Upload
anggityuliartono87
View
2.707
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Final Project of Bachelor Degree Program
Citation preview
PERANCANGAN TERMODINAMIKA DAN PENGUJIAN
PROTOTYPE MOTOR STIRLING TIPE ALPHA ( α) DENGAN
KONFIGURASI V – 90
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Akademik Program Sarjana Strata Satu
oleh :
Anggit Yuliartono M 12 – 2005 – 072
JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG 2010
Untuk Ibunda Asiani M,
Ayahanda Marsudi
serta adik-adik A. Riyadhi dan A. Riyanto
There is no such thing called failed,
there is only only delayed success
Give thanks for what you are now, and
keep fighting for what you want to be
tomorrow.
i
LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS AKHIR
PERANCANGAN TERMODINAMIKA DAN PENGUJIAN
PROTOTYPE MOTOR STIRLING TIPE ALPHA ( α) DENGAN
KONFIGURASI V – 90
Disahkan Oleh :
Dosen Pembimbing Tugas Akhir Bandung, Maret 2010
(MUH. RIDWAN, S.T, M.T.)
Dosen Ko. Pembimbing Tugas Akhir Bandung, Maret 2010
(LIMAN H, S.T.)
Abstrak
Pada saat ini perkembangan motor bakar menuju ke arah motor bakar yang ramah lingkungan dan menekankan pada pemakaian biaya yang lebih rendah. Hal ini disebabkan karena semakin menipisnya persediaan bahan bakar fosil yang tersedia di dunia.
Berdasarkan pemikiran tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan sebuah motor bakar yang menggunakan bahan bakar yang low cost dan relatif tidak membahayakan lingkungan, dalam artian emisinya rendah. Bahan bakar digunakan sebagai sumber energi kalor yang dikonversikan oleh motor bakar menjadi energi mekanik berupa gerakan translasi piston yang kemudian diubah menjadi gerakan rotasi flywheel.
Untuk mendapatkan hasil tersebut digunakan motor bakar berupa motor stirling. Motor stirling adalah salah satu jenis motor bakar dimana pembakarannya terjadi di luar.
Dalam proses pembuatan sebuah prototype motor stirling, dibutuhkan proses perancangan. Proses perancangan tersebut meliputi proses perhitungan termodinamika yang nantinya dijadikan sebagai acuan dalam perancangan elemen mesin, pemilihan bahan dan penentuan dimensi dari prototype tersebut.
Dari hasil perancangan termodinamika diperoleh temperatur ekspansi 500 oC dan temperatur kompresi 50 oC dengan fluida berupa udara dengan konstanta gas 286 J/(Kg.K) dan volume sisa pada keadaan piston kompresi dan ekspansi adalah sama besar, yaitu 13 cm3. Daya yang dihasilkan pada perancangan sebesar ±75 Watt pada putaran 800 rpm dengan efisiensi thermal motor stirling 55,6%. Dari hasil perancangan konstruksi diperoleh sudut optimal antar silinder adalah 90o. Berdasarkan perancangan tersebut, pembuatan motor stirling dapat dilakukan untuk kemudian dilakukan pengujian.
Pada akhirnya prototype motor stirling yang dibuat tidak dapat beroperasi. Prototype motor stirling tersebut tidak dapat beroperasi dikarenakan beberapa hal, salah satu penyebabnya adalah adanya kebocoran.
Abstract
Present, development of heat engine is going to environment friendly heat engine, and also with a low cost engine. These things is caused by decreasing the fossil fuel that available on earth.
Based on that analysis, purpose of this research is to develop heat engine that could use low cost fuel and relatively non pollution, it mean is low emission. The fuel is used for heat source that shall converted by a heat engine into a mechanic energy. The form of mechanic energy is a translation movement by a piston and continued to a rotational movement by a crankshaft.
Stirling engine is one kind of heat engine that used to get these result. Oxidation on stirling engine is happened outside the cylinder chamber, so that, stirling engine called external combustion engine.
In the making process of a stirling engine prototype, needs designing process. Designing process involved a thermodynamic design process that undergrid the mechanical element design, mechanism design., material selecting and dimensioning that prototype.
From thermodynamic design derives : expansion temperature at 500 oC and compression temperature at 40 oC with air (286 J/(Kg.K)) as fluid, and remain volume at compression and expansion of the piston are same, 13 cm3. Output power from design are 253,89 Watt at 1000 rpm with thermal motor efficiency of stirling engine 55,6%. Optimal angle between cylinders from construction design are 90o. Prime material used is Al 2024 with thickness of cylinder head 8 mm. Based on those design, stirling engine can be made and testing the engine.
Stirling engine that built can not working. Stirling engine prototype can’t working because of several things, one of those is leaking that happened on that engine.
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga laporan tugas akhir ini dapat
diselesaikan. Adapun judul dari Laporan tugas akhir adaah “PERANCANGAN
TERMODINAMIKA DAN PENGUJIAN PROTOTYPE STIRLING ENGINE
TIPE ALPHA ( α) DENGAN KONVIGURASI V-90 ”.
Laporan tugas elemen mesin ini merupakan persyaratan dalam menempuh
ujian sarjana strata satu di jurusan Teknik Mesin Itenas, Bandung. Dalam
penyusunan laporan ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang telah
memberi bantuan dan bimbingannya. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini
penulis secara khusus mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu, Ayah dan adik-adik yang selalu memberi kasih sayang, dukungan dan
dorongannya, baik secara moral maupun materil serta doa sehingga tugas
akhir ini dapat diselesaikan.
2. Bapak Muh. Ridwan, S.T, M.T yang telah banyak memberi saran,
masukan, bimbingan dan motifasi selama melaksanakan tugas akhir.
3. Bapak Liman H, S.T. yang telah banyak memberi saran, masukan,
bimbingan dan motifasi selama melaksanakan tugas akhir.
4. Bapak M. Yuhan, M.T dan Bapak Encu S, M.T selaku dosen wali dan
kepala Jurusan Teknik Mesin Itenas, Bandung.
5. Bapak Oman selaku laboran Lab. CNC, Bapak Idan selaku laboran Lab.
Teknik Produksi, Bapak Nino dan Ari selaku operator mesin MCV-300
yang telah membantu dalam pembuatan beberapa komponen dalam tugas
akhir ini.
6. Bapak Memed, selaku laboran Lab. Konversi Energi dan seluruh rekan-
rekan assisten Lab. Konversi Energi yang telah banyak memberi bantuan
pada saat pengujian dilakukan di laboratorium Konversi energi.
7. Seluruh staf pengajar, tata usaha dan pelaksana di jurusan teknik mesin
Itenas, Bandung yang telah memberi bantuannya.
8. Seluruh rekan-rekan assisten Lab. Konstruksi.
v
9. Partner Dito Prayudi, S.T yang telah banyak berbagi ilmu selama tugas
akhir.
10. Rekan-rekan, khususnya Wedha A, Asep S dan Whisnu W yang telah
banyak membantu serta seluruh mahasiswa mesin angkatan 2005.
11. Seluruh rekan-rekan anggota HMM Itenas, Bandung.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat terbuka atas saran dan kritik yang
membangun demi kemajuan penulisan laporan berikutnya. Akhirnya, penulis
berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bandung, Februari 2010
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan i
Abstrak ii
Kata Pengantar iv
Daftar Isi vi
Daftar Gambar x
Daftar Tabel xii
Bab I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan Perancangan dan Pengujian 2
1.3. Ruang Lingkup Kajian 3
1.4. Metodologi Perancangan dan Pengujian 4
1.5. Sistematika Penulisan 5
Bab II TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1. Pendahuluan Mengenai Motor Stirling 6
2.2. Sejarah Singkat Mesin Stirling 7
2.2.1. Penemuan Mesin Stirling 9
2.2.2. Pengembangan Mesin Stirling 10
2.3. Siklus Stirling 12
2.3.1. Siklus Stirling Ideal 12
2.3.2. Siklus Stirling Sebenarnya 15
2.3.3. Analisis Siklus Stirling Ideal 16
2.4. Prinsip Kerja Motor Stirling 19
2.4.1. Prinsip Kerja Dasar Motor Stiring 19
2.4.2. Prinsip Kerja Motor Stirling Tipe Alpha (α) 20
2.4.3. Regenerator 24
2.5. Jenis Motor Stirling 26
vii
2.5.1. Berdasarkan Penggunaannya 26
2.5.2. Berdasarkan Konfigurasi Mekaniknya 27
2.6. Karakteristik Motor Stirling 29
2.6.1. Beberapa Keuntungan Dari Motor Stirling. 29
2.6.2. Beberapa Kelemahan Dari Motor Stirling 30
2.7. Pendekatan Termodinamika Motor stirling 30
2.7.1. Asumsi-asumsi Pada Teori Schmidt 31
2.7.2. Persamaan-persamaan Yang Digunakan Pada Perancangan Mesin
Stirling Tipe Alpha (α) Menurut Teori Schimdt 34
2.8. Perencanaan Sirip 39
2.9. Material Untuk Silinder Panas dan Dingin 41
Bab III PERANCANGAN TERMODINAMIKA 43
3.1. Kondisi Termodinamika Yang Digunakan Dalam Perancangan 43
3.2. Parameter Berdasarkan Kondisi Termodinamika 46
3.3. Massa Udara Yang Diperlukan Sebagai Fluida kerja 47
3.4. Tekanan Rata-rata (Pmean) 49
3.5. Tekanan Ekstrim Siklus 50
3.5.1. Tekanan Maksimum (Pmax) 50
3.5.2. Tekanan Maksimum (Pmax) 51
3.6. Kerja Indikator Yang Dihasilkan Dalam Satu Siklus (Wi) 51
3.6.1. Kerja ekspansi (WE) 52
3.6.2. Kerja kompresi (WC) 52
3.6.3. Kerja Indikator (WI) 52
3.7. Efisiensi Thermal Yang Dihasilkan (ηt) 53
3.8. Diagram P-V Hasil Perancangan Motor Stirling 54
3.9. Perhitungan Temperatur Di Permukaan Silinder Panas 56
3.10. Perhitungan Perpindahan Panas Melalui Sirip 60
3.11. Perencanaan Regenerator 65
Bab IV PENGUJIAN MOTOR STIRLING 66
viii
4.1. Prosedur Pengujian 66
4.1.1. Prosedur Untuk Melakukan Pengujian 66
4.1.2. Pengamatan Pada Pengujian 68
4.1.3. Langkah Pemecahan 69
4.2. Modifikasi Yang Dilakukan 69
4.3. Pengujian Dan Permasalahan 70
4.3.1. Pengujian Dan Prosedur Penentuan Masalah 70
4.3.2. Tahapan Pengujian Yang Dilakukan 72
4.3.2.1. Pengujian I 72
4.3.2.2. Pengujian II 73
4.3.2.3. Pengujian III 75
4.3.2.4. Pengujian IV 75
4.3.2.5. Pengujian V 76
4.3.2.6. Pengujian VI 77
4.3.2.7. Pengujian VII 78
4.3.2.8. Pengujian VIII 79
4.3.2.9. Pengujian IX 80
4.4. Pengukuran Parameter-Parameter Termodinamika 83
Bab V PENGOLAHAN DATA 89
5.1. Data Hasil Pengujian 89
5.2. Parameter Berdasarkan Kondisi Termodinamika 89
5.3. Massa Udara Yang Diperlukan Sebagai Fluida Kerja 90
5.4. Tekanan rata-rata (Pmean) 91
5.5. Tekanan Ekstrim Siklus 92
5.5.1. Tekanan Maksimum (Pmax) 92
5.5.2. Tekanan Minimum (Pmin) 92
5.6. Kerja indikator yang dihasilkan dalam satu siklus (Wi) 93
5.6.1. Kerja ekspansi (WE) 93
5.6.2. Kerja kompresi (WC) 94
5.6.3. Kerja Indikator (WI) 95
ix
5.7. Efisiensi Thermal Yang Dihasilkan (ηt) 95
5.8. Diagram P-V Hasil Pengujian Motor Stirling 95
Bab VI ANALISIS 97
6.1. Analisis Secara Umum 97
6.2. Analisis Perancangan Termodinamika 97
6.3. Analisis Dari Rangkaian Percobaan yang Dilakukan 98
Bab VII KESIMPULAN DAN SARAN 101
7.1. Kesimpulan 101
6.1.1. Kesimpulan Perancangan 101
6.1.2. Kesimpulan Pengujian 103
7.2. Saran 103
Daftar Pustaka xiv
Lampiran xv
x
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 2.1 : Proyek Solar Energy dari Solar Array sited di gurun Mojave,
California Desert dengan menggunakan SunCatcherTM Technologies dari SES
Stirling Energy Systems 8
2. Gambar 2.2 Sketsa penemuan Robert Stirling 9
3. Gambar 2.3 Siklis Stirling Ideal dalam Diagram P‐v and dan diagram T‐s 12
4. Gambar 2.4 Siklus stirling sebenarnya 15
5. Gambar 2.5 udara dalam keadaan tekanan atmosfer (a), dipanaskan (b) dan
didinginkan (c) 20
6. Gambar 2.6 Posisi engkol tertentu pada stirling alpha 21
7. Gambar 2.7 Posisi engkol tertentu pada stirling alpha 22
8. Gambar 2.8 Posisi volume maksimum dan minimum 23
9. Gambar 2.9 grafik sudut engkol VS volume dan sudut engkol VS tekanan 23
10. Gambar 2.10 Susunan Motor Stirling tipe alpha 26
11. Gambar 2.11 Skema Motor Stirling tipe alpha 26
12. Gambar 2.12 Susunan Motor Stirling tipe beta 26
13. Gambar 2.13 Skema Motor Stirling tipe beta 27
14. Gambar 2.14 susunan Motor Stirling tipe gamma 27
15. Gambar 2.15 Skema Motor Stirling tipe gamma 27
16. Gambar 2.16 Volume sebagai fungsi sinusoidal 31
17. Gambar 2.17. Mesin Stirling tipe Alpha 33
xi
18. Gambar 3.1 Skema Mesin Stirling Tipe Alpha (a) dan (b), dengan
konfigurasi V (a) 44
19. Gambar 3.2 (a) Diagram P-V hasil perancangan 55
20. Gambar 3.2 (b) Diagram V vs Angle hasil perancangan 55
21. Gambar 3.2 (c) Diagram P vs Angle hasil perancangan 55
22. Gambar 3.3 Distribusi temperatur di hot cylinder head 56
23. Gambar 3.4 Konstruksi sirip dan distribusi temperatur pada sirip 62
24. Gambar 4.1 Konfigurasi Motor Stirling (A) Dan Burner Lpg(B) 66
25. Gambar 4.2 Kebocoran Yang Terjadi 67
26. Gambar 4.3 Penambahan Extension Cylinder 69
27. Gambar 4.4 Parabolic Mirror 69
28. Gambar 4.5 Motor Stirling Yang Sudah Dirakit 71
29. Gambar 4.6 Pengujian Pada Tanggal 25 Januari 2010 79
30. Gambar 4.7 Pengujian Pada Tanggal 26 Januari 2010 80
31. Gambar 4.8 Sensor Tekanan 81
32. Gambar 4.9 Pemasangan Sensor Tekanan 82
33. Gambar 4.10 Termokopel Tipe K 82
34. Gambar 4.11 Pemasangan Sensor Termokopel 83
35. Gambar 4.12 Pengujian Pada Tanggal 6 Februari 2010 84
36. Gambar 4.13 Grafik Temperatur vs Waktu 83
37. Gambar 4.14 Pengujian Pada Tanggal 8 Februari 2010 83
38. Gambar 4.15 Grafik Temperatur vs Waktu 83
xii
DAFTAR TABEL
1. Tabel 2.1 Simbol-simbol yang digunakan 32
2. Tabel 3.1 Daya indikator motor stirling berdasarkan variasi putaran 53
3. Tabel 3.2 Perhitungan untuk membuat diagram P-V 54
4. Tabel 4.1 Tindakan yang dilakukan 71
5. Tabel 5.1 Daya indikator motor stirling berdasarkan variasi putaran 94
6. Tabel 5.2 Perhitungan untuk membuat diagram P-V 95
7. Tabel 7.1 Spesifikasi teknis hasil perancangan termodinamika 101
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan teknologi pembangkit daya di negara-negara maju,masih
sulit untuk diikuti oleh para ahli Indonesia. Kekurangan tenaga ahli,
kekurangan fasilitas, kekurangan pendanaan riset, dan lemahnya koordinasi
adalah sebagian dari masalah utama yang sering ditunjuk sebagai penghalang
kemajuan teknologi di bidang rancang-bangun mesin. Padahal di kalangan
perguruan tinggi banyak tercetus ide-ide dalam hal perancangan dan
pembuatan mesin-mesin pembangkit daya, tetapi karena kurang mendapat
dukungan baik dari pemerintah maupun investor untuk membantu khususnya
dalam hal pendanaan riset, maka ide-ide tersebut akhirnya tidak dapat
dikembangkan lebih lanjut.
Dengan adanya masalah tersebut di atas, maka dalam Tugas Akhir ini
dirancang, dibuat dan diuji sebuah prototype Motor Stirling yang merupakan
keluarga motor bakar yang berguna sebagai pembangkit daya.
Stirling adalah mesin kalor yang mengambil kalor dari luar silinder
kerjanya. Sumber kalor apapun, selama beda temperaturnya cukup tinggi,
akan bisa menggerakkan motor stirling ini. Motor ini merupakan salah satu
mesin kalor dengan emisi terbersih. Motor stirling juga merupakan motor
yang termasuk pada motor pembakaran luar (external combustion engine),
mesin yang memanfaatkan siklus tertutup regeneratif (closed-cycle
Tugas Akhir 2
Anggit Yuliartono M | 2010
regenerative machines). Analisis secara termodinamik dari motor stirling
menunjukkan bahwa efisiensi thermal mesin ini sama dengan efisiensi siklus
Carnot. Meskipun motor ini ditemukan sebelum ditemukannya motor bakar
pembakaran dalam (internal combustion engines), motor stirling belum
diproduksi untuk tujuan komersial. Alasan utama mengapa mesin ini tidak di-
komersialkan adalah kurang kompetitifnya mesin ini jika dibandingkan
dengan mesin yang menggunakan motor bakar pembakaran dalam dari segi
daya spesifiknya dan dimensinya. (Karabulut, 1994).
Secara prakteknya, siklus stirling berbeda dengan siklus teoritik yang
di dalamnya terdapat proses dua temperatur konstan dan dua volume konstan.
Banyak teori yang bisa dijadikan dasar untuk analisis termodinamik mengenai
motor stirling. Salah satunya dikemukakan oleh Schmidt (1871), teori ini
kemudian dikenal dengan nama Schmidt Theory.
1.2 Tujuan Perancangan dan Pengujian
Perancangan termodinamika dan pengujian prototype motor stirling ini
bertujuan untuk:
• Merancang motor stirling dengan dua silinder, bagian panas dan bagian
dingin dengan mengaplikasikan teori Schmidt.
• Memakai bahan bakar terbarukan(renewable energy), sebagai alternatif
pengganti bahan bakar alam (hasil pengembangan).
Tugas Akhir 3
Anggit Yuliartono M | 2010
• Mengestimasi prestasi dari motor stirling yang dirancang, untuk
kemudian dibandingkan dengan hasil perancangan termodinamika motor
stirling ini.
1.3 Ruang Lingkup Kajian
Pada penelitian dirancang dan diuji sebuah motor stirling tipe alpha
dengan konfigurasi – V yang meliputi perancangan termodinamika yang
mendasarkan pada siklus stirling ideal dengan menggunakan teori Schmidt
dan pengujian yang berguna untuk membandingkan hasil rancangan
termodinamika dan hasil pengujian di laboratorium. Perancangan
termodinamika motor stirling ini, meliputi :
1. Perencanaan volume silinder.
2. Temperatur silinder panas dan dingin dari motor stirling.
3. Tekanan maksimum dan minimum yang dicapai motor stirling.
Pada perencanaan volume silinder dari motor stirling ini, digunakan
komponen-komponen piston dari sepeda motor Yamaha Jupiter-Z untuk
mencapai volume 110 cc, selain piston, komponen dari Yamaha Jupiter-Z
yang digunakan antara lain poros engkol dan batang penghubung.
