Upload
syam-el-nepany
View
16
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
http://puthutg.blogspot.com/2012/02/makalah-beberapa-metode-pengajaran.html
Dunia Ilmu tempat berbagi pengalaman dan pengetahuan dalam proses pembelajaran diri
Jumat, 10 Februari 2012
Makalah "Beberapa Metode Pengajaran Bahasa"
BEBERAPA METODE PENGAJARAN BAHASA
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekolah merupakan lingkungan bahasa yang khas. Menurut Dulay, dkk. (dikutip Martutik
dalam Noerhadi, 1990:130) lingkungan kebahasaan di sekolah termasuk lingkungan formal.
Lingkungan ini diciptakan oleh guru dalam mendidik para siswanya. Dalam pengajaran bahasa,
lingkungan kebahasaan yang diciptakan diarahkan untuk meningkatkan kualitas prilaku
kebahasan siswa. Penciptaan lingkungan ini dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain tujuan,
kualitas guru, pendekatan dan metode yang digunakan, kondisis siswa dan lain-lain. Faktor-
faktor tersebut berpengaruh terhadap proses pembelajaran bahasa siswa.
Metode dalam proses belajar mengajar merupakan faktor yang cukup signifikan. Fakta
bahwa tiap proses belajar mengajar, entah disadari atau tidak oleh sang guru, guru pasti
mempergunakan sebuah metode. Dengan metode tersebut guru berharap murid mampu
menyerap dan memahami materi yang disampaikan dengan baik dan dengan cepat.
Dalam kaitannya dengan pengajaran bahasa, banyak metode yang telah diperkenalkan.
Beberapa metode berdasarkan pada pendekatan psikologi, dan yang lain berdasarkan pendekatan
linguistik. Tentu tidak semua metode cocok diterapkan pada kondisi dan situasi manapun dan
oleh guru manapun. Hal ini dikarenakan masing-masing dari metode tersebut memiliki
kelemahan dan kelebihan.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka masalah yang dapat kami rumuskan
adalah:
1. Apakah yang dimaksud dengan metode pengajaran bahasa?
2. Bagaimanakah metode-metode pengajaran bahasa itu?
C. Tujuan
Bertolak dari perumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
mendeskripsikan pengertian metode pengajaran dan macam-macam metode pengajaran bahasa.
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Metode Pengajaran Bahasa
Metode pengajaran adalah pola-pola tindakan pembelajaran yang dirancang untuk
mendapatkan hasil pembelajaran tertentu. Tiap-tiap metode pengajaran menggunakan asumsi
tertentu tentang sifat bahasa, proses belajar, peran guru dan peran pembelajar, serta jenis-jenis
kegiatan pembelajaran dan meteri pengajaran (Ghazali, 2010:91). Metodologi pengajaran,
menurut Richard (dikutip Ghazali, 2010:92), mencakup: kegiatan, tugas dan pengalaman belajar
yang digunakan oleh guru dalam proses pengajaran dan pembelajaran. Metodologi pengajaran
bukanlah sederet prinsip atau prosedur pengajaran yang baku atau pasti, melainkan sebuah
proses yang dinamis dan kreatif yang mencerminkan asumsi tertentu tentang bahasa (bagaimana
kita dapat menggambarkan atau berbicara tentang bahasa?), tentang profisiensi (apa yang
dimaksud dengan menguasai bahasa?), dan pembelajaran (bagaimana mengajarkan bahasa?).
B. Beberapa Metode Pengajaran Bahasa
1. Metode Terjemahan Tata Bahasa
Metode terjemahan tatabahasa merupakan metode yang diwarisi dari pola-pola
pengajaran bahasa latin. Metode ini menekankan pada bagaimana membuat siswa menguasai
aturan-aturan tatabahasa dan kosa kata dengan memberikan daftar kosakata dan artinya kepada
siswa untuk digunakan didalam membaca teks tertulis dalam pelajaran. Aturan-aturan tatabahasa
ini dipelajari secara deduktif (diberikan penjelasan dulu tentang maknanya baru kemudian
diterapkan dalam praktek membaca/menulis). Para siswa menerjemahkan wacana-wacana dari
bahasa target kebahasa pertama yang sudah ia kuasai dan sebaliknya. Dalam metode ini,
kemampuan menyimak dan berbicara tidak dikembangkan (Ghazali, 2010:93).
