Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KORELASI PERTANGGUNGJAWABAN PENGURUS KOPERASI DALAM HAL
KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG KOPERASI KEPADA KREDITOR DENGAN PRINSIP PIERCING THE CORPORATE VEIL
(STUDI KASUS: PUTUSAN NO. 04/PDT.G/2015/ PN-TMG)
Dionisia Widyarini Chrisdianti, M. Sofyan Pulungan, dan Nadia Maulisa
Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Jalan Prof. Mr. Djokosoetono, Pondok Cina, Beji,
Depok, Jawa Barat, 16424.
Email: [email protected]
Abstrak
Dalam menjalankan usahanya, ada kalanya suatu Koperasi menemukan hambatan dan risiko. Hambatan dan risiko ini harus ditangani secara cepat dan tanggap oleh dewan Pengurus Koperasi sehingga tidak memperburuk sistem atau mekanisme kerja yang sudah terbentuk, yang dapat menimbulkan kerugian bagi Koperasi. Dalam hal ini, Dewan Pengurus Koperasi memiliki peran dan tanggung jawab besar untuk menjaga dan menghindarkan Koperasi dari risiko kerugian. Namun, apabila benar kerugian sudah terjadi, maka Pengurus Koperasi adalah pihak yang akan bertanggung jawab. Bahkan dimungkinkan pula, Pengurus bertanggung jawab secara pribadi untuk atas kerugian Koperasi. Dalam hukum perusahaan, pertanggungjawaban ini berkaitan dengan prinsip Piercing The Corporate Veil. Oleh karena itu dalam penulisan skripsi ini, Penulis mencari tahu bagaimana pertanggungjawaban Pengurus Koperasi terhadap Koperasi khususnya dalam hal Koperasi memiliki kewajiban pembayaran utang terhadap pihak Kreditur. Kemudian penulis juga akan mencari tahu mengenai penerapan prinsip menembus tabir korporasi (Piercing the Corporate Veil) dalam Hukum Koperasi, dan pada akhirnya Penulis akan menganalisis apakah prinsip Piercing the corporate veil dalam kasus Putusan No. 04/Pdt.G/2015/PN-TMG. Penulisan skripsi ini akan menggunakan dasar penelitian yuridis normative berupa kajian terhadap teori-teori serta berdasarkan regulasi yang berlaku di Indonesia. atau lebih dikenal dengan penelitian studi kepustakaan. Pada akhirnya Penulis menyimpulkan bahwa Pengurus Koperasi dapat bertanggung jawab khususnya dalam hal Koperasi memiliki kewajiban pembayaran utang kepada pihak Kreditur apabila memang terbukti bahwa Pengurus menyalahgunakan wewenangnya atau melakukan perbuatan pidana dan melawan hukum dengan mengatasnamakan Koperasi. Hal ini menunjukkan bahwa prinsip piercing the corporate veil dapat diterapkan dalam badan hukum Koperasi. Hanya saja, dalam kasus Putusan No. 04/Pdt.G/2015/PN-TMG prinsip ini tidak dapat diterapkan karena belum ada bukti yang
Tinjauan Yuridis ..., Dionisia Widyarini Chrisdianti, FH UI, 2016
menyatakan bahwa Pihak Pengurus secara melawan hukum melakukan kesalahan yang menyebabkan Koperasi mengalami kerugian hingga dituntut penggantian ganti rugi dari pihak ke tiga.
Kata Kunci : Koperasi, Badan Hukum, Pengurus Koperasi, Prinsip Piercing the Corporate Veil, kerugian
Juridicial Review Of Management Accountability Cooperation in Terms Of Debt
Obligation Of Cooperation To Creditors By Piercing The Corporate Veil Principal (Case
Study No. 04/Pdt.G/2015/PN-TMG)
Abstract
In conducting its business, there are times when a Cooperative find obstacles and risks. Barriers and this risk must be dealt with quickly and the response by the board of Cooperative Management, so as not to worsen the system or mechanism of action has been formed, which can cause harm to the Cooperative. Therefore, the Board of Cooperative Management has a role and a huge responsibility to safeguard and prevent cooperatives from the risk of loss. However, if true loss has occurred, then the Cooperative Management is the party that will be responsible. In fact it is also possible, the executives are personally responsible for damages to the Cooperative. In corporate law, this accountability relates to the principle Piercing The Corporate Veil. Therefore, in writing this thesis,, the author find out how the accountability of the Cooperative Management particularly in terms of debt payment obligations towards the creditor. Then the writer will also find out about the application of the principle of pierce the veil of corporate (Piercing the Corporate Veil) in the Cooperative Law, and in the end the author will analyze whether the principle of Piercing the corporate veil in the case of Decision No. 04 / Pdt.G / 2015 / PN-TMG. This thesis will use basic research in the form of normative juridical study of the theories and based on the prevailing regulations in Indonesia or better known as the research literature study.Ultimately authors concluded that the Board of Cooperative may be responsible in particular in terms of the Cooperative has debt repayment obligation to the creditor if it is proven that the Board abused his power or commit a criminal act and against the law on behalf of the Cooperative. This shows that the principle of piercing the corporate veil can be applied in a legal entity Cooperative. Only, in the case of Decision No. 04 / Pdt.G / 2015 / PN-TMG this principle can not be applied because there is no evidence to suggest that the Governing Party unlawfully commit the error that caused a loss of up Cooperative demanded reimbursement for compensation from a third party.
Keywords : Cooperative, Legal, Cooperative Management, Principles of Piercing the Corporate Veil, losses.
