Upload
rabieahbahanan
View
226
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
b
Citation preview
TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan
Mual dan muntah adalah gejala yang wajar dan sering timbul pada kehamilan
trimester I, gejala ini biasa disebut dengan morning sickness. Keluhan ini kurang
lebih terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama
kurang lebih 10 minggu. Mual dan muntah terjadi pada 60–80% primigravida dan 40-
60% multigravida. Bila mual dan muntah mengakibatkan gangguan yang berat pada
ibu sehingga memerlukan perawatan di rumah sakit maka kondisi ini disebut
hiperemesis gravidarum.
Hiperemesis gravidarum ditandai dengan mual dan muntah terus-menerus
yang berhubungan dengan ketosis dan kehilangan berat badan (> 5% dari berat
sebelum hamil). Hiperemesis gravidarum dapat menyebabkan deplesi volume,
ketidakseimbangan elektrolit dan asam-basa, kekurangan gizi, dan bahkan kematian.
Hiperemesis gravidarum biasa terjadi pada primigavida, mola hidatidosa,
diabetes, kehamilan ganda akibat peningkatan kadar HCG.
1. DEFINISI
Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah hebat dalam masa
kehamilan yang dapat menyebabkan kekurangan cairan, penurunan berat badan,
atau gangguan elektrolit sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari dan
membahayakan janin di dalam kandungan.1 Pada umumnya HEG terjadi pada
minggu ke 6 - 12 masa kehamilan, yang dapat berlanjut sampai minggu ke 16 – 20
masa kehamilan.1-3
Keluhan mual dan muntah kadang-kadang begitu hebat dimana segala apapun
yang dimakan atau diminum dimuntahkan kembali sehingga dapat mempengaruhi
keadaan umum dan mengganggu aktivitas sehari-hari, terjadi penurunan berat
badan, dehidrasi dan asetonuria.1
2. ETIOLOGI
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti.(,1,3,4) Mual dan
muntah tampaknya berkaitan dengan kombinasi hormon esterogen dan
progesteron serta peranan dari hormon human gonadotropin korionik.(1) Keadaan
ini biasanya terjadi pada trimester pertama, kehamilan pertama, riwayat keluarga
hiperemesis gravidarum, mola hidatidosa dan kehamilan multipel, dan kehamilan
yang tidak direncanakan.(7)
a) Hormon
Hiperemesis berhubungan dengan peningkatan kadar serum hormon
kehamilan. Meskipun stimulus pasti tidak diketahui, hCG (human chorionic
gonadotropin), estrogen, progesteron, leptin, hormon pertumbuhan plasenta,
prolaktin, tiroksin, dan hormon adrenokortikal.4-6
a. HCG
HCG adalah faktor endokrin paling penting untuk terjadinya hiperemesis
gravidarum. Kesimpulan ini berdasarkan hubungan antara peningkatan
produksi HCG (seperti dalam kehamilan mola atau multipel) dan fakta
insiden hiperemesis paling tinggi ketika produksi HCG mencapai
puncaknya selama kehamilan (sekitar 9 minggu). Meskipun demikian,
tidak terdapat bukti mendukung hipotesis tersebut. Beberapa perempuan
hamil tidak mengalami mual dan muntah meskipun terjadi peningkatan
kadar HCG. Pasien yang mengalami koriokarsinoma tidak selalu muntah.
Hal tersebut dijelaskan dengan kemungkinan bahwa terdapat isoform HCG
yang berbeda. Sebagai tambahan, interaksi reseptor-hormon mungkin
memodifikasi efek HCG menyebabkan hiperemesis pada beberapa kasus,
tetapi tidak ada konsekuensi muntah.8
b. Estrogen
Peningkatan kadar estrogen dan estradiol diketahui menyebabkan mual
dan muntah selama kehamilan. Adanya fetus perempuan berhubungan
dengan mual dan muntah, menjelaskan terjadinya peningkatan konsentrasi
estrogen in utero.8
c. Hipertiroidisme
Fungsi tiroid secara fisiologis berubah selama kehamilan, termasuk
stimulasi oleh HCG. Hipertiroidisme dengan fT3 dan fT4, tetapi kadar
TSH menurun, mungkin berimplikasi pada hiperemesis gravidarum.
