106
TESIS – KI42502 Pengembangan Protokol Pengiriman dan Aggregasi Data untuk Jaringan Sensor Nirkabel dengan Topologi Tree (Tree-Based Network) dengan Kontrol Payload Space yang Adaptif I GUSTI NGURAH ADY KUSUMA NRP. 5114201071 DOSEN PEMBIMBING: Waskitho Wibisono, S.Kom., M.Eng., Ph.D. NIP. 19741022 200003 1 001 PROGRAM STUDI MAGISTER RUMPUN MATA KULIAH ARSITEKTUR JARINGAN KOMPUTER JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2016

TESIS – KI42502 Pengembangan Protokol Pengiriman dan

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

TESIS – KI42502

Pengembangan Protokol Pengiriman dan Aggregasi Data untuk Jaringan Sensor Nirkabel dengan Topologi Tree (Tree-Based Network) dengan Kontrol Payload Space yang Adaptif

I GUSTI NGURAH ADY KUSUMA NRP. 5114201071

DOSEN PEMBIMBING: Waskitho Wibisono, S.Kom., M.Eng., Ph.D. NIP. 19741022 200003 1 001

PROGRAM STUDI MAGISTER RUMPUN MATA KULIAH ARSITEKTUR JARINGAN KOMPUTER JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2016

ii

[Halaman Sengaja Dikosongkan]

iii

TESIS – KI42502

DEVELOPMENT OF DATA AGGREGATION

DELIVERY PROTOCOL FOR WIRELESS SENSOR

NETWORKS WITH TREE TOPOLOGY (TREE-

BASED NETWORK) WITH ADAPTIVE CONTROL OF

PAYLOAD SPACE

I GUSTI NGURAH ADY KUSUMA NRP. 5114201071

SUPERVISOR: Waskitho Wibisono, S.Kom., M.Eng., Ph.D. NIP. 19741022 200003 1 001

MASTER PROGRAM ARCHITECTURE OF COMPUTER NETWORKING SUBJECT INFORMATICS ENGINEERING DEPARTMENT FACULTY OF INFORMATION TECHNOLOGY SEPULUH NOPEMBER INSTITUTE OF TECHNOLOGY SURABAYA 2016

iv

[Halaman Sengaja Dikosongkan]

v

LEMBAR PENGESAHAN TESIS

Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Komputer (M.Kom.)

di

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

oleh: I GUSTI NGURAH ADY KUSUMA

NRP. 5114201071

Dengan Judul: Pengembangan Protokol Pengiriman dan Aggregasi Data untuk Jaringan Sensor Nirkabel dengan Topologi Tree (Tree-Based Network) dengan Kontrol Payload

Space yang Adaptif

Tanggal Ujian : 22 Juni 2016 Periode Wisuda : September 2016

Disetujui oleh: Waskitho Wibisono, S.Kom, M.Eng, Ph.D. ………………… NIP. 197410222000031001 (Pembimbing 1) Royyana Muslim I, S.Kom, M.Kom, Ph.D. ………………… NIP. 197708242006041001 (Penguji 1) Dr.Eng. Radityo Anggoro, S.Kom, M.Sc. ………………… NIP. 1984101620081210002 (Penguji 2) Henning Titi Ciptaningtyas, S. Kom, M. Kom. ………………… NIP. 198407082010122004 (Penguji 3)

Direktur Program Pasca Sarjana,

Prof. Ir. Djauhar Manfaat, M.Sc., Ph.D. NIP. 196012021987011001

vi

[Halaman Sengaja Dikosongkan]

vii

Pengembangan Protokol Pengiriman dan Aggregasi Data untuk Jaringan Sensor Nirkabel dengan Topologi Tree (Tree-Based Network) dengan

Kontrol Payload Space yang Adaptif

Nama mahasiswa : I Gusti Ngurah Ady Kusuma NRP : 5114201071 Pembimbing : Waskitho Wibisono, S.Kom., M.Eng., Ph.D.

ABSTRAK

Jaringan sensor Nirkabel merupakan sebuah jaringan yang terdiri dari node-node sensor yang memiliki daya terbatas namun memiliki fungsi yang penting. Jaringan sensor nirkabel ini biasanya dibangun dengan tujuan untuk mengawasi suatu keadaan lingkungan dan memberikan informasi jika terjadi perubahan pada lingkungan tersebut ke sebuah kordinator. Namun karena node-node yang berjalan dengan sumber daya yang terbatas seperti baterai, diperlukan sebuah metode protokol yang mampu menangani permasalahan pada sisi network lifetime dari jaringan tersebut.

Pada penelitian ini, menggunakan sebuah metode in-network data aggregation yang mampu mengurangi jumlah transmisi yang dilakukan pada sebuah jaringan dengan cara membagi jaringan dalam beberapa cluster kecil kemudian melakukan aggregasi data pada cluster head. Selain itu kecepatan pengiriman data pada source node juga dikontrol agar tidak membebani jaringan secara adaptif. Banyaknya jumlah transmisi yang dilakukan pada sebuah jaringan dapat mengkonsumsi energi yang besar sehingga menurunkan network lifetime dari jaringan tersebut. Pada penelitian ini, penulis mengemukakan metode untuk melakukan optimasi pada jumlah transmisi pada jaringan dengan menggunakan konsep in-network data aggregation dan mekanisme adaptif payload untuk mengurangi jumlah transmisi. Melalui pengurangan jumlah transmisi data, dapat mengurangi penggunaan energi sehingga dapat memperpanjang network lifetime. Selain itu, dengan mengurangi jumlah transmisi dapat menurunkan beban dari jaringan sehingga reliabilitas dari jaringan tersebut meningkat.

Hasil penelitian menunjukan, bahwa metode integrasi data aggregation dan adaptive payload ini mampu menurunkan penggunaan energi hingga mencapai 65.18% untuk pemantauan selama 48 jam. Selain itu delay event detection pada jaringan menurun hingga 29.27 detik dengan total dead node 0 node.

Kata kunci: Network Lifetime, Adaptive Payload, Data Aggregation, Wireless Sensor Network, SIDnet-SWANS

viii

[Halaman Sengaja Dikosongkan]

ix

Development of Data Aggregation Delivery Protocol for Wireless Sensor Networks with Tree Topology (Tree-Based Network) with Adaptive Control

of Payload Space

Student Name : I Gusti Ngurah Ady Kusuma Student Identity Number

: 5114201071

Supervisor : Waskitho Wibisono, S.Kom., M.Eng., Ph.D.

ABSTRACT

Wireless sensor network is a network that consists of sensor nodes which have limited resources but has an important function. Wireless sensor networks are usually built with the aim to monitor a state of the environment and provide information in case of changes in the environment to a coordinator. However, because the nodes are running with limited resources such as batteries, required a method capable of handling the protocol on the network side of the network lifetime.

In this study, proposed a method of in-network data aggregation that is

able to reduce the amount of transmission is done on a network by dividing the network into several smaller clusters then perform aggregation of data on cluster head. Besides, data transmission speed at the source node is also controlled so as not to burden the network using adaptive method. A large number of transmissions that performed on a network can consume more energy thereby reducing the network lifetime of the network. In this study, the authors propose a method for optimizing the number of transmission on the network by using the concept of in-network data aggregation and adaptive payload mechanism to reduce the number of transmissions. Through a reduction in the amount of data transmission, can reduce energy use so that it can extend the network lifetime. In addition, by reducing the amount of transmission can reduce the load on the network so that the reliability of the network increases.

The results showed that integration of data aggregation and adaptive

payload is able to reduce energy usage up to 65.18% when monitoring region for 48 hours. Additionally delay detection event on the network declined to 29.27 seconds with zero dead node. Keyword: Network Lifetime, Adaptive Payload, Data Aggregation, Wireless Sensor Network, SIDnet-SWANS

x

[Halaman Sengaja Dikosongkan]

xi

KATA PENGANTAR

“Om Awighnam Astu Namo Sidham Om Sidhirastu Tad Astu Svaha”

Segala puji dan syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan yang Maha Esa, karena berkat ilmu pengetahuan, petunjuk dan restu dari-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul: “Pengembangan Protokol Pengiriman dan Aggregasi Data untuk Jaringan Sensor Nirkabel dengan Topologi Tree (Tree-Based Network) dengan Kontrol Payload Space yang Adaptif” dengan baik.

Dalam pelaksanaan dan pembuatan Tesis ini tentunya sangat banyak bantuan-bantuan yang penulis terima dari berbagai pihak, tanpa mengurangi rasa hormat penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena tuntunan dan restu-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini dengan baik

2. Kedua orang tua penulis, Bapak Drs. I Gusti Ngurah Antiarsa dan Ibu Dra. Desak Nyoman Rai Kartini, M.Pd. dan kakak I Gusti Ayu Desy Arlita, S.E. serta keluarga besar Jero Pengumpian Petang yang telah banyak memberi dukungan moral, material, spiritual, dan kasih sayang yang besar kepada penulis beserta doa yang selalu dipanjatkan untuk penulis

3. Bapak Waskitho Wibisono, S.Kom., M.Eng., Ph.D. selaku dosen wali dan dosen pembimbing yang membimbing penulis semenjak menulis Tugas Akhir pada tahap sarjana hingga kini tahap magister yang telah memberikan kepercayaan, dukungan, bimbingan,nasehat, perhatian dan segala hal yang telah diberikan kepada penulis termasuk diijinkan untuk ikut bergabung bermain musik di grup IF-Project.

4. Bapak Royyana Muslim Ijtihadie, S.Kom., M.Kom., Ph.D., Bapak Dr.Eng. Radityo Anggoro, S.Kom, M.Sc., dan Ibu Henning Titi Ciptaningtyas, S. Kom, M. Kom., selaku dosen penguji Tesis ini dan juga telah banyak memberikan saran untuk penyempurnaan Tesis ini

5. Bapak dan Ibu Dosen Teknik Informatika yang telah banyak memberikan wawasan dan ilmu pengetahuan kepada penulis selama menjalani masa perkuliahan.

6. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember yang telah memberikan beasiswa freshgraduate kepada penulis sehingga penulis dapat mengikuti perkuliah Magister di Institut Teknologi Sepuluh Nopember

7. Erindah ‘Inka’ Permatasari beserta ZuuperLeker yang telah memberikan segala bentuk dukungan dan bantuan terhadap penulis selama pengerjaan Tesis ini, serta Krishna, Ardian, Khairy, Humaira, Dessy L., Pandhit, Yuga, Felicia dan Grace atas segala hiburan dan dukungan terhadap penulis.

xii

8. Seluruh teman-teman dari TPKH-ITS angkatan 2010, Pasemetonan Barong Çakti, Magister Teknik Informatika ITS angkatan 2014, Freeletics Surabaya, Pertemanan Tamiya FLSub dan HS Cell Glory Surabaya, terima kasih atas rasa kekeluargaan dan dukungan yang tinggi terhadap penulis. Semoga kita semua menjadi orang yang sukses dalam bidangnya masing-masing.

9. Juga tidak lupa kepada semua pihak yang belum sempat disebutkan satu per satu yang telah membantu terselesaikannya Tesis ini.

“Tiada gading yang tak retak”, seperti peribahasa tersebut begitu pula

Tesis ini mungkin masih memiliki kekurangan dan tidak sempurna. Untuk itu penulis sangat menerima masukan berupa kritikan dan saran atas pembuatan Tesis ini.

Surabaya, Juni 2016

Penulis

xiii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... v

ABSTRAK ............................................................................................................ vii ABSTRACT ........................................................................................................... ix

KATA PENGANTAR ........................................................................................... xi DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xv

DAFTAR TABEL ............................................................................................... xvii BAB 1

PENDAHULUAN ................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah .................................................................................. 4

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................. 4

1.4 Kontribusi Penelitian ................................................................................ 4

1.5 Batasan Masalah ....................................................................................... 5

BAB 2

DASAR TEORI ...................................................................................................... 7 2.1. Dasar Teori................................................................................................ 7

2.1.1. Komunikasi Nirkabel (Wireless Communication) ................................ 7

2.1.2. Jaringan Sensor Nirkabel (Wireless Sensor Network) ........................... 8

2.1.3. Waktu Hidup Jaringan (Network Lifetime) ............................................ 9

2.1.4. Data-Aggregation................................................................................. 10

2.1.5. Clustering pada Jaringan Sensor Nirkabel ........................................... 12

2.1.6. Java in Simulation Time (JiST) ........................................................... 14

2.1.7. Scalable Wireless Ad Hoc Network Simulator (SWANS) .................. 15

2.1.8. SIDnet-SWANS ................................................................................... 16

2.1.9. Protokol Zigbee (802.15) ..................................................................... 18

2.2. Penelitian Terkait .................................................................................... 19

2.2.1. Shortest Path Routing pada Jaringan Sensor Nirkabel ........................ 19

2.2.2 Tree-Based Hierarchical Data Aggregation ......................................... 20

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN ......................................................................... 23 3.1. Studi Literatur ......................................................................................... 23

3.2. Desain dan Implementasi ........................................................................ 23

3.2.1. Fase Pengiriman Sensing Query ........................................................... 25

3.2.2. Fase Pengiriman Payload Data Sensor ................................................ 26

3.2.3. Metode Pendukung .............................................................................. 29

xiv

3.3. Analisis Pengujian ................................................................................... 31

3.4. Evaluasi Sistem ....................................................................................... 33

3.4.1. Lingkungan Uji ................................................................................... 33

3.4.2. Pengujian dengan SIDnet-SWANS ..................................................... 33

3.4.3. Parameter Uji....................................................................................... 34

3.4.4. Evaluasi Kinerja .................................................................................. 37

3.5. Dokumentasi Sistem ............................................................................ 37

3.6. Jadwal Kegiatan ...................................................................................... 38

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................................. 39 4.1. Tahapan Implementasi Metode ............................................................... 39

4.1.1. Modifikasi Modul Application Layer ................................................. 40

4.1.2. Modifikasi Modul Shortest Geo Path Routing .................................... 42

4.1.3. Modifikasi Modul Driver Simulator ................................................... 44

4.1.4. Modifikasi Modul MAC 802.15 Layer ............................................... 45

4.1.5. Pembuatan Modul Adaptive Payload .................................................. 46

4.1.6. Pembuatan Class Type Paket Pesan .................................................... 46

4.1.7. Pembuatan dan Modifikasi Stats Collector ......................................... 48

4.2. Langkah-Langkah Uji Coba .................................................................... 49

4.2.1. Skenario Pengujian .............................................................................. 49

4.2.2. Parameter Pengujian ............................................................................ 51

4.2.3. Pembuatan Skrip untuk Pengujian ...................................................... 52

4.3. Hasil dan Analisis .................................................................................... 55

4.3.1. Analisis Skenario 1.............................................................................. 57

4.3.2. Analisis Skenario 2.............................................................................. 64

4.3.3. Analisis Skenario 3.............................................................................. 67

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 71 5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 71

5.2 Saran ............................................................................................................ 73

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 75

LAMPIRAN .......................................................................................................... 77

BIOGRAFI PENULIS ........................................................................................... 87

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Contoh komunikasi nirkabel yang diterapkan pada telepon selular. .. 7

Gambar 2.2. Salah satu contoh node dari wireless sensor network yang menggunakan Arduino dan Xbee. ........................................................................... 9

Gambar 2.3. Hierarchical network dengan tree-based network (Rajagopalan & Varshney, 2006) .................................................................................................... 12

Gambar 2.4 Ilustrasi aliran data pada jaringan yang memiliki cluster. (Younis, et al., 2006)................................................................................................................ 13

Gambar 2.5 Ilustrasi Proses simulasi di JiST (Barr, 2004) ................................... 14

Gambar 2.6 Sistem arsitektur JiST (Barr, 2004) ................................................... 15

Gambar 2.7 Arsitektur Simulator SWANS (Barr, 2004) ...................................... 16

Gambar 2.8 Arsitektur dari simulator SIDnet-SWANS (Ghica, et al., 2008) ....... 17

Gambar 2.9. XBee salah satu perangkat pendukung Zigbee ................................ 18

Gambar 2.10. Tiga topologi yang didukung Zigbee (Faludi, 2011) ..................... 19

Gambar 3.1. Alur metodologi penelitian............................................................... 23

Gambar 3.2. Skema dari metode yang dikerjakan secara umum yang memiliki dua tahap ...................................................................................................................... 25

Gambar 3.3. Diagram dari skema pengiriman sensing query. .............................. 25

Gambar 3.4. Diagram dari tahap pemrosesan data pada source node. ................. 27

Gambar 3.5. Diagram dari skema skema proses yang terjadi pada cluster head aggregator. ............................................................................................................ 28

Gambar 3.6. Ilustrasi metode adaptive payload.................................................... 30

Gambar 4.1 Hasil modifikasi pada metode Sensing(). .......................................... 41

Gambar 4.2 Hasil modifikasi pada metode Receive(). ......................................... 42

Gambar 4.3 Hasil modifikasi pada kelas RoutingProtocol.java. .......................... 43

Gambar 4.4 Lanjutan Gambar 4.3 modifikasi pada kelas RoutingProtocol.java. . 44

Gambar 4.5 Modifikasi pada kelas AgDriver.java................................................ 45

Gambar 4.6 Modifikasi pada kelas Mac802_15_4Impl.java. ............................... 46

Gambar 4.7 Implementasi dari modul adaptive payload. ..................................... 47

Gambar 4.8 Grafik skenario priority level dari masing-masing region. ............... 50

Gambar 4.9 Pemetaan dari region yang diawasi. .................................................. 50

Gambar 4.10 Skrip pengujian secara umum pada Command Prompt. ................. 53

Gambar 4.11 Tampilan file teks hasil pengujian. ................................................. 55

Gambar 4.12 Tampilan hasil screenshoot di akhir pengujian. .............................. 56

Gambar 4.13 Ilustrasi alur tahapan analisis pengujian.......................................... 57

Gambar 4.14 Grafik dari parameter pengujian average energy left skenario 1. ... 63

Gambar 4.15 Grafik dari parameter pengujian delay event detection skenario 1. 63

Gambar 4.16 Grafik dari parameter pengujian total dead node skenario 1. ......... 64

Gambar 4.17 Tampilan screenshoot terisolirnya region 1 pada pengujian 500x500 meter. ..................................................................................................................... 66

Gambar 4.18 Grafik dari parameter pengujian (a) average energy left, dan (b) delay event detection skenario 2. .......................................................................... 67

xvi

Gambar 4.19 Grafik dari parameter pengujian (a) average energy left, dan (b) delay event detection skenario 3. ........................................................................... 69

xvii

DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Parameter Uji Simulator........................................................................ 35

Tabel 3.2. Jadwal rencana kegiatan penelitian ...................................................... 38

Tabel 4.1 Skrip Pengujian skenario 1. .................................................................. 53

Tabel 4.2 Skrip pengujian skenario 2 .................................................................... 54

Tabel 4.3 Skrip pengujian skenario 3 .................................................................... 55

Tabel 4.4 Rangkuman 3 kali pengujian pada metode Aggregated Shortest Geo-Path with Adaptive Payload .................................................................................. 57

Tabel 4.5 Rangkuman 3 kali pengujian pada metode Aggregated Shortest Geo-Path without Adaptive Payload. ............................................................................ 58

Tabel 4.6 Rangkuman 3 kali pengujian pada metode Shortest Geo-Path with Adaptive Payload. ................................................................................................. 59

Tabel 4.7 Rangkuman 3 kali pengujian pada metode Shortest Geo-Path without Adaptive Payload. ................................................................................................. 60

Tabel 4.8 Rangkuman dari pengujian pada skenario 1 ......................................... 61

Tabel 4.9 Rangkuman dari pengujian pada skenario 2 ......................................... 64

Tabel 4.10 Rangkuman dari pengujian pada skenario 3 ....................................... 68

xviii

[Halaman Sengaja Dikosongkan]

72

3. Metode protokol routing Aggregated Shortest Geo-Path with Adaptive

Payload (AGSGPAP) memiliki kemampuan untuk mengatur kepadatan

lalu lintas data di dalam jaringan sensor nirkabel. Metode aggregated

routing memberikan kontrol terhadap jumlah data yang beredar di

jaringan dengan menunggu data terkumpul terlebih dahulu, diaggregasi

dan dikirim menjadi satu data. Metode adaptive payload memberikan

kontrol terhadap jumlah data yang beredar di jaringan dengan mengatur

jeda pengiriman data berdasarkan status pengiriman data sebelumnya

sehingga source node mampu mengetahui apakah jaringan sedang

mengalami traffic yang padat atau tidak dan menyesuaikan jeda

pengiriman.