Tinjauan Yuridis ..., Dionisia Widyarini Chrisdianti, FH UI, 2016
Pendahuluan
Ketika Koperasi sudah mendapatkan status badan hukum, Koperasi dapat langsung memulai
usahanya. Ada kalanya ketika menjalankan usaha, koperasi mengalami beberapa masalah yang
akhirnya menghambat pengelolaan dan berjalannya usaha dari koperasi itu sendiri. Misalnya saja,
terjadi permasalahan di kepengurusan koperasi. Dalam menjalankan tugas dan kewenangannya,
Pengurus Koperasi dapat melakukan kelalaian. Kelalaian ini dilihat dari hengkangnya Pengurus
dari kewajiban yang seharusnya dilakukannya, atau Pengurus melakukan suatu tindakan yang
melebihi kewenangannya. Dasar menentukan apakah seorang Pengurus melakukan kelalaian
adalah Anggaran Dasar Koperasi. Bila Pengurus melakukan hal-hal di luar atau bertentangan atau
melebihi apa yang diatur dalam Anggaran Dasar, maka dapat dikatakan bahwa Pengurus telah
melanggar Anggaran Dasar. Hal ini menyebabkan rusaknya sistem dan mekanisme yang sudah
terbentuk sebelumnya, sehingga koperasi terbengkalai dan tidak dapat berjalan, menyebabkan
koperasi berhenti dan tidak menghasilkan keuntungan dalam beberapa waktu. Juga dapat terjadi
risiko merugi, yang berpotensi menyebabkan koperasi tidak dapat membayar kewajibannya
kepada pihak ketiga. Terkadang, ada pula koperasi yang mengalami kerugian terus menerus
hingga berujung pada kepailitan dan/ atau pembubaran Koperasi.
Berdasarkan ilustrasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa Koperasi harus dijalankan dan
dikelola dengan baik. Hal ini untuk meminimalisir risiko- risiko yang dapat saja muncul di
kemudian hari. Perlu juga adanya suatu mekanisme penanganan dalam hal terjadinya risiko.
Pengelolaan dan manajerial Koperasi dilakukan oleh suatu alat atau organisasi Koperasi yang
biasanya disebut sebagai Pengurus Koperasi.
Peran Pengurus Koperasi sebagai salah satu organ dalam koperasi sangatlah besar. Peran
Pengurus Koperasi adalah menggerakkan koperasi dan membentuk susunan kepengurusan,
kemudian pengurus juga bertanggung jawab mengelola permodalan Koperasi. Hal tersebut pada
akhirnya bertujuan agar Koperasi memperoleh keuntungan. Hasil keuntungan inilah yang nantinya
akan dibagikan secara proporsional kepada anggota Koperasi dalam rangka menyejahterakan
anggota Koperasi. Namun sayangnya, dalam menjalankan tugasnya banyak Pengurus yang
melakukan kelalaian dan kesalahan yang mengakibatkan Koperasi menjadi bermasalah. Biasanya,
sistem yang digunakan oleh Koperasi dalam menjalankan fungsinya sangat mempengaruhi Kinerja
Tinjauan Yuridis ..., Dionisia Widyarini Chrisdianti, FH UI, 2016
Koperasi. Misalnya dalam sistem pembukuan. Bila ada kesalahan pencatatan sedikit saja maka
akan menyebabkan jumlah kas keluar masuk dengan catatan akan berbeda. Bila tidak disimpan
semua bon, faktur, dan bukti transaksi terkait dengan keluar masuknya uang kas ini maka akan
sangat menyulitkan Koperasi untuk menelusuri kemana uang kas tersebut. Hal ini sangat
bergantung dengan kejelian pihak Pengurus sebagai orang yang melaksanakan fungsi pencatatan
akuntansi Koperasi ini.
Permasalahan yang lain muncul bila pengurus tidak menunjukan keloyalitasannya kepada
Koperasi. Misalnya bila Pengurus melakukan korupsi atau menggunakan uang kas koperasi untuk
keperluan dirinya sendiri, tanpa sepengetahuan dari Rapat Anggota Koperasi. Setiap catatan keluar
masuknya uang dalam operasionalisasi badan hukum Koperasi akan dilaporkan dalam laporan
pertanggungjawaban, bila Pengurus tidak dapat mempertanggungjawabkan setiap tindakan yang
dilakukannya kepada Rapat Anggota maka Ia dapat dituntut secara hukum.
Oleh karena itulah dalam melaksanakan kewajibannya, Pengurus harus benar-benar
memperhatikan setiap keputusan dan langkah yang diambilnya karena ini mempengaruhi
berjalannya suatu Koperasi di masa yang akan datang. Hal ini juga menunjukan bahwa setiap
tindakan yang dilakukan olehnya harus dipertanggungjawabkan olehnya, sehingga bila terjadi
sesuatu, Pengurus lah yang akan menjadi wakil dari Koperasi untuk mempertanggungjawabkan
tindakan Koperasi. Berkaitan dengan penulisan skripsi ini, Penulis akan menggunakan putusan
No. 04/PDT.G/2015/PN-TMG sebagai kasus untuk melihat penerapan mengenai
pertanggungjawaban Pengurus Koperasi dalam hal Koperasi memiliki kewajiban membayar utang
kepada pihak Kreditur. Pihak Penggugat dalam putusan ini adalah lembaga keuangan berupa
Bank, yaitu Bank BNI Persero, Tbk. Pihak Tergugat adalah Koperasi Karyawan Jasa Pakarti atau
disingkat KKJP. Penggugat memberikan kredit berupa pinjaman kepada Tergugat. Kredit ini
digunakan sebagai modal bagi koperasi dalam satu periode kepengurusan yang waktu itu dipegang
oleh Ketua Pengurus IRIANTO AGUS SETIABUDI. Bagaimanapun, sebuah kredit adalah sebuah
utang yang harus dikembalikan; kredit diberikan sebagai modal awal yang harus dikembangkan
oleh pihak yang diberikan kredit sehingga menghasilkan nilai yang lebih besar. Nantinya, sisa dari
jumlah kredit yang diberikan padanya dapat dijadikan sebagai keuntungan untuk pihak yang
diberikan kredit ini. Dan nilai kredit yang disebut sebagai utang ini harus dikembalikan kepada
pihak yang meminjamkan.
