38
I. HIPERTENSI A. Definisi Hipertensi merupakan “silent killer” (pembunuh diam- diam) yang secara luas dikenal sebagai penyakit kardiovaskular yang sangat umum. Dengan meningkatnya tekanan darah dan gaya hidup yang tidak seimbang dapat meningkatkan faktor risiko munculnya berbagai penyakit seperti arteri koroner, gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal. Salah satu studi menyatakan pasien yang menghentikan terapi anti hipertensi maka lima kali lebih besar kemungkinannya terkena stroke. 1 Hipertensi dianggap sebagai faktor risiko utama stroke, dimana stroke merupakan penyakit yang sulit disembuhkan dan mempunyai dampak yang sangat luas terhadap kelangsungan hidup penderita dan keluarganya. Hipertensi sistolik dan distolik terbukti berpengaruh pada stroke. Dikemukakan bahwa penderita dengan tekanan diastolik di atas 95 mmHg mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk terjadinya infark otak dibanding dengan tekanan diastolik kurang dari 80 mmHg, sedangkan kenaikan sistolik lebih dari 180 mmHg mempunyai risiko tiga kali terserang stroke iskemik dibandingkan dengan dengan tekanan darah kurang 140 mmHg. Akan tetapi pada penderita usia lebih 65 tahun risiko stroke hanya 1,5 kali daripada normotensi. 3,4

TIPUS HIPERTENSI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

a

Citation preview

I. HIPERTENSI

A. Definisi

Hipertensi merupakan “silent killer” (pembunuh diam-diam) yang

secara luas dikenal sebagai penyakit kardiovaskular yang sangat umum.

Dengan meningkatnya tekanan darah dan gaya hidup yang tidak seimbang

dapat meningkatkan faktor risiko munculnya berbagai penyakit seperti arteri

koroner, gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal. Salah satu studi menyatakan

pasien yang menghentikan terapi anti hipertensi maka lima kali lebih besar

kemungkinannya terkena stroke.1

Hipertensi dianggap sebagai faktor risiko utama stroke, dimana stroke

merupakan penyakit yang sulit disembuhkan dan mempunyai dampak yang

sangat luas terhadap kelangsungan hidup penderita dan keluarganya. Hipertensi

sistolik dan distolik terbukti berpengaruh pada stroke. Dikemukakan bahwa

penderita dengan tekanan diastolik di atas 95 mmHg mempunyai risiko dua

kali lebih besar untuk terjadinya infark otak dibanding dengan tekanan

diastolik kurang dari 80 mmHg, sedangkan kenaikan sistolik lebih dari 180

mmHg mempunyai risiko tiga kali terserang stroke iskemik dibandingkan

dengan dengan tekanan darah kurang 140 mmHg. Akan tetapi pada penderita

usia lebih 65 tahun risiko stroke hanya 1,5 kali daripada normotensi.3,4

Sasaran pengobatan hipertensi untuk menurunkan morbiditas dan

mortalitas kardiovaskuler dan ginjal. Dengan menurunkan tekanan darah

kurang dari 140/90 mmHg, diharapkan komplikasi akibat hipertensi berkurang.

Klasifikasi prehipertensi bukan suatu penyakit, tetapi hanya dimaksudkan akan

risiko terjadinya hipertensi. Terapi non farmakologi antara lain mengurangi

asupan garam, olah raga, menghentikan rokok dan mengurangi berat badan,

dapat dimulai sebelum atau bersama-sama obat farmakologi.4

B. Etiologi

Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang

beragam. Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui

(essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat

disembuhkan tetapi dapat di kontrol. Kelompok lain dari populasi dengan

persentase rendah mempunyai penyebab yang khusus, dikenal sebagai

hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder; endogen maupun

eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi

pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara potensial.5

1. Hipertensi primer (essensial)

Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi

essensial (hipertensi primer). Literatur lain mengatakan, hipertensi

essensial merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi. Beberapa

mekanisme yang mungkin berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini

telah diidentifikasi, namun belum satupun teori yang tegas menyatakan

patogenesis hipertensi primer tersebut. Hipertensi sering turun temurun

dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya menunjukkan bahwa faktor

genetik memegang peranan penting pada patogenesis hipertensi primer.

