Upload
egga-odontiatros
View
1.407
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dengan kemajuan jaman, juga akan menuntut rekayasa bahan yang lebih berkembang
lagi. Sehingga dari perkembangan tersebut dibutuhkan bahan yang memiliki kualitas tinggi.
Adanya karakteristik dari bahan merupakan faktor penting dalam proses rekayasa suatu bahan.
Dilakukannya analisis material atau bahan tersebut sebelum proses selanjutnya akan
memaksimalkan prose rekayasa bahan yang dikehendaki nantinya. Salah satu dari karakteristik
tersebut yaitiu dengan mengatahu nilai titik leleh dari bahan, dan titik didihnya. Nilai titik leleh
ini dapat digunakan sebagai acuan kemurnian dari bahan. Sehingga, perlu dilakukan penentuan
atau uji nilai titik leleh dari suatu bahan.
1.2 Tujuan
Tujuan percobaan ini yaitu untuk menentukan titik lebur dan titik didih suatu bahan
dengan menggunakan MELTEP dan menentukan hubungan elektronegativitas bahan dengan titik
lebur bahan.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Titik Lebur Bahan
Titik lebur adalah temperatur dimana zat padat berubah wujud menjadi zat cair pada
tekanan satu atmosfer. Dengan kata lain, titik leleh merupakan suhu ketika fase padat dan cair
sama-sama berada dalam kesetimbangan.Titik leleh zat padat adalah suhu di mana zat tersebut
akan berubah wujud menjadi cair. Titik leleh suatu zat padat tidak mengalami perubahan yang
berarti dengan adanya perubahan tekanan.Pengaruh ikatan hidrogen terhadap titik leleh tidak
begitu besar karena pada wujud padat jarak antar molekul cukup berdekatan dan yang paling
berperan terhadap titik leleh adalah berat molekul zat dan bentuk simetris molekul. Titik leleh
senyawa organik mudah untuk diamati sebab temperatur dimana pelelehan mulai terjadi hampir
sama dengan temperatur dimana zat telah habis meleleh semuanya. Perbedaan titik leleh
senyawa-senyawa dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya
adalah perbedaan kuatnya ikatan yang dibentuk antar unsur dalam senyawa tersebut. Semakin
kuat ikatan yang dibentuk, semakin besar energi yang diperlukan untuk memutuskannya. Dengan
kata lain, semakin tinggi juga titik lebur unsur tersebut. Perbedaan titik leleh antara senyawa-
senyawa pada golongan yang sama dapat dijelaskan dengan perbedaan elektronegativitas unsur-
unsur pembentuk senyawa tersebut.
2
Jika zat padat yang diamati tidak murni, maka akan terjadi penyimpangan dari titik
lelehsenyawa murninya. Penyimpangan itu berupa penurunan titik leleh dan perluasan range
titikleleh. Misalnya : suatu asam murni diamati titik lelehnya pada temperature 122,10C– 122,40
C penambahan 20% zat padat lain akan mengakibatkan perubahan titik lelehnya dari temperature
122,10C- 122,0C menjadi 1150C – 1190 C. Rata-rata titik lelehnya lebih rendah 50 C dan range
temperature akan berubah dari 0,30 C jadi 40 C. Dengan mengetahui titik leleh suatu zat, maka
kita dapat mengetahui kemurnian suatu zat. Untuk zat-zat murni, pada umumnya memiliki titik
leleh yang lebih tinggi dibandingkan ketika zat tersebut telah tercampur dengan zat lain.
Berdasarkan hal inilah, maka untuk memperoleh logam yang murni, maka bijih logam yang
dihasilkan dari proses tambang dipanaskan dalam dapur pemanasan sampai melebur dan
kemudian melalui proses lebih lanjut akan diperoleh logam yang murni. Dalam menentukan titik
leleh suatu zat, adapun faktor-faktor yang mempengaruhi cepat atau lambatnya zat tersebut
meleleh adalah :
1.Ukuran Kristal
Ukuran Kristal sangat berpengaruh dalam menentukan titik leleh suatu zat. Apabila semakin
besar ukuran partikel yang digunakan, maka semakin sulit terjadinya pelelehan.
