Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pengertian Belajar
Belajar menurut pandangan B.F Skiner (dalam Wisudawati dan Sulistiyowati,
2014:31) adalah “suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang
berlangsung secara progresif”. Belajar dipahami sebagai suatu prilaku, pada saat
proses belajar berlangsung maka responnya baik atau sebaliknya. Masyarakat awam
mengartikan belajar sebagai perolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan alam.
Maka belajar berhubungan dengan membuahkan hasil/produk keterampilan dan
pengetahuan.
Proses belajar adalah proses yang menetapkan jenis produk belajar, barulah
kemudian definisi produk belajar ditegakkan. Belajar merupakan perubahan yang
terjadi melalui aktivitas atau pengalaman yang menghasilkan perubahan pengetahuan,
prilaku, dan kepribadian yang bersifat permanen. Perubahan yang terjadi biasanya
mengarah pada tingkah laku yang lebih baik.
2.1.2 Hakikat Pembelajaran IPA SD
Manusia dalam kehidupannya berkeinginan agar kehidupannya tidak tertinggal
dengan manusia lainnya. Salah satu usaha agar kehidupannya terus berkembang dan
tidak tertinggal adalah dengan belajar. Menurut Gegne dan Briggs (dalam Sofan dan
Ahmadi, 2010:3) belajar merupakan salah satu proses untuk mencapai suatu prestasi
dengan memerlukan kondisi internal dan kondisi eksternal yang berbeda. Misalnya,
suatu metode pembelajaran sering hanya cocok untuk belajar tipe tertentu dibawah
kondisi tertentu juga. Belajar menurut Gagne (dalam Ratna Wilis, 2002:2) belajar
adalah suatu proses dimana suatu organisasi berubah prilakunya sebagai akibat
prilakunya.
8
Dapat disimpulkan dari berbagai pendapat para ahli bahwa belajar adalah
proses suatu kegiatan yang dilakukan dalam rangka memperoleh perubahan tingkah
laku melalui pengalaman dalam kegiatan interaksi siswa dengan stimulus dari
lingkungan. Menurut Sudjana dan Rivai (1990:1-8) pembelajaran adalah proses
pengajaran dalam suatu kegiatan melaksanakan kurikulum suatu lembaga
pendidikan, agar dapat mengetahui peserta didik mencapai tujuan pendidikan yang
telah ditetapkan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar
dilakukan oleh guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta
didik. Konsep pembelajaran menurut Bruner (dalam Asri Budiningsih, 2005:16)
pembelajaran selalu menyebutkan metode pembelajaran yang optimal, dan deskriptif
karena tujuan utamanya adalah memberikan proses belajar. Pembelajaran merupakan
hubungan antara kegiatan pembelajaran dengan proses-proses psikologis dalam diri
peserta didik, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat
belajar dengan baik. Jadi berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan
bahwa teori belajar dan pembelajaran adalah kegiatan melaksanakan proses belajar
yang dilakukan secara dua arah antara guru dengan peserta didik dengan proses-
proses psikologis agar dapat belajar dengan baik. Pembelajaran IPA sudah jelas
artinya adalah pengetahuan rasional dan objektif tentang alam semesta dengan
segala nisinya. Hendro Darmojo (dalam Usman, 2010:3).
IPA menurut Plower (dalam Usman, 2010:3) merupakan ilmu yang
hubungannya dengan gejala alam dan kebendaan yang sistematis dan yang tersusun
secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan
eksperimen. Pembelajaran IPA menurut KTSP standar isi 2006 adalah pendidikan
IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan
alam sekitar, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
9
Mata pelajaran IPA di SD menurut KTSP Standar Isi 2006 bertujuan agar
siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:
1) memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.
2) mengembangkan pemahaman konsep IPA yang bermanfaat bagi kehidupan
sehari-hari.
3) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya
mempengaruhi IPA.
4) mengembangkan keterampilan menyelidiki alam sekitar.
5) meningkatkan kesadaran dalam memelihara lingkungan alam.
6) meningkatkan kesadaran menghargai segala keteraturannya.
7) memperoleh pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA.
