29
PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM TABLET DENGAN SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS KELOMPOK III Nama Anggota : 1. Putu Agus Gradian Wijaya P07134009015 2. Gede Hardy Surya Cipta P07134009018 3. Siti Hamidah Diyah P07134009023 4. Ni Komang Ayu Prathiwi P07134009024 5. Gusti Agung Sinta Paramitha P07134009025 6. Dwi Suarthini P07134009026 7. Dewa Agus Krisna Pramana P07134009027 8. Putu Novi Kharisma Dewi P07134009028 9. Putu Cintya Marjayanti P07134009029 10. Ni Putu Eva Wiyatni P07134009030

TOKSIKOLOGI DIYAH 2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TOKSIKOLOGI DIYAH 2

PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM TABLET DENGAN

SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

KELOMPOK III

Nama Anggota :

1. Putu Agus Gradian Wijaya P07134009015

2. Gede Hardy Surya Cipta P07134009018

3. Siti Hamidah Diyah P07134009023

4. Ni Komang Ayu Prathiwi P07134009024

5. Gusti Agung Sinta Paramitha P07134009025

6. Dwi Suarthini P07134009026

7. Dewa Agus Krisna Pramana P07134009027

8. Putu Novi Kharisma Dewi P07134009028

9. Putu Cintya Marjayanti P07134009029

10.Ni Putu Eva Wiyatni P07134009030

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN ANALIS KESEHATAN

TAHUN AJARAN 2010-2011

Page 2: TOKSIKOLOGI DIYAH 2

PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM TABLET DENGAN

SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

I. Tujuan :

1. Dapat membuat kurva hubungan konsentrasi parasetamol dan absorbansi pada

panjang gelombang maksimum.

2. Dapat membuat persamaan regresi linier.

3. Dapat menentukan kadar parasetamol dalam tablet dengan spektrofotometri

UV-Vis dengan kurva kalibrasi regreasi dan persamaan garis regresi linier.

II. Dasar Teori

II.1 Parasetamol

Parasetamol (asetaminofen) merupakan senyawa rurunan sintetis dari p-

aminofenol yang memberikan efek analgetik dan antipiretik. Senyawa ini

mempunyai rumus kimia N-asetil-p-amonofenol atau p-asetamidofenol atau 4’-

hidroksiasetalinid, bobot molekul 151,16 gram/mol dengan rumus kimia

C8H9NO2 dan mempunyai struktur molekul sebagai berikut :

Gambar 1. Struktur Kimia Parasetamol

Parasetamol bila diukur absorbansinya pada spektrofotometri UV akan

memperlihatkan absorbansi maksimum pada panjang gelombang 245 nm untuk

larutan asam dan 257 nm untuk larutan basa.

II.2 Sifat Fisiko Kimia

Tablet parasetamol mengandung asetaminofen C8H9NO2, tidak kurang dari

95,0 % dan tidak lebih dari 105,0 %, dari jumlah yang tertera pad etiket.

Parasetamol berupa hablur atau serbuk hablur putih, tidak berbau dan berasa pahit

Page 3: TOKSIKOLOGI DIYAH 2

yang larut dalam 70 bagian air, 7 bagian etanol 95 % P, 13 bagian aseton P, 40

bagian gliserol P, 9 bagian propilemglikol P, dan larut dalam alkali hidroksida

(Anonim, 1979).

Parasetamol memiliki pKa 9,5 (25oC), kisien partisi 0,5 dan titik leleh 169o-

170,5oC. Larutan jenuh parasetamol memiliki pH antara 5,3-6,5 (Moffat.,2005).

Parasetamol memenuhi uji identifikasi secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

dengan menggunakan 1 mg per ml dalam methanol P dan fase gerak

diklorometana P-methanol (4:1).