4. Protokol Aggregated Shortest Geo-Path with Adaptive Payload

(AGSGPAP) memiliki adaptive payload yang mampu memberikan

kinerja yang signifikan dalam mengatur kepadatan lalu lintas jaringan

dengan melakukan kontrol terhadap pengiriman data langsung dari source

node. Pada pengujian dengan metode lainnya, dengan metode Aggregated

Shortest Geo-Path maupun Shortest Geo-Path yang menggunakan

metode adaptive payload memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan

dengan metode yang tidak menggunakan metode adaptive payload.

5. Protokol Aggregated Shortest Geo-Path with Adaptive Payload

(AGSGPAP) memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan berdasarkan

hasil uji coba yang telah dilakukan. Kelebihan dari metode ini yaitu :

konsumsi energi yang rendah ketika melakukan pengawasan,

network lifetime yang lebih lama dari pada metode yang

dibandingkan,

keberhasilan untuk mendeteksi seluruh kejadian pada wilayah

yang diawasi selama 48 jam,

delay event detection yang tidak terlalu lama,

jumlah node yang kehabisan energi mampu diturunkan atau tidak

ada yang mengalami kehabisan energi selama pengawasan 48 jam

73

Adapun beberapa kekurangan dari metode yang diusulkan adalah sebagai

berikut:

o delay event detection yang masih kalah dibandingkan dengan

metode lain dikarenakan metode adaptive payload yang

memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengirimkan data

menuju sink node

o metode yang diusulkan masih berbasis pada metode location

based routing yaitu Shortest Geo Path routing sehingga ada

kondisi dimana salah satu region terisolasi akibat kekurangan dari

metode basis routing yang dikerjakan

5.2 Saran Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh bahwa protokol routing

Aggregated Shortest Geo-Path with Adaptive Payload (AGSGPAP) dapat

meningkatkan network lifetime dengan mengurangi penggunaan energi untuk

transmisi data sehingga dapat memperpanjang network lifetime dari jaringan sensor

nirkabel dengan tetap mengurangi delay pengirman di jaringan dan meningkatkan

delivery ratio. Berkurangnya jumlah transmisi disebabkan oleh adanya kontrol pada

traffic jaringan sensor nirkabel oleh metode aggregated routing dan adaptive

payload. Namun perlu dilakukan pengembangan terhadap metode ini terhadap

beberapa hal sebagai berikut:

1. Perlunya pengganti protokol dasar routing dari protokol Aggregated

Shortest Geo-Path with Adaptive Payload yang saat ini masih

menggunakan Shortest Geo-Path sebagai dasar dari protokol routing

ketika mengawasi lingkungan yang lebih luas dengan jumlah node yang

lebih sedikit. Hal ini dapat dilihat pada pengujian pada lingkungan

pengujian seluas 500x500 dengan menggunakan 100 node dimana salah

satu region terisolir akibat dari salah satu kelemahan dari protokol

Shortest Geo-Path.

2. Perlu diteliti lebih lanjut dengan menerapkan konsep schedule pada

masing-masing region yang diawasi sehingga sampling pada keadaan

lingkungan lebih efektif karena tidak semua node melakukan sensing

74

secara bersamaan, melainkan secara bergiliran. Hal ini memungkinkan

dapat meningkatkan tingkat dari average energy level.

75

DAFTAR PUSTAKA

Barr, R., 2004. SWANS– Scalable Wireless Ad hoc Network Simulator User Guide. [Online] Available at: http://jist.ece.cornell.edu/docs/040319-swans-user.pdf [Accessed 4 Januari 2013].

Deo, N. & Pang, C.-Y., 1984. Shortest-path algorithms: Taxonomy and annotation. Networks, 14(2), pp. 275-323.

Ding, M., Cheng, X. & Xue, G., 2003. Aggregation Tree Constructor in Sensor Networks. IEEE 58th Vehicle Technique, Volume 4, pp. 68-72.

Dong, C. & Yu, F., 2014. An efficient network reprogramming protocol for wireless sensor networks. Computer Communications, Volume 55, pp. 41-50.

Faludi, R., 2011. Building Wireless Sensor Networks. 1005 Gravenstein Highway North, Sebastopol: O'Reilly.

Fasolo, E., Rossi, M., Widmer, J. & Zorsi, M., 2007. In-network Aggregation Techniques for Wireless Sensor Networks: A Survey. Wireless Communications, IEEE, 14(2), pp. 70-87.

Ghica, C. O. et al., 2008. SIDnet-SWANS Manual, Evanston: Northwestern University, Inc.

Ghica, C. O. et al., 2010. Electrical and Computer Engineering Northwestern University. [Online] Available at: http://users.eecs.northwestern.edu/~ocg474/SIDnet.html [Accessed 15 May 2016].

Habitat Monitoring on Great Duck Island (2006) http://www.greatduckisland.net/.

Hefeida, M., Shen, M., Kshemkalyani, A. & Khokar, A., 2012. Cross-layer protocols for WSNs: A simple design and simulation paradigm. Limassol, IEEE, pp. 844 - 849.

Hsin, C.-f. & Liu, M., 2004. Network Coverage Using Low Duty-Cycled Sensors: Random Coordinated Sleep Algorithms. Information Processing in Sensor Networks, pp. 433-442.

Kadir, A., 2012. Panduan Praktis Memplajari Aplikasi Mikrokontroler dan Pemrogramannya Menggunakan Arduino. Surabaya: ANDI.

Khan, P., Ghosh, A., Konar, G. & Chakraborty, N., 2014. Temperature and humidity monitoring through wireless sensor network using shortest path algorithm. Calcutta, IEEE, pp. 199 - 203.

76

Khan, P., Konar, G. & Chakraborty, N., 2014. Modification of Floyd-Warshall's algorithm for Shortest Path routing in wireless sensor networks. Pune, IEEE.

Luo, D., Zhu, X., Wu, X. & Chen, G., 2011. Maximizing lifetime for the shortest path aggregation tree in wireless sensor networks. Shanghai, IEEE.

Mehta, B. & Reddy, Y. J., 2015. Wireless communication. In: Industrial Process Automation Systems . Oxford: Elsevier’s Science & Technology, pp. 417-457.

Ning, X. & Cassandras, C. G., 2008. Optimal Dynamic Sleep Time Control in Wireless Sensor Networks. Cancun, Mexico, IEEE Conference on Decision and Control.

Rajagopalan, R. & Varshney, P. K., 2006. Data-Aggregation Techniques in Sensor Network: A Survey. IEEE Communication Surveys & Tutorials, Volume 8, pp. 48-63.

Rout, R. R. & Gosh, S., 2013. Enhancement of Lifetime using Duty Cycle and Network Coding in Wireless Sensor Networks. s.l., s.n.

Solis, I. & Obraczka, K., 2004. The Impact of Timing in Data Aggregation for Sensor Network. Paris, France, IEEE ICC 2004.

Udenze, A. & McDonald-Maier, K., 2007. Renewal theory sleep time optimisation for scheduling events in Wireless Sensor Networks. Adaptive Hardware and Systems, pp. 35-42.

Xu, X., Ansari, R. & Khokhar, A., 2013. Power-efficient hierarchical data aggregation using compressive sensing in WSNs. Budapest, IEEE, pp. 1769 - 1773.

Younis, O., Krunz, M. & Ramasubramanian, S., 2006. Node Clustering in Wireless Sensor Networks: Recent Developments and Deployment Challenges. IEEE Network, 20(3), pp. 20-25.

87

BIOGRAFI PENULIS

I Gusti Ngurah Ady Kusuma, biasa akrab dipanggil Ngurah, Ady atau Rhap, dilahirkan di Ampenan, Mataram pada tanggal 18 September 1993. Penulis adalah anak bungsu dari dua bersaudara dan dibesarkan di kota Mataram, NTB dan Denpasar, Bali. Penulis menempuh pendidikan di SDN 5 Peguyangan, SMP Negeri 10 Denpasar, kelas akselerasi di SMA Negeri 1 Denpasar dan pendidikan jenjang Sarjana di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS Surabaya) pada Jurusan Teknik Informatika dan bidang minat keahlian yang diambil adalah Komputasi Berbasis Jaringan khususnya pada aplikasi context-aware,

autonomous dan intelligent system. Setelah lulus dari pendidikan Sarjana, penulis melanjutkan studi Magister di Program Pasca Sarjana Jurusan Teknik Informatika Institut Teknologi Sepeluh Nopember Surabaya dengan bantuan beasiswa Fresh Graduate tahun 2014. Selama menempuh kuliah, penulis aktif di komunitas di luar kegiatan kampus yaitu Freeletics Surabaya yang merupakan komunitas olahraga di Surabaya, Glory Surabaya yaitu komunitas self-upgrade dari Hitman System. Selain itu penulis juga perintis usaha kuliner tradisional yaitu ZuuperLeker bersama kerabat-kerabat penulis, menjadi pembicara mengenai Relationship in Love di salah satu stasiun radio di Surabaya, tergabung dalam grup musik IF Project bersama beberapa dosen Teknik Informatika ITS Surabaya, dan freelancer pembuatan aplikasi komersil. Penulis memiliki passion dalam pengembangan teknologi baru khususnya di context-aware dan intelligent system. Penulis juga senang mempelajari psikologi dan sosial interaksi manusia. Penulis dapat dihubungi melalui alamat e-mail di [email protected].

88

[Halaman Sengaja Dikosongkan]

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Wireless communication atau komunikasi nirkabel merupakan komunikasi

yang terjadi antara dua devices yang disebut dengan transmitter dan receiver tanpa

menggunakan perantara kabel (Mehta & Reddy, 2015). Transmitter berfungsi

sebagai pengirim data, sedangkan receiver berfungsi sebagai penerima data. Pada

komunikasi nirkabel terdapat dua jenis devices yaitu field device dan infrastructure

device. Field device berfungsi sebagai pengukur nilai dari suatu lingkungan

sedangkan infrastructure device berfungsi sebagai tempat berkumpulnya semua

informasi yang dikirim oleh field device.

Wireless sensor network atau WSN merupakan salah satu bagian dari

jaringan nirkabel yang merupakan sekumpulan dari beberapa devices berukuran

kecil, dengan berat yang ringan, dan termasuk dalam low-cost networks (Hsin &

Liu, 2004). WSN atau jaringan sensor nirkabel beroperasi dengan menggunakan

sumber daya terbatas dan memiliki kemampuan sensing, computation, dan

komunikasi nirkabel (Udenze & McDonald-Maier, 2007). Node dari sebuah

jaringan sensor nirkabel memiliki tujuan yang sama seperti mendektesi lingkungan

atau suatu kejadian pada sebuah lingkungan. Contohnya pada skenario industri,

emergency response, traffic monitoring, dan bidang kesehatan dan medis (Ning &

Cassandras, 2008).

Network lifetime didefinisikan sebagai jumlah dari data aggregation

hingga α persen dari total sensor node mati (Rajagopalan & Varshney, 2006).

Dalam beberapa kasus pada jaringan sensor nirkabel yang sangat mengutamakan

lama waktu kemampuan operasi pada salah satu node sensor, lifetime didefinisikan

sebagai waktu node sensor yang pertama mengalami kehabisan energi untuk

beroperasi. Network lifetime sangat menjadi aspek yang diperhitungkan karena

energi yang tersedia pada node di jaringan sensor nirkabel sangat terbatas dan

diperlukannya efisiensi energi. Sehingga efisiensi energi dan network lifetime

2

memiliki sinonim untuk mengoptimalkan penggunaan efisiensi energi yang dapat

memperpanjang durasi dari network lifetime.

Untuk mengurangi jumlah paket data yang dikirim pada sebuah jaringan

terdapat sebuah penelitian yang mengusulkan metode untuk mengumpulkan semua

data sensor. Kumpulan dari berbagai data sensor tersebut selanjutnya diproses

dijadikan sebuah data baru yang mewakilkan semua data yang sebelumnya telah

dikumpulkan. Metode ini disebut dengan Data-Aggregation (Rajagopalan &

Varshney, 2006). Metode ini bertujuan untuk melakukan efisiensi energi dengan

latency data yang seminimal mungkin. Latency data merupakan hal yang penting

dalam pemantauan lingkungan karena menentukan kecepatan respon dari sistem

tersebut.

Pada Data-Aggregation yang diterapkan pada jaringan sensor nirkabel,

efisiensi energi menjadi salah satu fokus utama pada metodenya (Rajagopalan &

Varshney, 2006). Hal ini dikarenakan sebuah jaringan sensor sebisa mungkin

memiliki network lifetime selama mungkin. Pada Data-Aggregation idealnya setiap

sensor memiliki jumlah energi yang sama dan melakukan efisiensi energi dengan

memaksimalkan fungsionalitas dari jaringan tersebut.

Data-Aggregation selain memberikan efisiensi energi dan memperlama

network lifetime dapat juga untuk meningkatkan akurasi dari data yang dihasilkan

dan mengurangi latency yang dihasilkan oleh jaringan (Rajagopalan & Varshney,

2006). Peningkatan akurasi dikarenakan sensor menghasilkan nilai yang masih

bersifat kasar dan sensitif sedangkan dengan melakukan agregasi data sensor dapat

diperhalus dan mengurangi jitter.

Data-Aggregation pada sebuah jaringan disebut dengan istilah in-network

data aggregation yang merupakan sebuah metode agregasi yang dilakukan secara

menyeluruh pada pengumpulan data routing melalui jaringan multi-hop, mengolah

data pada intermediate node dengan tujuan meningkatkan network lifetime (Fasolo,

et al., 2007). In-network data aggregation ini dibagi menjadi dua jenis yaitu with

size reduction yang merupakan metode yang melakukan kombinasi dan kompresi

pada data yang dikumpulkan dengan tujuan untuk mengurangi informasi yang

dikirim melalui jaringan dan without size reduction yang merupakan metode yang

3

dilakukan dengan cara menyatukan paket menjadi satu kesatuan tanpa adanya

pengurang dari besar total paket yang disatukan.

Untuk menampilkan hasil yang signifikan diperlukannya jumlah node

yang banyak dan area luas pengujian yang lebih besar. Untuk melakukan pengujian

seperti ini jika dilakukan pada lingkungan yang nyata akan menggunakan biaya

yang sangat besar. Sehingga sebagian besar penelitian pada jaringan sensor nirkabel

dilakukan pada ruang lingkup simulasi. Seperti pada penelitian penerapan Network

Coding dengan menggunakan metode duty cycle diterapkan pada ruang lingkup

simulasi menggunakan MATLAB dengan event driven PROWLER (Rout & Gosh,

2013). SIDnet-SWANS yang merupakan simulator jaringan ini telah digunakan

dalam beberapa penelitian dalam jaringan sensor nirkabel. Salah satu penelitian

yang menggunakan SIDnet-SWANS ini adalah dalam efisiensi enrgi data aggregasi

(Xu, et al., 2013). Terdapat juga simulator lainnya yang sering digunakan yaitu NS,

Castalea, JiST-SWANS,dan lainnya. Penggunaan simulator ini dapat mengurangi

biaya yang diperlukan untuk melakukan sebuah penelitian.

Berdasarkan hal tersebut peneliti membuat sebuah metode baru yang

menggunakan konsep in-network data aggregation untuk mengurangi jumlah

transmisi yang dilakukan sehingga dapat dilakukannya efisiensi energi. Selain itu

dikerjakan sebuah metode adaptive payload untuk melakukan kontrol pada

kecepatan pengiriman data dari source node berdasarkan kondisi jaringan. Karena

menurut penulis lebih efisien ketika kecepatan pengiriman dari source node juga di

kontrol. Hal ini berguna agar kepadatan lalu lintas jaringan sehingga meningkatkan

reliabilitas dari jaringan tersebut. Selain itu transmisi yang dilakukan oleh source

node lebih terkontrol dan dikurangi sehingga terjadi efisiensi energi.

Untuk melihat kinerja dari metode yang dikerjakan, peneliti menerapkan

dan melakukan pengujian pada ruang lingkup simulasi agar dapat melibatkan node

yang banyak dan area yang luas dengan menekan biaya pengujian. Selain itu

banyaknya penelitian menggunakan simulator juga menjadi acuan untuk ikut

menggunakan simulator. Simulator yang digunakan adalah SIDnet-SWANS yang

merupakan simulator yang berjalan diatas simulator JiST-SWANS. Simulator ini

juga pernah digunakan pada penelitian sebelumnya oleh Xu (Xu, et al., 2013)

sehingga simulator ini layak digunakan.

4

1.2 Perumusan Masalah

Rumusan permasalahan pada penyusunan Pengembangan Protokol

Pengiriman dan Aggregasi Data untuk Jaringan Sensor Nirkabel dengan Topologi

Tree (Tree-Based Network) dengan Kontrol Payload Space yang Adaptif ini

meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan in network data aggregation untuk efisiensi

pengiriman paket data pada jaringan sensor nirkabel dengan optimasi pada

besar payload space.

2. Bagaimana menentukan payload space yang optimal untuk peningkatan

reabilitas pengiriman data sensor pada jaringan sensor nirkabel dengan

melakukan kontrol yang adaptive pada kecepatan pengiriman di source

node.

3. Bagaimana membangun protokol pengiriman data dengan konsep diatas

pada lingkungan jaringan sensor nirkabel yang memiliki wilayah

pengawasan pada masing-masing area pengawasan yang berbeda dengan

keterbatasan jumlah energi yang dimiliki.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan sebuah protokol pengirman

data pada jaringan sensor nirkabel yang dapat memperpanjang lifetime dari jaringan

sensor nirkabel dengan mengurangi penggunaan energi untuk transmisi data

sehingga dapat memperpanjang network lifetime dari jaringan sensor nirkabel

dengan tetap mengurangi delay pengirman di jaringan dan meningkatkan delivery

ratio

1.4 Kontribusi Penelitian

Penelitian ini berkontribusi pada pengerjaan metode untuk melakukan

kontrol pada kecepatan pengiriman data dari source node secara adaptif yang

diintegrasikan dengan konsep in-network data aggregation untuk melakukan efisien

pada pengiriman data. Metode yang dikerjakan ini memiliki kemampuan untuk:

- melakukan efisiensi penggunaan energi,

5

- mempercepat pendeteksian kejadian pada wilayah yang diawasi,

- memperpanjang network lifetime,

- mengurangi jumlah node yang kehabisan energi ketika beroperasi.

1.5 Batasan Masalah

Pada penelitian ini, terdapat beberapa batasan masalah ketika mengerjakan

yaitu:

1 Simulator yang digunakan adalah SIDnet-SWANS yang memiliki versi

1.5.6 yang berjalan diatas Java.

2 Masing-masing node pada simulator memiliki 1 sensor suhu dan 1 sensor

GPS untuk mengetahui lokasi node.

3 Jumlah sink node pada simulator adalah 1 node.

4 Pada wilayah yang diawasi di simulator, semua node yang berada pada

wilayah tersebut menjadi source node.