THHG (transient hyperthyroidism of hyperemesis gravidarum) adalah
penemuan berdasarkan skrining pada perempuan dengan peningkatan
kadar HCG dan fT4. THHG mungkin bertahan hingga minggu 18
kehamilan, dan tidak membutuhkan pengobatan. Kondisi ini mungkin
sebagian disebabkan oleh kadar HCG yang tinggi dan sering dijumpai
pada pasien dengan hiperemesis gravidarum karena HCG dan TSH
mempunya struktur protein yang mirip, sehingga HCG mampu bertindak
seperti TRH dan terjadi hiperstimulasi tiroid. THHG didiagnosis
berdasarkan:
- Serologi patologis selama hiperemesis;
- Tidak ada riwayat hipertiroid sebelum kehamilan;
- Tidak adanya antibodi tiroid.9
b) Psikogenik
Tidak ada keraguan bahwa tidak semua kasus berat, dan terdapat
hubungan psikologis.(1,3) Hubungan psikologik dengan hiperemesis gravidarum
belum diketahui pasti. (3) Tidak jarang dengan memberikan suasana baru, sudah
dapat membantu mengurangi frekuensi muntah. Pada beberapa kasus,
hiperemesis diberikan sebagai alasan untuk terminasi elektif.6,7
c) Diet dan defisiensi diet
Diduga cadangan karbohidrat sedikit. Selain itu, defisiensi vitamin B6,
vitamin B1, dan protein mungkin memberikan efek.4,6,7,8 Diet tinggi lemak.
Risiko HG meningkat sebanyak 5 kali untuk setiap penambahan 15 g lemak
jenuh setiap harinya.
d) Alergi atau imunologi(masuknya villi chorealis ke sirkulasi maternal)
Laporan terbaru juga menunjukkan hubungan antara keparahan
hiperemesis dengan konsentrasi sel-sel bebas DNA fetus. DNA fetus berasal
dari destruksi trofoblas villi yang membatas rongga intervilli diisi dengan
darah maternal. DNA fetus dihancurkan oleh sistem imun maternal yang
hiperaktif. Aktivasi fungsional dari natural killer dan sel T-sitotoksik
ditemukan lebih jelas pada perempuan hiperemesis daripada tanpa
hiperemesis. Secara klinis, keparahan hiperemesis berhubungan dengan
peningkatan DNA fetus. Jika sistem imun maternal telah mentoleransi fetus,
miometrium diinvasi oleh pertumbuhan trofoblas, tetapi adanya interaksi imun
antara ibu dan fetus, invasi trofoblas ke miometrium akan menyebabkan
peningkatakan konsentrasi DNA fetus dalam plasma maternal. Hiperaktivasi
sistem imun maternal akan menyebabkan hiperemesis. Lebih lanjut, kadar
TNF-alfa ditemukan lebih tinggi pada pasien dengan hiperemesis, dan dapat
menjadi etiologi. Kadar IL-6 juga ditemukan memperkuat sekresi β-hCG dari
sel trofoblas.8
e) Penurunan motilitas gaster4
Selama kehamilan, saluran cerna terdesak karena memberikan ruang untuk
perkembangan janin. Hal ini dapat berakibat refluks asam (keluarnya asam
dari lambung ke tenggorokan) dan lambung bekerja lebih lambat menyerap
makanan sehingga menyebabkan mual dan muntah.(1,3)
f) Helicobacter pylori
Hubungan infeksi H. pylori telah diajukan, tetapi bukti belum ada.
Goldberd, dkk menunjukkan studi 14 kasus kontrol. Meskipun analisis
diindikasikan, hubungan antara H. pylori dan hiperemesis, heterogenisitas
antara beberapa kelompok studi ekstensif. Pada waktu ini, kami tidak
mendiagnosis dan merawat infeksi gaster pada perempuan dengan
hiperemesis. Selain itu, H. pylori juga berhubungan dengan peningkatan risiko
terjadinya preeklampsia. Pada studi oleh Dodds dkk, insiden hipertensi dalam
kehamilan tidak berbeda antara kelompok kasus dan kontrol. H. pylori juga
berhubungan dengan defisiensi besi pada kehamilan.4,6,7,8 Penelitian
melaporkan bahwa 90% kasus kehamilan dengan HG juga terinfeksi dengan
bakteri ini, yang dapat menyebabkan luka pada lambung.
