61
TRADISI MALAM BAINAI PADA ACARA PERKAWINAN ADAT PADANG PARIAMAN DI KECAMATAN RAJABASA KOTA BANDAR LAMPUNG (SKRIPSI) Oleh DINI RAHMA OKTORA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016/2017

TRADISI MALAM BAINAI PADA ACARA …digilib.unila.ac.id/27753/10/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN...Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah pelaksanaan malam bainai

Embed Size (px)

Citation preview

TRADISI MALAM BAINAI PADA ACARA PERKAWINAN ADATPADANG PARIAMAN DI KECAMATAN RAJABASA

KOTA BANDAR LAMPUNG

(SKRIPSI)

OlehDINI RAHMA OKTORA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG2016/2017

ABSTRAK

TRADISI MALAM BAINAI PADA ACARA PERKAWINAN ADAT PADANG

PARIAMAN DI KECAMATAN RAJABASA KOTA BANDAR LAMPUNG

OLEH

DINI RAHMA OKTORA

Indonesia merupakan Negara yang memiliki keanekaragaman suku bangsa yang memiliki adat

dan budaya yang berbeda-beda. Dari berbagai macam budaya, masing – masing memiliki tradisi

dan adat istiadatnya, salah satunya tradisi orang Padang Pariaman yang ada di Kelurahan

Rajabasa Raja Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung terdapat budaya yaitu sebuah tradisi

yang disebut malam bainai. Malam bainai merupakan memerahkan kuku pengantin dengan daun

inai yang telah dilumatkan. Acara malam bainai dilaksanakan di rumah anak daro, yang

diadakan pada malam sehari sebelum hari pernikahan.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah pelaksanaan malam bainai pada

acara perkawinan adat Padang Pariaman di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung?”.

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan malam bainai

pada acara perkawinan Adat Padang Pariaman di Kelurahan Rajabasa Raja Kecamatan Rajabasa

Kota Bandar Lampung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, dengan teknik

pengumpulan data yang menggunakan wawancara, observasi, dokumentasi dan menganalisis

data dengan teknik kualitatif.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa malam bainai dilaksanakan melalui tiga tahap yaitu (1)

tahap Basegeh (persiapan) yaitu mempersiapkan perlengkapan maupun peralatan yang

digunakan dalam proses malam bainai, moderator, tata busana, kesenian tradisional. (2) tahap

pelaksanaan yaitu bamandi – mandi , maniti kain kuniang dan bainai. (3) tahap Bakameh-kameh

(penutup), pemberian nasehat, pembacaan do’a untuk kedua mempelai dan diakhiri dengan acara

keluarga ataupun hiburan.

TRADISI MALAM BAINAI PADA ACARA PERKAWINAN ADATPADANG PARIAMAN DI KECAMATAN RAJABASA

KOTA BANDAR LAMPUNG

OlehDINI RAHMA OKTORA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA PENDIDIKAN

PadaProgram Studi Pendidikan Sejarah

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan SosialFakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG2016/2017

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kototinggi, 12 Oktober 1994. Penulis

merupakan anak pertama dari 4 bersaudara pasangan Bapak

Yulia Nifrizon dan Hasma Nengli. Pendidikan penulis dimulai

dari Sekolah Dasar Negeri 02 Sungai Dadok dan tamat belajar

pada tahun 2007.

Penulis melanjutkan pendidikan kejenjang sekolah menengah pertama di SMP Negeri

1 Kecamatan Gunuang Omeh dan selesai pada tahun 2010 dan dilanjutkan kejenjang

sekolah menengah atas di SMA N 1 Suliki dan tamat belajar pada tahun 2013. Pada

tahun 2013 penulis diterima di Universitas Lampung, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, di Program Studi

Pendidikan Sejarah dengan jalur SNMPTN.

Pada Semester VI penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kampung

Surabaya Ilir, Kecamatan Bandar Surabaya dan menjalani Program Pengalaman

Lapangan (PPL) di SMA Negeri 1 Bandar Surabaya, Lampung Tengah.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa

(UKM) tingkat universitas, jurusan, tingkat program studi maupun organisasi yang

berada dilur kampus. Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang diikuti, antara lain UKM

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Lampung, Himapis, Ikatan

Mahasiswa Minang - (IMAMI) Lampung dan Fokma Pendidikan Sejarah.

Motto

من و ودج جد من

Man Jadda Wa Jada, wa Man Shabara Zhafira

Siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil dan siapa yangbersabar akan beruntung

(Pepatah Arab)

“Karena sesungguh nya di dalam setiap kesulitan itu ada

kemudahan. Sesungguh nya dalam setiap kesulitan itu ada

kemudahan.”

(QS. Al Insyirah: 5-6)

“Sakit dalam perjuangan itu hanya sementara. Bisa jadi Anda

rasakan dalam semenit, sejam, sehari, atau setahun. Namun jika

menyerah, rasa sakit itu akan terasa selamanya…”

(Lance Armstrong)

i

PERSEMBAHAN

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala hidayah dan karunia- Nya. Shalawat danSalam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Dengan kerendahan hati

dan rasa syukur, kupersembahkan sebuah karya kecil ini sebagai tanda cinta dan sayangkukepada :

Kedua orang tuaku Bapak Yulia Nifrizon dan Ibu Hasma Nengli yang telahmembesarkanku dengan penuh kasih sayang, pengorbanan, dan kesabaran. Terimakasih

atas setiap tetes air mata dan tetes keringat, dan yang selalu membimbing dan mendoakankeberhasilanku, sungguh semua yang Bapak dan Ibu berikan tak mungkin terbalaskan.

Terima kasih pada adik-adiku tercinta M. Rasyid Ridho, M. Ikhsanul Ikhwan dan HusnulMardiatur Rahmi, terimakasih atas doa, semangat, dan kasih sayang yang selalu diberikan

selama ini.

Bapak/Ibu dosen, Bapak/Ibu guru, terimakasih atas bimbingan, dorongan dan motivasiyang telah diberikan selama ini.

Sahabat dan teman-teman yang telah memberi semangat dan dukungan, terimakasih telahmengukirkan sebuah sejarah dalam kehidupanku.

Almamater tercinta “Universitas Lampung”

ii

SANWACANA

Alhamdulillahirobbil ’aalamin,

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya saya dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga selalu

tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Skripsi yang berjudul “Tradisi

Malam Bainai Pada Acara Perkawinan Adat Padang Pariaman Di

Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung” adalah salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan

dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Muhammad Fuad, M. Hum., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Abdurrahman, M.Si., Wakil Dekan Bidang Akademik dan

Kerjasama Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

3. Bapak Drs. Buchori Asyik, M.Si., Wakil Dekan Bidang Umum dan

Keuangan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

4. Bapak Drs. Supriyadi, M.Pd., Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan

Alumni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

iii

5. Bapak Drs. Zulkarnian, M.Si., Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan

Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

6. Bapak Drs. Syaiful M, M.Si., Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah,

sekaligus sebagai pembimbing II skripsi penulis, terima kasih Bapak atas

saran, dan bimbingannya, selama penulis menjadi mahasiswa di Program

Studi Pendidikan Sejarah Unila.

7. Bapak Drs. Ali Imron, M.Hum., Pembahas skripsi penulis, terima kasih

Bapak atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik

yang membangun selama proses penyelesaian skripsi ini.

8. Bapak Drs. Tantowi Amsia, M.Si., Pembimbing Akademik dan sebagai

Pembimbing I skripsi penulis, terima kasih Bapak atas segala saran,

bimbingan dan kepeduliannya selama penulis menjadi mahasiswa di Program

Studi Pendidikan Sejarah Universitas Lampung.

9. Bapak Drs. Maskun, M.H, Drs. Wakidi, M.Hum., Ibu Dr. Risma Sinaga,

M.Hum., Bapak Drs. Iskandar Syah, M.H., Bapak M. Basri, S.Pd., M.Pd.,

Bapak Suparman Arif, S.Pd., M.Pd., Ibu Yustina Sri Ekwandari, S.Pd.,

M.Hum., Bapak Cheri Saputra S.Pd., M.Pd., dan Mami Myristica Imanita,

S.Pd., M.Pd., sebagai Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah yang penulis

banggakan dan pendidik yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan

pengalaman berharga kepada penulis selama menjadi mahasiswa di Program

Studi Pendidikan Sejarah Universitas Lampung.

10. Bapak dan Ibu staff tata usaha dan karyawan Universitas Lampung.

11. Kakak Hafifatul Aulia Rahmy., Fadillaturrahmy yang selalu memberi

dukungan dan semangat serta motivasi kepada penulis.

iv

12. Sahabat dan teman seperjuangan (Ira Andestia, Johan Setiawan, Adi

Wiranata, Indah Nurkomala Dewi, Noviani Lukita Ningtyas, Karlina Kusuma

Putri, Puji Umayah, Yuliana, Kiki Rizki Palmaya, Afida Afianingsih), dan

seluruh teman-teman HVM angkatan 2013 yang tidak bisa penulis sebutkan

satu persatu.

13. Teman-teman KKN dan PPL Wahyu Arif Furqon, Yusi Zulianti, Richa

Amelia, Risva Nita, Ratu Faizatul Mufazah, Rizka Dwi Septiani, Anggun

Widyawati, Lisa Sasmita dan Triyana Agustina Silaban. Terimakasih

semangat dan dukungannya.

14. Rekan-rekan Ikatan Mahasiswa Minang (IMAMI) - Lampung (Wiwing,

Ghina, Ayu, Yani, Iftitah, Mutiara, Sernila, Yola, Lira, Siska, Fika, Eko,

Rozi, Bang Af, Bang Febri, Bang Anggi, Bang Randi ) dan seluruh keluarga

besar Ikatan Mahasiswa Minang (IMAMI) - Lampung yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu.

15. Keluarga besar Pendidikan Sejarah, terima kasih atas segala kekeluargaan dan

kebersamaannya selama ini.

Semoga penelitian ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Penulis

mengucapkan terima kasih banyak atas segala bantuannya, semoga Allah SWT

memberikan kebahagiaan atas semua yang telah kalian berikan.