2.Banyaknya Sampel.
Banyaknya sampel suatu zat juga dapat mempengaruhi cepat lambatnya proses pelelehan. Hal ini
dikarenakan, apabila semakin sedikit sampel yang digunakan maka semakin cepat proses
pelelehannya, begitu pula sebaliknya jika semakin banyak sampel yang digunakan maka semakin
lama proses pelelehannya.
3.Pengemasan Dalam Kapiler.·
Pemanasan dalam suatu pemanas harus menggunakan bara api atau panas yang bertahan.·
Adanya senyawa lain yang dapat mempengaruhi range titik leleh.
2.2 Titik Didih Bahan
Titik didih suatu cairan adalah temperatur dimana tekanan uap yang
meninggalkan cairan sama dengan tekanan luar. Adanya ikatan hidrogen antar molekul
3
menyebabkan titik senyawa relatif lebih tinggi dibandingkan dengan senyawa lain yang memiliki
berat molekul sebanding. Titik didih senyawa golongan alkohol lebih tinggi dari pada senyawa
golongan alkanan demikian juga titik didih air lebih tinggi dari pada aseton. Pengaruh ikatan
hidrogen terhadap titik lelh tidak begitu besar karena pada wujud padat jarak antar molekul
cukup berdekatan dan yang paling berperan terhadap titik leleh adalah berat molekul zat dan
bentuk simetris molekul. Senyawa yang mampu membentuk ikatan hidrogen dalam air akan
mudah larut dalam air. Panjang atau pendeknya rantai karbon (gugus alkil-R) memiliki pengaruh
terhadap kelarutan senyawa dalam air.
Titik didih dapat digunakan untuk memperkirakan secara tak langsung berapa kuatnya
daya tarik antar molekul cairan. Cairan yang memiliki gaya tarik antar molekul kuat, akan
memiliki titik didih yang tingi, begitu juga sebaliknya. Cairan yang gaya tarik antar molekulnya
kuat, titik didihnya tinggi dan sebaliknya bila gaya tariknya lemah maka titik didihnya rendah.
Ketergantungan titik didih pada gaya tarik antar molekul terlihat dimana titik didih beberapa
senyawa halogen dari unsur – unsur golongan IVA, VA , VIA , dan VII A, dibandingkan. Kita
lihat senyawa pada golongan IV A terlebih dahulu karena bentuknya yang ideal , yaitu ukuran
atom yang naik dari atas ke bawah. Sifat periodik unsur titik didih dan kelogaman :
• Satu periode : Dari kiri ke kanan makin bertambah puncaknya pada golongan
IVAkemudian menurun drastis sampai golongan VIII A
• Satu golongan : Golongan I A sampai IV A dari atas ke bawah makin rendah titik didih
dan tititk lelehnya Golongan V A sampai VIII A dari atas ke bawah titik didih dan titik
leleh makin tinggi.
Dalam menentukan titik didih suatu zat, adapun faktor-faktor yang mempengaruhi cepatatau
lambatnya zat tersebut mendidih adalah:
1.Pemanasan
Pemanasan harus dilakukan secara bertahap agar diperoleh interval yang tidak terlalu panjang.
2.Tekanan Udara
Tekanan udara mempengaruhi titik didih suatu zat.
3.Banyaknya zat yang digunakan.
4
Zat yang digunakan juga mempengaruhi titik didih suatu zat, dimana semakin banyakzat yang
digunakan semakin lambat proses pendidihan sehingga titik didihnya meningkat.
2.3 Sukrosa
Gula merupakan istilah umum yang diartikan sebagai karbohidrat yang digunakan
sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya diartikan sebagai sukrosa, yaitu gula
yang diperoleh dari tebu atau bit. Gula tebu atau sukrosa merupakan jenis gula yang sering
digunakan dalam industri minuman, karena memiliki tingkat kemanisan yang cukup tinggi
(Buckle, et al., 1987).
Sukrosa dengan rumus empiris C12H22O11 merupakan salah satu karbohidrat golongan
sakarida yang merupakan polimer dari monosakarida. Sukrosa terdiri dari dua molekul
monosakarida yaitu glukosa dan fruktosa. Ikatan yang mengikat dua molekul monosakarida
disebut ikatan glikosidik, ikatan ini terjadi antara atom C nomor 1 dengan atom C nomor 4 atau
dengan melepaskan 1 molekul air.
