40
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem kekebalan tubuh sangat mendasar peranannya bagi kesehatan, tentunya harus disertai dengan pola makan sehat, cukup berolahraga, dan terhindar dari masuknya senyawa beracun ke dalam tubuh. Sekali senyawa beracun hadir dalam tubuh, maka harus segera dikeluarkan. Kondisi sistem kekebalan tubuh menentukan kualitas hidup. Dalam tubuh yang sehat terdapat sistem kekebalan tubuh yang kuat sehingga daya tahan tubuh terhadap penyakit jugaprima. Pada bayi yang baru lahir, pembentukan sistem kekebalan tubuhnya belum sempurna dan memerlukan ASI yang membawa sistem kekebalan tubuh sang ibu untuk membantu dayatahan tubuh bayi. Semakin dewasa, sistem kekebalan tubuh terbentuk sempurna. Namun,pada orang lanjut usia, sistem kekebalan tubuhnya secara alami menurun. Itulah sebabnyatimbul penyakit degeneratif atau penyakit penuaan. Pola hidup modern menuntut segala sesuatu dilakukan serba cepat dan instan. Hal iniberdampak juga pada pola makan. Sarapan di dalam kendaraan, makan siang serba tergesa,dan malam karena kelelahan tidak ada nafsu makan. Belum lagi kualitas makanan yangdikonsumsi, polusi udara, kurang berolahraga, dan stres. Apabila terus berlanjut, daya tahantubuh akan menurun, lesu, cepat lelah, dan mudah terserang penyakit. Karena itu, 1

tgas fatofisologi.docx

  • Upload
    kartina

  • View
    243

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem kekebalan tubuh sangat mendasar peranannya bagi kesehatan, tentunya

harus disertai dengan pola makan sehat, cukup berolahraga, dan terhindar dari

masuknya senyawa beracun ke dalam tubuh. Sekali senyawa beracun hadir dalam

tubuh, maka harus segera dikeluarkan. Kondisi sistem kekebalan tubuh menentukan

kualitas hidup. Dalam tubuh yang sehat terdapat sistem kekebalan tubuh yang kuat

sehingga daya tahan tubuh terhadap penyakit jugaprima. Pada bayi yang baru lahir,

pembentukan sistem kekebalan tubuhnya belum sempurna dan memerlukan ASI yang

membawa sistem kekebalan tubuh sang ibu untuk membantu dayatahan tubuh bayi.

Semakin dewasa, sistem kekebalan tubuh terbentuk sempurna. Namun,pada

orang lanjut usia, sistem kekebalan tubuhnya secara alami menurun. Itulah

sebabnyatimbul penyakit degeneratif atau penyakit penuaan. Pola hidup modern

menuntut segala sesuatu dilakukan serba cepat dan instan. Hal iniberdampak juga

pada pola makan. Sarapan di dalam kendaraan, makan siang serba tergesa,dan malam

karena kelelahan tidak ada nafsu makan. Belum lagi kualitas makanan

yangdikonsumsi, polusi udara, kurang berolahraga, dan stres. Apabila terus berlanjut,

daya tahantubuh akan menurun, lesu, cepat lelah, dan mudah terserang penyakit.

Karena itu, banyakorang yang masih muda mengidap penyakit degeneratif.Kondisi

stres dan pola hidup modern sarat polusi, diet tidak seimbang, dan

kelelahanmenurunkan daya tahan tubuh sehingga memerlukan kecukupan antibodi.

Gejala menurunnyadaya tahan tubuh sering kali terabaikan sehingga timbul berbagai

penyakit infeksi, penuaandini pada usia produktif. Sejak dasawarsa 1960 perhatian

terhadap teknik imunisasi makin meningkat

1

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan system imunitas ?

2. Apa saja fungsi dari sistem immun ?

3. Apa saja klasifikasi dari sistem immun ?

4. Bagaimanakah mekanisme dari sistem immun ?

5. Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi sistem immun ?

6. Penyakit apakah yang timbul pada sistem immun ?

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian sistem immun .

2. Mengetahui fungsi dari sistem immun.

3. Mengetahui klasifikasi dari sistem immun.

4. Mengetahui mekanisme sistem immun.

5. Mengetahui faktor yang mempengaruhi sistem immun.

6. Mengetahui penyakit yang dapat menyerang sistem immun..

2

BAB II

PEMBAHASAN

Pada mulanya imunologi merupakan cabang mikrobiologi yang mempelajari respons

tubuh, terutama respons kekebalan terhadap penyakit infeksi. Pada tahun 1546, Girolamo

Fracastoro mengajukan teori kontagion yang menyatakan bahwa pada penyakit infeksi

terdapat suatu zat yang dapat memindahkan penyakit tersebut dari satu individu ke individu

lain, tetapi zat tersebut sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat dengan mata dan pada waktu

itu belum dapat diidentifikasi.

Pada tahun 1798, Edward Jenner mengamati bahwa seseorang dapat terhindar dari

infeksi variola secara alamiah, bila ia telah terkontaminasi sebelumnya dengan cacar sapi

(cow pox). Sejak saat itu, mulai dipakailah vaksin cacar.Dengan ditemukannya mkroskop

maka kemajuan dalam bidang makrobiologi meningkat dan mulai dapat ditelusuri penyebab

penyakit infeksi. Selain itu peneliti Perancis, Charles Richet dan Paul Portier (1901)

menemukan bahwa reaksi kekebalan yang diharapkan timbul dengan menyuntikkan zat

toksin pada anjing tidak terjadi, bahkan yang terjadi adalah keadaan sebaliknya yaitu

kematian sehingga dinamakan dengan istilah anafilaksis (tanpa pencegahan).

Pada tahun 1873 Charles Blackley mempelajari penyakit hay fever, yaitu penyakit

dengan gejala klinis konjungtivitis dan rinitis, serta melihat bahwa ada hubungan antara

penyakit ini dengan serbuk sari Lalu pada tahun 1911-1914, Noon dan Freeman mencoba

mengobati penyakit hay fever dengan cara terapi imun yaitu menyuntikkan serbuk sari

subkutan sedikit demi sedikit. Sejak itu cara tersebut masih dipakai untuk mengobati penyakit

alergi terhadap antigen tertentu yang dikenal dengan cara desensitisasi.

Pada tahun 1923, Cooke dan Coca mengajukan konsep atopi (strange disease)

terhadap sekumpulan penyakit alergi yang secara klinis mempunyai manifestasi sebagai hay

fever, asma, dermatitis, dan mempunyai predisposisi diturunkan. Dan mulai saat itu ilmu

alergi-imunologi diterapkan dalam kelainan dan penelitian di bidang alergi klinis.

