113
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TRANSAKSI PERBANKAN MELALUI INTERNET BANKING DI INDONESIA Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh : Ratna Suryani NIM : E. 0003274 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2008

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TRANSAKSI PERBANKAN …/Tinjauan...TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TRANSAKSI PERBANKAN MELALUI INTERNET BANKING DI INDONESIA Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan

  • Upload
    lamphuc

  • View
    243

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TRANSAKSI PERBANKAN

MELALUI INTERNET BANKING DI INDONESIA

Penulisan Hukum

(Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat

Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum

Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Oleh :

Ratna Suryani

NIM : E. 0003274

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2008

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TRANSAKSI PERBANKAN

MELALUI INTERNET BANKING DI INDONESIA

Disusun oleh :

RATNA SURYANI

NIM : E. 0003274

Disetujui untuk Dipertahankan

Dosen Pembimbing

Munawar Kholil, S.H., M.Hum

NIP. 132 086 386

Co. Pembimbing

Pujiyono, S.H., M.H

NIP. 132 304 741

iii

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TRANSAKSI PERBANKAN

MELALUI INTERNET BANKING DI INDONESIA

Disusun oleh :

RATNA SURYANI

NIM : E. 0003274

Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

pada :

Hari : Kamis

Tanggal : 31 Januari 2008

TIM PENGUJI

1. ...................................................... ( Djuwityastuti, S.H. )

Ketua

2. ....................................................... ( Pranoto, S.H., M.H. )

Sekretaris

3. ........................................................ ( Munawar Kholil, S.H., M.Hum )

Anggota

MENGETAHUI

Dekan,

Mohammad Jamin, S.H., M.Hum

NIP. 131 570 154

iv

MOTTO

”Jagalah Allah, niscaya engkau akan senantiasa mendapati-Nya di hadapanmu. Kenalilah

Allah di waktu lapang niscaya Dia akan mengenalimu saat kesulitan, ketahuilah bahwa apa

yang luput darimu tidak akan menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan luput

darimu. Ketahuilah bahwa kemenangan itu selalu mengiringi kesabaran, jalan keluar selalu

mengiringi cobaan dan kemudahan itu selalu mengiringi kesusahan”

(HR. Tirmidzi)

”Allah memberikan hikmah kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa diberi

hikmah, maka sungguh telah diberikan kepadanya kebajikan yang banyak. Dan tiada yang

dapat mengambil pelajaran dengan ilmu, kecuali orang-orang yang berakal”

(Q.S. Al-Baqarah : 269)

”Sesungguhnya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman

dan berilmu diantara kamu beberapa derajat”

(Q.S. Mujahadah : 11)

PERSEMBAHAN

Secercah pemikiran yang begitu tulus dan sederhana, penulis persembahkan kepada :

Kedua orangtuaku Bapak Suradi Budi Utomo dan Ibu Muryati yang paling kukasihi,

yang senantiasa mendoakan kebaikan untukku dan memberikan

kasih sayang yang tak pernah putus.

Kakakku tersayang Heru Pambudi yang telah memberikan keteladanan, dan selalu

memberikan kesempatan padaku untuk menjadi lebih baik.

Terimakasih untuk Cinta dan Sahabat-sahabatku untuk dukungan dan semangat

yang selalu diberikan padaku, terimakasih...

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT atas rahmat dan kasih-Nya telah

memberikan kemudahan dan kelancaran kepada penulis dalam menyelesaikan

penulisan hukum ini. Tiada daya dan upaya penulis tanpa kemurahan-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini sebagai syarat untuk

meraih gelar kesarjanaan dalam ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas

Sebelas Maret Surakarta dengan judul ”TINJAUAN YURIDIS TERHADAP

TRANSAKSI PERBANKAN MELALUI INTERNET BANKING DI

INDONESIA”.

Banyak permasalahan dan hambatan yang penulis alami, menyangkut

penyelesaian penulisan hukum ini, baik yang langsung maupun yang tidak

langsung. Namun, berkat bimbingan, saran, semangat, dan bantuan dari berbagai

pihak, serta kebersamaan orang-orang di sekitar penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan hukum ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan

perasaan yang setulus-tulusnya dari hati yang paling dalam, penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan

bantuan dan dukungan di dalam penyusunan penulisan hukum ini, terutama yang

terhormat :

1. Bapak Mohammad Jamin, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin kepada

penulis untuk penyusunan penulisan hukum ini.

2. Bapak Munawar Kholil, S.H., M.Hum dan Bapak Pujiyono, S.H., M.H.

selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membantu, membimbing, dan

mengarahkan dengan penuh kesabaran kepada penulis dalam

menyelesaikan penulisan hukum ini.

3. Ibu Ambar Budi S, S.H., M.Hum selaku Ketua Bagian Hukum Perdata

sekaligus Pembimbing Akademik yang telah memberikan nasihat, arahan

dan masukan kepada penulis selama menempuh studi di Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret.

vi

4. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf dan Karyawan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret.

5. Bapak dan Ibuk yang mencurahkan perhatian yang tidak kenal lelah untuk

penulis selama ini, semoga penulis dapat mewujudkan apa yang bapak dan

ibuk harapkan.

6. Mas Heru..aku janji akan membuat semuanya lebih baik! Mba ut dan

keponakan kecilku Faris, aku sayang kalian semua!

7. Keluarga besar Eyang Suparjo dan Eyang Markomah yang telah banyak

memberikan perhatian, bantuan, kebaikan, serta doa kepada penulis.

8. Ferry Adrianto..makasih ya phell untuk cinta, sayang dan semua yang

udah diberikan pada penulis.

9. Sahabat-sahabat seperjuanganku..Pipi temen boboku..thanks udah menjadi

sahabat yang baik banget buat aku ya pi! UlisMan yang baek&lucu..aku

kangen ek ul! Nopha temen pertamaku di Solo thanks for joy and

happiness..aku pasti akan merindukan kalian.

10. Sania, sahabat setiaku yang berharga banget..ayo cepetan lulus!!!

11. Mba dytha..makasih semuanya ya mba..tanpa mba dyt, ga tau musti

gimana de.

12. Adek-adekku Chacha cute,muridku Chucyuw, Putri yang sering nemenin

begadang, Nandya yang manis tapi super ceroboh..kalian telah memberi

keceriaan pada mba nat, ayo belajar yang bener!

13. Keluarga Bapak Sutoyo yang telah memberikan tempat di tengah-tengah

keluarga saat penulis jauh dari rumah.

14. Keluarga Besar As-Syamsa..Bapak Ibu Soehono, Cimet yang baik..thanks

ya met!erma mba! Ida yang lucu, Mba Anggie yang bikin aku

mlongo,Tutik dan Heni yang baik, Fepty, Sulis, Nindy, Fuzy, Tiwi dan

para penghuni baru As-Syamsa..maaf kalo slama ini aku belum bisa

menjadi teman, sahabat, dan saudara yang baik untuk kalian, dan semua

pendahulu-pendahulu As-Syamsa yang udah memberi teladan padaku.

15. ”The Big Family” Delik..Iwan, Kunto, Cahyo, Jekek, Genjix, Bebex, Heni,

Mba Metta, Mas Ompiq, Mas Shiro, Mas Coro, Elok, Puput, Sophie,

vii

Ponxy, Surip, Tubbies, Aci dkk, Denox, Nopis, Kucluq, Mbolox, Mas

Didit, Om Jek dan semua temen-temen delik 2004 sampe 2007 yang tidak

bisa penulis sebutkan satu persatu mengingat begitu banyaknya sedulur-

sedulur delik, dan karena ini bukan daftar absensi hehe..

16. Teman-teman di Salatiga..Melanie Assa, Mikow, Krisna, Rama, Bison,

Yamuz, Erick, Ayi’, Athonx, Arum, Ririn, Ambar, Hendro, Fajar, dll

pokoke akeh banget!

17. Teman-teman seangkatan 2003..Aan pembimbing 3 ku, Marina, Deaz,

Donny, Tika, Iman, Aswin, Ria, Adi, Pethonx, Kakek, Aris, Soni, Pring,

Uchin, Rizal, Riska, Nurul, Gading, Agus, Ayu, Intan, Adit..pokoknya

teman-teman angkatan 2003 semuamuanya aja deh.

18. Kakak-kakak tingkatku dan adek-adek tingkatku.

19. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah

memberikan bantuan baik langsung ataupun tidak langsung dalam

penulisan hukum ini.

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa penulisan

hukum ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat

membangun sangat penulis harapkan. Demikian semoga penulisan hukum ini

dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Surakarta, Januari 2008

Ratna Suryani

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ..............................................................................

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .....................................

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI................................................

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN.....................................

KATA PENGANTAR.............................................................................

DAFTAR ISI ...........................................................................................

DAFTAR BAGAN..................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................

ABSTRAK ..............................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................

A. Latar Belakang Masalah .....................................................

B. Pembatasan Masalah ...........................................................

C. Perumusan Masalah ............................................................

D. Tujuan Penelitian ................................................................

E. Manfaat Penelitian ..............................................................

F. Metode Penelitian ...............................................................

G. Sistematika Penulisan Hukum ............................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................

A. Kerangka Teori ...................................................................

1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian ..............................

a. Pengertian Perjanjian ..............................................

b. Syarat-syarat sahnya Perjanjian ..............................

c. Asas-asas Perjanjian ................................................

d. Unsur-unsur dalam Perjanjian .................................

e. Jenis-jenis Perjanjian ...............................................

f. Subyek dan Obyek Perjanjian .................................

g. Pelaksanaan Perjanjian ............................................

h. Akibat hukum Perjanjian ........................................

i

ii

iii

iv

v

viii

xi

xii

xiii

1

1

5

5

6

7

8

12

14

14

14

14

16

19

22

23

25

26

27

ix

i. Cara Berakhirnya Perjanjian ...................................

2. Tinjauan Umum tentang Perbankan ..............................

a. Pengertian Bank ......................................................

b. Jenis-jenis Bank ......................................................

c. Fungsi Bank ............................................................

d. Jasa-jasa Perbankan .................................................

e. Hubungan Bank dengan Nasabah ...........................

f. Perlindungan Hukum bagi Nasabah ........................

3. Tinjauan Umum tentang Transaksi Perbankan .............

a. Tinjauan tentang Transaksi .....................................

b. Tinjauan tentang Transaksi Perbankan ...................

4. Tinjauan Umum tentang Teknologi Informasi ..............

a. Pengertian Teknologi Informasi ..............................

b. Dasar Hukum Penggunaan Teknologi Informasi

oleh Bank.................................................................

c. Peran Teknologi Informasi dalam Keuangan dan

Perbankan.................................................................

d. Pelaksanaan Penggunaan Teknologi Sistem

Informasi .................................................................

e. Risiko dalam Penggunaan Teknologi Sistem

Informasi .................................................................

5. Tinjauan Umum tentang Internet Banking ....................

a. Pengertian Internet Banking ...................................

b. Tipe-tipe Layanan Internet Banking .......................

c. Risiko dalam Layanan Internet Banking .................

d. Peraturan-peraturan Terkait dengan Internet

Banking di Indonesia ..............................................

6. Tinjauan Umum tentang Keadilan

a. Pengertian Keadilan.................................................

b. Hukum dan Keadilan...............................................

7. Tinjauan Umum tentang Upaya Penyelesaian Sengketa

27

28

28

30

32

33

34

34

35

35

36

37

37

38

39

39

40

41

41

42

44

45

46

46

47

48

x

a. Proses Adjudikasi ....................................................

b. Proses Konsensus ....................................................

c. Proses Adjudikasi Semu ..........................................

B. Kerangka Pemikiran ............................................................

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................

A. Transaksi Perbankan melalui Internet Banking di

Indonesia .............................................................................

1. Deskripsi Transaksi Perbankan melalui Internet

Banking di Indonesia.....................................................

2. Pengaturan Transaksi Perbankan melalui Internet

Banking di Indonesia.....................................................

3. Jaminan Kepastian Hukum dan Keadilan bagi Para

Pihak..............................................................................

B. Upaya Penyelesaian Sengketa terhadap Permasalahan

Hukum yang Timbul dalam Transaksi Perbankan melalui

Internet Banking ..................................................................

BAB IV PENUTUP ................................................................................

A. Kesimpulan .........................................................................

B. Saran ....................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

48

49

50

51

54

54

54

60

83

85

93

93

94

xi

DAFTAR BAGAN

Bagan Kerangka Pemikiran............................................................... 53

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor

27/164/KEP/DIR/1995 tentang Penggunaan Teknologi Sistem

Informasi oleh Bank

Lampiran II Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor

31/175/KEP/DIR/1998 tentang Penyempurnaan Teknologi Sistem

Informasi Bank dalam Menghadapi Tahun 2000

Lampiran III Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/18/DPNP Tanggal 20 April

2004 tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Aktivitas

Pelayanan Jasa Bank melalui Internet Banking

xiii

ABSTRAK

RATNA SURYANI, E0003274, TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TRANSAKSI PERBANKAN MELALUI INTERNET BANKING DI INDONESIA. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Penulisan Hukum (Skripsi). 2008.

Penulisan Hukum (Skripsi) ini bertujuan untuk mengetahui apakah pengaturan mengenai transaksi perbankan melalui internet banking di Indonesia dapat menjamin kepastian hukum dan keadilan bagi para pihak yang terkait, serta untuk mengetahui langkah-langkah hukum atau upaya penyelesaian sengketa yang diambil jika terjadi permasalahan hukum dalam transaksi perbankan melalui internet banking. Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normatif yang merupakan penelitian terhadap sistematik hukum. Jenis data yang digunakan yakni jenis data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan yakni melalui studi kepustakaan baik berupa buku-buku, peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen dan sebagainya. Analisis data yang digunakan adalah analisis isi, yang kemudian data disajikan secara deskriptif.

Transaksi perbankan melalui internet banking belum diatur secara khusus dalam sistem perundang-undangan di Indonesia. Pengaturan mengenai transaksi perbankan melalui internet banking di Indonesia yang ada saat ini belum dapat menjamin kepastian hukum dan keadilan bagi para pihak yang terkait. Upaya perlindungan hukum telah dilakukan oleh pemerintah, namun substansi-substansi dari peraturan-peraturan yang ada belum menunjukkan adanya upaya perlindungan hukum yang optimal bagi para pihak. Hal ini diakibatkan instrumen perlindungan hukum yang ada dalam ketentuan hukum tersebut masih kurang dan belum mencerminkan suatu perlindungan hukum yang komprehensif, di mana perlindungan hukum masih bersifat parsial yang terletak di berbagai macam perundang-undangan. Peraturan yang ada juga belum mencerminkan asas keseimbangan, di mana idealnya pembentukan aturan tersebut harus mencerminkan hak dan kewajiban yang seimbang di antara para pihak yang terkait. Sengketa yang terjadi antara para pihak jika terjadi permasalahan hukum dalam transaksi perbankan melalui internet banking dapat diselesaikan dengan mengacu pada perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak, apakah penyelesaian sengketa dilakukan melalui pengadilan (litigasi) atau di luar pengadilan (nonlitigasi). Perjanjian yang telah disepakati bersama merupakan undang-undang bagi yang membuatnya, sehingga yang dijadikan dasar hukum dalam upaya penyelesaian sengketa adalah kehendak bebas yang teratur dari para pihak, dan cara penyelesaian sengketa yang ditempuh sepenuhnya diserahkan kepada masing-masing pihak untuk memperoleh putusan yang seadil-adilnya.

xiv

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Republik Indonesia merupakan negara berkembang yang telah

menyadari ketertinggalannya di bidang pembangunan. Untuk mengejar

ketertinggalannya tersebut dan sebagai upaya untuk meningkatkan taraf hidup

masyarakat sejalan dengan perkembangan jaman yang mengarah pada

modernisasi, maka dilakukan usaha yang disebut pembangunan nasional.

Pembangunan nasional merupakan upaya pembangunan yang

berkesinambungan yang dilakukan secara menyeluruh terhadap segala sektor

perikehidupan yang meliputi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, untuk

mewujudkan tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam alinea IV

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu melindungi segenap bangsa

dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Pembangunan nasional bangsa Indonesia dimaksudkan sebagai upaya untuk

membangun manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia

seluruhnya demi terwujudnya suatu masyarakat yang sejahtera, adil, makmur

dan merata baik materiil maupun spiritual.

Pembangunan nasional yang merupakan proses modernisasi telah

membawa dampak positif dan negatif bagi kehidupan manusia. Perkembangan

jaman yang semakin pesat sebagai akibat dari pembangunan banyak

memberikan pengaruh dalam kemajuan budaya dan ilmu pengetahuan dan

teknologi yang menimbulkan permasalahan yang multikompleks, sehingga

dalam rangka mewujudkan pembangunan yang berkesinambungan untuk

terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan

UUD 1945 diperlukan suatu peran serta baik dari sektor pemerintah maupun

1

xv

swasta yang senantiasa memperhatikan keserasian, keselarasan, dan

kesinambungan berbagai unsur pembangunan di bidang ekonomi dan

pembangunan.

Salah satu sarana untuk mewujudkan pembangunan tersebut adalah

adanya peran serta dari lembaga keuangan yang mengatur tatanan sistem

ekonomi yang menunjang pelaksanaan tujuan pembangunan nasional.

Lembaga keuangan pada dasarnya mempunyai peran yang sangat strategis

dalam mengembangkan perekonomian suatu bangsa. Tumbuhnya

perkembangan lembaga keuangan secara baik dan sehat akan mampu

mendorong perkembangan ekonomi bangsa. Lembaga keuangan tersebut

dapat berbentuk Lembaga Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Bukan

Bank. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi

perseorangan, badan usaha baik milik swasta maupun milik negara, dan

lembaga pemerintah untuk menyimpan dananya yang bertujuan untuk

memberikan kredit dan jasa-jasa. Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai

jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan

mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian. Peran yang

strategis tersebut terutama disebabkan oleh fungsi utama bank sebagai suatu

wadah yang dapat menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara

efektif dan efisien, yang menunjang pelaksanaan pembangunan nasional

dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya,

pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan taraf hidup

rakyat banyak. Di Indonesia masalah yang terkait dengan bank diatur dalam

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Di dalam industri keuangan yang semakin canggih dewasa ini,

kebutuhan akan jasa perbankan dan persaingan antar bank semakin meningkat,

sehingga perbankan diharuskan untuk senantiasa meningkatkan efisien dan

mutu pelayanannya kepada masyarakat dengan cara menyesuaikan diri agar

mampu menampung tuntutan pengembangan jasa perbankan. Lembaga

xvi

keuangan bank memberikan layanannya tidak hanya melalui bentuk-bentuk

konvensional, tetapi sudah mulai beralih pada pemanfaatan teknologi

informasi. Hal ini dipacu oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

informasi yang mampu mendukung sistem transaksi perbankan. Kerangka

kerja lembaga keuangan bank harus terus berevolusi mengikuti perkembangan

teknologi terkini, selain itu bank juga harus terus berinovasi sejalan dengan

perkembangan teknologi itu sendiri. Bank-bank masa kini semakin mendorong

peningkatan kualitas dan keterjangkauan yang lebih luas bagi nasabahnya

dalam memperoleh layanan perbankan, sasarannya adalah bagaimana

menjangkau dan memudahkan nasabah untuk menikmati berbagai fasilitas

layanan perbankan tanpa harus terintangi ruang dan waktu.

Semakin pesatnya perkembangan teknologi infomasi pada masa

sekarang ini menjadikan internet banking sebagai alternatif yang banyak

dipakai oleh bank saat ini. Internet banking merupakan pelayanan jasa

perbankan untuk mempermudah nasabah di dalam melakukan transaksi

perbankan, karena internet banking memanfaatkan teknologi sistem informasi

sesuai dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor

27/164/KEP/DIR/1995 tentang Penggunaan Teknologi Sistem Informasi oleh

Bank dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor

31/175/KEP/DIR/1998 tentang Penyempurnaan Teknologi Sistem Informasi

Bank dalam Menghadapi Tahun 2000.

Layanan internet banking merupakan wujud dari responsifnya

lembaga keuangan bank terhadap peluang dalam persaingan saat ini. Bagi

sektor perbankan, penggunaan internet banking sangat berpotensi

mengefisiensi biaya sekaligus meningkatkan pendapatan melalui sistem yang

jauh lebih efektif daripada bentuk konvensional. Layanan internet banking

menawarkan berbagai macam kemudahan dalam kegiatan transaksi perbankan

di Indonesia. Kemudahan itu antara lain dimulai dari penawaran jasa

perbankan melalui situs-situs yang dibuat oleh bank yang bersangkutan

sampai pada tawaran untuk melakukan transaksi secara online melalui media

xvii

internet. Di dalam layanan internet banking kita bisa melakukan aktivitas

perbankan hanya melalui komputer yang terhubung dengan internet.

Penggunaan layanan internet banking sangat praktis dan sangat berguna bagi

masyarakat yang malas berantri-antri di bank atau melalui prosedur bank yang

bertele-tele dan berbelit-belit, karena hanya tinggal klik, kita sudah bisa

melakukan transaksi perbankan.

