Upload
riska-dian
View
567
Download
19
Embed Size (px)
Citation preview
`
LAPORAN PRAKTIKUM
TATA LETAK DAN PENANGANAN BAHAN
(TPI 2502)
KELOMPOK A6
ANGGOTA
Febriana Kumala D. 11/311492/TP/09950
Arief Maharani 11/311591/TP/09963
Riska Dian Nur L. 11/311902/TP/09980
Devira Setyastuti 11/312278/TP/10006
Co. Ass
Ciptaning Cahyaningrum
LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
`
i
DAFTAR ISI
Acara 1 Pembuatan Denah dan Penilaian Tata Letak Awal .................. 1
Acara 2 Peta Kerja untuk Evaluasi Tata Letak Awal ............................ 33
Acara 3 Route Sheet dan Multi Product Process Chart ....................... 63
Acara 4 Perencanaan Aliran Bahan ....................................................... 94
Acara 5 Peta Keterkaitan Kegiatan ........................................................ 111
Acara 6 Diagram Keterkaitan Kegiatan ................................................. 130
Acara 7 Penentuan Luas Lantai ............................................................. 143
Acara 8 Diagram Pengalokasian Wilayah ............................................ 164
Acara 9 Template ................................................................................... 184
Acara 10 Analisis Tata Letak Hasil Rancangan ...................................... 196
Lampiran
Acara 2 .................................................................................................. 216
Acara 3 .................................................................................................. 230
Acara 5 .................................................................................................. 235
Acara 6 .................................................................................................. 237
Acara 7 .................................................................................................. 240
Acara 8 .................................................................................................. 243
Acara 9 .................................................................................................. 246
1
LAPORAN PRAKTIKUM
TATA LETAK DAN PENANGANAN BAHAN
ACARA 1
PEMBUATAN DENAH DAN PENILAIAN TATA
LETAK AWAL
KELOMPOK A6
ANGGOTA
Febriana Kumala D. 11/311492/TP/09950
Arief Maharani 11/311591/TP/09963
Riska Dian Nur L. 11/311902/TP/09980
Devira Setyastuti 11/312278/TP/10006
Co. Ass
Ciptaning Cahyaningrum
LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
`
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tata letak mesin pabrik merupakan suatu landasan utama dalam dunia
industri sehingga sudah tidak perlu dibuktikan lagi bahwa setiap
perusahaan/pabrik pasti membutuhkan tata letak mesin dalam menjalankan dan
mengembangkan usahanya. Perencanaaan tata letak mesin sangat diperlukan
karena tata letak yang baik merupakan suatu harga mati bagi kelangsungan suatu
pabrik. Karena pentingnya tata letak mesin yang akan digunakan harus dirancang
dengan baik, sehingga para pekerja dapat bekerja dengan efektif dan efisien. Jika
suatu pabrik bekerja tanpa ada tata letak mesin yang baik, tentu saja proses
produksi dalam pabrik akan terganggu sehingga mengakibatkan kerugian bagi
pabrik itu sendiri. Hal ini membuat peralatan produksi yang canggih dan mahal
harganya akan tidak berarti apa-apa apabila perencanaan tata letak mesin
dilakukan sembarang saja. Untuk mencapai optimasi produksi, dibutuhkan suatu
penataan letak mesin produksi secara tepat pada pabrik.
Tata letak berhubungan dengan perencanaaan penyusunan fasilitas fisik
serta jumlah kebutuhan tenaga kerja dalam menghasilkan suatu produk, tata letak
berperan dalam membentuk aliran material ataupun tenaga kerja menjadi lancar
dan minimum sehingga proses produksi dapat berlangsung efisien. Perencanaan
tata letak yang baik merupakan bagian yang penting untuk menentukan efisiensi
sebuah aktivitas usaha jangka panjang. Perencanaan tata letak memiliki banyak
dampak strategis karena menentukan daya saing perusahaan dalam hal kapasitas,
proses, fleksibilitas dan biaya, serta kualitas lingkungan kerja, hubungan dengan
pelanggan, dan citra industri.
Industri pangan seperti industri kerupuk dalam skala besar merupakan
industri yang membutuhkan tempat yang luas, sehingga dibutuhkan pabrik yang
memiliki tata letak yang baik agar efektivitas produksi berjalan optimal. Kerupuk
adalah jenis pangan yang digemari di Indonesia. Berbagai kalangan menyukai
jenis pangan ini baik golongan rendah maupun golongan yang tinggi. Kerupuk
`
3
sangat beragam dalam bentuk, ukuran, bau, warna, rasa, kerenyahan, ketebalan
dan nilai gizinya. Perbedaan ini bisa disebabkan pengaruh budaya daerah
penghasil kerupuk, bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan serta alat dan
cara pengolahannya.
Oleh karena itu praktikan melakukan penilaian terhadap denah dan tata
letak awal industri Kerupuk Subur. Dengan mengetahui denah dan tata letak awal
industri tersebut, maka praktikan dapat melakukan evaluasi tata letak indutri
tersebut sehingga diharapkan tata letak industri yang menjadi objek kajian
memiliki kriteria tata letak yang baik serta memudahkan para pekerja melakukan
aktivitas produksi agar berjalan dengan lancar.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum tata letak dan penanganan bahan acara 1 yang
berjudul Pembuatan Denah dan Penilaian Tata Letak adalah :
1. Praktikan dapat menggambarkan tata letak awal suatu industri.
2. Praktikan dapat menilai tata letak suatu industri.
3. Praktikan dapat mendeskripsikan (memberikan gambaran) mengenai
kondisi umum industri yang digunakan sebagai obyek kajian.
`
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sebuah perencanaan yang sistematis memiliki pemikiran dan cakupan
semua keadaan teknis dan praktik serta proses yang semuanya secara fungsional
dapat membentuk komponen-komponen bangunan. Peninjauan lokasi haruslah
disertai dengan perencanaan, yaitu sebagai berikut (Tjahjadi, 2002):
1. Denah/letak
2. Bahan baku, pemasaran dan tenaga kerja
Pengaruh untuk posisi lokasi bangunan industri yang berorientasi oleh faktor-
faktor berikut antara lain bahan mentah, transportasi dan biaya operasional.
3. Bidang tanah
Kebutuhan tanah ditentukan oleh kebutuhan luas, bangunan, jalan, dan jalur
sirkulasi.
4. Perencanaan ruang
Perencanaan ruang meliputi keterangan sebagai berikut antara lain jenis
kebutuhan besarnya ruangan sesuai dengan pencahayaan, jumlah ruang kerja
dipisahkan menurut ruang sanitasinya, dan perencanaan penempatan mesin.
5. Perencanaan bangunan
Pemikiran untuk perencanaan sebuah bangunan harus direncanakan dengan
penggambaran. Proses produksi diketahui dari pengamatan hasil produksi
setiap tahunnya atau dari jumlah tenaga kerja.
Denah atau plan berasal dari kata latin planum yang berarti dasar,
sedangkan arti lebih jauh dari lantai denah adalah penampang potongan
horisontal dari suatu obyek/bangunan, yang potongannya terletak pada ketinggian
1,00 m dari atas lantai ruangan dalam bangunan. Denah mencerminkan skema
organisasi kegiatan dalam bangunan dan merupakan unsur penentu bentuk
bangunan. Denah berguna untuk mengungkapkan banyak hal, seperti ruang
sirkulasi dengan ruang untuk beraktivitas dan hubunganya baik antar ruang di
dalam bangunan maupun diluar bangunan yang masih terletak di dalam tapak,
yang secara keseluruhan memberi makna bagi bangunan tersebut. Menempatkan
`
5
gambar denah pada suatu tapak dalam bidang gambar mempertimbangkan
beberapa faktor, yaitu (Anonim, 2013) :
1. Posisi arah utara, umumnya menghadap ke atas.
2. Posisi jalan, sebagai orientasi pencapaian ke tapak, umumnya ditempatkan
dibagian bawah bidang gambar dengan layout bangunan yang dominan
ortografis dan sejajar terhadap bidang bawah gambar.
Gambar denah menggambarkan bentuk bangunan yang dilihat dari atas.
Biasanya gambar denah menggambarkan baggian bangunan secara utuh. Selain
itu, juga bisa digambarkan setiap bagian bangunan, misalnya denah atap, denah
pondasi, dan sebagainya. Berikut volume material yang dapat dihitung
berdasarkan gambar (K. Susanta dan Danang, 2007):
1. Volume galian tanah (diukur panjangnya).
2. Volume pondasi pasangna batu belah (diukur panjangnya).
3. Volume sloof beton (diukur panjangnya).
4. Volume kolom beton atau tiang kayu (dihitung jumlahnya).
5. Volume pasangan bata (dihitung panjangnya).
6. Jumlah pintu, jendela, angin-angin dan asesorinya.
7. Luas lantai dan plafon.
8. Jumlah peralatan sanitasi air (kloset, wastafel, bak, kran, dan lain-lain).
Sebuah denah atau sket lokasi juga tidak dapat disebut sebagai peta,
apabila skala detail yang satu dan lainnnya tidak seragam, misalnya untuk
menggambarkan jarak 10 km di gambar dengan panjang 10 cm, sedangkan jarak
100 m digambarkan 3 cm, sekadar untuk pencapaian lokasi (Yulianto, 2003).
Tata letak pabrik merupakan salah satu bagian terbesar dari suatu studi
perancangan fasilitas (facilities design). Facilities design sendiri terdiri dari
pelokasian pabrik (plant location) dan perancangan gedung (building design)
dimana sebagaimana diketahui bahwa antara tata letak pabrik (plant layout)
dengan penanganan material (material handling) saling berkaitan erat (Meyers,
2005).
Dalam suatu pabrik banyak dijumpai berbagai macam fasilitas produksi
agar suatu kegiatan operasional produksi dapat berjalan dengan lancar, baik
berupa mesin, peralatan produksi, pekerja dan fasilitas penunjang lainnya yang
`
6
harus disediakan dan ditermpatkan pada tempat masing-masing agar berfungsi
secara optimal. Perencanaan tata letak pabrik akan senantiasa diperlukan oleh
perusahaan (Wignojoesoebroto, 2009).
Menyatukan tata letak yang efektif bukan merupakan proses yang asal
saja. Ergonomi, ilmu menyelaraskan pekerjaan dengan lingkungan kerja untuk
semakin memperkuat karyawan dan menyesuaikan dengan kebutuhan pelanggan,
merupakan bagian integral dari desain yang berhasil. Sebagai contoh, kursi, meja
dan tinggi meja yang membuat karyawan merasa nyaman dalam bekerja dapat
membantu mereka menjalankan pekerjaan secara lebih cepat dan lebih mudah.
Para perancang mengatakan bahwa pencahyaan yang lebih terang, akustik yang
lebih baik, dan kontrol iklim yang menguntungkan bagi pekerja (Zimmerer,
2008).
Industri manufaktur selalu berada dalam persaingan yang ketat.
Menghadapi kondisi ini, dimana variasi produk tinggi, daur hidup produk yang
pendek, permintaan yang berubah-ubah, dan adanya tuntutan dalam hal
pengiriman yang tepat waktu, menyebabkan perusahaan memerlukan strategi
untuk meningkatkan efisiensi dalam menggunakan fasilitas. Suatu sistem
manufaktur harus dapat menghasilkan produk-produk dengan ongkos yang rendah
dan kualitas tinggi, serta dapat mengirimkannya tepat waktu kepada pelanggan.
Suatu sistem juga harus dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan
yang terjadi, baik dari perancangan proses maupun permintaan produk. Salah satu
cara yang dapat dilakukan perusahaan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan
merancang tata letak pabrik atau melakukan konfigurasi ulang tata letak pabrik
(Rainbow, 2010).
Tata letak yang baik memiliki beberapa kriteria yang jelas dan dapat
dilihat bahkan dari suatu pengamatan yang dilakukan, tanda-tanda tata letak yang
baik adalah pola airan bahan terencana, aliran lurus, langkah balik minimum,
jarak perpindahan minimum, operasi pertama dekat dengan penerimaan, operasi
terakhir dekat dengan pengiriman, pemakaian lantai produksi maksimum, barang
setengah jadi minimum, bahan di tengah proses sedikit, pemindahan barang
sedikit, pembuangan skrap sedikit dan ruang penyimpanan cukup. Sedangkan ciri-
ciri tata letak yang buruk berlawanan dengan yang telah disebutkan di atas, seperti
`
7
pola aliran bahan yang tidak terencana, aliran berbelok-belok (tidak lurus), jarak
perpindahan bahan panjang, banyaknya skrap, operasi petama tidak dekat dengan
penerimaan bahan. Penempatan tata letak yang baik dapat memudahkan proses
manufaktur, meminimumkan pemindahan bahan, menurunkan penanaman modal
dalam peralatan serta menghemat pemakaian tenaga kerja (Anonim, 2013).
`
8
BAB III
METODE PRAKTIKUM
Denah dibuat menggunakan skala 1:100
Panjang dan lebar seluruh area industri
diukur dari area tanah yang digunakan
maupun yang tersisa
Seluruh ruangan dan masing-masing area
stasiun kerja diukur
Hasil pengukuran digambar pada kertas A4
dengan skala yang sesuai
Penggambaran denah dilakukan
`
9
Lokasi digambar sesuai dengan arah mata
angin, Utara digambar arah atas. Dinding
luar bangunan digambara dengan garis tebal.
Dinding batas antar ruang digambar dengan
garis agak tebal. Area kerja tanpa batas
ruang digambarkan dengan garis putus-
putus.
Ruang diberi nama dan keterangan.
Skala dicantumkan di bagian bawah gambar.
Penilaian dilakukan terhadap tata letak fasilitas yang ada di
industri yang diamati dengan menggunakan lembar periksa
yang nantinya dihitung total bobot x skor. Di lakukan
perbandingan hasil nilai tata letak yang baru di acara 10
Mendeskripsikan industri yang menyangkut bidang usaha, kapasitas
produksi, rencana masa depan, jumlah tenaga kerja dan spesifikasi,
proses produksi, jam kerja, alasan pemakaian ruang, sistem
pembagian kerja, system penyimpanan barang, cara penanganan
bahan, alat pemindah bahan, dll.
`
10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Denah Tata Letak dengan Skala
`
11
Keterangan:
Huruf
A = Area penyimpanan bahan baku dan pencampuran bahan
B = Area penggilingan, pengepresan dan pencetakan bahan
C = Area pengukusan
D = Area penggorengan dan pencetakan
E = Area pengovenan
F = Area penjemuran bagian depan
G = Area penjemuran bagian belakang
H = Tempat penyimpanan kayu
Angka
1 = Bak pencucian bahan-bahan yang akan digunakan
2 = Tungku
3 = Bak pencampuran bahan
4 = Mesin penggiling adonan
5 = Mesin pengepres adonan
6 = Meja tunggu
7 = Mesin pencetak/Bosan I
8 = Ketel uap
9 = Tempat penirisan
10 = Wajan penggorengan II
11 = Wajan penggorengan I
12 = Mesin pencetak/Bosan II
13 = Tempat kerupuk yang dikeluarkan dari oven
14 = Oven
15 = Tempat penyimpanan kerupuk yang telah dijemur
16 = Timbangan (untuk menimbang tepung dalam karung)
`
12
2. Deskripsi Industri
a. Gambaran umum industri
Nama industri : Kerupuk subur
Lokasi : Jalan Janti Gg. Nuri 66 Gedong Kuning,
Banguntapan , Bantul
Pendiri : Bapak Syair Hidayat
b. Bahan baku : 60 kg tepung kanji
Bahan tambahan :
300 liter air
16 kg garam
5 kg bawang putih
4 kg ikan laut
Penyedap rasa
c. Ruang / Area kerja
Ruang penyimpanan bahan baku dekat dengan penerimaan bahan
baku dan stasiun kerja 1.
Lokasi pencetakan jadi satu dengan pengadukan bahan dan
pengukusan.
Area penjemuran dekat dengan proses produksi dan jalurnya lurus.
Tempat pengovenan dekat dengan timbangan, penggorengan dan
rombong untuk memudahkan proses berikutnya.
d. Alat dan mesin
Kapasitas maksimum alat dan mesin yang digunakan adalah untuk
60 kg bahan adonan.
Stasiun kerja 1 :
- Timbangan
- Ember
- Dandang
- Tungku
- Bak penampung
- Pengaduk
- Kayu bakar
Stasiun kerja 2 :
- Mesin molen
- Meja
- Mesin pengepresan
- karung
Stasiun kerja 3 :
- Strimin
- Bossan
`
13
- Keranjang
- Rak kecil
Stasiun kerja 4 :
- Ketel uap
- Papan penjemur
- Kayu bakar
Stasiun kerja 5 :
- Papan penjemur
- Oven
- Gas
Stasiun kerja 6 :
- Bak penyimpanan bahan
setengah jadi
Stasiun kerja 7 :
- Wajan
- Tungku
- Kayu bakar
- Gayung
- Ember
- Alat penirisan
Stasiun kerja 8 :
- Rombong
- Plastik besar
`
14
3. Form Penilaian Tata Letak
LEMBAR PERIKSA PENILAIAN KAPASITAS
Nama Industri: Kerupuk Subur
Tanggal penilaian : Sabtu, 2 Maret 2013
Alamat Industri :Jalan Janti Gg. Nuri 66 Gedong Kuning, Banguntapan, Bantul
Dinilai oleh : Kelompok A6
Skor penilaian: 1. Sangat kurang, 2. Kurang, 3. Bagus, 4. Sangat bagus
Hasil Penilaian akhir = bobot x skor
Kriteria Bobot Skor
Bobot
x
Skor
Keterangan
I. ALIRAN BAHAN
• pola aliran terencana 0,07 3 0,21 proses aliran sudah berurutan
• aliran bahan lurus 0,05 2 0,1 penempatan 1 mesin yang kurang
tepat
• langah balik minimum 0,06 3 0,18 karena sudah seminimum mungkin
• keterkaitan kegiatan
terencana 0,06 3 0,18
sudah seusai dengan pola aliran
terencana dan saling kerekaitan
II. PEMINDAHAN BAHAN
• frekuensi pemindahan
minimum 0,05 1 0,05 terlalu banyak proses pemindahan
• metode terencana 0,05 2 0,1 perlu adanya alat pemindah
• alat pemindahan sesuai 0,05 1 0,05 karena pemindahan secara manual
• jarak minimum 0,05 2 0,1 karena ada 1 mesin letaknya jauh
• digabung dengan proses 0,05 2 0,1 karena beberapa proses pemindahan
belum digabung dengan proses
• bergerak dari penerima
menuju pengiriman 0,04 3 0,12 karena sudah sesuai
`
15
III. RUANG
• gang lurus 0,05 3 0,15 karena sudah sesuai
• pemakaian ruang maksimum 0,04 2 0,08 masih terdapat ruang kosong
• ruang penyimpanan
mencukupi 0,05 3 0,15 karena kerupuk sudah tertampung
• ruang antar peralatan
mencukupi 0,05 2 0,1
karena mesin terlalu dekat dengan
tembok, sehingga mesin sulit untuk
diberishkan
• direncanakan untuk perluasan 0,03 2 0,06 tidak diperlukannya perluasan
IV. PROSES PRODUKSI
• operasi pertama dekat dengan
penerimaan 0,04 4 0,16
bahan baku dekat denganstasiun
kerja 1
• operasi terakhir dekat dengan
pengiriman 0,04 3 0,12
kerupuk yang sudah jadi dekat
dengan rombong
• penyimpanan di tempat
pemakaian 0,03 3 0,09
rombong digunakan untuk
penyimpanan dan distribusi
• bahan setengah jadi minimum 0,03 2 0,06 banyaknya stock bahan setengah jadi
•
waktu produksi total hampir
seluruhnya merupakan waktu
pemrosesan
0,03 3 0,09 hampir seluruhnya waktu
pemrosesan
•
penempatan bagian
penerimaan dan pengiriman
yang pantas
0,02 3 0,06 tempat sudah sesuai dengan
penerimaan dan pengiriman
V. LAIN-LAIN
• pelayanan pekerja memadai 0,02 3 0,06 pekerja mendapatkan fasilitas yang
memadai
• pengendalian kebisingan,
kotoran, debu dsb 0,02 1 0,02
terdapat banyak kotoran dan debu
yang tidak dibersihkan
• pembuangan bahan sisa
minimum 0,02 2 0,04 masih banyak terdapat barang sisa
Jumlah 1 58 2,43
`
16
B. Pembahasan
Pada praktikum kali ini kami mengunjungi sebuah usaha kecil menengah
yang potensial salah satunya adalah Usaha Kerupuk Subur yang dikelola oleh
Bapak Syair Hidayat. Lokasi industri tersebut berada di Jalan Janti Gg. Nuri 66
Gedong Kuning, Banguntapan, Bantul , Yogyakarta. Awalnya usaha kerupuk ini
merupakan usaha keluarga yang mulai dirintis pada tahun 1965 di Jomblang
kemudian pindah pada tahun 1970 di Gedong Kuning, Banguntapan, Bantul,
Yogyakarta. Usaha tersebut dirintis dengan modal awal sekitar 3 juta rupiah.
Dengan modal tersebut sudah dapat membeli alat produksi seperti mesin press,
oven dan penggilingan. Saat ini untuk tiap harinya usaha kerupuk usaha mampu
memproduksi hingga kurang lebih 30.000 biji kerupuk. Proses memproduksi
kerupuk subur memakan waktu sekitar 36 jam. Mulai dari pencampuran bahan
secara manual, penggilingan, pengepresan, pencetakan, pengukusan, penjemuran
sampai penggorengan. Proses penjemuran sangat vital dalam produksi kerupuk ,
karena dengan penjemuran dibawah matahari yang baik akan membuat kerupuk
kering merata. Apabila hujan turun proses pengeringan dilakukan dengan
menggunakan oven. Kerupuk yang sudah kering diletakkan pada tempat yang
tingkat kelembapannya rendah. Sebagian kerupuk digoreng, kemudian disimpan
dalam rombong yang nantinya akan dibeli oleh para pengecer. Kerupuk yang
diproduksi dijual secara eceran dengan 4 harga sesuai ukurannya. Untuk kerupuk
ukuran kecil dijual seharga Rp. 150 per biji sedangkan untuk kerupuk ukuran
besar dijual seharga Rp. 300 per biji.
Proses produksi yang dilakukan pada industri kerupuk antara lain:
a. Stasiun kerja 1
Persiapan bahan baku
Bahan-bahan diperlukan dalam pembuatan kerupuk “Subur”
adalah tepung kanji dengan kualitas baik , tepung kanji dengan kualitas
sedang, garam, bawang, penyedap rasa , dan air. Air yang digunakan
disini adalah air sumur yang telah direbus hingga mencapai suhu
100oC menggunakan dandang dan tungku yang berbahan bakar kayu
bakar. Proses penimbangan bahan dilakukan menggunakan timbangan
besar sesuai dengan komposisi bahan dalam satu kali produksi.
`
17
b. Stasiun kerja 2
Pencampuran bahan
Pencampuran bahan dilakukan didalam bak berbentuk balok
yang terbuat dari papan kayu dan pengadukan yang terbuat dari kayu.
Proses pencampuran bahan dimulai dengan pencampuran bahan padat
dilakukan pengadukan yang dilanjutkan proses pencampuran air
bersuhu 1000C. Untuk mendapatkan air dengan suhu 100
0C diperlukan
waktu perebusan selama 1,5 jam dengan 1 operator yang melakukan
inspeksi terhadap proses perebusan air sampai air mendidih yang
kemudian menuangkan air rebusan tersebut ke dalam
adonan.Pencampuran air dalam bahan dilakukan sedikit demi sedikit
supaya adonan tercampur rata. Hal ini dilakukan untuk mencegah
terjadinya penggumpalan adonan pada saat proses pencampuran bahan.
Proses pengadukan dilakukan oleh 2 operator yang mengaduk adonan
hingga menjadi bubur kanji selama 0,5 jam.
c. Stasiun kerja 3
Penggilingan bubur kanji
Setelah adonan menjadi bubur kanji, bubur kanji dipindahkan
ke dalam mesin penggiling atau sering disebut dengan molen. Proses
pemindahan bubur kanji dari bak penampung ke molen dilakukan
menggunakan ember berukuran sedang. Sedangkan bak penampung
bubur kanji tidak dilakukan proses pembersihan karena bak
penampung bubur kanji akan digunakan untuk proses berikutnya. Hal
ini dilakukan untuk memangkas biaya produksi dan waktu produksi.
Setelah bubur kanji dipindahkan ke molen maka dilakukan proses
penggilingan selama 40 menit hingga bubur kanji menjadi kalis. Proses
ini dilakukan oleh 1 operator untuk memindahkan adonan dan
mengawasi tingkat kekalisan adonan. Apabila adonan kurang kalis
maka ditambahkan tepung kanji lagi. Setelah adonan bubur kanji telah
menjadi kalis, maka adonan dipindahkan ke meja tunggu. Proses
pemindahan
Proses pengepresan
`
18
Adonan yang telah kalis, dilakukan proses pengepresan dengan
alat press untuk mencapai tingkat ketebalan adonan dengan sebesar 1
cm. Proses pengepresan dilakukan pengulangan sebanyak 3 sampai 5
kali. Kegiatan ini dilakukan untuk mempermudah pada saat proses
pencetakan.
d. Stasiun kerja 4
Proses pencetakan
Adonan yang telah dipress kemudian dimasukkan ke dalam
selongsong yang terdapat pada mesin pencetak kerupuk/bosan.
Operator 1 menaruh alas strimin silikon, sedangkan operator 2
menyortir hasil cetakan kerupuk dan menatanya di atas keranjang.
Cetakan kerupuk yang gagal kembali dipress dan dicetak lagi. Dalam 1
jam mesin pencetak kerupuk/bosan ini dapat mencetak 1000 kerupuk
dalam ukuran kecil dan 500 kerupuk dalam ukuran besar.
Proses Penyortiran
Setelah dilakukan proses pencentakan terdapat hasil cetakan
yang kurang baik atau terjadi kecacatan produk. Maka hasil cetakan
yang gagal tersebut disortir kemudian dilakukan pengepressan
kembali. Hal ini dilakukan untuk melakukan proses pencetakan ulang
kembali agar tidak ada adonan yang terbuang atau menjadi produk
sisa.
e. Stasiun kerja 5
Proses pengukusan
Setelah adonan dicetak, kemudian dilakukan proses
pengukusan menggunakan ketel uap dengan suhu 1000C selama 5
menit. Untuk sekali pengukusan dapat menampung 200 kerupuk. Pada
proses ini diperlukan 1 operator untuk mengatur suhu dan tingkat
kematangan kerupuk.
Proses penataan
Adonan yang telah dikukus, ditata diatas alas jemuran yang terbuat
dari bambu. Pada proses ini diperlukan 1 operator untuk menata
kerupuk hingga posisi kerupuk tidak tumpuk-tumpukan.
`
19
f. Stasiun kerja 6
Proses pengeringan
Adonan kerupuk yang telah ditata di atas alas bambu tadi
dilakukan proses pengeringan dengan 2 cara, yaitu 70 % menggunakan
panas dari sinar matahari kurang kebih 6 jam dan 30 % menggunakan
panas dari oven kurang lebih 3 jam. Proses pengeringan menggunakan
oven memiliki perlakuan yang berbeda, untuk kerupuk yang sudah
kering dilakukan pengovenan dengan suhu 700
C, sedangkan yang
belum kering suhu yang digunakan adalah 1000C.
Proses pemetikan
Setelah kerupuk kering, bahan setengah jadi yang masih
menempel di alas bambu langsung dilakukan proses pemetikan. Hal ini
dilakukan untuk membersihkan alas bambu dari bahan setengah jadi,
agar alas bambu dapat digunakan untuk proses berikutnya. Proses ini
dilakukan 1 operator, kegiatan ini harus dilakukan teliti supaya tidak
ada produk setengah jadi yang masih menempel pada alas bambu
tersebut.
g. Stasiun kerja 7
Penyimpanan bahan setengah jadi
Produk yang sudah mengalami proses pengeringan disimpan
ke dalam bak penyimpanan dengan luas 2,25 x 3,9 m2. Bak
penampung bahan setengah jadi ini didesain besar untuk menampung
bahan setengah jadi dengan kapasitas yang besar. Kapasitas
penyimpanan dalam skala besar untuk memenuhi permintaan
konsumen meningkat dan produksi tetap, sehingga produsen dapat
memenuhi permintaan konsumen.
h. Stasiun kerja 8
Proses penimbangan
Proses penggorengan bahan setengah jadi dilakukan pada sore
hari. Sebelum dilakukan penggorengan, kerupuk ditimbang terlebih
dahulu untuk mengetahui massa kerupuk sebelum digoreng. Harga
kerupuk setengah jadi adalah Rp 15.000,- per kilo. Hal ini dilakukan
`
20
untuk memudahkan proses perhitungan, karena apabila perhitungan
massa pada saat setelah penggorengan sangat sulit dilakukan. Apabila
pembeli menginginkan kerupuk yang sudah digoreng, maka harga jual
yang ditentukan adalah harga eceran menurut jumlah kerupuk yang
dibeli.
Proses penggorengan
Bahan setengah jadi yang sudah ditimbang langsung dilakukan
proses penggorengan. Proses penggorengan dilakukan sebanyak dua
kali.penggorengan pertama dilakukan di dalam minyak goreng dengan
suhu panas hingga kerupuk sedikit mengembang. Setelah kerupuk
sedikit mengembang, kerupuk langsung dipindahkan kedalam minyak
yang sangat panas selama kurang lebih selama 30 detik sampai
kerupuk putih mengembang. Kerupuk yang sudah matang langsung
ditiriskan di tempat penirisan.
i. Stasiun Kerja 9
Penyimpanan bahan jadi
Penirisan dilakukan jangan terlalu lama untuk menjaga
kerenyahan kerupuk. Tetapi apabila terlalu sebentar, maka kerupuk
yang telah digoreng masih panas langsung dimasukkan ke dalam
rombong akan lembab dan kerupuk menjadi tidak renyah lagi.
Kerupuk yang sudah matang memiliki dua tempat penyimpanan.
Tempat penyimpanan pertama adalah rombong, rombong ini adalah
bak penampung yang menyerupai toples dalam ukuran besar dengan
bahan dasar seng. Kerupuk yang sudah digoreng dan untuk menambah
stock produk jadi, maka di simpan di dalam rombong. Sedangkan
tempat penyimpanan kedua adalah plastik dengan ukuran yang besar
dan tebal. Produk jadi yang ditaruh di dalam plastik ini tidak dilakukan
penyimpanan, karena produk jadi langsung diambil konsumen.
Sehingga tidak ada produk jadi yang ada di industri tersebut yang
dilakukan penyimpanan di dalam plastik.
Pada industri Kerupuk Subur yang kami datangi, dalam sekali produksi
membutuhkan bahan baku berupa tepung kanji dengan massa 60 kg. Jenis tepung
`
21
kanji yang digunakan pada pembuatan Kerupuk Subur berdasarkan kualitasnya,
yaitu kualitas baik dan kualitas sedang. Pembagian komposisi tepung kanji ini
adalah setengah tepung kanji kualitas baik dan setengah tepung kanji dengan
kualitas sedang. Namun pembagian komposisi tepung kanji menurut kualitasnya
berdasarkan harga tepung kanji yang ada dipasaran. Apabila tepung kanji dengan
kualitas baik mengalami kenaikan harga, maka komposisi tepung kanji dengan
kualitas baik dikurangi dan kualitas tepung kanji dengan kualitas sedang
ditambahkan, begitu pulas sebaliknya. Sedangkan bahan baku yang digunakan
adalah 300 l air, 16 kg garam, 5 kg bawang putih, 4 kg ikan laut, dan penyedap
rasa secukupnya. Air yang digunakan pada proses ini adalah air sumur yang sudah
direbus menggunakan tungku selama 1,5 jam hingga mencapai suhu 100oC.
Bawang putih dan ikan laut harus dihaluskan terlebih dahulu sebelum dilakukan
proses pencampuran.
Area kerja pada industri pembuatan Kerupuk Subur ini didesain efisien
mungkin untuk meminimalisir gerakan serta efisiensi waktu kerja. Hal ini
dibuktikan dengan ruang penyimpanan bahan baku dekat dengan penerimaan
bahan baku dan stasiun kerja 1. Kemudian pada ruang penyimpanan, tepung kanji
ditata menumpuk dengan batas maksimal 10 karung untuk setiap tumpukan.
Tepung kanji yang diletakkan di dalam karung di tumbuk dengan alas papan kayu
sehingga alasnya lebih tinggi dari lantai. Pemberian alas dilakukan untuk
menghindari terjadinya tepung terendam air atau yang lain sebagainya.
Beberapa stasiun kerja pada proses pembuatan Kerupuk Subur ini
dijadikan satu dalam 1 lokasi, sehingga para pekerja bekerja dengan jarak yang
tidak jauh. Jarak yang tidak terlalu jauh sehingga energi dan efisiensi waktu dapat
dimaksimalkan. Selain itu area penjemuran dekat dengan proses produksi dan
jalurnya lurus. Sehingga memudahkan operator dalam membawa alas bambu
keluar mnuju tempat penjemuran tanpa tersangkut oleh benda-benda yang ada
disekitarnya.
Tempat pengovenan dekat dengan timbangan, penggorengan dan rombong
untuk memudahkan proses berikutnya. Hal ini dilakukan karena prosesnya saling
berurutan dan, sehingga karyawan yang bekerja mudah dalam menjangkau lokasi-
lokasi terbut.
`
22
Dalam melakukan proses produksinya , peran tenaga kerja sangat
diperlukan untuk kelancaran proses operasi dalam pembuatan kerupuk.
Pembagian tenaga kerja dalam pembuatan kerupuk ini antara lain:
a. Dalam pembuatan adonan dilakukan oleh 2 orang pekerja.
b. Pengadukan adonan dilakukan oleh 2 orang pekerja.
c. Untuk mencegah adonan kerupuk dilakukan dengan menggunakan alat
pencetak yang dioperasikan oleh 1 pekerja dan dibantu oleh 2 orang
pekerja yang bertugas memasukkan adonan ke dalam mesin cetak.
d. Setelah dilakukan pencetakan, masuk ke proses selanjutnya yaitu
penguapan. Ini dilakukan oleh 1 orang pekerja.
e. Kemudian dilakukan proses penjemuran. Untuk menjemur kerupuk ini
dilakukan oleh 4 orang pekerja dan apabila kerupuk sudah kering, kerupuk
dipindahkan secara manual ke tempat penyimpanan.
f. Pada proses penggorengan, diperlukan 2 orang pekerja untuk menggoreng
kerupuk, yang kemudian kerupuk tersebut disimpan dan dikirim ke para
pengecer.
Industri kerupuk subur tidak memiliki rencana masa depan , dengan kata
lain melakukan proses produksi yang sudah ada dan mengikuti permintaan dari
konsumen. Hal ini dikarenakan industri pembuatan kerupuk masih dalam skala
yang kecil, sehingga proses produksinya bergantung pada permintaan konsuman.
Jumlah tenaga kerja ada 11 orang yang berdomisili di daerah industri tersebut.
Masing – masing pekerja berasal dari Banjar dan Ciamis.
Proses operasi dimulai dari pukul 05.00 WIB sampai pukul 07.00 WIB.
Kemudian pukul 07.00 para pekerja makan pagi . Setelah makan pagi, pekerja
memulai aktivitas hingga waktu dzuhur. Satu jam setelah waktu dzuhur , para
pekerja memulai aktivitas lagi hingga pukul 15.00 WIB. Kemudian dilanjutkan
proses penggorengan kurang lebih selama 3 jam. Industri Kerupuk Subur ini
beroperasi setiap hari, hari libur yang diberikan untuk setiap karyawannya hanya
pada hari rayaIdul Adha dan Idul Fitri saja.
Tujuan utama dari tata letak ialah mengatur area kerja dan segala fasilitas
produksi yang paling ekonomis untuk produksi aman, dan nyaman sehingga akan
dapat menaikkan moral kerja dan performance dari operator. Lebih khususnya
`
23
lagi suatu tata letak yang baik akan memberikan keuntungan-keuntungan dalam
sistem produksi, antara lain:
1. Menaikkan output produksi
Biasanya suatu tata letak yang baik akan memberikan keluaran
(output) yang lebih besar dengan ongkos yang sama atau lebih sedikit,
manhours (jam kerja pekerja) yang lebih kecil, dan/ atau mengurangi jam
kerja mesin (machine hours).
2. Mengurangi waktu tunggu (delay)
Mengatur keseimbangan antara waktu operasi produksi dan beban
dari masing-masing departemen atau mesin adalah bagian kerja dari
mereka yang bertanggung jawab terhadap desain tata letak pabrik.
Pengaturan tata letak yang terkoordinir dan terencana baik akan dapat
mengurangi waktu tunggu (delay) yang berlebihan.
3. Mengurangi proses pemindahan bahan (Material Handling)
Untuk merubah bahan menjadi produk jadi, maka hal ini akan
memerlukan aktivitas pemindahan (movement) sekurang-kurangnya satu
dari tiga elemen dasar sistem produksi yaitu : bahan baku, orang/pekerja,
atau mesin dan peralatan produksi. Bahan baku akan lebih sering
dipindahkan dibandingkan dengan dua elemen dasar produksi lainnya.
4. Penghematan penggunaan areal untuk produksi, gudang dan service
Jalan lintas, material yang menumpuk, jarak antara mesin-mesin
yang berlebihan, dan lain-lain semuanya akan menambah area yang
dibutuhkan untuk pabrik. Suatu perencanaan tata letak yang optimal akan
mencoba mengatasi segala pemborosan pemakaian ruangan tersebut dan
berusaha mengkoreksinya.
5. Pendaya guna yang lebih besar dari pemakaian mesin, tenaga kerja dan
atau fasilitas produksilainnya.
Faktor-faktor pemanfaatan mesin, tenaga kerja dan lain-lain adalah
erat kaitannya dengan biaya produksi. Suatu tata letak yang terencana baik
akan banyak membantu pembangunan elemen-elemen produksi secara
lebih efektif dan efisien.
6. Mengurangi Inventory in process
`
24
Sistem produksi pada dasarnya menghendaki sedapat mungkin
bahan baku untuk berpindah dari satu operasi langsung ke operasi
berikutnya secepat-cepatnya dan berusaha mengurangi bertumpuknya
bahan setengah jadi (material in process).
7. Proses manufacturing yang lebih singkat
Dengan memperpendek jarak antara operasi satu degan yang lain
dan mengurangi bahan yang menunggu serta storage yang tidak
diperlukan maka waktu yang diperlukan dari bahan baku untuk berpindah
dari satu tempat ke tempat yang lainnya dalam pabrik akan juga bisa
diperpendek sehingga secara total waktu produksi akan dapat pula
diperpendek.
8. Mengurangi resiko bagi kesehatan dan keselamatan kerja dari operator
Perencanaan tata letak pabrik adalah juga ditunjukkan untuk
membuat suasana kerja yang nyaman dan aman bagi mereka yang bekerja
di dalamnya.
9. Memperbaiki moral dan kepuasan kerja
Pada dasarnya orang menginginkan untuk bekerja dalam suatu
pabrik yang segala sesuatunya diatur secara tertib, rapih, dan baik.
Pnerangan yang cukup, sirkulasi yang bagus, dan lain-lain akan
menciptakan suasana lingkungan kerja yang menyenangkan sehingga
moral dan kepuasan kerja akan dapat lebih ditingkatkan.
10. Mempermudah aktivitas supervisi
Tata letak pabrik yang terencana baik akan mempermudah aktivitas
supervisi. Dengan meletakkan kantor/ruangan di atas, maka seorang
supervisor akan dapat dengan mudah mengamati segala aktivitas yang
sedang berlangsung di area kerja yang dibawah pengawasan dan tanggung
jawabnya.
11. Mengurangi kemacetan dan kesimpang-siuran
Material yang menunggu, gerakan pemindahan yang tidak perlu,
serta banyaknya perpotongan (intersection) dari lintasan yang ada akan
menyebabkan kesimpang-siuran yang akhirnya akan membawa ke arah
kemacetan aliran produksi.
`
25
Tata letak dalam industri kerupuk Subur, telah kami amati. Tata letak pada
industri ini belum sepenuhnya baik dan belum sepenuhnya masuk ke dalam
kriteria tata letak yang baik. Dari aliran bahannya, pola aliran pada industri
kerupuk ini sudah terencana mulai dari penerimaan hingga pengiriman, serta
kegiatan operasi saling berkaitan. Mulai dari pembuatan adonan kerupuk,
pencampuran adonan, pengepresan adonan, pencetakan, pengukusan, penjemuran,
pengovenan. Tetapi langkah balik-nya tidak minimum, terlalu banyak langkah
balik yang dilakukan dalam proses pembuatan kerupuk. Dari sisi pemindahan
bahan, dalam industri kerupuk subur, frekuensi pemindahan tidak minimum
dalam kata lain banyak sekali pemindahan yang dilakukan yaitu pada proses
penjemuran, dan pengovenan. Metode yang dilakukan telah terencana dan tidak
adanya alat pemindah yang sesuai. Jarak setiap stasiun pun berdekatan, sehingga
jarak tempuh dari stasiun satu ke stasiun lain minimum. Dari sisi ruang,
pemakaian ruang pada industri ini belum maksimal dikarenakan masih adanya
area yang tidak terpakai, padahal area tersebut dapat digunakan untuk meletakkan
alat-alat produksi supaya lebih tertata, dan kinerja pekerja dapat maksimal. Dari
sisi proses operasi, operasi pertama dekat dengan penerimaan bahan baku, bahan
baku berada sangat dekat dengan operasi pertama operasi pengolahan adonan.
Operasi terakhir dekat dengan proses pengiriman, yaitu operasi penyimpanan.
Terdapat banyak bahan setengah jadi yang disimpan. Kemudian waktu total
produksi hampir semua merupakan waktu operasi. Dalam setiap produksi,
mengalami proses di mulai dari waktu penimbangan bahan baku, pengolahan
adonan, penggilingan, pengepresan hingga penggorengan. Dari sisi pelayanan
pekerja kurang memadai, begitu juga dengan pengendalian kebisingan, kotoran,
dan debu belum sepenuhnya terkendali karena sesuai dengan kondisi nyata di
dalam industri tersebut masih banyak sekali kotoran dan debu menempel pada
atap, dinding, peralatan dan lantai, serta suara bising yang dihasilkan
mengganggu.
Kekurangan dari tata letak industri ini ialah tidak maksimalnya
penggunaan ruang, dan aliran bahan tidak lurus, melainkan meloncat dari stasiun
satu ke stasiun lain. Kemudiaan tidak adanya pengendalian akan kebisingan,
kotoran dan debu. Selain itu, frekuensi pemindahan banyak (langkah balik tidak
`
26
minimum, melainkan banyak melakukan pemindahan berulang kali).
Kelebihannya ialah masing-masing stasiun berdekatan (jarak minimum), operasi
pertama dekat dengan penerimaan (bahan baku dekat dengan pengolahan adonan),
dan operasi terakhir dekat dengan pengiriman (kerupuk jadi dekat dengan proses
pengiriman).
Kriteria Tata Letak yang Baik :
o Aliran Bahan : pola aliran terencana, aliran bahan lurus, langkah balik
minimum, keterkaitan kegiatan terencana.
o Pemindahan Bahan : frekuensi pemindahan minimum, metode
terencana, alat pemindah yang sesuai, jarak minimum, di gabung dengan
proses, bergerak dari penenerimaan menuju pengiriman.
o Ruang : Gang lurus, pemakaian ruang maksimum, ruang penyimpanan
mencukupi, ruang antar peralatan mencukupi, direncanakan untuk
perluasan.
o Proses Operasi : Operasi pertama dekat penerimaan, operasi terakhir dekat
denga pengiriman, penyimpanan di tempat pemakaian, bahan setengah jadi
minimum, waktu produksi total hampir seluruhnya merupakan waktu
pemrosesan, penempatan bagian penerimaan dan pengiriman yang pantas.
o Lain-lain : pelayanan pekerja memadai, pengendalian kebisingan, kotoran,
debu, dsb, pembuangan barang sisa minimum.
Dalam praktikum acara 1 ini, digunakan juga metode kualitatif yaitu metode
dengan memberikan skor pada masing-masing tata letak berdasarkan kriteria tata
letak yang baik sesuai dengan kondisi nyata dalam industri. Pemberian skor ini
berguna untuk menilai tata letak industri yang menjadi obyek kajian dengan
melihat total skor di kali bobot. Skor ini dapat menjadi tolak ukur bagi tata letak
industri kerupuk yang kami kunjungi, apakah tata letak industri tersebut sudah
bisa termasuk kriteria tata letak yang baik atau belum. Tata letak dapat dikatakan
baik apabila sudah sesuai dengan kriteria tata letak yang baik dan dapat ditentukan
dengan melihat total skor yang telah di dapat.
Berdasarkan skor yang kami berikan pada setiap elemen penilaian, kami
memilih beberapa alasan untuk setiap elemen skor yang ada. Setiap elemen
penilaian kami urutkan berdasarkan kriteria tata letak. Kriteria tata letak pertama
`
27
adalah aliran bahan, pada kriteria ini memiliki empat elemen penilaian. Elemen
penilaian pertama adalah pola aliran terencana dengan bobot 0,07. Kami menilai
bahwa pola aliran terencana pada industri Kerupuk Subur tersebut sudah baik
karena proses alirannya sudah berurutan dan tidak adanya aliran proses yang tidak
terencana. Dari perhitungan bobot dikali skor pada elemen penilaian pertama pada
aliran bahan diperoleh hasil 0,21. Elemen penilaian kedua adalah aliran bahan
lurus dengan bobot 0,05. Pada elemen penilaian kedua ini kami memberikan skor
2, sehingga di peroleh hasil 0,1. Kami memeberikan skor tersebut dikarenakan
pada industri tersebut terdapat 1 mesin yang tidak beroprasi dan lokasinya
diantara mesin yang dapat beroprasi. Sehingga proses pencetakan menjadi kurang
maksimal. Elemen penilaian ke tiga adalah langkah balik minimum dengan bobot
0,06, kami memeberi skor 3 sehingga diperoleh hasil 0,18. Pada elemen penilaian
langkah balik ini kami memeberikan penilaian bagus karena langkah balik yang
dilakukan industri tersebut sudah seminimum mungkin. Kemudian elemen
terakhir pada kiteria tata letak berdasarkan aliran bahan adalah keterikatan
kegiatan terencana dengan bobot 0,06. Pada elemen penilaian ini kami memberi
skor 3 juga sehingga hasil yang diperoleh adalah 0,18. Kami menilai rencana
kegiatan dalam industri tersebut sudah terencana dengan baik sehingga sesuai
dengan pola alinarnnya dan saling keterkaitan.
