Upload
vudung
View
228
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
TINGKAT PENGETAHUAN ANAK REMAJA TERHADAP TRADISI
GONDANG SABANGUNAN DI KECAMATAN BALIGE KABUPATEN
TOBA SAMOSIR
SKRIPSI SARJANA
DIAJUKAN
O
L
E
H
INDRI KESUMA PARDEDE
140707021
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2018
2
TINGKAT PENGETAHUAN ANAK REMAJA TERHADAP TRADISI
GONDANG SABANGUNAN DI KECAMATAN BALIGE KABUPATEN
TOBA SAMOSIR
OLEH
Nama :INDRI KESUMA PARDEDE
NIM :140707021
Skripsi Sarjana ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian
Sarjana Seni (S.Sn) dalam bidang Etnomusikologi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI
2018
3
DISETUJUI OLEH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4
5
PERNYATAAN:
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan
Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang dipernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam skripsi ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, September 2018
INDRI KESUMA PARDEDE
140707021
6
ABSTRAK
Skripsi sarjana ini berjudul “Tingkat Pengetahuan Anak Remaja Terhadap
Tradisi Gondang Sabangunan di Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir”.
Pengetahuan remaja mengenai kebudayaan lokal khususnya tradisi Gondang
Sabangunan cukup kurang. Ini disebabkan karena faktor kemajuan teknologi
dimasa sekarang membuat keinginan anak remaja berkurang untuk mengetahui
tradisinya sendiri, selain itu juga faktor keluarga yang kurang dalam
mentransmisikan tradisi Gondang Sabangunan ini sehingga tingkat pengetahuan
anak remaja terhadap tradisi ini cukup berkurang. Tujuan dari penelitian ini antara
lain untuk mengetahui secara pasti tingkat pengetahuan anak remaja terhadap
tradisi Gondang Sabangunan dan untuk mengetahui sebenarnya faktor – faktor apa
saja yang mempengaruhi tingkat pengetahua anak remaja terhadap tradisi Gondang
Sabangunan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
analisis dengan pendekatan kuantitatif, yaitu penelitian yang kemudian diolah dan
dianalisis untuk diambil kesimpulan. Pengumpulan data menggunakan metode
observasi, angket, setelah data masuk maka langkah selanjutnya adalah coding,
setelah itu dimasukkan pada table distribusi bergolong dan diprosentasikan
akhirnya data itu diuji validitasnya.
Berdasarkan hasil analisi data yang diambel dari SMP Negeri 4 Balige
banyaknya sampel adalah 87 orang maka pada table distribusi bergolong
presentasenya dapat kita lihat kelas interval diatas 67 (tinggi) ada 32,18% dengan
28 responden, kelas interval 33-67 (sedang) ada 66,67% dengan 58 responden dan
kelas interval dibawah 33 (rendah) ada 1,15% dengan 1 responden. Rekapitulasi
rata-rata perolehan skor 16,6. Sesuai dengan kategori distribusi bergolong
perolehan skor 16,6 menempati rentang 33– 67(sedang). Berdasarkan hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa rata-rata tingkat pengetahuan anak remaja
terhadap tradisi Gondang Sabangunan cukup baik (sedang) .Faktor ekstern dirasa
masih kurang mendukung untuk menarik minat dan pengetahuan.
Maka kesimpulan dari tingkat pengetahuan dari sini dapat kita ketahui
bahwa rata-rata pengetahuan cukup baik (sedang), bahkan hanya dalam tingkatan
tahu (know) saja belum sampai pada tingkatan memahami (comprehension),
aplikasi (aplication), analisis, sintesis, evaluasi dan faktor ekstern siswa kurang
mendukung.
Kata Kunci: tingkat pengetahuan, anak remaja, tradisi, Gondang Sabangunan.
7
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena kasih
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul yang diangkat
penulis adalah Tingkat Pengetahuan Anak Remaja Terhadap Ansambel Gondang
Sabangunan di Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir.
Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memperoleh gelar sarjana di jurusan
Etnomusikologi, Universitas Sumatera Utara. Selain itu penulis berharap tulisan ini
dapat bermanfaat bagi pembaca, baik itu mahasiswa/mahasiswi Etnomusikologi,
maupun yang membutuhkan referensi mengenai yang berkaitan dengan judul.
Adapun demikian, penyusunan skripsi ini dapat selesai akibat campur tangan dari
berbagai pihak. Untuk itu saya ucapkan terima kasih terkhusus kepada Ayah saya
Tommy Hotma Daulat Pardede, Ibu saya Kesuma Hati Br. Ginting yang selalu
mendoakan dan memotivasi saya untuk menyelesaikan skripsi ini dan Abang saya
Abraham Stanley Marino Pardede, Anggi Gunawan Pratama Pardede serta Kakak
saya Rosa Amelia Christina Pardede yang selalu mendukung dan memberikan
perhatiannya.
Terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Runtung Sitepu, M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara.
2. Bapak Budi Agustono, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Sumatera Utara.
8
3. Ibu Arifninetrirosa, SST., M.A., selaku ketua program studi dan Bapak Drs.
Bebas Sembiring, M.Si. selaku sekretaris program studi Etnomusikologi
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.
4. Bapak Prof. Drs. Mauly Purba, M.A., Ph.D., selaku Wakil Dekan I Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing I
yang telah banyak mengarahkan dan meluangkan waktu dalam
penyempurnaan skripsi ini.
5. Ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd. selaku Wakil Dekan II Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing II yang
telah meluangkan waktu dan memberikan masukan untuk penyelesaian
skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara
Bapak Prof. Mauly Purba, M.A.,Ph.D, Bapak Drs. Irwansyah Harahap,
M.A., Ibu Drs. Rithaony Hutajulu, M.A., Bapak Drs. Fadlin, M.A., Bapak
Drs. Bebas Sembiring, M.Si., Ibu Arifni Netrosa, SST,M.A., Ibu Dra. Frida
Deliana, M.Si., Ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd., Bapak Drs. Perikuten
Tarigan, M.Si., Bapak Drs. Dermawan Purba, M.Si., dan Bapak Drs.
Torang Naiborhu, M.Hum. yang telah memberikan banyak ilmu selama
penulis menjalani pendidikan,
7. Bapak Eka Danta J. Ginting, M.A, selaku Wakil Dekan I Fakultas Psikologi
Universitas Sumatera Utara yang membantu dan memberikan masukan
bagi penulis dalam pengerjaan skripsi ini.
9
8. Seluruh informan Bapak, Ibu guru, adik-adik SMP Negeri 4 Balige, Bistok
Silaban, Marthin Sianturi, dan Roy Sibarani yang telah membantu penulis
dalam penelitian.
9. Department Junior Church (JC) Keluarga Besar GBI Medan Plaza
terkhusus buat Maria Elisa Purba, Ela Grace Tasya Sigalingging, Natasia
Fergina Bangun, Eradh Ragil Alex Sigalingging, Samuel Ebenezer
Situmorang, Reinhard Bonkey Siahaan, Samuel Baktiar Sihite, Gabriella
Sitepu, Jovi Ananta Bangun yang selalu memberikan dukungan dalam
proses skripsi ini juga buat adik-adik JC Lidya Febrianti Sihombing dan
Jeremy Angelo Gunawan yang selalu memberikan semangat dan doanya
untuk penulis.
10. Seluruh teman-teman 2014 Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara terkhusus Jhonson Pasaribu, Reinhard
Hutapea, Hendri Tindaon, Adi Candra Silitonga, Septi Arsila Saragih,
Anantha Sitio dan Marimar Simanihuruk.
Medan, September 2018
Penulis,
Indri Kesuma Pardede
140707021
10
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... i
PERSETUJUAN DEPARTEMEN ........................................................ ii
PENGESAHAN FAKULTAS ................................................................ iii
PERNYATAAN ..................................................................................... iv
ABSTRAK .............................................................................................. v
KATA PENGANTAR ........................................................................... vi
DAFTAR ISI .......................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
1.2 Pokok Permasalahan ........................................................................... 5
1.2.1 Batasan Masalah ......................................................................... 6
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 6
1.3.1 Tujuan Penelitian ........................................................................ 6
1.3.2 Manfaat Penelitian ...................................................................... 6
1.4 Tinjauan Pustaka ................................................................................. 7
1.4.1 Konsep ....................................................................................... 7
1.4.1.1 Pengertian Belajar .............................................................. 8
1.4.1.2 Pembelajaran Seni Musik .................................................. 8
1.4.2 Landasan Teori ........................................................................... 10
1.4.2.1 Kategori Pengetahuan ......................................................... 11
1.4.2.2 Tingkat Pengetahuan dalam Domain Kognitif ..................... 11
1.4.2.3 Cara Memperoleh Pengetahuan ........................................... 14
1.4.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan ........................... 14
1.5 Metode Penelitian ............................................................................... 16
1.5.1 Angket ........................................................................................ 19
1.5.2 Variabel Penelitian ..................................................................... 19
1.5.3 Populasi dan Sampel ................................................................... 21
1.5.4 Analisa Data .................................................................................... 23
1.6 Metode Pengumpulan Data .................................................................. 24
1.7 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................... 24
BAB II ETNOGRAFI UMUM MASYARAKAT BATAK TOBA
DI KECAMATAN BALIGE
2.1 Wilayah Geografis Kecamatan Balige .................................................. 26
2.2 Penduduk Kecamatan Balige ................................................................ 27
2.3 Mata Pencaharian ................................................................................. 27
2.4 Pendidikan ........................................................................................... 28
2.5 Bahasa ................................................................................................. 29
2.6 Sistem Kepercayaan ............................................................................. 29
2.7 Budaya Musika .................................................................................... 32
2.7.1 Musik Vokal ................................................................................. 32
2.7.2 Musik Pada Upacara Perkawinan .................................................. 33
2.7.2.1 Ensambel Gondang Hasapi ................................................. 33
2.7.2.2 Ensambel Gondang Sabangunan ......................................... 36
11
2.7.2.3 Instrumen Tunggal .............................................................. 38
2.8 Perekonomian ...................................................................................... 40
2.9 Konsep Kekerabatan ............................................................................ 41
BAB III ANALISIS DATA
3.1 Analisis Data Kuantitatif ...................................................................... 46
3.1.1 Kategorisasi Berdasarkan Distribusi Normal ................................. 46
3.1.2 Persentase Kategori Skor ............................................................... 52
3.2 Analisis Data Kualitatif ........................................................................ 53
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Faktor Penyebab Tingkat Pengetahuan Anak Remaja di Kategorikan
Cukup Baik Terhadap Tradisi Gondang Sabangunan .......................... 54
4.1.1 Pendidikan dan Informasi ............................................................ 54
4.1.2 Minat ........................................................................................... 54
4.1.3 Pengalaman dan Usia .................................................................. 55
4.2 Tingkat Pengetahuan Anak Remaja Terhadap Tradisi
Gondang Sabangunan ……………………………………………………… 55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 57
5.2 Saran .................................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 59
DAFTAR INFORMAN ............................................................................ 61
LAMPIRAN ............................................................................................. 63
12
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Peta Kecamatan Balige ........................................................... 26
Gambar 2.7.2.1.a Hasapi Doal.................................................................... 34
Gambar 2.7.2.1.b Sarune Etek .................................................................... 34
Gambar 2.7.2.1.c Garantung ...................................................................... 35
Gambar 2.7.2.1.f Sarune Bolon .................................................................. 36
Gambar 2.7.2.2.a Taganing ........................................................................ 37
Gambar SMP Negeri 4 Balige .................................................................... 60
13
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.6 Rincian Jumlah Siswa................................................................. 21
Tabel 1.8 Indikator Pertanyaan ................................................................... 24
Tabel 1.9 Rencana Kegiatan ....................................................................... 25
Tabel 3.1 Kurva Distribusi Normal Standar ................................................ 46
Tabel 3.1.1 Kategori Skor .......................................................................... 48
14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Tingkat pengetahuan masyarakat terhadap musik lokalnya dikatakan baik
jika masyarakat memiliki kesadaran untuk menghargai dan menjaga kesenian
lokal dengan melakukan tranmisi musikal terhadap generasi selanjutnya.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan, penciuman, rasa, dan
raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overtbehavior). Masyarakat yang memiliki
pengetahuan baik tentang kesenian lokalnya pasti memiliki pemikiran dan
pengetahuan yang luas tentang kesenian lokal1. Masyarakat harus mengetahui apa
saja kesenian lokalnya, pada saat kapan acara kesenian tersebut dilaksanakan, dan
sebagainya itulah dapat dikatakan memiliki pengetahuan yang luas tentang
kesenian lokalnya.
