56
BAB I PENDAHULUAN Palatoskisis adalah kelainan bawaan yang terjadi oleh karena tidak adanya penyatuan secara normal dari palatum pada proses embrional, dimana terjadi kegagalan penutupan penonjolan frontonasal, maksilaris dan mandibularis baik secara sebagian atau sempurna. Akibat palatoskisis menyebabkan kelainan pada wajah, gigi tidak teratur, pengunyahan tidak sempurna dan rasa rendah diri karena suaranya sengau. 1-3 Aase (1992), Connor (1993) dan Breemer (1995) menyatakan sekitar 3% dari bayi lahir mempunyai kelainan kongenital yang serius. Meskipun angka ini termasuk rendah akan dapat mengakibatkan kematian yang tinggi. Frekuensi palatoskisis terdapat pada 1 dari 2500 bayi lahir. Pada perempuan dua kali lebih sering dari laki-laki. 1 Faktor genetika dan atau lingkungan mempunyai peran dalam terjadinya labioskisis dan atau 1

Tipus Palatoschisis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

palatoschisis

Citation preview

Page 1: Tipus Palatoschisis

BAB I

PENDAHULUAN

Palatoskisis adalah kelainan bawaan yang terjadi oleh karena tidak adanya

penyatuan secara normal dari palatum pada proses embrional, dimana terjadi

kegagalan penutupan penonjolan frontonasal, maksilaris dan mandibularis baik

secara sebagian atau sempurna. Akibat palatoskisis menyebabkan kelainan pada

wajah, gigi tidak teratur, pengunyahan tidak sempurna dan rasa rendah diri karena

suaranya sengau.1-3

Aase (1992), Connor (1993) dan Breemer (1995) menyatakan sekitar 3%

dari bayi lahir mempunyai kelainan kongenital yang serius. Meskipun angka ini

termasuk rendah akan dapat mengakibatkan kematian yang tinggi. Frekuensi

palatoskisis terdapat pada 1 dari 2500 bayi lahir. Pada perempuan dua kali lebih

sering dari laki-laki.1

Faktor genetika dan atau lingkungan mempunyai peran dalam terjadinya

labioskisis dan atau palatoskisis. Selain malnutrisi atau kekurangan gizi, rokok

dan, zat dan obat-obatan teratogen seperti hydantoin sebagai penyebab

palatoskisis. Selain itu diketahui kelainan palatoskisis ini sebagian diikuti oleh

adanya anomaly lainnya dan sering berupa suatu sindrom yang mana

penyebabnya ini dapat dikatakan bersifat multifaktorial dan masih belum begitu

jelas.1

Palatoskisis merupakan kelainan atau cacat bawaan yang dapat terjadi

secara komplit atau tidak komplit, bilateral atau unilateral, disertai atau tidak

1

Page 2: Tipus Palatoschisis

disertai labioskisis, serta dapat bervariasi dalam lebar celah. Kelainan ini dapat

mengakibatkan gangguan pada fungsi bicara, pengunyahan, gangguan

pendengaran yang sering berupa kelainan pada telinga tengah dan menelan.

Palatoskisis juga akan menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan

rahang, erupsi dan susunan oklusi gigi.1,4,5

Berikut di bawah ini akan dijabarkan mengenai kelainan palatoskisis.

2

Page 3: Tipus Palatoschisis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Embriologi

Pertumbuhan normal wajah dimulai pada akhir minggu ke empat. Pusat

perkembangan wajah dibentuk oleh lekuk ektoderm disebut stomadeum,

dikelilingi sepasang lengkung insang. Pada minggu ke lima pertumbuhan

mesenkim membentuk lima tonjol stomatodeum yaitu tonjol mandibula di kaudal,

tonjol maksila di lateral dan tonjol frontal di sebelah kranial. Di sebelah kanan kiri

tonjol frontal dan di atas stomadeum terjadi penebalan setempat ektoderm terdapat

lempeng hidung. Tonjol hidung lateral dan medial mengelilingi lempeng hidung

membentuk lekuk sehingga terjadi lubang hidung.1

Tonjol hidung medial akan menghasilkan bagian tengah hidung, bagian

tengah bibir atas, bagian tengah rahang atas dan seluruh langitan primer.

Sementara itu tonjol-tonjol maksila mendekati baik tonjol hidung lateral maupun

medial, tetapi tetap dipisahkan daripadanya oleh alur-alur yang jelas. Selama dua

minggu berikutnya bentuk wajah berubah banyak. Tonjol-tonjol maksila terus

tumbuh ke arah medial dan mendesak tonjol-tonjol hidung medial ke arah garis

tengah. Selanjutnya tonjol-tonjol ini bersatu dengan yang lain termasuk juga

tonjol maksila disebelah lateralnya. Oleh karena itu bibir atas dibentuk oleh dua