Kriteria penilaian kedua adalah pemindahan bahan dengan 6 elemen penilaian.
Elemen penilaian pertama adalah frekuensi pemindahan minimum dengan bobot
0,05.Pada elemen ini kami memberi nilai sangat kurang sehingga hasil yang
didapat adalah 0,05. Hal ini disebabkan oleh masih banyaknya proses pemindahan
pada setiap stasiun kerja, sehingga perlu adanya minimalisir kegiatan
pemindahan. Elemen penilaian kedua adalah metode terencana dengan bobot 0,05
dan skor 2, sehingga diperoleh hasil 0,1. Kami memberikan skor kurang karena
proses pemindahan yang terlalu banyak sehingga diperlukan alat pemidah yang
mampu membantu dan mengurangi proses pemindahan. Elemen penilain ketiga
adalah alat pemindahan sesuai dengan bobot 0,05. Pada elemen ini kami
memeberikan nilai sangat kurang. Hal ini disebabkan seluruh pemindahan dalam
setiap stasiun kerja dilakukan secara manual, sehingga diperlukan waktu dan
tenaga yang ekstra. Elemen penilaian keempat adalah jarak minimum dengan
`
28
bobot 0,05. Dikarenakan terdapat 1 mesin yang lokasinya jauh dari mesin-mesin
yang dapat beroprasi sehingga jarak minimum kurang dapat diaplikasikan dengan
baik. Hal ini yang menyebabkan kami memberikan skor sangat kurang pada
elemen penilaian jarak minimum. Elemen penilaian kelima adalah digabung
dengan proses dengan bobot 0,05. Pada elemen ini kami memberikan skor kurang,
karena beberapa proses peminidahan tidak mengalami proses yang lain. Sehingga
diperoleh hasil 0,1. Kemudian elemen penilaian yang terakhir adalah beregerak
dari penerima menuju pengiriman dengan bobot 0,04. Kami memberi skor baik
sehingga hasil yang diperoleh adalah 0,12. Hal ini dikarenakan sudah sesuainya
alur pemindahan bahan yang bergerak dari penerimaan menuju pengiriman.
Kriteria penilaian ketiga adalah ruang dengan 5 elemen penilaian. Elemen
penilaian pertama adalah gang lurus dengan bobot 0,05 dan skor yang kami
berikan bagus. Alasan kami memberikan skor bagus karena penataan gang lurus
sudah sesuai dengan tata letak serta tidak terdapat gang yang berkelok-kelok.
Kemudian elemen penilaian kedua adalah pemekaian ruang maksimum dengan
bobot 0,04. Pada elemen ini kami memberi skor 2 sehingga diperoleh hasil 0,08.
Hal ini dikarenakan masih adanya ruang kosong yang ditadak digunakan secara
maksimal pada industri pembuatan kerupuk tersebut. Elemen penilaian ketiga
adalah ruang penyimpanan mencukupi dengan bobot 0,05. Skor yang kami
berikan pada elemen penilaian ruang penyimpanan mencukupi adalah bagus. Hal
ini dikarenakan seluruh bahan mentah, bahan setengah jadi maupun bahan
setengah jadi dapat disimpan pada lokasi yang mencukupi. Elemen penilaian
keempat adalah ruang antar peralatan mencukupi dengan bobot 0,05 dan kami
memberikan skor sebanyak 2. Kami menilai ruang antar peralatan kurang
mencukupi karena penempatan mesin yang terlalu dekat dengan tembok sehingga
pada saat dilakukan proses pembersihan sangat sulit untuk dilakukan. Apabila
akan melakukan proses pembersihan diperlukan tenaga ekstra untuk menggeser
mesin agar bagian yang dekat dengan tombok dapat dijangkau untuk dibersihkan
sampai bersi. Kemudian elemen penilaian kelima adalah diperlukan perluasan
dengan bobot 0,03 dan kami memberikan skor 2 sehingga diperoleh hasil 0,06.
Alasan kami memberi skor kurang karena pada industri pembuatan kerupuk
tersebut tidak memerlukan perluasan lahan atau lokasi. Hal ini dikarenakan lokasi
`
29
industri yang padat penduduk dan ditengah kota sehingga untuk melakukan
perluasan sangat sulit dilakukan, ditambah harga tanah untuk setiap meternya
untuk wilayah perkotaan saat ini sangat mahal. Sehingga diperlukan biaya
tambahan yang cukup besar untuk melakukan perluasan. Selain itu, industri
kerupuk ini lokasinya sudah luas dan untuk ukuran lokasi saat ini produsen sudah
mampu memenuhi kebutuhan konsumen setiap harinya.
Kriteria penilaian keempat adalah proses produksi dengan 6 elemen penilaian.
Elemen penilaian pertama adalah operasi pertama dekat dengan penerimaan
dengan bobot 0,04. Pada elemen tersebut kami memberi nilai sangat bagus karena
lokasi penerimaan bahan dekat dengan operasi pertama, sehingga proses yang
dilakukan berdakatan dan dapat meminimaliasir waktu dan tenaga untuk kegiatan
transportasi. Elemen penilaian keddua adalah operasi terakhir dekat dengan
pengiriman dengan bobot 0,04. Skor yang kami berikan pada elemen ini adalah
bagus sehingga hasil yang diperoleh adalah 0,12. Asalan kami memberikan nilai 3
adalah setelah proses penggorengan, kerupuk dimasukkan kedalam rombong dan
plastik besar. Kerupuk yang sudah dibungkus dengan plastik besar maupun
rombong sudah siap untuk dikirim atau dipasarkan. Elemen penilaian ketiga
adalah penyimpanan di tempat distribusi dengan bobot 0,03 dan skor 3. Proses
penyimpanan dilakukan didalam plastik besar atau rombong. Penyimpanan
dilakukan untuk menghindari kerenyahan kerupuk dapat berkurang pada saat
proses pendistribusian. Elemen penilaian keempat adalah bahan setengah jadi
menjadi minimum dengan bobot 0,03. Skor yang kami berikan pada elemen
penilaian ini adalah 2, karena kapasitas penyimpanan bahan setengah jadi yang
cukup banyak dan tidak ada sistem penanggalan pada proses penyimpanan bahan
setengah jadi. Sehingga bahan setengah jadi yang lama dicampur dengan bahan
setengah jadi yang baru, dan lokasinya dibawah sendiri bahan setengah jadi yang
lama dan yang dibagian atas adalah bahan setengah jadi yang baru. Padahal proses
pengambilan bahan setengah jadi dilakukakn dari atas ke bawah, bukan dari
bawah ke atas. Apabila bahan setengah jadi yang lama tidak segera diambil, maka
bahan setengah jadi dapat berjamur, lembab atau kadaluarsa. Hal ini dikarenakan
umur simpan bahan setengah jadi hanya 1 tahun saja. Usia bahan setengah jadi
yang pendek, maka diperlukannya penanggalan pada penyimpanan kerupuk
`
30
sehingga proses selanjutnya akan diambil berdasarkan produkyang siap diolah dan
mengurangi terjadi produk yang kadaluarsa sebelum dijual. Elemen penilaian
kelima adaha waktu produksi total hampir seluruhnya merupakan waktu
pemrosesan dengan bobot 0,03. Pada elemen ini kami memberikan skor bagus,
karena seluruh waktu produksi merupakan waktu pemrosesan. Kemudian elemen
keenam adalah penempatan bagian penerimaan dan pengiriman yang pantas
dengan bobot 0,02. Skor yang kami berikan pada elemen ini adalah 3 sehingga
diperoleh hasil 0,06. Alasan kami memberikan skor bagus karena lokasi
penempatan pada bagian penerimaan dekat dengan stasiun kerja pertama dan
lokasi pengiriman dekat dengan stasiun kerja terakhir.
Kriteria penilaian terakhir adalah lain-lain dengan 3 elemen penilaian saja.
Elemen penilaian pertama adalah pelayanan pekerja memadai dengan bobot 0,02.
Pada elemen ini kami memberikan skor 3 sehingga hasil yang diperoleh adalah
0,06. Alasan kami memberikan skor bagus karena seluruh karyawan mendapatkan
fasilitas yang memadai dari pemilik industri kerupuk tersebut. Fasilitas yang
didapatkan karyawan berupa kamar mandi yang bersih, mesh untuk pekerja yang
berasal dari luar kota, kemudian makanan yang disediakan oleh pemilik industri
kerupuk tersebut. Elemen penilaian kedua adalah pengendalian kebisingan,
kotoran, debu dsb dengan bobot 0,02. Skor yang kami berikan pada elemen ini
adalah 1 sehingga hasil yang diperoleh adalah 0,02. Hal ini disebabkan sebagian
peralatan yang jarang dibersihkan karena peralatan digunakan setiap hari. Apabila
dilakukan pembersihan peralatan maka dapat mengganggu proses produksi pada
saat itu. Elemen yang terakhir adalah pembuangan bahan sisa minimum dengan
bobot 0,02. Kami memberikan skor 2 sehingga hasil yang diperoleh adalah 0,04.
Alasan kami memberikan skor kurang dikarenakan masih banyaknya bahan sisa
dari pembuatan kerupuk tersebut.
`
31
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum acara 1 yang berjudul Penilaian Denah dan Tata
Letak awal, praktikan mampu :
1. Menggambarkan tata letak awal industri dalam bentuk denah yang ada pada
hasil praktikum dengan skala yang telah ditentukan yaitu 1:100.
2. Melakukan penilaian menggunakan tabel skor. Pemberian skor dilakukan
pada masing-masing tata letak sesuai dengan kriteria tata letak yang baik.
Hasil yang didapat untuk penilaian tata letak adalah 2,43 berdasarkan
penjumlahan bobot dikalikan dengan skor pada setiap kriteria penilaian.
3. Mendeskripsikan kondisi umum objek kajian yang belum sepenuhnya masuk
dalam kriteria tata letak yang baik. Terutama pada pengendalian kebisingan,
kotoran, dan debu, hal ini belum dikendalikan dengan baik.
`
32
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Tata Letak Fasilitas dan Ruang Lingkupnya. Dalam
http://library.binus.ac.id/ecolls/ethesis/bab2/2007-3-00465-
ti%20bab%202.pdf. Diakses pada tanggal 13 Maret 2013 pukul 17.32
WIB.
Anonim. 2013. Mengkomunikasikan Gambar Denah, Potongan, Tampak dan
DetailL Bangunan. Dalam http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._
PEND._TEKNIK_ARSITEKTUR/197106071998021-ERNAKRISNA
NTO/Menkomunikasikan gambar_tampak_dan_potongan.pdf. Diakses
pada tanggal 8 Maret 2013 pukul 19.05 WIB.
K. Susanta, Gatut dan Danang Kusjuliadi P..2007. Cara Praktis Menghitung
Kebutuhan Material Rumah. Bogor: Penebar Swadaya.
Manek, N J . 2001. Comprehensive Industrial Engineering .Laxmi Publications.
New Delhi.
Meyers, Fred E.. 2005. Manufacturing Facilities Design ang Material Handling,
3rd
Edition. Prentice Hall. USA.
Rainbow. 2010. Perancangan Tata Letak. Dalam http://digilib. ittelkom.
ac.id/index.php?option=com_content&viewarticle&id=670:tataletak&cati
d=25:industri&Itemid=14. Diakses pada tanggal 8 Maret 2013 pukul 20.05
WIB.
Tjahjadi, Sunarto. 2002. Data Arsitek. Jakarta: Erlangga.
Wignojoesoebroto, sritomo. 2009. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan
Edisi 3. Surabaya: Penerbit Guna Swadaya.
Yulianto,Widi. 2003. Aplikasi AutoCAD 2002 untuk Pemetaan dan SIG. Jakarta:
PT Elex Media Komputindo.
Zimmerer, Thomas W., dkk. 2008. Essentials of Entrepreneurship and Small
Business Management, 5th
ed. Pearson Education, Inc. New Jersey.
`
33
LAPORAN PRAKTIKUM
TATA LETAK DAN PENANGANAN BAHAN
ACARA 2
PETA KERJA UNTUK EVALUASI
TATA LETAK AWAL
KELOMPOK A6
ANGGOTA
Febriana Kumala D. 11/311492/TP/09950
Arief Maharani 11/311591/TP/09963
Riska Dian Nur L. 11/311902/TP/09980
Devira Setyastuti 11/312278/TP/10006
Co. Ass
Ciptaning Cahyaningrum
LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
`
34
2013
`
35
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peta kerja merupakan suatu alat yang menggambarkan kegiatan kerja
secara sistematis dan jelas. Melalui peta ini dapat dilihat semua langkah atau
kejadian yang dialami oleh suatu bahan mulai dari masuk ke pabrik (berbentuk
bahan baku), yang menggambarkan semua langkah yang dialaminya, seperti
transportasi, operasi mesin, pemeriksaan dan perakitan, sampai akhirnya menjadi
produk jadi, baik produk lengkap atau merupakan bagian dari suatu produk
lengkap.
Pembuatan peta kerja sangat penting karena berdasarkan peta kerja yang
dibuat dapat dianalisis tata letak suatu industri yang menjadi objek kajian, misal
pada objek kajian tersebut proses yang terjadi belum efektif dan efisien misal
dalam hal proses operasi, aliran proses serta diagram aliran bahan. Peta proses
operasi mencakup semua proses yang terjadi pada bahan yang diolah dari bahan
mentah menjadi bahan jadi. Peta aliran proses menggambarkan proses operasi
namun lebih lengkap. Pada peta aliran proses, terdapat proses transportasi dan
delay. Sedangkan diagram alir menggambarkan aliran perpindahan bahan yang
terjadi dalam industri tersebut.
Oleh sebab itu praktikan melakukan analisis terhadap peta kerja agar dapat
dilakukan evaluasi terhadap tata letak dari industri yang dijadikan sebagai objek
kajian praktikan. Dengan membuat peta kerja dari tata letak awal industri tersebut,
maka praktikan dapat melakukan evaluasi tata letak awal yang sudah ada sehingga
diharapkan tata letak industri yang menjadi objek kajian dapat menjadi lebih baik.
`
36
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum tata letak dan penanganan bahan acara 2 yang
berjudul Peta Kerja untuk Evaluasi Tata Letak Awal adalah:
1. Praktikan dapat membuat peta kerja seperti peta proses operasi, peta aliran
proses, diagram aliran (bagan tali), peta dari-ke, berdasarkan proses
produksi yang terjadi, lengkap dengan data peralatan dan waktu proses.
2. Praktikan dapat mengevaluasi tata letak berdasarkan peta kerja yang
dibuat.
3. Praktikan dapat menganalisis kelebihan dan kekurangan tata letak yang
ada sekarang.
`
37
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Peta kerja merupakan suatu alat yang menggambarkan kegiatan kerja
secara sistematis dengan jelas, dimana dapat digunakan untuk berkomunikasi
secara luas, melalui peta kerja ini kita dapat sekaligus memperoleh informasi-
informasi yang diperlukan untuk memperbaiki metode kerja khususnya kerja
produksi (Sutalaksana,1979).
Peta proses operasi adalah peta yang menggambarkan urutan operasi yang
dilalui suatu produk. Peta proses operasi memperlus peta rakitan dengan
menambahkan setiap operasi ke dalam gambaran grafis pola aliran pertama yang
telah dikembangkan. Keuntungan dan kegunaan peta proses operasi adalah
(Hadiguna, 2008):
a. Mengombinasikan lintasan produksi dan peta rakitan, sehingga
memberikan informasi yang lebih lengkap.
b. Menunjukan operasi yang harus dilakukan setiap komponen.
c. Menunjukan urutan operasi tiap komponen.
d. Menunjukan urutan fabrikasi dan rakitan tiap komponen.
e. Menunjukan kerumitan nisbi fabrikasi tiap komponen.
f. Menunjukan hubungan tiap komponen.
g. Menunjukan panjang nisbi lintasan fabrikasi dan ruang yang dibutuhkan.
h. Menunjukan titik tempat komponen memasuki proses.
i. Menunjukan tingkat kebutuhan sebuah rakitan.
j. Membedakan antara komponen yang dibeli dan dibuat.
k. Membantu perencanaan tempat kerja mandiri.
Peta proses operasi (operation process chart) umumnya digunakan untuk
menggambarkan urut-urutan kerja khusunya untuk kegiatan-kegiatan yang
produktif sja seperti operasi dan inspeksi. Dengan kata lain, pada peta proses
operasi, akan menunjukkan langkah-langkah secara kronologis dari semua operasi
inspeksi, waktu longgar dan bahan baku yang digunakan di dalam satu proses
`
38
manufacturing yaitu dimulai dari datangnya bahan baku sampai ke proses
pengemasan (packaging) dari produ jadi yang dihasilkan.
Diagram aliran pada dasarnya persis sama dengan peta aliran proses.
Hanya saja penggambarannya dilakukan di atas gambar layout dari fasilitas kerja.
Tujuan pokok dalam pembuatan flow diagram adalah untuk mengevaluasi
langkah-langkah proses dalam situasi yang lebih jelas, di samping tentunya bisa
dimanfaatkan untuk melakukan perbaikan-perbaikan di dalam desain layout
fasilitas produksi yang ada. Peta aliran proses adalah suatu peta yang akan
menggambarkan semua aktivitas baik produktif maupun tidak produktif yang
terlibat dalam proses pelaksanaan kerja (Wignjosoebroto, 1993).
Peta Proses Operasi merupakan suatu diagram yang menggambarkan
langkah-langkah proses yang akan dialami bahan baku mengenai urutan-urutan
operasi dan pemeriksaan (Ulrich, 2000). Jadi, dalam suatu peta proses operasi
yang dicatat hanyalah kegiatan-kegiatan operasi dan pemeriksaan saja.
Peta Proses Operasi juga disebut garis bagan proses. Bagan proses operasi
memberikan pandangan dari seluruh proses dengan hanya merekam kegiatan
utama dan inspeksi yang terlibat dalam proses. Peta Proses Operasi hanya
menggunakan dua symbol yaitu operasi dan inspeksi. Peta Proses Operasi sangat
membantu untuk (Kumar, 2006):
a. Memvisualisasikan urutan lengkap dari operasi dan pemeriksaan dalam
proses
b. Mengetehui di mana operasi yang dipilih cocok untuk rincian ke dalam
seluruh proses
c. Dalam Peta Proses Operasi, representasi grafis dari poin di mana bahan
diperkenalkan ke proses serta apa operasi dan inspeksi akan
ditampilkan pada tampilan peta proses operasi tersebut.
Diagram Alir (flowchart) adalah gambar dari rangkaian langkah-langkah
dari sebuah proses (Sprankle, 2006). Grafis yang disajikan berupa gambar-gambar
notasi yang setiap bentuk memiliki arti tersendiri. Beberapa notasi diagram alir
yang umum digunakan untuk pemrograman ditunjukkan oleh Tabel 1.
`
39
Ada dua kemungkinan yang menimbulkan perlunya penilaian tata letak
(Anonim, 2013):
1. Evaluasi tata letak yang ada dengan tujuan mencari peluang perbaikan.
2. Evaluasi terhadap tata letak alternative untuk suatu masalah atau
proyek tunggal.
Tetapi untuk melakukan evaluasi dibutuhkan perlakuan-perlakuan yang
mencakup:
1. Kriteria yang dikembangkan pada awal proses tata letak.
2. Kriteria tata letak atau ukuran yang menentukan tata letak yang baik.
3. Perbandingan atas modal (ROI) dari fasilitas baru.
`
40
Pada dasarnya peta-peta bisa dibagi kedalam dua kelompok besar
berdasarkan kegiatannya, yaitu (Anonim, 2013):
1. Peta-peta kerja yang digunakan untuk menganalisis kegiatan kerja
keseluruhan.
2. Peta-peta kerja yang digunakan untuk menganalisis kegiatan kerja setempat.
Dalam hal ini tentunya kita harus bisa membedakan antara kegiatan kerja
keseluruhan dan kegiatan kerja setempat. Disebut keseluruhan jika melibatkan
sebagian besar atau semua sistem kerja yang diperlukan untuk membuat produk
yang bersangkutan. Sementara yang dimaksud dengan kegiatan kerja setempat,
apabila hal itu menyangkut hanya satu sistem kerja saja yang biasanya melibatkan
orang dan fasilitas dalam jumlah terbatas.
Peta aliran proses (flow process chart) menunjukkan urutan operasi.,
pemeriksaan, transportasi, menunggu, dan penyimpanan yang terjadiselama
proses. Berisi informasi untuk menganalisis tiap komponen atau assembly.
Berguna untuk mengetahui aliran bahan mulai masuk proses sampai aktivitas
akhir, mengetahui jumlah kegiatan yang dialami bahan selama proses, alat
melakukan perbaikan proses atau metode kerja, serta memberi informasi waktu
penyelesaian proses (Anonim, 2013).
Keuntungan utama dari penggambaran peta aliran proses ini adalah
langkah-langkah proses baik yang bersifat produktif (operasi dan inspeksi)
ataupun tidak produktif (transportasi, menunggu, dan menyimpan) . Dengan peta
aliran proses maka akan dapat diperoleh keuntungan atas perbaikan proses, antara
lain (Anonim, 2013):
1. Mengurangi operasi-operasi yang tidak perlu atau mengkombinasikannya
dengan operasi yang lain.
2. Mengurangi aktivitas handling yang tidak efisien.
3. Mengurangi jarak perpindahan material dari satu operasi ke operasi yang
lain.
4. Mengurangi waktu yang terbuang percuma karena kegiatan yang tidak
produktif seperti menunggu atau transportasi.
`
41
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Pembuatan PPO
Pada baris teratas ditulis Peta Proses Operasi, diikuti
informasilain seperti nama obyek, nama pembuat peta,
tanggal dipetakan, nomor peta
Bahan yang akan diproses ditulis diatas garis horizontal.
Jika bahan lebih dari satu, bahan utama atau bahan yang
mengalami operasi terbanyak digambarkan di bagian paling
kanan kertas.
Digambarkan dengan garis menurun, menunjukkan adanya
operasi dan inspeksi yang dialami dengan menggunakan
lambang lingkaran dan bujur sangkar. Disebelah kanan
lambang lingkaran atau bujur sangkar, dituliskan informasi
nama operasi/inspeksi, kondisi operasi, mesin yang
digunakan atau stasiun kerja yang melaksanakan
operasi/inspeksi. Disebelah kiri lambang bulatan atau bujur
sangkar, dituliskan waktu yang diperlukan.
Bahan tambahan yang mengalami operasi/inspeksi
digambarkan di sebelah kiri bahan utama/bahan dengan
proses terpanjang.
`
42
B. Pembuatan PAP
Bahan tambahan yang tidak mengalami operasi (dibeli
langsung dipakai) digambarkan langsung di titik bahan
tersebut bergabung.
Penomoran kegiatan operasi atau inspeksi dilakukan secara
berurutan sesuai dengan urutan operasi atau inspeksi yang
terjadi.
Setelah PPO selesai dibuat, dituliskan ringkasan jumlah
kegiatan operasi dan inspeksi
Formulir PAP dibuat seperti contoh
Diisi sesuai dengan kegiatan yang diamati
Aliran bahan/orang yang diamati ditentukan
`
43
Kolom sebelah kanan dilengkapi dengan data seperti :
jarak perpindahan, jumlah orang terlibat, waktu yang
dibutuhkan, metode perpindahan, frekuensi pemindahan,
nomor departemen, dan lain-lain.
Dilanjutkan ke seluruh proses
Dalam penentuan langkah, diharuskan mengikuti satu
orang atau satu obyek saja
Peta dikaji untuk kemungkinan perbaikan
`
44
C. Pembuatan Diagram Alir
Dengan menggunakan dengan denah yang sudah
diperoleh di acara 1, aliran bahan yang ada diatas denah
tersebut digambarkan
Dibuat dengan memindahkan lambang-lambang pada
peta aliran proses ke dalam diagram aliran, dari awal
sampai akhir proses.
Lambang-lambang dihubungkan dengan garis untuk
menunjukkan lintasan perjalanan bahan.
Pengamatan dilakukan :
Lokasi kritis : banyak garis yang berpotongan
yang menggambarkan lintasan pemindahan bahan
yang padat
Perpindahan bolak-balik (back-tracking)
Lambang-lambang dihubungkan dengan garis untuk
menunjukkan lintasan perjalanan bahan.
Pengamatan dilakukan :
Lokasi kritis : banyak garis yang berpotongan
yang menggambarkan lintasan pemindahan bahan
yang padat
Perpindahan bolak-balik (back-tracking)
`
45
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Peta Proses Operasi
(terlampir)
2. Peta Aliran Proses
(terlampir)
3. Diagram Alir
(terlampir)
B. Pembahasan
Pada praktikum acara 2 Tata Letak Penanganan Bahan dengan judul “Peta
Kerja Untuk Evaluasi Tata Letak Awal” ini bertujuan untuk dapat membuat peta
kerja seperti peta proses operasi, peta aliran proses, diagram aliran (bagan tali),
peta dari-ke, berdasarkan proses produksi yang terjadi, lengkap dengan data
peralatan dan waktu proses, dapat mengevaluasi tata letak berdasarkan peta kerja
yang dibuat dan menganalisis kelebihan dan kekurangan tata letak yang ada
sekarang. Objek dalam peta kerja ini adalah proses pembuatan kerupuk yang
berada di Jalan Janti Gg. Nuri 66 Gedong Kuning, Banguntapan, Bantul,
Yogyakarta.
Peta kerja merupakan suatu alat yang menggambarkan kegiatan kerja
secara sistematis dan jelas. Dalam peta ini dapat dilihat semua langkah atau
kejadian oleh suatu benda kerja dari mulai masuk pabrik (berbentuk bahan baku)
kemudian menggambarkan semua langkah yang dialami seperti transportasi,
operasi mesin, pemeriksaan dan perakitan, sampai akhirnya produk jadi, baik
produk lengkap atau merupakan bagian dari suatu produk lengkap. Pada dasarnya,
semua perbaikan tersebut ditujukan untuk mengurangi biaya produksi secara
keseluruhan, dengan demikian peta ini merupakan alat yang baik untuk
`
46
menganalisa suatu pekerjaan sehingga mempermudah dalam perencanaan
perbaikan kerja.
Peta kerja adalah alat yang menggambarkan kegiatan kerja secara
sistematis dan jelas sekaligus mendapatkan informasi yang diperlukan untuk
memperbaiki suatu metode kerja. Lewat peta kerja dapat diketahui semua langkah
kegiatan atau kejadian yang dialami oleh suatu benda kerja mulai dari bahan
masuk pabrik kemudian menggambarkan semua langkah yang dialaminya.
Berdasarkan kegiatannya, peta kerja dibagi dalam 2 kelompok, yaitu :
1. Peta kerja yang digunakan untuk menganalisis kegiatan kerja secara
keseluruhan:
a. Peta Proses Operasi (OPC)
b. Peta Aliran Proses (FPC)
c. Peta Proses Kelompok Kerja (GPC)
d. Assembly Chart (AC)
e. Diagram Aliran (FD)
2. Peta kerja yang digunakan untuk menganalisis kegiatan kerja setempat:
a. Peta Pekerja dan Mesin
b. Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan
Peta Proses Operasi merupakan suatu diagram yang menggambarkan
langkah-langkah proses yang akan dialami bahan baku mengenai urutan-urutan
operasi dan pemeriksaan sejak dari awal sampai menjadi produk jadi utuh dengan
menyertakan informasi seperti waktu yang digunakan per operasi, bahan yang
digunakan, alat yang digunakan, dan operasi serta inspeksi yang dilakukan. Peta
proses kerja menjadi acuan dalam melakukan perancangan tata letak pabrik baru
dan pembuatan kerja lainnya, sebagai contoh peta aliran proses. Dalam peta
proses operasi, hanya kegiatan yang produktif yang digambarkan, dan semua
bahan baku yang digunakan dalam proses produksi dibuat dalam satu peta proses
operasi.
Peta Aliran Proses suatu diagram yang menunjukkan urutan-urutan
operasi, pemeriksaan, transportasi, menunggu, dan penyimpanan yang terjadi
selama satu proses atau prosedur berlangsung, serta di dalamnya memuat pula
informasi-informasi yang diperlukan untuk analisis seperti waktu yang dibutuhkan
`
47
dari jarak perpindahan. Pada prinsipnya peta aliran proses hampir sama dengan
peta proses operasi. Perbedaannya hanyalah pada peta aliran proses terdapat
kegiatan transportasi dan penundaan (delay) disertai dengan waktu jarak
perpindahannya, sedangkan pada peta proses operasi hanya terdapat proses
operasi dan inspeksi serta diakhiri dengan penyimpanan. Peta aliran proses dibuat
untuk tiap jenis bahan baku sehingga setiap satu bahan baku yang mengalami
proses atau inspeksi memiliki satu peta aliran proses.
Diagram Aliran merupakan diagram yang menggambarkan langkah-
langkah yang digambarkan diatas tata letak yang menunjukkan lokasi dari semua
aktivitas yang terjadi dalam peta aliran proses. Aktivitas pergerakan suatu
material atau orang dari suatu tempat ketempat berikutnya dinyatakan oleh garis
aliran dalam diagram tersebut. Arah aliran digambarkan oleh anak panah kecil
pada garis aliran tersebut. Tujuan adalah untuk mengevaluasi langkah-langkah
proses dalam situasi yang jelas serta dapat dimanfaatkan untuk melakukan
perbaikan-perbaikan didalam desain layout fasilitas produksi yang ada. Dalam
diagram aliran ini , hal yang dapat diamati adalah lokasi kritis yaitu diketahui
dengan banyaknya garis potong yang menggambarkan lintasan perpindahan bahan
yang terdapatnya perpindahan bolak-balik atau disebut dengan Back-Tracking.
Peta proses operasi merupakan suatu diagram yang menggambarkan
langkah-langkah proses yang akan dialami bahan-bahan baku mengenai urutan-
urutan operasi dan pemeriksaan dari tahap awal sampai menjadi produk jadi atau
komponen, dan memuat informasi-informasi yang diperlukan untuk menganalisis
lebih lanjut seperti waktu, material, tempat, alat, dan mesin yang digunakan.
Informasi-informasi yang diperoleh dari peta proses operasi memiliki beberapa
manfaat antara lain :
1. Mengetahui kebutuhan terhadap mesin dan anggarannya.
2. Memperkirakan kebutuhan terhadap bahan baku dengan memperhitungkan
efisiensi tiap operasi dan pemeriksaan.
3. Menentukan tata letak pabrik.
4. Melakukan perbaikan cara kerja yang sedang digunakan.
5. Melatih cara kerja
`
48
6. Mengetahui jumlah dan urutan operasi yang harus dilakukan terhadap
bahan.
7. Mengidentifikasi kesulitan yang mungkin timbul dalam aliran produksi.
Peta proses operasi dapat digambarkan dengan baik apabila menggunakan
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Membuat judul Peta Proses Operasi dan identifikasi nama obyek, nama
pembuat peta, tanggal dipetakan, nomor peta, dan nomor gambar.
2. Material yang digunakan ditempatkan di atas garis horizontal, yang
menunjukkan bahwa material tersebut masuk ke dalam proses.
3. Garis vertikal, menunjukkan adanya operasi dan atau inspeksi yang
dialami dengan menggunakan lambang lingkaran dan bujur sangkar. Di
sebelah kanan lambang lingkaran atau bujur sangkar, tuliskan informasi
nama operasi/inspeksi, kondisi operasi, mesin yang digunakan atau stasiun
kerja yang melaksanakan operasi/ inspeksi. Di sebelah kiri lambang
bulatan atau bujur sangkar , tuliskan waktu yang diperlukan.
4. Penomoran terhadap suatu kegiatan operasi diberikan secara berurutan
sesuai dengan urutan operasi yang dibutuhkan untuk pembuatan produk
tersebut atau sesuai dengan proses yang terjadi.
5. Penomoran terhadap suatu kegiatan pemeriksaan diberikan secara
tersendiri dan prinsipnya sama dengan penomoran untuk kegiatan operasi.
6. Produk yang biasanya paling banyak memerlukan operasi, harus dipetakan
terlebih dahulu dan berarti dipetakan dengan garis vertikal di sebelah
kanan halaman kertas.
7. Setelah PPO selesai dibuat, dituliskan ringkasan jumlah kegiatan operasi
dan inspeksi.
Peta proses operasi dalam pembuatan kerupuk terdiri dari 20 operasi, 18
inspeksi dan 1 penyimpanan. Proses operasi berlangsung selama 1155 menit (19
jam 25 menit). Operasi pertama ialah penimbangan tepung kanji sebagai bahan
baku kerupuk yaitu sebanyak 60 Kg, diikuti dengan adanya inspeksi (inspeksi
pertama), inspeksi yang dimaksud disini ialah ada pemeriksaan akan berat tepung
kanji yang akan di pakai dalam proses pembuatan kerupuk, apakah massa yang
dibutuhkan sudah sesuai atau belum. Penimbangan dilakukan dengan
`
49
menggunakan timbangan. Operasi ke-2, penimbangan bawang sebanyak 5 Kg
sebagai bahan tambahan dalam pembuatan kerupuk dengan menggunakan
timbangan. Terdapat inspeksi (inspeksi ke-2) dalam operasi ke-dua ini, yaitu
memeriksa massa bawang yang akan dipakai, apakah sudah sesuai. Operasi ke-3,
penimbangan ikan laut sebanyak 4 Kg yang juga berperan sebagai bahan
tambahan dengan menggunakan timbangan. Ada inspeksi (inspeksi ke-3) dalam
operasi ini, pemeriksaan akan massa ikan laut yang di pakai untuk di campur
dengan tepung kanji sebanyak 60 Kg. Operasi ke-4, penimbangan garam sebanyak
16 Kg sebagai bahan tambahan dengan menggunakan timbangan. Terdapat
inspeksi (inspeksi ke-4) dalam operasi ini, pemeriksaan akan massa garam apakah
sudah sesuai atau belum. Operasi ke-5, penimbangan penyedap rasa sebagai bahan
tambahan juga. Terdapat inspeksi (inspeksi ke-5) dalam operasi ini, adanya
pemeriksaan akan massa penyedap rasa yang digunakan. Penimbangan dilakukan
dengan menggunakan timbangan. Kemudian Operasi ke-6, pengukuran volume air
sebesar 300 liter dengan menggunakan gelas ukur. Terdapat inspeksi (inspeksi ke-
6) dalam operasi ini, inspeksi mengenai volume air yang dipakai apakah sudah
cukup atau belum untuk melemaskan adonan. Operasi ke-7, perebusan air
dilakukan selama 90 menit. Dalam proses perebusan ini melibatkan operasi dan
inspeksi (inspeksi ke-7), inspeksi akan mendidihnya air.
Masuk ke dalam proses pembuatan kerupuk, langkah-langkah pembuatan
kerupuk adalah sebagai berikut:
1. Melakukan penimbangan bahan baku dan bahan tambahan dengan
menggunakan timbangan, dalam hal ini melibatkan proses operasi dan
inspeksi.
2. Melakukan pencampuran antara bahan baku dengan bahan tambahan
dalam bak pencampuran, proses ini merupakan operasi ke-8. Pada
pencampuran bahan tidak melibatkan inspeksi melainkan hanya operasi.
Operasi pencampuran bahan ini berlangsung selama 15 menit.
3. Bahan-bahan di aduk secara manual selama 30 menit, melibatkan operasi
dan inspeksi. Langkah 3 ini merupakan operasi ke-9 dan terdapat inspeksi
(inspeksi ke-8). Inspeksi apakah bahan telah tercampur secara merata
dilakukan.
`
50
4. Setelah itu, adonan masuk ke dalam proses penggilingan dengan mesin
giling yang melibatkan operasi dan inspeksi. Penggilingan merupakan
operasi ke-10 dan ada inspeksi (inspeksi ke-9) akan tekstur adonan,
apabila tekstur sudah sesuai maka masuk ke dalam proses selanjutnya.
Tekstur yang dimaksud adalah sampai adonan menjadi kalis.Proses
penggilingan berlangsung selama 40 menit.
5. Pengepresan adonan dilakukan dengan mesin pres, melibatkan operasi
(operasi ke-11) dan inspeksi (inspeksi ke-10). Ketebalan yang diinginkan
ialah ±1 cm, inspeksi dilakukan untuk memeriksa ketebalan adonan yang
dihasilkan oleh mesin pres. Apabila adonan terlalu tebal maka pengepresan
diulang sebanyak ±3 kali pengulangan.
6. Pencetakan kerupuk dengan menggunakan alat pencetak Bossan dilakukan
selama 60 menit. Dalam langkah ini melibatkan operasi (operasi ke-14)
dan inspeksi (inspeksi ke-13). Adonan dicetak dengan mesin Bossan,
ketika hasil cetakan tersebut tidak bagus yaitu kerupuk yang dihasilkan
tipis maka dilakukan pemisahan. Bentuk cetakan yang tidak bagus (tipis)
diletakkan di bak khusus yang nantinya akan diolah kembali.
7. Hasil cetak yang bagus masuk kedalam proses pengukusan yang
melibatkan operasi (operasi ke-15) dan inspeksi (inspeksi ke-14).
Pengukusan dilakukan dengan menggunakan ketel uap selama 5 menit.
Selama pengukusan dilakukan pemeriksaan akan suhu ketel uap.
8. Penjemuran dilakukan secara manual selama 7 jam. Penjemuran ini
dilakukan dengan bantuan sinar matahari, selama penjemuran melibatkan
operasi (operasi ke-16) dan inspeksi (inspeksi ke-15). Kerupuk yang
dijemur akan diperiksa apakah sudah kering atau belum secara manual.
9. Pengovenan dilakukan untuk mengurangi kadar air kerupuk yang telah
dijemur sehingga benar-benar kering. Pengovenan dilakukan
menggunakan oven selama 3 jam bahan bakarnya bukan kayu melainkan
menggunakan LPG dan proses pengovenan ini melibatkan operasi (operasi
ke-17) dan inspeksi (inspeksi ke-16). Inspeksi dilakukan untuk melihat
apakah kerupuk sudah cukup kering atau belum, dan sekaligus dilakukan
perollingan, seperti kerupuk yang tadinya diatas di pindah ke bagian
`
51
bawah, dsb, ini dilakukan supaya semua kerupuk dalam oven keringnya
merata.
10. Penimbangan kerupuk dilakukan sebelum dilakukan penggorengan.
Penimbangan dengan timbangan melibatkan operasi (operasi ke-18) dan
inspeksi (inspeksi ke-17). Pekerja yang menimbang kerupuk memeriksa
apakah kerupuk yang ditimbang sudah sesuai dengan yang diminta atau
belum. Penimbangan kerupuk biasanya untuk sekali timbang mencapai
100 kerupuk.
11. Melakukan penggorengan secara manual selama 3 jam dengan minyak
goreng dan bahan bakarnya ialah kayu bakar. Terdapat operasi (operasi ke-
19) dan inspeksi (inspeksi ke-18) dalam proses penggorengan. Dilihat
apakah kerupuk sudah matang dan tidak terlewat matang.
12. Penirisan dilakukan untuk mengurangi kadar minyak pada kerupuk.
Penirisan ini berlangsung ±1 menit dalam sekali penggorengan dan hanya
melibatkan operasi (operasi ke-20).
13. Dilakukan penyimpanan kerupuk, baik dalam rombong atau dalam plastik.
Peta aliran proses pada pembuatan kerupuk yang kami kunjungi memiliki
beberapa aliran proses menurut bahan-bahannya. Bahan-bahan yang digunakan
pada pembuatan kerupuk adalah tepung tapioka atau tepung kanji, bawang putih
halus, ikan laut, garam, penyedap dan air, sehingga apabila dijumlahkan terdapat
6 peta aliran proses. Menurut aliran proses dari keseluruhan bahan, tepung kanji
memilik aliran proses yang sangat panjang. Hal ini disebabkan oleh tepung kanji
yang merupakan bahan utama dari proses pembuatan kerupuk ini, sedangkan
bahan yang lain merupakan bahan tambahan. Jadi peta aliran proses bahan
tambahan lebih pendek bila dibandingkan dengan peta aliran proses bahan utama.
Peta aliran proses pertama adalah pengolahan bahan tepung kanji dengan
aliran yang ada saat ini. Tepung tapioka atau tepung kanji yang sudah ada di
lokasi penyimpanan dipersiapkan terlebih dahulu. Proses persiapan bahan ini
memiliki elemen pekerjaan berupa operasi saja. Hal ini dikarenakan pada proses
persiapan bahan, tidak terjadi adanya pengukuran ataupun penghitungan, yang
terjadi hanyalah mempersiapkan bahan, Kemudian setelah tepung tapioka sudah
siap, maka dilakukan pemindahan bahan dari lokasi penyimpanan ke lokasi
`
52
penimbangan. Pada proses ini ditandai dengan simbuk panah yang berarti
transportasi. Transportasi dari lokasi penyimpanan menuju lokasi penimbangan
dilakukan secara manual karena jarak antara lokasi penyimpanan dan
penimbangan yang sangat berdekatan. Selain itu kedua lokasi tersebut masih
dalam satu ruangan. Jarak antara lokasi penyimpanan dengan lokasi penimbangan
adalah 1,5 meter dengan waktu tempuh kurang lebih 15 detik untuk satu kali
transportasi. Tepung tapioka yang sudah siap di lokasi penimbangan langsung
ditimbang. Proses penimbangan ini ditandai denga simbol lingkaran dan persegi
empat sama sisi yang berarti operasi dan inspeksi. Terjadinya operasi dan
inspesksi dalam satu elemen pekerjaan karena proses penimbangan membutuhkan
operasi dari pekerja serta pengecekan ukuran bahan baku yang ditimbang.
Pengecekan ini dilakukan untuk menghindari adanya takaran bahan yang salah
sehingga mempengaruhi hasil akhir dari kerupuk tersebut. Jumlah tepung tapioka
yang ditimbang adalah 60 kilogram dengan waktu 90 detik. Timbangan yang
digunakan pada proses ini adalah timbangan yang berukuran besar yang biasanya
digunakan untuk mengukur beras. Setelah tepung tapioka ditimbang dan
massanya sudah sesuai dengan kebutuhan produksi, kemudian tepung tapioka
tersebut dipindahkan menuju bak pencampuran. Proses ini merupakan proses
transportasi yang ditandai dengan tanda panah. Jarak antara lokasi penimbangan
dengan bak pencampuran adala 2 meter dengan waktu tempuh 120 detik dan
massa yang sama yaitu 60 kilogram. Proses pemindahan dilakukan secara manual
karena lokasinya yang berdekatan dan masih dalam satu ruangan, sehingga proses
transportasinya pun berlangsung dengan cepat. Tepung tapioka yang sudah
berada dalam bak penampung, kemudian dilakukan proses pencampuran dengan
bahan tambahan dengan berat 25 kilogram dan 300 liter air. Jadi jumlah massa
total setelah ditambah dengan bahan tambahan adalah 85 kilogram ditambah 300
liter air. Proses pencampuran bahan baku dengan bahan tambahan dilakukan di
dalam bak pencampuran dengan lama proses pencampuran selama 30 menit. Hal
yang menyebabkan proses pencampuran dilakukan sedikit lama adalah untuk
menghindari terjadinya penggumpalan bubur adonan, menjaga agar adonan
tercampur merata, menghindari terjadinya cipratan bubur yang masih panas ke
operator pengaduk dan menghindari terjadinya tumpahan-tumpahan bahan pada
`
53
saat proses pencampuran. Apabila hal ini terjadi, maka skala produksi dapat
berkurang serta berbahaya pula bagi operator. Setelah bubur adonan telah jadi,
kemudian dilakukan proses transportasi dari bak pencampur ke mesin penggiling.
Proses transportasi ini dilakukan secara manual dengan bantuan ember kecil.
Ember kecil digunakan untuk membantu proses pengambilan dari bak yang
kemudian ditransportasikan menuju mesin penggiling. Jarak antara bak
pencampur dengan mesin penggiling adalah 1,25 meter dan waktu yang
diperlukan untuk memindahkan bubur kanji ke dalam mesin penggiling adalah 5
menit. Alat ini dipilih karena apabila menggunakan ember yang besar, operator
akan membutuhkan tenaga yang ekstra kemudian operator juga akan mudah
mengalami kelelahan. Sehingga ember yang dipilih adalah ember kecil, meskipun
perlu melakukan proses transportasi bubur adonan berulang kali, namun operator
merasa nyaman untuk membawanya sehingga pekerja tidak mengalami kelelahan
dalam jangka waktu yang cepat. Selain itu, dapat menghindari cedera otot-otot
ketika membawa bubur adonan dalam ukuran yang kecil-kecil. Kemudian proses
berikutnya adalah penggilingan bubur kanji, penggilingan ini dilakukan hingga
adonan menjadi kalis. Untuk mendapatkan adonan yang kalis dan siap untuk
dicetak membutuhkan waktu sekitar 40 menit untuk satu kali penggilingan. Proses
ini mengalami oprasi penggilingan serta inspeksi pengecekan kekaliasan adonan.