Landsteiner (1900) menemukan golongan darah ABO, dan disusul dengan golongan

darah rhesus oleh Levine dan Stenson (1940), maka kelainan klinis berdasarkan reaksi imun

semakin dikenal. Pada masa itu, fenomena imun yang terjadi baru dapat dijabarkan dengan

istilah imunologi saja.

3

A. Pengertian Sistem Immun

Imunologi adalah ilmu yang mencakup kajian mengenai semua aspek sistem

imun ( kekebalan ) pada semua organisme.

Sistem kekebalan tubuh atau sistem immun adalah sistem perlindungan dari

pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu

organisme sehingga tidak mudah terkena penyakit. Jika sistem imun bekerja dengan

benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta

menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Sebaliknya, jika sistem

imun melemah, maka kemampuannya untuk melindungi tubuh juga berkurang,

sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus penyebab demam dan flu,dapat

berkembang dalam tubuh. Sistem imun juga memberikan pengawasan terhadap

pertumbuhan sel tumor. Terhambatnya mekanisme kerja sistem imun telah dilaporkan

dapat meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.

B. Fungsi Sistem Immun

a) Melindungi tubuh dari serangan benda asing atau bibit penyakit yang masuk ke

dalam tubuh.

b) Menghilangkan jaringan sel yang mati atau rusak (debris cell) untuk perbaikan

jaringan.

c) Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal.

d) Menjaga keseimbangan homeostatis dalam tubuh.

C. Klasifikasi Sistem Imun

1. Berdasarkan Cara Mempertahankan Diri dari Penyakit

a) Sistem immun Non Spesifik

Sistem Pertahanan Tubuh Non Spesifik merupakan pertahanan tubuh yang

tidak membedakan mikrobia patogen satu dengan yang lainnya. Ciri-cirinya

Tidak selektif

Tidak mampu mengingat infeksi yang terjadi sebelumnya

Eksposur menyebabkan respon maksimal segera

Memiliki komponen yang mampu menangkal benda untuk masuk ke

dalam tubuh.

Sistem pertahanan ini diperoleh melalui beberapa cara, yaitu :

1) Pertahanan yang Terdapat di Permukaan Tubuh

4

a. Pertahanan Fisik

Pertahanan secara fisik dilakukan oleh lapisan terluar tubuh,

yaitu kulit dan membran mukosa, yang berfungsi menghalangi jalan

masuknya patogen ke dalam tubuh. Lapisan terluar kulit terdiri atas

sel-sel epitel yang tersusun rapat sehingga sulit ditembus oleh

patogen. Lapisan terluar kulit mengandung keratin dan sedikit air

sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikrobia. Sedangkan

membran mukosa yang terdapat pada saluran pencernaan, saluran

pernapasan, dan saluran kelamin berfungsi menghalangi masuknya

patogen ke dalam tubuh.

b. Pertahanan Mekanis

Pertahanan secara mekanis dilakukan oleh rambut hidung dan

silia pada trakea. Rambut hidung berfungsi menyaring udara yang

dihirup dari berbagai partikel berbahaya dan mikrobia. Sedangkan

silia berfungsi menyapu partikel berbahaya yang terperangkap

dalam lendir untuk kemudian dikeluarkan dari dalam tubuh.

7. Pertahanan Kimiawi

Pertahanan secara kimiawi dilakukan oleh sekret yang dihasilkan

oleh kulit dan membran mukosa. Sekret tersebut mengandung zat-zat

kimia yang dapat menghambat pertumbuhan mikrobia. Contoh dari

sekret tersebut adalah minyak dan keringat. Minyak dan keringat

memberikan suasana asam (pH 3-5) sehingga dapat mencegah

pertumbuhan mikroorganisme di kulit. Sedangkan air liur (saliva), air

mata, dan sekresi mukosa (mukus) mengandung enzim lisozim yang

dapat membunuh bakteri dengan cara menghidrolisis dinding sel bakteri

hingga pecah sehingga bakteri mati.

8. Pertahanan Biologis

Pertahanan secara biologi dilakukan oleh populasi bakteri tidak

berbahaya yang hidup di kulit dan membran mukosa. Bakteri tersebut

melindungi tubuh dengan cara berkompetisi dengan bakteri patogen

dalam memperoleh nutrisi.

5

Respons Peradangan (Inflamasi)

Inflamasi merupakan respons tubuh terhadap kerusakan jaringan,

misalnya akibat tergores atau benturan keras. Proses inflamasi merupakan

kumpulan dari empat gejala sekaligus, yakni dolor (nyeri), rubor (kemerahan),

calor (panas), dan tumor (bengkak). Inflamasi berfungsi mencegah penyebaran

infeksi dan mempercepat penyembuhan luka. Reaksi inflamasi juga berfungsi

sebagai sinyal bahaya dan sebagai perintah agar sel darah putih (neutrofil dan

monosit) melakukan fagositosis terhadap mikrobia yang menginfeksi tubuh.

Mekanisme inflamasi dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Adanya kerusakan jaringan sebagai akibat dari luka,sehingga

mengakibatkan patogen mampu melewati pertahanan tubuh dan

menginfeksi sel-sel tubuh.

2. Jaringan yang terinfeksi akan merangsang mastosit untuk

mengekskresikan histamin dan prostaglandin.

3. Terjadi pelebaran pembuluh darah yang meningkatkan kecepatan aliran

darah sehingga permeabilitas pembuluh darah meningkat.

4. Terjadi perpindahan sel-sel fagosit (neutrofil dan monosit) menuju

jaringan yang terinfeksi.

5. Sel-sel fagosit memakan patogen.

Fagositosis

Fagositosis adalah mekanisme pertahanan yang dilakukan oleh sel-sel

fagosit dengan cara mencerna mikrobia/partikel asing. Sel fagosit terdiri dari

dua jenis, yaitu fagosit mononuklear dan fagosit polimorfonuklear. Contoh

fagosit mononuklear adalah monosit (di dalam darah) dan jika bermigrasi ke

jaringan akan berperan sebagai makrofag. Contoh fagosit polimorfonuklear

adalah granulosit, yaitu neutrofil, eosinofil, basofil, dan cell mast (mastosit).

Sel-sel fagosit akan bekerja sama setelah memperoleh sinyal kimiawi dari

jaringan yang terinfeksi patogen. Berikut ini adalah proses fagositosis :

1. Pengenalan (recognition), mikrobia atau partikel asing terdeteksi oleh sel-

sel fagosit.

6

2. Pergerakan (chemotaxis), pergerakan sel fagosit menuju patogen yang

telah terdeteksi. Pergerakan sel fagosit dipacu oleh zat yang dihasilkan

oleh patogen.

3. Perlekatan (adhesion), partikel melekat dengan reseptor pada membran sel

fagosit.

