Upload
putri-rahma-fanni
View
83
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
T1NJAUAN PUSTAKA
A. Status Gizi 1. Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah tingkat kesehatan seseorang yang dipengaruhi oleh
makanan yang dikonsumsi dinilai dengan ukuran atau parameter gizi
(Soehardjo, 1990).
Dalam pembahasan tentang status gizi, ada 3 konsep yang harus
dipahami ketiga konsep ini saling berkaitan antara satu dengan lainnya.
Ketiga konsep pengertian tersebut adalah:
a. Proses dari organ isme dalam menggunakan bahan makanan melalui
proses pencernaan, penyerapan, transportasi, penyimpanan
metabolisme dan pembuangan untuk pemeliharaan hidup.
pertumbuhan fisik organ tubuh dan produksi energi proses ini disebut
gizi atau (Nutrition)
b. Keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara pemasukan zat
gizi di satu pihak dan pengeluaran oleh organisme di pihak lain.
keadaan ini disebut Nutriture
c. Tanda-tanda atau penampilan yang diakibatkan oleh nutriture dapat
terlihat melalui variabel tertentu. Hal ini disebut status gizi (Nutritional
status). Oleh karena itu dengan mengacu tentang keadaan gizi
seseorang perlu disebutkan variabel yang digunakan untuk
menentukannya (misalnya: tinggi badan atau variabel pertumbuhan
dan sebagainya variabel variabel yang digunakan untuk menentukan
status gizi selanjutnya disebut sebagai indikator status gizi.
Perlu pula dipahami bahwa antara status gizi dan indikator status gizi
terdapat suatu perbedaan yaitu: bahwa indikator memberikan refleksi tidak
hanya status gizi tetapi juga dapat merupakan refleksi pengaruh
pengaruh non Gizi. Oleh karenanya indikator yang digunakan walaupun
sensitif tetapi tidak selalu spesifik untuk status gizi.
Ukuran ukuran tubuh (antropornetri) merupakan refleksi dan
pengaruh faktor genetic dan lingkungan. Faktor faktor lingkungan yang
berkaitan langsung dengan gizi antara lain: konsumsi makanan dan
penyakit penyakit infeksi, sedangkan yang tidak berhubungan langsung
antara lain: kegiatan fisik, pola perkernbangan tubuh menurut umur dan
jenis kelamin. Di negara-negara berkembang penyakit infeksi dan
konsumsi makan yang kurang memenuhi syarat gizi, merupakan faktor
utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan status gizi anak terutama
pada masa pra sekolah.
Dengan kata lain, antropometri atau ukuran tubuh dapat memberikan
gambaran tentang status energi dan protein seseorang. Oleh karena itu
antropometri sering digunakan sebagai indikator status gizi yang berkaitan
dengan masalah kurang energi protein (KEP).
2. Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi dari suatu kelompok individu atau masyarakat
perlu memperhatikan dua masalah dasar, yaitu: pertama, memeriksa
bagaimana hubungan antara tingkat hidup keluarga dengan status gizi
masyarakat. Kedua, masalah tingkat gizi secara individu atau
perseorangan. Di dalam menilai keadaan gizi tersebut perlu memperoleh
keterangan keterangan melalui penyelidikan yang dapat digolongkan
kepada:
a. Penilaian Langsung (directaffsesment} yang dapat melalui:
- Gejala klinik - Pengukuran antropometri gizi - Pemeriksaan laboratorium kimia - Pemeriksaan biofisik
b. Penilaian secara tidak Iangsung (indirect assefmwit). misalnya: vital
statsitik keseliatan. pengaruh faktor-faktor ekologi, antara lain:
makanan sehari-hari, pertanian dan produksi bahan pangan,
pemasaran, ekonomi. Biaya hidup, budaya, agama, kepercayaan,
takhayul dan sebagainya.
