130
i TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN HUKUM OLEH JUDEX FACTI SEBAGAI DASAR PEMERIKSAAN KASASI OLEH HAKIM MAHKAMAH AGUNG DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI BANK MANDIRI DENGAN TERDAKWA E.C.W NELOE Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh JUHARTINI NIM. E0005026 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

  • Upload
    vandiep

  • View
    234

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

i

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN HUKUM

OLEH JUDEX FACTI SEBAGAI DASAR PEMERIKSAAN KASASI OLEH

HAKIM MAHKAMAH AGUNG DALAM PERKARA TINDAK PIDANA

KORUPSI BANK MANDIRI DENGAN TERDAKWA E.C.W NELOE

Penulisan Hukum

(Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk

Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu

Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh

JUHARTINI

NIM. E0005026

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2009

Page 2: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN HUKUM

OLEH JUDEX FACTI SEBAGAI DASAR PEMERIKSAAN KASASI OLEH

HAKIM MAHKAMAH AGUNG DALAM PERKARA TINDAK PIDANA

KORUPSI BANK MANDIRI DENGAN TERDAKWA E.C.W NELOE

Oleh

JUHARTINI

NIM. E0005026

Disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum

(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, 1 Mei 2009

Dosen Pembimbing Co. Pembimbing

Kristiyadi, SH., M.Hum Budi Setiyanto, SH., M.H

NIP. 131569273 NIP. 131568283

Page 3: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

iii

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN HUKUM

OLEH JUDEX FACTI SEBAGAI DASAR PEMERIKSAAN KASASI OLEH

HAKIM MAHKAMAH AGUNG DALAM PERKARA TINDAK PIDANA

KORUPSI BANK MANDIRI DENGAN TERDAKWA E.C.W NELOE

Oleh

JUHARTINI

NIM. E0005026

Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada:

Hari : Selasa

Tanggal : 19 Mei 2009

DEWAN PENGUJI

1. Edy Herdyanto, S.H., M.H :.................

Ketua

2. Budi Setiyanto, S.H., M.H : ................

Sekertaris

3. _____________________ _____________________.................... :

_____________________

Anggota

Mengetahui

Dekan,

Mohammad Jamin, S.H., M.Hum

Page 4: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

iv

NIP. 131570154

PERNYATAAN

Nama : Juhartini

NIM : E0005026

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi)

berjudul: Tinjauan Yuridis Tentang Penilaian Penerapan Hukum Oleh Judex

Facti Sebagai Dasar Pemeriksaan Kasasi Oleh Hakim Mahkamah Agung

Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Bank Mandiri Dengan Terdakwa

E.C.W Neloe adalah betul-betul karya sendiri. Hal-Hal yang bukan karya

saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan

dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya

tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa

pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari

penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 21 April 2009

yang membuat pernyataan

Juhartini

NIM. E0005026

Page 5: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

v

ABSTRACT

Juhartini, E0005026, 2009. A JURIDICAL REVIEW ON THE ASSESSMENT OF LAW IMPLEMENTATION BY JUDEX FACTI AS A FOUNDATION OF APPEAL EXAMINATION BY THE SUPREME COURT’S JUDGE IN MANDIRI BANK CORRUPTION CRIME WITH THE ACCUSED E.C.W. NELOE. Law Faculty of Sebelas Maret University.

This research studies and answer the problem concerning the criteria that judex facti perhaps has made a mistake in applying the law as the foundation of appeal case examination by the Supreme Court’s judge in the Mandiri Bank corruption crime case with the accused E.C.W Neloe and the assessment whether there is or not the error law application by judex facti as the foundation of appeal case examination by the Supreme Court’s judge in the Mandiri Bank corruption crime case with the accused E.C.W Neloe.

This study belonged to a normative law research that was descriptive in nature. The research data employed was secondary one consisting of law materials (primary, secondary, tertiary). The type of study in this law research was what the judge decided in concerto and is systemized as the judges through, judicial process. The study employed a case approach. Technique of collecting data employed was documentary study or literary study. Technique of analyzing data used was content analysis.

The basis of appeal case examination on the freedom verdict in the Mandiri Bank corruption crime case with the accused E.C.W Neloe and friends include: firstly, the impure liberation reason that is misinterpretation on the criminal action element in the accusation letter, the inclusion of non-juridical element, beyond the authority; secondly, the reason of appeal on Article 253 clause (1) KUPHAP and Article 30 clause (1) of Act No. 5 of 2004 about the Amendment of Act No. 14 of 1985 about the Supreme Court in which the law regulation is not applied or applied improperly or breaking the prevailing law that is to state that the accused’s action belongs to the civil case but it is decided as free, the accusation is proved but is freed, is decided as free but is required to pay any case charge, the trial method is not implemented according to the Law that indicates the conviction that the accused is not guilty in the trial, beyond the authority limit that is the absolute authority because the material test is conducted to the word “can” in Act No. 31 of 1999 jo. Act No. 2000 of 2001 about the Eradication of Corruption Crimes, negligent in fulfilling the obligatory condition according to the legislation that threats such negligence with the cancellation of pertained verdict that only considers the witness a de charge proposed by the accused’s lawyer and does not consider the letter evidence. There is law error implementation by judexfacti based on the Supreme Court judge’s deliberation that judex facti makes the law error application, exceeds his authority, conducts material test, and makes the law verification implementation error.

Page 6: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

vi

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul: “TINJAUAN JURIDIS TENTANG

PENILAIAN PENERAPAN HUKUM OLEH JUDEX FACTI SEBAGAI

DASAR PEMERIKSAAN KASASI OLEH HAKIM MAHKAMAH AGUNG

DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI BANK MANDIRI

DENGAN TERDAKWA E.C.W NELOE”.

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian

persyaratan dalam rangka mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas

Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Banyak hambatan yang

menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, namun berkat

bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan yang timbul dapat teratasi. Untuk

itu atas segala bentuk bantuannya, penulis sampaikan terima kasih kepada yang

terhormat:

1. Bapak. Mohammad Jamin, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan surat keputusan

ijin skripsi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan

2. Bapak Prasetyo Hadi Purwandoko, S.H., M.S selaku Pembantu Dekan I

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Suranto, S.H., M.H selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Ibu Subekti, S.H., M.H selaku Pembimbing Akademik Penulis selama

menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Page 7: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

vii

5. Bapak Kristiyadi, S.H., M.Hum selaku Pembimbing I yang senantiasa

membimbing, mengarahkan dan memberikan berbagai petunjuk dalam

penulisan skripsi ini.

6. Bapak Budi Setiyanto, S.H., M.H selaku Pembimbing II yang senantiasa membimbing, mengarahkan dan memberikan berbagai petunjuk dalam penulisan skripsi ini.

7. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang

telah memberikan ilmu kapada penulis selama menyelesaikan studi di

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

8. Ibundaku tercinta yang selalu mendoakan, memberikan semangat, berjuang

dan berkorban serta memberikan arti kehidupan yang sangat berharga bagiku.

9. Ayahandaku yang telah berjuang menghidupi keluarga.

10. Adekku Ayu dan Aster tersayang yang selalu menjadi semangat dan inspirasiku

menjalani hidup ini.

11. Lek Ernita, Kak Yan, keponakanku Nia,dan Intan di Bengkulu yang selalu

memberikan semangat.

12. Teman-teman terbaikku Rina-Rani, Lia, Ana, Mbak Selty, Mbak Wulan, Tina,

Dini, Leni, Cintya, Rose, Dita, Mbak Lia dan Anak-Anak Kost Annisa 1 yang

selalu memberikan bantuan, pengalaman, pengetahuan dan cerita hidup yang

unik kepadaku.

13. Teman-temanku angkatan 05 yang selalu semangat.

Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapat imbalan dari Allah SWT.

Penulis menyadari dalam skripsi ini masih ada kekurangan, namun diharapkan

skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan bagi pembaca.

Surakarta, 8 Maret 2009

Page 8: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

viii

Juhartini

E0005026

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii

HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................... iv

ABSTRAK ......................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi

DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................ 6

C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 7

D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 7

E. Metode Penelitian ................................................................................ 8

F. Sistematika Skripsi .............................................................................. 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 16

A. Kerangka Teori .................................................................................... 16

1. Tinjauan Umum Tentang Judex Facti (Hakim) dan Kekuasaan

Kehakiman ..................................................................................... 16

a) Pengertian Hakim ....................................................................... 16

b) Pengertian Hakim Agung ........................................................... 17

c) Kedudukan dan Kekuasaan Hakim ............................................ 17

d) Tugas, Kewajiban dan Tanggungjawab Hakim ......................... 19

Page 9: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

ix

2. Tinjauan Umum Tentang Upaya Hukum Kasasi ............................ 21

a) Pengertian Kasasi ....................................................................... 21

b) Alasan Kasasi ............................................................................. 24

c) Putusan Yang Dapat Dimintakan Kasasi .................................... 25

d) Tata Cara Permohonan Kasasi ................................................... 26

e) Tata Cara Pemeriksaan Kasasi ................................................... 29

f) Putusan Mahkamah Agung ........................................................ 31

3. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Korupsi .......................... 33

a) Pengertian Tindak Pidana ........................................................... 33

b) Pengertian Tindak Pidana Korupsi ............................................. 39

c) Jenis-Jenis Tindak Pidana Korupsi ............................................. 41

d) Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Korupsi ..................................... 47

B. Kerangka Pemikiran ............................................................................ 49

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 51

A. Hasil Penelitian .................................................................................... 51

1. Kasus Posisi ................................................................................ 51

2. Identitas Terdakwa ..................................................................... 52

3. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum ................................................ 54

4. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum ................................................. 54

5. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ................................ 55

6. Alasan Kasasi (Memori Kasasi) Jaksa Penuntut Umum............. 56

7. Alasan Kasasi (Kontra Memori Kasasi) Kuasa Hukum Terdakwa 56

8. Pertimbangan Mahkamah Agung ............................................... 57

9. Amar Putusan Mahkamah Agung .............................................. 57

B. Pembahasan ......................................................................................... 59

1. Kriteria bahwa judex facti kemungkinan telah melakukan kesalahan

dalam menerapan hukum sehingga menjadi dasar pemeriksaan kasasi

oleh hakim Mahkamah Agung dalam perkara tindak pidana korupsi

Bank Mandiri dengan terdakwa E.C.W Neloe ................................ 59

2. Penilaian ada tidaknya kesalahan penerapan hukum oleh judex facti

sebagai dasar pemeriksaan kasasi oleh hakim Mahkamah Agung

Page 10: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

x

dalam perkara tindak pidana korupsi Bank Mandiri dengan terdakwa

E.C.W Neloe ................................................................................... 86

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 104

A. Simpulan .............................................................................................. 104

B. Saran .................................................................................................... 106

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ xi

DAFATAR TABEL

1. Alasan Pembebasan Tidak Murni ........................................................ 82

2. Alasan Kasasi Pasal 253 ayat (1) KUHAP dan Pasal 30 ayat (1) Undang-

Undang No. 5 Tahun 2005 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No.

14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung ....................................... 83

3. Pertimbangan majelis hakim Mahkamah Agung terhadap alasan kasasi

(memori kasasi) jaksa penuntut umum ............................................... 96

4. Bentuk dan jenis tindak pidana korupsi kasus korupsi Bank Mandiri

dengan terdakwa E.C.W Neloe dkk ................................................... 102

LAMPIRAN

Page 11: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xi

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Adami Chazawi. 2005. Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di

Indonesia. Malang: Bayumedia Publishing.

______________.2002. Pelajaran Hukum Pidana Bagian I. Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Adnan Buyung Nasution dkk. 1999. Menyingkap Korupsi, Kolusi dan

Nepotisme di Indonesia. Yogyakarta: Aditya Media.

Andi Hamzah. 2005. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

___________.2005. KUHP dan KUHAP. Jakarta: Rineka Cipta.

Johnny Ibrahim. 2005. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif.

Malang: Bayumedia Publishing.

Leden Marpaung. 2000. Perumusan Memori Kasasi dan Peninjauan Kembali

Perkara Pidana. Jakarta: Sinar Grafika.

Lexy J Moleong. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya.

Lilik Mulyadi. 2000. Tindak Pidana Korupsi. Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti.

Page 12: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xii

M. Yahya Harahap. 2000. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan

KUHAP. Jakarta. Sinar Grafika.

Moeljatno. 2000. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Otje Salman dan Anton F. Susanto. 2005. Teori Hukum : Mengingat,

Mengumpulkan dan Membuka Kembali. Bandung: Refika Aditama.

Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 2007. Penelitian Hukum Normatif Suatu

Tinjauan Singkat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Wirjono Prodjodikoro. 1974. Bunga Rampai Hukum. Jakarta : Ichtiar Baru

Undang-undang

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Putusan No. 1144/K/Pid/2006.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang No 14 Tahun 1985 Jo Undang-Undang No. 5 Tahun 2004

Tentang Mahkamah Agung.

Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-

Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankkan

Undang-Undang No 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Undang-Undang No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang

No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Page 13: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xiii

Undang-Undang No 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.

Undang-Undang No 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

Undang-Undang No 5 Tahun 2004 Jo Undang-Undang No. 3 Tahun 2009

Tentang Perubahan atas Undang-Undang No.14 Tahun 1985 Tentang

Mahkamah Agung.

Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-

Undang No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.

Makalah

Chatamarrasjid. 2005. Komisi Yudiasial Mewujudkan Checks and Balances

Untuk Menghindari Tirani Yudikatif. Makalah Disampaikan pada

Kuliah Perdana Mahasiswa Baru Fakultas Hukum Universitas Sebelas

Maret, pada tanggal 27 Agustus 2005.

Rizky Argama. 2006. ”Tanggung Jawab Profesi Hakim Sebagai Aktor

Utama Penyelenggara Kekuasaan Kehakiman di Indonesia”.

Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Kamus

Fockema Andreae. 1983. Kamus Istilah Hukum. Bina Cipta.

Garner. A. Bryan . 1999. Black’s Law Dictionary. St Paul Minn: West Group.

Hassan. Shadily. 2006. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama.

J.C.T.Simorangkir dkk. 2005. Kamus Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Page 14: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xiv

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

Korupsi adalah suatu persoalan yang sangat populer saat ini. Korupsi

merupakan hal yang dapat merobohkan sendi-sendi kehidupan suatu bangsa.

Seluruh negara-negara di belahan dunia sangat gigih dalam memerangi

korupsi. Negara Indonesia sebagai negara yang tingkat korupsinya sangat

tinggi terus berupaya memberantas korupsi. Segala upaya dilakukan

pemerintah dalam memerangi korupsi. Di Indonesia korupsi merupakan suatu

budaya yang telah melekat serta berakar kuat dalam kehidupan masyarakat.

Di semua bidang di Indonesia tidak lepas dari korupsi. Bidang pemerintahan

yang memilki catatan tertinggi dalam jumlah korupsi yang memperjelas

bahwa korupsi di Indonesia sudah melembaga. Di bidang-bidang swasta

seperti perbankkan juga cukup mendukung tingginya angka korupsi di

Indonesia.

Pada bulan Mei 2005 polisi menangkap 3 (tiga) direktur Bank Mandiri

yang diduga melakukan korupsi, mereka adalah E.C.W Neloe selaku Direktur

Utama PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk, I Wayan Pugeg selaku Direktur Risk

Management PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, M Soleh Tasripan selaku EVP

Coordinator Corporate & Gevernement PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk.

Para direktur tersebut diajukan kepersidangan karena sebagai pemutus kredit

melakukan pemberian kredit Bridging Loan sebesar Rp. 160.000.000.000,00

(seratus enam puluh milyar rupiah) kepada PT. Cipta Garaha Nusantara (PT.

CGN). Pemberian kredit tersebut bertujuan untuk memberikan dana kepada

Page 15: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xv

PT. Cipta Graha Nusantara (PT. CGN) guna membeli aset-aset PT. Tahta

Medan. Para direktur tersebut langsung menyetujui pemberian kredit sebesar

Rp. 160.000.000.000,00 (seratus enam puluh milyar rupiah) kepada PT. Cipta

Graha Nusantara (PT. CGN) tanpa memperhatikan norma-norma umum

perbankkan dan asas-asas perkreditan yang sehat yaitu:

1. Memastikan bahwa pemberian kredit telah sesuai dengan ketentuan dalam Buku Pedoman Pelaksanaan Kredit (BPPK);

2. Memastikan bahwa pemberian kredit telah didasarkan pada penilaian yang jujur, objektif, cermat dan seksama serta terlepas dari pengaruh pihak-pihak yang berkepentingan dengan pemohon kredit (ArtikeI 520 Kebijakan Perkreditan PT. Bank Mandiri (KPBM) Februari 2000 dalam Putusan No. 1144/K/Pid/2006).

Perkara tersebut diajukan dan diproses di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

dengan perkara No. 2068/Pid. B/2005/PN. Jak. Sel. Pada tanggal 20 Februari

2006 perkara tersebut diputus oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta

Selatan dengan putusan bebas. Putusan tersebut dijatuhkan dengan

pertimbangan bahwa perkara tersebut merupakan ruang lingkup hukum

perdata bukan ruang lingkup hukum pidana. Putusan majelis hakim tersebut

membuat sorotan publik karena Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah

banyak menjatuhkan putusan bebas untuk perkara-perkara korupsi.

Putusan yang dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri

Jakarta Selatan diperkirakan memiliki unsur-unsur pertimbangan yang

menurut teori hukum tidak sesuai. Di dalam putusannya majelis hakim

membebaskan ketiga terdakwa dari dakwaan jaksa penuntut umum padahal

dalam pertimbangannya majelis hakim menyatakan bahwa dakwaan jaksa

penuntut umum terbukti. Dapat dilihat dari pertimbangan majelis hakim

tersebut maka seharusnya putusan yang dijatuhkan adalah putusan lepas dari

segala tuntutan hukum pidana. Di dalam hukum pidana dikenal jenis-jenis

putusan (M.Yahya Harahap, 2000: 347-358):

1. Putusan yang menyatakan tidak berwenang mengadili

Pasal 156 ayat (2) KUHAP. Baik wewenang mengadili secara absolut

maupun relatif.

Page 16: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xvi

2. Putusan dakwaan batal demi hukum berdasarkan

Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Registrasi Nomor

808/K/Pid/1984 tanggal 6 Juni yang menyatakan : “Dakwaan tidak

cermat, kurang jelas, dan tidak lengkap harus dinyatakan batal demi

hukum”.

3. Putusan yang menyatakan bahwa dakwaan tidak dapat

diterima. Putusan ini dijatuhkan dalam hal tidak adanya aduan pada delik

aduan, nebis en idem, atau lampau waktu.

4. Putusan yang menyatakan bahwa terdakwa lepas dari

segala tuntutan hukum. Putusan ini dijatuhkan bilamana dakwaan yang

didakwaan terbukti tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan perbuatan

pidana.

5. Putusan bebas Pasal 191 ayat (1) KUHAP, dijatuhkan

bilamana terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan

tindak pidana yang didakwakan.

6. Putusan pemidanaan pada terdakwa Pasal 193 ayat (1)

KUHAP. Putusan ini dijatuhkan bilamana terdakwa terbukti secara sah

dan menyakinkan melakukan tindak pidana yang didakwakan.

Berpedoman dari hukum positif yang ada tersebut maka menanggapi putusan

yang dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan maka

jaksa penuntut umum menyatakan sikap tidak menerima putusan tersebut

dengan mengajukan upaya hukum kasasi.

Hukum positif Indonesia mengatur mengenai upaya hukum sebagai

upaya apabila para pihak tidak menerima atau tidak puas dengan putusan dari

majelis hakim tingkat pertama. Ada 2 macam upaya hukum yaitu upaya

hukum biasa dalam hukum pidana yaitu banding (Pasal 233 ayat (1) KUHAP)

Page 17: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xvii

dan kasasi (Pasal 244 KUHAP), dan upaya hukum luar biasa dalam hukum

pidana yaitu kasasi untuk kepentingan hukum dan peninjauan kembali

putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Untuk upaya

hukum yaitu kasasi yang diajukan terhadap putusan bebas maka penuntut

umum harus bisa membuktikan bahwa putusan bebas tersebut bukan

merupakan putusan bebas murni. Putusan Mahkamah Agung tanggal 15

Desember 1983 (Reg. No. 274 K/Pid/1983), memutuskan tentang persepsi

kata “bebas” pada Pasal 244 KUHAP yakni bebas murni, sedangkan terhadap

perkara yang terbukti bukan bebas murni dapat diajukan kasasi (M. Yahya

Harahap, 2000: 545). Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung No. 275

K/Pid/1983 tanggal 15 Desember 1983 dan No. 1 K/Pid/2000 tanggal 22

September 2000 yang intinya berisi tentang kasasi untuk putusan bebas tidak

murni. Dalam mengajukan kasasi telah diatur secara tegas dan jelas mengenai

alasan-alasan dalam mengajukan kasasi. Di dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP

yang berbunyi sebagai berikut:

“Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 dan Pasal 248 guna menentukan: a. apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan

sebagaimana mestinya;

b. apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan Undang-Undang;

c. apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya”. Di dalam Undang-Undang No 14 Tahun 1985 Jo Undang-Undang No. 5

Tahun 2004 Jo Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 Tentang Mahkamah

Agung memuat alasan-alasan kasasi dalam Pasal 30 yang berbunyi sebagai

berikut:

“Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan karena: a. tidak berwenang atau melampaui batas wewenang; b. selain menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;

Page 18: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xviii

c. selain memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan Perundang-Undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan”.

Dalam Undang-Undang tersebut kemudian diadakan perubahan yaitu dalam

Undang-Undang No.5 Tahun 2004 Jo Undang-Undang No. 3 Tahun 2009

Tentang Perubahan atas Undang-Undang No 14 tahun 1985 Tentang

Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah

Agung pada Pasal 30 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut:

“Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan karena: a. tidak berwenang atau melampaui batas wewenang; b. salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;

c. lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan Perundang-Undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan”.

Pada intinya dari ketiga peraturan tersebut, KUHAP, Undang-Undang No 14

Tahun 1984 jo Undang-Undang No 5 Tahun 2004 Jo Undang-Undang No. 3

Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985

Tentang Mahkamah Agung alasan pengajuan kasasi adalah sama seperti yang

diatur didalam KUHAP. Mahkamah Agung sebagai pemegang kekuasaan

kehakiman tertinggi yang berwenang memeriksa dan memutus perkara dalam

tingkat kasasi mempergunakan dasar hukum tersebut dalam menerima dan

memeriksa perkara kasasi yang diajukan. Dalam putusan bebas perkara

korupsi Bank Mandiri dengan terdakwa E.C.W Neloe dkk yang dijatuhkan

majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan diperkirakan banyak

mengandung unsur-unsur yang bertentangan dengan hukum positif, maka

dapat dijadikan alasan untuk mengajukan kasasi oleh penuntut umum guna

mencapai keadilan. Mahkamah Agung dalam putusannya

No.1144/K/Pid/2006 yang intinya mengabulkan permohonan kasasi jaksa

penuntut umum, membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No

2068/Pid. B/2005/PN. Jak. Sel, menjatuhkan pidana penjara 10 (sepuluh)

tahun kepada terdakwa E.C.W Neloe dkk dan denda sebesar Rp

Page 19: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xix

500.000.00,00 (lima ratus juta rupiah). Dalam menjatuhkan putusan tersebut

tentunya majelis hakim kasasi mempunya berbagai pertimbangan-

pertimbangan sebagai dasar dari putusan tersebut.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dalam rangka penulisan hukum dalam bentuk skripsi

dengan judul: “TINJAUAN JURIDIS TENTANG PENILAIAN

PENERAPAN HUKUM OLEH JUDEX FACTI SEBAGAI DASAR

PEMERIKSAAN KASASI OLEH HAKIM MAHKAMAH AGUNG

DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI BANK MANDIRI

DENGAN TERDAKWA E.C.W NELOE”.