Di kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir tradisi Gondang
Sabangunan adalah salah satu kesenian lokal dalam masyarakat Batak Toba.
Balige merupakan salah satu tempat pendukung dan cagar budaya didaerah
Kabupaten Toba Samosir. Keberadaan sekolah-sekolah pada tingkat dasar, dan
menengah yang memberikan ruang pembelajaran kesenian adalah satu peluang
1 Kesenian lokal dalam masyarakat Batak Toba adalah Gondang Sabangunan,
Gondang Hasapi, Andung-andung (ratapan), Opera Batak, dan Ende-ende
15
besar yang bisa dimanfaatkan untuk menjadi wadah pentransmisian musik
tradisional. Lewat pembelajaran intra maupun ekstra kurikuler tentulah sangat
memungkinkan mentransmisikan berbagai materi kesenian lokal kepada generasi
muda bangsa ini (Purba 2007:9).
Setelah mengadakan kunjungan dan pengamatan selama tiga minggu ke
beberapa sekolah menengah di kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir,
penulis melihat bahwa tingkat pengetahuan anak didik tingkat menengah terhadap
tradisi kebudayaan musik lokal masyarakat Batak Toba di Kabupaten Toba
Samosir, Balige dapat dikatakan rcukup baik. Cukup baiknya pengetahuan
terhadap tradisi musik lokal yaitu Gondang Sabangunan2. Tingkat pengetahuan
masyarakat dikatakan cukup baik disebabkan karena tingkat kesadaran masyarakat
mengenai fungsi kesenian lokal yang cukup disadari, pengetahuan dan
pemahaman masyarakat tentang kesenian lokal, ketersediaan sarana dan fasilitas
untuk menginformasikan cukup baik, kondisi lingkungan mulai dari lingkungan
keluarga dan sekolah cukup memberikan peluang untuk membina masyarakat
yang melek seni, serta penyelenggaraan pertunjukan seni yang masih jarang
(Sobandi 2008).
Melihat penyebab cukup baiknya tingkat apresiasi, apakah pemerintah
lokal menyadari tentang rendahnya transmisi kebudayaan lokal kepada generasi
muda? Apa saja yang menjadi prioritas pemerintah dalam hal pengembangan
tradisi lokal? Apa kontribusi pemerintah terhadap tradisi Gondang Sabangunan
2 Gondang Sabangunan yang biasanya di mainkan di acara-acara adat daerah
sekitar antara lain yaitu ulaon adat saur matua atau ulaon adat sari matua (upacara adat
kematian orang yang uzur usia), ulaon pangolin anak atau ulaon pamuli boru
(perkawinan), mamele (pemujaan roh nenek moyang), pesta bius (upacara kurban oleh
komunitas desa), dan mangongkal holi (upacara penggalian tengkorak).
16
dan musisinya? Apa kontribusi musisi senior terhadap generasi selanjutnya?
Apakah peran orang tua penting dalam usaha pengembangan tradisi ini kepada
generasi muda? Bagaimana kondisi tradisi ini pada dua dekade yang akan datang
melihat keadaan sekarang? Apa kontribusi teknologi terhadap kebudayaan tradisi
lokal? Apa peranan sekolah atau masyarakat di kesenian lokal?
Dari hasil wawancara yang diperoleh dari para informan guru3, beberapa
seniman lokal4, camat daerah5, dan anak-anak remaja yang sangat berperan
penting untuk kelanjutan tradisi Gondang Sabangunan ini. Guru dan camat di
kecamatan Balige ini menyatakan memang tidak ada didukungnya program
pengembangan kesenian lokal yang penulis maksud disini adalah tradisi Gondang
Sabangunan yang dapat dilihat dari matapelajaran kesenian disekolah maupun
kegiatan yang berlangsung kecamatan Balige sendiri. Pernyataan ini dibenarkan
karena dilihat dari program pemerintah dan dilihat juga pada kegiatan seperti HUT
Tobasa ke-19 yang dilaksanakan 9 Maret 2018 minimya kesenian lokal Batak
Toba dilaksanakan.
Melihat keadaan ini seniman lokal6 berpendapat memang benar
bahwasannya kesenian lokal dan tradisi Gondang Sabangunan di kecamatan Balige
ini sudah menurun. Ini dapat dilihat juga dari acara adat pernikahan maupun acara
adat kematian di kecamatan ini yang sudah sangat jarang menggunakan tradisi
Gondang Sabangunan. Karena hal inilah juga para seniman lokal sulit untuk
3 Guru yang memberikan informasi yaitu: Well Francius Sianturi, S.Pd.
4 Beberapa seniman lokal yang memberikan informasi yaitu: Roy Sibarani, Marthin Sianturi, dan
Bistok Silaban.
5 Camat di Kecamatan Balige yaitu Bpk. Pantun Josua Pardede.
6 Hasil wawancara dengan Roy Sibarani, Marthin Sianturi, dan Bistok Silaban.
17
mentranmisikan kesenian lokal ini untuk generasi selanjutnya. Disebabkan juga
para pemain musik tradisi (pargonsi) yang dulu sudah sangat jarang untuk dapat
ditemui. Para seniman yang penulis jadikan informan adalah pengamat kesenian di
kecamatan Balige dan pemain musik yang ada di acara-acara pernikahan adat di
daerahnya ini yang memang kurang ahli dalam memainkan repertoar Gondang
Sabangunan namun setidaknya sedikit tahu dalam memainkan beberapa alat musik
Gondang Sabangunan ini.
Bagi anak remaja, tradisi Gondang Sabangunan adalah suatu kesenian khas
masyarakat Batak Toba, yang dalam hal ini mereka berpikir bahwa tradisi ini hanya
dilakukan pada masa dulu. Beberapa anak remaja yang penulis wawancarai sedikit
yang sudah pernah melihat keunggulan alat musik yang ada di dalam ansambel
Gondang Sabangunan, konon lagi bagaimana cara memainkan dan apa kegunaan
dari setiap alat musik yang ada di Gondang Sabangunan ini. Mereka sulit untuk
mengetahui bagaimana spesifiknya alat musik tradisi Gondang Sabangunan ini dan
untuk acara apa saja ini digunakan. Karena kurangnya informasi yang mereka
peroleh dari orang tua, lingkungan bahkan tempat institusi pendidikan yang ada hal
ini yang memicu kurangnya keinginan anak remaja untuk mengetahui tradisi lokal
ini.
Semakin berkembangnya zaman, masuknya teknologi dan musik populer
yang sering diputarkan di berbagai tempat hal ini yang membuat tradisi lokal
semakin berkurang. Anak remaja yang lebih senang mendengarkan musik populer,
belajar alat musik modern, dan bermain game itu yang mereka lakukan setiap
harinya. Rasa ingin tahu dan belajar mereka terhadap musik populer dan
18
perkembangan zaman sekarang ini yang membuat pengetahuan mereka terhadap
tradisi lokal semakin berkurang.
Peran orangtua dalam mengembangkan tradisi lokal ini sangat kurang.
Penulis mengamati bahwa tidak sedikit orang tua pun yang sudah lupa apa itu
Gondang Sabangunan, apa-apa saja alat musik yang terdapat di ansambel Gondang
Sabangunan dan untuk apa Gondang Sabangunan digunakan. Kebanyakan
pekerjaan orang tua yang penulis temui memang tidak bertani ataupun berladang
melainkan pekerjaan yang sudah cukup baik dari situ, namun yang sangat
disayangkan pengetahuan orang tua mengenai tradisi lokal ini sangat kurang. Ini
yang membuat salah satu penyebab pengetahuan anak remaja di kecamatan Balige
ini terhadap Gondang Sabangunan cukup berkurang.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, mengenai pengetahuan
anak remaja terhadap Gondang Sabangunan, maka penulis tertarik untuk menyusun
serta menuliskannya dalam bentuk skripsi dengan judul: TINGKAT
PENGETAHUAN ANAK REMAJA TENTANG TRADISI GONDANG
SABANGUNAN DI KECAMATAN BALIGE KABUPATEN TOBA
SAMOSIR.
1.2 Pokok Permasalahan
Berdasarkan penjelasan dari latar belakang penulis merumuskan permasalahan
yaitu:
1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi tingkat pengetahuan anak remaja
terhadap Gondang Sabangunan di Kecamatan Balige?
19
2. Seberapa besar tingkat pengetahuan anak remaja terhadap tradisi Gondang
Sabangunan?
1.2.1 Pembatas Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka penelitian ini hanya membatasi
aspek yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan siswa/siswi SMP Negeri 4
Balige terhadap tradisi Gondang Sabangunan. Hal ini dimaksudkan agar
permasalahan yang hendak diteliti lebih terfokus pada tingkat pengetahuan dan
faktor yang mempengaruhi
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan anak
remaja terhadap ansambel Gondang Sabangunan dan seberapa besar tingkat
pengetahuan anak remaja terhadap tradisi Gondang Sabangunan.
1.3.2 Manfaat Penelitian
1. Salah satu upaya untuk menambah informasi mengenai pengetahuan anak
remaja sekarang di Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir.
2. Salah satu upaya untuk generasi selanjutnya untuk lebih perduli dan mau
mengembangkan kesenian lokal.
3. Sebagai proses pengaplikasian ataupun pengembangan ilmu yang diperoleh
penulis selama mengikuti perkuliahan di Program Studi Etnomusikologi.
20
4. Sebagai sarana dokumentasi mengenai perkembangan musik tradisional
Batak Toba yang merupakan data literatur mengenai etnografi di Program
Studi Etnomusikologi.
5. Untuk menambah dokumentasi mengenai Batak Toba di Program Studi
Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
1.4 Tinjauan Pustaka
1.4.1 Konsep
Konsep adalah kesatuan pengertian tentang suatu hal atau persolan yang
perlu dirumuskan. Konsep juga merupakan rancangan ide atau pengertian yang
diabstrakkan dari peristiwa konkret (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,
1991:431). Maka pada kesempatan ini penulis akan memaparkan konsep yang
membantu mengarahkan kepada hal-hal yang menjadi bagian penting dari
penelitian yang akan dilaksanakan oleh penulis.
Tingkat pengetahuan yang penulis bahas disini adalah sejauh mana anak
remaja mengerti akan kesenian lokal didaerahnya terkhusus kecamatan Balige
mengenai tradisi Gondang Sabangunan dan penyebab terjadinya. Setidaknya
mereka tahu apa-apa saja alat musik yang ada di tradisi Gondang Sabangunan ini,
bagaimana sejarahnya dulu dan tahu apa saja peranan alat musik di tradisi Gondang
Sabangunan ini.
Selain itu juga penulis mengambil sampel untuk anak-anak remaja di salah
satu Sekolah Menengah Pertama di Balige yaitu SMP Negeri 4 Balige yang berada
di Jalan N.Kartini Soposurung Balige, Kabupaten Toba Samosir. Adapun alasan
21
penulis mengambil sampel di sekolah tersebut karena hanya di sekolah inilah yang
memiliki guru yang tamatan dari perguruan tinggi seni.
1.4.1.1 Pengertian Belajar
Menurut Mill dalamIlyas (2012) bahwa pendidikan meliputi segala sesuatu
yag dikerjakan oleh sesorang untuk dirinya atau yang dikerjakan orang lain untuk
dia, dengan tujuan mendekatkan dia kepada tingkat kesempurnaan. Dari pengertian
tersebut dapat diperoleh bahwa pendidikan adalah segala upaya manusia untuk
meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi dalam diri
seseorang. Dengan merujuk kembali kepada makna dan hakikat pendidikan
diharapkan akan dicoba menimbang-nimbang kembali apa yang telah dialami dan
lakukan dalam proses pendidikan selama ini.
Belajar adalah suatu proses perubahan di dialam kepribadian manusia dan
perubahan tersebut tampak dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitias
tingkah laku, seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan,
pemahaman, keterampilan, daya piker dan kemampuan lainnya (Hakim 2000).
Menurut Mahmud (2009) belajar adalah suatu perubahan tingkah laku, baik
yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati secara langsung dan terjadi
dalam diri seseorang karena pengalaman.
Dari dua pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa pada umumnya belajar
adalah kegiatan yang dilakukan secara sadar dengan tujuan menghasilkan kemajuan
pada diri seseorang, baik dalam bentuk pengetahuan, keterampilan maupun
perubahan sikap yang positif lainnya.
