Upload
faza-fauzan-syarif
View
277
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
TEORI RANIS-FEI
John Fei dan Gustav Ranis dalam "A Theory of Economic
Development" menelaah proses peralihan yang diharapkan akan dilewati suatu
negara terbelakang untuk beranjak dari keadaan stagnasi ke arah pertumbuhan
swadaya.
Teori Ranis-Fei menyatakan bahwa” Suatu negara yang kelebihan buruh
dan perekonomiannya miskin sumberdaya, sebagian besar penduduk bergerak
disektor pertanian di tengah pengangguran yang hebat dan tingkat pertumbuhan
penduduk yang tinggi.” Dalam kondisi tersebut, sektor ekonomi pertanian
berhenti. Di sana terdapat sektor industri yang aktif dan dinamis. Pembangunan
terdiri dari pengalokasian kembali surplus tenaga kerja pertanian yang
sumbangannya terhadap output nol, ke industri dimana mereka menjadi produktif
dengan upah yang sama.
Asumsi yang digunakan:
Ekonomi dua-muka yang terbagi dalam sektor pertanian tradisional yang
tidak berjalan dan sektor industri yang aktif.
Output sektor pertanian adalah fungsi dari tanah dan buruh saja.
Di sektor pertanian tidak ada akumulasi modal, kecuali reklamasi.
Penawaran tanah bersifat tetap.
Kegiatan pertanian ditandai dengan hasil (return to scale) yang tetap
dengan buruh sebagai faktor variable.
Produktivitas marginal buruh nol.
Output sektor industri merupakan fungsi dari modal dan buruh saja.
Pertumbuhan penduduk sebagai fenomena eksogen.
Upah nyata di sektor pertanian dianggap tetap dan sama dengan tingkat
pendapatan nyata sektor pertanian.
Pekerja di masing-masing sektor hanya mengkonsumsikan produk-produk
pertanian.
Berdasar asumsi tersebut, telaah pembangunan ekonomi surplus-buruh menjadi 3
tahap:
Para penganggur tersamar, dialihkan dari pertanian ke industri dengan
upah institusional yang sama.
Pekerja pertanian menambah keluaran pertanian tetapi memproduksi
lebih kecil daripada upah institusional yang mereka peroleh.
Buruh pertanian menghasilkan lebih besar daripada perolehan upah
institusion.
Apabila jumlah tenaga kerja disektor pertanian masih berlebih—yang
diartiikan oleh Ranis-Fei sebagai suatu keadaan dimana produk marjinal
penganggur terselubung adalah nol – tingkat upah disektor industri besarnya
tidak berubah. Jika kelebihan tenaga kerja sudah tidak terdapat lagi
pengambilan tenaga kerja baru oleh sektor industri hanya dapat diperoleh dengan
menaikkan tingkat upah pekerja disektor tersebut. Sebab dari berlakunya
kenaikan upah ini, yaitu pada waktu kelebihan tenaga kerja sudah tidak terdapat
lagi, hanya dapat dijelaskan setelah dilakukan analisis tentang perubahan yang
berlaku disektor pertanian sebagai akibat dari pengaliran tenaga kerja dari sektor
pertanian ke sektor industri.
Seperti teori Lewis, dalam teori Ranis-Fei tingkat upah disektor
pertanian lebih tinggi dari nol, walaupun sudah terdapat kelebihan tenaga kerja.
Hal ini menyebabkan sebagaian tenaga kerja tidak akan menciptakan produksi
tambahan. Produk marjinal pekerja-pekerja ini adalah nol. Besarnya tingkat upah
yang melebihi besarnya produk marjinal ini bertentangan dengna teori ahli-ahli
ekonomi klasik mengenai penentuan tingkat upah. Dalam teori Ranis-Fei,
walaupun jumlah tenaga kerja berlebih sehingga sebagaian produk marjinal
pekerja adalah nol tingkat upah disektor pertanian mempunyai nilai yang positif.
Tingkat upah ini dinamakan tingkat upah institutional.
