10
Terminasi kehamilan ada dua tipe: a. Induksi Persalinan b. Induksi Aborsi INDUKSI PERSALINAN Definisi Induksi persalinan adalah usaha agar persalinan mulai berlangsung sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang timbulnya his. Tujuan Induksi Tujuan melakukan induksi antara lain: Mengantisipasi hasil yang berlainan sehubungan dengan kelanjutan kehamilan Untuk menimbulkan aktifitas uterus yang cukup untuk perubahan serviks dan penurunan janin tanpa meyebabkan hiperstimulasi uterus atau komplikasi janin Agar terjadi pengalaman melahirkan yang alami dan seaman mungkin dan memaksimalkan kepuasan ibu Indikasi Indikasi melakukan induksi persalinan antara lain: 1. Ibu hamil tidak merasakan adanya kontraksi atau his. Padahal kehamilannya sudah memasuki tanggal perkiraan lahir bahkan lebih (sembilan bulan lewat). 2. Induksi juga dapat dilakukan dengan alasan kesehatan ibu, misalnya si ibu menderita tekanan darah tinggi, terkena infeksi serius, atau mengidap diabetes. 3. Ukuran janin terlalu kecil, bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan diduga akan beresiko atau membahayakan hidup janin.

terminasi kehamilan

  • Upload
    dea

  • View
    334

  • Download
    43

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: terminasi kehamilan

Terminasi kehamilan ada dua tipe:

a. Induksi Persalinan

b. Induksi Aborsi

INDUKSI PERSALINAN

Definisi

Induksi persalinan adalah usaha agar persalinan mulai berlangsung sebelum atau sesudah kehamilan

cukup bulan dengan jalan merangsang timbulnya his.

Tujuan Induksi

Tujuan melakukan induksi antara lain:

• Mengantisipasi hasil yang berlainan sehubungan dengan kelanjutan kehamilan

• Untuk menimbulkan aktifitas uterus yang cukup untuk perubahan serviks dan penurunan janin

tanpa meyebabkan hiperstimulasi uterus atau komplikasi janin

• Agar terjadi pengalaman melahirkan yang alami dan seaman mungkin dan memaksimalkan

kepuasan ibu

Indikasi

Indikasi melakukan induksi persalinan antara lain:

1. Ibu hamil tidak merasakan adanya kontraksi atau his. Padahal kehamilannya sudah memasuki

tanggal perkiraan lahir bahkan lebih (sembilan bulan lewat).

2. Induksi juga dapat dilakukan dengan alasan kesehatan ibu, misalnya si ibu menderita tekanan

darah tinggi, terkena infeksi serius, atau mengidap diabetes.

3. Ukuran janin terlalu kecil, bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan diduga akan beresiko

atau membahayakan hidup janin.

4. Membran ketuban pecah sebelum ada tanda-tanda awal persalinan.

5. Plasenta keluar lebih dahulu sebelum bayi.

Indikasi induksi persalinan berdasarkan tingkat kebutuhan penanganan, antara lain:

a. Indikasi darurat:

1) Hipertensi gestasional yang berat

2) Diduga komplikasi janin yang akut

3) PJT (IUGR) yang berat

4) Penyakit maternal yang bermakna dan tidak respon dengan pengobatan

5) APH yang bermakna dan Korioamnionitis

b. Indikasi segera (Urgent)

Page 2: terminasi kehamilan

1) KPD saat aterm atau dekat aterm

2) PJT tanpa bukti adanya komplikasi akut

3) DM yang tidak terkontrol

4) Penyakit iso-imun saat aterm atau dekat aterm

c. Indikasi tidak segera ( Non urgent )

1) Kehamilan ‘post-term’

2) DM terkontrol baik

3) Kematian intrauterin pada kehamilan sebelumnya

4) Kematian janin

5) Problem logistik (persalinan cepat, jarak ke rumah sakit)

Untuk dapat melakukan induksi persalinan perlu dipenuhi beberapa kondisi dibawah ini, yaitu:

1. Sebaiknya serviks uteri sudah matang, yakni serviks sudah mendatar dan menipis dan sudah

dapat dilalui oleh sedikitnya 1 jari, serta sumbu serviks mengarah ke depan.