4. Penelanan (ingestion), membran sel fagosit menyelubungi seluruh

permukaan patogen dan menelannya ke dalam sitoplasma yang terletak

dalam fagosom.

5. Pencernaan (digestion), lisosom yang berisi enzim-enzim bergabung

dengan fagosom membentuk fagolisosom dan mencerna seluruh

permukaan patogen hingga hancur. Setelah infeksi hilang, sel fagosit akan

mati bersama dengan sel tubuh dan patogen. Hal ini ditandai dengan

terbentuknya nanah.

6. Pengeluaran (releasing), produk sisa patogen yang tidak dicerna akan

dikeluarkan oleh sel fagosit.

Protein Antimikrobia

Protein yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh non spesifik

adalah protein komplemen dan interferon. Protein komplemen membunuh

patogen dengan cara membentuk lubang pada dinding sel dan membran

plasma bakteri tersebut. Hal ini menyebabkan ion Ca2+ keluar dari sel,

sementara cairan dan garam-garam dari luar bakteri akan masuk ke dalamnya

dan menyebabkan hancurnya sel bakteri tersebut.

Interferon dihasilkan oleh sel yang terinfeksi virus. Interferon

dihasilkan saat virus memasuki tubuh melalui kulit dan selaput lendir.

Selanjutnya, interferon akan berikatan dengan sel yang tidak terinfeksi. Sel

yang berikatan ini kemudian membentuk zat yang mampu mencegah replikasi

virus sehingga serangan virus dapat dicegah.

b) Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik

Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik merupakan pertahanan tubuh

terhadap patogen tertentu yang masuk ke dalam tubuh. Sistem ini bekerja apabila

patogen telah berhasil melewati sistem pertahanan tubuh non spesifik. Ciri-

cirinya :

7

Bersifat selektif

Tidak memiliki reaksi yang sama terhadap semua jenis benda asing

Mampu mengingat infeksi yang terjadi sebelumnya

Melibatkan pembentukan sel-sel tertentu dan zat kimia (antibodi)

Perlambatan waktu antara eksposur dan respons maksimal

Sistem pertahanan tubuh spesifik terdiri atas beberapa komponen, yaitu:

1. Limfosit

a) Limfosit B (Sel B)

Proses pembentukan dan pematangan sel B terjadi di sumsum

tulang. Sel B berperan dalam pembentukan kekebalan humoral dengan

membentuk antibodi. Sel B dapat dibedakan menjadi :

1. Sel B plasma, berfungsi membentuk antibodi.

2. Sel B pengingant, berfungsi mengingat antigen yang pernah masuk

ke dalam tubuh serta menstimulasi pembentukan sel B plasma jika

terjadi infeksi kedua.

3. Sel B pembelah, berfungsi membentuk sel B plasma dan sel B

pengingat.

b) Limfosit T (Sel T)

Proses pembentukan sel T terjadi di sumsum tulang, sedangkan

proses pematangannya terjadi di kelenjar timus. Sel T berperan dalam

pembentukan kekebalan seluler, yaitu dengan cara menyerang sel

penghasil antigen secara langsung. Sel T juga membantu produksi

antibodi oleh sel B plasma. Sel T dapat dibedakan menjadi :

1. Sel T pembunuh, berfungsi menyerang patogen yang masuk dalam

tubuh, sel tubuh yang terinfeksi, dan sel kanker secara langsung.

2. Sel T pembantu, berfungsi menstimulasi pembentukan sel B plasma

dan sel T lainya serta mengaktivasi makrofag untuk melakukan

fagositosis.

3. Sel T supresor, berfungsi menurunkan dan menghentikan respons

imun dengan cara menurunkan produksi antibodi dan mengurangi

aktivitas sel T pembunuh. Sel T supresor akan bekerja setelah

infeksi berhasil ditangani.

8

2. Antibodi (Immunoglobulin/Ig)

Antibodiakan dibentuk saat ada antigen yang masuk ke dalam

tubuh. Antigen adalah senyawa protein yang ada pada patogen sel asing

atau sel kanker. Antibodi disebut juga immunoglobulin atau serum protein

globulin, karena berfungsi untuk melindungi tubuh melalui proses

kekebalan (immune). Antibodi merupakan senyawa protein yang berfungsi

melawan antigen dengan cara mengikatnya, untuk selanjutnya ditangkap

dan dihancurkan oleh makrofag. Suatu antibodi bekerja secara spesifik

untuk antigen tertentu. Karena jenis antigen pada setiap kuman penyakit

bersifat spesifik, maka diperlukan antibodi yang berbeda untuk jenis

kuman yang berbeda. Oleh karena itu, diperlukan berbagai jenis antibodi

untuk melindungi tubuh dari berbagai kuman penyakit.

Antibodi tersusun dari dua rantai polipeptida yang identik,

yaitu dua rantai ringan dan dua rantai berat. Keempat rantai tersebut

dihubungkan satu sama lain oleh ikatan disulfida dan bentuk molekulnya

seperti huruf Y. Setiap lengan dari molekul tersebut memiliki tempat

pengikatan antigen. Beberapa cara kerja antibodi dalam menginaktivasi

antigen yaitu :

Netralisasi (menghalangi tempat pengikatan virus, membungkus

bakteri dan atau opsonisasi)

Aglutinasi partikel yang mengandung antigen, seperti mikrobia

Presipitasi (pengendapan) antigen yang dapat larut

Fiksasi komplemen (aktivasi komplemen)

9

Antibodi dibedakan menjadi lima tipe seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Tipe-Tipe Antibodi Beserta Karakteristiknya

No. Tipe Antibodi Karakteristik

1. IgMPertama kali dilepaskan ke aliran darah pada saat terjadi

infeksi yang pertama kali (respons kekebalan primer)

2. IgG

Paling banyak terdapat dalam darah dan diproduksi saat

terjadi infeksi kedua (respons kekebalan sekunder).

Mengalir melalui plasenta dan memberi kekebalan pasif

dari ibu kepada janin.

3. IgA

Ditemukan dalam air mata, air ludah, keringat, dan

membran mukosa. Berfungsi mencegah infeksi pada

permukaan epitelium. Terdapat dalam kolostrum yang

berfungsi untuk mencegah kematian bayi akibat infeksi

saluran pencernaan

4. IgD

Ditemukan pada permukaan limfosit B sebagai reseptor

dan berfungsi merangsang pembentukan antibodi oleh

sel B plasma.

5. IgE

Ditemukan terikat pada basofil dalam sirkulasi darah dan

cell mast (mastosit) di dalam jaringan yang berfungsi

memengaruhi sel untuk melepaskan histamin dan terlibat

dalam reaksi alergi.