Tugas Akhir 4
Anggit Yuliartono M | 2010
1.4 Metodologi Perancangan dan Pengujian
Untuk memperoleh data-data yang mendasari proses perancangan dan
pengujian pada tugas akhir ini, metodologi yang dilakukan adalah sebagai
berikut :
1. Studi lapangan
Observasi langsung pada komponen-komponen motor bakar dengan
siklus Otto (motor bakar dengan bahan bakar premium) karena
komponen utama yang digunakan merupakan komponen-komponen
dari sepeda motor Yamaha Jupiter Z.
2. Studi literatur
Mencari referensi yang berhubungan dengan motor stiring, baik
berupa video, e-book dan laporan penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya. referensi tersebut dapat diperoleh dari internet, dan buku-
buku mengenai stirling engine.
3. Diskusi
Diskusi langsung dengan dosen pembimbing dan dosen lainnya Di
Jurusan Teknik Mesin Itenas, berdiskusi di forum stirling engine
community baik di server dalam maupun luar negeri, serta berdiskusi
pihak-pihak lain termasuk kawan-kawan mahasiswa yang menunjang
tercapainya tujuan tugas akhir ini.
Tugas Akhir 5
Anggit Yuliartono M | 2010
1.5 Sistematika Penulisan
Dalam penulisan laporan tugas akhir ini akan dilaporkan dengan
sistematika pembahasan sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan, Bab ini berisi tentang latar belakang dan rumusan
masalah dilakukannya tugas akhir, tujuan, ruang lingkup kajian, metodologi,
dan sistematika pembahasan yang menjadi dasar dan kerangka kerja dalam
merancang dan menguji motor stirling ini.
Bab II Tinjauan Pustaka, Bab ini akan dibahas tentang teori-teori yang
berkaitan dengan hal-hal yang disebutkan dalam tujuan masalah di atas dan
cara pembahasan dari masing-masing permasalahan, melalui studi pustaka
dari berbagai literatur.
Bab III Perancangan, Bab ini berisi tentang perhitungan analisis
termodinamika motor stirling dengan teori Schmidt, kemudian berisikan
perhitungan sirip, perhitungan kerugian energi akibat gesekan antara ring
piston dan dinding silinder.
Bab IV Pengujian, Bab ini berisi tentang cara dan hasil pengujian
motor stilring yang telah dibuat, serta riwayat pengujian yang dilakukan di
Laboratorium Konversi Energi Institut Teknologi Nasional.
Bab V Analisa, Bab ini berisi tentang analisa-analisa berdasarkan hasil
perancangan dan pengujian motor stirling.
Tugas Akhir 6
Anggit Yuliartono M | 2010
Bab VI Kesimpulan, Bab ini berisi tentang kesimpulan-kesimpulan
dari perancangan dan pengujian motor stirling untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.
Daftar Pustaka, Berisi tentang referensi buku dan literatur yang
menjadi acuan dalam penulisan laporan ini.
Lampiran, Berisi tentang tabel-tabel dan grafik-grafik yang digunakan
dalam perancangan, gambar teknik dari hasil perancangan serta foto-foto
motor stirling yang telah dibuat pada saat pengujian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pendahuluan Mengenai Motor Stirling
Stirling adalah mesin kalor yang mengambil kalor dari luar silinder
kerjanya. Sumber kalor apapun, selama temperaturnya cukup tinggi, akan
bisa menggerakkan motor stirling ini.
Secara prakteknya, siklus stirling berbeda dengan siklus teoritik yang
di dalamnya terdapat proses dua temperatur konstan dan dua volume konstan.
Banyak teori yang bisa dijadikan dasar untuk analisis termodinamik mengenai
motor stirling. Salah satunya dikemukakan oleh Schmidt (1871), teori ini
kemudian dikenal dengan nama Schmidt Theory.
Dalam perkembangannya, motor stirling dapat digunakan sebagai
pembangkit listrik yang menggunakan sumber energi terbarukan, seperti
energi matahari. Konsep pemanfaatan energi matahari untuk mengoperasikan
mesin stirling tidak dengan photovoltaic seperti yang sudah banyak ditemui di
dunia global, tetapi menggunakan parabolic mirror dish seperti yang tertera
pada gambar dibawah.
Tugas Akhir 8
Anggit Yuliartono M | 2010
Gambar 2.1 : Proyek Solar Energy dari Solar Array sited di gurun Mojave, California Desert
dengan menggunakan SunCatcherTM Technologies dari SES Stirling Energy Systems2
2.2. Sejarah Singkat Mesin Stirling
Penemu dari mesin stirling adalah Robert Stirling (1790-1878), beliau
adalah preacher (pendeta) dan penemu. Beliau juga merupakan mentri gereja
negara Skotlandia pada saat itu yang tertarik pada kesehatan fisik dan
keselamatan dari jemaah gerejanya dalam rangka untuk kebaikan jiwanya.
2.2.1. Penemuan Mesin Stirling
Beliau menemukan mesin stirling (yang beliau sebut “air engine") karena
mesin uap pada masa itu seringkali meledak, membunuh dan melukai orang-
orang berada di dekat mesin uap tersebut pada saat meledak. Mesin yang
dibuat Robert Stirling lebih aman dengan alasan tidak akan meledak, dan
mesin-mesin tersebut memproduksi daya yang lebih besar daripada mesin uap
pada saat itu. Pada tahun 1816, Stirling menerima hak paten pertama dari tipe
baru “air engine.” Mesin yang ia bangun, dan mesin-mesin selanjutnya yang
mengikuti, pada saat ini
2Stirling energy system, SES . 2008 . Solar Two . diakses tanggal 15 November 2008 . dari http://www.stirlingenergy.com/projects/default.asp
Tugas Akhir 9
Anggit Yuliartono M | 2010
menjadi dikenal sebagai “hot air engines.” Mesin-mesin tersebut terus disebut
sebagai “hot air engines“ sampai tahun 1940-an, ketika gas lain seperti
helium dan hydrogen digunakan sebagai fluida kerja. Saudara laki-laki dari
Robert, James Stirling, juga mempunyai peran penting dalam pengembangan
dari mesin Stirling/Stirling engines.
Gambar 2.2 Sketsa penemuan Robert Stirling1
Tetapi, seiring dengan ditemukannya motor bakar pembakaran dalam
pada akhir abad -19 dan banyaknya penggunaan motor listrik, maka motor
stirling ini pun semakin dilupakan.
2.2.2. Pengembangan Mesin Stirling
Sejak awalnya mesin Stirling memiliki reputasi kerja yang baik dan masa
kerja yang lama (di atas 20 tahun), antara lain digunakan sebagai mesin
pompa air dengan kapasitas rendah, yaitu pada pertengahan abad ke sembilan
belas sampai sekitar tahun 1920, yaitu ketika mesin pembakaran internal dan
motor listrik mulai menggantikannya. Mesin dengan udara panas (hot-air
engine) dikenal karena cara kerjanya yang mudah, kemampuannya
menggunakan berbagai jenis bahan bakar; selain itu operasinya aman, tidak
berisik, efisiensinya memadai (moderate), stabil dan rendah biaya
1 Maier, Cristpoh . Stirling engine . 2007 . University of Gavle
Tugas Akhir 10
Anggit Yuliartono M | 2010
perawatannya. Kekurangannya adalah ukurannya yang sangat besar namun
daya keluarannya (output) kecil dan harga investasinya tinggi / mahal (untuk
ukuran saat itu).
Lepas dari pada itu, karena biaya operasinya rendah, maka mesin
Stirling dipilih aplikasinya untuk mesin dengan tenaga uap pilihan satu-
satunya pada saat itu yang boros bahan bakar untuk mesin dengan daya yang
sama, dan memerlukan perhatian khusus untuk mencegah terjadinya bahaya
ledakan atau kerusakan lainnya.
Kekurangan utama lainnya untuk jenis mesin udara panas adalah
kecenderungannya gagal operasi apabila heater head terlalu panas, walaupun
hal itu kemudian dapat diatasi setelah dilakukan rekayasa ulang heater head
nya, yang dapat mencegah panas lebih, serta aman pada mesin dengan daya
rendah .
Namun tetap saja penyempurnaan ini tidak mampu meningkatkan
daya saing mesin ini terhadap mesin-mesin pembakaran internal lainnya yang
bermunculan di pasaran pada waktu itu yang harganya jauh lebih murah.
Penemuan baru baja tahan karat (stainless steel) dan berkembangnya
pengetahuan pada proses mesin termodinamik yang kompleks, mengawali
temuan mesin-mesin baru, menjelang dan sesudah perang Dunia - II. Desain
mesin udara panas yang disempurnakan , dengan bobot dan harga yang lebih
murah, konstruksi dan operasinya yang mudah, dan yang lebih penting lagi
adalah variasi bahan bakarnya yang tetap tidak berubah (bisa dengan udara
ataupun gas). Ironisnya, beberapa negara maju justru tidak tertarik
Tugas Akhir 11
Anggit Yuliartono M | 2010
menggunakan sistem mesin yang “sangat sederhana” ini untuk umpamanya
pada mesin otomotif yang canggih, sistem pembangkit daya (listrik, bukan
untuk daya dorong primer) pada pesawat ruang angkasa.
Situasi ini kemudian berubah tahun 1980, setelah USAID (Agen AS
untuk bantuan pengembangan internasional) mendanai pengembangan
pembuatan mesin stirling untuk negara-negara berkembang , dan itu dimulai
dari Bangladesh. Dari sinilah berawal prospek pengembangan dan
pemanfaatan mesin Stirling untuk negara-negara berkembang lainnya , di
Afrika, Asia dan Amerika Latin, sebagai salah satu solusi mesin yang murah
dan hemat energi dengan menggunakan udara atau gas (helium, hydrogen,
nitrogen, methanol dsb) sebagai fluida kerjanya.
2.3. Siklus Stirling
2.3.1. Siklus Stirling Ideal
Gambar 2.3 memperlihatkan siklus stirling ideal. Siklus ini terdiri dari 4
(empat) proses yang dikombinasikan menjadi sebuah siklus tertutup, yaitu,
dua proses isothermal dan dua proses isochorik. Proses-proses tersebut
ditunjukkan pada diagram tekanan-volume (P‐v) dan diagram
temperatur‐entropi (T‐s). Luas area didalam diagram siklus stirling tersebut
adalah kerja indikator yang dihasilkan dari siklus tersebut. Kerja dihasilkan
oleh siklus hanya dihasilkan dari proses isothermalnya saja. Untuk
memfasilitasi kontinuitas kerja dari dan menuju sistem, sebuah flywheel harus
Tugas Akhir 12
Anggit Yuliartono M | 2010
diintegrasikan dalam rancangan mesin stirling. Flywheel berguna sebagai
storage device untuk energi. Dalam siklus ini, panas harus ditransmisikan
dalam seluruh prosesnya. (Borgnakke et al,2003).
Gambar 2.3 Siklis Stirling Ideal dalam Diagram P‐v and dan diagram T‐s3
Kerja yang dihasilkan dari siklus stirling tertutup ideal
direpresentasikan oleh luas area 1‐2‐3‐4 pada diagram P‐V. Dari Hukum
Pertama Termodinamika, kerja output harus sama dengan panas input yang
direpresentasikan pada area 1‐2‐3‐4 di diagram T‐S. Regenerator dapat
digunakan untuk mengambil panas dari fluida kerja di proses 4‐1 dan
mengembalikan lagi panas dalam proses 2‐3. Siklus Carnot memperlihatkan
efisiensi teoritik dari sebuah siklus termodinamika.
3Power from the Sun. (2008a). Power Cycles for Electricity Generation. diakses 12 October 2008 dari http://www.powerfromthesun.net/chapter12/Chapter12new.htm#12.3.1%20%20%20%20%20Stirling%20Engines
Tugas Akhir 13
Anggit Yuliartono M | 2010
Proses siklus Stirling Ideal :
Proses 1‐2 : Kompresi Isothermal
Piston pada silinder panas memberikan kerja pada fluida kerja dan
mengkompresikannya secara isothermal pada temperatur dingin, pada saat
hal yang sama terjadi juga pembuangan kalor ke lingkungan. Karena fluida
kerja bertekanan rendah pada saat itu, diperlukan kerja yang lebih sedikit
untuk mengkompresikan daripada kerja yang dihasilkan pada proses ekspansi.
• Pembuangan panas ke silinder dingin.
• Q12 = area 1‐2‐b‐a pada diagram T‐s
• Fluida kerja dikenai kerja. (pertukaran energi dari flywheel)
• W12 = area 1‐2‐b‐a pada diagram P‐v
Proses 2‐3 : Kompresi Isokhorik
Piston mentransfer fluida kerja secara isochoric melewati regenerator menuju
silinder panas. Kalor dihantarkan ke fluida kerja ketika gas melewati
regenerator, mengakibatkan naiknya temperatur fluida kerja ketika masuk ke
silinder panas.
• Pemasukan Panas (pertukaran energi dari regenerator)
• Q23 = area 2‐3‐c‐b pada diagram T‐s
• W23 = 0
Proses 3‐4 : Ekspansi Isothermal
Fluida kerja dengan tekanan tinggi menyerap panas dari area panas dan
mengekspansikannya secara isothermal, hal ini mengakibatkan adanya kerja
pada piston
Tugas Akhir 14
Anggit Yuliartono M | 2010
• Panas ditransferkan dari smber panas
• Q34 = area 3‐4‐d‐c pada diagram T‐s
• Kerja dilakukan oleh fluida kerja (pertukaran energi ke flywheel)
• W34 = area 3‐4‐a‐b pada diagram P‐v
Process 4‐1 : Kompresi Isokhorik
Piston ekspansi mentransfer fluida kerja secara isochoric melewati
regenerator ke sisi dingin (silinder dingin) dari mesin. Kalor diserap dari
fluida kerja ketika fluida kerja melewati regenerator, hal ini juga membuat
temperatur fluida kerja menurun pada saat menuju silinder dingin.
• Pelepasan kalor (pertukaran energi ke regenerator)
• Q41 = area 1‐4‐d‐a pada diagram T‐s
• W41 = 0
2.3.2. Siklus Stirling Sebenarnya
Siklus stirling sebenarnya ditunjukkan pada gambar di bawah. Seperti
yang bisa dilihat, ada kerja selama proses 2-3 dan 4-1, tidak seperti prediksi
pada siklus ideal. Salah satu penyebab ketidakefisienan adalah disertakannya
regenerator pada motor stilring. penambahan regenerator menambah gesekan
pada aliran fluida kerja.
Tugas Akhir 15
Anggit Yuliartono M | 2010
Gambar 2.4 Siklus stirling sebenarnya
Penyebab utama lain yang menyebabkan inefisiensi dari siklus stirling
sebenarnya yaitu tidak seluruh fluida kerja berpartisipasi dalam siklusnya,
contohnya yaitu fluida kerja yang berada di volume sisa. Martini (2004)
menyatakan bahwa hubungan antara persentasi dari volume sisa dalam sistem
dengan penurunan kerja per siklus adalah linear. Maka dari itu, jika sebuah
motor stirling mempunyai 20% volume sisa, maka kerja output akan 80%
dari kerja apabila tidak ada volume sisa. Pada kenyatannya, volume sisa akan
selalu ada, karena adanya regenerator, clearances, pipa saluran, yang
diperlukan untuk meningkatkan pertukaran kalor pada sistem sebenarnya.
Meskipun begitu, siklus stirling yang ideal dapat dianalisis menggunakan
prinsip-prinsip termodnamika, analisis tersebut sebagai pengira-ngiraan dari
motor stirling sebenarnya.
Tugas Akhir 16
Anggit Yuliartono M | 2010
2.3.3. Analisis Siklus Stirling Ideal
Kerja output dari siklus Stirling dapat dievaluasi dengan cara integral
tertutup
(2.1)
Hal ini bisa dilihat dengan mudah sebagai luas area di dalam siklus
pada diagram P-v pada Gambar 2.4. Untuk mengevaluasi integral perlu
dipertimbangkan kerja yang dilakukan selama proses ekspansi isothermal dan
kompresi berlangsung,
(2.2)
dengan
mRTVp =.
dan T bernilai konstan untuk proses isothermal, m konstan untuk siklus
tertutup , maka,
(2.3)
dimana indeks H dan L menyatakan temperatur silinder panas dan silinder
dingin. Persamaan tersebut dapat disederhanakan lagi, karena V4 = V1 dan V3 =
V2 menjadi:
(2.4)
Kerja yang dihasilkan menggambarkan energi yang dihasilkan dari
sistem, tanda negatif berarti menandakan arah kemana energi tersebut, masuk
Tugas Akhir 17
Anggit Yuliartono M | 2010
atau keluar sistem. Berdasarkan Persamaan 2.4, kerja output dari siklus
stirling dapat ditingkatkan dengan memaksimalkan perbedaan antara (TH-TL),
massa fluida kerja, ataupun meningkatkan konstanta gas spesifiknya.
Aliran kalor dari dan ke siklus stirling dinyatakan oleh persamaan berikut :
dSTQH ∫=2
1
(2.5)
Digambarkan pada luas area dibawah kurva pada diagram T-S. Integral ini
dapat dievaluasi dengan menggunakan Hukum Pertama Termodinamika:
dQ = dU –dW
dimana,
dQ = TdS dan dW = - pdV
maka
TdS = dU - (- pdV )
jadi aliran kalor selama proses ekspansi isothermal dapat dinyatakan sebagai
bentuk perubahan energi dalam dan dengan melihat persamaan gas ideal :
pV = mRT
kemudian fungsi tekanan dapat dinyatakan sebagai bentuk volume dan
temperatur, maka integral tadi dapat diselesaikan menjadi :
(2.6)
denga teknik yang sama pada persamaan 2.4, maka didapat
=
3
4lnV
VmRTQ HH (2.7)
Tugas Akhir 18
Anggit Yuliartono M | 2010
Pada proses kompresi isothermal, kalor yang dilepaskan (dengan V4 = V1
dan V3 = V2, dimana subscripts H and L menyatakan temperatur silinder
panas dan dingin), maka:
−=
1
2lnV
VmRTQ LL (2.8)
Efisiensi dari setiap mesin kalor didefinisikan sebagai perbandingan kerja
output dengan kalor input.
HQ
W−=η
dengan mensubstitusikan Persamaan 2.4. dan 2.6., maka:
−
=
3
4
3
4
ln
)(ln
V
VmRT
TTV
VmRT LH
η (2.9)
dan dapat disederhanakan menjadi:
H
LH
T
TT )( −=η (2.10)
maka dapat diobservasi :
ηSTIRLING = ηCARNOT
atau, dengan kata lain, siklus stirling mempunyai kemungkinan efisiensi
maksimum seperti halnya dengan efisiensi Carnot sesuai dengan Hukum
Kedua Termodinamika. Tetapi bagaimanapun, harus diingat bahwa motor
stirling adalah mesin yang secara praktek dimana banyak faktor lain yang
mempengaruhi perhitungan secara matematisnya.