2. Tidak ada disproporsi sefalopelvik (CPD).

3. Tidak terdapat kelainan letak janin yang tidak dapat dibetulkan.

4. Sebaiknya kepala janin sudah mulai turun ke dalam rongga panggul.

Apabila kondisi-kondisi di atas tidak terpenuhi maka induksi persalinan mungkin tidak memberikan hasil

yang diharapkan.1 Untuk menilai keadaan serviks dapat dipakai skor bishop. Bila nilai lebih dari 8

induksi persalinan kemungkinan akan berhasil.

Kontra indikasi induksi antara lain:

a. Disproporsi sefalopelvik

b. Insufisiensi plasenta

c. Malposisi dan malpresentasi

d. Plasenta previa

e. Gemelli

f. Distensi rahim yang berlebihan

g. Grande multipara

h. Cacat rahim

Risiko Melakukan Induksi

Risiko induksi persalinan yang mungkin terjadi diantaranya adalah:3

Page 3: terminasi kehamilan

1. Adanya kontraksi rahim yang berlebihan. Itu sebabnya induksi harus dilakukan dalam

pengawasan yang ketat dari dokter yang menangani. Jika ibu merasa tidak tahan dengan rasa sakit

yang ditimbulkan, biasanya proses induksi dihentikan dan dilakukan operasi caesar.

2. Janin akan merasa tidak nyaman sehingga dapat membuat bayi mengalami gawat janin (stress

pada bayi). Itu sebabnya selama proses induksi berlangsung, penolong harus memantau gerak

janin. Bila dianggap terlalu beresiko menimbulkan gawat janin, proses induksi harus dihentikan.

3. Dapat merobek bekas jahitan operasi caesar. Hal ini bisa terjadi pada yang sebelumnya pernah

dioperasi caesar, lalu menginginkan kelahiran normal.

4. Emboli. Meski kemungkinannya sangat kecil sekali namun tetap harus diwaspadai.

5. Emboli terjadi apabila air ketuban yang pecah masuk ke pembuluh darah dan menyangkut di otak

ibu, atau paru-paru. Bila terjadi, dapat merenggut nyawa ibu seketika.

Induksi persalinan dengan Metode Bedah

1. Stripping of the membranes

Stripping of the membranes dapat meningkatkan aktivitas fosfolipase A2 dan prostaglandin F2α

(PGF2 α) dan menyebabkan dilatasi serviks secara mekanis yang melepaskan prostaglandin.

Stripping pada selaput ketuban dilakukan dengan memasukkan jari melalui ostium uteri internum

dan menggerakkannya pada arah sirkuler untuk melepaskan kutub inferior selaput ketuban dari

segmen bawah rahim. Risiko dari teknik ini meliputi infeksi, perdarahan, dan pecah ketuban

spontan serta ketidaknyamanan pasien. Telaah Cochrane menyimpulkan bahwa stripping of the

membrane saja tidak menghasilkan manfaat klinis yang penting, tapi apabila digunakan sebagai

pelengkap, tampaknya berhubungan dengan kebutuhan dosis oksitosin rata-rata yang lebih rendah

dan peningkatan rasio persalinan normal pervaginam.

2. Amniotomi

Diduga bahwa amniotomi meningkatkan produksi atau menyebabkan pelepasan prostaglandin

secara lokal. Risiko yang berhubungan dengan prosedur ini meliputi tali pusat menumbung atau

kompresi tali pusat, infeksi maternal atau neonatus, deselerasi denyut jantung janin, perdarahan

dari plasenta previa atau plasenta letak rendah dan kemungkinan luka pada janin.

Teknik amniotomi adalah sebagai berikut :

a. Dilakukan pemeriksaan pelvis untuk mengevaluasi serviks dan posisi bagian terbawah

janin.

b. Denyut jantung janin diperiksa (direkam) sebelum dan setelah prosedur tindakan

dilakukan

Page 4: terminasi kehamilan

c. Bagian terbawah harus sudah masuk panggul

d. Membran yang menutupi kepala janin dilepaskan dengan jari pemeriksa

e. Alat setengah kocher (cervical hook) dimasukkan melalui muara serviks dengan cara

meluncur melalui tangan dan jari (sisi pengait mengarah ke tangan pemeriksa

f. Selaput ketuban digores atau dikait untuk memecahkan ketuban

g. Keadaan cairan amnion diperiksa (jernih, berdarah, tebal atau tipis, mekonium)

Menurut telaah Cochrane, hanya ada dua uji terkontrol yang baik yang mempelajari penggunaan

amniotomi saja, dan buktinya tidak mendukung penggunaannya untuk induksi persalinan.