Pembelajaran IPA di SD diharapkan mampu mendorong siswa untuk dapat
memiliki keterampilan IPA yang berkaitan dengan sains, lingkungan, teknologi, dan
masyarakat yang digunakan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu
dalam proses pembelajaran IPA dibutuhkan strategi/model pembelajaran yang
mampu mengarahkan siswa untuk memiliki keterampilan tersebut. Dalam penelitian
ini menggunakan SK dab KD sebagai berikut :
Tabel 2.1
SK dan KD IPA Kelas V Semester II
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
7. Memahami perubahan
yang terjadi dialam dan
hubungannya dengan
penggunaan sumber
daya alam.
7.1 Mendeskripsikan proses pembentukan tanah
karena pelapukan.
7.2 Mengidentifikasikan jenis-jenis tanah.
7.3 Mendiskripsikan struktur bumi.
7.4 Mendeskrisikan proses daur air dan kegiatan
manusia yang dapat mempengaruhinya.
7.5 Mendeskripsikan perlunya menghemat air.
10
7.6 Mengidentifikasi peristiwa alam yang ada di
Indonesia dan dampaknya bagi makhluk hidup
dan lingkungan.
7.7 Mengidentifikasi beberapa kegiatan manusia
yang dapat mengubah permukaan bumi
(pertanian,perkotaan,dll).
2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi, model, atau pendekatan
pembelajaran yang relatif baru, yang baru diterapkan dan diketahui efektifitasnya.
Model pembelajaran kooperatif pada prinsipnya adalah pembentukan kelompok-
kelompok kecil, yang didalamnya terdapat kerja sama antar anggota kelompok dan
diskusi kelompok. Menurut Arend (dalam Wisudawati, 2014:53), “pembelajaran
kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan
pencapaian akademik dan sikap sosial peserta didik melalui kerja sama diantara
mereka”. Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan pencapaian
akademik, peningkatan rasa toleransi dan menghargai perbedaan, serta membangun
keterampilan sosial peserta didik.
Anita Lie (dalam Isjoni, 2011:15) menyebut “kooperatif learning dengan istilah
pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan
pada peserta didik untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang
berstruktur”. Pembelajaran kooperatif yang sesungguhnya bukan hanya menyerahkan
pada kelompok, tetapi bagaimana peserta didik mempunyai tanggung jawab untuk
dapat bersama-sama dalam satu kelompok untuk mencapai kompetensi yang
ditetapkan. Walaupun pendekatan ini berjalan baik dikelas yang kemampuannya
merata, namun sebenarnya kelas dengan kemampuan yang bervariasi lebih
membutuhkan pendekatan ini. Dengan kemampuan siswa yang beragam tersebut,
11
maka dapat membantu motivasi siswa yang kurang agar menjadi lebih. Begitupun
dengan siswa yang lebih akan menjadi semakin terarah pemahamannya.
2.1.4 Model Pembelajaran Make A Match
2.1.4.1 Pengertian Model Pembelajaran Make A Match
Rusman (2011:223-233), menyatakan bahwa Pendekatan Pembelajaran Make
A Match (membuat pasangan) merupakan salah satu jenis dari metode dalam
pembelajaran kooperatif. Pembelajaran ini dikembangkan oleh Lorna Curran (dalam
Miftahul Huda, 2013:251-253) Make A Match merupakan salah satu strategi penting
dalam suatu ruang kelas. Tujuan dari strategi ini antara lain: pendalaman materi,
penggalian materi, edutainment.
Pelaksanaan strategi ini cukup mudah, tetapi guru perlu memerlukan beberapa
persiapan khusus sebelum menerapkannya. Menurut Harumni (2009:209) “Model
Pembelajaran Make A Match adalah cara menyenangkan dan aktif untuk meninjau
ulang materi pembelajaran dengan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
berpasangan dengan teman sekelas”. Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran Make A Match adalah suatu teknik pembelajaran mencari
pasangan sambil belajar mengenai suatu konflik atau konsep atau topik dalam semua
mata pelajaran dan tingkat kelas serta melatih peserta didik untuk memiliki sikap
sosial yang baik dan melatih kemampuan siswa dalam bekerjasama disamping
melatih kecepatan berfikir peserta didik.