Dari penjelasan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa sistem kekebalan tubuh

berdasarkan cara mempertahankan diri dari penyakit terdiri atas beberapa lapis seperti

terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2. Beberapa Lapis Pertahanan Tubuh terhadap Penyakit

Pertahanan Tubuh Non SpesifikPertahanan Tubuh

Spesifik

Pertahanan Pertama Pertahanan Kedua Pertahanan Ketiga

10

Kulit

Membran mukosa

Rambut hidung dan silia pada

trakea

Cairan sekresi dari kulit dan

membran mukosa

Inflamasi

Sel-sel fagosit

Protein

antimikrobia

Limfosit

Antibodi

2. Berdasarkan Mekanisme Kerja

1) Kekebalan Humoral

Kekebalan humoral melibatkan aktivitas sel B dan antibodi yang

beredar dalam cairan darah dan limfe. Ketika antigen masuk ke dalam tubuh

untuk pertama kali, sel B pembelah akan membentuk sel B pengingat dan sel

B plasma. Sel B plasma akan menghasilkan antibodi yang mengikat antigen

sehingga makrofag akan mudah menangkap dan menghancurkan patogen.

Setelah infeksi berakhir, sel B pengingat akan tetap hidup dalam waktu lama.

Serangkaian respons ini disebut respons kekebalan primer.

Apabila antigen yang sama masuk kembali dalam tubuh, sel B

pengingat akan mengenalinya dan menstimulasi pembentukan sel Bplasma

yang akan memproduksi antibodi. Respons tersebut dinamakan respons

kekebalan sekunder.

Respons kekebalan sekunder terjadi lebih cepat dan konsentrasi

antibodi yang dihasilkan lebih besar daripada respons kekebalan primer. Hal

ini disebabkan adanya memori imunologi, yaitu kemampuan sistem imun

untuk mengenali antigen yang pernah masuk ke dalam tubuh.

2) Kekebalan Seluler

Kekebalan seluler melibatkan sel T yang bertugas menyerang sel

asing atau jaringan tubuh yang terifeksi secara langsung. Ketika sel T

pembunuh terkena antigen pada permukaan sel asing, sel T pembunuh akan

menyerang dan menghancurkan sel tersebut dengan cara merusak membran

sel asing. Apabila infeksi berhasil ditangani, sel T supresor akan

mengehentikan respons kekebalan dengan cara menghambat aktivitas sel T

pembunuh dan membatasi produksi antibodi.

11

3. Berdasarkan Cara Memperolehnya

1) Kekebalan Aktif

Kekebalan aktif merupakan kekebalan yang dihasilkan oleh tubuh

itu sendiri. Kekebalan aktif dapat diperoleh secara alami maupun buatan.

a. Kekebalan Aktif Alami

Kekebalan aktif alami diperoleh seseorang setelah mengalami sakit

akibat infeksi suatu kuman penyakit. Setelah sembuh, orang tersebut

akan menjadi kebal terhadap penyakit itu. Misalnya, seseorang yang

pernah sakit campak tidak akan terkena penyakit tersebut untuk kedua

kalinya.

b. Kekebalan Aktif Buatan

Kekebalan aktif buatan diperoleh melalui vaksinasi atau imunisasi.

Vaksinasi adalah proses pemberian vaksin ke dalam tubuh. Vaksin

merupakan siapan antigen yang dierikan secara oral (melalui mulut)

atau melalui suntikan untuk merangsang mekanisme pertahanan tubuh

terhadap patogen. Vaksin dapat berupa suspensi mikroorganisme yang

telah dilemahkan atau dimatikan. Vaksin juga dapat berupa toksoid

atau ekstrak antigen dari suatu patogen yang telah dilemahkan. Vaksin

yang dimasukkan ke dalam tubuh akan menstimulasi pembentukan

antibodi untuk melawan antigen sehingga tubuh menjadi kebal

terhadap penyakit yang menyerangnya.

Kekebalan karena vaksinasi biasanya memiliki jangka waktu

tertentu, sehingga permberian vaksin harus diulang lagi setelah

beberapa lama. Hal ini dilakukan karena jumlah antibodi dalam tubuh

semakin berkurang sehingga imunitas tubuh juga menurun. Beberapa

jenis penyakit yang dapat dicegah dengan vaksinasi antara lain cacar,

tuberkulosis, dipteri, hepatitis B, pertusis, tetanus, polio, tifus, campak,

dan demam kuning. Vaksin untuk penyakit tersebut biasanya

diproduksi dalam skala besar sehingga harganya dapat terjangkau oleh

masyarakat.

Secara garis besar, vaksin dikelompokkan menjadi 4 jenis yaitu:

12

1. Vaksin Bacille Calmette-Guerin (BCG), polio jenis sabin, dan

campak. Vaksin ini terbuat dari mikroorganisme yang telah

dilemahkan.

2. Vaksin pertusis dan polio jenis salk. Vaksin ini berasal dari

mikroorganisme yang telah dimatikan.

3. Vaksin tetanus toksoid dan difteri. Vaksin ini berasal dari toksin

(racun) mikrooganisme yang telah dilemahkan/diencerkan

konsentrasinya.

4. Vaksin hepatitis B. Vaksin ini terbuat dari protein

mikroorganisme.

2) Kekebalan Pasif

Kekebalan pasif merupakan kebalikan dari kekebalan aktif.

Kekebalan pasif diperoleh setelah menerima antibodi dari luar tubuh, baik

secara alami maupun buatan.

a. Kekebalan Pasif Alami

Kekebalan pasif alami dapat ditemukan pada bayi setelah menerima

antibodi dari ibunya melalui plasenta saat masih berada di dalam

kandungan. Kekebalan ini juga dapat diperoleh dengan pemberian ASI

pertama (kolostrum) yang mengandung banyak antibodi.

b. Kekebalan Pasif Buatan

Kekebalan pasif buatan diperoleh dengan cara menyuntikkan

antibodi yang diekstrak dari suatu individu ke tubuh orang lain sebagai

serum. Kekebalan ini berlangsung singkat, tetapi mampu

menyembuhkan dengan cepat. Contohnya adalah pemberian serum

antibisa ular kepada orang yang dipatuk ular berbisa.

D. Mekanisme sistem imun

1. Mekanisme Imunitas terhadap Antigen yang Berbahaya

Beberapa mekanisme pertahanan tubuh dalam mengatasi agen yang

berbahaya di lingkungannya yaitu:

1) Pertahanan fisik dan kimiawi: kulit, sekresi asam lemak dan asam laktat

melalui kelenjar keringat dan sebasea (kelenjar berbentuk kantong kecil yang

terletak di dermis), sekresi lendir, pergerakan silia, sekresi air mata, air liur,

urin, asam lambung serta lisozim dalam air mata.