Untuk menjadi nasabah layanan internet banking, terlebih dahulu

nasabah harus mendaftar. Di dalam melakukan pendaftaran itu otomatis bank

dan nasabah terikat dalam suatu perjanjian. Dari sini dapat dilihat bahwa

transaksi perbankan melalui internet banking terkait dengan Hukum

Perjanjian, oleh karena itu perlu diketahui juga secara mendalam mengenai

Hukum Perjanjian.

Dilihat dari suatu sisi, kemunculan teknologi internet banking ini telah

memberikan kemudahan dalam melakukan transaksi perbankan, meningkatkan

efisiensi biaya sekaligus memberikan keuntungan yang tinggi terhadap sektor

perbankan, tetapi di sisi lain transaksi perbankan melalui internet banking

dapat saja menimbulkan sengketa di kemudian hari. Dari berbagai keuntungan

yang diberikan, penggunaan layanan internet banking juga tidak luput dari

risiko munculnya permasalahan hukum dalam transaksi perbankan yang

dilakukan, oleh karena itu dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi

perlu adanya upaya penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa antara pihak

bank dengan nasabah dapat diselesaikan dengan mengacu pada perjanjian

yang telah disepakati oleh para pihak, apakah penyelesaian sengketa dilakukan

melalui pengadilan (litigasi) atau di luar pengadilan (nonlitigasi).

Transaksi perbankan melalui internet banking harus kita lihat lebih

mendalam lagi, karena kita harus mengetahui apakah itu internet banking dan

apakah pengaturan dari transaksi perbankan melalui internet banking tersebut

di Indonesia dapat menjamin kepastian hukum dan keadilan bagi para pihak

yang terkait, serta bagaimana upaya penyelesaian sengketa jika terjadi

permasalahan hukum dalam transaksi perbankan melalui internet banking.

xviii

Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka penulis tertarik

untuk mengkaji masalah tersebut yang terumus dalam judul :

“TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TRANSAKSI PERBANKAN

MELALUI INTERNET BANKING DI INDONESIA”

B. Pembatasan Masalah

Bagi penulis, pembatasan masalah itu akan menjadi pedoman kerja.

Selain itu pembatasan ruang lingkup obyek atau pokok permasalahan bagi

orang lain mencegah terjadinya kerancuan pengertian dan kaburnya persoalan

(Soetrisno Hadi, 1978:8).

Masalah-masalah yang diteliti oleh penulis sesuai dengan judul di atas,

yaitu menitikberatkan pada pembahasan mengenai transaksi perbankan

melalui internet banking ditinjau dari Hukum Perjanjian, Hukum Perbankan,

dan Hukum Penyelesaian Sengketa.

C. Perumusan Masalah

Untuk mempermudah pemahaman terhadap permasalahan yang dikaji

oleh penulis, serta mempermudah pembahasan masalah agar lebih terarah dan

mendalam sesuai dengan sasaran yang tepat, perlu adanya perumusan masalah

yang tersusun secara baik dan sistematis, maka penulis merumuskan masalah

sebagai berikut :

1. Apakah pengaturan mengenai transaksi perbankan melalui internet

banking di Indonesia dapat menjamin kepastian hukum dan keadilan bagi

para pihak yang terkait ?

2. Bagaimanakah upaya penyelesaian sengketa jika terjadi permasalahan

hukum dalam transaksi perbankan melalui internet banking ?

D. Tujuan Penelitian

Penelitian merupakan kegiatan ilmiah, dimana berbagai data dan

informasi dikumpulkan, dirangkai dan dianalisa yang bertujuan untuk

mengembangkan ilmu pengetahuan dan juga dalam rangka pemecahan

xix

masalah-masalah yang dihadapi (Soerjono Soekanto, 1986:2). Penelitian

adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji

kebenaran suatu pengetahuan, usaha yang dilakukan dengan metode ilmiah

(Soetrisno Hadi, 1989:4).

Berdasarkan latar belakang masalah dan permasalahan yang

dikemukakan penulis di atas, penelitian ini diharapkan dapat mencapai tujuan

sebagai berikut :

1. Tujuan Obyektif

a). Untuk mengetahui apakah pengaturan mengenai transaksi perbankan

melalui internet banking di Indonesia dapat menjamin kepastian

hukum dan keadilan bagi para pihak yang terkait.

b). Untuk mengetahui langkah-langkah hukum atau penyelesaian sengketa

yang diambil jika terjadi permasalahan hukum dalam transaksi

perbankan melalui internet banking.

2. Tujuan Subyektif

a. Sebagai bahan utama dalam penyusunan penulisan hukum untuk

memenuhi persyaratan wajib bagi setiap mahasiswa dalam meraih

gelar kesarjanaan dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Untuk menambah wawasan pengetahuan serta pemahaman penulis

terhadap penerapan teori-teori yang telah diterima selama menempuh

kuliah guna melatih kemampuan dan keterampilan penulis agar siap

terjun di dalam masyarakat.

c. Untuk memberi gambaran dan sumbangan bagi ilmu pengetahuan pada

umumnya dan ilmu pengetahuan hukum pada khususnya.

E. Manfaat Penelitian

Suatu penelitian diharapkan akan memberikan suatu manfaat yang

berguna bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya,

xx

dikarenakan besar kecilnya manfaat dari penelitian akan memberikan nilai

tambah bagi penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan dari

penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

a. Dapat digunakan sebagai sumbangan karya ilmiah dalam

perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Ilmu Hukum khususnya di

bidang Hukum Perdata dan Hukum Perbankan.

b. Dapat bermanfaat dalam mengadakan penelitian sejenis berikutnya,

disamping itu sebagai pedoman penelitian yang lain.

c. Memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber

informasi dan dapat memberi gambaran lebih jelas kepada masyarakat

mengenai transaksi perbankan melalui internet banking.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran bagi para pihak yang terkait dalam menyelesaikan sengketa

yang timbul jika terjadi permasalahan hukum dalam transaksi

perbankan melalui internet banking.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran bagi pembaca yang tertarik maupun berkepentingan dalam

pelaksanaan pembangunan di bidang perbankan khususnya mengenai

transaksi perbankan melalui internet banking.

F. Metode Penelitian

Untuk memperoleh kebenaran yang dapat dipercaya keabsahannya

suatu penelitian harus menggunakan suatu metode yang tepat dengan tujuan

yang hendak dicapai sebelumnya, sedangkan dalam penentuan metode mana

yang dipilih harus tepat dan jelas sehingga hasil dengan kebenaran yang dapat

dipertanggungjawabkan dapat tercapai.

xxi

Di dalam suatu penelitian, metode penelitian merupakan salah satu

faktor penting yang menunjang suatu proses penelitian yaitu berupa

penyelesaian suatu permasalahan yang diteliti di mana metode penelitian

merupakan cara yang utama yang bertujuan untuk mencapai tingkat penelitian,

jumlah dan jenis yang dihadapi. Akan tetapi dengan mengadakan klasifikasi

yang didasarkan pada pengalaman dapat ditentukan jenis penelitian (Winarno

Surakhmad, 1992:130).

Pengertian metode sendiri adalah usaha untuk menemukan,

mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha mana

dilakukan dengan metode ilmiah (Sutrisno Hadi, 1994:130). Dengan demikian

pengertian metode sebenarnya adalah cara bagaimana penelitian dijalankan.

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan

analisis dan konstruksi yang dilakukan secara metodologi, sistematis dan

konsisten. Metodologi berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu.

Sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak

adanya hal-hal yang bertentangan dalam kerangka tertentu (Soerjono

Soekanto, 1991:42).

Metode penelitian adalah suatu cara untuk memecahkan suatu masalah

dengan cara mengumpulkan, menyusun serta menginterpretasikan data-data

guna menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu

pengetahuan, atau dengan kata lain metodologi penelitian merupakan sarana

dan cara yang digunakan untuk memahami obyek yang diteliti, yang hasilnya

dituangkan dalam penulisan ilmiah dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan

secara ilmiah.

Adapun metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam

penyusunan penulisan hukum ini adalah sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Penelitian hukum ini merupakan jenis Penelitian Hukum Normatif

atau Penelitian Hukum Kepustakaan yang merupakan Penelitian terhadap

xxii

Sistematik Hukum, di mana penelitian hukum dilakukan dengan cara

meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum

primer, sekunder dan tersier. Bahan-bahan hukum itu kemudian disusun

secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam

hubungannya dengan masalah yang diteliti. Hal ini sesuai dengan

pandangan Prof. Dr. Soerjono Soekanto, S.H., M.A., bahwa penelitian

hukum yang dilakukan dengan ciri meneliti bahan pustaka atau data

sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau

penelitian hukum kepustakaan. Penelitian hukum normatif atau penelitian

hukum kepustakaantersebut mencakup :

a. Penelitian terhadap asas-asas hukum

b. Penelitian terhadap sistematik hukum

c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal

d. Perbandingan hukum

e. Sejarah hukum (Soerjono Soekanto, 2001:13).

2. Jenis Data

Di dalam penelitian hukum ini penulis menggunakan jenis data sekunder,

yaitu sejumlah keterangan atau fakta-fakta yang tidak diperoleh secara

langsung dan dapat diperoleh melalui bahan dokumen, peraturan perundang-

undangan, laporan, buku-buku kepustakaan, dan sebagainya.

3. Sumber Data

Berdasarkan jenis data yang dipergunakan, maka yang menjadi sumber data

dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder yakni sumber data yang

berasal dari bahan-bahan kepustakaan, arsip-arsip, buku-buku, artikel-artikel,

literatur lain yang dapat digunakan sebagai sumber data sekunder, serta

dokumen-dokumen yang berfungsi sebagai pendamping sekaligus pendukung

data primer, yang terdiri dari :

a. Bahan hukum primer

xxiii

Bahan hukum primer meliputi peraturan perundang-undangan yaitu :

(1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

(3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 jo. Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia

(4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa Umum

(5) Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang

Penyelenggaraan Telekomunikasi

(6) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor

27/164/KEP/DIR/1995 tentang Penggunaan Teknologi Sistem

Informasi oleh Bank

(7) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor

31/175/KEP/DIR/1998 tentang Penyempurnaan Teknologi Sistem

Informasi Bank dalam Menghadapi Tahun 2000

(8) Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/18/DPNP Tanggal 20 April

2004 tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Aktivitas

Pelayanan Jasa Bank melalui Internet Banking.

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder, yakni bahan hukum yang isinya membahas

bahan hukum primer meliputi karya ilmiah hasil-hasil penelitian

sebelumnya dan bahan yang didapat dari berbagai situs internet serta

artikel-artikel yang berkaitan dengan topik penelitian.

xxiv

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier yakni bahan hukum yang bersifat menunjang

bahan hukum primer dan sekunder terdiri dari kamus, ensiklopedia,

dll.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis dalam penulisan hukum ini

adalah melalui Studi Kepustakaan yaitu teknik pengumpulan data dengan cara

membaca, mencatat, mempelajari, dan mengkaji buku-buku, literatur, catatan-

catatan serta peraturan perundang-undangan yang erat kaitannya dengan

pokok-pokok masalah yang digunakan untuk menyusun penulisan hukum ini

yaitu undang-undang yang terkait, literatur-literatur dan tulisan-tulisan lain

yang dapat melengkapi data yang diperlukan dalam penulisan hukum ini.

5. Teknik Analisis Data

Di dalam suatu penelitian, teknik analisis data merupakan suatu hal yang

sangat penting untuk menguraikan dan memecahkan masalah yang diteliti

berdasarkan data-data yang sudah dikumpulkan. Pada tahap ini seluruh data

yang telah terkumpul diolah sedemikian rupa sehingga tercapai suatu

kesimpulan.

Analisis data merupakan tahap yang paling penting dan menentukan, karena

pada tahap ini terjadi proses pengolahan data. Di dalam sebuah penelitian

hukum normatif, pengolahan data pada hakikatnya berarti kegiatan

mengadakan sistematisasi bahan-bahan hukum tertulis (Soerjono Soekanto,

1984:251).

Teknik analisis data dalam penulisan hukum ini penulis menggunakan teknik

analisis isi (Content of Analysis), yaitu berdasarkan prinsip logis sistematis,

yang hasil penelitiannya akan dijelaskan dalam hubungannya dengan kerangka

teoritik atau tinjauan pustaka. Analisis isi merupakan teknik penelitian yang

dimanfaatkan untuk menarik kesimpulan yang replikatif dan sahih dari data

atas dasar konteksnya (Soerjono Soekanto dan Abdulrahman, 2003:13).

xxv

Mengenai analisis isi dalam penulisan hukum ini adalah dengan jalan

mengklasifikasikan ketentuan-ketentuan dokumen sampel ke dalam kategori

yang tepat. Setelah analisis data selesai maka hasilnya disajikan secara

deskriptif, yaitu dengan jalan menuturkan dan menggambarkan apa adanya

sesuai dengan permasalahan yang diteliti dan data yang diperoleh.

G. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai keseluruhan isi

penulisan hukum, maka penulis membagi penulisan hukum ini menjadi empat

bab sebagaimana yang tercantum di bawah ini :

BAB I : PENDAHULUAN

Pada awal bab ini penulis berusaha memberikan gambaran awal

tentang penelitian ini yang meliputi : latar belakang masalah,

pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan

hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini penulis menguraikan mengenai teori-teori yang

menjadi landasan dalam penulisan hukum ini, yang berupa kajian

pustaka dan tinjauan umum yang berkenaan dengan judul dan

masalah yang diteliti, memperjelas konsep-konsep dan landasan

kerangka teoritis.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Di dalam bab ini penulis menjelaskan dan menjawab

permasalahan yang telah dianalisis, berdasarkan sumber-sumber

data yang telah didapat, yang berisi hasil penelitian yang

diperoleh dan pembahasannya dikaitkan dengan permasalahan

dengan teknik analisa data yang telah ditentukan dalam sub bab

metode penelitian.

xxvi

BAB IV : PENUTUP

Di dalam bab ini penulis memuat kesimpulan dari hasil penelitian

dan pembahasan serta saran-saran berdasarkan kesimpulan yang

ada.

xxvii

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian

a. Pengertian Perjanjian

Perjanjian diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata. Buku I mengenai hukum perorangan, Buku II

memuat ketentuan hukum kebendaan, Buku III mengenai hukum

perjanjian, Buku IV mengatur tentang pembuktian dan daluwarsa.

Pengertian tentang perjanjian dapat kita lihat pada Pasal

1313 KUH Perdata bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan

dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap

satu orang atau lebih.

Menurut R. Subekti, bahwa perjanjian adalah suatu

peristiwa di mana seseorang berjanji kepada seorang lain atau di

mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.

Dari peristiwa itu ditimbulkan suatu perhubungan antara dua orang

itu yang dinamakan ”perikatan”. Perjanjian tersebut menerbitkan

suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Di dalam

bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang

mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau

ditulis (R. Subekti, 1996:1).

Perjanjian menganut sistem terbuka seperti yang

dicantumkan pada Pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata yang

mengatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Sistem terbuka mengandung arti bahwa hukum perjanjian

14

xxviii

memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat

untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak

melanggar undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Pasal-

pasal dari hukum perjanjian merupakan hukum pelengkap, yaitu

bahwa pasal-pasal tersebut boleh disingkirkan manakala

dikehendaki oleh pihak-pihak yang membuat suatu perjanjian (R.

Subekti, 1996:13).

Menurut Prof. Dr. R. Wirjono Pradjodikoro, S.H., bahwa

perjanjian adalah suatu perbuatan hukum mengenai harta benda

kekayaan antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau

dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak

melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak yang lain berhak

menuntut pelaksanaan janji itu (A. Qirom Syamsudin, 1995:7).

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa di dalam suatu perjanjian harus terdapat unsur-unsur

(Abdulkadir Muhammad, 1986:94) :

1) Ada pihak-pihak dalam perjanjian

Pihak dalam perjanjian disebut sebagai subyek perjanjian,

yang terdiri dari minimal dua pihak yang dapat berupa manusia

pribadi atau badan hukum.

2) Ada maksud atau tujuan yang hendak dicapai dalam

mengadakan suatu perjanjian

Pihak-pihak yang berjanji itu harus bermaksud supaya

perjanjian yang mereka lakukan itu mengikat secara sah.

Mengikat secara sah adalah perjanjian itu menimbulkan hak

dan kewajiban bagi pihak-pihak yang diakui oleh hukum.

3) Ada persetujuan antara pihak

Pihak-pihak yang mengadakan suatu perjanjian harus

mencapai persetujuan yang tetap, yang ditunjukkan dengan

xxix

penerimaan tanpa syarat atas suatu tawaran dan tidak sedang

dalam keadaan berunding.

4) Adanya prestasi yang akan dilaksanakan

Prestasi adalah sesuatu yang diberikan, dijanjikan atau

dilakukan secara timbal balik. Perbuatan, sikap tidak berbuat

atau janji dari masing-masing pihak adalah harga bagi janji

yang telah dibeli oleh pihak lainnya itu. Suatu perjanjian harus

menjadi perbuatan kedua belah pihak, tiap-tiap pihak yang

berjanji untuk mematuhi prestasi kepada pihak lainnya harus

memperoleh pula pemenuhan prestasi yang telah dijanjikan

oleh pihak lainnya itu.

5) Ada bentuk tertentu, lisan atau tertulis

Perjanjian dapat dibuat dalam bentuk lisan ataupun

tertulis. Tetapi beberapa jenis perjanjian tertentu hanya berlaku

jika dalam bentuk tertulis. Misalnya : Perjanjian jual beli

rumah.

6) Terdapat kausa-kausa yang halal di dalam suatu perjanjian

Suatu perjanjian yang dengan jelas bertentangan dengan

kesusilaan dan ketertiban umum tidak dibenarkan sama sekali

oleh hukum.

b. Syarat-syarat Sahnya Suatu Perjanjian

Di dalam Pasal 1320 KUH Perdata disebutkan :

Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu :

1) sepakat mereka yang mengikatkan dirinya ;

2) kecakapan untuk membuat suatu perikatan ;

3) suatu hal tertentu ;

4) suatu sebab yang halal.

Berdasarkan rumusan tersebut, untuk sahnya perjanjian

diperlukan empat syarat, yaitu (R. Subekti, 1996:7) :

xxx

1) Sepakat mereka yang mengikatkan diri

Pihak-pihak yang mengadakan suatu perjanjian harus

sepakat, karena dengan sepakat dimaksudkan bahwa kedua

subyek yang mengadakan perjanjian itu harus sepakat, setuju

mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Apa

yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh

pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang sama

secara timbal balik.

2) Cakap untuk membuat suatu perjanjian

Orang yang membuat suatu perjanjian harus cakap

menurut hukum. Pada asasnya, setiap orang yang sudah dewasa

atau akil baliq dan sehat pikirannya adalah cakap menurut

hukum. Di dalam Pasal 1330 KUH Perdata disebutkan :

Tak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah :

a) orang-orang yang belum dewasa;

b) mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;

c) orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

Ketidakcakapan seorang perempuan yang bersuami sudah

dicabut, karena menurut Surat Edaran Mahkamah Agung

Nomor 3/1963 Tanggal 4 Agustus 1963 Kepada Ketua

Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia,

bahwa Mahkamah Agung menganggap Pasal 108 dan Pasal

110 KUH Perdata tentang wewenang seorang istri untuk

melakukan perbuatan hukum dan untuk menghadap di depan

pengadilan tanpa izin atau bantuan dari suaminya, sudah tidak

berlaku lagi.

xxxi

3) Mengenai suatu hal tertentu

Suatu hal tertentu dalam hal ini yaitu apa yang menjadi

hak dan kewajiban kedua belah pihak jika ada perselisihan.

Ditegaskan lagi dalam Pasal 1333 KUH Perdata bahwa suatu

persetujuan harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang

paling sedikit ditentukan jenisnya. Di dalam Pasal 1333 Ayat

(2) dinyatakan diperbolehkan mengadakan perjanjian, pada

waktu membuatnya jumlah barang belum ditentukan, asal

jumlah itu kemudian dapat dihitung atau ditentukan.

4) Suatu sebab yang halal

Suatu sebab yang halal dalam hal ini yaitu dalam arti isi

dari perjanjian itu sendiri yang menggambarkan tujuan yang

akan dicapai oleh para pihak. Pengertian sebab yang halal

disebutkan secara contrario dalam Pasal 1337 KUH Perdata,

yaitu suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh

undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan

dan ketertiban umum. Jadi dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud causa atau sebab yang halal adalah isi perjanjian itu

menggambarkan tujuan yang hendak dicapai, juga tidak

dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan

kesusilaan dan ketertiban umum.

Syarat pertama dan kedua disebut syarat subyektif karena

menyangkut orang atau pihak yang membuat perjanjian, sedangkan

syarat ketiga dan keempat disebut sebagai syarat obyektif karena

menyangkut obyek yang diperjanjikan oleh orang-orang yang

membuat perjanjian tersebut.

