34
Finda Safitri – 1102011106 1. Mengetahui dan menjelaskan pusat dan jaras nyeri Nyeri adalah sensasi subjektif, rasa yang tidak nyaman biasanya berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial (Corwin J.E.). Ketika suatu jaringan mengalami cedera, atau kerusakan mengakibatkan dilepasnya bahan – bahan yang dapat menstimulus reseptor nyeri seperti serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin, prostaglandin, dan substansi P yang akan mengakibatkan respon nyeri (Kozier dkk). Nyeri juga dapat disebabkan stimulus mekanik seperti pembengkakan jaringan yang menekan pada reseptor nyeri. (Taylor C. dkk). Mekanisme nyeri secara sederhana dimulai dari transduksi stimuli akibat kerusakan jaringan dalam saraf sensorik menjadi aktivitas listrik kemudian ditransmisikan melalui serabut saraf bermielin A delta dan saraf tidak bermielin C ke kornu dorsalis medula spinalis, talamus, dan korteks serebri. Impuls listrik tersebut dipersepsikan dan didiskriminasikan sebagai kualitas dan kuantitas nyeri setelah mengalami modulasi sepanjang saraf perifer dan disusun saraf pusat. Rangsangan yang dapat membangkitkan nyeri dapat berupa rangsangan mekanik, suhu (panas atau dingin) dan agen kimiawi yang dilepaskan karena trauma/inflamasi. Fenomena nyeri timbul karena adanya kemampuan system saraf untuk mengubah berbagai stimuli mekanik, kimia, termal, elektris menjadi potensial aksi yang dijalarkan ke system saraf pusat. PENYEBAB NYERI Rasa nyeri dimulai dengan adanya perangsangan pada reseptor nyeri oleh stimulus nyeri. Stimulus nyeri dapat dibagi tiga yaitu mekanik, termal, dan kimia. Mekanik, spasme otot merupakan penyebab nyeri yang umum karena dapat mengakibatkan terhentinya aliran darah ke jaringan ( iskemia jaringan), meningkatkan metabolisme di jaringan dan juga perangsangan langsung ke reseptor nyeri sensitif mekanik. PROSES UTAMA Fisiologi nyeri melalui proses-proses berikut 1. Proses Transduksi (Transduction) Proses transduksi merupakan proses dimana suatu stimuli nyeri diubah menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf. Stimuli ini dapat berupa stimuli fisik (tekanan), suhu (panas) atau kimia (substansi nyeri). Transduksi rasa sakit dimulai ketika ujung saraf bebas (nociceptors) dari serat C dan serat A delta neuron aferen primer menanggapi rangsangan berbahaya. Nosiseptors terkena rangsangan berbahaya ketika kerusakan jaringan dan inflamasi terjadi sebagai akibat dari, misalnya, trauma, pembedahan, peradangan, infeksi dan iskemia. Nociceptors didistribusikan pada ; 1. Struktur Somatik (kulit, otot, jaringan ikat, tulang, sendi); 2. Struktur Viseral (organ viseral seperti hati, saluran gastro-intestinal).

Tm 3 Sakit Kepala

Embed Size (px)

DESCRIPTION

neuro

Citation preview

Page 1: Tm 3 Sakit Kepala

Finda Safitri – 1102011106

1. Mengetahui dan menjelaskan pusat dan jaras nyeriNyeri adalah sensasi subjektif, rasa yang tidak nyaman biasanya berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial (Corwin J.E.). Ketika suatu jaringan mengalami cedera, atau kerusakan mengakibatkan dilepasnya bahan – bahan yang dapat menstimulus reseptor nyeri seperti serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin, prostaglandin, dan substansi P yang akan mengakibatkan respon nyeri (Kozier dkk). Nyeri juga dapat disebabkan stimulus mekanik seperti pembengkakan jaringan yang menekan pada reseptor nyeri. (Taylor C. dkk).Mekanisme nyeri secara sederhana dimulai dari transduksi stimuli akibat kerusakan jaringan dalam saraf sensorik menjadi aktivitas listrik kemudian ditransmisikan melalui serabut saraf bermielin A delta dan saraf tidak bermielin C ke kornu dorsalis medula spinalis, talamus, dan korteks serebri. Impuls listrik tersebut dipersepsikan dan didiskriminasikan sebagai kualitas dan kuantitas nyeri setelah mengalami modulasi sepanjang saraf perifer dan disusun saraf pusat. Rangsangan yang dapat membangkitkan nyeri dapat berupa rangsangan mekanik, suhu (panas atau dingin) dan agen kimiawi yang dilepaskan karena trauma/inflamasi.Fenomena nyeri timbul karena adanya kemampuan system saraf untuk mengubah berbagai stimuli mekanik, kimia, termal, elektris menjadi potensial aksi yang dijalarkan ke system saraf pusat.

PENYEBAB NYERIRasa nyeri dimulai dengan adanya perangsangan pada reseptor nyeri oleh stimulus nyeri. Stimulus nyeri dapat dibagi tiga yaitu mekanik, termal, dan kimia. Mekanik, spasme otot merupakan penyebab nyeri yang umum karena dapat mengakibatkan terhentinya aliran darah ke jaringan ( iskemia jaringan), meningkatkan metabolisme di jaringan dan juga perangsangan langsung ke reseptor nyeri sensitif mekanik.

PROSES UTAMAFisiologi nyeri melalui proses-proses berikut1. Proses Transduksi (Transduction)Proses transduksi merupakan proses dimana suatu stimuli nyeri diubah menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf. Stimuli ini dapat berupa stimuli fisik (tekanan), suhu (panas) atau kimia (substansi nyeri). Transduksi rasa sakit dimulai ketika ujung saraf bebas (nociceptors) dari serat C dan serat A delta neuron

aferen primer menanggapi rangsangan berbahaya. Nosiseptors terkena rangsangan berbahaya ketika kerusakan jaringan dan inflamasi terjadi sebagai akibat dari, misalnya, trauma, pembedahan, peradangan, infeksi dan iskemia.

Nociceptors didistribusikan pada ;1. Struktur Somatik (kulit, otot, jaringan ikat, tulang, sendi);2. Struktur Viseral (organ viseral seperti hati, saluran gastro-intestinal).3. Serat C dan serat A-delta yang terkait dengan kualitas yang berbeda rasa sakit.

Ada tiga kategori rangsangan berbahaya:1. Mekanik (tekanan, pembengkakan, abses, irisan, pertumbuhan tumor);2. Thermal (membakar, panas);3. Kimia (neurotransmitter rangsang, racun, iskemia, infeksi).Penyebab stimulasi mungkin internal, seperti tekanan yang diberikan oleh tumor atau eksternal, misalnya, terbakar. Stimulasi ini menyebabkan pelepasan mediator kimia berbahaya dari sel-sel yang rusak, termasuk: prostaglandin, bradikinin, serotonin, substansi P, kalium, histamin. Mediator kimia ini mengaktifkan nosiseptor terhadap rangsangan berbahaya. Dengan maksud memperbaiki rasa nyeri, pertukaran ion natrium dan kalium (depolarisasi dan repolarisasi) terjadi pada membran sel. Hal ini menghasilkan suatu potensial aksi dan generasi dari sebuah impuls nyeri.

2. Proses Transmisi ( Trasmision)Proses tranmisi dimaksudkan sebagai penyaluran impuls melalui saraf sensoris menyusul proses transduksi. Impuls ini akan disalurkan oleh serabut saraf A delta dan serabut C sebagai neuron pertama, dari perifer ke medulla spinalis dimana impuls tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke thalamus oleh traktus sphinotalamikus sebagai neuron kedua. Dari thalamus selanjutnya impuls disalurkan ke daerah somato sensoris di korteks serebri melalui neuron ketiga, dimana impuls tersebut diterjemahkan dan dirasakan sebagai persepsi nyeri.

3. Proses Modulasi (Modulation)Proses modulasi adalah proses dimana terjadi interaksi antara sistem analgesik endogen yang dihasilkan oleh tubuh pada saat nyeri masuk ke kornu posterior medula spinalis. Proses acendern ini di kontrol oleh otak. Sistem analgesik endogen ini meliputi enkefalin, endorfin, serotonin, dan noradrenalin memiliki efek yang dapat menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis. Kornu posterior ini

Page 2: Tm 3 Sakit Kepala

dapat diibaratkan sebagai pintu yang dapat tertutup atau terbukanya pintu nyeri tersebut diperankan oleh sistem analgesik endogen tersebut di atas. Proses modulasi• Transduksi adalah proses dimana stimulus noksius aktivitas elektrik reseptor terkait. inilah yang menyebabkan persepsi nyeri menjadi sangat subyektif pada setiap orang. . Suatu jaras tertentu telah diternukan di sistem saran pusat yang secara selektif menghambat transmisi nyeri di medulla spinalis. Jaras ini diaktifkan oleh stress atau obat analgetika seperti morfin (Dewanto).

4. PersepsiPersepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri. Pada saat individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang kompleks.a. Korteks somatosensori: Ini adalah terlibat dengan persepsi dan interpretasi dari sensasi. Ini mengidentifikasi intensitas, jenis dan lokasi sensasi rasa sakit dan sensasi yang berkaitan dengan pengalaman masa lalu, memori dan aktivitas kognitif. Ini mengidentifikasi sifat stimulus sebelum memicu respons, misalnya, di mana rasa sakit itu, seberapa kuat itu dan bagaimana rasanya.b. Sistem limbik: Hal ini bertanggung jawab untuk respon emosi dan perilaku terhadap rasa sakit misalnya, perhatian, suasana hati, dan motivasi, dan juga dengan pengolahan rasa sakit,dan pengalaman masa lalu rasa sakit.