Adonan yang sudah kalis dipindahkan ke meja tunggu secara manual dengan
bantuan karung. Proses pemindahan ini berlangsung selama kurang lebih 3 menit
dengan jarak tempuh sekitar 2 meter. Proses pemindahan ini cukup lama karena
sulitnya mengeluarkan adonan yang masih menempel dari mesin penggiling.
Proses pemindahan adonan yang sudah kalis ini dinamakan proses transportasi
yang disimbolkan dengan gambar berbentuk panah. Adonan yang sudah berada
dalam meja tunggu mengalami sedikit penundaan. Hal ini disebabkan kecepatan
antara mesin pencetak dan mesin penggiling yang berbeda, sehingga untuk
menunggu mesin pencetak selesai mencetak adonan yang sudah selesai digiling
mengalami waktu penundaan. Pada waktu penundaan, adonan yang sudah kalis
diberi perlakuan dengan menutup adonan dengan karung atau plastik. Hal ini
dilakukan untuk menghindari kontaminasi produk serta untuk menghindari adanya
pengembangan produk yang tidak sesuai. Ketika mesin pencetak akan selesai
`
54
mencetak, adonan yang berada di meja tunggu segera dilakukan pemindahan ke
mesin pengepressan. Jarak antara meja tunggu dengan mesin pengepressan adalah
1 meter sehingga waktu tempuhnya lebuh singkat yaitu 1 menit. Proses
pemindahan adonan dari meja tunggu ke mesin pengepres merupakan proses
transportasi yang ditandai dengan simbol panah. Adonan yang sudah berada di
mengepresan langsung dipress hingga ketebalan 1 cm. Pengepresan ini dibantu
dengan mesin pengepres yang dikerjakan oleh 2 operator. Operator pertama yang
menekan adonan agar masuk ke mesin pengepress, operator kedua mengambil
hasil pengepresan dari bawah. Waktu yang diperlukan untuk satu kali
pengepresan kurang lebih 2,5 menit. Untuk proses ini memang cukup singkat
karena mesin sudah diatur sedemikian rupa untuk mengepres pada ketebalan 1 cm
dengan cepat. Pengepresan ini mengalami dua proses, yaitu opersai pengepresan
serta inspeksi pengejekan ketebalan. Setelah adonan memiliki ketebalan yang
sesuai maka adonan dilakukan pemindahan dari mesin pengepres ke mesin
pencetak. Jarak antara mesin pengepres dengan mesin pencetak memiliki jarak
yang berbeda-beda, karena ada 2 mesin pencetak yang beroprasi namun jaraknya
tidak berdekatan. Untuk mesin pencetak besar memiliki jarak 1,25 meter dengan
waktu tempuh untuk mengisi mesin cetakan hingga penuh adalah 1,5 menit.
Sedangkan untuk mesin pencetak 2 yang memiliki jarak 5 meter memerlukan
waktu sektar 3 menit untuk mengisi mesin pencetak dengan adonan sampai penuh.
Pemindahan adonan yang telah dipress ke mesin penceratan mengalami proses
transportasi yang dilambangkan dengan lambang panah. Adonan yang sudah siap
di dalam mesin pencetak langsung dilakukan proses pencetakan. Proses ini
berlangsung selama kurang lebih 40 menit untuk satu kali adonan. Pada saat
proses pencetakan, sebelum adonan keluar dari mesin pencetak, alas dari mesin
pencetak dilapisi dengan strimin silikon yang nantinya bermanfaat untuk
memudahkan dalam pemindahan adonan, proses penyortiran, serta proses
pemetikan. Pencetakan ini mengalami dua proses, yaitu operasi pencetakan itu
sendiri serta inspeksi pengecekan kecepatan serta ketebalan. Setelah adonan
keluar dari mesin pencetak dan membentuk kerupuk, maka dilakukan proses
sortasi. Adonan disortir berdasarkan bentuk dan kelayakan hasil cetakan. Proses
ini dilakukan secara manual dan dilakukan oleh 1 operator. Penyortiran ini
`
55
memiliki satu operasi saja, yaitu inspeksi mengecek ukuran kerupuk setelah
dicetak. Kemudian setelah dilakukan proses penyortiran, kerupuk dipindahkan
dari lokasi pencetakan ke lokasi pengukusan. Jarak antara mesin cetak 1 dengan
mesin pengukusan adalah 2 meter dan antara mesin cetak 2 ke mesin pengukus
adalah 3 meter dengan watu tempuh 40 detik untuk satu kali pengangkutan.
Kerupuk yang sudah berada di mesin pengukusan segera dikukus dengan ketel
uap selama 5 menit. Kemudian kerupuk dikeluarkan dan dipindahkan kelokasi
penataan kerupuk di alas jemur. Tahapan pemindahan ini merupakan proses
transportasi yang dilambangkan dengan simbol panah. Kemudian kerupuk
dilakukan penataan di atas alas bambu yang kegiatan ini merupakan operasi
penataan. Kerupuk yang sudah tertata rapi kemudian dijemur. Industri kerupuk ini
memiliki dua lokasi penjemuran, lokasi penjemuran pertama berjarak 10,6 meter
sedangkan lokasi penjemuran kedua adalah 15 meter. Kemudian kerupuk dijemur
di dibawah sinar matahari, proses ini merupakan proses operasi penjemuran.
Kerupuk yang dijemur tadi, lalu dibawa ke lokasi pemetikan dengan jarak dari
lokasi penjemuran 1 adalah 4,5 meter dan lokasi penjemuran 2 adalah 22 meter.
Kerupuk yang masih menempel pada strimin-strimin tersebut dilakukan
pemetikan secara manual. Tahapan ini dinamakan operasi pemetikan yang
dilambangkan dengan simbol lingkaran. Kemudian kerupuk kembali dijemur di
lokasi penjemuran. Kerupuk mengalami proses transportasi dari lokasi pemetikan
ke lokasi penjemuran. Yang kemudian dilanjutkan dengan proses operasi
penjemuran di bawah sinar matahari. Total waktu yang diperlukan untuk
melakukan proses penjemuran di bawah sinar matahari adalah 7 jam Setelah
kerupuk cukup kering, kerupuk dipindahkan ke mesin pengovenan untuk
melakukan proses berikutnya. Proses transportasi ini dilakukan secara manual.
Lalu kerupuk dilakukan proses pengovenan selama kurang lebih 3 jam. Tahapan
pengovenan merupakan operasi pengeringan serta inspeksi pengecekan tingkat
kekeringannya. Kerupuk yang telah selesai dioven kemudian mengalami proses
tnasportasi menuju lokasi penimbangan. Proses transportasi ini dilakukan secara
manual dengan jarak antara lokasi pengovenan dengan lokasi penimbangan bahan
setengah jadi adalah 2 meter. Lalu kerupuk ditimbang menggunakan timbangan.
Tahapan ini merupakan operasi penimbangan dan inspeksi pengecekan ukuran.
`
56
Kerupuk yang telah selesai ditimbang kemudian dipindahkan ke lokasi
penggorengan dengan jarak 5 meter dan waktu tempuh 40 detik. Kemudian
kerupuk digoreng menggunakan 2 wajan, wajan pertama dengan minyak manas
dan wajan kedua dengan minyak sangat panas. Kedua wajan ini saling menempel
sehingga tidak memiliki jarak, selain itu proses penggorengan juga dalam 1
waktu. Untuk memperoleh kerupuk yang matang, renyah, dan berwarna purih,
diperlukan waktu 1 menit untuk satu kali penggorengan. Kerupuk yang sudah
selesai digoreng kemudian ditiriskan dalam waktu 1 menit. Tahapan
penggorengan ini merupakan proses operasi penggorengan serta inspeksi
pengecekan tingkat kematangan kerupuk. Apabila penirisan dilakukan dalam
jangka waktu yang cukup lama, maka akan merusak tekstur dari kerupuk tersebut.
Proses penirisan ini hanya melewati operasi penirisan saja. Kemudian kerupuk
dipindahkan ke plastik atau rombong dengan cara manual dan berjarak kurang
lebih 5 meter dari lokasi penirisan.
Peta aliran proses kedua adalah pengolahan bawang putih. Bawang putih
yang sudah halus dipersiapkan terlebih dahulu di dalam baskom. Tahap persiapan
ini mengalami proses operasi yang dilambangkan dengan bentuk lingkaran.
Bawang putih yang sudah siap di dalam baskom dilakukan pemindahan dari
lokasi persiapan ke lokasi penimbangan. Jarak lokasi persiapan dengan lokasi
penimbangan adalah 22 meter dengan waktu tempuh 1,5 menit. Tahapan
pemindahan ini merupakan proses transportasi yang ditandai dengan dimbol
panah. Pemindahan bawang putih dilakukan secara manual dengan bantuan
baskom yang berisi bawang putih tadi. Bawang putih yang sudah halus tadi
ditimbang dengan massa 5 kilogram menggunakan timbangan besar dengan waktu
20 detik. Tahapan penimbangan ini dinamakan proses operasi penimbangan serta
inspeksi pengecekan ukuran. Proses operasi penimbangan ditandai dengan simbol
lingkaran sedangkan inspeksi pengecekan ukuran dilambangkan dengan simbaol
persegi empat sama sisi. Bawang putih yang massanya sudah mencapai 5
kilogram segera dipindahkan ke bak pencampuran. Tahapan pemindahan ini
dinamakan proses transportasi yang ditandai dengan lambang panah. Jarak antara
lokasi penimbangan dengan bak penampung adalah 2 meter. Kemudian bawang
putih dicampur dengan bahan baku yaitu tepung kanji serta bahan tambahan lain.
`
57
Pencampuran bawang putih ini melewati dua proses, yaitu proses operasi
pencampuran yang dilambangkan lingkaran dan inspeksi pengengecekan
kekentalan bubur kanji yang dilambangkan persegi empat sama sisi.
Peta aliran proses berikutnya adalah ikan laut. Ikan laut yang sudah halus
dipersiapkan terlebih dahulu di dalam baskom. Tahap persiapan bahan tambahan
berupa ikan laut merupakan proses operasi yang ditandai dengan lambang
lingkaran. Ikan laut yang sudah siap dilakukan pemindahan dari lokasi persiapan
ke lokasi penimbangan. Tahapan pemindahan ini ditandai dengan proses
transportasi yang ditandai dengan simbol panah. Jarak antara tempat persiapan
dengan lokasi penimbangan adalah 22 meter dengan waktu tempuh 1 menit.
Setelah ikan laut berada di timbangan, ikan laut langsung ditimbang
menggunakan timbangan. Kegiatan penimbangan merupakan tahapan dari proses
operasi penimbangan dan inspeksi pengecekan massa ikan laut. Untuk
menimbang ikan laut dengan massa 4 kilo gram membutuhkan waktu 2 menit.
Ikan laut yang sudah siap langsung dipindahkan dari lokasi penimbangan ke
lokasi bak pencampur. Jarak antara lokasi penimbangan dengan bak pencampur
adalah 2 meter dengan waktu tempuh 20 detik. Waktu tempuh pemindahan ini
cukup singkat karena jarak yang pendek dan massa yang kecil bila dibandingkan
dengan bahan baku (tepung kanji). Tahapan pemindahan ini merupakan proses
transportasi yang di lambangkan dengan simbol panah. Ikan laut yang sudah adadi
dalam bak pencampur langsung dilakukan proses pencampuran dengan bahan
baku (tepung kanji) dan bahan tambahan lain. Ketika adonan dicampur, adonan
mengalami operasi pencampuran dan inspeksi pengecekan hingga bubur kanji
tercampur merata. Untuk memperoleh bubur kanji yang sesuai standar produksi
kerupuk diperlukan waktu selama 30 menit dengan 2 operator.
Selanjutnya peta aliran proses pengolahan garam. Garam yang masih di
dalam plastik dipersiapkan terlebih dahulu. Tahapan persiapan ini merupakan
proses operasi yang ditandai dengan lambang lingkaran. Garam yang sudah siap
langsung dipindahkan ke lokasi penimbangan secara manual. Jarak antara lokasi
persiapan ke lokasi penimbangan adalah 2 meter dengan waktu tempuh 30 detik.
Pemindahan garam dari lokasi penyimpanan ke lokasi penimbangan merupakan
proses transportasi yang ditandai dengan simbol panah. Garam langsung
`
58
ditimbang menggunakan timbangan dengan massa garam 16 kilogram. Tahapan
penimbangan ini merupakan proses operasi penimbangan serta inspeksi
pengecekan massa garam. Setelah itu garam dengan massa 16 kilogram langsung
dipindahkan ke bak pencampur untuk proses berikutnya. Proses pemindahan
merupakan proses transportasi. Jarak antara lokasi penimbangan dengan bak
pencampur adalah 1,5 meter dengan waktu tempuh 15 detik. Kemudian garam
dicampur dengan bahan baku serta bahan tambahan lain. Proses pencampuran ini
membutuhkan waktu selama 30 menit untuk menghasilkan bubur kanji yang baik.
Bahan tambahan yang berbentuk kering yang lain adalah penyedap rasa.
Peta aliran proses ini diawali dengan persiapan garam. Tahapan persiapan garam
ini dinamakan operasi persiapan. Garam yang sudah siap, langsung dipindahkan
ke lokasi penimbangan. Jarak lokasi persiapan dengan lokasi penimbangan adalah
22 meter dengan waktu tempuh 1 menit. Kegiatan pemindahan ini dinamakan
dengan proses transportasi yang ditandai dengan lambang panah. Penyedap rasa
langsung dilakukan proses penimbangan. Pada proses ini kami tidak boleh
mengetahui komposisi penggunaan penyedap rasa dan waktu penimbangan. Hal
ini dikarenakan komposisi dari penyedap rasa merupakan rahasia dari industri
kerupuk tersebut. Setelah dilakukan penimbangan, penyedap rasa dipindahkan
dari lokasi penimbangan ke bak pencampuran. Jarak antara lokasi penimbangan
dan bak pencampur adalah 1, meter dengan waktu tempuh 15 detik. Kemudian
penyedap rasa dicampur dengan bahan baku dan bahan tambahan lain. Proses
pencampuran bahan ini berlangsung selama 30 menit hingga diperoleh bubur
kanji yang sesuai.
Kemudian peta aliran proses berikutnya adalah air. Air dipersiapkan
terlebih dahulu. Kemudian air yang sudah siap dipindahkan dari kran menuju
dandang besar untuk proses perebusan. Proses pemindahan ini dilakukan dengan
bantuan selang. Jarak antara kran dengan dandang adalah 1,5 dengan waktu 5
menit untuk mendapatkan air dengan volume 300 liter. Proses pemindahan air ini
merupakan proses transportasi. Kemudian air direbus sampai mendidih (suhu
100oc), proses perebusan ini dilakukan menggunakan dandang berbahan bakar
kayu. Waktu yang diperlukan untuk mendapatkan air mendidih adalah 1,5 jam.
Tahapan ini merupakan operasi perebusan dan inspeksi dengan melihat
`
59
munculnya tanda-tanda air sudah mendidih. Setelah air mendidih, air dipindahkan
ke bak pencampur dengan bantuan ember kecil. Proses pemindahan ini dilakukan
sedikit demi sedikit karena apabila dipindahkan secara langsung dan dalam skala
banyak maka akan membuat adonan yang dicampur akan mudah menggumpal.
Setelah melalui proses transportasi, air dicampur dengan bahan baku dan bahan
tambahan lain hingga menjadi bubur kanji.
Pada peta aliran proses berikutnya dalah peta aliran proses minyak goreng.
Minyak goreng sebelum digunakan dipersiapkan terlebih dahulu di dalam drum.
Kemudian minyak goreng dipindahkan dari drum ke jerigan dengan bantuan
pompa. Minyak goreng yang sudah ada di dalam jerigen langsung dipindahkan ke
wajan. Kedua proses pemindahan ini merupakan proses transportasi yang
dilambangkan dengan simbol panah. Jarak antara lokasi pemindahan pertama ke
pemindahan kedua adalah 2,5 meter dengan waktu tempuh 30 detik. Kemudian
minyak goreng dipanaskan untuk menggoreng kerupuk. Untuk memperoleh
kerupuk yang siap disajikan diperlukan waktu penggorengan selama 1 menit
untuk sekali penggorengan. Kerupuk yang sudah matanglangsung ditiriskan. Pada
saat proses penirisan terdapat minyak goreng yang menetes ke bawah yang
kemudian dihubungkan ke bak penampung. Pada tahapan ini merupakan proses
trasportasi pemidahan minyak goreng dari alat peniris ke bak penampung minyak.
Minyak yang sudah terisi penuh di bak penampung atau basok dipindahkan ke
wajan untuk melakukan proses penggorengan kembali.
Pada saat proses penirisan kerupuk diberi daun bawang secukupnya.
Kemudian peta aliran proses pada daun bawang dimulai dengan persiapan di
dalam plastik. Daun bawang yang sudah siap di dalam plastik sudah dalam bentuk
irisan tipis-tipis. Kemudian daun bawang dipindahkan ke atas kerupuk dengan
cara manual. Tahapan proses daun bawang ini hanya berhenti sampai disini saja.
Hal ini dikarenakan daun bawang merupakan bahan yang apabila ditambahkan
ataupun tidak ditambahkan tidak mempengaruhi harga kerupuk tersebut.
Diagram alir pada produksi kerupuk ini dimulai pada lokasi penyimpanan.
Setiap bahan baku memiliki lokasi penyimpanan yang berbeda-beda. Pada
diagram alir pertama adalah bahan baku yaitu tepung kanji. Tepung kanji
disimpan di lokasi penyimpanan yang berjarak 1,5 meter dari lokasi penimbangan.
`
60
Kemudian dari lokasi penyimpanan tepung kanji menuju lokasi penimbangan.
Setelah melakukan penimbangan tepung kanji dipindahkan menuju ke bak
penampung. Jarak antara lokasi penimbangan menuju bak pencampur adalah 2
meter. Di bak pencampur, tepung kanji dicampur dengan bahan tambahan lain.
Pencampuran seluruh bahan ini hingga memperoleh bubur kanji yang sesuai
standar bubur kanji yang ditentukan oleh industri tersebut. Kemudian bubur kanji
dipindahkan ke mesin penggiling, jarak bak pencampur dengan mesin penggiling
adalah 1,25 meter. Proses penggilingan bubur kanji dilakukan hingga bubur kanji
menjadi adonan yang kalis. Lalu adonan tersebut dipindahkan dari mesin
penggiling ke meja tunggu dengan jarak 2 meter. Adonan yang sudah berada di
meja tunggu kemudian dipindahkan ke mesin pengepresan dengan jarak 1 meter.
Adonan yang sudah dipress kemudian dipindahkan ke mesin pencetak. Jarak
antara mesin pengepressan ke mesin pencetak adalah 1,25 meter untuk mesin
pencetak 1 dan 5 meter untuk mesin pencetak 2. Adonan hasil pencetakan dan
sudah mengalami proses penyortiran dipindahkan ke lokasi pengukusan. Jarak
antara mesin cetak 1 dengan lokasi pengukusan adalah 2 meter dan mesin cetak 2
dengan lokasi pengukusan adalah 3 meter. Setelah adonan dikukus dipindahkan
ke lokasi persiapan penjemuran. Lokasi pengukusan dengan lokasi persiapan
penjemuran berjarak 1,2 meter. Kerupuk yang sudah siap dijemur langsung
dipindahkan ke lokasi penjemuran 1 dengan jarak 10,6 meter dan lokasi
penjemuran 2 dengan jarak 15 meter. ketika kerupuk sudah dijemur kemudian
dilakukan proses pemetikan. Jarak lokasi penjemuran dengan lokasi pemetikan 1
adalah 4,5 meter dan dari lokasi penjemuran 2 adalah 21,1 meter. Setelah kerupuk
dipetik kemudian dijemur lagi, kerupuk yang sudah kering kemudian dipindahkan
ke lokasi pengovenan dengan jarak tempuh 20 meter dari lokasi penjemuran 1 dan
22 meter dari lokasi penjemuran 2. Kerupuk yang sudah selesai dioven kemudian
dipindahkan ke lokasi penimbangan dengan jarak 2 meter. Kemudian kerupuk
dipindahkan ke lokasi penggorengan dengan jarak 5 meter, lalu dipindahkan ke
lokasi penirisian yang sangat berdekatan dengan lokasi pengorengan. Kerupuk
yang sudah ditiriskan langsung dimasukkan ke dalam rombong atau plastik besar
dengan jarak kurang lebih 5 meter.
`
61
Diagram alir berikutnya adalah diagram alir bahan tambahan. Untuk bahan
tambahan berupa garam, lokasi penyimpanannya berjarak 2 meter dari lokasi
penimbangan. Garam yang sudah ditimbang kemudian dipindahkan ke bak
pencampur dengan jarak 1,5 meter. Kemudian proses aliran bahan berhenti di bak
pencampuran pada proses pencampuran. Hal ini dikarenakan pada pencampuran
bahan, tepung kanji merupakan bahan yang dominan diantara bahan lain.
Kemudian untuk bahan tambahan yang berupa bawang putih halus, ikan laut halus
dan penyedap rasa disipman di lokasi terpisah. Hal ini dikarenakan ketiga bahan
tambahan tersebut memerlukan perlakuan khusus, sehingga lokasi
penyimpanannya yang terpisah. Kemudian dari lokasi penyimpanan dipindahkan
menuju lokasi penimbangan dengan jarak 22 meter. Ketiga bahan tersebut
ditimbang dengan massa yang sesuai dengan standar komposisi bahan baku.
Ketika sudah selesai ditimbang, ketiga bahan tambahan tersebut dipindahkan ke
bak penampung yang berjarak 1,5 meter. Langkah ini dilakukan sama seperti pada
garam, karena bahan baku merupakan bahan yang dominan dibanding dengan
bahan tambahan lain. Kemudian untuk diagram alir yang terakhir adalah air. Air
diambil dari kran yang kemudian dialirkan dengan selang menuju dandang
perebusan dengan jarak 1,5 meter. Setelah air sudah mendidih, kemudian
dipindahkan ke bak pencampur. Proses perlakuan untuk air ini berhenti pada
proses pencampuran, karena air merupakan bahan tambahan.
`
62
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum acara 2 yang berjudul Peta Kerja untuk Evaluasi
Tata Letak Awal, praktikan mampu :
1. Praktikan telah membuat peta kerja seperti peta proses operasi, peta aliran
proses, diagram aliran (bagan tali), peta dari-ke, berdasarkan proses
produksi yang terjadi, lengkap dengan data peralatan dan waktu proses.
2. Praktikan telah mengevaluasi tata letak berdasarkan peta kerja yang
dibuat.
3. Praktikan telah menganalisis kelebihan dan kekurangan tata letak yang ada
sekarang.
`
63
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Analisa Produk dan Proses Manufakturing. Dalam
http://xa.yimg.com/kq/groups/26924889/166455549/name/BAB+4-2.pdf.
Diakses pada tanggal 20 Maret 2013 pukul 18.05 WIB.
Anonim. 2013. Konsep Sistem Produksi Teknik Tata Cara Kerja. Dalam http://
kk.mercubuana.ac.id/files/92037-3-402296844920.doc. Diakses pada
tanggal 20 Maret 2013 pukul 17.35 WIB.
Anonim. 2013. Mengevaluasi dan Mewujudkan Tata Letak. Dalam http://id.scribd
.com/doc/66949524/Mengevaluasi-Dan-Mewujudkan-Tataletak. Diakses
pada tanggal 17 Maret 2013 pukul 17.10 WIB.
Anonim. 2013. Peta-peta Kerja. Dalam http://elib.unikom.ac.id
/download.php?id= 52222. Diakses pada tanggal 17 Maret 2013 pukul
17.30 WIB.
Hadiguna, R. A dan Heri, S. 2008. Tata Letak Pabrik. Yogyakarta: Cv. Andi
Offset.
Kumar, A dan Suresh. 2006. Production and Operation Management. New Age
International (P). Limited. New Delhi.
Sprankle, M. 2006. Problem Solving and Programming Concepts. Pearson
Education in India. India.
Sutalaksana. 1979. Teknik Tata Cara Kerja. Bandung: Keluarga Mahasiswa
Teknik Industri.
Ulrich, Karl T. and Eppinger, Steven D. 2000. Product Design and Development.
Boston. Irwin McGraw- Hill Co. New York.
Wignjosoebroto, Sritomo. 1993. Pengantar Teknik Industri Jilid 1. Jakarta: PT.
GunaWidya.
`
64
LAPORAN PRAKTIKUM
TATA LETAK DAN PENANGANAN BAHAN
ACARA 3
ROUTE SHEET DAN
MULTI PRODUCT PROCESS CHART
KELOMPOK A6
ANGGOTA
Febriana Kumala D. 11/311492/TP/09950
Arief Maharani 11/311591/TP/09963
Riska Dian Nur L. 11/311902/TP/09980
Devira Setyastuti 11/312278/TP/10006
Co. Ass
Ciptaning Cahyaningrum
LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
`
65
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Produksi merupakan salah satu kegiatan yang berhubungan erat
dengan kegiatan ekonomi. Melalui proses produksi bisa dihasilkan berbagai
macam barang yang dibutuhkan oleh manusia. Tingkat produksi juga
dijadikan sebagai patokan penilaian atas tingkat keberhasilan suatu industri.
Untuk melakukan proses produksi, diperlukan mesin dan tenaga kerja.
Penggunaan mesin adalah untuk meringankan beban kerja manusia serta
meningkatkan kapasitas produksi sehingga dapat memproduksi dalam jumlah
banyak dan dengan waktu yang relatif singkat.
Penggunaaan mesin dalam suatu industri harus sesuai dengan
kapasitas yang dihasilkan oleh industri tersebut. Analisa dan prediksi
mengenai jumlah mesin yang dibutuhkan dapat dihitung melalui data dari
proses produksi, tenaga kerja, kapasitas produksi, bahan terbuang, waktu
produksi, dan lainnya. Pemilihan jenis dan spesifikasi mesin yang digunakan
dalam proses produksi menjadi hal yang sangat penting dan menentukan
perancangan tata letak dan proses produksi selanjutnya.
Oleh sebab itu praktikan melakukan analisis terhadap kebutuhan
jumlah mesin dan tenaga kerja sesuai kebutuhan industri untuk menentukan
kapasitas produksi, cost produksi dan estimasi biaya produk. Dengan
melakukan analisis terhadap kebutuhan jumlah mesin dan tenaga kerja maka
diharapkan praktikan dapat membenahi sistem di industri yang sudah ada
pada saat ini agar dapat menjadi lebih baik (dapat berproduksi secara
optimal).
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum tata letak dan penanganan bahan acara 3 yang
berjudul “Route Sheet dan Multi Product Process Chart” ini adalah agar
`
66
praktikan dapat melakukan perhitungan kebutuhan mesin dan sumber daya
manusia berdasarkan kapasitas riil industri.
`
67
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Urutan langkah-langkah yang diperlukan untuk menghasilkan suatu bagian
disebut routing, dan catatannya disebut route sheet. Satu bagian dipindah dari
mesin (stasiun kerja) pertama ke mesin selanjutnya, terus menerus sampai
diperoleh produk akhir yang merupakan gabungan dari banyak bagian (bahan).
Route sheet sangat penting sebagai sumber informasi dalam analisa efisiensi
aliran bahan dalam suatu layout proses prosuksi, yang dilakukan dengan
pembuatan: string diagram, multi product process chart (MPPC) , peta dari-ke,
dan peta proses.
Urutan operasi yang ada pada route sheet menunjukan layout (tata letak)
alat dan mesin produksi. Layout pabrik disebut baik bila jarak perpindahan dan
backtracking bahannya minimal. Ada 2 cara untuk mengubah urutan operasi agar
aliran bahan lebih teratur (Meyers & Stephen, 2005):
1. Mengubah layout pabrik sehingga sesuai dengan urutan operasi yang tepat.
2. Mengubah route sheet (paper change) agar urutan operasi sesuai dengan
layout yang ada. Cara ini yang terbaik karena lebih hemat biaya.
Route Sheet adalah lembar routing proses yang harus dilalui oleh tiap tiap
komponen dari awal hingga akhir. Route sheet ada 2 jenis antara lain Route sheet
dan Route sheet Assembly. Route Sheet digunakan untuk komponen komponen
dasar/ penyusun sedangkan Route Sheet Assembly digunakan untuk komponen
komponen yang telah di-assembly. setiap komponen baik itu komponen dasar
maupun komponen assembly memilik 1 lembar sendiri sendiri.
Route Sheet ini dilaksanakan untuk memperlancar dan mempermudah
jalannya produksi yang ada, tetapi Route Sheet secara khusus memiliki tujuan
sebagai (Anonim, 2013):
1. Sebagai patokan alur kerja suatu komponen secara lengkap dari persiapan
sampai pengemasan.
2. Sebagai patokan waktu proses suatu komponen pada tiap mesin.
3. Mempermudah jalannya proses produksi yang ada.
`
68
4. Membiasakan operator agar dapat bekerja secara teratur dan cepat sesuai
dengan apa yang telah di rencanakan.
5. Pelaksanaan produksi sesuai dengan prioritas dan jumlah batch, sehingga
pada akhir dapat set pada bagiaan assembling.
Pada kebanyakan proses produksi ada beberapa barang atau komponen
yang tidak terproses. Yaitu dapat melewati pemeriksaan sebagai komponen yang
masih baik, tetapi masih harus diperbaiki, atau dikerjakan kembali karena dapat
disimpan dan dikembalikan keurutan pemrosesan normal. Juga skrap dari
komponen, mungkin saja cukup besar sehingga dapat digunakan untuk membuat
komponen yang lebih kecil. Sekrap biasanya merupakan barang atau komponen
yang salah proses dan tak dapat digunakan lagi, sedangkan buangan merupakan
sisa produksi biasa, serpihan serpihan, potongan kecil, ujung ujung benda yang
tidak berguna lagi untuk sesuatu apapun di pabrik. Bahan seperti ini biasanya
dikumpulkan, dipilah dan mungkin dijual kepada seseorang. Beberapa perusahaan
menggunakan sekrap dan buangan dari usaha lain sebagai bahan baku utamanya.
Bagaimanapun juga sekrap dan buangan dapat mendatangkan keuntungan,
sehingga ketimbang harus mengongkosi pembuangannya lebih baik dikumpulkan
dan disimpan untuk dijual (Apple, 1977).
Peta Proses Multi Produk menunjukkan keterkaitan poduksi antara bagian
suatu poduk atau antar produk, bahan atau kegiatan. Dengan membuat Multi
Poduct Process Chart (MPPC) maka akan bisa diperroleh gambaran umum
mengenai layout mesin atau fasilitas produksi yang seharusnya dirancang
(Burbidge, 1975).
Berdasarkan peta pada mppc akan dapat dipelajari dan dianalisis dua hal
yang memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam perancangan layout seperti
(Ariana, 2004):
1. Aliran bahan (back tracking) dimana hal ini ditunjukkan dengan adanya
aliran balik akibat fasilitas produksi tidak ditempatkan sesuai dengan
uutan prosesnya. Aliran balik dalam proses perancangan lay ut meupakan
indikator penting karena hal tersebut akan menunjukkan langkah
pemindahan material yang sama sekali tidak efisien.
`
69
2. Pengelompokan pola aliran (flow pattern) yaitu pengelompokan
komponen yang memiliki urutan proses pengerjaan dan menggunakan
mesin yang sama. Hal ini akan penting dalam penyusunan tata letak
berdasakan pengelompokan proses produksi.
Multi Product Process Chart berguna untuk menunjukkan keterkaitan
produsi antara komponen produk atau antar produk mandiri, bahan, sebagian
pekerja atau kegiatan. Peta ini terutama berguna untuk membantu proses job-shop.
Informasi yang dapat diperoleh adalah jumlah mesin yang dibutuhkan. Untuk
menggambarkan peta ini dengan baik, berikut petunjuk-petunjuk pembuatan peta
MPPC (Anonim, 2013) :
1. Menuruni sisi kertas, tulis daftar departemen atau bagian, kegiatan, proses
dan mesin yang harus dilalui kmponen. Pengurutan dilakukan dari atas
kebawah.
2. Sepanjang baris atas dituliskan komponen yang sedang dikaji.
3. Pencatatan operasi tiap komponen/produk berhadapan dengan nama
departemen/proses/mesin yang sesuai dengan lingkaran yang berisikan
nomor operasi dari peta proses operasi.
4. Hubungan lingkaran menurut urutannya, walaupun mungkin saja terjadi
garis balik.
5. Menjumlahkan nilai jumlah teoritis untuk setiap proses dan dicatat pada
kotak paling kanan untuk setiap baris.
6. Merupakan pengkajian peta yang bertujuan untuk penyusunan ulang yang
disebabkan oleh langkah balik. Kesamaan pola aliran yang menunjukkan
kebutuhan akan proses yang sama pada wilayah yang sama, waktu yang
sama dan sebagainya. Penyusunan ulang akan menghasilkan pola alran
yang efisien. Pembuatan MPPC sangat bergantung oleh Routing Sheet.
Untuk proses perancangan tata letak, routing sheet mempunyai sifat yang
mendasar .Pada dasarnya routing sheet dibuat sebagai hasil dari perancangan
suatu proses ,belum ditentukan bagaimana pengaturan letak mesin atau pusat kerja
atau depertemen bagian produksi . Data dan informasi yang berkenan dengan
proses atau operasi yang berlangsung tertuang rinci dalam routing sheet. Peta
proses multi produk menunjukkan keterkaitan produksi antara bagian suatu
`
70
produk atau antar produk ,bahan dan akuivitas. Dengan membuat MPPC maka
akan diperoleh gambaran umum mengenai layout mesin atau fasilitas produksi
yang seharusnya dirancang. Berdasarkan peta tersebut maka akan dapat dipelajari
dan dianalisa dua hal yang memeiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam
perancangan layout antara lain aliran balik (back tracking) dan pengelompokan
pola aliran (Purnomo, 2004).
Untuk menentukan efisiensi dari masing-masing tahapan proses dapat
digunakan rumus umum (Wignjosoebroto,1996):
dejaperperiojamoperasi
periodeerbuangperwaktuyangtE
ker1
dejaperperiojamoperasi
periodeerbuangperwaktuyangtE
ker1
D
StDtE
1
Keterangan :
D : Lama waktu kerja per periode (jam/hari)
Dt : Down time (menit)
St : Set time untuk proses pengerjaan per periode (menit)
Adapun persamaan yang digunakan untuk menentukan jumlah yang
disiapkan pada masing-masing stasiun kerja adalah (Wignjosoebroto, 1996)
scrap
TiKbi
%1
Dimana : Kbi = jumlah ynag harus disiapkan pada stasiun kerja ke-i
Ti = jumlah yang diharapkan pada stasiun kerja ke-i
i = stasiun kerja mulai 1,2,3 dan seterusnya
Perhitungan jumlah mesin atau pekerja teoitis dilakukan dengan
menggunakan persamaan (Wignjosoebroto, 1996) :
DxEi
Kbx
WbN
60
Dimana : N = Jumlah mesin atau pekerja teoritis
`
71
Kb = Jumlah produk yang harus disiapkan (gram)
Ei = Efisiensi mesin (%)
D = Waktu jam kerja efektif (1 hari kerja=8 jam)
Wb = Total waktu pengerjaan yang dilakukan untuk operasi produksi
yang dilakukan atau perhitungan teoritis (menit/unit produk).
Perhitungan jumlah mesin yang dibutuhkan tiap stasiun kerja ditentukan
dari kebutuhan atau jumlah poduk yang harus disiapkan. Dari hasil perhitungan
tersebut dapat diidentifikasi apakah stasiun kerja dengan mesin yang ada saat ini
sudah memenuhi kebutuhan aktualnya atau belum (Wignjosoebroto, 1996).
`
72
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Pembuatan Route Sheet
Tabel yang terdiri dari 10 kolom dibuat yang terdiri dari nomor operasi (dari
PPO), nama operasi, nama mesin atau stasiun kerja, waktu proses atau
waktu baku (menit), kapasitas aktual (menit/produk), efisiensi
mesin/pekerja, jumlah scrap (%), jumlah diharapkan, jumlah disiapkan dan
jumlah mesin atau pekerja teoritis.
Data Route Sheet dimasukkan bedasarkan PPO yang
telah dibuat
Perhitungan dilakukan dari operasi terakhir sampai operasi
pertama
Data di kolom 1,2,3,4,5,6,7,8 dimasukkan
`
73
Efisiensi (kolom 6) dihitung menggunakan rumus :
atau
Pada kolom 8 (jumlah diharapkan), diisi dengan jumlah produk
yang ingin dihasilkan. Volume produksi pabrik biasanya
ditentukan per tahun, baru dalam perhitungan diturunkan
menjadi volume produksi per jam.
Kolom 9 (jumlah harus disiapkan) diperoleh dengan rumus :
Nilai “jumlah harus disiapkan” pada operasi terakhir besarnya
sama dengan “nilai jumlah diharapkan” diproses operasi
sebelumnya
`
74
B. Pembuatan Multi Product Process Chart
Daftar kegiatan/proses yang harus dilalui bahan ditulis pada
sisi kiri kertas
Komponen produk ditulis sepanjang baris
atas
Operasi tiap bahan yang sesuai dengan kegiatan yang dilalui
(dilambangkan dengan lingkaran), dicatat.
Lingkaran-lingkaran yang ada
dihubungkan
Jumlah mesin atau tenaga kerja teoritis yang dibutuhkan
dihitung dengan menggunakan rumus :
`
75
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Route Sheet
(terlampir)
2. Multi Product Process Chart
(terlampir)
3. Perhitungan jumlah mesin
(terlampir)
B. Pembahasan
Praktikum acara 3 kali ini berjudul Route Sheet dan Multi Product Process
Chart yang bertujuan agar praktikan dapat melakukan perhitungan kebutuhan
mesin dan sumber daya manusia berdasarkan kapasitas riil industri. Pada
praktikum kali ini, praktikan melakukan analisa dengan menggunakan Route
Sheet dan Multi Product Process Chart.
Route Sheet adalah tabulasi langkah-langkah yang dicakup dalam
memproduksi komponen tertentu dan rincian yang perlu dari hal-hal yang
berkaitan. Route Sheet terutama ditujukan untuk mengetahui jumlah mesin atau
peralatan produksi yang diperlukan dalam memenuhi jumlah produksi yang
diinginkan dengan memperhatikan persentase scrap, kapasitas mesin dan
peralatan dan efisiensi departemen atau pabrik. Urutan proses pada lembar urutan
proses (Routing Sheet) didasarkan pada peta proses operasi. Informasi yang
diperoleh dari lembar urutan proses (Routing Sheet) adalah jumlah bahan yang
disiapkan (DS) oleh tiap operasi, jumlah bahan yang dihasilkan dengan efisiensi
yang telah ditentukan dan jumlah mesin teoritis. Data yang diperlukan dalam
perhitungan urutan proses (Routing Sheet) selain peta proses operasi adalah
kapasitas mesin, waktu standar dalam operasi, persentase scrap dan efisiensi
mesin. Route Sheet ini merupakan hal yang sangat penting bagi pengawasan
`
76
produksi, karena merupakan penentuan mutu produk yang akan dibuat, dan berapa
lama waktu yang diperlukan untuk mengerjakan setiap kegiatan produk tersebut.
MPPC adalah suatu diagram yang menunjukan urutan-urutan proses untuk
masing-masing komponen yang akan di produksi. Pembuatan MPPC dilakukan
berdasarkan peta proses operasi dan route sheet yang telah dibuat sebelumnya.
Multi Product Process Chart (MPPC) adalah peta yang berguna untuk
menunjukkan keterkaitan produksi antara komponen produk-produk atau antar
produk mandiri, bahan, bagian, pekerjaan atau kegiatan. Peta ini berguna terutama
untuk membantu operasi job shop. MPPC dikelompokkan atas nama mesin yang
digunakan, jenis fabrikasi dan perakitan, serta jumlah kebutuhan mesin teoritis
dan aktual. MPPC dimulai dari receiving atau penerimaan bahan baku, yang
ditandai dengan segitiga terbalik berwarna orange, kemudian diakhiri dengan
shipping atau pengiriman, yang ditandai dengan segitiga terbalik berwarna merah.
Apabila didefinisikan MPPC merupakan suatu diagram yang
menggambarkan langkah-langkah proses yang akan dialami oleh bahan, baik
bahan baku maupun bahan tambahan, seperti urutan-urutan operasi, pemeriksaan
dan penyimpanan. MPPC adalah suatu peta yang menggambarkan jumlah
pemakaian kebutuhan mesin dari Route Sheet. Simbol-simbol yang di pergunakan
dalam MPPC ini sama dengan simbol- simbol yang di gunakan pada OPC, antara
lain operasi, pemeriksaan dan penyimpanan. Hanya saja pada cara penomorannya
dilakukan berdasarkan urutan-urutan proses operasi perkomponen. Kegunaan
MPPC ialah menunjukan keterkaitan produksi antar komponen produk, bahan,
bagian, pekerjaan atau kegiatan dan dapat juga untuk menganalisis dan
merencanakan aliran barang dalam pabrik yang sudah berdiri maupun bagi
perencanaan proyek baru.
Pembahasan yang selanjutnya adalah mengenai cara pembuatan,
perhitungan, dan penjelasan asumsi yang digunakan dalam Route Sheet.
Cara pembuatan Route sheet adalah sebagai berikut:
1. Membuat tabel yang terdiri dari 10 kolom :
Kolom 1 : nomor operasi (dari PPO)
Kolom 2 : nama operasi
Kolom 3 : nama mesin atau stasiun kerja
`
77
Kolom 4 : waktu proses atau waktu baku (menit)
Kolom 5 : kapasitas actual (menit/ produk)
Kolom 6 : efisiensi mesin atau pekerja
Kolom 7 : jumlah scrap (%)
Kolom 8 : jumlah diharapkan
Kolom 9 : jumlah harus disiapkan
Kolom 10 : jumlah mesin atau pekerja teoritis
2. Data Route Sheet berdasarkan pada PPO yang telah
dibuat
3. Cara perhitungan dimulai dari operasi terakhir, dan
bekerja mundur ke operasi pertama
4. Urutan pengisian:
Data dimasukkan ke kolom 1,2,3,4,5,6,7,8
Efisiensi (kolom 6) dihitung dengan menggunakan rumus
sebelumnya
Pada kolom 8 (jumlah diharapkan), diisi dengan jumlah
produk yang ingin dihasilkan (volume produksi yang diinginkan).
