27
BAB 1 PENDAHULUAN Tonsilitis kronis merupakan keradangan kronik pada tonsil yang biasanya merupakan kelanjutan dari infeksi akut berulang atau infeksi subklinis dari tonsil. Kelainan ini merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari seluruh penyakit tenggorok berulang dan merupakan kelainan tersering pada anak di bidang THT. Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) pada tahun 1994-1996, prevalensi Tonsilitis Kronis 4,6% tertinggi setelah Nasofaringitis Akut (3,8%). Sedangkan penelitian di RSUP dr. Hasan Sadikin pada periode April 1997 sampai dengan Maret 1998 ditemukan 1024 pasien Tonsilitis kronik atau 6,75% dari seluruh jumlah kunjungan. Data morbiditas pada anak menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995 pola penyakit anak laki-laki dan perempuan umur 5-14 tahun yang paling sering terjadi, Tonsilitis Kronis menempati urutan kelima (10,5 persen pada laki-laki, 13,7 persen pada perempuan). 1,2 Secara umum, penatalaksanaan tonsilitis kronis dibagi dua, yaitu konservatif dan operatif. Terapi konservatif dilakukan untuk mengeliminasi kausa, yaitu infeksi, dan mengatasi keluhan yang mengganggu. Bila tonsil membesar dan menyebabkan sumbatan jalan napas, disfagia berat, gangguan tidur, terbentuk abses, atau tidak berhasil dengan pengobatan konvensional, maka operasi tonsilektomi perlu dilakukan. 2 1

tonsilitis kronis.doc

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: tonsilitis kronis.doc

BAB 1

PENDAHULUAN

Tonsilitis kronis merupakan keradangan kronik pada tonsil yang biasanya

merupakan kelanjutan dari infeksi akut berulang atau infeksi subklinis dari tonsil. Kelainan

ini merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari seluruh penyakit tenggorok berulang

dan merupakan kelainan tersering pada anak di bidang THT. Berdasarkan data

epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) pada tahun 1994-1996, prevalensi

Tonsilitis Kronis 4,6% tertinggi setelah Nasofaringitis Akut (3,8%). Sedangkan penelitian

di RSUP dr. Hasan Sadikin pada periode April 1997 sampai dengan Maret 1998 ditemukan

1024 pasien Tonsilitis kronik atau 6,75% dari seluruh jumlah kunjungan. Data morbiditas

pada anak menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995 pola penyakit anak

laki-laki dan perempuan umur 5-14 tahun yang paling sering terjadi, Tonsilitis Kronis

menempati urutan kelima (10,5 persen pada laki-laki, 13,7 persen pada perempuan).1,2

Secara umum, penatalaksanaan tonsilitis kronis dibagi dua, yaitu konservatif dan

operatif. Terapi konservatif dilakukan untuk mengeliminasi kausa, yaitu infeksi, dan

mengatasi keluhan yang mengganggu. Bila tonsil membesar dan menyebabkan sumbatan

jalan napas, disfagia berat, gangguan tidur, terbentuk abses, atau tidak berhasil dengan

pengobatan konvensional, maka operasi tonsilektomi perlu dilakukan. 2

Mengingat angka kejadian yang tinggi dan dampak yang ditimbulkan dapat

mempengaruhi kualitas hidup anak, maka pengetahuan yang memadai mengenai tonsilitis

kronis diperlukan guna penegakan diagnosis dan terapi yang tepat dan rasional.

