19
BAB I PENDAHULUAN Gagal napas merupakan kegagalan sistem respirasi dalam pertukaran gas O dan CO serta masih menjadi masalah dalam penatalaksanaan medis. Secara praktis, gagal napas didefinisikan sebagai PaO2 < 55 mmHg atau PaCO2 > 45 mmHg. Gagal napas masih merupakan penyebab angka kesakitan dan kematian yang tinggi di instalasi perawatan intensif walaupun kemajuan teknik diagnosis dan terapi intervensi telah berkembang pesat. (1) Beberapa penelitian mengenai gagal napas akut yang mendapatkan perawatan di ICU, di beberapa negara di benua Eropa menunjukan angka kejadian 77,6 per 100.000 di Swedia, Denmark dan Islandia serta 88,6 per 100.000 di Jerman, dimana tingkat mortalitas mencapai 40%. Prevalensi umum kejadian gagal napas sampai saat ini masih belum diketahui. (2) Gagal napas akut dapat digolongkan menjadi dua yaitu gagal napas akut hipoksemia (gagal napas tipe I) dan gagal napas akut hiperkapnia (gagal napas tipe II). Gagal napas tipe I dihubungkan dengan defek primer pada oksigenasi sedangkan gagal napas tipe II dihubungkan dengan defek primer ventilasi. 1

Tinjauan Pustaka Gagal Napas

Embed Size (px)

DESCRIPTION

mekanisme gagal napas

Citation preview

Page 1: Tinjauan Pustaka Gagal Napas

BAB I

PENDAHULUAN

Gagal napas merupakan kegagalan sistem respirasi dalam pertukaran

gas O dan CO serta masih menjadi masalah dalam penatalaksanaan medis.

Secara praktis, gagal napas didefinisikan sebagai PaO2 < 55 mmHg atau

PaCO2 > 45 mmHg. Gagal napas masih merupakan penyebab angka

kesakitan dan kematian yang tinggi di instalasi perawatan intensif walaupun

kemajuan teknik diagnosis dan terapi intervensi telah berkembang pesat.(1)

Beberapa penelitian mengenai gagal napas akut yang mendapatkan perawatan

di ICU, di beberapa negara di benua Eropa menunjukan angka kejadian 77,6

per 100.000 di Swedia, Denmark dan Islandia serta 88,6 per 100.000 di

Jerman, dimana tingkat mortalitas mencapai 40%. Prevalensi umum kejadian

gagal napas sampai saat ini masih belum diketahui. (2)

Gagal napas akut dapat digolongkan menjadi dua yaitu gagal napas

akut hipoksemia (gagal napas tipe I) dan gagal napas akut hiperkapnia (gagal

napas tipe II). Gagal napas tipe I dihubungkan dengan defek primer pada

oksigenasi sedangkan gagal napas tipe II dihubungkan dengan defek primer

ventilasi. Penyebab gagal napas tipe I secara umum dapat disebabkan oleh

penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), pneumonia, edema paru, fibrosis

paru, asma, pneumotoraks, bronkiektasis, ARDS dan emboli paru. Penyebab

gagal napas tipe II diantaranya adalah PPOK, asma berat, edema paru. dan

ARDS.(1)

1

Page 2: Tinjauan Pustaka Gagal Napas

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Gagal napas adalah suatu kondisi dimana sistem respirasi mengalami

kegagalan dalam fungsi pertukaran gas (oksigenasi dan eliminasi karbon

dioksida) dalam darah (arteri pulmonalis). Gagal napas lebih merupakan suatu

sindrom daripada penyakit oleh karena banyak penyakit yang dapat

menyebabkan pasien jatuh dalam kondisi gagal napas. Gagal napas dapat

merupakan suatu proses akut ataupun kronis. (3)

2. Klasifikasi

Gagal napas ditandai dengan ketidakadekuatan oksigenasi darah dan

eliminasi karbondioksida. Adekuat mengandung arti terpenuhinya kebutuhan

oksigen jaringan dan kemampuan untuk mengeluarkan karbondioksida. Oleh

karena belum ada teknik tertentu untuk mengukur parameter ini, maka kita

hanya dapat bergantung dari hasil analisa gas darah. (3)

Gagal napas dapat diklasifikasikan menjadi hiperkapnik atau

hipoksemik. Gagal napas hiperkapnik ditandai dengan tekanan

karbondioksida arteri (PCO2) lebih besar dari 45 mmHg. Sedangkan gagal

napas hipoksemik ditandai dengan tekanan oksigen arteri kurang dari 55

mmHg ketika fraksi oksigen inspirasi saat itu (FiO2) adalah 0.6 atau lebih.