Menurut data, bila ditemukan gambaran bentuk disregulasi tekanan darah

yang monogenik dan poligenik mempunyai kecenderungan timbulnya

hipertensi essensial. Banyak karakteristik genetik dari gen-gen ini yang

mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga di dokumentasikan

adanya mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein urine,

pelepasan nitric oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan

angiotensinogen.6

2. Hipertensi sekunder

Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari

penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan

tekanan darah (lihat tabel 1). Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal

akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab

sekunder yang paling sering.7 Obat-obat tertentu, baik secara langsung

ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi

dengan menaikkan tekanan darah. Obat-obat ini dapat dilihat pada tabel 1.

Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan

menghentikan obat yang bersangkutan atau mengobati / mengoreksi

kondisi komorbid yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama

dalam penanganan hipertensi sekunder.5

Penyakit Obat Obat

1. penyakit ginjal kronis

2. hiperaldosteronisme primer

3. penyakit renovaskular

4. sindroma Cushing

5. pheochromocytoma

6. koarktasi aorta

7. penyakit tiroid atau paratiroid

1. Kortikosteroid, ACTH

2. Estrogen (biasanya pil KB dg

kadar estrogen tinggi)

3. NSAID, cox-2 inhibitor

4. Fenilpropanolamine dan analog

5. Cyclosporin dan tacrolimus

6. Eritropoetin

7. Sibutramin

8. Antidepresan (terutama

venlafaxine)

Tabel 1. Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi.5

C. Klasifikasi Hipertensi

Ada beberapa klasifikasi dari hipertensi, diantaranya menurut The

Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection,

Eveluation, and Tretment of High Blood Pressure (JNC7) klasifikasi tekanan

darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi,

hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (dilihat tabel 2), menurut World Health

Organization (WHO) dan International Society Of Hypertension Working

Group (ISHWG) (dilihat tabel 3).2

Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7

Klasifikasi Tekanan Darah

TDS (mmHg) TDD (mmHg)

Normal < 120 Dan < 80

Prehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89

Hipertensi stadium 1 140 – 159 Atau 90 – 99

Hipertensi stadium 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

TDS = Tekanan Darah Sistolik, TDD = Tekanan Darah Diastolik

Tabel 3. Klasifikasi Tekanan Darah World Health Organization (WHO)

dan International Society Of Hypertension Working Group (ISHWG)

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Optimal < 120 Dan < 80

Normal < 130 Dan < 85

Normal tinggi /

pra hipertensi

130 – 139 Atau 85 – 89

Hipertensi derajat I 140 – 159 Atau 90 – 99

Hipertensi derajat II 160 – 179 Atau 100 – 109

Hipertensi derajat III ≥ 180 Atau ≥ 110

D. Faktor Risiko Hipertensi

1. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol

a. Umur

Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang

semakin besar risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun

mempunyai risiko terkena hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko

terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan

usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 %

diatas umur 60 tahun. Arteri kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya

dan tekanan darah seiring bertambahnya usia, kebanyakan orang

hipertensinya meningkat ketika 50an dan 60an.8

Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi

meningkat. Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun

paling sering dijumpai pada orang berusia 35 tahun atau lebih.

Sebenarnya wajar bila tekanan darah sedikit meningkat dengan

bertambahnya umur. Hal ini disebabkan oleh perubahan alami pada

jantung, pembuluh darah dan hormon. Tetapi bila perubahan tersebut

disertai faktor-faktor lain maka bisa memicu terjadinya hipertensi.9

b. Jenis Kelamin

Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata

terdapat angka yang cukup bervariasi. Dari laporan Sugiri di Jawa

Tengah didapatkan angka prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6% untuk

wanita. Prevalensi di Sumatera Barat 18,6% pria dan 17,4% perempuan,

sedangkan daerah perkotaan di Jakarta (Petukangan) didapatkan 14,6%

pria dan 13,7% wanita.10

c. Riwayat Keluarga

Menurut Nurkhalida, orang-orang dengan sejarah keluarga yang

mempunyai hipertensi lebih sering menderita hipertensi. Riwayat

keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga

mempertinggi risiko terkena hipertensi terutama pada hipertensi primer.

Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan

risiko hipertensi 2-5 kali lipat. Jika kedua orang tua kita mempunyai

hipertensi, kemungkunan kita mendapatkan penyakit tersebut 60%.11

d. Genetik

Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti

dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada

kembar monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel

telur). Seorang penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer

(esensial) apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi,

bersama lingkungannya akan menyebabkan hipertensinya berkembang

dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda dan gejala.12

2. Faktor yang dapat diubah/dikontrol

a. Kebiasaan Merokok

Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara

rokok dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan.

