113
TINGKAT PEMANFAATAN MATERIAL KAYU PADA PEMBUATAN GADING-GADING DI GALANGAN KAPAL RAKYAT UD. SEMANGAT UNTUNG, DESA TANAH BERU, BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN IMA KUSUMANTI MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

TINGKAT PEMANFAATAN MATERIAL KAYU PADA … · PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Tingkat Pemanfaatan Material Kayu pada Pembuatan

Embed Size (px)

Citation preview

TINGKAT PEMANFAATAN MATERIAL KAYU

PADA PEMBUATAN GADING-GADING DI GALANGAN

KAPAL RAKYAT UD. SEMANGAT UNTUNG,

DESA TANAH BERU, BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN

IMA KUSUMANTI

MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Tingkat Pemanfaatan Material Kayu

pada Pembuatan Gading-Gading di Galangan Kapal Rakyat UD. Semangat

Untung, Desa Tanah Beru, Bulukumba, Sulawesi Selatan adalah karya saya

sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum pernah diajukan dalam

bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di

bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 15 September 2009

Ima Kusumanti

ABSTRAK

IMA KUSUMANTI, C44052900. Tingkat Pemanfaatan Material Kayu pada

Pembuatan Gading-gading di Galangan Kapal Rakyat UD. Semangat Untung,

Desa Tanah Beru, Bulukumba, Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh YOPI

NOVITA dan VITA RUMANTI KURNIAWATI.

Kapal perikanan merupakan salah satu unsur dalam menentukan

keberhasilan operasi penangkapan ikan. Pembuatan kapal perikanan di Indonesia

secara umum masih bersifat tradisional. Kayu digunakan sebagai material utama

dan dibutuhkan ketersediaan kayu dalam jumlah yang besar. Saat ini, produksi

kayu dari hutan di Indonesia semakin menurun sehingga menyebabkan kayu

menjadi terbatas dan harganya tidak ekonomis. Dengan demikian, perlu adanya

efisiensi penggunaan kayu. Tingkat efisiensi ini dilihat dari tingkat pemanfaatan

material kayu pada pembuatan konstruksi kapal. Penelitian ini penting dilakukan

dengan alasan untuk meningkatkan efisiensi serta keefektifan pembangunan kapal

kayu di Indonesia terutama pada penggunaan material kapal, salah satunya adalah

gading-gading. Pemilihan gading-gading sebagai fokus bahasan pada penelitian

ini dikarenakan gading-gading merupakan salah satu konstruksi utama kapal yang

berfungsi sebagai rangka kapal. Bulukumba dipilih sebagai lokasi penelitian

karena Bulukumba merupakan pusat pembuatan kapal kayu di daerah Timur

tepatnya Sulawesi Selatan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli hingga

Agustus 2008 dengan menggunakan metode survey di pusat industri galangan

kapal rakyat UD. Semangat Untung di Desa Tanah Beru, Bulukumba, Sulawesi

Selatan. Jenis data yang diperlukan antara lain, gambar proses pembuatan gading-

gading, penentuan jenis kayu, dan berat sisa kayu yang digunakan pada

pembuatan gading-gading. Analisis data dilakukan dengan membandingkan

volume kayu terpakai dengan volume kayu awal serta mengelompokkan gading-

gading berdasarkan tipenya. Objek penelitian ini adalah kapal perikanan yang

memiliki 29 gading-gading dengan tipe U bottom, round bottom, dan V bottom.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan kayu untuk pembuatan

gading-gading mencapai 85,53%. Nilai ini menunjukkan bahwa penggunaan kayu

untuk gading-gading cukup efektif.

Kata kunci : bulukumba, gading-gading, tingkat pemanfaatan material kayu,

volume terpakai.

TINGKAT PEMANFAATAN MATERIAL KAYU

PADA PEMBUATAN GADING-GADING DI GALANGAN

KAPAL RAKYAT UD. SEMANGAT UNTUNG,

DESA TANAH BERU, BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN

IMA KUSUMANTI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Perikanan pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

Judul Skripsi : Tingkat Pemanfaaatan Material Kayu pada Pembuatan Gading-

gading di Galangan Kapal Rakyat UD. Semangat Untung, Desa

Tanah Beru, Bulukumba, Sulawesi Selatan

Nama : Ima Kusumanti

NRP : C44052900

Mayor : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Disetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Yopi Novita, S.Pi, M.Si Vita Rumanti Kurniawati, S.Pi, M.T

NIP. 19710916 200003 2 001 NIP. 19820911 200501 2 001

Diketahui:

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof.Dr.Ir. Indra Jaya, M.Sc.

NIP. 19610410 198601 1 002

Tanggal lulus : 15 September 2009

KATA PENGANTAR

Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih dalam penelitian yang

dilaksanakan pada Bulan Juli-Agustus 2008 ini adalah ”Tingkat Pemanfaatan

Material Kayu pada Pembuatan Gading gading di Galangan Kapal Rakyat UD.

Semangat Untung, Desa Tanah Beru, Bulukumba, Sulawesi Selatan”.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:

1. Yopi Novita, S.Pi, M.Si dan Vita Rumanti Kurniawati S.Pi, M.T selaku komisi

pembimbing atas segala saran, arahan, do’a, perhatian dan motivasi yang

sungguh tak ternilai harganya selama penelitian ini berlangsung;

2. Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si dan Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si

selaku dosen penguji tamu;

3. Prof. Dr. Ir. Mulyono S Baskoro, M.Sc selaku Ketua Departemen PSP;

4. Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si selaku komisi pendidikan Departemen PSP;

5. Bapak Rahman sekeluarga di Takalar, Sulawesi Selatan atas bantuannya

selama penelitian;

6. Bapak H. Muh. Yusuf sebagai pemilik galangan kapal rakyat UD. Semangat

Untung atas kesediaan memberikan informasi, penjelasan dan bantuan bagi

penelitian ini;

7. Bapak Andi Cawa Miri selaku Kepala Dinas Pemerintah Daerah Bulukumba,

Sulawesi Selatan beserta jajarannya;

8. Pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Bogor, 15 September 2009

Ima Kusumanti

UCAPAN TERIMA KASIH

Banyak pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini, baik bantuan secara moril, tenaga, maupun materiil yang tentu saja sangat

bermanfaat bagi penulis.

Penulis menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada pihak

yang berjasa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu:

1) Orang tuaku tercinta, Bapak M.Sadan dan Ibu Purwiyanti (Alm.) atas

segala do’a, kasih sayang, dan dukungannya;

2) Kakak Eko (Alm.), adik Desi Nur Astuti, dan adik Wulan Islamintari

tercinta yang selalu memberikan motivasi dalam penyelesaian karya tulis

ini;

3) Nisa, Ojan, Golek selama konsultasi bersama;

4) Rekan-rekan PSP 42 tercinta (Didin, Budi, Pakde, Fifi, Bhepe, Asep, Ukhti

Ziah, Hendri, Dhenis, Ema, Nia, Irna, Yiyi, Intan, Gina, Mira, Kim, Dika

Cochan, Winy, Hano, Vera, Imam, Ummi, Septa, Dian, Ferty, Fati, Oce,

Gumbara, Leo, Nano, Dilla, Hafid, Zasuli, mba’Yul, Feri, Sahat, Eko,

Meida, Hendro, Rio, Nogel, Yosep, Reny, Mery, dan Mirza) atas

kebersamaan yang luar biasa;

5) Rekan-rekan PSP 39, PSP 40, PSP 41, PSP 43, dan PSP 44;

6) Deny Prastowo, S.Kom atas perhatian, kasih sayang, dan motivasi yang

tiada henti;

7) Mb. Ika yang telah memberi bantuan, arahan dan nasihat-nasihat yang luar

biasa.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan kalian semua dengan pahala dan

kebaikan yang berlipat ganda.

Bogor, 15 September 2009

Ima Kusumanti

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 13

Maret 1987. Penulis adalah anak ke dua dari empat

bersaudara dari pasangan M. Sadan dan Purwiyanti. Pada

tahun 2002 penulis lulus dari SLTP Negeri 49 Jakarta, dan

pada tahun 2005 penulis lulus di Sekolah Menengah Umum

Negeri 48 Jakarta dan diterima di Institut Pertanian Bogor

melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) yang terdaftar sebagai

mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada Program studi

Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan

organisasi. Penulis pernah menjabat sebagai anggota Departemen Kesekretariatan

Agriaswara tahun 2006-2007, anggota Departemen Kesejahteraan Masyarakat

Agriaswara tahun 2007-2008, anggota Divisi Eksternal Himpunan Mahasiswa

Perikanan Tangkap Indonesia tahun 2007-2008, anggota Departemen

Pengembangan Minat dan Bakat Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya

Perikanan (HIMAFARIN) tahun 2007-2008. Selain itu, penulis juga menjadi

asisten Avertebrata Air tahun 2007-2008, asisten Rekayasa dan Tingkah Laku

Ikan tahun 2008, asisten Metode Observasi Bawah Air tahun 2008-2009, Asisten

Manajemen Operasi Penangkapan Ikan tahun 2008-2009, Asisten Kapal

Perikanan tahun 2008-2009, Asisten Navigasi Kapal Perikanan tahun 2009, dan

Asisten Praktek Laut Penangkapan Ikan tahun 2009.

Pada tahun 2008, penulis melakukan penelitian dengan judul ” Tingkat

Pemanfaatan Material Kayu Pada Pembuatan Gading–gading di Galangan

Kapal Rakyat UD. Semangat Untung, Desa Tanah Beru, Bulukumba,

Sulawesi Selatan ” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

perikanan pada Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap,

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Institut Pertanian Bogor.

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .......................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2 Tujuan Penelitian .................................................................................... 2

1.3 Manfaat Penelitian .................................................................................. 2

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kapal Perikanan ..................................................................................... 3

2.2 Konstruksi Kapal ................................................................................... 5

2.3 Kayu Sebagai Material Pembangunan Kapal .......................................... 8

2.4 Pembangunan Kapal Perikanan .............................................................. 12

2.5 Gading-Gading ...................................................................................... 13

3. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat ................................................................................. 16

3.2 Alat ...................................................................................................... 16

3.3 Jenis Data ............................................................................................. 16

3.4 Pengumpulan Data ................................................................................ 17

3.5 Pengolahan Data ................................................................................... 17

3.6 Analisia Data ........................................................................................ 19

4. KONDISI UMUM GALANGAN KAPAL UD. SEMANGAT UNTUNG

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Jenis dan Bentuk Kayu untuk Konstruksi Gading-gading ...................... 29

5.2 Pembuatan Gading-gading .................................................................... 31

5.2.1 Pengelompokan kayu ................................................................... 34

5.2.2 Pemotongan kayu ......................................................................... 35

5.2.3 Pemasangan gading-gading .......................................................... 39

5.3 Tingkat Pemanfaatan Kayu .................................................................... 51

5.3.1 Volume kayu pada pembuatan gading-gading .............................. 51

5.3.2 Berat dan volume kayu terbuang pada pembuatan gading-gading . 52

5.3.3 Persentase volume kayu yang dipakai terhadap volume kayu awal 54

6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan........................................................................................... 59

6.2 Saran .................................................................................................... 59

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 60

DAFTAR ISTILAH ....................................................................................... 63

LAMPIRAN ................................................................................................... 66

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Kriteria kelas kuat (KK) kayu ...................................................................... 9

2. Kriteria kelas awet (KA) kayu .................................................................... 10

3. Persyaratan teknis kayu bagian konstruksi kapal ........................................ 11

4. Variasi tingkat teknologi pembangunan kapal perikanan tradisional di

beberapa daerah di Indonesia ..................................................................... 13

5. Jenis dan cara pengumpulan data ................................................................ 17

6. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan gading-gading kapal .............. 25

7. Keadaan SDM di galangan kapal UD. Semangat Untung ........................... 26

8. Produktivitas galangan kapal UD. Semangat Untung .................................. 27

9. Jumlah pekerja dan lama pekerjaan tiap ukuran kapal ................................ 27

10. Jenis kayu yang digunakan beserta asal perolehan kayu.............................. 28

11. Dimensi utama obyek penelitian................................................................. 29

12. Jenis dan karakteristik fisik kayu yang digunakan untuk membuat konstruksi

gading-gading ............................................................................................ 30

13. Pengelompokan kayu yang digunakan pada gading-gading ........................ 34

14. Jenis kayu yang diperuntukkan pada pembuatan gading-gading ................. 51

15. Berat dan volume terbuang tiap gading-gading ........................................... 53

16. Persentase volume terpakai dan terbuang (%) ............................................. 57

17. Persentase kayu terpakai dan terbuang (%) ................................................. 58

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Bentuk-bentuk kasko kapal ........................................................................ 7

2. Gading-gading kapal ................................................................................. 14

3. Konstruksi gading-gading ......................................................................... 15

4. Konstruksi gading-gading dan wrang kapal kayu ...................................... 15

5. Tahap pengolahan data pada pembuatan gading-gading ............................. 18

6. Peta lokasi Kabupaten Bulukumba ............................................................ 20

7. Peta lokasi penelitian ................................................................................. 21

8. Tahap pembangunan kapal ikan di Bulukumba .......................................... 24

9. Jenis kayu berbentuk V pada pembuatan gading-gading ............................ 31

10. Jenis kayu berbentuk lengkung pada pembuatan gading-gading ................ 32

11. Pembuatan gading-gading ......................................................................... 33

12. Proses pembuatan gading-gading kapal ..................................................... 34

13. Hasil cetakan mal besi ............................................................................... 35

14. Pemotongan balok kayu dengan cara dikapak ............................................ 36

15. Pemotongan kayu berlebih dengan cara digergaji ...................................... 37

16. Pembuatan gading-gading berasal dari kayu A (bentuk V) ........................ 37

17. Sisa kayu pada pembuatan gading-gading ................................................. 38

18. Pemanfaatan kayu pada pembuatan gading-gading .................................... 38

19. Posisi gading-gading pada kapal ................................................................ 40

20. Pemasangan gading-gading di atas kapal ................................................... 41

21. Pola sambungan gading-gading bagian atas dan bawah ............................. 42

22. Gading-gading disambung dan dipasak agar menempel kuat ..................... 42

23. Konstruksi gading-gading tipe U bottom ................................................... 43

24. Proses penyambungan gading-gading tipe U2 ........................................... 44

25. Konstruksi gading-gading tipe round bottom ............................................. 45

26. Proses penyambungan gading-gading tipe R2 ............................................ 46

27. Konstruksi gading-gading tipe V bottom ................................................... 47

28. Proses penyambungan gading-gading tipe V2 ........................................... 48

29. Proses penyambungan gading-gading tipe V3 ........................................... 49

30. Gading-gading tampak pada bagian haluan ............................................... 49

31. Gading-gading tampak pada bagian buritan ............................................... 50

32. Perbandingan volume terpakai dan volume awal tipe U bottom ................. 54

33. Perbandingan volume terpakai dan volume awal tipe round bottom ........... 55

34. Perbandingan volume terpakai dan volume awal tipe V bottom ................. 56

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Kuesioner penelitian .................................................................................. 67

2. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan gading-gading ....................... 78

3. Volume gading-gading yang diperuntukkan dan digunakan pada pembuatan

gading-gading ........................................................................................... 81

4. Perhitungan tingkat pemanfaatan gading-gading ....................................... 82

5. Tingkat pemanfaatan material pada gading-gading tipe U bottom .............. 87

6. Tingkat pemanfaatan material pada gading-gading tipe round bottom ....... 89

7. Tingkat pemanfaatan material pada gading-gading tipe V bottom .............. 91

8. Persentase tingkat pemanfaatan material kayu ........................................... 93

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kapal perikanan merupakan salah satu unsur dalam menentukan

keberhasilan operasi penangkapan ikan selain nelayan dan alat tangkap.

Pembuatan kapal perikanan di Indonesia umumnya masih bersifat tradisional,

yakni berdasarkan kebiasaan masyarakat secara turun-temurun tanpa didasari

dengan perhitungan arsitekstur perkapalan (naval architec) dan gambar rancangan

seperti gambar rancangan umum (general arangement), gambar rencana garis

(lines plan), deck profile, body plan, dan profile construstion. Pembuatan kapal

perikanan di Indonesia didominasi oleh kayu sebagai bahan baku utama. Menurut

Fyson (1985), terdapat lima jenis pilihan material yang sesuai untuk kapal

perikanan yaitu kayu, besi, FRP (Fibreglass Rainforced Plastic), ferrocement, dan

aluminium.

