5
MAY14 Adapun macam-macam tipe dan modifikasi dari PCR adalah sebagai berikut: A. REAL-TIME PCR Teknik ini dikembangkan untuk melakukan analisis terhadap molekul RNA hasil transkripsi yang terdapat dalam jumlah sangat sedikit di dalam sel. Sebelum teknik ini dikembangkan, analisis terhadap molekul mRNA biasanya dilakukan dengan metode hibridisasi In Situ, northern blot, dot blot, atau slot blot, analisis menggunakan S1 nuklease, atau dengan metode pengujian proteksi RNAse (RNAse protection assay). Teknik RT-PCR dikembangkan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan metode PCR yang lain. RNA tidak dapat digunakan sebagai cetakan pada teknik PCR, oleh karena itu perlu dilakukan proses transkripsi balik (reverse transcription) terhadap molekul mRNA sehingga diperoleh molekul cDNA (complementary DNA). Molekul cDNA tersebut kemudian digunakan sebagai cetakan dalam proses PCR. Teknik RT-PCR ini sangat berguna untuk mendeteksi ekspresi gen, untuk amplifikasi RNA sebelum dilakukan cloning dan analisis, maupun untuk diagnosis agensia infektif maupun penyakit genetik. Teknik RT-PCR memerlukan enzim transcriptase balik (DNA polymerase) yang bisa menggunakan molekul DNA (cDNA) sebagai cetakan untuk menyintesis molekul cDNA yang komplementer dengan molekul RNA tersebut. Beberapa enzim yang bisa digunakan antara lain mesophilic viral reverse transcriptase (RTase) yang dikode oleh virus avian myoblastosis (AMV) maupun oleh virus moloney murine leukemia (M-MuLV), dan Tth DNA polymerase. RTase yang dikode oleh AMV maupun M-MuLV bersifat sangat prosesif dan mampu menyintesis cDNA sampai sepanjang 10 kb, sedangkan Tth DNA polymerase mampu menyintesis cDNA sampai sepanjang 1-2 kb. Berbeda dengan Tth DNA polymerase, enzim RTase AMV dan M-MuLV mempunyai aktivitas RNAse H yang akan meyebabkan terjadinya degradasi RNA dalam hybrid RNA-cDNA. Aktivitas semacam ini dapat merugikan jika berkompetisi dengan proses sintesis DNA selama proses produksi untai pertama cDNA. Enzim RTase yang berasal dari M-MuLV mempunyai akyivitas RNase H yang lebih rendah dibanding dengan yang berasal dari AMV.

tipe pcr

Embed Size (px)

DESCRIPTION

biologi

Citation preview

Page 1: tipe pcr

MAY14

Adapun macam-macam tipe dan modifikasi dari PCR adalah sebagai berikut:

A. REAL-TIME PCR

Teknik ini dikembangkan untuk melakukan analisis terhadap molekul RNA hasil transkripsi yang terdapat dalam jumlah sangat sedikit di dalam sel. Sebelum teknik ini dikembangkan, analisis terhadap molekul mRNA biasanya dilakukan dengan metode hibridisasi In Situ, northern blot, dot blot, atau slot blot, analisis menggunakan S1 nuklease, atau dengan metode pengujian proteksi RNAse (RNAse protection assay). Teknik RT-PCR dikembangkan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan metode PCR yang lain.

RNA tidak dapat digunakan sebagai cetakan pada teknik PCR, oleh karena itu perlu dilakukan proses transkripsi balik (reverse transcription) terhadap molekul mRNA sehingga diperoleh molekul cDNA (complementary DNA). Molekul cDNA tersebut kemudian digunakan sebagai cetakan dalam proses PCR. Teknik RT-PCR ini sangat berguna untuk mendeteksi ekspresi gen, untuk amplifikasi RNA sebelum dilakukan cloning dan analisis, maupun untuk diagnosis agensia infektif maupun penyakit genetik.