Apabila syarat subyektif tersebut tidak dipenuhi maka

perjanjian itu dapat dibatalkan (canceling) oleh salah satu pihak

yang tidak cakap. Apabila pihak yang tidak cakap tersebut tidak

xxxii

membatalkan perjanjian itu maka perjanjian yang telah dibuat tetap

sah. Apabila syarat obyektif tidak dipenuhi maka perjanjian

tersebut adalah batal demi hukum (null and void). Batal demi

hukum artinya perjanjian yang dibuat para pihak sejak awal

dianggap tidak pernah ada, jadi para pihak tidak terikat dengan

perjanjian tersebut.

c. Asas-asas Perjanjian

Untuk menciptakan keseimbangan dan memelihara hak-hak

yang dimiliki oleh para pihak sebelum perjanjian yang dibuat

menjadi perikatan yang mengikat bagi para pihak, oleh KUH

Perdata diberikan berbagai asas umum yang merupakan pedoman

atau patokan, serta menjadi batas atau rambu dalam mengatur dan

membentuk perjanjian yang akan dibuat hingga pada akhirnya

menjadi perikatan yang berlaku bagi para pihak, yang dapat

dipaksakan pelaksanaannya atau pemenuhannya. Di dalam hukum

perjanjian dikenal beberapa asas yang biasanya digunakan sebagai

dasar dalam melakukan perjanjian. Beberapa asas tersebut antara

lain (Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003:13) :

1) Asas Personalia

Di dalam Pasal 1315 KUH Perdata yang berbunyi : “Pada

umumnya tak seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama

sendiri atau meminta ditetapkan suatu janji selain untuk dirinya

sendiri”. Berdasarkan rumusan tersebut dapat kita ketahui

bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat oleh

seseorang dalam kapasitasnya sebagai individu, subyek hukum

pribadi, hanya akan berlaku dan mengikat untuk dirinya

sendiri.

Meskipun secara sederhana dikatakan bahwa ketentuan

Pasal 1315 KUH Perdata menunjuk pada asas personalia,

xxxiii

namun lebih jauh dari itu, ketentuan Pasal 1315 KUH Perdata

juga menunjuk pada kewenangan bertindak dari seseorang yang

membuat atau mengadakan perjanjian. Secara spesifik

ketentuan Pasal 1315 KUH Perdata ini menunjuk pada

kewenangan bertindak dari individu pribadi sebagai subyek

hukum pribadi yang mandiri, yang memiliki kewenangan

bertindak untuk dan atas nama dirinya sendiri.

2) Asas Konsensualitas

Ketentuan yang mengatur mengenai asas konsensualitas

terdapat dalam ketentuan angka 1 (satu) dari Pasal 1320 KUH

Perdata. Asas konsensualitas memperlihatkan bahwa pada

dasarnya suatu perjanjian yang dibuat secara lisan antara dua

atau lebih orang yang telah mengikat dan karenanya telah

melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam

perjanjian tersebut, segera setelah orang-orang tersebut

mencapai kesepakatan, meskipun kesepakatan tersebut telah

dicapai secara lisan semata-mata. Ini berarti pada prinsipnya

perjanjian yang mengikat dan berlaku sebagai perikatan bagi

para pihak yang berjanji tidak memerlukan formalitas.

Walaupun demikian, untuk menjaga kepentingan pihak debitur

diadakanlah bentuk-bentuk formalitas, atau dipersyaratkan

adanya suatu tindakan nyata tertentu.

3) Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak mendapatkan dasar

eksistensinya dalam rumusan angka 4 (empat) Pasal 1320 KUH

Perdata. Berdasarkan asas kebebasan berkontrak ini, para pihak

yang membuat dan mengadakan perjanjian diperbolehkan

untuk menyusun dan membuat kesepakatan dan perjanjian

yang melahirkan kewajiban apa saja, selama dan sepanjang

xxxiv

prestasi yang dilaksanakan tersebut bukanlah sesuatu yang

terlarang.

Ketentuan Pasal 1337 KUH Perdata menyatakan bahwa

”Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-

undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau

ketertiban umum”. Memberikan gambaran umum kepada kita,

bahwa pada dasarnya semua perjanjian dapat dibuat dan

diselenggarakan oleh setiap orang, hanya perjanjian yang

mengandung prestasi atau kewajiban pada salah satu pihak

yang melanggar undang-undang, kesusilaan dan ketertiban

umum saja yang dilarang.

Jika kita perhatikan, KUH Perdata menunjuk pada

pengertian sebab atau causa yang halal. Secara prinsip dapat

dikatakan bahwa yang dinamakan dengan sebab atau causa

yang dipergunakan dalam kehidupan kita sehari-hari, yang

menunjuk pada sesuatu yang melatarbelakangi terjadinya suatu

peristiwa hukum, berubahnya keadaan hukum atau

dilaksanakannya suatu perbuatan hukum tertentu. Hukum tidak

pernah berhubungan dan tidak perlu mengetahui apa yang

melatarbelakangi dibuatnya suatu perjanjian, melainkan cukup

bahwa prestasi yang dijanjikan untuk dilaksanakan yang diatur

dalam perjanjian yang dibuat oleh para pihak tidak

mengandung unsur-unsur yang bertentangan dengan undang-

undang, kesusilaan dan ketertiban umum.

4) Perjanjian Berlaku sebagai Undang-Undang (Pacta Sunt

Servanda)

Asas yang diatur dalam Pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata

menyatakan : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

xxxv

Ketentuan Pasal 1233 KUH Perdata memiliki

konsekuensi logis bahwa setiap perikatan dapat lahir dari

undang-undang maupun karena perjanjian, jadi perjanjian

adalah sumber dari perikatan. Sebagai perikatan yang dibuat

dengan sengaja, atas kehendak para pihak secara sukarela,

maka segala sesuatu yang telah disepakati, disetujui oleh para

pihak harus dilaksanakan oleh para pihak sebagaimana telah

dikehendaki oleh mereka. Dalam hal salah satu pihak di dalam

perjanjian tidak melaksanakannya, maka pihak lain dalam

perjanjian berhak untuk memaksakan pelaksanaan melalui

mekanisme dan jalur hukum yang berlaku.

d. Unsur-unsur dalam Perjanjian

Di dalam suatu perjanjian terdapat unsur-unsur perjanjian,

yaitu (Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003:83) :

1) Unsur Esensialia

Unsur esensialia dalam perjanjian mewakili ketentuan-

ketentuan berupa prestasi-prestasi yang wajib dilakukan oleh

salah satu atau lebih pihak yang mencerminkan sifat dari

perjanjian tersebut, yang membedakannya secara prinsip dari

jenis perjanjian lainnya. Unsur esensialia ini pada umumnya

dipergunakan dalam memberikan rumusan, definisi atau

pengertian dari suatu perjanjian.

Unsur esensialia adalah unsur yang wajib ada dalam suatu

perjanjian, bahwa tanpa keberadaan unsur tersebut, maka

perjanjian yang dimaksudkan untuk dibuat dan diselenggarakan

oleh para pihak menjadi berbeda, dan karenanya menjadi tidak

sejalan dan sesuai dengan kehendak para pihak.

xxxvi

2) Unsur Naturalia

Unsur naturalia adalah unsur yang pasti ada dalam suatu

perjanjian tertentu, ada setelah unsur esensialia diketahui secara

pasti.

3) Unsur Aksidentalia

Unsur aksidentalia adalah unsur pelengkap dalam suatu

perjanjian, yang merupakan ketentuan-ketentuan yang dapat

diatur secara menyimpang oleh para pihak, sesuai dengan

kehendak para pihak, yang merupakan persyaratan khusus yang

ditentukan secara bersama oleh para pihak.

e. Jenis-jenis Perjanjian

Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara, yaitu (R.

Setiawan, 1994:25) :

1) Perjanjian Sepihak dan Perjanjian Timbal Balik

Perjanjian sepihak merupakan perjanjian di mana

kewajibannya hanya ada pada satu pihak saja. Sedangkan

perjanjian timbal balik merupakan perjanjian yang

menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak.

2) Perjanjian Cuma-cuma dan Perjanjian atas Beban

Perjanjian cuma-cuma merupakan perjanjian yang

memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja. Sedangkan

perjanjian atas beban merupakan perjanjian di mana terdapat

prestasi dari pihak yang satu dan terdapat kontra prestasi dari

pihak lain, dan antar kedua prestasi itu ada hubungannya

menurut hukum.

3) Perjanjian Khusus dan Perjanjian Umum

Perjanjian khusus merupakan perjanjian yang mempunyai

nama sendiri. Sedangkan perjanjian umum merupakan

xxxvii

perjanjian yang tidak diatur dalam KUH Perdata, tetapi terdapat

di dalam masyarakat.

4) Perjanjian Kebendaan dan Perjanjian Obligatoir

Perjanjian kebendaan merupakan perjanjian dengan mana

seseorang menyerahkan haknya atas sesuatu kepada pihak lain.

Sedangkan perjanjian obligatoir merupakan perjanjian dengan

mana pihak-pihak mengikatkan diri untuk melakukan

penyerahan hak kepada pihak lain.

5) Perjanjian Konsensual dan Perjanjian Riil

Perjanjian konsensual merupakan perjanjian di mana di

antara kedua belah pihak telah tercapai kesesuaian kehendak

untuk mengadakan perikatan. Sedangkan perjanjian riil

merupakan perjanjian di mana selain diperlukan kata sepakat,

barangnya pun harus diserahkan, misalnya perjanjian pinjam

pakai, penitipan barang dan pinjam pengganti.

f. Subyek dan Obyek Perjanjian

1) Subyek perjanjian

Subyek perjanjian yang berupa manusia pribadi maupun

badan hukum supaya sah dalam melakukan perbuatan hukum

harus memenuhi syarat-syarat tertentu, syarat-syarat tersebut

adalah sebagai berikut:

a) Orangnya harus sudah dewasa ;

b) Orangnya sehat pikirannya atau mengetahui dan mengerti

apa yang diperbuatnya ;

c) Tidak dilarang oleh peraturan hukum atau dibatasi untuk

melakukan perbuatan hukum yang sah (A. Qirom

Syamsudin Meilala, 1995:15).

xxxviii

Berdasarkan pengertian di atas, subyek perjanjian dapat

disimpulkan menjadi dua macam:

a) Manusia Pribadi

b) Badan Hukum

2) Obyek perjanjian

Obyek dalam suatu perjanjian adalah hal yang diwajibkan

kepada debitur dan dalam hal mana terhadap pihak kreditur

mempunyai hak.

Sesuai dengan Pasal 1234 KUH Perdata bahwa obyek

suatu perjanjian adalah:

a) Untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu ;

b) Untuk berbuat sesuatu atau melakukan perbuatan tertentu;

c) Untuk tidak berbuat sesuatu atau menurut perjanjian ia

tidak boleh melakukan sesuatu.

g. Pelaksanaan Perjanjian

1) Prestasi

Berdasarkan macam hal yang dijanjikan untuk

dilaksanakan, perjanjian dibagi dalam tiga macam, yaitu:

a) Perjanjian untuk memberikan atau menyerahkan suatu

barang,

b) Perjanjian untuk berbuat sesuatu, dan

c) Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu.

Hal yang harus dilaksanakan itu dinamakan “prestasi” (R.

Subekti, 1996 : 34).

xxxix

2) Wanprestasi

Apabila si berutang (debitur) tidak melakukan apa yang

dijanjikan akan dilakukannya, maka dikatakan bahwa ia

melakukan “wanprestasi”. Ia adalah “alpa” atau “lalai” atau

“bercidera-janji”. Atau juga ia “melanggar perjanjian”, yaitu

apabila ia melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh

dilakukannya.

Wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seorang debitur

dapat berupa empat macam:

a) Tidak melakukan apa yang disanggupi akan

dilakukannya;

b) Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak

sebagaimana dijanjikan ;

c) Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat ;

d) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh

dilakukannya (R. Subekti, 1996 : 43).

3) Risiko

Risiko ialah kewajiban memikul kerugian yang

disebabkan karena suatu kejadian di luar kesalahan salah satu

pihak. Berdasarkan pengertian di atas persoalan risiko

berpokok pangkal pada terjadinya suatu peristiwa di luar

kesalahan salah satu pihak yang telah mengadakan perjanjian,

yang dalam hukum perjanjian dinamakan “keadaan memaksa”

(R. Subekti, 1996 : 56).

Di dalam KUH Perdata, persoalan risiko diatur dalam

Pasal 1237 KUH Perdata, yang berbunyi “Dalam hal adanya

perikatan untuk memberikan suatu barang tertentu, maka

barang itu semenjak perikatan dilahirkan, adalah atas

xl

tanggungan si berpiutang”. Pernyataan “tanggungan” dalam

pasal ini adalah sama dengan “risiko”.

h. Akibat Hukum Perjanjian

Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi

syarat dalam Pasal 1329 KUH Perdata. Perjanjian yang dibuat

secara sah mempunyai akibat hukum :

a) Perjanjian mengikat para pihak ;

b) Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik ;

c) Perjanjian tidak bisa dibatalkan sepihak (J.Satrio, 1992:357).

i. Cara Berakhirnya Perjanjian

Berakhirnya perjanjian dapat diketahui yaitu jika semua perikatan

dari persetujuan telah dihapus, maka persetujuan telah berakhir.

Hapusnya persetujuan dapat pula disebabkan karena hapusnya

perikatan apabila persetujuan tersebut berlaku surut, misalnya

pembatalan persetujuan akibat wanprestasi yang terdapat di dalam

Pasal 1266 KUH Perdata (R. Setiawan, 1994:68).

2. Tinjauan Umum tentang Perbankan

a. Pengertian Bank

Kata bank berasal dari bahasa Itali “banca”, yang berarti

bence yaitu suatu bangku tempat duduk. Hal ini disebabkan pada

zaman pertengahan, pihak banker Itali yang memberikan pinjaman-

pinjaman melakukan usahanya tersebut dengan duduk di bangku-

bangku di halaman pasar (Abdurrahman A, 1993:80).

Di dalam perkembangan dewasa ini, istilah bank

dimaksudkan sebagai suatu jenis pranata finansial yang

melaksanakan jasa-jasa keuangan yang cukup beraneka ragam,

seperti memberi pinjaman, mengedarkan mata uang, mengadakan

pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat

xli

penyimpanan untuk benda-benda berharga, dan membiayai usaha-

usaha perusahaan (Abdurrahman A, 1991:80).

Definisi bank menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,

bahwa bank adalah usaha di bidang keuangan yang menarik dan

mengeluarkan uang di masyarakat, terutama memberikan kredit

dan jasa di lalu lintas pembayaran dan peredaran uang

(Hermansyah, 2005:8).

Definisi bank menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

tentang Perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan

usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk

kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan

taraf hidup rakyat banyak.

Menurut O. P Simorangkir, bahwa bank merupakan salah

satu badan usaha lembaga keuangan yang bertujuan memberikan

kredit dan jasa-jasa. Adapun pemberian kredit itu dilakukan baik

dengan modal sendiri atau dengan dana-dana yang dipercayakan

oleh pihak ketiga maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat

pembayaran baru berupa uang giral (O. P Simorangkir, 1979:18).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat dikatakan

bahwa pada dasarnya bank adalah badan usaha yang menjalankan

kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan

kembali kepada pihak-pihak yang membutuhkan dalam bentuk

kredit dan memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran

(Hermansyah, 2005:8).

Menurut Gunarto Suhardi, terdapat beberapa alasan pokok

mengapa para nasabah harus menggunakan jasa perbankan, yaitu

(Gunarto Suhardi, 2003:109) :

xlii

1) Alasan Keamanan

Bagi nasabah yang menganggap uang sebagai store of

value atau alat simpanan, maka tidak ada jalan lain untuk

mempercayakan uangnya di bank. Bank sanggup menyediakan

tempat penyimpanan uang yang kuat dan fire-proof, penjagaan

personal keamanan dan asuransi cash in vault.

2) Alasan agar tidak terjadi loss of interest

Bila uang disimpan di rumah, maka uang tersebut tidak

menghasilkan apapun. Namun bila disimpan di bank, maka

bank bersedia memberikan bunga atau imbalan jasa.

3) Titel hak atas uang masih di tangan nasabah

Meskipun status kepemilikan dananya sudah pindah ke

bank, tetapi hak penagihan dan perolehan dana dari bank dalam

rekening giro setiap saat masih ada pada nasabah.

4) Alasan untuk memperlancar pembayaran

Pembayaran melalui bank menjadi lebih mudah dan lebih

lancar, karena pemilik dana tidak lagi harus membawa-bawa

uang tunai untuk dibayarkan kepada seseorang apabila

jumlahnya cukup besar dan pembayarannya tersebut harus

menempuh jarak yang jauh.

5) Pembayaran dalam valuta asing

Bank juga menyediakan transfer atau pembayaran dalam

valuta asing, dimana valuta asingnya terlebih dahulu harus

dibeli pada suatu bank.

xliii

b. Jenis-jenis Bank

1) Dilihat dari bidang usahanya

Di dalam Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Perbankan

disebutkan, menurut jenisnya bank terdiri dari :

a) Bank Umum

Di dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang

Perbankan, yang dimaksud dengan bank umum adalah

bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara

konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang

dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas

pembayaran.

b) Bank Perkreditan Rakyat

Di dalam Pasal 1 Ayat (4) Undang-Undang

Perbankan, yang dimaksud dengan Bank Perkreditan

Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha

secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah

yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam

lalu lintas pembayaran.

2) Dilihat dari kepemilikannya

Dilihat dari kepemilikannya bank dapat dibagi dalam tiga

golongan (Sentosa Sembiring, 2000:6), yakni :

a) Bank Milik Pemerintah (Negara)

Bank Milik Pemerintah artinya modal yang

bersangkutan berasal dari pemerintah.

b) Bank Milik Swasta

(1) Swasta Nasional, artinya modal bank ini dimiliki oleh

orang ataupun Badan Hukum Indonesia.

xliv

(2) Swasta Asing, artinya modal bank tersebut dimiliki

oleh Warga Negara Asing dan atau Badan Hukum

Asing.

c) Bank Campuran

Bank Campuran adalah bank umum yang didirikan

bersama oleh satu atau lebih bank umum yang

berkedudukan di Indonesia dan didirikan oleh Warga

Negara Indonesia dan atau Badan Hukum Indonesia yang

dimiliki sepenuhnya oleh Warga Negara Indonesia,

dengan satu atau lebih bank yang berkedudukan di luar

negeri.

3) Dilihat dari segi operasional

Dilihat dari ruang lingkup operasional bidang usahanya,

maka bank dapat dibagi dalam dua golongan (Sentosa

Sembiring, 2000:7), yakni :

a) Bank Devisa

Bank Devisa adalah bank yang memperoleh surat

penunjukan dari Bank Indonesia untuk melakukan usaha

perbankan dalam valuta asing.

b) Bank Nondevisa

Bank Nondevisa adalah bank yang tidak dapat

melakukan usaha di bidang transaksi valuta asing.

c. Fungsi Bank

Definisi perbankan menurut Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1992 tentang Perbankan bahwa Perbankan adalah segala

sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan,

xlv

kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan

usahanya.

Fungsi perbankan dilihat dari ketentuan Pasal 3 Undang-

Undang Perbankan bahwa fungsi utama perbankan Indonesia

adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Hal ini

berarti kehadiran bank sebagai suatu badan usaha tidak semata-

mata bertujuan bisnis, tetapi juga untuk menunjang pelaksanaan

pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan

pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan

stabilitas nasional ke arah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.

Perbankan memiliki kedudukan yang strategis, yakni

sebagai penunjang kelancaran sistem pembayaran, pelaksanaan

kebijakan moneter dan pencapaian stabilitas sistem keuangan,

sehingga diperlukan perbankan yang sehat, transparan dan dapat

dipertanggungjawabkan (Bank Indonesia, 2004:5).

d. Jasa-jasa Perbankan

Jasa-jasa yang diberikan bank dalam rangka lalu lintas

pembayaran dan peredaran uang antara lain mencakup

(Hermansyah, 2005:76) :

1) Pengiriman uang (Transfer)

Pengiriman uang adalah salah satu pelayanan bank

kepada masyarakat dengan bersedia melaksanakan amanat

nasabah untuk mengirimkan sejumlah uang, baik dalam rupiah

maupun dalam valuta asing yang ditujukan kepada pihak lain di

tempat lain di dalam maupun luar negeri.

2) Inkaso

Inkaso adalah pemberian kuasa pada bank oleh

perusahaan atau perorangan untuk menagihkan, atau

memintakan persetujuan pembayaran atau menyerahkan begitu

xlvi

saja kepada pihak yang bersangkutan di tempat lain atas surat-

surat berharga, dalam rupiah atau valuta asing seperti wesel,

cek, kuitansi, surat aksep, dll.

3) Kliring

Kliring adalah sarana perhitungan warkat antarbank yang

dilaksanakan oleh Bank Indonesia guna memperluas dan

memperlancar lalu lintas pembayaran giral.

4) Bank Garansi

Bank Garansi adalah garansi atau jaminan yang diberikan

oleh bank.

5) Kotak Pengaman Simpanan (Safe Deposit Box)

Kotak pengaman simpanan adalah salah satu sistem

pelayanan bank kepada masyarakat, dalam bentuk menyewakan

boks dengan ukuran tertentu untuk menyimpan barang-barang

berharga dengan jangka waktu tertentu dan nasabah

menyimpan sendiri kunci boks pengaman tersebut.