Volume produksi pabrik biasanya ditentukan per tahun, baru dalam
perhitungan diturunkan menjadi volume produksi/jam (dengan
ketentuan umum : 1 tahun = 50 minggu, setiap minggu = 40 jam kerja)
Kolom 9 (jumlah harus disiapkan) diperoleh rumus:
Ks = jumlah harus disiapkan
Ka = jumlah diharapkan
5. Nilai “ jumlah harus disiapkan” pada operasi terakhir
besarnya sama dengan nilai “jumlah diharapkan” diproses operasi
sebelumnya
6. Jumlah mesin atau tenaga kerja teoritis yang dibutuhkan :
`
78
Dengan: Ni = jumlah mesin atau tenaga kerja teoritis
Ti = kapasitas actual (menit/produk)
Pi = jumlah harus disiapkan (produk/hari)
D = waktu operasi kerja/ periode (jam/hari)
Ei = efisiensi mesin atau pekerja
Perhitungan Route Sheet yang dilakukan praktikan adalah sebagai berikut:
a. Operasi Tepung Kanji :
Operasi Penirisan;
o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time penirisan
selama 2 jam.
o Jumlah diharapkan = 300 biji kerupuk/hari
o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)
= 300 / (1-0) = 300 kerupuk/hari
o Jumlah tenaga kerja teoritis
Operasi Penggorengan;
o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time penggorengan
selama 2 jam
o Jumlah diharapkan = jumlah harus disiapkan pada operasi
penirisan = 300 kerupuk/hari
`
79
o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)
= 300 / (1-0) = 300 kerupuk/hari
o Jumlah tenaga kerja teoritis
Operasi Penimbangan;
o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time timbangan
selama 0.75 jam
o Jumlah diharapkan = jumlah harus disiapkan pada operasi
penggorengan
= 300 kerupuk/hari
o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)
= 300 / (1-0.007) = 302.115 kerupuk/hari
o Jumlah tenaga kerja teoritis
Operasi Pengovenan;
o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time oven selama 3
jam
o Jumlah diharapkan = jumlah harus disiapkan pada operasi
penggorengan
= 302.115 kerupuk/hari
`
80
o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)
= 302.115 / (1-0) = 302.115 kerupuk/hari
o Jumlah tenaga kerja teoritis
Operasi Penjemuran;
o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time penjemuran
selama 6 jam
o Jumlah diharapkan = jumlah harus disiapkan pada operasi
pengovenan
= 302.115 kerupuk/hari
o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)
= 302.115 / (1-0.013) = 306.094
kerupuk/hari
o Jumlah tenaga kerja teoritis
Operasi Pengukusan;
o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time ketel uap 0.083
jam
o Jumlah diharapkan = jumlah harus disiapkan pada operasi
penjemuran
`
81
= 306.094 kerupuk/hari
o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)
= 306.094 / (1-0) = 306.094 kerupuk/hari
o Jumlah tenaga kerja teoritis
Operasi Pencetakan
o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time mesin cetak
(Bossan) 1 jam
o Jumlah diharapkan = jumlah harus disiapkan pada operasi
pengukusan
= 306.094 kerupuk/hari
o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)
= 306.094 / (1-0.001) = 306.400
kerupuk/hari
o Jumlah tenaga kerja teoritis
Operasi Pengepresan
o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time mesin press 0.3
jam
`
82
o Jumlah diharapkan = jumlah harus disiapkan pada operasi
pencetakan
= 306.400 kerupuk/hari
o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)
= 306.400 / (1-0.003) = 307.322
kerupuk/hari
o Jumlah tenaga kerja teoritis
Operasi Penggilingan
o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time mesin giling
jam
o Jumlah diharapkan = jumlah harus disiapkan pada proses
operasi pengepresan
= 307,322 kerupuk/hari
o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)
= 307.322 / (1-0.006) = 309,177
kerupuk/hari
o Jumlah tenaga kerja teoritis
Operasi Pengadukan
`
83
o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time 1,9 jam,
pengadukan dilakukan secara manual
o Jumlah diharapkan = jumlah harus disiapkan pada proses
operasi penggilingan
= kerupuk/hari
o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)
= / (1-0) = kerupuk/hari
o Jumlah tenaga kerja teoritis
Operasi pencampuran
o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time 5 jam,
pengadukan dilakukan secara manual
o Jumlah diharapkan = jumlah harus disiapkan pada proses
operasi pengadukan
= 309,177 kerupuk/hari
o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)
= 309,177 / (1-0.002) =309,796 kerupuk/hari
o Jumlah tenaga kerja teoritis
Operasi penimbangan
`
84
o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time 3 jam,
pengadukan dilakukan secara manual
o Jumlah diharapkan = jumlah harus disiapkan pada proses
operasi pencampuran
= 309,796 kerupuk/hari
o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)
= 309,796 / (1-0.011) =313,241 kerupuk/hari
o Jumlah tenaga kerja teoritis
b. Operasi Garam :
Operasi Pencampuran bahan
o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time pencampuran
1.9 jam
o Jumlah diharapkan = 16,413 Kg/hari
o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)
= 16,413 / (1-0) = 16,413 Kg/hari
o Jumlah tenaga kerja teoritis
Operasi Penimbangan
`
85
o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time timbangan
2.783x10-3
jam
o Jumlah diharapkan = jumlah harus disiapkan pada operasi
pencampuran bahan
= 16,413 Kg/hari
o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)
= 16,413 / (1-0) = 16,413 Kg/hari
o Jumlah tenaga kerja teoritis
Operasi Bawang Putih :
Operasi pencampuran
o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time pencampuran
1.9 jam
o Jumlah diharapkan = 5,129 Kg/hari
o Jumlah disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)
= 5,129 / (1-0) = 5,129
o Jumlah tenaga kerja teoritis
Operasi penimbangan
`
86
o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time penimbangan
8.3x10-3
jam
o Jumlah diharapkan = jumlah disiapkan pada operasi
pencampuran
= 5,129 Kg/hari
o Jumlah disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)
= 5,129 / (1-0) = 5,129 Kg/hari
o Jumlah tenaga kerja teoritis
Operasi Air
Operasi Pengadukan
o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time pencampuran
1.9 jam
o Jumlah diharapkan = 273,345 kg/hari
o Jumlah disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)
= 273,345 / (1-0) = 273,345 kg /hari
o Jumlah tenaga kerja teoritis
Operasi Perebusan
`
87
o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time pencampuran
1.5 jam
o Jumlah diharapkan = jumlah disiapkan pada operasi
pencampuran
= 273,345 kg/hari
o Jumlah disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)
= 273,345 / (1-0) = 273,345 kg/hari
o Jumlah tenaga kerja teoritis
Operasi Pengukuran
o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time pencampuran
0.05 jam
o Jumlah diharapkan = jumlah disiapkan pada operasi perebusan
= 273,345 kg/hari
o Jumlah disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)
= 273,345/ (1-0) = 273,345 kg/hari
o Jumlah tenaga kerja teoritis
Operasi Ikan Laut:
Operasi pencampuran
`
88
o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time pencampuran
1.9 jam
o Jumlah diharapkan = 4,103 Kg/hari
o Jumlah disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)
= 4,103 / (1-0) = 4,103
o Jumlah tenaga kerja teoritis
Operasi penimbangan
o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time penimbangan
0,1 jam
o Jumlah diharapkan = jumlah disiapkan pada operasi
pencampuran
= 4,103Kg/hari
o Jumlah disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)
= 4,103/ (1-0) = 4,103 Kg/hari
o Jumlah tenaga kerja teoritis
Dalam Route Sheet dapat diketahui operasi yang dialami masing-masing
bahan yang digunakan dalam pembuatan kerupuk, alat, waktu baku, kapasitas
actual (menit/kg), efisiensi, scrap (%), jumlah bahan diharapkan (Kg/hari), jumlah
bahan disiapkan (Kg/hari), dan jumlah mesin.
`
89
Untuk Tepung kanji, melalui operasi penimbangan, pencampuran,
pengadukan, penggilingan, pengepresan, pencetakan, pengukusan, penjemuran,
pengovenan, penimbangan, penggorengan, penirisan. Pada operasi penirisan: alat
yang dipakai adalah saringan; waktu bakunya ialah 90 menit; Kapasitas aktual
(menit/Kg) sebesar 0.89 menit/Kg, didapat dari perhitungan waktu baku dibagi
dengan kapasitas produksi; Efisiensi sebesar 0.2; Scrap (%) sebesar 0%, dapat
dikatakan bahwa tidak ada bahan sisa tertinggal; Jumlah diharapkan (Kg/hari)
sebesar 300 biji/hari; jumlah yang harus disiapkan (Kg/hari) sebesar 300 biji/hari;
dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 2.225. Pada operasi
penggorengan: alat yang dipakai adalah wajan; waktu bakunya ialah 120 menit;
Kapasitas aktual (menit/Kg) sebesar 0.89 menit/Kg, didapat dari perhitungan
waktu baku dibagi dengan kapasitas produksi; Efisiensi sebesar 0.2; Scrap (%)
sebesar 0%, dapat dikatakan bahwa tidak ada bahan sisa tertinggal; Jumlah
diharapkan (Kg/hari) sebesar 300 biji/hari; jumlah yang harus disiapkan (Kg/hari)
sebesar 300 biji/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 2.225.
Pada operasi penimbangan: alat yang dipakai adalah timbangan; waktu bakunya
ialah 45 menit; Kapasitas aktual (menit/Kg) sebesar 0.15 menit/Kg, didapat dari
perhitungan waktu baku dibagi dengan kapasitas produksi; Efisiensi sebesar
0.075; Scrap (%) sebesar 0.007%, bahan sisa yang tertinggal sebanyak 0.02 Kg,
cara mencari % scrap ialah “banyaknya bahan sisa”/”kapasitas produksi”; Jumlah
diharapkan (Kg/hari) sebesar 300 biji/hari; jumlah yang harus disiapkan (Kg/hari)
sebesar 302.115 biji/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak
1.007. Pada operasi pengovenan : alat yang dipakai adalah oven; waktu bakunya
ialah 180 menit; Kapasitas aktual (menit/Kg) sebesar 0,3 menit/Kg, didapat dari
perhitungan waktu baku dibagi dengan kapasitas produksi; Efisiensi sebesar 0.3;
Scrap (%) sebesar 0%, dapat dikatakan bahwa tidak ada bahan sisa tertinggal;
Jumlah diharapkan (Kg/hari) sebesar 302.115 biji/hari; jumlah yang harus
disiapkan (Kg/hari) sebesar 302.115 biji/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja
teoritis sebanyak 0,504. Pada operasi penjemuran: penjemuran dilakukan secara
menual yaitu dengan bantuan sinar matahari; waktu bakunya ialah 360 menit;
Kapasitas aktual (menit/Kg) sebesar 2.5 menit/Kg, didapat dari perhitungan waktu
baku dibagi dengan kapasitas produksi; Efisiensi sebesar 0.6; Scrap (%) sebesar
`
90
0.013%; Jumlah diharapkan (Kg/hari) sebesar 302.115 biji/hari; jumlah yang
harus disiapkan (Kg/hari) sebesar 306.094 biji/hari; dan didapatkan jumlah tenaga
kerja teoritis sebanyak 2.143. Pada operasi pengukusan: alat yang dipakai adalah
ketel uap; waktu bakunya ialah 5 menit; Kapasitas aktual (menit/Kg) sebesar
0.004 menit/Kg, didapat dari perhitungan waktu baku dibagi dengan kapasitas
produksi; Efisiensi sebesar 0.0083; Scrap (%) sebesar 0%, dapat dikatakan bahwa
tidak ada bahan sisa tertinggal; Jumlah diharapkan (Kg/hari) sebesar 306.094
biji/hari; jumlah yang harus disiapkan (Kg/hari) sebesar 306.094 biji/hari; dan
didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 0.246. Pada operasi pencetakan :
alat yang dipakai adalah mesin cetak Bossan; waktu bakunya ialah 60 menit;
Kapasitas aktual (menit/Kg) sebesar 0.012 menit/Kg, didapat dari perhitungan
waktu baku dibagi dengan kapasitas produksi; Efisiensi sebesar 0.1; Scrap (%)
sebesar 0.001%; Jumlah diharapkan (Kg/hari) sebesar 306.094 biji/hari; jumlah
yang harus disiapkan (Kg/hari) sebesar 306.400 biji/hari; dan didapatkan jumlah
tenaga kerja teoritis sebanyak 0.061. Pada operasi Pengepresan : alat yang dipakai
adalah mesin press; waktu bakunya ialah 2 menit; Kapasitas aktual (menit/Kg)
sebesar 0.2 menit/Kg, didapat dari perhitungan waktu baku dibagi dengan
kapasitas produksi; Efisiensi sebesar 0.03; Scrap (%) sebesar 0.003; Jumlah
diharapkan (Kg/hari) sebesar 306.400 biji/hari; jumlah yang harus disiapkan
(Kg/hari) sebesar 307.322 biji/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis
sebanyak 3,4. Pada operasi penggilingan : alat yang dipakai adalah mesin giling;
waktu bakunya ialah 40 menit; Kapasitas aktual (menit/Kg) sebesar 3,5 menit/Kg,
didapat dari perhitungan waktu baku dibagi dengan kapasitas produksi; Efisiensi
sebesar 0.583; Scrap (%) sebesar 0.006; Jumlah diharapkan (Kg/hari) sebesar
307.322 biji/hari; jumlah yang harus disiapkan (Kg/hari) sebesar 309,177 biji/hari;
dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 3,09. Pada operasi
pengadukan : pengadukan dilakukan secara manual; waktu bakunya ialah 30
menit; Kapasitas aktual (menit/Kg) sebesar 1 menit/Kg, didapat dari perhitungan
waktu baku dibagi dengan kapasitas produksi; Efisiensi sebesar 0.19; Scrap (%)
sebesar 0 %; Jumlah diharapkan (Kg/hari) sebesar 309,177 biji/hari; jumlah yang
harus disiapkan (Kg/hari) sebesar 309,177 biji/hari; dan didapatkan jumlah tenaga
kerja teoritis sebanyak 2,712. Pada operasi pencampuran : persiapan alat dan
`
91
bahan dilakukan secara manual; waktu bakunya ialah 144 menit; Kapasitas aktual
(menit/Kg) sebesar 2,4 menit/Kg, didapat dari perhitungan waktu baku dibagi
dengan kapasitas produksi; Efisiensi sebesar 0.24; Scrap (%) sebesar 0.002%;
Jumlah diharapkan (Kg/hari) sebesar 309,177 biji/hari; jumlah yang harus
disiapkan (Kg/hari) sebesar 309,796 biji/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja
teoritis sebanyak 2,47. Pada operasi penimbangan : persiapan alat dan bahan
dilakukan secara manual; waktu bakunya ialah 6,244 menit; Kapasitas aktual
(menit/Kg) sebesar 0,104 menit/Kg, didapat dari perhitungan waktu baku dibagi
dengan kapasitas produksi; Efisiensi sebesar 0.3; Scrap (%) sebesar 0.011%;
Jumlah diharapkan (Kg/hari) sebesar 309,796 biji/hari; jumlah yang harus
disiapkan (Kg/hari) sebesar 313,241 biji/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja
teoritis sebanyak 0,181.
Untuk garam, melewati 2 operasi yaitu penimbangan dan pencampuran
bahan. Pada operasi pencampuran bahan dilakukan secara manual; memiliki
waktu baku 114 menit; kapasitas actual sebanyak 7.125 menit/kg; Efisiensi
sebesar 0.19; banyaknya scrap ialah 0%, dengan kata lain tidak terdapat bahan
sisa; jumlah diharapkan sebesar 16,413 Kg/hari; jumlah harus disiapkan sebesar
16,413 Kg/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 1. Pada
operasi penimbangan bahan dilakukan dengan menggunakan timbangan; memiliki
waktu baku 0.167 menit; kapasitas aktual sebanyak 0.01 menit/kg; Efisiensi
sebesar 2.783x10-4
; banyaknya scrap ialah 0%, dengan kata lain tidak terdapat
bahan sisa; jumlah diharapkan sebesar 16,413 Kg/hari; jumlah harus disiapkan
sebesar 16,413 Kg/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak
0.982.
Untuk Bawang putih, melewati 2 proses yaitu penimbangan dan
pencampuran bahan. Pada operasi pencampuran bahan dilakukan secara manual;
memiliki waktu baku 114 menit; kapasitas actual sebanyak 22.8 menit/kg;
Efisiensi sebesar 0.19; banyaknya scrap ialah 0%, dengan kata lain tidak terdapat
bahan sisa; jumlah diharapkan sebesar 5,129 Kg/hari; jumlah harus disiapkan
sebesar 5,129 Kg/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 1.
Pada operasi penimbangan bahan dilakukan dengan menggunakan timbangan;
memiliki waktu baku 0.5 menit; kapasitas actual sebanyak 0.1 menit/kg; Efisiensi
`
92
sebesar 8.3x10-4
; banyaknya scrap ialah 0%, dengan kata lain tidak terdapat bahan
sisa; jumlah diharapkan sebesar 5,129 Kg/hari; jumlah harus disiapkan sebesar
5,129 Kg/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 1.004.
Untuk ikan laut, melewati 2 proses yaitu penimbangan dan pencampuran
bahan. Pada operasi pencampuran bahan dilakukan secara manual; memiliki
waktu baku 114 menit; kapasitas actual sebanyak 28,5 menit/kg; Efisiensi sebesar
0.19; banyaknya scrap ialah 0%, dengan kata lain tidak terdapat bahan sisa;
jumlah diharapkan sebesar 4,103 Kg/hari; jumlah harus disiapkan sebesar 4,103
Kg/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 1,025. Pada operasi
penimbangan bahan dilakukan dengan menggunakan timbangan; memiliki waktu
baku 0.167 menit; kapasitas actual sebanyak 0.01 menit/kg; Efisiensi sebesar
2,78x10-4
; banyaknya scrap ialah 0%, dengan kata lain tidak terdapat bahan sisa;
jumlah diharapkan sebesar 4,103 Kg/hari; jumlah harus disiapkan sebesar 4,103
Kg/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 0,0068.
Untuk air, melewati 3 proses yaitu pengukuran, perebusan, dan
pencampuran. Pada operasi pencampuran dilakukan secara manual; memiliki
waktu baku 114 menit; kapasitas actual sebanyak 0.427 menit/kg; Efisiensi
sebesar 0.19; banyaknya scrap ialah 0%, dengan kata lain tidak terdapat bahan
sisa; jumlah diharapkan sebesar 273,345 liter/hari; jumlah harus disiapkan sebesar
273,345 liter/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 1.000.
Pada operasi perebusan dilakukan dengan menggunakan panic besar; memiliki
waktu baku 90 menit; kapasitas actual sebanyak 0.337 menit/kg; Efisiensi sebesar
0.15; banyaknya scrap ialah 0%, dengan kata lain tidak terdapat bahan sisa;
jumlah diharapkan sebesar 273,345 liter/hari; jumlah harus disiapkan sebesar
273,345 liter/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 0.991.
Pada operasi pengukuran dilakukan dengan menggunakan gelas ukur; memiliki
waktu baku 3 menit; kapasitas actual sebanyak 0.011 menit/kg; Efisiensi sebesar
0.005; banyaknya scrap ialah 0%, dengan kata lain tidak terdapat bahan sisa;
jumlah diharapkan sebesar 273,345 liter/hari; jumlah harus disiapkan sebesar
273,345 liter/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 0.979.
MPPC merupakan kelanjutan dari route sheet yaitu berisi urutan proses
yang dialami oleh tiap bahan. MPPC menunjukkan keterkaitan produksi antara
`
93
produk, bahan, dan kegiatannya serta jumalah mesin yang dibutuhkan secara
teoritis sesuai keperluan produksi. MPPC dibuat dengan cara membuat table
dengan menggunakan software VCO atau autocad, dimana pada baris atas
tercantum seluruh bahan baku yang digunakan dan jumlah mesin baik secara
teoritis maupun aktual. Pada bagian kiri tercantum nama operasi urut dari operasi
pertama sampai dengan operasi terakhir. Pada kolom jumlah mesin data-data
diperoleh dari hasil perhitungan Route Sheet dipindahkan ke MPPC . Operasi tiap
bahan yang telah dilingkari dan telah tercantum jumlah mesin secara teoritis
disambungkan antar lingkaran dengan anak panah.
Untuk hasil perhitungan sama dengan nilai jumlah yang dibutuhkan
secara teoritis pada Route Sheet. Nilai mesin secara teoritis pada MPPC berbentuk
pecahan sehingga dilakukan pembulatan keatas agar target produksi dapat tercapai
apabila dilakukan pembulatan ke bawah maka target sulit untuk direncanakan dan
seluruh stasiun kerja tidak memiliki mesin dan operatornya. Pembulatan ke atas
diasumsikan akan adanya mesin atau operator yang mengganggur namun dapat
diantisispasi dengan pembagian tugas yang efektif dan efisien sehingga dapat
mengurangi waktu delay.
Penjelasan pembuatan multi product process chart (MPPC) pada pembuatan
kerupuk pada sisi kiri tabel berisi kolom proses bahan yang harus dilalui bahan
yang berisi Penimbangan, Pengukuran, Perebusan, Pencampuran, Pengadukan,
Penggilingan, Pengepresan, Pencetakan, Pengukusan, Penjemuran, Pengovenan,
Penggorengan, dan Penirisan. Sedangkan baris atas berisi komponen bahan antara
lain Tepung kanji, Bawang, Ikan Laut, Garam , Penyedap Rasa dan Air. Pada
komponen bahan tepung kanji mengalami proses penimbangan, pengukuran,
perebusan (lingkaran 1) disambungkan ke samping dengan anak panah pada
proses pencampuran(lingkaran 2) karena pada proses- proses operasi tersebut
dilakukan pekerja yang sama. Dari proses pencampuran (lingkaran2) lanjut ke
pengadukan (lingkaran3), penggilingan (lingkaran4), pengepresan (lingkaran5),
pencetakan (lingkaran6), pengukusan (lingkaran 7), penjemuran (lingkaran 8)
dan, pengovenan (lingkaran 9) disambungkan kebawah karena tidak dilakukan
pekerja yang sama. Kemudian lanjut ke proses penggorengan (lingkaran 10)
sampai proses penirisan (lingkaran 11) disambungkan ke samping karena
`
94
dilakukan oleh pekerja yang sama. Untuk kolom selanjutnya yaitu komponen
bahan bawang, ikan laut, garam dan penyedap rasa dilakukan proses
penimbangan, pengukuran, perebusan (lingkaran 1) disambungkan ke samping
pada proses pencampuran (lingkaran2) karena melalui pekerja yang sama.
Selanjutnya komponen bahan air dilakukan proses pengukuran, perebusan
(lingkaran1) dsambungkan ke samping pada proses pencampuran (lingkaran2)
karena pekerja yang sama. Dari proses pencampuran (lingkaran2) kemudian
disambungkan kebawah ke proses pengadukan (lingkaran 3) karena pekerja yang
berbeda. Masing – masing proses diberi penomoran yang dilakukan berdasarkan
urutan-urutan proses operasi per komponen. Pada kolom jumlah mesin secara
teoritis sesuai dengan perhitungan secara teoritis pada Route Sheet. Sedangkan
secara aktual berdasarakan pada jumlah pekerja yang melakukan proses tiap
operasi tersebut.
`
95
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum acara 3 yang berjudul Route Sheet dan Multi
Product Process Chart, maka praktikan telah melakukan perhitungan kebutuhan
tenaga kerja berdasarkan kapasitas riil industri dengan menggunakan rumus-
rumus yang telah ditentukan. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan
diketahui bahwa pekerja, bekerja melebihi kapasitas sehingga diperlukan
penambahan tenaga kerja pada beberapa stasiun kerja agar proses produksi dapat
berjalan optimal.
`
96
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Route Sheet. Dalam http://digilib.petra.ac.id/viewer.php. Diakses
pada tanggal 19 Maret 2013 pukul 18.30 WIB.
Anonim. 2013. Multi Product Process Chart. Dalam http://shefa.ngeblogs.
com/2010/03/16/multi-product-process-chart/. Diakses pada tanggal 24
Maret 2013 pukul 21.30 WIB.
Apple, James M. 1977. Plant Layout and Material Handling. John Wiley & Sons,
Inc. New Jersey.
Ariana, Lutfah. 2004. Perancangan Tata Letak Ruang Produksi Aneka Makanan
Ringan. Studi Kasus UKM “ Bawang Putih” Desa Trangkil, Pati, Jawa
Tengah. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Bridge, J.L. 1975. The Introduction of Group Technology. John Wiley & Sons
Inc. New York.
Meyers, Fred E. & Matthew P.Stephen. 2005. Manufacturing Facilities Design
and Material Handling. Pearson Education, inc. New Jersey.
Purnomo, H. 2004. Perencanaan dan Perancangan Fasilitas, Edisi Pertama.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wignjosoebroto, Sritomo. 1996. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan, Edisi
Ketiga. Surabaya: Guna Widya.
`
97
LAPORAN PRAKTIKUM
TATA LETAK DAN PENANGANAN BAHAN
ACARA 4
PERENCANAAN ALIRAN BAHAN
KELOMPOK A6
ANGGOTA
Febriana Kumala D. 11/311492/TP/09950
Arief Maharani 11/311591/TP/09963
Riska Dian Nur L. 11/311902/TP/09980
Devira Setyastuti 11/312278/TP/10006
Co. Ass
Ciptaning Cahyaningrum
LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
`
98
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dunia industri perpindahan bahan pasti kerap dilakukan, dimulai dari
pemasokan bahan baku, sortasi, pembersihan, proses produksi, pengemasan
sampai pemasaran. Kelancaran sebuah produksi tergantung pada kelancaran
dalam penyaluran bahan dari satu stasiun ke stasiun kerja lain. Parameter
kelancaran produksi adalah ketepatan bahan sampai diproses selanjutnya,
kecepatan perpindahan bahan dari satu stasiun ke stasiun lainnya untuk mencapai
produktivitas yang maksimal.
Masalah aliran bahan muncul karena adanya kebutuhan untuk
memindahkan bahan dari awal proses sampai akhir proses untuk mencapai
lintasan yang paling efisien. Aliran bahan yang mengalir dari satu departemen ke
departemen yang lainnya seringkali mengalami penyendatan atau ketidaklancaran
dalam alirannya, Hal ini disebabkan karena pola aliran bahan yang sudah ada
dalam sebuah proses produksi tidak sesuai dengan alur prosesnya. Selain itu, jika
tipe atau pola aliran bahan yang digunakan salah atau tidak sesuai maka akan
berdampak pada efisiensi ruang, resiko kecelakaan kerja yang lebih besar serta
biaya produksi akan membesar.
Oleh karena itu, untuk mengetahui gambaran lengkap mengenai pola aliran
bahan, tipe tata letak serta banyaknya aliran bahan dalam suatu proses produksi
maka acara 4 yang berjudul Perencanaan Aliran Bahan ini dilakukan.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum tata letak dan penanganan bahan acara 4 yang
berjudul “Perencanaan Aliran Bahan” ini adalah agar praktikan dapat menentukan
tipe aliran bahan dan tipe tata letak dalam industri.
`
99
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Perusahaan terhubung dengan unsur-unsur lingkungannya melalui aliran
sumber daya lingkungan (environmetal resource flows). Bebereapa sumber daya
mengalir lebih sering daripada sumber daya yang lain. Aliran-aliran yang umum
terjadi meliputi aliran informasi dari pelanggan, aliran bahan baku kepada
pelanggan, aliran uang kepada pemegang saham dan aliran bahan baku dari
pemasok (McLeod & George, 2007).
Perencanaan fasilitas harus mengatur bagaimana agar aset-aset yang
berwujud benda dapat mencapai tujuan atau fungsi dari aset-aset tersebut. Dalam
industri manufaktur perencanaan fasilitas menentukan bagaimana fasilitas
produksi dapat mendukung dengan baik pada proses produksi (Tompkins, 1996).
Dalam suatu pabrik, tata letak (layout) dari fasilitas produksi dan area
kerja merupakan elemen dasar yang sangat penting dari kelancaran proses
produksi. Pengaturan layout di dalam pabrik merupakan aktivitas yang sangat
vital dan sering muncul berbagai macam permasalahan di dalamnya. Tata letak
pabrik yang terencana dengan baik akan ikut menentukan efisiensi dan efektivitas
kegiatan produksi dan dalam beberapa hal akan juga menjaga kelangsungan hidup
atau keberhasilan suatu perusahaan. Peralatan produksi yang canggih dan mahal
harganya akan tidak berarti apa-apa akibat perencanaan tata letak yang
sembarangan saja. Karena aktivitas produksi suatu industri secara normal harus
berlangsung dalam jangka waktu yang panjang dengan tata letak yang tidak
berubah-rubah, maka kekeliruan yang dibuat dalam perencanaan tata letak ini
akan menyebabkan kerugian yang tidak kecil. Bila ditinjau secara umum, tujuan
utama dari tata letak pabrik ialah mengatur area kerja dan segala fasilitas produksi
yang paling ekonomis untuk operasi produksi, aman dan nyaman sehingga akan
dapat meningkatkan moral kerja yang baik dari operator. Masalah yang paling
utama adalah apakah pengaturan dari semua fasilitas produksi tersebut telah
dibuat sebaik-baiknya sehingga bisa mencapai suatu proses produksi yang paling
`
100
efisien dan bisa mendukung kelangsungan serta kelancaran proses produksi secara
optimal (Anonim 1, 2012).
Pola aliran bahan akan merujuk kepada keseluruhan pola dalam aliran
produksi dari awal proses produksi (penerimaan bahan baku) sampai dengan
proses akhir (produk jadi). Pola aliran bahan pada umumnya akan dapat
dibedakan dalam dua tipe yaitu pola aliran bahan untuk proses produksi dan pola
aliran bahan untuk proses perakitan. Pola aliran bahan akan tergantung pada
beberapa faktor sebagai berikut (Machfud dan Yudha Agung, 1990):
1. Area luasan yang tersedia
2. Dimensi dari lantai yang tersedia
3. Luas area yang diperlukan untuk setiap fasilitas produksi
Dalam menentukan plant layout atau tata letak pabrik yang baik haruslah
ditentukan berdasarkan pengaruh faktor-faktor yang ada seperti jenjang tahapan /
tahap proses produksi, macam hasil keluaran produksi, jenis perlengkapan yang
dipakai atau digunakan serta berdasarkan sifat produksi dari produk yang
diproduksi tersebut.
Jenis-jenis/macam-macam tata letak pada pabrik ada tiga, yaitu antara lain
adalah (Anonim 2, 2012):
1. Tata Letak Berdasarkan Produk/Layout by Product
Tata letak jenis ini membentuk suatu garis mengikuti jenjang proses
pengerjaan produksi suatu produk dari awal hingga akhir. Contoh : Pabrik
mie instan PT. Indofood.
2. Tata Letak Berdasarkan Proses/Layout by Process
Layout pada jenis tata letak berdasarkan proses memiliki bagian yang
saling terpisah satu sama lain di mana aliran bahan baku terputus-putus
dengan mesin disusun sesuai fungsi dalam suatu grup departemen. Contoh :
Pabrik sabun mandi dan cuci PT. Triple Ace.
3. Tata Letak Berdasarkan Stationary/Layout by Stationary.
Tata letak jenis ini mendekatkan sumber daya manusia/SDM serta
perlengkapan yang ada pada bahan baku untuk kegiatan produksi. Contoh :
Pabrik elektronik lampu PT. Artolite.
`
101
Peta dari-ke atau From-To Chart adalah suatu teknik konvensional yang
umum digunakan untuk perencanaan tata letak pabrik dan pemindahan bahan
dalam suatu proses produksi. Teknik ini sangat berguna untuk kondisi-kondisi
dimana banyak items yang mengalir melalui suatu area seperti job shop, bengkel
permesinan, kantor, dan lain-lain. Angka-angka yang terdapat dalam suatu From-
To Chart akan menunjukkan total dari beban berat yang harus dipindahkan, jarak
perpindahan bahan, volume, atau kombinasi dari faktor-faktor ini
(Wignjosoebroto, 1996).
Peta dari-ke adalah salah satu teknik yang paling baru yang dipergunakan
dalam pekerjaan tata letak dan pemindahan bahan. Biasanya sangat berguna jika
barang yang mengalir pada suatu wilayah berjumlah banyak, seperti misalnya di
bengkel, bengkel mesin umum, kantor, atau fasilitas lainnya. Juga berguna jika
keterkaitan terjadi antara beberapa kegiatan dan jika diinginkan adanya
penyusunan kegiatan optimum. Beberapa kegunaan dan keuntungannya adalah
dalam (Apple, 1990):
1. Menganalisis perpindahan bahan.
2. Perencanaan pola aliran.
3. Penentuan lokasi kegiatan.
4. Pembandingan pola aliran atau tata letak pengganti.
5. Pengukuran efisiensi pola aliran.
6. Perpindahan bahan.
7. Menunjukkan ketergantungan satu kegiatan dengan kegiatan lainnya.
8. Menunjukkan volume perpindahan antar kegiatan.
9. Menunjukkan keterkaitan lintas produksi.
10. Menunjukkan masalah kemungkinan pengendalian produksi.
11. Perencanaan keterkaitan antara beberapa produk, komponen, barang,
bahan, dsb.
12. Menunjukkan hubungan kuantitatif antara kegiatan dan perpindahannya.
13. Pemendekan jarak perjalanan selama proses.
From To Chart yaitu metode kuantitatif yang dipakai untuk merancang tata
letak, terutama yang menyangkut perpindahan material dengan jarak seminimal
mungkin. Selanjutnya adalah Activity relationship chart yaitu cara sederhana
`
102
dalam merencanakan tata letak fasilitas berdasarkan aliran bahan secara kualitatif
yang dapat ditentukan dengan menggunakan derajat kedekatan hubungan aktivitas
antara satu departemen dengan departemen lainnya, seperti dalam pengaturan
suatu departemen dan fasilitas lainnya (Purnomo, 2004).
`
103
BAB III
METODE PRAKTIKUM
Pelaksanaan Praktikum Acara 4
Pembuatan peta dari-ke
Aktivitas-aktivitas yang memerlukan luas ruang tertentu
beserta aktivitas di dalamnya ditentukan berdasarkan Route
Sheet.
Pola aliran bahan yang akan dirancang ditentukan
dengan mempertimbangkan lokasi industri yang akan
dirancang tata letaknya
Tipe tata letak yang dianut oleh industri ditentukan. Jika tata
letak yang dipilih adalah process layout maka buat peta
dari- ke
Matriks dengan jumlah baris dan kolom digambarkan sesuai
dengan jumlah kegiatan
Nama kegiatan sepanjang baris atas dan kolom kiri ke bawah
dimasukkan dengan urutan susunan geografis dalam pabrik,
susunan aliran proses atau urutan yang disarankan.
`
104
Setiap baris dan kolom dijumlahkan
Data perpindahandari kegiatan di kolom kiri ke kegiatan di
baris atas dimasukkan.
Data yang dimasukkan dapat berupa jumlah gerakan, jumlah
bahan dipindahkan tiap periode, berat, kombinasi jumlah,
waktu, berat tiap satuan waktu, waktu perpindahan, dsb.
`
105
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Hasil berupa peta dari-ke, namun karena tata letak yang digunakan dalam
industri yang dijadikan objek kajian adalah product layout maka peta dari-ke tidak
digambarkan.
B. Pembahasan
Aliran bahan menjadi salah satu kriteria yang dipertimbangkan dalam
menilai suatu tata letak. Kriteria ini melihat bagaimana pola aliran bahan, ada
tidaknya langkah balik, serta keterkaitan kegiatan. Apabila aliran bahan
direncanakan dengan tepat akan dihasilkan penataan fasilitas fisik yang terbaik
yang dapat mendukung proses operasi berjalan dengan efisien. Hal ini akan
meminimumkan biaya produksi dan pada akhirnya perusahaan akan mencapai
keberhasilan.
Macam-macam pola aliran bahan untuk proses produksi dan kegunaannya
masing-masing dapat dilihat di bawah ini.
1. Straight Line:
Bila proses produksi berlangsung singkat, relative sederhana
Aktivitas berlangsung sepanjang garis lurus
Jarak perpindahan kecil karena jarak antar mesin adalah yang sependek-
pendeknya
2. Serpentine atau zig-zag (S-shaped):
1 2 3 6 5 4
1
6
5 4
3 2
`
106
Cocok bila aliran proses produksi lebih panjang dibanding area
tersedia
3. U-Shaped:
Jika dikehendaki awal proses lokasinya = akhir proses
Jika aliran panjang, lebih baik zig-zag
4. Circular :
Jika dikehendaki akhir proses berada pada lokasi yang = awal proses
5. Odd-angle:
6 5 4
3 2 1
3
6
2 4
1 5
5
6
1
2
4
3
`
107
Jika pola aliran tetap
Pola lain tidak bisa karena ruang terbatas
Handling secara mekanis
Pola aliran di industri kerupuk Subur menggunakan pola aliran Straight
Line. Alasannya ialah proses produksi berlangsung pada waktu yang singkat dan
bersifat sederhana. Aktivitas produksi dalam industri kerupuk Subur berlangsung
sepanjang garis lurus yang memiliki jarak perpindahan kecil karena jarak antar
mesin berdekatan satu sama lain sesuai urutan operasi.
Tipe- tipe tata letak secara umum adalah product layout, process layout,
group technology layout, dan layout by fixed position.
1. Product layout adalah metode atau cara pengaturan dan penempatan semua
fasilitas produksi yang diperlukan ke dalam suatu departemen tertentu atau
khusus. Bahan baku dipindahkan dari stasiun kerja ke statsiun kerja lainnya di
dalam departemen tersebut, dan tidak perlu di pindahkan layout ke departemen
yang lain. Dalam product layout , mesin-mesin atau alat bantu disusun
menurut proses dari suatu produk. Produk-produk bergerak secara terus
menerus dalam suatu garis perakitan. Product layout akan digunakan bila
volume produksi cukup tinggi dan variasi produk tidak banyak dan sangat
sesuai untuk produksi yang kontinyu. Tujuan dari tata letak ini untuk
mengurangi proses pemindahan bahan dan memudahkan pengawasan di dalam
aktivitas produksi, sehingga pada akhirnya terjadi penghematan biaya.
Keuntungan tipe product layout :
1. Layout sesuai dengan urutan proses, sehingga proses berbentuk garis.
2. Pekerjaan dari satu proses secara langsung dikerjakan pada proses
berikutnya.
3. Total waktu produksi per unit menjadi pendek.
4. Mesin dapat ditepatkan dengan jarak yang minimal.
5. Memerlukan operator dengan ketrampilan yang rendah.
`
108
6. Lokasi yang tidak begitu luas dapay digunakan untuk transit dan
penyimpanan barang sementara.
7. Memerlukan aktivitas yang tidak sedikit selama poses produksi
berlangsung.
Kerugian dari product layout :
1. Kerusakan dari satu mesin dapat mengakibatkan terhentinya proses
produksi.
2. Layout ditentukan oleh produk yang diproses, perubahan desain
produk memerlukan penyusunan layout ulang.
3. Kecepatan produksi ditentukan oleh mesin yang beroperai paling
lambat.
4. Membutuhkan investasi yang besar karena mesin yang sejenis akan
dipasang lagi kalau proses yang sejenis diperlukan.
2. Process layout adalah semua operasi dengan sifat yang sama dikelompkkan
dalam departemen yang sama pada suatu pabrik/industri. Mesin dan peralatan
yang mempunyai fungsi yang sama dikelmpokkan jadi satu. Process layout
dilakukan bila volume produksi kecil dan terutama untuk semua jenis produk
yang tidak standar, biasanya berdasar order. Tipe tata letak ini banyak dijumpai
pada sektor industri manufaktur maupun jasa.
Keuntungan dari process layout :
1. Penggunaan mesin dapat dilakukan dengan efektif, konsekuensinya
memerlukan sedikit mesin.
2. Fleksibilitas tenaga kerja dan fasilitas produksi besar dan sanggup
berbagai macam jenis dan model produk.
3. Investasi mesin relative kecil karena digunakan mesin yang umum.
4. Keragaman tugas membuat tenaga kerja lebih tertarik dan tidak bosan.
5. Mudah mengatasi break down pada mesin, yaitu dengan cara
memindahkannya ke mesin yang lain dan tidak menimbulkan
hambatan dalam proses produksi.
Kerugian process layout adalah :
1. Aliran proses yang panjang mengakibatkan material handling lebih
mahal karena aktivitas pemindahan material. Hal ini disebabkan
`
109
karena tata letak mesin bergantung padamacam proses atau fungsi
kerjanya dan tidak tergantung pada urutan proses produksi.
2. Total waktu produksi lebih panjang.
3. Diperukan ketrampilan tenaga kerja yang tinggi guna menangani
berbagai macam aktivitas produksi yang memiliki variasi besar.
4. Kesulitan dalam menyeimbankan tenaga kerja dari setiap fasilitas
produksi karena penempatan mesin yang terkelompok.
3. Tata letak group technology layout adalah tata letak fasilitas berdasarkan
kelompok produk. Biasanya komponen tidak sama dikelompokkan ke dalam
satu kelmpok berdasarkan kesamaan bentuk komponen, mesin atau peralatan
yang dipakai. Pengelompokkan bukan didasarkan pada kesamaan penggunaan
akhir. Mesin-mesn dikelompokkan dalam satu kelompok dan ditempatkan
dalam sbuah manufacturing cell.
Keuntungan tata letak group technology layout :
1. Akan diperoleh pendayagunaan mesin yang optimal.
2. Lintasan aliran kerja lebih lancar dan jarak perpndahan material lebih
pendek bila dibandingkan dengan process layout.
3. Suasana kerja kelompok dapat diwujudkan sehingga keuntungan
aplikasi job enlargement juga akan diperoleh.
4. Memiliki keuntungan-keuntungan yang ada pada tipe product layout
maupu process layout karena tipe tata letak ini pada dasarnya
merupakan kombinasi dari kedua tipe layout tersebut.
Kekurangan tata letak group technology layout :
1. Diperlukan tenaga kerja dengan ketrampilan tinggi untuk
mengoperasikan semua fasilitas produksi sehingga aktivitas supervisi
juga harus ketat.
2. Sangat bergantung pada kegiatan pengendalian produksi.
3. Diperlukan buffers dan work in process storage.
4. Sulit mengaplikasikan fasilitas produksi tipe special purpose.
4. Tata letak layout by fixed position atau layout yang berposisi tetap. Sistem
berdasarkan pada product layout maupun prosess layout, produk bergerak
menuju mesin sesuai dengan urutan proses yang dijalankan. Layout yang
`
110
berposisi tetap ditunjukkan bahwa mesin, manusia serta komponen-komponen
bergerak menuju lokasi material untuk menghasilkan produk. Layout ini
biasanya digunakan untuk memproses barang yang rekatif besar dan berat
sedangkan peralatan yang digunakan mudah untuk dilakukan pemindahan.
Keuntungan dari tata letak
posisi tetap :
1. Karena yang banyak bergerak adalah fasilitas produksi , maka
perpindahan material bisa dikurangi.
2. Bilamana pendekatan kelompok kerja digunakan dalam kegiatan
produksi, maka kontinuitas operasi dan tanggung jawab kerja bisa
tercapai dengan sebaik-baiknya.
3. Kesempatan untuk melakukan pengayaan kerja dengan mudah bisa
diberikan, demikian pula untuk meningkatkan kebanggaan dan kualitas
kerja bisa dilaksanakan karena dimungkinkan untuk menyelesaikan
pekerjaan secara penuh.
4. Fleksibilitas kerja sangat tinggi.
Kekurangan dari tata letak posisi tetap :
1. Adanya peningkatan frekuensi perpindahan fasiltas produksi atau
operator pada saat operasi kerja berlangsung.
2. Memerlukan operator dengan skill yang tinggi disamping aktivitas
supervisi yang lebih umum dan intensif.
3. Adanya duplikasi peralatan kerja yang menyebabkan space area dan
tempat untuk barang setengah jadi.
4. Memerlukan pengawasan dan koordinasi kerja yang ketat khususnya
dalam penjadwalan produksi.
Tipe tata letak di industri kerupuk Subur yang diamati adalah Product
Layout. Alasannya ialah tata letak mesin atau peralatan produksi disusun
berdasarkan aliran bahan yang juga fasilitasnya tersusun menurut urutan proses
suatu produk. Misalnya saja pada proses penggilingan dan pengepressan, mesin
giling diletakkan tepat di samping mesin press, yang mana mesin giling lebih
dekat dengan proses pencampuran. Masing-masing operasi saling berkaitan
sehingga jika ada kerusakan mesin akan menyebabkan seluruh aliran berhenti,
`
111
misalnya saja ada kerusakan mesin pencetak, ini akan menyebabkan adonan bahan
tidak dapat dicetak, yang kemudian akan menghentikan aliran produksi, tanpa
bantuan alat pencetak ini adonan tidak akan bisa berbentuk kerupuk seperti yang
diinginkan melainkan adonan akan mengalami penundaan (delay). Kemudian
untuk disain produk tidak dimungkinkan untuk diadakan perubahan, selain itu laju
produksi juga sangat ditentukan oleh proses mesin yang paling lambat. Produk
yang dibuat oleh industri yang diamati ini menghasilkan produk dalam jumlah
yang banyak atau besar dan pemindahan bahan serta produk dilakukan secara
mekanis. Luas area industri tidak begitu luas, sehingga meminimalkan jarak
perpindahan antara stasiun satu dengan stasiun yang lain. Dalam industri kerupuk
ini perlu diketahui bahwa satu mesin untuk satu jenis operasi, missal: mesin cetak,
khusus untuk operasi pencetakan dan tidak bisa dipakai untuk operasi lainnya;
mesin giling, khusus untuk operasi penggilingan adonan; mesin press, khusus
untuk operasi pengepressan; ketel uap, khusus untuk operasi pengukusan; dan
lain-lain.
From to chart merupakan peta yang berguna untuk menunjukkan
ketergantungan satu kegiatan dengan kegiatan lain, sehingga dapat diperoleh
susunan logis aliran proses atau urutan yang disarankan. From to chart
menggambarkan banyaknya aliran bahan dari satu tempat ke tempat lain. Form to
chart adalah suatu teknik konvensional yang umum digunakan untuk perencanaan
tata letak pabrik dan pemindahan bahan dalam suatuproses produksi. Angka-
angka yang terdapat dalam FTC akan menunjukkan total dari berat badan yang
harus dipindahkan, jarak perpindahan bahan, volume atau kombinasi dari factor-
faktor ini. FTC sangat berguna untuk menunjukkan ketergantungan suatu kegiatan
lain sehingga dapat diperoleh susunan logis aliran proses atau urutan yang
disarankan.
Dalam industri ini, tidak diperlukan Peta dari-ke (form to chart) karena
urutan operasi sudah pasti dan tidak dapat diubah-ubah urutannya, apabila diubah
urutan prosesnya maka tidak akan bisa menjadi kerupuk bahkan akan terhenti
produksinya (gagal produksi). Aliran proses pembuatan kerupuk tidak
dimungkinkan adanya perubahan dan tidak memerlukan saran akan urutan aliran
proses.
`
112
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum acara 4 yang berjudul „Perencanaan Aliran
Bahan‟, maka praktikan telah dapat menentukan tipe aliran bahan dan tipe tata
letak dalam industry. Tipe aliran bahan yang digunakan dalam insdustri yang
dijadikan objek kajian adalah menggunakan pola aliran Straight Line, serta tipe
tata letak di industri kerupuk Subur yang diamati adalah Product Layout.
`
113
DAFTAR PUSTAKA
Anonim 1. 2012. Pola Aliran Bahan. Dalam. http://arvie13.blogspot.com
/2012/03/pola-aliran-bahan-dan-pola layout.html. Diakses pada hari
Selasa, 03 April 2013 pukul 19.20 WIB.
Anonim 2. 2012. Perancangan Fasilitas Pabrik. Dalam http://rekayasafasilitas
.ac.id/2012/perancangan-fasilitas.pdf. Diakses pada hari Selasa, 03
April 2013 pukul 20.15 WIB.
Apple, James M. 1977. Plant Layout and Material Handling. John Wiley & Sons,
Inc. New Jersey.
Machfud dan Yudha Agung. 1990. Perancangan Tata Letak Pada Industri
Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat
Pendidikan Tinggi Pusat Antaruniversitas Pangan dan Gizi Institut
Pertanian Bogor.
McLeod, Jr. Raymond and George P. Schell. 2007. Management Information
System, 10th
ed. Pearson Prentice Hall. New Jersey.
Purnomo, H. 2004. Perencanaan dan Perancangan Fasilitas. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Tompkins, J. A., White, J. A., & Tanchoco, J. M. 1996. Facilities Planning
(Fourth ed.). John Wiley & Sons, Inc. USA.
Wignjosoebroto, Sritomo. 1996. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Edisi
Ketiga. Surabaya: Guna Widya.
`
114
LAPORAN PRAKTIKUM
TATA LETAK DAN PENANGANAN BAHAN
ACARA 5
PETA KETERKAITAN KEGIATAN
KELOMPOK A6
ANGGOTA
Febriana Kumala D. 11/311492/TP/09950
Arief Maharani 11/311591/TP/09963
Riska Dian Nur L. 11/311902/TP/09980
Devira Setyastuti 11/312278/TP/10006
Co. Ass
Ciptaning Cahyaningrum
LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
`
115
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Industri adalah tempat dimana manusia, mesin, peralatan produksi,
material, energi, uang, informasi, dan sumber daya alam atau bahan baku dikelola
secara bersama dalam satu sistem produksi untuk menghasilkan produk atau jasa
secara efektif, efisien, dan aman. Sistem produksi terdiri dari berbagai macam
kegiatan yang berkaitan satu sama lain. Agar hasil yang didapat baik, maka
kegiatan-kegiatan tersebut harus dijalankan dengan baik pula. Jika dalam industry
terdapat banyak sekali kegiatan yang tidak efektif seperti urutan kegiatan yang
tidak sesuai maka akan sangat mengurangi produktivitas suatu industri.