Pada banyak kasus, gagal napas hipoksemik dan hiperkapnik terjadi

bersamaan. Penyakit yang pada awalnya menyebabkan hipoksemia dapat

diperburuk dengan adanya kegagalan pompa respiratorik dan hiperkapnia.

Sebaliknya penyakit yang menyebabkan kegagalan pompa respiratorik sering

diperburuk dengan adanya hipoksemia sekunder karena proses di parenkim

paru (pneumonia atau atelektasis) ataupun penyakit vaskular (emboli paru). (3)

2

Page 3: Tinjauan Pustaka Gagal Napas

Tabel 1. Perbedaan Gagal Napas Akut dan Kronik(3)

Secara umum, gagal napas hiperkapnik akut ditandai dengan PaCO2 > 45

mmHg dan disertai asidemia (pH < 7.30). Efek fisiologis dari peningkatan PaCO2

yang mendadak tergantung dari tinggi rendahnya serum anion bikarbonat. Pada

pasien dengan gagal napas hiperkapnik kronik, misal oleh karena PPOK,

peningkatan PaCO2 dalam jangka waktu lama menyebabkan renal melakukan

kompensasi dan peningkatan konsentrasi bikarbonat serum. (3)

Perbedaan antara gagal napas hipoksemik akut dan kronik tidak hanya

dibuat berdasarkan analisa gas darah saja. Adanya penanda hipoksemia kronik

(seperti polisitemia dan kor pulmonale) memberikan petunjuk adanya penyakit

kronik tertentu, sedangkan perubahan status mental yang mendadak menunjukkan

adanya proses akut. Sangat penting untuk diingat bahwa walaupun definisi gagal

napas hipoksemik didasarkan pada pengukuran PaO2, ancaman utama dari arterial

hipoksemia adalah oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, dimana hal ini

merefleksikan delivery oxygen jaringan. Delivery oxygen jaringan ditentukan oleh

cardiac output dan oxygen content. Oxygen content tergantung dari konsentrasi

hemoglobin dan saturasi oksigen. Oleh karena itu, faktor-faktor yang menurunkan

3

Page 4: Tinjauan Pustaka Gagal Napas

cardiac output atau konsentrasi hemoglobin, atau yang menghambat disosiasi

oksigen dari hemoglobin pada level jaringan, dapat menyebabkan hipoksia

jaringan walaupun secara teknis tidak menyebabkan gagal napas.(3)

3. Patofisiologi

Gagal napas dapat muncul dari abnormalitas komponen efektor sistem

respirasi - sistem saraf pusat, sistem saraf perifer, muskulus respiratorik dan

dinding dada, jalan napas, ataupun alveoli. Sistem saraf pusat dan perifer,

muskulus respiratorik dan dinding dada, serta jalan napas merujuk kepada pompa

respiratorik. Hiperkapnea adalah tanda utama dari kegagalan pompa respiratorik.

Sedangkan hipoksemia utamanya disebabkan oleh gangguan di alveoli yang

mengakibatkan gagal napas. (3)

4. Diagnosis

Diagnosis gagal napas diperoleh dari gejala klinis, pemeriksaan fisis, dan

pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan AGD. Pasien gagal napas

menunjukkan gejala sesuai dengan penyakit dasar. Sesak napas merupakan gejala

klinis yang pertama kali muncul sebelum terjadi retensi CO2. Sesak napas

memberat pada posisi supine menunjukkan disfungsi diafragma. Gejala klinis lain

meliputi penggunaan otot bantu napas, kelainan pergerakan torakoabdominal.

Hipoksia serebral menyebabkan perubahan mental. Hiperkapnia menyebabkan

efek pada SSP. Peningkatan CO2 menimbulkan gejala letargi, stupor, dan koma.

kelelahan otot pernapasan akibat pelepasan katekolamin.(4)

Analisis gas darah merupakan pemeriksaan utama untuk menegakkan

diagnosis gagal napas tipe I. Pemeriksaan AGD perlu diulang untuk monitoring

perjalanan penyakit dan terapi. Fungsi otot napas dapat dinilai dengan

pemeriksaan PImax dan PEmax (maximum expiratory pressure). (4)

5. Penatalaksanaan

4

Page 5: Tinjauan Pustaka Gagal Napas

Kelainan AGD pada gagal napas tipe II merupakan akibat dari

ketidakseimbangan antara beratnya penyakit dengan derajat kompensasi sistem

kardiopulmonari. Hasil AGD normal bukan berarti tidak ada kelainan tetapi

menunjukkan sistem homeostatis mampu melakukan kompensasi.