6) Kartu Kredit

Kartu Kredit adalah alat pembayaran pengganti uang

tunai atau cek.

7) Letter of Credit (L/C)

L/C adalah suatu kontrak, dengan mana suatu bank

bertindak atas permintaan dan perintah dari seorang nasabah

yang biasanya berkedudukan sebagai importir untuk melakukan

pembayaran kepada pihak pengekspor atau pihak ketiga atau

membayar atau pengaksep wesel-wesel yang ditarik oleh pihak

ketiga.

xlvii

8) Internet Banking

Internet banking merupakan pelayanan jasa bank yang

memungkinkan nasabah memperoleh informasi, melakukan

komunikasi dan melakukan transaksi perbankan melalui

internet.

e. Hubungan Bank dengan Nasabah

Hubungan antara bank dengan nasabah adalah suatu

perjanjian (kontrak) yang diatur oleh hukum perjanjian yang berarti

para pihak dalam hal ini bank dan nasabah mempunyai hak dan

kewajiban.

Di dalam praktik, pada umumnya bank telah membuat

formulir tersendiri. Di dalam formulir tersebut telah tertera segala

persyaratan-persyaratan yang harus ditentukan oleh bank. Inilah

yang oleh para ahli hukum disebut sebagai perjanjian baku artinya

perjanjian yang isinya telah dibakukan dan dituangkan dalam

bentuk formulir (Mariam Darus Badrulzaman, 1983:48).

f. Perlindungan Hukum bagi Nasabah

Menurut Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, S.H., bahwa hukum

melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan

suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka

kepentingannya tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan

secara terukur, dalam arti ditentukan keluasan dan kedalamannya.

Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut hak. Dengan

demikian, tidak setiap kekuasaan dalam masyarakat itu bisa disebut

hak, melainkan kekuasaan tertentu saja, yaitu yang diberikan oleh

hukum kepada seseorang (Hermansyah, 2005:121).

Berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap nasabah

penyimpan dana, terdapat dua macam perlindungan hukum

(Hermansyah, 2005:123), yaitu :

xlviii

1) Perlindungan tidak langsung, yaitu suatu perlindungan hukum

oleh dunia perbankan yang diberikan kepada nasabah

penyimpan dana terhadap segala risiko kerugian yang timbul

dari suatu kebijaksanaan atau timbul dari kegiatan usaha yang

dilakukan oleh bank.

2) Perlindungan langsung, yaitu suatu perlindungan oleh dunia

perbankan yang diberikan kepada nasabah penyimpan dana

secara langsung terhadap kemungkinan timbulnya risiko

kerugian dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank.

3. Tinjauan Umum tentang Transaksi Perbankan

a. Tinjauan tentang Transaksi

Berbicara mengenai "transaksi" umumnya orang akan

mengatakan bahwa hal tersebut adalah perjanjian jual beli antar

para pihak yang bersepakat untuk itu. Di dalam lingkup hukum,

sebenarnya istilah transaksi adalah penamaan terhadap keberadaan

suatu perikatan ataupun hubungan hukum yang terjadi antara para

pihak. Jadi jika berbicara mengenai transaksi sebenarnya adalah

berbicara mengenai aspek materiil dari hubungan hukum yang

disepakati oleh para pihak, sehingga sepatutnya bukan berbicara

mengenai perbuatan hukumnya secara formil, kecuali untuk

melakukan hubungan hukum yang menyangkut benda tidak

bergerak. Sepanjang mengenai benda tidak bergerak maka hukum

akan mengatur mengenai perbuatan hukumnya itu sendiri yakni

harus dilakukan secara "terang" dan "tunai" (http://www.lkht.net).

Transaksi adalah suatu tindakan yang menimbulkan

tindakan timbal balik atau penyelenggaraan bisnis. Transaksi juga

mencakup unsur-unsur merundingkan, mengelola, memproses

sesuatu yang telah diputuskan. Transaksi adalah sesuatu yang telah

terjadi, di mana suatu sebab tindakan telah timbul. Suatu transaksi

xlix

hanya dapat timbul apabila ada persetujuan di antara para pihak

(Budiono Kusumohamidjojo, 1998:5).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, transaksi adalah

persetujuan antara dua pihak.

b. Tinjauan tentang Transaksi Perbankan

Transaksi perbankan meliputi setiap transaksi yang

dilakukan melalui lembaga perbankan, yang dilakukan oleh orang

atau badan sebagai subyek hukum. Hampir semua transaksi

perbankan pada hakikatnya merupakan derivatif dari transaksi yang

disebut dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Perbankan, sesuai

dengan fungsi utama perbankan Indonesia yaitu menghimpun dana

dan menyalurkannya kepada masyarakat.

Di dalam transaksi perbankan, semua persetujuan dan

hubungan antara bank dengan nasabah dilakukan dengan

memperhatikan peraturan yang berlaku, yakni peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Republik Indonesia,

khususnya di bidang perbankan, termasuk tetapi tidak terbatas pada

peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan

ketentuan-ketentuan dari asosiasi-asosiasi dengan siapa bank

bergabung serta aturan-aturan dan kebiasaan-kebiasaan lain yang

berlaku pada waktu dan di tempat tindakan atau persetujuan

tersebut dilaksanakan (Try Widiyono, 2006:22).

4. Tinjauan Umum tentang Teknologi Informasi

a. Pengertian Teknologi Informasi

Teknologi informasi mempunyai beberapa pengertian dari

para ahli, yaitu (Abdul Kadir dan Terra Ch. Triwahyuni, 2003:2) :

Menurut Haag dan Keen bahwa teknologi informasi adalah

seperangkat alat yang membantu anda bekerja dengan informasi

l

dan melakukan tugas-tugas yang berhubungan dengan pemrosesan

informasi.

Menurut Martin bahwa teknologi informasi tidak hanya

terbatas pada teknologi komputer (perangkat keras dan perangkat

lunak) yang digunakan untuk memproses dan menyimpan

informasi, melainkan juga mencakup teknologi komunikasi untuk

menyimpan informasi.

Menurut Williams dan Sawyer bahwa teknologi informasi

adalah teknologi yang menggabungkan komputer dengan jalur

komunikasi berkecepatan tinggi yang membawa data, suara dan

video.

Sedangkan menurut Wawan Wardiana dalam seminar dan

pameran teknologi informasi 2002 di Fakultas Teknik Universitas

Komputer Indonesia menyebutkan bahwa teknologi informasi

adalah suatu teknologi yang digunakan untuk mengolah data

termasuk memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan,

memanipulasi data dalam berbagai cara untuk menghasilkan

informasi yang berkualitas, yaitu informasi yang relevan, akurat

dan tepat waktu, yang digunakan untuk keperluan pribadi, bisnis

dan pemerintahan, serta merupakan informasi yang strategis untuk

pengambilan keputusan.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat diambil

kesimpulan bahwa teknologi informasi baik secara implisit

maupun eksplisit tidak sekedar berupa teknologi komputer, tetapi

juga mencakup teknologi informasi (Abdul Kadir dan Terra Ch.

Triwahyuni, 2003:2).

b. Dasar Hukum Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank

Penggunaan teknologi sistem informasi oleh bank sesuai

dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor

li

27/164/KEP/DIR/1995 tentang Penggunaan Teknologi Sistem

Informasi oleh Bank dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia

Nomor 31/175/KEP/DIR/1998 tentang Penyempurnaan Teknologi

Sistem Informasi Bank dalam Menghadapi Tahun 2000.

Penggunaan teknologi sistem informasi dimaksudkan

adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan

data kegiatan usaha perbankan sehingga dapat memberikan hasil

yang akurat, benar, tepat waktu, dan dapat menjamin kerahasiaan

informasi.

Sehubungan dengan pengertian teknologi sistem informasi

sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1 Surat Keputusan Direksi

Bank Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR/1995 tentang

Penggunaan Teknologi Sistem Informasi oleh Bank tersebut dapat

dijelaskan bahwa pengolahan data keuangan secara elektronis

meliputi pemrosesan transaksi keuangan secara lengkap sejak

pencatatan transaksi sampai dengan penyusunan laporan keuangan,

sedangkan pengolahan data elektronis atas pelayanan jasa

perbankan dengan menggunakan sarana komputer, telekomunikasi

dan sarana elektronis lainnya meliputi penggunaan Automated

Teller Machine (ATM), Electronic Fund Transfer (EFT), dan

Home Banking Service, termasuk Phone Banking dan Internet

Banking.

c. Peran Teknologi Informasi dalam Keuangan dan Perbankan

Pengertian teknologi sistem informasi menurut Surat

Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR/1995

tentang Penggunaan Teknologi Sistem Informasi oleh Bank bahwa

teknologi sistem informasi adalah suatu sistem pengolahan data

keuangan dan pelayanan jasa perbankan secara elektronis dengan

menggunakan sarana komputer, telekomunikasi dan sarana

elektronis lainnya.

lii

Saat ini telah banyak pelaku ekonomi, khususnya di kota-

kota besar yang tidak lagi menggunakan uang tunai dalam

transaksi pembayarannya, tetapi telah memanfaatkan layanan

perbankan modern. Untuk menunjang keberhasilan operasional

perbankan, sudah pasti diperlukan sistem informasi yang handal

yang dapat diakses dengan mudah oleh nasabahnya, yang pada

akhirnya akan bergantung pada teknologi online (Abdul Kadir dan

Terra Ch. Triwahyuni, 2003:22).

Internet banking merupakan salah satu layanan perbankan

yang menggunakan teknologi informasi. Dengan menggunakan

layanan internet banking, maka nasabah dapat melakukan transaksi

perbankan seperti transfer antar rekening di bank yang sama,

membayar tagihan telepon, rumah atau membayar angsuran kredit

rumah, mobil, motor, membayar tagihan telepon seluler, melayani

pengisian voucher isi ulang, dll.

d. Pelaksanaan Penggunaan Teknologi Sistem Informasi

Di dalam Pasal 3 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia

Nomor 27/164/KEP/DIR/1995 tentang Penggunaan Teknologi

Sistem Informasi oleh Bank, sebelum bank menyelenggarakan

suatu sistem teknologi informasi, perlu diadakan suatu perencanaan

yang dilakukan oleh manajemen bank. Tugas manajemen bank

adalah wajib:

1) Menerapkan pengendalian manajemen yang meliputi

perencanaan, penetapan kebijaksanaan, standar dan prosedur,

serta organisasi dan personalia.

2) Melaksanakan fungsi audit intern teknologi sistem informasi,

dengan memperhatikan kepatuhan terhadap ketentuan yang

berlaku.

liii

Setelah diadakannya suatu perencanaan oleh manajemen

bank, maka yang selanjutnya dilakukan adalah pelaksanaan

penggunaan sistem dan aplikasi teknologi sistem informasi. Tetapi

sebelum itu, manajemen bank wajib :

1) Memiliki sistem kontrol terhadap sistem dan aplikasi tersebut

yang mencakup pengadaan, pengembangan, pengoperasian dan

pemeliharaan.

2) Menerapkan prinsip-prinsip sistem pengawasan dan

pengamanan terhadap penggunaan sistem dan aplikasi yang

mengandung risiko tinggi, khususnya yang menyangkut

teknologi database, komputer mikro dan komunikasi data.

3) Memiliki Disaster & Recovery Plan yang sudah teruji dan

memadai.

e. Risiko dalam Penggunaan Teknologi Sistem Informasi

Di dalam penggunaan teknologi sistem informasi terdapat

risiko yang bersifat teknis dan khusus, yang berbeda dengan

penggunaan sistem manual. Risiko yang dimaksud adalah

(http://www.lkht.net) :

1) Risiko yang dapat terjadi dalam tahap perencanaan dan

pengembangan sistem ;

2) Risiko kekeliruan pada tahap pengoperasian ;

3) Risiko akses oleh pihak yang tidak berwenang ;

4) Risiko kerugian akibat terhentinya operasi teknologi sistem

informasi secara total atau sementara, sehingga mengganggu

kelancaran operasional bank ;

5) Risiko kehilangan atau kerusakan data.

liv

5. Tinjauan Umum tentang Internet Banking

a. Pengertian Internet Banking

Internet merupakan suatu jaringan komunikasi yang

berbasiskan pada kecanggihan teknologi digital dan bersifat global,

karena mampu menjangkau masyarakat seluruh dunia. Menurut

Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang

Penyelenggaraan Telekomunikasi, internet dimasukkan ke dalam

jenis jasa multimedia, yang didefinisikan sebagai penyelenggaraan

jasa telekomunikasi yang menawarkan layanan berbasis teknologi

informasi.

Internet banking merupakan saluran distribusi bank untuk

mengakses rekening yang dimiliki nasabah melalui jaringan

internet dengan menggunakan perangkat lunak browser pada

komputer.

Internet banking merupakan bagian dari electronic banking

channel dan juga merupakan inovasi dari jenis rekening tabungan

atau rekening giro rupiah, yang dimaksudkan agar nasabah pemilik

rekening dapat mengakses rekeningnya melalui jaringan internet

dengan menggunakan perangkat lunak browser pada komputer

(Try Widiyono, 2006:211).

Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor

6/18/DPNP Tanggal 20 April 2004 tentang Penerapan Manajemen

Risiko pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank melalui Internet

Banking, yang dimaksud internet banking adalah salah satu

pelayanan jasa bank yang memungkinkan nasabah untuk

memperoleh informasi, melakukan komunikasi dan melakukan

transaksi perbankan melalui jaringan internet, dan bukan

merupakan bank yang hanya menyelenggarakan layanan perbankan

melalui internet.

lv

b. Tipe-tipe Layanan Internet Banking

Sejalan dengan keberadaan layanan jasa perbankan dengan

media elektronik, tipe-tipe layanan jasa perbankan melalui internet

banking (Budi Agus Riswandi, 2005: 35) terdiri dari :

1) Informational Web

Informational Web merupakan tipe layanan jasa

perbankan tingkat dasar yang sudah melalui web, tetapi hanya

menampilkan informasi saja.

2) Transactional Web

Transactional Web merupakan tipe layanan jasa

perbankan yang memperbolehkan nasabah untuk melakukan

pembelian barang dan jasa serta transaksi perbankan secara

online.

3) Wireless

Wireless merupakan tipe layanan jasa perbankan untuk

menawarkan mengenai produk dan jasa baru kepada nasabah

melalui wireless divice, seperti telepon selular, pager dan

personal digital assistants yang mempunyai akses wireless

pada bank.

4) PC Banking

PC Banking merupakan tipe layanan jasa perbankan yang

menyediakan pengembangan channel secara tertutup melalui

telepon (home banking) yang dibatasi untuk komunikasi e-mail,

transfer uang, meninjau dan menyeimbangkan rekening, dan

pembayaran tanpa cek.

Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor

6/18/DPNP tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Aktivitas

lvi

Pelayanan Jasa Bank melalui Internet Banking, tipe-tipe layanan

internet banking dapat berupa :

1) Informational Internet Banking

Informational Internet Banking adalah pelayanan jasa

bank kepada nasabah dalam bentuk informasi melalui jaringan

internet dan tidak melakukan eksekusi transaksi.

2) Communicative Internet Banking

Communicative Internet Banking adalah pelayanan jasa

bank kepada nasabah dalam bentuk komunikasi atau

melakukan interaksi dengan bank penyedia layanan internet

banking secara terbatas dan tidak melakukan eksekusi

transaksi.

3) Transactional Internet Banking

Transactional Internet Banking adalah pelayanan jasa

bank kepada nasabah untuk melakukan interaksi dengan bank

penyedia layanan internet banking dan melakukan eksekusi

transaksi.

Menurut Try Widiyono, transaksi perbankan yang dapat

dilakukan melalui layanan internet banking yaitu (Try Widiyono,

2006:212) :

1) Transfer dana rupiah atau pemindahbukuan antar rekening bank

yang sama serta up date daftar transfer.

2) Pembayaran tagihan-tagihan, misalnya tagihan telepon, listrik,

air, berbelanja lewat e-commerce, dan lain sebagainya ;

3) Pembukaan deposito berjangka, sesuai dengan fitur produk

deposito pada bank yang bersangkutan ;

4) Informasi rekening, misalnya posisi saldo rekening, suku bunga

dan kurs valuta ;

lvii

5) Pendaftaran layanan notifikasi SMS, yaitu melakukan

pendaftaran atau perubahan layanan notifikasi SMS ke ponsel

nasabah pengguna ;

6) Permintaan buku cheque/ bilyet giro ;

7) Up date profil, antara lain mengubah PIN atau mengubah

alamat e-mail.

c. Risiko dalam Layanan Internet Banking

Di dalam layanan internet banking ditemukan beberapa

kategori risiko (Budi Agus Riswandi, 2005:29), antara lain :

1) Risiko Kredit

Risiko kredit adalah risiko terhadap pendapatan atau

modal yang timbul dari kegagalan nasabah untuk menyepakati

setiap kontrak dengan bank atau sebaliknya untuk performan

yang disetujui.

2) Risiko Suku Bunga

Risiko suku bunga adalah risiko terhadap pendapatan atau

modal yang timbul dari pergerakan dalam suku bunga.

3) Risiko Likuiditas

Risiko likuiditas adalah risiko yang dihadapi oleh bank

dalam rangka memenuhi kebutuhan likuiditasnya.

4) Risiko Transaksi

Risiko transaksi adalah risiko yang prospektif dan banyak

berdampak pada pendapatan dan modal.

5) Risiko Komplain

Risiko komplain adalah risiko yang berdampak terhadap

pendapatan dan modal akibat adanya pelanggaran terhadap

hukum, regulasi atau standar etik.

lviii

6) Risiko Reputasi

Risiko reputasi adalah sebagian besar dari prospek risiko

yang berdampak kepada pendapatan dan modal akibat adanya

pendapat negatif dari publik.

d. Peraturan-peraturan Terkait dengan Internet Banking di

Indonesia

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 jo. Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia

4) Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang

Penyelenggaraan Telekomunikasi

5) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor

27/164/KEP/DIR/1995 tentang Penggunaan Teknologi Sistem

Informasi oleh Bank

6) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor

31/175/KEP/DIR/1998 tentang Penyempurnaan Teknologi

Sistem Informasi Bank dalam Menghadapi Tahun 2000

7) Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/18/DPNP Tanggal 20

April 2004 tentang Penerapan Manajemen Risiko pada

Aktivitas Pelayanan Jasa Bank melalui Internet Banking

6. Tinjauan Umum tentang Keadilan

a. Pengertian Keadilan

Keadilan berasal dari kata “adil” yang berarti tidak berat

sebelah atau tidak memihak. Di dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia, keadilan diartikan sebagai sifat (perbuatan, perlakuan,

lix

dsb) yang adil, yang mempertahankan hak dan keadilan, serta

menciptakan keadilan bagi masyarakat.

Menurut ajaran Aristoteles, keadilan tidak boleh

dipandang sama arti dengan persamarataan. Keadilan bukan berarti

bahwa tiap-tiap orang memperoleh bagian yang sama. Keadilan

dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu :

1) Keadilan Distributif

Keadilan yang memberikan kepada tiap-tiap orang jatah

menurut jasanya, bukan menuntut tiap-tiap orang mendapat

bagian yang sama banyaknya, bukan persamaan, melainkan

kesebandingan.

2) Keadilan Komutatif

Keadilan yang memberikan pada setiap orang sama banyaknya

dengan tidak mengingat jasa-jasa perseorangan. (L. J van

Apeldoorn, 2001:11).

Peraturan yang adil adalah peraturan pada mana terdapat

keseimbangan antara kepentingan-kepentingan yang dilindungi,

pada mana setiap orang memperoleh sebanyak mungkin yang

menjadi bagiannya (L. J van Apeldoorn, 2001:12).

b. Hukum dan Keadilan

Pembentukan hukum harus selalu dibimbing oleh suatu

rasa keadilan, yakni rasa tentang yang baik dan pantas bagi orang-

orang yang hidup bersama. Karenanya berlaku prinsip keadilan,

bahwa kepada yang sama penting diberikan yang sama, kepada

yang tidak sama penting diberikan yang tidak sama (Soetiksno,

1986:48).

Di dalam sistem hukum kontinental, hukum ditanggapi

sebagai terjalin dengan prinsip-prinsip keadilan, hukum adalah

lx

undang-undang yang adil, di mana pengertian hukum yang hakiki

berkaitan dengan arti hukum sebagai keadilan. Bila suatu undang-

undang bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan, maka hukum

itu tidak bersifat normatif lagi, dan sebenarnya tidak dapat disebut

hukum. Undang-undang hanya hukum bila adil. Sedangkan dalam

sistem hukum Anglo-saxon, hukum harus ditaati, bahkan juga bila

tidak adil.

Bila adil merupakan unsur konstitutif hukum, suatu

peraturan yang tidak adil bukan hanya hukum yang buruk, akan

tetapi semata-mata bukan hukum, sehingga orang tidak tidak

terikat akan peraturan yang bersangkutan, dan tindakan balasan

tidak sah. Sebaliknya, bila adil merupakan unsur regulatif bagi

hukum, suatu peraturan yang tidak adil tetap hukum walaupun

buruk, dan tetap berlaku dan mewajibkan (Theo Huijbers,

1995:69).

