Upload
others
View
23
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BPK RI Perwakilan Provinsi Riau Halaman 1
TINJAUAN HUKUM TENTANG DISKRESI PEJABAT PEMERINTAHAN,
LARANGAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG TERKAIT DISKRESI
MENURUT UUAP
Sumber: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt57b510afc8b68/bahasa-hukum--diskresi-pejabat-
pemerintahan
A. Pendahuluan
Terbitnya UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
selanjutnya disebut UUAP, dimaksudkan untuk lebih menciptakan tertib
penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan, menciptakan kepastian hukum,
mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang, menjamin akuntabilitas Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan, memberikan perlindungan hukum kepada Warga
Masyarakat dan aparatur pemerintahan, melaksanakan ketentuan peraturan peraturan
perundang-undangan dan menerapkan Azas-azas Umum Pemerintahan Yang Baik
(AUPB), dan memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada Warga
Masyarakat.
Beberapa hal yang menarik terkait terbitnya UUAP ini diantaranya adalah
ketentuan yang mengatur secara tegas penggunaan diskresi oleh pejabat
pemerintahan. Pasal 6 UUAP menyatakan:
(1) Pejabat Pemerintahan memiliki hak untuk menggunakan Kewenangan dalam
mengambil Keputusan dan/atau Tindakan.
(2) Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. melaksanakan Kewenangan yang dimiliki berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan AUPB;
b. menyelenggarakan aktivitas pemerintahan berdasarkan Kewenangan yang
dimiliki;
BPK RI Perwakilan Provinsi Riau Halaman 2
c. menetapkan Keputusan berbentuk tertulis atau elektronis dan/atau
menetapkan Tindakan;
d. menerbitkan atau tidak menerbitkan, mengubah, mengganti, mencabut,
menunda, dan/atau membatalkan Keputusan dan/atau Tindakan;
e. menggunakan Diskresi sesuai dengan tujuannya;
f. mendelegasikan dan memberikan Mandat kepada Pejabat Pemerintahan
lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
g. menunjuk pelaksana harian atau pelaksana tugas untuk melaksanakan tugas
apabila pejabat definitif berhalangan;
h. menerbitkan Izin, Dispensasi, dan/atau Konsesi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan;
i. memperoleh perlindungan hukum dan jaminan keamanan dalam
menjalankan tugasnya;
j. memperoleh bantuan hukum dalam pelaksanaan tugasnya;
k. menyelesaikan Sengketa Kewenangan di lingkungan atau wilayah
kewenangannya;
l. menyelesaikan Upaya Administratif yang diajukan masyarakat atas
Keputusan dan/atau Tindakan yang dibuatnya; dan
m. menjatuhkan sanksi administratif kepada bawahan yang melakukan
pelanggaran sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Selain penggunaan diskresi, hal yang menarik lainnya adalah pengaturan
larangan penyalahgunaan wewenang beserta penyelesaian hukum dalam koridor
administrasi atas dugaan penyalahgunaan wewenang. Antara diskresi dengan
larangan penyalahgunaan wewenang terdapat korelasi, dikarenakan diskresi
merupakan pelaksanaan kewenangan dalam hal kondisi yang khusus.
Atas hal tersebut, BPK Perwakilan Provinsi Riau telah menyusun tulisan
hukum mengenai “Tinjauan Hukum tentang Diskresi Pejabat Pemerintahan,
Larangan Penyalahgunaan Wewenang Terkait Diskresi Menurut UUAP”.
B. Permasalahan
Pokok permasalahan yang akan dibahas adalah:
1. Apakah pengertian, tujuan, lingkup dan syarat dari diskresi?
2. Bagaimana prosedur penggunan diskresi ?
BPK RI Perwakilan Provinsi Riau Halaman 3
3. Bagaimana akibat hukum diskresi serta kaitannya dengan larangan
penyalahgunaan wewenang?
4. Bagaimana pengawasan terhadap larangan penyalahgunaan wewenang dalam
ranah diskresi kewenangan?
C. Pembahasan
1. Pengertian, tujuan, lingkup dan syarat dari Diskresi
Diskresi adalah Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau
dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang
dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-
undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak
jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan1.
Dari definisi diatas, dapat diketahui bahwa diskresi hanya dapat dilakukan
oleh pejabat pemerintahan yang memiliki wewenang, dimana disebutkan
definisi dari badan dan/atau pejabat pemerintahan adalah Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan unsur yang melaksanakan Fungsi Pemerintahan, baik di
lingkungan pemerintah maupun penyelenggara negara lainnya2.