13

2) Simbiosis dengan bakteri flora normal yang memproduksi zat yang dapat

mencegah invasi mikroorganisme seperti laktobasilus pada epitel organ.

3) Innate immunity

4) Imunitas spesifik yang didapat.

Respon Imune  Innate, Respon ini merupakan mekanisme pertahanan

tubuh non-spesifik yang mencegah masuk dan menyebarnya mikroorganisme

dalam tubuh serta mencegah terjadinya kerusakan jaringan. Ada beberapa

komponen innate immunity, yaitu :

1. Pemusnahan bakteri intraselular oleh sel poli-morfonuklear (PMN) dan

makrofag.

2. Aktivasi komplemen melalui jalur alternatif.

3. Degranulasi sel mast yang melepaskan mediator inflamasi.

4. Protein fase akut: C-reactive protein (CRP) yang mengikat

mikroorganisme, selanjutnya terjadi aktivasi komplemen melalui jalur

klasik yang menyebabkan lisis mikroorganisme.

5. Produksi interferon alfa (IFN-α) oleh leukosit dan interferon beta (IFN-

β) oleh fibroblast yang mempunyai efek antivirus.

6. Pemusnahan mikroorganisme ekstraselular oleh sel natural killer (sel

NK) melalui pelepasan granula yang mengandung perforin.

7. Pelepasan mediator eosinofil seperti  major basic protein (MBP) dan

protein kationik yang dapat merusak membran parasit.

Respon Imunitas SpesifikBila mikroorganisme dapat melewati

pertahanan nonspesifik/innate immunity, maka tubuh akan membentuk

mekanisme pertahanan yang lebih kompleks dan spesifik. Mekanisme imunitas

ini memerlukan pengenalan terhadap antigen lebih dulu. Mekanisme imunitas

spesifik ini terdiri dari imunitas humoral, yaitu produksi antibodi spesifik oleh sel

limfosit B (T dependent dan non T dependent) dan mekanisme Cell mediated

immunity (CMI). Sel limfosit T berperan pada mekanisme imunitas ini melalui

produksi sitokin serta jaringan interaksinya dan sel sitotoksik matang di bawah

pengaruh interleukin 2 (IL-2) dan interleukin 6 (IL-6).

14

2. Mekanisme Respon Tubuh terhadap Serangan Mikroba atau bakteri

Respons tubuh terhadap serangan mikroba dapat terjadi dalam

beberapa jenjang tahapan. Tahapan pertama bersifat nonspesifik atau innate, yaitu

berupa respons inflamasi. Tahapan kedua bersifat spesifik dan adaptif, yang

diinduksi oleh komponen antigenik mikroba. Tahapan terakhir adalah respon

peningkatan dan koordinasi sinergistik antara sel spesifik dan nonspesifik yang

diatur oleh berbagai produk komponen respon inflamasi, seperti mediator kimia.

a. Imunologi Toleransi Terhadap Antigen bakteri

Toleransi adalah properti dari host dimana ada pengurangan

imunologis spesifik dalam respon imun terhadap antigen tertentu. Toleransi ke

Antigen bakteri tidak melibatkan kegagalan umum dalam respon imun tetapi

kekurangan tertentu dalam kaitannya dengan antigen dari bakteri tertentu.  Jika

ada respon kekebalan yang tertekan terhadap antigen yang relevan dari parasit,

proses infeksi difasilitasi. Toleransi dapat melibatkan baik AMI (Antibody-

Mediated Immunity) atau CMI (Cell Mediated Immunity) atau kedua lengan

dari respon imunologi. Toleransi terhadap suatu Antigen dapat timbul dalam

berbagai cara, tetapi tiga yang mungkin relevan dengan infeksi bakteri.

Paparan Antigen  Janin terpapar Antigen. Jika janin terinfeksi pada tahap

tertentu dari perkembangan imunologi, mikroba Antigen dapat dilihat

sebagai “diri”, dengan demikian menyebabkan toleransi (kegagalan untuk

menjalani respon imunologi) ke Antigen yang dapat bertahan bahkan

setelah kelahiran.

High persistent doses of circulating Antigen. Toleransi terhadap bakteri

atau salah satu produknya mungkin timbul ketika sejumlah besar antigen

bakteri yang beredar dalam darah menyebabkan sistem kekebalan menjadi

kewalahan.

Molecular mimicry. Jika Antigen bakteri sangat mirip dengan “antigen”

host normal, respon kebal terhadap Antigen ini mungkin lemah

memberikan tingkat toleransi. Kemiripan antara Antigen bakteri dan host

Antigen disebut sebagai mimikri molekuler.  Dalam hal ini determinan

antigenik dari bakteri sangat erat terkait kimiawi untuk host komponen

jaringan yang sel-sel imunologi tidak dapat membedakan antara dua dan

respon imunologi tidak dapat ditingkatkan.  Beberapa kapsul bakteri

15

tersusun dari polisakarida (hyaluronic acid, asam sialic) sehingga mirip

dengan host polisakarida jaringan yang tidak imunogenik.

b. Antibodi yang diserap oleh Antigen bakteri Larut

Antigen ini larut dan dapat menggabungkan dengan “menetralisir”

antibodi sebelum mereka mencapai sel-sel bakteri.  Misalnya, sejumlah kecil

endotoksin (LPS) dapat dilepaskan ke cairan sekitarnya oleh bakteri Gram-

negatif. Otolisis bakteri Gram-negatif atau Gram-positif dapat melepaskan

komponen antigen permukaan dalam bentuk yang larut. Streptococcus

pneumoniae dan Neisseria meningitidis diketahui melepaskan polisakarida

kapsuler selama pertumbuhan dalam jaringan. Bakteri ini ditemukan dalam

serum pasien dengan pneumonia pneumokokus dan dalam cairan serebrospinal

pasien dengan meningitis.

3. Mekanisme Respon Tubuh terhadap Serangan Virus

Virus berbeda dengan agen penyebab infeksi lainnya dalam hal struktur dan

biologi, khususnya reproduksi. Walaupun virus membawa informasi genetik

didalam DNA atau RNA, tetapi ada kekurangan sistem sintesis yang diperlukan

untuk memproses informasi ini kedalam materi virus baru.

Pertama-tama virus harus membentuk messenger RNA (mRNA). Virus hanya 

mempunyai salah satu asam nukleat yaitu RNA atau DNA dan tidak pernah

kedua-duanya. Asam nukleat tampil sebagai single atau double strandad  dalam

bentuk linier (DNA dan RNA) atau sirkuler (DNA). Genom dari virus terdapat

dalam satu atau beberapa molekul dari asam nukleat. Dengan diversitas ini maka

tidak heran bila proses replikasi dari tiap virus berbeda. Pada virus DNA, mRNA

dapat dibentuk sendiri oleh virus dengan cara menggunakan RNA polimerase dari

sel inang, kemudian langsung mentranskrip kode genetik yang berada pada DNA

virus. Sedangkan virus RNA tidak dapat dengan cara ini, karena tidak ada

polymerase dari sel inang yang sesuai. Oleh karena itu untuk melakukan

transkripsi  maka virus harus menyediakan sendiri polimerasenya yang dapat

diperoleh dari nukleokapsid atau disintesa setelah infeksi.