Selain dari lamanya, risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah

rokok yang dihisap perhari. Seseoramg lebih dari satu pak rokok sehari

menjadi 2 kali lebih rentan hipertensi dari pada mereka yang tidak

merokok.4

Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida

yang diisap melalui rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat

merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan

proses aterosklerosis dan hipertensi.11

b. Konsumsi Asin/Garam

Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis

hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa

dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram

tiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika

asupan garam antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat

menjadi 15-20 %. Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi

melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah.13

Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena

menarik cairan diluar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan

volume dan tekanan darah. Pada manusia yang mengkonsumsi garam 3

gram atau kurang ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan

asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darahnya rata-rata lebih tinggi.

Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari setara

dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari.3,11

Menurut Alison Hull, penelitian menunjukkan adanya kaitan

antara asupan natrium dengan hipertensi pada beberapa individu. Asupan

natrium akan meningkat menyebabkan tubuh meretensi cairan yang

meningkatkan volume darah.

c. Konsumsi Lemak Jenuh

Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan

peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi

lemak jenuh juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan

dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh,

terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan

peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari

minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari

tanaman dapat menurunkan tekanan darah.

d. Penggunaan Jelantah

Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali

dipakai untuk menggoreng, dan minyak goreng ini merupakan minyak

yang telah rusak. Bahan dasar minyak goreng bisa bermacam-macam

seperti kelapa, sawit, kedelai, jagung dan lain-lain. Meskipun beragam,

secara kimia isi kendungannya sebetulnya tidak jauh berbeda, yakni

terdiri dari beraneka asam lemak jenuh (ALJ) dan asam lemak tidak

jenuh (ALTJ). Dalam jumlah kecil terdapat lesitin, cephalin, fosfatida,

sterol, asam lemak bebas, lilin, pigmen larut lemak, karbohidrat dan

protein. Hal yang menyebabkan berbeda adalah komposisinya, minyak

sawit mengandung sekitar 45,5% ALJ yang didominasi oleh lemak

palmitat dan 54,1% ALTJ yang didominasi asam lemak oleat sering juga

disebut omega-9. minyak kelapa mengadung 80% ALJ dan 20% ALTJ,

sementara minyak zaitun dan minyak biji bunga matahari hampir 90%

komposisinya adalah ALTJ.10

e. Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol

Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol

berat cenderung hipertensi meskipun mekanisme timbulnya hipertensi

belum diketahui secara pasti. Orangorang yang minum alkohol terlalu

sering atau yang terlalu banyak memiliki tekanan yang lebih tinggi dari

pada individu yang tidak minum atau minum sedikit.

Menurut Ali Khomsan konsumsi alkohol harus diwaspadai karena

survei menunjukkan bahwa 10 % kasus hipertensi berkaitan dengan

konsumsi alkohol. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol

masih belum jelas. Namun diduga, peningkatan kadar kortisol dan

peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah merah

berperan dalam menaikkan tekanan darah.11

f. Obesitas

Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengkonsumsi

makanan yang mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan risiko

terjadinya hipertensi karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh,

makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan

makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar

melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan

lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga

meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah.

Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air.10

Berat badan dan indeks Massa Tubuh (IMT) berkorelasi langsung

dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif

untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi

dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada

penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30 % memiliki berat badan

lebih.11

g. Olahraga

Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita

hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang

tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang

lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada

setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa,

makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri.15

h. Stres

Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu

dan bila stres sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali. Peristiwa

mendadak menyebabkan stres dapat meningkatkan tekanan darah, namun

akibat stress berkelanjutan yang dapat menimbulkan hipertensi belum

dapat dipastikan.11

i. Penggunaan Estrogen

Estrogen meningkatkan risiko hipertensi tetapi secara

epidemiologi belum ada data apakah peningkatan tekanan darah tersebut

disebabkan karena estrogen dari dalam tubuh atau dari penggunaan

kontrasepsi hormonal estrogen. MN Bustan menyatakan bahwa dengan

lamanya pemakaian kontrasepsi estrogen (± 12 tahun berturut-turut),

akan meningkatkan tekanan darah perempuan.