Tugas Akhir 19
Anggit Yuliartono M | 2010
2.4. Prinsip Kerja Motor Stirling
2.4.1. Prinsip Kerja Dasar Motor Stiring
Cara kerja mesin ini memanfaatkan sifat dasar Udara yang akan
memuai jika dipanaskan dan akan menyusut jika didinginkan. Dengan
demikian akan terjadi siklus pemuaian dan penyusutan sehingga sebuah
mesin dapat berputar. Dari definisi tadi dapat ditarik kesimpulan bahwa
sebuah stirling engine akan bekerja atau berputar jika terdapat perbedaan
temperatur. Perbedaan temperatur tersebut mengakibatkan adanya perbedaan
tekanan yang akhirnya menghasilkan ekspansi dari fluida kerjanya. Ekspansi
inilah yang dimanfaatkan untuk dikonversi menjadi kerja oleh piston yang
kemudian dihubungkan ke poros engkol (crankshaft) agar menjadi kerja
mekanik. Poros engkol ini kemudian dihubungkan ke flywheel agar dapat
terjadi siklus berikutnya.
a b c
Gambar 2.5 udara dalam keadaan tekanan atmosfer (a), dipanaskan (b) dan didinginkan (c)
Tugas Akhir 20
Anggit Yuliartono M | 2010
2.4.2. Prinsip Kerja Motor Stirling Tipe Alpha (α)
Seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah, motor stirling tipe
ini terdiri dari dua silinder dengan susunan saling membentuk sudut antara
saru sudut dengan yang lainnya, silinder tersebut adalah silinder panas
(ekspansi) dan silinder dingin(kompresi). Karena susunannya membentuk
sudut 90o, motor stirling tipe alpha ini disebut juga alpha stirling V-engine.
Motor stirling ini juga memerlukan flywheel. Pada gamber silinder panas di
bawah, ditunjukkan dengan disebelah kiri, yang dipanaskan dengan api dari
burner. Kemudian silinder dingin ditunjukkan di sebelah kanan pada gambar
di bawah, didinginkan dengan sistem pendinginan air. dan sebelum pendingin
selipkan regenerator yang berfungsi menaikkan efisiensi.
a b
Gambar 2.6 Posisi engkol tertentu pada stirling alpha
Gambar 2.6 (a) adalah posisi awal dari penjelasan prinsip kerja ini.
Piston di silinder panas berada pada posisi TMA. Pada posisi ini, diasumsikan
pada posisi 0o. Hampir seluruh fluida kerja berada di silinder dingin.
Kemudian karena adanya rotasi yang diberikan oleh pengasut, flywheel
berputar sebanyak 90o. Maka terjadi pergerakan dari silinder dingin ke
Tugas Akhir 21
Anggit Yuliartono M | 2010
silinder panas melewati regenerator. Pada keadaan ini, fluida kerja mengalami
pemanasan, temperaturnya naik. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6
maka tekanan udara meningkat, lebih tinggi daripada tekanan awal seperti
pada Gambar 2.6(a). Pada kedua posisi engkol tersebut (Gambar 2.6(a) dan
2.6(b)). Volume dari engine ini tetap, tetapi tekanan meningkat pada silinder
panas.
Pada keadaan ini, tekanan tersebut akan mengakibatkan adanya gaya
yang bisa mendorong piston dan memberikan torsi bagi putaran flywheel.
Tekanan pada silinder dingin akan sama dengan tekanan pada silinder panas.
Pada Gambar 2.6(b) piston pada silinder dingin berada pada posisi TMA,
tetapi pada posisi ini, meskipun tekanan pada silider dingin sama dengan
silinder panas, gaya yang diakibatkan adanya tekanan tersebut belum cukup
untuk mendorong piston dan menghasilkan cukup torsi untuk memutar
engkol. Maka torsi untuk memutar engkolnya memanfaatkan inersia yang ada
pada flywheel.
a b
Gambar 2.7 Posisi engkol tertentu pada stirling alpha
Tugas Akhir 22
Anggit Yuliartono M | 2010
Pada Gambar 2.7(a) engkol berputar kembali sebesar 90o dan
menghasilkan torsi. Posisi engkol berada pada posisi 180o, volume udara
menjadi lebih besar pada kedua silinder. Pada posisi ini, ekspansi yang terjadi
di slinder panas berangsur-angsur berkurang, tetapi masih terjadi kerja pada
posisi ini. Energi yang disimpan di flywheel meningkat, karena perputaran
dari engkol dari posisi 90o ke 180o. Udara pada silnder dingin mulai bergerak.
Pada gambar 2.7(b) engkol kembali berputar ke posisi 270o, volume
silinder dingin meningkat. Pada posisi yang ditunjukkan pada Gambar 2.7(b)
kompresi fluida kerja mulai dilakukan. Sekedar informasi, volume maksimum
terjadi pada posisi engkol 255o (lihat Gambar 2.9. dan gambar grafik pada
Gambar 2.9) yang akan dibuktikan pada proses perancangan di bab
berikutnya.
Gambar 2.8 Posisi volume maksimum dan minimum
Tugas Akhir 23
Anggit Yuliartono M | 2010
Gambar 2.9 grafik sudut engkol VS volume dan sudut engkol VS tekanan
Gambar 2.9 menunjukkan hasil kalkulasi stirling alpha dengan
diameter kedua piston sama besar, dengan asumsi kerugian akibat gesekan
dan pressure loss dianggap sangat kecil, sehingga bisa diabaikan. Volume
dan tekanan fluida kerja ditunjukkan pada grafik diatas untuk satu rotasi.
dimana VE adalah volume dalam silinder panas, VC adalah volume pada
silinder dingin, VG adalah volume total termasuk di dalamnya volume
regenerator dan volume sisa setiap silinder. Pada kedudukan volume
maksimum, maka tekanan berada pada keadaan minimum.
Pada posisi selanjutnya, engkol berputar menuju posisi 360o, dimana
fluida kerja mengalami kompresi sambil mengalami pendinginan, dan
kembali lagi ke posisi awal. Pada perputaran posisi engkol dari 270o ke 360o,
diperlukan sejumlah energi yang berasal dari flywheel. seperti yang dijelaskan
sebelumnya. Berdasarkan perhitungan, energi tersebut akan lebih kecil dari
Tugas Akhir 24
Anggit Yuliartono M | 2010
energi yang dihasilkan dari ekspansi fluida kerja. Maka selisih energi inilah
kerja/energi indikator dari sebuah motor stirling.
2.4.3. Regenerator
Berdasarkan siklus teoritiknya, sebuah motor stirling dapt bekerja
tanpa regenerator. Tetapi bagaimanapun efisiensi dari sebuah motor stirling
perlu untuk diperhatikan.
Ketika udara dari silinder dingin menuju silinder panas, maka udara
tersebut harus mengalami proses pemanasan kembali dari awal, sebelum
kembali melakukan ekspansi untuk menghasilkan kerja. Begitu pula
sebaliknya, udara yang menuju ke silinder dingin, mengalami proses
pendinginan dari temperatur yang cukup tinggi sebelum mengalami kompresi.
Tetapi apabila hal tersebut dapat dilakukan dengan awalan, dalam artian
udara yang menuju ke silinder panas mengalami pre-heating dan udara yang
menuju silnder dingin mengalami pre-cooling, maka efisiensi dari motor
dapat meningkat. Hal-hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
regenerator.
Pada motor stirling tipe – α, regenerator dapat direalisasikan sebagai
sebuah pipa diantara silinder panas dan silinder dingin dan di dalamnya
terdapat wire mesh.
Tugas Akhir 25
Anggit Yuliartono M | 2010
Gambar 2.10 Ilustrasi Sebuah Regenerator
Ketika udara dari silinder panas mengalir melewati regenerator, maka
udara tersebut akan menyimpan panas di wire mesh tersebut. Tetapi udara
tidak akan menjadi dingin seperti yang diinginkan, tetapi setidaknya ada
energi kalor yang disimpan di wire mesh tersebut.
Pada saat udara berbalik menuju silinder panas, kare terdorong oleh
piston di silinder dingin (pada stirling tipe - α), udara yang telah mengalami
proses pendinginan, mengambil energi kalor yang tadi tersimpan di wire mesh
agar terjadi pre-heating.
Dari penjelasan tadi, maka dapat diambil kesimpulan maka kalor yang
dihantarkan dari sumber kalor tidak perlu sebanyak kalor yang dihantarkan
ketika pemanasan pertama kali. Maka efisiensi mesin akan bisa bertambah.4
Jadi, perlu dipilih material untuk pengisi regenerator ini yaitu berupa
wire-mesh dengan material yang mempunyai thermal capacitance yang
cukup besar.
4Fette, Peter . How Does Stirling Engine Work. diakses 9 Februari 2009 dari http://www.stirling-fette.de/howdoes.htm#A0#A0
Tugas Akhir 26
Anggit Yuliartono M | 2010
2.5. Jenis Motor Stirling
2.5.1. Berdasarkan penggunaannya, mesin Stirling kemudian berkembang
menjadi beberapa jenis , antara lain :
1. Crank-drive Stirling Engine. Mesin jenis ini pembuatan dan operasinya
mudah, tidak menggunakan pelumas (oli) pada crankcase nya. Untuk
mencegah masuknya oli ke ruang engkol, digunakan jenis bantalan :
sealed roller bearings, ball bearings atau bushing dari bahan teflon yang
tidak dilubrikasi. Daya (energi) diperoleh dari gerakan maju-mundurnya
piston (system linier). Untuk operasinya diperlukan bahan bakar.
2. Simple Free-Piston Engine. Bekerja dengan udara atmosfir sebagai bahan
bakar kerjanya, dan putarannya sangat rendah. Kelebihan jenis mesin ini
adalah daya angkat dan efisiensinya sangat tinggi . Digunakan biasanya
untuk pompa (displacement pump). Mesin dengan displacer berdiameter
60 cm, dengan putaran 1 rotasi per detik (cycle per second), mampu
menghasilkan daya sekitar 500 watt (50 liter-meter/sec)
3. Free-Cylinder Engine. Mesin jenis resiprokal (berputar), antara lain
untuk pompa .
4. Duplex Stirling Engine, untuk mesin freezer penyimpan bahan makanan
yang portable.
5. Free-Piston Alternator Engine. Digunakan antara lain dalam
pengembangan mesin Stirling pembangkit listrik yang digerakkan dengan
bantuan panas surya (matahari). Kapasitas daya sampai 20 kw. Dalam
beberapa tahun ke depan diharapkan akan lebih besar lagi kapasitasnya.
Tugas Akhir 27
Anggit Yuliartono M | 2010
2.5.2. Berdasarkan konfigurasi mekaniknya, motor Stirling terbagi menjadi 3
jenis, yaitu:
1. Motor Stirling tipe alpha (α)
Stirling tipe alpha ini mempunyai dua silinder terpisah yang
terhubung secara seri dan di antaranya terdapat regenerator yang
berfungsi menaikkan efisiensi. Silinder disebut silinder panas atau
“hot cylinder” dan yang lainnya disebut silinder dingin atau “cold
cylinder”. Motor stirling tipe ini merupakan motor stirling modern.
Gambar 2.11 Susunan Motor Stirling tipe alpha
Gambar 2.12 Skema Motor Stirling tipe alpha4
2. Motor Stirling tipe beta (β)
Motor stirling dengan tipe ini merupakan tipe klasik dan cukup
poluler bersama dengan konfigurasi gamma. Motor yang dibuat oleh
Robert Stirling pada tahun 1816 menunjukkan bahwa motor tersebut
menggunakan konfigurasi beta. Baik motor stirling tipe beta dan gam-
ma menggunakan displacer.
4Fette, Peter . How Does Stirling Engine Work.. diakses 9 Februari 2009 dari http://www.stirling-fette.de/howdoes.htm#A0#A0
Tugas Akhir 28
Anggit Yuliartono M | 2010
Hanya bedanya tipe beta, displacer dan power piston berada dalam
satu silinder yang sama, sedangkan gamma terpisah.
Gambar 2.13 Susunan Motor Stirling tipe beta
Gambar 2.14 Skema Motor Stirling tipe beta
3. Motor Stirling tipe gamma (γ)
Motor stirling tipe ini bisa disebut juga penyederhanaan motor
stirling tipe beta dimana displacer dan power piston berada di siinder
yang berbeda, tetapi masih terhubung dengan flywheel yang sama.
Fluida kerja-nya dapat dengan bebas bergerak di antara kedua silinder
tersebut.
Gambar 2.15 susunan Motor Stirling tipe gamma
heater cooler
Tugas Akhir 29
Anggit Yuliartono M | 2010
Gambar 2.16 Skema Motor Stirling tipe gamma
2.6. Karakteristik Motor Stirling
2.6.1. Beberapa Keuntungan Dari Motor Stirling.
• Frekuensinya relatif lebih stabil/ konstan.
• Mesin Stirling dapat bekerja dengan sumber energi panas yang
bervariasi, termasuk bahan kimia, sinar surya (solar), limbah pertanian
(sekam, tempurung kelap), kayu bakar, berbagai produk minyak bakar
(biomassa, biofuel), panas bumi dan nuklir.
• Perbedaan yang mencolok dengan mesin pembakaran internal adalah
potensi untuk menggunakan sumber panas terbarukan pada mesin
Stirling lebih mudah, suara mesin lebih lembut (tenang), tidak berisik /
bising dan biaya perawatannya lebih rendah.
• Biaya kapital per unit daya ($/kW) dapat ditekan lebih rendah.
Dibandingkan dengan mesin pembakaran internal untuk daya yang
sama, maka biaya investasi mesin Stirling untuk saat ini umumya
masih lebih besar dan lebih berat, namun perawatannya jauh lebih
mudah dan ekonomis. Sehingga secara menyeluruh biaya energinya
masih dapat bersaing ketat. Efisiensi panasnya juga berimbang (untuk
mesin-mesin yang kecil) berkisar antara 15% - 30%. Dengan basis
Tugas Akhir 30
Anggit Yuliartono M | 2010
biaya investasi per unit daya di atas, untuk unit generator dengan
kapasitas s/d 100 kW , Mesin Stirling masih kompetitif harganya.
• Efisiensi teoritik yang cukup tinggi.
2.6.2. Beberapa Kelemahan Dari Motor Stirling.
• Harga yang cukup mahal karena motor stirling ini masih jarang di-
produksi secara massal. Selain itu, harga yang mahal ini juga
dipengaruhi karena untuk perancangan, produksi dan perakitan serta
maintenance, memerlukan tenaga ahli, sehingga ongkos-nya juga akan
mahal.
• Tingginya dimensi per output unit, artinya jika dibandingkan dengan
internal combustion engine, untuk menghasilkan daya yang sama,
motor stirling membutuhkan dimensi yang lebih besar.
2.7. Pendekatan Termodinamika Motor stirling
Dalam proses pembuatan sebuah prototype motor stirling, dibutuhkan
proses perancangan. Proses perancangan tersebut meliputi proses perhitungan
termodinamika yang nantinya dijadikan sebagai acuan dalam perancangan
elemen mesin, pemilihan bahan dan penentuan dimensi dari prototype motor
stirling tersebut. Salah satu teori yang biasa dipergunakan sebagai pendekatan
model termodinamika motor stirling adalah teori Schmidt. Banyak
pengembangan mengenai teori Schmidt, diantranya pengembangan yang
Tugas Akhir 31
Anggit Yuliartono M | 2010
dilakukan oleh Urieli, seorang ilmuwan asal Israel. Teori Schmidt yang
dipergunakan dalam penelitian ini merupakan teori Schmidt yang
dipublikasikan oleh Koichi Hirata, seorang ilmuwan asal Jepang. Teori
Schmidt (Schmidt Theory) adalah salah satu metode perhitungan isothermal
untuk mesin stirling. Teori ini merupakan teori yang paling sederhana dan
sangat berguna untuk pengembangan mesin stirling. Teori ini berdasarkan
pada ekspansi isothermal dan kompresi dari gas ideal6. (Hirata, 1995)
2.7.1. Asumsi-asumsi pada teori Schmidt
Performasi dari mesin dapat dikalkulasi dari diagram P-V. Volume dari mesin
juga dapat dengan mudah dihitung dari geometri internalnya. Jika volume,
massa dari fluida kerja sudah dapat ditentukan, maka tekanan dapat dihitung
menggunakan metode gas ideal seperti pada persamaan di bawah ini.
(2.11)
Parameter-parameter motor stirling dapat dihitung dengan menggunakan
asumsi-asumsi sebagai berikut :
(a) Tidak ada pressure loss dan tidak ada perbedaan internal pressure.
(b) Proses ekspansi dan proses kompresi berlangsung secara isothermal.
(c) Kondisi fluida kerja adalah udara sebagai gas ideal.
(d) Terjadi regenerasi sempurna.
6Hirata, Koichi . Bekkoame Home Page, Schmidt theory for Stirling engines . Stirling engine home page [online]. diakses tanggal 28 Juli 2009. dari : http://www.bekkoame.ne.jp/_khirata.
Tugas Akhir 32
Anggit Yuliartono M | 2010
(e) Volume sisa pada silinder panas menjaga temperatur gas pada silinder
panas - TE, volume sisa pada silinder dingin menjaga temperatur gas pada
silinder dingin - TC selama siklus.
(f) Temperatur pada regenerator adalah rata-rata temperatur ekspansi - TE
dan temperatur kompresi - TC.
(g) Volume ekspansi (VE) dan volume kompresi (VC) berubah berdasarkan
fungsi sinusioda.
Gambar 2.17 Volume sebagai fungsi sinusoidal
Tugas Akhir 33
Anggit Yuliartono M | 2010
Tabel berikut ini menunjukkan simbol-simbol yang digunakan pada proses
perancangan motor stirling.
Tabel 2.1 Simbol-simbol yang digunakan
Tugas Akhir 34
Anggit Yuliartono M | 2010
2.7.2. Persamaan-persamaan yang digunakan pada perancangan Mesin Stirling
Tipe Alpha (α) menurut teori Schimdt
Gambar 2.18. Mesin Stirling tipe Alpha
Volume dari silinder ekspansi dan silinder kompresi pada sudut engkol
tertentu dihitung pertama. Volume sesaat dideskripsikan dengan sudut engkol -
x. sudut engkol didefinisikan sebagai x=0 ketika piston ekspansi (piston pada
silinder panas) ada pada posisi TMA.
Volume ekspansi sesaat - VE dinyatakan pada persamaan (2) dengan asumsi (g).
(2.12)
Volume kompresi sesaat - VC dapat dihitung dengan persamaan (2.13) dan sudut
fase - dx.
(2.13)
(a) (b)
(c)
Tugas Akhir 35
Anggit Yuliartono M | 2010
Volume total sesaat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.14).
V= VE + VC +VR (2.14)
Dengan menggunakan asumsi (a), (b) dan (c), massa fluida kerja total dalam
mesin engine - m dihitung dengan menggunakan tekanan mesin - P, temperatur
masing-masing - T , volume masing-masing - V dan konstanta gas - R.
(2.15)
Rasio temperatur - t, rasio volume langkah - v dan rasio volume sisa dapat
dihitung dengan persamaan di bawah ini.
(2.16)
(2.17)
(2.18)
(2.19)
(2.20)
Temperatur regenerator - TR dihitung dengan menggunakan persamaan (2.21),
dengan manggunakan asumsi (f).
(2.21)
Tugas Akhir 36
Anggit Yuliartono M | 2010
Jika persamaan (2.15) diubah dengan menggunakan persamaan (2.16)-(2.20),
massa fluida kerja total - m diberikan pada persamaan berikut. Dimana massa
fluida kerja menjadi fungsi sudut engkol.
(2.22)
dimana;
(2.23)
(2.24)
(2.25)
Tekanan mesin - P diberikan pada persamaan berikut dengan menggunakan
persamaan (2.26)
(2.26)
Tekanan rata-rata - Pmean dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
berikut:
(2.27)
Dimana c.
(2.28)
Tugas Akhir 37
Anggit Yuliartono M | 2010
Maka, tekanan mesin - P, berdasarkan tekanan rata-rata - Pmean dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan(19).
(2.29)
Di lain hal, kasus pada persamaan (16), ketika nilai cos(x-a)=-1, tekanan mesin -
P menjadi tekanan minimum - Pmin.
