Click here to load reader
Upload
muhammad-fathoni-abu-faiz
View
217
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
18
II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
Tinjauan Pustaka
Minyak goreng kelapa sawit berasal dari kelapa sawit yaitu sejenis
tanaman keras yang digunakan sebagai salah satu sumber penghasil minyak
nabati yang bermanfaat dan memiliki keunggulan dibanding minyak nabati
lainnya. Minyak goreng kelapa sawit ini diperoleh dari pengolahan daging kelapa
sawit (TBS) lalu diolah lagi menjadi Crude Palm Oil (CPO). Dari CPO diolah
lagi menjadi RBD (Refined, Bleached, Deodorized) Olein. RBD Olein ini dalam
perdagangannya disebut minyak goreng.
RBD Olein atau minyak goreng curah harganya lebih murah daripada
minyak goreng bermerek. Hal ini disebabkan warna minyak goreng bermerek
lebih jernih daripada minyak goreng curah dan kandungan asam lemak jenuh pada
minyak goreng bermerek lebih sedikit daripada minyak goreng curah.
Bahan baku yang umum digunakan untuk membuat minyak goreng adalah
CPO yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit (PKS). Di Sumatera Utara PKS
tersebut tersebar di beberapa kabupaten yaitu Kabupaten Langkat, Labuhan Batu,
Deli Serdang, Asahan, dan Madina. Disamping menghasilkan minyak goreng
CPO juga dapat diolah menjadi sabun, mentega, dan Oleo Chemical
(Bungaran, 1997).
Namun demikian, tercatat bahwa penggunaan terbesar minyak sawit
adalah produk pangan yaitu sekitar 71% untuk minyak goreng sedangkan bila
digabung dengan margarin/shortening menjadi sekitar 75%. Sisanya (sekitar 25%)
Universitas Sumatera Utara
19
digunakan dalam bentuk sabun, Oleo Chemical, dan bentuk-bentuk lainnya
(Afifuddin,2008)
Ketika suatu pelaku usaha ingin agar pangsa pasar yang dimilikinya
menjadi lebih besar, pertumbuhan perusahaan dan perolehan laba yang semakin
meningkat, tingkat efesiensi yang semakin tinggi dan juga untuk mengurangi
ketidak pastian akan pasokan bahan baku yang dibutuhkan dalam berproduksi dan
pemasaran hasil produksi, biasanya perusahaan akan menempuh jalan untuk
melakukan penggabungan dengan pelaku-pelaku usaha lain yang mempunyai
kelanjutan proses produksi, hal ini yang dimaksud dengan integrasi vertikal
(Wiradiputra, 2008).
Integrasi vertikal (vertical integration) merupakan strategi yang
menghendaki perusahaan melakukan penguasaan distributor, pemasok dan atau
para pesaing baik melalui merjer, akuisisi, atau membuat perusahaan sendiri
(Goenadi, 2005).
Integrasi vertikal dibedakan menjadi dua, Farida (2008) yaitu:
1) Integrasi ke depan (Forward Integration) merupakan strategi untuk
memperoleh kepemilikan atau meningkatkan kendali atas distributor atau
pengecer.
2) Integrasi ke belakang (Backward Integration) merupakan strategi untuk
mencari kepemilikan atau meningkatkan kendali atas perusahaan pemasok.
Pedoman integrasi vertikal dituliskan Pada Undang-undang No.5 Tahun 1999
yang berisi pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain
Universitas Sumatera Utara
20
yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam
rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian
produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu
rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat
(UU RI No. 5, 1999).
Produsen yang mempunyai perusahaan distributor sendiri tidaklah dilarang
oleh UU RI Nomor 5 Tahun 1999, sepanjang perusahaan tersebut tidak mencoba
untuk menguasai pangsa pasar atau produksi suatu barang tertentu. Artinya,
dengan memiliki distributor sendiri perusahaan tersebut akan berusaha melakukan
efisiensi untuk dapat menjual barangnya lebih kompetitip dengan barang yang
sama atau sejenis di wilayah pasar tertentu.
Usaha yang akan menjadi perhatian UU No 5 1999 adalah apabila
perusahaan melakukan integrasi vertikal dan dapat mempengaruhi harga pasar
dengan penetapan harga antara distributor dengan agen atau grosir yang
menetapkan harga barang tertentu yang akan dijual kepada konsumen. Perjanjian
penetapan harga secara vertikal tersebut dapat dilakukan, karena distributor
tersebut merupakan bagian dari perusahaan produsen (Goenadi,2005).