g) Faktor lain
Faktor-faktor lain yang meningkatkan risiko perawatan adalah
hipertiroidisme, kehamilan mola sebelumnya, diabetes, penyakit
gastrointestinal, dan asma. Untuk sebab yang tidak jelas, fetus perempuan
meningkatkan risiko hingga 1.5 kali terjadinya hiperemesis.4
Perubahan Metabolisme, Biokimia, dan Sirkulasi
Tidak adekuatnya asupan makanan menyebabkan kekurangan glikogen.
Suplai energi, simpanan lemak dipecah. Karena karbohidrat yang rendah, terdapat
oksidasi tidak lengkap dari lemak dan akumulasi badan keton dalam darah. Aseton
biasanya diekskresikan melalui ginjal dan pernapasan. Selain itu, terjadi pula
peningkatan metabolisme protein dari jaringan endogen sehingga terjadi ekskresi
berlebihan dari nitrogen nonprotein dalam urine.
Hilangnya air dan garam melalui muntah menyebabkan penurunan
natrium, kalium, dan klorida plasma. Klorida urine mungkin dibawah normal 5
mg/liter atau mungkin tidak ada. Disfungsi hepar menyebakan asidosis dan ketosis
sehingga terjadi peningkatan urea darah dan asam urat, hipoglikemia,
hipoproteinemia, hipovitaminosis, dan hiperbilirubinemia.
Dalam sistem sirkulasi, dapat terjadi hemokonsentrasi sehingga terjadi
peningkatan persentase hemoglobin, jumlah sel darah merah dan nilai hematokrit.
Selain itu, terdapat jumlah sel darah putih dengan peningkatan eosinofil. Selain
itu, terjadi pengurangan cairan ekstraseluler.7
3. PATOLOGI
Dari otopsi wanita yang meninggal karena hiperemesis gravidarum diperoleh
keterangan bahwa terjadi kelainan pada organ-organ tubuh sebagai berikut
1. Hati. Tampak degenerasi lemak tanpa nekrosis yang terletak sentrilobuler.
Kelainan lemak ini nampaknya tidak menyebabkan kematian dan dianggap
sebagai akibat muntah yang terus-menerus. Tetapi separuh penderita yang
meninggal karena hiperemesis gravidarum menunjukkan gambaran
mikroskopik hati yang normal.
2. Jantung. Menjadi tampak lebih kecil daripada biasanya dan beratnya atrofi; ini
sejalan dengan lamanya penyakit, kadang-kadang ditemukan perdarahan sub-
endokardial.
3. Otak. Adakalanya terdapat bercak-bercak perdarahan pada otak dan dapat
dijumpai kelainan seperti ensefalopati Wernicke yaitu dilatasi kapiler dan
perdarahan kecil–kecil didaerah korpora mamilaria ventrikel ketiga dan
keeempat.
4. Ginjal. Tampak pucat dan degenerasi lemak dapat ditemukan pada tubuli
kontorti.