Sekarang ini banyak berbagai kegiatan dalam industri yang tidak efisien
dikarenakan jarak antara kegiatan yang satu dengan kegiatan yang lain cukup
jauh. Padahal sebenarnya semua kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan cepat
dan tepat apabila tata letak dan penyusunan kegiatannya baik. Untuk dapat
mengatasinya maka susunan serta penempatan kegiatan-kegiatan yang ada harus
dianalisis dan diperbaiki sehingga dapat meminimalisir perpindahan, serta dapat
mengurangi pemakaian ruang yang terlalu banyak dan tidak efisien.
Salah satu cara agar dapat menganalisis serta memperbaiki penempatan
kegiatan yang kurang efisien sehingga diperoleh tata letak yang dapat
meningkatkan produksi yaitu dengan membuat Peta Keterkaitan Kegiatan (PKK)
atau Activity Relationship Chart (ARC). Oleh karena itu praktikum acara 5 “Peta
Keterkaitan Kegiatan” dilakukan agar praktikan dapat mengevaluasi serta
menganalisis dalam penentuan atau pembuatan tata letak yang lebih baik terhadap
objek yang dikaji.
B. Tujuan
Praktikan dapat menunjukkan keeratan keterkaitan antar kegiatan yang
memerlukan ruangan dalam industri.
`
116
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Peta Keterkaitan Kegiatan (PKK) atau Activity Relationship Chart adalah
suatu cara atau teknik yang sederhana di dalam merencanakan tata letak fasilitas
atau departemen berdasarkan derajad hubungan aktivitas yang sering dinyatakan
dalam penilaian kualitatif dan cenderung berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan yang bersifat subjektif dari masing-masing fasilitas atau departemen
(Wignjosoebroto, 1996)
Menurut Sutalaksana (1979) peta kerja merupakan suatu alat yang
menggambarkan kegiatan kerja secara sistematis dan jelas untuk berkomunikasi
secara luas dan sekaligus melalui peta kerja bias mendapatkan informasiinformasi
yang diperlukan untuk memperbaiki suatu metode kerja, biasanya kerja produksi
Peta keterkaitan kegiatan adalah teknik ideal untuk merencanakan
keterkaitan antara setiap kelompok kegiatan yang saling berkaitan. Peta ini
berguna dalam (Apple, 1990):
1. Penyusunan urutan pendahuluan bagi satu Peta dari-ke
2. Lokasi nisbi dari pusat kerja atau departemen dalam satu kantor.
3. Lokasi kegiatan dalam satu usaha pelayanan
4. Lokasi pusat kerja dalam operasi perawatan atau perbaikan
5. Lokasi nisbi dari daerah pelayanan dalam satu fasilitas produksi
6. Menunjukkan hubungan satu kegiatan dengan yang lainnya, serta
alasannya
7. Memperoleh satu landasan bagi penyusunan daerah selanjutny
Diperkirakan 20% sampai 50% dari biaya operasi merupakan biaya
pemindahan material (material handling) maka tata letak yang efektif dapat
mengurangi biaya tersebut sekitar 10% sampai 30%. Pentingnya rancangan
fasilitas seperti aliran bahan merupakan tulang punggung fasilitas produksi, dan
harus dirancang dengan cermat serta tidak dibiarkan tumbuh atau berkembang
menjadi satu pola lalu lintas yang membingungkan (Tomkins,1996).
Kenyataannya, peta ini serupa dengan tabel jarak sebuah peta jalan;
jaraknya digantikan dengan huruf sandi kualitatif, dan angka menunjukkan alasan
`
117
bagi huruf sandi tadi. Sandi keterkaitan menunjukkan keterkaitan satu kegiatan
dengan yang lainnya dan seberapa penting setiap kedekatan hubungan yang ada.
Huruf-huruf (A, E, I, O, U, dan X) diletakkan pada bagian atas kotak. Kadang-
kadang juga digunakan warna, untuk menunjukkan derajat kedekatan ini. Angka
sandi dimasukkan di kotak bawah, menunjukkan alasan yang mendukung setiap
kedekatan hubungan (Apple, 1990)
Peta keterkaitan kegiatan serupa dengan peta dari ke-, tetapi hanya satu
perangkat lokasi saja yang ditunjukkan. Kenyataan peta ini serupa dengan tabel
jarak sebuah peta jalan; jaraknya digantikan dengan huruf sandi kualitatif, dan
angka menunjukkan alasan bagi huruf sandi tadi. Huruf sandi tadi adalah satu
jenis dengan sandi pada peta dari ke- (Tompkins, 1992)
Faktor-faktor yang mempengaruhi keterkaitan, beberapa di antaranya
sangat penting (Angelia, 2009):
1. Tuntutan khusus dari kegiatan-kegiatan atau fasilitas
2. Sifat atau karakteristik bangunan (tipe, ukuran, bangun, jumlah lantai, tingkat
bersih, lokasi tiang, jarak antar tiang, lokasi pintu, dan arah perluasan)
3. Tapak bangun (lokasi, ukuran, topografi bangunan, orientasi bangunan, dan
cuaca)
4. Fasilitas luar (alat angkut, parkir, keperluan umum, dan fasilitas lainnya)
5. Perluasan (aliran produksi di masa datang dan perubahan tata letak, gang,
lokasi kegiatan yang mungkin berkembang, peralatan permanenn, bangunan
dan lokasi, serta jarak tinggi
Untuk membantu menentukan kegiatan yang harus diletakkan pada satu
tempat, telah ditetapkan satu pengelompokkan derajat kedekatan, yang diikuti
dengan tanda bagi tiap derajat kedekatan tadi. Derajat keterkaitan kegiatan
tersebut adalah (Muther, 1955):
A = mutlak perlu kegiatan-kegiatan tersebut berdekatan
E = sangat penting kegiatan-kegiatan tersebut berdekatan
I = penting bahwa kegiatan-kegiatan tersebut berdekatan
O = biasa (kedekatannya), di mana saja tidak ada masalah
U = tidak perlu adanya keterkaitan goegrafis apapun
`
118
Merupakan peta yang menggambarkan tingkat atau derajat keterkaitan
antar suatu pusat aktivitas dengan pusat aktivitas lainnya. Keterkaitan kegiatan
yang terjadi dapat berupa (Wignjosoebroto, 1993):
1. Keterkaitan antara dua kegiatan produksi
2. Keterkaitan suatu aktivitas produksi dengan kegiatan tambahan atau
pelayanan
3. Keterkaitan antara dua aktivitas pelayanan
Faktor-faktor yang mempengaruhi keterkaitan (Machfud dan Yudha
Agung, 1990):
1. Tuntutan khusus dari departemen tertentu
2. Sifat/karakteristik bangunan : tipe, ukuran, jumlah lantai, lokasi tiang,
lokasi pintu, arah perluasan
3. Tapak bangunan : lokasi, topografi, ukuran, cuaca, orientasi bangunan,
dll
4. Fasilitas luar : alat angkut, parker, keperluan umum, fasilitas lainnya
5. Perluasan : aliran produksi di masa dating, gang (lokasi dan lebar),
ruang tambahan, lokasi kegiatan yang mungkin berkembang.
ARC berupa matriks koefisien yang terdiri atas dua bagian. Bagian atas
menyatakan derajat kedekatan, bagian bawah menyatakan alasan. Peta
Keterkaitan Kegiatan menghubungkan aktivitas-aktivitas secara berpasangan
sehingga semua aktivitas akan diketahui derajat hubungannya. Secara umum
alasan keterkaitan dibagi dalam 3 macam yaitu (Angelia, 2009):
1. Keterkaitan produksi
a. Urutan aliran kerja
b. Menggunakan peralatan yang sama
c. Menggunakan ruangan yang sama
d. Bising, debu, getaran, bau dan lain-lain
2. Keterkaitan pegawai
a. Menggunakan pegawai yang sama
b. Derajat kepegawaian
c. Jalur perjalanan normal
d. Melaksanakan pekerjaan serupa
`
119
e. Disenangi pegawai
f. Gangguan pegawai
3. Aliran informasi
a. Menggunakan catatan/berkas yang sama
b. Derajat hubungan kertas kerja
c. Menggunakan alat komunikasi yang sama
`
120
BAB III
METODE PRAKTIKUM
Semua kegiatan yang ada dalam perusahaan yang akan
dirancang dituliskan pada kolom paling kiri Peta
Keterkaitan Kegiatan.
Untuk Peta Keterkaitan Kegiatan perusahaan: seluruh
proses produksi dianggap sebagai satu kegiatan yaitu
kegiatan produksi, begitu juga kegiatan perkantoran.
Untuk Peta Keterkaitan Kegiatan ruang produksi:
memuat seluruh proses produksi yang terjadi.
Hubungan antarkegiatan ditunjukkan dengan huruf sandi: Huruf
Sandi Keterangan Warna
A Mutlak Perlu Merah
E Sangat Penting Jingga
I Penting Hijau
O Kedekatan Biasa Biru
U Tidak Penting Tidak Berwarna
X Tidak Diharapkan Coklat
`
121
Setelah huruf-huruf tersebut dimasukkan pada kotak segitiga
bagian atas (atau warna yang menentukan hubungan
kedekatan), maka angka sandi yang menunjukkan alasan yang
mendukung kedekatan hubungan antarkegiatan diletakkan di
kotak bagian bawahnya.
Sandi-sandi yang dipakai dalam menentukan alasan: Alasan
Sandi Keterangan
1. Menggunakan catatan yang sama
2. Menggunakan personil yang sama
3. Memakai ruang yang sama
4. Derajat hubungan pribadi
5. Derajat hubungan kertas kerja
6. Urutan aliran kerja
7. Melaksanakan pekerjaan yang sama
8. Menggunakan peralatan yang sama
Kemungkinan bau tidak sedap, gangguan suara, dan lain-lain
`
122
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Peta Keterkaitan Kerja (terlampir)
B. Pembahasan
Peta keterkaitan kerja adalah suatu peta yang menggambarkan hubungan
dari seluruh pola aliran bahan atau hubungan antar stasiun kerja sampai proses
produksi lokasi dari masing-masing ruang atau fasilitas penunjang terhadap ruang
produksinya. Peta keterkaitan kerja merupakan suatu cara sangat tepat untuk
merencanakan keterkaitan antara setiap kelompk kegiatan yang saling berkaitan
dengan proses produksi (perlu tidaknya masing-masing kegiatan saling
berdekatan, beserta alasan kedekatannya). Dalam PKK ini angka kuantitatif dalam
bentuk frekuensi pemindahan bahan diganti dengan simbol atau huruf yang
menunjukkan derajat kedekatan.
Manfaat dibuatnya peta keterkaitan kerja adalah:
1. Dapat mengevaluasi stasiun kerja yang ada dalam suatu industri, dimana
stasiun-stasiun kerja tersebut akan diatur sedemikian rupa agar kegiatan antar
stasiun kerja yang berkaitan saling berdekatan dan sebalknya stasiun kerja
yang tidak bekaitan saling berjauhan. Hal ini bertujuan agar tercapainya
kefektifan dan efisiensi kerja, waktu, tempat, maupun tenaga.
2. Susunan fasilitas yang baik di sekitar pola aliran barang dapat menghasilkan
pelaksanaan berbagai proses yang berkaitan secara efisien.
3. Perpindahan bahan dapat dilakukan dengan efektif dan efisien.
4. Dapat mengurangi jarak perpindahan bahan yang tidak efektif sehingga bahan
tidak terlalu sering disentuh untuk dipindahkan dari satu stasiun ke stasiun
lain.
`
123
5. Dapat menjaga ke-higienitasan bahan karena tata letak yang baru dijauhkan
dari tempat yang “tidak diharapkan” yaitu toilet yang merupakan tempat
kotoran dan dapat menimbulkan bau yang tidak sedap.
Sedangkan cara pembuatan PKK adalah sbb:
1. Kenali semua kegiatan yang ada
2. Bagilah ke dalam kelompok-kelompok :
a. Produksi
b. Pelayanan (administrasi,pegawai, pabrik )
3. Himpun data tentang aliran barang/bahan, informasi, pegawai dan sebagainya
4. Tentukan faktor-faktor atau sub faktor mana saja yang menentukan
keterkaitan. Barang hanya produksi), peralatan , aliran informasi, keterkaitan
pegawai dan lain-lain
5. Siapkan formulir (peta seperti di atas)
6. Masukkan kegiatan-kegiatan yang ada seperti kelompoknya
7. Masukkan derajat kedekatan yang diminta pada segitiga bagian atas
8. Masukkan angka sandi pada segitiga bagian bawah
9. Validasi dengan orang yang tepat
Pada PKK yang dibuat untuk Industri Kerupuk Subur hubungan yang
pertama terjadi adalah hubungan antara penimbangan (bahan mentah) dengan
pencampuran diberi sandi A yang berarti mutlak perlu berdekatan dan
dilambangkan dengan warna merah, serta diberi angka 2, 3, 6 karena
menggunakan personil yang sama, memakai ruangan yang sama, serta merupakan
urutan aliran kerja. Kemudian hubungan antara penimbangan dengan pengadukan
diberi sandi E yang berarti sangat penting dan dilambangkan dengan warna
jingga, serta diberi angka 2, 3, 6 karena menggunakan personil yang sama,
memakai ruangan yang sama, serta merupakan urutan aliran kerja. Selanjutnya
hubungan antara penimbangan (bahan mentah) dengan penggilingan diberi sandi
O yang berarti kedekatan biasa dan dilambangkan dengan warna biru, serta diberi
angka 2 dan 6 karena menggunakan personil yang sama serta merupakan urutan
aliran kerja. Lalu hubungan antara penimbangan (bahan mentah) dengan
pengepressan diberi sandi O yang berarti kedekatan biasa dan dilambangkan
dengan warna biru, serta diberi angka 2 dan 6 karena menggunakan personil yang
`
124
sama serta merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara penimbangan (bahan
mentah) dengan pencetakan diberi sandi O yang berarti kedekatan biasa dan
dilambangkan dengan warna biru, serta diberi angka 6 saja karena merupakan
urutan aliran kerja. Selanjutnya hubungan antara penimbangan (bahan mentah)
dengan pengukusan diberi sandi O yang berarti kedekatan biasa dan
dilambangkan dengan warna biru, serta diberi angka 6 saja karena merupakan
urutan aliran kerja. Kemudian hubungan antara penimbangan (bahan mentah)
dengan penjemuran diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna,
serta diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja. Kemudian
hubungan antara penimbangan (bahan mentah) dengan pengovenan diberi sandi U
yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 6 saja karena
merupakan urutan aliran kerja. Kemudian hubungan antara penimbangan (bahan
mentah) dengan penimbangan (bahan setengah jadi) diberi sandi U yang berarti
tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 6,7,10 karena merupakan
urutan aliran kerja, melaksanakan pekerjaan yang sama namun tidak ada
hubungan kegiatan. Lalu hubungan antara penimbangan (bahan mentah) dengan
penggorengan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta
diberi angka 6 dan 10 karena merupakan urutan aliran kerja namun tidak ada
hubungan kegiatan. Lalu hubungan antara penimbangan (bahan mentah) dengan
penirisan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi
angka 6 dan 10 karena merupakan urutan aliran kerja namun tidak ada hubungan
kegiatan. Kemudian hubungan antara penimbangan (bahan mentah) dengan
penyimpanan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta
diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan.
Hubungan yang terjadi selanjutnya adalah hubungan antara pencampuran
dengan pengadukan diberi sandi A yang berarti mutlak perlu berdekatan dan
dilambangkan dengan warna merah, serta diberi angka 1, 2, 3, 6 karena
menggunakan catatan yang sama, menggunakan personil yang sama, memakai
ruangan yang sama, serta merupakan urutan aliran kerja. Kemudian hubungan
antara pencampuran dengan penggilingan diberi sandi A yang berarti mutlak perlu
berdekatan dan dilambangkan dengan warna merah, serta diberi angka 2 dan 6
karena menggunakan personil yang sama serta merupakan urutan aliran kerja.
`
125
Lalu hubungan antara pencampuran dengan pengepressan diberi sandi I yang
berarti mutlak perlu berdekatan dan dilambangkan dengan warna hijau, serta
diberi angka 2 dan 6 karena menggunakan personil yang sama serta merupakan
urutan aliran kerja. Selanjutnya hubungan antara pencampuran dengan pencetakan
diberi sandi O yang berarti kedekatan biasa dan dilambangkan dengan warna biru,
serta diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara
pencampuran dengan pengukusan diberi sandi O yang berarti mutlak perlu
berdekatan dan dilambangkan dengan warna biru, serta diberi angka 6 saja karena
merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara pencampuran dengan
penjemuran diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta
diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja. Lalu hubungan antara
pencampuran dengan pengovenan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan
tidak berwarna, serta diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja.
Hubungan antara pencampuran dengan penimbangan (bahan setengah jadi) diberi
sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 6 saja
karena merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara pencampuran dengan
penggorengan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta
diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara
pencampuran dengan penirisan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak
berwarna, serta diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja.
Kemudian hubungan antara pencampuran dengan penyimpanan diberi sandi U
yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak
ada hubungan kegiatan.
Hubungan yang terjadi selanjutnya adalah hubungan antara pengadukan
dengan penggilingan diberi sandi A yang berarti mutlak perlu berdekatan dan
dilambangkan dengan warna merah, serta diberi angka 1, 2, 6 karena
menggunakan catatan yang sama, menggunakan personil yang sama serta
merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara pengadukan dengan
pengepressan diberi sandi I yang berarti penting dan dilambangkan dengan warna
hijau, serta diberi angka 2 dan 6 karena menggunakan personil yang sama dan
merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara pengadukan dengan pencetakan
diberi sandi I yang berarti penting dan dilambangkan dengan warna hijau, serta
`
126
diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara
pengadukan dengan pengukusan diberi sandi O yang berarti kedekatan biasa dan
dilambangkan dengan warna biru, serta diberi angka 6 saja karena merupakan
urutan aliran kerja. Hubungan antara pengadukan dengan penjemuran diberi sandi
U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 6 saja karena
merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara pengadukan dengan pengovenan
diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 6
saja karena merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara pengadukan dengan
penimbangan (bahan setengah jadi) diberi sandi U yang berarti tidak penting dan
tidak berwarna, serta diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja. .
Hubungan antara pengadukan dengan penggorengan diberi sandi U yang berarti
tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 6 dan 10 karena merupakan
urutan aliran kerja namun tidak ada hubungan kegiatan. Hubungan antara
pengadukan dengan penirisan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak
berwarna, serta diberi angka 6 dan 10 karena merupakan urutan aliran kerja
namun tidak ada hubungan kegiatan. Kemudian hubungan antara pengadukan
dengan penyimpanan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak
berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan.
Hubungan yang terjadi selanjutnya adalah hubungan antara penggilingan
dengan pengepressan diberi sandi A yang berarti mutlak perlu berdekatan dan
dilambangkan dengan warna merah, serta diberi angka 1, 2, 3, 6 karena
menggunakan catatan yang sama, menggunakan personil yang sama,
menggunakan ruangan yang sama serta merupakan urutan aliran kerja. Kemudian
hubungan antara penggilingan dengan pencetakan diberi sandi E yang berarti
sangat penting dan dilambangkan dengan warna jingga, serta diberi angka 1, 3, 6
karena menggunakan catatan yang sama, memakai ruangan yang sama, serta
merupakan urutan aliran kerja. Kemudian hubungan antara penggilingan dengan
pengukusan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta
diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan. Kemudian hubungan antara
penggilingan dengan penjemuran diberi sandi U yang berarti tidak penting dan
tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan.
Kemudian hubungan antara penggilingan dengan pengukusan diberi sandi U yang
`
127
berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada
hubungan kegiatan. Kemudian hubungan antara penggilingan dengan pengovenan
diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10
karena tidak ada hubungan kegiatan. Kemudian hubungan antara penggilingan
dengan penimbangan (bahan setengah jadi) diberi sandi U yang berarti tidak
penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan
kegiatan. Kemudian hubungan antara penggilingan dengan penggorengan diberi
sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10
karena tidak ada hubungan kegiatan. Kemudian hubungan antara penggilingan
dengan penirisan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna,
serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan. Kemudian hubungan
antara penggilingan dengan penyimpanan diberi sandi U yang berarti tidak
penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan
kegiatan.
Hubungan yang terjadi selanjutnya adalah hubungan antara pengepressan
dengan pencetakan diberi sandi A yang berarti mutlak perlu berdekatan dan
dilambangkan dengan warna merah, serta diberi angka 1, 3, 6 karena
menggunakan catatan yang sama, menggunakan ruangan yang sama serta
merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara pengepressan dengan
pengukusan diberi sandi O yang berarti kedekatan biasa dan dilambangkan
dengan warna biru, serta diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran
kerja. Hubungan antara pengepressan dengan penjemuran diberi sandi U yang
berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada
hubungan kegiatan. Hubungan antara pengepressan dengan pengovenan diberi
sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10
karena tidak ada hubungan kegiatan. Hubungan antara pengepressan dengan
penimbangan bahan setengah jadi diberi sandi U yang berarti tidak penting dan
tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan.
Hubungan antara pengepressan dengan penggorengan diberi sandi U yang berarti
tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan
kegiatan. Hubungan antara pengepressan dengan penirisan diberi sandi U yang
berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada
`
128
hubungan kegiatan. Kemudian hubungan antara pengepressan dengan
penyimpanan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta
diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan.
Hubungan yang terjadi selanjutnya adalah hubungan antara pencetakan
dengan pengukusan diberi sandi A yang berarti mutlak perlu berdekatan dan
dilambangkan dengan warna merah, serta diberi angka 3 dan 6 karena
menggunakan ruangan yang sama serta merupakan urutan aliran kerja. Hubungan
antara pencetakan dengan penjemuran diberi sandi I yang berarti penting dan
dilambangkan dengan warna hijau, serta diberi angka 6 saja karena merupakan
urutan aliran kerja. Hubungan antara pencetakan dengan pengovenan diberi sandi
U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena
tidak ada hubungan kegiatan. Hubungan antara pencetakan dengan penimbangan
bahan setengah jadi diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna,
serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan. Hubungan antara
pencetakan dengan penggorengan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan
tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan.
Hubungan antara pencetakan dengan penirisan diberi sandi U yang berarti tidak
penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan
kegiatan. Kemudian hubungan antara pencetakan dengan penyimpanan diberi
sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10
karena tidak ada hubungan kegiatan.
Hubungan yang terjadi selanjutnya adalah hubungan antara pengukusan
dengan penjemuran diberi sandi O yang berarti kedekatan biasa dan dilambangkan
dengan warna biru, serta diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran
kerja. Hubungan antara pengukusan dengan pengovenan diberi sandi O yang
berarti kedekatan biasa dan dilambangkan dengan warna biru, serta diberi angka 6
saja karena merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara pengukusan dengan
penimbangan bahan setengah jadi diberi sandi U yang berarti tidak penting dan
tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan.
Hubungan antara pengukusan dengan penggorengan diberi sandi U yang berarti
tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan
kegiatan. Hubungan antara pengukusan dengan penirisan diberi sandi U yang
`
129
berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada
hubungan kegiatan. Kemudian hubungan antara pengukusan dengan penyimpanan
diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10
karena tidak ada hubungan kegiatan.
Hubungan yang terjadi selanjutnya adalah hubungan antara penjemuran
dengan pengovenan diberi sandi I yang berarti penting dan dilambangkan dengan
warna hijau, serta diberi angka 2, 6, 7 karena menggunakan personil yang sama,
merupakan urutan aliran kerja serta melaksanakan pekerjaan yang sama.
Hubungan antara penjemuran dengan penimbangan bahan setengah jadi diberi
sandi O yang berarti kedekatan biasa dan dilambangkan dengan warna biru, serta
diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara
penjemuran dengan penggorengan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan
tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan.
Hubungan antara penjemuran dengan penirisan diberi sandi U yang berarti tidak
penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan
kegiatan. Kemudian hubungan antara penjemuran dengan penyimpanan diberi
sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10
karena tidak ada hubungan kegiatan.
Hubungan yang terjadi selanjutnya adalah hubungan antara pengovenan
dengan penimbangan bahan setengah jadi diberi sandi E yang berarti sangat
penting dan dilambangkan dengan warna jingga, serta diberi angka 3 dan 6 karena
memakai ruangan yang sama serta merupakan urutan aliran kerja. Hubungan
antara pengovenan dengan penggorengan diberi sandi I yang berarti penting dan
dilambangkan dengan warna hijau, serta diberi angka 6 saja karena merupakan
urutan aliran kerja. Hubungan antara pengovenan dengan penirisan diberi sandi U
yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak
ada hubungan kegiatan. Kemudian hubungan antara pengovenan dengan
penyimpanan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta
diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan.
Hubungan yang terjadi selanjutnya adalah hubungan antara penimbangan
bahan setengah jadi dengan penggorengan diberi sandi A yang berarti mutlak
perlu berdekatan dan dilambangkan dengan warna merah, serta diberi angka 1, 2,
`
130
3, 6 karena menggunakan catatan yang sama, menggunakan personil yang sama,
menggunakan ruangan yang sama serta merupakan urutan aliran kerja. Hubungan
antara penimbangan bahan setengah jadi dengan penirisan diberi sandi U yang
berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada
hubungan kegiatan. Kemudian hubungan antara penimbangan (bahan setengah
jadi) dengan penyimpanan diberi sandi I yang berarti penting dan dilambangkan
dengan warna hijau, serta diberi angka 1, 3, 6 karena menggunakan catatan yang
sama, menggunakan ruangan yang sama serta merupakan urutan aliran kerja..
Kemudian hubungan antara penggorengan dengan penirisan diberi sandi A
yang berarti mutlak perlu berdekatan dan dilambangkan dengan warna merah,
serta diberi angka 1, 2, 3, 6 karena menggunakan catatan yang sama,
menggunakan personil yang sama, menggunakan ruangan yang sama serta
merupakan urutan aliran kerja. Lalu hubungan antara penggorengan dengan
penyimpanan diberi sandi E yang berarti sangat penting dan dilambangkan dengan
warna jingga, serta diberi angka 1, 2, 3, 6 karena menggunakan catatan yang
sama, menggunakan personil yang sama, menggunakan ruangan yang sama serta
merupakan urutan aliran kerja..
Lalu yang terakhir adalah hubungan antara penirisan dengan penyimpanan
diberi sandi A yang berarti mutlak perlu berdekatan dan dilambangkan dengan
warna merah, serta diberi angka 1, 2, 3, 6 karena menggunakan catatan yang
sama, menggunakan personil yang sama, menggunakan ruangan yang sama serta
merupakan urutan aliran kerja..
`
131
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum acara 5 yang berjudul „Peta Keterkaitan Kerja‟,
maka praktikan telah dapat menunjukkan keeratan keterkaitan antar kegiatan yang
memerlukan ruangan dalam industri dengan dibuatnya peta keterkaitan kerja.
`
132
DAFTAR PUSTAKA
Apple, J. M. 1990. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Edisi ke 3. ITB.
Bandung.
Angelia, Corry. 2009. Metode Craft. Dalam http://www.ittelkom.co.id/library/
indeks.php?option=com_content&viewid=495%Ametode-craft-<ermid
=14. Diakses pada Rabu, 05April 2013 pukul 19.18 WIB.
Machfud dan Yudha Agung. 1990. Perancangan Tata Letak pada Industri
Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat
Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut
Pertanian Bogor.
Muther, R. 1955. Practical Plant Layout. McGraw-Hill Book Co: New York.
Sutalaksana, Anggawisastro. 1979. Teknik Tata Cara Kerja. Bandung: Keluarga
Mahasiswa Teknik Industri-ITB.
Tomkins, James A., White John A. 1996. Facility Planning. John Wiley & Sons.
USA.
Tompkins, JM. 1992. Facilities Planning. John Wiley & Sons Inc. New York.
Wignjosoebroto, Sritomo. 1996. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan.ITS.
Surabaya.
Wignjosoebroto, Sritomo. 1993. Pengantar Teknik Industri Edisi I. Jakarta: PT
Guna Widya.
`
133
LAPORAN PRAKTIKUM
TATA LETAK DAN PENANGANAN BAHAN
ACARA 6
DIAGRAM KETERKAITAN KEGIATAN
KELOMPOK A6
ANGGOTA
Febriana Kumala D. 11/311492/TP/09950
Arief Maharani 11/311591/TP/09963
Riska Dian Nur L. 11/311902/TP/09980
Devira Setyastuti 11/312278/TP/10006
Co. Ass
Ciptaning Cahyaningrum
LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
`
134
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Industri merupakan sebuah wadah berkumpulnya faktor-faktor produksi.
Faktor-faktor tersebut digunakan untuk menghasilkan sebuah produk yang
bernilai tambah. Industri menengah ataupun perusahaan saat ini sangat
memperhatikan efisiensi dan efektifitas kerjanya. Pada perancangan suatu tempat
untuk menempatkan faktor-faktor produksi tersebut, dibutuhkan banyak sekali
pertimbangan untuk mencapai tujuan awal perusahaan. Pada industri, termasuk
industri pertanian, faktor-faktor tersebut dikelola dengan melibatkan banyak
kegiatan di dalamnya. Kegiatan-kegiatan tersebut berupa kegiatan produksi,
perangkaian, penyimpanan, perkantoran, serta kegiatan - kegiatan dengan fasilitas
penunjang lainnya. Kedekatan antara suatu kegiatan dengan kegiatan lain dan
suatu tempat dengan tempat yang lain sangat penting untuk dianalisis. Hal ini
dikarenakan berpengaruh pada aliran bahan, serta bentuk perancangan kebutuhan
ruangan industri. Kedekatannya sangat perlu dianalisis agar suatu industri
mencapai produktivitas yang optimum, efisien, efektif, dan aman.
Salah satu metode atau teknik untuk menganalisis dan menunjukkan
kedekatan antara suatu kegiatan dengan kegiatan lain dan suatu tempat dengan
tempat yang lain dapat menggunakan Diagram Keterkaitan Kegiatan (Activity
Relationship Diagram). Diagram ini merupakan diagram berbentuk balok yang
menunjukkan pendekatan keterkaitan kegiatan yang menunjukkan setiap kegiatan
sebagai suatu model kegiatan tunggal. Maka dari itu pada praktikum ini,
dilakukan analisis kedekatan keterkaitan kegiatan-kegiatan dalam industri
Kerupuk Subur menggunakan Diagram Keterkaitan Kegiatan (DKK).
B. Tujuan
Praktikan dapat menentukan posisi satu ruangan terhadap ruangan lain
dalam ruangan produksi maupun industri.
`
135
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Activity Relationship Chart sangat berguna untuk perencanaan dan analisi
hubungan aktivitas antar masing-masing departemen. Sebagai hasilnya maka data
yang didapat selanjutnya akan dimanfaatkan untuk penentuan letak masing-
masing departemen tersebut, yaitu lewat apa yang disebut Activity Relationship
Diagram. Pada dasarnya diagram ini menjelaskan mengenai hubungan pola aliran
bahan dan lokasi dari masing-masing departemen penunjang terhadap departmen
produksinya (Wignjosoebroto, 1996).
Activity Relation Chart pada dasarnya sangat baik dipergunakan untuk
menganalisa tata letak pabrik dengan memperhatikan faktor-faktor yang bersifat
kualitatif. Untuk mengatur tata letak departemen atau bagian dari suatu
perkantotan , gudang, tempat pembuangan, limbah dan lain-lain. Maka metode ini
tepat untuk di pergunakan.dalam pengaturan fasilitas –fasilitas dari departeman
produksi dalam pabrik pemakaian Activity Relation Chart yang dikombinasikan
dengan metode kualitatif seperti From to Chart sangat dianjurkan ( Apple, 1990).
Activity Relation Chart menunjukkan pentingnya kedekatan suatu
departemen dengan departemen lainnya dalam satu pabrik. Activity Relation
Chart bertujuan untuk mengantisipasi tidak tampaknya semua hubungan yang
penting dalam aliran produk, Contohnya : penting bagi laboratorium pengendalian
kualitas di pabrik susu umtuk memilih lokasi sedekat mungkin dan meletakkan
ruangan –ruangan fasilitas lainnyadi tempat yang jauh dari ruang pencampuran
lemak (Wayne, 1993).
Pendekatan yang dilakukan oleh Muther juga dilakukan oleh Downs,
menurut Downs (1956) diagram aliran yang ada dikembangkan dengan cara,
kegiatan-kegiatan yang terjadi dihubungkan dengan garis atau pita dengan
berbagai ketebalan yang berbeda. Lebar garis menunjukkan volume antara
kegiatan, dan membantu perencana untuk menghubungkan masing-masing
kegiatan secara tepat dalam tahap awal perencanaan tata letak.
`
136
Untuk membuat rancangan tata letak ideal perlu dilakukan analisis antar
kegiatan dengan membuat diagram keterkaitan kegiatan. Setelah dilakukan
analisis maka diagram tersebut disusun dengan membuat tabel lembar kerja
keterkaitan kegiatan selanjutnya memplotkan pada blok keterkaitan untuk
mempermudah tata letaknya. Blok diagram yang sudah jadi akan disusun
sedemikian rupa menurut diagram keterkaitan kegiatan yaitu dengan cara
mendekatkan proses-proses yang diperlukan. Hasil dari blok keterkaitan tersebut
diaplikasikan pada tata letak sebenarnya dengan menyusun bentuk area kerjanya
yang dilakukan secara manual (Anonim I, 2013).
Penggunaan Diagram Keterikatan Kegiatan adalah bertujuan untuk
perencanaan hubungan antara pola aliran bahan dan lokasi aktivitas pelayanan
yang berhubungan dengan aktivitas produksi (Apple, 1990).
Kegunaan dari diagram tersebut adalah untuk (Muther, 1944):
1. Pengalokasian sistematis untuk setiap aktivitas
2. Proses penempatan fasilitas
3. Membuat suatu layout lebih akurat
4. Menaksir luas total dari suatu gedung
5. Meminimasi ruang yang diperlukan
Untuk membuat rancangan tata letak ideal perlu dilakukan analisis antar
kegiatan dengan membuat diagram keterkaitan kegiatan. Setelah dilakukan
analisis maka diagram tersebut disusun dengan membuat tabel lembar kerja
keterikatan kegiatan, selanjutnya memplotkan pada blok keterikatan untuk
mempermudah tata letaknya. Blok diagram yang sudah jadi akan disusun
sedemikian rupa menurut diagram keterkaitan kegiatan yaitu dengan cara
mendekatkan proses – proses yang diperlukan. Hasil dari blok keterkaitan tersebut
diaplikasikan pada tata letak sebenarnya dengan menyusun bentuk area kerja yang
dilakukan secara manual (Widya, 2007).
Untuk membuat rancangan tata letak ideal perlu dilakukan analisis antar
kegiatan dengan membuat diagram keterkaitan kegiata. Setelah dilakukan analisis
maka diagram tersebut disusun dengan membuat tabel lembar kerja keterkaitan
selanjutnya plotkan pada blok keterkaitan agar lebih mudah menentukan tata
letaknya. Blok diagram yang sudah jadi akan disusun sedemikian rupa menurut
`
137
diagram keterkaitan kegiatan yaitu dengan cara mendekatkan proses – proses yang
mutlak diperlukan (Hendrarto, 2008).
`
138
BAB III
METODE PRAKTIKUM
PKK yang telah diperoleh diacara sebelumnya
diterjemahkan ke dalam lembar kerja seperti yang
dicontohkan pada modul praktikum TLPB.
Semua kegiatan (dari PKK) dituliskan
di kolom kiri
Nomor kegiatan dari PKK dimasukkan pada setiap kolom
untuk menunjukkan derajat kedekatan dengan kegiatan pada
baris.
Mengalihkan angka-angka pada kolom lembar kerja ke
kotakan-kotakan seperti yang ada pada modul. Untuk U tidak
dialihkan karena tidak diperlukan lagi.
Kotakan-kotakan tersebut dipotong-potong, yang mempunyai
derajat kedekatan A dipasangkan lebih dulu, baru yang E dan
seterusnya. Dengan metode trial and error dan diuji cobakan
untuk seluruh kegiatan yang ada.
`
139
Susunan akhir disalin ke kertas. Inilah yang disebut sebagai
Diagram Keterkaitan Kegiatan.
Memberikan warna pada masing-masing kotak sesuai dengan
bagiannnya (produksi, perkantoran, pelayanan pabrik,
pelayanan pekerja dan lain-lain) seperti contoh yang ada di
modul praktikum TLPB.
`
140
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Tabel Derajat Kedekatan
(Terlampir)
2. Form Diagram Keterkaitan Kegiatan
(Terlampir)
B. Pembahasan
Diagram Keterkaitan Kegiatan(DKK) atau Activity Relationship Diagram
(ARD) adalah diagram balok yang menunjukkan setiap kegiatan sebagai satu
model kegiatan tunggal. Jika terdapat sejumlah besar kegiatan dan keterkaitan,
mungkin lebih baik dikelompokkan menjadi kelompok kegiatan yang berkaitan.
Fungsi yang lebih besar mungkin akan lebih mudah dikaitkan satu sama lain.
DKK digambarkan dalam diagram balok yang merupakan penerjemahan dari
PKK. Cara membuat DKK yaitu dengan terlebih dahulu membuat lembar kerja
DKK. Untuk mengisi lembar kerja DKK, digunakan informasi dari PKK dan
berdasarkan pola aliran bahan yang dianut. Kemudian ditentukan derajat
kedekatannya yang dimuat di PKK. Simbol A mempunyai hubungan kedekatan
mutlak perlu, simbol E mempunyai hubungan kedekatan sangat penting, simbol X
mempunyai hubungan kedekatan tidak diharapkan. Tujuan dari pembuatan DKK
ini adalah sebagai dasar untuk perancangan tata letak dari sebuah pabrik atau area
kerja sesuai dengan pola aliran material yang berhubungan dengan aktivitas
produksi.
Pertimbangan dalam pembuatan DKK ini adalah dengan berdasarkan hasil
dari PKK yang telah dibuat, yaitu dilakukannya peletakkan fasilitas yang sesuai
dengan derajat kedekatan yang telah ditentukan sebelumnya. Derajat hubungan A
(mutlak perlu) dan derajat X (tidak diharapkan) merupakan prioritas, karena kedua
derajat hubungan ini menyatakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dan yang
`
141
harus dihindari dalam perancangan suatu tata letak. Fasilitas-fasilitas itu harus
berdekatan satu sama lain. Namun jika fasilitas yang memiliki derajat hubungan X
(tidak perlu), letaknya harus berjauhan karena beberapa alasan atau hal-hal yang
dipertimbangkan. Apabila derajat hubungannya E (sangat penting) atau I (penting)
maka fasilitas-fasilitas yang memiliki derajat hubungan tersebut diutamakan
berada saling berdekatan, namun tidak mutlak atau harus. Sedangkan derajat
hubungan yang memiliki derajat hubungan tersebut tidak perlu untuk saling
berdekatan.
Selain pertimbangan diatas, juga ada pertimbangan dalam pembuatan
Diagram Keterkaitan Kegiatan, yaitu sebagai berikut :
1. Bentuk balok pada DKK sisi-sisinya berukuran 3 cm.
2. Warna balok disesuaikan dengan fungsinya, untuk kantor dan pendukung
personil kantor berwarna kuning, untuk produksi berwarna hijau, untuk
maintenance, pelayanan personil pabrik, pelayanan produksi berwarna
biru, sedangkan untuk pelayanan pabrik berwarna merah muda.
3. Tata letak dibuat berdasarkan DKK yang telah dibuat, sesuai dengan
derajat kedekatannya.
Manfaat DKK yaitu sebagai acuan untuk perancangan tata letak Industri
Kerupuk Subur agar lebih optimal di dalam proses produksinya dan mencegah
adanya aliran balik.
Adapun kelebihan DKK ini yaitu :
1. Memudahkan proses aliran bahan
2. Memperbaiki susunan tempat kerja yang ada
3. Mengurangi jarak perpindahan bahan
4. Efisiensi waktu
5. Meminimalkan penggunaan luas tanah dengan cara memanfaatkan ruang
kosong yang masih ada
6. Membuat suatu layout lebih akurat
7. Proses penempatan fasilitas menjadi lebih teratur
8. Pengalokasian menjadi lebih sistematis untuk setiap aktivitas
Selain memiliki kelebihan, DKK juga memiliki kekurangan, diantaranya
adalah:
`
142
1. Sulit di dalam pengaplikasiannya dikarenakan butuh biaya yang besar
untuk merealisasikannya.
2. Banyaknya stasiun yang telah dibut secara permanen sehingga sulit
memindahkannya.
3. Penilaian bersifat subjektif dikarenakan dinilai oleh praktikan.
4. Pembuatan DKK telalu rumit karena harus membuat PKK terlebih dahulu.
Pada diagram keterkaitan kegiatan, dapat diketahui kedekatan antar satu
kegiatan dengan kegiatan lainnya dengan melihat letak persegi yang mewakili
sebagai satu stasiun kerja. Di dalam persegi tersebut terdapat keterangan seperti
nama stasiun kerja, nomor stasiun kerja dan simbol-simbol yang menunjukkan
derajat kedekatan satu kegiatan dengan kegiatan lain agar mudah dilakukan
analisis letak kedekatan antar kegiatan tersebut.
Pada persegi pertama menunjukkan stasiun kerja nomor 4 (penggilingan)
dan derajat kedekatan yang menunjukkan bahwa simbol A (mutlak perlu
berdekatan) berdekatan dengan stasiun kerja nomor 5 (pengepressan), dan simbol
E (sangat perlu) berdekatan dengan satsiun kerja nomor 6 (pencetakan). Pada
persegi kedua menunjukkan stasiun kerja nomor 5 (pengepressan) dan derajat
kedekatan yang menunjukkan bahwa simbol A (mutlak perlu berdekatan)
berdekatan dengan stasiun kerja nomor 6 (pencetakan), dan simbol O (kedekatan
biasa) dengan satsiun kerja nomor 7 (pengukusan). Pada persegi ketiga
menunjukkan stasiun kerja nomor 2 (pencampuran) dan derajat kedekatan yang
menunjukkan bahwa simbol A (mutlak perlu berdekatan) berdekatan dengan
stasiun kerja nomor 3 (pengadukan) dan 4 (penggilingan), simbol O (kedekatan
biasa) dengan stasiun kerja nomor 6 (pencetakan) dan 7 (pengukusan), dan simbol
I (perlu) dengan stasiun kerja nomor 5 (pengepressan). Lalu pada persegi keempat
menunjukkan stasiun kerja nomor 6 (pencetakan) dan derajat kedekatan yang
menunjukkan bahwa simbol A (mutlak perlu berdekatan) berdekatan dengan
stasiun kerja nomor 7 (pengukusan), dan simbol I (perlu) dengan stasiun kerja
nomor 8 (penjemuran). Kemudian pada persegi kelima menunjukkan stasiun kerja
nomor 3 (pengadukan) dan derajat kedekatan yang menunjukkan bahwa simbol A
(mutlak perlu berdekatan) berdekatan dengan stasiun kerja nomor 4
(penggilingan), simbol O (kedekatan biasa) dengan stasiun kerja nomor 7
`
143
(pengukusan), dan simbol I (perlu) dengan stasiun kerja nomor 5 (pengepressan)
dan 6 (pencetakan). Selanjutnya pada persegi keenam menunjukkan stasiun kerja
nomor 1 (penimbangan) dan derajat kedekatan yang menunjukkan bahwa simbol
A (mutlak perlu berdekatan) berdekatan dengan stasiun kerja nomor 2
(pencampuran), simbol E (sangat perlu) dengan stasiun kerja nomor 3
(pengadukan), dan simbol O (kedekatan biasa) dengan stasiun kerja nomor 4
(penggilingan), 5 (pengepressan), 6 (pencetakan), dan 7 (pengukusan). Lalu pada
persegi ketujuh menunjukkan stasiun kerja nomor 7 (pengukusan) dan derajat
kedekatan yang menunjukkan bahwa simbol O (kedekatan biasa) dengan stasiun
kerja nomor 8 (penjemuran), dan 9 (pengovenan). Kemudian pada persegi
kedelapan menunjukkan stasiun kerja nomor 9 (pengovenan) dan derajat
kedekatan yang menunjukkan bahwa simbol E (sangat perlu) dengan stasiun kerja
nomor 10 (penimbangan bahan setengah jadi), dan simbol I (perlu) dengan stasiun
kerja nomor 11 (penggorengan). Selanjutnya pada persegi kesembilan
menunjukkan stasiun kerja nomor 11 (penggorengan) dan derajat kedekatan yang
menunjukkan bahwa simbol A (mutlak perlu berdekatan) dengan stasiun kerja
nomor 12 (penirisan), dan simbol E (sangat perlu) dengan stasiun kerja nomor 13
(penyimpanan). Setelah itu pada persegi kesepuluh menunjukkan stasiun kerja
nomor 8 (penjemuran) simbol O (kedekatan biasa) dengan stasiun kerja nomor 10
(penimbangan bahan setengah jadi), dan simbol I (perlu) dengan stasiun kerja
nomor 9 (pengovenan). Pada persegi kesebelas menunjukkan stasiun kerja nomor
10 (penimbangan bahan setengah jadi) dan derajat kedekatan yang menunjukkan
bahwa simbol A (mutlak perlu berdekatan) dengan stasiun kerja nomor 11
(penggorengan), dan simbol I (perlu) dengan stasiun kerja nomor 13
(penyimpanan). Lalu pada persegi kedua belas menunjukkan stasiun kerja nomor
13 (penyimpanan) dan tidak ada derajat kedekatan yang terjadi pada stasiun kerja
ini karena merupakan proses akhir dari keseluruhan proses. Yang terkahir adalah
persegi ketiga belas menunjukkan stasiun kerja nomor 12 (penirisan) dan derajat
kedekatan yang menunjukkan bahwa simbol A (mutlak perlu berdekatan) dengan
stasiun kerja nomor 13 (penyimpanan) saja.
