Upload
lamdieu
View
224
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
Halaman 1 dari 22
SP101
The Art of Selling
Transkrip
Minggu 5: The 5Cs (Character, Concept, Content, Convenience,
Commitment), and Entrepreneurship
Video 1: Pemasaran (Marketing)
Video 2: Character
Video 3: Concept
Video 4: Content
Video 5: Convenience
Video 6: Commitment
Video 1: Pemasaran (Marketing)
Siswa IndonesiaX dimanapun Anda berada, selamat pagi! Kalau masih belum tahu artinya
selamat pagi, cek di acara sebelumnya atau di pelajaran sebelumnya. Ok siswa IndonesiaX,
seperti yang saya janjikan, kali ini saya akan bedah, ya, saya akan bedah segala sesuatu
tentang product, yang saya beri nama, saya beri nama formula ini adalah 5C.
5C. 5C itu adalah, C yang pertama adalah character, C yang kedua adalah concept, C yang
ketiga adalah content, C yang keempat adalah convenience dan C yang kelima adalah
commitment. Nah, sebelum kita masuk ke sana, saya ingin sekali lagi mengulang supaya kita
ingat kembali secara keseluruhan, apa sih marketing itu sebenarnya?
Nah, definisi marketing itu penting untuk kita ketahui supaya ketika kita menerjemahkan
atau mencoba mengonsep satu produk, paling tidak kita mengerti kenapa kita harus bikin
konsep produk tersebut supaya produk itu bisa diterima oleh masyarakat. Nah, definisi
marketing itu adalah how to satisfy customers needs, wants and problems, bagaimana
caranya kita bisa memuaskan atau memberi jawaban dari semua permasalahan yang ada,
Halaman 2 dari 22
SP101
semua kebutuhan dan keinginan dari calon pembeli kita, calon pelanggan kita. Nah, kalau
kita bisa menawarkan itu dan menyampaikan itu kepada mereka, maka menjual itu tidak
lagi menjadi sulit.
Jadi, faktor ini penting sekali, sehingga di dalam banyak kesempatan, kalau kita bicara
marketing, dulu saya pakai 4P ya, 4P ya, tapi sekarang saya pakai 7P. 4P itu adalah product,
price, place dan promotion, tapi saya sekarang lebih suka pakai 7P. Ini umum sekali lah,
semua orang juga sudah tahu, tapi kenapa saya suka menggunakan 7P?
Karena ada tambahan dari process, kemudian ada physical evidence dan juga people. Karena
menurut saya, apapun juga yang kita jual, people itu selalu ada. Jadi, nggak mungkin kita
mengerjakan, menjual, process-nya itu kita lakukan tanpa manusia, nggak mungkin.
Sekalipun, ya, sekalipun kita punya online business, tetap people itu ada di situ. Karena
pembelinya adalah people dan penjualnya juga adalah people, media pengantarnya atau
media untuk melakukan penjualannya, bisa menggunakan segala macam cara, tapi tetap
process-nya itu harus dilakukan oleh manusia. Dan, process itu sendiri, pada hari ini sudah
begitu banyak hal-hal yang bisa menguntungkan untuk memperpendek proses penjualan
atau memermudah proses penjualan atau menyederhanakan proses penjualan, tapi process
itu sendiri tetap ada.
Jadi, ada baiknya kalau kita juga membedah process itu supaya kalau kita gagal kita tahu
kegagalannya di mana. Kalau kita berhasil, apa yang menjadi kekuatan kita, kitapun juga
bisa mengerti. Tapi, di lebih dari pada semuanya, saya suka dengan satu kata namanya
physical evidence.
Nah, khususnya saya, ya, selama beberapa tahun terakhir ini, kurang lebih sekitar 21 tahun
terkahir, oh salah, bukan 21, 25 tahun terakhir, saya sangat mendalami property. Nah,
physical evidence itu menjadi kekuatan. Jadi, kalau kita jualan, jualan, jualan, jualan, jualan,
tapi buktinya nggak ada, orang bilang begini, “Ah, ngomong doang.”, nah begitu ya.
“OMDO. Omong doang.”. Tapi, kalau kita bisa menyajikan physical evidence, kita bisa
memberi bukti dari apa yang kita janjikan, maka menjual juga tidak menjadi sulit. Menjual
akan mudah.
Halaman 3 dari 22
SP101
Kenapa? Karena pada waktu kita berikan physical evidence, pada waktu kita berikan bukti
dan bukan janji, maka trust itu akan tercipta. Trust yang tadinya mahal, saya berkali-kali
saya katakan dari guru saya Pak Rhenald Kasali, beliau pernah mengajarkan beberapa puluh
tahun yang lalu, mengingatkan bahwa kita ini hidup di lingkungan namanya low trust society,
lingkungan dimana trust itu begitu rendah.
Jadi, kalau kita sudah punya trust, asal kita punya trust, menjual tidak lagi sulit. Apapun
yang kita kerjakan, orang bisa menerimanya. Makannya hati-hati dengan turst.
Trust itu sesuatu yang kita bisa, ah, untuk membangunnya perlu waktu lama, perlu biaya
banyak, perlu energi banyak, perlu gotong royong untuk membangun trust, tapi
menghilangkannya cepat sekali, cepat sekali. Saudara, dengan membuat kebodohan-
kebodohan dan mengabaikan banyak hal yang negatif, trust bisa berkurang. Dan,
percayalah, lama-lama juga bisa hilang.
Untuk itu harus kita pelihara dan harus kita kembangkan terus. Nah, salah satu dari apa yang
penting sekali dari product, adalah menjaga agar produk yang kita berikan bukan makin
lama makin buruk. Kalau bisa, makin lama makin baik, makin baik lagi, makin baik lagi dan
terus menerus dengan berkembangnya zaman, produk kita pun ikut berkembang menjadi
makin baik, sehingga produk kita tidak akan kehilangan para pembelinya.
Makannya di dalam pelajaran, ah, mengenai, from suspect to partner, bagaimana pembeli itu
bisa kita didik, bisa kita ajari dan yang tadinya curiga sampai bisa beli, punya trust, sampai
bisa jadi pembeli yang berulang-ulang namanya pelanggan, customer, sampai loyal
customer, sampai akhirnya menjadi partner. Bagaimana mungkin bisa? Bisa, asal diberikan
kesempatan untuk menumbuhkan trust, maka trust makin lama akan makin tinggi.
Nah, salah satu yang mengupayakan hal tersebut adalah dari product. Nah, saya beri nama
5C ini, julukan lainnya adalah right product. Product yang tepat.
Ini, seperti yang dikatakan oleh Peter Drucker. Peter Drucker mengatakan, bisnis itu
sebenarnya punya dua komponen inti, dua komponen utama yang penting sekali. Yang
pertama itu adalah right product.