Menurut Stigler (1951) tujuan perusahaan melakukan integrasi vertikal
antara lain adalah:
1. Untuk menurunkan biaya transaksi
Sebuah perusahaan perkebunan melakukan integrasi vertikal dengan
melaksanakan aktivitas produksi sendiri dikarenakan apabila perusahaan
bergantung dengan perusahaan lain terutama dalam hal penyediaan bahan baku
Universitas Sumatera Utara
21
maka perusahaan akan dikenakan biaya transaksi, seperti biaya yang dikeluarkan
untuk melakukan pertemuan. Tentunya hal tersebut dapat menambah biaya
produksi perusahaan. Dengan melakukan integrasi vertikal maka perusahaan tidak
perlu mengeluarkan biaya transaksi karena telah terdapat kesepakatan harga TBS
baik berdasarkan harga pokok produksi (HPP) untuk kebun sendiri atau dengan
kontrak kepada pihak III.
2. Untuk menjamin persediaan
Perusahaan menjalankan integrasi vertikal juga disebabkan karena
persediaan bahan baku yang tidak stabil, sementara kontinuitas bahan baku
sangat diperlukan demi kelangsungan proses produksi. Disamping itu kapasitas
pabrik perusahaan harus tetap terpenuhi. Dengan demikian untuk menjaga
efisiensi perusahaan dapat menyediakan bahan baku sendiri.
Selain itu pada perusahaan perkebunan, apabila PKS tidak mempunyai
kebun sendiri maka perusahaan akan bergantung pada produsen bahan baku
(TBS). Apabila pasokan TBS terhambat maka biaya-biaya seperti listrik akan
naik, karena kapasitas pabrik tidak terpenuhi. Kemungkinan kesulitan bahan baku
akan timbul apabila perusahaan terlalu bergantung pada perusahan lain, oleh
karena itu perusahaan melakukan integrasi vertikal untuk memenuhi pasokan
bahan baku, selain itu juga dapat menghindar dari resiko fluktuasi harga.
3. Untuk menghapus pengaruh eksternal.
Apabila perusahaan melakukan integrasi vertikal dengan perusahaan lain,
maka akan timbul pengaruh dari perusahaan lain tersebut. Pengaruh eksternal
adalah pengaruh luar yang ditimbulkan oleh perusahaan lain yang berintegrasi
yang mengakibatkan rendahnya kualitas produksi perusahaan utama. Dalam hal
Universitas Sumatera Utara
22
ini perusahaan lain tersebut yang menjadi pengaruh eksternal bagi perusahan
utama. Perusahaan harus memperhatikan standart mutu produksi. Apabila
perusahaan bergantung dengan pihak lain dalam penyediaan bahan baku produksi
maka ancaman mutu yang rendah akan berakibat buruknya mutu produksi. Oleh
karena itu perusahaan melakukan integrasi vertikal dengan menyediakan bahan
baku milik sendiri sehingga standart mutu produksi tetap terjaga.
4. Untuk menghindari intervensi pemerintah.
Intervensi pemerintah merupakan kegiatan yang dilakukan pemerintah
untuk memantau kondisi pasar sebuah produk apakah ada terjadi penguasaan
produksi pada sebuah produk sehingga harga menjadi tinggi. Intervensi
pemerintah biasanya dilakukan dengan kontrol harga pemerintah, peraturan
pemerintah dan pembayaran pajak. Perusahaan yang melakukan integrasi vertikal
dapat menghindari kontrol harga yang dilakukan pemerintah, Contohnya:
perusahaan minyak goreng mempunyai kebun dan PKS sendiri, dengan memasok
bahan baku sendiri perusahaan tidak perlu membeli bahan baku dengan harga
pasar namun perusahaan membeli sesuai harga pokok produksi (HPP), dengan
melakukan integrasi vertikal harga yang digunakan adalah harga kerja sama atau
harga pokok produksi perusahaan.
Besarnya pajak juga menyebabkan perusahaan untuk melakukan integrasi
vertikal, setiap unit perusahaan biasanya akan dikenakan pajak yang berbeda.
Sebuah perusahaan yang berintegrasi vertikal, untuk menghindari pajak yang
besar maka perusahaan dapat menggeser laba perusahaan dari satu unit usaha ke
unit usaha lain dengan mengubah harga transfer yang menjual bahan-bahan yang
diproduksi secara internal dari satu unit usaha ke unit usaha lain. Dengan
Universitas Sumatera Utara
23
menggeser unit usaha yang mempunyai laba tinggi ke unit usaha yang mempunyai
laba rendah. Dengan demikian perusahaan dapat meningkatkan keuntungan
karena biaya pajak yang diperoleh kecil.