B. Rumusan Masalah

Permusan masalah dibuat dengan tujuan untuk memecahkan masalah

pokok yang timbul secara jelas dan sistematis. Perumusan masalah

dimaksudkan untuk lebih menegaskan masalah yang akan diteliti, sehingga

dapat ditentukan suatu pemecahan masalah yang tepat dan mencapai tujuan

sesuai dengan yang dikehendaki.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas perumusan masalah

yang penulis kaji adalah sebagai berikut:

1. Apakah yang menjadi kriteria bahwa judex facti kemungkinan telah

melakukan kesalahan dalam menerapkan hukum sehingga menjadi dasar

pemeriksaan perkara kasasi oleh hakim Mahkamah Agung dalam perkara

korupsi Bank Mandiri dengan terdakwa E.C.W Neloe ?

2. Bagaimana penilaian ada tidaknya kesalahan penerapan hukum oleh judex

facti sebagai dasar pemeriksaan perkara kasasi oleh hakim Mahkamah

Page 20: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xx

Agung dalam perkara korupsi Bank Mandiri dengan terdakwa E.C.W

Neloe ?

C. Tujuan Penelitian

Dalam suatu kegiatan pada dasarnya memiliki suatu tujuan tertentu

yang hendak dicapai. Dan suatu penelitian dilakukan untuk mencapai tujuan-

tujuan tertentu. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah antara lain sebagai

berikut :

1. Tujuan Obyektif

a. Mengetahui apa kriteria bahwa judex facti kemungkinan telah

melakukan kesalahan dalam menerapkan hukum sehingga menjadi

dasar pemeriksaan perkara kasasi oleh hakim Mahkamah Agung

dalam perkara korupsi Bank Mandiri dengan terdakwa E.C.W Neloe.

b. Mengetahui penilaian ada tidaknya kesalahan penerapan hukum oleh

judex facti sebagai dasar pemeriksaan perkara kasasi oleh hakim

Mahkamah Agung dalam perkara korupsi Bank Mandiri dengan

terdakwa E.C.W Neloe.

2. Tujuan Subyektif

a. Menambah dan memperluas pengetahuan penulis dalam bidang

hukum khususnya Hukum Acara Pidana dan Pidana.

b. Memenuhi persyaratan akademis guna mencapai gelar sarjana dalam

ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Page 21: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xxi

D. Manfaat Penelitian

Di dalam setiap penelitian diharapkan adanya manfaat yang dapat

diambil dari penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan dapat

diambil sehubungan dengan penelitian ini adalah, sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan

pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum pada

umumnya, hukum acara pidana dan pidana pada khususnya.

b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi di

bidang karya ilmiah serta bahan masukan bagi penelitian sejenis di

masa yang akan datang.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti.

b. Meningkatkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis dan

mengaplikasikan ilmu yang diperoleh penulis selama studi di Fakultas

Hukum Universitas Sebelas Maret.

E. Metode Penelitian

Penelitian secara ilmiah adalah suatu metode yang bertujuan untuk

mempelajari satu atau beberapa gejala, dengan jalan menganalisanya dan

dengan mengadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta tersebut,

Page 22: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xxii

untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas masalah-masalah yang

ditimbulkan oleh fakta tersebut (Soerjono Soekanto, 1986: 2). Metode

penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum yang berbentuk skripsi ini

yaitu :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam penulisan hukum yang berbentuk skripsi ini

adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan.

Penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau

data sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau

penelitian hukum kepustakaan (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji:

2007: 13).

Tipe kajian dan konsep dalam penelitian hukum menurut

Soetandyo Wignyosoebroto ada 5 jenis yaitu (Otje Salman dan Anton

F.Susanto, 2005: 78):

1) Hukum sebagai asas kebenaran dan keadilan bersifat kodrati dan

universal.

2) Hukum adalah norma positif di dalam sistem Perundang-Undangan

hukum nasioanal.

3) Hukum adalah apa yang diputuskan oleh hakim inkonkreto dan

tersistematisasi sebagai judges through, judicial processes.

4) Hukum adalah pola perilaku sosial yang terlembagakan. Eksis sebagai

variabel sosial yang empirik.

5) Hukum adalah manifestasi makna-makna simbolik para pelaku sosial

sebagaimana tampak dalam interaksi antar mereka.

Page 23: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xxiii

Tipe kajian dan konsep dalam penelitian hukum ini termasuk

kedalam jenis yang ketiga yaitu hukum adalah apa yang diputuskan oleh

hakim inkonkreto dan tersistematisasi sebagai judges through, judicial

processes. Dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber data yang

berupa putusan Mahkamah Agung yang telah memiliki kekuatan hukum

tetap yaitu Putusan Mahkamah Agung No.1144/K/Pid/2006.

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian dalam penulisan hukum yang berbentuk skripsi ini

adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk

memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau

gejala-gejala lainnya. Maksudnya adalah untuk mempertegas hipotesa-

hipotesa, agar dapat membantu dalam memperkuat teori lama atau dalam

kerangka menyusun teori baru (Soerjono Soekanto, 1986: 10).

Penelitian yang bersifat deskriptif ini dimaksudkan untuk

menggambarkan semua data yang diperoleh yang berkaitan dengan judul

penelitian secara jelas dan rinci yang kemudian dianalisis guna menjawab

permasalahan yang ada. Dalam penelitian ini penulis ingin memperoleh

gambaran yang lengkap dan jelas tentang apa yang menjadi kriteria

bahwa judex facti kemungkinan telah melakukan kesalahan dalam

menerapkan hukum sehingga menjadi dasar pemeriksaan kasasi dan

bagaimana penilaian ada tidaknya kesalahan penerapan hukum oleh

judex facti sebagai dasar pemeriksaan perkara kasasi oleh hakim

Mahkamah Agung dalam perkara korupsi Bank Mandiri dengan

terdakwa E.C.W Neloe.

3. Pendekatan Penelitian

Page 24: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xxiv

Dalam penelitian hukum yang berbentuk skripsi ini penulis

menggunakan pendekatan kasus yaitu kasus korupsi Bank Mandiri

dengan terdakwa E.C.W Neloe. Pendekatan kasus (case approach) dalam

penelitian normatif bertujuan untuk mempelajari penerapan norma-norma

atau kaidah-kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum.

Terutama mengenai kasus-kasus yang telah diputus sebagaimana yang

dapat dilihat dalam Yurisprudensi terhadap perkara-perkara yang menjadi

fokus penelitian (Johnny. Ibrahim, 2005: 321).

Kasus tersebut sangat menarik untuk diteliti karena terdakwa

diputus bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

padahal dakwaan jaksa penuntut umum dinyatakan terbukti tetapi

perbuatan terdakwa dinyatakan sebagai perbuatan dalam ruang lingkup

hukum perdata. Diperkirakan banyak sekali hal-hal di luar hukum positif

terdapat dalam putusan tersebut yang dijadikan dasar jaksa penuntut

umum dalam mengajukan kasasi.

Penulis menggunakan pendekatan kasus untuk mengetahui apa

yang menjadi kriteria bahwa judex facti kemungkinan telah melakukan

kesalahan dalam menerapkan hukum, sehingga menjadi dasar

pemeriksaan kasasi dan bagaimana penilaian ada tidaknya kesalahan

penerapan hukum oleh judex facti sebagai dasar pemeriksaan kasasi oleh

hakim Mahkamah Agung dalam perkara korupsi Bank Mandiri dengan

terdakwa E.C.W Neloe dari putusan kasasi tersebut.

4. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penulisan hukum yang

berbentuk skripsi ini adalah data sekunder. Dalam penelitian hukum

normatif data sekunder mencakup bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder dan bahan hukum tertier (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,

2007: 13).

Page 25: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xxv

5. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penulisan hukum yang

berbentuk skripsi ini yaitu data sekunder yang meliputi:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan

terdiri dari kaidah dasar, peraturan dasar, Perundang-Undangan, bahan

hukum yang tidak dikodifikasi, Yurispridensi, Traktat dan bahan

hukum dari zaman penjajahan yang sampai saat ini masih berlaku

(Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007: 13). Yang menjadi bahan

hukum primer dalam penulisan hukum yang berbentuk skripsi ini

adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana,

Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankkan, Undang-

Undang No 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-

Undang No. 14 Tahun 1985 Jo Undang-Undang No 5 Tahun 2004 Jo

Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 Tentang Mahkamah Agung,

Undang-Undang No.5 Tahun 2004 Jo Undang-Undang No. 3 Tahun

2009 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No.14 Tahun 1985

Tentang Mahkamah Agung, Undang-Undang No 31 Tahun 1999 Jo

Undang-Undang No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi, Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang

Perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang No. 24 Tahun

2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, Undang-Undang No. 3 Tahun

2009 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 14 Tahun

1985 Tentang Mahkamah Agung, Putusan Mahkamah Agung

No.1144/K/Pid/2006, Yurisprudensi.

b. Bahan Hukum Sekunder

Page 26: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xxvi

Bahan hukum sekunder, yaitu yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer seperti, rancangan Undang-Undang, hasil-hasil

penelitian, hasil karya dari kalangan hukum dan saterusnya (Soerjono

Soekanto dan Sri Mamudji, 2007: 13). Yang menjadi bahan hukum

sekunder dalam penulisan hukum yang berbentuk skripsi ini adalah

buku-buku, makalah atau literatur yang berkaitan atau membahas

tentang hukum acara pidana, hukum pidana, upaya hukum dan tindak

pidana korupsi.

c. Bahan Hukum Tertier

Bahan hukum tertier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder (Soerjono

Soekanto dan Sri Mamudji, 2007: 13). Yang menjadi bahan hukum

tertier dalam penulisan hukum yang berbentuk skripsi ini adalah

kamus istilah hukum, kamus hukum, black’s law dictionary, kamus

Inggris-Indonesia.

6. Teknik Pengumpulan Data

Di dalam penelitian, pada umumnya dikenal tiga jenis alat

pengumpulan data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan

atau observasi, dan wawancara atau interview (Soerjono Soekanto, 1986:

21). Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan hukum

yang berbentuk skripsi ini adalah studi dokumen atau bahan pustaka,

yaitu pengumpulan data sekunder yang berupa bahan hukum primer,

sekunder dan tertier.

Page 27: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xxvii

7. Teknik Analisis Data

Studi dokumen merupakan suatu alat pengumpulan data yang

dilakukan melalui data tertulis dengan mempergunakan “content

analysis” (Soerjono Soekanto, 1986: 21). Teknik analisis data yang

digunakan dalam penulisan hukum yang berbentuk skripsi ini adalah

content analysis atau kajian isi.

Pengertian kajian isi menurut Weber adalah metodologi penelitian

yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan

yang sahih dari sebuah buku atau dokumen (Weber dalam Lexy

J.Moleong, 2007: 220). Pengertian kajian isi menurut Krippendroff

adalah teknik penelitian yang diamanfaatkan untuk menarik kesimpulan

yang replikatif dan sahih dari data atas dasar konteksnya (Krippendroff

dalam Lexy J.Moleong, 2007: 220). Ciri-ciri content analysis atau kajian

isi menurut Guba dan Lincoln yaitu proses mengikuti aturan, proses

sistematis, kajian isi merupakan proses yang diarahkan untuk

menggeneralisasikan, kajian isi mempersoalkan isi yang

termanifestasikan, kajian isi menekankan analisis secara kuantitatif,

namun hal itu dapat pula dilakukan bersama analisis kualitatif (Guba dan

Lincoln dalam Lexy J.Moleong, 2007: 220).

F. Sistematika Skripsi

Sistematika skripsi yang disusun oleh penulis adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis mengemukakan mengenai latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, metode penelitian, dan sistematika skripsi.

Page 28: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xxviii

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini penulis menguraikan mengenai dua hal yaitu,

yang pertama adalah Kerangka Teori yang melandasi

penelitian serta mendukung di dalam memecahkan masalah

yang diangkat dalam penulisan hukum ini, yang meliputi:

Pertama mengenai Tinjauan Umum tentang Judex Facti

(Hakim) dan Kekuasaan Kehakiman diantaranya yaitu :

Pengertian Hakim, Pengertian Hakim Agung, Kedudukan dan

Kekuasaan Hakim, Tugas, Kewajiban dan Tanggungjawab

Hakim, Tinjauan Umum tentang Upaya Hukum Kasasi

diantaranya yaitu pengertian kasasi, alasan kasasi, putusan

yang dapat dimintakan kasasi, tata cara permohonan kasasi,

tata cara pemeriksaan kasasi, putusan Mahkamah Agung,

Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana Korupsi

diantaranya pengertian tindak pidana, pengertian tindak pidana

korupsi, jenis-jenis tindak pidana korupsi, bentuk-bentuk tidak

pidana korupsi. Yang kedua mengenai Kerangka Pemikiran.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini penulis menguraikan mengenai dua hal yaitu yang

pertama adalah Hasil Penelitian yang terdiri dari kasus posisi,

identitas terdakwa, dakwaan jaksa penuntut umum, tuntutan

jaksa penuntut umum, Putusan Pengadilan Negeri Jakarta

Selatan, alasan kasasi (memori kasasi) dari jaksa penuntut

umum, alasan kasasi (kontra memori kasasi) dari kuasa hukum

terdakwa, pendapat Mahkamah Agung, Amar Putusan

Mahkamah Agung. Yang kedua adalah Pembahasan yang

terdiri:

1. Kriteria bahwa judex facti kemungkinan melakukan

kesalahan dalam menerapkan hukum sehingga menjadi

dasar pemeriksaan kasasi oleh hakim Mahkamah Agung

Page 29: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xxix

dalam perkara korupsi Bank Mandiri dengan terdakwa

E.C.W Neloe.

2. Penilaian ada tidaknya kesalahan penerapan hukum oleh

judex facti sebagai dasar pemeriksaan perkara kasasi oleh

hakim Mahkamah Agung dalam perkara korupsi Bank

Mandiri dengan terdakwa E.C.W Neloe.

BAB IV : PENUTUP

Bab akhir ini berisi simpulan dan saran dari hasil penelitian

yang telah dilakukan penulis.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

BAB II

Tinjauan Pustaka

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum tentang Judex Facti (Hakim) dan Kekuasaan

Kehakiman.

Dalam Kamus Istilah Hukum terdapat pengertian judex facti

sebagai berikut:

Judex, hakim, sebagai dalam ungkapan tetap, judex facti, hakim

yang memeriksa duduknya perkara, sebagai kebalikan dari

Mahkamah Agung, yang dalam kasasi hanya mempertimbangkan

persoalan hukum, unsur judex, hakim tunggal (hakim Pengadilan

Negeri, hakim polisi, hakim anak-anak dsb, judex a quo, hakim

Page 30: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xxx

yang putusannya diminta orang naik banding hudex ad quem,

hakim, kepada siapa orang meminta banding (Fockema Andreae,

1983: 227).

Dalam Kamus Hukum terdapat pengertian judex adalah hakim, judex

facti adalah hakim mengadili fakta-fakta (bukan hakim kasasi)

(J.C.T.Simorangkir dkk, 2005: 78).

a) Pengertian Hakim

Pengertian hakim terdapat dalam Pasal 1 butir 8 KUHAP

yang menyebutkan bahwa: “Hakim adalah pejabat peradilan negara

yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili”.

Selain di dalam KUHAP, pengertian hakim juga terdapat dalam

Pasal 31 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan

Kehakiman, dalam pasal tersebut disebutkan bahwa: “Hakim adalah

pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam

Undang-Undang”.

b) Pengertian Hakim Agung

Pengertian hakim agung terdapat dalam Pasal 1 butir 4

Undang-Undang No 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial yang

menyebutkan bahwa: “Hakim Agung adalah hakim anggota pada

Mahkamah Agung”. Mahkamah Agung adalah salah satu pelaku

kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Pasal 1

Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 Jo Undang-Undang No. 3 Tahun

2009 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985

Tentang Mahkamah Agung).

c) Kedudukan dan Kekuasaan Hakim

Page 31: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xxxi

Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka,

seperti yang dinyatakan dalam penjelasan Pasal 24 dan Pasal 25

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

bahwa “Kekuasaan Kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka,

artinya terlepas dari pengaruh dan campur tangan kekuasaan

pemerintah. Berhubung dengan itu, harus diadakan jaminan dalam

Undang-Undang tentang kedudukan para hakim”. Hal ini berarti

bahwa kedudukan para hakim harus dijamin oleh Undang-Undang.

Salah satu ciri dari Negara hukum adalah terdapat suatu

kemerdekaan hakim yang bebas, tidak memihak dan tidak

dipengaruhi oleh kekuasaan legislatif dan eksekutif. Kebebasan

hakim tersebut tidak dapat diartikan bahwa hakim dapat melakukan

tindakan sewenang-wenang terhadap suatu perkara yang sedang

ditanganinya, akan tetapi hakim tetap terikat pada peraturan hukum

yang ada.

Hakim berbeda dengan pejabat-pejabat yang lain, ia harus

benar-benar menguasai hukum, bukan sekedar mengandalkan

kejujuran dan kemauan baiknya. Wirjono Prodjodikoro berpendapat

bahwa perbedaan antara pengadilan dan instansi-instansi lain ialah,

bahwa pengadilan dalam melakukan tugasnya sehari-hari selalu

secara positif dan aktif memperhatikan dan melaksanakan macam-

macam peraturan hukum yang berlaku dalam suatu negara. Di

bidang hukum pidana hakim bertugas menerapkan apa in concreto

ada oleh seorang terdakwa dilakukan suatu perbuatan melanggar

hukum pidana. Untuk menetapkan ini oleh hakim harus dinyatakan

secara tepat hukum pidana yang mana telah dilanggar (Wirjono

Prodjodikoro, 1974 : 26-27).

Dalam pemeriksaan di sidang pengadilan, hakim yang

memimpin jalannya persidangan harus aktif bertanya dan memberi

Page 32: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xxxii

kesempatan kepada pihak terdakwa yang diwakili oleh penasihat

hukumnya untuk bertanya kepada saksi-saksi, begitu pula kepada

penuntut umum. Dengan demikian diharapkan kebenaran materil

akan terungkap, dan hakimlah yang bertanggung jawab atas segala

yang diputuskannya.

Masalah kebebasan hakim perlu dihubungkan dengan

masalah bagaimana hakim dapat menemukan hukum berdasarkan

keyakinannya dalam menangani suatu perkara. Kebebasan hakim

dalam menemukan hukum tidaklah berarti ia menciptakan hukum.

Tetapi untuk menemukan hukum, hakim dapat bercermin pada

Yurisprudensi dan pendapat ahli hukum terkenal yang biasa disebut

dengan Doktrin.

Berhubungan dengan kebebasan hakim ini, perlu pula

dijelaskan mengenai posisi hakim yang tidak memihak (impartial

judge). Istilah tidak memihak disini tidak diartikan secara harafiah,

karena dalam menjatuhkan putusannya hakim harus memihak

kepada yang benar. Dalam hal ini, hakim tidak memihak diartikan

tidak berat sebelah dalam pertimbangan dan penilaiannya. Hal ini

secara tegas tercantum dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, yang

berbunyi: “Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak

membeda-bedakan orang”.

Hakim tidak memihak berarti juga bahwa hakim itu tidak

menjalankan perintah dari pemerintah. Bahkan jika harus demikian,

menurut hukum hakim dapat memutuskan menghukum pemerintah,

misalnya tentang keharusan ganti kerugian yang tercantum dalam

KUHAP (Andi Hamzah, 2005: 99-101).

d) Tugas, Kewajiban dan Tanggungjawab Hakim

Page 33: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xxxiii

Dalam rangka penegakan hukum di Indonesia, tugas hakim

adalah menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila

melalui perkara-perkara yang dihadapkan kepadanya. Sehingga

keputusan yang diambilnya mencerminkan rasa keadilan bangsa dan

masyarakat Indonesia dengan berpedoman pada kode etik IKAHI

berdasarkan pada PANCA DHARMA HAKIM yakni Kartika,

Cakra, Candra, Tirta, Sari (Chatamarrasjid, 2005: 7).

Untuk menegakkan hukum dan keadilan, seorang hakim

mempunyai kewajiban-kewajiban atau tanggung jawab hukum.

Kewajiban hakim sebagai salah satu organ lembaga peradilan

tertuang dalam Bab IV Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004

Tentang Kekuasaan Kehakiman. Adapun kewajiban-kewajiban

hakim tersebut adalah sebagai berikut :

1) Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai

hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat (Pasal

28 ayat (1) Undang-Undang No.4 Tahun 2004).

2) Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib

memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa

(Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang No.4 Tahun 2004).

3) Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan

apabila terikat hubungan keluarga sedarah dan semenda sampai

derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah

bercerai, dengan ketua, salah seorang hakim anggota, jaksa,

advokat, atau panitera (Pasal 29 ayat (3) Undang-Undang No.4

Tahun 2004).

4) Ketua majelis, hakim anggota, wajib mengundurkan diri dari

persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah dan

semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri

Page 34: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xxxiv

mesipun telah bercerai, dengan pihak yang diadili atau advokat

(Pasal 29 ayat (4) Undang-Undang No.4 Tahun 2004).

5) Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan

apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung

dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya

sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara (Pasal 29

ayat (5) Undang-Undang No.4 Tahun 2004).

6) Sebelum memangku jabatannya, hakim untuk masing-masing

lingkungan peradilan wajib mengucapkan sumpah atau janjinya

menurut agamanya (Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang No.4

Tahun 2004).

Hakim dalam menjalankan tugasnya memiliki tanggung jawab

profesi. Tanggung jawab tersebut dapat dibedakan menjadi tiga jenis,

yaitu (Rizky Argama, 2006: 11) :

1) Tanggung Jawab Moral

adalah tanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai dan norma-

norma yang berlaku dalam lingkungan kehidupan profesi yang

bersangkutan (hakim), baik bersifat pribadi maupun bersifat

kelembagaan bagi suatu lembaga yang merupakan wadah para

hakim bersangkutan.

2) Tanggung Jawab Hukum

adalah tanggung jawab yang menjadi beban hakim untuk dapat

melaksanakan tugasnya dengan tidak melanggar rambu-rambu

hukum.

3) Tanggung Jawab Teknis Profesi

adalah merupakan tuntutan bagi hakim untuk melaksanakan

tugasnya secara profesional sesuai dengan kriteria teknis yang

berlaku dalam bidang profesi yang bersangkutan, baik bersifat

umum maupun ketentuan khusus dalam lembaganya.

Page 35: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xxxv

2. Tinjauan Umum tentang Upaya Hukum Kasasi

Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk

tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau

banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan

peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam

Undang-Undang ini, (Pasal 1 butir 12 KUHAP). Upaya hukum

merupakan langkah untuk mencari keadilan.

a) Pengertian Kasasi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dimuat arti kasasi

sebagai berikut: “Pembatalan atau pernyataan tidak sah oleh

Mahkamah Agung terhadap putusan hakim karena putusan itu

menyalahi atau tidak sesuai benar dengan Undang-Undang, hak

kasasi hanyalah hak Mahkamah Agung” (Kamus Besar Bahasa

Indonesia dalam Leden Marpaung, 2000: 3). Dalam Kamus Istilah

Hukum Fockema Andreae dimuat arti kasasi sebagai berikut:

“Cassaatie, kasasi, pembatalan, pernyataan tidak berlakunya

keputusan Hakim rendahan oleh Mahkamah Agung demi

kepentingan kesatuan peradilan. Istimewa kasasi dari keputusan,

penetapan atau pernyataan lainnya oleh Mahkamah Agung,

karena melanggar bentuk yang diharuskan dengan ancaman batal,

karena melanggar ketentuan hukum atau melampaui kekuasaan

peradilan” (Fockema Andreae, 1983: 67).