Halaman 4 dari 22
SP101
Yang kedua, marketing network, ya, jaringan pemasaran. Nah, kita bicara mengenai right
product ini. Nah, right product ini adalah untuk melengkapi supaya apa yang kita akan, from
good to great, dari baik menjadi hebat, menjadi luar biasa.
Tentunya kita ingin bisnis kita, usaha kita, yang baik menjadi luar biasa. Ok? Are you ready?
Saudara siap semuanya?
Video 2: Character
Ok, kita masuk, ya. 5C, ya, seperti yang tadi saya katakan, C yang pertama adalah character,
C yang kedua adalah concept, C yang ketiga adalah content, C yang keempat adalah
convenient dan C yang kelima adalah commitment. Nah, ok, siap-siap kita masuk C yang
pertama, character.
Apa sih character itu? Nah, kalau kita pelajari, kita buka kamus, ya, ada kamus yang terkenal,
ah, yang sangat terkenal namanya Merriam-Webster Dictionary, dia mencoba menjabarkan,
apa sih artinya character? Nah, character itu ada tiga hal yang penting dalam character. Jadi,
kalau kita mau bicara mengenai character product atau 5C, salah satu yang pertama adalah
character.
Coba kita baca, kita lihat, kita ulas, kita renungkan. Nah, character itu katanya adalah cara
seseorang untuk berpikir, cara seorang berprilaku, cara seorang menunjukkan
kepribadiannya, itu dasarnya adalah character. Jadi, seseorang itu bisa bertindak, berpikir,
berprilaku, itu semuanya, emosinya, keinginannya, itu semua tercermin dalam satu kata
namanya character.
Nah, untuk kita bisa menciptakan product yang baik, kita juga pertama kali harus belajar
untuk melihat character dalam pribadi seseorang. Yang kedua dikatakan, di kamus yang tadi
saya katakan, dictionary itu, dikatakan adalah satu kumpulan prestasi, satu kumpulan
kualitas yang dipahami bersama-sama dari satu kelompok orang atau mau satu kelompok,
ah, satu kelompok orang di satu lokasi atau di satu perusahaan atau satu kelompok
Halaman 5 dari 22
SP101
organisasi, ataupun juga dalam satu negara, satu kebiasaan yang terus-menerus dalam satu
lingkungan, satu daerah, itupun juga namanya character. Nah, nanti secara detail, saya akan
jelaskan pentingnya apa?
Penting sekali, saudara. Jadi, hati-hati kalau kita mau memasarkan suatu, masuk ke suatu
daerah, kita harus pelajari karakter daerahnya itu apa, maksud saya itu. Nah, yang ketiga
adalah, juga mengenai sekumpulan prestasi, sekumpulan kualitas, yang ketiga, definisinya,
“Sekumpulan prestasi, sekumpulan kualitas yang bisa kita rasakan di satu daerah.”, ya.
Di satu daerah itu, ada satu daerah yang harga tanahnya begitu mahal, ya, saudara bisa
rasakan ada sesuatu yang, yang terjadi di daerah itu. Ada satu kebiasaan, ada satu gaya
hidup, ada satu, sesuatu yang, yang ada di situ yang saudara bisa tahu, yang satu kumpulan
prestasi ataupun satu kumpulan kualitas yang memberikan nilai tambah kepada daerah
tersebut, atau kepada produk tersebut, sehingga, sehingga, daerah itu atau produk itu atau
apapun, makanan atau property atau rumah itu menjadi atau mempunyai kelas yang
berbeda. Itu ditentukan oleh character.
Nah, character ini asalnya sudah ada, tapi kita bisa tingkatkan, kita bisa pelajari dan kita bisa
buat itu makin lama makin baik. Saya belajar, saudara, lama sekali, bertahun-tahun,
puluhan tahun, untuk satu hal yang namanya character. Karena manusia itu ditentukan oleh
character.
Nah, pertanyaan saya, bisakah manusia mempunyai character yang lebih baik? Atau dengan
kata lain, bisakah manusia berubah character-nya, dari kurang baik menjadi baik dan
akhirnya menjadi baik sekali? Jawabannya, bisa.
Caranya bagaimana? Ada satu nasehat yang simple sekali. Dikatakan, “Hati-hati dengan apa
yang ada di pikiran kita. Watch your thoughts. Hati-hati dengan yang ada di pikiran kita,
karena apa yang ada di pikiran kita, itu akan menjadi kata-kata kita. Dan, hati-hati dengan
kata-kata kita, karena kata-kata kita akan jadi tindakan kita. Dan, hati-hati dengan tindakan
kita, karena kalau kita teruskan, terus, terus, terus, itu jadi kebiasaan. Dan, hati-hati dengan
kebiasaan kita, kalau itu kita teruskan kebiasaan, itu akan menjadi character.”.
Halaman 6 dari 22
SP101
Hey, character, hati-hati, character itulah yang nanti akan menunjukkan jalan hidup kita.
Jadi, kalau saudara, kalau hari ini saudara mempunyai jalan hidup yang nggak bagus,
saudara punya kesempatan untuk merubah masa depanmu. Caranya bagaimana?
Mulai punya cara berpikir, isi otak kita dengan hal-hal yang positif, dengan hal-hal yang baik.
Kalau saudara terus memikirkan kegagalan, memikirkan hal yang buruk, maka jadilah
seperti itu hidupmu di masa yang akan datang. Demikian pula product, kalau kita ingin
membangun product yang baik, kita akan menciptakan hal yang baik, mulai dengan
pemikiran-pemikiran yang brilian supaya kita bisa mengembangkan produk itu menjadi
produk yang hebat.
Itu namanya concept, nanti setelah itu kita akan bicara. Tapi, kembali ke character, jadi
seperti yang saya katakan tadi, saya menjelaskan secara sederhana, tadi yang saya katakan,
character itu ada tiga, ya. Yang pertama adalah character dari satu lokasi, satu daerah.
Jadi, kalau kita mau jual product apa saja, property, makanan, mobil, buku, apa saja begitu,
pada waktu kita mulai memasarkan, coba kita lihat daerah yang kita mau pasarkan itu, itu
mereka punya karakter, punya kebiasaan-kebiasaan, punya apa namanya, prestasi-prestasi
atau hal-hal yang membanggakan mereka, yang bisa buat value atau kebanggaan atau
believe atau kepercayaan, yang menjadikan mereka memiliki satu identitas, itu namanya
character. Satu daerah itu bisa mempunyai character tersebut. Nah, kalau kita sudah tahu
daerah itu characternya seperti ini, saran saya kalau kita mau gampang, jangan pernah
menabrak karakter itu.