E. Patogenesis Hipertensi

Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem

sirkulasi dilakukan oleh aksi memompa dari jantung (cardiac output/CO) dan

dukungan dari arteri (peripheral resistance/PR). Fungsi kerja masing-masing

penentu tekanan darah ini dipengaruhi oleh interaksi dari berbagai faktor yang

kompleks. Hipertensi sesungguhnya merupakan abnormalitas dari faktor-faktor

tersebut, yang ditandai dengan peningkatan curah jantung dan / atau ketahanan

periferal.

Exces sodium intake

Genetic alteration

Reduce nephrone number

Endotelium derived factors

stress obesity

Gambar 1. Beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah.11

F. Gejala Klinis Hipertensi

Menurut Elizabeth J. Corwin, sebagian besar tanpa disertai gejala yang

mencolok dan manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi

bertahun-tahun berupa:

1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat

tekanan darah intrakranium.

2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.

3. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.

4. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.

5. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.8

G. Diagnosis Hipertensi

Renal sodium retentio

Functionalconstriction

Cellmembranealteration

Renin -angiotensinexcess

Sympatheticnervousoveractivity

DecreasedFiltration surface

Fluidvolume

Hyperinsulinemia

Contractability Structuralhypertrophy

Autoregulation

BLOOD PRESURE = CARDIAC OUTPUTHypertension = Increased CO

Preload

Venousconstiction

PERIPHERAL RESISTANCEIncreased PR

XAnd/or

Menurut Slamet Suyono, evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga

tujuan:

1. Mengidentifikasi penyebab hipertensi.

2. Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskuler,

beratnya penyakit, serta respon terhadap pengobatan.

3. Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskuler yang lain atau

penyakit penyerta, yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan

panduan pengobatan.7

Data yang diperlukan untuk evaluasi tersebut diperoleh dengan cara

anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan

penunjang. Peninggian tekanan darah kadang sering merupakan satu-satunya

tanda klinis hipertensi sehingga diperlukan pengukuran tekanan darah yang

akurat. Berbagai faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran seperti faktor

pasien, faktor alat dan tempat pengukuran.7

Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama

menderitanya, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti

penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler dan lainnya. Apakah

terdapat riwayat penyakit dalam keluarga, gejala yang berkaitan dengan

penyakit hipertensi, perubahan aktifitas atau kebiasaan (seperti merokok,

konsumsi makanan, riwayat dan faktor psikososial lingkungan keluarga,

pekerjaan, dan lain-lain). Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran

tekanan darah dua kali atau lebih dengan jarak dua menit, kemudian diperiksa

ulang dengan kontrolatera.

H. Pengukuran Tekanan Darah

Menurut Roger Watson, tekanan darah diukur berdasarkan berat kolum

air raksa yang harus ditanggungnya. Tingginya dinyatakan dalam millimeter.

Tekanan darah arteri yang normal adalah 110-120 (sistolik) dan 65-80 mm

(diastolik). Alat untuk mengukur tekanan darah disebut spigmomanometer.

Ada beberapa jenis spigmomanometer, tetapi yang paling umum terdiri dari

sebuah manset karet, yang dibalut dengan bahan yang difiksasi disekitarnya

secara merata tanpa menimbulkan konstriksi. Sebuah tangan kecil dihubungkan

dengan manset karet ini. Dengan alat ini, udara dapat dipompakan kedalamnya,

mengembangkan manset karet tersebut dan menekan akstremita dan pembuluh

darah yang ada didalamnya. Bantalan ini juga dihubungkan juga dengan

sebuah manometer yang mengandung air raksa sehingga tekanan udara

didalamnya dapat dibaca sesuai skala yang ada.19

Untuk mengukur tekanan darah, manset karet difiksasi melingkari

lengan dan denyut pada pergelangan tangan diraba dengan satu tangan,

sementara tangan yang lain digunakan untuk mengembangkan manset sampai

suatu tekanan, dimana denyut arteri radialis tidak lagi teraba. Sebuah stetoskop

diletakkan diatas denyut arteri brakialis pada fosa kubiti dan tekanan pada

manset karet diturunkan perlahan dengan melonggarkan katupnya. Ketika

tekanan diturunkan, mula-mula tidak terdengar suara, namun ketika mencapai

tekanan darah sistolik terdengar suara ketukan (tapping sound) pada stetoskop

(Korotkoff fase I). Pada saat itu tinggi air raksa didalam namometer harus

dicatat. Ketika tekanan didalam manset diturunkan, suara semakin keras

sampai saat tekanan darah diastolik tercapai, karakter bunyi tersebut berubah

dan meredup (Korotkoff fase IV). Penurunan tekanan manset lebih lanjut akan

menyebabkan bunyi menghilang sama sekali (Korotkoff fase V). Tekanan

diastolik dicatat pada saat menghilangnya karakter bunyi tersebut.13

Menurut Lany Gunawan, dalam pengukuran tekanan darah ada

beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Pengukuran tekanan darah boleh dilaksanakan pada posisi duduk ataupun

berbaring. Namun yang penting, lengan tangan harus dapat diletakkan

dengan santai.

