142
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL BULANG CAHAYA KARYA RIDA K. LIAMSI TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Oleh: ANA MUSFITA YERI S 840809001 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

  • Upload
    hatuyen

  • View
    221

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

  

i

 

TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL

BULANG CAHAYA KARYA RIDA K. LIAMSI

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

Oleh:

ANA MUSFITA YERI

S 840809001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 2: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

  

ii

 

Page 3: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

  

iii

 

Page 4: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

  

iv

 

PERNYATAAN

Nama : Ana Musfita Yeri

NIM : S 840809001

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tesis berjudul Transformasi Budaya

Melayu dalam Novel Bulang Cahaya adalah benar-benar karya saya sendiri. Hal-

hal yang bukan karya saya, dalam tesis tersebut telah diberi tanda citasi dan

ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan

saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa

pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, Juni 2011

Yang membuat pernyataan,

Ana Musfita Yeri

KATA PENGANTAR

Page 5: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

  

v

 

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan berbagai wujud kemenangan pada diri penulis yang berupa pikir,

perasaan, dan segala kreativitas sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis in.

Penelitian dan penulisan tesis ini dapat diselesaikan berkat bantuan,

dukungan, maupun doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan

kali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang tulus

kepada semua pihak yang telah turut membantu hingga terselesainya tesis ini.

Penulis ucapkan kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta

yang telah memberikan izin penulis untuk melakukan penelitian.

2. Prof. Drs. Suranto Tjiptowibisono, M.Sc., Ph.D., Direktur PPs UNS yang

telah memberikan izin penyusunan tesis ini.

3. Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd. , selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Bahasa Indonesia Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta

yang telah memberikan izin penyusunan tesis ini.

4. Prof. Dr. H. Sarwiji Suwandi, M.Pd., selaku pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis.

5. Dr. Andayani, M.Pd. , selaku pembimbing II yang memberikan bimbingan

kepada penulis.

6. Bapak dan Ibu Dosen di Program Pascasarjana Program Pendidikan Bahasa

Indonesia yang telah memberikan banyak ilmu yang bermanfaat dan

membekali penulis tentang teori-teori pendidikan dan pengajaran bahasa dan

sastra Indonesia sehingga wawasan penulis semakin luas.

Page 6: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

  

vi

 

7. Rekan-rekan mahasiswa Program Pascasarjana khususnya Pendidikan Bahasa

Indonesia yang telah memberikan semangat dan bertukar pikir sehingga tesis

ini dapat diwujudkan.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu

hingga diwujudkannya tesis ini.

Penulis berharap semoga bantuan tersebut menjadi sebuah keikhlasan yang

akan membuahkan kemenangan bagi semuanya. Penulis juga berharap semoga

tesis ini berguna bagi semua, khususnya untuk perkembangan dunia pendidikan di

bidang kesusastraan.

Surakarta, Juni 2011

Penulis

AMY

Page 7: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

  

vii

 

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ..................................................................................................... i

PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................................... ii

PENGESAHAN TESIS ............................................................................. iii

PERNYATAAN ......................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ............................................................................... v

DAFTAR ISI ............................................................................................. vii

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xi

ABSTRAK ................................................................................................. xii

ABSTRACT ............................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1

B. Perumusan Masalah ............................................................. 5

C. Tujuan Penelitian ................................................................ 5

D. Manfaat Penelitian ............................................................... 6

BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN,

KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kajian Teori ......................................................................... 8

Page 8: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

  

viii

 

Halaman

1. Hakikat Novel ................................................................. 8

a. Pengertian Novel .......................................................... 8

b. Stuktur Novel ............................................................... 9

2. Hakikat Sosiologi Sastra ................................................. 20

a. Pengertian Sosiologi Sastra .......................................... 20

b. Macam-macam Sosiologi Sastra .................................. 24

c. Karakter dalam Sosiologi Sastra .................................. 26

3. Hakikat Budaya ............................................................... 27

a. Pengertian Budaya ....................................................... 27

b. Pengertian Kebudayaan ............................................... 28

c. Wujud Kebudayaan ...................................................... 29

d. Komponen Kebudayaan ............................................... 30

4. Hakikat Kebudayaan Melayu ........................................... 33

a. Sejarah Kebudayaan Melayu ........................................ 33

b. Kebudaan Melayu pada Saat Novel Ditulis ................. 36

5. Hakikat Transformasi Budaya .......................................... 36

B. Penelitian yang Relevan ....................................................... 43

C. Kerangka Berpikir ................................................................ 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................. 47

Page 9: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

  

ix

 

Halaman

B. Pendekatan Penelitian .......................................................... 47

C. Sumber Data ......................................................................... 48

D. Teknik Cuplikan ................................................................... 48

E. Metode Pengumpulan Data .................................................. 49

F. Validitas Data ....................................................................... 50

G. Analisis Data ........................................................................ 50

H. Prosedur Penelitian .............................................................. 52

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian ...................................................................... 53

1. Struktur Novel Bulang Cahaya ....................................... 54

a. Alur ............................................................................... 54

b. Tokoh dan Penokohan .................................................. 64

c. Latar / Setting ................................................................ 100

d. Tema ............................................................................. 105

e. Sudut Pandang .............................................................. 106

2. Transformasi Budaya dalam Novel Bulan Cahaya Karya

Rida K. Liamsi ................................................................. 107

a. Sosialisasi ...................................................................... 107

b. Enkulturasi .................................................................... 108

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Transformasi

Budaya ............................................................................ 109

Page 10: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

  

x

 

Halaman

a. Kontak dengan Budaya Lain ......................................... 109

b. Konflik antara Melayu dan Bugis ................................. 110

c. Politik dalam Berebut Kekuasaan ................................. 111

4. Budaya Melayu dalam Novel Bulang Cahaya karya

Rida K. Liamsi ................................................................ 112

a. Transformasi Sistem Kekuasaan ................................. 113

b. Transformasi Budaya Turun Temurun ........................ 114

c. Transformasi Sistem Peralatan .................................... 114

d. Transformasi dalam Bidang Agama........................... 115

e. Transformasi dalam Bahasa ...................................... 116

B. Pembahasan Hasil Penelitian ................................................. 117

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ................................... 121

A. Simpulan ............................................................................... 121

B. Implikasi ............................................................................... 122

C. Saran ..................................................................................... 124

1. Pembaca ............................................................................... 124

2. Guru Bahasa Indonesia ....................................................... 124

3. Kepala Sekolah.................................................................... 124

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 125

LAMPIRAN ........................................................................................................ 129

Page 11: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

  

xi

 

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Biografi Pengarang......................................................... 129

Lampiran 2. Sinopsis Novel Bulang Cahaya Karya Rida K.Limsi..... 131

Page 12: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

  

xii

 

ABSTRAK

Ana Musfita Yeri. S840809001. Transformasi Budaya dalam Novel Bulang Cahaya Karya Rida K. Liamsi. Tesis. Program Pascasarjana. Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan dan menjelaskan struktur yang membangun novel Bulang Cahaya karya Rida K. Liamsi; (2) Mendeskripsikan dan menjelaskan tranformasi budaya dalam novel Bulang Cahaya karya Rida K. Liamsi; (3) Mendeskripsikan dan menjelaskan faktor yang mendorong adanya transformasi budaya dalam novel Bulang Cahaya karya Rida K. Liamsi; dan (3) mendeskripsikan dan menjelaskan budaya Melayu dalam novel Bulang Cahaya karya Rida K. Liamsi.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan sosiologis. Data dalam penelitian berupa struktur teks dalam Novel Bulang Cahaya karya Rida K. Liamsi. Sumber data adalah Novel Bulang Cahaya karya Rida K. Liamsi yang diterbitkan oleh JP Book Surabaya bekerja sama dengan Yayasan Segang Pekanbaru tahun 2007, cetakan pertama dengan tebal buku 317 halaman. Teknik pengumpulan data mengikuti paradigma penelitian kualitatif. Teknik sampling yang digunakan bersifat selektif studi kepustakaan (library research), yaitu mencatat dokumen-dokumen atau arsip yang berkaitan erat dengan tema penelitian dan tujuannya (purpose sampling). Analisis data yang digunakan adalah model interaktif (interactive model of analysis). Teknik ini meliputi tiga komponen, yaitu reduksi data (data reduction), sajian data (data display), dan penarikan simpulan (conclusion drawing).

Simpulan penelitian dikemukakan berikut ini. (1) unsur-unsur pembangun dalam novel Bulang Cahaya ini meliputi alur flashback, tokoh utama Raja Djaafar, latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai timur semenanjung Malaysia dengan latar belakang sejarah Kerajaan Melayu Riau Lingga, latar waktunya siang dan sore hari, latar suasana yang digambarkan perasaan dendam, cemburu, dan saling berebut kekuasaan, tema yang diangkat dalam novel ini adalah percintaan yang tak sampai dengan dikemas dalam politik kekuasaan, sudut pandang menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu; (2) faktor yang memengaruhi transformasi budaya Melayu yaitu kontak dengan kebudayaan lain, konflik antara Melayu dan Bugis, dan politik dalam berebut kekuasaan; (3) budaya Melayu dalam novel Bulang Cahaya ini meliputi transformasi sistem kepercayaan, budaya turun temurun, sistem peralatan, bidang agama, serta transformasi bidang bahasa.

Kata kunci: transformasi, melayu, novel Bulang Cahaya.

Page 13: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

  

xiii

 

ABSTRACT

Ana Musfita Yeri. S840809001. The Cultural Transformation in the Novel Entitled Bulang Cahaya Written by Rida K. Liamsi. Principal advisor : Prof. Dr. H. Sarwiji Suwandi, M.Pd. Co-advisor : Dr. Andayani, M.Pd Thesis: The Graduate Program in Indonesian Language Education, Sebelas Maret University, Surakarta 2011.

The objectives of the research are to describe and explain: (1) the text structures of the novel entitled Bulang Cahaya written by Rida K. Liamsi; (2) factors which encourage the cultural transformation in the novel entitled Bulang Cahaya written by Rida K. Liamsi; and (3) the Malay culture in the novel entitled Bulang Cahaya written by Rida K. Liamsi.

This research used a descriptive qualitative research method with a sociological approach. The data of the research were the text structures in the novel entitled Bulang Cahaya written by Rida K. Liamsi and published by JP Book Surabaya in cooperation with Segang Foundation, Pekan Baru in 2007; the first edition consisted of 317 pages. The data were gathered in accordance with the paradigms of qualitative research; the samples of the research were taken through library research by taking notes from documents and archives related to the theme and objectives of the research. The data were then analyzed by using an interactive technique of analysis consisting of components, namely: data reduction, data display, and conclusion drawing.

The results of the research are as follows: 1) The text structures of the novel use flash back plots. In term of character, Raja Djaafar was the central character who was cunning, humorous, and slightly unconfident. Other characters were Tengku Buntat, a lady who was very much loved by Raja Djaafar and who was beautiful, graceful, charming, soft, and sensitive; Raja Husin who was a faithful friend to Raja Djaafar and who was cunning and humorous; and other supporting characters. The settings of place in the novel were from the regions in Riau island to the East Coast of Malaysian peninsula with the historical backgrounds of the kingdoms of Melayu Riau Lingga; Kampung Bulang, Kota Piring; and Malaka. The settings of time were dawn, noon, and afternoon. The social background told about the social life of the characters, namely that of Raja Djafaar and Raja Husin. In the story, Raja Djaafar was narrated as a Bugis descendant, but not a pure one. The settings of atmosphere in the novel were resentment and jealousy between the Malay and the Bugis. The theme of the novel was about love did not come true and was wrapped around the power and politic

Page 14: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

  

xiv

 

ended up feeling resentful, which conveys a cultural point of view on a historical life of a tribe called the Malay. The point of view used in the novel was the all-knowing third person’s point of view. 2) The factors influencing the cultural transformation in the novel are as follows: (a) cultural contact with other culture, that is, from the Malay royal capital brought by the main character to Kota Bulang, Riau Island; (b) the conflict between the Malay and the Bugis which could influence the existence of the Malay culture: the Malay and the Bugis were ever united against their enemies; and (c) the politic to fight for power between the Malay and the Bugis. 3) The Malay culture in the novel includes: (a) faith transformation: the Bulang community held mystical faiths considering that the region was famous for its magic; (b) inheritance transformation: the inheritance culture was well known by the Bulang community considering that the region embraced the royal system namely the Malay kingdom; (c) equipment transformation: the equipment used was luxurious considering that the region was the royal jurisdiction; (d) religion transformation: the focus was more emphasized on the arrival of Islam; and (e) language transformation: the language used within the region influenced the development of vocabulary repertoire as indicated by the Malay vocabulary items used in each utterance by the characters in the novel entitled Bulang Cahaya.

 

Page 15: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sastra merupakan bentuk kegiatan kreatif dan produktif dalam

menghasilkan sebuah karya yang memiliki nilai rasa estetis dan mencerminkan

realitas sosial kemasyarakatan. Penciptaan karya sastra tidak dapat dipisahkan

dengan proses imajinasi pengarang dalam melakukan proses kreatifnya. Sebagai

imajinatif, sastra berfungsi sebagai hiburan yang menyenangkan, serta dapat

menambah pengalaman bagi para pembaca. Novel merupakan salah satu ragam

prosa di samping cerpen dan roman yang di dalamnya terdapat peristiwa yang

dialami oleh tokoh-tokohnya secara sistematis dan terstruktur. Fiksi menceritakan

berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan

sesama. Dengan demikian, karya sastra menggambarkan pula sikap hidup

pengarang dan gejala-gejala sosial yang terjadi di sekitar mereka. Keterkaitan

antara karya sastra dengan keadaan masyarakat atau lingkungan terjadi karena

karya sastra merupakan hasil dialog antara pengarang dengan lingkungannya. Hal

tersebut menyebabkan karya sastra yang dihasilkan pengarang akan diwarnai oleh

budaya masyarakat tempat karya sastra dilahirkan.

Seorang pengarang mempunyai banyak kemungkinan di balik karya sastra

yang diciptakannya. Kemungkinan tersebut adalah sikap pengarang yang

mengubah pola pikir masyarakat. Sebagaimana dikatakan Sapardi Djoko Damono

1

Page 16: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

(1979:2) bahwa sastra bisa mengandung gagasan yang mungkin dapat

dimanfaatkan untuk menumbuhkan sikap sosial yang dapat digunakan untuk

mencetuskan peristiwa sosial tertentu.

Karya sastra merupakan hasil perpaduan harmonis antara kerja perasaan

dan pikiran. Karya sastra tidak hanya mementingkan isi, tetapi juga tidak hanya

menggunakan bentuk. Karya sastra selalu memadukan dua unsur itu daalm

kesatuan yang kental. Karya sastra bersifat etis tetapi sekaligus juga estetis. Karya

sastra mempunyai kemampuan lebih keras dan kuat memproses perasan-perasaan

penikmatnya.

Karya sastra bukan untuk dinikmati tetapi juga dimengerti. Untuk itulah

diperlukan kajian atau penelitian dan analisis mendalam mengenai karya sastra.

Penelitian sastra merupakan kegiatan yang diperlukan untuk menghidupkan,

mengembangkan dan mempertajam suatu ilmu. Novel merupakan salah satu

bentuk karya sastra yang banyak mengalami perkembangan. Novel termasuk

karya imajinatif yang merupakan hasil rekaan pengarang, namun kadang-kadang

gambaran kehidupan yang ada di dalamnya dapat dicari dalam realita kehidupan

sehari-hari. Seperti ditegaskan oleh Jacob Sumardjo (1994:30) dengan

pendapatnya mengenai novel yang mengalami proses pengolahan yang dilakukan

oleh pengarang. Tokoh-tokoh dalam novel merupakan faktor penting yang

memunculkan konflik dan akhirnya mengalirkan cerita.

Banyak anggapan bahwa karya sastra tidak bisa memberikan jaminan

masa depan secara intelektual, emosional, dan finansial. dikarenakan bahasanya

yang sulit dipahami maka harus dibaca berkali-kali untuk menangkap maknanya.

Page 17: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

Ditambah minat baca atau daya beli masyarakat terhadap buku sastra masih

rendah. Interestingly, the literature on fields of study and over – education have

so far neglected each other (Ortiz, Luis et all. 2008).

Sebuah karya sastra diperbaharui oleh latar belakang sosial budaya tempat

karya sastra tersebut dihasilkan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa di dalam

sebuah karya sastra tergambar keadaan mayarakat di mana, oleh siapa dan kapan

karya sastra tesebut ditulis. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sastra

merupakan cermin kehidupan masyarakat pemiliknya, walaupun tentu saja ada

yang hadir dan tidak hadir. Jadi, dengan membaca sebuah karya sastra akan dapat

diketahui unsur-unsur bahkan bagian-bagian dari unsur-unsur suatu kebutuhan

pemilik karya tersebut.

Sementara itu, Culler (1977: 118) menegaskan, pembaca sastra harus

memiliki kompetensi kesastraan yang memadai, yakni, a set of conventions for

reading literary texs, sehingga diharapkan pembaca harus memiliki kompetensi

kesusastraan yang memadai terhadap novel. Membicarakan sastra yang memiliki

sifat imajinatif, kita berhadapan dengan tiga jenis (genre) sastra, yaitu prosa, puisi,

dan drama. Salah satu jenis prosa adalah novel. Sebuah novel menceritakan

kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang-orang. Luar biasa karena dari

kejadian ini terlahir konflik, suatu pertikaian, yang mengalir menggambarkan nasi

mereka. Kejadian atau peristiwa yang terjadi dalam novel dihidupkan oleh tokoh-

tokoh yang ditampilkan, seorang pengarang melukiskan kehidupan manusia

dengan persoalan-persoalan atau konflik dengan orang lain ataupun konflik yang

Page 18: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

terjadi dengan dirinya sendiri. Pengarang memegang peranan penting dalam

penciptaan watak tokoh yang dilukiskannya dalam karya sastra.

Rida K Liamsi dalam novelnya yang berjudul Bulang Cahaya mengangkat

tema sosial budaya. Dalam karyanya yang berjudul Bulang Cahaya, ia mampu

menguraikan secara jelas tentang adanya budaya yang terjadi dalam masyarakat di

Kerajaan Melayu, yang merepresentasikan etika, adab, norma, tradisi, adat-istiadat

Melayu. Oleh karena itu, peneliti tertarik menjadikan novel ini sebagai topik

penelitian. Terdapat beberapa peristiwa menarik yang mengarah tentang adanya

transformasi budaya Melayu dalam tokoh Bulang Cahaya karya Rida K Liamsi.

Novel ini bercerita tentang salah satu bagian dari perjalanan sejarah

kerajaan Lingga. Dengan menggunakan bentuk kilas-balik, cerita dimulai dari

luka hati yang dialami Raja Djaafar atas keputusan politik Yang Dipertuan Besar

Mahmud untuk menghentikan perang saudara antara Melayu dan Bugis. Salah

satu keputusan politik itu adalah penyatuan Melayu-Bugis melalui perkawinan

Tengku Butat dengan Tengku Husin, putra Sultan Mahmud. Inilah awal putusnya

percintaan Raja Djaafar dengan Tengku Butat. Sambil membawa dendam

kebencian dan cinta, pemuda Bugis itu hijrah ke Selangor.

Putaran nasib membawa Raka Djaafar kembali ke Riau. Ia diangkat

menjadi Yang Dipertuan Muda, sebuah jabatan penting yang memberi kekuasaan

besar dalam roda pemerintahan kerajaan. Di sinilah Raja Djaafar berhadapan

dengan problem pribadi dan tugas kerajaan. Cerita kemudian mengalir dengan

pusat penceritaan jatuhnya pada tokoh Raja Djafaar. Antara kekuasaan dan cinta

seperti berjalin kelindan di antara tafsir dan pemaknaan konsep kekuasaan.

Page 19: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

Novel Bulang Cahaya ini tidak sekadar menyodorkan fakta dan peristiwa

sejarah Kerajaan Melayu secara meyakinkan, tetapi juga menyelusupkan ideologi

pengarangnya tentang posisi Melayu dan Bugis dalam perspektif historigrafi yang

berimbang. Dari sini terlihat adanya transformasi budaya karena pengaruh faktor-

faktor perubahan nilai yang dialami para tokoh-tokohnya.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut.

1. Bagaimanakah struktur yang membangun novel Bulang Cahaya karya Rida K

Liamsi?

2. Bagaimanakah tranformasi budaya dalam novel Bulang Cahaya karya Rida

K. Liamsi?

3. Faktor apa sajakah yang mendorong adanya transformasi budaya dalam novel

Bulang Cahaya karya Rida K Liamsi?

4. Bagaimanakah budaya Melayu yang dideskripsikan dalam novel Bulang

Cahaya karya Rida K Liamsi?

C. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan dan menjelaskan struktur yang membangun novel Bulang

Cahaya karya Rida K Liamsi.

2. Mendeskripsikan dan menjelaskan tranformasi budaya dalam novel Bulang

Cahaya karya Rida K. Liamsi.

Page 20: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

3. Mendeskripsikan dan menjelaskan faktor yang mendorong adanya

transformasi budaya dalam novel Bulang Cahaya karya Rida K Liamsi.

4. Mendeskripsikan dan menjelaskan budaya Melayu dalam novel Bulang

Cahaya karya Rida K Liamsi.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

a. Manfaat yang diperoleh setelah mengkaji hal-hal di atas adalah dapat

mengetahui dan menelaah apa yang telah dikaji dan dapat menjadi bahan

pertimbangan dalam melakukan penelitian yang selanjutnya.

b. Dapat menambah khazanah penelitian sastra Indonesia khususnya

penelitian novel sehingga dapat bermanfaat bagi perkembangan karya

sastra Indonesia.

c. Menjadi tolok ukur untuk memahami dalam mendalami karya sastra pada

umumnya dan novel Bulang Cahaya karya Rida K. Liamsi pada

khususnya.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pembaca

1) Memberikan manfaat bagi pembaca terhadap novel terutama

mengenai masalah transformasi budaya dan aspek sosiologi sastra.

2) Dapat meningkatkan daya apresiasi terhadap karya sastra khususnya

novel Bulang Cahaya.

Page 21: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

b. Bagi Guru Bahasa dan Sastra Indonesia

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

pengajaran sastra di sekolah sehingga dapat menambah pengetahuan di

bidang sastra, khususnya novel.

c. Bagi Peneliti

1) Memberikan wawasan mengenai transformasi budaya Melayu dan

informasi tentang kehidupan budaya dan tata adat yang berlaku di

Riau.

2) Dapat mengetahui perkembangan dan kesejarahan sastra Indonesia

dalam budaya Melayu yang dibingkai dalam sebuah novel.

Page 22: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Tinjauan Pustaka

1. Hakikat Novel

a. Pengertian Novel

Novel adalah suatu karya fiksi yang menawarkan suatu dunia, yaitu dunia

yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun

melalui berbagai unsur intrinsiknya, seperti peristiwa, plot, tokoh (penokohan),

latar, sudut pandang, dan lain-lain yang kesemuanya bersifat imajinatif (Burhan

Nurgiyantoro, 2007:4). Adapun dalam The American College Dictionary

(Tarigan, 1993:164), diterangkan bahwa novel adalah suatu cerita prosa yang

fiktif serta adegan kehidupan nyata yang representatif dalam suatu alur atau suatu

keadaan yang agak kusut atau kacau. Sebagai suatu karya sastra, novel

mengandung nilai-nilai moral yang berguna bagi pembacanya. Hal tersebut sesuai

dengan pendapat Herman J. Waluyo (2002:37), mengemukakan bahwa novel

bukan hanya alat hiburan, tetapi juga sebagai bentuk seni, yang mempelajari dan

meneliti segi-segi kehidupan dan nilai baik buruk (moral) kehidupan ini dan

mengarahkan kepada pembaca tentang pekerti yang baik dan budi

luhur.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa novel

adalah jenis cerita fiksi yang mempunyai panjang tertentu dengan memasukkan

berbagai unsur intrinsik di dalamnya dan bersifat imajinatif.

8

Page 23: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

b. Struktur Novel

Novel merupakan sebuah totalitas (keseluruhan) yang bersifat artistik dan

memiliki bagian-bagian, unsur-unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lain.

Struktur tersebut dibedakan menjadi dua yaitu unsur intrinsik dan unsur

ekstrinsik.

Menurut Burhan Nurgiyantoro (2007:23), unsur intrinsik adalah unsur-

unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Adapun tidak langsung

memengaruhi bangunan atau sistem organisme sastra.

Unsur-unsur intrinsik novel tersebut antara lain sebagai berikut.

1) Tema

Tema pada hakikatnya adalah permasalahan yang merupakan titik tolak

pengarang dalam menyusun cerita, sekaligus merupakan permasalahan yang

ingin dipecahkan pengarang dengan karyanya itu. Panuti Sudjiman (1988:52)

memberikan pengertian bahwa tema merupakan gagasan, ide atau pikiran

utama yang mendasari suatu karya sastra. Dalam sebuah karya fiksi, tema

tidak dinyatakan secara eksplisit, tetapi membaur ke seluruh cerita, yaitu

secara implisit, maka pembaca yang harus menafsirkan sendiri.

Usaha menafsirkan tema dapat dilakukan melalui detail kejadian dan

konflik yang menonjol, yaitu konflik utama cerita yang dialami, ditimbulkan

kepada tokoh utama. Hal di atas menunjukkan betapa erat kaitan antara tema

dan penokohan. Kaitannya dengan tema, tokoh mempunyai kedudukan yang

strategis, yaitu sebagai penyampai tema, baik secara terselubung maupun

terang-terangan. Adanya perbedaan tema akan menyebabkan perbedaan

perlakuan tokoh cerita yang diberi tugas menyampaikan tema. Pengarang akan

Page 24: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

memilih tokoh-tokoh tertentu yang dirasa paling cocok untuk mendukung

temanya (Burhan Nurgiyantoro, 2007:173).

Pengarang yang baik akan mampu menampilkan cerita yang bersumber

pada realitas kehidupan sebagai reaksi atau saksi sejarah terhadap praktik

kehidupan masyarakat. Budi Darma (dalam Herman J. Waluyo, 1995:83)

menyatakan bahwa:

Pengarang yang baik adalah pengarang yang mampu menemukan hakikat manusia. Ia mempunyai kekuatan mata seperti rontgen yang mampu menembus tubuh manusia dan seperti televisi yang dapat menangkap gambar-gambar dari pemancar-pemancar yang jauh, serta menerima suara-suara masyarakat, dan bagaikan memiliki indera tambahan yang mampu menangkap getaran hati manusia yang menderita.

Tema harus mampu mengangkat ke permukaan realitas relung-relung

kehidupan manusia. Mochtar Lubis (dalam Herman J. Waluyo, 1995: 83)

menyatakan bahwa wilayah pengarang luas sekali, seolah-olah tanpa batas.

Wilayah yang baik adalah menjelajah ke ruang dalam manusia sendiri, artinya

ke berbagai batin manusia yang mempunyai berbagai permasalahan

kehidupan.

2) Latar (Setting)

Latar atau setting menyangkut tempat, waktu, dan situasi yang mendukung

dalam suatu cerita. Menurut Abrams (Nurgiyantoro, 2007: 216), latar atau

setting adalah landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan

waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang

diceritakan.

Page 25: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

Latar memberi pijakan konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberi

kesan realitas kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-

olah sungguh-sungguh terjadi. Sifat-sifat latar, dalam banyak hal akan

memengaruhi sifat-sifat tokoh. Bahkan, sifat seseorang akan dibentuk oleh

keadaan latarnya. Hal tersebut dibenarkan oleh Wellek dan Warren (dalam

Melani Budianta, 1993: 291) bahwa latar mungkin merupakan proyeksi

kehendak tersebut, antara manusia dan alam terdapat korelasi. Latar yang baik

harus benar-benar mutlak untuk menggarap karakter cerita. Latar wilayah

tertentu harus menghasilkan perwatakan tokoh dan tema tertentu. Latar harus

terintegrasi dengan watak, tema, gaya, dan implikasi filosofisnya.

3) Sudut Pandang

Sudut pandang atau point of view merupakan cara memandang yang

digunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar,

dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita. Dengan demikian, pada

hakikatnya sudut pandang merupakan strategi, teknik, atau siasat yang secara

sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan atau ceritanya. Sudut

pandang pada hakikatnya adalah visi pengarang yang berarti sudut pandangan

yang diambil pengarang untuk melihat suatu kejadian cerita. Dalam hal ini,

tentunya harus dibedakan dengan pandangan pengarang sebagai pribadi, sebab

sebuah karya sastra sebenarnya merupakan pandangan pengarang terhadap

kehidupan (Jakob Sumardjo, 1994:82).

Sudut pandang dibagi menjadi dua yaitu sudut pandang orang pertama

(Pencerita Akuan) dan sudut pandang orang ketiga (Pencerita Diaan). Dalam

Page 26: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

sudut pandang orang pertama, pencerita sebagai salah satu tokoh dalam cerita

dalam berkisah mengacu pada dirinya sendiri dengan sebutan aku atau saya.

Apabila dalam cerita itu pencerita bertindak sebagai tokoh utama disebut

sudut pandang orang pertama tokoh utama atau Akuan-Sertaan, sedangkan

apabila pencerita menjadi tokoh bawahan yang disebut sudut pandang orang

pertama tokoh bawahan atau Akuan-Taksertaan.