`
144
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum acara 6 yang berjudul „Diagram Keterkaitan
Kegiatan‟, maka praktikan telah dapat menentukan posisi satu ruangan terhadap
ruangan lain dalam ruangan produksi maupun industri.
`
145
DAFTAR PUSTAKA
Anonim I. 2013. Jurnal Teknotan. http://resources.unpad.ac.id/unpadcontent/
uploads/publikasi_dosen/no.21/520jurnal/520FTIP. Diakses pada hari
Minggu tanggal 21 April 2013 pukul 14.05 WIB.
Apple, J. M. 1990. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan, Edisi ke 3.
Bandung : ITB.
Downs, G. 1956. Best Way To Layout a Job Shop, Factory Management and
Maintenance. New York: McGraw-Hill Book Co.
Hendrarto, dkk. 2008. Modifikasi Tata Letak Fasilitas Produksi Jamur Tiram.
http://resources.unpad.ac.id/unpadcontent/uploads/publikasidosen/no.28/5
29jurnal/520FTIP. Diakses pada hari Senin tanggal 19 April 2013 pukul
20.15 WIB.
Muther, R. 1994. Production Line Technique. McGraw-Hill Book Co. New York.
Wayne, C Turner . 1993. Pengantar Teknik dan Sistem Industri Jilid 1 Edisi 3.
Jakarta: Penerbit Guna Widya..
Widya Astuti. 2007. Perancangan Fasilitas. Yogyakarta: Teknik Industri STTA.
Wignjosoebroto, Sritomo. 1996. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. ITS.
Surabaya.
`
146
LAPORAN PRAKTIKUM
TATA LETAK DAN PENANGANAN BAHAN
ACARA 7
PENENTUAN LUAS LANTAI
KELOMPOK A6
ANGGOTA
Febriana Kumala D. 11/311492/TP/09950
Arief Maharani 11/311591/TP/09963
Riska Dian Nur L. 11/311902/TP/09980
Devira Setyastuti 11/312278/TP/10006
Co. Ass
Ciptaning Cahyaningrum
LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
`
147
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sektor industri merupakan sektor yang berperan besar dalam
pembangunan perekonomian bangsa. Pembelajaran mengenai bidang industri
sangat penting agar sebuah pabrik atau manufaktur dapat beroperasi dengan baik.
Kegiatan utama dalam bidang industri pertanian adalah merancang industri
pertanian. Contohnya merancang tata letak pabrik atau fasilitas. Penempatan
fasilitas dalam pabrik sangat mempengaruhi kinerja para pekerja, jika fasilitas
tertata dengan baik dan sesuai, maka kegiatan operasi dapat berjalan dengan
lancar.
Tata letak pabrik merupakan penempatan dan pengaturan dari
bermacam-macam fasilitas produksi yang ada. Pengaturan ruang berkaitan erat
dengan luas area yang dibutuhkan untuk mesin/peralatan produksi, penempatan
material, keleluasaan operator bergerak, dll. Penentuan luas ruangan yang
diperlukan untuk aktivitas produksi tergantung pada area kerja (work station)
yang ada. Secara total area yang dibutuhkan merupakan jumlah total dari tiap-tiap
stasiun kerja yang ada. Sedangkan kelonggaran akan diberikan untuk keperluan
jalan lintasan.
Oleh karena itu praktikan dituntut agar memiliki kemampuan serta
keahlian untuk meningkatkan kinerja para pekerja serta memberikan nilai tambah
pada produk yang dihasilkan. Dengan melakukan praktikum penentuan luas
lantai, diharapkan praktikan dapat memperbaiki industri yang dijadikan sebagai
objek kajian.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum tata letak dan penanganan bahan acara 7 yang
berjudul “Penentuan Luas Lantai” ini adalah:
1. Praktikan dapat menentukan jenis dan jumlah ruang yang dibutuhkan
setiap kegiatan dalam industri.
`
148
2. Praktikan dapat menentukan luas lantai setiap kegiatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Luas lantai produksi digunakan untuk mengetahui luas lahan yang akan
digunakan dalam perencanaan Tata Letak Fasilitas dan perusahaan yang akan
didirikan. Perhitungan luas lantai produksi dimulai dari luas kebutuhan lahan
sampai perkantoran dengan memperhatikan segala fasilitas pendukungnya. Dalam
melakukan suatu perencanaan Tata Letak Fasilitas dan pemindahan bahan,
dibutuhkan beberapa kebutuhan luas lantai untuk kegiatan produksi pabrik yang
akan didirikan, serta fasilitas-fasilitas pendukung lainnya. Dengan demikian perlu
dihitung berapa luas lantai yang disiapkan, terutama untuk kegiatan bagian
produksi. Perhitungan luas lantai ini didasarkan pada bahan baku yang akan
disiapkan. Berdasarkan hal tersebut maka akan didapat luas lantai Receiving
(gudang bahan baku) model Tumpukan dan Rak. Tumpukan digunakan untuk
material yang rata-rata mempunyai dimensi yang besar sehingga tidak
memungkinkan untuk dimasukan kedalam suatu wadah/tempat tertentu.
Sedangkan untuk material yang menggunakan model penyimpanan menggunakan
rak, digunakan untuk material yang berdimensi kecil (Anonim, 2013).
Ruangan yang dibutuhkan oleh sebuah fasilitas jelas erat sekali dengan
kaitannya dengan peralatan, bahan, pegawai dan kegiatan. Dimensi ruang kerja
akan pko yaitu dipengaruhi oleh dua hal pokok yaitu situasi fisik dan situasi kerja
yang ada. Di dala menentukan dimensi ruang kerja perlu diperhatikan antara lain
jrak jankau yang bisa dilakukan oleh operator. Batasan-batasan ruang yang enak
dan cukup memberikan keleluasan gerak operator dan kebutuhan area minimum
yang harus dipenuhi untuk kegiatan-kegiatan tertentu (Apple, 1997).
Tata letak pabrik pada dasarnya merupakan penempatan dan pengaturan
dari bermacam-macam fasilitas produksi yang ada. Pengaturan ruangan disini
berkaitan erat dengan luas area yang dibutuhkaneuntuk mesin/peralatan produksi,
penempatan material, keleluasaan opedan rator untuk bergerak, dan lain-lain
aktivitas. Kebutuhan untuk luas area ini harus dipertimbangkan untuk seluruh
`
149
aktivitas yang ada dalam pabrik dan untuk paling tidak ada tiga macam area yang
harus diberikan, yaitu (Wignjosoebroto, 1996):
1. Area yang diperlukan untuk operasi dari mesin dan peralatan yang ada.
2. Area yang diperlukan untuk penyimpanan bahan baku atau benda jadi yang
telah selesai dikerjakan.
3. Area yang diperlukan untuk fasilitas-fasilitas service.
Dalam perencanaan ruang yang ada diperlukan untuk broperasinya mesin
dan peralatan produksi lainnya, maka diperlukan kelonggaran (allowance) untuk
ruangan antara mesin dan operator, work in process storage, dan juga
kelonggaran-kelonggaran yang ditujukan untuk prosses pemindahaan serta
perawatan. Area untuk penyimpanan perkakas juga untuk ruangan mandor dan
supervisor berada harus pula diberikan, karena kedua aktivitas in berkaitan erat
dengan mempunyai lokas yang sama dengan peralatan produksi.
Dalam menghitung kebutuhan luas lantai, dilibatkan pula masalah-masalah
yang berkaitan dengan kegiatan lainnya yang akan mempengaruhi terhadap luas
lantai tersebut, yaitu (STMI, 2010):
1) Alat angkut
2) Cara pengangkutan
3) Cara penyimpanan bahan baku (ditumpuk atau dirak)
4) Aliran bahan
Kesemua hal diatas harus diperhitungkan dalam penentuan luas lantai
dengan menambah harga allowance (kelonggaran) tertentu. Dengan demikian
perlu dihitung beberapa luas lantai yang disiapkan, terutama untuk kegiatan
bagian produksi yang didasarkan pada (STMI, 2010):
a) Bahan baku yang akan disiapkan
b) Mesin atau peralatan yang digunakan
c) Barang jadi yang dihasilkan
Perencanaan layout yang cermat tanpa diimbangi perencanaan material
handling yang baik, akan sia-sia untuk diterapkan. Sebab akan terjadi kesulitan
pemindahan bahan, arus bahan baku sampai produk akhir terganggu, akibat
lebih jauh tingkat produktivitas perusahaan menurun. Oleh karena itu perlu sekali
dilakukan perencanaan tata letak fasilitas dan perencanaan material handling. Hal
`
150
ini dapat dilakukan dengan metode penyusunan layout yang tepat yang akan
menghasilkan perencanaan layout fasilitas baru yang terbaik (Tompkin, et
al.,1996).
Semua ruangan yang dipakai pada setiap kegiatan/fungsi pabrik termuat
dalam luas lantai pabrik. Beberapa metode yang umum digunakan untuk
menentukan luasan lantai adalah (Purwanto, 1990) :
1. Production Centre Method
Dimana pusat produksi terdiri dari satu mesin ditambah dengan seluruh
peralatan yang diperlukan dan area operator. Tempat kerja (depan, belakang,
samping kiri dan kanan), ruang maintenance, ruang storage harus
ditambahkan dalam menghitung luas lantai. Kelonggaran (allowance)
diperlukan dalam hal perhitungan bahan baku dan perkakas pembantu.
Walaupun rumit tapi metode ini lebih teliti dalam perhitungan.
2. Convertion Method
Untuk menentukan luas lantai pada aktivitas kantor dan gudang,
berdasarkan pada logika, alasan-alasan tertentu, educated guess (menebak
berdasarkan ilmu yang diketahui), konversinya ditujukan antar perusahaan
sejenis.
3. Rough Lay Out Methode
Metode ini dibuat berdasarkan template/model equipment dengan
memakai maket.
4. Space Standart
Dalam metode ini harus dipahami betul asumsi-asumsi yang dipakai untuk
menghindari kekurangan atau kelebihan.
5. Ratio & Trend Projection
Memakai data masa lalu tentang rasio. Metode ini paling tidak akurat dan
digunakan untuk meramalkan/memproyeksikan kebutuhan dari pekerja.
Dalam perancangan ruang ada beberapa faktor yang harus
dipertimbangkan, diantaranya adalah (Barnes, 1980) :
1. Umum
a. Merupakan kegiatan yang paling banyak memerlukan luas yaitu produksi
dan pelayanan produksi.
`
151
b. Ramalan penjualan.
c. Jumlah produksi.
d. Perubahan kemajuan teknologi dalam proses dan kemungkinan terjadinya
perubahan produk.
e. Rencana induk baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek
termasuk kemungkinan perluasan.
f. Keluwesan ruangan terhadap ruangan lain.
g. Jumlah pegawai total, jumlah shift kerja, perbandingan jumlah pekerjapria
dan wanita.
2. Produksi
a. Ukuran sifat bahan dan karakteristik produk jadi.
b. Metode, sifat dan jumlah operasi.
c. Metode, kebakuan dan efisiensi kerja.
d. Jumlah dan ukuran mesin.
e. Pola aliran bahan.
f. Jumlah operator dan pegawai penunjang.
g. Cara pemindahan dan peralatannya.
h. Kebutuhan gudang penyimpanan.
3. Bangunan
a. Model dan jenis konstruksinya.
b. Jumlah luas lantai, kapasitas beban lantai dan tinggi maksimal ruangan.
c. Pintu, tangga dan kemungkinan penggunaan lift (jika pabriknya besar).
d. Bentuk , ukuran dan kndisi bangunan.
e. Ketersediaan dan utilitas gedung.
4. Biaya
a. Ketersediaan dana.
b. Suku bunga.
c. Kecenderungan ekonomi.
Efisiensi bangunan perkantoran biasanya dihitung berdasarkan rasio dari
luas ruang perkantoran yang terpakai terhadap jumlah kotor luas ruang bangunan
(Abbas, 2001):
`
152
1. Luas lantai ruang kerja (luas terpakai) : ruangan dimana seseorang dapat
bekerja dan mempunyai ruang untuk sirkulasi sekundernya.
2. Ruang sirkulasi utama, yang dibutuhkan untuk menempatkan jalur sirkulasi,
jalur pencapaian dan juga jalur untuk keadaan darurat dar/ke tempat kerja.
3. Ruang khusus sebagai ruang yang tidak dapat digunakan sebagai ruang kerja
perkantoran, melainkan untuk fungsi tertentu (r.arsip,kantin).
4. Ruang anti vertical (core) yakni ruang yang dibutuhkan sebagai penunjang
bangunan seperti ruang lift, tangga dll.
5. Luas kotor ruang keseluruhan adalah penjumlahan semua luas lantai ruang
perkantoran termasuk ruang anti vertical, ruang dinding tepid an dinding
struktur.
6. Luas bersih ruang terpakai yaitu luas kotor ruang dikurangi ruang inti vertical,
ruang dinding tepi dan dinding struktur.
7. Ruang sirkulasi utama memanfaatkan 10%-15% dari luas bersih ruang.
Tidak semua ruang kerja mempunyai nilai manfaat yang sama.
Kesalahan umum dalam perancangan yang mengakibatkan berkurangnya efisiensi
ruang biasanya menyangkut hal-hal kolom bangunan terlalu dekat pada dinding
tepi, kolom bangunan terlalu menonjol sehingga mengganggu jalur sirkulasi,
bentangan ruang-ruang yang salah dan peletakkan sauran/instalasi pada jalur tepi
saja (Abbas, 2001).
`
153
BAB III
METODE PRAKTIKUM
Mengidentifikasi semua kegiatan yang memiliki ruang
dalam pabrik yang akan dirancang tata letaknya.
Merancang tata letak untuk setiap kegiatan yang memerlukan
ruangan, beserta ukurannya (dalam bentuk gambar per
kegiatan). Kegiatan meliputi kegiatan produksi, pelayanan
pabrik, pelayanan personil, maintenance, dll.
Luasan yang dibutuhkan, dihitung.
Menghitung luas gang utaman (antara 20-50% dari total
luas) berdasarkan tipe aliran bahan yang telah dipilih.
Untuk perhitungan luas lantai gudang. Apabila barang di gudang
dapat disimpan dalam rak, maka kebutuhan rak diperhitungkan,
selanjutnya baru dihitung kebutuhan luas ruangan.
`
154
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Tabel Luas Lantai
(Terlampir)
2. Tabel Luas Gudang
(Terlampir)
B. Pembahasan
Pada praktikum kali ini yaitu acara 7 dengan judul penentuan luas lantai,
tujuan yang hendak dicapai adalah praktikan dapat menentukan jenis dan jumlah
ruang yang dibutuhkan setiap kegiatan dalam industri serta praktikan dapat
menentukan luas lantai setiap kegiatan.
Praktikum ini diawali dengan mengidentifikasi semua kegiatan yang
memerlukan ruang dalam industri yang akan dirancang tata letaknya, kemusian
rancang tata letak untuk setiap kegiatan yang memerlukan ruangan, beserta
ukurannya (dalam bentuk gambar per kegiatan dan yang terakhir adalah
menghitung luas lantai yang dibutuhkan.
Luas lantai adalah perhitungan luas yang akan dipergunakan untuk
menentukan luas lantai kantor dan pabrik. Luas lantai diproduksi digunakan untuk
mengetahui luas lahan yang akan digunakan dalam perencanaan tata letak fasiltas
perusahaan yang akan didirikan. Perhitungan luas lantai produksi dimulai dari
luas kebutuhan lahan sampai perkantoran dengan memperhatikan segala fasiltas
dan pendukungnya. Perhitungan luas lantai perlu diperhatikan mengenai gang.
Penentuan besarnya gang dipengaruhi oleh ukuran faktor manusia, peralatan atau
mesin dan bahan baku yang digunakan.
Menghitung luas lantai produksi, maka informasi yang diperlukan adalah
nama peralatan atau mesin yang dipakai, jumlah mesin peralatan yang sesuai
dengan yang terdapat pada route sheet, dan ukuran peralatan atau mesin yang
`
155
dipakai. Tujuan menghitung luas lantai adalah untuk memperkirakan kebutuhan
luas lantai bagian produksi yang meliputi :
1. Gudang bahan baku, yaitu gudang bahan model tumpukan dan rak.
2. Fabrikasi dan peraktan, yaitu mesin dan peralatan.
3. Gudang bahan jadi.
Melakukan suatu perencanaan Tata Letak Fasilitas dan pemindahan bahan,
dibutuhkan beberapa kebutuhan luas lantai untuk kegiatan produksi pabrik yang
akan didirikan, serta fasilitas-faslilitas pendukung lainnya. Dengan demikian perlu
dihitung berapa luas lantai yang disiapkan, terutama untuk kegiatan bagian
produksi. Perhitungan luas lantai ini didasarkan pada bahan baku yang disiapkan.
Bagian-bagian produksi tersebut meliputi :
1. Luas lantai gudang bahan baku (receiving)
Luas lantai gudang bahan baku (receiving) adalah luas lantai yang akan
dipergunakan untuk menyimpan bahan baku atau material yang akan
digunakan dalam produksi. Luas lantai gudang bahan baku terbagi menjadi
dua model yaitu model Tumpukan dan model Rak. Untuk member gambaran
dari cara penyimpanan bahan baku digudang, maka diperlukan gambar
bagaimana cara penyimpanan materal tersebut (baik model tumpukan atau
model Rak), sehingga luas lantai yang dipakai sesuai dengan hasil
perhitungan. Ruangan gambar yang dibuat harus member penjelasan
mengenai :
a. Tinggi memuat berapa tumpuk.
b. Lebar memuat berapa tumpuk.
c. Ukuran memuat berpa tumpuk.
2. Fabrikasi dan Perakitan
Luas lantai mesin (fabrikasi atau assembling) juga perlu perhitungan
dalam perencanaan tata letak fasilitas dan pemindahan bahan. Data yang
diperlukan dalam perhitungan luas lantai antara lain :
a. Nama Mesin atau Peralatan.
b. Jumlah Mesin atau Peralatan.
c. Ukuran Mesin atau Peralatan.
`
156
Pada luas lantai mesin juga diperhatikan luas toleransi dan
allowancenya. Luas toleransi diberikan untuk jalannya aliran produksi
sehingga tidak mengalami kesulitan sewaktu proes produksi berjalan dan luas
allowance diberikan untuk jalannya alat-alat pengangkut bahan dan barang.
3. Luas Lantai Shipping (Gudang Bahan Baku )
Data yang diperlukan dalam perhitungan luas lantai gudang barang jadi
(shipping) adalah : nomor komponen, dan tipe barang jadi. Langkah-langkah
perhitungan luas lantai barang jadi adalah sebagai berikut :
a. Tentukan ukuran kemasan yaitu ukuran atau dimensi dari kemasan untuk
tempat produk jadi perusahaan.
b. Tentukan produk jadi per satuan periode, yaitu produk yang dihasilkan
untuk periode tertentu, berdasarkan produk per jam dari perusahaan.
c. Tentukan volume kemasan total, yaitu volume kebutuhan untuk produk
jadi per periode tertentu.
d. Tentukan luas lantai yaitu bahan yang dibutuhkan berdasarkan volume
kemasan.
e. Tentukan allowance
f. Tentukan total luas lantai
Menghitung luas lantai tersebut dengan memanfaatkan tabel luas lantai
yang terdiri dari sebelas kolom. Kolom 1 yaitu diisi dengan nama stasiun kerja,
kolom 2 diisi dengan nama alat yang digunakan pada kolom 1, kolom 3 diisi
dengan jumlah mesin yang digunakan pada stasiun kerja kolom 1, kolom 4 diisi
dengan dimensi mesin yang terdiri dari kolom panjang dan kolom lebar mesin,
kolom 5 diisi dengan luas area yang dibutuhkan oleh 1 mesin, kolom 6 diisi
dengan kelonggaran yang terdiri dari kolom bahan setengah jadi, operator dan
transport, kolom 7 diisi dengan luas ditambah kelonggaran dan yang terakhir
adalah kolom 8 diisi dengan total luas 1 mesin.
Luas lantai adalah perhitungan luas lantai yang akan dipergunakan untuk
menentukan luas lantai kantor dan pabrik. Kebutuhan luas lantai ini di bagi
menjadi beberapa kelompok yaitu:
a) luas lantai produksi contoh : fabrikasi, assembling,dll
b) luas lantai receiving
`
157
c) luas lantai storage contoh : storage bahan baku
d) luas lantai warehouse
e) luas lantai shipping
f) luas lantai pelayanan produksi contoh : ruang supervisor, power house, dll
g) luas lantai pelayanan personil pabrik dan / kantor contoh : parkir
h) luas lantai pelayananan personil di pabrik contoh : ruang ganti pakaian, toilet
i) luas lantai pelayanan personil di kantor contoh : ruang tunggu, ruang
pertemuan dll
j) luas lantai kantor contoh : ruang direktur, ruang kabag dll
Dari masing-masing luas lantai tersebut di atas, perhitungan kebutuhan
luas lantainya mempunyai cara tersendiri. Satu konsep dasar perhitungan yang
hampir sama dari kesemuanya adalah adanya perhitungan luas yaitu panjang x
lebar dan perhitungan perhitungan volume yaitu panjang x lebar x tinggi atau
berdasarkan tipe komponen. Sedangkan pengembangannya tergantung dari luas
lantai apa yang akan diperhitungkan. Untuk jelasnya akan terlihat pada cara- cara
perhitungan pada berikutnya.
Sebelum menentukan denah ideal ruang produksi yang baru maka terlebih
dahulu ditentukan luas lantai ruang produksi dengan cara menyusun stasiun kerja
serta mesin yang digunakan kemudian dilakukan perhitungan terhadap luas mesin
serta kelonggaran yang dibutuhkan untuk penyimpanan bahan setengah jadi.
Perhitungan luas lantai bermanfaat untuk menentukan atau
menghitung luas lahan yang akan digunakan dalam perencanaan
tata letak fasilitas pabrik dan perusahaan yang akan didirikan.
Dengan adanya perhitungan luas lantai ini penggunaan ruangan
dapat efisien, ekonomis, dan efektif yang dapat menunjang
kelancaran dalam proses produksi.
Tabel yang dibuat dalam praktikum ini ada 3, pertama
adalah tabel luas lantai produksi yang terdiri dari 11 kolom.
Tempat produksi yang digunakan dalam industri ini adalah terdiri
dari beberapa ruang yang dibatasi dengan sekat tembok, tetapi
ada pula yang tidak di batasi dengan sekat tembok. Untuk stasiun
kerja penimbangan bahan dan pengadonan berada pada satu
`
158
ruangan, untuk stasiun kerja penggilingan, pengepresan, dan
pencetakan berada dalam satu ruangan, untuk stasiun kerja
pengukusan dalam satu ruangan, untuk stasiun kerja
penggorengan dan pengovenan berada dalam satu ruangan. Ruang
stasiun kerja penimbangan bahan dan pembuatan adonan
dibatasi dengan dinding, tetapi ruang lain tidak dibatasi dengan
dinding. Data yang digunakan pada kolom 1 untuk nama stasiun
kerja diambil dari peta proses operasi, dimulai dari penimbangan
bahan baku,pembuatan adonan, penggilingan, pengepresan,
pencetakan, pengukusan, penjemuran, pengovenan, penimbangan
bahan setengah jadi, penggorengan, hingga penyimpanan. Kolom
kedua berisi nama mesin atau peralatan yang digunakan untuk
proses operasi. Kolom ketiga berisi jumlah mesin yang digunakan
oleh masing-masing stasiun kerja. Kolom keempat berisi dimensi
mesin yang memuat panjang dan lebar mesin dengan satuan
meter. Selanjutnya dimensi ini dikalikan sehingga diperoleh luas
mesin yang kemudian dimasukkan ke dalam kolom enam.
Diperlukan kelonggaran dalam luas lantai, pertama untuk bahan
setengah jadi yang dimasukkan ke dalam kolom tujuh.
Kedua untuk kelonggaran operator dimasukkan ke dalam
kolom delapan, dihitung dengan mengalikan 1 meter dengan
panjang mesin (diperlukan dalam tabel karena operator
membutuhkan jangkauan untuk mengoperasikan mesin). Ketiga
untuk kelonggaran transport dimasukkan ke dalam kolom
sembilan, dihitung dengan cara mengalikan lebar gang dengan
panjang stasiun kerja (penting karena operator membutuhkan
ruang dalam melakukan pemindahan bahan dari stasiun kerja
satu ke satasiun kerja berikutnya. Kolom selanjutnya adalah
kolom sepuluh yang berisikan luas satu mesin yang didapatkan
dengan menambahkan kebutuhan luas satu mesin, kelonggaran
untuk bahan setengah jadi, kelonggaran operator serta
kelonggaran untuk transportasi. Kolom terakhir adalah kolom
`
159
sebelas yaitu total luas satu stasiun kerja yang didapatkan dari
mengalikan jumlah mesin dengan luas satu mesin.
Stasiun penimbangan dengan mesin timbangan berjumlah empat buah
dengan panjang 0,90 m dan lebar 0,53 m sehingga luas mesin adalah 1,908 m2.
Kelonggaran bahan setengah jadi 0 m2, operator 0,90 m
2, dan transport 0 m
2.
Sehingga diperoleh luas mesin + kelonggaran = 2,81 m2. Sedangkan total luas
sebenarnya untuk stasiun ini adalah 21,8 m2 yang berarti lebih besar dibanding
total luas perhitungan yang hanya 2,81 m2 . Hal ini dapat disebabkan pada luas
yang sebenarnya pada tempat tersebut tidak hanya digunakan untuk satu macam
elemen kerja pada stasiun kerja yang berbeda sehingga tempatnya lebih luas.
Stasiun pencampuran dengan alat manual berjumlah empat buah dengan
panjang 1,70 m dan lebar 0,71 m sehingga luas mesin adalah 4,828 m2.
Kelonggaran bahan setengah jadi 0 m2, operator 1,70 m
2, dan transport 0 m
2.
Sehingga diperoleh luas + kelonggaran 6,53 m2. Sedangkan total luas sebenarnya
untuk stasiun ini adalah 21,8 m2 yang berarti lebih besar dibanding total luas
perhitungan yang hanya 6,53 m2. Hal ini dapat disebabkan pada luas yang
sebenarnya pada tempat tersebut tidak hanya digunakan untuk satu macam elemen
kerja pada stasiun kerja yang berbeda sehingga tempatnya lebih luas.
Stasiun pengadukan dengan alat manual berjumlah empat buah dengan
panjang 1,30 m dan lebar 0,80 m sehingga luas mesin adalah 4,160 m2.
Kelonggaran bahan setengah jadi 0 m2, operator 1,30 m
2, dan transport 0 m
2.
Sehingga diperoleh luas + kelonggaran 5,46 m2. Sedangkan total luas sebenarnya
untuk stasiun ini adalah 21,8 m2 yang berarti lebih besar dibanding total luas
perhitungan yang hanya 5,46 m2. Hal ini dapat disebabkan pada luas yang
sebenarnya pada tempat tersebut tidak hanya digunakan untuk satu macam elemen
kerja pada stasiun kerja yang berbeda sehingga tempatnya lebih luas.
Stasiun penggilingan dengan mesin giling berjumlah empat buah dengan
panjang 1,26 m dan lebar 0,67 m sehingga luas mesin adalah 3,377 m2.
Kelonggaran bahan setengah jadi 0 m2, operator 1,26 m
2, dan transport 0 m
2.
Sehingga diperoleh luas + kelonggaran 4,64 m2. Sedangkan total luas sebenarnya
untuk stasiun ini adalah 24 m2 yang berarti lebih besar dibanding total luas
perhitungan yang hanya 4,64 m2 . Hal ini dapat disebabkan pada luas yang
`
160
sebenarnya pada tempat tersebut tidak hanya digunakan untuk satu macam elemen
kerja pada stasiun kerja yang berbeda sehingga tempatnya lebih luas.
Stasiun pengepressan dengan alat press berjumlah empat buah dengan
panjang 0,80 m dan lebar 0,60 m sehingga luas mesin adalah 1,92 m2.
Kelonggaran bahan setengah jadi 0 m2, operator 0,80 m
2, dan transport 0 m
2.
Sehingga diperoleh luas + kelonggaran 2,72 m2. Sedangkan total luas sebenarnya
untuk stasiun ini adalah 24 m2 yang berarti lebih besar dibanding total luas
perhitungan yang hanya 2,72 m2 . Hal ini dapat disebabkan pada luas yang
sebenarnya pada tempat tersebut tidak hanya digunakan untuk satu macam elemen
kerja pada stasiun kerja yang berbeda sehingga tempatnya lebih luas.
Stasiun pencetakan dengan bossan berjumlah satu buah dengan panjang
1,97 m dan lebar 1,80 m sehingga luas mesin adalah 3,546 m2. Kelonggaran
bahan setengah jadi 0 m2, operator 3,94 m
2, dan transport 0 m
2. Sehingga
diperoleh luas + kelonggaran 7,49 m2. Sedangkan total luas sebenarnya untuk
stasiun ini adalah 24 m2 yang berarti lebih besar dibanding total luas perhitungan
yang hanya 7,49 m2 . Hal ini dapat disebabkan pada luas yang sebenarnya pada
tempat tersebut tidak hanya digunakan untuk satu macam elemen kerja pada
stasiun kerja yang berbeda sehingga tempatnya lebih luas.
Stasiun pengukusan dengan ketel uap berjumlah satu buah dengan panjang
2,45 m dan lebar 1,15 m dengan kelonggaran mesin 4,7 m2 sehingga luas mesin
adalah 7,517 m2. Kelonggaran bahan setengah jadi 0 m
2, operator 2,45 m
2, dan
transport 0 m2. Sehingga diperoleh luas + kelonggaran 9,97 m
2. Sedangkan total
luas sebenarnya untuk stasiun ini adalah 15 m2 yang berarti lebih besar dibanding
total luas perhitungan yang hanya 9,97 m2 . Hal ini dapat disebabkan pada luas
yang sebenarnya pada tempat tersebut tidak hanya digunakan untuk satu macam
elemen kerja pada stasiun kerja yang berbeda sehingga tempatnya lebih luas.
Stasiun penjemuran dengan alat manual berjumlah tiga buah dengan
panjang 22,6 m dan lebar 9,40 m sehingga luas mesin adalah 637,35 m2.
Kelonggaran bahan setengah jadi 0 m2, operator 22,60 m
2, dan transport 0 m
2.
Sehingga diperoleh luas + kelonggaran 659,92 m2. Sedangkan total luas
sebenarnya untuk stasiun ini adalah 212,44 m2 yang berarti lebih besar dibanding
total luas perhitungan yang hanya 659,92 m2 . Hal ini dapat disebabkan pada luas
`
161
yang sebenarnya pada tempat tersebut tidak hanya digunakan untuk satu macam
elemen kerja pada stasiun kerja yang berbeda sehingga tempatnya lebih luas.
Stasiun pengovenan dengan mesin oven berjumlah satu buah dengan
panjang m dan lebar 0,60 m sehingga luas mesin adalah 1,92 m2. Kelonggaran
bahan setengah jadi 0 m2, operator 0,80 m
2, dan transport 0 m
2. Sehingga
diperoleh luas + kelonggaran 2,72 m2. Sedangkan total luas sebenarnya untuk
stasiun ini adalah 32,445 m2 yang berarti lebih besar dibanding total luas
perhitungan yang hanya 2,72 m2 . Hal ini dapat disebabkan pada luas yang
sebenarnya pada tempat tersebut tidak hanya digunakan untuk satu macam elemen
kerja pada stasiun kerja yang berbeda sehingga tempatnya lebih luas.
Stasiun penimbangan dengan timbangan berjumlah dua buah dengan
panjang 0,50 m dan lebar 0,25 m sehingga luas mesin adalah 0,375 m2.
Kelonggaran bahan setengah jadi 3,28 m2, operator 1 m
2, dan transport 0 m
2.
Sehingga diperoleh luas + kelonggaran 4,655 m2. Sedangkan total luas sebenarnya
untuk stasiun ini adalah 32,445 m2 yang berarti lebih besar dibanding total luas
perhitungan yang hanya 4,655 m2 . Hal ini dapat disebabkan pada luas yang
sebenarnya pada tempat tersebut tidak hanya digunakan untuk satu macam elemen
kerja pada stasiun kerja yang berbeda sehingga tempatnya lebih luas.
Stasiun penggorengan dengan wajan berjumlah dua buah dengan panjang
1,00 m dan lebar 1,00 m sehingga luas mesin adalah 2 m2. Kelonggaran bahan
setengah jadi 0,125 m2, operator 1 m
2, dan transport 0,5 m
2. Sehingga diperoleh
luas + kelonggaran 3,62 m2. Sedangkan total luas sebenarnya untuk stasiun ini
adalah 27,75 m2 yang berarti lebih besar dibanding total luas perhitungan yang
hanya 3,62 m2. Hal ini dapat disebabkan pada luas yang sebenarnya pada tempat
tersebut tidak hanya digunakan untuk satu macam elemen kerja pada stasiun kerja
yang berbeda sehingga tempatnya lebih luas.
Stasiun penirisan dengan alat saring berjumlah dua buah dengan panjang
1,90 m dan lebar 0,87 m sehingga luas mesin adalah 3,306 m2. Kelonggaran
bahan setengah jadi 0 m2, operator 1,90 m
2, dan transport 0 m
2. Sehingga
diperoleh luas + kelonggaran 5,21 m2. Sedangkan Sedangkan total luas
sebenarnya untuk stasiun ini adalah 27,75 m2 yang berarti lebih besar dibanding
total luas perhitungan yang hanya 5,21 m2 . Hal ini dapat disebabkan pada luas
`
162
yang sebenarnya pada tempat tersebut tidak hanya digunakan untuk satu macam
elemen kerja pada stasiun kerja yang berbeda sehingga tempatnya lebih luas.
Stasiun penyimpanan dengan rombong berjumlah satu buah dengan
panjang 0,840 m dan lebar 0,54 m sehingga luas mesin adalah 0,454 m2.
Kelonggaran bahan setengah jadi 0 m2, operator 0,84 m
2, dan transport 0 m
2.
Sehingga diperoleh luas + kelonggaran 1,29 m2. Sedangkan total luas sebenarnya
untuk stasiun ini adalah 27,75 m2 yang berarti lebih besar dibanding total luas
perhitungan yang hanya 1,29 m2 . Hal ini dapat disebabkan pada luas yang
sebenarnya pada tempat tersebut tidak hanya digunakan untuk satu macam elemen
kerja pada stasiun kerja yang berbeda sehingga tempatnya lebih luas.
Untuk perhitungan luas lantai gudang, apabila barang digudang dapat
disimpan dalam rak, maka perhitungkan kebutuhan rak, selanjutnya baru dihitung
kebutuhan luas ruangan. Berikut pehitungan yang digunakan untuk mengisi kolom
tabel luas lantai gudang :
Periode simpan atau jumlah hari dalam satu periode penyimpanan
diperoleh dari perhitungan:
Jumlah bahan disimpan, didapatkan dari :
Jumlah bahan disimpan selama satu periode penyimpanan didapat dengan
cara :
Dimensi Kemasan : p*l*t
Jumlah tumpukan dalam ruang, didapatkan dari :
Luas tumpukan diperoleh dari :
`
163
Kelonggaran didapat dengan mengalikan panjang tumpukan dengan 1
meter
Total Luas gudang yang diperlukan, didapat dengan menjumlahkan luas
tumpukan dengan kelonggaran
Berikut bahan-bahan yang disimpan dalam gudang di industri kerupuk Subur,
1. Tepung kanji
Kebutuhan tepung kanji untuk memproduksi kerupuk per hari sebanyak 60
Kg. Pada industri kerupuk Subur ini, tepung-tepung ini disimpan dalam jumlah
banyak, sehingga tepung-tepung tersebut ditumpuk sedemikian rupa pada ruang
penyimpanan. Periode simpan tepung kanji ialah :
Jumlah bahan yang disimpan selama satu periode penyimpanan ialah :
Berat satu sak tepung kanji adalah 50 Kg, sehingga didapatkan jumlah
bahan disimpan selama satu periode penyimpanan sebanyak :
Dimensi kemasan tepung terigu = 0,90 m x 0,56 m x 0,20 m. Dalam satu
tumpukan terdiri dari 3 sak tepung kanji dan didapatkan jumlah tumpukan dalam
ruang sebanyak :
Luas tumpukan tepung kanji ialah :
Kelonggarannya sebesar 2,80 m2, sehingga didapatkan total luas gudang
yang diperlukan sebesar :
`
164
2. Garam
Kebutuhan garam untuk memproduksi kerupuk per hari sebanyak 16 Kg.
Pada industri kerupuk Subur ini, garam-garam ini disimpan dalam jumlah banyak,
sehingga garam-garam tersebut ditumpuk sedemikian rupa pada ruang
penyimpanan. Periode simpan garam ini ialah:
Jumlah bahan yang disimpan selama satu periode penyimpanan ialah :
Berat satu kemasan adalah 0,5 Kg, sehingga didapatkan jumlah bahan
disimpan selama satu periode penyimpanan sebanyak :
Dimensi kemasan tepung terigu = 0,20 m x 0,17 m x 0,03 m. Dalam satu
tumpukan terdiri dari 40 kemasan garam dan didapatkan jumlah tumpukan dalam
ruang sebanyak :
Luas tumpukan garam ialah :
Kelonggarannya sebesar 4,50 m2, sehingga didapatkan total luas gudang yang
diperlukan sebesar :
`
165
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum acara 7 yang berjudul „Penentuan Luas Lantai‟,
maka praktikan telah dapat menentukan jenis dan jumlah ruang yang dibutuhkan
setiap kegiatan dalam industri serta praktikan dapat menentukan luas lantai setiap
kegiatan.
Ada sebanyak 5 ruang dalam industri kerupuk subur ini, antara lain ruang
untuk penimbangan bahan dan pembuatan adonan; ruang untuk penggilingan,
pengepresan, dan pencetakan; ruang untuk pengukusan; ruang untuk
penggorengan dan penyimpanan minyak goring dan rombong; ruang untuk
pengovenan dan penimbangan bahan setengah jadi; serta ruang penjemuran.
Luas lantai per stasiun kerja ialah untuk luas lantai ruang penimbangan
bahan dan pembuatan adonan ialah 21,8 m2; luas ruang untuk penggilingan,
pengepresan, dan pencetakan ialah 24 m2; luas ruang untuk pengukusan ialah 15
m2; luas ruang untuk penggorengan dan penyimpanan minyak goreng dan
rombong ialah 27,75 m2; luas ruang untuk pengovenan dan penimbangan bahan
setengah jadi ialah 32,445 m2; serta luas ruang penjemuran ialah 212,44 m
2.
`
166
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Luas Lantai Produksi. Dalam http://www.elib.unikom.ac.id
/download. php?id=18593. Daikses pada tanggal 19 April 2013 pukul
19.00 WIB.
Abbas, Yusfebrizal. 2001. Rental office. Dalam http://www.ftsp.uii.ac.id. Diakses
pada tanggal 19 April 2013 pukul 18.30 WIB.
Apple, J.M. 1990. Plant Layout and Material Handling. John Wiley & Sons, Inc.
New Jersey.
Barnes, Ralph M. 1980. Motion and Time Study: Design and Management of
Work. John Willy & Sons. Singapore.
Purwanto, W dan Aviasti. 1990. Usulan Plant Lay Out untuk Tahap-Tahap
Terbaru Konsultan Teknik Pendawa Lima. Yogyakarta : Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada.
Sekolah Tinggi Manajemen Industri. 2010. Modul Praktikum Perencanaan Pabrik
(Analisis Kebutuhan Luas Lantai). Jakarta: STMI DEPPERIN.
Tompkin, et al. 1996. Facility Planning. John Wiley and Sons Inc. New York.
Wignjosoebroto, S. 1996. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Surabaya:
Guna Widya.
`
167
LAPORAN PRAKTIKUM
TATA LETAK DAN PENANGANAN BAHAN
ACARA 8
DIAGRAM PENGALOKASIAN WILAYAH
KELOMPOK A6
ANGGOTA
Febriana Kumala D. 11/311492/TP/09950
Arief Maharani 11/311591/TP/09963
Riska Dian Nur L. 11/311902/TP/09980
Devira Setyastuti 11/312278/TP/10006
Co. Ass
Ciptaning Cahyaningrum
LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
`
168
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tata letak merupakan susunan fasilitas, organisasi dan peralatan dalam
proses konversi untuk mengoptimalkan hubungan antara petugas pelaksana,
aliran bahan, aliran informasi dan tata cara untuk mencapai tujuan. Dalam
dunia industri tata letak yang efisien sangat dibutuhkan agar aliran kerja
berlangsung secara lancar di pabrik, kepuasan kerja dan rasa aman terjamin,
pemindahan bahan seminimal mungkin, dan pemanfaatan area secara efektif.
Dalam perancangan area kerja, diperlukan adanya metode untuk memudahkan
operator dalam merancang tata letak industri secara efektif dan efisien.
Perencanaan dan perancangan fasilitas sangatlah penting dalam
mendirikan atau mengembangkan suatu perusahaan. Pembangunan
perusahaan harus sesuai dengan perencanaan, penyusunan, perancangan dan
pengendalian baik berupa materil maupun non materil. Sangat diperlukan
pemahaman yang baik tentang rancang fasilitas, yang berkaitan dengan
manufaktur dan penanganan pemindahan bahan yang akan memudahkan
dalam merancang fasilitas suatu pabrik dan mengoptimalkan hubungan antar
kegiatan dalam pabrik (operator, aliran barang, aliran informasi). Pembuatan
rencana harus didasarkan pada perbandingan antara manfaat atau keuntungan
dengan biaya yang dikeluarkan, agar kegiatan tersebut menghasilkan
keuntungan yang maksimal.
DPW (Diagram Pengalokasian Wilayah) merupakan dasar bagi
perancangan tata letak dan rancangan bangunan sebuah industri secara
terperinci pada tiap bagiannya. Dalam proses pengalokasian wilayah ini
dilakukan pemaduan antara keterkaitan kegiatan dan kebutuhan akan ruang
pada industri tersebut. Tujuan dari pengalokasian wilayah dalam industri
adalah untuk merancang pengaturan yang efisien terhadap semua ruangan
yang dibutuhkan oleh tiap kegiatan dalam satu kesatuan yang terpadu. DPW
merupakan dasar bagi pembuatan template industri, oleh sebab itu praktikum
`
169
ini penting bagi mahasiswa teknologi industri pertanian agar mampu
merancang diagram pengalokasian wilayah yang baik dalam sebuah industri.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum tata letak dan penanganan bahan acara 8 yang
berjudul “Diagram Pengalokasian Wilayah” ini adalah:
1. Praktikan dapat menggambarkan perpindahan/aliran bahan dan
mengefektifkan aliran bahannnya berdasarkan kriteria tertentu.
2. Praktikan dapat mengalokasikan kebutuhan ruang dan luas lantai dalam
area industri yang ada.
`
170
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Aliran bahan bisa diukur secara kualitatif dengan menggunakan tolak
ukur derajat kedekatan hubungan antara suatu fasilitas (departemen) dengan
fasilitas lainnya. Metode kualitatif tersebut diantaranya dengan menggunakan
diagram hubungan aktivitas (ARD) dan peta hubungan aktivitas (ARC).
Sedangkan untuk perancangan tata letak fasilitas dengan menggunakan diagram
pengalokasian wilayah (AAD), dan template (Wignjosoebroto, 2000).
Area Alocation Diagram (AAD) merupakan lanjutan dari Area
Relationtionship Chart (ARC). Dimana dalam ARC telah diketahui kesimpulan
tingkat kepentingan antar aktivitas dengan demikian berarti bahwa ada sebagian
aktivitas harus dekat dengan aktivitas yang lainnya dan ada juga sebaliknya. Atau
dapat dikatakan bahwa hubungan antar aktivitas mempengaruhi tingkat kedekatan
antar tata letak aktivitas tersebut. Kedekatan tata letak aktivitas tersebut
ditentukan dalam bentuk Area Alocation Diagram. Adapun dasar pertimbangan
dalam prosedur pengaloaksian area ini adalah aliran produksi, material, peralatan;
ARC, informasi aliran, aliran personil, hubungan fisikal; tempat yang dibutuhkan,
dan Area Relationship Diagram. AAD ini merupakan lanjutan penganalisaan tata
letak setelah ARC, maka sesuai dengan persoalan ARC diatas maka dapat dibuat
AAD. AAD merupakan template secara global informasi yang dapat dilihat hanya
pemanfaatan area saja, sedangkan gambar visualisasi secara lengkap dapat dilihat
pada template yang merupakan hasil akhir dari penganalisaan dan perencanaan
tata letak pabrik (Anonim, 2010).
Secara garis besar tujuan utama dari tata letak pabrik adalah mengatur
area kerja dan segala fasilitas produksi yang paling ekonomis untuk operasi
produksi aman dan nyaman sehingga akan dapat menaikan moral kerja dan
performance dari operator. Lebih baik lagi suatu tata letak yang baik akan dapat
memberikam keuntungan-keuntungan dalam sistem produksi, yaitu antara lain
sebagai berikut (Wignjosoebroto, 1996):
`
171
1. Menaikan ouput produksi. Biasanya suatu tata letak yang baik akan
memberikan output yang lebih besar.