4. PATOFISIOLOGI
Ada yang menyatakan bahwa perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya
kadar estrogen, oleh karena keluhan ini terjadi pada trimester pertama. Pengaruh
fisiologik hormon estrogen ini tidak jelas, mungkin berasal dari sistem saraf pusat
atau akibat berkurangnya pengosongan lambung. Penyesuaian terjadi pada
kebanyakan wanita hamil, meskipun demikian mual dan muntah dapat
berlangsung berbulan-bulan.(2). Hiperemesis gravidarum yang merupakan
komplikasi mual dan muntah pada hamil muda, bila terjadi terus-menerus dapat
menyebabkan dehidrasi dan tidak imbangnya elektrolit dengan alkalosis
hipokloremik. Belum jelas mengapa gejala-gejala ini hanya terjadi pada sebagian
kecil wanita, tetapi faktor psikologik merupakan faktor utama, di samping
pengaruh hormonal. Yang jelas, wanita yang sebelum kehamilan sudah menderita
lambung spastik dengan gejala tidak suka makan dan mual, akan mengalami
emesis gravidarum yang lebih berat.(,2)
Hiperemesis gravidarum ini dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan
lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tidak
sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton-asetik, asam
hidroksibutirik dan aseton dalam darah. Kekurangan cairan yang diminum dan
kehilangan cairan karena muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan
ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan khlorida darah turun, demikian
pula khlorida air kemih. Selain itu dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi,
sehingga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat
makanan dan oksigen ke jaringan mengurang pula dan tertimbunnya zat metabolik
yang toksik. Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya
ekskresi lewat ginjal, menambah frekuensi muntah-muntah yang lebih banyak,
dapat merusak hati dan terjadilah lingkaran setan yang sulit dipatahkan. Di
samping dehidrasi dan terganggunya keseimbangan elektrolit, dapat terjadi
robekan pada selaput lendir esofagus dan lambung (Sindrom Mallory-Weiss),
dengan akibat perdarahan gastrointestinal. Pada umumnya robekan ini ringan dan
perdarahan dapat berhenti sendiri. Jarang sampai diperlukan transfusi atau
tindakan operatif.(,2)
5. MANIFESTASI KLINIS
Hiperemesis gravidarum bermanifestasi antara minggu 4 dan 10 dan
menghilang pada minggu 20 kehamilan.5 Puncaknya terjadi pada antara minggu 8
dan minggu 12. Hanya pada kasus yang sangat jarang, berlanjut hingga trimester
kedua.6
Secara umum gejala-gejala yang khas dapat berupa muntah yang hebat, haus,
dehidrasifoetor ex ore, penurunan berat badan, perburukan keadaan umum,
kenaikan suhu, ikterus, gangguan cerebral(kesadaran menurun), dan pada
pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan protein, aceton, urobilinogen,
porphyrin dalam urin bertambah dan silinder urin +.(3)
Batas jelas antara mual dalam kehamilan yang masih fisiologik dengan
hiperemesis gravidarum tidak ada. Ada yang mengatakan, bisa lebih dari 10 kali
muntah; akan tetapi bila keadaan umum penderita terpengaruh, sebaiknya ini
dianggap sebagai hiperemesis gravidarum.
Gambaran klinis dibagi 2, yaitu awal dan lanjut. Gejala awal adalah muntah
sepanjang hari tanpa bukti dehidrasi dan kelaparan. Gejala lanjut timbul jika
dehidrasi dan kelaparan. Gambaran dehidrasi dan ketoasidosis adalah lidah kering,
mata cekung, bau aseton melalui napas, takikardia, hipotensi, peningkatan suhu,
jaundice.7
Hiperemesis gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat dibagi ke
dalam 3 tingkatan(1):
Tingkat I. Ringan
Mual muntah terus-menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita,
ibu merasa lemah, intoleransi terhadap makanan dan minuman, berat badan
menurun dan nyeri epigastrium. Frekuensi nadi meningkat sekitar 100 kali per
menit, tekanan darah sistolik menurun, turgor kulit berkurang, lidah kering,
mata cekung, urin sedikit tetapi masih normal.(1,)
Tingkat II. Sedang
Penderita tampak lebih lemah dan apatis, turgor kulit lebih mengurang lidah