Menurut Tarigan (1988:227), metode terjemahan tata bahasa pada hakekatnya mencakup
dua komponen, yaitu: a). telaah eksplisit kaidah-kaidah tata bahasa dan kosakata, dan b).
penggunan terjemahan
Adapun ciri-ciri utama TTB adalah sebagi berikut:
a. pertama siswa mempelajari kaidah-kaidah tata bahasa dan daftar kosakata yang diarahkan pada
bacaan pelajaran yang bersangkutan.
b. berikutnya, siswa diberikan penjelasan tentang aturan-aturan dalam latihan penerjemahan yang
merupakan kelanjutan penjelasan tata bahasa.
c. pemahaman terhadap kaidah-kaidah dan bacaan-bacaan diuji melalui terjemahan dari bahasa
sasaran ke bahasa asli dan sebaliknya.
d. bahasa asli (bahasa ibu) dan bahasa sasaran terus menerus dibandingkan
e. sangat sedikit kesempatan bagi kegiatan praktek atau latihan menyimak dan berbicara (Omaggio
dikutip Tarigan, 1986:228).
Metode ini memilki beberapa keunggulan (Tarigan, 1986:228), antara lain: 1). kelas-
kelas besar dapat diajar; 2). guru yang tidak fasih dapat dipakai; 3). cocok bagi semua tingkat
linguistic. Sementara kelemahan metode TTB ini antara lain: 1). secara linguistic dibutuhkan
guru yang terlatih; 2). kebanyakan pokok bahasan (subjek matter) tidak mengenai orang tertentu,
dan terpisah serta terpencil dari yang lain; 3). tidak sesuai bagi orang yang tuna-aksara.
2. Metode Langsung
Gerakan metode langsung (ML) atau direct method dalam pengajaran bahasa
sebagaimana dipelopori para pendidik seperti Berlitz dan Jespersen bermula pada abad 19. Para
pelopor metode aktif ini percaya bahwa para siswa belajar memahami suatu bahasa dengan cara
menyimak dengan kuantitas yang besar. Mereka belajar berbicara dengan cara berbicara. Pada
hakekatnya metodologi ini didasarkan pada cara anak-anak mempelajari bahasa ibu mereka:
bahasa dipelajari melalui asosiasi “langsung” kata-kata atau frasa-frasa dan objek-objek dan
tindakan-tindakan, tanpa penggunaan bahasa ibu sebagai variable penghalang (Tarigan,
1986:231).
Metode ini lebih menekankan pada menyimak dan berbicara. Kegiatan belajar bahasa
dalam metode langsung menekankan pada hubungan langsung antara kata dan frasa dengan
benda dan tindakan, tanpa perlu menggunakan bahasa pertama siswa sama sekali. Ketrampilan
komunikasi lisan ini dikembangkan lewat progresi tahap demi tahap yang dirancang secara
seksama dan dilakukan dengan menggunakan kegiatan tanya jawab antara guru dan siswa dalam
kelas yang kecil dan intensif. Tatabahasa diajarkan secara induktif atau digunakan dalam
kalimat-kalimat yang diucapkan guru dan siswa dan tidak diajarkan langsung sehingga lama-
lama siswa bisa menyimpulkan sendiri bagaimana yang benar dan materi linguistik yang baru
selalu diperkenalkan pertama kali secara lisan (Ghazali, 2010:93).
Lebih lanjut, Tarigan mengemukakan ciri-ciri metode langsung, antara lain:
a. Belajar mulai dari situasi “di sini dan kini” dengan memanfaatkan objek-objek kelas dan
tindakan-tindakan atau perbuatan-perbuatan sederhana;
b. Pelajaran berkembang di sekitar gambar-gambar yang dibuat secara khusus menggambarkan
kehidupan di Negara pemakai bahasa sasaran;
c. Dari permulaan pengajaran para siswa mendengarkan kalimat-kalimat sempurna dan bermakna
di dalam wacana sederhana, yang kerapkali menggunakan bentuk pertukaran-pertukaran tanya
jawab;
d. Ucapan yang tepat dan benar merupakan suatu pertimbangan penilaian penting dalam
pendekatan ini
e. kaidah-kaidah tatabahasa dipelajari melalui praktek dan latihan;
f. tujuan membaca juga dicapai melalui pemahaman “langsung” terhadap naskah bacaan tanpa
penggunaan kamus atau terjemahan (Omaggio dikutip Tarigan, 1986:231-232).