tonjol hidung medial dan dua tonjol maksila.1

Bagian utama palatum dibentuk oleh dua penonjolan dari tonjol maksila

disebut dengan daun-daun palatum yang akan terus berkembang dengan arah

3

Page 4: Tipus Palatoschisis

miring ke bawah pada sisi kanan dan kiri. Perkembangan selanjutnya daun

palatum akan naik hingga mencapai kedudukan horisontal diatas lidah dan bersatu

dengan lainnya membentuk palatum sekunder. Disebelah anterior daun-daun

palatum bersatu dengan palatum primer membentuk segitiga dan sekat hidung

tumbuh ke bawah bersatu dengan permukaan atas palatum.1,6

Gambar 2.1 Skematik sistem klasifikasi dalam anatomi bibir dan palatum7

Tahap selanjutnya adalah osifikasi palatum yang berlangsung terus selama

minggu ke delapan intrauterine. Osifikasi berasal dari tulang maksila dan tulang

palatina. Bagian belakang dari palatum tidak terjadi osifikasi sehingga

menghasilkan palatum molle.1

4

Page 5: Tipus Palatoschisis

2.2. Anatomi Palatum

Palatum dibentuk oleh palatum durum di sebelah depan dan palatum molle

di sebelah belakang. Alveolus membatasi atau memberi pinggir pada palatum

durum. Palatum durum meliputi juga premaxilla pada tengah- tengah depan yang

membentang ke belakang sampai foramen insisivum. Sebagian besar dari palatum

durum dibentuk oleh sepasang maxilla. Sebelah belakang dari maxilla adalah

tulang- tulang platina. Vaskularisasi utama dari palatum datang melalui foramen

palatinum major. Vaskularisasi yang lain, yang lebih kecil melalui foramen

palatinum minus, dan dari sisi nasal dari palatum molle mengikuti nervus

palatinum posterior.1, 16

Gambar 2.2 Gambaran normal dari palatum 16

Palatum molle melekat erat pada tepi posterior dari tulang- tulang palatum

dengan adanya palatal aponeurosis. Terdapat dua otot utama : mm. levator palate

yang menarik palatum ke arah atas dan belakang, dan mm. tensor palati yang

mengitari processus hamuli dari os sphenoidalis dan berfungsi sesuai dengan

nama yang diberikan padanya. Otot-otot lain yang membantu pada proses

5

Page 6: Tipus Palatoschisis

berbicara dan menelan meliputi m. Palatoglossus, m. Palatopharyngeus, m.

Stylopharyngeus, dan m. Constrictor pharyngeus superior. Inervasi dari m. levator

palati adalah meliputi plexus pharyngeus. M. Tensor palatini dipersarafi oleh

cabang mandibulare dari n. Trigemini. Meskipun mukosa dari palatum durum

sangat tipis, tetapi pembuluh darah palatum durum nasal spine posterior sangat

mudah di identifikasi 1. 16

Gambar 2.3 Gambaran tulang normal dari palatum 16

Gambar 2.4 Potongan sagital dari palatum pada orang dewasa 16

6

Page 7: Tipus Palatoschisis

Celah atau sumbing biasanya mengikuti garis fusi sedemikian rupa

sehingga pada sebelah depan dari foramen insisivum, celah terletak antara maxilla

dan premaxilla, dan melalui alveolus antara gigi taring dan gigi seri. Celah yang

melalui garis median pada struktur depan (kasus yang jarang) adalah suatu

perkecualian. truktur di sebelah depan dari foramen insisivum ( meliputi alveolus,

bibir, nasala floor, dan cartilago alaris) dinamakan struktur prepalatal atau struktur

palatum primer. Struktur yang terletak di sebelah belakang dari foramen insisivum

dinamakan struktur palatal atau struktur palatum sekunder. Dua daerah ini secara

embriologis adalah berbeda.1

Gambar 2.5 Tampilan superolateral untuk anatomi normal palatum dan palatoskisis. (A) anatomi palatum pada bayi baru lahir yang

normal (B) palatoskisis komplet yang mengenai palatum primer dan sekunder8

7

Page 8: Tipus Palatoschisis

2.3. Palatum dan mekanisme bicara

Jaringan mulut yang mempengaruhi timbulnya suara terdiri 2 komponen

yaitu komponen statis dan dinamis. Gigi geligi bersama palatum durum dan

alveolus (rahang) merupakan komponen statis yaitu komponen tidak bergerak

yang berperan penting dalam stabilisasi aliran udara dalam proses produksi suara.

Sedangkan lidah bersama pipi, bibir dan palatum molle merupakan komponen

dinamis yaitu komponen bergerak yang sangat berperan dalam pengucapan

dengan mengontrol dan langsung mengatur udara pada pembentukan suara.1

Secara fisiologis palatum berperan penting dalam pembentukan suara pada

proses bicara, oleh karena itu penderita palatoskisis mengalami berbagai masalah

yang mempengaruhi kejelasan bicara. Dalam hal ini terutama diakibatkan oleh

gangguan fungsi artikulasi. Palatum normal adalah salah satu organ artikulasi

yang berfungsi pada proses bicara. Fungsi artikulasi ini terbentuk oleh adanya

gerakan-gerakan penyesuaian dan kontak antar organ artikulasi. Mekanisme

artikulasi tersebut berfungsi untuk memecah dan memodifikasi suara yang

diproduksi dari laring, sehingga terbentuk bunyi-bunyi suara baru di dalam rongga

mulut yang disebut vocal dan konsonan. Bunyi konsonan terbentuk karena adanya

aliran udara yang tertahan akibat kontak antar organ artikulasi sebelum

dibebaskan atau terbentuk oleh aliran udara yang berusaha melewati celah sempit

di antara kontak organ artikulasi, misalnya lidah berkontak dengan palatum dan

gigi saat mengucapkan konsonan t dan d.1

Aksi utama dari palatum molle saat bicara terdapat pada gerak cepat dan

voluntari secara bawah sadar dari palatum ke atas dan ke belakang, yang

8

Page 9: Tipus Palatoschisis

menghasilkan kontak penuh dengan dinding faringeal posterior pada permukaan

dasar adenoid. Gerakan ini disebut penutupan velofaringeal. Otot utama untuk

mencapai penutupan velofaringeal adalah sepasang otot levator palatini, yang

efisien, berkontraksi cepat dan kuat dan lambat letih. Penutupan velofaringeal

juga dibantu oleh otot konstriktor faringeal superior, otot palato faringeus dan

uvula. Skolnick et al menunjukkan bahwa ada banyak variasi dalam cara

mencapai penutupan velofarigneal bahkan pada orang normal. Gerakan itu tampak

murni sfingterik, dengan aksi paling besar dicapai levator palatini. Istilah

kompetensi velofaringeal dan inkompetensi velofaringeal berdasarkan pada ada

atau tidak adanya penutupan velofaringeal.1

2.4. Epidemiologi

Kejadian labioskisis dan palatoskisis yang non-sindromik diperkirakan

sekitar 1 per 700 kelahiran yang mana prevalensinya bervariasi tergantung pada

ras/etnik dan asal geografis, jenis kelamin janin dan status sosial ekonomi

keluarga. Prevalensi sebenarnya masih belum diketahui karena janin dengan

malformasi yang lebih banyak mengalami abortus spontan dibandingkan janin

yang lebih sehat dan walaupun risiko labioskisis dan palatoskisis 3 kali lebih

tinggi pada yang lahir mati dibandingkan pada yang lahir hidup.7

Prevalensi yang dilaporkan untuk berbagai kelainan yang berbeda

beragam. Labioskisis dengan palatoskisis merupakan presentasi yang paling

umum terjadi. Prevalensi relatif labioskisis saja juga bervariasi dalam satu

golongan ras maupun dalam ras yang berbeda. Di Denmark dilaporkan

9

Page 10: Tipus Palatoschisis

prevalensinya 1:2:1 untuk labioskisis (CP): labiopalatoskisis (CLP): palatoskisis