Dalam sudut pandang orang ketiga, pencerita berada di luar cerita. Dalam

kisahannya pencerita mengacu pada tokoh-tokoh cerita dengan menggunakan

kata ganti orang ketiga (ia, dia), atau menyebut nama tokoh. Sudut pandang

orang ketiga ada dua, yaitu orang ketiga mahatahu dan orang ketiga terbatas.

Orang ketiga mahatahu, apabila pencerita mengetahui dan dapat menceritakan

segala sesuatu tentang tokoh dan peristiwa yang berlaku dalam cerita, bahkan

mampu mengungkap pikiran. Orang ketiga terbatas, apabila pencerita hanya

dapat menceritakan apa yang dapat diamati dari luar.

4) Plot

Plot atau alur adalah cerita yang berisi urutan kejadian, tetapi setiap

kejadian itu hanya dihubungkan dari berbagai akibat, peristiwa yang satu

disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain (Burhan

Nurgiyantoro, 2007:113). Adapun menurut Aminnudin (1987: 83), plot atau

alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa

sehingga menjalin suatu cerita yang dihindarkan oleh para pelaku dalam suatu

cerita.

Plot merupakan tulang punggung cerita sehingga keberadaannya begitu

penting. Namun, tokoh-tokoh cerita akan lebih menarik perhatian pembaca.

Page 27: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

Pembaca terkesan pada penampilan kehidupan dan jati diri tokoh yang

memang lebih banyak menjanjikan. Dalam kaitan ini, plot sekadar sarana

untuk memahami perjalanan kehidupan tokoh, atau untuk menunjukkan jati

diri dan kehidupan tokoh, maka perlu diplotkan perjalanan hidupnya. Seperti

pendapat MacLaughlin dan Devoodg (dalam Morawski, 2010), “Readers are

always making choices about their thingking, focusing on both stances and

sometimes more on one thatn the other”. Pembaca selalu dapat menentukan

pilihan tentang cara berpikir, memfokuskan cara pandangan dan kadang-

kadang melebihi dari yang lain. Maksudnya, setiap pembaca memiliki cara

pandang sendiri terhadap novel yang sedang dibacanya yang dapat diamati

dari alurnya.

Plot atau alur tidak bisa dipaparkan begitu saja. Kejadian-kejadian dalam

plot mengalami perkembangan itu disebabkan oleh konflik. Konflik dalam

suatu cerita dipaparkan melalui gerak atau jalan cerita yang tersusun dari

kejadian-kejadian yang saling terkait dan merupakan sebab akibat. Konflik

dalam cerita dikupas menjadi elemen-elemen tertentu (Herman J. Waluyo,

1995:91).

Tahap-tahap plot atau alur, yakni exposition, inciting moment, rising

action, complication, climax, falling action, dan denoument.

(a) Exposition, yaitu paparan cerita awal. Pengarang mulai memperkenalkan

tempat kejadian, waktu, topik, dan tokoh-tokoh. Tingkat intensitas paparan

tergantung keinginan pengarang, apakah ia akan menulis novel atau

cerpen.

Page 28: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

(b) Inciting moment, yaitu mulai munculnya problem-problem. Problem-

problem mulai dimunculkan pengarang untuk kemudian dikembangkan.

(c) Rising action, yaitu problem dalam cerita dalam mulai meningkat dan

selanjutnya terjadi konflik.

(d) Complication, yaitu saat konflik semakin ruwet.

(e) Climax merupakan puncak seluruh cerita, dan semua cerita sebelumnya

ditahan untuk menonjolkan saat klimaks tersebut.

(f) Falling action, yaitu konflik yang dibangun mulai menurun karena telah

mencapai klimaksnya. Emosi yang memuncak telah berkurang.

(g) Denoument, yaitu penyelesaian atau pemecahan masalah.

Unsur-unsur plot berpusat pada konflik. Dengan adanya plot seperti di

atas, pembaca dibawa ke suatu keadaan yang menegangkan, timbul suatu

suspens dalam cerita. Suspens inilah yang menarik pembaca untuk mengikuti

jalan cerita. Kekuatan sebuah cerita terdapat pada bagaimana seorang

pengarang membawa pembacanya mengikuti timbulnya konflik dan

berakhirnya konflik. Timbulnya konflik atau terbinanya plot sering berkaitan

dengan watak atau tema, bahkan juga setting. Konflik dalam cerita mungkin

terjadi karena watak seseorang yang begitu rupa sehingga menimbulkan

konflik bagi orang lain dan lingkungannya.

5) Tokoh dan Penokohan

Tokoh dalam novel merupakan satu hal yang paling utama dalam cerita.

Hal ini dikarenakan bahwa tokoh merupakan unsur pembangun agar sebuah

Page 29: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

cerita menjadi lebih menarik untuk dinikmati. Tokoh adalah pelaku yang

mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu

menjalin suatu cerita (Aminuddin, 1987:78). Tokoh adalah individu rekaan

yang mengalami peristiwa adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa

atau berkelakuan dalam tindakan.

Novel pada dasarnya mengisahkan seorang atau beberapa orang yang

memerankan karakter, dan selanjutnya disebut tokoh. Tokoh cerita adalah

individu rekaan yang mengalami peristiwa atau perlakuan di dalam berbagai

peristiwa atau perlakuan di dalam berbagai peristiwa cerita. Jadi, tokoh adalah

orangnya. Dalam cerita rekaan, terdapat bermacam-macam tokoh. Berdasar

cara menampilkannya, tokoh yang mendominasi jalannya cerita disebut tokoh

utama.

Berdasarkan segi peranannya, tokoh dibedakan menjadi dua yaitu tokoh

utama (main character), dan tokoh tambahan (peripheral character). Tokoh

utama yaitu tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus menerus

sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita. Sedangkan tokoh

tambahan yaitu tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali

dalam cerita. Menurut Burhan Nurgiyantoro (2007:165), istilah tokoh merujuk

pada pelaku cerita. Watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada sifat dan

sikap para tokoh, seperti ditafsirkan pembaca, lebih menunjuk kepada kualitas

pribadi seorang tokoh. Penokohan dan karakterisasi diartikan dengan

perwatakan atau karakter.

Page 30: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

Tokoh utama adalah tokoh yang memiliki peranan penting dalam sebuah

cerita. Tokoh utama merupakan tokoh dengan tingkat kemunculan paling

sering dan dibicarakan oleh pengarang. Tokoh tambahan adalah tokoh yang

memiliki peranan penting yang kemunculannya hanyalah untuk melengkapi,

melayani, dan mendukung pelaku utama. Ia merupakan tokoh yang terlalu

sering muncul dan dibicarakan ala kadarnya oleh pengarang (Aminudin,

1987:79-80).

Terdapat jenis-jenis tokoh, antara lain sebagai berikut.

a) Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan

Tokoh utama adalah tokoh yang ditampilkan terus-menerus sehingga

terasa mendominasi cerita dan yang diutamakan penceritaannya. Adapun

tokoh tambahan adalah tokoh-tokoh yang dimunculkan sekali atau

beberapa kali dan itu pun dalam porsi yang relatif pendek. Kehadiran

tokoh tambahan berfungsi memperkuat karakter tokoh utama

b) Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis

Tokoh protagonis adalah tokoh yang mendapat simpati dan empati

dari pembacanya. Pembaca sering mengidentifikasikan dirinya dengan

tokoh tersebut dan sering terlihat secara emosional. Adapun tokoh

antagonis adalah lawan dari tokoh protagonis yang menyebabkan

ketegangan dan konflik terutama bagi tokoh protagonis. Tokoh antagonis

tidak selalu berwujud manusia, tetapi bisa juga berwujud hal-hal di luar

individualitas seseorang.

Page 31: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

c) Tokoh Datar dan Tokoh Bulat

Tokoh datar adalah tokoh yang memiliki suatu kualitas kepribadian

tertentu atau satu sifat saja. Adapun tokoh bulat yaitu tokoh yang memiliki

banyak sifat dan banyak diungkap sisi kehidupannya, kepribadiannya, dan

jati dirinya

d) Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang

Tokoh statis adalah tokoh yang secara esensial tidak mengalami

perubahan perwatakan sebagai akibat peristiwa-peristiwa yang terjadi.

Tokoh berkembang adalah tokoh yang mengalami perubahan dan

perkembangan perwatakan sejalan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi

dari plot yang dikisahkan

e) Tokoh Tipikal dan Tokoh Netral

Tokoh tipikal adalah tokoh yang lebih banyak menonjolkan kualitas

kebangsaannya atau pekerjaannya, atau sesuatu yang lebih bersifat

mewakili. Tokoh netral adalah tokoh-tokoh yang bereksistensi demi cerita

itu sendiri, semata-mata tokoh yang dihadirkan sebagai tokoh imajiner

bebas, artinya tidak mewakili pihak mana pun.

Selain jenis-jenis tokoh, terdapat pula teknik pelukisan tokoh. Teknik

pelukisan tokoh dapat dilakukan secara ekspositoris (langsung) atau secara

dramatik (tidak langsung). Pelukisan tokoh secara ekspositoris adalah teknik

tokoh dengan memberikan uraian, deskripsi, atau penjelasan secara langsung.

Teknik pelukisan dramatik adalah pelukisan tokoh yang tidak dideskripsikan

secara langsung baik mengenai sifat, sikap, maupun tingkah laku tokoh.

Page 32: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Pada umumnya, pengarang memilih secara campuran, menggunakan

teknik langsung dan teknik tidak langsung. Hal ini dirasa lebih

menguntungkan karena kelemahan tiap-tiap teknik dapat ditutup dengan

teknik lain.

Teknik pelukisan tokoh secara tidak langsung dapat dijelaskan melalui

beberapa teknik, antara lain (1) teknik cakapan, (2) teknik tingkah laku, (3)

teknik pikiran dan perasaan, (4) teknik arus kesadaran, (5) teknik reaksi tokoh

terhadap rangsang dari luar, (6) teknik reaksi tokoh lain terhadap tokoh utama,

(7) teknik pelukisan latar, dan (8) teknik pelukisan fisik. (Burhan

Nurgiyantoro, 2007:176-184).

Banyak sekali jenis novel dalam perkembangan sastra di Indonesia.

Hawthron (1989: 141) membedakan 15 jenis novel,yaitu:

The picareque novel, the epistolary novel, the historical novel, the

satirical novel, the bildungsroman (novel information or education),

the roman a clef (novel with a key) the tendenzroman (thesis novel),

the roman noir (gothic novel), the roman-fleuve, the roman

feuilieton, science fiction, the nouveau roman (novel), metafiction,

fiction.

Dengan mengidentifikasi jenis-jenis novel tersebut pada struktur sejumlah

novel sastra Indonesia yang terbit pada akhir abad XX, dapat dikatakan

adanya jenis novel yang memuat kearifan lokal. Kearifan lokal budaya seperti

nilai-nilai luhur yang ada dalam novel wajib diajarkan dalam pembelajaran

Page 33: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

sastra di sekolah (Arli Parikesit, 2004). Sejalan dengan pendapatan mengenai

kearifan lokal, Prasetyo Utomo (2008) mengemukakan bahwa kearifan lokal

tidak dengan sendirinya membentuk sastra lokal, yang diminati masyarakat

setempat, dalam kurun waktu yang terbatas. Kearifan lokal yang menjadi

obsesi sastrawan secara kontemplatif, bisa jadi teks sastra yang digemari

pembaca secara lintas waktu. Begitu banyak teks sastra yang ditulis dengan

kekuatan kearifan lokal serupa ini dan menjadi bacaan yang tidak hanya laris,

melainkan juga bermuatan nilai estetik.

Perkembangan novel sastra Indonesia selama abad XX menunjukkan ciri

yang dinamis. Pengarang novel dari wilayah Sumatera memperlihatkan

adanya penggabungan tiga tradisi: tradisi mereka sendiri, tradisi sastra Melayu

lama, dan tradisi dari pembacaan cerita-cerita dalam bahasa Belanda (Junus,

1974: 8). Dengan kata lain, novel-novel karangan wilayah Sumatera

menggabungkan tradisi naratif Barat.

Penggabungan berbagai tradisi naratif dalam novel ini sesuai dengan

pendapat Teeuw (1983: 201): The creation of the novel in modern Indonesian

literature is a complicated phenomenon which certainly cannot be reduced to

a single source. Fenomena ini bukan hanya terjadi pada tahun 1920-an, tetapi

juga pada dekade-dekade selanjutnya.

Page 34: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

2. Hakikat Sosiologi Sastra

a. Pengertian Sosiologi Sastra

Teori sastra bergerak pada empat paradigma, yaitu penulis, pembaca,

karya, dan kenyataan. Untuk memenuhi keempat paradigma tersebut berbagai

teori muncul, salah satunya adalah sosiologi sastra. Sosiologi sastra merupakan

pendekatan dalam telaah sosiologi terhadap sastra yaitu pendekatan yang

berdasarkan pada anggapan bahwa sastra merupakan proses sosial ekonomi belaka

dan pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaahan.

Pendapat Hegtvedt (1975: 211-224) menjelaskan tentang hubungan antara

sastra dan masyarakat sangatlah jelas. Sastra adalah refleksi dari masyarakat,

kekuatan dalam masyarakat, atau bagian dari kehidupan sosial. Pendapat lain

menyatakan bahwa sastra itu lebih kompleks, berpotensi menangkap beragam

bentuk interaksi yang ada dalam masyarakat.

Lebih lanjut diterangkan oleh Fischer yang menjelaskan tentang sosiologi

sastra dengan meminjam istilah Fuegen sebagai berikut.

Fuegen: “central point is what he calls “das sociale Grundverhealtnis or basic social rapport. By this he means that literature is basically not a literary, but a social phenomenon. He claims that throught the inherent logic of it subject matter every work of literature is basically a social document. The public is confronted by this social fact, seeing the writer not any more as an outstanding person, but simply as a producer of literaryworks, and thus as type. The public complating the basic rapport of the social phenomenon literature is usually effectively influenced by the subject matter of the work of literature. It is important in Fuegen s theory that the subject matter of a work of art is an operative agent, on the one hand leveling the individual authorto the status of a type,on the other hand actively influenceing the ideas and behavior of the reading public (2009:1).

Page 35: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

Berdasarkan penjelasan di atas, sastra merupakan pencerminan

masyarakat. Melalui karya sastra, seorang pengarang mengungkapkan problem

kehidupan yang pengarang sendiri ikut berada di dalamnya. Karya sastra

menerima pengaruh dari masyarakat dan sekaligus mampu memberi pengaruh

terhadap masyarakat. Bahkan sering kali masyarakat sangat menentukan nilai

karya sastra yang hidup pada suatu zaman, sementara sastrawan sendiri adalah

anggota masyarakat yang terikat status sosial tertentu dan tidak dapat mengelak

dari adanya pengaruh yang diterimanya dari lingkungan yang membesarkan

sekaligus membentuknya. Sastra sering kali dikaitkan dengan situasi tertentu

dalam masyarakat, misalnya dengan sistem politik, ekonomi, dan sosial tertentu.

Penelitian sosiologi sastra dilakukan untuk menjabarkan pengarah masyarakat

terhadap sastra dan kedudukan sastra dalam masyarakat. Sosiologi adalah telaah

yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam mayarakat, telaah tentang

lembaga dan proses sosial. Sosiologi mencoba mencari tahu bagaimana

masyarakat dimungkinkan, bagaimana ia berlangsung, dan bagaimana ia tetap

ada. Dengan memelajari lembaga-lembaga sosial dan segala masalah

perekonomian, keagamaan, politik, dan lain-lain yang kesemuanya itu merupakan

struktur sosial, kita mendapatkan gambaran tentang cara-cara manusia

menyesuaikan diri dengan lingkungannya, tentang mekanisme sosialis, proses

pembudayaan yang menempatkan anggota masyarakat di tempatnya masing-

masing (Sapardji Djoko Damono, 1979:6).

Pendapat lain dikemukakan oleh Rushing mengenai sosiologi sastra,

yaitu:

Page 36: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

Sociology of literature, a branch of literary study that examines the relationship between literary work and their social context, including pattern of literacy, kinds of audience, modes of pub lication and dramatic presentation, and the social class possition of authors and readers (Rushing, 2004).

Sosiologi sastra, merupakan cabang pendekatan sastra yang saling

berkaitan dengan karya sastra dan konteks sosial budaya di dalamnya terdapat

unsur yang dapat menjadi teladan bagi pembaca. Pengkajian karya sastra yang

memfokuskan diri pada analisis hubungan antara pengarang, karya sastra dan

pembaca. Hal tersebut sebagai sarana untuk memahami karya sastra dan

merupakan metode dalam pengajaran karya sastra (Siegel, 2006).

Seperti halnya sosiologi, sastra berurusan dengan manusia dalam

masyarakat, usaha manusia untuk menyesuaikan diri dan usahanya untuk

mengubah masyarakat itu. Dalam hal isi, sesungguhnya sosiologi dan sastra

berbagi masalah yang sama. Dengan demikian, novel, genre utama sastra dalam

zaman industri ini dapat dianggap sebagai usaha untuk menciptakan kembali

dunia sosial ini: hubungan manusia dengan keluarganya, lingkungannya, politik,

negara dan sebagainya. Dalam pengertian dokumenter murni, jelas tampak bahwa

novel berurusan dengan tekstur sosial, ekonomi, dan politik yang juga menjadi

urusan sosiologi. Perbedaan antara sosiologi dan sastra (dalam bentuk novel)

adalah bahwa sosiologi melakukan analisis ilmiah yang objektif, sedangkan novel

sebagai genre utama sastra menyusup menembus permukaan kehidupan sosial dan

menunjukkan cara-cara manusia menghayati masyarakat dengan perasaannya.

Page 37: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

Perspektif sosiologi sastra yang pantas diperhatikan adalah pernyataan Levin

(dalam Elizabeth dan Burn, 1973: 31) bahwa penelitian sosiologi sastra dapat ke

arah hubungan pengaruh timbal balik antara sosiologi dan sastra. Keduanya saling

memengaruhi dalam hal-hal tertentu.

Hakikat sosiologi sastra menurut Laurenson adalah sebagai berikut.

Sociology is esentiality the scientific, objective study of man in society, the study of social institutions and off social processs, it seeks to answer the question of haw society is possible, haw it work, why it persists. Through a rigorous examination of the social instituion, religious, economic, political and familial, wich together constitate what is called social structur.... (1972: 11).

Pernyataan Wolf (dalam Faruk, 1994: 3) sosiologi sastra merupakan

disiplin yang tanpa bentuk, tidak terdefinisikan dengan baik, terdiri dari sejumlah

studi-studi empiris dan berbagai percobaan pada teori yang lebih general yang

masing-masing hanya mempunyai persamaan dalam hal bahwa semuanya

berurusan dengan hubungan sastra dengan masyarakat. Senada dengan tersebut,

Russel (1973: 529) mereview pendapat di atas dengan menyatakan bahwa

sosiologi sastra adalah studi tentang sarana produksi sastra, distribusi, dan studi

tentang masyarakat tertentu.

Karya sastra didekati dari hal-hal yang berada di luar sastra itu sendiri

(ekstrinsik) dengan memfokuskan perhatian pada latar belakang sosial budaya.

Dalam ilmu sastra, pendekatan ini disebut sosiologi sastra, yaitu pendekatan sastra

dengan mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan, berhubungan dengan

masyarakat yang berada di sekitar sastra itu, baik penciptanya, gambaran

masyarakat yang diceritakan itu, dan pembacanya (Nurhayati, 2006).

Page 38: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

Adanya analisis ilmiah yang objektif ini menyebabkan bahwa seandainya

ada dua orang novelis menulis tentang suatu masyarakat yang sama, hasilnya

cenderung berbeda sebab cara-cara manusia menghayati masyarakat dengan

perasaannya itu berbeda-beda menurut pandangan setiap orang. Keterkaitan karya

sastra dengan masyarakat biasa disebut sosiologi sastra. Istilah sosiologi sastra

pada dasarnya tidak berbeda pengertiannya dengan pendekatan sosiologi atau

pendekatan sosiokulutral terhadap sastra.

b. Macam Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra adalah suatu pendekatan terhadap sastra yang

mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan. Sosiologi sastra dibagi menjadi

tiga, yaitu (1) sosiologi pengarang, (2) sosiologi karya, dan (3) fungsi sosial

sastra.

Sosiologi pengarang, sosiologi sastra yang membicarakan tentang posisi

sosial pengarang dalam masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca,

faktor-faktor sosial, yang bisa memengaruhi pengarang sebagai perorangan di

samping memengaruhi isi karya sastranya.

Sosiologi karya, sosiologi sastra yang membicarakan masalah sosial yang

terdapat dalam karya itu sendiri, bertitik tolak dari karya sastra itu sendiri. Fungsi

sosial sastra, sosiologi sastra yang membicarakan permasalahan pembaca dan

pengaruh sosial karya sastra terhadap pembaca apakah karya sastra yang

memengaruhi nilai-nilai sosial atau nilai-nilai sosial yang memengaruhi karya

sastra.

Page 39: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

Dari berbagai pandangan teoretis dalam telaah sosiologi terhadap sastra

dapat disimpulkan bahwa ada dua kecenderungan utama. Pertama, pendekatan

yang didasarkan pada anggapan bahwa sastra merupakan cermin proses sosial

ekonomi belaka. Pendekatan ini bergerak dari faktor-faktor di luar sastra untuk

membicarakan sastra, sastra hanya berharga dalam hubungannya dengan faktor-

faktor di luar sastra itu sendiri. Jelas bahwa dalam pendekatan ini teks sastra tidak

dianggap utama, ia hanya merupakan eppiphenomeon (gejala kedua). Kedua,

pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelahaan. Metode

yang digunakan dalam sosiologi sastra ini adalah analisis teks untuk mengetahui

strukturnya, kemudian dipergunakan untuk memahami lebih dalam lagi gejala

yang di luar sastra.

Semua fakta sastra menyiratkan adanya penulis, buku, dan pembaca, atau

secara umum dapat dikatakan: pencipta, karya, dan publik. Setiap fakta sastra

merupakan bagian suatu sirkuit. Dengan alat transmisi yang sangat kompleks,

yang merupakan bagian seni sekaligus juga teknologi dan usaha dagang, ia

mengaitkan individu-individu yang jelas definisinya (atau dikenal namanya) pada

suatu kolektivitas yang dapat dikatakan anonim, tetapi terbatas.

Pada semua titik sirkuit itu, kehadiran individu pencipta menimbulkan

masalah interpretasi psikologis, moral, dan filsafat. Media karya menimbulkan

masalah estetika, gaya bahasa, dan teknik. Adanya kolektivitas-publik menimbulkan

masalah dari segi historis, politik, sosial, bahkan ekonomi. Dengan kata lain, paling

tidak ada tiga ribu cara untuk membahas fakta sastra.

Page 40: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

Jadi, pendekatan sosiologi akan bermanfaat dan berdayaguna tinggi bila tidak

melupakan faktor-faktor sosiologi serta menyadari bahwa karya sastra diciptakan oleh

suatu kreativitas dengan memanfaatkan faktor imaji.

Salah satu pendekatan teoretis sistem sosial yang lebih dikenal dibandingkan

pendekatan-pendekatan yang lain adalah pendekatan yang amat berpengaruh di

kalangan para ahli sosiologi selama beberapa puluh tahun terakhir ini. Sudut

pendekatan tersebut menganggap bahwa masyarakat, pada dasarnya terintegrasi di

atas kata dasar ”sepakat” para anggotanya mengenai menilai, norma dan aturan

kemasyarakatan tertentu yang memiliki daya dalam mengatasi perbedaan-perbedaan

pendapat dan kepentingan di antara para anggota masyarakat.

Seorjono Soekamto (1990: 61) menyatakan bahwa objek sosiologi adalah

masyarakat, yaitu menitikberatkan pada hubungan antarmanusia dan proses sebab

akibat yang muncul dari hubungan-hubungan antarmanusia tersebut. Jadi, objek

sosiologi adalah manusia yang menitikberatkan pada hubungan antara manusia yang

satu dengan manusia yang lain. Selain itu, juga proses sebab akibat yang tampak dari

hubungan-hubungan antarmanusia tersebut.

c. Karakter dalam Sosiologi Sastra

Penelitian sosiologi sastra memerbincangkan hubungan antara pengarang

dengan kehidupan sosialnya. Baik aspek bentuk maupun isi karya sastra akan

terbentuk oleh suasana lingkungan dan kekuatan sosial atau periode tertentu

(Suwardi Endraswara, 2003: 78). Hal penting dalam sosiologi sastra adalah

Page 41: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

konsep cermin (miror). Dalam kaitan ini sastra dianggap sebagai mimesis (tiruan)

masyarakat.

Perspektif sosiologi sastra yang patut diperhatikan bahwa penelitian

sosiologi sastra dapat ke arah hubungan pengaruh timbal balik antara sosiologi

dan sastra. Keduanya akan saling memengaruhi dalam hal-hal tertentu. Pada

prinsipnya, terdapat tiga macam perspektif yang berkaitan dengan sosiologi sastra,

sebagai berikut.

1) Penelitian yang memandang karya sastra sebagai dokumen sosial yang di

dalamnya merupakan refleksi situasi pada masa sastra tersebut diciptakan.

2) Penelitian yang mengungkap sastra sebagai cermin situasi sosial

penulisnya.

3) Penelitian yang menangkap sastra sebagai manifestasi peristiwa sejarah

dan keadaan sosial budaya.

Menurut Jabrohim (2003: 159), tujuan penelitian sosiologi sastra adalah

untuk mendapatkan gambaran yang utuh dan menyeluruh tentang hubungan

timbal balik antara sastrawan, karya sastra dan masyarakat. Pandangan sosial

sastrawan harus dipertimbangkan apabila sastra akan dinilai sebagai cermin

mayarakat.

3. Hakikat Teori Budaya

a. Pengertian Budaya

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama

oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya

Page 42: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat

istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa,

sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia

sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis.

Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada

budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya

itu dipelajari.

Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks,

abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif.

Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial

manusia. Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang

koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya

meramalkan perilaku orang lain (2011).

b. Pengertian Kebudayaan

Kebudayaan berasal dari kata sansekerta budhayah, dari bentuk jamak kata

buddhi yang berarti budi dan akal. Ada pengertian lain mengenai asal dari kata

kebudayaan yaitu suatu perkembangan dari majemuk budidaya, artinya daya dari

budi, kekuatan dari akal. Jadi, kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya

manusia yang dibiasakan dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan

karyanya itu (Koentjaraningrat, 2000:9). “Kebudayaan didefinisikan sebagai

keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya

untuk memahami dan menginterprestasikan lingkungan dan pengalamannya, serta

Page 43: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

menjadi landasan bagi tingkah-lakunya. Dengan demikian, kebudayaan

merupakan serangkaian aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, rencana-rencana, dan

strategi-strategi yang terdiri atas serangkaian model-model kognitif yang dipunyai

oleh manusia, dan digunakannya secara selektif dalam menghadapi

lingkungannya sebagaimana terwujud dalam tingkah-laku dan tindakan-

tindakannya.”

Kebudayaan dapat didefinisikan sebagai suatu keseluruhan pengetahuan

manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan

menginterpretasi lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi pedoman bagi

tingkah lakunya. Suatu kebudayaan merupakan milik bersama anggota suatu

masyarakat atau suatu golongan sosial, yang penyebarannya kepada anggota-

anggotanya dan pewarisannya kepada generasi berikutnya dilakukan melalui

proses belajar dan dengan menggunakan simbol-simbol yang terwujud dalam

bentuk yang terucapkan maupun yang tidak (termasuk juga berbagai peralatan

yang dibuat oleh manusia).

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kebudayaan

merupakan keseluruhan dari pemikiran yang dihasilkan dan dikembangkan oleh

manusia sebagai daya dan usaha untuk menghasilkan karya.

c. Wujud Kebudayaan

Kebudayaan mempunyai tiga wujud yaitu, (1) wujud idiil, (2) wujud

kelakuan, (3), dan wujud fisik. Wujud pertama adalah wujud idiil dari

kebudayaan, bersifat abstrak, tak dapat diraba atau difoto. Terletak di dalam

Page 44: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

pikiran. Suatu contoh yaitu sebuah karangan dari buku-buku hasil karya para

penulis, atau bisa disimpan pada sebuag arsip, tape, koleksi microfilm, dan

microfis. Fungsi dari kebudayaan idiil biasanya sebagai tata kelakuan perbuatan

manusia dalam masyarakat.

Wujud kedua dari kebudayaan adalah wujud kelakuan atau sering disebut

sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas manusia-manusia yang

berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan yang lain berdasar waktu

serta mengikuti pola-pola tertentu sesuai dengan adat tata kelakuan. Sebagai

rangkaian aktivitas manusia dalam suatu masyarakat, maka sistem sosial itu

bersifat kongkret terjadi di sekeliling masyarakat yang bisa diobservasi, difoto,

dan didokumentasikan.

Wujud ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik. Wujud ini

merupakan seluruh total hasil fisik dari aktivitas, perbuatan, dan karya manusia

dalam masyarakat. Bersifat konkret, berupa benda-benda yang besar dan bergerak

seperti perahu tangki minyak, candi atau hingga pada benda kecil sekalipun

seperti kain batik.

d. Komponen Kebudayaan

Terdapat empat komponen dalam kebudayaan, antara lain sebagai berikut.