22
1.4.1.2 Pembelajaran Seni Musik
Pengajaran musik adalah pengajaran tentang bunyi. Apapun yang dibahas
dalam suatu pengajaran musik haruslah bertitik tolak dari bunyi itu sendiri. Oleh
karena itu musik kini mulai dimasukan kedalam pendidikan untuk dapat memenuhi
tujuan pendidikan nasional yaitu terbentuknya manusia seutuhnya. Hal ini
diperkuat juga oleh pendapat dari Tirtahardha (2008), bahwa pembelajaran seni
musik di sekolah merupakan sarana untuk membantu berhasilnya pendidikan
musik dalam bentuk pembinaan kepribadian peserta didik, mengembangkan bakat
dan kreativitas, serta sebagai wawasan dalam bidang ilmu pengetahuan dalam hal
budaya dan kesenian.
Pelajaran seni musik di lembaga pendidikan sekolah bertujuan untuk
mengembangkan sikap dan kemampuan siswa agar berkreasi dan menghargai cita
rasa seni. Juga dapat mendorong anak didik untuk bertingkah laku yang positif,
misalnya untuk membangkitkan semangat dan prestasi. Terkait dengan tujuan
pendidikan seni musik di lembaga pendidikan sekolah, Jamalus (2008) menyatakan
bahwa pembelajaran musik disekolah mempunyai tujuan untuk:
1. Memupuk rasa seni pada tingkat tertentu dalam diri tiap anak melalui
perkembangan kesadaran musik, tanggapan terhadap musik, kemampuan
mengungkapkan dirinya melalui musik, sehingga memungkinkan anak
mengembangkan kepekaannya terhadap dunia sekelilingnya.
2. Mengembangkan kemampuan menilai musik melalui intelektual dan
artistic sesuai dengan budaya bangsanya
23
3. Dapat dijadikan bekal untuk melanjutkan studi kependidikan musik yang
lebih tinggi
Hal ini oleh pernyataan, Haryadi (2008) yang menyatakan, bahwa pendidikan
musik sebagai salah satu sarana untuk membantu berhasilnya pendidikan umum
dalam membentuk dan membina kepribadian anak. Hal yang sama juga
dikemukakan oleh Parto (2006) yang menyatakan bahwa musik selain sebagai seni
merupakan kaidah-kaidah estetik yang dapat diapresiasikan, namun juga sebagai
ilmu. Hal tersebut terasa dari deretan nada-nada interval, dan juga akustiknya yang
mana dilihat dari sejarahnya hubungan musik dengan bidang ilmu terutama angka-
angka (matematika) yang telah dibahas oleh filsuf China dan Yunani ratusan tahun
yang lampau.
1.4.2 Teori
Teori merupakan alat yang terpenting dalam ilmu pengetahuan. Tanpa ada
teori hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada
ilmu pengetahuan (Koentjaraningrat, 1973:10). Dalam penelitian ini digunakan
teori Koentjaraningrat (2005:147) mengenai Dinamika Masyarakat dam
Kebudayaan yaitu Proses Evolusi Sosial. Proses evolusi yang dapat dianalisis
secara mendetail (miskroskopik), tetapi dapat juga dilihat secara keseluruhan,
dengan hanya memperhatikan perubahan-perubahan besar yang telah terjadi
(makroskopik). Proses-proses sosial-budaya yang dianalisa secara detil dapat
memberi gambaran mengenai berbagai proses perubahan (dalam ilmu antropologi
disebut recurrent processes) yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dari suatu
masyarakat.
24
Ada beberapa pengertian pengetahuan menurut para ahli: Pengetahuan
merupakan hasil dari usaha manusia untuk tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah
hasil dari kenal, insaf, mengerti, dan pandai (Salam, 2003). Menurut (Notoatmodjo,
Pendidikan dan Perilaku Kesehatan 2003), pengetahuan (knowledge) adalah hasil
tahu dari manusia yang sekedar menjawab pertanyaan “What”. Pengetahuan
merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan, penciuman, rasa, dan raba.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overtbehavior). Karena dari pengalaman dan
penelitian ternyata perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng
daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan seorang
remaja di peroleh dari pengalaman yang berasal dari berbagi media masa, media
elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, orang tua, internet, media poster,
teman dekat, dan sebagainya.
1.4.2.1 Kategori Pengetahuan
Menurut Arikunto (2006), pengetahuan dibagi dalam 3 kategori, yaitu:
1. Baik : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 76% - 100% dari
seluruh pertanyaan
2. Cukup : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 56% - 75% dari
seluruh pertanyaan
3. Kurang : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 40% - 55% dari
seluruh pertanyaan
25
1.4.2.2 Tingkat Pengetahuan Dalam Domain Kognitif
Menurut (Notoatmodjo, 2003) pengetahuan yang tercakup dalam domain
Kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:
1. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
(recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah.
Kata kunci dari pengetahuan yaitu mendefinisikan, menyusun daftar,
menamai, menyatakan, mengidentifikasikan, mengetahui, menyebutkan, membuat
kerangka, menggaris bawahi, menggambarkan, menjodohkan, memilih
2. Pemahami (Comprehension)
Pemahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang telah faham terhadap objek atau materi harus
dapatmenjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan
sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
Kata kunci dari pemahaman yaitu menerangkan, menjelaskan,
menguraikan, membedakan, menginterpretasikan, merumuskan, memperikarakan,,
meramalkan, mengeneralisir, menterjemahkan, mengubah, memberi contoh,
memperluas, menyatakan kembali, menganalogikan, merangkum.
3. Penerapan (Aplication)
Penerapan dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
26
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
Kata kunci dari penerapan yaitu menerapkan, mengubah, menghitung
melengkapi, menemukan, membuktikan, menggunakan, mendemonstrasikan,
memanipulasi, memodifikasi, menyesuaikan, menunjukkan, mengoperasikan,
menyiapkan, menyediakan, menghasilkan.
4. Analisa (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi,
dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kata kunci dari analisa yaitu menganalisa, mendiskriminasikan, membuat
skema/diagram, membedakan, membandingkan, mengkontraskan, memisahkan,
membagi, menghubungkan, menunjukkan antara variabel, memilih, memecah
menjadi beberapa bagian, menyisihkan, mempertentangkan.
5. Sintesa (Synthesis)
Sintesa menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menyambungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru,
dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang ada.
Kata kunci dari sintesa yaitu mengkategorikan, mengkombinasikan,
mengatur, memodifikasi, mendiasin, mengintergrasikan, mengorganisasikan,
mengkompilasi, mengarang, menciptakan, menyusun kembali, menulis kembali,
merancang, merangkai, merevisi, menghubungkan, merekontruksi, menyimpulkan,
mempolakan.
6. Evaluasi (Eval)
27
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Kata kunci dari evaluasi yaitu mengkaji ulang, membandingkan,
menyimpulkan, mengkritik, mengkotraskan, mempertentangka menjustifikasi,
mempertahankan, mengevaluasi, membuktikan, memperhitungkan, mengasilkan,
menyesuaikan, mengkoreksi, melengkapi, menemukan.
1.4.2.3 Cara Memperoleh Pengetahuan
1. Cara tradisional:
a) Cara coba-salah (trialanderror)
b) Cara kekuasaan atau otoritas
c) Berdasarkan pengalaman pribadi
d) Melalui jalan pikiran
2. Cara modern:
a) Metode berfikir induktif
b) Metode berfikir deduktif (Notoatmojo, 2005)
1.4.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
1. Faktor Internal menurut (Notoatmodjo, 2003) terdiri dari :
a. Pendidikan
Tokoh pendidikan abad 20 M. J. Largevelt yang dikutip oleh (Notoatmodjo,
2003) mendefinisikan bahwa pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh,
perlindungan, dan bantuan yang diberikan kepada anak yang tertuju kepada
kedewasaan. Sedangkan GBHN Indonesia mendefinisikan lain, bahwa pendidikan
28
sebagai suatu usaha dasar untuk menjadi kepribadian dan kemampuan didalam dan
diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
b. Minat
Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi
terhadap sesuatu dengan adanya pengetahuan yang tinggi didukung minat yang
cukup dari seseorang sangatlah mungkin seseorang tersebut akan berperilaku sesuai
dengan apa yang diharapkan.
c. Pengalaman
Pengalaman adalah suatu peristiwa yang dialami seseorang. Jika tidak
adanya suatu pengalaman sama sekali, suatu objek psikologis cenderung akan
bersikap negatif terhadap objek tersebut untuk menjadi dasar pembentukan sikap
pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu sikap akan
lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut dalam situasi yang
melibatkan emosi, penghayatan, pengalaman akan lebih mendalam dan lama
membekas (Azwar, 2009).
d. Usia
Usia individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun.
Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih
matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang
yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari pada orang yang belum cukup tinggi
kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya,
makin tua seseorang maka makin kondusif dalam menggunakan koping terhadap
masalah yang dihadapi (Azwar, 2009).
29
2. Faktor External menurut (Notoatmodjo, 2003), antara lain :
a. Ekonomi
Dalam memenuhi kebutuahan primer ataupun sekunder, keluarga dengan
status ekonomi baik lebih mudah tercukupi di banding dengan keluarga dengan
status ekonomi rendah, hal ini akan mempengaruhi kebutuhan akan informai
termasuk kebutuhan sekunder. Jadi dapat disimpulkan bahwa ekonomi dapat
mempengaruhi pengetahuan seseorang tentang berbagai hal.
b. Informasi
Informasi adalah keseluruhan makna, dapat diartikan sebagai
pemberitahuan seseorang adanya informasi baru mengenai suatu hal memberikan
landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan
sugestif dibawa oleh informasi tersebut apabila arah sikap tertentu.Pendekatan ini
biasanya digunakan untuk menggunakan kesadaran masyarakat terhadap suatu
inovasi yang berpengaruh perubahan perilaku, biasanya digunakan melalui media
masa.
c. Kebudayaan/Lingkungan
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar
terhadap pengetahuan kita.Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk
selalu menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin berpengaruh dalam
pembentukan sikap pribadi atau sikap seseorang.
1.5 Metode Penelitian
30
Menurut Triswanto dalam Chrismes Manik (2010:15), metode penelitian
pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan informasi dengan tujuan
dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah didasarkan pada ciri-ciri keilmuan yaitu
rasional, empiris, dan sistematis. Kata metode secara harafiah dapat diartikan
sebagai cara kerja yang tersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan
guna mencapai tujuan yang ditentukan. Ada juga yang mengatakan metode dalam
penelitian sebagai alat dalam melakukan penelitian, yaitu dari pengumpulan data,
penganalisian data sampai dengan menarik kesimpulan untuk menjawab pertanyaan
penelitian.
Metode penelitian diharapkan mampu mengarahkan peneliti dalam
menyelesaikan setiap persoalan ilmiah dan mampu memberikan hasil ilmiah yang
menjadi bahan tulisan yang mengacu pada pokok permasalahan yang sudah
ditentukan sebelumnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif analisis dengan pendekatan kuantitatif, yaitu penelitian yang
kemudian diolah dan dianalisis untuk diambil kesimpulan. Artinya, penelitian yang
dilakukan adalah penelitian yang menekankan analisisnya pada tingkat
pengetahuan remaja dan Gondang Sabangunan.
Pengertian statistik deskriptif adalah statistik yang berfungsi untuk
mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data
sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum (Sugiyono P. D., 2012). Adapun pengertian
lain dari metode deskriptif menurut (Nazir, 2002):
“Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti suatu kelompok
manusia, suatu set kondisi suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas
31
peristiwa pada masa sekarang untuk membuat deskriptif, gambaran atau
lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat sifat
serta hubungan-hubungan secara fenomena yang diselidiki.”
Sedangkan pengertian kuantitatif menurut(Sugiyono, 2007) adalah:
“Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian
yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada
populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya
dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrument
penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik dengan tujuan untuk
menguji hipotesis yang telah ditetapkan.”
Berdasarkan pengertian yang sudah dipaparkan, maka penelitian yang
dilakukan adalah dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif yaitu suatu
bentuk penelitian yang berdasarkan data yang dikumpulkan selama penelitian
secara sistematis mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat dari obyek yang diteliti
dengan menggabungkan hubungan antar variabel yang terlibat didalamnya,
kemudian diinterpretasikan berdasarkan teori-teori dan literature-literatur yang
berhubungan tingkat pengetahuan anak remaja dan ansambel Gondang
Sabangunan. Metode ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang cukup jelas
atas masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini penulis memperoleh data dengan
menggunakan kuesioner tertutup yang telah diberi skor, dimana data tersebut
nantinya akan dihitung secara statistik.
Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan metode deskriptif yang
bersifat kualitatif. Koentjaraningrat (1990:29) mengatakan bahwa penelitian yang
bersifat deskriptif adalah bertujuan untuk memaparkan secara tepat sifat-sifat suatu
32
individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu untuk menentukan frekuensi atau
penyebaran dari suatu gejala ke gejala lain dalam suatu masyarakat. Menurut
Nawawi dan Martini (1995:209) penelitian kualitatif adalah rangkaian atau
proses menjaring data (informasi) yang bersifat sewajarnya mengenai suatu
masalah dalam kondisi aspek atau bidang kehidupan tertentu pada objeknya.