RESEPTOR NYERI Aferen primer mencakup serat A-alfa dan A-beta yang besar dan bermielen serta membawa impuls yang besar dan tidak bermielin ( tidak diperlihatkan ) serta membawa impuls yang memperantarai sentuhan, tekanan, dan propriosepsi dan serat A-delta yang kecil bermielin dan serat C yang tidak bermielin, yang membawa impuls nyeri. Aferen-aferen primer ini menyatu di sel-sel kornu dorsalis

medulla spinalis, masuk ke zona lissauer, serat pascaganglion simpatis adalah serat eferen dan terdiri dari serat-serat C tidak bermielin.

SENSITISASI NOSISEPTOR DI DAERAH CEDERA JARINGAN Pengaktifan langsung dengan tekanan intensif yang menyebabkan kerusa kan sel. Kerusakan sel menyebabkan dibebaskannya kalium ( K) intra sel dan sintesis prostaglandin (PgG) dan bradikinin (BK. Prostaglandin meningkatkan sensitivitas reseptor nyeri bradikinin, yaitu zat kimia penghsil nyeri yang paling kuat.

JALUR-JALUR NYERI

Page 3: Tm 3 Sakit Kepala

A. Serat nyeri A-delta halus dan C, yang masing-masing membawa nyeri akut tajam dan kronik- lambat, bersinaps di substansia gelatinosa tanduk dorsal, memotong medullaspinalis, dan naik ke otak di cabang neospinotalamikus atau cabang paleospinotalamikus traktus spinotalamikus, yang terutama diaktifkan oleh aferen perifer a-delta, bersinaps di nucleus vebtroposterolateralis (VPN) thalamus dan melanjutkan diri secara langsung ke korteks somatosensorik girus postsentralis, tempat nyeri dipersepsikan sebagai sensasi tajam dan berbatas tegas. Cabang paleospinotalamikus, yang terutama diaktifkan oleh aferen perifer C, adalah suatu jalur difus yang mengirim kolateral-kolateral ke formatio retikularis batang otak dan struktur lain, yang merupakan asal dari serat-serat lain, berjalan ke thalamus. Serat- serat ini memengaruhi hipotalamus dan system limbic serta korteks serebrum.

B. Serat nyeri C aferen bersinaps terutama di substansia gelatinosa ( lamina I dan II) kornu dorsalis, sedangkan serat nyeri A delta terutama bersinaps di lamina I dan V. Nyeri diawali sebagai pesan yang diterima oleh saraf-saraf perifer. Zat kimia (substansi P, bradikinin, prostaglandin) dilepaskan, kemudian menstimulasi saraf perifer, membantu mengantarkan pesan nyeri dari daerah yang terluka ke otak. Sinyal nyeri dari daerah yang terluka berjalan sebagai impuls elektrokimia di sepanjang nervus ke bagian dorsal spinal cord (daerah pada spinal yang menerima sinyal dari seluruh tubuh). Pesan kemudian dihantarkan ke thalamus, pusat sensoris di otak di

mana sensasi seperti panas, dingin, nyeri, dan sentuhan pertama kali dipersepsikan. Pesan lalu dihantarkan ke cortex, di mana intensitas dan lokasi nyeri dipersepsikan. Penyembuhan nyeri dimulai sebagai tanda dari otak kemudian turun ke spinal cord. Di bagian dorsal, zat kimia seperti endorphin dilepaskan untuk mengurangi nyeri di daerah yang terluka. Di dalam spinal cord, ada gerbang yang dapat terbuka atau tertutup. Saat gerbang terbuka, impuls nyeri lewat dan dikirim ke otak. Gerbang juga bisa ditutup. Stimulasi saraf sensoris dengan menggaruk secara perlahan di dekat daerah nyeri dapat menutup gerbang sehingga rnencegah transmisi impuls nyeri. Impuls dari pusat juga dapat menutup gerbang, misalnya perasaan sernbuh dapat mengurangi dampak atau beratnya nyeri yang dirasakan. Kozier, dkk. (1995) mengatakan bahwa nyeri akan menyebabkan respon tubuh meliputi aspek pisiologis dan psikologis, merangsang respon otonom:

RESPON FISIOLOGIS TERHADAP NYERI Kozier, dkk. (1995) mengatakan bahwa nyeri akan menyebabkan respon tubuh meliputi aspek pisiologis dan psikologis, merangsang respon otonom.

1) Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan superficial) a) Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan pernafasan b) Peningkatan denyut nadic) Vasokonstriksi perifer, peningkatan tekanan darah d) Peningkatan nilai gula darah e) Diaphoresis f) Peningkatan kekuatan/tegangan otot g) Dilatasi pupil h) Penurunan motilitas GI

Wajah pucat,

2) Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam) a) Muka pucat b) Otot mengeras c) Penurunan HR dan BP d) Nafas cepat dan irreguler e) Nausea dan vomitus f) Kelelahan dan keletihan (Black M.J,dkk).

Page 4: Tm 3 Sakit Kepala

RESPON TINGKAH LAKU TERHADAP NYERI 1. Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup: 2. Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur) 3. Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir) 4. Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari & tangan 5. Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan, Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri) Pada nyeri yang parah dan serangan yang mendadak merupakan ancaman yang mempengaruhi manusia sebagai sistem terbuka untuk beradaptasi dari stressor yang mengancam dan menganggap keseimbangan. Hipotalamus merespon terhadap stimulus nyeri dari reseptor perifer atau korteks cerebral melalui sistem hipotalamus pituitary dan adrenal dengan mekanisme medula adrenal hipofise untuk menekan fungsi yang tidak penting bagi kehidupan sehingga menyebabkan hilangnya situasi menegangkan dan mekanisme kortek adrenal hopfise untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan menyediakan energi kondisi emergency untuk mempercepat penyembuhan. Apabila mekanisme ini tidak berhasil mengatasi Stressor (nyeri) dapat menimbulkan respon stress seperti turunnya sistem imun pada peradangan dan menghambat penyembuhan dan kalau makin parah dapat terjadi syok ataupun perilaku yang meladaptif.

• Transmisi, dalam proses ini terlibat tiga komponen saraf yaitu saraf sensorik perifer yang meneruskan impuls ke medulla spinalis, kemudian jaringan saraf yang meneruskan impuls yang menuju ke atas (ascendens), dari medulla spinalis ke batang otak dan thalamus. Yang terakhir hubungan timbal balik antara thalamus dan cortex.• Modulasi yaitu aktivitas saraf utk mengontrol transmisi nyeri. Suatu jaras tertentu telah diteruskan di sistem saran pusat yang secara selektif menghambat transmisi nyeri di medulla spinalis. Jaras ini diaktifkan oleh stress atau obat analgetika seperti morfin (Dewanto).• Persepsi, Proses impuls nyeri yang ditransmisikan hingga menimbulkan perasaan subyektif dari nyeri sama sekali belum jelas. bahkan struktur otak yang menimbulkan persepsi tersebut juga tidak jelas. Sangat disayangkan karena nyeri secara mendasar merupakan pengalaman subyektif sehingga tidak terhindarkan keterbatasan untuk memahaminya (Dewanto).

Nyeri diawali sebagai pesan yang diterima oleh saraf-saraf perifer, Zat kimia (substansi P, bradikinin, prostaglandin) dilepaskan, kemudian menstimulasi saraf perifer, membantu mengantarkan pesan nyeri dari daerah yang terluka ke otak. Sinyal nyeri dari daerah yang terluka berjalan sebagai impuls elektrokimia di sepanjang nervus ke bagian dorsal spinal cord (daerah pada spinal yang menerima sinyal dari seluruh tubuh). Pesan kemudian dihantarkan ke thalamus, pusat sensoris di otak di mana sensasi seperti panas, dingin, nyeri, dan sentuhan pertama kali dipersepsikan. Pesan lalu dihantarkan ke cortex, di mana intensitas dan lokasi nyeri dipersepsikan.Di dalam spinal cord, ada gerbang yang dapat terbuka atau tertutup. Saat gerbang terbuka, impuls nyeri lewat dan dikirim ke otak. Gerbang juga bisa ditutup. Stimulasi saraf sensoris dengan menggaruk secara perlahan di dekat daerah nyeri dapat menutup gerbang sehingga mencegah transmisi impuls nyeri. Impuls dari pusat juga dapat menutup gerbang, misalnya perasaan sembuh dapat mengurangi dampak atau beratnya nyeri yang dirasakan (Patricia & Walker).Termal, rasa nyeri yang ditimbulkan oleh suhu yang tinggi tidak berkorelasi dengan jumlah kerusakan yang telah terjadi melainkan berkorelasi dengan kecepatan kerusakan jaringan yang timbul. Hal ini juga berlaku untuk penyebab nyeri lainnya yang bukan termal seperti infeksi, iskemia jaringan, memar jaringan, dll. Pada suhu 45 C, jaringan – jaringan dalam tubuh akan mengalami kerusakan yang didapati pada sebagian besar populasi.Kimia, ada beberapa zat kimia yang dapat merangsang nyeri seperti bradikinin, serotonin, histamin, ion kalium, asam, asetilkolin, dan enzim proteolitik. Dua zat lainnya yang diidentifikasi adalah prostaglandin dan substansi P yang bekerja dengan meningkatkan sensitivitas dari free nerve endings. Prostaglandin dan substansi P tidak langsung merangsang nyeri tersebut. Dari berbagai zat yang telah dikemukakan, bradikinin telah dikenal sebagai penyebab utama yang menimbulkan nyeri yang hebat dibandingkan dengan zat lain. Kadar ion kalium yang meningkat dan enzim proteolitik lokal yang meningkat sebanding dengan intensitas nyeri yang sirasakan karena kedua zat ini dapat mengakibatkan membran plasma lebih permeabel terhadap ion. Iskemia jaringan juga termasuk stimulus kimia karena pada keadaan iskemia terdapat penumpukan asam laktat, bradikinin, dan enzim proteolitik.Reseptor nyeri banyak tersebar pada lapisan superfisial kulit dan juga pada jaringan internal tertentu, seperti periosteum, dinding arteri, permukaan sendi, falx, dan tentorium. Kebanyakan jaringan internal lainnya hanya diinervasi oleh free nerve