Tinjauan Yuridis ..., Dionisia Widyarini Chrisdianti, FH UI, 2016
Pihak Penggugat dalam kasus ini menggugugat pihak Tergugat karena pihak Tergugat
dianggap telah melakukan wanprestasi, dengan tidak membayar pinjaman kreditnya hingga
tanggal jatuh tempo berakhir. Pihak Penggugat juga dalam gugatannya menginformasikan bahwa
mereka telah memberikan surat teguran, peringatan dan somasi kepada Tergugat untuk segera
membayar utangnya tetapi atas peringatan –peringatan tersebut, Tergugat tidak memberikan
tanggapan sama sekali.
Berdasarkan permasalahan ini, Penulis hendak menggali lebih dalam mengenai cakupan
tanggung jawab pengurus dalam hal Koperasi memiliki kewajiban untuk melakukan pembayaran
utang. Dalam kasus ini, pihak Tergugat adalah Pengurus Koperasi, artinya bukan Koperasi yang
ditunjuk sebagai Tergugat langsungnya. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa sebagai
badan hukum, Koperasi memiliki pertanggungjawaban terbatas karena ada pemisahan kekayaan/
harta milik Koperasi itu sendiri dengan kekayaan/harta milik pengurus-pengurusnya, maka yang
menjadi pertanyaan apakah dalam hal ini Pengurus Koperasi dapat bertanggung jawab secara
pribadi dalam hal kepentingan pembayaran utang Koperasi.
Adanya campur tangan dari Pengurus Koperasi dalam hal pertanggungjawaban ini
memiliki kemiripan dengan konsep pertanggungjawaban pengurus dalam organisasi Perseroan
Terbatas (PT). Dalam PT, pihak Pengurus yang menjadi pihak yang bertanggung jawab atas segala
tindakan hukum yang dilakukan oleh PT adalah Dewan Direksi. Konsep pertanggungjawaban ini
disebut dengan Piercing The Corporate Veil.
Berangkat dari prinsip Piercing the corporate veil ini, Penulis hendak mencari tahu,
apakah prinsip ini dapat diterapkan dalam badan usaha berbadan hukum seperti Koperasi
khususnya dalam kewajiban pembayaran utang-utang koperasi. Penulis akan mencari tahu apakah
secara hukum dapat dibenarkan bahwa Pengurus Koperasi dalam hal pembayaran utang Koperasi
yang diurusnya dapat bertanggung jawab secara pribadi untuk menggantikan utang-utang
Koperasi tersebut kepada pihak ke tiga.
Pertanyaan yang akan dijadikan sebagai pokok permasalahan yang akan dijawab dalam
skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pertanggungjawaban Pengurus Koperasi terhadap Koperasi khususnya dalam
hal Koperasi memiliki kewajiban pembayaran utang terhadap pihak Kreditur?
Tinjauan Yuridis ..., Dionisia Widyarini Chrisdianti, FH UI, 2016
2. Bagaimana prinsip menembus tabir korporasi (Piercing the Corporate Veil) diatur dan
diterapkan dalam Hukum Koperasi di Indonesia berdasarkan Undang-undang Koperasi
No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian?
3. Bagaimana penerapan Prinsip Piercing the corporate veil dalam kasus Putusan No.
04/Pdt.G/2015/PN-TMG?
Berdasarkan pokok permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini
akan dibedakan menjadi dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Secara umum, tujuan
penelitian ini adalah memperluas wawasan serta mengembangkan pengetahuan khususnya di
bidang hukum ekonomi, berkaitan dengan hukum koperasi dan kepailitan di Indonesia, untuk
penulis maupun pembaca.
Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pertanggungjawaban dari Pengurus Koperasi kepada Koperasi khususnya
dalam hal pertanggungjawaban pembayaran utang Koperasi kepada pihak kreditur.
2. Mengetahui penerapan prinsip piercing the corporate veil terhadap badan hukum koperasi
berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian di Indonesia.
3. Menganalisis penerapan prinsip piercing the corporate veil dalam Putusan No.
04/Pdt.G/2015/PN-TMG.
Tinjauan Teoritis
Dalam penulisan skripsi ini, Penulis membagi dua kajian teori di dalamnya. Pertama
mengenai tinjauan yuridis dari system kepengurusan Koperasi, dan yang ke dua adalah mengenai
tinjauan yuridis prinsip piercing the corporate veil dalam hukum organisasi perusahaan.
Yang pertama mengenai kepengurusan koperasi. Dalam menjalankankan usahanya,
sebuah koperasi tidak dapat beroperasi dengan baik bila tidak dibantu dengan adanya suatu
perangkat atau sistem tertentu. Perangkat atau sistem ini bekerja seperti organ tubuh manusia
yang bekerja saling bersinergi yang pada akhirnya dapat membuat manusia dapat bekerja,
berjalan, berpikir dan mengkoordinasikan seluruh organ dan anggota tubuhnya dalam melakukan
sesuatu. Hal ini sama jika diibaratkan dengan sebuah sistem koperasi, dimana koperasi hanya
akan berjalan jika di dalamnya terdapat sebuah sistem atau organ yang dapat melaksanakan tugas
mereka masing-masing sehingga dapat membuat koperasi berjalan dengan baik untuk mencapai
Tinjauan Yuridis ..., Dionisia Widyarini Chrisdianti, FH UI, 2016
satu tujuan tertentu yaitu menyejahterakan anggotanya. Menurut James A.F. Stoner, organsiasi
adalah sebuah alat untuk mencapai tujuan. Pekerjaan untuk mengkoordinasikan sumber daya
manusia dan sumber daya modal yang dimiliki oleh organisasi tersebut disebut dengan
pengorgansiasian yang mana hal ini dikerjakan oleh seorang manajer. 1Dalam koperasi sendiri,
berdasarkan Undang-undang No. 25 Tahun 1992, di dalam pasal 21 menyatakan bahwa
perangkat organisasi koperasi terdiri dari 3 bagian, yaitu (a) Rapat Anggota, (b) Pengurus, dan (c)
Pengawas.