Menurut Tarumingkeng (2008) ada beberapa alasan mengapa perusahaan
melakukan integrasi vertikal:
1. Membangun Barriers to Entry
Dengan menguasai pengadaan input atau distribusi output, perusahaan
membangun barriers to entry, artinya, perusahaan beintegrasi dengan perusahaan
yang dapat memenuhi pasokan produksi yang saling berkaitan. Perusahaan yang
tidak bisa bersaing dikarenakan skala usaha yang kecil tidak akan memiliki
kesempatan untuk berinvestasi. Perusahaan yang terintegrasi tentunya
mempunyai keterkaitan dalam pemenuhan pasokan bahan baku. Oleh karena itu
perusahaan yang dapat memasok bahan baku yang berskala besar yang dapat
melakukan integrasi vertikal, sementara itu perusahaan yang berskala kecil akan
mengalami hambatan dalam melakukan investasi karena banyaknya perusahaan
besar yang melakukan integrasi vertikal.
2. Melindungi mutu produk.
Menjaga mutu produksi merupakan tujuan produksi dari perusahaan
manufaktur, dalam integrasi vertikal mutu produksi dapat dijaga apabila
perusahaan menerapkan standar dalam produksi. Dengan melakukan integrasi
vertikal, perusahaan dapat melindungi mutu dan memiliki keunggulan pada bisnis
inti (core business). Misalnya perusahaan perkebunan yang berintegrasi vertikal
dari hulu hingga hilir, tentu perusahaan mempunyai standart mutu yang terjamin
Universitas Sumatera Utara
24
karena hasil produksi mulai dari TBS hingga minyak goreng merupakan hasil
kontrol perusahaan sendiri tanpa adanya campur tangan perusahaan lain.
3. Meningkatkan scheduling (perencanaan).
Dengan menguasai pengadaan input, perencanaan proses produksi dapat
ditingkatkan baik itu dalam hal jumlah produksi maupun orientasi pasar. Dengan
melakukan integrasi vertikal perusahaan dapat melakukan penjadwalan produksi,
perusahaan bisa bebas menentukan pada saat kapan memproduksi dalam jumlah
yang banyak dan saat kapan memproduksi dalam jumlah sedikit. Misalnya, pada
saat lebaran dan natal perusahaan perkebunan kelapa sawit yang juga memiliki
pabrik minyak goreng cenderung mengolah lebih banyak CPO menjadi minyak
goreng hal tersebut dikarenakan permintaan minyak goreng yang meningkat pada
saat tersebut.
Landasan Teori
Integrasi vertikal adalah merupakan kegiatan yang menghendaki
perusahaan melakukan penguasaan distributor, pemasok dan atau para pesaing
baik melalui merjer, akuisisi, atau membuat perusahaan sendiri.
Integrasi vertikal mempunyai dua arah yang berbeda yaitu integrasi ke
depan yang dilakukan ketika perusahaan melakukan pendekatan ke bawah dari
aliran produknya. Sedangkan integrasi kebelakang adalah langkah kebelakang
misalnya perusahaan manufaktur melakukan investasi ke sumber bahan bakunya.
Untuk memahami kapan integrasi vertikal perlu dilakukan adalah dengan
mengevaluasi pertimbangan benefit (keuntungan).
Universitas Sumatera Utara
25
Sebuah perusahaan selalu menginginkan agar pangsa pasar yang
dimilikinya menjadi lebih besar, pertumbuhan perusahaan dan perolehan laba
yang semakin meningkat, tingkat efesiensi yang semakin tinggi dan juga untuk
mengurangi ketidakpastian akan pasokan bahan baku yang dibutuhkan dalam
berproduksi dan pemasaran hasil produksi (Aulia, 2009).
Integrasi vertikal yang melihat dari keuntungannya yaitu operasi ekonomi,
diantaranya dapat dilakukan dengan prose produksi yang dapat digabungkan atau
dikoordinasikan, selain itu biaya transaksi dilakukan dengan menggunakan
kontrak pada saat menentukan kesepakatan harga. Akses supply dan demand juga
merupakan keuntungan dari strategi integrasi vertikal akses untuk memproduksi
bahan baku sendiri merupakan strategi untuk menghindari ancaman kekurangan
bahan baku produksi. Dengan melakukan hal tersebut maka perusahaan sudah
melakukan integrasi vertikal dan dapat mengurangi adanya resiko.