Page 5: Tm 3 Sakit Kepala

endings yang letaknya berjauhan sehingga nyeri pada organ internal umumnya timbul akibat penjumlahan perangsangan berbagai nerve endings dan dirasakan sebagai slow – chronic- aching type pain.Nyeri dapat dibagi atas dua yaitu fast pain dan slow pain. Fast pain, nyeri akut, merupakan nyeri yang dirasakan dalam waktu 0,1 s setelah stimulus diberikan. Nyeri ini disebabkan oleh adanya stimulus mekanik dan termal. Signal nyeri ini ditransmisikan dari saraf perifer menuju korda spinalis melalui serat Aδ dengan kecepatan mencapai 6 – 30 m/s. Neurotransmitter yang mungkin digunakan adalah glutamat yang juga merupakan neurotransmitter eksitatorik yang banyak digunakan pada CNS. Slow pain, nyeri kronik, merupakan nyeri yang dirasakan dalam waktu lebih dari 1 detik setelah stimulus diberikan. Nyeri ini dapat disebabkan oleh adanya stimulus mekanik, kimia dan termal tetapi stimulus yang paling sering adalah stimulus kimia. Signal nyeri ini ditransmisikan dari saraf perifer menuju korda spinalis melalui serat C dengan kecepatan mencapai 0,5 – 2 m/s. Neurotransmitter yang digunakan adalah substansi P.Jalur yang ditempuh dapat dibagi menjadi dua pathway yaitu fast-sharp pain pathway dan slow- chronic pain pathway. Setelah mencapai korda spinalis melalui dorsal spinalis, serat nyeri ini akan berakhir pada relay neuron pada kornu dorsalis dan selanjutnya akan dibagi menjadi dua traktus yang selanjutnya akan menuju ke otak. Traktus itu adalah neospinotalamikus untuk fast pain dan paleospinotalamikus untuk slow pain.Traktus neospinotalamikus untuk fast pain, pada traktus ini, serat Aδ yang mentransmisikan nyeri akibat stimulus mekanik maupun termal akan berakhir pada lamina I (lamina marginalis) dari kornu dorsalis dan mengeksitasi second-order neurons dari traktus spinotalamikus. Neuron ini memiliki serabut saraf panjang yang menyilang menuju otak melalui kolumn anterolateral. Serat dari neospinotalamikus akan berakhir pada: (1) area retikular dari batang otak (sebagian kecil), (2) nukleus talamus bagian posterior (sebagian kecil), (3) kompleks ventrobasal (sebagian besar). Traktus lemniskus medial bagian kolumn dorsalis untuk sensasi taktil juga berakhir pada daerah ventrobasal. Adanya sensori taktil dan nyeri yang diterima akan memungkinkan otak untuk menyadari lokasi tepat dimana rangsangan tersebut diberikan.Traktus paleospinotalamikus untuk slow pain, traktus ini selain mentransmisikan sinyal dai serat C, traktus ini juga mentransmisikan sedikit sinyal dari serat Aδ. Pada traktus ini , saraf perifer akan hampir seluruhnya nerakhir pada lamina II dan III yang

apabila keduanya digabungkan, sering disebut dengan substansia gelatinosa. Kebanyakan sinyal kemudian akan melalui sebuah atau beberapa neuron pendek yang menghubungkannya dengan area lamina V lalu kemudian kebanyakan serabut saraf ini akan bergabung dengan serabut saraf dari fast-sharp pain pathway. Setelah itu, neuron terakhir yang panjang akan menghubungkan sinyal ini ke otak pada jaras anterolateral.Ujung dari traktus paleospinotalamikus kebanyakan berakhir pada batang otak dan hanya sepersepuluh ataupun seperempat sinyal yang akan langsung diteruskan ke talamus. Kebanyakan sinyal akan berakhir pada salah satu tiga area yaitu : (1) nukleus retikularis dari medulla, pons, dan mesensefalon, (2) area tektum dari mesensefalon, (3) regio abu – abu dari peraquaductus yang mengelilingi aquaductus Silvii. Ketiga bagian ini penting untuk rasa tidak nyaman dari tipe nyeri. Dari area batang otak ini, multipel serat pendek neuron akan meneruskan sinyal ke arah atas melalui intralaminar dan nukleus ventrolateral dari talamus dan ke area tertentu dari hipotalamus dan bagian basal otak.

INTERPRETASI SKALA NYERI Interpretasi skala nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut : 1) Skala intensitas nyeri deskriptif

2) Skala identitas nyeri numerik

Page 6: Tm 3 Sakit Kepala

3) Skala analog visual

Keterangan : 0 : Tidak nyeri 1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik. 4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.

Karakteristik paling subyektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan, sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan.Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri trbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini

memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR, 1992).Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka.Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak mengkomsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskritif bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi perubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan.

KLASIFIKASI NYERI Menurut Long C.B (1996) mengklasifikasi nyeri berdasarkan jenisnya, meliputi : 1. Nyeri akut, nyeri yang berlangsung tidak melebihi enam bulan, serangan

mendadak dari sebab yang sudah diketahui dan daerah nyeri biasanya sudah diketahui, nyeri akut ditandai dengan ketegangan otot, cemas yang keduanya akan meningkatkan persepsi nyeri.

2. Nyeri kronis, nyeri yang berlangsung enam bulan atau lebih, sumber nyeri tidak diketahui dan tidak bisa ditentukan lokasinya. Sifat nyeri hilang dan timbul pada periode tertentu nyeri menetap.

Corwin J.E (1997) mengklasifikasikan nyeri berdasarkan sumbernya meliputi : 1. Nyeri kulit, adalah nyeri yang dirasakan dikulit atau jaringan subkutis, misalnya

nyeri ketika tertusuk jarum atau lutut lecet, lokalisasi nyeri jelas disuatu dermatum.

2. Nyeri somatik adalah nyeri dalam yang berasal dari tulang dan sendi, tendon, otot rangka, pembuluh darah dan tekanan syaraf dalam, sifat nyeri lambat.

Page 7: Tm 3 Sakit Kepala

3. Nyeri Viseral, adalah nyeri dirongga abdomen atau torak terlokalisasi jelas disuatu titik tapi bisa dirujuk kebagian-bagian tubuh lain dan biasanya parah.

4. Nyeri Psikogenik, adalah nyeri yang timbul dari pikiran pasien tanpa diketahui adanya temuan pada fisik (Long, 1989 ; 229).

5. Nyeri Phantom limb pain, adalah nyeri yang dirasakan oleh individu pada salah satu ekstremitas yang telah diamputasi (Long, 1996 ; 229).

1. Menurut Tempat a. Periferal Pain

1) Superfisial Pain (Nyeri Permukaan) 2) Deep Pain (Nyeri Dalam) 3) Reffered Pain (Nyeri Alihan) ; nyeri yang dirasakan pada area yang bukan

merupakan sumber nyerinya. b. Central Pain Terjadi karena perangsangan pada susunan saraf pusat, spinal cord, batang otak dll. c. Psychogenic Pain Nyeri dirasakan tanpa penyebab organik, tetapi akibat dari trauma psikologis. d. Phantom Pain Phantom Pain merupakan perasaan pada bagian tubuh yang sudah tak ada lagi, contohnya pada amputasi. Phantom pain timbul akibat dari stimulasi dendrit yang berat dibandingkan dengan stimulasi reseptor biasanya. Oleh karena itu, orang tersebut akan merasa nyeri pada area yang telah diangkat. e. Radiating Pain Nyeri yang dirasakan pada sumbernya yang meluas ke jaringan sekitar.

2. Menurut Sifat a. Insidentil : timbul sewaktu-waktu dan kemudian menghilang b. Steady : nyeri timbul menetap dan dirasakan dalam waktu yang lama c. Paroxysmal : nyeri dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali dan biasanya

menetap10 – 15 menit, lalu menghilang dan kemudian timbul kembali. d. Intractable Pain : nyeri yang resisten dengan diobati atau dikurangi. Contoh

pada arthritis, pemberian analgetik narkotik merupakan kontraindikasi akibat dari lamanya penyakit yang dapat mengakibatkan kecanduan.

3. Menurut Berat Ringannya a. Nyeri ringan : dalam intensitas rendah

b. Nyeri sedang : menimbulkan suatu reaksi fisiologis dan psikologis c. Nyeri Berat : dalam intensitas tinggi

4. Menurut Waktu Serangan Terdapat beberapa cara untuk mengklasifikasikan tipe nyeri. Pada tahun 1986, The National Institutes of Health Concencus Conference of Pain mengkategorikan nyeri menurut penyebabnya. Partisipan dari konferensi tersebut mengidentifikasi 3 (tiga) tipe dari nyeri : akut, Kronik Malignan dan Kronik Nonmalignan. Nyeri akut timbul akibat dari cedera akut, penyakit atau pembedahan. Nyeri Kronik Nonmalignan diasosiasikan dengan cedera jaringan yang tidak progresif atau yang menyembuh. Nyeri yang berhubungan dengan kanker atau penyakit progresif disebut Chronic Malignant Pain. Meskipun demikian, perawat biasanya berpegangan terhadap dua tipe nyeri dalam prakteknya yaitu akut dan kronis.

2. Mengetahui dan menjelaskan nyeri kepala

2.1. Definisi Nyeri kepala juga bias terjadi karena peningkatan tekanan intrakranial akan menyebabkan traksi dan pergeseran struktur – struktur peka nyeri. Iskemia yang diakibatkan dari penekanan tumor ke jaringan sekitarnya dapat menyebabkan pelepasan mediator inflamasi. Traksi, pergeseran, serta inflamasi yang terjadi pada kepala dapat menyebabkan nyeri kepala.

2.2. Klasifikasi

Page 8: Tm 3 Sakit Kepala

2.3. Etiologi Sakit kepala bisa disebabkan oleh kelainan: (1) vaskular, (2) jaringan saraf, (3) gigi ± geligi, (4) orbita, (5) hidung dan (6) sinus paranasal, (7) jaringan lunak di kepala, kulit, jaringan subkutan, otot, dan periosteum kepala. Selain kelainan yang telah disebutkan diatas, sakit kepala dapat disebabkan oleh stress dan perubahan lokasi (cuaca, tekanan, dll.)