Secara khusus dalam skripsi ini penulis membahas mengenai Pengurus dari Koperasi.
Pengurus adalah perwakilan anggota koperasi yang dipilih melalui rapat anggota yang bertugas
mengelola organisasi dan usaha . Pengurus ini yang menjalankan hasil keputusan yang dihasilkan
dalam Rapat Anggota. Idealnya seorang pengurus dapat bekerja sebagai manajer karena beliaulah
yang memiliki tugas untuk mengelola koperasi. Ia juga seharusnya memiliki kemampuan
manajerial dan menguasai teknis serta berjiwa wirakoperasi. Maju mundurnya koperasi pun
sangat tergantung dengan kedudukan Pengurus koperasi ini. 2
Tugas-tugas dan tanggung jawab dari Pengurus Koperasi berdasarkan Undang-undang
No. 25 Tahun 1992 pasal 30 adalah sebagai berikut:
Pengurus bertugas :
1) Mengelola koperasi dan usahanya
2) Mengajukan rancangan rencana kerja serta anggaran pendapatan belanja koperasi
3) Menyelanggarakan Rapat Anggota
4) Mengajukan Laporan keuangan dan Pertanggungjawaban pelaksanaan tugas
5) Menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib
6) Memelihara buku daftar anggota dan pengurus
Dalam menjalankan tugas-tugasnya pengurus pada dasarnya memiliki susunan atau
struktur organisasi. Umumnya susunan perangkat ini terdiri dari Ketua, Sekretaris, dan
Bendahara.
Semua tugas dan wewenang yang dimiliki Pengurus ini menjadi kewajiban bagi pengurus
untuk mempertanggungjawabkan segala kegiatan pengelolaan Koperasi kepada Rapat Anggota.
Hal ini secara jelas diatur dalam pasal 31 UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Dalam
1 Arifin Sitio dan Halomoan Tamba, KOPERASI: Teori dan Praktek, (Jakarta: Erlangga, 2001), halaman 33 2 Ibid, halaman 38.
Tinjauan Yuridis ..., Dionisia Widyarini Chrisdianti, FH UI, 2016
rangka membagi tugasnya, Pengurus dapat mengangkat seorang Pengelola3 yang diberi kuasa dan
wewenang untuk mengelola usaha. Pengelola ini diangkat berdasarkan persetujuan Rapat
Anggota, dan setelah terpilih seorang Pengelola, Ia akan bertanggung jawab kepada Pengurus.
Pengelolaan usaha yang dilakukan oleh Pengelola ini tidak akan mengurangi tanggung jawab
Pengurus (pasal 32 UU No. 25 Tahun 1992). Konsekuensinya, dicantumkan di dalam pasal 34,
bahwa pengurus baik secara bersama maupun sendiri-sendiri menanggung kerugian yang diderita
Koperasi karena tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan atau kelalaiannya. (Ayat 1) Dalam
mempertanggungjawabkan tugas dan wewenangnya, Pengurus wajib menanggung segala
kerugian yang terjadi jika memang dalam tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Pengurus
menyebabkan kerugian bagi koperasi.
Kemudian, tinjauan yuridis ke dua membicarakan mengenai prinsip piercing the corporate
veil. Prinsip Piercing the Corporate Veil adalah suatu prinsip yang sangat menonjol di dalam
hukum organisasi perusahaan, terutama dalam bentuk perusahaan berbadan hukum yaitu
perseroan terbatas. Pada dasarnya prinsip ini lebih dikenal di Indonesia sebagai prinsip
meyingkap tabir perusahaan. Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, dalam suatu perusahaan
berbadan hukum memiliki sistem pertanggungjawaban terpisah. Hal ini merupakan konsekuensi
dari pemisahan harta kekayaan milik perusahaan berbadan hukum itu sendiri dengan harta
kekayaan pribadi milik pemilik perusahaan tersebut. Tentu saja, beban pertanggungjawaban dari
masing-masing pihak (antara pemilik dengan perusahaan berbadan itu sendiri) pun dibatasi.
Sifat pertanggungjawaban terbatas dari badan hukum, termasuk Koperasi sebagai salah
satu perusahaan berbadan hukum, tidak dapat digunakan untuk merugikan kepentingan pihak ke
tiga yang beritikad baik. Hukum senantiasa melindungi pihak yang innocent dari tindakan yang
merugikan kepentingannya.4 Hukum harta kekayaan menjamin bahwa setiap piutang pasti ada
jaminannya. Bagi suatu perusahaan berbadan hukum, pengelolaan dan jalannya kegiatan
perusahaan diserahkan sepenuhanya kepada individu manusia (natuurlijke person). Dalam
menjalankan tugasnya mengelola dan mengawasi jalannya kegiatan perusahaan, individu ini bisa
saja memiliki pendapat yang berseberangan dengan maksud dan tujuan perusahaan. Oleh karena
itulah dalam hal ini, untuk mencegah terjadi nya penyelewengan kekuasaan dalam pengambilan
3 Sumardiono, PENGURUS KOPERASI, (Departemen Perdagangan dan Koperasi Direktorat Jenderal Koperasi: Jakarta, 1979), halaman 2. 4 Gunawan Widjaja, Risiko Hukum Pemilik, Direksi, dan Komisaris PT, Cet.1, (Jakarta: Niaga Swadaya, 2008), halaman 5.
Tinjauan Yuridis ..., Dionisia Widyarini Chrisdianti, FH UI, 2016
keputusan atas nama perusahaan yang dilakukan oleh pihak individu yang mengelola perusahaan
ini, maka diperlukan perlindungan hukum. Perlindungan hukum ini berupa pemisahan dan
pembatasan pertanggungjawaban antara perusahaan dengan pengurus dan pemilik perusahaan.