5 Sumber energi dari node sensor bersifat terbatas pada simulator.

6

[Halaman Sengaja Dikosongkan]

7

BAB 2

DASAR TEORI

2.1. Dasar Teori

2.1.1. Komunikasi Nirkabel (Wireless Communication) Wireless communication atau komunikasi nirkabel merupakan komunikasi

yang terjadi antara dua devices yang disebut dengan transmitter dan receiver tanpa

menggunakan perantara kabel (Mehta & Reddy, 2015). Teknologi dalam

komunikasi nirkabel telah mengalami perkembangan yang pesat. Penggunaan

komunikasi nirkabel dapat dijumpai dimana-mana misalkan, tidak hanya dalam

bidang telekomunikasi tetapi juga pada industri otomotif. Contoh penggunaannya

yaitu pada telepon selular pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Contoh komunikasi nirkabel yang diterapkan pada telepon selular.

Transmitter pada komunikasi nirkabel berfungsi sebagai pengirim pesan

informasi sedangkan receiver berfungsi sebagai penerima dari pesan informasi.

Transmitter dan receiver pada perangkat wireless umumnya sudah terintegrasi

menjadi satu perangkat. Sehingga perangkat tersebut dapat bertindak sebagai

pengirim atau penerima pesan informasi.

8

Selain hubungan transmitter dan receiver, perangkat komunikasi nirkabel

dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu infrastructure devices dan field devices.

Infrastructure devices merupakan perangkat nirkabel yang umumnya bertindak

sebagai kordinator dari komunikasi tersebut dan memiliki kemampuan resource

yang lebih tinggi dari pada field devices. Sedangkan field devices umumnya

bertindak sebagai pekerja dari infrastructure devices yang bertugas mengumpulkan

data dari lingkungan sekitar dan mengirimkannya kepada infrastructure devices.

Komunikasi nirkabel memiliki beberapa kelebihan yaitu penghematan dari

sisi perangkat keras (hardware). Hal ini disebabkan karena komunikasi nirkabel

tidak memerlukan kabel ketika berkomunikasi sehingga dapat menghemat biaya

komunikasi kabel. Selain itu komunikasi nirkabel juga memiliki skalabilitas yang

tinggi. Setiap devices yang ingin berkomunikasi dengan device yang lain tidak

memerlukan instalasi atau persiapan hardware yang banyak seperti kabel dan

alokasi port. Cukup dengan menyalakan perangkat wireless dan melakukan

autentikasi, device dapat langsung berkomunikasi.

2.1.2. Jaringan Sensor Nirkabel (Wireless Sensor Network) Wireless sensor network (WSN) merupakan sekumpulan dari beberapa

device kecil yang dilengkapi dengan sensing yang terintegrasi dan kemampuan

komunikasi nirkabel, yang diharapkan dapat digunakan secara luas dalam berbagai

aplikasi. Sensor ini dioperasikan dengan daya baterai dan energinya tidak selalu

diperbaharui karena masalah biaya, lingkungan dan bentuknya (Hsin & Liu, 2004).

Umumnya nodes dalam jaringan tersebut memiliki tujuan yang sama

seperti pemantauan lingkungan atau deteksi kejadian. WSN digunakan untuk

monitoring area yang tidak dapat dicapai seperti gletser, kebakaran hutan, gurun,

dan kedalaman lautan. Energi dalam WSN nodes digunakan pada CPU, sensor, dan

radio yang dimana merupakan mengomsumsi energi terbanyak. Untuk

mengoptimalkan penggunaan energi, identifikasi source yang paling besar

menghabiskan energi dalam komunikasi sangatlah penting, seperti collision,

overhearing, control packet overhead, dan idle listening. Salah satu tantangan

untuk mencapai teknologi potensial ini yaitu dengan manajemen konsumsi energi

yang efektif dalam device ini untuk memaksimalkan lifespan sebuah node dan

9

akhirnya lifespan jaringan pada saat yang sama juga cukup memelihara kualitas dan

kuantitas service (Udenze & McDonald-Maier, 2007). Node sensor umumnya

dilengkapi denga tranceiver radio, pengontrol mikro, unit memori, dan penggunaan

satu set transduser yang dapat memperoleh dan mengolah data sehingga node dapat

mengorganisir sendiri untuk membentuk jaringan multi-hop dan mengirimkan data

ke sink (Rout & Gosh, 2013). Gambar 2.2 merupakan contoh node dari wireless

sensor network.

Gambar 2.2. Salah satu contoh node dari wireless sensor network yang menggunakan Arduino dan Xbee.

Selain lifespan dari sebuah node, penting juga untuk memperbaharui

software jaringan untuk beberapa alasan seperti memperbaiki bugs di program

sebelumnya, mengganti single nodes bahkan tugas seluruh jaringan sensor dalam

rangka memperbaiki keamanan yang rentan. Oleh karena itu diperlukan

pembaharuan kode node sensor (Dong & Yu, 2014).

2.1.3. Waktu Hidup Jaringan (Network Lifetime) Network lifetime didefinisikan sebagai jumlah dari data aggregation

hingga α persen dari total sensor node mati (Rajagopalan & Varshney, 2006).

Dalam beberapa kasus pada jaringan sensor nirkabel yang sangat mengutamakan

lama waktu kemampuan operasi pada salah satu node sensor, lifetime didefinisikan

10

sebagai waktu node sensor yang pertama mengalami kehabisan energi untuk

beroperasi. Ide utama dari data aggregasi adalah melakukan efisiensi penggunaan

energi pada jaringan sensor nirkabel dengan menyeragamkan penggunaan energi

pada jaringan sensor nirkabel. Sehingga efisiensi energi dan network lifetime

memiliki sinonim untuk mengoptimalkan penggunaan efisiensi energi yang dapat

memperpanjang durasi dari network lifetime.

Tujuan dari efisiensi energi ini adalah memperpanjang selama mungkin

fungsionalitas dari jaringan sensor nirkabel. Konsep dari skema data aggregation

adalah setiap sensor memiliki konsumsi energi yang sama. Jika semua sensor node

memiliki peran yang penting, maka semua sensor harus meminimalkan penggunaan

energi sehingga semua node bisa memberikan informasi mengenai pemantauan

lingkungannya. Secara tidak langsung ini juga meningkatkan network lifetime,

akurasi data dan latency dari jaringan sensor nirkabel.

2.1.4. Data-Aggregation Data-Aggregation merupakan sebuah penggabungan dari kumpulan atau

himpunan data yang diproses sehingga menghasilkan data yang baru. Pada jaringan

sensor nirkabel Data-Aggregation didefinisikan sebagai penggabungan data dari

beberapa sensor untuk menghilangkan transmisi yang berlebihan dan memberikan

kesatuan informasi ke kordinator sensor (Rajagopalan & Varshney, 2006). Agregasi

data biasanya melibatkan fusion data dari beberapa sensor di intermediate node dan

proses transmisi dari data tersebut menuju kordinator.

Agregasi data merupakan upaya untuk mengumpulkan data yang paling

penting dari sensor dan membuat data tersebut diterima oleh kordinator dengan

tetap memperhatikan efisiensi energi. Latency dari sebuah data juga sangat penting

dalam banyak aplikasi seperti aplikasi pada pemantauan keadaan lingkungan

dimana data terbaru merupakan faktor penting. Hal yang terpenting dari data

agregasi adalah pengembangan algortima yang mampu menambah network lifetime

dari sebuah jaringan sensor nirkabel. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi

efisiensi dari penggunaan energi pada jaringan sensor nirkabel denga agregasi data

seperti arsitektur jaringan, mekanisme agregasi data, dan protokol pengiriman.

Data-Aggregation pada sebuah jaringan disebut dengan istilah in-network

data aggregation yang merupakan sebuah metode agregasi yang dilakukan secara

11

menyeluruh pada pengumpulan data routing melalui jaringan multi-hop, mengolah

data pada intermediate node dengan tujuan meningkatkan network lifetime (Fasolo,

et al., 2007). In-network data aggregation ini dibagi menjadi dua jenis yaitu with

size reduction yang merupakan metode yang melakukan kombinasi dan kompresi

pada data yang dikumpulkan dengan tujuan untuk meengurangi informasi yang

dikirim melalui jaringan dan without size reduction yang merupakan metode yang

dilakukan dengan cara menyatukan paket menjadi satu kesatuan tanpa adanya

pengurang dari besar total paket yang disatukan.

Pada arsitektur jaringan sensor nirkabel yang menggunakan Data-

Aggregation dibagi menjadi 2 jenis yaitu flat network dan hierarchical network.

Pada flat network setiap node sensor memiliki peraturan yang sama dan memiliki

jumlah energi baterai yang sama. Flat network memiliki kelemahan yaitu semua

beban agregasi berada pada node kordinator atau node yang terdekat dari kordinator

sehingga penurunan energi pada node tersebut menjadi cepat. Pada hierarchical

network kelemahan itu berusaha ditutupi dengan memilih beberapa node yang akan

memiliki kemampuan spesial (intermediate node). Adanya node yang memiliki

kemampuan spesial ini mampu membantu kordinator atau node yang terdekat

dengan kordinator melakukan agregasi data. Hal ini juga mengurangi jumlah data

yang ditransmisi sehingga jumlah transmisi dapat dikurangi yang berdampak pada

efisiensi penggunaan baterai. Gambar 2.3 merupakan contoh dari hierarchical

network yang merupakan tree-based dimana agregasi dilakukan di beberapa

intermediate node.

Pada agregasi data juga terdapat beberapa strategi dalam pengaturan

periode pengiriman data yang dibagi secara tiga garis besar (Solis & Obraczka,

2004). Periodic simple aggregation yaitu agregasi data yang dilakukan dengan

menunggu batas waktu yang telah ditentukan, periodic per-hop aggregation yaitu

agregasi data dilakukan ketika semua data telah dikumpulkan dari semua children

node dengan batas waktu timeout, dan periodic per-hop adjusted aggregation yaitu

agregasi data yang dilakukan berdasarkan batas timeout sesuai dengan posisi dari

node tersebut.

12

Agregasi data juga memiliki beberapa teknik agregasi data yang disebut

dengan aggregation function yang dibagi menjadi dua paradigma aggregation

function (Rajagopalan & Varshney, 2006). Lossy and loseless merupakan

pembagian pertama dari aggregation function yang dimana agregasi data dapat

dilakukan dengan cara dua pendekatan kompresi yaitu lossy atau loseless. Teknik

lossy dapat menyebabkan hilangnya presisi data hasil agregasi sedangkan teknik

loseless dapat menciptakan data yang mampu direkonstruksi ulang tanpa adanya

data yang hilang atau menurunya presisi data. Kemudian paradigma duplicate

sensitive and duplicate insensitive karena dimana setiap node bisa saja menerima

data yang sama dari masing-masing children. Pada duplicate sensitive data yang

sama akan diproses kembali berdasarkan beberapa pertimbangan, namun pada

duplicate insensitive data yang sama tidak akan diproses kembali.

2.1.5. Clustering pada Jaringan Sensor Nirkabel Pada beberapa jaringan sensor nirkabel, data yang dibutuhkan oleh sink

node hanya berupa data yang telah diagregasi. Dalam kasus ini, sensor yang berada

diluar regions yang diawasi bisa ikut berkolaborasi untuk melakukan agregasi data

dan memberikan laporan pemantauan yang lebih akurat mengenai informasi

pemantauan salah satu region. Seperti pada contoh jaringan sensor nirkabel untuk

Gambar 2.3. Hierarchical network dengan tree-based network (Rajagopalan & Varshney, 2006)

13

pengawasan habitat (Habitat Monitoring on Great Duck Island, 2006), nilai rata-

rata dari pengawasan humidity lingkungan sudah cukup untuk peneliti. Sebagai

tambahan, metode clustering ini mampu mengurangi komunikasi yang berlebih

pada jaringan yang akhirnya memberikan efisiensi penggunaan energi.

Untuk mendukung aggregasi data dalam melakukan efisiensi organisasi

jaringan, node bisa dibagi-bagi dalam beberapa grup kecil yang disebut cluster

(Younis, et al., 2006). Setiap cluster memiliki node yang bertindak sebagai

kordinator dari cluster tersebut yang disebut cluster head dan dari member cluseter

tersebut. Clustering menghasilkan 2 tingkat hirarki yang dimana cluster head

berada pada tingkat tertingi dan member cluster berada pada tingkat rendah. Cluster

head melakukan aggregasi data yang didapat dari member cluster, kemudian

mengirimkan hasil aggregasi tersebut menuju sink node atau central base. Karena

tugasnya yang lebih banyak, cluster head cenderung lebih banyak mengkonsumsi

energi dibandingkan dengan member cluster, sehingga jaringan disarankan untuk

mengganti cluster head secara periodik agar konsumsi energi untuk aggregasi bisa

merata di seluruh nodes dari member cluster. Gambar 2.4 merupakan ilustrasi dari

aliran data pada jaringan yang memiliki cluster.

Gambar 2.4 Ilustrasi aliran data pada jaringan yang memiliki cluster. (Younis, et al., 2006)

14

2.1.6. Java in Simulation Time (JiST) JiST (Java in Simulation Time) adalah salah satu tools simulasi berbasis

Java yang mengeksekusi simulasi event diskrit secara efisien dan transparan dengan

menggunakan simulasi semantik untuk mengeksekusi Java Model. Sistem ini

memberikan manfaat dalam hal penggunaan runtime Java. JiST adalah tool simulasi

yang berbasis Java dan JVM, dimana seluruh komponen yang tersedia murni

berbasis java. Komponen yang tersedia pada JiST terdiri dari compiler, bytecode

compile rewriter, simulation kernel dan virtual machine. Definisi kernel sendiri

adalah bagian inti dari simulasi yang akan dirubah ke dalam bentuk entity. Metode

invoke objek ditandai sebagai entitas yang merepresentasikan simulation events.

Selain itu, karena kernel dan simulasi berjalan dalam ruang proses yang sama, maka

hal ini dapat mengurangi terjadinya serialisasi dan overhead dalam konteks

switching. Ilustrasi proses yang terdapat pada JIST dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Ilustrasi Proses simulasi di JiST (Barr, 2004)

JiST juga efisien dalam menerapkan pembangunan SWANS, sebagai

simulator jaringan ad-hoc pada ruang lingkup berskala nirkable. Ide dasar

pengembangan JiST adalah mengubah virtual machine menjadi platform simulasi

dengan cara menggunakan virtual time. JiST memiliki kelebihan pengguna

15

simulator jaringan untuk melakukan reuse dari kode program, termasuk library dan

modul yang telah tersedia. Automatic garbage collection, type-safety, reflection

yang dimiliki oleh Java juga memberikan kemudahan bagi pengguna simulator

jaringan JiST ini dalam hal reuse simulasi kode.JiST menggabungkan simulasi

semantik, dalam bahasa simulasi yang bersifat customize dan library simulasi

dengan menggunakan kemampuan bahasa modern. Desain JiST inilah yang

menghasilkan sebuah sistem simulator jaringan yang mudah digunakan, handal dan

efisien (Barr, 2004). Sistem arsitektur JiST akan digambarkan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Sistem arsitektur JiST (Barr, 2004)

2.1.7. Scalable Wireless Ad Hoc Network Simulator (SWANS) SWANS adalah Scalable Wireless Ad Hoc Network Simulator yang

dibangun di atas platform JiST. SWANS merupakan library untuk simulasi

MANET dan bertujuan untuk mengimplementasikan aplikasi JiST. Karakteristik

utama yang terdapat pada SWANS adalah handal dalam menangani jumlah node

yang berukuran besar (scalable), propagasi sinyal yang efisien dengan metode

hierarchical binning, serta dapat menangani aplikasi jaringan yang standar

dikembangkan dengan menggunakan bahasa pemrograman Java. (Barr, 2004).

Arsitektur dari simulator jaringan SWANS dapat dilihat pada Gambar 2.7.

16

Gambar 2.7 Arsitektur Simulator SWANS (Barr, 2004)

2.1.8. SIDnet-SWANS SIDnet-SWANS (Simulator and Integrated Development Platform for

Sensor Networks Applications) adalah sebuah simulator untuk berbagai aspek

aplikasi jaringan sensor nirkabel (Ghica, et al., 2010). SIDnet dibuat untuk

memberikan simulasi dan proof-of-concept platform yang di mana pengguna

aplikasi atau pengembang protokol dapat memantau fenomena pada jaringan sensor

nirkabel yang berinteraksi. SIDnet adalah simulator yang berbasis Java yang

dirancang untuk menunjukan interaksi pada jaringan. Pengguna dapat membuat dan

mengamati algoritma baru yang dirancang dan mencoba fluktuasi fenomena seperti

apa yang dapat terjadi di kondisi nyata. Selain itu, pada saat run-time (melalui built-

in terminal) simulasi bisa dipercepat atau dihentikan sementara, sesuai kebutuhan.

SIDnet menggabungkan interface yang lengkap yang dibangun di atas simulator

JiST-SWANS yang dapat menjamin validitas kinerja dan pengamatan dari simulasi

tertentu. SIDnet adalah alat yang extensible yang dibuat dengan baik dan mudah

untuk dipelajari.

Titik fokus pada simulator SIDnet-SWANS adalah node dimana SIDnet

node merepsentasikan sebagai interface antara network stack dan seluruh

komponen dari simulator termasuk GUI, sensorial field, lokasi node, manajemen

energi dan lainnya (Ghica, et al., 2008). Setiap aplikasi dan implementasi

network/routing harus direfrensikan di setiap node. Node juga sebagai tempat

penampungan informasi yang digunakan oleh seluruh elemen simulator seperti

17

neighboring node list, tingkat energi dan lainnya. Gambar 2.8 merupakan arsitektur

dari SIDnet-SWANS.

SIDnet-SWANS ini telah digunakan dalam beberapa penelitian dalam

jaringan sensor nirkabel. Salah satu penelitian yang menggunakan SIDnet-SWANS

ini adalah dalam efisiensi enrgi data aggregasi (Xu, et al., 2013). Dalam penelitian

tersebut, Xu menggunakan SIDnet-SWANS untuk meneliti penggunaan data

aggregasi untuk melakukan efisiensi energi dengan compressive sensing. Selain itu

terdapat juga penelitian mengenai cross layer protokol pada jaringan sensor

nirkabel yang menggunakan simulator SIDnet-SWANS dalam pengujiannya

(Hefeida, et al., 2012).

Gambar 2.8 Arsitektur dari simulator SIDnet-SWANS (Ghica, et al., 2008)

18

2.1.9. Protokol Zigbee (802.15) Zigbee adalah sebuah protokol komunikasi standar untuk low-power,

jaringan mesh nirkabel (Faludi, 2011). ZigBee merupakan standar protokol

komunikasi untuk low-power dan wireless mesh networking. Protokol ZigBee sama

seperti protokol standar lainnya seperti Bluetooth atau WiFi, segala manufaktur

yang mendukung protokol komunikasi Zigbee bisa saling berhubungan. Sedangkan

XBee merupakan merek dagang dari komunikasi radio yang mendukung beberapa

protokol komunikasi seperti ZigBee, WiFi dan lainnya. Gambar 2.9 merupakan

salah satu produk Xbee yang telah mendukung protokol Zigbee.

Gambar 2.9. XBee salah satu perangkat pendukung Zigbee

Lapisan jaringan Zigbee yang mendukung fitur-fitur canggihnya juga

dikenal sebagai IEEE 802.15.4. merupakan set standar yang terdiri dari manajemen

tenaga, addressing, error correction, message formats, dan point-to-point lainnya

yang lebih spesifik diperlukan untuk ketepatan komunikasi dari satu radio ke

lainnya. Setiap jaringan Zigbee memiliki single coordinator device. Tanpa jaringan

tidak bisa memanggil apapun kecuali ada dua benda yang berhubungan. Jadi setiap

jaringan Zigbee juga memiliki sedikitnya satu router device atau end device.