1) Sistem Budaya

Sistem budaya atau cultural system merupakan komponen yang

abstrak dari kebudayaan, terdiri dari pikiran-pikiran, gagasan-gagasan,

konsep-konsep, tema-tema berpikir, dan keyakinan-keyakinan. Dengan

Page 45: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

demikian, sistem budaya adalah bagian dari kebudayaan, yang sering

disebut dengan adat istiadat. Dalam adat istiadat, terdapat sistem nilai

budaya, sistem norma berdasar pranata-pranata dalam masyarakat yang

bersangkutan. Fungsi dari sistem budaya adalah menata dan memantapkan

tindakan-tindakan serta tingkah laku manusia

2) Sistem Sosial

Sistem sosial atau social system, terdiri dari aktivitas-aktivitas

manusia atau tindakan-tindakan dan tingkah laku berinteraksi antar

individu dalam kehidupan masyarakat. Interaksi manusia itu di satu pihak

ditata dan diatur oleh sistem budaya, tetapi di pihak lain dibudayakan

menjadi pranata-pranata oleh nilai-nilai dan norma-norma tersebut.

3) Sistem Kepribadian

Sistem kepribadian atau personality system, mengenai soal isi jiwa

dan watak individu yang berinteraksi sebagai warga masyarakat.

Kepribadian individu dalam suatu masyarakat meskipun berbeda-beda,

tetapi dapat dipengaruhi oleh nilai-nilai dan norma-norma dalam sistem

budaya dan oleh pola-pola bertindak dalam sistem sosial yang telah

diinternalisasinya melalui proses sosialisasi dan proses pembudayaan

selama hidup mulai sejak kecil. Dengan demikian, sistem kepribadian

manusia berfungsi sebagai sumber motivasi dari tindakan sosialnya.

4) Sistem Organik

Sistem organik atau organic system, melengkapi seluruh kerangka

dengan mengikut sertakan ke dalamnya proses biologi serta biokimia

Page 46: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

dalam organisme manusia sebagai suatu jenis makhluk alamiah yang

apabila dipikirkan lebih mendalam, dapat menentukan kepribadian

individu, pola-pola tindakan manusia, dan bahkan gagasan-gagasan yang

dicetuskannya.

Dalam sistem budaya, Parsons membaginya menjadi empat kelompok

lambang sebagai berikut.

1) Lambang Konstitusi

Lambang yang mengacu pada hal-hal yang bertalian dengan

kepercayaan manusia akan adanya kekuatan di luar dan di atas dirinya

yang mengatur dan menentukan hidup serta kehidupan. Dalam

perkembangannya, lambang ini kemudian menjadi berbagai kepercayaan

seperti agama, kemudian dikaitkan dengan keburukan dan penderitaan,

keterbatasan hidup manusia dan sebagainya.

2) Lambang Kognisi

Simbol yang dihasilkan manusia dalam uapayanya memperoleh

pengetahuan dan pengertian tentang kenyataan yang ada dalam alam

semesta, sehingga kenyataan-kenyataan yang ditemui di sekeliling

manusia akan dapat dimengerti dengan lebih baik.

3) Lambang Evaluasi

Lambang ini bertalian dengan nilai-nilai baik buruk, benar salah,

pantas tidak pantas, dan sebagainya sesuai dengan pertimbangan anggota-

anggota masyarakat sebagai perwujudan dari sistem lambang evaluasi ini.

Page 47: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

4) Lambang Ekspresi

Lambang yang dikaitkan dengan segala ungkapan beraneka macam

perasaan dan emosi manusia. Rasa hormat, kasih sayang, benci, kecewa,

iri, rasa terima kasih, dan sebagainya.

4. Hakikat Kebudayaan Melayu

a. Sejarah Kebudayaan Melayu

Sejarah kebudayaan Melayu mencakup dimensi dan wilayah geografis

yang luas, dengan rentang masa yang panjang. Secara geografis, kawasan tersebut

mencakup Indonesia, Singapura, Malaysia, Brunei, Filipina, dan Thailand Selatan.

Pada abad ke-7 M, orang Melayu bermigrasi dalam jumlah besar ke Madagaskar,

sebuah pulau di benua Afrika. Sejak saat itu, kebudayaan Melayu juga

berkembang di Madagaskar. Bahasa orang-orang keturunan Melayu di pulau ini

banyak memiliki persamaan dengan bahasa Dayak Maanyan di Kalimantan.

Ketika Syeikh Yusuf Tajul Khalwati diasingkan kolonial Belanda ke Tanjung

Harapan (Afrika Selatan), ia bersama pengikutnya mengembangkan agama Islam

dan budaya Melayu. Sejak saat itu, kebudayaan Melayu berkembang pula di

Afrika Selatan.

Sepanjang perjalanan sejarahnya, banyak kerajaan yang telah berdiri di

kawasan Melayu ini, yang tertua adalah Koying di Jambi (abad ke-3 M) dan Kutai

di Kalimantan (abad ke-4 M). Tidak menutup kemungkinan, masih ada kerajaan

yang berdiri lebih awal, tetapi belum ditemukan data sejarahnya. Setelah Koying

Page 48: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

dan Kutai, kerajaan Melayu lainnya muncul dan tenggelam silih berganti. Di

antara kerajaan-kerajaan tersebut, ada yang hanya seluas kampung atau distrik

kecil, tetapi ada pula yang berhasil menjadi imperium, seperti Sriwijaya di

Sumatera, Indonesia. Secara kronologis, sebagian kerajaan tersebut adalah Melayu

Kuno (abad ke-6 M), Sriwijaya (abad ke-7 M) dan Minangkabau (abad ke-7 M),

semuanya di Indonesia; Brunei di Brunei Darussalam (abad ke-7 M); Pattani di

Thailand (abad ke-11 M); Ternate (abad ke-13 M), Pasai (abad ke-13 M) dan

Indragiri (abad ke-13 M), semuanya di Indonesia; Tumasik di Singapura (abad

ke-14 M); Malaka di Malaysia (abad ke-14 M); Pelalawan di Indonesia (abad ke-

14 M); Riau-Johor di Semenanjung Melayu (abad ke-16 M); Merina di

Madagaskar (abad ke-17 M); Siak Sri Indrapura (abad ke-18 M), Riau-Lingga

(abad ke-18 M) dan Serdang (abad ke-18 M), ketiganya di Indonesia.

Kerajaan-kerajaan yang pernah berdiri di kawasan Melayu ini selalu

menjalin relasi dengan kerajaan lain yang berdiri saat itu, terutama dengan dua

kekuatan besar Asia: Cina dan India. Oleh sebab itu, kerajaan-kerajaan tersebut

banyak terdapat dalam catatan Cina, seperti catatan K‘ang-tai dan Wan-chen dari

dinasti Wu (222-280 M) yang menceritakan tentang keberadaan kerajaan Koying

di Sumatera. Selain Koying, keberadaan Sriwijaya juga banyak terdapat dalam

catatan Cina. Menurut Ibnu Khaldun, kebudayaan yang besar dan kuat akan selalu

memengaruhi kebudayaan yang lebih lemah. Dalam konteks ini, salah satu

implikasi dari adanya relasi dengan kebudayaan besar adalah masuknya dua

agama besar dari India dan Cina: Hindu dan Buddha. Maka, hampir semua

kerajaan Melayu yang berdiri sebelum abad ke-10 M di Nusantara menganut dua

Page 49: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

agama besar ini. Seiring dengan masuknya agama Hindu-Buddha, maka

berkembang pula kebudayaan yang menyertai agama ini. Orang-orang Melayu

mulai mengenal huruf dan bahasa. Dari prasasti yang ditemukan, huruf yang

banyak dipakai adalah Pallawa dengan bahasa Sansekerta. Namun, ada juga yang

menggunakan bahasa Melayu kuno.

Selain Cina dan India, orang-orang Melayu juga memiliki relasi dagang

yang baik dengan para pedagang Arab. Dengan perdagangan yang semakin intens,

maka akhirnya Islam juga masuk dan menyebar di kawasan Melayu. Seiring

dengan itu, huruf dan bahasa Arab juga berkembang. Berkat kreativitas orang

Melayu, mereka kemudian memodifikasi huruf Arab menjadi huruf Arab Melayu

(Jawi). Manuskrip-manuskrip Melayu yang ada saat ini sebagian besar ditulis

dalam huruf dan bahasa Arab ini, tetapi banyak juga yang berbahasa Melayu

lokal. Saat ini, pengaruh dari berbagai kekuatan budaya yang pernah menjalin

relasi dengan kerajaan Melayu tampak jelas dalam kebudayaan Melayu, terutama

dalam bahasa.

Pada abad ke-16 M, kolonial Eropa (Inggris, Spanyol, Portugis, Perancis

dan Belanda) masuk ke kawasan Melayu. Dalam perkembangannya, hampir

seluruh kawasan ini tunduk pada kekuatan kolonial tersebut, bahkan banyak yang

runtuh, seperti Malaka di Malaysia. Singkat kata, Kerajaan Melayu memang

telah runtuh, tetapi kebudayaannya tidak akan musnah (sebagaimana dikatakan

Hang Tuah, “Tak kan Melayu hilang di dunia”). Kebudayaan Melayu selalu ada

dan ruhnya akan bangkit kembali, baik di daerah asalnya ataupun di kawasan lain.

Page 50: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

Minat dan perhatian kita terhadap budaya ini, sebenarnya refleksi dan bukti dari

masih kuatnya ruh budaya Melayu tersebut dalam jiwa para pendukungnya.

b. Kebudayaan Melayu pada Saat Novel Ditulis

Muncul, berkembang, dan redupnya suatu kebudayaan sangat tergantung

pada faktor internal dan eksternal. Faktor internal berkaitan dengan sikap pendu-

kung kebudayaan itu sendiri; sementara faktor eksternal berhubungan dengan

penetrasi kebudayaan luar. Penetrasi kebudayaan luar merupakan konsekuensi

logis dari pilihan untuk membuka relasi dengan kebudayaan lain. Namun,

pengaruh dari penetrasi tersebut akan sangat tergantung pada pola respons

pendukung kebudayaan yang bersangkutan. Dalam kerangka pemikiran di atas,

maka, redup atau berkembangnya kebudayaan Melayu akan sangat tergantung

pada orang Melayu, dalam mengembangkan kebudayaannya sendiri dan

merespons penetrasi kebudayaan asing. Gambaran yang paling nyata saat ini

adalah hegemoni negara-negara barat terhadap dunia Melayu, yang telah

membawa implikasi-implikasi tersendiri terhadap kehidupan orang-orang Melayu.

5. Hakikat Transformasi Budaya

Terjadinya suatu proses transformasi budaya telah diawali oleh para

pendiri negara ini dengan menyatakan tekad untuk mencerdaskan kehidupan

bangsa dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Mencerdaskan

kehidupan bangsa bermakna membawa bangsa Indonesia menuju masyarakat

modern. Burhan Nurgiyantoro (2007:18) mengemukakan bahwa transformasi

adalah perubahan terhadap suatu hal atau keadaan. Jika suatu hal atau keadaan itu

Page 51: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

adalah budaya, budaya itulah yang mengalami perubahan. Cikal bakal dari

persebaran budaya dunia ini dapat ditelusuri dari perjalanan para penjelajah

Eropa Barat ke berbagai tempat di dunia ini (Lucian W.Pye, 1966, 2010: 30).

Perubahan akan terjadi apabila budaya tersebut masuk ke dalam kondisi

atau lingkungan yang lain, atau muncul dalam kondisi dan lingkungan yang

berbeda. Dengan demikian terjadinya transformasi mensyaratkan adanya

pemunculan budaya tersebut ke dalam kondisi dan atau lingkungan yang lain.

Oleh karena itu, jika terdapat transformasi folkor dalam karya prosa fiksi

Indonesia modern, teks kesastraan yang dihasilkan dapat dipandang sebagai

karya yang baru. Namun, unsur-unsur tertentu dari karya-karya lain, yang

mungkin berupa konvesi, bentuk-bentuk formal tertentu, atau gagasan yang

masih dapat dikenali (Rachmat Djoko Pradopo, 2002:179). Usaha

pengidentifikasian hal-hal itu dapat dilakukan dengan memperbandingkan

antarteks-teks tersebut.

Transformasi budaya di Indonesia telah berlangsung atas tiga tahap, antara

lain sebagai berikut.

a. Dari kebudayaan Jawa primitif ke arah terbentuknya format kebudayaan Jawa-

Hindu-Buddha.

b. Kebudayaan Jawa-Hindu-Buddha ke arah format terbentuknya kebudayaan

Jawa-Hindu-Islam (kebudayaan “lokal”).

c. Bertemunya kebudayaan “lokal" dengan kebudayaan Kolonial (Portugis,

Inggris, dan Belanda) mengalami perbedaan karakteristik. Baru pada akhir

abad ke-19 mulai terjadi “dialog” antara dua kebudayaan itu yang ditandai

Page 52: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

oleh lahirnya Budi Utomo, Sumpah Pemuda, dan pelbagai pergolakan politik

modern.

Transformasi budaya secara teoretis diartikan sebagai suatu proses

‘dialog” yang terus-menerus antara kebudayaan “lokal” dengan kebudayaan

“donor”, sampai tahap tertentu membentuk proses “sintesa” dengan pelbagai

wujud yang akan melahirkan “format akhir” budaya yang mantap. Dalam proses

“dialog”, “sintesa” dan pembentukan “format akhir” tersebut didahului oleh

proses inkulturasi dan akulturasi.

“Dialog” yang terjadi pada akhir abad ke-19 membangun perubahan

sistem nilai dalam pelbagai bidang kehidupan, baik politik, pola pikir, ekonomi,

gaya hidup, pendidikan hingga kebiasaan (adat). Dengan demikian, adanya

pergeseran nilai estetik yang dapat dijadikan indikasi adanya proses transformasi

budaya Indonesia secara keseluruhan.

Transformasi budaya dipengaruhi dengan adanya proses perubahan

budaya. Menurut (Tjetjep Rohendi, 1994:37) terdapat beberapa faktor yang

menyebabkan terjadinya proses perubahan sosial dan budaya. Faktor-faktor

tersebut adalah sebagai berikut:

a. Kontak dengan Budaya Lain

Kontak dengan kebudayaan lain berarti melakukan interaksi sosial dengan

kebudayaan lain. Dalam proses interaksi itulah seorang individu akan melakukan

proses imitasi dengan kebudayaan yang baru yang ia hadapi. Salah satu segi

positif dari proses imitasi adalah dapat mendorong seseorang untuk mematuhi

Page 53: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

nilai-nilai yang berlaku. Namun demikian, imitasi mungkin akan mengakibatkan

terjadinya hal-hal negatif, biasanya hal yang ditiru adalah tindakan-tindakan yang

menyimpang. Kontak sosial ada yang bersifat positif yang dapat mengarahkan

pada suatu kerja sama, sedangkan kontak yang bersifat negatif dapat mengarahkan

seseorang pada suatu pertentangan bahkan tidak terjadinya interaksi sosial.

b. Sistem Pendidikan yang Maju

Proses pengalihan kebudayaan sebagai model-model, pengetahuan, nilai-

nilai, dan kepercayaan senantiasa terjadi melalui proses pendidikan. Dengan

demikian, pendidikan mempunyai arti sebagai proses pengembangan kebudayaan

yang dikaitkan dengan dinamika perubahan masyarakat dan kebudayaannya.

Pendidikan juga membawa nilai pembaruan kebudayaan suatu proses yang

bersifat kreatif.

c. Sikap Menghargai Hasil Karya Seseorang dan Keinginan-Keinginan

untuk Maju

Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan untuk maju dapat

mendorong terjadinya suatu perubahan budaya. Hal itu terlihat ketika kali pertama

diciptakan sebuah sepeda. Sebelum diciptakannya sebuah sepeda, sebuah alat

yang bisa mempercepat dan memberi kenyamanan di saat bepergian, orang mulai

menghargai ciptaan tersebut. Bagi orang yang berkeinginan untuk maju akan

mencoba menggunakan sepeda jika bepergian. Akan tetapi, jika orang tidak ada

keinginan-keinginan untuk maju, maka tidak akan mengubah budayanya. Orang

tersebut akan berjalan kaki jika bepergian.

Page 54: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

d. Toleransi terhadap Perbuatan-Perbuatan Menyimpang

Budaya Barat yang mulai masuk ke dalam budaya Indonesia sudah tidak

bisa dihindari. Media elektronik dan massa, membantu ekspansi dari kebudayaan

tersebut. Suatu contoh, dalam sebuah acara pernikahan di gedung dengan standing

party, tamu undangan menyantap makanan dengan berdiri. Padahal dalam budaya

Indonesia, hal tersebut telah melanggar norma kesopanan. Dengan demikian,

perbuatan itu merupakan suatu perwujudan toleransi terhadap perbuatan yang

menyimpang.

e. Sistem Lapisan-Lapisan Masyarakat yang Terbuka

Sistem lapisan masyarakat yang terbuka bisa mendorong sebuah

perubahan budaya. Hal itu dikarenakan masyarakat pada lapisan bawah bisa

berinteraksi bebas dan saling memengaruhi dengan lapisan masyarakat lapisan

atas. Jadi, masyarakat lapisan bawah bisa melakukan imitasi kebudayaan

masyarakat lapisan atas.

f. Ketidakpuasan Masyarakat terhadap Bidang-Bidang Kehidupan

Tertentu

Pada masyarakat di sekitar pesisir pantai, mata pencaharian mereka

sebagai nelayan. Sistem mata pencaharian mereka itu didasarkan pada letak

geografis mereka yang dekat dengan laut. Akan tetapi, selaras berjalannya waktu,

dari mereka pasti ada yang tidak puas dengan kehidupan mencari ikan di laut,

akhirnya banyak dari mereka yang beralih profesi untuk menjadi karyawan,

pedagang, atau beralih mata pencaharian yang lain.

Page 55: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

g. Orientasi ke Masa Depan

Sikap manusia yang mempunyai orientasi ke masa depan, mendorong

suatu perubahan sosial dan budaya. Hal itu terlihat pada mulai lunturnya budaya

“banyak anak banyak rejeki”. Akan tetapi, bagi orang yang memiliki orientasi ke

masa depan justru akan beranggapan bahwa banyak anak akan merepotkan dalam

mengatur perekonomian. Biaya sekolah semakin bertambah tiap tahunnya, belum

juga diringi dengan bertambahnya biaya hidup.

h. Nilai Meningkatkan Taraf Hidup

Nilai meningkatkan taraf hidup dapat mendorong suatu perubahan budaya.

Menurut Louis Leahy (dalam Johanes Mardimin, 1994: 15-17), bahwa untuk

memberikan gambaran pentingnya transformasi budaya, terlebih dahulu melihat

kondisi masyarakat kita sekarang ini. Dalam proses transformasi budaya ada tiga

hal yang penting, yakni bidang religi, ekonomi, dan pendidikan. Ketiga bidang ini

dipilih karena dipandang mempunyai pengaruh yang sangat dominan dalam

proses transformasi budaya secara menyeluruh. Ketiga bidang tersebut, antara lain

sebagai berikut.

1) Transformasi dalam Bidang Religi

Transformasi dalam bidang religi hendaknya tidak dititikberatkan

pada rasionalisasi terhadap dogma-dogma agama, tetapi pada penghapusan

takhayul-takhayul yang masuk di dalamnya sebagai akibat sinkretisasi di

masa lampau. Sebab, tidak semua agama dapat dijelaskan secara rasional.

Agama menyingkapkan fakta yang tidak dapat diterangkan secara rasional.

Page 56: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

2) Transformasi dalam Bidang Ekonomi

Bahwa budaya lokal berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi

sudah dikemukakan oleh banyak ahli dalam berbagai disiplin. Akan tetapi,

nilai-nilai budaya berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi global

setelah beberapa ahli bergabung dalam sebuah seminar internasional yang

diselenggarakan di Harvard Academy for International and Area Studies,

Amerika Serikat, pada musim panas tahun 1998 (Harison, 2000: 14).

Beberapa persoalan utama yang dihadapi kelembagaan ekonomi

tradisional di pedesaan adalah kemampuan yang lemah dalam menggalang

jaringan kerjasama dengan kelembagaan modern, rendahnya kapasitas

internal untuk dapat bersaing di bidang ekonomi, dan menghadapi tekanan

dari luar (di bidang gaya hidup, ekonomi, politik, social dignity dan

budaya kota dan manca negara). Bagaimana mengubah seluruh pelaku

sosial, baik secara individual maupun (terutama) kolektif, menjadi pelaku

ekonomi atau makhluk produktif merupakan tantangan besar dalam

memajukan perekonomian rakyat dan masyarakat pedesaan. Dalam kaitan

ini memercepat proses transformasi kelembagaan tradisional harus

dipandang sebagai instrument strategis untuk mencapai hal tersebut

(Hayami, 1987: 202).

3) Transformasi dalam Bidang Pendidikan

Pendidikan di Indonesia tahap demi tahap telah melakukan perubahan-

perubahan, yang meliputi perubahan struktural, isi, peran guru, kegiatan-

Page 57: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

kegiatan baru, dan perubahan pengelolaan sistem pendidikan. Perubahan

struktural antara lain menyangkut perubahan jenjang dan penerapan

kewajiban belajar pada tahap pendidikan tertentu. Karena cepatnya

perkembangan ilmu, bertimbunnya informasi baru yang tumbuh secara

eksponensial yang sering membuat bidang studi kedaluwarsa

menyebabkan perubahan isi. Berkaitan dengan perubahan isi, terjadi pula

perubahan proses belajar mengajar yang pada gilirannya juga mengubah

peranan guru dan penempatan tanggung jawab kepada murid. Pendidikan,

yang semula ditekankan pada aspek ingatan, diubah untuk

mengembangkan kemampuan-kemampuan pengamatan, analisis, dan

penalaran. Permasalahan dalam belajar bukan lagi menguasai informasi

yang telah didokumentasikan, melainkan bagaimana mencari informasi

tersebut dengan teknik-teknik yang mutakhir.

Konsep belajar yang berjalan terus-menerus telah menggeser konsep

pendidikan dari konsep sekolah menjadi konsep belajar. Sehubungan

dengan perubahan-perubahan itu pula, pengelolaan sistem pendidikan pun

perlu disesuaikan. Pendidikan harus dirancang sedemikian rupa untuk

mengantisipasi masa depan.

B. Penelitian yang Relevan

Priscila Fitriasih Limbong (2007) dalam makalahnya yang berjudul

“Transformasi Sejarah Melayu yang Tercermin dalam Novel Bulang Cahaya”.

Sebuah makalah yang disajikan dalam Diskusi Buku Bulang Cahaya, Fakultas

Page 58: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

Ilmu Budaya, Universitas Indonesia, mengemukakan bahwa Novel Bulang

Cahaya diadaptasi dari Tuhfat al Nafis yang merupakan mahakarya sastra sejarah

Melayu-Bugis. Novel Bulang Cahaya memiliki komposisi antara kekuasaan,

perebutan kekuasaan, dan percintaan yang berakhir tragedi dan adanya sikap etnis

disajikan secara menarik dan seimbang.

Astri Winarni dalam penelitiannya berjudul “Transformasi Budaya Jawa

dalam Novel Canting (Sebuah Kajian Sosiologi Sastra)”. Dikemukakan bahwa

dalam penelitian di atas dideskripsikan transformasi budaya Jawa yang terjadi

dalam novel Canting. Hal itu diperkuat dengan penjelasan mengenai faktor

timbulnya budaya, dan penyelesaian terhadap timbulnya transformasi budaya

dalam novel Canting.

Persamaan yang dapat dilihat dengan kedua penelitian di atas adalah sama-

sama meneliti mengenai transformasi budaya yang dikaji dari sosiologi sastra.

Perbedaannya yaitu hasil Priscila Fitriasih lebih menjelaskan mengenai sejarah

Melayu sedangkan penelitian ini lebih pada budaya Melayu. Adapun mengenai

penelitian hasil Astri Winarni, lebih mengkaji transformasi budaya Jawanya

sedangkan penelitian ini lebih pada unsur budaya Melayu.

C. Kerangka Berpikir

Setiap novel mempunyai pembentuk sastra yang terdiri atas unsur intrinsik

dan unsur ekstrinsik. Dalam penelitian ini akan dianalisis kedua unsur tersebut.

Unsur intrinsik yang dianalisis meliputi tema, latar, sudut pandang, plot/alur, dan

tokoh serta penokohan. Adapun unsur ekstrinsik yang akan dianalisis mengenai

Page 59: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

sosial budaya yang akan berkaitan dengan sosiologi sastra. Keterkaitan antara

karya sastra dengan keadaan masyarakat atau lingkungan terjadi karena karya

sastra merupakan hasil dialog antara pengarang dengan lingkungannya. Hal

tersebut menyebabkan karya sastra yang dihasilkan pengarang akan diwarnai oleh

budaya masyarakat tempat karya sastra dilahirkan.

Kebudayaan Melayulah yang akan diangkat dalam analisis novel ini,

mengingat isi dari novel Bulang Cahaya berisi tentang kebudayaan-kebudayaan

yang ada di Melayu Riau. Hal tersebut akan menyebabkan adanya transformasi

budaya di Indonesia. Setelah dianalisis semua unsur yang berkaitan dengan

struktur pembangun novel tersebut, kebudayaan yang ada dalam novel tersebut

hingga adanya transformasi budaya yang ada, barulah akan ditarik simpulan yang

akan diimplikasikan dalam kehidupan sehari-hari khususnya sebagai alternatif

bahan ajar di SMA.

Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dalam bagan kerangka berpikir di

bawah ini.

Page 60: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

Gambar 1. Kerangka Berpikir

Kebudayaan Melayu

Unsur Ekstrinsik

Simpulan

Unsur Intrinsik

Novel Bulang Cahaya karya Rida K. Liamsi

Faktor Pendukung Transformasi

Budaya

Transformasi Budaya

Struktur Novel

Materi Ajar SMA

Page 61: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif

terhadap suatu teks novel dengan kajian pustaka. Penelitian ini berupa kajian

naskah, sehingga observasi dan objek kajian dalam penelitian ini bukan penelitian

yang statis, tetapi merupakan analisis fenomenal yang dinamis sehingga dapat

dilakukan penelitian sebagai sumber data. Waktu penelitian berlangsung sejak

September 2010 sampai dengan April 2011.

B. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi sastra yang

memasalahkan karya sastra itu sendiri. Hal tersebut dilakukan karena penelitian

ini hanya mengkaji persoalan-persoalan sosial di dalam novel Bulang Cahaya

Karya Rida K. Liamsi tanpa memerlihatkan gejala-gejala sosial di luar teks

tersebut. Sastra adalah ekspresi kehidupan manusia yang tidak lepas dari akar

masyarakatnya. Dengan demikian, meskipun sosiologi dan sastra adalah dua hal

yang berbeda, tetapi dapat saling melengkapi.

Analisis pada penelitian ini bertujuan untuk menafsirkan karya sastra

tanpa menghubungkan dengan biografi pengarangnya. Dalam hal ini menganalisis

berdasarkan karya sastra itu sendiri atau strukturalisme. Adapun yang digunakan

47

Page 62: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

adalah teori transformasi dengan pendekatan analisis teks yang didasarkan pada

perubahan budaya dalam tokohnya.

Menurut Endraswara (2003: 77), sosiologi sastra adalah cabang penelitian

sastra yang bersifat reflektif. Asumsi dasar penelitian sosiologi sastra adalah

kelahiran sastra tidak dalam kekosongan sosial. Kehidupan sosial akan menjadi

pemicu lahirnya karya sastra. Karya sastra yang berhasil atau sukses yaitu karya

sastra yang mampu merefleksikan zamannya.

C. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah struktur teks novel Bulang

Cahaya karya Rida K. Liamsi yang diterbitkan oleh JP Book Surabaya bekerja

sama dengan yayasan Segang Pekanbaru, tahun 2007, cetakan pertama, dengan

tebal buku 317 halaman.

D. Teknik Cuplikan

Sampling adalah proses yang umum dalam pemilihan sampel dalam riset

yang mengarah pada seleksi (Sutopo, 1996: 21). Teknik pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini mengikuti paradigma penelitian kualitatif. Teknik

sampling yang digunakan bersifat selektif. Penelitian ini menggunakan berbagai

perkembangan berdasarkan konsep teoretis yang digunakan, keingintahunan

pribadi, dan karakteristik empiris. Sampling bersifat purposive sampling, yaitu

memilih karya sastra yang dianggap paling mewakili dan memungkinkan

penerapan teori yang ada.

Page 63: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

E. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah content analysis

atau analisis isi. Maksud dari langkah tersebut adalah pengumpulan data yang

bersumber dari dokumen yaitu novel Bulang Cahaya karya Rida K. Liamsi.

Dokumen tersebut dimanfaatkan untuk teknik pengumpulan data karena dalam

banyak hal dokumen dijadikan sebagai sumber data yang digunakan untuk

menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan (Lexy J. Moeleong, 2001: 161).

Dokumen yang telah terkumpul tersebut kemudian dianalisis dengan teknik

analisis kualitatif. Kegiatan ini selain untuk mencatat semua dokumen juga

dimaksudkan untuk memeroleh gambaran yang lengkap tentang kondisi dokumen

tersebut, termasuk makna yang tersirat.

Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.

1. Membaca berulang-ulang dan secara keseluruhan novel Bulang Cahaya karya

Rida K Liamsi secara heuristik. Penggunaan metode ini dimaksudkan untuk

memeroleh data penelitian.