(2.30)
Berdasarkan itu, tekanan mesin - P, mengacu pada tekanan minimum - Pmin
dinyatakan pada persamaan(2.31).
(2.31)
Jika nilai cos(x-a)=1, tekanan mesin - P menjadi tekanan maksimum - Pmax.
(2.32)
Diagram P-V dari motor stirling tipe alpha dapat dibuat dari persamaan-
persamaan diatas.
Energi Indikator, Daya dan Efisiensi
Energi indikator (luas area dari diagram P-V) dapat dihitung sebagai solusi
analitik dengan menggunakan koefisien-koefisien diatas. Energi indikator pada
daerah ekspansi (indicated expansion energy) - WE(J), berdasarkan pada tekanan
rata-rata - Pmean, tekanan minimum- Pmin dan tekanan maksimum- Pmax diberikan
pada persamaan di bawah ini.
Tugas Akhir 38
Anggit Yuliartono M | 2010
……(2.33)
Energi indikator pada daerah kompresi (indicated compression energy) - WC(J)
diberikan pada persamaan di bawah ini.
…….(2.34)
Energi indikator per siklus pada mesin ini - Wi(J) dinyatakan pada persamaan di
bawah ini.
… (2.35)
Hubungan antara Pmean, Pmin and Pmax diberikan pada persamaan di bawah ini.
(2.36)
(2.37)
Tugas Akhir 39
Anggit Yuliartono M | 2010
Daya indikator ekspansi - LE(W), daya indikator kompresi - LC(W) dan daya
indikator mesin ini - Li(W) diberikan melalui persamaan di bawah ini,
menggunakan kecepatan putar mesin per detik, n(rps).
(2.38)
(2.39)
(2.40)
Kemudian, efisiensi thermal dari mesin - e dapat dihitung menggunakan
persamaan di bawah ini.
(2.41)
2.8. Perencanaan Sirip
Temperatur di dalam silinder untuk sebuah motor stirling, dapat
mencapai 800oC. Selain karena temperatur udara yang tinggi, permukaan
silinder juga menjadi panas karena adanya gesekan antara cincin piston
dengan permukaan dalam dinding silinder. Apalagi temperatur di dalam
silinder dingin motor stirling, harus dijaga tetap dingin. Karena itu bagian
dinding luar silinder dingin pada motor stirling perlu mendapat pendinginan
yang cukup agar temperaturnya tetap rendah.
Proses pendinginan memerlukan fluida pendingin yang dialirkan ke
bagian mesin di luar silinder. Berdasarkan fluida pendinginnya, motor bakar
dapat dibedakan antara motor bakar dengan pendinginan air dan motor bakar
dengan pendinginan udara.
Tugas Akhir 40
Anggit Yuliartono M | 2010
Dalam perancangan motor stirling ini, fluida pendinginnya adalah
udara yang mengalir melalui sirip-sirip yang berada di luar silinder.
Konstruksi dan jumlah sirip pendingin bergantung pada laju perpindahan
kalor yang diinginkan, yaitu kecepatan perpindahan kalor dari dinding
silinder kepada udara atmosfir sebagai udara pendingin.
Untuk menghitung kalor yang dilepaskan oleh sirip, maka digunakan
persamaan:
)(` 43 TTxxUAQ o −= (2.42)
dimana:
Ao = Luas permukaan dinding luar silinder (m2)
T3 = Temperatur permukaan silinder rata-rata (oC)
T4 = Temperatur udara pendingin (oC)
U` = Koefisien Perpindahan Kalor Universal (W/m2 K)
Untuk menghitung koefisien perpindahan kalor universal, maka
digunakan persamaan:
( )[ ]
++
++
= sbwar
wx
ax
bs
hU 5tanh
21
2` 2 (2.43)
dimana :
b = Tebal sirip (m)
s = Jarak antar sirip (m)
r = Jari-jari luar silinder (m)
w = Lebar sirip (m)
h2 = koefisien film (W/m2 K)
Tugas Akhir 41
Anggit Yuliartono M | 2010
faktor a dapat dihitung dengan persamaan
bk
ha
×= 22
(2.44)
dimana :
k = konduktifitas termal bahan (W/m K)
2.9. Material Untuk Silinder Panas dan Dingin
Syarat umum yang harus dipenuhi oleh elemen/komponen/peralatan
mesin adalah fungsi utamanya harus dapat dipenuhi, kemudian harus cukup
kuat atau cukup kaku terhadap pembebanan yang diberikan. Selain itu faktor
ketahanan terhadap lingkungan harus disesuaikan. Faktor lain yang tidak
kalah pentingnya adalah harga dari material yang akan digunakan, ongkos
pengerjaan, dan pemeliharaan, serta ketersediaan bahan itu sendiri.
Material untuk silinder pada motor stirling harus memenuhi beberapa
kriteria agar kinerja sebuah motor stirling dapat optimal. Berikut ini beberapa
kriteria yang perlu diperhatikan dalam memilih material untuk silinder panas,
silinder dingin dan regenerator pada sebuah motor stirling.
Silinder Panas (Hot Cylinder) :
- Kuat. Stirling yang mempunyai high performance biasanya mempunyai
tekanan sampai 20 MPa, sifat ini harus bisa dicapai juga pada temperatur
tinggi (600oC- 900oC).
- Tahan panas
- Thermal expansion (tingkat muai bahan) kecil.
- Thermal conduction besar. Bisa menjalarkan panas secara cepat
Tugas Akhir 42
Anggit Yuliartono M | 2010
Tabung Regenerator :
- kuat, terhadap tekanan yang tinggi.
- Thermal Capacity besar (mampu menyimpan panas)
- Thermal conduction kecil. Tidak menjalarkan panas (atau sedikit saja
menjalarkan panas), harus menahan panas dari hot cylinder agar tidak
terkonduksi ke cold cylinder
Slinder Dingin (Cold cylinder) :
- Kuat. Stirling yang mempunyai high performance biasanya mempunyai
tekanan sampai 20 MPa.
- Thermal expansion yang kecil
- Heat Conduction sangat besar, agar panas cepat dibuang ke luar (ke udara
atau ke cairan pendingin)
- Tahan panas.
BAB III
PERANCANGAN TERMODINAMIKA
3.1. Kondisi Termodinamika Yang Digunakan Dalam Perancangan
Proses perancangan motor stirling ini, tidak berdasarkan daya output
yang harus dihasilkan, melainkan mencoba mengestimasi berapa daya yang
dihasilkan dengan kondisi-kondisi termodinamika yang dapat dicapai.
Kondisi termodinamika tersebut adalah:
a) Temperatur udara dalam silinder panas (TE), yaitu TE = 350oC = 623 K.
Pada awalnya temperatur tersebut direncanakan dicapai dengan
menggunakan kalor dari radiasi matahari yang difokuskan dengan
menggunakan parabolic mirror. Tetapi temperatur yang dicapai oleh
parabolic mirror tidak mencapai yang diinginkan, maka temperatur ini
dicapai dengan menggunakan burner dengan bahan kerosene.
b) Temperatur udara dalam silinder Dingin (TC), yaitu TC = 50 oC = 313 K.
Pendinginan yang dilakukan untuk mencapai temperatur ini adalah
menggunakan sirip pada silinder dingin, dengan sistem pendinginan udara.
c) Fluida kerja yang digunakan adalah udara dengan konstanta gas
individualnya adalah 286 J/(Kg.K)
d) Sudut antara silinder ekspansi(hot cylinder) dan silinder kompresi (cold
cylinder) (dx) = 90o, yang juga merupakan sudut fasa dari motor stirling
yang dirancang.
Tugas Akhir 44
Anggit Yuliartono M | 2010
e) Volume pada silinder kompresi/silinder dingin (VC) dan silinder
ekspansi/slinder panas (VDE) adalah sama, besarnya = 110 cm3 = 1,1 × 10-4
m3. Keadaan tersebut dicapai dengan menggunakan komponen motor
Yamaha Jupiter-Z, dengan spesifikasi:
• Diameter piston (D) = 51 mm = 0,051 m
• Panjang langkah/Stroke (S) = 54 mm = 0,054 m
f) Volume sisa pada keadaan piston kompresi (VDC) dan ekspansi (VDE)
adalah sama, besarnya = 13 cm3 = 1,3 × 10-5 m3.
g) Volume regenerator adalah 80 cc = 8 x 10-5 m3, yang dicapai dengan
bentuk silinder yang mempunyai dimensi D = 40 mm dan P = 70 mm.
(a) (b)
Gambar 3.1 Skema Mesin Stirling Tipe Alpha (a) dan (b), dengan konvigurasi V (a)
Qin
Qout
Tugas Akhir 45
Anggit Yuliartono M | 2010
Untuk menghitung parameter-parameter dalam perancangan
termodinamika motor stirling ini, digunakan pendekatan termodinamika
dengan teori Schmidt yang dipublikasikan oleh Koichi Hirata di halaman
website http://www.bekkoame.ne.jp/~khirata/academic/schmidt/schmidt.htm.
Untuk melakukan penghitungan-penghitungan tersebut, perlu dilakukan
asumsi, seperti yang dikemukakan pada bab sebelumnya. Asumsi-asumsi
tersebut adalah sebagai berikut:
(a) Tidak ada pressure loss dan tidak ada perbedaan internal pressure.
(b) Proses ekspansi dan proses kompresi berlangsung secara isothermal.
(c) Kondisi fluida kerja adalah udara sebagai gas ideal.
(d) Terjadi regenerasi sempurna.
(e) Volume sisa pada silinder panas menjaga temperatur gas pada silinder
panas - TE, volume sisa pada silinder dingin menjaga temperatur gas pada
silinder dingin - TC selama siklus.
(f) Temperatur pada regenerator adalah rata-rata temperatur ekspansi - TE
dan temperatur kompresi - TC.
(g) Volume ekspansi (VE) dan volume kompresi (VC) berubah berdasarkan
fungsi sinusioda.
Tugas Akhir 46
Anggit Yuliartono M | 2010
3.2. Parameter Berdasarkan Kondisi Termodinamika
Berdasarkan kondisi-kondisi termodinamika yang dituliskan di sub-
bab sebelumnya, dapat ditentukan parameter-parameter yang nantinya
digunakan dalam proses perhitungan selanjutnya pada proses perancangan
termodinamika motor stirling ini. Parameter-parameter tersebut adalah:
• Volume langkah pada piston kompresi (VSC) dan ekspansi (VSE) :
� ��� � �� � � � � � �� � � 0,051 � � 0,054 � � 1,103 � 10�� ��
� ��� � ���
• Rasio kompresi (r) :
� DE
DESC
V
VVr
+= 35
3534
1026,1
1026,110103,1
m
mm−
−−
××+×= � 9,68
• Temperatur regenerator (TR) :
� �� � ����� � ����� � 543 !
• Rasio temperatur (t) :
� 52,0623
313 ===K
K
T
Tt
E
C
• Rasio volume langkah (v) :
� SE
SC
V
Vv = =
1,103�10-4 m31,103�10-4 m3 �1
• Rasio volume sisa pada silinder dingin (XDC) :
� XDC=VDC
VSE=1,3×10
-5 m3
1,103×10-4 m3=0,118
Tugas Akhir 47
Anggit Yuliartono M | 2010
• Rasio volume sisa pada silinder panas (XDE) :
� XDE=VDE
VSE=
1,3�10-5 m31,103�10-4 m3 =0,118
• Rasio volume sisa pada regenerator (XR) :
� XR� VRVSE � 2,5 � 10-5 m31,103�10-4 m3 �0,227
3.3. Massa Udara Yang Diperlukan Sebagai Fluida kerja
Massa udara total (m) yang dimasukkan pada mesin adalah pada saat
temperatur kamar dan tekanan lingkungan (atmosfir). Di bawah ini asumsi
dari nilai temperatur kamar dan tekanan udara yang terjadi :
Temperatur kamar (Tkamar) = 25o C = 302 K
Tekanan udara (Pudara) = 1 atm = 101,325 KPa = 1,01325 × 105 Pa
dengan menggunakan persamaan gas ideal :
+� � �,�
maka,
� � +�,�
dimana volume (V) dihitung dengan menggunakan persamaan (2.14):
� � �� - �� - ��
Untuk menghitung massa total, maka posisi volume harus ada dalam
posisi maksimum. Posisi volume maksimum ada pada kedudukan sudut
engkol (crank angle) 220o (lihat tabel perhitungan untuk membuat diagram
P-V)
Tugas Akhir 48
Anggit Yuliartono M | 2010
Volume silinder panas pada kedudukan sudut crank 220o (VE) sesuai dengan
persamaan 2.12:
�� � ���2 .1 / cos 34 - �5�
� 1,103 � 10�� ��2 .1 / cos 220°4 - 1,22 � 10�7 ��
�� � 1,09 � 10�� ��
Volume silinder dingin pada kedudukan sudut crank 220o (VC) sesuai dengan
persamaan 2.13:
�� � ���2 .1 / cos.3 / 8344 - �5�
� 1,103 � 10�� ��2 .1 / cos.220° / 90°44 - 1,22 � 10�7 ��
�� � 1,029 � 10�� ��
Volume regenerator (VR) :
Volume regenerator ditentukan : 88 cc = 8,8 x 10-5 m3 , Sehingga
� � 1,09 � 10�7 �� - 1,029 � 10�7 �� - 8,8 x 10�7 ��
� � 0,0003005 ��
jadi
� � 1,01325 � 107 +: � 0,0003005 ��286 ;.!<. !4 � 302 !
� 101325 >� � 0,000239 ��286 >�.!<. !4 � 302 !
� � 0,000352 !<
Tugas Akhir 49
Anggit Yuliartono M | 2010
3.4. Tekanan rata-rata (Pmean)
Parameter tekanan rata-rata ini diperlukan untuk selanjutnya dalam
penghitungan tekanan ekstrim pada proses perancangan motor stirling ini.
Persamaan untuk menghitung tekanan rata-rata sesuai dengan persamaan
2.27.
+?@AB � 2�,�����√� / D
dimana nilai koefisien a, S dan B sesuai dengan persamaan 2.23, 2.24 dan
2.25 adalah sebagai berikut :
� : � E:F�� G HIJ KLM�NOH KL�� � E:F�� � HIJ PQ°Q,�Q��NOH PQ°�� � 67,60° � S � t - 2tS5� - �TU��M - V - 2S5�
� 0,404 - .2 � 0,404 � 0,1184 - 4 � 0,2271 - 0,404 - 1 - .2 � 0,1184 � � 2,94
� D � √E - 2EV cos 83 - V
� W0,404 - .2 � 0,404 � 1 � cos 90°4 - 1
D � 1,13
maka,
� +?@AB � �Q,QQQ�PXY�Z[ \.]^.]4���� X�,�Q���Q_` ?aW�,PPb��,Q b
+?@AB � 217687,2 >� � 217687,2 +:
Tugas Akhir 50
Anggit Yuliartono M | 2010
3.5. Tekanan Ekstrim Siklus
Dalam proses perancangan perlu diketahui juga tekanan ekstrim
(tekanan maksimum dan minimum) yang terjadi pada siklus stirling yang
dimanfaatkan di motor stirling ini. Tekanan ekstrim berguna untuk
merancang komponen/elemen mesin yang berkaitan dengan silinder motor
stirling agar tidak terjadi kegagalan pada saat operasi-nya.
Untuk menghitung tekanan maksimum dan minimum, perlu dihitung
koefisien c dengan menggunakan persamaan 2.28. Dimana nilai koefisien c
adalah sebagai berikut :
c � D� � 1,132,91 � 0,38
3.5.1. Tekanan Maksimum (Pmax)
Setelah didapatkan koefisien c, kemudian dapat dihitung tekanan
maksimum (Pmax) berdasarkan hubungannya dengan tekanan rata-rata (Pmean)
dengan menggunakan persamaan di bawah ini:
+?AL+?@AB � d1 - c1 / c
maka,
+?AL � d1 - 0,381 / 0,38 � 217687,2 +: � 325510,65 +:
Dimana tekanan ini terjadi pada sudut engkol 60o (lihat tabel
perhitungan untuk membuat diagram P-V)
Tugas Akhir 51
Anggit Yuliartono M | 2010
3.5.2. Tekanan Minimum (Pmin)
Sedangkan tekanan minimum, juga dapat dihitung berdasarkan
hubungannya dengan tekanan rata-rata (Pmean) dengan menggunakan
persamaan di bawah ini:
+?eB+?@AB � d1 / c1 - c
maka
+?eB � d1 - 0,381 / 0,38 � 217687,2 +: � 148528,84 +:
Dimana tekanan ini terjadi pada sudut engkol 240o (lihat tabel
perhitungan untuk membuat diagram P-V)
3.6. Kerja indikator yang dihasilkan dalam satu siklus (Wi)
Kerja per siklus merupakan selisih kalor masuk dan kalor keluar atau
hasil penjumlahan kerja ekspansi dan kerja kompresi, seperti pada persamaan
2.35 :
Wi = WE + WC
dimana nilai Wc dan WE akan sama dengan jumlah kalornya7 jadi QC = WC,
begitu juga WE = QE
7Herzog, Zig . Schmidt theory for Stirling engines. diakses tanggal 28 Juli 2009. dari : http://mac6.ma.psu.edu/stirling/simulations/isothermal/schmidt.html.
Tugas Akhir 52
Anggit Yuliartono M | 2010
3.6.1. Kerja ekspansi (WE)
Kerja ekspansi adalah kerja yang dihasilkan pada proses 3-4 pada siklus
stirling ideal. Kerja ekspansi (WE) diperoleh dengan persamaan 2.33
f� � +?@AB. ��� . �. c. ghF :1 - √1 / c
� 217687,2 +: � 1,103 � 10�� �� � � � 0,38 � sin 67,9°1 - W1 / 0,38
f� � 13,31 ; 3.6.2. Kerja kompresi (WC)
Kerja kompresi adalah kerja yang diberikan pada proses 1-2 pada siklus
stirling ideal. Kerja kompresi (WC) diperoleh dengan persamaan 2.34. Tanda
negatif menunjukkan bahwa kerja mengarah ke dalam sistem yang berarti fluida
kerja dikenai kerja.
f� � / +?@AB����cE sin :1 - √1 / c
� / 217687,2 +: � 1,103 � 10�� �� � � � 0,38 � 0,52 � sin 67,9°1 - W1 / 0,38
f� � /6,9 ; 3.6.3. Kerja Indikator (WI)
Jadi kerja indikator per siklusnya, sesuai dengan persamaan 2.53 adalah
fe � 13,31 ; / 6,39 ; � 6,41 ;
Tugas Akhir 53
Anggit Yuliartono M | 2010
sehingga dapat diperoleh daya indikator, berdasarkan persamaan 2.39
dengan asumsi variasi putaran mesin 700 rpm – 1000 rpm. Berikut di bawah ini
daya indikator (Li) yang dihasilkan pada variasi putaran (n) :
Tabel 3.1 Daya indikator motor stirling berdasarkan variasi putaran
n(rpm) Li (Watt)
700 74,8
800 85,49
900 96,17
1000 106,86
3.7. Efisiensi Thermal Yang Dihasilkan (ηt)
Idealnya efisiensi thermal adalah perbandingan kerja yang dihasilkan
(WI) terhadap energi yang diberikan terhadap sistem. Tetapi kerja ekspansi
(WE) yang ditunjukkan pada persamaan 2.33 juga berarti kalor yang
dimasukkan ke dalam sistem7. Kemudian, kerja kompresi (WC) yang
ditunjukkan pada persamaan 2.34 bernilai sama dengan kalor yang dibuang
ke lingkungan. Maka efisiensi thermal – ηt dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan 2.41
ηl � fef� � 6,41 ;13,31 ; � 0,4815
� 0,4815 � 100%
� 48,15%
dimana nilai efisiensi motor stirling ini sama dengan efisiensi Carnot.