Prinsip ini, menurut Janet Dine, dapat diterapkan secara universal dalam berbagai hal
sebagaimana dijelaskan sebagai berikut5:
a. Penerapan prinsip Piercing the corporate veil berdasarkan hubungan kontraktual.6
Teori ini juga layak diterapkan jika ada hubungan kontraktual antara perusahaan
dengan pihak ke tiga, di mana tanpa penerapan teori Piercing the corporate veil
ini, maka kerugian terhadap pihak ke tiga tidak mungkin tertanggulangi. Agar
prinsip ini dapat diterapkan dalam hal adanya hubungan kontrak dengan pihak ke
tiga, biasanya dipersyaratkan unsur “keadaan yang tidak lazim” pada aktivitas
perusahaan. Keadaan tersebut dapat berupa fakta sebagai berikut7:
1) Pihak ketiga diperdaya untuk bertransaksi dengan perusahaan
2) Tindakan bisnis perusahaan ‘membingungkan’. Dalam hal ini,
membingungkan berarti dalam hal tidak jelasnya kegiatan yang dijalankan
oleh perusahaan tersebut, apakah dilakukan oleh perusahaan atau oleh pribadi.
Dapat dilihat dari aktivitas transaksi perusahaan, yang sebenarnya perusahaan
sebagai badan hukum dapat melakukan pembayaran ke luar menggunakan cek
atau rekening yang diatasnamakan perusahaan itu sendiri, tetapi nyatanya
masih menggunakan cek pribadi atas nama direksi atau pengurusnya.
3) Permodalan perusahaan tidak dinyatakan dengan benar atau tidak disetor.
4) Perusahaan dioprasikan dengan cara yang tidak layak, dilihat dari
kemungkinan fakta-fakta berikut:
a) Perusahaan sama sekali tidak pernah membuat untung.
b) Semua dana perusahaan disedot oleh pemegang saham tanpa memikirkan
nasib perusahaan/perseroan selanjutnya.
c) Perusahaan selalu dibuat dalam keadaan kurang cash flow.
b. Penerapan Prinsip Piercing the corporate veil karena Perbuatan melawan hukum atau
tindak pidana. Jika terdapat unsur pidana dalam suatu kegiatan dalam perseroan atau
5 Janet Dine, COMPANY LAW, Ed.4, (New Hampshire: Palgrave, 2001), halaman 221. 6 Ibid, halaman 222. 7 Ibid.
Tinjauan Yuridis ..., Dionisia Widyarini Chrisdianti, FH UI, 2016
perusahaan, meskipun hal tersebut dilakukan oleh perseroan atau perusahaan itu sendiri,
maka berdasarkan prinsip piercing the corporate veil, oleh hukum dibenarkan juga untuk
dapat membebankan tanggung jawab kepada pihak direksi, komisaris, atau dengan kata
lain pengurus dari perseroan atau perusahaan tersebut.8
Berangkat dari sifat kebadanhukuman dari suatu perusahaan, sebuah perusahaan
yang berbadan hukum memang sudah berdiri sendiri sebagai salah satu subjek hukum yang
dapat menjalankan fungsi dan perannya, dengan mengemban hak dan kewajiban yang
dimiliknya. Sebagai sebuah badan hukum, perusahaan membutuhkan suatu organisasi yang
dapat menjalankan fungsi dan perannya masing-masing untuk mencapai suatu tujuan yang
sama. Dalam perusahaan, organ utama di dalamnya terdiri dari pengurus perusahaan, anggota
perusahaan yang dapat berupa pemegang saham, serta pengawas yang menjalankan fungsi
kontrol terhadap pengelolaan perusahaan. Karena pihak yang memiliki andil dalam sebuah
perusahaan sangatlah beragam, maka beragam pula kepentingan yang hendak dicapai. Dalam
konteks yang demikian, maka sesuai dengan hukum perseroan tebatas, prinsip piercing the
corporate veil atau “alter ego” atau “more insturumentally”9 menyatakan bahwa jika keadaan
terpisah suatu perseroan dengan pemegang saham tidak ada, maka sudah selayaknya jika sifat
pertanggungjawaban terbatas dari pemegang saham juga dihapuskan. 10 Dengan disibaknya
cadar pembatas antara perseroan dengan pemegang saham atau pengurus perseroan dalam
melakukan pengelolaan perseroan, maka cadar pembatas pertanggungjawaban terbatas pun
menjadi hapus demi hukum dan bercampur menjadi satu. Jadi dalam hal ini, pemegang saham
atau direksi dan komisaris (selaku pengurus dari perseroan yang bersangkutan) turut
bertanggung jawab secara pribadi terhadap kerugian perseroan terbatas.11 Berdasarkan hal
tersebut, maka terdapat kemungkinan bahwa pengurus menjadi turut bertanggung jawab
secara pribadi terhadap kerugian dalam suatu perusahaan yang berbadan hukum.
8 Ibid. 9 Karen Vandekerchove, Piercing the Corporate Veil, (Biggleswale: Kluwer Law International, 2007), halaman 23 10 Widjaja, Risiko Hukum Pemilik ,halaman 25. 11 Ibid.
Tinjauan Yuridis ..., Dionisia Widyarini Chrisdianti, FH UI, 2016
Metode Penelitian
Dalam suatu penelitian, Metode penelitian merupakan hal yang penting dan merupakan
blueprint suatu penelitian, artinya segala gerak dan aktivitas penelitian tercermin dalam Metode
Penelitian. 12 Di dalam metode penelitian, terdapat empat bagian terbagi di dalamnya:
1. Bentuk penelitian untuk menentukan apakah penelitian ini berbentuk penelitian
kepustakaan ataukah penelitian lapangan. Bentuk penelitian terhadap penulisan ini adalah
penelitian yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang berupa kajian terhadap teori-teori
serta berdasarkan regulasi yang berlaku di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk
menggali dan menganalisis mengenai prinsip piercing the corporate veil terkait dengan
pertanggungjawaban Pengurus koperasi dalam hal Koperasi memiliki kewajiban untuk
pembayaran utang-utangnya Undang-undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
2. Selanjutnya adalah tipologi penelitian yang sesuai dengan masalah yang diajukan.
Dilihat dari tipologinya, penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian deskriptif.