Bandar Lampung, Agustus 2017

Dini Rahma Oktora

v

DAFTAR ISI

Halaman

PERSEMBAHAN ................................................................................................ i

SANWACANA .................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ v

DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... viii

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1

1.2 Identifikasi Masalah.............................................................................. 6

1.3 Pembatasan Masalah ............................................................................. 7

1.4 Rumusan Masalah ................................................................................. 7

1.5 Tujuan Penelitian .................................................................................. 7

1.6 Manfaat Penelitian ................................................................................ 7

1.7 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA

2.1 Tinjauan Pustaka ................................................................................... 9

2.1.1. Konsep Tradisi ............................................................................ 9

2.1.2. Konsep Adat Minangkabau ........................................................ 13

2.1.3. Konsep Perkawinan Adat Minangkabau .................................... 15

2.1.4. Konsep Malam Bainai ................................................................ 17

2.2 Kerangka Pikir ...................................................................................... 20

2.3 Paradigma ............................................................................................. 21

III. METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian ................................................................................. 23

3.2 Lokasi Penelitian ................................................................................. 24

3.3 Variabel Penelitian,Definisi Oprasional dan Informan ........................ 25

3.3.1. Variabel Penelitian .................................................................... 25

3.3.2. Definisi Oprasional Variabel ..................................................... 26

3.3.3. Informan .................................................................................... 27

3.4 Pengumpulan Data ................................................................................ 30

3.4.1. Teknik Wawancara .................................................................... 30

3.4.2. Teknik Observasi ....................................................................... 31

vi

3.4.3. Teknik Dokumentasi ................................................................. 32

3.5 Teknik Analisis Data ............................................................................ 32

3.5.1. Reduksi Data ............................................................................. 33

3.5.2. Pernyajian Data ......................................................................... 33

3.5.3. Pengambila Kesimpulan dan Verifikasi .................................... 33

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1. Gambaran Umum Daerah Pendidikan ............................................ 34

4.1.1.1 Deskripsi Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung .......... 34

4.1.1.2 Letak dan Batas Kelurahan Rajabasa Raya ............................. 39

4.1.1.3 Luas Wilayah Kelurahan Rajabasa Raya................................. 40

4.1.1.4 Keadaan Penduduk .................................................................. 41

a. Keadaan Penduduk Berdasarkan Jumlah Penduduk .................. 41

b. Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian .................. 42

c. Keadaan Penduduk Berdasarkan Etnis/Suku ............................. 43

d. Keadaan Penduduk Berdasarkan Pendidikan............................. 44

e. Keadaan Penduduk Berdasarkan Sarana Pendidikan ................. 45

f. Keadaan Sosial Budaya dan Agama Masyarakat ....................... 46

4.1.2. Sistem Kekerabatan Masyarakat Padang Pariaman ....................... 47

4.1.3. Perkawinan Adat Masyarakat Padang Pariaman ............................ 48

4.1.4. Pelaksanaan Tradisi Malam Bainai pada acara Perkawinan Adat

Padang Pariaman ................................................................................. 50

4.1.4.1 Pelaksanaan tradisi malam bainai........................................ 52

4.1.4.1.1. Basegeh (Persiapan)....................................................... 52

4.1.4.1.2. Pelaksanaan ................................................................... 55

4.1.4.1.3. Bakameh-kameh (Penutup) ............................................ 60

4.1.5. Pelaksanaan Tradisi Malam Bainai Pada Acara Perkawinan Adat

Padang Pariaman di Kelurahan Rajabasa Raya .................................... 61

4.1.5.1 Acara malam bainai dirumah Bapak H. Chairul................. 61

4.1.5.2 Acara malam bainai dirumah Ibu Desmaini ....................... 72

4.1.6. Tujuan Melaksanakan Tradisi Malam Bainai ................................ 82

4.2 Pembahasan ........................................................................................ 84

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ........................................................................................ 95

5.2. Saran .................................................................................................. 98

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR ISTILAH

LAMPIRAN

vii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1 Nama Penjabat Kelurahan Rajabasa Raya ……………........................ 40

Tabel 2 Penggunaan Lahan di Kelurahan Rajabasa Raya .................................... 41

Tabel 3 Jumlah Penduduk Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa KotaBandar Lampung Tahun 2016…………. .............................................. 42

Tabel 4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencarian.................................... 43

Tabel 5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan………................. 45

Tabel 6 Jumlah Sarana Pendidikan di Kelurahan Rajabasa Raya ..................... 46

Tabel 7 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Yang Dianut …...................... 47

viii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar istilah

2. Pedoman wawancara

3. Surat izin penelitian pendahuluan

4. Surat izin penelitian

5. Surat keterangan penelitian

6. Lembar pengajuan judul

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara yang terkenal akan banyak pulau yang terbentang

mulai dari Sabang sampai Marauke dan memiliki kekayaan dan keindahan alam

didalamnya. Terdiri dari ribuan pulau yang dipisahkan oleh lautan, menjadikan

negara ini memiliki etnis serta budaya yang beragam dari masing-masing suku

bangsa tersebut.

Kebudayaan menurut Koentjaraningrat adalah keseluruhan sistem gagasan,

tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan

milik diri manusia dengan belajar. Hal tersebut berarti bahwa hampir seluruh

tindakan manusia adalah kebudayaan karena hanya sedikit tindakan manusia

dalam kehidupan masyarakat yang tidak perlu dibiasakan dengan belajar

(Koentjaraningrat, 2009:144).

Dikarenakan adanya keragaman dan corak tersebut, maka Koentjraningrat

berpendirian bahwa kebudayaan itu ada 3 (tiga) wujudnya yaitu:

1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide, gagasan, nilai,norma, peraturan dan sebagainya.

2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakanberpola dari manusia dalam masyarakat.

3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia(Koentjaraningrat,2009:150).

2

Budaya adalah rasa, cipta, dan karsa manusia, maka untuk hasil dari budaya

itulah yang dinamakan dengan kebudayaan. Kebudayaan merupakan suatau

kekayaan yang sangat benilai karena selain merupakan ciri khas dari suatu daerah

juga menjadi lambang dari kepribadian suatu bangsa atau daerah.

Disamping itu, menurut Koentjaraningrat terdapat 7 unsur kebudayaanyang ditemukan pada keseluruhan bangsa di dunia antara lain:

1. Bahasa2. Sistem pengetahuan3. Organisasi sosial4. Sistem peralatan hidup dan teknologi5. Sistem mata pencaharian hidup6. Sistem religi7. Kesenian (Koentjaraningrat 2009:165)

Sekian banyak suku yang terdapat di Indonesia, salah satunya adalah etnis

Minangkabau, yang berbudaya Minangkabau. Daerah Minangkabau terkenal

akan kental adat dan kebudayaannya. Didaerah Minangkabau keterkaitan antara

adat dan budaya sangatlah erat, terlihat dari falsafah hidup Minangkabau “

adaik basandi syarak, syarak basandi kitabullah”. Artinya adat yang didasarkan

atau ditopang oleh syariat agama Islam yang syariat tersebut berdasarkaan pula

pada Al-Qur’an dan Hadist. Ini dapat terlihat dari penerapan adat dan tradisi

yang harus selaras dengan syariat Islam yang merupakan agama mayoritas.

Alam yang merupakan ciptaan Tuhan yang dijadikan acuan dalammenyusun adat istiadat di nagari-nagari yang berdasarkan pokok-pokokdari “adat yang diadatkan”, maka “alam takambang manjadi guru”yang artinya dalam bahasa indonesia adalah “alam terkembang menjadiguru”, merupakan filosofi dalam menyusun adat istiadat di nagari, yangdilengkapi dengan penyesuaian alua jo patuik (alur dan patut) (MusyairZainuddin, 2013: 20).

3

Di samping kepercayaan yang kuat terhadap Agama Islam, ciri–ciri khas yang

sering kali dihubungkan dengan orang Minangkabau ialah merantau dan adat,

khususnya adat yang berciri matrilineal (nasab ibu) (Tsuyoshi Kato, 2005 : 4).

Orang minang menganggap ibu merupakan sumber utama perkembangan

hidupnya budi yang baik, ibu yang baik, akan melahirkan insan yang baik dan

berbudi pula (Hakimy, 2001:39). Semua hal diprioritaskan untuk wanita

minang, karena kodrat wanita lebih lemah dibandingkan dengan lelaki. Seorang

lelaki minang jika ia sudah bisa mencari uang maka kebanyakan ia akan pergi

keluar dari daerah asalnya (merantau).

Orang–orang Minangkabau khususnya yang berasal dari Padang Pariaman

banyak yang merantau, salah satunya di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar

Lampung. Orang Padang Pariaman hidup berkeluarga dan menyebar di Kota

Bandar Lampung. Para perantau ada yang menambah keluarga dengan cara

menikah dengan sesama orang minang atau bahkan dengan orang yang dari

suku lainnya, namun dalam tradisi adat, orang Padang Pariaman tetap

mempertahankan prosesi adatnya walaupun sudah tidak berada ditanah atau

ranah Minangkabau (dirantau). Kita lihat saja dalam rangkaian perkawinan

yang dilaksanakan masih melakukan beberapa ritual adat Minangkabau.

Contohnya, pada upacara perkawinan, baik itu sebelum pernikahan seperti

manapiak/manyilau janjang, maminang, batimbang tando, bapingik dan malam

bainai (bagi calon mempelai wanita), adapun ritual adat setelah pernikahan

seperti baralek, balantuang kaniang, manjalang mintuo/maanta singgang

ayam/maanta nasi lamak. Hal ini dibolehkan dengan syarat tidak bertentangan

dengan agama Islam.

4

Perbedaan adat istiadat dapat dibuktikan salah satu diantaranya perbedaan

tatacara Perkawinan Adat antara daerah yang satu ke daerah yang lainnya

Perkawinan merupakan salah satu unsur dari sebuah kebudayaan. Perkawinan

masuk kedalam suatu organisasi sosial dikarenakan pada hakekatnya manusia

tidak bisa berkembang dengan baik dan beradab tanpa proses atau lembaga yang

disebut perkawinan. Perkawinan merupakan ikatan lahir bathin antara seorang

pria dan seorang wanita sebagai seorang suami istri yang bertujuan untuk

membentuk kelurga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa.

Melalui perkawinan akan menyebabkan adanya (lahirnya) keturunanyang baik dan sah, dan keturunan yang baik dan sah dapat menimbulkanterciptanya satu keluarga yang baik dan sah pula dan kemudian akhirnyaberkembang menjadi kerabat dan masyarakat yang baik dan sah pula (TolibSetiady, 2008 : 221)

Salah satu upacara adat yang dilakukan sebelum perkawinan yang sering digelar

oleh masyarakat Kecamatan Rajabasa adalah upacara adat malam bainai.