2.1.4.2 Karakteristik Model Pembelajaran Make A Match
Penerapan pembelajaran Make A Match, diperoleh beberapa temuan bahwa
pembelajaran Make A Match dapat memupuk kerja sama peserta didik dalam
menjawab pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang ada ditangan mereka, proses
pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian besar siswa nampak antusias
mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan peserta didik tampak sekali pada saat
peserta didik mencari pasangan kartunya masing-masing. Kegiatan yang dilakukan
12
oleh guru ini merupakan upaya guru untuk menarik perhatian sehingga pada akhirnya
dapat menciptakan keaktifan dan motivasi peserta didik dalam diskusi. Apabila
motivasi yang dimiliki peserta didkik diberi sebagian tangan, akan tumbuh kegiatan
kreatif. Selanjutnya, penerapan pembelajaran Make A Match dapat membangkitkan
keingintahuan dan kerjasama diantara peserta didik serta mampu menciptakan kondisi
yang menyenangkan.
2.1.4.3 Sintak Model Pembelajaran Make a Match
Sintak dari model pembelajaran Make A Match menurut Lorna Curran (dalam
Miftahul Huda, 2013:252-253) yaitu:
a) siswa dibagi dalam 2 kelompok, kelompok A dan kelompok B. Kedua kelompok
diminta berhadap-hadapan.
b) guru membagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan kartu jawaban kepada
kelompok B.
c) guru menyampaikan kepada siswa bahwa mereka harus mencari/mencocokkan
kartu yang dipegang dengan kartu kelompok lain. Guru juga perlu menyampaikan
batas maksimum waktu yang diberikan kepada mereka.
d) guru meminta semua anggota kelompok A untuk mencari pasangannya
dikelompok B. Jika mereka sudah menemukan pasangannya masing-masing, guru
meminta mereka melaporrkan diri kepada guru. Guru mencatat mereka pada kertas
yang sudah disiapkan.
e) jika waktu sudah habis, mereka harus diberi tahu bahwa waktu sudah habis. Siswa
yang belum menemukan pasangannya diminta untuk berkumpul tersendiri.
f) guru meminta satu pasangan untuk presentasi. Kelompok lain dan sisa yang tidak
mendapat pasangan memperhatikan dan memberikan tanggapan apakah pasangan
itu cocok atau tidak.
g) terakhir, guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran dan kecocokan
pertanyaan dan jawaban dari pasangan yang memberikan presentasi.
13
h) guru memanggil pasangan berikutnya, begitu seterusnya sampai seluruh pasangan
melakukan presentasi.
2.1.4.4 Kelebihan Model Pembelajaran Make A Match
Kelebihan model pembelajaran Make A Match menurut Lorna Curran (dalam
Miftahul Huda, 2013:252-253) yaitu:
a) dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik.
b) karena ada unsur permainan, model ini menyenangkan.
c) meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan dapat
meningkattkan motivasi belajar siswa.
d) efekktif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk trampil presentasi.
e) Eefektifitas melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar.
2.1.4.5 Kelemahan Model Pembelajaran Make A Match
Kelemahan model pembelajaran Make A Match menurut Lorna Curran (dalam
Miftahul Huda, 2013:252-253) yaitu:
a) jika model ini tidak dipersiapkan dengan baik, maka akan banyak waktu yang
terbuang.
b) pada awal-awal penerapan model ini, akan banyak siswa yang malu berpasangan
dengan lawan jenis.
c) jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, akan banyak siswa yang kurang
memperhatikan pada saat presentasi pasangan.
d) guru harus hati-hati dan bijaksana saat memberi hukuman kepada siswa yang tidak
mendapat pasangan, karena mereka bisa malu.
e) Menggunakan model ini secara terus menerus akan menimbulkan kebosanan.
14
Untuk mengatasi kelemahan dari model pembelajaran Make A Match guru dapat
mengatur waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran. Guru memberi
pengertian bahwa siswa satu dengan siswa yang lain itu sama.Guru meminta setiap
kelompok dan siswa yang belum mendapat pasangan untuk menanggapi kelompok
yang presentasi. Guru melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan
video pembelajaran.