2.4 Faktor resiko dan Epidemiologi Faktor resiko terjadinya sakit kepala adalah gaya hidup, kondisi penyakit, jenis kelamin, umur, pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor genetik. Prevalensi sakit kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau 45 juta orang menderita sakit kepala kronik dan 20 juta dari 45 juta tersebut merupakan wanita. 75 % dari jumlah di atas adalah tipe tension headache yang berdampak pada menurunnya konsentrasi belajar dan bekerja sebanyak 62,7 %. Menurut IHS, migren sering terjadi pada pria dengan usia 12 tahun

sedangkan pada wanita, migren sering terjadi pada usia besar dari 12 tahun. HIS juga mengemukakan cluster headache 80-90% terjadi pada pria dan prevalensi sakit kepala akan meningkat setelah umur 15 tahun.

2.5 Patofisiologi Nyeri kepala dipengaruhi oleh nukleus trigeminoservikalis yang merupakan nosiseptif yang penting untuk kepala, tenggorokan dan leher bagian atas. Semua aferen nosiseptif dari saraf trigeminus, fasial, glosofaringeus, vagus, dan saraf dari C1 – 3 beramifikasi pada grey matter area ini. Nukleus trigeminoservikalis terdiri dari tiga bagian yaitu pars oralis yang berhubungan dengan transmisi sensasi taktil diskriminatif dari regio orofasial, pars interpolaris yang berhubungan dengan transmisi sensasi taktil diskriminatif seperti sakit gigi, pars kaudalis yang berhubungan dengan transmisi nosiseptif dan suhu.

Terdapat overlapping dari proses ramifikasi pada nukleus ini seperti aferen dari C2 selain beramifikasi ke C2, juga beramifikasi ke C1 dan C3. Selain itu, aferen C3 juga akan beramifikasi ke C1 dan C2. Hal ini lah yang menyebabkan terjadinya nyeri alih dari pada kepala dan leher bagian atas.

Nyeri alih biasanya terdapat pada oksipital dan regio fronto orbital dari kepala dan yang jarang adalah daerah yang dipersarafi oleh nervus maksiliaris dan mandibularis. Ini disebabkan oleh aferen saraf tersebut tidak atau hanya sedikit yang meluas ke arah kaudal. Lain halnya dengan saraf oftalmikus dari trigeminus. Aferen saraf ini meluas ke pars kaudal.

Saraf trigeminus terdiri dari 3 yaitu V1, V2, dan V3. V1 , oftalmikus, menginervasi daerah orbita dan mata, sinus frontalis, duramater dari fossa kranial dan falx cerebri serta pembuluh darah yang berhubungan dengan bagian duramater ini. V2, maksilaris, menginervasi daerah hidung, sinus paranasal, gigi bagian atas, dan duramater bagian fossa kranial medial. V3, mandibularis, menginervasi daerah duramater bagian fossa cranial medial, rahang bawah dan gigi, telinga, sendi temporomandibular dan otot menguyah.

Selain saraf trigeminus terdapat saraf kranial VII, IX, X yang innervasi meatus auditorius eksterna dan membran timfani. Saraf kranial IX menginnervasi rongga telinga tengah, selain itu saraf kranial IX dan X innervasi faring dan laring.

Servikalis yang terlibat dalam sakit kepala adalah C1, C2, dan C3. Ramus dorsalis dari C1 menginnervasi otot suboccipital triangle - obliquus superior, obliquus inferior dan rectus capitis posterior major dan minor. Ramus dorsalis

Page 9: Tm 3 Sakit Kepala

dari C2 memiliki cabang lateral yang masuk ke otot leher superfisial posterior, longissimus capitis dan splenius sedangkan cabang besarnya bagian medial menjadi greater occipital nerve. Saraf ini mengelilingi pinggiran bagian bawah dari obliquus inferior, dan balik ke bagian atas serta ke bagian belakang melalui semispinalis capitis, yang mana saraf ini di suplai dan masuk ke kulit kepala melalui lengkungan yang dikelilingi oleh superior nuchal line dan the aponeurosis of trapezius. Melalui oksiput, saraf ini akan bergabung dengan saraf lesser occipital yang mana merupakan cabang dari pleksus servikalis dan mencapai kulit kepala melalui pinggiran posterior dari sternokleidomastoid. Ramus dorsalis dari C3 memberi cabang lateral ke longissimus capitis dan splenius. Ramus ini membentuk 2 cabang medial. Cabang superfisial medial adalah nervus oksipitalis ketiga yang mengelilingi sendi C2-3 zygapophysial bagian lateral dan posterior.

Daerah sensitif terhadap nyeri kepala dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu intrakranial dan ekstrakranial. Intrakranial yaitu sinus venosus, vena korteks serebrum, arteri basal, duramater bagian anterior, dan fossa tengah serta fossa posterior. Ektrakranial yaitu pembuluh darah dan otot dari kulit kepala, bagian dari orbita, membran mukosa dari rongga nasal dan paranasal, telinga tengah dan luar, gigi, dan gusi. Sedangkan daerah yang tidak sensitif terhadap nyeri adalah parenkim otak, ventrikular ependima, dan pleksus koroideus.

Beberapa mekanisme umum yang tampaknya bertanggung jawab memicu nyeri kepala adalah sebagai berikut (Lance, 2000) : (1) peregangan atau pergeseran pembuluh darah; intrakranium atau ekstrakranium, (2) traksi pembuluh darah, (3) kontraksi otot kepala dan leher ( kerja berlebihan otot), (3) peregangan periosteum (nyeri lokal), (4) degenerasi spina servikalis atas disertai kompresi pada akar nervus servikalis (misalnya, arteritis vertebra servikalis), defisiensi enkefalin (peptida otak mirip- opiat, bahan aktif pada endorfin).

2.6 Diagnosis Mengingat diagnosis nyeri kepala sebagian besar didasarkan atas keluhan, maka anamnesis memegang peranan penting. Dalam praktek sehari-hari, jenis yang paling sering dijumpai ialah nyeri kepala tipe tegang (tension-type headache) dan migren (migraine); baru kemudian nyeri kepala yang dikaitkandengan penyakit

sistemik, atau gangguan di sekitar wajah, telinga, mata, gigi dan sinus paranasal. Nyeri kepala akibat radang, aneurisma, tumor atau abses otak jarang ditemukan, meskipun harus tetap merupakan perhatian karena penatalaksanaan yang berbeda.

ANAMNESIS Mula timbul Nyeri kepala yang dimulai sejak masa kanak-kanak, masa remaja atau dewasa muda biasanya migren; jenis ini umumnya berhenti pada saat menopause, meskipun pada beberapa kasus justru mulai dirasakan pada masa tersebut. Nyeri kepala tipe tegang dapat mulai diderita setiap saat, Sedangkan nyeri kepala yang baru mulai dirasakan pada usia yang lebih lanjut harus diselidiki kemungkinan penyebab organiknya seperti arteritis temporalis, gangguan peredaran darah otak atau tumor. Hati-hati terhadap nyeri kepala yang progresif memberat karena mungkin didasari kelainan organik; makin lama nyeri kepala diderita tanpaberubah sifat, makin besar kemungkinan- nya disebabkan oleh faktor-faktor yang jinak (benign).

Lokasi Nyeri kepala migren dapat dirasakan di manapun, paling sering di daerah temporal (pelipis), bisa unilateral, bilateral atau berganti-ganti. Nyeri kepala unilateral di sekitar orbita dapat disebabkan oleh nyeri kepala klaster. Nyeri kepala akibat gangguan gigi-geligi, sinus atau mata biasanya dirasakan di daerah frontal, dapat menjalar ke oksipital dan leher, sedangkan nyeri bitemporal dapat disebabkan oleh tumor sella/parasella. Nyeri kepala akibat tumor, bergantung letaknya, bila supratentorial umumnya dirasakan di frontal atau vertex, sedangkan bila letaknya infratentorial/fossa posterior

Frekuensi Pola serangan nyeri dapat merupakan petunjuk diagnosis, terutama tipe klaster yang khas, berupa serangan-serangan singkat antara 3090 menit, berulang 26 kali sehari selama beberapa hari, kemudian dapat remisi selama beberapa minggu sampai beberapa tahun. Migren juga dapat bersifat sporadik, sedangkan nyeri kepala tipe tegang umumnya bersifat menetap, berangsur-angsur memberat atau berfluktuasi selama berhari-hari.

Sifat

Page 10: Tm 3 Sakit Kepala

Nyeri berdenyut dapat disebabkan oleh demam, migren, hipertensi atau tumor hemangioma. Nyeri kepala akibat tumor atau meningitis biasanya menetap dan nyeri, kadang-kadang juga terasa berdenyut. Nyeri kepala tipe tegang dirasakan menekan, persisten dan kadang-kadang dirasakan seperti diikat.

Nyeri paling hebat disebabkan oleh pecahnya aneurisma, meningitis, demam, migren atau yang berhubungan dengan hipentensi maligna; nyeri hebat dan mendadak (thunderclap), apalagi bila disusul dengan rasa lemah dan penurunan kesadaran harus dicurigai disebabkan oleh aneunisma intrakranial yang pecah.

Nyeri kepala akibat tumor atau abses biasanya bersifat Sedang, demikian juga dengan nyeri yang disebabkan oleh proses di daerah sinus, gigi geligi atau mata. Nyeri kepala migren jarang berlangsung lebih dari 14 jam, yang khas ialah adanya periode bebas keluhan di antara serangan; sedangkan nyeri kepala tipe tegang dapat berlangsung berhari- hari, bahkan bertahun-tahun. Nyeri yang terutama dirasakan di pagi hari, selain yang disebabkan oleh tumor, juga dapat ditimbulkan oleh hipertensi, atau migren biasa. Mignen timbul di saat ketegangan emosional, cuaca panas, kesibukan yang meningkat,sedangkan nyeri kepala yang berhubungan dengan sinus muncul saat infeksi saluran napas, di saat pergantian musim atau berkaitan dengan alergi.

