Upload
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
TINJAUAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
WAKTU TUNGGU PELAYANANREKAM MEDIS
PASIENRAWAT JALANDI BADANLAYANAN
UMUM DAERAH RSUDKABUPATEN
NAGAN RAYA
SKRIPSI
ARIS MUNANDAR
Nim 09C10104154
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH - ACEH BARAT
TAHUN 2014
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rekam medis adalah keterangan baik yang tertulis maupun yang terekam
tentang identitas, anamnase penentuan fisik laboratorium, diagnosa segala
pelayanan dan tindakan medik yang diberikan kepada pasien dan pengobatan baik
yang dirawat inap, rawat jalan maupun yang mendapatkan pelayanan gawat
darurat (Rustiyanto, 2009).
Dengan semakin berkembangnya dunia kesehatan di Indonesia, rekam
medis mempunyai peranan tidak kalah pentingnya dalam menunjang pelaksanaan
Sistem Kesehatan Nasional. Rekam medis sangat penting selain diagnosis,
pengobatan juga untuk evaluasi pelayanan kesehatan, peningkatan efisiensi kerja
melalui penurunan mortalitas dan morbiditas serta perawatan penderita yang lebih
sempurna. Rekam medis harus berisi informasi lengkap perihal proses pelayanan
di masa lalu, masa kini dan perkiraan terjadi di masa yang akan dating (Dhamanti,
2003).
Instalasi Rawat Jalan (IRJ) merupakan unit fungsional yang menangani
penerimaan pasien di rumah sakit, baik yang akan berobat jalan maupun yang
akan dirawat di rumah sakit. Pemberian pelayanan di IRJ pertama kali dilakukan
di loket karcis yang dikelola oleh bagian Rekam Medis Rawat Jalan. Salah satu
dimensi mutu pelayanan kesehatan adalah akses terhadap pelayanan yang ditandai
dengan waktu tunggu pasien. Waktu tunggu pasien dalam hal ini terhadap
pelayanan Rekam Medis di Pendaftaran Rawat Jalan merupakan salah satu hal
1
2
penting yang akan menentukan citra awal pelayanan rumah sakit. Waktu tunggu
pasien merupakan salah satu komponen yang potensial menyebabkan
ketidakpuasan. Pasien akan menganggap pelayanan kesehatan jelek apabila
sakitnya tidak sembuh-sembuh, antri lama, dan petugas kesehatan tidak ramah
meskipun profesional. (Wijono, 1999).
Penyelenggaraan rekam medis rawat jalan dituntut untuk memberikan
pelayanan yang prima untuk menciptakan kepuasan pada pasiennya terutama
dengan waktu tunggu yang singkat. Salah satu faktor yang mempengaruhi
lambatnya waktu tunggu pelayanan rekam medis rawat jalan, yang diduga
disebabkan oleh kinerja perekam medis yang belum sesuai dengan kompetensi
perekam medis. Jika waktu tunggu pasien lama juga mempengaruhi tingkat
kepuasan pasien terhadap pelayanan. Banyak pasien yang mengeluhkan pelayanan
di rumah sakit pemerintah di Indonesia dengan berbagai macam alasan dan
banyak yang memilih rumah sakit swasta karena pelayanannya jauh lebih baik.
Menurut Grant dalam Dhamanti (2003) menyimpulkan bahwa waktu
tunggu merupakan masalah yang sering menimbulkan keluhan pasien dibeberapa
rumah sakit. Waktu adalah salah satu aspek mutu dalam pelayanan kesehatan,
persaingan dalam hal kecepatan pelayanan guna peningkatan mutu pelayanan,
khususnya di rumah sakit pemerintah pada saat ini belum menjadi perhatian yang
serius. Padahal pasien sebagai konsumen sangat memerlukan adanya pelayanan
yang cepat dan berkualitas yang dapat memberikan kepuasan kepadanya.
Kompetensi perekam medis menurut Siswati (2004), yang disampaikan
dalam pelatihan pengelolaan rekam medis Rumah Sakit meliputi pengetahuan,
3
keterampilan, komunikasi, dan kerjasama kelompok. Perilaku ini harus dimiliki
oleh seorang profesi perekam medis dan informasi kesehatan dalam melakukan
tugas dan tanggung jawab pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan.
Penelitian Hasanbasri (2005), di Rumah Sakit Umum Aloe Saboe
Gorontalo, bahwa determinan waktu tunggu pasien di Instalasi Rawat jalan adalah
perbedaan status pasien, dan kualitas tenaga kesehatan, keterbatasan waktu
pelayanan, informasi kurang jelas, serta keterlambatan dokter memeriksa pasien.
Di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh pasien
membutuhkan waktu di pelayanan rekam medis rawat jalan sekitar ±25 menit dari
datangnya pasien ke loket pendaftaran sampai mendapatkan rekam medis,
lamanya waktu ini disebabkan berbagai macam alasan, misalnya antrian yang
panjang, pelayanan yang kurang cepat.
Berdasarkan hasil survey awal tanggal 16 Januari 2014 di loket
pendaftaran Badan Layanan Umum Daerah Kabupaten Nagan Raya pasien
memerlukan waktu tunggu mulai dari datangnya pasien ke loket pendaftaran
sampai mendapatkan rekam medis dari petugas membutuhkan waktu selama ±20
menit sedangkan berdasarkan standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh
Departemen Kesehatan waktu penyediaan dokumen rekam medik pelayanan rawat
jalan ≤ 10 menit (PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR
741/MENKES/PER/VII/2008).
Keterlambatan ini disebabkan oleh pelayanan tersebut dilihat dari status
sosial pasien (kekuasaan dan pendapatan) dan kelalaian dari petugas itu sendiri,
Sarwono dalam Hasanbari (2005), mengatakan bahwa di samping faktor-faktor
4
yang berhubungan dengan manajemen pelayanan kesehatan, kepuasan pasien juga
dipengaruhi oleh karakteristik pasien itu sendiri. Dengan pelayanan yang sama
untuk kasus yang sama dapat terjadi kepuasan pasien yang berbeda hal ini
tergantung pada latar belakang pasien itu sendiri misalnya status sosial pasien.
Salah satu faktor yang mempengaruhi pelayanan kesehatan menurut Aziz
dalam Asmuni (2009) adalah ekonomi, semakin tinggi ekonomi seseorang,
pelayanan kesehatan akan lebih diperhatikan dan mudah dijangkau, begitu juga
sebaliknya, keadaan ekonomi yang akan dapat mempengaruhi dalam system
pelayanan kesehatan.
Sebagian besar pelayanan kesehatan merupakan barang normal dimana
kenaikan pendapatan keluarga akan meningkatkan demand untuk pelayanan
kesehatan. Akan tetapi ada kecenderungan mereka yang berpendapatan tinggi
tidak menyukai pelayanan kesehatan yang menghabiskan banyak waktu. Hal ini
diantisipasi oleh Rumah Sakit-Rumah Sakit yang menginginkan pasien dari
golongan mampu. Masa tunggu dan antrean untuk mendapatkan pelayanan medis
harus dikurangi (Palutturi, 2005).
Menurut Danakusuma (2002), bagi masyarakat yang dimaksud dengan
pelayanan yang baik yang pertama adalah: kecepatan pelayanan, keramah
tamahan dan komunikasi yang baik, terhadap dokter juga perawat. Jadi
masyarakat tidak mempersoalkan dokter lulusan dari mana, apakah laki-laki atau
perempuan, suku atau agamanya, Karena sampai sekarang pelayanan yang cepat
dan ramah tamah sangat dibutuhkan.
5
Pelayanan rekam medis yang baik dan bermutu tercermin dari pelayanan
yang ramah, cepat, serta nyaman. Pelayanan rekam medis rawat jalan dimulai
dari tempat pendaftaran pasien sampai memperoleh dokumen rekam medis yang
akan digunakan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Berdasarkan standar
penyediaan dokumen rekam medis pelayanan rawat jalan adalah ≤ 10 menit, dan
pelayanan dokumen rekam medis pelayanan rawat inap selama ≤ 15 menit
(Depkes RI, 2007).
Dari hal di atas maka penulis ingin melakukan penelitian tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi waktu tunggu pelayanan rekam medis rawat jalan di
Badan Layanan Umum Daerah RSUD Kabupaten Nagan Raya.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah faktor-faktor apa
saja yang mempengaruhi waktu tunggu pelayanan rekam medik rawat jalan di
Badan Layanan Umum Daerah RSUD Kabupaten Nagan Raya tahun 2014.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi waktu tunggu
pelayanan rekam medis rawat jalan di Badan Layanan Umum Daerah RSUD
Kabupaten Nagan Raya tahun 2014.