Bainai ialah memerahkan kuku pengantin dengan daun inai yang telah

dilumatkan (A.A. Navis, 1986 : 201). Tujuan menginai kuku agar merah itu

ialah untuk memberikan pertanda kepada kedua pasangan itu bahwa mereka

yang merah kukunya adalah pengantin baru sehingga kalau mereka berjalan

berdua atau pergi mandi bersama ke pancuran, semua orang sudah tahu bahwa

keduanya adalah pengantin baru dan takkan ada orang yang mengusiknya (A.A.

Navis, 1986 : 202).

Salah satu upacara adat yang dilakukan sebelum pernikahan yang sering digelar

oleh masyarakat Kota Padang Pariaman adalah upacara adat malam bainai.

Hasil wawancara dengan Bapak Herman Husen sebagai Ketua Perkumpulan

5

Keluarga Padang Piaman (PKDP) Kota Bandar Lampung pada tanggal 29

November 2016 mengatakan bahwa malam bainai ialah malam dimana calon

anak daro berkumpul dengan kedua orang tua, bako/baki, etek, apak, mamak dan

anggota keluarga lainnya untuk dipasangkan daun pacar merah yang ditumbuk

halus (daun inai). Malam bainai adalah sebuah acara yang sangat sakral yang

tujuannya untuk menjaga anak daro dari kejahatan yang terlihat maupun tidak

terlihat dan menghiburnya dengan mengadakan acara-acara tradisional seperti

selawat, randai, saluang dan lain- lain. Tujuan lainnya juga, dalam acara malam

bainai ini dimanfaatkan keluarga untuk berkumpul bersama dan membahas atau

mempersiapkan acara untuk perkawinan pada hari esoknya.

Pelaksanaan malam bainai ini dimanfaatkan anak daro untuk meminta maaf

kepada kedua orang tua dan sanak saudara serta meminta doa restu agar

pernikahan yang akan dijalani diberi keberkahan oleh Allah SWT. Disaat

upacara adat banyak pelaksanaan yang akan dilalui oleh calon anak daro,

seperti Bamandi-mandi (mandi), Maniti Kain Kuniang (berjalan di atas kain

yang berwarna kuning) dan Bainai (memasang inai), tetapi untuk efisiensi

waktu dan pertimbangan-pertimbangan lain seringkali pelaksanaannya

digabung menjadi satu.

Pelaksanaan malam bainai di Kecamatan Rajabasa berdasarkan informasi yang

dikumpulkan dari hasil wawancara dengan beberapa masyarakat yang berasal dari

Padang Pariaman adalah terjadi perbedaan dalam pelaksanaan malam bainai.

adanya tumpang tindih pendapat yang diutarakan oleh masyarakat dalam

pelaksanaan acara ini. Menurut masyarakat adanya pelaksanaan yang sudah tidak

beraturan lagi dan sebagian masyarakat juga tidak mengetahui bagaimana makna

6

dari acara malam bainai itu sendiri. Sementara pendapat Bapak Herman sebagai

Ketua Perkumpulan Keluarga Padang Piaman (PKDP) Kota Bandar Lampung

acara malam bainai ini adalah acara yang sangat sakral dan pada umumnya

dilaksanakan oleh masyarakat Padang Pariaman yang perantauaan (Hasil

wawancara, Bapak Herman Husen, 29 November 2016, Diwarung Teh Telur).

Berdasarkan latar belakang masalah, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian lebih lanjut mengenai pelaksanaan Tradisi Malam Bainai Pada Acara

Perkawinan Adat Padang Pariaman di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar

Lampung.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan secara singkat di atas,

maka penulis mengidentifikasi masalah tradisi malam bainai sebagai berikut:

1. Pelaksanaan Malam Bainai pada Acara Perkawinan Adat Padang Pariaman

di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung?

2. Makna atau nilai-nilai yang terkandung pada tradisi Malam Bainai Pada

Acara Perkawinan Adat Padang Pariaman di Kecamatan Rajabasa Kota

Bandar Lampung?

3. Persepsi masyarakat Malam Bainai Pada Acara Perkawinan Adat Padang

Pariaman di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung?

4. Terjadinya pergeseran pada nilai yang terjadi pada Tradisi Malam Bainai

Pada Acara Perkawinan Adat Padang Pariaman di Kecamatan Rajabasa Kota

Bandar Lampung?

7

1.3 Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini tidak terlalu luas, maka masalah dalam penelitian ini penulis

membatasi pada Pelaksanaan Malam Bainai pada Acara Perkawinan Adat

Padang Pariaman di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung. Diharapkan

dengan pembatasan masalah tersebut, peneliti dapat memfokuskan pada pokok

kajian yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian.

1.4 Rumusan Masalah

Sesuai dengan batasan masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat

dirumuskan adalah bagaimanakah Pelaksanaan Malam Bainai Pada Acara

Perkawinan Adat Padang Pariaman di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar

Lampung?

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui Pelaksanaan Malam

Bainai Pada Acara Perkawinan Adat Padang Pariaman di Kecamatan Rajabasa

Kota Bandar Lampung.

1.6 Manfaat Penelitian

Setiap penelitian diharapkan memberikan kegunaan kepada pihak-pihak yang

membutuhkan. Adapun kegunaan penelitian ini adalah:

a. Secara teoritis, adalah menjadi bahan sumbangan pengetahuan dalam rangka

pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu-ilmu sosial dan budaya

mengenai kebudayaan Minangkabau terutama tradisi Malam Bainai Pada

Acara Perkawinan Adat Padang Pariaman di Kecamatan Rajabasa Kota

8

Bandar Lampung.

b. Secara praktis, dapat dijadikan sebagai bahan informasi kepada

peminat kebudayaan yang ingin mengetahui pelaksanaaan tradisi Malam

Bainai serta menambah wawasan bagi penulis dan pembaca tentang Tradisi

Malam Bainai Pada Acara Perkawinan Adat Padang Pariaman di Kecamatan

Rajabasa Kota Bandar Lampung.

1.7 Ruang Lingkup Penelitian

Agar tidak terjadi suatu kerancuan dalam sebuah penelitian, perlu penulis berikan

batasan ruang lingkup yang akan mempermudah pembaca memahami isi karya

tulis ini. Adapun ruang lingkup tersebut adalah :

a. Subjek Penelitian : Masyarakat Padang Pariaman di Kacamatan

Rajabasa Kota Bandar Lampung

b. Obyek Penelitian : Pelaksanaan Malam Bainai Pada Acara

Perkawinan Adat Padang Pariaman

c. Tempat Penelitian : Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa

Kota Bandar Lampung

d. Waktu penelitian : 2016/2017

e. Konsentrasi ilmu : Antropologi Budaya

9

REFERENSI

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.Halaman 144.

Ibid. Halaman 150.

Ibid. Halaman 165.

Zainuddin, Musyair. 2013. Minangkabau dan adatnya : adat basandi syarak,syarak basandi kitabullah. Halaman 20.

Kato, Tsuyoshi (2005). Adat Minangkabau dan merantau dalam perspektif sejarahPT Balai Pustaka. Halaman 4.

Hakimy, H. Idrus. 2001. Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak diMinangkabau. Bandung : Remaja Rosdakarya. Halaman 39.

Setiady, Tolib. 2008. Hukum Adat Perkawinan. Bandung : Alfabeta. Halaman 221.

Navis A.A. 1986. Alam Takambang Jadi Guru. Jakarta: Pt Pustaka Graffiti Press.Halaman 201.

Ibid. Halaman 202.

Wawancara

Herman Husen. Di Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Kota Bandar

Lampung. 29 November 2016. Selasa. Pukul 20.00 WIB.

9

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA

2.1 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan

dijadikan topik penelitian, dimana didalam tinjauan pustaka akan dicari teori atau

konsep-konsep atas generalisasi yang akan dijadikan landasan teoritis bagi

penelitian yang akan dilakukan. Adapun tinjauan pustaka dalam penelitian ini

adalah :

2.1.1 Konsep Tradisi

Upaya manusia dalam rangka memenuhi bebutuhan hidupnya tentu dengan

mengandalkan kemampuan manusia sendiri untuk menjadikan alam sebagai

obyek yang dapat dikelola untuk memenuhi kebutuhan hidup. kebudayaan lahir

sesungguhnya diakibatkan oleh keinginan manusia untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya, dalam bentuk tingkah laku, pola hidup, perekonomian, pertanian,

sistem kekerabatan, stratifikasi sosial, religi, mitos dan sebagainya. Kesemua

aspek tersebut yang kemudian harus dipenuhi oleh manusia dalam kehidupannya

yang sekaligus secara spontanitas akan melahirkan kebudayaan atau tradisi.

Kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta buddhayah yang merupakan

bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan

sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal. Adapun istilah

culture yang merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya dengan

kebudayaan berasal dari kata latin colere, artinya mengelola atau mengajarkan,

yaitu mengelola tanah atau bertani. Dari asal arti tersebut, yaitu colere

kemudian culture, diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk

mengelola dan mengubah alam (Soejono Soekanto, 2010: 150 ).

10

Menurut E.B Taylor (1871) dalam buku Soerjono Soekanto, kebudayaan adalah

kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum,

adat istiadat, kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh

manusia sebagai anggota masyarakat (Soerjono Soekanto, 2010 : 150).

Kebudayaan menurut Koentjaraningrat adalah Keseluruhan sistem gagasan,

tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan

milik diri manusia dengan belajar. Hal tersebut berarti bahwa hampir seluruh

tindakan manusia adalah kebudayaan karena hanya sedikit tindakan manusia

dalam kehidupan masyarakat yang tidak perlu dibiasakan dengan belajar

(Koentjaraningrat, 2009:144).

Perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia

sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda yang bersifat nyata,

misalnya pola-pola perilaku, bahasa, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain,

yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan

kehidupan bermasyarakat.

Upaya untuk meringankan kehidupan manusia, dapat dikatakan tradisi

merupakan bagian dari kebudayaan. Pengertian Tradisi dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia adalah segala sesuatu seperti adat, kepercayaan, kebiasaan,

ajaran yang turun temurun dari nenek moyang. Tradisi adalah adat-istiadat atau

kebiasaan yang turun temurun yang masih dijalankan di masyarakat (Kamus

Besar Bahasa Indonesia, 1976:157).