Bila suatu kaidah menurut isinya menggalang suatu

aturan yang adil, maka kaidah itu bernilai dan dapat ditanggapi

sebagai mewajibkan secara batin.

7. Tinjauan Umum tentang Upaya Penyelesaian Sengketa

Upaya penyelesaian sengketa merupakan suatu pencarian

metode alternatif untuk mencegah dan menyelesaikan sengketa.

Penyelesaian sengketa perdata di samping dapat diajukan ke peradilan

umum juga terbuka kemungkinan diajukan melalui arbitrase dan

alternatif penyelesaian sengketa.

Proses penyelesaian sengketa untuk menyelesaikan sengketa

yang timbul terdiri dari (Suyud Margono, 2000:23) :

lxi

a. Proses Adjudikasi

1) Litigasi

Litigasi adalah proses gugatan atau suatu konflik yang

diritualisasikan untuk menggantikan konflik sesungguhnya,

dimana para pihak memberikan kepada seorang pengambil

keputusan dua pilihan yang bertentangan. Litigasi mempunyai

karakteristik adanya pihak ketiga yang mempunyai kekuatan

untuk memutuskan solusi di antara para pihak yang

bersengketa.

2) Arbitrase

Arbitrase merupakan salah satu bentuk adjudikasi privat,

dimana para pihak menyetujui untuk menyelesaikan

sengketanya kepada pihak netral yang mereka pilih untuk

membuat keputusan. Di dalam arbitrase, para pihak dapat

memilih hakim yang mereka inginkan.

Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang

Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Umum, yang

dimaksud dengan arbitrase adalah cara penyelesaian suatu

sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada

perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak

yang bersengketa.

b. Proses Konsensus

1) Ombudsman

Ombudsman adalah suatu badan atau institusi yang

tugasnya menginvestigasi keberatan dan mencegah terjadinya

sengketa para pihak atau memfasilitasi pemecahan masalahnya.

2) Pencari Fakta Bersifat Netral (Neutral Fact Finding)

lxii

Pencari fakta bersifat netral merupakan penunjukan saksi

ahli yang netral oleh pengadilan untuk menyelidiki persoalan-

persoalan yang ditetapkan dan melaporkan penemuan-

penemuannya, sehingga dengan penemuan-penemuan tersebut

pihak ketiga dapat memperoleh fakta-fakta yang obyektif.

3) Negosiasi

Negosiasi adalah proses konsensus yang digunakan para

pihak yang bersengketa untuk memperoleh kesepakatan di

antara mereka. Menurut Fisher dan Ury, negosiasi adalah

komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai

kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai

kepentingan yang sama maupun berbeda.

4) Mediasi

Mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah di

mana pihak luar yang tidak memihak bekerjasama dengan

pihak yang bersengketa untuk membantu memperoleh

kesepakatan perjanjian yang memuaskan.

5) Konsiliasi

Konsiliasi mengacu pada pola proses penyelesaian

sengketa secara konsensus antara pihak, di mana pihak netral

dapat berperan secara aktif maupun tidak aktif. Pihak-pihak

yang bersengketa harus menyatakan persetujuan atas usulan

pihak ketiga tersebut dan menjadikannya sebagai kesepakatan

penyelesaian sengketa.

lxiii

c. Proses Adjudikasi Semu

1) Mediasi-Arbitrase

Mediasi-Arbitrase adalah proses penyelesaian sengketa

campuran atau kombinasi mediasi dan arbitrase yang dilakukan

setelah proses mediasi tidak berhasil.

2) Persidangan Mini (Mini Trial)

Persidangan mini merupakan proses pemeriksaan yang

melibatkan para pihak dalam penilaian pokok-pokok perkara

mereka melalui informasi yang diberikan dalam presentasi

secara ringkas oleh pengacara di hadapan suatu panel yang

terdiri atas wakil masing-masing pihak untuk merundingkan

dan menyelesaikan perkara tersebut.

3) Pemeriksaan Juri secara Sumir (Summary Jury Trial)

Persidangan ini merupakan suatu sarana yang

dimaksudkan untuk menghemat waktu pengadilan dan sumber

daya, di mana dalam proses pemeriksaan pengacara membuat

presentasi ringkas tentang perkara di hadapan juri penasihat

yang akan memberikan pertimbangan atas informasi-informasi

yang dipresentasikan pengacara.

4) Evaluasi Netral Secara Dini

Evaluasi netral secara dini merupakan proses

penyelesaian sengketa yang terjadi pada awal proses litigasi

dengan penunjukan pengacara yang netral dan berpengalaman

dalam menilai materi atau pokok perkara oleh pengadilan, yang

bertujuan untuk memberikan para pihak yang berperkara suatu

pandangan yang obyektif mengenai perkara masing-masing.

lxiv

B. Kerangka Pemikiran

Lembaga keuangan bank mempunyai peran yang sangat strategis

dalam mengembangkan perekonomian suatu bangsa, oleh karena itu

diperlukan peran aktif bank dalam praktik perekonomian. Di dalam

masyarakat dunia yang semakin berkembang ini, perbankan diharapkan

selalu terdepan di dalam inovasi. Semakin pesatnya perkembangan

teknologi informasi belakangan ini, membuat bank-bank yang ada semakin

terpacu dalam membuat inovasi, sehingga transaksi perbankan dapat

secara praktis dilakukan.

Di antara berbagai macam inovasi yang dibuat oleh bank,

layanan internet banking adalah salah satunya. Internet banking

memberikan kemudahan dalam melakukan transaksi perbankan. Hanya

melalui komputer yang terhubung dengan internet, kita bisa melakukan

aktivitas perbankan tanpa harus melalui prosedur bank yang bertele-tele,

karena hanya tinggal klik kita sudah bisa melakukan transaksi perbankan,

seperti transfer antar rekening di bank yang sama, membayar angsuran

kredit rumah, membayar tagihan telepon seluler, dll.

Di dalam transaksi perbankan di Indonesia dewasa ini,

penggunaan layanan internet banking merupakan alternatif yang banyak

dipakai karena dirasa sangat praktis, sehingga memberikan kemudahan

baik bagi bank maupun bagi nasabah pengguna layanan internet banking.

Selain itu, internet banking dapat meningkatkan efisiensi biaya dan waktu

sekaligus memberikan keuntungan yang tinggi terhadap sektor perbankan.

Untuk menjadi nasabah layanan internet banking, terlebih dahulu

nasabah harus mendaftar. Di dalam melakukan pendaftaran itu otomatis

bank dan nasabah terikat di dalam suatu perjanjian. Dari sini dapat dilihat

bahwa transaksi perbankan melalui internet banking juga terkait dengan

hukum perjanjian.

lxv

Transaksi perbankan melalui internet banking dapat saja

menimbulkan sengketa di kemudian hari, dari berbagai kemudahan yang

diberikan, layanan internet banking tidak luput dari risiko. Di dalam

layanan internet banking terdapat kemungkinan muncul permasalahan

hukum dalam transaksi perbankan yang dilakukan, oleh karena itu dalam

menyelesaikan permasalahan yang terjadi perlu adanya upaya

penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa antara pihak bank dengan

nasabah dapat diselesaikan dengan mengacu pada perjanjian yang telah

disepakati oleh para pihak, apakah penyelesaian sengketa dilakukan

melalui pengadilan (litigasi) atau di luar pengadilan (nonlitigasi).

Berdasarkan pemikiran di atas maka transaksi perbankan melalui

internet banking harus dikaji secara mendalam, sehingga dapat

memperoleh kejelasan tentang layanan internet banking, mengetahui

apakah pengaturan transaksi perbankan melalui internet banking di

Indonesia dapat menjamin kepastian hukum dan keadilan bagi para pihak

yang terkait, serta mengetahui upaya penyelesaian sengketa terhadap risiko

jika terjadi permasalahan hukum dalam transaksi perbankan melalui

internet banking.

Untuk lebih jelasnya, maka kerangka pemikiran dapat disusun

sebagai berikut :

lxvi

Bagan Kerangka Pemikiran

UUD 1945

Pembangunan Nasional di segala bidang

Peran serta Perbankan

UU Perbankan

Perkembangan TI dalam transaksi perbankan

Transaksi perbankan melalui internet banking

Permasalahan Hukum

Upaya Penyelesaian Sengketa

Solusi Masalah/Sumbangan Pemikiran

KUH Perdata UU Bank Indonesia

SK Direksi BI

& SEBI

Litigasi Non Litigasi

Nasabah Bank

lxvii

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Transaksi Perbankan melalui Internet Banking di Indonesia

1. Deskripsi Transaksi Perbankan melalui Internet Banking di

Indonesia

Di dalam melakukan aktivitas rekening khususnya tabungan baik

penyetoran maupun penarikan, nasabah harus datang sendiri (atau melalui

kuasanya yang dibuktikan adanya surat kuasa) dan mengisi aplikasi atau

formulir sesuai dengan transaksi yang akan dilakukan. Namun dalam

perkembangan fungsi dari tabungan dimaksud, di samping sebagai tempat

menyimpan dana, juga dikembangkan suatu sistem untuk melakukan

beberapa transaksi perbankan yang dapat dilakukan tanpa kehadiran

nasabah ke kantor bank serta tidak perlu menandatangani formulir

permohonan, bahkan transaksi tersebut dapat dilakukan dimana saja dan

kapan saja.

Perkembangan layanan perbankan dewasa ini mengalami kemajuan

yang pesat sekali. Ini dibuktikan dengan adanya layanan perbankan lewat

sarana internet atau yang lebih dikenal dengan internet banking. Dengan

adanya keuntungan dan kemudahan yang ditawarkan oleh layanan internet

banking ini maka dunia perbankan saling berlomba untuk menawarkan

berbagai macam layanan bagi nasabah dalam melakukan transaksi

perbankan.

Definisi internet banking menurut Surat Edaran Bank Indonesia

Nomor 6/18/DPNP Tanggal 20 April 2004 tentang Penerapan Manajemen

Risiko pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank melalui Internet Banking yakni

bahwa internet banking merupakan salah satu pelayanan jasa bank yang

memungkinkan nasabah untuk memperoleh informasi, melakukan

komunikasi dan melakukan transaksi perbankan melalui jaringan internet.

54

lxviii

Di Indonesia saat ini terdapat beberapa bank yang telah

menyelenggarakan layanan internet banking untuk mempermudah

transaksi perbankan yang dilakukan oleh bank dan nasabah, di antaranya

yakni Bank Mandiri, Bank Central Asia (BCA), HSBC, Citibank, Bank

Negara Indonesia (BNI), Bank Internasional Indonesia (BII), Bank

Permata, dan Bank Lippo.

Internet banking merupakan bagian dari electronic banking yang

merupakan inovasi dari jenis rekening tabungan dan atau rekening giro

rupiah. Sebagai sistem layanan yang bersumber pokok pada kedua

rekening tersebut, maka salah satu syarat bagi nasabah yang menginginkan

layanan internet banking ini terlebih dahulu harus mempunyai rekening

tabungan dan atau rekening giro serta harus mempunyai alamat e-mail dan

hardware/software dengan kualifikasi tertentu. Meskipun demikian,

nasabah yang telah memiliki jenis rekening tabungan dan atau rekening

giro serta alamat e-mail tidak secara otomatis dapat diberikan layanan

internet banking ini, nasabah harus melakukan pendaftaran atau registrasi

terlebih dahulu untuk menjadi nasabah internet banking, kecuali jika

secara tegas dinyatakan dalam syarat dan ketentuan produk rekening

tabungan dan atau rekening giro yang dinyatakan bahwa fasilitas kedua

rekening tersebut secara otomatis melekat layanan internet banking.

Pendaftaran atau registrasi dapat dilakukan melalui jaringan mesin

ATM dengan menggunakan kartu ATM atau dapat pula pendaftaran

dilakukan melalui kantor cabang yang bersangkutan, dengan memenuhi

dan menyetujui syarat dan ketentuan yang merupakan perjanjian baku

yang telah ditetapkan oleh pihak bank untuk disetujui oleh nasabah yang

ingin menjadi nasabah internet banking. Syarat dan ketentuan ini biasanya

terdapat pada screen ATM bank yang bersangkutan, situs internet bank

yang bersangkutan, atau dalam bentuk formulir yang dapat diperoleh dari

kantor cabang bank yang bersangkutan.

lxix

Setelah terdaftar menjadi nasabah internet banking, nasabah akan

memperoleh User ID (identitas pengguna) dan PIN (nomor identitas

pribadi) yang merupakan kode rahasia dan kewenangan pengguna yang

hanya diketahui oleh nasabah yang bersangkutan sebagai verifikasi pada

saat nasabah akan melakukan transaksi perbankan melalui internet

banking, yang dimaksudkan untuk menjaga kerahasiaan identitas dan

semua informasi keuangan nasabah, sehingga semua transaksi perbankan

hanya dapat dilakukan oleh nasabah yang bersangkutan. Mengenai jumlah

digit dan atau sistem aktivasi melalui User ID dan PIN serta tata cara

pengiriman User ID dan PIN tersebut, masing-masing bank berbeda antara

yang satu dengan yang lain. Hal ini terkait dengan sistem teknologi dan

pilihan sistem pengamanan yang dimiliki setiap bank yang

menyelenggarakan layanan internet banking. Untuk mengamankan

transaksi pengguna layanan internet banking, maka terdapat bank yang

mewajibkan penggunaan token PIN, yaitu alat pengaman yang berfungsi

menghasilkan PIN yang dapat digunakan untuk melakukan transaksi

perbankan melalui internet. Dengan token PIN ini, maka PIN nasabah akan

selalu berganti-ganti setiap saat, sehingga keamanan transaksi perbankan

lebih aman dan terjamin.

Jenis layanan internet banking yang ditawarkan oleh bank dan

dapat diakses oleh nasabah antara bank satu dengan yang lain pun

berbeda-beda. Sebagai contoh di dalam layanan Internet Banking Mandiri,

layanan yang terdapat dalam Internet Banking Mandiri, yaitu

(http://www.bankmandiri.com) :

a. Informasi saldo

Informasi saldo yang dapat dilakukan adalah saldo tabungan, giro,

deposito, dan pinjaman.

lxx

b. Informasi sepuluh transaksi terakhir

Nasabah dapat mengetahui informasi sepuluh transaksi terakhir untuk

rekening tabungan dan giro.

c. Transaksi transfer

Transaksi transfer yang dapat dilakukan oleh nasabah, yaitu :

1) Transfer antar rekening sendiri

2) Transfer ke rekening pihak ketiga yang telah didaftarkan

d. Pembayaran

Pembayaran yang dapat dilakukan oleh nasabah yaitu pembayaran

tagihan listrik, telepon selular, pajak, dan tagihan-tagihan lain.

e. Pembelian

Pembelian disini meliputi pembelian voucher pulsa telepon selular.

f. Mengubah PIN

Melakukan perubahan PIN dapat dilakukan sesuai dengan keinginan

nasabah.

Sedangkan contoh lain, jenis transaksi perbankan yang ditawarkan

dalam Internet Banking BNI, antara lain (http://www.bni.co.id) :

a. Transaksi Nonfinansial, terdiri dari :

1) Informasi saldo

2) Informasi mutasi rekening

3) Mengubah PIN

4) Mengubah alamat e-mail

5) Daftar rekening

6) Daftar pembayaran

lxxi

b. Transaksi Finansial, terdiri dari :

1) Transfer dana antar rekening BNI

2) Pembayaran tagihan (tagihan listrik, kartu kredit, telepon selular,

dll.)

3) Pembelian

Fitur dan jenis layanan internet banking selalu berkembang sesuai

dengan perkembangan teknologi informasi, di mana setiap saat dapat

berubah. Di samping itu, informasi dan transaksi perbankan melalui

internet banking hanya bersifat pemberitahuan, sehingga nasabah

sebaiknya tetap meminta data transaksi tersebut ke cabang bank yang

bersangkutan menyangkut hal pembuktian. Berkaitan dengan pembuktian,

di dalam ketentuan layanan internet banking biasanya terdapat ketentuan

mengenai pembuktian, sebagai contoh di dalam Internet Banking BCA

terdapat ketentuan sebagai berikut (http://www.klikbca.com) :

a. Setiap transaksi finansial dari nasabah yang tersimpan pada pusat data

BCA dalam bentuk apapun, termasuk namun tidak terbatas pada

catatan, tape/cartridge, print out komputer, komunikasi yang ditransisi

secara elektronik antara BCA dan nasabah, merupakan alat bukti yang

sah, kecuali nasabah dapat membuktikan sebaliknya.

b. Nasabah menyetujui semua komunikasi dan instruksi dari nasabah

yang diterima oleh BCA merupakan alat bukti yang sah meskipun

tidak dibuat dokumen tertulis ataupun dikeluarkan dokumen yang

ditandatangani.

Internet banking memberikan berbagai manfaat bagi nasabah

sebagai pengguna layanan internet banking dan bank sebagai

penyelenggara layanan internet banking, manfaat tersebut antara lain

(http://www.cert.or.id) :

a. Manfaat bagi nasabah yang menggunakan layanan internet banking,

yaitu :

lxxii

1) Dapat melakukan transaksi perbankan kapan saja, dimana saja

selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari

seminggu

2) Proses transaksi perbankan menjadi lebih cepat

3) Fitur layanan di dalam layanan internet banking sangat beragam

dan lengkap

b. Manfaat bagi bank yang menyelenggarakan layanan internet banking,

yaitu :

1) Menurunkan biaya transaksi di dalam perbankan

2) Meningkatkan image bank

3) Meningkatkan loyalitas nasabah kepada bank

4) Menghasilkan fee based income

Penghentian akses layanan internet banking bagi nasabah dapat

dilakukan oleh pihak bank apabila (http://www.cert.or.id) :

a. Nasabah meminta kepada bank untuk menghentikan akses layanan

internet banking, karena :

1) Nasabah menutup semua rekening yang dapat diakses melalui

layanan internet banking

2) User ID dan atau PIN nasabah pengguna lupa

b. Nasabah salah memasukkan PIN sebanyak tiga kali atau sesuai

ketentuan bank yang bersangkutan

c. Diterimanya laporan dari nasabah mengenai dugaan atau diketahuinya

User ID dan PIN oleh pihak lain yang tidak berwenang

d. Bank melaksanakan suatu keharusan sesuai ketentuan perundang-

undangan yang berlaku.

lxxiii

2. Pengaturan Transaksi Perbankan melalui Internet Banking di

Indonesia

Di dalam pembahasan ini penulis meninjau mengenai transaksi

perbankan melalui internet banking berdasarkan beberapa peraturan yang

ada di Indonesia yang terkait dengan permasalahan yang diteliti, yang akan

diuraikan sebagai berikut :

a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Transaksi perbankan melalui internet banking, bagaimanapun

termasuk ruang lingkup hukum perdata. Esensi dalam transaksi

perbankan tersebut adalah adanya suatu perikatan yang lahir dari suatu

perjanjian, sehingga permasalahan hukum utama dalam transaksi

perbankan melalui internet banking adalah permasalahan “kontrak”,

dimana semua transaksi perbankan yang dilakukan oleh nasabah

semata-mata berdasarkan hukum perjanjian yang konvensional (Try

Widiyono, 2006:214).

Menurut Pasal 1313 KUH Perdata, perjanjian adalah suatu

perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

terhadap satu orang atau lebih. Berdasarkan rumusan tersebut

ditegaskan bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan

dirinya pada orang lain, sehingga lahir kewajiban atau prestasi dari

satu atau lebih pihak kepada satu atau lebih pihak lain. Perjanjian

dibuat dengan pengetahuan dan kehendak bersama dari para pihak,

dengan tujuan untuk menciptakan atau melahirkan kewajiban pada

salah satu pihak atau kedua belah pihak yang membuat perjanjian

tersebut.

Untuk sahnya suatu perjanjian menurut Pasal 1320 KUH

Perdata diperlukan empat syarat, yaitu :

lxxiv

1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Kesepakatan dalam perjanjian merupakan perwujudan dari

kehendak dua atau lebih pihak dalam perjanjian mengenai apa yang

mereka kehendaki untuk dilaksanakan, bagaimana cara

melaksanakannya, dan siapa yang harus melaksanakan. Pada

dasarnya sebelum para pihak sampai pada kesepakatan mengenai

hal-hal tersebut, maka salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian

tersebut akan menyampaikan terlebih dahulu suatu pernyataan

mengenai apa yang dikehendaki oleh pihak tersebut dengan segala

macam persyaratan yang mungkin dan diperkenankan oleh hukum

untuk disepakati oleh para pihak (Kartini Muljadi dan Gunawan

Widjaja, 2003:94).

Sepakat mereka yang mengikatkan diri merupakan sumber

hukum dari salah satu asas dalam perjanjian, yaitu asas

konsensualitas. Asas konsensualitas pada dasarnya mempunyai arti

bahwa perjanjian yang dibuat secara lisan antara dua orang atau

lebih orang telah mengikat, dan karenanya telah melahirkan

kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian

tersebut, segera setelah orang-orang tersebut mencapai kesepakatan

atau consensus, meskipun kesepakatan tersebut telah dicapai secara

lisan semata. Ini berarti bahwa pada prinsipnya perjanjian yang

mengikat dan berlaku sebagai perikatan bagi para pihak yang

berjanji tidak memerlukan formalitas, walaupun demikian untuk

menjaga kepentingan pihak debitur (atau yang berkewajiban untuk

memenuhi prestasi) diadakanlah bentuk-bentuk formalitas, atau

dipersyaratkan adanya suatu tindakan nyata tertentu (Kartini

Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003:34).