2. Pengukuran tekanan darah dalam posisi duduk, akan memberikan angka

yang agak lebih tinggi dibandingkan dengan posisi berbaring meskipun

selisihnya relatif kecil.

3. Tekanan darah juga dipengaruhi kondisi saat pengukuran. Pada orang yang

bangun tidur, akan didapatkan tekanan darah paling rendah. Tekanan darah

yang diukur setelah berjalan kaki atau aktifitas fisik lain akan memberi

angka yang lebih tinggi. Di samping itu, juga tidak boleh merokok atau

minum kopi karena merokok atau minum kopi akan menyebabkan tekanan

darah sedikit naik.

4. Pada pemeriksaan kesehatan, sebaiknya tekanan darah diukur 2 atau 3 kali

berturut-turut, dan pada detakan yang terdengar tegas pertama kali mulai

dihitung. Jika hasilnya berbeda maka nilai yang dipakai adalah nilai yang

terendah.

5. Ukuran manset harus sesuai dengan lingkar lengan, bagian yang

mengembang harus melingkari 80 % lengan dan mencakup dua pertiga dari

panjang lengan atas.13

I. Penatalaksanaan Hipertensi

1. Penatalaksanaan Non Farmakologis

Pendekatan nonfarmakologis merupakan penanganan awal sebelum

penambahan obat-obatan hipertensi, disamping perlu diperhatikan oleh

seorang yang sedang dalam terapi obat. Sedangkan pasien hipertensi yang

terkontrol, pendekatan nonfarmakologis ini dapat membantu pengurangan

dosis obat pada sebagian penderita. Oleh karena itu, modifikasi gaya hidup

merupakan hal yang penting diperhatikan, karena berperan dalam

keberhasilan penanganan hipertensi.11

Pendekatan nonfarmakologis dibedakan menjadi beberapa hal:

1. Menurunkan faktor risiko yang menyebabkan aterosklerosis.

Menurut Corwin berhenti merokok penting untuk mengurangi

efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan

aliran darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan beban kerja

jantung. Selain itu pengurangan makanan berlemak dapat menurunkan

risiko aterosklerosis.8

Penderita hipertensi dianjurkan untuk berhenti merokok dan

mengurangi asupan alkohol. Berdasarkan hasil penelitian eksperimental,

sampai pengurangan sekitar 10 kg berat badan berhubungan langsung

dengan penurunan tekanan darah rata-rata 2-3 mmHg per kg berat

badan.11

2. Olahraga dan aktifitas fisik

Selain untuk menjaga berat badan tetap normal, olahraga dan

aktifitas fisik teratur bermanfaat untuk mengatur tekanan darah, dan

menjaga kebugaran tubuh. Olahraga seperti jogging, berenang baik

dilakukan untuk penderita hipertensi. Dianjurkan untuk olahraga teratur,

minimal 3 kali seminggu, dengan demikian dapat menurunkan tekanan

darah walaupun berat badan belum tentu turun.11

Olahraga yang teratur dibuktikan dapat menurunkan tekanan

perifer sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga dapat

menimbulkan perasaan santai dan mengurangi berat badan sehingga

dapat menurunkan tekanan darah. Yang perlu diingat adalah bahwa

olahraga saja tidak dapat digunakan sebagai pengobatan hipertensi.13

Menurut Dede Kusmana, beberapa patokan berikut ini perlu

dipenuhi sebelum memutuskan berolahraga, antara lain:

a. Penderita hipertensi sebaiknya dikontrol atau dikendalikan tanpa atau

dengan obat terlebih dahulu tekanan darahnya, sehingga tekanan darah

sistolik tidak melebihi 160 mmHg dan tekanan darah diastolik tidak

melebihi 100 mmHg.

b. Alangkah tepat jika sebelum berolahraga terlebih dahulu mendapat

informasi mengenai penyebab hipertensi yang sedang diderita.

c. Sebelum melakukan latihan sebaiknya telah dilakukan uji latih jantung

dengan beban (treadmill/ergometer) agar dapat dinilai reaksi tekanan

darah serta perubahan aktifitas listrik jantung (EKG), sekaligus

menilai tingkat kapasitas fisik.