Sukrosa diperoleh dari gula tebu atau gula bit yang mengalami proses pemurnian hingga
mencapai kadar sukrosa 99,5% b/b. sukrosa dalam proses rafinasinya melalui tahap karbonasi
dan sulfonasi hingga didapat warna yang benar-benar bersih dan putih. Sukrosa memiliki kristal
bersifat amorphis. Titik leleh 160oC pada 1 atm, berasa manis, sangat larut dalam air, mudah
terhidrolisis oleh asam dan enzim, dan dapat memutar bidang polarisasi ± 66,6o serta bulk
density 1,58 g/ml (Girinda, 1991).
Tabel Syarat Mutu Sukrosa
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
5
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Keadaan
1.1. Bau
1.2. Rasa
Warna (Nilai remisi yang
direduksi)
Berat jenis butir
Air
Sukrosa
Gula Pereduksi
Abu
Bahan asing tak larut
BTM Belerang Dioksida
(SO2)
Cemaran logam
10.1. Timbal (Pb)
10.2. Tembaga (Cu)
10.3. Raksa (Hg)
10.4. Seng (Zn)
10.5. Timah (Sn)
% b/b
mm
% b/b
% b/b
% b/b
% b/b
Derajat
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
Normal
Normal
Minimum 53
0,8-1,2
Maksimum 0,1
Minimum 99,3
Maksimum 0,1
Maksimum 0,1
Maksimum 5
Maksimum 20
Maksimum 2,0
Maksimum 2,0
Maksimum 0,03
Maksimum 40
Maksimum 40
Maksimum 1,0
6
Arsen (mg/kg)
(Sumber : SNI 10 – 3140-1992)
Gula putih atau sukrosa dengan rumus molekul C12H22O11 diperoleh dari gula tebu yang
mengalami proses pemurnian hingga mencapai kadar sukrosa 99,5% b/b, dan juga telah
mengalami proses rafinasi, sehingga gula yang dihasilkan menjadi lebih putih, bersih dari
kotoran dan berukuran seragam, sehingga kelarutannya dapat lebih sempurna dan seragam.
Sukrosa memiliki kristal bersifat amorphis, dengan titik leleh 160oC pada tekanan 1 atmosfer,
berasa manis, sangat mudah larut dalam air, mudah terhidrolisis oleh asam dan enzim.
Sukrosa adalah substansi yang larut dalam air dimana kristal-kristalnya berada dalam
bentuk monoklin. Larutan sukrosa terdekomposisi pada suhu 184 0C oleh panas. Hal yang paling
utama dalam sifat fisik sukrosa adalah citarasa kemanisannya. Perbandingan kemanisan sukrosa
digunakan sebagai standar dengan nilai 100. Kemanisan relatif fruktosa tergantung pada
temperatur dan pH. Pada suhu 5 0C kemanisan fruktosa 1.437 kali dari kemanisan sukrosa, pada
suhu 40 0C fruktosa dan sukrosa memiliki kemanisan yang sederajat, dan pada suhu 60 0C
kemanisan fruktosa hanya 0,79 kali kemanisan sukrosa.
Tabel Kemanisan Relatif dari Larutan Gula 10 % pada Suhu 20 0C
Fruktosa
Sukrosa
120
100
7
Glycerol
Glukosa
Galaktosa
Mannitol
Laktosa
77
69
67
64
39
(Sumber : Kirk-Othmer, 1988)
Sukrosa memiliki dua sifat kimia utama, yaitu sukrosa sebagai gula nonreduksi dan
hidrolisa. Sukrosa memiliki sifat sangat larut dalam air. Sukrosa dapat larut dalam ethyl alkohol
cair dan ammonia, dan secara praktis tidak dapat dipisahkan oleh ethanol anhydrous, ether,
chloroform, dan glycerol anhydrous. Secara singkat kelarutan sukrosa dalam air diperlihatkan
dalam Tabel dibawah ini.