Adakalanya suatu penyelidikan secara lengkap tak mungkin
dilakukan, sehingga perlu pembatasan. Misalnya ingin diketahui secara cepat
keadaan gizi salah pada anak anak di bawah umur lima tahun disuatu
daerah. Bila itu yang akan dicapai, dapat dengan pengukuran antropometri
saja, akan dapat diperoleh gambaran yang cukup peka. Jadi, kedua penilaian
diatas dapat digunakan secara terpisah atau secara bersama-sama, tergantung
model yang akan dipakai, biaya dan fasilitas yang tersedia, serta tujuan yang
hendak dicapai. Namun, dengan mengkombinasikan kedua penilaian diatas,
tenyata hasil yang diperoleh dapat memberikan pengertian, gambaran dan
keadaan yang lebih jelas mengenai status gizi masyarakat.
Ada berbagai cara melakukan penilaian status gizi pada kelompok
masyarakat salah satunya adalah dengan pengukuran tubuh manusia yang
dikenal dengan " Antropometri. Antropometri telah lama dikenal sebagai
indikator untuk penilaian status gizi perorangan maupun masyarakat.
Pengukuran antropometri dapat dilakukan oleh siapa saja, antropometri yang
telah digunakan antara lain: Berat Badan (BB), Panjang Badan (PB), atau
Tinggi Badan (TB), Lingkar Lengan Atas (LLA), Lingkar Kepala (LK),
Lingkar Dada (LD) Dan Lapisan Lemak Bawah Kulit (LLBK). (Dep kes RI,
1994).
Di Indonesia, jenis antropometri yang banyak di gunakan, baik dalam
kegiatan program maupun penelitian adalah BB dan TB, yang menjadi obyek
pengukuran antropometri, pada umumnya anak-anak di bawah lima tahun
(balita). Dalam pemakaian untuk penelitian status gizi, antropometri
disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variabel lain, seperti:
berat badan menurut umur (PB/U atau TB/U), berat badan menurut tinggi
badan (BB/TB), dan selanjutnya. Masing-masing indeks antropometri
tersebut memiliki baku rujukan atau nilai patokan untuk memperkirakan
status gizi seseorang atau masyarakat (Depkes RI, 1994).
Status gizi yang di gambarkan oleh masing-masing indeks
mempunyai arti yang berbeda, jika antropometri ditujukan untuk mengukur
seseorang yang kurus kering (wasting), kecil pendek (slitting) atau
keterhambatan pertumbuhan, maka indeks BB/TB dan TB/U adalah yang
cocok di gunakan. Kurus kecil dan pendek ini pada umumnya
menggambarkan keadaan lingkungan yaag tidak baik, kemiskinan, dan akibat
tidak sehat yang menahun. Alternative pengukuran lain dan paling banyak
digunakan adalah indeks BB/U, atau melakukan penilaian dengan melihat
pembahan berat badan pada saat pengukuran di lakukan. Penggunaan indeks
BB/TB ini sangat mudah dilakukan akan tetapi kurang dapat
menggambarkan kecenderungan perubahan status gizi dari waktu ke waktu.
(Dep kes RI, 1994).
Ada tiga macam kondisi dalam penilaian status gizi :
1. Ditujukaa untuk perorangan atau untuk kelompok masyarakat
2. Pelaksanaan pengukuran satu kali atau berulang secara berkala
3. Situasi dan koodisi penguknran baik perorangan atau kelompok
masyarakat pada saat kritis, darurat, kronis dan sebagainya.
Dengan memperhatikan ketiga macain kondisi tersebut, beberapa
penilaian status gizi dapat diaplikasikan seperti:
1. Screening atau penapisan penilaian status gizi perorangan untuk
keperluan rujukan, dan kelompok masyarakat atau dari puskemas dalam
kaitannya dengan tindakan atau intervensi.
2. Pemantauan pertumbuhan anak, dalam kaitannya dengan kegiatan
penyuluhan.
3. Penilaian status gizi pada kelompok masyarakat yang dapat digunakan
untuk mengetahui hasil dari suatu program, sebagai bahan perencanaan
program atau penetapan kebijakan. (Depkes RI, 1994)
3. Klasifikasi Status Gizi
Dalam penilaian status gizi, khusunya untuk keperluan klasifikasi maka
harus ada ukuran baku (refference). Baku antropometri yang banyak digunakan
adalah baku Harvard 1999, baik untuk BB atau TB. Pada tahun 1979 WHO
mempublikasikan baku antropometri yang dikenal dengan baku WHO-NCHS
dan dipublikasikan ulang pada tahun 1983. Biro Pusat Statistik dalam
melakukan penilaian status gizi yang dikelola Direktorat Bina Gizi Masyarakat
menggunakan baku WHO-NCHS.