d. Pada saat uji latih sebaiknya obat yang sedang diminum tetap

diteruskan sehingga dapat diketahui efektifitas obat terhadap kenaikan

beban.

e. Latihan yang diberikan ditujukan untuk meningkatkan daya tahan

tubuh dan tidak menambah peningkatan darah.

f. Olahraga yang bersifat kompetisi tidak diperbolehkan.

g. Olahraga peningkatan kekuatan tidak diperbolehkan.

h. Secara teratur memeriksakan tekanan darah sebelum dan sesudah

latihan.

i. Salah satu dari olahraga hipertensi adalah timbulnya penurunan

tekanan darah sehingga olahraga dapat menjadi salah satu obat

hipertensi.

j. Umumnya penderita hipertensi mempunyai kecenderungan ada

kaitannya dengan beban emosi (stres). Oleh karena itu disamping

olahraga yang bersifat fisik dilakukan pula olahraga pengendalian

emosi, artinya berusaha mengatasi ketegangan emosional yang ada.

k. Jika hasil latihan menunjukkan penurunan tekanan darah, maka

dosis/takaran obat yang sedang digunakan sebaiknya dilakukan

penyesuaian (pengurangan).

3. Perubahan pola makan

a. Mengurangi asupan garam

Pada hipertensi derajat I, pengurangan asupan garam dan

upaya penurunan berat badan dapat digunakan sebagai langkah awal

pengobatan hipertensi. Nasihat pengurangan asupan garam harus

memperhatikan kebiasaan makan pasien, dengan memperhitungkan

jenis makanan tertentu yang banyak mengandung garam. Pembatasan

asupan garam sampai 60 mmol per hari, berarti tidak menambahkan

garam pada waktu makan, memasak tanpa garam, menghindari

makanan yang sudah diasinkan, dan menggunakan mentega yang

bebas garam. Cara tersebut diatas akan sulit dilaksanakan karena akan

mengurangi asupan garam secara ketat dan akan mengurangi

kebiasaan makan pasien secara drastis.13

b. Diet rendah lemak jenuh

Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya

aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah.

Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan

yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak

jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan

makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan

tekanan darah.

c. Memperbanyak konsumsi sayuran, buah-buahan dan susu rendah

lemak.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa mineral

bermanfaat mengatasi hipertensi. Kalium dibuktikan erat kaitannya

dengan penurunan tekanan darah arteri dan mengurangi risiko

terjadinya stroke. Selain itu, mengkonsumsi kalsium dan magnesium

bermanfaat dalam penurunan tekanan darah. Banyak konsumsi sayur-

sayuran dan buah-buahan mengandung banyak mineral, seperti

seledri, kol, jamur (banyak mengandung kalium), kacang-kacangan

(banyak mengandung magnesium). Sedangkan susu dan produk susu

mengandung banyak kalsium.11

4. Menghilangkan stress

Stres menjadi masalah bila tuntutan dari lingkungan hampir atau

bahkan sudah melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya. Cara untuk

menghilangkan stres yaitu perubahan pola hidup dengan membuat

perubahan dalam kehidupan rutin sehari-hari dapat meringankan beban

stres. Perubahan-perubahan itu ialah:

a. Rencanakan semua dengan baik. Buatlah jadwal tertulis untuk

kegiatan setiap hari sehingga tidak akan terjadi bentrokan acara atau

kita terpaksa harus terburu-buru untuk tepat waktu memenuhi suatu

janji atau aktifitas.

b. Sederhanakan jadwal. Cobalah bekerja dengan lebih santai.

c. Bebaskan diri dari stres yang berhubungan dengan pekerjaan.

d. Siapkan cadangan untuk keuangan

e. Berolahraga.

f. Makanlah yang benar.

g. Tidur yang cukup.

h. Ubahlah gaya. Amati sikap tubuh dan perilaku saat sedang dilanda

stres.

i. Sediakan waktu untuk keluar dari kegiatan rutin.

j. Binalah hubungan sosial yang baik.

k. Ubalah pola pikir. Perhatikan pola pikir agar dapat menekan perasaan

kritis atau negatif terhadap diri sendiri.

l. Sediakan waktu untuk hal-hal yang memerlukan perhatian khusus.

m. Carilah humor.

n. Berserah diri pada Yang Maha Kuasa.