Bertahun-tahun di dalam bisnis saya, dalam usaha saya, dalam pekerjaan saya, saya
mempelajari mengenai gedung bertingkat di Indonesia, apalagi yang namanya apartment,
perumahan yang bertingkat, rumah susun (rusun), awalnya susah sekali saudara, di
Indonesia itu susah sekali. Kenapa susah? Karena orang Indonesia banyak yang suka
menempati rumah yang ada tanahnya.
Tapi perlahan-perlahan, pelan-pelan terjadi perubahan. Pada hari ini, rusun itu sudah tidak
sesulit menjualnya dibandingkan dengan beberapa puluh tahun yang lalu. Tapi, ada satu
daerah yang menurut saya masih susah, masih sulit untuk ditembus oleh rusun.
Halaman 7 dari 22
SP101
Daerah-daerah itu biasanya daerah-daerah yang, yang sampai hari ini susah. Ada satu, dua
rusun di sana, tapi tidak sesukses rusun-rusun yang dibangun di tempat lain. Contohnya,
misalkan di daerah, ah, pecinan, daerah, di Glodok, di daerah Kota, di Jakarta, itu nggak
mudah untuk membangun rusun di sana.
Memang harga tanah sudah mahal, tapi harusnya karena harga tanah mahal, rusun itu
menjadi jawaban. Tapi, untuk membangun rusun di sana tidak semudah orang membangun
rusun di tempat lain. Kenapa?
Karena character daerah dan character orang-orang di sana itu belum bisa menerima hal
tersebut. Nah, kalau kita melihat hal itu, maka kita harus bersikap lebih bijaksana.
Makannya, character itu perlu kita tahu sekali.
Jadi, pertama adalah lokasi, kedua adalah tentang orang-orangnya dan yang ketiga, waktu
kita menawarkan produk, apa saja produknya, misalkan saudara mau jual baso, saudara
mau jual rumah, jual mobil, mau jual apa saja, itu punya character tersendiri. Kalau yang
namanya rumah, dia punya character itu, rumah itu harus begini, citra-nya, kebiasaan-
kebiasaan orang tentang rumah di Indonesia itu seperti ini. Jadi, jangan pernah
membayangkan design yang dari luar negeri langsung masuk ke sini, belum tentu saudara.
Belum tentu. Saya sudah, ah, ah, lebih dari 25 tahun di property, tidak semudah orang
membalikan tangan. Memang kadang-kadang ada design-design tertentu, di luar negeri
sukses, masuk ke Indonesia langsung sukses.
Tapi nggak semua instant. Nggak semua instant. Ada proses pembelajaran yang lama.
Tapi kalau itu sesuai dengan keinginan dan sesuai dengan kebiasaan-kebiasaan yang ada di
Indonesia, apalagi sesuai juga dengan lokasi yang ada di Indonesia, maka itu biasanya
gampang diterima. Tapi kalau tidak, nggak bisa saudara. Contohnya yang gampang sekali, di
luar negeri, ya, di negeri-negeri yang 4 musim, curah hujan tidak sebanyak ada di Indonesia.
Jadi, rumah-rumah di sana, di, di mana-mana, di Amerika atau di Eropa, seringkali tipe
jendela ataupun gentingnya itu tidak sepanjang, jadi ada kayak topinya penutup, ah, topinya
sampai menutup semuanya. Di sana kadang-kadang pas-pasan juga ok, karena di sana curah
Halaman 8 dari 22
SP101
hujannya nggak setinggi di Indonesia. Tapi kalau model itu dipakai di Indonesia, wah, rumah
kita bisa bocor jendelanya, temboknya cepat kusam karena kena air hujan, ada banyak
masalah, sehingga mau nggak mau harus dimodifikasi desgin itu.
Tampangnya sama, tapi beberapa bagian dimodifikasi sesuai dengan karakter setempat.
Nah, ini penting sekali. Sama, saudara, ketika makanan Jepang masuk ke Indonesia, ketika
makanan-makanan yang ada di luar negeri masuk ke Indonesia, kayak hamburger, saudara,
ketika masuk Indonesia, makanan-makanan Jepang, makanan-makanan yang baru-baru
masuk Indonesia, mereka mengalami sedikit modifikasi. Adjustment, disesuaikan dengan
karakter yang ada di Indonesia dan kebiasaan-kebiasaan yang ada di Indonesia.
Saudara kalau tahu restaurant-restaurant cepat saji, ya, fast food restaurant yang jual ayam
goreng, yang pakai nasi di mana? Hanya di Indonesia. Kenapa?
Karena orang Indonesia makan nasi. Di Amerika, di Eropa nggak ada nasi di situ, yang ada
hanya roti, ya karena mereka makan roti, tapi di Indonesia kalau nggak ada nasi, kita belum
makan rasanya. Ada adjustment, ada penyesuaian, itulah pentingnya character.
Nah, kalau kita mau menciptakan produk, pelajari dulu character yang ada, supaya waktu
kita membuat konsep, yaitu langkah yang kedua, konsep kita akan tepat sekali.
Video 3: Concept
Ok, masuk ke C yang kedua. C yang kedua adalah concept. Nah, kok concept ini bisa namanya
concept?
Ada banyak hal yang, yang menjadi satu di dalam concept, ya, ada sisi-sisi berbagai macam
sisi-sisi yang diproyeksikan masuk ke dalam concept. Dari pandangan-pandangan, ah,
misalkan dari design, dari, ah, apa namanya kalau makanan ya dari cita rasanya, kalau
rumah itu dari segi arsiteknya, dari segi tekniknya, kalau mobil, di samping desgin juga
mungkin kekuatan dari mesin, kalau baju dari fashion-nya, juga dari ketahanannya, dari cara
mencucinya, eh, saudara, mengenai fashion hati-hati loh, saya berkali-kali bertemu dengan
para pengusaha-pengusaha yang ada di Indonesia, ternyata beda saudara, apa yang terjadi
Halaman 9 dari 22
SP101
di Amerika nggak bisa ‘plek’ dilakukan di sini, nggak bisa. Dari bahan pun terjadi
penyesuaian-penyesuaian.
Kenapa? Simple sekali. Orang-orang yang dia di Amerika, kalau pakai baju model musim
panas, paling lama hanya 3 bulan, mungkin hanya 2 bulan, setelah itu masuk lemari lagi.
Di Indonesia, bisa berkali-kali dipakai lagi, dipakai, cuci, pakai, cuci, pakai, kalau kualitasnya
sama, pasti ada perubahan, sehingga mau nggak mau, ada adjustment. Nah, hal-hal seperti
ini, pentingnya kita menggabungkan semua informasi yang kita pelajari dari character,
semua permasalahan yang ada, semua hal, semua pemandangan, dari berbagai macam sisi,
ya, dari helicopter view, dari bird eye view, dari pandangan datar, pandangan dari bawah,
dari semua hal. Mari kita tuangkan bersama dalam concept, mari kita proyeksikan bersama
di dalam concept.