Jenis kayu yang digunakan menjadi hal yang penting karena merupakan

salah satu aspek yang perlu diperhatikan guna memperoleh umur teknis yang lama

dari kapal penangkap ikan (Pasaribu, 1987). Kapal yang dibuat dari kayu harus

memiliki kekuatan tinggi dan ketahanan terhadap serangan organisme laut

sehingga diharapkan dapat beroperasi dalam jangka waktu yang lebih lama.

Secara umum, pembuatan kapal perikanan di Indonesia menggunakan kayu

sebagai material utama sehingga dibutuhkan ketersediaan kayu dalam jumlah

yang besar. Begitu juga kapal perikanan yang beroperasi di Kecamatan

Bulukumba. Kapal tersebut umumnya terbuat dari bahan kayu dan diproduksi

oleh galangan kapal rakyat di daerah Bulukumba dengan teknik pembuatan kapal

yang masih sederhana. Pemilihan kayu sebagai material pembuat kapal

dikarenakan kebiasaan pengrajin kapal setempat. Namun saat ini, produksi kayu

dari hutan yang ada di Indonesia semakin menurun. Hal ini menyebabkan kayu

menjadi terbatas dan harganya menjadi tidak ekonomis.

Sampai saat ini, pembuatan kapal di galangan tradisional tidak

menggunakan perencanaan konstruksi, sehingga bisa saja terjadi ketidakefektifan

dalam penggunaan material. Mengingat semakin terbatasnya sumberdaya kayu,

maka dalam proses pembangunan kapal diperlukan efisiensi penggunaan kayu.

Tingkat efisiensi tersebut dapat dilihat dari tingkat pemanfaatan material kayu

pada proses pembangunan kapal. Penelitian ini penting dilakukan dengan alasan

untuk melihat keefektifan penggunaan kayu dalam pembangunan kapal di

Indonesia terutama di galangan tradisional.

Kapal terdiri atas beberapa bagian konstruksi, penelitian ini hanya akan

membahas pada satu bagian saja yaitu gading-gading. Alasan pemilihan gading-

gading sebagai fokus bahasan pada penelitian ini dikarenakan gading-gading

merupakan salah satu konstruksi utama kapal yang berfungsi sebagai rangka

kapal. Bulukumba dipilih sebagai lokasi penelitian karena Bulukumba merupakan

pusat pembuatan kapal kayu di daerah Timur tepatnya Sulawesi Selatan. Tempat

ini merupakan tempat berkumpulnya para pengrajin kapal yang handal sehingga

menjadikan Bulukumba sebagai pusat pembuatan kapal kayu terbaik di Indonesia.

1.2 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah:

1) Mendeskripsikan proses pembuatan gading-gading;

2) Mendeskripsikan proses penentuan jenis kayu yang digunakan untuk

pembuatan gading-gading; dan

3) Menentukan tingkat pemanfaatan material kayu pada pembuatan

gading-gading kapal.

1.3 Manfaat

Manfaat penelitian ini adalah:

1) Dapat mengetahui besarnya tingkat pemanfaatan material kayu pada

pembuatan gading-gading di galangan kapal rakyat UD. Semangat

Untung, Desa Tanah Beru, Bulukumba, Sulawesi Selatan; dan

2) Dapat memberikan referensi bagi peneliti lainnya mengenai tingkat

pemanfaatan material pada pembuatan kapal kayu.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kapal Perikanan

Kapal merupakan kendaraan pengangkut penumpang dan barang di laut

(sungai dan sebagainya) (Kamus Besar Bahasa Indonesia,1999). Menurut

Iskandar dan Novita (1997), kapal merupakan suatu bangunan terapung yang

berfungsi sebagai wadah, tempat bekerja (working area) serta sarana transportasi,

dan kapal perikanan termasuk didalamnya. Adapun yang dimaksud dengan kapal

perikanan adalah kapal yang digunakan dalam usaha menangkap ikan atau

mengumpulkan sumber daya perairan, pekerjaan-pekerjaan riset, guidance,

training, kontrol dan sebagainya yang berhubungan dengan usaha tersebut

(Ayodhyoa, 1972). Kapal perikanan merupakan unit penangkapan ikan yang

membutuhkan modal dalam jumlah yang besar dalam suatu usaha penangkapan

ikan.

Ayodhyoa (1972) menyatakan bahwa karakteristik kapal perikanan

berbeda dengan kapal jenis lainnya sehingga memiliki beberapa keistimewaan

antara lain:

1) Kecepatan kapal (speed)

Kapal perikanan harus memiliki Horse Power (HP) yang lebih besar

dibandingkan dengan jenis kapal lainnya pada Gross Tonage (GT) yang

sama. Kecepatan yang tinggi pada kapal perikanan digunakan untuk

mengejar kumpulan ikan, menuju fishing ground dan mengangkut hasil

tangkapan;

2) Kemampuan olah gerak kapal (manuver ability)

Kapal harus mampu melakukan olah gerak yang optimal pada saat

pengoperasian, seperti kemampuan steer ability yang baik pada saat mengejar

ikan, radius putaran (turning circle) yang kecil, dan daya dorong (propulsive

engine) yang dapat dengan mudah membuat kapal bergerak maju dan

mundur;

3) Layak laut (seaworthiness)

Kapal dapat digunakan dalam operasi penangkapan ikan secara terus menerus

dan cukup tahan untuk melawan kekuatan angin dan gelombang, memiliki

stabilitas yang baik, daya apung yang cukup, serta memiliki periode rolling

dan yang kecil;

4) Luas lingkup area pelayaran

Kapal memiliki kemampuan jelajah yang baik pada kondisi perairan yang

beragam. Luas lingkup area pelayaran ikan ditentukan oleh pergerakan

kelompok ikan, daerah, musim ikan, dan migrasi;

5) Konstruksi

Konstruksi harus kuat, karena dalam operasi penangkapan ikan akan

menghadapi kondisi alam yang berubah-ubah, dan konstruksi kapal harus

mampu meminimumkan getaran yang timbul dari mesin yang digunakan;

6) Mesin penggerak

Kapal perikanan membutuhkan tenaga mesin penggerak yang cukup besar,

sedangkan volume mesin diusahakan tidak terlalu besar dengan getaran yang

kecil;

7) Fasilitas penyimpanan dan pengolahan ikan

Umumnya kapal perikanan dilengkapi dengan fasilitas seperti: cool room,

freezing room, processing machine, dan lain-lain. Hal ini dimaksudkan untuk

menjaga mutu hasil tangkapan tetap baik hingga ke fishing base;

8) Alat bantu penangkapan (fishing equipment)

Fishing equipment berbeda untuk setiap kapal dan tidak semua kapal

dilengkapi dengan alat bantu, tergantung dari jenis alat tangkap yang

digunakan dan target penangkapan.

Persyaratan umum (general requirement) yang harus dipenuhi oleh sebuah

kapal perikanan (Nomura dan Yamazaki, 1975) adalah:

1) Memiliki suatu kekuatan struktur badan kapal;

2) Keberhasilan operasi penangkapan ikan;

3) Memiliki stabilitas yang tinggi; dan

4) Memiliki fasilitas penyimpanan yang lengkap.

Iskandar (1990) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi perencanaan pembangunan kapal yaitu:

1) Penentuan alat tangkap yang digunakan;

2) Penentuan kapasitas kapal berdasarkan kemampuan kapal membawa es;

3) Penenuan panjang lunas, lebar dan dalam kapal;

4) Penentuan pembagian ruang di atas dan di bawah dek; dan

5) Penentuan kekuatan mesin dan perlengkapan lainnya yang diperlukan oleh

sebuah kapal perikanan.

2.2 Konstruksi Kapal

Ketentuan konstruksi kapal kayu di Indonesia ditetapkan melalui Biro

Klasifikasi Indonesia (Soekarsono, 1995a). Kekuatan konstruksi sebuah kapal

dipengaruhi oleh kemampuan teknis galangan kapal. Hal ini erat hubungannya

dengan konstruksi dan pengawasan dari suatu badan yang dipercaya oleh

Pemerintah, dalam hal ini BKI. Kualitas galangan kapal yang membangun kapal

perikanan di Indonesia khususnya kapal kayu, masih tradisional dan dikelola

secara perorangan.

Tahapan pembangunan kapal dimulai dari pemasangan lunas, linggi

haluan dan buritan, gading-gading, balok geladak, galar, kulit luar dan geladak.

Sedangkan bagian-bagian lainnya dapat dikerjakan secara bersamaan atau bagian

yang satu dapat dikerjakan lebih dahulu daripada bagian yang lain (Pasaribu,

1985). Namun, cara pemasangan bagian-bagian konstruksi kapal tersebut dapat

berubah-ubah tergantung dari tempat, kemampuan, serta tradisi pembangunan

kapal di daerah masing-masing.

Terdapat perbedaan metode pembangunan kapal, khususnya pada

pembangunan kapal kayu penangkap ikan yang dibuat secara tradisional dan

modern. Perbedaannya terletak pada cara pengkonstruksian lambungnya. Kapal-

kapal kayu penangkap ikan tradisional papan lambungnya di konstruksi terlebih

dahulu kemudian diikuti pemasangan gading-gading (frame). Sebaliknya pada

pembangunan kapal-kapal kayu penangkap ikan modern, gading-gading

dikonstruksi terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan pemasangan lambung

kapal (Iskandar, 1997).

Secara prinsip konstruksi badan kapal perikanan harus kuat karena kapal

perikanan banyak berhubungan dengan kondisi laut, harus menahan berat dan

getaran mesin kapal serta melindungi muatan dan personel yang ada di atas kapal

dari lingkungan air di sekitarnya (Purba, 2004). Kapal perikanan juga harus

maemiliki kapasitas yang cukup besar dan tetap stabil dalam kondisi apapun.

Bentuk kasko kapal sangat berpengaruh terhadap daya tampung stabilitas kapal

ketika berlayar. Rouf (2004) menjelaskan bahwa bentuk kasko kapal perikanan

pada bagian haluan berbentuk ”V” bottom (Gambar 1), sedangkan pada bagian

tengah hingga buritan terdapat lima variasi bentuk kasko kapal perikanan, yaitu:

(1) Round bottom, yaitu tipe kasko kapal dengan bentuk bulat hampir setengah

lingkaran (Gambar 1);

(2) Round flat bottom, yaitu tipe kasko kapal dengan bentuk bulat yang rata pada

bagian bawahnya (Gambar 1);

(3) ”U” bottom, yaitu tipe kasko kapal yang memiliki bentuk seperti huruf ”U”

(Gambar 1);

(4) Akatsuki bottom, yaitu tipe kasko kapal yang berbentuk hampir menyerupai

huruf ”U”, tetapi setiap lekukannya membentuk suatu sudut dan rata pada

bagian bawahnya (Gambar 1); dan

(5) Hard chin bottom, yaitu tipe kasko kapal yang berbentuk hampir sama dengan

Akatsuki bottom, tetapi pertemuan antara lambung kiri dan kanan kapal pada

bagian lunas membentuk suatu sudut seperti dagu (Gambar 1).

Gambar 1 Bentuk-bentuk kasko kapal.

a. Tipe ”V” bottom

b. Tipe round bottom

c. Tipe round flat bottom

d. Tipe ”U” bottom

e. Tipe akatsuki bottom

f. Tipe hard chin bottom

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

2.3 Kayu Sebagai Material Pembangunan Kapal

Terdapat lima jenis pilihan material yang sesuai untuk kapal perikanan

yaitu kayu, besi, FRP (Fibreglass Rainforced Plastic), ferrocement, dan

aluminium (Fyson, 1985). Salah satu material yang digunakan dalam

pembangunan kapal di Indonesia adalah kayu dan memiliki umur teknis berkisar

antara 10–15 tahun. Kayu digunakan sebagai material pembangunan kapal

disebabkan persediaan kayu di Indonesia cukup banyak serta harganya yang

ekonomis dan terjangkau. Apabila dibandingkan dengan biaya pembangunan

kapal dari bahan FRP, besi, baja, atau bahan lain di luar kayu, akan membutuhkan

biaya 3 kali lipat.

Tidak semua kayu dapat digunakan sebagai material pembuat kapal.

Sebelum memutuskan untuk membangun atau membuat kapal, pemilihan dan

penentuan kayu yang akan dipakai menjadi hal yang penting. Ada beberapa

macam kayu yang cocok untuk membuat perahu yang berdasarkan penggolongan

kekuatan dan keawetan kayu yang telah ditentukan oleh Lembaga Pusat

Penyelidikan Kehutanan. Setelah kita menentukan kayu apa yang akan kita pakai,

barulah kita menentukan ukuran-ukuran yang diperlukan menurut jenis kapal yang

akan dibuat.

Dilihat dari segi pengerjaannya, pembangunan kapal dari bahan kayu lebih

mudah dibandingkan dengan bahan lain dan tidak membutuhkan teknologi yang

tinggi dalam operasi penangkapan ikan. Hal inilah yang menjadikan kayu lebih

unggul dalam pemilihan material dibandingkan dengan bahan lain untuk

pembangunan kapal perikanan (Pasaribu, 1985).

Meskipun memiliki kelebihan sebagai material kapal perikanan, kayu juga

memiliki kelemahan diantaranya adalah kurangnya kekuatan kapal yang

disebabkan banyaknya sambungan, yang dapat menyebabkan adanya lubang baut

yang mengurangi luas penampang dan konstruksinya berat. Selain itu, sifat fisik

kayu akan memuai jika terkena panas dan menyusut apabila didinginkan. Namun

demikian, perubahan ukuran pada kayu karena perubahan temperatur tidaklah

berpengaruh besar. Perubahan besar akan terjadi apabila kayu kehilangan air

sehingga mengalami penyusutan dan mengembang apabila kayu menyerap air

(BPPI, 1988).

Kayu memiliki sifat fisik dan sifat mekanis yang dapat dijadikan sebagai

acuan untuk pemilihan jenis material kayu yang digunakan untuk pembuatan

konstruksi bangunan atau perkapalan. Martawijaya et al. (1981) menyebutkan

bahwa sifat fisik kayu meliputi penyusutan, kelas kuat, dan berat jenis, sedangkan

sifat mekanis kayu meliputi keteguhan lentur statik, tekan pukul, belah geser, tarik

sejajar arah serat, dan kekerasan kayu yang diukur dalam keadaan basah. Berat

jenis (BJ) merupakan indikator utama dari sifat fisik dan mekanis kayu (Mandang

dan Pandit, 1997).

Syarat kayu sebagai material kapal (Pasaribu, 1985) adalah:

1) Tidak mudah pecah;

2) Tahan terhadap hewan laut; dan

3) Tidak mudah lapuk, liat, kuat

Purba (2004) menyatakan bahwa tingkat kelas kayu yang digunakan

sebagai material kapal juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi umur

teknis kapal perikanan. Tingkat kelas kayu tersebut terbagi dua, yaitu tingkat

kelas awet (KA) dan tingkat kelas kuat (KK). Tingkat kelas kuat (KK) kayu

adalah pengelompokan kayu berdasarkan berat jenis (BJ) kayu tersebut. Kriteria

kelas kuat (KK) kayu dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kriteria kelas kuat (KK) kayu

Kelas kuat Berat jenis Keteguhan

lentur mutlak

Keteguhan

tekan mutlak

I > 0,9 > 1100 > 650

II 0,6 – 0,9 725 – 1100 425 – 650

III 0,4 – 0,6 500 – 725 300 – 425

IV 0,3 – 0,4 360 – 500 215 – 300

V < 0,3 < 360 < 215 Sumber: Biro Klasifikasi Indonesia (1989)

Tingkat kelas awet (KA) kayu adalah klasifikasi kayu berdasarkan daya

tahan terhadap serangan jamur, rayap dan organisme perusak lainnya. Kriteria

kelas awet (KA) kayu dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan standar BKI

(1989) persyaratan untuk membentuk kayu sebagai konstruksi yang penting yaitu

harus dipergunakan dengan kayu ukuran minimum kelas kuat III karena peraturan

BKI yang menyebutkan untuk lunas, linggi haluan, linggi buritan, wrang, gading–

gading, balok buritan, dan tutup sisi geladak harus menggunakan jenis kayu yang

memiliki massa jenis minimum 0,7 ton/m3, untuk gading berlapis massa jenis

minimum 0,45 ton/m3, untuk kulit luar balok geladak,

galar balok digunakan kayu

dengan berat jenis minimum 0,65 ton/m3, untuk geladak dan galar bisa digunakan

kayu dengan berat jenis minimum 0,45 ton/m3.