Selain itu keistimewaan produk juga menjadi keuntungan integrasi
vertikal, dengan adanya mutu yang terkendali yang diproduksi langsung mulai
dari bahan mentah oleh perusahaan sendiri maka produk yang dihasilkan akan
memiliki keuunggulan dalam hal mutu produksi. Selain itu integrasi vertikal juga
dapat mengendalikan sitem produk maksudnya perusahaan bebas melakukan
produksi dalam jumlah besar dan kecil karena perusahaan bisa mengontrol
permintaan. Ketika permintaan meningkat maka perusahaan akan memproduksi
dalam jumlah yang besar juga (Wajdi, 2007).
Bagi produsen, integrasi vertikal dapat menimbulkan efisiensi bagi
perusahaan yang mana perusahaan dapat lebih efisien dalam mengeluarkan biaya
produksi, konsumen bisa saja diuntungkan dalam hal ini harga minyak goreng
Universitas Sumatera Utara
26
menjadi murah karena produsen sudah efisien namun disisilain konsumen bisa
dirugikan karena harus membeli dengan harga mahal (Hidayat, 2007)
Integrasi vertikal juga dapat menciptakan peningkatan pertumbuhan dan
meningkatkan laba bersih perusahaan, dengan melakukan integrasi vertikal
perusahaan bisa memperkecil biaya produksi, biaya transaksi, biaya
transprotasi/pengangkutan sehingga terciptanya sebuah efisiensi pada perusahaan.
Dengan melakukan integrasi vertikal skala usaha perusahaan cenderung
bertambah besar dengan keuntungan yang besar pula (Church, 1999).
Kerangka Pemikiran
Pengembangan industri berbasis perkebunan dengan lebih menekankan
pada integrasi hulu dan hilir mengalami permasalahan yang sering dikatakan
dengan integrasi vertikal. Dukungan pasar atau industri hilir perkebunan sangat
diperlukan untuk memajukan industri hulu atau produk-produk primer
perkebunan. Oleh karena itu digunakan strategi integrasi vertikal untuk
meningkatkan keterkaitan antar sektor hulu dan sektor hilir dianggap suatu pilihan
strategi yang baik bagi perusahaan, di samping karena tuntutan manajemen
modern yang menghendaki tingkat efisiensi yang lebih tinggi.
Perusahaan melakukan integrasi vertikal karena timbulnya hambatan
ketidakpastian produksi yang mengakibatkan terhambatnya produksi perusahaan.
Oleh sebab itu diperlukan kontinuitas input agar berlangsungnya produksi yang
pada akhirnya akan menghasilkan output. Dengan integrasi vertikal perusahaan
dapat menjalin kerja sama ataupun membuat sendiri input produksi.
Skala usaha menjadikan perusahaan melakukan integrasi vertikal, dengan
skala usaha yang besar tentunya perusahaan membutuhkan pemasok yang dapat
Universitas Sumatera Utara
27
memenuhi kapasitas produksi, dengan skala usaha yang besar perusahaan
cenderung melakukan kerjasama dengan pihak lain yang dapat memenuhi
kapasitas produksi perusahaan.
Integrasi vertikal juga menyebabkan orientasi pasar yang lebih luas,
melalui integrasi vertikal perusahaan bebas menentukan pasar dari produksi yang
dihasilkan, baik itu ekspor maupun domestik. Perusahaan bisa bebas menentukan
pasar, orientasi pasar yang dipilih tentunya dengan harga yang paling
menguntungkan.
Tujuan perusahaan melakukan integrasi vertikal untuk meningkatkan
efisiensi, menjamin persediaan, menghindar dari pengaruh eksternal serta
terhindar dari intervensi pemerintah. Seluruh tujuan integrasi vertikal tersebut
tentunya agar perusahaan mendapat keuntungan dan perusahaan bisa dikatakan
efisien.
Integrasi vertikal yang bertujuan untuk mengefisiensikan perusahaan dan
menciptakan keuntungan oleh perusahaan tentunya berdampak pada harga barang
yang dihasilkan oleh perusahaan. Apabila perusahaan efisien maka harga produksi
yang dihasilkan seharusnya akan menjadi stabil atau bahkan bisa menjadi lebih
murah.
Dengan demikian dapat dijelaskan apakah dari kedua sampel yang
melakukan integrasi vertikal milik sendiri atau melakukan integrasi vertikal
dengan sistem kerja sama, dan bagaimana konsep kerja sama yang dilakukan
perusahaan, apakah kerja sama yang sifatnya singkat atau yang bersifat panjang
seperti kontrak, kontrak juga dilakukan berdasarkan jumlah atau berdasarkan
harga.
Universitas Sumatera Utara
28
Ket: = Adanya Hubungan
Gambar 2.1. Skema Kerangka Pemikiran
Ketidakpastian Produksi
Skala Usaha Orientasi Pasar
Integrasi Vertikal
Milik Sendiri Kerja Sama
Universitas Sumatera Utara