PEMERIKSAAN FISIK : Dilakukan lengkap : pemeriksaan umum, internus dan neurologik. Pemeriksaan lokal kepala, nyeri tekan didaerah kepala, gerakan kepala ke segala arah, palpasi arteri temporalis,spasme otot peri-cranial dan tengkuk, bruit orbital dan temporal.

PEMERIKSAAN PENUNJANG : Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu mendiagnosa nyeri kepala seperti : 1. Foto Rongten kepela 2. EEG 3. CT-SCAN 4. Arteriografi, Brain Scan Nuklir 5. Pemeriksaan laboratorium(Tidak rutin atas indikasi) 6. Pemeriksaaan psikologi (jarang dilakukan).

2.7 Penatalaksanaan

Nyeri kepala dapat diobati dengan preparat asetilsalisilat dan jika nyeri kepala sangat berat dapat diberikan preparat ergot (ergotamin atau dihidroergotamin). Bila perlu dapat diberikan intravena dengan dosis 1 mg dihidroergotaminmetan sulfat atau ergotamin 0,5 mg. Preparat Cafergot ( mengandung kafein 100 mg dan 1 mg ergotamin) diberikan 2 tablet pada saat timbul serangan dan diulangi ½ jam berikutnya .

Pada pasien yang terlalu sering mengalami serangan dapat diberikan preparat Bellergal (ergot 0,5 mg; atropin 0,3 mg; dan fenobarbital 15mg) diberikan 2 – 3 kali sehari selama beberapa minggu. Bagi mereka yang refrakter dapat ditambahkan pemberian ACTH (40 u/hari) atau prednison (1mg/Kg BB/hari) selama 3 – 4 minggu.

Preparat penyekat beta,seperti propanolol dan timolol dilaporkan dapat mencegah timbulnya serangan migren karena mempunyai efek mencegah vasodilatasi kranial. Tetapi penyekat beta lainnya seperti pindolol, praktolol, dan aprenolol tidak mempunyai efek teraupetik untuk migren, sehingga mekanisme kerjanya disangka bukan semata – mata penyekat beta saja. Preparat yang efektif adalah penyekat beta yang tidak memiliki efek ISA ( Intrinsic Sympathomimetic Activity).

Cluster headache umunya membaik dengan pemberian preparat ergot. Untuk varian Cluster headache umumnya membaik dengan indometasin. Tension type headache dapat diterapi dengan analgesik dan/atau terapi biofeedback yang dapat digunakan sebagai pencegahan timbulnya serangan.

Terapi preventif yang bertujuan untuk menurunkan frekuensi, keparahan, dan durasi sakit kepala. Terapi ini diresepkan kepada pasien yang menderita 4 hari atau lebih serangan dalam sebulan atau jika pengobatan di atas tidak efektif. Terapi ini harus digunakan setiap hari. Terapi preventif tersebut adalah pemberian beta bloker, botox, kalsium channel blokers, dopamine reuptake inhibitors, SSRIs, serotonin atau dopamin spesifik, dan TCA.

2.8 Prognosis Prognosis dari sakit kepala bergantung pada jenis sakit kepalanya sedangkan indikasi merujuk adalahsebagai berikut: (1) sakit kepala yang tiba ± tiba dan timbul kekakuan di leher, (2) sakit kepala dengan demam dan kehilangan kesadaran, (3) sakit kepala setelah terkena trauma mekanik pada kepala, (4) sakit kepala disertai sakit pada bagian mata dan telinga, (5) sakit kepala yang menetap

Page 11: Tm 3 Sakit Kepala

pada pasien yang sebelumnya tidak pernah mengalami serangan, (6) sakit kepala yang rekuren pada anak.

3. Mengetahui dan menjelaskan klasifikasi & gambaran nyeri somatoform3.1. Definisi Gangguan Somatoform

Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik (sebagai contohnya nyeri, mual, muntah, dan pusing) dimana tidak dapat ditemukan penjelasan medis yang adekuat.

3.2. Etiologi Gangguan Somatoform Sampai sekarang ini penyebab munculnya somatoform disorder masih

belum diketahui, mungjin terjadi masalah pada impuls saraf yang menghantarkan sinyal nyeri, tekanan dan sensasi tidak nyaman lainnya ke otak. Sampai sekarang belum diketahui nyeri dan masalah klinis lainnya yang disebabkan oleh somatoform disorder itu benar-benar nyata atau hanya khayalan.Hal-hal yang mempengaruhi munculnya somatoform disorder : Tekanan dalam keluarga Meniru orangtua (parental modelling) Pengeruh kultur Faktor biologis : genetik

Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di bawah sadar yang. mempunyai tujuan tertentu. Pada beberapa kasus ditemukan faktor genetik dalam transmisi gangguan ini. Selain itu, dihubungkan pula dengan adanya penurunan metabolism (hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfer non dominan . Secara garis besar, faktor-faktor penyebab dikelompokkan sebagai berikut.

a. Faktor-faktor Biologis Faktor ini berhubungan dengan kemungkinan pengaruh genetis (biasanya pada gangguan somatisasi).

b. Faktor Lingkungan Sosial Sosialisasi terhadap wanita pada peran yang lebih bergantung, seperti “peran sakit” yang dapat diekspresikan dalam bentuk gangguan somatoform.

c. Faktor Perilaku Pada faktor perilaku ini, penyebab ganda yang terlibat adalah: −Terbebas dari tanggung jawab yang biasa atau lari atau menghindar dari situasi yang tidak nyaman atau menyebabkan kecemasan (keuntungan sekunder). −Adanya perhatian untuk menampilkan “peran sakit” −Perilaku kompulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau gangguan dismorfik tubuh dapat secara sebagian membebaskan kecemasan yang diasosiasikan dengan keterpakuan pada kekhawatiran akan kesehatan atau kerusakan fisik yang dipersepsikan.

d. Faktor Emosi dan Kognitif Pada faktor penyebab yang berhubungan dengan emosi dan kognitif, penyebab ganda yang terlibat adalah sebagai berikut: −Salah interpretasi dari perubahan tubuh atau simtom fisik sebagai tanda dari adanya penyakit serius (hipokondriasis). −Dalam teori Freudian tradisional, energi psikis yang terpotong dari impuls- impuls yang tidak dapat diterima dikonversikan ke dalam simtom fisik (gangguan konversi). −Menyalahkan kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin merupakan suatu strategis elf-handicaping (hipokondriasis)

3.2. Klasifikasi Gangguan SomatoformAda 5 gangguan somatoform yang spesifik yaitu :1. Gangguan konversiMerupakan bentuk perubahan yang mengakibatkan adanya perubahan fungsi fisik yang tidak dapat dilacak secara medis. Gangguan ini muncul dalam konflik atau pengalaman traumatik yang memberikan keyakinan akan adanya penyebab psikologis.2. HipokondriasisTerpaku pada keyakinan bahwa dirinya menderita penyakit yang serius. Ketakukan akan adanya penyakit terus ada meskipun secara medis telah diyakinkan. Sensasi atau rasa nyeri fisik biasanya sering diasosiasikan dengan gejala penyakit kronis tertentu.3. Gangguan somatisasi

Page 12: Tm 3 Sakit Kepala

Keluhan fisik yang muncul berulang mengenai simptom fisik yang tidak ada dasar organis yang jelas. Gangguan ini menyebabkan seseorang untuk melakukan kunjungan medis berkali-kali atau menyebabkan hendaya yang signifikan dalam fungsi.4. Gangguan dismorfik tubuhTerpaku pada kerusakan fisik yang dibayangkan atau berlebih-lebihan. Menganggap orang tidak memperhatikannya karena kerusakan tubuh yang dimilikinya (dipersepsikannya). Gangguan ini akan membawa seseorang pada perilaku komplusif seperti berulang-ulang berdandan, dll.5. Gangguan nyeriGejala utamanya adalah adanya nyeri pada satu atau lebih tempat yang tidak sepenuhnya disebabkan oleh kondisi medis atau neurologis nonpsikiatris, disertai oleh penderitaan emosional dan gangguan fungsional dan gangguan memiliki hubungan sebab yang masuk akal dengan factor psikologis.

3.4. Manifestasi Klinis Gangguan SomatoformManifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya (Kapita Selekta, 2001). Beberapa orang biasanya mengeluhkan masalah dalam bernafas atau menelan, atau ada yang “menekan di dalam tenggorokan”. Masalah-masalah seperti ini dapat merefleksikan aktivitas yang berlebihan dari cabang simpatis sistem saraf otonomik, yang dapat dihubungkan dengan kecemasan. Kadang kala, sejumlah simtom muncul dalam bentuk yang lebih tidak biasa, seperti “kelumpuhan” pada tangan atau kaki yang tidak konsisten dengan kerja sistem saraf. Dalam kasus-kasus lain, juga dapat ditemukan manifestasi di mana seseorang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit yang serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan (Nevid, dkk, 2005).

Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut (PPDGJ III, 1993). Dalam kasus-kasus lain, orang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan.Gambaran keluhan gejala somatoform :

Neuropsikiatri: −“kedua bagian dari otak saya tidak dapat berfungsi dengan baik” ;−“ saya tidak dapat menyebutkan benda di sekitar rumah ketika ditanya”Kardiopulmonal: −“ jantung saya terasa berdebar debar…. Saya kira saya akan mati”Gastrointestinal: −“saya pernah dirawat karena sakit maag dan kandung empedu dan belum ada dokter yang dapat menyembuhkannya”Genitourinaria: −“saya mengalami kesulitan dalam mengontrol BAK, sudah dilakukan pemeriksaan namun tidak di temukan apa-apa”Musculoskeletal−“saya telah belajar untuk hidup dalam kelemahan dan kelelahan sepanjang waktu”Sensoris: −“ pandangan saya kabur seperti berkabut, tetapi dokter mengatakan kacamata tidak akan membantu” Beberapa tipe utama dari gangguan somatoform adalah gangguan konversi, hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan gangguan somatisasi.