Penatalaksanaan gagal napas meliputi terapi medikamentosa penyakit primer,

perbaikan aliran O2 ke jaringan melalui tatalaksana jalan napas, ventilasi, dan

oksigenasi. Penatalaksanaan gagal napas tipe II akut meliputi tatalaksana

medikamentosa dan bantuan ventilasi. (5)

6. Medikamentosa

Tujuan penatalaksanaan gagal napas tipe II adalah memperbaiki saluran

napas, paru, dan fungsi otot pernapasan. Pasien PPOK dan asma dengan

pemberian bronkodilator seperti agonis beta 2 adrenergik, antikolinergik, teofilin

dan antiinflamasi seperti kortikosteroid dapat memperbaiki gagal napas.

Bronkodilator dan antiinflamasi menurunkan resistensi jalan napas, FRC, VD/VT ,

gradien tekanan parsial O2 alveolar-arterial, dan kerja pernapasan. Inhibitor

kolinesterase diberikan pada pasien miastenia gravis. Inhibitor kolinesterase

memperbaiki kekuatan otot inspirasi, kapasitas vital, dan atelektasis yang

menyebabkan hiperkapnia. (5)

Progestasional telah digunakan beberapa tahun untuk terapi idiopathic

hypoventilation syndrome. Medroksiprogesteron asetat diberikan oral 20 mg tiga

kali sehari untuk menambah respons ventilasi sentral terhadap hipoksemia dan

hiperkapnia serta memperbaiki kenaikan AGD saat istirahat.

Medroksiprogesteron secara umum ditoleransi baik oleh pasien perempuan tetapi

menimbulkan efeksamping feminisasi pada laki-laki. Onset medroksiprogesteron

lambat dan respons dapat dilihat selama beberapa minggu. Teofilin menghasilkan

perbaikan fungsi kontraktilitas diafragma dan menurunkan PaCO2. (5)

Suplementasi O2 selalu diberikan pada pasien gagal napas tipe II kronik.

Suplementasi O2 berlebihan meningkatkan PaCO2 pada pasien dengan gangguan

kontrol ventilasi dimana respons ventilasi terhadap CO2 tumpul, tetapi respons

5

Page 6: Tinjauan Pustaka Gagal Napas

terhadap O2 baik. Memperbaiki hipoksemia merupakan prioritas pada pasien

gagal napas tipe II. Hipoksemia dapat menyebabkan kematian dengan cepat

sedangkan hiperkapnia lebih lambat. (5)

Gagal napas tipe II menyebabkan kelelahan otot pernapasan. Prinsip

tatalaksana kelelahan otot pernapasan dijelaskan pada tabel 2.

Tabel 2. Prinsip terapi kelelahan otot pernapasan(5)

Penurunan irama inspirasi pada tekanan trasdiafragmatik (Pdi)

Memperbaiki mekanika pernapasan (menurunkan resistensi jalan napas, komplians toraks, dan volume statik paru)

Memperbaiki pengatur pernapasan/ventilatory drive (memperbaiki hipoksemia, hiperkapnia, asidosis metabolik, demam, kongasti/inflamasi paru, ARDS)

Peningkatan Pdimax

Koreksi hiperinflasi

Koreksi atropi otot disebabkan oleh defisiensi kalori protein

Koreksi elektrolit dan kelainan gas darah (hipoksemia, hiperkapnia, hipopospatemia, hipikalemi, hipokalsemi, hipomagnesemi)

Memastikan aliran darah ke otot dan ketersediaan substrat

Koreksi cardiac output rendah (syok kardiogenik, syok hipovolemik)

Koreksi hipoksemia, hipoglikemia)

Bantuan ventilasi

Bantuan ventilasi pasien gagal napas tipe II meliputi penggunaan alat bantu

ventilasi baik alat bantu ventilasi non invasif maupun invasif. Alat bantu ventilasi

diberikan pada pasien gagal napas tipe II yang tidak mengalami perbaikan bahkan

perburukan setelah mendapat terapi medikamentosa. (5)

6

Page 7: Tinjauan Pustaka Gagal Napas

Noninvasive Ventilation/NIV

Noninvasive ventilation adalah alat bantu ventilasi sepanjang saluran napas atas

dengan menggunakan masker atau alat sejenisnya. Teknik NIV berbeda dari teknik

invasif.