Beberapa keunggulan ML antara lain: mempersiapkan pengetahuan bahasa yang
bermanfaat bagi ujaran dalam konteks; cocok dan sesuai bagi tingkat-tingkat linguistic para
siswa; beberapa penampilan dan penyingkapan bagi ujaran atau tuturan spontan. Sementara
kelemahan ML antara lain: hanya dapat diterapkan pada kelompok kecil; sukar menyediakan
berbagai kegiatan yang menarik dan bersifat situasi yang sebenarnya di dalam kelas; Sangat
membutuhkan guru yang terampil dan fasih (Steinberg, 1986:172)
3. Metode Audio Lingual
Metode audio-lingual (MAL) didasari oleh teori yang berakar pada dua aliran pemikiran
yang sejajar dalam psikologi dan linguistic. Metode ini menekankan pada pentingnya pola
bahasa dalam pengajaran serta memandang bahasa lisan sebagai bentuk komunikasi yang paling
utama. Metode ini memanfaatkan prinsip-prinsip yang diambil dari psikologi behavioral yang
nampak pada kegiatan-kegiatan seperti menghafalkan dialog, mengulang kalimat secara
bersama-sama dan latihan berulang-ulang (drill) untuk menguasai pola-pola kalimat. Siswa
belajar bahasa sebagai kebiasaan dengan cara mempraktekkan pola-pola kalimat, seperti lewat
latihan berulang (repetition drill, latihan yang persis dengan model yang diberikan oleh guru),
dan latihan transformasi (latihan yang berbeda dari model yang diberikan guru; siswa diminta
untuk melakukan operasi seperti penggantian, pengulangan kembali, pengisian, ekspansi,
meringkas atau mengintegrasikan) (Ghazali, 2010:94).
Ciri-ciri utama MAL
Metode audio-lingual, yang juga dikenal sebagai Aural-Oral, ketermpilan fungsional,
New Key, atau Metode Amerika dalam pengajaran bahasa, diterima dan diperlakukan sebagai
pendekatan “ilmiah” bagi pengajaran bahasa. Lado (1964) dalam bukunya yang berjudul
Language Teaching: A Scientific Approach, mengemukakan hukum-hukum empiris belajar
berikut ini sebagai dasar MAL:
a. Hukum dasar hubungan menyatakan bahwa apabila dua pengalaman terjadi bersama-sama,
maka kemunculan yang satu akan mengingatkan kembali kepada yang satu lagi.
b. Hukum latihan mengemukakan dengan tegas bahwa semakin sering suatu response
dipraktekkan, maka semakin baik hal itu dipelajari dan semakin lama diingat.
c. Hukum intensitas menyatakan bahwa semakin intensif suatu response dipraktekkan, maka
semakin mantap hal itu dipelajari dan semakin lama pula diingat.
d. Hukum asimilasi menyatakan bahwa setiap kondisi yang baru terangsang justru cenderung
menimbulkan response yang sama dengan yang telah ditimbulkan oleh kondisi-kondisi yang
sama pada masa lalu.
e. Hukum pengaruh menyatakan bahwa apabila suatu response disertai atau diikuti oleh peristiwa-
peristiwa yang memuaskan, maka response itu semakin diperkuat. Apabila suatu response diikuti
oleh peristiwa yang menjengkelkan, maka response itu dihindarkan.
Rivers (dikutip Tarigan, 1986:236) menjelaskan ciri-ciri utama MAL itu dengan
mengemukakan “lima slogan”, seperti berikut:
a. Bahasa adalah ujaran, bukan tulisan
b. Bahasa adalah seperangkat kebiasaan
c. Bahasa adalah apa yang dikatakan oleh penutur asli, bukan yang dipikirkan oleh seseorang apa
yang harus dikatakan
d. Bahasa-bahasa berbeda-beda dan beraneka ragam.