1

Page 2: tonsilitis kronis.doc

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI TONSIL

Tonsil merupakan suatu akumulasi dari limfonoduli permanen yang letaknya di

bawah epitel yang telah terorganisir sebagai suatu organ. Berdasarkan lokasinya, tonsil

dibagi menjadi; Tonsilla lingualis yang terletak pada radix linguae, Tonsilla palatina

(tonsil) yang terletak pada isthmus faucium antara arcus glossopalatinus dan arcus

glossopharingicus, Tonsilla pharingica (adenoid) yang terletak pada dinding dorsal dari

nasofaring, Tonsilla tubaria yang terletak pada bagian lateral nasofaring di sekitar ostium

tuba auditiva dan Plaques dari peyer (tonsil perut), terletak pada ileum. 2

Dari kelima macam tonsil tersebut, Tonsilla lingualis, Tonsilla palatina, Tonsilla

pharingica, dan Tonsilla tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran

nafas dan saluran pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama cincin Waldeyer. Kumpulan

jaringan ini melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan makanan. Jaringan limfe

pada cincin Waldeyer menjadi hipertrofi fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada

umur 3 tahun dan tonsil pada umur 5 tahun dan kemudian menjadi atrofi pada masa

pubertas. 2

Jaringan limfoid pada cincin waldeyer berperan penting pada awal kehidupan, yaitu

sebagai daya pertahanan local yang setiap saat berhubungan dengan agen dari luar (makan,

minum, bernafas) dan sebagai surveilens imun. Fungsi ini didukung secara anatomis

dimana didaerah faring terjadi tikungan jalannya material yang melewatinya disamping itu

bentuknya tidak datar, sehingga terjadi turbulensi khususnya udara pernafasan. Dengan

demikian kesempatan kontak berbagai agen yang ikut dalam proses fisiologis tersebut pada

permukaan penyusun cincin waldeyer itu semakin besar.2,3

2

Page 3: tonsilitis kronis.doc

Gambar 1. Anatomi tonsil

Tonsil palatina dan adenoid (tonsil faringeal) merupakan bagian terpenting dari

cincin waldeyer. Tonsil palatina adalah masa jaringan limfoid yang terletak di dalam fossa

tonsil pada kedua sudut orofaring dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan

pilar posterior (otot palatofaringeus). Palatoglosus mempunyai origo seperti kipas

dipermukaan oral palatum mole dan berakhir pada sisi lateral lidah. Palatofaringeus

merupakan otot yang tersusun vertical dan di atas melekat pada palatum mole, tuba

eustachius dan dasar tengkorak. Otot ini meluas ke bawah sampai ke dinding atas

esophagus. Otot ini lebih penting daripada palatoglosus dan harus diperhatikan pada operasi

tonsil agar tidak melukai otot ini. Kedua pilar bertemu diatas untuk bergabung dengan

palatum mole. Di inferior akan berpisah dan memasuki jaringan pada dasar lidah dan leteral

dinding faring. 2

Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsila palatina adalah:2

Anterior : arcus palatoglossus

Posterior : arcus palatopharyngeus

Superior : palatum mole

Inferior : 1/3 posterior lidah

Medial : ruang orofaring

3

Page 4: tonsilitis kronis.doc

Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior oleh

jaringan areolar longgar. A. carotis interna terletak 2,5 cm di belakang dan lateral

tonsila.

Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai

10-30 kriptus yang meluas kedalam jaringan tonsil. Di dalam kriptus biasanya ditemukan

leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan.2

Tonsil tidak mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong di atasnya dikenal

sebagai fossa supratonsilaris. Bagian luar tonsil terikat longgar pada muskulus konstriktor

faring superior, sehingga tertekan setiap kali makan. Permukaan lateral tonsil melekat pada

fasia faring yang sering juga disebut kapsul tonsil, sehingga mudah dilakukan diseksi pada

tonsilektomi. 2

Walaupun tonsil terletak di orofaring karena perkembangan yang berlebih tonsil

dapat meluas ke arah nasofaring sehingga dapat menimbulkan insufisiensi velofaring atau

obstruksi hidung walau jarang ditemukan. Arah perkembangan tonsil tersering adalah ke

arah hipofaring, sehingga sering menyebabkan terjaganya anak saat tidur karena gangguan

pada jalan nafas. Secara mikroskopik mengandung 3 unsur utama yaitu :

1) Jaringan ikat/trabekula sebagai rangka penunjang pembuluh darah, saraf dan

limfa.