2.1.5 Media Pembelajaran
Media pembelajaran menurut Sudjana dan Rivai (1990:1-8) adalah alat bantu
mengajar dalam komponen metodologi, sebagai salah satu lingkungan belajar yang
diatur oleh guru. Slameto (2015:251) media pembelajaran adalah media perantara
penggunaan materi dan penerapannya melalui pandangan dan pendengaran sehingga
membangun kondisi yang dapat membuat siswa mendapat pengetahuan, ketrampilan
atau sikap. Media pembelajaran menurut Mc Luhan (dalam Basuki Wibawa, 1991:7)
adalah semua pesan yang dapat digunakan sebagai sarana komunikasi dari sesseorang
ke orang lain. Media pembelajaran juga disebut sebagai alat-alat penyalur informasi
modern yang dapat digunakan secara efektif dalam melaksanakan proses pengajaran
yang sudah di rencanakan dengan baik.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka media pembelajaran adalah suatu
alat bantu yang digunakan pada proses pembelajaran. Dengan adanya media
dimaksudkan dapat mempermudah dalam menyampaikan materi ajar dari guru
kepada siswa.
2.1.5.1 Jenis Dan Karakteristik Media
Sudjana dan Rivai (1999:1-8) menyatakan bahwa “jenis-jenis media
pembelajaran terdiri dari: media grafis (simbol-simbul komunikasi visual:
gambar/foto, sketsa, diagram, grafik, kartun, poster, papan flannel, papan bulletin),
media tiga dimensi (model penampang, model susun, mock up, diaroma, dll), media
proyeksi (slide, film OHP, dll)”. Slameto (2015:251) menyatakan bahwa “jenis-jenis
15
media pembelajaran terdiri dari: media visual dan media audio (dikaitkan dengan
indra pendengar meliputi: radio, alat perekam pita magnetik). Multimedia (dibantu
proyektor LCD misalnya file program komputer multimedia)”. Berdasarkan pendapat
para ahli diatas jenis dan karakteristik media yaitu :
a) media visual (gambar, sketsa, diagram, bagan, grafik kartun, poster, dll)
b) media Audio (radio dan perekam pita magnetic)
c) media Audio Visual (tv, dvd, vcd, dan video dengan alat bantu proyektor LCD.
2.1.5.2 Ciri-ciri Media Pembelajaran
Ciri-ciri media pembelajaran menurut Sudjana dan Rivai (1999:1-8) antara
lain:
a) ketepatannya dengan tujuan pembelajaran.
b) dukungan terhadap isi bahan pengajaran, artinya bahan pelajaran yang mudah
dipahami peserta didik.
c) kemudian memperoleh media, artinya media mudah dibuat oleh guru.
d) ketrampilan guru dalam menggunakannya, artinya guru dapat menggunakan
berbagai media pembelajaran.
e) tersedia waktu untuk menggunakannya, artinya agar bermanfaat untuk siswa
dalam pembelajaran yang sedang berlangsung.
Pendapat ahli diatas ciri-ciri media pembelajaran yaitu media pembelajaran harus
mampu membantu proses pembelajaran baik didalam kelas mampu di luar kelas.
Dimana media pembelajaran juga berperan sebagai alat komunikasi dan interaksi
yang digunakan guru dalam proses pembelajaran dalam meningkatkan hasil belajar
siswa.
16
2.1.5.3 Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran
Slameto (2015:251), mnyatakan bahwa media berfungsi untuk merangsang
proses pembelajaran dan bermanfaat untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai. Menurut Sudjana dan Rivai (1999:1-8) media pembelajaran berfungsi dan
memiliki peran sebagai berikut:
1) pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan
motivasi belajar.
2) bahan pengajaran lebih jelas sehingga dapat lebih dipahami oleh peserta didik.
3) metode pengajaran akan lebih bervariasi, sehingga guru tidak kehabisan tenaga,
apabiila guru mengajar untuk setiap jam pembelajaran.
4) siswa lebih banyak melakukan kegiatan pembelajaran, tetapi juga melakukan
pengamatan, demonstrasi dan lain-lain.