Model Fei-Ranis membagi tahap perubahan transfer tenaga kerja dari
sektor pertanian ke sektor industri menjadi tiga tahap berdasarkan pada
produktivitas marjinal tenaga kerja dengan tingkat upah dianggap konstan dan
ditetapkan secara eksogenus. Tahap pertama, tenaga kerja diasumsikan melimpah
sehingga produk-tivitas marjinal tenaga kerja mendekati nol. Dalam hal ini
surplus tenaga kerja yang ditransfer dari sektor pertanian ke sektor industri
memiliki kurva penawaran elastis sempurna. Pada tahap ini walaupun terjadi
transfer tenaga kerja, namun total produksi di sektor pertanian tidak menurun,
produktivitas tenaga kerja meningkat dan sektor industri tumbuh karena
tambahan tenaga kerja dari sektor pertanian. Dengan demikian transfer tenaga
kerja menguntungkan kedua sektor ekonomi.
Tahap kedua adalah kondisi dimana produk marginal tenaga kerja
sudah positip namun besarnya masih lebih kecil dari tingkat upah. Artinya
setiap pengurangan satu satuan tenaga kerja di sektor pertanian akan menurunkan
total produksi. Pada tahap ini transfer tenaga kerja dari sektor pertanian ke
sektor industri memiliki biaya imbangan positip, sehingga kurva penawaran
tenaga kerja memiliki elastisitas positip. Transfer tenaga kerja terus terjadi yang
mengakibat-kan penurunan produksi, namun penurunan tersebut masih lebih
rendah dari besarnya tingkat upah yang tidak jadi dibayarkan. Di sisi lain
karena surplus produksi yang ditawarkan ke sektor industri menurun
sementara permintaan meningkat, yang diakibatkan oleh adanya penambahan
tenaga kerja, maka harga relatif komoditas pertanian akan meningkat.
Tahap ketiga adalah tahap komersialisasi di kedua sektor ekonomi. Pada
tahap ini produk marginal tenaga kerja sudah lebih tinggi dari tingkat upah.
Pengusaha yang bergerak di sektor pertanian mulai mempertahankan tenaga
kerjanya. Transfer tenaga kerja masih akan terjadi jika inovasi teknologi di sektor
pertanian dapat meningkatkan produk marginal tenaga kerja. Sementara itu,
karena adanya asumsi pembentukan modal di sektor industri direinvestasi, maka
permintaan tenaga kerja di sektor ini juga akan terus meningkat.Pada tahap
pertama dan tahap kedua para pekerja disektor pertanian menerima upah sebesar
upah institutional, akan tetapi pada tahap ketiga tidak lagi demikian. Tingkat
upah yang baru adalah sama dengan tambahan produksi yang diciptakan oleh
seorang pekerja tambahan yang terakhir disektor pertanian, berarti sama dengan
produk marjinal tenaga kerja disektor itu.
Apabila sebagian tenga kerja disektor pertanian digunakan oleh sektor
industri, maka dengan sendirinya tenaga kerja disektor pertanian akan berkurang.
Akan tetapi pada permulaannya, hal demikian tidak akan mengurangi produksi
sektor pertanian. Oleh sebab itu, apabila pembanguan ekonomi terjadi, akan
terdapat kelebihan produksi pertanian jika dibandingkan dengan konsumsi atas
hasil pertanian yang dilakukan oleh penduduk disektor pertanian. Namun pada
akhirnya produksi sektor pertanian akan mulai berkurang, penurunan ini
disebabkan karena produk marjinal telah melebihi besarnya upah institutional.
Oleh karena itu upah pekerja disektor pertanian telah mencapai tingkat yang
lebih tinggi daripada upah institutional. Ini berarti lebih banyak lagi proporsi dari
hasil pertanian yang akan digunakan dalam sektor pertanian itu sendiri dan
mengurangi kelebihan disektor industri. Sebagai akibatnya apabila seorang
pekerja dari sektor pertanian pindah kesektor industri maka produksi petanian
akan menjadi lebih kecil.