Dalam buku Peristilahan Hukum dalam Praktek terbitan

Kejaksaan Agung (1985) dimuat arti kasasi sebagai berikut

(Kejaksaan Agung dalam Leden Marpaung, 2000: 4) :

Kasasi: pembatalan putusan atau perbaikan keputusan

pengadilan bawahan oleh Mahkamah Agung karena

pengadilan bawahan itu telah:

a. Melampaui batas kewenangannya;

Page 36: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xxxvi

b. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh

sesuatu ketentuan Undang-Undang yang mengancam

kelalaian itu dengan batalnya putusan;

c. Salah menerapkan atau melanggar sesuatu peraturan

hukum yang berlaku.

Mr. M.H.Tirtaamidjadja merumuskan pengertian kasasi sebagai

berikut:

Kasasi ialah suatu jalan hukum yang gunanya untuk

melawan keputusan-keputusan yang dijatuhkan dalam

tingkat tertinggi yaitu keputusan-keputusan yang tak dapat

dilawan atau tidak dapat dimohon bandingan, baik karena

kedua jalan hukum ini tidak diperbolehkan oleh Undang-

Undang, maupun oleh karena ia telah dipergunakan

(Mr.M.H. Tirtaamidjadja dalam Leden Marpaung, 2000:

4).

Prof. Oemar Seno Adji, SH menyatakan antara lain sebagai

berikut: “Kasasi ditujukan untuk menciptakan kesatuan hukum

dan oleh karenanya menimbulkan kepastian hukum. Ia (kasasi)

bertujuan untuk menciptakan suatu kesatuan hukum disamping

hendak menjamin kesamaan dalam peradilan” (Prof. Oemar Seno

Adji, SH dalam Leden Marpaung, 2000: 5). Mr.Wirjono

Projodikoro (Mantan Ketua Mahkamah Agung) menjelaskan arti

kasasi sebagai berikut: “Kasasi yang berarti pembatalan adalah

salah satu tindakan Mahkamah Agung sebagai pengawas tertinggi

atas putusan-putusan pengadilan-pengadilan lain” (Mr.Wirjono

Projodikoro dalam Leden Marpaung, 2000: 4).

Dalam Pasal 29 dan Pasal 30 Undang-Undang No. 14

Tahun 1985 Jo Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 Jo Undang-

Page 37: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xxxvii

Undang No. 3 Tahun 2009 Tentang Mahkamah Agung dapat

diambil kesimpulan tentang arti kasasi adalah:

Pasal 29 Undang-Undang No 14 Tahun 1985 Jo Undang-Undang

No. 5 Tahun 2004 Jo Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 Tentang

Mahkamah Agung:

“Mahkamah Agung memutuskan permohonan kasasi

terhadap putusan pengadilan tingkat banding atau tingkat

terakhir dari semua lingkungan peradilan”.

Pasal 30 Undang-Undang No 14 Tahun 1985 Jo Undang-Undang

No. 5 Tahun 2004 Jo. Undang-Undang No. 3 Tahun 2009

Tentang Mahkamah Agung yang berbunyi sebagai berikut:

“Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan

putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua

lingkungan peradilan karena:

a. tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;

b. selain menerapkan atau melanggar hukum yang

berlaku;

c. selain memenuhi syarat-syarat yang diwajibakan oleh

peraturan Perundang-Undangan yang mengancam

kelalaian itu dengan batalnya putusan yang

bersangkutan”.

Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang No 5 Tahun 2004 Jo Undang-

Undang No. 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Undang-

Undang No. 14 tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung yang

berbunyi sebagai berikut:

Page 38: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xxxviii

“Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan

putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua

lingkungan peradilan karena:

a. tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;

b. salah menerapkan atau melanggar hukum yang

berlaku;

c. lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh

peraturan Perundang-Undangan yang mengancam

kelalaian itu dengan batalnya putusan yang

bersangkutan”.

Jadi dari pengertian kedua Pasal tersebut dapat ditarik

kesimpulan kasasi adalah: pembatalan putusan atau penetapan

pengadilan tingkat banding atau terakhir karena tidak sesuai

dengan ketentuan Perundang-Undangan yang berlaku. Tidak

sesuai dengan ketentuan Perundang-Undangan yang berlaku dapat

berupa:

a) tidak berwenang atau melampaui batas

wewenang;

b) selain menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;

c) selain memenuhi syarat-syarat yang diwajibakan oleh

peraturan Perundang-Undangan yang mengancam kelalaian

itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.

b) Alasan Kasasi

Page 39: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xxxix

Alasan kasasi telah ditentukan secara limitatif oleh Undang-

Undang yaitu terdapat dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP. Alasan

kasasi yang dibenarkan menurut Pasal 253 ayat (1) KUHAP

adalah sebagai berikut:

a. apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan

sebagaimana mestinya;

b. apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut

ketentuan Undang-Undang;

c. apakah benar pengadilan telah melampaui batas

wewenangnya.

Dalam Pasal 30 ayat (1) Undang- Undang No. 5 Tahun 2004 Jo.

Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas

Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung

diatur mengenai alasan kasasi yang berbunyi :

a. tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;

b. salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;

c. lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh

peraturan Perundang-Undangan yang mengancam kelalaian

itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan”.

c) Putusan Yang Dapat Dikasasi

1) Terhadap semua “Putusan Pengadilan Negeri” dalam

“Tingkat Pertama dan Tingkat Terakhir”.

2) Terhadap semua “Putusan Pengadilan Tinggi” yang

diambilnya pada “Tingkat Banding”.

3) Tentang Putusan Bebas

Page 40: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xl

Putusan bebas yang dapat dimintkan kasasi adalah

putusan bebas tidak murni (niet zuivere vrijspraak) atau

sering juga disebut sebagai putusan pembebasan yang

terselubung (verkapte vrijspraak) sedangkan untuk putusan

bebas murni tidak dapat dimintakan kasasi. Dalam bukunya

M. Yahya Harahap menerangkan bahwa putusan bebas tidak

murni (niet zuivere vrijspraak) atau sering juga disebut

sebagai putusan pembebasan yang terselubung (verkapte

vrijspraak) yaitu (M. Yahya Harahap, 2000:545) :

- Apabila putusan pembebasan itu didasarkan pada

“penafsiran yang keliru” terhadap sebutan tindak pidana

yang disebut dalam surat dakwaan.

- Apabila dalam menjatuhkan putusan bebas itu pengadilan

telah melampaui kewenangannya:

· Baik hal itu menyangkut pelampauan wewenang

kompetensi absolut atau relatif.

· Maupun pelampauan wewenang itu dalam arti

apabila dalam putusan pembebasan itu telah turut

dipertimbangkan dan dimasukkan unsur-unsur

nonyuridis.

d) Tata Cara Permohonan Kasasi

Tata cara permohonan kasasi adalah sebagai berikut:

1) Permohonan Diajukan Kepada Panitera

Dalam Pasal 245 ayat (1) KUHAP ditegaskan bahwa

permohonan kasasi disampaikan oleh pemohon kepada

panitera pengadilan yang memutus perkaranya dalam tingkat

Page 41: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xli

pertama, dalam waktu 14 (empat belas) hari sesudah putusan

pengadilan yang dimintakan kasasi itu diberitahukan kepada

terdakwa. Jangka waktu diatur secara tegas di dalam Undang-

Undang.

2) Yang Berhak Mengajukan Permohonan Kasasi

Dalam Pasal 244 KUHAP ditegaskan bahwa yang

berhak mengajukan permohonan kasasi adalah terdakwa dan

atau penuntut umum. Dan menurut Keputusan Menteri

Kehakiman tanggal 10 Desember 1983 No. M. 14-PW.07.03

pada angka 24 lampiran tersebut menyebutkan bahwa

dimungkinkan permintaan kasasi diajukan oleh seorang

kuasa, asal untuk itu terdakwa membuat “surat kuasa khusus”

secara tersendiri yang sengaja dibuat untuk, memberi kuasa

mengajukan permohonan kasasi (M. Yahya Harahap, 2000:

548).

3) Tenggang Waktu Mengajukan Permohonan Kasasi

Tenggang waktu yang dibenarkan Undang-Undang

untuk mengajukan kasasi adalah 14 (empat belas) hari

terhitung sejak tanggal putusan diberitahukan, Pasal 245 ayat

(1) KUHAP. Terlambat dari batas waktu 14 (empat belas)

hari mengakibatkan hak untuk mengajukan permohonan

kasasi menjadi gugur seperti yang ditegaskan dalam Pasal

246 ayat (2) KUHAP. Menurut hukum apabila permohonan

kasasi diajukan terlambat dari tenggang waktu 14 (empat

belas) hari maka dengan sendirinya hak untuk mengajukan

kasasi gugur, terdakwa dianggap menerima putusan, untuk itu

panitera membuat akta penerimaan putusan.

4) Akta Permohonan Kasasi

Page 42: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xlii

Bentuk dan pembuatan akta permohonan kasasi diatur

dalam Pasal 245 ayat (2) KUHAP, istilah dalam Pasal itu

adalah “surat keterangan”. Tidak ada perbedaan arti antara

surat keterangan dengan akta kasasi, hanya saja akta kasasi

adalah istilah yang lazim digunakan. Bentuk dan tata cara

pembuatan akta kasasi menurut Pasal 245 ayat (1) KUHAP

adalah sebagai berikut :

1) Panitera menulis permohonan dalam sebuah “Surat

Keterangan”.

2) Akta kasasi harus ditandatangani panitera dan pemohon.

3) Akta kasasi dilampirkan dalam “Berkas Perkara”.

5) Permintaan Kasasi Wajib Diberitahukan

Dalam ketentuan Pasal 245 ayat (3) KUHAP,

panitera “wajib” memberitahukan permintaan kasasi yang

diterimanya kepada pihak yang lain. Pihak yang lain disini

maksudnya adalah terdakwa pada satu pihak dan penuntut

umum pada pihak yang lain. Jadi panitera wajib

menyampaikan pemberitahuan baik kepada terdakwa apabila

penuntut umum yang mengajukan, kepada penuntut umum

apabila terdakwa yang mengajukan baik kedua-duanya,

terdakwa maupun penuntut umum apabila kedua-duanya

sama-sama mengajukan permohonan kasasi.

6) Pemohon Wajib Mengajukan Memori Kasasi

Salah satu kewajiban yang harus dipenuhi oleh

pemohon kasasi adalah membuat memori kasasi, Pasal 248

ayat (1) KUHAP. Kewajiban mengajukan memori kasasi

bersifat imperatif yaitu memiliki sanksi yang tegas, kerena

Page 43: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xliii

tanpa memori kasasi gugur haknya untuk mengajukan kasasi

Pasal 248 ayat (4) KUHAP. Tenggang waktu mengajukan

memori kasasi adalah 14 hari setelah permohonan kasasi

diajukan Pasal 248 ayat (1) KUHAP.

7) Tenggang Waktu Menyerahkan Memori Kasasi

Dalam Pasal 248 ayat (1) KUHAP telah ditentukan

tenggang waktu mengajukan memori kasasi yaitu 14 (empat

belas) hari sejak tanggal permohonan kasasi diajukan. Jadi

tenggang waktu tersebut telah diatur secara tegas apabila

tidak memenuhi atau melewati tenggang waktu yang diajukan

mengakibatkan gugur haknya untuk mengajukan kasasi.

8) Tanda Terima Penyerahan Memori

Dalam Pasal 248 ayat (1) KUHAP ditegaskan bahwa

panitera menerima penyerahan memori kasasi, panitera

memberikan surat tanda terima. Surat tanda terima tersebut

sebagai bukti penyerahan memori kasasi bagi pemohon.

9) Kewajiban Panitera Memberi Bantuan

Kewajiban panitera memberikan bantuan untuk

membuat memori kasasi ditegaskan dalam Pasal 248 ayat (2)

KUHAP. Hal ini bertujuan untuk membantu terdakwa yang

awam tentang hukum guna membuat memori kasasi.

10) Kontra Memori Kasasi

Dalam Pasal 248 ayat (6) KUHAP yang intinya berisi

tentang memberikan hak kepada pihak lain untuk

mengajukan “kontra memori kasasi” atas kasasi yang

diajukan oleh pemohon kasasi. Kontra memori kasasi

Page 44: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xliv

merupakan “hak” dimana “hak” tersebut bisa digunakan bisa

juga tidak. Kontra memori kasasi sebagai tanggapan terhadap

memori kasasi yang diajukan oleh pemohon kasasi. Dalam

jangka waktu 14 (empat belas) hari panitera menyampaikan

kontra memori kasasi kepada pihak yang mengajukan

memori kasasi Pasal 248 ayat (7) KUHAP.

11) Tambahan Memori dan Kontra Memori

Dalam Pasal 249 ayat (1) KUHAP mengatur tentang

kesempatan untuk menambah memori kasasi atau kontra

memori kasasi dengan tenggang waktu selama 14 (empat

belas) hari. Menambah hal-hal yang dianggap perlu dalam

memori kasasi atau kontra memori kasasi guna kelengkapan

dari yang diajukan terdahulu.

e) Tata Cara Pemeriksaan Kasasi

Tata cara pemeriksaan kasasi adalah sebagai berikut:

1) Pemeriksaan Dilakukan dengan Sekurang-kurangnya 3 (tiga)

Orang Hakim

Dalam Pasal 253 ayat (2) KUHAP diatur mengenai

pemeriksaan yang dilakukan oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga)

orang hakim. Jadi minimal harus 3 hakim apabila terjadi

pemeriksaan dengan hakim tunggal maka mengacu pada

ketentuan Pasal 253 ayat (2) KUHAP pemeriksaan tersebut

tidak sah.

2) Pemeriksaan Berdasar Berkas Perkara

Page 45: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xlv

Dalam pemeriksaan kasasi yang diperiksa adalah

berkas-berkas perkara Pasal 253 ayat (2) KUHAP yaitu berkas

(M. Yahya Harahap, 2000:575) :

- Berita acara pemeriksaan dari penyidik.

- Berita acara pemeriksaan di sidang pengadilan.

- Semua surat-surat yang timbul dipersidangan yang ada

hubungannya dengan perkara.

- Putusan pengadilan tingkat pertama.

- Atau putusan tingkat terakhir (putusan tingkat

banding).

3) Pemeriksaan Tambahan

Apabila Mahkamah Agung berpendapat perlu adanya

pemeriksaan tambahan maka pemeriksaan tambahan dapat

dilakukan. Pemeriksaan tambahan dapat dilakukan oleh

Mahkamah Agung dengan menjatuhkan “putusan sela”.

Putusan sela dijatuhkan sebelum Mahkamah Agung

menjatuhkan putusan akhir yang bertujuan untuk menambah

kelengkapan keterangan dalam mengambil putusan akhir.

Putusan sela tersebut dapat ditujukan kepada pengadilan yang

diperintahkan guna melakukan pemeriksaan tambahan dan

bisa juga pemeriksaan tambahan dilakukan sendiri oleh

Mahkamah Agung (M. Yahya Harahap, 2000: 575).

4) Tenggang Waktu Pemeriksaan Perkara yang Terdakwanya

Berada dalam Tahanan

Dalam Pasal 253 ayat (5) huruf b KUHAP, apabila

Mahkamah Agung mengeluarkan penetapan perintah

Page 46: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xlvi

penahanan terhadap terdakwa, dalam waktu 14 (empat belas)

hari sejak dikeluarkan penetapan, Mahkamah Agung “wajib”

memeriksa perkara tersebut. Di dalam perkara kasasi yang

terdakwanya ditahan Undang-Undang mewajibkan

Mahkamah Agung untuk memeriksa dalam waktu 14 (empat

belas) hari dari tanggal penetapan perintah penahanan

dikeluarkan sedangkan untuk perkara kasasi yang

terdakwanya tidak ditahan Undang-Undang tidak

memberikan ketentuan (M. Yahya Harahap, 2000: 576).

f) Putusan Mahkamah Agung

1) Menyatakan Kasasi Tidak Dapat Diterima

Putusan ini dijatuhkan dalam tingkat kasasi apabila

permohonan kasasi yang diajukan “tidak memenuhi syarat-

syarat formal” yang diatur dalam Pasal 244, Pasal 245, Pasal

248 ayat (1) KUHAP yaitu:

(a) Permohonan kasasi terlambat diajukan.

(b) Tidak mengajukan memori kasasi.

(c) Memori kasasi terlambat disampaikan.

2) Putusan Menolak Permohonan Kasasi

Putusan ini dijatuhkan pada tingkat kasasi oleh

Mahkamah Agung apabila (M. Yahya Harahap, 2000: 589) :

(a) Permohonan kasasi telah memenuhi syarat formal.

(b) Pemeriksaan perkara telah sampai menguji hukumnya.

(c) Akan tetapi putusan yang dimintakan kasasi tidak

mengandung kesalahan dalam penerapan hukum telah

Page 47: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xlvii

sebagaimana mestinya, cara mengadili sudah sesuai

dengan peraturan Perundang-Undangan, dan dalam

mengadili tidak melampaui batas wewenangnya.

Jadi putusan ini dijatuhkan Mahkamah Agung terhadap

putusan yang dikasasi tidak melanggar ketentuan Pasal 253

ayat (1) KUHAP dan atau Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang

No. 5 Tahun 2004 Jo Undang-Undang No. 3 Tahun 2009

Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985

Tentang Mahkamah Agung, putusan yang dikasasi sudah

sesuai dengan ketentuan Pasal 253 ayat (1) KUHAP dan atau

Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 Jo

Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas

Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah

Agung.

3) Mengabulkan Permohonan Kasasi

Putusan ini dijatuhkan apabila Mahkamah Agung

membatalkan putusan pengadilan yang dikasasi, Mahkamah

Agung berpendapat bahwa putusan pengadilan yang dikasasi

mengandung pelanggaran ketentuan Pasal 253 ayat (1)

KUHAP yaitu:

a. peraturan hukum tidak diterapkan sebagaimana mestinya;

b. cara mengadili tidak dilaksanakan sesuai dengan

ketentuan Undang-Undang;

c. pembatalan putusan atas alasan tidak berwenang

mengadili.

dan atau Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang No. 5 tahun 2004

Jo Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan

Page 48: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xlviii

atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah

Agung yaitu:

a. tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;

b. salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;

c. lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh

peraturan Perundang-Undangan yang mengancam

kelalaian itu dengan batalnya putusan yang

bersangkutan.

4) Pemberitahuan Putusan Mahkamah Agung

Pemberitahuan putusan Mahkamah Agung terhadap

terdakwa dan penuntut umum diatur dalam Pasal 257

KUHAP yang tata caranya berpedoman dalam Pasal 226 dan

Pasal 243 KUHAP yang berarti segala sesuatu yang

menyangkut (M. Yahya Harahap, 2000: 605):

- Pemberian petikan putusan kasasi kepada terdakwa atau

penasehat hukumnya.

- Pemberian salinan putusan kasasi kepada penyidik dan

penuntut umum maupun terhadap terdakwa atau penasehat

hukumnya yang berpedoman pada Pasal 226 KUHAP.

- Pengiriman salinan putusan dan berkas perkara kasasi.

- Pemberitahuan isi putusan kasasi kepada terdakwa, harus

berpedoman pada Pasal 243 KUHAP.

3. Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana Korupsi

Page 49: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xlix

1) Pengertian Tindak Pidana

Istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang

dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu “strafbaar feit”.

Walaupun istilah ini terdapat dalam WvS Belanda dengan

demikian juga WvS Hindia Belanda (KUHP), tetapi tidak ada

penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit

itu (Adami Chazawi, 2002: 67). Srafbaar feit adalah delik,

peristiwa pidana: peristiwa yang diancam hukuman yang dapat

mengakibatkan tututan hukuman, khusus dalam hukum pidana

umum, berdasarkan ancaman hukuman dalam ketentuan Undang-

Undang ditetapkan sebelumnya (Fochema Andreae, 1983: 544).

Istilah-istilah yang pernah digunakan baik dalam

Perundang-Undangan yang ada maupun dalam berbagai literatur

hukum sebagai terjemahan istilah srafbaar feit adalah (Adami

Chazawi, 2002: 67-76):

1. Tindak pidana, dapat dikatakan berupa istilah resmi dalam

Perundang-Undangan pidana kita. Dalam hampir seluruh

peraturan Perundang-Undangan menggunakan istilah tindak

pidana. Ahli hukum yang menggunakan istilah ini seperti

Prof. Dr.Wirjono Prodjodikoro, S.H.

2. Peristiwa pidana digunakan oleh beberapa ahli hukum,

misalnya Mr. R.Tresna dalam bukunya “Azas-azas Hukum

Pidana”, Mr.Drs. H.J van Schravendijk dalam buku pelajaran

tentang “Hukum Pidana Indonesia”,. Pembentuk Undang-

Undang juga pernah menggunakan istilah peristiwa pidana,

yaitu dalam Undang-Undang Dasar Sementara 1950.

3. Delik, yang sebenarnya berasal dari bahasa latin “delictum”

juga digunakan untuk menggambarkan tentang apa yang

disebut strafbaar feit. Istilah ini dapat dijumpai dalam

beberapa literatur, misalnya Prof.Drs.E.Utrecht,S.H,

Page 50: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

l

walaupun juga beliau menggunakan istilah lain yakni

peristiwa pidana (dalam buku Hukum Pidana). Prof.A.Zaenal

Abidin dalam buku beliau “Hukum Pidana I”. Prof.Moeljatno

pernah juga menggunakan istilah ini seperti pada judul buku

beliau “Delik-Delik Percobaan Delik-Delik Penyertaan”,

walaupun menurut beliau lebih tepat dengan istilah perbuatan

pidana.

4. Pelanggaran pidana, dapat dijumpai dalam buku Pokok-

Pokok Hukum Pidana yang ditulis oleh

Mr.M.HTirtaamidjaja.

5. Perbuatan yang boleh dihukum, istilah ini digunakan oleh

Mr.Karni dalam buku beliau “Ringkasan Tentang Hukum

Pidana”. Begitu juga Schravendijk dalam bukunya “Buku

Pelajaran Tentang Hukum Pidana Indonesia”.

6. Perbuatan yang dapat dihukum, digunakan oleh pembentuk

Undang-Undang dalam Undang-Undang No. 12/Drt/1951

tentang Senjata Api dan Bahan Peledak.

7. Perbuatan pidana digunakan oleh Prof.Mr.Moeljatno dalam

berbagai tulisan beliau, misalnya dalam buku “Azas-azas

Hukum Pidana”.

Nyatalah kini setidak-tidaknya dikenal ada 7 istilah dalam

bahasa kita sebagai terjemahan dari istilah srafbaar feit

(Belanda). Srafbaar feit terdiri dari 3 kata yakni straf, baar dan

feit. Dari 7 istilah yang digunakan sebagi terjemahan dari

strafbaar feit itu, ternyata straf diterjemahkan dengan pidana dan

hukum. Perkataan baar diterjemahkan dengan dapat dan boleh.

Sedangkan untuk kata feit diterjemahkan dengan tindak,

peristiwa, pelanggaran dan perbuatan.

Page 51: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

li

Di dalam hukum pidana dikenal ada dua pandangan

tentang pengertian dari tindak pidana yaitu pandangan monisme

dan pandangan dualisme. Pandangan monisme berpendapat

bahwa yang dimaksud dengan tindak pidana harus memenuhi

unsur yaitu:

1. Perbuatan orang atau korporasi;

2. Melanggar aturan hukum;

3. Sifat melawan hukum;

4. Kesalahan;

5. Mampu bertanggungjawab atau dapat dipidana.

Menurut pandangan monisme pelaku tindak pidana pasti

dipadana, tidak ada pemisahan antara tindak pidana (criminal act)

dan pertanggungjawaban pidana (criminal responsibility). Para

ahli yang menganut pandangan monisme berdasarkan dari

rumusan yang mereka buat tentang tindak pidana antara lain:

1. J.E Jonkers, yang merumuskan peristiwa pidana ialah

perbuatan yang melawan hukum (wederrechttelijk) yang

berhubungan dengan kesengajaan atau kesalahan yang

dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan.