1.5.1 Angket
Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket dalam bentuk
pertanyaan yaitu pilihan berganda, dimana responden akan memilih jawaban yang
mereka anggap benar menurut pengetahuan mereka masing-masing. Angket yang
telah di isi, kemudian dikumpul dan diolah jawabannya dengan menggunakan
interpretasi skor.
Interpretasi skor ini bersifat normatif, artinya makna skor diacukan pada
posisi relatif skor terhadap suatu norma (mean) skor populasi teoretik sebagai
parameter sehingga hasil ukur yang berupa angka (kuantitatif) dapat
diinterpretasikan secara kualitatif. Acuan normatif tersebut memudahkan pengguna
memahami hasil pengukuran. (Azwar 2014 : 145)
1.5.2 Variable Penelitian
Variable merupakan gejala yang menjadi fokus peneliti untuk diamati.
Variable itu sebagai atribut dari sekelompok orang atau objek yang mempunyai
variasi antara satu dengan yang lainnya dalam kelompok itu. Tinggi, berat badan,
sikap motivasi, kepemimpinan disiplin kerja, warna rambut merupakan atribut dari
objek. Atribut ini akan bervariasi bila terjadi pada sekelompok orang atau objek
33
yang diambil secara random. Bila tinggi badan, motivasi kerja, kemampuan, gaya
kepemimpinan dari 30 orang sama, maka semua itu bukanlah variable. Jadi
dikatakan variable karena ada variasinya (Sugiyono, Statistika untuk Penelitian,
2002).
Dalam Penelitian ini terdapat dua variable yaitu : Variable bebas (X) : dalam
penelitian ini memiliki variabel bebas yang diberi notasi X, adalah variable
penyebab yang memberikan suatu pengaruh terhadap peristiwa lain (Sudjana,
1999) yaitu Pengetahuan. Dan variabel Y (variable terikat) pada penelitian ini
yaitu Gondang Sabangunan.
Menurut (Arikunto, 2011) menyatakan bahwa definisi operasional variable
adalah objek penelitian yang bervariasi. Dengan kata lain operasional adalah
semacam petunjuk pelaksana bagaimana cara mengukur suatu variable. Variable
tersebut antara lain variabel bebas (X) yaitu pengetahuan merupakan hasil dari
usaha manusia untuk tahu. Adapun indikator-indikatornya meliputi: tahu (know),
memahami (comprehension), aplikasi (aplication), analisis, sintesis, evaluasi, dan
juga faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan yang terdiri dari faktor internal
yang meliputi pendidikan, minat, pengalaman, usia dan faktor external yang
meliputi ekonomi, informasi, kebudayaan/lingkungan. Sedangkan variable Y yaitu
Gondang Sabangunan mempunyai indikator-indikatornya antara lain sejarah musik
Gondang Sabangunan, lagu Gondang Sabangunan, tokoh dan instrumen. Jika
digambarkan maka seperti:
X Y
34
1.5.3 Populasi dan Sampel
1. Populasi Penelitian
Arikunto (2010: 173) berpendapat bahwa populasi adalah keseluruhan
subyek penelitian.Sedangkan menurut Sugiyono (2011: 119), populasi dapat
didefinisikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau subyek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Populasi dari penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 4 Balige. Berdasarkan
data jumlah siswa di SMP Negeri 4 Balige jumlah siswa seluruhnya ada 700 dengan
perincian sebagai berikut:
Tabel 1.6 Rincian Jumlah Siswa
No Kelas Laki-laki Perempuan Jumlah
1. Kelas VII 110 114 224
2. Kelas VIII 144 94 238
3. Kelas IX 112 126 238
Jumlah 366 334 700
2. Sampling
Penentuan ukuran sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan rumus slovin sebagai berikut (Sugiyono, 2006:57).
n = N
1+Ne²
Keterangan:
35
n : ukuran Sampel
N : Ukuran Populasi
E : Taraf kesalahan (error) sebesar 0,10 (10%)
Dari rumus slovin diatas maka jumlah besarnya sampel adalah sebagai
berikut:
n = 700
1 + 700 . (0.10)²
= 700
8
= 87
Berdasarkan hasil perhitungan sampel dengan rumus slovin diperoleh
besarnya sampel sebanyak 87 orang. Kelemahan dari teknik penarikan sampel
dengan cara ini adalah sampel yang terpilih kemungkinan besar tidak mewakili
populasi, sehingga generalisasi yang dapat dilakukan oleh peneliti akan terbatas.
Cara ini juga cenderung memiliki bias yang tinggi karena peneliti menentukan
sendiri responden yang terpilih secara acak yang biasanya dengan subjektif. Namun
subjektifnya ini dapat direduksi berdasarkan asumsi bahwa siswa SMP Negeri 4
Balige relatif memiliki karakteristik yang serupa. Karena jumlah populasi yang
besar dan tidak ada kerangka sampel serta keterbatasan tenaga dan biaya, maka
teknik penarikan ini merupakan cara yang terbaik untuk mendapatkan data yang di
inginkan.
Untuk menentukan siapa saja yang akan dijadikan responden dalam
penelitian ini menggunakan metode convenience sampling. Dengan menggunakan
metode ini, responden yang berhak mengisi kuesioner tergantung sepenuhnya
36
kepada kemudahan peneliti (Sekaran, 2003: 66) Teknik ini disebut juga dengan
teknik insidental. Menurut Sugiyono (2007), sampel insidental adalah teknik
penentuan responden berdasarkan siapa saja yang secara kebetulan dipandang
cocok sebagai narasumber data maka akan diberikan kuesioner. Teknik aksidental
ini dilakukan dengan kuota per siswa yang terinci siswa kelas 7 laki-laki atau
perempuan, siswa kelas 8 laki-laki atau perempuan, siswa kelas 9 laki-laki ataupun
perempuan.
1.5.4 Analisa Data
Analisa Univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian
yaitu untuk mengetahui pengetahuan siswa terhadap tradisi Gondang Sabangunan.
Teknik penjelasan data kuantitatif dapat dijelaskan menggunakan teknik statistik
yang disebut: Modus, Median, dan Mean yaitu teknik statistik yang digunakan
untuk menjelaskan kelompok yang didasarkan atas gejala pusat (Tendency Center)
dari kelompok tersebut, namun dari tiga macam teknik tersebut yang menjadi
gejala pusatnya berbeda-beda (Sugiyono, 2007: 47).
a. Kelas Interval
Skor total terendah dan skor total tertinggi skala tingkat pengetahuan
tersebut digunakan untuk menentukan kelas interval dengan rumus sebagai berikut:
Kelas interval = skor tertinggi – skor terendah
6
37
1.6 Metode Pengumpulan Data
Dalam memperoleh data penelitian ini, penelitian menggunakan skala
pengetahuan, instrument ini menggunakan skala Pengetahuan yang tercakup dalam
domain kognitif yang mempunyai 6 tingkatan, yaitu: tahu (know), memahami
(comprehension), aplikasi (aplication), analisis, sintesis, evaluasi, dan juga faktor-
faktor yang mempengaruhi pengetahuan yang terdiri dari faktor internal yang
meliputi pendidikan, minat, pengalaman, usia dan faktor external yang meliputi
ekonomi, informasi, kebudayaan/lingkungan. Respon subjek diklasifikasikan
sebagai jawaban jawaban “benar” atau “salah”. Semua jawaban dapat diterima
sepanjang diberikan secara jujur dan sungguh-sungguh. Dalam skala pengetahuan
responden hanya diberi dua alternatif pilihan jawaban dengan diberikan skor jika
“benar” mendapat skor 10 dan jika jawaban “salah” mendapat skor 0 coding yaitu
terdiri penilaian favorable (jawaban positif) dengan skala yang digunakan adalah
skala Guttman.
Tabel 1.8 Indikator Pertanyaan
No Variable Indikator No. Soal
1. Pengetahuan Memilih 2, 5, 6, 7, 8, 9,
dan10
2. Pemahaman Menjelaskan dan Menerangkan 1, 4, dan 3
1.7 Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian penulis di Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir,
karena kasus dan informan yang penulis tentukan bertempat di Kecamatan Balige
38
Kabupaten Toba Samosir. Sedangkan waktu penelitian adalah seperti dalam bagan
berikut ini:
Tabel 1.9 Rencana Kegiatan
No
Jenis Kegiatan
Penelitian
Bulan
Mei-18 Jun-18 Jul-18
1 Persiapan Proposal X
2 Penyusunan Proposal X X
3
Penyusunan instrument
dan
X X Uji coba Instrumen
4
Pengumpulan data dan
X Analisis data
5 Penyusunan laporan X
39
BAB II
ETNOGRAFI UMUM MASYARAKAT BATAK TOBA DI
KECAMATAN BALIGE
Deskripsi mengenai gambaran umum masyarakat Balige adalah upaya
menjelaskan bagaimana hal-hal yang bersifat umum tentang masyarakat batak Toba
di Balige. Konsepsi mengenai hal-hal umum tersebut merupakan hal yang luas dan
sulit untuk membatasinya. Oleh sebab itu gambaran umum yang dimaksudkan
penulis dalam hal ini adalah deskripsi tentang wilayah geografis kecamatan Balige,
penduduk, mata pencaharian, pendidikan, bahasa, sistem kepercayaan, budaya
musikal, perekonomian, dan sistem kekerabatan
2.1 Wilayah Geografis Kecamatan Balige
Kecamatan Balige adalah salah satu wilayah yang berada di provinsi Sumatera
Utara yang memiliki luas wilayah 91.05km2 dan berada pada 20 15'-20 21’ Lintang Utara
dan 99o00' – 99o 11' Bujur Timur.
Gambar 2.1 Peta Kecamatan Balige
40
Wilayah Administrasi di Kecamatan Balige yaitu:
1. Jumlah Desa yaitu 29 esa
2. Jumlah Kelurahan yaitu 6 kelurahan
Batas wilayah kecamatan Balige adalah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Danau Toba
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Tampahan
4. Sebelah Timur Kecamatan Laguboti
2.2 Penduduk Kecamatan Balige
Jumlah penduduk Kecamatan Balige pada tahun 2015 sebanyak 38.088 jiwa
yang terdiri dari 19.018 jiwa laki-laki dan 19.070 jiwa perempuan dengan 8.854
RT. Secara keseluruhan tingkat kepadatan penduduk Kecamatan Balige 418,32
jiwa/km². Kelurahan Napitupulu Bagasan merupakan daerah terpadat dengan
tingkat kepadatan penduduk 6552,08 jiwa/km², sedangkan tingkat kepadatan
terendah berada di Desa Siboruon dengan tingkat kepadatan 29,31 jiwa/km².
Tingginya tingkat kepadatan penduduk di Kelurahan Napitupulu Bagasan
disebabkan letaknya sangat strategis dengan sarana dan prasarana kota yang
lengkap untuk mendorong peningkatan ekonomi masyarakat.
2.3 Mata Pencaharian
Kecamatan Balige merupakan pusat kegiatan ekonomi di Kabupaten Toba
Samosir. Hal ini dilihat dari industri menengah yang cukup berkembang baik, yaitu
industry kain tenun yaitu Ulos. Data statistic presentase industry tahun 2015
41
mencatat usaha mikro senilai 39,13%, usaha menengah 13,5%, dan usaha kecil
senilai 47,82 %. Dalam dunia perdangan (proses jual beli barang bekas atau baru)
meliputi pedang besar dan ecerean. Sarana dagang yang terdapat di kecamatan
Balige pada tahun 2015 tercatat dengan jumlah 703 unit.
2.4 Pendidikan
Fasilitas pendidikan di Kecamatan Balige sudah memadai mulai dari SD
sampai SMK. Fasilitas pendidikan di Kecamatan Balige sebanyak 50 gedung
sekolah terdiri dari 32 SD, 8 SLTP, 4 SMA, dan 6 SMK. Jumlah murid yang
terdaftar periode laporan akhir Desember 2015 untuk jenjang pendidikan SD
sebanyak 5.472 orang dengan jumlah guru sebanyak 338 orang sementara jumlah
murid SLTP ada sebanyak 3.031 orang dengan jumlah guru sebanyak 203 orang,
jumlah murid SLTA sebanyak 2.508 orang dengan jumlah guru sebanyak 138
orang, dan jumlah murid SMK sebanyak 2.468 orang dengan jumlah guru sebanyak
236 orang.