(CP). Di ras Kaukasian insidensinya untuk CL, CP, dan CLP berkisar antara

0,91-2.69 per 1000 kelahiran. Sebagian besar lelaki lebih sering terkena

dibandingkan wanita, dan sebagian besar lelaki memiliki pemisahan yang

komplet. Diskriminasi antara LP unilateral dan CLP bilateral dalam rasio

prevalensi dilaporkan 4:1.7,9

Gambar 2.6 Diagram lingkaran kejadian CLP menurut jenis kelamin9

Gambar 2.7 Kejadian berbagai kelainan CL;CP dan CLP9

Gambar 2.8 Tipe pemisahan (cleft ) yang paling umum terjadi menurut jenis kelamin dan keterlibatan wajah9

10

Page 11: Tipus Palatoschisis

2.5. Patofisiologi

Terjadinya palatoskisis karena terganggunya penggabungan tiga

komponen embrio palatum mulut. Celah langit-langit juga akan terbentuk apabila

pengangkatan daun-daun palatum tertunda dari posisi vertikal ke horizontal.1

Palatoskisis dapat terjadi secara unilateral atau bilateral, anterior dan atau

posterior. Kelainan tersebut termasuk celah antara palatum primer dan sekunder,

celah uvula. Pada kasus palatoskisis yang berat septum nasal tidak bergabung

dengan daun-daun palatum kanan dan kiri.1

Beberapa implikasi dalam terbentuknya palatoskisis yaitu:7

1. Palatum dibentuk dari prosessus palatal dari penonjolan maksilaris

2. Celah (cleft) pada palatum menjadi lebih berat dari belakang ke depan

3. Secara klasik ini diasumsikan bahwa palatoskisis dihubungkan sebagai

hasil dari labioskisis melalui adanya labioskisis dan distorsi atau

abnormalitas dalam rahang atas primitif yang meninggi karena labioskisis.

Penjelasan sederhana ini tidak menjelaskan secara keseluruhan mengapa

celah pada palatum molle terjadi pada kasus labioskisis ketika alveolus dan

palatum durum intak dan ini lebih mendekati kegagalan umum fusi

epithelial dan konsolidasi mesenkimal dapat dipersalahkan

4. Celah submukosa pada palatum mungkin terjadi karena tidak adekuatnya

perkembangan mesenkimal yang diikuti fusi epithelial palatum dan secara

klasik tampak berupa uvula yang bifida, tukikan pada belakang palatum

durum dan suatu garis jernih disepanjang palatum dengan misalignment

pada otot-otot palatum

11

Page 12: Tipus Palatoschisis

5. Palatum durum dan molle bersama-sama kadang-kadang membentuk

palatum sekunder

Gambar 2.9 Embriologi struktur fasial10

(a,b) dalam perkembangan embrio, penonjolan lateral nasal dari alae dan sisi hidung, sementara penonjolan medial nasal berasal dari segmen intermaksila, membentuk piltrum bibir atas, palatum primer dan 4 gigi insisivus. Penonjolan maksilaris berasal dari sisa sebagian bibir atas dan palatum sekunder, terdiri atas palatum durum dan berhubungan dengan denitition secara anterior dan posterior dan palatum molle. Berikut berbagai macam tipe celah orofasial. (c) labioskisis unilateral; (d) labioskisis bilateral; (e) labioskisis unilateral dan palatum primer; (f) labioskisis bilateral dan palatum primer; (g) labiopalatoskisis unilateral komplet; (h) labiopalatoskisis komplet bilateral; (i) celah terisolasi pada palatum sekunder; (j) celah terisolir pada palatum molle; (k) celah submukosa pada palatum molle10

12

Page 13: Tipus Palatoschisis

2.6. Etiologi

Faktor utama yang dianggap sebagai penyebab terjadinya palatoskisis

adalah keturunan meskipun belum dibuktikan secara pasti Menurut Ellis (1998)

membuktikan bahwa faktor genetik berperan hanya 20 % sampai 30 %. Individu

dengan latar belakang genetik yang sama mempunyai kecenderungan terjadinya

celah pada daerah wajah. Jika anak lahir dengan kelainan orofasial kemungkinan

kelainan pada orang tuanya 15 %. Wilson (1973) selain faktor genetik berperan

juga faktor lingkungan.1

Beberapa peneliti melaporkan bahwa pemberian kortison pada trimester

pertama kehamilan dapat menyebabkan terjadinya palatoskisis. Pemberian obat-

obatan anti kejang diberikan selama kehamilan dapat meningkatkan terjadinya

palatoskisis.1

Ada beberapa faktor yang diduga mempunyai hubungan dengan terjadinya

palastoskisis yaitu radiasi, hipoksia, virus, kekurangan vitamin.1

Konsumsi alkohol maternal meningkatkan risiko untuk terjadinya CLP

multipel pada janin. DM tipe I juga diketahui memiliki faktor risiko untuk

terjadinya celah oral. Obat yang diketahui memiliki efek teratogenik untuk

perkembangan wajah dari faktor eksogenik termasuk diantaranya asam valproat,

antikonvulsan, derivat asam retinoik, thalidomide dan fenitoin. Faktor-faktor diet

seperti defisisensi vitamin-vitamin dan asam folat dan iritasi intrauterine juga

dapat berpengaruh. Pemberian asam folat juga dapat membantu mencegah

terjadinya CLP.9

13

Page 14: Tipus Palatoschisis

Gambar 2.10 Faktor epidemiologi yang mempengaruhi kehamilan pada trimester pertama9