Di dalam transaksi perbankan melalui internet banking,

yang menjadi subyek perjanjian adalah nasabah dan bank,

sedangkan obyek perjanjian adalah layanan internet banking.

lxxv

Sebelum nasabah menjadi nasabah internet banking, terlebih

dahulu harus mendaftar untuk menjadi nasabah internet banking.

Nasabah dapat melakukan pendaftaran layanan internet banking

dengan memenuhi dan menyetujui syarat dan ketentuan yang

ditetapkan pihak bank, yang tertulis dalam perjanjian baku syarat

dan ketentuan layanan internet banking. Perjanjian baku

merupakan perjanjian yang hampir seluruh klausul-klausulnya

sudah dibakukan oleh pemakainya dan pihak lain pada dasarnya

tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta

perubahan, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 10

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen. Perjanjian baku biasanya dituangkan dalam bentuk

formulir. Di dalam layanan internet banking, perjanjian baku dapat

dilihat dalam screen ATM dari bank yang bersangkutan, situs

internet bank yang bersangkutan, atau dalam bentuk formulir yang

dapat diperoleh dari kantor cabang bank yang bersangkutan.

Kesepakatan antara para pihak dalam layanan internet

banking memang berbeda dengan kesepakatan pada umumnya,

karena di dalam layanan internet banking, nasabah harus

menyetujui syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan dalam

perjanjian baku yang dibuat oleh bank, sehingga tidak memberikan

kebebasan sama sekali kepada nasabah untuk melakukan negosiasi

atas syarat dan ketentuan tersebut. Meskipun demikian bagi

nasabah yang sudah setuju dengan syarat dan ketentuan tersebut,

maka dianggap bahwa nasabah tersebut telah melakukan

kesepakatan dengan pihak bank untuk menjadi nasabah internet

banking dan harus mematuhi syarat dan ketentuan yang terdapat di

dalamnya.

lxxvi

2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Orang yang membuat suatu perjanjian harus cakap menurut

hukum. Pada asasnya, setiap orang yang sudah dewasa atau akil

baliq dan sehat pikiran adalah cakap oleh hukum. Kecakapan

bertindak dalam banyak hal berhubungan dengan masalah

kewenangan bertindak dalam hukum. Meskipun kedua hal tersebut

secara prinsipil berbeda, namun dalam membahas masalah

kecakapan bertindak yang melahirkan suatu perjanjian yang sah,

maka masalah kewenangan untuk bertindak juga tidak dapat

dilupakan. Jika masalah kecakapan untuk bertindak berkaitan

dengan masalah kedewasaan dari orang perseorangan yang

melakukan suatu tindakan atau masalah hukum, masalah

kewenangan berkaitan dengan kapasitas orang perseorangan

tersebut bertindak atau berbuat dalam hukum. Di dalam Pasal 1330

KUH Perdata disebutkan orang yang tidak cakap untuk melakukan

perjanjian, yaitu :

a) Orang-orang yang belum dewasa ;

b) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan ;

c) Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh

undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa

undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian

tertentu. Di dalam hal ini, sejalan dengan persamaan hak antara

laki-laki dan perempuan, baik yang sudah menikah maupun

yang belum menikah, maka ketentuan ini menjadi tidak berarti

lagi (Kartini Muljadi dan Gunawan widjaja, 2003:126).

Setiap pihak yang akan melakukan hubungan hukum,

termasuk untuk membuat kesepakatan atau perjanjian harus

terlebih dahulu memastikan bahwa lawan pihak terhadap siapa

perbuatan hukum atau perjanjian akan disepakati adalah cakap

lxxvii

untuk bertindak dalam hukum. Begitu pula di dalam layanan

internet banking, pihak bank harus memastikan bahwa nasabah

yang akan mendaftar sebagai nasabah internet banking adalah

cakap dalam membuat perjanjian yakni dengan menetapkan syarat

dan ketentuan pendaftaran dalam perjanjian baku mengenai

kecakapan seseorang dalam membuat suatu perikatan, sehingga

dimulai dari pendaftaran, pengaktifan, hingga transaksi perbankan

yang dilakukan dalam layanan internet banking hanya dapat

dilakukan oleh orang yang cakap melakukan perjanjian. Ini berarti

semua nasabah yang menjadi nasabah internet banking adalah

orang yang cakap melakukan perjanjian yang memiliki

kewenangan bertindak dalam hukum.

3) Suatu hal tertentu

KUH Perdata menjelaskan maksud hal tertentu dengan

memberikan rumusan dalam Pasal 1333 KUH Perdata yang

menyebutkan bahwa “Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai

pokok perjanjian berupa suatu kebendaan yang paling sedikit

ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah

kebendaan tidak tentu, asal jumlah itu kemudian hari dapat

ditentukan atau dihitung”. Suatu hal tertentu artinya apa yang

diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul

perselisihan. Barang yang dimaksud dalam perjanjian paling

sedikit harus ditentukan jenisnya (R. Subekti, 1996:19).

Di dalam perjanjian antara pihak bank dengan nasabah

dalam layanan internet banking, sedikitnya harus ditentukan dalam

isi perjanjian mengenai jenis layanan internet banking, pihak-pihak

dalam layanan internet banking, hak dan kewajiban para pihak

dalam layanan internet banking apabila terjadi perselisihan,

sehingga apabila terjadi perselisihan antara para pihak di kemudian

hari dapat diselesaikan dengan mengacu pada perjanjian yang telah

lxxviii

disepakati para pihak. Sesuatu yang belum pasti ditentukan tidak

dapat dijadikan obyek perjanjian. Perjanjian hanya sah dan

mengikat jika obyeknya berupa kebendaan telah ditentukan

jenisnya.

4) Suatu sebab yang halal

Sebab yang halal adalah dalam arti isi dari perjanjian itu

sendiri menggambarkan tujuan yang hendak dicapai, tidak dilarang

oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan

ketertiban umum. Di dalam Pasal 1337 KUH Perdata dinyatakan

bahwa “Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh

undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik

atau ketertiban umum”. Rumusan tersebut memberikan pengertian

bahwa pada dasarnya semua perjanjian dapat dibuat dan

diselenggarakan oleh setiap orang, hanya perjanjian yang

mengandung prestasi atau kewajiban pada salah satu pihak yang

melanggar undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum yang

dilarang. Hal ini berkaitan dengan isi perjanjian yang dilakukan

para pihak dalam layanan internet banking. Isi perjanjian yang

disepakati para pihak dalam layanan internet banking harus

mengandung suatu sebab yang halal, dalam arti isi perjanjian itu

menggambarkan tujuan yang hendak dicapai dan tidak

mengandung prestasi atau kewajiban pada salah satu pihak yang

melanggar undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.

Syarat-syarat sahnya perjanjian yang telah dikemukakan di

atas merupakan syarat subyektif dan syarat obyektif dari perjanjian.

Syarat subyektif terdiri dari syarat pertama dan kedua, sedangkan

syarat ketiga dan keempat merupakan syarat obyektif. Pakar-pakar

hukum Indonesia berpendapat bahwa apabila persyaratan subyektif

perjanjian tidak dipenuhi, tidak mengakibatkan batalnya perjanjian,

tetapi perjanjian hanya dapat dibatalkan melalui putusan pengadilan.

lxxix

Sementara itu, apabila persyaratan yang menyangkut obyek perjanjian

tidak dipenuhi, perjanjian tersebut batal demi hukum.

Di dalam layanan internet banking, setiap nasabah yang

menjadi nasabah internet banking mendapatkan User ID dan PIN

(Personal Identification Number) yang merupakan kode rahasia dan

kewenangan pengguna yang hanya diketahui oleh nasabah yang

bersangkutan sebagai verifikasi pada saat nasabah internet banking

akan melakukan transaksi perbankan untuk menjaga kerahasiaan

identitas dan semua informasi keuangan nasabah, sehingga semua

transaksi perbankan hanya dapat dilakukan oleh nasabah yang

bersangkutan. Hal ini sesuai dengan rumusan Pasal 1315 KUH Perdata

yang menyebutkan ”Pada umumnya tak seorang pun dapat

mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkan suatu janji

selain untuk dirinya sendiri.” Berdasarkan rumusan tersebut dapat

diketahui bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat oleh

seseorang dalam kapasitasnya sebagai individu, subyek hukum pribadi,

hanya akan berlaku dan mengikat untuk dirinya sendiri atau yang lebih

dikenal dengan asas personalia.

Perjanjian menganut sistem terbuka, di mana setiap pihak

yang melakukan perjanjian diberikan kebebasan yang sebebas-

bebasnya melakukan perjanjian asalkan tidak melanggar undang-

undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Ini artinya perjanjian

menganut asas kebebasan berkontrak yang menyatakan bahwa para

pihak yang membuat dan mengadakan perjanjian diperbolehkan untuk

menyusun dan membuat kesepakatan atau perjanjian yang melahirkan

apa saja, selama dan sepanjang prestasi yang wajib dilakukan tersebut

bukanlah sesuatu yang terlarang. Pasal-pasal dari hukum perjanjian

merupakan hukum pelengkap. Pasal-pasal itu boleh dikesampingkan

apabila dikehendaki oleh para pihak yang membuat perjanjian, mereka

lxxx

diperbolehkan membuat ketentuan sendiri yang menyimpang dari

pasal-pasal hukum perjanjian (R. Subekti, 1996:13).

Di dalam layanan internet banking, perjanjian antara pihak

bank dengan nasabah berbeda dengan perjanjian pada umumnya. Pihak

bank telah membuat syarat dan ketentuan yang dibakukan pada suatu

formulir perjanjian (dalam hal ini termasuk syarat dan ketentuan yang

terdapat dalam screen ATM dari bank yang bersangkutan dan situs

internet bank yang bersangkutan) untuk disetujui oleh nasabah, dengan

hampir tidak memberikan kebebasan kepada pihak nasabah untuk

melakukan negosiasi atas syarat dan ketentuan tersebut. Meskipun

demikian, bagi nasabah yang sudah setuju dengan syarat dan ketentuan

tersebut yang secara sukarela telah mengikatkan diri, maka dianggap

bahwa nasabah tersebut telah melakukan kesepakatan dengan pihak

bank.

Pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata menyatakan ”Semua

perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi

mereka yang membuatnya.” Sebagai perjanjian yang dibuat secara

sengaja atas kehendak para pihak secara sukarela, maka segala sesuatu

yang telah disepakati, disetujui oleh para pihak harus dilaksanakan

oleh para pihak sebagaimana telah dikehendaki oleh mereka (Kartini

Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003:59). Pada layanan internet

banking, nasabah dan bank yang setuju dan sepakat menggunakan

layanan internet banking harus mematuhi syarat dan ketentuan yang

telah ditetapkan dalam perjanjian, karena syarat dan ketentuan tersebut

bersifat mengikat dan sah demi hukum. Dalam hal salah satu pihak di

dalam perjanjian tidak melaksanakannya, maka pihak lain dalam

perjanjian berhak untuk memaksakan pelaksanaannya melalui

mekanisme dan jalur hukum yang berlaku.

lxxxi

b. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan merupakan

wujud dari aturan yang menjadi landasan hukum dalam bidang

perbankan, yang menjadi hukum positif perbankan di Indonesia. Di

Indonesia, masalah-masalah yang terkait dengan bank diatur dalam

undang-undang ini, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan transaksi

perbankan melalui internet banking. Di dalam Undang-Undang

Perbankan diatur beberapa hal yang berhubungan dengan transaksi

perbankan melalui internet banking, antara lain mengenai pengertian-

pengertian yang berhubungan dengan perbankan, jenis dan usaha bank,

pembinaan dan pengawasan bank, serta mengenai rahasia bank.

Di dalam Pasal 1 Undang-Undang Perbankan dinyatakan

bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari

masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada

masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam

rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Di samping

memberikan uraian tentang bank, juga di dalam ketentuan itu diberikan

definisi perbankan. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut

tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan

proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Berdasarkan dua

definisi tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pengertian bank

dan perbankan merupakan dua peristilahan yang berbeda. Pengertian

bank lebih diorientasikan pada badan usahanya dan kegiatan bank,

sementara pengertian perbankan lebih luas lagi di dalamnya meliputi

kelembagaan dan cara serta proses dalam melaksanakan kegiatan

usahanya.

Selanjutnya, di dalam Pasal 5 Undang-Undang Perbankan

dinyatakan bahwa menurut jenisnya, bank terdiri dari :

lxxxii

1) Bank Umum, yakni bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara

konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam

kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

2) Bank Perkreditan Rakyat, yakni bank yang melaksanakan kegiatan

usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang

dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas

pembayaran.

Berdasarkan rumusan di atas, dapat dilihat bahwa jenis bank

yang dapat menyelenggarakan dan menawarkan layanan internet

banking kepada nasabahnya adalah Bank Umum, sedangkan Bank

Perkreditan Rakyat dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam

lalu lintas pembayaran. Pembagian jenis bank tersebut mendasarkan

pada segi fungsi bank, yang dimaksudkan untuk memperjelas ruang

lingkup dan batas kegiatan yang diselenggarakannya.

Setelah mempunyai pemahaman atas klasifikasi bank dalam

Undang-Undang Perbankan, yang perlu dikaji juga melingkupi

kegiatan usaha bank. Di dalam Pasal 6 Undang-Undang Perbankan

disebutkan Usaha Bank Umum meliputi :

1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu ;

2) Memberikan kredit ; 3) Menerbitkan surat pengakuan hutang ; 4) Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk

kepentingan dan atas perintah nasabahnya ; a) Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank

yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam surat-surat dimaksud ;

b) Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud ;

c) Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah ; d) Sertifikat Bank Indonesia (SBI) ; e) Obligasi ; f) Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun ;

lxxxiii

g) Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1(satu) tahun ;

5) Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah ;

6) Menempatkan dana pada, meminjam dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya ;

7) Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga ;

8) Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga ; 9) Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain

berdasarkan suatu kontrak ; 10) Melakukan penempatan dana dari nasabah lainnya dalam bentuk

surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek ; 11) Dihapus ; 12) Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan

wali amanat ; 13) Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain

berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia ;

14) Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan lingkup kegiatan usaha bank tersebut, transaksi

perbankan yang dapat dilakukan melalui layanan internet banking,

antara lain (Try Widiyono, 2006:212) :

1) Transfer dana rupiah atau pemindahbukuan antar rekening bank

yang sama serta up date daftar transfer. Di samping itu, terdapat

internet banking yang dapat melakukan transfer ke bank lain di

dalam negeri, melalui kliring dan transfer terjadwal ;

2) Pembayaran tagihan-tagihan, misalnya tagihan telepon, listrik, air,

berbelanja lewat e-commerce, dan lain sebagainya ;

3) Pembukaan deposito berjangka, sesuai dengan fitur produk

deposito pada bank yang bersangkutan ;

4) Informasi rekening, misalnya posisi saldo rekening, suku bunga

dan kurs valuta ;

lxxxiv

5) Pendaftaran layanan notifikasi SMS, yaitu melakukan pendaftaran

atau perubahan layanan notifikasi SMS ke ponsel nasabah

pengguna ;

6) Permintaan buku cheque/ bilyet giro ;

7) Up date profil, antara lain mengubah PIN atau mengubah alamat e-

mail.

Mengenai pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan

usaha bank dilakukan oleh Bank Indonesia dengan menetapkan

ketentuan yang wajib dipenuhi oleh bank sesuai Pasal 29 Undang-

Undang Perbankan sebagai berikut :

1) Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan

ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen,

likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang

berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan

usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.

2) Di dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip

Syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib

menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan

nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.

3) Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi

mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan

dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank

Pembinaan dan pengawasan bank ini perlu dilaksanakan agar

bank sebagai penyelenggara layanan internet banking dapat menjamin

keamanan transaksi perbankan yang dilakukan oleh nasabah, serta

nasabah dapat mengetahui mengenai risiko-risiko yang mungkin

timbul dalam transaksi perbankan yang dilakukan dalam layanan

internet banking melalui informasi layanan internet banking yang

diberikan oleh bank.

lxxxv

Di samping mengatur aspek-aspek di atas, Undang-Undang

Perbankan juga mengatur masalah kerahasiaan bank. Menurut Pasal 1

Ayat 28 Undang-Undang Perbankan, rahasia bank adalah segala

sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah

penyimpan dan simpanannya. Rahasia bank merupakan hal yang

penting, karena bank sebagai lembaga kepercayaan wajib

merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan nasabah

penyimpan dan simpanannya. Di dalam Pasal 40 Undang-Undang

Perbankan dinyatakan “Bank wajib merahasiakan keterangan

mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya”. Bank dilarang

memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang keadaan

keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya, yang wajib dirahasiakan

oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan. Berdasarkan

ketentuan tersebut, Undang-Undang Perbankan telah secara konsisten

menjelaskan bahwa pengertian rahasia bank hanya menyangkut

nasabah penyimpan dan simpanannya. Selanjutnya, penjelasan Pasal

40 Undang-Undang Perbankan menyatakan bahwa keterangan

mengenai nasabah, selain sebagai nasabah penyimpan, bukan

merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan.

Rachmadi Usman mengemukakan bahwa rahasia bank yang

saat ini diberlakukan hanya meliputi tiga hal, yakni :

1) Keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya,

termasuk keterangan mengenai nasabah debitur dan pinjamannya ;

2) Kewajiban pihak bank terafiliasi untuk merahasiakan keterangan

tersebut, kecuali hal itu tidak dilarang oleh undang-undang ;

3) Situasi tertentu di mana informasi mengenai nasabah penyimpan

dan simpanannya boleh saja dibeberkan oleh pihak yang terkena

larangan jika informasi tersebut tergolong pada informasi yang

dikecualikan atau informasi nasabah penyimpan dan simpanan

lxxxvi

yang tidak termasuk dalam kualifikasi rahasia bank (Rachmadi

Usman, 2001:155).

Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 40 Undang-Undang

Perbankan tersebut mencerminkan akan asas atau prinsip kerahasiaan

bank, yang sekiranya mampu dipergunakan untuk menetapkan dan

memberikan perlindungan hukum atas data pribadi nasabah dalam

melakukan transaksi perbankan melalui internet banking, mengingat

bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan

pada bank atas dasar kepercayaan. Mengenai kerahasiaan bank ini,

untuk perkembangan saat ini tidak cukup lagi mengantisipasi dinamika

bisnis sektor perbankan. Prinsip kerahasiaan bank ini dalam konteks

perlindungan hukum atas data pribadi nasabah dapat saja diterapkan,

namun penerapannya di dalam penyelenggaraan internet banking

menjadi tidak optimal, sebab perlindungan hukum atas data pribadi

nasabah yang ada pada ketentuan ini terbatas hanya pada data yang

disimpan dan dikumpulkan oleh bank, padahal di dalam

penyelenggaraan internet banking, data nasabah yang ada tidak hanya

data yang disimpan dan dikumpulkan, tetapi termasuk data yang

ditransfer oleh pihak nasabah dari sarana komputer yang terhubung

dengan internet dimana nasabah melakukan transaksi perbankan. Bank

tidak mapu lagi untuk mengantisipasi dampak dari pemanfaatan

layanan internet banking. Ketidakmampuan ini disebabkan karena

karakteristik layanan internet banking untuk memfasilitasi transaksi

perbankan yang berbeda dengan perbankan secara konvensional.

Melihat pada kondisi demikian, dapat disimpulkan bahwa Undang-

Undang Perbankan belum mampu memberikan perlindungan hukum

sepenuhnya atas data pribadi nasabah dalam penyelenggaraan internet

banking.

lxxxvii

c. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 jo. Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia

Bank Indonesia merupakan bank sentral yang memiliki

kedudukan independen untuk menjamin keberhasilan tujuan mencapai

dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Berdasarkan rumusan Pasal 8

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 3

Tahun 2004, Tugas Bank Indonesia antara lain :

1) Menetapkan dan melaksanakan kebijaksanaan moneter

2) Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran

3) Mengatur dan mengawasi bank

Untuk menetapkan dan melaksanakan kebijaksanaan moneter

yang efektif dan efisien diperlukan sistem keuangan yang sehat,

transparan, terpercaya, dan dapat dipertanggungjawabkan yang

didukung oleh sistem pembayaran yang lancar, cepat, tepat dan aman,

serta pengaturan dan pengawasan bank yang memenuhi prinsip kehati-

hatian. Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur dan mengawasi

bank, Bank Indonesia menetapkan peraturan memberikan dan

mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari suatu

bank, melaksanakan pengawasan bank dan mengenakan sanksi

terhadap bank sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Bank Indonesia berwenang memberikan izin kepada bank

untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu. Di dalam

menyelenggarakan internet banking, suatu bank harus memperoleh izin

dari Bank Indonesia berkaitan dengan kegiatan usaha yang akan

diselenggarakan. Bank Indonesia melaksanakan pengawasan terhadap

penyelenggaraan internet banking tersebut baik dilakukan secara

langsung maupun tidak langsung sesuai dengan rumusan Pasal 27

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 3

Tahun 2004 tentang Bank Indonesia.

lxxxviii

d. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor

27/164/KEP/DIR/1995 tentang Penggunaan Teknologi Sistem

Informasi oleh Bank

Masalah transaksi perbankan melalui internet banking sudah

mendapat perhatian yang serius dari Bank Indonesia sebagai lembaga

yang mempunyai tugas mengawasi bank-bank umum. Hal ini dapat

dilihat dengan diberlakukannya Surat Keputusan Direksi Bank

Indonesia Nomor 27 /164/KEP/DIR/1995 tentang Penggunaan

Teknologi Sistem Informasi oleh Bank.