Pada prinsipnya penggunaan jenis baku antropometri di suatu negara
didasari atas suatu kesepakatan bersama antara para ah!i di bidang ini, dengan
melakukan penyesuaian-penyesuaian seperlunya dengan kondisi di negara yang
bersangkutan. Demikian pula halnya di Indonesia, baku antropometri yang
digunakan selama ini (Baku Harvard) didasarkan atas suatu kesepakatan dalam
Loka Karya Antropometri tahun 1975. Penggunaan jenis antropometri tidak
mudak harus satu. Dalam penelitian-penelitian sering pula digunakan baku
antropometri lain, seperti telah disebutkan diatas misalnya penggunaan baku
WHO-NCHS yang diterbitkan oleh WHO, Geneva.
Untuk klasifikasi status gizi berdasarkan baku antropometri perlu ada
batasan-batasan (out of point) tertentu. Dalam hal batasan ini beberapa ahli
telah mengemukakan berbagai angka untuk keperluan klasifikasi status gizi
(Jauhari, 1988).
Klasifikasi status gizi.
Baku antropometri BB/TB menurut standar WHO NCHS :
Indikator Status gizi Keterangan
Berat badan menurut
tinggi badan
Kurus sekali
Kurus
Normal
Gemuk
< - 3,0 SD
< - 2,0 SD
- 2,0 SD s/d + 2,0 SD
> 2,0 SD
Sumber :Widyakarya Pangan Nasional & Gizi 2000
B. Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Membicarakan tentang masalah gia di Indonesia kaitannya dengan kesehatan
di pengaruhl oleh faktor langsung dan tidak langsung.
1. Faktor Langsung
a. Konsumsi Makanan
Keadaan keseimbangan gizi tergantung dari ringakat konsumsi
kualitas hidangan yang menunjukan quantum suatu zat gizi terhadap
kebutuhan hidup. Bila susunan hidangan kebutuhan tubuh baik dari
sudut kuantitas, maka tubuh akan mendapatkan kesehatan gizi
sebaik baiknya. Sebaliknya konsumsi yang kurang baik dalam
kuaiitas maupun kuantitas akan memberi dampak kesehatan pangan
dan gizi yang baik ditentukan oleh terciptanya keseimbangan antara
banyaknya jenis zat gizi yang dikonsumsi dengan banyaknya zat yang
dibutuhkan tubuh.
b. Infeksi
Infeksi biasa berhubungan deangan gangguan gizi. Infeksi
sendiri mengakibatkan si penderita kehilangan bahan makanan melalui
muntah-muntah dan diare. Selain itu juga penghancuran jaringan tubuh
akan mengikat karena dipakai untuk pembentukan protein atau enzim-
enzim yang diperlukan dalam usaha pertahanan tubuh. Gangguan gizi
dan infeksi sering bekerja secara sinergis, infeksi akan memperburuk
kemampuan seseorang untuk mengatasi penyakit infeksi.
Zat gizi dibutuhkan oleh tubuh untuk tumbuh kembang guna
meneapai hasil yang optimal sesuai dengan kebutuhan. Apabila zat gizi
ini kurang, maka akan dapat mengakibatkan infeksi dan rawat gizi
pada remaja. Pada remaja yang kekurangan energi protein akan
menghambat pertumbuhan fisik dan kecerdasan.
2. Faktor tidak langsung
a. Pengetahuan
Pengetahuan seseorang biasanya diperoieh dari pengalaman
yang berasal dari berhagai macam sumber, misalnya media massa,
elektronik, buku petunjuk, penyuluhan, dan kerabat dekat.
(Yuwono, 1999).
Pengetahuan adalah konsep didalam pikiran manusia sebagai
hasil penggunaan panca inderanya yang berbeda sekali dengan
kepercayaan, takhayul dan penerangan penerangan yang keliru.