2. Wirjono Prodjodikoro, menyatakan bahwa tindak pidana itu

adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan

hukuman pidana.

3. H.J.Van Schravendijk, merumuskan perbuatan yang boleh

dihukum adalah kelakuan orang yang begitu bertentangan

dengan keinsyafan hukum sehingga kelakuan itu diancam

Page 52: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

lii

dengan hukuman, asal dilakukan oleh seorang yang oleh

karena itu dapat dipersalahkan.

4. Simons, yang merumuskan strafbaar feit adalah suatu

tindakan melanggar hukum yang dengan sengaja telah

dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan

atas tindakannya yang dinyatakan sebagai dapat dihukum.

Pandangan dualisme berpendapat bahwa tindak pidana

(criminal act) berbeda dengan pertanggungjawaban pidana

(criminal responsibility) atau memisahkan antara tindak pidana

(criminal act) dan pertanggungjawaban pidana (criminal

responsibility). Menurut pandanagan dualisme pelaku tindak

pidana belum tentu dijatuhi pidana tergantung pada

kemampuannya untuk bertanggungjawab. Para ahli yang

menganut pandangan dualisme berdasarkan dari rumusan yang

mereka buat tentang tindak pidana antara lain:

1. Moeljatno, menggunakan istilah perbuatan pidana adalah

perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan

mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu,

bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.

2. Pompe, yang merumuskan bahwa strafbaar feit itu sebenarnya

adalah tidak lain daripada suatu tindakan yang menurut

sesuatu rumusan Undang-Undang telah dinyatakan sebagai

tindakan yang dapat dihukum.

3. Vos, merumuskan bahwa strafbaar feit adalah suatu kelakuan

manusia yang diancam pidana oleh peraturan Perundang-

Undangan.

Page 53: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

liii

4. R.Tresna, walaupun menyatakan sangat sulit untuk

merumuskan atau memberi definisi yang tepat perihal peristiwa

pidana, namun juga beliau menarik suatu definisi yang

menyatakan bahwa peristiwa pidana itu adalah sesuatu

perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia yang bertentangan

dengan Undang-Undang atau peraturan Perundang-Undangan

lainnya terhadap perbuatan mana diadakan tindakan

penghukuman. Selanjutnya beliau menyatakan bahwa dalam

peristiwa pidana itu mempunyai syarat-syarat yaitu:

1) Harus ada suatu perbuatan manusia;

2) Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan

didalam ketentuan hukum;

3) Harus terbukti adanya “dosa” pada orang yang berbuat

yaitu orangnya harus dapat dipertanggungjawabkan;

4) Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum;

5) Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman

hukumannya dalam Undang-Undang.

Dalam hal pertanggungjawaban dalam hukum pidana

menganut asas “tiada pidana tanpa kesalahan” (geen straf zonder

schuld), walaupun tidak dirumuskan dalam Undang-Undang,

tetapi dianut dalam praktik. Tidak dapat dipisahkan antara

kesalahan dan pertanggungjawaban atas perbuatan. Orang yang

melakukan dengan kesalahan saja yang dibebani tanggungjawab

atas tindak pidana yang dilakukannya (Adami Chazawi,

2002:147).

Page 54: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

liv

Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 Tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku sampai

saat ini menganut pandangan dualisme karena dalam KUHP kita

terdapat BAB III yaitu “Tentang Hal-Hal Yang Menghapuskan,

Mengurangi atau Memberatkan Pidana” khususnya Pasal 44, 48,

49, 50, 51. Pasal 44 KUHP berisi tentang tidak dipidana karena

jiwanya cacat. Pasal 48 KUHP berisi tentang perbuatan pidana

yang karena daya paksa tidak dipidana. Pasal 49 KUHP ayat (1)

KUHP berisi tentang pembelaan terpaksa tidak dipidana. Pasal 49

ayat (2) KUHP berisi tentang pembelaan terpaksa yang

melampaui batas. Pasal 50 KUHP berisi tentang melaksanakan

perbuatan ketentuan Undang-Undang tidak dipidana. Pasal 51

ayat (1) KUHP berisi tentang melaksanakan perintah jabatan yang

diberikan penguasa yang berwenang tidak dipidana. Yang

termasuk ke dalam jenis alasan penghapus pidana yang berupa

alasan pembenar adalah Pasal 49 ayat (1) KUHP, Pasal 50 KUHP,

Pasal 51 ayat (1) KUHP dan yang termasuk alasan pemaaf adalah

Pasal 44 KUHP, Pasal 48 KUHP, Pasal 49 ayat (2) KUHP.

2) Pengertian Tindak Pidana Korupsi

Korupsi berasal dari kata corruption, artinya kecurangan

atau perubahan, dan penyimpangan. Kata sifat corrupt berarti

juga buruk, rusak, tetapi juga menyuap, sebagai bentuk sesuatu

yang buruk (M.Dawam Rahardjo dalam Adnan Buyung Nasution

dkk, 1999: 19). Corruptie adalah terutama dipakai bagi pegawai

negara yang mendapat uang sogok yaitu menerima pemberian dan

sebagainya, sedangkan mereka tahu, bahwa pemberian ini

dimaksudkan untuk melakukan hal yang bertentangan dengan

kewajiban jabatannya (Fochema Andreae, 1983: 83).

Page 55: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

lv

Dalam Webster’s New American Dictionary (1985), kata

corruption diartikan sebagai decay (lapuk), contamination

(kemasukan sesuatu yang merusak) dan impurity (tidak

murni). Sedangkan kata corrupt dijelaskan sebagai “to

become rotten or putrid” (menjadi busuk, lapuk, buruk

atau tengik), juga “to induce decay in something originally

clean and sound” (memasukkan sesuatu yang lapuk atau

busuk dalam sesuatu yang semula berisi bersih dan bagus)

(Webster’s New American Dictionary (1985) dalam Adnan

Buyung Nasution dkk, 1999: 19).

Istilah korupsi berasal dari bahasa latin yaitu Corruptie

atau corruptus corrumpore (Fockema Andreae (1951) dalam Lilik

Mulyadi, 2000: 16). Carl Friedrich dalam artikelnya “Political

Pathologi” melukiskan korupsi sebagai berikut:

Pola korupsi dapat disebut terjadi apabila seseorang

pemegang kekuasaan yang ditugaskan untuk mengerjakan

sesuatu, yaitu seorang petugas (fungsionalis) dan penguasa

kantor telah diberi hadiah uang atau yang lain secara

melanggar hukum guna mengambil tindakan yang

menguntungkan pemberi hadiah dan dengan demikian

merugikan kepentingan umum (Carl Friedrich dalam

Adnan Buyung Nasution dkk, 1999: 24).

Jacob Van Klaveren dalam artikelnya “The Concept of

Corruption” mendefinisikan korupsi sebagai berikut:

Seorang pegawai yang korup memandang kantor umum

sebagai sebuah bisnis darimana ia berusaha mendapatkan

pendapatan sebanyak-banyaknya. Dengan demikian kantor

itu menjadi “unit maksimisasi”. Besarnya pendapatannya

Page 56: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

lvi

tergantung pada keadaan pasar dan bakatnya untuk

menemukan keuntungan yang sebesar-besarnya dalam

kurva permintaan masyarakat (Jacob Van Klaveren dalam

Adnan Buyung Nasution dkk, 1999: 24).

Dalam Black’s Law Dictionary terdapat arti korupsi sebagai

berikut:

Corruption

1. Deparavity, pervesion, or taint an impairment of

integrity, virtue, or moral principle, esp, the

impairment of a public official’s duties by bribery.

2. The act of doing simething with an intent to give some

advantege inconsistante with official duty and the

rights of other, a fiduciary’s of official’s use of a

station or office to procure some benefit either

personally or for someone else, contrary to the right’s

of other (Garner A. Bryan, 1999: 348).

Yang penulis terjemahkan sebagai berikut:

Korupsi

1. Keburukan, perbuatan yang tidak wajar, perusakan yang

mencemari kejujuran dan kebaikan atau prinsip moral yang

dilakukan oleh pejabat yang berwenang dengan penyuapan.

2. Perbuatan melakukan sesuatu dengan maksud memberikan

sesuatu keuntungan yang tidak wajar yang dilakukan oleh

pejabat yang berwenang yang bertentangan dengan hukum

yang berlaku.

Page 57: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

lvii

Dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi menyebutkan bahwa :

“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan

perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau

suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara, ...”.

Dari ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun

1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat ditarik unsur-unsur

Tindak Pidana Korupsi sebagai berikut :

1. unsur melawan hukum;

2. perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu

korporasi;

3. dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara.

3) Jenis-Jenis Tindak Pidana Korupsi

Jenis-jenis tindak pidana korupsi menurut Adami Chazawi

adalah sebagai berikut (Adami Chazawi, 2005: 20-31):

a) Atas Dasar Substansi Objek Tindak Pidana Korupsi

(1) Tindak Pidana Korupsi Murni

Tindak pidana korupsi murni adalah tindak pidana korupsi

yang substansi objeknya mengenai hal yang berhubungan

dengan perlindungan hukum terhadap kepentingan hukum

yang menyangkut keuangan negara, perekonomian negara,

dan kelancaran pelaksanaan tugas atau pekerjaan pegawai

negeri atau pelaksaan pekerjaaan yang bersifat publik.

Page 58: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

lviii

Atas dasar kepentingan hukum yang dilindungi dalam hal

dibentuknya tindak pidana korupsi kelompok ini dapat

dibedakan lagi menjadi empat kelompok yaitu:

(a) Tindak pidana korupsi yang dibentuk dengan

substansi untuk melindungi kepentingan hukum

terhadap keuangan negara dan perekonomian negara.

Tindak pidana korupsi ini dimuat dalam Pasal 2, 3, 8

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-

Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi.

(b) Tindak pidana korupsi yang dibentuk untuk

melindungi kepentingan hukum terhadap kelancaran

tugas-tugas dan pekerjaan pegawai negeri atau orang-

orang yang pekerjaannya berhubungan dan

menyangkut kepentingan umum. Tindak pidana

korupsi ini berasal dan termasuk kejahatan terhadap

penguasa umum dalam Bab VIII KUHP. Tindak

pidana korupsi yang dimaksud ialah Pasal 220, 231

KUHP, dan Pasal 5, 6 Undang-Undang No. 31 Tahun

1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (mengadopsi

Pasal 209 dan 210 KUHP).

(c) Tindak pidana korupsi yang dibentuk untuk

melindungi kepentingan hukum terhadap keamanan

umum bagi barang atau orang atau keselamatan

negara dalam keadaaan perang dari perbuatan yang

bersifat menipu. Tindak pidana korupsi ini

dirumuskan dalam Pasal 7 Undang-Undang No. 31

Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001

Page 59: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

lix

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang

substansinya mengadopsi dari rumusan Pasal 387 dan

388 KUHP (masuk bab kejahatan penipuan atau

bedrog).

(d) Tindak pidana korupsi yang dibentuk untuk

melindungi kepentingan hukum mengenai

terselenggaranya tugas-tugas publik atau tugas

pekerjaan pegawai negeri. Tindak pidana korupsi ini

seperti yang dirumuskan dalam Pasal 8, 9, 10, 11, 12

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-

Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi (mengadopsi dari Pasal 415,

416, 417, 418, 419, 420, 423, 425, 435 KUHP).

(2) Tindak Pidana Korupsi Tidak Murni

Tindak pidana korupsi tidak murni adalah tindak pidana

yang substansi objeknya mengenai perlindungan hukum

terhadap kepentingan hukum bagi kelancaran pelaksaan

tugas-tugas penegak hukum dalam upaya pemberantasan

tindak pidana korupsi. Tindak pidana yang dimaksudkan

disini diatur dalam tiga Pasal yakni Pasal 21, 22, 24

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang

No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.

b) Atas Dasar Subjek Hukum Tidak Pidana Korupsi

(1) Tindak Pidana Korupsi Umum

Tindak pidana korupsi umum adalah bentuk-bentuk tindak

pidana korupsi yang ditujukan tidak terbatas kepada

orang-orang yang berkualitas sebagai pegawai negeri,

Page 60: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

lx

akan tetapi ditujukan pada setiap orang termasuk

korporasi. Rumusan norma tindak pidana korupsi umum

berlaku untuk semua orang termasuk dalam kelompok

tindak pidana korupsi umum ini, ialah tindak pidana

korupsi yang dirumuskan dalam Pasal 2, 3, 5, 6, 7, 13, 15,

16, 21, 22, 24 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 220, 231

KUHP Jo Pasal 23 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

(2) Tindak Pidana Korupsi Pegawai Negeri dan atau

Penyelenggara Negara

Tindak pidana korupsi pegawai negara dan atau

penyelenggara negara adalah tindak pidana korupsi yang

hanya dapat dilakukan oleh orang yang berkualitas sebagai

pegawai negeri atau penyelenggara negara. Rumusan

tindak pidana korupsi ini terdapat dalam Pasal 8, 9, 10, 11,

12, 12B dan 23 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (mengadopsi Pasal

421, 422, 429, 430 KUHP).

c) Atas Dasar Sumbernya

(1) Tindak Pidana Korupsi yang Bersumber pada KUHP

Page 61: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

lxi

Tindak pidana korupsi yang bersumber pada KUHP

dibedakan lagi menjadi dua macam yaitu:

(a) Tindak pidana korupsi yang dirumuskan tersendiri

dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, rumusan

tersebut berasal atau bersumber dari rumusan tindak

pidana dalam KUHP. Formula rumusannya agak

berbeda dengan rumusan aslinya dalam KUHP yang

bersangkutan, tetapi substansinya sama. Yang

termasuk dalam kelompok ini antara lain tindak pidana

korupsi sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 5,

6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 Undang-Undang No. 31 Tahun

1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

(b) Tindak pidana korupsi yang menunjuk pada Pasal-

Pasal tertentu dalam KUHP dan ditarik menjadi tindak

pidana korupsi dengan mengubah ancaman dan sistem

pemidanaannya. Yang termasuk dalam kelompok ini

antara lain tindak pidana korupsi yang disebutkan

dalam Pasal 23 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999

Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang

merupakan hasil saduran dari Pasal 220, 231, 421, 422,

429, 430 KUHP menjadi tindak pidana korupsi.

(2) Tindak Pidana Korupsi yang oleh Undang-Undang No. 31

Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dirumuskan Sendiri sebagai Tindak Pidana Korupsi

Page 62: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

lxii

Tindak pidana ini merupakan tindak pidana asli yang

dibentuk oleh Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Yang termasuk

dalam kelompok ini ialah tindak pidana korupsi

sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 2, 3, 12B, 13,

15, 16, 21, 22, 24 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

d) Atas Dasar Tingkah Laku atau Perbuatan Dalam Rumusan

Tindak Pidana

(1) Tindak Pidana Korupsi Aktif

Tindak pidana korupsi aktif atau tindak pidana korupsi

positif adalah tindak pidana korupsi yang dalam

rumusannya mencantumkan unsur perbuatan aktif.

Perbuatan aktif atau perbuatan materiil yang bisa disebut

juga perbuatan jasmani adalah perbuatan yang untuk

mewujudkannya diperlukan gerakan tubuh atau bagian

dari tubuh orang. Tindak pidana korupsi aktif ini terdapat

dalam Pasal 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 12B, 13, 15, 16,

21, 22 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-

Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 220, 231, 421, 422, 429,

430 KUHP.

(2) Tindak Pidana Korupsi Pasif atau Tindak Pidana Korupsi

Negatif

Tindak pidana korupsi pasif adalah tindak pidana yang

unsur tingkah lakunya dirumuskan secara pasif.

Page 63: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

lxiii

Sebagaimana diketahui bahwa tindak pidana pasif itu

adalah tindak pidana yang melarang untuk tidak berbuat

aktif. Tindak pidana korupsi pasif terdapat dalam Pasal 7,

10 sub b, 23

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang

No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi Jo 231 KUHP, 24 Undang-Undang No. 31

Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

e) Atas Dasar Dapat-Tidaknya Merugikan Keuangan dan atau

Perekonomian Negara

(1) Tindak pidana korupsi yang dapat merugikan keuangan

negara atau perekonomian negara (tindak pidana formil).

(2) Tindak pidana korupsi yang tidak mensyaratkan dapat

menimbulkan kerugian keuangan negara atau

perekonomian negara (tindak pidana formil dan materiil).

4) Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Korupsi

a) Tindak pidana korupsi dengan memperkaya diri sendiri, orang

lain, atau suatu korporasi (Pasal 2 Undang-Undang No. 31

Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).

b) Tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan jabatan, atau

kedudukan (Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi).

Page 64: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

lxiv

c) Tindak pidana korupsi suap dengan memberikan atau

menjanjikan sesuatu (Pasal 5 Undang-Undang No. 31 Tahun

1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).

d) Tindak pidana korupsi suap pada hakim dan advokad (Pasal 6

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 20

Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).

e) Korupsi dalam hal membuat bangunan dan menjual bahan

bangunan dan korupsi dalam hal menyerahkan alat keperluan

TNI dan NKRI (Pasal 7 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi).

f) Korupsi pegawai negeri menggelapkan uang dan surat berharga

(Pasal 8 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-

Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi).

g) Tindak pidana korupsi pegawai negeri memalsu buku-buku dan

daftar-daftar (Pasal 9 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi).

h) Tindak pidana korupsi pegawai negeri merusakkan barang, akta,

surat, atau daftar (Pasal 10 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999

Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi).

i) Korupsi pegawai negeri menerima hadiah atau janji yang

berhubungan dengan kewenangan jabatan (Pasal 11 Undang-

Undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun

2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).

Page 65: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

lxv

j) Korupsi pegawai negeri atau penyelenggara negara atau hakim,

adavokat menerima hadiah atau janji, pegawai negeri memaksa

membayar, meminta pekerjaan, menggunakan tanah negara, dan

turut serta dalam pemborongan (Pasal 12 Undang-Undang No.

31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).

k) Tindak pidana korupsi suap pegawai negeri menerima gratifikasi

(Pasal 12 B Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-

Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi).

l) Korupsi suap pada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan

jabatan (Pasal 13 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi).

m) Tindak pidana yang berhubungan dengan hukum acara

pemberantasan korupsi.

n) Tindak pidana pelanggaran terhadap Pasal 220, 231, 421, 422,

429 dan 430 KUHP (Pasal 23 Undang-Undang No. 31 Tahun

1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).

B. Kerangka Pemikiran

Dalam hal telah terjadi tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh

E.C.W Neloe dkk dan pengadilan tingkat pertama menjatuhkan putusan bebas

terhadap para terdakwa. Jaksa penuntut umum dapat melakukan upaya hukum

yaitu kasasi, tetapi harus membuktikan bahwa putusan tersebut bukan

merupakan putusan bebas murni. Kasasi yang diajukan kepada Mahkamah

Page 66: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

lxvi

Agung harus memenuhi syarat seperti yang diatur dalam Pasal 253 ayat (1)

KUHAP dan Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang No 5 Tahun 2004 Jo.

Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Undang-Undang

No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung. Dalam memeriksa dan

memutus perkara kasasi Mahkamah Agung memilki berbagai pertimbangan.

Dalam perkara kasasi hakim Mahkamah Agung memeriksa sesuai dengan

ketentuan limitatif pengajuan kasasi yaitu Pasal 253 ayat (1) KUHAP dan

Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 Jo Undang-Undang No.

3 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985

Tentang Mahkamah Agung, apakah judex facti melakukan kesalahan atau

tidak dalam penerapan hukum. Mengenai kerangka pemikiran akan penulis

gambarkan dalam bentuk bagan sebagai berikut:

Alasan Pembebasan Tidak Murni dan Pasal 253

ayat (1) KUHAP, Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun

2004 Jo Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14

Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung

MA

Kasasi

Bebas

TP Korupsi

Hakim PT Hakim PN

Hakim (Judex Facti)

Ada / Tidak Kesalahan ?

Page 67: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

lxvii

Bagan 1. Kerangka Pemikiran

BAB III

Hasil Penelitian dan Pembahasan

A. Hasil Penelitian

1. Kasus Posisi

E.C.W Neloe dan kedua rekannya yaitu I Wayan Pugeg dan

M.Soleh Tasripan dihadapkan dipersidangan dengan dakwaan

melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut

dalam kurun waktu dari Juli 2002 sampai dengan April 2005.

Ketiganya didakwa melakukan tindakan melawan hukum dengan

memperkaya diri sendiri, orang lain maupun korporasi. Tindakan

tersebut dilakukan ketiga terdakwa yang berkasnya digabung dengan

cara memberikan kredit Bridging Loan kepada PT. Cipta Graha

Nusantara (PT. CGN) sebesar Rp. 160.000.000.000,00 (seratus enam

puluh milyar rupiah) dengan mengabaikan asas-asas perkreditan yang

sehat.

Putusan MA

Page 68: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

lxviii

Kedudukan ketiga terdakwa sebagai pihak yang berwenang

memutus kredit. Kredit tersebut diberikan dengan tujuan untuk

pembelian aset-aset PT. Tahta Medan, pembangunan menara Tiara

Tower, dan renovasi hotel Tiara Medan. Padahal PT. Tahta Medan

telah dijual BPPN kepada PT. Trimanunggal Mandiri Persada. Dalam

nota kredit pembelian PT. Tahta Medan oleh PT. Cipta Graha

Nusantara (PT. CGN) dilkakukan kepada PT Manunggal Wiratama

padahal jelas bahwa PT. Tahta Medan telah dibeli oleh PT

Trimanunggal Mandiri Persada dengan harga ±Rp. 97.000.000.000,00

(sembialn puluh tujuh milyar). Jadi ada kelebihan dana sebesar ±Rp.

63.000.000.000,00 (enam puluh tiga milyar rupiah). Pemberian kredit

yang dilakukan oleh ketiga terdakwa sebagai pihak yang berwenang

memutus kredit jelas melanggar asas-asas perkreditan yang sehat dan

prinsip kehati-hatian karena telah salah dalam memberikan informasi

yaitu pembelian PT. Tahta Medan dari PT. Manunggal Wiratama yang

seharusnya adalah PT. Trimanunggal Mandiri Persada. Jaminan yang

diberikan PT. Cipta Graha Nusantara (PT. CGN) kepada PT. Bank

Mandiri (Persero) Tbk, tidak sebanding dengan kredit yang diberikan.

Jaminan yang diberikan berupa surat tagihan hutang PT. Tahta Medan

padahal jelas PT. Tahta Medan dijual BPPN karena bermasalah tidak

mungkin perusahaan yang bermasalah atau tidak sehat dapat

mengembalikan hutang yang sangat besar jumlahnya. Pemberian

fasilitas kredit yang dilakukan oleh ketiga terdakwa kepada PT. Cipta

Graha Nusantara (PT. CGN) melanggar asas-asas perkreditan yang

sehat dimana PT. Cipta Graha Nusanatara (PT. CGN) adalah PT yang

baru berdiri selama 6 (enam) bulan sebelum ketiga terdakwa

menyetujui kredit. Menurut Ketentuan Pedoman Pelaksanaan Kredit

bahwa debitur harus memiliki neraca laba atau rugi selama tiga tahun

terakhir dan neraca tahun yang sedang berjalan dan untuk kredit lebih

Page 69: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

lxix

dari Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) harus diaudit oleh

akuntan publik terdaftar.

Ketiga terdakwa didakwa dengan dakwaan subsider oleh jaksa

penuntut umum. Ketiga terdakwa tersebut dijatuhi putusan bebas oleh

majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Terhadap putusan

tersebut jaksa penuntut umum langsung mengajukan upaya hukum

kasasi. Dalam putusan bebas tersebut banyak terdapat unsur-unsur non

yuridis yang menjadi dasar pertimbangan majelis hakim yang

dijadikan alasan kasasi oleh jaksa penuntut umum.