11

Menurut Anton M. Moeliono tradisi adalah adat kebiasaan turun temurun (dari

nenek moyang) yang masih dijalankan masyarakat. Tradisi didefinisikan sebagai

cara mewariskan pikiran, kebiasaan, kepercayaan, kesenian dari leluhur ke anak

cucunya. Tradisi juga merupakan warisan masa lalu yang dilestarikan terus

hingga sekarang, baik berupa nilai, norma sosial, maupun adat kebiasaan yang

merupakan wujud dari berbagai aspek kehidupan. Pada dasarnya tradisi

merupakan bagian dari kebudayaan. Dilihat dari konsep kebudayaan itu sendiri,

kebudayaan merupakan hasil karya manusia yang dilakukan secara berulang-

ulang berdasarkan waktu tertentu dengan anggota masyarakat lainnya. Hasil

karya yang dilakukan secara berulang-ulang ( Anton M. Moeliono, 1995: 1280).

Menurut Soebadio dalam Mursal Esten dalam buku kajian transformasi

budaya “Tradisi adalah kebiasaan turun-temurun sekelompok masyarakat

berdasarkan nilai budaya masyarakat yang bersangkutan. Tradisi

memperlihatkan bagaimana anggota masyarakat bertingkah laku, baik

dalam kehidupan yang bersifat duniawi maupun terhadap hal-hal yang

bersifat gaib atau keagamaan. Di dalam tradisi diatur bagaimana manusia

berhubungan dengan manusia lain atau kelompok manusia dengan

kelompok manusia yang lain, bagaimana manusia bertindak terhadap

lingkunagannya dan bagaimana prilaku manusia terhadap alam yang lalu

ia berkembang menjadi suatu sistem, memiliki pola dan norma yang

sekaligus juga mengatur penggunaan sanksi dan ancaman terhadap

pelanggaran dan penyimpangan” (Mursal Esten, 1999 : 21 ).

Tradisi merupakan suatu sistem yang menyeluruh, yang terdiri dari cara aspek

yang pemberian arti terhadap laku ujaran, laku ritual, dan berbagai jenis laku

lainnya dari manusia atau sejumlah manusia yang melakukan tindakan satu

dengan yang lain (Mursal Esten, 1999 : 22 ).

Tradisi juga biasa dikenal oleh sebagian masyarakat dengan sebutan kebiasaan.

Kebiasaan tersebut juga identik dengan adat-istiadat dan kebiasaan kuno.

12

Kebiasaan tradisional yang sudah dijaga sejak lama ini akan semakin

berkembang dan semakin luas, tentunya kebiasaan tradisonal ini akan

bersentuhan atau mendapat pengaruh oleh masyarakat lainnya. Setiap suku

bangsa yang ada pasti memiliki tradisi dan sistem budaya yang berbeda, yang

biasanya ditentukan oleh cara pandang mereka terhadap alam dan bagaimana

cara mereka menempatkan diri meraka terhadap tatanan alam, yang menentukan

kuat dan terjaganya tradisi ini tergantung akan alam dan lingkungan

masyaratknya sendiri.

Didalam suatu sistem pengetahuan, pola dan corak suatu kebudayaan sangat

ditentukan oleh keadaan lingkungan dan kebutuhan utama dari pendukung

kebudayaan dengan demikian, “setiap satu kesatuan masyrakat dengan sendirinya

akan memiliki kebudayaannya sendiri-sendiri sesuai dengan pemenuhan

kebutuhannya dan keadaan lingkungan tempat masyarakat tersebut hidup dan

bermukim” (Burhan Ashshofa, 2001: 71).

Orang Minangkabau menyebut masyarakatnya dengan Alam Minangkabau dan

menyebut kebudayaannya dengan Adat Minangkabau. Penyebutan yang

demikian menunjukan bahwa orang Minangkabau melihat diri alam, dan sebagai

bagian dari alam maka hukum alam yang ada juga berlaku bagi masyarakat

Minangkabau. Berdasarkan filsafat orang minangkabau juga menunjukan hal itu :

alam takambang jadi guru (Mursal Esten, 1999 : 34 ).

Tradisi pada masyarakat Indonesia masih banyak yang dilakukan dengan baik

hingga saat ini tradisi-tradisi tersebut tentu saja memiliki tujuan yang baik untuk

menciptakan masyarakat yang berperadaban. Masyarakat Minangkabau

13

meskipun sudah hidup merantau (jauh dari alam Minangkabau) mereka tetap

menjaga bagaimana supaya adat dan tradisinya tetap dilaksakan dengan baik,

contohnya tradisi Malam Bainai dan masih banyak tradisi-tradisi lain.

2.1.2 Konsep Adat Minangkabau

Adat Minangkabau merupakan peraturan dan undang-undang atau hukum adat

yang berlaku dalam kehidupan sosial orang-orang Minangkabau, terutama yang

bertempat tinggal di alam Minangkabau (Amir Sjarifoedin, 2011:56). Ajaran-

ajarannya membedakan secara tajam antara manusia dengan hewan di dalam

tingkah laku dan perbuatan, yang didasarkan kepada ajaran-ajaran berbudi baik

dan bermoral mulia sesama manusia dan alam lingkungannya (Idrus Hamkimy,

2001 : 13).

Adat Minangkabau dapat diartikan sebagai : Aturan (perbuatan dan

sebagainnya) yang lazim diturut atau dilakukan oleh masyarakat

Minangkabau sejak dulu kala; atau cara (kelakuan dan sebagainya) yang

sudah menjadi kebiasaan masyarakat Minangkabau ; dapat pula sebagai

wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma,

hukum, dan aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem

dalam masyarakat Minangkabau (Amir Sjarifoedin, 2011 : 58).

Minangkabau itu terkenal adatnya yang melahirkan budaya Minangkabau. Kata

adat dalam pengertian Minangkabau berasal dari bahasa Sanskerta yang dibentuk

dari a dan dato. A artinya tidak, dato artinya sesuatu yang bersifat kebenaran.

Adat pada hakikatnya adalah segala sesuatu yang tidak bersifat kebenaran

(Musyair Zainuddin, 2013 : 11). Oleh karena itu, adat ada dalam pikiran yang

akan menentukan untuk bersikap dan berprilaku maupun berbuat serta mengambil

tindakan

14

Adat Minangkabau adalah suatu pandangan hidup yang berpangkal pada budi.

Budi berdasarkan ketentuan-ketentuan yang nyata dalam alam sebab alam adalah

semata-mata budi yang bersifat memberi dengan tidak mengharap balas (Musyair

Zainuddin, 2013 : 18)

Adat Minangkabau merupakan falsafah kehidupan yang menjadi budaya dan

kebudayaan Minangkabau. Ia juga sekaligus merupakan suatu aturan dan tata cara

kehidupan masyarakat Minangkabau yang disusun berdasarkan musyawarah dan

mufakat serta diturunkan secara turun temurun secara alamiah (Amir Sjarifoedin

2011 : 58).

Disamping itu Adat Minangkabau adalah kebudayaan secara utuh yang

dapat berubah. Namun ada adat yang tidak dapat berubah. Adat yang tidak

dapat berubah dibagi dalam empat kategori, yakni:

1. Adat Yang Sabana Adat

Adat yang asli, yang tidak berubah, yang tak lapuk oleh hujan yang

tak lekang oleh panas. Adat yang lazim diungkapkan dalam pepatah

dan petitih ini, seperti hukum alam yang merupakan falsafah hidup

mereka.

2. Adat-Istiadat

Ialah kebiasaan yang berlaku di tengah masyarakat umum atau

setempat, seperti acara yang bersifat seremoni atau tingkah laku

pergaulan yang bila dilakukan akan dianggap baik dan bila tidak

dilakukan tidak apa-apa.

3. Adat Yang Diadatkan

Ialah apa yang dinamakan sebagai undang-undang dan hukum yang

berlaku, seperti yang didapati pada Undang-Undang Luhak dan

Rantau, Undang-Undang Nan Dua Puluh.

4. Adat Yang Teradat

Ialah peraturan yang dilahirkan oleh mufakat atau konsensus

masyarakat yang memakainya, seperti yang dimaksud memangan:

Patah tumbuah, hilang baganti (patah tumbuh, hilang baganti) (Anton

M. Moeliono 1995: 1280).

Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, adat Minangkabau adalah adat yang

mengutamakan budi. Budi adalah tabiat, akhlak, watak seseorang dalam sopan

santun. Cara seseorang bersikap dan bertutur kata dengan baik dalam bergaul

15

dapat menunjukan budinya. Oleh karena itu, setiap orang Minangkabau harus

mengetahui sopan santun. Orang minangkabau terkenal akan adat dan agamanya

yang kental. Adat yang berlaku di minangkabau selalu beriringan dengan jalannya

kibullah (Al-Qur-an).

2.1.3 Konsep Perkawinan Adat Minangkabau

Kebiasaan kehidupan sehari-hari orang Minangkabau banyak mempergunakan

kata adat terutama yang berkaitan dengan pandangan hidup maupun norma-norma

yang berkaitan dengan hidup dan kehidupan orang-orangnya. Menurut orang

minang, adat adalah kebudayaan secara keseluruhan.

Berdasarkan pasal 1 undang-undang perkawinan Republik Indonesia disebutkan

bahwa perkawinan adalah ikatan lahir-batin antara seorang pria dan wanita

sebagai suami istri dengan tujuan membentuk suatu keluarga (rumah tangga) yang

bahagia dan kekal bersama Ketuhanan Yang Maha Esa (Anjar Any, 1986 : 11)

Kemudian dalam pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Perkawinan tersebut juga

disebutkan, hidup bersama tanpa diikat dalam tali perkawinan dan tidak melalui

tatacara perkawinan yang telah ditentukan undang-undang perkawinan adalah

tidak dibenarkan (Anjar Any, 1986 : 11)

Sementara itu perkawinan menurut hukum adat memberikan arti yang luas yaitu

sebagai berikut “perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan

wanita sebagai suami istri dengan maksud mendapatkan keturunan yang

membangun serta membina kehidupan keluarga rumah tangga, tetapi juga

hubungan hukum yang menyangkut para anggota kerabat baik dari pihak suami

maupun pihak istri” (Hilman Hadikusuma,1989 : 67).

16

Suku bangsa Minangkabau menganut stelsel matrilineal dengan sistem kehidupan

yang komunal, yaitu menempatkan perkawinan menjadi persoalan dan urusan

kaum kerabat, mulai dari mencari pasangan, membuat persetujuan, pertunangan,

dan perkawinan, bahkan sampai kepada segala urusan akibat perkawinan itu.