Tinjauan lebih lanjut dan lebih seksama terhadap buku pelajaran yang menggunakan
MAL akan memberikan pandangan-pandangan lebih lanjut mengenai cara atau upaya
menerjemahkan metode itu ke dalam praktek. Setiap bab buku pelajaran MAL terdiri atas tiga
bagian utama, yaitu: diaolog, latihan pola, dan kegiatan aplikasi
Seperti juga metode-metode pengajaran bahasa lainnya, MAL juga memilki keunggulan
dan kelemahan. Keunggulan MAL antara lain: dapat diterapkan pada kelas-kelas yang sedang;
memberi banyak latihan dan praktek dalam menyimak dan berbicara; Sesuai bagi semua
tingkatan siswa. Sementara kelemahan MAL yaitu: dibutuhkan guru yang trampil dan cekatan,
ulangan seringkali membosankan serta menghambat penghipotesisan kaidah-kaidah; dan kurang
sekali memberi perhatian pada ujaran yang spontan (Steinberg, 1986:192).
4. Pendekatan Kognitif
Pendekatan kognitif dalam kaitannya dengan perkembangan bahasa anak mengemukakan
bahwa dalam semua bahasa, belajar semantik itu bergantung pada perkembangan kognitif sang
anak. Maksudnya, urutan-urutan perkembangan tersebut lebih banyak ditentukan oleh kerumitan
semantik daripada oleh kerumitan struktural.
Ciri-ciri utama atau prinsip-prinsip dasar pendekatan kognitif telah dirangkum oleh
Chastain (1976) sebagai berikut:
a. tujuan pengajaran kognitif adalah mengembangkan pada diri para siswa tipe-tipe kemampuan
yang sama seperti yang dimiliki oleh penutur asli;
b. bahan pelajaran dan guru harus memperkenalkan para siswa pada situasi-situasi yang akan
meningkatkan pemakaian bahasa kreatif;
c. karena perilaku bahasa secara konstan bersifat inovatif dan beragam, maka para siswa harus
diajar memahami system kaidah di samping dituntut mengingat deretan permukaan dalam model
hafalan;
d. belajar haruslah selalu bermakna; artinya, para siswa hendaknya mengerti selalu apa yang
disuruh untuk dilakukan; benar-benar memahami serta melakukan dengan baik apa yang disuruh
(Omaggio dikutip Tarigan, 1986:240).
Beberapa keunggulan pendekatan kognitif antara lain: dapat dilaksanakan dalam kelas
besar; sabar menghadapi, memperbaiki kesalahan; gabungan keterampilan-keterampilan dapat
memperkuat atau meningkatkan upaya belajar; dan cocok dan sesuai bagi semua tingkatan siswa.
Sementara kelemahan pendekatan ini adalah sebagai berikut: tidak terdapat di dalamnya metode
tertentu; bukan merupakan metode khusus (Steinberg, 1986:192); dan banyak interpretasi dapat
diberikan.
5. Pendekatan Ganda
Para pendukung pendekatan ganda atau multiple Approach dewasa ini menganjurkan
menggunakan suatu metodologi yang didasarkan pada rencana Cleveland ataupun multiple
Approach Methode yang diperkenalkan oleh de Sauza pada tahun 1920-an. Pendekatan ini
tidaklah beranggapan bahwa orang dewasa belajar bahasa dengan cara yang persis sama seperti
yang dilakukan oleh seorang anak (Tarigan, 1986:243), karenanya dibuatlah variasi-variasi
dalam pola pengajarannya.
Tujuh ciri utama pendekatan ganda berikut ini merupakan gabungan dari pendekatan
ganda yang diperikan oleh Puccianni dan Hamel (1967), dan metode Aktif Verbal yang diperikan
oleh Lenard (1980):
a. bahasa diturunkan - diciptakan – oleh setiap pembicara;
b. bahas adalah budaya;
c. bahasa sasaran dipakai sebagai media pengajaran;
d. penekanan tunggal pada setiap pelajaran;
e. keempat keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca dan menulis) diajarkan
serempak;
f. tata bahasa diajarkan secara induktif dalam bahasa sasaran;
g. bahasa sasaran diperkenalkan melalui dialog atau melalui kelompok kalimat (tanya-jawab)
(Omaggio, dikutip Tarigan, 1986:245).