Beberapa jaringan memiliki keduanya dan juga lebih besar daripada sekedar dua

atau tiga radio. Gambar 2.10 adalah tiga topologi Zigbee yang utama yang didukung

oleh Zigbee.

19

Gambar 2.10. Tiga topologi yang didukung Zigbee (Faludi, 2011)

2.2. Penelitian Terkait 2.2.1. Shortest Path Routing pada Jaringan Sensor Nirkabel

Shortest-path merupakan permasalahan yang sangat fundamental dan

permasalahan yang sering muncul pada penelitian transportasi ataupun jaringan

komunikasi (Deo & Pang, 1984). Pernyataan ini sebagiannya benar jika kita melihat

secara umum permasalahan yang menyangkut shortest-path seperti longest-path,

most-reliable-path, largest-capacity-path dan beberapa permasalahan routing

lainnya.

Shortest path juga digunakan pada beberapa penelitian sebelumnya seperti

sistem pengawasan suhu dan humidity pada jaringan sensor nirkabel. (Khan, et al.,

2014). Pada penelitian ini, suhu dan humidity dari beberapa tempat dilakukan

pengambilan data pemantauan dan dikirim menuju sink node menggunakan

jaringan sensor nirkabel. Data dikirim dari source node ke sink node melalui

shortest path yang tersedia dengan algoritma Djikstra.

Ada juga penelitian yang memodifikasi algoritma Floyd-Warshall untuk

diimplementasikan dengan shortest path pada jaringan sensor nirkabel (Khan, et

al., 2014). Pada penelitian ini diperkenalkan versi modifikasi dari algoritma Floyd-

Warshall. Modifikasi ini menghasilkan algoritma shortest path yang baru yang

20

diujikan pada Turbo C. Berdasarkan hasil pengujian, algoritma yang baru ini

mampu bekerja dengan baik jika diimplementasikan pada jaringan sensor nirkabel.

Selain itu terdapat juga penelitian yang bertujuan memaksimalkan network

lifetime dengan menggunakan shortest path aggregation pada jaringan sensor

nirkabel (Luo, et al., 2011). Dalam penelitian ini dipersempit pada permasalahan

pencarian shortest-path pada jaringan yang menggunakan data aggregasi.

Penelitian ini menggunakan konsep load-balancing untuk menyamaratakan aliran

data yang melalui sebuah node sehingga penggunaan energi bisa didistribusikan

secara merata.

2.2.2 Tree-Based Hierarchical Data Aggregation Pada jaringan tree-based, sensor node dibangun berdasarkan struktur tree

dimana agregasi data terjadi pada intermediate node. Tree-based agregasi data

sangat cocok untuk pengaplikasian in-network data aggregation. Salah satu

kelebihan dari agregasi data model tree-based adalah konsumsi energi yang efisien

(Rajagopalan & Varshney, 2006).

Salah satu dari arsitektur routing dari tree-based agregasi data adalah

Energy-Aware Distributed Heuristic (EADAT) untuk membangun dan

menjalankan agregasi data pada arsitektur tree-based (Ding, et al., 2003).

Algoritma yang digunakan adalah broadcast sebuah control message yang

dilakukan oleh sink node. Sink node diasumsikan sebagai penentu dari root node

pada aggregation tree. Control message memiliki 5 atribut yaitu ID, parent, power,

status, dan hopcount. Setelah menerima control message untuk pertama kali, sensor

node akan melakukan inisiasi sebuah timer untuk menghitung waktu ketika node

berada pada mode idle. Pada saat proses ini, sensor node akan memilih rute untuk

menuju sink dengan pertimbangan dari energi yang terdapar pada next hop dan rute

tercepat menuju sink. Ketika timer menembus batas timeout, node tersebut akan

menambah nilai hop yang dimiliki.

Proses ini akan terus berlanjut hingga semua node melakukan broadcast

pesan dan terbentuk sebuah rute menuju sink dengan bentuk tree-based.

Keuntungan yang dimiliki oleh algoritma ini adalah node yang memiliki sumber

daya energi yang tinggi akan memiliki kemungkinan yang besar menjadi sebuah

21

non-leaf node atau intermediate node. Untuk menjaga routing terdapat sebuah

parameter untuk menentukan treshold dari batas normal dari energi yang tersisa.

Jika energi yang tersisa dari sebuah node mencapai batas treshold maka node

tersebut akan melakukan broadcast control message dan mematikan radio dan

child node yang menerima pesan tersebut akan menjadi parent node yang baru. Jika

tidak maka routing akan memasuki danger state.

Protokol routing EADAT dijalankan pada sebuah simulator dengan luas

daerah simulasi adalah 160 x 160 meter. Hasil dari ujicoba yang dilakukan adalah

EADAT mampu memperpanjang lifetime dari jaringan sensor dibandingan dengan

metode yang tidak menggunakan aggregasi data. EADAT juga menujukan bahwa

penggurangan energi yang terjadi akibat operasi dari jaringan tersebut mampu

diperlambat dibandingan dengan tanpa metode data agregasi. Salah satu dari poin

menarik berdasarkan hasil uji coba yang dilakukan adalah konsumsi energi semakin

berkurang secara linier dengan bertambah network density.

22

[Halaman Sengaja Dikosongkan]

23

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi Studi

Literatur, Desain dan Implementasi Sistem, Analisis Pengujian, Evaluasi Kerja, dan

Dokumentasi Sistem. Alur metodologi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.

3.1. Studi Literatur Studi literatur yang dilakukan bertujuan untuk memperoleh informasi yang

berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, seperti:

1. Mengetahui mekanisme-mekanisme yang diterapkan pada konsep Data

Aggregation

2. Mengetahui penelitian terdahulu yang terkait dengan penggunaan

emulator SIDnet-SWANS

3. Mengetahui cara implementasi jaringan konsep jaringan sensor nirkabel

dengan memanfaatkan konsep Data Aggregation dan Adaptive Payload

3.2. Desain dan Implementasi Pada penelitian ini dikerjakan metode yang menggunakan konsep Data

Aggregation pada pengiriman data menuju koordinator dari jaringan sensor

nirkabel. Metode yang dikembangkan ini selanjutnya diberi nama Aggregated

Gambar 3.1. Alur metodologi penelitian

24

Shortest Geo-Path Routing with Adaptive Payload. Secara umum metode yang

dikerjakan memiliki dua tahap yaitu menyebarkan sensing query ke seluruh node

dan melakukan pengiriman data sensor dari masing-masing node yang masuk

dalam area pengawasan atau region. Gambar 3.2 merupakan skema secara

keseluruhan metode yang dikerjakan. Desain ini diharapkan mampu meneruskan

paket data sensor yang dikirim menuju koordinator dengan meningkatkan jumlah

data yang berhasil dikirimkan dan mengurangi jumlah transmisi data yang

dilakukan sehingga mampu mengurangi konsumsi energi yang digunakan untuk

mengirimkan data. Pada penelitian ini nantinya terdapat beberapa istilah yang

digunakan dalam pembahasannya yaitu:

1. Payload: data sensor yang dihasilkan pada source node yang merupakan

hasil pemantauan lingkungan dari node tersebut.

2. Payload Space: merupakan variabel yang menampung payload sebelum

nantinya dikirimkan menuju sink node.

3. Payload Size: merupakan ukuran dari payload space.

4. Aggregator Pool: merupakan variabel yang menampung nilai yang telah

dilakukan aggregasi pada cluster head aggregator.

5. Cluster Head Aggregator: node yang berfungsi sebagai cluster head yang

bertugas melakukan aggregasi pada setiap payload yang diterima dari

node yang mengerjakan sensing query yang sama dengan cluster head

aggregator.

6. Region: merupakan wilayah yang diawasi pada jaringan sensor nirkabel

dan terdapat pada sensing query.

7. Sensing Query: merupakan informasi lama pengawasan, wilayah

pengawasan, dan interval pengambilan nilai pemantauan yang dilakukan

pada jaringan sensor nirkabel yang dibuat oleh sink node dan dikirim

keseluruh node.

8. Priority Level: merupakan informasi yang terdapat pada payload

mengenai kondisi lingkungan tersebut.

25

3.2.1. Fase Pengiriman Sensing Query Pada fase ini, sensing query dibuat pada sink node pada jaringan sensor

nirkabel yang kemudian disebarkan pada jaringan sensor nirkabel dengan cara

melakukan broadcasting ke seluruh node yang terdeteksi oleh sink node. Gambar

3.3 merupakan diagram dari skema pengiriman sensing query menuju source node.

Node yang terdeteksi oleh sink node menirima sensing query dan

memeriksa informasi yang terdapat pada sensing query. Ketika node yang

menerima sensing query ternyata berada pada region yang diawasi maka node

Gambar 3.2. Skema dari metode yang dikerjakan secara umum yang memiliki dua tahap

Gambar 3.3. Diagram dari skema pengiriman sensing query.

26

tersebut akan melakukan proses sensing dengan memberi informasi tersebut kepada

layer aplikasi kemudian kembali menyebarkan dengan cara broadcasting ke

seluruh node yang berada di sekitar yang berada dalam radius jangkauan. Nomor id

dari sensing query nantinya dicatat oleh node tersebut untuk mencegah adanya

duplikasi pada data yang diterima sehingga ketika menerima sensing query yang

pernah diproses sebelumnya akan diabaikan untuk mencegah kondisi broadcasting

tidak terulang terus menerus.

3.2.2. Fase Pengiriman Payload Data Sensor Fase ini dimulai ketika sebuah sensing query diterima pada layer aplikasi

pada node yang masuk dalam region. Setelah menerima informasi sensing query,

node tersebut memulai pengamatan selama waktu yang diberikan pada sensing

query. Pada fase ini terdapat 2 tahap yaitu pemrosesan data pada source node, dan

aggregasi data pada cluster head aggregator.

3.2.2.1. Pemrosesan Data pada Source Node

Pada tahap ini data sensor yang dihasilkan pada source node tidak

langsung dikirimkan menuju sink node melainkan dilakukan pemrosesan terlebih

dahulu menggunakan metode kontrol payload space yang adaptif. Data yang

dihasilkan dari tahap ini nantinya hanya berjumlah satu data yang mewakili range

waktu dari node tersebut dengan menggunakan konsep rata-rata. Gambar 3.4

merupakan diagram tahap pemrosesan data pada source node.

Pemrosesan data diawali pada application layer dengan melakukan

insialisasi pada priority level yang diberikan nilai yang paling rendah. Kemudian

dilakukan pemeriksaan apakah energi pada node tersebut berada dibawah 5% dan

durasi waktu yang didapatkan dari sensing query masih ada. Setelah itu node

melakukan pengambilan nilai dari sensor kemudian memasukannya pada payload

space hingga payload space terisi penuh. Ketika payload space terisi penuh maka

selanjutnya dilakukan agregasi dengan metode rata-rata pada keseluruhan data pada

payload space yang menghasilkan nilai yang baru. Nilai yang baru tersebut

selanjutnya dikirim menuju network layer.

27

Pada network layer data yang diterima dari application layer selanjutnya

dikirim menuju cluster head aggregator. Network layer melakukan pemilihan

terhadap seluruh node tetangga yang mengerjakan sensing query yang sama yang

memiliki jumlah tetangga yang paling banyak. Ketika tidak terdapat node tetangga

yang memiliki jumlah tetangga paling banyak maka data hasi rata-rata pada

application layer langsung dimasukan ke dalam aggregator pool yang artinya node

tersebut menganggap bahwa dirinya adalah cluster head aggregator. Jika ternyata

Gambar 3.4. Diagram dari tahap pemrosesan data pada source node.

28

cluster head aggregator merupakan node yang lain maka data tersebut dikirim ke

node tersebut melalui MAC layer.

Pada MAC layer data akan dikirimkan menuju node tujuan yaitu cluster

head aggregator. Ketika terjadi kegagalan pengiriman, maka MAC layer akan

memberikan informasi kegagalan kepada application layer sehingga application

layer memperbesar payload space untuk memperlambat pengiriman data. Ketika

data berhasil dikirim, maka payload space pada application layer diperkecil

sehingga pengiriman data lebih cepat.

3.2.2.2. Aggregasi Data pada Cluster Head Aggregator

Pada cluster head aggregator terjadi proses agregasi dari data nilai sensor

yang dikirim dari node pada region yang mengerjakan sensing query yang sama

dengan cluster head aggregator. Ketika sebuah data nilai sensor diterima oleh node

cluster head aggregator, node melakukan aggregasi pada data yang sebelumnya

telah ada pada aggregator pool berdasarkan id sensing query, tipe sensor, dan

priority level. Gambar 3.5 merupakan diagram skema proses yang terjadi pada

cluster head aggregator.

Gambar 3.5. Diagram dari skema skema proses yang terjadi pada cluster head aggregator.

29

Agregasi dilakukan selama interval waktu tertentu hingga mencapai batas

minimal untuk diteruskan menuju sink node. Hasil dari data agregasi adalah nilai

rata-rata, maksimum dan minimum dari seluruh data yang diagregasi. Nilai rata-

rata, maksimum dan minimum tersebut dikirim menuju sink node menjadi satu

paket data dengan menyertakan informasi mengenai jumlah data yang di aggregasi

dan priority level dari data tersebut.

Proses aggregasi pada cluster head aggregator hanya terjadi satu kali yang

terjadi pada node yang menerima data nilai sensor dari node lain. Setelah proses

agregasi memenuhi batas minimum untuk dikirim ke sink node, selanjutnya data

nilai sensor dikirim menggunakan metode Shortest Geo Path tanpa ada perubahan

lagi pada paket data.

3.2.3. Metode Pendukung Pada metode Aggregated Shortest Geo-Path with Adaptive Payload yang

dikerjakan memiliki beberapa metode pendukung yang digunakan untuk

membangun metode yang dikerjakan. Beberapa metode pendukung yang digunakan

ada 2 metode yaitu metode yang berasal dari konsep aggregated route dan metode

yang berasal dari konsep adaptive payload.

3.2.3.1. Aggregated Route Aggregated route merupakan konsep penggabungan data dari berbagai

node pada region yang sama yang dilakukan pada cluster head aggregator. Metode

ini berfungsi untuk menunggu selama beberapa jeda waktu untuk mengumpulkan

data dari beberapa node terkumpul hingga mencapai batas minimum pengiriman.

Setelah batas minimum telah tercapai selanjutnya data tersebut diaggregasi untuk

selanjutnya dikirim menuju sink node dalam satu data yang baru.

Hal ini dapat mengurangi jumlah transmisi yang dilakukan sehingga dapat

mengurangi konsumsi energi yang digunakan. Pengurangan energi yang digunakan

akhirnya dapat meningkatkan network lifetime dari jaringan tersebut. Selain itu

tingkat kepadatan jumlah data yang melintas di jaringan sensor nirkabel dapat

dikurangi.

30

3.2.3.2. Adaptive Payload Adaptive payload merupakan konsep penggunaan jeda waktu dalam

pengiriman data pada source node. Dalam jeda waktu tersebut data sampling atau

payload dikumpulkan dalam tempat yaitu payload space. Ketika jeda waktu

tersebut payload space telah penuh, maka data yang telah terdapat pada payload

space dirata-ratakan dan dikirim. Payload space dikatakan penuh jika jumlah data

pada payload space sama dengan payload size. Pengaturan jeda waktu ini diatur

dari payload size dan data baru akan dikirim ketika payload space telah terisi penuh.

Payload size ini diatur sesuai dengan laporan pengiriman dari data sebelumnya. Jika

data sebelumnya berhasil dikirim maka payload size dikurangi sehingga payload

space lebih cepat terisi penuh sehingga pengiriman data lebih cepat. Ketika terjadi

kegagalan pengiriman maka payload size ditingkatkan sehingga payload space

lebih lambat untuk terisi penuh sehingga pengiriman data lebih lambat. Payload

space memiliki nilai minimum dan maksimum untuk menampung jumlah payload

dan payload size bergerak antara nilai minimum dan maksimum tersebut sesuai

dengan laporan pengiriman. Gambar 3.6 merupakan ilustrasi dari metode adaptive

payload.

Hal ini dapat mengurangi jumlah transmisi yang dilakukan sehingga dapat

mengurangi konsumsi energi yang digunakan. Pengurangan energi yang digunakan

Gambar 3.6. Ilustrasi metode adaptive payload.

31

akhirnya dapat meningkatkan network lifetime dari jaringan tersebut. Selain itu

tingkat kepadatan jumlah data yang melintas di jaringan sensor nirkabel dapat

dikurangi serta keberhasilan pengiriman dapat ditingkatkan.

3.2.3.3. Network Tree Based Adanya metode aggregated route pada penjelasan sebelumnya, maka

masing-masing region yang diawasi membentuk sebuah topologi jaringan tree.

Topologi ini memiliki 3 tingkat hirarki, dimana tingkat terendah atau pertama yaitu

source node, tingkat menengah atau kedua merupakan cluster head aggregator, dan

tingkat tertinggi atau ketiga merupakan sink node.

Cluster terbentuk dari masing-masing source node dari sebuah region

dengan menentukan cluster head aggregator dari source node tersebut berdasarkan

informasi node tetangga yang memproses sensing query yang sama, berada pada

region yang sama, dan node tersebut memiliki jumlah tetangga yang paling banyak.

Sehingga masing-masing region bisa memiliki beberapa cluster yang dimana

cluster head aggregator sebagai cluster head, dan member dari cluster tersebut

adalah source node yang mengirim data ke cluster head tersebut.

3.3. Analisis Pengujian Tujuan dari pengujian sistem adalah untuk mengetahui kemampuan dari

pengembangan protokol Aggregated Shortest Geo-Path Routing with Adaptive

Payload yang bertujuan mengoptimalkan lifetime dari node pada jaringan sensor

nirkabel dengan melakukan kontrol yang adaptif pada rate pengiriman data nilai

sensor dan mengurangi jumlah transmisi data dengan cluster head aggregator.

Parameter yang akan diuji meliputi average energy left, total dead node, dan delay

event detection. Berikut adalah penjelasan dari masing – masing parameter analisis

pengujian:

a. Average energy left

Average energy left merupakan sisa energy yang terdapat pada

sebuah node setelah dilakukan uji coba yang kemudian dirata-ratakan

dengan total jumlah node. Average energy left merupakan parameter

analisis pengujian yang penting karena jika nilai dari parameter analisis

32

pengujian ini kecil, maka node pada jaringan akan memiliki kemungkinan

mengalami kehabisan energi ketika beroperasi sehingga fungsionalitas

dari jaringan tersebut menurun. Semakin besar nilainya maka semakin

baik kinerja protokol.

𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 𝑒𝑛𝑒𝑟𝑔𝑦 𝑙𝑒𝑓𝑡 = ∑ 𝑛𝑜𝑑𝑒 𝑒𝑛𝑒𝑟𝑔𝑦 𝑙𝑒𝑓𝑡

𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑛𝑜𝑑𝑒%

(3.1)

b. Total dead node

Total dead node merupakan jumlah node yang mengalami kehabisan

energi untuk beroperasi selama sebuah sensing query diproses pada

jaringan sensor nirkabel. Total dead node merupakan parameter analisis

pengujian yang penting karena pada jaringan sensor nirkabel, node

memiliki sumber daya yang terbatas, sehingga ketika node tersebut

kehabisan energi dan mati akan menurunkan tingkat fungsionalitas dari

jaringan tersebut. Semakin kecil nilai dari total dead node, semakin baik.

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑑𝑒𝑎𝑑 𝑛𝑜𝑑𝑒

= ∑ 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑛𝑜𝑑𝑒 − ∑ 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑙𝑖𝑣𝑒 𝑛𝑜𝑑𝑒

(3.2)

c. Delay event detection

Delay event detection merupakan selisih waktu antara suatu kejadian

dideteksi oleh sink node dengan realita terjadinya suatu kejadian.