Etiologi terjadinya labioskisis dan/atau palatoskisis umumnya masih tidak

diketahui. Sebagian besar kelainan ini berhubungan dengan etiologi

multifaktorial dengan beberapa faktor genetik dan lingkungan yang saling

berinteraksi dalam proses kompleks morfogenesis untuk palatum primer dan

sekunder.7

Pasien dengan celah oral juga dapat terjadi dibarengi dengan adanya

anomali lain. Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa 21-37% pasien

dengan kelainan ini memiliki anomali lain termasuk diantaranya: gangguan

kardiovaskular (24-51%), gangguan muskuloskeltal, dismorfia fasial dan

gangguan sistem genitourinaria. Anak-anak yang berhubungan dengan anomali

untuk terjadinya CLP atau palatoskisis dibandingkan labioskisis sendiri. Sering

ditemukan pada anak dengan berat badan lahir rendah.7

Diantaranya terdapat 400 sindrom yang termausk diantaranya kelainan

labioskisis dan/atau palatoskisis yang tercatat pada London Dysmorphology

14

Page 15: Tipus Palatoschisis

Database. Beberapa sindrom yang umum ditemukan dapat dilihat pada tabel di

bawah ini.7

Tabel 2.1 Beberapa sindrom yang umum berhubungan dengan labiopalatoskisis7

15

Page 16: Tipus Palatoschisis

Tabel 2.2 Sindrom yang beruhubungan dengan palatoskisis8,11

2.7.Klasifikasi

Kondisi kelainan labiopalatoskisis pada setiap orang berbeda-beda. Oleh

karena itu, penting untuk mengelompokkan pasien berdasarkan bentuk

kelainannya untuk manajemen dan penelitian. Sebagian besar klasifikasi

menggunakan embriologi fasial dan prosessus, untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada skema di bawah ini.7

16

Page 17: Tipus Palatoschisis

Gambar 2.11 Diagram sistem LAHSAL untuk klasifikasi celah bibir dan/atau palatum7

Palatoskisis dapat berbentuk sebagai palatoskisis tanpa labioskisis atau

disertai dengan labioskisis. Palatoskisis sendiri dapat diklasifikasikan lebih jauh

sebagai celah hanya pada palatum molle, atau hanya berupa celah pada

submukosa. Celah pada keseluruhan palatum terbagi atas dua yaitu komplit

(total), yang mencakup palatum durum dan palatum molle, dimulai dari foramen

insisivum ke posterior, dan inkomplit (subtotal). Palatoschisis juga dapat bersifat

unilateral atau bilateral.

17

Kode LAHSAL berdasarkan pada klasifikasi diagram Y disebelah ini.

Bagian-bagian yang relevan pada mulut dibagi atas 6 bagian: Right lip Right alveolus Hard palate Soft palat Left alveolus Left lip

Kode kemudian ditulis ketika melihat pasien. Karakteristik pertama dimulai dari right lip dan terakhir pada left lip

Kode LAHSAL mengidikasikan adanya celah yang komplet dengan huruf yang capital dan celah yang inkomplet dengan huruf kecil dan tanpa celah ditandai dengan titik.

Sebagai contoh: Labiopalatoskisis komplet bilateral

LAHSAL Labioskisis kanan kompletL….. Celah bibir dan alveolus kiri inkomplet….al

Page 18: Tipus Palatoschisis

Gambar 2.12 Berbagai kelainan palatoskisis

Veau membagi cleft menjadi 4 kategori yaitu: 16

1. Cleft palatum molle, terkadang bias teraba sebuah notch pada palatum durum

2. Cleft palatum molle dan palatum durum, atau disebut juga komplit cleft

termasuk anterior sampai foramen incisive

3. Cleft lip dan palatum unilateral komplit

4. Cleft lip dan palatum bilateral komplit

Gambar 2.13 Klasifikasi dari clefts yang tersering (A) Cleft hanya pada soft palate,

(B)Komplit cleft, (C) Unilateral palatal dan prepalatal cleft, (D) Kompit

bilateral cleft 16

18

Page 19: Tipus Palatoschisis

2.8. Penanganan

Teknik operasi

Bila pasien dengan palatoskisis dievaluasi untuk adanya suatu sindrom

yang berhubungan dan telah dilakukan klasifikasi kelainan, stategi untuk

penangan primer perlu dipertimbangkan. Seleksi teknik dan waktu untuk repair di

evaluasi.8

The American Cleft Palate-Craniofacial Association (ACPA)

mengembangkan suatu guideline untuk perkembangan operasi dan monitoring

untuk anak anak dengan kelainan palatoskisis. ACPA merekomendasikan bahwa

anak-anak dengan kelainan palatoskisis ini memerlukan team kraniofasial yang

professional melibatkan spesialis bedah plastik, ortodentis, patologist berbicara-

bahasa dan paling tidak satu spesialis dari otolaringeal, audiologi, pediatrik,

genetik, pekerja sosial, psikologi dan dokter gigi umum yang bertemu tatap muka

paling tidak 6 kali selama setahun untuk rencana penanganan dan evaluasi12,13

Palatosikis palatum molle inkomplet

Pada kasus ini, bayi tampak non-sindromik, isolasi, dan keterlibatan palatum

hanya mengenai palatum molle. Tujuan utama repair pada kasus ini adalah

merestorasi kompetensi velopharingeal. Ini dicapai dengan memperpanjang

palatum, untuk menambah palatum agar sesuai dan dinding paringeal

posterior dan mereorganisasi ulang otot-otot palatum.8

Banyak teknik yang dapat digunakan dalam melakukan repair kelainan ini.