Perkawinan bukanlah masalah sepasang insan yang hendak membentuk keluarga

atau membentuk rumah tangganya saja. Oleh karena itu filsafah Minangkabau

telah menjadikan semua orang hidup bersama-sama, maka rumah tangga menjadi

urusan bersama, sehingga masalah pribadi dalam hubungan suami istri tidak

terlepas dari maslah bersama (A.A. Navis, 1986 : 193).

Menurut adat Minangkabau, perkawinan merupakan persoalan kaum kerabat.

Mulai dari mencari pasangan, membuat persetujuan, pertunangan dan acara

perkawinan adalah tanggung jawab bersama. Dalam adat minangkabau,

perkawinan bukan sekedar usaha untuk membentuk suatu keluarga oleh sepasang

manusia, tetapi juga untuk melanjutkan garis keturunan. Segala urusan didalam

adat Minangkabau menjadi urusan bersama (Yulfian Azrial, 1994 : 14).

Perkawinan adalah suatu perjanjian yang suci, kuat dan kokoh untuk hidup

bersama secara sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan

membentuk keluarga yang kekal santun menyantuni, kasih mengasihi tenteram

dan bahagia (Mohammad Idris, 1999:1)

Berdasarkan pendapat di atas, perkawinan merupakan ikatan lahir bathin antara

seorang pria dan seorang wanita sebagai seorang suami istri yang bertujuan untuk

membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa. Semua mahluk hidup memiliki hak azasi untuk melanjutkan keturunannya

17

melalui perkawinan, yakni melalui budaya dalam melaksanakan suatu perkawinan

yang dilakukan di Indonesia. Ada perbedaan-perbedaannya dalam pelaksanaan

yang disebabkan karena keberagaman kebudayaan atau kultur terhadap agama

yang dianut. Seperti yang ada di daerah Minangkabau, pelaksanaan nya memiliki

ciri khas yang berbeda dari daerah yang lain. Stelsel perkawinannya adalah

mengikuti sistem kekerabatan dan semua urusannya dihubungkan dengan adat.

Semua urusan akan adat Minangkabau menjadi urusan semua masyarakat

Minangkabau.

Oleh karena itu, perkawinan adat Minangkabau adalah ikatan lahir batin antara

seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang suci, kuat dan kokoh untuk

hidup bersama secara sah membentuk keluarga yang bahagia, kekal santun

menyantuni, kasih mengasihi tenteram dan bahagia, yang diikat oleh peraturan

dan undang-undang atau hukum adat yang berlaku dalam kehidupan sosial orang-

orang Minangkabau, terutama yang bertempat tinggal di alam Minangkabau.

2.1.4 Konsep Malam Bainai

Acara tradisi Malam Bainai pada masyarakat perantauan Padang di Bandar

Lampung masuk kepada upacara perkawinan. Upacara perkawinan yang ada

dialam Minangkabau tetap dijaga sampai saat ini meskipun sudah berada jauh

dari daerah Minangkabau. Malam bainai ini biasa disebut sebagi malam terakhir

bagi calon pengantin wanita Minang merasakan kebebasan sebagai wanita lajang.

Biasa acara ini dihabiskan oleh anak daro untuk berkumpul dengan keluarga dan

bercanda-tawa bersama dengan kawan sebayanya.

18

Hasil wawancara dengan Bapak Herman Husen sebagai Ketua Perkumpulan

Keluarga Padang Piaman (PKDP) Kota Bandar Lampung pada tanggal 29

November 2016 mengatakan bahwa Malam bainai ialah malam dimana calon

anak daro berkumpul dengan kedua orang tua, bako/baki, etek, apak, mamak dan

anggota keluarga lainnya untuk dipasangkan daun pacar merah yang ditumbuk

halus (daun inai) (Hasil Wawancara, Bapak Herman Husen, 29 November 2016,

Diwarung Teh Telur). Malam bainai adalah malam menjaga anak daro agar dia

tidak lari sebelum acara perkawinan dan merupakan sebuah acara yang sangat

sakral yang tujuannya juga untuk menjaga anak daro dari kejahatan yang terlihat

maupun tidak terlihat dan menghiburnya dengan mengadakan acara-acara

tradisional seperti selawat, randai, saluang dan lain- lain (Hasil Wawancara,

Bapak Herman Husen, 29 November 2016, Diwarung Teh Telur). Tujuan

lainnya, malam bainai ini dimanfaatkan kelurga untuk berkumpul bersama dan

membahas atau mempersiapkan acara untuk perkawinan pada hari esoknya.

Acara malam bainai dilaksanakan dirumah anak daro, yang diadakan sehari atau

beberapa hari sebelum pernikahan. Bainai ialah memerahkan kuku pengantin

dengan daun inai yang sudah dilumatkan. Bainai semata-mata dihadiri

perempuan dari kedua belah pihak, pihak ibu atau bakonya masing-masing (A.A

Navis 1984: 201) .

Acara ini semata-mata acara perempuan. Dan kalau ada laki-laki pihak

marapulai yang hadir, mereka hanyalah pengiring untuk teman pulang di tengah

malam. Mereka tidak ikut naik ke rumah. Hanya dihalaman saja (A.A Navis

1984: 201-202).

19

Dalam acara malam bainai ini kaum lelaki tidak biberkenankan untuk naik keatas

rumah, karena moment acara bainai ini benar-benar diperuntukkan untuk anak

daro. Dan kalau ada, biasanya disediakan tenda atau kursi diluar rumah untuk

kaum lelaki yang menunggu saudaro atau kelurganya yang lagi bertamu kerumah

anak daro. Dengan itu jauh-jauh hari dan terutama malam hari sebelum akad

nikah dilangsungkan semua keluarga dan tetangga terdekat tentu akan berkumpul

di rumah yang punya hajat. Sesuai dengan keakraban masyarakat agraris mereka

akan ikut membantu menyelesaikan berbagai macam pekerjaan, baik dalam

persiapan di dapur maupun dalam menghias ruangan-ruangan dalam rumah.

Kehadiran dan partisipasi sesepuh serta para kerabat untuk menunjukkan wujud

kasih sayang mereka kepada anak daro yang sebentar lagi akan menghelat pesta

pernikahan.

Disaat acara ini hanya dihidangkan minuman dan makanan kecil. Ketika acara

akan dimulai, anak daro dibawa dari kamarnya ke ruang yang telah dipasang

pelaminan. Ia mendudukan disebelah marapulai. Keduanya memakai pakaian

pengantin yang lebih sederhana dari hari baralek (berhelat). Acara ini dipimpin

seorang perempuan baya yang bijak untuk tugas itu. Bahan inai diletakkan di

hadapan kedua pengantin dan yang akan diinai adalah kedua puluh kuku jari

mereka masing-masing. Anak daro diinai kerabat marapulai, sedangkan

marapulai diinai kerabat anak daro. Masing-masing dipanggil oleh pemimpin

acara. Pertama diberi kesempatan ialah ibu marapulai untuk menginai calon

menantunya dan kedua ibu anak daro yang akan menginai calon manantunya

pula. Demikianlah selanjutnya secara berturut-turut (A.A Navis, 1984: 202).

20

Para kerabat yang memakaikan inai biasanya akan membisikkan kata-kata berisi

nasihat tentang berumah tangga kepada anak daro. Kuku jari yang dipakaikan

inai pun mempunyai makna yang berbeda-beda.

Tujuan menginai kuku agar merah itu ialah untuk memberikan pertanda kepada

kedua pasangan itu bahwa mereka yang merah kukunya adalah pengantin baru

sehingga kalau mereka barjalan berdua atau pergi mandi bersama ke pancuran,

semua orang sudah tahu bahwa keduanya adalah pengantin baru dan takkan ada

orang yang mengusiknya. Agar inai itu lebih dalam masuk ke dalam

kuku,lumatan daun inai itu dibungkus pada kuku dan dibiarkan begitu saja.

Bertambah lama dibiarkan lengket di kuku akan bertambah lama daya tahan

pemerahnya (A.A Navis 1984: 202).

2.2 Kerangka Pikir

Masyarakat Minangkabau sangat menjunjung tinggi tradisi yang diwariskan oleh

nenek moyang mereka hingga saat ini tradisi-tradisi yang diwariskan dari

generasi kegenerasi masih tetap dilestarikan. Walaupun sudah berada didaerah

perantauan tradisi itu akan tetap dijaga dan dijalankan. Melaksanakan tradisi

samahalnya dengan mejalankan acara adat.

Bagi orang-orang Padang Pariaman yang berada di Kecamatan Rajabasa Bandar

Lampung, acara tradisi malam Bainai ini sudah lazim dilaksanakan dan bahkan

sangat sakral. Akan tetapi, untuk efisiensi waktu dan pertimbangan-pertimbangan

lain seringkali pelaksanaan acaranya digabung menjadi satu. Yaitu dalam acara

bamandi-mandi, meniti kain kuning dan malam bainai. Acara malam bainai

dilaksanakan dirumah anak daro, yang diadakan sehari atau beberapa hari

21

sebelum pernikahan. Acara ini biasanya dilaksankan pada malam hari. Bainai

ialah memerahkan kuku pengantin dengan daun inai yang sudah dilumatkan.

Bainai semata-mata dihadiri perempuan dari kedua belah pihak, pihak ibu atau

bakonya masing-masing.

Malam bainai ini biasa disebut sebagi malam terakhir bagi calon pengantin

wanita Minang merasakan kebebasan sebagai wanita lajang. Biasa acara ini

dihabiskan oleh anak daro untyuk berkumpul dengan keluarga dan bercanda-

tawa bersama dengan kawan sebayanya. Acara ini juga dimanfaatkan kelurga

untuk berkumpul bersama agar bisa mempersiapkan acara pesta perkawinan pada

esok harinya.

Tujuan menginai kuku agar merah itu ialah untuk memberikan pertanda kepada

kedua pasangan itu bahwa mereka yang merah kukunya adalah pengantin baru

sehingga kalau mereka barjalan berdua atau pergi mandi bersama ke pancuran,

semua orang sudah tahu bahwa keduanya adalah pengantin baru dan takkan ada

orang yang mengusiknya.

2.3 Paradigma

Berdasarkan kerangka pemikiran dalam penelitian ini berupa penggambaran

dalam pelaksanaan Tradisi Malam Bainai Pada Pada Acara Perkawinan Adat

Padang Pariaman di Kota Bandar Lampung dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

22

Keterangan :

Garis Penghubung :

Garis Aktivitas :

“Bakameh-kameh”

Penutup

“ Basegeh”

Persiapan Pelaksanaan

Proses Pelaksanaan Malam Bainai

Tradisi malam bainai suku

Padang Pariaman

23

REFERENSI

Soerjono Soekanto. 2010. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press.