Gangguan somatisasi1. Adanya beberapa keluhan fisik (multiple symptom) yang berulang, dimana

ketika diperiksa secara fisik/medis, tidak ditemukan adanya kelainan tetapi ia tetap kontinyu memeriksakan diri. Gangguan tidak muncul karena penggunaan obat. Keluhan yang umumnya, misalnya sakit kepala, sakit perut, sakit dada, mestruasi tidak teratur, dll

2. Pasien menunjukkan keluhan dengan cara histrionik, berlebihan, seakan tersiksa/merana.

3. Berulang memeriksa diri ke dokter, kadang menggunakan berbagai obat, dirawat di RS bahkan dilakukan operasi.

4. Sering ditemukan masalah perilaku atau hubungan personal seperti kesulitan dalam pernikahan.

Gangguan konversi

Page 13: Tm 3 Sakit Kepala

1. Kondisi dimana panca indera atau otot-otot tidak berfungsi walaupun secara fisiologis, pada sistem saraf atau organ-organ tubuh tersebut tidak terdapat gangguan/kelainan.

2. Secara fisiologis, orang normal dapat mengalami sebagian atau kelumpuhan total pada tangan, lengan, atau gangguan koordinasi, kulit rasanya gatal atau seperti ditusuk-tusuk, ketidak pekaan terhadap nyeri atau hilangnya kemampuan untuk merasakan sensasi (anastesi), kelumpuhan, kebutaan, tidak dapat mendengar, tidak dapat membau, suara hanya berbisik, dll.

3. Biasanya muncul tiba-tiba dalam keadaan stres, adanya usaha individu untuk menghindari beberapa aktivitas atau tanggungjawab.

4. Konsep Freud : energi dari insting yang di repres berbalik menyerang dan menghambat fungsi saluran sensorimotor.

5. Kecemasan dan konflik psikologik diyakini diubah dalam bentuk simptom fisik.

Hipokondriasis1. Meyakini/ketakutan atau pikiran yang berlebihan dan menetap bahwa dirinya

memiliki suatu penyakit fisik yang serius2. Adanya reaksi fisik yang berlebihan terhadap sensasi fisik/tubuh (salah

interpretasi terhadap gejala fisik yang dialaminya), misalnya otot kaku, pusing/sakit kepala, berdebar-debar, kelelahan.

3. Melakukan banyak tes lab, menggunakan banyak obat, memeriksakan diri ke banyak dokter atau RS

4. Keyakinan ini terus berlanjut, tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dokter, walaupun hasil pemeriksaan medis tidak menunjukkan adanya penyakit dan sudah diyakinkan.

5. Keyakinan ini menyebabkan adanya distress atau hambatan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau aspek penting lainnya.

Gangguan dimorfik tubuh1. Keyakinan akan adanya masalah dengan penampilan atau melebih-lebihkan

kekurangan dalam hal penampilan (misalnya : keriput di wajah, bentuk atau ukuran tubuh)

2. Keyakinan/perhatian berlebihan ini meyebabkan stress, menghabiskan banyak waktu, menjadi mal-adaptive atau menimbulkan hambatan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau aspek penting lainnya (menghindar/tidak mau

bertemu orang lain, keluar sekolah atau pekerjaan), juga menyebabkan dirinya sering harus konsultasi untuk operasi plastik

3. Bagian tubuh yang diperhatikan sering bervariasi, kadang dipengaruhi budaya.

Gangguan nyeri1. Gangguan dimana individu mengeluhkan adanya rasa nyeri yang sangat dan

berkepanjangan, namun tidak dapat dijelaskan secara medis (bahkan setelah pemeriksaan yang intensif)

2. Rasa nyeri ini bersifat subyektif, tidak dapat dijelaskan, bersifat kronis, muncul di satu atau beberapa bagian tubuh.

3. Rasa nyeri ini menyebabkan stress atau hambatan dalam fungsi sosial, pekerjaan dan aspek penting lainnya.

4. Faktor-faktor psikologis sering memainkan peranan penting dalam memunculkan, memperburuk rasa nyeri.

3.5. Faktor Resiko Gangguan Somatoform Riwayat orangtua Pola asuh dalam keluarga yang salah Wanita lebih banyak menderita Memiliki kepribadian yang mudah cemas Orang yang tertutup Alkoholism Penyalahgunaan obat

3.6. Diagnosis Gangguan Somatoform

KRITERIA DIAGNOSTIK UNTUK GANGGUAN SOMATISASIUntuk gangguan somatisasi, diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut:a) Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak

dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun

b) Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya.

Page 14: Tm 3 Sakit Kepala

c) Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya.

Atau :A. Keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 tahun, terjadi selama periode beberapa tahun B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, −4 gejala (G) nyeri: sekurangnya empat tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau selama miksi)−2 G gastrointestinal: sekurangnya dua gejala selain nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)-1 G seksual: sekurangnya satu gejala selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang kehamilan).-1 G pseudoneurologis: sekurangnya satu gejala atau deficit yang mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis, sulit menelan, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia; atau hilangnya kesadaran selain pingsan).C. Salah satu (1)atau (2): −Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol) −Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan atau pura-pura).

4. Mengetahui dan menjelaskan aspek klinis gangguan somatisasi4.1. Klasifikasi gangguan nyeri4.2. faktor penyebab gangguan somatoform4.3. Faktor predisposisi gangguan somatoform (aspek kepribadian)4.4. Faktor presipitasi gangguan somatoform (aspek stressor psikossosial)4.5. Kriteria diagnosis gangguan nyeri somatoform

4.6. Kriteria versi PPDGJ-IIPENGGOLONGAN GANGGUAN JIWA DALAM PPDGJ III Penggolongan Gangguan Jiwa (PPDGJ III) F0 : GMO, termasuk Gangguan Mental Simptomatik F1 : Ggn Mental & Perilaku Akibat Zat Psikoaktif F2 : Skizofrenia, Ggn Skizotipal dan Ggn Waham F3 : Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) F4 : Ggn Neurotik, Ggn Somatoform dan Ggn ~ Stres F5 : Sind Tingkah Laku yg Berhub dg Ggn Fisiologis & Fisik F6 : Gangguan Kepribadian dan Perilaku Masa Dewasa F7 : Retardasi Mental F8 : Gangguan Perkembangan Psikologis F9 : Ggn Perilaku & Emosional dg Onset Biasanya pd Masa kanak dan Remaja

DIAGNOSIS MENURUT PPDGJ :Gangguan Somatoform Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang

berulang-ulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan sudah dijelaskan dokternya bahwa tidak ditemukan keluhan yang menjadi dasar keluhannya. Penderita juga menyangkal dan menolak untuk membahas kemungkinan kaitan antara keluhan fisiknya dengan problem atau konflik dalam kehidupan yang dialaminya bahkan meskipun didapatkan gejala-gejala anxietas dan depresi.

Tidak adanya saling pengertian antara dokter dan pasien mengenai kemungkinan penyebab keluhan-keluhannya yang menimbulkan frustasi dan kekecewaan pada kedua belah pihak

Gangguan SomatisasiPedoman diagnostikDiagnosis pasti memerlukan semua hal berikut : Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak

dapat dijelaskan atas dasar kelainan fisik yang sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun

Page 15: Tm 3 Sakit Kepala

Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhannya

Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga yang berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya

a. Gangguan Somatoform Tak Terinci Pedoman diagnostik Keluhan-keluhan fisik bersifat multipel, bervariasi dan menetap, akan tetapi

gambaran klinis yang khas dan lengkap dari gangguan somatisasi tidak terpenuhi

Kemungkinan ada ataupun tidaknya faktor penyebab psikologis belum jelas, akan tetapi tidak boleh ada penyebab fisik dan keluhan-keluhannya

b. Gangguan Hipokondrik Pedoman diagnostikUntuk diagnostik pasti, kedua hal ini harus ada : Keyakinan yang menetap adanya sekurang0kurangnya satu penyakit fisik

yang serius yang dilandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang-ulang tidak menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang menetap kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk penampakan fisik

Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhannya.

c. Gangguan Otonomik Somatoform Pedoman diagnostikDiagnosis pasti memerlukan semua hal berikut : Adanya gejala-gejala bangkitan otonomik seperti palpitasi, berkeringat,

tremor, muka panas/flushing, yang menetap dan mengganggu Gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu (gejala

tidak khas) Preokupasi dengan dan penderitaan (distress) mengenai kemungkinan adanya

gangguan yang serius (sering tidak begitu khas) dari sistem atau organ tertentu, yang tidak terpengaruh oleh hasil pemeriksaan berulang, maupun penjelasan dari dokter

Tidak terbukti adanya gangguan yang cukup berarti pada struktur/fungsi dari sistem atau organ yang dimaksud.

Karakter kelima : F45.30 = jantung dan sistem kardiovaskulerF45.31 = saluran pencernaan bagian atasF45.32 = saluran pencernaan bagian bawahF45.33 = sistem pernafasanF45.34 = sistem genito-urinariaF45.35 = sistem atau organ lainnya

d. Gangguan Nyeri Somatoform Menetap Pedoman diagnostik Keluhan utama adalah nyeri hebat, menyiksa, menetap, yang tidak dapat

dijelaskan sepenuhnya atas dasar proses fisiologik maupun adanya gangguan fisik

Nyeri timbul dalam hubungan dengan adanya konflik emosional atau problem psikososial yang cukup jelas untuk dapat dijadikan alasan dalam mempengaruhi terjadinya gangguan tersebut

Dampaknya adalah meningkatnya perhatian dan dukungan, baik personal maupun medis, untuk yang bersangkutan.

e. Gangguan Somatoform Lainnya Pedoman diagnostik Pada gangguan ini keluhan-keluhannya tidak sistem saraf otonom dan

terbatas secara spesifik pada bagian tubuh atau sistem tertentu Tidak ada kaitannya dengan kerusakan jaringan

Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi, F.45.0 gangguan somatisasi F.45.1 gangguan somatoform tak terperinci F.45.2 gangguan hipokondriasis F.45.3 disfungsi otonomik somatoform F.45.4 gangguan nyeri somatoform menetap F.45.5 gangguan somatoform lainnya F.45.6 gangguan somatoform YTT

Page 16: Tm 3 Sakit Kepala

DSM-IV, ada tujuh kelompok, lima sama dengan klasifikasi awal dari PPDGJ ditambah dengan gangguan konversi, gangguan dismorfik tubuh. Pada bagian psikiatri, gangguan yang sering ditemukan di klinik adalah gangguian somatisasi dan hipokondriasis

4.7. Kriteria versi DSM-IVKRITERIA DIAGNOSTIK UNTUK GANGGUAN SOMATISASI MENURUT DSM-IVA. Riwayat banyak keluhan fisik yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang

terjadi selama periode beberapa tahun dan membutuhkan terapi, yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan dan fungsi penting lainnya.