Sedangkan wewenang memiliki definisi hak yang dimiliki oleh Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk
mengambil keputusan dan/atau tindakan dalam penyelenggaraan
pemerintahan3.
Sehingga dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa setiap unsur yang
melaksanakan fungsi dari pemerintahan di lingkungan pemerintah maupun
penyelenggaraan negara lainnya memiliki kewenangan sebagai suatu hak dalam
lingkup penyelenggaraan administrasi pemerintahan termasuk diskresi.
Sebagai suatu hak penyelenggaraan administrasi pemerintahan, penggunaan
diskresi pejabat pemerintahan bertujuan untuk4:
1 UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Pasal 1 ayat (9) dan Penjelasan 2 Ibid., Pasal 1 ayat (3) dan Penjelasan; 3 Ibid., Pasal 1 ayat (5) dan Penjelasan; 4 Ibid., Pasal 22 ayat (2) dan Penjelasan;
Tujuan diskresi
Diskresi hanya
dimiliki pejabat
yang memiliki
wewenang
Definisi Diskresi
BPK RI Perwakilan Provinsi Riau Halaman 4
a. melancarkan penyelenggaraan pemerintahan;
b. mengisi kekosongan hukum;
c. memberikan kepastian hukum; dan
d. mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan
dan kepentingan umum. Yang dimaksud dengan “stagnasi pemerintahan”
adalah tidak dapat dilaksanakannya aktivitas pemerintahan sebagai akibat
kebuntuan atau disfungsi dalam penyelenggaraan pemerintahan, contohnya:
keadaan bencana alam atau gejolak politik.
Selain itu, penggunaan hak diskresi oleh pejabat lingkupnya meliputi5:
a. Pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang memberikan suatu pilihan
Keputusan dan/atau Tindakan
Hal diatas dicirikan dengan kata dapat, boleh, atau diberikan kewenangan,
berhak, seharusnya, diharapkan, dan kata-kata lain yang sejenis dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan yang dimaksud pilihan
Keputusan dan/atau Tindakan adalah respon atau sikap Pejabat Pemerintahan
dalam melaksanakan atau tidak melaksanakan Administrasi Pemerintahan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan karena peraturan
perundang-undangan tidak mengatur
Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan tidak mengatur”
adalah ketiadaan atau kekosongan hukum yang mengatur penyelenggaraan
pemerintahan dalam suatu kondisi tertentu atau di luar kelaziman;
c. Pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan karena peraturan
perundang-undangan tidak lengkap atau tidak jelas
Peraturan perundang-undangan tidak lengkap atau tidak jelas apabila dalam
peraturan perundang-undangan masih membutuhkan penjelasan lebih lanjut,
peraturan yang tumpang tindih (tidak harmonis dan tidak sinkron), dan
peraturan yang membutuhkan peraturan pelaksanaan, tetapi belum dibuat;
dan
d. Pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan karena adanya stagnasi
pemerintahan guna kepentingan yang lebih luas
5 UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Pasal 23 dan Penjelasan
Lingkup diskresi
BPK RI Perwakilan Provinsi Riau Halaman 5
Kepentingan yang lebih luas dalam hal ini adalah kepentingan yang
menyangkut hajat hidup orang banyak, penyelamatan kemanusiaan dan
keutuhan negara, antara lain: bencana alam, wabah penyakit, konflik sosial,
kerusuhan, pertahanan dan kesatuan bangsa.
Selain itu, penggunaan hak diskresi oleh pejabat harus memenuhi persyaratan6:
a. Sesuai dengan tujuan Diskresi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat
(2);
b. Tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. Sesuai dengan AUPB;
d. Berdasarkan alasan-alasan yang objektif. Yang dimaksud alasan objektif
adalah alasan-alasan yang diambil berdasarkan fakta dan kondisi faktual,
tidak memihak, dan rasional serta berdasarkan AUPB;
e. Tidak menimbulkan Konflik Kepentingan; dan
f. Dilakukan dengan iktikad baik. Yang dimaksud dengan “iktikad baik”
adalah Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan
didasarkan atas motif kejujuran dan berdasarkan AUPB.