Respon imun terhadap serangan virus melibatkan interferon. Interferon

merupakan sitokin yang mengatur aktivitas semua komponen sistem imun, 

merupakan  bagian  dari  sistem  imun  non-spesifik  yang  timbul  pada  tahap

16

awal  infeksi  virus sebelum timbulnya reaksi dari  sistem  imun spesifik.

Interferon gamma  (IFN-γ)  dihasilkan  oleh  sel  T  yang  telah  teraktivasi  dan 

sel  NK,  sebagai reaksi  terhadap  antigen  (termasuk  antigen  virus  dalam 

derajat  rendah)  atau sebagai  akibat  stimulasi  limfosit  oleh  mitogen.  IFN-γ 

meningkatkan  ekspresi molekul  MHC-II  pada  Antigen  Presenting  Cell 

(APC)  yang  kemudian  akan meningkatkan  presentasi  antigen  pada  sel  T 

helper.  IFN-γ  juga  dapat mengaktifkan kemampuan  makrofag untuk  melawan 

infeksi  virus (aktivitas virus intrinsik) dan  membunuh  sel  lain  yang telah

terinfeksi (aktivitas  virus ekstrinsik) (Ianaro 2000).

4. Mekanisme Respon Tubuh terhadap Serangan Bakteri

Bakteri adalah kelompok organisme yang tidak memiliki membran

inti. Beberapa kelompok bakteri dikenal sebagai agen penyebab infeksi dan

penyakit. Bakteri dapat ditemukan di hampir semua tempat seperti di tanah, air,

udara, dalam simbiosis dengan organisme lain maupun sebagai agen parasit

(patogen), bahkan dalam tubuh manusia. Respon imun terhadap sebagian besar

antigen seperti bakteri ini hanya dimulai bila antigen telah ditangkap dan diproses

serta dipresentasikan oleh sel APC (Antigen Presenting Cell).

a. Respons imun terhadap bakteri ekstraselular

Bakteri ekstraselular dapat menimbulkan penyakit melalui beberapa

mekanisme yaitu:

1. Merangsang reaksi inflamasi yang menyebabkan destruksi jaringan di

tempat infeksi. Sebagai contoh misalnya kokus piogenik yang sering

menimbulkan infeksi supuratif yang hebat.

2. Produksi toksin yang menghasilkan berbagai efek patologik. Toksin dapat

berupa endotoksin dan eksotoksin. Endotoksin yang merupakan komponen

dinding bakteri adalah suatu lipopolisakarida yang merupakan stimulator

produksi sitokin yang kuat, suatu ajuvan serta aktifator poliklonal sel

limfosit B. Sebagian besar eksotoksin mempunyai efek sitotoksik dengan

mekanisme yang belum jelas benar.

17

unitas Alamiah terhadap Bakteri Ekstraselular

Respon imun alamiah terhadap bakteri ekstraselular terutama

melalui mekanisme fagositosis oleh neutrofil, monosit serta makrofag

jaringan. Resistensi bakteri terhadap fagositosis dan penghancuran dalam

makrofag menunjukkan virulensi bakteri. Aktivasi komplemen tanpa

adanya antibodi juga memegang peranan penting dalam eliminasi bakteri

ekstraselular. Lipopolisakarida (LPS) dalam dinding bakteri gram negatif 

dapat mengaktivasi komplemen jalur alternatif tanpa adanya antibodi.

Salah satu hasil aktivasi komplemen ini yaitu C3b mempunyai efek

opsonisasi bakteri serta meningkatkan fagositosis. Selain itu terjadi lisis

bakteri melalui membrane attack complex (MAC) serta beberapa hasil

sampingan aktivasi komplemen dapat menimbulkan respon inflamasi

melalui pengumpulan serta aktivasi leukosit.

Imunitas Spesifik terhadap Bakteri Ekstraselular

Kekebalan humoral mempunyai peran penting dalam respon kekebalan

spesifik terhadap bakteri ekstraselular. Lipopolisakarida merupakan

komponen yang paling imunogenik dari dinding sel atau kapsul

mikroorganisme serta merupakan antigen yang thymus independent.

Antigen ini dapat langsung merangsang sel limfosit B yang menghasilkan

imunoglobin (Ig)M spesifik yang kuat. Selain itu produksi IgG juga

dirangsang yang mungkin melalui mekanisme perangsangan isotype

switching rantai berat oleh sitokin. Respon sel limfosit T yang utama

terhadap bakteri ekstraselular melalui sel TCD4 yang berhubungan

dengan molekul MHC kelas II yang mekanismenya telah dijelaskan

sebelumnya. Sel TCD4 berfungsi sebagai sel penolong untuk merangsang

pembentukan antibodi, aktivasi fungsi fagosit dan mikrobisid makrofag.

Ada 3 mekanisme efektor yang dirangsang oleh IgG dan IgM serta

antigen permukaan bakteri, yaitu:

1. Opsonisasi bakteri oleh IgG serta peningkatan fagositosis dengan

mengikat reseptor Fc pada monosit, makrofag dan neutrofil. Antibodi

IgG dan IgM mengaktivasi komplemen jalur klasik yang

menghasilkan C3b dan iC3b yang mengikat reseptor komplemen

18

spesifik tipe 1 dan tipe 3 dan selanjutnya terjadi peningkatan

fagositosis. Pasien defisiensi C3 sangat rentan terhadap infeksi

piogenik yang hebat.

2. Netralisasi toksin bakteri oleh IgM dan IgG untuk mencegah

penempelan terhadap sel target serta meningkatkan fagositosis untuk

eliminasi toksin tersebut.

3. Aktivasi komplemen oleh IgM dan IgG untuk menghasilkan

mikrobisid MAC serta pelepasan mediator inflamasi akut.

b. Respons Imun terhadap Bakteri Intraselular

Sejumlah bakteri dan semua virus serta jamur dapat lolos dan

mengadakan replikasi di dalam sel pejamu. Yang paling patogen di antaranya

adalah yang resisten terhadap degradasi dalam makrofag.