Kecamatan Balige sudah memiliki 2 Perguruan Tinggi yang cukup banyak
peminatnya untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Perguruan Tinggi
setingkat Akademik di Kecamatan Balige, terdiri dari Sekolah Tinggi Diakones
HKBP yang mahasiswanya berjumlah 62 orang dengan jumlah dosen 12 orang, dan
Akademi Keperawatan HKBP yang mahasiswa berjumlah 113 orang dengan
jumlah dosen 5 orang.
2.5 Bahasa
42
Masyarakat Batak Toba memiliki bahasa sebagai media komunikasi yang
disebut Hata Batak (Bahasa Batak). Hata Batak digunakan sebagai komunikasi
baik antar individu maupun antar kelompok dalam sebuah upacara adat. Misalnya
dalam pesta perkawinan, bahasa yang digunakan masing-masing kelompok pihak
untuk saling berinteraksi adalah Hata Batak.
Hata Batak tidak memiliki aturan yang baku layaknya bahasa Indonesia
yang ditentukan berdasarkan EYD atau dengan pola kalimat SOP. Dalam
penggunaan Hata Batak yang paling diutamakan adalah maksud dan kehendak
dapat tersampaikan.
Selain sebagai media bicara (spoken) Hata Batak juga digunakan dalam
syair-syair nyanyian dan umpasa (pantun) oleh masyarakat Batak Toba.
2.6 Sistem Kepercayaan
Menurut kepercayaan orang Batak dalam mitologinya, segala hal di dalam
kehidupan selalu ada sangkut pautnya dengan keilahian yang dipercaya sebagai
karya Mula Jadi Nabolon. Dalam cerita turun temurun, mitologi dalam kepercayaan
masyarakat Batak Toba ini yaitu adanya tiga oknum dewa masing-masing Batara
Guru, Soripada dan Mangala Bulan sebagai aspek dari Mulajadi Nabolon yang
memiliki otoritas di bumi untuk mengatur kehidupan manusia (Situmorang,
2009:21).
Dalam beberapa tulisan konsep mitologi ini berbeda dengan konsep yang
diungkapkan oleh Sitor Situmorang tentang “tri tunggal” Dewa orang Batak. Dalam
tulisan lain, Tampubolon menyebut ketiga Dewa itu bukanlah implisit dari jelmaan
Mulajadi Nabolon, melainkan tiga dewa yang berdiri sendiri yaitu 1) Mulajadi
43
Nabolon, 2) Debata Asi-asi dan 3) Batara Guru yang sesuai dengan pekerjaannya
di bumi. Mulajadi Nabolon diyakini sebagai pencipta dari alam semesta untuk alam
yang besar (Nabolon), dan menciptakan dewa-dewa yang lebih rendah. Debata Asi-
asi sebagai dewa yang menurunkan berkat dan kasih melalui oknum perantara (roh
leluhur, roh penghuni suatu tempat). Batara Guru berarti maha guru yang
memberilmu pengetahuan, ilmu-ilmu gaib, pengobatan dan penangkalan roh-roh
jahat. (Tampubolon, 1978:9-10).
Dalam konteks kepercayaan tradisional “agama Batak” itu, terdapat konsep
bahwa kehidupan manusia tetap berlangsung walaupun sudah meninggal.
Kehidupan itu berada pada dunia maya, kehidupan para roh-roh yang sudah
meninggal. Anggapan bahwa roh-roh itu memiliki komunitas dan aktivitas sendiri.
Itu sebabnya, hingga kini masih terdapat kepercayaan bagi masyarakat Batak untuk
ikut menyertakan berbagai perlengkapan orang yang sudah mati, dikubur bersama
jasadnya. Misalnya, pahean (pakaian) yang dikenakan dipergunakan nantinya
setelah roh sebagai pakaian yang membungkus dari rasa dingin, dan ringgit sitio
suara (uang) untuk kebutuhan perjalanan menempuh perjalanan ‘jauh’ dari dunia
nyata ke dunia maya atau benda-benda lainnya yang dibutuhkan dalam dunia roh.
(ibid. 1978:10).
Dari beberapa versi cerita kehidupan orang Batak dapat disimpulkan, bahwa
orang Batak pada zaman keberhalaan sudah mempercayai adanya Allah yang satu
yang disebut Mulajadi Na Bolon yang menjadi sumber dari segala yang ada. Orang
Batak kala itu percaya ada kekuatan besar Debata yang menjadikan langit dan bumi
dan segala isinya. Juga memelihara kehidupan secara terus menerus. Debata
44
Mulajadi Na Bolon adalah sebagai ilahi yang tidak bermula dan tidak berakhir. Dia
adalah awal dari semua yang ada.
Masyarakat Batak Toba memberi tingkatan hidup pada nilai-nilai
kebudayaan dalam tiga kata, yaitu harajaon (kuasa), hamoraon (kekayaan) dan
hasangapon (kehormatan). Harajaon menunjukkan bahwa tujuan setiap manusia
adalah berdiri sendiri secara merdeka dan mengelola hidup dengan wibawa dan
kuasanya. Setiap orang Batak (laki-laki), selalu mempunyai keinginan menjadi
seorang raja. Pengertian menjadi raja adalah seorang yang dapat mengatur hidupnya
sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu dianggap penting untuk
membentuk rumah tangga sendiri, karena rumah tangganya adalah awal dari usaha
untuk mendirikan ke”raja”annya sendiri.
Hamoraon menunjukkan bahwa tujuan dalam hidup seorang Batak adalah
mensejahterakan kehidupan. Anggapan tradisional, pengertian kesejahteraan lebih
dianggap sama dengan banyak memiliki anak, ladang yang luas dan ternak yang
banyak. Kepemilikan ini dianggap sebagai hasil karena memiliki seorang Batak
memiliki sahala sebagai raja.
Hasangapon merupakan tujuan dari usaha-usaha untuk mewujudkan
gagasan-gagasan harajaon dan hamoraon. Perjuangan untuk mencapai hasangapon
digambarkan sebagai motivasi fundamental suku Batak. Secara harafiah
hasangapon bisa diartikan sebagai terpuji, tauladan, terhormat, atau nyaris tanpa
cela. Dalam mencapai harajaon, hamoraon, dan hasangapon, berarti seseorang
tesebut telah menjadi pribadi yang sempurna. Sistem dalihan na tolu mencegah
pembentukan kelas-kelas sosial yang kaku. Selalu ada hula-hula yang harus
dipelihara dan dihormati. Oleh karena itu, masyarakat Toba memiliki ciri egaliter
45
yang kuat, dibandingkan misalnya dengan masyarakat jawa. Sifat ini tidak berarti
bahwa masyarakat Toba bebas dari hirarki gender, pada umumnya perempuan
menempati posisi rendah dibanding laki-laki.
2.7 Budaya Musikal
2.7.1 Musik Vokal
Budaya musikal masyarakat Batak Toba tercakup dalam dua bagian besar,
yaitu musik vokal dan musik instrumental. Musik vokal pada masyarakat Batak
Toba disebut dengan ende. Dalam musik vokal tradisional, pengklasifikasiannya
ditentukan oleh kegunaan dan tujuan lagu tersebut yang dapat dilihat berdasarkan
liriknya. Ben Pasaribu (1986 : 27-28) membuat pembagian terhadap musik vokal
tradisional Batak Toba dalam delapan bagian, yaitu:
1. Ende mandideng, adalah musik vokal yang berfungsi untuk menidurkan anak
(lullaby).
2. Ende sipaingot, adalah musik vokal yang berisi pesan kepada putrinya yang
akan melangsungkan pernikahan. Biasanya dinyanyikan pada waktu senggang
saat menjelang pernikahan.
3. Ende pargaulan, adalah musik vokal yang secara umum merupakan “solo
chorus”, dan dinyanyikan oleh kaum muda-mudi dan daam waktu senggang,
biasanya malam hari.
4. Ende tumba, adalah musik vokal yang khusus dinyanyikan sebagai pengiring
tarian hiburan (tumba). Penyanyinya sekaligus menari dengan melompat-
lompat dan berpegangan tangan sambil bergerak melingkar. Biasanya ende
46
tumba ini dilakukan oleh para muda-mudi atau remaja di alaman (halaman
kampung) pada malam terang bulan.
5. Ende sibaran, adalah musik vokal yang menggambarkan cetusan penderitaan
seseorang yang berkepanjangan. Penyanyinya adalah orang yang menderita
tersebut, dan biasanya dinyanyikan di tempat yang sepi.
2.7.2 Musik Pada Upacara Perkawinan
Ada tiga jenis ensambel musik yang umum dipakai pada upacara adat
perkawinan batak toba di kota medan dahulu dan sekarang, yaitu: ensambel
gondang hasapi dan ensambel gondang sabangunan.
2.7.2.1 Ensambel Gondang Hasapi
Secara umum ensambel yang lazim digunakan untuk upacara adat
perkawinan namun masa sekarang hampir tidak digunakan lagi penggunaanya pada
upacara perkawinan. Instrumen yang dipakai dalam ensambel ini terdiri dari:
hasapi doal, sarune etek, garantung, mengmung, hesek.
(a) Hasapi doal, instrumen ini sama dengan hasapi ende namun dalam
permainannya hasapi doal berperan sebagai pembawa ritem konstan. Ukuran
instrumen hasapi doal lebih besar sedikit dari hasapi ende.
47
Gambar 2.7.2.1.a Hasapi Doal
(Sumber: www.google.co)
(b) Sarune etek, adalah instrumen pembawa melodi yang memiliki reed tunggal.
Klasifikasi ini termasuk dalam kelompok aerophone yang memiliki lobang
nada (empat dibagian atas, satu dibagian bawah) dimainkan dengan cara
mangombus marsiulak hosa.
Gambar 2.7.2.1.b Sarune Etek
(Sumber: bonigorgga.blogspot.com)
(c) Garantung, adalah instrumen pembawa melodi yang terbuat dari kayu dan
memiliki lima bilah nada. Klasifikasi instrumen ini termasuk ke dalam
48
kelompok xylophone. Selain berperan sebagai pembawa melodi, juga berperan.
sebagai pembawa ritem variable pada lagu-lagu tertentu, dimainkan dengan
cara mamalu7
Gambar 2.7.2.1.c Garantung
(Sumber: penulis)
(d) Mengmung, adalah instrumen pembawa melodi konstan yang memiliki tiga
senar. Senarnya terbuat dari kulit bamboo tersebut. Klasifikasi instrumen ini
bisa dimasukkan kedalam kelompok idiochordophone.
(e) Hesek, adalah instrument pembawa tempo (ketukan dasar) yang terbuat dari
pecahan logam atau besi dan kadang kala dipukul dengan botol kosong.
Instrument ini dimainkan dengan cara mengadu pecahan logam tersebut sesuai
dengan irama dari suatu logam. Klasifikasi ini termasuk kedalam kelompok
idiophone.
(f) Sarune bolon (shawm, oboe), yaitu sejenis alat tiup berlidah ganda (double
reed) yang berperan sebagai pembawa melodi dan dimainkan dengan cara
7 Mamalu dapat diartikan dengan memukul, memainkan atau membunyikan. Contoh
mamalu hasapi (membuyikan hasapi), mamalu garantung (membunyikan garantung) dan lain-lain.
Palu-palu merupakan alat pemukul berupa stik yang digunakan untuk memukul instrumen.
49
mangombus marsiulak hosa. Instrumen ini tergolong kepada kelompok
aerophone.
Gambar: 2.7.2.1.f Sarune Bolon
(Sumber: penulis)
2.7.2.2 Ensambel Gondang Sabangunan
Sampai zaman sekarang gondang sabangunan lazim dipakai pada upacara
adat perkawinan batak toba, khususnya pada saat pemberian ulos maupun sebagai
pengisi acara. Instrumentasi yang dipakai pada ensambel yang dipakai dalam
ensambel gondang sabangunan terdiri dari:
(a) Taganing, yaitu lima buah gendang yang terdiri dari odap-odap, paidua odap,
painonga, paidua ting-ting, dan ting-ting dan berfungsi sebagai pembawa
melodi dan juga sebagai ritem variabel dalam beberapa lagu. Klasifikasi
intrumen ini termasuk kedalam kelompok membranophone, dimainkan dengan
cara dipukul membrannya dengan menggunakan palu- palu/stik. Di dalam
permainan taganing terdapat empat teknik memukul, yaitu; 1) memukul stik
50
pada bagian tengah gendang, 2) memukul stik pada pinggiran gendang, 3)
memukul stik pada tengah dan menghentikannya seketika dengan cara
menekan permukaan gendang dengan ujung stik, 4) menekan permukaan
gendang dengan ujung jari tangan kiri. Gordang, satu buah gendang yang lebih
besar dari taganing yang berperan sebagai pembawa ritem kostan maupun
variabel. Instrumen ini sering disebut sebagai bass dari ensambel gondang
sabangunan. Alat musik ini dimainkan dengan menggunkan dua buah stik
pemukul, sama dengan memainkan taganing.