2. Identitas Terdakwa:

I. Nama : EDWARD CORNELLIS

WILLIAM NELOE;

Tempat Lahir : Makassar;

Umur/ Tanggal Lahir : 61 tahun/ 7 Novenber 1944;

Jenis Kelamin : Laki-laki;

Kebangsaan : Indonesia;

Tempat Tinggal : Jalan Permata Intan IV/ Blok X

Kav-A, Permata Hijau, Jakarta

Selatan;

Page 70: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

lxx

Agama : Kristen;

Pekerjaaan : Mantan Direktur Utama PT. Bank

Mandiri (Persero) Tbk;

II. Nama : I WAYAN PUGEG;

Tempat Lahir : Gianyar;

Umur/ Tanggal Lahir : 58 tahun/ 17 Februari 1947;

Jenis Kelamin : Laki-laki;

Kebangsaan : Indonesia;

Tempat Tinggal : Jalan Metro Pondok Indah No. 99,

Jakarta Selatan;

Agama : Hindu;

Pekerjaaan : Mantan Dir. Risk Management PT.

Bank Mandiri (Persero) Tbk;

III. Nama : M. SHOLEH TASRIPAN, SE, MM;

Tempat Lahir : Pati;

Umur/ Tanggal Lahir : 49 tahun/ 15 Agustus 1956;

Jenis Kelamin : Laki-laki;

Kebangsaan : Indonesia;

Tempat Tinggal : Jalan Sriwijaya Raya No. 19

Kebayoran Baru, Jakarta Selatan;

Agama : Islam;

Page 71: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

lxxi

Pekerjaaan : Mantan EVP Coordinator Corporate

& Goverment PT. Bank Mandiri

(Persero) Tbk.

3. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

Ketiga terdakwa tersebut di atas didakwa dengan bentuk

dakwaan subsider yang intinya sebagai berikut:

a. Primair

Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat

(1) Jo Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-

Undang No. 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64

ayat (1) KUHP.

b. Subsidair

Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat

(1) Jo Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-

Undang No. 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

c. Lebih Subsidair

Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 Jo

Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang

No. 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1)

KUHP.

d. Lebih Subsidair Lagi

Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 ayat

(1) Jo Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-

Undang No 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Page 72: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

lxxii

4. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum

Tuntutan jaksa penuntut umum intinya sebagai berikut:

a. Menyatakan terdakwa EDWARD CORNELLIS WILLIAM

NELOE, terdakwa I WAYAN PUGEG serta terdakwa M.

SHOLEH TASRIPAN, SE, MM telah bersalah melakukan tindak

pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana

diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang No. 31

Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat

(1) KUHP sebagaimana dalam dakwaan primair;

b. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa EDWARD CORNELLIS

WILLIAM NELOE, terdakwa I WAYAN PUGEG serta terdakwa

M. SHOLEH TASRIPAN, SE, MM dengan pidana penjara

masing-masing selama 20 (dua puluh) tahun dikurangi selama

terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah supaya terdakwa

tetap ditahan, dan membayar denda masing-masing sebesar Rp.

1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) subsider 12 (dua belas)

bulan kurungan;

c. Menyatakan barang bukti berupa dokumen yang tercantum dalam

daftar adanya barang bukti dirampas untuk negara yang

diperhitungkan untuk pengembalian kerugian negara;

d. Menetapkan agar para terdakwa dibebani membayar biaya perkara

ini masing-masing Rp. 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah).

Page 73: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

lxxiii

5. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 2068/Pid.B/2005/PN.

Jak. Sel, tanggal 20 Februari 2006 yang amar lengkapnya sebagai

berikut:

a. Menyatakan bahwa para terdakwa:

- EDWARD CORNELLIS WILLIAM NELOE;

- I WAYAN PUGEG;

- M. SHOLEH TASRIPAN, SE, MM.

tidak terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan

perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan kepada mereka;

b. Membebaskan para terdakwa tersebut dari seluruh dakwaan

tersebut;

c. Memerintahkan agar para terdakwa dibebaskan dari tahanan

negara;

d. Mengembalikan hak-hak para terdakwa dalam kedudukan,

kemampuan, harkat serta martabatnya;

e. Memerintahkan barang bukti berupa dokumen yang tercantum

dalam daftar barang bukti dikembalikan kepada masing-masing

terdakwa;

f. Membebankan kepada masing-masing terdakwa untuk membayar

biaya perkara ini sebesar Rp. 7.500,00 (tujuh ribu lima ratus

rupiah).

Page 74: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

lxxiv

6. Alasan Kasasi (Memori Kasasi) dari Jaksa Penuntut Umum

Alasan kasasi dari jaksa penuntut umum pada intinya sebagai berikut:

a. Putusan bebas yang dijatuhkan bukan putusan bebas murni.

b. Judex facti telah salah menerapkan hukum atau menerapkan

hukum tidak sebagaimana mestinya.

c. Judex facti telah melampaui batas wewenangnya.

Majelis hakim (judex facti) telah melanggar Pasal 253 ayat (1) huruf a

dan c KUHAP, dan Pasal 30 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang

No. 5 Tahun 2004 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14

Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.

7. Alasan Kasasi (Kontra Memori Kasasi) Kuasa Hukum Terdakwa

Alasan kasasi dari kuasa hukum terdakwa pada intinya sebagai

berikut:

a. Unsur melawan hukum tidak terpenuhi atau tidak terbukti.

b. Penerapan hukum pembuktian tidak sebagaimana mestinya.

c. Pertimbangan hukum dalam putusan a quo yang saling

bertentangan.

d. Penerapan hukum salah atau hukum diterapkan secara tidak benar

Pasal 253 ayat (1) KUHAP dan Pasal 30 Undang-Undang No. 14

Tahun 1985 Jo Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 Tentang

Mahkamah Agung .

Page 75: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

lxxv

e. Unsur memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi

tidak terbukti.

8. Pertimbangan Mahkamah Agung

Pertimbangan Mahkamah Agung tentang alasan kasasi dari kuasa

hukum terdakwa dan jaksa penuntut umum yang pada intinya sebagai

berikut:

a. Kuasa Hukum Terdakwa

1) Mahkamah Agung tidak sependapat dengan kuasa hukum

terdakwa dalam menafsirkan unsur “setiap orang”.

2) Mahkamah Agung tidak sependapat dengan kuasa hukum

terdakwa dalam menafsirkan unsur “melawan hukum”.

3) Mahkamah Agung tidak sependapat dengan kuasa hukum

terdakwa karena telah dianalisis atas dasar fakta-fakta hukum

yang ada dan benar.

b. Jaksa Penuntut Umum

1) Perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa adalah terbukti

namun perbuatan tersebut berada dalam ruang lingkup hukum

perdata, maka putusan seharusnya merupakan pembebasan

tidak murni.

2) Pertimbangan aspek hukum korporasi dan tanggungjawab

korporasi.

3) Bank Mandiri sebagai badan hukum keperdataan.

Page 76: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

lxxvi

9. Amar Putusan Mahkamah Agung

Amar Putusan Mahkamah Agung No. 1144/K/Pid/2006 yang diputus

pada hari Kamis tanggal 13 September 2007, intinya sebagai berikut:

§ Menolak permohonan kasasi para pemohon kasasi I/para terdakwa:

§ EDWARD CORNELLIS WILLIAM NELOE;

§ I WAYAN PUGEG;

§ M. SHOLEH TASRIPAN, SE, MM.

§ Mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon kasasi II jaksa

penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

§ Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.

2068/Pid.B/2005/PN.Jak.Sel, tanggal 20 Februari 2006.

§ Mengadili Sendiri:

1. Menyatakan para terdakwa: I. EDWARD CORNELLIS

WILLIAM NELOE, II. I WAYAN PUGEG, III. M SHOLEH

TASRIPAN, SE,MM telah terbukti secara sah dan meyakinkan

bersalah melakukan tindak pidana: “Korupsi secara bersama-

sama dan berlanjut”;

2. Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada terdakwa-terdakwa

I, II, III tersebut dengan pidana penjara masing-masing selama

10 (sepuluh) tahun;

3. Menetapkan lamanya terdakwa-terdakwa I, II, III berada dalam

tahanan sebelum putusan ini mempunyai kekuatan hukum

tetap, akan dikurangkan seluruhnya dari pidana penjara yang

dijatuhkan;

Page 77: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

lxxvii

4. Menghukum terdakwa-terdakwa I, II, III dengan hukuman

denda masing-masing sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus

juta rupiah) dengan ketentuan apabila pidana denda tidak

dibayar, maka kepada masing-masing terdakwa dikenakan

hukuman pengganti berupa pidana kurungan selama 6 (enam)

bulan;

5. Menetapkan barang bukti berupa dokumen yang tercantum di

dalam daftar barang bukti dirampas untuk negara;

6. Membebankan terdakwa I, II, III tersebut untuk membayar

biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp. 2.500,00

(dua ribu lima ratus rupiah).

B. Pembahasan

1. Kriteria bahwa judex facti kemungkinan telah melakukan kesalahan

dalam menerapkan hukum sehingga menjadi dasar pemeriksaan kasasi

dalam perkara korupsi Bank Mandiri dengan terdakwa E.C.W Neloe.

Dasar pemeriksaan perkara kasasi berpedoman pada Pasal 253

ayat (1) KUHAP yaitu:

“Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah

Agung atas permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 244 dan Pasal 248 KUHAP guna menentukan:

a. apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau

diterapkan tidak sebagaimana mestinya;

Page 78: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

lxxviii

b. apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut

Undang-Undang;

c. apakah benar pengadilan telah melampaui batas

wewenangnya”.

dan Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 Jo. Undang-

Undang No. 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Undang-Undang

No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung yaitu:

“Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan putusan

atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan

peradilan karena:

a. tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;

b. salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;

c. lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan

Perundang-Undangan yang mengancam kelalaian itu dengan

batalnya putusan yang bersangkutan”.

Berpedoman pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.

2068/Pid. B/2005/PN.Jak.Sel tanggal 20 Februari 2006 yang pada

intinya membebaskan para terdakwa dari seluruh dakwaan jaksa

penuntut umum yang berarti putusan tersebut merupakan putusan

bebas. Berdasarkan Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung No. 275

K/Pid/1983 tanggal 15 Desember 1983 dan No. 1 K/Pid/2000 tanggal

22 September 2000 yang intinya berisi tentang kasasi untuk putusan

bebas tidak murni. Untuk putusan bebas yang dijatuhkan Pengadilan

Negeri Jakarta Selatan maka dapat dimintakan upaya hukum kasasi

dengan membuktikan bahwa putusan bebas yang dijatuhkan tersebut

bukan merupakan putusan bebas murni. Putusan bebas tidak murni

adalah (M.Yahya Harahap, 2000: 545) :

Page 79: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

lxxix

- Apabila putusan pembebasan itu didasarkan pada “penafsiran yang

keliru” terhadap sebutan tindak pidana yang disebut dalam surat

dakwaan.

- Apabila dalam menjatuhkan putusan bebas itu pengadilan telah

melampaui kewenangannya:

· Baik hal itu menyangkut pelampauan wewenang kompetensi

absolut atau relatif.

· Maupun pelampauan wewenang itu dalam arti apabila dalam

putusan pembebasan itu telah turut dipertimbangkan dan

dimasukkan unsur-unsur nonyuridis.

Yang pertama harus dilakukan jaksa penuntut umum sebelum

menguraikan alasan kasasi yang diatur dalam Pasal 253 ayat (1)

KUHAP dan Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 Jo

Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Undang-

Undang No 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung adalah

membuktikan dan menguraikan bahwa putusan bebas yang dijatuhkan

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan adalah putusan bebas tidak murni

karena sesuai dengan ketentuan Pasal 244 KUHAP putusan bebas

tidak dapat dimintakan kasasi, putusan bebas yang dimaksud dalam

Pasal 244 KUHAP adalah putusan bebas murni.

Berdasarkan alasan kasasi dari jaksa penuntut umum yang

termasuk ke dalam alasan pembebasan tidak murni kategori pertama

yaitu “penafsiran yang keliru” terhadap sebutan tindak pidana yang

disebut dalam surat dakwaan adalah alasan nomor 1(c) dan alasan

nomor 2(a). Dalam alasan nomor 1(c) jaksa penuntut umum

Page 80: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

lxxx

menyatakan bahwa majelis hakim tidak konsisten menerapkan

ketentuan tindak pidana yang didakwakan karena disatu sisi majelis

hakim dalam membuktikan unsur “barang siapa” dan unsur “yang

dengan melawan hukum” serta unsur “memperkaya orang lain atau

korporasi” berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 31 Tahun

1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi dan disisi lain membuktikan unsur “dapat

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” berdasarkan

Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara.

Alasan tidak konsisten yang dikemukakan jaksa penuntut umum

tersebut dikarenakan kesalahan mejelis hakim dalam menafsirkan

unsur tindak pidana yang didakwakan yang dalam hal ini penafsiran

mejelis hakim tidak sesuai dengan Undang-Undang No. 31 Tahun

1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi.

Penafsiran terhadap unsur tindak pidana korupsi atau terhadap

tindak pidana korupsi harus sesuai dengan Undang-Undang No. 31

Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Penjelasan Undang-

Undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam Penjelasan

Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-

Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi bahwa tindak pidana (delik) korupsi merupakan tindak pidana

(delik) formil yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan

dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang dirumuskan bukan dengan

timbulnya akibat. Dalam hal majelis hakim (judex facti) menggunakan

Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara

dalam menafsirkan unsur tindak pidana korupsi maka menurut penulis

Page 81: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

lxxxi

hal tersebut tidak tepat atau salah. Dalam hal ini majelis hakim (judex

facti) telah salah atau keliru menafsirkan unsur “dapat merugikan

keuangan negara atau perekonomian negara”. Penafsiran unsur tindak

pidana korupsi harus berpedoman pada Undang-Undang No. 31

Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 20 tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan penjelasannya karena

sudah diatur secara tegas dan rinci jadi majelis hakim tidak perlu

mencari penafsiran diluar Undang-Undang tersebut.

Dalam alasan nomor 2(a) jaksa penuntut umum menyatakan

bahwa majelis hakim telah salah atau keliru dalam penafsirkan unsur

tindak pidana yang didakwakan yaitu unsur “dapat merugikan

keuangan negara” dengan alasan bahwa:

1) Menafsirkan unsur “dapat merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara” berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun

2004 Tentang Perbendaharaan Negara, dimana Undang-Undang

tersebut berlaku untuk seorang bendahara sebagai subjek

hukumnya.

2) Tidak menafsirkan unsur tindak pidana yang didakwakan secara

utuh dan lengkap tentang unsur “dapat merugikan keuangan negara

atau perekonomian negara” akan tetapi hanya mendefinisikan

“kerugian negara”.

3) Majelis hakim tidak menggunakan penafsiran secara konkret

sebagaimana yang diatur di dalam Undang-Undang No. 31 Tahun

1999 Tentang Pemberantaasn Tindak Pidana Korupsi.

4) Majelis hakim menyatakan unsur “setiap orang” yang secara

melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya orang lain

Page 82: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

lxxxii

maka seharusnya menyatakan unsur “dapat merugikan keuangan

negara atau perekonomian negara” juga telah terbukti.

5) Dalam Putusan Mahkamah Agung RI No. 813/K/Pid/1987 Tanggal

29 Juni 1989 yang menentukan bahwa “jumlah kerugian keuangan

negara akibat perbuatan terdakwa tersebut tidak perlu pasti

jumlahnya, sudah cukup ada kecenderungan timbulnya kerugian

negara”, seharusnya majelis hakim menggunakan penafsiran secara

konkret seperti yang terdapat dalam putusan Mahkamah Agung

tersebut.

6) Penafsiran majelis hakim bertentangan dengan asas “vooltoid”

(telah selesai), karena perbutan terdakwa yang dengan melawan

hukum memperkaya orang lain telah selesai jadi tidak ada

hubungannya dengan pembayaran cicilan yang dilakukan PT. Cipta

Graha Nusantara.

7) Majelis mendasarkan penafsiran bahwa perbuatan para terdakwa

termasuk ke dalam ruang lingkup hukum perdata karena didasarkan

pada perjanjian kredit yang jatuh tempo per September 2007

sementara perbutan pidana para terdakwa telah selesai.

8) Majelis hakim telah salah menafsirkan unsur “dapat”, yaitu

menafsirkan kata “dapat” adalah suatu hal dapat atau suatu hal

yang tidak dapat, tidak bedasarkan penjelasan resmi Undang-

Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi.

9) Majelis hakim menafsirkan kata “dapat” berdasarkan angan-angan

belaka dengan berpendapat bahwa kata “dapat” sudah saatnya

dihapuskan, sementara sudah ada penjelasan resmi Undang-

Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi.

Page 83: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

lxxxiii

10) Majelis hakim telah mempertimbangkan hal-hal yang tidak

didakwakan, karena didalam dakwaan jaksa penuntut umum tidak

mendakwakan dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 Tentang

Perbendaharaan Negara ataupun menjunctokan dengan Undang-

Undang No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara.

11) Majelis hakim telah memutarbalikkan fakta atas keterangan ahli

Muhamad Yusuf.

12) Majelis hakim telah memutarbalikkan fakta atas keterangan ahli

Prof. DR. Rudy Prasetya.

13) Majelis hakim telah memutarbalikkan fakta atas ketrangan ahli K.C

Komala.

Berdasarkan alasan nomor 2(a) tersebut, dalam menafsirkan

unsur “dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”

menurut penulis majelis hakim (judex facti) telah salah atau keliru

menafsirkan unsur tersebut. Di dalam Pasal 2 ayat (1) Penjelasan

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun

2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah dijelasakan

bahwa tindak pidana (delik) korupsi merupakan delik formil yaitu

adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur

perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat. Jadi

telah ada atau belum adanya kerugian negara atau perekonomian negara

yang dalam jumlah tertentu tidak menjadi persoalan bagi jaksa maupun

hakim dalam membuktikan, menilai dan menjatuhkan putusan, apabila

unsur-unsur perbuatan yang telah dirumuskan terpenuhi maka dapat

dijadikan dasar bagi majelis hakim dalam memutus perkara tindak

pidana (delik) korupsi.

Page 84: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

lxxxiv

Penafsiran majelis hakim tentang unsur “dapat merugikan

keuangan negara atau perekonomian negara” berdasarkan Undang-

Undang No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara menurut

penulis salah atau keliru karena sudah jelas ada ketentuan yang

mengatur secara rinci dan konkret yaitu dalam Undang-Undang No. 31

Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Penjelasan Undang-Undang

No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jadi apabila sudah ada aturannya

secara konkret tidak perlu mencari dasar hukum yang lain dalam

menilai suatu unsur tindak pidana (delik) korupsi kecuali tidak diatur

secara rinci dan konkret.

Dalam menilai suatu unsur tindak pidana (delik) harus dilakukan

dengan sangat hati-hati dan cermat apabila tidak maka putusan yang

dijatuhkan tidak sesuai atau tidak sejalan dengan tujuan penegakan

hukum yaitu keadilan. Dalam tindak pidana (delik) korupsi telah dibuat

aturan yang rinci dan konkret, aturan tersebut dijadikan pedoman guna

penegakan hukum bagi tindak pidana (delik) korupsi yang bertujuan

untuk memberantas penyakit korupsi di segala bidang. Apabila

pelaksanaan penerapan hukum tidak sesuai dan tidak sejalan dengan

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun

2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi maka tujuan dari

adanya Undang-Undang tersebut yaitu memberantas tindak pidana

korupsi tidak bisa terwujud. Untuk alasan nomor 1(c) dan 2(a) penulis

masukkan ke dalam alasan pembebasan tidak murni kategori pertama

yaitu “penafsiran yang keliru”.

Page 85: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

lxxxv

Berdasarkan alasan kasasi jaksa penuntut umum diatas yang

termasuk alasan pembebasan tidak murni kategori yang kedua yaitu

“melampaui wewenang absolut maupun relatif dan melampaui

wewenang dalam arti memasukkan dan mempertimbangkan unsur-

unsur non yuridis” yaitu alasan nomor 3(a) angka 1 dan angka 2, 5(e),

dan 5(f). Dalam alasan nomor 3(a) jaksa penutut umum menerangkan

bahwa majelis hakim (judex facti) telah melampaui batas wewenang

baik wewenang absolut maupun relatif serta turut mempertimbangkan

unsur-unsur non yurudis dalam putusannya dengan alasan yaitu

(pertimbangan majelis hakim (judex facti) dalam rekaman DVD Komisi

Pemberantasan Korupsi menit ke 11.25 sid 11.27 yang diucapkan pada

sidang Kamis 20 Februari 2006 dalam acara pembacaan putusan):

1) "Menimbang, bahwa akan tetapi rasa-rasanya sekarang di tubuh

Pemerintah Indonesia sudah ada pergeseran visi dan tujuan dalam

menangani perkara tindak pidana korupsi, kalau dulu masih

mementingkan aspek penegakan hukumnya, tetapi sekarang sudah

bergeser hanya mementingkan kembalinya uang negara dan

mengesampingkan aspek penegakan hukumnya. Kalau pada awalnya

dengan lantang pemerintah berkata mari kita berantas korupsi dan

kita tangkap serta adili semua pelakunya karena menyengsarakan

rakyat Indonesia, akan tetapi sekarang pemerintah dengan lembut

mengatakan, “anda akan diampuni dan tidak diajukan ke persidangan

asalkan saja anda mau membuat pernyataan bahwa anda mau

mengembalikan uang yang telah anda korup. Dan lewat media massa

sering dikatakan bahwa orang-orang yang dulu mendapat predikat

koruptor, sekarang dengan senyum melangkah di karpet merah bak

pahlawan penyelamat uang rakyat dan negara " ;

2) Majelis hakim (judex facti) telah melakukan uji materiil terhadap

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi karena dalam pertimbangan putusan halaman 225

Page 86: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

lxxxvi

paragraf 2 yaitu: “Menimbang bahwa menurut majelis bahwa di

dalam Undang-Undang yang baru sudah saatnya kata "dapat" harus

dihapuskan karena bukan hal yang sulit untuk membuktikan adanya

kerugian negara itu. Melalui kerjasama lintas disiplin ilmu yang ada,

dari ahli accounting, ahli perbankan, ahli computer, dan ahli

komunikasi lainnya, maka yang semula dianggap sulit sehingga

meski dicantumkan kata “dapat” sekarang bukan lagi hal yang sulit

atau justru semakin sangat mudah ".

Dalam alasan nomor 5(d), 5(e) dan 5(f) di terangkan jaksa penuntut

umum sebagai berikut:

Alasan 5(d):

1) “Menimbang bahwa akan tetapi rasa-rasanya sekarang di tubuh

pemerintah Indonesia sudah ada pergeseran visi dan tujuan dalam

menangani perkara tindak pidana korupsi kalau dulu masih

mementingkan aspek penegakan hukumnya tetapi sekarang sudah

bergeser hanya mementingkan kembalinya uang negara dan

mengesampingkan aspek penegakan hukumnya. Kalau pada

awalnya dengan lantang pemerintah berkata mari kita berantas

korupsi dan kita tangkap serta adili semua pelakunya karena

menyengsarakan rakyat Indonesia, akan tetapi sekarang.

Pemerintah dengan lembut mengatakan, "please come in baby atau

welcome to Indonesia" anda akan diampuni dan tidak diajukan ke

persidangan asalkan saja anda mau membuat pernyataan bahwa

anda mau mengembalikan uang yang telah anda korup. Dan lewat

media massa sering dikatakan bahwa orang-orang yang dulu

mendapat predikat koruptor, sekarang dengan senyum melangkah

di karpet merah sebagai pahlawan penyelamat uang rakyat dan

negara" ;

Page 87: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

lxxxvii

2) Bahwa apabila majelis hakim tidak melampaui kewenangannya

yaitu bila tidak melakukan uji materiel terhadap kebijakan

pemerintah dalam upaya menangani pengembalian kerugian

negara dalam permasalahan BLBI yang tidak relevan dalam

perkara a quo, maka perbuatan para terdakwa yang dengan

melawan hukum telah memperkaya orang lain adalah sudah dapat

merugikan keuangan negara, sehingga seharusnya unsur "dapat

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara" adalah

terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum; dengan

demikian seharusnya majelis hakim menyatakan para terdakwa

bersalah melakukan tindak pidana korupsi.