Imunitas Alamiah terhadap Bakteri Intraselular

Mekanisme terpenting imunitas alamiah terhadap mikroorganisme

intraselular adalah fagositosis. Akan tetapi bakteri patogen intraselular

relatif resisten terhadap degradasi dalam sel fagosit mononuklear. Oleh

karena itu mekanisme kekebalan alamiah ini tidak efektif dalam mencegah

penyebaran infeksi sehingga sering menjadi kronik dan eksaserbasi yang

sulit diberantas.

Imunitas Spesifik terhadap Bakteri Intraselular

Respon imun spesifik terhadap bakteri intraselular terutama

diperankan oleh  cell mediated  immunity (CMI). Mekanisme imunitas ini

diperankan oleh sel limfosit T tetapi fungsi efektornya untuk eliminasi

bakteri diperani oleh makrofag yang diaktivasi oleh sitokin yang

diproduksi oleh sel T terutama interferon-α (IFN-α). Respon imun ini

analog dengan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Antigen protein

intraselular merupakan stimulus kuat sel limfosit T. Beberapa dinding sel

bakteri mengaktivasi makrofag secara langsung sehingga mempunyai

fungsi sebagai ajuvan. Misalnya muramil dipeptida pada dinding sel

mikrobakteria.

19

E. Faktor yang mempengaruhi sistem imun

Beberapa faktor yang mempengaruhi sistem imun, yaitu :

1. Genetik

Kerentanan seseorang terhadap penyakit ditentukan oleh gen hla/mhc.

Genetis sangat berpengaruh terhadap system imun, hal ini dapat

dibuktikandangan suatu penelitian yang dibuktikan bahwa pasangan anak kembar

homozigot lebihrentan terhadap suatu allergen dibandingkan dengan pasangan

anak kembar yangheterozigot. Hal ini membuktikan bahwa factor hereditas

mempengaruhi system imun

2. Umur

Hipofungsi sistim imun pd bayi mudah infeksi, pada orang tua

autoimun & kanker. Usia juga mempengaruhi system imun, pada saat usia balita

dan anak-anak systemimun belum matang di usia muda dan system imun akan

menjadi matang di usia dewasadan akan menurun kembali saat usia lanjut

3. Metabolik

o Penderita penyakit metabolik/ pengobatan

o rentan terhadap infeksi

4. Stres

Stres dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh karena melepas

hormonseperti neuro-endokrin, glukokortikoid dan katekolamin. Stres bahkan

bisa berdampak  buruk pada produksi antibodi

5. Lingkungan dan nutrisi : mudah infeksi karena:

o eksposur

o berkurang daya tahan karena malnutrisi

6. Anatomis: pertahanan terhadap invasi m.o : kulit, mukosa.

7. Hormone

Pada saat sebelum masa reproduksi, system imun lelaki dan perempuan

adalahsama, tetapi ketika sudah memasuki masa reproduksi, system imun antara

keduanyasangatlah berbeda. Hal ini disebabkan mulai adanya beberapa hormone

yangmuncul.Pada wanita telah diproduksi hormone estrogen yang mempengaruhi

sintesis IgGdan IgA menjadi lebih banyak (meningkat). Dan peningkatan

produksi IgG dan IgAmenyebabkan wanita lebih kebal terhadap infeksi.

20

Sedangkan pada pria telah diproduksihormone androgen yang bersifat

imunosupresan sehingga memperkecil resiko penyakitautoimun tetapi tidak

membuat lebih kebal terhadap infeksi.Oleh karenanya, wanita lebih banyak

terserang penyakit autoimun dan pria lebih sering terinfeksi.

8. Olahraga

Olahraga berlebihan bisa membakar lebih banyak oksigen dalam

tubuh.Pembakaran yang berlebihan menghasilkan radikal bebas yang menyerang

sel sistem kekebalan tubuh dan menurunkan jumlahnya.

9. Tidur

Studi yang dilakukan oleh Michael Irwin dari Universitas

Californiamenunjukkan bahwa kurang tidur menyebabkan perubahan dalam

jaringan sitokin

10. Fisiologis

o cairan lambung

o silia .respirasi

o aliran urin

o sekresi kulit bersifat bakterisid

o enzim

o antibodi

F. penyakit yang dapat menyerang sistem immun..

a) Alergi

Alergi atau hipersensivitas adalah respons imun yang berlebihan

terhadap senyawa yang masuk ke dalam tubuh. Senyawa tersebut dinamakan

alergen. Alergen dapat berupa debu, serbuk sari, gigitan serangga, rambut kucing,

dan jenis makanan tertentu, misalnya udang.

Proses terjadinya alergi diawali dengan masuknya alergen ke dalam

tubuh yang kemudian merangsang sel B plasma untuk menyekresikan antibod

IgE. Alergen yang pertama kali masuk ke dalam tubuh tidak akan menimbulkan

alergi, namun IgE yang terbentuk akan berikatan dengan mastosit. Akibatnya,

ketika alergen masuk ke dalam tubuh untuk kedua kalinya, alergen akan terikat

pada IgE yang telah berikatan dengan mastosit. Mastosit kemudian melepaskan

histamin yang berperan dalam proses inflamasi. Respons inflamasi ini

21

mengakibatkan timbulnya gejala alergi seperti bersin, kulit terasa gatal, mata

berair, hidung berlendir, dan kesulitan bernapas. Gejala alergi dapat dihentikan

dengan pemberian antihistamin.

b) Autoimunitas

Autoimunitas merupakan gangguan pada sistem kekebalan tubuh saat

antibodi yang diproduksi justru menyerang sel-sel tubuh sendiri karena tidak

mampu membedakan sel tubuh sendiri dengan sel asing. Autoimunitas dapat

disebabkan oleh gagalnya proses pematangan sel T di kelenjar timus.

Autoimunitas menyebabkan beberapa kelainan, yaitu :

1. Diabetes mellitus

Diabetes mellitus disebabkan oleh antibodi yang menyerang sel-sel

beta di pankreas yang berfungsi menghasilkan hormon insulin. Hal ini

mengakibatkan tubuh kekurangan hormon insulin sehingga kadar gula

darah meningkat.

2. Myasthenia gravis

Myasthenia gravis disebabkan oleh antibodi yang menyerang otot lurik

sehingga otot lurik mengalami kerusakan.

3. Addison’s disease

Addison’s disease disebabkan oleh antibodi yang menyerang kelenjar

adrenal. Hal ini mengakibatkan berat badan menurun, kadargula darah

menurun, mudah lelah, dan pigmentasi kulit meningkat.

4. Lupus

Lupus disebabkan oleh antibodi yang menyerang tubuh sendiri. Pada

penderita lupus, antibodi menyerang tubuh dengan dua cara, yaitu :

Antibodi menyerang jaringan tubuh secara langsung. Misalnya, antibodi

yang menyerang sel darah merah sehingga menyebabkan anemia.