2) Folikel germinativum dan sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda.

3) Jaringan interfolikuler yang terdiri dari jaringan limfoid dalam berbagai stadium.

Tonsil mendapat darah dari a. palatine minor, a. palatine asendens, cabang tonsil a.

maksila eksterna, a. faring asendens dan a. lingualis dorsal. Tonsil lingual terletak di dasar

lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah

anterior massa ini terdapat foramen sekum apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla

sirkumvalata. Tempat ini kadang-kadang menunjukkan penjalaran duktus tiroglosus dan

secara klinik merupakan tempat bila ada massa tiroid lingual (lingual thyroid) atau Krista

duktus tiroglosus.2

Arteri karotis interna berada pada kira-kira 2 cm posterolateral dari aspek dalam

tonsil; dengan demikian diperlukan ketelitian agar tetap berada pada bidang

4

Page 5: tonsilitis kronis.doc

pembedahan/pemotongan yang tepat untuk menghindari luka pada lokasi pembuluh darah.

Aliran utama limfa dari tonsil menuju superior deep cervical and jugular lymph nodes;

Penyakit peradangan pada tonsil merupakan faktor signifikan dalam perkembangan adenitis

atau abses servikal pada anak. Inervasi sensoris tonsil berasal dari n. glosofaringeal dan

beberapa cabang-cabang n. palatina melalui ganglion sphenopalatina.4

Inervasi tonsil bagian atas berasal dari serabut saraf v melalui ganglion

sphenopalatina dan bagian bawah dari saraf glossofaringeus (N. IX). Pemotongan pada n.

IX menyebabkan anastesia pada semua bagian tonsil.5

Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit, 0,1-0,2 % dari

keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi limfosit B dan T pada tonsil adalah

50%:50%, sedangkan di darah 55-57%:15-30%. Pada tonsil terdapat system imun

kompleks yang terdiri atas sel M (sel membrane), makrofag, sel dendrite dan APCs

(antigen presenting cells) yang berperan dalam proses transportasi antigen ke sel limfosit

sehingga terjadi sintesis immunoglobulin spesifik. Juga terdapat sel limfosit B, limfosit T,

sel plasma dan sel pembawa IgG. 1

Tonsil mempunyai dua fungsi utama yaitu menangkap dan mengumpulkan bahan

asing dengan efektif dan sebagai organ produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T

dengan antigen spesifik. Jika tonsil tidak mampu melindungi tubuh, maka akan timbul

inflamasi dan akhirnya terjadi infeksi yaitu tonsilitis (tonsillolith). Aktivitas imunologi

terbesar tonsil ditemukan pada usia 3 – 10 tahun. 6

2.2 TONSILITIS KRONIS

Tonsillitis adalah peradangan tonsila palatina yang merupakan bagian dari cincin

Waldeyer. Sedangkan Tonsilitis kronis merupakan radang pada tonsila palatina yang

sifatnya menahun. Penyebaran infeksinya melalui udara (air borne droplets), tangan dan

ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak.2

Adapun yang dimaksud kronik adalah apabila terjadi perubahan histologik pada

tonsil, yaitu didapatkannya mikroabses yang diselimuti oleh dinding jaringan fibrotik dan

dikelilingi oleh zona sel – sel radang. Mikroabses pada tonsilitis kronis maka tonsil dapat

menjadi fokal infeksi bagi organ – organ lain, seperti sendi, ginjal, jantung dan lain – lain.6

5

Page 6: tonsilitis kronis.doc

Tonsilitis kronis umumnya terjadi akibat komplikasi tonsilitis akut yang tidak

mendapat terapi adekuat; mungkin serangan mereda tetapi kemudian dalam waktu pendek

kambuh kembali dan menjadi laten. Proses ini biasanya diikuti dengan pengobatan dan

serangan yang berulang setiap enam minggu hingga 3 – 4 bulan. Seringnya serangan

merupakan faktor prediposisi timbulnya tonsilitis kronis yang merupakan infeksi fokal.7