Parameter analisis pengujian ini sangat penting, karena jaringan sensor

nirkabel dibuat untuk memantau sebuah kondisi dari sebuah wilayah.

Ketika delay dari selisih waktu yang terdeteksi dan waktu kejadian

sesungguhnya bernilai besar atau bahkan suatu kejadian tidak terdeteksi,

maka hal tersebut menurunkan nilai fungsionalitas dari jaringan sensor

nirkabel terserbut. Karenanya semakin kecil nilai dari parameter analisis

pengujian ini, menunjukan kinerja performa protokol yang baik

33

𝐷𝑒𝑙𝑎𝑦 𝑒𝑣𝑒𝑛𝑡 𝑑𝑒𝑡𝑒𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛

= ∑ (𝑇𝑖𝑚𝑒 𝐷𝑒𝑡𝑒𝑐𝑡𝑒𝑑𝑖 − 𝑇𝑖𝑚𝑒 𝐻𝑎𝑝𝑝𝑒𝑛𝑖) + ⋯ + (𝑇𝑖𝑚𝑒 𝐷𝑒𝑡𝑒𝑐𝑡𝑒𝑑𝑛 − 𝑇𝑖𝑚𝑒 𝐻𝑎𝑝𝑝𝑒𝑛𝑛)𝑛

𝑖=0

𝑛%

(3.3)

3.4. Evaluasi Sistem Protokol Aggregated Shortest Geo-Path Routing with Adaptive Payload

ini diujikan pada simulator SIDnet-SWANS dengan menggunakan skenario uji

coba. Hasil evaluasi nantinya akan dibandingkan dengan beberapa metode yang lain

untuk mengukur kinerja performa dari protokol Aggregated Shortest Geo-Path

Routing with Adaptive Payload dengan parameter uji coba yang sama. Selain itu

evaluasi juga dilakukan dengan membandingan dengan beberapa parameter uji

coba yang berbeda.

3.4.1. Lingkungan Uji Dalam proses pengujian, sistem yang akan dikembangkan nantinya akan

diujikan pada sebuah komputer. Adapun spesifikasi dari komputer yang digunakan

adalah sebagai berikut:

a. Processor AMD Phenom II X4, 3.5 GHz

b. RAM 4 GB

c. Harddisk 1 TB

d. Sistem Operasi Windows 7 Ultimate x64

e. Java Development Kit 1.7

3.4.2. Pengujian dengan SIDnet-SWANS SIDnet–SWANS merupakan simulator jaringan yang digunakan untuk

melakukan pengujian kinerja dari beberapa protokol jaringan sensor nirkabel.

SIDnet-SWANS adalah gabungan dari 3 simulator yaitu JIST, SWANS dan SIDnet,

dimana SIDnet berjalan diatas SWANS dan JIST.

Protokol Aggregated Shortest Geo-Path Routing with Adaptive Payload

yang dikembangkan ini, nantinya akan diujikan dengan menggunakan simuator

jaringan sensor nirkabel SIDnet-SWANS. SIDnet-SWANS telah menyediakan

salah satu protokol routing berbasis lokasi yaitu Shortest Geo Path Routing

34

Protocol dan protokol routing Hearthbeat Protocol untuk melakukan discovery

terhadap tetangga node. Penelitian yang dilakukan ini adalah melakukan modifikasi

pada protokol routing Shortest Geo Path dalam penanganan pengiriman nilai data

pengamatan sensor dengan menggunakan konsep tree-based aggregated routing.

Modul protokol routing SGP pada SIDnet-SWANS akan dikembangkan agar dapat

mengimplementasikan protokol Aggregated Shortest Geo-Path Routing with

Adaptive Payload, menambahkan modul baru untuk menangani adaptive payload,

dan melakukan modifikasi pada modul 802.15 untuk menangani laporan

pengiriman data.

3.4.3. Parameter Uji Adapun parameter pengujian pada simulator yang digunakan untuk

menguji protokol Aggregated Shortest Geo-Path Routing with Adaptive Payload

yang bersifat konstan untuk semua skenario yang diujikan ditampilkan pada Tabel

3.1. Parameter uji ini bersifat hardcode yang langsung diaplikasikan pada source

code dari simulator.

Simulator running time merupakan batas waktu dari lama simulator ini

berjalan yang merupakan sebuah nilai integer. Parameter pengujian ini diberikan

nilai tertinggi yang bisa ditampung oleh sebuah integer. Hal ini bertujuan, agar

ketika suatu skenario mengalami pengujian yang sangat lama, pengujian tersebut

tidak dihentikan secara mendadak oleh simulator karena melewati batas lama

pengujian.

Radio merupakan parameter pengujian pada simulator yang merupakan

keterangan dari perangkat nirkabel yang digunakan pada masing-masing node.

Parameternya meliputi kecepatan transfer dari perangkat, dan sensitivitas jarak

pengiriman data.

Power consumption merupakan nilai dari konsumsi energi pada masing-

masing state atau kondisi dari masing-masing node pada simulator. Masing-masing

kondisi dari node akan memiliki cost energi yang diguanakan. Misalkan ketika node

tersebut mengirimkan sebuah data, maka energi yang digunakan adalah pada

kondisi RadioCurrentDraw_TransmitMode.

35

Untuk parameter node merupakan spesifikasi dari seluruh node yang

digunakan pada simulator. Pada pengujian ini, masing-masing node ditempatkan

secara random, memiliki 2 sensor yaitu GPS dan suhu, dan memiliki baterai 3 volt

dengan kapasitas 75 mAh.

Parameter sensing query merupakan perintah pemantauan lingkungan

yang akan digunakan. Terdapat 3 sensing query yang akan digunakan pada

pengujian. Masing-masing sensing query memiliki region yang berbeda dengan

lama pengawasan yaitu 48 jam dan sampling interval (pengambilan nilai dari sensor

suhu) setiap 1 detik.

Priority level pada pengujian ini terdapat 3 level dengan masing-masing

level ditentukan dari nilai pengamatan sensor suhu yang dihasilkan oleh masing-

masing source node sesuai dengan rentang suhu dari masing-masing level. Level 1

memiliki rentang suhu 10 – 40 derajat Celcius, level 2 memiliki rentang suhu 41 –

48 derajat Celcius, dan level 3 memiliki rentang suhu 49 – 100 derajat Celcius.

Pada adaptive payload terdapat beberapa parameter yang digunakan sesuai

dengan priority level yang digunakan. Pada priority level 1 (normal), payload space

memiliki ukuran diantara 30 – 60 data, priority level 2 (suspicious) memiliki ukuran

diantara 20 – 30 data, dan priority level 3 (emergency) memiliki ukuran 10 – 20

data.

Aggregated route memiliki beberapa parameter, yaitu interval aggregator

timing untuk mengatur jeda waktu sebelum aggregator pool diperiksa kembali dan

minimum aggregated data yaitu jumlah data minimum yang dilakukan aggregasi

untuk masing-masing priority level sebelum dikirim menuju sink node.

Tabel 3.1 Parameter Uji Simulator

Keterangan Detail

Simmulator Running Time (sec) 2147483647

Radio bandwidth (bps) 40000

transmit (dBm) -12

Power

consumption

ProcessorCurrentDrawn_ActiveMode [mA] 8

ProcessorCurrentDrawn_SleepMode [mA] 0.015

36

Keterangan Detail

RadioCurrentDrawn_TransmitMode [mA] 27

RadioCurrentDrawn_ReceiveMode [mA] 10

RadioCurrentDrawn_ListenMode [mA] 3

RadioCurrentDrawn_SleepMode [mA] 0.5

SensorCurrentDrawn_ActiveMode [mA] 10

SensorCurrentDrawn_PassiveMode [mA] 0.01

Node

Placement Random

Sensor GPS,

Temperature

Battery Capacity (mAh) 75

Battery Voltage (volt) 3

Sensing

Query

Region (count) 3

Duration (hour) 48

Sampling Interval (Sec) 1

Priority

Level

Priority Level (count) 3

Priority level 1 temperature range

(Celcius)

min 10

max 40

Priority level 2 temperature range

(Celcius)

min 41

max 48

Priority level 3 temperature range

(Celcius)

min 49

max 100

Adaptive

Payload

Payload Space Priority Level 1

min 30

max 60

state normal

Payload Space Priority Level 2

min 20

max 30

state suspicious

Payload Space Priority Level 3 min 10

max 20

37

Keterangan Detail

state emergency

Aggregated

Route

Interval aggregator timing (sec) 5

Maximum failed-retry (count) 0

Interval before failed-retry send (sec) 10

Minimum Aggregate Data Priority Level 1 5

Minimum Aggregate Data Priority Level 2 3

Minimum Aggregate Data Priority Level 3 1

3.4.4. Evaluasi Kinerja Evaluasi sistem pada penelitian ini nantinya dilakukan dengan cara

mengamati data hasil penelitian pada saat menjalankan sistem dengan simulator

SIDnet-SWANS. Berikut adalah rancangan skenario sistem yang akan dievaluasi:

1. Skenario dengan perbandingan dengan metode lainnya yaitu

- Aggregated Shortest Geo Path without Adaptive Payload

(AGSGPNAP)

- Shortest Geo Path with Adaptive Payload (SGPAP)

- Shortest Geo Path without Adaptive Payload (SGPNAP)

2. Skenario variasi luas jaringan

- 100 x 100, 200x200, 300x300, 400x400, 500x500

3. Skenario variasi jumlah node

- 100, 200, 300

3.5. Dokumentasi Sistem Pada tahapan ini dilakukan dokumentasi sistem dalam bentuk penulisan

laporan hasil penelitian yang dilakukan. Tujuan dari tahapan ini adalah

menghasilkan dokumentasi tertulis dalam bentuk laporan tesis dan jurnal.

Dokumentasi tersebut nantinya dapat digunakan sebagai acuan terkait dengan hal

perancangan protokol Aggregated Shortest Geo-Path Routing with Adaptive

Payload.

38

3.6. Jadwal Kegiatan Penelitian ini dilaksanakan selama 4 (empat) bulan. Tabel 3.3 merupakan

jadwal kegiatan penelitian dari metode yang ini.

Tabel 3.2. Jadwal rencana kegiatan penelitian

Kegiatan Bulan I II III IV

Studi Literatur

Desain dan Implementasi

Analisis Pengujian Sistem

Evaluasi Dokumentasi Sistem

39

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan memaparkan tahapan-tahapan yang dilakukan dalam

implementasi Pengembangan Protokol Pengiriman dan Aggregasi Data untuk

Jaringan Sensor Nirkabel dengan Topologi Tree (Tree-Based Network) dengan

Kontrol Payload Space yang Adaptif yang diimplementasikan pada simulator

SIDnet-SWANS. Pada Bab 4 ini juga akan dijabarkan mengenai penerapan

skenario pengujian dan evaluasi metode dengan menganalisa data hasil pengujian

yang telah dilakukan. Hasil analisis akan disajikan pada bagian akhir dari Bab ini.

4.1. Tahapan Implementasi Metode Penelitian ini disimulasikan dengan menggunakan simulator SIDnet-

SWANS. Pada sub-bab ini akan disajikan langkah-langkah implementasi secara

umum dan akan dibahas lebih terperinci pada sub bab berikutnya. Tahapan

implementasi metode penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Tahap pertama adalah tahap perancangan dan implementasi dari

Pengembangan Protokol Pengiriman dan Aggregasi Data untuk Jaringan

Sensor Nirkabel dengan Topologi Tree (Tree-Based Network) dengan

Kontrol Payload Space yang Adaptif. Pada tahapan ini akan dihasilkan

modul protokol pengiriman yang disebut Aggregated Shortest Geo-Path

Routing with Adaptive Payload. Tahapan ini diimplementasikan dengan

menggunakan SIDnet-SWANS yang berbasis bahasa pemrograman Java.

2. Tahap kedua adalah perancangan skenario pengujian yang akan

digunakan untuk menguji kinerja sistem modul protokol Aggregated

Shortest Geo-Path Routing with Adaptive Payload yang telah dihasilkan

pada tahap pertama. Skenario yang dirancang meliputi variasi luas area,

variasi jumlah node, dan skenario kejadian pada region yang diawasi.

Pada tahap kedua ini akan dihasilkan nilai parameter yang akan digunakan

pada pengujian pada tahap ketiga dengan menggunakan simulator

jaringan sensor nirkabel yaitu SIDnet-SWANS.

40

3. Tahap ketiga merupakan tahap terakhir yaitu melakukan pengujian

terhadap protokol Aggregated Shortest Geo-Path Routing with Adaptive

Payload dengan simulator jaringan sensor nirkabel SIDnet-SWANS.

Pada tahap ketiga ini akan dihasilkan skrip hasil pengujian metode berupa

file teks. File teks yang dihasilkan akan dianalisis sesuai dengan variasi

skenario yang telah ditentukan pada tahap kedua. Tahap pengujian ini

dilakukan untuk memastikan sistem Aggregated Shortest Geo-Path

Routing with Adaptive Payload berjalan tanpa adanya kesalahan pada

proses kompilasi.

Pembuatan program untuk sistem Aggregated Shortest Geo-Path Routing

with Adaptive Payload dilakukan dengan memodifikasi modul-modul yang telah

terdapat pada simulator jaringan sensor nirkabel SIDnet-SWANS. Modifikasi

dilakukan meliputi modul application layer, modifikasi modul shortest geo path

routing, modul driver simulator, module MAC 802.15 layer, pembuatan modul

adaptive payload, pembuatan class type paket pesan yang dikirim, dan modifikasi

dan pembuatan stats collector untuk mengumpulkan data hasil ujicoba. Beberapa

modifikasi dilakukan dengan cara menggandakan modul yang sudah ada ke dalam

package sidnet.stack.users.aggregate_route dan memodifikasi modul yang telah

dilipatgandakan di package sidnet.stack.users.aggregate_route untuk

mempermudah melakukan tracking jika terjadi kesalahan.

4.1.1. Modifikasi Modul Application Layer Modifikasi application layer dilakukan dengan cara menggandakan

terlebih dahulu module application layer yang telah ada secara default dari package

users.java.sidnet.stack.users.sample_p2p.app dengan nama AppSampleP2P.java,

MessageDataValue.java, dan MessageQuery.java ke dalam

sidnet.stack.users.aggregate_route dengan nama AppLayer.Java,

MessageDataValue.java, dan MessageQuery.java. Setelah itu membuat kelas Java

baru yaitu DropperNotifyAppLayer.java yang berfungsi menangani notifikasi

pengiriman dari MAC layer.

Pada file AppLayer.java modifikasi dilakukan dengan menambah

beberapa variabel global dan memodifikasi beberapa fungsi. Fungsi yang di

41

modifikasi terdapat pada bagian metode Sensing() yang berfungsi untuk melakukan

pemantauan terhadap lingkungan dan fungsi Receive() yang berfungsi menerima

pesan masuk yang berasal dari network layer.

Pada metode Sensing() dilakukan modifikasi bertujuan untuk memberikan

opsi pengolahan data menggunakan metode adaptive payload atau tidak, dan opsi

penggunaan routing Shortest Geo Path dengan adanya aggregated routing atau

tanpa aggregated routing. Sehingga nantinya uji coba dapat dilakukan dengan

memilih metode yang ingin digunakan dengan mencantumkan metode di dalam

parameter pemanggilan simulasi. Gambar 4.1 merupakan hasil modifikasi pada

metode Sensing().

Pada metode Receive() dilakukan modifikasi untuk mengolah informasi

dari data yang diterima dari network layer berupa pesan yang telah diaggregasi

maupun pesan notify yang bertujuan untuk menyampaikan informasi mengenai

1

..

3

4

..

5

6

..

7

8

9

10

..

11

12

..

13

14

..

15

16

17

..

18

19

if

(myNode.getEnergyManagement().getBattery().getPercentageEn

ergyLevel() >= 1) {

...

if (this.usingAdaptivePayload) {

//Metode Adaptive Payload

...

} else {

//Metode Tanpa Adaptive Payload

...

}

if (sentValue >= 0) {

...

if (this.usingAggregateRoute) {

//Metode Aggregate Routing

...

} else {

//Tanpa Metode Aggregate Routing

...

}

//Kirim pesan melalui Network Layer

...

}

}

Gambar 4.1 Hasil modifikasi pada metode Sensing().

42

pengiriman pesan, apakah berhasil atau tidak. Sehingga nantinya simulator dapat

menangani pesan yang telah diaggregasi, dan notifikasi pengiriman dari MAC

layer. Gambar 4.2 merupakan hasil modifikasi pada metode Receive().

Variabel global yang ditambahkan adalah variabel dari kelas

AdaptiveAggregationPayload yang berguna untuk menangani metode Adaptive

Payload dan variabel global untuk mengetahui apakah menggunakan metode

adaptive payload atau aggregate routing.

4.1.2. Modifikasi Modul Shortest Geo Path Routing Modifikasi pada modul Shortest Geo Path Routing dilakukan dengan

melipatkgandakan terlebih dahulu package dari

sidnet.stack.std.routing.shortestgeopath ke dalam package

sidnet.stack.users.aggregate_route.routing. Kelas yang dilipatgandakan ada 2

kelas yaitu kelas SGPWrapperMessage.java menjadi

ProtocolMessageWrapper.java dan kelas ShortestGeoPathRouting.java menjadi

kelas RoutingProtocol.java. Setelah itu dibuat 4 kelas baru yaitu

1

2

3

4

5

6

..

7

8

9

10

..

11

12

13

14

..

15

16

public void receive(...) {

if

(myNode.getEnergyManagement().getBattery().getPercentageEn

ergyLevel() < 5)

return;

//Handle untuk notifikasi pengiriman

if (msg instanceof DropperNotifyAppLayer) {

...

}

//Handle Sensing query

if (msg instanceof MessageQuery) {

...

}

//Handle aggregate data

if (msg instanceof MessageAggregatedDataValue) {

...

}

}

Gambar 4.2 Hasil modifikasi pada metode Receive().

43

MessageAggregatedDataValue.java, MessageNodeDiscover.java, dan

NodeEntryDiscover.java yang merupakan kelas untuk penentuan tipe pesan.

Pada kelas RoutingProtocol.java dilakukan modifikasi pada keseluruhan,

beberapa fungsi yang berada pada kelas ShortestGeoPathRouting.java dihapus dan

juga ditambahkan beberapa fungsi baru untuk menangangi beberapa tipe pesan

baru, melakukan broadcasting informasi node, melakukan pemilihan cluster head

aggregator, menangani aggregator pool, dan pengirman data yang telah

diaggregasi menuju sink node. Gambar 4.3 merupakan hasil modifikasi dari

RoutingProtocol.java dan Gambar 4.4 merupakan lanjutan dari Gambar 4.3 yaitu

modifikasi dari RoutingProtocol.java.

1

2

3

4

..

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

31

32

public class RoutingProtocol implements

RouteInterface.AggregateRoute {

//Insialisasi Global Variabel

...

//Tipe Data untuk menyimpan informasi Sink

private class DestinationSink {...}

//Tipe data untuk menangani Aggregator Pool

private class poolReceivedItem {...}

//Inisialisasi Routing protocol

public RoutingProtocol(Node myNode) {...}

//Fungsi Menangani TimingSend pengirman data pada

//Aggregator Pool ke Sink Node

public void timingSend(long interval) {...}

//Fungsi menangani data yang diterima oleh layer

network

//yang nantinya akan diteruskan ke sink node

//atau cluster head aggregator

public void send(NetMessage msg) {...}

//Fungsi menangani data yang diterima oleh layer

network

//yang merupakan data tersebut memiliki tujuan node

//itu sendiri

public void receive(Message msg, NetAddress src,

MacAddress lastHop, byte macId, NetAddress dst, byte

priority, byte ttl) {...}

//Fungsi menangani notifikasi dari layer bawah MAC

Layer

public void dropNotify(Message msg, MacAddress

nextHopMac, Reason reason) {...}

Gambar 4.3 Hasil modifikasi pada kelas RoutingProtocol.java.