Tabel 2 Kriteria kelas awet (KA) kayu

No. Keadaan Kelas Awet

I II III IV V

1. Selalu berhubungan

dengan tanah lembab

8 th 5 th 3 th Sangat

pendek

Sangat

pendek

2. Hanya terbuka terhadap

angin dan iklim, tetapi

dilindungi terhadap

pemasukan air dan

kelemasan

20 th 15 th 10 th Beberapa

tahun

Sangat

pendek

3. Di bawah atap, tidak

berhubungan dengan

tanah lembab dan

dilindungi terhadap

kelemasan

Tak

terbatas

Tak

terbatas

Sangat

lama

Beberapa

tahun

Pendek

4. Seperti point (3) di atas,

tetapi dipelihara dengan

baik, selalu dicat dan

sebagainya

Tak

terbatas

Tak

terbatas

Tak

terbatas

20 th 20 th

5. Serangan oleh rayap Tidak Jarang Agak

cepat

Sangat

cepat

Sangat

cepat

6. Serangan oleh bubuk

kayu kering

Tidak Tidak Hampir

tidak

Tak

seberapa

Sangat

cepat Sumber: Biro Klasifikasi Indonesia (1989)

Kayu yang dipergunakan untuk bagian konstruksi utama harus baik, sehat,

tidak ada celah, dan tidak ada cacat yang membahayakan. Kayu yang kurang

tahan terhadap perubahan kering dan basah hanya boleh digunakan untuk bagian-

bagian di bawah garis air, seperti papan alas. Bagian-bagian konstruksi di atas air

seperti papan samping, geladak, bangunan atas, ambang palka harus dibuat dari

kayu yang agak besar kelembabannya. Persyaratan teknis kayu untuk bagian

konstruksi kapal dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Persyaratan teknis kayu bagian konstruksi kapal

No. Penggunaan Persyaratan teknis Contoh kayu yang lazim

digunakan

1. Lunas Tidak mudah pecah,

tahan binatang laut.

Ulin(Eusideroxylon

zwagerii), Kapur

(Dryobalanops lanceolata)

dan kayu lapis kualitas

khusus

2. Gading-gading Kuat, liat, tidak mudah

pecah, tahan binatang

laut.

Bangkirai(Shorea

laevifolia), Bungur

(Lagerstroemia speciosa)

dan Kapur (Dryobalanops

lanceolata)

3. Kulit/lambung Kuat, liat, tidak mudah

pecah, tahan binatang

laut

Bangkirai(Shorea

laevifolia), Bungur

(Lagerstroemia speciosa)

dan Meranti merah (Shorea

acuminata)

4. Bangunan atas

dan dudukan

mesin

Ringan, kuat, awet,

keras, tidak mudah pecah

karena getaran mesin

Kapur (Dryobalanops

lanceolata), Meranti merah

(Shorea acuminata),

Medang (Litsea spp.), Ulin

(Eusideroxylon zwagerii)

dan Bangkirai (Shorea

laevifolia)

5. Pembungkus

es dan baling-

baling

Liat, lunak, sehingga

tidak merusak logam

Lignum vitae, kayu Nangka,

Sawo (Manikara kauki) dan

Bungur (Lagerstroemia

speciosa)

Sumber: Dumanauw (1982)

Fyson (1985) menyatakan bahwa terdapat pertimbangan – pertimbangan

prinsip yang harus diperhatikan dengan pemilihan kayu seperti kekuatan, daya

tahan terhadap pembusukan, dan ketersedian dalam mutu, jumlah dan ukuran

yang diinginkan. Material kayu membutuhkan kekuatan yang tinggi dan tahan

terhadap serangan organisme laut. Tingkat kekuatan yang tinggi diharapkan dapat

memperlama dalam jangka waktu operasi kapal perikanan.

Aspek teknis yang perlu diperhatikan guna memperoleh umur pakai yang

lama dari kapal kayu penangkap ikan (Pasaribu, 1987) adalah:

1) Sifat fisik dan mekanis dari jenis kayu yang digunakan;

2) Kelayakan desain dan metode konstruksi kapal; dan

3) Pengelolaan dan perawatan kapal

Fyson (1985) menjelaskan bahwa pemilihan material kapal perikanan

sangat dipengaruhi oleh:

1) Keahlian galangan kapal, termasuk kemampuan sumberdaya manusia

dan teknologi atau peralatan yang tersedia di galangan;

2) Kemudahan dalam memperoleh bahan;

3) Keuntungan teknis dari tiap material; dan

4) Biaya pembelian bahan material.

2.4 Pembangunan Kapal Perikanan

Kapal perikanan di Indonesia pada umumnya masih dibangun di galangan

kapal tradisional. Iskandar dan Novita (2000) menjelaskan bahwa istilah

tradisional tersebut lebih mengarah kepada metode atau cara yang digunakan oleh

para pengrajin kapal perikanan dalam mengkonstruksi kapal buatannya, dimana

cara-cara atau metode yang diterapkan merupakan warisan para pendahulunya.

Kapal yang menjadi acuan pun adalah kapal yang telah dibuat lebih dahulu dan

telah teruji kemampuannya dalam menjalankan fungsinya sebagai kapal

penangkap ikan. Cara pembangunan kapal yang seolah-olah telah menjadi tradisi

turun-temurun inilah yang kemudian memunculkan istilah tradisional di atas.

Pembangunan kapal perikanan tradisional dengan bahan kayu di

Indonesia cukup bervariasi, baik dari segi tahapan pembangunan, teknik

penyambungan tiap bagian-bagian konstruksi yang dilakukan maupun tingkat

teknologi pembangunannya (Iskandar dan Novita, 2000). Banyaknya perbedaan-

perbedaan prosedur pembangunan kapal memberikan dampak kelemahan-

kelemahan konstruksi terutama terletak pada metode sambungan (Iskandar, 1997).

Variasi tingkat teknologi pembangunan kapal perikanan tradisional di beberapa

daerah di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Variasi tingkat teknologi pembangunan kapal perikanan tradisional

di beberapa daerah di Indonesia

Daerah Tingkat teknologi

Muara Angke,

Cirebon, Serang

- Belum dilengkapi oleh perhitungan arsitektur perkapalan serta

gambar desain dan konstruksi kapal

- Pelengkungan papan kulit dengan cara dibakar dan ada yang

menggunakan klem (clamp)

- Kulit kapal dipasang sebelum gading-gading

Pelabuhanratu,

Prigi, Kupang

- Belum dilengkapi oleh perhitungan arsitektur perkapalan serta

gambar desain dan konstruksi kapal

- Pelengkungan papan kulit dengan cara dibakar

- Kulit kapal dipasang sebelum gading-gading

Tuban, Gresik,

Lamongan,

Pemangkat

- Belum dilengkapi oleh perhitungan arsitektur perkapalan serta

gambar desain dan konstruksi kapal

- Pelengkungan papan kulit dengan cara dibakar dan menggunakan

klem (clamp)

- Kulit kapal dipasang sesudah gading-gading

Bungus,

Sibolga,

Makassar,

Pekalongan,

Bagansiapiapi,

Semarang

- Belum dilengkapi oleh perhitungan arsitektur perkapalan serta

gambar desain dan konstruksi kapal

- Pelengkungan papan kulit dengan cara menggunakan klem

(clamp)

- Kulit kapal dipasang sesudah gading-gading

- Di Makassar dan Semarang telah menerapkan metode laminasi

(papan kulit lebih dari satu lapis)

Sumber: Iskandar dan Novita (2000)

2.5 Gading-gading

Gading-gading merupakan struktur rangka dari kapal yang menguatkan

bagian lambung kapal dan membentuk badan kapal. Menurut Soegiono (2006),

gading-gading biasa disebut frame. Dengan demikian, maka gading-gading harus

kuat dan sambungannya harus minim atau lebih baik lagi jika tanpa sambungan

agar diperoleh kekuatan yang besar (Ayuningsari, 2007). Pasaribu (1987)

menjelaskan bahwa sistem konstruksi dengan kayu tanpa sambungan akan

memberikan beban konstruksi yang merata. Hal tersebut menjadikan badan kapal

secara keseluruhan menjadi lebih kuat dan gading-gading sebagai rangka kapal

berfungsi dengan baik. Selain itu, dapat menghindari kelemahan-kelemahan sifat

kayu yang non-isotropic (mempunyai sifat-sifat mekanis tidak sama ke berbagai

arah). Sedangkan sistem konstruksi gading-gading kapal yang menggunakan

kayu sambungan akan menimbulkan kelemahan akibat lubang baut dan

mengurangi luas penampang.

Nama gading-gading disesuaikan menurut tempatnya. Gading-gading yang

terletak di sekitar haluan disebut gading haluan. Gading yang terletak pada

tempat yang terlebar dari kapal disebut gading besar dan gading yang terletak di

sarung poros baling-baling disebut gading kancing. Jumlah gading-gading

disesuaikan dengan ukuran kapal dan diberi nomor urut mulai nol yang dimulai

dari belakang.

Gading-gading kapal dibuat dari kayu yang melengkung secara alami. Hal

ini akan memperkuat konstruksi kapal karena arah serat kayu tidak ada yang

berpotongan. Kayu yang digunakan pada pembuatan gading-gading berasal dari

pohon yang belum cukup tua. Pohon ini memiliki kandungan kayu juvenil yang

cukup besar. Hadikusumo (2000) menjelaskan bahwa apabila suatu sortimen

mengandung kayu juvenil yang bercampur dengan kayu dewasa, maka sortimen

tersebut akan mengalami pelengkungan setelah kering.

Gading-gading berfungsi untuk menghubungkan papan lambung satu

dengan yang lainnya dan memperkuat papan lambung pada arah melintang yaitu

bersama-sama dengan papan lambung menahan tekanan air dari luar dan dari

muatan palka. Gading-gading dapat terdiri dari satu bagian yang disebut gading

tunggal dan dapat juga terdiri dari dua bagian yang menempel, disebut gading-

gading ganda. Antar gading kiri dan kanan disatukan di bagian bawah dengan

menggunakan wrang. Wrang disambung dengan gading-gading dan lunas

menggunakan baut (Ayuningsari, 2007). Konstruksi gading-gading dan wrang

kapal kayu dapat dilihat seperti gambar di bawah ini:

Gambar 2 Gading-gading kapal.

Gambar 3 Konstruksi gading-gading.

a) haluan; b) midship; c) buritan

Sumber: Arofik (2007)

Gambar 4 Konstruksi gading-gading dan wrang kapal kayu.

Sumber: Soekarsono (1994)

3. METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini dilakukan dengan metode survey. Penelitian

dilaksanakan dalam tiga tahap. Tahap I adalah tahap persiapan dan survey.

Tahap II adalah tahap pengambilan data dan tahap III adalah pengolahan serta

analisis data.

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli hingga Agustus 2008 di pusat

industri galangan kapal rakyat UD. Semangat Untung di Desa Tanah Beru,

Bulukumba, Sulawesi Selatan.

3.2 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa timbangan, alat ukur

dimensi kapal, kamera digital, alat tulis, dan kuesioner (Lampiran 1). Obyek

kajian dalam penelitian ini adalah gading-gading produksi galangan kapal rakyat

yang berlokasi di Bulukumba, Sulawesi Selatan.

3.3 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan

data sekunder. Data primer merupakan data yang di ambil langsung dari objek

penelitian. Adapun data primer yang dibutuhkan antara lain:

1) Jenis kayu yang digunakan dalam pembuatan kapal kayu di Bulukumba,

Sulawesi Selatan;

2) Jumlah gading - gading yang digunakan dalam pembangunan kapal;

3) Ukuran dimensi gading-gading, yang terdiri dari panjang, lebar, dan tebal

gading-gading;

4) Volume kayu sebelum dipotong;

5) Bentuk hasil pemotongan kayu untuk bagian konstruksi gading–gading;

6) Bentuk kayu sisa hasil potongan;

7) Berat jenis (BJ) kayu; dan

8) Berat sisa hasil potongan.

Adapun data sekunder yang dibutuhkan berupa berat jenis (BJ) kayu yang

diterbitkan oleh Biro Klasifikasi Indonesia.

3.4 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan berdasarkan jenis data yang dibutuhkan

seperti yang disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Jenis dan cara pengumpulan data

No. Jenis data Pengumpulan data

1. - Jumlah gading-gading

- Dimensi gading-gading

- Volume gading-gading

Mengukur dimensi gading-gading dan

menghitung jumlah serta volumenya

2. Berat sisa hasil potongan Menimbang sisa material kayu

3. - Jenis kayu

- Bentuk hasil potongan

- Bentuk sisa potongan

Wawancara terhadap beberapa

responden yaitu para pembuat kapal

dan pemilik galangan, nelayan,

pegawai Dinas Kecamatan, pegawai

Dinas Departemen Kelautan dan

Perikanan Bulukumba, Sulawesi

Selatan dan observasi

4. Berat jenis kayu Studi literatur

3.5 Pengolahan Data

Pendeskripsian proses pembuatan gading-gading dan penentuan jenis

kayu dilakukan dengan menabulasikan data-data hasil wawancara, mengambarkan

bentuk gading-gading yang dibuat, serta mendeskripsikan hasil observasi.

Adapun perhitungan tingkat pemanfaatan kayu yang digunakan dilakukan secara

bertahap seperti yang disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Tahap pengolahan data pada pembuatan gading-gading.

Berat jenis (BJ) kayu yang digunakan adalah 0,57 gr/cm³ untuk BJ kayu

bitti (gofasa) dan 0,59 gr/cm³ untuk BJ kayu jati (BKI, 1989).

Mulai

Menghitung volume kayu (Vk) untuk

gading-gading:

dimana: p = panjang kayu

Ak = luas penampang kayu

Menghitung volume kayu sisa (Vks)

yang tidak terpakai untuk konstruksi

gading-gading:

dimana: Bks = berat kayu sisa

Menghitung volume kayu terpakai (Vkt)

untuk gading-gading:

Menghitung persentase volume kayu terpakai

terhadap volume kayu untuk gading-gading:

Selesai

3.6 Analisis Data

Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan kondisi objek

penelitian, proses pembuatan gading-gading, dan proses penentuan jenis kayu.

Analisis komparatif digunakan untuk menghitung tingkat pemanfaatan material

dengan cara membandingkan volume kayu terpakai dan volume kayu tidak

terpakai dengan volume kayu yang diperuntukkan gading-gading. Tingkat

pemanfaatan material gading-gading disajikan sebagai berikut:

Keterangan:

a = Volume kayu yang diperuntukkan gading-gading

b = Volume kayu terpakai pada pembuatan gading-gading

c = Volume kayu tidak terpakai pada pembuatan gading-gading

P1 = Persentase antara b terhadap a

P2 = Persentase antara c terhadap a

P3 = Persentase antara c terhadap b

4. KONDISI UMUM GALANGAN KAPAL UD. SEMANGAT UNTUNG

Galangan kapal UD. Semangat Untung terletak di Desa Tanah Beru,

Kelurahan Tanah Lemo, Kecamatan Bontobahari, Kabupaten Bulukumba,

Sulawesi Selatan. Secara geografis, Kabupaten Bulukumba terletak di bagian

selatan dari jazirah Sulawesi Selatan dan berjarak 153 km dari Makassar (Ibukota

Propinsi Sulawesi Selatan). Secara kewilayahan, Kabupaten Bulukumba berada

pada kondisi empat dimensi, yakni dataran tinggi pada kaki gunung

Bawakaraeng–Lompobattang, dataran rendah, pantai dan laut lepas. Kabupaten

Bulukumba terletak diantara 05°20°–05°40° LS dan 119°58°-120°28° BT. Luas

wilayah Kabupaten Bulukumba 1.154,67 km² atau 1,85% dari luas wilayah

Propinsi Sulawesi Selatan dengan batas-batas sebagai berikut (Gambar 6):

Sebelah utara : Kabupaten Sinjai

Sebelah timur : Teluk Bone dan Pulau Selayar

Sebelah selatan : Laut Flores

Sebelah barat : Kabupaten Bantaeng

Gambar 6 Peta lokasi Kabupaten Bulukumba.