Faktor predisposisi lain timbulnya tonsillitis kronis ialah rangsangan yang menahun

dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, dan

kelelahan fisik. Kuman penyebabnya sama dengan tonsillitis akut tetapi kadang kuman

berubah menjadi kumah golongan gram negatif. 2

2.2.1 Patologi

Karena proses peradangan yang berulang dapat menyebabkan epitel mukosa

jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti

dengan jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripte melebar. Secara

klinis kripte ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul

tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada

anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submandibula.2

2.2.2 Patogenesis dan patofisiologi

Terjadinya tonsilitis dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kripte-kriptenya,

sampai disitu secara aerogen (melalui hidung, droplet yang mengandung kuman terhisap

oleh hidung kemudian nasofaring terus ke tonsil), maupun secara foodvorn yaitu melalui

mulut bersama makanan.6

Fungsi tonsil sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman ke tubuh baik yang

melalui hidung maupun mulut. Kuman yang masuk kesitu dihancurkan oleh makrofag, Sel-

sel polimorfonuklear. Jika tonsil berulang kali terkena infeksi maka pada suatu waktu tonsil

tidak bisa membunuh kuman-kuman semuanya, akibatnya kuman bersarang di tonsil. Pada

keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi (tonsil

sebagai fokal infeksi). Sewaktu – waktu kuman bisa menyebar ke seluruh tubuh misalnya

pada keadaan umum yang menurun. 6

6

Page 7: tonsilitis kronis.doc

Fokal infeksi adalah sumber kuman di dalam tubuh dimana kuman dan produk-

produknya dapat menyebar jauh ke tempat lain dalam tubuh itu dan dapat menimbulkan

penyakit. Kelainan ini hanya menimbulkan gejala ringan atau bahkan tidak ada gejala sama

sekali, tetapi akan menyebabkan reaksi atau gangguan fungsi pada organ lain yang jauh dari

sumber infeksi. Penyebaran kuman atau toksin dapat melalui beberapa jalan. Penyebaran

jarak dekat biasanya terjadi secara limfogen, sedangkan penyebaran jarak jauh secara

hematogen. Fokal infeksi secara periodik menyebabkan bakterimia atau toksemia.

Bakterimia adalah terdapatnya kuman dalam darah. Kuman-kuman yang masuk ke dalam

aliran darah dapat berasal dari berbagai tempat pada tubuh. Darah merupakan jaringan yang

mempunyai kemampuan dalam batas-batas tertentu untuk membunuh kuman-kuman karena

adanya imun respon. Maka dalam tubuh sering terjadi bakterimia sementara. Bakterimia

sementara berlangsung selama 10 menit sampai beberapa jam setelah tindakan. 6

2.2.3 Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Pasien mengeluh ada penghalang/mengganjal di tenggorokan, tenggorokan terasa

kering dan pernafasan berbau. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan

permukaan yang tidak rata, kriptus membesar, dan kriptus berisi detritus.8

Gejala tonsillitis kronis dibagi menjadi : 1) gejala lokal, yang bervariasi dari rasa

tidak enak di tenggorok, sakit tenggorok, sulit sampai sakit menelan, 2) gejala sistemik,

rasa tidak enak badan atau malaise, nyeri kepala, demam subfebris, nyeri otot dan

persendian, 3) gejala klinis tonsil dengan debris di kriptenya (tonsillitis folikularis kronis),

udema atau hipertrofi tonsil (tonsillitis parenkimatosa kronis), tonsil fibrotic dan kecil

(tonsillitis fibrotic kronis), plika tonsilaris anterior hiperemis dan pembengkakan kelenjar

limfe regional.8

Tonsilitis Akut Tonsilitis Kronis

Eksaserbasi akut

Tonsilitis Kronis

Hiperemis dan edema Hiperemis dan edema Memebesar/ mengecil tapi

tidak hiperemis

Kripte tak melebar Kripte melebar Kripte melebar

Detritus (+ / -) Detritus (+) Detritus (+)