6
1.3.2 Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui pengaruh kekuasaan terhadap waktu tunggu di
pelayanan rawat jalan di Badan Layanan Umum Daerah RSUD
Kabupaten Nagan Raya tahun 2014.
b. Untuk mengetahui pengaruh pendapatan terhadap waktu tunggu di
pelayanan rawat jalan di Badan Layanan Umum Daerah RSUD
Kabupaten Nagan Raya tahun 2014.
c. Untuk mengetahui pengaruh kelalaian petugas terhadap waktu tunggu
di pelayanan rawat jalan di Badan Layanan Umum Daerah RSUD
Kabupaten Nagan Raya tahun 2014.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat teoritis
Sebagai bahan informasi dan referensi bagi peneliti lain yang akan
melakukan penelitian sejenis.
1.4.2 Manfaat aplikatif
a. Bagi rumah sakit
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi rumah sakit
mengenai waktu tunggu pelayanan di Pendaftaran Rekam Medis Rawat
Jalan. Memberikan manfaat untuk pihak yang dijadikan objek
penelitian.
b. Bagi peneliti
Dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan bagi peneliti dalam hal
mengenai metode penelitian dibidang kesehatan.
7
c. Bagi pasien
Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat mempercepat proses
waktu tunggu pasien rawat jalan di unit rekam medis Badan Layanan
Umum Daerah RSUD Kabupaten Nagan Raya.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rekam Medis
2.1.1 Pengertian Rekam Medis
Menurut Permenkes No. 269/MENKES/PER/III/2008 dalam Rustiyanto
(2009), rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah
diberikan kepada pasien.
Rekam medis adalah siapa, apa, dimana dan bagaimana perawatan pasien
selama di Rumah Sakit, untuk melengkapi rekam medis harus memiliki data yang
cukup tertulis dalam rangkaian kegiatan guna menghasilkan suatu diagnosis,
jaminan, pengobatan dan hasil akhir. Rekam medis adalah keterangan baik yang
tertulis maupun yang terekam tentang identitas, anamnese penentuan fisik
laboratorium, diagnosa segala pelayanan dan tindakan medik yang diberikan
kepada pasien dan pengobatan baik yang dirawat inap, rawat jalan maupun yang
mendapatkan pelayanan gawat darurat, Rustiyanto (2009).
Menurut SK Men PAN No. 135 tahun 2002 dalam Rustiyanto (2009),
catatan medis adalah catatan yang berisikan segala data mengenai pasien mulai
dari masa sebelum ia dilakukan, saat lahir, tumbuh menjadi dewasa hingga akhir
hidupnya. Data ini dibuat bilamana pasien mengunjungi instansi pelayanan
kesehatan baik sebagai pasien berobat jalan maupun sebagai pasien rawat inap.
Rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang iidentitas
9
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien
disarana pelayanan kesehatan.
Menurut Huffman dalam Rustiyanto (2009), Rekam medis adalah fakta
yang berkaitan dengan keadaan pasien, riwayat penyakit dan pengobatan masa
lalu serta saat ini yang tertulis oleh profesi kesehatan yang memberikan pelayanan
kepada pasien tersebut. Rekam medis elektronik/rekam kesehatan elektronik
adalah suatu kegiatan mengkomputerisasikan tentang isi rekam medis mulai dari
mengumpulkan, mengolah, menganalisis dan mempresentasikan data yang
berhubungan dengan kegiatan pelayanan kesehatan.
2.1.1 Tujuan Rekam Medis
Tujuan rekam medis adalah menunjang tercapainya tertib administrasi
dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tanpa
didukung suatu sistem pengelolaan rekam medis yang baik dan benar administrasi
di Rumah Sakit tidak akan berhasil sebagaimana yang diharapkan. Sedangkan
tertib administrasi merupakan salah satu faktor yang menentukan upaya pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit Rustiyanto (2009).
Pembuatan rekam medis di Rumah Sakit bertujuan untuk mendapatkan
catatan atau dokumen yang akurat da adekuat dari pasien mengenai kehidupan
dan riwayat kesehatan, riwayat penyakit dimasa lalu dan sekarag, juga pengbatan
yang telah diberikan sebagai upaya meningkatkan pelayanan kesehatan. Rekam
medis dibuat untuk tertib adminitrasi di Rumah Sakit yang merupakan salah satu
faktor penentu dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan.
10
2.1.2 Nilai Guna Rekam Medis
1. Bagi pasien
a. Meneydiakan bukti asuhan keperawatan/tindakan medis yang
diterima oleh pasien
b. Menyediakan data bagi pasien jika pasien adtang untuk yang kedua
kali dan seterusnya
c. Menyediakan dadta yang dapat melindungi kepentingan hukum
pasien dalam kasus-kasus kompensasi pekerja kecelakaan ppribadi
atau mal praktek
2. Bagi fasiilitas layanan kesehatan
a. Memiliki data yang dipakai untuk pekerja profesional kesehatan
b. Sebagai bukti atas biaya pembayaran pelayanan medis pasien
c. Mengevaluasi penggunaan sumber daya
3. Bagi pemberi pelayanan
a. Menyediakan informasi untuk membantu seluruh tenaga profesional
dalam merawat pasien
b. Membantu dokter dalam menyediakan data keperawatan yang
bersifat berkesinambungan pada berbagai tingkatan pelayanan
kesehatan
c. Menyediakan data-data untuk penelitian dan pendidikan (Rustiyanto,
2009).
11
2.1.3 Kegunaan Rekam medis
Kegunaan rekam medis secara umum (Rustiyanto 2009), antara lain
sebagai berikut :
1. Sebagai alat komunikasi anata dokter dengan tenaga ahlinya yang ikut
ambil bagian didalam memberikan pelayanan pengobatan, perawatan
kepada pasien.
2. Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan/perawatan yang harus
diberikan kepada seorang pasien.
3. Sebagai bukti tertulis atas segala tindakan pelayanan, perkembangan
penyakit, dan pengobatan selama pasien berkunjung/ dirawat di Rumah
Sakit.
4. Sebagai bahan yang berguna untuk analisa, penelitian, dan evaluasi
terhadap kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien.
5. Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, Rumah Sakit maupun
maupun dokter dan tenaga kesehtan lainnya.
6. Menyediakan data-data khusunya yang sangat berguna untuk penelitian
dan pendidikan.
7. Sebagai dasar didalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medik
pasien.
8. Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan, serta sebagai
bahan pertanggung jawaban dan laporan.
12
2.1.4 Etika Profesi
Menurut Rustiyanto (2009), profesi adalah suatu moral community
(masyarakat moral) yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama. Etika profesi
mengandung unsur tentang pengorbanan demi kemanusiaan, dedikasi dan
pengabdian masyarakat. Profesi lahir karena adanya suatu latar belakang
pendidikan yang sama dan memiliki suatu keahlian yang belum tentu dimiliki
oleh orang lain, seperti profesi dokter, perawat, bidan dan lain-lain. Karena
memiliki keahlian tertentu maka banyka profesi menutup diri bagi orang luar dan
menjadi di suatu akalangan yang sukar untuk ditembus.
2.1.5 Pengembangan Profesi Rekam Medis
Profesi rekam medis termasuk profesi baru didalam dunia pelayanan
kesehatan, untuk itu diharapkan semua profesi rekam medis harus bisa
mengembangan ilmu rekam medis itu sendiri sesuai dengan perkembanganya.
Untuk mengembangkan profesi rekam medis dalam lingkup pelayanan kesehatan,
sebaiknya perekam medis selain melaksanakan kegiatan sehari-hari dalam
memberi pelayanan kesehatan harus mampu dan bisa melaksanakan kegiatan
(Rustiyanto 2009), meliputi :
1. Membuat karya tulis/karya ilmiah dibidang rekam medis
2. Menerjemahkan/menyadur buku dan bahan lainnya dibidang rekam
medis
3. Membuat buku pedoman/petunjuk pelaksanaan/petunjuk teknis
dibidang rekam medis
4. Mengembangkan teknologi tepat guna dibidang rekam medis
13
5. Mengidentifikasikan data dan informasi yang dibutuhkan guna
mengelola organisasi sarana kesehatan
6. Mampu memahami lingkungan pelayanan kesehatan dan unit pelayanan
yang saling berinteraksi
7. Mampu mengembangkan sistem dan teknologi dengan melakukan
pembelajaran terus-menerus
8. Mampu menyusun manajemen strategik guna menghadapi tuntutan dan
tantangan dimasa mendatang.
2.1.6 Penunjang Tugas Profesi Rekam Medis
Selain melaksanakan tugas sehari-hari tugas penunjang dari perekam
medis (Rustiyanto, 2009), antara lain :
1. Mengajar atau melatih dalam bidang rekam medis
Sebagai tenaga rekam medis dituntut harus bisa melatih tenaga rekam
medis baru (yunior) maupun tenaga rekam medis yang sudah lama,
tetapi tidak mempunyai ijazah DIII rekam medis dengan mengakan
pelatihan-pelatihan rekam medis di Rumah Sakit. Selain itu profesi
perekam medis dapat mengajar di institusi pendidikan DIII rekam
medis baik secara teori maupun praktikum.