Alasan 5(e):

(1) Pelampauan kewenangan majelis hakim tersebut terlihat dalam

putusan a quo halaman 225 paragraf 2 dipertimbangkan sebagai

berikut : "Menimbang, bahwa menurut majelis hakim bahwa di

dalam Undang-Undang yang baru sudah saatnya kata dapat

dihapuskan karena bukan hal yang sulit untuk membuktikan adanya

kerugian negara itu. Melalui kerjasama lintas disiplin ilmu yang

ada, dari ahli accounting, ahli perbankan, ahli computer dan alat

komunikasi lainnya, maka yang semula dianggap sulit sehingga

mesti dicantumkannya kata “dapat”, sekarang bukan lagi hal yang

sulit atau justru semakin sangat mudah;

(2) Bahwa apabila majelis hakim, tidak melampaui kewenangannya

dalam melakukan uji materiel terhadap Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999, maka perbuatan para terdakwa yang melawan hukum

dan memperkaya orang lain adalah sudah dapat merugikan

keuangan negara, sehingga unsur "dapat merugikan keuangan

negara dan perekonomian negara" seharusnya adalah terbukti

secara sah dan meyakinkan menurut hukum; dengan demikian

seharusnya majelis hakim menyatakan para terdakwa bersalah

Page 88: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

lxxxviii

melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan

berlanjut sebagaimana didakwakan ;

Alasan 5(f):

1) "Menimbang, bahwa akan tetapi rasa-rasanya sekarang di tubuh

pemerintah Indonesia sudah ada pergeseran visi dan tujuan dalam

menangani perkara tindak pidana korupsi, kalau dulu masih

mementingkan aspek penegakan hukumnya, tetapi sekarang sudah

bergeser hanya mementingkan kembalinya uang negara dan

mengesampingkan aspek penegakan hukumnya. Kalau pada

awalnya dengan lantang pemerintah berkata mari kita berantas

korupsi dan kita tangkap serta adili semua pelaku-nya karena

menyengsarakan rakyat Indonesia, akan tetapi sekarang

pemerintah dengan lembut mengatakan, "please come in baby atau

welcome to Indonesia" anda akan diampuni dan tidak diajukan ke

persidangan asalkan saja anda mau membuat pernyataan bahwa

anda mau mengembalikan uang yang telah anda korup. Dan lewat

media massa sering dikatakan bahwa orang-orang yang dulu

mendapat predikat koruptor, sekarang dengan senyum melangkah

di karpet merah sebagai pahlawan penyelamat uang rakyat dan

negara" ;

2) Bahwa apabila majelis hakim tidak melampaui batas

kewenangannya mempertimbangkan unsur-unsur yang non

yuridis, maka perbuatan para terdakwa yang melawan hukum dan

memperkaya orang lain adalah sudah dapat merugikan keuangan

negara, sehingga unsur "dapat merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara" seharusnya adalah terbukti secara sah dan

meyakinkan menurut hukum; dengan demikian seharusnya majelis

hakim menyatakan para terdakwa bersalah melakukan tindak

pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana

didakwakan.

Page 89: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

lxxxix

Berdasarkan alasan nomor 3(a) angka 1, alasan nomor 5(d) dan

alasan nomor 5(f) tersebut, menurut penulis majelis hakim (judex

facti) telah melampaui batas wewenang karena dalam pertimbangan

tersebut tidak ada unsur yuridisnya. Pertimbangan majelis hakim

(judex facti) tersebut hanyalah sebuah pendapat atau opini mengenai

pelaksanaan penegakan hukum tindak pidana (delik) korupsi oleh

pemerintah atau dengan kata lain majelis hakim (judex facti) telah

menilai kinerja pemerintah selama ini dalam rangka penegakan hukum

tindak pidana (delik) korupsi. Pertimbangan majelis hakim (judex

facti) tersebut tidak ada hubungannya dengan perkara korupsi yang

telah diperiksa dalam hal ini perkara korupsi Bank Mandiri dengan

terdakwa E.C.W Neloe, I Wayan Pugeg dan M. Sholeh Tasripan.

Berpedoman pada Pasal 182 ayat (4) KUHAP yang pada

intinya bahwa majelis hakim (judex facti) mengadakan musyawarah

untuk mengambil keputusan harus didasarkan atas surat dakwaan dan

segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan persidangan. Jadi

menurut KUHAP putusan yang akan dijatuhkan majelis hakim (judex

facti) harulah berdasarkan surat dakwaan dan segala sesuatu yang

telah terbukti selama persidangan atau memberikan penilaian terhadap

segala sesuatu yang terbukti bukan menilai kinerja pemerintah dalam

hal penegakan hukum tindak pidana (delik) korupsi. Menurut

pendapat penulis salah atau keliru apabila majelis hakim (judex facti)

memasukkan unsur pertimbangan yang non jurudis apalagi tidak ada

hubungannya dengan perkara yang telah diperiksanya.

Berpedoman pada Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang No. 4

Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman bahwa “Segala putusan

pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan tersebut,

Page 90: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xc

memuat pula Pasal tertentu dari peraturan Perundang-Undangan yang

bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar

untuk mengadili”. Jadi menurut hukum positif baik KUHAP maupun

Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman

tidak mengakomodir tentang ketentuan non yuridis yang dapat

dijadikan dasar pertimbangan di dalam menjatuhkan suatu putusan.

Untuk alasan nomor 3(a) angka 2, dan alasan nomor 5(e)

menurut penulis majelis hakim (judex facti) telah melampaui batas

wewenang yaitu wewenang absolut. Majelis hakim (judex facti) telah

melakukan uji materiil terhadap kata “dapat” yang terdapat di dalam

rumusan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No.

20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Uji

materiil terhadap Undang-Undang merupakan kompetensi absolut atau

wewenang absolut dari Mahkamah Konstitusi hal ini sesuai dengan

Pasal 24c ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 yang berbunyi “Mahkamah Konstitusi berwenang

mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat

final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar,

memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya

diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai

politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum” dan

Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 Tentang

Mahkamah Konstitusi dan Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang No. 4

Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi pada

intinya sama yaitu “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada

tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:

a. Menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945;

Page 91: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xci

b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang

kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945;

c. Memutus pembubaran partai politik dan;

d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum”.

Wewenang absolut dari pengadilan negeri adalah menurut Pasal

84 ayat (1) KUHAP yang berbunyi “Pengadilan Negeri berwenang

mengadili segala perkara mengenai tindak pidana yang dilakukan dalam

daerah hukumnya”. Sebagaimana yang telah diatur didalam hukum

positif maka menurut penulis majelis hakim (judex facti) telah

melampaui batas wewenang absolut yaitu melakukan uji meteriil

terhadap kata “dapat” dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo

Undang-Undang No. 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi karena salah atau keliru apabila Pengadilan Negeri

melakukan uji meteriil terhadap Undang-Undang yang wewenang

tersebut merupakan wewenang absolut dari kekuasaan kehakiman yang

lain yaitu Mahkamah Konstitusi.

Di negara Indonesia kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh 2

(dua) lembaga negara yaitu Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah

Konstitusi (MK) sebagaimana telah diatur di dalam Pasal 24 ayat (2)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan

Pasal 2 Jo Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang

Kekuasaan Kehakiman yang pada intinya sama berbunyi “Kekuasaan

kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan

peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,

Page 92: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xcii

lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan

peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.

Tugas dan wewenang dari masing-masing lembaga negara

pemegang kekuasaan kehakiman baik Mahkmah Agung dan Mahkamah

Konstisusi telah diatur di dalam peraturan Perundang-Undangan secara

tegas yaitu dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah

Konstitusi, Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan

Kehakiman, Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 Jo Undang-Undang

No. 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14

tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung. Jadi dalam melaksanakan tugas

dan fungsi masing-masing telah ada aturan yang jelas dan tegas. Untuk

alasan nomor 3(a) angka 2 dan alasan nomor 5(e) penulis masukkan ke

dalam alasan pembebasan tidak murni kategori kedua yaitu “melampaui

wewenang absolut maupun relatif dan melampaui wewenang dalam arti

memasukkan dan mempertimbangkan unsur-unsur non yuridis” atau

ketegori alasan kasasi “tidak berwenang atau melampaui batas

wewenang” yaitu Pasal 253 ayat (1) huruf c KUHAP atau Pasal 30 ayat

(1) huruf a Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 Jo. Undang-Undang No.

3 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun

1985 Tentang Mahkamah Agung.

Berdasarkan penjelasan penulis di atas maka alasan pembebasan

tidak murni telah terpenuhi. Alasan pembebasan tidak murni yang telah

terpenuhi yaitu majelis hakim (judex facti) telah salah atau keliru

menafsirkan unsur tindak pidana (delik) korupsi yaitu unsur “dapat

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” yang disebut

dalam surat dakwaan, majelis hakim (judex facti) telah melampaui batas

Page 93: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xciii

wewenang yaitu wewenang absolut kerena telah melakukan uji materiil

terhadap kata “dapat” dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi, dan majelis hakim (judex facti) telah turut

mempertimbangkan dan memasukkan unsur-unsur non yuridis yaitu

pendapat tentang pelaksanaan penegakan hukum tindak pidana (delik)

korupsi oleh pemerintah Republik Indonesia selama ini.

Yang kedua harus dilakukan jaksa penuntut umum adalah

menguraikan alasan kasasi dengan berpedoman pada Pasal 253 ayat (1)

KUHAP dan Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 Jo

Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Undang-

Undang No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung. Berdasarkan

alasan kasasi jaksa penunut umum di atas yang termasuk alasan kasasi

kategori Pasal 253 ayat (1) huruf a KUHAP atau Pasal 30 ayat (1) huruf

b Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 Jo Undang-Undang No. 3 Tahun

2009 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985

Tentang Mahkamah Agung. yaitu “peraturan hukum tidak diterapkan

atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya atau salah menerapkan atau

melanggar hukum yang berlaku” menurut penulis adalah alasan nomor

1(a), 1(b), 1(d), 4(a), 4(b), 4(c), 5(g).

Dalam alasan nomor 1(a) diterangkan oleh jaksa penuntut umum

bahwa pertimbangan majelis hakim (judex facti) sebagai berikut :

1) Menimbang bahwa benar menurut majelis hakim, bahwa pemberian

kredit itu termasuk dalam lingkup perjanjian (contract) yang

merupakan lingkup hukum perdata;

Page 94: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xciv

2) Menimbang bahwa oleh karena pemberian kredit itu adalah suatu

perjanjian, maka seharusnya persoalan ini juga harus dilihat secara

utuh dan menyeluruh tidak dipotong-potong, diawali dari SPK, nilai

besaran kreditnya, persyaratan yang ditentukan dalam Surat

Perjanjian Pemberian Kredit adanya restrukturisasi dan yang paling

penting adalah kapan waktu jatuh tempo pelunasan terjadi kredit

tersebut.

Berpedoman pada pertimbangan majelis hakim (judex facti)

tersebut menurut pendapat penulis majelis hakim (judex facti) tidak

menerapkan peraturan hukum atau menerapkan peraturan hukum tidak

sebagaimana mestinya karena apabila dalam pertimbangannya majelis

hakim (judex facti) menilai bahwa perbuatan yang telah dilakukan oleh

para terdakwa merupakan ruang lingkup perjanjian (contract) yang

berarti masuk kedalam bidang hukum perdata maka berdasarkan Pasal

191 ayat (2) KUHAP maka putusan yang seharusnya dijatuhkan

terhadap para terdakwa adalah putusan lepas dari segala tuntutan

hukum bukan putusan bebas. Jadi jelas bahwa putusan majelis hakim

(judex facti) yang membebaskan para terdakwa adalah salah atau keliru,

kerena putusan bebas berdasarkan Pasal 191 ayat (1) KUHAP adalah

apabila dari hasil pemeriksaan persidangan kesalahan terdakwa atas

perbuatan yang didakwakan kepadanya secara sah dan meyakinkan

tidak terbukti maka terdakwa diputus bebas.

Putusan yang dijatuhkan majelis hakim (judex facti)

bertentangan dengan peraturan hukum yang berlaku dimana KUHAP

sebagai hukum positif sudah mengatur secara tegas tentang jenis-jenis

putusan yang dapat dijatuhkan oleh pengadilan yaitu putusan bebas

Pasal 191 ayat (1) KUHAP, putusan lepas dari segala tuntutan hukum

Page 95: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xcv

Pasal 191 ayat (2) KUHAP, putusan pemidanaan Pasal 193 ayat (1)

KUHAP.

Dalam alasan nomor 1(b) jaksa penuntut umum menerangkan

bahwa unsur setiap orang, unsur yang dengan melawan hukum hukum,

unsur memperkaya orang lain telah dinyatakan terbukti secara sah dan

meyakinkan oleh majelis hakim (judex facti) yaitu dalam pertimbangan

majelis hakim (judex facti) halaman 211 paragraf 1 dan paragraf 2.

Berpedoman pada alasan kasasi nomor 1(b) menurut penulis majelis

hakim (judex facti) tidak menerapkan peraturan hukum sebagaimana

mestinya atau peraturan hukum diterapkan tidak sebagaimana mestinya

karena antara dasar hukum pertimbangan dengan putusan yang

dijatuhkan tidak sesuai disatu sisi majelis hakim (judex facti)

menyatakan bahwa unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan

terbukti tetapi putusan yang dijatuhkan putusan bebas, dan disatu sisi

majelis hakim (judex facti) perpendapat bahwa dakwaan jaksa penuntut

umum terbukti tapi bukan merupakan perbuatan pidana tetapi putusan

yang dijatuhkan putusan bebas.

Pertimbangan majelis hakim (judex facti) antara satu dan yang

lainnya saling bertentangan dan antara pertimbangan dengan jenis

putusan yang dijatuhkan tidak sesuai dengan KUHAP, karena menurut

Pasal 191 ayat (1) KUHAP apabila dakwaan tidak terbukti secara sah

dan meyakinkan maka terdakwa diputus bebas, Pasal 191 ayat (2)

KUHAP apabila dakwaan terbukti tetapi bukan merupakan tindak

pidana (delik) maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum,

Pasal 193 ayat (1) KUHAP apabila terdakwa bersalah melakukan tindak

pidana yang didakwakan maka terdakwa dijatuhi pidana.

Page 96: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xcvi

Dalam alasan nomor 1(d) jaksa penuntut umum menguraikan

alasan yang pada dasarnya sama dengan alasan nomor 1(a) bahwa

apabila majelis hakim (judex facti) berpendapat bahwa perbuatan

terdakwa bukan merupakan tindak pidana melainkan hubungan

keperdataan maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.

Menurut penulis alasan ini benar karena sesuai dengan Pasal 191 ayat

(2) KUHAP. Berpedoman pada alasan tersebut maka menurut penulis

majelis hakim (judex facti) tidak menerapkan peraturan hukum atau

menerapkan peraturan hukum tidak sebagaimana mestinya.

Dalam alasan nomor 4(a), 4(b), 4(c) jaksa penutut umum

menerangkan bahwa majelis hakim (judex facti) dalam amar

putusannya menyatakan membebaskan para terdakwa tersebut dari

seluruh dakwaan tersebut dan membebankan kepada masing-masing

terdakwa untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp. 7.500,00 (tujuh

ribu lima ratus rupiah) (amar putusan butir 2 dan butir 6). Berdasarkan

alasan kasasi tersebut maka menurut penulis majelis hakim (judex facti)

tidak menerapkan peraturan hukum atau menerapkan peraturan hukum

tidak sebagaimana mestinya karena menurut Pasal 222 ayat (1) KUHAP

yang berbunyi “siapapun yang diputus pidana dibebani biaya perkara

dan dalam hal putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum

biaya perkara dibebankan pada negara”. Jadi apabila majelis hakim

(judex facti) konsisten dengan putusannya maka para terdakwa tidak

dibebani biaya perkara karena KUHAP mengatur demikian secara tegas

dan jelas.

Dalam alasan nomor 5(g) jaksa penuntut umum menerangkan

bahwa majelis hakim (judex facti) telah mengadili perkara a quo di luar

dakwaan jaksa penuntut umum dengan alasan dalam menafsirkan unsur

Page 97: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xcvii

“dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” majelis

hakim (judex facti) menggunakan Undang-Undang No. 1 Tahun 2004

Tentang Perbendaharaan Negara. Berdasarkan alasan kasasi tersebut

maka menurut penulis majelis hakim (judex facti) tidak menerapkan

peraturan hukum atau menerapkan peraturan hukum tidak sebagaimana

mestinya karena berdasarkan pada Pasal 182 ayat (4) KUHAP yang

pada intinya berisi majelis hakim (judex facti) mengadakan

musyawarah sebelum menjatuhkan putusan harus didasarkan atas surat

dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan sidang.

Jadi surat dakwaan menjadi pedoman bagi majelis hakim (judex facti)

dalam malakukan pemeriksaan selama persidangan dan dalam

menjatuhkan putusan.

Berdasarkan alasan kasasi jaksa penuntut umum di atas yang

merupakan alasan kasasi kategori Pasal 253 ayat (1) huruf b KUHAP

yaitu “cara mengadili tidak dilaksanakan menurut Undang-Undang”

menurut penulis adalah alasan nomor 3(a) angka 3. Dalam alasan kasasi

nomor 3(a) angka 3 jaksa penuntut umum menerangkan bahwa :

3(a) angka 3

- Bahwa pertimbangan majelis hakim tersebut memperlihatkan sikap

yang memihak kepada para terdakwa sehingga terbukti dengan sikap

majelis hakim yang demikian, maka majelis hakim telah menyatakan

para terdakwa tidak bersalah melakukan perbuatan korupsi

sebagaimana didakwakan ;

Berdasarkan alasan kasasi tersebut menurut penulis cara

mengadili yang dilakukan majelis hakim (judex facti) tidak

Page 98: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xcviii

dilaksanakan menurut Undang-Undang karena berdasarkan Pasal 158

KUHAP yang berisi yaitu “hakim dilarang menunjukkan sikap atau

mengeluarkan pernyataan di sidang tentang keyakinan mengenai salah

atau tidaknya terdakwa”. Berbeda dengan pendapat jaksa penuntut

umum bahwa alasan nomor 3 (a) angka 3 dikategorikan sebagai alasan

bahwa majelis hakim (judex facti) telah melampaui batas

wewenangnya. Menurut penulis ketentuan yang diatur berdasarkan

Pasal 158 KUHAP itu berhubungan atau termasuk cara yang harus

dilakukan oleh majelis hakim (judex facti) dalam memeriksa perkara

atau menjalankan suatu proses peradilan. Tidak boleh menunjukkan

sikap mengenai salah atau tidaknya terdakwa di dalam sidang menurut

penulis merupakan cara yang diatur oleh Undang-Undang yaitu

KUHAP dalam menjalankan suatu peradilan khususnya peradilan

pidana.

Sikap atau pernyataan merupakan implementasi dari suatu

ketentuan yang telah diatur dalam Undang-Undang yaitu KUHAP

berupa cara, yaitu cara mengadili yang harus diimplementasikan atau

diterapkan oleh majelis hakim (judex facti) dalam proses persidangan.

Apabila jaksa penuntut umum berpendapat bahwa alasan nomor 3(a)

angka 3 masuk ke dalam kategori lampau wewenang maka wewenang

yang mana, wewenang absolut atau relatif. Wewenang absolut berkaitan

dengan wewenang mengadili antar badan peradilan yang berada dalam

naungan Mahkamah Agung yang terdiri dari Pengadilan Negeri,

Pengadilan Agama, Pengadilan Tata Usaha Negara, Pengadilan Militer

dan Mahkamah Konstitusi (Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pasal 2 Jo Pasal 10 ayat (1)

Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman),

sedangkan wewenang relatif adalah wewenang mengadili antar

pengadilan dalam suatu wilayah hukum tertentu atau wewenang

Page 99: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

xcix

mengadili antara satu pengadilan negeri dengan satu pengadilan negeri

yang lain (M. Yahya Harahap, 2002: 92). Menurut penulis salah atau

keliru apabila alasan nomor 3(a) angka 3 dimasukkan ke dalam alasan

lampau wewenang karena tidak bisa dicari alasan wewenang yang mana

yang dilampaui majelis hakim (judex facti).

Berdasarkan alasan jaksa penuntut umum di atas yang

merupakan alasan kasasi kategori Pasal 30 ayat (1) huruf c Undang-

Undang No. 5 Tahun 2004 Jo Undang-Undang No. 3 Tahun 2009

Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 Tentang

Mahkamah Agung yaitu “lalai memenuhi syarat yang diwajibkan

peraturan Perundang-Undangan yang mengancam kelalaian itu dengan

batalnya putusan yang bersangkutan” menurut penulis adalah alasan

nomor 5(a), 5(b), dan 5(c). Dalam alasan nomor 5(a), 5(b), jaksa

penuntut umum menerangkan bahwa dalam pertimbangan majelis

hakim (judex facti) hanya mempertimbangkan keterangan saksi a de

charge yang diajukan oleh penasehat hukum terdakwa seperti yang

dituangkan dalam putusan halaman 226 sampai dengan halaman 228

putusan a quo. Berdasarkan alasan jaksa penuntut umum di atas

menurut penulis majelis hakim (judex facti) telah lalai memenuhi syarat

yang diwajibkan peraturan Perundang-Undangan yang mengancam

kelalaian itu dengan batalnya putusan bersangkutan karena menurut

Pasal 197 ayat (1) huruf d KUHAP “pertimbangan yang disusun secara

ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang

diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan

kesalahan terdakwa” maka dasar dari suatu pertimbangan adalah harus

berpedoman pada fakta dan keadaan berserta pembuktian yang

diperoleh dari pemeriksaan selama persidangan. Fakta yang dimaksud

adalah fakta-fakta yang terungkap dipersidangan berdasarkan hasil dari

pembuktian jaksa penuntut umum.

Page 100: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

c

Pembuktian dalam perkara pidana harus berdasarkan alat bukti

yang telah ditetapkan dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu

keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa.

Apabila telah terpenuhi sekurang-kurangnya dua alat bukti berdasarkan

Pasal 184 ayat (1) KUHAP dan memperoleh keyakinan hakim maka

terdakwa dapat atau boleh dijatuhi pidana hal ini sesuai dengan Pasal

183 KUHAP. Dalam majelis hakim (judex facti) hanya memasukkan

pertimbangan berdasarkan saksi a de charge saja maka menurut penulis

tidak tepat kerena semua keterangan yang diberikan ahli di depan

persidangan yang mendukung pembuktian tindak pidana (delik) yang

dilakukan terdakwa haruslah turut dipertimbangkan sebagai dasar

dalam menjatuhkan putusan. Dalam Pasal 197 ayat (2) KUHAP

memuat ketentuan bahwa tidak dipenuhinya ketentuan dalam Pasal 197

ayat (1) KUHAP yaitu salah satunya ketentuan dalam huruf d

mengakibatkan putusan batal demi hukum. Hanya saksi a de charge

yang dijadikan pertimbangan menurut penulis hal tersebut melanggar

ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf d KUHAP.

Untuk alasan nomor 5(c) jaksa penuntut umum menerangkan

bahwa majelis hakim (judex facti) tidak mempertimbangkan alat bukti

surat seperti yang tertuang dalam putusan a quo halaman 228 sampai

dengan 229. Menurut penulis tidak mempertimbangkan alat bukti surat

berarti majelis hakim (judex facti) telah melanggar Pasal 197 ayat (1)

huruf d KUHAP karena berdasarkan pasal tersebut pertimbangan

disusun berdasarkan fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang

diperoleh selama pemeriksaan persidangan, mengingat surat merupakan

salah satu alat bukti yang ditetapkan Undang-Undang yaitu Pasal 184

ayat (1) KUHAP maka seharusnya alat bukti surat yang mendukung

Page 101: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

ci

pembuktian tindak pidana (delik) yang dilakukan terdakwa turut

dijadikan pertimbangan guna menjatuhkan putusan.