Di dalam memberikan pelayanan jasa perbankan elektronis

melalui teknologi sistem informasi, pihak bank diwajibkan memiliki

sistem kontrol dan pengamanan yang memadai serta efektif terhadap

teknologi sistem informasi. Hal tersebut diperlukan mengingat

transaksi perbankan dilakukan sendiri oleh nasabah. Selain itu, dengan

tersedianya sistem kontrol dan pengamanan yang memadai,

kelangsungan operasional serta kerahasiaan dan integritas data dapat

tetap terjaga. Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan

timbulnya risiko yang diakibatkan oleh penyelenggaraan teknologi

sistem informasi oleh bank.

Penggunaan teknologi sistem informasi ini diatur lebih jelas

dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor

27/164/KEP/DIR/1995 tentang Penggunaan Teknologi Sistem

Informasi oleh Bank, dan untuk lebih jelasnya maka terdapat istilah-

istilah yang dalam hal ini termuat dalam Pasal 1, antara lain :

1) Bank adalah Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

tentang Perbankan ;

lxxxix

2) Teknologi Sistem Informasi adalah suatu sistem pengolahan data

keuangan dan pelayanan jasa perbankan secara elektronis dengan

menggunakan sarana komputer, telekomunikasi dan sarana

elektronis lainnya ;

3) Disaster & Recovery Plan adalah suatu rencana penanggulangan

yang telah teruji untuk menjamin kelangsungan kegiatan usaha

bank dan pemulihannya apabila terjadi gangguan atau bencana

terhadap teknologi sistem informasi.

Mengenai kedudukan bank yang akan menyelenggarakan

teknologi sistem informasi diatur dalam Pasal 2 Surat Keputusan

Direksi Bank Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR/1995, yaitu :

1) Bank dapat menyelenggarakan teknologi sistem informasi sendiri

atau menggunakan jasa pihak lain di dalam negeri.

2) Bagi kantor cabang dari bank yang kantor pusatnya berkedudukan

di Indonesia yang beroperasi di luar negeri tunduk pada ketentuan

Ayat (1) dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku di negara

setempat.

3) Khusus bagi kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar

negeri diperkenankan menggunakan jasa pihak lain di luar negeri

dengan syarat :

a) Teknologi sistem informasi tersebut dilakukan oleh kantor

bank yang sama atau kelompok perusahaan dari bank yang

dimaksud ;

b) Tetap memperhatikan kerahasiaan bank ;

c) Tidak mengganggu efektivitas dan efisiensi administrasi kantor

bank yang bersangkutan.

Setelah perencanaan penyelenggaraan tekonologi sistem

informasi, diatur pula standarisasi manajemen yang termuat dalam

xc

Pasal 3 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor

27/164/KEP/DIR/1995, yaitu :

1) Di dalam menyelenggarakan teknologi sistem informasi sendiri,

manajemen bank wajib :

a) Menerapkan pengendalian manajemen yang meliputi

perencanaan, penetapan kebijaksanaan, standar dan prosedur,

serta organisasi dan personalia ;

b) Melaksanakan fungsi audit intern teknologi sistem informasi,

dengan memperhatikan kepatuhan terhadap ketentuan yang

berlaku;

2) Di dalam menggunakan sistem dan aplikasi teknologi sistem

informasi, manajemen bank wajib :

a) Memiliki sistem kontrol terhadap sistem dan aplikasi tersebut

yang mencakup pengadaan, pengembangan, pengoperasian,

dan pemeliharaannya ;

b) Menerapkan prinsip-prinsip sistem pengawasan dan

pengamanan terhadap penggunaan sistem dan aplikasi yang

mengandung risiko tinggi, khususnya yang menyangkut

teknologi database, komputer mikro, dan komunikasi data ;

c) Memiliki Disaster & Recovery Plan yang sudah teruji dan

memadai.

Tindakan apa saja yang termasuk dalam kewajiban pengguna

teknologi ini diatur dalam Pasal 5 Surat Keputusan Direksi Bank

Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR/1995, bahwa bank wajib

menyampaikan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan formulir

isian teknologi sistem informasi, antara lain :

1) Laporan ulang penyelenggaraan teknologi sistem informasi, bagi

bank yang sudah menyelenggarakan teknologi sistem informasi,

xci

selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari kalender setelah

berlakunya Surat Keputusan ini ;

2) Laporan rencana teknologi sistem informasi, bagi bank yang akan

menyelenggarakan teknologi sistem informasi, selambat-lambatnya

60 (enam puluh) hari kalender sebelum teknologi sistem informasi

tersebut dioperasikan secara efektif ;

3) Laporan setiap rencana perubahan teknologi sistem informasi, bagi

bank yang akan melaksanakan perubahan mendasar terhadap

konfigurasi dan prosedur pengoperasian komputer, selambat-

lambatnya 60 (enam puluh) hari kalender sebelum perubahan

tersebut dioperasikan secara aktif ;

4) Laporan realisasi rencana penyelenggaraan teknologi sistem

informasi atau realisasi rencana perubahan teknologi sistem

informasi, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender

setelah rencana dimaksud dilaksanakan ;

5) Laporan atas setiap penyalahgunaan yang dilakukan melalui sarana

teknologi sistem informasi yang mengakibatkan timbulnya

kerugian keuangan dan atau mengganggu kelancaran operasional

bank, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kalender setelah

diketahuinya penyalahgunaan tersebut ;

6) Laporan hasil audit teknologi sistem informasi dalam hal

penyelenggaraannya dilakukan oleh pihak lain, baik audit yang

dilakukan oleh bank yang bersangkutan maupun yang dilakukan

oleh auditor ekstern yang ditunjuk, selambat-lambatnya 60 (enam

puluh) hari kalender setelah audit dilakukan.

Jika terjadi pelanggaran atas ketentuan atau kewajiban di

atas, maka tindakan yang dilakukan oleh Bank Indonesia termuat

dalam Pasal 6 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor

27/164/KEP/DIR/1995 :

xcii

1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Surat Keputusan ini

dikenakan sanksi administratif yang dapat berupa pembekuan

kegiatan usaha tertentu yang berhubungan dengan teknologi sistem

informasi dan atau penurunan tingkat kesehatan bank.

2) Bagi bank yang tidak menyampaikan laporan-laporan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 5 dikenakan sanksi berupa kewajiban

membayar setinggi-tingginya sebesar Rp 2.000.000,00 (dua juta

rupiah) untuk masing-masing laporan.

3) Bagi bank yang terlambat menyampaikan laporan-laporan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, kecuali laporan rencana

teknologi sistem informasi dan laporan setiap rencana perubahan

teknologi sistem informasi, dikenakan sanksi berupa kewajiban

membayar sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) per bulan

keterlambatan untuk masing-masing laporan.

e. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor

31/175/KEP/DIR/1998 tentang Penyempurnaan Teknologi Sistem

Informasi Bank dalam Menghadapi Tahun 2000

Kegiatan operasional dan efisiensi bank dalam

menyelenggarakan layanan internet banking sangat tergantung pada

teknologi sistem informasi, sedangkan dari waktu ke waktu teknologi

selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Dengan bergantinya

dekade dari 1900 menjadi 2000 bank perlu melakukan penyesuaian

teknologi sistem informasi secara menyeluruh, karena itu Bank

Indonesia menetapkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia

Nomor 31/175/KEP/DIR/1998 tentang Penyempurnaan Teknologi

Sistem Informasi Bank dalam Menghadapi Tahun 2000, yang

merupakan penyempurnaan dari Surat Keputusan Direksi Bank

Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR/1995 yang telah diberlakukan

sebelumnya.

xciii

Di dalam Pasal 3 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia

Nomor 31/175/KEP/DIR/1998 dinyatakan bahwa “Petunjuk

penyempurnaan teknologi sistem informasi yang sudah dikeluarkan

oleh Bank Indonesia sebelum berlakunya Surat Keputusan ini dan

pelaksanaan penyempurnaan teknologi sistem informasi yang sudah

dilakukan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Surat

Keputusan ini”.

Di dalam Surat Keputusan ini ditegaskan bahwa manajemen

bank memiliki tanggungjawab penuh untuk melakukan pendefinisian,

perencanaan, dan pengelolaan strategi untuk penanggulangan masalah

tahun 2000 dalam penyelenggaraan teknologi sistem informasi. Di

dalam Pasal 6 disebutkan bahwa “Bank Indonesia melakukan

pemeriksaan atas pelaksanaan penyempurnaan teknologi sistem

informasi bank”.

f. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/18/DPNP Tanggal 20 April

2004 tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Aktivitas

Pelayanan Jasa Bank melalui Internet Banking

Sehubungan dengan semakin berkembangnya pelayanan jasa

bank melalui internet (internet banking) dan sebagai pelaksanaan lebih

lanjut dari Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor

27/164/KEP/DIR/1995 tentang Penggunaan Teknologi Sistem

Informasi oleh Bank, maka Bank Indonesia mengeluarkan Surat

Edaran Bank Indonesia untuk mengatur pelaksanaan penerapan

manajemen risiko pada aktivitas internet banking.

Di dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/18/DPNP

Tanggal 20 April 2004 tentang Penerapan Manajemen Risiko pada

Aktivitas Pelayanan Jasa Bank melalui Internet Banking disebutkan

bahwa internet banking adalah salah satu pelayanan jasa bank yang

memungkinkan nasabah untuk memperoleh informasi, melakukan

komunikasi, dan melakukan transaksi perbankan melalui jaringan

xciv

internet, dan bukan merupakan bank yang hanya menyelenggarakan

pelayanan perbankan melalui internet.

Bank yang menyelenggarakan internet banking wajib

menerapkan manajemen risiko pada aktivitas internet banking secara

efektif, yang meliputi :

1) Pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi ;

2) Sistem pengamanan (Security Control) ;

3) Manajemen risiko, khususnya risiko hukum dan risiko reputasi.

Risiko hukum yakni di mana aspek hukum internet banking

sampai saat ini belum diatur secara jelas. Sedangkan risiko reputasi

yakni yang berkaitan dengan corporate image dari bank itu sendiri

apabila pelayanan internet bankingnya tidak berjalan dengan baik

(Syahril sabirin, 2001:3).

Di dalam Surat Edaran Bank Indonesia nomor 6/18/DPNP

disebutkan pula bahwa sesuai dengan Surat Keputusan Direksi Bank

Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR/1995 tentang Penggunaan

Teknologi Sistem Informasi oleh Bank, bank wajib menyampaikan

laporan rencana perubahan teknologi sistem informasi yang

menyangkut perubahan konfigurasi dan prosedur pengoperasian

komputer yang terkait dengan rencana penyelenggaraan internet

banking selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari kalender sebelum

pelaksanaan. Guna meningkatkan efektivitas penerapan manajemen

risiko, bank wajib malakukan evaluasi dan audit secara berkala

terhadap aktivitas internet banking.

Berbagai peraturan yang telah diuraikan di atas merupakan

government regulation yang merupakan aturan yang dibentuk oleh

pemerintah dalam bentuk undang-undang atau keputusan untuk

memberikan perlindungan hukum bagi para pihak, dalam hal ini pihak

bank dan nasabah.

xcv

Di samping terdapat peraturan yang dibentuk oleh pemerintah,

perbankan yang menyelenggarakan internet banking berupaya melindungi

para pihaknya dengan membuat ketentuan yang dibentuk secara sepihak

oleh pihak perbankan yang dikenal dengan sebutan self-regulation, yang

merupakan aturan yang dibentuk dalam mengantisipasi kekosongan

hukum sebagai upaya perlindungan data pribadi nasabah dan bank. Akan

tetapi, pembentukan aturan berupa self-regulation terkesan lebih berpihak

kepada bank sebagai penyelenggara internet banking yang memiliki

kecenderungan bahwa kepentingan dari pihak pembentuk yang lebih

dominan dilindungi, padahal idealnya pembentukan aturan tersebut harus

mencerminkan hak dan kewajiban yang seimbang di antara para pihak

yang terkait. Hal ini dapat dilihat pada contoh ketentuan self-regulation

yang terdapat dalam situs layanan internet banking BCA dan Bank

Mandiri, sebagai berikut :

“BCA dapat mengubah kebijaksanaan ini setiap saat untuk tetap

menyesuaikan dengan situasi dan teknologi terbaru. Anda selalu dapat

meninjau kebijakan BCA yang terbaru di

http://www.klikbca.com/privacy.html atau Anda dapat memintanya

dengan mengirimkan email ke [email protected]

(http://www.klikbca.com).

Di dalam situs Internet Banking Bank Mandiri juga dinyatakan

sebagai berikut :

“Bank Mandiri akan menjaga kerahasiaan data pengguna Internet Banking

Mandiri, dan hanya orang tertentu yang berhak untuk mengakses informasi

tersebut untuk digunakan sebagaimana mestinya. Bank Mandiri tidak akan

memperlihatkan/menjual data tersebut kepada pihak ketiga”

(http://www.bankmandiri.co.id).

Analisis atas bunyi ketentuan pada situs http://www.klikbca.com

terlihat bahwa nasabah tidak pernah diberikan kesempatan untuk

mengetahui perubahan kebijakan baru atas data pribadi bila tidak

xcvi

mengunjungi situs internet banking BCA tentang privacy. Tanpa melihat

pada situs tersebut nasabah tidak akan mengetahui perubahan kebijakan

baru, yang seharusnya pihak bank dengan cepat memberikan dan

menyediakan informasi tersebut kepada nasabah. Selain itu, efektifnya,

ketentuan self-regulation seharusnya meliputi mekanisme untuk menjamin

komplain dengan peraturan dan sumber yang layak untuk pihak nasabah

ketika peraturan tersebut tidak diikuti, seperti mekanisme yang

memungkinkan nasabah menguji hak privacy mereka. Terlebih lagi, alasan

yang didalihkan dalam perubahan kebijakan baru adalah untuk

menyesuaikan dengan situasi dan teknologi baru. Begitu pula dalam bunyi

ketentuan pada situs http://www.bankmandiri.co.id, di sini pun tampaknya

nasabah sulit untuk dapat mengetahui kebenaran atas tidak terjadinya

penjualan datanya kepada pihak ketiga.

Oleh karena itu, keberadaan self-regulation tidak menjadi suatu

instrumen yang betul-betul dapat memberikan perlindungan penuh

terhadap data pribadi nasabah dan bank jika instrumen undang-undang

tidak segera dibentuk oleh pemerintah, artinya kebutuhan terhadap

undang-undang mengenai perlindungan data pribadi sangat dibutuhkan

terutama dalam industri perbankan yang terus berkembang dengan pesat.

3. Jaminan Kepastian Hukum dan Keadilan bagi Para Pihak

Berdasarkan pada uraian di atas, Penulis berpendapat bahwa

dalam pengaturan mengenai transaksi perbankan melalui internet banking

di Indonesia yang ada saat ini sudah terdapat kesesuaian dari peraturan-

peraturan yang mengaturnya, baik dari Undang-Undang Perbankan

maupun peraturan atau keputusan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia,

terutama dalam hal perlindungan hukum bagi para pihak. Dengan

diberlakukannya peraturan-peraturan dan keputusan tersebut menunjukkan

bahwa telah dilakukan upaya perlindungan hukum oleh pemerintah.

Beberapa ketentuan yang ada di dalam Undang-Undang Perbankan

sekiranya mampu dipergunakan untuk menetapkan dan memberikan

xcvii

perlindungan hukum atas data pribadi nasabah. Hal ini dapat dicermati

pada ketentuan Pasal 29 dan Pasal 40 Undang-Undang Perbankan

mengenai pembinaan dan pengawasan bank yang menyelenggarakan

internet banking oleh Bank Indonesia dan tentang kerahasiaan bank, begitu

pula dalam Surat Keputusan dan Surat Edaran yang dikeluarkan oleh Bank

Indonesia. Perlindungan hukum ditempuh melalui upaya-upaya baik

bersifat preventif dalam bentuk ketentuan-ketentuan petunjuk, nasihat,

bimbingan dan pengarahan maupun represif dalam bentuk pemeriksaan

yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan. Tetapi di dalam

ketentuan-ketentuan hukum tersebut belum mempunyai instrumen

perlindungan hukum yang berupa upaya penyelesaian sengketa jika terjadi

permasalahan hukum serta sanksi hukum terhadap berbagai bentuk

pelanggaran yang dilakukan. Ketentuan hukum yang ada juga belum

mencerminkan pada suatu perlindungan hukum yang komprehensif, bahwa

hukum masih bersifat parsial yang terletak di pelbagai macam perundang-

undangan. Berdasarkan hal ini dapat dilihat bahwa pemerintah telah

melakukan upaya perlindungan hukum bagi para pihak, namun substansi-

substansi dari peraturan-peraturan yang ada belum menunjukkan adanya

upaya perlindungan hukum yang optimal bagi para pihak.

Pengaturan mengenai transaksi perbankan melalui internet

banking di Indonesia yang ada saat ini juga belum dapat menjamin

keadilan bagi para pihak. Hal ini dapat dilihat melalui self-regulation

sebagai alternatif dalam mengisi kekosongan hukum yang merupakan

aturan atau ketentuan yang dibentuk secara sepihak oleh pihak bank yang

cenderung lebih berpihak kepada kepentingan bank sebagai penyelenggara

layanan internet banking. Hal ini tidak mencerminkan asas keseimbangan,

di mana idealnya pembentukan aturan tersebut harus mencerminkan hak

dan kewajiban yang seimbang di antara para pihak yang terkait, karena

bila suatu aturan atau kaidah menurut isinya menggalang suatu aturan

yang adil, maka kaidah itu bernilai dan dapat ditanggapi sebagai

mewajibkan secara batin.

xcviii

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengaturan mengenai transaksi

perbankan melalui internet banking di Indonesia yang ada saat ini belum

dapat menjamin kepastian hukum dan keadilan bagi para pihak yang

terkait.

B. Upaya Penyelesaian Sengketa terhadap Permasalahan Hukum yang

Timbul dalam Transaksi Perbankan melalui Internet Banking

Internet banking sebagai inovasi dari produk perbankan yang

memanfaatkan teknologi sistem informasi, selain memberikan keuntungan dan

kemudahan dalam transaksi perbankan juga mempunyai dampak risiko yang

dapat merugikan kepentingan pihak bank maupun nasabah sebagai

penyelenggara dan pengguna layanan internet banking dalam transaksi

perbankan yang dilakukan. Transaksi perbankan melalui internet banking

dapat menimbulkan permasalahan hukum yang dapat merugikan para pihak,

sehingga memungkinkan munculnya sengketa antara para pihak di kemudian

hari. Permasalahan hukum yang mungkin muncul dalam transaksi perbankan

melalui internet banking salah satunya yakni menyangkut keamanan sistem

informasi. Internet banking yang memanfaatkan teknologi sistem informasi

membuat transaksi perbankan yang dilakukan semakin berisiko. Dengan

kenyataan seperti ini, faktor keamanan merupakan hal yang penting dan paling

perlu diperhatikan.

Kecanggihan teknologi tak selamanya menjamin keamanan dalam

melakukan transaksi perbankan. Sebagai contoh, pada Tahun 2001, dunia

perbankan diributkan oleh kasus pembobolan internet banking milik Bank

BCA, yang lebih dikenal dengan kasus klikbca. Kasus ini dilakukan oleh

Steven Haryanto yang dengan sengaja membuat situs palsu layanan Internet

Banking BCA dengan membeli domain-domain internet dengan nama mirip

www.klikbca.com (situs asli Internet Banking BCA), antara lain

wwwklikbca.com, kilkbca.com, clikbca.com, klickbca.com, dan klikbac.com

dengan tampilan yang sama persis dengan situs Internet Banking BCA. Dalam

hal ini pelaku memanfaatkan kesalahan ketik yang mungkin dilakukan oleh

xcix

nasabah, sehingga pelaku mampu mendapatkan User ID dan PIN dari nasabah

yang memasuki situs plesetan tersebut. Di dalam kasus ini, diperkirakan 130

nasabah tercuri datanya (http://www.wikibooks.com).

Contoh lain, yakni kasus pembobolan uang nasabah Internet Banking

BCA Cabang Purwokerto pada Tahun 2001, yang dilakukan oleh orang tak

dikenal dengan menggunakan fasilitas internet. Nasabah telah kehilangan uang

sebesar Rp 38 juta, yang diambil hampir setiap hari oleh pelaku sampai

rekening tersebut ditutup(http://www.cert.or.id).