Antibodi bergabung dengan antigen sehingga membentuk ikatan yang

dianamakan kompleks imun. Dalam kondisi normal, sel asing yang

antigennya telah diikat oleh antibodi selanjutnya akan ditangkap dan

dihancurkan oleh sel-sel fagosit. Namun, pada penderita lupus, sel-sel asing

ini tidak dapat dihancurkan oleh sel-sel fagosit dengan baik. Jumlah sel

fagosit justru akan semakin bertambah sambil mengeluarkan senyawa yang

menimbulkan inflamasi. Proses inflamasi ini akan menimbulkan berbagai

22

gejala penyakit lupus. Jika terjadi dalam jangka panjang, fungsi organ tubuh

akan terganggu.

5. Radang sendi (artritis reumatoid)

Radang sendi merupakan penyakit autoimunitas yang menyebabkan

peradangan dalam waktu lama pada sendi. Penyakit ini biasanya mengenai

banyak sendi dan ditandai dengan radang pada membransinovial dan

struktur sendi, atrofi otot, serta penipisan tulang.

c) AIDS

AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan

berbagai penyakit yang disebabkan oleh melemahnya sistem kekebalan tubuh.

Penyakit ini disebabkan oleh infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang

menyerang sel T pembantu yang berfungsi menstimulasi pembentukan sel B

plasma dan jenis sel T lainnya. Hal ini mengakibatkan berkurangnya kemampuan

tubuh dalam melawan berbagai kuman penyakit.

Sel T pembantu menjadi target utama HIV karena pada permukaan sel

tersebut terdapat molekul CD4 sebagai reseptor. Infeksi dimulai ketika molekul

glikoprotein pada permukaan HIV menempel ke reseptor CD4 pada permukaan

sel T pembantu. Selanjutnya, HIV masuk ke dalam sel T pembantu secara

endositosis dan mulai memperbanyak diri. Kemudian, virus-virus baru keluar dari

sel T yang terinfeksi secara eksositosis atau melisiskan sel.

Jumlah sel T pada orang normal sekitar 1.000 sel/mm3 darah,

sedangkan pada penderita AIDS, jumlah sel T-nya hanya sekitar 200 sel/mm3.

Kondisi ini menyebabkan penderita AIDS mudah terserang berbagai penyakit

seperti TBC, meningitis, kanker darah, dan melemahnya ingatan.

Penderita HIV positif umumnya masih dapat hidup dengan normal

dantampak sehat,tetapi dapat menularkan virus HIV.Penderita AIDS adalah

penderitaHIV positif yang telah menunjukkan gejala penyakit AIDS. Waktu yang

dibutuhkan seorang penderita HIV positif untuk menjadi penderita AIDS relatif

lama,yaitu antara 5-10 tahun.Bahkan ada penderita HIV positif yang seumur

hidupnya tidak menjadi penderita AIDS.Hal tersebut dikarenakan virus HIV

didalam tubuh membutuhkan waktu untuk menghancurkan sistem kekebalan

tubuh penderita. Ketika sistem kekebalan tubuh sudah hancur, penderita HIV

positif akan menunjukkan gejala penyakit AIDS. Penderita yang telah mengalami

23

gejala AIDS atau penderita AIDS umumnya hanya mampu bertahan hidup selama

dua tahun.

Gejala-gejala penyakit AIDS yaitu :

Gangguan pada sistem saraf

Penurunan libido

Sakit kepala

Demam

Berkeringat pada malam hari selama berbulan-bulan

Diare

Terdapat bintik-bintik berwarna hitam atau keunguan pada sekujur tubuh

Terdapat banyak bekas luka yang belum sembuh total

Terjadi penurunan berat badan secara drastis

Cara penularan virus HIV/AIDS :

Hubungan seks dengan penderita HIV/AIDS

Pemakaian jarum suntik bersama-sama dengan penderita

Transfusi darah yang terinfeksi HIV/AIDS

Bayi yang minum ASI penderita HIV/AIDS atau dilahirkan dari seorang ibu

penderita HIV/AIDS

Cara mencegah penularan HIV/AIDS :

Menghindari hubungan seks di luar nikah

Memakai jarum suntik yang steril

Menghindari kontak langsung dengan penderita HIV/AIDS yang terluka

Menerima transfusi darah yang tidak terinfeksi HIV/AIDS

d) . Penyakit Sindrom Goodpasture

Sindrom Goodpasture adalah penyakit langka yang dapat

mempengaruhi paru-paru dan ginjal. Penyakit ini disebut juga sebagai penyakit

antibodi anti-glomerular basement, itu adalah suatu penyakit autoimun dimana

sistem pertahanan tubuh bereaksi terhadap beberapa bagian dari tubuh itu sendiri.

Ketika system kekebalan tubuh bekerja normal, sistem ini akan menciptakan

antibodi untuk melawan kuman. Dalamsindrom Goodpasture, sistem kekebalan

tubuh membuat antibodi menyerang paru-paru dan ginjal.

24

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sistem imun adalah sistem pertahanan yang ada pada tubuh manusia

yang berfungsi untuk menjaga manusia dari benda-benda yang asing bagi

tubuh manusia. Pada sistem imun ada istilah yang disebut Imunitas. Imunitas

sendiri adalah ketahanan tubuh kita atau resistensi tubuh kita terhadap suatu

penyakit. Jadi sistem imun pada tubuh kita mempunyai imunitas terhadap

berbagai macam penyakit yang dapat membahayakan tubuh kita.

Ketika mikroba masuk ke dalam tubuh manusia, mikroba tersebut akan

melewati 3 lapis pertahanan sistem imun. Pertahanan lapis pertama berisi

sistem imun non-spesifik terutama fisik/mekanis, biokimia, dan humoral.

Pertahanan ini akan mencegah masuknya mikroba masuk ke dalam tubuh.

Pertahanan lapis kedua berisi sistem imun non-spesifik khususnya yang

selular. Pertahanan selular ini nantinya akan mencegah mikroba yang berhasil

masuk ke dalam tubuh dengan menghancurkannya. Pertahanan ketiga adalah

sistem imun spesifik. Ini akan menangani mikroba yang masih belum

ditangani oleh sistem imun non-spesifik.

B. Saran

Supaya makalah ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi

pembaca, maka penulis menyarankan :

Jagalah pola hidup yang sehat agar tidak mudah terserang penyakit

Perhatikanlah setiap makanan yang akan dikonsumsi

Jagalah kebersihan lingkungan sekitar

25

DAFTAR PUSTAKA

Garna Baratawidjaja Karnen dan Rengganis Iris. 2009. Imunologi Dasar edisi VIII.

Jakarta Balai

Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Ernets, Jawetz. 1996. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 20. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1994. “Buku Ajar

Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi”. Jakarta: Penerbit Binarupa Aksara. 26

26