Teknik RT-PCR memerlukan enzim transcriptase balik (DNA polymerase) yang bisa menggunakan molekul DNA (cDNA) sebagai cetakan untuk menyintesis molekul cDNA yang komplementer dengan molekul RNA tersebut. Beberapa enzim yang bisa digunakan antara lain mesophilic viral reverse transcriptase (RTase) yang dikode oleh virus avian myoblastosis (AMV) maupun oleh virus moloney murine leukemia (M-MuLV), dan Tth DNA polymerase. RTase yang dikode oleh AMV maupun M-MuLV bersifat sangat prosesif dan mampu menyintesis cDNA sampai sepanjang 10 kb, sedangkan Tth DNA polymerase mampu menyintesis cDNA sampai sepanjang 1-2 kb.

Berbeda dengan Tth DNA polymerase, enzim RTase AMV dan M-MuLV mempunyai aktivitas RNAse H yang akan meyebabkan terjadinya degradasi RNA dalam hybrid RNA-cDNA. Aktivitas semacam ini dapat merugikan jika berkompetisi dengan proses sintesis DNA selama proses produksi untai pertama cDNA. Enzim RTase yang berasal dari M-MuLV mempunyai akyivitas RNase H yang lebih rendah dibanding dengan yang berasal dari AMV.

Enzim M-MuLV mencapai aktivitas maksimum pada suhu 37o C, sedangkan enzim AMV pada suhu 42o C dan Tth DAN polymerase mencapai aktivitas maksimum pada suhu 60-70o C. Penggunaan enzim M-M-MuLV kurang menguntungkan jika RNA yang digunakan sebagai cetakan mempunyai struktur sekunder yang ekstensif. Di lain pihak, penggunaan Tth DNA polymerase kurang menguntungkan jika ditinjau dari kebutuhan enzim ini terhadap ion Mn karena ion Mn dapat mempengaruhi ketepatan (fidelity) sintesis DNA. Meskipun demikian, enzim Tth DNA polymerase mempunyai keunggulan karena dapat digunakan untuk reaksi transkripsi balik sekaligus proses PCR dalam satu langkah reaksi. Reaksi transkripsi balik dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa macam primer yaitu :

1. Oligo(dT) sepanjang 12-18 nukleotida yang akna melekat pada ekor poli (A)pada ujung 3’ mRNA mamalia. Primer semacam ini pada umumnya akan menghasilkan cDNA yang lengkap.

2. Heksanukleotida acak yang akan melekat pada cetakan mRNA yang komplementer pada bagian manapun. Primer semacam ini akan menghasilkan cDNA yang tidak lengkap (parsial).

3. Urutan nukleotida spesifik yang dapat digunakan secara selektif untuk menyalin mRNA tertentu.

Page 2: tipe pcr

B. REVERSE TRANSCRIPTASE-POLYMERASE CHAIN REACTION (RT-PCR)

RT-PCR merupakan singkatan Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction. Seperti namanya, proses RT-PCR merupakan bagian dari proses PCR biasa. Perbedaanya dengan PCR yang biasa, pada proses ini berlangsung satu siklus tambahan yaitu adanya perubahan RNA menjadi cDNA (complementary DNA) dengan menggunakan enzim Reverse Transkriptase. Reverse Transcriptase adalah suatu enzim yang dapat mensintesa molekul DNA secara in vitro menggunakan template RNA.

Seperti halnya PCR biasa, pada pengerjaan RT-PCR ini juga diperlukan DNA Polimerase, primer, buffer, dan dNTP. Namun berbeda dengan PCR, templat yang digunakan pada RT-PCR adalah RNA murni. Oleh karena primer juga dapat menempel pada DNA selain pada RNA, maka DNA yang mengkontaminasi proses ini harus dibuang. Untuk proses amplifikasi mRNA yang mempunyai poly(A) tail pada ujung 3 , ′maka oligo dT, random heksamer, maupun primer spesifik untuk gen tertentu dapat dimanfaatkan untuk memulai sintesa cDNA.