II.3 Identifikasi

Spektrofotometri serap dilakukan pada daerah ultraviolet (panjang gelombang

190-380 nm). Meskipun daerah UV dari suatu zat yang tidak khas tetapi sangat

cocok pada penetapan kuantitatif, dan untuk beberapa zat berguna untuk

identifikasi.

Spektrum serapan UV : Larutan asam 245 (A’1 = 668a); larutan alkali = 257

nm (A’1 = 715a).

Gambar 2. Spektrum UV Parasetamol

II.4 Indikasi

Sekalipun ekivalen dengan aspirin sebagai agen analgetik dan antipiretik yang

efektif, parasetamol berbeda karena sifat antiinflamasinya lemah. Ia tidak

mempengaruhi kadar asam urat dan plateletnya lemah. Obat ini berguna untuk

nyeri ringan sampai sedang, seperti sakit kepala, mialgia, nyeri pasca persalinan

dan keadaan lain dimana aspirin tidak efektif sebagai analgesik. Untuk analgesik

ringan, parasetamol adalah obat yang disukai pada pasien yang elergi terhadap

Page 4: TOKSIKOLOGI DIYAH 2

aspirin atau bilamana salisilat tidak bisa ditoleransi. Ia lebih disukai daripada

aspirin pada pasien dengan hemofilia atau ulkuks peptikum. Berbeda dengan

aspirin, parasetamol tidak mengantagonis efek-efek agen-agen urikosurik;

parasetamol dapat dipergunakan bersama dengan probenecid dalam pengobatan

pirai. Parasetamol lebih disukai daripada aspirin pada anak-anak dengan infeksi-

infeksi virus.

II.5 Farmakokinetika

Parasetamol diberikan secara oreal. Penyerapan dihubungkan dengan tingkat

pengosongan perut dan konsentrasi darh puncak biasanya tercapai dalam 30-60

menit. Parasetamol mikrosomal hati dan diubah menjadi sulfat dan glukorida

acetaminopen, yang secara farmakologis tidak aktif. Kurang dari 5 %

diekskresikan dalam keadaan tidak berubah. Metabolit minor, tetapi sangat aktif

(N-acetyl-p-benzoquinone) adalah penting dalam dosis besar karena efek toksinya

terhadap hati danginjal. Waktu paruh parasetamol adalah 2-3 jam dan relatif tidak

berpengaruh oleh fungsi ginjal. Dengan kualitas toksik atau penyakit hati, waktu

paruhnya dapat meningkat dua kali lipat atau lebih.

II.6 Efek-efek yang Tidak Diinginkan

Dalam dosis terapetik sedikit peningkatan enzim-enzim hati kihentikan.

Dengan dosis yang lebihadang-kadang bisa terjadi tanpa adanya ikterus: keadaan

ini revesibel bila obat dihentikan. Dengan dosis yang lebih besar, pusing-pusing,

ketegangan dan disorientasi bisa terlihat. Menelan 15 gram acetaminophen bisa

fatal, kematian disebabkan oleh hepatotoksik yang hebat dengan nekrosis lobules

sentral, kadang-kadang dikaitkan dengan nekrosis tubular ginjal akut. Gejala-

gejala awal dari kerusakan hati meliputi mual, muntah-muntah, diare dan nyeri

perut. Data baru juga menunjukkan acetaminophen dalam kasus kerusakan ginjal

hati yang langka dari kerusakan. Kerusakan ini telah terjadi bahkan sesudah

pemberian acetaminophen dosis biasa. Terapi tidak sangat memuaskan daripada

terapi untuk overdosis aspirin. Di samping terapi suportif, tindakan-tindakan yang

terbukti sangat berguna adalah pemberian grup-grup sulfhydryl untuk menetralisir

metabolit-metabolit yang toksik. Acetylcysteine dipakai untuk tujuan ini. Anemia

hemolitik dan metemoglobinemia, pernah dilaporkan dengan pemakaian

phenacetyn, jarang terlihat dengan pemakaian acetaminophen. Nefritis interstisial

Page 5: TOKSIKOLOGI DIYAH 2

dan nekrosis papilla yang merupakan komplikasi serius dari phenacetyn, namun

dengan pemakaian acetaminophen kronis yang luas tidak terjadi, padahal

kenyataannya kurang lebih 80 % dari phenacetyn dengan cepat dimetabolisme

menjadi acetaminophen. Pendarahan gastrointestinal tidak terjadi. Harus berhati-

hati pada penderita sakit hati.