Perlengketan (-) Perlengketan (+) Perlengketan (+)

7

Page 8: tonsilitis kronis.doc

Antibiotika,

analgetika,

obat kumur

Sembuhkan radangnya, Jika perlu

lakukan tonsilektomi 2 – 6

minggu

setelah peradangan tenang

Bila mengganggu lakukan

Tonsilektomi

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak

antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil,

maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi: 2

TO : tonsil masuk di dalam fossa atau sudah diangkat

T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T4 : > 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

Pada anak, tonsil yang hipertrofi dapat terjadi obstruksi saluran nafas atas yang dapat

menyebabkan hipoventilasi alveoli yang selanjutnya dapat terjadi hiperkapnia dan dapat

menyebabkan kor polmunale. Obstruksi yang berat menyebabkan apnea waktu tidur, gejala

yang paling umum adalah mendengkur yang dapat diketahui dalam anamnesis. 6

2.2.4 Penatalaksanaan

Pengobatan pasti untuk tonsillitis kronis adalah pembedahan dengan pengangkatan

tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana penatalaksanaan medis atau yang

konservatif gagal untuk meringankan gejala-gejala. Penatalaksanaan medis termasuk

pemberian penisilin yang lama, irigasi tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk

membersihkan kripte tonsil dengan alat irigasi gigi (oral). Ukuran jaringan tonsil tidak

mempunyai hubungan dengan infeksi kronis maupun berulang. 2,8

Terapi antibiotik pada tonsilitis kronis sering gagal dalam mengurangi dan

mencegah rekurensi infeksi, baik karena kegagalan penetrasi antibiotik ke dalam parenkim

tonsil ataupun ketidaktepatan antibiotik. Oleh sebab itu, penanganan yang efektif

bergantung pada identifikasi bakteri penyebab dalam parenkim tonsil. Pemeriksaan apus

permukaan tonsil tidak dapat menunjukkan bakteri pada parenkim tonsil, walaupun sering

8

Page 9: tonsilitis kronis.doc

digunakan sebagai acuan terapi, sedangkan pemeriksaan aspirasi jarum halus (fine needle

aspiration/FNA) merupakan tes diagnostik yang menjanjikan.6

Indikasi tonsilektomi menurut American Academy of Otolaryngology – Head and

Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan : Indikasi

tonsilektomi menurut The American Academy of Otolaryngology,Head and Neck

Surgery:2,9

a) Indikasi absolut:

i) Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas, disfagia

menetap, gangguan tidur atau komplokasi kardiopulmunar.

ii) Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan

pertumbuhan orofacial

iii) Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak

hilang dengan pengobatan. Otitis media efusi atau otitis media supuratif.

iv) Tonsilitis yang menimbulkan febris dan konvulsi

v) Biopsi untuk menentukan jaringan yang patologis (dicurigai keganasan)

b) Indikasi relatif :

i) Penderita dengan infeksi tonsil yang kambuh 3 kali atau lebih dalam setahun

meskipun dengan terapi yang adekuat

ii) Bau mulut atau bau nafas yang menetap yang menandakan tonsilitis kronis tidak

responsif terhadap terapi media

iii) Tonsilitis kronis atau rekuren yang disebabkan kuman streptococus yang

resisten terhadap antibiotik betalaktamase

iv) Pembesaran tonsil unilateral yang diperkirakan neoplasma

c) Kontra indikasi :

i) Diskrasia darah kecuali di bawah pengawasan ahli hematologi

ii) Usia di bawah 2 tahun bila tim anestesi dan ahli bedah fasilitasnya tidak

mempunyai pengalaman khusus terhadap bayi

iii) Infeksi saluran nafas atas yang berulang

iv) Perdarahan atau penderita dengan penyakit sistemik yang tidak terkontrol.

