Upload
aglein-loness
View
21
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
Tetracycline merupakan antibiotik bakteriostatis yang berikatan
dengan subunit ribosomal 16S-30S dan mencegah pengikatan aminoasil-
tRNA dari situs A pada ribosom, sehingga dengan demikian akan
menghambat translasi protein. Antibiotik tetracycline bersifat bakteriostatik
pada bakteri gram positif maupun gram negatif. Mekanisme kerjanya
mengganggu sintesis protein kuman spektrum kerjanya luas kecuali terhadap
Pseudomonas & Proteus. Tetracycline berasal dari jamur Streptomyces
aurefaciens dan Streptomyces viridifaciens.
TETRASIKLIN
Tetrasiklin merupakan salah satu obat antimikroba yang menghambat sintesis protein mikroba. Untuk kehidupannya, sel mikroba perlu mensintesis berbagai protein. Sintesis protein berlangsung di ribosom, dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada bakteri, ribosom terdiri atas atas dua subunit, yang berdasarkan konstanta sedimentasi dinyatakan sebagai ribosom 30S dan 50S. untuk berfungsi pada sintesis protein, kedua komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 70S.
A. ASAL DAN KIMIAAntibiotic golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan ialah klortetrasiklin yang dhasilkan oleh Streptomyces aureofaciens. Kemudian ditemukan oksitetrasiklin dari Sterptomyces rimosus. Tetrasiklin sendiri dibuat secara semisintetik dari klortetrasiklin,tetapi juga ddapat diperoleh dari species Streptomyces lain.Tetrasiklin merupakan basa yang sukar larut dalam air,tetapi merupakan bentu garam natrium atau garam HCl-nya mudah larut. Dalam keadaan kering,bentuk basa dan garam HCl tetrasiklin bersifat relative stabil. Dalam larutan,kebanyakan tetrasiklin sangat labil jadi cepat berkurang potensinya.
B. MEKANISME KERJAGolongan tetrasiklin menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya.Paling sedikit terjadi 2 proses dalam masuknya antibiotic ke dalam ribosom bakteri gram-negatif, pertama yang disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik,ke dua ialah system transport aktif. Setelah masuk maka antibiotic berikatan dengan ribosom 30S dan menghalangi masuknya komplek tRNA – asam amino pada lokasi asam amino.a. Efek antimikrobaPada umumnya spectrum golongan tetrasiklin sama ( sebab mekanisme kerjanya sama), namun terdapat perbedaan kuantitatif dari aktivitas masing-masing derivate terhadap kuman tertentu. Hanya mikroba yang cepat membelah yang dipengaruhi obat ini.
Golongan tetrasiklin termasuk antibiotic yang terutama bersifat bakteriostatik dan bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman.
C. SPEKTRUM ANTIMIKROBATetrasklin memperlihatkan spectrum antibakteri yang luas meliputi kuman gram positif dan negative,aerobic dan anaerobic. Selain itu juga aktif terhadap spiroket,mikroplasma, riketsia, klmidia, legionela, dan protozoa tertentu.Pada umumnya tetrasiklin tidak digunakan untuk pengobatan infeksi oleh sterptokokus karena aa obat lain yang lebih efektif yaitu penisilinG,eritromiin,sefaloporin : kecuali doksisiklin yang digunakan untuk pengobatan sinusitis pada orang dewasa yang disebabkan oleh Str. Pneumoniae dan Str.pyogenes. Banyak strain S. Aureus yang resisten terhadap tetrasiklin. Tetra siklin dapat digunakan sebagai pengganti penisilin dalam pengobatan infeksi batang gram positif seperti B.anthracis, Eryspelothrixrhusiopathiae, Clostridium tetani dan Listeria monocytogens.Kebanyakan strain N.gonorrhoeae sensitive terhadap tetrasiklin, tetapi N. Gonorroheae sensitive terhadap tetrasiklin,tetapi N. Gonorrhoeae penghasil penisilinase (PPNG) biasanya resisten terhadap tetrasiklin. Efektivitasnya tinggi terhadap infeksi batang gram-negatif seperti Brucella, Francisella tularensis, Pseudomonas mallei, Pseuodomonas pseudomallei, Vibrio cholera, Campylobacter fetus, Haemophilus ducreyi dan Calymmatobacterium granulomatis, Yersinia pestis, Pasteurella multocida, Spirillium minor, Leptotrichia buccalis, Bordetella pertusis, Acinetobacter dan Fusobacterium. Strain tertentu H.influinzae mungkin sensitive, tetapi E.colli, Klebsiella, Enterbacter, Proteus indol positif dan Pseudomonas umumnya resisten.Tetrasiklin juga merupakan obat yang sangat efektif untuk infeksi Mycoplasma pneumonia, Ureaplasma urealyticum, Chlamiydia trachomatis, Chlamydia psittaci, dan berbagai riketsia. Selain itu obat ini juga aktif terhadap Borrelia recurentis, Treponema pallidum, Treponema pertenue, Actinomyces israelii. Dalam kadar tinggi antibiotic ini menghambat pertumbuhan Entamoeba histolytica.