Pengetahuan bertujuan untuk mendapatkan kepastian serta
menghilangkan ketidakpastian dan adanya kepercayaan kepercayaan
yang tidak dapat dibuktikan kebenaranya.
Sedangkan pengetahuan gizi merupakan pengetahuan gizi
merupakan pemahaman masyarakat tentang pemilihan bahan makanan
sehat serta fungsinya bagi tubuh yang dinilai berdasarkan jawaban
responden terhadap pertanyaan yang diajukan sesuai dengan kuesioner.
(Suwondo, 1975).
Pengetahuan tentang pentingnya gizi dipengaruhi oleh 3
kenyataan, yaitu: {a) setiap gizi yang cukup adalah pentingnya bagi
kesehatan dan kesejahteraan, (b) setiap orang hanya akan cukup jika
makanan yang dimakan mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan
untuk pertumbuhan yang optimal, pemeliharaan dan energi. (c) gizi
memberikan fakta fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar
dengan menggunakan pangan dengan lebih baik bagi kesejahteraan.
(Suharjo, 1986)
Pengetahuan gizi meliputi pengetahuan tentang pemilihan dan
konsumsi sehari hari dengan baik dan memberikan semua zat gizi
yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Pemilihan dan konsumsi
bahan makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi
baik atau status gizi optimal terjadi apabila tubuh memperoleh cukup
zat gizi yang dibutuhkan tubuh. Status gizi kurang terjadi apabila
tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat gizi essential.
Sedangkan status gizi lebih terjadi apabila tubuh memperoleh zat gizi
dalam jumlah yang berlebihan, sehingga menimbulkan efek yang
membahayakan. (Almatsier, 1989)
Semakin tinggi gizi seseorang akan semakin memperhitungkan
jenis dan makanan yang dipilih untuk dikonsumsi. Orang yang
pengetahuan gizinya rendah akan berperilaku memilih makanan yang
menarik panca indra dan tidak mengadakan pemilihan berdasarkan
nilai gizi makanan. Sebaliknya mereka yang semakin tinggi
pengetahuannya, lebih banyak mempergunakan mempertimbangkan
rasional dan pengetahuan tentang nilai gizi makanan tersebut, sehingga
seorang ibu dapat menyusun dan mengolah makanan yang bergizi bagi
keluarga. (Sediaoetama, ] 989)
b. Pendidikan
Pendidikan adalah usaha yang dilakaukan secara sadar, sengaja,
sistematis, dan terencana oleh orang dewasa kepada anak yang belum
dewasa yang merupakan bimbingan, pertolongan, dan kepemimpinan
dengan tujuan agar anak dapat mencapai tingkat kedewasaan jasmani
dan rohani (Astuti, 2000).
Menurut tingkat atau jenjang pendidikan terdiri dari :
a. Tingkat pendidikan dasar : pendidikan ditenipuli selama 9 tahun
antara lain harus menyelesaikan sekolah dasar dan lanjutan tingkat
menengah pertama
b. Tingkat pendidikan menengah : telah tamat pendidikan dasar
waktu yaag ditempuh selama 12 tahun
c. Tingkat pendidikan tinggi : pendidikan yang haras ditempuh
setelah menyelesaikan pendidikan menengah.
Menurut Notoatmojo (1984) yang dikutip oleh Astuti,
pendidikan adalah suatu proses yang unsur unsurnya terdiri dari
masukan (input) yaitu sasaran pendidikan dan keluaran (output) yaitu
suatu bentuk perilaku baru atau kemampuan dan sasaran pendidikan.