7Herzog, Zig . Schmidt theory for Stirling engines. diakses tanggal 28 Juli 2009. dari : http://mac6.ma.psu.edu/stirling/simulations/isothermal/schmidt.html.
Tugas Akhir 54
Anggit Yuliartono M | 2010
3.8. Diagram P-V Hasil Perancangan Motor Stirling
Tabel 3.2 Perhitungan untuk membuat diagram P-V Sudut Engkol
Vh (m3) Vc (m
3) Vr (m3) Vtot (m
3) P(Pa)
0 0,0000123 0,0000674 0,0000880 0,0001676 244109,85
10 0,0000131 0,0000578 0,0000880 0,0001589 262009,58
20 0,0000156 0,0000485 0,0000880 0,0001521 279963,76
30 0,0000196 0,0000398 0,0000880 0,0001474 296765,59
40 0,0000252 0,0000320 0,0000880 0,0001451 310934,15
50 0,0000320 0,0000252 0,0000880 0,0001451 320933,25
60 0,0000398 0,0000196 0,0000880 0,0001474 325510,18
70 0,0000485 0,0000156 0,0000880 0,0001521 324043,05
80 0,0000578 0,0000131 0,0000880 0,0001589 316734,58
90 0,0000674 0,0000123 0,0000880 0,0001676 304547,44
100 0,0000770 0,0000131 0,0000880 0,0001781 288917,14
110 0,0000863 0,0000156 0,0000880 0,0001898 271389,71
120 0,0000950 0,0000196 0,0000880 0,0002026 253332,41
130 0,0001029 0,0000252 0,0000880 0,0002160 235784,89
140 0,0001097 0,0000320 0,0000880 0,0002296 219436,58
150 0,0001152 0,0000398 0,0000880 0,0002430 204679,11
160 0,0001192 0,0000485 0,0000880 0,0002558 191685,32
170 0,0001217 0,0000578 0,0000880 0,0002675 180485,09
180 0,0001226 0,0000674 0,0000880 0,0002779 171025,51
190 0,0001217 0,0000770 0,0000880 0,0002867 163213,53
200 0,0001192 0,0000863 0,0000880 0,0002935 156943,83
210 0,0001152 0,0000950 0,0000880 0,0002981 152115,91
220 0,0001097 0,0001029 0,0000880 0,0003005 148644,02
230 0,0001029 0,0001097 0,0000880 0,0003005 146462,54
240 0,0000950 0,0001152 0,0000880 0,0002981 145528,70
250 0,0000863 0,0001192 0,0000880 0,0002935 145823,88
260 0,0000770 0,0001217 0,0000880 0,0002867 147353,97
270 0,0000674 0,0001226 0,0000880 0,0002779 150149,32
280 0,0000578 0,0001217 0,0000880 0,0002675 154263,92
290 0,0000485 0,0001192 0,0000880 0,0002558 159773,52
300 0,0000398 0,0001152 0,0000880 0,0002430 166771,89
310 0,0000320 0,0001097 0,0000880 0,0002296 175363,43
320 0,0000252 0,0001029 0,0000880 0,0002160 185650,27
330 0,0000196 0,0000950 0,0000880 0,0002026 197710,48
340 0,0000156 0,0000863 0,0000880 0,0001898 211563,48
350 0,0000131 0,0000770 0,0000880 0,0001781 227119,25
360 0,0000123 0,0000674 0,0000880 0,0001676 244109,85
Tugas Akhir 55
Anggit Yuliartono M | 2010
Gambar 3.2 (a) Diagram P-V hasil perancangan
Gambar 3.2 (b) Diagram V vs Angle hasil perancangan
Gambar 3.2 (c) Diagram P vs Angle hasil perancangan
100000,00
150000,00
200000,00
250000,00
300000,00
350000,00
0,00010 0,00015 0,00020 0,00025 0,00030 0,00035
P (
Pa
)
V (m3)
Diagram P-V
0,0000000
0,0001000
0,0002000
0,0003000
0,0004000
0,00 90,00 180,00 270,00 360,00
V (
m3)
Angle
Diagram V Vs Angle
Vh
Vc
Vtot
0,00
100000,00
200000,00
300000,00
400000,00
0,00 100,00 200,00 300,00 400,00
P(P
a)
Angle
Diagram P Vs Angle
Tugas Akhir 56
Anggit Yuliartono M | 2010
3.9. Perhitungan Temperatur di Permukaan Silinder Panas
Untuk mencapai target temperatur di dalam silinder panas (Tin) yaitu
350oC, maka dilakukan perhitungan perpindahan panas agar diperoleh
temperatur permukaan (Ts) silinder panas.
Gambar 3.3 Distribusi temperatur di hot cylinder head
� Koefisien perpindahan panas konveksi di dalam silinder.
Asumsi yang digunakan untuk mencari koefisien perpindahan panas konveksi
(h) di dalam silinder:
• Konveksi yang terjadi di dalam silinder adalah konveksi bebas
• Keadaan sudah mencapai steady state.
• Td = 400 oC
Tin Ts
Tin
Td Ts
k h
t
Tugas Akhir 57
Anggit Yuliartono M | 2010
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, dievaluasi sifat-sifat fluida pada
temperatur film (Tf) dengan menggunakan [tabel Incropera]:
3752
350400
2=+=
+= ind
f
TTT oC = 648 K
� β = 1,17 x 10-3 / K
� Massa jenis (ρ)
350400
350375
6329,05804,0
6329,0
−−=
−−ρ
� =ρ 0,6036 kg/m3
� Viskositas Dinamik (µ)
350400
350375
4,2888,305
4,288
−−=
−−µ
� =µ 298,84 . 10-7 N.s/m2
� Viskositas Kinematik (υ)
350400
350375
57,4569,52
57,45
−−=
−−υ
� =υ 49,84 . 10-6 m2/s
� Konduktifitas termal (k)
350400
350375
9,439,76
9,43
−−=
−−k
� k = 45,7 . 10-3 W/m K
� (α)
350400
350375
7,669,76
7,66
−−=
−−α
� α = 72,82 . 10-6 m2/s
� Bilangan Prandtl (Pr)
350400
350375
683,0685,0
683,0Pr
−−=
−−
� Pr = 0,6842
Tugas Akhir 58
Anggit Yuliartono M | 2010
Bilangan Rayleigh (Ra)
αυβ
.
)..(. 3LTTgRa s
L∞−
=
αυβ
.
).(.81,9 3LTTRa s
L∞−
=
αυβ
.
)..(.81,9 3LTTRa ind
L
−=
66
33
1032,72.1084,49
051,0).50.(1017,1.81,9−−
−
×××=LRa
7102,1 ×=LRa
Bilangan Nusselt (Nu)
33,0.15,0 LL RaNu =
33,07 )102,1.(15,0 ×=LNu
86,34=LNu
Koefisien perpindahan panas konveksi (h)
D
kNuh
.=
3
3
1051
107,45.06,34−
−
××=h
88,29=h KmW
.2
Tugas Akhir 59
Anggit Yuliartono M | 2010
Menghitung temperatur permukaan head silinder luar (Ts)
- Temperatur yang dirancang : Tin = 350 oC
- Temperatur yang diasumsikan : Td = 400 oC
- Bahan head silinder yang digunakan : Baja (Mild Steel), k = 30 W/m K
- Tebal head silinder : 8 mm = 0,008 m
kondall QQ =
dx
dTAk
Ak
t
Ah
T..
..
1=
+
∆
t
TTAk
k
t
h
TTA dsinS )(
..1
)( −=+
−
t
TTk
k
t
h
TT dsinS )(.
1)( −=
+
−
008,0
)823(.140
30
008,0
88,29
1)623( −
=+
− sS TT
KTs 25,728= = 455,25 oC
Maka, temperatur yang harus dicapai di permukaan head silinder adalah
455,25oC dengan bahan head silinder adalah baja karbon rendah.
Tin
Td Ts
k h
t
Q
Tugas Akhir 60
Anggit Yuliartono M | 2010
3.10. Perhitungan Perpindahan Panas Melalui Sirip
Gas yang dipanaskan di dalam silinder motor stirling mencapai
temperatur 500 oC. Selain itu juga terjadi gesekan antara piston dan dinding
silinder yang pasti akan menimbulkan panas. Agar dapat beroperasi,
perbedaan temperatur antara silinder panas dan dilinder dingin pada
mesin/motor stiring harus dijaga konstan. Untuk menjaga temperatur di
silinder dingin agar tetap dingin, maka perlu mendapat pendinginan yang
cukup. Pada perancangan prototipe motor stirling ini, sistem pendinginan
yang dipakai adalah sistem pendinginan udara melalui sirip-sirip yang
menempel di luar dinding silnder.
Kalor yang dilepaskan dari dalam silinder sama dengan kerja
kompresi yang dilakukan pada proses 1-2 pada siklus stirling ideal. Kerja
kompresi (WC) diperoleh dengan persamaan 2.34. Tanda negatif
menunjukkan bahwa kerja mengarah ke dalam sistem yang berarti fluida
kerja dikenai kerja. Untuk (Q) tandanya berubah menjadi positif, karena arah
(Q) keluar sistem, jadi untuk (QC) bernilai positif
n� � f� � / +?@AB����cE sin :1 - √1 / c
� / 217687,2 +: � 1,103 � 10�� �� � � � 0,38 � 0,52 � sin 67,9°1 - W1 / 0,38
n� � 6,9 ;
Tugas Akhir 61
Anggit Yuliartono M | 2010
Dengan putaran 800 rpm maka kalor yang dibuang adalah :
QC = 6,9 J/siklus x 800 putaran/menit x 1 menit/60detik
= 92,04 J/detik = 92,04 Watt
= 314,33 Btu/h
Untuk menghitung koefisien perpindahan kalor konveksi, maka digunakan
persamaan yang dikemukakan oleh Nusselt, yaitu :
3 2max)160.( ec TPcbh +=
Dimana:
b = 0,0002 untuk low turbulent engine [MALEEV hal 238]
0,0004 untuk high turbulent engine [MALEEV hal 238]
P = Pmax = 325716,59 Pa = 472,412 psi
cmax = 1,26 m/s = 248 ft/min
Te = TH = 350 oC = 623 K = 1121,4 R
Maka,
3 2 4,1301.)1,123().03,248160.(0002,0 +=ch =220,45 Btu/ft2 h oF
Karena perpindahan kalor radiasi sangat kecil, maka dalam perhitungan ini
diabaikan, sehingga hm = hc
Tugas Akhir 62
Anggit Yuliartono M | 2010
Dimana :
hm = koefisien perpindahan kalor total [Btu/ft2 h oF]
Gambar 3.4 Konstruksi sirip dan distribusi temperatur pada sirip
k1 (Liner) = 320 Btu/ft2 h oF (cast Iron) [MALEEV tabel 21-1hal 377]
k2 (Blok Silinder) = 1200 Btu/ft2 h oF (aluminium) [MALEEV tabel 21-1hal
377]
L = 68 mm = 0,223 ft
L1 = 2 mm = 0,00656 ft
L2 = 2 mm = 0,00656 ft
b = 3 mm = 0,00984 ft
s = 3 mm =0,00984 ft
w = 12 mm = 0,04 ft
r1 = 25,5 mm = 0,083 ft
r2 = 27,5 mm = 0,09 ft
r3 = 29,5 mm = 0,096 ft
Aw1 = 2πr1L = 0,12 ft2
Aw2 = 2πr2L = 0,126 ft2
Aw3 = 2πr3L = 0,134 ft2
L1 L2 w
b
s
L
r1
r2
r3
T1
T3
T2
k1 k2
T∞
Tin
Tugas Akhir 63
Anggit Yuliartono M | 2010
Jadi, dari distribusi temperatur di atas dapat diuraikan sebagai berikut :
� Temperatur pada dinding silinder bagian dalam adalah
T1 = Tin -1. wc
out
Ah
Q= =−
12,0.45,220
29,11414,1121 1064,25 R
� Temperatur pada dinding silinder bagian luar adalah
T2 = Tw1 -2
1
.
.
wc
out
Ah
LQ= =
××−
126,0320
00656,029,114125,1064 995,81 R
� Temperatur pada dasar sirip adalah
T3 = Tw2 -3
2
.
.
wc
out
Ah
LQ= =
××−
134,01200
00656,029,114181,995 985,14 R
Untuk menghitung koefisien permukaan sirip, maka digunakan
persamaan 2.43 dari [MALEEV hal 396]
[ ]
++
+
+= sbwa
r
w
abs
hU ).5,0(tanh.
21
2'
3
Dimana :
dari [MALEEV grafik 21-21 hal 395] diperoleh :
kecepatan aliran udara pada 30 mph dan s = 0,16 in. Sehingga,
h = 7,2 Btu/ft2 h oF
Sedangkan harga faktor a dihitung dengan menggunakan persamaan 2.44 :
bk
ha
×=
2
2=
0098,01200
2,72
××
= 1,1
Tugas Akhir 64
Anggit Yuliartono M | 2010
Maka,
[ ]
++
+= 009,0)009,0.5,004,0(1,1tanh.096,0.2
04,01
1,1
2
019,0
2,7'U
= 27,54
Sehingga, luas sirip total yang dibutuhkan adalah :
)(' 3 uw
outu TTU
QA
−= =
)4,53614,1255(54,27
29,1141
−=0,05 ft2
Luas untuk satu buah sirip adalah :
As = 2 (x2 – πr32) + 4bx
= 2 (0,22 – π.0,0962) + 4 . 0,01 . 0,15 = 0,0064 ft2
Maka jumlah sirip yang dibutuhkan adalah :
0064,0
054,0=s
u
A
A= 8 buah
Jadi, jumlah sirip yang harus dibuat berjumlah 8 sirip, dengan bahan liner dari
besi cor (cast iron) dan bahan blok silinder dari aluminium.
Tugas Akhir 65
Anggit Yuliartono M | 2010
3.11. Perencanaan Regenerator
Seperti yang telah dijelaskan pada Bab II, sub bab regenerator.
Material pengisi regenerator haruslah material yang mempunyai thermal
capacitance yang besar, dengan konstruksi yang bersekat-sekat dan
mempunyai celah yang cukup kecil. Dalam tugas akhir ini perhitungan
mengenai heat treansfer yang terjadi di dalam regenerator secara matematis
mengenai efisiensi regenerator tidak dilakukan.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka material yang dipilih untuk
pengisi regenerator adalah steel-wool yang biasa dipergunakan untuk
mencuci piring. Steel-wool dipilih karena bentuknya mendekati wire mesh,
seperti yang dijelaskan pada Bab II dan juga harganya cukup terjangkau.
Selain itu, bahan steel wool, yaitu sabut stainless mempunyai thermal
capacitance yang cukup besar.
BAB IV
PENGUJIAN MOTOR STIRLING
4.1. Prosedur Pengujian
Setelah komponen-komponen motor stirling selesai di produksi dan
dirakit, maka dilakukan pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah
motor stirling dapat beroperasi atau tidak, jika sudah dapat beroperasi, maka
selanjutnya dilakukan pengujian untuk mengetahui performansi dari motor
stirling yang telah dibuat tersebut.
Sebelumnnya telah dilakukan pengujian pada parabolic mirror yang
digunakan sebagai heat source untuk mesin stirling ini, tetapi setelah
dilakukan percobaan beberapa kali, temperatur hasil pengkonsentrasian sinar
matahari dengan parabolic mirror ini tidak mencapai temperatur
perancangan. Sehingga akhirnya dipilih kembali burner dengan bahan bakar
kerosene.
4.1.1. Prosedur untuk melakukan pengujian
a) Sebelum melakukan pengujian terlebih dahulu burner dipanaskan, karena
motor stirling bekerja dengan pembakaran luar, dalam hal ini burner
yang digunakan adalah burner dengan bahan bakar kerosene dan burner
dengan bahan bakar LPG.
b) Setelah burner sudah menyemburkan api, maka api disemburkan ke
bagian extension cyilinder yang menempel pada head silinder panas.
c) Prosedur selanjutnya adalah memberi putaran awal pada flywheel.
Tugas Akhir 67
Anggit Yuliartono M | 2010
d) Setelah motor berputar, dilakukan pencatatan parameter yang dibutuhkan
untuk analisis performasinya yaitu, temperatur udara dalam silinder
panas (Th), temperatur udara dalam silinder dingin (TC) dan tekanan
motor stirling (P).
e) Kemudian dilakukan pengukuran putaran mesin dengan menggunakan
tachometer.
f) Pembebanan pada motor dilakukan dengan menggunakan torsimeter agar
dapat mengetahui torsi yang dihasilkan mesin pada variasi temperatur
udara dalam silnder panas (Th)
Pengujian awal dilakukan dengan konfigurasi seperti yang terlihat
pada Gambar 4.1. Pengujian awal dilakukan dengan cara membakar bagian
head silinder pada silinder panas dengan menggunakan burner bahan bakar
LPG dan pada silinder dingin hanya mengandalkan pendinginan melalui sirip
saja. Pengujian pada tahap ini dilakukan tanpa adanya modifikasi apapun
pada motor. Detail dari keseluruhan pengujian dijelaskan pada sub-bab
selanjutnya.
(a) (b)
Gambar 4.1 konfigurasi motor stirling (a) dan burner LPG(b)
Tugas Akhir 68
Anggit Yuliartono M | 2010
4.1.2. Pengamatan Pada Pengujian
Setelah melakukan pembakaran selama sekitar 1 jam pada head
silinder panas, dengan temperatur yang diperkirakan mencapai 400oC pada
permukaan head silinder panas, motor stirling sama sekali tidak menunjukkan
tanda-tanda akan bergerak. Setelah diamati lebih lanjut, ternyata sambungan-
sambungan pada silinder dingin, dan regenerator nampak bocor, kemudian
lem plastic steel yang digunakan untuk mencegah kebocoran pada head
silinder panas dan napple terbakar habis, sehingga terjadi kebocoran.
Setelah pengujian awal mengalami kegagalan total, maka segera
dipikirkan beberapa masalah yang harus dicari solusinya, antara lain:
1) Perlu ditambah sedikit volume pada head silinder panas agar udara
terpanaskan terlebih dahulu dan sebagai dudukan napple agar tidak
terbakar secara langsung.
2) Memperbaiki sambungan-sambungan napple antara head silinder dingin
dan napple penghubungnya dan juga memperbaiki sambungan napple di
regenerator.
gambar 4.2 kebocoran yang terjadi
terjadi kebocoran pada bagian ini
Tugas Akhir 69
Anggit Yuliartono M | 2010
4.1.3. Langkah Pemecahan
Pengujian awal memberikan informasi yang sangat berguna mengenai
kondisi yang tidak diinginkan pada motor stirling ini. Solusi dari
permasalahan pada sub-bab sebelumnya dijadikan dasar pemikiran pada
modifikasi selanjutnya. Modifikasi yang dilakukan selanjutnya antara lain
menambah extension cylinder, memperbaiki sambungan napple, dan
memperbesar dimensi flywheel, yang akan dijelaskan pada sub-bab setelah
ini.
4.2. Modifikasi yang dilakukan
Setelah masalah pada pengujian pertama diidentifikasi, maka
dilakukan perbaikan rancangan dengan cara melakukan modifikasi seperti
yang dipikirkan sebelumnya. Proses pengujian stirling ini memerlukan
banyak iterasi agar dapat melihat perbaikan ke arah yang lebih baik pada
setiap pengujiannya..
4.2.1. Penambahan Extension Cylinder
Penambahan ini bertujuan untuk menambah volume udara yang
dipanaskan di atas head silinder dan sebagai dudukan napple yang
menghubungkan antara head silinder panas dan regenerator, agar sambungan
napple tidak terbakar secara langsung.