Pendapat diatas maka fungsi dan manfaat media pembelajaran yaitu
menghindarkan obyek sebenarnya dan oblek yang langka, selain itu juga memberi
suasana belajar yang tidak tertekan, santai dan menarik sehingga dapat menambah
gairah dan motivasi belajar siswa supaya materi yang diajarkan dapat mencapai
tujuan pembelajatan.
2.1.6 Media Video
Kelebihan dari media video menurut Slameto (2015:251), antara lain:
a) menyajikan obyek belajar secara konkrit atau pesan pembelajaran secara realistik
b) sifatnya yang audio visual
c) sangat baik untuk pencapaian tujuan belajar
d) dapat mengurangi kejenuhan belajar
e) menambah daya tahan ingatan dan di dengar.
17
Video menurut Sudjana dan Rivai (1999:1-8) adalah media yang menyajikan
audio dan visual yang berisi pesan-pesan pembelajaran baik yang berisi konsep,
prinsip, prosedur, teori aplikasi untuk membantu pemahaman terhadap suatu materi
pembelajaran. Sedangkan menurut Basuki Wibawa (1991:50) media video adalah
media yang menyampaikan pesan yang bersifat informatif, pendidikan dan
pengajaran dengan berupa gambar yang gerak. Berdasarkan pendapat para ahli diatas
maka video audio-visual merupakan suatu media gerak yang dapat meningkatkan
hasil belajar siswa dimana sangat baik untuk mencapai tujuan belajar psikomotorik
selain itu video audio-visual membutuhkan biasa produksi yang sangat tinggi dan
hanya sedikit orang yang mampu mengerjakannya.
2.1.6.1 Cara Memilih Media Pembelajaran Yang Baik
Azshar Arsyad (2002) menyatakan bahwa kriteria pemilihan media, bersumber
dari konsep bahwa media merupakan bagian dari sistem instruksional secara
keseluruhan. Pemilihan kriteria media yang baik yaitu :
a. sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Media dipilih berdasarkan tujuan
konstruksional yang ditetapkan secara umum. Yaitu mengacu pada salah satu
gabungan dari ranah kognitif, efektif, dan psikomotorik.
b. sesuai dengan isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep atau generalisasi. Media
yang berbeda misalnya video dan grafik memerlukan simbol atau kode yang
berbeda.
c. praktis, luwes, dan bertahan. Jika tidak tersedia waktu, dana atau sumber daya
lainnya untuk memproduksi tidak perlu dipaksakan.
d. guru trampil dalam menggunakan media. Apapun medianya guru harus trampil
dalam penggunaan dalam proses pembelajaran. Jika guru belum dapat
menggunakan media dalam proses pembelajaran sebagai upaya mempertinggi
mutu dan hasil belajar tidak akan mempunyai arti apa-apa.
18
2.1.6.2 Langkah-Langkah Penggunaan Video Pembelajaran
Sebelum memulai pelajaran dengan menggunakan video guru haruslah
mengetahui langkah-langkah pembelajaran menggunakan video. Langkah-
langkahnya sebagai berikut:
A. Persiapan
Memanfaatkan program video pembelajaran, guru hendaknya melakukan hal-
hal sebagai berikut:
a) menyusun jadwal disesuaikan denan topik dan program belajar yang sudah
dibuat.
b) memeriksa kelengkapan peralatan termasuk menyesuaikan tegangan peralatan
dengan tegangan listrik yang tersedia di sekolah.
c) mempelajari bahan penyerta.
d) mempelajari isi program sekaligus menandai bagian-bagian yang perlu atau tidak
perlu disajikan pada kegiatan pembelajaran.
e) memeriksa kesesuaian isi program video dengan judul.
f) meminta siswa agar mempersiapkan alat tulis, buku, dan peralatan lainnya.
g) mengatur tempat duduk siswa agar semua siswa dapat melihat dan mendengar
dengan baik.