Penggunaan NIV pertama kali untuk tatalaksana hipoventilasi pasien kelainan

neuromuskular pada malam hari. Penggunaan NIV kemudian diterima secara luas

menjadi metode standar tatalaksana gagal napas tipe II yang disebabkan kelainan

dinding dada, neuromuskular, dan kerusakan pusat pengaturan pernapasan.

Noninvasive ventilation juga digunakan untuk tatalaksana gagal napas akut dengan

kelainan paru Syarat pasien, indikasi, dan kontraindikasi penggunaan NIV dijelaskan

pada table 3. (6)

Tabel 3. Syarat pasien untuk menggunakan NIV(6)

tidak didapatkan kontraindikasi penggunaan NIV

pasien dengan pernapasan spontan

kolaborasi pasien

pasien dengan kesadaran baik untuk ekspetorasi dan batuk

pasien gagal napas akut yang tidak respons dengan terapi konvensional awal, takipneu dengan frekuensi napas > 24 kali/menit, saturasi O2 < 90% setelah pemberian FiO2 > 0.5, penggunaan otot bantu pernapasan dan tidak sinkron torakoabdominal

PaCO2 > 45 mmHg, pH < 7.35 dan PaO2/FiO2 < 200

Penggunaan non invasive positive pressure ventilation (NPPV) merupakan

langkah menyelamatkan pasien dengan penggunaan otot bantu pernapasan.

Noninvasive positive pressure ventilation merupakan alat yang menyediakan

kebutuhan O2 tanpa meningkatkan PaCO2 dan secara cepat sekitar 1-4 jam dapat

memperbaiki hiperkapnia. Noninvasive positive pressure ventilation menurunkan

kebutuhan penggunaan intubasi jalan napas dan membantu menghindari komplikasi

7

Page 8: Tinjauan Pustaka Gagal Napas

penggunaan ventilasi mekanik seperti trauma saluran napas atas, infeksi nosokomial,

dan prolonged intubation. Penggunaan NPPV secara signifikan meningkatkan angka

bertahan hidup. (6)

Tabel 4. Indikasi NIV(6)

PPOK eksaserbasi Edema paru akut Asma akut sedang Weaning dari ventilasi mekanik konvensional Pneumonia Bronkiolitis akut Post-operasi paralisis frenikus Acute interstitial lung disease Alveolar hypoventilation sekunder karena keterlibatan SSP (Guillain Barre

syndrome, Arnold Chiari syndrome, Ondine syndrome, hydrocephalus, tumor SSP, myelomeningocele, syringomyelia, spinal muscular atrophy, poliomyelitis, amyotrophic lateral sclerosis, myasthenia gravis, muscular dystrophies, myopathies, acute spinal cord injury)

Kiposkoliosis Malformasi rongga toraks Obstructive sleep apnea syndrome (OSAS) PIC syndrome Fibrosis paru Post-operasi dada Terapi paliatif pasien dengan indikasi OTI

Keterangan : OTI : orotracheal intubation

Pasien PPOK eksaserbasi berat atau gagal terapi medikamentosa menyebabkan

perburukan seperti sesak napas, retensi CO2, dan timbul kelelahan otot pernapasan

sehingga membutuhkan bantuan ventilasi. Noninvasive positive pressure ventilation

diberikan pada pasien PPOK eksaserbasi karena efektif membantu ventilasi pada

pasien tersebut. Noninvasive positive pressure ventilation menurunkan kerja

pernapasan dan mencegah progresifitas kelelahan otot pernapasan sementara terapi

medikamentosa tetap diberikan.