Proses tersebut dipengaruhi oleh perangkat lunak yang terdiri dari
kurikulum, pendidikan, metode. Serta perangkat keras yang terdiri dari
ruang buku buku dan alat bantu pendidikan lain. Masukan dalam
pendidikan adaiah periiaku masyarakat yang sesuai dengan norma
norma yang ada.
c. Pendapatan
Pendapatan rumah tangga adalah sejumlah penghasilan dan
penerimaan berupa uang atau barang dari semua anggota keluarga,
maupun penerimaan transfer.
d. Tingkat pendapatan juga menentukan pola makanan apa yang dibeli
dengan uang tambahan tersebut (Berg, 1986). Rendahnya pendapatan
merupakan tantangan lain yang menyebabkan orang orang tak
mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan (Sajogyo,
1983). Pada pendapatan terendah, maka hampir semua pendapatan
akan dikeluarkan untuk makan (Handayatu, 1994). Orang miskin
biasanya akan membelanjakan sebagian besar pendapatan tambahan
itu untuk makan. Sedangkan yang kaya tentu akan lebih berkurang
dari jumlah itu. Bagian untuk makanan padi padian akan menurun
dan untuk makanan yang dibuat dari susu akan bertambah jika
keluarga keluarga beranjak ke pendapatan tingkat menengah.
Semakin tinggi pendapatan, semakm bertambah besar pula
persentase pertambahan pembelanjaannya. Dengan demikian,
pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan
kuantitas (Berg, 1986).
Tingkat pendapatan juga menentukan pola makanan apa yang
dibeli dengan uang tersebut. Orang miskin akan membelanjakan
sebagian besar pendapatanya untuk makanan. Jika pendapatan
meningkat, pembelanjaan untuk membeli makanan juga bertambah,
termasuk untuk buah buahan, sayuran dan jenis makanan lainnya.
Dengan demikian pandapatan merupakan faktor yang selanjutnya akan
berpengaruh terhadap zat gizi (Soekirman, 1999).
e. Pendidikan Orang Tua
Latar belakang pendidikan orang tua, baik kepala keluarga istri
merupakan salah satu unsur yang berperan penting dalam menentukan
keadaan gizi anak. Hubungan positif antara tingkat pendidikan orang
tua dengan keadaaan gizi anak telah banyak diungkapkan oleh para
ahH. Pada masyarakat yang rata rata tingkat pendidikannya rendah,
prevalensi gizi kurang yang tinggi dan sebaliknya pada masyarakat
yang tingkat penididikan cukup tinggi prevalensi gizi kurang lebih
rendah (Soekinnan, 1999).
f. Besar Keluarga
Survey pangan di India memperlihatkan bahwa tersedianya
protein bagi setiap anak dalam keluarga dengan salah satu atau dua
anak, mendapat 22% lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga yang
mempunyai anak empat atau lima anak. Kasus gizi buruk yang paling
berat sering menimpa anak-anak dari keluarga besar.
(Soekirman, 1999).
C. Pengetahuan Gizi 1. Pengertian pengetahuan Gizi
Status gizi yang baik sangat penting artinya bagi kesehatan dan
kesejahteraan setiap orang. Setiap orang hanya akan cukup gizi jika
makanan yang dimakan mampu menyediakan zat gizi yang diperlnkan
oieh tubuh. Pengetahuan gizi memerang peran yang sangat penting di
dalam memberikan cara menggunakan pangan yang baik sehingga dapat
mencapai keadaan gizi yang cukup. Tingkat pengetahuan yang
menentukan perilaku konsumsi pangan didapat salah satunya melalui
pendidikan gizi. Pendidikan gizi berusaha menambah pengetahuan dan
memperbaiki kebiasaan konsumsi pangan yang pada umumnya dipandang
lebih baik diberikan sedini mungkin (Suharjo, 1989).
Pendidikan gizi merupakan pengetahuan. Proses untuk
memperkenaikan kepada masyarakat nilai sumber yang ada dan
menganjurkan agar mengubah kebiasaan makan. Hal ini patut
mendapatkan perhatian mendalam sebagai suatu unsur dalanm strategi gizi
yang menyeluruh. Tingkat pengetahuan seseorang banyak menentukan
pemililian makan. Ketidaktahuan tentang makan dapat menyebabkan
kekurangan gizi (Said Muh. R. P, 1989).
Sementara tinggi pengetahuan gizi seseorang akan semakin
memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang dipilih, memilih
makanan yang menarik panca indra dan tidak mengadakan pemilihan
berdasarkan nilai gizi makan. Sebaliknya mereka semakin tinggi
pengetahuan gizinya, lebih banyak mempergunakan pertimbangan
nasional dan pengetahuan gizi makanan tersebut (Sediaoetama, 1989).