Konteks penyajian bahasa dalam metode Ganda ini umumnya berdasarkan kultur dan
berorientasi pada kosakata sehari-hari dan situasi-situasi kehidupan nyata. Metode ini agak
berpusat pada guru, sehingga memncing para siswa untuk bertindak defensif dalam beberapa hal,
kecuali guru mampu menciptakan situasi yang nyaman dalam proses belajar siswa.
6. Responsi Fisik Total
Pendekatan ini didasarkan pada keyakinan bahwa pemahaman menyimak haruslah
dikembangkan secara penuh, seperti halnya dengan anak-anak belajar bahasa ibu mereka,
sebelum ada partisipasi lisan aktif dari para siswa yang dapat diharapkan. (Tarigan, 1986:247).
Metode Responsi Fisik Total atau Total Physical Response (TPR) (Asher, 1982)
menggunakan perintah-perintah lisan yang harus dilakukan siswa agar dapat menunjukkan
pemahaman mereka terhadap maksud dari perintah-perintah lisan itu. Guru memberikan contoh
gerakan atau tindakan yang diperintahkan itu sehingga siswa secara tidak langsung mendapatkan
struktur tatabahasa dan kosakata dari bahasa target (Ghazali, 2010:97).
Asher (dikutip Tarigan, 1986:247-248) merangkumkan tiga gagasan utama yang
mendasari metode Responsi Fisik Total sebagai berikut:
a. pemahaman bahasa lisan haruslah dikembangkan dalam berbicara;
b. pemahaman dan ingatan diperoleh dengan baik melalui gerakan tubuh;
c. para siswa hendaknya tidak pernah dipaksa berbicara sebelum mereka siap.
Metode ini mempunyai potensi yang sangat besar untuk mengaktifkan para siswa karena
situasi dalam kelas memang hidup memberi kesempatan pada siswa untuk mengujicobakan
keterampilan mereka dengan cara yang kreatif.
7. Pendekatan Alamiah
Pendekatan Alamiah atau The Natural Approach dalam pengajaran bahasa diperkenalkan
dan dikembangkan oleh Terrel (1977:1982) berdasarkan teori Krasen mengenai PB2. Premis
utama yang dikemukakan oleh Terrel ialah bahwa “adalah mungkin bagi para siswa dalam
suatu situasi kelas belajar berkomunikasi dalam bahasa kedua”(1977:325).
Tujuan pendekatan alamiah adalah seperangkat kecakapan atau kemampuan tingkat
menengah atau lanjutan dalam B2, paling tidak dalam keterampilan-keterampilan oral. Hal ini
akan mempunyai beberapa implikasi penting bagi praktek kelas.
Pendekatan alami lebih menekankan pada pemahaman sebagai keterampilan dasar yang
bisa menunjang akuisisi bahasa sehingga pendekatan alami ini menganggap bahwa pemahaman
harus sudah ada sebelum siswa mulai memproduksi bahasa. Kemampuan berbicara tumbuh
secara bertahap, dari yang pada awalnya berupa reaksi terhadap perintah sampai pada akhirnya
bisa menghasilkan wacana yang koheren (Ghazali, 2010:97).
Ciri-ciri utama pendekatan alamiah ini terlihat pada petunjuk-petunjuk praktek kelas yang
dikemukakan oleh Terrel, antara lain (Tarigan, 1986:251): distribusi belajar dan kegiatan-
kegiatan pemerolehan, koreksi kesalahan, dan responsi-responsi dalam B1 dan B2.
Selanjutnya Tarrel merangkumkan prinsip-prinsip dasar metode yang dikemukakannya ini
sebagai berikut (Tarigan, 2010:252):
a. tujuan awal pengajaran bahasa adalah kompetensi komunikatif langsung,
b. pengajaran harus diarahkan untuk memodifikasi serta meningkatkan tata bahasa para siswa,
bukan membangun satu kaidah pada suatu waktu;
c. para siswa harus diberi kesempatan memperoleh bahasa, bukan memaksanya untuk
mempelajarinya
d. faktor-faktor afektif yang harus dipaksakan beroperasi dalam pengajaran, bukan faktor-faktor
kognitif
e. belajar kosakata merupakan kunci bagi pemahaman dan prodiksi ujaran.