Tabel . Kelarutan Sukrosa dalam Air
Temperatur (0C) Sukrosa (g/100 g air)0
10
20
30
40
50
60
180,9
188,4
199,4
214,3
233,4
257,6
287,6
8
70
80
90
324,7
370,3
426,2
Rumus sukrosa tidak memperlihatkan adanya gugus formil atau karboksil bebas. Karena
itu, sukrosa tidak memperlihatkan sifat mereduksi, misalnya dengan larutan Fehling. Beberapa
reagen kuat seringkali merusak struktur molekul sukrosa dan sukrosa dalam kadar tertentu
berfungsi sebagai antioksidan, sebagai contoh dalam pembuatan jam dan jelly.
Sukrosa memiliki peranan yang penting dalam industri makanan dan minuman. Selain
sebagai bahan pemanis, gula juga merupakan pengawet. Daya larut gula yang tinggi dengan
kemampuan mengurangi keseimbangan kelembaban relatif (Equilibrium Relatif Humidity, ERH)
dan mengikat air adalah sifat-sifat yang menyebabkan gula dipakai dalam pengawetan bahan
pangan atau hasil olahannya. Peranan gula yang lainnya adalah dapat menyempurnakan rasa
manis dan cita rasa lain, memberikan rasa berisi karena dapat meningkatkan kekentalan, dapat
membantu transfer panas selama proses, mengisi ruang kosong antara buah yang satu dengan
yang lainnya, dan dapat memberikat perbaikkan aroma bagi bahan yang diawetkan (Buckle et
al., 1987).
Sukrosa terdiri dari dua molekul monosakarida, yaitu fruktosa dan glukosa. Ikatan yang
mengikat dua molekul monosakarida disebut dengan ikatan glikosidik dan relatif stabil dalam
alkali, dan dalam larutan netral. Stabilitas maksimum sukrosa terjadi pada pH 9. sukrosa mudah
dihidrolisa dengan adanya ion hidrogen, ion ammonium, dan enzim yang berfungsi sebagai
katalis untuk menggabungkan D-Glukosa dan D-Fruktosa, yang disebut dengan gula invert
karena adanya pemutaran secara langsung rotasi optik. Pada suhu 200C rotasi spesifik sukrosa
adalah +66,4, glukosa memiliki rotasi spesifik +52,5, dan fruktosa –88,5. jadi, perubahan secara
langsung dari pemutaran bidang polarisasi dari dexro menjadi levo dinamakan dengan reaksi
inversi. Mekanisme larutan gula dalam menghambat pertumbuhan mikroba adalah dengan cara
mendehidrasi bakteri atau khamir melalui proses osmosis dimana air dari dalam sel mikroba
9
tersedot ke luar ke larutan gula sehingga sel mikroba mengalami penciutan (Winarno dkk.,
1982).
Kegiatan industri makanan dan minuman mempunyai porsi yang lebih besar sebagai
konsumen pemanis. Banyak sekali jenis pemanis produk makanan dan minuman komersial
menggunakan pemanis sebagai bahan tambahan. Aneka produk yang selalu ditambahkan bahan
pemanis adalah selai, jelly, marmalde, produk olahan daging, buah-buahan dan sayuran kaleng,
produk susu, manisan, kembang gula, sari buah dan sirup buah-buahan, dan sebagainya. Pada
buah-buahan klimaterik, nisbah gula dengan asam mengalami perubahan yang drastis. Hal ini
disebabkan pada saat buah matang kandungan gulanya meningkat, sedangkan kandungan
asamnya menurun. Pada buah-buahan non klimaterik perubahan tersebut pada umumnya tidak
jelas. Nisbah gula dengan asam dalam suatu bahan kadang-kadang dapat digunakan sebagai
indeks mutu. Meskipun banyak jenis sakarida dalam buah-buahan dan sayur-sayuran, tetapi
perubahan kandungan sakarida yang sesungguhnya hanya meliputi tiga jenis sakarida utama,
yaitu glukosa, fruktosa dan sukrosa. Sukrosa dapat dihidrolisa menjadi glukosa dan fruktosa.