2. Mengikuti kegiatan seminar atau lokarkarya dibidang rekam medis.
Perekam medis haruslah selalu mengikuti kegiatan-kegiatan seperti
seminar atau lokakarya khusunya dibidang rekam medis, karena selain
mendapatkan ilmu baru tentang rekam medis juga bisa menambah
pengetahuan tentang perkembangan ilmu tentang rekam medis.
14
3. Menjadi anggota organisasi profesi perekam medis
Sebaiknya profesi perekam medis harus menjadi anggota organisasi
rekam medis (PORMIKI). Karena dengan menjadi organisasi
PORMIKI kita dapat mengetahui perkembangan ilmu dan trend rekam
medis yang akan datang.
4. Menjadi anggota Tim Penilai Jabatan Fungsional Perekam Medis.
Dalam tim penilaian jabatan fungsional perekam medis selain dilakukan
oleh direktur Rumah Sakit Kepala Bagian Rekam Medis dapat
membantu direktur di dalam menilai menaikan jabatan fungsional di
Unit Rekam Medis di Rumah Sakit.
5. Memperoleh gelar kesarjanan lainnya
Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan tentang kesehatan sebaiknya
profesi rekam medis harus mengembangkan diri dengan melanjutkan
pendidikan secara formal dengan memperoleh gelar kesarjanaan. Selain
itu dengan memperoleh gelar kesarjanaan perekam medis dapat
digunakan untuk mengajukan kenaikan jabatan dan tunjanngan
fungsional.
6. Mendapat penghargaan atau tanda jasa
Pada saat ini untuk mendapatkan suatu penghargaan atau tanda jasa
tidaklah mudah bagi profesi perekam medis karena suatu penghargaan
dapat diberikan oleh profesi perekam medis, salah satunya dengan
melihat seberapa besar jasa dan peran seseorang dalam memberikan dan
megembangkan ilmu manajemen rekam medis dan informasi kesehatan.
15
2.2 Pelayanan Rawat Jalan
2.2.1 Pengertian pelayanan rawat jalan
Menurut Feste dalam Azwar (2010), pelayanan rawat jalan (ambulatory
services) adalah salah satu bentuk dari pelayanan kedokteran. Secara sederhana
yang dimaksud dengan pelayanan rawat jalan adalah pelayanan kedokteran yang
disediakan untuk pasien tidak dalam bentuk rawat inap (hospitalization). Ke
dalam pengertian pelayanan rawat jalan ini termasuk tidak hanya yang
diselengarakan oleh sarana pelaynan kesehatan yang telah lazim dikenal sperti
rumah sakit atau klinik, tetapi juga yang diselenggarakan di rumah pasien (home
care) serta dirumah perawatan (nursing homes).
Dibandingkan dengan pelayanan rawat inap, pelayanan rawat jalan ini
memang tampak berkembang lebih pesat. Roomer dalam Azwar (2010), mencatat
bahwa peningkatan angka utilisasi pelayanan rawat jalan di Rumah Sakit
misalnya, adalah dua sampai tiga kali lebih tinggi dari peningkatan angka utilasi
pelayanan rawat inap. Hal yang sama juga ditemukan pada jumlah sarana
pelayanannya. Hal yang sama juga ditemukan pada jumlah sarana pelayanannya.
Banyak faktor yang berperan sebagai penyebab makin berkembangnya
pelaynan dan juga saranan pelaynan berobat jalan ini. Jika disederhanakan, paling
tidak dapat dobedakan atas lima macam Cambridge Research Institute dalam
Azwar (2010), yakni :
1. Saran dan prasarana yang diperlukan untuk menyelenggarakan
pe;ayanan rawat jalan relatif lebih sederhana dan murah, dan karena itu
lebih banyak didirikan.
16
2. Kebijakan pemerintah untuk mengendalikan biaya kesehatan
mendorong dikembangkannya berbagai sarana pelayanan rawta jalan.
3. Tingkat kesadaran kesehatan penduduk yang makin meningkat, yang
tidak lagi membutuhkan pelayanan untuk mengobati penyakit saja,
tetapi juga untuk memelihara atau meningkatkan kesehatan yang
umumnya dapat dilayani oleh sarana pelayanan rawat jalan saja.
4. Kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran telah dapat melakukan
berbagai tindakan kedokteran yang dulunya memerlukan pelaynan
rawat inap, tetapi pada saat ini cukup dilayani dengan pelaynan rawat
jalan saja.
5. Utilisasi Rumah Sakit yang makin terbatas, dan karenanya untuk
meningkatkan income, kecuali lebih mengembangkan pelayanan rawat
jalan yang ada di Rumah Sakit juga terpaksa mendirikan berbagai
saranan pelayanan rawat jalan di luar Rumah Sakit.
Sesuai dengan perkembangannya, menurut Festte dalam Azwar (2010),
maka pada saat ini berbagai bentuk pelayanan rawat jalan banyak diselengarakan.
Jika disederhanakan, berbagai bentuk tersebut dapat dibedakan atas dua macam,
yaitu :
1. Pelayanan rawat jalan oleh Klinik Rumah Sakit
Bentuk pertama dari pelayanan rawat jalan adalah yang diselengarakan
oleh Klinik yang ada kaitannya dengan Rumah Sakit (hospital-based
ambulatory care). Pada saat ini berbagai jenis pelayanan rawat jalan
17
banyak diselengarakan oleh Klinik Rumah Sakit, yang secara umum
dapat dibedakan atas empat macam :
a. Pelayanan gawat darurat (emergency services) yakni untuk
menangani pasien yang membutuhkan pertolongan segera dan
mendadaka.
b. Pelayanan rawat jalan paripurna (comprehensive hospital outpatient
services) yakni yang memberikan pelaynan kesehatan paripurna
sesuai dengan kebutuhan pasien.
c. Pelayanan rujukan (referral services) yakni yang hanya melayani
pasien-pasien yang dirujuk oleh saranan kesehatan lain. Biasanya
untuk diagnosis atau terapi, sedangkan perawatan selanjutnya tetap
ditangani oleh sarana kesehatan yang merujk.
d. Pelayanan bedah jalan (ambulatory surgery service) yakni yang
memberikan pelayanan bedah yang dipulangkan pada hari yang
sama.
Dapat ditambahkan bahwa yang termasuk dalam kategori pelayanan rawat
jalan bentuk pertama ini, tidaklah hanya yang diselengarakan di Rumah Sakit saja,
tetapi juga yang diselengarakan oleh klinik lain di luar Rumah Sakit. Dengan
catatan bahwa klinik lain tersebut harus mempunyai huubungan organisatoris
dengan Rumah Sakit, dalam arti merupakan perpanjangan tangan dari Rumah
Sakit yang bersangkutan (satelite clinic).
18
2. Pelayanan rawat jalan oleh klinik mandiri
Bentuk kedua dari pelayanan rawat jalan adalah yang diselengarakan
oleh klinik yang mandiri yakni yang tidak ada hubungan organisasi
dengan Rumah Sakit (free standing ambulatory centers). Bentuk klinik
mandiri ini banyak macamnya yang secara umum dapat dibedakan atas
dua macam :
a. Klinik mandiri sederhana
Bentuk klinik mandiri sederhana (simple free standing ambulatory
centers) yang populer adalah praktek dokter umum dan atau praktek
dokter spesialis secara perseorangan (solo practitioner). Untuk
Indonesia ditambah lagi dengan praktek bidan.
b. Klinik mmandiri institusi
Bentuk klinik mandiri institusi (simple free standing ambulatory
centers) banyak macamnya. Mulai dari praktek berkelompok (group
practitioner), poliklinik (clinic) BKIA (MCH center), PUSKESMAS
(community health center) dan di Amerika Serikat ditambah dengan
HMOs dan PPOs.
2.2.2 Menjaga mutu pelayanan rawat jalan
Mutu adalah sesuatu untuk menjamin pencapaian tujuan atau luaran yang
diharapkan, dan harus selalu mengikuti perkembangan pengetahuan profesional
terkini. Untuk itu mutu harus diukur dengan derajat pencapaian tujuan. Berpikir
tentang mutu berarti berpikir mengenai tujuan, mutu harus memenuhi berbagai
standar/ spesifikasi. Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan
19
kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang
sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata serta penyelengaraannya sesuai dengan
standart dan kode etik profesi, (Azwar, 2010).