Berdasarkan contoh-contoh kasus di atas, dapat dilihat bahwa di

dalam hal ini yang paling dirugikan adalah nasabah pengguna layanan internet

banking. Dari sinilah muncul kemungkinan terjadi sengketa antara para pihak,

yakni pihak bank dengan nasabah. Sengketa yang timbul antara pihak bank

dengan nasabah dapat diselesaikan dengan mengacu pada perjanjian yang

telah disepakati oleh para pihak, mengingat belum ada pengaturan secara

khusus tentang transaksi perbankan melalui internet banking dalam sistem

perundang-undangan di Indonesia, sehingga belum ada aturan yang tegas

mengenai upaya hukum ataupun sanksi hukum yang dapat diterapkan.

Perjanjian merupakan prosedur dan undang-undang bagi pihak-pihak

yang membuatnya. Hal ini berarti bahwa pejanjian yang dibuat itu sah dan

mengikat kedua belah pihak, dalam hal ini yaitu pihak bank dengan nasabah.

Kedua belah pihak wajib melaksanakan isi perjanjian dan tidak dibenarkan

untuk membatalkan atau mengakhiri perjanjian tanpa persetujuan kedua belah

pihak ataupun tanpa alasan yang dibenarkan oleh undang-undang. Hal ini

sesuai dengan rumusan Pasal 1338 KUH Perdata. Apabila suatu perjanjian

telah disepakati, maka masing-masing pihak terikat karenanya dan

berkewajiban memenuhi prestasinya. Akan tetapi, di dalam pelaksanaannya

terdapat kemungkinan mengalami hambatan-hambatan yang pada akhirnya

mempengaruhi tujuan perjanjian yang telah disepakati, seperti halnya

munculnya sengketa antara pihak bank dan nasabah akibat permasalahan

hukum yang timbul dalam layanan internet banking, yang pada akhirnya

c

mempengaruhi tujuan perjanjian yang telah disepakati para pihak. Di dalam

suatu perjanjian memuat syarat-syarat sahnya perjanjian. Suatu hal tertentu

merupakan syarat obyektif dari perjanjian, yakni mengenai apa yang

diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul

perselisihan. Di dalam perjanjian yang disepakati para pihak dalam layanan

internet banking, sedikitnya juga memuat dalam klausul perjanjian mengenai

hak dan kewajiban para pihak apabila terjadi perselisihan, serta upaya hukum

apa yang akan digunakan untuk menyelesaikan sengketa antara para pihak.

Sengketa yang terjadi antara pihak bank dengan nasabah dapat diselesaikan

melalui pengadilan (litigasi) maupun di luar pengadilan (nonlitigasi).

Secara konvensional, penyelesaian sengketa biasanya dilakukan

melalui pengadilan (litigasi), di mana posisi para pihak saling berlawanan satu

sama lain. Oleh karena itu, penyelesaian sengketa melalui pengadilan tidak

direkomendasikan, kalaupun akhirnya ditempuh, penyelesaian itu semata-mata

hanya sebagai jalan yang terakhir setelah alternatif atau upaya penyelesaian

sengketa yang lain dinilai tidak membuahkan hasil. Proses penyelesaian

sengketa melalui pengadilan biasanya memerlukan biaya yang relatif mahal

dan membutuhkan waktu yang lama, sehingga para pihak yang bersengketa

mengalami ketidakpastian, padahal sistem penyelesaian sengketa sederhana,

cepat dan biaya ringan adalah salah satu asas peradilan di Indonesia.

Meskipun demikian, keberadaan peradilan sebagai pelaksana kekuasaan

kehakiman tetap dibutuhkan. Tempat dan kedudukan peradilan dalam negara

hukum dan masyarakat demokrasi masih dapat diandalkan, antara lain :

1. Peradilan berperan sebagai katup penekan atas segala pelanggaran hukum,

ketertiban masyarakat, dan pelanggaran ketertiban umum.

2. Peradilan masih tetap diharapkan berperan sebagai tempat terakhir

mencari kebenaran dan keadilan, sehingga peradilan masih tetap

diandalkan sebagai badan yang berfungsi menegakkan kebenaran dan

keadilan (Yahya Harahap, 1997:237).

ci

Keputusan dari para pihak, dalam batas tertentu litigasi sekurang-

kurangnya menjamin bahwa kekuasaan tidak dipengaruhi hasil dan dapat

menjamin ketentraman sosial. Sebagai suatu ketentuan umum dalam proses

gugatan, litigasi sangat baik untuk menemukan kesalahan-kesalahan dan

masalah-masalah posisi pihak lawan. Litigasi juga memberikan suatu standar

prosedur yang adil dan memberikan peluang yang luas kepada para pihak

untuk didengar keterangannya sebelum diambil keputusan. Litigasi tidak

hanya menyelesaikan sengketa, tetapi juga menjamin suatu bentuk ketertiban

umum yang tertuang dalam undang-undang, baik secara eksplisit maupun

implisit.

Selain melalui pengadilan, sengketa antara para pihak juga dapat

diselesaikan di luar pengadilan. Apabila masing-masing pihak berkeinginan

untuk menyelesaikan sengketa yang timbul secara baik-baik, penyelesaian

sengketa tersebut dapat diperjanjikan untuk diselesaikan di luar hukum acara.

Perjanjian yang telah disepakati bersama merupakan undang-undang bagi para

pihak yang membuatnya. Dasar hukum dalam upaya penyelesaian sengketa ini

adalah kehendak bebas yang teratur dari pihak-pihak yang bersengketa untuk

menyelesaikan perselisihannya di luar pengadilan, sehingga cara penyelesaian

sengketa yang ditempuh sepenuhnya diserahkan kepada masing-masing pihak,

apakah melalui proses peradilan ataukah menggunakan cara penyelesaian

sengketa yang lain.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di

Indonesia, penyelesaian sengketa perdata disamping dapat diajukan ke

peradilan umum juga terbuka kemungkinan diajukan melalui arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor

30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

Umum, yang dimaksud arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata di

luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat

secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Di dalam undang-undang ini

disebutkan pula Alternatif Penyelesaian Sengketa, yakni lembaga

cii

penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati

para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi,

negosiasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.

Lembaga hukum yang dapat digunakan untuk penyelesaian sengketa

dalam transaksi perbankan melalui internet banking yakni melalui lembaga

Alternetive Dispute Resolution (ADR). Di dalam sudut pandang yang luas,

ADR meliputi segala cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dan secara

garis besar ADR dapat dikualifikasikan dalam negosiasi, good offices, mediasi,

konsiliasi, arbitrase, dan kombinasi dari kelima media tersebut minitrial,

summary jury trial, rent-a-judge, mediasi-arbitrase (Nandang Sutrisno,

1999:5).

Penyelesaian sengketa dalam transaksi perbankan melalui internet ini

dapat saja dilakukan secara tradisional, misalnya melalui lembaga arbitrase.

Untuk dapat dilakukan penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase, para

pihak harus melihat apakah ada klausul arbitrase, dalam arti kata selain ada

perjanjian pokok yang bersangkutan diikuti atau dilengkapi dengan

persetujuan arbitrase. Dari berbagai sumber undang-undang, peraturan dan

konvensi internasional dapat dijumpai dua bentuk klausul arbitrase, yakni

Pactum de compromittendo dan Akta kompromis (Yahya Harahap, 1995:100).

Pactum de compromittendo adalah para pihak yang mengikatkan kesepakatan

akan menyelesaikan persengketaan yang mungkin timbul melalui forum

arbitrase. Pada saat mereka mengikatkan dan menyetujui klausul arbitrase,

sama sekali belum terjadi perselisihan. Sedangkan akta kompromis adalah

sebuah perjanjian arbitrase yang dibuat setelah timbulnya perselisihan antara

para pihak. Jika para pihak yang bersengketa dalam layanan internet banking

telah melakukan kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase,

maka perlu ditunjuk arbiter yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa atau

yang ditunjuk oleh Pengadilan Negeri atau oleh Lembaga Arbitrase untuk

memberikan putusan mengenai sengketa tersebut. Pasal 4 Ayat (1) Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

ciii

Sengketa Umum menyatakan bahwa “Dalam hal para pihak telah menyetujui

bahwa sengketa di antara mereka akan diselesaikan melalui arbitrase dan para

pihak telah memberikan wewenang, maka arbiter berwenang menentukan

dalam putusannya mengenai hak dan kewajiban para pihak jika hal ini diatur

dalam perjanjian mereka”. Di dalam Pasal 3 disebutkan pula bahwa

“Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak

yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase”. Akan tetapi, putusan arbiter

hanya mempunyai kekuatan eksekutorial setelah memperoleh izin atau

perintah untuk dieksekusi dari pengadilan.

Selain melalui arbitrase, sengketa yang terjadi antara para pihak

dapat diselesaikan pula melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa, yakni

lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang

disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara

konsultasi, negosiasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.

Konsultasi merupakan suatu tindakan yang bersifat personal antara

suatu pihak tertentu (konsultan) dengan pihak lain (klien), di mana konsultan

memberikan pendapat untuk memenuhi keperluan pihak lain tersebut, tetapi

klien bebas menentukan sendiri keputusan yang akan diambil untuk

kepentingannya sendiri. Negosiasi merupakan proses tawar menawar atau

pembicaraan untuk mencapai suatu kesepakatan terhadap masalah tertentu

yang terjadi di antara para pihak, yang dilakukan baik karena telah ada

sengketa di antara para pihak maupun hanya karena belum ada kata sepakat

disebabkan belum pernah dibicarakan masalah tersebut. Konsiliasi merupakan

suatu proses penyelesaian sengketa di antara para pihak dengan melibatkan

pihak ketiga yang netral dan tidak memihak, sebagai fasilitator untuk

melakukan komunikasi di antara para pihak, sehingga dapat ditemukan solusi

oleh para pihak sendiri. Penilaian Ahli merupakan penafsiran dari seseorang

sebagai ahli dari suatu bidang ilmu tertentu, dalam hal ini hukum penyelesaian

sengketa, yang berperan menganalisa suatu peristiwa hukum sesuai ilmu yang

civ

dikuasai dalam rangka mencapai suatu kesepakatan para pihak yang

bersengketa.

Tahap-tahap penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian

sengketa menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, yakni :

1. Tahap pertama : Pertemuan langsung para pihak

2. Tahap kedua : Penunjukan penasihat ahli atau mediator oleh

para pihak

3. Tahap ketiga : Penunjukan mediator oleh lembaga arbitrase atau

lembaga penyelesaian sengketa

4. Tahap kempat :

Penyelesaian sengketa oleh lembaga arbitrase

atau oleh arbitrase ad hoc

Setelah tahap-tahap tersebut, kemudian dilakukan pendaftaran ke Pengadilan

Negeri yang berisi kesepakatan tertulis yang telah dicapai para pihak,

selanjutnya dilakukan pelaksanaan kesepakatan yang telah dicapai (Munir

Fuadi, 2003:130).

Alternatif Penyelesaian Sengketa sebagai salah satu mekanisme

penyelesaian sengketa nonlitigasi dengan mempertimbangkan segala bentuk

efisiensinya dan untuk tujuan masa yang akan datang sekaligus

menguntungkan bagi para pihak yang bersengketa. Alternatif Penyelesaian

Sengketa ini diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999

tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Umum. Sengketa atau

beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui Alternatif

Penyelesaian Sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan

mengesampingkan penyelesaian sengketa secara litigasi di Pengadilan Negeri,

di mana sengketa diselesaikan dalam pertemuan langsung oleh para pihak

dengan waktu yang ditentukan dan hasilnya dituangkan dalam suatu

kesepakatan tertulis, yang bersifat final dan mengikat para pihak untuk

dilaksanakan dengan itikad baik serta wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri.

cv

Berdasarkan upaya-upaya penyelesaian sengketa di atas, maka

diharapkan sengketa yang terjadi antara para pihak dapat diselesaikan dengan

memperoleh hasil putusan yang seadil-adilnya melalui upaya penyelesaian

sengketa yang disepakati para pihak.

cvi

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada permasalahan dan pembahasan yang telah penulis

uraikan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut :

1. Internet banking merupakan salah satu pelayanan jasa bank yang

memungkinkan nasabah untuk memperoleh informasi, melakukan

komunikasi dan melakukan transaksi perbankan melalui jaringan internet.

Transaksi perbankan melalui internet banking sampai saat ini belum diatur

secara khusus dalam sistem perundang-undangan di Indonesia. Pengaturan

mengenai transaksi perbankan melalui internet banking di Indonesia yang

ada saat ini belum dapat menjamin kepastian hukum dan keadilan bagi

para pihak, baik pihak bank maupun nasabah. Upaya perlindungan hukum

telah dilakukan oleh pemerintah, namun substansi-substansi dari

peraturan-peraturan yang ada belum menunjukkan adanya upaya

perlindungan hukum yang optimal bagi para pihak. Sudah terdapat

kesesuaian dari peraturan-peraturan mengenai transaksi perbankan melalui

internet banking yang ada, namun instrumen perlindungan hukum yang

ada masih kurang. Ketentuan hukum dari peraturan-peraturan tersebut juga

belum mencerminkan perlindungan hukum yang komprehensif, di mana

perlindungan hukum masih bersifat parsial yang terletak di berbagai

macam perundang-undangan. Peraturan yang ada belum menggalang suatu

peraturan yang adil karena belum mencerminkan asas keseimbangan, di

mana idealnya pembentukan aturan tersebut harus mencerminkan hak dan

kewajiban yang seimbang di antara para pihak yang terkait. Diperlukan

peraturan khusus yang bersifat komprehansif dalam sistem perundang-

93

cvii

undangan di Indonesia yang mengatur tentang transaksi perbankan melalui

internet banking.

2. Internet banking sebagai inovasi dari produk perbankan yang

memanfaatkan teknologi sistem informasi untuk memberikan kemudahan

dalam transaksi perbankan juga memiliki dampak risiko timbulnya

permasalahan hukum yang dapat menimbulkan sengketa antara para pihak

kemudian hari, salah satunya permasalahan hukum menyangkut keamanan

sistem informasi. Sengketa antara para pihak yang timbul dari

permasalahan hukum tersebut dapat diselesaikan dengan mengacu pada

perjanjian yang telah disepakati para pihak, apakah penyelesaian sengketa

dilakukan melalui pengadilan (litigasi) ataupun di luar pengadilan

(nonlitigasi). Perjanjian yang telah disepakati bersama merupakan undang-

undang bagi yang membuatnya, sehingga yang dijadikan dasar hukum

dalam upaya penyelesaian sengketa adalah kehendak bebas yang teratur

dari para pihak, dan cara penyelesaian sengketa yang ditempuh

sepenuhnya diserahkan kepada masing-masing pihak untuk memperoleh

putusan yang seadil-adilnya.

B. Saran

1. Pemerintah perlu membuat peraturan khusus dalam sistem perundang-

undangan di Indonesia yang mengatur transaksi perbankan melalui internet

banking, mengingat kebutuhan perbankan Indonesia akan peraturan yang

bersifat komprehensif yang mengatur transaksi perbankan melalui internet

banking sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Hal ini perlu dilakukan sebagai upaya untuk memberikan perlindungan

hukum bagi para pihak agar tercipta kepastian hukum dan keadilan.

2. Pemerintah perlu membuat standarisasi dalam aplikasi internet banking

bagi bank yang menyelenggarakan internet banking serta beberapa prinsip

sistem keamanan yang ada pada internet banking. Kehadiran internet

banking memang telah memberikan kemudahan dalam transaksi

perbankan, baik bagi pihak bank sebagai penyelenggara layanan internet

cviii

banking maupun nasabah sebagai pengguna layanan internet banking.

Namun, kelebihan-kelebihan ini akan menjadi berkurang tatkala sistem

keamanan dalam transaksi tidak terjamin.

3. Selain dibutuhkan sistem pengamanan dari segi hukum, dari segi teknologi

itu sendiri setiap bank yang menyelenggarakan layanan internet banking

perlu meningkatkan sistem pengamanan yang handal, mengingat bank

terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan pada bank

atas dasar kepercayaan.

4. Bagi nasabah yang ingin menjadi nasabah internet banking suatu bank

sebaiknya berusaha memperoleh informasi selengkap-lengkapnya tentang

layanan inernet banking untuk memperhitungkan terlebih dahulu secara

matang mengenai pilihannya sebelum mendaftar menjadi nasabah internet

banking dengan memperhitungkan kelebihan dan kekurangan internet

banking, serta risiko yang mungkin terjadi dan konsekuensi apa yang

mungkin ditimbulkan. Hal ini perlu dilakukan agar jika terjadi suatu

permasalahan hukum dalam internet banking, nasabah mengetahui upaya

apa yang harus dilakukan, sehingga kerugian yang terjadi tidak lebih besar

jika sejak awal diupayakan pencegahan.

cix

DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhammad. 1986. Hukum Perjanjian. Bandung : Alumni.

Abdul Kadir dan Terra Ch. Triwahyuni. 2003. Pengenalan Teknologi Informasi. Yogyakarta : Andi.

Abdurrahman. A. 1993. Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan. Jakarta : Yagrat.

A. Qirom Syamsudin Meilala. 1995. Pokok-Pokok Hukum Perjanjian dan Perkembangannya. Yogyakarta : Liberty.

Bank Indonesia. 2004. Booklet Bank Indonesia. Jakarta : Bank Indonesia.

Budi Agus Riswandi. 2005. Aspek Hukum Internet Banking. Jakarta PT Raja Grafindo Persada.

Gunarto Suhardi. 2003. Usaha Perbankan dalam Perspektif Hukum. Yogyakarta : Kanisius.

Hermansyah. 2005. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta : Kencana.

J. Satrio. 1992. Hukum Perikatan. Perikatan yang Lahir dari Perjanjian. Buku I. Bandung : Citra Aditya Bakti.

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja. 2003. Seri Hukum Perikatan: Perikatan yang Lahir dari Perjanjian. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Mariam Darus Badrulzaman. 1983. Perjanjian Kredit Bank. Bandung : Alumni.

Munir Fuady. 2003. Arbitrase Nasional. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti

cx

Rachmadi Usman. 2001. Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta : Gramedia.

R. Setiawan. 1994. Hukum Perikatan. Bandung : Bina Cipta.

R. Subekti. 1996. Hukum Perjanjian. Jakarta : PT. Inter Masa.

_________ dan R. Tjitrosudibio. 2002. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta : PT. Pradnya Paramita.

Sentosa Sembiring. 2000. Hukum Perbankan. Bandung : Mandar Maju.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 1986. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

__________. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI Press.

Soetrisno Hadi. 1989. Metodologi Research I. Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM.

Suyud Margono. 2000. ADR Alternatif Dispute Resolution dan Arbitrase roses Pelembagaan dan Aspek Hukum. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Tri Widiyono. 2006. Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Pernbankan di Indonesia. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Winarno Surakhmad. 1992. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar. Metode dan Teknik. Bandung : Transito.

Yahya Harahap. 1997. Beberapa Tinjauan mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.

Perundang-undangan

cxi

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan alternatif Penyelesaian Sengketa Umum.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.

Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR/1995 tentang Penggunaan Teknologi Sistem Informasi oleh Bank.

Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia Nomor 31/175/KEP/DIR/1998 tentang Penyempurnaan Teknologi Sistem Informasi Bank dalam Menghadapi Tahun 2000.

Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/18/DPNP Tanggal 20 April 2004 tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank Melalui Internet Banking.

Makalah

Nandang Sutrisno. 1999. ”Dasar-dasar Penyelesaian Sengketa Alternatif”. Makalah. Disampaikan pada Pelatihan Alternative Dispute Resolution (ADR), diselenggarakan oleh Fakultas Hukum UII pada tanggal 19 Agustus 1999 di Yogyakarta.

Syahril Sabirin. 2001. ”Aspek Hukum Internet Banking dalam Kerangka Hukum Teknologi Informasi”. Disampaikan pada Seminar Sehari, diselenggarakan oleh Universitas Padjajaran Bandung pada tanggal 13 Juli 2001 di Bandung.

cxii

Wawan Wardiana. 2002. ”Perkembangan Teknologi Informasi di Indonesia”. Makalah. Disampaikan pada Seminar dan Pameran Teknologi Informasi, pada tanggal 9 Juli 2002 di Fakultas TI Universitas Komputer Indonesia.

Rujukan Internet

Andi Fanano. 2004. Tinjauan Terhadap Panduan Pengamanan Penggunaan Teknologi Sistem Informasi oleh Bank yang dikeluarkan Bank Indonesia. <http://www.lkht.net> (8 September 2007 pukul 19.30).

Budi Raharjo. 2001. Aspek Teknologi dan Keamanan dalam Internet Banking. <http://www.cert.or.id> (12 September 2007 pukul 13.30).

http://www.bankmandiri.com (20 Desember 2007 pukul 10.00).

http;//www.bni.co.id (20 Desember 2007 pukul 10.15). http://www.klikbca.com (20 Desember 2007 pukul 10.20). http://www.wikibooks.com (22 Desember 2007 pukul 08.30).

cxiii