Setelah menunjukan keadaan yang terjadi disektor pertanian Ranis-Fei
kembali menjelaskan tentang perubahan yang berlaku disektor industri. Sebagai
akibat dari menurunnya produksi sektor pertanian surplus hasil pertanian yang
dapat digunakan oleh sektor industri, jumlah pertambahannya akan menurun
dibandingkan sebelumnnya. Keadaan ini menunjukan bahwa sektor industri tidak
lagi dengan mudah memperoleh bahan makanan dan berarti harga hasil sektor
pertanian relative lebih mahal dibandingkan harga hasil sektor industri. Bila
proses pembangunan ini telah tercapai sektor industri akan memperoleh tenaga
kerja tambahan hanya bila mereka dibayar lebih tinggi dari sebelumnya.
Secara grafis, ketiga tahapan tersebut dapat digambarkan seperti yang
disajikan pada Gambar 1. Pada tahap pertama, tenaga kerja sektor pertanian yang
mempunyai produktivitas marjinal (Marginal Physical Productivity = MPP) sama
dengan nol dialihkan ke sektor industri dengan upah institusional yang sama. Pada
Gambar 12 panel C ditunjukkan pada bagian horizontal dari kurva Total Physical
Productivity (TPP), yaitu CX produktivitas total tetap sehingga produktivitas marginal
tenaga kerja sebesar MN adalah nol. Pada panel B ditunjukkan jumlah tenaga kerja
sebesar NM dari kurva MPP (kurva NMRU) atau bagian CX dari kurva TPP pada panel
C, dipindahkan ke sektor industri seperti di-tunjukkan oleh OM pada panel A pada
tingkat upah institusional yang sama yaitu OW (=NM).
Pada tahap kedua, pekerja pertanian yang dapat memberikan sumbangan untuk
menambah ouput (MPP>0) tetapi memproduksi lebih kecil daripada upah
institusional, juga dialihkan ke sektor industri. Pada panel B ditunjukkan MPP
pekerja pertanian sebesar MK positif dalam garis MR pada kurva MPP (atau
NMRU) tetapi lebih rendah dari upah institusional KR (=NW). Dalam batas tertentu
mereka sebenarnya juga penganggur tersembunyi. Akan tetapi dengan MPP positif,
perpindahan tenaga kerja ini mengakibatkan menurunnya output sektor pertanian.
Harga produk pertanian meningkat relatif terhadap produk industri, sehingga
membutuhkan kenaikan upah minimal di sektor industri, di atas upah institusional,
OW. Upah naik ke LH dan KQ, penawaran tenaga kerja tidak lagi perfect elasticity
yang ditunjukkan oleh gerak naik kurva WT ke H dan Q, pada saat tenaga kerja
sebesar ML dan LK pindah sedikit demi sedikit ke sektor industri (panel A).
Pada tahap ketiga, pekerja pertanian mulai menghasilkan ouput yang sama
dengan upah institusional dan akhirnya melampaui upah institusional. Hal ini
ditunjukkan oleh naiknya kurva RU dari kurva MPP pada panel (B) yang lebih tinggi
daripada upah institusional KR (=NW). Akibatnya tenaga kerja sebanyak KO akan
dialihkan dari sektor pertanian ke sektor industri pada upah nominal yang meningkat
melebihi KQ pada panel (A). Hal ini akan menyedot kelebihan tenaga kerja di sektor
pertanian yang telah bersifat komersial. Fei dan Ranis menyebut batas tahap I dan II
sebagai titik kelangkaan, sedangkan batas antara tahap II dan III sebagai titik
komersialisasi.
Peralihan tenaga kerja ke sektor industri mengakibatkan meningkatnya produktivitas
sektor pertanian sehingga terjadi surplus hasil-hasil pertanian. Surplus ini
dimaksudkan selisih antara total ouput yang dihasilkan tenaga kerja dengan konsumsi
yang diperlukan tenaga kerja pertanian itu sendiri. Surplus tersebut ditunjukkan oleh
jarak vertikal antara garis OX dan kurva produksi pisik total OCX. Besarnya surplus
pada setiap tahap perpindahan tenaga kerja adalah NM (BC), ML (DE) dan LK (FG).