Tugas Akhir 70
Anggit Yuliartono M | 2010
Gambar 4.3 penambahan extension cylinder
4.3. Pengujian dan Permasalahan
Sub-bab ini menggambarkan serangkaian pengujian yang dilakukan
pada pertengahan bulan Desember 2009 sampai awal Januari 2010.
Berdasarkan hasil dari beberapa kali pengujian ini, diambil beberapa pokok
permasalahan dan rencana pemecahannya dari masalah-masalah yang
ditemui.
4.3.1. Pengujian dan Prosedur Penentuan Masalah
Pengujian pertama motor Stirling dimulai pada tanggal 14 Desember
2009, hasil dari pengujian ini sama sekali gagal, sebagaimana yang telah
disebutkan pada sub-bab sebelumnya. Setelah kegagalan pertama, terus
dilakukan pengujian hingga beberapa hari berikutnya untuk mengidentifikasi
extension cylinder
Tugas Akhir 71
Anggit Yuliartono M | 2010
masalah untuk mendiagnosa mengapa motor tidak dapat beroperasi. Setelah
dilakukan beberapa kali pengujian tanpa modifikasi, sesuai dengan pengujian
pertama, maka ditentukan diagnosa mengapa mesin tidak dapat beroperasi
seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut ini.
Tabel 4.1 tindakan yang dilakukan
No. Tindakan yang dilakukan Efek yang diharapkan ketercapaian efek
1 Mengganti Heat Source dengan burner kerosene
Temperatur hasil perancangan tercapai ya
2 Menambah extension cylinder
Volume bertambah, kebocoran sambungan napple di sambungan head silinder panas dapat dihilangkan
ya
3 Mengelas napple pada head silinder panas dengan las kuningan
Kebocoran pada sambungan napple head silinder panas dapat dihilangkan
ya
4 Menambah seal tape pada ulir napple-napple sambungan
Kebocoran pada ulir napple dapat diminimalisasi ya
5 Memasang ring oli pada kedua piston
Kebocoran antara ring piston dan dinding silinder dapat diminamilaisasi
ya
6 Menambah oli (pelumas) pada masing-masing ruang silinder
Udara tidak menembus sela-sela antara ring piston dan dinding silinder ya
7 Membalik posisi motor, dengan posisi silinder panas berada di bawah
Udara yang sudah dipanaskan, densitasnya akan menjadi rendah dan akan mengisi ruang silinder panas terlebih dahulu daripada menuju saluran yang menuju ke silinder dingin
ya
8 Mengalirkan air pada head silinder dingin
Temperatur udara di dalam Silinder dingin, tetap terjaga rendah
tidak diketahui
9 Merendam seluruh silinder dingin dalam air
Temperatur udara di dalam Silinder dingin, tetap terjaga rendah, memcegah konduksi dari permukaan silinder panas ke silinder dingin
ya
10 Memutar motor stirling dengan menggunakan mesin bor tangan elektrik
Adanya putaran awal, agar momen inersia pada flywheel cukup untuk menjalankan motor stirling
tidak
11 Massa flywheel diperbesar Momentum untuk memutar motor stirlilng cukup
tidak
12 Dimensi flywheel diperbesar Momentum untuk memutar motor stirling cukup
tidak
Tugas Akhir 72
Anggit Yuliartono M | 2010
4.3.2. Tahapan Pengujian Yang Dilakukan
Sejak dimulai pada tanggal 14 Desember 2009, pengujian dilakukan
secara terus menerus. Rincian tanggal pengujian yang dilakukan dijelaskan
sebagai berikut:
4.3.2.1. Pengujian I
Pada pengujian ini, dilakukan percobaan untuk memfokuskan sinar
matahari dengan menggunakan parabolic mirror yang telah dibuat.
Tetapi temperatur dari pemfokusan sinar matahari ini tidak mencapai
temperatur yang diinginkan sesuai dalam perancangan termodinamika,
sehingga untuk mencapai temperatur yang diinginkan, diganti dengan
menggunakan burner dengan bahan bakar LPG dan kerosene sesuai
dengan solusi no. 1 pada Tabel 4.1.
Gambar 4.4 Parabolic Mirror
4.3.2.2. Pengujian II
Pada pengujian tanggal 14 Desember 2010 ini sampai tanggal 24
Desember 2009, burner yang digunakan adalah burner dengan bahan
bahar LPG
Konfigurasi pada saat pengujian :
Tugas Akhir 73
Anggit Yuliartono M | 2010
• Ring oli pada kedua piston tidak dipasang.
• Tidak ada pelumas sama sekali pada pada ruang silinder.
• Head silinder panas langsung dibakar
• Posisi pengujian seperti tampak pada Gambar 4.4
Gambar 4.5 motor stirling yang sudah dirakit
Keadaan pada saat pengujian :
• Flywheel sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda akan bergerak.
• Keluar asap dari sambungan napple di head silinder panas, hal ini
menunjukkan terjadinya kebocoran pada sambungan napple.
• Temperatur dinding silinder dingin menjadi panas, hal ini
menunjukkan adanya panas terkonduksi ke silinder dingin melalui
bahan, padahal hal ini dihindari dalam motor stirling.
Hasil pengamatan pengujian ini yaitu motor stirling tidak dapat
beroperasi dengan analisa sebagai berikut:
• Sambungan napple pada head silinder panas rusak dan akhirnya bocor.
• Momentum dari flywheel kurang, sehingga energi tidak bisa disimpan
untuk melakukan siklus selanjutnya.
bagian yang dikenai api dari burner
Tugas Akhir 74
Anggit Yuliartono M | 2010
Solusi yang diambil untuk pengujian berikutnya berdasarkan Tabel 4.1
yaitu solusi no. 1,3,5.
4.3.2.3. Pengujian III
Setelah diambil solusi 1,3,5, maka konfigurasi pada saat pengujian :
• Ring oli pada kedua piston tidak dipasang.
• Dinding silinder diberi pelumas.
• Bagian yang dibakar adalah extension silinder panas.
Keadaan pada saat pengujian :
• Flywheel sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda akan bergerak.
• Keluar asap dari sambungan napple di head silinder panas.
• Temperatur dinding silinder dingin menjadi panas, hal ini
menunjukkan adanya panas terkonduksi ke silinder dingin melalui
bahan, padahal hal ini dihindari dalam motor stirling.
Hasil pengamatan pengujian ini yaitu motor stirling tidak dapat
beroperasi dengan analisa sebagai berikut:
• Sambungan napple pada head silinder panas masih tetap akibat
terbakar rusak dan akhirnya bocor.
• Momentum dari flywheel kurang, sehingga energi tidak bisa disimpan
untuk melakukan siklus selanjutnya.
Solusi yang diambil untuk pengujian berikutnya berdasarkan Tabel 4.1
yaitu no. 4 dan 9.
Tugas Akhir 75
Anggit Yuliartono M | 2010
4.3.2.4. Pengujian IV
Setelah diambil solusi no, 4 dan 9 maka konfigurasi pada saat pengujian:
• Ring oli pada kedua piston dipasang.
• Dinding silinder diberi pelumas.
• Bagian yang dibakar adalah extension silinder panas.
Keadaan pada saat pengujian :
• Temperatur dinding silinder dingin menjadi panas, hal ini
menunjukkan adanya panas terkonduksi ke silinder dingin melalui
bahan, padahal hal ini dihindari dalam motor stirling.
Hasil pengamatan pengujian ini yaitu motor stirling tidak dapat
beroperasi dengan analisa sebagai berikut:
• Sambungan napple pada head silinder panas masih tetap akibat
terbakar rusak dan akhirnya bocor.
• Momentum dari flywheel kurang, sehingga energi tidak bisa disimpan
untuk melakukan siklus selanjutnya.
Solusi yang diambil untuk pengujian berikutnya berdasarkan Tabel 4.1
yaitu no. 7
Tugas Akhir 76
Anggit Yuliartono M | 2010
4.3.2.5. Pengujian V
Mulai pada tanggal ini, burner yang digunakan adalah burner dengan
bahan bakar kerosene.
Setelah diambil solusi 7, maka konfigurasi pada saat pengujian yaitu:
• Ring oli pada kedua piston dipasang.
• Dinding silinder diberi pelumas.
• Bagian yang dibakar adalah extension silinder panas.
• Head silinder dingin disiram air selama proses pembakaran pada
silinder panas.
Keadaan pada saat pengujian :
• Flywheel sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda akan terus
berputar meskipun sudah diawali dengan putaran dari tangan. Pada
saat memutar, gaya yang dikeluarkan oleh tangan terasa cukup berat.
• Temperatur dinding silinder dingin menjadi panas, hal ini
menunjukkan adanya panas terkonduksi ke silinder dingin melalui
bahan, padahal hal ini dihindari dalam motor stirling.
Hasil pengamatan pengujian ini yaitu motor stirling tidak dapat
beroperasi dengan analisa sebagai berikut:
• Sambungan napple pada head silinder panas masih tetap akibat
terbakar rusak dan akhirnya bocor.
• Momentum dari flywheel kurang, sehingga energi tidak bisa disimpan
untuk melakukan siklus selanjutnya.
Tugas Akhir 77
Anggit Yuliartono M | 2010
• Udara yang dipanaskan lebih dulu tersebar daripada mendorong piston
di silinder panas.
Solusi yang diambil untuk pengujian berikutnya berdasarkan Tabel 4.1
yaitu no. 6 dan 7
4.3.2.6. Pengujian VI
Setelah diambil solusi no. 6 dan 7, maka konfigurasi pada saat pengujian
yaitu:
• Ring oli pada kedua piston dipasang.
• Dinding silinder diberi pelumas.
• Head silinder dingin disiram air selama proses pembakaran pada
silinder panas.
• Bagian yang dibakar adalah extension silinder panas, dengan posisi
silinder panas menghadap di bawah, dengan tujuan densitas udara
yang dipanaskan akan menjadi rendah dan kemudian lebih dulu
mengisi ruang di silinder panas daripada mengalir ke silinder dingin
dan dapat mendorong piston.
Keadaan pada saat pengujian :
• Flywheel diputar dengan menggunakan tangan, tenaga yang
dibutuhkan tangan lebih ringan daripada pengujian sebelumnya.
• Temperatur dinding silinder dingin menjadi panas, hal ini
menunjukkan adanya panas terkonduksi ke silinder dingin melalui
bahan, padahal hal ini dihindari dalam motor stirling.
Tugas Akhir 78
Anggit Yuliartono M | 2010
Hasil pengamatan pengujian ini yaitu motor stirling tidak dapat
beroperasi dengan analisa sebagai berikut:
• Momentum dari flywheel kurang, sehingga energi tidak bisa disimpan
untuk melakukan siklus selanjutnya.
Solusi yang diambil untuk pengujian berikutnya berdasarkan Tabel 4.1
yaitu no. 8
4.3.2.7. Pengujian VII
Setelah diambil solusi no. 8, maka keadaan pada saat pengujian yaitu:
• Ring oli pada kedua piston dipasang.
• Dinding silinder diberi pelumas.
• Bagian yang dibakar adalah extension silinder panas.
• Bagian yang dibakar adalah extension silinder panas, dengan posisi
silinder panas menghadap ke samping, dan silinder dingin direndam
dalam air, tetapi flywheel yang digunakan masih sama dengan
flywheel pada pengujian sebelumnya.
Keadaan pada saat pengujian :
• Temperatur permukaan dan sirip pada dinding luar silinder dingin
tetap terjaga sesuai dengan temperatur air.
• Setelah dipanaskan beberapa lama, flywheel diputar dengan tangan,
terasa ada bantingan, tetapi momentum dari flywheel terasa kurang.
Tugas Akhir 79
Anggit Yuliartono M | 2010
Hasil pengamatan pengujian ini yaitu motor stirling tidak dapat
beroperasi dengan analisa sebagai berikut:
• momentum dari flywheel kurang, sehingga energi tidak bisa disimpan
untuk melakukan siklus selanjutnya.
Solusi yang diambil untuk pengujian berikutnya berdasarkan tabel 4.1
yaitu no. 10
4.3.2.8. Pengujian VIII
Setelah diambil solusi no. 10, maka keadaan pada saat pengujian yaitu:
• Ring oli pada kedua piston dipasang.
• Dinding silinder diberi pelumas.
• Bagian yang dibakar adalah extension silinder panas.
• Bagian yang dibakar adalah extension silinder panas, dengan posisi
silinder panas menghadap ke samping, dan silinder dingin direndam
dalam air, tetapi flywheel yang digunakan menggunakan flywheel 1
(berwarna merah seperti pada Gambar 4.5).
Gambar 4.6 pengujian pada tanggal 25 Januari 2010
Tugas Akhir 80
Anggit Yuliartono M | 2010
Keadaan pada saat pengujian :
• Temperatur permukaan dan sirip pada dinding luar silinder dingin
tetap terjaga sesuai dengan temperatur air.
• Setelah dipanaskan beberapa lama, flywheel diputar dengan tangan,
terasa ada bantingan, tetapi momentum dari flywheel terasa kurang.
Hasil pengamatan pengujian ini yaitu motor stirling tidak dapat
beroperasi dengan analisa sebagai berikut:
• Momentum dari flywheel kurang, sehingga energi tidak bisa disimpan
untuk melakukan siklus selanjutnya.
Solusi yang diambil untuk pengujian berikutnya berdasarkan Tabel 4.1
yaitu no. 10, dengan massa flywheel yang lebih besar dari sebelumnya.
4.3.2.9. Pengujian IX
Setelah diambil solusi no. 10, maka keadaan pada saat pengujian yaitu:
• Ring oli pada kedua piston dipasang.
• Dinding silinder diberi pelumas.
• Bagian yang dibakar adalah extension silinder panas.
• Bagian yang dibakar adalah extension silinder panas, dengan posisi
silinder panas menghadap ke samping, dan silinder dingin direndam
dalam air, tetapi flywheel yang digunakan menggunakan flywheel 2
(berwarna merah seperti pada Gambar 4.6).
Tugas Akhir 81
Anggit Yuliartono M | 2010
Gambar 4.7 pengujian pada tanggal 26 Januari 2010
Keadaan pada saat pengujian :
• Temperatur permukaan dan sirip pada dinding luar silinder dingin
tetap terjaga sesuai dengan temperatur air.
• Setelah dipanaskan beberapa lama, flywheel diputar dengan tangan,
terasa ada bantingan, tetapi momentum dari flywheel terasa kurang.
Hasil pengamatan pengujian ini yaitu motor stirling tidak dapat
beroperasi dengan analisa sebagai berikut:
• Momentum dari flywheel kurang, sehingga energi tidak bisa disimpan
untuk melakukan siklus selanjutnya.
4.4. Pengukuran Parameter-Parameter Termodinamika
Sampai dengan tanggal 26 Januari 2010, serangkaian percobaan yang
bertujuan menjalankan motor stirling yang telah dibuat telah dilakukan, tatapi
motor stirling masih belum bisa beroperasi. Langkah selanjutnya yang
Tugas Akhir 82
Anggit Yuliartono M | 2010
diambil adalah menganalisis secara termodinamik fenomena yang terjadi di
dalam silinder panas dan dingin pada motor stirling tersebut.
Analisis termodinamik ini memerlukan sensor tekanan yang
dipergunakan untuk mengukur tekanan yang terjadi di motor stirling ini
berdasarkan fungsi putaran sudut engkol.
Gambar 4.8 sensor tekanan
Sensor tekanan (pressure gage) ditempatkan di head silinder dingin,
dengan pertimbangan meminimalisasi kebocoran, karena jika ditempatkan di
head silinder panas, dikhawatirkan akan terbakar, dan jika ditempatkan di
regenerator, dikhawatirkan terjadi kebocoran juga karena dinding silinder
yang digunakan pada regenerator cukup tipis.
Gambar 4.9 pemasangan sensor tekanan
Kemudian sensor yang digunakan adalah sensor temperatur, yaitu
termokopel tipe – K, dengan pembaca temperatur digital yang dipinjam dari
Laboratorium Konversi Energi Institut Teknologi Nasional, Bandung. Sensor
Tugas Akhir 83
Anggit Yuliartono M | 2010
temperatur, berupa termokopel tipe – K ini dipiliih karena kapabilitas
pengukuran temperaturnya berada di kisaran ‐270 sampai 1372°C.
Temperatur motor stirling yang dirancang berada di dalam kisaran tersebut .
Gambar 4.10 termokopel tipe k
Sensor temperatur ini ditempatkan di tiga tempat, yaitu di head silinder
dingin, untuk mengetahui temperatur di dalam ruang silinder dingin,
kemudian di head silinder panas, untuk mengetahui temperatur udara di
dalam ruang silinder panas yang telah dipanaskan oleh burner kerosene.
Sensor yang terakhir ditempatkan di dalam regenerator untuk mengetahui
temperatur di dalam regenerator karena berdasarkan teori Schmidt,
temperatur regenerator adalah rata-rata logaritmik dari temperatur panas (Th)
dan temperatur dingin7 (Tc).
Gambar 4.11 pemasangan sensor termokopel
7Herzog, Zig., Schmidt theory for Stirling engines . diakses tanggal 2 Agustus 2009. dari : http://mac6.ma.psu.edu/stirling/simulations/isothermal/schmidt.html
Tugas Akhir 84
Anggit Yuliartono M | 2010
Setelah dilakukan pemasangan sensor-sensor yang dibutuhkan,
kemudian kembali dilakukan pengujian yang bertujuan untuk mengetahui
tekanan dan temperatur yang yang terjadi di dalam motor stirling pada proses
pemanasan.
Pengujian tanggal 6 Februari 2010
Setelah pengujian terakhir pada tanggal 26 Januati 2010, kemudian
diambil solusi no. 10 dan 11, maka Keadaan pada saat pengujian yaitu:
• Ring oli pada kedua piston dipasang.
• Dinding silinder diberi pelumas.
• Bagian yang dibakar adalah extension silinder panas.
• Bagian yang dibakar adalah extension silinder panas, dengan posisi
silinder panas menghadap ke samping, dan silinder dingin direndam
dalam air, tetapi flywheel yang digunakan menggunakan flywheel 3
(berwarna biru seperti pada Gambar 4.11.).
Gambar 4.12 pengujian pada tanggal 6 Februari 2010
Tugas Akhir 85
Anggit Yuliartono M | 2010
Keadaan pada saat pengujian :
• Temperatur permukaan dan sirip pada dinding luar silinder dingin
tetap terjaga sesuai dengan temperatur air. Temperatur udara dalam
silinder dingin (Tc) disajikan pada grafik pada Gambar 4.12.
• Temperatur udara di dalam silinder panas meningkat sebanding
dengan waktu, sampai menunjukkan temperatur maksimum pada
240oC setelah 15 menit pembakaran. hal ini ditunjukkan pada grafik
pada Gambar 4.12.
• Setelah dipanaskan beberapa lama, flywheel diputar dengan tangan,
terasa ada bantingan, tetapi momentum dari flywheel terasa kurang.
Hasil pengamatan pengujian ini yaitu motor stirling tidak dapat
beroperasi dengan analisa sebagai berikut:
• Momentum dari flywheel kurang, sehingga energi tidak bisa disimpan
untuk melakukan siklus selanjutnya.
• Temperatur udara di dalam silinder panas tidak mencapai temperatur
pada perancangan termodinamika.
Tugas Akhir 86
Anggit Yuliartono M | 2010
Gambar 4.13 grafik Temperatur vs Waktu
Pada pengujian tanggal 6 Februari ini ditunjukkan temperatur udara di
silinder dingin relatif stabil ada pada kisaran 30 oC - 40 oC, sehingga
sesuai dengan perancangan termodinamika yang dilakukan, tetapi
temperatur udara di dalam silinder panas tidak mencapai temperatur yang
diinginkan sehingga diambil solusi dengan cara memfokuskan api yang
dikeluarkan burner ke satu titik dengan cara membuat pengarah
menggunakan batu.