Veau di awal abad ke-20 ini melakukan perbaikan cleft dengan menyatukan

pinggir cleft dengan otot-otot intravelar diarahkan secara anterior dan

19

Page 20: Tipus Palatoschisis

menempel pada bagian tepi posterior pada palatum durum. Ini berarti

dilakukan penjahitan bundle otot bersamanan dari sisi ke sisi. Insisi lateral

untuk merelaksasi atau flaps mukoperiosteal pada palatum durum digunakan

untuk mengurangi tekanan dan meningkatkan mobilitas yang diperlukan pada

tepi celah. Metode praktik yang sekarang ini banyak dilakukan untuk

palatoplasti palatum molle adalah veloplasty intravelar dan Furlow double-

op-posing Z-plasty.8

Gambar 2.14 Operasi double Z plasty (A) Insisi, (B) Anterior palate ditutup

dengan vomer flap, (C) Mukosa hidung ditutup, (D) Penjahitan16

Dalam perkembangan penanganan celah palatum molle, juga dapat

dilakukan manipulasi terhadap otot tensor veli palatina untuk

meningkatkan panjang palatal. Tujuan manipulasi ini untuk mengurangi

tekanan pada balutan levator. Salah satu caranya yaitu dengan

mematahkan hamulus pterigoid (disekitar tambatan otot tensor) selama

20

Page 21: Tipus Palatoschisis

perbaikan palatum molle. Teknik fraktur hamulus ini lebih disukai karena

menghilangkan tekanan pada penutupan palatum molle; bagaimanapun,

suatu teknik alternatif yang memutuskan tendon tensor di rongga Ernst

memberikan pembebasan yang lebih besar untuk balutan levator.8

Perkembangan terbaru lainnya dalam repair palatum molle adalah teknik

transposisi uvular. Prosedur ini mengambil jaringan untuk memperpanjang

palatum durum dari uvula dan dapat dilakukan dengan melakukan konjungsi

dengan palatoplasty Furlow atau venoplasty intravelar.8

Kesimpulannya, suatu celah inkomplet pada palatum durum dapat di repair

dengan velopalsty intravelar atau repair Furlow, tergantung pada keahlian

ahli bedah. Ini juga dapat diperlukan menggunkaan teknik mendorong

mukoperiosteum palatum durum atau dengan insisi pembebasan lateral pada

palatum molle untuk mendekatkan tepi celah bersama. Metode alternatif

lainnya dengan mengambil jaringan untuk memperpanjang palatum termasuk

diantaranya dengan mematahkan hamulus, membebaskan tendon tensor veli

palatine, atau transposisi uvula.8

Celah Palatum durum dan palatum molle yang inkomplit

Penanganan pada kelainan seperti ini melibatkan flap mukoperiosteal,

menggunakan von Langenbeck atau repair V-W-K. Keduanya ini merupakan

metode yang popular dan dipilih oelh para ahli bedah; bagaimanapun, perlu

diperhatikan akan adanya efek samping pada pertumbuhan maksilaris karena

gundulnya/tidak adanya tulang palatum khususnya bila dilakukan model

21

Page 22: Tipus Palatoschisis

repair V-W-K. Dipasangkan deengan teknik veloplasti yang efektif dengan

teknik flap mukoperiosteal dapat meminimalisasi palatum yang kosong.8,14

Gambar 2.15 Teknik palatoplasti von Langenbeck (A) Insisi, (B) Mukosa

dari hard palate di naikan antara tulang dan periosteum, (C) Mukosa hidung

ditutup dan otot dijahit dari sisi ke sisi, (D) Ditutup

22

Page 23: Tipus Palatoschisis

Gambar 2.16 Palatoplasti Veau-Wardill- Kilner (A) V-Y lenghth-ening,

(B)The levator muslcle are detached, (C) Nasal closure and

muscle approximation, (D) Oral closure 16

Celah palatum komplet

Palatoskisis bilateral yang komplet mengenai palatum pirmer dan palatum

sekunder. Konidisi ini memerlukan tantangan yang khusus karena lebar dan

kontinuitas celah palatum disertai dengan celah pada bibir dan alveolus.

Untuk palatoskisis yang unilateral dan bilateral, teknik flap mukoperiosteal

dengan variasi yang ketiga, palatoplasti 2 flap dilakukan. Teknik ini sama

dengan repair V-W-K tetapi diseksi dilakukan lebih panjang ke arah anterior

untuk mencakup tepi celah pada alveolus.8

23

Page 24: Tipus Palatoschisis

Gambar 2.17 Pasien dengan palatoskisis yang lebar komplet. Defek ini memerlukan palatoplasty 2 flap dengan flap vomer8

Walaupun palatoplasti 2 flap dan 4 flap merupakan pilihan standar untuk

penanganan palatoskisis yang lebar dan bilateral, inovasi lebih jauh

diperlukan untuk meminimalisasi jumlah palatum yang gundul setelah

dilakukan repair. Untuk singkatnya, flap bukal untuk menutupi area yang

kosong pada palatum. Teknik ini berguna dalam meningkatkan pemanjangan

palatum pada palatoskisis yang lebar dan memungkinkan penutupan jaringan

yang lebih baik pada palatum yang kosong dibandingkan metode sebelumnya,

seperti penanaman flap palatum saja.8

Palatoskisis submukosa

Diagnosis palatoskisis submukosa dilakukan berdasarkan temuan

pemeriksaan fisik yang melibatkan uvula bifida, kubah posterior palatum

durum dan zona pelusida. Repair bedah unutk kelainan ini dipertimbangkan

bila ada VPI (velopharyngeal incompetence).8

Repair yang klasik untuk palatoskisis submukosa telah dilakukan dengan

melakukan eksisi pada semua area zona pelusida, kemudian menggunakan

24

Page 25: Tipus Palatoschisis

flap dinding posterior paringeal. Metode ini tidak mengembalikan spinkter

veloparingeal normal tunggal secara anatomi tetapi menghasilkan 2 spinkter

pada sisi lainnya flap paringeal. Berdasarkan analisis pada beberapa tahun

terakhir ini, flap paringeal dapat dilakukan sebagai repair primer pada

palatoskisis submukosa tanpa memerlukan prosedural yang lebih jauh.

Namun alternatifnya, repair Furlow dapat digunakan pada pasien yang

berusia < 20 tahun dan seringnya pada usia 5 tahun dengan celah veloplasti

yang kecil (< 5 mm).8,15

Gambar 2.18 Pasien dengan palatoskisis submukosa. Zona pelusida yangtranslusen pada bagian tengah dan uvula bifida pada bagian

