakan, dibesarkan-dikecilkan, ditebalkan

atau dimiringkan, serta pemakaian warna. Visual image bersifat sangat natural, sangat mewakili

realitas yang membuat erat muatan ideologi pesan dengan khalayak. Roots (analisis kausal),

pemberatan isu dengan menghubungkan suatu objek atau lebih yang dianggap menjadi sebab

timbulnya atau terjadinya hal yang lain. Tujuannya, membenarkan penyimpulan fakta

berdasarkan hubungan sebab-akibat yang digambarkan atau dibeberkan. Appeal to Principle,

pemikiran, prinsip, klaim moral sebagai argumentasi pembenar membangun berita, berupa

pepatah, cerita rakyat, mitos, doktrin, ajaran, dan sejenisnya. Appeal to principle yang apriori,

dogmatis, simplistik, dan monokausal (nonlogis) bertujuan membuat khalayak tak berdaya

menyanggah argumentasi. Fokusnya, memanipulasi emosi agar mengarah ke sifat, waktu,

tempat, cara tertentu, serta membuatnya tertutup/keras dari bentuk penalaran lain. Dan pada

akhirnya akan didapat konsekuensi dari teks berita, yang terangkum dalam consequences.

ANALISIS KULTIVASI

Analisis kultivasi adalah teori yang dikembangkan oleh George Gerbner pada tahun

1970-an dan 1980-an. Analisi kultivasi ini mengatakan bahwa televisi merupakan sistem pesan

yang menanamkan atau menciptakan pandangan terhadap dunia, yang walaupun kemungkinan

tidak akurat, tetapi menjadi realitas hanya karena orang-orang percaya pada realitas tersebut.

Pada tahun 1960-an dan 1970-an dilakukan dua penelitian nasional yang penting

mengenai media, terutama televisi. Penelitian pertama dilakukan oleh National Commission on

the Causes and Prevention of Violence pada tahun 1967 dan 1968, sedangkan penelitian kedua

Page 14: Teori Media Dan Kebudayaan

dilakukan oleh Surgeon General’s Scientific Advisory Committee on Television and Social

Behavior, seorang peneliti yang terlibat dalam kedua penelitian tersebut adalah Gerbner. Tugas

awal Gerbner cukup sederhana, yaitu membuat analisis konten tahunan dari sampel

mingguandari program hiburan jam tayang utama televisi yang memperlihatkan, dari musim ke

musim, seberapa banyak kekerasan yang sebenarnya ditayangkan dalam program tersebut

(indeks kekerasan / violence index).

KONTROVERSI

Debat yang berada di sekeliling analisis kultivasi, seharusnya tidak mengherankan,

terutama karena karya Gerbner menolak hampir semua jenis penelitian efek televisi dan

menganggap penelitian tersebut bernilai kecil. Akan tetapi, Newcomb memberikan kritik awal

dan paling berpengaruh dalam kultivasi terhadap tim Gerbner.

PRODUK ANALISIS KULTIVASI

Untuk memperlihatkan secara ilmiah pandangan mereka terhadap televisi sebagai

medium yang berpengaruh terhadap budaya, para peneliti kultivasi bergantung pada proses

empat langkah.

1. Analisis sistem pesan, yaitu analisis konten televisi secara mendetail untuk mengukur

tampilan gambar, tema, nilai, serta penggambaran secara berkala dan konsisten.

2. Formulasi pertanyaan mengenai realitas sosial pemirsa.

3. Mensurvei khalayak, menanyakan pertanyaan dari langkah kedua kepada mereka dan

menanyakan mereka mengenai jumlah konsumsi televisi.

4. Langkah terakhir, yaitu membandingkan realitas sosial dari penonton dengan

konsumsi rendah (light viewer) dan penonton dengan konsumsi tinggi (heavy viewer).

Hasilnya, yaitu pertanyaan yang diberikan kepada khalayak tidak menyebutkan mengenai

televisi, dan kesadaran penonton atas sumber informasi juga dianggap tidak relevan. Hubungan

dari hasilnya antara jumlah konsumsi dengan kecenderungan untuk menjawab pertanyaan

mengenai fakta, nilai, dan ideologi yang domain dari dunia televisi menjelakan kontribusi

televisi kepada konsep realitas sosial dari para penonton.

Ahli teori kultivasi berpendapat bahwa kontribusi utama televisi adalah kultivasi, sebuah

proses kebudayaan yang berhubungan “dengan kerangka atau pengetahuan yang konsisten dan

Page 15: Teori Media Dan Kebudayaan

terhadap konsep yang secara umum mendasarinya ditanamkan oleh ekspos dunia yang berkaitan

dengan televisi secara total daripada oleh ekspos program dan pilihan individu” (Gerbner, 1990,

hlm. 225).