8

Page 9: Tinjauan Pustaka Gagal Napas

Tabel 5. Kontraindikasi NIV(6)

Henti jantung/napas Gagal organ (a) hemodinamik berat atau elektrik tidak stabil, (b) ensepalopati

berat (skor GCS < 10) dan (c) perdarahan gastrointestinal akut) Sindrom koroner akut (angina tidak stabil atau infark miokard) Pasien tidak kooperatif Kesadaran menurun. Paralisis bulbar berat Risiko tinggi aspirasi (vomitus, ileus) membutuhkan perlindungan jalan

napas Kelainan anatomisk nasofaring, trauma wajah atau pembedahan, pembedahan

jalan napas atas sebelumnya Pembedahan gastrointestinal atas merupakan kontraindikasi relatif) Stenosis campuran jalan napas atas Tidak mampu membersihkan sekret

Keterangan : GCS : glasgow coma scale

Pasien dengan gangguan kontrol pernapasan mengalami kenaikan PaCO2 15-

30 mmHg dengan hipoksemia dan asidosis respiratorik berat. Pasien dengan

gangguan kontrol pernapasan membutuhkan ventilasi mekanik selama tidur.

Noninvasive positive pressure ventilation merupakan langkah efektif memperbaiki

peningkatan gas darah selama tidur. Penggunaan NIV tidak semua mengalami

keberhasilan, kegagalan dilaporkan 7-50% pada pasien PPOK dengan gagal napas.

a. Ventilasi mekanik

Ventilasi mekanik merupakan alat bantu ventilasi yang efektif untuk

tatalaksana gagal napas. Ventilasi mekanik membantu pertukaran gas dan kerja

ventilasi selama dibutuhkan, membantu pasien untuk bertahan hidup dan lebih

nyaman sementara proses akut dari kelainan paru yang mendasari diterapi atau

mengalami perbaikan. Pasien yang tidak mengalami perbaikan dengan penggunaan

NIV perlu dipertimbangkan penggunaan ventilasi mekanik. (7)

9

Page 10: Tinjauan Pustaka Gagal Napas

Ventilasi mekanik dapat menjadi alat untuk menyelamatkan pasien

hipoksemi akut berat atau perburukan asidosis respiratorik yang tidak perbaikan

dengan penanganan konservatif. Target terapi oksigenasi pasien dengan ventilasi

mekanik yaitu PaO2 > 60 mmHg atau SaO2 > 89%, dengan anggapan lebih dari

target tersebut O2 tidak akan lebih mudah mencapai jaringan . (7) Indikasi

penggunaan ventilasi mekanik dijelaskan pada tabel 6.

Tabel 6. Indikasi pemakaian ventilasi mekanik

Apneu atau impending respiratory arrestPPOK eksaserbasi akut dengan sesak napas, takipnea, dan asidosis respiratorik akut, ditambah salah satu dibawah ini : Acute cardiovascular instability Penurunan status mental (GCS < 8) atau tidak kooperatif persisten Tidak mampu melindungi saluran napas bawah Sekret kental dan banyak Kelainan bentuk muka atau perlindungan efektif saluran napas dengan NPPV Asidosis respiratorik progresif atau perburukan meskipun telah mendapatkan

terapi intensif, meliputi NPPV. Ventilasi mekanik dipertimbangkan bila PaO2

< 45 mmHg meskipun telah memperoleh FiO2 yang dapat ditoleransi atau pH < 7.20

Insufisiensi ventilasi akut pada penyakit neuromuskular, timbul adanya Asidosis respiratorik akut Penurunan progresif kapasitas vital dibawah 10-15 ml/kg Penurunan progresif maximum inspiratory pressure di bawah 20-30 cm H2OGagal napas hipoksemi dengan takipnea, distress napas, dan ipoksemi menetap meskipun telah mendapatkan terapi FiO2 tinggi melalui sistem alirang tinggi, atau disertai dengan : Acute cardiovascular instabillity Penurunan status mental atau tidak kooperatif menetap Tidak mampu melindungi saluran napas bawahMembutuhkan intubasi endotrakeal untuk mempertahankan atau melindungi saluran napas bawah atau managemen sekret, terutama pada pasien dengan tube endotracheal dengan diameter dalam ≤ 8 mm

Gagal napas tipe II kronik dengan PaCO2 > 46 mmHg berhubungan dengan

asidosis respiratorik tetapi mendapat kompensasi dari metabolic. Mekanisme

kompensasi adaptif atau disfungsi otot pernapasan merupakan mekanisme penting

10

Page 11: Tinjauan Pustaka Gagal Napas

terbentuknya hiperkapnia kronik stabil. (7) Terapi gagal napas II kronik dijelaskan pada

tabel 7.