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara tepat
sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan
frekuensi suatu gejala.13 Penelitian ini akan memberikan gambaran mengenai prinsip
Piercing the corporate veil dalam sebuah badan hukum Koperasi, bagaimana sebuah
koperasi yang berbadan hukum ataupun yang bukan berbadan hukum dapat menjalankan
tanggung jawabnya pribadinya untuk menggantikan utang-utang Koperasi yang sudah
jatuh tempo dan dapat ditagih kepada pihak Kreditur yang memberikan kredit kepada
Koperasi sebagai modal koperasi.
3. Kemudian, jenis data yang diperlukan untuk keperluan analisis penelitian ini. Jenis data
yang akan dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari
sumber hukum primer, sekunder, dan tersier. Sumber hukum primer adalah sumber
hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat di Indonesia. Dalam penelitian ini,
penulis menggunakan dasar hukum dari Undang-undang No. 25 Tahun 1992 dan UU No.
17 Tahun 2012 mengenai Perkoperasian. Untuk sumber hukum sekunder yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah buku-buku, jurnal dan artikel ilmiah, serta hasil
12 Sri Mamudji,et.al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta:Bahan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005),halaman 21. 13 Ibid, halaman 4.
Tinjauan Yuridis ..., Dionisia Widyarini Chrisdianti, FH UI, 2016
penelitian yang berkaitan dengan penelitian mengenai prinsip piercing the corporate veil
dalam badan hukum Koperasi. Kemudian sumber hukum tersier yang akan digunakan
oleh penulis adalah kamus serta ensiklopedia.
4. Terakhir adalah menentukan metode analisis data apakah berbentuk kualitatif atau
kuantitatif. 14 Metode analisis data yang akan digunakan adalah metode kualitatif, yaitu
metode yang akan menganalisis suatu data yang ada dengan cara melakukan riset
berdasarkan fokus penelitian yang ada, apakah sudah sesuai dengan fakta di lapangan
terhadap data tersebut.
Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian dari hasil wawancara dengan pihak ketua Koperasi
Karyawan Jasa Pakarti dan juga wawancara dengan orang dari Kementerian Koperasi, Penulis
menemukan bahwa pertama-tama, prinsip piercing the corporate veil dapat diterapkan dalam
hukum Koperasi. Hanya saja penerapannya tidak dapat diterapkan dengan mudah, harus
menggunakan teori hukum perusahaan dan harus memenuhi syarat dari penerapan prinsip itu
sendiri. Biasanya prinsip ini diterapkan bilamana ditemukan ada pihak-pihak yang
menguntungkan diri sendiri, dimana perbuatannya itu termasuk dalam perbuatan melawan
hukum, yang juga dapat digolongkan dalam tindak pidana. Kemudian juga ditemukan bahwa
dalam kasus yang digunakan Penulis dalam skripsi ini, pihak Pengurus dari Koperasi Karyawan
Jasa Pakarti tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban pribadi atas utang Koperasi kepada
Kreditur, karena terbukti Pengurus Koperasi Karyawan Jasa Pakarti tidak melakukan tindakan
yang menyebabkan mereka untuk bertanggung jawab secara pribadi berdasarkan prinsip piercing
the corporate veil.
Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan di atas, berikut akan Penulis bahas secara lebih lengkapnya.
A. Pertanggungjawaban Pengurus Koperasi terhadap Koperasi khususnya dalam hal
Koperasi memiliki kewajiban pembayaran utang terhadap pihak Kreditur
Semua tugas dan wewenang yang dimiliki oleh pengurus harus dipertanggungjawabkan
pada akhir periode kepengurusannya kepada seluruh organ koperasi, termasuk kepada anggota
koperasi dan badan pengawas, serta manajer koperasi bila ada. Pengurus dapat mengangkat
14 Ibid, halaman 22.
Tinjauan Yuridis ..., Dionisia Widyarini Chrisdianti, FH UI, 2016
seprang pengelola atau manajer untuk menjalankan beberapa tugas Pengurus, misalnya dalam hal
keuangan, atau dalam hal manajemen sumber daya manusia. Pengelola ini diangkat berdasarkan
keputusan rapat anggota, dan setelah terpilih, Pengelola akan bertanggung jawab kepada
pengurus. Pengelolaan usaha yang dilakukan oleh Pengelola ini tidak akan mengurangi tanggung
jawab Pengurus (pasal 32 UU No. 25 Tahun 1992). Konsekuensinya adalah pengurus baik secara
bersama maupun sendiri-sendiri menanggung kerugian yang diderita Koperasi karena tindakan
yang dilakukan dengan kesengajaan atau kelalaiannya. (pasal 34 Ayat 1). Dalam
mempertanggungjawabkan tugas dan wewenangnya, Pengurus wajib menanggung segala
kerugian yang terjadi jika memang dalam tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Pengurus
menyebabkan kerugian bagi koperasi.
Akan tetapi pertanggungjawaban pengurus ini juga dibatasi. Kelalaian atau kesengajaaan
yang dilakukannya harus dapat dibuktikan terlebih dahulu, apakah memang benar kesengajaaan
dan kelalaian tersebut terjadi karena kehendak pribadi dari Pengurus tanpa mempertimbangkan
kepeutusan rapat anggota koperasi. Kemudian juga harus dibuktikan apakah ada motif dari
Pengurus untuk melakukan penyalahgunaan wewenang atas jabatan yang dipegangnya untuk
memanfaatkan badan hukum Koperasi tersebut.
Apabila terbukti bahwa Pengurus telah melewatkan prosedur tertentu dan
menyalahgunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi sehingga menyebabkan Koperasi
dalam kondisi merugi, maka Pengurus tersebut wajib untuk bertanggung jawab secara pribadi,
sesuai dengan pasal 34 Undang-undang Koperasi No. 25 Tahun 1992.