Sedangkan tekanan di dalam motor stirling terbaca melalui sensor
tekanan yang dipasang, ketika flywheel mulai diputar menggunakan
tangan. Tekanan yang ditunjukka pada sensor tekanan menunjukkan
posisi maksimum pada ± psi gage. Tekanan ini sesuai dengan
perancangan, dimana pada perancangan tekanan maksimum adalah 3,26
bar absolut = 40,28 psi absolut, sehingga apabila diukur dalam gage
tekanan tersebut menjadi 26,08 psi gage.
0
50
100
150
200
250
300
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Te
mp
era
tur
(oC
)
Waktu (menit)
Grafik Temperatur vs Waktu
Th
Tc
Tugas Akhir 87
Anggit Yuliartono M | 2010
Pengujian tanggal 8 Februari 2010
Setelah pengujian terakhir pada tanggal 6 Februari 2010, kemudian
diambil solusi memfokuskan api ke extension cylinder, maka Keadaan
pada saat pengujian yaitu:
• Ring oli pada kedua piston dipasang.
• Dinding silinder diberi pelumas.
• Bagian yang dibakar adalah extension silinder panas.
• Bagian yang dibakar adalah extension silinder panas, dengan posisi
silinder panas menghadap ke samping, dan silinder dingin direndam
dalam air, tetapi flywheel yang digunakan menggunakan flywheel 3
(berwarna biru seperti pada Gambar 4.14).
Gambar 4.14 pengujian pada tanggal 8 Februari 2010
Tugas Akhir 88
Anggit Yuliartono M | 2010
Keadaan pada saat pengujian :
• Temperatur permukaan dan sirip pada dinding luar silinder dingin
tetap terjaga sesuai dengan temperatur air. Temperatur udara dalam
silinder dingin (Tc) disajikan pada grafik 4.12
• Temperatur udara di dalam silinder panas meningkat sebanding
dengan waktu, sampai menunjukkan temperatur maksimum pada
361,4oC setelah 15 menit pembakaran. hal ini ditunjukkan pada grafik
pada Gambar 4.14
Gambar 4.15 grafik Temperatur vs Waktu
Pada pengujian tanggal 8 Februari ini ditunjukkan temperatur udara di
silinder dingin relatif stabil ada pada kisaran 28 oC - 35 oC, sehingga
sesuai dengan perancangan termodinamika yang dilakukan, temperatur
udara di dalam silinder panas mencapai temperatur yang diinginkan.
361,4
29,4 29,6 29,8 29,9 30,5 300
50
100
150
200
250
300
350
400
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Te
mp
era
tur
(oC
)
Waktu (menit)
Grafik Temp. vs Waktu
Th
Tc
BAB V
PENGOLAHAN DATA
5.1. Data Hasil Pengujian
Berdasarkan bab sebelumnya, hasil pengujian menunjukkan bahwa
parameter termodinamika hasil perancangan sudah tercapai. Data hasil
pengujian tersebut adalah:
a) Temperatur maksimum udara dalam silinder panas (TE), yaitu TE = 361oC
= 634 K. Temperatur tersebut dicapai dengan menggunakan burner
dengan bahan kerosene. Temperatur tersebut mencapai maksimum pada
menit ke 15 (lihat grafik 4.15).
b) Temperatur udara dalam silinder Dingin (TC), yaitu TC = 32,1 oC = 305,1
K. Temperatur relatif konstan untuk pemanasan selama 15 menit.
5.2. Parameter Berdasarkan Kondisi Termodinamika
Berdasarkan kondisi-kondisi termodinamika yang dituliskan di sub-
bab sebelumnya, dapat ditentukan parameter-parameter yang nantinya
digunakan dalam proses perhitungan selanjutnya pada proses perancangan
termodinamika motor stirling ini. Parameter-parameter tersebut adalah:
• Volume langkah pada piston kompresi (VSC) dan ekspansi (VSE) :
� ��� � �� � � � � � �� � � 0,051 � � 0,054 � � 1,103 � 10�� ��
� ��� � ���
Tugas Akhir 90
Anggit Yuliartono M | 2010
• Rasio kompresi (r) :
� DE
DESC
V
VVr
+= 35
3534
1026,1
1026,110103,1
m
mm−
−−
××+×= � 9,68
• Temperatur regenerator (TR) :
� �� � ����� � ����!",� � 469,55 #
• Rasio temperatur (t) :
� 48,0634
1,305 ===K
K
T
Tt
E
C
• Rasio volume langkah (v) :
� SE
SC
V
Vv = =
1,103�10-4 m31,103�10-4 m3 �1
• Rasio volume sisa pada silinder dingin (XDC) :
� XDC=VDC
VSE=1,3×10
-5 m3
1,103×10-4 m3=0,118
• Rasio volume sisa pada silinder panas (XDE) :
� XDE=VDE
VSE=
1,3�10-5 m31,103�10-4 m3 =0,118
• Rasio volume sisa pada regenerator (XR) :
� XR� VRVSE � 2,5 � 10-5 m31,103�10-4 m3 �0,227
5.3. Massa Udara Yang Diperlukan Sebagai Fluida Kerja
Massa udara total (m) yang dimasukkan pada mesin adalah pada saat
temperatur kamar dan tekanan lingkungan (atmosfir). Dari Bab III, didapat
bahwa besarnya m adalah 0, 000352 kg.
Tugas Akhir 91
Anggit Yuliartono M | 2010
5.4. Tekanan rata-rata (Pmean)
Persamaan untuk menghitung tekanan rata-rata sesuai dengan
persamaan 2.27.
-./01 � 2�2�����√� 4 5
dimana nilai koefisien a, S dan B sesuai dengan persamaan 2.23, 2.24 dan
2.25 adalah sebagai berikut :
� 6 � 768�� 9 :;< =>?�@A: =>�� � 768�� � :;< B!°!,�!��@A: B!°�� � 64,30° � S � t E 2tFG� E �HI��? E J E 2FG�
� 0,48 E K2 � 0,48 � 0,118L E 4 � 0,2271 E 0,48 E 1 E K2 � 0,118L � � 2,847
� 5 � √7 E 27J cos PQ E J
� R0,48 E K2 � 0,48 � 1 � cos 90°L E 1
5 � 1,11
maka,
� -./01 � �!,!!!�BST�U VKWX.WL���� S�,�!���!Z[ .\R�,BB]��,!^]
-./01 � 213435,6 _� � 213435,6 -6
Tugas Akhir 92
Anggit Yuliartono M | 2010
5.5. Tekanan Ekstrim Siklus
Untuk menghitung tekanan maksimum dan minimum, perlu dihitung
koefisien c dengan menggunakan persamaan 2.28. Dimana nilai koefisien c
adalah sebagai berikut :
` � 5� � 1,112,847 � 0,39
5.5.1. Tekanan Maksimum (Pmax)
Setelah didapatkan koefisien c, kemudian dapat dihitung tekanan
maksimum (Pmax) berdasarkan hubungannya dengan tekanan rata-rata (Pmean)
dengan menggunakan persamaan di bawah ini:
-.0>-./01 � a1 E `1 4 `
maka,
-.0> � a1 E 0,391 4 0,39 � 213435,6 -6 � 321551,45 -6
Dimana tekanan ini terjadi pada sudut engkol 60o (lihat tabel
perhitungan untuk membuat diagram P-V)
5.5.2. Tekanan Minimum (Pmin)
Sedangkan tekanan minimum, juga dapat dihitung berdasarkan
hubungannya dengan tekanan rata-rata (Pmean) dengan menggunakan
persamaan di bawah ini:
-.b1-./01 � a1 4 `1 E `
Tugas Akhir 93
Anggit Yuliartono M | 2010
maka
-.b1 � a1 E 0,391 4 0,39 � 213435,6 -6 � 141529,04 -6
Dimana tekanan ini terjadi pada sudut engkol 240o (lihat tabel
perhitungan untuk membuat diagram P-V)
5.6. Kerja indikator yang dihasilkan dalam satu siklus (Wi)
Kerja per siklus merupakan selisih kalor masuk dan kalor keluar atau
hasil penjumlahan kerja ekspansi dan kerja kompresi, seperti pada persamaan
2.35 :
Wi = WE + WC
dimana nilai Wc dan WE akan sama dengan jumlah kalornya7 jadi QC = WC,
begitu juga WE = QE
5.6.1. Kerja ekspansi (WE)
Kerja ekspansi adalah kerja yang dihasilkan pada proses 3-4 pada siklus
stirling ideal. Kerja ekspansi (WE) diperoleh dengan persamaan 2.33
c� � -./01. ��� . �. `. de8 61 E √1 4 `
� 2213435,6 -6 � 1,103 � 10�� �� � � � 0,38 � sin 67,9°1 E R1 4 0,39
c� � 13,53 h
7Herzog, Zig . Schmidt theory for Stirling engines. diakses tanggal 28 Juli 2009. dari : http://mac6.ma.psu.edu/stirling/simulations/isothermal/schmidt.html.
Tugas Akhir 94
Anggit Yuliartono M | 2010
5.6.2. Kerja kompresi (WC)
Kerja kompresi adalah kerja yang diberikan pada proses 1-2 pada siklus
stirling ideal. Kerja kompresi (WC) diperoleh dengan persamaan 2.34. Tanda
negatif menunjukkan bahwa kerja mengarah ke dalam sistem yang berarti fluida
kerja dikenai kerja.
c� � 4 -./01����`7 sin 61 E √1 4 `
� 4 213435,6 -6 � 1,103 � 10�� �� � � � 0,39 � 0,52 � sin 67,9°1 E R1 4 0,39
c� � 46,51 h 5.6.3. Kerja Indikator (WI)
Jadi kerja indikator per siklusnya, sesuai dengan persamaan 2.53 adalah
cb � 13,53 h 4 6,51 h � 7,02 h sehingga dapat diperoleh daya indikator, berdasarkan persamaan 2.39
dengan asumsi variasi putaran mesin 700 rpm – 1000 rpm. Berikut di bawah ini
daya indikator (Li) yang dihasilkan pada variasi putaran (n) :
Tabel 5.1 Daya indikator motor stirling berdasarkan variasi putaran
n(rpm) Li (Watt)
700 81,87
800 93,57
900 105,26
1000 116,86
Tugas Akhir 95
Anggit Yuliartono M | 2010
5.7. Efisiensi Thermal Yang Dihasilkan (ηt)
Idealnya efisiensi thermal adalah perbandingan kerja yang dihasilkan
(WI) terhadap energi yang diberikan terhadap sistem. Tetapi kerja ekspansi
(WE) yang ditunjukkan pada persamaan 2.33 juga berarti kalor yang
dimasukkan ke dalam sistem7. Kemudian, kerja kompresi (WC) yang
ditunjukkan pada persamaan 2.34 bernilai sama dengan kalor yang dibuang
ke lingkungan. Maka efisiensi thermal – ηt dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan 2.41
ηj � cbc� � 6,51 h13,53 h � 0,5188
� 0,4815 � 100%
� 51,88%
dimana nilai efisiensi motor stirling ini sama dengan efisiensi Carnot.
5.8. Diagram P-V Hasil Pengujian Motor Stirling
Tabel 5.2 Perhitungan untuk membuat diagram P-V Crank angle
Vh (m3) Vc (m3) Vr (m3) Vtot (m3) P(Pa)
0 0,0000123 0,0000674 0,0000880 0,0001676 236534,73
10 0,0000131 0,0000578 0,0000880 0,0001589 254425,93
20 0,0000156 0,0000485 0,0000880 0,0001521 272606,47
30 0,0000196 0,0000398 0,0000880 0,0001474 289914,13
40 0,0000252 0,0000320 0,0000880 0,0001451 304869,85
50 0,0000320 0,0000252 0,0000880 0,0001451 315875,35
60 0,0000398 0,0000196 0,0000880 0,0001474 321551,45
70 0,0000485 0,0000156 0,0000880 0,0001521 321116,39
80 0,0000578 0,0000131 0,0000880 0,0001589 314631,82
90 0,0000674 0,0000123 0,0000880 0,0001676 302982,62
100 0,0000770 0,0000131 0,0000880 0,0001781 287602,08
110 0,0000863 0,0000156 0,0000880 0,0001898 270089,53
7Herzog, Zig . Schmidt theory for Stirling engines. diakses tanggal 28 Juli 2009. dari : http://mac6.ma.psu.edu/stirling/simulations/isothermal/schmidt.html.
Tugas Akhir 96
Anggit Yuliartono M | 2010
120 0,0000950 0,0000196 0,0000880 0,0002026 251888,01
130 0,0001029 0,0000252 0,0000880 0,0002160 234108,49
140 0,0001097 0,0000320 0,0000880 0,0002296 217493,82
150 0,0001152 0,0000398 0,0000880 0,0002430 202469,02
160 0,0001192 0,0000485 0,0000880 0,0002558 189223,95
170 0,0001217 0,0000578 0,0000880 0,0002675 177794,36
180 0,0001226 0,0000674 0,0000880 0,0002779 168126,54
190 0,0001217 0,0000770 0,0000880 0,0002867 160123,15
200 0,0001192 0,0000863 0,0000880 0,0002935 153673,13
210 0,0001152 0,0000950 0,0000880 0,0002981 148669,86
220 0,0001097 0,0001029 0,0000880 0,0003005 145021,65
230 0,0001029 0,0001097 0,0000880 0,0003005 142657,33
240 0,0000950 0,0001152 0,0000880 0,0002981 141529,04
250 0,0000863 0,0001192 0,0000880 0,0002935 141613,49
260 0,0000770 0,0001217 0,0000880 0,0002867 142912,43
270 0,0000674 0,0001226 0,0000880 0,0002779 145452,63
280 0,0000578 0,0001217 0,0000880 0,0002675 149285,29
290 0,0000485 0,0001192 0,0000880 0,0002558 154484,67
300 0,0000398 0,0001152 0,0000880 0,0002430 161144,98
310 0,0000320 0,0001097 0,0000880 0,0002296 169374,22
320 0,0000252 0,0001029 0,0000880 0,0002160 179282,85
330 0,0000196 0,0000950 0,0000880 0,0002026 190964,23
340 0,0000156 0,0000863 0,0000880 0,0001898 204462,73
350 0,0000131 0,0000770 0,0000880 0,0001781 219725,42
360 0,0000123 0,0000674 0,0000880 0,0001676 236534,73
Gambar 5.2 (a) Diagram P-V hasil pengujian
0,00
50000,00
100000,00
150000,00
200000,00
250000,00
300000,00
350000,00
0,00000 0,00005 0,00010 0,00015 0,00020 0,00025 0,00030 0,00035
P (
Pa
)
V (m3)
Diagram P-V
BAB VI
ANALISIS
Pada bab ini dikemukakan analisis hasil perancangan termodinamika
motor stirling, dan analisis hasil percobaan yang dilakukan.
6.1. Analisis Secara Umum
Secara umum, motor stirling yang dirancang dan dibuat sudah
memenuhi teori-teori yang didapat pada saat tahap studi literatur penyusunan
tugas akhir ini yaitu sudut fasa sebesar 90o sudah dicapai dan temperatur di
dalam silinder panas & dingin sudah mencapai hasil perancangan, tetapi teori
saja belum mencukupi untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai
motor stirling ini, pengalaman dalam melakukan perancangan sebuah motor
bakar juga dibutuhkan dalam melakukan penelitian ini.
6.2. Analisis Perancangan Termodinamika
Dari hasil perancangan prototype termodinamika stirling engine tipe
alpha dengan konfigurasi V-90 seharusnya dapat menghasilkan daya sebesar
85,49 watt pada putaran 800 rpm dengan kerja indikator per siklusnya sebesar
6,49 J.
Hasil-hasil tersebut diperoleh dengan mengaplikasikan teori Schmidt
pada perancangan termodinamika ini. Pada perancangan termodinamika
tersebut, fungsi regenerator tidak dilibatkan, dalam artian pengaruh
Tugas Akhir 98
Anggit Yuliartono M | 2010
termodinamika dari regenerator tidak muncul dalam persamaan-persamaan
yang digunakan dalam teori Schmidt tersebut.
Dalam pengaplikasian teori Schmidt yang dipublikasikan oleh
Koichi Hirata ini, perhitungan mengenai heat transfer di silinder panas dan
silinder dingin juga tidak ditemukan, padahal perhitungan heat transfer juga
merupakan hal yang penting dalam penentuan material dan dimensinya yang
akan dipergunakan dalam pembuatan motor stirling.
6.3. Analisis Dari Rangkaian Percobaan yang Dilakukan
Motor stirling yang telah dibuat tidak bisa beroperasi seperti yang dipaparkan
pada Bab IV, dengan analisis sebagai berikut:
• Sambungan napple pada head silinder panas rusak dan akhirnya bocor
dan mengakibatkan tekanan loss.
• Momentum dari flywheel kurang, sehingga energi tidak bisa disimpan
untuk melakukan siklus selanjutnya.
• Temperatur dinding silinder dingin menjadi panas, hal ini
menunjukkan adanya panas terkonduksi ke silinder dingin melalui
bahan, padahal hal ini dihindari dalam motor stirling.
• Bagian yang dibakar adalah extension silinder panas, dengan posisi
silinder panas menghadap di bawah, dengan tujuan densitas udara
yang dipanaskan akan menjadi rendah dan kemudian lebih dulu
mengisi ruang di silinder panas daripada mengalir ke silinder dingin
dan dapat mendorong piston.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Dalam laporan ini digambarkan perancangan termodinamika dari
motor stirling berdasarkan teori Schmidt (Schmidt theory).
7.1.1. Kesimpulan Perancangan
Berdasarkan perancangan masih belum mencapai kesempurnaan.
Temperatur ekspansi dan temperatur kompresi akan berbeda dari keadaan
sebenarnya. Perbedaan ini disebabkan fungsi regenerator pada proses
perhitungan perancangan ini tidak dikaji. Konstruksi dan penggunaan dari
material untuk regenerator kurang diperhatikan, sehingga sebaiknya optimasi
perancangan regenerator menjadi perhatian juga.
Tabel 7.1 Spesifikasi teknis hasil perancangan termodinamika
Spesifikasi Nilai T
E (Temp. Panas) 350
o C = 623 K
TC
(Temp. Dingin) 50 o C = 313 K
Fluida Kerja Udara [R = 286 J/(kg.K) ] Sudut antara hot cylinder dan silinder kompresi cold cylinder (dx) 90
o
Diameter piston (D) 51 mm = 0,051 m Panjang langkah/Stroke (S) 54 mm = 0,054 m Volume sisa pada piston kompresi (V
DC) dan ekspansi (V
DE) 13 cm
3 = 1,3 × 10
-5 m
3
Rasio kompresi 1 : 9,46 Kecepatan mesin 800 rpm (diasumsikan) Tekanan rata-rata (P
mean ) 2,17 Bar
Daya Indikator (Pi) 85,49 Watt pada 800 rpm
Tugas Akhir 100
Anggit Yuliartono M | 2010
Untuk meningkatkan performansi dari mesin stirling ini, temperatur
ekspansi yang lebih tinggi (lebih tinggi dari temperatur perancangan di dalam
laoran tugas akhir ini, di dalam literatur-literatur biasanya mencapai 800oC -
1000oC) sangat diperlukan. Tetapi berdasarkan hal tersebut, diperlukan juga
material yang tahan terhadap temperatur tinggi seperti baja paduan dengan
komposisi nikel yang cukup tinggi. Selain itu, perlu juga meningkatkan angka
konveksi di dalam silinder panas.
Perlu diingat bahwa mesin stirling dihitung dengan asumsi keadaan
ideal. Mesin stirling pada kenyataanya berbeda dengan siklus idealnya karena
beberapa aspek penting :
(a) Regenerator dan saluran-saluran pada mesin stirling sebenarnya tidak
bervolume nol. Hal ini berarti fluida kerja tidak pernah secara sempurna
masuk ke sisi panas dan sisi dingin mesin, dan oleh karena itu, fluida
kerja tidak pernah ada pada keadaan temperatur yang seragam.