2. Setelah data penelitian diperoleh, langkah selanjutnya adalah

mendeskripsikan data yang berhubungan dengan bentuk-bentuk budaya

Melayu yang ada dalam novel tersebut.

3. Data penelitian yang berupa peristiwa-peristiwa dapat digunakan untuk

menentukan tokoh dalam novel tersebut sehingga mengenai penokohannya

dapat diketahui.

Page 64: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

4. Setelah diketahui tokoh-tokoh dalam novel Bulang Cahaya karya Rida K.

Liamsi, langkah selanjutnya adalah menganalisis transformasi budaya dalam

tokoh-tokoh tersebut dengan menggunakan metode analisis teks.

5. Menganalisis faktor-faktor yang mendorong transformasi budaya dalam

tokoh utama novel tersebut.

6. Mendeskripsikan analisis data yang merupakan jawaban dari permasalahan

yang ada.

7. Menyimpulkan dari hasil analisis yang telah dilakukan terhadap data.

F. Validitas Data

Validitas data atau keabsahan data merupakan kebenaran data dari proses

penelitian untuk menetapkan data penelitian ini digunakan triangulasi data, yaitu

penelitian menggunakan beberapa sumber data untuk mengumpulkan data yang

sama. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan berbagai sumber yang

berbeda, yaitu novel Bulang Cahaya, dokumen-dokumen yang berkaitan dengan

kebudayaan Melayu.

G. Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

model interaktif (interactive model of analysis). Teknik ini meliputi tiga

komponen, yaitu reduksi data (data reduction), sajian data (data display) dan

penarikan simpulan (conclusion drawing). Tiga komponen analisis itu terjadi

Page 65: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

secara bersamaan dan saling menjalin, baik sebelum, selama, dan sesudah

pengumpulan data secara paralel.

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data adalah bagian dari analisis, suatu bentuk analisis yang

mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal yang tidak

penting dan mengatur data sedemikian rupa sehingga simpulan akhir dapat

dilakukan. Data berupa proses seleksi, pemfokuskan, penyederhanaan, dan

abstraksi data yang berupa data kasar dan konsep-konsep yang umum dan

terpisah-pisah yang muncul dari catatan-catatan di lapangan. Proses ini

merupakan bagian dari analisis yang sudah dimulai sejak peneliti mengambil

keputusan (walaupun tidak disadari sepenuhnya) tentang kerangka kerja

konseptual, pemilihan kasus, pernyataan-pernyataan yang akan diajukan dan

tentang cara pengumpulan data yang akan dipakai. Proses ini berlangsung

hingga laporan akhir penelitian selesai ditulis.

2. Penyajian Data (Data Display)

Penyajian data adalah suatu rangkaian organisasi informasi yang

memungkinkan simpulan riset dapat dilakukan. Dengan melihat sajian data,

peneliti akan mengerti apa yang terjadi dan memungkinkan uang

mengerjakan sesuatu pada analisis atau tindakan lain berdasarkan penelitian

tersebut. Penyajian data yang baik dan jelas sistematikanya akan banyak

membantu peneliti dalam mengelompokkan atau mengklasifikasikan data

yang sudah ada berarti sudah memasuki daerah analisis penelitian.

Page 66: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

3. Penarikan Simpulan (Conclusion Drawing)

Proses ini sudah memasuki penarikan simpulan dari data yang sudah

diperoleh sejak awal penelitian. Karena simpulan masih bersifat sementara

maka penelitian dilakukan dengan sikap terbuka dan skeptis, tidak menutup

kemungkinan adanya simpulan-simpulan berikutnya (diversifikasikan secara

eksplisit dan berlandasan kuat). Simpulan akhir tidak akan terjadi sampai

proses pengumpulan data berakhir.

H. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian adalah rangkaian tahap kegiatan penelitian dari awal

sampai akhir. Tahap-tahap penelitian tersebut adalah sebagai berikut.

1. Tahap persiapan, yaitu peneliti menentukan topik, menentukan tema, mencari

landasan teori, menyusun proposal, dan mengajukan proposal.

2. Tahap pelaksanaan, di sini peneliti mencari data primer, mencari data

sekunder, menyelesaikan data, dan menganalisis data.

3. Tahap evaluasi, yaitu peneliti mengecek ulang hasil analisis, menarik

simpulan, dan menyusun laporan.

Page 67: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

BAB IV

PEMBAHASAN DAN ANALISIS

A. Hasil Penelitian

Novel Bulang Cahaya karya Rida K. Liamsi dikaji dengan kajian sosiologi

sastra yang mendeskripsikan tentang unsur intrinsik pada novel tersebut

didasarkan pada penokohan, alur, latar, sudut pandang, dan tema. Pendeskripsian

unsur-unsur intrinsik secara jelas memudahkan penulis dalam menjawab masalah

selanjutnya, yaitu mencari transformasi budaya yang terdapat dalam novel Bulang

Cahaya. Dalam novel Bulang Cahaya ini, ringkasan yang ditemukan mengenai

kekuasaan di Kerajaan Lingga yang diberi nuansa percintaan. Dan oleh

pengarang, diungkap secara mendetail dengan aksen Melayu.

Novel Bulang Cahaya diadaptasi dari Tuhfat al Nafis yang merupakan

mahakarya sastra sejarah Melayu-Bugis. Mengenai persamaan jelas diuraikan

sama-sama mengambil setting di tanah Melayu. Sedangkan perbedaannya dalam

penggambaran setting waktu dan peristiwa, karena untuk novel Bulang Cahaya

lebih mendetail.

Novel Bulang Cahaya dibanding dengan novel yang lain memiliki

kelebihannya sendiri. Penyetingan yang digambarkan secara mendetail, dengan

alur cerita berbingkai serta persoalan-persoalan perebutan kekuasaan namun

diwarnai dengan romantisme percintaan, menambah menarik novel ini. Dan

sejalan dengan perumusan masalah, maka disajikan hal-hal yang berkaitan dengan

struktur pembangun novel.

53

Page 68: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

1. Struktur Novel Bulang Cahaya

a. Alur

Alur yang digunakan dalam novel Bulang Cahaya karya Rida K. Liamsi

adalah alur flash-back atau sorot balik. Alur flash-back yaitu urutan kejadian pada

cerita tersebut tidak dimulai dari tahap awal melainkan dimulai dari tahap tengah

bahkan bisa dimulai dari tahap akhir.

Cerita pada novel ini termasuk dalam cerita berbingkai. Di bagian prolog

ada Raja Ikhsan yang mendapat surat dari rekannya di Belanda yang kemudian

membaca naskah-naskah tersebut. Dimulai dari tahap tengah kemudian menjadi

awal cerita-cerita selanjutnya. Cerita ini dimulai dari luka hati yang dialami Raja

Djaafar atas keputusan politik Yang Dipertuan Besar Mahmud untuk

menghentikan perang saudara antara Melayu dan Bugis. Salah satu keputusan

politik itu adalah penyatuan Melayu-Bugis melalui perkawinan Tengku Buntat

dengan Tengku Husin, putra Sultan Mahmud. Inilah awal putusnya percintaan

Raja Djaafar dengan Tengku Buntat. Sambil membawa dendam kebencian dan

cinta, pemuda Bugis itu hijrah ke Selangor.

Akan tetapi, putaran nasib membawa Raja Djaafar kembali ke Riau. Dia

diminta datang ke Riau dan diangkat menjadi Yang Dipertuan Muda, sebuah

jabatan penting yang memberi kekuasaan besar dalam roda pemerintahan

kerajaan. Di sinilah Raja Djaafar berhadapan dengan problem pribadi dan tugas

kerajaan. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut.

Page 69: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

.............................................................................................. “Kakanda Engku Puteri minta Abang Djaafar kembali ke Riau. Juga Yang Dipertuan Besar Mahmudsyah,” kata Raja Husin memulai percakapan. Raja Djaafar cuma diam, dan memandang alas meja yang putih. Pandangannya memang bergerak, tapi hanya ke beberapa cangkir kopi yang beratur di atas meja. Meja dari kayu jati, yang lebar dan kukuh itu, adalah meja tamu, tempat dia menerima kunjungan tetamunya. Karena tak ada reaksi, Raja Husin melanjutkan penuturannya. “Kata Kakanda Engku Puteri, siapa lagi yang layak menggantikan almarhum ayahanda Raja Ali sebagai Yang Dipertuan Muda, kecuali Abang Djaafar. Sudah saatnya Abang kembali ke Riau.” (Bulang Cahaya: 18).

Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa alur cerita ini dimulai dari

tahap tengah, setelah itu cerita berlanjut ke cerita-cerita mengenai masa lalu Raja

Djaafar bersama sahabatnya, Raja Husin, ketika mereka berusia antara 20 sampai

30 tahun di Kota Piring di Kampung Melayu dan di Kampung Bulang. Di sini

Raja Djaafar akan memulai menceritakan perjalanan hidupnya sampai dia kembali

lagi ke Riau. Ketika itu Raja Djaafar senang membuat layang-layang dan

diterbangkan di atas rumah Tengku Buntat. Tujuannya agar Tengku Buntat dapat

menyaksikan layang-layang milik Djaafar sebagai tanda kasih sayangnya kepada

Tengku Buntat. Seperti dalam kutipan berikut.

“Abang Djaafar memang hebat. Cerdik!” Puji Raja Husin. “Ini cara yang sangat berkesan dalam meluahkan kasih sayang. Bulang Cahaya. Hemm, memang tak ada taranya. Di seluruh Riau sekalipun,” begitu Raja Husin terkagum-kagum sambil menatap Raja Djaafar yang berdiri segak dengan layang-layang besar di tangannya. “Jangan terlalu tinggi Abang naikkan. Nanti Cik Puan Bulang tidak sempat menyaksikan bagaimana kasih sayang Abang di luahkan,” kata Raja Husin.

Page 70: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

“Beta ingin si elang ini melintas di atas bumbungan rumahnya. Biar dia menyaksikan si elang melenggang. Angin kan bagus, ke arah Kampung Bulang,” kata Djaafar, seakan begitu yakin layang-layang itu bias melintas di atas rumah Tengku Buntat yang jauh di ujung kampung. (Bulang Cahaya: 36-37).

Selanjutnya, diceritakan tentang kisah cinta Tengku Buntat dan Raja

Djaafar. Keduanya saling mencintai. Djaafar mencintai Buntat lahir batin dan apa

adanya. Demi menjaga cintanya kepada Tengku Buntat dia rela mengalah kepada

Ilyas dan teman-temannya ketika mengganggu Raja Djaafar. Hal ini terdapat

dalam kutipan berikut.

“Sudahlah. Abang sudah memutuskan mencintai Buntat lahir batin. Apa adanya. Apa yang terbaik buat Buntat, Abang turut, sepanjang harkat dan martabat Abang tidak sampai terinjak-injak…” kata Djaafar memberi jaminan. Dan sejak itu, dia terus berjanji pada dirinya untuk menjadi lebih sabar, lebih arif, dan menghindar dari perkelahian. Jika bertemu Tengku Ilyas dan teman-temannya di jalan, dia tetap berjalan lurus ke depan. Mengisar sarung badik ke depan, tapi tak memedulikan musuhnya. (Bulang Cahaya: 44).

Cerita dilanjutkan dengan kisah ayah Raja Djaafar yang bertempur secara

gigih melawan Belanda untuk merebut Malaka dari tangan Belanda. Ketika

pertempuran berlangsung Raja Djaafar diminta ayahnya untuk mengikuti Yang

Dipertuan Besar ke Johor. Pertempuran antara Belanda melawan Yang dipertuan

Muda terus berlangsung hingga akhirnya Raja Haji tertembak peluru Belanda

karena Belanda mendatangkan bantuan kapal dan makanan dari Batavia. Berita itu

membuat Raja Djaafar terluka.

Page 71: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

Seperti dalam kutipan berikut.

Berita ayahnya tewas, membuat Raja Djaafar sangat terluka. Dia merasakan suatu kehilangan yang tak kepalang. Dia sadar, perasaan kehilangan itu, karena dia memang sangat dekat dengan ayahnya. ................................................. semua kenangan bersama ayahnyamelintas di matanya. Dia seperti melihat dari dekat dan jelas, saat ayahnya tertawa terbahak-bahak menyaksikan meriam Bulang Linggi menenggelamkan kapal-kapal musuhnya. ........................ “Dia memang sudah Syahid Fisabililah,” gumamnya dengan pedih, tetapi bangga. Gumam itu terdengar olehnya bagai sebuah jeritan, parau, basah oleh kesedihan dan kehilangan. (Bulang Cahaya: 86-87).

Seperti itulah kesedihan yang dialami Raja Djaafar saat kehilangan

ayahnya. Selanjutnya terjadi pemunculan konflik saat Raja Ali dari pihak Bugis

menuntut haknya sebagai Yang Dipertuan Muda. Sesuai dengan Sumpah Setia

Melayu-Bugis bahwa jabatan Yang Dipertuan Besar untuk keturunan sultan dari

pihak Melayu sedangkan jabatan Yang Dipertuan Muda untuk keturunan Bugis.

Hal itu sesuai sumpah antara lima saudara dari keturunan Bugis dengan Raja

Sulaiman dari Melayu karena lima bersaudara tersebut membantu Sultan

Sulaiman mengalahkan Raja Kecik, dan sebagai imbalannya adalah isi Sumpah

Setia Melayu-Bugis. Raja Ali dari pihak Bugis bertempur untuk merebut kembali

jabatan Yang Dipertuan Muda yang dipegang oleh Tengku Muda Muhammad dari

pihak Melayu. Seperti tampak dalam kutipan berikut.

“Perang saudara ini harus dihentikan. Kalau tidak kita semua akan binasa dan Kerajaan Riau ini akan runtuh,” katanya dengan suara yang pedih dan hampir tak berdaya. (Bulang Cahaya: 172).

Page 72: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

Pada tahap peningkatan konflik. Untuk menghentikan perang saudara

antara Melayu-Bugis tersebut, maka Yang Dipertuan Besar Sultan Mahmud

membuat tiga keputusan politik. Salah satu keputusan politik itu adalah penyatuan

Melayu-Bugis melalui perkawinan Tengku Buntat dengan Tengku Husin, putra

Sultan Mahmud. Inilah awal putusnya percintaan Raja Djaafar dengan Tengku

Buntat. Seperti dalam kutipan di bawah ini.

“Yang pertama, beta putuskan mengembalikan jabatan Yang Dipertuan Muda Riau-Lingga kepada pihak Bugis, dan dengan itu beta akan melantik Raja Ali sebagai Yang Dipertuan Muda. Sedangkan Yang Dipertuan Muda Tengku Muda Muhammad, akan dilantik menjadi Temenggung Riau. Kedua, anak perempuan Tengku Muda Muhammad, yaitu Tengku Buntat akan dikawinkan dengan putra beta Tengku Husin. Dan ketiga, beta sendiri, akan memperistrikan adinda Raja Hamidah,” ujarnya dengan hampir satu napas. (Bulang Cahaya: 180-181).

Pihak Melayu tidak setuju dengan keputusan tersebut, terutama Tengku

Muda Muhammad. Dia merasa keputusan tersebut kurang adil dan menzalimi

pihak Melayu. Tengku Muda menolak menjadi Temenggung Riau, tetapi dia

menyerahkan Tengku Buntat untuk menjadi istri Tengku Husin.

Klimaks dalam novel ini adalah ketika Tengku Buntat dan Raja Djaafar

mengetahui bahwa Tengku Buntat akan dinikahkan dengan Tengku Husin.

Tengku Buntat menangis, meraung, dan menjerit. Sementara itu, Raja Djaafar

marah, dia merasa terpukul. Raja Djaafar ingin bunuh diri dan dia ingin

mengamuk, membunuh semua orang yang memisahkan cintanya pada Tengku

Buntat. Seperti tampak dalam kutipan berikut.

Page 73: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

Tengku Buntat meraung, menangis, dan menjerit. Tak terbayang olehnya, bahwa akhirnya dia harus menjadi istri Tengku Husin, Tengku Long, putra Sultan Mahmud. Orang yang baru beberapa kali dilihatnya, tapi belum dikenalnya. Tak terbayangkan olehnya, betapa hancur hati Djafaar mendengar itu. Padahal mereka sudah sepakat akan segera mewujudkan persatuan cintanya, begitu sengketa antara ayahnya dan pihak Bugis selesai. .............................. (Bulang Cahaya: 184-185).

Pada tahap penyelesaian, Raja Djaafar meninggalkan Melayu untuk pergi

ke Selangor membawa luka hatinya. Hal itu tampak dalam kutipan berikut.

“Ayolah, kita bertemu paman Ananda Yang Dipertuan Selangor. Tenangkan hati, dan berpikirlah dengan jernih. Husin, bimbing abang ananda ke rumah ayahanda Raja Andak. Yang Dipertuan Besar Raja Lumu menunggu di sana,” katanya, sambil memapah Djaafar meninggalkan sisi jalan menuju ke rumah Raja Andak. (Bulang Cahaya: 196).

Tahapan kedua ini merupakan tahap penyituasian, Raja Djaafar diminta

Sultan Mahmud untuk kembali ke Riau. Semula Raja Djaafar menolak karena

luka hatinya yang telah lalu, tetapi karena usaha keras sahabatnya, Raja Husin,

akhirnya Raja Djaafar mau kembali ke Riau. Seperti tampak dalam kutipan di

bawah ini.

“Baiklah, beta akan kembali ke Riau. Besok, selepas subuh. Beta sendiri. Anak istri beta biar di Kelang dulu. Beta hendak berbincang dulu dengan Yang Dipertuan Besar…” katanya setengah bergumam. (Bulang Cahaya: 198).

Page 74: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

Setelah sampai di Riau, Raja Djaafar menghadap Yang Dipertuan Besar

Sultan Mahmud. Raja Djaafar pun lalu dilantik menjadi Yang Dipertuan Muda di

Pulau Penyengat. Dapat dilihat dalam kutipan berikut.

“Sekarang adinda telah menjadi Yang Dipertuan Muda. Beta serahkan kekuasaan dan jajahan negeri kita di bawah lindungan adinda. Perbuatlah apa yang patut dan telah menjadi adapt istiadat kita. Berpeganglah kepada agama kita, hukum dan aturan yang kita tetapkan selama ini. Negeri ini, negeri kita semua. Tidak Melayu, tidak Bugis. Kita semua bergantung pada Adinda sebagaimana ikrar kita sejak sediakala,” kata Sultan Mahmud. Suaranya sudah mulai kedengaran letih. (Bulang Cahaya: 225-226).

Pada tahap pemunculan konflik, saat itu, Sultan Mahmud meninggal dunia.

Akan tetapi, sebelum meninggal dunia, Sultan berwasiat kepada Raja Djaafar

agar yang menjadi Yang Dipertuan Besar menggantikan Sultan Mahmud adalah

Tengku Jumat atau Tengku Abdurrahman atau Si Komeng, anak kedua Sultan

Mahmud, bukan Tengku Husin atau Tengku Long. Padahal, yang seharusnya

menggantikan adalah Tengku Husin karena Tengku Husin adalah putra pertama

dari Sultan Mahmud. Seperti yang dinyatakan dalam kutipan di bawah ini.

“Ini wasiat. Beta menerima amanah. Baginda berpesan, jika pendek umurnya, maka penggantinya, sepenuhnya di tangan Kakanda. Hitam kata Kakanda, hitamlah. Putih kata Kakanda, ya putihlah. Tetapi Baginda sangat sayang kepada Si Komeng. Si Komenglah yang selalu ada di samping baginda, ketika baginda uzur, ketika Baginda minta segelas air,” Djaafar membongkar rahasia percakapannya dengan Sultan Mahmud, sehari setelah dia dilantik menjadi Yang Dipertuan Muda. (Bulang Cahaya: 270).

Page 75: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

Peningkatan konflik terjadi ketika Engku Puteri sebagai pemegang sirih

besar kerajaan tetap menolak keputusan Raja Djaafar. Menurutnya, memilih putra

mahkota yang lebih muda tidak tepat karena yang lebih tua masih ada, sungguh

pelanggaran terhadap adat istiadat dan tata cara pemerintahan. Hal tersebut dapat

dilihat dalam kutipan berikut.

Tapi Engku Puteri tetap menolak dan tidak setuju. “Keputusan menetapkan jabatan Sultan itu, kerja besar, tak boleh melanggar adat istiadat,” katanya sambil menggertapkan giginya. Engku Puteri merasa dia harus berjuang habis-habisan mempertahankan pendapatnya, karena dialah pemegang Sirih Besar, Regelia Kerajaan. (Bulang Cahaya: 272).

“Bukan soal siapa putra mahkota yang dipilih,” katanya geram,”Tapi yang beta persoalkan, adalah keputusan memilih putra mahkota yang lebih muda, padahal yang lebih tua masih ada, sungguh merupakan pelanggaran terhadap adat istiadat dan tata cara pemerintahan yang baik. ................................................................................................ (Bulang Cahaya: 276).

Pada tahap klimaksnya, terjadi hujah dan keberatan pendapat yang

dilakukan Engku Puteri, Tengku Husin atau Tengku Long, dan Temenggung

Johor dengan Raja Djaafar ketika Raja Djafaar tetap menetapkan Tengku Jumat

atau Si Komeng menjadi Yang Dipertuan Besar menggantikan Sultan, karena

sejak Sultan Mahmud sakit keras sampai meninggal dunia pun Tengku Husin

tetap tidak ada di istana, dia malah bepergian dan tidak juga kembali ke istana.

Engku Puteri dan Temenggung Johor tidak terima dengan keputusan itu karena

mereka mengharapkan Tengku Husin yang menjadi Yang Dipertuan Besar bukan

Tengku Jumat. Keputusan tersebut tetap dianggap melawan adat berkerajaan dan

Page 76: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

mereka merasa dikesampingkan dalam hal penetapan Sultan yang baru. Seperti

terlihat dalam kutipan berikut.

........................... Dan ibunda Engku Puteri sebagai pemegang regelia kerajaan tidak bersedia menyerahkan sirih besar dan perangkat kebesaran kepada Sultan yang baru. Apa ini tidak masuk dalam pertimbangan Tuanku?” Tengku Long balik menyerang. Suaranya terdengar ketus, dan bergetar. Marah, kecewa, dan seperti putus asa. .................................. Sebuah wasiat dan amanah yang tidak bersaksi, tidak dapat dipakai sebagai alas an. Itu bukan adat. Dan karena negeri mempunyai Yang Dipertuan Muda, tidak ada salahnya, semua cara ditunggu menjadi sempurna. Tidaklah perlu pengganti Sultan dimaklumkan sebelum jasad Sultan yang mangkat dikebumikan. ............................ (Bulang Cahaya: 288-289).

Setelah upaya berhujah kepada Raja Djaafar gagal, Tengku Husin meminta

Tengku Buntat untuk menemui Raja Djaafar dan membujuknya agar mengubah

keputusannya mengangkat Tengku Jumat yang menjadi Yang Dipertuan Besar.

Oleh karena jika Djaafar tidak mengubah keputusannya itu, maka Tengku Husin

akan menjadi Sultan di Temasek , Johor, dan Pahang. Tengku Husin akan

memecah negeri Riau menjadi dua bagian, sehingga si Komeng hanya akan

beraja di Riau Lingga dan tidak boleh menjamah negeri Temasek, Johor, dan

Pahang. Tengku Husin juga menuduh bahwa alasan Raja Djaafar tidak

menjadikannya Sultan adalah karena masalah pribadi yang dahulu. Namun, Raja

Djaafar tetap pada keputusannya meskipun Tengku Buntat memohon sendiri

kepadanya. Seperti tampak dalam kutipan di bawah ini.

“Dendam si Djaafar kepada kakanda telah membutakan mata hatinya. Dia cemburu karena kakanda berkawin dengan adinda. Tapi apakah kakanda yang merampas

Page 77: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

adimda dari tangannya? Apakah kakanda yang meminta berkawin dengan adinda? Kita bertegur sapa saja jarang. Itu kan keputusan Yang Dipertuan Besar, keputusan Sultan. Menggapa si Djaafar itu menggunakan dendam untuk membalas sakit hatinya, dan mencampuradukkan antara urusan kerajaan dan pribadi?” suaranya bagaikan harimau terluka dan memantak-mantak telinga Buntat .................................. (Bulang Cahaya: 300-301).

“Baiklah kalau itu kemauannya. Kakanda tidak akan menghukum Tengku long, meskipun apa yang dia rencanakan itu adalah durhaka melawan titah Yang Dipertuan Muda. Membelot dan menjual negeri ini kepada orang asing. Beta ampunkan dia, semata-mata karena memandang Adinda yang sudah bersusah payah mencoba menyelamatkan negeri ini. Menempuh bahaya, dan fitnah. Kakanda tetap memilih Tengku Jumat dan akan menabalkannya selepas menujuh hari. Apa pun yang terjadi. Tapi, percayalah Adinda, cinta kakanda pada Adinda, takkan habis dan lenyap, di mana pun kita berada. Cinta kakanda sudah menjadi darah, menjadi sumsum, sudah menjadi denyut nadi kakanda dalam hidup. Biarlah semua ini kita bawa ke mana pun, sampai ke akhir hayat kita,” lanjut Djaafar. Suaranya bergetar menahan ledakan kepedihan. (Bulang Cahaya: 305-306).

Tahap penyelesaian, Raja Djaafar tetap memutuskan Tengku Jumat

sebagai Yang Dipertuan Besar bukan Tengku Husin. Semua hujahan dari berbagai

pihak yang tidak setuju termasuk dari Tengku Buntat diselesaikan raja Djaafar

dengan bijak. Engku Puteri pun menerima keputusan tersebut meskipun dia tetap

bersikukuh tidak akan memberikan Sirih Besar kepada Tengku Jumat. Sementara

itu, Tengku Long dan Temenggung Johor serta rombongannya bertolak menuju

Temasek. Raja Djaafar dengan dukungan dari Sayid Zein Al Qudsi mengukuhkan

Tengku Jumat sebagai Yang Dipertuan Besar dengan pertabalan Alquran dan

tanpa menggunakan Sirih Besar. Dapat dilihat dalam kutipan berikut.

Page 78: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

Dia mendapat dukungan dari Sayid Zein Al Qudsi. “Ananda sudah benar dalam menjalankan tugas Ananda. Di negeri-negeri Islam, Alquranlah yang menjadi lambang dan jiwa dari sebuah pertabalan. Demi Tuhan dan dengan meletakkan Alquran di atas kepala, seorang Sultan bersumpah akan memelihara negerinya, dan tidak akan menzalimi rakyatnya,” ujar Sayid Zein Al Qudsi. (Bulang Cahaya: 312).

Raja Djaafar pun kembali ke Riau untuk sementara. Dia sedih dan

menitikkan airmata, meskipun dia sudah berhasil merajakan Tengku Jumat, tetapi

dia merasa kalah. Dikalahkan oleh cintanya kepada Buntat. Cinta mereka tidak

dapat lagi disatukan. Hal itu tampak dalam kutipan berikut.

Tiba-tiba matanya basah. Sedih dan dia menangis. “Hhm…anak Bugis menangis?” dia mengejek dirinya. Dia menyeka airmatanya. Keluluhan dirinya, kekalahannya menghadapi keadaan dan nasib malangnya, persis yang dirasakannya sepuluh tahun lalu, ketika dia menghunus keris dan terjun ke tanah, untuk membunuh kezaliman, dan merebut hati Buntat. Dia kalah. ..............................(Bulang Cahaya: 306)

b. Tokoh dan Penokohan

1) Raja Djaafar

Raja Djaafar adalah tokoh utama dalam novel ini, ia merupakan

keturunan dari Bugis, tetapi bukan Bugis tulen. Ayahnya adalah Raja Haji,

juga bukan Bugis murni karena masih mengalir darah Melayu dari sebelah

ibunya. Raja Djaafar digambarkan sebagai anak bangsawan Bugis yang

tampan, badannya kukuh, tinggi ramping, tetapi sigap, dan lembut. Raja

Djaafar juga mempunyai sifat cerdik dan agak peragu. Pernyataan tersebut

dapat dilihat dalam kutipan berikut.

Page 79: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

“Abang Djaafar memang hebat. Cerdik!” puji Raja Husin. “Ini cara yang sangat berkesan dalam meluahkan kasih sayang. Bulang Cahaya. Hemm, memang Tengku Buntat itu cahaya di Kampung Bulang, tak ada taranya. Di seluruh Riau sekalipun,” begitu Raja Husin terkagum-kagum sambil menatap Raja Djaafar yang berdiri segak dengan layang-layang besar di tangannya.”(Bulang Cahaya: 36). “Raja Husein makin sadar, betapa cerdasnya teman karibnya itu. Anak bangsawan Bugis Melayu, yang tampan. Badan yang kukuh, tinggi ramping, tapi sigap, dengan raut muka tegas, dan senantiasa lembut dan tersenyum. Cuma, menurut Husin, sahabatnya itu agak peragu. Selalu saja sulit membuat keputusan yang tegas, kalau berhadapan dengan masalah pribadi. Agak pembimbang, dan tidak tahan digoda dan diajuk orang.”(Bulang Cahaya: 37).

Raja Husin menyadari akan kecerdasan dan ketampanan yang dimiliki

Raja Djaafar, sahabatnya itu. Akan tetapi, Raja Djaafar memiliki sifat agak

ragu dan bimbang dalam menghadapi masalah. Selain itu, Raja Djaafar

mudah tergoda dan mudah dipengaruhi orang.

