Upload
sundari-dyojapa-nonem
View
7
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Lagi
Citation preview
7. Puasa pada pasien obstetrik
Rekomendasi
Wanita yang sedang melahirkan diperbolehkan untuk minum clear fluid (air putih, jus tanpa pulp, teh
atau kopi tanpa susu) sesuai keinginan ( evidence level 1++, rekomendasi grade A)
Hindari pemberian minu pada saat melahirman (evidence level 1 +, rekomendasi grade A)
Wanita hamil, termasuk yang onesitas boleh minum clear fluid hinggga 2 jam sebelum operasi (baik
menggunakan anestesi regional ataupun umum) (evidence level 2-, rekomendasi grade D)
H2 reseptor antagonis diberikan pada malam dan pagi hari sebelum operasi SC elektif (evidence level 1+
+, rekomendasi grade A)
H2 reseptor antagonis sebaiknya diberikan sebelum SC emergensi. Jima menggunakan anestesi umum,
dianjurkan untuk diberikan bersama sodium citral 0,3 ml/l. (evidence level 1++, rekomendasi grade A)
Alasan
7.1 asupan oral saat melahirkan
Operasi saat melahirkan biasanya tidak terprediksi dan jika hal ini terjadi, derajat kegawatan berkisar dari
minimal hingga harus memilih untuk menyelamatkan ibu atau bayi. Atas dasar ini, seharusnya wanita
yang sedang melahirkan harus dipuasakan. Tapi masih sering diperdebatkan bahwa pemberian makan
atau minum saat melahirkan dapat mencegah ketosis atau dehidrasi dan akan memperbaiki outcome. Di
Eropa, pendapat tentang makan saat persalinan masib sangat bervariasi. Namun, telah terbukti bahwa
pemberian makan saat melahirkan memang dapat mencegah kejadian ketosis tapi juga dapat
meningkatkan volume lambung, tapi jika hanya diberikan cairan isotonik oral tidak hanya mencegah
ketosis tapi juga mencegah peningkatan volume lambung.
Sebuah penelitian terbaru meneliti tentang efek pemberian makan saat melahirkan terhadap obstetrik
outcome. Sebanyak 2443 wanita nulipara dengan risiko rendah secara acak, diberikan makan atau hanya
diberikan air putih. Hasilnya tidak terdapat perbedaan jumlah kelahiran normal, penggunaan alat bantu
kelahiran pervaginam, jumlah SC, durasi saat melahirkan atau kejadian muntah.
Kematian ibu yanv disebabkan oleh aspirasi atau regurgitasi isi lambung saat ini sjarang ditemui.
Kejadian ini lebih disebabkan oleh penggunaan anestesi regional untuk SC dibandingkan aturan untuk
berpuasa. Karena banyaknya penggunaan anestesi regional untuk melahirkan, puasa tidak lagi dianjyrkan
dan ibu diperbolehkan untuk mengkonsumsi ice chips atau clear fluid saat melahirkan.
Karena pe berian makanan padat saat melahirkan tidak memberikan dampak yang menguntungkan,
sehingga wanita hamil tidak diperbolehkan untuk makan selama proses persalinan. Namun, kejadian
kematian akibat aspirasi sangat jarang terjadi, wanita dengan risiko rendah diperbolehkan untuk
mengkonsumsi makanan dengan residu yang sedikit (seperti biskuit, roti bakar atau sereal) saat
melahirkan, tapi hindari pemberian opioid karena dapat menghambat pengosongan lambung. Tapi jika
menggunakan anestesi umum, sebaiknya tidak membiarkan wanita yang sedang melahirkan untuk makan.
Kehamilan dg risiko tinggi sebaiknya tidak makan saat melahirkan dan diberikan hidrasi yang terbatas
melalui oral atau intravena.
7.2 persiapan SC
7.2.1 puasa preoperatif pada operasi obstetrik elektif.