Induksi persalinan secara farmakologis :

Prostaglandin

Prostaglandin bereaksi pada serviks untuk membantu pematangan serviks melalui sejumlah

mekanisme yang berbeda. Ia menggantikan substansi ekstraseluler pada serviks, dan PGE2

meningkatkan aktivitas kolagenase pada serviks. Ia menyebabkan peningkatan kadar elastase,

glikosaminoglikan, dermatan sulfat, dan asam hialuronat pada serviks. Relaksasi pada otot polos

serviks menyebabkan dilatasi. Pada akhirnya, prostaglandin menyebabkan peningkatan kadar kalsium

intraseluler, sehingga menyebabkan kontraksi otot miometrium. Risiko yang berhubungan dengan

penggunaan prostaglandin meliputi hiperstimulasi uterus dan efek samping maternal seperti mual,

muntah, diare, dan demam. Saat ini, kedua analog prostaglandin tersedia untuk tujuan pematangan

serviks, yaitu gel dinoprostone (Prepidil) dan dinoprostone inserts (Cervidil). Prepidil mengandung

0,5 mg gel dinoproston, sementara Cervidil mengandung 10 mg dinoprostone dalam bentuk

pessarium

Misoprostol

Penggunaan misoprostol tidak direkomendasikan pada pematangan serviks atau induksi persalinan

pada wanita yang pernah mengalami persalinan dengan seksio sesaria atau operasi uterus mayor

karena kemungkinan terjadinya ruptur uteri. Wanita yang diterapi dengan misoprostol untuk

pematangan serviks atau induksi persalinan harus dimonitor denyut jantung janin dan aktivitas

uterusnya di rumah sakit sampai penelitian lebih lanjut mampu mengevaluasi dan membuktikan

keamanan terapi pada pasien. Uji klinis menunjukkan bahwa dosis optimal dan pemberian interval

dosis 25 mcg intravagina setiap empat sampai enam jam. Dosis yang lebih tinggi atau interval dosis

yang lebih pendek dihubungkan dengan insidensi efek samping yang lebih tinggi, khususnya

sindroma hiperstimulasi, yang didefinisikan sebagai kontraksi yang berakhir lebih dari 90 detik atau

Page 5: terminasi kehamilan

lebih dari lima kontraksi dalam 10 menit selama dua periode .10 menit berurutan, dan hipersistole,

suatu kontraksi tunggal selama minimal dua menit.

Ruptur uteri pada wanita dengan riwayat seksio sesaria sebelumnya juga mungkin merupakan

komplikasi, yang membatasi penggunaannya pada wanita yang tidak memiliki skar uterus

Mifepristone

Mifepristone (Mifeprex) adalah agen antiprogesteron. Progesteron menghambat kontraksi uterus,

sementara mifepristone melawan aksi ini. Agen ini menyebabkan peningkatan asam hialuronat dan

kadar dekorin pada serviks.4 Dilaporkan Cochrane, ada 7 percobaan yang melibatkan 594 wanita

yang menggunakan mifepristone untuk pematangan serviks. Hasilnya menunjukkan bahwa wanita

yang diterapi dengan mifepristone cenderung memiliki serviks yang matang dalam 48 sampai 96 jam

jika dibandingkan dengan plasebo. Sebagai tambahan, para wanita ini cenderung melahirkan dalam

waktu 48-96 jam dan tidak dilakukan seksio sesaria. Namun demikian, hanya sedikit informasi yang

tersedia mengenai luaran janin dan efek samping pada ibu; sehingga tidak cukup mendukung bukti

keamanan mifepristone dalam pematangan serviks.

Relaksin

Hormon relaksin diperkirakan dapat mendukung pematangan serviks. Berdasarkan evaluasi telaah

Cochrane mengenai hasil dari 4 penelitian yang melibatkan 267 wanita disimpulkan bahwa

kurangnya dukungan dalam penggunaan relaksin saat ini, sehingga masih dibutuhkan penelitian lebih

lanjut mengenai agen-agen induksi persalinan.