Glukosa dan fruktosa adalah sakarida-sakarida pereduksi, sedangkan sukrosa karena tidak
mempunyai gugusan yang dapat mereduksi, maka disebut sakarida non pereduksi (Winarno dan
Wiratakusumah, 1981).
Sukrosa adalah oligosakarida yang mempunyai peran penting dalam pengolahan
makanan, sukrosa ini banyak terdapat dalam tebu, bit, siwalan, dan kelapa kopyor. Gula dapat
memperbaiki konsistensi dan membantu transfer panas selama pengeringan dan dapat
memberikan perbaikan aroma bagi bahan yang diawetkan (Winarno, 1997).
Peranan gula yang lain adalah dapat menyempurnakan rasa manis dan cita rasa lain,
memberikan rasa berisi karena dapat meningkatkan kekentalan, dapat membantu transfer panas
selama proses, mengisi ruang kosong antara buah yang satu dengan yang lain, dan dapat
memberikan perbaikan aroma bagi bahan yang diawetkan (Buckle, et al., 1987).
2.4 Hubungan Elektronegatifitas Bahan dengan Titik Lebur dan Titik Didih
Elektronegatifitas merupakan suatu ukuran kecenderungan dari atom untuk menarik
pasangan elektron ikatan. Skala pauling merupakan skala yang paling umum digunakan untuk 10
melihat sifat elektronegatifitas unsur. Dari ikatan antara dua atom A dan B, setiap atom dapat
membentuk ikatan satu dengan yang lain sperti gambari berikut:
A : B
Gambar 4. Skema ikatan dua atom
Apabila atom-atom ini memiliki nilai elektronegatifitas yang setara, maka keduanya akan
memiliki kecenderungan yang sama untuk menarik pasangan elektron ikatan. Dan diperlukan
setengah rata-rata anatara kedua atom. Untuk mendapatkan jenis ikatannya, maka A dan B harus
selalu merupakan atom yang sama sebagai contoh, pada molekul H2 atau Cl2. Adanya ikatan
seperti ini dikatakn sebagai ikatan kovalen “murni” dimana elektron dibagikan secara rata antara
dua atom (Clark, 2007).
Titik lebur suatu senyawa kimia dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu diantaranya
adalah perbedaan kuatnya ikatan anatar unsur dalam senyawa tersebut. Dengan semakin kuatnya
ikatan yang dibentuk, maka akan semakin besar energi yang diperlukan untuk memutuskannya.
Atau semakin tinggi juga titik lebur dari unsur tersebut. Adanya perbedaan titik lebur antara
senyawa-senyawa pada golongan yang sama dapat dijelaskan dengan perbedaaan
elektronegatifitas unsur-unsur pembentuk senyawa tersebut (Soetrisno, 2003).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
Pada percobaan ini digunakan beberapa alat dan bahan. Untuk bahan yang digunakan
yaitu gula atau sukrosa halus. Alat-alat yang digunakan antara lain tabung kapiler, MELTEMP
yaitu alat pemanas yang sekaligus tempat untuk mengamati proses pelelehan sukrosa yang
dilengkapi termometer digitalnya.
11
3.2 Tata Laksana Percobaan
Percobaan ini diawali dengan menyiapkan bahan terlebih dahulu yaitu sukrosa yang
dimasukkan ke dalam tabung kapiler. Proses pemasukan sukrosa ke dalam tabung secara
perlahan dan harus dibuat agak padat saat masuk di dalam tabung kapiler. Kemudian, sampel
dimasukkan ke dalam ruang pemanas pada MELTEMP dan alatnya dinyalakan. Proses
selanjutnya yaitu temperatur pada MELTEMP dinaikkan secara perlahan dengan cara memutar
panel powernya, sambil dilakukan proses pengamatan adanya perubahan wujud sampel pada
bagian pengamat dari alat. Pada saat temperaturnya konstan, daya untuk memanaskan sampel
ditambah dengan cara memutar panel power pada MELTEMP sampai didapatkan perubahan
wujud dari sukrosa yaitu padat menjadi cair atau dikatakan melebur. Kemudian, setelah sukrosa
melebur, dicatat nilai temperaturnya. Setelah didapatkan titik lebur dari sukrosa, proses
pemanasan dilanjutkan sampai sukrosa mendidih. Dan ketika sudah mendidih, temperaturnya
dicatat. Sehingga didapatkan nilai titik lebur dan titik didih dari sukrosa.