C. NESTED PCR

adalah suatu teknik perbanyakan (replikasi) sampel DNA menggunakan bantuan enzim DNA polymerase yang menggunakan dua pasang primer untuk mengamplifikasi fragmen. Dengan menggunakan nested PCR, jika ada fragmen yang salah diamplifikasi maka kemungkinan bagian tersebut diamplifikasi untuk kedua kalinya oleh primer yang kedua. Dengan demikian, nested PCR adalah PCR yang sangat spesifik dalam melakukan amplifikasi. Nested PCR dan PCR biasa berguna untuk memperbanyak fragmen DNA tertentu dalam jumlah banyak. Dimana pada nested PCR digunakan 2 pasang primer sedangkan pada PCR biasa hanya menggunakan 1 pasang primer. Oleh karena itu hasil fragmen DNA dari nested PCR lebih spesifik (lebih pendek) dibandingkan dengan PCR biasa. Waktu yang diperlukan dalam reaksinested PCR lebih lama daripada PCR biasa karena pada nested PCR dilakukan 2 kali reaksi PCR sedangkan pada PCR biasa hanya 1 kali reaksi PCR. Selain itu, keuntungan nested PCR adalah meminimalkan kesalahan amplifikasi gen dengan menggunakan 2 pasang primer. Mekanisme kerja dari nested PCR sendiri yakni pada Fase Denaturasi, Pertama-tama DNA mengalami denaturasi lalu memasuki fase penempelan. Fase Penempelan, sepasang primer pertama melekat di ke dua utas tunggal DNA dan mengamplifikasi DNA di antara kedua primer tersebut dan terbentuklah produk PCR pertama. Fase pemanjangan, produk PCR pertama tersebut dijalankan pada proses PCR kedua di mana pasangan primer kedua (nested primer) akan mengenali sekuen DNA spesifik yang berada di dalam fragmen produk PCR pertama dan memulai amplifikasi bagian di antara kedua primer tersebut. Hasilnya adalah sekuens DNA yang lebih pendek daripada sekuens DNA hasil PCR pertama.

D. MULTIPLEX-PCR

Multiplex PCR merupakan beberapa set primer dalam campuran PCR tunggal untuk menghasilkan amplikon dari berbagai ukuran yang spesifik untuk sekuens DNA yang berbeda. Dengan penargetan gen sekaligus, informasi tambahan dapat diperoleh dari lari-tes tunggal yang tidak akan membutuhkan beberapa kali reagen dan lebih banyak waktu untuk melakukan. temperatur Annealing untuk masing-masing set primer harus dioptimalkan untuk bekerja dengan benar dalam reaksi tunggal, dan ukuran amplikon. Artinya, panjangnya pasangan basa harus berbeda cukup untuk membentuk band yang berbeda ketika divisualisasikan dengan elektroforesis gel .

Page 3: tipe pcr

E. PCR-ELISA

PCR-ELISA merupakan metode yang digunakan untuk menangkap asam nukleat yang meniru prinsip dari enzim linked immunosorbant yang terkait. Dimana dalam sebuah pengujian hibridisasi hasil produk dari PCR akan terdeteksi dengan metode ini. Dengan metode inilah dapat dilakukan pengukuran sequen internal pada produk PCR. Metode ini lebih dipilih karena lebih murah dibandingkan metode Real Time PCR. PCR-ELISA telah digunakan sejak akhir 1980-an dan telah berkembang untuk mendeteksi sequen tertentu dalam produk PCR. Meskipun banyak metode yang tersedia untuk mendeteksi sequentersebut, ELISA PCR berguna untuk mendeteksi dan membedakan antara beberapa sasaran dari sequen yang diinginkan. ELISA PCR ini jugaberguna untuk screening beberapa sampel, terutama bila jumlah sampel tidak menjamin. Salah satu aspek yang paling berguna dari PCR-ELISA adalah kemampuannya dalam membedakan antara produk reaksi perubahan polimerase yang dihasilkan dari seperangkat primer yang mengandung variasi sequen, yaitu sequen yang bervariasi antar primer.