RESISTENSI. Beberapa spesies kuman, terutama sterptokokus beta hemolitikus, E.coli, Pseudomonas aeruginosa Str.pneumoniae, N.gonorrhoeae,Bacteroides, Shigella dan S.aureus makin meningkat resistensinya terhadap tetrasiklin.Resistensi terhadap satu jenis tetrasiklin biasana disertai resistensi terhadap semua tetrasiklin lainnya kecuali minosiklin pada resistensi S.aureus dan doksisiklin pada resistensi B.fragilis
FARMAKOLOGI DAN TERAPI EDISI 4. 1995. fakultas kedokteran UI ,JakartaMycek, Mary J. 2001. Farmakologi : ulasan bergambar Ed.2. Jakarta : Widya Medika.
Tetrasiklin berikatan dengan subunit 30S bakteri dan mencegah
Kloramfenikol merupakan antibiotik spectrum luas yang mekanisme
kerjanya menghambat sintesis portein pada bakteri dan dalam jumlah
terbatas, pada sel eukariot. Obat ini segera berpenetrasi ke sel bakteri,
kemungkinan melalui difusi terfasilitasi. Kloramfenikol terutama bekerja
dengan memikat subunit ribosom 50 S secara reversibel (di dekat tempat
kerja antibiotic makrlida dan klindamisin, yang dihambat secara kompetitif
oleh obat ini). Walaupun pengikatan tRNA pada bagian pengenalan kodon ini
ternyata menghalangi pengikatan ujung tRNA aminosil yang mengandung
asam amino ke tempat akseptor pada subunit ribosom 50 S. interkasi antara
pepdiltranferase dengan substrat asam aminonya tidak dapat terjadi,
sehingga pembentukan ikatan peptide terhambat.
2.3.1 ENTROMISIN
Eritromisin dihasilkan oleh suatu strain Streptomyces erythreus. Zat ini berupa kristal
berwarnakekuningan, larut dalam air sebanyak 2 mg/ml. Eritromisin larut lebih baik dalam
etanol atau pelarut organik. Antibiotik ini tidak stabil dalam suasana asam, kurang stabil pada
suhu kamar tetapi cukup stabil pada suhu rendah. Aktivitas in vitro paling besar dalam suasana
alkalis. Larutan netral eritromisin yang disimpan pada suhu kamar akan menurun potensinya
dalam beberapa hari, tetapi bila disimpan pada suhu 5˚ biasanya tahan sampai beberapa minggu.
FARMAKOKINETIK
e. Resistensi terhadap eritromisin dapat terjadi oleh mekanisme berikut ini :
Ketidakmampuan antibiotika untuk menembus mikroba.
Perubahan tempat reseptor pada ribosom 50 S.
Metilasi adenin.
2.3.2 STREPTOMISIN
Streptomisin yang merupakan antibakteri kelompok aminoglikosida mengikat protein S12
pada subunit kecil ribosom, sehingga menyebabkan ribosom salah menterjemahkan urutan
nukleotida mRNA. Pada konsentrasi rendah, streptomisin salah menterjemahkan pirimidin (C
dan U) di posisi pertama dan kedua dari kodon mRNA (sehingga C dapat keliru untuk U atau U
untuk C), dan salah membaca dari pirimidin untuk A di posisi pertama. Hal ini menyebabkan
kesalahan yang konsisten dalam sintesis protein yang menghasilkan pertumbuhan lambat (tapi
bukan kematian) dari sel rentan streptomisin. Dalam konsentrasi tinggi, streptomisin sepenuhnya
menghambat inisiasi sintesis protein, yang mengakibatkan kematian sel.Sekarang streptomisin
jarang digunakan kecuali untuk mengobati tuberculosis. Aminoglikosida lainnya tidak hanya
mengikat protein S12 ribosom 30S, tetapi juga mengikat protein L6 ribosom 50S. L6 adalah
salah satu protein yang paling dilestarikan dan hadir dalam ribosom dari semua organisme pada
atau dekat lokasi elongation-factor binding site
Aminoglikosida, sebagai contoh streptomisin, menambahkan aminoglikan pada reseptor
protein spesifik pada subunit 30S mikrobia, kemudian aminoglikosida memblokir aktivitas
normal pembentukan peptida, dan terakhir pesan mRNA salah dibaca pada daerah pengenalan
ribosom sehingga pada akhirnya dihasilkan protein nonfungsional.
2.3.3 PUROMISIN
Puromisin. Proses pemanjangan polipeptida dihambat oleh puromisin, mempunyai
struktur yang mirip dengan suatu aminoasil-tRNA sehingga dapat melekat pada sisi A ribosom.