Tabel 7. tatalaksana gagal napas tipe II kronik

Tatalaksana penyakit dasar

LTOT

Rehabilitasi

Ventilasi mekanik di rumah (invasif atau noninvasif)

Pasien emfisema terseleksi, pembedahan untuk mengurangi volume paru

Transplantasi paru

Noninvasive positive pressure ventilation merupakan alat efektif untuk

tatalaksana pasien dengan hiperkapnia kronik akibat kelainan kemosensitivitas atau

kelainan mekanika pernapasan. Pasien hiperkapnia kronik dengan gangguan kontrol

pernapasan pada saat tidur akan mengalami kenaikan PaCO2 (15-30 mmHg) dengan

hipoksemia dan asidosis respiratorik berat. Pasien tersebut membutuhkan ventilasi

mekanik biasanya dengan NPPV dengan atau tanpa O2 selama periode tidur.

Noninvasive positive pressure ventilation terutama saat malam hari sangat membantu

untuk menurunkan PaCO2 arterial dan meningkatkan PO2 pada pasien hiperkapnia

kronik. Perbaikan tekanan gas dicapai dengan nocturnal mechanical ventilation

mungkin terbawa ke periode bangun, dengan mencegah peningkatan bikarbonat

serum atau menekan hipoksia pada fungsi SSP. (6)

BAB III

KESIMPULAN

11

Page 12: Tinjauan Pustaka Gagal Napas

Gagal napas adalah suatu kondisi dimana sistem respirasi mengalami

kegagalan dalam fungsi pertukaran gas (oksigenasi dan eliminasi karbon dioksida)

dalam darah (arteri pulmonalis). Gagal napas lebih merupakan suatu sindrom

daripada penyakit oleh karena banyak penyakit yang dapat menyebabkan pasien jatuh

dalam kondisi gagal napas. Gagal napas dapat merupakan suatu proses akut ataupun

kronis.

Gagal napas dapat diklasifikasikan menjadi hiperkapnik atau hipoksemik.

Gagal napas hiperkapnik ditandai dengan tekanan karbondioksida arteri (PCO2) lebih

besar dari 45 mmHg. Sedangkan gagal napas hipoksemik ditandai dengan tekanan

oksigen arteri kurang dari 55 mmHg ketika fraksi oksigen inspirasi saat itu (FiO2)

adalah 0.6 atau lebih.

Diagnosis gagal napas diperoleh dari gejala klinis, pemeriksaan fisis, dan

pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan AGD. Analisis gas darah merupakan

pemeriksaan utama untuk menegakkan diagnosis gagal napas tipe I. Pemeriksaan

AGD perlu diulang untuk monitoring perjalanan penyakit dan terapi.

Kelainan AGD pada gagal napas tipe II merupakan akibat dari

ketidakseimbangan antara beratnya penyakit dengan derajat kompensasi sistem

kardiopulmonari. Hasil AGD normal bukan berarti tidak ada kelainan tetapi

menunjukkan sistem homeostatis mampu melakukan kompensasi. Penatalaksanaan

gagal napas meliputi terapi medikamentosa penyakit primer, perbaikan aliran O2 ke

jaringan melalui tatalaksana jalan napas, ventilasi, dan oksigenasi. Penatalaksanaan

gagal napas tipe II akut meliputi tatalaksana medikamentosa dan bantuan ventilasi

DAFTAR PUSTAKA

12

Page 13: Tinjauan Pustaka Gagal Napas

1. Deliana A, Agung W, Prasenohadi, Menaldi R. 2013. Indikasi Perawatan Pasien dengan Masalah Respirasi di Instalasi Perawatan Intensif. J Respiro Indo. 33(4):264-270

2. Evans Timothy, Leaver Susannah. 2008. Acute Respiratory Distress Syndrome. British Medical Journal. Volume 335.

3. Grippi MA. Acute Respiratory Failure. In : Fishman's Pulmonary Diseases and Disorders, 4th ed. USA : The McGraw-Hill Companies, Inc., 2008.

4. Kumar P. Respiratory failure. Indian J. Aenesth. 2003;47(5):360-6.5. Kelsen S, Marchetti N. Pump failure: the pathogenesis of hypercapnic respiratory

failure in patients with lung and chest wall disease. In: Fishman J, Elias J, Grippi M, editors. Fishman's pulmonary diseases and disorders. 4th ed. USA: The McGraw-Hill Companies Inc; 2008. p. 2591-612.

6. Baptista F, Moral G, Pozo F. 2009. Management of acute respiratory failure with noninvasive ventilation in the emergency department. Emergencias. 21:189-202.

13