3.3 Gambar Alat Percobaan
12
Gambar 1. Sampel Sukrosa dalam tabung kapiler
Gambar 2. Set alat MELTEMP
Gambar 3. Sampel Sukrosa setelah proses
pendidihan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
13
Tempat memasukkan tabung sampel
Tempat mengamati tabung sampel
Panel Power
Pengamatan nilai temperatur (Termometer)
4.1 Data Hasil Percobaan
4.2 Pembahasan
4.2.1 Analisa Prosedur
4.2.1.1 Fungsi Alat dan Bahan
Pada percobaaan titik lebur ini digunakan beberapa alat dan bahan untuk mendukung
proses penelitian. Bahan yang digunakan yaitu gula atau sukrosa halus, dimana bahan ini
berfungsi sebagai sampel untuk diamati nilai titik lebur dan titik didihnya. Sedangkan alat0alat
yang digunakan diantaranya tabung kapiler, set alat MELTEMP yang terdiri dari thermometer,
tabung tempat sampel, dan pemanas yang dilengkapi dengan panel powernya. Tabung kapiler
digunakan untuk media peletakan sampel yang akan diamati ketika dipanaskan. Thermometer
berfungsi sebagai pengontrol nilai temperatur yang terbaca pada saat sampel dipanaskan. Dan
terdapat tempat berupa ruangan kecil kotak untuk meletakkan tabung kapiler dan disertai dengan
kaca yang berfungsi untuk mengamati adanya perubahan saat proses pemanasan pada sampel.
14
Analisa Nilai (Sukrosa)
Titik Lebur 188,90C
Titik Didih 226,50C
Sedangkan panel power sebagai tombol peningkat daya yang diberikan berupa panas terhadap
sampelnya.
4.2.1.2 Fungsi Perlakuan
Proses awal dalam percobaan ini yaitu dilakukan persiapan sampel berupa sukrosa
terlebih dahulu. Sukrosa kemudian dimasukkan ke dalam tabung kapiler sebanyak 2/3 dari
tabung tersebut. Dan cara untuk memasukkan sampel tersebut haruslah diberi tekanan berupa
sentilan pada ujung tabung kapiler. Hal ini bertujuan untuk memampatkan sukrosa yang terdapat
di dalam tabung kapiler, sehingga pada saat proses pemanasan dapat menyebar ke seluruh
sampel sukrosa dalam tabung. Setelah itu, tabung kapiler yang berisi sampel dimasukkan ke
dalam ruang pemanas pada MELTEMP, untuk dilakukan proses pemanasan dan diamati
perubahan yang terjadi pada sampel. Kemudian MELTEMP mulai dinyalakan, dan secara
perlahan temperatur dinaikkan dengan memutar panel powernya. Proses ini dilakukan secara
terus menerus sampai didapatkan hasil pengamatan dengan adanya perubahan wujud pada
sampel yaitu berubahnya warna sukrosa dari putih menjadi bening. Ketika terjadi perubahan ini,
diamati nilai temperaturnya dan dicatat sebagai nilai titik lebur. Setelah itu, temperatur dinaikkan
secara perlahan lagi dengan tujuan untuk mengetahui perubahan selanjutnya setelah mengalami
peleburan. Dan pada saat di dalam tabung kapiler terlihat adanya gejala gelembung, diamati nilai
temperatur yang ditunjukkan pada termometer. Ini merupakan proses terjadinya pendidihan pada
sukrosa sehingga didapatkan nilai titik didik dari sukrosa pada termometer. Dengan
dilakukannya proses ini, maka pada akhirnya didaptkan nilai titik lebur dan titik didih dari
sukrosa.
4.2.2 Analisa Hasil
Setelah dilakukan proses pemanasan pada sukrosa dan diamati perubahan bahan yang
terjadi setiap kenaikan suhunya, maka didapatkan nilai titik lebur dan titik didih dari sukrosa.