Rendahnya pengetahuan gizi akan dapat menimbulkan sikap acuh
terhadap bahan makanan tertentu. Walaupun bahan makanan tersebut
cukup tersedia dan bergizi, pengetahuan gizi seseorang biasanya diperoleh
dari pengalaman yang berasal dari berbagai sumber misalnya media
massa, media elektronik, baku petunjuk, dan kerabat dekat. Pengetahuan
ini dapat membentuk keyakinan tertentu, sehingga berperilaku sesuai
kenyataan tersebut (Yuwono, 1999).
2. Mengukur pengetahuan gizi
Pengukuran pengetahuan gizi dapat dilakukan dengan
menggunakan instrument berbentuk pertanyaan pilihan dan berganda
(Multiple choice test) instrument ini merupakan bentuk tes obyektif yang
paling sering digunakan. Di dalam menyusun instrument ini diperlukan
jawaban jawaban yang yang sudah tertera diatas. Dan responden hanya
memilih jawaban yang menurutnya benar.
Multiple choice test dapat digunakan untuk mengukur berbagai
aspek yang terkait di dalam ranah kognitif. Oleh karena itu. bentuk tes ini
sangat baik untuk mengetahui dampak intervensi penyuluhan gizi yang
berupa berubahnya pengetahuan gizi seseorang.
Pembuatan instrument untuk mengukur pengetahuan gizi
hendaknya memperhatikan aspek reabilitas dan validitas alat ukur. Selain
itu jumlah butir tes harus cukup memenuhi untuk menggambarkan tingkat
pengetahuan gizi yang sesungguhnya.
Kategori pengetahuan gizi bisa dibagi dalam 3 kelompok yaitu
baik, sedang, dan kurang. Cara pengkategorian dilakukan dengan
menetapkan cut of point dari skor yang telah dijadikan persen. Untuk
keragaman maka disini dianjurkan menggunakan cut of point sebagai
berikut:
Tabel. 1
Kategori Pengetahuan Gizi
Kategori pengetahuan gizi Skor
Baik
Sedang
Kurang
> 80 %
60 80 %
< 60 %
Reliabilitas yang diharapkan adalali konsistensi antar butir soal
pengetahuan gizi, bila butir soal tersebut mengukur dampak pembelajaran
yang sama. Validitas ialah kesesuaian antara skor yag diperoleh dalam
suatu tes dengan maksud atau tujuan dari tes tersebut.
(Ali Khomsan, 2000).
D. Sarapan Pagi Sarapan pagi yaitu makanan yang dimakan pada pagi hari sebelum
beraktifitas, yang terdiri dari makanan pokok dan lauk pauk atau makanan
kudapan. Energi dari sarapan dianjurkan mencukupi, sekitar 20-25 % dari
kebutuhan energi tubuh perhari. Untuk anak-anak berkisar antara 200-300
kalori. Dalam menyusun menu sarapan, perlu diperhatikan kelengkapan gizi
yang dikandungnya, terutama hidrat arang, protein, lemak, vitamin, mineral,
dan juga serat tidak boleh ketinggalan. (www.google.com, 2004).
Sarapan pagi yang baik harus mengandung 20-30 % jumlah zat gizi
yang dibutuhkan sehari. Susunan menu sarapan pagi sebaiknya sama dengan
susunan menu siang atau malam, yaitu terdiri dari sumber zat tenaga, sumber
zat pembangun, sumber zat pengatur. Makan pagi perlu diberikan untuk
mencegah hipoglikemia dan supaya anak mudah dalam menerima pelajaran.
Jika anak harus belajar dengan baik tiap hari, maka harus mendapatkan sesuatu
untuk menahan lapar, dapat berupa makan kecil yang disediakan oleh orang
tuanya atau oleh sekolah.
Sarapan pagi sangat penting karena makanan yang dimakan pada waktu
pagi hari sebelum kita melakukan aktifitas dapat memberikan energi bagi
tubuh kita. Waktu makan pagi yang relatif singkat antara pukul 06.00 - 07.00
maka anak sekolah lebih suka mengabaikainya.