Berikut ini contoh kegiatan kelas yang menerapkan pendekatan alamiah dalam
pengajaran bahasa, yaitu: 1). Kegiatan pemahaman (praproduksi), yang terdiri dari praktek atau
latihan pemahaman menyimak, 2). Produksi ujaran awal, akan terjadi apabila para siswa memilki
pengenalan kosakata sebanyak kira-kira 500 kata, dan 3). Kemunculan ujaran (timbulnya
tuturan), terjadi setelah fase produksi ujaran awal (Tarigan, 1986:253).
8. Belajar Bahasa Masyarakat
Belajar Bahasa Masyarakata (Community Language Learning) adalah sebuah
pendekatan dalam pengajaran bahasa yang memberi penekanan pada peranan ranah afektif dalam
mempromosikan belajar kognitif. Community Language Learning atau bisa juga disebut
Counseling-Learning dikembangkan oleh Charles Curran (1976) berdasarkan teknik-teknik yang
dipinjam dari penyuluhan psikologis. Yang menjadi premis teoritis dasar bagi pendekatan ini
ialah bahwa insan secara individual membutuhkan pemahaman dan bantuan dalam proses
pemenuhan nilai-nilai dan tujuan-tujuan pribadi (Tarigan, 1986:255). Guru perlu memerhatikan
kebutuhan individual dari para siswa serta apa ketakutan-ketakutan atau masalah-masalah siswa
dalam pembelajaran. Dengan membangkitkan perasaan diterima oleh lingkungan (sense of
community) dalam diri siswa maka guru bisa mengarahkan energi positif siswa pada
pembelajaran bahasa.
Ciri utama pendekatan BBM antara lain:
a. guru bertindak sebagai “knower/councelor”,
b. guru menyediakan bahasa yang dibutuhkan siswa untuk mengekspresikan diri,
c. kelas terdiri dari enam sampai duabelas pelajar yang duduk dalam suatu lingkaran kecil deng
seorang atau dua orang guru yang berdiri di luar lingkaran dan siap membantu.
d. teknik-teknik dipakai dapat mungkin mengurangi kegelisahan dalam kelompok dan
meningkatkan pengekspresian gagasan dan perasaan secara bebas.
Dalam metode ini terdapat lima tahap belajar (Tarigan, 1986:255-256), yaitu:
Tahap 1. Para siswa membuat pernyataan-pernyataan dengan suara nyaring dalam bahasa ibu
mereka, dengan bantuan guru dalam penerjemahannya.
Tahap 2. Tahap kedua ini dikenal sebagai “tahap swa-asertif” atau “self-assertive stage”, siswa
mengatakan apa yang ingin dikatakan tanpa bantuan guru.
Tahap 3. Dalam “tahap kelahiran” ini, para siswa meningkatkan kemandirian mereka dan
berbicara dalam bahasa sasaran tanpa terjemahan, kecuali jika siswa lain memintanya atau
memerlukannya.
Tahap 4. Tahap ini disebut “tahap remaja” atau “tahap pembalikan”. Dalam tahap ini sang
pelajar menjadi cukup kuat menerima umpan balik korektif dari sang guru dan/atau dari anggota
kelompok lainnya.
Tahap 5. “Tahap Kemerdekaan” ini ditandai oleh interaksi bebas antara para siswa dengan
(para) guru. Setiap orang memberikan koreksi dan perbaikan stalistik dalam semangat kelompok.
Keunggulan metode ini adalah bahwa bahasa dipakai dalam konteks bagi interaksi
personal (personal interaction). Sementara kelemahan metode ini adalah bahwa metode ini
hanya dapat dipakai untuk kelompok kecil saja, dibutuhkan guru yang terampil dalam bidang
linguistik, percakapan kerapkali terasa dipaksakan atau terasa kaku, atau sebaliknya terasa
muluk-muluk dan tidak wajar.
9. Cara Diam
Metode Cara Diam atau The Silent Way yang diperkenalkan oleh Gattegno ini dalam
orientasinya dapat diklasifikasikan sebagai kognitivis. Dalam pandangan Gattegno, pikiran
merupakan agen, wali, atau perantara aktif yang mampu membangun kriteria intinya sendiri buat
belajar. Ketiga kata kunci filisofi yang berada di belakang pendekatan ini adalah kebebasan
(independence), otonomi (autonomy), dan pertanggungjawaban (responsibility). Metode Cara
Diam beranggapan bahwa para pelajar bekerja dengan sumber-sumber dalam diri mereka (yaitu
struktur kognitif yang ada, pengalaman, perasaan, pengetahuan mengenai dunia, dsb) (Tarigan,
1986:257).