B. Penerapan prinsip menembus tabir korporasi (Piercing the Corporate Veil) dalam
Hukum Koperasi di Indonesia berdasarkan Undang-undang Koperasi No. 25 Tahun
1992 tentang Perkoperasian
Setelah memperoleh status badan hukum dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia, maka suatu badan usaha menjadi subjek hukum yang memiliki hak dan kewajiban.
Subjek hukum selain badan hukum adalah pribadi kodrati yakni manusia. Karena badan hukum
tidak berjiwa, maka untuk melakukan perbuatan hukum memburuhkan manusia biasa
(natuurlijke person) sebagai wakilnya untuk yang selanjutnya melakukan tugas dan fungsi
berdasarkan kewenangan tertentu yang sudah diatur pula dalam Anggaran Dasar/Anggaran
Tinjauan Yuridis ..., Dionisia Widyarini Chrisdianti, FH UI, 2016
Rumah Tangga, dengan dasar perjanjian.15 Kewenangan yang dimaksud tersebut juga dibatasi,
untuk menghindarkan adanya penyelewengan tindakan dari pihak yang menjadi wakil dari
perusahaan. Kemudian, karena sudah menjadi subjek hukum yang berdiri sendiri, sebuah
perusahaan berbadan hukum memiliki tanggung jawab yuridis. Bagi perusahaan yang berbentuk
badan hukum seperti perseroan terbatas dan koperasi, maka secara hukum harta bendanya
terpisah dari harta benda pendiri/pemiliknya. Karena itu tanggung jawab secara hukum juga
dipisahkan dari harta benda pribadi pemilik perusahaan yang berbentuk badan hukum tersebut.
Oleh karena itulah tanggung jawab secara hukum juga dipisahkan dari harta benda pribadi milik
perusahaan yang berbadan hukum tersebut. 16
Jadi, misalkan suatu perusahaan berbadan hukum melakukan suatu perbuatan hukum yang
melibatkan pihak lain atas dasar suatu perjanjian, maka pihak yang bertanggung jawab atas
tindakan-tindakan yang berkaitan dengan isi perjanjian tersebut adalah perusahaan berbadan
hukum itu sendiri. Apabila muncul perselisihan dan timbul kerugian, maka beban
pertanggungjawabannya hanya sebatas harta benda yang dimiliki oleh perusahaan berbadan
hukum tersebut. 17
Prinsip pertanggungjawaban terbatas ini sangat berkaitan dengan prinsip piercing the
corporate veil. Prinsip piercing the corporate veil hanya dapat terjadi dalam hal terjadi tindakan
atau perbuatan yang salah. perlu diperhatikan bahwa yang dilarang bukan saja melakukan sesuatu
yang tidak seharusnya dilakukan atau melakukan sesuatu yang tidak boleh dilakukan, melainkan
termasuk juga dalam kategori melakukan tindakan atau perbuatan yang salah. 18 Dengan
demikian, untuk mengetahui sampai seberapa jauh prinsip piercing the corporate veil dapat
diberlakukan, bergantung sepenuhnya pada kewenangan yang dimiliki dan kewajiban yang
dipikul oleh pihak yang hendak dimintakan pertanggungjawaban pribadi tersebut.19 Dengan
prinsip ini, maka seorang pengurus perusahaan atau perseoran dapat dimintakan
pertanggungjawaban secara pribadi bilamana terbukti bahwa pengurus tersebut melakukan
pelanggaran hukum atas nama perusahaan dengan menggunakan jabatan yang dimilikinya, yang
menyebabkan perusahaan mengalami kerugian. Berdasarkan ilustrasi tersebut maka dapat
15 Singgih Wibowo, Petunjuk mendirikan Perusahaan Kecil (Edisi Revisi), (Depok :Niaga Swadaya, 2009), halaman 16. 16 Ibid, halaman 3. 17 Ibid. 18 Widjaja, Risiko Hukum Pemilik, halaman 26. 19 Ibid.
Tinjauan Yuridis ..., Dionisia Widyarini Chrisdianti, FH UI, 2016
diambil kesimpulan bahwa pengurus perseoran atau perusahaan dapat dimintakan
pertanggungjawaban pribadinya atas kerugian perseroan atau perusahaan tersebut.20 Bilamana hal
ini terjadi maka sesuai dengan apa yang diatur dalam pasal 34 Undang-undang Koperasi No. 25
Tahun 1992, Pengurus secara bersama maupun sendiri-sendiri menanggung kerugian yang
diderita Koperasi karena tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan atau kelalaiannya. 21 Oleh
karena itulah, prinsip piercing the corporate veil ini juga dapat diterapkan dalam hukum koperasi
C. Penerapan Prinsip Piercing the corporate veil dalam kasus Putusan No.
04/Pdt.G/2015/PN-TMG.
Dikaitkan dengan prinsip piercing the corporate veil, maka dalam kasus ini, Pihak Pengurus
tidak dapat turut bertanggung jawab atas pertanggungjawaban ganti rugi atas utang kepada PT
Bank BNI, Persero,Tbk. Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa prinsip piercing the
corporate veil dapat diterapkan berdasarkan hubungan kontraktual.22 Teori ini juga layak
diterapkan jika ada hubungan kontraktual antara perusahaan dengan pihak ke tiga, di mana tanpa
penerapan teori Piercing the corporate veil ini, maka kerugian terhadap pihak ke tiga tidak
mungkin tertanggulangi. Agar prinsip ini dapat diterapkan dalam hal adanya hubungan kontrak
dengan pihak ke tiga, biasanya dipersyaratkan unsur “keadaan yang tidak lazim” pada aktivitas
perusahaan. Keadaan tersebut dapat berupa fakta sebagai berikut23:
1) Pihak ketiga diperdaya untuk bertransaksi dengan perusahaan
2) Tindakan bisnis perusahaan ‘membingungkan’. Dalam hal ini, membingungkan berarti
dalam hal tidak jelasnya kegiatan yang dijalankan oleh perusahaan tersebut, apakah
dilakukan oleh perusahaan atau oleh pribadi. Dapat dilihat dari aktivitas transaksi
perusahaan, yang sebenarnya perusahaan sebagai badan hukum dapat melakukan
pembayaran ke luar menggunakan cek atau rekening yang diatas namakan perusahaan
itu sendiri, tetapi nyatanya masih menggunakan cek pribadi atas nama direksi atau
pengurusnya.