Nah, concept itu apa? Kalau definisinya dari, ah, Merriam-Webster Dictionary dikatakan,
“Sesuatu yang ada di dalam pikiran kita. Sesuatu yang lahir dari pemikiran kita, yang
mungkin bisa abstract, tapi ini terus menerus menjadi satu kekuatan yang bisa
dikembangkan dan mau tidak mau ini akan menjadi suatu, satu hal yang nyata pada suatu
hari.”. Jadi, memang concept itu terus menerus awalnya itu dari pemikian-pemikiran banyak
orang.
Saya suka dengan cara berpikirnya orang Jepang, mereka percaya bahwa memikir bersama
itu jauh lebih hebat daripada berpikir sendirian. Saya setuju itu. Mungkin ada orang yang
nggak setuju, ya nggak apa-apa.
Tapi bagai saya, kenapa, why not? Jadi, pemikiran-pemikiran, misalkan bersama-sama, pasti
akan lebih baik. Nah, kalau misalkan, “Oh, tapi kalau bersama-sama mikirnya, waktunya
lama.”.
Oh, kalau soal waktu itu tinggal bagaimana kita mengaturnya. Kalau semua sudah diatur
dengan baik, saya yakin kita punya kesempatan untuk menuangkan hasil pikir tapi tetap
keputusan untuk melahirkan concept bisa dengan cepat. Nah, kalau concept itu sendiri,
diterjemahkan dalam bahasa yang simple, yang sederhana itu artinya apa?
Halaman 10 dari 22
SP101
Concept itu adalah kisah hebat di balik suatu product. A great story behind your product. A
great story, an amazing story, cerita yang mengagumkan, cerita yang begitu hebat.
Satu kali, istri saya memutuskan untuk beli handphone satu merek tertentu. Saya nggak tahu
kenapa dia beli handphone itu. Tapi saya tanya, pulang ke rumah, “Kok belinya handphone
ini? Kan tadinya mau beli yang ini? Kok beli yang ini?”.
Terus istri saya, seperti layaknya seorang salesman, dia bilang, “Tahu nggak, handphone ini
bisa begini, bisa begini, bisa begini, pencet sini keluar ini, kemudian ini, ini, ini.”, dia cerita
terus. Terus saya lihatin dan diam-diam saya kagum, “Kok kayak seorang salesman ya? Kok
kayak orang yang bisa jualan handphone?”, dia cerita terus. Satu kali teman saya tanya
sama saya,”Eh, kenapa kamu beli mobil ini? Katanya mau beli mobil yang begini? Kok kamu
beli mobil ini?”.
Dan, saya dengan tenang saya ceritakan, “Eh, tahu nggak, mobil ini begini, begini, begini,
begini, begini, begini, begini, begini.”. Waktu saya cerita, saya lagi berpikir, saya dibayar
berapa ya sama pabrik mobil itu ya? Kok saya bisa terus mengagumi dan terus menyanjung-
nyanjung mobil tersebut, concept mobil tersebut.
Nah, saudara, sebenarnya orang membeli produk itu bukan produknya yang dibeli, ingat
baik-baik. Saya beritahu, yang dibeli orang itu sebenarnya adalah concept-nya, concept-nya.
Jadi, concept itu adalah yang membuat seseorang bangga memiliki produk yang Anda miliki.
Ada story-nya. Saya itu heran, saudara, kalau kita cerita mobil, kita cerita tentang banyak hal
lah ya, produk-produk rumah, kita cerita tentang sepatu, itu bisa ada kisah yang menarik.
Tapi pernahkah saudara berpikir kisah tentang satu mangkuk soto, soto ayam.
Saudara, soto ayam ternyata juga bisa, bisa dibuat concept-nya. Satu kali saya, ah, kaget,
begitu, di satu ulang tahun teman saya di Jakarta dan kemudian teman saya cerita, “Eh, gua
khusus datangkan nih soto paling enak di Semarang.”. Waduh, saya kaget, saudara.
Di Jakarta, dia khusus datangkan dari Semarang, sampai yang jualnya pun ditarik, dibawa ke
Jakarta. Waktu saya coba, sebenarnya, ya ok lah, soto ya namanya soto yang paling enak
dengan yang biasa ya, biasa, ya nggak beda banyak lah, sedikit lebih gurih, sedikit, ya, nggak
Halaman 11 dari 22
SP101
beda banyak. Tapi teman saya begitu hebat dia cerita, dia cerita kenapa soto itu bisa lahir,
kenapa soto itu sudah tiga generasi, bayangkan, bukan hanya dua generasi, tiga generasi
bertahan, terus dia ceritakan bagaimana menemukan ini, ini, padahal dia bukan apa-
apanya.
Dia hanya langganan soto dari kecil, dia cerita semuanya. Saking kagumnya saya mendengar
kisah beliau, sampai waktu ke Semarang saya cari tempatnya. Saya cari, waktu ketemu ya ok
lah, waktu saya makan ya sama seperti di Jakarta, tapi rasanya ya kok beda ya?
Tiap kali saya makan saya mulai beda, langsung saya mulai perhatikan, saya tanya, “Ini
siapa?”, “Oh, ini pegawai.”. “Nah, yang punya yang mana?”. Wah, dia itu, “Itu yang punya.”.
“Itu generasi berapa?”. “Itu sudah generasi empat.”. “Oh ya, empat? Loh, katanya baru
tiga?”.
“Ya, ini anak yang, yang paling kecil.”. “Oh ya?”, wah, terus saya cerita, dia cerita. Waktu saya
dengan kisahnya, sebenarnya yang diceritakan itu adalah concept, bagaimana ayam yang
direbusnya, bagaimana sayur-sayuran yang dipilihnya, dia cerita semuanya dan dia katakan
dengan bangga, “Ini resep dari nenek moyang saya.”.
Wah, saudara, itulah concept. A great story behind your product. Hati-hati dengan meletakkan
semua yang ada dalam produk kita.
Orang akan terus membawa itu dan mengenangnya dan dia akan bangga, makannya
berlaku di dalam hukum concept itu, satu hal yang sederhana sekali, “Concept yang akan
diingat, concept yang sulit dilupakan adalah concept yang sederhana.”. Betul, sederhana.
Jangan complicated, jangan.