Surplus ini dapat dianggap sebagai sumber-sumber pertanian yang dilepas ke pasar
melalui pengalokasian kembali pekerja pertanian. Sumber-sumber ini dapat disedot
melalui kegiatan investasi para pemilik tanah atau melalui kebijakan perpajakan yang
dapat dimanfaatkan untuk menunjang perkembangan sektor industri.
Upah/Output Marginal
P2
P1N OW= upah institusional
Q WTHQ= kurva penawaran tenaga kerjaPPT, P1H, P2H= kurva permintaan tenaga kerja(A)
TH
WIndustri
NO M L K Tenaga Kerja
Output Rata-rata
V U
NMRU= kurva MPP
(B)NW= upah institusional
WA R
PertanianS
M L K N O
Tahap I Tahap II Tahap III
Tenaga KerjaN O
M L K
OCX= kurva TPPNX/ON= upah rill/upah institusional
(C) F
D Output Total
B GPertanian
E
XC
YGambar 1. Model Dua Sektor Fei-Ranis
Sumber: Jhingan (2000)
Pendapat apa teori Ranis-Fei tersebut tepat untuk diberlakukan di Indonesia
Menurut kami, teori tersebut kurang tepat diberlakukan di Indonesia. Indonesia kaya
akan sumber daya alam yang melimpah yang dapat dimanfaatkan salah satunya untuk sektor
pertanian. Peralihan buruh dari sektor pertanian ke sektor industri malah akan memperburuk
kondisi sektor pertanian yang saat ini sedang terpuruk. Untuk meningkatkan sektor pertanian
di Indonesia agar tetap berkelanjutan dan berkontribusi aktif bagi perekonomian Indonesia,
yang seharusnya dibenahi adalah segala hal yang menyangkut atau berhubungan langsung
dengan pertanian itu sendiri, seperti teknik budidaya, peningkatan pengetahuan para tenaga
buruh kerja di bidang pertanian dan lain sebagainya. Serta dengan menjadikan sektor
pertanian sebagai “leading sector” perekonomian Indonesia.
Alasan ada pihak yang mengkritik kelemahan teori Ranis-Fei
Kritik Model Fei and Ranis (dari Michael P. Todaro, Penulis Buku “Pembangunan Ekonomi
di Dunia Ketiga”)
Model tersebut belum mempertimbangkan bahwa persediaan tanah tidak tetap,
Upah institusional tidak di atas MPP (Prduktifitas fisik marjinal),
Upah institusional di sektor pertanian tidak konstan di atas MPP,
Model tertutup,
Komersialisasi sektor pertanian menjurus ke inflasi dan
MPP tidak sama dengal nol.
Sejak tahun 1950-an muncul segolongan ahli ekonomi yang meragukan pendapat
Lewis dan Ranis-Fei. Mereka pada hakikatnya berpendapat bahwa tidak benar di beberapa
negara berkembang yang padat penduduknya terdapat tenaga kerja yang memiliki
produktivitas sebesar nol dalam jumlah yang besar, sehingga memungkinkan pemindahan
mereka ke sektor industri dan sektor modern lainnya akan mengalami kemunduran produksi
di sektor pertanian.
Pepelasis dan Yotopoulos alam penelitian mereka mengenai kesempatan kerja dalam
sektor pertanian di Yunani antara tahun 1953 sampai 1960 mengambil kesimpulan bahwa
kelebihan tenaga kerja di sektor pertanian tidak ada sama sekali. Hanya pada tahun 1953 dan
tahun 1954 pengangguran dalam sektor pertanian dialami oleh negara itu. Pada tahun-tahun
lainnya kekurangan tenaga kerja musiman selalu ada. Hasil penyelidikan Yong Sam Cho
mengenai pengagguran dan sektor pertanian di Korea Selatan merupakan satu contoh lain
dari kritik terhadap pendapat bahwa di negara berkembang adakalanya terdapat kelebihan
tenaga kerja yang cukup besar. Berdasarkan pada pengamatan atas keadaan kesempatan kerja
dalam sektor pertanian di Korea, Cho berkesimpulan bahwa masalah pengangguran
terselubung yang serius tidak terdapat dalam sektor pertanian di negara itu, yang ada
hanyalah pengangguran musiman.