RESUME JURNAL

Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) merupakan penyakit yang sangat infeksius dan disebabkan oleh Bovine herpesvirus-1 (BHV-1). BHV-1 akan menyebar dari infeksi lokal ke sistem syaraf melalui sel syaraf tepi mencapai ganglia trigeminal dan lumbosakral dan menetap dalam keadaan laten. Selain sistem syaraf, limfoglandula dan mukosa hidung juga dinyatakan sebagai tempat virus laten. Teknik PCR yang dikembangkan di Bbalitvet dengan memanfaatkan primer gena Glikoprotein D (gD) yang merupakan conserved terhadap semua BHV-1, berhasil mendeteksi agen virus penyebab penyakit IBR yang berasal dari sediaan usap mukosa hidung asal sapi yang tidak menunjukkan gejala klinis/normal penyakit IBR. Disamping dapat mendeteksi virus IBR dalam sediaan usap mukosa hidung, pengembangan teknik PCR ini telah berhasil pula dalam mendeteksi BHV-1 pada semen beku (extended semen) maupun cair (fresh semen). Metode nested PCR merupakan metode yang lebih baik dan lebih sensitif bila dibandingkan dengan PCR biasa.

Metode Nested PCR terbagi menjadi 2 metode. Yaitu metode I dan metode II. Hasil uji PCR menggunakan metode 1 dalam mendeteksi virus IBR galur Colorado adalah sebagai berikut :

Pada metode ini, digunakan dua pasang primer, yaitu sepasang primer eksternal (gD1/gD2) dan sepasang primer internal (gDN1/gDN2). Primer ekternal menghasilkan produk PCR 468bp, sedangkan pasangan primer eksternal menghasilkan produk PCR 325bp. Tingkat sensitivitas primer internal 1000 kali lebih tinggi dibandingkan dengan hanya menggunakan primer eksternal. Untuk metode II yaitu dengan memanfaatkan prinsip perbedaan melting temperatur (Tm) dari kedua pasangan primer tersebut, maka pasangan primer pertama (gD1/gD2 eksternal) memiliki Tm pada suhu 63°C dan pasangan primer kedua (gDN1/gDN2 internal) sekitar suhu 70°C. Perbedaan ini memungkinkan dapat meningkatkan suhu pelekatan primer (annealing temperature) setelah 35 putaran pertama pada suhu 60°C dan suhu 65°C untuk 35 putaran berikutnya. Hasil uji spesivisitas menunjukkan bahwa primer gD yang digunakan dalam nPCR adalah spesifik hanya dapat mendeteksi virus BHV-1 rujukan dan isolat BHV-1 dan tidak terjadi hibridisasi silang (Cross-hybridization) dengan virus kelompok herpes (BHV-4 dan

Page 4: tipe pcr

PRV) juga dengan kelompok virus penyebab gangguan pernapasan pada sapi (PI-3 dan BRSV). Hasil tersebut mendukung penelitian terdahulu bahwa gD primer spesifik bagi semua kelompok BHV-1 ( BHV-1.1 dan BHV-1.2) dan merupakan conserved untuk semua galur virus yang termasuk kedalam BHV-1.

Sehingga dalam pendeteksian agen virus penyebab penyakit IBR tidak dapat digunakan metode PCR biasa (hanya menggunakan sepasang primer eksternal saja), akan tetapi harus dipadukan dengan pemakaian sepasang primer internal atau yang dikenal sebagai nested PCR. Kedua metode PCR yang telah dikembangkan tersebut dapat digunakan untuk pemeriksaan sampel secara rutin karena keduanya memiliki tingkat sensitivitas yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan PCR biasa.