Saudara, kalau complicated yang susah-susah, orang bingung, saudara. Saudara, ketika
mobil listrik ditemukan, ada satu perusahaan yang hebat sekali, dia membuat suatu concept,
concept-nya apa, waktu ditanya, “Apa sih hebatnya mobil listrik ini?”. Dia nggak bilang,
“Mobil listrik ini.”, nggak, dia hanya bilang tiga hal, “Reduce energy, reduce, ah, apa
namanya, reduce energy, reduce voice, suara juga makin, ah, makin apa, makin lembut,
Halaman 12 dari 22
SP101
energy yang digunakan juga makin murah.”, dan dia katakan lebih lagi, "Biaya yang
digunakan juga makin rendah.”.
Concept-nya sederhana sekali dan semua orang langsung ingat, “Oh ya, mobil listrik itu suara
nggak jadi polusi.”. Oh ya, polusi makin rendah, suara yang ditimbulkan makin rendah dan
biaya juga makin rendah. Hebat ya?
Tiga ini dan ketika dilahirkan concept mobil listrik atau motor listrik, orang langsung terima.
Nggak ada polusi, hampir nggak ada polusinya, saudara. Suara kek, asap kek, nggak ada.
Dan biayanya juga rendah, perawatannya juga gampang, secara keseluruhan
menguntungkan sekali. Ya kalau mungkin bedanya kecepatan, tapi orang kan nggak selalu
mau, semuanya mau cepat-cepat. Dan akhirnya itu bisa diterima.
Jadi, concept yang bisa diterima dan diingat dan sulit untuk dilupakan adalah yang
sederhana. Nah, tapi kalau kita mau tanya lebih dalam lagi, apa sih sebenarnya concept itu?
Jadi, concept itu adalah pemikiran-pemikiran, saudara, pemikiran-pemikiran yang terus
menerus dilahirkan, concept itu nggak boleh berhenti, saudara.
Kalau saudara punya product tertentu, pikirkan terus, pikirkan terus. Seorang, kawan saya,
dia punya beberapa restaurant yang terkenal di Indonesia, dia punya satu divisi yang di-hire
khusus beberapa orang yang kerjanya hanya mikirin, mencoba resep baru, kapan? Setiap
hari.
Saudara, istri saya itu suka bikin kue. Jadi, tiap hari kalau dia lagi ngelamun mikirnya,
“Gimana bikin kue yang adonannya lebih gampang, adonannya lebih bagus, hasilnya lebih
enak?”, yang dipikir itu terus. Concept, dari pikiran, terus mikir terus dan kita jangan pernah
berhenti untuk memikirkan itu, terus.
Nah, yang dipikirkan apa? Yang kedua, harus menyelesaikan masalah. Kenapa dipikirkan
terus, karena masalah baru bisa timbul di mana-mana, ya.
Halaman 13 dari 22
SP101
Kalau di Jepang ada semangka katanya jadi segi empat, “Kok bisa jadi segi empat?”, oh
ternyata untuk memudahkan transportasi. Semangka itu dibuat segi empat, menumpuknya
jadi gampang. Nah, itu lahirnya concept.
Dan kemudian juga, ah, itu harus bisa menyelesaikan masalah dan juga bisa menjabarkan,
menjabarkan pemikiran-pemikiran, alasan-alasan, sehingga product itu lahir dan bisa
memuaskan, bisa memberikan kepuasan bagi orang-orang yang membelinya, atau
memilikinya. Jadi, concept itu sendiri menurut banyak orang dikatakan, ‘buat yang
sederhana, tapi yang bisa dimengerti’, nah itu penting sekali. Jadi, makannya, ah, concept itu
adalah ide-ide umum, ide-ide sederhana tapi yang digunakan untuk memformulasikan,
membuat satu product, sehingga product itu menjadi product yang tidak ada bandingannya,
betul-betul product yang tidak bisa dibandingkan dan product yang langsung bisa diterima
tanpa terbantahkan.
That is concept.
Video 4: Content
Nah, yang ketiga adalah content. Content itu artinya apa? Kalau ini, content itu Bahasa
Indonesia-nya isi, bobot.
Tapi content juga dalam bahasa Inggris adalah kepuasan, ya, merasa puas, merasa yes,
begitu, itu content. Nah, content itu sesuatu yang dibuka, kadang-kadang kita nggak lihat,
dari luar nggak kelihatan content, yang kelihatan dari luar itu adalah design, konsepnya,
bentuk luarnya. Di dalamnya nggak kelihatan.
Tapi content itulah yang membuat seorang menjadi puas. Nah, content sendiri definisinya
apa? Dikatakan, ah, secara sederhana, ya, dikatakan bahwa content itu adalah sesuatu yang
membuat seseorang itu menjadi senang dan puas, atau sesuatu yang membuat mereka
merasa bahagia dan betul-betul, apa ya, senang, bahagia, puas, ya itu content, pokoknya
semuanya lengkap, begitu.
Halaman 14 dari 22
SP101
Betul-betul merasa yes, begitu, dengan produknya. Nah, content itu bisa dipikirkan, content
itu bisa dilahirkan, jadi setelah kita punya concept, concept itu sudah bagus, tapi kalau tidak
ada content-nya, tidak ada bobotnya, tidak ada isinya, maka concept itu akan kosong, ya.
Jadi, bayangkan nih, kita bayangkan ya, ada tiga mangkuk, ya, atau tiga piring mie goreng di
depan saudara.
Mie goreng 1, mie goreng 2, mie goreng 3, dari luar tampangnya sama deh pokoknya. Mie-
nya sama, warna cokelat-cokelatnya sama, potongan, apa namanya, sayur-sayurannya,
bawang-bawangnya sama, bawang goreng ditabur sama, suiran ayamnya juga sama, apa
lagi lah, mau pakai kerupuk kek, pakai pangsit kek, pakai apa saja, semua sama. Nah,
saudara ditanya, “Yang mana yang paling enak?”, ya kita nggak tahu, saudara.
Nah, content itu seringkali begitu, dilihat dari luar kita nggak tahu. Begitu kita buka, baru kita
mengerti. Makannya untuk produk-produk tertentu, saudara, untuk produk tertentu ya,
kayak makanan, itu ada icip-icipnya, saudara. Tujuannya itu, untuk menceritakan content-
nya, paling nggak.
Kalau saudara beli mobil, bisa test drive, ya. Kalau saudara beli baju, bisa lihat, pegang dan
coba. Kalau beli property, ada rumah contohnya, bisa lihat, masuk, merasakan, terus ketok-
ketok dindingnya.
Kalau mobil, orang suka duduk, ya, ban ditendang-tendang, dipegang-pegang, hanya dia
mau merasakan, apa sih isinya ini? Pengin tahu dalamnya apa, begitu. Nah, kalau makanan
sih gampang ya, icip-icip ya, kayak tadi, mie goreng.