v) Celah pada palatum

9

Page 10: tonsilitis kronis.doc

Tonsilektomi memiliki banyak keuntungan pada pasien tonsilitis kronis. Mengingat

fungsi tonsil dalam pertahanan tubuh dan perubahan tonsil menjadi fokus infeksi pada

tonsilitis kronik, tindakan tonsilektomi dapat menurunkan angka kejadian sakit tenggorok,

meningkatkan kualitas hidup pasien, penurunan kunjungan ke pelayanan kesehatan, dan

penurunan kejadian nefropati IgA. Tindakan tonsilektomi tidak mempengaruhi daya tahan

tubuh, kadar sel inflamasi dan sitokin pada pasein yang telah menjalani tonsilektomi tidak

berbeda secara bermakna pada kontrol.7

Rawat inap diperlukan jika pasien mengalami keluhan sulit menelan, rasa nyeri,

atau gejala sistemik yang bertambah berat. Pasien dapat dirujuk ke unit gawat darurat.

Perburukan gejala akut ini mungkin menunjukkan adanya komplikasi abses peritonsil dan

diperlukan antibiotik parenteral.10

2.2.5 Komplikasi

Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa

rhinitis kronik, sinusitis, abses peritonsil, atau otitis media secara perkontinuitatum.

Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis,

arthritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria, dan

furunkolosis.2,10

2.2.6 Prognosis

Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristirahat dan pengobatan

suportif. Menangani gejala – gejala yang timbul dapat membuat penderita tonsilitis lebih

nyaman. Bila antibiotik diberikan untuk mengatasi infeksi, antibiotika tersebut harus

dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita telah

mengalami perbaikan dalam waktu yang singkat. 6

Gejala – gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita mengalami

infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang paling sering terjadi yaitu infeksi pada telinga

dan sinus. Pada kasus – kasus yang jarang, tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi

serius seperti demam rematik atau pneumonia. 6

2.2.7 Pencegahan

10

Page 11: tonsilitis kronis.doc

Bakteri dan virus penyebab tonsilitis dapat dengan mudah menyebar dari satu

penderita ke orang lain. Resiko penularan dapat diturunkan dengan mencegah terpapar dari

penderita tonsilitis atau yang memiliki keluhan sakit menelan. Gelas minuman dan

perkakas rumah tangga untuk makan tidak dipakai bersama dan sebaiknya dicuci dengan

menggunakan air panas yang bersabun sebelum digunakan kembali. Sikat gigi yang telah

lama sebaiknya diganti untuk mencegah infeksi berulang. Orang – orang yang merupakan

karier tonsilitis semestinya sering mencuci tangan mereka untuk mencegah penyebaran

infeksi pada orang lain. 6

11

Page 12: tonsilitis kronis.doc

BAB 3

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama pasien : Nn.A

Umur : 11 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Roi - Bima

Pekerjaan : Pelajar

Tanggal Pemeriksaan : 1 Desember 2015

ANAMNESIS

Keluhan utama: nyeri dan sulit menelan

Riwayat penyakit sekarang:

Pasien datang ke poliklinik THT RSU Provinsi NTB dengan keluhan nyeri dan sulit

menelan. Karena kesulitan menelan tersebut, pasien kesulitan makan benda padat.

Keluhan dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan ini disertai rasa mengganjal di

tenggorokan. Sebelum mengalami keluhan ini pasien sempat mengalami demam,

namun tidak terlalu tinggi dan hilang timbul. Riwayat batuk dan pilek disangkal pasien.

Keluhan napas berbau kadang dirasakan ibu pasien.

Riwayat penyakit dahulu:

Pasien mengaku bahwa penyakit seperti ini sudah sering dirasakan sejak dulu, kira-kira

lebih dari 2 tahun yang lalu.

Riwayat penyakit keluarga/sosial:

Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan dan penyakit seperti pasien.

Riwayat pengobatan: Berobat di RSUD Bima

Riwayat alergi:

Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi makanan, obat-obatan, tidak pernah

meler dan bersin-bersin saat terkena debu atau dingin.