II.7 Spektrofotometri UV-Vis

Analisis kuantitatif dengan metode spektrofotometri UV-Vis dapat

digolongkan atas tiga macam pelaksanaan pekerjaan, yaitu : (1) analisi zat

tunggal atau analisis satu kompenen; (2) analisia kuantitatif campuran dua macam

zat atau analisis dua kompenen; dan (3) analisis kuantitatif campuran tiga macam

zat atau lebih (analisis multi kompenen).

II.7.1 Analisis Kompenen Tunggal

Jika absorpsi suatu seri konsentrasi larutan diukur pada panjang

gelombang, suhu, kondisi pelarut yang sama; dan absorbansi masing-

masing larutan diplotkan terhadap konsentrasinya maka suatu garis lurus

akan teramati sesuai dengan persamaan Hukum Lambert Beer. Grafik ini

disebut dengan plot hukum Lambert Beer dan jika garis yang dihasilkan

merupakan suatu garis lurus maka dapat dikatakan bahwa hukum Lambert

Beer dipenuhi pada kisaran konsentrasi yang teramati.

Cara lain untuk menetapkan kadar sampel adalah dengan

menggunakan perbandingan absorbansi sampel dengan absorbansi baku

atau dengan menggunakan persamaan regresi linier yang menyatakan

hubungan konsentrasi baku dengan absorbansinya. Persamaan kurva baku

digunakan untuk menghitung kadar dalam sampel.

Data spektra UV-Vis secara tersendiri tidak dapat digunakan untuk

identifikasi kualitatif obat atau metabolitnya. Sedangkan pada aspek

kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan (larutan sampel)

dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Radiasi yang

diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar

yang diteruskan dengan intensitas sinar yang diserap jika tidak ada spesies

penyerap lainnya. Intensitas atau kekuatan radiasi cahaya sebanding

dengan jumlah foton yang melalui satu-satuan luas penampang per detik.

Page 6: TOKSIKOLOGI DIYAH 2

Besarnya intensitas energi REM yang diabsorpsi proporsional dengan

jumlah kromofornya (konsentrasinya), dan hubungan proporsional ini

dirumusan jumlah foton yang melalui satu-satuan luas penampang per

detik. Besarnya intensitas energi REM yang diabsorpsi proporsional

dengan jumlah kromofornya (konsentrasinya), dan hubungan proporsional

ini dirumuskan dalam bentuk persamaan Hukum Limbert Beer :

Keterangan :

A = Absorbansi

€ = Absorptivitas molar (cm mg/mL)

b = Tebal kuvet (cm)

c = Konsentrasi (mg/mL)

Dengan mengetahui nilai absorbansi dari larutan sampel, melaui kurva

kalibrasi dapat ditentukan konsentrasinya. Penetapan kadar parasetamol

juga dapat ditentukan melalui persamaan regresi linier :

Keterangan :

y = Absorbansi

x = Konsentrasi

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisa dengan

spektrofotometri UV-Vis terutama untuk senyawa yang semula tidak

berwarna yang akan dianalisis dengan spektrofotometri visible karena

senyawa tersebut harus diubah terlebih dahulu menjadi senyawa yang

berwarna.

a. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Vis

Hal yang perlu dilakukan jika senyawa yang dianalisis tidak

menyerap pada daerah tersebut. Cara yang digunakan adalah dengan

merubah menjadi senyawa lain atau direaksikan dengan pereaksi

tertentu. Pereaksi yang digunakan harus memenuhi beberapa

persyaratan tertentu yaitu :