posteriornya8

Waktu Repair

Waktu untuk dilakukannya repair tergantung pada tipe palatoskisis yang

terlibat, gejala-gejala yang timbul pada pasien, dan kapabilitas tim dalam

menangani kelainan ini. Telah diargumentasikan bahwa keuntungan repair yang

lebih dini dalam perkembangan bicara karena proses berbicara pada anak-anak

dimulai pada usia 1 tahun; sebaliknya, repair yang ditunda secara teori dapat

25

Page 26: Tipus Palatoschisis

memungkinkan pertumbukan maksilo-fasial yang lebih baik karena pertumbuhan

transversal fasial belum sermpurna hingga anak berusia 5 tahun. Sehingga hal ini

memberikan protokol waktu penanganan yang berbeda-beda antara berbagai

institusi. Protokol yang sering dianut adalah mengutamakan perkembangan bicara

yang lebih dini pada pasien dengan celah palatum; oleh karena itu, waktu

palatoplasti primer yang lebih dini (sebelum berusia 2 tahun) telah ditetapkan.8

Karena lebih dari separuh anak-anak dengan deformitas palatoskisis

memiliki anomali lainnya, waktu strategis untuk palatoplasti dapat berubah-ubah

karena adanya komorbid ini. Pada anak dengan adanya Pierre-Robin, waktu untuk

dilakukannya palatoplasti tergantung pada status pernafasan anak tersebut; ini

sering perlu dilakukan penutupan primer yang ditunda hingga usia 18 bulan dan 2

tahun untuk meminimalisasi risiko obstruksi pernafasan. Strategi yang sama pula

dilakukan pada pasien dengan sindrom lainnya dengan adanya ketelibatan

gangguan pernafasan seperti sindrom Treacher-Collins, Apert, atau Crouzon.

Secara keseluruhan, waktu untuk dilakukannya palatoplasti yang paling sering

adalah sebelum berusia 1 tahun.8

26

Page 27: Tipus Palatoschisis

Tabel 2.3 Waktu untul penanganan pada labioskisis dan palatoskisis15

Managemen pasien operatif dan post operatif

Pasien yang menjalani operasi palatosikis ini dilakukan secara anestesi

umum dan intubasi midline dengan menggunakan tube oral Reye. Bila pasien

berusia < 1 tahun, otolaringologist dapat melakukan miringotomi bilateral dan

insersi tabung. Dengan penempatan tube yang lebih dini ini memberikan

outcome yang lebih baik. Selain itu, fungsi tuba esutachi tidak mebaik dengan

realignment otot-otot palatum molle pada posisi anatomisnya (dengan repair

27

Page 28: Tipus Palatoschisis

intravelar velopalsty atau Furlow). Ini menyugestikan bahwa penempatan tube,

dan bukan palatoplasti, untuk mencegah gangguan pendengaran dan telinga

tengah pada pasien dengan palatoskisis.8

Pasien diposisikan pada posisi Mayfield headrest; gulungan/bantalan yang

diletakkan di bawah bahu untuk memposisikan kepala ekstensi. Kemudian

retractor Dingman ditempatkan untuk memaparkan palatum secara optimal dan

menekan lidah. Area insisi diinjeksi dengan lidokain 1% dan epinefrin

(1:100.0000). Antibiotik profilaksis dapat diberikan.8

Insisi dibuat dengan elektrokauter jarum atau skapel. Sisi celah dikupas,

memungkinkan sejumlah mukosa nasal untuk penutupan; insisi pembebasan pada

lateral, insisi batas flap, atau insisi Z-plasty kemudian dibuat tergantung pada

pemasangan. Suatu frees dapat digunakan untuk meninggikan flap

mukoperiosteal.8

Penutupan repair dimulai dari mukosa nasal anterior, dikerjakan secara

posterior menggunakan jahitan Vicryl 4-0. Otot-otot palatum molle, khususnya

pada selubung levator dilakukan penjahitan dengan Vicryl 4-0 secara interuptus

end-to-end pada midline. Mukosa oral ditutup terakhir dimulai secara posterior

pada uvula dan berjalan ke anterior mrenggunakan jahit matras interuptus dengan

benang Vicryl 4-0. Dalam pemasangan dengan menggunakan flap

mukoperiosteal, jahitan penggantung (fiksasi) dapat ditempatkan di anterior untuk

menmfiksasi flap pada daerah alveolar. Untuk perlindungan post operatif, benang

silk 0 dijahitkan melalui sepertiga anterior lidah dan ditempelkan pada dagu, ini

dapat dilepas sebelum keluar RS. Tambahan pula, splint ekstensi siku

28

Page 29: Tipus Palatoschisis

ditempatkan di ruang operasi dan dibiarkan pada pasien hingga follow-up pertama

ini untuk mencegah anak dari memainkan jarinya pada kavitas oral dan merusak

repair yang telah dilakukan. Untuk penanganan post-operatifnya dapat dilihat

pada tabel di bawah ini.8

Tabel 2.4 Manajemen post operatif pada celah palatum8

29

Page 30: Tipus Palatoschisis

2.9. Komplikasi

Anak dengan palatoschisis berpotensi untuk menderita flu, otitis media,

tuli, gangguan bicara, dan kelainan pertumbuhan gigi. Selain itu dapat

menyebabkan gangguan psikososial.

Komplikasi post operatif yang biasa timbul yakni:

a. Obstruksi jalan nafas

Seperti disebutkan sebelumnya, obstruksi jalan nafas post operatif merupakan

komplikasi yang paling penting pada periode segera setelah dilakukan operasi.

Keadaan ini timbul sebagai hasil dari prolaps dari lidah ke orofaring saat pasien

masih ditidurkan oleh ahli anastesi. Penempatan Intraoperatif dari traksi sutura

lidah membantu dalam menangani kondisi ini. Obstruksi jalan nafas bisa juga

menjadi masalah yang berlarut-larut karena perubahan pada dinamika jalan

nafas, terutama pada anak-anak dengan madibula yang kecil. Pada beberapa

instansi, pembuatan dan pemliharaan dari trakeotomi perlu sampai perbaikan

palatum telah sempurna.

b. Perdarahan

Perdarahan intraoperatif merupakan komplikasi yang potensil terjadi. Karena

kayanya darah yang diberikan pada palatum, perdarahan yang berarti

mengharuskan untuk dilakukannya transfusi. Hal ini bisa berbahaya pada bayi,

yakni pada meraka yang total volume darahnya rendah. Penilaian preoperatif

dari jumlah hemoglobin dan hitung trombosit sangat penting. Injeksi epinefrin

sebelum di lakukan insisi dan penggunaa intraoperatif dari oxymetazoline

hydrochloride capat mengurangi kehilangan darah yang bisa terjadi. Untuk

30

Page 31: Tipus Palatoschisis

menjaga dari kehilangan darah post operatif, area palatum yang mengandung

mucosa seharusnya diberikan avitene atau agen hemostatik lainnya.

c. Fistel palatum

Fistel palatum bisa timbul sebagai komplikasi pada periode segera setelah

dilakukan operasi, atau hal tersebut dapat menjadi permasalahan yang tertunda.