Dalam metode ini siswa tidak diminta untuk merespon stimulus-stimulus dalam
lingkungan seperti pada orientasi audio-lingual tetapi didasarkan pandangan bahwa pembelajar
dapat mengembangkan kriteria yang mereka buat sendiri untuk belajar bahasa tanpa perlu diberi
materi bahasa secara langsung atau secara "silent", hening, tanpa suara.
Dalam metode Silent Way, guru biasanya menggunakan Cuisenaire rods atau batangan-batangan
berwarna. Guru mengajarkan kosakata dasar dan sedikit aturan tatabahasa lalu siswa belajar
untuk mengucapkan kata rod dan angka-angka, ditambah kata sifat, kata kerja, konjungsi,
pronomina dan adverb.
Stevick mengemukakan lima prinsip dasar atau cirri utama metode Cara Diam, yaitu:
a. mengajar haruslah merupakan bawahan (subordinasi) belajar,
b. belajar bukanlah merupakan tiruan atau latihan,
c. dalam belajar, pikirn memperlengkapi dirinya dengan karyanya sendiri, mencoba-coba (trial and
error), eksperimentasi yang disengaja, menunda keputusan, dan merevisi konklusi (atau
memperbaiki kesimpulan).
d. dalam pelaksanaannya, pikiran menarik atau mengambil segala sesuatu yang sudah pernah
diperolehnya, terutama sekali pengalamannya dalam belajar bahasa ibu.
e. pengajar atau guru harus berhenti mencampuri atau campur tangan dan mengarahkan atau
membelokkan kegiatan sebelumnya (Stevick, 1980:137).
Pakar lain, yaitu Karambelas, mengutarakan teknik-teknik dan prinsip-prinsip metode
Cara Diam sebagai berikut: 1). Menghindari mengulangi contoh ucapan guru, karena tidak perlu,
2). Mengenali dan memahami bahan pelajaran melalui pemakaian dan praktek dalam konteks, 3).
Perbikan atau koreksi jarang dilakukan guru, 4). Pekerjaan lisan diikuti oleh praktek menulis, 5).
Pelajar bertanggungjawab terhadap kegiatan belajar mereka sendiri.
Metode ini barangkali lebih terkenal karena penggunaan balok-balok berwarna, yang
disebut balok-balok Cuisenaire, untuk mengajarkan struktur-struktur dasar bahasa. Seperangkat
kartu-kartu fonetik dan kata yang berupa balok berwarna juga merupakan bahan penting bagi
kelas yang menerapkan metode Cara Diam.
Keunggulan metode ini antara lain: dapat menstimulasi penghipotesisan kaidah; bahasa
dipelajari dalam konteks situasional. Sedangkan kelemahan metode ini adalah: hanya dapat
dipraktekkan pada kelompok kecil; dibutuhkan guru yang terampil; situasinya amat sibuk dan
berat bagi para siswa; sukar membuat ucapan yang tepat tanpa model atau contoh yang baik; dan
tiadanya model bahasa yang baik jusru membatasi perkembangan yang baik, sehingga tidak
jarang berada di bawah tingkat pemula (Steinberg, 1986:192).
10. Sugestopedia
Metode Sugestopedia adalah metode pengajaran yang menggunakan teknik-teknik
relaksasi dan konsentrasi untuk merangsang pembelajar agar menggunakan daya pikir bawah
sadarnya untuk menambah kemampuannya mengingat lebih banyak kosakata dan struktur
(Lazanov dikutip Ghazali, 2010:100). Ciri utama dari pendekatan ini adalah penciptaan suasana
pembelajaran yang "sugestif", merangsang pikiran bawah sadar dengan menggunakan cahaya
yang lembut, musik barok, tempat duduk yang nyaman, dan teknik-teknik dramatis yang
dilakukan guru untuk menyajikan materi bahasa.