Dimana titik lebur merupakan nilai suhu dimana padatan dapat berubah menjadi cairan di bawah
tekanan total satu atmosfer. Dengan adanya perubahan warna dari sukrosa dalam percobaan ini
yaitu dari warna putih menjadi warna bening. Nilai titik lebur dari sukrosa secara literatur yaitu
1860C, dan pada saat percobaan didapatkan nilai titik lebur 188,90C. Dari nilai titik lebur yang 15
didapatkan, tidak lah jauh berbeda dengan nilai pada literatur. Dan adanya perbedaan ini dapat
disebabkan akibat proses pengamatan pada tabung kapiler dengan pengamat pada nilai
temperatur yang ditunjukkan di termometer berbeda. Sehingga perubahan nilai suhunya tidak
dapat langsung ditentukan oleh pengamat yang mengamati adanya perubahan warna pada
sukrosa saat mencapai titik leburnya.
Setelah itu, dilakukan pemanasan secara perlahan kembali untuk mengetahui proses
selanjutnya yaitu adanya perubahan yang dialami oleh bahan sebagai akibat terjadinya prose
mendidih dengan didapatan nilai suhu yang disebut titik didih. Titik didih ini merupakan
temperatur di mana tekanan uap cairan sama dengan tekanan eksternal yang dialami oleh cairan.
Pada percobaan sampel sukrosa ini didaptkan nilai titik didih sukrosa sebesar 226,50C.
Sedangkan dari literatur, nilai titik didih dari sukrosa tidak ada . Sehingga perlu dilakukan
percobaan untuk mengetahui besarnya nilai titik didih dari sukrosa.
Secara kimiawi, gula yang dipanaskan akan naik titik didihnya dan meningkatkan
kepekatannya. Apabila gula dipanaskan melebihi titik didihnya, molekul gula akan memecah dan
berubah wujud. Perubahan ini membuat sifat asli gula jadi berubah pula. Pecahnya molekul gula
ditandai oleh tekstur gula yang berubah menjadi cairan yang lebih lengket berwarna beige hingga
cokelat keemasan. Suhu yang cukup panas untuk mengatasi gaya tarik anatar molekul juga cukup
untuk memecah-mecah molekul dalam sukrosa. Gaya antar molekul menimbulkan pengaruh kuat
pada transisi fasa. Adanya kecenderungan bahwa titik didih normal dalam beberapa cairan yang
meningkat dengan menguatnya gaya antar molekul dalam cairan. Semakin kuat tarikan antar
molekul dalam cairan, semakin rendah tekanan uap pada suhu apapun, dan semakin tinggi suhu
harus ditingkatkan untuk menghasilkan tekanan uap sama dengan 1 atm. Dibandingkan titik
didih, titik leleh lebih bergantung pada bentuk molekul dan pada rincian interaksi molekul.
16
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan, didapatkan beberapa kesimpulan yaitu nilai titik
lebur pada cairan dapat diamati dari perubahan warna yang terjadi pada sukrosa setelah melalui
proses pemanasan. Perubahan warna tersebut merupakan akibat dari perubahan suhu yang dapat
mengubah padatan menjadi cairan di bawah tekanan total satu atmosfer. Dan nilai titim didih
sukrosa dapat diamati saat bahan mulai muncul gelembung-gelembung dimana tekanan uap dari
sukrosa yang mencair sama dengan tekanan eksternal yang dialami cairannya, sehingga
didapatkan nilai titik didih.
Perbedaaan titik lebur dari senyawa dapat dijelaskan dengan perbedaan elektronegatifitas
unsur-unsur pembentuk senyawa tersebut. Semakin besar perbedaan elektronegatifitas (polaritas)
dari unsur maka akan bersifat semakin ionik sehingga ikatannya akan lebih kuat dan titik
leburnya akan semakin tinggi.
17
5.2 Saran
Sebaiknya dilakukan pengukuran titik lebur dan titik didih dari bahan yang lain agar
dapat membandingkan perbedaan nilai dari bahan yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar, konsep-konsep Inti. Jakarta: Erlangga
Buckle KA, Edward RA, Fleet GH, Wooton M. 1987. Ilmu Pangan. Purnomo H, Adiono,
penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari : Food Science.
Winarno, F.G . 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.dll
18