Wanita hamil, termasuk yang obesitas, boleh mengkonsumsi clear fluid hingga 2 jam sebelum operasi
(baik menggunakan anestesi regional atau umum) (level evidence 1+, rekomendasi A)
7.2.2 rekomendasi obat
7.2.2.1. Operasi obstetri elektif
Semua ibu dapat diminta untuk anestesi regional untuk SC elektif, H2 reseptor antagonis (misal 150 mg
ranitidin) atau PPI (seperti omeprazol 40 mg) pada malam hari dan 60-90 menit sebelum induksi anestesi.
Pemberian metoklopramida 10 mg juga dapat dipertimbangkan.
7.2.2.2. Operasi emergensi dengan anestesi rehional
H2 antagonis intravena (seperti ranitkdin 50 mg) dapat diberikan segera setelah keputusan operasi dibuat.
Pada wanita hamil dengan risiko tinggi dapat dipertimbangkan untuk pemberian H2 antagonis oral
(Ranitidin 150mg) secara reguler saat melahirkan.
7.2.2.3. Operasi emergensi dengan anestesi umum
Pemberian H2 antagonis dan antasid oral (seperti 30 ml sodium sitrat 0,3 mol/l) segera sebelum induksi
anestesi.
7.3. Makan dan minum setelah SC
Keuntungan pemberian makan segera setelah operasi telah dibuktikan pada pasien yang menjalani operasi
kolorektal. Secara tradisonal, makan dan minum setalah SC tidak dianjurkan, biasanya baru diberikan 12-
24 jam setelah operasi. Minum boleh diberikan sedikit sedikit dengan hati hati dan baru diperbolehkan
untuk makan juma sudah terdengar bisibg usu dan sudah kentut. Cochrome review yang dipublikasiman
pada tahun 2002 (review dari 6 artikel yangbdipublikasikan antara tahun 1993 dan 2001) menyimpulkan
bahwa tidak ada bukti yang membenarkan pengurangan minum dan makan setelah SC tanpa komplikasi.
Banyak penelitian terbaru yang menyatakan pemberian clear fluid antara menut hingga 2 jam setelah SC
dapat ditoleransi dengan baik, menurjnkan kebutuhan cairan intravaskular, mempercepat mobilitas dan
mempercepat pemberkan ASI. Pemberian makanan padat terlalu cepat dapat menyebabkan mual yang
akan hilang sendiri. Penelitkan terakhir menyatakan pemberkan rehidrasi oral setelag SCnbisa ditoleransi
dengan baik dan dianjurkan . Pemberian makanan padat harus hati-hati.
7.4. Efek kehamilan terhadap fungsi lambung
Refluks esofageal, menyebabkan rasa terbakar pada dada, hal ink merupakan komplikasi utama pada
akhir masa kehamilan. Kehamilan menyebabkan penurunannintegritas spingter esofagus karena adanya
perubahan secara anatomis hubungan esofagus ke diafragma dan gaster, peningkatan tekanan intragastrik
dan efek relaksasi otot polos olehnprogesteron. Wanita hamil aterem yang membutuhkan anestesi
dianggap memiliki spingter esofagus bagian bawah tidak kompeten. Perubahan ini terjadi secara fisiologis
48 jam setelah melahirkan.
sekresi asam lanbubg tidak berubah saat hamil. Kehamilan juga tidak mengubah waktu pengosongan
lambung secara signifikan. Pengosobgan lambjng masih normal saat awal proses persaljnan dan menjadi
tertunda saat akhir proses mlahirkan. Pemberian opioid secara parenteral dapat menyebabkan
penundaannpengosongan lambung secara signigikan saat melahirkan, begitu juga dengan dosis bolus
epidural atau intratekal.. Pemberian infus fentanis epidural secara terus menerus dengan dosis rendah
tidak menyebabkan penundaan pengosongan lambung, hjngga dosis fentanis melebihi 100 mikrogram.