2. Prosedur Penggunaan Diskresi
Pejabat pemerintahan yang mempunyai hak diskresi pejabat dalam menerapkan
dikresi yang dimiliki menggunakan prosedur sebagai berikut7:
a. Penggunaan Diskresi yang berpotensi mengubah alokasi anggaran
wajib memperoleh persetujuan dari Atasan Pejabat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, dimana Persetujuan tersebut
dilakukan apabila penggunaan diskresi dilakukan dalam kondisi:
1. Pejabat mengambil Keputusan dan/atau Tindakan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang memberikan suatu pilihan
Keputusan dan/atau Tindakan;
2. Pejabat mengambil Keputusan dan/atau Tindakan karena peraturan
perundang-undangan tidak mengatur;
3. Pejabat mengambil Keputusan dan/atau Tindakan karena peraturan
perundang-undangan tidak lengkap atau tidak jelas.
6 UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Pasal 24 dan Penjelasan 7 Ibid., Pasal 25-28 dan Penjelasan
Prosedur diskresi
Syarat diskresi
BPK RI Perwakilan Provinsi Riau Halaman 6
Ketiga kondisi diatas menimbulkan akibat hukum yang berpotensi
membebani keuangan negara. Permohonan tertulis atas persetujuan dari
atasan pejabat wajib menguraikan maksud, tujuan, substansi, serta dampak
administrasi dan keuangan. Dalam waktu 5 (lima) hari kerja setelah berkas
permohonan atas persetujuan diterima, Atasan Pejabat menetapkan
persetujuan, petunjuk perbaikan, atau penolakan. Apabila ditolak, atasan
pejabat wajib memberikan alasan penolakan secara tertulis kepada pejabat
yang mengajukan permohonan.
b. Dalam hal penggunaan Diskresi menimbulkan keresahan masyarakat,
keadaan darurat, mendesak dan/atau terjadi bencana alam, Pejabat
Pemerintahan wajib memberitahukan kepada Atasan Pejabat sebelum
penggunaan Diskresi dan melaporkan kepada Atasan Pejabat setelah
penggunaan Diskresi.
Pemberitahuan sebelum penggunaan Diskresi dilakukan dalam hal
apabila penggunaan Diskresi dalam kondisi pengambilan Keputusan
dan/atau Tindakan karena adanya stagnasi pemerintahan guna
kepentingan yang lebih luas, in casu berpotensi menimbulkan
keresahan masyarakat. Permohonan kepada atasan pejabat dilakukan
secara tertulis atau lisan wajib menguraikan maksud, tujuan, substansi, dan
dampak administrasi yang berpotensi mengubah pembebanan keuangan
negara dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sebelum diskresi akan
digunakan oleh pejabat bersangkutan.
Pelaporan setelah penggunaan Diskresi dilakukan dalam hal apabila
penggunaan Diskresi dalam kondisi pengambilan Keputusan dan/atau
Tindakan karena adanya stagnasi pemerintahan guna kepentingan yang
lebih luas, in casu dalam keadaan darurat, keadaan mendesak, dan/atau
terjadi bencana alam. Pelaporan kepada atasan pejabat dilakukan secara
tertulis wajib menguraikan maksud, tujuan, substansi, dan dampak yang
ditimbulkan dengan waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak penggunaan
diskresi oleh pejabat yang bersangkutan.
BPK RI Perwakilan Provinsi Riau Halaman 7
Atas penggunaan hak diskresi oleh pejabat pemerintahan sebagaimana telah
disebutkan diatas, maka pejabat pemerintahan tersebut tidak memiliki kewajiban
untuk memberitahukan kepada Warga Masyarakat8.
3. Akibat hukum diskresi serta kaitannya dengan larangan penyalahgunaan
wewenang
Pejabat pemerintahan yang memiliki hak diskresi perlu mencermati beberapa
akibat hukum dari diskresi yang digunakan yaitu9:
a. Akibat Hukum Diskresi atas Penggunaan Diskresi dikategorikan
melampaui Wewenang, apabila:
1) bertindak melampaui batas waktu berlakunya Wewenang yang diberikan
oleh ketentuan peraturan perundang-undangan;
2) bertindak melampaui batas wilayah berlakunya Wewenang yang
diberikan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
3) tidak sesuai dengan ketentuan mengenai prosedur penggunaan diskresi.
Akibat hukum dari penggunaan Diskresi kategori melampaui wewenang
adalah penggunaan diskresi tersebut menjadi tidak sah apabila telah diuji dan
ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
b. Akibat Hukum Diskresi atas Penggunaan Diskresi dikategorikan
mencampuradukkan Wewenang, apabila:
1) menggunakan Diskresi tidak sesuai dengan tujuan Wewenang yang
diberikan;
2) tidak sesuai dengan ketentuan mengenai prosedur penggunaan diskresi;
dan/atau
3) bertentangan dengan AUPB.