mengering dan tampak kotor, nadi 100-140x permenit, suhu kadang-kadang
naik dan mata sedikit ikterik. Berat badan turun dan mata cekung, tensi turun,
hemokonsentrasi, oliguria dan konstipasi. Dapat pula tercium aseton dalam
hawa pernapasan, karena mempunyai aroma yang khas dan dapat pula
ditemukan dalam kencing.(1,)
Tingkat III. Berat
Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran menurun dari
somnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat dan tensi
menurun.(1,) Komplikasi fatal terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagai
ensefalopati Wernicke, dengan gejala nistagmus, diplopia dan perubahan
mental.(1,3) Keadaan ini adalah akibat sangat kekurangan zat makanan,
termasuk vitamin B komplek. Timbulnya ikterus menunjukkan adanya
gangguan fungsi hati.() Literatur lain menyebutkan Wernicke encephalopathy
dari defisiensi tiamin diikuti tanda-tanda dari keterlibatan sistem saraf pusat.,
meliputi bingung, gangguan penglihatan, ataksia, and nistagmus. Komplikasi
ini ditemukan melalui pemeriksaan penunjang MRI.()
Hiperemesis ada bentuk akut dan kronis. Bentuk akut bila penurunan kondisi
pasien terjadi dalam beberapa hari misalnya 1 minggu dan bentuk kronis bila
penurunan kondisi pasien terjadi dengan lambat. (3)
6. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang khas dan jika perlu
dilakukan pemeriksaan laboratorium.(1). Diagnosis hiperemesis gravidarum
biasanya tidak sukar. (3) Harus ditentukan adanya kehamilan muda dan muntah
yang terus-menerus, sehingga mempengaruhi keadaan. Namun demikian harus
dipikirkan kehamilan muda dengan penyakit gastritis, kolesistitis, pankreatitis,
hepatitis, ulkus peptikum, pielonefritis, ulkus ventrikuli dan tumor serebri yang
dapat pula memberikan gejala muntah.(3,4)
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan pasien lemah, apatis sampai koma,
nadi meningkat sampai 100 kali per menit, suhu meningkat, tekanan darah turun,
atau ada tanda dehidrasi lain. Pada pemeriksaan elektrolit darah ditemukan kadar
natrium dan klorida turun. Pada pemeriksaan urin kadar klorida turun dan dapat
ditemukan keton.(2)
Kriteria Diagnosis:(1)
a. Amenore yang disertai muntah hebat sehingga pekerjaan sehari-hari
terganggu
b. Anamnesis : Tenggorokan terasa kering dan terus-menerus merasa haus,
kulit menjadi keriput (dehidrasi), berat badan mengalami
penyusutan
c. Fungsi vital : nadi meningkat 100x permenit, tekanan darah menurun pada
keadaan berat, subfebril dan gangguan kesadaran (apatis-
koma).
d. Fisik : dehidrasi, kulit pucat, ikterus, sianosis, berat badan
munurun, pada vaginal toucher uterus besar sesuai besarnya
kehamilan, konsistensi lunak, pada pemeriksaan inspekulo
serviks berwarna biru (livide)
e. Pemeriksaan USG: untuk mengetahui kondisi kehamilan, kemungkinan
adanya kehamilan kembar ataupun kehamilan mola
hidatidosa.
f. Laboratorium : penurunan relatif hemoglobin dan hematokrit, shift to the
left, benda keton dan proteinuria.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Urinalisis: berat jenis dan bilirubin. Berat jenis menilai status cairan pasien
dan bilirubin digunakan untuk mengevaluasi hepatitis dan hemolisis. Selain
itu, jumlah urine sedikit, warna gelap, dan adanya aseton.
Elektrolit serum: kalium dan kreatinin diperlukan secara khusus.
Fungsi hati: tes ini menilai dehidrasi berat, dan akan meningkat pada keadaan
hepatitis.
Fungsi tiroid: menyingkirkan tirotoksikosis.(5,7)
Ultrasonografi: mengeksklusikan kemungkinan kehamilan mola, kehamilan mola
parsial, ataupun kehamilan multipel.(5,6)
EKG: mendeteksi kelainan kalium.(7)
Hiperemesis gravidarum yang terus-menerus dapat menyebabkan kekurangan
makanan yang dapat mempengaruhi perkembangan janin, sehingga pengobatan
perlu segera diberikan.(1)
7. DIAGNOSIS BANDING(5,8)
Apendisitis akut
Obstruksi usus
Keracunan makanan
Hepatitis
Hernia hiatus
Hipertiroidisme
Kehamilan mola
Pankreatitis
Penyakit ulkus peptida
Pielonefritis
Kolik renal
8. PENCEGAHAN