B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, dengan gejala individual yang terjadi pada sembarangan waktu selama perjalanan gangguan :1. Empat gejala nyeri : riwayat nyeri yang berhubungan dengan

sekurangnya empat tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rektum selama menstruasi, selama berhubungan seksual atau selama miksi)

2. Dua gejala gastrointestinal : riwayat sekurangnya dua gejala gastrointestinal selain nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)

3. Satu gejala seksual : riwayat sekurangnya satu gejala seksual atau reproduktif selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi, mendtruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang kehamilan)

4. Salah satu gejala pseudoneurologis : riwayat sekurangnya satu gejala atau defisit yangmengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gejala konversi seperti gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis atau kelemahan setempat, ssulit menelan atau benjolan di tenggorokan, afonia, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang, amnesia, hilangnya kesadaran selain pingsan)

C. Salah (1) atau (2) :1. Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak

dapat dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi umum medis yang

dikenal atau efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat atau alkohol)

2. Jika terdapat kondisi umum medis, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkiraannya dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium

D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau pura-pura)

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan KonversiA. Satu atau lebih gejala atau defisit yang mengenai fungsi motorik volunter

atau sensorik yang mengarahkan pada kondisi neurologis atau kondisi medis lain

B. Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit karena awal atau eksaserbasi gejala atau defisit adalah didahului oleh konflik atau stressor lain

C. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (pura-pura)

D. Gejala atau defisit tidak dapat, setelah penelitian yang diperlukan, dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi umum medis atau oleh efek langsung suatu zat, atau sebagai perilaku atau pengalaman yang diterima secara kultural

E. Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain atau memerlukan pemeriksaan medis.

F. Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak dapat diterangkan dengan lebih baik oleh gangguan mental lain.

Sebutkan tipe gejala atau defisit : Dengan gejala atau defisit motorik Dengan gejala atau defisit sensorik Dengan kejang atau konvulsi Dengan gambaran campuran

Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis

Page 17: Tm 3 Sakit Kepala

A. Perokupasi dengan ketakutan menderita atau ide bahwa ia menderita, suatu penyakit serius didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap gejala-gejala tubuh

B. Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat dan penentraman

C. Keyakinan dalam kriteria A tidak memiliki intensitas waham (seperti gangguan delusional, tipe somatik) dan tidak terbatas pada kekhawatiran tentang penampilan (seperti gangguan dimorfik tubuh)

D. Perokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain.

E. Lama gangguan sekurangnya 6 bulanF. Perokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan

umum, gangguan obsesif-komplusif, gangguan panik, gangguan depresi berat, cemas perpisahan, atau gangguan somatoform lain

Sebutkan jika : dengan tilikan buruk : jika untuk sebagian besar waktu selama episode berakhir, orang tidak menyadari bahwa kekhawatirannya tentang menderita penyakit serius adalah berlebihan atau tidak beralasan.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Dismorfik TubuhA. Perokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika ditemukan sedikit

anomali tubuh, kekhawatiran orang tersebut adalah berlebihan dengan nyata.B. Perokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau

gangguan dalam fungsi sosial,pekerjaan atau fungsi penting lain.C. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain

(misalnya ketidakpuasaan dengan bentuk dan ukuran tubuh pada anorexia nervosa)

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan NyeriA. Nyerii pada satu tempat atau lebih tempat anatomis merupakan pusat

gambaran klinis dan cukup parah untuk memerlukan perhatian khususB. Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan

dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainC. Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset,

kemarahan, eksaserbasi atau bertahannya nyeriD. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat

E. Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.

Tuliskan seperti berikut : gangguan nyeri berhubungan dengan faktor psikologis : faktor psikologis dianggap memiliki peranan besar dalam onset, keparahan, eksaserbasi dan bertahannya nyeriSebutkan jika :Akut : durasi kurang dari 6 bulanKronis : durasi 6 bulan atau lebih

Gangguan nyeri berhubungan baik dengan faktor psikologis maupun kondisi medis umumSebutkan jika :Akut : durasi kurang dari 6 bulanKronik : durasi 6 bulan atau lebih

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatoform yang Tidak DigolongkanA. Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan,

keluhan gastrointestinal, atau saluran kemih)B. Salah satu (1) atau (2) :

1. Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi umum medis yang diketahui atau oleh efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat atau alkohol)

2. Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkiraan menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium.

C. Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain

D. Durasi gangguan sekurangnya enam bulanE. Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain

(misalnya gangguan somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan tidur atau gangguan psikotik)

F. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat

4.8. Terapi psikosuportif

Page 18: Tm 3 Sakit Kepala

a. Gangguan SomatoformPenanganan biasanya melibatkan terapi psikodinamika atau kognitif-behavioral.~ Penanganan Biomedis yakni penggunaan anti depresan yang terbatas dalam menangani hipokondreasis. Terapi kognitif Behavioral dapat berfungsi pada menghilangkan sumber-sumber reinforcement sekunder( keuntungan sekunder), memperbaiki perkembangan keterampilan coping untuk mengatasi stress dan memperbaiki keyakinan yang berlebihan atau terdistorsi mengenai kesehatan atau penampilan seeorang Terapi psikodinamika atau yang berorientasi terhadap pemahaman dapat ditujukan untuk mengidentifikasi dan mengenali konflik-konflik yang mendasarinya.

b. Gangguan DissosiatifGangguan identitas dissosiatif tetap merupakan tantangan bagi sejumlah penanganan; amnesia dissosiative dan fugue dissosiatif cenderung terselesaikan dengan sendirinya. Penanganan biomedis yakni terapi obat( tipe anti depresan-SSRI) dapat membantu menangani gangguan depersonalisasi. Terapi psokodinamika, untuk gangguan dissosiative. Terapi psokoanalistik dapat digunakan untuk mendapat integrasi kembali dari kepribadian.

4.9. Prognosa

5. Penatalaksanaan medikamentosa pasien dengan nyeriPRINSIP PENATALAKSANAAN NYERIPengobatan nyeri harus dimulai dengan analgesik yang paling ringan sampai ke yang paling kuat. Tahapannya: Tahap I : analgesik non-opiat : AINS Tahap II : analgesik AINS + ajuvan (antidepresan) Tahap III : analgesik opiat lemah + AINS + ajuvan Tahap IV : analgesik opiat kuat + AINS + ajuvanContoh ajuvan : antidepresan, antikonvulsan, agonis α2, dll.

ANALGESIK OPIOID (NARKOTIK)

Analgesik opioid (narkotik) terdiri dari berbagai derivat dari opium seperti morfin dan kodein. Narkotik dapat menyebabkan penurunan nyeri dan memberikan efek euforia (kegembiraan).Terdapat dua jenis utama opoid murni, yaitu:1. Agonis murniMerupkan obat opoid murni yang berkaitan dengan kuat terhadap reseptor, menghasilkan efek maksimum dalam menghambat nyeri.2. Kombinasi agonis-antagonisObat kelompok ini dapat memberikan efek seperti opioid (dalam menghambat nyeri) jika diberikan pada klien yang tidak mendapat opioid murni.1) Opioid (narkotika)Opioid sangat efektif untuk menghilangkan nyeri pasca operatif dan nyeri berat lainnya.

FarmakodinamikaOpioid menimbulkan efek primernya terhadap susunan saraf pusat dan organ yang mengandung otot polos. Opioid menimbulkan analgesia, rasa mengantuk eforia, depresi pernapasan terkait dosis, gangguan respons adrenokorteks terhadap stres (pada dosis tinggi), dan penurunan tahana perifer (dilatasi arteriol dan venosa) dengan sedikit atau tanpa efek terhadap indeks jantung. Efek terapiutik opioid pada edema paru merupakan akibat sekunder dari peningkatan pada dasar kapasitansi. Efek konstipasi opioid timbul akibat induksi dari kontraksi non propulsif melalui traktus gastro intestinal. Opioid dapat menyebabkan spasme traktus biliaris dan peningkatan tekanan duktus biliaris komunis diatas kadar pra obat. Depresi reflek batuk adalah melalui efek langsung terhadap pusat batuk dalam medula. Opioid mengurangi aliran darah ke otak dan tekanan intra kranial.Dapat menimbulkan mual dan muntah dengan mengaktifasi zona pemicu kemoreseptor. Opioid melepaskan histamin dan dapat menyebabkan pruritus setelah pemberian oral atau sistemik. Perubahan modulasi sensorik sebagai akibat sekunder pengikatan langsung opioid pada reseptor opiatdalam medula oblongata dapat merupakan mekanisme terjadinya pruritus setelah pemberian epidural / intratekal. Analgesia intra artikuler terjasi sebagai akibat sekunder pengikatan opioid dengan reseptor opiat dalam sinovium.