Kultivasi terjadi dengan dua cara, yaitu mainstreaming dan resonansi. Mainstreaming,

yaitu terutama bagi para penonton dengan konsumsi tinggi, televisi menyimbolkan monopoli dan

dominasi sumber informasi serta ide lain mengenai dunia. Dan resonansi, yaitu ketika penonton

melihat hal-hal di televise yang serupa dan mirip dengan realitas mereka sehari-hari.

INDEKS DUNIA YANG KEJAM

Salah satu contoh yang bermanfaat dari kultivasi adalah indeks dunia yang kejam. Indeks

dunia yang kejam, yaitu serangkaian pertanyaan mengenai insiden kejahatan dan kekerasan yang

jawabannya dapat digunakan untuk membedakan para penonton dengan konsumsi tinggi dan

penonton dengan konsumsi rendah. Indeks dunia yang kejam, serangakain dari tiga pertanyaan

berikut.

1. Apakah anda percaya bahwa sebagian besar orang hanya memikirkan diri mereka

sendiri?

2. Menurut anda, apakah tidak ada istilah terlalu berhati-hati dalam berhadapan dengan

seseorang?

3. Menurut anda, apakah sebagian besar orang akan memanfaatkan anda jika mereka

punya kesempatan?

Analisis Kultivasi

Kekuatan Kelemahan

1. Menggabungkan teori di tingkat makro

dan mikro

1. Secara metodologis dipermasalahkan

oleh aliran lain

2. Memberikan penjelasan terperinci

mengenai peranan unik televise

2. Mengasumsikan keseragaman konten

televisi

3. Menerapkan studi empiris untuk

menampung asumsi humanistis secara

luas

3. Berfokus pada penonton televisi dengan

konsumsi tinggi

4. Menerjemahkan kembali efek sebagai

lebih dari sekadar perubahan perilaku

4. Sulit untuk diterapkan pada penggunaan

Page 16: Teori Media Dan Kebudayaan

yang dapat diamati media yang tidak sebesar televisi

5. Dapat diterapkan pada berbagai jenis

isu efek

6. Memberikan dasar bagi perubahan

social

CATATAN AKHIR UNTUK KULTIVASI

Asumsi kultivasi didukung melalui tiap bagian walaupun kekuatan temuan dan kualitas

penelitiannya sangat beragam. Hasil yang konsisten ini menyebabkan Gerbner, sang pencipta,

mengidentifikasi hal yang ia sebut sebagai 3B televise.

1. Televisi mengaburkan perbedaan tradisional dari pandangan orang akan dunia

mereka.

2. Televisi mencampurkan realitas mereka ke dalam budaya televisi yang mayoritas.

3. Televisi mengubah mayoritas tersebut menjadi kepentingan yang melembaga atas

televisi dan sponsor-sponsornya.

Kultivasi terkadang dianggap kembali kepada pandangan “efek yang kuat” dari media

massa. Kultivasi lebih dari sekadar analisis efek dari medium tertentu; kultivasi adalah analisis

terhadap institusi televisi dan peranan sosialnya (Shanahan dan Jones, 1999, hlm. 32).

Teori semiotika social

(Karl Jensen, 1995), teori semiotika social dari komunikasi massa. Teori ini berpendapat

bahwa sebagian besar kehidupan sehari-hari dicurahkan kepada semiosis-proses menafsirkan dan

menggunakan tanda, kemampuan kita untuk melakukan hal ini berdasarkan pengetahuan kita

akan semiotika (system pesan) yang didapat dari pengalaman pribadi di masa lalu dan jjuga dari

komunikasi massa. Kapan pun kita menafsirkan system tanda pada saat kehidupan sehari-hari,

inilah yang disebut sebagai aktivitas dalam situasi yang terjadi dalam lingkungan social tertentu,

dan lingkungan ini membentuk seta dibentuk oleh penafsirankita terhadap tanda. Pembentukan

yang sifatnya timbale balik ini terjadi tanpa disadari. Hal ini merupakan pandangan pragmatis

dari komunikasi.

Kelebihan dan kekurangan Teori Semiotika Sosial

Kelebihan :

Page 17: Teori Media Dan Kebudayaan

1. Membedakan antara penelitian budaya popular yang deskriptif dengan penelitian

berdasarkan teori.

2. Memberikan penjelasan di tingkat makro dan mikro

3. Dapat meliputi beragam teori budaya, kritis, dan ekonomi politik

4. Menawarkan pengukuran realistis dari kelemahan khalayak sekaligus kekuatannya

Kelemahan :

1. Tidak empiris (tetapi ada bagian yang dapat diuji secara empiris)

2. Menghasilkan kesimpulan yang belum dapat teruji

3. Terlalu optimis dalam pencapaiannya.

Media Sebagai Industri Budaya : Komodifikasi Budaya

Komodifikasi budaya adalah studi mengenai apa yang terjadi ketika budaya diproduksi

secara missal dan didistribusikan dalam kompetisi langsung dengan budaya local. Menurut sudut

pandang ini, media adalah industry yang mengkhususkan diri pada produksi dan distribusi

komoditas kebudayaan.