Raja Djaafar juga merasakan cemburu kepada Tengku Buntat,

kekasihnya, hal itu terjadi ketika Tengku Buntat memanas-manasi hati

Raja Djaafar dengan Tengku Ilyas, seorang anak syahbandar Riau yang

kaya dan tampan yang menjadi saingannya. Hal itu terjadi saat mereka

bermain layang-layang. Seperti dalam kutipan di bawah ini.

“Raja Djaafar mendengus dan mencebek bibir. Dia tahu Buntat bergurau. Sengaja memanas-manaskan hatinya. Tetapi menyandingkan layang-layangnya dengan layang-layang Tengku Ilyas, membuat hatinya berbulu. Dia tahu, dia cemburu pada Tengku Ilyas, anak syahbandar Riau itu. Memang itulah salah satu anak muda yang gagah dan anak orang kaya yang menjadi saingannya. Tapi dia tahu, Buntat juga sedang mengajuk hatinya. “Mana beta akan kalah dengan si Ilyas itu. Biar putih tulang, daripada putih mata,” begitu dia membalas gurau Buntat.” (Bulang Cahaya: 39).

Page 80: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

“Sudahlah Husin, sudah menjelang Maghrib. Kita pulang dulu,” pekiknya dari ujung lapangan. Raja Husin tersenyum dan mulai menggulung benang dan menurunkan layang-layang. Sambil menggulung, dia berpantun:

Layang-layang bertali benang Putus benang, tali belati Cinta yang ikhlas cinta kukenang Cinta sejati kubawa mati

“Sudahlah, pantun sekeranjang pun tak ada gunanya. Buntat tak menjenguk sama sekali. Jangan-jangan si Ilyas itu yang menunggu tangga, maka Buntat berkelam di bilik,” Raja Djaafar menggerutu. Sementara Raja Husin mengilai geli melihat sahabatnya cemburu berat.” “Djaafar memang sangat cemburu, kalau Tengku Buntat sampai jatuh ke tangan pemuda lain. Tak peduli dia itu keturunan Melayu atau Bugis. Di awal-awal pertarungan merebut hati Buntat dulunya, dia sampai menghunus badiknya ketika sekelompok pemuda yang dipimpin Tengku Ilyas, mencegatnya ketika pulang bertandang dari rumah Buntat.” (Bulang Cahaya: 41).

Kutipan di atas menggambarkan Raja Djaafar sangat cemburu kepada

Tengku Ilyas, karena sampai menjelang waktu salat Maghrib, Tengku

Buntat belum juga melihat Raja Djaafar dan layang-layangnya. Raja

Djaafar khawatir Tengku Ilyas sengaja datang ke rumah Tengku Buntat

dan menunggunya di tangga rumahnya. Raja Djaafar tidak ingin Tengku

Buntat jatuh ke tangan pemuda lain tidak peduli dari keturunan Melayu

atau Bugis. Bahkan untuk merebut hati Tengku Buntat dahulu, Raja

Djaafar harus bertarung dengan sekelompok pemuda yang dipimpin

Tengku Ilyas ketika Raja Djaafar pulang dari rumah Tengku Buntat.

Raja Djaafar (sebagai orang Bugis) suka memaksakan pendapat yang

berkaitan dengan masalah cinta dan rasa. Apa pun akan Raja Djaafar

lakukan apabila antara laki-laki dan perempuan sudah sama-sama suka.

Page 81: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

Hal itu disampaikan Raja Djaafar kepada Tengku Buntat saat mereka

sedang bercakap-cakap berdua. Seperti dalam kutipan di bawah ini.

“Djaafar tersenyum, terkekeh-kekeh, kalau ingat bagaimana dia membalas ajukan Buntat.” Bagi anak Bugis ini, hitam macam keling pun kalau dia mau, dia ambil. Yang penting kan suka sama suka.” (Bulang Cahaya: 40) “Itulah orang Bugis. Suka main paksa, “ kilah Buntat lagi sambil mengilai. Kalau sudah begitu, beberapa kuntum melati terlempar dari rambutnya, saat dia menyelakkan rambut dan menggoyang-goyangkan kepalanya. Itulah gerakan yang memberahikan dan selalu membenam di hati Djaafar. Sering terbawa-bawa ke dalam mimpi.” (Bulang Cahaya: 40).

Kutipan di atas menggambarkan sifat Raja Djaafar yang memandang

tentang persoalan cinta yang dirasakan. Jika kedua pasangan sudah sama-

sama suka, maka apa pun harus dipertahankan. Tengku menanggapi

ucapan Djaafar dengan menyibakkan rambutnya, itu membuat Djaafar jadi

selalu teringat kepada Tengku Buntat.

Demi mempertahankan cintanya kepada Tengku Buntat, Raja Djaafar

menahan diri untuk tetap sabar dan menghindari perkelahian dengan

Tengku Ilyas. Jika bertemu dengan Tengku Ilyas, Raja Djaafar lebih

memilih diam dan menghindar. Seperti kutipan di bawah ini.

“Sudahlah. Abang sudah memutuskan mencintai Buntat lahir batin. Apa adanya. Apa yang terbaik buat Buntat, Abang turut, sepanjang harkat dan martabat Abang tidak sampai terinjak-injak...” kata Djaafar memberi jaminan. Dan sejak itu, dia terus berjanji pada dirinya untuk menjadi lebih sabar, lebih arif, dan menghindar dari perkelahian. Jika bertemu Tengku Ilyas dan teman-temannya di jalan, dia tetap berjalan lurus ke depan. Mengisar sarung badik ke depan, tapi tak memperdulikan musuhnya.”

Page 82: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

“Waspada saja. Kalau tidak sampai mengancam nyawa, biarkan si Ilyas itu mati rancak sendiri,” katanya pada Husin. “Yang penting bukan mengalahkan si Ilyas, tapi menjaga hati Buntat,” lanjutnya. (Bulang Cahaya: 44).

Perseteruan antara Tengku Ilyas dan Raja Djaafar terus membara untuk

memperebutkan Tengku Buntat, tetapi tidak sampai terjadi perkelahian

antarkeduanya.

Tokoh Raja Djaafar adalah keturunan Bugis, tetapi bukan Bugis tulen.

Ayahnya adalah yang Dipertuan Muda Riau IV. Dialah yang pertama dari

keturunan Bugis Melayu, hasil dari politik ranjang Melayu-Bugis. Oleh

karena itu, dia memakai gelar Raja sebagai gelar kebangsawanannya.

Kutipan yang menyatakan hal tersebut adalah sebagai berikut.

“Djaafar memang keturunan Bugis. Tapi bukan Bugis tulen. Ayahnya adalah Raja Haji, juga bukan Bugis murni, karena masih mengalir darah Melayu dari sebelah ibu, Tengku Mandak. Tapi datuknya, Daeng Celak, memang Bugis asli. Bangsawan lagi. Menurut cerita ibunya, Daeng Celak adalah salah satu dari 5 bangsawan Bugis Luwu yang datang merantau ke Semenanjung Melayu.” (Bulang Cahaya: 45)

Raja Djaafar juga suka berkelakar. Hal itu dia tujukan kepada Daeng

Celak. Seperti dalam kutipan di bawah ini.

“Kalau begitu, Datuk suka bersolek?” kelakar Djaafar lagi. Celak itu, memang salah satu alat berdandan. Disapu di alis mata, sehingga tampak hitam. Juga di bulu mata, sehingga tampak menonjol, dan menantang. Lelaki, perempuan, ketika itu kalau pergi ke keramaian memakai celak.” (Bulang Cahaya: 46).

Page 83: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

Kutipan di atas menggambarkan kelakar Djaafar saat diceritakan

tentang Daeng Celak. Menurutnya, disebut Daeng Celak karena datuknya

itu suka bersolek, yaitu memakai celak yang disapu di alis mata sehingga

tampak hitam.

Pada saat terjadi peperangan antara Belanda dan pasukan Riau yang

dipimpin Raja Haji untuk memperebutkan Malaka, Raja Haji (ayah Raja

Djaafar) meninggal dunia tertembus peluru Belanda. Mendengar itu, Raja

Djaafar merasa sangat sedih dan meneteskan airmata. Dia juga merasakan

kemarahan yang besar. Hal itu tampak dalam kutipan berikut.

“Djaafar termangu. Hatinya bagaikan amblas karena kehilangan lelaki yang paling dikaguminya. Lelaki gagah, ayahnya. Dia masuk ke dalam, dan melihat ibunya sembab. “Daeng, ayahmu sahid,” bisik ibunya nyaris tanpa suara. Djafaar mengangguk, dan bersimpuh di lantai. Dia mendengar tangis adiknya, Raja Hamidah, menggerung-gerung. Adiknya, Raja Idris terpekur memandang lantai.” (Bulang Cahaya: 86). “Berita ayahnya tewas, membuat Raja Djaafar sangat terluka. Dia merasakan suatu kehilangan yang tak kepalang. Dia sadar, perasaan kehilangan itu, karena dia memang sangat dekat dengan ayahnya. Di antara saudara-saudaranya dia termasuk yang selalu diajak mengembara dari satu tempat ke tempat lain di kawasan daerah taklukan Kerajaan Riau. Dia pernah dibawa ke Asahan, ke Bangka, ke Pontianak, dan Semenanjung Malaka. Ikut bertempur dengan ayahnya melawan kapal-kapal perang Belanda di Selat Malaka. Semua kenangan bersama ayahnya melintas di matanya. Dia seperti melihat dari dekat dan jelas, saat ayahnya tertawa terbahak-bahak menyaksikan meriam Bulang Linggi menenggelamkan kapal-kapal musuhnya. “Sekali kita turun perang, kita harus menang. Kalaupun kalah, harus kalah secara jantan. Syahid fisabililah, “ kata ayahnya sambil menepuk-nepuk bahunya. Dan sekarang, tepukan sayang itu seperti terasa di bahunya. Penuh kasih sayang, tapi mengugat. Airmata Djaafar menetes. “Dia

Page 84: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

memang sudah syahid fisabililah, “ gumamnya dengan pedih, tetapi bangga. Gumam itu terdengar olehnya bagai sebuah jeritan, parau, basah oleh kesedihan dan kehilangan.” (Bulang Cahaya: 86-87). “Tiba-tiba, dia merasakan kemarahan yang besar. Seakan, saat itu, kalaulah bisa, dia ingin mengamuk. Menikam, menebas leher para musuh ayahnya, dengan halemang ayahnya. Dia marah karena tak bisa membela ayahnya. Membunuh pembunuh ayahnya. Dia marah. Dia dendam!” (Bulang Cahaya: 87).

Kutipan di atas menggambarkan perasaan Raja Djaafar ketika tahu

ayahnya, Raja Haji, meninggal tertembus peluru Belanda saat berperang

dengan Belanda di kota Malaka. Djafaar merasa sangat kehilangan sosok

lelaki gagah yang sangat dia kagumi. Dia teringat masa-masa saat

bersama ayahnya dahulu, saat diajak ke Asahan, Bangka, Pontianak, dan

Semenanjung Malaka ikut bertempur dengan ayahnya melawan kapal-

kapal perang Belanda di Selat Malaka. Semua kenangan itu melintas di

matanya. Djaafar meneteskan airmata saat teringat ayahnya menepuk

bahunya sambil berkata kepada Raja Djaafar bahwa sekali turun perang

maka harus menang. Hati Djaafar menjadi pedih, tetapi bangga karena

ayahnya telah syahid fisabililah. Dalam suasana itu, Raja Djaafar tiba-tiba

marah besar. Dia ingin mengamuk dan menikam leher para musuh

ayahnya. Dia marah karena tidak bisa membela ayahnya.

Tokoh Raja Djaafar dalam novel Bulang Cahaya adalah tokoh utama

yang menjadi pusat utama dalam cerita ini. Seorang tokoh yang

mendominasi sebagian besar alur cerita dalam novel ini. Raja Djaafar

akhirnya diangkat menjadi Yang Dipertuan Muda di Riau.

Page 85: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

Raja Djaafar adalah tokoh utama dalam novel ini, ia merupakan

keturunan dari Bugis, tetapi bukan Bugis tulen. Ayahnya adalah Raja Haji,

juga bukan Bugis murni karena masih mengalir darah Melayu dari sebelah

ibunya. Raja Djaafar digambarkan sebagai anak bangsawan Bugis yang

tampan, badannya kukuh, tinggi ramping, tetapi sigap, dan lembut. Raja

Djaafar juga mempunyai sifat cerdik dan agak peragu. Pernyataan tersebut

dapat dilihat dalam kutipan berikut.

“Abang Djaafar memang hebat. Cerdik!” puji Raja Husin. “Ini cara yang sangat berkesan dalam meluahkan kasih sayang. Bulang Cahaya. Hemm, memang Tengku Buntat itu cahaya di Kampung Bulang, tak ada taranya. Di seluruh Riau sekalipun,” begitu Raja Husin terkagum-kagum sambil menatap Raja Djaafar yang berdiri segak dengan layang-layang besar di tangannya.”(Bulang Cahaya: 36). “Raja Husein makin sadar, betapa cerdasnya teman karibnya itu. Anak bangsawan Bugis Melayu, yang tampan. Badan yang kukuh, tinggi ramping, tapi sigap, dengan raut muka tegas, dan senantiasa lembut dan tersenyum. Cuma, menurut Husin, sahabatnya itu agak peragu. Selalu saja sulit membuat keputusan yang tegas, kalau berhadapan dengan masalah pribadi. Agak pembimbang, dan tidak tahan digoda dan diejek orang.”(Bulang Cahaya: 37).

Raja Husin menyadari akan kecerdasan dan ketampanan yang dimiliki

Raja Djaafar, sahabatnya itu. Akan tetapi, Raja Djaafar memiliki sifat agak

ragu dan bimbang dalam menghadapi masalah. Selain itu, Raja Djaafar

mudah tergoda dan mudah dipengaruhi orang.

Raja Djaafar juga merasakan cemburu kepada Tengku Buntat,

kekasihnya, hal itu terjadi ketika Tengku Buntat memanas-manasi hati

Raja Djaafar dengan Tengku Ilyas, seorang anak syahbandar Riau yang

Page 86: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

kaya dan tampan yang menjadi saingannya. Hal itu terjadi saat mereka

bermain layang-layang. Seperti dalam kutipan di bawah ini.

“Raja Djaafar mendengus dan mencebek bibir. Dia tahu Buntat bergurau. Sengaja memanas-manaskan hatinya. Tetapi menyandingkan layang-layangnya dengan layang-layang Tengku Ilyas, membuat hatinya berbulu. Dia tahu, dia cemburu pada Tengku Ilyas, anak syahbandar Riau itu. Memang itulah salah satu anak muda yang gagah dan anak orang kaya yang menjadi saingannya. Tapi dia tahu, Buntat juga sedang mengajuk hatinya. “Mana beta akan kalah dengan si Ilyas itu. Biar putih tulang, daripada putih mata,” begitu dia membalas gurau Buntat.” (Bulang Cahaya: 39). “Sudahlah Husin, sudah menjelang Maghrib. Kita pulang dulu,” pekiknya dari ujung lapangan. Raja Husin tersenyum dan mulai menggulung benang dan menurunkan layang-layang. Sambil menggulung, dia berpantun: Layang-layang bertali benang. Putus benang, tali belati. Cinta yang ikhlas cinta kukenang. Cinta sejati kubawa mati. “Sudahlah, pantun sekeranjang pun tak ada gunanya. Buntat tak menjenguk sama sekali. Jangan-jangan si Ilyas itu yang menunggu tangga, maka Buntat berkelam di bilik,” Raja Djaafar menggerutu. Sementara Raja Husin mengilai geli melihat sahabatnya cemburu berat.” “Djaafar memang sangat cemburu, kalau Tengku Buntat sampai jatuh ke tangan pemuda lain. Tak peduli dia itu keturunan Melayu atau Bugis. Di awal-awal pertarungan merebut hati Buntat dulunya, dia sampai menghunus badiknya ketika sekelompok pemuda yang dipimpin Tengku Ilyas, mencegatnya ketika pulang bertandang dari rumah Buntat.” (Bulang Cahaya: 41).

Kutipan di atas menggambarkan Raja Djaafar sangat cemburu kepada

Tengku Ilyas, karena sampai menjelang waktu salat Maghrib, Tengku

Buntat belum juga melihat Raja Djaafar dan layang-layangnya. Raja

Djaafar khawatir Tengku Ilyas sengaja datang ke rumah Tengku Buntat

dan menunggunya di tangga rumahnya. Raja Djaafar tidak ingin Tengku

Page 87: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

Buntat jatuh ke tangan pemuda lain tidak peduli dari keturunan Melayu

atau Bugis. Bahkan untuk merebut hati Tengku Buntat dahulu, Raja

Djaafar harus bertarung dengan sekelompok pemuda yang dipimpin

Tengku Ilyas ketika Raja Djaafar pulang dari rumah Tengku Buntat.

Raja Djaafar (sebagai orang Bugis) suka memaksakan pendapat yang

berkaitan dengan masalah cinta dan rasa. Apa pun akan Raja Djafaar

lakukan apabila antara laki-laki dan perempuan sudah sama-sama suka.

Hal itu disampaikan Raja Djaafar kepada Tengku Buntat saat mereka

sedang bercakap-cakap berdua. Seperti yang dapat dilihat dalam kutipan

berikut.

“Djaafar tersenyum, terkekeh-kekeh, kalau ingat bagaimana dia membalas ajukan Buntat.” Bagi anak Bugis ini, hitam macam keling pun kalau dia mau, dia ambil. Yang penting kan suka sama suka.” (Bulang Cahaya: 40) “Itulah orang Bugis. Suka main paksa, “ kilah Buntat lagi sambil mengilai. Kalau sudah begitu, beberapa kuntum melati terlempar dari rambutnya, saat dia menyelakkan rambut dan menggoyang-goyangkan kepalanya. Itulah gerakan yang memberahikan dan selalu membenam di hati Djafaar. Sering terbawa-bawa ke dalam mimpi.” (Bulang Cahaya: 40).

Kutipan tersebut menggambarkan sifat Raja Djaafar yang memandang

tentang persoalan cinta yang dirasakan. Jika kedua pasangan sudah sama-

sama suka, maka apa pun harus dipertahankan. Tengku menanggapi

ucapan Djaafar dengan menyibakkan rambutnya, itu membuat Djaafar jadi

selalu teringat kepada Tengku Buntat.

Page 88: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

Demi mempertahankan cintanya kepada Tengku Buntat, Raja Djaafar

menahan diri untuk tetap sabar dan menghindari perkelahian dengan

Tengku Ilyas. Jika bertemu dengan Tengku Ilyas, Raja Djaafar lebih

memilih diam dan menghindar. Hal tersebut terdapat dalam kutipan

berikut.

“Sudahlah. Abang sudah memutuskan mencintai Buntat lahir batin. Apa adanya. Apa yang terbaik buat Buntat, Abang turut, sepanjang harkat dan martabat Abang tidak sampai terinjak-injak...” kata Djaafar memberi jaminan. Dan sejak itu, dia terus berjanji pada dirinya untuk menjadi lebih sabar, lebih arif, dan menghindar dari perkelahian. Jika bertemu Tengku Ilyas dan teman-temannya di jalan, dia tetap berjalan lurus ke depan. Mengisar sarung badik ke depan, tapi tak memperdulikan musuhnya.” “Waspada saja. Kalau tidak sampai mengancam nyawa, biarkan si Ilyas itu mati rancak sendiri,” katanya pada Husin. “Yang penting bukan mengalahkan si Ilyas, tapi menjaga hati Buntat,” lanjutnya. (Bulang Cahaya: 44)

Perseteruan antara Tengku Ilyas dan Raja Djaafar terus membara untuk

memperebutkan Tengku Buntat, tetapi tidak sampai terjadi perkelahian

antarkeduanya.

Tokoh Raja Djaafar adalah keturunan Bugis, tetapi bukan Bugis tulen.

Ayahnya adalah yang Dipertuan Muda Riau IV. Dialah yang pertama dari

keturunan Bugis Melayu, hasil dari politik ranjang Melayu-Bugis. Oleh

karena itu, dia memakai gelar Raja sebagai gelar kebangsawanannya.

Kutipan yang menyatakan hal tersebut adalah sebagai berikut.

“Djaafar memang keturunan Bugis. Tapi bukan Bugis tulen. Ayahnya adalah Raja Haji, juga bukan Bugis murni, karena masih mengalir darah Melayu dari sebelah ibu, Tengku

Page 89: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

Mandak. Tapi datuknya, Daeng Celak, memang Bugis asli. Bangsawan lagi. Menurut cerita ibunya, Daeng Celak adalah salah satu dari 5 bangsawan Bugis Luwu yang datang merantau ke Semenanjung Melayu.” (Bulang Cahaya: 45)

Raja Djaafar juga suka berkelakar. Hal itu dia tujukan kepada Daeng

Celak. Seperti dalam kutipan berikut:

“Kalau begitu, Datuk suka bersolek?” kelakar Djaafar lagi. Celak itu, memang salah satu alat berdandan. Disapu di alis mata, sehingga tampak hitam. Juga di bulu mata, sehingga tampak menonjol, dan menantang. Lelaki, perempuan, ketika itu kalau pergi ke keramaian memakai celak.” (Bulang Cahaya: 46).

Kutipan di atas menggambarkan kelakar Djaafar saat diceritakan

tentang Daeng Celak. Menurutnya, disebut Daeng Celak karena datuknya

itu suka bersolek, yaitu memakai celak yang disapu di alis mata sehingga

tampak hitam.

Pada saat terjadi peperangan antara Belanda dan pasukan Riau yang

dipimpin Raja Haji untuk memperebutkan Malaka, Raja Haji (ayah Raja

Djaafar ) meninggal dunia tertembus peluru Belanda. Mendengar itu, Raja

Djafaar merasa sangat sedih dan meneteskan airmata. Dia juga merasakan

kemarahan yang besar. Hal itu tampak dalam kutipan di bawah ini.

“Djaafar termangu. Hatinya bagaikan amblas karena kehilangan lelaki yang paling dikaguminya. Lelaki gagah, ayahnya. Dia masuk ke dalam, dan melihat ibunya sembab. “Daeng, ayahmu sahid,” bisik ibunya nyaris tanpa suara. Djaafar mengangguk, dan bersimpuh di lantai. Dia mendengar tangis adiknya, Raja Hamidah, menggerung-gerung. Adiknya, Raja Idris terpekur memandang lantai.” (Bulang Cahaya: 86).

Page 90: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

“Berita ayahnya tewas, membuat Raja Djaafar sangat terluka. Dia merasakan suatu kehilangan yang tak kepalang. Dia sadar, perasaan kehilangan itu, karena dia memang sangat dekat dengan ayahnya. Di antara saudara-saudaranya dia termasuk yang selalu diajak mengembara dari satu tempat ke tempat lain di kawasan daerah taklukan Kerajaan Riau. Dia pernah dibawa ke Asahan, ke Bangka, ke Pontianak, dan Semenanjung Malaka. Ikut bertempur dengan ayahnya melawan kapal-kapal perang Belanda di Selat Malaka. Semua kenangan bersama ayahnya melintas di matanya. Dia seperti melihat dari dekat dan jelas, saat ayahnya tertawa terbahak-bahak menyaksikan meriam Bulang Linggi menenggelamkan kapal-kapal musuhnya. “Sekali kita turun perang, kita harus menang. Kalaupun kalah, harus kalah secara jantan. Syahid fisabililah, “ kata ayahnya sambil menepuk-nepuk bahunya. Dan sekarang, tepukan sayang itu seperti terasa di bahunya. Penuh kasih sayang, tapi mengugat. Airmata Djaafar menetes. “Dia memang sudah syahid fisabililah, “ gumamnya dengan pedih, tetapi bangga. Gumam itu terdengar olehnya bagai sebuah jeritan, parau, basah oleh kesedihan dan kehilangan.” (Bulang Cahaya: 86-87). “Tiba-tiba, dia merasakan kemarahan yang besar. Seakan, saat itu, kalaulah bisa, dia ingin mengamuk. Menikam, menebas leher para musuh ayahnya, dengan halemang ayahnya. Dia marah karena tak bisa membela ayahnya. Membunuh pembunuh ayahnya. Dia marah. Dia dendam!” (Bulang Cahaya: 87).

Kutipan di atas menggambarkan perasaan Raja Djaafar ketika tahu

ayahnya, Raja Haji, meninggal tertembus peluru Belanda saat berperang

dengan Belanda di kota Malaka. Djaafar merasa sangat kehilangan sosok

lelaki gagah yang sangat dia kagumi. Dia teringat masa-masa saat

bersama ayahnya dahulu, saat diajak ke Asahan, Bangka, Pontianak, dan

Semenanjung Malaka ikut bertempur dengan ayahnya melawan kapal-

kapal perang Belanda di Selat Malaka. Semua kenangan itu melintas di

matanya. Djaafar meneteskan airmata saat teringat ayahnya menepuk

Page 91: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

bahunya sambil berkata kepada Raja Djaafar bahwa sekali turun perang

maka harus menang. Hati Djaafar menjadi pedih, tetapi bangga karena

ayahnya telah syahid fisabililah. Dalam suasana itu, Raja Djaafar tiba-tiba

marah besar. Dia ingin mengamuk dan menikam leher para musuh

ayahnya. Dia marah karena tidak bisa membela ayahnya.

Tokoh Raja Djaafar dalam novel Bulang Cahaya adalah tokoh utama

yang menjadi pusat utama dalam cerita ini. Seorang tokoh yang

mendominasi sebagian besar alur cerita dalam novel ini. Raja Djaafar

akhirnya diangkat menjadi Yang Dipertuan Muda di Riau.

2) Raja Husin

Dalam novel Bulang Cahaya, Raja Husin adalah tokoh utama kedua

setelah Raja Djaafar. Raja Husin digambarkan sebagai sosok lelaki yang

pongil dan tertawanya berderai. Seperti pada kutipan berikut.

“Itulah surat yang dia tulis tiga tahun yang lalu tapi, wajah dan keletah Raja Husin tetap terpaku di benak Djaafar. Pongil, cerdik, dan tak pernah kehilangan akal. Kelakarnya, ketawanya yang berderai, adalah nyanyian pengobat lara bagi Djaafar. Dan ketika Raja Husin muncul kembali di hadapannya, petang itu, dalam hati Djaafar, ada ledakan dahsyat yang bangkit. Rasa senang, rasa rindu, rasa lepas dari benaman dan kesunyian yang panjang. Tapi Husin juga telah membangkitkan lagi luka lamanya. Raja Husin telah membuat lukanya berdarah kembali.” (Bulang Cahaya: 25).

Kutipan di atas menggambarkan sosok Raja Husin yang pongil. Selain

itu, dia juga mempunyai watak yang cerdik dan senang berkelakar.

Page 92: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

Adapun beberapa sifat Raja Husin yang suka berkelakar tampak pada

kutipan berikut.

“Sambil kembali menatap ke arah mata Raja Djaafar yang masih memendam bara itu, Raja Husin mencoba melepas tombak kelakarnya. Cara yang dahulunya selalu dia pakai untuk meredakan emosi sahabatnya itu.” (Bulang Cahaya: 24).

“Raja Husin memang sudah berkali-kali ikut bepergian dengan kapal kebesaran itu, terutama bersama Raja Djaafar dahulunya, ketika masih berada di Riau. Mereka berdua memang amat rapat, dan selalu bepergian bersama. Usia mereka pun hanya berselisih 2 tahun. Husin lebih muda, dan ketika datang lagi ke Kelang, usianya sudah 40 tahun. Karena itu, dia memanggil Djaafar dengan abang, dan selalu dengan nada bergurau, dan bahkan menyindir, sambil terkekeh-kekeh. Seperti petang ini, dia mencoba menaklukkan Djaafar dengan berkelakar, meskipun sudah lebih 5 tahun kebiasaan itu hilang.” (Bulang Cahaya: 26).

Kutipan di atas menggambarkan perilaku Raja Husin yang suka

berkelakar kepada Raja Djaafar. Raja Husin berkelakar untuk meredakan

emosi sahabat karibnya itu. Raja Husin pandai dalam berpantun. Hal itu

dia lakukan untuk menghibur sahabatnya, Raja Djaafar, saat tahu

hubungannya dengan Buntat dilarang karena Raja Djaafar merupakan

keturunan Bugis sedangkan Tengku Buntat merupakan keturunan Riau.

Seperti pada kutipan di bawah ini.

“Husin, menggapa beta dahulunya jatuh cinta pada Buntat? Kalau tahu akan sepahit ini, kenapa beta tak dilarang sejak dulu?” dia menggeram, menyalahkan karibnya.” “Husin terpegun sejenak, dan mengarahkan haluan sampan ke dermaga.“Sudah tahu peria pahit, menggapa digulai dalam kuali. Sudah tahu bercinta sakit, menggapa kini disesali?”

Page 93: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

Husin berpantun, dan membuat Djafaar menghentak lantai sampan dan nyaris karam.” “Kalau gagal merebut cinta, jangan bunuh diri jadi pilihan. Kalau jantung hati tetap setia, akhir hayat pun tak terpisahkan,“ kembali Husin mengusik.” (Bulang Cahaya: 143).