1. Reaksinya reaktif dan sensitif

2. Reaksinya cepat, kuantitatif, dan reprodusibel

A = є b c

y = bx + a

Page 7: TOKSIKOLOGI DIYAH 2

3. Hasil reaksi stabil dalam jangka waktu yang lama

Keselektifan dapat dinaikkan dengan mengatur pH, pemakaian

masking agent, atau penggunaan teknik ekstraksi.

b. Waktu operasional (operating time)

Cara ini biasa digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau

pembentukan warna. Tujuan untuk mengetahui waktu pembentukan

yang stabil. Waktu operasional ditentukan dengan hubungan antara

waktu pengukuran dengan absorbansi larutan.

Pada saat awal terjadi reaksi, absorbansi senyawa yang berwarna

ini meningkat sampai waktu tertentu hingga diperoleh absorbansi yang

stabil. Semakin lama waktu pengukuran, mak ada kemungkinan

senyawa yang berwarna tersebut menjadi rusak atau terurai sehingga

intensitas warnanya turun akibatnya absorbansinya juga turun. Karena

alasan inilah, maka untuk pengukuran senyawa berwarna (hasil suatu

reaksi kimia) harus dilakukan pada saat waktu operasional.

c. Pemilihan panjang gelombang

Panjamg gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif

adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal.

Untuk memilih panjang gelombang maksimal, dilakukan dengan

membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang

gelombang dari suatau larutan baku pada konsentrasi tertentu.

Ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang

gelombang maksimal, yaitu :

1. Pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga

maksimal karena pada panjang gelombang maksimal tersebut,

perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah

yang paling besar.

2. Di sekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva

absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum Lambert

Beer akan terpenuhi.

Page 8: TOKSIKOLOGI DIYAH 2

3. Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang

disebabkan oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan

kecil seketika digunakan panjang gelombang maksimal.

d. Pembuatan kurva baku

Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan

berbagai konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan

berbagai konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan

hubungan antara absorbansi (y) dengan konsentrasi (x). Kurva baku

sebaiknya sering diperiksa ulang. Penyimpangan dari garis lurus

biasanya dapat disebabkan oleh : (i) kekuatan ion yang tinggi; (ii)

perubahan suhu; dan (iii) reaksi ikutan yang terjadi.

e. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan

Absorban yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara

0,2 sampai 0,8 atau 15 % sampai 70 % jika dibaca sebagai transmitan.

Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa kesalahan dalam pembacaan

T adalah 0,005 atau 0,5 % (kesalahan fotometrik).

II.7.2 Linieritas

Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh

hasil-hasil uji secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada

kisaran yang diberikan. Linieritas suatu metode merupakan ukuran

seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara respon (y)

dengan konsentrasi (x). Linieritas dapat diukur dengan melakukan

pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbeda-beda. Data yang

diperoleh selanjutnya diproses dengan metode kuadrat terkecil, untuk

selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan (slope), intersep dan

koefisien korelasi.