Akibat hukum dari penggunaan Diskresi kategori mencampuradukkan
Wewenang adalah penggunaan diskresi tersebut dapat dibatalkan apabila
telah diuji dan ada Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
8 UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Pasal 29 dan Penjelasan 9 UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Pasal 17-19 Juncto 30-32 dan penjelasan
Akibat hukum
diskresi
BPK RI Perwakilan Provinsi Riau Halaman 8
c. Akibat Hukum Diskresi atas Penggunaan Diskresi dikategorikan
sebagai tindakan sewenang-wenang apabila dikeluarkan oleh pejabat
yang tidak berwenang
Akibat hukum dari penggunaan Diskresi oleh pejabat yang tidak berwenang
adalah penggunaan diskresi tersebut menjadi tidak sah apabila telah diuji dan
ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Selain itu, keputusan dan/atau tindakan Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan dikategorikan bertindak sewenang-wenang apabila
bertentangan dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
4. Pengawasan terhadap larangan penyalahgunaan wewenang dalam ranah
diskresi kewenangan
Dalam konteks UUAP, pengawasan terhadap larangan penyalahgunaan
wewenang dilakukan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)10.
Larangan penyalahgunaan wewenang dalam hal ini merujuk pada penggunaan
wewenang dalam kondisi yang normal maupun penggunaan wewenang
dalam bentuk diskresi kewenangan.
Hasil pengawasan aparat pengawasan intern pemerintah atas larangan
penyalahgunaan wewenang berupa11:
a. tidak terdapat kesalahan;
b. terdapat kesalahan administratif; atau
apabila terdapat kesalahan administratif, maka akan dilakukan tindak lanjut
dalam bentuk penyempurnaan administrasi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
c. terdapat kesalahan administratif yang menimbulkan kerugian
keuangan negara.
apabila terdapat kesalahan administratif yang menimbulkan kerugian
keuangan negara, maka akan dilakukan tindak lanjut dalam bentuk
pengembalian kerugian keuangan negara paling lama 10 (sepuluh) hari kerja
terhitung sejak diputuskan dan diterbitkannya hasil pengawasan oleh APIP.
10 UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Pasal 20 ayat (1) dan Penjelasan 11 Ibid., Pasal 20 ayat (2) dan Penjelasan
Hasil pengawasan
APIP
Pengawasan
larangan
penyalahgunaan
wewenang
BPK RI Perwakilan Provinsi Riau Halaman 9
Apabila kesalahan administratif terjadi bukan karena adanya unsur
penyalahgunaan wewenang, maka pengembalian kerugian negara
dibebankan kepada Badan Pemerintahan.
Atas hasil pengawasan APIP, badan/pejabat pemerintahan dapat mengajukan
permohonan kepada pengadilan in casu pengadilan tata usaha negara yang
berwenang menerima, memeriksa dan memutuskan ada atau tidak ada unsur
penyalahgunaan wewenang dalam keputusan dan/atau tindakan paling lama 21
(dua puluh satu) hari kerja sejak permohonan diajukan. Atas putusan pengadilan
tata usaha negara tersebut dapat diajukan permohonan banding ke pengadilan
tinggi tata usaha negara untuk diputuskan paling lama 21 (dua puluh satu) hari
kerja sejak permohonan banding diajukan. Putusan pengadilan tata usaha negara
bersifat final dan mengikat12.
Menindaklanjuti ketentuan UUAP, Mahkamah Agung menerbitkan Peraturan
Mahkamah Agung (Perma) No. 4 Tahun 2015 tentang Pedoman Beracara dalam
Penilaian Unsur Penyalahgunaan Wewenang.
Perma tersebut menyebutkan bahwa pengadilan tata usaha negara berwenang
menerima, memeriksa, dan memutus permohonan dari badan dan/atau pejabat
pemerintahan yang merasa kepentingannya dirugikan oleh hasil pengawasan
aparat pengawasan intern pemerintah untuk menilai ada atau tidak ada
penyalahgunaan wewenang dalam keputusan dan/atau tindakan pejabat
pemerintahan sebelum adanya proses pidana setelah adanya hasil pengawasan
aparat pengawasan intern pemerintah13.