Oksitosin

Oksitosin merupakan agen farmakologi yang lebih disukai untuk menginduksi persalinan apabila

serviks telah matang. Konsentrasi oksitosin dalam plasma serupa selama kehamilan dan selama fase

laten dan fase aktif persalinan, namun terdapat peningkatan yang bermakna dalam kadar oksitosin

plasma selama fase akhir dari kala II persalinan. Konsentrasi oksitosin tertinggi selama persalinan

ditemukan dalam darah tali pusat, yang menunjukkan bahwa adanya produksi oksitosin yang

bermakna oleh janin selama persalinan. Oksitosin endogen diesekresikan dalam bentuk pulsasi

selama persalinan spontan, hal ini tampak dalam pengukuran konsentrasi oksitosin plasma ibu menit

per menit.

Page 6: terminasi kehamilan

Induksi Aborsi

Induksi aborsi adalah prosedur yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan. Sebagian besar induksi aborsi

dilakukan pada 12 minggu pertama kehamilan. Sebelum melakukan prosedur ini, dilakukan pemeriksaan untuk

memastikan kehamilan. Petugas kesehatan akan menanyakan keadaan kesehatan anda dan melakukan pemeriksaan fisik

serta pemeriksaan darah. Pemeriksaan USG dilakukan untuk memastikan usia kehamilan anda. Untuk aborsi yang

dilakukan pada kehamilan lanjut, induksi dilakukan dengan obat yang ditaruh ke dalam vagina, disuntikkan ke rahim, atau

diberikan melalui infus. Obat ini biasanya akan menyebabkan persalinan dalam waktu 12 jam dan terjadi aborsi akan

terjadi dalam waktu 12-24 jam. Obat induksi aborsi akan menimbulkan efek samping mual, muntah, demam, dan diare.

Tempat aborsi dilakukan bergantung kepada beberapa faktor :

Bagaimana cara yang akan dilakukan

Usia kehamilan

Keadaan kesehatan wanita

Apa risiko dari tindakan aborsi ?

Tindakan aborsi adalah prosedur dengan risiko rendah, namun dapat terjadi beberapa komplikasi:

Aborsi inkomplit – hal ini jarang namun dapat terjadi kehamilan tidak dikeluarkan seluruhnya sehingga

menimbulkan perdarahan dan infeksi

Infeksi – Infeksi dapat terjadi apabila bakteri dari vagina atau serviks masuk ke dalam rahim setelah aborsi

Perdarahan – Perdarahan sedikit setelah terjadi aborsi adalah hal yang normal

Kerusakan rahim – Pada saat dilakukan aborsi, kadang ujung dari alat yang digunakan dapat menembus

dinding rahim (perforasi) atau merobek serviks. Jika hal ini terjadi, maka dibutuhkan operasi lebih lanjut.

Organ lain seperti usus dan kandung kemih juga dapat terluka bila terjadi perforasi

Kematian – risiko kematian pada tindakan aborsi kurang dari 1 : 100.000 dengan cara aspirasi vakum. Untuk

wanita yang aborsi dengan obat-obatan, risiko kematiannya sekitar 1:100.000.

Tipe Aborsi Medis:

Terdapat 4 tipe dari aborsi dengan obat:

1. Pil mifepristone dan pil misoprostol

2. Pil mifepristone dan misoprostol vaginal

3. Methotrexate dan misoprostol vaginal

4. Misoprostol vaginal

Efek samping dari aborsi dengan obat:

Page 7: terminasi kehamilan

Obat-obatan yang digunakan akan menyebabkan perdarahan dan kram perut. Selain itu juga dapat menyebabkan

mual, muntah, demam, dan menggigil. Petugas kesehatan akan menjelaskan mengenai apa yang akan terjadi dari nyeri,

perdarahan, dan keluarnya jaringan. Tanda yang membutuhkan perhatian khusus adalah perdarhan hebat, nyeri hebat, atau

demam. Jika tetap terjadi kehamilan setelah mencoba aborsi dengan obat, maka dibutuhkan tindakan lain.