Kegiatan pengajaran dengan metode ini terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a. pertama, siswa membaca materi pelajaran sebelumnya melalui percakapan, permainan atau skit
(drama humoris yang pendek).
b. berikutnya, bahan baru disajikan melalui dialog-dialig panjang yang didasarkan pada situasi
nyata. Tahap ini diikuti dengan "active concert" dan "passive concert".
c. sesi ketiga disebut fase aktivasi (activation phase). Pada tahap ini diberikan penguatan terhadap
materi baru yang sudah dipelajari pada fase kedua.
Agar metode Lozanov dapat dipraktekkan atau diterapkan secara efektif, diperlukan tiga
unsur penting (Tarigan, 1986:263), yaitu:
a. ruang kelas yang menarik atau atraktif (dengan cahaya yang lembut) dan suasana kelas
yang menyenagkan;
b. guru yang berkepribadian dinamis yang mampu memerankan bahan dan memotivasi
belajar para siswa; dan
c. para siswa yang dapat siap-siaga dalam kesantaian (Bancroft 1978:172; Krashen,
1986:143-144).
Kelemahan metode ini antara lain: hanya dapat digunakan bagi kelompok kecil,
menjengkelkan dan menggelisahkan bagi orang-orang yang tidak menyukai Hayden dan
penggubah lagu klasik lainnya; biayanya terlalu mahal; belum ada ketentuan dan persiapan bagi
tingkat-tingkat menengah dan lanjutan (Steinberg, 1986:193); membuat pemahaman membaca
dan menyimak terlalu terbatas; dan bahan masukan secara pedagogis dipersiapkan terlalu bersifat
eksklusif (Omagio dikutip Tarigan, 1986:264).
III. SIMPULAN
Metode pengajaran adalah pola-pola tindakan pembelajaran yang dirancang untuk
mendapatkan hasil pembelajaran tertentu.
Beberapa metode pengajaran bahasa antara lain metode terjemahan tata bahasa,metode
langsung, metode audio lingual, pendekatan kognitif, pendekatan ganda, responsi fisik total,
pendekatan alamiah, belajar bahasa masyarakat, cara diam, sugestopedia.
Tiap-tiap metode pengajaran bahasa memiliki beberapa keungulan selain kekuranga-
kekurangan.
DAFTAR PUSTAKA
Tarigan, Henry Guntur, 1986. Pengajaran Pemerolehan Bahasa. Bandung: Angkasa
Ghazali, Syukur, 2010. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa dengan Pendekatan
Komunikatif-Interaktif. Bandung: PT Refika Aditama
Roekhan-Nurhadi, 1990. Dimensi-dimensi dalam Pembelajaran Bahasa Kedua. Bandung: Sinar
Baru
Diposkan oleh puthut gunawan di 05:20 Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Pengikut
Arsip Blog
▼ 2012 (22) o ▼ Februari (22)
Makalah ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA DALAM KARANGA...
Soal UN Bhs Indonesia SMP 2006 Soal UN B Indonesia SMP 2005 Program belajar tambahan Kepribadian seorang guru UU No.14 tahun 2005 UU No.20 tahun 2003 sk BSNP tentang kisi-kisi UN 2012 kisi-kisi UN 2012 pos un 2012 Makalah Inferensi; skemata, skrip, dan skenario Makalah Infleksi dan Derivasi Makalah Klausa dan Jenis-jenis Klausa Makalah TES URAIAN Makalah ANAVA DUA JALUR Makalah "Beberapa Metode Pengajaran Bahasa" Makalah PRESUPPOSISI, ASORSI, INFERENSI, INFORMASI... Makalah "Populasi dan Sampel" Makalah Problematika Keguruan dan Pendidikan di In... Makalah Kajian Sastra silabus IPS SMP kelas IX semester gazal klik disin...
Makalah Problematika Pendidikan
Mengenai Saya
puthut gunawan Lihat profil lengkapku
Template Picture Window. Diberdayakan oleh Blogger.
DAFTAR PUSTAKA
Tarigan, Henry Guntur, 1986. Pengajaran Pemerolehan Bahasa. Bandung: Angkasa
Ghazali, Syukur, 2010. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa dengan Pendekatan
Komunikatif-Interaktif. Bandung: PT Refika Aditama
Roekhan-Nurhadi, 1990. Dimensi-dimensi dalam Pembelajaran Bahasa Kedua. Bandung: Sinar
Baru