LOKASI

PENELITIAN

PETA LOKASI

KABUPATEN BULUKUMBA

Pengambilan data untuk penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan

Bontobahari (Gambar 7). Hal ini dikarenakan keseluruhan kecamatan yang ada di

Kabupaten Bulukumba, Kecamatan Bontobahari memiliki ciri khas yang

membedakan dengan kecamatan lain. Banyaknya galangan kapal di Bontobahari,

menjadikan mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai pembuat kapal

dan nelayan. Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari Dinas Perikanan dan

Kelautan Kabupaten Bulukumba, terdapat lebih dari lima puluh galangan kapal

ikan yang berdiri di Desa Tanah Beru, Kelurahan Tanah Lemo, Kecamatan

Bontobahari. Mereka umumnya memiliki kemahiran dalam membuat kapal ikan

tradisional dan terkenal sebagai ahli perahu. Kemahiran inilah yang menjadikan

para pembuat kapal di Bulukumba tersebar di penjuru tanah air. Terbukti dari

banyaknya pembuat kapal di Pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan yang berasal

dari Bulukumba. Tidak hanya di tanah air, kapal yang dibuat di Bulukumba

sudah mampu menembus pasar Internasional. Hal ini dibuktikan dengan

banyaknya kapal-kapal milik asing yang dipesan di Kecamatan Bontobahari,

Kabupaten Bulukumba. Terdapat tiga pioneer galangan kapal di Desa Tanah

Beru, salah satunya adalah UD. Semangat Untung.

Gambar 7 Peta lokasi penelitian.

Lokasi

penelitian

Galangan kapal milik U.D Semangat Untung berlokasi di lahan kosong

yang letaknya tidak jauh dengan pesisir pantai sehingga setelah kapal selesai

dibuat, dapat langsung diluncurkan dan digunakan. Galangan kapal tersebut

terutama digunakan untuk pembuatan kapal, namun sewaktu-waktu dapat pula

digunakan untuk perbaikan kapal yang rusak. Galangan kapal tersebut telah

berdiri sejak dua puluh sembilan tahun yang lalu. Kegiatan pembangunan kapal

yang terjadi secara terus menerus menjadikan bukti bagi galangan kapal UD.

Semangat Untung merupakan galangan kapal yang produktif. Kapal yang

diproduksi bermacam-macam, diantaranya adalah kapal perikanan dan kapal

penumpang.

Pada umumnya galangan kapal UD. Semangat Untung membuat kapal

tanpa disertai desain atau gambar rancangan umum (general arrangement).

Pembangunan kapal hanya berdasarkan pengalaman turun temurun dan kebiasaan

para pengrajin. Walaupun tanpa gambar desain, keahlian para pengrajin ini sudah

tidak diragukan lagi. Akan tetapi, galangan tersebut dapat pula membangun kapal

berdasarkan gambar desain kapal yang diberikan oleh pihak pemesan.

Kapal tanpa pemesanan terlebih dahulu serta tanpa dilengkapi dengan

gambar rencana memiliki harga yang berbeda dengan kapal yang dipesan terlebih

dahulu. Harga jual kapal tanpa pemesanan terlebih dahulu relatif lebih rendah

dibandingkan dengan kapal pesanan. Namun, harga jual tersebut tetap dapat

menutupi biaya produksi. Produktivitas galangan tersebut tergolong baik karena

mampu membangun 3-6 kapal baru per tahun dengan lama waktu pembangunan

untuk sebuah kapal berkisar 2-5 bulan. Kapal yang dibangun umumnya

berukuran 15-300 GT. Kapal-kapal yang berukuran lebih dari 50 GT biasanya

merupakan kapal pesanan asing atau biasa dikenal dengan nama “kapal tourist”.

Pemesan kapal tersebut berasal dari berbagai macam negara seperti Amerika,

Inggris, dan Perancis. Sedangkan untuk kapal ikan, pemesan datang dari berbagai

penjuru di tanah air. Sistem pembangunan kapal di UD. Semangat Untung

dilakukan secara seri. Penerimaan order pembangunan kapal berikutnya baru

dilakukan setelah kapal yang sedang dibangun selesai.

Secara umum, tahapan pembangunan kapal yang dilakukan pada galangan

kapal yang berlokasi di Kecamatan Bontobahari, Kabupaten Bulukumba,

Sulawesi Selatan memiliki kesamaan, yaitu diawali dengan pemesanan kapal oleh

pemesan atau pembuatan kapal tanpa pemesan, kemudian dilanjutkan dengan

pembuatan perencanaan kapal, proses produksi kapal, dan diakhiri dengan

penyerahan kapal kepada pemesan atau pemilik kapal. Tahapan produksi di

galangan kapal rakyat U.D Semangat Untung dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Tahap pembangunan kapal ikan di Bulukumba.

Pemesanan Perencanaan Produksi Penyerahan

Pemasangan linggi buritan

Pemasangan lunas

Pemasangan linggi haluan

Pemasangan kulit kapal hingga setengah tinggi kapal

Pemasangan gading-gading

Pemasangan galar (geladak)

Pemasangan kulit kapal seluruhnya hingga ke sheer

Pemasangan golak (sheer)

Pemasangan lantai dek

Pemasangan tiang layar

Pembuatan palka

Pembuatan pondasi mesin

Pemakalan

Pengecatan dan pemberian anti fouling

Peluncuran

Kapal siap digunakan

Tingkat teknologi yang digunakan pada pembangunan kapal di galangan

UD. Semangat Untung masih relatif rendah. Peralatan yang digunakan pada

galangan kapal U.D Semangat Untung didominasi oleh peralatan non elektronik.

Penggunaan peralatan tersebut sudah merupakan kebiasaan para pengrajin kapal.

Jarang ditemukan alat-alat modern berupa alat-alat elektronik yang mampu

memberikan kemudahan bagi para pembuat atau pengrajin kapal dalam proses

pengerjaan kapal. Hal ini ditunjukkan dengan hanya digunakannya bor listrik dan

ketam listrik dalam proses pembuatan kapal pada galangan kapal yang diteliti

tersebut. Beberapa peralatan yang digunakan pada galangan kapal yang diteliti,

disajikan pada Tabel 6. Secara lengkap, disajikan pada Lampiran 2.

Tabel 6 Peralatan yang digunakan dalam pembuatan gading-gading kapal

No. Peralatan yang

digunakan

Jenis peralatan

(elektronik/non

elektronik)

Tujuan Penggunaan

1. Kapak panjang Non elektronik Memotong kayu untuk

mendapatkan kelengkungan

2. Kapak duduk Non elektronik Memotong kayu untuk

mendapatkan kelengkungan

3. Gergaji kayu Non elektronik Memotong sisa kayu berbentuk

balok

4. Pahat Non elektronik

Memahat kayu pada bagian

gading-gading yang sulit

dijangkau

5. Pasak Non elektronik Sebagai alat bantu dalam

pembuatan pasak kayu

6. Palu kayu Non elektronik

Digunakan untuk memastikan

apakah pasak kayu sudah

menempel kuat pada gading kapal

7. Palu besi Non elektronik

Sebagai alat bantu yang

digunakan pada saat memahat

kayu

8. Mal Besi Non elektronik Mendapatkan kelengkungan

gading-gading

9. Singkolo Non elektronik Menandai kerapatan gading-

gading

10. Bacci Non elektronik Membuat pola kelengkungan

11. Golok Non elektronik Membuat pasak kayu

12. Alat Ukur Non elektronik Mengetahui dimensi kayu

13. Bor listrik Elektronik

Melubangi kayu untuk memasang

mur dan baut

14. Ketam listrik Elektronik Menghaluskan permukaan kayu

Keadaan sumber daya manusia (SDM) di galangan kapal UD. Semangat

Untung disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Keadaan sumber daya manusia (SDM) di UD. Semangat Untung

No. Jenis

pekerjaan

Pendidikan

terakhir

Jumlah

(orang)

Status Upah/hari

1. Pemilik

galangan

SD 1 Tetap Rp 50.000,00

2. Bagian

analisis usaha

S-1 1 Tetap Rp 50.000,00

3.

Pembuat

kapal

SD 1 Tetap Rp 50.000,00

SMP 1 Tetap Rp 50.000,00

2 Honorer Rp 40.000,00

SMA 1 Tetap Rp 50.000,00

1 Honorer Rp 40.000,00

Keterangan:

Tetap : Perkerja tetap

Honorer : Pekerja tidak tetap

Berdasarkan Tabel 7 di atas, dapat dilihat bahwa sumber daya manusia di

galangan kapal UD. Semangat Untung terdiri dari 8 orang pekerja yang terdiri dari

5 orang tenaga kerja tetap dan 3 orang tenaga kerja tidak tetap (honorer). Tidak

ada pembagian kerja dalam pembuatan kapal sehingga para pembuat kapal

bekerja sesuai dengan kebutuhan pembangunan kapal.

Pemilik galangan memiliki pendidikan akhir di Sekolah Dasar (SD). Akan

tetapi, karena pengetahuan yang diperolehnya secara turun temurun maka pemilik

galangan kapal mampu mengelola galangan kapal miliknya dengan baik. Dalam

pengelolaannya, pemilik galangan dibantu oleh seorang sarjana ekonomi yang

berperan dalam analisis usaha galangan. Khusus untuk pembuat kapal, hampir

semuanya tidak memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai dengan jenis

pekerjaannya. Pemberian upah dihitung dalam jumlah hari kerja. Pekerja tetap

mendapatkan upah Rp 50.000,00/hari sedangkan pekerja tidak tetap sebesar

Rp 40.000,00/hari. Pekerja galangan kapal U.D Semangat Untung bekerja setiap

hari dimulai pada pukul 08.30-17.00 WITA.

Produktivitas galangan kapal UD. Semangat Untung dapat dilihat pada

Tabel 8.

Tabel 8 Produktivitas galangan kapal UD. Semangat Untung

No. Ukuran kapal Tahun

2006 2007 2008

1. < 50 GT 2 3 3

2. 50-150 GT 3 2 2

3. 150-300 GT 1 - 1

Tabel di atas menunjukkan bahwa rata-rata galangan kapal UD. Semangat Untung

dapat membangun 3-6 unit kapal dengan berbagai ukuran. Hal ini dikarenakan

keterbatasan sumber daya manusia serta teknologi yang ada di galangan kapal

UD. Semangat Untung.

Waktu dan jumlah tenaga kerja setiap pembangunan satu unit kapal

tergantung kepada ukuran kapal sebagaimana terlihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Jumlah pekerja dan lama pekerjaan tiap ukuran kapal

No. Ukuran kapal Σ Pekerja Lama waktu pengerjaan

1. < 50 GT 1-2 1 bulan

2. 50-150 GT 3-4 1 – 2,5 bulan

3. 150-300 GT 4-5 3 - 5 bulan

Tabel tersebut memperlihatkan bahwa semakin besar ukuran kapal, maka jumlah

pekerja dan waktu yang dibutuhkan untuk membuat satu unit kapal semakin

banyak dan lama. Namun demikian, untuk kapal-kapal yang dipesan secara

borongan, penambahan jumlah pekerja dilakukan guna mempercepat waktu

pembuatan kapal.

Kapal–kapal yang dibuat di galangan kapal UD. Semangat Untung terbuat

dari kayu. Jenis–jenis kayu yang umumnya digunakan untuk pembangunan kapal

di galangan kapal UD. Semangat Untung dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Jenis kayu yang digunakan beserta asal perolehan kayu

No. Jenis kayu Pemakaian Asal perolehan kayu

1. Kayu besi

(Intsia bijuga O)

Lunas - Sulawesi Selatan

(Bulukumba)

- Sulawesi Tenggara

(Kendari)

2. Kayu bitti atau

Gofasa

(Vitex cotassus)

Kulit kapal - Sulawesi Selatan

(Bulukumba)

- Sulawesi Tenggara

(Kendari)

- Kepulauan Maluku

3.

Kayu jati

(Tectona grandis j.f)

Gading-gading,

lantai dek, balok

dek,

- Sulawesi Selatan

(Bulukumba)

- Sulawesi Tenggara

(Kendari)

- Kepulauan Maluku

- Irian Jaya (Jayapura)

4. Kayu meranti

(Shorea spp.)

Galar, sheer,

tiang layar, palka

- Sulawesi Selatan

(Bulukumba)

- Sulawesi Tenggara

(Kendari)

Tabel 10 berisikan jenis kayu yang digunakan untuk pembangunan kapal di UD.

Semangat Untung terdiri dari empat jenis kayu yaitu kayu besi (Intsia bijuga O),

kayu bitti atau gofasa (Vitex cotassus), kayu jati (Tectona grandis j.f), kayu

meranti (Shorea spp.). Keempat jenis kayu tersebut tidak saja berasal dari lokasi

di sekitar galangan, akan tetapi juga berasal dari propinsi lain di Sulawesi.

Bahkan ada yang didatangkan dari luar Pulau Sulawesi yaitu Kepulauan Maluku

dan Pulau Irian Jaya. Hal ini disebabkan jumlah kayu yang tersedia di sekitar

Bulukumba masih belum mencukupi kebutuhan pembangunan kapal di UD.

Semangat Untung. Pemakaian jenis kayu tersebut adalah berdasarkan pada

kebiasaan pembuat kapal dalam mengkonstruksi kapal buatannya. Pengetahuan

yang didapatkan hanya berasal dari warisan para pendahulunya sehingga jenis

kayu yang digunakan dari tahun ke tahun relatif sama.

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Jenis dan Bentuk Kayu untuk Konstruksi Gading-Gading

Kapal yang menjadi objek penelitian direncanakan untuk mengoperasikan

alat tangkap gillnet. Mesin yang digunakan merupakan mesin permanen

(inboard) dengan merek dagang TS Shanghai. Dimensi utama kapal tersebut

dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Dimensi utama obyek penelitian

No. Dimensi Ukuran

1. LOA (length over all) 12 meter

2. LPP (length betwen perpendicular) 7,7 meter

3. LWL (length water line) 9,9 meter

4. B (breadth) 1,825 meter

5. D (depth) 0,74 meter

6. d (draught) 0,44 meter

Kayu yang dapat digunakan untuk pembuatan gading-gading di

Bulukumba terdiri atas kayu bungur (Lagerstroe mia speciosa pers), kayu jati

(Tectona grandis j.f), kayu giam (Cotylelobium specdi), kayu biti atau gofasa

(Vitex cotassus). Namun, jenis kayu yang biasa digunakan untuk pembuatan

gading-gading di galangan kapal UD. Semangat Untung adalah kayu jati (Tectona

grandis j.f) dan kayu bitti atau gosafa (Vitex cotassus). Berdasarkan hasil

penelitian kapal sebelumnya di Sulawesi, diketahui bahwa kedua jenis kayu

tersebut merupakan jenis kayu yang umum digunakan sebagai material pembuat

gading-gading.

Kayu jati dan kayu bitti lebih banyak digunakan dikarenakan harganya

yang lebih murah dibandingkan dengan kayu giam. Akan tetapi kekuatannya

lebih rendah dibandingkan dengan kayu giam. Jika dibandingkan dengan kayu

bungur, kayu jati dan kayu bitti harganya lebih mahal dan kekuatannya pun lebih

baik dibandingkan dengan kayu bungur.

Kayu bitti dipilih karena memiliki keistimewaan, selain berat jenisnya

yang sesuai dan harga yang cukup terjangkau, kayu ini ada yang berbentuk V.

Oleh karena itu, biasanya pembuat kapal di Bulukumba memanfaatkannya untuk

konstruksi gading-gading di bagian haluan kapal. Penggunaan kedua kayu ini

bukan suatu keharusan. Gading-gading kapal dapat dibuat dari kayu jati saja, atau

kombinasi antara kayu jati dan bitti. Hal ini tergantung pada kemampuan

finansial pemesan kapal.

Kayu bitti dan kayu jati yang digunakan pada pembuatan gading-gading

yang menjadi objek penelitian merupakan kayu muda. Berdasarkan literatur

yang diperoleh, diketahui bahwa Berat Jenis (BJ), Kelas Kuat (KK), dan Kelas

Awet (KA) untuk kayu jati (Tectona grandis j.f) adalah 0,59 gr/cm³, II, I-(II).

Adapun kayu bitti atau gofasa (Vitex cotassus) memiliki Berat Jenis (BJ), Kelas

Kuat (KK), dan Kelas Awet (KA) masing-masing 0,57 gr/cm³, II-III, II-III.

Pada Tabel 12 disajikan jenis dan karakteristik fisik kayu yang digunakan

untuk membuat konstruksi gading-gading.