B. Pelaksanaan
Memanfaatkan program video pembelajaran, guru hendaknya melakukan hal-
hal sebagai berikut:
a) sebelum menghidupkan program video pembelajaran mengajak siswa agar
memperhatikan materi yang akan dipelajari dengan baik.
b) memberikan penjelasan terhadap materi yang diajarkan.
c) menjelaskan tujuan dan materi pokok dari program yang akan dimanfaatkan.
d) memberikan persepsi pengetahuan/materi sebelumnya.
e) mengoperasikan program sesuai dengan petunjuk pemanfaatan teknis dan bahan
penyerta.
f) mengamati kegiatan siswa selama mengikuti kegiatan.
19
Hal yang patut dikerjakan oleh guru saat menayangkan program;
a. Menjaga agar sussana kelas tetap tertib.
b. Usahakan agar volume suara terdengar oleh semua siswa.
c. Memberi penguatan terhadap tayangan program.
d. Memutar ulang program video pembelajaran bila diperlukkan.
e. Membuat kesimpulan isi program sesudah memberikan evaluasi kepada siswa.
C. Tindak Lanjut
a) memberikan tugas pada siswa.
b) memberikan umpan balik.
c) bagi mata pelajaran yang memerlukan praktikum, guru kemudian mengajak siswa
untuk mengadakan praktek di laboratorium.
d) bagi mata pelajaran yang memerlukan tambahan referensi yang lebih lengkap,
guru mengajak siswa untuk ke perpustakaan.
e) menginformasikan tentang pentingnya memperhatikan program video
pembelajaran untuk memanfaatkan program video pembelajaran.
f) mengajak siswa untuk memperkaya materi melalui sumber belajar lain yang
relevan dengan materi yang dipelajari.
Tabel 2.2
Tahapan pembelajaran Model
Make A Match Berbantuan Video Pembelajaran
Tahapan Aktivitas Keterangan
Apresiasi
1.Guru mengucapkan salam.
2.Guru meminta ketua kelas untuk memimpin doa.
3.Guru mengabsen siswa.
4.Guru melakukan apresiasi.
5.Guru menyampaikan tujuan yang hendak dicapai.
20
Inti
1.Siswa memperhatikan video yang sudah
disiapkan oleh guru.
2.Guru menjelaskan tentang video tersebut.
3.Guru memberi kesempatan siswa untuk bertanya
tentang materi yang belum dipahami.
4.Guru membagi satu kelas menjadi 2 kelompok,
kelompok A dan B. dengan cara mengambil
gulungan kertas. Bagi siswa yang mendapatkan
gulungan kertas yang warnanya sama menjadi
satu kelompok.
5.Guru membagikan sebuah amplop yang berisi
pertanyaan di kelompok A, dan berisi jawaban di
kelompok B.
6.Guru memberikan waktu 5 menit kepada siswa
untuk berfikir dan mencari pasangannya masing-
masing.
7.Siswa maju beserta pasangannya kemudian
mencocokkan sesuai dengan soal atau jawaban
yang didapat.
8.Guru dan siswa membahas jawaban sesuai dengan
pertanyaan atau jawaban yang didapat.
Penutup
1. Guru bertanya kepada siswa tentang hal-hal yang
belum diketahui siswa.
2.Guru menguji ingatan dan pemahaman siswa
melalui Tanya jawab.
3.Guru dan siswa membuat kesimpulan mengenai
pelajaran hari ini.
4.Siswa mengerjakan evaluasi.
21
5.Guru menutup kegiatan pembelajaran dengan
mengucap salam.
2.1.7 Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kegiatan menafsirkan atau memakai data hasil pengukuran
tentang kompetensi yang dimiliki peserta didik setelah mengikuti pembelajaran. Atau
memakai hasil suatu berdasarkan pengukuran kriteria. Dimyati dan Budiono
(2009:20) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar.
Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak
tersebut bermanfaat bagi guru dan siswa. Menurut Davies (dalam Dimyati dan
Budiono, 2009:201) ranah tujuan pendidikan, berdasarkan hasil belajar secara umum
dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu: Ranah kognitif (berkenaan dengan hasil
belajar intelektual), Ranah Efektif (berkenaan dengan sikap), Ranah Psikomotorik
(berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan kemampuan bertindak).
