4
Tercium bau busuk. Bau busuk dapat dikarenakan infeksi bakteri anaerob. Terjadinya sumbatan menyebabkan muara-muara sinus paranasal tertutup sehingga oksigenasi kurang. Oksigenasi yang kurang merupakan kondisi yang baik untuk pertumbuhan bakteri anaerob. Disertai buntunya saluran sinus paranasal sehingga sekret tidak bisa keluar melalui saluran tersebut. Sumbatan yang terjadi pada hidung juga mengganggu penciuman. Bau-bauan akan sulit masuk dan ditangkap oleh organ olfaktorius karena saluran napas tersumbat. Nyeri kepala. Nyeri kepala yang dirasakan oleh pasien dapat disebabkan oleh sumbatan dan infeksi sinus paranasal. Nyeri kepala tersebut disebut vacuum headache karena terjadi sumbatan pada sinus sehingga udara yang terdapat dalam sinus tidak dapat mengalir dan tekanan menjadi semakin negatif. Pada sinusitis maksilaris gejala berupa demam, malaise, dan nyeri kepala yang tidak jelas. Mengeluarkan darah jika membuang ingus dan berbau busuk. Mimisan atau epistaksis adalah perdarahan dari hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal maupun sebab umum (kelainan sistemik). Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala suatu kelaianan. Etiologi Penyebab lokal 1. Trauma 2. Infeksi hidung 3. Tumor hidung

Tercium Bau Busuk

  • Upload
    ndawung

  • View
    39

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tercium Bau Busuk

Citation preview

Page 1: Tercium Bau Busuk

Tercium bau busuk. Bau busuk dapat dikarenakan infeksi bakteri anaerob. Terjadinya

sumbatan menyebabkan muara-muara sinus paranasal tertutup sehingga oksigenasi kurang.

Oksigenasi yang kurang merupakan kondisi yang baik untuk pertumbuhan bakteri anaerob.

Disertai buntunya saluran sinus paranasal sehingga sekret tidak bisa keluar melalui saluran

tersebut. Sumbatan yang terjadi pada hidung juga mengganggu penciuman. Bau-bauan akan

sulit masuk dan ditangkap oleh organ olfaktorius karena saluran napas tersumbat.

Nyeri kepala. Nyeri kepala yang dirasakan oleh pasien dapat disebabkan oleh sumbatan

dan infeksi sinus paranasal. Nyeri kepala tersebut disebut vacuum headache karena terjadi

sumbatan pada sinus sehingga udara yang terdapat dalam sinus tidak dapat mengalir dan tekanan

menjadi semakin negatif. Pada sinusitis maksilaris gejala berupa demam, malaise, dan nyeri

kepala yang tidak jelas.

Mengeluarkan darah jika membuang ingus dan berbau busuk. Mimisan atau

epistaksis adalah perdarahan dari hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal maupun sebab

umum (kelainan sistemik). Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala suatu kelaianan.

Etiologi

Penyebab lokal

1. Trauma

2. Infeksi hidung

3. Tumor hidung

4. Pengaruh lingkungan

5. Benda asing

6. Idiopatik

Penyebab sistemik

1. Penyakit kardiovaskuler

2. Kelainan darah

3. Infeksi sistemik

4. Gangguan endokrin

5. Kelainan kongenital

Patofisiologi

Terdapat dua sumber perdarahan, yaitu bagian anterior dan posterior.

Page 2: Tercium Bau Busuk

1. Pada epistaksis anterior, perdarahan berasal dari plexus Kiesselbach (yang

paling sering) atau dari arteri etmoidalis anterior. Biasanya perdarahan

tidak begitu hebat dan bila pasien duduk darah akan keluar malalui lubang

hidung. Sering kali dapat berhenti spontan dan mudah diatasi.

2. Pada epitaksis posterior, perdarahan berasal dari arteri sphenopalatina dan

arteri etmoidalis posterior. Epitaksis posterior seringkali terjadi pada

pasien usia lanjut yang menderita hipertensi, arteriosklerosis atau penyakit

kardiovaskular lainnya. Perdarahan biasanya lebih hebat dan jarang

berhenti spontan (Mangunkusumo, 2007).

Pada pemeriksaan orofaring didapatkan post nasal drip. Post nasal drip pada

skenario ini disebabkan karena adanya hipersekresi kelenjar dalam hidung. Sekret mukopurulen

yang dihasilkan dari proses tersebut kemudian mengalir ke bagian faring karena adanya

mekanisme transport mukosilia hidung ke faring serta karena bertambahnya tekanan negatif di

bagian nasofaring.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis. Leukositosis menunjukkan

peningkatam leukosit yang umumnya melebihi 10.000/mm3 (Price, 2006). Leukosit meningkat

sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh dari serangan mikroorganisme, artinya

sebagian besar leukosit akan diangkut secara khusus ke daerah yang terinfeksi dan mengalami

peradangan serius, dengan demikian leukosit dapat menyediakan pertahanan yang cukup dan

kuat terhadap agen-agen infeksius (Guyton, 2007).

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan eosinofil. Jumlah eosinofil

normal adalah 2,3 % dari total leukosit tubuh (Guyton, 2007). Peningkatan jumlah eosinofil

(Eosinophylia) dapat dijumpai pada beberapa keadaan antara lain pada kedaan alergi, infeksi

parasit, neoplasma, reaksi obat (Price, 2006). Meskipun eosinofil merupakan fagosit lemah, pada

keadaan alergi eosinofil dapat mengurangi kerusakan jaringan yang berlebihan melalui

kemampuannya mendetoksifikasi beberapa zat pencetus peradangan yang diproduksi oleh sel

mast-basofil dan menghancurkan (memfagosit) kompleks antigen antibody sehingga dapat

mencegah proses peradangan (Guyton, 2007).