Halaman 150.

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Halaman 144.

Anton M. Moeliono. 1995. Kamus Besar Bahasa lndonesia. Jakarta: Depdikbud

Balai Pustaka. Halaman 1280.

Esten, mursal. 1999. Kajian Transformasi Budaya. Bandung : Angkasa. Halaman

21.

Ibid. Halaman 22.

Ashoshofa, Burhan. 2001. Metode Penelitian Hukum. Jakarta : Rineka Cipta.

Halaman 71.

Esten, mursal. 1999. Op Cit. Halaman 34.

Sjarifoedin, Amir. 2011. Minangkabau Dari Dinasti Iskandar Zulkarnain Sampai

Tuanku Imam Bonjol. Jakarta : PT Gria Media Prima. Halaman 58.

Hakimy, H. Idrus. 2001. Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di

Minangkabau. Bandung : Remaja Rosdakarya. Halaman 13.

Sjarifoedin, Amir. 2011. Op Cit. Halaman 58.

Zainuddin, Musyair. 2013. Minangkabau dan adatnya : adat basandi syarak,

syarak basandi kitabullah. Halaman 11.

Ibid. Halaman 18.

Sjarifoedin, Amir. 2011. Loc Cit.

Anton M. Moeliono. 1995. Loc Cit.

Any, Andjar. 1986.Perkawinan adat jawa lengkap. Surakarta : PT Pabelan.

Halaman 11.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

dan Kompilasi Hukum Islam( Bandung: Citra Umbara, 2007)

24

Hadikusuma, Hilman. 1989. Masyarakat dan Adat Budaya Lampung. Bandung.

Mandar Maju. Halaman 67.

Navis A.A. 1986. Alam Takambang Jadi Guru. Jakarta: Pt Pustaka Graffiti Press.

Halaman 193.

Azrial, Yulfian. 1994. Budaya Alam Minangkabau. Padang : Angkasa Raya.

Halaman 14.

Ramulyo, Mohd. Idris. 1999. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta : PT. Bumi

Aksara. Halaman 1.

Navis A.A. 1986. Op Cit. Halaman 201.

Navis A.A. 1986. Ibid. Halaman 201-202.

Ibid. Halaman 202.

Wawancara

Herman Husen. Di Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Kota Bandar

Lampung. 29 November 2016. Selasa. Pukul 20.00 WIB.

23

III METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Menurut Suwardi Endraswara, metode penelitian mengemukakan secara teknis

tentang strategi yang digunakan dalam penelitian budaya, metode penelitian

budaya membahas mengenai langkah-langkah penelitian secara operasional,

metode penelitian budaya langsung menukik pada masalah penentuan judul,

perumusan masalah, pemilihan informan, penentuan setting, teknik analisis dan

pengambilan data (Endraswara 2006:5).

Menurut Maryaeni metode adalah cara yang ditempuh peneliti dalam

menemukan pemahaman sejalan dengan fokus dan tujuan yang diterapkan.

Berdasarkan pengertian di atas, maka metode adalah cara untuk menentukan

keberhasilan dari suatu penelitian terhadap obyek yang diteliti (Maryaeni

2005:58).

Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa metode penelitian adalah

cara yang ditempuh oleh seorang peneliti untuk menemukan hasil dari apa yang

akan ditelitinya. Disaat penelitian biasanya ada beberapa macam metode yang

dapat digunakan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif.

Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok

manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu

24

kelas peristiwa pada masyarakat sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini

adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual

dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang

diselidiki. (Moh. Nazir, 1983 : 63)

Winarno Surakhmad mengemukakan bahwa metode deskriptif adalah suatu cara

penelitian yang tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang

pada masalah aktual. Data yang terkumpul mula-mula disusun, dijelaskan dan

kemudian dianalisa (Winarno Surakhmad, 1998:140).

Selain itu Winarno Surakhmad mengemukan bahwa metode deskriptif

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada

masa sekarang dan masalah-masalah yang aktual.

2. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian

dianalisa karena itu metode ini sering pula disebut metode analisa

(Winarno Surakhmad, 1998:141).

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian deskriktif adalah

Prosedur penelitian yang dilakukan dengan membuat gambaran secara jelas

tentang objek penelitian yang diteliti sesuai dengan sudut pandang kajian.

Dengan kata lain bahwa setelah dilakukan penganalisaan data yang diperoleh di

lapangan, hasilnya akan dideskriptifkan sesuai dengan tujuan penelitian.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung.

Lokasi ini dipilih karena mayoritas masyarkat Minangkabau tinggal didaerah

perkotaan adalah orang – orang yang berasal dari Padang Pariaman. Karena

biasanya tempat tinggal orang minangkabau berdekatan dengan tempat

perdagangan. Karena berdagang merupakan keahlian orang Padang.

25

Orang Padang Pariaman yang ada di Rajabasa ada berbagai macam suku.

Didaerah Bandar Lampung orang Minangkabau banyak membuat organisasi dari

perkumpulan daerah asal mereka pada alam minangkabau. Disaat penelitian ini

peneliti lebih menelitikan penelitian pada orang minangkabau yang berasal dari

Padang Pariaman yang berada di Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa.

Selain itu pemilihan lokasi penelitian didasari pertimbangan bahwa lokasi yang

diteliti peneliti adalah lokasi yang satu daerah dengan peneliti, yang memiliki satu

daerah asal di alam Minangkabau. Dalam penelitian ini dengan harapan penulis

akan dapat lebih mudah melakukan penelitian karena secara verbal penulis dapat

berkomunikasi dengan para informan yang rata-rata berkomunikasi dengan

menggunakan bahasa minang.

3.3 Variabel Penelitian Dan Definisi Oprasional

3.3.1 Variabel Penelitian

Variabel penelitian merupakan kegiatan menguji hipotesis, yaitu menguji

kecocokan antara teori dan fakta empiris di dunia nyata. Dengan demikian

maka dapat disimpulkan bahwa variabel penelitian merupakan segala sesuatu

yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti sehingga diperoleh

informasi tentang hal tersebut, kemudian langkah selanjutnya adalah

menentukan kesimpulan (Juliansyah Noor 2012: 47) .

Berdasarkan pengertian dari teori diatas dapat diambil kesimpulan bahwa

variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel tunggal. Variabel

tunggal adalah himpunan sejumlah gejala yang memiliki berbagai aspek atau

26

koloni di dalamnya yang berfungsi mendominasi dalam kondisi atau masalah

tanpa dihubungkan dengan yang lainnya (Hadari Nawawi, 2001:58).

Berdasarkan pengertian variabel tunggal diatas, variabel dalam penelitian ini

adalah pada Pelaksanaan Malam Bainai Pada Acara Perkawinan adat Padang

Pariaman di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung. Penelitiannya lebih

difokuskan pada masyarakat yang berasal dari daerah Padang Pariaman

Sumatera Barat.

3.3.2 Definisi Oprasional Variabel

Definisi operasional merupakan bagian yang mendefinisikan sebuah konsep

atau variabel agar dapat diukur, dengan cara melihat pada dimensi (indikator)

dari suatu konsep atau variabel. Dimensi dapat berupa: perilaku, aspek, atau

sifat/karekteristik (Juliansyah Noor 2012:97).

Dengan demikian maka oprasional variabel adalah suatu cara untuk mengukur

variabel dengan cara menspesifikasi kegiatan agar mudah diteliti dan diamati

dengan jelas. Adapun definisi oprasional variabel dalam penelitian ini adalah

rangkaian proses pelaksanaan Malam Bainai Pada Acara Perkawinan adat

Padang Pariaman di Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung.

3.3.3 Informan

Menurut Moleong informan adalah "orang yang dalam latar penelitian, yang

dapat dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang suatu penelitian,

seorang informan harus memiliki pengalaman tentang latar belakang

penelitian" (Moleong 2011:132).

27

Disaat memilih informan, peneliti menggunakan teknik snowballing. Yaitu

dari informan kunci, peneliti mencari subyek-subyek lain secara terus

menerus sampai peneliti merasa telah memiliki informasi yang cukup. Dalam

penggunaan teknik snowball sampling ini peneliti memilih informan awal

yakni tokoh adat yang selanjutnya mereka akan menunjuk kepada individu

lain yang cocok dijadikan informan lanjutan, begitu seterusnya hingga tidak

lagi terdapat variasi informasi (jenuh). Dengan demikian, pada penelitian

kualitatif tidak dipersoalkan jumlah sample (Burhan Bungin, 2007 : 53).

Seorang Informan harus memiliki beberapa syarat khusus yang harus

dimiliki, diantaranya:

a. Tokoh adat atau tokoh masyarakat

Tokoh adat disini dimaksudkan adalah orang yang dianggap memahami

secara mendalam tentang adat istiadat Padang Pariaman dan sudah lama

bermungkim dikelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa.

b. Jujur

Seorang Informan harus bersifat Jujur, jujur disini maksudnya adalah

tidak menutup-nutupi apa yang ditanyakan oleh peneliti. Kejujuran

Informan sangat mempengaruhi keaslian data yang diteliti.

c. Taat pada janji

Sebelum diadakannya penelitian, biasanya antara peneliti dan Informan

sudah melakukan perjanjian tentang apa-apa saja hal yang boleh dan

tidak boleh ditanyakan. Peneliti juga diharuskan menjelaskan dalam

rangka apa penelitian ini dilakukan. Sehingga terjadi pengertian diantara

peneliti dan Informan. Setelah kesepakatan itu tercapai barulah proses

28

penelitian boleh diberlangsungkan.

d. Patuh pada peraturan

Sebelum dilakukannya penelitian, seharusnya dimulai dengan

pembagian peraturan antara peneliti maupun Informan. Hal ini

dimaksudkan untuk tidak terjadinya ke tidaksepahaman antara peneliti

dan Informan pada saat sesi tanya jawab berlangsung. Apabila terjadi ke

tidaksepahaman bukan tidak mungkin proses tanya jawab akan berhenti

di tengah-tengah, sehingga tidak mencapai hasil dari yang peneliti

inginkan.

e. Suka berbicara

Seorang peneliti yang jeli diharuskan mencari Informan yang suka

berbicara, hal ini dimaksudkan agar Informan tidak sungkan-sungkan

menjelaskan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah peneliti

buat dan sampaikan padanya. Apabila peneliti menemukan Informan

yang tidak memenuhi kriteria ini, maka bukan tidak mungkin penelitian

ini akan gagal, dan hanya membuang-buang waktu saja.

f. Tidak termasuk anggota salah satu kelompok yang bertentangan

dalam latar penelitian

Jelas hal ini sangat penting, apabila peneliti salah mencari Informan dan

memberi pertanyaan pada orang-orang yang bertentangan dengan

pertanyaan peneliti, maka dapat dipastikan penelitian itu gagal. Hal itu

bisa dikarenakan sang Informan member jawaban atau penjelasan yang

salah dan menyimpang, hal itu dapat merusak niat awal si peneliti, dan

tentu saja ke absahannya pun tidak benar.