Kutipan di atas menggambarkan bagaimana Husin mengingatkan

Djaafar tentang akibat orang bercinta dengan melantunkan pantun-

pantunnya, bahwa orang bercinta bisa bahagia atau sebaliknya sakit hati.

Seperti yang dialami Djaafar, dia merasa menyesal menggapa harus

mencintai Buntat jika tidak bisa bersama.

Sebagai seorang sahabat, Husin sangat pengertian kepada Raja Djaafar.

Dia berusaha mencari jalan keluar agar Tengku Buntat bisa mendapatkan

kabar tentang Raja Djaafar atas permintaan Raja Djaafar. Seperti yang

tampak pada kutipan di bawah ini.

“Sulit benar membunuh rindu,” katanya suatu hari pada Husin. Itulah sebabnya, akhirnya dia memutuskan pergi ke Pulau Bulang, menyewa perahu dagang orang China, berdua Husin. “Jangan sampai ada orang di istana yang tahu kita ke Bulang, “ pesannya pada Husin. Sahabatnya itu tentu mengerti, sebab dia pun dirundung rindu.” “Tiba di Pulau Bulang, Husin mencari akal menghubungi Khalijah. Dia berhasil mencegatnya, ketika Khalijah akan ke rumah Buntat. Hampir saja Khalijah memekik, karena terkejut, tak menyangka, dan juga bahagia. Untung saja Husin segera mencegahnya, agar orang-orang kampung itu tidak heboh.“Beritahu Buntat, Abang membawa pesan dari abang Djaafar. Cari tempat bertemu, agar tidak dilihat orang,” katanya pada Khalijah.” “Segeralah!” katanya lagi karena melihat Khalijah masih tercegat, menggenggam tangan Husin, dan belum mau pergi. Akhirnya, Khalijah sadar dan bagai peluru dia berlari

Page 94: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

ke rumah Buntat dan memberi tahu.” (Bulang Cahaya: 152).

Kutipan di atas menggambarkan Raja Husin yang berusaha keras

menyampaikan pesan Raja Djaafar kepada Tengku Buntat lewat Khalijah

meskipun dengan cara sembunyi-sembunyi. Hal itu dilakukan agar tidak

diketahui orang. Tokoh Raja Husin adalah salah satu tokoh utama

bawahan yang kemunculannya sama dengan tokoh utama pertama,

kemunculannya selalu menyertai tokoh utama pertama. Raja Husin

digambarkan sebagai tokoh yang baik hati, setia pada teman, dan memiliki

cinta sejati.

3) Tengku Buntat

Tengku Buntat adalah seorang gadis tercantik di Riau. Dia mempunyai

pesona yang yang dapat meruntuhkan iman para pemuda, baik yang

berdarah Melayu ataupu Bugis. Seperti pada kutipan berikut.

“Djaafar menatap lekat wajah Buntat. Dalam masa-masa yang sangat tegang itu, dia menyaksikan keindahan wajah dara yang tiba-tiba membuat seluruh dadanya berdebar. “Cantik. Sungguh belum pernah ada yang secantik ini,” katanya dalam hati. (Bulang Cahaya: 139)

“Sosok Kampung Bulang, Kota Piring, Tanjung Unggat, dan kampung-kampung kecil yang sudah lama ditinggalkan itu, tiba-tiba muncul satu per satu. Rumah-rumah panggung, lapangan sepak bola, bukit menganjung layang-layang, dan jendela rumah Tengku Muda Muhammad yang lebar. Tiba-tiba di jendela itu melintas wajah menawan Tengku Buntat, anak perempuan semata wayang Tengku Muda Muhammad. Gadis tercantik di Riau, gadis yang menjadi impian para pemuda di sana. Baik yang berdarah Melayu, maupun

Page 95: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

Bugis. Orang memanggilnya Cik Puan Bulang. Nama pujiannya Bulang Cahaya. Begitulah pesona gadis Melayu itu dan meruntuhkan iman para pemuda di sana.” (Bulang Cahaya: 31).

Kutipan di atas menggambarkan bahwa Tengku Buntat adalah sosok

wanita yang cantik, anggun, dan memesona. Oleh karena itu, Tengku

Buntat menjadi rebutan para pemuda di Riau. Tengku Buntat merupakan

Bulang Cahaya, cahaya di Kampung Bulang, tidak ada taranya. Hal itu

tampak pada kutipan berikut.

“Abang Djaafar memang hebat. Cerdik!” puji Raja Husin. “Ini cara yang sangat berkesan dalam meluahkan kasih sayang. Bulang Cahaya. Hemm, memang Tengku Buntat itu cahaya di Kampung Bulang, tak ada taranya. Di seluruh Riau Sekalipun,” begitu Raja Husin terkagum-kagum sambil menatap Raja Djaafar yang berdiri segak dengan layang-layang besar di tangannya.” (Bulang Cahaya: 36).

Tengku Buntat adalah gadis tercantik di Riau. Banyak pemuda yang

terkagum-kagum pada Tengku Buntat, begitu pula dengan Raja Djaafar

dan Raja Husin. Raja Husin menyebut Tengku Buntat sebagai cahaya di

Kampung Bulang.

Tengku Buntat juga mempunyai tubuh yang sangat gemulai. Hal itu

tampak pada gaya berjalan Tengku Buntat. Seperti dalam kutipan di bawah

ini.

“Djaafar terpana dan terus menatap Buntat pergi meninggalkan pantai, menuju ujung tanjung. Dia melihat lenggok pinggul dan gaya berjalan Buntat yang gemulai. Pikirannya menerawang. Dia baru tersadar, setelah Husin mengejutkannya dengan pertanyaan setengah berkelakar.”

Page 96: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

“Apa... kita masih akan mencari remis atau duduk termenung saja di bawah tebing sambil mengenang Buntat?” kata Raja Husin. (Bulang Cahaya: 141)

Kutipan di atas menggambarkan betapa Raja Djaafar sangat terpesona

melihat lenggok pinggul dan cara berjalan Buntat yang gemulai. Sampai-

sampai itu terbawa dalam lamunannya. Sejak melihat Tengku Buntat, Raja

Djaafar benar-benar kagum dan tidak bisa melupakan wajah cantik dan

gemulainya Tengku Buntat. Raja Husin membuyarkan lamunan sahabat

karibnya itu dengan kelakarnya.

Tengku Buntat digambarkan sebagai pribadi yang lembut dan perasa.

Seperti pada kutipan berikut.

“Tidak. Abang Djaafar memang elang. Garuda. Makanya, selalu ingin menerkam semua mangsa. Tapi Buntat tidak terlalu suka yang suka main terkam. Dia lembut, perasa. Jadi, kalau Abang jadi elang, ya, jadilah elang kurik, jangan jadi elang laut. Elang kurik, tiap dia menukik, pasti mengeluarkan suara yang nyaring dan merdu. Itu kan suara kerinduan, suara kasih sayang , celoteh Raja Husin lagi.” (Bulang Cahaya: 35).

Kutipan di atas menggambarkan bahwa Tengku Buntat adalah sosok

wanita yang mempunyai sifat lembut dan perasa. Dia lebih menyukai

suara-suara yang merdu dan penuh kasih sayang, daripada suara-suara

yang keras.

Ketika ayah Tengku Buntat tidak menyetujui hubungannya dengan Raja

Djaafar yang keturunan Bugis, Tengku Buntat menyalahkan Tengku

Khalijah, karena menurut Tengku Buntat, Tengku Khalijahlah yang selalu

Page 97: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

mendesak Tengku Buntat agar menerima cinta Raja Djaafar dan jatuh hati

kepadanya. Pernyataan tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut.

“Ijah, apalah agaknya nasib kita yang tak tahu-menahu urusan orang tua ini. Menggapa aku jatuh hati kepada peranakan Bugis itu. Ini semua salah engkau Ijah...engkau yang selalu mendesak aku menerima Djaafar,” kata Buntat pada Tengku Khalijah, sahabat karibnya, jauh sebelum pertanyaan ayahnya itu. Sebab jauh hari pun dia tahu cintanya pada Djafaar penuh bahaya.” (Bulang Cahaya: 110).

Selain cantik, halus, dan lembut, Tengku Buntat juga mempunyai sifat

yang manja, hal itu terjadi saat Buntat disengat Sembilang dan hendak

ditolong Raja Djaafar dan Raja Husin. Seperti dalam kutipan berikut.

“Ijah, biarlah kakiku ditoreh saja. Bisanya tak tertahankan lagi,” suaranya yang halus akhirnya keluar dan titik-titik peluhnya mulai menetes. ”Djaafar mendengar itu. Dia mencabut badik kecil dari pinggangnya, menunduk, dan kembali memegang kaki indah yang putih dan bersemu merah bercampur lebam itu. Kemudian dia membalik perlahan telapak kaki gadis itu, mencari bekas tikaman sengat sembilang itu. Sret! Dia menoreh telapak kaki Buntat yang membiru. Goresan kecil dan agak dalam itu segera kelihatan berdarah. Merah kehitam-hitaman. Djaafar terus menekan goresan itu sampai darahnya terus mengalir ke luar. Cukup lama juga, dan dia mendengar bagaimana Buntat terus mengaduh dan menjerit sakit. Jeritan itu terdengar seperti suara yang merengek dan manja.” (Bulang Cahaya: 139).

Kutipan di atas menggambarkan sifat Buntat yang manja. Ketika Buntat

sedang berada di pantai ditemani Khalijah, Buntat tersengat sembilang.

Dia berteriak kesakitan. Raja Djaafar datang dan menolongnya. Djaafar

menoreh telapak kaki Buntat yang biru kemudian menekan goresan itu

Page 98: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

sampai darahnya mengalir ke luar. Buntat terus menjerit kesakitan.

Suaranya terdengar seperti merengek dan manja. Pertolongan Djaafar itu

cepat mengatasi rasa sakit Buntat.

Buntat juga mempunyai sifat pemurung dan mudah putus asa dalam

menghadapi masalahnya. Yakni ketika kisah cintanya dengan Raja Djaafar

tidak setujui oleh ayahnya karena Raja Djaafar berasal dari keturunan

Bugis. Sifat murung dan putus asa Buntat tampak pada kutipan berikut.

“Buntat tampak murung. Hati kecilnya tetap sulit percaya bahwa cinta mereka akan bertaut semula. Siang malam, dia memang berharap, Raja Djaafar tiba-tiba muncul di depannya. Datang dan berbicara dari hati ke hati. Melepas rasa rindu yang tersimpan selama berbulan-bulan ini. Firasatnya mengatakan Raja Djaafar ada di Bulang. Bila dia memandang ke ujung tanjung, ke arah perahu-perahu berlabuh, dadanya berdesir. Dia seakan menangkap kelebat tubuh Djafaar melintas, memandang dari jauh. Melambai. Tetapi terkadang begitu hati kecilnya tersadar dan tahu itu hanya angan, bayang-bayang itu lenyap, dan dia merasakan kehilangan yang sangat dalam.”

“Beta ini bodoh Ijah. Rindu seorang. Sedangkan orang lain tak perduli...”katanya dengan mata yang basah mencurah rasa pedih hatinya pada Tengku Khalijah, kalau rindunya sudah tak tertahankan. Memang Khalijahlah sahabatnya. Cuma Khalijahlah yang tahu lubuk hatinya yang paling dalam.” “Kalau sampai engkau pun pergi dari samping beta, lebih baik beta mati sajalah, Ijah...” jerit hati Buntat. (Bulang Cahaya: 154).

Kutipan tersebut menggambarkan luka hati yang dialami Tengku

Buntat, dia merasa tidak percaya kalau cintanya dengan Raja Djaafar akan

dapat menyatu. Setiap hari Tengku Buntat murung, dia berharap Raja

Page 99: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

Djaafar akan datang menemuinya. Dia pun merasa Raja Djaafar ada di

dekatnya sekarang, di Bulang. Dia pun menjadi semakin sedih dan

kehilangan. Luka hati Buntat semakin bertambah begitu tahu Khalijah,

sahabat karibnya, tempat Buntat mencurahkan rasa pedih hatinya kalau

rindunya kepada Raja Djaafar sudah tidak tertahankan lagi. Buntat sampai

berputus asa, jika Khalijah tetap akan meninggalkannya juga, maka dia

lebih memilih mati.

4) Raja Haji

Raja Haji merupakan ayah dari Raja Djaafar. Dia seorang lelaki yang

gagah dan segak mempunyai rahang yang kukuh. Hal itu tampak pada

kutipan berikut.

Raja Djaafar tersenyum sejenak, meskipun dia tahu, ketika bercerita itu, ibunya tampak getir. Mungkin cemburu. Djaafar tersenyum karena membayangkan jalan hidup ayahnya. Ternyata, lelaki segak berahang kukuh dan gagah itu, banyak mendapat istri anugerah dari mana-mana. (Bulang Cahaya: 70).

Raja Haji merupakan Yang Dipertuan Muda Riau IV, tetapi dialah yang

pertama dari keturunan Bugis Melayu, dari hasil politik ranjang Melayu–

Bugis. Oleh karena itu, dia memakai gelar Raja sebagai gelar

kebangsawanannya. Hal tersebut tampak dalam kutipan di bawah ini.

Raja Haji, ayah Djaafar, adalah Yang Dipertuan Muda Riau IV, tetapi dialah yang pertama dari keturunan Bugis Melayu, hasil dari politik ranjang Melayu-Bugis. ..................... (Bulang Cahaya: 59).

Page 100: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

Raja Haji seorang yang kaya raya. Kekayaannya dia peroleh dari hasil

cukai dan jual beli timah serta candu di perairan Riau. Semua istri dan

anak-anak Raja Haji mempunyai tempat dan ruang tinggal di istana.

Seperti tampak pada kutipan berikut.

Ayah Djaafar, Raja Haji, memang seorang yang kaya. Kekayaan itu, terutama diperolehnya dari hasil cukai dan jual beli timah serta candu di perairan Riau. Dia membeli banyak barang indah dan mewah itu dari Malaka, yang ketika itu dikuasai oleh Kompeni Belanda. Di samping banyak pula dari hasil rampasan perang. Djaafar ingat, ada botol-botol madu buatan negeri Filipina, dan barang-barang lainnya yang menghiasi istana itu, termasuk permadani Persia. .................................................... (Bulang Cahaya: 61).

Dari kutipan di atas dapat digambarkan bahwa kekayaan Raja Haji

selain diperoleh dari hasil cukai dan jual beli timah serta candu di perairan

Riau juga diperoleh dari membeli barang indah dan mewah dari Malaka.

Di samping itu, juga banyak dari hasil rampasan perang.

Penokohan yang lain dari tokoh Raja Haji yaitu mempunyai sikap yang

tegas. Dengan suara yang tegas, Raja Haji terus mengajak berperang

melawan Belanda di Malaka. Raja Haji berupaya untuk merebut Malaka

dari tangan Belanda. Berikut kutipannya.

“O, ya. Kita harus terus berperang melawan Belanda. Kita akan menyerang ke Malaka. Paman ananda Raja Lumut sudah lebih dahulu menyerang. Sekarang mereka sedang berperang. Kita akan segera berangkat. Kalau Riau dan Selanggor bersatu, insyaallah Malaka akan jatuh, dan kita akan mengusir Belanda dari tanah Melayu,” ayahnya bicara

Page 101: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

dengan suara yang tegas sambil menepuk bahu Djaafar. (Bulang Cahaya: 80). “Menggapa ke Johor? Menggapa tidak ke Malaka saja, supaya ananda dapat melihat bagaimana perang berlangsung?” “Johor itu jauh dari Malaka. Jadi, Belanda tidak mudah untuk menyerangnya. Ananda kan tahu, dalam rombongan ananda ada Yang Dipertuan Besar. Tidak boleh sampai jatuh ke tangan Belanda. Kalau sampai jatuh, berarti negeri kita jatuh dan kita kalah, “ ujar ayahnya. Suaranya tegas dan keras, tampak sebagai perintah. (Bulang Cahaya: 81).

Kutipan di atas menggambarkan Raja Haji saat menasihati anaknya,

Rajaf untuk tetap tinggal di Johor agar Raja Djaafar dapat melindungi

Yang Dipertuan Besar agar tidak jatuh ke tangan Belanda. Hal itu

disampaikan Raja Haji dengan tegas dan keras kepada Raja Djaafar.

5) TengkuPutih

Tengku Putih adalah ibu kandung dari Raja Djaafar. Dia adalah seorang

wanita yang anggun dan cantik. Umurnya sudah separuh baya. Seperti

tampak pada kutipan berikut.

Wanita anggun, cantik, separuh baya itu, kemudian bangkit dari duduknya di Dalam Besar, bagian istana tempat keluarga Yang Dipertuan Muda sering berkumpul. Dia, meletakkan ram sulamannya di atas meja,”Sudah hampir tengah malam. Sudah dingin. Tidurlah,” katanya sambil menepuk bahu anaknya.” (Bulang Cahaya: 57).

Raja Djaafar sangat dekat dengan ibunya, bahkan mereka sering

duduk-duduk di ruang dalam istana Kota Porong berbagi cerita kepada

Raja Djaafar. Seperti dalam kutipan di bawah ini.

Page 102: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

“Dari mana ibunya tahu ceritanya?” tanya Djaafar pada ibunya. Ketika itu usianya baru masuk 16 tahun. Raja Djaafar sangat dekat pada ibunya. Mereka berdua sering duduk-duduk di ruang dalam istana Kota Porong. Berbagi cerita. Kadang petang hari. Tapi lebih sering sebelah malam, menjelang tidur. ........................................(Bulang Cahaya: 45).

Tengku Putih terlihat cemburu ketika menceritakan tentang wanita Cina

yang dihadiahkan kepada ayahanda Raja Djaafar. Seperti yang dapat

dilihat pada kutipan berikut.

........................................................ Raja Djaafar tersenyum sejenak, meskipun dia tahu, ketika bercerita itu, ibunya tampak getir. Mungkin cemburu. Djaafar tersenyum karena membayangkan jalan hidup ayahnya. Ternyata, lelaki segak berahang kukuh dan gagah itu, banyak mendapat istri anugerah dari mana-mana. (Bulang Cahaya: 70).

Kutipan di atas menggambarkan Tengku Putih yang menceritakan

tentang istri anugerah yang diberikan kepada ayahanda Raja Djaafar.

Meskipun sebagai wanita Tengku Putih menyimpan rasa cemburu, tetapi

dia tetap menceritakan perihal itu kepada Raja Djaafar.

Tengku Putih merupakan anak keturunan bangsawan Johor. Hal itu

tampak dalam kutipan berikut.

..........….............................................................. Ibu Raja Djaafar adalah Tengku Putih, anak bangsawan Johor. “Istri-istri ayah Ananda yang lain, adalah anugerah,” kata ibunya suatu kali. Salah satu istri anugerah itu adalah Raja Perak, ibu Raja Hamidah, putri dari Daeng Kembodja, masih sepupu jauh ayahnya. (Bulang Cahaya: 59).

Page 103: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

6) Tengku Husein

Tengku Husin atau Tengku Long merupakan putra tertua dari Sultan

Mahmud dari ibu yang bernama Encik Makoh, keturunan Bugis. Sifat

yang dimiliki Tengku Husin adalah pemberang dan sombong. Hal itu

tampak dalam kutipan berikut.

Dua permaisuri Sultan, yang lainnya, yang tidak gahara itu? Seorang keturunan Bugis, anak saudagar dan seorang lagi keturunan Melayu, anak syahbandar. Untungnya mereka, yang dinikahi Sultan Mahmud, sesudah menikahi Tengku Puan, mempunyai masing-masing seorang putra. Karena dua permaisuri yang gahara tidak berputra, berarti putra keduanya berpeluanglah menjadi Sultan Riau Lingga. Tapi siapa dari keduanya? Sehari-hari Tengku Husin selalu tampil di balairung sebagai Tengku Besar, karena dialah yang lebih tua. ...................... Sedangkan Tengku Husin atau Tengku Long, anak Encik Makoh, keturunan Bugis. Agak pemberang, dan suka bepergian, dan kurang tekun dalam belajar berbagai ilmu. Sultan kononnya, kurang suka pada Tengku Long, dan kerap murka, kalau Tengku Long membuat kelakuan yang menjadi percakapan pihak istana. Tapi, Engku Puteri, tampaknya suka pada Tengku Long. Dia selalu membela Tengku Long, kalau Sultan murka. (Bulang Cahaya: 263-264). .......................................... Matanya yang sombong dan menghina. Bara cemburu bagai sembilu di ulu hatinya. Tapi dia segera sadar di mana dirinya berada dan untuk apa dia di sana. (Bulang Cahaya: 218).

Kutipan tersebut menggambarkan watak Tengku Husin atau Tengku

Long yang kurang disukai ayahnya, Sultan Mahmud, karena Tengku Husin

agak pemberang. Dia suka bermain dan bepergian. Dia juga malas belajar .

Oleh sebab itu, Sultan Mahmud sering marah kepada Tengku Husin karena

kelakuannya yang kurang baik sehingga menjadi bahan pergunjingan di

pihak istana. Namun, Tengku Puteri selalu membela Tengku Husin. Selain

Page 104: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

pemberang Tengku Husin juga mempunyai sifat yang sombong. Hal itu

terlihat saat dia melihat Raja Djaafar menghadap ayahnya, Sultan

Mahmud. Dia menampakkan mata kesombongan dan menghina Raja

Djaafar.

Tengku Husin pun menyimpan rasa cemburu kepada Raja Djaafar,

meskipun Tengku Buntat telah menjadi istrinya. Seperti dalam kutipan di

bawah ini.

“Entah dari mana ceritanya, sekarang Tengku Besar Husin hendak mengajak kak Buntat berlayar ke Terengganu dan Pahang, kalau sehari dua ini abang Djaafar masih di Lingga,” tambah Khalijah. Dia masih akan menambah cerita dan desas-desus yang diterimanya tentang kecemburuan Tengku Husin, dan gelisahnya Tengku Buntat, semenjak Raja Djaafar datang. Tapi karena tangan Raja Husin sudah merambah dadanya, merayap ke mana-mana, akhirnya sambil terkikik-kikik mereka berdua menyelesaikan malam yang melelahkan itu, dan tidur dengan pulas. (Bulang Cahaya: 238).

Kutipan tersebut menggambarkan bagaimana sikap cemburu yang

ditunjukkan Tengku Husin kepada Raja Djaafar ketika tahu Raja Djaafar

datang ke Lingga. Tengku Husin pun berusaha menjauhkan Raja Djaafar

dengan Tengku Buntat, istrinya. Dia tidak mau Raja Djaafar sampai

bertemu dengan istrinya. Jika Raja Djaafar tidak segera meninggalkan

Lingga, maka Tengku Husin akan membawa Tengku Buntat ke

Terengganu dan Pahang.

Page 105: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

7) Sultan Mahmud

Sultan Mahmud merupakan putra dari Tengku Abdul Jalil yang

diperoleh dari istrinya Puak Bugis, salah seorang anak dari Daeng

Marewa. Sultan Mahmud diangkat menjadi Sultan atau Yang Dipertuan

Besar saat belum berusia 12 tahun menggantikan ayahnya yang telah

meninggal. Pernyataan tersebut tampak pada kutipan di bawah ini.

............................. Setelah Sultan Sulaiman Badrulalamsyah wafat, dia digantikan anaknya Tengku Abdul Jalil. Tetapi hanya sebentar dan meninggal dalam perjalanan dari Rembau, Selangor, menuju Riau. Tengku Abdul Jalil digantikan oleh anaknya yang masih sangat kecil yaitu Mahmud, yang ketika dilantik masih berusia belum 12 tahun. Belum akil balig. ................................................................................................ Pelantikan Mahmud ini sempat menimbulkan sengketa karena ditentang oleh pihak Melayu. Tetapi dengan kehebatan Daeng Kembodja yang menjadi Yang Dipertuan Muda waktu itu, tak ada yang berani menghalangnya. (Bulang Cahaya: 61-62).

Kutipan di atas menggambarkan bahwa Sultan Mahmud merupakan

putra Sultan Abdul Jalil. Pada usia yang belum genap 12 tahun, Sultan

Mahmud diangkat menjadi Sultan Besar atau Yang Dipertuan Besar

menggantikan ayahnya yang telah meninggal. Sebab Sultan Mahmud

merupakan anak Sultan Abdul Jalil dengan Puak Bugis. Pelantikan

Mahmud sempat ditentang oleh pihak Melayu, tetapi karena adanya Daeng

Kembodja yang menjadi Yang Dipertuan Muda ketika itu maka semua

pihak tidak ada yang berani menghalanginya.

Page 106: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

Sultan Mahmud adalah seorang sultan yang cerdas, matang, dan

dewasa. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut.

Sultan Mahmud memang masih muda. Tetapi amat cerdas. Dalam usia yang relatif masih muda bagi seorang sultan, dia tampak sudah sangat matang dan dewasa dalam mengambil berbagai keputusan. ............................. (Bulang Cahaya: 168).

Kutipan di atas menggambarkan bahwa Sultan Mahmud adalah seorang

sultan yang cerdas. Meskipun usianya masih muda, tetapi dia dapat

menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi dalam pemerintahan.

Bahkan ketika menghadapi persoalan yang rumit, yaitu terjadinya perang

dan pembunuhan antara pihak Bugis yang dipimpin Raja Ali dengan pihak

Melayu yang dipimpin Tengku Muda Muhammad Sultan tampak marah

karena sikap kedua belah pihak yang tidak mau berdamai.

Sultan Mahmud menyelesaikan persoalan itu dengan bijak dan

mengambil keputusan secara dewasa dan matang sehingga kedua belah

pihak dapat berdamai kembali. Sultan Mahmud juga mempunyai sifat yang

arif, baik, dan tidak zalim. Seperti tampak pada kutipan di bawah ini.

............................... Yang Dipertuan Besar Mahmud menangkap kegelisahan itu, tapi dia arif. Tidak hendak berbicara banyak, namun memuji Raja Djafaar yang sudah menunjukkan kemampuannya sebagai Yang Dipertuan Muda. .................................................... (Bulang Cahaya: 251).

Kutipan di atas menggambarkan sikap arif yang dimiliki Sultan

Mahmud ketika menghadapi sikap marah, dendam, dan rasa benci yang

Page 107: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

93

dipendam Raja Djaafar. Sultan Mahmud pun tidak banyak mengajak

bicara kepada Djaafar karena Sultan dapat merasakan apa yang yang

dirasakan Raja Djaafar. Dia kecewa karena Tengku Husein, anak Sultan

Mahmud yang telah menjadi suami dari kekasihnya berbuat ulah telah

Raja Djaafar. Sultan Mahmud juga seorang sultan yang baik dan tidak

suka berbuat zalim kepada rakyatnya, hingga Sultan Mahmud disukai

semua rakyat negerinya. Hal itu dapat dibuktikan ketika Sultan Mahmud

meninggal dunia semua rakyat sangat sedih dan merasa kehilangan,

bahkan mereka menangis semalam dan berdoa untuk arwah Sultan agar

dilapangkan di alam barzah.

8) Engku Puan Pahan dan Engku Putri

Engku Puan Pahang dan Engku Puteri merupakan permaisuri dari

Sultan Mahmud. Keduanya sama-sama tidak mewarisi putra mahkota.

Secara fisik, Engku Puan Pahang adalah seorang permaisuri yang paling

cantik, tinggi sempai, dan matanya bak sepasang kejora. Adapun Engku

Puteri adalah keturunan Bugis. Engku Puteri anggun, berwibawa, tegar,

tegas, dan berpikiran luas. Seperti dalam kutipan di bawah ini.

“Raja Djaafar terbayang pada para permaisuri Sultan yang empat orang itu. Apakah Engku Puan Pahang dan Engku Puteri menyimpan masalah dengan baginda Sultan? “Mereka berdua memang sedang berebut kasih Sultan, dan keduanya sama-sama malang tidak mewarisi putra mahkota. Yang satunya, memang permaisuri yang paling cantik, tinggi semampai, dengan mata bak sepasang kejora. Puteri Pahang yang tercantik. Kononnya kesayangan Sultan dalam hidup berumah tangga, tapi karena tidak berputra, merasa

Page 108: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

94

seperti tak berguna. Merasa tersisihkan, dan hampir hilang kuasa. Kononnya, Puteri Pahang ini sempat hamil, melahirkan seorang anak perempuan, tetapi meninggal semasa masih dalam hari. Yang satunya lagi, turunan Bugis. Anggun dan berwibawa. Tegar, tegas, dan berpikiran luas. Berilmu. Dikasihi Sultan karena nasihat-nasihatnya, pandangannya tentang Negara sungguh bijak. Karena itu dijadikan pemegang regalia kerajaan. Tapi juga tidak berputra, dan semasa awal perkawinan, memang lebih banyak berdiam di Indera Sakti, membangun negeri Riau. Baru selama Sultan gering, dia banyak di Lingga. (Bulang Cahaya: 262-263).

Kutipan di atas menggambarkan tentang kedua permaisuri Sultan

Mahmud, yaitu Engku Puan Pahang dan Engku Puteri. Engku Puan

Pahang yang paling cantik. Dia menjadi kesayangan Sultan dalam

berumah tangga, tetapi Engku Puan tidak mempunyai putra karena itu dia

merasa tersisihkan dan hampir kehilangan kuasa. Engku Puteri anggun dan

juga berwibawa. Dia sangat pandai. Dia dikasihi Sultan karena banyak

memberikan nasihat dan pandangannya sangat bijak tentang Negara. Oleh

karena itu, Engku Puteri dijadikan pemegang regelia kerajaan. Engku

Puteri juga tidak mempunyai putra.