3) Permodalan perusahaan tidak dinyatakan dengan benar atau tidak disetor.
4) Perusahaan dioperasikan dengan cara yang tidak layak, dilihat dari kemungkinan fakta-
fakta berikut:
20 Ibid, halaman 27. 21 Indonesia, Undang-undang Koperasi No. 25 Tahun 1992, pasal 34. 22 Dine, Company Law, halaman 227. 23 Ibid.
Tinjauan Yuridis ..., Dionisia Widyarini Chrisdianti, FH UI, 2016
a) Perusahaan sama sekali tidak pernah membuat untung.
b) Semua dana perusahaan disedot oleh pemegang saham tanpa memikirkan nasib
perusahaan/perseroan selanjutnya.
c) Perusahaan selalu dibuat dalam keadaan kurang cash flow.
Dilihat dari syarat tersebut, maka tidak ada satupun yang memenuhi persyaratan bagi
Pengurus Koperasi untuk bertanggung jawab secara pribadi terkait dengan kewajiban
pembayaran utang kepada PT Bank BNI, Persero,Tbk. Prinsip ini pun dapat diterapkan bilamana
pihak pengurus melakukan perbuatan melawan hukum. Jika terdapat unsur pidana dalam suatu
kegiatan dalam perseroan atau perusahaan, meskipun hal tersebut dilakukan oleh perseroan atau
perusahaan itu sendiri, maka berdasarkan prinsip piercing the corporate veil, oleh hukum
dibenarkan juga untuk dapat membebankan tanggung jawab kepada pihak direksi, komisaris, atau
dengan kata lain pengurus dari perseroan atau perusahaan tersebut.24 Dalam kasus ini, karena
belum terbukti bahwa pihak Pengurus telah melakukan penggelapan dan tidak terbukti pula
bahwa Pengurus melakukan penyalahgunaan terhadap keuangan dan permodalan koperasi serta
kaitannya dengan perjanjian pinjam meminjam dengan PT Bank BNI Persero,Tbk, maka prinsip
piercing the corporate veil ini tidak dapat diterapkan dalam perkara No.04/PDT.G/015/PN-TMG.
Kesimpulan
Berdasarkan pasal 31 jo pasal 34 Undang-undang Koperasi No. 25 Tahun 1992, apabila terbukti
bahwa Pengurus telah melewatkan prosedur tertentu dan menyalahgunakan kewenangannya
untuk kepentingan pribadi sehingga menyebabkan Koperasi dalam kondisi merugi, maka
Pengurus tersebut wajib untuk bertanggung jawab secara pribadi.
Kemudian, berdasarkan kasus yang digunakan oleh Penulis dalam penulisan skripsi ini serta
berdasarkan hasil penelitian , maka sebagai salah satu perusahaan berbadan hukum, maka prinsip
piercing the corporate veil dapat diterapkan dalam Hukum Koperasi. Hal ini sesuai dengan apa
yang diatur dalam pasal 34 Undang-undang Koperasi No. 25 Tahun 1992, yaitu Pengurus secara
bersama maupun sendiri-sendiri menanggung kerugian yang diderita Koperasi karena tindakan
yang dilakukan dengan kesengajaan atau kelalaiannya.
Saran 24 Ibid, halaman 13.
Tinjauan Yuridis ..., Dionisia Widyarini Chrisdianti, FH UI, 2016
Adapun saran yang dapat Penulis berikan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Prinsip piercing the corporate veil ini dapat diatur dan diperjelas di dalam peraturan
perkoperasian. Koperasi, khususnya mengenai penjatuhan sanksi terhadap Dewan
Pengurus Koperasi. Hal ini berguna sebagai salah satu alternatif untuk menyelamatkan
Koperasi dalam hal Koperasi mengalami kerugian yang sangat besar akibat kesalahan dari
Dewan Pengurus.
2. Menegaskan di dalam peraturan perundang-undangan mengenai perkoperasian tentang
lingkup tanggung jawab Dewan Pengurus Koperasi dalam hal Koperasi mengalami
kerugian. Hal ini agar Dewan Pengurus selalu berhati-hati dan bertanggung jawab dalam
setiap pengambilan keputusan dan kebijakannya, sehingga dapat meminimalisasi terjadinya
risiko dalam Koperasi.
Daftar Referensi
Dine,Janet. COMPANY LAW. Ed.4. New Hampshire: Palgrave, 2001.
Indonesia. Undang-Undang Perkoperasian, UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian,
Tambahan Lembaran Negara No. 3502
Mamudji, et.al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta:Bahan Penerbit Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 2005.
Sitio, Halomoan Tamba. KOPERASI: Teori dan Praktek, Jakarta: Erlangga, 2001.
Sumardiono. PENGURUS KOPERASI. Departemen Perdagangan dan Koperasi Direktorat
Jenderal Koperasi: Jakarta, 1979.
Vandekerchove,Karen. Piercing the Corporate Veil. Biggleswale: Kluwer Law International,
2007.
Wibowo,Singgih. Petunjuk Mendirikan Perusahaan Kecil (Edisi Revisi). Depok:Niaga Swadaya,
2009.
Widjaja, Gunawan. Risiko Hukum Pemilik, Direksi, dan Komisaris PT. Cet.1. Jakarta: Niaga
Swadaya, 2008.
Tinjauan Yuridis ..., Dionisia Widyarini Chrisdianti, FH UI, 2016