Suatu fistel pada palatum dapat timbul dimanapun sepanjang sisi cleft.

Insidennya telah dilapornya cukup tinggi yakni sebanyak 34%, dan berat-

ringannya cleft telah dikemukanan bahwa hal tersebut berhubungan dengan

resiko timbulnya fistula. Fistel palatoskisis post operatif bisa ditangani dengan

dua cara. Pada pasien yang tanpa disertai dengan gejala, prosthesis gigi bisa

digunakan untuk menutup defek yang ada dengan hasil yang baik. Pasien

dengan gejala diharuskan untuk terapi pembedahan. Sedikitnya supply darah,

terutama supply ke anterior merupakan alasan utama gagalnya penutupan dari

fistula. Oleh karena itu, penutupan fistula anterior maupun posterior yang

persisten seharusnya di coba tidak lebih dari 6-12 bulan setelah operasi, ketika

supply darah telah memiliki kesempatan untuk mengstabilkan dirinya. Saat ini,

banyak center menunggu sampai pasien menjadi lebih tua (paling tidak 10

tahun) sebelum mencoba untuk memperbaiki fistula. Jika metode penutupan

sederhana gagal, flap jaringan seperti flap lidah anterior bisa dibutuhkan untuk

melakukan penutupan.

d. Midface abnormalities

Penanganan palatoskisis pada beberapa instansi telah fokus pada intervensi

pembedahan terlebih dahulu. Salah satu efek negatifnya adalah retriksi dari

31

Page 32: Tipus Palatoschisis

pertumbuhan maksilla pada beberapa persen pasien. Palatum yang diperbaiki

pada usia dini bisa menyebabkan berkurangnya demensi anterior dan

posteriornya, yakni penyempitan batang gigi, atau tingginya yang abnormal.

Kontrofersi yang cukup besar ada pada topik ini karena penyebab dari

hipoplasia, apakah hal tersebut merupakan perbaikan ataupun efek dari cleft

tersebut pada pertumbuhan primer dan sekunder pada wajah, ini tidak jelas.

Sebanyak 25% pasien dengan palatoskisis unilateral yang telah dilakukan

perbaikan bisa membutuhkan bedah orthognathic. LeFort I osteotomies dapat

digunakan untuk memperbaiki hipoplasia midface yang menghasilkan suatu

maloklusi dan deformitas dagu.

e. Wound expansion

Wound expansion juga merupakan akibat dari ketegangan yang berlebih. Bila

hal ini terjadi, anak dibiarkan berkembang hingga tahap akhir dari rekonstruksi

langitan, dimana pada saat tersebut perbaikan jaringan parut dapat dilakukan

tanpa membutuhkan anestesi yang terpisah.

f. Wound infection

Wound infection merupakan komplikasi yang cukup jarang terjadi karena

wajah memiliki pasokan darah yang cukup besar. Hal ini dapat terjadi akibat

kontaminasi paskaoperasi, trauma yang tak disengaja dari anak yang aktif

dimana sensasi pada bibirnya dapat berkurang pascaoperasi, dan inflamasi

lokal yang dapat terjadi akibat simpul yang terbenam.

g. Malposisi Premaksilar

32

Page 33: Tipus Palatoschisis

Malposisi Premaksilar seperti kemiringan atau retrusion, yang dapat terjadi

setelah operasi.

h. Whistle deformity

Whistle deformity merupakan defisiensi vermilion dan mungkin berhubungan

dengan retraksi sepanjang garis koreksi bibir. Hal ini dapat dihindari dengan

penggunaan total dari segmen lateral otot orbikularis.

i. Abnormalitas atau asimetri tebal bibir

Hal ini dapat dihindari dengan pengukuran intraoperatif yang tepat dari jarak

anatomis yang penting lengkung.

2.9. Prognosis

Meskipun telah dilakukan koreksi anatomis, anak tetap menderita

gangguan bicara sehingga diperlukan terapi bicara yang bisa diperoleh disekolah,

tetapi jika anak berbicara lambat atau hati-hati maka akan terdengar seperti anak

normal.

33

Page 34: Tipus Palatoschisis

BAB III

PENUTUP

Palatoskisis adalah kelainan bawaan yang terjadi oleh karena tidak adanya

penyatuan secara normal dari palatum pada proses embrional, dimana terjadi

kegagalan penutupan penonjolan frontonasal, maksilaris dan mandibularis baik

secara sebagian atau sempurna. Insidensi terjadinya palatoskisis berbeda-beda

tergantung ras dan daerah dan terjadi sekitar 1 per 2500 kelahiran.

Terjadinya palatoskisis karena terganggunya penggabungan tiga

komponen embrio palatum mulut. Celah langit-langit juga akan terbentuk apabila

pengangkatan daun-daun palatum tertunda dari posisi vertikal ke horizontal.

Terjadinya kelainan ini belum begitu jelas etiologinya namun bersifat

multifaktorial dan kelainan ini sering terkait dengan anomali lainnya atau suatu

sindrom.

Untuk klasifikasi dapat digunakan sistem LAHSAL dan ini penting dalam

strategi penanganan dan evaluasi post operasi. Penanganan yang dilakukan

tergantung pada tipe kelainan dan waktu untuk dilakukannya repair tergantung

pada tipe palatoskisis yang terlibat, gejala-gejala yang timbul pada pasien, dan

kapabilitas tim dalam menangani kelainan ini.

Anak dengan palatoskisis berpotensi untuk menderita flu, otitis media, tuli,

gangguan bicara, dan kelainan pertumbuhan gigi. Selain itu dapat menyebabkan

gangguan psikososial. Komplikasi post operatif yang dapat terjadi berupa

34

Page 35: Tipus Palatoschisis

perdarahan, fistula, infeksi luka operasi, terjadinya malformasi wajah dan

obstruksi jalan nafas.