Sama halnya dengan berbagai pelayanan kesehatan lainnya, maka salah
satu syarat pelayanan rawat jalan yang baik adalah pelayanan yang bermutu.
Karena itulah untuk dapat menjamin mutu pelayanan rawat jalan tersebut, maka
program menjaga mutu pelayanan rawat jalan perlu pula dilakukan. Untuk ini
perlu diperhatikan bahwa sekalipun prinsip pokok program menjaga mutu pada
pelayanan rawat jalan tidak banyak berbeda dengan berbagai pelayanan kesehatan
lainnya, namun karena pada pelayanan rawat jalan ditemukan beberapa ciri
khusus, menyebabkan penyelengaraan program menjaga mutu pada pelayanan
rawat jalan tidaklah semudah yang diperkirakan (Azwar, 2010). Ciri-ciri khusus
yang dimaksud adalah :
1. Sarana, prasarana serta jenis pelayanan rawat jalan (input, process dan
environment) sangat beraneka ragam, sehingga sulit merumuskan tolak
ukur yang bersifat baku.
2. Tenaga pelaksana yang bekerja pada saran pelayanan rawat jalan
umumnya terbatas, sehingga di satu pihak tidak dapat dibentuk suatu
perangkat khusus yang diserahkan tanggung jawab menyelengarakan
program menjaga mutu. Dan dippihak Lin. Apabila beban kerja terlalu
besar, tidak memiliki cukup waktu untuk menyelengarakan program
menjaga mutu tersebut.
20
3. Hasil pelayanan rawat jalan (performance) sering tidak diketahui. Ini
disebabkan karena banyak dari pasien tidak datang lagi ke klinik.
4. Beberapa jenis penyakit yang datang kesaranan pelayanan rawat jalan
adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri (self limiting deseases)
sehingga penilaian yang objektif sulit dilakukan.
5. Beberapa jenis penyakit yang datang ke saran pelayanan rawat jalan
adalah penyakit yang telah berat dan bersifat kronis, sehingga
menyulitkan pekerjaan penilaian.
6. Beberapa jenis penyakit yang datang berobat ke saran pelaynan rawat
jalan mungkin jenis penyakit yang penanggulangannya sebenarnya
berada diluar kemampuan yang dimiliki. Keadaan yang seperti ini juga
akan menyulitkan pekerjaan penilaian.
7. Rekam medis yang dipergunakan pada pelayanan rawat jalan tidak
diselengkap rawta inap, sehingga data yang diperlukan untuk penilaian
tidak lengkap.
8. Perilaku pasien yang datang ke sarana pelayanan rawat jalan sukar
dikontrol, dan karenanya sembuh atau tidaknya penyakit yang dialami
tidak sepenuhnya tergantung dari mutu pelayanan yang diselengarakan.
2.3 Waktu Tunggu Pelayanan
Waktu tunggu adalah waktu yang dipergunakan oleh pasien untuk
mendapatlan pelayanan rawat jalan dan rawat inap dari tempat pendaftaran sampai
masuk ke ruang pemeriksaan dokter. Waktu tunggu di rumah sakit berkaitan
dengan pelayanan kesehatan meliputi pelayanan rekam medis, gawat darurat,
21
pelayanan poliklinik dan lain sebagainya. Waktu tunggu adalah waktu yang
digunakan oleh petugas kesehatan di rumah sakit untuk memberikan pelayanan
pada pasien. Waktu tunggu merupakan masalah yang sering menimbulkan
keluhan pasien di beberapa Rumah Sakit. Lama waktu tunggu pasien
mencerminkan bagaimana rumah sakit mengelola komponen pelayanan yang
disesuaikan dengan situasi dan harapan pasien (Depkes RI, 2007).
Waktu tunggu pasien merupakan salah satu komponen yang potensial
menyebabkan ketidakpuasan. Pasien akan menganggap pelayanan kesehatan jelek
apabila sakitnya tidak sembuh-sembuh, antri lama, dan petugas kesehatan tidak
ramah meskipun professional (Wijono, 1999).
Waktu tunggu pelayanan adalah waktu tunggu pasien terhadap pelayanan
mulai dari kedatangan pasien di tempat penerimaan pasien sampai dikirimnya
berkas rekam medis ke poliklinik tujuan (Dhamanti, 2003).
Pelayanan rekam medis yang baik dan bermutu tercermin dari pelayanan
yang ramah, cepat, serta nyaman. Pelayanan rekam medis rawat jalan dimulai dari
tempat pendaftaran pasien sampai memperoleh dokumen rekam medis yang akan
digunakan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Berdasarkan standar
penyediaan dokumen rekam medis pelayanan rawat jalan adalah 10 menit, dan
pelayanan dokumen rekam medis pelayanan rawat inap selama 15 menit (Depkes
RI, 2007).
Dalam pelayanan rawat jalan di rumah sakit, waktu tunggu adalah waktu
yang dipergunakan oleh pasien untuk mendapatkan pelayanan rawat jalan dan
rawat inap dari tempat pendaftaran sampai masuk ke ruang pemeriksaan dokter.
22
Disebut cepat jika waktu tunggu kurang dari atau sama dengan 10 menit, dan
disebut lama jika waktu tunggu lebih dari 10 menit (Depkes RI, 2007).
2.4 Status Sosial Pasien
Menurut Pitirim A. Sorokin menyatakan bahwa status sosial atau
stratifikasi sosial adalah adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam
kelas-kelas secara bertingkat (hirarkis). Perwujudannya adalah kelas-kelas tinggi
dan kelas yang lebih rendah. Dasar dan inti lapisan masyarakat tidak adanya
keseimbangan dalam pembagian hak dan kewajiban dan tanggung jawab nilai-
nilai social pengaruhnya di antara anggota-anggota masyarakat (Soekanto, 2000).
Menurut (Narwoko, 2004) terdapat tiga aspek stratifikasi sosial yaitu :
1. Perbedaan kemampuan atau kesanggupan. Anggota masyarakat dalam
lapisan atas memiliki kemampuan atau kesanggupan yang lebih besar
dalam mengakses sumber daya dibandingkan anggota masyarakat yang
berada dalam lapisan bawah.
2. Perbedaan dalam gaya hidup (life style). Anggota masyarakat dalam
lapisan atas banyak yang menggunakan pakaian yang mewah dan rapi,
berbeda dengan lapisan bawah yang menggunakan pakaian yang
sederhana.
3. Perbedaan dalam hal hak akses dalam memanfaatkan sumber daya.
Mata pencaharian atau profesi, anggota masyarakat dalam lapisan atas
akan memperoleh banyak hak dan fasilitas yang diperolehnya sesuai
dengan jabatan yang dipegang.
23
Menurut Soekanto (2000), stratifikasi memiliki ukuran yang dipakai untuk
menggolongkan masyarakat ke dalam kelas tertentu yaitu :
1. Ukuran kekayaan : orang yang memiliki kekayaan paling banyak
termasuk dalam lapisan teratas, kekayaan tersebut dapat dilihat dari
bentuk rumah, cara serta bahan pakaian atau kebiasaan untuk berbelanja
barang mahal.
2. Ukuran kekuasaan : orang yang paling disegani atau dihormati
mendapatkan kedudukan lapisan atas, biasanya adalah golongan tua
atau orang yang berjasa.
3. Ukuran ilmu pengetahuan : dipakai oleh masyarakat yang menghargai
ilmu pengetahuan. Namun hal ini terkadang menimbulkan dampak
negatif, yakni yang dihargai bukan lagi mutu ilmu pengetahuan, akan
tetapi gelar kesarjanaannya yang dijadikan ukuran.
Seiring dengan keadaan sosial masyarakat yang semakin meningkat
dimana masyarakat semakin sadar akan kualitas maka perlu peningkatan kualitas
atau pelayanan kesehatan yang lebih berorientasi pada kepuasan pasien. Artinya
berusaha untuk memberikan pelayanan yang terbaik dan mengevaluasi
berdasarkan kaca mata pasien. Mutu mencakup tentang atribut-atribut kualitas
pelayanan seperti kehandalan, daya tangkap, simpati, kenyamanan, kebersihan
dan keramahan. Dari sudut pandang pasien, kualitas pelayanan bisa berarti suatu
empati dan tanggap akan kebutuhan pasien, pelayanan harus selalu berusaha
memenuhi kebutuhan pasien serta harapan mereka, diberi dengan cara yang ramah
pada waktu mereka berobat (Sampurno, 2005).