Pencegahan terhadap hiperemesis gravidarum perlu dilaksanakan dengan jalan
memberikan informasi dan edukasi tentang kehamilan dan persalinan sebagai
suatu proses yang fisiologik, memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang-
kadang muntah merupakan gejala yang fisiologik pada kehamilan muda dan akan
hilang setelah kehamilan 4 bulan, menganjurkan mengubah makan sehari-hari
dengan makanan dalam jumlah kecil, tetapi lebih sering. Waktu bangun pagi
jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan untuk makan roti kering
atau biskuit dengan teh hangat. Makanan yang berminyak dan berbau lemak
sebaiknya dihindarkan.(1,) Makanan dan minuman seyogyanya disajikan dalam
keadaan panas atau`sangat dingin. Defekasi yang teratur hendaknya dapat dijamin,
menghindarkan kekurangan karbohidrat merupakan faktor yang penting, oleh
karenanya dianjurkan makanan yang banyak mengandung gula.(2,3)
9. TATA LAKSANA
Tujuan terapi adalah untuk mengendalikan muntah, mengoreksi cairan,
elektrolit, dan gangguan metabolit lain, serta untuk mencegah atau mendeteksi
secara lebih awal komplikasi yang mungkin terjadi.7
Untuk keluhan hyperemesis yang berat pasien dianjurkan untuk dirawat di
rumah sakit dan membatasi pengunjung. (1) Stop makanan per oral dalam 24-48
jam selama masih muntah.(1,3) Cairan yang dapat diberikan melalui infus selama 24
jam adalah glukosa 10% atau 5% : RL = 2:1, 40 tetes per menit(3 liter). (1) Pasien
sebaiknya mengubah gaya hidup dan diet. Pasien sebaiknya menghindari bau yang
tidak enak, makan sedikit tetapi sering, dan memisahkan makanan padat dan
cairan setidaknya 2 jam.6 Pasien boleh makan makanan apapun yang menarik bagi
pasien.10,11 Review Cochrane oleh Jewell mengkonfirmasi bahwa larutan kristaloid
diberikan untuk mengoreksi dehidrasi, ketonemia, defisit elektrolit, dan
ketidakseimbangan asam basa. Thiamin, 100 mg, diberikan untuk mencegah
ensefalopati Wernicke. Jika muntah berkelanjutan setelah rehidrasi dan kegagalan
terapi, perawatan direkomendasikan.4 Berdasarkan SOGC, piridoksin sebaiknya
digunakan sebagai standar karena terbukti efektif dan keamanannya.10,11
Obat-obatan dapat digunakan untuk mengurangi keluhan dan tetapi perlu
diingat untuk tidak memberikan obat yang teratogen. Obat-obatan yang dapat
digunakan adalah(1):
- Sedativa seperti phenobarbital 30 mg i.m 2-3 kali perhari atau
klorprimazin 25-50 mg/hari i.m atau kalau diperlukan diazepam 5mg 2-3
kali per hari i.m
- Vitamin yaitu vitamin B1 B2 dan B6 masing-masing 50-100mg/hari/infus
- Vitamin B12 200 mikrogram/hari/infus dan vitamin C 200 mg/hari/infus
- Antasida seperti asidrin 3x1 tablet per hari per oral atau milanta 3x1 tablet
per hari per oral atau magnam 3x1 tablet per hari per oral
- Antiemetik yang dapat digunakan adalah prometazin(avopreg) 2-3 kali 25
mg per hari per oral atau klorperazin(stemetil) 3 kali 3mg per hari per oral
atau mediamer B6 3 kali 1 per hari per oral atau pada keadaan lebih berat
dapat diberikan antiemetic golongan dopamine antagonis
(metoklopramide, domperidon), golongan fenotiazin(khlorpromazin,
proklorpromazin) atau antikolinergik(disiklomin).(1) Obat ini aman dan
efektif. Prometazine dan prokloperazine digunakan secara oral dan secara
rektal dan sangat populer di Amerika. Domperidon adalah antagonis
dopamin yang tidak berespon sebagai terapi lini pertama. Infus
berkelanjutan efektif untuk kasus yang refrakter. Theclizine dan cyclinine
adalah antihistamin yang efektif sendiri maupun kombinasi dengan
vitamin B6.5 Metokloperamid mempercepat pengosongan lambung.5,10,11
Terapi alternatif: jahe, akupressure pada titik PC-6, stimulasi aferen
sensoris dengan TENS (transcutaneous nerve stimulation) pada P6 di
pergelangan tangan.5,9 Ondansentron terbukti efektif pada kasus yang
refrakter.5 Antagonis serotonin adalah agen paling efektif untuk
mengendalikan mual dan muntah yang disebabkan kemoterapi.
Bagaimanapun, ondansetron tidak lebih baik dibandingkan prometazine.
Antagonis serotonin tidak terbukti menyebabkan teratogenisitas.