2. Mengurangi waktu tunggu. Mengatur keseimbangan antara waktu operasi
produksi dan beban dari masing-masing departemen adalah bagian kerja dari
mereka yang bertanggung jawab terhadap desain tata letak pabrik.
3. Mengurangi proses permindahan bahan. Pada beberapa kasus maka biaya
untuk proses pemindahan bahan ini bisa mencapai 30% sampai 90% dari total
biaya produksi dengan mengingat pemindahan bahan yang sedemikian
besarnya maka mereka yang bertanggung jawab usaha perencanaan dan
perancangan tata letak pabrik akan lebih menekankan desainnya pada usaha-
usaha memindahkan akitivitas-aktivitas pemindahan bahan pada saat proses
produksi berlangsung.
4. Penghematan penggunaan areal untuk produksi, gudang dan service. Jalan
lintas material yang menumpuk, jarak antara mesin-mesin yang berlebihan,
dan lain-lain, semuanya akan menambah area yang dibutuhkan untuk pabrik.
5. Pendayagunaan yang lebih besar dari pemakaian mesin, tenaga kerja dan
fasilitas produksi lainnya. Faktor-faktor pemanfaatan mesin, tenaga kerja dan
lain-lain adalah erat kaitannya dengan biaya produksi.
6. Mengurangi inventory in process. Sistem produksi pada dasarnya
menghendaki sedapat mungkin bahan baku untuk berpindah dari suatu
operasi langsung ke operasi berikutnya secepat-cepatnya dan berusaha
mengurangi tumpukan bahan setengah jadi.
7. Proses manufakturing yang lebih singkat. Dengan memperpendek jarak antara
operasi satu dengan operasi berikutnya dan mengurangi bahan yang
menunggu serta storage yang tidak diperlukan berpindah dari suatu tempat
ketempat yang lainnyadalam pabrik akan juga bisa diperpendek sehingga
secara total waktu produksi akan dapat pula diperpendek.
8. Mengurangi resiko K3 bagi operator. Perencanaan tata letak pabrik
ditunjukan untuk membuat suasana kerja yang nyaman dan aman bagi
operatornya.
`
172
9. Memperbaiki moral dan kepuasan kerja. Pada dasarnya orang menginginkan
untuk bekerja dalam suatu pabrik yang segala sesuatunya diatur secara tertib,
rapi dan baik.
10. Mempermudah aktivitas supervisi. Tata letak pabrik yang terencana baik akan
dapat mempermudah aktivitas supervisi.
11. Mengurangi kemacetan dan kesimpangsiuran. Material yang menunggu,
gerakan pemindahan yang tidak perlu, serta banyaknya perpotongan dari
lintasan yang ada akan menyebabkan kesimpangsiuran yang akhirnya akan
membawa kearah kemacetan.
12. Mengurangi faktor yang bisa merugikan dan mempengaruhi kualitas dari
bahan baku ataupun barang jadi. Tata letak yang direncanakan secara baik
akan dapat mengurangi kerusakan-kerusakan yang bisa terjadi pada bahan
baku ataupun produk jadi.
Area Allocation Diagram (AAD) merupakan kelanjutan dari ARC
dimana dalam ARC diketahui kesimpulan dari tingkat kepentingan antar aktivitas.
Maka dengan demikian berarti bahwa ada sebagian aktivitas harus dekat dengan
aktivitas yang lainnya dan juga sebaliknya.Sehingga dapat dikatakan bahwa
hubungan antar aktivitas mempengaruhi tingkat kedekatan antar tata letak
aktivitas tersebut. Kedekatan tata letak aktivitas tersebut dapat dilihat dalam Area
Allocation Diagram(AAD) (Sutalaksana dkk., 2004)
Area Allocation Diagram ini merupakan lanjutan penganalisisan tata
letak setelah Activity Relationship Chart dan Activity Relation Diagram, maka
dapat dibuat area Allocation Diagramnya. Area Allocation Diagram (AAD)
merupakan template secara global, informasi yang dapat dilihat hanya
pemanfaatan area saja, sedangkan gambar visualisasinya secara lengkap dapat
dilihat pada template yang merupakan hasil akhir dari penganalisaan dan
perencanaan tata letak fasilitas dan pemindahan bahan. ARC dan AAD merupakan
jenis peta yang menggambarkan hubungan antar ruangan-ruangan akibat dari
alasan-alasan tertentu yang harus dipenuhi (Tompkins dan J.A.White, 1996).
Dalam pembuatan DPW ini, perlu diperhatikan dasar-dasar pembuatan
DPW, yaitu pertama aliran produksi baik berupa aliran bahan maupun peralatan
yang terjadi di dalam proses produksi. Dari aliran bahan ini dapat dilihat,
`
173
perpindahan bahan dan peralatan dari operasi pertama hingga operasi yang
terakhir yang harus dilakukan, sehingga dapat ditentukan urutan proses operasi
yang terjadi. Kedua Peta Keterkaitan Kegiatan (PKK), dimana PKK dibuat peta
berdasar aliran informasi, aliran pekerja, dan keterkaitan fisik dari tiap-tiap
operasi yang terlibat didalamnya. Dasar ketiga adalah kebutuhan ruang proses,
yang dapat ditentukan dengan melakukan perhitungan luas lantai pabrik yang
telah dirancang sebelumnya. Dasar keempat adalah struktur ruangan yang dapat
dilihat pada DKK yang telah disusun berdasar hubungan kedekatan kegiatan
antara satu operasi dengan operasi lainnya, (Apple, 1991).
Pengalokasian wilayah merupakan salah satu prosedur dalam merancang
tata letak produksi yang terdiri atas pembentukan template ruang bagi tiap
kegiatan untuk menggambarkan kebutuhan ruang secara kasar serta susunan tata
letak secara kasar. Template ini disusun sesuai dengan keterkaitan yang tepat satu
sama lain, biasanya dalam bangunan persegi sejalan dengan kebutuhan dan
batasan yang ditujukan oleh keterkaitan kegiatan. Alokasi wilayah merupakan
langkah terakhir dari perencanaan awal untuk perencanaan terinci dari tata letak
akhir (Prasetyo, 2000)
Manfaat diagram pengalokasian wilayah antara lain (Wahyuningrum,
2004):
1. Pengalokasian yang sistematis untuk setiap aktivitas
2. Proses penempatan fasilitas
3. Membuat suatu layout lebih akurat
4. Membantu untuk melihat dimana letak suatu aktivitas
5. Menaksir luas total dari suatu gedung
6. Meminimisasi ruang yang diperlukan
7. Membuat beberapa alternatif penempatan
8. Dapat melihat secara mendetail dalam mempertimbangkan aktivitas dari
setiap individu
9. Menerjemahkan daerah-daerah yang ditaksir ke dalam bentuk visual
10. Memperlihatkan ukuran dari setiap ruangan tempat melakukan aktivitas
11. Sebagai dasar untuk perencanaan berikutnya.
`
174
Sementara itu, terdapat beberapa landasan untuk melakukan alokasi area,
secara umum prosedur pengalokasian wilayah dari pembuatan bagi setiap
kegiatan atau untuk menggambarkan secara kasar luas yang dibutuhkan. Template
tersebut kemudian disusun sehingga memberikan bentuk tertentu. Landasan yang
digunakan dalam melakukan alokasi wilayah adalah (Agung dan Machfud, 1990):
1. Aliran produksi yang menyangkut bahan dan alat
2. PKK yang menggambarkan hubungan fisik antara setiap kegiatan
3. Kebutuhan luas ruang tiap kegiatan.
Diagram Pengalokasian Wilayah (DPW) adalah dasar untuk layout yang
lebih mendetail dan design gedung. Beberapa manfaat penggunaan DPW:
1. Pengalokasian yang sistematis untuk setiap aktivitas.
2. Proses penenpatan fasilitas.
3. Membuat suatu layout lebih akurat.
4. Membantu untuk melihat dimana letak suatu aktivitas.
5. Menaksir luas total dari suatu gedung.
6. Meminimalisasi ruang yang dibutuhkan.
7. Membuat beberapa alternatif penempatan .
8. Dapat melihat secara mendetail dalam mempertimbangkan aktivitas
dari setiap individu.
9. Menterjemahkan daerah-daerah yang ditaksir dalam bentuk visual.
10. Memperlihatkan ukuran dari setiap ruangan tempat melakukan
aktivitas .
11. Sebagai dasar untuk perencanaan selanjutnya.
`
175
BAB III
METODE PRAKTIKUM
Lembaran kerja kebutuhan ruangan total untuk
kegiatan yang harus digabungkan dalam satu tempat
(ruang produksi, ruang kantor, gudang, dll) dibuat.
Masing-masing stasiun kerja/kegiatan yang memerlukan
ruang digambarkan pada kertas milimeter blok dalam bentuk
kotak kosong dengan skala tertentu. Pertimbangkan
peletakan alat dan area kerja operator dalam stasiun
kerja tersebut.
Kotakan staiun kerja yang telah dibuat
dipotong-potong.
DPW awal dibuat dengan menyusun kotakan ruangan
sesuai dengan DKK dan rencana aliran bahan sesuai
dengan keterbatasan area industri.
Jika mempunyai bentuk/susunan kurang baik, sesuaikan hingga
ketiga pertimbangan di atas dapat terpenuhi. Penyesuaian bisa dari
ukuran ruang, bentuk ruang dan posisi ruang.
`
176
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Tabel Kebutuhan Ruangan Total
(Terlampir)
2. Diagram Pengalokasian Wilayah (DPW)
a. Awal
(Terlampir)
b. Akhir
(Terlampir)
B. Pembahasan
Praktikum acara 8 yang berjudul “Diagram Pengalokasian Wilayah” ini
memiliki tujuan agar praktikan dapat menggambarkan perpindahan/aliran
bahan dan mengefektifkan aliran bahannya berdasarkan kriteria tertentu dan
juga dapat mengalokasikan kebutuhan ruang dan luas lantai dalam area
industri yang ada.
Dalam praktikum ini akan dibuat sebuah diagram yang disebut dengan
Diagram Pengalokasian Wilayah (DPW). DPW atau Area Allocation
Diagram (AAC) merupakan dasar bagi perancangan tata letak dan rancangan
bangunan yang rinci. Fungsi pembuatan DPW ini agar kita dapat mengetahui
kebutuhan wilayah yang diperlukan dalam suatu industri, juga untuk
merancang pengaturan untuk ruangan yang dibutuhkan secara efisien oleh
tiap kegiatan dalam satu kesatuan yang terpadu.
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan DPW
adalah sebagai berikut :
1. Keterkaitan antara aliran bahan baik yang keluar maupun yang masuk
dalam industri. Dengan memperhatikan aliran bahan dapat diminimalisir
back tracking sehingga meningkatkan efisiensi.
`
177
2. Perencanaan perlu tidaknya perluasan. Jika membutuhkan perluasan maka
akan terkait dengan biaya yang nantinya akn menjadi pertimbangan bagi
pemilik industri.
3. Tuntunan baik dari lingkungan maupun dari stasiun kerja tertentu.
4. Ukuran gang juga akan mempengaruhi aliran bahan. Kebutuhan untuk
kelonggaran juga harus diperhatikan untuk member kenyamanan ketika
terjadi pemindahan bahan.
5. Keterbatasan bangunan. Dengan faktor ini maka dapat diketahui area kerja
yang bisa disatukan untuk meminimalisir ruang yang dibutuhkan dengan
demikian sangat dibenarkan untuk menyatukan proses yang memang
mempunyai hubungan kedekatan.
6. Kebutuhan ruang penyimpanan sangat penting untuk produksi. Dari DPW
yang dibuat gudang dapat digunakan untuk stasiun kerja yang lain yang
memungkinkan untuk dilakukan di gudang.
7. Luas untuk stasiun kerja juga harus rasional sehingga tidak akan
menyulitkan bagi pekerja maupun tidak menyita ruang yag lain.
8. Dalam penyusunan DPW haruslah memperhatikan kemudahan dalam
pelaksanaan kerjanya yang tidak mengganggu waktu produksi.
Cara pembuatan DPW, pertama-tama adalah dengan melihat Diagram
Keterkaitan Kegiatan yang telah dibuat dalam praktikum sebelumnya.setiap
kegiatan yang memerlukan ruang digambarkan dalam sebuah kertas
millimeter blok menggunakan skala tertentu dan sesuai dengan ukuran
aslinya, untuk luas lantai stasiun kerja penimbangan adalah 2,81 m2, stasiun
kerja pencampuran adalah 6,53 m2, stasiun kerja pengadukan adalah 5,46 m
2,
stasiun kerja penggilingan adalah 4,64 m2, stasiun kerja pengepressan adalah
2,72 m2, stasiun kerja pencetakan adalah 7,49 m
2, stasiun kerja pengukusan
adalah 9,97 m2, stasiun kerja penjemuran adalah 659,92 m
2, stasiun kerja
pengovenan adalah 9,72 m2, stasiun kerja penimbangan (bahan setengah jadi)
adalah 4,655 m2, stasiun kerja penggorengan adalah 3,62 m
2, stasiun kerja
penirisan adalah 5,21 m2, dan stasiun kerja penyimpanan adalah 1,29 m
2,
serta memperhatikan juga gang untuk transportasi pekerja. Tidak semua
stasiun kerja membutuhkan gang dalam industri ini, adapun stasiun kerja
`
178
yang tidak membutuhkan gang adalah stasiun kerja penimbangan,
pengadukan dan pengepressan. Selanjutnya kotakan stasiun kerja tersebut
dipotong-potong. DPW awal dibuat dengan menyusun kotakan-kotakan
tersebut sesuai dengan DKK. Apabila memiliki bentuk/susunan yang kurang
baik, maka disesuaikan hingga terbentuk susunan yang baik. Susunan baik
yang dimaksud adalah dengan melihat kedekatan antara kegiatan yang satu
dengan kegiatan yang lain dengan melihat jarak yang ada, jarak yang ada
haruslah seminimal mungkin agar kegiatan produksi dapat berjalan dengan
efektif dan efisien serta posisi dari setiap stasiun kerja yang sesuai. Dalam
penyusunan area kerja yang baik harus tetap memperhatikan ruangan yang
kosong dengan meminimalisir ruangan yang kosong karena perhitungan
kebutuhan luas sudah termasuk kelonggaran untuk operatornya. Dengan
demikian akan memperpendek jarak perpindahan. Selain itu juga
memperhatikan back tracking yang mungkin akan terjadi ketika pelaksanaan
produksi. Setelah semua area kerja selesai dibuat pada DPW maka dapat
dilihat perbandingannya dengan denah tata letak awal.
Ada macam-macam tipe aliran bahan, yaitu sebagai berikut :
1. Straight line atau pola aliran lurus (I Flow)
Pola ini diterapkan biasanya pada proses produksi yang
berlangsung singkat dan relatif sederhana, produk tinggal atau sedikit,
jumlah produksi besar. Pola lairan ini akan memberikan jarak perpindahan
yang pendek antara proses dan proses berlangsung lurus sesuai mesin.
2. Serpentine atau zig-zag (S Flow)
Pola aliran seperti huruf S ini sangat baik diterapkan bilamana
aliran proses produksi lebih panjang dibandingkan dengan panjang area
yang tersedia. Untuk itu aliran bahan dibelokkan untuk mengurangi
panjangnya garis aliran yang ada.
1 2 3 6 5 4
`
179
3. U-Shaped (U Flow)
Pola aliran ini menyerupai huruf U dipakai bilamana dikehendaki
akhir dari proses produksi akan berada pada lokasi yang sama dengan awal
proses produksi. Hal ini meningkatkan pemanfaatan fasilitas transportasi
dan mudah untuk mengawasi keluar masuknya material produk jadi.
Aliran perpindahan bahan relative panjang.
4. Circular (O Flow)
Pola aliran bahan circular ini sangat baik diterapkan pada proses
yang menghendaki pengembalian material atau produk jadi pada titik awal
produksi. Pola ini juga dapat diterapkan pada proses yang menempatkan
proses penerimaan bahan atau pengiriman barang jadi pada area yang
sama.
1
6
5 4
3 2
6 5 4
3 2 1
3
6
2 4
1 5
`
180
5. Odd Angle
Pola aliran ini bertujuan untuk memperoleh garis aliran produk
melewati suatu kelompok kerja dari area yang saling berkaitan. Biasanya
proses perpindahan bahan (material handling) secara mekanik.
Terbatasnya ruang dan dikehendaki pola aliran yang tetap.
Diagram pengalokasian wilayah (DPW) yang dibuat berdasarkan DKK
(Diagram Ketekaitan Kegiatan), PKK (Peta Keterkaitan Kegiatan) dan
diagram aliran bahan. Industri kerupuk Subur. DPW yang dibuat adalah DPW
berdasarkan kondisi ideal dalam ruang industri kerupuk. Terjadi pula
perubahan pada tata letak serta luas masing – masing stasiun yang ada di
ruang produksi. Tetapi pada DPW yang telah dibuat, tidak terjadi perubahan
tata letak melainkan hanya terjadi perubahan luas ruang. Perubahan tersebut
hanya terjadi pada perubahan luas setiap stasiun kerja. Secara keseluruhan,
stasiun penimbangan bahan setengah jadi terletak di dekat stasiun kerja
pengadukan dan pencampuran yaitu ruang tepat di sebelah timur rumah
produksi kerupuk subur ini. Hal ini dilakukan supaya tata letak stasiun kerja
rapi dan memudahkan penerimaan bahan baku.
Stasiun-stasiun pada ruang produksi berubah ukurannya karena telah
disesuaikan dengan ukuran optimal alat dan luas tempat kerja serta adanya
5
6
1
2
4
3
`
181
gang serta perlengkapan produksi lainnya. Berikut ini merupakan penjelasan
dari diagram pengalokasian wilayah yang telah dibuat.
Stasiun penimbangan terletak tepat disebelah pintu masuk ruang
produksi bagian timur. Hal ini dilakukan karena berdasarkan DKK yang telah
dibuat bahan baku yang diterima langsung ditimbang sesuai dengan
keperluan untuk memproduksi kerupuk per hari. Jadi stasiun penimbangan
diletakkan di dekat pintu masuk sehingga cepat dan mudah untuk menangani
bahan baku. Stasiun penimbangan ini memiliki luas sebesar 2,81 m2
(sudah
termasuk area operator). Berdasarkan pembagian perhitungan, tidak ada gang
di stasiun penimbangan, sehingga luas gang ialah nol (0).
Stasiun kedua yaitu stasiun pencampuran. Berdasarkan ukuran
kedekatan pada PKK dan DKK, stasiun ini diletakkan tepat disebelah stasiun
penimbangan dengan luas area pencampuran adalah 6,53 m2 (sudah termasuk
area operator). Gang pepencampuran mempunyai panjang 3,61 m dan lebar
1,5 m sehingga luas gang pencampuran adalah 5,415 m2.
Stasiun ketiga adalah stasiun pengadukan yang berdasarkan kedekatan
kegiatan terletak dekat dengan stasiun pencampuran. Stasiun pengadukan
sebenarnya menjadi satu tempat dengan stasiun kerja pencampuran, tetapi
dalam DPW, stasiun kerja pengadukan terletak disebelah selatan stasiun kerja
pencampuran. Stasiun kerja pengadukan memiliki luas sebesar 5,46 m2
(sudah termasuk area operator). Tidak ada gang dari stasiun kerja
pencampuran ke stasiun kerja pengadukan, sehingga luas gang adalah nol (0).
Stasiun keempat yaitu stasiun penggilingan yang berdasarkan DKK,
PKK dan DA, letak stasiun ini berdekatan dengan stasiun pengadukan dan
pengepresan. Stasiun penggilingan berada di ruang yang berbeda dari stasiun
kerja pengadukan. Stasiun kerja penggilingan memiliki luas sebesar 4,64 m
(sudah termasuk area operator). Terdapat gang dari stasiun kerja pengadukan
ke stasiun kerja penggilingan, panjang gang 1,5 m dan lebar gang 1,5 m,
sehingga luas gang 2,25 m2.
Stasiun kelima yaitu stasiun pengepressan. Stasiun ini terletak di
sebelah barat stasiun kerja penggilingan. Stasiun pengepressan ini terletak
dekat dengan stasiun kerja penggilingan. Stasiun ini memiliki luas sebesar
`
182
2,72 m2
(sudah termasuk area operator). Tidak terdapat gang antara stasiun
kerja pengepressan dengan stasiun kerja penggilingan , sehingga luas gang
nol (0).
Stasiun keenam yaitu stasiun pencetakan. Stasiun ini terletak di sebelah
utara ruang produksi. Stasiun pencetakan ini terletak dekat dengan stasiun
kerja pengepressan. Stasiun kerja pencetakan ini memiliki luas sebesar 7,49
m2
(sudah termasuk area operator). Terdapat gang antara stasiun kerja
pengepressan dengan stasiun kerja pencetakan, panjang gang 1,5 m dan lebar
1,5 m, sehingga luas gang 2,25 m2.
Stasiun ketujuh yaitu stasiun kerja pengukusan. Stasiun ini terletak di
sebelah stasiun kerja pencetakan. Stasiun pengukusan ini terletak di sebelah
utara ruang produksi, lurus dengan pintu keluar. Stasiun ini memiliki luas
sebesar 9,97 m2 (sudah termasuk area operator). Terdapat gang antara stasiun
kerja pencetakan dengan stasiun kerja pengukusan. Panjang gang 2,5 m dan
lebar gang 1,5 m, sehingga luas gang sebesar 3,75 m2.
Stasiun kedelapan yaitu stasiun kerja penjemuran. Stasiun ini terletak di
luar rumah produksi, di halaman belakang dan halaman delapan rumah
produksi. Stasiun penjemuran ini memiliki luas sebesar 659,92 m2 (sudah
termasuk area operator). Terdapat gang antara stasiun kerja penjemuran
dengan stasiun kerja pengukusan. Panjang gang 9,16 m dan lebar gang 1,5 m,
sehingga luas gang sebesar 13,74 m2.
Stasiun kesembilan yaitu stasiun kerja pengovenan. Stasiun ini terletak
di ruang sebelah barat rumah produksi. Stasiun pengovenan ini memiliki luas
sebesar 9,72 m2 (sudah termasuk area operator). Terdapat gang antara stasiun
kerja penjemuran dengan stasiun kerja pengovenan. Panjang gang 8,56 m dan
lebar gang 1,5 m, sehingga luas gang sebesar 12,84 m2.
Stasiun kesepuluh yaitu stasiun kerja penimbangan bahan setengah jadi.
Stasiun ini terletak di dekat stasiun kerja pengovenan. Stasiun kerja
penimbangan bahan setengah jadi ini juga berada di sebelah pintu. Stasiun
penimbangan ini memiliki luas sebesar 4,655 m2 (sudah termasuk area
operator). Terdapat gang antara stasiun kerja pengovenan dengan stasiun
`
183
kerja penimbangan bahan setengah jadi. Panjang gang 2,8 m dan lebar gang
1,5 m, sehingga luas gang sebesar 4,2 m2.
Stasiun kesebelas yaitu stasiun kerja penggorengan. Stasiun ini terletak
di dekat stasiun kerja pengovenan. Stasiun kerja penggorengan ini juga
berada di sebelah pintu bagian belakang. Stasiun penggorengan ini memiliki
luas sebesar 3,62 m2 (sudah termasuk area operator). Terdapat gang antara
stasiun kerja penimbangan bahan setengah jadi dengan stasiun kerja
penggorengan. Panjang gang 3 m dan lebar gang 1,5 m, sehingga luas gang
sebesar 4,5 m2.
Stasiun ke dua belas yaitu stasiun kerja penirisan. Stasiun ini terletak di
dekat stasiun kerja penggorengan. Stasiun kerja penirisan ini juga berada di
sebelah pintu bagian belakang. Stasiun penirisan memiliki luas sebesar 5,21
m2 (sudah termasuk area operator). Tidak terdapat gang antara stasiun kerja
penggorengan dengan penirisan, sehingga luas gang nol (0).
Stasiun ke tiga belas yaitu stasiun kerja penyimpanan. Stasiun ini
terletak di dekat stasiun kerja penggorengan dan penirisan. Stasiun kerja
penyimpanan dekat dengan pintu keluar. Stasiun kerja penyimpanan memiliki
luas sebesar 1,29 m2 (sudah termasuk area operator). Terdapat gang antara
stasiun kerja penirisan dengan stasiun kerja penyimpanan. Panjang gang 2 m
dan lebar gang 1,5 m, sehingga luas gang sebesar 3 m2.
Dalam pembuatan DPW awal dan DPW akhir dapat diketahui
perbedaan yang terjadi, pada DPW awal masih terdapat gang, sedangkan pada
DPW akhir luas gang sudah termasuk ke dalam salah satu stasiun kerja
sehingga bentuk DPW akhir hanyalah kotak-kotak saja.
Berdasarkan evaluasi kondisi tata letak ruang produksi awal dengan
yang baru, kondisi tata letak ruang produksi ideal yang dibuat memiliki
beberapa kelebihan diantaranya adalah sebagai berikut ini.
1. Ruang produksi lebih luas. Ruang produksi baru yang dibuat sudah
dihitung berdasarkan area operator, sehingga pekerja bisa bergerak bebas
dalam melakukan pekerjaan.
2. Terdapat gang disetiap stasiun kerja. Hal ini mempermudah transportasi
baik dari bahan baku ataupun pekerja.
`
184
3. Susunan area produksi disetiap stasiun sudah urut berdasarkan keterkaitan
kegiatan antar masing-masing kegiatan.
4. Terdapat 4 pintu pada ruang produksi. Pintu pertama untuk masuknya
bahan baku, pintu kedua untuk mengeluarkan kerupuk yang akan dijemur
setelah dilakukan pengukusan (penjemuran di halaman depan) dan untuk
mengeluarkan kerupuk jadi, pintu ketiga untuk keluarnya bahan setengah
jadi yang akan dijemur di halaman belakang dan pintu keempat untuk
masuknya bahan setengah jadi dari penjemuran ke pengovenan.
5. Stasiun kerja penyimpanan terletak dekat dengan pintu, sehingga
memudahkan proses pengirimin bahan jadi.
`
185
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum acara 8 yang berjudul „Diagram Pengalokasian
Wilayah‟, maka:
1. Praktikan telah dapat menggambarkan perpindahan/aliran bahan dan
mengefektifkan aliran bahannnya berdasarkan kriteria tertentu.
2. Praktikan telah dapat mengalokasikan kebutuhan ruang dan luas lantai dalam
area industri yang ada.
`
186
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Perencanaan Tata Letak Pabrik (PTLP). Dalam http://openstorage
.gunadarma.ac.id/handouts/S1_TEKNIK%20INDUSTRI/PLTP/PTLP.doc.
Diakses pada hari Kamis tanggal 25 April 2012 pukul 21.04 WIB.
Agung.Y. dan Machfud. 1990. Perancangan Tata Letak Pada Industri Pangan.
Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Apple, James. M. 1990. Plant Layout and Material Handling. John Wiley & Sons,
Inc. New Jersey.
Prasetyo, Fahrudin herry. 2002. Skripsi Evaluasi Tata Letak Fasilitas Produksi
Tahap Prespinning di Pabrik Pemintalan Benang. Yogyakarta: Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada.
Sutalaksana, dkk. 2004. Teknik Tata Cara Kerja. Bandung: Jurusan Teknik
Industri Institut Teknologi Bandung.
Tompkins dan J.A.White, 1996. Facilities Planning 2nd
ed., John Wiley and Sons
Inc. New York.
Wahyuningrum, D. R. 2004. Studi Tata Letak Line Assembling Proses Pembuatan
Tas Style Read’s Cendana (Tier 2) di P.T. Rumindo Pratama Yogyakarta.
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Wignjosoebroto, Sritomo. 1996. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan.
Surabaya: Penerbit Institut Teknologi Sepuluh November.
`
187
LAPORAN PRAKTIKUM
TATA LETAK DAN PENANGANAN BAHAN
ACARA 9
TEMPLATE
KELOMPOK A6
ANGGOTA
Febriana Kumala D. 11/311492/TP/09950
Arief Maharani 11/311591/TP/09963
Riska Dian Nur L. 11/311902/TP/09980
Devira Setyastuti 11/312278/TP/10006
Co. Ass
Ciptaning Cahyaningrum
LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
`
188
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Industri merupakan tempat berkumpulnya faktor-faktor produksi untuk
melakukan aktifitas demi menghasilkan output–an produksi yang disebut dengan
produk. Faktor-faktor tersebut dapat berupa bahan atau barang, operator atau pekerja,
peralatan produksi seperti mesin, peralatan administrasi, peralatan keselamatan kerja,
dan lain-lain. Faktor-faktor tersebut ditempatkan pada ruangan yang ada pada
wilayah industri. Pengalokasian wilayah dalam suatu industri merupakan proses
pengaturan yang efisien untuk semua ruang yang dibutuhkan untuk melakukan semua
faktor-faktor tersebut.
Pengalokasian wilayah industri ini, dapat dijelaskan dengan mengunakan
template. Template merupakan visualisasi denah industri dalam bentuk dua dimensi.
Pembuatan template ini didasarkan pada Diagram Pengalokasian Wilayah (DPW).
Dasar bagi proses alokasi wilayah ialah aliran produksi (aliran bahan) dari industri
tersebut dan peta keterkaitan kegiatan mulai dari keterkaitan fisik, pekerja sampai
mesin serta kebutuhan ruangan dari industri. Diagram Pengalokasian Wilayah (DPW)
merupakan dasar bagi rancangan tata letak dan rancangan bangunan yang rinci.
Dalam proses pengalokasian wilayah dilakukan pemaduan antara keterkaitan kegiatan
dan kebutuhan ruang.
Pada penggunaan template,dapat dijelaskan pola aliran bahan, letak mesin,
letak operator, serta letak peralatan. Template menggunakan skala yang
representative sehingga industri dapat dijelaskan dengan jelas.
B. Tujuan praktikum
Praktikan dapat membuat gambar dua dimensi layout industri yang dirancang.
`
189
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Perancangan tata letak fasilitas merupakan suatu proses perancangan (design) dan
pengaturan letak fasilitas fisik untuk menciptakan keterkaitan antar pekerja, aliran bahan,
aliran informasi dan metode yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan
secara efisien, ekonomis dan aman (Apple, 1990).
Perencanaan Tata Letak Perusahaan pada dasarnya merupakan proses pengurutan
dari suatu perencanaan tata letak yang sistematis. Untuk proses tersebut dapat
dikemukakan sebagai berikut (Astika, 2012):
1. Pemilihan Lokasi
2. Operation Process Chart (OPC)
3. Routing Sheet
4. Multi Product Process Chart (MPPC)
5. Menentukan Gudang
6. Ongkos Material Handling (OMH)
7. Form To Chart (FTC)
8. Outflow, inflow
9. Table Skala Prioritas (TSP)
10. Activity Relationship Diagram (ARD)
11. Activity Realationship Chart (ARC)
12. Area Alocation Diagram (AAD)
13. Template
Pengalokasian wilayah merupakan salah satu prosedur dalam merancang tata letak
produksi yang terdiri atas pembentukan template ruang bagi tiap kegiatan untuk
menggambarkan kebutuhan ruang secara kasar serta susunan tata letak secara kasar.
Template ini disusun sesuai dengan keterkaitan yang tepat satu sama lain, biasanya dalam
bangunan persegi sejalan dengan kebutuhan dan batasan yang ditujukan oleh keterkaitan
kegiatan. Alokasi wilayah merupakan langkah terakhir dari perencanaan awal untuk
perencanaan terinci dari tata letak akhir, (Prasetyo, 2000).
Pada pembuatan Template, urutan sebelumnya adalah ADD. ADD merupakan
template secara global, informasi yang dapat dilihat hanya dari pemanfaatan area saja,
sedangkan gambar visualisasi secara lengkap dapat dilihat pada template yang merupakan
`
190
hasil akhir dari penganalisaan dan perencanaan tata letak pabrik. Template merupakan
suatu gambaran yang telah jelas dari tata letak pabrik yang akan dibuat dan merupakan
gambaran detail dari AAD yang telah dibuat. Informasi yang dapat dilihat pada template
(Anonim, 2012):
1. Tata letak kantor dan peralatannya
Untuk template dengan satu lantai (single Floor) Untuk penempatan tataletak
antara bagian produksi, pelayanan (service) dan perkantoran ditempatkan dalam satu
lantai jika luas lahan yang tersedia masih mencukupi dan memungkinkan.
2. Tata letak pelayanan yang ada di pabrik, misalnya jalan, kantin, sarana olahraga dan
lain-lain
Untuk template dengan dua lantai atau lebih (Multi Floor) Penempatan tata
letak fasilitas antara bagian produksi, pelayanan (service) dan perkantoran mengalami
pemisahan tata letak. Biasanya untuk bagian produksi ditempatkan pada bagian
pertama agar memudahkan handling dan material maupun loading dari container ke
receiving dan dari shipping ke container. Template jenis ini adalah sebagai solusi jika
luas tanah yang tersedia tidak mencukupi (Sutalaksana. 2004).
3. Tata letak bagian produksi misalnya receiving, pabrikasi, assembling, shipping
4. Aliran setiap material, mulai dari receiving sampai dengan shipping
Pada pendesainan layout harus diingat pertimbangan-pertimbangan kemungkinan
terjadinya ekspansi di masa datang ataupun adanya perubahan di dalam desain produk,
desain proses maupun desain penjadwalan produksi (Tomskins, 1984).
Pembuatan detail layout dari suatu pabrik (biasanya dibuat dengan skala standar 1
:50) akan menunjukkan pengaturan dari orang, material, mesin dan fasilitas produksi
lainnya sebaik-baiknya. Detail layout yang kadang-kadang disebut pula dengan master
layout akan merupakan pelaksanaan akhir dari proses perancangan tata letak pabrik.
Disini detail layout akan dibuat dengan memakai salah satu metode berikut ini
(Wignjosoebroto, 1996) :
1. Drafting atau sketching method
2. Templates
3. Models
Meskipun sekarang ini pemakai templates dan/atau models sangat popular serta
banyak digunakan dalam pembuatan rancangan tata letak pabrik, akan tetapi method
drafting pun masih layak dan bahkan tetap disarankan untuk digunakan dalam
perancangan layout pabrik yang sederhana. Memang patut diakui bahwa untuk pabrik
`
191
yang besar dan kompleks method rafting atau sketching akan terasa kurang sesuai dan
kurang fleksibel untuk diterapkan (Wignjosoebroto, 2000)
Pada tata letak industri yang masih berkembang, biasanya pekerjaan penanganan
material secara manual (Manual Material Handling) yang terdiri dari mengangkat,
menurunkan, mendorong, menarik dan membawa. Pekerjaan tersebut merupakan sumber
utama komplain karyawan di industri atau bahkan permasalahan dalam tata letaknya
yang membutuhkan ruang yang lebih (Ayob dan Dampsey, 1999).
`
192
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
Untuk membuat template, gambaran DPW yang diperbesar dan dicetak pada
kertas polos putih dengan skala 1:100 atau 1:50.
Arah utara digambarkan dengan arah atas kertas
Gambar dilengkapi dengan posisi mesin, posisi operator, dalam stasiun kerja,
aliran bahan, dan keterangan lain yang diperlukan
Memberi warna agar lebih informative. Satu warna untuk satu kegiatan
besar (misalnya bagian produksi berbeda warna dengan bagian kantor, dst)
`
193
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Template (terlampir)
B. Pembahasan
Pada praktikum acara 9 yang berjudul Template ini bertujuan untuk membuat
gambar dua dimensi layout Industri Kerupuk Subur yang dirancang. Layout ini sering
disebut template.
Pada pembuatan template, dilakukan beberapa langkah. Langkah pertama ialah
menyiapkan hasil data praktikum acara VII yakni Diagram Pengalokasian Wilayah
(DPW). Diagram Pengalokasian Wilayah (DPW) merupakan dasar bagi rancangan tata
letak dan rancangan bangunan yang rinci. Hal ini dikarenakan DPW memberikan
informasi mengenai perpindahan atau aliran bahan dan mengefektifkan berdasarkan
kriteria tertentu. Selain itu dapat memberikan informasi pengalokasian kebutuhan
ruang dan luas lantai dalam area industri yang ada, dan terakhir agar praktikan dapat
membuat gambar dua dimensi layout industri yang dirancang.
Template yang dibuat pada praktikum ini ialah template sesudah dilakukan
perbaikan. Pembuatan template ini merupakan gambaran DPW Industri Kerupuk
Subur yang sebelum dan sesudah diperbesar dan dicetak pada kertas polos putih
dengan skala 1:100 atau 1:50 pada kertas ukuran 100 cm x 100cm. Arah utara
digambarkan arah atas kertas.
Gambar dilengkapi dengan posisi mesin, posisi operator dalam stasiun kerja,
aliran bahan, dan keterangan lain yang diperlukan. Pada langkah ini diperlukan
beberapa hal, yakni:
1. Tingkat keterkaitan antar kegiatan
2. Pemanfaatan ruang yang ekonomis
3. Kemudahan perluasan
4. Penggabungan yang baik dengan fasilitas
5. Susunan ruang dan gang
6. Kegiatan dengan kriteria khusus dapat diletakkan dengan tepat
`
194
7. Kemudahan pengendalian produksi
8. Memperhatikan syarat-syarat kesehatan dan keselamatan kerja
9. Mematuhi syarat bangunan dan ketentuan wilayah
10. Luas yang memadai bagi tiap stasiun kerja
Jika kedua template selesai dibuat perlu pemberian warna pada setiap ruangan
atau setiap kegitan. Hal ini bertujuan agar template lebih informatif. Satu warna untuk
satu kegiatan besar (missal, bagian produksi berbeda warna dengan bagian kantor,
dst.).
Pengertian template ialah gambar dua dimensi untuk menjelaskan
pengalokasian wilayah industri yang di dalamnya terdapat informasi mengenai aliran
bahan, posisi mesin dan operator, stasiun kerja, dan keterangan lain. DPW merupakan
template secara global, informasi yang dapat dilihat hanya pemanfaatan area,
sedangkan gambar visualisasi secara lengkap dapat dilihat pada template yang
merupakan hasil akhir dari penganalisaan dan perencanaan tata letak pabrik.
Template merupakan suatu gambaran yang telah jelas dari tata letak pabrik yang
akan dibuat dan merupakan gambaran detail dari DPW yang telah dibuat.
Dalam suatu pabrik, template dari fasilitas produksi dan area kerja merupakan
elemen dasar yang sangat penting untuk melihat kelancaran proses produksi.
Pembuatan template di dalam pabrik merupakan aktivitasyang sangat vital dan sering
muncul berbagai macam permasalahan di dalamnya. Masalah yang paling utama
adalah apakah pengaturan dari semua operator, material, mesin dan fasilitas produksi
tersebut telah dibuat sebaik-baiknya sehingga bisa mencapai suatu proses produksi
yang paling efisien dan bisa mendukung kelangsungan serta kelancaran proses
produksi secara optimal atau tidak. Ada dua fasilitas pabrik utama yang menjadi
obyekyang harus diatur letaknya:
1. Mesin (machine layout).
2. Departemen kerja yang ada dalam pabrik (department layout).
Perancangan tata letak fasilitas merupakan suatu proses perancangan(design)
dan pengaturan letak fasilitas fisik untuk menciptakan keterkaitan antara pekerja,
aliran bahan, aliran informasi dan metode yang dibutuhkan dalam rangka mencapai
tujuan perusahaan secara efisien, ekonomis dan aman.
Pengaturan fasilitas-fasilitas pabrik tersebut memanfaatkan luas area (space)
dari ruang produksi pabrik untuk penempatan mesin atau fasilitas penunjang produksi
`
195
lain yang diplotkan dalam sebuah template. Maka dari itu, pada praktikum ini akan
dilakukan pembuatan dua jenis template industri,yakni:
1. Template pabrik sebagai visualisasi fasilitas produksi yang sudah ada (the
existing arrangement)
2. Template pabrik sebagai visualisasi tata letak pabrik yang baru (the newplant
layout).
Tujuan utama dalam template industri adalah untuk memberikan informasi-
informasi mengenai tata letak pabrik. Informasi yang dapat dilihat pada template,
antara lain:
1. Tata letak tentang aliran bahan, posisi mesin dan operator, stasiun kerja, dan
keterangan lainnya.
2. Tata letak pelayanan yang ada di pabrik, misalnya jalan, kantin, sarana olah raga,
dan lain-lain.
3. Tata letak bagian produksi, misalnya receiving, pabrikasi, assembling, shipping.
4. Aliran setiap material, mulai dari receiving sampai dengan shipping.
Desain template pabrik yang baik dapat memberikan beberapa keuntungan
dalam sistem produksi, antara lain:
1. Menaikkan output produksi
2. Mengurangi waktu tunggu operasi produksi (delay)
3. Mengurangi proses pemindahan bahan (material handling)
Secara umum bisa dibilang bahwa desain template ikut menentukan efisiensi
dalam proses produksi dan ikut mempengaruhi berapa lama kelangsungan atau
kesuksesan kerja suatu industri. Selain itu pembuatan template pabrik yang baik bisa
mempermudah dalam proses pengawasan tata letak.
Jarak perpindahan bahan pada tata letak awal memiliki jarak yang lebih
panjang dibandingkan tata letak baru. Jarak perpindahan yang semakin pendek akan
membuat space atau tempat yang ada lebih optimal. Selain itu, pekerja juga tidak
akan cepat mengalami kelelahan karena membawa beban dengan jarak yang terlalu
jauh dan membutuhkan waktu lama.
Aliran bahan pada tata letak awal tidak menunjukkan adanya backtracking.
Aliran bahan tata letak sesudah, juga menunjukkan tidak adanya back tracking.
Selain itu, template hasil evaluasi diarahkan pada tipe Ushaped.
`
196
Berdasarkan template yang telah dibuat, dapat diketahui perbedaan template
yang baru dengan template yang lama (denah awal industri). Pada template yang
baru, menunjukkan adanya sedikit perubahan pada letak stasiun kerja karena telah
dilakukan analisis menggunakan DPW (Diagram Pengalokasian Wilayah), pada
DPW menunjukkan kebutuhan luas lantai dan hubungan antar satu stasiun kerja
dengan stasiun kerja yang lainnya yang saling berkaitan erat dan berdekatan.
Perbedaan tersebut terletak pada bergesernya mesin dan peralatan yang terdapat pada
industri tersebut untuk meminimalkan jarak perpindahan bahan sehingga dapat
meningkatkan efisiensi ruangan serta memenuhi kriteria tata letak yang baik.
Kelebihan dari template yang telah dibuat adalah:
1. Jarak perpindahan bahan menjadi semakin singkat/pendek karena dilakukan
perpindahan-perpindahan peralatan/mesin agar efisien.
2. Pekerja menjadi lebih leluasa dalam melakukan pekerjaannya karena adanya
gang yang telah dibuat berdasasrkan perhitungan yang telah dilakukan.
`
197
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, praktikan telah membuat gambar dua
dimensi layout industri yang dirancang. Dalam gambar ditunjukkan posisi setiap mesin,
aliran bahan, area penyimpanan, posisi operator, dan keterangan lain yang diperlukan
dengan pemberian warna yang berbeda pada bagian setiap produksi.
`
198
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012. Template. http://lppm.unjani.ac.id. Diakses pada tanggal 26 April 2013
pukul 20.00 WIB.
Apple, JM. 1990. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan Edisi Ke-3. Bandung: ITB.
Astika, 2012. Perencanan Tata Letak Suatu Perusahaan. Dalam
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:GheEFR80sWoJ:astika.stu
dent.umm.ac.id/2010/01/30/perencanaan-tata-letak-suatuperusahaan
/+layout+template+ruangan+industri+adalah&cd=2&hl=id&ct=clnk&gl=-
id&lr=lang_id. Diakses pada tanggal 26 April 2013 pukul 21.00 WIB.
Ayoub, M. M. and Dampsey, P. G. 1999. The Psychophysical Approach to Material
Handling Task Design Ergonomic Vol. 42. No 1. pp: 17-31.
Prasetyo, Fahrudin herry. 2002. Skripsi Evaluasi Tata Letak Fasilitas Produksi Tahap
Prespinning di Pabrik Pemintalan Benang. FTP. UGM. Yogyakarta.
Sutalaksana, Iftikar Z. Anggawisastra, Ruhana. Tjakraatmadja, John H. Teknik
Tata Cara Kerja. Jurusan Teknik Industri, ITB. Bandung. 2004.
Tomkins, James. A., White John A. 1984. 1th Edition Facility Planning. John Wiley &
Sons. USA.
Wignjsoebroto, Sritomo. 1996. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Surabaya:
Penerbit Institut Teknologi Sepuluh November.
`
199
LAPORAN PRAKTIKUM
TATA LETAK DAN PENANGANAN BAHAN
ACARA 10
ANALISIS TATA LETAK HASIL RANCANGAN
KELOMPOK A6
ANGGOTA
Febriana Kumala D. 11/311492/TP/09950
Arief Maharani 11/311591/TP/09963
Riska Dian Nur L. 11/311902/TP/09980
Devira Setyastuti 11/312278/TP/10006
Co. Ass
Ciptaning Cahyaningrum
LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
`
200
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada hasil perancangan suatu industri diperlukan adanya evaluasi tata
letak untuk menilai apakah hasil perancangan tersebut sudah sesuai dengan
kriteria jarak perpindahan, jumlah back tracking, keterkaitan kegiatan, dan
kenyamanan kerja secara teoritis.
Dalam merancang tata letak industri harus terdapat integrasi yang
menyeluruh dari semua faktor yang mempengaruhi sistem produksi, operasi
pemindahan bahan yang seminimal mungkin, kelancaran aliran kerja,
pemanfaatan semua area kerja secara efektif dan efisien sehingga didapatkan
kepuasan, keamanan dan kenyamanan selama pekerja melakukan tugasnya. Inti
dari perancangan tata letak industri pada dasarnya adalah minimalisasi biaya
operasi yang meliputi biaya konstruksi dan instalasi, biaya pemindahan bahan,
biaya produksi, biaya perawatan dan perbaikan mesin, biaya pengamanan serta
biaya penyimpanan bahan selama dalam proses. Oleh sebab itu dalam
perancangan tata letak industri ditekankan pada pemindahan bahan yang
seminimal mungkin agar biaya tidak tinggi karena kegiatan pemindahan bahan
merupakan kegiatan yang tidak produktif.