2. Penatalaksanaan Farmakologis

Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi

yang dianjurkan oleh JNC 7:

a. Diuretic, terutama jenis Thiazide (Thiaz) Aldosteron Antagonist (Ald

Ant)

b. Beta Blocker (BB)

c. Calcium channel blocker atau Calcium antagonist (CCB)

d. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)

e. Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 Receptor angiotensint/ blocker

(ARB).2

Tabel 4. Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas utama Obat

Antihipertensi Menurut ESH.

Kelas obat Indikasi Kontraindikasi

Mutlak Tidak mutlak

Diuretika

(Thiazide)

Gagal jantung

kongestif, usia

gout kehamilan

lanjut, isolated

systolic

hypertension,

ras afrika

Diuretika (loop)

Diuretika (anti

aldosteron)

penyekat β

Insufisiensi

ginjal, gagal

jantung

kongestif

Gagal jantung

kongestif, pasca

infark

miokardium

Angina pectoris,

pasca infark

myocardium

gagal jantung

kongestif,

kehamilan,

takiaritmia

Gagal ginjal,

hiperkalemia

Asma,

penyakit paru

obstruktif

menahun, A-V

block

Penyakit

pembuluh darah

perifer,

intoleransi

glukosa, atlit atau

pasien yang aktif

secara fisik

Calcium

Antagonist

(dihydropiridine

)

Calcium

Usia lanjut,

isolated systolic

hypertension,

angina pectoris,

penyakit

pembuluh darah

perifer,

aterosklerosis

karotis,

kehamilan

Angina pectoris,

aterosklerosis

A-V block,

gagal jantung

Takiaritmia,

gagal jantung

kongestif

Antagonist

(verapamil,

diltiazem)

karotis,

takikardia

supraventrikuler

kongestif

Penghmbat ACE

Angiotensi II

reseptor

antagonist (AT1-

blocker)

Gagal jantung

kongestif,

disfungsi

ventrikel kiri,

pasca infark

myocardium,

non-diabetik

nefropati,

nefropati DM

tipe 1,

proteinuria

Nefropati DM

tipe 2,

mikroalbumiuria

diabetic,

proteinuria,

hipertrofi

ventrikel kiri,

batuk karena

ACEI

Kehamilan,

hiperkalimea,

stenosis arteri

renalis bilateral

Kehamilan,

hiperkalemia,

stenosis arteri

renalis bilateral

α-Blocker Hyperplasia

prostat (BPH),

hiperlipidemia

Hipotensi

ortostatis

Gagal jantung

kongestif

Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas utama Obat Antihipertensi.2

Adapun Tatalaksana hipertensi menurut menurut JNC7 dapat dilihat

pada tebel 5 dibawah ini :

Tabel 5. Tatalaksana hipertensi menurut menurut JNC7

Klasifikasi TDS TDD Perbaikan Tanpa Dengan

Tekanan Darah

(mmHg) (mmHg) Pola Hidup indikasi yang memaksa

indikasi yang memaksa

Normal < 120 Dan <80 Dianjurkan

Prehipertensi 120-139 atau

80-89

ya Tidak indikasi

obat

Obat-obatan

untuk indikasi

yang memaksa

Hipertensi

derajat 1

140-159 Atau

90-99

ya Diuretic jenis

Thiazide untuk

sebagian besar

kasus, dapat

dipertimbangka

n ACEI, ARB,

BB, CCB, atau

kombinasi

Obat-obatan

untuk indikasi

yang memaksa

Obat

antihipertensi

lain (diuretika,

ACEI, ARB,

BB, CCB)

sesuai

kebutuhan

Hipertensi

derajat 2

≥160 Atau

≥100

ya Kombinasi 2

obat untuk

sebagian besar

kasus

umumnya

diuretika jenis

Thiazide dan

ACEI atau

ARB atau BB

atau CCB

Tatalaksana hipertensi menurut menurut JNC7.2

Masing-masing obat antihipertensi memliki efektivitas dan

keamanan dalam pengobatan hipertensi, tetapi pemilihan obat antihipertensi

juga dipengaruhi beberapa faktor, yaitu :