12

Page 13: tonsilitis kronis.doc

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital :

Tensi : 110/70 mmHg

Nadi : 84 x/menit

Respirasi : 21 x/menit

Suhu : 36,8⁰C

Status Lokalis

Pemeriksaan telinga

No. Pemeriksaan

Telinga

Telinga kanan Telinga kiri

1. Tragus Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-)

2. Daun telinga Bentuk dan ukuran dalam

batas normal, hematoma (-),

nyeri tarik aurikula (-)

Bentuk dan ukuran dalam

batas normal, hematoma (-),

nyeri tarik aurikula (-)

3. Liang telinga Serumen (-), hiperemis (-)

membran timpani intak,

furunkel (-), edema (-),

Serumen (-), hiperemis (-),

furunkel (-), edema (-),

otorhea (-)

4. Membran timpani Retraksi (-), bulging (-),

hiperemi (-), edema (-),

perforasi (-), cone of light

(+)

Retraksi (-), bulging (-),

hiperemi (-), edema (-),

perforasi (-), cone of light (+)

13

Page 14: tonsilitis kronis.doc

Pemeriksaan hidung

Pemeriksaan Hidung Hidung kanan Hidung kiri

Hidung luar Bentuk (normal), hiperemi

(-), nyeri tekan (-),

deformitas (-)

Bentuk (normal), hiperemi

(-), nyeri tekan (-),

deformitas (-)

Rinoskopi anterior

Vestibulum nasi Normal, ulkus (-) Normal, ulkus (-)

Cavum nasi Bentuk (normal), mukosa

pucat (-), hiperemia (-)

Bentuk (normal), mukosa

pucat (-), hiperemia (-)

Meatus nasi media Mukosa normal, sekret (-),

massa berwara putih

mengkilat (-).

Mukosa normal, sekret (-),

massa berwara putih

mengkilat (-).

Konka nasi inferior Edema (-), mukosa hiperemi

(-)

Edema (-), mukosa

hiperemi (-)

Septum nasi Deviasi (-), perdarahan (-),

ulkus (-)

Deviasi (-), perdarahan (-),

ulkus (-)

Pemeriksaan Tenggorokan

14

Tonsil Dekstra: Detritus (+), hiperemis (+), kripte melebar (+)T4

Tonsil sinistra: detritus (+), hiperemis (+), kripte melebar (+) T3

Page 15: tonsilitis kronis.doc

Bibir Mukosa bibir basah, berwarna merah muda (N)

Mulut Mukosa mulut basah berwarna merah muda

Geligi Normal

Lidah Tidak ada ulkus, pseudomembrane (-)

Uvula Bentuk normal, hiperemi (-), edema (-), pseudomembran (-)

Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (-)

Faring Mukosa hiperemi (-), reflex muntah (+), membrane (-),

sekret (-)

Tonsila palatine Kanan Kiri

T4 T3

Fossa Tonsillaris

dan Arkus Faringeus

hiperemi (-) hiperemi (-)

DIAGNOSIS

Tonsilitis kronis eksaserbasi akut

PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Laboratorium: Darah lengkap, bleeding time, cloting time

RENCANA TERAPI

Terapi medikamentosa:

o Amoxicillin 3x 250 mg (5-7 hari)

o Paracetamol 3x 2500 mg

o Obat kumur+desinfektan

Pro Tonsilektomi

15

Page 16: tonsilitis kronis.doc

KIE pasien

Jika pasien tiba-tiba terjadi sesak atau pasien tidak bisa makan sama sekali, segera

bawa pasien ke IGD RSUP NTB untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut dan

untuk persiapan operasi tonsilektomi segera.

Untuk sementara hindari makanan yang berminyak, minuman atau makanan dingin,

manis atau yang mengiritasi tenggorokan.

Menjaga higiene mulut agar tidak terjadi tonsilitis berulang.

Datang kembali untuk kontrol setelah 5 hari, untuk melihat perkembangan

penyembuhan.