Menurut penelitian para ahli, saat bangun (tidur) pagi kadar gula
rendah. Persediaan yang ada hanya cukup untuk sekitar dua jam saja lagi.
Padahal gula darah bagi tubuh manusia bagaikan bensin bagi mobil, tugasnya
sebagai sumber tenaga dan energi.
Dengan demikian, sarapan itu memang penting, harus leagkap dan tidak
asal asalan. Tetaplah berpegang pada pola gizi seimbang, dimana hidrat
arang sekitar 60-70%, protein 10-15%. Dan lemak 20-30% dari total kalori
hidangan sarapan (www.google.com, 2004).
E. Anak Sekolah Dasar 1. Karakteristik Anak Sekolah Dasar
Masa anak sekolah dasar adalah masa anak berumur 6 12 tahun.
Anak anak yang berumur 6 12 tahun sedang masa puncak
perkembangan. Saat umur inilah pertumbuhan ini agak lambat tapi
perkembangan berangsur angsur menjadi mengetahui banyak tentang
diri dan dunianya.
2. Makan Pagi Anak Sekolah Dasar
Makan pagi adalah makanan atau minuman yang memberikan
energi dan zat gizi lain yang dikonsumsi pada waktu pagi hari. Makana
pagi ini penting karena makanan yang yang kitan makana pada pagi hari
sebelum berangkat kesekolah memberi tenaga untuk badan kita selama
mulai kita kerja antara pukul 08.00 sampai pukul 11.00 WIB.
(Moehji, 1986)
Angka prevalensi anak tanpa sarapan kesekolah cukup tinggi
(72%). Ini merupakan salah satu tanda anak anak cenderung kurang
makan yang menjurus kurang gizi. Gizi kurang, karena pangan dapat
menyebabkan anak sering sakit, sering bolos, tidak dapat berkonsentrasi
dalam belajar, putus sekolah (drop out)
F. Kebiasaan Sarapan Pagi Suatu kebiasaan makan yang teratur dalam keluarga akan membentuk
kebiasaan yang baik bagi anak anak. Sarapan bagi anak, sebenarnya sudah
dirintis sejak bayi. Pembiasaan makan pagi dirumah atau membawa bekal dari
rumah adalah salah satu contoh pembiasaan yang baik. Anak anak tidak
dibiasakan jajan diwarung kala mereka istirahat. Selanjutnya pola makan
dalam keluarga harus juga diperhatikan, frekuensi makan bersama dalam
keluarga, pembiasaan makan yang seimbang gizinya, tidak membiasakan
makan makanan atau minuman manis, membiasakan banyak makan
buah buahan atau sayuran diantara makanan besar. Anak yang tidak sarapan,
boleh jadi karena terburu buru akan berangkat sekolah, sehingga tidak
sempat menyantap hidangan yang sudah disajiakan .(www.google.com.2004)
G. Kerangka Teori
Status gizi
Makanan tidak seimbang penyakitinfeksi
Pengeluarankonsumsipangan
Ketersediaanpangan
Pola asuhpangan
Sanitasi dan airbersih/pelayanankesehatan dasar
Biayapelayanankesehatan
Pendidikan, pendapatan, pengetahuan, dan keterampilan
Kurang pemberdayaan wanita dan keluarga kurang pemanfaatansumber data masyarakat
Pengagguran, inflasi, kurang pangan, dan keterampilan
Krisis ekonomi, politik, dan sosial
Sumber :Soekirman, 2000
H. Kerangka Konsep Gambar I
Kerangka Konsep Perbedaan Status Gizi Berdasarkan Pengetahuan Gizi
Dan Sarapan Pagi Pada Murid Sekolah Dasar
I. Hipotesis 1. Ada hubungan pengetahuan gizi ibu dengan status gizi pada murid SD N
01 di Desa Sukodadi Kangkung Kendal
2. Ada hubungan kebiasaan sarapan pagi dengan status gizi pada murid SD N
01 di Desa Sukodadi Kangkung Kendal
Pengetahuan Gizi
Kebiasaan Sarapan pagi Status gizi anak SD