Pasien sebaiknya mengubah gaya hidup dan diet. Pasien sebaiknya
menghindari bau yang tidak enak, makan sedikit tetapi sering, dan memisahkan
makanan padat dan cairan setidaknya 2 jam.6 Pasien boleh makan makanan
apapun yang menarik bagi pasien.10,11 Diet sebaiknya meminta advise ahli gizi
namun secara garis besar diet untuk paien hiperaemesis dibagi menjadi :
- Diet hyperemesis I diberikan pada hyperemesis tingkat III. Mkanan hanya
berupa roti kering dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan
teapi 1-2 jam sesudahnya. Makanan ini kurang mengandung zat gizi, kecuali
vitamin C sehingga hanya diberikan selama beberapa hari.(1)
- Diet hyperemesis II diberikan bila rasa mual dan muntah berkurang. Secara
berangsur-angsur mulai diberikan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi.
Minuman tidak diberikan bersama makanan. Makanan ini rendah dalam semua
zat gizi, kecuali vitamin A dan D. (1)
- Diet hyperemesis III diberikan kepada penderita dengan hyperemesis ringan.
Menurut kesanggupan penderita minuman boleh diberikan bersama makanan.
Makanan ini cukup dalam semua zat gizi, kecuali kalsium. (1)
Apabila muntah terus berlangsung perlu diambil langkah-langkah yang sesuai
untuk mendiagnosis dan mengobati penyakit lain, misalnya gastroenteritis,
kolesistitis, pankreatitis, hepatitis, ulkus peptikum, pielonefritis, dan perlemakan
hati pada kehamilan.(3)
Hiperemesis gravidarum tingkat II dan III harus dirawat inap di rumah sakit.
a. Beberapa alasan/indikasi untuk menganjurkan pasien hiperaemesis untuk
dirawat di rumah sakit adalah(3) :
1. Memuntahkan semua makanan dan minuman yang dikonsumsi dan sudah
terjadi dalam waktu lama
2. Penurunan berat badan lebih dari 1/10 dari berat badan normal
3. Turgor kurang, lidah kering(tanda dehidrasi)
4. Adanya aceton dalam urin
b. Kadang-kadang pada beberapa wanita, hanya tidur di rumah sakit saja telah
banyak mengurangi mual muntahnya.
c. Isolasi. Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, cerah dan
peredaran udara yang baik hanya dokter dan perawat yang boleh keluar
masuk kamar sampai muntah berhenti dan pasien mau makan. Catat cairan
yang masuk dan keluar dan tidak diberikan makan dan minum dan selama
24 jam. Kadang-kadang dengan isolasi saja gejala-gejala akan berkurang
atau hilang tanpa pengobatan.(3)
Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein
dengan glukose 5% dalam cairan fisiologis sebanyak 2-3 liter sehari. Bila perlu
dapat ditambah kalium dan vitamin, khususnya vitamin B komplek dan vitamin C
dan bila ada kekurangan protein, dapat diberikan pula asam amino secara intra
vena. Dibuat daftar kontrol cairan yang masuk dan yang dikeluarkan.(1) Infus
dilepas bila kondisi pasien benar-benar telah segar dan dapat makan dengan porsi
wajar (lebih baik lagi bila telah dibuktikan hasil laboratorium telah normal) dan
obat peroral telah diberikan beberapa saat sebelum infus dilepas. Air kencing
perlu diperiksa sehari-hari terhadap protein, aseton, khlorida dan bilirubin. Suhu
dan nadi diperiksa setiap 4 jam dan tekanan darah 3 kali sehari. Dilakukan
pemeriksaan hematokrit pada permulaan dan seterusnya menurut keperluan. Bila
selama 24 jam penderita tidak muntah dan keadaan umum bertambah baik dapat
dicoba untuk diberikan minuman, dan lambat laun minuman dapat ditambah
dengan makanan yang tidak cair. Dengan penanganan diatas, pada umumnya
gejala-gejala akan berkurang dan keadaan akan bertambah baik. Jika pasien
dengan usaha di atas tetap muntah, makanan diberikan melalui sonde hidung.(1)
Penghentian kehamilan. Pada sebagian kecil kasus keadaan tidak menjadi
baik, bahkan mundur. Usahakan mengadakan pemeriksaan medik dan psikiatrik
jika memburuk. Delirium, kebutaan, takikardi, ikterus, anuria dan perdarahan
merupakan manifestasi komplikasi organik. Dalam keadaan demikian perlu
dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk melakukan
abortus terapuetik sering sulit diambil, oleh karena disatu pihak tidak boleh
dilakukan terlalu cepat, tetapi dilain pihak tidak boleh menunggu sampai terjadi
gejala irreversibel pada organ vital.(1,3). Gejala-gejala untuk mempertimbangkan
abortus terapeutikus, ialah:(3)
a. Ikterus
b. Delirium atau koma
c. Nadi yang naik berangsur-angsur sampai di atas 130 kali/menit
d. Suhu meningkat di atas 38 oC
e. Perdarahan dalam retina
f. Komplikasi yang berhubungan dengan gangguan ginjal atau neurologi
g. Uremi, proteinuri, silinder yang merupakan tanda-tanda intoksikasi.