a. Faktor sosio ekonomi

b. Profil factor resiko kardiovaskular

c. Ada tidaknya kerusakan organ target

d. Ada tidaknya penyakit penyerta

e. Variasi individu dari respon pasien terhadap obat antihipertensi

f. Kemungkinan adanya interaksi dengan obat yang digunakan pasien untuk

penyakit lain

g. Bukti ilmiah kemampuan obat antihipertensi yang akan digunakan dalam

menurunkan resiko kardiovasskular.2

Berdasarkan uji klinis, hampir seluruh pedoman penanganan

hipertensi menyatakan bahwa keuntungan pengobatan antihipertensi adalah

penurunan tekanan darah itu sendiri, terlepas dari jenis atau kelas obat

antihipertensi yang digunakan. Tetapi terdapat pula bukti-bukti yang

menyatakan bahwa kelas obat antihipertensi tertentu memiliki kelebihan

untuk kelompok pasien tertentu. Untuk keperluan pengobatan, ada

pengelompokan pasien berdasar yang memerlukan pertimbangan khusus

(special considerations), yaitu kelompok indikasi yang memaksa

(compelling indication) dan keadaan khusus lainnya (special situations).2

Indikasi yang memaksa meliputi:

a. Gagal jantung

b. Pasca infark miokardium

c. Resiko penyakit pembuluh darah koroner tinggi

d. Diabetes

e. Penyakit ginjal kronis

f. Pencegahan strok berulang.2

Keadaan khusus lainnya meliputi :

a. Populasi minoritas

b. Obesitas dan sindrom metabolic

c. Hipertrofi ventrikel kanan

d. Penyakit arteri perifer

e. Hipertensi pada usia lanjut

f. Hipotensi postural

g. Demensia

h. Hipertensi pada perempuan

i. Hipertensi pada anak dan dewasa muda

j. Hipertensi urgensi dan emergensi.2

Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara

bertahap, dan target tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa

minggu. Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa

kerja panjang atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian

sekali sehari. Pilihan apakah memulai terapi dengan satu jenis obat

antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah awal

dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan

dalam dosis rendah, dan kemudian darah belum mencapai target, maka

langkah selanjutnya adalah meningkatnya dosis obat tertentu, atau

berpindah ke antihipertensi lain dengan rendah. Efek samping umumnya

bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah, baik tunggal maupun

kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat

antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi kombinasi dapat

meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena

jumlah obat yang harus diminum bertambah.2

Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien

adalah :

a. dan ACEI atau ARB

b. CCB dan BB

c. CCB dan ACEI atau ARB

d. CCB dan diuretika

e. AB dan BB

f. Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat.2

Diuretika

CCB

ARBβ Bloker

α Bloker

ACEI

Gambar 2. Kemungkinan kombinasi obat antihipertensi.

1. Gunawan, Hipertensi, Jakarta: PT Gramedia, 2001; 10.

2. World Health Organization. The World Health Report 2002: Risk to Health

2002. Geneva: World Health Organization.

3. Thomas M. Habermann, , Amit K. Ghosh. Mayo Clinic Internal Medicine

Concise Textbook. 1st edition. Canada: Mayo Foundation for Medical

Education and Research:2008.

4. Staessen A Jan, Jiguang Wang, Giuseppe Bianchi, W.H. Birkenhager,

Essential Hypertension, The Lancet,2003; 1629-1635.

5. Soenarta Ann Arieska, Konsensus Pengobatan Hipertensi. Jakarta:

Perhimpunan Hipertensi Indonesia (Perhi), 2005; 5-7.

6. Cowley AW Jr. The genetic dissection of essential hypertension. Nat Rev

Genet. 2006 Nov;7(11):829–40. [PMID: 17033627]

7. Chobanian AV et al. The Seventh Report of the Joint National Committee on

Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure:

the JNC 7 report. JAMA. 2003 May 21;289(19):2560–72.

8. Kasper, Braunwald, Fauci, et al. Harrison’s principles of internal medicine

17th edition. New York: McGrawHill:2008

9. McPhee, Stephen J, et al. Current Medical Diagnosis and Treatment 2009.

New York: McGrawHill: 2009

10. Norman M. Kaplan. Kaplan's Clinical Hypertension 9th edition. Philadelphia,

USA: Lippincott Williams & Wilkins:2006

11. Horacio J, Nicolaos E. Sodium and Potassium in the Pathogenesis of

Hypertension.N Engl J Med 2007;356:1966-78

12. Institute for Clinical Systems Improvement (ICSI). Hypertension Diagnosis and Treatment. Bloomington (MN): Institue for Clinical Systems Improvement (ICSI); 2008 October

13. 2003 World Health Organization (WHO)/International Society of Hypertension (ISH) statement on management of hypertension. J Hypertens 2003;21:1983-1992