29

g. Mempunyai pandangan tertentu tentang peristiwa yang terjadi

Poin ini sangat penting, karena tidak semua orang memiliki pandangan

tertentu tentang apa yang ingin diketahui oleh peneliti. Banyak orang

yang hanya asal sebut saja, mungkin dikarenakan orang itu mendengar

atau mengetahui hal tersebut dari orang lain, dan malah menceritakan

hal tersebut kepada peneliti. Memang hal itu tidak salah, tetapi mungkin

peneliti pun kurang puas dengan jawaban Informan tersebut, sehingga

peneliti harus mengulang mencari Informan lain, dan memerlukan

waktu berulang-ulang.

Berdasarkan pendapat diatas, peneliti akan mencari informan yang digunakan

dalam penelitian adalah informan yang memenuhi syarat khusus yang telah

peneliti sebutkan diatas. Menurut Burhan Bungin, penelitian kualitatif tidak

dipersoalkan jumlah sample (Burhan Bungin, 2007:53). Narasumber pertama

yang ditemui dalam penelitian ini – berdasarkan rekomendasi kepala kelurahan

adalah Bapak Herman Hosen dengan gelar Sutan. Untuk mendapatkan data yang

diinginkan bapak Herman Hosen memberikan arahan kepada penulis untuk

menemui narasumber lainnya. Antara lain yaitu Bapak H. Chairul, Bambang,

Tasar dan Ibu Demaini. Narasumber yang ditunjuk tersebut adalah orang yang

ternama, sudah pernah melaksanakan acara dan memiliki pengetahuan tentang

tradisi Malam Bainai. Informan kunci ini adalah ketua adat atau ketua

perkumpulan orang Padang Pariaman didaerah Kelurahan Rajabasa Raya

Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung.

30

3.4 Teknik Pengumpulan Data

3.4.1 Teknik Wawancara

Menurut Moh. Nazir wawancara ialah proses memperoleh keterangan untuk tujuan

penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara sang penjawab

dan pewawancara dengan menggunakan menggunakan alat yang dinamakan

interview guide (panduan wawancara) (Moh. Nazir 1985: 234) .

Sedangkan menurut Juliansyah wawancara merupakan salah satu teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan berhadapan langsung dengan yang

diwawancarai (Juliansyah Noor, 2012: 138).

Hasil pernyataan diatas maka teknik wawancara digunakan dalam penelitian ini

untuk mendapatkan informasi secara langsung melalui tanya-jawab dengan

informan sehingga peneliti mendapatkan informasi yang jelas.

Berdasarkan penelitian ini, penulis menggunakan wawancara semi-terstruktrur.

Herdiansyah menjelaskan bahwa "Wawancara semi-terstruktur dilakukan dengan

cara terlebih dahulu menyusun format pertanyaan wawancara. Setelah itu,

penulis mendatangi sejumlah informan yang ada di lokasi penelitian untuk

memperoleh informasi mengenai masalah yang sedang diteliti. Dalam

memberikan jawabannya, informan tidak dibatasi sehingga mereka lebih bebas

mengemukakan jawaban apapun sepanjang itu tidak keluar pertanyaan. Pedoman

wawancara hanya sebagai patokan dalam alur, urutan dan penggunaan kata.

Peneliti bebas berimprovisasi dalam mengajukan pertanyaan yang sesuai dengan

situasi dan alur alamiah asalkan tetap pada topik yang telah ditentukan"

(Herdiansyah, 2012:123-124).

31

Bentuk wawancara yang dipakai dalam penelitian ini adalah wawancara terarah.

Wawancara terarah yaitu pertanyaan sudah disusun terlebih dahulu dalam bentuk

daftar pertanyaan–pertanyaan. Jawaban yang diharapkan sudah dibatasi dengan

yang relevan saja dan diusahakan agar informan tidak melantur kemana–mana,

penulis melakukan wawancara dimulai dari persiapan identifikasi informan

dengan lengkap, penulis juga menerapkan wawancara yang bersifat lentur dan

terbuka, tidak berstuktur dengan ketat, tetapi dengan pertanyaan yang semakin

terfokus dan mengarah pada kedalaman informasi.

3.4.2 Teknik Observasi

Observasi adalah suatu penelitian secara sistematis dengan menggunakan

kemampuan indera manusia, pengamatan ini dilakukan pada saat terjadi aktivitas

budaya dengan wawancara mendalam. Observasi yang digunakan oleh peneliti

adalah melihat secara langsung mengenai objek yang akan diteliti (Suwardi

Endraswara 2006:133).

Observasi bisa dihubungkan dengan upaya merumuskan masalah,

membandingkan masalah yang dirumuskan dengan kenyataan di lapangan,

pemahaman detail permasalahan guna menemukan detail pernyataan yang akan

dituangkan dalam kuesioner, serta untuk menemukan strategi pengambilan data

dan bentuk perolehan pemahaman yang dianggap paling penting (Maryaeni 2005 :

68).

Pada dasarnya teknik observasi dapat diartikan sebagai pengamatan yang

dilakukan secara sengaja dan sistematis mengenei fenomena social dengan gejala-

gejala yang tampak pada objek penelitian yang kemudian dilakukan pencatatan.

32

Teknik ini dilakukan untuk mendapatkan data dengan cara melakukan secara

langsung terhadap obyek yang akan diteliti.

3.4.3 Teknik Dokumentasi

Menurut Hadari Nawawi mengatakan bahwa dokumentasi adalah cara atau

pengumpulan data melalui peninggalan tertulis, terutama tentang arsip-arsip dan

termasuk buku-buku lain yang berhubungan dengan masalah penyelidikan (Hadari

Nawawi 1994:58).

Disaat menggunakan teknik dokumentasi peneliti berusaha untuk mendapatkan

informasi dan data tertulis maupun bentuk gambar, foto, catatan, buku, dan lain

sebagainya yang memiliki hubungan dengan masalah yang akan diteliti.

3.5 Teknik Analisis Data

Setelah data-data berhasil dikumpulkan selanjutnya data-data tersebut dianalisis

untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Pada pokoknya teknik

analisis data ada dua macam, yaitu : teknik analisis data kualitatif dan teknik

analisis data kuantutatif. Menurut Moh.Nazir, teknik analisis data adalah suatu

teknik yang mengelompokan, membuat manipulasi serta menyingkat data

sehingga mudah dicerna (Moh. Natsir, 2009: 346).

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis data Kualitatif karena

data yang diperoleh berupa kasus-kasus (bukan berupa angka-angka), fenomene-

fenomena, dan argumen-argumen sehingga memerlukan pemikiran yang teliti

dalam menyelesaikan masalah.

33

Langkah-langkah dalam menganalisis data dalam suatu penelitian adalah sebagai

berikut :

3.5.1 Reduksi Data

Data dari lapangan berupa sumber lisan maupun tulisan yang kemudian ditulis

direduksi, dirangkum, difokuskan kepada hal yang berhubungan dengan objek

yang akan diteliti yakni proses pelaksanaan Malam Bainai Pada Acara

Perkawinan adat Suku Padang Pariaman di Kota Bandar Lampung Fungsi dari

reduksi data ini adalah mengarahkan, menajamkan, menggolongkan,

mengorganisir, serta membuang yang tidak perlu sehingga kesimpulannya bias

ditarik dan diverifikasi.

3.5.2 Penyajian Data

Penyajian data adalah sekumpulan informasi yang memberikan kemungkinan

adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan data ke dalam sebuah matrik,

grafik, dan bagan yang diinginkan, penyajian data dalam penelitian ini dilakukan

dengan memilih data yang lebih relevan dengan konteks penelitian.

3.5.3 Pengambilan Kesimpulan dan Verifikasi

Mengambil kesimpulan dan verifikasi yaitu berusaha mencari penjelasan alur

sebab akibat melalui penambahan data baru yang berkaitan dengan objek

penelitian tentang tatacara pelaksanaan Malam Bainai. Kesimpulan harus

senantiasa di uji selama penelitian berlangsung.

Langkah-langkah yang akan dilakukan peneliti dalam mengambil

kesimpulan adalah :

1. Mencari data-data yang relevan dengan penelitian

2. Menyusun data dan menyeleksi data-data yang diperoleh dari sumber yang

disapat dilapangan

3. Setelah semua data diseleksi barulah ditarik kesimpulan dan hasilnya

dituangkan dalam bentuk tulisan (Husaini Usman 2009 : 84-85)

34

REFERENSI

Endraswara. 2006. Metode, Teori, Teknik, Penelitian Kebudayaan: Ideologi,

Epistemologi dan Aplikasi. Yogyakarta. Pustaka Widyatama. Halaman 5.

Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara. Halaman

58.

Nazir, Mohamad, 1983. Metode Penelitian, Ghalia Indonesia :Jakarta. Halaman

63

Surakhmad, W. 1998. Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar, Metoda, Teknik.

Bandung : Tarsito. Halaman 140.

Noor, Juliansyah. 2012. Metodologi Penelitian. Kencana Prenada Media Group :

Jakarta. Halaman 47.

Moleong, Lexy. J. 2011. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja

Rosdakarya. Halaman 132.

Burhan Burngin. 2007 .Analisis Data penelitian Kualitatif. PT Raja Grafindo

Persada. Jakarta. Halaman 53.

Nazir, Mohamad, 1983. Op Cit. Halaman 234.

Noor, Juliansyah. 2012. Op Cit. Halaman 138.

Herdiansyah, Haris. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-ilmu

Sosial. Jakarta. Penerbit Selemba Empat. Halaman 123-124.

Suwardi Endraswara. 2006. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan.

Pustaka Widyatama. Yogyakarta. Halaman 133.

Maryaeni. 2005. Op Cit. Halaman 68.