Nah, saudara tahu yang mana mie goreng yang enak, kapan? Ketika Anda makan. Saya
senang sekali dengan sahabat saya Pak Bondan Winarno, kalau dia pergi ke restaurant atau
ke tempat-tempat makan yang spesial, saya pernah beberapa kali ikut Pak Bondan,
menemani Pak Bondan dan saya sangat-sangat, belajar sangat banyak, ketika beliau makan,
dia nggak makan satu piring loh ya, dia hanya makan, kadang-kadang cuma satu sendok
atau dua sendok, tapi beliau sudah tahu jelas, ini enak, yang ini kurang, begitu.
Nah, tahunya dari mana? Ketika dirasakan. Nah, mie goreng yang tadi kita makan, yang ada
di depan kita juga sama, begitu saudara makan, saudara akan tahu.
Halaman 15 dari 22
SP101
Tahunya bagaimana? Raw material-nya ketahuan. Isinya ketahuan, “Oh, rupanya yang ini
kecapnya salah nih, kecapnya nggak enak nih ada bau-bau kimia.”, nah begitu ya.
Kalau istri saya suka bilang, “Ini bau-bau kimia nih, nggak enak. Yang ini nih lebih kerasa nih
bau gula jawa-nya enak nih kerasa nih.”. “Bau, gula jawa yang terbakar itu enak sekali.”.
Kopi, nah ya, kopi ya, kopi kan banyak kedai kopi sekarang, kopinya sama semuanya. Tahu
mana yang enak, mana yang nggak, dengan lihat, nggak bisa. Di, ‘ting-ting-ting’ gelasnya,
nggak bisa. Caranya bagaimana?
Diminum. Hah, ketahuan, hanya dengan satu sip, ah, satu seruput, nah, kalau kopi satu
seruput, saudara tahu jelas, “Wah, ini enak nih.”. Terus tanya, “Kopinya apa ya? Ini kopinya
apa nih?”, nah begitu ya, “Kopinya apa Mas? Mbak?”.
“Oh ini, kopi ini.”, wah ini langsung diingat-ingat, oh ini kopi ini enak, begitu. Nah, jadi
content itu bicara mengenai raw material, ya. Jadi, kalau kita rumah, makanan, itu bicara
raw material.
Kalau kita bicara property, ya, kita bikin apa misalnya, commercial building, atau bikin mall,
ya, kita bicara apa, mengenai anchor tenant, siapa yang ada di dalamnya. Jadi, kalau kita
misalkan bisa menghadirkan restaurant-restaurant terkenal ada di situ, kemudian ada juga,
ah, bisnis-bisnis yang hebat ada di situ, dealer-dealer mobil yang hebat ada di situ, wah,
daerah itu langsung terkenal, saudara. Makannya, ah, banyak sekali kalau kita lihat di
Indonesia sekarang sudah mulai, tapi kalau di luar negeri, kalau ada perumahan, ada suburb
ya, ah, daerah-daerah di pinggir kota, begitu mereka bangun tempat commercial maka
restaurant-restaurant yang ada itulah restaurant-restaurant yang terkenal.
Saya sering mendapati di kota-kota kecil yang tempatnya nggak ada restaurant terkenal dan
waktu masuk ya biasa-biasa saja, tapi kalau di sana kita lihat, “Hey, ada kedai kopi yang
terkenal.”, “Wah ada ini ada itu.”, rasanya tempat itu langsung berbeda, kelasnya pun jadi
berbeda. Itu content. Jadi, kalau memberi bobot ke dalam bisnis property kita, caranya
seperti itu.
Halaman 16 dari 22
SP101
Ada juga misalkan kayak mobil atau apa misalkan saudara bikin motor, ceritakan mengenai
special, special part, komponen atau suku cadang tertentu yang begitu hebat. Masih ingat
hobi saya? Apa coba hobi saya?
Hobi saya naik sepeda, nah, MTB, naik sepeda gunung, suka banget, ayo kapan mau, saya
mau temenin, suka banget saya naik sepeda gunung. Nah, kalau kita bicara dalam sepeda,
seringkali special part, special component, special material, material khusus, komponen
khusus, itu menjadi kekuatan. Kita suka bertanya, “Rantainya pakai apa tuh?”, nah begitu,
“Itu bannya pakai apa ya?”, jadi, ada suku cadang tertentu yang kita secara spesial itu
memang dibutuhkan.
Kadang-kadang ada bahan tertentu, titanium, atau dari carbon, dan itu langsung kita
mengerti begitu, “Oh ya, ada itunya.”, kita langsung mengerti. Kelasnya langsung berbeda,
saudara. Itu memberi kepuasan tersendiri, memberi kenyamanan tersendiri bagi
pembelinya.
Bisa juga, teknologi yang mutakhir, begitu misalkan, “Wah, ini ternyata sama nih. Sama-
sama dibawa dari carbon, cuma yang ini carbonnya beda. Dikemas caranya, waktu
mencetaknya menggunakan sistem ini, ini, ini.”. “Bedanya apa?”. “Kalau yang tadinya rapuh,
kalau yang ini lebih lentur, sehingga diberi beban, dia akan tetap bertahan, sehingga waktu
kita, walaupun itu misalkan rigid frame yang tidak pakai shock breaker, tapi kalau di dalam
jalan rusak, dia akan bisa lentur dan tidak mudah patah.”.
Nah, contohnya seperti itu. Yang mengerti mungkin yang hobi sepeda, ya nggak apa-apa lah
ya, yang lain bengong dulu. Atau juga, bisa juga, misalkan kita mau, apa, ah, di perumahan
ya, kadang-kadang, “Wah ini rumahnya, bintang film ini di sini nih, bintang film ini di sini nih,
ini si bos itu rumahnya di sini.”, sepertinya itu memberi nilai tertentu kepada daerah itu.
Jadi, itulah content.
Nah, content itu bisa dicari, saudara, kita cari, kita undang, kita ciptakan, kita buat dan itu
akan menolong kita semuanya. Nah, salah satu yang, ilmu yang perlu kita terapkan di sini
adalah co-branding. Co-branding adalah, kita misalkan punya brand tersendiri nih, yang
belum terkenal, waktu pertama kali kita ini punya brand sendiri, kita lahirkan bersama-sama
dengan brand yang terkenal.
Halaman 17 dari 22
SP101
Setelah beberapa kali di mana, mana, mana, mana, nanti yang nggak terkenal itu jadi
terkenal. Nanti akhirnya yang ini nggak ikut, hanya ini saja, orangpun bisa terima. Jadi, kita
bisa menciptakan produk seperti itu.
Jadi, kalau saudara punya satu produk sudah terkenal, kemanapun keluar barengan, begitu.