Jika puromisin melekat pada sisi A, maka selanjutnya dapat membantuk ikatan peptida dengan
peptida yang ada pada sisi P dan menhasilkan peptidil puromisin. Peptidil puromisin tidak dapat
melekat kuat pada ribosom sehingga akhirnya terlepas. Hal ini menyebabkan terjadinya terminasi
translasi secara prematur. Mekanisme inilah yang menyebabkan puromisin dapat membunuh
bakteri dan sel lainnya.
2.3.4 TETRASIKLIN
Berikatan dengan subunit ribosom 30 S bakteri dan mencegah aminoasil-tRNA berikatan
dengan tempat A pada ribosom. Efek obat ini bersifat reversible, sehingga apabila obat
dikeluarkan bakteri dapat memulihkan sintesis protein dan pertumbuhannya, sehingga infeksi
kembali bangkit. Selain itu tetrasiklin kurang baik untuk diserap oleh usus dan kosentrasinya
dapat meningkat di sisi usus sehingga terjadi perubahan flora saluran cerna, karena obat ini telah
lama digunakan untuk mengobati infeksi pada manusia, dan sebagai bahan tambahan dalam
makanan hewan , untuk mencegah infeksi pada hewan. Manusia telah sering menggunakan
tetrasiklin sehingga timbul galur bakteri yang resisten terhadap tetrasiklin.
2.3.5 KLORAMFENIKOL
Berikatan dengan subunit ribosom 50 S bakteri dan mencegah pengikatan pada asam
amino pada aminoasil-tRNA, sehingga kerja peptidiltransferase terhambat secara efektif.
Antibiotic ini hanya digunakan untuk infeksi tertentu yang sangat serius, misalnya meningitis
dan deman tiroid. Kloramfenikol mudah masuk ke dalam mitokondria manusia tempat obat itu
menghambat sintesis protein. Pada penderita yang diobati oleh Kloramfenikol , sel susmsum
tulang dapat gagal berkembang, dan penggunaan antibiotic ini telah dikaitkan dengan timbulnya
diskrasia darah yang fatal, termasuk anemia aplastik.
2.4 ANTIBIOTIK YANG EFEKTIF SECARA KLINIS
Antibiotik yang efektif secara klinis adalah yang menunjukkan toksisitas selektif.
Maksud toksisitas selektif adalah antibiotik yang berbahaya bagi parasit namun tidak berbahaya
bagi inangnya. Toksisitas selektif terjadi karena obat-obatan antibiotik mengganggu proses atau
struktur bakterial yang tidak ada pada sel mamalia. Sebagai contoh, beberapa agen antibiotik
bekerja pada sintesis dinding sel bakteri, dan yang lainnya mengganggu fungsi ribosom 70 S
pada bakteri tapi tidak pada ribosom eukariotik 80 S.
Kebanyakan inhibitor translasi protein atau sintesis protein bereaksi dengan kompleks
ribosom-mRNA. Walaupun sel manusia juga memiliki ribosom, ribosom pada eukariotik
berbeda dalam ukuran dan struktur dari ribosom prokariotik. Konsekuensi yang potensial terjadi
dari penggunaan antimikrobia ini adalah kerusakan ribosom mitokondria eukariotik yang
mengandung ribosom yang sejenis dengan prokariotik. Dua target pada ribosom yang dapat
diganggu adalah subunit 30S dan subunit 50S. Aminoglikosida, sebagai contoh streptomisin,
menambahkan aminoglikan pada reseptor protein spesifik pada subunit 30S mikrobia, kemudian
aminoglikosida memblokir aktivitas normal pembentukan peptida, dan terakhir pesan mRNA
salah dibaca pada daerah pengenalan ribosom sehingga pada akhirnya dihasilkan protein
nonfungsional. Tetrasiklin merintangi penempelan tRNA pada situs penerimaan A dan secara
efektif menghentikan sintesis lebih jauh. Antibiotik lain menempel pada subunit 50S dan
mencegah pembentukan ikatan peptida dengan menghambat enzim peptidil transferase.
Selain itu, gangguan sintesis asam nukleat juga dapat disebabkan oleh inhibitor kompetitif,
sebagai contoh sulfonamide dan trimetoprim. Sulfonamide adalah struktur yang analog dengan
asam p-aminobenzoat (PABA) yang merupakan metabolit penting dalam pembentukan asam
folat. Sulfonamide masuk ke dalam reaksi dimana terdapat PABA dan bersaing pada sasaran
enzim yang aktif. Sebagai hasilnya, dibentuk asam folat analog yang nonfungsional, sehingga
pertumbuhan bakteri tertekan. Trimetoprim memiliki struktur yang analog dengan bagian
pteridine pada molekul asam folat. Trimetoprim secara selektif menghambat aktivitas
dihidrofolat reduktase bakteri, yang mengkatalisis perubahan folat pada bentuk koenzim yang
kurang aktif.
Yuwono,Triwibowo. 2010 . Biologi Molekuler. Jakarta : Erlangga