Jadi berdasarkan alasan tersebut untuk alasan nomor 5(a), 5(b)

dan 5(c) penulis masukkan kedalam kategori “lalai memenuhi syarat

yang diwajibkan peraturan Perundang-Undangan yang mengancam

kalalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan”. Berbeda

dengan pendapat jaksa penuntut umum bahwa alasan nomor 5(a), 5(b)

dan 5(c) dimasukkan ke dalam kategori “salah menerapkan hukum atau

menerapkan peraturan hukum tidak sebagaimana mestinya” yaitu Pasal

197 ayat (1) huruf d KUHAP.

Dalam putusan bebas kasus tindak pidana (delik) korupsi

dengan terdakwa E.C.W Neloe ini maka sesuai dengan Pasal 199 ayat

(1) KUHAP maka surat putusan bukan pemidanaan memuat ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 ayat (1) KUHAP kecuali huruf

e, f dan h yaitu tuntutan pidana sebagaimana dalam surat tuntutan, pasal

peraturan Perundang-Undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau

tindakan dan peraturan Perundang-Undangan yang menjadi dasar

hukum dari putusan, serta hal memberatkan dan meringankan,

pernyataan kesalahan terdakwa disertai semua unsur yang telah

terpenuhi dalam tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan

pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan. Jadi untuk alasan Pasal 197

ayat (1) huruf d KUHAP tetap berlaku pada putusan bebas. Apabila

tidak dipenuhi maka Pasal 197 ayat (2) KUHAP berlaku dengan akibat

putusan batal demi hukum. Antara Pasal 197 ayat (1) dan Pasal 197

ayat (2) KUHAP saling berhubungan. Menurut penulis salah atau keliru

apabila jaksa penuntut umum hanya melihat Pasal 197 ayat (1) KUHAP

sebagai ketentuan yang berdiri sendiri karena Pasal 197 ayat (1)

Page 102: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

cii

KUHAP memiliki akibat yang diatur di dalam Pasal 197 ayat (2)

KUHAP. Berdasarkan alasan tersebut maka alasan nomor 5(a), 5(b) dan

5(c) penulis masukkan ke dalam kategori “lalai memenuhi syarat yang

diwajibkan peraturan Perundang-Undangan yang mengancam kelalaian

itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan”.

Berdasarkan seluruh penjelasan penulis di atas maka alasan

kasasi Pasal 253 ayat (1) KUHAP dan Pasal 30 ayat (1) Undang-

Undang No. 5 Tahun 2004 Jo Undang-Undang N0. 3 Tahun 2009

Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 Tentang

Mahkamah Agung seluruhnya telah terpenuhi. Dengan terpenuhinya

alasan pembebasan tidak murni dan seluruh alasan kasasi Pasal 253

ayat (1) KUHAP dan Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun

2004 Jo Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas

Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung maka

dapat dijadikan dasar pemeriksaan kasasi oleh hakim Mahkamah

Agung guna menjatuhkan putusan pada tingkat kasasi terhadap kasus

tindak pidana korupsi Bank Mandiri dengan terdakwa E.C.W Neloe.

Untuk memudahkan pemahaman terhadap pembahasan penulis di atas

di bawah ini akan penulis paparkan hasil pembahasan rumusan masalah

yang pertama yaitu dasar pemeriksaan kasasi oleh hakim Mahkamah

Agung dalam perkara korupsi Bank Mandiri dengan terdakwa E.C.W

Neloe ke dalam bentuk tebel sebagai berikut:

Alasan Kasasi Putusan Bebas

Alasan Pembebasan Tidak Murni dan Alasan Kasasi Pasal 253 ayat (1) KUHAP

dan Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 Jo Undang-Undang No.

3 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985

Tentang Mahkamah Agung

Page 103: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

ciii

A. Alasan Pembebasan Tidak Murni

No Alasan Nomor Kategori Peraturan Yang Dilanggar

1 1(c), 2(a) Penafsiran keliru

terhadap tindak pidana

atau unsur tindak pidana

dalam surat dakwaan.

- Undang-Undang No. 31

Tahun 1999 Jo Undang-

Undang No. 20 Tahun 2001

Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi

- Penjelasan Undang-Undang

No. 31 Tahun 1999 Jo

Undang-Undang No. 20

Tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi

2 3(a) angka 1,

5(d), 5(f)

Memasukkan unsur non

yuridis sebagai dasar

pertimbangan.

- Pasal 182 ayat (4) KUHAP

- Pasal 25 ayat (1) Undang-

Undang No. 4 Tahun 2004

Tentang Kekuasaan

Kehakiman

3 3(a) angka 2,

5(e)

Melampaui batas

wewenang yaitu

wewenang absolut.

- Pasal 24c ayat (1) Undang-

Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun

1945

- Pasal 10 ayat (1) Undang-

Undang No. 24 Tahun 2003

Tentang Mahkamah

Konstitusi

- Pasal 12 ayat (1) Undang-

Undang No. 4 Tahun 2004

Tentang Kekuasaan

Kehakiman

Page 104: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

civ

Tabel. 1

B. Alasan Kasasi Pasal 253 ayat (1) KUHAP dan Pasal 30 ayat (1) Undang-

Undang No. 5 Tahun 2004 Jo Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 Tentang

Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah

Agung

No Alasan Nomor Kategori Peraturan Yang Dilanggar

1 1(a), 1(b), 1(d),

4(a), 4(b), 4(c),

5(g)

- Peraturan hukum tidak

diterapkan atau

diterapkan tidak

sebagaimana mestinya

(Pasal 253 ayat (1)

huruf a KUHAP) atau;

- Salah menerapkan

hukum atau melanggar

hukum yang berlaku

(Pasal 30 ayat (1)

huruf b Undang-

Undang No. 5 Tahun

2004 Jo Undang-

Undang No. 3 Tahun

2009 Tentang

Perubahan atas

Undang-Undang No.

14 tahun 1985

- Pasal 182 ayat (4) KUHAP

- Pasal 191 ayat (2) KUHAP

- Pasal 222 ayat (1) KUHAP

Page 105: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

cv

Tentang Mahkamah

Agung).

2 3(a) angka 2,

5(e)

Tidak berwenang atau

melampaui batas

wewenang yaitu

wewenang absolut

(Pasal 253 ayat (1)

huruf c KUHAP atau

Pasal 30 ayat (1) huruf a

Undang-Undang No. 5

Tahun 2004 Jo Undang-

Undang No. 3 tahun

2009 Tentang

Perubahan atas Undang-

Undang No. 14 tahun

1985 Tentang

Mahkamah Agung).

- Pasal 24 c ayat (1) Undang-

Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun

1945

- Pasal 10 ayat (1) Undang-

Undang No. 24 Tahun 2003

Tentang Mahkamah

Konstitusi

- Pasal 12 ayat (1) Undang-

Undang No. 4 Tahun 2004

Tentang Kekuasaan

Kehakiman

3 3(a) angka 3 Cara mengadili tidak

dilaksanakan menurut

Undang-Undang (Pasal

253 ayat (1) huruf b

KUHAP).

Pasal 158 KUHAP

4 5(a), 5(b), 5(c) Lalai memenuhi syarat

yang diwajibkan

peraturan Perundang-

Undangan yang

mengancam kelalaian

itu dengan batalnya

putusan yang

bersangkutan (Pasal 30

Pasal 197 ayat (1) huruf d

KUHAP

Page 106: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

cvi

ayat (1) huruf c

Undang-Undang No. 5

Tahun 2004 Jo Undang-

Undang No. 3 Tahun

2009 Tentang

Perubahan atas Undang-

Undang No. 14 tahun

1985 Tentang

Mahkamah Agung).

Tabel. 2

Anatomi alasan kasasi jaksa penuntut umum terdiri dari 5 nomor yaitu:

1) 1 (a, b, c, d)

2) 2 (a)

3) 3 (a)

4) 4 (a, b, c)

5) 5 (a, b, c, d, e, f, g)

Seluruh alasan kasasi jaksa penuntut umum tersebut telah

penulis masukkan ke dalam seluruh alasan kasasi terhadap putusan

bebas yaitu alasan pembebasan tidak murni dan alasan kasasi Pasal 253

ayat (1) KUHAP dan Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun

2004 Jo Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas

Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung yang

telah disertai dengan alasan dan penjelasannya.

2. Penilaian ada tidaknya kesalahan penerapan hukum oleh judex facti sebagai

dasar pemeriksaan perkara kasasi oleh hakim Mahkamah Agung dalam

perkara korupsi Bank Mandiri dengan terdakwa E.C.W Neloe.

Page 107: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

cvii

Dalam pemeriksaan perkara di tingkat kasasi berpedoman pada alasan

kasasi Pasal 253 ayat (1) KUHAP dan Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang No.

5 Tahun 2004 Jo Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas

Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.

Pemeriksaan perkara yang dilakukan oleh hakim Mahkamah Agung

berdasarkan penilaian pada alasan kasasi (memori kasasi) yang diajukan oleh

jaksa penuntut umum maupun alasan kasasi (kontra memori kasasi) yang

diajukan oleh kuasa hukum dari terdakwa. Penilaian terhadap alasan kasasi

atau memori kasasi dan kontra memori kasasi tersebut dijadikan dasar dalam

menentukan putusan terhadap perkara yang dimintakan kasasi.

Sebelum menjatuhkan putusan pada tingkat kasasi majelis hakim

Mahkamah Agung melakukan penilaian terhadap alasan kasasi atau memori

kasasi yang diajukan oleh jaksa penuntut umum dan alasan kasasi (kontra

memori kasasi) yang diajukan oleh pengacara atau kuasa hukum terdakwa.

Berdasarkan pertimbangan majelis hakim Mahkamah Agung terhadap alasan

kasasi terdakwa (kontra memori kasasi terdakwa) yaitu mengenai alasan

kasasi ke-1 dapat disimpulkan bahwa menurut pendapat majelis hakim

Mahkamah Agung alasan kasasi terdakwa ini tidak dapat dibenarkan karena

majelis hakim (judex facti) telah melakukan kesalahan dalam menafsirkan

pengertian “setiap orang” dengan “pengertian pelaku”. Menurut majelis

hakim Mahkamah Agung para terdakwa yang telah dihadirkan dipersidangan

termasuk pengertian “setiap orang atau perorangan sebagai pendukung hak

dan kewajiban yang dapat diminta pertanggungan jawab atas semua

perbuatan yang dilakukannya, kerena itu “unsur setiap orang” dalam rumusan

delik tersebut telah terpenuhi. Jadi majelis hakim (judex facti) telah

melakukan kesalahan dalam menafsirkan unsur setiap orang.

Page 108: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

cviii

Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi bahwa setiap orang adalah orang perseorangan atau termasuk

korporasi, jadi para terdakwa yaitu Edward Cornellis William Neloe, I Wayan

Pugeg, dan M. Tasripan, SE, MM adalah orang perseorangan yang menurut

penulis termasuk ke dalam pengertian setiap orang. Di dalam Undang-

Undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah diatur secara tegas mengenai

pengertian setiap orang jadi dalam menafsirkannya harus sesuai dengan

Undang-Undang tersebut dan tidak perlu menafsirkan lain.

Mengenai alasan-alasan kasasi ke-2 dan ke-3 dapat disimpulkan

bahwa menurut pendapat majelis hakim Mahkamah Agung alasan kasasi

terdakwa (kontra memori kasasi terdakwa) tidak dapat dibenarkan kerena

tentang “sifat melawan hukum” telah cukup jelas diatur di dalam Undang-

Undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jadi tidak perlu mengutip pendapat

para ahli hukum. Berdasarkan Penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang

No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi “yang dimaksud dengan “secara

melawan hukum” dalam Pasal ini mencakup perbuatan melawan hukum

dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan

tersebut tidak diatur dalam peraturan Perundang-Undangan, namun apabila

perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan

atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan

tersebut dapat dipidana. Dalam ketentuan ini, kata “dapat” sebelum frasa

“merugikan keuangan atau perekonomian negara” menunjukkan atau bahwa

tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana

korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah

dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat.

Page 109: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

cix

Mengenai alasan-alasan ke-4 dan ke-5 majelis hakim Mahkamah

Agung tidak membenarkan alasan tersebut dengan alasan bahwa telah

dianalisis atas dasar fakta-fakta hukum yang ada dan benar. Jadi untuk

keseluruhan alasan-alasan kasasi yang diajukan oleh terdakwa (kontra

memori kasasi terdakwa) semuanya tidak dibenarkan oleh majelis hakim

Mahkamah Agung.

Untuk alasan kasasi (memori kasasi) yang diajukan oleh jaksa

penuntut umum majelis hakim Mahkmah Agung memberikan pertimbangan-

pertimbangan. Didalam pertimbangan huruf A majelis hakim Mahkamah

Agung memberikan pertimbangan terhadap alasan kasasi jaksa penuntut

umum, dalam pertimbangan huruf B dan C memberikan pertimbangan dasar

hukum dan dasar pertimbangan dalam menjatuhkan putusan yaitu dasar-dasar

hukum yang berkaitan dengan kasus korupsi oleh mantan-mantan direktur

Bank Mandiri. Dalam dasar hukum dan pertimbangan huruf B dan C

membahas mengenai terdakwa sebagai subjek hukum dan mengenai

perbankan serta alasan-alasan penjatuhan pidana terhadap para terdakwa.

Dalam pertimbangan majelis hakim Mahkamah Agung huruf A

membenarkan alasan-alasan kasasi jaksa penuntut umum dengan alasan

bahwa majelis hakim (judex facti) telah salah menerapkan hukum. Majelis

hakim Mahkamah Agung berpendapat bahwa jaksa penuntut umum dapat

membuktikan bahwa putusan Pengadilan Negeri bukan putusan bebas murni

karena dasar-dasar pertimbangan “judex facti” adalah pemberian kredit yang

termasuk di dalam ruang lingkup hukum perdata jadi menurut majelis hakim

Mahkamah Agung perbuatan yang didakwakan terhadap terdakwa adalah

terbukti namun temasuk ke dalam ruang lingkup hukum perdata maka

seharusnya putusan yang di jatuhkan adalah lepas dari segala tuntutan hukum.

Menurut penulis pertimbangan majelis hakim Mahkamah Agung telah sesuai

dengan Pasal 191 ayat (2) KUHAP.

Page 110: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

cx

Dalam pertimbangan majelis hakim Mahkamah Agung huruf A angka

1 menjelaskan bahwa judex facti telah salah menerapkan hukum atau

menerapkan hukum tidak sebagaimana mestinya kerena lebih menekankan

pada aspek hukum perdata. Menurut pendapat penulis pertimbangan majelis

hakim Mahkamah Agung benar karena titik tekan atau fokus dari kasus yang

diperiksa judex facti adalah perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan

oleh para terdakwa, yaitu memberikan kredit bridging loan sebesar Rp.

160.000.000.000,00 (160 Milyar Rupiah) yang menyalahi prosedur Undang-

Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankkan dan Kebijakan Perkreditan

Bank Mandiri kepada PT. Cipta Graha Nusantara jadi fokusnya pada

perbuatan yang telah dilakukan oleh para terdakwa sebagai pemutus kredit

bukan pada perjanjian kredit atau kontraknya.

Dalam pertimbangan majelis hakim Mahkamah Agung huruf A angka

2 menjelaskan bahwa judex facti telah keliru dalam menerapkan hukum

khususnya didalam pembahasan “sifat melawan hukum”, dalam Undang-

Undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah memberikan pengertian yang

jelas tentang sifat melawan hukum jadi tidak perlu mengutip dari pendapat

para ahli hukum. Menurut penulis pertimbangan majelis hakim Mahkamah

Agung benar karena dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-

Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

telah diatur tentang sifat melawan hukum untuk tindak pidana (delik) korupsi

yaitu dalam sifat melawan hukum yang materiil dan sifat melawan hukum

yang formil (Penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999

Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi). Jadi apabila dalam Undang-Undang nya sudah diatur secara

tegas dan jelas tidak perlu mencari pengertian atau pendapat lain.

Page 111: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

cxi

Dalam pertimbangan majelis hakim Mahkamah Agung huruf A angka

3 menjelaskan bahwa judex facti telah melampaui wewenangnya karena

memberikan penilaian atas kebijakan pemerintah dalam praktek

pemberantasan tindak pidana (delik) korupsi . Menurut pendapat penulis

pertimbangan majelis hakim Mahkamah Agung benar karena menilai

kebijakan pemerintah bukan merupakan kompetensi atau wewenang dari

pengadilan negeri hal ini sesuai dengan Pasal 84 ayat (1) KUHAP

“Pengadilan Negeri berwenang mengadili segala perkara mengenai tindak

pidana yang dilakukan dalam daerah hukumnya”.

Dalam pertimbangan majelis hakim Mahkamah Agung huruf A angka

4 menjelaskan bahwa judex facti telah melakukan uji materiil terhadap salah

satu pasal dari Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No.

20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu

mengusulkan kata “dapat” dihapuskan dari pasal tersebut. Menurut pendapat

penulis pertimbangan majelis hakim Mahkamah Agung benar karena dengan

mengusulkan kata “dapat” untuk dihapuskan berarti majelis hakim judex facti

telah melakukan uji meteriil terhadapat kata “dapat” dalam Undang-Undang

No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan hal tersebut adalah salah atau

keliru. Melakukan uji materiil Undang-Undang adalah wewenang absolut dari

Mahkamah Konstitusi sesuai dengan Pasal 24c ayat (1) Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 10 ayat (1) Undang-

Undang No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi dan Pasal 12 ayat

(1) Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

Dalam pertimbangan mejelis hakim Mahkamah Agung huruf B angka

1 menjelaskan bahwa para terdakwa adalah subjek hukum yang berwenang

untuk memutuskan diberi atau tidak diberikannya kredir kepada debitur.

Page 112: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

cxii

Menurut pendapat penulis pertimbangan majelis Mahkamah Agung benar

karena para terdakwa yaitu E.C.W Neloe adalah mantan Direktur Utama PT.

Bank Mandiri (Persero) Tbk, I Wayan Pugeg adalah mantan Direktur Risk

Management PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk, dan M. Sholeh Tasripan

adalah mantan EVP Coordinator Corporate & Goverment yang

berkedudukan sebagai pemutus kredit diberikannya kredit sebesar Rp.

160.000.000.000,00 (seratus enam puluh milyar rupiah) kepada saksi Edyson

Direktur Utama PT. Cipta Graha Nusantara.

Dalam pertimbangan majelis hakim Mahkamah Agung huruf B angka

2 menjelaskan bahwa terdakwa harus atau wajib memenuhi atau tidak

melanggar Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas

Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Pebankkan dan ketentuan khusus

PT. Bank Mandiri yang dituangkan dalam Kebijakan Perkreditan Bank

Mandiri (KPBM). Menurut pendapat penulis pertimbangan majelis hakim

Mahkamah Agung benar karena berdasarkan fakta persidangan yang tertuang

pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 2068/Pid.B/2005/PN.

Jak Sel tanggal 20 Februari 2006 menyatakan bahwa perbuatan terdakwa

telah terbukti tetapi perbuatan itu termasuk ke dalam ruang lingkup hukum

perdata, dapat diartikan bahwa perbuatan para terdakwa memberikan kredit

sebesar Rp. 160.000.000.000,00 (160 Milyar) kepada PT.Cipta Graha

Nusantara yang melanggar Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang

Perbankkan dan ketentuan khusus PT. Bank Mandiri yang dituangkan dalam

KPBM adalah terbukti.

Dalam pertimbangan majelis hakim Mahkamah Agung huruf B angka

3 menjelaskan bahwa terdakwa telah melanggar prinsip kehati-hatian serta

asas perkreditan yang sehat pada hakekatnya telah mengabaikan prinsip-

prinsip “Good Corporate Governance” yang berada dalam ranah Undang-

Page 113: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

cxiii

Undang Perbankkan, dan kemudian mengakibatkan timbulnya kerugian

negara yang jumlahnya amat besar. Menurut pendapat penulis pertimbangan

mejelis hakim Mahkamah Agung benar karena yang menjadi titik persoalan

dalam perkara ini adalah pemberian kredit yang melanggar aturan Undang-

Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7

Tahun 1992 Tentang Pebankkan dan ketentuan khusus PT. Bank Mandiri

yang dituangkan dalam Kebijakan Perkreditan Bank Mandiri (KPBM) dan

perbuatan tersebut termasuk ke dalam ranah hukum pidana yaitu tindak

pidana (delik) korupsi seperti yang diatur di dalam Undang-Undang No. 31

Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi bukan kepada perjanjian (contract) kreditnya yang

termasuk ke dalam ruang lingkup perdata.

Dalam pertimbangan majelis hakim Mahkamah Agung huruf C yang

terdiri dari sembilan dasar pertimbangan yang berhubungan dengan kasus

korupsi para terdakwa yang khususnya pada pertimbangan mengenai

perbankkan, pertanggungjawaban para terdakwa sebagai direksi, perbuatan

para terdakwa, dan persoalan jatuh tempo. Dalam pertimbangan huruf C

angka 1 majelis hakim Mahkamah Agung menjelaskan bahwa Bank Mandiri

sebagai badan hukum keperdataan dimana dalam hal direksi melakukan

tindak pidana maka dapat dimintakan pertanggungjawaban menurut hukum

pidana hal tersebut seperti yang diatur dalam Undang-Undang No. 10 tahun

1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang

Pebankkan. Dalam Undang-Undang Perbankkan diatur tentang sanksi pidana

dan sanksi administratif yang dapat dimintakan pertanggungjawaban apabila

ada ketentuan yang dilanggar oleh dewan komisaris, direksi, atau pegawai

bank. Dalam pertimbangan huruf C angka 2 majelis hakim Mahkamah Agung

menjelaskan bahwa Bank Mandiri sebagai badan usaha “bank” sebagai bank

yang harus tunduk dengan peraturan Perundang-Undangan perbankkan yaitu

Undang-Undang No. 10 tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang

Page 114: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

cxiv

No. 7 Tahun 1992 Tentang Pebankkan dan berdasarkan Undang-Undang

tersebut direksi dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana.

Dalam pertimbangan majelis hakim Mahkamah Agung huruf C angka

3 menjelaskan bahwa Bank Mandiri sebagai PT. Terbuka yang merupakan

milik negara atau sebagai BUMN dapat diberlakukan ketentuan-ketentuan

mengenai penyelenggaraan pemerintahan seperti ketentuan tentang

pemberantasan korupsi. Dalam pertimbangan majelis hakim Mahkamah

Agung huruf C angka 4 menjelaskan bahwa sebagai BUMN yang mengelola

kekayaan negara maka tindakan melawan hukum yang dilakukan direksi atau

pegawai Bank Mandiri yang merugikan atau dapat merugikan Bank Mandiri

dapat dikategorikan sebagai perbuatan korupsi. Dalam pertimbangan majelis

hakim Mahkamah Agung huruf c angka 5 menjelaskan bahwa perbuatan para

terdakwa sebagai suatu yang tidak semata menyalahgunakan wewenang yaitu

menggunakan wewenang tidak sesuai tujuan, tetapi sebagai perbuatan di luar

hukum (out of law), karena itu bersifat sewenang-wenang (willekeur atau

arbitrary). Terdakwa meletakkan diri diatas hukum, bukan tunduk pada

hukum.