Nanti lama-lama yang ini ikut terkenal, apalagi, “Oh, sama nih produsennya.”, nanti lama-
lama yang ini pindah ke sini, yang ini ke sini, berdiri sendiripun, ini juga akan jadi terkenal.
Content itu bisa diciptakan.
Video 5: Convenience
Nah, saudara, lanjutan dari content adalah convenience. Apa artinya convenience?
Convenience itu artinya apa coba?
Artinya, menyenangkan. Kalau kita beli sesuatu, kita penginnya menyenangkan. Nah,
convenience itu gabungan dari banyak, dari friendly, comfort, dari, dari apa, friendly itu apa
ya, bersahabat, kemudahan, dari accessibility, dari speed, kecepatan, dari service, dari
satisfaction, semua itu menggabung jadi satu.
Nah, satu itu namanya menyenangkan. Jadi, kalau dijabarkan bagaimana? Ya nggak tahu.
Pokoknya gua seneng saja, “Eh, gua nggak ngerti ya, waktu gua pakai jas.”, nah kayak jas nih
ya, saya, kalau jas saya bikin, ada saya langganan jas, begitu ya, saya bikin jas, padahal
tukang jahit yang langganan saya itu nggak terkenal, nggak kayak penjahit-penjahit lainnya
lah, saya kan orang biasa, ngapain beli yang mahal-mahal juga, yang biasa saja. Tapi nggak
tahu ya, begitu saya pakai ya, enak saja, begitu, menyenangkan. Kalau ditanya, bedanya apa
sih?
Nggak tahu. Dari jahitannya, dari apa, jatuhnya kainnya, dari, enak saja begitu, pokoknya
dipakai itu nyaman, begitu. Nah, itulah convenience, menyenangkan.
Halaman 18 dari 22
SP101
Nah, saudara, asyik kan kalau beli product yang menyenangkan? Kan nggak enak ini, “Apa
sih ini? Sebal hih, ketat begini.”, ah, itu nggak enak itu. Itu produk yang nggak convenience.
Jangan bikin product yang nggak convenience. Nah, convenience itu bagaimana caranya?
Bisa nggak dibuat?
Bisa, karena convenience itu adalah suatu kualitas tertentu, satu prestasi tertentu yang bisa
kita lahirkan, yang membuat orang menjadi lebih mudah, hemat waktu, hemat biaya, hemat
apa lagi lah, nggak repot, nggak susah, begitu ya. Nah, caranya bagaimana menciptakan
convenience? Nah, ini yang penting, saudara, caranya bagaimana menciptakan convenience?
Kita harus tahu kebutuhan. Kembali lagi makanya tadi saya bahas marketing itu definisinya
apa, how to satisfy, bagaimana memuaskan pelanggan kita. Dalam sisi apa?
Tiga. Masalah, kebutuhan, dan keinginan. Nah, kalau kita tahu 3 hal itu, character sudah kita
siapkan, maka convenience itu akan menolong kita.
Saudara, kalau kita bicara mengenai makanan, ya, cepat saji, orang sekarang katanya, “Eh,
ini hari ini nih, semuanya sibuk nih, semua, cepat, cepat, cepat, cepat, cepat.”, sehingga
makanan yang laku seringkali yang cepat saudara. Waktu itu jadi penting sekali, kalo mau
minum kopi maunya yang instant coffee, instant noodle ya, semua instant, semua dibikin
instant. Kenapa?
Karena sekarang lagi kita sedang hidup yang dalam buru, buru, buru, buru, semuanya. Tapi
itu ketika bisa memenuhi itu, orang merasa nyaman. “Wah, gue kalau di restoran ini enaknya
cepet. Wah, kalau di sini lama, nunggu, begitu.”, kita sudah capai duluan.
Sehingga, service-service di bank, di pelayanan-pelayanan jasa-jasa, mereka buat semua
begitu cepat. Saya senang sekali ketika kemarin saya mengurus SIM, ya, Surat Izin
Mengemudi, dulu kayanya lama banget. Hari ini datang itu cepat sekali, sampai saya kaget,
“Sudah, cepet? Sudah potret lagi?”.
“Sudah, potret Pak.”. “Sudah selesai?”. “Sudah. Ini yang udah selesai.”.
Halaman 19 dari 22
SP101
“Wah, cepet sekali.”. Sampai saya heran sendiri, semua dibikin serba cepat. Tapi itu lah
caranya untuk memberikan hal yang menyenangkan kepada pembeli kita.
Kalau saudara pelayanan jasa atau saudara, restaurant, cara saudara waiter ya, ah,
pramusaji, saudara dididik, dilatih. Ada satu restaurant di Amerika yang secara khusus saya
datang ke sana gara-garanya teman saya Pak Kahfi Kurnia pernah makan disitu dan dia
cerita, begitu. Waiter ini waktu Pak Kahfi datang dengan temannya, temannya itu, ah, Pak
Kahfi ditawarin dia mau pesen apa. Dia pesen 4, 3, atau 3 jenis atau 4 jenis makanan.
Dan kemudian si waiter itu bukannya dengan bangga dia catet terus langsung dia pesen,
nggak, dia kasih nasehat, “Ini dari 4 makanan ini kenapa nggak pesen, yang ini nggak usah
lah, ini sama-sama kok, mirip-mirip, ini kan sama-sama ayam. Dan yang ini bumbunya juga
sama, pesennya 3 aja.”. “Oh ya, ok-ok.”, kata Pak Kahfi. “Terus dari 3 ini.”, kata, kata
waiternya lagi, “Kalian kan cuma berdua, ngapain pesen yang besar? Pesen yang porsi small
saja.”.
“Oh, kita ini suka makan loh.”. “Nggak, porsi small pun cukup untuk bisa kalian berdua.”.
Dan Pak Kahfi Kurnia angguk-angguk dan artinya dia setuju dengan nasehat waiter itu.
Ketika nasehat si waiter tuh diikuti, tahu nggak saudara, biaya atau apa namanya, uang yang
dikeluarkan untuk makan disitu itu bisa berkurang sampai 40%. Mungkin 50%, saya nggak
tahu angka pastinya, mungkin 40% lah atau 50%. Artinya sebenarnya buat restoran itu kan
sebenarnya kurang income-nya, tapi si waiter itu dia nggak peduli tuh, yang penting adalah
demi kepuasan dari si pelanggan.
Dan akhirnya, Pak Kahfi Kurnia itu tulis di satu artikel yang saya baca, dia nggak bisa lupa
dengan restoran itu. Tahu nggak saudara terakhir saya ke Amerika? Saya khusus cari
restoran itu saudara, saya cari, saya makan dan saya hanya ingin tahu, benar nggak sih apa
yang diceritakan?
Eh, ternyata benar saudara. Saya datang ke sana sudah hampir tutup restorannya jam 9.