Anjurkan keluarga untuk menjaga kesehatan pasien dan mempersiapkan pasien

untuk melakukan operasi pengangkatan amandel jelaskan indikasi, dan

komplikasinya.

PROGNOSIS

Dubia ad bonam

16

Page 17: tonsilitis kronis.doc

BAB 4

PEMBAHASAN

Pasien datang dengan keluhan nyeri dan sulit menelan sejak 3 bulan yang lalu, yang

sebelumnya diawali oleh demam. Ketika dimintai keterangan lebih lanjut, pasien mengaku

sejak dulu sudah sering merasa sulit menelan. Keterangan tersebut dapat digunakan sebagai

acuan untuk mendiagnosa pasien dengan tonsillitis kronis eksaserbasi akut. Hal ini

diperkuat dengan adanya temuan hiperemi pada tonsil dengan detriutus, sehingga

menunjukkan perjalanan penyakit sedang mengalami eksaserbasi akut. Karena ukuran

tonsil dekstra sudah mencapai T4 dan tonsil sinistra sudah mencapai T3, keluhan berulang,

serta pasien merasa kesulitan untuk makan dan minum maka direncanakan untuk dilakukan

operasi tonsilektomi. Sementara menunggu persiapan operasi, peradangan pada tonsil

ditenangkan dengan terapi medikamentosa dengan pemberian amoxicillin dan paracetamol

serta obat kumur yang mengandung desinfektan. Pasien juga diingatkan jika pasien tiba-

tiba terjadi sesak atau pasien tidak bisa makan sama sekali, segera bawa pasien ke IGD

RSUP NTB untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. Setelah lima hari pasien diminta

untuk datang kontrol kembali dan bersiap untuk operasi tonsilektomi. Selain itu pasien juga

diminta untuk melihat pemeriksaan laboratorium untuk mengecek darah lengkap, bleeding

time dan clotting time yang hasilnya akan digunakan untuk persiapan operasi.

17

Page 18: tonsilitis kronis.doc

DAFTAR PUSTAKA

1. Rubin MA, Gonzales R, Sande MA. 2005. Infections of the Upper Respiratory Tract.

Harrison’s Principle of Internal Medicine. 16th ed. New York, NY: McGraw Hill.

2. Rusmarjono, Soepardi EA.2001. Penyakit dan kelainan tonsil dan Faring. Buku Ajar

Ilmu THT. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

3. Nave H, Gebert A, Pabst. 2001. Morphology and immunology of the human palatine

tonsil. Anatomy Embryology 2004: 367-373.

4. Byron J., 2001. Laringology. Head and Neck Surgery-Otolaryngology 3rd Edition,

New York : Lippincott Williams and Wilkins (CD-ROM).

5. Seeley, Stephens, Tate. 2004. The Special Senses. Anatomy and Physiology, Ch.15, 6th

Ed. The McGraw−Hill Companies, New York

6. Nurjanna Z, 2011. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis di RSUP H. Adam Malik

Medan tahun 2007-2010. USU Institutonal Repository. [Accessed from:

http://repository.usu.ac.id/]

7. Amarudin, Tolkha et Anton Christanto. 2005. Kajian Manfaat Tonsilektomi, Cermin

Dunia Kedokteran. [Available from : http://www.cerminduniakedoteran.com]

8. Dedya, et. Al. Tonsilitis Kronis Hipertrofi dan Obstructive Sleep Apnea (OSA) Pada

Anak. Bagian/Smf Ilmu Penyakit Tht Fk Unlam. 2009.

9. Derake A, Carr MM. Tonsillectomy. Dalam : Godsmith AJ, Talavera F, Allen Ed.

EMedicine.com.inc.2002 : 1 – 10

10. Scottish Intercollegiate Guidlines Network. Management of Sore Throat and

Indications for Tonsillectomy: A National Clinical Guidline. SIGN: 2010. [accessed

from: http://www.sign.ac.uk/pdf/sign117.pdf]

18