Tabel 12 Jenis dan karakteristik fisik kayu yang digunakan untuk membuat

konstruksi gading-gading

Jenis kayu yang digunakan pada kapal

yang diteliti

BJ KK KA

- Kayu bitti atau gofasa

(Vitex cotassus)

- Kayu jati (Tectona grandis j.f)

0,57 gr/cm³

0,59 gr/cm³

II

II-III

I-(II)

II-III

Menurut Biro Klasifikasi Indonesia (1989), persyaratan kayu untuk

gading-gading adalah yang memiliki Berat Jenis (BJ) minimum 0,70 gr/cm³,

Kelas Kuat (KK) minimum III, dan Kelas Awet (KA) minimum III. Apabila

dilihat dari berat jenis, maka kayu jati (Tectona grandis j.f) dan kayu bitti atau

gosafa (Vitex cotassus) belum memenuhi standar minimum yang ditetapkan oleh

Biro Klasifikasi Indonesia (BKI). Hal ini karena jenis kayu yang digunakan

adalah kayu yang masih muda. Namun apabila dilihat dari Kelas Kuat (KK) dan

Kelas Awet (KA), kedua kayu ini merupakan jenis yang telah sesuai dengan

syarat jenis kayu yang digunakan sebagai konstruksi gading-gading. Sampai saat

ini, kayu jati dan kayu bitti menjadi semacam keharusan bagi pembuat kapal di

Bulukumba untuk membuat kapal khususnya gading-gading.

5.2 Pembuatan Gading-gading

Gading-gading pada kapal yang diteliti berjumlah 29 buah. Tipe gading-

gading yang dibuat terdiri dari gading-gading tipe U bottom, round bottom, dan

V bottom. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, diketahui bahwa bentuk

kayu yang digunakan untuk membuat ketiga bentuk gading-gading tersebut terdiri

atas dua jenis, yaitu kayu berbentuk V disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9 Jenis kayu berbentuk V pada pembuatan gading-gading.

l

t

p

Jenis kayu lengkung pada pembuatan gading-gading disajikan pada

Gambar 10. Kelengkungan kayu jati terjadi secara alami sehingga masyarakat di

Bulukumba tidak perlu memberikan perlakuan khusus. Pada umumnya kayu jati

tidak lengkung, kelengkungan tersebut terjadi karena kayu yang digunakan adalah

kayu jati yang berasal dari pohon yang masih muda. Berdasarkan literatur yang

diperoleh, apabila kayu berasal dari pohon yang ditebang saat berusia muda, akan

mengalami pelengkungan setelah kering. Kelengkungan kayu tidak hanya terjadi

pada kayu jati, melainkan juga untuk semua jenis kayu yang masih muda. Bentuk

kayu yang lengkung akan memudahkan pembuat kapal membuat kelengkungan

gading-gading sesuai dengan ukuran yang diharapkan.

Gambar 10 Jenis kayu berbentuk lengkung pada pembuatan gading-gading

Proses pembuatan gading-gading diawali dengan pembuatan pola

kelengkungan pada kayu. Kayu yang sudah didapatkan kelengkungannya

dipotong menggunakan kapak. Setelah gading-gading dikapak dan dipahat,

gading-gading tidak langsung di pasang di kulit kapal. Terlebih dahulu, gading-

gading tersebut diketam agar permukaan kayu menjadi halus dan memperoleh

kelengkungan sesuai dengan yang diharapkan. Gading-gading yang siap dipasang

dapat langsung dipasang menggunakan pasak kayu.

Ilustrasi pembuatan gading-gading di UD. Semangat Untung disajikan

pada hasil dokumentasi di lapangan (Gambar 11) dan diagram alir (Gambar 12).

pt

l

(1) (2) (3)

(6) (5) (4)

Gambar 11 Pembuatan gading-gading.

Gambar 12 Proses pembuatan gading-gading kapal.

5.2.1 Pengelompokan kayu

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa gading-gading tipe U

bottom, round bottom, dan V bottom dibuat dari kayu yang berbentuk V dan

lengkung. Proses pembuatan gading-gading diawali dengan pengelompokan kayu

sesuai dengan peruntukannya. Jenis-jenis kayu tersebut dapat dilihat pada

Tabel 13.

Tabel 13 Pengelompokan kayu yang digunakan pada gading-gading

Jenis Bentuk Panjang

(p)

Lebar

(l)

Tebal

(t)

Volume ( p x l x t)

A V 75 cm 16 cm 14 cm 16800 cm³ 0,0366 m³

B

B1 Lengkung

1,5 m 18 cm 16 cm 43200 cm³ 0,0432 m³

B2 1 m 18 cm 16 cm 28800 cm³ 0,0288 m³

Mulai

Balok kayu

Pembuatan pola kelengkungan gading-gading pada kayu

Proses pengetaman untuk menghaluskan dan mendapatkan

kelengkungan gading-gading yang diharapkan

Gading-gading yang sudah jadi siap dipasang

Kayu dipotong menggunakan kapak mengikuti pola

kelengkungan

Pemasangan gading-gading di atas kapal

(dengan menggunakan pasak kayu)

Selesai

Kayu yang digunakan dalam pembuatan gading-gading di Desa Tanah

Beru, dikelompokkan ke dalam dua jenis. Kayu A adalah berbentuk V dan kayu

B adalah kayu berbentuk lengkung. Pengelompokkan jenis kayu ini didasarkan

pada ukuran panjang (p), lebar (l), dan tebal (t) kayu. Volume masing-masing

jenis kayu diperoleh dari ukuran panjang, lebar, dan tebal. Kayu jenis A,

memiliki ukuran panjang 75 cm, lebar 16 cm, dan tebal 14 cm sehingga

didapatkannya volume sebesar 0,0366 m³. Kayu jenis ini, merupakan kayu yang

berbentuk huruf V yang biasanya digunakan dalam pembuatan gading-gading di

bagian haluan kapal (Gambar 9). Sedangkan pada kayu jenis B, terbagi menjadi

dua jenis yaitu kayu jenis B1 dan B2 yang merupakan kayu jenis lengkung dan

biasa digunakan pada gading-gading bagian tengah hingga buritan kapal (Gambar

10). Kayu jenis B1 memiliki volume sebesar 0,0432 m³ dan kayu jenis B2

memiliki volume sebesar 0,0288 m³.

5.2.2 Pemotongan kayu

Kelengkungan kayu yang dibutuhkan untuk bagian gading-gading diukur

menggunakan mal besi. Setelah kelengkungan gading-gading diketahui, mal besi

diletakkan di atas balok kayu yang kemudian dicetak menggunakan tali panjang

yang sudah terdapat bubuk hitam (berasal dari bubuk baterai) dikenal dengan

nama “bacci”. Cara ini memudahkan para pekerja mendapatkan cetakan

kelengkungan gading-gading. Hasil cetakan mal besi dapat dilihat pada

Gambar 13.

Gambar 13 Hasil cetakan mal besi.

Tanda

kelengkungan

gading-gading

Terdapat dua cara pemotongan balok kayu pada pembuatan gading-gading

yaitu dengan cara dikapak dan digergaji. Bagian kayu jati yang tidak sesuai

dengan ukuran kelengkungan, dipotong dengan menggunakan kapak

(Gambar 14).

Gambar 14 Pemotongan balok kayu dengan cara dikapak.

Setelah bentuk lengkung diperoleh, bagian kayu yang berlebih dipotong

dengan menggunakan gergaji (Gambar 15). Pemotongan satu buah kayu biasanya

memerlukan waktu 10-20 menit. Proses ini dilakukan untuk kayu yang berbentuk

lengkung. Berbeda dengan kayu yang berbentuk V, kelengkungan kayu ini tidak

disesuaikan dengan kelengkungan kapal. Apabila terjadi ketidaksesuaian, cukup

dilakukan koreksi dengan menyisipkan atau menambahkan beberapa potongan

kayu. Hal ini merupakan kebiasaan pembuat kapal di Bulukumba yang bertujuan

memudahkan dalam mengkonstruksi kapal buatannya. Cara ini dinilai cukup

efektif untuk memanfaatkan kayu berbentuk V.

Gambar 15 Pemotongan kayu berlebih dengan cara digergaji.

Ilustrasi pembuatan gading-gading dari kayu berbentuk V disajikan pada

Gambar 16.

Gambar 16 Pembuatan gading-gading berasal dari kayu A (bentuk V).

Sisa potongan kayu untuk gading-gading terdiri dari dua bentuk, yaitu

berupa balok (Gambar 17a) dan serpihan hasil pahatan (Gambar 17b). Sisa kayu

yang digunakan pada pembuatan gading-gading terbagi menjadi dua bagian yaitu

kayu terpakai tidak untuk gading-gading dan kayu terbuang berupa serpihan dan

sisa hasil pahatan. Kayu yang masih dapat digunakan namun tidak untuk gading-

gading biasanya adalah sisa kayu berbentuk balok berukuran minimal 10 cm

dengan ukuran panjang, lebar, dan tebal yang memungkinkan didapatkan

volumenya. Kayu berupa serpihan sisa hasil pahatan biasanya dimanfaatkan oleh

masyarakat sekitar untuk kayu bakar. Kumpulan sisa material yang digunakan

pada pembuatan gading-gading dapat dilihat pada Gambar 17.

(a) (b)

Gambar 17 Sisa kayu pada pembuatan gading-gading.

(a. Balok; b.Serpihan sisa pahatan)

Volume kayu yang digunakan untuk pembuatan gading-gading terbagi

menjadi dua yaitu kayu terpakai untuk gading-gading dan kayu tidak terpakai

untuk gading-gading. Secara umum, pemanfaatan kayu untuk pembuatan gading-

gading dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18 Pemanfaatan kayu pada pembuatan gading-gading

5.2.3 Pemasangan gading-gading

Posisi gading-gading yang terpasang pada kapal yang diteliti dapat dilihat

pada Gambar 19. Pemasangan gading-gading dimulai dari bagian tengah

(midship) kapal, kemudian dilanjutkan dengan pemasangan bagian haluan dan

buritan kapal.

Gambar 19 Posisi gading-gading pada kapal.

Sumber: Rahman (2009)

Gading-gading

Gading-gading yang sudah dipotong, tidak langsung dipasang di atas kapal

tetapi dihaluskan terlebih dahulu menggunakan ketam listrik. Setelah dihaluskan,

pembuat kapal terlebih dahulu meletakkan gading-gading tersebut pada posisi

yang sudah ditentukan. Hal ini dikarenakan adanya kemungkinan perubahan

posisi ataupun jarak pemasangan gading-gading. Gading-gading dipasang di kulit

kapal dengan menggunakan pasak kayu yang dikaitkan pada kulit kapal. Hal ini

dilakukan untuk memperkuat konstruksi gading-gading.

Berdasarkan bentuk konstruksinya, gading-gading dapat terdiri atas satu

hingga tiga bagian konstruksi. Gading-gading dengan satu bagian konstruksi

terdapat pada tipe V bottom. Sedangkan gading-gading dengan dua serta tiga

bagian konstruksi terdapat pada gading-gading tipe U bottom, round bottom, dan

V bottom.

Pada umumnya, pengrajin kapal di galangan UD. Semangat Untung

memasang gading-gading yang terdiri dari tiga bagian konstruksi terlebih dahulu.

Dilanjutkan dengan pemasangan gading-gading yang terdiri dari dua bagian

konstruksi dan yang terakhir, barulah pemasangan gading-gading yang terdiri dari

satu bagian konstruksi. Pemasangan dengan tiga bagian konstruksi diawali

dengan gading-gading dasar (Gambar 20). Setelah gading-gading dasar terpasang,

dilanjutkan dengan pemasangan gading-gading kiri atas dan kanan atas. Bentuk

sambungan gading-gading dasar dengan gading-gading kiri atas dan kanan atas

disajikan pada Gambar 21.

Gambar 20 Pemasangan gading-gading di atas kapal.

Gading-gading

dasar

Keterangan :

a = Gading-gading dasar

b = Gading-gading sambungan bagian atas

Gambar 21 Pola sambungan gading-gading bagian atas dan bawah.

Pada proses penyambungan gading-gading, perlu dilihat kesesuaian antara

gading-gading dasar dengan gading-gading sambungannya. Ketidaktepatan dalam

proses penyambungan dapat mengakibatkan berkurangnya fungsi gading-gading

sebagai rangka kapal. Pemasangan gading-gading dengan pasak kayu disajikan

pada Gambar 22.

Gambar 22 Gading-gading disambung dan dipasak agar menempel kuat.

Bentuk

sambungan

gading-gading

a

b

a

Pemasangan gading-gading yang terdiri dari dua bagian konstruksi,

dipasangkan langsung ke kulit kapal. Terdapat kombinasi cara pemasangan

gading-gading tersebut. Cara pertama, pemasangan gading-gading bagian bawah

yang saling bertemu tanpa adanya jarak. Cara kedua, pemasangan gading-gading

bagian bawah dengan adanya jarak antara keduanya. Adanya kombinasi cara

pemasangan tersebut, terjadi berdasarkan kebiasaan pembuat kapal setempat.

Gading-gading yang terdiri dari satu bagian konstruksi berasal dari kayu A yang

berbentuk V. Pemasangan gading-gading tersebut dilakukan di bagian haluan

kapal. Berikut penjelasan konstruksi dari tiap bentuk gading-gading kapal.

1) Gading-gading tipe U bottom

Gading-gading dengan tipe U bottom terletak pada posisi gading-gading ke 1

hingga 10. Konstruksi gading-gading tipe U bottom, disajikan pada Gambar 23.

(a)

(b)

Keterangan :

(a) U bottom yang berasal dari dua konstruksi kayu yang tidak disambung (U1);

(b) U bottom yang berasal dari tiga konstruksi kayu yang disambung (U2)

Gambar 23 Konstruksi gading-gading tipe U bottom.

Sumber: Rahman (2009)

Gading-gading dasar

Gading-gading

sambungan

Gambar di atas (a dan b), memperlihatkan bahwa gading-gading bentuk U

bottom ada yang terbuat dari dua bagian konstruksi (U1) dan tiga bagian

konstruksi (U2). Biasanya, penggunaan tiga bagian konstruksi pada gading-

gading dikarenakan gading-gading tersebut berada pada lebar kapal yang cukup

lebar sehingga membutuhkan kayu yang panjangnya mencukupi. Proses

pemasangan gading-gading tipe U1 dan tipe U2 pada kulit kapal dibuat secara

selang-seling. Hal ini dikarenakan oleh kebiasaan pembuat kapal di galangan UD.

Semangat Untung.

Pembuatan gading-gading tipe U1 lebih mudah dilakukan karena gading-

gading bagian kiri dan kanan dibuat secara terpisah. Berbeda halnya dengan

pembuatan gading-gading tipe U2. Pada tipe ini pembuatan gading-gading lebih

sulit dilakukan karena memiliki sambungan yang terdiri dari tiga bagian

konstruksi yaitu, gading-gading dasar, kanan atas, dan kiri atas.

Pemasangan dimulai dari gading-gading dasar terlebih dahulu, kemudian

dilanjutkan dengan pemasangan gading-gading kanan atas dan kiri atas. Adanya

ketidaktepatan ukuran gading-gading yang terpasang, merupakan hal yang biasa

terjadi sehingga perlu adanya koreksi agar gading-gading memiliki ukuran yang

sesuai. Proses penyambungan pada gading-gading tipe U2 disajikan pada

Gambar 24.

Gambar 24 Proses penyambungan gading-gading tipe U2.

Sumber: Rahman (2009)

2) Gading-gading tipe round bottom

Gading-gading dengan tipe round bottom terletak pada posisi gading-gading ke

11 hingga 22. Konstruksi gading-gading tipe round bottom, disajikan pada

Gambar 25.

(a)

(b)

Keterangan :

(a) Round bottom yang berasal dari dua batang kayu yang tidak disambung (R1);

(b) Round bottom yang berasal dari tiga batang kayu yang disambung (R2)

Gambar 25 Konstruksi gading-gading tipe round bottom.

Sumber: Rahman (2009)

Sama halnya dengan gading-gading tipe U bottom, pada gading-gading tipe

round bottom ada yang terbuat dari dua bagian konstruksi dan tiga bagian

konstruksi. Pada gading-gading tipe ini, penggunaan kayu lengkung berjumlah

dua batang.

Gading-gading tipe R1 dan R2 dibuat dengan cara yang berbeda. Gading-

gading tipe R1, pembuatan konstruksinya lebih mudah, hal ini dikarenakan,

pembuatan gading-gading bagian kiri dan kanan dibuat secara terpisah. Proses

pembuatan gading-gading ini sama seperti pembuatan pada gading-gading tipe

U1.