Teori Lewis dan Ranis-Fei dikritik pula karena kurang mencerminkan gambaran
yang sebenarnya mengenai corak urbanisasi di negara berkembang pada masa ini. Kedua
teori tersebut pada hakikatnya menunjukkan bahwa perpindahan penduduk dari sektor
pertanian ke sektor modern baru terjadi apabila terbuka kesempatan kerja di sektor modern,
terutama sektor industri. Apabila hal tersebut tidak terjadi tenaga kerja akan tetap berada di
sektor pertanian. Proses perpindahan tenaga kerja yang berlangsung semenjak PD II
keadaannya sangat berlainan. Arus perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke kota
adalah sangat cepat, sehingga menimbulkan pengangguran yang bertambah besar di daerah
urban. Dalam persoalan perpindahan penduduk dari sektor pertanian ke sektor-sektor lain,
pada waktu ini teori Todaro dipandang lebih mencerminkan keadaan yang sebenarnya.
Menurut Todaro, lajunya urbanisasi dalam suatu waktu tertentu ditentukan oleh dua
faktor: perbedaan tingkat upah riil antara daerah urban dengan daerah pertanian, dan
kemungkinan memperoleh pekerjaan lain di daerah urban. Menurut Todaro salah satu factor
penting yang menyebabkan arus urbanisasi begitu tinggi di negara berkembang akhir-akhir
ini, walaupun pengangguran di daerah urban telah cukup besar, adalah jurang besar antara
upah riil di daerah pertanian dengan upah riil di daerah urban. Maka dari sudut ini teori
Todaro dapat dipandang sebagai mengkritik satu aspek lain dari teori Lewis dan Ranis-Fei,
yaitu terhadap anggapan dalam teori mereka bahwa tingkat upah riil di sektor pertanian dan
sektor industri, dan jurang tingkat upah diantara kedua sektor itu akan tetap sama besarnya
selama masih terdapat kelebihan tenaga kerja di sektor pertanian.
Perbedaan antara teori Lewis dengan Teori Ranis-Fei
Teori merupakan penyempurnaan dari teori Lewis mengenai persediaan buruh yang
tidak terbatas. Walaupun jaraknya sama tetapi kedua teori tersebut menekankan analisis
masing-masing kepada aspek yang berbeda. Lewis menekankan pada corak pertumbuhan
disektor modern atau kapitalis, dan mengabaikan analisis mengenai perubahan-perubahan
yang akan terjadi disektor pertanian. Analisis Ranis-Fei agak lebih seimbang dan bahkan
dapat dikatakan penekanan lebih banyak diberikan kepada perubahan-perubahan yang terjadi
disektor pertanian. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa analis Ranis-Fei lebih
mendalam daripada analisis Lewis.
Analisis Ranis-Fei juga menunjukkan pengaruh dari pertambahan penduduk
terhadap proses pembangunan, pengaruh system pasar terhadap interaksi diantara sektor
pertanian dan industri, dan jangka masa (life cycle) dari berlakunya proses pembangunan
untuk mencapai taraf negara industri.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincolyn. 2004. Ekonomi Pembangunan, Yogyakarta : STIE YKPN.
Boediono, 1992. Teori Pertumbuhan Ekonomi, Yogyakarta : BPFE
Hakim, Abdul, 2004. Ekonomi Pembangunan. Edisi Pertama, Cetakan Kedua, Yogyakarta:
Ekonisia, Kampus Fakultas Ekonomi UII.
Jhingan, 2000. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Jakarta : Rajawali Press.
Kamaluddin, Rustian, 1998. Pengantar Ekonomi Pembangunan, Jakarta : LPFE UI.
Rachbini, Didik, 2001. Pembangunan Ekonomi dan SDM, Jakarta : PT. Grasindo
Suryana, 2000. Ekonomi Pembangunan: Problematika dan Pendekatan. Edisi Pertama,
Jakarta: Salemba Empat.
Todaro, Michael P, 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Jakarta : Penerbit
Erlangga.