Engku Puteri juga teguh dalam pendirian, berani, dan keras hati, tetapi

juga emosional. Hal itu tampak pada kutipan berikut.

Tapi Djaafar tidak tampak terkejut dan terperanjat. Dia sudah menduga hal itu akan terjadi. Dia sudah tahu sikap keras hati saudaranya itu. Orangnya cerdas, berani, dan tak pernah mau mengalah. “Dia jujur dan lurus. ....................... (Bulang Cahaya: 282). Engku Puteri memang langsung menjawab. “Adinda pikir, memang begitulah adanya. Adinda akan tetap memegang teguh pendapat Adinda dan hak bicara Adinda sebagai

Page 109: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

95

pemegang regelia. Terpulang kepada Kakandalah apa yang akan Kakanda lakukan,” Engku Puteri tak mau mundur setapak pun dari pendapatnya. (Bulang Cahaya: 282-283).

Kutipan di atas menggambarkan bahwa Engku Puteri mempunyai sifat

yang keras hati dan teguh pendirian. Hal itu terjadi ketika Yang Dipertuan

Muda Raja Djaafar mengangkat Tengku Jumat menjadi Yang Dipertuan

Besar. Sebagai pemegang regelia, Engku Puteri tidak setuju jika jabatan

Yang Dipertuan Besar yang seharusnya diberikan kepada Tengku Husin

diberikan kepada Tengku Jumat dengan alas an Tengku Husin tidak ada di

istana pada saat meninggalnya Sultan Mahmud. Meskipun Raja Djaafar

telah membujuk Engku Puteri untuk menobatkan Tengku Jumat

menggantikan Sultan Mahmud, tetapi Engku Puteri tetap menolak. Dia

tidak akan pernah memberikan sirih besar untuk Tengku Jumat. Engku

Puteri marah dan menganggap Raja Djaafar telah menyalahi aturan. Engku

Puteri tetap pada pendiriannya.

9) Tengku Muda Muhammad

Tengku Muda Muhammad merupakan ayah dari Tengku Buntat

keturunan dari Melayu. Tengku Muda Muhammad mempunyai sifat arif

dan lembut. Seperti tampak pada kutipan berikut.

................................................................................................ Sikap lembut ayahnya, membuat Tengku Buntat terkejut, karena dia tahu bagaimana tak sukanya ayahnya kepada orang-orang Bugis. Dia ingat betul bagaimana satu kali ayahnya setengah mengamuk, memberi tahu seisi rumah bahwa dia tak ingin kalau sampai ada anak-anak bujang keturunan Bugis datang bertandang ke rumahnya. “Kalian

Page 110: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

dengar semuanya…Aku haramkan anak orang-orang Bugis itu menjejakkan kaki ke tangga rumah. Jangan ada yang coba-coba menentang… Keris padahnya,” katanya setengah memekik. Buntat tahu, kata-kata itu ditujukan padanya sebagai peringatan. (Bulang Cahaya:119).

Kutipan di atas menggambarkan sifat kearifan Tengku Muda

Muhammad saat akan diangkat menjadi Yang Dipertuan Muda, dia

berusaha memberikan suara bahwa Yang Dipertuan Muda adalah menjadi

hak orang-orang Bugis. Sifat sayang dan lembut Tengku Muda

Muhammad ditunjukkan kepada putrinya, Tengku Buntat. Meskipun

Tengku Muda tidak menyukai orang-orang Bugis, tetapi dia tetap bersikap

sayang dan lembut kepada anaknya. Dia berharap agar anaknya itu tidak

melanjutkan hubungannya dengan Raja Djaafar, yang merupakan

keturunan dari Bugis. Tengku Muda bahkan ingin orang-orang Bugis

menyingkir dari tanah Melayu.

10) Raja Andak

Raja Andak merupakan tokoh dari pihak Bugis. Raja Andak adalah

orang yang sulit ditebak. Dialah yang menjaga semua kepentingan pihak

Bugis. Dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.

Kedua tokoh yang berseteru itu, terpekur, dan tampak berpikir keras untuk menjawabnya. Tapi tiba-tiba, Raja Andak, kembali mengatur sembah dan angkat bicara. Dia berdehem, dan pihak Melayu pun langsung berpaling dengan kepala tegak. Reaksi seperti sudah selalu terjadi, bila Raja Andak angkat bicara. Karena bagi pihak Melayu, Raja Andak ini, orang yang sulit ditebak. Dialah tokoh di belakang layar semua tindak-tanduk pihak Bugis selama ini. Apa yang dikatakannya, selalu menjadi ikutan pihak Bugis.

Page 111: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

97

............................................................. (Bulang Cahaya: 172).

Kutipan tersebut menggambarkan bahwa bagi orang Melayu Raja

Andak dianggap sebagai ular tedung, yaitu tokoh yang yang ada di

belakang layar semua tingkah laku pihak Bugis. Dialah yang menjaga

semua kepentingan pihak Bugis, termasuk menempatkan para pembesar

keturunan Bugis di sekeliling Sultan, serta mengatur perkawinan antara

para bangsawan kerajaan dengan pihak sebelah Bugis. Pihak Melayu juga

menuduhnya telah menyingkirkan atau mengganjal kepentingan Melayu.

11) Raja Lumu

Raja Lumu merupakan paman dari Raja Djaafar. Raja Lumu sebagai

Yang Dipertuan Besar di Selangor. Raja Lumu mempunyai sifat yang arif.

Seperti tampak pada kutipan di bawah ini.

..........................................Dia rasanya ingin saja segera kembali ke Selangor, bertemu Yang Dipertuan Besar Raja Lumu, pamannya yang arif itu, untuk meminta nasehat. Pamannya itu selalu punya cara untuk mengatasi berbagai hal. Dialah guru politik dan bisnisnya selama ini. Yang mengajarkan ketegaran, dan keberanian untuk membuat keputusan. Yang mengajarkan ilmu memecahkan masalah, dan ilmu menghindar masalah. (Bulang Cahaya: 236).

Kutipan di atas menggambarkan bahwa Raja Lumu selalu bersikap arif

ketika memberikan nasihat di bidang politik dan bisnis kepada Raja

Djaafar. Pamannya itu selalu memberikan cara kepada Raja Djaafar untuk

mengatasi berbagai hal yang dihadapinya. Selain ilmu di bidang politik

Page 112: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

98

dan bisnis, Raja Lumu juga mengajarkan tentang ketegaran hati,

keberanian untuk membuat suatu keputusan, mengajarkan ilmu

memecahkan masalah, dan ilmu menghindari masalah.

12) Daeng Kemboja

Daeng Kemboja merupakan putra dari Daeng Perani, Raja Muda di

Selangor. Ayahnya juga salah satu dari lima anak bangsawan Bugis, Luwu

di Sulawesi. Daeng Kemboja lahir di Pulau Siantar.

Dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.

................................................................................................ Ibunya lantas menceritakan siapa-siapa saja adik beradik datuknya itu. Mereka itu adalah Daeng Perani, Daeng Marewa, Daeng Manambun, dan Daeng Kumasi. Mereka berlima adalah putra dari Daeng Rilaka, bangsawan Kerajaan Luwu di Sulawesi. ..................................... Mulai dari Palembang, Bangka, terus ke Jambi, Siak, Bengkalis, sampai ke Johor. Bahkan sampai ke Kemboja. “Makanya salah satu putra datuk ananda Daeng Perani, diberi nama Daeng Kemboja. Karena dia dilahirkan dalam perjalanan pulang dari Kemboja, dan lahir di Pulau Siantan, salah satu pulau di Pulau Tujuh,” cerita ibunya lagi. (Bulang Cahaya: 46). “Datuk ananda Daeng Celak itu, adalah yang paling gagah di antara lima bersaudara itu. Orangnya segak. Kulitnya hitam manis. Tubuhnya gempal, tapi sangat lemah lembut. Raut wajahnya selalu simun, tidak keras seperti saudaranya yang lain. Yang paling seram wajahnya, adalah Daeng Perani. Misalnya lebat dan matanya selalu kemerah-merahan, “ lanjut ibunya. (Bulang Cahaya: 45-46).

Kutipan di atas menggambarkan bahwa diberinya nama Daeng

Kemboja adalah karena Daeng Kemboja lahir dalam perjalanan pulang

Page 113: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

99

Dari Kemboja, dan lahir di Pulau Siantan, yang merupakan salah satu

pulau di Pulau Tujuh.

Daeng Kemboja mempunyai sifat yang tegas, berani, dan kukuh. Selain

itu, juga pemarah. Hal itu tampak dalam kutipan berikut.

Pelantikan Mahmud ini sempat menimbulkan sengketa karena ditentang oleh pihak Melayu. Tetapi dengan kehebatan Daeng Kemboja yang menjadi Yang Dipertuan Muda waktu itu, tak ada yang berani menghalanginya. ................................................................................................(Bulang Cahaya: 62). “Tapi Daeng Kemboja seperti batu karang. Kukuh dan tak mau menerima pendapat orang lain. “ “Sumpah setia Melayu-Bugis tatkala di Johor dulu sudah menyatakan bahwa yang berhak menjadi Yang Dipertuan Besar adalah keturunan Tengku Sulaiman. Keturunan, bukan saudara mara. Kami pihak sebelah Bugis tidak mau berkhianat dan tidak amanah. Apa pun terjadi, ananda Mahmud harus dilantik dan dirajakan di Riau,” kata Daeng Kemboja dengan marah. (Bulang Cahaya: 107).

Kutipan di atas menggambarkan sifat tegas, berani, dan kukuhnya

Daeng Kemboja ketika melantik Sultan Mahmud sebagai pengganti Yang

Dipertuan Besar Abdul Jalil. Meskipun keputusannya itu ditentang oleh

pihak Melayu, tetapi dengan kehebatannyanya menjadi Yang Dipertuan

Muda waktu itu, tidak ada yang yang berani menghalanginya. Daeng

Kemboja berani menghadapi siapa pun yang menentang keputusannya itu.

13) Daeng Celak

Daeng Celak merupakan keturunan Bugis asli dan seorang bangsawan.

Daeng Celak adalah salah satu dari lima bangsawan Bugis Luwu yang

Page 114: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

100

merantau ke semenanjung Melayu. Daeng Celak bertubuh gempal dan

gagah. Sifat Daeng Celak adalah lemah lembut, simun. Seperti tampak

pada kutipan di bawah ini.

................................................................................................ “Datuk ananda Daeng Celak itu, adalah yang paling gagah di antara lima bersaudara itu. Orangnya segak. Kulitnya hitam manis. Tubuhnya gempal, tapi sangat lemah lembut. Raut wajahnya selalu simun, tidak keras seperti saudaranya yang lain. Yang paling seram wajahnya, adalah Daeng Perani. Misalnya lebat dan matanya selalu kemerah-merahan,” lanjut ibunya. (Bulang Cahaya: 45).

Kutipan di atas menggambarkan bahwa Daeng Celak adalah seorang

bangsawan Bugis asli. Dia mempunyai tubuh yang gagah dan segak. Kulit

tubuhnya berwarna hitam manis. Sifat yang dimiliki Daeng Celak berbeda

dengan saudaranya yang lain. Daeng Celak berwatak lemah lembut,

sedangkan saudaranya yang lain bersifat keras. Apalagi Daeng Perani, dia

memiliki wajah yang paling seram dan matanya terlihat selalu kemerah-

merahan. Daeng Celak merupakan salah satu dari lima bangsawan Bugis

yang datang merantau ke semenanjung Melayu.

c. Latar/Setting

Latar dalam novel ini, meliputi latar tempat, latar waktu, latar sosial, dan

latar suasana.

Page 115: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

101

1) Latar Tempat

Latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai

ke pantai timur semenanjung Malaysia, dengan latar belakang sejarah

Kerajaan Melayu Riau Lingga.

Novel Bulang Cahaya ini, ditulis dengan setting daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai timur semenanjung Malaysia, dengan latar belakang sejarah Kerajaan Melayu Riau Lingga…(Bulang Cahaya: 1).

Selain di Kepulauan Riau, latar lain yang digunakan pengarang adalah

di Kelang. Di tempat itulah Raja Djaafar beserta istri dan anaknya tinggal

sejak Raja Djaafar meninggalkan Riau lima tahun yang lalu.

Di Kelang pun, Djafaar sudah berkali-kali menceritakan kabar itu kepada kerabat dekatnya.” …... (Bulang Cahaya: 22).

Latar tempat yang lain adalah di Kampung Bulang, Kota Piring,

Tanjung Unggat. Tempat itu merupakan letak kampungnya Tengku

Buntat.

Sosok Kampung Bulang, Kota Piring, Tanjung Unggat, dan kampung-kampung kecil yang sudah lama ditinggalkan itu, tiba-tiba muncul satu per satu… (Bulang Cahaya: 30).

Latar tempat lain yang digunakan pengarang adalah di Malaka. Di

situlah ayah Raja Djafaar yaitu Raja Haji bertempur dengan Belanda

untuk merebut Malaka dari tangan Belanda.

Page 116: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

102

Subuh, sebelum selepas kemenangan itu, setelah rencana menyerang Malaka disetujui, ayahnya dan seluruh armada Riau bertolak lagi ke Malaka… (Bulang Cahaya: 82).

2) Latar Waktu

Latar waktu dalam novel ini adalah pada petang hari pukul lima sore.

Saat itu, Raja Husin dengan rombongan Kerajaan Riau tiba di Kelang.

Raja Husin tiba pukul 5 petang dengan rombongan Kerajaan Riau lebih sepuluh orang… (Bulang Cahaya: 25).

Latar waktu dalam novel ini juga terjadi pada siang hari tepatnya saat

Raja .

Pada suatu siang, sehabis gemuruh tembakan meriam, terdengar pekikan yang riuh rendah. “Hore…hore…kita menang…Hari itu sudah hampir setahun perang berlangsung. (Bulang Cahaya: 77).

Latar waktu juga terjadi sehabis Magrib. Saat itu Sultan Mahmudsyah

telah sampai di Balairung beserta semua para pembesar negeri dan kedua

putra mahkotanya.

Sehabis Magrib, Yang Dipertuan Besar Mahmudsyah sampai di balairung. Para pembesar negeri semuanya menghadap dan beratur di majelis itu. Mahmud duduk di singgasananya. Dua Tengku Besar atau putra mahkota, yaitu Tengku Husin dan Raja Abdul Rahman juga hadir. Hanya Temenggung dan bendahara yang tidak tampak. (Bulang Cahaya: 217).

Latar waktu dalam novel ini juga terjadi saat Subuh ketika Djaafar

bangun dari tidurnya karena mendengar suara kokok ayam bertalu-talu.

Page 117: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

103

Menjelang Subuh Djaafar terbangun, karena kokok ayam bertalu-talu. Dia mengangkat kepala dan menyandarkan punggungnya ke bantal peraduan yang bersusun lapis. Nyenyak sekali rupanya dia tidur, sehingga tak ingat apa pun, termasuk mimpi-mimpinya. Dia bangkit dan berjalan menuju jendela bilik dan memandang ke arah luar istana dari celah-celah tirai. (Bulang Cahaya: 226-227).

3) Latar Sosial

Latar sosial menceritakan kehidupan sosial para tokohnya. Dalam kisah

ini, latar sosial Raja Djaafar dan Raja Haji. Raja Djaafar dikisahkan

sebagai keturunan Bugis, tetapi bukan Bugis murni. Ayahnya bernama

Raja Haji, merupakan keturunan Bugis Melayu dan merupakan keturunan

salah satu dari lima bangsawan Bugis Luwu. Raji Haji mempunyai gelar

Raja sebagai gelar kebangsawanannya. Raja Haji Djaafar merupakan Yang

Dipertuan Muda IV Riau. Adapun ibu Raja Djaafar adalah Tengku putih,

adalah keturunan anak bangsawan Johor. Raja Djaafar mempunyai gelar

Raja sebagai gelar kebangsawannya. Seperti pada kutipan berikut.

Djaafar memang keturunan Bugis. Tapi bukan Bugis tulen. Ayahnya adalah Raja Haji, juga bukan Bugis murni, karena masih mengalir darah Melayu dari sebelah ibu, Tengku Mandak. Tapi datuknya, Daeng Celak, memang Bugis asli. Bangsawan lagi. Menurut cerita ibunya, Daeng Celak adalah salah satu dari 5 bangsawan Bugis Luwu yang datang merantau ke semenanjung Melayu. (Bulang Cahaya: 45).

4) Latar Suasana

Latar suasana yang ada dalam novel ini adalah suasana dendam dan

cemburu antara pihak Melayu dan Bugis. Yakni saat pelantikan Mahmud

sebagai Sultan dari keturunan Bugis. Namun, hal itu ditentang oleh pihak

Page 118: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

104

Melayu. Peristiwa ini yang dianggap menjadi puncak perseteruan antara

pihak Melayu dan Bugis sehingga selalu tercipta suasana dendam dan

cemburu antara kedua belah pihak.

Peristiwa inilah yang selalu dianggap menjadi puncak perseteruan antara pihak Melayu dan Bugis. Puncak dari pelanggaran terhadap sumpah setia Melayu-Bugis yang dibuat di masa awal persekutuan mereka di Johor dahulunya. Di tengah suasana dendam dan kecemburuan itulah, Raja Haji, ayah Djaafar memerintah sebagai Yang Dipertuan Muda, menggantikan Daeng Kemboja. .................... Raja Djaafar dapat mengingat dengan jelas bagaimana kharisma ayahnya. Belanda sangat segan dan hormat pada ayahnya. Karena itu utusan Belanda selalu datang ke Riau dan membawa hadiah-hadiah, atau sebaliknya ayahnya diundang ke Malaka oleh Gubernur Malaka. (Bulang Cahaya: 62-63).

Selanjutnya, dikisahkan tentang suasana muram yang

dirasakan Tengku, Raja Djaafar, dan seluruh penghuni istana saat

Raja Haji meninggal saat berperang melawan Belanda untuk

merebut Malaka dari tangan Belanda. Sorot mata mereka

menunjukkan suasana yang luka dan penuh dendam.

................................................................................................ Di tengah suasana muram demikian, tiba-tiba Djaafar berpikir: siapa yang harus tampil memimpin? Memimpin perang dan pembalasan perang itu? Memimpin orang-orang yang semuanya seperti sudah kehilangan pegangan. Semua seperti pasrah dan menyerah. “Ibu, siapa yang akan memimpin kita berperang lagi melawan Belanda? Kenapa ananda tak boleh menggantikan ayahanda. Biarlah ananda menghadap Yang Dipertuan Besar. Biarlah ananda tewas, agar terbalas dendam kita semua,” tiba-tiba Djaafar bersimpuh di depan lutut ibunya. Ibunya terkesima. Matanya membesar, dan tiba-tiba dia meraung. (Bulang Cahaya: 87).

Page 119: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

105

d. Tema

Tema yang terdapat dalam novel Bulang Cahaya ini adalah

universal tentang kisah kasih tak sampai dan juga mewartakan sebuah

pandangan kultural tentang perjalanan sejarah sebuah puak yang

bernama Melayu.

Tema novel Bulang Cahaya ini lebih pada tema percintaan yang

tidak sampai, dan dikemas dalam politik kekuasaan yang akhirnya

berujung pada dendam. Hal itu bisa dilihat pada kutipan di bawah ini.

................................... Berumah tangga di usia yang hampir 40 tahum sungguh agak terlambat. Nyaris jadi bujak telajak, gara-gara patah hati”, gumam Husin. ......................................... (Bulang Cahaya: 32) “Sudah lama beta ingin melupakan Riau. Melupakan rasa sakit yang sudah mereka toreh. Beta sudah setengah bersumpah. Tapi sekarang, mereka membuka lagi luka lama itu. .......................... (Bulang Cahaya: 17). Dia marah, dia ingin mengamuk, dan dia nyaris mau bersumpah untuk tidak lagi datang bertandang dan bertemu Buntat............... (Bulang Cahaya: 133)

Dari kutipan di atas diterangkan bahwa tokoh utama Djaafar sedang

mengalami patah hati yaitu kepada Tengku Butat. Tengku Butat dijodohkan

dengan Raja Husin, sahabat Raja Djaafar ketika masih di Riau. Akhirnya Raja

Djaafar pindah ke Selangor dan memutuskan untuk tidaka akan kembali ke

Riau lagi.

Page 120: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

106

e. Sudut Pandang Sudut pandang yang digunakan oleh pencerita adalah sudut

pandang orang ketiga serba tahu. Maksudnya pencerita mengetahui hal-

hal yang dilakukan oleh tokoh utama hingga dapat mengamati segala

sesuatu yang terjadi, bahkan menembusi pikiran dan perasaan tokoh.

Pencerita dapat berkomentar dan memberikan penilaian subjektifnya

terhadap apa yang dikisahkannya. Hal itu bisa dilihat pada kutipan

berikut.

Djaafar terdiam. Dia paham kini mengapa mengapa ayahnya memaksanya untuk tidak ikut berperang................. (Bulang Cahaya: 81)

Berdasarkan kutipan di atas, pencerita dapat mengetahui hal yang

tidak terlihat atau tampak pada diri tokoh utama.

Djaafar ingat bagaimana perang antara Riau dan belanda meletus................ (Bulang Cahaya: 75) Pikiran Buntat segera kembali ke rumahnya, ke pertemuan siang tadi dengan suaminya, Tengku Husin, Tengku Long................. (Bulang Cahaya: 300) Tiba-tiba Husin tersenyum, ketika kembara pikirannya melintas seperti mesin waktu, dan menukik masuk ke lorong-lorong masa lampau mereka................................... (Bulang Cahaya: 30)

Dari contoh kutipan-kutipan di atas sangat jelas terlihat bahwa

pencerita dapat mengetahui semua aktivitas tokoh-tokoh yang ada

Page 121: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

107

dalam novel Bulang Cahaya tersebut, hingga pada yang tidak tampak

sekalipun seperti batin, pikiran, dan renungannya.

2. Transformasi Budaya dalam Novel Bulang Cahaya karya Rida K. Liamsi

Budaya dalam novel Bulang Cahaya memiliki keanekaragaman,

mengingat adanya transformasi yang saat itu tengah berkembang. Adanya

hubungan antara kehidupan masyarakat dan kebudayaan dapat dilihat adanya

kerajaan-kerajaan yang memang menjadi setting dalam novel tersebut. Proses

transformasi dapat dilakukan melalui dua cara yaitu sosialisasi dan enkulturasi.

a. Sosialisasi

Tahapan proses transformasi melalui mengenal dan belajar dari teman atau

keluarga kemudian mengembangkan potensi seiring dengan perkembangan

pribadinya. Dengan kata lain, pengetahuan dasarnya dikembangkan dengan

kebiasaan/kebudayaan tempat keluarga tersebut tinggal atau berada.

Dalam novel Bulang Cahaya ini sosialisasi terhadap transformasi budaya

dapat kita lihat pada tokoh Raja Djaafar pada saat dia mengenal Buntat.

Budaya Raja Djaafar adalah budaya Melayu, sedangkan Buntat budaya Bugis.

Akan tetapi Raja Djaafar dapat mengenal dan belajar hal tersebut yaitu pada

saat dia mulai mencinta Buntat. Hal itu dapat dilihat pada kutipan:

........................................................................................................ “Biar sajalah, aku dan Buntat mengejar keturunan Bugis. Keturunan Melayu, tak dapat dipercaya. Tak setia,”katanya.......................... (Bulang Cahaya: 148).

Page 122: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

108

Dari kutipan tersebut, Raja Djaafar yang termasuk keturunan Bugis dapat

mengetahui budaya Melayu. Hal tersebut berdasarkan sosialisasi terhadap

Buntat kepada Raja Djaafar, dia dapat mengetahui hal-hal tentang budaya

Melayu. Dari kutipan di atas, Raja Djaafar sudah mengetahui ketika Buntat

akan dikawinkan dengan Ilyas, yang masih termasuk dalam budaya Melayu itu

sendiri. Dari situlah raja Djaafar mengetahui seluk beluk budaya Melayu.

b. Enkulturasi

Proses mengetahui dan menyesuaikan diri dari segala sikap, pikiran, adat

istiadat, sistem sosial, nilai yang berlaku. Dalam novel Bulang Cahaya ini,

enkulturasi terlihat pada saat Raja Djaafar menyesuaikan diri saat dia hijrah

meninggalkan Melayu dan pada akhirnya kembali lagi ke Riau. Raja Djaafar

mengetahui bahwa dalam sebuah kerajaan adalah tradisi, adat istiadat. Maka

dia telah meneguhkan prinsipnya, dan tidak mau kalah hanya dengan air mata.

Hal itu diperkuat saat dia hijrah di Kelang. Hal itu dapat dilihat pada kutipan.

............................................................................................................Hati Djaafar semakin teguh. Meskipun dia tahu, sebuah kerajaan adalah sebuah tradisi. Sebuah adat istiadat....................................................... (Bulang Cahaya: 312).

Dari proses enkulturasi tersebut dapat diketahui bahwa Raja Djaafar

semakin teguh hatinya saat setelah dia memutuskan untuk meninggalkan Riau

ketika hatinya hancur karena pertentangan cintanya yang tidak direstui bersama

Buntat hanya lantaran perbedaan budaya. Namun, Raja Djaafar demikian

Page 123: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

109

mampu memahami serta menyesuaikan sikapnya saat di budaya orang lain

yang akhirnya dia bawa dalam kehidupannya.

3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Transformasi Budaya dalam Novel

Bulang Cahaya

Terjadinya faktor-faktor budaya tersebut dipengaruhi berbagai macam hal,

antara lain faktor internal berkaitan dengan sikap pendukung kebudayaan itu

sendiri; sementara faktor eksternal berhubungan dengan penetrasi kebudayaan

luar. Penetrasi kebudayaan luar merupakan konsekuensi logis dari pilihan untuk

membuka relasi dengan kebudayaan lain. Namun, pengaruh dari penetrasi tersebut

akan sangat bergantung pada pola respons pendukung kebudayaan yang

bersangkutan. Selain hal tersebut adanya pengaruh dengan kebudayaan lain, tokoh

utama sebagai sentral yang akan memengaruhi munculnya budaya yang ada, serta

peristiwa yang dilakukan oleh tokoh-tokoh dalam novel Bulang Cahaya ini juga

merupakan faktor yang memengaruhi. Dan lebih dari itu, masih banyak faktor-

faktor yang memengaruhi transformasi budaya dalam novel Bulang Cahaya hal

itu dapat dilihat penyebab-penyebabnya, antara lain sebagai berikut.

a. Kontak dengan Kebudayaan Lain

Tokoh utama dalam novel Bulang Cahaya ini adalah Raja Djaafar, yang

pindah ke Selangor. Dari Kelang budaya Melayu dibawa oleh tokoh utama ke

Kota Bulang, kepulauan Riau. Hal itu bisa dilihat pada kutipan berikut ini:

Di Kelang pun, Djaafar sudah berkali-kali menceritakan kabar itu kepada beberapa kerabat dekatnya. “Beta tak akan ke Riau lagi. ini sudah keputusan, jangan ada yang coba

Page 124: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

110

membujuk,”tambahnya dengan wajah memerah menahan amarah terpendam (Bulang Cahaya: 22).

Djaafar, tokoh utama selama mudanya hidup di Riau. Dan harus pindah ke

Kelang, Selangor untuk menghindari rasa sakitnya pada Tengku Butat. Dari

situlah faktor kebudayaan Melayu memengaruhi.

b. Konflik antara Melayu dan Bugis

Terjadinya konflik antara Melayu dan Bugis memengaruhi adanya faktor

kebudayaan Melayu. Melayu dan Bugis pernah bersatu pada saat melawan

penjajah. Namun karena perebutan kekuasaan dalam menduduki tahta kerajaan

akhirnya hubungan Melayu dan Bugis kembali pecah. Terlebih lagi tidak

direstuinya hubungan antara Raja Djaafar dengan Tengku Buntat. Hal tersebut

dapat dilihat pada kutipan di bawah ini:

Peristiwa inilah yang selalu dianggap menjadi puncak perseteruan antara pihak Melayu dan Bugis. Puncak dari pelanggaran terhadap sumpah setia Melayu dan Bugis yang dibuat di masa awal perseketuan mereka di Johor dahulunya. (Bulang Cahaya: 62) .................................

“Sakit hati orang Melayu kepada kita orang Bugis dan keturunannya takkan mudah hilang. Walaupun dia berbaik sangka dan mau menerima menantu keturunan Bugis, pasti ada apa-apanya. Mungkin itu siasat, “kata Raja Andak, pemegang kendali adat dari Pihak Bugis. (Bulang Cahaya: 129).

Page 125: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

111

Adanya konflik antara Melayu dan Bugis merupakan faktor yang

memengaruhi adanya transformasi budaya yang dibawa oleh tokoh-utama,

Raja Djaafar.

c. Politik dalam Berebut Kekuasaan

Selain kontak dengan kebudayaan lain dan adanya konflik antara Melayu

dan Bugis, politik dalam berebut kekuasaan juga memengaruhi adanya

transformasi kebudayaan. Adanya perebutan kekuasaan, padahal sudah

dinobatkan bahwa tahta akan diberikan secara turun temurun. Akan tetapi

sehubungan adanya perselisihan paham antara Melayu dan Bugis maka antara

pihak Melayu dan Bugis memiliki calon untuk dijadikan sebagai Yang

Dipertuan Muda atau Raja. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut.