Proses pembuatan gading-gading tipe R2 lebih sulit dilakukan, hal ini

karena pada tipe R2, memiliki tiga bagian konstruksi yang pemasangannya tidak

rapat pada kulit kayu. Pemasangan dimulai pada gading-gading dasar, dilanjutkan

dengan pemasangan gading-gading bagian kanan atas dan kiri atas. Proses

pemasangan gading-gading tipe R1 dan tipe R2 pada kulit kapal dibuat secara

selang-seling. Hal ini berdasarkan kebiasaan pembuat kapal di galangan UD.

Semangat Untung. Proses penyambungan pada gading-gading tipe R2 disajikan

pada Gambar 26.

Gambar 26 Proses penyambungan gading-gading tipe R2.

Sumber: Rahman (2009)

3) Gading-gading tipe V bottom

Gading-gading dengan tipe V bottom terletak pada posisi gading-gading ke 23

hingga 29. Konstruksi gading-gading tipe V bottom, disajikan pada

Gambar 27.

(a)

(b)

(c)

Keterangan :

(a) V bottom yang berasal dari satu batang kayu (V1)

(b) V bottom yang berasal dari dua batang kayu (V2)

(c) V bottom yang berasal dari tiga batang kayu (V3)

Gambar 27 Konstruksi gading-gading tipe V bottom.

Sumber: Rahman (2009)

Celah

sambungan

Ketiga gambar diatas, menunjukan bahwa gading-gading tipe V bottom

ada yang terbuat dari satu bagian konstruksi, dua bagian konstruksi, dan tiga

bagian konstruksi. Penggunaan satu bagian konstruksi ditujukan pada bagian

haluan kapal. Sedangkan untuk gading-gading tipe V bottom yang terdiri dari dua

bagian konstruksi dan tiga bagian konstruksi disesuaikan dengan ukuran badan

kapal.

Gading-gading tipe V1 berasal dari kayu bitti yang sudah berbentuk huruf

V. Gading-gading ini dipasang di bagian haluan kapal. Setelah didapatkan

ukuran kayu yang sesuai dengan kelengkungan kapal di bagian haluan, maka kayu

tersebut langsung dipotong dan dipasang dengan menggunakan pasak kayu.

Berbeda halnya dengan gading-gading tipe V1, pada tipe V2 konstruksi

gading-gading dibuat satu persatu di bagian kanan dan kiri. Apabila ukuran

konstruksi sudah sesuai, masing-masing bagian dapat disambung satu sama lain

kemudian dipasang. Proses penyambungan pada gading-gading tipe V2 disajikan

pada Gambar 28.

Gambar 28 Proses penyambungan gading-gading tipe V2.

Sumber: Rahman (2009)

Pada tipe gading-gading V3, proses pembuatan lebih sulit dilakukan. Hal

ini disebabkan gading-gading memiliki tiga bagian konstruksi. Kelengkungan

gading-gading tipe V3 biasanya tidak sesuai benar dengan kelengkungan badan

kapal. Ketidaksesuaian ini merupakan hal yang biasa terjadi, sehingga perlu

adanya koreksi agar gading-gading memiliki ukuran yang sesuai. Proses

penyambungan pada gading-gading tipe V3 disajikan pada Gambar 29.

Gambar 29 Proses penyambungan gading-gading tipe V3.

Sumber: Rahman (2009)

Pemasangan gading-gading yang dilakukan setelah papan kulit terpasang

akan mempengaruhi bentuk gading-gading. Apabila pada saat pemasangan,

panjang gading-gading melebihi panjang badan kapal, maka dilakukan

pemotongan agar gading-gading sesuai. Mengingat terbatasnya material dalam

pembuatan gading-gading, dibutuhkan kepandaian dalam pemanfaatan material

tersebut. Apabila pembuat kapal tidak mampu menggunakan balok kayu sebaik

mungkin, maka pembuatan gading-gading tidak berjalan efektif. Hasil pembuatan

gading-gading di bagian haluan, disajikan pada Gambar 30.

Gambar 30 Gading-gading tampak pada bagian haluan.

Setelah pemasangan gading-gading selesai dilakukan, tahapan terakhir

adalah pengecekan bagian gading-gading. Pengecekan dilakukan dengan cara

memukul konstruksi gading-gading untuk memastikan kuatnya gading-gading

terpasang hingga kemungkinan adanya rongga dapat diminimalkan. Apabila

masih terdapat rongga antara gading dan kulit biasanya dilakukan pemakalan

untuk memastikan apakah gading-gading yang selesai dibuat sudah benar-benar

kuat. Hasil pembuatan gading-gading pada kapal yang diteliti milik U.D

Semangat Untung di bagian buritan, disajikan pada Gambar 31.

Gambar 31 Gading-gading tampak pada bagian buritan.

5.3 Tingkat Pemanfaatan Kayu

5.3.1 Volume kayu pada pembuatan gading-gading

Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, maka penggunaan kayu untuk

tiap gading-gading disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14 Jenis kayu yang diperuntukkan pada pembuatan gading-gading

Keterangan:

A = Kayu berbentuk V dengan volume 0,0366 m3

B1 = Kayu berbentuk lengkung dengan volume 0,0432 m3

B2 = Kayu berbentuk lengkung dengan volume 0,0288 m3

Posisi

gading-

gading

ke-

Tipe

gading-gading

Bentuk asal

kayu

Jumlah

kayu

Kisaran volume

(m3)

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

U bottom

2B2

2B2

2B2

2B2

2B2

2B2

Bı+B2

Bı+B2

1

1

2

2

2

2

2

2

2

2

0,0432-0,0720

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

Round bottom

Bı+B2

Bı+B2

Bı+B2

Bı+B2

Bı+B2

2Bı

2Bı

2Bı

Bı+B2

Bı+B2

2B2

2B2

2

2

2

2

2

2

2

2

2

2

2

2

0,0576-0,0864

23

24

25

26

27

28

29

V bottom

A

B1

A

B1

A

1

1

1

1

1

1

1

0,0366-0,0432

Tabel di atas menunjukkan bahwa gading-gading dengan tipe U bottom

terdapat pada gading-gading posisi 1-10 dengan jenis balok yang digunakan

merupakan kombinasi antara B1, 2B2 dan B1+B2. Pada posisi gading-gading ini,

balok yang digunakan berjumlah 18 batang kayu lengkung dan memiliki kisaran

volume balok 0,0432-0,072 m³.

Gading-gading dengan tipe round bottom terdapat pada posisi 11-22.

Jenis balok yang digunakan merupakan kombinasi antara 2Bı, 2B2, dan B1+B2.

Pada posisi gading-gading ini, balok yang digunakan berjumlah 24 batang kayu

lengkung dan memiliki kisaran volume balok 0,0576-0,0864 m³. Gading-gading

dengan tipe V bottom terdapat pada posisi 23-29 dengan jenis balok yang

digunakan A dan B1. Pada posisi gading-gading ini, balok yang digunakan

berjumlah empat batang kayu lengkung dengan volume 0,0432 m3dan tiga kayu

berbentuk V dengan volume 0,0366 m³.

Perhitungan pada Tabel 14 menunjukkan jumlah kayu yang digunakan

untuk membuat gading-gading adalah 49 batang kayu yaitu 3 kayu jenis A, 21

kayu jenis B1, dan 25 kayu jenis B2 dengan volume 1,737 m³ (Lampiran 3).

Tetapi pada saat penelitian dilakukan, kayu yang dipesan untuk pembuatan

gading-gading berjumlah 50 batang kayu dengan volume 1,7802 m3

(Lampiran 3). Kelebihan balok kayu biasanya digunakan sebagai cadangan

apabila terjadi salah potong dan terjadi kesalahan dalam pembuatan gading-

gading.

5.3.2 Berat dan volume kayu terbuang pada pembuatan gading-gading

Tingkat pemanfaatan material kayu dihitung dengan membandingkan

volume terpakai dan tidak terpakai dengan volume awal. Pada saat penelitian,

dilakukan penimbangan berat kayu untuk pembuatan gading-gading sehingga dari

berat tersebut dapat dihitung volumenya. Berat dan volume kayu tidak terpakai

pada proses pembuatan gading-gading disajikan pada Tabel 15. Berdasarkan

volume tidak terpakai maka akan diperoleh volume terpakai masing-masing kayu.

Contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 15 Berat dan volume terbuang tiap gading-gading

Posisi

gading-gading

ke-

Tipe

gading-gading

Berat terbuang

(kg)

Volume terbuang

(m³)

1 U bottom 2,2 0,0037

2 U bottom 2,5 0,0042

3 U bottom 5,2 0,0088

4 U bottom 5,7 0,0097

5 U bottom 6,4 0,0108

6 U bottom 5,2 0,0088

7 U bottom 4,4 0,0075

8 U bottom 4,1 0,0069

9 U bottom 4,5 0,0076

10 U bottom 5,2 0,0088

11 Round bottom 6,5 0,0110

12 Round bottom 6,4 0,0108

13 Round bottom 4,5 0,0076

14 Round bottom 5,2 0,0088

15 Round bottom 5,6 0,0095

16 Round bottom 7,8 0,0132

17 Round bottom 6,5 0,0110

18 Round bottom 5,3 0,0090

19 Round bottom 5,8 0,0098

20 Round bottom 6,4 0,0108

21 Round bottom 4,6 0,0078

22 Round bottom 6,5 0,0110

23 V bottom 1,2 0,0020

24 V bottom 2,2 0,0037

25 V bottom 1,8 0,0032

26 V bottom 5,2 0,0088

27 V bottom 2,7 0,0047

28 V bottom 5,3 0,0090

29 V bottom 12,8 0,0225

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, diketahui bahwa sisa kayu

terbanyak adalah gading-gading tipe V bottom. Hal ini terjadi karena pada

pembuatannya menggunakan kayu berbentuk V. Cara pengkonstruksian bentuk

ini lebih sulit dilakukan terutama pada bagian haluan yang berasal dari satu bagian

konstruksi.

5.3.3 Persentase volume kayu yang dipakai terhadap volume kayu awal

Tingkat pemanfaatan material kayu pada pembuatan gading-gading dapat

dihitung dengan membandingkan volume kayu terbuang. Perbandingan volume

pada gading-gading tipe U bottom, disajikan pada Gambar 32.

Gambar 32 Perbandingan volume terpakai dan volume awal

gading-gading tipe U bottom.

Warna hijau pada gambar di atas menunjukkan volume awal gading-

gading sedangkan warna kuning adalah volume terpakai gading-gading. Angka 1

hingga 10 merupakan angka yang menunjukkan posisi gading-gading tipe U

bottom. Adapun nilai 0 hingga 0,1 merupakan selang nilai yang digunakan untuk

menunjukkan volume awal dan volume terpakai.

Posisi gading-gading satu dan dua berada pada selang nilai relatif rendah.

Namun demikian, pada posisi gading-gading ketiga hingga kesepuluh mulai

memperlihatkan perubahan nilai. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan jumlah

material kayu yang digunakan untuk pembuatan gading-gading. Perbedaan ini

terlihat dari jumlah kayu yang digunakan, dimana gading-gading satu dan dua

menggunakan satu buah kayu sedangkan gading-gading ketiga dan kesepuluh

menggunakan dua buah kayu. Berdasarkan perhitungan didapatkan volume tidak

terpakai sebesar 0,0769 m³ yaitu 13,35% dan volume terpakai sebesar 0,4991 m3.

Dengan demikian, tingkat pemanfaatan balok kayu pada pembuatan gading-

gading tipe U bottom sebesar 86,64 % (Lampiran 5).

Gambar 33 Perbandingan volume terpakai dan volume awal

gading-gading tipe round bottom.

Sama halnya dengan Gambar 32, pada Gambar 33, angka 11 hingga 22

merupakan angka yang menunjukkan posisi gading-gading tipe round bottom.

Adapun nilai 0 hingga 0,1 merupakan selang nilai yang digunakan untuk

menunjukkan volume awal dan volume terpakai.

Pada gambar di atas, terlihat perubahan yang mencolok setelah posisi

gading-gading keenam belas. Hal ini dikarenakan ukuran kapal yang mulai

melebar. Berdasarkan perhitungan, didapatkan volume tidak terpakai sebesar

0,120 m³ yaitu 13,71% dan volume terpakai sebesar 0,7579 m3. Dengan

demikian, tingkat pemanfaatan balok kayu pada pembuatan gading-gading tipe

round bottom sebesar 86,28 % (Lampiran 6).

Gambar 34 Perbandingan volume terpakai dan volume awal

gading-gading tipe V bottom.

Keberadaan gading-gading tipe V bottom pada kapal ditunjukkan oleh

angka 23 hingga 29. Nilai 0 hingga 0,1 merupakan selang nilai yang digunakan

untuk menunjukkan volume awal dan volume terpakai. Gambar di atas,

memperlihatkan perubahan nilai yang berada pada selang nilai rendah. Hal ini

dikarenakan ukuran kapal yang mulai menyempit serta penggunaan balok kayu

yang mulai berkurang. Berdasarkan perhitungan, didapatkan volume tidak

terpakai sebesar 0,0539 m³ yaitu 19,08% dan volume terpakai sebesar 0,2287 m3.

Dengan demikian tingkat pemanfaatan balok kayu pada pembuatan gading-gading

tipe V bottom sebesar 80,92 % (Lampiran 7).

Tingkat pemanfaatan kayu pada pembuatan ke 29 gading-gading disajikan

pada Tabel 16. Presentase kayu yang terpakai dan terbuang dapat dilihat pada

Tabel 17.

Tabel 16 Persentase volume terpakai dan volume terbuang (%)

Posisi

gading-

gading

ke-

Tipe

gading-

gading

Vawal

(Va)

Vterbuang

(Vtb)

Vterpakai

(Vtp)

Persentase

Vtp/ Va

(%)

Vtb/ Va

(%)

1 U 0,0432 0,0037 0,0395 91,3685 8,6315

2 U 0,0432 0,0042 0,0390 90,1915 9,8085

3 U 0,0576 0,0088 0,0488 84,6987 15,3013

4 U 0,0576 0,0097 0,0479 83,2274 16,7726

5 U 0,0576 0,0108 0,0468 81,1676 18,8324

6 U 0,0576 0,0088 0,0488 84,6987 15,3013

7 U 0,0576 0,0075 0,0501 87,0527 12,9473

8 U 0,0576 0,0069 0,0507 87,9355 12,0645

9 U 0,072 0,0076 0,0644 89,4068 10,5932

10 U 0,072 0,0088 0,0632 87,7589 12,2411

11 Round 0,072 0,0110 0,0610 84,6987 15,3013

12 Round 0,072 0,0108 0,0612 84,9341 15,0659

13 Round 0,072 0,0076 0,0644 89,4068 10,5932

14 Round 0,072 0,0088 0,0632 87,7589 12,2411

15 Round 0,072 0,0095 0,0625 86,8173 13,1827

16 Round 0,0864 0,0132 0,0732 84,6987 15,3013

17 Round 0,0864 0,0110 0,0754 87,2489 12,7511

18 Round 0,0864 0,0090 0,0774 89,6030 10,3970

19 Round 0,072 0,0098 0,0622 86,3465 13,6535

20 Round 0,072 0,0108 0,0612 84,9341 15,0659

21 Round 0,0576 0,0078 0,0498 86,4642 13,5358

22 Round 0,0576 0,0110 0,0466 80,8734 19,1266

23 V 0,0432 0,0020 0,0412 95,2919 4,7081

24 V 0,0432 0,0037 0,0395 91,3685 8,6315

25 V 0,0366 0,0032 0,0334 91,3719 8,6281

26 V 0,0432 0,0088 0,0344 79,5982 20,4018

27 V 0,0366 0,0047 0,0319 87,0578 12,9422

28 V 0,0432 0,0090 0,0342 79,2059 20,7941

29 V 0,0366 0,0225 0,0141 38,6444 61,3556

Jumlah 1,7370 0,2514 1,4856 - -

Rata-rata - - - 85,53 % 14,47 %

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa pada umumnya persentase

Vterpakai/Vawal lebih besar dibandingkan dengan persentase Vterbuang/Vawal. Hal ini

menunjukkan bahwa pemanfaatan kayu untuk tiap gading-gading cukup

maksimal. Lain halnya pada gading-gading ke-29 dimana memiliki persentase

lebih kecil dibandingkan dengan persentase Vterpakai/Vawal. Hal ini dikarenakan,

pada posisi gading-gading tersebut terbuat dari kayu V yang digunakan untuk

membuat gading-gading tipe V bottom yang berasal dari satu bagian konstruksi.