Kelebihan dan kekurangan Komodifikasi Budaya

Kelebihan :

1. Memberikan dasar untuk perubahan social

2. Mengidentifikasi masalah yang diciptakan dari pengemasan kembali konten budaya

Kelemahan :

1. Menyatakan bahwa ada efek meskipun tidak dapat memperlihatkannya secara empiris

2. Memiliki pandangan yang sangat pesimis terhadap pengaruh dan orang-orang

kebanyakan

Periklanan : Komoditas Budaya yang Utama

Dunia periklanan dipandang sebagai komoditas budaya yang utama. Mengapa? Karena

periklanan mampu mengemas pesan promosi sehingga akan diikuti dan dilakukan oleh orang

yang sering kali hanya punya sedikit kepentingan dan tidak terlalu membutuhkan produk atau

layanan yang diiklankan tersebut.

Periklanan dimaksudkan untuk mendorong konsumsi yang mendukung kepentingan

pembuat produk, tetapi mungkin bukan kepentingan dari konsumen individual. Periklanan pada

Page 18: Teori Media Dan Kebudayaan

umumnya mengganggu rutinitas kebiasaan belanja serta keputusan membeli, seperti kadang kita

terdorong untuk mengonsumsi benda-benda yang sebenarnya kurang berguna bagi kita.

Gerakan Melek Media

Banyak peneliti merasa bahwa pemahaman kita saat ini terhadap peran media bagi

individu dan masyarakat sudah cukup sehingga tindakan tersebut dapat dan harus dilakukan.

Pandangan ini tidak lagi hanya terbatas pada ahli teori kritis-secara umum disampaikan oleh para

peneliti postpositivis dan kajian budaya kritis. Maka muncullah gerakan melek media (media

literacy) yang dibantu dipimpin oleh para peneliti.

Dari perspektif postpositivis, cara terbaik untuk memastikan fungsi dari penggunaan

media adalah dengan meningkatkan keterampilan penggunaan media individu. Dari perspektif

kajian budaya,kita semua perlu mengembangkan kemampuan kita untuk secara kritis

merefleksikan tujuan media dan content media terhadapa kita. Kita perlu untuk dapat

memutuskan media mana yang perlu dihindari dan mana yang digunakan untuk mendukung

tujuan kita. Dari perspektif teori normative kita sebagai warga Negara demokrasi harus

menggunakan kebebasan pers secara efektif dan baik (melek media).

Tiga defenisi melek media yang diutarakan oleh Alan Rubin :

1. National Leadership Conference ; kemampuan untuk mengakses, menganalisis,

mengevaluasi, dan mengomunikasikan pesan.

2. Paul Messaris ; pengetahuan mengenai bagaimana media berfungsi dalam

masyarakat.

3. Justin Lewis & Sut Jhally ; memahami kemampuan budaya, ekonomi, politik, dan

teknologi terhadap pembuatan, produksi dan penyiaran pesan.

Dua Pandangan Terhadap Melek Media

A. Ahli komunikasi massa Art Silverblatt (1995) mengidentifikasi lima elemen melek media

sebagai berikut :

1. Kesadaran atas dampak media pada individu dan masyarakat

2. Pemahaman atas proses komunikasi massa

3. Pengembangan strategi untuk menganalisis dan mendiskusikan pesan media

4. Kesadaran atas konten media sebagai sebuah “teks” yang memberikan pemahaman

kepada budaya kita dan diri kita sendiri.

Page 19: Teori Media Dan Kebudayaan

5. Penanaman kesenangan, pemahaman, dan apresiasi yang ditingkatkan terhadap

konten media.

B. Menurut Potter (1998) menjelaskan beberapa fondasi ide yang mendukung melek media

sebagai berikut :

1. Melek media adalah sebuah rangkaian, bukan pengelompokan

2. Melek media perlu dikembangkan

3. Melek media merupakan multidimensional

4. Tujuan dari melek media adalah untuk memberikan kita lebih banyak control atas

penafsiran.

Page 20: Teori Media Dan Kebudayaan

PENUTUP

Dalam bab ini materi yang di bahas mengenai teori yang “berbasis-kebudayaan”

karena berfokus pada budaya sebagai alat primer dalam memahami dunia social dan peranan

media di dalamnya. Didalamnya juga dipelajari mengenai teori pemaknaan karena meneliti cara-

cara media mempengaruhi bagaimana kita memaknai dunia social dan posisi kita di dalamnya.

Teori-teori yang dibahas dalam bab ini yaitu, teori interaksionisme simbolik, teori

analisis framing, teori analisis kultivasi, teori semiotika, hingga kepada gerakan melek media.