Pengosongan gaster tidak tertunda pada wanuta hamil aterem yang obesitas maupun tidaknobesitas yang
mjnum 30 kl air setelah ouasa semalaman. Penelitian yang dilakukan oleh lewis dan crawford pada pasien
yang menjalani SC elektif yang diberikan teh (volum tidak dikatahui) dan roti bakar dalam 2-4 jam
sebelummoperasi didapatkan peningkatan volume gaster dan penurjnan pH gaster jika dibandingkan
dengan kelompom kontto,. Matarial partikulat yang diaspirasi dari lambjng 2 dari 11 orang pasien yang
mengkonsumsi teh dan roti bakar, hanya mengkknsumsi teh menyebabkan peningkatan volume gaster
tapi tidak pengubah pH
7.5. Profilaksis apurasi pulmonal pada obstetrik
Risiko gagal intubasi 3-11 kali lebih besar oada pasien hami, dibandingkanbyang tidak hamil. Edema
saluran nafas, pembesaran mammae, obesitas dan tingginya kemungkinan operasi emergensi merupakan
risiko gagal intubasi pada wanita hamil. Kejadian aspirasi pneumonia berhjbubgan dengan sulit dan gagal
jntjbasi pada saat induksi anestesi umum. Wanita hamil yang akan menjalani SC (baim anestesi regional
ataupun umum) harus mendapatkan antasid profilaksis.
7.5.1. H2 reseptor antagonis
H2 reseptor antagonis memblok reseptor histamin pada sel oxintin sehingga menyebabkan penurunan
sekresi asam lambung dan volume lambung pada pasien yang berpuasa. Efek h2 reseptor antagonis yang
diberkkan secara intravena akan timbul dalam 30 menit dan efek puncaknya dicapai dalam waktu 60-90
menit setelah pemberian. Setelah pemberkan secara oral terjadi peningkatan pHnlambung menjadi 2,5
pada 60% pasien dalam 10 menit dan 90% pasien dalam 90 menit.
Banyak penelitian yang menilai pemberian 50-100 mg ranitidin intravena dan intramuskular atau 150 mg
oral. Dari lenelitian tersebut, didapatkan pH lambung lebih besar dari 2,5 dalam menit. Efek trapeutik
ranitidin bertahan dalam 8 jam.
7.5.2.PPI
omeprazol (20-40mg oral) dan lansoprazol (15-30mg oral) menghambaf pompa ion hidtogen pada sel
oxinyin dipermukaan lambung. Efektifitas pemberian PPI sebagai profilaksis bedah elektif sama seperti
H2 reseptor antagonis, berdasarkan penelitian, pemberian H2 reseptor antagonis dan PPI intravena pada
SC emergensi, sama efektifnya untuk menurunkan keasaman dan volume lambung dengan pemberian
sodium sitrat 0,3 mol/l .
Metaanalisis terakhir membahas tentang efek PPI dan H2 antagonis (penelitian ininmeliputi pasien
obstetri dan non obstetri) menyimpulkan bahwa H2 antagonis lebih efektif dibandingkan PPI
untukmmenurunkan volume dan meningkaykan pH lambung. Sodium citrat 0,3mol/lnbisa menyebabkan
mualndan muntah. Sodium citrat tidak diberikan untuk bedah elektif dengan regional anestesi jika telah
mendapatkan H2 antagonis dan PPI. Pada operasi obstetri emergensi dengan anestesi umum antasid harus
diberikan sedekat mungkin dengan induksi anestesi (misal dalam 2 menit) dengan H2 antagonis. Karena
kendala wakti efisiennH2 antagonis tidak dijamin saat induksi.
Metoklopramidn10 mg bisa juga menurunkan golume gaster jika diberikan dengan H2 antagonisnsaat SC
penggunaan metoklopramid dapat diperyimbangkan saan SC elektif dannSC emergensi.