Gambar 2.7.2.2.a Taganing
(Sumber: penulis)
(b) Ogung (gong), yaitu empat buah gong yang diberi nama oloan, ihutan, doal
dan panggora. Setiap ogung mempunyai ritem yang sudah konstan. Instrument
ini berperan sebagai pembawa ritem konstan atau pembawa irama dalam
gondang sabangunan. Klasifikasi ini termasuk ke dalam kelompok idiophone.
(c) Odap, yaitu gendang dua sisi yang berperan sebagai pembawa ritem variabel.
Pada praktiknya alat musik ini sangat jarang dimainkan. Kehadirannya dalam
ensambel gondang sabangunan lebih terbatas pada upacara-upacara ritual
51
kepercayaan, seperti yang ditemukan pada masyarakat parmalim yang masih
melanjutkan kepercayaan Batak Toba. Klasifikasi instrumen ini termasuk ke
dalam kelompok membranophone.
(d) Hesek, adalah instrument pembawa tempo (ketukan dasar) yang terbuat dari
pecahan logam atau besi dan kadang kala dipukul dengan botol kosong.
Instrument ini dimainkan dengan cara mengadu pecahan logam tersebut sesuai
dengan irama dari suatu logam. Klasifikasi ini termasuk kedalam kelompok
idiophone.
2.7.2.3 Instrumen Tunggal
Menurut adat Batak Toba, dahulu instrumen tunggal diartikan
sebagai instrumen yang dimainkan secara tunggal dan tidak boleh digabungkan ke
dalam ensambel gondang hasapi maupun gondang sabangunan, sebab pada
dasarnya sudah ditetapkan berbagai instrumen tertentu yang boleh dimainkan ke
dalam kedua ensambel tersebut. Dalam hal ini, penggunaannya hanya dikaitkan ke
dalam kedua ensambel tersebut karena berdasarkan sejarah, dahulu hanya ada dua
ensambel dalam musik adat masyarakat Batak Toba yakni gondang hasapi dan
gondang sabangunan. Instrumen tunggal biasanya hanya digunakan pada waktu
senggang untuk mengisi kekosongan atau menghibur diri. Instrumen ini juga tidak
pernah dimainkan dalam upacara-upacara adat yang bersifat ritual layaknya
instrumenintrumen yang ada pada ensambel gondang sabangunan atau gondang
hasapi. Namun jika diartikan secara lebih luas dan terkait perkembangan berbagai
musik Batak Toba pada masa kini, instrumen tunggal pada dasarnya bukan hanya
instrumen yang tidak boleh dimainkan bersama dengan ensambel gondang hasapi
52
maupun gondang sabangunan saja, melainkan juga pada berbagai ensambel atau
format musik yang lain. Selain sulim, ada berbagai intrumen Batak Toba yang
termasuk ke dalam instrumen tunggal seperti :
1. Saga-saga (jew’s harp) yang terbuat dari bambu dan dimainkan dengan cara
menggetarkan lidah instrument tersebut dengan bantuan hentakan tangan
dan rongga mulut berperan sebagai resonator. Instrumen ini tergolong ke
dalam keompok ideophone.
2. Jenggong (jew’s harp) yang terbuat dari logam dan mempunyai konsep yang
sama dengan saga-saga. Juga termasuk ke dalam kelompok ideophone.
3. Talatoit (transverse flute), sering juga disebut dengan salohat atau tulila,
yaitu alat musik yang terbuat dari bambu dan dimainkan dengan cara meniup
dari samping. Mempunyai empat lobang nada yakni dua di sisi kiri dan dua
di sisi kanan, sedangkan lobang tiupan berada di tengah. Instrumen
diklasifikasikan ke dalam kelompok aerophone.
4. Sordam (up blown flute) yang terbuat dari bambu, dan dimainkan dengan
cara meniup dari ujungnya dengan meletakkan bibir pada ujung instrumen
yang diposisikan secara diagonal. Instrumen ini memiliki lima lobang nada,
yakni empat di bagian atas dan satu di bagian bawah, sedangkan lobang
tiupan berada pada ujung atas nya. Instrumen ini juga termasuk ke dalam
kelompok aerophone.
5. Tanggetang (bamboo ideochord), yaitu alat musik yang terbuat dari batang
bambu besar dan memiliki senar yang dibentuk dari badan bambu itu sendiri
dan badan bambu tersebut berperan sebagai resonator. Prinsip pembuatan,
cara memainkan dan karakter bunyi instrumen ini hampir sama dengan
keteng-keteng yang ada pada masyarakat Batak Karo, dimana instrumen ini
bersifat ritmis dan gaya permainannya seakan mengimitasikan karakter
bunyi ogung (gong Batak Toba). Instrumen ini termasuk kelompok yang
dipadukan antara ideophone dengan chordophone sehingga disebut dengan
ideochordophone
53
6. Mengmung juga merupakan instrumen sejenis ideochordophone yang mirip
dengan tanggetang, hanya saja senarnya terbuat dari rotan dan peti kayu
dijadikan sebagai resonator.
Dari keseluruhan intrumen tunggal yang ada pada masyarakat Batak Toba,
sulim adalah instrumen yang masih tetap eksis dan paling sering digunakan hingga
pada saat ini. Hal ini kemungkinan disebabkan karena sulim merupakan instrumen
tiup yang lebih kompleks dengan frekuensi nada serta jangkauan nada yang lebih
luas dibandingkan instrumen tunggal yang lainnya, sehingga berbagai jenis lagu
atau repertoar dapat dimainkan pada instrumen tersebut.
Sementara instrumen tunggal yang lain sudah sangat jarang digunakan
dalam kehidupan sehari-hari bahkan ada orang yang mengatakan bahwa beberapa
di antaranya sudah hampir punah keberadaannya seperti saga-saga, jenggong,
tanggetang dan mengmung. Sebab pada umumnya, keempat instrumen ini sudah
sangat jarang kelihatan atau digunakan dalam kehidupan sehari-hari, bahkan
mungkin hanya satu dua orang yang masih melestarikan instrumen ini, dan itu pun
kemungkinan jika siempunya masih hidup atau instrumen tarsebut masih tetap
diwariskan secara turun temurun.
2.8 Perekonomian
Penerimaan pendapatan daerah masih sangat menggantungkan kepada
penerimaan dari pajak disamping adanya dana alokasi umum. Penerimaan dari
pajak pun hanya bersumber dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Target pokok
penetapan penerimaan PBB dikecamatan Balige pada tahun 2015 masih belum
54
tercapai sepenuhnya yang tercatat Rp 226.686.147 dengan pokok penetapan
sebesar Rp 429.003.619 yang berarti pokok penetapan yang ditentukan hanya
mencapai 64,39%.
2.9 Konsep Kekerabatan
Pembagian kelompok keturunan bagi masyarakat Batak diyakini berasal
dari satu nenek moyang yang sungguh-sungguh ada, dan atau karena anggapan
mitologi seperti disebutkan dalam pembahasan di atas. Garis keturunan yang
disandang oleh setiap orang Batak sekarang ini berasal dari satu sumber yang secara
eksklusif ditarik lurus dari pihak laki-laki (keturunan agnatic, patrilineal atau laki-
laki). Garis patrilineal ini dipakai guna menentukan status keanggotaan
dalam sebuah kelompok yang dinamai 8marga. Sedangkan patrilineal adalah garis
keturunan menurut laki-laki.
Mengenai prinsip garis keturunal patrilineal tersebut, Soerjono Soekanto
memberikan penjelasan: “Hubungan kekerabatan melalui laki-laki saja, dan karena
itu mengakibatkan bahwa bagi tiap individu dalam masyarakat semua kaum kerabat
ayahnya masuk kedalam batas hubungan kekerabatannya, sedangkan semua kaum
kerabat ibunya jatuh diluar batas itu”. Sehingga, kelompok marga Batak adalah
sebuah organisasi keluarga yang luas. Kekerabatan dari kelompok keturunan bagi
orang Batak banyak dijumpai menurut wilayah kediaman masyarakat Batak Toba.
Mereka membentuk grup-grup menjadi sebuah kelompok marga (descent group)
sebagai kesatuan sosial. Kesatuan yang diakui (de facto) oleh umum.
8 Marga adalah nama pertanda dari keluarga mana seorang berasal. Nama marga dalam
keluarga umumnya terletak di belakang, sehingga sering disebut dengan nama belakang. Marga
turun-temurun dari kakek kepada bapak, kepada anak, kepada cucu, kepada cicit, dan seterusnya.
55
Sejak dulu sampai sekarang, masyarakat Batak Toba dalam beberapa hal
merupakan masyarakat yang patriakal. Dalam masyarakat tradisional, posisi
perempuan seringkali sulit. Jika seorang perempuan telah melahirkan banyak anak
laki-laki dan satu anak perempuan akan sangat dihargai, tetapi jika perempuan tidak
melahirkan anak laki-laki akan dianggap rendah. Karena sistem marga diambil dari
anak laki-laki, seorang laki-laki yang tidak memiliki anak laki-laki tidak dapat
mengabadikan marganya. Keadaan ini dianggap sebagai rasa malu yang besar dan
laki-laki itu didesak untuk memiliki istri lagi, karena anak-anak membawa
kebanggaan dalam sebuah marga, biasanya laki-laki yang memiliki kekayaan sering
memiliki lebih dari satu istri. Karena marga adalah eksogamus, maka perkawinan
antara orang-orang dari marga yang sama dianggap tabu.
Adat Batak Toba mendorong seseorang segera menikah setelah masa
pubertas dan bagi laki-laki menikah dianggap sebagai sebuah tugas. Sistem marga
Batak Toba bersifat hirarkis, dalam arti bahwa marga (hula-hula), yang telah
memberikan anak perempuannya agar dinikahi marga yang lain dianggap lebih
tinggi dari pada marga yang menerima isteri tersebut (boru). Di pihak lain, marga
yang lebih tinggi juga berhubungan dengan marga-marga yang lain yang telah
memberikan anak-anak perempuan kepada mereka, yaitu yang dianggap lebih
tinggi.
Tiga marga adalah marga milik seseorang (dongan sabutuha, teman dari
satu rahim), hula-hula dan boru disebut dalihan na tolu, yang merujuk pada tiga
batu yang diletakkan dibawah tungku untuk memasak. Dalam hal ini tidak seorang
pun berada di atas karena setiap orang memiliki hubungan dengan sebuah marga
yang mereka anggap lebih tinggi.
56
Sistem kekerabatan keluarga Batak Toba, tidak dapat dipisahkan dari
filsafat hidupnya dan merupakan suatu pranata yang tidak hanya mengikat seorang
laki-laki dan seorang wanita, akan tetapi mengikat suatu hubungan yang tertentu
yaitu kaum kerabat dari pihak laki-laki atau kaum kerabat dari pihak perempuan.
Seluruh pihak yang masuk dalam lingkaran kerabat Batak Toba, masing-masing
memiliki nama sebutan panggilan yang menunjukkan status kekerabatan. Filsafat
hidup kekerabatan inilah yang disebut Dalihan Na Tolu (tungku nan tiga) yang
terdiri dari:
1. Hula-hula atau dinamai parrajaon (pihak yang dirajakan) yaitu marga ayah
mertua seorang laki-laki yang memberinya istri. Yang termasuk hula-hula
bukan hanya pihak mertua dan golongan semarganya tetapi juga bona ni
ari yaitu marga asal nenek (istri kakek) ego lima tingkat ke atas atau lebih,
tulang yaitu saudara laki-laki ibu, yang terdiri dari tiga bagian yaitu bona
tulang (tulang kandung dari bapak ego), tulang tangkas (tulang ego
saudara), tulang ro robot (ipar dari tulang), lae atau tunggane (ipar) yang
termasuk di dalamnya anak dari tulang anak mertua, mertua laki-laki dari
anak, ipar dari ipar, cucu ipar; bao (istri ipar) yaitu istri ipar dari pihak hula-
hula mertua perempuan dan anak laki-laki, anak perempuan dari tulang ro
robot; paraman dari anak laki-laki, termasuk di dalamnya anak ipar dari
hula-hula, cucu pertama, cucu dari tulang, saudara dari menantu perempuan,
paraman dari bao; hula-hula hatopan yaitu semua abang dan adik dari pihak
hula-hula.