44

4.1.3. Modifikasi Modul Driver Simulator Modifikasi pada modul driver simulator dilakukan dengan cara

menggandakan kelas pada users.java.sidnet.stack.users.sample_p2p.driver ke

dalam package sidnet.stack.users.aggregate_route.driver. Kelas

Driver_SampleP2P.java digandakan dengan nama AgDriver.java. Kemudian

dibuat beberapa kelas baru pada sidnet.stack.users.aggregate_route.driver yaitu

DeliveryRatioCounter.java, StatEntry_AliveCount.java,

StatEntry_DeadCount.java, dan StatEntry_PacketDeliveryRatioAggregate.java.

Pada AgDriver.java dilakukan modifikasi dengan mengubah beberapa

fungsi beserta penambahan beberapa line code yang bertujuan agar nantinya

33

34

35

36

37

38

39

40

41

42

43

44

45

46

47

48

49

50

51

52

53

54

55

56

//Fungsi Untuk mengetahui IPAddress dari MacAddress

private NetAddress convertMacToIP(MacAddress macAddr)

{...}

//Fungsi untuk menangani pesan informasi node tetangga

private void

handleMessageNodeDiscover(MessageNodeDiscover msg) {...}

//Fungsi untuk menangani SensingQuery

private void handleMessageQuery(ProtocolMessageWrapper

msg) {...}

//Fungsi untuk menangani data dari source node menuju

cluster head aggregator

private void handleMessageDataValue(MessageDataValue

msg) {...}

//Fungsi untuk menangani data untuk dimasukan ke

Aggregator Pool

private void

poolHandleMessageDataValue(MessageDataValue msg) {...}

//Fungsi untuk mendapatkan alamat Cluster Head

Aggregator

private NetAddress getMyClusterHead(int queryID) {...}

//Fungsi untuk menangani pencarian jalur menuju sink

node

private NetAddress getNextHopToSink(NetAddress sinkIP,

NCS_Location2D sinkLocation) {...}

//Fungsi untuk menangani data yang telah di aggregasi

private void

handleMessageAggregatedDataValue(NetMessage msg) {...}

}

Gambar 4.4 Lanjutan Gambar 4.3 modifikasi pada kelas RoutingProtocol.java.

45

pengujian bisa dilakukan secara dinamis memilih metode yang ingin diujikan

dengan cara mengubah parameter yang digunakan untuk menjalankan simulator.

Gambar 4.5 merupakan hasil modifikasi pada file AgDriver.java.

4.1.4. Modifikasi Modul MAC 802.15 Layer Modifikasi pada modul MAC layer langsung diimplementasikan ke kelas

yang bersangkutan tanpa menggandakan kelas tersebut. Modifikasi dilakukan

dengan menambahkan line code untuk meneruskan informasi jika data berhasil

dikirim ke network layer untuk nantinya diteruskan ke application layer. Secara

1

2

..

3

4

5

..

6

7

8

9

..

10

11

12

13

..

14

15

16

16

18

19

..

20

21

22

23

24

public class AgDriver {

...

/** This is the entry point in the program */

public static void main(String[] args)

{

...

usingAggregateRoute =

Boolean.parseBoolean(args[3]);

usingAdaptivePayload =

Boolean.parseBoolean(args[4]);

...

}

// Initialize simulation environment and field

public static Field createSim(int nodes, int length,

boolean usingAdaptivePayload, boolean usingAggregateRoute)

{

...

/** Create the sensor nodes (each at a time).

Initialize each node's data and network stack */

for(int i=0; i<nodes; i++)

myNode[i] = createNode(i, field, placement,

protMap, radioInfoShared, pl, pl,

simGUI.getSensorsPanelContext(), fieldContext, simManager,

statistics, topologyGUI, usingAdaptivePayload,

usingAggregateRoute);

...

}

//Configures each node representation and network stack

public static Node createNode(...) {...}

}

Gambar 4.5 Modifikasi pada kelas AgDriver.java.

46

default-nya MAC layer tidak memberikan notifikasi ketika data berhasil dikirim.

Notifikasi ini nantinya akan berfungsi untuk mengatur adaptive payload pada

application layer apakah dipercepat atau diperlambat. Modifikasi dilakukan pada

fungsu taskSuccess() pada MAC layer dengan menyisipkan line code pada line ke-

5270 di sidnet.stack.std.mac.ieee802_15_4.Mac802_15_4Impl.java. Gambar 4.6

merupakan modifikasi yang dilakukan pada MAC layer.

4.1.5. Pembuatan Modul Adaptive Payload Pembutan modul adaptive payload dibuat pada kelas

AdaptiveAggregationPayload.java pada package

sidnet.stack.users.aggregate_route.app. Modul ini berfungsi untuk menangani

adaptive payload, memberikan nilai hasil aggregasi berupa rata-rata dari sejumlah

range waktu ketika payload space telah terisi penuh. Nantinya jika simulasi

menggunakan metode adaptive payload, seluruh hasil dari pengamatan nilai sensor

akan dimasukan terlebih dahulu ke kelas ini sebelum dilakukan proses pengiriman.

Gambar 4.7 merupakan implementasi dari modul adaptive payload.

4.1.6. Pembuatan Class Type Paket Pesan Pada protokol Aggregated Shortest Geo-Path Routing with Adaptive

Payload terdapat beberapa tipe-tipe paket data. Masing-masing paket data memiliki

wrapper data yang berbeda dan masing-masing jenis paket data memiliki

penanganan yang berbeda-beda. Berikut ini adalah tipe-tipe wrapper data yang

digunakan pada protokol ini:

5144

...

5269

5270

...

5278

private void taskSuccess(CHAR task, boolean csmacaRes /*=

true*/) {b

...

//modifikasi lempar laporan sukses ke routing

layer diteruskan ke app layer

netEntity.dropNotify(p.getPayload(), new

MacAddress(p.HDR_CMN().next_hop_),

Reason.PACKET_DELIVERED);

...

}

Gambar 4.6 Modifikasi pada kelas Mac802_15_4Impl.java.

47

1. DropperNotifyAppLayer

Tipe wrapper data ini merupakan tipe wrapper yang digunakan

oleh network layer dan application layer. Tipe ini membawa pesan

apakah sebuah pesan berhasil dikirim atau tidak yang dimana informasi

ini didapatkan dari MAC layer yang diteruskan ke network layer melalui

metode DropNotify(). Tipe pesan ini memiliki kelas yang dibuat pada

package sidnet.stack.users.aggregate_route.app.

2. MessageDataValue

Tipe wrapper data ini merupakan tipe wrapper yang digunakan

oleh application layer. Tipe data ini digunakan untuk mengirim pesan

nilai data sensor menuju cluster head aggregator. Tipe pesan ini memiliki

kelas yang dibuat pada package sidnet.stack.users.aggregate_route.app.

3. MessageQuery

Tipe wrapper data ini merupakan tipe wrapper yang digunakan

oleh application layer pada sink node untuk menyebarkan sensing query

ke seluruh node dengan metode broadcasting. Tipe pesan ini memiliki

kelas yang dibuat pada package sidnet.stack.users.aggregate_route.app.

1

2

...

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

public class AdaptiveAggregationPayload {

//Pengaturan variable global dan payload size

...

private class PriorityInfo {...}

//Inisialisasi kelas

public AdaptiveAggregationPayload() {...}

//Metode memasukan nilai baru ke payload space

public void putValue(double Value) {...}

//fungsi menghasilkan aggregasi data dari payload

space

public double getAggregatedData() {...}

//Fungsi untuk menurunkan payload space

public void reduceWindowSize() {...}

//Fungsi untuk menaikan payload space

public void increaseWindowSize() {...}

}

Gambar 4.7 Implementasi dari modul adaptive payload.

48

4. MessageAggregatedDataValue

Tipe wrapper data ini merupakan tipe wrapper yang digunakan

oleh network layer untuk mengirimkan hasil data yang telah di aggregasi

pada cluster head aggregator menuju sink node. Tipe data ini nantinya

akan dikirim dengan metode Shortest Geo Path menuju sink node. Tipe

pesan ini memiliki kelas yang dibuat pada package

sidnet.stack.users.aggregate_route.route.

5. MessageNodeDiscover

Tipe wrapper data ini merupakan tipe wrapper yang digunakan

oleh network layer untuk mengirimkan pesan mengenai kondisi node

tersebut meliputi jumlah tetangga yang dimiliki oleh node tersebut. Pesan

ini nantinya di broadcast ke seluruh tetangga node tersebut. Tipe pesan

ini memiliki kelas yang dibuat pada package

sidnet.stack.users.aggregate_route.route.

6. ProtocolMessageWrapper

Tipe wrapper data ini merupakan tipe wrapper yang utama yang

digunakan oleh protokol Aggregated Shortest Geo-Path Routing with

Adaptive Payload. Semua tipe data yang ada di jaringan nantinya akan di

wrap oleh tipe pesan ini. Hal ini bertujuan agar protokol mengetahui

bahwa tipe data ini ditangani oleh protokol Aggregated Shortest Geo-Path

Routing with Adaptive Payload. Tipe pesan ini memiliki kelas yang dibuat

pada package sidnet.stack.users.aggregate_route.route.

4.1.7. Pembuatan dan Modifikasi Stats Collector Stats collector merupakan kelas yang digunakan untuk melakukan

perhitungan statistik pada simulator. Hal ini sangat berguna nantinya untuk

mengetahui kinerja dari protokol yang diujikan. SIDnet-SWANS sudah

menyediakan beberapa stats collector yang bisa langsung digunakan namun ada

beberapa stats collector yang diperlukan untuk mengetahui kinerja dari protokol ini

yang belum disediakan. Berdasarkan hal ini, untuk mengetahui statistik mengenai

paket data aggregasi yang dibikin, dan total data aggregasi yang diterima pada sink

node diperlukan untuk membuat sebuah stats collector yang baru yaitu

49

StatEntry_AliveCount.java, StatEntry_DeadCount.java, dan

StatEntry_PacketDeliveryRatioAggregate.java yang ditempatkan di package

sidnet.stack.users.aggregate_route.driver.

4.2. Langkah-Langkah Uji Coba Tahap pengujian dalam penelitian ini bertujuan untuk membandingkan

kinerja protokol Aggregated Shortest Geo-Path Routing with Adaptive Payload

dengan metode lainnya untuk mengetahui perbandingan dari kinerja masing-

masing protokol. Selanjutnya protokol ini juga diujikan dengan beberapa variasi

skenario yang telah dipaparkan pada Bab 3 untuk mengetahui titik optimal dari

kinerja dari protokol ini. Kinerja dari protokol ini dinilai dari parameter

pengujiannya.

Langkah – langkah pengujian pada penelitian ini adalah membuat skenario

pengujian, menentukan parameter pengujian, dan menganalisa hasil pengujian yang

telah dilakukan

4.2.1. Skenario Pengujian Skenario pengujian pada penelitian ini dibagi menjadi 3 yaitu skenario

variasi pada luas area, skenario jumlah node, dan skenario perbandingan kinerja

dengan metode lainnya. Skenario pengujian ini dilakukan untuk menguji kinerja

Aggregated Shortest Geo-Path Routing with Adaptive Payload yang telah

dikembangkan dengan simulator SIDnet-SWANS.

Pengujian nantinya dilakukan dengan melakukan pengamatan 3 region

yang berbeda dengan masing-masing kondisi yang berbeda sesuai skenario yang

diterapkan pada region tersebut. Masing-masing region memiliki dinamika level

state yang berbeda yang menentukan priority level dari masing-masing region.

Dinamika level state ini disimpan dalam sebuah file Comma Seperated Value

(*.csv) untuk masing-masing region. Nantinya source node akan membaca file

tersebut untuk menentukan nilai pengamatan yang dihasilkan secara random

berdasarkan range nilai pengamatan yang telah ditentukan pada file CSV. Gambar

4.8 merupakan grafik dari skenario masing-masing region berdasarkan waktunya.

50

Pengujian juga dilakukan pada wilayah region yang sama dan jumlah

region yang sama yaitu 3. Region bersifat fix pada posisinya ini bertujuan agar hasil

dari penelitian lebih terlihat hasil dari kinerja masing-masing metode yang diujikan.

Masing-masing region memiliki luas dari kuadrat 25% dari lebar luas area.

Misalkan jika lebar luas area adalah 100x100 meter berarti luas area region adalah

25x25 meter. Region ditempatkan dipojok dari luas area simulasi. Gambar 4.9

merupakan pemetaan dari region yang akan diawasi.

Gambar 4.8 Grafik skenario priority level dari masing-masing region.

0

1

2

3

4

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10111213141516171819202122232425

PR

IOR

ITY

TIME

GRAFIK SKENARIO PRIORITAS

Region 1

Region 2

Region 3

Gambar 4.9 Pemetaan dari region yang diawasi.

51

Pengujian ini melibatkan semua node yang berada dalam region menjadi

source node yang bertugas memberikan data pengamatan kepada sink node. Dalam

pengujian dari kinerja protokol ini terdapat 3 skenario pengujian yang akan

dijabarkan sebagai berikut:

1. Skenario 1 : Perbandingan kinerja dengan metode lain

Pada skenario ini, kinerja dari protokol yang dikerjakan yaitu

Aggregated Shortest Geo-Path Routing with Adaptive Payload akan

dibandingkan dengan metode yang lain. Hal ini bertujuan untuk

mengetahui kemampuan dari protokol ini dengan protokol lainnya.

Parameter jumlah node yang digunakan dalam skenario ini adalah 200

node dengan parameter luas area 500x500. Metode yang dijadikan

pembanding adalah sebagai berikut:

- Aggregated Shortest Geo Path without Adaptive Payload

(AGSGPNAP)

- Shortest Geo Path with Adaptive Payload (SGPAP)

- Shortest Geo Path without Adaptive Payload (SGPNAP)

2. Skenario 2 : Perbandingan variasi luas

Pada skenario ini wilayah simulasi dirancang sedemikian rupa

dengan bentuk persegi dan parameter luas wilayahnya divariasikan yaitu

100x100, 200x200, 300x300, 400x400 dan 500x500. Luas wilayah ini

dalam satuan meter persegi. Jumlah node yang disimulasikan adalah 100

node.

3. Skenario 3 : Perbandingan variasi jumlah node

Pada skenario ini wilayah simulasi dirancang sedemikian rupa

dengan bentuk persegi dan luas wilayahnya adalah 300x300. Luas

wilayah ini dalam satuan meter persegi. Parameter jumlah node yang

disimulasikan divariasikan yaitu 100, 200, dan 300.

4.2.2. Parameter Pengujian Parameter pengujian diperlukan ketika menjalankan simulator. Melalui

parameter pengujian, simulator dapat dijalankan sesuai dengan skenario yang telah

ditentukan sebelumnya. Pada pengujian metode ini terdapat 5 parameter pengujian

52

yaitu alamat kelas yang driver, jumlah node, luas simulasi, maksimum waktu

simulasi, mode aggregate route, dan mode adaptive payload.

Parameter pertama merupakan alamat dari kelas driver yang digunakan.

Alamat ini diarahkan ke kelas driver yang sebelumnya telah dibuat dan berada di

sidnet.stack.users.aggregate_route.driver.AgDriver. Driver berfungsi untuk

mengatur lingkungan dan jalannya simulasi pada SIDnet-SWANS.

Parameter kedua merupakan jumlah node yang akan digunakan. Jumlah

node yang digunakan adalah sesuai dengan skenario yang dijalankan. Parameter

ketiga merupakan luas area simulasi. Simulasi nantinya memiliki area persegi,

sehingga yang dimasukan hanya pangjang dari salah satu sisi. Panjang yang

dimasukan tergantung pada skenario yang dijalankan.

Parameter mode aggregate route dan mode adaptive payload merupakan

parameter yang menerima masukan berupa nilai true atau false. Jika pada skenario

pengujian menggunakan salah satu atau kedua mode tersebut, maka parameter yang

diberikan adalah true pada mode yang digunakan. Jika tidak maka parameter yang

diberikan adalah false.

4.2.3. Pembuatan Skrip untuk Pengujian Skrip pengujian merupakan sekumpulan parameter yang telah dirangkai

sesuai dengan skenario yang ditentukan. Skrip pengujian ini nantinya digunakan

ketika menjalankan program simulator. Skrip dimasukan di awal penjalanan

program, sebelum program simulator berjalan.

Pengujian dilakukan pada lingkungan Command Prompt di Windows. Hal

ini berguna untuk mengurangi konsumsi memory ketika menjalankan simulator

melalui IDE karena IDE ikut menggunakan memory ketika masih terbuka. Selain

itu dengan menggunakan Command Prompt, seluruh hasil output dari simulator

dapat langsung dimasukan ke dalam sebuah teks file. Gambar 4.10 merupakan

pemanggilan secara umum melalui Command Prompt.

53

Berikut adalah skrip pengujian yang digunakan untuk masing-masing

skenario:

1. Skrip pengujian skenario 1:

Pada skenario 1, pengujian dilakukan pada 4 metode dengan

ketentuan masing-masing metode memiliki parameter node, luas area dan

maksimum lama simulasi yang sama. Parameter node yang digunakan

adalah 200, luas area adalah 500, dan maksimum lama simulasi adalah

2147483647. Pada skenario 1 terdapat 4 metode, berarti terdapat 4

parameter yang digunakan dan 4 kali simulasi berjalan. Tabel 4.1

merupakan skrip pengujian untuk masing-masing metode yang diujikan

2. Skrip pengujian skenario 2:

Pada skenario 2, pengujian dilakukan sejumlah 5 kali dengan

parameter luar area simulasi yang berbeda. Pengujian dilakukan hanya

pada metode Aggregated Shortest Geo-Path with Adaptive Payload.

Jumlah node dan maksimum lama simulasi pada pengujian skenario 2

sama yaitu jumlah node 100 dan maksimum lama simulasi adalah

Java –jar <nama jar file> <parameter pemanggilan> %* >

<alamat file log>

Gambar 4.10 Skrip pengujian secara umum pada Command Prompt.

Tabel 4.1 Skrip Pengujian skenario 1.

Metode Skrip pengujian

AGSGPAP Java –jar SIDnet-SWANS.jar jist.swans.Main

sidnet.stack.users.aggregate_route.driver.AgDriver

200 500 2147483647 true true %* > AGSGPAP.txt

AGSGPNAP Java –jar SIDnet-SWANS.jar jist.swans.Main

sidnet.stack.users.aggregate_route.driver.AgDriver

200 500 2147483647 true false %* > AGSGPNAP.txt

SGPAP Java –jar SIDnet-SWANS.jar jist.swans.Main

sidnet.stack.users.aggregate_route.driver.AgDriver

200 500 2147483647 false true %* > SGPAP.txt

SGPNAP Java –jar SIDnet-SWANS.jar jist.swans.Main

sidnet.stack.users.aggregate_route.driver.AgDriver

200 500 2147483647 false false %* > SGPNAP.txt

54

2147483647 detik. Tabel 4.2 merupakan skrip pengujian untuk skenario

2.