(b) Proses ekpansi dan kompresi dalam prakteknya lebih kearah politropik
daripada isothermal. Hal ini menyebabkan fluktuasi tekanan dan
temperatur pada fluida kerja
(c) Gesekan fluida yang terjadi ketika terjadi perpindahan fluida kerja.
(d) Faktor lainnya seperti konduksi antara silinder panas dan silinder
dingin, kebocoran seal, gesekan pada mekanisme, semuanya
menyebabkan motor stirling sebenarnya berbeda dengan karakteristik
mesin secara ideal.
Tugas Akhir 101
Anggit Yuliartono M | 2010
Meskipun mesin stirling secara teoritik mempunyai efisiensi yang
besar (efisiesni Carnot), faktor-faktor di atas mengakibatkan berkurangnya
performansi mesin yang sebenarnya dari harga-harga perhitungan di atas.
7.1.2. Kesimpulan Pengujian
Pada penelitian ini, motor stirling yang telah dirancang dan dibuat tidak
bisa beroperasi. Tetapi data-data parameter termodinamika seperti tekanan
dan temperatur kerja motor stirling berhasil didapatkan dari alat ukur yang
ditempatkan pada beberapa bagian motor sirling.
7.2. Saran
Teori Schmidt merupakan teori yang menganalisis motor stirling
secara isothermal. Teori Schmidt yang dipergunakan dalam merancang motor
stirling ini masih banyak pengembangannya, diharapkan pada perancangan
selanjutnya dapat dicoba teori stirling yang dikembangkan oleh Urieli yang
dipublikasikan oleh Zig Herzog dalam websitenya yaitu http://www
.ent.ohiou.edu/~urieli/stirling/isothermal/isothermal.html. Selain teori
Schmidt yang berbasis isothermal ada juga metode lain yang juga dapat
dipergunakan dalam merancang sebuah motor stirling, yaitu metode ideal
adiabatik yang juga dipublikasikan oleh Zig Herzog di website yang sama.
Kemudian saran untuk percobaan menjalankan motor stirling
berikutnya, dapat ditambahkan perangkat kompresor untuk menyuntikkan
udara ke dalam silinder dingin agar tekanan di seluruh mesin dapar dijaga
Tugas Akhir 102
Anggit Yuliartono M | 2010
konstan. Selain itu material di dalam regenerator juga dapat diubah, pada
penelitian ini material yang digunakan dalam regenerator digunakan steel
wool, untuk menggantikan steel wool, dapat dipergunakan bola-bola baja,
agar mempunyai thermal capacitance yang cukup besar.
xiii
DAFTAR PUSTAKA
1. Maleev, V.L : Internal Combustion Engines –Theory and Design ,2nd edition,
McGraww-Hill Book Company,Inc.,London, 1945
2. Arismunandar, Wiranto, Motor Bakar Torak, PT. Pradnya Paramita,
Bandung, 1987
3. Incropera, Frank, Dewitt , H . Fundamentals of Heat Transfer . John Wiley
and Sons, Inc . New York, USA . 2000
4. Moran, Michael . Shapiro, N. Howard . Fundamentals of Thermodynamics
Engineering 4th Edition . John Wiley and Sons, Inc . New York, USA . 2000
5. Kosasih . Perancangan dan Pembuatan Mesin Stirling Sejajar Dengan
Kapasitas Daya 1 kW. Itenas . Bandung . 1999
6. Stirling energy system, SES . 2008 . Solar Two . diakses tanggal 15 November
2008 dari http://www.stirlingenergy.com/projects/default.asp
7. Maier, Cristpoh . Stirling engine . University of Gavle . 2007
8. Power from the Sun. (2008). Power Cycles for Electricity Generation. diakses
12 Oktober 2008 dari http://www.powerfromthesun.net/chapter12/Chapter
12new.htm#12.3.1%20%20%20%20%20Stirling%20Engines
9. Fette, Peter . How Does Stirling Engine Work.. diakses 9 Februari 2009 dari
http://www.stirling-fette.de/howdoes.htm#A0#A0
10. Khirata, Koichi . Bekkoame Home Page, Schmidt theory for Stirling engines .
Stirling engine home page [online]. diakses tanggal 28 Juli 2009. dari :
http://www.bekkoame.ne.jp/_khirata
xiv
11. Herzog, Zig . Schmidt Theory . Diakses pada tanggal 30 Agustus 2009 dari
http://www.ent.ohiou.edu/~urieli/stirling/ engines/engines.html 12. I.M. Yusof, N.A. Farid, Z.A. Zainal, G.B. Horizon, K. Noriman and A.
Miskam . Preliminary Investigation of a Converted Four-Stroke Diesel to
Alpha V-Shaped Stirling Engine . Asian Journal of Applied Sciences . 2009 13. Halit, KARABULUT . H¨useyin Serdar, Y¨UCESU . 1998 . Manufacturing
and Testing of a V-Type Stirling Engine . Ankara : TUBITAK
14. Martini, William . M . Stirling Engine Design Manual 2nd Edition .
University of Washington, Prepared for NASA . Washington D.C . 1978.
15. Urieli, Israel and Berchowitz, David M. , Stirling Cycle Engine Analysis
Adam Hilger Ltd, Bristol 1984; ISBN 0-85274-435-8
xv
L A M P I R A N
xvi
Foto – Foto Motor Stirling Yang Dibuat Dan Diuji
SCALE:1:2,5
A4
C
WEIGHT:
B
C
D
1 2
A
321 4
B
A
5 6
DRAWN
CHK'D
DWG NO.
TITLE:
REVISIONDO NOT SCALE DRAWING
MATERIAL:
APPV'D
MFG
LINEAR:
Q.A
ANGULAR:
FINISH:
TOLERANCES:
EDGES
NAME SIGNATURE DATE
UNLESS OTHERWISE SPECIFIED:
DIMENSIONS ARE IN MILLIMETERS
SURFACE FINISH:
DEBUR AND
BREAK SHARP
Assembly all
79
79
64
8, 4 holesthrough
64
A A
SECTION A-A
53
7
59
43
10
21
56,6
651
0
63
Q.A
MFG
APPV'D
CHK'D
C
2 31 4
B
A
D
E
F
HOT CYLINDER BLOCK
WEIGHT:
A4
SCALE:1:1
DWG NO.
TITLE:
REVISIONDO NOT SCALE DRAWING
MATERIAL:
ANGULAR:
FINISH:
SIGNATURENAME
BREAK SHARP
DATE
EDGES
DEBUR AND UNLESS OTHERWISE SPECIFIED:
DIMENSIONS ARE IN MILLIMETERS
SURFACE FINISH:
TOLERANCES:
LINEAR:
DRAWN
Q.A
MFG
APPV'D
CHK'D
C
2 31 4
B
A
ANGULAR:
F
Cold Cylinder
BREAK SHARP
Block
WEIGHT:
A4
SCALE:1:2
DWG NO.
TITLE:
REVISIONDO NOT SCALE DRAWING
MATERIAL:
D
FINISH:
SIGNATURENAME
E
DATE
EDGES
DEBUR AND UNLESS OTHERWISE SPECIFIED:
DIMENSIONS ARE IN MILLIMETERS
SURFACE FINISH:
TOLERANCES:
LINEAR:
DRAWN
SECTION E-E
53
6
38
3
22
63
10
79
56,6
59
65
79
8 (4 holes)
EE
8
1650
79
79
39
,50
0
2R
39,500
5 4 3 2
DO NOT SCALE DRAWING
Hot Cylinder Head
SHEET 1 OF 1
UNLESS OTHERWISE SPECIFIED:
SCALE: 1:2 WEIGHT:
REVDWG. NO.SIZE
TITLE:
NAME DATE
COMMENTS:
Q.A.
MFG APPR.
ENG APPR.
CHECKED
PROHIBITED.
INTERPRET GEOMETRIC
DRAWN
TWO PLACE DECIMAL
NEXT ASSY
THREE PLACE DECIMAL
FINISH
PROPRIETARY AND CONFIDENTIAL
USED ON
MATERIAL
APPLICATION
BEND
TOLERANCING PER:
DIMENSIONS ARE IN INCHES
TOLERANCES:
FRACTIONAL
ANGULAR: MACH
THE INFORMATION CONTAINED IN THIS
DRAWING IS THE SOLE PROPERTY OF
<INSERT COMPANY NAME HERE>. ANY
REPRODUCTION IN PART OR AS A WHOLE
WITHOUT THE WRITTEN PERMISSION OF
<INSERT COMPANY NAME HERE> IS
1
10
22,22216
20
78
50
25
SECTION A-A1
0
79
16
83
9,5
0
79
39,50
AA
5 4 3 2
DO NOT SCALE DRAWING
Cold Cylinder Head
SHEET 1 OF 1
UNLESS OTHERWISE SPECIFIED:
SCALE: 1:2 WEIGHT:
REVDWG. NO.SIZE
TITLE:
NAME DATE
COMMENTS:
Q.A.
MFG APPR.
ENG APPR.
CHECKED
PROHIBITED.
INTERPRET GEOMETRIC
DRAWN
TWO PLACE DECIMAL
NEXT ASSY
THREE PLACE DECIMAL
FINISH
PROPRIETARY AND CONFIDENTIAL
USED ON
MATERIAL
APPLICATION
BEND
TOLERANCING PER:
DIMENSIONS ARE IN INCHES
TOLERANCES:
FRACTIONAL
ANGULAR: MACH
THE INFORMATION CONTAINED IN THIS
DRAWING IS THE SOLE PROPERTY OF
<INSERT COMPANY NAME HERE>. ANY
REPRODUCTION IN PART OR AS A WHOLE
WITHOUT THE WRITTEN PERMISSION OF
<INSERT COMPANY NAME HERE> IS
1
150
34
12
69
150
69
5
5 4 3 2
DO NOT SCALE DRAWING
FRONT COVER
SHEET 1 OF 1
UNLESS OTHERWISE SPECIFIED:
SCALE: 1:2 WEIGHT:
REVDWG. NO.SIZE
TITLE:
NAME DATE
COMMENTS:
Q.A.
MFG APPR.
ENG APPR.
CHECKED
PROHIBITED.
INTERPRET GEOMETRIC
DRAWN
TWO PLACE DECIMAL
NEXT ASSY
THREE PLACE DECIMAL
FINISH
PROPRIETARY AND CONFIDENTIAL
USED ON
MATERIAL
APPLICATION
BEND
TOLERANCING PER:
DIMENSIONS ARE IN INCHES
TOLERANCES:
FRACTIONAL
ANGULAR: MACH
THE INFORMATION CONTAINED IN THIS
DRAWING IS THE SOLE PROPERTY OF
<INSERT COMPANY NAME HERE>. ANY
REPRODUCTION IN PART OR AS A WHOLE
WITHOUT THE WRITTEN PERMISSION OF
<INSERT COMPANY NAME HERE> IS
1
57
26
SHEET 1 OF 1
A4
C
WEIGHT:
B
C
D
1 2
A
321 4
B
A
5 6
DRAWN
CHK'D
REVISION
DWG NO.
TITLE:
DO NOT SCALE DRAWING
SCALE:1:1
APPV'D
MFG
LINEAR:
Q.A
ANGULAR:
FINISH:
TOLERANCES:
EDGES
NAME SIGNATURE DATE
MATERIAL:
UNLESS OTHERWISE SPECIFIED:
DIMENSIONS ARE IN MILLIMETERS
SURFACE FINISH:
DEBUR AND
BREAK SHARP
CRANKSHAFT PIN
14
7
14
SCALE:1:1
A4
C
WEIGHT:
B
C
D
1 2
A
321 4
B
A
5 6
DRAWN
CHK'D
DWG NO.
TITLE:
REVISIONDO NOT SCALE DRAWING
MATERIAL:
APPV'D
MFG
LINEAR:
Q.A
ANGULAR:
FINISH:
TOLERANCES:
EDGES
NAME SIGNATURE DATE
UNLESS OTHERWISE SPECIFIED:
DIMENSIONS ARE IN MILLIMETERS
SURFACE FINISH:
DEBUR AND
BREAK SHARP
Connecting Rod
43
92
13
17
18
13
15
33
R
R25
SCALE:1:1
A4
C
WEIGHT:
B
C
D
1 2
A
321 4
B
A
5 6
DRAWN
CHK'D
DWG NO.
TITLE:
REVISIONDO NOT SCALE DRAWING
MATERIAL:
APPV'D
MFG
LINEAR:
Q.A
ANGULAR:
FINISH:
TOLERANCES:
EDGES
NAME SIGNATURE DATE
UNLESS OTHERWISE SPECIFIED:
DIMENSIONS ARE IN MILLIMETERS
SURFACE FINISH:
DEBUR AND
BREAK SHARP
PISTON
51
22
SECTION A-A
13
20
39
34
11
A
A
48R
26
56
SHEET 1 OF 1
A4
C
WEIGHT:
B
C
D
1 2
A
321 4
B
A
5 6
DRAWN
CHK'D
SCALE:1:2
DWG NO.
TITLE:
REVISIONDO NOT SCALE DRAWING
APPV'D
MFG
LINEAR:
Q.A
ANGULAR:
FINISH:
TOLERANCES:
EDGES
NAME SIGNATURE DATE
MATERIAL:
UNLESS OTHERWISE SPECIFIED:
DIMENSIONS ARE IN MILLIMETERS
SURFACE FINISH:
DEBUR AND
BREAK SHARP
CRANKSHAFT
27
14
25
32
15
19
13
15 28
20
19
,3
13
5 4 3 2
DO NOT SCALE DRAWING
Bearing House
SHEET 1 OF 1
UNLESS OTHERWISE SPECIFIED:
SCALE: 1:1 WEIGHT:
REVDWG. NO.SIZE
TITLE:
NAME DATE
COMMENTS:
Q.A.
MFG APPR.
ENG APPR.
CHECKED
PROHIBITED.
INTERPRET GEOMETRIC
DRAWN
TWO PLACE DECIMAL
NEXT ASSY
THREE PLACE DECIMAL
FINISH
PROPRIETARY AND CONFIDENTIAL
USED ON
MATERIAL
APPLICATION
BEND
TOLERANCING PER:
DIMENSIONS ARE IN INCHESTOLERANCES:
FRACTIONALANGULAR: MACH
THE INFORMATION CONTAINED IN THIS
DRAWING IS THE SOLE PROPERTY OF
<INSERT COMPANY NAME HERE>. ANY
REPRODUCTION IN PART OR AS A WHOLE
WITHOUT THE WRITTEN PERMISSION OF
<INSERT COMPANY NAME HERE> IS
1
34
33,137
33
,13
7
52
14
25,500
11
68
12 4 Holes
10,500
85
R85
ANGULAR:
FINISH:
TOLERANCES:
EDGES
NAME SIGNATURE DATE
MATERIAL:
DO NOT SCALE DRAWING REVISION
TITLE:
DWG NO.
SCALE:1:1 SHEET 1 OF 1
A4
C
WEIGHT:
B
C
D
Q.A
MFG
APPV'D
CHK'D
DRAWN
1 2
LINEAR:
A
321 4
B
A
5 6
UNLESS OTHERWISE SPECIFIED:
DIMENSIONS ARE IN MILLIMETERS
SURFACE FINISH:
DEBUR AND
BREAK SHARP
PILLOW BLOCK
A
40
6
85
95 (Bahan)
75
C
55
SHEET 1 OF 1
A4
C
WEIGHT:
B
C
D
1 2
A
321 4
B
A
5 6
DRAWN
CHK'D
SCALE:1:3
DWG NO.
TITLE:
REVISIONDO NOT SCALE DRAWING
APPV'D
MFG
LINEAR:
Q.A
ANGULAR:
FINISH:
TOLERANCES:
EDGES
NAME SIGNATURE DATE
MATERIAL:
UNLESS OTHERWISE SPECIFIED:
DIMENSIONS ARE IN MILLIMETERS
SURFACE FINISH:
DEBUR AND
BREAK SHARP
Crankcase
B
81
75
81
81
150
15
0
75
81
C
WEIGHT:
LINEAR:
BREAK SHARP
B
C
D
1 2
A
321 4
B
A
5 6
DRAWN
CHK'D
SCALE:1:2
DWG NO.
TITLE:
REVISIONDO NOT SCALE DRAWING
APPV'D
MFG
A4Q.A
ANGULAR:
FINISH:
TOLERANCES:
EDGES
NAME SIGNATURE DATE
MATERIAL:
UNLESS OTHERWISE SPECIFIED:
DIMENSIONS ARE IN MILLIMETERS
SURFACE FINISH:
DEBUR AND
Assembly Piston &Conecting Rod
C
WEIGHT:
LINEAR:
BREAK SHARP
B
C
D
1 2
A
321 4
B
A
5 6
DRAWN
CHK'D
SCALE:1:2
DWG NO.
TITLE:
REVISIONDO NOT SCALE DRAWING
APPV'D
MFG
A4Q.A
ANGULAR:
FINISH:
TOLERANCES:
EDGES
NAME SIGNATURE DATE
MATERIAL:
UNLESS OTHERWISE SPECIFIED:
DIMENSIONS ARE IN MILLIMETERS
SURFACE FINISH:
DEBUR AND
Assembly Hot Cylinder Block
C
WEIGHT:
LINEAR:
BREAK SHARP
B
C
D
1 2
A
321 4
B
A
5 6
DRAWN
CHK'D
SHEET 1 OF 1SCALE:1:5
DWG NO.
TITLE:
REVISION
APPV'D
MFG
A4Q.A
ANGULAR:
FINISH:
TOLERANCES:
EDGES
NAME SIGNATURE DATE
MATERIAL:
DO NOT SCALE DRAWINGUNLESS OTHERWISE SPECIFIED:
DIMENSIONS ARE IN MILLIMETERS
SURFACE FINISH:
DEBUR AND
Assembly Cold Cylinder Block
SCALE:1:2
A4
C
WEIGHT:
B
C
D
1 2
A
321 4
B
A
5 6
DRAWN
CHK'D
DWG NO.
TITLE:
REVISIONDO NOT SCALE DRAWING
MATERIAL:
APPV'D
MFG
LINEAR:
Q.A
ANGULAR:
FINISH:
TOLERANCES:
EDGES
NAME SIGNATURE DATE
UNLESS OTHERWISE SPECIFIED:
DIMENSIONS ARE IN MILLIMETERS
SURFACE FINISH:
DEBUR AND
BREAK SHARP
Assembly Crankshaft
Q.A
MFG
APPV'D
CHK'D
C
2 31 4
B
A
ANGULAR:
F
Assembly Regenerator
BREAK SHARP
& Pipe
WEIGHT:
A4
SHEET 1 OF 1SCALE:1:5
DWG NO.
TITLE:
REVISIONDO NOT SCALE DRAWING
MATERIAL:
D
FINISH:
SIGNATURENAME
E
DATE
EDGES
DEBUR AND UNLESS OTHERWISE SPECIFIED:
DIMENSIONS ARE IN MILLIMETERS
SURFACE FINISH:
TOLERANCES:
LINEAR:
DRAWN
WEIGHT:
LINEAR:
BREAK SHARP
B
C
D
1 2
A
321 4
B
A
5 6
DRAWN
CHK'D
APPV'D
A4
SHEET 1 OF 1SCALE:1:20
DWG NO.
TITLE:
MFG
Q.A
C
ANGULAR:
FINISH:
TOLERANCES:
EDGES
NAME SIGNATURE DATE
MATERIAL:
DO NOT SCALE DRAWING REVISIONUNLESS OTHERWISE SPECIFIED:
DIMENSIONS ARE IN MILLIMETERS
SURFACE FINISH:
DEBUR AND
Petunjuk Perakitan