10. PROGNOSIS
Dengan penanganan yang baik prognosis hiperemesis gravidarum sangat
memuaskan. Penyakit ini biasanya dapat membatasi diri, namun demikian pada
tingkatan yang berat, penyakit ini dapat mengancam jiwa ibu dan janin.(2,3) Literatur
lain menyebutkan, prognosis hiperemesi gravidarum umumnya baik, namun dapat
menjadi fatal bila terjadi deplesi elektrolit dan ketoasidosis yang tidak dikoreksi
dengan tepat dan cepat.(3) Yang menjadi pegangan kita untuk mengetahui ada atau
tidaknya perbaikan kondisi pasien adalah aseton dan acidum diaceticum dalam urin
dan berat badan pasien. (3)
11. KOMPLIKASI
Muntah dapat berkepanjangan, sering, dan berat. Kadar zinc plasma
meningkat, kadar tembaga menurun, dan kadar magnesium tidak berubah. Penemuan
lebih dini pada sepertiga perempuan dengan hiperemesis adalah elektroensefalogram
(EEG) abnormal. Komplikasi fatal potensial dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1. Komplikasi Mengancam Nyawa4,7
Hiperemesis gravidarum rekalsitran
Depresi – sebab versus efek?
Ruptur esofagus – sindrom Boerhaave
Hipotrombinemia – vitamin K
Komplikasi hiperalimentasi
Robekan Mallory-Weiss perdarahan, pneumothrorax, pneumomediastinum,
pneumoperikardium
Gagal ginjal – mungkin membutuhkan dialisis
Ensefalopati Wernicke – defisiensi tiamin
Defisiensi vitamin K koagulopati maternal dan perdarahan intrakranial fetus
DAFTAR PUSTAKA
1. Saifuddin A, Ravhimhadhi T, Wiknjosastro G. Kelainan Gastrointestinal.
Hiperemesis Gravidarum. Dalam: Ilmu Kebidanan Sarwono Prawiroharjo. Edisi
keempat. Cetakan kedua. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
2009. hal 814-818
2. Mochtar R. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC. 2004
3. Bagian Obstetri&ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran
Bandung. Obstetri Patologi. Edisi 1984. Bandung:Penerbit&Percetakan Elstar
Offset. 1984. hal 84-89
4. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, et al. Williams Obstetrics. 23rd Edition.
New York: McGraw Hill; 2010.
5. Evans AT. Manual of Obstetrics. 7th Edition. Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins; 2007.
6. Philip B. Hyperemesis Gravidarum: Literature Review. Wisconsin Medical
Journal 2003; 102(3): 46-51.
7. Duta DC. Textbook of Obstetrics. 6th Edition. Calcutta: New Central Book
Agency; 2009.
8. Jueckstock JK, Kaetner R, Mylonas I. Managing hyperemesis gravidarum: a
multimodal challenge. BMC Medicine 2010;8:46.
9. Sonkusare S. Hyperemesis Gravidarum: A Review. Med J Malaysia 2008;63(3).
10. Arsenault MY, Lane CA. The Management of Nausea and Vomiting of
Pregnancy. J Obstet Gynaecol Can 2002;24(10):817-23.
11. Sheehan P. Hyperemesis Gravidarum: Assessment and Management. Australian
Family Physician 2007;36(9).