Dalam pertimbangan majelis hakim Mahkamah Agung huruf C angka

6 menjelaskan bahwa alasan tindakan, untuk menghindari Bank Mandiri akan

dituntut membayar sejumlah US.$. 31 juta adalah suatu alasan yang dibuat-

buat, karena bukan Bank Mandiri sebagai pemegang saham PT. Tahta Medan,

Pemegang saham adalah “Dana Pensiun Bank Mandiri”, suatu badan yang

mempunyai kedudukan hukum di luar Bank Mandiri (lihat keterangan

Komisaris Dana Pensiun Bank Mandiri). Dalam pertimbangan majelis hakim

Mahkamah Agung huruf C angka 7 menjelaskan bahwa persetujuan para

terdakwa dalam pengalihan utang pemohon kredit bertentangan dengan

logika atau akal sehat kerena PT. Tahta Medan dijual BPPN kerena

Page 115: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

cxv

bermasalah dan tidak masuk akal apabila semua pinjaman pemohon kredit

dialihkan dan apakah mampu PT. Tahta Medan membayar kepada Bank

Mandiri, walaupun sudah mampu membayar itupun dilakukan tidak tepat

waktu.

Dalam pertimbangan majelis hakim Mahkamah Agung huruf C angka

8 menjelaskan bahwa mengenai pinjaman yang belum jatuh tempo, persoalan

hukum yang dihadapi adalah perbuatan para terdakwa yang merugikan negara

bukan soal jatuh tempo. Menurut penulis pertimbangan majelis hakim

Mahkamah Agung benar karena persoalan hukum dalam kasus ini adalah

perbuatan para terdakwa yang termasuk kedalam tindak pidana (delik)

korupsi bukan pada perjanjian (contract) kreditnya yang belum jatuh tempo.

Dalam pertimbangan majelis hakim Mahkamah Agung huruf C angka 9

menjelaskan bahwa judex facti telah salah menerapkan hukum yaitu dalam

unsur “dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” karena

unsur tersebut telah secara jelas terbukti dan perbuatan para terdakwa tersebut

telah selesai secara sempurna walaupun baru akan jatuh tempo tahun 2007.

Menurut penulis unsur “dapat merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara” jelas terbukti hal tersebut dapat dilihat dari pemberian

kredit bridging loan sebesar Rp. 160.000.000.000,00 (seratus enam puluh

milyar rupiah) kepada PT. Cipta Graha Nusantara guna pembelian PT.Tahta

Medan dan membangun tiara tower dari PT. Tri Manunggal Mandiri Persada

yang mendapat sisa kredit sebesar Rp. 63.000.000.000,00 (enam puluh tiga

milyar rupiah) karena perbuatan para terdakwa dan pembangunan tiara tower

yang sampai saat ini terlantar jadi sudah sangat jelas adanya kerugian negara

(melanggar Pasal 2 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Jo Undang-Undang

No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankkan).

Page 116: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

cxvi

Majelis hakim Mahkamah Agung mempertimbangkan juga bahwa

semua unsur dakwaan primair jaksa penuntut umum telah terbukti secara sah

dan meyakinkan karena pemohon kasasi jaksa penunutut umum dapat

membuktikan bahwa judex facti telah salah menerapkan hukum pembuktian

dan pembebasan terdakwa bukanlah bebas murni, tidak ada alasan pemaaf

dan pembenar bagi terdakwa, hal yang memberatkan:

1. Para Terdakwa sebagai orang-orang yang secara profesional telah

berpengalaman berpengetahuan mengenai seluk beluk perbankan

melakukan perbuatan yang tercela, yang menimbulkan ketidakpercayaan

masyarakat terhadap perbankan ;

2. Jumlah kredit yang besar yang diberikan dalam keadaan kondisi Negara

dan masyarakat membutuhkan pembangunan ekonomi kerakyatan,

diberikan kepada pengusaha yang tidak bergerak di bidang usaha yang

produktif, dan cenderung KKN ;

3. Para Terdakwa sengaja melakukan perbuatan yang melanggar asas

kehatihatian, ketertiban umum dan nilai-nilai kepatutan ;

4. Dalam kondisi Negara sedang giat-giatnya memberantas korupsi,

malahan terdakwa melakukan perbuatan korupsi ;

Hal-hal yang meringankan :

- Para terdakwa belum pernah dihukum ;

Berikut ini penulis akan memaparkan bentuk dan jenis tindak pidana

korupsi dalam kasus korupsi Bank Mandiri dengan terdakwa E.C.W Neloe, I

Wayan Pugeg dan M. Sholeh Tasripan. Menurut pendapat penulis perbuatan

para terdakwa secara bersama-sama dengan melawan hukum memutus kredit

sebesar Rp. 160.000.000.000,00 (seratus enam puluh milyar rupiah) yang

telah merugikan keuangan negara atau perekonomian negara termasuk ke

dalam bentuk tidak pidana korupsi dengan memperkaya diri sendiri, orang

lain atau suatu korporasi seperti yang diatur di dalam Pasal 2 ayat (1)

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001

Page 117: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

cxvii

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Perbuatan para terdakwa

tersebut berdasarkan substansi objek tindak pidana termasuk kedalam jenis

tindak pidana korupsi murni kerena objeknya dalam kasus tersebut adalah

menyangkut keuangan negara dan perekonomian negara. Perbuatan para

terdakwa tersebut berdasarkan substansi subjek hukum tindak pidana korupsi

termasuk ke dalam jenis tindak pidana korupsi umum karena subjek dari

tindak pidana korupsi dalam kasus tersebut adalah mantan-mantan direktur

Bank Mandiri sebagai perseorangan yang bukan pegawai negeri atau

penyelenggara negara karena berpedoman pada pertimbangan majelis hakim

huruf C angka 3 yang menjelaskan bahwa Bank Mandiri adalah Badan Usaha

Milik Negara (BUMN) jadi status pegawainya adalah pegawai swasta.

Perbuatan para terdakwa berdasarkan sumbernya temasuk ke dalam

jenis tindak pidana korupsi yang bersumber pada Undang-Undang No. 31

Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No.

31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tersebut yang telah dinyatakan

terbukti secara sah dan meyakinkan oleh majelis hakim Mahkamah Agung

memperkaya orang lain yaitu saksi Edyson selaku direktur utama PT. Cipta

Graha Nusantara yang mengakibatkan merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara. Perbuatan para terdakwa berdasarkan tingkah laku atau

perbuatan dalam rumusan tindak pidana termasuk ke dalam jenis tindak

pidana korupsi aktif karena telah memperkaya orang lain yaitu saksi Edyson

selaku direktur utama PT. Cipta Graha Nusantara dengan cara memberikan

kredit bridging loan sebesar Rp. 160.000.000.000,00 (seratus enam puluh

milyar rupiah).

Page 118: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

cxviii

Perbuatan para terdakwa berdasarkan dapat atau tidaknya merugikan

keuangan negara dan atau perekonomian negara termasuk ke dalam jenis

dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara kerena telah

terbukti secara sah dan meyakinkan bahwa adanya kelebihan kredit sebesar

Rp. 63.000.000.000,00 (enam puluh tiga milyar rupiah) yang diperoleh PT.

Tri Manunggal Mandiri Persada dan membangunan tiara tower yang sampai

saat ini terbengkalai jadi kerugian negara jelas ada. Untuk memudahkan

pemahaman atas pembahasan penulis terhadap rumusan masalah yang kedua

yaitu penilaian ada tidaknya kesalahan penerapan hukum oleh judex facti

sebagai dasar pemeriksaan perkara kasasi oleh hakim Mahkamah Agung

dalam perkara korupsi Bank Mandir dengan terdakwa E.C.W Neloe ke dalam

bentuk tabel sebagai berikut:

Pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Agung Untuk Alasan Kasasi (Memori

Kasasi) Jaksa Penuntut Umum

No Pertimbangan Hasil Pertimbangan

1 Huruf A angka 1 Judex facti telah salah menerapkan hukum atau

menerapkan hukum tidak sebagaimana mestinya.

2 Huruf A angka 2 Judex facti keliru dalam menerapkan hukum.

3 Huruf A angka 3 Judex facti telah melampaui batas wewenang.

4 Huruf A angka 4 Judax facti telah melakukan uji materiil Undang-

Undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 20

Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi.

5 Huruf B angka 1 Para terdakwa sebagai subjek hukum yaitu pemutus

kredit sebesar Rp. 160.000.000,00 (seratus enam puluh

milayar rupiah) kepada saksi Edyson selaku direktur

utama PT. Cipta Graha Nusantara.

6 Huruf B angka 2 Para terdakwa harus atau wajib memenuhi atau tidak

melanggar Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang

Page 119: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

cxix

Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992

Tentang Perbankkan dan ketentuan khusus PT. Bank

Mandiri yang dituangkan dalam Kebijakan Perkreditan

Bank Mandiri (KPBM).

7 Huruf B angka 3 Para terdakwa melanggar Pasal 2 Undang-Undang No. 7

Tahun 1992 Jo Undang-Undang No. 10 Tahun 1998

Tentang Perbankkan dan Artikel 530 Kebijakan

Perkreditan Bank Mandiri (KPBM) yaitu tentang prinsip

kehati-hatian.

8 Huruf C angka 1 Bank Mandiri sebagai badan hukum keperdataan

dimana direksi dapat diminta pertanggungjawaban

menurut hukum pidana.

9 Huruf C angka 2 Bank Mandiri sebagai badan usaha “bank” sebagai bank

dimana direksi melakukan perbuatan melawan hukum

atau perbuatan lain yang bersifat kepidanaan, direksi

dapat diminta pertanggungjawaban pidana.

7 Huruf C angka 3 Bank Mandiri sebagai BUMN yang dapat diberlakukan

ketentuan-ketentuan mengenai penyelenggaraan

pemerintahan seperti ketentuan tentang pemberantasan

korupsi.

8 Huruf C angka 4 Tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh direksi

atau pegawai Bank Mandiri yang merugikan atau dapat

merugikan Bank Mandiri dapat dikategorikan sebagai

perbuatan korupsi.

9 Huruf C angka 5 Perbuatan para terdakwa sebagai suatu yang tidak

semata menyalahgunakan wewenang yaitu

menggunakan wewenang tidak sesuai tujuan, tetapi

sebagai perbuatan di luar hukum (out of law), karena itu

bersifat sewenang-wenang (willekeur atau arbitrary).

Terdakwa meletakkan diri di atas hukum, bukan tunduk

Page 120: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

cxx

pada hukum.

10 Huruf C angka 6 Alasan tindakan para terdakwa, untuk menghindari

Bank Mandiri akan dituntut membayar sejumlah US.$.

31 juta adalah suatu alasan yang dibuat-buat, karena

bukan Bank Mandiri sebagai pemegang saham PT.

Tahta Medan, Pemegang saham adalah “Dana Pensiun

Bank Mandiri”, suatu badan yang mempunyai

kedudukan hukum di luar Bank Mandiri (lihat

keterangan Komisaris Dana Pensiun Bank Mandiri).

11 Huruf C angka 7 Persertujuan para terdakwa sangat nyata bertentangan

dengan logika atau akal sehat. PT. Tahta Medan

dikuasai dan kemudian dijual BPPN karena bermasalah.

Apakah masuk akal, kalau semua pinjaman pemohon

kredit dialihkan kepada PT. Tahta Medan yang oleh

BPPN dilelang karena menjadi beban belaka. Apakah

masuk diakal kalau PT Tahta Medan dapat disulap

begitu kilat sehingga mampu membayar kepada Bank

Mandiri, dikatakan PT. Tahta Medan mampu membayar

dibuktikan dengan angsuran tetapi dari jumlah yang

sudah dibayar sangat kecil dibandingkan dengan

kewajiban, itupun dilakukan tidak tepat waktu.

12 Huruf C angka 8 Dikatakan masa pinjaman belum jatuh tempo, persoalan

hukum yang dihadapi adalah perbuatan terdakwa yang

merugikan negara, bukan soal jatuh tempo. Perbuatan

terdakwa yang dengan sengaja melanggar prinsip-

prinsip perbankan seperti asas kehati-hatian

menciptakan pinjaman yang tidak diatur oleh hukum,

tanpa menyetujui pengalihan utang kepada PT. Tahta

Medan yang bermasalah dan lain-lain hal seperti

dipertimbangkan di atas secara nyata telah merugikan

Page 121: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

cxxi

Bank Mandiri sebagai Badan Usaha Milik Negara

(BUMN) yang tidak lain dari kerugian negara.

13 Huruf C angka 9 Terbukti majelis hakim Judex Facti telah salah

menerapkan hukum, khususnya dalam unsur merugikan

atau dapat merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara. Bahwa Judex Facti secara jelas

menyatakan karena telah terbukti unsur memperkaya

orang lain atau suatu korporasi yang dalam hal ini PT.

Cipta Graha Nusantara (PT. CGN), karena telah

menerima kucuran dana sebesar Rp. 160.000.000.000,00

(seratus enam puluh milyar rupiah) sebagai akibat dari

perbuatan para terdakwa secara kolektif didalam

jabatannya yang bersifat melawan hukum karena

melanggar prinsip kehati-hatian tidak cermat

sebagaimana digariskan didalam Pasal 2 Undang-

Undang No. 7 Tahun 1992 sebagai-mana telah diubah

dan ditambah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun

1998 Tentang Perbankkan, sehingga dengan Bridging

Loan PT. Cipta Graha Nusantara (PT. CGN), telah

memperoleh sisa kredit sebesar Rp. 63.000.000.000,00

(enam puluh tiga milyar rupiah) yang kemudian menjadi

keuntungan PT. Tri Manunggal Mandiri sebagai penjual

PT. Tahta Medan kepada PT. Cipta Graha Nusantara,

suatu keuntungan yang didapat karena terdakwa tidak

melaksanakan secara benar asas-asas perbankan yang

mengakibatkan kerugian negara.

14 Dakwaan JPU - Semua unsur-unsur dakwaan primair telah terbukti

secara sah dan meyakinkan karena pemohon kasasi

jaksa penuntut umum telah dapat membuktikan bahwa

Judex Facti telah salah menerapkan hukum

Page 122: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

cxxii

pembuktian dan pembebasan para terdakwa bukanlah

pembebasan murni.

- Karena semua unsur dakwaan primair telah terbukti

dan pada diri para terdakwa tidak ada alasan pemaaf

dan pembenar, maka para terdakwa harus bertanggung

jawab atas perbuatannya dan kepada para terdakwa

harus dijatuhi pidana.

15 Hal

Memberatkan

1. Para terdakwa sebagai orang-orang yang secara

profesional telah berpengalaman berpengetahuan

mengenai seluk beluk perbankan melakukan

perbuatan yang tercela, yang menimbulkan

ketidakpercayaan masyarakat terhadap perbankkan;

2. Jumlah kredit yang besar yang diberikan dalam

keadaan kondisi negara dan masyarakat

membutuhkan pembangunan ekonomi kerakyatan,

diberikan kepada pengusaha yang tidak bergerak di

bidang usaha yang produktif, dan cenderung KKN;

3. Para terdakwa sengaja melakukan perbuatan yang

melanggar asas kehatihatian, ketertiban umum dan

nilai-nilai kepatutan;

4. Dalam kondisi negara sedang giat-giatnya

memberantas korupsi, malahan terdakwa

melakaukan perbuatan korupsi.

16 Hal

Meringankan

Para terdakwa belum pernah dihukum.

Tabel. 3

Anatomi pertimbangan majelis hakim Mahkamah Agung untuk alasan kasasi

(memori kasasi) jaksa penuntut umum terdiri dari:

1) Haruf A angka (1, 2, 3, 4);

Page 123: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

cxxiii

2) Huruf B angka (1, 2, 3);

3) Huruf C angka (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9);

4) Pertimbangan dakwaan jaksa penuntut umum;

5) Hal yang memberatkan;

6) Hal yang meringankan.

Semua pertimbangan majelis hakim Mahkamah Agung di atas telah

penulis paparkan dengan jelas disertai dengan pendapat dan alasannya.

Berdasarkan pertimbangan majelis hakim Mahkamah Agung tersebut maka

penulis simpulkan bahwa ada kesalahan penerapan hukum oleh judex facti yaitu:

1) Salah menerapkan hukum atau menerapkan hukum tidak sebagaimana

mestinya;

2) Keliru dalam menerapkan hukum;

3) Telah melampaui batas wewenangnya;

4) Telah melakukan uji materiil;

5) Salah menerapkan hukum pembuktian.

Bentuk dan Jenis Tindak Pidana (Delik) Korupsi Kasus Korupsi Bank Mandiri

dengan Terdakwa E.C.W Neloe dkk

No Kategori Bentuk Jenis

1 Berdasarkan

bentuknya.

- Tindak pidana korupsi

dengan memperkaya

diri sendiri, orang lain

atau suatu korporasi

Page 124: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

cxxiv

seperti yang diatur di

dalam Pasal 2 ayat (1)

Undang-Undang No.

31 Tahun 1999 Jo

Undang-Undang No.

20 Tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.

2 Berdasarkan

substansi objek

tindak pidana

korupsi.

- Tindak pidana korupsi

murni.

3 Berdasarkan

substansi subjek

hukum tindak

pidana korupsi.

- Tindak pidana korupsi

umum.

4 Berdasarkan

sumbernya.

- Tindak pidana korupsi

yang bersumber pada

Undang-Undang No. 31

Tahun 1999 Jo Undang-

Undang No. 20 Tahun

2001 Tentang

Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.

5 Berdasarkan

tingkah laku atau

perbuatan dalam

rumusan tindak

pidana.

- Tindak pidana korupsi

aktif.

6 Berdasarkan - Tindak pidana korupsi

Page 125: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

cxxv

dapat atau

tidaknya

merugikan

keuangan negara

dan atau

perekonomian

negara.

yang dapat merugikan

keuangan negara dan atau

perekonomian negara.

Tabel. 4

Page 126: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

cxxvi

BAB IV

Simpulan dan Saran

A. Simpulan

1. Kriteria bahwa judex facti telah melakukan kesalahan dalam menerapkan

hukum sehingga menjadi dasar pemeriksaan kasasi dalam perkara korupsi

Bank Mandiri dengan terdakwa E.C.W Neloe.

Telah terpenuhinya semua unsur alasan kasasi untuk putusan bebas pada

perkara korupsi Bank Mandiri dengan terdakwa E.C.W Neloe yaitu:

a. Alasan Pembebasan Tidak Murni

1) Penafsiran keliru terhadap unsur tindak pidana dalam surat

dakwaan yaitu salah menafsirkan kata “dapat” dan menafsirkan

unsur dapat merugikan keuangan negara dan atau perekonomian

negara menggunakan Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 Tentang

Perbendaharaan Negara.

2) Memasukkan unsur non yuridis yaitu memberikan pendapat dan

penilaian terhadap kinerja pemerintah selama ini dalam

Page 127: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

cxxvii

penegakan hukum perkara-perkara korupsi di Indonesia, yang

dimasukkan sebagai pertimbangan putusan judex facti.

3) Melampaui batas wewenang, yaitu wewenang absolut karena

melakukan uji meteriil terhadap kata “dapat” dalam Undang-

Undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun

2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

b. Alasan Kasasi Pasal 253 ayat (1) KUHAP dan Pasal 30 ayat (1)

Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 Jo Undang-Undang No. 3 Tahun

2009 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985

Tentang Mahkamah Agung.

1) Peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak

sebagaimana mestinya atau salah menerapkan atau melanggar

hukum yang berlaku yaitu menyatakan perbuatan terdakwa masuk

dalam ruang lingkup hukum perdata tapi diputus bebas, dakwaan

terbukti tapi diputus bebas, diputus bebas tapi dalam amar

putusan diperintahkan membayar biaya perkara.

2) Cara mengadili tidak dilaksanakan menurut Undang-Undang

yaitu menunjukan sikap yakin bahwa para terdakwa tidak

bersalah dalam persidangan.

3) Melampaui batas wewenang yaitu wewenang absolut karena

melakukan uji materiil terhadap kata “dapat” dalam Undang-

Undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun

2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

4) Lalai memenuhi syarat yang diwajibkan peraturan Perundang-

Undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya

putusan yang bersangkutan yaitu hanya mempertimbangkan saksi

Page 128: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

cxxviii

a de charge yang diajukan oleh kuasa hukum terdakwa dan tidak

mempertimbangkan alat bukti surat.

2. Ada kesalahan penerapan hukum oleh judex facti sebagai dasar

pemeriksaan perkara kasasi oleh hakim Mahkamah Agung dalam perkara

korupsi Bank Mandiri dengan terdakwa E.C.W Neloe yaitu:

Berdasarkan pertimbangan hakim Mahkamah Agung bahwa judex facti:

a) Salah menerapkan hukum atau menerapkan hukum tidak sebagaimana

mestinya;

b) Keliru dalam menerapkan hukum;

c) Telah melampaui batas wewenangnya;

d) Telah melakukan uji materiil;

e) Salah menerapkan hukum pembuktian.

Tindak pidana korupsi Bank Mandiri dengan terdakwa E.C.W Neloe dkk

termasuk ke dalam bentuk tidak pidana korupsi dengan memperkaya diri

sendiri, orang lain atau suatu korporasi seperti yang diatur di dalam Pasal

2 ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No.

20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan ke

dalam beberapa kategori jenis tindak pidana korupsi yaitu:

1) Tindak pidana korupsi murni;

2) Tindak pidana korupsi umum;

3) Tindak pidana korupsi yang bersumber pada Undang-Undang No. 31

Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

Page 129: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

cxxix

4) Tindak pidana korupsi aktif;

5) Tindak pidana korupsi yang dapat merugikan keuangan negara dan

atau perekonomian negara.

B. Saran

1. Untuk para praktisi hukum yaitu polisi, jaksa dan hakim agar lebih hati-

hati dan cermat dalam mengkaji dan menilai suatu perkara yang sedang

ditangani baik dalam tingkat penyidikan, penuntutan, pada tahap

penjatuhan putusan sampai pada upaya hukum agar selalu mencerminkan

keadilan dan kepastian hukum guna mengembalikan kepercayaan

masyarakat pada hukum dan instansi penegak hukum.

2. Agar para penegak hukum yaitu polisi, jaksa dan hakim diharapkan

memiliki dan meningkatkan kemampuan, kualitas pengetahuan hukum

yang layak dan cukup agar memperkecil tingkat kesalahan dalam

penanganan perkara-perkara pidana pada khususnya misalnya banyak

dibekali dengan pendidikan dan pelatihan kemahiran dan sebagainya.

3. Para penegak hukum yaitu polisi, jaksa dan hakim harus dibekali dengan

pengetahuan hukum dan pengetahuan penunjang yang up to date agar

penanganan terhadap kasus-kasus yang merupakan tindak pidana khusus

yang sedang marak terjadi bisa menghasilkan suatu putusan yang

berkualitas jangan sampai terjadi seperti dalam kasus yang penulis angkat

diatas bahwa jaksa penuntut umum dalam mengklasifikasikan alasan

kasasi masih belum tepat dan tidak disertai dengan dasar hukum, judex

facti dalam memutus perkara masih bingung atau campur aduk antara

perkara pidana dan perdata, antara pertimbangan yang satu dengan

pertimbangan yang lain saling bertentangan, tidak menerapkan KUHAP

yang sebenarnya adalah hal pokok dalam penegakan hukum pidana, tidak

Page 130: TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENILAIAN PENERAPAN …/Tinjauan...ii persetujuan pembimbing penulisan hukum (skripsi) tinjauan yuridis tentang penilaian penerapan hukum oleh judex facti

cxxx

memiliki kemampuan analisis yang tajam dan tepat dalam setiap

penggunaan dasar hukum bagi pertimbangan dalam menjatuhkan putusan.

4. Dalam pemilihan perekrutan bagi penegak hukum yaitu polisi, jaksa dan

hakim khususnya harus dilakukan dengan jujur dan cermat karena untuk

penegak hukum dibutuhkan orang-orang yang berkualitas pintar dan

cerdas secara intelektual dan punya kepribadian yang baik dan luhur guna

mewujudkan keadilan dan kepastian hukum di Indonesia.