Pendapat yang dikemukakan oleh para ahli diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar adalah kemampuan perkembangan cara pola pemahaman siswa
yang didapat setelah mengalami proses pembelajaran yang berlangsung di dalam
kelas dan mencakup ranah kognitif, efektif, dan psikomotorik. Ukuran hasil belajar
dapat diperoleh dari upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada
suatu gejala atau peristiwa atau benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa
angka. Dalam dunia pendidikan instrument yang sering digunakan untuk mengukur
kemampuan siswa seperti tes, lembar observasi, panduan wawancara, skala sikap dan
angket. Dari pengertian yang telah dipaparkan untuk mengukur hasil belajar peserta
didik digunakan alat penilaian hasil belajar.
22
Teknik yang digunakan peneliti untuk mengukur hasil belajar yaitu teknik tes.
Terdapat tiga jenis tes, salah satunya adalah jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya,
yaitu:
a) Tes Esai (Essay type test)
Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa mengorgnisasikan gagasan-
gagasan tentang apa yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakannya
dalam bentuk Tulisan.
b) Tes Jawaban Pendek
Tes bisa digolongkan ke dalam tes jawaban pendek jika peserta tes diminta
menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk essay, tetapi memberikan jawaban-
jawaban pendek, dalam bentuk kata-kata pendek, kata-kata lepas, maupun angka-
angka.
c) Tes Objektif
Tes yang keseluruhan informasi yang diperlukan untuk menjawab tes telah
tersedia.
Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah besarnya skor siswa
yang diperoleh dari skor tes, diskusi, presentasi. Dalam membuat alat ukur yang akan
digunakan haruslah membuat kisi-kisi. Kisi-kisi adalah format atau matriks pemetaan
soal yang menggambarkan distribusi item untuk berbagai topik tertentu. Penyusunan
kisi-kisi ini digunakan untuk pedoman menyusun atau menulis soal menjadi prangkat
tes. Adapun kisi-kisi didalamnya meliputi:
1) Standar Kompetensi dan Kompensi Dasar
2) Indikator
3) Proses berfikir C1 (ingatan), C2 (pemahaman), C3 (penerapan)
4) Tingkat kesukaran soal (rendah, sedang, mudah)
5) Bentuk instrument
Peratutan Mentri Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2007 tentang Standar
Penilaian Pendidikan menyatakan bahwa Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) adalah
kriteria ketuntasan belajar (KKB) yang ditentukan oleh suatu pendidikan. KKM pada
23
akhir jenjang suatu pendidkan untuk kelompok mata pelajaran selain ilmu
pengetahuan dan teknologi merupakan nilai batas ambang kompetensi. Pengukuran
hasil belajar tersebut diperoleh dengan menggunakan teknik tes berupa tes sumatif
dalam bentuk pilihan ganda. Untuk mengetahui peningkatan model pembelajaran
dilihat dari ketuntasan hasil belajar yang ditentukan oleh petunjuk pelaksanaan proses
belajar mengajar Depdikbud criteria ketuntasan program yaitu 65% atau criteria
ketuntasan klasikal yaitu 85%. Dengan kata lain dianggap tuntas perorangan bila
masing-masing siswa mencapai nilai ketuntasan bila terdapat 85% siswa yang tuntas
dengan KKM 65.
2.1.8 Hasil Penelitian Yang Relevan
Membuat penelitian ini tidak terlepas dari penelitian-penelitian terdahulu yang
relevan dilaksanakan pada saat ini. Suratman (2012) dalam penelitian yang berjudul
“Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Pendekatan Make a Match Pada
Siswa Kelas V SDN Timbang 01 Semester II Tahun Ajaran 2011/2012”.
Menyimpulkan bahwa pembelajaran Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar
siswa.hasil belajar pada prasiklus baru terdapat 6 siswa atau 35,29% yang sudah
mencapai batas kriteria ketuntasan minimal dan nilai rata-rata kelas 61,47. Pada
siklus I terdapat 12 siswa atau 70,59% yang telah mencapai kriteria ketuntasan
minimal dan nilai rata-rata kelas 71,76. Pada tindakan siklus II pencapaian kriteria
ketuntasan minimal meningkat menjadi 17 siswa atau 100%.