24
Sarwono dalam Hasanbari (2005), menyatakan bahwa di samping faktor-
faktor yang berhubungan dengan manajemen pelayanan kesehatan, kepuasan
pasien juga dipengaruhi oleh karakteristik pasien itu sendiri. Dengan pelayanan
yang sama untuk kasus yang sama dapat terjadi kepuasan pasien yang berbeda hal
ini tergantung pada latar belakang pasien itu sendiri. Faktor-faktor terebut antara
lain : Pangkat, tingkat ekonomi, kedudukan sosial, pendidikan, latar belakang
budaya, sifat umum kesukuan, jenis kelamin, sikap mental, pekerjaan, dan
kepribadian seseorang. Faktor sosiodemografik lain yang dapat berhubungan
dengan kepuasan pasien antara lain kedudukan sosial, tingkat ekonomi dan
budaya.
2.5 Kekuasaan
Kekuasaan adalah kesempatan seseorang atau sekelompok orang untuk
menyadarkan masyarakat akan kemampuannya sendiri, dengan sekaligus
menerapkannya tindakan-tindakan perilaku dari orang-orang atau golongan
tertentu (Syafiie, 2005).
Kekuasaan adalah kemampuan untuk merubah sikap, orientasi dan
perilaku orang lain. (Jimung, 2005).
Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengontrol, mendominasi, atau
memanipulasi tindakan orang lain atau seperti Rollo May (1972), mengatakan
bahwa kekuasaan adalah kemampuan untuk menyebabkan atau mencegah
perubahan.
Menurut Soekanto (2000), stratifikasi memiliki ukuran yang dipakai untuk
menggolongkan masyarakat ke dalam kelas tertentu yaitu :
25
1. Ukuran kekayaan : orang yang memiliki kekayaan paling banyak
termasuk dalam lapisan teratas, kekayaan tersebut dapat dilihat dari
bentuk rumah, cara serta bahan pakaian atau kebiasaan untuk berbelanja
barang mahal.
2. Ukuran kekuasaan : orang yang paling disegani atau dihormati
mendapatkan kedudukan lapisan atas, biasanya adalah golongan tua
atau orang yang berjasa.
3. Ukuran ilmu pengetahuan : dipakai oleh masyarakat yang menghargai
ilmu pengetahuan. Namun hal ini terkadang menimbulkan dampak
negatif, yakni yang dihargai bukan lagi mutu ilmu pengetahuan, akan
tetapi gelar kesarjanaannya yang dijadikan ukuran.
Faktor – faktor yang mempengaruhi pelayanan kesehatan adalah :
1. Ilmu pengetahuan dan teknologi baru
Meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka akan diikuti oleh
perkembangan pelayanan kesehatan untuk mengatasi masalah penyakit-
penyakit yang sulit dapat digunakan penggunaan alat seperti laser,
terapi penggunaan gen dan lain-lain.
2. Nilai masyarakat
Dengan beragamnya masyarakat, maka dapat menimbulkan
pemanfaatan jasa pelayanan kesehatan yang berbeda. Masyarakat yang
sudah maju dengan pengetahuan yang tinggi, maka akan memiliki
kesadaran yang lebih dalam penggunaan atau pemanfaatan jasa
pelayanan kesehatan, demikian juga sebaliknya.
26
3. Aspek legal dan etik
Dengan tingginya kesadaran masyarakat terhadap penggunaan atau
pemanfaatan jasa pelayanan kesehatan, maka akan semakin tinggi pula
tuntutan hukum dan etik dalam pelayanan kesehatan harus dituntut
untuk meberikan pelayanan kesehatan secara profesional dengan
memperhatikan nilai-nilai hukum dan etika yang ada di masyarakat.
4. Ekonomi
Semakin tinggi ekonomi seseorang, pelayanan kesehatan akan lebih
diperhatikan dan mudah dijangkau, begitu juga sebaliknya, keadaan
ekonomi ini yang akan dapat mempengaruhi dalam sistem pelayanan
kesehatan.
5. Politik
Menurut Aziz dalam Asmuni (2009), kebijakan pemerintah melalui
sistem politik yang ada akan semakin berpengaruh sekali dalam sistem
pemberian pelayanan kesehatan. Kebijakan-kebijakan yang ada dapat
memberikan pola dalam sistem pelayanan.
2.6 Pendapatan
Menurut Niswonger dalam Asmuni (2009), pendapatan adalah jumlah
yang ditagih kepada pelanggan atas barang atau pun jasa yang diberikan kepada
mereka. Pendapatan atau revenue merupakan kenaikan kotor atau gross dalam
modal pemilik yang dihasilkan dari penjualan barang dagangan,pelaksanaan jasa
kepada pelanggan atau klien, penyewa harta,peminjam uang, dan semua kegiatan
usaha serta profesi yang bertujuan untuk memperoleh penghasilan.
27
Sebagian besar pelayanan kesehatan merupakan barang normal dimana
kenaikan pendapatan keluarga akan meningkatkan demand untuk pelayanan
kesehatan. Akan tetapi ada kecenderungan mereka yang berpendapatan tinggi
tidak menyukai pelayanan kesehatan yang menghabiskan banyak waktu. Hal ini
diantisipasi oleh Rumah Sakit-Rumah Sakit yang menginginkan pasien dari
golongan mampu. Masa tunggu dan antrean untuk mendapatkan pelayanan medis
harus dikurangi (Palutturi, 2005).
2.7 Kelalaian Petugas
Kelalaian adalah segala tindakan yang dilakukan dan dapat melanggar
standar sehingga mengakibatkan cidera/kerugian orang lain (Sampurno, 2005).
Sedangkan menurut Hanafiah dalam Hasanbari (2005) yang dimaksud
dengan kelalaian adalah sikap kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan apa yang
seseorang dengan sikap hati-hati melakukannya dengan wajar, atau sebaliknya
melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati tidak akan melakukannya
dalam situasi tersebut. Kelalaian dapat berupa Omission (kelalaian untuk
melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan) atau Commission (melakukan
sesuatu secara tidak hati-hati).
Kelalaian yang dilakukan oleh petugas medis akan memberikan dampak
yang luas, tidak saja kepada pasien dan keluarganya, juga kepada pihak rumah
sakit, individu perawat pelaku kelalaian dan terhadap profesi. Selain gugatan
pidana, juga dapat berupa gugatan perdata dalam bentuk ganti rugi (Sampurna,
2005).
28
Tujuan pelayanan administrasi adalah menciptakan suasana administrasi
yang lancar dan menyenangkan bagi pasien. Kesan pertama kali bagi pasien rawat
jalan terbentuk sewaktu pasien berbicara pertama kali dengan penerimaan pasien.
Kesan ini sering menetap pada diri pasien dan mempengaruhi sikap mereka
terhadap lembaga, staf dan pelayanan yang mereka terima ( Wolper, 1987).
Syarat – syarat petugas kearsipan adalah sebagai berikut :
1. Teliti : Ketelitian sangat diperlukan oleh setiap arsip, agar dapat
membedakan perkataan, nama atau angka yang sepintas lalu
nampaknya hampir bersamaan.
2. Cerdas : Setiap petugas arsip haru mampu menggunakan fikirannya
dengan baik, mempunyai daya ingatan yang cukup tajam sehingga tidak
mudah lupa.
3. Cerdas : Penuh minat dan penuh perhatian terhadap tugas dan pekerjaan
yang menjadi tanggung jawabnya.
4. Rapi : Setiap petugas arsip harus mampu menciptakan dan menjaga
kerapian, kebersihan dan ketertiban terhadap arsip yang disimpan.
5. Tekun dalam melaksanakan tugas.
6. Mampu memegang/menyimpan rahasia.
7. Mampu mengadakan hubungan dengan semua pihak.
8. Memiliki skill/keahlian dalam bidang kearsipan (Wursanto, 1991).
Upaya untuk medapatkan skill/keahlian dapat dilakukan dengan mengikuti
pendidikan dan pelatihan. Faktor-faktor keselamatan harus diutamakan pada
bagian penyimpanan rekam medis (Depkes RI, 2007).
29
Menurut Danakusuma (2002), bagi masyarakat yang dimaksud dengan
pelayanan yang baik yang pertama adalah: kecepatan pelayanan, keramah
tamahan dan komunikasi yang baik, terhadap dokter juga perawat. Jadi
masyarakat tidak mempersoalkan dokter lulusan dari mana, apakah laki-laki atau
perempuan, suku atau agamanya, Karena sampai sekarang pelayanan yang cepat
dan ramah tamah sangat dibutuhkan.