2. Boru yaitu marga yang menerima anak perempuan sebagai istri, yang
termasuk di dalamnya namboru (bibi) yang terdiri dari iboto ni ama niba
57
(saudara perempuan bapak), mertua perempuan dari saudara perempuan,
nenek dari menantu laki-laki; amang boru (suami bibi) yang termasuk di
dalamnya mertua laki-laki dari saudara perempuan, kakak dari menantu
laki-laki; iboto (saudara perempuan) yang termasuk di dalamnya putri dari
namboru, saudara perempuan nenek, saudara perempuan dari abang atau
adik kita; lae (ipar) yang termasuk di dalamnya saudara perempuan, anak
namboru, mertua laki-laki dari putri, amang boru dari ayah, bao dari
saudara perempuan. Boru (putri) yang termasuk di dalamnya boru tubu
(putri kandung), boru ni pariban (putri kakak atau adik perempuan), hela
(menantu), yang termasuk di dalamnya suami dari putri, suami dari putri
abang atau adik kita, suami dari putri; bere atau ibebere (kemenakan) atau
anak dari saudara perempuan; boru natua-tua yaitu semua keturunan dari
putri kakak kita dari tingkat kelima.
3. Dongan Sabutuha atau dongan tubu yaitu terdiri dari namarsaompu artinya
segenap keturunan dari kakek yang sama, dengan pengertian keturunan
lakilaki dari satu marga. Setiap orang Batak Toba dapat terlihat dalam posisi
sebagai dongan tubu, hula-hula dan boru terhadap orang lain. Terhadap
hula-hulanya, dia adalah boru. Sebaliknya, terhadap boru dia merupakan
hula-hula dan terhadap garis keturunannya sendiri dia merupakan dongan
tubu.
Penyebutan kata somba marhula-hula, elek marboru, manat mardongan
tubu adalah salah satu semboyan yang hidup hingga saat ini pada masyarakat Batak
Toba yang mencerminkan keterkaitan hubungan ketiga sistem kekerabatan ini.
Artinya hula-hula menempati kedudukan yang terhormat diantara ketiga golongan
58
fungsional tersebut. Boru harus bersikap sujud dan patuh terhadap hula-hula dan
harus dijunjung tinggi. Hal itu tampak dari filosofi yang dianut tentang ketiga
golongan ini. Hula-hula, mata ni mual si patio-tioon, mata ni ari so husoran artinya
hula-hula adalah sumber mata air yang selalu dipelihara supaya tetap jernih dan
matahari yang tidak boleh ditentang. Hula-hula diberi sebutan sebagai debata na ni
ida atau wakil Tuhan yang dapat dilihat, karena merupakan sumber berkat,
perlindungan dan pendamai dalam sengketa. Elek marboru artinya hula-hula harus
selalu menyayangi borunya dan sangat pantang untuk menyakiti hati dan perasaan
boru. Manat mardongan tubu artinya orang yang semarga harus berperasaan seia
sekata dan sepenanggungan sebagai saudara kandung dan saling hormat
menghormati.
Adapun fungsi dalihan na tolu dalam hubungan sosial antar marga ialah
mengatur ketertiban dan jalannya pelaksanaan tutur, menentukan kedudukan, hak
dan kewajiban seseorang dan juga sebagai dasar musyawarah dan mufakat bagi
masyarakat Batak Toba. Dimana saja ada masyarakat Batak Toba, secara otomatis
berlaku fungsi dalihan na tolu, dan selama orang Batak Toba tetap
mempertahankan kesadaran bermarga, selama itu pulalah fungsi dalihan na tolu
tetap dianggap baik untuk mengatur tata cara dan tata hidup masyarakatnya.
59
BAB III
ANALISIS DATA
3.1 Analisis Data Kuantitiatif
3.1.1 Kategorisasi Berdasarkan Model Distribusi Normal
Kategorisasi ini didasarkan oleh asumsi bahwa skor individu dalam
kelompoknya merupakan estimasi terhadap skor individu dalam populasi dan
asumsi bahwa skor individu dalam populasinya terdistribusi secara normal. Suatu
distribusi normal strandar terbagi atas enam bagian atau enam satuan deviasi
standar. Tiga bagian berada di sebelah kiri mean (bertanda negatif) dan tiga bagian
berada di sebelah kanan mean (bertanda positif).
Tabel 3.1 Kurva Distribusi Normal Standar
(Sumber: www.google.com)
Jumlah pertanyaan dari soal untuk anak SMP Negeri 4 Balige terdiri atas 10
item yang setiap aitemnya diberi skor 10 untuk jawaban yang benar dan 0 untuk
60
jawaban yang salah. Rentang minimum-maksimumnya adalah 10 x 0 = 0 sampai
dengan 10 x 10 = 100, sehingga luas jarak sebarannya adalah 100 – 0 = 100.
Standar Deviasi = Skor tertinggi – skor terendah
6
Dengan demikian setiap satuan deviasi standarnya bernilai σ = 100/6 = 16,6 dan
mean teoretiknya adalah μ = 16,6 x 3= 50 (dibulatkan).
Dari keenam satuan deviasi standar itu dibagi kedalam 3 bagian yaitu:
X < (μ – 1,0 σ) Rendah
(μ – 1,0 σ) < X < (μ + 1,0 σ) Sedang
(μ + 1,0 σ) < X Tinggi
Dilihat dari rumus diatas, dimasukkan data untuk menjelaskan bagaimana
kategorisasi nilai dari yang terendah sampai kategorisasi nilai tertinggi. Berikut
adalah data perhitungannya:
X < [50 – 1,0 (16,6)]
[50 – 1,0 (16,6)] < X < [50 + 1,0 (16,6)]
[50 + 1,0 (16,6)] < X
Sehingga dengan harga σ = 16,6 diperoleh katageri-kategori skor sebagai berikut:
Rendah < 33
Sedang 33 – 67
Tinggi > 67
Hasil nilai yang diperoleh dari siswa/siswi SMP Negeri 4 Balige ini adalah
jumlah dari jawaban yang mereka isi dalam angket pertanyaan yang dibuat oleh
penulis. Berikut adalah data nilai anak SMP Negeri 4 Balige yang dikategori
skornya menurut nilai yang mereka dapat dari angket yang sudah dibagikan.
61
Tabel 3.1.1 Kategori Skor
DAFTAR HASIL NILAI ANGKET
No Nama Jenis Kelamin Nilai Kategori skor
1 Amelia Osnimilka Saragi Perempuan 50 Sedang
2 Artha Novelina Sianipar Perempuan 50 Sedang
3 Axel Gabriel Jhosi Sihombing Laki-laki 50 Sedang
4 Berkat Tampubolon Laki-laki 40 Sedang
5 Bonar Siburian Laki-laki 40 Sedang
6 Brian Reynaldi Sirait Laki-laki 30 Sedang
7 Chynthia Dewi Ray Silaban Perempuan 20 Sedang
8 Daniel A. Simarmata Laki-laki 60 Sedang
9 Daniel Jims Frederik Saragih Laki-laki 10 Rendah
10 Dhenta Ginting Laki-laki 50 Sedang
11 Elsa Valentina Napitupulu Perempuan 30 Sedang
12 Enjelina Simatupang Perempuan 70 Tinggi
13 Geby Yolanda Tampubolon Perempuan 70 Tinggi
14 Gladys Dwi Maretha Siregar Perempuan 60 Sedang
15 Gracella Angelina Marpaung Perempuan 70 Tinggi
16 Helen B. Damanik Perempuan 40 Sedang
17 Inrita Eza Kartika Depametou Perempuan 30 Sedang
18 Janis Siahaan Laki-laki 50 Sedang
19 Juwita Sri Lestari Perempuan 30 Sedang
20 Krisnatan Marpaung Laki-laki 70 Tinggi
62
21 Leony Panjaitan Perempuan 80 Tinggi
22 Lia Krisna Siringo-ringo Perempuan 80 Tinggi
23 Morris O.W. Siagian Laki-laki 40 Sedang
24 Nathan Conary B. Siagian Laki-laki 70 Tinggi
25 Risky Andre Agustin Siahaan Laki-laki 50 Sedang
26 Rizki Paulus Pardosi Laki-laki 30 Sedang
27 Rizky Tampubolon Laki-laki 50 Sedang
28 Sarah Dolorosa Damanik Perempuan 50 Sedang
29 Sari Ester Joanna Simanjuntak Perempuan 50 Sedang
30 Sonni D.M. Simanjuntak Laki-laki 40 Sedang
31 Trileonita Aritonang Perempuan 70 Tinggi
32 Yoel Siahaan Laki-laki 60 Sedang
33 Adrian Hutauruk Laki-laki 70 Tinggi
34 Alya Triswani Perempuan 60 Sedang
35 Andika Parlinggoman Tampunolon Laki-laki 30 Sedang
36 Angel Christine Siahaan Laki-laki 70 Tinggi
37 Arif Parulian Hutagaol Laki-laki 70 Tinggi
38 Armansyah Putra Marpaung Laki-laki 80 Tinggi
39 Bintang Maudi Loyni Perempuan 60 Sedang
40 Bintar Kuat Siahaan Laki-laki 60 Sedang
41 Devinta Xlandi Putri Siagian Perempuan 60 Sedang
42 Dodi Ferdinan Siahaan Laki-laki 40 Sedang
43 Fanny Clarenia Gultom Perempuan 50 Sedang
63
44 Geaha Maria Gultom Perempuan 60 Sedang
45 Geby Anisa Stephania Sitorus Perempuan 40 Sedang
46 Grace Panjaitan Perempuan 60 Sedang
47 Imelda Rotua S. Perempuan 70 Tinggi
48 Indah Claudia Pakpahan Perempuan 60 Sedang
49 Irene Pricilla Merriana Sibarani Perempuan 60 Sedang
50 Joyce Remaya Solavioe Manik Perempuan 70 Tinggi
51 Kevin Kristoforus Samosir Laki-laki 40 Sedang
52 Kevin Simanjuntak Laki-laki 60 Sedang
53 Kronika Simanjuntak Perempuan 60 Sedang
54 Laura Pakpahan Perempuan 50 Sedang
55 Manuel Mateus Simanjuntak Laki-laki 60 Sedang
56 Markus B.A. Simanjuntak Laki-laki 60 Sedang
57 Pangeran M. Op.Sunggu Laki-laki 60 Sedang
58 Rahel Simangunsong Perempuan 60 Sedang
59 Rico Laurensius Hutapea Laki-laki 50 Sedang
60 Ropita Sari Sinambela Perempuan 70 Tinggi
61 Shinta Aritonang Perempuan 70 Tinggi
62 Srulina Tampubolon Perempuan 60 Sedang
63 Syahnaz Khairunisa Daniela Perempuan 60 Sedang
64 Valerin Silaban Laki-laki 60 Sedang
65 Yakub Laki-laki 50 Sedang
66 Yehezkiel Sitohang Laki-laki 40 Sedang
64
67 Agnes Yosepha Naibaho Perempuan 70 Tinggi
68 Asri Sirait Perempuan 70 Tinggi
69 Bintang Siahaan Perempuan 70 Tinggi
70 Calista Sianipar Perempuan 80 Tinggi
71 Daniel Sitanggang Laki-laki 50 Sedang
72 Dian Grecia Gulo Perempuan 30 Sedang
73 Douglas RGS Laki-laki 80 Tinggi
74 Febiola Adiarta Siahaan Perempuan 70 Tinggi
75 Goretty Marpaung Perempuan 70 Tinggi
76 Grace Alvani Simanullang Perempuan 60 Sedang
77 Hotnauli Tampubolon Perempuan 50 Sedang
78 Imanuel Simanjuntak Laki-laki 60 Sedang
79 Josua Habeahan Laki-laki 50 Sedang
80 Joy Simangunsong Perempuan 30 Sedang
81 Juara Nugraha Damanik Laki-laki 70 Tinggi
82 Jufourlisa Sirait Perempuan 70 Tinggi
83 Kevin Marpaung Laki-laki 80 Tinggi
84 Lourence Aritonang Laki-laki 60 Sedang
85 Mirna Karolina Siagian Perempuan 70 Tinggi
86 Mutiara E. Simanulang Perempuan 50 Sedang
87 Nadia M. Pasaribu Perempuan 70 Tinggi
65
3.1.2 Persentase Kategori Skor
Persentase kategori skor ini diambil dari jumlah data dari setiap kategori
lalu dibagi dengan total jumlah responden yang sudah dikumpulkan dengan dikali
100%. Berikut adalah data yang akan dijelaskan:
Jumlah kategori rendah : 1
Jumlah kategori sedang : 58
Jumlah kategori tinggi : 28
Total keseluruhan : 87
Kategori Rendah:
1 x 100% = 1,15%
87
Kategori Sedang:
58 x 100% = 66,67%
87
Kategori Tinggi:
28 x 100% = 32,18%
87
66
3.2 Analisis Kualitatif
Selain dari angket yang dibagikan kepada siswa/siswi SMP Negeri 4
Balige, sebelumnya penulis juga melakukan survei lapangan beberapa minggu di
kecamatan Balige dan juga wawancara kepada masyarakat terkhusus siswa/siswi
SMP Negeri 4 Balige ini guna mengetahui lebih lagi bagaimana kehidupan sehari-
hari anak remaja, kegiatan apa saja yang mendukung tradisi khususnya Gondang
Sabangunan pada masa sekarang ini, bagaimana pendapat atau pengetahuan anak
remaja tentang tradisi Gondang Sabangunan ini serta alat musiknya, peranan
dunia pendidikan, serta peranan orang tua dalam mentransmisikan tradisi
Gondang Sabangunan ini kepada generasi selanjutnya terkhusus anak remaja.