Linieritas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan

respon yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik

yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang

metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah

ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan dan

Page 9: TOKSIKOLOGI DIYAH 2

linieritas yang dapat diterima. Linearitas biasanya dinyatakan dalam istilah

variansi sekitar arah garis regresi yang dihitung berdasarkan persamaan

matematik data yang diperoleh dari hasil uji analit dalam sampel dengan

berbagai konsentrasi analit. Perlakuan matematik dalam pengujian

linearitas adalah melalui persamaan garis lurus dengan metode kuadrat

terkecil antara hasil analisis terhadap konsentrasi analit. Dalam beberapa

kasus, untuk memperoleh hubungan proporsional antara hasil pengukuran

dengan konsentrasi analit, data yang diperoleh diolah melalui transformasi

matematik dulu sebelum dibuat analisis regresinya. Dalam praktek,

digunakan satu seri larutan yang berbeda konsentrasinya antara 50–150 %

kadar analit dalam sampel. Di dalam pustaka, sering ditemukan rentang

konsentrasi yang digunakan antara 0 – 200 %. Jumlah sampel yang

dianalisis sekurang-kurangnya delapan buah sampel blanko. Sebagai

parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada

analisis regresi linier y = a + bx. Hubungan linier yang ideal dicapai jika

nilai b = 0 dan r = +1 atau -1 tergantung pada arah garis. Sedangkan nilai a

menunjukkan kepekaan analisis terutama instrumen yang digunakan.

Parameter lain yang harus dihitung adalah simpangan baku residual (Sy).

Dengan menunjukkan kalkulator atau perngkat lunak komputer, semua

perhitungan matematik tersebut dapat diukur :

III. Alat dan Bahan

III.1 Alat :

1. Spekrofotometer UV-Vis 13. Corong gelas

Page 10: TOKSIKOLOGI DIYAH 2

2. Kuvet 14. Sendok tanduk

3. Labu takar 10 mL 15. Batang pengaduk

4. Labu takar 25 mL 16. Sudip

5. Labu takar 100 mL 17. Timbangan

6. Pipet volume 1 mL 18. Mortar dan stamper

7. Pipet volume 2 mL 19. Tisuue

8. Pipet volume 5 mL 20. Lap

9. Pipet volume 10 ml 21. Kertas perkamen

10. Gelas beaker 22. Kertas saring

11. Botol vial 23. Sudip

12. Pipet tetes

III.2 Bahan :

1. Tablet parasetamol 500 mg

2. Parasetamol sebuk

3. NaOH padat

4. Aquadest

IV. Prosedur Kerja

IV.1 Pembuatan Larutan NaOH 0,1 N

1. Ditimbang sebanyak 2,00 gram NaOH padat

2. Dilarutkan dengan sedikit aquadest bebas CO2.

3. Dimasukkan ke dalam labu ukur 500 mL

4. Ditambahkan aquadest bebas CO2 hingga tanda batas

5. Dikocok hingga larut homogen.

Perhitungan :

NaOH Na+ + Cl-

M = N X e= 0,1 grek/L X 1 mol/grek= 0,1 mol/L

M = nV

n = M X V

Page 11: TOKSIKOLOGI DIYAH 2

= 0,1 mol X 1 mol/grek= 0,1 mol

n = m Mr

m = n X Mr = 0,05 mol X 40 gram/mol = 2 gram

IV.2 Pembuatan Larutan Stok Baku Parasetamol

1. Ditimbang 1,0 mg parasetamol

2. Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml

3. Ditambahkan larutan NaOH 1 N hingga tanda batas

4. Dikocok hingga homogen

Perhitungan Pengenceran :

1. 10 mg dalam 10 ml NaOh → konsentrasi 1 mg/ml (1000 µg/ml)

2. Untuk mendapatkan dengan kadar 10 µg/ml, maka dilakukan

pengenceran :

V1 X M1 = V2 X M2

V1 X 103 µg/ml = 100 ml X 10 µg/ml

V1 = 1 ml

Dari larutan dengan kadar 1000 µg/ml dipipet sebanyak 1 ml

kemudian diadd NaOH sampai 100 ml untuk mendapatkan kadar larutan baku

10 µg/ml (0,01 mg/ml).

4.3 Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum Parasetamol

1. Dibuat larutan dari larutan baku dengan konsentrasi yang memberikan

absorbansi 0,434

2. Larutan diukur pada panjang gelombang 220 – 300 nm

3. Dibaca absorbansinya dan ditentukan panjang gelombang maksimum

yang memberikan absorbansi maksimum.

Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus :

A = € b c

Page 12: TOKSIKOLOGI DIYAH 2

0,434 = 715. 1. C

c = 0,434/715

c = 6,07 x 10-4 %

c = 6,07 µg/ml

Untuk mendapatkan larutan dengan konsentrasi 6,07 µg/ml, maka

dilakukan perhitungan larutan yang harus dipipet dari larutan stok baku

parasetamol 10 µg/ml.

Perhitungan :

V1 X N1 = V2 X N2

V1 X 10 µg/ml = 10 ml X 6,07 µg/ml

V1 = 6,07 ml

Sehingga, dari larutan dengan kadar 10 µg/ml dipipet sebanyak 6,07 ml

larutan kemudian diadd NaOh sampai 10 ml untuk mendapatkan kadar larutan

6,07 µg/ml. Larutan ini kemudian diukur dari panjang gelombang 220-300 nm.

4.4 Pembuatan Larutan Standar untuk Uji Linieritas

1. Dipipet larutan baku parasetamol 0,01 mg/ml masing-masing 3 ml; 4

ml; 5 ml; 6 ml; 7 ml; 8 ml; 9 ml; 10 ml.

2. Masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml

3. Ditambahkan larutan NaOH 0,1 N hingga tanda batas

4. Dikocok hingga homogen dan dipindahkan ke dalam botol vial.

Perhitungan :

1. Larutan induk parasetamol 10 µg/ml = 0,01 mg/ml

2. Rentang konsentrasi :

Absorbansi minimum = 0,2

A = € b c

Page 13: TOKSIKOLOGI DIYAH 2

0,2 = 715. 1. c

c = 0,2 / 715

c = 2,8 µg/ml → 0,0028 mg/ml = 0,003 mg/ml

Absorbansi maksimum = 0,8

A = € b c

0,8 = 715. 1. c

c = 0,8 / 715

c = 11 µg/ml → 0,011 mg/ml = 0,01 mg/ml

Untuk larutan standar 0,003 mg/ml maka dipipet :

V1 X M1 = V2 X M2

V1 X 0,003 mg/ml = 10 ml X 0,01 mg/ml

V1 = 3 ml

Untuk larutan standar 0,004 mg/ml maka dipipet :

V1 X M1 = V2 X M2

V1 X 0,004 mg/ml = 10 ml X 0,01 mg/ml

V1 = 4 ml

Untuk larutan standar 0,005 mg/ml maka dipipet :

V1 X M1 = V2 X M2

V1 X 0,005 mg/ml = 10 ml X 0,01 mg/ml

V1 = 5 ml

Untuk larutan standar 0,006 mg/ml maka dipipet :

V1 X M1 = V2 X M2

V1 X 0,006 mg/ml = 10 ml X 0,01 mg/ml

Page 14: TOKSIKOLOGI DIYAH 2

V1 = 6 ml

Untuk larutan standar 0,007 mg/ml maka dipipet :

V1 X M1 = V2 X M2

V1 X 0,007 mg/ml = 10 ml X 0,01 mg/ml

V1 = 7 ml

Untuk larutan standar 0,008 mg/ml maka dipipet :

V1 X M1 = V2 X M2

V1 X 0,008 mg/ml = 10 ml X 0,01 mg/ml

V1 = 8 ml

Untuk larutan standar 0,009 mg/ml maka dipipet :

V1 X M1 = V2 X M2

V1 X 0,009 mg/ml = 10 ml X 0,01 mg/ml

V1 = 9 ml

Untuk larutan standar 0,01 mg/ml maka dipipet :

V1 X M1 = V2 X M2

V1 X 0,01 mg/ml = 10 ml X 0,01 mg/ml

V1 = 10 ml

4.5 Membuat Kurva Kalibrasi

1. Masing-masing kurva standar dibaca absorbansinya pada panjang

gelombang maksimum

2. Hasil absorbansi tersebut diplot dalam kurva konsentrasi vs absorbansi

3. Dihitung persamaan regresi linier dengan rumus Y = bx + a

4.6 Ekstraksi Parasetamol dari Tablet

Page 15: TOKSIKOLOGI DIYAH 2

1. Ditimbang dan dilarutkan 3 tablet parasetamol

2. Ditimbang seksama sejumlah serbuk tablet setara dengan lebih kurang

12,5 mg parasetamol

3. Dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml

4. Dilarutkan dengan NaOH sampai tanda batas

5. Dikocok dan disaring dengan kertas saring

6. Dipipet sebanyak 0,2 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml

7. Diadd dengan NaOH 0,1 N sampai tanda batas dan dikocok hingga

homogen.