2.8 Kerangka Teori
Skema 2.1. Kerangka Teori
Palutturi (2005) :
Pasien berpendapatan
tinggi tidak menyukai
pelayanan kesehatan yang
menghabiskan banyak
waktu
Aziz dalam Asmuni (2009):
1. Ilmu pengetahuan dan
teknologi baru
2. Nilai masyarakat
3. Aspek legal dan etik
2. Ekonomi
3. Politik
Waktu Tunggu
Soekanto (2000) :
1. Ukuran kekayaan 2. Ukuran kekuasaan 3. Ukuran ilmu pengetahuan
Danakusuma (2002) :
1. kecepatan pelayanan
2. keramah tamahan
3. komunikasi yang baik
terhadap dokter juga
perawat
30
2.9 Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Skema 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Waktu
Tunggu
1. Status Sosial
- Kekusaan (Soekanto, 2000)
- Pendapatan (Palutturi, 2005)
2. Kelalaian Petugas (Danakusuma, 2002)
31
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifatsurvey analitik dengan desain cross-sectional,
dengan cara pengambilan datanya yaitu mengambil data secara langsung terhadap
responden dengan menggunakan daftar pertanyaan sebagai instrumennya
(Notoatmodjo, 2010).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilakukan selama 7 hari di bagian pendaftaran rekam
medis rawat jalan Badan Layanan Umum Daerah Kabupaten Nagan Raya pada
tanggal 23 Juni sampai 30 Juni 2014.
3.3 Subjek Penelitian
3.3.1 Populasi
Menurut Notoatmodjo (2010), populasi adalah keseluruhan objek
penelitian atau objek yang diteliti. Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien
yang datang ke tempat pendaftaran selama penelitian di rawat jalan Badan
Layanan Umum Daerah Kabupaten Nagan Raya.
3.3.2 Sampel
Sampel diambil dengan teknik AccidentalSampling, peneliti
mengumpulkan data dari subyek yang kebetulan ditemuinya pada saat
pengumpulan data dilakukan. Proses diperolehnya sampel semacam ini disebut
sebagai penarikan sampel secara kebetulan (Notoatmodjo, 2010). Adapun jumlah
32
sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 73 orang selama penelitian dari
tanggal 23 Juni sampai dengan tanggal 30 Juni tahun 2014.
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Data Primer
Yaitu pengumpulan data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian
dengan datang langsung ke lokasi penelitian untuk mencari fakta yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti melalui observasi, yaitu pengamatan langsung
terhadap objek yang diteliti untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai
objek penelitian, melalui kuesiner yang diberikan kepada pasien yang berobat di
poliklinik rawat jalan.
3.4.2 Data Sekunder
Teknik pengumpulan data atau informasi yang menyangkut masalah yang
diteliti dengan mempelajari dan menelaah buku, majalah, dan literature lain yang
ada kaitannya dengan masalah yang diteliti.
33
3.5 Definisi Operasional Variabel
Variabel Bebas (Independen)
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1 Kekuasaan
Kemampuan atau
wewenang
seseorang
untukmempengaru
hi petugas dalam
pelayanan
kesehatan.
Wawancara Kuesioner 1. Sedang
Berkuasa
2. Tidak
Berkuasa
Ordinal
2
Pendapatan
Tingkat
penghasilan
seseorang
berdasarkanUpah
Minimum
Regional Aceh
tahun 2014.
Wawancara Kuesioner 1. Tinggi
2. Rendah
Ordinal
3
Kelalaian
Petugas
Kurang
respon/tanggap
terhadap pasien
yang
datingsehingga
pelayanan rekam
medis tidak sesuai
dengan waktu
yangditetapkan.
Wawancara
Kuesioner 1. Lalai
2. Tidak
lalai
Ordinal
Variabel Terikat
(Dependen)
4
Waktu
Tunggu
Waktu yang
dibutuhkan pasien
di
loketpendaftaran
sampaimendapatka
nrekam medis dari
petugas.
Wawancara Kuesioner
1. Cepat
2. Lama
Ordinal
34
3.6 Metode Pengukuran
a. Variabel Kekusaan
Penilaian terhadap variabel ini dikategorikan :
Sedang Berkuasa : mempunyai jabatan/ Tokoh
Tidak Berkuasa : masyarakat biasa
b. Variabel Pendapatan
Menurut Iskandar (2014), UMP terbaru tahun 2014 adalah:
Tinggi : yaitu ≥ UMR Rp. 1.750.000.
Rendah : yaitu < UMR Rp. 1.750.000.
c. Variabel Kelalaian Petugas
Penilaian terhadap variabel ini dikategorikan :
Lalai : Apabila jawaban ≤ 50% dari total pertanyaan.
Tidak Lalai : Apabila jawaban > 50% dari total pertanyaan.
d. Variabel Waktu Tunggu
Menurut Depkes RI (2007), waktu tunggu di bagi dalam dua kategori :
Cepat : Apabila waktu tunggu ≤ 10 menit.
Lama : Apabila waktu tunggu > 10 menit.
3.7 Metode Analisis Data
3.7.1 Analisa Data Univariat
Teknik analisa data pada penelitian ini menggunakan pendekatan
deskriptif kuantitatif, dimana pengolahan data dilakukan dengan manual, data
dikumpulkan dari hasil kuesioner dan wawancara. Analisa data dilakukan secara
35
univariat untuk mendeskripsikan variabel yang diteliti ke bentuk distribusi
frekuensi dari setiap variabel.
Analisa data dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Editing, yaitu meneliti data-data yang diperoleh dari penelitian.
2. Coding, yaitu mengklasifikasikan jawaban menurut macamnya.
3. Membuat kategori untuk mengklasifikasikan jawaban.
4. Menghitung besarnya persentase data masing-masing kategori.
5. Tabulasi, disini data dalam keadaan ringkas dan tersusun dalam suatu
tabel tunggal sehingga dapat di baca dengan mudah.
Data yang terkumpul diolah dan dianalisis lalu diinterpretasikan sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan dengan menggunakan metode deskriptifyang
dihitung secara persentase, dengan menggunakan rumus :
P =f
n x 100%
Keterangan :
P : Persentase yang diinginkan
f : Jumlah responden dalam setiap kategori masing-masing variabel
n : Jumlah sampel penelitian
3.7.2 Analisa Bivariat
Analisis ini digunakan untuk mengetahui hipotesis dengan menentukan
hubungan antara variabel independen (variabel bebas) dengan variabel dependen
(variabel terikat) dengan menggunakan uji statistic chi-square (X²) (Budiarto,
2001).
36
𝑋² = Σ(0 − E)²
E
Keterangan :
X² : Chi-square
O : Nilai pengamatan
E : Nilai yang diharapkan atau
E =total baris x total kolom
grand total
Kemudian untuk mengamati derajat hubungan antara variabel tersebut
akan dihitung nilai ood ratio (OR).
Aturan yang berlaku pada Chi-square adalah :
1. Bila tabel 2x2 dijumpai nilai harapan (expected) kurang dari 5, maka
yang digunakan adalah “Fisher’s exact test”.
2. Bila tabel 2x2 dan tidak ada nilai E>5, maka uji yang dipakai sebaiknya
“Contiuty Correction(a)”.
3. Bila tabel lebih dari 2x2 misalnya 3x2, 3x3 dan seterusnya maka
digunakan uji “Pearson Chi-square”.
Analisa data dilakukan dengan menggunakan perangkat computer untuk
membuktikan hipotesis yaitu dengan ketentuan pvalue < 0,05 (Ho ditolak)
sehingga disimpulkan ada hubungan yang bermakna (Budiarto, 2001).
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Secara geografis Kabupaten Nagan Raya sebelah Utara berbatasan dengan
Kabupaten Aceh Tengah, sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia
dan Kabupaten Aceh Barat Daya, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten
Gayo Lues dan Kabupaten Aceh Barat Daya serta sebelah Barat berbatasan
dengan Kabupaten Aceh Barat.
RSUD Nagan Raya pada awalnya adalah pengembangan dari Puskesmas
Perawatan Ujong Patihah, dalam perkembangannya pada tahun 2004 Pemerintah
Pusat melalui Departemen Kesehatan mengalokasikan dana APBN untuk
membangun Gedung Poliklinik dan Administrasi dan Provinsi NAD dari alokasi
dana APBN untuk membangun Gedung UGD. Pada tanggal 20 April 2005
dikeluarkan SK. Bupati Nagan Raya Nomor : 445/18/2005 tentang Peningkatan
Status Pelayanan di Puskesmas Perawatan Ujong Patihah menjadi Kantor
Pelayanan Kesehatan RSUD Kabupaten Nagan Raya. Peletakan Batu Pertama
Pembangunan RSUD Nagan Raya dilakukan pada tanggal 19 Januari 2006. Pada
Tahun 2007 oleh BRR dilakukan Revitalisasi RSUD Nagan Raya dengan
membangun 3 (tiga) gedung pelayanan yaitu gedung UGD, Gedung Medical
Record (rekam medik) dan rehab gedung poliklinik. Pada tanggal 28 Mei 2008
diterbitkan Surat Keputusan menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
38
489/Menkes/SK/2008 tentang penetapan Rumah Sakit Umum Daerah Nagan Raya
dengan Klasifikasi Kelas C.