Apabila memungkinkan, pemindahan barang dilakukan secara mekanis
dan komponen harus dalam keadaan diproses sambil dipindahkan sehingga
pemindahan bahan lebih efisien karena dilakukan bersamaan dengan proses
produksi.
Oleh karena itu dalam merancang tata letak pabrik tidak dapat dilakukan
dengan mudah, karena membutuhkan analisa mendalam terhadap semua faktor
yang mendukung tata letak pabrik yang diterapkan. Tata letak pabrik yang baik
akan menciptakan suasana dan aktivitas kerja yang efektif dan efisien sehingga
dapat meminimalkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pabrik untuk biaya
`
201
operasi yang meliputi biaya konstruksi dan instalasi, biaya pemindahan bahan,
biaya produksi, biaya perawatan dan perbaikan mesin, biaya pengamanan serta
biaya penyimpanan bahan selama dalam proses.
B. Tujuan Praktikum
Praktikan dapat melakukan analisis hasil rancangan tata letak
menggunakan kriteria jarak perpindahan.
`
202
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tata letak fasilitas pabrik adalah susunan dari fasilitas fisik pabrik
termasuk perlengkapan, mesin dan peralatan, tanah, bangunan dan sarana lain
untuk mengoptimumkan hubungan antara petugas pelaksana, aliran bahan, aliran
informasi dan tata cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan usaha yang
ekonomis dan aman. Menata tata letak pabrik adalah kegiatan yang berhubungan
dengan perencanaan susunan unsur fisik suatu kegiatan dan selalu berhubungan
erat dengan industri manufaktur, dan penggambaran hasil rancangan yang dikenal
sebagai tata letak pabrik. Untuk pabrik/perusahaan harus dilakukan evaluasi tata
letak. Kemungkinan yang menimbulkan perlunya penilaian tata letak adalah
evaluasi tata letak awal dengan tujuan mencari peluang perbaikan dan evaluasi
terhadap tata letak alternatif untuk suatu masalah atau proyek tunggal ( Apple,
1990).
Tata letak fasilitas pabrik harus dirancang untuk memungkinkan
perpindahan yang ekonomis dari orang dan bahan selama proses. Jarak
pengangkutan diusahakan sependek mungkin dan pengambilan serta peletakan
produk dan peralatan diminimumkan. Hal ini akan menghasilkan minimisasi biaya
penanganan bahan, penurunan waktu proses kerja dan mesin menganggur
(Wignjosoebroto, 1996).
Proses perancangan dapat dilakukan pada industri yang sudah
berlangsung. Hal ini disebabkan karena seiring dengan berjalannya waktu akan
terjadi perubahan baik proses maupun produknya (Agung, 1990).
Dalam menentukan plant layout atau tata letak pabrik yang baik haruslah
ditentukan berdasarkan pengaruh faktor-faktor yang ada seperti jenjang
terhadap/tahap proses produksi, macam hasil keluaran produksi, jenis
`
203
perlengkapan yang dipakai atau digunakan serta berdasarkan sifat produski dari
produk yang diproduksi tersebut (Anonim, 2013).
Jenis-jenis tata letak adalah sebagai berikut (Moore, 1962) :
1. Fixed position
Fixed position merupakan tata letak yang paling sederhana.
Pekerja, material dan keterampilan manajerial dibawa ke lokasi tempat
pekerjaan dilakukan. Contoh dari tata letak ini adalah konstruksi
bendungan dan bangunan.
2. Job shop
Tata letak Job shop disusun berdasarkan pengelompokkan pekerja
dan peralatan mempunyai fungsi yang sama. Tata letak ini seringkali
disebut dengan nama tata letak proses atau tata letak fungsional karena
fungsi-fungsi khusus seperti inspeksi produk, yang dihasilkan pada
suatu tempat untuk berbagai produk. Contohnya untuk mesin dan
rumah sakit.
3. Batch processing
Proses dengan jumlah order besar pada bagian-bagian serupa
seperti suatu group yang melalui urutan. Produksi yang sama pada Job
shop merupakan prinsip batch processing. Tata letak Batch processing
memungkinkan produsen mencapai skala ekonomi dengan membentuk
aktivitas yang sama untuk mengatur volume produk. Contoh dari tata
letak ini adalah produk mebel yang mempunyai jumlah order besar.
4. Line Processing
Tata letak Line processing merupakan penyusunan pekerja dan
peralatan menurut ururtan operasi. Tata letak ini seringkali disebut tata
letak letak produk line atau assembly line karena menggunakan
conveyor dan peralatan otomatis untuk meminimumkan penanganan
bahan secara manual. Contoh pada pembuatan produk pangan dan
pembuatan mobil.
`
204
5. Continous Flow
Tata letak Continous flow berorientasikan pada suatu teknologi
proses seperti produksi bahan kimia dan listrik. Fasilitas proses
seringkali otomatis dan didesain agar dalam pengoperasiannya sebagai
satu bagian terpadu.
Menurut (Adam 1986), perancangan tata letak pabrik yang efisien dan
efektif akan selalu menjadi prioritas utama dalam suatu proses produksi.
Perancangan tata letak fasilitas produksi yang baik merupakan salah satu alat
penentu dari efisiensi suatu operasi produk (Heizer, 1988). Suatu perancangan tata
letak fasilitas tidak hanya terbatas pada waktu akan mendirikaan atau membangun
suatu industri saja tetapi proses perancangan ini harus tetap dilakukan meskipun
industri sudah ada dan sudah berlangsung (Machfud dan Agung, 1990). Hal ini
disebabkan karena dengan berjalannya waktu akan selalu terjadi perubahan baik
pada proses maupun produksinya. Perubahan tersebut menurut terjadinya
perubahan/perbaikan dari tata letak yang sudah ada (relayout). Menurut Apple
(1997), relayout atau perancangan ulang tata letak dapat mengurangi biaya
pemindahan bahan sehingga biaya produksi turun secara kseluruhan dan
produktivitas meningkat.
Konstruksi dari rancangan tata letak merupakan bentuk konfigurasi dari
hasil proses rancangan tata letak. Proses ini mentransfer diagram alokasi area
kemudian merinci pengaturan lokasi setiap fasilitas pada setiap departemen
produksi atau tempat kegiatan kerja. Secara umum prosedur alokasi area terdiri
dari pembuatan template bagi setiap kegiatan atau untuk menggambarkan secara
kasar luas yang dibutuhkan dan kemudian disusun sehingga memberikan bentuk
tertentu. Adapun landasan untuk melakukan alokasi area adalah (Machfud dan
Agung, 1990) :
1. Aliran produksi bahan dan peralatan
2. Peta keterkaitan kegiatan
3. Kebutuhan luas ruang setiap kegiatan
`
205
`
206
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
Membuat diagram aliran dari tata letak perbaikan hasil rancangan
Menghitung jarak perpindahan bahan menggunakan metode aisle
distance, untuk stasiun kerja yang dibatasi dengan dinding
Jika stasiun kerja tidak dibatasi dinding , ukur jarak perpindahan bahan
sesuai perpindahan yang terjadi , dimulai dari titik tengah area kerja
Dituliskan dalam tabel untul semua perpindahan bahan
Menghitung jarak perpindahan bahan pada tata letak awal, kemudian
dibandingkan
Dengan menggunakan lembar pemeriksaan penilaian fasilitas, hasil
rancangan tata letak dinilai dan total hasil penilaiannya ditentukan
Menentukan mana tata letak terbaik berdasarkan criteria jarak
perpindahan bahan yang minimum dan skor penilaian yang tertinggi
`
207
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Form penilaian tata letak
LEMBAR PERIKSA PENILAIAN KAPASITAS
Nama Industri : Kerupuk Subur
Tanggal penilaian : Sabtu, 4 Mei 2013
Alamat Industri : Jalan Janti Gg. Nuri 66 Gedong Kuning, Banguntapan,
Bantul
Dinilai oleh : Kelompok A6
Skor penilaian : 1. Sangat kurang, 2. Kurang, 3. Bagus, 4. Sangat bagus
Hasil Penilaian akhir = bobot x skor
Kriteria Bobot Skor
Bobot
x
Skor
Keterangan
I. ALIRAN BAHAN
• pola aliran terencana 0,07 3 0,21 Pola aliran DPW akhir
sudah berurutan.
• aliran bahan lurus 0,05 3 0,15 Aliran bahan dari stasiun
satu ke stasiun lain lurus.
`
208
• langkah balik minimum 0,06 3 0,18
Pada proses pencetakan
ke proses pengukusan
langkah balik yang
terjadi kecil, begitu juga
pada proses pengukusan
ke penjemuran.
• keterkaitan kegiatan
terencana 0,06 3 0,18
Pola kegiatan sudah
sesuai dan terencana,
serta terkait satu dengan
yang lain.
II. PEMINDAHAN BAHAN
• frekuensi pemindahan
minimum 0,05 2 0,1
Pemindahan yang sering
terjasi pada proses
pengukusan ke
penjemuran.
• metode terencana 0,05 2 0,1
Memerlukan alat
pemindah, teruma pada
pemindahan bahan dari
stasiun pencetakan ke
pengukusan, dan
pengukusan ke
penjemuran.
• alat pemindahan sesuai 0,05 2 0,1
Tidak digunakannya alat
pemindah, melainkan
pemindahan hanya
dilakukan secara manual.
• jarak minimum 0,05 3 0,15 Jarak antara stasiun satu
dengan stasiun lain
`
209
berdekatan.
• digabung dengan proses 0,05 3 0,15 Beberapa proses telah
digabung dengan proses.
• bergerak dari penerima
menuju pengiriman 0,04 4 0,16
Aliran bahan berjalan
dari penerimaan ke
pengiriman.
III. RUANG
• gang lurus 0,05 3 0,15 Gang antar ruang lurus
dan sesuai.
• pemakaian ruang
maksimum 0,04 3 0,12
Ruang kosong
dimanfaatkan untuk area
kerja operator, dan
penyimpanan bahan.
• ruang penyimpanan
mencukupi 0,05 3 0,15
Ruang penyimpanan
bahan mencukupi.
• ruang antar peralatan
mencukupi 0,05 3 0,15
Jarak antar alat
mencukupi.
• direncanakan untuk
perluasan 0,03 3 0,09
Mengoptimalkan ruang
kosong.
IV. PROSES PRODUKSI
• operasi pertama dekat
dengan penerimaan 0,04 4 0,16
Bahan baku dekat
dengan stasiun kerja
pertama.
• operasi terakhir dekat
dengan pengiriman 0,04 4 0,16
Kerupuk jadi dekat
dengan rombong dan
pengiriman.
`
210
• penyimpanan di tempat
pemakaian 0,03 4 0,12
Kerupuk disamping
dalam rombong, yang
juga dipakai untuk
pengiriman.
• bahan setengah jadi
minimum 0,03 2 0,06
Terdapat stock bahan
setengah jadi yang
disimpan.
•
waktu produksi total
hampir seluruhnya
merupakan waktu
pemrosesan
0,03 3 0,09 Semua waktu produksi
ialah waktu pemrosesan.
•
penempatan bagian
penerimaan dan
pengiriman yang pantas
0,02 3 0,06
Tempat sudah pantas
untuk penempatan
penerimaan dan
pengiriman
V. LAIN-LAIN
• pelayanan pekerja
memadai 0,02 3 0,06
Terdapatnya fasilitas
seperti toilet, rumah
untuk pekerja.
• pengendalian kebisingan,
kotoran, debu dsb 0,02 1 0,02
Tidak terkendalinya
kebisingan, kotoran, dan
debu,
• pembuangan bahan sisa
minimum 0,02 2 0,04
Banyak terdapat bahan
sisa.
Jumlah 1 6,9 2,91
`
211
2. Tabel aisle distance
NO PERPINDAHAN BAHAN
JARAK PERPINDAHAN
BAHAN (cm) PERUBAHAN
JARAK (m) DARI KE AWAL PERBAIKAN
1
Penimbangan
(bahan
mentah)
Pencampuran 4,9 4,75 0,15 x10-2
2 Pencampuran Pengadukan 0 0 0
3 Pengadukan Penggilingan 3,1 3,4 0,3 x10-2
4 Penggilingan Pengepressan 1,2 1,05 0,15 x10-2
5 Pengepressan Pencetakan 2,9 3,85 0,95 x10-2
6 Pencetakan Pengukusan 6,9 4,5 2,4 x10-2
7 Pengukusan Penjemuran 12,9 12,45 0,45 x10-2
8 Penjemuran Pengovenan 21,8 21,4 0,4 x10-2
9 Pengovenan Penimbangan 5,7 5,65 0,05 x10-2
10 Penimbangan Peggorengan 11 10 1 x10-2
11 Penggorengan Penirisan 1,4 2,95 1,55 x10-2
12 Penirisan Penyimpanan 3,5 3,4 0,1 x10-2
`
212
B. Pembahasan
Pada praktikum kali ini berjudul Analisis Tata Letak Hasil Rancangan
dengan tujuan agar praktikan dapat melakukan analisis rancangan tata letak
menggunakan kriteria jarak perpindahan.
Langkah pertama yang dilakukan dalam praktikum ini yaitu diagram aliran
dibuat dari tata letak perbaikan hasil rancangan. Jarak perpindahan bahan dihitung
dengan menggunakan metode aisle distance, untuk stasiun kerja yang dibatasi
dengan dinding. Kemudian jarak perpindahannya ditulis ke dalam tabel untuk
semua perpindahan bahan. Jika stasiun kerja tidak dibatasi dinding, maka jarak
perpindahan bahan diukur sesuai perpindahan yang terjadi dimulai dari titik
tengah aliran kerja. Selanjutnya hasilnya dibandingkan dengan kelompok lain, dan
ditemukan yang mana hasil rancangan yang terbaik berdasarkan kriteria jarak
perpindahan bahan yang minimum.
Terdapat beberapa sistem pengukuran jarak yang dipergunakan. Beberapa
jenis sistem pengukuran jarak antar departemen ini digunakan sesuai dengan
kebutuhan dan karakteristik perusahaan yang menggunakannya. Beberapa sistem
pengukuran jarak yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :
a. Jarak Euclidean
Jarak Euclidean merupakan jarak yang diukur lurus antara pusat
fasilitas lainnya. Sistem pengukuran dengan jarak Euclidean sering
digunakan karena lebih mudah dimengerti dan mudah digunakan.
Contoh aplikasi dari jarak Euclidean misalnya pada beberapa model
conveyor, dan juga jaringan transportasi dan distribusi.
b. Jarak Rectilinear
Jarak Rectilinear sering juga disebut dengan jarak minimum,
merupakan jarak yang diukur mengikuti jalur tegak lurus. Disebut
dengan jarak manhattan, mengingatkan jalan-jalan di kota Manhattan
yang membentuk garis-garis parallel dan saling tegak lurus antara satu
jalan dengan jalan lainnya. Pengukuran dengan jarak rectilinear sering
`
213
digunakan karena mudah perhitungannya, mudah dimengerti dan untuk
beberapa masalah lebih sesuai, misalkan untuk menentukan jarak antar
kota, jarak antar fasilitas di mana peralatan pemindahan bahan hanya
dapat bergerak secara lurus.
c. Square Euclidean
Sebagaimana namanya Square Euclidean merupakan ukuran jarak
dengan mengkuadratkan bobot terbesar suatu jarak antara dua fasilitas
yang berdekatan. Relatif untuk beberapa persoalan terutama
menyangkut persoalan lokasi fasilitas diselesaikan dengan penerapan
Square Euclidean.
d. Aisle Distance
Aisle Distance merupakan system pengukuran yang berbeda dengan
yang lain. Dalam Aisle Distance yang diukur adalah lintasan yang
dilalui alat pengangkut untuk pemindahan bahan. Jarak Aisle Distance
juga merupakan jarak yang mengukur secara aktual, dan jarak yang
diukur adalah jarak yang dilalui oleh material handlingnya.
e. Jarak Berdasarkan Luas Departemen
Untuk menemukan jarak berdasarkan luas lantai, diperlukan data
lintasan yang dilalui oleh setiap komponen dari suatu departemen ke
departemen tujuannya. Sehingga jarak antar departemen dapat dihitung
berdasarkan luas lantai departemen asal, departemen yang dilalui dan
departemen tujuan.
Dari hasil form penilaian setelah perbaikan, didapatkan skor-skor baru
yang berbeda dengan skor pada form penilaian sebelum perbaikan. Hasil penilaian
pada kriteria aliran bahan sebelum dan setelah perbaikan antara lain: hasil
penilaian “pola aliran terencana” sebelum dan setelah perbaikan = 0,21; hasil
penilaian “aliran bahan lurus” sebelum perbaikan = 0,1 kemudian setelah
perbaikan = 0,15; hasil penilaian “langkah balik minimum” sebelum dan setelah
perbaikan = 0,18; hasil penilaian “keterkaitan kegiatan terencana” sebelum dan
setelah perbaikan = 0,18. Hasil penilaian pada kriteria pemindahan bahan setelah
`
214
perbaikan antara lain: hasil penilaian “frekuensi pemindahan minimum” sebelum
perbaikan = 0,05 kemudian setelah perbaikan = 0,1; hasil penilaian “metode
terencana” sebelum dan setelah perbaikan = 0,1; hasil penilaian “alat pemindah
yang sesuai” sebelum perbaikan = 0,05 kemudian setelah perbaikan = 0,1; hasil
penilaian “jarak minimum” sebelum perbaikan = 0,1 kemudian setelah perbaikan
= 0,15; hasil penilaian “bergerak dari penerimaan menuju pengiriman” sebelum
perbaikan = 0,12 kemudian setelah perbaikan = 0,16. Hasil penilaian pada kriteria
ruang sebelum dan sesudah perbaikan antara lain: hasil penilaian “gang lurus”
sebelum dan setelah perbaikan = 0,15; hasil penilaian “pemakaian ruang
maksimum” sebelum perbaikan = 0,08 kemudian setelah perbaikan = 0,12; hasil
penilaian “ruang penyimpanan mencukupi” sebelum dan setelah perbaikan = 0,15;
hasil penilaian “ruang antar peralatan mencukupi” sebelum perbaikan = 0,1
kemudian setelah perbaikan = 0,15; hasil penilaian ”direncanakan untuk
perbaikan” sebelum perbaikan = 0,06 kemudian setelah perbaikan = 0,09. Hasil
penilaian kriteria proses produksi sebelum dan sesudah perbaikan antara lain:
hasil penilaian “ operasi pertama dekat dengan penerimaan” sebelum dan sesudah
perbaikan = 0,16; hasil penilaian “ operasi terakhir dekat dengan pengiriman”
sebelum perbaikan = 0,12 kemudian setelah perbaikan = 0,16; hasil penilaian
“penyimpanan ditempat pemakaian” sebelum perbaikan = 0,09 kemudian setelah
perbaikan = 0,12; hasil penilaian “bahan setengah jadi minimum” sebelum dan
sesudah perbaikan = 0,06; hasil penilaian “waktu produksi total hampir
seluruhnya merupakan waktu pemrosesan” sebelum dan sesudah perbaikan =
0,09; hasil penilaian “penempatan bagian penerimaan dan pengiriman yang
pantas” sebelum dan setelah perbaikan = 0,06. Hasil penilaian kriteria lain-lain
sebelum dan sesudah perbaikan antara lain: hasil penilaian “pelayanan pekerja
memadai” sebelum dan sesudah perbaikan = 0,06; hasil penilaian “pengendalian
kebisingan, kotoran, debu, dsb” sebelum dan sesudah perbaikan = 0,02; hasil
penilaian “pembuangan barang sisa minimum” sebelum dan sesudah perbaikan =
0,04.
Dari hasil penilaian tersebut didapatkan total penilaian sebelum dan
sesudah perbaikan. Total penilaian sebelum perbaikan sebesar 2,43, sedangkan
total penilaian sesudah perbaiakans sebesar 2,91. Total penilaian sesudah
`
215
perbaikan lebih besar dibandingkan dengan total penilaian sebelum perbaikan, ini
menandakan bahwa rancangan tata letak yang telah dibuat lebih baik dari tata
letak industri saat ini.
Jarak perpindahan bahan juga berubah setelah dilakukan perubahan tata
letak. Jarak perpindahan bahan dari penimbangan ke pecampuran awal = 4,9 x 10-
2 m dan jarak setelah perbaikan = 4,75 x 10
-2 m, sehingga didapat perubahan jarak
sebesar 0,15 x 10-2
m. Jarak perpindahan bahan dari pencampuran ke pengadukan
awal = 0 dan jarak setelah perbaikan = 0, sehingga didapat perubahan jarak
sebesar 0. Jarak perpindahan bahan dari pengadukan ke penggilingan awal = 3,1 x
10-2
m dan jarak setelah perbaikan = 3,4 x 10-2
m, sehingga didapat perubahan
jarak sebesar 0,3 x 10-2
m. Jarak perpindahan bahan dari penggilingan ke
pengepresan = 1,2 x 10-2
m dan jarak setelah perbaikan = 1,05 x 10-2
m, sehingga
didapat perubahan jarak sebesar 0,15 x 10-2
m. Jarak perpindahan bahan dari
pengepresan ke pencetakan awal = 2,9 x 10-2
m dan jarak setelah perbaikan = 3,85
x 10-2
m, sehingga didapat perubahan jarak sebesar 0,95 x 10-2
m. Jarak
perpindahan bahan dari pencetakan ke pengukusan awal = 6,9 x 10-2
m dan jarak
setelah perbaikan = 4,5 x 10-2
m, sehingga didapat perubahan jarak sebesar 2,4 x
10-2
m. Jarak perpindahan bahan dari pengukusan ke penjemuran awal = 12,9 x
10-2
m dan jarak setelah perbaikan = 12,45 x 10-2
m, sehingga didapat perubahan
jarak sebesar 0,45 x 10-2
m. Jarak perpindahan bahan dari penjemuran ke
pengovenan awal = 21,8 x 10-2
m dan jarak setelah perbaikan = 21,4 x 10-2
m,
sehingga didapat perubahan jarak sebesar 0,4 x 10-2
m. Jarak perpindahan bahan
dari pengovenan ke penimbangan awal = 5,7 x 10-2
m dan jarak setelah perbaikan
= 5,65 x 10-2
m, sehingga didapat perubahan jarak sebesar 0,05 x 10-2
m. Jarak
perpindahan bahan dari penimbangan ke penggorengan awal = 11 x 10-2
m dan
jarak setelah perbaikan = 10 x 10-2
m, sehingga didapat perubahan jarak sebesar 1
x 10-2
m. Jarak perpindahan bahan dari penggorengan ke penirisan awal = 1,4 x
10-2
m dan jarak setelah perbaikan = 2,95 x 10-2
m, sehingga didapat perubahan
jarak sebesar 1,55 x 10-2
m. Jarak perpindahan bahan dari penirisan ke
penyimpanan awal = 3,5 x 10-2
m dan jarak setelah perbaikan = 3,4 x 10-2
m,
sehingga didapat perubahan jarak sebesar 0,1 x 10-2
m.
`
216
Dampak dari perbaikan yang dilakukan terhadap industri Kerupuk Subur
adalah semakin pendeknya jarak perpindahan bahan sehingga penggunaan waktu
dalam industri semakin efektif dan efisien serta pekerja menjadi lebih leluasa
dalam melakukan pekerjaannya karena adanya gang yang telah dibuat berdasarkan
perhitungan yang telah dilakukan. Perbaikan tersebut menyebabkan industri
tersebut dapat berjalan optimal.
`
217
BAB V
KESIMPULAN
Praktikan telah melakukan analisis hasil rancangan tata letak
menggunakan kriteria jarak perpindahan. Dengan berubahnya tata letak maka
akan menyebabkan perubahan jarak perpindahan. Melihat perbedaan yang terjadi
antara jarak perpindahan sebelum perbaikan dengan jarak perpindahan setelah
perbaikan dapat ditentukan apakah rancangan tata letak yang dibuat itu lebih baik
atau lebih buruk dari rancangan tata letak riil dalam industri.
`
218
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2013. Macam dan Jenis Tata Letak/Plant Layout Pabrik-Berdasarkan
Produk Proses dan Bahan Baku-Product, Process & Stasion.
http://organisasi.org/macamdan_jenis_tataletak. Diakses tanggal 4 Mei 2013
pukul 19.00 WIB.
Adam, EEverett J dan Ebert, Ronald J. 1986. Production and Operational
Managements 3nd
edition. Prentice Hall Englewood. USA
Agung, Y dan Machfud. 1990. Perancangan Tata Letak Pada Industri Pangan.
Pusat Antar Universitas Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Apple, J.M. 1997. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Institut Teknologi
Bandung. Bandung.
Apple, James M. 1990. Tata Letak Pabrik dan Penanganan Bahan. Terjemahan
Nurhayati, Mardiono, M.T. Penerbit Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Heizer, J Render B, 1988. Production and Operational Management Strategis and
Tactics 2nd
edition. Allyn and Bacon. USA.
Moore, J.M. 1962. Plant Layout Design. MacMillan Publishing Co, Mc. New
York. USA.
Wignjosoebroto, S. 1996. Ergonomi, Studi Gerak dan Studi Waktu. Penerbit Guna
Widya. Surabaya.
`
219
LAMPIRAN
`
220
Lampiran
Acara 2
`
221
`
222
PETA PROSES OPERASI
Nama Obyek : Kerupuk Subur
Dipetakan oleh : Kelompok A-6
Tanggal Pemetaan : Kamis, 14 Maret 2013
No. Peta : 01
Air (300 L) Penyedap Rasa (20kg) Garam (16 kg) Ikan Laut (4 kg) Bawang (5 kg) Tepung Kanji (60 kg)
Penimbangan Penimbangan Penimbangan Penimbangan Penimbangan Penimbangan
Timbangan Timbangan Timbangan Timbangan Timbangan Timbangan
Perebusan Pencampuran
90‟ Dandang 15‟ Bak
Pencampur
O-4
I-4
O-5
I-5
O-6
I-6
O-2
I-2
I
O-3
I-3
O-1
I-1
sds
ccs
csc
ccc
ccc
c
I
O-8
I-7
O-7
A
1. Peta Proses Operasi
`
223
Pengadukan
30‟ Manual
Penggilingan
40‟ Mesin Giling
Pengepresan
Mesin Pres
Ulangi 2 kali
A
O-9
I-8
O-10
I-9
O-11
I-10
B
`
224
Pencetakan
60‟ Bossan
5‟ Pengukusan
Ketel Uap
420‟ Penjemuran
Manual
B
O-14
I-13
O-15
I-14
O-16
I-15
C
`
225
Gas
180‟ Pengovenan
Oven
45‟ Penimbangan
Minyak Goreng Timbangan
Kayu Bakar
180‟ Penggorengan
Manual
Daun Bawang
90‟ Penirisan
Manual
C
O-17
I-16
O-18
I-17
O-19
I-18
O-20
Ringkasan Waktu
Operasi 20
1155‟ Inspeksi 18
Penyimpanan 1
`
226
2. Peta Aliran Proses
PETA ALIRAN PROSES
Pekerjaan: Pengolahan Tepung Kanji
Kegiatan Sekarang Usul Beda No. Peta : 01
Jml Wkt Jml Wkt Jml Wkt
Operasi Orang Bahan
Inspeksi
Transportasi Sekarang Usulan
Menunggu Dipetakan oleh : A-6
Penyimpanan
Total Tanggal dipetakan : 14 Maret 2013
Uraian Keterangan
Lambang Jarak
(m)
Jumlah
(kg)
Waktu
(s) Keterangan
Persiapan bahan baku ● 0 60 0 Karung
Pemindahan tepung ke
penimbangan
● 1,5 60 15
Manual
(karung)
Penimbangan tepung ● ● 0 60 90 Timbangan
Pemindahan tepung ke bak
pencampuran
● 2 60 120
Manual
(karung)
Pencampuran dengan bahan
tambahan
●
● 0 60 7020
Manual
(pengaduk
kayu)
Pemindahan bubur ke
penggiling
● 1,25 60 300
Manual
(ember)
Penggilingan bubur ●
● 0 60 2400
Masin
penggiling
Pemindahan adonan ke meja
tunggu
● 1,5 60 10 Manual
Penundaan adonan di meja
tunggu
● 0 60 600 Manual
Pemindahan adonan ke mesin
pengepresan
● 0,5 60 5 Manual
Pengepresan adonan ●
● 0 60 120
Mesin
pengepresan
Pemindahan adonan ke Bossan ● 1 60 10 Manual
Pencetakan adonan ● ● 0 60 2400 Bossan
Pemindahan kerupuk ke ketel
uap ● 2,5 60 600
Manual
(keranjang)
√
√
`
227
PETA ALIRAN PROSES
Pekerjaan: Pengolahan Tepung Kanji
Kegiatan Sekarang Usul Beda No. Peta : 01
Jml Wkt Jml Wkt Jml Wkt
Operasi Orang Bahan
Inspeksi
Transportasi Sekarang Usulan
Menunggu Dipetakan oleh : A-6
Penyimpanan
Total Tanggal dipetakan : 14 Maret 2013
Uraian Keterangan
Lambang Jarak
(m)
Jumlah
(kg)
Waktu
(s) Keterangan
Pengukusan kerupuk ● ● 0 60 600 Ketel uap
Pemindahan ke alas jemur ● 2 60 5 Manual
Penataan kerupuk ● 0 60 300 Manual
Pemindahan ke tempat
penjemuran
● 60 20 Manual
Penjemuran kerupuk ● ● 0 60 21600 Manual
Pemindahan kerupuk ke lokasi
pemetikan
● 60 10 Manual
Pemetikan kerupuk ● 0 60 30 Manual
Pemindahan kerupuk ke alas
jemur
● 60 15 Manual
Pemindahan kerupuk ke oven ● 60 1200 Manual
Pengovenan kerupuk ● ● 0 60 10800 Oven
Pemindahan kerupuk dari oven
ke bak penampung
● 60 600 Manual
Penimbangan kerupuk ● ● 0 60 900 Timbangan
Pemindahan kerupuk ke
penggorengan
● 60 900 Manual
Penggorengan kerupuk ● ● 0 60 2700
Penggoreng
-an
Penirisan kerupuk ● 0 60 10 Manual
Pemberian daun bawang ● 0 60 5 Manual
Pemindahan kerupuk ke
rombong (penyimpanan)
● 60 600 Manual
Penyimpanan di rombong ● 0 60 900
Manual
(rombong)
√
√
`
228
PETA ALIRAN PROSES
Pekerjaan: Pengolahan Bawang
Kegiatan Sekarang Usul Beda No. Peta : 02
Jml Wkt Jml Wkt Jml Wkt
Operasi Orang Bahan
Inspeksi
Transportasi Sekarang Usulan
Menunggu Dipetakan oleh : A-6
Penyimpanan
Total Tanggal dipetakan : 14 Maret 2013
Uraian Keterangan
Lambang Jarak
(m)
Jumlah
(kg)
Waktu
(s) Keterangan
Persiapan bawang ● ● 0 5 900 Manual
Pemindahan ke lokasi
penimbangan
● 2 5 30 Manual
Penimbangan bawang ● ● 0 5 20 Timbangan
Pemindahan bawang ke bak
pencampuran
● 1 5 300 Manual
Pencampuran bawang dengan
bahan baku dan bahan
tambahan lain
● 0 5 7020 Manual
√
√
`
229
PETA ALIRAN PROSES
Pekerjaan: Pengolahan Ikan Laut
Kegiatan Sekarang Usul Beda No. Peta : 03
Jml Wkt Jml Wkt Jml Wkt
Operasi Orang Bahan
Inspeksi
Transportasi Sekarang Usulan
Menunggu Dipetakan oleh : A-6
Penyimpanan
Total Tanggal dipetakan : 14 Maret 2013
Uraian Keterangan
Lambang Jarak
(m)
Jumlah
(kg)
Waktu
(s) Keterangan
Persiapan ikan laut ● ● 0 4 5 Manual
Pemindahan ke lokasi
penimbangan
● 2 4 30 Manual
Penimbangan ikan laut ● ● 0 4 10 Timbangan
Pemindahan ikan laut ke bak
pencampuran
● 1 4 300 Manual
Pencampuran ikan laut dengan
bahan baku dan bahan
tambahan lain
● 0 4 7020 Manual
√
√
`
230
PETA ALIRAN PROSES
Pekerjaan: Pengolahan Garam
Kegiatan Sekarang Usul Beda No. Peta : 04
Jml Wkt Jml Wkt Jml Wkt
Operasi Orang Bahan
Inspeksi
Transportasi Sekarang Usulan
Menunggu Dipetakan oleh : A-6
Penyimpanan
Total Tanggal dipetakan : 14 Maret 2013
Uraian Keterangan
Lambang Jarak
(m)
Jumlah
(kg)
Waktu
(s) Keterangan
Persiapan garam ● 0 16 5 Manual
Pemindahan ke lokasi
penimbangan
● 2 16 30 Manual
Penimbangan garam ● ● 0 16 10 Timbangan
Pemindahan garam ke bak
pencampuran
● 1 16 300 Manual
Pencampuran garam dengan
bahan baku dan bahan
tambahan lain
● 0 16 7020 Manual
√
√
`
231
PETA ALIRAN PROSES
Pekerjaan: Pengolahan Penyedap Rasa
Kegiatan Sekarang Usul Beda No. Peta : 05
Jml Wkt Jml Wkt Jml Wkt
Operasi Orang Bahan
Inspeksi
Transportasi Sekarang Usulan
Menunggu Dipetakan oleh : A-6
Penyimpanan
Total Tanggal dipetakan : 14 Maret 2013
Uraian Keterangan
Lambang Jarak
(m)
Jumlah
(kg)
Waktu
(s) Keterangan
Persiapan penyedap rasa ● 0 20 5 Manual
Pemindahan ke lokasi
penimbangan
● 2 20 30 Manual
Penimbangan penyedap rasa ● ● 0 20 10 Timbangan
Pemindahan penyedap rasa ke
bak pencampuran
● 1 20 300 Manual
Pencampuran penyedap rasa
dengan bahan baku dan bahan
tambahan lain
● 0 20 7020 Manual
√
√
`
232
PETA ALIRAN PROSES
Pekerjaan: Pengolahan Air
Kegiatan Sekarang Usul Beda No. Peta : 06
Jml Wkt Jml Wkt Jml Wkt
Operasi Orang Bahan
Inspeksi
Transportasi Sekarang Usulan
Menunggu Dipetakan oleh : A-6
Penyimpanan
Total Tanggal dipetakan : 14 Maret 2013
Uraian Keterangan
Lambang Jarak
(m)
Jumlah
(L)
Waktu
(s) Keterangan
Persiapan air ● 0 300 0 Manual
Pemindahan air ke dandang ● 1 300 30
Manual
(selang)
Pengukuran volume ● ● 0 300 10 Manual
Pemindahan air ke bak
pencampuran
● 0,5 300 5 Manual
Pencampuran air dengan bahan
baku dan bahan tambahan lain ● 0 300 7020 Manual
√
√
`
233
3. Diagram Alir
8
`
234
Keterangan:
Huruf
A = Area penyimpanan bahan baku dan pencampuran bahan
B = Area penggilingan, pengepresan dan pencetakan bahan
C = Area pengukusan
D = Area penggorengan dan pencetakan
E = Area pengovenan
F = Area penjemuran bagian depan
G = Area penjemuran bagian belakang
H = Tempat penyimpanan kayu
Angka
1 = Bak pencucian bahan-bahan yang akan digunakan
2 = Tungku
3 = Bak pencampuran bahan
4 = Mesin penggiling adonan
5 = Mesin pengepres adonan
6 = Meja tunggu
7 = Mesin pencetak/Bosan I
8 = Ketel uap
9 = Tempat penirisan
10 = Wajan penggorengan II
11 = Wajan penggorengan I
12 = Mesin pencetak/Bosan II
13 = Tempat kerupuk yang dikeluarkan dari oven
14 = Oven
15 = Tempat penyimpanan kerupuk yang telah dijemur
16 = Timbangan (untuk menimbang tepung dalam karung)
17 = Tempat penyimpanan tepung
Tepung Kanji
Air
Ikan
Garam
Bawang
Penyedap
Adonan
`
235
Lampiran
Acara 3
236
Route Sheet
1. Tepung Kanji
No Operasi Alat Waktu
baku
Kap.aktual
(mnt/kg) Eff
Scrap
(%)
Jml
diharapkan
(kg/hari)
Jml
disiapkan
(kg/hari)
Jumlah
Tenaga
Kerja
1 Penimbangan Timbangan 6,244 0,104 0,3 0,011 309,796 313,241 0,181
2 Pencampuran Manual 144 2,4 0,24 0,002 309,177 309,796 2,47
3 Pengadukan Manual 30 1 0,19 0 309,177 309,177 2,712
4 Penggilingan/Pengadonan Mesin giling 40 3,5 0,583 0,006 307,322 309,177 3,09
5 Pengepressan Mesin press 2 0,2 0,03 0,003 306,400 307,322 3,4
6 Pencetakan Bossan 60 0,012 0,1 0,001 306,094 306,400 0,061
7 Pengukusan Ketel uap 5 0,004 0,0083 0 306,094 306,094 0,246
8 Penjemuran Manual 360 2,5 0,6 0,013 302,115 306,094 2,143
9 Pengovenan Oven 180 0,3 0,3 0 302,115 302,115 0,504
10 Penimbangan Timbangan 45 0,15 0,075 0,007 300 302,115 1,007
11 Penggorengan Wajan 120 0,89 0,2 0 300 300 2,225
12 Penirisan Saringan 90 0,89 0,2 0 300 300 2,225
2. Garam
No Operasi Alat Waktu
baku
Kap.aktual
(mnt/kg) Eff
Scrap
(%)
Jml
diharapkan
(kg/hari)
Jml
disiapkan
(kg/hari)
Jumlah
Tenaga
Kerja
1 Penimbangan Timbangan 0,167 0,01 0,000278 0 16,413 16,413 0,982
2 Pencampuran bahan Manual 114 7,125 0,19 0 16,413 16,413 1
237
3. Bawang Putih
No Operasi Alat Waktu
baku
Kap.aktual
(mnt/kg) Eff
Scrap
(%)
Jml
diharapkan
(kg/hari)
Jml
disiapkan
(kg/hari)
Jumlah
Tenaga
Kerja
1 Penimbangan Timbangan 0,5 0,1 0,00083 0 5,129 5,129 1,004
2 Pencampuran bahan Manual 114 22,8 0,19 0 5,129 5,129 1
4. Ikan Laut
No Operasi Alat Waktu
baku
Kap.aktual
(mnt/kg) Eff
Scrap
(%)
Jml
diharapkan
(kg/hari)
Jml
disiapkan
(kg/hari)
Jumlah
Tenaga
Kerja
1 Penimbangan Timbangan 0,167 0,01 0,000278 0 4,103 4,103 0,0068
2 Pencampuran bahan Manual 114 28,5 0,19 0 4,103 4,103 1,025
5. Air
No Operasi Alat Waktu
baku
Kap.aktual
(mnt/kg) Eff
Scrap
(%)
Jml
diharapkan
(kg/hari)
Jml
disiapkan
(kg/hari)
Jumlah
Tenaga
Kerja
1 Pengukuran Jerigen 3 0,011 0,005 0 273,345 273,345 0,979
2 Perebusan Tungku api 90 0,337 0,15 0 273,345 273,345 0,991
3 Pengadukan Manual 144 0,427 0,19 0 273,345 273,345 1
238
Bahan Tepung Kanji Garam Bawang Putih Ikan Laut Penyedap Rasa Air
Jumlah Tenaga
Kerja
Teoritis Aktual
Mes
in/S
tasi
un K
erja
Penimbangan,
Pencampuran
0,180 2,47 0,982 1 1,004 1 0,0068 1,025
7,67 8
Pengukuran,
Perebusan
0,979 0,991
1,97 2
Pengadukan
2,712 1
3,712 4
Penggilingan/
Pengadonan
3,09
3,09 4
Pengepresan
3,4
3,4 4
Pencetakan
0,061
0,061 1
2
6
5
4
3
1 2 1 2 1 2 1 2
1 2
1
3
239
Pengukusan
0,246
0,246 1
Penjemuran
2,143
2,143 3
Pengovenan
0,504
0,504 1
Penggorengan,
Penirisan
2,225 2,225
4,45 5
8
9
10
7
11
240
Lampiran
Acara 5
241
242
Lampiran
Acara 6
243
Form Diagram Keterkaitan Kegiatan
DIAGRAM KETERKAITAN KEGIATAN
Nama Obyek : DKK Industri Kerupuk
Dipetakan Oleh : Kelompok A-6
Tanggal Pemetaan : 18 April 2013
No. Peta : 01
A- E-
X-
7
Pengukusan
I- 8,9 O-
A- 10E-
X-
9
Pengovenan
I- 11 O-
A- E-
X-
8
Penjemuran
I- 9 10 O-
A- E-
X-
13
Penyimpanan
I- O-
A-13 E-
X-
12
Penirisan
I- O-
A-5 6 E-
X-
4
Penggilingan
I-
O-
A-6 E-
X-
5
Pengepressan
I- 7 O-
A-3,4 E-
X-
2
Pencampuran
I-5 6,7 O-
A-7 E-
X-
6
Pencetakan
I- 8
O-
A-4 E-
X-
3
Pengadukan
I- 5,6
7 O-
A-2 3E-
X-
1
Penimbangan
I- 4,5,6,7 O-
A-12 13E-
X-
11
Penggorengan
I-
O- A-11 E-
X-
10
Penimbangan
I- 13 O-
244
Tabel Derajat Kedekatan
No Kegiatan Derajat Kedekatan
A E I O U X
1. Penimbangan (bahan
mentah) 2 3 - 4,5,6,7
8,9,10,11
,12,13 -
2. Pencampuran 3,4 - 5 6,7 8,9,10,11
,12,13 -
3. Pengadukan 4 - 5,6 7 8,9,10,11
,12,13 -
4. Penggilingan 5 6 - - 7,8,9,10,
11,12,13 -
5. Pengepressan 6 - - 7 8,9,10,11
,12,13 -
6. Pencetakan 7 - 8 - 9,10,11,
12,13 -
7. Pengukusan - - - 8,9 10,11,12,
13 -
8. Penjemuran - - 9 10 11,12,13 -
9. Pengovenan - 10 11 - 12,13 -
10. Penimbangan 11 - 13 - 12 -
11. Penggorengan 12 13 - - - -
12. Penirisan 13 - - - - -
13. Penyimpanan - - - - - -
245
Lampiran
Acara 7
246
Tabel Luas Lantai
Luas Lantai Ruang Produksi
Nama Stasiun
Kerja Nama Mesin
Jumlah
Mesin
Dimensi
Mesin (m)
Kelonggar
-an Mesin Luas 1 Mesin Kelonggaran (m
2)
Total Luas 1
Stasiun Kerja P L (m
2) (m
2)
Bahan
Jadi
Operator Transport
1 2 3 4 5 6 7=3 x [(4 x 5)+6] 8 9 10 11=7+8+9+10
Penimbangan Timbangan 4 0,90 0,53 - 1,908 - 0,90 - 2,81
Pencampuran Manual 4 1,70 0,71 - 4,828 - 1,70 - 6,53
Pengadukan Manual 4 1,30 0,80 - 4,160 - 1,30 - 5,46
Penggilingan Mesin giling 4 1,26 0,67 - 3,377 - 1,26 - 4,64
Pengepressan Alat press 4 0,80 0,60 - 1,92 - 0,80 - 2,72
Pencetakan Bossan 1 1,97 1,80 - 3,546 - 3,94 - 7,49
Pengukusan Ketel uap 1 2,45 1,15 4,7 7,517 - 2,45 - 9,97
Penjemuran Manual 3 22,6 9,40 - 637,32 - 22,60 - 659,92
Pengovenan Oven 1 2,83 1,9 1,509 6,886 - 2,83 - 9,72
Penimbangan Timbangan 2 0,5 0,25 - 0,375 3,28 1 0 4,655
Penggorengan Wajan 2 1,00 1,00 - 2,00 0,125 1 0,5 3,62
Penirisan Saringan 2 1,90 0,87 - 3,306 - 1,90 - 5,21
Penyimpanan Rombong 1 0,84 0,54 - 0,454 - 0,84 - 1,29
247
Tabel Luas Gudang
Nama
Bahan
Kebutuh-
an /hari
(kg)
Periode
Simpan
(hr)
Jumlah
Bahan
Disimp
-an
(kg)
Berat
1
Kema
san
(kg)
Jumlah
Bahan
Disimpa
n 1 per
Dimensi
Kemasan
p x l x t
Jumlah
Kemasan
dalam 1
Tumpukan
Jumlah
Tumpuk-
an dalam
Ruang
Luas
tum-
pukan
(m2)
Kelong
-garan
Total
Luas
(m2)
Tepung
Kanji 60 12 720 50 14
90 x 56 x
20 3 14 3,528 2,80 4,816
Garam 16 75 1200 0,5 2400
20 x 17 x
3 40 60 2,04 4,5 6,54
248
Lampiran
Acara 8
249
250
251
Keterangan:
1. Penimbangan
2. Pengadukan
3. Pencampuran
4. Penggilingan
5. Pengepressan
6. Pencetakan
7. Pengukusan
8. Penjemuran
9. Pengovenan
10. Penimbangan kerupuk mentah
11. Penggorengan
12. Penirisan
13. Penyimpanan kerupuk matang
14. Tempat peletakan kerupuk mentah yang akan digoreng
15. Penyimpanan kerupuk mentah setelah dijemur
252
Lampiran
Acara 9
253
254