Djaafar sudah sejak lama mendengar desas desus, cerita dan bisik-bisik ihwal pertentangan di kalangan istana di Riau. Kematian Sultan Abdul Jalil misalnya, kononnya diracun oleh pihak Bugis, karena ingin merajakan Tengku mahmud yang ibunya berdarah Bugis. Daeng Kembodja, kononnya diracun pihak Melayu, karena marah telah merampas tahta kesultanan Riau dari tangan orang Melayu. Lalu Raja Ali Marhum Pulau Bayan, kabarnya diracun kerabat Temenggung yang marah karena Raja Ali merampas jabatan yang Dipertuan Muda dari tangan Tengku Muda Muhammad yang orang Melayu. Dan sekarang Sultan Mahmud, Yang Dipertuan Besar Riau, kononnya juga diracun, karena kecemburuan para permaisurinya, seperti yang dia dengar di Selangor. (Bulang Cahaya: 205).

Hal-hal di atas merupakan faktor-faktor yang memengaruhi adanya

transformasi budaya dalam novel Bulang Cahaya karya Rida K. Liamsi.

Kebudayaan Melayu selalu ada dan ruhnya akan bangkit kembali, baik di

Page 126: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

112

daerah asalnya ataupun di kawasan lain. Minat dan perhatian masyarakat

terhadap budaya ini, sebenarnya refleksi dan bukti dari masih kuatnya ruh

budaya Melayu tersebut dalam jiwa para pendukungnya sehingga hal itulah

yang memengaruhi munculnya transformasi budaya Melayu pada novel

Bulang Cahaya ini.

4. Budaya Melayu dalam Novel Bulang Cahaya Karya Rida K. Liamsi

Novel Bulang Cahaya pengarangnya seakan-akan membuat versi lain

tentang Sejarah Melayu Lingga yang berbeda dengan versi yang sudah ada. Hal

ini tampak ketika pengarang justru menempatkan tokoh Raja Djaafar sebagai

tokoh utama sekaligus hero cerita. Dipilihnya tokoh Raja Djaafar sebagai hero

dan tokoh utama dalam novel menjadi sangat menarik karena hampir semua versi

sejarah dari buku-buku sejarah temtang Riau peranan Raja Djaafar sebagai Yang

Dipertuan Muda tidak dianggap dominan. Peranan Raja Djaafar dalam kitab

Tuhfat al-Nafis yang dianggap sejarah “resmi” kerajaan Riau yang tampak

menonjol dan “dipuji” hanya tampak ketika tokoh ini berhasil melaksananakan

perintah Yang Dipertuan Besar (Sultan) Sultan Mahmud untuk menagkap dan

memenggal kepala seorang tokoh agama bernama Lebai Kemat yang berasal dari

Minangkabau yang mengajarkan ajaran sesat bahwa ia adalah Tuhan.

Budaya Melayu yang dideskripsikan juga tampak pada pemilihan tokoh

Raja Djaafar sebagai tokoh utama, hero dan protagonis juga terasa menarik dan

merupakan sebuah “keberanian” yang sangat “mencengangkan” mengingat

selama ini dalam berbagai versi tentang sejarah Melayu Raja Djaafar selalu dicap

Page 127: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

113

sebagai tokoh antagonis penyebab keruntuhan kerajaan Ria-Lingga. Sedangkan

yang selalu dianggap tokoh protagonis dan luar biasa adalah Engku Puteri Raja

Hamidah adik dan saudara seayah dari Raja Djaafar, yang merupakan isteri

keempat Sultan Mahmud Marhum Besar (1803 M) yang berseberangan secara

politis dengan Raja Djaafar. Bahkan dalam kitab-kitab babon sejarah Melayu

semacam Tuhfat al-Nafis, Raja Djaafar disebut-sebut secara langsung sebagai

biang keladi runtuh dan terrbelahnya kerajaan Riau Lingga karena menobatkan

Sultan Abdurrahman putera tiri kedua Sultan Mahmud tanpa meminta

persetujuan Engku Puteri sebagai pemegang regelia kerajaan. Terjadinya faktor

budaya Melayu dalam novel ini dikarenakan tema yang diangkat mengenai

kekuasaan Kerajaan Lingga yang berdiri di Melayu. Dengan mengambil inti dari

berbagai macam skema tentang cultural universals yang bisa didapat pada

masyarakat di dunia adalah sebagai berikut.

a. Transformasi Sistem Kepercayaan

Masyarakat Bulang masih menganut kepercayaan-kepercayaan mistik.

Mengingat daerah tersebut sangat terkenal dengan kekuatan sihirnya.

Meskipun untuk tokoh utama, Raja Djaafar tidak memercayainya. Hal ini bisa

dilihat pada kutipan berikut.

Raja Djaafar tak begitu percaya tentang sihir. Tapi dari cerita orang tua-tua dia tahu bahwa salah satu sihir yang paling ditakuti, khususnya dari Pulau Tujuh, adalah tuju. Kononnya, tuju ini bentuknya seperti sebiji telur ayam yang terbang dan berekor. Dia meluncur tengah malam di langit, munuju arah di mana sasaran yang akan disihir. Seperti sebuah meteor. Di telur itu, kononnya tersimpan benda-benda tajam, seperti jarum, kaca, dan racun. Dan kalau sudah mengena tubuh

Page 128: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

114

sasaran, langsung jatuh sakit, dan sulit diobati (Bulang Cahaya: 21) Mandi Safar itu kononnya untuk menolak bala, dan Raja Haji, pulau Penghujan dijadikan tempat upacara itu, karena di sana terdapat air pancuran dan sungai air tawar yang deras. Anak-anak bujang dan dara tak melewatkan kesempatan itu, karena di sanalah mereka akan mencari kesempatan menemukan jodoh (Bulang Cahaya: 136)

b. Transformasi Budaya Turun Temurun

Adat turun temurun sudah terkenal bagi masyarakat Bulang, mengingat di

daerah tersebut menganut sistem kerajaan, yaitu Kerajaan Melayu. Kutipan

berikut menunjukkan hal tersebut.

Sampai pada bagian ini, mata Djaafar berbinar, karena datuknya sendiri menjadi Yang Dipertuan Muda. Berarti dia adalah keturunan langsung salah satu yang Dipertuan Muda Riau. Daeng Celak, setelah wafat diganti oleh Daeng Kembodja, anak Daeng Perani (Bulang Cahaya: 54-55) “Beta belum jadi Raja Muda, tapi adat kebesaran Raja Muda sudah diturunkan. Memang Sultan berkehendak benar,” katanya dalam hati. Ketika dia melihat Penghulu Bendahari yang datang menyambut, dia merasa pasti Datuk Bendahara tidak di Lingga, atau kalau tidak, mungkin sedang uzur (Bulang Cahaya: 214)

c. Transformasi Sistem Peralatan

Regelia kerajaan atau alat-alat kebesaran adat istiadat dalam adat istiadat

Melayu dianggap sakral dan keramat karena melambangkan kebesaran dan

kekuasaan yang berpengaruh pada kosmologi kesemestaan. Mengenai

peralatan yang ada, dalam novel ini dilukiskan peralatan yang serba mewah

Page 129: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

115

mengingat daerah tersebut adalah daerah kerajaan. Kutipan berikut

menunjukkan hal tersebut.

Benda paling utama dalam regelia kerajaan itu, adalah sebuah cogan, begitu cerita Encik Thahir. Bentuknya seperti selembar sirih. Tapi sangat besar, hampir sedepa lebih. Terbuat dari emas murni. Lempeng mas yang berbentuk sirih itu bertulang perang, sehingga dapat dibawa keman-mana dengan tegak. .......................................................................... (Bulang Cahaya: 207) ...................................................................... Dia lalu menyambar buah-buah yang tersedia. Menelan buah hulu kering beberapa potong dan meneguk air putih yang dituang Husin dari cerek tembaga (Bulang Cahaya: 230)

d. Transformasi dalam Bidang Agama

Transformasi budaya dalam bidang agama pada novel Bulang Cahaya

lebih dititikberatkan pada masuknya agama Islam. Agama Islam berkembang

tahap demi tahap di kepulauan Nusantara, melalui jalan yang berliku-liku dan

berbeda di daerah yang satu dengan yang lain. Hal tersebut dikarenakan

Kerajaan Melayu merupakan pergeseran dari pengaruh budaya Malaysia. Hal

tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.

Tengku Muda terdiam, dan sekejap kemudian mengangguk. Lalu dia bangkit dan mengatur sembah.”Mohon ampun patik. Apapun titah akan patik junjung,”katanya. Lega, dan seakan ada sebuah batu besar yang berhasil dia campakkan dari atas dadanya. “Allahuakbar......” batinnya bersyukur. (Bulang Cahaya: 121)

Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa agama Islam jelas dianut oleh

masyarakat Bulang berdasarkan pada setiap hal atau tindakan yang dilakukan

Page 130: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

116

dikaitkan pada Tuhan. Kutipan lain yang menyatakan hal tersebut dapat dilihat di

bawah ini.

“Beta sembahyang Isya dulu. Duduklah Adinda, dan kalau lelah, beristirahatlah, “katanya parau. (Bulang Cahaya: 198).

“Subhanallah! Kalau berniat baik, akan baik juga ahirnya,”katanya lebih pada dirinya sendiri. (Bulang Cahaya: 230).

e. Transformasi dalam Bahasa

Pada bidang ini yang sangat memengaruhi bagi perkembangan khazanah

perbendaharaan kata melalui novel Bulang Cahaya ini. Kosakata Melayu yang

sangat jelas terlihat digunakan pada setiap tuturan yang diucapkan tokoh-

tokohnya. Hal itu yang akhirnya dijadikan sebagai transformasi budaya.

Pada setiap perkataan yang diucapkan, tokoh biasa menyisipkan pantun

pada dialog-dialognya. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini:

Raja Husin tersenyum dan mulai menggulung dan menurunkan layang-layang. Sambil menggulung, dia berpantun: Layang-layang bertali benang. Putus benang, tali belati. Cinta yang ikhlas cinta kukenang. Cinta sejati kubawa mati (Bulang Cahaya: 40)

Dia menyulam tiga helai saputangan. Saputangan putih berenda merah. Di sudut saputangan, dia taruh sulaman dua ekor burung Perkit. Di bahagian tengah, dia sulam pantun. Kalau roboh Kota Malaka. Papan di Jawa dinda tegakkan. Kalau sungguh bagai dikata. Nyawa dan badan dinda serahkan (Bulang Cahaya: 146). ............................. Sehelai saputangan sutera putih. Pinggirnya berenda biru. Di tengahnya ada sulaman Gunung Daik dan sebait pantun:

Page 131: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

117

Anak Endung Raja Sulaiman. Duduk di tingkap melambai angin. Kalau rindu pandanglah laman. Di situ tempat kita bermain. ............................. (Bulang Cahaya: 154)

Ketiga kutipan di atas sangat jelas bahwa di setiap kegiatan yang

dilakukan oleh tokoh dalam novel Bulang Cahaya tersebut sering kali

menggunakan pantun. Hal itu yang menyebabkan terjadinya transformasi

budaya pada bidang bahasa.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian dalam novel Bulang Cahaya, unsur-unsur

yang membangun di dalamnya meliputi alur, tokoh, setting, tema, dan sudut

pandang. Unsur-unsur tersebut dianalisis dengan melakukan pendekatan struktural

atau analitik. Dengan melalui pendekatan ini, berusaha memahami gagasan, cara

pengarang menampilkan gagasan atau mengimajikan ide-idenya, sikap pengarang

dalam menampilkan gagasan-gagasannya, elemen instrinsik dan mekanisme

hubungan dari setiap unsur instrinsik sehingga membangun keselarasan dan

kesatuan dalam rangka membangun totalitas bentuk maupun totalitas maknanya.

Keterkaitan unsur-unsur pembangun dalam novel Bulang Cahaya ini

antara lain antara alur, tokoh dan penokohan, setting, tema, maupun sudut

pandangnya. Sehingga dari analisis unsur pembangunnya, dapat ditinjau dengan

menggunakan sosiologi sastra yang akan menjelaskan mengenai transformasi

budaya yang ada dalam novel Bulang Cahaya tersebut.

Page 132: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

118

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya transformasi budaya

dalam novel Bulang Cahaya tersebut antara lain:

1. Faktor internal berkaitan dengan sikap pendukung kebudayaan itu sendiri.

Faktor internal yang dimaksudkan yaitu faktor-faktor dari dalam

masyakarat sekitar budaya itu berkembang. Ketika budaya dari dalam

masyarakat itu berkembang maka akan dapat memotivasi tumbuh

kembangnya suatu kebudayaan. Akan tetapi apabil masyarakat sekitar tidak

mendukung atau bersikap tak acuh, maka budaya yang ada justru akan

semakin hilang.

2. Faktor eksternal berhubungan dengan penetrasi kebudayaan luar.

Penetrasi kebudayaan luar merupakan konsekuensi logis dari pilihan

untuk membuka relasi dengan kebudayaan lain. Namun, pengaruh dari

penetrasi tersebut akan sangat tergantung pada pola respons pendukung

kebudayaan yang bersangkutan. Selain hal tersebut adanya pengaruh dengan

kebudayaan lain, tokoh utama sebagai sentral yang akan memengaruhi

munculnya budaya yang ada, serta peristiwa yang dilakukan oleh tokoh-

tokoh dalam novel Bulang Cahaya ini juga merupakan faktor yang

memengaruhi. Faktor adanya kontak dengan budaya lain juga merupakan

faktor yang berasal dari luar. Hal itu dapat terjadi karena dengan adanya

kontak atau komunikasi/hubungan dengan budaya lain, secara tidak

langsung dapat memengaruhi terjadinya perubahan budaya pada suatu

daerah atau negara.

Page 133: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

119

Adanya konflik Melayu dan Bugis juga merupakan faktor eksternal yang

sangat berpengaruh adanya transformasi budaya Melayu yang ada dalam

novel Bulang Cahaya ini. dalam novel ini dijelaskan bahwa tema cerita

yang ada adanya perebutan kekuasaan, yang bermula dari konflik Melayu

dan Bugis. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan adanya

konflik maka secara tidak langsung budaya Melayu dapat berkembang,

karena budaya Bugis yang dibawa pada saat konflik itu terjadi.

Begitu juga dengan politik dalam berebut kekuasaan juga telah menandai

adanya transformasi budaya Melayu dalam novel tersebut. Dalam tradisi

politik Melayu, seperti tampak dalam novel Bulang Cahaya tersebut,

misalnya, raja atau penguasa memang merupakan figur dan lembaga yang

terpenting. Raja dianggap sebagai orang yang mulia dan mempunyai

berbagai kelebihan. Ketika dalam novel itu diceritakan bahwa tahta akan

diberikan secara turun temurun. Namun karena adanya politik dalam

berebut kekuasaan, yaitu antara Melayu dan Bugis maka budaya Melayu itu

sendiri justru mampu bertahan. Budaya Melayu yang terdapat dalam novel

Bulang Cahaya sangat beragam. Hal itu dapat dilihat pada hal-hal atau

peristiwa-peristiwa yang dikemukakan dalam novel tersebut. Dewasa ini

budaya mulai berubah daya hidupnya, karena pengaruh dari berbagai

perubahan baik masyarakat, ekonomi, agama maupun kultural yang

berlangsung secara global. Pengaruh globalisasi itulah yang menciptakan

suatu proses transformasi yang sangat besar, karena disebabkan oleh

menguatnya rasionalisasi di setiap aspek kehidupan.

Page 134: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

120

Pemilihan nama tokoh-tokoh sangat melambangkan bahwa yang diangkat

dalam novel Bulang Cahaya ini adalah nuansa Melayu. Selain itu setting tempat

juga terlihat bahwa budaya Melayu masih sangat jelas. Transformasi budaya

Melayu yang ada terdapat pada sistem kepercayaan, budaya turun temurun, sistem

peralatan, bidang agama, dan bidang bahasa. Budaya tradisi dapat selalu

berkembang sesuai dengan perubahan dan kemajuan jaman yang akan

memengaruhi terjadinya tranformasi budaya itu sendiri. (Umar Kayam, 1981).

Dalam novel Bulang Cahaya ini juga dijelaskan bahwa kekuasaan akan

diberikan kepada keturunannya, karena memang tradisi dari masyarakat tersebut

adalah tradisi turun temurun. Namun, kekuasaan tetap akan diberikan kepada anak

laki-lakinya. Hal itulah yang memang menjadi hal yang sangat biasa hingga saat

ini bahwa pemimpin layaknya seorang laki-laki. Karena memang proses

pengajaran agama di dalam masyakarat Bulang juga menganut agama Islam, yang

memerintahkan bahwa pemimpin itu harus laki-laki. Masyarakat Riau khususnya

sistem kekeluargaan/garis keturunan ditarik dari garis perempuan (ibu) akan tetapi

kekuasaan bukan berada di tangan perempuan namun tetap berada di tangan laki-

laki, hal ini dapat dilihat bahwa yang menjadi mamak kepala waris adalah dijabat

oleh laki-laki yakni laki-laki tertua (Sri Widoyatiwiratmo Soekito, 1989 : 58-59).

Page 135: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

121

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Simpulan

Dari pembahasan-pembahasan dan analisis yang telah dipaparkan, maka

disimpulkan sebagai berikut.

1. Unsur-unsur pembangun dalam novel Bulang Cahaya ini meliputi alur

flashback, tokoh utama Raja Djaafar, latar tempat dalam novel ini adalah di

daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai timur semenanjung Malaysia

dengan latar belakang sejarah Kerajaan Melayu Riau Lingga, latar waktunya

siang dan sore hari, latar suasana yang digambarkan perasaan dendam,

cemburu, dan saling berebut kekuasaan, tema yang diangkat dalam novel ini

adalah percintaan yang tak sampai dengan dikemas dalam politik kekuasaan,

sudut pandang menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu.

2. Budaya dalam novel Bulang Cahaya memiliki keanekaragaman. Proses

transformasi dapat dilakukan melalui dua cara yaitu sosialisasi dan

enkulturasi.

3. Faktor yang memengaruhi transformasi budaya Melayu yaitu (1) kontak

dengan kebudayaan lain; (2) konflik antara Melayu dan Bugis; (3) politik

dalam berebut kekuasaan.

4. Budaya Melayu dalam novel Bulang Cahaya ini meliputi transformasi sistem

kepercayaan, budaya turun temurun, sistem peralatan, bidang agama, serta

transformasi bidang bahasa.

121

Page 136: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

122

B. Implikasi

Novel Bulang Cahaya karya Rida K. Liamsi mempunyai implikasi dalam

dunia pendidikan. Novel ini mampu memberikan suatu gambaran yang jelas

bahwa transformasi budaya Melayu dideskripsikan dalam novel Bulang Cahaya

karya Rida K. Liamsi. Implikasi selanjutnya dari penelitian ini juga memberikan

suatu pemahaman yang jelas bahwa adanya transformasi budaya Melayu dapat

dijadikan sebagai bahan ajar sehingga dalam pembelajaran bahasa Indonesia

khususnya aspek kesusastraan dapat dipergunakan bagi Guru Mata Pelajaran

Bahasa dan Sastra Indonesia dalam mengajarkan materi berkenaan dengan sastra,

dan dengan hadirnya penelitian ini dapat dijadikan pembanding dalam

menganalisis sastra dengan keterkaitan budaya Melayu.

Implikasi dalam kaitannya dengan kurikulum bahasa dan sastra Indonesia

dikhususkan untuk jenjang SMA. Untuk kelas X, standar kompetensi

Mengidentifikasi unsur sastra (intrinsik dan ekstrinsik) suatu cerita yang

disampaikan secara langsung/rekaman. Dengan menganalisis novel Bulang

Cahaya akan dapat mengetahui mengenai unsur pembangunnya. Dalam kaitannya

dengan pendidikan karakter, novel Bulang Cahaya banyak mengisahkan tentang

perjuangan memimpin kerajaan. Bahkan asas demokrasi juga diuraikan ketika

Raja Djaafar memutuskan untuk meninggalkan kampung Bulang dan pergi ke

Selangor, ibu tokoh utama memerbolehkan.

Standar kompetensi kelas XI, yaitu menganalisis unsur-unsur instrinsik

dan ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan. Implementasinya mengenai Unsur-

unsur instrinsik dan ekstrinsik dapat dijelaskan dengan menggunakan novel

Page 137: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

123

Bulang Cahaya sebagai bahan materi ajar, apalagi khusus pada unsur

ekstrinsiknya. Dengan unsur ekstrinsik, terlihat budaya yang dapat dianalisis,

khususnya budaya Melayu yang berkembang dan diangkat dalam novel tersebut.

Dan kelas XII, Novel Bulang Cahaya juga dapat dijadikan bahan ajar

untuk aspek mendengarkan pembacaan novel. Mengingat diksi yang digunakan

pengarang (Rida K. Liamsi) adalah diksi-diksi yang ringan, hanya dari segi nama

tokoh banyak mengangkat nama-nama dengan aksen Melayu. Dari hal tersebut,

siswa akan mudah memberikan tanggapan terhadap novel yang dibacakan.

Penjelasan yang berkaitan dengan unsur-unsur instrinsik dari pembacaan

penggalan novel juga dapat didengarkan dengan bahan ajar novel Bulang Cahaya.

Siswa dapat mengetahui unsur-unsur instrinsik yang dijelaskan dalam penggalan

novel tersebut.

Dari uraian standar kompetensi yang sudah ada, implikasi pada novel

Bulang Cahaya ini ditekankan untuk siswa jenjang sekolah menengah pertama

atau atas, bergantung pada standar kompetensi yang ingin dicapai. Hal itu

mengingat diksi yang dipilih dan digunakan dalam novel ini kurang sesuai dengan

tingkat psikologi siswa sekolah dasar.

Mengenai faktor-faktor yang memengaruhi adanya transformasi budaya

Melayu maupun budaya Melayu yang ada dalam novel Bulang Cahaya tersebut,

dapat diimplikasikan pada standar kompetensi yang ada.

Page 138: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

124

C. Saran

Berkaitan dengan simpulan dan implikasi di atas, maka peneliti dapat

mengajukan saran-saran sebagai berikut.

1. Pembaca

Peneliti menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari

kesempurnaan, maka peneliti berharap ada kajian yang lebih mendalam yang

berkaitan dengan transformasi kebudayaan Melayu.

2. Guru Bahasa Indonesia

Kajian-kajian tentang analisis novel Bulang Cahaya ini dapat menjadi

alternatif untuk bahan ajar di sekolah yang berkaitan dengan kesusastraan

Indonesia.

3. Kepala Sekolah

Kepala sekolah perlu memfasilitasi tersedianya bahan ajar yang lain yang

berkaitan dengan kebudayaan Melayu sehingga dapat menunjang pemahaman

siswa terhadap perkembangan sastra Indonesia.

Page 139: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

125

DAFTAR PUSTAKA Aminuddin. 1987. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Jakarta: Sinar Baru Al-

Gensindo .

Arli Parikesit. 2004. Kearifan Budaya dalam Novel. (http://www.suarantb.com/2004/10/06/kearifan-budaya-novel/detail3.htm). Diunduh tanggal 15 Agustus 2010 pukul 20.22.

Burhan Nurgiyantoro. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Culler, Jonathan. 1977. Structuralist Poetics. London: Routledge dan Kegan Paul.

Eiizabeth and Tom Burn. 1973. Sociology of Literature and Drama. England: Penguin Books Ltd. Harmondsworth. Middlesex.

Faruk HT. 1994. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Fischer, Uve Cristian. 2009. “Pendekatan Fenomenologis Literature, Sosiologi dan Sastra Sosiologi Penelitian Sastra: Pertanyaan dari Metode dalam Kemajuan.” Journal of Comprehensif Sociology. (https://arjournals.annualreviews.org/actions). Diunduh tanggal 13 Agustus 2010 pukul 20.30 WIB.

Harison and Huntington. 2000. Culture Matters, How Values Shaves Human Progress. New York: Basic Book.

Hawthron, Jeremy. 1989. Studying the Novel. London: Edwards Arnold.

Hayami, Y. dan M. Kikuchi. 1987. Dilema Ekonomi Desa: Suatu Pendekatan Ekonomi terhadap Perubahan Kelembagaan di Asia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Henry Guntur Taringan. 1993. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.

Herman J. Waluyo. 1995. Apresiasi Prosa Fiksi dan Drama. Surakarta: UNS Press.

125

Page 140: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

126

_________. 2002. Pengkajian Sastra Rekaan. Salatiga: Widya Sari. Jabrohim (Ed). 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: PT. Hanindita

Graha Widya.

Jakob Sumardjo dan Saini K.M. 1994. Apresiasi Kesusasteraan. Jakarta: Gramedia.

Johanes Mardimin. 1994. Jangan Tangisi Tradisi (Transformasi Budaya Menuju Masyarakat Indonesia Modern). Yogyakarta: PT Kanisius.

Junus, Umar. 1974. Perkembangan Novel-novel Indonesia. Kuala Lumpur: Universiti Malaya.

Karen, Hegtvedt A. 1976. “Literature and Society”. Trevor Noble-British Journal of Sosiology. Volume 27. number 2. Page 211-224. Emory University.

Koentjaraningrat. 2000. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Lexy J. Moeleong. 1995. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdajaya.

Luarenson, Diana T. Etc. 1972. Sociology of Literature. London: Paladin Three Upper James Street.

Lucian W. Pye. 1966. Globalisasi dan Kebudayaan. (http://itha.worpress.com/2007/09/12/globalisasi-dan-kebudayaan/). Diunduh tanggal 13 Agustus 2010 pukul 21.00

Mahyudin Al Mudra. 2010. Sejarah Kebudayaan Melayu. (http://melayuonline.com/ind/about/dig/9). Diunduh tanggal 13 Agustus 2010 pukul 19.30.

Melani Budianta. 1993. Teori Kesusasteraan (Buku asli: Theory of Literature). Jakarta: Gramedia.

Marowski. Cynthia M. 2010. “Transacting in the Arts of Adolescent Novel Study: Teacher Candidates Embody Charlotte Doyle.” International Journal of Education and The Arts. Volume 11 No 3, page 4. ISSN 1529-8094. University of Ottawa.

Page 141: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

127

Nurhayati Harahap. 2006. “Ende Ungut-ungut Angkola Mandailing: Tinjauan Sosiologi Sastra.” Jurnal Ilmiah. Vol. 11 No.1 April 2006, h.30. Fakultas Sastra Universitas Sumatera Barat.

Panuti Sudjiman. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.

Priscila Fitriasih Limbong. 2007. Sejarah Transformasi Budaya dalam Novel Bulang Cahaya. Makalah disajikan pada diskusi Buku Bulang Cahaya karya Rida K. Liamsi. Depok. Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia.

Prasetyo Utomo. 2008. Kearifan Lokal, Estetika Sastra dan Pengajarannya. (http://apsas.multiply.com/journal/item/304/ Kearifan_lokal_ estetika_sastra). Diunduh tanggal 15 Agustus2010 pukul 19.36.

Rachmat Djoko Pradopo. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Gama Media.

Rushing, Robert. 2004. Theory of Literaure. Modern Critical Theory. (http://www.answer.com/topic.sociology-of-literature). Diunduh tanggal 13 Agustus 2010 pukul 20.00.

SusselL, Norma. 1973. “The Sociology of Literature. D. Laurenson and A. Swinggewood”. Page. 282. London: Mac Gibbon & Kee. Oxford Journal. The Review of English Studies. 1973. XXIV (93) 529-230:doi/10.19/res/XXIV93/529. 1973. Amerika. Oxford University Press.

Sapardi Djoko Damono. 1979. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Siegel, Kristi. Introdcution to Modern Literary Theory. (http://etd.library.ums.as.id./go.php/id=jtptumsgdljournal.2006.drssuhardi.514. Publisher). Diunduh tanggal 13 Agustus 2010 pukul 20.30.

Soerjono Soekamto. 1990. Sosiologi Sastra Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sri Widoyatiwiratmo Soekito, 1989; Anak Dan Wanita Dalam Hukum. Jakarta : LP3ES

Page 142: TRANSFORMASI BUDAYA MELAYU DALAM NOVEL · PDF filekali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan ... latar tempat dalam novel ini adalah di daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

128

Sutopo, H.B. 1996. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS.Press.

Suwardi Endraswara. 2003. Metodologi Penelitian Sastra (Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi). Yogyakarta: UNY Press.

Ortiz, Luis dan Alexander Kucel. 2008. “Do Fields of Study Matter for Overeducation? The cases of Sapin and Germany.” International Journal of Comparative Sosiology. Vol. 49, Pages 305-327. DOI: 10.1177/0020715208093079. Pompeu Fabra University, Spain.

Teeuw, A. 1983. Translation, Transformation and Indonesia Literary History dalam CD Grijins & SO Robson (eds). Cultural Contact and Textual Interpretation. Dordrech-Holland: Foris Publications.

Tjetjep Rohendi Rohidi. 1994. Pendekatan Sistem Sosial Budaya dalam Pendidikan. Semarang: UNNES. Press.

Umar Kayam. 1981. Seni, Tradisi, Masyarakat. Jakarta: Sinar Harapan.

.2011. Hakikat Budaya. (http://duniabaca.com/definisi-budaya-pengertian-kebudayaan.html) . Diunduh tanggal 2 April 2011 pukul 17.00