Tabel 4.2 Skrip pengujian skenario 2

Luas Area Skrip Pengujian

100x100 Java –jar SIDnet-SWANS.jar jist.swans.Main

sidnet.stack.users.aggregate_route.driver.AgDriver

100 100 2147483647 true true %* > AGSGPAP-100.txt

200x200 Java –jar SIDnet-SWANS.jar jist.swans.Main

sidnet.stack.users.aggregate_route.driver.AgDriver

100 200 2147483647 true true %* > AGSGPAP-200.txt

300x300 Java –jar SIDnet-SWANS.jar jist.swans.Main

sidnet.stack.users.aggregate_route.driver.AgDriver

100 300 2147483647 true true %* > AGSGPAP-300.txt

400x400 Java –jar SIDnet-SWANS.jar jist.swans.Main

sidnet.stack.users.aggregate_route.driver.AgDriver

100 400 2147483647 true true %* > AGSGPAP-400.txt

500x500 Java –jar SIDnet-SWANS.jar jist.swans.Main

sidnet.stack.users.aggregate_route.driver.AgDriver

100 500 2147483647 true true %* > AGSGPAP-500.txt

3. Skrip pengujian skenario 3:

Pada skenario 3, pengujian dilakukan sejumlah 3 kali dengan

parameter jumlah node yang berbeda. Pengujian dilakukan hanya pada

metode Aggregated Shortest Geo-Path with Adaptive Payload. Luas area

simulasi dan maksimum lama simulasi pada pengujian skenario 3 sama

yaitu luas area 300x300 dan maksimum lama simulasi adalah

2147483647 detik. Tabel 4.3 merupakan skrip pengujian untuk skenario

3.

55

Tabel 4.3 Skrip pengujian skenario 3

Jumlah Node Skrip Pengujian

100 Java –jar SIDnet-SWANS.jar jist.swans.Main

sidnet.stack.users.aggregate_route.driver.AgDriver

100 300 2147483647 true true %* > AGSGPAP-N100.txt

200 Java –jar SIDnet-SWANS.jar jist.swans.Main

sidnet.stack.users.aggregate_route.driver.AgDriver

200 300 2147483647 true true %* > AGSGPAP-N200.txt

300 Java –jar SIDnet-SWANS.jar jist.swans.Main

sidnet.stack.users.aggregate_route.driver.AgDriver

300 300 2147483647 true true %* > AGSGPAP-N300.txt

4.3. Hasil dan Analisis Hasil pengujian pada sub bab ini diperoleh dengan melakukan analisis

terhadap file teks yang dihasilkan saat pengujian Aggregated Shortest Geo-Path

with Adaptive Payload. Dari hasil pengujian penelitian ini, parameter average

energy left, aggregated delivery ratio, dan delay event detection. Tampilan file teks

hasil pengujian seperti pada Gambar 4.11.

Selain dari file teks yang dihasilkan, pengujian juga dilakukan dari hasil

screenshoot pada akhir simulasi untuk mengetahui nilai yang didapat dari stats

Gambar 4.11 Tampilan file teks hasil pengujian.

56

collector. Gambar 4.12 merupakan salah satu hasil screenshot dari uji coba dari

salah satu skenario. Nilai-nilai pada Gambar 4.11 dan Gambar 4.12 akan

digambarkan dalam bentuk tabel dan grafik untuk memudahkan membaca hasil

pengujian, sehingga dapa dilakukan evaluasi lebih mendalam terhadap sistem

Aggregated Shortest Geo-Path with Adaptive Payload. Selain itu, nilai yang

dihasilkan oleh file teks hasil pengujian Aggregated Shortest Geo-Path with

Adaptive Payload ini bertujuan untuk mengukur kinerja dari Aggregated Shortest

Geo-Path with Adaptive Payload.

Proses untuk mendapatkan hasil analisis dari tahap pengujian yang

dilakukan pada sistem ini, dapat dilihat pada Gambar 4.13. Gambar 4.13

mengilustrasikan alur tahapan yang dilalui mulai dari masukan file skenario ke

simulator SIDnet-SWANS sampai dengan dihasilkannya file teks hasil pengujian.

Gambar 4.12 Tampilan hasil screenshoot di akhir pengujian.

57

4.3.1. Analisis Skenario 1 Pada skenario ini terdapat 4 metode yang diujikan, dimana 1 metode diuji

sebanyak 3 kali, dan hasil yang digunakan merupakan rata-rata dari 3 pengujian

yang telah dilakukan. Selain parameter pengujian, beberapa aspek juga dianalisis

dari hasil pengujian yang dilakukan. Aspek yang dianalisis adalah undetected event

yang merupakan jumlah event (pergantian kondisi region) yang tidak terdeteksi

oleh sink node, dan time to first node dead yang merupakan waktu matinya node

pertama akibat kehabisan energy.

Pada pengujian metode yang pertama dilakukan pada skenario ini adalah

Aggregated Shortest Geo-Path with Adaptive Payload yang merupakan metode

yang dikerjakan. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali untuk menghasilkan data

akhir yang merupakan hasil rata-rata dari 3 pengujian sebelumnya. Tabel 4.4

merupakan rangkuman dari 3 kali pengujian dari metode Aggregated Shortest Geo-

Path with Adaptive Payload.

Tabel 4.4 Rangkuman 3 kali pengujian pada metode Aggregated Shortest Geo-

Path with Adaptive Payload.

Aspek Analisis Nilai Hasil Rata-rata

Average Energy Left (%)

34.71

34.82 34.74

35.02

Undetected Event 0

0 0

Gambar 4.13 Ilustrasi alur tahapan analisis pengujian.

Masukan File Skenario

Simulator SIDnet -SWANS

Hasil Teks dan

Screenshoot

Analisis Data Teks File dan

Screenshot

Hasil dalam bentuk

analisis dan grafik

58

Aspek Analisis Nilai Hasil Rata-rata

0

Delay Event Detection (sec)

29.48

29.27 30

28.32

Time to First Node Dead (sec)

-

- -

-

Total Dead Node

0

0 0

0

Pada pengujian metode yang kedua dilakukan pada skenario ini adalah

Aggregated Shortest Geo-Path without Adaptive Payload. Pengujian dilakukan

sebanyak 3 kali untuk menghasilkan data akhir yang merupakan hasil rata-rata dari

3 pengujian sebelumnya. Tabel 4.5 merupakan rangkuman dari 3 kali pengujian

dari metode Aggregated Shortest Geo-Path without Adaptive Payload.

Tabel 4.5 Rangkuman 3 kali pengujian pada metode Aggregated Shortest Geo-Path without Adaptive Payload.

Aspek Analisis Nilai Hasil Rata-rata

Average Energy Left (%)

16.75

17.23 16.85

18.10

Undetected Event

7

8.33 9

9

Delay Event Detection (sec)

16.63

18.77 20.19

19.5

Time to First Node Dead (sec) 78849 78818.67

59

Aspek Analisis Nilai Hasil Rata-rata

78848

78759

Total Dead Node

60

58.67 60

56

Pada pengujian metode yang ketiga dilakukan pada skenario ini adalah

Shortest Geo-Path with Adaptive Payload. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali

untuk menghasilkan data akhir yang merupakan hasil rata-rata dari 3 pengujian

sebelumnya. Tabel 4.6 merupakan rangkuman dari 3 kali pengujian dari metode

Shortest Geo-Path with Adaptive Payload.

Tabel 4.6 Rangkuman 3 kali pengujian pada metode Shortest Geo-Path with Adaptive Payload.

Aspek Analisis Nilai Hasil Rata-rata

Average Energy Left (%)

30.47

30.36 30.38

30.24

Undetected Event

3

1.33 1

0

Delay Event Detection (sec)

40.05

39.17 39.75

37.72

Time to First Node Dead (sec)

146584

78818.67 147509

145632

Total Dead Node 5

6 6

60

Aspek Analisis Nilai Hasil Rata-rata

7

Pada pengujian metode yang keempat dilakukan pada skenario ini adalah

Shortest Geo-Path without Adaptive Payload. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali

untuk menghasilkan data akhir yang merupakan hasil rata-rata dari 3 pengujian

sebelumnya. Tabel 4.7 merupakan rangkuman dari 3 kali pengujian dari metode

Shortest Geo-Path without Adaptive Payload.

Tabel 4.7 Rangkuman 3 kali pengujian pada metode Shortest Geo-Path without Adaptive Payload.

Aspek Analisis Nilai Hasil Rata-rata

Average Energy Left (%)

2.94

3.14 2.74

3.74

Undetected Event

18

18.67 19

19

Delay Event Detection (sec)

817.43

311.81 63.33

54.67

Time to First Node Dead (sec)

42002

42390.67 43162

42008

Total Dead Node

170

168.33 170

165

Dari Tabel 4.4, Tabel 4.5, Tabel 4.6, dan Tabel 4.7 dapat dirangkum

kembali keempat metode yang diujikan untuk melihat perbandingan dari performa

61

dan kinerja dari masing-masing metode yang diujikan. Nilai yang dirangkum adalah

hasil rata-rata dari 3 kali percobaan yang dilakukan pada masing-masing metode.

Tabel 4.8 merupakan rangkuman dari pengujian pada skenario 1 yang terdiri dari 4

metode. AGSGPAP merupakan metode yang dikerjakan.

Tabel 4.8 Rangkuman dari pengujian pada skenario 1

Metode

Average

Energy

Left

(%)

Undetected

Event

Delay

Event

Detection

(sec)

Time To

First Node

Dead (sec)

Total

Dead

Node

AGSGPAP 34.82 0 29.27 - 0

AGSGPNAP 17.23 8.33 18.77 78818.67 58.67

SGPAP 30.36 1.33 39.17 146575 6

SGPNAP 3.14 18.67 311.81 42390.67 168.33

Pada Tabel 4.8, dapat dilihat bahwa metode yang dikerjakan yaitu

Aggregated Shortest Geo-Path with Adaptive Payload (AGSGPAP) memiliki

persentasi average energy left tertinggi dari ketiga metode lainnya. Ini disebabkan

karena sedikit nya transmisi yang dilakukan oleh metode ini. Meskipun transmisi

yang dilakukan sedikit, namun undetect event yang dimiliki bernilai 0 yang berarti

semua kejadian yang terjadi di skenario terdeteksi semua. Selain itu tingkat total

dead node pada metode Aggregated Shortest Geo-Path with Adaptive Payload

memiliki nilai terendah yaitu 0 node dari ketiga metode lainnya yang berarti semua

node masih menyala hingga akhir pengujian. Namun sayangnya delay event

detection pada metode ini menempati urutan kedua yaitu 29.27 detik, lebih lambat

dari metode Aggregated Shortest Geo-Path without Adaptive Payload

(AGSGPNAP) yaitu 18.77 detik.

Meskipun pada Tabel 4.8 metode Aggregated Shortest Geo-Path without

Adaptive Payload (AGSPNAP) memiliki delay event detection tercepat, namun

average energy left berada pada posisi ketiga yaitu 17.23%. Hal ini disebabkan

karena data dari source node tidak terkendali oleh adaptive payload sehingga

transmisi yang dilakukan lebih banyak. Banyaknya transmisi yang dilakukan dapat

menyebabkan padatnya lalu lintas jaringan sehingga beberapa kejadian pada region

tidak diketahui oleh sink node akibat kegagalan pengiriman sehingga metode ini

memiliki nilai undetected event diurutan ketiga yaitu 8.33. Tingginya jumlah

62

transmisi yang dilakukan menyebabkan banyaknya energi yang digunakan dan

beberapa node mengalami kehabisan energi dengan total dead node 58,67 node.

Metode Shortest Geo-Path with Adaptive Payload (SGPAP) pada Tabel

4.8 memiliki tingkan average energy left sebesar 30.36% yang berada pada posisi

kedua dari ketiga metode lainnya. Tingginya tingkat average energy left yang

dimiliki karena kecepatan pengiriman data dari sink node terkontrol oleh adaptive

payload sehingga jumlah transmisi dapat dikurangi dan lalu lintas jaringan tidak

terlalu padat. Namun tingkat average energy left yang dimiliki masih dibawah

metode yang dikerjakan yaitu Aggregated Shortest Geo-Path with Adaptive

Payload (AGSGPAP) karena aggregasi hanya terjadi pada source node dan tidak

melibatkan cluster head aggregator sehingga jumlah transmisi yang dilakukan

lebih banyak dan lalu lintas jaringan lebih padat. Undetected event dari metode ini

bernilai 1.33 dan delay event detection sebesar 39.17 detik dengan total dead node

sebesar 6 node.

Metode Shortest Geo-Path without Adaptive Payload (SGPNAP) pada

Tabel 4.8 memiliki tingkan average energy left sebesar 3.14% yang berada pada

posisi terendah dari ketiga metode lainnya. Hal ini disebabkan tidak adanya metode

yang digunakan untuk melakukan kontrol pada pengirman dan lalu lintas jaringan

sehingga setiap satu data dilakukan dalam satu kali transmisi dan jumlah transmisi

yang terjadi lebih banyak dari metode lainnya. Akibat sangat padatnya lalu lintas

jaringan karena tingginya jumlah transmisi sehingga menggunakan energi yang

banyak dan mengakibatkan total dead node hingga 168.33 node. Padatnya lalu

lintas jaringan juga berdampak pada tingginya tingkat undetected event menjadi

18.67 dan delay event detection menjadi 311.81 detik.

Berdasarkan Tabel 4.8, selanjutnya kita dapat membuat grafik dari

performa dan kinerja dari masing-masing metode yang diujikan. Grafik yang dibuat

adalah aspek dari parameter yang diujikan yaitu average energy left, delay event

detection, dan total dead node. Gambar 4.14 merupakan grafik dari parameter

pengujian average energy left, Gambar 4.15 merupakan grafik dari parameter

pengujian deley event detection, dan Gambar 4.16 merupakan grafik dari parameter

pengujian total dead node.

63

.

Gambar 4.14 Grafik dari parameter pengujian average energy left skenario 1.

34.82

17.23

30.36

3.14

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

AGSGPAP AGSGPNAP SGPAP SGPNAP

PER

SEN

TASE

(%

)

METHOD

Average Energy Left

Gambar 4.15 Grafik dari parameter pengujian delay event detection skenario 1.

29.27 18.7739.17

311.81

0

50

100

150

200

250

300

350

AGSGPAP AGSGPNAP SGPAP SGPNAP

DEL

AY

(SE

CO

ND

)

METHOD

Delay Event Detection

64

4.3.2. Analisis Skenario 2 Pada skenario ini metode yang diujikan pada protokol Aggregated Shortest

Geo-Path with Adaptive Payload (AGSGPAP). Metode ini diujikan dengan

variabel luas area yang berbeda-beda namun dengan parameter jumlah node yang

sama. Luas area yang diujikan adalah 100x100, 200x200, 300x300, 400x400, dan

500x500. Sedangkan untuk jumlah node yang digunakan berjumlah 100 nodes.

Selain parameter pengujian, beberapa aspek juga dianalisis dari hasil pengujian

yang dilakukan. Aspek yang dianalisis adalah undetected event yang merupakan

jumlah event (pergantian kondisi region) yang tidak terdeteksi oleh sink node. Tabel

4.9 merupakan rangkuman dari hasil pengujian skenario 2.

Tabel 4.9 Rangkuman dari pengujian pada skenario 2

Variabel

(Luas Area)

Average

Energy

Left (%)

Undetected

Event

Delay Event

Detection

(sec)

Total Dead

Node

100 27.93 0 33.68 0

200 33.71 0 28.64 0

300 35.78 0 33.68 0

400 36.2 0 31.2 0

500 33.93 9 39.56 0

Pengujian dengan menggunakan luas 100x100 berdasarkan Tabel 4.9

memiliki tingkat average energy left yang rendah, yaitu 27.93%. Rendahnya tingkat

Gambar 4.16 Grafik dari parameter pengujian total dead node skenario 1.

0.00

58.67

6.00

168.33

0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

120.00

140.00

160.00

180.00

AGSGPAP AGSGPNAP SGPAP SGPNAP

NO

DE

METHOD

Total Dead Node

65

energi ini diakibatkan karena padatnya jumlah node akibat area simulasi yang kecil.

Kecilnya area simulasi menyebabkan hampir semua node bisa mendengarkan data

yang melintas di jaringan sehingga konsumsi energy pada mode radio receive

terjadi pada hampir seluruh node di area simulasi. Ini disebabkan karena pada

jaringan layer paling bawah tetap menerima data meskipun data tersebut tidak

ditujukan pada node tersebut yang disebut dengan sifat overhearing. Ini

menyebabkan turunnya nilai average energy left pada pengujian ini. Pada pengujian

dengan luas area 100x100, semua event berhasil dideteksi dengan delay deteksi

33.68 detik dengan total dead node sebanyak 0.

Pengujian dengan menggunakan luas 200x200 berdasarkan Tabel 4.9

memiliki tingkat average energy left 33.71%. Pada pengujian ini, seluruh event

yang terjadi berhasil dideteksi dengan delay event detection yang tercepat diantara

4 pengujian lainnya, yaitu 28.64 detik. Delay event detection yang cepat ini terjadi

karena rendahnya jumlah lompatan yang dialami oleh paket data menuju sink node

sehingga data lebih cepat sampai. Selain itu transmisi yang terjadi tidak terlalu

mengganggu transmisi lainnya karena jarak node yang tidak terlalu dekat. Pada

pengujian ini, total dead node sebanyak 0.

Pengujian dengan menggunakan luas 300x300 berdasarkan Tabel 4.9

memiliki tingkat average energy left 35.78%. Pada pengujian ini, seluruh event

yang terjadi berhasil dideteksi dengan delay event detection 33.68 detik. Pada

pengujian ini, total dead node sebanyak 0.

Pengujian dengan menggunakan luas 400x400 berdasarkan Tabel 4.9

memiliki tingkat average energy left tertinggi yaitu 36.2%. Tingginya tingkat

average energy left ini dikarenakan jarak antar node yang tidak terlalu dekat

sehingga tidak terkena imbas dari transmisi pengiriman pesan dari node lain yang

tidak ditujukan untuk node tersebut. Pada pengujian ini, seluruh event yang terjadi

berhasil dideteksi dengan delay event detection yaitu 31.2 detik. Pada pengujian ini,

total dead node sebanyak 0.

Pengujian dengan menggunakan luas 500x500 berdasarkan Tabel 4.9

memiliki tingkat average energy left 33.93%. Pada pengujian ini, region 1 terisolir

akibat jauhnya jarak antar node sehingga transmisi tidak bisa dilakukan menuju sink

node. Hal ini juga disebabkan oleh salah satu dari kekurangan dari Shortest Geo-

66

Path Routing yang digunakan sebagai dasar protokol yang dikembangkan.

Kekurangan yang dimaksud adalah parameter pemilihan rute yang hanya

bergantung pada lokasi node. Pengujian ini menghasilkan nilai total dead node

sebanyak 0. Gambar 4.17 merupakan screenshot dari uji coba pada luas simulasi

500x500 yang dimana region 1 terisolir akibat kelemahan dari base routing yang

digunakan.

Berdasarkan Tabel 4.9, selanjutnya kita dapat membuat grafik dari

performa dan kinerja dari masing-masing variabel yang diujikan. Grafik yang

dibuat adalah aspek dari parameter yang diujikan yaitu average energy left dan

delay event detection. Gambar untuk grafik total dead node tidak ditampilkan

dikarenakan semua skenario yang dikerjakan memiliki total dead node yang sama

yaitu 0 node. Gambar 4.18 merupakan grafik dari parameter pengujian average

energy left, dan deley event detection.

Gambar 4.17 Tampilan screenshoot terisolirnya region 1 pada pengujian 500x500 meter.

67

4.3.3. Analisis Skenario 3 Pada skenario ini metode yang diujikan pada protokol Aggregated Shortest

Geo-Path with Adaptive Payload (AGSGPAP). Metode ini diujikan dengan

variabel jumlah node yang berbeda-beda namun dengan parameter luas area yang

sama. Jumlah node yang diujikan adalah 100, 200, dan 300. Sedangkan untuk luas

area yang digunakan adalah 300x300. Selain parameter pengujian, beberapa aspek

juga dianalisis dari hasil pengujian yang dilakukan. Aspek yang dianalisis adalah

(a)

(b)

Gambar 4.18 Grafik dari parameter pengujian (a) average energy left, dan (b) delay event detection skenario 2.