Farmakokinetika

Page 19: Tm 3 Sakit Kepala

1. Awitan aksi; IV < 1 menit, IM 1-5 menit, SK 15-30 menit, oral 15-60 menit dan epidural spinal 15-60 menit.

2. Efek puncak; IV 5-20 menit, IM 30-60 menit, SK 50-90 menit, oral 30-60 menit dan epidural / spinal 90 menit.

3. Lama aksi; IV, IM, SK, 2-7 jam, oral 6-12 jam dan epidural / spinal 90 menit. 4. Interaksi / toksisitas; efek depresi SSP dan sirkulasi dipotensiasi oleh alkohol,

sedatif, antihistamin, fenotiazin, butirofenon, inhibitor MAO dan antidepresan trisiklik. Dapat mengurangi efek diuretik pada pasien dengan gagal jantung kongestif. Anelgesia dipertinggi dan diperpanjang oleh agonis alfa-2. Penambahan epineprin dan morpin intratekal / epidural menimbulkan peningkatan efek samping dan perpanjangan blok motorik.

5. Efek samping a) Kardiovaskuler; Hipotensi, hipertensi, bradikardi, aritmia, kekakuan dinding

dada. b) Pulmoner; Bronkospame dan laringospasme. c) SSP; penglihatan kabur, sinkope, euforia dan disforia. d) Urinaria; retensi urine, efek anti diuretik dan spasme ureter. e) Gastrointestinal; spasme traktus biliaris, konstipasi, anoreksia, mual, muntah

dan penundaan pengosongan lambung. f) Mata; miosis g) Muskuloskletal; kekakuan dinding dada. h) Alergi; pruritus dan urtikaria.

NON STEROID ANTI INFLAMASI DRUGS (NSAID) Non Steroid Anti Inflamasi Drugs (NSAID) Sangat efektif untuk menghilangkan nyeri pasca operatif dan nyeri berat lainnya. Sangat baik digunakan pada pasien yang rentan terhadap efek pendepresi pernapasan dari opioid atau mengalami toleransi terhadap opioid karena penggunaan jangka panjang.

Farmakodinamika NSAID memperlihatkan aktivitas analgesik, anti inflamasi dan anti piretika NSAID diduga dapat menurunkan nyeri dengan menghambat produksi prostaglandin dari jaringan yang mengalami trauma atau inflamasi, yang menghambat reseptor nyeri untuk menjadi sensitif terhadap stimulus menyakitkan sebelumnya. NSAID juga mempunyai suatu aksi sentral. Pada dosis klinis tidak terdapat perubahan yang abermakna pada jantung atau parameter hemodinamik. NSAID menghambat agregasi trombosit dan memperpanjang masa perdarahan. NSAID ditoleransi dengan baik oleh banyak pasien. Namun, mereka yang mengalami kerusakan fungsi ginjal dapat membutuhkan dosis yang lebih kecil dan harus dipantau ketat terhadap efek sampingnya.

Farmakokinetika 1. Awitan aksi; IV < 1 menit, IM < 10 menit dan oral < 1 jam. 2. Efek puncak; IV / IM / oral 1-3 jam. 3. Lama aksi; IV / IM / oral 3-7 jam. 4. Interaksi dan toksisitas; efek dipotensiasi dengan pemberian bersama salisilat,

peningkatan toksisitas litium, metotreksat. Risiko perdarahan ditingkatkan dengan pemberian bersama dengan antikoagulan atau terapi heparin dosis rendah. Dapat mencetuskan gagal ginjal pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, gagal jantung atau disfungsi hati, pasien dengan terapi diuretik dan manula.

5. Efek samping a) Kardiovaskuler; vasodilatasi, pucat, angina b) Pulmoner; dispnoe, asma c) SSP; rasa mengantuk, pusing, sakit kepala, berkeringat, depresi dan euforia. d) Gastrointestinal; ulserasi, perdarahan, dispepsia, mual, muntah, diare dan e) nyeri gastrointestinalis. f) Dermatologi; pruritus dan urtikaria.

Obat Masa Efektif KeteranganMorfin Suntikan IV/IM : 2-3 jam

Per-oral : 3-4- jamSediaan Lepas Lambat : 8-12 jam

Mulai kerjanya cepatSediaan per-oral efektif untuk mengatasi nyeri kanker

Kodein Per oral : 3-4 jam Kurang kuat dibanding morfinKadang diberikaan bersamaan asetaminofen/aspirin

Meperidin IV / IM : 3 jamPer-oral : tidak terlalu efektif

Bisa menyebabkan epilepsi, tremor, dan kejang otot

Metadon Per-oral : 4-6- jam, atau lbh lama

Digunakan juga untuk pasien putus obat karena heroin

Proksifen Per oral : 3-4 jam Biasa diberikan bersamaan dengan aspirin/asetaminofen, utk nyeri ringan

Page 20: Tm 3 Sakit Kepala

6. Konsultasi perkwinan & cara membina keluarga sakinah, mawaddah, warahmahSakinah mawaddah warahmah.Kata “Sakinah”. Sakinah merupakan pondasi dari bangunan rumah tangga yang sangat penting. Tanpanya, tiada mawaddah dan warahmah. Sakinah itu meliputi kejujuran, pondasi iman dan taqwa kepada Allah SWT.

Dalam Al Qur’an pun dikatakan bahwa suatu saat, akan banyak orang yang saling berkasih sayang di dunia, tetapi di akhirat kelak mereka akan bermusuhan, menyalahkan dan saling melempar tanggung jawab. Kecuali orang-orang yang berkasih sayang dilandasi dengan cinta kepada Allah SWT.

Kata adalah mawaddah. Mawaddah itu berupa kasih sayang. Setiap mahluk Allah kiranya diberikan sifat ini, mulai dari hewan sampai manusia. Dalam konteks pernikahan, contoh mawaddah itu berupa “kejutan” suami untuk istrinya, begitu pun sebaliknya. Misalnya suatu waktu si suami bangun pagi-pagi sekali, membereskan rumah, menyiapkan sarapan untuk anak-anaknya. Dan ketika si istri bangun, hal tersebut merupakan kejutan yang luar biasa.

Kata terakhir adalah warahmah. Warahmah ini hubungannya dengan kewajiban. Kewajiban seorang suami menafkahi istri dan anak-anaknya, mendidik, dan memberikan contoh yang baik. Kewajiban seorang istri untuk mena’ati suaminya. Intinya warahmah ini kaitannya dengan segala kewajiban.

Kewajiban Suami Istri dalam   Islam

HAK BERSAMA SUAMI ISTRI1. Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan

rahmah. (Ar-Rum: 21)2. Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing

pasangannya. (An-Nisa’: 19 – Al-Hujuraat: 10)3. Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa’: 19)4. Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)

SUAMI KEPADA ISTRI1. Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam

menjalankan agama. (At-aubah: 24)2. Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah clan

Rasul-Nya. (At-Taghabun: 14)3. Hendaknya senantiasa berdo’a kepada Allah meminta istri yang sholehah.

(AI-Furqan: 74)4. Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi

nafkah (makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika beristri lebih dari satu. (AI-Ghazali)

5. Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang tidak menyakitkan. (An-Nisa’: 34) … ‘Nusyuz’ adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah.

6. Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)

7. Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-Thalaq: 7)

8. Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)9. Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga.

Sebaiknya terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan. (Baihaqi, Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri)

10. Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Ya’la)

11. Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang, tanpa kasar dan zhalim. (An-Nisa’: 19)

12. Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam rumah sendiri. (Abu Dawud).

13. Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih)

14. Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukum-hukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)

15. Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa’: 3)16. Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasa’i)

Page 21: Tm 3 Sakit Kepala

17. Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa. (AIGhazali)

18. Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu kepada istrinya. (AI-Baqarah: 40)

ISTRI KEPADA SUAMI1. Hendaknya istri menyadari clan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-

Iaki adalah pemimpin kaum wanita. (An-Nisa’: 34)2. Hendaknya istri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih

tinggi daripada istri. (Al-Baqarah: 228)3. Istri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa’: 39)4. Diantara kewajiban istri terhadap suaminya, ialah: a. Menyerahkan dirinya,

b. Mentaati suami, c. Tidak keluar rumah, kecuali dengan ijinnya, d. Tinggal di tempat kediaman yang disediakan suami, e. Menggauli suami dengan baik. (Al-Ghazali)

5. Istri hendaknya selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun sedang dalam kesibukan. (Nasa’ i, Muttafaqun Alaih)

6. Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk menggaulinya, lalu sang istri menolaknya, maka penduduk langit akan melaknatnya sehingga suami meridhainya. (Muslim)

7. Istri hendaknya mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah swt. mengampuni dosa-dosa seorang Istri yang mendahulukan hak suaminya daripada hak orang tuanya. (Tirmidzi)

8. Yang sangat penting bagi istri adalah ridha suami. Istri yang meninggal dunia dalam keridhaan suaminya akan masuk surga. (Ibnu Majah, TIrmidzi)

9. Kepentingan istri mentaati suaminya, telah disabdakan oleh Nabi saw.: “Seandainya dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan perintahkan istri bersujud kepada suaminya. .. (Timidzi)

10. Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya. (Thabrani)11. Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan

suami(Thabrani)12. Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di

belakangnya (saat suami tidak di rumah). (An-Nisa’: 34)

13. Ada empat cobaan berat dalam pernikahan, yaitu: (1) Banyak anak (2) Sedikit harta (3) Tetangga yang buruk (4) lstri yang berkhianat. (Hasan Al-Bashri)

14. Wanita Mukmin hanya dibolehkan berkabung atas kematian suaminya selama empat bulan sepuluh hari. (Muttafaqun Alaih)

Wanita dan laki-laki mukmin, wajib menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluannya. (An-Nur: 30-31)

SUMBERPotter. (2005). Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta: EGC. Hlm 1502-1533.Tamsuri, A. (2007). Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta : EGC. Hlm 1-63Corwin, E.J. (1997). Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta:Buku kedokteran EGCPrice, Sylvia A. 1995. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit edisi 4. Jakarta : EGC.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010. Buku Ajar Psikiatri. Cetakan pertama. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. JakartaKaplan, B.J., Sadock, V.A. 2007, Kaplan &