Nawawi, H. Hadari, 2011, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press.

Nazir, Mohamad, 1983. Op Cit. Halaman 346.

Usman, Husaini. 2009. Metode Penelitian Sosial. Jakarta : Bumi Aksara.

Halaman 84-85.

95

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan diatas proses malam bainai pada acara perkawinan

adat padang pariaman di Kelurahan Rajabasa Raya Kota Bandar Lampung dilakukan

dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Proses Basegeh (persiapan) acara malam bainai dilakukan dengan cara

terlebih dahulu mempersiapkan perlengkapan dan peralatan, moderator, tata

busana dan kesenian tradisional minangkabau. peralatan dan perlengkapan

yang akan dipersiapkan pada saat dilangsungkannya acara adalah Untuk acara

bamandi- mandi : kain simpai, payung kuning, daun pandan, air, beras kuning

dan 7 (tujuh) macam bunga, Maniti Kain Kuniang : Kain kuniang dan acara

Bainai : Inai (Daun inai yang sudah ditumbuk atau dihaluskan). Moderator

untuk acara dipersiapkan dari orang – orang yang benar-benar mengerti

tentang acara dan tidak jarang juga orang yang menjadi moderator ini adalah

orang yang didatangkan langsung dari ranah minang (Sumatera Barat).

Sebelum dilangsungkannya acara, anak daro didandani dengan busana khusus

yang disebut baju tokah dan bersunting rendah. Pada saat acara untuk

96

menghibur anak daro dan para tamu juga dipersiapkan alat tradisional seperti

selawat, randai, saluang, tambur dan lain- lain.

2. Malam Bainai merupakan acara yang dilakukan sebelum acara pernikahan.

Dalam acara malam bainai ini ada 3 (tiga) rangkaian acara yang akan dilewati

oleh anak daro. Rangkaian acaranya adalah bamandi – mandi, maniti kain

kuniang dan bainai. Acara malam bainai dilaksanakan pada malam hari

biasanya dilakukan setelaha solat magrib atau solat isya. Setelah calon anak

daro didandani, ia dibawa keluar kamar dengan diapit oleh gadis –gadis

sebaya dengannya. Setelah itu dia duduk diatas kursi yang telah disediakan.

Setelah itu dua wanita saudara-saudara ibunya berdiri mengapit dikiri kanan

sambil memegang kain simpai. Orang –orang yang diminta untuk

memandikan dengan cara memercikkan air kepada calon anak daro adalah

diperuntukkan untuk perempuan – perempuan tua dari kelurga terdekat anak

daro dan dari pihak bakonya. Jumlah orang yang memandikannya haruslah

ganjil. Pelaksanaan prosesi bamandi- mandi yang pertama adalah

memandikan calon anak daro dengan cara memercikan air memakai daun

pandan ketubuh anak daro. Setelah itu menyiraminya dengan beras kuning,

menaburkan tujuh macam bunga dan terakhir membisikan nasehat kepada

calon anak daro. Acara memandikan calon anak daro ini diakhiri oleh ibu

bapaknya. Setelah selesai kedua orang tua langsung membimbing putrinya

melangkah menuju ketempat dimana acara bainai akan dilaksanakan dengan

diapit dikiri kanan sambil memegang kain simpai. Salah seorang dari saudara

laki-lakinya baik itu kakak atau adiknya, berdiri dibelakangnya memegang

97

payung kuning. Perjalanan ini akan ditempuh melewati kain jajakan kuning

yang terbentang dari kursi tempat mandi-mandi ke tempat pelaminan. Kain

jajakan kuning ini setelah diinjak dan ditempuh oleh calon anak daro, segera

digulung. Setelah diiringi masuk, kedua orang tua langsung duduk

dipelaminan. Calon anak daro akan duduk dihadapan ayah dan ibunya, kalau

diadat Jawa disebut Sungkeman. Disitu calon anak daro melakukan

permohonan izin untuk menikah dan meminta maaf kepada kedua orang tua.

Jika pada saat acara bamandi-mandi boleh dihadiri oleh kaum laki-laki,

namun pada acara bainai diperuntukkan hanya untuk kaum wanita saja. Acara

ini semata – mata acara perempuan. Pelaksanaan pemasangan inai sama juga

dengan acara bamandi-mandi. Pemasangan inai pada kuku calon anak daro

harus ganjil jumlahnya. Paling banyak Sembilan. Delapan jari dipasangkan

oleh wanita yang telah menikah dan satu jari dipasangkan oleh perempuan

yang masih perawan atau single, karena ia berharap akan segera menemukan

jodohnya. Dan satu jarinya disisakan untuk si anak daro.

3. Bakameh – kameh (Penutupan), Setelah diadakan prosesi malam bainai yang

diikuti oleh keluarga dan masyarakat sekitar. Terakhir orang tua dan bako

memberikan nasehat kepada calon anak daro yang besoknya akan

melangsungkan akad nikah. Jika pemberian nasehat sudah selesai, selanjutnya

pembacaan do’a untuk calon anak daro dengan harapan setelah dia menikah

dia menjadi keluarga yang bahagia dan kekal. Setelah itu para tamu

memberikan ucapan selamat dan dijamu dengan makanan tradisional yang

sudah disiapkan olah kelurga yang mengadakan acara. Pada akhir acara

98

ditutup dengan penampilan musik tradisional masyarakat minang seperti

randai, saluang tambur dan lain-lain.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

1. Kepada tokoh adat Padang Pariaman yang berada di Kelurahan Rajabasa Raya

Kecamatan Rajabasa diharapkan agar terus berpartisipasi dalam

mensosialisasikan kebudayaan Minangkabau khususnya malam bainai untuk

lebih peduli dan mencintai kebudayaan minang serta menghingbau

masyarakat agar ikut serta dalam melestarikan kebudayaan yang telah

diturunkan oleh nenek moyang kita.

2. Kepada masyarakat padang pariaman yang berada dikelurahan rajabasa raya

diharapkan untuk mencintai dan menjaga kebudayaan asli Minangkabau

seperti pelaksanaan malam bainai serta mensosialisasikan kebudayaan

minang ini agar semua orang mengetahui bahwa potensi budaya orang

minangkabau itu kaya akan budaya dan tetep melestarikannya walau sudah

tidak berada diranah minangkabau. Kebudayaan itu dibuat mempunyai

maksud dan tujuan yang bernilai positif.

3. Kepada masyarakat sekitar diharapkan untuk ikut serta dalam melestarikan

dan menjaga budaya minang yang diberikan oleh nenek moyang agar tidak

hilang dengan sendirinya. Selain itu kita harus menghargai tradisi – tradisi

99

yang ada disekitar kita meskipun itu bukan tradisi dari suku sendiri. sesuai

dengan semboyan Indonesia kita, “Bhinneka Tunggal Ika yang artinya

Berbeda-beda tetapi tetap satu”

4. Kepada generasi muda lebih menjaga, mencintai, dan melestarikan

kebudayaan yang sudah ada sejak dahulu agar tidak hilang dengan sendirinya,

siapa lagi yang akan peduli terhadap budaya kita selain kita sebagai generasi

muda.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 1985. Penelitian Kependidikan dan Strategi. Angkasa:

Bandung..

Anton M. Moeliono. 1995. Kamus Besar Bahasa lndonesia. Jakarta:

Depdikbud Balai Pustaka.

Any, Andjar. 1986.Perkawinan adat jawa lengkap. Surakarta : PT Pabelan.

Azrial, Yulfian. 1994. Budaya Alam Minangkabau. Padang : Angkasa Raya.

Bungin, Burhan. 2007. Analisis data penelitian kualitatif. Jakarta : PT raja

grafindo persada.

Endraswara. 2006. Metode, Teori, Teknik, Penelitian Kebudayaan: Ideologi,

Epistemologi dan Aplikasi. Yogyakarta. Pustaka Widyatama

Esten, mursal. 1999. Kajian Transformasi Budaya. Bandung : Angkasa.

Depdikbud. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka : Jakarta

Hakimy, H. Idrus. 2001. Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di

Minangkabau. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Hadikuma, Hilman. 1990. Hukum perkawinan Adat. Citra Aditya Bakti.

Kato, Tsuyoshi. 2005. Adat Minangkabau dan merantau dalam perspektif

sejarah PT Balai Pustaka.

Koentjaraningrat. 1984. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

--------------------. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Idrus Hamkimy Dt. Rajo Penghulu, 2004. Pokok-Pokok Pengetahuan Adat

Alam Minangkabau. PT Remaja Rosdakarya Bandung.

Harris, Marvin, 1999, Theories of Culture in Postmodern Times. New York:

Altamira Press.

Moleong. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali.

Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara

Navis A.A. 1986. Alam Takambang Jadi Guru. Jakarta: Pt Pustaka Graffiti

Press

Nawawi, H. Hadari. 2011, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press.

Nazir, Mohamad. 1983, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia :Jakarta.

Noor, Juliansyah. 2012. Metodologi Penelitian. Kencana Prenada Media

Group : Jakarta.

Ramulyo, Mohammad Idris. 1999 Hukum Perkawinan Islam, Jakarta, Bumi

Aksara.

Sjarifoedin, Amir. 2011. Minangkabau. Gria Media Prima : Jakarta.

Setiady, Tolib. 2008. Hukum Adat Perkawinan. Bandung : Alfabeta.

Soekanto, Soerjono. 2010. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press

Surakhmad, W. 1998. Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar, Metoda, Teknik.

Bandung : Tarsito.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam( Bandung: Citra Umbara,

2007)

Usman, Husaini. 2009. Metode Penelitian Sosial. Jakarta : Bumi Aksara

Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja. Jakarta: Rajawali Pers

Zainuddin, Musyair. 2013. Minangkabau dan adatnya : adat basandi syarak,

syarak basandi kitabullah. Yokyakarta : Ombak

Wawancara :

Bapak Herman Husen. Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa KotaBandar Lampung. 29 November 2016.

Ibuk Desmaini. Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Kota BandarLampung. 5 Februari 2017.

Uni Nopi. Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Kota BandarLampung. 25 Maret 2017.

Bapak H. Chairul. Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Kota BandarLampung. 03 Februari 2017.

Bapak Ucok (pemilik tambur). Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan RajabasaKota Bandar Lampung. 03 Februari 2017.

Bapak Tasar. Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Kota BandarLampung. 18 Februari 2017.

Bapak Bambang. Kelurahan Rajabasa Raya Kecamatan Rajabasa Kota BandarLampung. 21 Februari 2017.