Dalam keadaan buru-buru waiter-nya begitu sopan.
Halaman 20 dari 22
SP101
Sampai dia cerita semuanya dan setelah selesai makan saya tanya, “Ah, kamu kok begitu
sopan, bagaimana ceritanya?”, eh ternyata dia yang punya, saudara. Dia yang jadi anak dari
pemegang saham di restoran itu. Wah, saya makin kagum, dilayani langsung oleh pemiliknya
dengan cara yang begitu sopan, itu menyenangkan sekali.
Nah, hal-hal seperti ini saudara, ada banyak hal yang kita bisa sengaja ciptakan, sengaja
tambahkan ke dalam produk kita. Kalau produk misalkan, ah, cara membuka produk, cara
membuka kemasan dari box-nya, dari tempatnya, kalau itu dibuka dengan lebih sederhana
orang pasti akan lebih suka. Nah, ini semua kita pikirkan, kita tuangkan, jadikan satu dalam
produk kita.
Video 6: Commitment
Nah, yang terakhir adalah commitment. Orang tanya begini, “Bedanya apa sih, komitmen
dengan janji?”, nah, saudara kan mau tahu bedanya apa? Kalau sudah ada janji kenapa
mesti pakai commitment?
Beda, saudara. Commitment adalah janji yang disertai dengan tanggung jawab. Jadi, nggak
sekedar janji.
Sampai tanya orang tanya begini, “Lalu bedanya janji apa?”, “Ya, janji itu ya mungkin janji.”,
makanya ada yang bilang janji is janji, begitu ya, janji kosong. Tapi commitment itu dengan
tanggung jawab, janji yang akan melahirkan sesuatu, janji yang diikat dengan loyalitas
kepada seseorang, atau kepada satu organisasi, satu sikap hati ketika dia bekerja keras
untuk bisa melahirkan sesuatu yang bisa memberikan yang terbaik kepada orang yang dia
berikan janji. Untuk yang ini saya nggak bisa lupa dengan Pak Ciputra.
Pak Ciputra katakan, “Janji itu hutang dan hutang harus dibayar.”. Saudara, kalau kita mau
jualan, ya, mau jualan, mau bikin product, hati-hati dengan janji. Pastikan semua janji kita
betul-betul menjadi kenyataan.
Saya kagum dengan Pak Ciputra sebenarnya. Beberapa puluh tahun yang lalu, saya belum
masuk dalam bisnis property, saya masih baru menikah, usia saya masih 26 tahun dan saya
Halaman 21 dari 22
SP101
belum bekerja di property, saya masih kerja di otomotif pada waktu. Saya pergi ke salah
perumahannya Pak Ciputra dan besar sekali, ada foto Pak Ciputra dan di bawahnya ada satu
tulisan yang bunyinya “Janji adalah hutang dan hutang harus dibayar.”, demikian pula janji
harus ditepati.
Saya nggak bisa lupa sampai hari ini dan ini melandasi 5C, formula yang saya ciptakan untuk
menolong teman-teman, melahirkan produk yang hebat. Salah satu adalah commitment.
Commitment adalah janji, kata Pak Ciputra, ‘janji yang harus dibayar’ karena janji itu adalah
hutang dan hutang harus dibayar. Makanya kalau kita membuat produk, pastikan ada janji
yang tersirat di dalamnya. Kita bisa melakukan ada, sering kita dengar, kata-kata yang
banyak, apa namanya, ‘tidak puas uang kembali’ atau dengan kata lain, ‘garansi sekian
tahun’ atau apa, atau apa, itu merupakan janji.
Tepati itu saudara. Kalau itu ditepati, maka trust akan naik. Kalau trust sudah ada, Profesor
Rhenald Kasali katakan, “Kalau trust sudah ada, apa saja jadi mudah.”.
Menjual pun jadi mudah. Nah, komitmen ini penting sekali, saudara. Nah, bagaimana
menyajikan commitment?
Saya selalu mencari terobosan. Komitmen yang saya berikan jangan yang orang lain sudah
berikan. Kalau orang lain sudah berikan hebat-nya apa kita?
Cari sesuatu yang berbeda dengan yang lainnya. Ketika pertama kali memasarkan rumah,
bukan dulu ya, rumah pertama saya pasarkan tuh tahun 1992, tapi terakhir saya, ah,
menggunakan commitment itu saya pasarkan tahun 2013. Pada waktu itu, semua
perumahan di Indonesia, rata-rata lah atau hampir semuanya, memberikan jaminan bocor
kalau hujan, itu hanya satu kali musim hujan, 6 bulan atau satu kali musim hujan.
Tapi bagi kami, kami nggak. Kami memberikan janji 2 tahun, 2 kali lipat daripada yang
lainnya. Pertama orang bilang, “Mana mungkin ditepatin? Mana mungkin, itu lama loh, bisa 3
musim hujan?”.
Halaman 22 dari 22
SP101
Saya bilang, “Nggak apa-apa, toh semua sudah diperhitungkan.”. Saudara tahu nggak
saudara, setiap janji yang seperti itu, itu bisa diperhitungkan. Kita bisa menghitung kira-kira
faktor kegagalan dan faktor-faktor lainnya.
Dan salah satunya juga, kalau orang kita berbuat atau mengerjakannya dengan lebih
sepenuh hati, dengan lebih serius, harusnya kualitas makin baik, maka kebocoran pun bisa
ditekan makin rendah. Kalau itu terjadi, maka sebenarnya tidak ada masalah. Nah, yang
saya lakukan dua hal, ketika saya berikan janji mengenai komitmen selama 2 tahun, yang
saya lakukan 2 hal, saya bicara kepada para pembangun-pembangun rumah, para
kontraktor, coba bikin yang lebih baik.
Gunakan material yang lebih baik. Raw material. Content-nya lebih baik.
Dan kemudian saya bicara kepada teman-teman saya yang di bagian yang menghitung
biaya, coba cari hal-hal tertentu yang bisa kita gunakan, yang terbaik supaya bisa
melahirkan konsep itu menjadi kenyataan. Dan akhirnya sampai hari ini saudara, komitmen
kita 2 tahun tetap kita pegang dan banyak orang yang dulunya mungkin nggak percaya,
mereka mulai percaya dan mereka mulai meletakkan trust-nya pada kita, sehingga menjual
tidak lagi menjadi sulit tapi menjadi lebih mudah. Saudara, ini bagian terakhir dari 5C, Anda
akan terus bisa mengikuti saya dengan pelajaran-pelajaran yang lainnya, tapi pastikan Anda
mengerti mengenai ini semuanya, ‘the art of selling’, sehingga menjual yang tadinya susah
menjadi mudah.
Belajar ‘Menjual Mudah Cara Andreas Nawawi’.