27.93

33.7135.78 36.2

33.93

0

5

10

15

20

25

30

35

40

Luas 100 Luas 200 Luas 300 Luas 400 Luas 500

PER

SEN

TASE

(%

)

VARIABLE PENGUJIAN

AVERAGE ENERGY LEFTSKENARIO 2

33.6828.64

33.68 31.2

39.5625

0

10

20

30

40

50

Luas 100 Luas 200 Luas 300 Luas 400 Luas 500

DEL

AY

(D

EC)

VARIABEL PENGUJIAN

DELAY EVENT DETECTIONSKENARIO 2

68

undetected event yang merupakan jumlah event (pergantian kondisi region) yang

tidak terdeteksi oleh sink node, aggregated data send yang merupakan data

aggregasi yang dihasilkan, dan aggregated data received yang merupakan data

aggregasi yang diterima oleh sink node. Tabel 4.10 merupakan rangkuman dari

hasil pengujian skenario 3.

Tabel 4.10 Rangkuman dari pengujian pada skenario 3

Variabel

(Jumlah

Node)

Average

Energy Left

(%)

Undetected

Event

Delay Event

Detection

(sec)

Total Dead

Node

100 35.78 0 29.68 0

200 33.23 0 34.04 0

300 31.61 0 32.4 0

Pengujian dengan menggunakan nodes 100 berdasarkan Tabel 4.10

memiliki tingkat average energy left tertinggi yaitu 35.78%. Tingginya tingkat

average energy left ini dikarenakan jumlah node yang tidak terlalu banyak sehingga

jarak antar node menjadi jauh dan antar node tidak terlalu terkena imbas dari

transmisi pengiriman pesan dari node lain yang tidak ditujukan untuk node tersebut.

Pada pengujian ini, seluruh event yang terjadi berhasil dideteksi dengan delay event

detection 29.68 detik. Pada pengujian ini total dead node sebanyak 0.

Pengujian dengan menggunakan nodes 200 berdasarkan Tabel 4.10

memiliki tingkat average energy left 33.23%. Pada pengujian ini, seluruh event

yang terjadi berhasil dideteksi dengan delay event detection 34.04 detik. Pada

pengujian ini, total dead node sebanyak 0.

Pengujian dengan menggunakan nodes 300 berdasarkan Tabel 4.10

memiliki tingkat average energy left terendah yaitu 31.61%. Rendahnya tingkat

average energy left ini dikarenakan jumlah node yang terlalu banyak sehingga jarak

antar node menjadi dekat dan antar node terkena imbas dari transmisi pengiriman

pesan dari node lain yang tidak ditujukan untuk node tersebut. Pada pengujian ini,

seluruh event yang terjadi berhasil dideteksi dengan delay event detection 32.4

detik. Pada pengujian ini, total dead node sebanyak 0.

Berdasarkan Tabel 4.10, selanjutnya kita dapat membuat grafik dari

performa dan kinerja dari masing-masing variabel yang diujikan. Grafik yang

69

dibuat adalah aspek dari parameter yang diujikan yaitu average energy left, dan

delay event detection. Gambar untuk grafik total dead node tidak ditampilkan

dikarenakan semua skenario yang dikerjakan memiliki total dead node yang sama

yaitu 0 node. Gambar 4.19 merupakan grafik dari parameter pengujian average

energy left, dan delay event detection.

(a)

(b)

Gambar 4.19 Grafik dari parameter pengujian (a) average energy left, dan (b) delay event detection skenario 3.

35.78

33.23

31.61

29

30

31

32

33

34

35

36

37

N100 N200 N300

PER

SEN

TASE

(%

)

VARIEBEL PENGUJIAN

AVERAGE ENERGY LEFTSKENARIO 3

29.68

34.04

32.4

27

28

29

30

31

32

33

34

35

N100 N200 N300

DEL

AY

(SEC

)

VARIABEL PENGUJIAN

DELAY EVENT DETECTIONSKENARIO 3

70

[Halaman Sengaja Dikosongkan]

77

LAMPIRAN

Bagian ini merupakan lampiran sebagai dokumen pelengkap dari buku Tesis. Pada bagian ini akan ada beberapa potongan kode yang bersumber dari implementasi Aggregated Shortest Geo-Path with Adaptive Payload pada simulator SIDnet-SWANS dan beberapa tabel dari hasil uji coba.

A. Lampiran Rangkuman Pengujian Skenario 1

Method Number Experiment

Average Energy

Left (%)

Undetected Event

Time to First Node Dead (sec)

Total Dean Node

AGSGPAP 1 34.71 0 0 0

2 34.74 0 0 0

3 35.02 0 0 0

Average 34.82 0 0.00 0.00

AGSGPNAP 1 16.75 7 78849 60

2 16.85 9 78848 60

3 18.10 9 78759 56

Average 17.23 8.33 78818.67 58.67

SGPAP 1 30.47 3 146584 5

2 30.38 1 147509 6

3 30.24 0 145632 7

Average 30.36 1.33 146575.00 6.00

SGPNAP 1 2.94 18 42002 170

2 2.74 19 43162 170

3 3.74 19 42008 165

Average 3.14 18.67 42390.67 168.33

78

B. Lampiran Delay Event Detection Pengujian Skenario 1

Region

Kondisi Nyata Waktu Terdeteksi (sec)

Time Start

Time

Start

Priority Level

State

AGSGPAP (Aggregated SGP with Adaptive

Payload)

AGSSGPNAP (Aggregated SGP Non Adaptive

Payload)

SGPAP (SGP with Adaptive Payload)

SGPNAP (SGP Non Adaptive Payload)

in hour

in Second

EXP #1

EXP #2

EXP #3

Delay

Average

EXP #1

EXP #2

EXP #3

Average

EXP #1

EXP #2

EXP #3

Average

EXP #1

EXP #2

EXP #3

Average

Region - 1

1 360

0 1 Norm

al 367

5 367

6 367

6 75.6

7 368

3 368

5 367

9 82.33333

3672

3672

3674

72.66667

3677

3674

3676

75.66667

11 39600 2

Suspicious

39630

39631

39631

30.67

39603

39605

39604 4

39672

39672

39674

72.66667

N/A

N/A

N/A

18 64800 1

Normal

64835

64816

64816

22.33

64803

64805

64804 4

64842

64842

64844

42.66667

N/A

N/A

N/A

21 75600 2

Suspicious

75620

75631

75621

24.00

75603

75605

75604 4

75642

75642

75644

42.66667

81047

N/A

N/A

23 82800 1

Normal

82825

82826

82816

22.33

82808

82805

82804

5.666667

82842

82842

82844

42.66667

N/A

N/A

N/A

32 115200 2

Suspicious

115220

115221

115221

20.67 N/A N/A N/A

115242

115242

115244

42.66667

N/A

N/A

N/A

33 118800 3

Emergency

118815

118816

118816

15.67 N/A N/A N/A

118812

118812

118814

12.66667

N/A

N/A

N/A

79

Region

Kondisi Nyata Waktu Terdeteksi (sec)

Time Start

Time

Start

Priority Level

State

AGSGPAP (Aggregated SGP with Adaptive

Payload)

AGSSGPNAP (Aggregated SGP Non Adaptive

Payload)

SGPAP (SGP with Adaptive Payload)

SGPNAP (SGP Non Adaptive Payload)

in hour

in Second

EXP #1

EXP #2

EXP #3

Delay

Average

EXP #1

EXP #2

EXP #3

Average

EXP #1

EXP #2

EXP #3

Average

EXP #1

EXP #2

EXP #3

Average

41 147600 2

Suspicious

147620

147611

147611

14.00 N/A N/A N/A

147613

147612

147614 13

N/A

N/A

N/A

45 162000 1

Normal

162035

162036

162016

29.00 N/A N/A N/A N/A

162032

162034

N/A

N/A

N/A

Avg Region Delay 28.2

6 Avg Region Delay 20.00 Avg Region Delay 42.71 Avg Region

Delay 75.67

Region - 2

1 360

0 1 Norm

al 367

6 367

8 367

8 77.3

3 368

4 368

7 368

2 84.33333

3674

3674

3675

74.33333

3679

3676

3677

77.33333

9 32400 2

Suspicious

32431

32433

32433

32.33

32404

32402

32402

2.666667

32474

32474

32475

74.33333

32419

32476

32477

57.33333

12 43200 3

Emergency

43216

43218

43218

17.33

43204

43202

43202

2.666667

43214

43214

43215

14.33333

N/A

N/A

N/A

19 68400 2

Suspicious

68411

68413

68413

12.33

68409

68407

68407

7.666667

68414

68414

68415

14.33333

N/A

N/A

N/A

23 82800 1

Normal

82826

82818

82818

20.67

82804

82807

82807 6

82834

82834

82845

37.66667

N/A

N/A

N/A

80

Region

Kondisi Nyata Waktu Terdeteksi (sec)

Time Start

Time

Start

Priority Level

State

AGSGPAP (Aggregated SGP with Adaptive

Payload)

AGSSGPNAP (Aggregated SGP Non Adaptive

Payload)

SGPAP (SGP with Adaptive Payload)

SGPNAP (SGP Non Adaptive Payload)

in hour

in Second

EXP #1

EXP #2

EXP #3

Delay

Average

EXP #1

EXP #2

EXP #3

Average

EXP #1

EXP #2

EXP #3

Average

EXP #1

EXP #2

EXP #3

Average

37 133200 2

Suspicious

133231

133233

133233

32.33

133204 N/A

133207

133234

133234

133245

37.66667

N/A

N/A

N/A

44 158400 1

Normal

158426

158438

158418

27.33 N/A N/A N/A N/A

158434

158416

N/A

N/A

N/A

47 169200 2

Suspicious

169221

169223

169233

25.67 N/A N/A N/A N/A N/A

169245

N/A

N/A

N/A

Avg Region Delay 30.6

7 Avg Region Delay 20.67 Avg Region Delay 42.11 Avg Region

Delay 67.33

Region - 3

1 360

0 1 Norm

al 367

8 367

9 368

0 79.0

0 368

6 368

8 368

4 86 367

5 367

6 367

7 76 368

0 367

7 367

9 78.66667

6 21600 2

Suspicious

21633

21634

21635

34.00

21601

21603

21604

2.666667

21675

21676

21617 56

21620

21677

21619

38.66667

7 25200 3

Emergency

25218

25219

25220

19.00

25201

25203

25204

2.666667

25215

25216

25217 16

25200

25200

25200 0

15 54000 2

Suspicious

54013

54014

54015

14.00

54006

54008

54009

7.666667

54015

54016

54017 16

N/A

N/A

N/A

81

Region

Kondisi Nyata Waktu Terdeteksi (sec)

Time Start

Time

Start

Priority Level

State

AGSGPAP (Aggregated SGP with Adaptive

Payload)

AGSSGPNAP (Aggregated SGP Non Adaptive

Payload)

SGPAP (SGP with Adaptive Payload)

SGPNAP (SGP Non Adaptive Payload)

in hour

in Second

EXP #1

EXP #2

EXP #3

Delay

Average

EXP #1

EXP #2

EXP #3

Average

EXP #1

EXP #2

EXP #3

Average

EXP #1

EXP #2

EXP #3

Average

19 68400 1

Normal

68418

68419

68420

19.00

68406

68408

68409

7.666667

68445

68446

68417 36

N/A

N/A

N/A

35 126000 2

Suspicious

126033

126034

126035

34.00

126006

126003 N/A

126045

126046

126047 46

N/A

N/A

N/A

38 136800 3

Emergency

136818

136819

136820

19.00

136801 N/A N/A

136815

136816

136817 16

N/A

N/A

N/A

45 162000 2

Suspicious

162013

162014

162015

14.00 N/A N/A N/A

162015

162016

162017 16

N/A

N/A

N/A

Avg Region Delay 29.0

0 Avg Region Delay 21.33 Avg Region Delay 34.75 Avg Region

Delay 39.11

Avg Method

Delay 29.3

1 Avg Method

Delay 20.67 Avg Method

Delay 39.86 Avg Method

Delay 60.70

82

C. Lampiran Delay Event Detection Pengujian Skenario 2

Region

Kondisi Nyata Waktu Terdeteksi

Time

Start

Time End

Priority Level

State

Luas 100 Luas 200 Luas 300 Luas 400 Luas 500

in hour

in Second

Detected (sec)

Delay (sec)

Detected (sec)

Delay (sec)

Detected (sec)

Delay (sec)

Detected (sec)

Delay

(sec)

Detected (sec)

Delay (sec)

Region - 1

1 3600 1 Normal 3678 78 3674 74 3683 83 3679 79 N/A

11 39600 2 Suspicious 39633 33 39629 29 39638 38 39634 34 N/A

18 64800 1 Normal 64818 18 64834 34 64823 23 64819 19 N/A

21 75600 2 Suspicious 75633 33 75619 19 75638 38 75634 34 N/A

23 82800 1 Normal 82818 18 82824 24 82823 23 82819 19 N/A

32 11520

0 2 Suspicious 115233 33 115239 39 115238 38 115234 34 N/A

33 11880

0 3

Emergency

118818 18 118814 14 118823 23 118819 19 N/A

41 14760

0 2 Suspicious 147613 13 147619 19 147618 18 147614 14 N/A

45 16200

0 1 Normal 162038 38 162034 34 162023 23 162019 19 N/A

Region - 2

1 3600 1 Normal 3679 79 3677 77 3684 84 3681 81 3682 82

9 32400 2 Suspicious 32434 34 32432 32 32439 39 32436 36 32432 32

83

Region

Kondisi Nyata Waktu Terdeteksi

Time

Start

Time End

Priority Level

State

Luas 100 Luas 200 Luas 300 Luas 400 Luas 500

in hour

in Second

Detected (sec)

Delay (sec)

Detected (sec)

Delay (sec)

Detected (sec)

Delay (sec)

Detected (sec)

Delay

(sec)

Detected (sec)

Delay (sec)

12 43200 3 Emergenc

y 43219 19 43217 17 43224 24 43216 16 43217 17

19 68400 2 Suspicious 68414 14 68412 12 68419 19 68416 16 68412 12

23 82800 1 Normal 82819 19 82817 17 82824 24 82821 21 82817 17

37 13320

0 2 Suspicious 133234 34 133222 22 133239 39 133231 31 133232 32

44 15840

0 1 Normal 158419 19 158417 17 158424 24 158421 21 158482 82

47 16920

0 2 Suspicious 169234 34 169212 12 169239 39 169231 31 169232 32

Region - 3

1 3600 1 Normal 3741 141 3678 78 3686 86 3682 82 3744 144

6 21600 2 Suspicious 21636 36 21633 33 21641 41 21637 37 21654 54

7 25200 3 Emergenc

y 25221 21 25218 18 25226 26 25222 22 25224 24

15 54000 2 Suspicious 54016 16 54013 13 54011 11 54017 17 54019 19

19 68400 1 Normal 68421 21 68418 18 68426 26 68422 22 68424 24

84

Region

Kondisi Nyata Waktu Terdeteksi

Time

Start

Time End

Priority Level

State

Luas 100 Luas 200 Luas 300 Luas 400 Luas 500

in hour

in Second

Detected (sec)

Delay (sec)

Detected (sec)

Delay (sec)

Detected (sec)

Delay (sec)

Detected (sec)

Delay

(sec)

Detected (sec)

Delay (sec)

35 12600

0 2 Suspicious 126036 36 126033 33 126026 26 126037 37 126019 19

38 13680

0 3

Emergency

136821 21 136818 18 136816 16 136822 22 136824 24

45 16200

0 2 Suspicious 162016 16 162013 13 162011 11 162017 17 162019 19

Average per Luas Area (sec) 33.6

8

28.64

33.6

8 31.2

39.5625

85

D. Lampiran Delay Event Detection Pengujian Skenario 3

Region

Kondisi Nyata Waktu Terdeteksi

Time Start

Time End Priority

Level State

Node 100 Node 200 Node 300

in hour

in Second

Detected (sec)

Delay (sec)

Detected (sec)

Delay (sec)

Detected (sec)

Delay (sec)

Region - 1

1 3600 1 Normal 3678 78 3681 81 3682 82

11 39600 2 Suspicious 39633 33 39636 36 39637 37

18 64800 1 Normal 64818 18 64821 21 64822 22

21 75600 2 Suspicious 75623 23 75636 36 75637 37

23 82800 1 Normal 82828 28 82821 21 82822 22

32 115200 2 Suspicious 115213 13 115236 36 115237 37

33 118800 3 Emergency 118818 18 118821 21 118822 22

41 147600 2 Suspicious 147613 13 147616 16 147617 17

45 162000 1 Normal 162018 18 162021 21 162022 22

Region - 2

1 3600 1 Normal 3679 79 3684 84 3684 84

9 32400 2 Suspicious 32434 34 32439 39 32439 39

12 43200 3 Emergency 43219 19 43224 24 43224 24

19 68400 2 Suspicious 68414 14 68419 19 68419 19

23 82800 1 Normal 82819 19 82834 34 82824 24

37 133200 2 Suspicious 133234 34 133239 39 133219 19

44 158400 1 Normal 158419 19 158424 24 158424 24

47 169200 2 Suspicious 169234 34 169239 39 169239 39

Region - 3

1 3600 1 Normal 3681 81 3685 85 3685 85

6 21600 2 Suspicious 21636 36 21640 40 21640 40

7 25200 3 Emergency 25221 21 25225 25 25215 15

15 54000 2 Suspicious 54016 16 54020 20 54020 20

19 68400 1 Normal 68421 21 68425 25 68425 25

35 126000 2 Suspicious 126036 36 126020 20 126020 20

38 136800 3 Emergency 136821 21 136825 25 136815 15

45 162000 2 Suspicious 162016 16 162020 20 162020 20

Average per Luas Area (sec) 29.68 34.04 32.4

86

[Halaman Sengaja Dikosongkan]

71

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini memaparkan kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan pada

penelitian yang telah dilakukan. Dalam bab 5 ini diuraikan tentang hal-hal yang

perlu dipertimbangkan untuk pengembangan penelitian lebih lanjut. Penjelasan

yang lebih terperinci tentang hal-hal tersebut diuraikan pada sub-bab berikut.

5.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan yang diambil berdasarkan dari hasil penelitian yang

telah dilakukan dan analisa metode yang dikerjakan adalah sebagai berikut:

1. Kontribusi yang diberikan pada penelitian ini adalah mengkombinasukan

metode Aggregate Cluster dan Adaptive Payload dengan menggunakan

Shostest Geo-Path Routing sebagai dasar routing dari metode routing

yang dikerjakan, yaitu Aggregated Shortest Geo-Path with Adaptive

Payload (AGSGPAP). Kontribusi yang diberikan berupa metode baru

yang mampu meningkatkan efisiensi penggunaan energi, memperpanjang

network lifetime, memiliki delay event detection yang rendah dan

mengurangi jumlah node yang kehabisan energi ketika beroperasi.

2. Tujuan dari protokol Aggregated Shortest Geo-Path with Adaptive

Payload ini adalah mengurangi penggunaan energi untuk transmisi data

sehingga dapat memperpanjang network lifetime dari jaringan sensor

nirkabel dengan tetap mengurangi delay pengirman di jaringan dan

meningkatkan delivery ratio. Hal ini dapat terlihat dari hasil pengujian,

dimana AGSGPAP memiliki tingkat average energy level tertinggi dari 3

metode lainnya yang dibandingkan yaitu 34.82% yang berarti konsumsi

energi hanya 65.18% untuk 48 jam pengawasan dengan delay event

detection yang lebih cepat yaitu 29.27 detik dan total dead node yang

lebih rendah yaitu 0 node pada pengujian dengan 200 nodes dengan luas

area 500x500 meter dimana sampling dilakukan selama 48 jam. Selain itu

protokol routing ini bekerja efektif pada area 400x400 meter dengan

jumlah 100 node dengan average energy left 36.2%, delay 31.2 detik dan

total dead node bernilai 0 node.