Perhitungan :

500 mg serbuk ∞ 12,5 ng parasetamol

3 tablet = 500 mg

X 12,5 mg

X = 0,041 mg

Ditimbag serbuk parasetamol sebanyak 0,041 mg sebanyak 3 kali.

Konsentrasi parasetamol yang dibuat :

V1 X N1 = V2 X N2

0,2 ml X 12,5 mg = 10 ml X N2

25 ml

N2 = 0,01 mg/ml

4.7 Menetapkan Kadar Parasetamol dalam Tablet

1. Larutan hasil ekstraksi parasetamol dimasukkan ke dalam kuvet

2. Kemudian dibaca absorbansi dnya pada panjang gelombang maksimum

3. Dimasukkan nilai absorbansinya yang dihasilkan ke dalam persamaan

regresi linier sebagai fungsi Y

4. Dihitung konsentrasi parasetamol.

V. Skema Kerja

V.1 Pembuatan Larutan NaOH 0,1 N

Page 16: TOKSIKOLOGI DIYAH 2

Dibuat larutan dari larutan baku dengan konsentrasi yang memberikan absorbansi

0,434 homogen.

V.2 Pembuatan Larutan Stok Baku Parasetamol (10 µg/mL)

V.3 Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum

Ditimbang 2,00 g NaOH padat

Dilarutkan dengan sedikit aquadest

Dimasukkan ke dalam labu takar 500 mL

Ditambahkan aquadest sampai tanda batas, kocok hingga homogen

Dibuat larutan dengan kadar 1 mg/ml

Dipipet 1 ml larutan dengan kadar 1 mg/ml

Di add dengan NaOH dalam labu ukur 100 ml sampai tanda batas

Dikocok hingga homogen

Page 17: TOKSIKOLOGI DIYAH 2

Larutan diukur pada panjang gelombang 220 – 300 nm

VI. Data hasil pengamatan

1. Tabel 1 : Pengukuran absorbansi larutan parasetamol untuk penetuan panjang gelombang maksimum panjang gelombang 240-270 nm.

Panjang gelombang Absorbansi

240 0,365

241 0,372

242 0,380

243 0,388

244 0,396

245 0,405

246 0,412

247 0,416

248 0,419

249 0,422

250 0,425

251 0,430

252 0,436

253 0,441

254 0,444

255 0,447

256 0,449

257 0,451

Page 18: TOKSIKOLOGI DIYAH 2

258 0,450

259 0,447

260 0,443

261 0,437

262 0,431

263 0,423

264 0,416

265 0,409

266 0,401

267 0,392

268 0,385

269 0,377

270 0,369

Panjang gelombang maksimum yang di dapat adalah pada panjang gelombang 257 nm dengan absorbansi 0,451.

2. Tabel 2 : Data absorbansi seri kadar dibaca pada panjang gelombang maksimum 257 nm.

No. Seri kadar (µg/ml)

(x)

Absorbansi pada λ 257 nm (y)

1. Blanko NaOH 0,1 N 0,003

2. 3 0,046

3. 4 0,215

4. 5 0,096

5. 6 0,145

6. 7 0,289

7. 8 0,159

8. 9 0,202

Page 19: TOKSIKOLOGI DIYAH 2

9. 10 0,185

3. Tabel 3 : Data absorbansi sampel dibaca pada panjang gelombang maksimum 257 nm.

No. Sampel Absorbansi pada λ 257 nm

1. I 0,281

2. II 0,217

3. III 0,216

VII. Perhitungan

7.1. Perhitungan Uji Linieritas

Rentang absorbansi dengan kesalahan terkecil pada metode validasi adalah 0,2-0,8. Untuk memperoleh absorbansi dengan rentang tersebut, maka di buat konsentrasi larutan standar yang digunakan untuk membuat kurva kalibrasi perlu diperhitungkan. Hal tersebut bertujuan mendapatkan konsentrasi yang tidak terlalu encer ataupun terlalu pekat.