Sumber Daya Manusia Kesehatan pada Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Nagan Raya pada Tahun 2012 secara keseluruhan berjumlah 252 orang
yang terdiri dari Tenaga Kesehatan dan Tenaga Non Kesehatan, dengan status
sebagai berikut: Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 109 orang, Pegawai
Kontrak sebanyak 120 orang, Tenaga Suka Rela sebanyak 23 orang.
4.1.2 Analisis Univariat
4.1.2.1 Kekuasaan
Tabel 4.1 Kekuasaan Responden Rawat Jalan di Badan Layanan Umum
Daerah RSUD Kabupaten Nagan Raya Tahun 2014
No Kekuasaan f %
1. Sedang Berkuasa 31 42, 5
2. Tidak Berkuasa 42 57,5
Total 73 100 Sumber : Data primer diolah tahun 2014
Berdasarkan Tabel 4.1 di atas diketahui mayoritas kekuasaan responden
berada pada kategori tidak berkuasa dengan jumlah 42 orang (57,5%).
4.1.2.2 Pendapatan
Tabel 4.2 Pendapatan Responden Rawat Jalan di Badan Layanan Umum
Daerah RSUD Kabupaten Nagan Raya Tahun 2014
No Pendapatan f %
1. Tinggi 38 52,1
2. Rendah 35 47,9
Total 73 100 Sumber : Data primer diolah tahun 2014
Berdasarkan tabel 4.2 di atas diketahui mayoritas pendapatan responden
berada pada kategori tinggi dengan jumlah 38 orang (52,1%).
39
4.1.2.3 Kelalaian Petugas
Tabel 4.3 Kelalaian Petugas Rawat Jalan di Badan Layanan Umum Daerah
RSUD Kabupaten Nagan Raya Tahun 2014
No Kelalaian Petugas f %
1. Tidak Lalai 51 69,9
2. Lalai 22 30,1
Total 73 100 Sumber : Data primer diolah tahun 2014
Berdasarkan Tabel 4.3 di atas diketahui mayoritas kelalaian petugas berada
pada kategori tidak lalai dengan jumlah 51 orang (69,9%).
4.1.2.4 Waktu Tunggu
Tabel 4.4 Waktu Tunggu Responden Rawat Jalan di Badan Layanan
Umum Daerah RSUD Kabupaten Nagan Raya Tahun 2014
No Waktu Tunggu f %
1. Cepat 35 47,9
2. Lama 38 52,1
Total 73 100 Sumber : Data primer diolah tahun 2014
Berdasarkan Tabel 4.4 diatas dapat diketahui mayoritas waktu tunggu
responden berada pada kategori lama dengan jumlah 38 orang (52,1%).
40
4.1.3 Analisis Bivariat
4.1.3.1 Pengaruh Kekuasaan dengan Waktu Tunggu
Tabel 4.5 Pengaruh Kekuasaan dengan Waktu Tunggu Rawat Jalan di
Badan Layanan Umum Daerah RSUD Kabupaten Nagan Raya
Tahun 2014
N
o Kekuasaan
Waktu Tunggu Jumlah
Uji Statistik
Cepat Lama P
OR
f % f % f %
1. Sedang Berkuasa 21 67,7 10 32,3 31 42,5
0,008 4,2 2. Tidak Berkuasa 14 33,3 28 66,7 42 57,5
Jumlah 35 38 73 100 Sumber : Data primer diolah tahun 2014
Dari tabel di atas dapat dilihat dari 31 orang yang sedang berkuasa
terdapat 21 (67,7%) yang mempunyai waktu tunggu lebih cepat dan dari 42 orang
yang tidak berkuasa ternyata 14 (33,3%) yang mempunyai waktu tunggu lebih
cepat.
Setelah dilakukan Uji Statistik dengan menggunakan uji Chi-Square
dengan taraf kepercayaan 95% (α = 0,05), diperoleh nilai p-value 0,008 yang
berarti lebih kecil dari α (0,05). Dengan demikian berarti bahwa ada Pengaruh
yang signifikan antara kekuasaan dengan waktu tunggu. Besarnya Pengaruh dapat
dilihat dari nilai Odds Ratio (OR), yaitu 4,2 dimana responden yang
berpendapatan tinggi mempunyai peluang 4,2 kali mempunyai waktu tunggu
dalam mendapatkan pelayanan rekam medis dilayanan rawat jalan.
41
4.1.3.2 Pengaruh Pendapatan dengan Waktu Tunggu
Tabel 4.6 Pengaruh Pendapatan dengan Waktu Tunggu Rawat Jalan di
Badan Layanan Umum Daerah RSUD Kabupaten Nagan Raya
Tahun 2014
N
o Pendapatan
Waktu Tunggu Jumlah
Uji Statistik
Cepat Lama P
OR
f % f % f %
1. Tinggi 23 60,5 15 39,5 38 52,1
0,045 2,9 2. Rendah 12 34,3 23 65,7 35 47,9
Jumlah 35 38 73 100 Sumber : Data primer diolah tahun 2014
Dari tabel di atas dapat dilihat dari 38 orang yang berpendapatan tinggi
terdapat 23 (60,5%) yang mempunyai waktu tunggu lebih cepat dan dari 35 orang
yang berpendapatan rendah ternyata 12 (34,3%) yang mempunyai waktu tunggu
lebih cepat.
Setelah dilakukan Uji Statistik dengan menggunakan uji Chi-Square dengan
taraf kepercayaan 95% (α = 0,05), diperoleh nilai p-value = 0,045 yang berarti
lebih kecil dari α (0,05). Dengan demikian berarti bahwa ada Pengaruh yang
signifikan antara pendapatan dengan waktu tunggu. Besarnya Pengaruh dapat
dilihat dari nilai Odds Ratio (OR), yaitu 2,9 dimana responden yang
berpendapatan tinggi mempunyai peluang 2,9 kali mempunyai waktu tunggu
dalam mendapatkan pelayanan rekam medis dilayanan rawat jalan.
42
4.1.3.3 Pengaruh Kelalaian Petugas dengan Waktu Tunggu
Tabel 4.7 Pengaruh Kelalaian Petugas dengan Waktu Tunggu Rawat Jalan
di Badan Layanan Umum Daerah RSUD Kabupaten Nagan Raya
Tahun 2014
N
o Kelalaian
Petugas
Waktu Tunggu Jumlah
Uji Statistik
Cepat Lama P
OR
f % f % f %
1. Tidak Lalai 22 43,1 29 56,9 51 69,9
0,319 1,9 2. Lalai 13 59,1 9 40,9 22 30,1
Jumlah 35 38 73 100 Sumber : Data primer diolah tahun 2014
Dari tabel di atas dapat dilihat dari 51 orang yang tidak lalai dalam
bertugas ternyata 43,1% yang mempunyai waktu tunggu lebih cepat dan dari 22
orang yang lalai dalam bertugas terdapat 13 (59,1%) yang mempunyai waktu
tunggu lebih cepat.
Setelah dilakukan Uji Statistik dengan menggunakan uji Chi-Square dengan
taraf kepercayaan 95% (α = 0,05), diperoleh nilai p-value = 0,319 yang berarti
lebih besar dari α (0,05). Dengan demikian berarti bahwa tidak ada Pengaruh yang
signifikan antara kelalaian petugas dengan waktu tunggu. Besarnya Pengaruh
dapat dilihat dari nilai Odds Ratio (OR), yaitu 1,9 dimana responden yang lalai
dalam bertugas mempunyai peluang 1,9 kali mempunyai waktu tunggu dalam
mendapatkan pelayanan rekam medis dilayanan rawat jalan.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengaruh Kekuasaan dengan Waktu Tunggu
Berdasarkan hasil penelitian diketahui terdapat hubungan kekuasaan dengan
waktu tunggu di Pelayanan Rawat Jalan Di Badan Layananan Umum Daerah
RSUD Kabupaten Nagan Raya.
43
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa seseorang atau sekelompok
orang yang berkuasa mempunyai kesempatan untuk menyadarkan masyarakat
akan kemampuannya sendiri, dengan sekaligus menerapkan tindakan-tindakan
dari orang-orang atau golongan tertentu. Selain itu, kekuasaan dapat di artikan
sebagai kemampuan untuk mengontrol, mendominasi, atau memanipulasi
tindakan orang lain (Rollo May 1972), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
kekuasaan yang dimiliki oleh seorang pasien dapat mempengaruhi lama tidaknya
waktu tunggu di Instansi Layanan Kesehatan. Dimana yang dimaksud dengan
waktu tunggu adalah waktu yang dipergunakan oleh pasien untuk mendapatkan
Pelayanan Rawat Jalan dan Rawat Inap dari tempat pendaftaran sampai masuk ke
ruang pemeriksaan dokter (Depkes RI, 2007).