35

Page 36: Tipus Palatoschisis

DAFTAR PUSTAKA

1. Abramowicz A, Cooper M, Bardi K,Weynet R, Marazita M. Demographic and

prenatal factor of patients with cleft and lip anfd cleft palete. American dental

association. 2003: 134

2. Artono MA, Prihartiningsih. Labioplasti metode barsky dengan pemetongan

tulang vomer pada penderita bibir sumbing dua sisi komplit di bawah anastesi

umum. Bagian bedah mulut fakultas kedokteran negeri universitas gajah

mada. 2008;15(2): 149-152

3. Avila JR, Daack-Hirsch S, Dragan E, Félix TM, Rahimov F, et al. Medical

sequencing of candidate genes for nonsyndromic cleft lip and palate. PLoS

Genet. Dec 2005;1(6):e64.

4. Bartzella T, CArales C, Bronkhortst E. Tooth agenesis patterns ini bilateral

cleft lip and palete. Eur J oral sci. 2010; 118: 47-52

5. Christensen K, Juel K, Herskind M, Murray C. Long term followup study of

survival associated with cleft lip and palete at birth. BMJ. 2004

6. Demeke J, Tatum S. Analysis and evolution of rotation principles in unilateral

cleft lip repair. An international purnal of surgical reconstruction. 2011;64:

313-318

7. Fernando J, Lavine D, Mckenzie C, Lim KH, CohenB, FArrac N. Real-time

magnetic resonance imaging aids prenatal diagnosis of isolated cleft palete. J

ultrasound med. 2005: 24; 1533-1540

36

Page 37: Tipus Palatoschisis

8. Hanoin M, RAssmusen, Lammer E. Maternal smoking and environmental

tobacco smoke exposure and the risk of orofacial cleft. Helat med. 2007: 18

(2)

9. Hodkinson P, Brown S, Duncan D, Grant C, Thomas P, MAttick C.

management of children with cleft lip and palete: a rivew describing the

application of multidisciplinary team working in this conditation based upon

the experience of regional cleft lip and palete in the united kingdom.

Cambrige university press. 2005

10. Hozyasz, Oltrazewski M, Dudkiewick. Malonycarnitine in newborn with no

syndromic cleft lip with or without cleft palete. Department of pediatric

surgery. 2010;2(3): 136-141

11. Hviid A, Nielsen DM. Corticosteroid use during pregnancy and risk of

orofacial clefts. CMAJ. 2011

12. Johar A, RAvichandran K, Subanhi SH. Cleft lip/ palate anomalies.King facial

specialist hospital and research center. Saudi Arabia: 2006; 20: 201-2

13. Khan et al. 2013. A revised classification of the cleft lip and palate. Can J

Plast Surg 21(1): 48-50.

14. Krumova V. Clinical and genetic peculiarities of isolated cleft palates. Journal

of IMAB. 2008; 2

15. Laija J. Cleft lip and palete surgery. Scandinavian journal of surgery. 2003;

92: 269-273

16. Little J, Cardy A, Munger. Tobacco smoking and oral cleft: a meta analysis.

Bulletin of the world healt organization. 2004; 82 (3)

37

Page 38: Tipus Palatoschisis

17. Lopez AM, Rodriguez AR, Solis LC. Nasalveolar bone graft integration range

in patiens with cleft lip and palate sequel. Odontologica mexica. 2012; 16(1)

18. Murray JC, Daack-Hirsch S, Buetow KH,et al. Clinical and epidemiologic

studies ofcleft lip and palate in the Philippines. Cleft Palate Craniofac J

2007;34:7-10

19. Manyama M, Rolian C, Gilyoma JMagon C,KImwaga E. An assessment of

orofacial cleft in Tanzania. BMC oral health. 2011; 11(5)

20. Moreno LM, Arcos-Burgos M, MarazitaML, et al. Genetic analysis of

candidate loci in non-syndromic cleft lip families from Antioquia-Colombia

and Ohio. Am J Med Genet 2004;125A:135-44

21. Mossey PA, Little J. Epidemiology of oral clefts: an international perspective.

In: Wyszynski DF, ed. Cleft lip and palate: fromorigin to treatment. Oxford,

England: Oxford University Press, 2004:127-58.

22. Platt L, Devore G, Pretorius D. Improving cleft palete/ cleft lip antenatal

diagnosis by 3 dimensional sonography.J ultrasound med. 2006; 25; 1423-

1430

23. Ravichandra KS, Vijayaprasad KE, Suzan S. A new technique of impression

making for an abturator in cleft lip and palete patient. April 18 2011

24. Rossel-Perry P dan Romero-Narvaez C. 2014. Evaluation of the use of

auricular composite graft for secondary unilateral cleft lip nasal alar

deformity repair. Hindawi Publishing Corporation Plastic Surgery

International.

38

Page 39: Tipus Palatoschisis

25. Stainer P. Moore G. Genetics of cleft and palete: syndromic genes contribute

to the incident of non- syndromic cleft. Human molecular genetic. 2004:13 (1)

26. Siversten A, Wilcox A, Skjerven R, Frank A, Harvile E.FAmillial risk of oral

cleft by morphological type and severity: population based cohort study of

first degree relatives. BMJ. 2007

27. Surgeon general report. For evaluation and treatment of the pations with cleft

lip/palete or other craniofacial anomalies. American cleft palete- cranofaciaol

assocatin. Edisi 2009

28. Suzuki S, Marazita ML, Cooper ME, et al. Mutations in BMP4 are associated

with subepithelial, microform, and overt cleft lip. Am J Hum Genet. Mar

2009;84(3):406-11. 

29. Taiwo et al. 2013. Sugical outcome and complications following cleft lip and

palate repair in a teaching hospital in Nigeria. African Journal of Pediatric

Surgery 10 (4): 344-356

30. Tighe D, Petrick L, Martyn T. Cleft lip and palete: Effects of neonatal care.

American academy of pediatric. 2011;12

31. Vieira AR, Romitti PA, Orioli IM, Castilla EE. Complex segregation analysis

of 1,792 cleft lip and palate families in South America: 1967-1997. Pesqui

Odontol Bras. Apr-Jun 2003;17(2):161-5.

32. Zucchero TM, Cooper ME, Maher BS, et al. Interferon regulatory factor 6

(IRF6) gene variants and the risk of isolated cleft lip or palate. N Engl J Med.

Aug 19 2004;351(8):769-80

39