Sehingga pada pembuatannya, banyak terjadi koreksi dan penggunaan material

yang tidak efektif.

Tabel 17 Persentase kayu terpakai dan terbuang (%)

Pemanfaatan Nilai (%)

P1 85,53 %

P2 14,47 %

P3 16,91 %

Σ 100 %

Keterangan :

P1 = Persentase antara kayu terpakai terhadap kayu yang diperuntukkan gading-gading

P2 = Persentase antara kayu tidak terpakai terhadap kayu yang diperuntukkan gading-gading

P3 = Persentase antara kayu tidak terpakai terhadap kayu terpakai gading-gading

Berdasarkan tabel persentase diatas, dapat dilihat nilai rasio yang

didapatkan pada kayu terpakai dengan kayu terbuang. Contoh perhitungan

disajikan pada Lampiran 8. Nilai 85,53 merupakan nilai persentase antara

volume kayu terpakai terhadap volume kayu yang digunakan untuk pembuatan

gading-gading (b/a). Nilai 14,47 menunjukkan nilai persentase antara volume

kayu tidak terpakai terhadap volume kayu yang digunakan untuk pembuatan

gading-gading (c/a). Sedangkan, nilai 16,91 menunjukkan nilai persentase antara

volume kayu tidak terpakai terhadap volume kayu terpakai (c/b). Dengan

demikian, dapat dikatakan bahwa tingkat pemanfaatan material pada pembuatan

gading-gading cukup efektif.

6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1) Proses pembuatan gading-gading di Galangan Kapal UD. Semangat

Untung masih dilakukan berdasarkan kebiasaan para pengrajin di daerah

tersebut;

2) Penentuan jenis kayu yang digunakan untuk pembuatan gading-gading

adalah berdasarkan kekuatan kayu dan harga yang terjangkau; dan

3) Tingkat pemanfaatan kayu untuk pembuatan gading-gading mencapai

85,53 %. Nilai ini menunjukkan bahwa penggunaan kayu untuk gading-

gading cukup efektif.

6.2 Saran

Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah:

1. Diperlukan penelitian lanjutan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan

pada bagian kapal yang lainnya sehingga diharapkan dapat mengetahui

nilai efisiensi penggunaan material; dan

2. Diperlukan penelitian serupa dengan objek yang sama di daerah yang lain

untuk mengetahui proses pembuatan gading-gading, cara penentuan jenis

kayu serta tingkat pemanfaatan material kayu.

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 1988. Petunjuk Pembuatan Perahu Kayu. Semarang: Balai

Pengembangan Penangkapan Ikan. Direktorat Jendral Perikanan,

Departemen Pertanian. 51 hal.

Arofik. 2007. Desain dan Konstruksi Kapal Payang di Pamekasan, Madura.

[Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan

Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut

Pertanian Bogor. Hal 58.

Ayuningsari, Ayu. 2007. Tekno Ekonomi Pembangunan Kapal Kayu Galangan

Kapal Rakyat di Desa Gebang, Cirebon, Jawa Barat [Skripsi] (tidak

dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Ayodhyoa, A.U. 1972. Craft and Gear. Jakarta: Correspondence Course Centre.

66 hal.

[BKI] Biro Klasifikasi Indonesia. 1989. Peraturan Konstruksi Kapal Kayu.

Jakarta: Biro Klasifikasi Indonesia. 112 hal.

Dohri, M. dan N.Soedjana. 1983. Kecakapan Bahari 1. Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah.

Jakarta. 113 hal.

Dumanauw, J.F.1990. Mengenal Kayu. Penerbit Yayasan Kanisius: Yogyakarta.

Fyson, J. 1985. Design of Small Fishing Vessels. Farnham, Surrey, England:

Fishing News Books. Hal 21-118.

Hadikusumo SA. 2001. Pola Pengembangan Jati Rakyat dan Sifat Fisik serta

Mekanika Kayu Gergajiannya. Buletin Kehutanan, Fakultas Kehutanan

Universitas Gajah Mada. Hal.1-14.

Iskandar, B. H. 1990. Studi Tentang Desain dan Konstruksi Kapal Gillnet di

Indramayu [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen

Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 153 hal.

Iskandar, B. H. 1997. Studi Tentang Desain Kapal Kayu Mina Jaya BPPT 01

[Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Iskandar, B.H. dan Y. Novita. 1997. Penuntun Praktikum Kapal Perikanan.

Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 64 Hal.

Iskandar, B.H. dan Y. Novita. 2000. Tingkat Teknologi Pembangunan Kapal Ikan

Kayu Tradisional di Indonesia. Buletin PSP Volume IX No.2. Bogor:

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hal 53-67.

Mandang, Y.I dan I.K.N. Pandit. 1997. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di

Lapangan. Bogor: Yayasan Prosea dan Pusat Diklat Pegawai dan SDM

Kelautan. 62 hal.

Martawijaya A, Kartasujana I, Kosasi K, Soewanda AP. 1981. Atlas Kayu

Indonesia. Jilid I. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.

Nomura, M. and T. Yamazaki. 1975. Fishing Techniques I. Tokyo: Japan

International Cooperation Agency. Hal 175-206.

Nurani et al. 2009. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bogor: Departemen

Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pasaribu, B. P. 1985. Keadaan Umum Kapal Ikan di Indonesia. Prosiding Seminar

Kapal Ikan di Indonesia dalam Rangka Implementasi Wawasan Nusantara.

Institut Pertanian Bogor. 106 hal.

Pasaribu, B.P. 1987. Material Kayu Utuh dan Kayu Sambungan untuk Konstruksi

Kapal Penangkap Ikan. Buletin PSP Volume I No.2. Bogor: Departemen

Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hal 30-46.

Purba, R.F.B. 2004. Kajian Tekno-ekonomi Kapal Gillnet Material Kayu di

Karangantu, Kabupaten Serang, Propinsi Banten. [Skripsi] (tidak

dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hal 9-10.

Rahman, A.F. 2009. Tingkat Keakurasian Konstruksi Gading-gading Kapal Kayu

Galangan Kapal UD. Semangat Untung di Desa Tanah Beru, Bulukumba,

Sulawesi Selatan. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen

Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Rouf, A.R.A. 2004. Bentuk Kasko Kapal dan Pengaruhnya Terhadap Tahanan

Kasko Kapal Ikan. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen

Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hal 3-9.

Soegiono. 2006. Kamus Teknik Perkapalan Edisi Keempat. Surabaya: Airlangga

University Press. 290 hal.

Soekarsono, N.A. 1994. Pengantar Bangunan Kapal dan Ilmu Kemaritiman.

Jakarta: Pamator Pressindo. Hal 99-136.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1999. Kamus

Besar Bahasa Indonesia. Edisi kedua. Cetakan ke-10. Jakarta: Balai

Pustaka. 1278 hal.

DAFTAR ISTILAH

1) LOA (length over all) : panjang total kapal, merupakan jarak horizontal

kapal yang diukur mulai dari titik terdepan dari linggi haluan sampai

dengan titik terbelakang dari buritan.

Ukuran panjang total kapal (LOA) (Sumber : Dohri dan Soedjana, 1983)

2) LPP (length perpendicular) : jarak horizontal yang dihitung dari garis

tegak haluan sampai dengan garis tegak buritan. Garis tegak haluan (Fore

Perpendicular) ialah garis khayal yang terletak tegak lurus pada

perpotongan antara Lwl dan badan kapal pada bagian haluan. Sedangkan

yang dimaksud dengan garis tegak buritan (After Perpendicular) ialah

sebuah garis khayal yang terletak pada badan kapal bagian buritan atau

berada di belakang poros kemudi (bagi kapal yang memiliki poros

kemudi).

Ukuran panjang garis tegak (LPP)

(Sumber : Dohri dan Soedjana, 1983)

3) LWL (length of water line) : jarak horizontal pada kapal yang dihitung

dari titik perpotongan antara garis air (water line) dengan linggi haluan

sampai dengan titik perpotongan antara garis air dengan linggi buritan.

Panjang garis air (LWL)

(Sumber : Dohri dan Soedjana, 1983)

4) Lebar kapal (Breadth/B)

Lebar kapal pada umumnya dibedakan menjadi 2 macam yaitu :

• Lebar terbesar atau Bmax (Breadth maximum), adalah jarak

horizontal pada lebar kapal yang terbesar, dihitung dari salah satu

sisi terluar (sheer) yang satu ke sisi (sheer) lainnya yang

berhadapan.

• Lebar dalam atau Bmoulded (Breadth moulded), adalah jarak

horizontal pada lebar kapal yang terbesar, diukur dari bagian dalam

kulit kapal yang satu ke bagian dalam kulit kapal lainnya yang

berhadapan.

Lebar kapal

(Sumber : Dohri dan Soedjana, 1983)

5) D (depth) : dalam kapal yang diukur secara vertikal dari dasar (base line)

sampai deck freeboard pada penampang melintang tengah kapal.

6) d (draft) : dalam benam kapal (sarat) yang diukur dari base line sampai

load water line.

Dalam kapal

(Sumber : Dohri dan Soedjana, 1983)

7) Berat Jenis : Perbandingan berat dan volume kayu (B/V) dalam keadaan

kering udara

8) Kelas Kuat (KK) : Pengelompokan kayu berdasarkan berat jenis (BJ) kayu

tersebut. Nilai ini menunjukan tingkat kekuatan kayu.

9) Kelas Awet (KA) : Klasifikasi kayu berdasarkan daya tahan terhadap

serangan jamur, rayap dan organisme perusak lainnya. Nilai ini

menunjukan tingkat keawetan kayu.

LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian

FORM-1

PENGRAJIN KAPAL KAYU

TINGKAT PEMANFAATAN MATERIAL KAYU

PADA PEMBUATAN GADING – GADING DI GALANGAN KAPAL

RAKYAT UD.SEMANGAT UNTUNG, DESA TANAH BERU

BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN

Nama Responden : Tanggal : ……………………

Pewawancara : ……………………

…………………..

Tanda Tangan : ……………………

Lampiran 1 Lanjutan

Form-1 PENGRAJIN KAPAL KAYU

A. IDENTITAS RESPONDEN DAN USAHA / KEGIATAN

I. Identitas Responden

1.1 Nama Responden : ……………………….

1.2 Jenis Kelamin : Pria / Wanita

1.3 Umur : ……. tahun

1.4 Pendidikan Terakhir : SD / SLTP / SLTA / SM / S1 ; Tamat / Tidak

1.5 Asal Daerah : ……………………….

1.6 Status Nelayan :

1). Nelayan pemilik atau Pengusaha penangkapan

2). Buruh Nelayan

1.7 Status Pekerjaan : Penuh / Sambilan Utama / Sambilan Tambahan

2. Galangan Kapal

2.1 Keadaan Umum Lokasi

1) Letak :

2) Kelurahan :

3) Kecamatan :

4) Kota :

5) Kondisi penelitian :

6) Obyek wisata :

3. Identitas Usaha / Kegiatan

3.1 Nama Usaha / Nama Galangan : ……………………….

3.2 Jenis Usaha :

3.3 Tahun Berdiri :

3.4 Kepemilikan Lahan :

3.5 Bentuk / Status Usaha :

Lampiran 1 Lanjutan

1). Perseorangan

2). Badan Hukum Usaha (CV, PT, BUMN)

3). Koperasi

4). Yayasan

3.6 Ukuran Kapal yang Biasa dibuat :

3.7 Jenis Kapal yang dibuat berdasarkan mesin :

3.8 Kekuatan Mesin :

Merek :

3.9 Jenis kapal berdasarkan bahan/material :

B. GALANGAN KAPAL

1. Ukuran kapal yang biasa dibuat :

� GT : ..................................................................................................

� LOA : .................................................................................................

� B : .................................................................................................

� D : .................................................................................................

Jenis Mesin* : Out board / In board

Kekuatan mesin : ...............................................................................

2. Jumlah kapal yang dibuat dalam 1 tahun : …………………….. Unit

3. Jumlah kapal yang direparasi dalam 1 tahun : …………………. Unit

4. SDM (Sumber Daya Manusia)

i. Jumlah total pegawai : …………………………………………….

ii. Pendidikan terendah : …………………………………………….

iii. Pendidikan tertinggi : …………………………………………….

iv. Jumlah pegawai khusus / ahli untuk pembuatan kapal : ………….

v. Pendidikan terakhir : ……………………………………………...

vi. Asal daerah : ……………………………………………………...

5. Apakah ada pembagian kerja secara khusus kepada setiap tenaga kerja ?

(Ya / Tidak)

Lampiran 1 Lanjutan

6. Apakah ada keahlian lain selain membuat kapal ?

(Ya / Tidak)

Jika ya, sebutkan : ……………………………………………………..

7. Berapa upah yang diterima oleh para tenaga kerja ?

� Tenaga kerja tetap :

� Tenaga kerja tidak tetap :

8. Bagaimana prosedur dalam pemberian upah ?

� Tenaga kerja tetap :

� Tenaga kerja tidak tetap :

9. Apakah ada sistem borongan dalam pembuatan kapal ?

(Ya / Tidak)

Jika ada, berapa tenaga kerja yang dibutuhkan ?

Berapa total biaya yang dikeluarkan ?

10. Waktu bekerja :……………………………………………………..

11. Apakah ada beban biaya listrik pada galangan kapal ?

(Ya / Tidak)

Berapa besarnya ?..................................................................................

C. TEKNOLOGI PEMBUATAN KAPAL

1. Apakah dalam pembuatan kapal terlebih dahulu dibuat rancangannya ?

(Ya / Tidak)

� Rancangan Umum : (Ya / Tidak)

� Lines Plan : (Ya / Tidak)

� Detail konstruksi : (Ya / Tidak)

� Gambar dan dokumentasi perencanaan pembangunan kapal : (Ya / Tidak)

Jika ya, siapa yang membuat ?...............................................................

2. Jika tidak dilengkapi rancangan, pembuatannya didasarkan pada apa ?

…………………………………………………………………………

Lampiran 1 Lanjutan

3. Alat – alat apa saja yang digunakan dalam pembangunan kapal secara

keseluruhan ?

a)

b)

c)

d)

e)

f)

g)

h)

i)

j)

k)

l)

D. KAPAL YANG DIKAJI

1. Dimensi utama :

LOA : …………………………………………………………….

LPP : …………………………………………………………….

B : …………………………………………………………….

LWL : …………………………………………………………….

D : …………………………………………………………….

d : …………………………………………………………….

GT : …………………………………………………………….

Mesin: a. Jenis : Outboard / Inboard

b. Merk : ……………………………………

c. Kekuatan : ……………………………………

2. Umur kapal : …………………………………………………..

Lampiran 1 Lanjutan

3. Digunakan untuk mengoperasikan API jenis apa saja ?

…………………………………………………………………..

…………………………………………………………………..

4. Bagaimana cara menghitung GT ?

……………………………………………………………………

……………………………………………………………………

5. Panjang lunas : …………………………………………………..

6. Jumlah gading – gading : ……………………………………………

7. Jenis kayu yang digunakan :

Konstruksi Jenis Kayu

Haluan

Buritan

Gading – gading

Lunas

Dll

8. Mengapa memilih kayu tersebut ?

……………………………………………………………………….

……………………………………………………………………….

9. Apa ada substitusi ?................................................................................

………………………………………………………………………..

10. Asal perolehan kayu (dibeli langsung dari hutan atau dibeli dari toko) ?:

…………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………

11. Jarak keberadaan kayu dari Galangan (di sekitar, luar kecamatan, atau

bahkan di luar pulau ) ? ………………………………………………..

12. Dijual dalam bentuk apa saja ?

………………………………………………………………………...

Lampiran 1 Lanjutan

13. Harga kayu ? …………………………………………………………...

14. Jumlah total kayu yang digunakan dalam pembuatan kapal …………. m3

15. Jumlah total kayu yang digunakan dalam pembuatan kasko kapal ……m3

16. Apakah yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan kayu bagi :

1. Owner ……………………………………………………......

2. Galangan …………………………………………………….....

17. GADING – GADING

1. Jenis kayu untuk gading – gading : ……………………………………….

2. Jumlah kayu yang diperlukan :…………………………………………….

3. Sebelum kayu digunakan, apakah ada perlakuan khusus ?

Bila ada, bagaimana tahapannya ?