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Pasal 4 Tahun 2009 yang
menyatakan tentang Kesehatan “setiap orang berhak atas Kesehatan”, Hak dan
kesempatan untuk mendapatkan Pelayan Kesehatan berlaku bagi setiap orang, dan
masyarakat dapat memanfaatkan sumberdaya kesehatan yang disediakan oleh
Pemerintah dan/ atau Pemerintah Daerah. Standar Pelayanan Kesehatan Rumah
Sakit Daerah adalah penyelengaraan pelayanan manajemen Rumah Sakit,
Pelayanan Medik, Pelayanan Penunjang dan Pelayanan Keperawatan, baik Rawat
Inap atau Rawat Jalan yang minimal harus diselengarakan oleh Rumah Sakit.
4.2.2 Hubungan Pendapatan dengan Waktu Tunggu
Berdasarkan hasil penelitian diketahui terdapat hubungan pendapatan
dengan waktu tunggu di Pelayanan Rawat Jalan Di Badan Layanan Umum Daerah
Kabupaten Nagan Raya.
44
Sebagian besar Pelayanan Kesehatan merupakan barang normal dimana
kenaikan pendapatan keluarga akan meningkatkan demand untuk Pelayanan
Kesehatan. Akan tetapi ada kecenderungan mereka yang berpendapatan tinggi
tidak menyukai pelayanan kesehatan yang menghabiskan banyak waktu. Hal ini
diantisipasi oleh Rumah Sakit-Rumah Sakit yang menginginkan pasien dari
golongan mampu. Masa tunggu dan antrean untuk mendapatkan pelayanan medis
harus dikurangi (Palutturi, 2005).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin banyak pendapatan
yang diperoleh oleh pasien semakin menentukan lama tidaknya waktu tunggu
pasien di sebuah Rumah Sakit. Waktu tunggu merupakan masalah yang sering
menimbulkan keluhan pasien di beberapa Rumah Sakit, lama waktu tunggu pasien
mencerminkan bagaimana Rumah Sakit mengelola komponen pelayanan yang
disesuaikan dengan situasi dan harapan pasien (Depkes RI, 2007).
Dalam pemenuhan Hak Pelayanan Kesehatan yang layak melalui fasilitas
Rumah Sakit dijamin dan dilaksanakan oleh Pemerintah dan/ atau Pemerintah
Daerah. Rumah Sakit Pemerintah wajib memberikan Pelayan Kesehatan
khususnya dalam keadaan darurat, untuk kepentingan penyelamatan nyawa pasien
dan pencegahan kecacatan dan dilarang menolak pasien dan/ atau meminta uang
muka (UU Kesehatan, 2009).
4.2.3 Hubungan Kelalaian Petugas dengan Waktu Tunggu
Berdasarkan hasil penelitian diketahui tidak terdapat hubungan kelalaian
petugas dengan waktu tunggu di Pelayanan Rawat Jalan Di Badan Layanan
Umum Daerah Kabupaten Nagan Raya.
45
Kelalaian adalah segala tindakan yang dilakukan dan dapat melanggar
standar sehingga mengakibatkan cidera/kerugian orang lain. Kelalaian yang
dilakukan oleh petugas medis akan memberikan dampak yang luas, tidak saja
kepada pasien dan keluarganya, juga kepada pihak Rumah Sakit, individu,
perawat pelaku kelalaian dan terhadap profesi. Selain gugatan pidana, juga dapat
berupa gugatan perdata dalam bentuk ganti rugi (Sampurno, 2005).
Waktu tunggu pasien merupakan salah satu komponen yang potensial
menyebabkan ketidakpuasan. Pasien akan menganggap Pelayanan Kesehatan
jelek apabila sakitnya tidak sembuh-sembuh, antri lama, lalai, dan petugas
kesehatan tidak ramah meskipun profesional (Wijono, 1999). Hak mendapatkan
Pelayanan Kesehatan masyarakat khususnya di Rumah Sakit Pemerintah perlu
dilaksanakan khusus untuk menjamin pembiayaan Kesehatan bagi fakir miskin
dan pembiayaan kegawatdaruratan di Rumah Sakit akibat bencana dan kejadian
luar biasa. Oleh karena itu, perlindungan hukum atas hak untuk mendapatkan
Pelayanan Kesehatan bagi masyarakat merupakan bagian dari pelaksanaan
perlindungan hak-hak asasi manusia.
46
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, ada pengaruh yang signifikan antara
Kekuasaan terhadap Waktu Tunggu di Pelayanan Rawat Jalan di Badan Layanan
Umum Daerah RSUD Kabupaten Nagan Raya (p= 0,008 < α =0,05), ada
pengaruh yang signifikan antara Pendapatan terhadap Waktu Tunggu di
Pelayanan Rawat Jalan di Badan Layanan Umum Daerah RSUD Kabupaten
Nagan Raya (p= 0,045 < α =0,05), dan tidak ada pengaruh yang signifikan antara
Kelalaian Petugas terhadap Waktu Tunggu di Pelayanan Rawat Jalan di Badan
Layanan Umum Daerah RSUD Kabupaten Nagan Raya (p= 0,319 > α =0,05).
5.2 Saran
1. Sebaiknya dalam memberikan pelayanan petugas harus mampu bekerja
secara cepat, tepat, ramah dan jangan membeda-bedakan terhadap pasien
sehingga pasien merasa nyaman serta mampu menangkap data secara
baik atau penerimaan pasien yang tegas dan jelas.
2. Pada saat proses pendaftaran sebaiknya petugas memberikan penekanan
kepada pasien untuk selalu membawa KIB (kartu izin berobat) pada
waktu datang berobat ke Rumah sakit, sehingga pencarian dokumen
rekam medis bisa lebih cepat ditemukan.
3. Sebaiknya pelaksanaan fungsi terhadap penyelengaraan rekam medis
dilakukan oleh profesi perekam medis.
47
4. Pihak manajemen Rumah Sakit perlu lebih meningkatkan kualitas
pelayanan dan profesionalismenya, serta mencari tahu apa yang
menyebabkan pasien merasa kurang puas dengan pelayanan Rumah
Sakit.
5. Untuk mengurangi waktu tunggu yang lebih lama, sebaiknya pasien
datang lebih awal untuk mendapatkan pelayanan.
DAFTAR PUSTAKA
Asmuni, 2009. Pengaruh Karakteristik dan Kompetensi Perekam Medis
Terhadap Waktu Tunggu Pasien Pada Pelayanan Rekam Medis
Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum DR. Pirngadi Medan Tahun
2008. Tesis. Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.
Azwar, 2010. Pengantar Administrasi Kesehatan. Tangerang: Binarupa Aksara.
Budiarto, 2001. Biostatistik untuk Kedokteran Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
EGC
Danakusuma, 2002. Perkembangan Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran
Komunitas. Jakarta: Bulletin FK-UI.
Depkes RI, 2007. Pedoman Pengelolaan Rekam Medis Rumah Sakit di
Indonesia Revisi I. Jakarta: Dirjen Yanmed.
Dhamanti, 2003. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Waktu Tunggu
Pelayanan di Rekam Medis Rawat Jalan ( Studi di Rekam Medis
Rawat Jalan RSU Haji Surabaya). Penelitian Ilmiah. Universitas
Airlangga Surabaya.
Hasanbasri, 2005. Waktu Tunggu dan Cara Pembayaran di Instalasi Rawat
Jalan Rumah Sakit Aloei Saboe Gorontalo. Yogyakarta: Working
Paper Series No. 1. Program Magister Kebijakan dan Manajemen
Pelayanan Kesehatan UGM.
Iskandar, 2014. UMP Aceh Tahun 2014. acehterkini.com (5 November 2013)
Jimung, 2005. Politik Lokal dan Pemerintah Daerah dalam Perspektif Otonomi
Daerah. Jakarta: Yayasan Pustaka Nusantara.
Narwoko, 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan Cetakan 1. Jakarta: PT.
Mizan Pustaka.
Notoatmodjo, 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Palutturi, 2005. Ekonomi Kesehatan. Penerbit: Bagian Administrasi dan
Kebijakan Kesehatan FKM UNHAS.
Rustiyanto, 2009., Etika Profesi Perekam Medis & Informasi Kesehatan.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sampurno, 2005. Malpaktek Dalam Pelayanan Kedokteran. Materi Seminar
Tdak Diterbitkan.
Siswati, 2004. Pengelolaan Rekam Medis Rumah Sakit. Disampaikan Pada
Pelatihan Pengelolaan Rekam Medis di Jakarta.
Wijono, 1999. Manajemen Mutu Layanan Kesehatan. Surabaya: Airlangga
Universitas Press.
Wolper, 1987. Admistrasi Layanan Kesehatan. Jakarta: Kedoteran EGC.