Badan dan/atau pejabat pemerintahan dalam permohonannya ke pengadilan tata
usaha negara dapat berupa14:
a. dalam hal pemohonon Badan Pemerintahan yaitu:
mengabulkan permohonan pemohonn in casu, badan pemerintahan
seluruhnya;
menyatakan keputusan dan/atau tindakan pejabat pemerintahan ada
12 UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Pasal 21 dan penjelasan 13 Perma No. 4 Tahun 2015, Pasal 2 14 Ibid., Pasal 4, ayat (1) huruf d
Permohonan oleh
badan
pemerintahan
dan/atau pejabat
pemerintahan
PTUN menilai
ada/tidaknya
penyalahgunaan
wewenang
sebelum proses
pidana
BPK RI Perwakilan Provinsi Riau Halaman 10
unsur penyalahgunaan wewenang;
menyatakan batal atau tidak sah keputusan dan/atau tindakan pejabat
pemerintahan.
b. dalam hal pemohonon Pejabat Pemerintahan yaitu:
mengabulkan permohonan pemohon in casu, pejabat pemerintahan
seluruhnya;
menyatakan keputusan dan/atau tindakan pejabat pemerintahan tidak ada
unsur penyalahgunaan wewenang;
memerintahkan kepada negara untuk mengembalikan kepada pemohon
uang yang telah dibayar, dalam hal pemohon telah mengembalikan
kerugian negara sebagaimana dimaksud dalam UU No. 30 Tahun 2014
Pasal 20 ayat (4) dan ayat (6).
Atas permohonan badan dan/atau pejabat pemerintahan tersebut diatas,
pengadilan tata usaha negara setelah melalui proses persidangan akan
memutuskan sebagai berikut15:
a. Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima, dalam hal
permohonan tidak memenuhi syarat formal, pengadilan tidak berwenang,
dan/atau pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum (legal standing);
b. Dalam hal pemohon badan pemerintahan:
mengabulkan permohonan pemohon;
menyatakan keputusan dan/atau tindakan pejabat pemerintahan ada
unsur penyalahgunaan wewenang;
menyatakan batal atau tidak sah keputusan dan/atau tindakan pejabat
pemerintahan.
c. Dalam hal pemohon pejabat pemerintahan:
Mengabulkan permohonan pemohon;
Menyatakan Keputusan dan/atau tindakan pejabat pemerintahan tidak
ada unsur penyalahgunaan wewenang;
Memerintahkan kepada Negara untuk mengembalikan kepada pemohon
uang yang telah dibayar, dalam hal pemohon telah mengembalikan
15 Perma No. 4 Tahun 2015, Pasal 17
Putusan PTUN atas
permohonan
badan dan/atau
pejabat
pemerintahan
BPK RI Perwakilan Provinsi Riau Halaman 11
kerugian negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4) dan ayat
(6) UU No. 30 Tahun 2014.
d. Menolak Permohonan Pemohon, dalam hal Keputusan dan/atau Tindakan
Pejabat Pemerintahan tidak ada unsur penyalahgunaan wewenang apabila
permohonannya Badan Pemerintahan, atau dalam hal Keputusan dan/atau
Tindakan Pemohon ada unsur penyalahgunaan wewenang apabila
Pemohonnya Pejabat Pemerintahan; atau
e. Menyatakan Permohonan gugur, dalam hal pemohon tidak hadir dalam
persidangan 2 (dua) kali berturut-turut pada sidang pertama dan kedua tanpa
alasan yang sah atau Pemohon tidak serius.
D. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Setiap unsur yang melaksanakan fungsi dari pemerintahan di lingkungan
pemerintah maupun penyelenggaraan negara lainnya memiliki kewenangan
sebagai suatu hak dalam lingkup penyelenggaraan administrasi pemerintahan
termasuk diskresi;
2. Pengadilan tata usaha negara berwenang menerima, memeriksa, dan memutus
permohonan dari badan dan/atau pejabat pemerintahan yang merasa
kepentingannya dirugika oleh hasil pengawasan aparat pengawasan intern
pemerintah untuk menilai ada atau tidak ada penyalahgunaan wewenang dalam
keputusan dan/atau tindakan pejabat pemerintahan sebelum adanya proses
pidana setelah adanya hasil pengawasan aparat pengawasan intern pemerintah;
BPK RI Perwakilan Provinsi Riau
BPK RI Perwakilan Provinsi Riau Halaman 12
E. Daftar Pustaka
1. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
2. UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara;
3. UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan;
4. UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan;
5. Peraturan BPK No. 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyelesaian Ganti
Kerugian Negara Terhadap Bendahara;
6. Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 4 Tahun 2015 tentang Pedoman
Beracara dalam Penilaian Unsur Penyalahgunaan Wewenang.
Penulis:
Andre Setyarso
Disclaimer:
Seluruh informasi yang disediakan dalam Tulisan Hukum adalah bersifat
umum dan disediakan untuk tujuan pemberian informasi hukum semata dan
bukan merupakan pendapat instansi