Penelitian Ria Yuni Astuti (2012) dalam penelitian yang berjudul “Upaya
Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A
Match Siswa Kelas V SDN 01 Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus Semester II
Tahun Ajaran 2011/2012”. Menyimpulkan bahwa pembelajaran Make A Match dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.hasil belajar pada kondisi awal baru terdapat 5
siswa atau 58,3% yang sudah mencapai batas kriteria ketuntasan minimal. Pada siklus
I terdapat 9 siswa atau 75% yang telah mencapai kriteria ketuntasan minimal. Pada
24
tindakan siklus II pencapaian kriteria ketuntasan minimal meningkat menjadi 12
siswa atau 100%.
Penelitian yang dilakukan oleh Eva Yuliana (2013) yang berjudul “Upaya
Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Make A Match Pada
Siswa Kelas V SDN Wonomerto 03 Kecamatan Bandar Kabupaten Batang Semester I
Tahun Ajaran 2012/2013”. Menyimpulkan bahwa pembelajaran Make A Match dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.hasil belajar pada prasiklus baru terdapat 7 siswa
atau 35 % yang sudah mencapai batas kriteria ketuntasan minimal dan nilai rata-rata
kelas 59.25. Pada siklus I terdapat 15 siswa atau 75% yang telah mencapai kriteria
ketuntasan minimal dan nilai rata-rata kelas 70.50. Pada tindakan siklus II pencapaian
kriteria ketuntasan minimal meningkat menjadi 18 siswa atau 80.75.
Penelitian yang dilakukan oleh oleh peneliti yang berjudul “Upaya
Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Make A Match
Berbantuan Video Pembelajaran Pada Siswa Kelas V SDN Sidorejo Kidul 02
Kecamatan Tingkir Kota Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2015/2016”. Memiliki
perbedaan dengan penelitian-penelitian yang sebelumnya. Pada penelitian ini peneliti
menggunakan bantuan video pembelajaran dalam proses pembelajaran untuk
meningkatkan hasil belajar siswa.
2.1.9 Kerangka Pikir
Penerapan model pebelajaran Make A Match diharapkan menjadikan siswa
lebih mudah memperoleh informasi dan memahaminya, karena siswa aktif
menemukan pengetahuannya melalui kerja sama dengan temannya yang lain. Selain
itu siswa juga dapat berbagi informasi dengan teman yang lain maupun satu
kelompok maupun kelompok lain melalui laporan diskusi masing-masing kelompok.
Media video adalah media yang menyajikan media yang audio dan visual yang berisi
pesan pembelajaran untuk membantu pemahaman terhadap suatu materi
25
pembelajaran. Media video merupakan media gerak yang dapat membantu
meningkatkan hasil belajar siswa dimana cocok untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Model pembelajaran Make A Match berbantuan video pembelajaran
diharapkan dapat membantu guru dalam melaksanakan pembelajaran terutama dalam
pembelajaran IPA, karena dengan menggunakan media video guru dapat
menayangkan beberapa gambar atau video dalam proses pembelajaran. Adapun
manfaat lain bagi siswa dalam proses pembelajaran antara lain: kejenuhan peserta
didik dalam mengikuti pembelajaran, dapat menambah daya ingat dan daya dengar
peserta didik, serta dapat membantu dalam pencapaian tujuan pembelajaran.
Kerangka dari paparan di atas dapat dilihat pada gambar:
Gambar 2.1
Skema Kerangka Pikir Model Pembelajaran Make A Match
Proses Belajar
Pembelajaran IPA
Media
Sarana Dan Fasilitas
Penerapan modelpembelajaran Make A Matchberbantuan videopembelajaran
Dengan menggunakanmodel pembelajaran Make AMatch berbantuan videopembelajaran kemampuanpada siswa dapatmeningkatkan
Kondisi Awal
Tindakan
Kondisi Akhir
26
2.1.10 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian pustaka di atas maka hipotesis tindakan dalam penelitian
ini adalah Penerapan Model Pembelajaran Make A Match berbantuan video
pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Sidorejo
Kidul 02 Kecamatan Tingkir Kota Salatiga.