67
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Faktor Penyebab Pengetahuan Anak Remaja di Kategorikan Cukup Baik
Terhadap Tradisi Gondang Sabangunan
4.1.1 Pendidikan dan Informasi
Dalam mendukung pengembangan kebudayaan lokal, beberapa Sekolah
Menengah Pertama memiliki kegiatan ekstrakulikuler yang dilaksananakan
beberapa kali dalam seminggu. Namun disetiap sekolah tidak banyak alat musik
tradisi yang lengkap sehingga siswa/siswi terbatas untuk berlatih. Salah satu
contohnya adalah di SMP Negeri 4 Balige alat musik tradisi yang digunakan untuk
berlatih terbatas. Mereka hanya memiliki garantung, taganing, sulim (yang harus
dibeli masing-masing siswa/siswi yang ingin belajar) dan hasapi. Karena
keterbatasan alat ini, maka siswa/siswi tersebut sedikit yang paham akan alat musik
tradisi Gondang Sabangunan ini, bahkan untuk membedakan alat musik di
Gondang Sabangunan dan Gondang Hasapi mereka sulit untuk membedakannya.
Keterbatasan informasi baik dari guru dan orang tua mereka juga yang membuat
anak remaja kurang tahu akan tradisi tersebut.
4.1.2 Minat
Beberapa anak remaja yang sudah dijumpai dan diwawancarai oleh penulis
jika ditanya mengenai musik tradisi Batak Toba cukup banyak yang tahu. Untuk
belajar atau pun berlatih musik tradisi ini cukup banyak yang bersemangat, namun
jika dibandingkan dengan musik modren dimasa sekarang masih jauh lebih
bersemangat jika mereka belajar modren.
68
4.1.3 Pengalaman dan Usia
Kegiatan ataupun acara yang sering dilaksanakan di kecamatan Balige
beberapa kali mengajak anak remaja untuk mengikuti lomba bermain musik tradisi
antar sekolah guna untuk meningkatkan semangat anak remaja untuk tetap
mencintai tradisi lokal tersebut. Dari segi usia, untuk pelaksanaan tradisi Gondang
Sabangunan ini anak remaja tidak dapat ikut serta karena dari segi kepercayaan
masyarakat sesorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dan dari segi
pengalamannya (Azwar,2009)
4.2 Tingkat Pengetahuan Anak Remaja Terhadap Tradisi Gondang
Sabangunan
Hasil dari analisis deskriptif data nilai angket memperlihatkan mayoritas
anak remaja mendapat skor sedang (cukup baik) yaitu 33-67 dengan persentase
66,67%, yang dapat menjawab pertanyaan dengan cukup baik. Dari total seluruh
siswa/siswi SMP Negeri 4 Balige adalah 700 orang. Namun karena sampel yang
diambil hanya 87 anak ini diambil dari jumlah keseluruhan siswa/siswi SMP Negeri
4 Balige lalu dibagi juga dengan jumlah keseluruhan tadi ditambah satu dan dikali
denga 10% dari taraf kesalahan data (angket). Setelah dapat jumlah sampel dan
angket yang dibagikan ke 87 responden tersebut itu sudah dimasukan kedalam table
daftar angket.
Dari penggolongan subjek ke dalam 3 kategori tingkat pengetahuan anak
remaja, maka satuan deviasi standar dibagi menjadi 3 bagian yang mencakup
rendah, sedang dan tinggi. Satuan deviasi standar yang diperoleh dari data tersebut
yaitu kategori rendah dengan skor 33 yang persentase jumlah responden 1 adalah
69
1,15%, kategori sedang (cukup baik) dengan skor 33 – 67 yang persentase jumlah
responden 58 adalah 66,67%, dan kategori tinggi dengan skor diatas > 67 yang
persentase jumlah responden 28 adalah 32,18%.
Dilihat dari angket yang berupa pertanyaan, responden dapat menjawab
benar pertanyaan tentang alat musik (memilih, dalam indikator kategori
pengetahuan ranah kognitif) untuk ensambel Gondang Sabangunan dibanding
dengan sejarah atau tradisi yang ada. Dari proses berpikir di ranah kognitif sendiri,
responden masih dalam level atau kategori pengetahuan (knowledge) dan
pemahaman (comprehension) yang mash dasar dalam. Dalam kategori
pengetahuan, indikator responden yang ada dalam angket penelitian ini adalah
mendefinisikan dan memilih, sedangkan indikator pemahaman yaitu menerangkan
dan menjelaskan.
70
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dari 87 responden
yang diambil datanya, tingkat pengetahuan anak remaja khususnya di SMP Negeri
4 Balige terhadap tradisi Gondang Sabangunan sedang atau cukup baik, hal
tersebut dapat diketahui dari presentase, serta berdasarkan nilai yang diperoleh rata-
rata perolehan skor dengan jumlah 16,6. Dari satuan deviasi standar yang dibagi ke
dalam 3 bagian yaitu kategori rendah, sedang, dan tinggi skor responden atau skor
anak remaja yang didapat adalah skor 33 (kategori renah) dengan persentase
1,15%, skor 33 – 67 (kategori sedang/cukup baik) dengan persentase 66,67%, dan
skor < 67 atau lebih dari 67 (kategori tinggi) dengan persentase 32.18%.
Dari sini dapat kita ketahui bahwa rata-rata pengetahuan siswa cukup baik,
dalam tingkatan tahu (know) dan memahami (comprehension) saja, belum sampai
pada tingkat, penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (synthesis), evaluasi
(eval) dan faktor ekstern siswa yang kurang cukup mendukung. Kita dapat
mengetahui ternyata salah satu penyebab tingkat pengetahuan ini dikategori
kedalam cukup baik tentang tradisi Gondang Sabangunan dari faktor intenal yaitu:
pendidikan, pengalaman dan usia, dan faktor eksteren yang meliputi ekonomi,
informasi, kebudayaan/lingkungan. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa faktor
interen dan eksteren yang dapat mendukung penyebabkan tingkat pengetahuan anak
remaja di kecamatan Balige terhadap tradisi Gondang Sabangunan masuk kedalam
kategori sedang (cukup baik).
71
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah dikemukakan
diatas, maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut: Bagi sekolah,
khususnya guru yang mengajar mata pelajaran seni budaya hendaknya memberikan
pengetahuan yang lebih mendalam, porsi dalam memberikan materi diperbanyak
serta sebisanya menumbuhkan kesadaran rasa cinta terhadap budaya Indonesia,
supaya menumbuhkan keinginan untuk tetap melestarikan kebudayaan tersebut,
dalam hal ini khususnya sejarah tradisi Gondang Sabangunan.
Hendaknya lingkungan sekitar juga berperan dalam melestarikan
keberadaan tradisi Gondang Sabangunan, maksudnya lingkungan sekitar adalah
sekolah (yang didalamnya ada guru dan siswa) lingkungan tempat tinggal
(masyarakat) maupun lingkungan keluarga, biar musik keroncong tidak tergerus
dengan musik-musik lainnya. Dari lingkungan inilah yang nantinya akan menjadi
kebiasaan, dan dari kebiasaan tersebut munculah generasi yang cinta akan tradisi
Gondang Sabangunan.
72
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi. (1998). Psikologi Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto. (2011). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Azwar, S. (2007). Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannnya. Jakarta: Pustaka
Pelajar.
Azwar, S. (2014). Penyusunan Skala Psikologi. yogyakarta: IKAPI.
Balige. (2016). Kecamatan Balige dalam Angka 2016. Balige: Badan Pusat Statistik
Kabupaten Toba Samosir.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. “Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Pusat Bahasa”
Koentjaraningrat. (1983). Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Rineka
Cipta.
Koentjaraningrat. (2005). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Notoatmojo. (2005). Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Purba, M. (2007). Musik Tradisional Masyarakat Sumatera Utara: Harapan,
Peluang dan Tantangan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar, 9.
Siswanto, S. (2015). Tingkat Pengetahuan Siswa SMP Negeri 1 Sayung Terhadap
Musik Keroncong. Skripsi, 9-29.
Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka
Cipta.
Sobandi, B. (2008). Model Pembelajaran Kritik dan Apresiasi Seni. solo: Maulana
Offset.
Sugiyono. (2002). Statisitk untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Kuantitaif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
73
GAMBAR SMP NEGERI 4 BALIGE
74
DAFTAR INFORMAN
1. Nama : Amelia Osnomilka Saragih
Umur : 14 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Desa Sianipar Sihail-hail, Balige.
2. Nama : Brian Reynaldi Sirait
Umur : 13 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Desa Sibuntu on, Balige
3. Nama : Elsa Napitupulu
Umur : 14 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Desa Napitupulu Bagasan, Balige
4. Nama : Well Farncius Sianturi
Umur : 25 tahun
Pekerjaan : Guru
Alamat : Desa Paindoan, Balige
5. Nama : Roy Sibarani
Umur : 32 tahun
Pekerjaan : Pengamat budaya
Alamat : Desa Pardede Onan, Balige
6. Nama : Marthin Sianturi
Umur : 35 tahun
Pekerjaan : Pengamat budaya dan penulis
75
Alamat : Desa Pardede Onan, Balige
7. Nama : Bistok Silaban
Umur : 52 tahun
Pekerjaan : Musisi
Alamat : Desa Hinalang Bagasan, Balige
8. Nama : Pantun Josua Pardede
Umur : 46 tahun
Pekerjaan : Camat
Alamat : Desa Pardede Onan, Balige
76
LAMPIRAN
Identitas Diri
Nama :
Kelas :
Jenis Kelamin :
Petunjuk :
Berilah tanda silang (X) pada salah satu jawaban yang tepat dari soal
pilihan berganda dibawah ini!
1. Apakah yang dimaksud dengan musik ansambel?
a. Musik ansambel adalah bermain musik dengan lebih dari tiga orang.
b. Musik ansambel adalah bermain musik dengan bersama-sama
dengan menggunakan beberapa alat musik yang sama serta
memainkan beberapa lagu.
c. Musik ansambel adalah bermain musik dengan bersama-sama
dengan menggunakan beberapa alat musik tertentu serat memainkan
beberapa lagu.
2. Dibawah ini, manakah yang termasuk dalam ansambel musik dari Batak
Toba?
a. Gondang Sabangunan
b. Taganing dan Sulim
c. Gondang
3. Ansambel dalam masyarakat Batak Toba biasanya digunakan sebagai?
a. Hiburan masyarakat
b. Pendukung upacara-upacara adat
c. Pengiring tarian tor-tor saja
4. Apakah fungsi gondang dalam masyarakat Batak Toba pada zaman dahulu?
a. Pengingat manusia terhadap Sang Pencipta
b. Sarana komunikasi antara manusia dan Sang Pencipta
c. Penghormatan manusia terhadap Sang Pencipta
5. Disebut apakah Tuhan pada masyarakat Batak Toba?
a. Tuhan
b. Mulajadi Na Bolon
77
c. Debata Mulajadi Na Bolon
6. Dibawah ini manakah alat musik ansambel Gondang Sabangunan yang
menjadi ketukan dasar yang berbentuk botol kosong?
a. Hesek
b. Taganing
c. Ogung
7. Dibawah ini manakah alat musik Gondang yang memiliki senar?
a. Sarune Bolon
b. Hasapi
c. Garantung
8. Dibawah ini manakah alat musik Gondang yang terdiri dari lima bagian
yang dimainkan dengan cara dipukul?
a. Taganing
b. Garantung
c. Ogung
9. Dibawah ini manakah yang termasuk bagian dari alat musik Taganing?
a. Painonga dan Ogung
b. Odap-odap dan Ogung
c. Painonga dan Odap-odap
10. Pada ansambel Gondang Hasapi dan Gondang Sabangunan masing-masing
memiliki alat musik yang berbeda, kecuali alat musik?
a. Sarune
b. Taganing
c. Hesek