Perhitungan :

a. Untuk konsentrasi rentang bawah :

Absorbansi minimum = 0,2

ε parasetamol dalam asam = 715 cm.mg/ml

b = 1 cm

A = εbc

0,2 = 715 cm.mg/ml . 1 cm . c

c = 2,797 x 10-4 g/100 ml

= 0,0028 mg/ml

b. Untuk konsentrasi rentang atas :

Absorbansi minimum = 0,8

ε parasetamol dalam asam = 715 cm.mg/ml

Page 20: TOKSIKOLOGI DIYAH 2

b = 1 cm

A = εbc

0,8 = 715 cm.mg/ml . 1 cm . c

c = 1,118 x 10-3 g/100 ml

= 0,0112 mg/ml

Sehingga dari data konsentrasi yang memberikan absorbansi minimum dan absorbansi maksimum dibuat larutan standar dengan konsentrasi dari rentang bawah yaitu 0,0028 mg/ml sampai konsentrasi larutan stok baku, yaitu 0,01 mg/ml. Tidak dibuatnya larutan standar dengan konsentrasi rentang atas karena tidak memungkinkan memekatkan konsentrasi larutan mencapai 0,0112 mg/ml.

Dari konsentrasi larutan stok baku parasetamol yang dibuat yaitu 0,01 mg/ml, maka dilakukan pemipetan sebanyak 3 ml, 4 ml, 5 ml, 6 ml, 7 ml, 8 ml, 9 ml, dan 10 ml. Masing-masing larutan yang telah dipipet kemudian dilakukan pengenceran hingga volumenya menjadi 10 ml. Kadar yang diperoleh dapat dihitung sebagai berikut:

V1.C1=V2.C2

3 ml x 0,01 mg/ml = 10 ml x C2

C2 = 3 ml x 0,01 mg/ml

10 ml

C2 = 0,003 mg/ml

Dengan cara yang sama, maka diperoleh hasil sebagai berikut :

4. Tabel 4 : Perhitungan seri kadar

No. V1 (ml) C2 (mg/ml) V2 (ml) C2 (mg/ml)

1. 3 ml 0,01 10 0,003

2. 4 ml 0,01 10 0,004

3. 5 ml 0,01 10 0,005

4. 6 ml 0,01 10 0,006

5. 7 ml 0,01 10 0,007

6. 8 ml 0,01 10 0,008

7. 9 ml 0,01 10 0,009

Page 21: TOKSIKOLOGI DIYAH 2

8. 10 ml 0,01 10 0,01

5. Tabel 5 : Data absorbansi seri kadar dibaca pada panjang gelombang maksimum 257 nm

No. Seri kadar (µg/ml)

(x)

Absorbansi pada λ 257 nm

(y)

X2 Y2 XY

1. 3 0,046 9 0,002116 0,138

2. 4 0,215 16 0,046225 0,86

3. 5 0,096 25 0,009216 0,48

4. 6 0,145 36 0,021025 0,87

5. 7 0,289 49 0,083521 2,023

6. 8 0,159 64 0,025281 1,272

7. 9 0,202 81 0,040804 1,818

8. 10 0,185 100 0,034225 1,85

n= 8 52 1,337 380 0,262413 9,311

Berdasarkan data di atas dapat dicari persamaan regresi liniernya dan diperoleh nilai:

a =