…………………………………………………………………………….

……………………………………………………………………………..

4. Bagaimana cara pembuatan setiap gading – gading ?

1. Dari 1 kayu

2. Dari 2 kayu

3. Lainnya

:……………………………………………………………..

5. Bagaimana teknik pemotongan setiap gading – gading ?

……………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………

6. Bagaimana cara membuat lengkungan gading – gading ?

…………………………………………………………………………....

…………………………………………………………………………….

7. Bagaimana cara menentukan posisi gading – gading ?

…………………………………………………………………………….

…………………………………………………………………………….

Lampiran 1 Lanjutan

8. Bagaimana cara penyambungan gading – gading ? apakah menggunakan

� Lem

� Baut

� Paku

� Pasak

� Lainnya :……………………………………………………………….

9. Alat – alat apa yang digunakan untuk membuat gading – gading ?

a)

b)

c)

10. Ukuran gading-gading :

No.

Gading

– gading

Dimensi Bentuk Berat

Potongan Panjang

(p)

Lebar

(l)

Tebal

(t)

Lampiran 1 Lanjutan

11. Jumlah total kayu yang digunakan untuk gading – gading : ……………… m3

12. Bentuk & ukuran kayu material pembuat gading :

1. Balok , ukuran : …………. x ……………. x …………….

2. Papan, ukuran : …………. x ……………. x …………….

3. Lainnya,…………ukuran: …………. x ……………. x …………….

13. Cara pemotongan kayu untuk gading – gading :

1. Menggunakan pola, kemudian dijiplak ke kayu lalu dipotong.

2. Kayu digambar (tanpa pola), kemudian dipotong.

3. Langsung dipotong (tanpa pola dan gambar).

14. Apakah dalam pemotongan kayu untuk gading – gading terdapat kesalahan

pemotongan ? (Ya/tidak)

Jika Ya, apa bentuk kesalahannya ?

1. Terlalu melengkung

2. Terlalu pendek

3. Lebar (kurang lebar / terlalu lebar)

4. Tebal (kurang tebal / terlalu tebal)

Apa tindakan yang dilakukan jika :

a. Terlalu melengkung :a. mengganti dengan kayu baru

b. Memperbaiki kelengkungan pada kayu yang sama

c. Menambah dengan kayu lain

d. Dibiarkan

e. Lainnya …………………….

b. Terlalu pendek : a. Mengganti dengan kayu baru

b. Menambah dengan kayu lain dengan cara disambung

dengan menggunakan (lem/paku/lainnya …………

c. Dibiarkan

d. Lainnya, ………………………………..….

Lampiran 1 Lanjutan

c. Lebar, Kurang Lebar : a. Mengganti dengan kayu baru

b. Menambah dengan kayu lain dengan cara

disambung dengan menggunakan

(lem/paku/lainnya ………… …………. )

c. Dibiarkan

d. Lainnya, ………………………….

d. Lebar, Terlalu Lebar: a. Dipotong lagi

b. Dibiarkan

c. Lainnya, …………………………..

e. Tebal, Kurang Tebal : a. Mengganti dengan kayu baru

b. Menambah dengan kayu lain dengan cara

disambung dengan menggunakan

(lem/paku/lainnya ………… …………. )

c. Dibiarkan

d. Lainnya, …………………………..

f. Tebal, Terlalu Tebal : a. Dipotong lagi

b. Dibiarkan

c. lainnya …………………………….

15. Apakah potongan sisa digunakan kembali ? (Ya / Tidak)

Jika, Ya : potongan tersebut digunakan untuk :

1. Menambal ………………..

2. Untuk bangunan konstruksi yang lebih kecil (seperti :

………………….,)

3. Lainnya, ………………….

Lampiran 1 Lanjutan

16. Jika no. 15 “Ya”, berapa % potongan sisa yang dapat digunakan kembali ?

…………………………%

17. Tingkat pemanfaatan kayu pada pembuatan gading-gading

Posisi

Gading-

Gading

ke-

Bentuk

Gading-Gading

Balok Kayu Berat

Terbuang

(kg)

Volume Σ Jenis

Lampiran 2 Peralatan yang digunakan dalam pembuatan gading-gading

(1) Kapak panjang (2) Kapak duduk

(3) Gergaji kayu (4) Pahat

(5) Pasak (6) Palu kayu

Lampiran 2 Lanjutan

(7) Palu besi (8) Singkolo

(9) Bacci (10) Golok

(11) Alat ukur (12) Mal besi

Mal besi

Lampiran 2 Lanjutan

(13) Bor listrik (14) Ketam listrik

Lampiran 3 Volume gading-gading yang diperuntukkan dan digunakan pada pembuatan gading-gading

Jenis Bentuk Volume kayu/gading-gading

(m³) Σ

Volume gading-gading

(volume kayu/gading-gading x Σ)

A V 0,0366 3 0,1096 m³

B

Bı Lengkung

0,0432 22 0,9504 m³

B2 0,0288 25 0,72 m³

Σ 50 1,7802 m³

Jenis Bentuk Volume kayu/gading-gading

(m³) Σ

Volume gading-gading

(volume kayu/gading-gading x Σ)

A V 0,0366 3 0,1098 m³

B

Bı Lengkung

0,0432 21 0,9072 m³

B2 0,0288 25 0,72 m³

Σ 49 1,737 m³

Dari perhitungan diatas, dapat diketahui :

Volume kayu yang dipesan-volume kayu yang digunakan sebesar = (1,7802 - 1,737) m³

= 0,0432 m³

Lampiran 4 Perhitungan tingkat pemanfaatan gading-gading

Posisi

gading-

gading

ke-

Tipe

gading-

gading

Balok kayu Berat

terbuang

(kg)

Vterbuang

(m3)

Vterpakai

(m3) Vawal

(m3)

Σ Jenis

1 U 0,0432 1 Bı 2,2 0,0037 0,0395

2 U 0,0432 1 Bı 2,5 0,0042 0,0390

3 U 0,0576 2 2B2 5,2 0,0088 0,0488

4 U 0,0576 2 2B2 5,7 0,0097 0,0479

5 U 0,0576 2 2B2 6,4 0,0108 0,0468

6 U 0,0576 2 2B2 5,2 0,0088 0,0488

7 U 0,0576 2 2B2 4,4 0,0075 0,0501

8 U 0,0576 2 2B2 4,1 0,0069 0,0507

9 U 0,072 2 Bı+B2 4,5 0,0076 0,0644

10 U 0,072 2 Bı+B2 5,2 0,0088 0,0632

11 Round 0,072 2 Bı+B2 6,5 0,0110 0,0610

12 Round 0,072 2 Bı+B2 6,4 0,0108 0,0612

13 Round 0,072 2 Bı+B2 4,5 0,0076 0,0644

14 Round 0,072 2 Bı+B2 5,2 0,0088 0,0632

15 Round 0,072 2 Bı+B2 5,6 0,0095 0,0625

16 Round 0,0864 2 2Bı 7,8 0,0132 0,0732

17 Round 0,0864 2 2Bı 6,5 0,0110 0,0754

18 Round 0,0864 2 2Bı 5,3 0,0090 0,0774

19 Round 0,072 2 Bı+B2 5,8 0,0098 0,0622

20 Round 0,072 2 Bı+B2 6,4 0,0108 0,0612

21 Round 0,0576 2 2B2 4,6 0,0078 0,0498

22 Round 0,0576 2 2B2 6,5 0,0110 0,0466

23 V 0,0432 1 Bı 1,2 0,0020 0,0412

24 V 0,0432 1 Bı 2,2 0,0037 0,0395

25 V 0,0366 1 A 1,8 0,0032 0,0334

26 V 0,0432 1 Bı 5,2 0,0088 0,0344

27 V 0,0366 1 A 2,7 0,0047 0,0319

28 V 0,0432 1 Bı 5,3 0,0090 0,0342

29 V 0,0366 1 A 12,8 0,0225 0,0141

Σ 1,7370 49 0,2514 1,4856

Contoh Perhitungan

Gading-gading posisi 1 (Tipe U bottom) :

Diket : Volume awal gading-gading = 0,0432 m3

Berat terbuang = 2,2 kg = 2200 gr

Berat Jenis (BJ) Kayu Jati = 0,59 gr/cm3

Untuk mendapatkan nilai volume terbuang :

BJ = B/V V=B/BJ

= 2200 gr / 0,59 gr/cm3

= 3700 cm

3

= 0,0037 m

3

Volume terpakai didapatkan dengan rumus :

Vterpakai = Vawal – Vterbuang

= (0,0432 – 0,0037) m3

= 0,0395 m3

Gading-gading posisi 13 (Tipe round bottom) :

Diket : Volume awal gading-gading = 0,072 m3

Berat terbuang = 4,5 kg = 4500 gr

Berat Jenis (BJ) Kayu Jati = 0,59 gr/cm3

Untuk mendapatkan nilai volume terbuang :

BJ = B/V V=B/BJ

= 4500 gr / 0,59 gr/cm3

= 7600 cm

3

= 0,0076 m

3

Volume terpakai didapatkan dengan rumus :

Vterpakai = Vawal – Vterbuang

= (0,072 – 0,0076) m3

= 0,0644 m3

Gading-gading posisi 27 (Tipe V bottom) :

Diket : Volume awal gading-gading = 0,0366 m3

Berat terbuang = 1,8 kg = 1800 gr

Berat Jenis (BJ) Kayu bitti = 0,57 gr/cm3

Untuk mendapatkan nilai volume terbuang :

BJ = B/V V=B/BJ

= 1800 gr / 0,57 gr/cm3

= 3200 cm

3

= 0,0032 m

3

Volume terpakai didapatkan dengan rumus :

Vterpakai = Vawal – Vterbuang

= (0,0366 – 0,0032) m3

= 0,0334 m3

Lampiran 5 Tingkat pemanfaatan material pada gading-gading tipe U bottom

Posisi

gading-

gading

ke-

Tipe

gading-

gading

Balok kayu Berat

terbuang

(kg)

Vterbuang

(m3)

Vterpakai

(m3)

Persentase

Vawal

(m3)

Σ Jenis ������������������

����������

(%)

������������������

����������

(%)

1 U 0,0432 1 Bı 2,2 0,0037 0,0395 91,3685 8,6315

2 U 0,0432 1 Bı 2,5 0,0042 0,0390 90,1915 9,8085

3 U 0,0576 2 2B2 5,2 0,0088 0,0488 84,6987 15,3013

4 U 0,0576 2 2B2 5,7 0,0097 0,0479 83,2274 16,7726

5 U 0,0576 2 2B2 6,4 0,0108 0,0468 81,1676 18,8324

6 U 0,0576 2 2B2 5,2 0,0088 0,0488 84,6987 15,3013

7 U 0,0576 2 2B2 4,4 0,0075 0,0501 87,0527 12,9473

8 U 0,0576 2 2B2 4,1 0,0069 0,0507 87,9355 12,0645

9 U 0,072 2 Bı+B2 4,5 0,0076 0,0644 89,4068 10,5932

10 U 0,072 2 Bı+B2 5,2 0,0088 0,0632 87,7589 12,2411

Σ 0,576 0,0769 0,4991 86,6408 13,3592

Contoh Perhitungan

Gading-gading posisi 1 (Tipe U bottom) :

% Kayu terpakai = (kayu terpakai / kayu awal ) x 100 %

= (0,0395/0,0432) x 100 %

= 91, 3685 %

% Kayu terbuang = (kayu terbuang / kayu awal ) x 100 %

= (0,0037/0,0432) x 100 %

= 8,6315 %

Lampiran 6 Tingkat pemanfaatan material pada gading-gading tipe round bottom

Posisi

gading-

gading

ke-

Tipe

gading-

gading

Balok kayu Berat

terbuang

(kg)

Vterbuang

(m3)

Vterpakai

(m3)

Persentase

Vawal

(m3)

Σ Jenis ������������������

����������

(%)

������������������

����������

(%)

11 Round 0,072 2 Bı+B2 6,5 0,0110 0,0610 84,6987 15,3013

12 Round 0,072 2 Bı+B2 6,4 0,0108 0,0612 84,9341 15,0659

13 Round 0,072 2 Bı+B2 4,5 0,0076 0,0644 89,4068 10,5932

14 Round 0,072 2 Bı+B2 5,2 0,0088 0,0632 87,7589 12,2411

15 Round 0,072 2 Bı+B2 5,6 0,0095 0,0625 86,8173 13,1827

16 Round 0,0864 2 2Bı 7,8 0,0132 0,0732 84,6987 15,3013

17 Round 0,0864 2 2Bı 6,5 0,0110 0,0754 87,2489 12,7511

18 Round 0,0864 2 2Bı 5,3 0,0090 0,0774 89,6030 10,3970

19 Round 0,072 2 Bı+B2 5,8 0,0098 0,0622 86,3465 13,6535

20 Round 0,072 2 Bı+B2 6,4 0,0108 0,0612 84,9341 15,0659

21 Round 0,0576 2 2B2 4,6 0,0078 0,0498 86,4642 13,5358

22 Round 0,0576 2 2B2 6,5 0,0110 0,0466 80,8734 19,1266

Σ 0,8784 0,1205 0,7579 86,2809 13,7191

Contoh Perhitungan

Gading-gading posisi 13 (Tipe round bottom) :

% Kayu terpakai = (kayu terpakai / kayu awal ) x 100 %

= (0,0644/0,072) x 100 %

= 89,4068 %

% Kayu terbuang = (kayu terbuang / kayu awal ) x 100 %

= (0,0076/0,072) x 100 %

= 10,5932 %

Lampiran 7 Tingkat pemanfaatan material pada gading-gading tipe V bottom

Posisi

gading-

gading

ke-

Tipe

gading-

gading

Balok kayu Berat

terbuang

(kg)

Vterbuang

(m3)

Vterpakai

(m3)

Persentase

Vawal

(m3)

Σ Jenis ������������������

����������

(%)

������������������

����������

(%)

23 V 0,0432 1 Bı 1,2 0,0020 0,0412 95,2919 4,7081

24 V 0,0432 1 Bı 2,2 0,0037 0,0395 91,3685 8,6315

25 V 0,0366 1 A 1,8 0,0032 0,0334 91,3719 8,6281

26 V 0,0432 1 Bı 5,2 0,0088 0,0344 79,5982 20,4018

27 V 0,0366 1 A 2,7 0,0047 0,0319 87,0578 12,9422

28 V 0,0432 1 Bı 5,3 0,0090 0,0342 79,2059 20,7941

29 V 0,0366 1 A 12,8 0,0225 0,0141 38,6444 61,3556

Σ 0,2826 0,0539 0,2287 80,9235 19,0765

Contoh Perhitungan

Gading-gading posisi 27 (Tipe V bottom) :

% Kayu terpakai = (kayu terpakai / kayu awal ) x 100 %

= (0,0334/0,0366) x 100 %

= 91, 3719 %

% Kayu terbuang = (kayu terbuang / kayu awal ) x 100 %

= (0,0032/0,0366) x 100 %

= 8,6281 %

Lampiran 8 Persentase tingkat pemanfaatan material kayu

Volume yang diperuntukkan gading-gading (a) = 1,7370 m³

Volume terpakai (b) = 1,4856 m³

Volume tidak terpakai (c) = 0,2514 m³

Berdasarkan nilai a, b, dan c maka dapat diketahui persentase tingkat pemafaatan material kayu sebagai berikut:

Pemanfaatan Nilai (%)

P1 85,53 %

P2 14,47 %

P3 16,91 %

Σ 100 %

Keterangan : a = Volume kayu yang diperuntukkan gading-gading

b = Volume kayu terpakai pada pembuatan gading-gading

c = Volume kayu tidak terpakai pada pembuatan gading-gading

Contoh Perhitungan

Diket : Vyang diperuntukkan gading-gading (a) = 1,7370 m³

Vterpakai (b) = 1,4856 m³

Vtidak terpakai (c) = 0,2514 m³

Untuk mengetahui tingkat pemanfaatan kayu yang digunakan, maka digunakan perhitungan:

� Vterpakai / Vyang diperuntukkan gading-gading (b/a) = (1,4856/1,7370) m³

= 85,53 %

� Vtidak terpakai / Vyang diperuntukkan gading-gading (c/a) = (0,2514 /1,7370) m³

= 14,47 %

� Vtidak terpakai / Vterpakai (c/b) = (0,2514 /1,4856) m³

= 16,91 %